Skripsi Nurse
-
Upload
mustafa-ibrahim-yawarmansyah -
Category
Documents
-
view
3.061 -
download
12
Transcript of Skripsi Nurse
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru yang sebagian besar
disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian besar disebabkan oleh
hal lain (aspirasi, radiasi, dll). Spectrum mikroorganisme penyebab pada neonates
dan bayi kecil meliputi Streptococcus group B dan bakteri gram negative seperti E.
colli, Psedeumonas sp.. Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak
bergantung pada berat-ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah Terbagi
atas gejala infeksi umum dan gejala gangguan respiratori. Salah satu gejala
gangguan respiratori yaitu batuk, disertai produksi secret berlebih, sesak
napas, retraksi dada, takipnea, dan lain-lain. Pada pemeriksaan fisis dapat
ditemukan tanda klinis seperti pekak, suara napas melemah, dan ronki (Staf
pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI., 1985).
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam
bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang
sudah maju. Dari data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan
pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di
Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan
nomor 3 di Vietnam (PDPI, 2003). Laporan WHO (1999) menyebutkan bahwa
penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi
saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza (PDPI,2003). Pneumonia
merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia dibawah 5 tahun
(balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia lebih kurang
2,5 juta anak balita meninggal setiap tahun akibat pneumonia. Menurut survei
kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dari 22,8% kematian balita di
indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratori, terutama pneumonia
(Pharmaceutical Care Untuk penyakit Infeksi saluran Pernapasan/DPKES RI,
2005). Laporan surveilans pneumonia di unit rawat inap RSUP NTB Tahun 2008-
2009, cenderung mengalami peningkatan yang signifikan. Berikut data tahunan
perkembangan pasien rawat inap pneumonia.
Tabel 1.1: Data perkembangan Kunjungan Pasien Pneumonia Rawat Inap Tahunan Di Ruang Dahlia RSUP NTB.
No Tahun Jumlah pasien rawat inap dengan pneumonia
1 2008 73 orang
2 2009 49 orang
Sumber: Bagian Rekam Medik RSUP NTB
Dari hasil studi pendahuluan yang dilaksanakan pada tanggal 31 juli 2010 di
ruang Dahlia didapatkan data sebagai berikut:
Tabel 1.2: Data Perkembangan Jumlah Pasien Januari 2010-Mei 2010 Di Bangsal Dahlia RSUP NTB.
Jumlah pasien pneumonia
Januari Februari Maret April Mei
15 Pasien 15 Pasien 26 Pasien 42 Pasien 12 Pasien
Total : 110 pasien
Rata-rata perbulan : 22 pasien
Sumber: Bagian Rekam Medik RSUP NTB
Mukus adalah penutup yang melindungi bagian dalam paru dan jalan napas.
Mukus menangkap debu dan kotoran dalam udara yang kita hirup dan membantu
mencegah iritasi paru. Bila ada infeksi atau iritasi lain, tubuh menghasilkan banyak
mukus tebal untuk membantu paru menghindari infeksi. Bila mukus yang terlalu
banyak dan kental menyumbat jalan napas, dan pernapasan menjadi lebih sulit
(Nastiti, 2010). Dari hasil studi pendahluan yang dilakukan pada 31 Juli 2010,
didapatkan 5 dari 6 pasien dan atau keluarga mengeluhkan kesulitan mengeluarkan
sekret. Pengeluaran secret menjadi sangat penting oleh karena mikroorganisme
dan respon inflamasi yang terjadi akan merangsang pengeluaran proteolitik
sehingga dapat menghancurkan dinding saluran respiratori. Selain itu,
akumulasi secret intrabronkial dapat menginisiasi timbulnya infeksi (Nastiti,
2010).
Fisioterapi dada dalam hal ini merupakan tehnik untuk mengeluarkan
secret yang berlebihan atau material yang teraspirasi dari dalam saluran
respiratori dan usaha bernapas sehingga pada akhirnya dapat terjadi
hiperinflasi dan atelektasis. sehingga dalam hal ini, fisioterapi dada tidak
hanya mencegah obstruksi, tetapi juga mencegah rusaknya saluran
respiratori.Serangkaian tindakan postural drainase membantu menghilangkan
kelebihan mukus kental dari paru ke dalam trakea yang dapat dibatukkan keluar
(Nastiti, 2010). Selain itu, Glover Mark, dkk., (2001) dalam bukunya yang
berjudul Lower Respiratory Tract Infections. Pharmacotherapy A
Pathophysiologic approach.5th ed.mengatakan bahwa salah satu terapi
pendukung pada pneumonia adalah fisioterapi dada untuk membantu
mengeluarkan sputum (Pharmaceutical Care Untuk penyakit Infeksi saluran
Pernapasan/DPKES RI, 2005).
Berdasarkan hal diatas, penulis ingin meneliti tentang “Efektivitas Pemberian
Fisioterapi Dada Terhadap Pengeluaran Sekret Pada Anak Dengan Pneumonia Di
Bangsal Dahlia RSUP NTB“.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui Bagaimanakan efektifitas
pemberian fisioterapi pada anak dengan pneumonia dengan pengeluaran
sekret?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui sejauh mana efektifitas pemberian fisioterapi dada
terhadap pengeluaran secret pada anak dengan pneumonia.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi Pengeluaran secret sebelum diberikan fisioterapi
dada.
2. Menganalisa efektifitas pemberian fisioterapi dada terhadap
pengeluaran sekret.
3. Mengidentifikasi pengeluaran sekret setelah diberikan fisioterapi
dada.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
1.4.1 Teoritis
Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan
kontribusi dalam perkembangan ilmu baru dalam pemberian asuhan
keperawatan pada klien dengan Pneumonia.
1.4.2 Praktis
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan
bahan pertimbangan untuk alternatif pemberian asuhan
keperawatan pasien dengan peningkatan jumlah secret pada pasien
pneumonia.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar,
acuan atau informasi untuk penelitian selanjutnya.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan tindakan mandiri
bagi pasien dengan pneumonia.
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 LANDASAN TEORI PNEUMONIA
2.1.1 Definisi
Pneumonia ialah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam
etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing (Staf pengajar ilmu
kesehatan anak FKUI, 1985).
2.1.2 Anatomi & Fisiologi
1. Anatomi
a. Perkembangan paru-paru fetus
System respirasi berasal dari median ventral divertikulum dari
“Foregut”, didalam perkembangannya akan menjadi system
tracheobronial; peristiwa ini terjadi kurang lebih pada pertengahan
minggu ke-4 dari kehidupan embrio. Ujung bawah dari ventrikulum
terbagi menjadi dua calon paru-paru, dari kedua calon paru-paru akan
terbentuk pula cabang bronchial dan lapisan epithel dari paru-[aru,
cabang menjadi bronchial kanan akan menjadi 3 cabang sedangkan
cabang bronikal kiri menjadi 2 cabang; jadi paru-paru kanan akan
menjadi 3 lobus dan paru-paru kiri menjadi 2 lobus. Tangkai median
dari diventrikulum akan menjadi trachea (Langman,1969). Pada
periode minggu ke-28 masa kehidupan fetus, paru-paru masih
meruupakan oragan glanduler tanpa rongga udara (Avery,1986).
b. Bronkus dan paru
Bronkus merupakan percabangan trakhea kanan dan kiri.
Tempat percabangan ini disebut carina. Brochus kanan lebih pendek,
lebar dan lebih dekat dengan trachea. Bronchus kanan bercabang
menjadi : lobus superior, medius, inferior. Brochus kiri terdiri dari :
lobus superior dan inferior.
Satu masalah paling penting pada seluruh bagian saluran
pernapasan adalah memelihara supaya saluran tetap terbuka agar udara
tetap terbuka agar udara dapat keluar-masuk alveoli dengan mudah.
Untuk mempertahankan trakea agartidak kolaps, terdapat cincin
kartilsgo mutipel kira-kira 5/6 panjang trakea. Pada dinding bronkus,
terdapat lebih sedikit kartilago yang juga mempertahankan ragiditas
agar timbul gerakan paru untuk mengembang dan mengempis.
Gambar 2.1: Gambar Struktur System Respirasi ()
Di semua bagian trakea dan bronkus tidak terdapat tulang
rawan (kartilago), dindingnya terutama terbentuk dari otot polos.
Dinding bronkiolus juga hampir seluruhnya merupakan otot polos,
kecuali bronkiolus paling akhir, yang disebut bronkiolus respiratorius,
hanya mempunyai sedikit serat otot polos. Banyak penyakit obstruksi
paru adalah akibat dari penyempitan bronkus yang lebih kecil dan
bronkiolus, seringkkali karena kontraksi yang berlebihan dari otot
polos itu sendiri.
Gambar 2.2: Proyeksi Percabangan Bronkus hingga alveoli ().
Ternyata, dalam keadaan sakit, bronkiolus yang lebih kecil
seringkali memainkan peran yang lebih besar dalam menentukan
pertahanan aliran udara oleh karena 2 hal berikut:
a. Karena ukurannya kecil, maka mereka lebih mudah
tersumbat.
b. Karena dindingnya memiliki otot polos dengan presentase
yang cukup besar, maka lebih mudah berkontriksi.
2. Kerja silia untuk membersihkan jalan napas.
Seluruh jalan napas dari hidung sampai bronkiolus terminalis,
dipertahankan oleh selapis mucus yang melapisi seluruhpermukaan.
Mucus ini disekresikan sebagian oleh sel goblet dalam epitel saluran
napas, dan sebagian lagi oleh kelenjar submukosa yang kecil. Selain untuk
mempertahankan kelembaban permukaan, mucus juga menangkap partikel
kecil dari udara inspirasi dan menahannya agar tidak dikeluarkan dari
saluran napas dengan cara sebagai berikut.
Seluruh permukaan saluran napas, baik dalam hidung maupun dalam
saluran napas bagian bawah sampai sejauh bronkiolus terminalis, dilapisi
oleh epitel besilia, dengna kira-kira 200 silia pada masing-masing sel
epitel. Silia ini terus menerus ”memukul” dengan kecepatan 10-20 kali per
detik dan arah kekuatan memukulnya mengarah ke faring. Dengan
demikian, silia dalam paru memukul kearah atas, sedagkan dalam hidung
memukul kearah bawah. Pukulan yang terus menerus menyebabkan mucus
ini mengalir lambat, pada kira-kira 1 cm/menit kearah faring. Kemudian
mucus dan partikel-partikel yang dijeratnya tertelan atau dibatukkan.
Bronkus dan trakea sedemikian sensitifnya terhadap sentuhan halus,
sehingga benda asing dalam jumlah berapapun atau penyebab iritasi
lainnya akan menimbulkan reflek batuk.
Gambar 2.3: Proses Pengeluaran Benda Asing Dari Dalam Saluran Napas Bagian Bawah Melalui Mekanisme Batuk.
2.1.3 Etiologi
Etiologi pneumonia pada neonates dan bayi kecil meliputi:
1. Streptococcus group B
2. E. Colli
3. Pseudomonas sp.
4. Klebsiella sp.s
Dinegara maju, pneumonia pada anak teerutama disebabkan oleh virus,
disamping bakteri, atau campuran bakteri dan virus.
Berikut daftar etiologi pneumonia pada anak dengan kelompok usia yang
bersumber dari data Negara maju.
Tabel 2.1 : Etiologi Pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di begara maju.
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Lahir – 20 hari Bakteri Bakteri
E. colli Bacteri anaerob
Streptococcus group B Streptococcus group D
Lasteria monocytogenes Haemophillus inflluenzae
Streptococcus pneumonia
Ureplasma urealyticum
Virus
Virus Sitomegalo
Virus Herpes Simpleks
3 minggu-3 bulan
Bakteri Bakteri
Chlamydia trachomalis Bordetella pertusis
Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenza tipe B
Virus Moraxella catharalis
virus adeno Staphylococcus aureus
Virus Influenza Ureaplasma urealyticum
Virus Paraintfluenza 1,2,3 Virus
Respiratory syncytial virus Virus sitomegalo
4 bulan – 5 tahun
Bakteri Bakteri
Chlamidia pneumonise Haemophilus influenza tipe B
Mycoplasma pneumoniae Monaxela catharalus
Streptococus pneumoniae Neissierna meningitides
Virus Staphylococcus aureus
Virus Adeno Virus
Virus Influenza Virus Varisella-Zooster
Virus parainfluenza
Virus Rino
Reseperatory syncytial virus
5 Tahun- remaja
Bakteri Bakteri
Chlamydia pneumonise Haemophilus influrnze
Mycoplannsa pneumoniae Leginella sp
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus
Virus Adeno
Virus Epstein-Barr
Virus Influenza
Virus Rino
Respiratory Syncytal Virus
Virus Varisela-Zoster
2.1.4 Klasifikasi
1. Pembagian anatomis
a. Pneumonia lobaris
b. Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
c. Pneumonia interstitialis (bronkiolitis)
2. Pembagian etiologis
a. Bakteria:
1) Diplococcus Pneumonia
2) Pneumococcus
3) Streptococcus hemolyticus
4) Streptococcus aureus
5) Hemophilus Influenza
6) Bacillus Friedlander
7) Mycobacterium tuberculosis
b. Virus
1) Respiratory syncytial virus
2) Virus influenza
3) Adenovirus
4) Virus sitomegalik
c. Mycoplasma pneumonia
d. Jamur:
1) Histoplasma capsulatum
2) Cryptococcus neoformans
3) Blastomyces dermatitides
4) Coccidiodes immitis
5) Aspergillus spedies
6) Candida albicans
e. Aspirasi:
1) Makanan korsen (bensin, minyak tanah)
2) Cairan amnion
3) Benda asing
f. Pneumonia hipostatik
g. Sindrom loeffler
2.1.5 Tanda Dan Gejala
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada
berat-ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagaiberikut:
1. Gejala infeksi umum, yaitu:
a. Demam
b. Sakit kepala
c. Gelisah
d. Malaise
e. Penurunan nafsu makan
f. Keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare
g. Kadang-kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.
2. Gejala gangguan respiratori
a. Batuk, disertai produksi secret berlebih.
b. Sesak napas
c. Retraksi dada
d. Takipnea
e. Napas cuping hidung
f. Air hunger
g. Merintih
h. Sianosis
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak,
suara napas melemah, dan ronki. Akan tetapi pada neonates dan bayi kecil,
gejala dan tanda pneumonia lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada
perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan.
2.1.6 Patofisiologi
Pneumococccus masuk ke dalam paru melalui jalan pernapasan secara
percikan (‘droplet’). Proses radang pneumonia dapat dibagi atas 4 stadium,
yaitu:
1. Stadium kongesti
Kapiler melebar dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat
eksudat jernih, bakteri dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil
dan makrofag.
2. Stadium hepatisasi merah
Lobul dan lobules yang terkena menjadi padat dan tidak
mengandung udara, warna menjadi merah dan perabaan seperti
hepar.
3. Stadium kelabu
Lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat
kelabu. Permukaan pleura suram karena diliputi oleh fibrin.
Alveolus terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi fagositosis
Pneumococcus. Kapiler tidak lagi kongestif.
4. Stadium resolusi
Eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah dan
leukosit mengalami nekrosis dan degeneratsi lemak. Fibrin
diresorbsi dan menghilang. Secara patologi anatomis
bronkopneumonia berbeda dari pneumonia lobaris dalam hal
lokalisasi sebagai bercak-bercak dengan distribusi yang tidak
teratur. Dengan pengobatan antibiotika urutan stadium khas ini
tidak terlihat.
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Darah perifer lengkap
Pada Pneumonia virus dan juga pada Pneumonia Mikoplasma
umumnya ditemukan leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat.
Akan tetapi, pada pneumonia bakteri didapatkan leukositodis yang
berkisar antara 15.000-40.000 mm3, dengan predominan PMN.
Leukopenia (< 15.000/mm3) menunjukkan prognosis yang buruk.
Leukositosis hebat (>30.000/mm3) hamper selalu menunjukkan adanya
infeksi bakteri, sering ditemukan pada keadaan bakterimia, dna resiko
terjadinya komplikasi lebih tinggi. Pad ainfeksi Chlamydia pneumonia
kadang-kadang ditemukan eosinofilia. Efusi pleura merupakan cairan
eksudat dengan sel PMN berkisar antara 300-100.000/mm3, protein >2,5
g/dl, dan glukosa relative lebih rendah dari pada glukosa darah. Kadang-
kadang terdapat anemia ringan dan laju endapan darah (LED) yang
meningkat. Secara umum, hasil pemeriksaan darah perifer lengkap dan
LED tidak dapt membedakan antara infeksi virus dan infeksi bakteri secara
pasti.
2. C-Reactive Protein(CRP)
C-Reactive Protein adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh
hepatosit. Sebagai respons infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP
secara cepat distimulasi oleh sitokin, terutama interleukin (IL)-6, IL-1, dan
tumor necrosis factor (TNF). Meskipun fungsi pastinya belum diketahui,
CRP sangat mungkin berperan dalam opsonisasi mikrorganisme atau sel
yang rusak.
Secara klinis CRP dapat digunakan sebagai alat diagnostic untuk
membedakan antara fkator infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan baktri
superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi
bakteri profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan
bakteri superfisialis daripada bakteri profunda. C-Reactive Protein kadang-
kadang digunakan untuk evaluasi respon terapi antibiotic. Suatu penelitian
melaporkan bahwa CRP cukup sensitive, tidak hanya untuk diagnosis
empiema torasis, tetapi juga untuk memantau respons pengobatan.
3. Uji serologis
Uji seorlogis untuk mendeteksi antigen dan antibody pada insfeksi
bakteri tfipik mempunyai sensivitas yang rendah. Akan tetapi, diagnosis
infeksi streptococcus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer
antibody seperti antistreptolisin O, streptocin, atau antiDnase B.
Peningkatan titer dapat juga berarti adnaya infeksi terdahulu. Untuk
konfirmasi diperlukan serum fase akut dan serum fase konvalesen (paired
sera).
Secara umum, uji serologis tidak terlalu bermanfaat dalam
mendiagnosis infeksi bakteri tipik. Akan tetapi,, untuk deteksi infeksi
bakteri atipik seperti Mikoplasma dan Klamidia, serta beberapa virus
seperti RSV, Sitomegali, campak, Parainfluenza 1,2,3, Influenza A dan B,,
dan Adeno, peningkatan antibody IGM dan IgG dapat memngkonfirmasi
diagnosis.
4. Pemeriksaan mikrobiologis
Pemerikasaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anakt idak
rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS. Untuk
pemeriksaan mikrobiologik specimen dapat berasal dari usapan tenggorok,
secret nasofaring, bilasan bronkus, darah pungsi pleura, atau aspirasi paru.
Diagnosis dikatakan definitive bila kuman ditemukan dari darah, cairan
pleura, atau aspirasi paru. Kecuali pad amasa neonates, kejadian
bakterimia sangat rendah sehingga kultur darah jarang yang positif. Pada
pneumonia anak besar dan remaja, specimen untuk pemeriksaan
mikrobioogik dapat berasal dari sputum, baik untuk peawrnaan gram
maupun untuk kultur. Specimen yang memenuhi syarat adalah sputum
yang mengandung lebih dari 25 leukosit dan kurang dari 40 epitel lapang
pada pemeriksaan mikroskopis denagn pembsaran kecil. Specimen dari
nasofaring untuk kultur maupun untuk detksi antigen bakteri kurang
bermanfaat karena tingginya prevalensi kolonisasi bakteri di nasofaring.
Ak rutin dianjurkan.
Kultrur darah darah jarang positif pada infeksi Mikoplasma dan
klamidia, oleh karena itu pemerikasaan tidak rutin di anjurkan.
Pemeriksaan PCR memerlukan laboratorium yang canggih, disamping
tidak selalu tersedia, hasil PCR positif pun tidak selalu menunjukkan
diagnosis pasti.
5. Pemeriksaan Rotgen thoraks
Kelainan foto Rotgen Thoraks pada pneumonia tidak selalu
berhubungan dengna ganbaran klinis. Kadang-kadang bercak-bercak sudah
ditemukan pada gambaran radiologis sebleum timbul gejala klinis. Akan
tetapi, resolusi infiltrate sering memerlukan waktu yang lebih lama setelah
gejala klinis menghilang. Pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi
ulangan foto rotgen toraks, penyakit memburuk, atau utuk tindak lanjut.
Secara umum gambaran foto thoraks terdiri dari:
a) Infiltrate intertisial, ditandai dnegan peningkatan corakan
bronkovaskular, peribronchial cuffing dna hiperaerasi.
b) Infiltrate alveolar, merupakan konsolidasi paru dengna air
bronchogram. Konsolidasi dapat mengenai sau lobus disebut
dengan pneumonia lobaris, atau terlihat sebagai lesi tunggal yang
biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbats yang idak terlalu
tegas, dan menyerupai lesi tumor paru, dikenal sebagai round
pneumonia.
c) Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada
kedua paru, berupa bercak-bercak infitrasi yang dapat meluas
hingga daaerah perifer paru, disertai dengan peningkatan corak
peribronkial.
2.1.8 Diagnosa
Tanda bahaya pad anak berusia 2 bulan-5 tahun adalah tidak dapat
minum, kejang, kesadaran menurun, stidor, mengi, dan demam namun badan
terasa dingin.
Berikut ini adalah klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman tersebut:
1. Bayi dan anak berusia 2 bulan-5 tahun
a. Pneumonia berat
1) Bila ada sesak napas.
2) Harus dirawat dan diberikan anibiotik
b. Pneumonia
1) Bila tidak ada pneumonia
2) Ada napas cepat dengan laju napas:
a) >50 x/menit untuk anak usia 2 bulan-1 tahun.
b) >40x/menit untuk anak >1 tahun-5 tahun.
3) Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotic oral
c. Bukan pneumonia
1) Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas.
2) Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotic, hanya diberikan
pengobatan simptomatis seperti penurun panas.
2. Bayi berusia dibawah 2 bulan
a. Pneumonia
1) Bila ada napas cepat (>60X/menit) atau sesak napas.
2) Harus dirawat dan diberikan antibiotic.
b. Bukan pneumonia
1) Tidak ada napas cepat dan sesak napas.
2) Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis.
2.1.9 Penatalaksanaan
Indikasi perawatan terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit. Dasar
tatalaksana pneumonia rawat-inap adalah:
1. Pengobatan kausal dengan antibiotic lini pertama (golongan beta-
laktam atau kloramfenikol), diberikan terus selama 7-10 hari pada
pasien pneumonia tanpa komplikasi. Pada bayi dan neonates antibiotic
spectrum luas (kombinasi beta-laktam/klavulanat dikombinasikan
dengan aminoglisid, atau sefalosporin generasi ketiga)
direkomendasikan oleh karena sering terjadi sepsis dan meningitis.
2. Tindakan suportif berupa:
a. Peberian cairan intravena
b. Terapi oksigen
c. Koreksi terhadap gangguan keseimbangan asama basa, elektrolit
dan gula darah.
3. Antipiretik dan analgetik
4. Penanggulangan penyakit penyerta
Pada pneumonia rawat jalan dapat diberikan antibiotic lain secara oral
(amoksisilin atau kontrimoksazol), 2 kali sehari dengna dosis:
1. Amoksisilin 25 mg/kg BB
2. Kontrimoksazol 4 mg/kg BB TMP-20 mg/kgBB sulfametoksazol.
2.1.10 Komplikasi
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi:
1. Empiema torasis
2. Perikarditis purulente
3. Pnumotoraks
4. Infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta.
5. Ilten dkk (2003), melaporkan komplikasi miokarditis (tekanan sistolik
ventrikel kanan meningkat, keratin kinase meningkat, dan gagal
jantung.) yang cukup tinggi pada anak berusia 2-24 bulan.
2.2 LANDASAN TEORI FISIOTERAPI DADA
2.2.1 Definisi
Istilah fisioterapi dada digunakan untuk intervensi fisik dan mekanikal
yang berperan dalam penatalaksaan kelainan respiratori akut atau kronik.
Biasanya tindakan ini dilakukan terhadap pasien dengan keadaan sebagai
berikut:
1. Batuk kronik berulang
2. Penyakit paru yang menghasilkan banyak lendir kental/cair.
3. Penyakit penyempitan saluran respiratori.
Pada anak, fisioterapi dada dapat dilakukan setiap 8-12 jam,
bergantung pada kebutuhan anak. Waktu yang tepat untuk melakukan
fisioterapi dada adalah saat pagi hari, yaitu sebelum atau 45 menit sesudah
sarapan pagi dan pada malam hari menjelang tidur.
2.2.2 Indikasi
Secara umum fisioterapi dada diindikasikan pada semua penyakit yang
mengakibatkan timbulnya sekret yang berlebih sehingga timbul
komplikasi akumulasi sekre intrabronkial dan materi yang teraspirasi.
Fisioterapi dada juga dilakukan pada psien yang mengalami kegagalan
fungsi mukosiliar saluran respiratori dan reflex batuk.
Fisioterapi dada hanya dapat berperan pada kelainan bronchial dan
tidak memiliki peran pada kelainan yang sering terjadi pada alveolus,
interstinal, vascular dan penyakit yang mengenai pleura.
Fisioterapi dada dalam hal ini merupakan tehnik untuk mengeluarkan
secret yang berlebihan atau material yang teraspirasi dari dalam saluran
respiratori dan usaha bernapas sehingga pada akhirnya dapat terjadi
hiperinflasi dan atelektasis. Mikroorganisme dan respon inflamasi yang
terjadi akan merangsang pengeluaran proteolitik sehingga dapat
menghancurkan dinding saluran respiratori. Selain itu, akumulasi secret
intrabronkial dapat menginisiasi timbulnya infeksi sehingga dalam hal ini,
fisioterapi dada tidak hanya mencegah obstruksi, tetapi juga mencegah
rusaknya saluran respiratori.
2.2.3 Kontra Indikasi
1. Kelaina dinding dada: Fraktur iga, infeksi, neoplasma, riketsia.
2. Tension Pneumothoraks
3. Kelainan yang berhubungan dengna darah: kelainan pembekuan,
haemoptisis, perdarahan intrabronkial yang massif.
4. Aritmia jantung.
2.2.4 Tehnik Fisioterapi Dada
1. Postural Drainage
Draignase postural dilakukan berdasarka prisip bahwa
mobilisasi dan transport secret dipengaruhi olh grafitasi. Tehnik ini
dilakukan pada pasien yang memproduksi banyak sputum (pasien
fibrosis kistik, bronkiektasis, dan abses paru), pasien yang tidak dapat
membatukkan sputum dengan efektif (orang tua, orang dengan otot
yang lemah, dan orang yang baru dioperasi, sembuh dari suatu luka,
atau penyakit berat) serta dapat membantu memperbaiki ventilasi dna
perfusi.
Pasien diposisikan sedemikian rupa untuk dapat mengeluarkan
secret yang berasal dari lobus-lobus paru:
a. Pada orang dewasa, draignase postural dilakukan pada atas
dengan menggunakan meja yang dapat dirubah posisinya
serta bantal sebagai alat bantu. Pada orang dewasa, olahraga
pernafasan dapat digunakan sebagai metode tabahan.
b. Pada anak diposisikan pada pangkuan klinis. Pada anak-
anak, perkusi dada, vibrasi dan kompresi dada dapat
dilakukan bersama tehnik drainase postural.
Berikut gambaran posisi yang tepat untuk mengeluarkan secret
dari berbagai paru.
Gambar 2. 4: Berbagai Posisi Tubuh Untuk Mengeluarkan Secret Dari
Berbagai Bagian Paru.
Yang perlu diperhatikan saat melakukan drainase postural
adalah respon anak saat tindakan dilakukan. Pada saat timbul tanda-
tanda kesulitan bernapas misalnya batuk, sianosias dan frekuansi napas
meningkat, posisikan anak ke keadaan yang nyaman.
Drainase postural tidak dapat digunkan untuk orang yang tidak
bisa melakukan posisi yang diperlukan, sedang dalam pengobatan
antikoagulan, muntah darah dalam beberapa hari terakhir, pernah patah
tulang iga atau tulang belakang, dan osteoporosis berat. Drainase
postural juga tidak dapat digunakan pada orang yang tidak dapat
memproduksi secret (karena hal ini terjadi, postural drainase dapat
menurunkan kadar oksigen darah).
2. Perkusi dada
Perkusi dada untuk membantu mobilisasi secret. Perkusi dada
merupakan perkusi manual yang dilakukan dengna telapak tangan yang
membentuk seperti ‘cup’ (merapatkan ibu jari dan keempat jari
lainnya) ( Gambar 2.3) kemudian secara cepat dilakukan gerakan fleksi
dan ekstensi sendi serta pergelangan tangan.
Gambar 2.5: Posisi Tangan Saat Melakukan Perkusi (Nastiti N.
Raharjoe, 2008)
3. Vibrasi dada
Vibrasi dada juga bertujuan untuk memobilisasi secret. Vibrasi dada
dilakuakn dengan meletakkan tangann terapis pada dada pasien
kemudian menciptakan getaran dengan menggunakan tangna tersebut
pada saat ekspirasi. Teknik ini dapat dikombinasikan dengan teknik
kompresi dada.
Gambar 2. 6 : Posisi tangan saat melakukan vibrasi dada
4. Kompresi dada
Dengan bantuan dari ekspitasi yang dilakukanoleh pasien,
kompresi dada dilakuakn dengan tujuan untuk memobilisasi dan
transport secret. Pada orang dewasa, tepis menggunakan tangan yang
diletakkan pada sternum ataupun utlang iga bagian bawah sebelah
lateral. Pada anak, terapis dapat menggunakan satu ataupun dua tangan
pada saat fase ekspitasi.
5. Forced expiration tehnicue (FET)
Pertama kali diperkenalkan di Inggris pada tahu 1970-an. Tehnik ini
banyak dipakai pada pasien fibrosis kistik tetapi dapat juga diterapkan
pada penyakit kronik lainnya dengna sekresi mucus yang berlebihan
pada saluran napas. Metode FET dantehnik pernapasan aktif
dikombinasikan dengan olahraga ekspansi toraks dan control
pernapasan.
Teknik:
Manuver ini dipergunakan untuk memobilisasi dan
mengalirkan secret dengan cara menciptakan suara “huff”. Suara
“huff” tercipta dengan menggunakan dinding dada dan otot abdominal
untuk mengeluarkan udara secara paksa, tidak sampai melukai, dengan
mulut terbuka. Seberapa dalam dan banyaknya sekre yang dapat di
keluarkan bergantung pada volume udara yang dikeluarkan. Metode ini
dilakukan saat pasien berada dalam posisi duduk ataupun terbalik
sesuai dengan gravitasi.
Taknik siklus pernapasan aktif dilakukan dengan urutan:
1. Kontrol pernapasan
2. Olahraga ekspansi toraks
3. Control pernapasan
4. Olahraga ekspansi toraks
5. FET (satu atau dua kali “huff”)
6. Control pernapasn.
Siklus ini dapat dilakukan berulang kali samoai semua secret yang
berlebihan tersebut dapat dikeluarkan.
6. Terapi sungkup ekspirasi tekanan positif (Positive expiratory Pressure,
PEP).
Terapi sungkup PEP digunakan dengan konsep yang sama dengan
bernapas dengan pernapasan pursed-lips. Metode ini berkembang di
Negara Denmark pada akhir tahun 1970 dan digunakan secara luas
kemudian. Pada dasarnya merupakan salah satu teknik fisioterapi dada
yang dapat digunakan oleh pasien sendiri sebagai terapi fibrosis kistik
serta penyakit lain yang dapat mengeluarkan secret saluran respiratori
secara berlebihan.
Taknik:
Sungkup yang digunakan adalah sungkup yang sama denga yang
digunakan anestesioolog yang dihubungkan dengna katup satu arah.
Adaptor pipa endotrakeal untuk neonate dihubungkan ke katup bagian
luar yang berfungsi sebagai resistor ekspirasi. Terdapat bermacam-
macam resistor yang tesedia, bergantung pada variasi individual serta
perusahaan yang membuatnya.
Pasien menjalani terapi dengan posisi duduuk di atas kursi dengna
siku yang diistirahatkan pada lengan kursi dan sungkup di pasang
sampai menutupi mulut dan hidung dengna nyaman. Dengan
menggunakan pernapasan diagfragma, pasien melakukan inspirasi
dengan volume yang lebih besar dari pad volume tidal dan ekspansi
secara aktif. Resistor yang digunakan dipilih berdasarkan masing-
masing individu untuk menciptakan tekanan PEP antara 10-20 cmH2O
dan rasio inspirasi dibandingnnkan ekspirasi 1,3-1,4. Sebuah
manometer dihubungkan dengan katup bagian luar untuk memonitor
tekanan ekspirai yang dapat dilihat langsung oleh pasien sebagai
perbandingan. Sebnayak 10-20 siklus pernapasan yang harus dilakukan
dengan menggunakan stuff. Idealnya PEP dan “huff” dilakukan sampai
saluran respiratori bersih dari secret.
7. Terapi sungkup tekanan tinggi
Dikembangkan pertama kali di Austin pada awal 1980. Seperti teknik
sebelumnya, hanya saja dilengkapi dengan manometer untuk
memamtau tekanan tinggi. Terapi ini juga dilakukan dengan pasien
duduk di kursi dan diku yang diletakkan pada lengan kursi dengna
bahu didekatkan dengan leher untuk memaparkan apek paru. Pasien
melakukan pernapasan 8-10 siklus kemudian kapasitas total udara
pernapasan dalam mulut dikeluarkan secara paksa untuk melawan
stenosisyang terjadi. Mobilisasi secret terjadi melalui batuk yang
timbul saat rendahnya volume paru yang tersisa. Setelah sputum
keluar, pasien mengulangi maneuver pernapasan sampai dirasa tidak
ada sisa sputum. Harus diperhatikan bahwa ekspansis secara paksa
tidak boleh dihentikan pada saat volume residu belum tercapai.
Tekanan ekspirasi yang tercapai berkisar antara 40-100 H2O.
2.2.5 Melakukan Drainase Postural
Tindakan drainase postural harus dilakukan ketika anak terjaga,
sebelum waktu tidur, dan kira-kira 1 ½ jam sebelum maan siang dan
makan malam. Tindakan tidak boleh dilakukan setelah makan karena
latihan dan batuk dapat menyebabkan anak muntah. Latihan harus selesai
30-45 menit sebelum makan, sehingga anak akan mempunyai kesempatan
untuk isirahat dan makan. Setiap sesi biasanya selesai 20-30 menit dan
terdiri dari empat sampai enam posisi (Donna L. Wong, 2003).
1. Alat dan bahan
a. Tempat tidur atau dipan pada ketinggian yang nyaman
b. Bantal 2 atau 3 buah
c. Tissu wajah
d. Sputum pot
2. Persiapan perawat
Memperkenalkan diri, maksud dan tujuan dari tindakan.
3. Persiapan Pasien (Hilmi M. Lubis 2005)
a. Longgarkan seluruh pakaian pasien, terutama daerah leher dan
punggung.
b. Terangkan cara pengobatan kepada pasien secara ringkas tetapi
lengkap/jelas.
c. Periksa tekanan dara dan nadi
d. Perikas apakah pasien mempunyai reflelks batuk atau memerlukan
suction untuk mengeluarkan dahak.
4. Pelaksanaan (Donna L. Wong, 2003)
a. Cuci tangan
b. Pilih area yang akan di drainase berdasarkan pengkajian semua
area paru, data klinis, dan chast x-ra.
c. Tempatkan anak pada posisi seperti gambar 2. 7:
d. Beri tahu anak untuk menarik napas dalam. Anak juga dapat
menggunakan botol tiup khusus, coba untuk menup gelembung.
Hal ini dapat membantu anak menarik napas dalam dan
menyebabkan anak batuk.
e. Tungkupkan tangan ditempat yang diberi tanda gelap.
f. Kemudian minta anak menarik napas dalam dan vibrasikan area
tersebut saat ia mengeluarkan udara. Ulangi sampai 3 kali
pernapasan. Bila anak teralu kecil untuk memahami bagaimana
bernapas dalam dan perlahan, vibrasi saja selama beberapa
pernapasan.
g. Beritahu anak untuk batuk, karena mungkin ia tidak dapat batuk
bila berbaring, bantu dia untuk duduk agar batuk dalam dapat
dilakukan dengan baik.
h. Ulangi langkah 1 sampai 5 untuk setiap posisi yang berbeda (Gbr.
2.8-2.15).
i. Meskipun hanya satu sisi yang diperlihatkan di atas, tetapi ingatlah
bahwa prosedur tersebut harus diulangi untuk kedua sisi, sisi kanan
maupun kiri. Ingat: gunakan waktu kira-kira 20 sampai 30 menit
untuk setiap sesi. Perhatikan anak dengan cermat untuk adanya
tanda-tanda kelelahan. Drainase postural harus dihentikan sebelum
anak menjadi lelah. Tindakan ini dapat dilanjutkan setelah anak
beristirahat.
j. Evaluasi pengeluaran secret
k. Cuci tangan
l. Dokumentasikan
Gambar
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konseptual
Keterangan:
: Diteliti
Agen pneumonia:
1. Streptococcus group B2. E. Colli3. Pseudomonas sp.4. Klebsiella sp.s
GravitasiPemberian Fisioterapi
dada.
1. Gejala gangguan respiratoria. Batuk, disertai produksi secret
berlebih.
b. Sesak napasc. Retraksi ddadad. Takipneae. Napas cuping hidungf. Air hungerg. Merintihh. Sianosis
Pengeluaran sekret
a. Batuk, disertai produksi secret berlebih.
: Tidak diteliti
: Ada hubungan
Fisioterapi adalah suatu cara untuk mengembalikan fungsi organ tubuh
dengan memakai tenaga alam (listrik, sinar, air, panas, dingin, massage dan
latihan), yang mana penggunaannya disesuaian dengan batas toleransi penderita,
sehingga didapatkan efek pengobatan (Krausen, F. H., 1985).
Fisioterapi dada ini, walaupun caranya kelihatan tidak istimewa, tetapi
sangat efektif dalam upaya mengeluarkan secret dan memperbaii ventilasi pada
pasien dengan fungsi paru yang terganggu. Jadi, tujuan pokok fisioterapi pada
penyakit paru adalah mengmbalikan dan memelihara fungsi otot-rsihkan secret
otot pernapasan dan membantu membersihkan secret dari bronkus dan untuk
mencegah penumpukan secret, memperbaii pergerakan dan aliran secret
(Soekarma, 1984).
3.2 Hipotesis Penelitian
HI : Pemberian fisioterapi dada efektif untuk membantu pengeluaran sekret pada
anak dengan pneumonia
H0: Pemberian fisioterapi dada tidak efektif untuk membantu pengeluaran sekret
pada anak dengan pneumonia
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Efektifitas pemberian fisioterapi dada
terhadap pengeluaran secret ().
.
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Rancangan yang dipergunakan pada penelitian ini adalah Pre-
Eksperiment Design dengan tidak melibatkan kelompok kontrol disamping
kelompok eksperimental. Dalam rancangan ini, dipilih jenis rancangan pre-
eksperiment dengan The One Group Pretest-Posttest Design. Desain The One
Group Pretest-Posttest Design merupakan sebuah desain, dimana satu kelompok
subjek pertama-tama dilakukan pengukuran, lalu dikenakan perlakuan untuk
jangka waktu tertentu, kemudian dilakukan pengukuran untuk kedua kalinya
(Sumadi Suryabrata, 2003). Berikut skema dari desain penelitian ini:
T1 X T2
Keterangan
T1 = Pretest
X = Intervensi/treatment
T2 = Postest/Observasi (sesudah dilakukan teknik ROM)
4.2 Kerangka Kerja
Gambar 4.1 : Kerangka Operasional Penelitian Efektifitas Fisioterapi
Dada Terhadap Pengeluaran Sekret Pada Pasien Anak
Dengan Pneumonia Di Bangsal Dahlia RSUP NTB
Populasi: Pasien Pneumonia
Sampel:
Pasien anak dengan Pneumonia berat
Pemberian Fisioterapi dada
Post test: Observasi akhir Produksi sekret pasien
Analisis data: Uji T
Penyajian hasil
Kesimpulan dan desiminasi hasil
Pre test: Observasi awal produksi sekret pada
pasien
Incidental Sampling
4.3 Populasi, Sampel, Sampling
4.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian adalah subjek (misalnya manusia;klien)
yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2008).
Populasi dari penelitian ini adalah semua penderita Pneumonia di
Bangsal Dahlia RSUP NTB yang memenuhi kriteria inkulsi.
4.3.2 Sampel
Sampel adalah himpunan bagian atau sebagian dari suatu
populasi (Dr. Muhamad Zainudin. Apt, 2000).
1) Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian
dari suatu populasi target dan terjangkau yang akan diteliti.
(Nursalam, 2008). Yaitu:
a) Penderita Pneumonia berat yang dirawat diruang
Dahlia, RSUP NTB.
b) Pasien Pneumonia dengan rentang usia - .
c) TTV dalam batas normal
d) Belum sarapan atau makan malam.
e) Orang tua pasien memberikan ijin menjadi responden.
2) Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan
subyek yang tidak memenuhi kriteria inklusi dari studi.
(Nursalam, 2003), yaitu:
a) Pasien dengnan Kelainan dinding dada: Fraktur iga, infeksi,
neoplasma, riketsia.
b) Pasien dengan Tension Pneumothoraks.
c) Pasien yangmengalami kelainan yang berhubungan dengan
darah: kelainan pembekuan, haemoptisis, perdarahan
intrabronkial yang massif.
d) Pasien dengan Aritmia jantung.
e) Pasien tidak sadar
4.3.3 Besar sampel
Besar sampel adalah banyaknya anggota yang akan dijadikan
sampel (Notoatmojo, 1993). Sampel yang dipergunakan dalam
penelitian ini adalah yang memenuhi kriteria inklusi.
Besar sampel diambil dengan menggunakan proporsi tunggal
dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
n = Jumlah sampel.
N = Populasi.
d = Tingkat signifikan
Jadi, dari hasil perhitungan didapatkan besar sampel, yaitu: 21. Jumllah
ini hanya dijadikan sebagai estimasi. Maksudnya, ketika jumlah
sampel terpenuhi sebelum batas waktu penelitian berakhir, maka
penelitian boleh dihentikan.
N
n =
1 + N (d2)
4.3.4 Sampling
Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari
populasi untuk dapat mewakili populasi (Nursalam, 2008). Penelitian
ini menggunakan Incidental sampling. Tehnik sampling Incidental
sampling merupakan tehnik penentuan sampel, dimana tidak semua
individu dalam populasi diberi peluang yang sama untuk di tugaskan
menjadi anggota sampel (Sutrisno Hadi, MA., 2004 ).
4.4 Identifikasi Variabel
4.4.1 Variabel Independen
Variabel independen adalah suatu stimulus aktivitas yang
dimanipulasi oleh peneliti untuk menciptakan suatu dampak pada
dependen variabel. Dalam ilmu keperawatan, variabel bebas biasanya
merupakan stimulus atau intervensi keperawatan yang diberikan
kepada klien untuk mempengaruhi tingkah laku. (Nursalam & Pariani,
2001). Yang menjadi variabel independen dalam penelitian ini adalah
aktivitas fisioterapi dada.
4.4.2 Variabel Dependen
Variabel dependen adalah variabel respon atau output. Variabel ini
akan muncul sebagai akibat dari manipulasi suatu variabel-variabel
independen (Nursalam, 2008). Yang menjadi variabel dependen dalam
penelitian ini adalah pengeluaran sekret.
4.5 Definisi Operasional Variabel
Tabel 4.1 : Tabel Definisi Operasional Penelitian Efektifitas Pemberian Fisioterapi Dada Terhadap Pengeluaran Sekret Pada Pasien Anak Dengan Pneumonia Di Bangsal Dahlia RSUP NTB.
NO VariabelDefinisi
operasionalParameter Alat Ukur Skala Skor
1 Independen: Fisioterapi dada
Suatu usaha yang dilakukan untuk mengeluarkan secret dari dalam paru atau trachea untuk mempertahankan fungsi-fungsi alat pernapasan.
2 Dependen: Pengeluaran Sekret
Suatu keadaan dimana paru atau trache terbebas dari secret baik sepenuhnya atau sebagian.
a. Pengeluaran secret.
b. Bunyi napas.
Lembar observasi:
Ordinal
4.6 Pengumpulan Dan Analisis Data
4.6.1 Instrumen
Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data pada
penelitian ini adalah dengan lembar observasi yang terdiri atas 2 item
inti yang dinilai dalam evaluasi untuk menggambarkan efektivitas
pemberian fisioterapi dada ini, yaitu pengeluaran sekret dan suara
napas dari pasien.
4.6.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian
1) Lokasi
Penelitian dilaksanakan di Bangsal Dahlia RSUP NTB.
2) Waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan oktober 2010 sampai dengan
November 2010.
4.6.3 Prosedur
Peneliti akan memperkenalkan identitas (diri dan institusi),
maksud dan tujuan, kemudian meminta persetujuan dari pasien.
Setelah mendapat persetujuan dari pasien, peneliti akan melakukan
kontrak waktu dengan pasien dan keluarga untuk melakukan observasi
awal mengenai perkembangan produksi sekret, dengan menggunakan
instrumen yang telah ditentukan. Setelah dilakukan observasi awal,
kemudian dilakukan kontrak waktu untuk pemberian perlakuan dan
kontrak waktu untuk observasi lanjutan setelah pemberian perlakuan.
Pemberian perlakuan dilakukan pada 2 alternatif waktu, yaitu 1
1/2 jam sebelum sarapan atau 1 1/2 jam sebelum makan malam.
4.6.4 Analisis Data
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti,
selanjutnya dilakukan tabulasi data dan analisa data dengan
menggunakan uji statistik ”T”.
Tahap-tahap analisa data antara lain:
1) Editing yaitu melihat apakah data sudah
terisi lengkap atau tidak lengkap.
2) Coding yaitu mengklarifikasi jawaban
dari responden menurut macamnya dengan memberi
kode pada masing-masing jawaban menurut item pada
lembar observasi.
3) Analisa statistic.
Hasil jawaban atas pertanyaan kuesioner
diskoring dan kemudian dilihat bagaimana efektivitas
dari fisioterapoi dada terhadap pengeluaran sekret.
Derajat kemaknaan ditentukan p 0,05 yang artinya,
jika hasil perhitungan p 0,05 berarti H0 ditolak dan H1
diterima yaitu Pemberian fisioterapi dada efektif untuk
membantu pengeluaran sekret pada anak dengan
Pneumonia. Analisa ini menggunakan system
komputerisasi (SPSS).
4.7 Etik Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan subyek penelitian pada
pasien Pneumonia yang dirawat di ruangan Bangsal Dahlia RSUP NTB.
Untuk itu perlu di ajukan permohonan ijin penelitian pada pihak RSUP NTB
dengan tujuan Bangsal Dahlia. Setelah itu peneliti menemui subyek yang akan
dijadikan responden untuk menekankan masalah etik yang meliputi :
4.7.1 Lembar persetujuan menjadi responden (Informed Consent)
Lembar persetujuan akan diberikan kepada setiap pasien
Pneumonia yang menjadi subyek penelitian dan memberikan
penjelasan tentang maksud dan tujuan dari penelitian untuk
mengadakan penelitian yang akan dilakukan. Selain itu akan dijelaskan
manfaat jika pasien bersedia menjadi subyek penelitian. Jika pasien
bersedia maka harus menandatangani lembar persetujuan sebagai
tanda bersedia, demikian juga dengan peneliti. Apabila responden tidak
bersedia menjadi responden maka peneliti akan tetap menghormati
hak-hak responden.
4.7.2 Tanpa nama (Anonimity)
Nama subyek tidak dicantumkan pada lembar pengumpulan
data, dan untuk mengetahui keikutsertaannya peneliti hanya
menggunakan kode dalam bentuk nomor pada masing-masing lembar
pengumpulan data.
4.7.3 Kerahasiaan (Confidentiality)
Kerahasiaan informasi yang telah didapat oleh peneliti dari
responden akan dijamin kerahasiaannya. Hanya pada kelompok
tertentu saja yang akan peneliti sajikan utamanya dilaporkan pada hasil
riset.
4.8 Keterbatasan
Keterbatasan adalah kelemahan atau hambatan dalam penelitian
(Burns & Grove,1991). Dalam penelitian ini, keterbatasan yang dihadapi
peneliti adalah:
1. Sampel yang digunakan terbatas pada pasien Pneumonia
yang rawat inap di Bangsal Dahlia RSUP NTB.
2. Feasibility yaitu dalam melakukan penelitian adanya
pertimbangan mengenai keterbatasan waktu, dana, keahlian dan
pertimbangan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Guyton, Athur C. & Hall, Jhon E. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Guyton & Hall. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Nastiti, at al. (2010). Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama. Badan Penerbit
IDA. Jakarta
Notoatmojo, S. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan, Edisi 2. Rieneka Cipta: Jakarta
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metoodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Salemba Medika: Jakarta.
Nursalam & Pariani S. (2001). Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. UD Sagung Seto: Jakarta
Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. (1985). Buku Kuliah 3: Ilmu Kesehatan
Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta
Wong, Dona L. ( 2003). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. EGC. Jakarta
Zainudin, Muhamad. (2002). Metodologi Penelitian. Surabaya
Lubis, Helmi M.. (2005). Fisioterapi Pada Penyakit Paru Anak. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU.
http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi12.pdf.
Tanggal 2 Agustus 2010. Jam 09.43.