STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG...

71
STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG KEWAJIBAN IDDAH AKIBAT PERCAMPURAN SYUBHAT SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 Disusun Oleh: IMROATUS SHOLIKHAH 032111073 JURUSAN AL-AHWAL AL-SYAKHSIYAH FAKULTAS SYARI'AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2008

Transcript of STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG...

Page 1: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG

KEWAJIBAN IDDAH AKIBAT PERCAMPURAN SYUBHAT

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1

Disusun Oleh:

IMROATUS SHOLIKHAH

032111073

JURUSAN AL-AHWAL AL-SYAKHSIYAH

FAKULTAS SYARI'AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2008

Page 2: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Lamp : 4 (empat) eks.

Hal : Naskah Skripsi

An. Sdri. Imroatus Sholikhah

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, bersama ini

saya kirim naskah skripsi saudari:

Nama : Imroatus Sholikhah

Nomor Induk : 2103073

Judul Skripsi : STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG

KEWAJIBAN IDDAH AKIBAT PERCAMPURAN SYUBHAT

Dengan ini saya mohon kiranya skripsi saudara tersebut dapat segera

dimunaqasahkan.

Demikian harap menjadikan maklum

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Semarang, 09 Januari 2008

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Miftah. AF., M.Ag. Anthin Lathifah, M.Ag NIP. 150 218 256 NIP. 150 318 016

Page 3: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

iii

DEPARTEMEN AGAMA RI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

FAKULTAS SYARI’AH SEMARANG

Jl. Prof. DR. Hamka (Kampus III) Ngaliyan Telp/ Fax. (024) 601291

PENGESAHAN

Skripsi saudara : Imroatus Sholikhah

NIM : 2103073

Fakultas : Syari’ah

Jurusan : AS

Judul Skripsi :STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN

TENTANG KEWAJIBAN IDDAH AKIBAT

PERCAMPURAN SYUBHAT

Telah dimunaqasahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Syari’ah Institut Agama

Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

23 Januari 2008

Dan dapat diterima sebagai syarat guna memperoleh gelar sarjana Strata1 tahun

akademik 2007/2008

Semarang, 23 Januari 2008

Ketua Sidang Sekretaris Sidang

Drs. H. Hasyim Syarbani, MM. Drs. Miftah AF. M.Ag. NIP. 150 207 762 NIP. 150 218 256 Penguji I Penguji II

H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP. 150 216 494

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Miftah AF. M.Ag. Anthin Lathifah, M.Ag. NIP. 150 218 256 NIP. 150 318 016

Page 4: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

iv

DEKLARASI

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab,

penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi

materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain

atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak

berisi satupun pemikiran-pemikiran orang lain,

kecuali informasi yang terdapat dalam referensi

yang dijadikan bahan rujukan.

Semarang, 09 Januari 2008

Deklarator

Imroatus Sholikhah

Page 5: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

v

ABSTRAK

Allah menciptakan manusia berpasang-pasangan agar saling mengenal antara satu dan lainnya, dari saling mengenal itulah dapat terjadi adanya pernikahan. Dalam suatu pernikahan tidak selamanya tanpa ada permasalahan sehingga tidak sedikit pula yang akhirnya terjadi perceraian.

Dalam perceraian ada beberapa yang harus dijalani oleh wanita (istri),

salah satunya adalah iddah. Iddah adalah masa tunggu bagi seorang wanita untuk melakukan perkawinan setelah terjadinya perceraian dengan suaminya baik cerai mati ataupun cerai hidup.

Iddah tidak hanya diwajibkan kepada seorang wanita yang ditalak tapi

juga wanita yang diwath’i syubhat. Wath’i syubhat ialah percampuran tidak halal yang pelakunya dimaafkan karena ada kesyubhatan dan pelakunya tidak dikenai sanksi atau had.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1. pendapat Ibnu Abidin tentang

iddah akibat percampuran syubhat 2. Metode istinbat yang digunakan Ibnu Abidin. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yaitu metode yang digunakan untuk memperoleh data yaitu studi kepustakaan atau library research. Analisis data yang digunakan adalah analisis non statistik, yaitu menggunakan analisis deskriptif, tidak dalam bentuk angka tapi dalam bentuk laporan dan uraian deskriptif.

Dalam penelitian ini Ibnu Abidin mengatakan bahwa seorang wanita yang

diwathi syubhat wajib untuk menjalani iddah. Adapun iddah-nya adalah 3 kali haid sama halnya orang yang nikahnya fasid. Metode istinbath yang digunakan Ibnu Abidin adalah qiyas yaitu iddah akibat wath’i syubhat itu diqiyaskan dengan iddah wanita yang ditalak.

Dengan demikian iddah bagi wanita yang wath’i syubhat hukumnya

adalah wajib sebagaimana halnya dengan iddah-nya wanita yang ditalak. Adapun iddah-nya adalah tiga kali haid.

Page 6: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

vi

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam, hanya kepada-Nya

seluruh alam ini bersujud, juga karena izin-Nya penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN

TENTANG KEWAJIBAN IDDAH AKIBAT PERCAMPURAN SYUBHAT.

Untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Syari’ah

IAIN Walisongo Semarang.

Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada nabi akhir zaman, nabi

Muhammad SAW pembawa risalah Allah, yang mengorbankan seluruh hidupnya

semata-mata untuk berjuang dijalan-Nya, juga kepada keluarganya, sahabat-

sahabatnya dan umatnya.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini banyak sekali kekurangan

dan kelemahan baik dalam bidang metodologi maupun substansi kajiannya,

namun akhirnya dapat terselesaikan dengan bantuan dan masukan dari berbagai

pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan yang baik ini, merupakan suatu

keharusan penulis untuk mengucapkan terima kasih yang paling dalam kepada:

1. Yang terhormat, Bapak Drs. H. Muhyiddin, M.Ag., selaku Dekan Fakultas

Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, yang memberikan izin kepada penulis

untuk mengkaji masalah dalam bentuk skripsi ini.

2. Bapak Ahmad Arif Budiman, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Al-Ahwal Al-

Syahsiyah dan Ibu Anthin Lathifah, M.Ag., selaku Sekretaris Jurusan Al-

Ahwal Al-Syahsiyah Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang.

3. Bapak Drs. Miftah. AF., M.Ag. selaku pembimbing I dan Ibu Anthin

Lathifah, M.Ag., selaku pembimbing II yang telah bersedia meluangkan

waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberi bimbingan dan pengarahan

penyusunan skripsi ini.

4. Dosen Pengajar di lingkungan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang

yang dengan tulus ikhlas tanpa pamrih memberikan bekal keilmuan kepada

penulis selama masa kuliah serta anggota civitas akademika Fakultas

Syari’ah IAIN Walisongo Semarang.

Page 7: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

vii

5. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah membimbing dan memberikan

dorongan moral, spiritual dan material kepada penulis dengan penuh

keikhlasan serta kasih sayangnya yang tak terhingga.

6. Adik-adikku tersayang yang telah memberikan motivasi hingga skripsi ini

dapat terselesaikan

7. Rekan-rekan dan karibku semua yang ikut berperan dalam menyelesaikan

skripsi ini.

Tidak ada kata yang pantas untuk diucapkan selain jazakumullah khairan

katsira kehadirat ilahi, semoga semua amal baik mereka memperoleh balasan

yang berlipat ganda dari Allah SWT, dan semoga membawa keberkahan di dunia

dan akhirat.

Penulis menyadari sepenuh hati, bahwa dalam penulisan serta penyusunan

skripsi ini masih banyak kekurangan dan kealpaan, sehingga hasilnya jauh dari

sempurna. Mengingat keterbatasan dan kemampuan penulis.

Akhirnya penulis senantiasa mengharap kritik konstruktif dan saran

inovatif demi kesempurnaan skripsi ini. Dan semoga skripsi ini memberikan

manfaat yang besar dan mempunyai arti penting dalam proses perkembangan

pemikiran hukum Islam. Amin …….

Semarang, 09 Januari 2008

Penulis

Page 8: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

viii

MOTTO

)32: االسراء( وال تقربوا الزنى إنه آان فاحشة وساء سبيال

“Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu

adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk”

(QS. Al Isra’: 32)

Page 9: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

ix

PERSEMBAHAN

Atas nama cinta dan kasih sayang-Mu kupersembahkan karya ini teruntuk:

Bapak dan Ibu tercinta. Ali Mukti/ Siti Zuhriyah yang telah memberikan cinta dan

kasih sayang dan pengorbanannya demi kelangsungan hidup penulis sebagai wasilah

untuk pengabdianku, doaku semoga diberi umur panjang dan sayangilah mereka

sebagaimana mereka telah menyayangiku sejak kecil.

Adik-adikku tersayang, Khairuz Zaman dan Khoerul Huda. Terima kasih atas do’a

dan motivasinya.

Keluarga besarku yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Buat Tiwi, makasih ya…atas semangatnya selama ini

Buat Anis and Bita …..makasih ya telah membantu ngetik dan gosip-gosipnya.

Teman-teman I.24, Ninik, Rida, Nurul, Mba’ Eni, tetap ramai and kompak aja ya…

Sobat sobatku semua paket AS A 2003

Dan semua pihak yang telah ikut membantu penulis untuk menyelesaikan tugas

akhir ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Page 10: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

x

DAFTAR ISI

Halaman Judul ………………………………………………………………………

Halaman Persetujuan Pembimbing …………………………………………………

Halaman Pengesahan ……………………………………………………………….

Halaman Deklarasi ………………………………………………………………….

Abstrak ……………………………………………………………………………..

Kata Pengantar ……………………………………………………………………...

Halaman Motto ……………………………………………………………………..

Halaman Persembahan ……………………………………………………………..

Daftar isi …………………………………………………………………………….

i

ii

iii

iv

v

vi

viii

ix

x

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ………………………………………………….

B. Perumusan Masalah ….…………………………………………

C. Tujuan Penelitian …………….………………………………….

D. Telaah Pustaka …………………………………………………..

E. Metode Penelitian ……………………………………………….

F. Sistematika Penulisan Skripsi …………………………………..

1

5

5

6

7

10

BAB II : GAMBARAN UMUM TENTANG IDDAH DAN

PERCAMPURAN SYUBHAT

A. Gambaran Umum Tentang Iddah

1. Pengertian Iddah……………………………………………..

2. Dasar Hukum Kewajiban Iddah …………………………….

3. Macam-Macam Iddah ……………………………………….

B. Gambaran Umum Tentang Percampuran Syubhat

1. Pengertian Syubhat…………………………………………..

2. Sebab-Sebab Terjadinya Percampuran Syubhat …………….

3. Pendapat Para Ulama Tentang Percampuran Syubhat ………

12

14

20

24

25

25

BAB III : PENDAPAT IMAM IBNU ABIDIN TENTANG IDDAH AKIBAT

PERCAMPURAN SYUBHAT

Page 11: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

xi

A. Biografi Ibnu Abidin

1. Silsilah Keilmuan Ibnu Abidin ……………………………..

2. Karya Ibnu Abidin …………………………………………..

B. Pendapat Ibnu Abidin Tentang Iddah Akibat Percampuran

Syubhat ………………………………………………………….

C. Metode Istimbath Ibnu Abidin Tentang Iddah Akibat

Percampuran Syubhat …………………………………………..

D. Aplikasi Metode Ibnu Abidin Tentang Iddah Akibat

Percampuran Syubhat …………………………………………..

27

30

31

33

37

BAB IV ANALISIS

A. Analisis Tentang Pendapat Ibnu Abidin Tentang Iddah Akibat

Percampuran Syubhat …………………...………………………

B. Analisis Istimbath Hukum Tentang Kewajiban Iddah Akibat

Percampuran Syubhat ………………...…………………………

40

45

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ……………………………………………………...

B. Saran-Saran ……………………………………………………...

C. Penutup …………………………………………………………..

54

55

56

Daftar Pustaka

Lampiran

Page 12: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara fitrah Allah telah meletakkan rasa cinta diantara laki-laki dan

perempuan sejak manusia itu diciptakan. Dan Allah telah menciptakan

manusia itu berpasang-pasangan supaya saling mengenal satu sama lain.

Dengan adanya rasa saling mengenal maka akan timbul suatu ikatan antara

laki-laki dan perempuan yang mana ikatan tersebut disebut pernikahan, seperti

dalam Firman Allah SWT dalam al-Qur’an surat Ar Rum ayat 21:

ومن آياته أن خلق لكم من أنفسكم أزواجا لتسكنوا إليها وجعل بينكم

)٢١: الروم( مودة ورحمة إن في ذلك لآيات لقوم يتفكرون

Artinya: “Dan diantara tanda-tanda kekuasaannya ialah menciptakan untukmu dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepada-Nya dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.1

Islam memerintahkan kepada para laki-laki dan perempuan untuk

segera menikah. Dalam hal ini Rasulullah mengatakan bahwa tidak menikah

itu berarti berpaling dari sunnahnya. Islam pun menekankan pada setiap orang

tua untuk menikahkan anak laki-laki dan perempuan.

Pernikahan adalah babak baru dalam rumah tangga untuk mengarungi

kehidupan yang baru pula. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin antara

1 Departemen Agama RI, al-Qur'an dan Terjemahnya, Semarang: CV. Toha Putra, 1989,

hlm. 644.

Page 13: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

2

seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk

keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.2

Dalam melaksanakan pernikahan diibaratkan membangun sebuah bangunan,

sehingga harus dipersiapkan segala sesuatunya karena dengan hal tersebut lah

suatu pernikahan akan langgeng dan bahagia.

Namun dalam kenyataannya untuk membina suatu perkawinan yang

bahagia tidaklah mudah, bahkan kehidupan perkawinan sering kandas

ditengah jalan. Bukannya kebahagiaan atau ketenangan yang didapati di dalam

rumah tangga, tetapi yang sering terjadi adalah pertengkaran bukan kecocokan

yang terjadi antara suami dan istri melainkan semakin menimbulkan

perbedaan satu sama lain.

Tidak sedikit pasangan muda atau setelah memiliki anak kemudian

berpisah karena tidak menemukan kecocokan dengan pasangannya sehingga

akhirnya rumah tangga menjadi berantakan dan bercerai. Sebenarnya tidak

perlu terjadi perceraian bila berbagai problem rumah tangga dan keluarga bisa

diatasi bersama dengan penuh bijaksana seperti masalah ekonomi, krisis cinta

atau perselingkuhan.

Dalam al-Qur’an perceraian tidak dianjurkan, tetapi diperlakukan

sebagai realitas yang ada dalam kehidupan manusia. Al-Qur’an

memperbolehkan praktik perceraian dan aturan-aturan yang rinci dan spesifik

tentang perceraian bila pasangan suami istri sudah tidak serasi lagi.3

2 Memed Humaedillah, Status Hukum Akad Nikah Wanita Hamil dan Anaknya, Jakarta:

Gema Insani, 2002, cet. I, hlm. 3. 3 Lynn Wilcox, Women and The Holy Qur’an, terj. DICTIA “Wanita dan al-Qur’an dalam

Perspektif Sufi”, Bandung: Pustaka Hidayah, 2001, cet. I, hlm. 132.

Page 14: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

3

Mengenai perceraian, pria mempunyai hak dan wanita mempunyai hak

yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang baik. Tetapi pria

mempunyai satu kelemahan dibanding wanita. Dan wanita memiliki hak dan

apapun yang terjadi harus dipenuhi dengan adil.

Jika suatu pernikahan putus, maka sebagai akibat hukum yang wajib

diperhatikan oleh yang bersangkutan ialah masa iddah dan ruju’.4 Bagi

seorang istri yang putus perkawinannya dari suaminya, berlaku baginya waktu

tunggu atau masa iddah kecuali apabila seorang istri dicerai suaminya

sebelum berhubungan (qabla dukhul). Baik karena kematian, perceraian atau

atas keputusan pengadilan.5

Wanita-wanita yang diceraikan karena ba’da dukhul harus menunggu

selama tiga masa suci dari menstruasi (quru’) untuk menentukan ihwal apakah

mereka hamil atau tidak serta tidak boleh menyembunyikan apa yang

diciptakan Allah dalam rahim nya.

Iddah sudah ada sejak zaman jahiliyah. Mereka tidak pernah

meninggalkan kebiasaan iddah. Ketika Islam datang, iddah terus dijalankan

dan diakui karena dalam iddah tersebut mengandung kebaikan. Para ulama

sepakat bahwa iddah hukumnya wajib. Sesuai dengan firman Allah SWT

dalam al-Qur'an surat al-Baqarah ayat 228:

)٢٢٨:البقره.......(والمطلقات يتربصن بأنفسهن ثالثة قروء

4 IAIN Jakarta, Ilmu Fiqh, Departemen Agama, Jakarta, 1985, cet. ke-2, hlm. 274. 5 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003, cet.

ke-6, hlm. 310.

Page 15: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

4

Artinya: “Dan perempuan yang tertalak hendaklah ia menahan diri dari tiga kali quru’…..”6

Iddah dalam istilah agama menjadi nama bagi masa lamanya bagi

perempuan (istri) menunggu dan tidak boleh kawin. Setelah kematian

suaminya, atau setelah pisah dari suaminya. Secara bahasa iddah adalah

bilangan atau hitungan, karena masa iddah itu harus dihitung dengan masa

bersih wanita dari haid atau dihitung dengan jumlah bulan. Sedang menurut

istilah iddah ialah waktu tunggu seorang janda, ia tidak boleh kawin, untuk

mengetahui keadaannya mengandung atau tidak, juga sebagai ta’abud kepada

Allah.7 Selain ta’abud kepada Allah, iddah juga mempunyai tujuan syari’ah

diantaranya adalah untuk menjaga keturunan, dari percampuran dengan benih

lain (lima’rifati bara’atu rahim), littahayiah (mempersiapkan diri) dan

memberi kesempatan terjadi proses ruju’.8

Iddah diwajibkan karena cerai oleh suami yang masih hidup yang

pernah menggaulinya pada dubur atau qubulnya. Baik dengan cara talaq atau

memfasakh nikah oleh suami yang berada di tempat atau tengah tiada dalam

waktu yang cukup lama, tapi jika suami belum pernah menggaulinya maka

tidak wajib iddah meski pernah berkhalwah. Apabila istri pernah dicampuri

maka istri wajib iddah sekalipun diyakini tidak terjadi kehamilan, misalnya

istri masih kecil, suami masih kecil. Seperti halnya orang laki-laki yang salah

menggauli seorang perempuan yang diyakini sebagai istrinya, kemudian

6 Departemen Agama RI, Op.Cit, hlm. 55. 7 Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam (Suatu Studi Perbandingan Dalam Kalangan

Ahlus-Sunnah), Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1988, cet. I, hlm. 369. 8 Syafiq Hasyim, Hal-Hal Yang Tak Terpikirkan Tentang Isu-Isu Keperempuanan Dalam

Islam, Bandung: Mizan, 2001, hlm. 176.

Page 16: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

5

ternyata bukan, maka wanita yang dicampuri tersebut wajib menjalani iddah,

hal ini disebut salah persangkaan. Salah persangkaan inilah yang disebut

dengan wathi syubhat. Percampuran syubhat ialah percampuran tidak halal

yang pelakunya dimaafkan karena adanya kesyubhatan dan tidak dijatuhi

hukuman, baik wanita tersebut termasuk wanita mukhrim, semisal saudara

perempuan istri, wanita yang sudah bersuami maupun wanita lain yang belum

kawin, karena persetubuhan secara syubhat sama hukumnya dengan

persetubuhan dalam perkawinan yang sah soal nasabnya.

Dari uraian tersebut diatas, penulis berkeinginan membahas tentang

kewajiban iddah akibat percampuran syubhat dalam skripsi dengan judul

“Sudi Analisis Pendapat Imam Ibnu Abidin Tentang Kewajiban Iddah Akibat

Percampuran Syubhat”.

B. Rumusan Masalah

Setelah penulis memaparkan latar belakang masalah yang menjadi

motivasi dalam penulisan skripsi ini, maka timbul beberapa permasalahan

yang memerlukan pemecahan dan penyelesaian yaitu:

1. Bagaimana Pendapat Ibnu Abidin Tentang Kewajiban Iddah Akibat

Percampuran Syubhat?

2. Bagaimana Dasar Istinbath Ibnu Abidin Dalam Merumuskan

Pendapatnya Tentang Kewajiban Iddah Akibat Percampuran Syubhat?

Page 17: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

6

C. Tujuan Penulisan Skripsi

Dalam penulisan skripsi ini ada beberapa tujuan yang hendak dicapai,

yaitu:

a. Untuk dapat mengetahui pendapat Imam Ibnu Abidin tentang

kewajiban iddah akibat percampuran syubhat.

b. Untuk mengetahui dasar istinbath Ibnu Abidin dalam merumuskan

pendapatnya tentang kewajiban iddah akibat percampuran syubhat.

D. Telaah Pustaka

Telaah atau kajian pustaka secara garis besar, merupakan proses yang

dilalui untuk mendapatkan teori. Telaah pustaka dilakukan untuk mendapatkan

gambaran tentang hubungan pembahasan dengan penelitian yang sudah

pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, sehingga dengan upaya ini tidak

terjadi pengulangan yang tidak perlu.

Penelitian mengenai iddah sebenarnya sudah banyak dibahas. Dari

penelusuran kepustakaan yang penulis lakukan hasil penelitian dan buku

tersebut sebagai berikut:

Hj. Istibsyaroh dalam bukunya yang berjudul: Hak-Hak Perempuan:

Relasi Gender Menurut Tafsir al-Sya’rawi, menjelaskan tentang pengertian

iddah, serta tafsir ayat-ayat al-Qur'an tentang iddah.9 Iddah adalah rentang

waktu yang harus dijalani seseorang perempuan yang dicerai hidup atau mati,

sebelum ia boleh menikah kembali.

9 Istibsyaroh, Hak-Hak Perempuan: Relasi Gender Menurut Tafsir al-Sya’rawi, Jakarta:

Teraju, 2004, cet. I, hlm. 130-136.

Page 18: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

7

M. Abdul Ghofar dalam bukunya yang berjudul: Fiqih Wanita,

menjelaskan tentang definisi iddah, hukum iddah adalah wajib sesuai dengan

QS. Al-Baqarah: 234 dan Al-Ahzab: 49, macam-macam iddah dan hikmah

disyaratkannya iddah adalah memberikan kesempatan pada suami untuk rujuk

serta untuk libaroati rahim..10

Muhammad Amin as-Syamir Ibni Abidin, dalam kitabnya: Radd al-

Muhtar, menerangkan tentang pengertian iddah, hikmah adanya iddah, iddah

wath’i syubhat dan iddah nikah fasyid.11

Irni Nafiati, lulus tahun 2003 S.1 Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo

Semarang dalam skripsi yang berjudul: Sudi Analisis Pendapat Imam Malik

Tentang Sanksi Bagi Perempuan Yang Menikah Pada Masa Iddah, yang

menerangkan tentang perempuan yang menikah pada masa iddah dan sudah

dukhul adalah pernikahannya fasakh dan mereka harus dipisahkan.

Dari uraian di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa kajian tentang

iddah masih bersifat umum. Disamping itu juga, dapat diketahui bahwa iddah

yang penulis teliti berbeda dengan yang mengkaji masalah iddah akibat

percampuran syubhat menurut pendapat Imam Ibnu Abidin. Dari penelaahan

di atas, maka jelas pokok permasalahan yang akan penulis kaji dalam

penulisan skripsi ini berbeda dengan penulisan atau penelitian sebelumnya.

10 M. Abdul Ghofar, Fiqih Wanita, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006, cet. ke-2, hlm. 448-

449. 11 Muhammad Amin as-Syamir Ibni Abidin, Radd al-Muhtar, Beirut: Daar al-Kutub al-

Alamiah, t.th.

Page 19: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

8

E. Metode Penelitian

Yang dimaksud dengan metode penelitian adalah suatu cara yang

ditempuh dalam mencari, menggali, mengolah dan membahas data dalam

suatu penelitian.12

Supaya dapat memperoleh hasil yang valid dan dapat dipertanggung

jawabkan maka penulis menggunakan beberapa metode:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan dilakukan berupa penelitian kualitatif.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami

fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya

perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll.13

Karena penulis menggunakan jenis penelitian kepustakaan maka,

penulis membaca buku-buku dan menganalisisnya guna memperoleh

data-data yang diperlukan berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam

skripsi ini.

2. Sumber Data

Sumber data yang dimaksud dalam penelitian adalah subyek dari

mana dapat diperoleh.14

Maka data-data yang digunakan terdiri dari:

12 Ida Bagoes Mantra, Filsafat Penelitian dan Metode penelitian Sosial, Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2004, hlm. 20-32. 13 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

Cet.ke-20, 2004, hlm.6. 14 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT. Rineka

Cipta, 1998, hlm. 114

Page 20: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

9

a. Sumber Data Primer, merupakan data yang diperoleh dari sumber

asli yang memuat suatu informasi.15

Dalam hal ini penulis menggunakan kitab Hasyiyah Radd al-

Muhtar karya Muhammad Amin as-Syamir Ibni Abidin sebagai

data primer.

b. Sumber Data Sekunder, merupakan data yang diperoleh dari

sumber yang bukan asli atau bersifat komplemen yaitu:

1. Fiqih Sunnah karya Sayyid Sabiq

2. Kitab al-Mabsuth karya Imam As-Syarkhasi

3. Fath al-Qadir karya Imam Kamaludin

4. Fath al-Wahab karya Syaikh Abi Yahya Zakaria al-Anshari

3. Metode Pengumpulan Data

Dari penelaahan literatur tersebut akan diperoleh data-data yang

melatarbelakangi tentang konsep kewajiban iddah akibat percampuran

syubhat dengan masalah yang dibahas dan tahap selanjutnya dianalisis

secara kualitatif berupa penjelasan-penjelasan, bukan berupa angka-angka

statistik dan bukan angka yang lain.16 Dengan menggunakan nalar fakir

induktif serta ditulis dengan menggunakan penulisan deskriptif analisis

yaitu menuturkan, menggambarkan dan mengklarifikasi secara obyektif

dan menginterpretasikan serta menganalisis data tersebut.17

15 Tatang M. Amin, Menyusun Rencana Penelitian, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

1995, hlm. 135. 16 Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta,

2004, hlm. 106 17 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2003, hlm. 37.

Page 21: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

10

Dalam rangka pengumpulan data ini penulis mengadakan riset

kepustakaan (library research), yakni penulis membaca buku-buku dan

menganalisisnya guna memperoleh data-data yang diperlukan yang

berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini.

4. Metode Analisis Data

Penelitian yang dilakukan penulis lebih pada penelitian yang

bersifat “deskriptif kualitatif” yang berusaha menggambarkan

permasalahan yang ada diatas.18

Sedangkan langkah-langkah yang digunakan penulis adalah

dengan menganalisa, mendeskripsikan dan menilai data yang terkait

dengan permasalahan di atas yang berkaitan dengan pendapat Ibnu

Abidin.

F. Sistematika Penulisan Skripsi

Untuk memudahkan pembahasan dan mendapatkan gambaran yang jelas

mengenai skripsi ini, maka penulis akan membuat sistematika penulisan

sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari beberapa sub bab, yaitu: Latar

Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian,

Telaah Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II : Memuat gambaran umum tentang iddah dan percampuran

syubhat.

18 Noeng Muhadjir, Metode Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 2002, hlm. 68.

Page 22: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

11

Gambaran umum tentang iddah meliputi: Pengertian Iddah,

Macam-Macam Iddah, Dasar Hukum Kewajiban Iddah.

Adapun gambaran umum tentang percampuran syubhat

meliputi: Pengertian Syubhat, dan Sebab-Sebab terjadinya

Percampuran Syubhat dan Pendapat Para Ulama Tentang

Percampuran Syubhat.

BAB III : Mengenai pendapat Imam Ibnu Abidin tentang iddah akibat

percampuran syubhat meliputi: Biografi yang terdiri dari:

Silsilah Keilmuan, Karya Ibnu Abidin, Pendapat Ibnu Abidin

Tentang Iddah Akibat Percampuran Syubhat, Metode Istinbath

Ibnu Abidin serta aplikasi metode istimbath Ibnu Abidin

terhadap pendapatnya tentang wath’i syubhat.

BAB IV :

Analisis tentang pendapat Ibnu Abidin tentang iddah akibat

percampuran syubhat dan analisis istinbath hukum tentang

kewajiban iddah akibat percampuran syubhat.

BAB V :

Yaitu penutup yang terdiri dari: Kesimpulan, Saran-Saran dan

Kata Penutup.

Page 23: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

12

BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG IDDAH

DAN PERCAMPURAN SYUBHAT

A. Gambaran Umum Tentang Iddah

1. Pengertian Iddah

Menurut bahasa Arab kata iddah adalah masdar dari kata kerja adda

ya’udu ‘iddatan ( artinya menghitung.1 Jadi kata iddah artinya ( يعد عدةعد

adalah hitungan, perhitungan, sesuatu yang harus diperhatikan. Sedangkan

pengertian iddah menurut Al-Jaziri adalah:

بمعنى لعد فهي مصدرسماعى. من العدد ذة مأخواللغة فى العدة .احصى

“Iddah menurut bahasa adalah diambil dari kata al-adad yaitu masdar dari adda, ma’nanya ahsha (menghitung)”.2

Iddah menurut istilah adalah:

زوجها ة المرأة ونمتنع عن التزويج بعد وفافيهاتنظر اسم للمدة 3.ااوفراقه له

“Iddah ialah bagi masa lamanya perempuan (istri) menunggu dan tidak boleh nikah, setelah kematian suaminya atau setelah pisah dengan suaminya”.

Sedangkan menurut Ash-Sho’nani iddah adalah:

وفراقه ها زوجوفاة بعد عن التزويجالمرأة بهاتتربص اسم للمدة 4.اواالشهر اوالقرأ دةال الوبا اما لها

1 Ahmad Warson Munawir, Kamus Arab Indonesia, Yogyakarta: Al-Munawir, tth. 2 Abdurrahman al-Jaziri, Kitab Fiqih Empat Mazhab, Juz IV, Beirut: Libanon, Dar al-

Kutub al-Ilmiyah, 1410, hlm. 451 3 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Juz II, tth., Dar al-Fiqr, 1992, hlm. 277

Page 24: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

13

“Iddah adalah nama bagi suatu masa tunggu yang wajib dilakukan oleh wanita untuk tidak melakukan perkawinan, setelah kematian suaminya atau perceraian dengan suaminya itu. Baik dengan melahirkan anaknya, atau beberapa kali suci/ haid, atau beberapa bulan tertentu.

Sedangkan pengertian iddah menurut Abu Zahrah adalah:

النكاحمن اثار ء النقضا اجل ضرب “Iddah adalah masa yang ditetapkan untuk mengakhiri pengaruh perkawinan” 5

Pengertian iddah menurut Ensiklopedi Fiqih Umar bin Khattab r.a

adalah:

لموت الزوج اوطالقه ومن شرعا ة دد محبص المرأة هي ترالعدة .آل فسخ اوتفريق

“Iddah adalah penantian seorang wanita dalam jangka waktu yang telah ditentukan oleh syara’ karena kematian suaminya, perceraian, segala macam fasikh (rusaknya akad nikah) atau pemisahan.6

Sedangkan menurut Ensiklopedi Hukum Islam iddah adalah masa

menunggu bagi wanita untuk tidak melakukan perkawinan setelah terjadinya

perceraian dengan suaminya, baik cerai hidup maupun cerai mati, dengan

tujuan untuk mengetahui keadaan rahimnya atau untuk berpikir bagi suami.7

Pengertian iddah menurut kamus hukum adalah waktu menunggu

atau menanti bagi wanita yang dicerai atau ditalak oleh suaminya dimana

4 Dirjen Binbaga Depag RI, Ilmu Fiqih, Jilid II, Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana dan

Sarana Perguruan Tinggi Agama, 1984/ 1985, hlm. 277 5 Ibid. 6 Muhammad Rawuas, Mausu’ah Fiqhi Umar Ibnil Khattab RA., Terj. M. Abdul Mujieb

AS (et.al), Ensiklopedi Fiqih umar bin Khattab, Jakarta: Raja Grafindo Persada, cet. I, 1999, hlm. 160

7 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Van Hoeve, cet. I, 1999, hlm. 637

Page 25: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

14

masa waktunya berbeda-beda tergantung kepada keadaan istri pada waktu

penjatuhan talak/ cerai.8

Pengertian iddah secara istilah menurut Abu Hanifah adalah”

9زوال النكاح بعد تلزم المرأة معلومة تربص مدةا العدةانه“Iddah adalah waktu tunggu seorang wanita setelah terjadi putusnya pernikahan”

Menurut Imam Syafi’i iddah adalah:

اوللتعبد, رحمها برأة رفةلمع المرأة ربص فبها تتمدة العدة 10. زوج لىاولتفجهاع

“Iddah adalah lamanya waktu tunggu seseorang wanita untuk mengetahui bersihnya rahim atau ta’babud”.

2. Dasar Hukum Iddah

Islam diturunkan di bumi memiliki Al-Qur’an sebagai kitab suci dan

pedoman hidup manusia, karena di dalam Al-Qur’an berbagai macam ajaran

dan hukum yang berdasarkan wahyu. Hukum dalam Al-Qur’an memiliki

tujuan untuk kemaslahatan manusia di dunia dan kebahagiaan di akhirat.

Dasar hukum iddah secara umum diterangkan dalam QS. Al-

Baqarah ayat 240:

والذين يتوفون منكم ويذرون أزواجا وصية لأزواجهم متاعا إلى الحول غير إخراج فإن خرجن فال جناح عليكم في ما فعلن في

)٢٤٠: البقرة (أنفسهن من معروف والله عزيز حكيم Artinya: “Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan

meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya,

8 Sudarsono, Kamus Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, 1992, hlm. 175 9 Abdurrahman al-Jaziri, Op.Cit, hlm. 51 10 Ibid, hlm. 454

Page 26: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

15

(yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), Maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma'ruf terhadap diri mereka. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Baqarah: 240).11

Al-Qur’an sebagai kitab suci dan pedoman hidup bagi manusia.

Salah satu hukum yang terkandung didalamnya adalah aturan-aturan hukum

tentang iddah. Adapun dalil dari nash Al-Qur’an yang menerangkan

kewajiban iddah dan perinciannya adalah sebagai berikut:

Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 228:

ت يتربصن بأنفسهن ثالثة قروء وال يحل لهن أن يكتمن ما قاطلموال )٢٢٨: البقره(خلق الله في أرحامهن إن آن يؤمن بالله واليوم الآخر

Artinya: “Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu)

tiga kali quru’. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahim mereka, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhir” (QS. al-Baqarah; 228).12 Yang dimaksud dengan wanita-wanita yang ditalak adalah wanita-

wanita yang telah pernah campur dengan suaminya, sedang maksud quru’

disini adalah haid atau suci.13

Selain ayat 228 juga diterangkan dalam ayat 234 yaitu:

هر أشذين يتوفون منكم ويذرون أزواجا يتربصن بأنفسهن أربعةوال. وعشرا فإذا بلغن أجلهن فال جناح عليكم فيما فعلن في أنفسهن

)٢٣٤: البقره( Artinya: “Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan

meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan

11 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: PT. Toha Putra,

1998, hlm. 59 12 Ibid, hlm. 55 13 Istibsyaroh, Hak-Hak Perempuan Relasi Gender menurut Tafsir al-Sya’rawi, Jakarta:

Teraju, 2004, cet. I, hlm. 131

Page 27: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

16

dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila Telah habis 'iddahnya, Maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka” (QS. al-Baqarah: 234)14

Ayat ini menjelaskan bahwa iddah istri yang ditinggal mati

suaminya harus menunggu empat bulan sepuluh hari (4 bulan 10 hari)

selama ia tidak hamil.

Dalam surat At-Thalaq ayat 4, juga dijelaskan tentang kewajiban

iddah bagi istri, yaitu:

لائي يئسن من المحيض من نسائكم إن ارتبتم فعدتهن ثالثة أشهر والواللائي لم يحضن وأوالت الأحمال أجلهن أن يضعن حملهن ومن

)٤: الطالق(يتق الله يجعل له من أمره Artinya: “Dan perempuan-perempuan yang putus dari haid di antara istri-

istrimu, jika kamu ragu-ragu (tentang masa Iddahnya), maka Iddah mereka adalah tiga bulan, dan begitu pula perempuan-perempuan yang sudah haid. Sedangkan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka adalah sampai mereka melahirkan kandungannya.” (QS. Al-Thalaq: 4)15

Maksud dari kata “ Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi

(menopause) yang dicerai oleh suaminya maka Iddahnya adalah tiga bulan

(3 bulan) dan wanita-wanita yang tidak haid karena belum dewasa masa

iddah-nya juga tiga bulan.

Sedangkan kalimat ........ وأوالت الأحمال أجلهن......

Menjelaskan bahwa iddah bagi perempuan yang hamil adalah sampai

melahirkan.16

14 Departemen Agama RI, Op.Cit, hlm. 57 15 Ibid, hlm. 946 16 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, vol.

14, Jakarta: Lentera Hati, 2002, hlm. 299.

Page 28: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

17

Adapun hujjahnya menurut sunnah adalah:

ثم ان شاء. ثم تطهر. ثم تحيض تطهر ثم ليترآهاحتى جعها مره فليراامراهللا التى لك العدةفتطللق قبل ان يمس وان شاء. امسك بعد

17)تفق عليهم( النساءعزوجل ان يطلق لها Artinya: “Perintahkanlah ia untuk menunjuk istrinya kemudian menahannya

sehingga suci haid, suci lagi. Maka jika ia ingin tahanlah sesudah itu dan jika sudah ceraikanlah sebelum ia menyentuhnya. Demikianlah iddah yang diperintahkan oleh Allah yaitu perempuan harus dicerai pada iddahnya”

Selain itu juga ada riwayat lain yang menjelaskan tentang iddah,

yaitu:

انه آان : بن سعيد عن سعيد بن مسيب حدثن عن مالك عن يحيى )رواه المالك (.يقول الطالق للرجال والعدة للنساء

Artinya: “Yahya menyampaikan kepada-Ku (Hadits dari Malik dari Yahya

bin said bin Musayab) berkata: Menceraikan adalah hak laki-laki dan wanita berhak atas iddah” (HR. Malik).18 Dasar hukum iddah dalam KHI pun dijelaskan, yaitu dijelaskan pada

Pasal 153 ayat (1), (2), (3), (4), (5):

a. Bagi seorang istri yang putus perkawinannya berlaku waktu tunggu

atau iddah, kecuali qobla al-dukhul dan perkawinannya putus bukan

karena kematian suami.

b. Waktu tunggu bagi seorang janda ditentukan sebagai berikut:

a. Apabila perkawinan putus karena kematian, walaupun qobla al-

dukhul waktu tunggu ditetapkan 130 (seratus tiga puluh) hari

17 Imam Abi Al-Husain Muslim, Shahih Muslim, Juz II, Beirut: Daar al-Kutb al-Ilmiah,

1992, hlm. 1093 18 Imam Malik Ibn Anas, Al-Muwaththa’, Beirut: Dar Ihya’ al-Ulum, 1990, hlm. 437

Page 29: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

18

b. Apabila perkawinan putus karena perceraian waktu tunggu bagi

yang masih haid ditetapkan 3 (tiga) kali suci dengan sekurang-

kurangnya 90 (sembilan puluh) hari, dan bagi yang tidak haid

ditetapkan 90 (sembilan puluh) hari

c. Apabila perkawinan putus karena perceraian sedang janda tersebut

dalam keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan

d. Apabila perkawinan putus karena kematian sedang janda tersebut

dalam keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai

c. Tidak ada waktu tunggu bagi yang putus perkawinan karena

perceraian sedang antara janda tersebut dengan bekas suaminya qobla

al-dukhul

d. Bagi perkawinan yang putus akibat perceraian, tenggang waktu

tunggu dihitung sejak jatuhnya putusan pengadilan agama yang

mempunyai kekuatan hukum tetapi sedangkan bagi perkawinan yang

putus karena kematian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak

kematian suami.

e. Waktu tunggu bagi istri yang pernah haid sedang pada waktu

menjalani iddah tidak haid karena menyusui maka iddah-nya tiga kali

suci. 19

Selain dalam Kompilasi Hukum Islam, iddah juga diatur dalam

Undang-Undang Perkwinan. No 1 tahun 1974 Pasal 29 ayat (1), (2), dan (3),

yang berbunyi;

19 Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia,

Yogyakarta: UII Press, 1993, hlm. 210

Page 30: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

19

(1). Waktu tunggu bagi seorang janda sebagai dimaksud dalam Pasal 11 ayat

(2) Undang-Undang ditentukan sebagai berikut:

a. Apabila perkawinan putus karena kematian, waktu tunggu

ditetapkan 130 (seratus tiga puluh) hari

b. Apabila perkawinan putus karena perceraian waktu tunggu bagi

yang masih haid ditetapkan 3 (tiga) kali suci dengan sekurang-

kurangnya 90 (sembilan puluh) hari, dan bagi yang tidak berdatang

bulan ditetapkan 90 (sembilan puluh) hari

c. Apabila perkawinan putus sedang janda tersebut dalam keadaan

hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan

(2). Tidak ada waktu tunggu bagi janda yang putus perkawinan karena

perceraian sedang antara janda tersebut dengan bekas suaminya belum

pernah terjadi hubungan kelamin.

(3). Bagi perkawinan yang putus karena perceraian, tenggang waktu tunggu

dihitung sejak jatuhnya putus pengadilan yang mempunyai kekuatan

hukum yang tetap, sedangkan bagi perkawinan yang putus karena

kematian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak kematian suami.20

Seorang istri jika telah putus hubungan dengan suaminya maka ia

harus ber-iddah, sedang iddah ada bermacam-macam. Iddah antara yang

haid dan telah putus haid waktunya pun berbeda-beda.

Untuk iddah bagi istri yang belum dukhul (belum disetubuhi) bagi

istri yang ditalak sedangkan ia belum pernah disetubuhi maka ia tidak

mempunyai iddah. Tetapi jika ia ditinggal mati suaminya ia wajib iddah

20 Undang-Undang Perkawinan, Bandung: Fokus Media, 2005, hlm.45-46

Page 31: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

20

seperti iddah-nya orang yang pernah disetubuhi meskipun belum pernah

disetubuhi (qabla dukhul).21

3. Macam-Macam Iddah dan Lama Waktu Iddah

Secara garis besar ‘iddah dibagi menjadi dua;

a. Iddah karena meninggalnya suami.22

Dalam hal ini posisi iddahnya, ada dua kemungkinan, yaitu wanita

yang dalam keadaan hamil dan tidak hamil.

1. Apabila wanita yang ditinggal mati suaminya dalam keadaan hamil.

Perempuan yang hamil masa iddah-nya habis sampai ia

melahirkan anaknya, baik bayi yang dilahirkan itu hidup atau mati,

sudah berbentuk anak adam ataupun masih dalam bentuk daging yang

menggumpal. Iddah bagi perempuan hamil ini berlaku bagi wanita

yang ditalak atau ditinggal mati suaminya. Sama halnya jika ia hamil

dan anaknya kembar, maka iddah-nya akan selesai jika anak kembar

tersebut lahir semua.

Sebagaimana diterangkan dalam firman Allah dalam surat At-

Thalaq ayat 4:

)٤: الطالق(... حملهننوأوالت الأحمال أجلهن أن يضع .....

Artinya: “…..Dan perempuan-perempuan yang hamil waktu iddah mereka ialah sampai mereka melahirkan kandungannya….” (QS. At-Thalaq: 4)23

21 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Juz 5, Bandung: al-Ma’arif, tth., hlm. 152 22 Said Thalib Al-Hamdani penerjemah Agus Salim, Risalatun Nikah, Jakarta; Pustaka

Amani, 1989, hlm.251 23 Ibid, hlm. 946

Page 32: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

21

Jadi seorang perempuan yang dicerai oleh suaminya ataupun

ditinggal mati oleh suaminya maka jika ia hamil maka ia harus

menjalankan iddah, dan iddah-nya habis sampai ia melahirkan.

2. Apabila wanita yang ditinggal mati suaminya dalam keadaan sudah

atau belum bercampur dengan suaminya.

Bagi perempuan yang ditinggal mati oleh suaminya ia harus

menjalani iddah selama empat bulan sepuluh hari (4 bulan 10 hari).

Iddah pada saat ditinggal mati suami juga merupakan bentuk rasa

belasungkawa dan tanda kesetiaan istri kepada sang suami yang

dicintai serta menormalisir kegoncangan jiwa istri saat ditinggalkan.

Pada saat suami meninggal istri tidak hanya diperintahkan untuk iddah

namun juga diperintahkan untuk ber-ihdad, yaitu dengan mencegah

diri dari berpakaian menyala, ber make-up, sesuai dengan suasana

berkabung dan tanda kesetiaan istri terhadap suami.24

Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Baqarah

ayat 234:

ذين يتوفون منكم ويذرون أزواجا يتربصن بأنفسهن أربعةوال )٢٣٤: البقره.....(هر وعشرأش

Artinya: “Orang-orang yang meninggal dunia diantaramu dengan

meninggalkan istri-istri, hendaklah perempuan itu beriddah empat bulan sepuluh hari………” (QS. al-Baqarah: 234)25

24 Dirjen Binbaga Depag RI, Op.Cit, hlm. 57 25 Op.Cit, hlm. 234

Page 33: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

22

b. Iddah karena perceraian/ talaq

Iddah ini memiliki beberapa kemungkinan yaitu : 26

1. Wanita yang ditalaq suaminya dalam keadaan hamil maka iddahnya

ialah sampai melahirkan.

2. Wanita yang ditalaq suaminya karena masih mempunyai haid, maka

iddahnya ialah tiga kali suci.

Dengan tegas, Al-Qur’an menyatakan bahwa perempuan

yang di cerai suaminya dalam keadaan haid, ia dapat menjadikan

masa-masa haid sebagai patokan waktu. Sedangkan iddah-nya

adalah tiga quru’. Ketentuan ini berdasarkan firman Allah SWT

dalam surat al-Baqarah ayat 228:

)٢٢٨: لبقرها(...والمطلقات يتربصن بأنفسهن ثالثة قروء

Artinya: “Wanita-wanita hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’….”27

Dalam hal ini, yang diperhitungkan batas waktunya dengan

tiga (3) quru’ (haid atau suci) hanyalah akibat dari perceraian

(talaq).28 Kata quru dalam kalimat di atas mempunyai dua arti, yaitu

suci dan haid. Masa suci yang dimaksud adalah antara dua masa

darah kotor, masa berakhirnya iddah dengan habisnya masa suci

yang ketiga.

26 Sayyid Sabiq alih bahasa Moh. Tholib, Fikih Sunnah, Jilid 8, Bandung: al- Ma’arif,

hlm.147. 27 Ibid, hlm. 55 28 Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1988, cet. I, hlm. 370

Page 34: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

23

Masa haid adalah apabila berakhir masa haid yang ketiga

habislah masa iddah-nya.29

3. Wanita yang ditalaq suaminya sudah tidak hamil dan tidak pula haid

baik masih kecil atau sudah lanjut usia, maka iddahnya adalah tiga

bulan. Sebagaimana firman Allah dalam surat at-Thalaq: 4

لائي يئسن من المحيض من نسائكم إن ارتبتم فعدتهن وال )٤: الطالق... (ثالثة أشهر واللائي لم يحضن

Artinya: “Dan perempuan-perempuan yang putus dari haid di

antara istri-istrimu, jika kamu ragu-ragu (tentang masa Iddahnya), maka Iddah mereka adalah tiga bulan, dan begitu pula perempuan-perempuan yang tidak haid…” (QS. At-Thalaq: 4).30

4. Wanita yang di cerai sebelum dikumpuli, maka tidak ada iddah

baginya. Sebagaimana Firman Allah:

Hal ini diterangkan dalam firman Allah Surat al-Ahzab ayat 49:

طلقتموهن من قبل أن م حتم المؤمنات ثكيها الذين آمنوا إذانياأ )٤٩: االحزاب(...... من عدة تعتدونهاتمسوهن فما لكم عليهن

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi

perempuan-perempuan yang beriman kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya, maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya…” (QS.: al-Ahzab: 49)31

29 Ibid. 30 Drs. Hady Mufaat, Fikih Munakahat (Hukum Perkawinan Islam dan Beberapa

Permasalahannya), DUTA GRAFIKA, 1992, hlm. 229. 31 Departemen Agama RI, Loc.Cit, hlm. 675

Page 35: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

24

B. Gambaran Umum Tentang Percampuran Syubhat (Wath’i Syubhat)

1. Pengertian Percampuran Syubhat (Wath’i Syubhat)

Wat’i berasal dari bahasa Arab الوطء masdar dari kata وطئ juga

bisa bermakna الجماع dimana kata tersebut mempunyai makna bersetubuh

atau bercampur.32

Sedang pengertian syubhat menurut Ensiklopedi Hukum Islam

adalah suatu sesuatu yang tidak jelas apakah benar atau tidak atau masih

mengandung kemungkinan benar atau salah.33

Menurut kamus istilah agama, pengertian syubhat ialah samar-

samar, yaitu perkara-perkara yang kurang atau tidak jelas hukumnya apakah

halal atau haram.34

Percampuran syubhat adalah percampuran tidak halal yang

pelakunya dimaafkan (karena ada kesyubhatan) dan tidak dijatuhi hukuman

baik wanita termasuk muhrim, semisal saudara perempuan istri.35

Atau dengan kata lain percampuran syubhat adalah mencampuri

seorang wanita yang sebenarnya tidak berhak dicampuri karena

ketidaktahuan pelakunya bahwa pasangannya itu tidak berhak untuk

dicampuri.

Yang dimaksud syubhat dalam wath’i syubhat ialah terjadinya

percampuran diluar pernikahan yang sah, disebabkan oleh sesuatu hal yang

dimaafkan oleh syar’i yang melepaskan nya dari hukuman had.

32 Ahmad Warsan Munawir, Op.Cit, hlm. 1672) 33 Abdul Aziz Dahlan, Op.Cit, 34 M. Shodiq, Kamus Istilah Agama, Jakarta: Bonaciptama, 1990, hlm. 327 35 M. Jawad Mughniyah, Al-Fiqh ‘Ala al-Madzhabil Khamsah, terj. Masykur A.B. (et.al),

Fiqih Lima Madzhab, Jakarta: Lentera, Cet. 5, 200, hlm. 473

Page 36: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

25

2. Sebab terjadinya percampuran syubhat (wath’i syubhat).

Sebab- sebab yang dapat menyebabkan percampuran syubhat

(wath’i syubhat) salah satunya yaitu lampu mati dimana seorang suami

mengalami salah sangka dikarenakan ketidaktahuan nya terhadap wanita

lain yang bukan istrinya d suami tersebut baru mengetahui setelah terjadi

percampuran. Jadi salah persangkaan itulah yang menyebabkan terjadinya

wath’i syubhat Dimana suami menganggap yang dicampuri adalah istrinya.

Hal ini juga bisa dimungkinkan karena wanita tersebut mewakilkan

perkawinannya kepada wanita lain dan si laki- laki pun juga melakukan hal

yang sama. Sehingga setelah terjadinya akad keduanya melakukan

persetubuhan, karena menganggap bahwa perwakilan semata dapat

menghalalkan percampuran36.Atau salah persangkaan terjadi karena adanya

kemiripan antara istrinya dengan wanita yang dicampurinya tersebut. Dalam

masalah salah persangkaan ini berbeda dengan masalah zina.Wath’i syubhat

(percampuran syubhat) pelakunya dimaafkan dengan alasan salah

persangkaan. Namun dalam masalah zina, pelakunya mendapatkan

hukuman (had).

3. Pendapat para ulama’ tentang wath’i syubhat.

Para ulama’ berbeda-beda pandangan dalam memberikan keterangan

tentang wath’i syubhat (percampuran syubhat). Wath’i syubhat adalah suatu

perbuatan yang mana akibat dari perbuatannya tersebut si pelaku tidak

mendapat hukuman sebab adanya kesyubhatan itu sendiri.

36 Ibid, hlm. 367

Page 37: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

26

Wath’i syubhat menurut As Syafi’i terbagi menjadi:

a. Syubhat fa’il بهة الفاعلش( )

Yaitu, persetubuhan yang terjadi antara seorang laki- laki dan

perempuan yang dianggap istrinya atau budaknya namun ternyata

bukan.

b. Syubhat Al Malik )شبهة الملك(

Yaitu persetubuhan yang terjadi antara seorang budak dengan

majikannya. Yang mana budak tersebut telah dibeli oleh majikan

tersebut namun keduanya.

c. Syubhat Thoriq )شبهة طريق(

Yaitu ketika seorang perempuan menikah yang menikah tanpa

adanya saksi dan wali, namun setelah terjadinya akad keduanya

melakukan persetubuhan karena menganggap nikahnya sah.

Sedangkan menurut Hanbali wath’i syubhat adalah persetubuhan

seorang budak dengan majikannya namun antara keduanya tidak jelas. Atau

persetubuhan yang terjadi dalam pernikahan yang nikahnya fasid.37

37 Abdur Rahman Al- Jaziri , Op,Cit. hlm. 112-115

Page 38: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

27

BAB III

PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG KEWAJIBAN IDDAH

AKIBAT PERCAMPURAN SYUBHAT

A. Biografi Ibnu Abidin1

1. Silsilah keilmuan

Ibnu Abidin, nama lengkapnya adalah Muhammad Amin bin Umar

Ibn Abdul Aziz Abidin Dimasiqy. Ia dilahirkan pada tahun 1148 H dan wafat

pada tahun 1252 H. Ia merupakan ahli fiqih di Syam, pemuka golongan

Hanafiyah di masanya. Ibnu Abidin merupakan tokoh fiqih masa keenam

(668 H-akhir abad ke-13 H) yaitu masa pemerintahan Abdul Hamid I

(Dinasti Usmaniyah).

Muhammad Amin yang terkenal dengan nama Ibnu Abidin dalam

menulis kitab Radd al-Muhtar Syarah Tanwir al-Absar dalam keadaan

pergolakan politik yang tidak menentu, baik di dalam negeri maupun di luar

negeri yang pada waktu itu terjadi peperangan antara Dinasti Usmaniyah dan

Bangsa Tartar.

Sejak kecil beliau sudah mengalami pendidikan agama secara

langsung dari ayahnya yang selanjutnya guru beliau, yaitu Umar bin Abdul

Aziz. Beliau menghapal Al-Qur'an pada usia yang masih sangat muda.

Ayahnya adalah seorang pedagang, sehingga Ibnu Abidin sering diajak

ayahnya untuk berdagang sekaligus dilatih berdagang oleh ayahnya.

1 Muhammad Samir bi Ibn Abidin, Radd al-Muhtar, Juz 1, Beirut: Dar al-Kitab al-

Alamiah, 1994, hlm. 53

Page 39: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

28

Pada suatu hari, ketika beliau berdagang membaca Al-Qur'an

ditempat ayahnya berdagang, tiba-tiba lewatlah seorang laki-laki dari

kalangan orang shaleh dan ia (orang shaleh itu) mengomentari bacaan Al-

Qur'an Ibnu Abidin dengan dua komentar, yang akhirnya menghantarkan

Ibnu Abidin menjadi ulama terkenal. Dua komentar tersebut adalah:

1. Dia (Ibnu Abidin) tidak tartil dalam membaca Al-Qur'an dan tidak

menggunakan tajwid sesuai dengan hukum-hukumnya.

2. Kebanyakan manusia tidak sempat untuk mendengarkan bacaan Al-

Qur'an karena kesibukannya dalam berdagang, jika tidak mendengar

bacaan Al-Qur'an tersebut maka mereka berdosa, begitu juga dengan

Ibnu Abidin berdosa karena membuat mereka berdosa tidak

mendengarkan bacaan Al-Qur'an

Maka bangkit lah Ibnu Abidin seketika dan langsung bertanya kepada

orang shaleh tadi tentang qiraah yang paling tersohor di zamannya. Maka

orang tadi menunjukkan seorang ahli qira’at saat itu, yaitu Syeikh al-

Hamawi, maka pergilah Ibnu Abidin kepadanya dan meminta agar diajari

ilmu tajwid dan hukum-hukum qiraati.

Sejak saat itu Ibnu Abidin tidak pernah meluangkan waktu kecuali

untuk belajar. Maka Imam al-Hamawi memerintahkan untuk menghapal al-

jauziyah dan Syapifibiyah kemudian ia belajar nahwu dan shorof dan tidak

ketinggalan fiqih. Saat itu ia pertama kali belajar fiqih adalah fiqih yang

bermazhab Syafi’i. Bermula dari seorang guru al-Hamawi itulah beliau

menjadi ulama yang sangat terkenal. Setelah ia menguasai dengan matang

Page 40: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

29

ilmu tajwaid dan hukum qiraati serta ilmu fiqih terutama dari mazhab Syafi’i

pada Imam al-Hamawi, seorang ahli qiraati pada saat itu Ibnu Abidin tidak

berhenti sampai disitu saja, akan tetapi ia melanjutkan menuntut ilmu dengan

belajar hadits, tafsir dan mantiq (logika) kepada seorang guru, yaitu Syaikh

Muhammad al-Salimi al-Mirri al-Aqd. Al-Alimi adalah seorang penghafal

hadits, dia menyarankan kepada Ibnu Abidin belajar fiqih Abu Hanifah. Ibnu

Abidin mengikuti nasehat itu dan mempelajari kitab-kitab fiqih dan ushul

fiqh mazhab Hanafi, ia terus menggali berbagai ilmu sampai menjadi tokoh

aliran saat itu. Tidak hanya sampai disitu, kemudian ia pergi ke Mesir dan

belajar pada Syaikh Al-Amr al-Mughni sebagaimana ia belajar kepada

Syeikh ahli hadits dari Syam, yaitu Syeikh Muhammad al-Kasbari, ia tak

henti-hentinya meraih keluasan dalam mengembangkan ilmu dengan

mengkaji dan mengarang sampai pada suatu ketika ia ditunjukkan kepada

suatu daerah, yaitu Bannan. Didaerah Bannan ini ia mendapatkan pelajaran

dari para tokoh ulama seperti Syeikh Abdul Mughni al-Madani, Ahmad

Affandi al-Istambuli dan lain-lain.

Dasar yang melatarbelakangi kemasyhuran Ibnu Abidin adalah

pendidikan yang keras dan disiplin dari orang tuanya, apalagi didukung oleh

sikap dan kemauannya yang sangat keras untuk menuntut ilmu agama pada

mereka dan didiskusikan dia lakukan dengan para ulama terkenal pada saat

itu, hal itulah yang akhirnya menjadikannya seorang tokoh ulama yang

sangat terkenal di masanya.

Page 41: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

30

Beliau juga terkenal sebagai seorang yang kokoh agamanya, iffah

(wirai), alim dan taqwa dalam beribadah. Karena kedalaman ilmunya

terutama dalam bidang ilmu fiqih. Dan di dalam ilmu fiqih ini, ternyata ia

lebih cocok dengan fiqih mazhab Hanafi sehingga ia menjadi ulama

Hanafiyah yang sangat disegani.

Karena ketinggian ilmunya beliau banyak membuahkan karya-karya

ilmiah. Karangan-karangannya yang banyak dikoleksi oleh pustaka-pustaka

Islam di dunia. Karangannya dapat diterima diberbagai peradaban, karena

karangan-karangannya mempunyai keistimewaan dalam pembahasannya

secara mendalam. Keilmuan yang mendalam dan menampakkan kefasihan

bahasanya.

2. Karya-Karya Ibnu Abidin

Diantara karya-karya yang sampai kepada kita antara lain:

1. Kitab Fiqih

- Radd al-Muhtar Syarah addur al-Muhtar, kitab tersebut adalah

kitab yang terkenal. Kitab ini membahas tentang masalah-masalah

fiqih yang selanjutnya terkenal dengan nama Hasiyah Ibnu Abidin

- Raf Andar, dari karangan yang ditulis dari al-Halbi atas Syarah

Addur Muhtar

- Al-uqhud syarah tanfih al-Fatawa al-Hamidiyah Aduriyah

- Nasmat al-Ahzar syarah al-Manar

- Ar-Rahiq al-Mahtum, kitab ini menerangkan tentang faraid.

Page 42: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

31

2. Kitab Tafsir

- Kitab Hawasyi ala al-Baidawi yang dalam hal ini terdapat hal-hal

yang tidak dijelaskan oleh para penafsir.

3. Kitab Hadits

Dalam karya ilmiahnya tentang hadits, beliau menulis kitab Uqud al-

Awali yang berisi sanad-sanad hadits yang bernilai tinggi.

Setelah kehidupannya yang membawa berbagai aktivitas luhur,

pengabdian yang mulia dan perjuangan yang sangat berarti bagi umat Islam

pada umumnya dan khususnya mazhab Hanafi beliau wafat di Damaskus

1252 H dengan meninggalkan warisan yang sangat berharga. Beliau

dimakamkan di pekuburan “Bab al-Saqir” Damaskus.2

B. Pendapat Ibnu Abidin Tentang Kewajiban Iddah Akibat Percampuran

Syubhat

Sebagaimana diterangkan dalam bab II bahwa perempuan yang di-

wath’i syubhat wajib untuk menjalani iddah. Karena iddah sendiri

mempunyai tujuan untuk mengetahui bersihnya rahim dan ta’abud. Hal ini

sesuai dengan pendapat Ibnu Abidin tentang iddah wath’i syubhat:

3 .ث حيض ثال منهما اونكاح فاسد بشهة موطؤة وآذا..... “Dan seperti halnya wath’i syubhat (percampuran syubhat) atau nikah fasid mempunyai kewajiban untuk menjalankan iddah. Iddahnya adalah 3 (tiga) kali haid”

2 Ibnu Abidin, Radd al-Muhtar, Beirut Libanon Dar al-Fiqr, tth., hlm. 1-5 3 Ibnu Abidin, Radd al-Muhtar Juz V, Beirut: Dar al-Kitab al-Ilmiah, 1994, hlm. 183

Page 43: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

32

Ini diambil dari suatu riwayat Abu Hanifah tentang wath’i syubhat

diceritakan dalam kitab al-Mabsuth bahwa ada seorang lelaki menikahkan

kedua anaknya pada dua orang perempuan. Kemudian kedua (2) perempuan

tersebut salah disetubuhi diantara kedua lelaki tersebut.4

Ulama sepakat bahwa laki-laki tersebut harus menjauhi istrinya

karena perempuan (istri) tersebut harus menjalani iddah agar ia bisa kembali

pada suaminya masing-masing.

حكا ية ا بى حنيفة في ا لمو طوءة بشبهةحكي في المبسو ط ان رجال زوج ابنيه بنتين فادخل النساء لطيفة

زوجة آل اخ على اخيه فاجاب العلماء بان آل واحد يجتنب التي لى جها واجاب ابو حنيفة رحمه اهللا تعا لتعود الى زواصابها وتعتد

زوجته ويعقد على بانه اذارضي آل واحد بموطءته يطلق آل واحد 5 نه صاحب العدةموطءته ويدخل عليها للحال ال

Abu Hanifah berkata: “Bahwa tiap-tiap dari lelaki tersebut jika sudah

rela terhadap perempuan (istri) yang salah disetubuhi, maka kedua

perempuan tersebut menjadi sah bagi suaminya, karena laki-laki tersebut

mempunyai hak untuk memberi masa tunggu bagi istrinya masing-masing.

Dari riwayat di atas, dapat dipahami bahwa percampuran syubhat

(wath’i syubhat) wajib untuk iddah agar si istri dapat kembali pada suaminya

dalam keadaan bersih.

Adapun masa iddah bagi perempuan yang di-wath’i secara syubhat,

kewajiban iddah-nya sama dengan perempuan yang nikahnya fasid, yaitu 3

(tiga) kali haid.

4 Ibid, hlm. 184 5 ibid

Page 44: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

33

C. Metode Istimbath Hukum Ibnu Abidin

Dari keterangan di atas dapat dipahami, meski Ibnu Abidin tidak

menyebutkan secara jelas tentang metode istimbath hukum yang beliau

gunakan tetapi dalam menggali hukum atau beristimbath hukum terhadap

sesuatu yang tidak dijumpai nash hukumnya dalam Al-Qur'an maupun As-

Sunnah, Ibnu Abidin mengedepankan penyelesaian berdasarkan pemikiran

logika atau ra’yu. Namun dalam permasalahan ini beliau menggunakan

metode qiyas.

Qiyas adalah mempersamakan suatu kasus yang tidak ada nash

hukumnya dengan suatu kasus yang ada nash hukumnya, dalam hukum yang

ada nashnya, karena persamaan kedua itu dalam illat hukumnya

Seperti halnya ulama-ulama yang bermazhab Hanafiyah yang

dijadikan pedoman oleh pendiri mazhabnya adalah perkataan Imam Abu

Hanifah yang berbunyi:

معامالت بالثقة وفرارمن القبح والنظرفى اخذ حنيفة آالم ابىه امورهم بمضىله فاذالم بمض الناس ومااستقاموعليه وصلح علي

يتعامل السلمون به وآان يوصل الحديث المعروف له رجع الىمامادم القياس سانعاثم يرجع الذى اجمع عليه ثم يقيس عليه

6 . ستحسان ايهماآان اوثق رجع اليهالىاال

“Perkataan Imam Hanafi ialah mengambil yang kepercayaan dan lari dari keburukan, memperhatikan muamalah manusia dan apa yang telah mendatangkan maslahah bagi urusan-urusan mereka, ia menjalankan urusan-urusan atas qiyas, apabila qiyas tidak baik dilakukan ia melakukan dengan istihsan, selama dapat dilakukan iapun kembali pada ‘urf masyarakat muslim dan mengamalkan hadits yang telah terkenal dab disepakati (di ijma’) ulama. Kemudian ia mengqiyaskan sesuatu pada

6 Ibnu Abidin, Radd al-Muhtar Juz I, Op.Cit, hlm. 34.

Page 45: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

34

hadits itu selama qiyas masih dapat dilakukan. Kemudian ia kembali kepada istihsan, mana diantara keduanya yang lebih tepat, kembalilah ia kepadanya”.

Sebagai murid dan juga pengikut Mazhab Hanafi Ibnu Abidin dalam

beristimbath tidak melenceng jauh dari yang dianut. Beliau dalam

mengambil istimbath hukum selalu berdasar pada apa yang menjadi dasar

metode istimbath Imam Abu Hanifah.

Dalam masalah istimbath hukum, Imam Hanafi pada dasarnya sama

dengan ulama-ulama yang lain. Dasar hukum istimbath Imam Hanafi yaitu:

1. Al-Qur'an

Al-Qur'an adalah kalam Allah semuanya. Semua ulama

menggunakan Al-Qur'an sebagai pegangan utama untuk mengambil

suatu hukum dan disitu pula keutuhan Al-Qur'an dalam kebenaran

yang benar-benar terpelihara. Sebagaimana dalam firman Allah SWT:

7إنا نحن نزلنا الذآر وإنا له لحافظون

Artinya: “Sesungguhnya kami telah menurunkan Al-Qur'an dan

sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya” (QS. Al-Hijr: 9)

2. As Sunnah

As Sunnah merupakan dasar hukum yang kedua. As Sunnah

perlu dipergunakan karena segala perbuatan Nabi sesuai dengan Al-

7 Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya, Semarang: PT. Karya Toha

Putra, 1998, hlm. 391

Page 46: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

35

Qur'an dan jikalau tidak ada ayat Al-Qur'an maka sunahnya menjadi

penjelas Al-Qur'an, karena memang tidak didapat dalam Al-Qur'an8

Mengikuti sunnah Nabi adalah wajib, sesuai dengan firman

Allah:

قل أطيعوا الله والرسول فإن تولوا فإن الله ال يحب الكافرين

9 .)٣٢: ال عمران(

Artinya: “Katakanlah: Taatilah Allah dan rasulnya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir” (QS. Ali Imran: 32)

3. Aqwalus Sahabat (Fatwa-Fatwa Sahabat)

Imam Hanafi dalam memberikan hukum berdasarkan Al-

Qur'an dan Al-Hadits jika di dalam keduanya tidak ada, beliau

memberikan hukum didasarkan pada pendapat para sahabat. Karena

itu, ulama-ulama Hanafiah berpendapat: fatwa sahabat adalah

hujjah.10

4. Ijma’

Ijma menurut istilah diartikan sebagai kesepakatan seluruh

para mujtahid dikalangan umat Islam pada suatu masa setelah

Rasulullah SAW wafat atas hukum syara' mengenai suatu kejadian.11

8 Ali Abdul Halim Mahmud, Fiqih Responsibilitas Tanggungjawab Muslim Dalam Islam,

Jakarta: Gema Insani, 2000, Cet. ke-2, hlm. 52 9 Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Op.Cit, hlm. 80 10 Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam, Semarang:

Pustaka Rizki Putra, 1997, Cet. I, hlm. 198 11 Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, Semarang: Dina Utama, 1994, hlm. 56

Page 47: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

36

5. Qiyas

Qiyas menurut ahli ushul fiqh adalah mempersamakan hukum

suatu peristiwa yang tidak ada nashnya dengan hukum suatu peristiwa

yang sudah ada nashnya lantaran ada persamaan illat hukumnya dari

kedua peristiwa itu.12

6. Istihsan

Istihsan menurut bahasa adalah menganggap sesuatu itu baik.

Istihsan menurut istilah adalah berpalingnya seorang mujtahid dari

tuntutan qiyas yang jali (nyata) kepada tuntutan qiyas yang khofi

(samar) atau dari hukum kulli (umum) kepada hukum istitsnay

(pengecualian) ada dalil yang menyebabkan dia mencela akalnya dan

memenangkan perpalingan ini.13

7. Urf (Adat Kebiasaan)

Adalah apa yang menjadi kebiasaan masayarakat dan

dijadikan jalannya terus menerus baik berupa perkataan maupun

perbuatan.14

Yang membedakan dasar-dasar pemikiran Imam Hanafi

dengan ulama-ulama lainnya terletak pada kegemaran menyelami

suatu hukum. Mencari tujuan-tujuan moral dan kemaslahatan yang

merupakan tujuan utama disyariatkan nya suatu hukum.

12 Muhtar Yahya dan Fatchur Rohman, Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islam,

Bandung: Al-Ma’arif, Cet. 1, hlm. 66 13 Abdul Wahab Khallaf, Op.Cit, hlm. 110 14 Ibid, hlm. 123

Page 48: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

37

Kaidah umum yang menjadi dasar pemikiran fiqhiyah Imam

Hanafi berdasarkan pernyataannya, yaitu:

فيه هلم اجداانىاخذت بكتاب اهللا اذا بكتاب اهللا اذا وجدته فم فاذالم اجد. اخذت بسنة رسول اهللا صلىاهللا عليه وسلم واالثار

اهللا عليه وسلم اخذت ى في آتاب اهللا والسنة رسول اهللا صلال اخرج من قولهم وادع من شئت بقول اصحابه من شئت

الشعب والحسن وابن ابراهيم االمرالى انتهىا قول غيرهم فاذ 15اجتهدوا آما ان اجتهدى بن المسيب علوسعيد نيسير

“Saya berpegang kepada kitab Allah (Al-Qur'an) apabila menemukannya. Jika saya tidak menemukannya saya berpegang kepada Sunnah dan Atsar. Jika saya tidak temukan dalam kitab dan sunnah, saya berpegang kepada pendapat para sahabat dan mengambil mana saja yang sukai dan meninggalkan yang lainnya, saya tidak keluar (pindah) dari pendapat mereka kepada yang lainnya maka jika persoalan sampai pada Ibrahim al-Sya’bi, al-Hasan, Ibn Sirin, Said Ibn al-Musayab, maka saya harus berijtihad sebagaimana mereka telah berijtihad”.

D. Aplikasi Metode Istinbath Ibnu Abidin Terhadap Pendapatnya Tentang

Wath’i Syubhat

Metode istinbath Ibnu Abidin yang digunakan dalam masalah

kewajiban iddah akibat percampuran syubhat adalah metode qiyas. Adapun

hukum iddah sebab wath’i syubhat jika dikorelasikan dengan rukun-rukun

qiyas maka perinciannya adalah sebagai berikut;

1. Asal

Ibnu Abidin mengambil dalil dalam Al-Qur’an, yaitu bahwa iddah

merupakan masa tunggu yang harus dijalani oleh wanita yang berpisah

15 Romli, Muqaranah Mazahib fil Ushul, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999, Cet. 1, hlm.

48

Page 49: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

38

dengan suaminya, baik cerai mati atau talaq. Ibnu Abidin mempersamakan

iddah sebab wath’i syubhat dengan orang yang di-talaq (wanita

muthalaqah). Seperti diterangkan dalam surat Al-Baqarah; 228

قات يتربصن بأنفسهن ثالثة قروء وال يحل لهن أن يكتمن طلموال : البقره(ما خلق الله في أرحامهن إن آن يؤمن بالله واليوم الآخر

٢٢٨(

Artinya: “Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahim mereka, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhir” (QS. al-Baqarah; 228).

2. Far’un

Far’un (cabang) disini adalah bagaimana iddah sebab wath’i

syubhat.

3. Illat

Sebab diwajibkan nya iddah seperti yang diambil dari mafhum

mukhalafah Al-Qur’an surat al-Baqarah 228 bahwa iddah wajib bagi

wanita yang di-talaq. Selain dalam al baqarah juga diterangkan dalam

surat al-Ahzab ayat 49.Dalam surat ini urgensi iddah tak lain adalah untuk

mengetahui kondisi rahim sebab telah terjadi percampuran. Sedangkan

surat al-Baqarah menyebutkan batas waktu pelaksanaan iddah yaitu,

selama tiga quru’ bagi perempuan yang masih haid.

Dan percampuran syubhat ini tidak disebut dalam al Qur’an, karena

dalam al-Qur’an hanya menyebutkan perpisahan karena talaq (yang jelas

karena adanya pernikahan), meninggal dunia.

Page 50: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

39

4. Hukum

Hukum asal yang disebut dalam al Qur’an bahwa orang yang

berpisah dengan suaminya karena talaq harus menjalani iddah’ dengan

ketentuan telah di-dukhul (disetubuhi). Seperti yang telah disebut dalam

surat al-Ahzab ayat 49:

يا أيها الذين آمنوا إذا نكحتم المؤمنات ثم طلقتموهن من قبل أن وهن فما لكم عليهن من عدة تعتدونها فمتعوهن وسرحوهن تمس

)٤٩: األحزاب (سراحا جميلاArtinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi

perempuan- perempuan yang beriman, Kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya Maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut'ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik- baiknya” (QS. Al-Ahzab: 49).16

Dan batasan waktu iddah adalah tiga kali quru’ diterangkan dalam

surat al-Baqarah ayat 228.

16 Depag RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya, Op.Cit, hlm. 675

Page 51: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

40

BAB IV

ANALISIS

A. Analisis Pendapat Ibnu Abidin Tentang Kewajiban Iddah Akibat

Percampuran Syubhat (wath’i syubhat)

Sebagaimana telah penulis uraikan dalam bab III, menurut Ibnu

Abidin bahwa iddah perempuan yang di-wath’i secara syubhat hukumnya

adalah wajib karena dengan iddah seorang perempuan tersebut yang telah di-

wath’i syubhat dapat kembali pada suaminya dalam keadaan yang bersih,

karena pada dasarnya iddah mempunyai tujuan, yaitu:)

1. Libara’ati rahim

2. Lita’abud

3. Menjaga nasab

Dengan menjalankan dari tujuan iddah tersebut seorang perempuan

bebas (bersih) dari akibat-akibat yang ditimbulkan dari wath’i syubhat serta

untuk menjaga kelanggengan hubungan antara suami istri.1

Dalam Radd al-Muhtar diterangkan:

2 . ثالث حيض منهما اونكاح فاسد هة بشبوآذاموطؤة.....“……Dan seperti halnya wath’i syubhat (percampuran syubhat) atau nikah fasid keduanya wajib untuk menjalani iddah. Iddahnya adalah tiga kali haid”

1 Imam Kamaludin, Fath al-Qadir, Beirut Libanon: Dar al-Kutub al-Ilmiah, tth., hlm.

115. 2 Ibnu Abidin, Radd al-Muhtar, Juz V, Beirut Libanon: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1994,

hlm. 183

Page 52: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

41

Dari keterangan di atas jelas bahwa bagi perempuan yang di-wath’i

syubhat (dicampuri dengan syubhat) tanpa adanya akad ia tetap berkewajiban

untuk menjalankan iddah. Menurut Ibnu Abidin iddah-nya perempuan yang

di-wath’i syubhat adalah sama dengan iddah sebab nikah fasid. Iddah-nya

yaitu 3 (tiga) kali haid, apabila perempuan tersebut tidak haid dan tidak hamil

maka iddah-nya adalah 3 (tiga) bulan.

Mengenai kewajiban iddah ini adalah ada perbedaan dari beberapa

golongan Hanabilah mengatakan yang menyebabkan adanya iddah adalah

karena adanya suatu persetubuhan (percampuran) apapun itu bentuknya.3

Menurut Abi Yahya Zakariya al-Anshori yang merupakan ulama dari

golongan Syafi’iah berpendapat bahwa iddah wajib bagi perempuan yang

dicampuri secara syubhat (wath’i syubhat) atau bagi perempuan yang pisah

karena cerai baik talak ataupun fasakh maupun fasakh karena li’an.4

Sedangkan menurut ulama Imamiyah berpendapat iddah bagi wanita

yang dicampuri karena syubhat sama dengan iddah wanita yang ditalak.

Pendapat Ibnu Abidin ada sedikit perbedaan dengan pendapat dari

golongan ulama Hanabilah mengatakan iddah itu wajib karena adanya suatu

persetubuhan (percampuran), sedangkan Ibnu Abidin berpendapat bahwa

iddah akibat percampuran syubhat wajib karena menurut beliau sama dengan

wanita muthalaqah. Dari kedua pendapat tersebut jelas ada perbedaan

mengenai wajibnya iddah sebab wath’i syubhat.

3 M. Jawab Mughniyah, Fiqih Lima Madzhab, Jakarta: Lentera, 2006, hlm. 473 4 Abi Yahya Zakariya, Fath al-Wahab; Syarah Minhaj at-thulab, Juz 1, Jeddah: Al-

Haramain, tth., hlm. 103

Page 53: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

42

Menurut ulama Hanabilah mengatakan iddah wajib karena adanya

suatu persetubuhan. Jika dicermati akibat wath’i syubhat seorang perempuan

wajib iddah meskipun percampuran tersebut tanpa adanya akad.

Berdasarkan dari pendapat di atas, persetubuhan secara syubhat dalam

hal ini yang disebabkan karena salah persangkaan. Maka iddah yang

mempunyai tujuan untuk mengetahui bersihnya rahim, sebagai ibadah dan

menjaga nasab hukumnya adalah wajib. Dalam iddah wath’i syubhat berbeda

dengan iddah karena zina. Dilihat dari cara percampuran nya kalau wath’i

syubhat, terjadinya percampuran nya karena salah persangkaan dimana

antara laki-laki dan perempuan tersebut adalah pasangan yang sah.

Sedangkan kalau zina kadang sebelumnya sudah ada kesepakatan atau suka

sama suka namun mereka sadar kalau laki-laki dan perempuan tersebut tidak

ada yang menghalalkan persetubuhan tersebut. Bagaimana juga wanita yang

di-wath’i syubhat tersebut sudah pernah di-dukhul, ini berarti rahim

perempuan tersebut sudah pernah diisi oleh laki-laki yang pernah

mencampurinya. Dengan demikian iddah yang bertujuan untuk mengetahui

kondisi rahim sangat diperlukan apakah nantinya rahim tersebut berubah atau

tidak.

Tapi yang difatwakan oleh Ibnu Abidin alasan diwajibkan nya iddah

bagi wanita yang di-wath’i syubhat sama dengan iddah-nya wanita yang

nikah fasid, sebenarnya dalam hal ini ada yang perlu dipertanyakan.

Pertama, dalam nikah fasid jelas telah terjadi akad tapi dalam pernikahan ini

ada syarat nya saja yang berkurang atau tidak lengkap.

Page 54: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

43

Kedua, percampuran syubhat (wath’i syubhat), wanita yang di- wath’i

syubhat sebelumnya belum pernah terjadi akad. Terjadinya percampuran

karena salah persangkaan. Sehingga menurut penulis hal ini jelas berbeda

dengan nikah fasid. Wath’i syubhat justru hampir sama dengan zina, hanya

saja wath’i syubhat pelakunya dimaafkan karena alasan salah persangkaan.

Dalam hal wath’i syubhat yang terjadi akibat salah persangkaan

dalam mencampuri pasangannya dimana sebelumnya tidak ada akad apapun,

jika si perempuan harus iddah sebagai kewajiban agar bisa kembali kepada

suaminya jika dikondisikan dengan zaman sekarang sepertinya kurang tepat.

Mengapa? Dimasa sekarang teknologi semakin canggih sehingga bila iddah

hanya bertujuan untuk mengetahui kondisi rahim tidak harus menunggu

selama tiga kali haid. Dan tiga bulan jika tidak haid dan tidak hamil karena

hanya dengan menunggu beberapa jam saja kondisi rahim dapat

teridentifikasi apakah hamil atau tidak. Tapi jika dilihat tujuan iddah selain

libara atu rahim atau lita’abbudi (beribadah kepada Allah) dan menjaga

nasab serta kehormatan terhadap suami, maka hukumnya adalah wajib.

Namun dalam hal seperti ini fuqaha sering menggunakan dalil

teologis lita’abbudi (sebagai amal ibadah).5 Apabila menemui permasalahan

yang secara rasional dapat dipatahkan argumentasinya. Para fuqaha beralasan

bahwa iddah merupakan perintah Allah yang didasarkan pada Al-Qur'an dan

hadits, sehingga perintah-perintah tersebut harus dijalankan bagi orang yang

mampu atau terkena beban untuk menjalankannya (mukallaf), yaitu

5 Ali Ahmad al-Jurjawl, Hikmah al-Tasyri’ wa Falsafatuhu, Beirut: Dar al-Fikr, tth., hlm.

55

Page 55: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

44

perempuan yang bercerai dengan suaminya, bentuk dan perbuatan seperti

inilah yang disebut dengan ibadah.

Dalam Al-Qur'an dan hadits mengenai kewajiban iddah akibat wath’i

syubhat tidak diterangkan secara detail dalam Al-Qur'an. Dijelaskan bahwa

iddah adalah wajib, yaitu dalam firman Allah:

6 ....قات يتربصن بأنفسهن ثالثة قروءلطمالو

Artinya: “Perempuan-perempuan yang ditalak hendaklah menahan diri (menuggu) tiga kali quru’.....” (QS. Al-Baqarah: 228)

Jika dilihat dari aspek masalahnya penulis setuju dengan pendapat

Ibnu Abidin. Pemberlakuan iddah bagi wanita yang di-wath’i syubhat untuk

mengetahui kondisi rahim (libara ati rahim) agar bisa kembali pada

suaminya serta menjaga kehormatan suaminya adalah wajib.

Pada dasarnya diwajibkan nya iddah pada perempuan didalamnya

terkandung hikmah bagi yang menjalankannya. Adapun hikmah iddah7

antara lain yaitu:

1. Untuk mengetahui bersihnya rahim seorang perempuan sehingga

tidak bercampur antara keturunan seseorang dengan yang lain.

2. Memberi kesempatan kepada suami istri yang berpisah untuk kembali

kepada kehidupan semula jika mereka menganggap hal tersebut baik.

3. Menjunjung tinggi masalah perkawinan yaitu agar dapat menghimpun

orang-orang yang arif, mengkaji masalahnya dan memberikan tempo

berpikir panjang. Jika tidak diberikan kesempatan demikian, maka tak

6 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Semarang: Toha Putra, 1998, hlm. 55

7 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Terj., Bandung: Al-Ma’arif, 1978, hlm. 151

Page 56: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

45

ubahnya seperti anak-anak kecil bermain, sebentar disusun dan

sebentar lagi dirusak.

4. Kebaikan perkawinan tidak dapat terwujud sebelum kedua suami istri

sama-sama hidup lama dalam ikatan akadnya.

Karena itulah penulis setuju dengan pendapat Ibnu Abidin, bahwa

iddah bagi wanita yang wath’i syubhat adalah wajib jika dimaksudkan untuk

mengetahui kondisi rahim wanita tersebut. Hal ini ditujukan untuk

menghindari percampuran hubungan nasab. Karena bagaimanapun juga

sebuah perkawinan terbangun atas keadaan saling jujur.

Dalam kasus wanita yang di-wath’i syubhat seorang wanita harus

menjalani iddah dimana dengan iddah-nya tersebut bisa kembali pada

suaminya sebagaimana membangun kembali suatu pernikahan yang suci.

Meskipun kasus seperti ini kewajiban iddah-nya tidak dijelaskan secara

detail dalam Al-Qur'an dan hadits.

B. Analisis Metode Istinbath Hukum Ibnu Abidin Tentang Kewajiban

Iddah Akibat Percampuran Syubhat (wath’i syubhat)

Ibnu Abidin sebagai salah satu ulama penganut Mazhab Hanafiah

dalam menentukan suatu hukum terhadap suatu permasalahan secara tidak

langsung beliau mengikuti pendiri mazhabnya, yaitu Imam Abu Hanifah

yang mana Abu Hanifah dikenal dengan ahlu ra’yu.

Untuk memahami pendapat Ibnu Abidin tentang kewajiban iddah

akibat percampuran syubhat (wath’i syubhat) tanpa mengetahui metode

istinbath sangat tidak mungkin karena bagaimanapun suatu pemikiran atau

Page 57: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

46

pendapat muncul sangat dipengaruhi oleh situasi kondisi dan lingkungan.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa dasar atau metode istinbath hukum

yang digunakan Ibnu Abidin sama dalam menentukan hukum pada umumnya

menggunakan dasar-dasar sebagai berikut:

1. Al-Qur'an

2. As-Sunnah

3. Fatwa-Fatwa Sahabat (Aqwalus Shahabi)

4. Ijma’

5. Qiyas

6. Istihsan

7. ‘Urf 8

Ibnu Abidin sepakat bahwa Al-Qur'an dan Al-Hadits merupakan

syari’at yang diturunkan oleh Allah di bumi ini, dan Allah memberi hukum

(syari).9

Abu Hanifah dalam menggunakan As-Sunnah jika yang

meriwayatkan adalah orang kepercayaan dan meletakkan hadits-hadits ahad

sesudah Al-Qur'an, apabila hadits-hadits ahad berlawanan dengan kaidah

umum yang telah di-ijmai ulama maka beliau menolaknya.10

Ulama Hanafiah menerima pendapat sahabat dan mengharuskan umat

Islam untuk mengikutinya. Jika ada suatu permasalahan beberapa pendapat

sahabat, maka beliau mengambil salah satunya. Jika tidak ada pendapat

8 Ibnu Abidin, Radd al-Muhtar Juz I, Beirut: Dar al-Kitab al-Ilmiah, 1994, hlm. 34-35 9 Al-Qur’an surat 6: 47 10 Hasbi As Shiddiqiy, Op.Cit, hlm. 149

Page 58: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

47

sahabat pada suatu masalah tersebut, beliau berijtihad.11 Tidak mengikuti

para pendapat tabi’in. Dalam hal ini para ulama Hanafiyah berbeda-beda

pendapat, ada yang mengatakan bahwa Abu Hanifah mendahulukan fatwa

sahabi atas qiyas dan ada yang menyatakan Abu Hanifah mendahulukan

qiyas atas fatwa shabi. Namun Abu Hanifah sendiri mengatakan bahwa

beliau mendahulukan fatwa sahabi atas qiyas.

Menurut ulama Hanafiyah Abu Hanifah menetapkan bahwa ijma

adalah hujjah. Ulama Hanafiyah menerima ijma qauli dan ijma sukuti. Abu

Hanifah mengambil hukum yang sudah di ijma oleh semua mustahidin,

beliau tidak mau menyalahi yang telah disepakati oleh ulama Kuffah

sehingga ulama Hanafiyah menetapkan bahwa ijma adalah salah satu dari

hujjah agama dan tidak membeda-bedakan antara macam-macam ijma.

Hujjah ijma dalam golongan ini merupakan hujjah qath’iyyah.12

Jika semua metode di atas ditempuh, belum juga menemukan suatu

ketetapan hukum maka Abu Hanifah menggunakan qiyas.

Qiyas menurut ahli ushul fiqh adalah menyamakan hukum suatu

peristiwa yang tidak ada nashnya dengan hukum suatu peristiwa yang sudah

ada nashnya karena adanya persamaan illat hukumnya dari kedua peristiwa

tersebut.13

Definisi qiyas menurut al-Qadhi Abu Bakar adalah:

11 Ibid. 12 Ibid, hlm. 152 13 Muhtar yahya dan Fathur Rohman, Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Fiqih Islam,

Bandung: Alo-Ma’arif, 1993, hlm. 66

Page 59: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

48

اثبات حكم لهمااونفيه عنهمابامرجامع معلوم فى لوم علىعحمل م 14.ونفيهماعنهم اوصفةابينهمامن اثياث حكم

“Membawa suatu yang maklum (sebagai hukum cabang), kepada suatu yang maklum (hukum asal) untuk menetapkan hukum keduanya atau meniadakan hukum keduanya dengan perkara yang mengumpulkan antara keduanya berupa penetapan hukum suatu sifat tidak adanya penetapan hukum atau sifat tersebut”

Metodologi qiyas Imam Hanifah tidak berbeda dengan Imam Malik,

hanya saja konsep istihsannya berlainan. Abu Hanifah melakukan istihsan

dengan mengalihkan furu’ pada asal yang lainnya. Illat-nya lemah tapi hasil

hukumnya lebih baik. Abu Hanifah mengistimbatkan dari hadits yang ada

dan dari nash Al-Qur'an, berbagai macam illat hukum kemudian menta’rif-

kan cabang-cabang hukum bagi masalah-masalah yang tidak diperoleh nash.

Dalam menggunakan qiyas ada beberapa rukun yang harus dipenuhi,

yaitu:15

1. Asal (pokok) yaitu suatu peristiwa yang sudah ada nashnya yang

dijadikan tempat mengqiyaskan. Asal juga disebut dengan maqis

‘alaih (yang dijadikan tempat mengqiyaskan) atau mahmul ‘alaih

(tempat membandingkan) atau musyabbah bih.

2. Faru’ (cabang) yaitu peristiwa yang ada nashnya dan peristiwa itulah

yang dikehendaki untuk disamakan hukumnya dengan asalnya. Ia

juga disebut maqis (yang diqiyaskan) dan musyabbah (yang

diserupakan)

14 Fahrudin al-Razi, Al-Mahsul fi al-‘Ilma al-Ushul, Beirut: Dar al-Kutub, Juz II, hlm. 443 15 Muhtar yahya dan Fathur Rohman, Op.Cit, hlm. 78-79

Page 60: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

49

3. Hukum yang sudah ada di dalam asal, yaitu hukum syara' yang

ditetapkan oleh suatu nash dan dikehendaki untuk menetapkan hukum

itu kepada cabangnya.

4. Illat, adalah suatu sifat yang terdapat pada peristiwa yang asal, yang

karena adanya sifat itu, maka peristiwa asal itu mempunyai suatu

hukum dan oleh karena sifat itu terdapat pula pada cabang, maka

disamakan hukum cabang itu dengan hukum peristiwa yang asal.

Kedua rukun, yaitu asal dan cabang (faru’) adalah dua hal peristiwa

yang sudah ditunjuk, dan karenanya hendak dicari hukumnya. Keduanya

tidak memerlukan syarat-syarat selain yang asal sudah mempunyai hukum

baik yang ditetapkan oleh nash, maupun oleh ijma’ dan tidak ada penghalang

untuk menyamakan hukum keduanya.

Sedangkan rukun qiyas yang ketiga, yakni asal, disyaratkan harus

memenuhi beberapa syarat, sebab tidak semua hukum syara' yang telah

ditetapkan oleh nash terhadap suatu peristiwa dapat dipergunakan untuk

menetapkan hukum lewat qiyas kepada peristiwa yang lain.

Syarat-syara' asal yaitu:

a. Berupa hukum syara' amali (pekerjaan para mukalaf) yang ditetapkan

oleh nash. Hukum syara' amali yang ditetapkan dengan qiyas, maka

illat cabang itu sama dan hukum yang diberikan oleh qiyas adalah

hukum peristiwa yang mempunyai nash dan jika illat-nya tidak sama,

maka tidak salah menyamakan hukumnya.

Page 61: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

50

b. Hukum asal illat-nya dapat dijangkau oleh akal. Jika akal tidak dapat

menjangkau materinya maka tidak dapat menjangkau cabang kepada

asal dengan perantaraan qiyas. Karena asas qiyas adalah menemukan

illat hukum asal dan mendapatkan perwujudan illat pada cabang.

c. Hukum asalnya tidak dikhususkan untuk sesuatu. Dengan demikian

halnya maka tidak dapat dipergunakan untuk yang lain dengan jalan

mengqiyaskan hukum asal itu dikhususkan untuk sesuatu bila berada

dalam dua keadaan, yaitu:

1. Bila illat hukumnya tidak terdapat pada selain yang asal

2. Bila ada dalil yang mengkhususkan hukum asal

Rukun qiyas yang keempat adalah illat. Rukun ini merupakan rukun

yang terpenting dari rukun-rukun qiyas. Sebab illat qiyas merupakan asasnya

dan pembatasan nya merupakan pembahasan yang terpenting dalam

pembahasan qiyas.

Illat menurut ulama fiqih adalah suatu sifat yang berfungsi sebagai

pengenal bagi suatu hukum. Sebagai pengenal suatu hukum, apabila terdapat

pada suatu kasus, maka hukum pun ada. Syarat-syarat illat ada 4 yaitu:16

a. Illat merupakan sifat yang jelas yaitu bersifat material yang bisa

dijangkau oleh panca indera yang lahir

b. Illat harus bersifat sudah pasti (mudzabit) yaitu tertentu dan terbatas,

dapat dibuktikan wujudnya pada cabang dengan membatasi atau

karena terdapat perbedaan

16 Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, Semarang: Dina Utama, 1994, hlm. 102

Page 62: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

51

c. Illat harus berupa sifat yang sesuai dengan hikmah hukum. Artinya

illat itu menurut dugaan keras adalah cocok dengan hikmah

hukumnya.

d. Illat bukan hanya terdapat pada asalnya saja, yaitu bahwa illat harus

berupa sifat yang dapat diwujudkan pada beberapa individu dan bisa

dihadapi pada selain asal.

Metode istinbath hukum setelah qiyas yang digunakan Abu Hanifah

adalah istihsan. adapun yang dimaksud dengan istihsan menurut bahasa

adalah menganggap sesuatu itu baik. Sedangkan menurut ulama ushul fiqh

istihsan adalah berpalingnya seseorang mujtahid dari tuntunan qiyas yang

nyata kepada tuntutan qiyas yang samar atau dari hukum yang umum kepada

hukum pengecualian ada dalil yang menyebabkan ia mencela akalnya dan

memenangkan perpalingan ini.17 Dan juga istihsan adalah bentuk ijtihad bi

al-ra’yi yang lebih maju, yang muncul tidak lain adalah disebabkan desakan

perkembangan sosial.18

Dari definisi di atas, istihsan terbagi menjadi dua macam, yaitu:

pentarjihan qiyas yang tersembunyi atas qiyas yang nyata karena adanya

suatu dalil dan pengecualian kasuistik dari suatu hukum umum dengan

adanya suatu dalil.19

Metode terakhir yang digunakan oleh abu hanifah adalah urf’. Abu

Hanifah menggunakan qiyas atau istihsan jika tidak ada nash. Apabila tidak

17 Ibid, hlm. 110 18 Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, Al- Ahkam Semarang, Fakultas

Syari’ah, 1991, hlm. 4 19 Ibid.

Page 63: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

52

dapat dijalankan qiyas atau istihsan dan Abu Hanifah memperhatikan urf’

manusia. Beliau menggunakan urf’ jika tidak ada nash.

Mengenai pendapat Ibnu Abidin dalam masalah Iddah wath’i syubhat

menurut beliau hukumnya adalah wajib karena jelas mempunyai tujuan untuk

mengetahui kondisi rahim dan menjaga rahim. Dari pendapat tersebut

metode istinbath beliau tidak jelas apa yang digunakan. Memang benar

bahwa iddah itu wajib karena adanya dukhul para imam mujtahid dari

golongan Syafi’iyah, Hanabilah dan Malikiyah bersepakat terhadap hal ini.

Karena perintahnya dalam nash jelas adanya. Tapi dalam peristiwa wanita

yang di-wath’i syubhat maka perintah nash tidak ada yang mewajibkan

iddah.

Menurut analisis penulis, cara istinbath hukum yang diambil Ibnu

Abidin dalam masalah ini adalah qiyas, yaitu sebuah metode istinbath

dengan jalan menyamakan suatu kejadian lain yang ada nashnya pada nash

hukum yang telah menetapkan lantaran adanya kesamaan diantara kedua

kejadian itu dalam illat (sebab terjadinya) hukumnya20 dimana iddah-nya

wanita yang di wath’i syubhat.

Dalam hal iddah wath’i syubhat ini Ibnu Abidin mengqiyaskan

dengan iddah nikah fasid seperti yang diterangkan dalam kitabnya yaitu pada

kalimat طؤءة بشبهة او نكاح فاسد مووآذا dari kalimat tersebut dapat dipahami

bahwa kalimat wath’i syubhat diqiyaskan dengan nikah fasid. Sehingga jelas

20 Abdul Wahab Khallaf, Op.Cit.

Page 64: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

53

hukum asalnya disini adalah nikah fasid dan far’unnya adalah wath’i

syubhat.

Sama halnya iddah wanita yang nikah fasid. Nikah fasid sendiri harus

cerai dan yang menceraikan adalah pengadilan sehingga disini jelas dalam

Al-Qur'an diterangkan dalam surat al-Baqarah ayat 228:

21 ....قات يتربصن بأنفسهن ثالثة قروءلطمالوArtinya: Perempuan-perempuan yang ditalak hendaklah menahan diri

(menuggu) tiga kali quru’..... (QS. Al-Baqarah: 228)

Seorang perempuan yang ditalak mempunyai kewajiban untuk iddah.

Ayat di atas jelas menerangkan kewajiban untuk iddah. Iddahnya adalah tiga

kali quru’.

Jadi, menurut hemat penulis iddah akibat wath’i syubhat hukumnya

adalah wajib karena dengan iddah seorang perempuan dapat diketahui

kondisi rahimnya, meskipun untuk saat ini untuk mengetahui kondisi rahim

bisa diketahui dengan waktu yang sangat singkat tanpa harus menunggu 3

kali quru’ sehingga penghormatan suami dan lita’abuddi nya terlaksana.

Iddah wanita yang di wath’i syubhat ini diqiyaskan dengan nikah fasid (nikah

yang rusak). Namun dalam hal ini ada kritik jika nikah fasid ada akad tetapi

jika wath’i syubhat tidak ada akad. Dengan diwajibkannya iddah ini dalam

pernikahan antara suami dan istri yang telah melakukan wath’i syubhat dapat

terbangun kembali tanpa ada cacat.

21 Depag RI., Loc.Cit, hlm. 55

Page 65: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

54

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis mengkaji dan meneliti tentang iddah akibat wath’i

syubhat (percampuran syubhat) yang telah dipaparkan dari bab I sampai bab

IV serta menganalisa maka disimpulkan bahwa:

1. Menurut pendapat Ibnu Abidin bahwa akibat percampuran syubhat

(wath’i syubhat) hukumnya adalah wajib. Dimana dalam hal iddah ini

Ibnu Abidin menyamakan dengan iddah-nya wanita yang ditalak.

Dalam kitabnya beliau berkata:

. وآذاموطؤةبشهةاوتكاح فاسدةمنهماثالث حيض.....

“……Wath’i syubhat (percampuran syubhat) atau nikah fasid keduanya wajib untuk menjalani iddah. Iddah-nya adalah tiga kali haid”

Maka jelas dari keterangan tersebut seorang wanita yang wath’i syubhat

diwajibkan untuk iddah dengan tujuan libara’atu rahim sehingga

dengan mengetahui kondisi rahim apakah bersih atau ada isinya seorang

wanita dapat kembali pada suami dalam keadaan yang bersih. Jika

dimungkinkan hamil maka nasabnya akan jelas tidak tercampur dengan

benih orang lain. Dengan diwajibkan iddah ini selain untuk mengetahui

kondisi rahim juga sebagai bentuk ibadah seseorang terhadap

penciptanya, sehingga perempuan tersebut bisa bebas dari akibat-akibat

yang ditimbulkan dari wath’i syubhat.

Page 66: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

55

2. Istimbath hukum Ibnu Abidin yang digunakan dalam masalah iddah

akibat wath’i syubhat menggunakan qiyas, karena permasalahan ini

tidak diterangkan secara jelas dalam Al-Qur'an dan Hadits, sedangkan

iddah merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang wanita.

Juga sebagai bentuk ta’abud kepada Allah.

Adapun rukun dan syaratnya qiyas adalah sebagai berikut; a) asal, b).

far’un, c). illat, d). hukum. Iddah akibat wath’i syubhat ini diqiyaskan

dengan iddah sebab nikah fasid.

B. Saran

Bagaimanapun dan apapun pendapat dari seorang ulama fiqih atau

seorang mujtahid layak menjadi pertimbangan dan perlu menjadi

perbendaharaan dalam hasanah hukum Islam sehingga kita tidak terjebak

pada sikap ta’asub (fanatik) pada satu mazhab.

Oleh sebab itu rasionalitas hukum Islam sangat diperlukan sebagai

fiqih alternatif dan hasanah fiqih yang sudah ada, karena pada dasarnya fiqih

bersifat relatif dab cenderung mengalami perubahan sesuai dengan keadaan

zaman dan budaya syara’ atau syari’at yang bersifat universal dan abadi.

Rasionalisasi hukum Islam berarti mempunyai makna ganda. Di satu

sisi menolak interpretasi Islam yang tidak relevan lagi dengan perkembangan

zaman, sedangkan disisi lain harus dilakukan sebagai upaya penafsiran Islam

yang baru.

Adapun upaya rasionalisasi hukum haruslah diikuti dengan

pengkajian kembali tradisi Islam, satu-satunya jalan yang mungkin untuk

Page 67: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

56

kembali terhadap asal-usul dan keseluruhan tradisi Islam, dengan cara

dimana Al-Qur'an dan sunnah Rasul dipelajari, ditangani dan ditafsirkan.

C. Penutup

Alhamdulillah, berkat rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya, akhirnya

penyusun dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Penyusun berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi diri pribadi

penyusun khususnya, dan para pembaca pada umumnya.

Penyusun sadar sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih

jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat

membangun dari para pembaca sangat penyusun harapkan demi

kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata semoga Allah SWT senantiasa memberikan jalan yang

lurus sebagai petunjuk agar kita semua selalu dalam ridha-Nya.

Page 68: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Ibnu, Radd al-Muhtar, Juz V, Beirut: Dar al-Kitab al-Ilmiah, 1994.

Al-Hamdani, Said Thalib, penerjemah Agus Salim, Risalatun Nikah, Jakarta; Pustaka Amani, 1989.

Al-Jaziri, Abdurrahman, Kitab Fiqih Empat Mazhab, Juz IV, Beirut: Libanon, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1410.

Al-Jurjawl, Ali Ahmad, Hikmah al-Tasyri’ wa Falsafatuhu, Beirut: Dar al-Fikr, tth.

al-Razi, Fahrudin, Al-Mahsul fi al-‘Ilma al-Ushul, Beirut: Dar al-Kutub, Juz II.

Amin, Tatang M., Menyusun Rencana Penelitian, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995.

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998.

As Shiddiqiy, Hasbi, Pokok-Pokok Pegangan Imam-Imam Mazhab, Jilid 1, Jakarta: Bulan Bintang, 1973.

_______, Tengku Muhammad Hasbi, Pengantar Hukum Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1997, Cet. I.

Dahlan, Abdul Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Van Hoeve, cet. I, 1999.

Daly, Peunoh, Hukum Perkawinan Islam (Suatu Studi Perbandingan Dalam Kalangan Ahlus-Sunnah), PT. Bulan Bintang, Jakarta, cet. I, 1988.

Daly, Peunoh, Hukum Perkawinan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1988, cet. I.

Page 69: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: PT. Toha Putra, 1998.

Dirjen Binbaga Depag RI, Ilmu Fiqih, Jilid II, Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama, 1984/ 1985.

Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, Al- Ahkam Semarang, Fakultas Syari’ah, 1991.

Ghofar, M. Abdul, Fiqih Wanita, Pustaka al-Kautsar, Jakarta, cet. ke-2, 2006.

Hasyim, Syafiq, Hal-Hal Yang Tak Terpikirkan Tentang Isu-Isu Keperempuanan Dalam Islam, Mizan, Bandung , 2001.

Humaedillah, Memed, Status Hukum Akad Nikah Wanita Hamil dan Anaknya, Gema Insani, Jakarta, 2002, cet. I.

IAIN Jakarta, Ilmu Fiqh, Departemen Agama, Jakarta, cet. ke-2, 1985.

Ibn Abidin, Muhammad Samir, Radd al-Muhtar, Juz 1, Beirut: Dar al-Kitab al-Alamiah, 1994.

Ibn Anas, Imam Malik, Al-Muwaththa’, Beirut: Dar Ihya’ al-Ulum, 1990.

Istibsyaroh, Hak-Hak Perempuan Relasi Gender menurut Tafsir al-Sya’rawi, Jakarta: Teraju, 2004, cet. I.

Kamaludin, Imam, Fath al-Qadir, Beirut Libanon: Dar al-Kutub al-Ilmiah, tth.

Khallaf, Abdul Wahab, Ilmu Ushul Fiqh, Semarang: Dina Utama, 1994.

Mahmud, Ali Abdul Halim, Fiqih Responsibilitas Tanggungjawab Muslim Dalam Islam, Jakarta: Gema Insani, 2000, Cet. ke-2.

Mantra, Ida Bagoes, Filsafat Penelitian dan Metode Penelitian Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

Page 70: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

Mufaat, Hady, Fikih Munakahat (Hukum Perkawinan Islam dan Beberapa Permasalahannya), DUTA GRAFIKA, 1992.

Mughniyah, M. Jawad, Al-Fiqh ‘Ala al-Madzhabil Khamsah, terj. Masykur A.B. (et.al), Fiqih Lima Madzhab, Jakarta: Lentera, Cet. 5, 2000.

Muhadjir, Noeng, Metode Penelitian Kualitatif, Rake Sarasin, Yogyakarta, 2002.

Muhtar Yahya dan Fathur Rohman, Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Fiqih Islam, Bandung: Alo-Ma’arif, 1993.

Munawir, Ahmad Warson, Kamus Arab Indonesia, Yogyakarta: Al-Munawir, tth.

Muslim, Imam Abi Al-Husain, Shahih Muslim, Juz II, Beirut: Daar al-Kutb al-Ilmiah, 1992.

Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia, Yogyakarta: UII Press, 1993.

Rawuas, Muhammad, Mausu’ah Fiqhi Umar Ibnil Khattab RA., Terj. M. Abdul Mujieb AS (et.al), Ensiklopedi Fiqih umar bin Khattab, Jakarta: Raja Grafindo Persada, cet. I, 1999.

Rofiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, cet. ke-6, 2003

Romli, Muqaranah Mazahib fil Ushul, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999, Cet. 1.

Sabiq, Sayyid, Fiqih Sunnah Terj., Bandung: Al-Ma’arif, 1978.

_______, Fiqih Sunnah, Juz II, tth., Dar al-Fiqr, 1992.

Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, vol. 14, Jakarta: Lentera Hati, 2002.

Shodiq, M., Kamus Istilah Agama, Jakarta: Bonaciptama, 1990.

Page 71: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU ABIDIN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/80/jtptiain-gdl... · H. Abdul Ghofur, M.Ag. Drs. Fatah Idris, M.Ag. NIP. 150 279 723 NIP.

Subagyo, Joko, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 2004.

Sudarsono, Kamus Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, 1992.

Sunggono, Bambang, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003.

Undang-Undang Perkawinan, Bandung: Fokus Media, 2005.

Wilcox, Lynn, Women and The Holy Qur’an, terj. DICTIA “Wanita dan al-Qur’an dalam Perspektif Sufi”, Pustaka Hidayah, Bandung, 2001, cet. I.

Zakariya, Abi Yahya, Fath al-Wahab; Syarah Minhaj at-thulab, Juz 1, Jeddah: Al-Haramain, tth.

Zed, Mustika, Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004.