STUDI OF QUALITY OF BEEF MEATBALLS...
Transcript of STUDI OF QUALITY OF BEEF MEATBALLS...
1
KAJIAN KUALITAS BAKSO SAPI HASIL RENDAMAN DENGAN PENGAWET DARI EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum, L)
SECARA FISIKOKIMIA DAN MIKROBIOLOGI
STUDI OF QUALITY OF BEEF MEATBALLS PRESERVATIVED BY MARINATING OF GARLIC EXTRACT (Allium sativum, L) ON
PHYSICOCHEMICAL AND MICROBIOLOGICAL
Mey Angraeni Tamal, Effendi Abustam dan Lellah Rahim
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh lama penyimpanan dan perendaman ekstrak bawang putih serta interaksinya terhadap total bakteri dan bakteri Staphylococcus aureus, ketengikan bakso (nilai TBA), kelentingan serta organoleptik bakso. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak dan Laboratorium Mikrobiologi Farmasi. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah pengujian di Laboratorium terhadap uji penentuan total bakteri (TPC) dan bakteri Staphylococcus aureus, Uji nilai TBA (ketengikan), uji kelentingan dan uji organoleptik. Data dianalisis dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 3 x 4 dengan 3 kali ulangan, dengan faktor pertama lama penyimpanan (1 hari, 3 hari dan 5 hari), faktor kedua level perendaman bakso dengan ekstrak bawang putih (0%, 10%, 20%, 30%). Untuk uji organoleptik dianalisis secara deskriptif. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa peningkatan level ekstrak bawang putih menurunkan total bakteri, tidak ditemukan adanya bakteri Staphylococcus aureus, mempertahankan kelentingan, nilai kesukaan terhadap citarasa meningkat dan meningkatkan kekenyalan bakso. Lama penyimpanan meningkatkan ketengikan, serta interaksi level perendaman dengan ekstrak bawang putih berpengaruh terhadap total bakteri dan kelentingan bakso. Kata kunci : bakso, ekstrak bawang putih, lama penyimpanan, total bakteri.
2
ABSTRACT
This research aimed to find out the effect of storage duration and determine the effect of garlic extract with the interaction effect between storage duration and extract of garlic on the number of bacteria and Staphylococcus aureus, meatballs rancidity (TBA values), flexibiliy and organoleptic meatballs. This research was conducted at the Laboratory of Animal Product Technology, the Laboratory Nutrition and animal feed and the Laboratory of Pharmacy Microbiology. The method used in the study is testing in the laboratory to test the determination of the number of bakteria (TPC) and the bacterium Staphylococcus aureus, Test TBA value (rancidity), test the flexibility and organoleptic tests. Data were analyzed using Completely Randomized Design (CRD) pattern of 3 x 4 factorial with three replications, with the first factor of storage duration (1 day, 3 day and 5 days), both levels of immersion factor meatballs with garlic extract (0%, 10%, 20%, 30%). For the organoleptic test were analyzed descriptively. Research shows that increased levels of garlic extract lowered the number of bacteria, increasing flexibility, increase the value of flavor preferences and improve elasticity meatballs. Storage duration increase rancidity, as well as the interaction level of immersion with garlic extract affects the amount of the number bacteria and resilience meatballs.
Keywords : meatball, garlic extract, storage duration, the number bacteria.
PENDAHULUAN
Makanan sehat adalah makanan yang bergizi dan tidak mengandung zat
berbahaya sehingga tidak menimbulkan penyakit bagi yang memakannya.
Kesehatan seseorang tergantung dari makanan yang dimakannya serta pola
makan yang teratur.
Makanan sering kali harus disimpan untuk beberapa waktu, akibatnya
dapat terjadi kebusukan dan kerusakan sehingga diperlukan bahan pengawet
untuk memperpanjang masa simpan.
Saat ini penggunaan formalin sebagai bahan pengawet pada pangan telah
membuat masyarakat terutama pihak konsumen menjadi resah. Pemakaian
formalin pada makanan sangat tidak dianjurkan karena formalin mengandung zat
formaldehid bersifat racun, iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik dan
3
bersifat mutagen (Winarno, 2004 dalam Retnaningtyas, dkk, 2009), sehingga
perlu usaha untuk menemukan bahan pengawet dari bahan yang alami, salah
satunya adalah bawang putih.
Bawang putih merupakan salah satu rempah-rempah yang digunakan pada
makanan yang memiliki daya antibakteri, antimikroba, dan bakterisidal yang
bermanfaat meningkatkan metabolisme tubuh serta sebagai obat kesehatan.
Berdasarkan hasil penelitian Tamal (2008) menunjukkan bahwa perendaman
bakso sapi pada air bawang putih dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Salmonella penyebab diare sedangkan perendaman bakso pada larutan formalin
tidak menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella.
Pengujian secara mikrobiologi sangat penting untuk keamanan bakso
serta uji kualitas fisik dan kimia. Hasil penelitian Tamal (2008) tidak
dilaksanakan uji ini sehingga masih kurang jelas keamanan dan kualitas dari
bakso sapi tersebut. Selain itu ada banyak pertanyaan mengenai bahan-bahan
alami tersebut seperti : benarkah bahan-bahan pengawet alami ini mampu
memperpanjang umur simpan bahan pangan segar sebagaimana halnya formalin.
Oleh sebab itu penelitian ini difokuskan untuk melihat pengaruh ekstrak bawang
putih terhadap kualitas bakso sapi secara fisikokimia dan mikrobiologi.
WAKTU DAN LOKASI
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2011. Tempat
penelitian di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan Laboratorium Nutrisi dan
Makanan Ternak Fakultas Peternakan serta Laboratorium Mikrobiologi Farmasi
Universitas Hasanuddin, Makassar.
4
METODE PENELITIAN
Penelitian menggunakan RAL pola faktorial 3 x 4 dengan pengulangan
sebanyak 3 kali dengan perlakuan Faktor A yaitu lama penyimpanan : A1 = 1
hari ; A2 = 3 hari ; A3 = 5 hari dan Faktor B yaitu ekstrak bawang putih : B1
= 0 % ; B2 = 0 % ; B3 = 20 % ; B4 = 30%. Parameter pengumpulan data
yaitu perhitungan total koloni bakteri (TPC) dan bakteri Staphylococcus aureus,
penentuan nilai TBA bakso untuk uji ketengikan, Uji daya lenting dan uji
organoleptik
Apabila dari analisis data menunjukkan pengaruh perlakuan yang nyata
maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) (Bromez, dkk 1995).
Untuk uji organoleptik dianalisis secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Perhitungan Total Koloni Bakteri (Total Plate Count) berdasarkan Standar Plate Caunt (SPC).
Pada Gambar 1 menunjukkan bahwa penyimpanan 1 hari tanpa
perendaman (0%) dan perendaman 10% ekstrak bawang putih totalnya sama
yaitu 4,0 x 106 koloni/g sedangkan pada perendaman 20% dan 30% total koloni
menurun yaitu 5,4 x 105 dan 1,8 x 105. Hal ini disebabkan sifat komponen aktif
pada bawang putih 0% dan 10% masih kurang sedangkan pada level 20% dan
30% telah terjadi efek penghambatan pertumbuhan bakteri sehingga total bakteri
yang tumbuh telah berkurang. Menurut Anonim (2008a) bahwa komponen aktif
yang terdapat pada bawang putih mempunyai efek penghambatan terhadap
beberapa mikroba patogen seperti Staphylococcus aureus, Echericia coli, dan
5
Bacillus cereus dan menghambat produksi toksin dari Clostridium botulinum tipe
A dengan menurunkan produksi toksinnya sebanyak 3 log cycle.
Pada level ekstrak bawang putih 20% dan 30% pada penyimpanan 3 hari,
jumlah bakteri mengalami kenaikan yaitu 1,6 x 106 dan 8 x 105, demikian juga
pada penyimpanan 5 hari. Hal ini menunjukkan bahwa efek dari zat antimikroba
allicin telah berkurang sehingga jumlah bakteri semakin bertambah. Menurut
Anonim (2008b) bahwa bawang putih yang disimpan dalam air dengan suhu
ruangan lebih baik daripada bawang yang disimpan dalam minyak sayur. Kadar
allicin menurun hingga setengahnya setelah disimpan selama enam hari dalam
air, namun penyimpanan dalam minyak sayur bisa menurunkan kadar allicin
dalam bawang hanya dalam beberapa jam saja. Kandungan kimia pembunuh
bakteri juga menurun kadarnya seiring dengan berkurangnya kadar.
Perlakuan tanpa perendaman 0% berpengaruh nyata terhadap 20% dan
30% ekstrak bawang putih namun tidak berpengaruh nyata terhadap 10%.
Sedangkan 10% berpengaruh nyata terhadap 20% dan 30%. Kemudian 20%
berpengaruh nyata terhadap 0%,10% dan 30%, dan level 30% berpengaruh nyata
terhadap 0%, 10% dan 20%. Hal ini dapat dilihat pada gambar 1.
6
Gambar 1. Grafik Jumlah Bakteri Bakso Sapi dengan Perendaman Ekstrak Bawang
Putih.
Pada perlakuan lama penyimpanan menunjukkan bahwa penyimpanan 1
hari berpengaruh nyata terhadap penyimpanan 3 hari dan tidak berpengaruh nyata
terhadap penyimpanan 5 hari. Penyimpanan 3 hari berpengaruh nyata terhadap
penyimpanan 1 hari dan 5 hari. Selanjutnya penyimpanan 5 hari tidak
berpengaruh nyata terhadap penyimpanan 1 hari namun berpengaruh nyata
terhadap penyimpanan 3 hari. Analisis ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
level ekstrak bawang putih semakin rendah total bakteri sedangkan lama
penyimpanan tidak menunjukkan pengaruh terhadap total bakteri. Interaksi antara
level ekstrak bawang putih dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap
total bakteri
2. Penentuan Jumlah Bakteri Staphylococcus aureus.
Berdasarkan Tabel 1 dan Gambar 2 menunjukkan bahwa tidak ditemukan
adanya koloni bakteri Staphylococcus aureus sehingga hasil yang diperoleh
negatif. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi kontaminasi Staphylococcus
aureus pada saat pemprosesan bakso hingga perlakuan dan penyimpanan.
Berdasarkan SNI 01-3818-1995 dalam Sutaryo dan Mulyani (2004) bahwa
4 x 106 1,8 x 106 3,4 x 106
4 x 106 1,7 x 106 3,1 x106
5,6 x105 1,6 x 106 2 x 106
1,8 x 105 8 x 105 8,5 x 106
0
2
4
6
8
1 hari 3 hari 5 hariLog
Tot
al B
akte
ri (K
olon
i/g)
Lama Penyimpanan
Ekstrak0%
10%
20%
30%
7
cemaran mikroba Staphylococcus aureus adalah 1 x 102 koloni/g. Hal ini
menunjukkan bakso aman dari adanya Staphylococcus aureus.
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Mikroba Staphylococcus aureus pada Bakso Sapi yang telah di rendam dengan Air Bawang Putih.
Level Ekstrak Bawang
Putih
Ulangan
Lama Penyimpanan
1 Hari 3 Hari 5 Hari
0%
1 negatif negatif negatif 2 negatif negatif negatif 3 negatif negatif negatif
10%
1 negatif negatif negatif 2 negatif negatif negatif 3 negatif negatif negatif
20%
1 negatif negatif negatif 2 negatif negatif negatif 3 negatif negatif negatif
30%
1 negatif negatif negatif 2 negatif negatif negatif 3 negatif negatif negatif
Gambar 2. Tidak Terdapat Bakteri Staphylococcus aureus pada media BPA.
Bakso sapi ataupun pangan lainnya dapat terkontaminasi bakteri
Staphylococcus aureus saat diproses karena bakteri ini hidup di kulit,
tenggorokan dan hidung manusia jadi sumber kontaminasi terbesar adalah pada
manusia oleh karena itu saat memproses makanan sebaiknya ditangani secara
Spiral
Bacillus
8
higienis agar produk aman dikonsumsi. Saat pemasakan sebaiknya pada suhu
100o C atau lebih sehingga tidak terkontaminasi bakteri Staphylococcus karena
bakteri ini mati pada suhu 100oC. Hal ini sesuai dengan Belind (2009) bahwa
Staphylococcus aureus dapat tumbuh dengan baik pada suhu 35oC, terhenti
pertumbuhannya pada suhu 13oC dan mati pada suhu 100oC.
3. Perbandingan Nilai TBA Bakso Sapi Hasil Rendaman dengan Ekstrak
Bawang Putih setelah Penyimpanan.
Ketengikan adalah terjadinya oksidasi lemak dalam bahan makanan
akibat penyimpanan. Tingkat ketengikan bakso diukur dengan penetapan
bilangan TBA. Berikut Grafik nilai TBA bakso sapi setelah penyimpanan.
Gambar 3. Grafik Nilai TBA Bakso Sapi dengan Perendaman Ekstrak Bawang Putih
Setelah Penyimpanan.
Berdasarkan Gambar 3 menunjukkan bahwa semakin lama penyimpanan
maka semakin tinggi nilai TBA yaitu nilai TBA bakso penyimpanan 1 hari level
ekstrak bawang putih 0 %, 10 %, 20% dan 30% nilainya meningkat hingga
penyimpanan 5 hari. Pada penyimpanan 1 hari pada level 30% dengan nilai
TBA paling rendah yaitu 0,67 % sedangkan pada penyimpanan 3 hari yang
terendah pada level 0% yaitu sebesar 0,88%. Nilai ini belum menyebabkan
0.76 0.881
0.81 0.91.2
0.93 0.981.39
0.670.97
1.21
0
0.5
1
1.5
1 hari 3 hari 5 hari
Nila
i TBA
(mg
mal
onal
dehi
d)
Lama Penyimpanan
Ekstrak0%10%20%30%
9
ketengikan. Pada penyimpanan 5 hari nilai TBA terendah yaitu 0% yaitu
dengan nilai 1% dan tertinggi pada level 20% yaitu sebesar 1,39%. Hal ini
menunjukkan penyimpanan 5 hari bakso telah tengik karena nilai TBA melebihi
1 %. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pasopati (2005) bahwa tanda-tanda
ketengikan mulai tampak jika nilai TBA lebih besar dari 1 % dan ketengikan
terasa sangat nyata jika TBA lebih besar dari 10 %.
Level ekstrak bawang putih tidak mempengaruhi tinggi rendahnya
ketengikan. Uji beda nyata terkecil (LSD) menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh yang nyata (P < 0,05) antara penyimpanan 1 hari dan 5 hari, 3 hari dan
5 hari serta penyimpanan 5 hari dengan 1 hari dan 3 hari. Hal ini
mengindikasikan bahwa penyimpanan mempengaruhi ketengikan pada bakso.
Sedangkan Level ekstrak bawang putih tidak signifikan terhadap nilai TBA.
4. Perbandingan Nilai Kelentingan dari Bakso Sapi Hasil Rendaman dengan Ekstrak Bawang Putih setelah Penyimpanan.
Kelentingan merupakan daya ukur kualitas bakso terhadap kekenyalan.
Nilai rata-rata kelentingan bakso setelah perendaman dan penyimpanan
dinyatakan dalam skor dapat dilihat pada Gambar 4.
2.5
1 1
2.4 2.4 2.72.7 2.5 2.62.5 2.5 2.7
0
1
2
3
1 hari 3 hari 5 hari
Nila
i Kel
entin
gan
Lama Penyimpanan
Ekstrak0%10%20%30%
10
Gambar 4. Grafik Nilai Kelentingan Bakso Sapi dengan Perendaman Ekstrak Bawang Putih Setelah Penyimpanan.
Keterangan : Skor 1 : daya lenting kurang Skor 2 : daya lenting agak kurang Skor 3 : daya lenting agak baik Skor 4 : daya lenting terbaik
Berdasarkan Gambar 4 menunjukkan bahwa level 0% kelentingannya
menurun selama penyimpanan sedangkan pada bakso dengan perendaman level
10%, 20% dan 30% ekstrak bawang putih kelentingannya cenderung tetap. Hal
ini menunjukkan terdapat pengaruh perendaman ekstrak bawang putih terhadap
kelentingan bakso.
Uji Beda Nyata Terkecil (LSD) menunjukkan adanya perbedaan yang
nyata (P < 0,01) antara perendaman ekstrak bawang putih dan tanpa perendaman
(0%). Tanpa perendaman (0%) berbeda nyata terhadap 10%, 20% dan 30%,
namun antara setiap level ekstrak bawang putih tidak menunjukkkan perbedaan
yang nyata.
Uji beda nyata terkecil (LSD) kelentingan bakso selama penyimpanan
menunjukkan bahwa penyimpanan 1 hari berpengaruh nyata terhadap
penyimpanan 3 hari dan 5 hari namun penyimpanan 3 dan 5 hari tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata. Sedangkan interaksi antara lama
penyimpanan dan ekstrak bawang putih juga berpengaruh sangat nyata (P <
0.01).
Pada level perendaman (0%) penyimpanan 3 hari dan 5 hari terjadi
penurunan nilai skor dari 2,5 menjadi 1 yang merupakan nilai kelentingan yang
kurang baik. Hal ini menunjukkan bahwa bakso telah mengalami pembusukan
11
dan berlendir akibat aktivitas bakteri sehingga bakso kurang bagus nilai
kelentingannya.
Kekenyalan pada bakso mempengaruhi kelentingan. Bakso yang
kekenyalannya bagus memungkinkan memiliki kelentingan yang tinggi
sebaliknya bakso yang kekenyalannya kurang memiliki kelentingan yang rendah
pula. Hal ini sesuai dengan pendapat Abustam, dkk (2009) bahwa makin tinggi
daya pantul maka kualitas bakso (kekenyalan) makin membaik.
5. Perbandingan Uji Organoleptik (Aroma, Rasa dan Kekenyalan) Bakso Sapi Hasil Rendaman dengan Ekstrak Bawang Putih.
a. Pengaruh Perendaman dan Penyimpanan terhadap Aroma Bakso.
Pada penyimpanan 1 hari menunjukkan penurunan nilai kesukaan
terhadap aroma pada setiap level perendaman. Bakso dengan perendaman ekstak
bawang putih 20 % dengan nilai rata-rata 4,05 menunjukkan panelis lebih
menyukai aroma bakso tersebut dibandingkan bakso dengan level 10% dan 30%.
Sedangkan yang tanpa perendaman (0%) memiliki nilai rata-rata terendah yaitu
3,38 yang menunjukkan panelis sudah tidak menyukai aroma bakso karena telah
mengalami proses pembusukan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 5.
5.1
3.35
1.5
4.73.85
1.85
4.84.05
2.6
4.853.85
2.95
0
2
4
6
0 hari 1 hari 3 hari
Bau
Lama Penyimpanan
Ekstrak0%
10%
20%
30%
12
Gambar 5. Perubahan Aroma Bakso Sapi dengan Perendaman Ekstrak Bawang Putih setelah Penyimpanan
Keterangan : 1 : sangat busuk , 2 : busuk, 3: kurang busuk, 4 : tidak busuk dan agak beraroma khas bawang putih, 5: tidak busuk dan beraroma khas bakso daging sapi, 6 : tidak busuk dan sangat beraroma khas bakso daging sapi. Penyimpanan 3 hari mengindikasikan nilai kesukaan panelis terhadap
aroma bakso menurun lagi pada semua level perendaman disebabkan bakso telah
mengalami proses pembusukan. Namun pada Gambar 11 bakso penyimpanan 3
hari menunjukkan bahwa semakin tinggi level perendaman maka aroma bakso
semakin baik. Bakso tanpa perendaman (0%) memiliki nilai aroma terendah yaitu
1,5. Hal ini mengindikasikan bahwa perlakuan 0% (tanpa perendaman)
menyebabkan bakso cepat basi dan beraroma busuk sehingga kurang disukai oleh
panelis.
b. Pengaruh Perendaman dan Penyimpanan terhadap Cita Rasa Bakso.
Pada Gambar 6 menunjukkan lama penyimpanan menurunkan nilai
kesukaan terhadap rasa bakso. Hal ini dapat dilihat dengan menurunnya grafik
sampai penyimpanan 3 hari. Sedangkan semakin tinggi level perendaman bakso
dengan ekstrak bawang putih maka semakin tinggi pula nilai kesukaan terhadap
rasa bakso saat disimpan, kecuali bakso yang tidak disimpan (0 hari) memiliki
nilai rata-rata kesukaan hampir sama pada setiap level perendaman. Hal ini
menunjukkan bahwa panelis tetap suka pada rasa bakso dengan perendaman
ekstrak bawang putih, yang berarti bahwa proses perendaman tanpa penyimpanan
(0 hari) tidak mempengaruhi kesukaan terhadap rasa bakso
13
Gambar 6. Rata-rata Nilai Kesukaan terhadap Rasa Bakso Sapi Hasil Rendaman
dengan Ekstrak Bawang Putih setelah penyimpanan pada Suhu Kamar.
Keterangan : 1 : Sangat tidak suka, 2 : Tidak suka, 3 : Kurang suka, 4 : Agak suka, 5 : Suka, 6 :Sangat suka.
c. Pengaruh Perendaman dan Penyimpanan terhadap Kekenyalan Bakso Sapi Kekenyalan berarti bila bakso ditekan akan cepat kembali ke keadaan
semula dan liat. Berdasarkan Gambar 13 dapat dilihat bahwa semakin lama
penyimpanan maka kekenyalan semakin menurun. Hal ini dapat dilihat semakin
menurunnya grafik sampai penyimpanan 3 hari. Sedangkan semakin tinggi level
ekstrak bawang putih pada perendaman bakso semakin tinggi kekenyalannya.
Gambar 7 . Rata-rata Nilai Kekenyalan Bakso Sapi Hasil Rendaman dengan Ekstrak
Bawang Putih pada Penyimpanan Suhu Kamar. Keterangan : 1 : sangat tidak kenyal, 2 : tidak kenyal, 3 : kurang kenyal, 4 : agak kenyal, 5 : kenyal, 6 : sangat kenyal.
4.7
2.9
1.25
4.5
3.3
1.7
4.65
3.55
2.45
4.553.55
2.45
0
1
2
3
4
5
0 hari 1 hari 3 hari
Rasa
Lama Penyimpanan
Ekstrak0%
10%20%
30%
4.83.2
1.8
4.73.65
2.05
4.95 3.852.55
53.85 3.1
0246
0 hari 1 hari 3 hari
Keke
yala
n
Lama Penyimpanan
Ekstrak0%10%20%30%
14
Bakso yang tanpa penyimpanan (0 hari) level 0%, 10%, 20% dan 30%
nilai rata-rata kekenyalannya hampir sama masing-masing yaitu 4,8 ; 4,7 ; 4,95
dan 5 yang berarti bakso teksturnya kenyal. Hal ini sejalan dengan Standar
Nasional Indonesia (SNI) 01-3818-1995 dalam Sutaryo dan Mulyani (2008)
bahwa mutu bakso yang baik adalah teksturnya kenyal.
KESIMPULAN
Semakin tinggi perendaman bakso dengan ekstrak bawang putih maka
semakin rendah jumlah bakteri, meningkatkan kelentingan, meningkatkan nilai
kesukaan terhadap rasa bakso, dan meningkatkan kekenyalan, semakin lama
penyimpanan nilai TBA bakso semakin meningkat. Interaksi level perendaman
dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap jumlah bakteri, dan
kelentingan bakso, sedangkan perlakuan perendaman bakso dengan ekstrak
bawang putih hingga level 30% merupakan perlakuan yang terbaik.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Direktorat Pendidikan
Tinggi atas Beasiswa BPPS sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Abustam, E, J.C.Likadja dan A. Ma’arif. 2009. Penggunaan Asap Cair sebagai Bahan Pengikat pada Pembuatan Bakso Daging Sapi Bali. Prosiding Seminar Nasional Kebangkitan peternakan. Program Magister Ilmu Ternak Pascasarjana Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro.Badan Penerbit Universitas Diponegoro ISBN : 978-979-704-746-7.
______. 2008a. Antimikroba dari Tumbuhan bagian Pertama.
http://www.kamusilmiah.com/pangan/antimikroba-dari-tumbuhan-bagian-pertama/ (Akses 23 Nopember 2010).
15
______. 2008b. Bawang Putih Segar Lebih Sehat, (online), (http://pijatbagus.wordpress.com/2008/09/, diakses 24 Juli 2011).
Belind Ch. 2009. Pengaruh Faktor Suhu dan pH terhadap Pertumbuhan dan Pertahanan Hidup Staphylococcus aureus. http://belindch.wordpress.com/2009/12/07/pengaruh-faktor-suhu-dan-ph-terhadap-pertumbuhan-dan-pertahanan-hidup-staphylococcus-aureus/ (Akses 4 Juli 2011).
Bromez, K.A. dan Gomez, A.A. 1995. Statistical Prosedures for Agriculture
Research(Prosedur Statistik untuk Penelitian diedit oleh Endang Sjamsuddin dan Justika S. Baharsjah. Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta.
Pasopati, C. 2005. Teknologi ekstrusi mampu awetkan bekatul dan menir.
Retnaningtyas N, E., Purwani. E, Tjahjadi Purwoko. T. 2009. Pemanfaatan ekstrak buah mengkudu (Morinda citriforia L) dan daun pandan (Pandanus amaryllifolius Roxb) sebagai pengawet alami daging dan ikan segar. LPPM UNS, Penelitian, DP2M, Hibah Bersaing.
Sutaryo dan Mulyani. 2004. Pengetahuan Bahan Olahan Hasil Ternak dan Standar Nasional Indonesia. http://www.dsgzyzh.com/other/sni% 20bakso%20daging-pdf.html (Akses 27 Juni 2011)
Tamal, M.A. 2008. Keawetan Bakso Sapi pada Perendaman Air Bawang Putih
(Alliun sativum L) dan Formalin. Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Kutai Timur, Sangatta.