STRATEGI PUBLIC RELATIONS KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK...
Transcript of STRATEGI PUBLIC RELATIONS KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK...
STRATEGI PUBLIC RELATIONS KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK
INDONESIA DALAM MENGELOLA ISU AGAMA DI MEDIA MASSA
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
(S.Sos)
Oleh:
MUHAMMAD YUNUS 1113051000149
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2020 M./ 1441 H.
ii
LEMBAR PERNYATAAN
iii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
STRATEGI PUBLIC RELATIONS KEMENTERIAN
AGAMA REPUBLIK INDONESIA DALAM MENGELOLA ISU AGAMA DI MEDIA MASSA
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh: Muhammad Yunus
NIM: 1113051000149
Pembimbing.
Ade Rina Farida, M.Si NIP. 197705132007012018
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1441 H/2020
iv
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
Skripsi berjudul “STRATEGI PUBLIC RELATIONS
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
DALAM MENGELOLA ISU AGAMA DI MEDIA MASSA”
telah diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta pada 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai
salah satu syarat memperoleh gelar sarjana sosial (S.Sos) pada
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
Jakarta, 18 Mei 2020
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota
Dr. Armawati Arbi, M.Si NIP. 196502071991032002
Sekretaris Merangkap Anggota
Miftachur Rosyidah, M.Pd.I NIP. 197207201999032002
Anggota
Penguji I
Syamsul Rijal, Ph.D NIP. 197810082006041002
Penguji II
Kalsum Minangsih, M.A NIP. 197704242007102002
Pembimbing
Ade Rina Farida, M.Si NIP. 197705132007012018
v
ABSTRAK
Muhammad Yunus Strategi Public Relations Kementerian Agama Republik Indonesia Dalam Mengelola Isu Agama Di Media Massa
Skripsi ini meneliti tentang strategi public relations yang diterapkan oleh Kementerian Agama dalam mengelola isu agama di media masa. Permasalahan utamanya adalah bagaimana peran dan strategi public relaitons Kementerian Agama dalam mengelola isu agama. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan deskriptif analisis dan sumbernya diambil dari lembaga Humas Kementerian Agama bidang pengelolaan keberagamaan, yaitu Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam.
Strategi public relations merupakan aktifitas dari mulai perencanaan hingga tujuan yang dilakukan oleh public relations. Terdapat tiga tahapan, yaitu menentukan sasaran, membuat formulasi aksi dan menggunakan komunikasi efektif. Dengan tiga tahapan tersebut public relations dapat diukur bagaimana peranan dann menjalakan tugasnya di organisasi.
Adapun hasil penelitiannya adalah dalam mengelola isu keberagamaan, lembaga yang mengampu adalah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas Islam). Dalam menjankan tugasnya, Bimas Islam berperan untuk identifikasi isu, berkoordinasi dengan antar lembaga dan stake holder serta menjadi pelayanan publik. Strategi public relations yang diterapkannya adalah menetapkan sasaran dan tujuan, melakukan formulasi aksi, dan melakukan komunikasi efektif sebagai bentuk lembaga layanan keberagamaan. Sedangkan platform media yang digunakannya adalah bekerja sama dengan media cetak serta menggunakan seluruh media sosial.
Kata Kunci: Strategi, Public Relations, Kementerian Agama, Bimas Islam
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim, puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta kesehatan lahir dan batin, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Strategi Public Relations Kementerian Agama Republik Indonesia Dalam Mengelola Isu Agama Di Media Massa”. Shalawat dan salam tidak lupa kita curahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW yang senantiasa menjadi panutan menuju jalan yang di ridhai Allah SWT.
Alhamdulillah dengan ridha dari Allah SWT, peneliti dapat menciptakan karya tulis yang semoga dapat bermanfaat sebagaimana mestinya. Tak ada gading yang tak retak, peneliti memohon maaf apabila dalam karya tulis ini masih banyak kekurangannya. Skripsi ini di tulis untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana sosial (S.Sos) pada program strata satu (S1).
Berkat segala dukungan berupa doa, motivasi, dan bimbingan dari berbagai pihak, peneliti dapat melewati tantangan dan rintangan dalam menulis skripsi ini. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tua peneliti, H. Bunyamin, HS dan Hj. Euis Suryati
juga kakak dan adik penulis atas segala dukungan dan doa
yang telah dilakukan.
2. Suparto, M.Ed., Ph.D sebagai Dekan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
3. Dr. Siti Napsiyah, MSW sebagai Wakil Dekan Bidang
Akademik, Dr. Sihabudin Noor, MA sebagai Wakil Dekan
Bidang Administrasi dan Hukum, dan Drs. Cecep
Castrawijaya, MA sebagai Wakil Dekan Bidang
vii
Kemahasiswaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi.
4. Dr. Armawati Arbi, M.Si sebagai Ketua Program Studi
Komunikasi dan Penyiaran Islam.
5. Dr. H. Edi Amin, MAA sebagai Sekretaris Program Studi
Komunikasi dan Penyiaran Islam.
6. Dr. Wahyu Prasetyawan, M.A sebagai Dosen Pembimbing
Akademik yang telah memberikan nasihat dan arahan
kepada seluruh mahasiswa KPI D angkatan 2013.
7. Ade Rina Farida, M.Si sebagai Dosen Pembimbing Skripsi
yang senantiasa telah memberikan waktunya untuk
membimbing dan mengarahkan peneliti dalam penulisan
skripsi.
8. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi yang telah memberikan berbagai ilmu
berharga kepada peneliti selama masa perkuliahan.
9. Seluruh karyawan Perpustakaan Utama serta Perpustakaan
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang
memudahkan peneliti dalam menemukan referensi untuk
skripsi ini.
10. H. Sigit Kamseno, S.Sos sebagai Kepala Sub Bagian
Humas dan Sistem Informasi Ditjen Bimas Islam
Kementerian Agam RI yang telah memberikan izin kepada
peneliti untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam
penyusunan skripsi ini.
11. Bapak Sigit Bagian Data Subbag Humas dan Sistem
Informasi Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama RI
viii
yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi
ini.
12. Seluruh teman seperjuangan peneliti KPI angkatan 2013
terkhusus teman teman KPI D. Terima kasih atas segala
dukungan dan perhatian yang diberikan.
13. Teman-teman SUZURAN, Bos Udin Importir Jersey,
Bahar Menantu pak lurah Lamudin, Nurdin PNS Itjen
Kemenag, Preti pemilik travel Umroh dan Haji, Hakiki
senior wartawan DBL, Ketum Zaki ketua Mahasiswa
Depok Se-Indonesia, Dendi Petugas kecamatan Jaktim,
Hilman ketua calon ketum PP Pemuda Muhammadiyah,
Santi pengusaha batik pekalongan, Bayu pengusaha sosis
bakar pertama di Pamulang, and our true love Cusnul.
14. Dosen Pembimbing dan teman-teman KKN Mesra atas
segala pengalaman pengabdian kemasyarakatan yang
sangat berkesan.
15. Keluarga besar PMII Komfakda yang sangat memberikan
kontribusi luar biasa dalam kehidupan kampus peneliti,
memberikan banyak sekali pelajaran yang sangat berguna
bagi peneliti.
16. Untuk teman-teman MAKCONDO Creative House,
Direksi anakuin.com, IRMAZA, ANRES 405, IMIKI, GP.
ANSOR, BANSER, KOTI, Karang Taruna Pd. Cabe Ilir,
Padepokan 212 Desember terimakasih telah memberikan
inspirasi bagi peneliti.
17. Seluruh teman-teman TRIVIO yang selalu setia bersama
membangun kekuatan ekonomi mandiri.
ix
18. Serta semua pihak yang yang telah membantu peneliti
dalam menyelesaikan skripsi ini.
Demikian pengantar ini peneliti sampaikan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca, khususnya mahasiswa program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Peneliti juga memohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan kata atu kalimat pada skripsi ini.
Jakarta, 18 Mei 2020
Muhammad Yunus
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING .............................. iii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ....................................... iv
ABSTRAK ..................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................. vi
DAFTAR ISI ................................................................................ x
BAB I PENDAHULUAN ............................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
B. Fokus Penelitian ..................................................................... 12
C. Rumusan Masalah ................................................................. 12
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................ 12
E. Metodologi Penelitian ............................................................ 14
F. Tinjauan Pustaka ................................................................... 19
G. Sistematika Penulisan ............................................................ 20
BAB II LANDASAN TEORI ..................................................... 22
A. Strategi Public Relations ....................................................... 22
B. Peranan Public Relations ...................................................... 33
C. Isu ............................................................................................ 37
D. Tahapan Isu ............................................................................ 40
E. Menejemen Isu ....................................................................... 42
F. Isu Keagamaan ....................................................................... 43
BAB III GAMBARAN UMUM .................................................. 51
A. Sejarah Kementerian Agama ................................................ 51
B. Visi dan Misi Kementerian Agama ...................................... 59
xi
C. Tujuan, Tugas dan Fungsi .................................................... 60
D. Struktur Ogranisasi Kementerian Agama .......................... 63
BAB IV HASIL DAN ANALISA ............................................... 64
A. Peran Public Relations Kementerian Agama ...................... 64
B. Strategi PR Bimas Kemenag ................................................. 77
C. Platform Media ...................................................................... 87
BAB V PENUTUP ..................................................................... 90
A. Kesimpulan ............................................................................. 90
B. Kritik dan Saran .................................................................... 91
DAFTAR PUSTAKA .................................................................. 94
LAMPIRAN ................................................................................ 99
Transkrip Wawancara .............................................................. 101
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia dikenal dengan negara yang
sangat kaya sekali akan keanekaragaman dan sumber
daya alamnya. Keanekaragaman ini menjadi salah satu
faktor penyebab adanya kemajemukan masyarakat di
Indonesia. Kemajemukan masyarakat Indonesia sendiri
berarti bahwa adanya perbedaan warga masyarakat ke
dalam kelompok – kelompok secara horizontal.
Walaupun adanya masyarakat yang majemuk ini, sesuai
dengan semboyan negara Indonesia yaitu “Bhinneka
Tunggal Ika” yang artinya walaupun berbeda beda tetapi
tetap satu jua. Semboyan ini merupakan fondasi kita agar
tetap menjaga toleransi dan juga persatuan dan kesatuan
di tengah perbedaan yang ada.
Dapat kita ketahui bahwa Indonesia memiliki
banyak sekali pulau-pulau. Baik pulau besar maupun
pulau kecil. Hal ini dapat berkembang melahirkan
sebuah budaya.1 Kemudian dilihat dari letak Indonesia
yang strategis pada posisi silang, sehingga
1https://www.kompasiana.com/tasyaazzahra/58491eccf87e612f184
d3af6/kemajemukan-bangsa-indonesia, diakses pada Selasa, 19 Mei 2020 pukul. 02.31 WIB
2
memungkinkan terjadinya kontak dengan bangsa-bangsa
lain yang dapat mengakibatkan adanya pertemuan
dengan pendatang yang dapat menyebabkan terciptanya
proses asimilasi melalui perkawinan campuran
(amalgamasi) sehingga terbentuk ras dan etnis.
Perbedaan iklim dan topografi juga mengakibatkan
terbentuknya aneka budaya kelompok masyarakat. Nah,
kemajemukan masyarakat Indonesia ini juga disebabkan
oleh beberapa hal yang dapat dilihat antara lain
berdasarkan ras, etnis, dan agama.
Kemajemukan masyarakat berdasarkan ras. Ras
sendiri memiliki arti yaitu segolongan manusia yang
memiliki persamaan dalam ciri-ciri fisik dan sifat-
sifatnya yang diwariskan secara turun temurun. Setiap
manusia memiliki fisik yang berbeda beda pastinya.
Mulai dari warna kulit, bentuk, warna rambut, bentuk
hidung, dan mata. Dengan adanya perbedaan ras ini
seringkali timbul adanya “streotipe”.2 Streotipe adalah
pikiran yang berprasangka yang didasarkan pada kesan
umum yang dipercayai tentang sifat-sifat dan karakter
suatu kelompok ras tertentu. Contoh dari permasalahan
ini seperti, politik “Aparthied” di Afrika Selatan yang
membatasi secara hukum dan politik warga negara kulit
hitam oleh kelompok minoritas kulit putih. Nenek
moyang Indonesia pun juga merupakan campuran
2https://www.kompasiana.com/tasyaazzahra/58491eccf87e612f184d3af6/kemajemukan-bangsa-indonesia, diakses pada Selasa, 19 Mei 2020 pukul. 02.35 WIB
3
penduduk asli dengan bangsa asing seperti; Bangsa
Melayu Mongoloid, Bangsa Papua Melanosoid, dan
Bangsa Vedoid.
Terakhir yaitu, kemajemukan masyarakat
berdasarkan agama. Agama adalah kepercayaan kepada
alam gaib yang telah mengenal berbagai kepercayaan
kepada alam gaib tanpa dituntun oleh kitab suci.3
Beberapa dari masyarakat Indonesia juga percaya akan
kepercayaan yang dibawa oleh nenek moyang terdahulu.
Berikut beberapa jenis kepercayaan yang masih diyakini
oleh beberapa masyarakat Indonesia, seperti animisme
dan dinamisme. Animisme yaitu kepercayaan kepada
roh-roh nenek moyang dan roh lainnya dari makhluk dan
benda alam. Sedangkan dinamisme yaitu kepercayaan
kepada semua benda hidup maupun mati yang dianggap
mempunyai kekuatan gaib dan luar biasa.
Adanya keberagaman masyarakat Indonesia juga
dapat memberikan pengaruh dalam berbagai kehidupan
bangsa Indonesia. Hal ini menjadi tantangan bagi kita
untuk tetap mempertahankan adanya persatuan dan
kesatuan dan meningkatkan sikap saling menghargai di
tengah perbedaan yang ada. Hal-hal yang dapat
terpengaruh dengan adanya kemajemukan ini, yaitu
konflik sosial dan integrasi sosial.
3 https://brainly.co.id/tugas/12677396, diakses pada Selasa, 19 Mei 2020 pukul. 02.45 WIB
4
Dalam konflik sosial telah memperlihatkan
bahwa bangsa Indonesia yang majemuk seringkali
menghadapi masalah dalam mewujudkan persatuan dan
kesatuan. Oleh karena itu, hal ini merupakan tantangan
bagi kita semua sebagai masyarakat Indonesia untuk
tetap mempertahankan persatuan dan kesatuan. Contoh
permasalahan yang terjadi dalam kehidupan sosial
seperti adanya Isu agama. Hal ini biasanya disebabkan
karena kurangnya toleransi yang terjadi di antara
beberapa golongan masyarakat, adanya perbedaan
pendirian dan perasaan antar individu, dan adanya
perbedaan kebudayaan yang berkaitan dengan tata nilai.
Kini pada realitanya Indonesia seperti tidak
pernah luput dari isu yang berhubungan dengan
keagamaan. Tak jarang, isu keagamaan tersebut
berdampak besar pada masyarakat hingga berujung
konflik antar umat beragama. Masyarakat pun menuntut
sikap dan kebijaksanaan pemerintah terhadap masalah-
masalah keagamaan yang menimpa bangsa. 4
Salah satu contoh yakni isu dugaan penistaan
agama oleh Gubernur DKI Jakarta, Basuki Thahaja
Poernama atau Ahok karena dianggap melecehkan umat
Islam terkait pidato yang disampaikan mengenai surat Al
Maidah ayat 51 ketika beliau berdinas di Kepulauan
4 https://tirto.id/tantangan-sulit-isu-agama-demokrasi-dalam-kabinet-indonesia-maju-ek68, diakses pada Selasa, 19 Mei 2020 pukul. 02.49 WIB
5
Seribu.5 Peristiwa itu mengakibatkan kecaman dari
segala elemen masyarakat Indonesia, khususnya umat
Islam. Isu tersebut akhirnya berujung aksi unjuk rasa
terbesar di Indonesia atau disebut sebagai demo 411 pada
4 November 2016 di depan Istana Negara yang
dilakukan oleh berbagai organisasi Islam di Indonesia,
tokoh agama, tokoh masyarakat, bahkan umat muslim di
luar DKI Jakarta dan pulau Jawa. Unjuk rasa itu
menuntut pemerintah terutama Presiden Joko Widodo
bersikap tegas secara hukum dalam menangani dan
menyelesaikan kasus penistaan agama.
Tak hanya itu, contoh lain terkait sentiment
agama juga pernah terjadi pada tahun 2016 di Tanjung
Balai, Sumatera Utara.6 Tepatnya, Jumat 29 Juli 2016,
terjadi kerusuhan yang menyebabkan satu vihara dan
empat kelenteng hangus terbakar. Peristiwa ini bermula
karena salah satu warga keturunan Tionghoa yang
tinggal di Jalan Karya, Tanjung Balai, menemui
pengurus masjid dan menyampaikan keluhannya
terhadap volume suara azan yang di kumandangkan di
wilayah setempat. Setelah itu, pihak masjid menemui
warga tersebut dan terjadilah keributan. Namun, karena
keributan itu, kepala lingkungan dan kelurahan setempat
5 https://news.detik.com/berita/d-3496149/hakim-ahok-merendahkan-surat-al-maidah-51, diakses pada Selasa, 19 Mei 2020 pukul. 02.57 WIB 6http://www.tribunnews.com/regional/2016/07/30/kronologis-pembakaran-vihara-dan-empat-kelenteng-di-tanjungbalai, diakses pada Kamis, 16 Agustus 2019 pukul. 22.00 WIB
6
membawa masing-masing pihak ke Polisi Sektor
(Polsek) untuk mediasi. Setibanya mereka di kepolisian
dan ketika mediasi tengah dilakukan, sekolompok warga
tiba-tiba membakar Vihara Juanda yang berjarak sekitar
500 meter di Jalan Karya. Tak hanya Vihara Juanda,
warga yang diperkirakan berjumlah puluhan tersebut
juga membakar isi bangunan seperti barang-barang di
dalam Vihara dan Kelenteng hingga kendaraan
operasionalnya.
Sebagai contoh lainnya adalah kasus yang
sempat ramai di media sosial dan membuat banyak portal
berita Nasional yang memberitakan adalah ceramah
seorang tokoh Islam (UAS) yang menyinggung lambang
agama lain pada sesi ceramahnya, sehingga berujung
pada pelaporan kepada polisi.7
Perihal di atas adalah gambaran kasus isu
keagamaan yang menjadi tanggung jawab Kementerian
Agama Republik Indonesia, dalam hal ini di bidang
kehumasan atau PR untuk meredam isu-isu tersebut agar
tidak berdampak pada stabilitas keamanan Nasional.
Bila dilihat dari tugas, pokok dan fungsi sebagai
pengelola isu-isu keagamaan, Humas Kementerian
Agama Republik Indonesia harus bisa menyelesaikan
segala permasalahan menyangkut isu kegamaan yang
7https://20.detik.com/detikflash/20190819-190819030/uas-
dilaporkan-gmki-ke-polisi-terkait-pernyataan-soal-salib diakses pada 2 September 2019 Pukul 17.17 WIB.
7
terjadi di masyarakat. Tugasnya sebagai pengelola isu
akan berhasil, apabila Humas Kementerian Agama
Republik Indonesia tidak hanya mengandalkan
kemampuan dari lembaganya saja, tapi dengan
melibatkan publik eksternal maupun publik internal yang
memberikan pengertian, penerimaan dan
keikutsertaannya.8 Disinilah peran kehumasan setiap
instansi pemerintah menjadi keharusan untuk
menyebarkan informasi tentang aktivitas instansi, baik
ke dalam maupun ke luar masyarakat. Sebab, humas
merupakan suatu alat untuk memperlancar jalannya
interaksi serta jalannya informasi melalui media massa
seperti pers, radio, televisi, dan media lainnya.9
Dilihat dari Tujuan Pembangunan Kementerian
Agama Sebagai penjabaran visi dan misi, tujuan
pembangunan Kementerian Agama dalam bidang
agama, yaitu:10
a. Peningkatan kualitas pemahaman dan pengamalan
ajaran agama dalam rangka meningkatkan kualitas
kehidupan beragama.
b. Pengukuhan suasana kerukunan hidup umat
beragama yang harmonis sebagai salah satu pilar
kerukunan nasional.
8 A. W. Widjaja, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, (Jakarta: PT
Bina Aksara, 1986), hal. 63 9 A. W. Widjaja, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, hal. 63 10 https://kemenag.go.id/home/artikel/42942 diakses pada 2 September
2019 Pukul 17.00 WIB
8
c. Pemenuhan kebutuhan akan pelayanan kehidupan
beragama yang berkualitas dan merata.
d. Peningkatan pemanfaatan dan perbaikan kualitas
pengelolaan potensi ekonomi keagamaan dalam
meningkatkan kontribusi pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan percepatan
pembangunan.
e. Peningkatan kualitas penyelenggaraan ibadah haji
dan umrah yang trasparan dan akuntabel untuk
pelayanan ibadah haji yang prima.
f. Peningkatan kualitas tata kelola pembangunan
bidang agama dalam menunjang penyelenggaraan
pembangunan bidang agama yang efektif, efisien,
transparan dan akuntabel.
Pada poin a dan b sudah sangat jelas bahwa
tujuan Kemenag RI adalah meningkatkan kualitas
pemahaman, pengamalan ajaran agama serta
menciptakan suasana beragama yang rukun dan
harmonis. Jelas bahwa dalam prakteknya, Kemenag RI
dalam hal ini adalah bagian Humas harus dapat
mengelola isu-isu keagamaan yang beredar di media
agar isu-isu keagamaan tersebut tidak menjadi alasan
akan ketidakstabilan kondisi kerukunan umat beragama
di Indonesia.
Sesuai dengan ungkapan Dimock dan Koening
yang dikutip oleh Rosady Ruslan, bahwa humas
pemerintah harus mampu untuk menanamkan
9
keyakinan dan kepercayaan serta mengajak masyarakat
ikut berpartisipasi melaksanakan program-program
pembangunan, serta menjaga stabilitas dan keamanan
nasional.11 Tidak hanya itu, ungkapan selanjutnya dari
John D. Millet bahwa kegiatan utama humas
pemerintah ialah seorang yang memberikan nasihat
atau saran dalam menanggapi apa sebaiknya yang
dilakukan oleh organisasi yang sesuai dengan
keinginan publiknya.12
Pendapat-pendapat ini seperti penjelasan yang
dikemukakan oleh Rosady Ruslan mengenai fungsi
utama dari humas atau PR, antara lain: (1)
mengamankan kebijaksanaan pemerintah, (2)
memberikan pelayanan, dan menyebarluaskan pesan
atau informasi mengenai kebijaksanaan dan hingga
program-program kerja secara nasional kepada
masyarakat, (3) menjadi komunikator dan sekaligus
mediator yang proaktif dalam menjembatani
kepentingan instansi pemerintah di satu pihak, dan
menampung aspirasi, serta memperhatikan keinginan-
keinginan publiknya di lain pihak, (4) berperan serta
dalam menciptakan iklim yang kondusif dan dinamis
demi mengamankan stabilitas dan keamanan politik
pembangunan nasional jangka panjang dan jangka
11 Rosady Ruslan, Manajemen Humas dan Komunikasi: Konsepsi dan
Aplikasi edisi revisi, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), hal. 324 12 Rosady Ruslan, Manajemen Humas dan Komunikasi: Konsepsi dan
Aplikasi edisi revisi, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), hal. 323
10
pendek, (5) memiliki kemampuan membangun dan
membina saling pengertian antara kebijaksanaan
pimpinan lembaga/instansi dengan khalayak eksternal
internal, (6) menyelenggarakan pendokumentasian
setiap ada publikasi dan peristiwa dari suatu kegiatan,
(7) mengumpulkan berbagai data dan informasi yang
berasal dari berbagai sumber, khususnya yang berkaitan
dengan kepentingan lembaga/instansi, (6) dan
kemampuan membuat produk publikasi humas seperti
kliping, press release, news letter, majalah PR internal,
bulletin, brosur, poster, dan lainnya.13
Media massa sangat berkaitan erat dengan
Public Relations (PR), dalam hal ini yang merupakan
tugas praktisi kehumasan atau PR sebagai seorang yang
memberikan motivasi, menjalankan komunikasi timbal
balik dan membuat citra yang baik. Menurut Frank
Jefkins, Public Relations merupakan kegiatan
komunikasi yang sudah direncanakan terlebih dulu dan
dilakukan antara organisasi dengan publiknya,
umumnya berisi komunikasi publik di dalam organisasi
dan publik di luar organisasi yang bermaksud untuk
mewujudkan pengertian satu sama lain dan pencapaian
tujuan organisasi.14 Pentingnya media massa menurut
Dennis McQuail melalui bukunya berjudul Teori
13 Rosady Ruslan, Manajemen Humas dan Komunikasi: Konsepsi dan
Aplikasi edisi revisi, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), hal. 325-328 14 Neni Yulianita, Dasar-dasar Public Relations, (Bandung, Pusat
Penerbitan Universitas Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Islam Bandung, 2007), hal. 33
11
Komunikasi Massa kian meningkat seiring berjalannya
waktu bagi institusi penting di masyarakat.15 Media
massa digunakan PR atau humas pemerintah untuk
menyampaikan informasi yang menyangkut
kebijaksanaan dan tindakan-tindakan tertentu serta
tugas-tugas atau kewajiban-kewajiban pemerintahan.
Kembali kepada media massa dan PR, bahwa
media massa terbagi menjadi media cetak, internet dan
elektronik. Media cetak seperti majalah, koran,
kemudian media internet seperti artikel atau berita
online dengan jaringan internet dan media elektronik
yaitu televisi dan radio. Dengan tersedianya perangkat
- perangkat media massa yang semakin hari semakin
berkembang itu, instansi kehumasan atau PR bisa
mengoptimalkan penggunaannya untuk menyampaikan
informasi kepada publik yang berkaitan dengan
tugasnya sebagai pengelola isu. Apabila Humas
Kementerian Agama Republik Indonesia tidak bisa
menyelesaikan isu keagamaan secara baik dan
sistematis, maka hal itu akan berdampak pada
ketidakharmonisan kehidupan beragama di Indonesia.
Sebab, isu bisa menjadi dampak buruk seperti rusaknya
persatuan, kikisnya nilai kepercayaan, bahkan dapat
mengganggu stabilitas tatanan masyarakat hingga
menimbulkan disiintegrasi satu sama lain. Dari latar
15 Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa¸ (Jakarta: Penerbit
Erlangga, 1989), hal. 3
12
belakang yang telah dijabarkan, akhirnya penulis
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul:
“Strategi Public Relations Kementerian Agama
Republik Indonesia Dalam Mengelola Isu Agama Di
Media Massa”.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di
atas, penelitian ini akan membahas tentang Strategi
Public Relations Kementerian Agama Republik
Indonesia dalam Mengelola Isu Agama di Media Massa.
Agar penelitian terarah dan tidak meluas, peneliti
menganalisa Strategi Public Relations Kementerian
Agama Republik Indonesia dalam Mengelola Isu
Keagamaan selama tahun 2016 sampai dengan 2019.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Strategi Public Relations Kementerian
Agama Republik Indonesia dalam mengelola isu
agama di Media Massa?
2. Platform media apa saja yang digunakan oleh
Public Relations Kementerian Agama Republik
Indonesia dalam menghadapi isu agama?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
13
a. Untuk mengetahui Strategi Public Relations di
Kementerian Agama Republik Indonesia dalam
menghadapi Isu Keagamaan.
b. Untuk mengetahui bentuk platform media yang
digunakan oleh Kementerian Agama Republik
Indonesia dalam menghadapi Isu agama.
2. Manfaat Penelitian
a. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi
masukan dan bahan referensi berguna dalam
pengembangan penelitian Ilmu Komunikasi
khususnya Public Relations.
b. Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan dan wawasan mengenai Public
Relations yang menjadi mata kuliah penting bagi
mahasiswa jurusan Komunikasi dan Penyiaran
Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
c. Secara Sosial
Penelitian ini diharapkan membuat masyarakat
mengetahui Strategi Public Relations yang
dilakukan Kementerian Agama Republik
Indonesia dalam melakukan upaya-upaya
penciptaan komunikasi yang baik sehingga
menimbulkan saling paham antara pemerintah
dengan masyarakat.
14
E. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Paradigma menurut Guba yaitu suatu
kepercayaan yang menjadi dasar dan pedoman dari
seluruh rangkaian penelitian mencakup bagaimana
peneliti melihat realita (world views), bagaimana
mempelajari fenomena, cara yang digunakan dalam
penelitian, hingga cara yang digunakan dalam
menginterpretasikan temuan.16 Peneliti
menggunakan paradigma konstruktivisme sebagai
pedoman proses pelaksanaan penelitian. Guba
menyatakan bahwa konstruktivisme menunjukan
adanya realitas dari hasil konstruksi kemampuan
berpikir seseorang. Artinya, sebuah realitas
terbentuk melalui pikiran manusia yang hendak
berpikir mengenai realitas itu. Konstruktivisme
bersifat tidak tetap atau selalu berkembang.
Ibaratnya, konstruktivisme ialah fasilitator
yang menjembatani keragaman sikap dan pandangan
pelaku sosial. Tujuannya untuk menyusun kembali
(rekonstruksi), kemudian menjabarkan seluruh
realitas sosial melalui dialog antara peneliti dan yang
diteliti.17 Dengan kata lain, kesimpulan dari
penelitian ini adalah hasil pemikiran dari peneliti.
16 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik,
(Jakarta, PT Bumi Aksara, 2013), hal. 25 17 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, hal.
48-49
15
Peneliti memiliki hak untuk memberikan saran dan
kesimpulan penelitian berdasarkan fakta- fakta yang
ditemukan selama penelitian.
2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah metode
penelitian kualitatif. Metode kualitatif, menurut
Bogdan dan Taylor, yakni prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang dapat diamati.18 Lebih lanjut, penelitian
kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk
memahami fenomena yang dialami oleh apa yang
diteliti secara rinci, dalam hal ini subjek penelitian
dari segi perilaku, tindakan, perilaku, motivasi yang
dijelaskan dalam bentuk kata-kata dan bahasa.
Denzin dan Lincoln menjelaskan bahwa fenomena
tersebut dapat ditelaah dengan memanfaatkan
teknik wawancara, pengamatan dan analisis
dokumen.19
3. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ialah bagian Biro Humas dan
Data Informasi Kementerian Agama Republik
Indonesia, sedangkan objek penelitian adalah
strategi Public Relations Kementerian Agama
Republik Indonesia dalam pengelolaan isu agama
18 Lexy J. Maleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2013), hal. 4 19 Lexy J. Maleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, hal. 5-6
16
di media sosial yang dikelola tim Kementerian
Agama seperti facebook, Instagram, website
www.kemenag.go.id dan twitter @Kemenag_RI.
4. Teknik Pengumpulan Data
Peneliti akan menggunakan beberapa teknik-
teknik untuk mendapatkan data dan informasi yang
diperlukan, antara lain :
a. Observasi/Pengamatan
Observasi/Pengamatan ialah teknik
pengumpulan data yang dilakukan secara
sistematis, artinya terdapat waktu pelaksanaan,
tempat pengamatan dan kapan suatu subjek
penelitian bisa diamati.20 Pengamatan akan
mendukung proses memperoleh informasi atau
data sesuai fakta serta cenderung besar nilai
kebenarannya, sebab peneliti akan melihat
persoalan dari sisi subjek penelitian.
Pengambilan data mengandalkan ketelitian
terhadap sebuah fenomena sosial yakni tingkah
laku manusia menghadapi sebuah peristiwa
melalui pencatatan dan pengamatan secara
langsung.
b. Wawancara
Wawancara ialah teknik pengumpulan data
untuk mendapatkan informasi melalui
percakapan berupa tanya jawab lisan yang
20 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, hal.
143-145
17
dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan
berhadapan fisik.21 Pada penelitian kualitatif,
wawancara merupakan pembicaraan yang
memiliki tujuan yakni mengarahkan
pertanyaan pada terungkapnya perasaan,
persepsi, dan pemikiran informan terhadap
sebuah masalah. Tanya jawab ini nantinya
harus menghasilkan informasi secara banyak
dan jelas dari subjek penelitian guna
memperoleh kelengkapan data.
c. Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan untuk mendapakan
data-data yang berkaitan dengan penelitian
berupa buku, surat-surat, catatan harian,
laporan, artefak, dokumen pribadi, dokumen
resmi, artikel, surat kabar, foto, yang sekiranya
dapat mendukung dari segi pustaka.22
Dokumentasi memungkinkan untuk
mendapatkan informasi dari masa silam karena
tidak terbatas ruang dan waktu. Kredibilitas
suatu penelitian akan semakin tinggi bila
menggunakan studi dokumen, karena sejumlah
besar fakta dan peristiwa tersimpan dalam
sebuah dokumentasi.
5. Teknik Analisis Data
21 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, hal.
160 22 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, hal.
175
18
Pada awal penelitian, peneliti melakukan proses
pencarian data dengan wawancara bersama
narasumber terkait penelitan, penelusuran data
melalui catatan-catatan dari pengamatan lapangan
dan pengumpulan bahan-bahan lainnya berupa
dokumentasi untuk menemukan pola-pola dan
hubungan data agar dapat meningkatkan
pemahaman mengenai pembahasan yang dikaji.
Setelah semua data terkumpul, peneliti
melanjutkannya dengan pengorganisasian,
pemilihan data antara yang penting dan tidak
penting untuk dipelajari, pengaturan ke dalam unit-
unit, pengsintesisan hingga akhirnya dapat
merumuskan hasil.23
Dalam hal ini, peneliti melakukan penarikan
kesimpulan dengan menggunakan Triangulasi Data
yakni membandingkan data-data yang telah
terkumpul guna memantapkan derajat kepercayaan
data yang didapatkan, kredibilitas dan konsistensi
data. Peneliti memilih Triangulasi Sumber untuk
menggali kebenaran informasi dari berbagai
sumber. Selanjutnya, dari triangulasi sumber, data
atau informasi yang telah didapatkan melalui
sumber melalui wawancara, pengamatan dan
dokumentasi itu dibandingkan satu sama lain
sehingga menghasilkan berbagai pandangan,
23 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, hal.
210
19
kebenaran handal dan keluasan pengetahuan dari
fenomena yang diteliti.24
F. Tinjauan Pustaka
Setelah melihat beberapa judul skripsi karya
mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam di
Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi,
Perpustakaan Utama (PU) UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, dan website http://repository.uinjkt.ac.id,
terdapat judul yang berkaitan dengan penelitian penulis
saat ini, antara lain :
1. Fadhila Puspita Fajri dalam penelitiannya tentang
Strategi Public Relation memiliki persamaan dalam
menggunakan Strategi Public Relation. Sedangkan
perbedaan dengan penelitian ini ada pada objek
penelitian bila penelitian Fadhila berfokus pada
peningkatan citra organisasi, penelitian penulis
berfokus pada penanganan isu oleh Public
Relations.25
2. Rand Rasyid dalam penelitiannya tentang Strategi
Public Relations memiliki persamaan dalam
menggunakan Strategi Public Relations dan
penjelasan mengenai hubungan antara Public
24 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, hal.
219 25 Fadhila Puspita Fajri. “Strategi Public Relations Non Govemment
Organization Pasiad dalam Membangun Citra di Indonesia”. Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta:2015.
20
Relations dengan media. Kemudian, perbedaannya
yakni, bila skripsi ini berfokus pada cara
memasarkan produk, penelitian penulis berfokus
pada penanganan isu oleh Public Relations.26
3. Ayu Utami Saraswati dalam penelitiannya tentang
Mengelola Isu keagamaan di media massa memiliki
persamaan dalam memakai pendekatan dan teori
yang digunakan. Sedang letak perbedaan dengan
penelitian ini ada pada objek penelitian, dalam
penelitian ini, peneliti memakai objek peneletian
Kementerian Agama Republik Indonesia.27
G. Sistematika Penulisan
Adapun dari hasil penelitian ini akan dituangkan
dalam bentuk karya tulis skripsi dengan sistematika
penulisan seperti dibawah ini, yaitu;
BAB I Pendahuluan, yang mencakup latar
belakang masalah, fokus penelitian
rumusan masalah penelitian, tujuan dan
manfaat penelitian, landasan teori,
metodologi penelitian, tinjauan pustaka dan
sistematika penulisan.
26 Rand Rasyid. “Strategi Public Relations HijUp.com dalam
Memasarkan Busana Muslim”. Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta:2016.
27 Ayu Utami Saraswati. “Strategi Public Relations Kantor Staff Presiden dalam Mengelola Isu Keagamaan di Media Massa”. Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta:2017.
21
BAB II Landasan teori yakni definisi Teori Public
Relations, Konseptualisasi Public Relations
yang terdiri dari pengertian Public
Relations, strategi Public Relations, Media
Massa dan Public Relations, Public
Relations dalam merespon isu serta
penjelasan Isu Agama.
BAB III Gambaran Umum mengenai Kementerian
Agama Republik Indonesia berisi peran dan
tugasnya, struktur organisasi, profil
pemimpinnya, dan tugas, peran, fungsi.
BAB IV Pembahasan, dalam bab ini berisikan hasil
dan analisis dari peneliti terkait data, hasil
wawancara, dan juga objek maupun subjek
penelitian. Dengan membahas tentang hasil
keseluruhan data penelitian yang telah
diuraikan dari bab sebelumnya.
BAB V Penutup, berisi mengenai kesimpulan dan
saran dari skripsi yang dibuat oleh peneliti
sekaligus saran dari peneliti tentang apa
yang telah diteliti oleh peneliti dalam skripsi
ini.
22
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Strategi Public Relations
1. Pengertian Strategi
Strategi merupakan hal penting bagi
kelangsungan hidup dari suatu perusahan untuk
mencapai sasaran atau tujuan perusahaan yang
efektif dan efisien, perusahaan harus bisa
menghadapi setiap masalah-masalah atau hambatan
yang datang dari dalam perusahaan maupun dari
luar perusahaan. Strategi merupakan alat untuk
mencapai tujuan, dalam pengembangannya konsep
mengenai strategi harus terus memiliki
perkembangan dan setiap orang mempunyai
pendapat atau definisi yang berbeda mengenai
strategi.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) strategi adalah rencana yang cermat
mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran
khusus.28 Pada mulanya istilah strategi digunakan
dalam dunia militer yang diartikan sebagai cara
penggunaan seluruh kekuatan militer untuk
memenangkan suatu peperangan. Secara etimologi
28 Balai Pustaka, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,
2007), hal. 1092.
23
kata strategi menurut Ali Murtopo berasal dari kata
majemuk bahasa Yunani, yaitu stratos dan agein.
Stratos sendiri artinya pasukan dan agein berarti
memimpin.29 Jadi strategi bisa diartikan
memimpin pasukan dan ilmu strategi adalah ilmu
tentang memimpin pasukan.
Secara terminology banyak ahli telah
mengemukakan definisi strategi dengan sudut
pandang yang berbeda - beda. Seperti halnya
Onong Uchjana Effendy yang beranggapan bahwa
strategi pada hakikatnya adalah perencanaan
(planning) dan manajemen untuk mencapai suatu
tujuan tersebut.30 Dari pernyataan tersebut dapat
dipahami bahwa dalam strategi terdapat
perencanaan dan pengaturan agar tujuan yang
diinginkan dapat tercapai. Tak berbeda jauh Ahmad
S. Adnanputra dalam Rosady Ruslan berpendapat
bahwa strategi adalah bagian terpadu dari suatu
rencana (plan), sedangkan rencana merupakan
produk dari perencanaan (planning), yang pada
akhirnya perencanaan adalah salah satu fungsi dari
proses manajemen.31
29 Ali Murtopo, Strategi Kebudayaan. (Jakarta: Center for Strategic and Internasional Studies-CSIS, 1978), hal. 7.
30 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2007). Cet ke-1, hal. 40. 31 Rosadi Ruslan, Manajemen Public Relations dan Media Komunikasi
(Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2006), hal.133.
24
Menurut John A. Pearce II dan Richard B.
Robinson, yang berpendapat bahwa strategi adalah
rencana berskala besar, dengan orientasi masa
depan, guna berinteraksi dengan kondisi persaingan
untuk mencapai tujuan.32 Begitupun Freddy
Rangkuti, menurutnya strategi adalah perencanaan
induk yang komprehensif, yang menjelaskan
bagaimana perusahaan akan mencapai semua
tujuan yang telah ditetapkan berdasarkan misi yang
telah ditetapkan sebelumnya.33
2. Pengertian Public Relations
Kehadiran Public Relations sangat dibutuhkan
oleh setiap organisasi, baik itu organisasi yang
bersifat komersial (perusahaan) maupun non
komersial seperti lembaga pemerintahan, karena
Public Relations merupakan salah satu elemen yang
menentukan kelangsungan suatu organisasi secara
positif. Public Relations terdiri dari dua buah kata,
yaitu Public dan Relations sedangkan dalam bahasa
Indonesia, Public berarti Publik, dan Relations
berarti hubungan-hubungan, maka Public Relations
berarti hubungan-hubungan dengan publik.34
32 John A pearce II dan Richard B Robinson Jr, Manajemen Strategis 10,
(Jakarta: Salemba Empat,2008), hal. 2 33 Freddy Rangkuti, Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis, (Jakarta:
PT Gramedia pustaka utama,2013), hal. 183 34 Neni Yulianita, Dasar-dasar Public Relations, (Bandung, Pusat Penerbitan
Universitas Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Islam Bandung, 2007), hal. 21
25
Public Relations merupakan mediator yang
berada antara pimpinan organisasi dengan
publiknya, baik dalam upaya membina hubungan
masyarakat internal maupun eksternal. Sebagai
publik, mereka berhak mengetahui rencana
kebijaksanaan aktivitas, program kerja dan rencana
usaha-usaha suatu organisasi atau perusahaan
berdasarkan keadaan, harapan-harapan dan sesuai
dengan keinginan publik sasarannya. Keutaaman
dari Public Relations dalam mewakili top
manajemen suatu lembaga atau organisasi adalah
bentuk kegiatan two ways communication yang
merupakan ciri khas dari fungsi dan peranan Public
Relations. Hal tersebut dikarenakan salah satu tugas
Public Relations adalah bertindak sebagai nara
sumber informasi (source of information) dan
merupakan saluran informasi (channel of
information).35
Banyak pandangan yang beragam terkait
definisi Public Relations dari para ahli.
International Public Relations Association (IPRA)
mendefinisikan Public Relations adalah fungsi
manajemen dari ciri yang terencana dan
berkelanjutan melalui organisasi dan lembaga
swasta atau publik untuk memperoleh pengertian,
simpati dan dukungan dari mereka yang terkait atau
35 Rosady Ruslan, Manajemen Public Relations & Media Komunikasi,
(Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2006), hal. 14-15.
26
mungkin ada hubungannya dengan penelitian opini
publik di antara mereka.30 Dalam Public Relations
News, Public Relations adalah fungsi manajemen
yang menilai sikap publik, menyatakan
kebijaksanaan dan prosedur dari individu atau
organisasi atas dasar kepentingan publik dan
melaksanakan program kerja untuk memperoleh
pengertian dan pengakuan dari publiknya.31
Pendapat tak jauh pun dikemukakan oleh J.C,
Seidel PR Director, yang di kutip oleh Soleh
Soemirat yang berpendapat bahwa Public
Relations adalah proses yang berkelanjutan dari
usaha-usaha manajemen untuk memperoleh
goodwill (kemauan baik) dan pengertian dari
pelanggan, pegawai dan publik yang luas. Ke dalam
mengadakan analisis dan perbaikan diri sendiri
sedangkan keluar memberikan pernyataan-
pernyataan.36
Berbeda halnya dengan Frank Jefkins yang
menyatakan bahwa Public Relations adalah sesuatu
yang merangkum keseluruhan komunikasi yang
terencana, baik itu kedalam maupun keluar, antara
suatu perusahaan atau organisasi terhadap
khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan
spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian.
Begitupun pernyataan Edward Bernays yang
36 Soleh Soemirat dan Elvinaro Ardianto, Dasar-Dasar Public Relations,
hal. 12.
27
dikutip oleh Onong Uchjana Effendi dalam
mendefinisikan Public Relations: “information
given to the public, persuasion directed at the public
to modify attitude and actions, and efforts to
integrate attitude and actions of an institution with
its public with those of that institution”. Maksudnya
adalah memberikan informasi secara langsung dan
persuasif kepada publik agar merubah tindakan atau
sikap publik untuk dapat berintegrasi dengan
tindakan dan sifat publik dari suatu institusi.37
Dari berbagai definisi tersebut bisa diambil
kesimpulan bahwa Public Relations adalah fungsi
manajemen yang menjadi jembatan penghubung
antara organisasi atau perusahaan dengan
publiknya dan mampu membantu menciptakan alur
komunikasi dengan baik untuk mewujudkan
pengertian satu sama lain serta ikut terlibat dalam
menangani masalah atau isu-isu yang berkaitan
dengan perusahaannya.
3. Fungsi Public Relations
Berbicara fungsi berarti berbicara masalah
kegunaan humas dalam mencapai tujuan
organisasi/lembaga38. Humas memiliki fungsi
timbal balik, ke luar dan ke dalam. Ke luar ia harus
37 Onong Uchjana Effendi, Human Relations dan Public Relations,
(Bandung: Mandar Maju, 1993), hal. 116. 38 Frida Kusumastuti, Dasar-Dasar Hubungan Masyarakat, (Bogor:
Ghalia Indonesia, 2004) Hal. 22
28
mengusahakan tumbuhnya sikap dan gambaran
masyarakat yang positif terhadap segala tindakan
dan kebijakan organisasi atau lembaganya. Ke
dalam, ia berusaha mengenali, mengidentifikasi
hal-hal yang dapat menimbulkan sikap dan
gambaran negatif dalam masyarakat sebelum
sesuatu tindakan atau kebijakan itu dijalankan.
Dapat dikatakan, ia berperan dalam membina
hubungan baik antara lembaga atau organisasinya
dengan masyarakat atau dengan media massa.
Fungsi utama humas adalah mengatur lalu lintas,
sirkulasi informasi, internal eksternal, dengan
memberikan informasi serta penjelasan seluas
mungkin kepada publik mengenai kebijakan,
progam, tindakan suatu organisasi agar dapat
dipahami.
Kemudian, menurut pakar Humas
Internasional, Cutlip & Centre, and Canfield (1982)
Fungsi public relations dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1. Menunjang aktivitas utama menejemen dalam
mencapai tujuan bersama.
2. Membina hubungan yang harmonis antara
badan/organisasi dengan publiknya yang
merupakan khalayak sasaran.
3. Mengidentifikasi segala sesuatu yang berkaitan
dengan opini, persepsi dan tanggapan
29
masyarakat terhadap badan/organisasi yang
diwakilinya, atau sebaliknya.
4. Melayani keinginan publiknya dan
memeberikan sumbangan saran kepada
pimpinan menejemen demi tujuan dan manfaat
bersama.
5. Menciptakan komunikasi dua arah timbal balik,
dan mengatur arus informasi, publikasi serta
pesan dari badan/organisasi ke publiknya atau
sebaliknya, demi tercapainya citra positif bagi
kedua belah pihak.
Lebih jauh lagi Bertram R. Canfield
menjelaskan secara lebih luas mengenai fungsi dari
Public Relations yang harus mencakup kepada hal
sebagai berikut:39
1. It should serve the public’s interst
Mengabdi kepada kepentingan publik.
2. Maintain good communication.
Memelihara komunikasi yang baik
3. And stress good morals and manner.
Kegiatan public relation itu ketika
menjalankan fungsinya harus menitik
beratkan kepada moral dan tingkah laku
yang baik.
39 https://eprints.uny.ac.id/43513/1/TUGAS%20AKHIR_.pdf, Diakses pada hari Selasa, 19 Mei 2020 02.40 WIB
30
4. Peranan Public Relations
Public Relations berperan ganda, yaitu keluar
memberikan informasi atau pesan - pesan sesuai
dengan tujuan dan kebijaksanaan instansi atau
lembaga kepada masyarakat sebagai khalayak
sasaran, sedangkan ke dalam wajib menyerap
reaksi, aspirasi atau opini khalayak, diserasikan
demi kepentingan instansinya atau tujuan
bersama.40
Humas sebagai fungsi komunikasi memiliki
dua pengertian. Pertama, Public Relations sering
diartikan sebagai aktivitas komunikasi yang
dilakukan seorang atasan terhadap bawahan
ataupun khalayaknya, baik khalayak internal
maupun eksternal, dengan tujuan menumbuhkan
pengertian bagi organisasi. Kedua, Public Relations
juga dimaknai sebagai kegiatan komuniasi yang
dibangun dalam satu wadah khusus seperti, Biro,
Bidang, Devisi, Departemen, Bagaian.
Pelembagaan ini menunjukkan bahwa program
kerja humas merupakan program kerja yang
terencana, terorganisir dan sistematis.
40 https://bulelengkab.go.id/detail/artikel/peran-humas-dalam-tugas-seksi-informasi-pemerintah-50, Diakses pada Hari Selasa, Tanggal 19 Mei 2020 02.42 WIB
31
Sementara itu, Dozier menyebutkan bahwa
peranan Public Relations merupakan salah satu
kunci penting untuk pemahaman fungsi Public
Relations dan komunikasi organisasi. Menurutnya
peranan petugas Public Relations dibedakan
menjadi dua, yakni peranan managerial
(communication manager role) dan peranan teknis
(communication technical role). 41
Peranan manajerial dikenal dengan peranan di
tingkat manajemen dapat diuraikan menjadi 3
peranan, yakni expert preciber communication,
problem solving facilitator, dan communication
facilitator. Sehingga bila dijelaskan lebih jauh
terdapat 4 peranan, antara lain:
1. Penasihat Ahli (Expert prescriber)
Seorang praktisi humas yang berpengalaman dan
memiliki kemampuan tinggi dapat membantu
mencarikan solusi dalam penyelesaian masalah
hubungan dengan publiknya. Artinya, petugas humas
membantu dalam memecahkan dan mengatasi persoalan
yang tengah dihadapi organisasinya.
2. Fasilitator Komunikasi (Communication
fasilitator)
41 Frida Kusumastuti, Dasar-Dasar Hubungan Masyarakat, (Bogor:
Ghalia Indonesia, 2004) h. 24
32
Peranan sebagai fasilitator komunikasi antara
perusahaan/organisasi dengan publik baik dengan
publik eksternal maupun internal. Humas sebagai
jembatan komunikasi antara publik dengan perusahaan.
3. Fasilitator Proses Pemecahan Masalah (Problem
solving process fasilitator)
Peranan sebagai fasilitator dalam proses
pemecahan masalah. Pada peranan di sini petugas
humas melibatkan diri atau dilibatkan dalam setiap
manajemen (krisis). Dia menjadi anggota tim, bahkan
bila memungkinkan menjadi leader dalam penanganan
krisis manajemen.
4. Teknisi Komunikasi (Communication technician)
Petugas humas dianggap pelaksana teknis
komunikasi. Dia menyediakan layanan di bidang teknis,
sementara kebijakan dan keputusan teknik komunikasi
mana yang akan digunakan bukan merupakan keputusan
petugas humas, melainkan keputusan manajemen dan
petugas humas yang melaksanakannya.42
Disamping itu peranan komunikasi di dalam
menejemen berada di tingkat penting dalam terciptanya
hubungan komunikasi antara menejemen dengan
pemilik perusahaan dan sebaliknya. Termasuk
melakukan komunikasi timbal balik dua arah adalah
42 Rosady Ruslan, Manajemen Public Relation dan Media Komunikasi:
Konsepsi dan Aplikasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h. 20.
33
komunikasi yang dilakukan antara pihak perusahaan dan
publiknya.
B. Peranan Public Relations
Kata strategi memiliki pengertian yang terkait
dengan hal-hal seperti kemenangan, kehidupan atau daya
juang. Artinya menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan
mampu atau tidaknya perusahaan menghadapi tekanan
yang muncul dari dalam atau dari luar. Kalau dapat, ia akan
terus hidup, kalau tidak, ia akan mati seketika. Maka dari
itu strategi membenarkan perusahaan untuk mengambil
tindakan pahit sekalipun seperti amputasi (pengurangan
unit usaha, dirumahkannya karyawan, pemangkasan, dan
lain-lain) sepanjang hal itu dilakukan demi kehidupan
perusahaan atau organisasi dalam jangka panjang.43 Kaitan
Public Relations dan Strategi adalah, yang menjalankan
strategi dan mengaturnya bersama pimpinan adalah
seorang praktisi Public Relations. Karena sesuai dengan
fungsinya, seorang praktisi Public Relations memiliki
pekerjaan untuk mengawasi setiap kegiatan ke dalam
maupuan ke luar perusahaan. Sehingga apabila perusahaan
tersebut memiliki konflik, permasalahan dan sebagainya,
PR perusahaan itulah yang mengetahui terlebih dahulu lalu
menyusun strategi untuk mengatasinya.
Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan
43 Rhenald Kasali. Manajemen Public Relations, (Jakarta: PT Pustaka
Utama Grafiti, 2003), hal. 35.
34
(planning) dan manajemen (management) untuk mencapai
suatu tujuan. Akan tetapi untuk mencapai suatu tujuan
tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang
hanya menunjukkan jalan saja, melainkan harus
menunjukkan bagaimana tak tik operasionalnya.
Sebagaimana fungsi dari Public Relations yaitu untuk
mengawasi setiap kegiatan ke dalam maupuan ke luar
perusahaan. Sehingga apabila perusahaan tersebut
memiliki konflik, permasalahan dan sebagainya, PR
perusahaan itulah yang mengetahui terlebih dahulu lalu
menyusun strategi untuk mengatasinya. Menurut Ronald D.
Smith ada beberapa langkah yang digunakan dalam teori
strategi Public Relations. Ronald D. Smith adalah Praktisi
Public Relations dan anggota dari Public Relations Society
of America. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai
berikut:
a. Formative Research
Fase pertama dalam proses perencanaan
strategis menurut Smith adalah riset formatif
atau riset stategis adalah kegiatan pendahuluan
yang dilakukan untuk mendapatkan informasi
dan menganalisa situasi yang dihadapi . Dalam
fase ini terdapat tiga tahap yakni analisis situasi,
analisis organisasi dan analisis publik.
1) Analyzing the situation (menganalisa situasi)
Merupakan bagian yang penting sebagai
proses awal penentuan strategi dimana setiap
tahap ini digunakan untuk mengumpulkan
35
semua informasi dan sekaligus menganalisa
situasi.
2) Ananlyzing the organization (menganalisa
organisasi)
Pada tahap ini diperlukan pengamatan yang
tepat terhadap tiga aspek perusahaan yaitu
lingkungan internalnya (misi, performance,
dan sumber daya perusahaan), reputasi dan
lingkungan eksternalnya.
3) Ananlyzing the public (menganalisa publik)
Merupakan tahap untuk mengidentifikasikan
dan menganalisa publik yang menjadi
sasaran. Hal ini akan membuat perusahaan
mampu mengatur prioritas dalam
berhubungan dengan publiknya yang
beragam.
b. Strategy
Strategi merupakan jantung nya
perencanaan Public Relations maupun masaran
dan bidang lainnya yang berkaitan. Strategi
adalah keseluruhan rencana organisasi, meliputi
apa yang ingin dicapai dan bagaimana cara
mencapainya. Strategi memiliki tiga tahap,
yakni menetapkan tujuan dan sasaran,
memformulasikan aksi dan strategi respon,
kemudian menggunakan komunikasi efektif.
36
1) Establishing goals and objectives
(menentukan sasaran dan objektif) Tahap ini
dapat membuat perusahaan mengembangkan
objektif yang jelas, spesifik dan terukur
(measurable) sesuai dengan yang diinginkan
perusahaan.
2) Formulating action and response strategies
(memformulasikan aksi dan respon)
Tahap ini merupakan tahap dimana antara
kegiatan atau aksi dipadukan dengan respon
yang akan diterima.
3) Using effective communication
(menggunakan komunikasi yang efektif)
Tahap ini berhubungan dengan beragam
keputusan yang diambil terhadap pesan yang
disampaikan, seperti: sumber yang akan
menyampaikan pesan kepada publik kunci, isi
dari pesan, bunyi dan gayannya dan lain-lain.
c. Tactics
Setelah strategi di buat, kini tiba gilirannya
untuk memasuki fase ketiga yaitu taktik. Pada
fase ini terdiri dari pemilihan taktik komunikasi
yang akan digunakan dan melakukan
implementasi rencana strategis yang sudah
disusun.
1) Choosing communication tactics (memilih
taktik komunikasi)
37
Ada empat kategori dalam komunikasi,
seperti: komunikasi tatap muka,
organizational media, media berita, iklan dan
media promosional dan lainnya.
2) Implementing the strategic plan (mengimplementasikan strategi)
Di tahap ini dikembangkan budget dan
jadwal yang dipersiapkan untuk
mengimplementasikan program komunikasi
yang ditentukan.
d. Evaluative Research
Pada fase terakhir adalah untuk
mengetahui efektivitas berbagai taktik
komunikasi yang digunakan untuk mencapai
tujuan dan sasaran yang telah ditentukan. Tahap
ini adalah tahap akhir dimana dikembangkan
metode yang spesifik dalam mengukur
keefektifan dari strategi yang ditempuh.44
C. Isu
Isu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
adalah kabar yang tidak jelas asal usulnya dan tidak
terjamin kebenarannya, bisa juga disebut kabar angin atau
44 Ronald D. Smith, Strategic Planning for Public Relations, (Lawrence
Erlbaum Associates, 2002, USA), hal. 9-11.
38
desas-desus.45 Isu adalah sebuah kondisi atau peristiwa,
baik internal maupun eksternal organisasi yang jika
berlanjut akan mempunyai efek signifikan pada
berfungsinya atau performa organisasi atau pada
kepentingan organisasi di masa datang.46
Harrison seperti dikutip dalam Rachmat
Kriyantono memberikan definisi bahwa isu adalah
berbagai perkembangan, biasanya di dalam arena publik,
yang jika berlanjut dapat secara signifikan memengaruhi
operasional atau kepentingan jangka Panjang dari
organisasi. Sedangkan menurut the Issue Management
Council, jika terjadi gap atau perbedaan antara harapan
publik dengan kebijakan, operasional, produk atau
komitmen organisasi terhadap publiknya, maka disitulah
muncul isu.47
Harrison seperti dikutip dalam Rachmat
Kriyantono memberikan definisi bahwa isu adalah
berbagai perkembangan, biasanya di dalam arena publik,
yang jika berlanjut dapat secara signifikan memengaruhi
operasional atau kepentingan jangka Panjang dari
organisasi. Sedangkan menurut the Issue Management
Council, jika terjadi gap atau perbedaan antara harapan
publik dengan kebijakan, operasional, produk atau
komitmen organisasi terhadap publiknya, maka disitulah
45 http://kbbi.web.id/isu, diakses pada Jumat, 14 Desember 2019 pukul
03.00 WIB. 46 Rachmat Kriyantono, Public Relation and Crisis Management,
(Jakarta: kencana Prenada Media group, 2012), hal. 150. 47 Rachmat Kriyantono, Public Relation & Management Crisis, hal. 152.
39
muncul isu.48
Gaunt dan Ollen Burger membagi isu menjadi dua
jenis, yakni isu internal dan isu eksternal. Isu internal
adalah isu yang berkembang di dalam organisasi dan
diketahui oleh orang-orang yang tergabung di organisasi
itu, sedangkan isu eksternal adalah isu yang berkembang di
luar organisasi dan diketahui oleh publik yang cakupannya
lebih besar. Lain halnya pendapat dari Harrison, ia
membagi isu menjadi dua aspek, aspek pertama yakni
aspek dampak yang terdiri dari Defensive issues dan
Offensive issues¸ aspek kedua yakni aspek keluasan isu
yang terdiri dari isu-isu universal, isu-isu advokasi, isu-isu
selektif, dan isu-isu praktis.49
Defensive issues adalah isu-isu yang membuat
cenderung memunculkan ancaman terhadap organisasi,
karenanya organisasi harus mempertahankan diri agar tidak
mengalami kerugian reputasi. Sementara offensive issues
adalah isu-isu yang dapat digunakan untuk meningkatkan
citra dan reputasi perusahaan.3 Kedua, aspek keluasan isu.
Ada 4 (empat) jenis isu, yaitu (1) isu-isu universal,
yaitu isu-isu yang mempengaruhi banyak orang secara
langsung, bersifat umum, dan berpotensi mempengaruhi
secara personal, sifatnya lebih imminent. (2) isu-isu
advokasi, yaitu isu-isu yang tidak mempengaruhi sebanyak
48 Rachmat Kriyantono, Public Relation & Management Crisis, hal. 152.
49 Rachmat Krisyantono, Public Relation & Management Crisis, hal. 156-158.
40
orang seperti pada isu universal. Isu ini muncul karena
disebarkan kelompok tertentu yang mengaku representasi
kepentingan publik. Isu ini bersifat potensial. (3) isu-isu
selektif, yaitu isu-isu yang hanya mempengaruhi kelompok
tertentu. Bisa saja isu yang muncul berkaitan dengan
kepentingan orang banyak, tetapi hanya pihak tertentu saja
yang terpengaruh oleh isu tersebut dan lebih
memperhatikan isi ini. (4) isu-isu praktis, yaitu isu- isu
yang hanya melibatkan atau berkembang diantara para
pakar.50
D. Tahapan Isu
Perbedaan antara isu dan krisis sangatlah tipis untuk
itu sangatlah penting bagi Public Relations untuk
memahami tahap perkembangan isu. Menurut Crable dan
Vibbert (Smudde, 2001), serta Gaunt, ada empat tahap
perkembangan isu yaitu, tahap origin, mediation dan
Amplification, Organization dan Resolution.51
a. Tahap Origin (Potential Stage)
Pada tahap ini isu-isu belum menjadi perhatian
pakar dan publik secara luas, meskipun beberapa
sudah menyadarinya. Di tahap ini seseorang atau
kelompok mengekspresikan perhatiannya pada isu
dan memberikan opini. Dimungkinkan juga mereka
50 Ahmad Fuad Afdhal, Tips & Trik Public Relations, (Jakarta: Grasindo,
2008), hlm. 117. 51 Rachmat Kriyantono, Public Relation & Management Crisis, (Jakarta:
Prenada Media Group, 2015), hal. 159-161.
41
mereka melakukan tindakan- tindakan tertentu
berkaitan dengan isu yang dianggap penting. Tahap
ini dianggap penting karena menentukan apakah isu
dapat di manajemen dengan baik atau tidak.52
b. Tahap Mediation dan Amplification (Imminent
Stage/Emerging)
Pada tahap ini isu berkembang dan
mengindikasikan terjadinya tekanan terhadap
organisasi akibat sebuah isu. Tekanan ini karena
isu-isu tersebut telah mempunyai dukungan publik,
yaitu ada kelompok- kelompok yang lain saling
mendukung dan memberikan perhatian pada isu-isu
tersebut. Media mulai memberitakan hingga isu
berkembang menjadi sebuah isu publik, yang
penyelesaiannya juga harus mempertimbangkan
opini publik.53
c. Tahap Organization (Current Stage dan Critical
Stage)
Menurut Hainsworth, tahap ini disebut tahap krisis
karena isu telah berkembang dan menunjukan
dampak serius terhadap perusahaan. Pada tahap ini
publik sudah mulai mengorganisasikan diri dan
membentuk jaringan-jaringan. Isu berkembang
menjadi lebih populer karena media massa
memberitakannya berulang kali dengan eskalasi
52 Rachmat Kriyantono, Public Relation & Management Crisis, hal. 159. 53 Firsan Nova, Crisis Public Relations. (Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada, 2011), hal. 261.
42
yang tinggi dan ditambah interaksi di media sosial
dan jaringan. Akibatnya isu menjadi diskusi publik
dan bermunculan beberapa pemimpin opini
publik.54
d. Tahap Resolution (Dormant Stage)
Pada tahap ini, pada dasarnya organisasi dapat
mengatasi isu dengan baik. Setidaknya publik puas
karena pertanyaan-pertanyaan seputar isu dapat
terjawab dan pemberitaan media pun mulai
menurun, begitu pun dengan perhatian masyarakat.
Sehingga isu akan mulai menghilang dikarenakan
berjalannya waktu dan solusi dari organisasi atau
pemerintah, karena diasumsikan telah berakhir
sampai seseorang memunculkan kembali dengan
pemikiran dan persoalan baru atau muncul isu baru
yang ternyata mempunyai keterkaitan dengan isu
sebelumnya.55
E. Menejemen Isu
Konsep manajemen isu pertama kali dimunculkan
oleh Howard Chase pada 1976. Chase berpendapat bahwa
manajemen isu adalah sebuah alat yang dapat digunakan
perusahaan untuk mengidentifikasi, menganalisis dan
mengelola isu-isu sebelum menjadi pengetahuan publik.
Sementara itu Public Affair Council of America
54 Firsan Nova, Crisis Public Relations. (Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada, 2011), hal. 262 55 Firsan Nova, Crisis Public Relations, hal. 263
43
mendefinisikan manajemen isu sebagai proses yaitu
organisasi dapat mengidentifikasi dan mengevaluasi isu-
isu sosial dan isu-isu pemerintahan yang kemungkinan
dapat memengaruhi organisasi secara signifikan. Isu-isu
tersebut kemudian dapat dijadikan prioritas bagi organisasi
untuk meresponnya dengan baik.56
Para pakar PR Indonesia mengartikan manajemen
isu sebagai fungsi manajemen yang mengevaluasi sikap
masyarakat, baik internal maupun eksternal,
mengidentifikasi hal-hal atau masalah yang patut
dikhawatirkan dan melakukan usaha-usaha ke arah
perbaikan. Selain itu manajemen isu didefinisikan sebagai
suatu usaha aktif untuk ikut serta memengaruhi dan
membentuk persepsi, opini dan sikap masyarakat yang
mempunyai dampak terhadap perusahaan.57
F. Isu Keagamaan
Berdasarkan penjelasan definisi isu pada bagian
Konseptualisasi Public Relations, isu disimpulkan sebagai
informasi, kabar, yang beredar ke publik namun belum bisa
dipastikan kebenarannya yang apabila tidak ditangani
secara baik akan memberikan efek terhadap organisasi,
misalnya mengganggu pencapaian tujuan-tujuan organisasi
bahkan dapat berlanjut ke tahap krisis yang mengharuskan
56 Rachmat Kriyantono, Public Relation & Management Crisis, (Jakarta:
Prenada Media Group, 2012), hal. 174 57 Firsan Nova, Crisis Public Relations. (Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada, 2011), hal. 248
44
organisasi tidak diizinkan melanjutkan kegiatannya. Hal ini
sesuai dengan ungkapan Harrison bahwa isu ialah berbagai
perkembangan, biasanya di arena publik yang jika berlanjut
dapat secara signifikan mempengaruhi operasional atau
kepentingan jangka panjang organisasi.58
Keagamaan ialah perihal yang berhubungan dengan
agama. Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
ialah ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan
(kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang
Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan
pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.59
Dalam penjelasannya, beberapa ahli antropologi (ilmu
yang mempelajari tentang manusia) menemukan bahwa
manusia memiliki sifat ketergantungan dan kepercayaan
pada wujud spiritual, sebab manusia membutuhkan sesuatu
yang dipercayai untuk menggantungkan harapan pada
segala macam tantangan kehidupan. Hal tersebut seperti
diungkap oleh Radcliffe - Brown, bahwa agama ialah
ekspresi terhadap suatu kepercayaan dan kesadaran adanya
kekuatan spiritual atau moral yang berada diluar dirinya
mengatur kehidupannya.60
Keyakinan - keyakinan tentang agama pertama kali
diajarkan oleh keluarga dan lingkungan masyarakat, dan
58 Rachmat Krisyantono, Public Relation & Management Crisis, hal. 152 59 http://kbbi.web.id/agama, diakses Senin, 14 Desember 2019 Pukul.
3.40 WIB
60 Bustanuddin Agus, Agama dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2006) hal. 129
45
didasarkan kepada ajaran yang diyakini dan dipercaya
secara gaib, supranatural dan turun temurun. Oleh karena
manusia hidup di dunia dengan menerima berbagai macam
kesan, pendapat atau rangsangan dari dalam diri dan dari
diri manusia lain, maka dalam prosesnya seseorang
memiliki waktu untuk menentukan akan mempercayai
agama yang dianutnya atau tidak. Apabila ia
mempercayainya, ia pun otomatis meyakini bahwa
kekuatan supranatural dan gaib memiliki pengaruh
terhadap hidupnya. Agama merupakan ajaran tentang the
way of life atau tentang bagaimana seseorang memandang,
menjalani kehidupan berdasarkan aturan, pedoman dan
pegangan mereka. Agama mengandung hakikat Filosofis
yang berisi tentang penjelasan fungsi manusia, tujuan
hidup manusia, prinsip-prinsip hidup manusia, tujuan
hidupnya, serta bagaimana cara memandang
keberuntungan, kegagalan, kehidupan hingga kematian.61
Menurut Max Weber, tidak ada masyarakat tanpa
agama, kalau masyarakat ingin bertahan lama, maka
haruslah ada Tuhan yang disembah.61 Sebab sejarahnya,
sejak zaman dulu manusia pasti memiliki kepercayaan
kepada Tuhan. Agama diutarakan Max, Weber berbentuk
konsepsi tentang Tuhan, supranatural, jiwa ruh atau
kekuatan gaib lainnya. Wujud supranatural yang pertama
yaitu Tuhan yang dipercaya sebagai Yang Maha Kuasa,
Yang Maha Pencipta, Yang Maha Mengkehendaki,
61 Bustanuddin Agus, Agama dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta, PT
Raja Grafindo Persada, 2006) hal.57
46
Mengetahui dan Mengasihi. Dari sini, manusia
mempercayai bahwa Tuhan yang memiliki sifat-sifat
tersebut akan memberikan ganjaran terhadap segala tindak
perilaku yang dilakukan manusia itu. Weber menjelaskan,
ganjaran tersebut bisa berupa kemudahan atau
kesengsaraan. Contohnya, bila manusia ingkar kepada-
Nya, Tuhan bisa memberikan ganjaran berupa penyakit
atau bencana alam. Di akhirat kelak pun akan disiksa
berdasarkan kesalahan atau dosanya di dunia. Sebaliknya,
bila manusia mentaati perintah-Nya, suka menolong, dan
melakukan perbuatan terpuji lainnya, Tuhan pun akan
mengasihinya dengan memudahkan segala urusannya di
dunia dan pahala untuk membantunya memasuki Syurga.
Dalam Abdurrahman Kasdi, agama dalam ajaran
islam dikenal dengan istilah al-din atau din al-haqq seperti
yang dijumpai dalam QS. Al-Fath ayat 28 dan QS. Al-
Maidah ayat 3.62
QS. Al-Fath ayat 28, berbunyi;
دلا ىلع هرھظیل قحلا نید لك نی ادیھش �اب ىفكو ھ و ىدھلاب ھلوسر لسرأ يذلا وھ
Artinya: Dia-lah yang mengutus rasul-Nya dengan
membawa petunjuk dan agama yang hak agar
dimenangkan-Nya terhadap semua agama. dan
62 Abdurrahman Kasdi, Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum:
Mencari Format Islamisasi Ilmu Pengetahuan, (Jakarta, UIN Jakarta Press) hal. 103
47
cukuplah Allah sebagai saksi.
dan QS. Al-Maidah ayat 3, berbunyi;
ةقنخنملاو ھب ¦ ریغل لھأ امو ریزنخلا محلو مدلاو ةتیملا مكیلع تمرح
درتملاو ةذوقوملاو ىلع حبذ امو متیكذ ام الإ عبس لا لكأ امو ةحیطنلاو ةی
ذ مالزألاب اومسقت ست نأو بصنلا نم اورفك نیذلا سئی مویلا قسف مكل
لع تممتأو مكنید مكل تلمكأ مویلا نوشخاو مھوشخت الف مكنید يتمعن مكی
رطضا نمف انید مالسإلا مكل تیضرو مثإل فناجتم ریغ ةصمخم يف میحر روفغ ¦ نإف
Artinya: Diharamkan bagimu (memakan) bangkai,
darah, daging babi, (daging hewan) yang
disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik,
yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan
diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu
menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang
disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga)
mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi
nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan.
Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa
untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu
janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah
kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan
untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu
jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa
48
karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa,
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
Din dalam ayat-ayat tersebut memiliki arti yang
meliputi aspek Islam, iman dan ihsan. Islam berarti taat dan
patuh kepada perintah Allah SWT, iman berarti
mempercayai Allah SWT beserta rasulnya, dan ihsan
berarti melakukan perbuatan baik dan menjauhi perbuatan
buruk alias menjalankan ibadah dan menjauhi larang-Nya.
Maka, Din dapat diartikan sebagai pedoman yang
memimpin manusia untuk mendapat keselamatan di dunia
dan di akhirat. Secara fenomenologis fungsi din
mengartikan bahwa agama adalah alat untuk mengatur,
mengantar, dan memelihara keutuhan manusia dalam
hubungannya dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan
alam.63 Clifford Geertz, ahli antropologi asal Amerika
melakukan penelitian tentang islam di Indonesia pada
tahun tahun 1952-1954. Setelah meneliti agama dari
masyarakat islam di Indonesia, Geertz menemukan fungsi
agama yang positif bagi kehidupan bahwa agama memiliki
pengaruh besar dalam mendatangkan motivasi dan suasana
hati yang optimis untuk mencapai tujuan hidup dengan
menjalankan perintah Allah dan mendapatkan ridho-Nya.64
Di setiap agama terdapat umat beragama atau
63 A bdurrahman Kasdi, Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum: Mencari
Format Islamisasi Ilmu Pengetahuan, hal. 103 64 Bustanuddin Agus, Agama dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta, PT
Raja Grafindo Persada, 2006) hal. 146
49
penganutnya dan agama tidak ada tanpa adanya penganut
agama tersebut. Adanya kesamaan kepercayaan di suatu
masyarakat membuat sebuah kesatuan yang membentuk
komunitas atau kelompok agama. Seperti halnya agama
Hindu, Budha Kristen dan Islam yang dipercayai oleh
masyarakat dan membuat mereka menjadi satu kesatuan di
kalangannya.65 Sama-sama percaya kepada Dewa Brahma,
Wisnu dan Syiwa adalah pemersatu di kalangan umat
Hindu. Sama-sama percaya kepada Jalan Mulia Berunsur
Delapan adalah pemersatu di kalangan umat Budha.
Percaya kepada Tuhan, Bapa, Ruh Kudus dan Tuhan Yesus
adalah pemersatu di kalangan umat Kristen. Percaya
kepada Allah SWT adalah pemersatu di kalangan umat
Islam. Kelompok-kelompok agama ini mempercayai
sebutan Sang Pencipta beserta ajaran-ajarannya sebagai
pedoman untuk menjalani kehidupan di dunia maupun
akhirat.
Kembali pada pengertian isu keagamaan. Dari
penjelasan-penjelasan diatas, bila disimpulkan, isu
keagamaan ialah peristiwa, perubahan atau kondisi,
masalah, situasi, atau informasi yang berhubungan dengan
agama namun belum terjamin kebenarannya dan telah
beredar di tengah masyarakat, yakni persoalan tentang
keyakinan, kepercayaan, ajaran-ajaran yang secara turun
temurun dijadikan pedoman hidup, hubungan dengan
Tuhan dan aturan- aturan yang ada dalam suatu agama. Bila
65 Bustanuddin Agus, Agama dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta, PT
Raja Grafindo Persada, 2006) hal. 103-104
50
isu keagamaan terjadi di dalam sebuah negara yang
memiliki rakyat dengan berbagai macam kepercayaan atau
agama, peristiwa itu dapat menimbulkan ketidaksesuaian
oleh kelompok agama tertentu yakni penganutnya yang
merasa terusik, terganggu dan menimbulkan keresahan
sehingga mengharuskan institusi yang mengatur kehidupan
tatanan masyarakat menyelesaikannya agar isu tidak
berubah ke tahap krisis dan berdampak merugikan bagi
seluruh warga negara. Isu yang tidak ditangani itu pun bisa
berdampak terhadap organisasi maupun pimpinannya,
seperti bubarnya organisasi atau rusaknya citra dan reputasi
organisasi.
51
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Sejarah Kementerian Agama
Kementerian Agama adalah kementerian yang
bertugas menyelenggarakan pemerintahan dalam bidang
agama. Usulan pembentukan Kementerian Agama pertama
kali disampaikan oleh Mr. Muhammad Yamin dalam Rapat
Besar (Sidang) Badan Penyelidik Usaha – Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), tanggal 11 Juli 1945.
Dalam rapat tersebut Mr. Muhammad Yamin mengusulkan
perlu diadakannya kementerian yang istimewa, yaitu yang
berhubungan dengan agama.
Menurut Yamin, "Tidak cukuplah jaminan kepada
agama Islam dengan Mahkamah Tinggi saja, melainkan
harus kita wujudkan menurut kepentingan agama Islam
sendiri. Pendek kata menurut kehendak rakyat, bahwa
urusan agama Islam yang berhubungan dengan pendirian
Islam, wakaf dan masjid dan penyiaran harus diurus oleh
kementerian yang istimewa, yaitu yang kita namai
Kementerian Agama”.66
Namun demikian, realitas politik menjelang dan
masa awal kemerdekaan menunjukkan bahwa
pembentukan Kementerian Agama memerlukan
66 https://kemenag.go.id/home/artikel/42956/sejarah diakses pada hari
sabtu, tanggal 14 Desember pukul 19:36 WIB
52
perjuangan tersendiri. Pada waktu Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melangsungkan sidang
hari Ahad, 19 Agustus 1945 untuk membicarakan
pembentukan kementerian/departemen, usulan tentang
Kementerian Agama tidak disepakati oleh anggota PPKI.
Salah satu anggota PPKI yang menolak pembentukan
Kementerian Agama ialah Mr. Johannes Latuharhary.
Diungkapkan oleh K.H.A. Wahid Hasjim
sebagaimana dimuat dalam buku Sedjarah Hidup K.H.A.
Wahid Hasjim dan Karangan Tersiar (Kementerian
Agama, 1957: 856), "Pada waktu itu orang berpegang pada
teori bahwa agama harus dipisahkan dari negara. Pikiran
orang pada waktu itu, di dalam susunan pemerintahan tidak
usah diadakan kementerian tersendiri yang mengurusi soal-
soal agama. Begitu di dalam teorinya. Tetapi di dalam
prakteknya berlainan."67
Dalam sidang pleno Komite Nasional Indonesia
Pusat (KNIP) usulan pembentukan Kementerian Agama
disampaikan oleh utusan Komite Nasional Indonesia
Daerah Keresidenan Banyumas yaitu K.H. Abu Dardiri,
K.H.M Saleh Suaidy, dan M. Sukoso Wirjosaputro.
Mereka adalah anggota KNI dari partai politik Masyumi.
Melalui juru bicara K.H.M. Saleh Suaidy, utusan KNI
Banyumas mengusulkan, "Supaya dalam negeri Indonesia
yang sudah merdeka ini janganlah hendaknya urusan
67 https://kemenag.go.id/home/artikel/42956/sejarah diakses pada hari
sabtu, tanggal 14 Desember pukul 19:36 WIB
53
agama hanya disambilkan kepada Kementerian
Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan saja, tetapi
hendaklah Kementerian Agama yang khusus dan
tersendiri”.68
Usulan anggota KNI Banyumas mendapat
dukungan dari anggota KNIP khususnya dari partai
Masyumi, di antaranya Mohammad Natsir, Dr. Muwardi,
Dr. Marzuki Mahdi, dan M. Kartosudarmo. Secara
aklamasi sidang KNIP menerima dan menyetujui usulan
pembentukan Kementerian Agama. Presiden Soekarno
memberi isyarat kepada Wakil Presiden Mohammad Hatta
akan hal itu. Bung Hatta langsung berdiri dan mengatakan,
"Adanya Kementerian Agama tersendiri mendapat
perhatian pemerintah." Pada mulanya terjadi diskusi
apakah kementerian itu dinamakan Kementerian Agama
Islam ataukah Kementerian Agama. Tetapi akhirnya
diputuskan nama Kementerian Agama.
Pembentukan Kementerian Agama dalam Kabinet
Sjahrir II ditetapkan dengan Penetapan Pemerintah No
1/S.D. tanggal 3 Januari 1946 (29 Muharram 1365 H) yang
berbunyi; Presiden Republik Indonesia, Mengingat: usul
Perdana Menteri dan Badan Pekerja Komite Nasional
Pusat, memutuskan: Mengadakan Kementerian Agama.69
68 https://kemenag.go.id/home/artikel/42956/sejarah diakses pada hari
sabtu, tanggal 14 Desember pukul 20:46 WIB 69 https://kemenag.go.id/home/artikel/42956/sejarah diakses pada hari
sabtu, tanggal 14 Desember pukul 21:27 WIB
54
Maksud dan tujuan membentuk Kementerian
Agama, selain untuk memenuhi tuntutan sebagian besar
rakyat beragama di tanah air, yang merasa urusan
keagamaan di zaman penjajahan dahulu tidak mendapat
layanan yang semestinya, juga agar soal-soal yang
bertalian dengan urusan keagamaan diurus serta
diselenggarakan oleh suatu instansi atau kementerian
khusus, sehingga pertanggungan jawab, beleid, dan taktis
berada di tangan seorang menteri.
Pengumuman berdirinya Kementerian Agama
disiarkan oleh pemerintah melalui siaran Radio Republik
Indonesia. Haji Mohammad Rasjidi diangkat oleh Presiden
Soekarno sebagai Menteri Agama RI Pertama. H.M.
Rasjidi adalah seorang ulama berlatar belakang pendidikan
Islam modern dan di kemudian hari dikenal sebagai
pemimpin Islam terkemuka dan tokoh Muhammadiyah.
Kementerian Agama mengambil alih tugas-tugas
keagamaan yang semula berada pada beberapa
kementerian, yaitu Kementerian Dalam Negeri yang
berkenaan dengan masalah perkawinan, peradilan agama,
kemasjidan dan urusan haji; Kementerian Kehakiman yang
berkenaan dengan tugas dan wewenang Mahkamah Islam
Tinggi; dan Kementerian Pengajaran, Pendidikan dan
Kebudayaan yang berkenaan dengan masalah pengajaran
agama di sekolah-sekolah.
Sehari setelah pembentukan Kementerian Agama,
Menteri Agama H.M. Rasjidi dalam pidato yang disiarkan
55
oleh RRI Yogyakarta menegaskan bahwa berdirinya
Kementerian Agama adalah untuk memelihara dan
menjamin kepentingan agama serta pemeluk-pemeluknya.
Kutipan transkripsi pidato Menteri Agama H.M. Rasjidi
yang mempunyai nilai sejarah, tersebut diucapkan pada
Jumat malam, 4 Januari 1946. Pidato pertama Menteri
Agama tersebut dimuat oleh Harian Kedaulatan Rakyat di
Yogyakarta tanggal 5 Januari 1946.70
Dalam Konferensi Jawatan Agama seluruh Jawa
dan Madura di Surakarta tanggal 17-18 Maret 1946, H.M.
Rasjidi menguraikan kembali sebab-sebab dan kepentingan
Pemerintah Republik Indonesia mendirikan Kementerian
Agama yakni untuk memenuhi kewajiban Pemerintah
terhadap Undang-Undang Dasar 1945 Bab XI pasal 29,
yang menerangkan bahwa "Negara berdasar atas
Ketuhanan Yang Maha Esa" dan "Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
agamanya dan kepercayaannya itu" (ayat 1 dan 2). Jadi,
lapangan pekerjaan Kementerian Agama ialah mengurus
segala hal yang bersangkut paut dengan agama dalam arti
seluas-luasnya.
Perkembangan berikutnya
Tahun-tahun berikutnya merupakan masa
konsolidasi dan pengembangan kementerian. Peralihan
70 https://kemenag.go.id/home/artikel/42956/sejarah diakses pada hari
sabtu, tanggal 14 Desember pukul 21:36 WIB
56
kekuasaan kepada Pemerintah RI menjadi momentum
penting untuk memperkuat posisi kementerian. Pada
tanggal 23 April 1946, Menteri Agama mengeluarkan
Maklumat yang isinya;
Pertama, Shumuka yang dalam zaman Jepang termasuk
dalam kekuasaan Residen menjadi Jawatan Agama
Daerah, yang selanjutnya ditempatkan di bawah
Kementerian Agama.
Kedua, hak untuk mengangkat penghulu Landraad
(sekarang bernama Pengadilan Negeri), ketua dan
anggota Raad Agama yang dahulu ada di tangan
pemerintah kolonial Hindia Belanda, selanjutnya
diserahkan kepada Kementerian Agama.
Ketiga, hak untuk mengangkat penghulu masjid, yang
dahulu ada tangan Bupati, selanjutnya diserahkan kepada
Kementerian Agama.
Melalui perjuangan yang gigih dan tanpa pamrih
para pendahulu kita, sejarah Kementerian Agama menyatu
dengan sejarah NKRI. Bahkan dalam masa revolusi fisik
dan diplomasi mempertahankan kemerdekaan, Kantor
Pusat Kementerian Agama turut hijrah ke Daerah Istimewa
Yogyakarta. Kementerian Agama di masa H.M. Rasjidi
dapat disebut "kementerian revolusi", karena ketika awal
dibentuk, Kementerian Agama sejak 12 Maret 1946
berkantor di ibukota revolusi, Yogyakarta.
57
Dalam Maklumat Kementerian Agama No 1
tanggal 14 Maret 1946 diumumkan alamat sementara
kantor pusat Kementerian Agama adalah di Jalan Bintaran
No 9 Yogyakarta. Kemudian bulan Mei 1946 alamat
Kementerian Agama pindah ke Jalan Malioboro No 10
Yogyakarta. Kantor ini tersedia berkat jasa baik tokoh
Muhammadiyah K.H. Abu Dardiri dan K.H. Muchtar.
Dalam waktu tersebut tugas-tugas Menteri Agama secara
fakultatif tetap memiliki akses dengan Jakarta.
Semula hal itu berlaku di Jawa dan Madura, tetapi
setelah terbentuknya kembali Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang didorong oleh mosi integral Mohammad
Natsir (periode berlakunya UUDS 1950) dan penyerahan
urusan keagamaan dari bekas negara-negara bagian
Republik Indonesia Serikat (RIS) kepada Menteri Agama,
maka secara de jure dan de facto, tugas dan wewenang
dalam urusan agama bagi seluruh wilayah RI menjadi
tanggung jawab Menteri Agama.
Dalam perkembangan selanjutnya, diterbitkanlah
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1949 dan Peraturan
Pemerintah Nomor 8 Tahun 1950 serta Peraturan Menteri
Agama Nomor 5 Tahun 1951 antara lain menetapkan
kewajiban dan lapangan tugas Kementerian Agama yaitu:
1. Melaksanakan asas Ketuhanan Yang Maha Esa dengan
sebaik-baiknya;
58
2. Menjaga bahwa tiap-tiap penduduk mempunyai
kemerdekaan untuk memeluk agamanya masing-masing
dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya;
3. Membimbing, menyokong, memelihara dan
mengembangkan aliran - aliran agama yang sehat;
4. Menyelenggarakan, memimpin dan mengawasi
pendidikan agama di sekolah-sekolah negeri;
5. Memimpin, menyokong serta mengamatamati
Pendidikan dan pengajaran di madrasahmadrasah dan
perguruan-perguruan agama lain - lain;
6. Mengadakan pendidikan guru-guru dan hakim agama;
7. Menyelenggarakan segala sesuatu yang bersangkut
paut dengan pengajaran rohani kepada anggota-
anggota tentara, asrama-asrama, rumah-rumah penjara
dan tempat-tempat lain yang dipandang perlu;
8. Mengatur, mengerjakan dan mengamat amati segala
hal yang bersangkutan dengan pencatatan pernikahan,
rujuk dan talak orang Islam;
9. Memberikan bantuan materiil untuk perbaikan dan
pemeliharaan tempat-tempat beribadat (masjid-masjid,
gereja-gereja dll);
10. Menyelenggarakan, mengurus dan mengawasi segala
sesuatu yang bersangkut paut dengan Pengadilan
Agama dan Mahkamah Islam Tinggi;
11. Menyelidiki, menentukan, mendaftarkan dan
mengawasi pemeliharaan wakaf-wakaf;
59
12. Mempertinggi kecerdasan umum dalam hidup
bermasyarakat dan hidup beragama.
Pada waktu memperingati 10 tahun berdirinya
Kementerian Agama, tahun 1956, Menteri Agama K.H.
Muchammad Iljas menegaskan kembali politik keagamaan
dalam Negara Republik Indonesia. Ditegaskannya, bahwa
fungsi Kementerian Agama adalah merupakan pendukung
dan pelaksana utama asas Ketuhanan Yang Maha Esa.
B. Visi dan Misi Kementerian Agama
Kementerian Agama Republik Indonesia memiliki
Visi “Terwujudnya Masyarakat Indonesia yang Taat
Beragama, Rukun, Cerdas, dan Sejahtera Lahir Batin
dalam rangka Mewujudkan Indonesia yang Berdaulat,
Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong
Royong”
Dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 39
Tahun 2015 disebutkan bahwa misi Kementerian Agama
Republik Indonesia adalah:
1. Meningkatkan pemahaman dan pengamalan ajaran
agama
2. Memantapkan kerukunan intra dan antar umat
beragama
3. Menyediakan pelayanan kehidupan beragama yang
merata dan berkualitas
60
4. Meningkatkan pemanfaata dan kualitas pengelolaan
potensi ekonomi keagamaan
5. Mewujudkan penyelenggaraan ibadah haji dan umrah
yang berkualitas dan akuntabel
6. Meningkatkan akses dan kualitas pendidikan umum
berciri agama, pendidikan agama pada satuan
pendidikan umum, dan pendidikan keagamaan
7. Mewujudkan tatakelola pemerintahan yang bersih,
akuntabel, dan terpercaya.71
C. Tujuan, Tugas dan Fungsi
Sebagai penjabaran visi dan misi, tujuan
pembangunan Kementerian Agama72:
1. Bidang Agama
a. Peningkatan kualitas pemahaman dan pengamalan
ajaran agama dalam rangka meningkatkan kualitas
kehidupan beragama.
b. Pengukuhan suasana kerukunan hidup umat
beragama yang harmonis sebagai salah satu pilar
kerukunan nasional.
c. Pemenuhan kebutuhan akan pelayanan kehidupan
beragama yang berkualitas dan merata.
71 Keputusan Menteri Agama Nomor 39 Tahun 2015 72 Keputusan Menteri Agama Nomor 39 Tahun 2015 tentang Rencana
Strategis Kementerian Agama 2014-2019 pada Bab II
61
d. Peningkatan pemanfaatan dan perbaikan kualitas
pengelolaan potensi ekonomi keagamaan dalam
meningkatkan kontribusi pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan percepatan
pembangunan.
e. Peningkatan kualitas penyelenggaraan ibadah haji
dan umrah yang trasparan dan akuntabel untuk
pelayanan ibadah haji yang prima.
f. Peningkatan kualitas tata kelola pembangunan
bidang agama dalam menunjang penyelenggaraan
pembangunan bidang agama yang efektif, efisien,
transparan dan akuntabel.
2. Bidang Pendidikan
a. Peningkatan akses pendidikan yang setara bagi
masyarakat tidak mampu terhadap pendidikan
dasar-menengah (wajib belajar 12 tahun).
b. Peningkatan akses pendidikan bagi seluruh lapisan
masyarakat pada berbagai jenjang pendidikan.
c. Penurunan tingkat kegagalan masyarakat dalam
menyelesaikan pendidikan pada jenjang pendidikan
dasar-menengah (wajib belajar 12 tahun).
d. Peningkatan kualitas penyelenggaraan pendidikan
pada semua jenjang pendidikan.
62
e. Peningkatan kualitas pendidik dan tenaga
kependidikan dalam melakukan proses mendidik
yang profesional di seluruh satuan pendidikan.
f. Peningkatan akses masyarakat terhadap
penyelenggaraan pendidikan agama pada satuan
pendidikan umum yang berkualitas.
g. Peningkatan akses masyarakat terhadap pendidikan
keagamaan yang berkualitas.
Kementerian Agama adalah lembaga pemerintah
yang dipimpin oleh Menteri Agama, berkedudukan di
bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Kementerian Agama mempunyai tugas menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang agama untuk membantu
Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.
Berikut adalah fungsi dari Kementerian Agama73:
a. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di
bidang bimbingan masyarakat Islam, Kristen, Katolik,
Hindu, Buddha, dan Khonghucu, penyelenggaraan haji
dan umrah, dan pendidikan agama dan keagamaan;
b. koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan
pemberian dukungan administrasi kepada seluruh
unsur organisasi di lingkungan Kementerian Agama;
c. pengelolaan barang milik/kekayaan Negara yang
menjadi tanggung jawab Kementerian Agama;
73 Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2016
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama Pasal 3
63
d. pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan
Kementerian Agama;
e. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas
pelaksanaan urusan Kementerian Agama di daerah;
f. pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke
daerah;
g. pelaksanaan pendidikan, pelatihan, penelitian, dan
pengembangan di bidang agama dan keagamaan;
h. pelaksanaan penyelenggaraan jaminan produk halal;
dan
i. pelaksanaan dukungan substantif kepada seluruh unsur
organisasi di lingkungan Kementerian Agama.
D. Struktur Ogranisasi Kementerian Agama
Struktur organisasi Kementerian Agama pusat
sebagai berikut;
Sumber: https://kemenag.go.id/home/artikel/43293
64
BAB IV
HASIL DAN ANALISA
A. Peran Public Relations Kementerian Agama
Isu keberagamaan merupakan persoalan yang cukup
dominan di Indonesia. Meskipun Indonesia bukan negara
agama, dasar negara menegaskan sila pertama menyoal
ketuhanan mengafirmasi bahwa setiap penduduk Indonesia
wajib beragama. Pada gilirannya banyak sekali muncul
permasalahan yang berkaitan bahkan mengatasnamakan
agama. Hal inilah yang menjadi tugas utama Kementerian
Agama mengelola dan menyelesaikan persoalan-persoalan
isu-isu agama.
Dalam menjalankan tugas, baik perencanaan,
pelaksanaan hingga evaluasi program perlu disosialisasikan
agar sasaran dan tujuannya tercapai dengan apik. Umumnya,
pengampu bagian sosialisasi merupakan pengejawentahan
dari public relations (PR). Adapun dalam pelaksanaanya,
bidang yang mengampu tugas PR di Kemenag adalah
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Ditjen Bimas)
yang mewakili setiap agama yang diakui di Indonesia.74
Tugas utamanya adalah menyebarkan kebijakan serta proses
mengambil aspirasi guna menciptakan kebijakan, sehingga
74 Saat ini agama yang diakui di Indonesia adalah Islam, Katolik, Kristen,
Hindu, Budha dan Konghucu. Namun saat ini belum ada Ditjen Bimas Konghucu, selain itu telah ada.
65
peranan ini dapat mewujudkan citra positif Kementerian
Agama.
Lembaga yang berperan untuk menyebarkkan
kebijakan terkait Isu agama Islam adalah Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Islam (Ditjen Bimas Islam). Ditjen
Bimas Islam merupakan satuan kerja tingkat I di lingkungan
Departemen Agama Pusat. Di tingkat daerah, Ditjen Bimas
Islam memiliki “kepanjangan tangan” pada bidang-bidang
(provinsi) dan seksi-seksi (kabupaten/kota). Pada lapis
paling ujung, Ditjen Bimas Islam memiliki unit pelaksana
teknis di tingkat Kecamatan, yakni kantor urusan agama
KUA.75
Ditjen Bimas Islam memiliki tugas
menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di
bidang bimbingan masyarakat Islam sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Adapun
fungsinya di antaranya perumusan dan pelaksanaan program
bimbingan masyarakat Islam yang meliputi urusan agama
Islam dan pembinaan Syariah, bina kantor urusan agama dan
keluarga sakinah, penerangan agama Islam, pemberdayaan
zakat, dan pemberdayaan wakaf.76 Bimas Islam dalam
tugasnya, bertanggung jawab untuk membangun
pemahaman, penghayatan, dan pengamalan agama yang
75 Lihat dalam “Sejarah Bimas Islam” dalam
www.bimasislam.kemenag.go.id diakses pada 20 April 2020 76 Diambil dari www.bimasislam.kemenag.go.id diakses pada 20 April
2020.
66
rahmatan lil’alamin, ramah dan penuh dengan kedamaian;
bersanding dalam kedamaian dalam keragaman Nusantara.77
Berdasarkan tugas dan fungsinya, Bimas Islam
merupakan ujung tombak dalam pengelolaan isu-isu
keberagamaan. Hal ini sebagaimana pernyataan M. Amin
selaku Direktur Jenderal Bimas Islam mengatakan bahwa
Bimas merupakan lembaga yang secara khusus menangani
isu-isu agama Islam. Fatkor pendukungnya adalah Pertama,
umat Islam merupakan pemeluk agama mayoritas di
Indonesia. Kedua, tugas dan fungsi Ditjen Bimas Islam
meliputi hampir seluruh aspek kehidupan umat Islam.
Ketiga, inovasi yang terus dilakukan oleh Ditjen Bimas
Islam. Keempat, ada faktor lain selain faktor agama yang
menjadi pendorong isu tersebut di media.78
Dari pendapat di atas dapat dipahami bahwa Bimas
Islam merupakan lembaga yang secara khusus menangani
isu-isu agama Islam khususnya. Pengelolaan isu tersebut
juga berkaitan dengan mensosialisasikan program
kementerian agama. Dengan kata lain, Bimas berkedudukan
sebagai PR bagi Kementerian Agama.
Adapun peran praktis Bimas Islam selaku PR
Kementerian agama dapat dikelompokkan melalui kegiatan
atau program. Program merupakan arah kebijakan serta
77 Diambil dari www.bimasislam.kemenag.go.id diakses pada 20 April
2020. 78 Diambil dari Bimas Islam Kemenag dari
www.bimasiislam.kemenag.go.id diakses pada 20 April 2020.
67
strategi yang merupakan penjabaran visi-misi Presiden oleh
Kementerian Agama. Selanjutnya Bimas Islam membuat
arah kebijakan dan strategi Kemenag yang mendukung
pencapaian tujuan pembangunan bidang agama, khususnya
terkait dengan pembangunan masyarakat Islam yang
mengacu pada arah kebijakan dan strategi Kementerian
Agama.79 Dengan kata lain, program Bimas Islam
merupakan arah kebijakan strategi Kementerian Agama
dalam bidang pembangunan masyarakat Islam.
Guna memahami peranan Bimas Islam yang
memangku tugas PR dapat dilihat dari bentuk kegiatan yang
dijalankan. Setidaknya terdapat tiga bentuk kegiatan Bimas,
yaitu Kegiatan Praktis, Kegiatan Generik, dan Sosialasi.
Berikut rinciannya:
1) Kegiatan Teknis
Kegiatan teknis berkaitan dengan Kebijakan
memperkuat dan memperluas upaya penanaman
pemahaman, penghayatan, pengamalan, pengembangan
nilai-nilai Islam kepada masyarakat, serta menghadirkan
suasana kerukunan intern umat beragama. Kemudian
meningkatkan layanan Urusan Agama Islam dan Pembinaan
Syariah dan Kebijakan dalam hal meningkatkan
pemanfaatan dan kualitas pengelolaan potensi ekonomi
keagamaan Islam (zakat dan wakaf).
79 Diambil dari Renstra Ditjen Bimas Islam tahun 2014-2019.
68
Berkaitan dengan kegiatan teknis, dalam mengelola
isu-isu agama, sosialisasi program Bimas Islam berpatokan
pada Rencana Strategis yang dibuat selama satu periode
kepemimpinan. Sebagaimana Renstra yaitu terwujudnya
masyarakat Islam Indonesia yang taat beragama, maju,
sejahtera, cerdas, dan toleran, dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara dalam wadah NKRI”. Sedangkan dalam
penerjemahannya dalam isu-isu keberagamaan dapat
dirucutkan pada tiga persoalan pokok, yaitu Pemahahaman,
Pengamalan dan Ketaatan.
Pemahaman, pengamalan dan ketaatan agama Islam
merupakan persoalan penting yang menggelayuti
masyarakat muslim di Indonesia. Pemahaman adalah level
pengetahuan dan wawasan yang mengendap pada pola
pikir masyarakat muslim terkait dengan ajaranajaran Islam.
Sementara pengamalan merupakan sisi konkret yang
mewujud dalam tindakan dan perilaku keagamaan
seseorang. Sedangkan ketaatan merupakan sikap untuk
senantiasa patuh dan konsisten terhadap ajaran agama
Islam.80
Ketiga persoalan pokok di atas disandarkan pada
persoalan pengalaman keberagamaan Islam di Indonesia.
Di antaranya praktik keberagamaan Islam di Indonesia
semakin semarak namun perilaku negatif juga
mengiringinya. Selanjutnya masih sering terjadi konflik
mengatasnamakan agama Islam.
80 Diambil dari Rencana Strategis Ditjen Bimas Islam tahun 2015-2019
69
Hal ini mencerminkan masih berkembangnya
pemahaman keagamaan yang sempit, eksklusif, dan tidak
toleran di kalangan masyarakat, yang dapat mengganggu
keharmonisan kehidupan beragama dan pada gilirannya
dapat memberikan kontribusi negatif bagi keberhasilan
pembangunan nasional. Ketiga, maraknya kegiatan yang
bersifat ritualistik tidak diiringi dengan pengkajian
keislaman yang mendalam. Keempat, maraknya tampilan
wajah keislaman di media yang kurang memberikan daya
pencerahan yang baik sehingga mengakibatkan terjadinya
pendangkalan ajaran Islam sendiri.
Dengan meningkatkan pemahaman, pengamalan dan
ketaatan diharapkan dapat tercermin dalam sikap dan
perilaku sosial yang sejalan dengan nilai-nilai luhur yang
terkandung di dalam ajaran Islam dan berkembangnya
wawasan Keislaman yang moderat dan inklusif.81
Prinsip yang ditekankan oleh Bimas Islam adalah
moderasi agama. Sebagaimana pernyataan berikut ini:
“Bukan agamanya yang dimoderasi, tapi sikap dalam
beragamanya sehingga berada di tengah. Tidak condong ke
kiri atau ke kanan. Tidak radikal. Maka dari sinilah negara
melayani, melindungi dan meningkatkan kualitas
kehidupan umat beragama.”82
Prinsip moderasi beragama berarti menciptakan
Islam yang moderat. Moderasi beragama adalah cara
81 Diambil dari Rencana Strategis Ditjen Bimas Islam tahun 2015-2019 82 Wawancara bersama Sigit Kamseno, Kasubbag Humas dan Sistem
Informasi Bimas Islam, 13 April 2020
70
pandang kita dalam beragama secara moderat, yakni
memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak
ekstrem. Retaknya hubungan antarumat beragama
merupakan problem yang dihadapi oleh bangsa Indonesia
yang disebabkan pemahaman ekstremis.
Pengarusutamaan moderasi beragama ini dinilai
penting dan menemukan momentumnya. Bentuk
ektremisme terjewantahkan dalam dua bentuk yang
berlebihan. Satu pada kutub kanan yang sangat kaku dalam
beragama dan pihak satu sebaliknya, sangat longgar dan
bebas dalam memahami sumber ajaran Islam.83 Penjelasan
ini dapat dipahami dalam penegasan berikut ini:
“Menjadi moderat bukan berarti menjadi lemah
dalam beragama. Menjadi moderat bukan berarti
cenderung terbuka dan mengarah kepada kebebasan.
Keliru jika ada anggapan bahwa seseorang yang bersikap
moderat dalam beragama berarti tidak memiliki militansi,
tidak serius, atau tidak sungguh-sungguh, dalam
mengamalkan ajaran agamanya.”84
Beberapa bentuk pengarusutamaan moderasi
beragama, Kementerian Agama memili berbagai program
dengan empat pendekatan, yaitu teologis, politis, yuridis,
dan sosial-budaya dengan pendekatan yang bersifat
83 Tarmizi Tohor, “Pentingnya Moderasi Beragama” dalam Opini
www.bimasilsma.kemenag.go.id publikasi 13 Septerm 2019, diakses pada 20 April 2020
84 Wawancara bersama Sigit Kamseno, Kasubbag Humas dan Sistem Informasi Bimas Islam, 13 April 2020
71
persuasif, kuratif, maupun represif. Upaya persuasif
dilakukan dengan pendekatan agama yang mengedepankan
nilai-nilai kasih sayang, damai, toleran dengan tidak
mengorbankan ajaran-ajaran dasar agama.
Sedangkan upaya kuratif melakukan upaya
rekonsiliasi maupun resolusi konflik sosial keagamaan
melalui mediasi, dialog, pembauran, edukasi maupun
bimbingan paham keagamaan. Sedangkan represif berarti
menjalin kerjasama dengan kepolisian atau kejaksaan
dalam menyikapi paham keagamaan yang menimbulkan
kekerasan.85
Adapun bentuk program konkritnya saat ini adalah
sebagai berikut:
a) Menyelesaikan review 155 buku pelajaran agama
Islam untuk memperkuat pemahaman moderasi
beragama para siswa, penguatan pendidikan karakter,
dan pendidikan anti korupsi.
b) Pembelajaran tentang khilafah menitikberatkan pada
kajian sejarah sehingga diharapkan lebih kontekstual.
c) Diklat 160 Instruktur Moderasi Beragama
d) Menerbitkan Buku Pendidikan Agama Islam
Perspektif Moderasi Beragama Berpedoman
implementasi moderasi beragama di bidang
pendidikan Islam.
e) Pendirian Rumah Moderasi Beragama
85 Diambil dari www.bimasislam.kemenag.go.id diakses pada 20 April
2020.
72
f) Menjadikan materi penguatan moderasi dalam
kurikulum program kediklatan, baik diklat teknis
tenaga administrasi maupun diklat teknis substantif,
serta penyuluhan agama dan bimbingan perkawinan
yang dilakukan sampai pada tingkat Kantor Urusan
Agama (KUA) di kecamatan.
g) Kick off Program Pencegahan Radikalisme bagi
pendidikan dan tenaga kependidikan.
h) Kemah Lintas Paham Keagamaan Islam. Kegiatan ini
menjadi ikhtiar kementerian agama untuk memperkuat
jalinan Ukhuwah Islamiyah dan meminimalisir potensi
konflik. Termasuk juga untuk menyamakan persepsi
dan langkah dalam melakukan pembinaan terhadap
umat.86
Keseluruhan program-program merupakan arahan
kebijakan strategis Kementerian Agama dalam mengelola
isu-isu keberagamaan yang diampu oleh Ditjen Bimas
Islam. Ini menjadi penegas bahwa Ditjen Bimas Islam
merupakan lembaga yang mengelola isu-isu
keberagamaan.
Program Ditjen Bimas Islam bukan tanpa sebab,
melainkan adanya berbagai aspirasi, opini serta masukkan
sehingga mengerucut pada kegiatan tersebut. Misalkan
menurut Bimas terdapat permasalahan peningkatan
86 Diambil dari www.bimasislam.kemenag.go.id diakses pada 20 April
2020
73
pemahaman pengamalan agama. Faktor-faktornya antara
lain keterbatasan jumlah tenaga penyuluh, munculnya
aliran yang bersebrangan yang mengganggu upaya-upaya
penanaman nilai-nilai Islam yang moderat dan toleran serta
menjamurnya informasi keagamaan Islam melalui media
sosial yang berisi pesan-pesan kebencian sehingga
menimbulkan gesekan-gesekan sosial yang tidak
diinginkan.87
Masalah di atas menjadi bahan analisa Bimas untuk
membentuk sebuah program. Selain itu tentunya
dikombinasikan dengan arah kebijakan dari Kementerian
Agama yang selaras dengan visi-misi Presiden. Dengan
demikian Bimas berperan secara efektif dalam manajemen
isu. Sebagaimana pernyataan berikut ini:
“Humas Ditjen Bimas Islam mengidentifikasi
berbagai isu keagamaan yang ada di masyarakat, sehingga
dapat diteruskan kepada stakeholder yang
berkepentingan.”88
Masih banyak masalah yang berkaitan dengan isu-
isu agama. Munculnya konflik social yang disertai
kekerasan atas nama agama yang diawali dengan
berkembangnya pemahaman keagamaan yang sempit,
eksklusif, dan tidak toleran di kalangan masyarakat. Kasus
ini sangat mengganggu keharmonisan kehidupan beragama
87 Renstra Ditjen Bimas Islam tahun 2015-2019 88 Wawancara bersama Sigit Kamseno, Kasubbag Humas dan Sistem
Informasi Bimas Islam, 13 April 2020
74
yang berpengaruh terhadap keberhasilan pembangunan
nasional, khususnya pembangunan dalam bidang
kemanusiaan dan agama.
2) Kegiatan Generik
Kegiatan generik berupa terkait erat dengan
kebijakan dalam meningkatkan koordinasi pelaksanaan
tugas dan fungsi, pembinaan, serta pemberian dukungan
manajemen kepada semua unit organisasi di lingkungan
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam mulai dari
tingkat pusat sampai daerah.89 Selain berkoordinasi dengan
lembaga di bawah strukturnya, Bimas Islam juga
bekerjasama dengan lembaga intern Kemenag, salah satunya
dengan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama.
Beberapa contohnya adalah Puslitbang BALK
melakukan penelitian mengenai aliran keagamaan,
kerukunan hidup umat beragama, Haji, Umroh, dan Produk
Halal. Penelitian lain yaitu mengenai Bahai. Bahai adalah
agama yang dipeluk sebagian masyarakat Indonesia, bukan
agama sempalan, tetapi juga belum dilayani oleh negara. Isu
lain adalah tentang SKB Tiga Menteri No. 8 dan 9 tahun
2006.
Di dalam SKB ini diatur tiga hal mengenai tugas
kepala daerah dan wakilnya dalam memelihara kerukunan,
89 Renstra Ditjen Bimas Islam tahun 2014-2019
75
pendirian rumah ibadah, dan forum kerukunan umat
beragama. SKB ini memperbaharui peraturan lama tahun
1979 yang sudah tidak relevan tentang pendirian rumah
ibadah.
Di dalam membuat peraturan ini Puslitbang
mengundang majelis-majelis agama yakni MUI, PGI, KWI,
Parisida Hindu Dharma Indonesia, Perwakilan Umat Buddha
Indonesia. Ada juga SKB tentang Ahmadiyah, maupun
Syiah.90
Kegiatan tersebut merupakan kerja sama yang
terjalin serta koordinasi dalam menyasar isu-isu
keberagamaan sehingga tepat sasaran. Setiap isu agama yang
ada tidak serta diambil, namun perlu disaring sehingga
dikelola dengan baik.
Kegiatan Generik lainnya adalah menjaring stake
holder berkaitan dengan isu-isu beragama yang sedang
berkembang. Misalkan isu radikalisme, ekstremisme, maka
Bimas Islam akan menggaet tokoh-tokoh yang berkaitan
untuk membuat diskusi atau interfaith dialog dalam rangka
memberikan pemahaman, pengamalan dan ketaatan
beragama agar menciptakan Islam yang moderat lagi toleran.
Sebagaimana pernyataan berikut ini:
“Dalam mengelola isu, kami juga mengundang para
tokoh agama, tokoh masyarakat, stake holder-stake holder
90 Diambil dari Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI,
diakses dari www.balitbangdiklat.kemenag.go.id pada April 2020
76
terkait, agar sama-sama memberikan pemahaman dan
kedewasaan dalam beragama. Disisi lain, hal itu kan menjadi
jembatan antara program pemerintah dan kebutuhan
masyarakat.”91
Pendapat di atas mempertegas peranan Bimas Islam
sebagai PR dalam pengelolaan isu agama di Kementerian
Agama. Peranan yang diambil adalah menjadi mediator
antara pemerintah sekaligus masyarakat dalam isu-isu
agama.
3) Informasi Publik.
Pelayana publik adalah citra utama Bimas Islam
sebagai tolak ukur keberhasilan sebuah program. Baik dan
buruknya sebuah lembaga dapat dilihat dari bagaimana
bentuk pelayanan publiknya. Masyarakat atau publik sellalu
menilai bahwa Kementerian Agama merupakan institusi
yang berpijak diatas landasan nilai-nilai dan moralitas
keagamaan Islam. Oleh sebab itu, seluruh sikap dan tindakan
yang dilakukan oleh setiap individu atau aparaturnya sangat
berpengaruh terhadap citra lembaga/institusi.
Oleh sebab itu komunikasi publik yang berkualitas
sangat diperlukan untuk menunjukkan citra baik
kelembagaan secara lebih objektif melalui penampilan
performa dan kinerja yang akuntabel, bertanggungjawab,
91 Wawancara bersama Sigit Kamseno, Kasubbag Humas dan Sistem
Informasi Bimas Islam, 13 April 2020
77
dan transparan. Terlebih, dilingkungan Bimas Islam terdapat
beberapa fokus kinerja yang sangat membutuhkan
akuntabilitas dan transparansi yang sesuai dengan harapan
masyarakat, seperti kinerja dalam pelayanan dan bimbingan
keagamaan oleh Kantor Urusan Agama (KUA).
Sebagai informasi publik, Bimas Islam sendiri
memiliki Laporan Kinerja. Seluruh pelaksanaan Program
dapat dilihat melalui Capaian Kinerja yang dibuat secara
perkala triwulan. Seperti capaian kinerja Ditjen Bimas Islam
pada tahun 2019 triwulan terakhir belum maksimal. Dari 10
Indikator Kinerja Utama (IKU) baru mencapai 75%.
Keseluruhannya dapat dilihat mengenai bentuk program
yang berjalan, realisasi anggaran serta evaluasi yang perlu
dilakukan dalam Laporan Kinerja.92
B. Strategi PR Bimas Kemenag
Dalam memetakan strategi PR yang dilakukan
oleh Bimas Islam, penulis menggunakan pendekatan
strategi yang memuat sasaran dan tujuan; formulasi aksi
dan komunikasi efektif. Berikut rinciannya:
1. Menetapkan Sasaran dan Tujuan
Sasaran dan tujuan merupakan agenda paling
awal dalam membentuk strategi. Sasaran berorientasi
pada target yang dikehendaki sedangkan tujuan adalah
92 Laporan Capaian Kinerja Ditjen Bimas Islam tahun 2019
78
capaian yang yang diinginkan. Sasaran dan tujuan yang
dilakukan oleh Bimas Islam secara umum tertuang
dalam Rencana Strategi (Renstra) yang dibuat periodik.
Di dalamnya menjabarkan tentang strategi arah
kebijakan yang berisikan program-progam yang akan
dijalankan.93
Adapun dalam bentuk strategi PR, Bimas Islam
melakukkan agenda setting, yaitu perencanaan yang
memuat sasaran dan tujuan dalam pengelolaan isu-isu
agama.94 Agenda setting memuat perencanaan untuk
menetapkan sasaran serta tujuan yang hendak
dilakukan. Dalam konteks isu agama, agenda setting
adalah penyesuaian antara isu, program, dan stake
holder. Isu menjadi bahan kajian untuk menetapkan
arah kebijakan dan mencapai tujuan. Program menjadi
bentuk kegiatan yang akan disosialisasikan atau
dilaksanakan. Sedangkan stake holder merupakan
target atau sasaran yang dikehendaki.
Ketiga poin di atas menjadi sangat penting
dimana isu adalah masalah yang sedang berkembang.
Masalah-masalah keagamaan sendiri sangat cepat
berkembang dan berubah-ubah, meski demikian
terkadang memiliki satu rangkaian peristiwa yang
mirip. Akan tetapi, poinnya adalah bagaimana memilah
93 Diambil dalam Pendahuluan pada Rencana Strategi (Renstra) Ditjen
Bimbingan Masyarakat Islam 2015-2019 94 Wawancara bersama Sigit Kamseno, Kasubbag Humas dan Sistem
Informasi Bimas Islam, 13 April 2020
79
isu agar dapat menetapkan sasaran maupun tujuannya.
Sebagaimana pernyataan berikut:
“Isu agama kan sangat update, sudah gitu
beragam, makanya kita perlu memilih, mana yang
penting untuk dikelola atau tidak.”95
Dengan demikian, pemilihan terhadap isu
merupakan setting dalam mencapai sasaran dan tujuan.
Selain pemilihan isu, strategi PR Bimas Islam
lainnya adalah sasarannya terhdap stake holder.
Sebagaimana diketahui, setiap isu agama dapat
disosialisasikan dengan massif melalui stake holder.
Selain itu, stake holder berperan penting dalam
mensukseskan tujuan program maupun sosialiasi. Oleh
karena itu, keberadaan stake holder menjadi sasaran
penting sebagai strategi PR Bimas Islam.96
Adapun tujuan yang dimaksud adalah
tercapainya program dan kegiatan berkaitan dengan
isu-isu keberagamaan. Penanganan terhadap
permasalahan agama menjadi tugas Kementerian
Agama. Kehadiran Bimas Islam berperan penuh dalam
mensosialisasikan program serta mengambil aspirasi
95 Wawancara bersama Sigit Kamseno, Kasubbag Humas dan Sistem
Informasi Bimas Islam, 13 April 2020. 96 Wawancara bersama Sigit Kamseno, Kasubbag Humas dan Sistem
Informasi Bimas Islam, 13 April 2020.
80
dari masyarakat guna menjadikan arah kebijakan
lanjutan.
2. Formulasi Aksi
Formulasi aksi dapat dipahami sebagai upaya
Kementerian Agama dalam mengatasi atau
menanggapi permasalahan. Dalam hal ini, upaya Bimas
Islam dalam merespon dan menanggapi isu-isu
keberagamaan. Namun sebelum menjelaskan strategi
aksi Bimas Islam, Bimas Islam menyampaikan
beberapa isu yang benar-benar dipilih berdasarkan
kriteria manajemen isu. Berikut pernyataan
langsungnya:
“Ada beberapa masalah yang sebenarnya kecil
tetapi dibesar-besarkan, atau sebaliknya, masalah yang
urgent malah kurang difollow up. Oleh karena itu, kami
(BIMAS), benar-benar bekerja keras memilah dan
memilih isu agar tepat sasaran. Sebenarnya semua isu
juga direspon, namun ada yang perlu dikoordinasikan
ada yang langsung ditanggapi melalui pernyataan
Menteri.”97
Maksud pernyataan di atas menunjukkan bahwa
setiap agenda Kemenag melalui Bimas Islam dalam
mengkonter isu-isu agama diseleksi dengan baik. Ada
isu yang cukup ditanggapi melalui pernyataan, ada isu
97 Wawancara bersama Sigit Kamseno, Kasubbag Humas dan Sistem
Informasi Bimas Islam, 13 April 2020
81
yang direspon bahkan membutuhkan pelatihan hingga
pendidikan khusus. Misalnya, isu soal cadar yang
disampaikan Menteri beberapa waktu lalu, menurut
Bimas Islam itu cukup ditanggapi melalui pernyataan
Menteri. Tetapi untuk kasus radikalisme, terorisme,
bahkan Kemenag sampai menerbitkan sertifikat
Pendakwah. Sebagaimana pernyataan berikut:
“Kan ada, pernyataan Menteri soal Cadar, nah
itu cukup dijawab sama menteri. Tapi kalau masalah
terorisme, radikalisme, itu kan dipengaruhi oleh
pendakwah, makanya kita bahkan mengusulkan
sertifikat Pendakwah, Khatib, bahkan merilis
penceramah moderat.”98
Keseluruhannya merupakan bagian respon
maupun aksi dalam rangka mengelola isu-isu agama.
Berbeda isu maka berbeda pula strategi aksi yang
dilakukannya. Setidaknya ada empat isu aktual dan
menonjol yang dibahas dalam forum Menteri Agama
tersebut, yaitu terkait moderasi agama atau Islam
Wasathiyah, wakaf dan zakat, radikalisme dan
terorisme, serta isu Islamofobia.99
Dinamika global dan nasional memberi warna
dalam potret kehidupan beragama di Indonesia.
98 Wawancara bersama Sigit Kamseno, 13 April 2020 99 Republika, “Menteri Agama di Dunia Bahas Empat Isu Aktual”
diambil dari www.republika.co.id tanggal 15 Mei 2018, diakses pada 20 April 2020
82
Sejumlah indikasi menunjukan adanya peningkatan
semangat keberagamaan yang ekstrim dan eksklusif
yang bertentangan dengan semangat kebangsaan dan
kemajemukan Indonesia. Hal ini bahkan diindikasi
sudah masuk pada kalangan Apartur Sipil Negara.
Menurut Zainal Abidin, Di antara kasus
menonjol yang diwariskan ke periode pertama Jokowi
adalah kasus-kasus yang bahkan telah mendapat
perhatian dunia, seperti kasus Gereja Kristen Indonesia
Yasmin, Bogor, serta kasus pengungsi Ahmadiyah dan
Syiah. Di sini tak ada kemajuan yang bisa dicatat.
Sementara itu, kasus-kasus besar lain bertambah, di
antaranya pengusiran 1000 pengikut Gafatar pada akhir
2015 dan awal 2016 yang berujung pada pemenjaraan
beberapa orang pemimpinnya.100
Masalah-masalah intoleransi dan pelanggaran
kebebasan beragama atau berkeyakinan yang makin
kerap terjadi. Pemilahan Islam moderat dan radikal
biasa digunakan para penguasa di beberapa negara
untuk menekan satu kelompok yang dianggap
mengganggu sembari menghindari tuduhan
Islamophobia. ekspresi-ekspresi yang direpresi tidak
selalu mati, tapi mengalami hibernasi untuk sekali
100 Zainal Abidin Baghir, “Tantangan Sulit Isu Agama dan Demokrasi
dalam Kabinet Indonesia Maju” dalam Opini tirto.id di www.tirto.id dipublish 8 November 2019, diakses pada 20 April 2020
83
waktu muncul dalam bentuk yang tak selalu bisa
diduga.
Wujud kontribusi atau strategi aksi Bimas Islam
diantaranya: Penanggulangan Pengaruh ISIS di
Indonesia. ISIS diyakini telah mempengaruhi gerakan
jihad diIndonesia. Ada juga penanganan Kasus Syiah
Sampang, Madura.101 Konflik Syiah Sampang,
Madura. Selain itu, Bimas Islam menegaskan
keberadaan Penyuluh Agama terus berupaya
menggiatkan penyuluhan agar masyarakat tidak
terjerumus mengikuti paham-paham yang
menyimpang. Para penyuluh juga telah disediakan
modul agar menjalankan tugasnya untuk
meminimalisir paham-paham yang dinilai keluar dari
ajaran mainstream. Ikhtiar mengatasi problem paham
keagamaan.
Ditjen Bimas Islam telah melakukan berbagai
upaya-upaya pencegahan melalui sinergitas dengan
stake - holder, seperti Ormas Islam, DKM, Lembaga
Sosial Keagamaan, Majelis Ta’lim, dan lainnya. Upaya
ini agar umat tidak mudah disusupi paham keagamaan
radikal atau paham-paham yang menyimpang. Melalui
lembaga keagamaan, khususnya Majelis Taklim,
diharapkan mampu mengajarkan Islam yang damai.
Peran penting lainnya adalah bahwa majelis ta’lim
101 Syafiq Hasyim, “Penanggulangan Radikalisme dan Ekstremisme
Berbasis Agama” dalam www.bimasislam.kemenag.go.id
84
mayoritas diikuti oleh jamaah ibu-ibu sehingga
diharapkan mampu mempersiapkan generasi muslim
dengan pemahaman keagamaan yang moderat dan
damai. Peran ibu yang menjadi madrasah al-
ula (pendidikan pertama) bagi anak-anaknya berperan
besar dalam membentuk pemahman dan sikap
keberagamaan inklusif.
Kementerian Agama bersama jajaran Kabinet
Indonesia-Maju di awal kerjanya mencoba melakukan
upaya preventif. Salah satunya dengan menerbitkan
Surat Keputusan Bersama tentang Penanganan
Radikalisme ASN dalam rangka Penguatan Wawasan
Kebangsaan pada ASN, pada 12 November 2019. SKB
ini menjadi upaya bersama 11 Kementerian dan
Pimpinan Lembaga, termasuk di dalamnya
Kementerian Agama.102
Upaya yang sama juga dilakukan melalui
pemberdayaan takmir masjid dan mushala. Mereka
diharapkan mampu menjadi jembatan dalam
mengkomunikasikan segala persoalan yang muncul di
tengah masyarakat, terutama kemunculan gerakan
radikal dalam keagamaan. Ta’mir masjid dan mushala
merupakan tokoh agama yang langsung berhadapan
dengan umat dan hidup di tengah-tengah mereka serta
berperan melakukan pelayananan keagamaan. Dengan
102 Bimasislam.kemenag.go.id
85
peran strategis ta’mir masjid dan mushala diharapkan
mampu meminimalisir dan memfilter paham
keagamaan radikal dan menyimpang yang menjadi
ancaman kebhinnekaan bangsa.103
3. Komunikasi Efektif
Strategi ketiga adalah menekankan komunikasi
efektif Bimas Islam selaku PR bagi Kementerian
Agama untuk masyarakat. Setelah menetapkan sasaran,
tujuan maupun formulasi aksi, maka tahapan
selanjutnya adalah membentuk komunikasi efektif.
Komunikasi efektif menjadi media dalam
menyampaikan segala kebijakan, program maupun
layanan langsung kepada masyarakat seputar persoalan
isu-isu keberagamaan.
Media yang digunakan untuk mensosialisasikan
informasi pengelolaan isu keagamaan di Bimas Islam
berpusat di www.bimasislam.kemenag.go.id. Website
tersebut menyediakan informasi berbagai layanan
terkait isu-isu agama serta menyajikan opini tokoh
terkait isu agama. Selain website yang beralamat
bimasislam.kemenag.go.id, buletin jurnal kegiatan
bulanan, juga masih dipandang perlu untuk
mensosialisasikan melalui Majalah yang akan
103 Muhammadiyah Amin, “Bimas Islam dalam Mengawal
Kebhinekaan” dalam bimasislam.kemenag.go.id
86
dibagikan kepada seluruh stake-holder Bimas Islam,
Pusat dan Daerah. Majalah ini rencananya akan terbit
dua kali selama setahun, dengan kekuatan penyajian
narasi dan analisis, serta informasi-informasi terbaru
terkait dengan visi dan misi Bimas Islam.104
Dalam melakukan penanganan isu keagamaan,
Ditjen Bimas Islam selalu bersinergi media massa
untuk menyebarkan berbagai informasi terkait isu-isu
keagamaan yang ada di masyarakat. Humas Ditjen
Bimas Islam membuat Siaran Pers dan dikirim ke
media massa untuk disebarluaskan kepada masyarakat.
Secara berkesinambungan juga memberikan informasi
layanan, bimbingan, dan capaian, baik itu berupa
infografis, video pendek, iklan, maupun tulisan yang
disebar melalui media massa.105
Bimas Islam juga menjawab berbagai
pertanyaan dari masyarakat melalui media sosial yang
dimiliki (Twitter dan Instagram), terkait layanan dan
bimbingan. Masyarakat menanggapi berbagi informasi
yang diberikan Ditjen Bimas Islam, baik itu berupa
kepuasan, saran, hingga kritik. Tanggapan tersebut,
mayoritas melalui media sosial yang dimiliki Ditjen
Bimas Islam, yang berefek kepada perbaikan kualitas
layanan dan bimbingan kepada masyarakat. Hal ini
104 Wawancara dengan Sigit Kamseno, Kasubag Humas dan Sistem
Informasi Bimas Islam pada 20 April 2020. 105 Wawancara dengan Sigit Kamseno, Kasubag Humas dan Sistem
Informasi Bimas Islam pada 20 April 2020.
87
merupakan respon balik dari masyarakat, terutama
terkait layanan dan bimbingan keagamaan, sehingga
Ditjen Bimas Islam dapat terus menerus meningkatkan
kualitas yang diberikan kepada masyarakat.106
Penyebaran informasi serta memberikan
layanan keluhan maupun pertanyaan merupakan
strategi komunikasi efektif yang dilakukan Bimas
Islam dalam mengelola isu keberagamaan. Hal ini
ditandai adanya pola komunikasi timbal balik antara
masyarakat dengan pemerintah yang diperankan oleh
Bimas Islam. Bentuk komunikasi timbal balik juga
menunjukkan adanya pola persuasif, sehingga menjadi
citra efektif dalam menyampaikan pesan dan kebijakan
yang ada.
C. Platform Media
Pengelolaan isu melalui media masa merupakan
strategi yang diterapkan Bimas Islam guna
mengidentifikasi isu, memecahkan masalah, serta
menerapkan program. Media saat ini telah hadir secara
nyata di depan semua orang. Positifnya segala bentuk
informasi dapat didapatkan dengan sangat mudah.
Namun sisi negatifnya adalah ujaran kebencian, paham
keagamaan atau bagian isu-isu keagamaan juga turut
106 Diakses dari www.bimasislam.kemenag.go.id diakses pada 20 April
2020
88
mudah berkembang pesat. Oleh karena itu, dalam
mengelola isu-isu keagamaan, Bimas Islam pun
menggunakan berbagai platform media, baik cetak,
elektronik maupun media sosial sebagai bentuk
pengelolaan isu agama.
Ditjen Bimas Islam selalu bersinergi media
massa untuk menyebarkan berbagai informasi terkait
isu-isu keagamaan yang ada di masyarakat. Ditjen
Bimas Islam membuat Siaran Pers dan dikirim ke
media massa untuk disebarluaskan kepada masyarakat.
Ditjen Bimas Islam, secara berkesinambungan
memberikan informasi layanan, bimbingan, dan
capaian, baik itu berupa infografis, video pendek, iklan,
maupun tulisan yang disebar melalui media massa.
Ditjen Bimas Islam juga menjawab berbagai
pertanyaan dari masyarakat melalui media sosialterkait
layanan dan bimbingan.107
Adapun platform media yang digunakan oleh
Kemenag dalam mengelola isu-isu agama adalah
melalui bekerja sama dengan media cetak, televisi,
website resmi www.kemenag.go.id termasuk di
dalamnya termuat bimasislam.kemenag.go.id. Website
utamanya menampilkan berbagai layanan seperti
Berita, Opini, Konsultasi Syariah, Regulasi,
Pengaduan, Pustaka Digital yang keseluruhannya
107 Wawancara bersama Sigit Kamseno, Kasubbag Humas dan Sistem
Informasi Bimas Islam, 13 April 2020
89
membahas isu-isu keagamaan terbaru. selain itu
terdapat sosial media seperti Instagram @bimasislam,
@BimasIslam (twitter), BimasIslam TV (Youtube),
dan Ditjen Bimbingan Masyarakat Islam
(Facebook).108
108 Wawancara bersama Sigit Kamseno, Kasubbag Humas dan Sistem
Informasi Bimas Islam, 13 April 2020
90
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Strategi public relations kementerian Agama dalam
mengelola isu-isu agama di media sosial diperankan oleh
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas
Islam). Dalam menjalankan tugasnya, Bimas Islam
berperan mengadakan kegiatan teknis berupa
mengidentifikasi isu, mengelola isu dan membuat program
berkaitan dengan isu; kemudian melakukan kegiatan
generik berupa koordinasi antar lembaga dan stake holder;
serta sebagai informasi dan pelayanan publik dalam
persoalan isu maupun pelayanan keagamaan.
Adapun strategi public relations yang dijalankan
meliputi:
1) Menetapkan sasaran dan tujuan dalam agenda setting
yaitu memilih isu, menentukan arah kebijakan,
menggaet stake holder, mensosialisasikan,
melaksanakan hingga evaluasi program;
2) Melaksanakan Formulasi Aksi yatiu sikap atau respon
Kementerian Agama melalui Bimas Islam terhadap isu
agama dengan cara melakukan upaya pencegahan
terhadap isu radikalisme dan ekstremisme serta
mendorong moderasi beragama.
91
3) Melakukan Komunikasi Efektif dengan cara Bimas
Islam memiliki dan menggunakan media sosial serta
bekerja sama dengan media masa untuk
mensosialisasikan serta memberikan pelayanan
interaktif melalui media.
Sedangkan platform media yang digunakan oleh
Kemenag dalam mengelola isu-isu agama adalah melalui
bekerja sama dengan media cetak, televisi, website resmi
www.kemenag.go.id termasuk di dalamnya termuat
bimasislam.kemenag.go.id. Website utamanya
menampilkan berbagai layanan seperti Berita, Opini,
Konsultasi Syariah, Regulasi, Pengaduan, Pustaka Digital
yang keseluruhannya membahas isu-isu keagamaan
terbaru. selain itu terdapat sosial media seperti Instagram
@bimasislam, @BimasIslam (twitter), BimasIslam TV
(Youtube), dan Ditjen Bimbingan Masyarakat Islam
(Facebook).
B. Kritik dan Saran
Semoga ke depan pengelolaan manajemen isu agama
di kemenag dapat lebih aktif yaitu dengan cara menedan
melakukan komunikasi efektif. Penulis memiliki kritik dan
saran sebagai berikut:
92
1. Perlunya peningkatan kuantitas penyuluh yang dimiliki
oleh Ditjen Bimas Islam agar kegiatan bimbingan
kepada masyarakat dapat dilakukan lebih efektif.
Mengingat besaran jumlah penduduk yang ada di
Indoesia begitu besar, maka jumlah penyuluh pun juga
harus diperbanyak.
Sehingga apa yang akan disampaikan serta di
sosialisasikan oleh Humas Bimas Islam dapat
tersampaikan secara cepat dan tepat.
2. Mengingat pengguna media sosial mayoritas adalah
kaum milenial, maka konten-konten yang dikemas
dengan menarik dapat lebih mudah mendapatkan
perhatian. Oleh karena itu Ditjen Bimas Islam perlu
untuk mengemas konten di media sosialnya agar lebih
menarik lagi terkait dengan isu keagamaan.
Kemenarikan konten disini mencakup pada desain,
estetika, dan model konten yang bersifat kekinian.
Sehingga ketika para pengguna media melihat konten
tersebut, akan ada ketertarikan untuk membaca serta
memahami isi dari kontenitu.
93
3. Saya juga menyarankan agar Ditjen Bimas Islam dapat
memberikan fasilitas pelatihan bagi stake-holder,
seperti ormas islam, DKM, Lembaga Keagamaan,
Majlis ta'lim, dan lainnya terkait dengan bimbingan
masyarakat. Karena stake-holder tersebut bisa
dikatakan sebagai perpanjangan tangan dari Dijen
Bimas Islam yang berada di tengah masyarakat.
94
DAFTAR PUSTAKA
Buku;
Ali Murtopo, Strategi Kebudayaan. (Jakarta: Center for Strategic and Internasional Studies-CSIS, 1978).
Abdurrahman Kasdi, Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum: Mencari Format Islamisasi Ilmu Pengetahuan, (Jakarta, UIN Jakarta Press).
A. W. Widjaja, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, (Jakarta: PT Bina Aksara, 1986).
Ahmad Fuad Afdhal, Tips & Trik Public Relations, (Jakarta: Grasindo, 2008).
Balai Pustaka, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2007).
Bustanuddin Agus, Agama dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2006).
Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa¸ (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1989).
Freddy Rangkuti, Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis, (Jakarta: PT Gramedia pustaka utama,2013).
Firsan Nova, Crisis Public Relations. (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2011).
Frida Kusumastuti, Dasar-Dasar Hubungan Masyarakat, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004).
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, (Jakarta, PT Bumi Aksara, 2013).
95
John A pearce II dan Richard B Robinson Jr, Manajemen Strategis 10, (Jakarta: Salemba Empat,2008).
Lexy J. Maleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013).
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007).
Rosady Ruslan, Manajemen Humas dan Komunikasi: Konsepsi dan Aplikasi edisi revisi, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002).
Rosady Ruslan, Manajemen Public Relations & Media Komunikasi, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2006).
Rosady Ruslan, Manajemen Public Relation dan Media Komunikasi: Konsepsi dan Aplikasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005).
Rhenald Kasali. Manajemen Public Relations, (Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti, 2003).
Ronald D. Smith, Strategic Planning for Public Relations, (Lawrence Erlbaum Associates, 2002, USA).
Rachmat Kriyantono, Public Relation & Management Crisis, (Jakarta: Prenada Media Group, 2012).
Soleh Soemirat dan Elvinaro Ardianto, Dasar-Dasar Public Relations.
Website;
Diambil dari Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, diakses dari www.balitbangdiklat.kemenag.go.id pada April 2020.
96
Diakses dari www.bimasislam.kemenag.go.id diakses pada 20 April 2020.
Diambil dari Rencana Strategis Ditjen Bimas Islam tahun 2015-2019.
Diambil dalam Pendahuluan pada Rencana Strategi (Renstra) Ditjen Bimbingan Masyarakat Islam 2015-2019.
Muhammadiyah Amin, “Bimas Islam dalam Mengawal Kebhinekaan” dalam bimasislam.kemenag.go.id
Syafiq Hasyim, “Penanggulangan Radikalisme dan Ekstremisme Berbasis Agama” dalam www.bimasislam.kemenag.go.id.
http://www.tribunnews.com/regional/2016/07/30/kronologis-pembakaran-vihara-dan-empat-kelenteng-di-tanjungbalai, diakses pada Kamis, 16 Agustus 2019 pukul. 22.00 WIB.
https://20.detik.com/detikflash/20190819-190819030/uas-dilaporkan-gmki-ke-polisi-terkait-pernyataan-soal-salib diakses pada 2 September 2019 Pukul 17.17 WIB.
https://kemenag.go.id/home/artikel/42942 diakses pada 2 September 2019 Pukul 17.00 WIB.
http://kbbi.web.id/agama, diakses Senin, 14 Desember 2019 Pukul. 3.40 WIB.
https://kemenag.go.id/home/artikel/42956/sejarah diakses pada hari sabtu, tanggal 14 Desember pukul 19:36 WIB.
Saat ini agama yang diakui di Indonesia adalah Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Budha dan Konghucu.
97
Namun saat ini belum ada Ditjen Bimas Konghucu, selain itu telah ada.
Lihat dalam “Sejarah Bimas Islam” dalam www.bimasislam.kemenag.go.id diakses pada 20 April 2020.
Republika, “Menteri Agama di Dunia Bahas Empat Isu Aktual” diambil dari www.republika.co.id tanggal 15 Mei 2018, diakses pada 20 April 2020.
Tarmizi Tohor, “Pentingnya Moderasi Beragama” dalam Opini www.bimasilsma.kemenag.go.id publikasi 13 Septerm 2019, diakses pada 20 April 2020.
Zainal Abidin Baghir, “Tantangan Sulit Isu Agama dan Demokrasi dalam Kabinet Indonesia Maju” dalam Opini tirto.id di www.tirto.id dipublish 8 November 2019, diakses pada 20 April 2020
Jurnal & Skripsi ;
Ayu Utami Saraswati. “Strategi Public Relations Kantor Staff Presiden dalam Mengelola Isu Keagamaan di Media Massa”. Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta:2017.
Fadhila Puspita Fajri. “Strategi Public Relations Non Govemment Organization Pasiad dalam Membangun Citra di Indonesia”. Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta:2015.
Keputusan Menteri Agama Nomor 39 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Agama 2014-2019 pada Bab II.
98
Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama Pasal 3.
Laporan Capaian Kinerja Ditjen Bimas Islam tahun 2019.
Neni Yulianita, Dasar-dasar Public Relations, (Bandung, Pusat Penerbitan Universitas Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Islam Bandung, 2007).
Rand Rasyid. “Strategi Public Relations HijUp.com dalam Memasarkan Busana Muslim”. Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta:2016.
Wawancara;
Wawancara dengan Sigit Kamseno, Kasubag Humas dan Sistem Informasi Bimas Islam pada 20 April 2020.
99
LAMPIRAN
100
101
Transkrip Wawancara
Nama : H. Sigit Kamseno, S.Sos
Jabatan : Kasubbag Humas dan Sistem Informasi Bimas Islam Kementerian Agama Repiblik Indonesia
Tempat : Via Chat WhatsApp
Tanggal : 13 April 2020
Pukul : 16.05 WIB
1. Bagaimana strategi Public Relation (Humas)
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam
Kementerian Agama RI dalam menghadapi isu
keagamaan?
“Dalam menghadapi isu keagamaan, Ditjen Bimas
Islam mengedepankan peran Humas dalam meredam
isu negatif, dan menjadi jembatan bagi para stakeholder
dengan masyarakat.
Humas Bimas Islam merespon berbagai isu negatif
melalui berbagai platform media sosial dan membuat
siaran pers yang disebarkan melalui media sosial.
Selain itu, dalam membentuk citra positif di
masyarakat, Humas Ditjen Bimas Islam terus
memberikan informasi layanan, bimbingan, dan
capaian Ditjen Bimas Islam kepada seluruh lapisan
102
masyarakat melalui media massa, media sosial, dan
pameran.”
2. Apa kegiatan yang dilakukan Public Relation
(Humas) Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam Kementerian Agama RI yang
berhubungan dengan media massa terkait
penanganan isu keagamaan?
“Dalam melakukan penanganan isu keagamaan,
Humas Ditjen Bimas Islam selalu bersinergi media
massa untuk menyebarkan berbagai informasi terkait
isu-isu keagamaan yang ada di masyarakat.
Humas Ditjen Bimas Islam membuat Siaran Pers dan
dikirim ke media massa untuk disebarluaskan kepada
masyarakat.”
3. Bagaimana strategi melalui saluran komunikasi
massa atau media massa atau media sosial milik
Public Relation (Humas) Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama
RI?
“Humas Ditjen Bimas Islam, secara berkesinambungan
memberikan informasi layanan, bimbingan, dan
capaian, baik itu berupa infografis, video pendek, iklan,
maupun tulisan yang disebar melalui media massa.
103
Humas Ditjen Bimas Islam juga menjawab berbagai
pertanyaan dari masyarakat melalui media sosial yang
dimiliki (Twitter dan Instagram), terkait layanan dan
bimbingan.”
4. Sebelum informasi itu diseminasikan apa ada
penggunaan agenda setting?
“Dalam memberikan informasi, Humas Ditjen Bimas
Islam menanggap perlu adanya agenda setting, agar ada
respon balik dari masyarakat, terutama terkait layanan
dan bimbingan keagamaan, sehingga Ditjen Bimas
Islam dapat terus menerus meningkatkan kualitas yang
diberikan kepada masyarakat.
Dengan adanya agenda setting diharapkan informasi
terkait isu keagamaan dapat disebarkan secara efektif
dan massif.”
5. Bagaimana tanggapan dan efek terhadap
masyarakat mengenai informasi yang telah
disampaikan?
“Masyarakat menanggapi berbagi informasi yang
diberikan Ditjen Bimas Islam, baik itu berupa
kepuasan, saran, hingga kritik. Tanggapan tersebut,
mayoritas melalui media sosial yang dimiliki Ditjen
Bimas Islam, yang berefek kepada perbaikan kualitas
layanan dan bimbingan kepada masyarakat.”
104
6. Bagaimana tahap pengidentifikasian isu
keagamaan yang terjadi di Indonesia?
“Melalui berbagai media sosial dan jaringan media
komunikasi, Humas Ditjen Bimas Islam
mengidentifikasi berbagai isu keagamaan yang ada di
masyarakat, sehingga dapat diteruskan kepada
stakeholder yang berkepentingan untuk menanggapi
dan menyelesaikan isu tersebut.”
7. Apa kegiatan internal Public Relation (Humas)
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam
Kementerian Agama RI yang dilakukan dalam
menghadapi isu keagamaan?
“Membentuk tim yang terdiri dari perwakilan berbagai
stakeholder di Ditjen Bimas Islam, dan mengadakan
rapat rutin membahas berbagai masalah isu keagamaan
yang aktual.”
8. Selain media milik Public Relation (Humas)
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam
Kementerian Agama RI, apa komunikasi massa lain
yang dilakukan melalui media konvensional
misalnya sejenis konferensi pers atau pidato?
105
“Melalui media cetak dan media elektronik, Humas
Ditjen Bimas Islam melakukan berbagai bentuk
informasi, seperti infografis, video pendek, iklan,
maupun tulisan.”
106