STIMULASI IRADIASI SINAR GAMMA DOSIS RENDAH M. …digilib.batan.go.id/e-prosiding/File...
Transcript of STIMULASI IRADIASI SINAR GAMMA DOSIS RENDAH M. …digilib.batan.go.id/e-prosiding/File...
USAHA PENINGKATAN PRODUKSI ANTIBODI T3 DAN T4 DENGANSTIMULASI IRADIASI SINAR GAMMA DOSIS RENDAH
M. Soewarsono*, dan Adria P. Murni*
ABSTRAK
USAIIA PENINGKATAN PRODUKSI ANTIBODI T3 DAN T4 DRNGAN STIIfULASI IRADIASI SINAR
GAItHA OOSIS RBNDAII. Kelompok kelinci yang diiradiasi sinar gamma seluruh tubuhnya
dengan dosis 0,75 - 1 Gy pada 72 jam setelah diimunisasi dengan imunogen dosis 1/2
mg T3-HSA dan atau 1/2 mg T4-HSA/mll ekor dan kemudian dilanjutkan dengan suntikan
booster pad a setiap 14 hari dengan cara dan dosis yang sama seperti imunisasi ter
nyata titer antisera T3 dan T4 yang dipanen pada setiap 10 hari menunjukkan pening
katan lebih tinggi dari titer antisera antisera kelinci non-iradiasi (kontrol imuni
sasil.Peningkatan titer antisera kelinci iradiasi ini disertai pula prnduksi
antibodi yang merata pada semua kelinci iradiasi. Produksi dan peningkat.an titer
antisera T3 berlangsung lebih cepat dan lebih tinggi dibandingkan dengan antisera
T4. Sedangkan cara penyuntikan subkutan dan mutipel intradermal tidak berpengaruh
terhadap produksi antibodi.
ABSTRACT
DRVRLOPHANT OP INCRKASING T3 AND T4 ANTlBODIRS PRODUCTION USING STIKULATION OP
LOW DOSB GAMMA lRADIATION. Whole body gamma irradiation with the dose of 0,75-1 Gy
on immunized rabbits after 72 hours introducing irnmunigen with the dose of 1/2 IDg
T3-HSA and 1/2 mg T4-HSA/ml/rabbi t and by following booster injection as same as
immunization, indicated increasing of T3 and T4 ant.iserum titer which is yielded
every at 10 days, are higher than non-iradiatet rabbits (immunization control). The
increasing of antiserum titer and the development of raising antibodies production
are homogenously in all iradiated rabbits. The raising of T3 antibody and the T3
antiserumn titer are faster and higher than T4 antibody production. The route of
immunization and booster injection, i.e. subcutaneous and multiple intradermal, have
no effect to the production of both T3 and T4 antibodies.
* Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BArAN
543
PENDAHULUAN
Cara pembuatan antibody untuk reagen radioimmuoassay (RIA)
Jllalulan JenJan meKJiMU~iuIDi ~JUlh be~CO~AAn JenJan zal ImunoJen,
pada dasarnya sangat mudah dan sederhana (1,2,3). Hewan-hewan per
cobaan yang biasa digunakan untuk pembuatan antibody ialah marmut,
kelinci, domba atau kambing, keledai dsb. Pemilihan macam hewan
percobaan didasarkan atas jenis ligand yang akan diproduksi anti
bodinya. Marmut sangat baik uIltuk memproduksi hormon Chorionic
Gonadotropin (HCG); anti gammaglobulin dan antibodi hormom-hormon
steroid biasa dibuat pada. domba, kambing atau keledai; sedangkan
antibodi hormon-hormon polipeptida diproduksi pada kelinci.
Penyuntikan imunisasi dilakukan dengan berbagai cara, masing
masing cara memiliki keunggulan' dan kelemahan (3). Penyuntikan
secara subkutan (sc) dan multiple intradermal (id) dilakukan dalam
penelitian ini pada kelinci untuk m<>mbuflt I\nt.ibodi T:~ (Tr.iLt2!tQ.::
thyronine) dan T4 (Thyroxine). VAITUKAITlS, dkk (1960), Lelah ber
hasil memproduksi antibodiB HCG dan testosteron specifik pada
kelinci dengan imunogen dosis rendah (20-100 ug) dengan penyuntikan
secara multiple intradermal (4). Penyuntikan imunisasi yang paling
baik untuk pembuatan antibodi ialah secara intra-nodula melalui
pembedaan tubuh hewan percobaan, tetapi cara ini memiliki resiko
tinggl karena akibat pembedahl\n dan tnfeksi bakteri hewan percobaaninl akan mati.
Dalam pelaksanaan pembuatan antibodi ternyata lebih banyak
ditentukan oleh faktor "mujur" karena salah satu kendala yang sukar
diramalkan dan diatasJ ialah sHat individu hewan yang memiliki
respon-imun berlainan terhadap imunagen yang disuntikan. Dengan
memperbanyak jumlah hewan percobaan yang diimunisasi, belum dapat
menjamin bahwa prosentase hewan percobaan yang mampu membentuk anti
bodi bartiter tinggi akan meningkat pula.
Radiasi sinar-X atau sinal' gamma dasis rendah (0,25-1 GY) ter
hadap seluruh tubuh hewan percobaan yang diimunisasi dapat mempenga
ruhi sistem imunnya sehingga respon primer pada pembentukkan anti
bodi diperpanjang (5). ARIFIN, dkk.(1983) mendapatkan dosis
iradiasi sinal' gamma sebesar 1,5 GY merupakan dosis stimulasi
efektif pada marmut untuk memproduksi antibodi (6).
544
Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini merupakan usaha untuk
memperkecil sifat individu kelinci-kelinci yang diimunisasi dengan
imunogen '1'3dan '1'4,sehingga dengan stimulasi iradiasi sinar gamma
dosis rendah terhadap seluruh tubuh kelinci dapat dihasilkan produk
si antibodi '1'3dan '1'4spesifik bertiter tinggi.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini menggunakan hewan percobaan kelinci jenis Selan
dia Baru sebanyak 30 ekor, jenis kelamin jantan dan betina, usia 3
4 bulan, dibeli dari BPT - Ciawi. Kelinci-kelinci tersebut terbagi
atas 5 kelompok, A sampai E masing-masing berangotakan 6 ekor dan
setiap kelompok dibagi menjadi 2 sub kelompok masing-masing terdiri
atas 3 ekor kelinci, kecuali kelompok E tidak mempunyai sub kelom
pok. Pemilihan hewan-hewan ini dilakukan secara acak.
Setiap kelinci dalam kelompok A dan B diimunisasi dengan emulsi
imunogen T3-HSA dalam Complete Freud's adjuvant (v/v=1:1), dosis 1/2
mg T3-HSA/ekor, penyuntikan dilakukan dengan 2 cara, yaitu subkutan
dan multiple intradermal i sedangka kelompok C dan D di imunisasi
dengan emulsi T4-HSA dalam Complete Freud's Adjuvant (v/vl:l),
dosis 1/2 mg T4-HSA/ekor, cara penyuntikan sarna dengan Kelompok A
dan B. Setelah 72 jam imunisasi masing-masing kelinci dari kelompok
B dan D termasuk kelinci dalam kelompok E diiradiasi sinar gamma
dosis tunggal 0,75-1 Gy menggunakan sinar radiasi samping Iradiator
"IRPASENA". Kelinci kelompok A dan C diperlakukan sebagai kontrol
imunisasi dan kelompok E tidak diimunisasi sebagai kontrol iradiasi.
Penyuntikan booster dengan cara yang sarna seperti imunisasi dilaku
kan setiap 14 hari sampai dengan booster ke IV, kemudian pemberian
booster diteruskan pada setiap bulan. Pengambilan darah untuk peme
riksaaan titer antisera dilakukan pada setiap 10 hari setelah
pemberian booster, dan penghi tungan jumlah lekosi t darah perifer
dilakukan pada setiap minggu.
Zat imunogen T3-HSA dan T4-HSA dibuat dengan cara penggabungan
(coupling) T3-metyl ester T4-etyl ester dengan human serum albumin
,(HSA) menggunakan metode "MORPHO CDI" dan pemurnian dengan cara
dialisis dalam kantung selulosa. Semua regean yang digunakan dalam
545
penelitian ini dibeli dari Sigma. Sedangkan senyawa bertanda 1251_
T3 dan 1251-T4 untuk pengujian titer antisera dibeli dari DPC.
PQn~ujiRn tit~r nnti~ern TJ dnn T~ dilnkukftn doniRn IDQtodQ
Radioimmunoassay.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada Tabel 1, 2, 3, dan 4 dapat diikuti produksi antibodi T3
dan T4, serta perbandingan titer antisera antara kelompok kelinci
yang diiradiasi dan non-iradiasi.
Pada Tabel 1 tampak jelas bahwa titer antisera T3 kelompok
kelinci iradiasi dengan pengenceran 1:10 sampai dengan 1 : 100 pada
10 hari setelah imunisasi lebih tinggi dari titer antisera T3 kelom
pok kelinci non-iradiasi (kontrol imunisasi). Sedangkan titer anti
sera T4 dari kelinci iradiasi dan non-iradiasi belum tampak perbeda
annya. Produksi antibodi T3 kelompok kelinci iradiasi ternyata pula
lebih merata dari pada kelinci non-iradiasi.
Pada Tabel 2, setelah 10 had pemeberian booster I, tampak
respon imun kelinci iradiasi lebih aktif dan pada pengenceran anti
sera T3 yang lebih tinggi yaitu 1:100 sampai dengan 1:400 peningkat
an titernya lebih pesat dan lebih seragam,demikian pula titer anti
sera T4 kelompok kelinci iradiasi tampak sudah mulai meningkat,
tetapi respon imun berjalan lebih lambat dan seragam.
Pada Tabel 3, 10 hari setelah pemberian booster II tampak ter
jadi kelainan pada kelopmpok kelinci iradiasi yang memproduksi anti
bodi T3 terutama pada sub-kelompok kelinci yang disuntik secara
subkutan sedang menderita infeksi skabies sehingga titernya menu run
atau lebih rendah dari kelinci non-iradiasi. Titer antisera T4 ke
lompok kelinci iradiasi selalu lebih tinggi bila dibandingkan dengan
kelompok kelinci non-iradiasi meskipun peningkatannya keeil.
Penyuntikan secara sub-kutan atau mul tipel intradermal tidak
mempunyai efek yang berbeda terhadap produksi antibodi.
Kadang-kadang penyuntikan secara multipel intradermal menimbul
kan abses pada bekas penyuntikan sehingga dapat menurunkan produksi
antibodi. Penyakit scabies sering berjangkit pada kelinci dan masih
sulit pencegahannya. Penyakit kelinei seperti ini sangat merugikan
dalam pembuatan antibodi.
546
Pengujian titer antisera baru dilakukan sampai dengan suntikan
booster III dan akan dilanjutkan sampai dengan pemberian suntikan
booster IV.
Keseragamam produksi antibodi dan peningkatan titer antiseia T3
dan T4 pada semua kelompok kelinci iradiasi ini mungkin disebabkan
oleh efek stimilasi iradiasi sinar gamma dosis rendah pada sistem
imun kelinci (5, 6) sehingga respon primer dapat diperpanjang.
Dengan perpanjangan respon primer berarti produksi antibodi berlang
sung lebih lama. Hal tersebut kemungkinan akan memberikan keseragam
an respon imun pada setiap individu kelinci dalam produksi antibodi.
Secara tidak langsung pengaruh stimulasi sinar gamma dosis
rendah terhadap sistem imun dapat diidentifikasi melalui penghitung
an jumlah lekosit darah perifer kelinci iradiasi ( Gambar 1 dan 2 ).
Berdasarkan hukum sensitifitas dan resistensi bahwa organ-organ
hemapoi tik adalah paling peka terhadap radias i (9). Dengan terjadi
nya kerusakan pada stemcells organ hemapoitik ( limpa, sumsum
tulang, dan timus) maka sel-sel darah tidak dapat diproduksi (Gambar
3), sehingga tampak jumlah sel-sel darah peri fer menurun terutama
pada tujuh hari setelah iradiasi termasuk pula jumlah lekositnya
(Gambar 1).
Seperti telah diketahui bahwa lekosi t berdiferensiasi menjadi
limfosit B dan limfosit T , masing-masing berfungsi sebagai sistem
imun yang memproduksi antibodi humoral dan antibodi selular (2).
Dengan berkurangnya jumlah lekosi t dalam hal ini limfosi t, maka
kelinci iradiasi akan menderita immunosuppresive,reaktivitas respon
imun berkurang dan imunitasnya menu run (10, 11).
Besarnya kerusakan stem-cells tergantung dari dosis iradiasi
yang diterima, misalnya LD (50) pada tikus putih (albino-rat) ialah
lebih kurang 6 Gy dan sebagian dari tikus putih akan sembuh kembali
setelah 30 hari iradiasi (7, 8). Setiap individu biologi mempunyai
kemampuan untuk penyembuhan dirinya kembali sepanjang kerusakan pada
stem-cells tidak bersifat total. Oleh karena itu, pada Gambar 2 dan
3 tampak jumlah lekosit darah perifer kelinci pada 14 hari setelah
iradiasi mulai naik kembal i dan akhirnya menjadi normal pada hari
ke-35.
Dengan demikian, stimulas i iradiasi sinar gamma dosis rendah
terhadap seluruh tubuh kelinci dapat mengganggu sistem imun sehingga
547
reaktifitas respon imun dibatasi, respon primer diperpanjang, waktu
produksi anti bodi berlangsung lebih lama, titer antiserra T3 dan T4
kelinci iradiasi meningkat, dan variasi sifat individu hewan per-
cobaan diperkecil sehingga terjadi keseragaman produksi antibodi
pada tubuh kelinci.
KESIMPULAN
Dari data sementara hasil percobaan ini dapat disimpulkan bahwa
stimulasi iradiasi sinar gamma dosis tunggal sebesar 0,75 - 1 Gy
terhadap seluruh tubuh kelinci yang diimunisasi dan kemudian diboos
ter imunogen T3-HSA dan T4-HSA dapat meningkatkan titer antisera T3
dan T4, dan kemungkinan pula sifat individu respon imun kelinci
menjadi berkurang.
Untuk memantapkan dan melengkapi data, penelitian ini akan
diulang pada tahun anggaran 1990/1991 dengan melakukan penyempurnaan
metoda dan memberikan perhatian khusus pada pemeliharaan kelinci
untuk membatasi infeksi scabies yang sangat menggangu dalam pemben
tukan antibodi.
UCAPAN TERIMA KASIH
Kami ucapkan terima kasih kepada Sdr. Ode Irwanto dan Sdr.
Mawardi yang telah bersedia memelihara kelinci percobaaan secara
tekun dan sabar. Terima kasih kami tujukan pula kedapa Sdr. Samsul
Bachri dan Sdri. Setiowaty yang telah membantu kami melakukan imuni
sasi dan booster serta pengambilan darah kelinci.
Khusus terima kasih kami tujukan kepada Sdr. Kicky, dkk yang
telah membantu iradiasi kelinci-kelinci percobaan ini dan penetapandosis rendah iradiasi dari IRPASENA.
DAFTAR PUSTAKA
1. THORELL, J. 1., and LARSON, S.M., Radioimmunoassay and Related
Techniques (Methodology and Clinical Application), Mosby,Saint Louis (1978).
548
2. EDWARS, R., Antibidies : Polyclonal and Monoclonal, Immunuassayan Introduction, William Heinemann Medical Books, London
(1985).
3. HURN, B.A.L., Pratical problems in raising antisera, Br. Med.Bull. 30 1 (1975) 26.
4. VALTUKAITIS, J., A method for producing specific antisera withsmall doses of immunogen, J. Clin. Endocr. 33 (1971) 988.
5. DUPLAN, J.F., Radiation Effects on Immune System (Tech. Rep.
Series No. 123), IAEA, Vienna (1971).
6. ARIFIN, M., dan SOEWARSONO, M., Dosis stimulasi efektif radiasi
simar gamma pada marmut untuk memproduksi antibodi, MajalahBATAN, XVI 1 (1983) 14.
7. SOEWARSONO, M., dan WATTIMENA, C., Efek radiasi gamma dari Co
60 terhadap susunan darah perifer dari tikus putih, PAIRBATAN, Jakarta (1970).
8. HARRISS, E.B., Effects of Radiation on Enithropoiesis (Tech.
Rep. Series No. 123), IAEA, Vienna (1971).
9. BOND, V.P., Radiobiological Bases for the Undestanding of Haemo
tological Consequences of Radiation Exposure (Tech. Rep. Series No. 123), IAEA, Vienna (1971).
10. FELDMAN, M., and GALLILY, R., "Mechanism of the immunosuppresiveeffect of total body irradiation", Radiation and the Control
of Immune Response (Proc. Panel Paris, 1967), IAEA, Vienna
(1968) 5.
11. JOROSLOW, B.N., Radiation and the Immune Responce, MedicalRadiation BiologY1 W.B. Saunders, Philadelphia (1973).
549
Tabel 1. Produksi rata-rata antisera T3 dan T4, 10 hari setelah imunisasi atau 7 hari setelah radiasi
Perlakuan Pengenceran A/8 dan % Bo------------------------------------------
1 : 10 1 : 50 1 : 100
A'/S =NR
R
(A)
NR-T3/sc5,820,121,7
n=3
NR-T3/id
6,59,38,0n=3
--------------------------------------------------------------
(B)
NR-T3/sc26,350,550,1
n=3
NR-T3/id
10,823,319,3n=3
--------------------------------------------------------------
(C)NR-T4/sc
6,75,24,7n=3
NR-T3/id
4,85,65,2n=3
--------------------------------------------------------------
(D)NR-T4/sc
7,15,74,6n=3
NR-T3/id
8,27,06,2n=3
--------------------------------------------------------------
Antisera
= non-iradiasi
= stimulasi iradiasi
550
Tabel 2. Produksi rata-rata antisera T3 dan T4 10 hari
setelah booster I
--------------------------------------------------------------
Perlakuan Pengenceran A/S dan % BO
1 : 100 1 : 200 1 : 400--------------------------------------------------------------
(A)
NR-T3/sc
32,732,510,4
n=3NR-T3/id
28,318,811,6
n=3
--------------------------------------------------------------
(B)R-T3/sc
41,428,8J6,6
n=3R-T3/id
40,437,625,7
n=3
--------------------------------------------------------------
1 : 10 1 : 50 1 : 100-------------------------------------------
(C)
NR-T4/sc
19,713,910,0
n=3NR-T3/id
11,213,18,8
n=3
--------------------------------------------------------------
(D)R-T4/sc
24,721,212,0
n=3R-T3/id
11,418,714,0
n=3
--------------------------------------------------------------
551
Tabel 3. Produksi rata-rata antisera T3 dan T4 10 harisetelah booster II
Per lakuan Pengenceran A/S dan % BO
1 : 100 1 : 200 1 : 400
(A)
NR-T3/sc
37,635,417,7n=3
NR-T3/id
31,529,716,5n=3
(B)R-T3/sc
29,521,414,1n=3
R-T3/id
72,326,223,0n=3
1 : 10 1 : 50 1 : 100
552
(c)NR-T4/sc
19,620,31'7,2n=3
NR-T4/id
21,616,515,2n=3
(D)R-T4/sc
26,020,718,4n=3
R-T4/id
23,520,917 ,8n=3
Tabel 4. Produksi rata-rata antisera T3 dan T4 10 harisetelah booster III
Perlakuan Pengenceran A/S dan % BO
1 : 100 1 : 200 1 : 400
(A)
NR-T3/sc
40,314,514,7n=3
NR-T3/id
35,220,4j 6, 7n=3
(B)R-T3/sc
50,839,025,8n=3
R-T3/id
79,546,223,7n=3
(C)NR-T4/sc
n=3
NR-T3iidn=3
1 : 10 1 : 50 1 : 100
(D)R-T4/sc
48,030,720,5n=3
R-T4/id
46,831,219,7n=3
553
14 sebelumkl setelah radiasi ?if
tIR-TJ/ id",- 12 -- - -. \~ - - NR:T31sc", _o
Radiasi non-imun T3/T4
14
(ha ri )
'::;ambar 1. Kurva efek radiasi galrrna dosis rendah (O,S - 1,0 Gy)
terhadap IIlekosit" darah peri fer kelinci yang disuntik emuls; T3/F.A.
14
(har i)
Gambar 2. Kurva efek radiasi garrma dosis rendah (0.5 - 1,0 Gy)terhadap "Iekositll darah perifer ke1inci yang disuntik emulsi T4/F.A.
Radiasi non-T3/T4
sebelu"lc • _ - - setelah radiasi -- -Jt ..-- -, - -, '/iR-T4/id
\ -,\ ", NR-T4/sc
J
14
12'"
0~
8
~0-"~-;;5..,
0
21
21
23
28
35
35
WA~
SETELAR IRADIASI
1 J~
1 Hoari
2 fuari
4 H~i
5 H~i
Surnber r.olJD (9,p.16)
Gambar 3. Skema kerusakan sel-sel pembuat darah
setelah iradiasi yang berawal dari ke
rusakan sel-stemnya hingga tampak padadarah perifer
DISKUS I
IBRAHIM G.
1. Berapa laju dosis yang digunakan pada penelitian ini ?
2. Mungkin adanya perbedaan laju dosis dapat mempengaruhi hasil
penelitian ?
ADRIA
1. Laju dosis yang digunakan disini ditentukan oleh Sdr Kicky dkk.
dengan penetapan dosis rendah. Iradiasi di IRPASENA.
2. Perbedaan laju dosis dapat mempengaruhi hasil peneli tian, yaitu
bila dosis yang diberikan besar maka organ-organ hemopotik akan
mengalami gangguan/kerusakan. Seperti sebelumnya pernah dilakukan
oleh ARIFIN dkk. (1983), dosis stimulasi efektif pada marmut
untuk memproduksi antibodi ialah 1,5 Gy.
SRI ASMINAH
Pada kesimpulan tadi dinyatakan bahwa stimulasi radiasi dosis rendah
dapat meningkatkan titer T3 dan T4. Seperti diketahui volume darah
kelinci sedikit sekali. Bagaimana aplikasinya nanti di lapangan ?
Biasanya hewan yang dipakai kambing, bagaimana pendapat Anda ?
ADRIA
Memang pada percobaan yang kami lakukan stimulasi radiasi dosis
rendah dapat meningkatkan titer T3 dan T4. Digunakan hewan kelinci
sebab pemilihan macam hewan percobaan untuk pembuatan antibodi dida
sarkan pada jenis ligard yang akan diproduksi antibodinya. Misalnya
marmot sangat baik untuk memproduksi hormon Chorionik bonadoropin
(HCB), sedangkan kambing, keledai sangat baik untuk memproduksi
hormon steroid dan anti gamma globulin dan untuk kelinci sangat baik
untuk antibodi hormon-hormon polireptida.
SUGIARTO
1. Radiasi di lakukan pada seluruh tubuh atau lokal pada tiroid ?
2. kalau seluruh tubuh, selain mungkin "menstimulasi" tiroid, juga
555
"merusak" organ-organ lain yang peka (ternyata leukosit menurun).
3. Stimulasi aktivitas tiroid akibat radiasi bersifat tetap atau
sementara dan apllkah tidak mungkin menimbulklln over llktivitllStiroid ?
ADRIA
1. Radiasi dilakukan pada seluruh tubuh kelinci.
2. Memang. menurut BOND (1971) berdasarkan hk. sensitivitas dan
resistensi, organ-organ hemopotik paling peka terhadap iradiasi.
Kerusakan terjadi pada stemcells organ hemopotik (limpa, sumsum
tulang dan timus), walaupun kerusakan ini tidak bersifat total.
Di sini terlihat bahwa sampai dengan hari ke 7 leukosit mengalami
penurunan, tapi kemudian jumlah lekosi t darah perifer kelinci
pada hari ke 14 setelah iradiasi mulai naik kembali dan akhirnya
normal pada hari ke 35.
3. Bersifat sementara.
556