Skripsi Unru REV 10 OKT

89
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu problem dalam kehidupan masyarakat adalah kejahatan dengan kekerasan. Kejahatan merupakan masalah abadi dalam kehidupan ummat manusia, karena berkembang sejalan dengan perkembangan peradaban manusia yang hampir sebagian besar memiliki unsur kekerasan sebagai fenomena dalam dunia realita. Bahkan kehidupan umat manusia dalam era globalisasi masih ditandai pula oleh eksistensi kekerasan sebagai fenomena dalam usaha mencapai tujuan suatu kelompok atau tujuan yang bersifat perorangan. Mengenai pengertian kejahatan R.Soesilo (1985 : 11) memberikan definisi kejahatan dari dua sudut pandang, yaitu : 1. Pengertian secara yuridis, kejahatan adalah semua perbuatan manusia yang memenuhi perumusan ketentuan-ketentuan yang disebutkan dalam KUHP 2. Pengertian secara sosiologis, kejahatan meliputi segala tingkah laku manusia, walaupun 1

description

anunya orang

Transcript of Skripsi Unru REV 10 OKT

BAB IPENDAHULUANA. Latar Belakang MasalahSalah satu problem dalam kehidupan masyarakat adalah kejahatan dengan kekerasan. Kejahatan merupakan masalah abadi dalam kehidupan ummat manusia, karena berkembang sejalan dengan perkembangan peradaban manusia yang hampir sebagian besar memiliki unsur kekerasan sebagai fenomena dalam dunia realita. Bahkan kehidupan umat manusia dalam era globalisasi masih ditandai pula oleh eksistensi kekerasan sebagai fenomena dalam usaha mencapai tujuan suatu kelompok atau tujuan yang bersifat perorangan.Mengenai pengertian kejahatan R.Soesilo (1985 : 11) memberikan definisi kejahatan dari dua sudut pandang, yaitu :1. Pengertian secara yuridis, kejahatan adalah semua perbuatan manusia yang memenuhi perumusan ketentuan-ketentuan yang disebutkan dalam KUHP2. Pengertian secara sosiologis, kejahatan meliputi segala tingkah laku manusia, walaupun tidak atau belum ditentukan dalam undang-undang, toh pada hakekatnya oleh warga masyarakat dirasakan dan ditafsirkan sebagai tingkah laku atau perbuatan yang secara ekonomis, maupun psikologis, menyerang atau merugikan masyarakat, dan melukai perasaan susila dalam kehidupan bersama

Sedangkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana tidak memberikan pengertian yang otentik tentang apa yang dimaksudkan dengan kekerasan. Hanya dalam pasal 89 KUHP (R. Soesilo, 1985 : 84) disebutkan bahwa yang disamakan dengan melakukan kekerasan itu, membuat orang menjadi pingsan atau tidak berdaya lagi (lemah).Pada penjelasan pasal 89 KUHP (R. Soesilo, 1985 : 84) dijelaskan bahwa :Melakukan kekerasan artinya mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani tidak kecil secara tidak sah, misalnya memukul dengan tangan atau dengan segala macam senjata, menyepak, menendang dsb. Yang disamakan dengan kekerasan menurut pasal ini adalah membuat orang menjadi pingsan atau tidak berdaya.

Kejahatan kekerasan di dalam KUHP, pengaturannya tidak satukan dalam satu bab khusus, akan tetapi terpisah-pisah dalam bab tertentu. Didalam KUHP (R. Soesilo, 1985) kejahatan kekerasan dapat digolongkan sebagai berikut :1. Kejahatan terhadap nyawa orang lain pasal 338-350 KUHP2. Kejahatan penganiayaan pasal 351-358 KUHP3. Kejahatan seperti Pencurian, penodongan, perampokan pasal 365 KUHP4. Kejahatan terhadap kesusilaan, khususnya pasal 285 KUHP5. Kejahatan yang menyebabkan kematian atau luka karna kealpaan, pasal 359-367 KUHP.

Apabila diperhatikan jumlah kejahatan dengan kekerasan khususnya di Kabupaten Takalar tampak meningkat sesuai dengan data tindak pidana yang tercatat di Polres Takalar dalam kurun waktu tahun 2006 hingga tahun 2011 baik secara kuantitas maupun kualitas. Dampak kejahatan tersebut sangat besar dalam mempengaruhi serta mengganggu ketentraman dan kehidupan masyarakat. Patut diakui bahwa kejahatan dengan kekerasan tersebut menyebabkan jatuhnya korban benda dan jiwa manusia.Terjadinya kejahatan dengan kekerasan merupakan hasil interaksi antar manusia dengan lingkungannya. Hasil interaksi itu berawal dari timbulnya motivasi yang kemudian berkembang menjadi niat negatif untuk berbuat kejahatan dengan kekerasan dalam memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidupnya. Oleh karena itu kejahatan dengan kekerasan di Kabupaten Takalar tidaklah dapat dipandang sebagai suatu hal yang berdiri sendiri, akan tetapi merupakan bagian yang sangat kompleks, termasuk kompleksitas dari akibat yang ditimbulkannya. Bagaimanapun juga kejahatan dengan kekerasan dapat berakibat buruk terhadap masyarakat, misalnya mengganggu ketertiban, ketentraman dan keamanan masyarakat serta dapat pula menimbulkan kerugian yang besar kepada masyarakat, baik kerugian fisik maupun kerugian materil.Demikian kompleksnya akibat yang ditimbulkan oleh kejahatan dengan kekerasan, hampir dipastikan aparat penegak hukum terutama polisi mengalami kesulitan dalam mengungkap faktanya, termasuk di Kabupaten Takalar. Bahkan beberapa kasus kejahatan dengan kekerasan yang terjadi di Kabupaten Takalar tidak dilaporkan ke Kepolisian Resort. Takalar atau hanya sebagian kasus kejahatan yang terjadi diketahui oleh aparat kepolisian.Menyikapi fakta tersebut dapat dikatakan bahwa kejahatan tidak mungkin dihilangkan secara keseluruhan, termasuk didalamnya kejahatan dengan kekerasan. Hanya dengan melalui upaya lintas sektoral, berkesinambungan dan terpadu pasti dapat diatasi, paling tidak kuantitas dan kualitasnya dapat dikurangi.B. Rumusan MasalahMengingat cakupan masalah yang dibahas dalam skripsi ini cukup luas dan untuk menghindari kesimpangsiuran, diperlukan adanya penelitian khusus dan di rumuskan dalam rumusan masalah. Hal ini dimaksudkan agar dalam pembahasan mencapai sasaran. Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :1. Bagaimana perkembangan kejahatan dengan kekerasan di wilayah Polres Takalar Tahun 2006-2011 ?2. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya kejahatan kekerasan di Kabupaten Takalar ?3. Upaya-upaya apakah yang ditempuh oleh aparat penegak hukum dalam menanggulangi kejahatan kekerasan di Kabupaten Takalar ?C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui perkembangan kejahatan dengan kekerasan di wilayah Polres Takalar Tahun 2006-2011.2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong terjadinya kejahatan dengan kekerasan di Kabupaten Takalar.3. Untuk mengetahui upaya-upaya yang ditempuh oleh aparat penegak hukum di Kabupaten Takalar untuk mencegah terjadinya kejahatan dengan kekerasan di Kabupaten Takalar.D. Kegunaan PenelitianSedangkan kegunaan yang ingin dicapai dalam penelitian adalah :1. Sebagai bahan informasi kepada penegak hukum dalam mengupayakan sistem penanggulangan kejahatan dengan kekerasan yang terjadi di Kabupaten Takalar.2. Sebagai sumbangan pemikiran dalam rangkap upaya menanggulangi terjadinya kejahatan dengan kekerasan di Kabupaten Takalar ke arah yang lebih efisien dan efektif, sekaligus bahan pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum pidana dan kriminologi.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Obyek dan Pengertian KriminologiSecara etiologis kriminologi berasal dari kata crime dan logos. Crime artinya kejahatan, sedangkan logos artinya ilmu pengetahuan. Dari kriminologi berarti ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kriminologi diartikan sebagai pengetahuan tentang kejahatan dan tindak pidana.Pengertian kriminologi ini oleh beberapa kriminologi diberikan definisi yang bervariasi, seperti yang dikemukakan oleh Bonger, dan Sutherland. W. A. Bonger (Soerjono Soekanto, 1986 : 8) memberikan definisi bahwa kriminologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk menyelidiki gejala-gejala kejahatan seluas-luasnya.Menurut Stephan Her Pezt (Ny. L. Moeljatno, 1986 : 3) bahwa :Kriminologi dianggap sebagai bagian dari Criminal Science yang dengan penelitian empiris berusaha memberikan gambaran tentang faktor-faktor kriminalitas (etiology of crime). Kriminologi dianggap sebagai suatu istilah lokal atau umum untuk lapangan ilmu yang sedemikian luas dan beraneka ragam, sehingga tidak mungkin dikuasai oleh seorang ahli saja.Lebih spesifik lagi Edwin H. Sutherland (R. Soesilo, 1985; 1), mengartikan kriminologi :Kriminologi adalah keseluruhan pengetahuan yang membahas kejahatan sebagai suatu gejala sosial; di dalam skope pembahasan ini termasuk proses-proses pembuatan undang- undang dan reaksi terhadap pelanggaran undang -undang; proses-proses ini meliputi tiga aspek yang merupakan suatu kesatuan hubungan-hubungan sebab akibat yang saling mempengaruhi.Pada dasarnya studi kriminologi dapat berperan bukan hanya terbatas pada identifikasi atau penjelasan mengenai sebab musabab kejahatan dengan kekerasan semata-mata, melainkan lebih jauh dapat diintegrasikan ke dalam usaha-usaha transdisiplin untuk menyusun program-program pencegahan dan penanggulangannya. Sehubungan dengan hal itu, Rusli Effendy (1986 : 10) mengemukakan tujuan dan obyek kriminologi :Obyek kriminologi adalah yang melakukan kejahatan itu sendiri. Tujuannya ialah mempelajari apa sebab-sebabnya sehingga orang melakukan kejahatan dan apa yang menimbulkan kejahatan itu. Apakah kejahatan itu timbul karena bakat orang itu adalah jahat ataukah disebabkan karena keadaan masyarakat sekitarnya (mil lien) baik keadaan sosiologis maupun ekonomis, kalau sebab-sebab itu sudah diketahui maka dapatlah diadakan tindakan-tindakan agar tidak berbuat demikian lagi dan mengadakan pencegahan disamping pemidanaan.Mengingat begitu luasnya ruang lingkup dan obyek kriminologi serta adanya perbedaan-perbedaan pandangan para kriminologi dapat disimpulkan bahwa sasaran utama perhatian kriminologi adalah terutama menyangkut kejahatan dengan segala aspeknya. Sehingga menjadi dasar bagi Penulis untuk menyimpulkan, bahwa yang dimaksud dengan tinjauan kriminologis mengenai kejahatan dengan kekerasan ialah suatu tinjauan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi atau yang melatarbelakangi terjadinya kejahatan-kejahatan dengan kekerasan, Bagaimana cara penanggulangannya serta akibatnya di dalam masyarakat. dengan suatu usaha untuk mencoba mempertautkannya dengan keadaan di Kabupaten Takalar.B. Pengertian Kejahatan dengan KekerasanDi bawah ini penulis perlu menguraikan secara singkat tentang apa yang dimaksud dengan kejahatan dan kekerasan. 1. Pengertian KejahatanBangsa Indonesia pada zaman penjajahan mengalami banyak penderitaan, mulai zaman penjajahan Belanda sampai kepada zaman penjajahan Jepang. Kedua bangsa ini dalam menjalankan penjajahannya, banyak orang Indonesia yang menjadi korban akibat kekerasan yang dipergunakan demi untuk mempertahankan kekuasaannya di Indonesia. Selain itu kejahatan dengan kekerasan masih mewarnai negara Indonesia. Sesudah proklamasi kemerdekaan yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak menerima Pancasila sebagai dasar negara. Seperti yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) yang membantai para pimpinan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Ketika itu, serta masih banyak lagi kejahatan dengan kekerasan dalam menegakkan Pancasila.Hingga saat ini, kenyataan menunjukkan bahwa hampir setiap hari dalam media massa, baik media cetak maupun elektronika memuat berita tentang berbagai pelanggaran hukum. Tidak sedikit pelanggaran hukum itu merupakan kejahatan dengan kekerasan, seperti perkosaan, pembunuhan, penganiayaan berat dan pencurian dengan kekerasan dengan latar belakang yang berbeda serta modus operandi yang bervariasi.Oleh karena itu masalah kejahatan, khususnya kejahatan dengan kekerasan dapat dikatakan sebagai salah satu bagian kehidupan manusia yang akan berlangsung terus menerus, sehingga sangat diperlukan adanya saling kerjasama yang baik antara masyarakat, pemerintah dan atau penegak hukum untuk mengatasinya dengan sistem pencegahan dan penanggulangan sedini mungkin, agar suasana yang tertib dan aman dapat terwujud di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Telah diuraikan di atas, bahwa kejahatan itu merupakan bagian kehidupan manusia sehari-hari, sehingga dengan demikian harus diberikan pengertian tentang apa yang dimaksud dengan kejahatan. Kejahatan adalah perbuatan jahat, yang mengingkari fitrah kemanusiaan. Setiap perbuatan atau tindakan merusak, mempengaruhi atau merubah sistem dalam arti luas, melanggar norma-norma yang disepakati untuk ditaati, adalah jahat. Dengan demikian kejahatan dapat merugikan masyarakat. Pengertian kejahatan dapat ditinjau atas dua sudut pandangan yang berbeda, seperti yang dikemukakan oleh A. S. Alam (2010: 5 ) :

Batasan kejahatan dari sudut pandangan hukum (a crime from the legal point of view) adalah segala tingkah laku yang melanggar hukum pidana, sedangkan kejahatan dari pandangan masyarakat (a crime from the social point of view) adalah setiap perbuatan-perbuatan yang melanggar norma-norma yang masih hidup dan berlaku di dalam masyarakat. Untuk lebih jelasnya tentang kedua sudut pandangan yang dikemukakan di atas, dapat dikutip beberapa pendapat kriminologi, yaitu : a. W. A. Bonger (1982 : 23) merumuskan pengertian kejahatan yaitu: bahwa kejahatan adalah perbuatan yang sangat anti sosial yang oleh negara ditentang dengan sadarb. R. Soesilo (1985: 19) mengemukakan pengertian kejahatan yaitu: suatu perbuatan merupakan delik hukum (kejahatan) jika perbuatan itu bertentangan dengan asas-asas hukum positif yang hidup dalam rasa hukum kalangan rakyat, terlepas dari pada hal apakah asas tersebut dicantumkan dalam undang-undang pidana.2. Pengertian KekerasanHingga saat ini kekerasan oleh sebagian masyarakat senantiasa diidentikkan dengan perbuatan sadis. Pendapat tersebut memang ada benarnya apabila kekerasan dilihat dari pengertian sehari-hari atau ditinjau dari pengertian bahasa. Akan tetapi hal tersebut tidak selamanya tepat, karena pengertian kekerasan yang sebenarnya belum ada kesepakatan terhadap pengertian kekerasan, ada dua persoalan yang perlu dijernihkan, yaitu pertama apakah kekerasan merupakan suatu kejahatan suatu kejahatan dan kedua, apakah yang dimaksud dengan kejahatan dengan kekerasan.Persoalan pertama oleh para ahli dikemukakan berbagai pendapat yang pada hakekatnya menekankan bahwa semua kekerasan merupakan kejahatan, apalagi menganggap suatu perbuatan sadisme. Perkelahian misalnya, perkelahian tersebut dilarang atau bertentangan dengan undang-undang dan dapat dipandang sebagai suatu kejahatan dengan kekerasan. Akan tetapi jika perkelahian tersebut dilakukan di dalam suatu arena atau di atas ring pada suatu kejuaraan yang dilakukan oleh dua orang atlet tinju, karate dan sebagainya maka perkelahian itu tidak bertentangan dengan undang-undang, dengan demikian bukan merupakan kejahatan dengan kekerasan, tetapi hanya boleh dipandang sebagai suatu olah raga yang keras.Romli Atmasasmita (1992: 53) menyatakan bahwa :Tidak semua kekerasan merupakan kejahatan. Oleh karena ia tergantung dari apa yang merupakan tujuan dari kekerasan itu sendiri dan tergantung pula dari persepsi kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat, apakah kelompok berdasarkan ras, agama dan ideologi.Mengenai apa yang telah dikemukakan oleh kriminolog tersebut di atas, hemat Penulis bahwa dalam memandang pengertian tentang kekerasan, tidak boleh dipandang dari pengertian sehari-hari, akan tetapi harus berdasarkan pada pengertian yuridis, seperti yang diatur dalam Pasal 170 KUHP:1) Barangsiapa secara terbuka dan secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap manusia atau barang, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun enam bulan2) Orang yang bersalah itu dihukum :a. Dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun, jika ia dengan sengaja telah menghancurkan barang-barang atau jika kekerasan yang telah dilakukannya itu telah menyebabkan orang mendapat luka pada tubuhnya;b. Dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun, jika kekerasan tersebut menyebabkan orang mendapat luka berat pada tubuhnya; c. Dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun, jika kekerasan tersebut telah menyebabkan matinya orang.Selanjutnya dalam rumusan Pasal 89 KUHP (R. Soesilo, 1989 : 98), mempersamakan melakukan kekerasan dengan membuat orang menjadi pingsan atau tidak berdaya lagi. Pingsan artinya tidak ingat atau tidak sadarkan dirinya. Dalam hal ini termasuk memberikan obat bius atau racun secara melawan hukum sehingga orang Iain tidak ingat lagi atau tidak sadarkan diri.Mengenai apa yang dimaksud dengan tidak berdaya, yaitu tidak mempunyai kekuatan atau tenaga, sehingga tidak dapat mengadakan perlawanan. Misalnya mengikat dengan tali. sehingga tidak leluasa untuk bergerak, memberikan suntikan sehingga orang itu menjadi lumpuh atau pingsan.Dilihat dari perspektif kriminologi, kekerasan menunjukkan kepada tingkah laku yang berbeda-beda baik mengenai motif maupun tindakannya, seperti perkosaan dan pembunuhan, kedua macam kejahatan ini diikuti dengan kekerasan. Kejahatan perkosaan memiliki motif pemuasan nafsu seksual, sedangkan kejahatan pembunuhan memiliki motif cemburu atau harta.Romli Atmasasmita (1992 : 55) menulis mengenai formulasi kekerasan sebagai berikut :Menurut para ahli "kekerasan" yang dipergunakan sedemikian rupa sehingga mengakibatkan terjadinya kerusakan fisik ataupun psikis adalah kekerasan yang bertentangan dengan hukum. Oleh karena itu merupakan kejahatan.Bertitik tolak pada defenisi tersebut di atas, nampak bahwa kekerasan (violence) menunjuk kepada tingkah laku yang pertama-tama harus bertentangan dengan Undang-Undang, baik berupa ancaman saja maupun sudah merupakan suatu tindakan nyata yang memiliki akibat-akibat kerusakan terhadap harta benda atau fisik atau mengakibatkan kematian pada seseorang. Defenisi di atas sangat luas sekali, karena menyangkut pula perbuatan mengancam di samping suatu tindakan nyata.Oleh karena banyaknya perbedaan dalam motif atau bentuk tindakan dalam kejahatan dengan kekerasan ini sangat sulit untuk menentukan kausa antara kejahatan dengan kekerasan.Dengan demikian Penulis memberikan batasan, bahwa pengertian kejahatan yang tepat untuk kejahatan dengan kekerasan adalah pengertian yuridis dan kriminologi. Pengertian yuridis yang dimaksudkan dalam skripsi ini, adalah bentuk kejahatan sebagaimana yang diatur dalam Buku II KUHPidana, sedangkan pengertian dengan kekerasan adalah pengertian yang terdapat dalam Bab IX Pasal 89 KUHPidana yang antara lain disebutkan bahwa disamakan melakukan kekerasan itu adalah membuat menjadi pingsan atau tidak berdaya lagi (lemah) yang mempergunakan tenaga atau kekuatan tidak kecil secara tidak sah. Pengertian kriminologi yang dimaksudkan dalam skripsi ini, karena perbuatan tersebut melanggar norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat, serta perbuatan tersebut dapat menimbulkan kerugian, baik kerugian fisik maupun kerugian non fisik.C. Jenis Kejahatan Dengan KekerasanJenis kejahatan dengan kekerasan tidak diatur secara tersendiri di dalam KUHP. Oleh karena itu para kriminolog Indonesia memberikan batasan tersendiri menurut proporsi mereka seperti yang dikemukakan oleh Mulyana W. Kusumah (1981: 123-124) yang menggolongkan kejahatan-kejahatan kekerasan sebagai berikut:1. Kejahatan terhadap kesusilaan, khususnya Pasal 285 KUHP. 2. Kejahatan terhadap nyawa orang, Pasal 338-350 KUHP.3. Kejahatan penganiayaan, Pasal 351 - Pasal 358 terutama penganiayaan berat (swaremishan-deling), Pasal 354 dan 355 KUHP.4. Kejahatan yang menyebabkan kematian atau luka karena kealpaan, Pasal 359 - Pasal 361 KUHP.5. Kejahatan-kejahatan seperti pencurian dengan pemberatan, penodongan, perampokan, misalnya Pasal 365 KUHP.Sedangkan Romli Atmasasmita (1992: 64) mengidentifikasikan jenis kejahatan dengan kekerasan menjadi 5 jenis, yaitu: pencurian dengan kekerasan, pembunuhan, perkosaan, pemerasan dan penganiayaan.J.E. Sahetapy (1983: 13), membagi bentuk kejahatan dengan kekerasan berdasarkan istilah yang diberikan oleh Kepolisian, yaitu :1) Pencurian dengan kekerasan;2) Pembunuhan;3) Penganiayaan berat;4) Pemerasan;5) Perkosaan dan penculikanSedangkan yang diartikan pencurian dengan kekerasan menurut J.E. Sahetapy (1983: 14), dalam istilah Kepolisian adalah :1) Perampokan;2) Pembegalan;3) Penodongan;4) Penjambretan;5) Perampasan.Oleh karena sampai saat ini belum ada kesepakatan serta belum diatur secara jelas di dalam KUHP tentang kejahatan dengan kekerasan ini, Penulis memberikan suatu batasan mengenai jenis kejahatan dengan kekerasan sebagaimana yang telah dikemukakan oleh para kriminolog.Adapun jenis kejahatan dengan kekerasan yang dimaksudkan dalam rumusan dalam KUHPidana adalah :1. Kejahatan perkosaan (diatur dalam Pasal 285 KUHPidana);2. Kejahatan penculikan (diatur dalam Pasal 328- 332 KUHPidana);3. Kejahatan pembunuhan (diatur dalam Pasal 338-350 KUHPidana);4. Kejahatan penganiayaan (diatur dalam Pasal 351 KUHPidana);5. Kejahatan penganiayaan berat (diatur dalam Pasal 354 KUHPidana);6. Kejahatan pencurian dengan kekerasan (diatur dalam Pasal 365 KUHPidana);7. Kejahatan pemerasan (diatur dalam Pasal 368 KUHPidana) Untuk lebih jelasnya Penulis akan menguraikan satu demi satu tentang kejahatan dengan kekerasan berdasarkan pada urutan pasal yang mengaturnya : 1. Kejahatan perkosaanJenis kejahatan dengan kekerasan ini diatur dalam Pasal 285 KUHPidana (R. Soesilo, 1989: 210), sebagai berikut :Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan isterinya bersetubuh dengan dia, dihukum, karena memperkosa, dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun.Rumusan Pasal 285 KUHPidana tersebut, R. Soesilo lebih lanjut menjelaskan bahwa yang diancam hukuman dalam Pasal 285 KUHP ialah dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya untuk bersetubuh dengan dia. Pembuat Undang-Undang ternyata menganggap tidak perlu untuk menentukan hukuman bagi perempuan yang memaksa laki-laki untuk bersetubuh, bukanlah semata-mata karena paksaan oleh seorang perempuan terhadap orang laki-laki itu dipandang tidak mungkin, akan tetapi justru karena perbuatan itu bagi laki-laki dipandang tidak mengakibatkan sesuatu yang buruk atau yang merugikan.Dengan melihat unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 285 KUHP, menurut hemat Penulis bahwa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita yang bukan istrinya untuk bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, perbuatan mana merugikan pihak perempuan termasuk kejahatan kekerasan.

2. Kejahatan PenculikanKejahatan dengan kekerasan ini sering diistilahkan dengan melarikan orang, diatur dalam Pasal 328-332 KUHPidana. Pasal 328 KUHP ini rumusannya : Barangsiapa melarikan orang dari tempatnya kediamannya atau tempat tinggalnya sementara dengan maksud melawan hak akan membawa orang itu dibawah kekuasaan sendiri atau dibawah kekuasaan orang lain atau akan menjadikan dia jatuh terlantar, dihukum karena melarikan (menculik) orang, dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun. Apabila diperhatikan pasal tersebut, secara tersirat dapat diartikan bahwa melarikan orang tersebut dilakukan dengan kekerasan. Apabila dibandingkan dengan pasal-pasal lain yang menyangkut penculikan ini, terutama Pasal 330 ayat (2) KUHPidana yaitu tentang penculikan anak di bawah umur dengan cara kekerasan atau ancaman kekerasan, maka dalam hal ini orang yang melakukan kejahatan tersebut diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun, dalam arti bahwa yang dirugikan tersebut bukan anaknya sendiri. Lebih lanjut Pasal 331 KHUPidana masih identik dengan Pasal 330 KUHPidana.Lain pula dengan ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 332 KUHPidana. Dalam pasal tersebut diatur tentang melarikan perempuan.Pasal 332 ayat (1) sub 2 (R. Soesilo, 1989: 236) rumusanya :1) Dihukum karena melarikan perempuan:2e.Dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun, barangsiapa melarikan perempuan dengan tipu, kekerasan atau ancaman dengan kekerasan dengan maksud akan mempunyai perempuan itu baik dengan nikah, maupun tidak dengan nikah. Apabila diperhatikan rumusan pasal tersebut di atas, jelaslah bahwa pembuatan haruslah laki - laki terhadap seorang perempuan dengan kekerasan atau ancaman.3. Kejahatan PembunuhanJenis kejahatan pembunuhan sebagaimana diatur dalam KUHPidana tertera pada Bab XIX yang disebut dengan kejahatan terhadap jiwa orang yang selanjutnya diatur dalam Pasal 338-350 KUHPidana.Dalam Pasal 338 KUHPidana (R. Soesilo, 1989 : 240), dengan rumusan :Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum karena makar mati dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun.Rumusan Pasal 338 KUHPidana tersebut, mengandung unsur sengaja melakukan makar mati atau pembunuhan dengan mengakibatkan matinya korban atau orang lain. Hukumannya adalah selama-lamanya lima belas tahun. Maka perbuatan itu didahului atau disertai oleh perbuatan yang dapat dihukum dan dilakukan untuk menyiapkan atau memudahkan perbuatan itu atau melindungi temannya, atau barang yang didapatnya secara melawan hukum, maka berdasarkan Pasal 339 KUHPidana, perbuatan tersebut dapat dihukum dengan hukuman penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.Selanjutnya berdasarkan Pasal 340 KUHPidana yang mengatur tentang pembunuhan berencana. Salah satu unsur yang penting dalam pasal ini dalam melakukan kejahatan dengan kekerasan adalah unsur rencana, yaitu antara timbulnya niat untuk membunuh dengan pelaksanaan pembunuhan itu terdapat tenggang waktu yang dipergunakan untuk memikirkan apakah pembunuhan itu dilakukan atau tidak, kalau jadi dilakukan dengan cara bagaimana untuk melaksanakannya. 4. Kejahatan penganiayaan Pemberian kualifikasi sebagai penganiayaan biasa (gewone mishandeling) yang dapat disebut juga dengan penganiayaan bentuk pokok atau bentuk standar terhadap ketentuan pasal 351 sungguh tepat, setidak-tidaknya untuk membedakannya dengan bentuk-bentuk penganiayaan lainnya.Dilihat dari sudut cara pembentuk UU dalam merumuskan penganiayaan, kejahatan ini mempunyai suatu keistimewaan. Apabila pada rumusan kejahatan-kejahatan lain, pembentuk UU dalam membuat rumusannya adalah dengan menyebut unsur tingkah laku dan unsur-unsur lainnya, seperti kesalahan, melawan hukum atau unsur mengenai objeknya, mengenai cara melakukannya dan sebagainya, tetapi pada kejahatan yang diberi kualifikasi penganiayaan 351 ayat (1) ini, dirumuskan dengan sangat singkat, yaitu dengan menyebut kualifikasinya sebagai penganiayaan (mishandeling) sama dengan judul dari bab XX, dan menyebutkan ancaman pidananya. Suatu rumusan kejahatan yang amat singkat. Pasal 351 merumuskan sebagai berikut :1) Penganiayaan dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau pidana denda paling banyak Rp.4500,. 2) Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat yang bersalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun.3) Jika mengakibatkan mati, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.4) Dengan panganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.Oleh karena kejahatan penganiayaan yang dirumuskan pada ayat (1) hanya memuat kualifikasi kejahatan dan ancaman pidananya saja, maka dari rumusan itu saja dapat dirinci unsur-unsurnya, yang oleh karena itu juga sekaligus tidak diketahui dengan jelas tentang pengertiannya.5. Kejahatan penganiayaan beratJenis kejahatan penganiayaan berat. ini diatur dalam Pasal 354 KUHPidana (R. Soesilo, 1989: 246), rumusannya sebagai berikut :(1) Barangsiapa dengan sengaja melukai berat orang lain dihukum karena menganiaya berat, dengan hukuman penjara selama-lamanya delapan tahun.(2) Jika perbuatan itu menjadikan kematian orangnya, si tersalah dihukum penjara selama-lamanya delapan tahun.Dalam jenis kejahatan penganiayaan berat niat si pelaku harus ditujukan pada melukai berat, yang berarti luka berat. itu harus. dimaksudkan atau dikehendaki oleh si pelaku, yang secara obyektif menimbulkan kematian.Adapun pengertian luka berat dalam kejahatan penganiayaan berat, sebagaimana diatur dalam Pasal 90 KUHPidana (A. Hamzah, 1986: 71), yaitu : Luka berat berarti : Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali atau yang menimbulkan bahaya maut; Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian; Kehilangan salah satu panca indera; Mendapat cacat berat; Terganggunya daya pikir selama empat minggu atau lebih; Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan.Jika luka berat yang diatur dalam Pasal 90 KUHPidana, hanya merupakan akibat saja atau tidak dikehendaki, maka perbuatan tersebut dikategorikan sebagai kejahatan penganiayaan biasa yang mengakibatkan luka berat terhadap orang lain atau korban, seperti yang diatur dalam Pasal 351 ayat (2) KUHPidana.Jenis kejahatan penganiayaan yang mengakibatkan matinya orang lain atau korban itu, si pelaku diancam pidana penjara paling lama tujuh tahun Pasal 351 ayat (3) KUHPidana. Kematian yang dimaksud disini hanya semata-mata sebagai akibat dari perbuatannya yang tidak dikehendaki atau tidak disengaja oleh si pelaku.6. Kejahatan pencurian dengan kekerasanJenis kejahatan pencurian dengan kekerasan diatur dalam Pasal 365 KUHPidana (R. Soesilo, .1989: 253) :(1) Dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun, dihukum pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang, dengan maksud akan menyiapkan atau memudahkan pencurian itu atau jika tertangkap tangan (terpergok) supaya ada kesempatan bagi dirinya sendiri atau bagi kawannya yang turut melakukan kejahatan itu akan melarikan diri atau supaya barang yang dicuri itu tetapi ada di tangannya.Berdasarkan rumusan tersebut di atas, maka pencurian dapat diartikan mengambil suatu barang, seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud dapat menguasai atau memiliki secara melawan hukum. Adapun mengenai pengertian kekerasan adalah seperti yang telah diuraikan pada sub B tentang pengertian kejahatan dengan kekerasan. Dari pengertian pencurian dengan kekerasan dapat pula diartikan sebagai mengambil sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dengan cara kekerasan dan bermaksud memiliki secara melawan hukum. Apabila pencurian dengan kekerasan itu disertai dengan syarat-syarat seperti yang diatur dalam Pasal 365 ayat (2) KUHPidana, maka ancaman pidananya dapat diperberat paling lama dua belas tahun. Begitu pula jika kejahatan dengan kekerasan ini mengakibatkan matinya korban atau orang lain, maka ancaman hukumannya dapat diperberat lagi menjadi. hukuman penjara paling lama lima belas tahun.Dapat diperberat lagi, apabila kejahatan dengan kekerasan tersebut mengakibatkan adanya orang luka berat atau mati, yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama dan disertai pula hal-hal seperti tersebut dalam ayat (2) sub 1 dan sub 3 Pasal ini, ancaman hukumannya adalah pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu paling lama dua puluh tahun (ayat 4). 7. Kejahatan pemerasanKejahatan pemerasan ini diatur dalam Pasal 368 KUHPidana (R. Soesilo, 1989: 256), yang rumusannya :Barangsiapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan baik memaksa orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, supaya orang itu memberikan barang, yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan orang itu sendiri kepunyaan orang lain atau supaya orang itu membuat utang atau menghapuskan piutang, dihukum karena memeras, dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun.Apabila diperhatikan rumusan pasal tersebut, maka pemerasan ini sangat mirip dengan pencurian dengan kekerasan, bedanya adalah : Pasal 365 KUHPidana mengatur pencurian dengan kekerasan. Dalam hal pencurian ini, si pelaku sendiri mengambil barang yang dicuri, sedangkan Pasal 368 KUHPidana yang mengatur pemerasan. Dalam hal pemerasan ini, si korban setelah dipaksa dengan kekerasan, menyerahkan barangnya kepada pemeras.D. Faktor Penyebab Orang Melakukan Kejahatan Dengan KekerasanPada Umumnya para kriminolog tidak memberikan suatu batasan tentang faktor penyebab terjadinya suatu kejahatan tertentu, ia hanya menguraikan sebab timbulnya kejahatan secara umum. Demikian pula kejahatan dengan kekerasan tidak. diberikan suatu batasan tentang faktor penyebab terjadinya, sehingga dengan tetap berpedoman pada faktor penyebab terjadinya kejahatan secara umum.Pada kriminolog kesulitan merumuskan faktor penyebab orang melakukan kejahatan. Oleh karena itu lahirlah berbagai teori, antara lain yang dikemukakan oleh Lambroso (J. E. Sahetapy , 1992 : 84). Lambroso berpangkal tolak pada tiga kriteria yang sama sekali berbeda yakni bersifat fisik, psikis dan lingkungan. Sementara itu Garofalo dan Ferri (J. E. Sahetapy, 1992 : 120), berpendirian bahwa manusia kriminal pada hakekatnya berbeda dari yang bukan kriminal. Sebagai landasan pendapat tersebut yaitu bahwa perbuatan-perbuatan jahat adalah akibat dari pengaruh-pengaruh dan sebab musabab yang sama seperti perbuatan-perbuatan manusia lainnya, dalam artian bahwa terjadinya kejahatan karena pengaruh lingkungan dalam arti luas.Menurut Linda smith dan Dunham (J. E. Sahetapy, 1992 : 121) bahwa :Kejahatan dapat 100% sebagai akibat dari faktor- faktor kepribadian, tetapi juga 100% sebagai akibat dari faktor-faktor sosial. Dalam banyak hal, kejahatan terjadi sebagai akibat kebersamaan faktor-faktor pribadi dan sosial sedemikian rupa, sehingga keduanya selalu merupakan bentuk 100%.Menurut Abdulsyani (1987 : 44-51), faktor penyebab timbulnya kejahatan adalah :1. Faktor-faktor yang bersumber dari dalam diri individu (intern)2. Faktor-faktor yang bersumber dari luar diri individu (ekstern)Faktor-faktor intern dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu : 1. Faktor intern yang bersifat khusus, yaitu keadaan psikologis diri individu, antara lain :a. Sakit jiwa;b. Daya emosional;c. Rendahnya mental;d. Anomi (kebingungan). 2. Faktor intern yang bersifat umum, dapat dikategorikan atas beberapa macam, yaitu:a. Umur;b. Sex, hal ini berhubungan dengan keadaan fisik;c. Kedudukan individu di dalam masyarakat;d. Pendidikan individu;e. Masalah rekreasi atau hiburan individu.Faktor eksternal, meliputi :1. Faktor ekonomi, yang dapat diklasifikasikan atas beberapa bagian: a. Tentang perubahan-perubahan harga;b. Pengangguran; c. Urbanisasi.2. Faktor agama.3. Faktor bacaan.4. Faktor film (termasuk televisi).Formulasi sebab musabab kejahatan yang dikemukakan oleh Abdul syani tersebut di atas, merupakan suatu tinjauan dari latar belakang sosiologis.Dari beberapa pendapat tersebut di atas, Penulis berkesimpulan bahwa faktor penyebab terjadinya kejahatan adalah karena dua faktor yaitu :1. Faktor intern, yaitu motivasi atau dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang untuk melakukan perbuatan, yang meliputi : a. Intelegensiab. Usiac. Jenis kelamin2. Faktor ekstern, yaitu motivasi atau dorongan yang timbul karena pengaruh dari luar diri seseorang , yang meliputi : a. Pendidikanb. Keluargac. EkonomiDengan tetap berpedoman pada faktor penyebab terjadinya kejahatan secara umum, tentunya dapat diformulasikan ke dalam faktor penyebab terjadinya kejahatan dengan kekerasan.Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas tentang faktor penyebab terjadinya kejahatan dengan kekerasan, Penulis mengemukakan pendapat beberapa sarjana, tentang penyebab terjadinya kejahatan kekerasan.Henurut Soerdjono Soekanto (Mulyana W. Kusumah, 1981:41), bahwa :Lima sebab terjadinya kejahatan dengan kekerasan yaitu adanya orientasi pada benda yang menimbulkan keinginan mendapat materi dengan jalan mudah, tidak ada penyaluran kehendak serta adanya semacam tekanan mental pada orang seorang, keberanian mengambil resiko, kurangnya perasaan bersalah dan adanya ketauladanan yang baik.Menurut J. E. Sahetapy (1992 : 36) bahwa : Hal-hal yang mempengaruhi sebab musabab agresi dan kekerasan dapat dicari dalam bidang jasmaniah, kejiwaan dan sosial.Dengan demikian berdasarkan pendapat tersebut Penulis berpendapat, bahwa faktor penyebab terjadinya kejahatan dengan kekerasan adalah identik dengan faktor penyebab terjadinya kejahatan secara umum, hanya saja pada kejahatan dengan kekerasan terdapat hal-hal yang menunjukkan karakternya. Kenyataan di atas memberikan gambaran, bahwa tugas pelayanan dan perlindungan hukum masyarakat senantiasa terkait dengan perlindungan terhadap stabilitas negara agar pembangunan terus berjalan. Oleh karena itu dalam mengantisipasi kejahatan dengan kekerasan, penegak hukum terutama polisi banyak menemui kesulitan-kesulitan. Tatkala masyarakat menuntut polisi untuk selalu siap melayani dan melindunginya, sementara kejahatan dengan kekerasan terus meningkat yang harus segera ditangani. Kelihatannya betapa pekerjaan dan tanggung jawab polisi tidak semudah yang diperkirakan orang bahwa tugas itu dapat dilakukan oleh siapa saja. E. Upaya Penanggulangan KejahatanPenggunaan upaya penal (sanksi/hukum pidana) dalam mengatur masyarakat (lewat perundang-undangan) pada hakikatnya merupakan bagian dari suatu langkah kebijakan (policy). Mengingat berbagai keterbatasan dan kelemahan hukum pidana sebagaimana dikemukakan diatas, maka dilihat dari sudut kebijakan, penggunaan atau intervensi penal seyogianya dilakukan dengan lebih hati-hati, cermat, hemat, selektif dan limitatif. Dengan kata lain, sarana penal tidak selalu harus dipanggil atau digunakan dalam setiap produk legislatif.Pendekatan dengan sarana non penal mencakup area pencegahan kejahatan (crime prevention) yang sangat luas. Pencegahan kejahatan pada dasarnya merupakan tujuan utama dari kebijakan kriminal. Pernyataan yang sering diungkapkan dalam kongres-kongres PBB mengenai "the prevention of crime and the treatment of offenders", yaitu : pertama, pencegahan kejahatan dan peradilan pidana janganlah diperlakukan atau dilihat sebagai suatu masalah yang terisolir dan ditangani dengan metode yang simplistik dan fragmentair, tetapi seyogianya dilihat sebagai masalah yang lebih kompleks dan ditangani dengan kebijakan atau tindakan yang luas dan menyeluruh; kedua, pencegahan kejahatan harus didasarkan pada penghapusan sebab-sebab atau kondisi-kondisi yang menyebabkan timbulnya kejahatan. Upaya penghapusan sebab-sebab dan kondisi-kondisi yang demikian harus merupakan strategi pokok atau mendasar dalam upaya pencegahan kejahatan (the basic crime prevention strategy); tiga, penyebab utama dari kejahatan dibanyak negara ialah ketimpangan sosial, diskriminasi rasial dan diskriminasi nasional, standar hidup yang rendah, pengangguran dan hubungannya dengan pembangunan ekonomi, sistem politik, nilai-nilai sosiokultural dan perubahan masyarakat, juga dalam hubungannya dengan tata ekonomi dunia internasional baru. Berdasarkan pernyataan dalam kongres PBB di atas, terlihat bahwa kebijakan penanggulangan kejahatan tidak hanya akan menyembuhkan atau membina para terpidana (penjahat) saja, tetapi penanggulangan kejahatan dilakukan juga dengan upaya penyembuhan masyarakat, yaitu dengan menghapuskan sebab-sebab maupun kondisi-kondisi yang menyebabkan terjadinya kejahatan.Jeremy Bentham (Barda Nawawi Arief,1998 :48) pernah menyatakan bahwa :Janganlah pidana dikenakan/digunakan apabila groundless, needless, unprofitable, or inefficasious. Demikian pula Herbert L. Packer (Barda Nawawi Arief;1998 :48) pernah mengingatkan bahwa :Penggunaan sanksi pidana secara sembarangan/tidak pandang bulu/menyamaratakan (indiscriminately) dan digunakan secara paksa (coercively) akan menyebabkan sarana pidana itu menjadi suatu pengancam yang utama.

Telah diungkapkan di atas, bahwa keterbatasan hukum pidana dalam menanggulangi kejahatan antara lain karena penanggulangan atau penyembuhan lewat hukum pidana selama ini hanya merupakan penyembuhan/pengobatan simptomatis, bukan pengobatan kausatif, dan pemidanaannya hanya bersifat individual/personal, tidak bersifat fungsional/struktural.Dalam hal anak yang melakukan kejahatan perlu ditangani sedemikian rupa dengan memperhatikan masa depannya. Perhatian terhadap anak dapat dilihat dari berbagai bentuk peraturan perundang-undangan yang menyangkut perlindungan hak-hak anak, dan penegakan peraturan perundang-undangan tersebut.Kejahatan yang dilakukan oleh anak dapat dicegah dengan mengefektifkan hubungan yang harmonis antara orang tua dan anak. Hakikat yang terkandung dalam setiap proses hubungan antara orang tua dan anak, seyogianya ada empat unsur, yaitu :a. Pengawasan melekat; pengawasan tipe ini meliputi usaha penginternalisasian nilai-nilai dan norma-norma yang kita kaitkan erat dengan pembentukan rasa takut, rasa bersalah pada diri anak melalui proses pemberian kepujian.b. Pengawasan tidak langsung; melalui penanganan keyakinan pada diri anak, agar timbul perasaan dari kehendak untuk tidak melukai atau membuat malu keluarga.c. Pengawasan langsung; lebih menekankan kepada larangan dan pemberian umat pada anak.d. Pemuasan kebutuhan; berkaitan dengan kemampuan orang tua dalam mempersiapkan anak untuk sukses.Penanggulangan kejahatan emperik terdiri atas tiga bagian pokok ( A. S. Alam, 2010:79), yaitu :1. Pre-EmtifYang dimaksud dengan upaya Pre-Emtif di sini adalah upaya-upaya awal yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mencegah terjadinya tindak pidana. Usaha-usaha yang dilakukan dalam penanggulangan kejahatan secara pre-emtif adalah menanamkan nilai-nilai/norma-norma yang baik sehingga norma-norma tersebut terinsternalisasi dalam diri seseorang. Meskipun ada kesempatan untuk melakukan pelanggaran/ kejahatan tapi tidak ada niatnya untuk melakukan hal tersebut maka tidak akan terjadi kejahatan. Jadi dalam usaha pre-emtif faktor niat menjadi hilang meskipun ada kesempatan. Cara pencegahan ini berasal dari teori NKK, yaitu; Niat + Kesempatan terjadi Kejahatan. Contohnya, ditengah malam pada saat lampu merah lalulintas menyala maka pengemudi itu akan berhenti dan mematuhi aturan lalulintas tersebut meskipun pada waktu itu tidak ada polisi yang berjaga. Hal ini selalu terjadi dibanyak Negara seperti Singapura, Sydney, dan kota besar lainnya di dunia. Jadi dalam upaya pre-emtif faktor niat tidak terjadi. 2. PreventifUpaya-upaya preventif ini adalah merupakan tindak lanjut dari upaya pre-emtif yang masih dalam tataran pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Dalam upaya preventif yang ditekankan adalah menghilangkan kesempatan untuk dilakukannya kejahatan. Contoh, ada orang ingin mencuri motor tetapi kesempatan itu dihilangkan karena motor-motor yang ada ditempatkan di tempat penitipan motor, dengan demikian kesempatan menjadi hilang dan tidak terjadi kejahatan. Jadi dalam upaya preventif kesempatan ditutup.3. RepresifUpaya ini dilakukan pada saat telah terjadi tindak pidana/kejahatan yang tindakannya berupa penegakan hukum (law enforcement) dengan menjatuhkan hukuman.

BAB IIIMETODE PENELITIAN

A. Lokasi PenelitianPenulis mengambil lokasi penelitian di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan tepatnya di Kantor Kepolisian Resort Takalar,Pengadilan Negeri Takalar dan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kabupaten Takalar.Dipilihnya lokasi tersebut sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan, instansi ini merupakan instansi yang penulis dapat memperoleh data untuk melengkapi data penulisan skripsi ini khususnya terhadap tindak pidana kejahatan dan kekerasan di Kabupaten Takalar.B. Jenis dan Sumber DataDalam penelitian ini, data yang hendak dikumpulkan untuk dianalisis adalah :1. Data primer Data primer, yaitu data yang diperoleh yaitu penelitian yang dilakukan dengan jalan meneliti langsung ke lapangan, yakni wawancara langsung dengan hakim Pengadilan Negeri Takalar, anggota Polres Takalar, dan tokoh yang dipandang mengetahui permasalahan yang ada relevansinya dengan penelitian ini.

2. Data SekunderData sekunder yakni data yang diperoleh berupa dokumen, jurnal dan karya ilmiah, literatur-literatur, Undang-undang serta bahan-bahan yang memiliki relevansi dengan penulisan skripsi ini.C.Teknik Pengumpulan Data1. Wawancara, yakni mewawancarai Hakim Pengadilan Negeri Takalar, Anggota Polres Takalar, dan Tokoh Masyarakat yang dipandang mengetahui permasalahan yang ada relevansinya dengan penelitian ini. 2. Observasi, yakni pengamatan secara langsung dan tercatat tentang obyek yang diteliti.3. Angket (kuisioner), yakni sejumlah daftar pertanyaan yang diedarkan kepada responden untuk dijawab sesuai dengan kata hatinya.D. Analisis DataData yang diperoleh melalui penelitian ini dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kuantitatif menggunakan perhitungan distribusi frekwensi dengan rumus:

P = x 100%Keterangan rumus :P=PersentaseF=FrekwensiN=Jumlah kejahatan

BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANA. Data Perkembangan Perkara Kejahatan dengan Kekerasan di Wilayah POLRES Takalar Tahun 2006 sampai dengan Tahun 2011.Suatu kejahatan dapat dilihat mengalami peningkatan ataupun penurunan apabila dilihat pada angka-angka statistik yang diperoleh dari pihak kepolisian maupun dari pihak-pihak yang terkait.`Untuk mengetahui jumlah kejahatan dengan kekerasan yang terjadi di wilayah Kepolisian Resort Takalar tahun 2006 2011, Penulis telah menguraikan dalam bentuk tabel dibawah ini.Tabel 1Jumlah kejahatan pencurian yang terjadi dalam wilayah POLRES Takalar pada tahun 2006 2011.

Tabel 1Jumlah Kasus Kejahatan dengan Kekerasan di Kabupaten Takalar 2006 - 2011

NoJenis Kejahatan Dengan KekerasanTahunJml

200620072008200920102011

1Perkosaan21-2-38

2Pembunuhan52354322

3Penganiayaan6310162658592468

4Penganiyaan berat14331113

5Pencurian dengan kekerasan 3631261242

6Pemerasan -4----4

7Penculikan 1-----1

J u m l a h75118718796111558

Sumber : Data Kepolisian Resort Takalar (17 September 2012)

Apabila diperhatikan data pada tabel I di atas, dapat disimpulkan bahwa perkembangan kejahatan dengan kekerasan di Kabupaten Takalar tidak terlalu signifikan jika dibandingkan dengan kota-kota besar. Jenis kejahatan dengan kekerasan tersebut, yang pernah terjadi dalam wilayah hukum Kabupaten Takalar tahun 2006 sampai dengan tahun 2011 adalah sebanyak 558 kasus, yakni tahun 2006 sebanyak 75 kasus atau 13,4%, tahun 2007 sebanyak 118 kasus atau 21,1% , tahun 2008 sebanyak 71 kasus atau 12,7%, tahun 2009 sebanyak 87 kasus atau 15,5%, tahun 2010 sebanyak 96 kasus atau 17,2% dan tahun 2011 sebanyak 111 kasus atau 19,8%.Ketujuh jenis kejahatan dengan kekerasan tersebut di atas, kejahatan penganiayaan menempati jumlah tertinggi, yaitu 468 kasus atau 83,8% dari 558 kasus yang dilaporkan, pencurian dengan kekerasan menempati urutan kedua dengan jumlah kasus sebanyak 42 kasus atau 7,52%, pembunuhan menempati urutan nomor tiga dengan jumlah kasus 22 kasus atau 3,94%, penganiayaan berat menempati urutan keempat dengan jumlah 13 kasus atau 2,32%, pemerkosaan berada pada urutan kelima dengan jumlah 8 kasus atau 1,4%, pemerasan berada pada urutan keenam dengan jumlah 4 kasus atau 0,71% dan penculikan menduduki skala terakhir dengan jumlah 1 kasus atau 0,17%.Berdasarkan urutan pada tabel 1 dapat disimpulkan bahwa penganiayaan dan pencurian dengan kekerasan merupakan kejahatan dengan kekerasan dengan tingkat keseriusan yang tinggi. Seperti telah diuraikan, bahwa kejahatan dengan kekerasan di Kabupaten Takalar tidaklah berdiri sendiri, melainkan ia merupakan suatu kejahatan yang sangat kompleks dan ditunjang oleh faktor-faktor kriminogen lain. Karena kejahatan dengan kekerasan yang berupa penganiayaan dan pencurian dengan kekerasan adalah dua jenis kejahatan dengan kekerasan yang memiliki tingkat kejahatan yang paling banyak terjadi dibandingkan dengan jenis kejahatan dengan kekerasan lainnya dari tahun 2006-2011 di kabupaten Takalar. Jika memperhatikan tabel 1 maka penulis selanjutnya akan lebih membahas tentang kejahatan dengan kekerasan yang berupa penganiayaan dan pencurian dengan kekerasan yang telah terjadi di wilayah kepolisian resort takalar.B. Faktor Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Kejahatan dengan Kekerasan di Kabupaten Takalar ( Penganiayaan dan Pencurian dengan Kekerasan).Berdasarkan data yang didapat dari tabel 1 (satu) bahwa kejahatan dengan kekerasan yang berupa penganiayaan dan pencurian dengan kekerasan adalah dua jenis kejahatan yang menempati urutan teratas sehingga Penulis akan lebih membahas tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan penganiayaan dan pencurian dengan kekerasan yang terjadi di wilayah kepolisian resort takalar. Untuk mengetahui faktor penyebab timbulnya suatu permasalahan, maka Penulis melakukan pencarian data mengenai latar belakang terjadinya permasalahan itu sendiri. Demikian pula untuk mengetahui penyebab seorang pelaku melakukan penganiayaan dan pencurian dengan kekerasan dilakukan pencarian data tentang latar belakang terjadinya penganiayaan dan pencurian dengan kekerasan, dalam hal ini melalui pengumpulan data dan wawancara.

1. Sebab Terjadinya Kejahatan Penganiayaan Berdasarkan hasil penelitian di Lapas Kelas II B Takalar terdapat 20 pelaku penganiayaan. Para pelaku melakukan penganiayaan karena beberapa faktor sebagaimana dilihat pada tabel 2 .Tabel 2Sebab Pelaku Melakukan Penganiayaan

A l a s a nU s i aJumlah(%)

15-2526-3536-4546-55

Nafsu------

Dendam--1-15.00

Siri'-622.1050.00

Spontanitas-411630.00

Tekanan oranglain/lingkungan-21-315.00

J u m l a h-125320100

Sumber : Diolah dari Angket, 2012Tabel 2 menunjukkan bahwa alasan siri' merupakan faktor utama penyebab terjadinya penganiayaan di Kabupaten Takalar yakni sebanyak 50,00% menyusul karena spontanitas sebanyak 30,00%, kemudian karena tekanan orang lain/lingkungan sebanyak 15,00% dan karena dendam sebanyak 5,00%.Jika dicermati alasan yang dikemukakan di atas antara dendam, siri' spontanitas dan tekanan orang lain/ lingkungan merupakan faktor yang saling terkait. Hal ini dipertegas oleh pendapat H. Akhmad Suhel (Ketua Pengadilan Negeri Takalar), Wawancara pada tanggal 25 September 2012 yang menyatakan sebagai berikut :Menurut pengamatan saya selama menjadi ketua PN Takalar dan mengikuti persidangan yang menyangkut kasus-kasus penganiayaan, bahwa terjadinya kejahatan ini karena 4 faktor utama yakni siri, dendam, solidaritas dan spontanitas. Keempat faktor ini merupakan bangunan postulat yang tidak dapat dipisahkan dan saling terkait. Karena adanya siri' sehingga dendam, spontanitas bisa muncul. Karena solidaritas pertemanan sehingga bisa secara spontan melakukan kejahatan. Keseluruhan faktor ini tentunya dipengaruhi pula oleh faktor lain, seperti kebiasaan meminum minuman keras (terutama ballo) para pelaku kejahatan over dosis (mabuk), dan kalau peristiwa ini terjadi maka mereka secara spontan melakukan kejahatan.Seperti telah diuraikan pada tabel 2 di atas bahwa ada 4 faktor utama terjadinya penganiayaan. Keempat faktor itu ditunjang oleh alasan lainnya, sebagaimana tabel 3.

Tabel 3Sebab Pelaku menjadikan Dendam, Siri',Tekanan oranglain/lingkungan dan Spontanitas untuk Menganiaya

AlasanF a k t o rJumlah(%)

DendamSiri 'Tekanan orang lain/lingkunganSpon-tanitas

Harta / Warisan12--315.0

Wanita-6-3945.0

Minuman keras11-4630.0

Lain lain-1-1210.0

Jumlah111-820100

Sumber : Diolah dari Angket, 2012Tabel 3 menunjukkan persoalan wanita merupakan faktor pendukung terlaksananya kejahatan penganiayaan yakni sebesar 45,0%. Begitu tingginya nilai wanita pada suku bangsa Makassar, sehingga apabila seorang wanita diganggu oleh laki-laki maka keluarga pihak perempuan berkewajiban menegakkan siri'nya dengan jalan apapun, terpenting asalkan tidak mate siri' atau nipakasiri'.Siri' dalam persepsi masyarakat Takalar masih mengakar dan membudaya. Tidaklah mengherankan jika siri' tersebut selalu disalah tafsirkan sehingga menjadi sumber terjadinya kejahatan dengan kekerasan. Dg Romo, salah seorang tokoh masyarakat di Takalar dalam wawancara dengan Peneliti tanggal 26 September 2012 mengatakan :Siri' di Kabupaten Takalar memang perlu ada, tetapi dalam arti siri' yang dapat membangun harkat dan martabatnya sebagai manusia. Mengenai masalah siri' yang menimbulkan kejahatan adalah wajar, manakala ada orang yang dilanggar adatnya, sementara ia berdiam diri maka akan dikuciIkan dan dicap oleh masyarakat sebagai orang yang tidak mempunyai adat. Jadi siri' yang saya kucilkan ini pada dasarnya sama dengan pandangan suku Makassar pada umumnya.Minuman keras juga merupakan penyebab terjadinya penganiayaan yang dilakukan karena spontanitas karena pengaruh alkohol yang berlebihan sehingga dalam melakukan kejahatan penganiayaan, pelaku melakukannya tidak dalam keadaan sadar secara utuh (mabuk). Jika kita melihat tabel 3 maka kita bisa melihat bahwa minuman keras menjadi faktor dengan urutan kedua yaitu 30,0%. Ini menunjukkan bahwa minuman keras menjadi faktor yang dominan setelah wanita. Wawancara dengan AKP Mugi Rohman Kasat Binmas tanggal 26 September 2012 mengatakan : Memang minuman keras (ballo) menjadi suatu kebiasaan oleh sebagian masyarakat yang ada di kabupaten Takalar, inilah yang menjadi faktor kejahatan penganiayaan cukup tinggi intensitasnya di kabupaten Takalar. Bukan hanya itu faktor pendidikan yang rendah juga menjadi faktor terjadinya penganiayaan.Harta/warisan juga merupakan penyebab timbulnya dendam dan siri' yang berlanjut pada tindakan penganiayaan yaitu 15.0%. Mengingat harta warisan merupakan kelangsungan hidup dan semakin sempitnya lahan pertanian untuk bercocok tanam sementara pertambahan keluarga semakin meningkat yang berkorelasi pula dengan tuntutan hidup. Umumnya pelaku kejahatan penganiayaan mempunyai tingkat ekonomi rendah, di lain pihak para pelaku memiliki tanggungan keluarga yang besar, sehingga harus memperebutkan harta warisan sekalipun harta ditempuh dengan jalan kekerasan dalam wujud penganiayaan. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 4 dan tabel 5.

Tabel 4Tingkat Penghasilan Pelaku Penganiayaan

Pekerjaan Penghasilan Perbulan Jumlah(%)

Kurang dari 500 Ribu500 Ribu 1.000.000 Juta1.000.000 Juta ke atas

Petani42-630.0%

Buruh53-840.0%

Nelayan 2--210.0%

PNS -----

Peg. Swasta --115.0%

Lain-lain4--420.0%

Jumlah145120100

Sumber : Diolah dari angket, 2012

Tabel 5Besarnya Tanggungan Keluarga Pelaku Penganiayaan

Penghasilan (bulan)TanggunganJumlah(%)

1 orang2 orang> 2 orang

Dibawah 500.000--121260.0%

500.000 1.000.000-25735.0%

1.000.000 ke atas --115.0%

Jumlah-21820100

Sumber : Diolah dari angket, 2012Tabel 4 dan tabel 5 menunjukkan bahwa tingkat penghasilan yang rendah dengan jumlah tanggungan dalam keluarga yang banyak, merupakan faktor terjadinya penganiayaan. Hal ini jelas terlihat bahwa mereka yang pekerjaannya adalah buruh dengan penghasilan perbulan kurang dari Rp 500.000,- yakni 40.0% dan jumlah tanggungan lebih dari 2 orang yakni 60.0% dan menyusul pekerjaan Iain-lain merupakan pelaku kejahatan penganiayaan yang paling banyak jika dibandingkan dengan yang lainnya. Hal ini berarti bahwa semakin rendah tingkat penghasilan seseorang dan semakin banyak jumlah tanggungan dalam keluarga maka semakin besar peluang untuk melakukan kejahatan. 2. Sebab terjadinya pencurian dengan kekerasan di kabupaten takalarTabel 6Jumlah Kejahatan Pencurian dengan Kekerasan di Polres TakalarTahun 2006-2011NOTahunPencurian dengan Kekerasan

120063

220076

320083

4200912

520106

6201112

7Jumlah 42

Sumber : Data Kepolisian Resort Takalar (17 September 2012)Berdasarkan Tabel 6 diatas maka kita bisa melihat perkembangan kejahatan pencurian dengan kekerasan dari tahun 2006 sampai 2011 mengalami peningkatan yang cukup signifikan terutama di tahun 2009 dan di tahun 2011 yaitu masing-masing sebanyak 12 kejahatan dari total jumlah kejahatan sebanyak 42 kejahatan dari tahun 2006 sampai 2011. Dan ini menunjukkan bahwa kejahatan pencurian dengan kekerasan dari tahun ketahun mengalami peningkatan dan ini tentu saja semakin meresahkan masyarakat khususnya di Kabupaten Takalar. Hasil wawancara Tanggal 26 september 2012 dengan bapak AKP Badollahi selaku Kasat Reskrim menyatakan :Hampir setiap malam kejahatan ini terjadi di kabupaten takalar dan bukan hanya itu, pihak kepolisian pun sudah melakukan pengejaran dan penangkapan terhadap pelaku tetapi tetap saja kejahatan pencurian dengan kekerasan ini tetap terjadi. Diindikasikan bahwa kejahatan ini teroganisir maka agak sulit bila tidak dibarengi dengan peran serta oleh pihak lain.

Berdasarkan hasil penelitian pada Lapas Kelas II B Takalar, terdapat 13 orang pelaku kejahatan pencurian kekerasan dengan latar belakang yang berbeda. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 7

Tabel 7Jumlah Pelaku Pencurian Dengan Kekerasan Menurut Tingkat Usia Dan Jenis Pekerjaan

U s i aPekerjaanJumlah Prosentase

PetaniBuruhNela-yanPNSPeg. SwastaLain -lain

15-251----1215,38

26-3532---1646,15

36-4512---1430,76

46-551-----17,69

Jumlah64---313100,00

Sumber : Diolah dari Angket, 2012.Tabel 7 menunjukkan bahwa mereka yang berusia antara 26-35 tahun dengan jenis pekerjaan petani, buruh dan lain-lain merupakan pelaku pencurian dengan kekerasan yang paling banyak yakni sebesar 46,15%, menyusul yang berusia antara 36 - 45 tahun dengan jenis pekerjaan petani, buruh dan lain-lain sebanyak 30,76%.Jika dicermati lebih jauh dengan melihat kondisi Kabupaten Takalar yang potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang masih berkualitas rendah menjadikan warganya banyak terlibat kejahatan ini. Mungkin juga aktifitas ini merupakan warisan yang mutlak harus diterima oleh generasinya. Dihubungkan dengan pendapatannya, umumnya mereka yang berpenghasilan rendah dengan tanggungan dalam keluarga yang lebih besar merupakan pelaku yang paling banyak melakukan kejahatan pencurian dengan kekerasan. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 8.Tabel 8Besarnya Tanggungan Keluarga Pelaku Pencurian Dengan Kekerasan

Penghasilan (bulan)TanggunganJumlah(%)

1 orang2 orang> 2 orang

Di bawah 500.000--9969,23

500.000 1.000.000--4430,77

1.000.000 ke atas-----

Jumlah--1313100

Sumber : Diolah dari Angket, 2012Tabel 8 menunjukkan bahwa tingkat penghasilan yang rendah dengan jumlah tanggungan dalam keluarga yang banyak merupakan faktor terjadinya pencurian dengan kekarasan. Hal ini jelas terlihat bahwa mereka yang penghasilan perbulan hanya dibawah Rp.500.000 dengan jumlah tanggungan lebih dari 2 orang sebanyak 69,23%, dan yang penghasilannya perbulan Rp. 500.000 1.000.000 sebanyak 30,77%. Hal ini berarti bahwa semakin rendah tingkat penghasilan seseorang dan semakin banyak jumlah tanggungan dalam keluarga, maka semakin besar peluang untuk melakukan pencurian dengan kekerasan.Mencermati keadaan diatas, H.Akhmad Suhel Ketua PN Takalar (Wawancara tanggal 25 september 2012) menyatakan:Untuk wilayah Kabupaten Takalar pelaku kejahatan pada umumnya didominasi oleh mereka yang mempunyai tingkat penghasilan yang rendah, sedangkan jumlah tanggungan dalam keluarga tergolong besar. Hal tersebut, dapat kita lihat dari kehidupan masyarakatnya yang lebih banyak menggantungkan pada sektor pertanian padahal hasil yang diharapkan dari tanaman tidaklah mencukupi dan mengingat pula bahwa sampai saat ini lahan pertanian di Kabupaten Takalar dikuasai oleh orang-orang tertentu saja, sedangkan masyarakat kecil umumnya hanya mempunyai lahan pertanian yang sempit. Hal inilah yang mendorong mereka untuk mencari alternatif lain yang lebih praktis dan banyak menghasilkan meskipun bertentangan dengan hukum dan norma.Terjadinya kejahatan dengan kekerasan di Kabupaten Takalar sangat erat kaitannya dengan faktor lingkungan, apakah itu lingkungan pergaulan tempat asal pelaku pencurian atau keadaan lingkungan yang kurang aman atas lokasi sasaran terjadinya kejahatan pencurian dengan kekerasan, sebab terjadinya kejahatan ini karena telah direncanakan lebih dahulu oleh para pelakunya atas sasaran lokasi pencurian kekerasan yang akan dituju. Sehingga dapat dikatakan bahwa adanya peluang terjadinya pencurian dengan kekerasan di Kabupaten Takalar karena keadaan lingkungan suatu tempat relatif kurang aman. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 9.Tabel 9Faktor Penyebab Terjadinya Pencurian Dengan Kekerasan Di Kabupaten Takalar

LokasiFaktorDilakukanJumlah(%)

Tidak ada Siskamling Tdk adaPendu-KungSakit hati / dendamLain-lainSiangMalam

Kalangan bawah---1-117,69

Kalangan menengah--2--2215,38

Kalangan atas10----101076,92

Jumlah10--1-1313100

Sumber : Diolah dari Angket, 2012Tabel 9 menunjukkan bahwa keadaan lingkungan yang tidak mempunyai siskamling atau dengan kata lain perkampungan yang tidak aktif melakukan ronda setiap malam akan merupakan sasaran empuk pencurian dengan kekerasan. Hal ini nyata terlihat bahwa sebanyak 76,92%. Responden menyatakan sasaran utama pencurian dengan kekerasan adalah orang-orang kaya dimana kampungnya tidak diadakan siskamling. Bahkan menurut para pelaku, mereka sering terlibat aksi pencurian dengan kekerasan di seluruh wilayah Kabupaten Takalar.Usaha tidak mengenal menyerah pihak Kepolisian Resort Takalar untuk menangkap para pelaku pencurian dengan kekerasan yang semakin marak dan meresahkan masyarakat, pihak kepolisian telah menempuh berbagai cara dengan melakukan beberapa tindakan seperti yang dikemukakan oleh AKP Badollahi Kasat Reskrim Polres Takalar (Wawancara tanggal 26 September 2012) sebagai berikut :Tentang maraknya aksi pencurian dengan kekerasan atau perampokan yang terjadi hampir setiap malam, maka pihak Polres Takalar dalam menangani masalah ini yakni dengan mengadakan patroli dan Unit Reaksi Cepat (URC) yang melakukan penyelidikan terhadap para penjahat dengan prioritas pada daerah rawan curas. Adapun tindakan pihak Polres Takalar agar komplotan pencurian/perampok bisa dibubarkan serta menangkap semua yang tergabung dalam komplotan tersebut ialah berusaha semaksimal mungkin agar jaringannya dapat terungkap, mulai dari pimpinan kelompok sampai pada yang membantu meloloskan dan yang menjual serta pembeli barang hasil curian/rampokan mereka.Menurut Dg.Romo, tokoh masyarakat di Kabupaten Takalar (Wawancara tanggal 26 September 2012) mengatakan bahwa :Terdapat beberapa indikator terjadinya kejahatan dengan kekerasan di Kabupaten Takalar terutama penganiayaan dan pencurian dengan kekerasan karena beberapa faktor, antara lain : a. Faktor lingkungan;Wilayah Kabupaten Takalar yang dihuni oleh penduduk mayoritas Makassar sebahagian penduduknya menggantungkan kehidupannya pada sektor pertanian, dimana tidak semua penduduk memiliki lahan yang cukup untuk menghidupi keluarganya, sehingga mereka dipaksa oleh keadaan lingkungan untuk mencari kehidupan tambahan secara tidak halal.b. Faktor siri yang disalah tafsirkan; Siri' menurut persepsi orang Takalar pada umumnya yaitu apabila seseorang telah dilanggar, dinodai harkat, martabat dan harga diri dan keluarganya oleh seseorang sehingga merasa dihina atau terhina yang pada akhirnya memaksa dirinya untuk melakukan tindakan di luar ketentuan hukum seperti menganiaya terkadang sampai mengakibatkan kematian.c. Faktor ekonomi;Rata-rata atau hampir dipastikan bahwa mereka yang melakukan kejahatan dengan kekerasan adalah mereka yang tingkat kehidupannya berada di bawah rata -rata (umumnya masyarakat pra sejahtera). d. Faktor minuman keras (ballo); Faktor inilah yang sangat menentukan sering terjadinya kejahatan dengan kekerasan seperti terjadinya penganiayaan yang kadang-kadang berasal dari tindakan mereka meminum minuman keras secara berlebihan di tempat tertentu. Terjadinya aksi pencurian dengan kekerasan (perampokan) kadang-kadang bermula dari sini pula (pengaruh ballo) dimana para peminum yang berpendidikan rendah dan berpenghasilan rendah pula, ditempat-tempat tertentu inilah (perampokan) membuat suatu kesepakatan untuk melakukan aksi pada malam hari e. Faktor kurangnya ketaatan beragama.Dari analisa di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa terjadinya kejahatan dengan kekerasan di Kabupaten Takalar karena beberapa faktor, yaitu :a. Faktor usia, umumnya usia yang terlibat dalam kejahatan dengan kekerasan di Kabupaten Takalar adalah usia yang masih produktif.b. Faktor pendidikan yang rendah, umumnya mereka yang terlibat dalam kejahatan dengan kekerasan di Kabupaten Takalar adalah mereka yang mempunyai tingkat pendidikan rendahan atau sama sekali tidak pernah mengenal dunia pendidikan.c. Faktor ekonomi yang rendah, umumnya mereka yang terlibat dalam kejahatan dengan kekerasan di Kabupaten Takalar adalah mereka yang mempunyai jenis pekerjaan dan tingkat penghasilan yang rendah bahkan tergolong sangat rendah dengan jumlah tanggungan dalam keluarga sangat besar.d. Faktor siri' dan dendam, umumnya mereka yang melakukan kejahatan dengan kekerasan di Kabupaten Takalar dilandasi karena motif dendam dan siri yang disalah tafsirkan.e. Faktor Lingkungan pergaulan, umumnya mereka yang terlibat dalam kejahatan dengan kekerasan di Kabupaten Takalar adalah akibat pengaruh lingkungan yang spontanitas dapat berbuat jahat, terutama sekali jika mereka sudah mabuk. Jadi terjadinya suatu kejahatan kekerasan karena tersedianya banyak tempat-tempat meminum minuman keras (pa'lontangan) yang sangat mudah mewujudkan orang untuk berbuat kejahatan.f. Faktor lingkungan Siskamling, umumnya mereka yang menjadi korban kejahatan dengan kekerasan di Kabupaten Takalar khususnya pencurian dengan kekerasan adalah mereka yang keadaan lingkungannya tidak ada siskamling atau tidak jaga (ronda) pada malam hari.C. Upaya-upaya apakah yang ditempuh oleh aparat penegak hukum dalam menanggulangi kejahatan dengan kekerasan di Kabupaten Takalar Khususnya tentang Penganiayaan dan Pencurian dengan Kekerasan.Seperti telah dikemukakan pada pembahasan sebelumnya yang telah memberikan kejelasan bahwa kejahatan di Kabupaten Takalar merupakan fenomena krusial yang selalu meresahkan dan mendatangkan kerugian bagi masyarakat, niscaya tidak akan menunjang upaya untuk menciptakan ketertiban dan perasaan aman di dalam masyarakat luas. Dalam hubungan dengan objek penelitian ini yakni di Kabupaten Takalar, AKP Badollahi Kasat Reskrim Polres Takalar (Wawancara tanggal 26 September 2012) menyatakan :Dalam menanggulangi masalah-masalah kejahatan pihak Kepolisian Resort Takalar telah mengadakan upaya yakni : a. Ditempatkan Bintara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Desa/Kelurahan (Babin-kamtibmas Des/Kel).b. Operasi rutin Kepolisian di wilayah Polres Takalar lebih ditingkatkan.c. Disetiap desa/kelurahan dibentuk kelompok sadar Kamtibmas yang anggotanya adalah masyarakat di desa tersebut (terdiri dari lima orang setiap kelompok) untuk menciptakan Siskamawakarsa.Khusus penanggulangan kejahatan dengan kekerasan di Kabupaten Takalar pihak penegak hukum di daerah ini telah menempuh berbagai cara yang berbentuk dalam wadah penanggulangan yakni secara prevent dan secara represif.1. Upaya PreventifUpaya preventif dimaksudkan untuk mencegah terjadinya suatu kejahatan dengan kekerasan. Pencegahan sebelum terjadinya kejahatan adalah lebih baik, karena dengan tindakan ini memungkinkan untuk tidak terjadinya suatu kejahatan.Sehingga dengan demikian kejahatan dan korbannya dapat dikurangi. Upaya preventif tersebut adalah :a. Memberikan penyuluhan hukum kepada masyarakat.b. Memberikan penerangan kepada masyarakat mengenai pentingnya kamtibmas.c. Pihak Kepolisian melakukan patroli diseluruh wilayah Polres Takalar 1 x 24 jam.d. Tatap muka, yaitu memberikan bimbingan secara perorangan atau secara berkelompok disuatu tempat.e. Mengadakan Jaksa dan Hakim masuk desa.f. Penerangan keagamaan, kerja sama Polres Takalar dengan pemuka agama. g. Pemberantasan minuman keras (ballo) termasuk sumber dan penjualnya. 2. Upaya RepresifKonsep penanggulangan secara represif ini mempunyai tujuan utama yaitu agar seseorang yang telah melakukan kejahatan tidak lagi mengulangi perbuatannya. Upaya represif tersebut adalah :a. Menindak pelaku kejahatan atau memproses sesuai dengan hukum yang berlaku kepada pelaku tindak pidana.b. Memberantas minuman tradisional (ballo) termasuk penjual dan sumbernya.c. Mengadakan razia senjata tajam.Konsep tersebut di atas memang sudah tepat, tetapi masih perlu disempurnakan lagi, dengan maksud untuk menyadarkan agar seseorang tidak mengulangi perbuatannya. Upaya preventif menurut peneliti adalah :a. Penyuluhan hukum; Volume penyuluhan hukum kepada masyarakat harus lebih ditingkatkan lagi dengan memberikan pemahaman tentang hal-hal secara hukum diharuskan atau dilarang untuk diperbuat.b. Mengadakan sistem keamanan lingkungan; Penciptaan dan pembinaan sistematik lingkungan lebih ditingkatkan lagi agar dapat mengurangi terjadinya kejahatan dengan kekerasan.c. Abolisme; Tindakan ini dimaksudkan untuk menanggulangi kejahatan dengan cara menghilangkan faktor penyebab dari kejahatan, misalnya penganiayaan, faktor penyebab adalah karena kebiasaan warga masyarakat meminum minuman keras dan membawa senjata tajam.d. Masih perlunya ditingkatkan pendidikan agama dan ceramah keagamaan, sehingga dapat mempertebal iman seseorang untuk tidak mudah dipengaruhi oleh hat-hal yang sifatnya negatif.Sedangkan upaya penanggulangan secara represif menurut Peneliti adalah menjatuhkan hukuman semaksimal mungkin terhadap pelaku kejahatan dengan kekerasan. a. Peningkatan volume penyuluhan hukum, agama, moral dan etika kepada narapidana dan tahanan.b. Memberikan pembinaan kepada narapidana dan tahanan selama dalam proses hukuman dan tahanan dengan berbagaii macam keterampilan yang memungkinkan mereka dapat hidup mandiri setelah selesai menjalani hukumannya.Konsep yang dikemukakan ini sesungguhnya oleh pemerintah sudah cukup berupaya sedini mungkin agar masyarakat tidak melakukan kejahatan, khususnya kejahatan dengan kekerasan yang sangat meresahkan dan merugikan masyarakat lainnya.

BAB VP E N U T U PA. KesimpulanBerdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, penulis menarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Perkembangan kejahatan dengan kekerasan di Kabupaten Takalar setiap tahunnya. Kejahatan yang mencapai skala tertinggi adalah penganiayaan dengan skala 83.87% sebanyak 468 kasus dan dengan urutan kedua adalah pencurian dengan kekerasan sebanyak 42 kasus atau 7,52%. Rata-rata tingkat usia pelaku yang menduduki skala tertinggi adalah usia antara 26-35 tahun dengan tingkat pendidikan yang sangat rendah serta pekerjaan dan penghasilan perbulan sangat rendah pula.2. Faktor yang paling dominan sebagai penyebab terjadinya kejahatan dengan kekerasan di Kabupaten Takalar khususnya kejahatan penganiayaan dan pencurian dengan kekerasan adalah tingkat pendidikan yang rendah, ekonomi yang rendah, siri' yang berkonotasi negatif, dendam dan lingkungan pergaulan yang tidak baik.3. Upaya penanggulangan kejahatan dengan kekerasan di Kabupaten Takalar yaitu penempatan Babinkamtibmas Des/Kel oleh Kepolisian Resort Takalar, operasi rutin Kepolisian 1 x 24 jam mengadakan penyuluhan hukum, pemberantasan minuman keras (ballo), dan mengadakan rasia senjata tajam.B. SaranAkhir berikut ini penulis mengetengahkan beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi masyarakat luas khususnya aparat penegak hukum di dalam menghadapi kejahatan, sebagai berikut :1. Oleh karena penganiayaan dalam kejahatan dengan kekerasan yang menempati skala paling tinggi di Kabupaten Takalar dimana disebabkan karena alasan siri' yang menonjol, maka sebaiknya aparat hukum di daerah ini dapat mengadakan penyuluhan hukum tentang kedudukan siri' dalam perundang-undangan Republik Indonesia, agar masyarakat tidak lagi menjadikan suatu alasan untuk melakukan kejahatan dengan kekerasan. Begitu pula razia senjata tajam dapat lebih ditingkatkan.2. Program Jaksa masuk desa dan Hakim masuk desa. 3. Perlunya warga masyarakat diberikan kegiatan yang bersifat positif, seperti kegiatan majelis talim, kegiatan ketrampilan, olah raga dan sebagainya, yang tentunya dengan kegiatan tersebut menjadikan masyarakat yang kreatif dan berwawasan yang luas.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulsyani. 1987. Sosiologi Kriminalitas. Bandung: Remadja Karya.Andi, Hamzah.1986. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Bandung: Ghalia Indonesia.Andi Zainal Abidin Farid. 1983. Persepsi Orang Bugis Makassar tentang Hukum Negara dan Dunia Luar. Alumni: Bandung. A,S, Alam. 2010. Pengantar Kriminologi. Makassar : Pustaka Refleksi.Bada Nawawi Arief. 1998. Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.Bonger, W.A.1982. Pengantar Tentang Kriminologi. Ghalia Indonesia: Jakarta.Moeljatno, Ny.L. 1986. Kriminologi (Saduran). Bina Aksara : Jakarta.Mulyana, W. Kusumah. 1981. Aneka Permasalahan Dalam Ruang Lingkup Kriminologi. Alumni: BandungEffendy, Rusli. 1986. Asas-Asas Hukum Pidana. LEPPEN-UMI: Ujung Pandang.Romli Atmasasmita.1984. Bunga Rampai Kriminologi. Rajawali: Jakarta.Romli Atmasasmita.1992. Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, Eresco: Bandung.M. Kartaji, dkk. 1990. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dengan Penjelasan Resmi dan Komentarnya. Politeia : Bogor. H. Sharodji. 1980. Pokok-pokok Kriminologi. Aksara Baru: Jakarta. J. E. Sahetapy.1983. Kejahatan Kekerasan (Suatu Pengantar (Terjemahan). Citra aditya Bakti: Bandung. Soejono. 1996. Kejahatan dan Penegakan Hukum di Indonesia. Rineka Cipta: Jakarta. Soedjono Dirdjosisworo.1983. Penanggulangan Kejahatan. Alumni: Bandung.Soedjono Dirdjosisworo.1984. Ruang Lingkup Kriminologi. Remadja Karya: Bandung .Soerjono Soekanto. 1986. Kriminologi Suatu Pengantar. Ghalia Indonesia: Jakarta.R.Soesilo. 1985. Kriminologi; Pengantar Tentang Sebab-Sebab Kejahatan. Politeia: Bogor .------------.1989. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politea: Bogor.

Undang-Undang : Kitab Undang- Undang Hukum Pidana Kitab Undang-Hukum Acara PidanaSumber lain : www.google.com www.legalitas.org www.hukumonline.com

LAMPIRAN62