Responsi wound healing.docx
-
Upload
jupelatinos -
Category
Documents
-
view
238 -
download
1
Transcript of Responsi wound healing.docx
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Luka adalah rusaknya kesatuan atau komponen jaringan. Efek dari timbulnya luka
antara lain hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stress simpatis,
perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri, hingga kematian sel. Tubuh
yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya.
Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, pembersihan sel dan benda asing, serta
perkembangan awal seluler, merupakan bagian dari proses penyembuhan. Proses
penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan
perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Akan tetapi,
penyembuhan luka juga dapat terhambat akibat banyak faktor, baik yang bersifat lokal
maupun sistemik.
Penyembuhan luka yang normal memerlukan suatu rangkaian peristiwa yang
kompleks yang terjadi secara simultan pada jaringan epidermis, dermis dan subkutis, itu
suatu yang mudah membedakan penyembuhan pada epidermis dengan penyembuhan
pada dermis dan perlu diingat bahwa peristiwa itu terjadi pada saat yang bersamaan.
Proses yang kemudian terjadi pada jaringan yang rusak ini ialah penyembuhan luka yang
dibagi dalam tiga fase yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan fase remodelling jaringan
yang bertujuan untuk menggabungkan bagian luka dan mengembalikan fungsinya.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit. Luka adalah kerusakan
kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain. Ketika luka timbul,
beberapa efek akan muncul :
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel
Luka memiliki beberapa karakter mekanik di antaranya:
1. Luka memiliki kekuatan yang kecil pada 2-3 minggu pertama (fase inflamasi dan
proliferasi)
2. Pada minggu ke-3, kekuatan luka meningkat karena adanya remodelling
3. Luka memiliki 50% kekuatannya pada saat 6 minggu, dan sisanya dalam beberapa
minggu setelahnya
4. Kekuatan terus bertambah perlahan hingga 6-12 bulan
5. Kekuatan maksimal adalah 75% dari jaringan biasa
B. Kulit
Kulit merupakan salah satu organ terbesar dalam tubuh di daerah permukaan dan berat
badan. Terdiri dari dua lapisan, yaitu : epidermis dan dermis. Di bawah dermis terletak
hipodermis atau jaringan lemak subkutan. Kulit memiliki tiga fungsi utama:
1. Perlindungan
2. Regulasi
3. Sensasi
Luka dapat mempengaruhi semua lapisan dari kulit. Kulit merupakan organ untuk
perlindungan. Dimana fungsi utama dari kulit adalah yakni sebagai protector dari dunia luar.
Kulit memberikan perlindungan dari:
1. Dampak mekanik dan tekanan
2
2. variasi suhu
3. mikro-organisme
4. radiasi
5. Bahan kimia.
Kulit juga merupakan organ regulasi dimana mengatur beberapa aspek fisiologi, termasuk
suhu tubuh melalui proses berkeringat dan rambut, perubahan sirkulasi perifer dan
keseimbangan cairan melalui keringat dan juga bertindak sebagai reservoir untuk sintesis
vitamin D.
Kulit juga merupakan organ sensasi rasa diakibatkan karena kulit mengandung jaringan
lsel saraf yang luas yang bisa mendeteksi perubahan lingkungan disekitarnya. Ada reseptor
terpisah untuk panas, dingin, sentuhan, dan rasa sakit. Kerusakan sel-sel saraf ini dikenal
sebagai neuropati, yang akan menyebabkan hilangnya sensasi di daerah yang tercedera.
Pasien dengan neuropati mungkin tidak merasa sakit ketika mereka menderita cedera,
sehingga meningkatkan luka bertambah parah atau bisa memperburuk luka yang ada.
Gambar 1 struktur dari kulit.
C. Jenis luka
Luka dapat diklasifikasi berdasarkan kategori tertentu :
1. Berdasarkan kedalamannya :
a. Superficial (hilangnya epidermis saja)
3
b. Ketebalan parsial (melibatkan epidermis dan dermis)
c. Ketebalan penuh (melibatkan dermis, lemak subkutan dan kadang-kadang tulang)
2. Berdasarkan waktu penyembuhan luka :
a. Luka akut, yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan proses
penyembuhan.
b. Luka kronis, yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan,
dapat karena faktor eksogen dan endogen.
3. Berdasarkan proses terjadinya :
a. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam dan
kerusakan sangat minimal. Misal, yang terjadi akibat pembedahan.
b. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan
dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
c. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang
biasanya dengan benda yang tidak tajam.
d. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda seperti peluru atau
pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
e. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi jika kekuatan trauma melebihi kekuatan
regang jaringan.
f. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh.
Biasanya ada bagian awal masuk luka diameternya kecil, tetapi pada bagian ujung
luka biasanya akan melebar.
g. Luka Bakar (Combustio), merupakan kerusakan kulit tubuh yang disebabkan oleh
api, atau penyebab lain seperti oleh air panas, radiasi, listrik dan bahan kimia.
Kerusakan dapat menyertakan jaringan bawah kulit.
4. Berdasarkan Derajat Kontaminasi :
a. Luka bersih (Clean Wounds), yaitu luka tak terinfeksi, dimana tidak terjadi proses
peradangan (inflamasi) dan infeksi, dan kulit disekitar luka tampak bersih. Luka
bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup. Kemungkinan terjadinya infeksi
luka sekitar 1% – 5%.
b. Luka bersih terkontaminasi (Clean-contamined Wounds), merupakan luka dalam
kondisi terkontrol, tidak ada material kontamin dalam luka. Kemungkinan timbulnya
infeksi luka adalah 3% – 11%.
4
c. Luka terkontaminasi (Contamined Wounds), yaitu luka terbuka kurang dari empat
jam, dengan tanda inflamasi non-purulen. Kemungkinan infeksi luka 10% – 17%.
d. Luka kotor atau infeksi (Dirty or Infected Wounds), yaitu luka terbuka lebih dari
empat jam dengan tanda infeksi di kulit sekitar luka, terlihat pus dan jaringan
nekrotik. Kemungkinan infeksi luka 40%.
D. Penutupan luka
Tujuan utama dari penutupan luka yaitu untuk mengembalikan integritas kulit sehingga
mengurangi resiko terjadinya infeksi, scar dan penurunan fungsi. Proses penutupan pada
luka terbagi menjadi 3 kategori, tergantung pada tipe jaringan yang terlibat dan keadaan
serta perlakuan pada luka.
1. Penutupan luka primer (Intensi Primer)
Penyembuhan primer atau sanatio per primam intentionem terjadi bila luka
segera diusahakan bertaut, biasanya dengan bantuan jahitan. Luka dibuat secara
aseptik dengan kerusakan jaringan minimum, dan dilakukan penutupan dengan baik
seperti dengan penjahitan. Ketika luka sembuh melalui instensi pertama, jaringan
granulasi tidak tampak dan pembentukan jaringan parut minimal. Parutan yang
terjadi biasanya lebih halus dan kecil.
2. Penutupan luka sekunder (Intensi Sekunder)
Penyembuhan luka kulit tanpa pertolongan dari luar akan berjalan secara
alami. Luka akan terisi jaringan granulasi dan kemudian ditutup jaringan epitel.
Penyembuhan ini disebut penyembuhan sekunder atau sanatio per secundam
intentionem. Cara ini biasanya memakan waktu cukup lama dan meninggalkan parut
yang kurang baik, terutama jika lukanya terbuka lebar.
3. Penutupan luka primer tertunda (Intensi Tersier)
Penjahitan luka tidak dapat langsung dilakukan pada luka yang
terkontaminasi berat atau tidak berbatas tegas. Luka yang tidak berbatas tegas
sering meninggalkan jaringan yang tidak dapat hidup yang pada pemeriksaan
pertama sukar dikenal. Keadaan ini diperkirakan akan menyebabkan infeksi bila luka
langsung dijahit. Luka yang demikian akan dibersihkan dan dieksisi (debridement)
dahulu, selanjutnya baru dijahit dan dibiarkan sembuh secara primer. Cara ini
disebut penyembuhan primer tertunda.
5
Selain itu, jika luka baik yang belum dijahit, atau jahitan terlepas dan
kemudian dijahit kembali, dua permukaan granulasi yang berlawanan akan
tersambungkan. Hal ini mengakibatkan jaringan parut yang lebih dalam dan luas
dibandingkan dengan penyembuhan primer.
Gambar 2 Macam-macam proses penutupan luka
E. Fase Penyembuhan Luka
Setiap proses penyembuhan luka akan melalui 3 tahapan yang dinamis, saling terkait
dan berkesinambungan, serta tergantung pada tipe/jenis dan derajat luka. Sehubungan
dengan adanya perubahan morfologik, tahapan penyembuhan luka terdiri dari:
1. Fase Hemostasis dan Inflamasi
6
Fase hemostasis dan inflamasi adalah adanya respons vaskuler dan seluler yang terjadi
akibat perlukaan pada jaringan lunak. Tujuannya adalah menghentikan perdarahan dan
membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati, dan bakteri, untuk mempersiapkan
dimulainya proses penyembuhan.
Pada awal fase ini, kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya platelet
yang berfungsi hemostasis. Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot) dan juga
mengeluarkan substansi vasokonstriktor yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler
vasokonstriksi, selanjutnya terjadi penempelan endotel yang akan menutup pembuluh
darah. Periode ini hanya berlangsung 5-10 menit, dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi
kapiler karena stimulasi saraf sensoris (local sensoris nerve ending), local reflex action, dan
adanya substansi vasodilator : histamin, serotonin dan sitokin.
Histamin selain menyebabkan vasodilatasi juga mengakibatkan meningkatnya
permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh darah dan masuk ke
daerah luka. Secara klinis terjadi edema jaringan dan keadaan lokal lingkungan tersebut
asidosis. Eksudasi ini juga mengakibatkan migrasi sel lekosit (terutama netrofil) ke ekstra
vaskuler. Fungsi netrofil adalah melakukan fagositosis benda asing dan bakteri di daerah
luka selama 3 hari dan kemudian akan digantikan oleh sel makrofag yang berperan lebih
besar jika dibanding dengan netrofil pada proses penyembuhan luka. Fungsi makrofag
disamping fagositosis adalah :
a. Sintesa kolagen
b. Membentuk jaringan granulasi bersama dengan fibroblast
c. Memproduksi growth factor yang berperan pada re-epitelisasi
d. Membentuk pembuluh kapiler baru atau angiogenesis
Dengan berhasil dicapainya luka yang bersih, tidak terdapat infeksi serta terbentuknya
makrofag dan fibroblas, keadaan ini dapat dipakai sebagai pedoman/parameter bahwa fase
inflamasi ditandai dengan adanya eritema, hangat pada kulit, edema, dan rasa sakit yang
berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4.
7
Gambar 3 Fase Hemostasis dan Inflamasi
2. Fase Proliferasi (Fase Fibroplasia)
Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia, karena yang menonjol adalah proses
proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir
minggu ketiga. Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi,
menghasilkan mukopolisakarida, asam aminoglisin, dan prolin yang merupakan bahan dasar
kolagen serat yang akan mempertautkan tepi luka.
Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan
menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblast sangat besar pada
proses perbaikan, yaitu bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur
protein yang akan digunakan selama proses rekonstruksi jaringan.
Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas sangat
jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang. Sesudah terjadi luka,
fibroblast akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian
akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin,
asam hyaluronat, fibronectin dan proteoglikans) yang berperan dalam membangun jaringan
baru.
Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal jaringan baru
(connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannnya subtrat oleh fibroblast, memberikan
tanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblast sebagai satu kesatuan unit
8
dapat memasuki kawasan luka. Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam di
dalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan granulasi, sedangkan proses
proliferasi fibroblast dengan aktifitas sintetiknya disebut fibroplasia. Respons yang dilakukan
fibroblast terhadap proses fibroplasia adalah :
a. Proliferasi
b. Migrasi
c. Deposit jaringan matriks
d. Kontraksi luka
Angiogenesis, suatu proses pembentukan pembuluh kapiler baru didalam luka,
mempunyai arti penting pada tahap proleferasi proses penyembuhan luka. Kegagalan
vaskuler akibat penyakit (diabetes), pengobatan (radiasi) atau obat (preparat steroid)
mengakibatkan lambatnya proses sembuh karena terbentuknya ulkus yang kronis. Jaringan
vaskuler yang melakukan invasi kedalam luka merupakan suatu respons untuk memberikan
oksigen dan nutrisi yang cukup di daerah luka, karena biasanya pada daerah luka terdapat
keadaan hipoksik dan turunnya tekanan oksigen. Pada fase ini fibroplasia dan angiogenesis
merupakan proses terintegrasi dan dipengaruhi oleh substansi yang dikeluarkan oleh
platelet dan makrofag (growth factors).
Proses selanjutnya adalah epitelisasi, dimana fibroblast mengeluarkan keratinocyte
growth factor (KGF) yang berperan dalam stimulasi mitosis sel epidermal. Keratinisasi akan
dimulai dari pinggir luka dan akhirnya membentuk barrier yang menutupi permukaan luka.
Dengan sintesa kolagen oleh fibroblast, pembentukan lapisan dermis ini akan
disempurnakan kualitasnya dengan mengatur keseimbangan jaringan granulasi dan dermis.
Untuk membantu jaringan baru tersebut menutup luka, fibroblas akan merubah strukturnya
menjadi myofibroblast yang mempunyai kapasitas melakukan kontraksi pada jaringan.
Fungsi kontraksi akan lebih menonjol pada luka dengan defek luas dibandingkan dengan
defek luka minimal
9
Gambar 4 Fase Proliferasi
3. Fase Remodelling
Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih
12 bulan. Tujuan dari fase remodelling adalah menyempurnakan terbentuknya jaringan baru
menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan berkualitas. Fibroblast sudah mulai
meninggalkan jaringan grunalasi, warna kemerahan dari jaringan mulai berkurang karena
pembuluh mulai regresi, dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat
jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10
setelah perlukaan. Sintesa kolagen yang telah dimulai sejak fase proliferasi akan dilanjutkan
pada fase remodelling. Selain pembentukan kolagen, juga akan terjadi pemecahan kolagen
oleh enzim kolagenase. Kolagen muda (gelatinous collagen) yang terbentuk pada fase
proliferasi akan berubah menjadi kolagen yang lebih matang, yaitu lebih kuat, dengan
struktur yang lebih baik (proses re-modelling).
Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara kolagen
yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan terjadi penebalan
jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan
menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka. Luka dikatakan sembuh
jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan kulit mampu atau tidak
mengganggu untuk melakukan aktivitas yang normal. Meskipun proses penyembuhan luka
sama bagi setiap penderita, namun outcome atau hasil yang dicapai sangat tergantung dari
kondisi biologik masing-masing individu, lokasi, serta luasnya luka.
Gambar 5 Fase Remodelling
10
Gambar 6 Tahapan penyembuhan luka. Pada individu sehat, penyembuhan berlangsung
secara berurutan melalui tiga fase yang saling tumpang tindih: (1) fase inflamasi, (2) fase
proliferatif, dan (3) fase remodelling. Stress dapat mempengaruhi perkembangan melalui
tahap-tahap melalui jalur kekebalan tubuh dan beberapa neuroendokrin. Review saat ini
berfokus pada peran interaktif glukokortikoid dan sitokin (misalnya IL-8, IL-1α, IL-1β, IL-6,
TNF-α, dan IL-10). Namun, sitokin tambahan, kemokin, dan faktor pertumbuhan yang
penting untuk penyembuhan. Ini termasuk kemokin CXC ligan 1 (CXCL1), kemokin CC ligan 2
(CCL2), granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF), protein chemotactic
monosit-1 (MCP-1), makrofag inflamasi protien-1 alpha (MIP -lα), faktor pertumbuhan
endotel vaskular (VEGF), mengubah faktor pertumbuhan-β (TNF-β), faktor pertumbuhan
keratinosit (KGF), faktor pertumbuhan platelet-derived (PDGF), dan faktor pertumbuhan
fibroblas dasar (bFGF)
11
F. Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
Faktor Yang Mempengaruhi Penyebuhan luka
1. Usia
Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua lebih
sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari faktor
pembekuandarah.
2. Nutrisi
Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Pasien memerlukan
diit kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral seperti Fe, Zn. Pasien
kurang nutrisimemerlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi mereka setelah
pembedahan jika mungkin.Pasien yang gemuk meningkatkan resiko infeksi luka dan
penyembuhan lama karena suplaidarah jaringan adipose tidak adekuat.
3. Infeksi
Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab infeksi.
4. Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenas
Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya sejumlah besar
lemak subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah). Pada orang
yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih
mudah infeksi, danlama untuk sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang dewasa
dan pada orang yang menderita gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi atau diabetes
12
millitus. Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau gangguan
pernapasan kronik pada perokok.Kurangnya volume darah akan mengakibatkan
vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaanoksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka
5. Hematoma
Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap
diabsorbsi olehtubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar, hal
tersebut memerlukanwaktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses
penyembuhan luka.
6. Benda asing
Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu
absesse belum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati
danlekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut
dengan nanah(pus).
7. Iskemia
Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada
bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan
pada luka terlaluketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada
pembuluh darah itusendiri.
8. Diabetes
Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi
tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-
kalori tubuh.
9. Keadaan Luka
Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan luka.
Beberapaluka dapat gagal untuk menyatu.
10. Obat
Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik
mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat
seseorang rentan terhadapinfeksi luka. a. Steroid : akan menurunkan mekanisme
peradangan normal tubuh terhadap cedera. b. Antikoagulan : mengakibatkan perdarahanc.
Antibiotik efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab
13
kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan
efektif akibat koagulasi intravaskular
G. Perawatan Luka
Hasil penelitian tentang perawatan luka menunjukkan bahwa lingkungan luka yang
lembab lebih baik daripada lingkungan kering. Laju epitelisasi luka yang ditutup poly-etylen
dua kali lebih cepat daripada luka yang dibiarkan kering. Hasil penelitian ini menyimpulkan
bahwa migrasi epidermal pada luka superficial lebih cepat pada suasana lembab daripada
kering. Perawatan luka lembab tidak meningkatkan infeksi. Pada kenyataannya tingkat
infeksi pada semua jenis balutan lembab adalah 2,5 %, lebih baik dibanding 9 % pada
balutan kering. Lingkungan lembab meningkatkan migrasi sel epitel ke pusat luka dan
melapisinya sehingga luka lebih cepat sembuh. Konsep penyembuhan luka dengan teknik
lembab ini merubah penatalaksanaan luka dan memberikan rangsangan bagi perkembangan
balutan lembab.
Penggantian balutan dilakukan sesuai kebutuhan, tidak berdasarkan kebiasaan
melainkan disesuaikan terlebih dahulu dengan tipe dan jenis luka. Penggunaan antiseptik
hanya untuk yang memerlukan saja, karena efek toksinnya terhadap sel sehat. Untuk
membersihkan luka hanya diperlukan normal saline. Citotoxic agent seperti povidine iodine,
dan asam asetat, seharusnya tidak secara sering digunakan untuk membersihkan luka,
karena dapat menghambat penyembuhan dan mencegah reepitelisasi. Luka dengan sedikit
debris dipermukaannya dapat dibersihkan dengan kassa yang dibasahi dengan sodium
klorida dengan tidak terlalu banyak manipulasi gerakan. Tepi luka seharusnya bersih,
berdekatan dengan lapisan sepanjang tepi luka. Tepi luka ditandai dengan kemerahan dan
sedikit bengkak dan hilang kira-kira satu minggu. Kulit menjadi tertutup hingga normal dan
tepi luka menyatu.
Adapun tujuan dari perawatan luka antara lain :
1. Memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka
2. Absorbsi drainase
3. Menekan dan imobilisasi luka
4. Mencegah luka dan jaringan epitel baru dari cedera mekanis
5. Mencegah luka dari kontaminasi bakteri
6. Meningkatkan hemostasis dengan menekan dressing
7. Memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien
14
H. Komplikasi Penyembuhan Luka
Keloid dan jaringan parut hipertrofik timbul karena reaksi serat kolagen yang berlebihan
dalam proses penyembuhan luka. Serat kolagen disini teranyam teratur. Keloid yang
tumbuh berlebihan melampaui batas luka, sebelumnya menimbulkan gatal dan cenderung
kambuh bila dilakukan intervensi bedah.
Parut hipertrofik hanya berupa parut luka yang menonjol, nodular, dan kemerahan, yang
menimbulkan rasa gatal dan kadang – kadang nyeri. Parut hipertrofik akan menyusut pada
fase akhir penyembuhan luka setelah sekitar satu tahun, sedangkan keloid tidak.
Keloid dapat ditemukan di seluruh permukaan tubuh. Tempat predileksi merupakan
kulit, toraks terutama di muka sternum, pinggang, daerah rahang bawah, leher, wajah,
telinga, dan dahi. Keloid agak jarang dilihat di bagian sentral wajah pada mata, cuping
hidung, atau mulut.
Pengobatan keloid pada umumnya tidak memuaskan. Biasanya dilakukan penyuntikan
kortikosteroid intrakeloid, bebat tekan, radiasi ringan dan salep madekasol (2 kali sehari
selama 3-6 bulan). Untuk mencegah terjadinya keloid, sebaiknya pembedahan dilakukan
secara halus, diberikan bebat tekan dan dihindari kemungkinan timbulnya komplikasi pada
proses penyembuhan luka
I. Penatalaksanaan
a. Perawatan Dasar
Perawatan yang baik dan penggunaan kasur anti dekubitus memiliki peranan dalam
mengurangi tekanan pada pasien dengan ulkus dekubitus. Demikian pula debridemen kalus
secara teratur, perawatan kuku, dan sepatu khusus untuk mengurangi tekanan penting
untuk perawatan kaki diabetik akibat neuropati diabetik. Penggunaan verban kompresi dan
stoking penting dan efektif dalam mengobati ulkus vena.
b. Debridement yang adekuat
Luka kronik umumnya memiliki banyak jaringan parut, debris, dan jaringan nekrotik yang
menghambat penyembuhan.
c. Penanganan infeksi
Pada luka kronik harus dicurigai adanya infeksi. Kultur jaringan dan perhitungan
kwantitatif sebaiknya dilakukan.
15
d. Penutupan luka yang baik
Desikasi merupakan faktor yang seringkali menyebabkan gangguan penyembuhan luka
dan epitelisasi pada luka kronik. Fokus utama dari perawatan luka kronis dalam beberapa
tahun terakhir adalah mengembangkan metode penutupan luka yang baik sehingga dapat
menciptakan lingkungan yang lembab untuk membantu penyembuhan luka. Winter
menunjukkan pada model hewan bahwa proses reepitelialisasi luka akut berjalan 1,5 kali
lebih cepat jika luka ditutup. Penutupan luka belum menunjukkan efek bermakna dalam
studi klinis terhadap pasien dengan luka kronis, namun penerapannya masih memiliki
manfaat bagi pasien dengan mengurangi rasa sakit dan dengan meningkatkan kenyamanan
serta efektivitas biaya. Kemajuan dalam teknologi penutupan luka belum dapat menemukan
zat yang dapat mengobati kelainan pada kaskade penyembuhan luka, kecuali penutupan
luka dengan bahan yang mengandung asam hyaluronat, yang secara khusus membantu
penyembuhan luka.
e. Penggunaan faktor pertumbuhan topikal
Fungsi normal faktor pertumbuhan adalah untuk menarik bermacam tipe sel ke daerah
luka, menstimulasi proliferasi selular, memacu angiogenesis, serta mengatur sintesis dan
degradasi matriks ekstraseluler. Penggunaan faktor pertumbuhan secara topikal belum
memiliki hasil dramatis seperti yang diaharapkan sebelumnya. Hal ini tidak mengejutkan
mengingat proses penyembuhan luka sangatlah kompleks. Sampai saat ini hanya platelet
derived growth factor yang telah diijinkan penggunaannya untuk mengobati ulkus kaki yang
tidak terinfeksi samai dengan ukuran 5 cm2 pada penderita kaki diabetik. Penelitian telah
menunjukkan bahwa platelet derived growth factor juga memiliki manfaat dalam mengobati
ulkus dekubitus. Meski belum berlisensi, granulocyte colony stimulating factor telah diteliti
bermanfaat dalam mengobati ulkus kaki yang terinfeksi pada pasien diabetes, mempercepat
penyembuhan selulitis serta menurunkan kebutuhan penggunaan antibiotik. Selain itu,
fibroblast growth factor dinilai dapat mengobati ulkus decubitus dan epidermal growth
factor dapat digunakan pada ulkus vena di kaki. Di masa yang akan datang faktor
pertumbuhan dapat diberikan secara bertahap, dalam kombinasi, atau pada interval waktu
tertentu agar semakin mendekati proses penyembuhan luka yang normal. Keragaman faktor
pertumbuhan dan jenis luka kronis menunjukkan bahwa faktor-faktor tersebut memiliki
potensi sebagai pengobatan baru jika kebutuhan individual pasien dapat dikenali.
f. Penanganan faktor lokal dan sistemik yang dapat menghambat penyembuhan luka
16
Misalnya gangguan vaskular, edema, diabetes, malnutrisi, tekanan lokal, dan gravitasi.
g. Penggunaan Vacuum Assisted Closure (VAC)
VAC adalah suatu pendekatan noninvasive yang bertujuan membantu penutupan luka
melalui pemberian secara topical tekanan subatmosferik atau tekanan negatif ke
permukaan luka. Mekanisme kerjanya adalah mengurangi eksudat, merangsang
angiogenesis, mengurangi kolonisasi bakteri dan menngkatkan pembentukan jaringan
granulasi. Keuntungan menggunakan VAC adalah kita dapat menutup luka dengan lebih
cepat, bahkan pada luka yang kecil dapat epitelisasi sendiri.
I. Jalur Pemeriksaan
- Assess the patient : Menilai pasien dan
mempertimbangkan faktor-faktor sistemik yang
dapat mempengaruhi penyembuhan luka.
termasuk; komorbiditas / proses penyakit seperti
penyakit jantung, diabetes, kondisi
imunosupresan, karsinoma, kondisi psikososial,
obat-obatan, usia dan status gizi. Setiap alergi
yang diketahui harus dicatat.
- Assess the Regional Area : Faktor Regional yang
perlu dipertimbangkan termasuk penyakit
pembuluh darah, infeksi dan rasa sakit.
- Assess the Local Wound Area and peri-wound area : Dasar luka lokal harus dinilai baik dari
segi jenis atau jumlah setiap jenis masing jaringan ini (nekrotik, granulasi) dan juga tingkat
dari rasa sakit, infeksi, eksudat dan bau.
- Assess the Current Dressing Regime : Memeriksa tanda dari pembebatan luka untuk melihat
apakah ada kebocoran plasma dan melihat efektivitas waktu penggantian pembebatan luka, dan
nyeri yang terjadi.
17
BAB III
TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK DALAM KLINIK
Gambar 7
Kesehatan hiperbarik, khususnya terapi oksigen hiperbarik, di negara-negara maju telah
berkembang dengan pesat. Terapi ini telah dipakai untuk menanggulangi bermacam
penyakit, baik penyakit akibat penyelaman maupun penyakit bukan penyelaman. Di
Indonesia, kesehatan hiperbarik telah mulai dikembangkan oleh kesehatan TNI AL pada
tahun 1960 dan terus berkembang sampai saat ini. Kesehatan TNI AL mempunyai ruang
udara bertekanan tinggi (RUBT) di 4 lokasi, yaitu Tanjung Pinang, Jakarta, Surabaya dan
Ambon.
Terapi oksigen hiperbarik pada beberapa penyakit dapat sebagai terapi utama maupun
terapi tambahan. Namun tidak boleh dilupakan, meskipun banyak keuntungan yang
diperoleh penderita, cara ini juga mengandung resiko. Sebab itu terapi oksigen hiperbarik
harus dilaksanakan secara hati-hati sesuai dengan prosedur yang berlaku, sehingga
mencapai hasil yang maksimal dengan resiko minimal.
18
Pengertian
1. Kesehatan hiperbarik, adalah ilmu yang mempelajari tentang masalah-masalah
kesehatan yang timbul akibat pemberian tekanan lebih dari 1 Atmosfer (Atm) terhadap
tubuh dan aplikasinya untuk pengobatan.
2. Terapi oksigen hiperbarik adalah pemberian oksigen tekanan tinggi untuk pengobatan
yang dilaksanakan dalam RUBT.
3. Tekanan 1 Atmosfer adalah tekanan udara yang dialami oleh semua benda, termasuk
manusia, di atas permukaan laut, bersifat tetap dari semua jurusan dan berada dalam
keseimbangan.
1. Pelaksanaan Terapi Oksigen hiperbarik
Pelaksanaan pengobatan dengan oksigen hiperbarik dapat dikerjakan di dalam kamar
tunggal (monoplace chamber) atau kamar ganda (multiplace chamber). RUBT kamar ganda
dapat dipergunakan untuk lebih dari satu penderita. Penderita dapat didampingi oleh
perawat atau dokter. Dalam RUBT kamar ganda ini, penderita mengisap oksigen 100%
melalui masker, tenda kepala atau saluran endotrakheal. RUBT kamar ganda cocok
digunakan untuk penderita yang perlu seorang pendamping atau bilamana akan dilakukan
tindakan bedah atau tindakan-tindakan pertolongan lain terhadap penderita. Dari segi
beaya memang pemakaian RUBT kamar ganda ini mahal, karena jumlah personil yang
terlibat cukup banyak dan ada resiko terhadap pendamping.
2. Dasar Pemikiran (Rationale) Umum
Pengobatan oksigen hiperbarik secara umum didasarkan pada pemikiran-pemikiran /
alasan-alasan sebagai berikut :
1. Pemakaian tekanan akan memperkecil volume gelembung gas dan penggunaan oksigen
hiperbarik juga akan mempercepat resolusi gelembung gas.
2. Daerah-daerah atau tempat-tempat yang iskemik atau hipoksik akan menerima oksigen
secara maksimal.
3. Di daerah yang iskemik, oksigen hiperbarik mendorong / merangsang pembentukan
pembuluh darah kapiler baru.
4. Penekanan pertumbuhan kuman-kuman baik gram positif maupun gram negatif dengan
pemberian OHB.
19
5. Oksigen hiperbarik mendorong pembentukan fibroblas dan meningkatkan efek
fagositosis (bakterisidal) dari leukosit.
3. Kontraindikasi Penggunaan OHB
1. Kontraindikasi absolut
a. Kontraindikasi absolut adalah pneumothorak yang belum dirawat, kecuali bila sebelum
pemberian oksigen hiperbarik dapat dikerjakan tindakan bedah untuk mengatasi
pneumotorak tersebut.
b. Selama beberapa tahun orang beranggapan bahwa keganasan yang belum diobati atau
keganasan metastatik akan menjadi lebih buruk pada pemakaian oksigen hiperbarik
untuk pengobatan dan termasuk kontraindikasi absolut kecuali pada keadaan-keadaan
luar biasa. Namun penelitian-penelitian yang dikerjakan akhir-akhir ini menunjukkan
bahwa sel-sel ganas tidak tumbuh lebih cepat dalam suasana oksigen hiperbarik.
Penderita keganasan yang diobati dengan oksigen hiperbarik biasanya secara bersama-
sama juga menerima terapi radiasi atau kemoterapi.
c. Kehamilan juga dianggap kontraindikasi karena tekanan parsial oksigen yang tinggi
berhubungan dengan penutupan patent ductus arteriosus, sehingga pada bayi prematur
secara teori dapat terjadi fibroplasia retrolental. Namun penelitian yang kemudian
dikerjakan menunjukkan bahwa komplikasi ini nampaknya tidak terjadi.
2. Kontraindikasi relatif
Beberapa keadaan yang memerlukan perhatian tetapi bukan merupakan kontraindikasi
absolut pemakaian oksigen hiperbarik adalah sebagai berikut :
a. Infeksi saluran napas bagian atas
Menyulitkan penderita untuk melaksanakan ekualisasi. Dapat ditolong dengan
menggunakan dekongestan dan miringotomi bilateral.
b. Sinusitis kronis
Menyulitkan penderita untuk melaksanakan ekualisasi. Untuk pemakaian oksigen
hiperbarik pada penderita ini dapat diberikan dekongestan dan miringotomi bilateral.
c. Penyakit kejang
Menyebabkan penderita lebih mudah terserang konvulsi oksigen. Namun bilamana
diperlukan penderita dapat diberi anti konvulsan sebelumnya.
20
d. Emfisema yang disertai retensi CO2
Ada kemungkinan bahwa penambahan oksigen lebih dari normal akan menyebabkan
penderita secara spontan berhenti bernafas akibat hilangnya rangsangan hipoksik. Pada
penderita-penderita dengan penyakit paru disertai retensi CO2, terapi oksigen hiperbarik
dapat dikerjakan bila penderita diintubasi dan memakai ventilator.
e. Panas tinggi yang tidak terkontrol
Merupakan predisposisi terjadinya konvulsi oksigen. Kemungkinan ini dapat diperkecil
dengan pemberian aspirin dan selimut hipotermia. Juga sebagai pencegahan dapat
diberikan anti konvulsan.
f. Riwayat pnemotorak spontan.
Penderita yang mengalami pnemothorak spontan dalam RUBT kamar tunggal akan
menimbulkan masalah tetapi di dalam RUBT kamar ganda dapat dilakukan pertolongan-
pertolongan yang memadai. Sebab itu bagi penderita yang mempunyai riwayat
pnemothorak spontan, harus dilakukan persiapan-persiapan untuk dapat mengatasi
terjadinya hal tersebut.
g. Riwayat operasi dada
Menyebabkan terjadinya luka dengan air trapping yang timbul saat dekompresi. Setiap
operasi dada harus diteliti kasus demi kasus untuk menentukan langkah-langkah yang
harus diambil. Tetapi jelas proses dekompresi harus dilakukan sangat lambat.
h. Riwayat operasi telinga
Operasi pada telinga dengan penempatan kawat atau topangan plastik di dalam telinga
setelah stapedoktomi, mungkin suatu kontraindikasi pemakaian oksigen hiperbarik
sebab perubahan tekanan dapat menggangu implan tersebut. Konsultasi dengan
seorang ahli THT perlu dilakukan.
i. Kerusakan paru asimotomatik yang ditemukan pada penerangan atau pemotretan
dengan sinar X memerlukan proses dekompresi yang sangat lambat. Menurut
pengalaman, waktu dekompresi antara 5-10 menit tidak menimbulkan masalah.
j. Infeksi virus
Pada percobaan binatang ditemukan bahwa infeksi virus menjadi lebih hebat bila
binatang tersebut diberi oksigen hiperbarik. Dengan alasan ini dianjurkan agar penderita
yang terkena salesma (common cold) menunda pengobatan dengan oksigen hiperbarik
21
sampai gejala akut menghilang apabila tidak memerlukan pengobatan segera dengan
oksigen hiperbarik.
k. Spherositosis kongenital
Pada keadaan ini butir-butir darah merah sangat fragil dan pemberian oksigen hiperbarik
dapat diikuti dengan hemolisis yang berat. Bila memang pengobatan oksigen hiperbarik
mutlak diperlukan keadaan ini tidak boleh jadi penghalang sehingga harus dipersiapkan
langkah-langkah yang perlu untuk mengatasi komplikasi yang mungkin timbul.
l. Riwayat neuritis optik.
Pada beberapa penderita dengan riwayat neuritis optik, terjadinya kebutaan
dihubungkan dengan terapi oksigen hiperbarik. Namun kasus yang terjadi sangat sedikit.
Tetapi jika ada penderita dengan riwayat neuritis optik diperkirakan mengalami ganguan
penglihatan yang berhubungan dengan retina, bagaimanapun kecilnya pemberian
oksigen hiperbarik harus segera dihentikan dan perlu konsultasi dengan ahli mata.
4. Kategorisasi Penyakit
Kelainan atau penyakit yang merupakan indikasi terapi OHB diklasifikasikan menurut
kategorisasi yang dibuat oleh The Committee of Hyperbaric Oxygenation of the Undersea
and Hyperbaric Medical Society yang telah mengalami revisi pada tahun 1986 dan 1988.
Dalam revisi ini UHMS tidak lagi memasukkan golongan penyakit untuk penelitian,
namun hanya memakai ACCEPTED CATEGORIZATION saja. Adapun penyakit-penyakit yang
termasuk kategori yang diterima adalah sebagai berikut :
1. Aktinomikosis
2. Emboli udara
3. Anemia karena kehilangan banyak darah
4. Insufisiensi arteri perifer akut
5. Infeksi bakteri
6. Keracunan karbonmonoksida
7. Crush injury and reimplanted appendages
8. Keracunan sianida
9. Penyakit dekompresi
10. Gas gangren
11. Cangkokan (graft) kulit
22
12. Infeksi jaringan lunak oleh kuman aerob dan anaerob
13. Osteoradinekrosis
14. Radionekrosis jaringan lunak
15. Sistitis akibat radiasi
16. Ekstrasi gigi pada rahang yang diobati dengan radiasi
17. Kanidiobolus koronotus 26. Luka bakar
18. Mukomikosis 27. Ulkus yang terkait dengan vaskulitis.
19. Osteomielitis
20. Ujung amputasi yang tidak sembuh
21. Ulkus diabetik
22. Ulkus stasis refraktori
23. Tromboangitis obliterans
24. Luka tidak sembuh akibat hipoperfusi dan trauma lama
25. Inhalasi asap
5. Pengaruh Oksigen Hiperbarik Terhadap Sel Jaringan Tubuh
Pengalaman dalam bidang ilmu bedah menunjukkan bahwa keadaan iskemia
mengganggu proses penyembuhan luka. Diketahui pula bahwa hipoksia tidak tepat sama
dengan iskemia, karena itu ada asumsi yang mengatakan bahwa pemberian oksigen lebih
banyak akan membantu proses penyembuhan luka dalam keadaan tertentu. Selama hampir
100 tahun para ahli oksigen hiperbarik menggarap asumsi ini namun bukti bahwa
pengobatan cara ini rasional atau efektif belum ditemukan. Baru sekitar tahun 1960-an,
penelitian dan kenyataan klinis menunjukkan bahwa pada luka selalu terdapat hipoksia dan
bahwa adanya oksigen merupakan faktor yang menentukan dalam proses penyembuhan
luka dan faktor penting dalam pertahanan terhadap infeksi.
Sudah menjadi kenyataan bahwa terapi dengan oksigen hiperbarik mempunyai efek
yang baik terhadap aliran darah dan kelangsungan hidup jaringan (tissue viability) yang
iskemik. Penggunaan oksigen hiperbarik dalam klinik meningkat dengan cepat pada metode
terakhir ini dimana perbaikan jaringan yang hipoksia dan pengurangan pembengkakan
merupakan faktor utama dalam mekanismenya. Namun sampai saat ini pembenaran
pemakaian oksigen hiperbarik untuk memperbaiki kelangsungan hidup jaringan didasarkan
pada pengamatan klinis belaka, meskipun begitu diadakan penyempurnaan-
23
penyempurnaan dalam metode penelitian untuk dapat menentukan dengan tepat pengaruh
oksigen hiperbarik terhadap kelangsungan hidup jaringan.
6. Efek HBO pada tubuh
Beberapa efek terapi hiperbarik oksigen pada tubuh antara lain:
1. Angiogenesis. Terapi HBO dapat menstimulasi pertumbuhan dari kapiler-kapiler pada
jaringan yang hipoksia sehingga dapat meningkatkan kecepatan penyembuhan luka.
2. Hiperoksigenasi. Terapi HBO dapat meningkatkan kadar oksigen karena oksigen dapat
diangkut melalui plasma.
3. Osteogenesis. Terapi HBO dapat menstimulasi produksi dari sel-sel tulang baru.
4. Microbiological. Dengan kadar oksigen tinggi dapat membunuh bakteri, terutama yang
bersifat anaerob.
5. Imunologi. Terapi HBO dapat meningkatkan kemampuan dari fungsi fagositosis dan sel-
sel natural killer.
6. Menurunkan inflamasi. Terapi HBO dapat menurunkan mediator-mediator inflamasi.
7. Vasokonstriksi. Terapi HBO dapat meyebabkan penyempitan dari lumen pembuluh
darah sehingga mengurangi oedema.
8. Reduksi gelembung udara. Terapi HBO dengan tekanan tinggi dapat menyebabkan
penurunan volume dari gelembung udara termasuk gelembung nitrogen pada DCS.
9. Perbaikan jaringan. Terapi HBO dapat meningkatkan kecepatan perbaikan jaringan.
Ada 8 metode utama dimana HBO2 mampu mempengaruhi penyembuhan luka :
1. Efek tekanan oksigen
24
Pengaruh peningkatan tekanan parsial, umumnya pada 2.38 ATAs, tidak terlalu
berpengaruh dalam penyembuhan luka, tetapi cukup signifikan ketika berhadapan dengan
gelembung gas, penyakit dekompresi dan gas udara emboli. Pada tekanan tinggi efek
berbahaya dari gelembung gas dalam jaringan diminimalkan
2. Efek vasokonstriksi oksigen
Efek vasokonstriksi HBO 2 dapat digunakan untuk efek yang baik untuk mengobati
pasien. HBO 2 menyebabkan penurunan yang signifikan dari edema, yang telah terbukti
bermanfaat dalam cedera reperfusi, crush injury, sindrom kompartemen, luka bakar dan
penyembuhan luka.
3. Efek konsentrasi oksigen 100% pada gradien difusi
Difusi nitrogen dari jaringan pada penyakit dekompresi difasilitasi oleh penggunaan
oksigen 100%. Dalam penyembuhan luka efek menguntungkan oksigen terutama terkait
dengan konsentrasi molekul oksigen dalam jaringan, bukan oleh kinetika difusi. Namun,
tingkat oksigen masuk ke dalam lingkungan luka dipengaruhi oleh laju difusi dari kapiler.
Adanya Edema mempengaruhi pencapaian konsentrasi oksigen yang tinggi pada luka dan
meningkatkan jarak difusi intercapillary. Bahkan peningkatan kecil dalam edema jaringan
secara dramatis dapat memperlambat laju masuknya oksigen ke dalam jaringan dan dapat
menyebabkan hipoksia jaringan.
4. Hyperoxygenation pada jaringan iskemik
Oksigenasi pada jaringan hipoksia adalah salah satu mekanisme kunci dimana HBO 2
mempercepat penyembuhan luka. Sejumlah penelitian telah menunjukkan kurva respon
dosis untuk pemberian oksigen dalam lingkungan penyembuhan luka. Luka kronis sering
terjadi hipoksia dan terapi HBO 2 dapat memperbaiki hipoksia, meskipun sementara.
Kemudian dapat mempercepat proses penyembuhan luka melalui proses yang terus
berlanjut lama setelah sesi HBO 2 telah berakhir dan kadar oksigen jaringan telah kembali ke
nilai sebelum pengobatan. Seiring waktu oksigenasi luka kronis membaik dengan terapi HBO
2.
5. Penurunan regulasi dari sitokin inflamasi
HBO 2 memberikan keuntungan yakni mampu mempengaruhi sejumlah sitokin dan
faktor pertumbuhan yang penting untuk penyembuhan luka. Ketika HBO2 diberikan setelah
luka, HBO2 meningkatkan regulasi dalam mengatur sintesis kolagen melalui pro-al (I)
ekspresi mRNA. Untuk kondisi fisiologis yang berbeda HBO 2 menyebabkan meningkatkan
25
atau menurunkan regulasi dari sitokin sitokin. Faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF)
diatur oleh meningkatnya hipoksia, namun hiperoksia dari HBO 2 juga meningkatkan
regulsinya. Efek dari transforming growth factor (TGF) -beta1 dan platelet-derived growth
factor (PDGF) -beta juga secara sinergis ditingkatkan oleh HBO 2
6. Meningkatkan regulasi growth hormon
Beberapa proses biologis dan faktor pertumbuhan dirangsang atau ditingkatkan, diatur
oleh hipoksia dan oleh HBO2. Sampai saat ini penulis telah mengidentifikasi angiogenesis,
sintesis kolagen, aktivitas osteoklastik, dan pelepasan VEGF. Kandidat lain yang mungkin
adalah TNF-alpha dan erythropoietin (EPO). Namun, tidak jelas bagaimana oksigen mampu
merangsang proses biologis dalam kedua hipoksia dan konsentrasi hyperoxic.
Salah satu mekanisme yang dikenal adalah bahwa dimana fibroblast dirangsang untuk
membuat kolagen melalui peroksida. Ini terjadi pada luka dalam kondisi hipoksia dan selama
pengobatan HBO2. Mekanisme lain adalah stimulasi sitokin oleh hipoksia dan selanjutnya
up-regulasi sitokin ini dengan hiperoksia, yang terjadi selama HBO2
7. Efek leukosit
Oksigen juga memegang peranan penting untuk fagositosis dan pembunuhan bakteri
oleh neutrofil atau sel polimorfonuklear (PMN). Proses ini melibatkan produksi radikal
oksigen dan superoksida yang secara langsung dipengaruhi oleh konsentrasi oksigen dalam
jaringan. Sebagai contoh, pada tekanan oksigen dibawah 30 mmHg efisiensi tindakan
bacteriocidal oleh PMN mulai turun secara dramatis.
Peningkatan konsentrasi oksigen telah terbukti mengurangi infeksi. Ketika oksigen
diberikan selama operasi bedah dan selama dua jam pasca operasi, tingkat infeksi menurun
sebanyak 54%. Dengan demikian, peningkatan konsentrasi oksigen jaringan memiliki efek
menguntungkan pada kemampuan PMN untuk memerangi bakteri dan mencegah infeksi.
8. Efek antibakteri
HBO 2 memiliki enam tindakan yang telah digunakan untuk memerangi infeksi klinis:
1. Tissue diberikan hipoksia oleh infeksi didukung
2. Neutrofil diaktifkan dan lebih efisien
3. Kegiatan makrofag ditingkatkan
4. Pertumbuhan bakteri terhambat
5. Pelepasan endotoksin bakteri tertentu dihambat
6. Efek antibiotik dipotensiasi.
26
7. Proses Penyembuhan Luka
1. Peranan Oksigen
Kerusakan pada jaringan menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah. Sel, platelet
dan kolagen tercampur dan mengadakan interaksi. Butir-butir darah putih melekat pada sel
endotel pembuluh darah mikro setempat. Pembuluh darah yang rusak tersumbat tetapi
pembuluh darah di dekatnya, terutama venula, dengan cepat mengadakan dilatasi.
Leukosit bermigrasi di antara sel-sel endotel ke tempat yang rusak dan dalam waktu
beberapa jam tepi daerah yang rusak sudah diinfiltrasi dengan granulosit dan makrofag.
Jaringan yang rusak segera mendapatkan beban berlebih. Sel-sel darah putih yang rusak
segera akan digantikan oleh fibroblas yang juga sedang bermetabolisme dengan cepat. Jadi
pada saat kebutuhan metabolisme jaringan yang rusak paling besar kemampuan sirkulasi
lokal untuk mendukung sangat kecil, krisis energi lokal tak dapat dihindarkan dan terjadilah
hipoksia di daerah yang rusak tersebut. Dalam waktu beberapa hari, fibroblas mengalir dari
jaringan ikat perivaskuler di dekatnya sehingga lambat laun fibroblas menjadi sel yang
dominan di situ dan mempercepat saat dimulainya sintesis jaringan kolagen.
Disamping itu juga terjadi neovaskularisasi yang kemungkinan disebabkan oleh karena
terjadinya inflamasi dan kebutuhan perbaikan jaringan, merangsang pembentukan
pembuluh darah baru, sehingga pada hari ke 3-5 sirkulasi baru mulai mengisi ruangan dari
luka tersebut.
Pembentukan jaringan kolagen oleh fibroblas merupakan dasar dari proses penyembuhan
jaringan, karena kolagen adalah protein penghubung (connective protein) yang mengikat
jaringan-jaringan yang terpisah menjadi satu.
Ada hal yang nampaknya paradoksal namun ini suatu kenyataan, yaitu apabila sel
dibiarkan anoksik maka suatu polipeptid prekursor kolagen menumpuk di dalam sel namun
tak ada kolagen yang dilepaskan. Bilamana oksigen diberikan lagi maka kolagen dibentuk
dalam kecepatan tinggi, ini menunjukkan bahwa dalam keadaan hipoksia enzim yang
membentuk kolagen diaktifkan.
Bila digunakan oksigen hiperbarik untuk mengobati luka normal, tekanan oksigen di
dalam ruang rugi dapat dinaikkan dari normal 5-15 mmHg menjadi kurang lebih 100 mmHg
pada tekanan 3 ATA dengan pernafasan oksigen murni. Sebab itu mungkin saja terjadi
27
pemakaian oksigen hiperbarik yang terlalu sering dan terlalu lama merusak hipoksia sentral
yang normal dan melumpuhkan proses perbaikan pada luka. Suplai darah regional mungkin
tidak memadai karena arteriosklerosis pada diabetes, perlukaan (injury) pada pembuluh
darah arteri atau vena atau cangkokan kulit yang dirancang buruk.
Tingkatan PO2 arterial yang perlu untuk memperoleh kadar oksigen yang memadai untuk
proses perbaikan tergantung pada keadaan klinis. Ada keadaan dimana hiperoksia ringan
sudah cukup untuk membantu proses perbaikan dan ada pula keadaan dimana hiperksia
ataupun oksigen hiperbarik tak bermanfaat sama sekali. Tidak dapat dibantah bahwa
oksigen memainkan peran yang aktif, seringkali bahkan menentukan dalam proses
perbaikan. Jadi efek oksigen pada luka percobaan yang mengandung ruang rugi sentral
terdiri dari 4 bagian, yaitu :
a. Konsentrasi oksigen 35-70% pada tekanan 1 atmosfer merangsang sintesis kologen.
b. Lingkungan yang hipoksia menghambat pembentukan kolagen.
c. Bila suplai oksigen meningkat, rasio RNA/DNA dalam jaringan juga meningkat
menunjukkan adanya penambahan pembentukan rough endoplasmic reticulum dari sel-
sel luka dan diferensiasi sel yang makin tinggi tingkatannya.
d. Peningkatan tekanan oksigen lokal dalam waktu yang lama melebihi batas optimun
menghambat penyembuhan, mungkin disebabkan efek toksik oksigen.
2. Peranan Oksigen Hiperbarik
Oksigen hiperbarik secara khusus bermanfaat dalam situasi dimana terdapat kompresis
(resiko untuk menjadi lebih jelek) pada oksigenasi jaringan di tingkat mikrosirkulasi anemia,
jarak difusi yang bertambah (adanya cairan oedema), interupsi pembuluh darah yang nyata
atau keadaan aliran lambat (low flow state) akibat vasokonstriksi, arteriosklerosis atau
vaskulitis dimana kelangsungan hidup jaringan terancam.
Pada anemia karena kehilangan darah akut, oksigen hiperbarik menambah
pengangkutan oksigen yang tidak terikat hemoglobin, penggunaan seperti ini merupakan
penerapan langsung hiperoksigenasi pada plasma.
Oksigen hiperbarik memperbaiki gradien oksigen untuk difusi dari pembuluh darah
kapiler ke dalam sel pada keadaan dimana terdapat tahanan parsial. Oedema merupakan
tahanan parsial yang memperpanjang jarak difusi oksigen dari kapiler ke dalam sel. Tahanan
lain adalah jaringan ikat, jaringan nekrotik, tulang yang mengalami osteomielitis, benda
asing, graft otologus dan darah yang tak mengalir.
28
Pada tekanan 2 ATA, tekanan oksigen di dalam darah meningkat 10 kali. Pengalaman
penggunaan oksigen hiperbarik pada pemutusan pembuluh darah besar yang nyata sangat
terbatas.
Oksigen hiperbarik diharapkan dapat memperbesar tissue survival hanya apabila
terdapat sirkulasi kolateral. Bilamana tidak ada, oksigen hiperbarik hanya akan
mempercepat pemisahan jaringan yang hidup dan mati.
Oksigen hiperbarik seringkali dipakai pada keadaan aliran lambat (low flow state) untuk
memperbesar oksigenasi jaringan. Keadaan aliran lambat pada mikrosirkulasi dapat
disebabkan oleh insufisiensi jantung, syok, trauma langsung pada pembuluh darah,
arteriosklerosis, vaskulitis akibat radiasi atau vasokonstriksi menyeluruh.
Oksigen diperlukan untuk proses metabolisme yang berhubungan dengan penyembuhan
luka, neovaskularisasi dan oxidative leucocyte killing. Bila tekanan oksigen di dalam cairan
interstisial tidak mencapai 30-40 mmHg, proses ini tidak akan terjadi. Akibatnya adalah luka
yang tidak sembuh, infeksi yang tak terkontrol atau kombinasi dari keduanya.
Efek hiperoksigenasi tidak didapatkan apabila digunakan udara bertekanan sebagai ganti
oksigen hiperbarik atau bilamana digunakan oksigen secara lokal. Bilamana penderita
bernafas dengan udara pada tekanan 2 ATA, jumlah oksigen yang larut hanya naik 2 kali
lipat. Dengan pemberian oksigen topikal, ditemukan bahwa oksigen tidak berdifusi melalui
kulit yang utuh. Fischer (1975) mengukur difusi oksigen ini dan menemukan bahwa pada
luka terbuka, penetrasi oksigen hanya mencapai 1 mm pada pemberian topikal.
7. Resiko Terapi HBO
1. Barotrauma
Dengan perubahan tekanan, memungkinkan terjadinya robekan kecil pada jaringan paru
dimana bisa terjadi pneumothorax.
2. Keracunan oksigen
Peningkatan tekanan dan oksigen 100% akan meningkatkan kelarutan oksigen pada
darah, sehingga dapat meningkatkan resiko terjadinya keracunan oksigen pada CNS atau
pada paru-paru. Oleh karena itu di antara penghirupan oksigen harus diselingi dengan
menghirup udara biasa. Tanda-tanda keracunan oksigen antara lain: kedutan pada
wajah, mual, rasa berdenging pada telinga, perubahan pada pengelihatan, atau
peningkatan seinsitibilitas.
29
3. Kejang
Selama terapi HBO akan terjadi penurunan treshold kejang dan hal ini harus
diperhatikan terutama pada pasien yang memiliki riwayat kejang sebelumnya. Pada
pasien dengan riwayat kejang sebelumnya dapat ditingkatkan penggunaan obat anti
kejang sebelum masuk RUBT.
4. Decompression sickness
Tekanan menyebabkan nitrogen larut kedalam darah dan diabsorpsi ke dalam jaringan.
Dengan penurunan tekanan secara cepat dapat menyebabkan nitrogen yang larut tadi
keluar kembali.dan dapat masuk kembali ke dalam pembuluh darah menjadi emboli gas.
Oleh karena itu untuk meminimalkan kejadian DCS, pada penyelaman digunakan gas
campuran.
30
BAB IV
Case Report
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. Azizah
Umur : 52 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Sudah menikah
Pekerjaan : guru
Agama : Islam
Alamat : Jalan sersan mersoe, pamekasan
Tanggal Pemeriksaan : 24 Agustusi 2014
2. Anamnesa
2.1 Keluhan Utama
Luka pada pergelangan kaki kiri sebelah dalam
2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Autoanamnesa (25 agustus, jam 13.00)
Sebelum masuk kebagian terapi hyperbaric, pasien masuk ke ECCU RSAL dengan keluhan
sesak dan diopname sejak tanggal 16 – 20 juli 2014. Setelah keluar dari eccu, pasien
mengeluhkan adanya luka secara tiba-tiba pada pergelangan kaki kiri dimana pasien tidak
merasakan nyeri. Menurut pasien bentuk luka yang timbul seperti terkena knalpot dan
berwarna hitam. Pada tanggal 20 – 23 juli 2014 pasien masuk pav A2 dan dilakukan
perawatan luka. Tanggal 23 juli 2014 pasien pulang ke pamekasan, dirumah pasien
mengeluh nyeri dan bengkak dimana perawatan luka yang dilakukan dengan diguyur air
mineral dicampur dengan betadine. Tanggal 01 agustus 2014 pasien masuk igd dengan
keluhan nyeri dan bengkak pada kaki kirinya lalu kembali diopname di pav A2 dan dirawat
sampai tanggal 12 agustus 2014. Pada tanggal 11 agustus 2014 pasien diberi pilihan untuk
dirawat juga pada terapi hyperbaric.
31
Pasien menjalani terapai hyperbaric selama 10 hari yakni pada tanggal 11 - 20 agustus 2014
lalu istirahat selama 2 hari, lalu terapi ke-2 dilanjutkan pada tanggal 23 agustus sampe
tanggal 01 september 2014
2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
- Hipertensi disangkal
- Diabetes sejak tahun 2003
- Post operasi apendicitis
- Pnemothorax disangkal
- Kejang/Epilepsi disangkal
2.4 Riwayat Pemakaian Obat
-Humalog -Amlodipin
-Glukobay -Aspilet
2.5 Riwayat Alergi
Disangkal
2.6 Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
- Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis
- A/I/C/D : -/-/-/-
- GCS : 4-5-6
- Turgor Kulit : Normal
- Status Gizi : Tinggi badan = 150 cm
Berat badan = 49 kg
BMI = 21,78 kg/m2 (19 – 24 normal)
- Vital Sign : Tekanan darah = 110/70 mmHg
Nadi = 88x/min
Suhu Tubuh = 36,1ºC
RR = 20x/min
2. Kepala/Leher
a. Umum : Kulit muka pucat (-)
b. Mata : Mata cowong = (-)
32
Conjungtiva anemis = (-)
Sclera ikterik = (-)
Pupil = Bulat, isokhor 3mm/3mm
Refleks cahaya (+/+)
c. Hidung : Bentuk simetris
Deviasi septum nasi = (-)
Sekret = (-)
Pernafasan cuping hidung = (-)
d. Telinga : Bentuk daun telinga = simetris
Otorhea = (-)
Membran tymphani intak = (+)
e. Mulut : Bibir sianosis = (-)
Lidah kotor/hyperemi/tremor = (-)
Faring hyperemi = (-)
Gigi berlubang = (-)
f. Leher : Pembesaran KGB = (-)
Pembesaran tiroid = (-)
Bendungan v. Jugularis = (-)
Deviasi trakea = (-)
Otot bantu pernafasan = (-)
3. Thorax
a. Paru : Suara nafas vesikuler
Suara nafas tambahan : Rhonkhi -/-
Wheezing -/-
b. Jantung : S1 S2 tunggal regular
Murmur (-), Gallop (-)
4. Abdomen : Inspeksi = Bentuk datar simetris
Auskultasi = Bising usus (+) normal
Palpasi = Nyeri tekan (-)
= Pembesaran Hepar, Lien, Renal (-)
Perkusi = Tympani
5. Ekstremitas
33
- Akral hangat pada keempat ekstremitas
+ +
+ +
- Odema pada keempat ekstremitas
- -
- -
- Luka pada pergelangan kaki kiri bagian medial
2.7 Resume
Subjektif
Perempuan, 52 th datang dengan keluhan luka pada pergelangan kaki
kiri sebelah dalam. Sebelumnya pasien dirawat di eccu dengan keluahan
sesak kemudian timbbul luka secara tiba-tiba berwarna hitam tidak nyeri.
Setelah itu masuk kedalam pav A2 untuk dilakukan perawatan luka. Saat
luka membaik pasien pulang, namun setelah itu luka membengkak dan
timbul nyeri. Keesokan harinya pasien dibawa ke igd lalu masuk kembali
ke bagian pav A2 lalu disarankan terapi HBO sampai sekarang.
Objektif
- Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis
- A/I/C/D : -/-/-/-
- GCS : 4-5-6
- Vital Sign : Tekanan darah = 110/70 mmHg
Nadi = 88x/min
Suhu Tubuh = 36,1ºC
RR = 20x/min
2.8 Diagnosa Kerja
Diabetes Melitus type 2 + kaki gangrene type II
2.9 Planning
Terapi adjuvant HBO
34
Lampiran
Bentuk luka pertama kali
Bentuk luka setelah operasi
Hari ke 13 masuk chamber
35
Hari ke 14 terapi HBO2
Hari ke 15 terapi HBO2
Hari ke 19 terapi HBO2
36