Responsi wound healing.docx

50
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka adalah rusaknya kesatuan atau komponen jaringan. Efek dari timbulnya luka antara lain hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stress simpatis, perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri, hingga kematian sel. Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, pembersihan sel dan benda asing, serta perkembangan awal seluler, merupakan bagian dari proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Akan tetapi, penyembuhan luka juga dapat terhambat akibat banyak faktor, baik yang bersifat lokal maupun sistemik. Penyembuhan luka yang normal memerlukan suatu rangkaian peristiwa yang kompleks yang terjadi secara simultan pada jaringan epidermis, dermis dan subkutis, itu suatu yang mudah membedakan penyembuhan pada epidermis dengan penyembuhan pada dermis dan perlu diingat bahwa peristiwa itu terjadi pada saat yang bersamaan. Proses yang kemudian terjadi pada jaringan yang rusak ini ialah penyembuhan luka yang dibagi dalam tiga fase yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan fase remodelling jaringan yang bertujuan untuk menggabungkan bagian luka dan mengembalikan fungsinya. 1

Transcript of Responsi wound healing.docx

Page 1: Responsi wound healing.docx

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Luka adalah rusaknya kesatuan atau komponen jaringan. Efek dari timbulnya luka

antara lain hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stress simpatis,

perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri, hingga kematian sel. Tubuh

yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya.

Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, pembersihan sel dan benda asing, serta

perkembangan awal seluler, merupakan bagian dari proses penyembuhan. Proses

penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan

perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Akan tetapi,

penyembuhan luka juga dapat terhambat akibat banyak faktor, baik yang bersifat lokal

maupun sistemik.

Penyembuhan luka yang normal memerlukan suatu rangkaian peristiwa yang

kompleks yang terjadi secara simultan pada jaringan epidermis, dermis dan subkutis, itu

suatu yang mudah membedakan penyembuhan pada epidermis dengan penyembuhan

pada dermis dan perlu diingat bahwa peristiwa itu terjadi pada saat yang bersamaan.

Proses yang kemudian terjadi pada jaringan yang rusak ini ialah penyembuhan luka yang

dibagi dalam tiga fase yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan fase remodelling jaringan

yang bertujuan untuk menggabungkan bagian luka dan mengembalikan fungsinya.

1

Page 2: Responsi wound healing.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit. Luka adalah kerusakan

kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain. Ketika luka timbul,

beberapa efek akan muncul :

1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ

2. Respon stres simpatis

3. Perdarahan dan pembekuan darah

4. Kontaminasi bakteri

5. Kematian sel

Luka memiliki beberapa karakter mekanik di antaranya:

1. Luka memiliki kekuatan yang kecil pada 2-3 minggu pertama (fase inflamasi dan

proliferasi)

2. Pada minggu ke-3, kekuatan luka meningkat karena adanya remodelling

3. Luka memiliki 50% kekuatannya pada saat 6 minggu, dan sisanya dalam beberapa

minggu setelahnya

4. Kekuatan terus bertambah perlahan hingga 6-12 bulan

5. Kekuatan maksimal adalah 75% dari jaringan biasa

B. Kulit

Kulit merupakan salah satu organ terbesar dalam tubuh di daerah permukaan dan berat

badan. Terdiri dari dua lapisan, yaitu : epidermis dan dermis. Di bawah dermis terletak

hipodermis atau jaringan lemak subkutan. Kulit memiliki tiga fungsi utama:

1. Perlindungan

2. Regulasi

3. Sensasi

Luka dapat mempengaruhi semua lapisan dari kulit. Kulit merupakan organ untuk

perlindungan. Dimana fungsi utama dari kulit adalah yakni sebagai protector dari dunia luar.

Kulit memberikan perlindungan dari:

1. Dampak mekanik dan tekanan

2

Page 3: Responsi wound healing.docx

2. variasi suhu

3. mikro-organisme

4. radiasi

5. Bahan kimia.

Kulit juga merupakan organ regulasi dimana mengatur beberapa aspek fisiologi, termasuk

suhu tubuh melalui proses berkeringat dan rambut, perubahan sirkulasi perifer dan

keseimbangan cairan melalui keringat dan juga bertindak sebagai reservoir untuk sintesis

vitamin D.

Kulit juga merupakan organ sensasi rasa diakibatkan karena kulit mengandung jaringan

lsel saraf yang luas yang bisa mendeteksi perubahan lingkungan disekitarnya. Ada reseptor

terpisah untuk panas, dingin, sentuhan, dan rasa sakit. Kerusakan sel-sel saraf ini dikenal

sebagai neuropati, yang akan menyebabkan hilangnya sensasi di daerah yang tercedera.

Pasien dengan neuropati mungkin tidak merasa sakit ketika mereka menderita cedera,

sehingga meningkatkan luka bertambah parah atau bisa memperburuk luka yang ada.

Gambar 1 struktur dari kulit.

C. Jenis luka

Luka dapat diklasifikasi berdasarkan kategori tertentu :

1. Berdasarkan kedalamannya :

a. Superficial (hilangnya epidermis saja)

3

Page 4: Responsi wound healing.docx

b. Ketebalan parsial (melibatkan epidermis dan dermis)

c. Ketebalan penuh (melibatkan dermis, lemak subkutan dan kadang-kadang tulang)

2. Berdasarkan waktu penyembuhan luka :

a. Luka akut, yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan proses

penyembuhan.

b. Luka kronis, yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan,

dapat karena faktor eksogen dan endogen.

3. Berdasarkan proses terjadinya :

a. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam dan

kerusakan sangat minimal. Misal, yang terjadi akibat pembedahan.

b. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan

dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.

c. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang

biasanya dengan benda yang tidak tajam.

d. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda seperti peluru atau

pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.

e. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi jika kekuatan trauma melebihi kekuatan

regang jaringan.

f. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh.

Biasanya ada bagian awal masuk luka diameternya kecil, tetapi pada bagian ujung

luka biasanya akan melebar.

g. Luka Bakar (Combustio), merupakan kerusakan kulit tubuh yang disebabkan oleh

api, atau penyebab lain seperti oleh air panas, radiasi, listrik dan bahan kimia.

Kerusakan dapat menyertakan jaringan bawah kulit.

4. Berdasarkan Derajat Kontaminasi :

a. Luka bersih (Clean Wounds), yaitu luka tak terinfeksi, dimana tidak terjadi proses

peradangan (inflamasi) dan infeksi, dan kulit disekitar luka tampak bersih. Luka

bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup. Kemungkinan terjadinya infeksi

luka sekitar 1% – 5%.

b. Luka bersih terkontaminasi (Clean-contamined Wounds), merupakan luka dalam

kondisi terkontrol, tidak ada material kontamin dalam luka. Kemungkinan timbulnya

infeksi luka adalah 3% – 11%.

4

Page 5: Responsi wound healing.docx

c. Luka terkontaminasi (Contamined Wounds), yaitu luka terbuka kurang dari empat

jam, dengan tanda inflamasi non-purulen. Kemungkinan infeksi luka 10% – 17%.

d. Luka kotor atau infeksi (Dirty or Infected Wounds), yaitu luka terbuka lebih dari

empat jam dengan tanda infeksi di kulit sekitar luka, terlihat pus dan jaringan

nekrotik. Kemungkinan infeksi luka 40%.

D. Penutupan luka

Tujuan utama dari penutupan luka yaitu untuk mengembalikan integritas kulit sehingga

mengurangi resiko terjadinya infeksi, scar dan penurunan fungsi. Proses penutupan pada

luka terbagi menjadi 3 kategori, tergantung pada tipe jaringan yang terlibat dan keadaan

serta perlakuan pada luka.

1. Penutupan luka primer (Intensi Primer)

Penyembuhan primer atau sanatio per primam intentionem terjadi bila luka

segera diusahakan bertaut, biasanya dengan bantuan jahitan. Luka dibuat secara

aseptik dengan kerusakan jaringan minimum, dan dilakukan penutupan dengan baik

seperti dengan penjahitan. Ketika luka sembuh melalui instensi pertama, jaringan

granulasi tidak tampak dan pembentukan jaringan parut minimal. Parutan yang

terjadi biasanya lebih halus dan kecil.

2. Penutupan luka sekunder (Intensi Sekunder)

Penyembuhan luka kulit tanpa pertolongan dari luar akan berjalan secara

alami. Luka akan terisi jaringan granulasi dan kemudian ditutup jaringan epitel.

Penyembuhan ini disebut penyembuhan sekunder atau sanatio per secundam

intentionem. Cara ini biasanya memakan waktu cukup lama dan meninggalkan parut

yang kurang baik, terutama jika lukanya terbuka lebar.

3. Penutupan luka primer tertunda (Intensi Tersier)

Penjahitan luka tidak dapat langsung dilakukan pada luka yang

terkontaminasi berat atau tidak berbatas tegas. Luka yang tidak berbatas tegas

sering meninggalkan jaringan yang tidak dapat hidup yang pada pemeriksaan

pertama sukar dikenal. Keadaan ini diperkirakan akan menyebabkan infeksi bila luka

langsung dijahit. Luka yang demikian akan dibersihkan dan dieksisi (debridement)

dahulu, selanjutnya baru dijahit dan dibiarkan sembuh secara primer. Cara ini

disebut penyembuhan primer tertunda.

5

Page 6: Responsi wound healing.docx

Selain itu, jika luka baik yang belum dijahit, atau jahitan terlepas dan

kemudian dijahit kembali, dua permukaan granulasi yang berlawanan akan

tersambungkan. Hal ini mengakibatkan jaringan parut yang lebih dalam dan luas

dibandingkan dengan penyembuhan primer.

Gambar 2 Macam-macam proses penutupan luka

E. Fase Penyembuhan Luka

Setiap proses penyembuhan luka akan melalui 3 tahapan yang dinamis, saling terkait

dan berkesinambungan, serta tergantung pada tipe/jenis dan derajat luka. Sehubungan

dengan adanya perubahan morfologik, tahapan penyembuhan luka terdiri dari:

1. Fase Hemostasis dan Inflamasi

6

Page 7: Responsi wound healing.docx

Fase hemostasis dan inflamasi adalah adanya respons vaskuler dan seluler yang terjadi

akibat perlukaan pada jaringan lunak. Tujuannya adalah menghentikan perdarahan dan

membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati, dan bakteri, untuk mempersiapkan

dimulainya proses penyembuhan.

Pada awal fase ini, kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya platelet

yang berfungsi hemostasis. Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot) dan juga

mengeluarkan substansi vasokonstriktor yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler

vasokonstriksi, selanjutnya terjadi penempelan endotel yang akan menutup pembuluh

darah. Periode ini hanya berlangsung 5-10 menit, dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi

kapiler karena stimulasi saraf sensoris (local sensoris nerve ending), local reflex action, dan

adanya substansi vasodilator : histamin, serotonin dan sitokin.

Histamin selain menyebabkan vasodilatasi juga mengakibatkan meningkatnya

permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh darah dan masuk ke

daerah luka. Secara klinis terjadi edema jaringan dan keadaan lokal lingkungan tersebut

asidosis. Eksudasi ini juga mengakibatkan migrasi sel lekosit (terutama netrofil) ke ekstra

vaskuler. Fungsi netrofil adalah melakukan fagositosis benda asing dan bakteri di daerah

luka selama 3 hari dan kemudian akan digantikan oleh sel makrofag yang berperan lebih

besar jika dibanding dengan netrofil pada proses penyembuhan luka. Fungsi makrofag

disamping fagositosis adalah :

a. Sintesa kolagen

b. Membentuk jaringan granulasi bersama dengan fibroblast

c. Memproduksi growth factor yang berperan pada re-epitelisasi

d. Membentuk pembuluh kapiler baru atau angiogenesis

Dengan berhasil dicapainya luka yang bersih, tidak terdapat infeksi serta terbentuknya

makrofag dan fibroblas, keadaan ini dapat dipakai sebagai pedoman/parameter bahwa fase

inflamasi ditandai dengan adanya eritema, hangat pada kulit, edema, dan rasa sakit yang

berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4.

7

Page 8: Responsi wound healing.docx

Gambar 3 Fase Hemostasis dan Inflamasi

2. Fase Proliferasi (Fase Fibroplasia)

Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia, karena yang menonjol adalah proses

proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir

minggu ketiga. Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi,

menghasilkan mukopolisakarida, asam aminoglisin, dan prolin yang merupakan bahan dasar

kolagen serat yang akan mempertautkan tepi luka.

Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan

menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblast sangat besar pada

proses perbaikan, yaitu bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur

protein yang akan digunakan selama proses rekonstruksi jaringan.

Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas sangat

jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang. Sesudah terjadi luka,

fibroblast akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian

akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin,

asam hyaluronat, fibronectin dan proteoglikans) yang berperan dalam membangun jaringan

baru.

Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal jaringan baru

(connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannnya subtrat oleh fibroblast, memberikan

tanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblast sebagai satu kesatuan unit

8

Page 9: Responsi wound healing.docx

dapat memasuki kawasan luka. Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam di

dalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan granulasi, sedangkan proses

proliferasi fibroblast dengan aktifitas sintetiknya disebut fibroplasia. Respons yang dilakukan

fibroblast terhadap proses fibroplasia adalah :

a. Proliferasi

b. Migrasi

c. Deposit jaringan matriks

d. Kontraksi luka

Angiogenesis, suatu proses pembentukan pembuluh kapiler baru didalam luka,

mempunyai arti penting pada tahap proleferasi proses penyembuhan luka. Kegagalan

vaskuler akibat penyakit (diabetes), pengobatan (radiasi) atau obat (preparat steroid)

mengakibatkan lambatnya proses sembuh karena terbentuknya ulkus yang kronis. Jaringan

vaskuler yang melakukan invasi kedalam luka merupakan suatu respons untuk memberikan

oksigen dan nutrisi yang cukup di daerah luka, karena biasanya pada daerah luka terdapat

keadaan hipoksik dan turunnya tekanan oksigen. Pada fase ini fibroplasia dan angiogenesis

merupakan proses terintegrasi dan dipengaruhi oleh substansi yang dikeluarkan oleh

platelet dan makrofag (growth factors).

Proses selanjutnya adalah epitelisasi, dimana fibroblast mengeluarkan keratinocyte

growth factor (KGF) yang berperan dalam stimulasi mitosis sel epidermal. Keratinisasi akan

dimulai dari pinggir luka dan akhirnya membentuk barrier yang menutupi permukaan luka.

Dengan sintesa kolagen oleh fibroblast, pembentukan lapisan dermis ini akan

disempurnakan kualitasnya dengan mengatur keseimbangan jaringan granulasi dan dermis.

Untuk membantu jaringan baru tersebut menutup luka, fibroblas akan merubah strukturnya

menjadi myofibroblast yang mempunyai kapasitas melakukan kontraksi pada jaringan.

Fungsi kontraksi akan lebih menonjol pada luka dengan defek luas dibandingkan dengan

defek luka minimal

9

Page 10: Responsi wound healing.docx

Gambar 4 Fase Proliferasi

3. Fase Remodelling

Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih

12 bulan. Tujuan dari fase remodelling adalah menyempurnakan terbentuknya jaringan baru

menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan berkualitas. Fibroblast sudah mulai

meninggalkan jaringan grunalasi, warna kemerahan dari jaringan mulai berkurang karena

pembuluh mulai regresi, dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat

jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10

setelah perlukaan. Sintesa kolagen yang telah dimulai sejak fase proliferasi akan dilanjutkan

pada fase remodelling. Selain pembentukan kolagen, juga akan terjadi pemecahan kolagen

oleh enzim kolagenase. Kolagen muda (gelatinous collagen) yang terbentuk pada fase

proliferasi akan berubah menjadi kolagen yang lebih matang, yaitu lebih kuat, dengan

struktur yang lebih baik (proses re-modelling).

Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara kolagen

yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan terjadi penebalan

jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan

menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka. Luka dikatakan sembuh

jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan kulit mampu atau tidak

mengganggu untuk melakukan aktivitas yang normal. Meskipun proses penyembuhan luka

sama bagi setiap penderita, namun outcome atau hasil yang dicapai sangat tergantung dari

kondisi biologik masing-masing individu, lokasi, serta luasnya luka.

Gambar 5 Fase Remodelling

10

Page 11: Responsi wound healing.docx

Gambar 6 Tahapan penyembuhan luka. Pada individu sehat, penyembuhan berlangsung

secara berurutan melalui tiga fase yang saling tumpang tindih: (1) fase inflamasi, (2) fase

proliferatif, dan (3) fase remodelling. Stress dapat mempengaruhi perkembangan melalui

tahap-tahap melalui jalur kekebalan tubuh dan beberapa neuroendokrin. Review saat ini

berfokus pada peran interaktif glukokortikoid dan sitokin (misalnya IL-8, IL-1α, IL-1β, IL-6,

TNF-α, dan IL-10). Namun, sitokin tambahan, kemokin, dan faktor pertumbuhan yang

penting untuk penyembuhan. Ini termasuk kemokin CXC ligan 1 (CXCL1), kemokin CC ligan 2

(CCL2), granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF), protein chemotactic

monosit-1 (MCP-1), makrofag inflamasi protien-1 alpha (MIP -lα), faktor pertumbuhan

endotel vaskular (VEGF), mengubah faktor pertumbuhan-β (TNF-β), faktor pertumbuhan

keratinosit (KGF), faktor pertumbuhan platelet-derived (PDGF), dan faktor pertumbuhan

fibroblas dasar (bFGF)

11

Page 12: Responsi wound healing.docx

F. Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka

Faktor Yang Mempengaruhi Penyebuhan luka

1. Usia

Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua lebih

sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari faktor

pembekuandarah.

2. Nutrisi

Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Pasien memerlukan

diit kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral seperti Fe, Zn. Pasien

kurang nutrisimemerlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi mereka setelah

pembedahan jika mungkin.Pasien yang gemuk meningkatkan resiko infeksi luka dan

penyembuhan lama karena suplaidarah jaringan adipose tidak adekuat.

3. Infeksi

Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab infeksi.

4. Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenas

Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya sejumlah besar

lemak subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah). Pada orang

yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih

mudah infeksi, danlama untuk sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang dewasa

dan pada orang yang menderita gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi atau diabetes

12

Page 13: Responsi wound healing.docx

millitus. Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau gangguan

pernapasan kronik pada perokok.Kurangnya volume darah akan mengakibatkan

vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaanoksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka

5. Hematoma

Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap

diabsorbsi olehtubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar, hal

tersebut memerlukanwaktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses

penyembuhan luka.

6. Benda asing

Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu

absesse belum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati

danlekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut

dengan nanah(pus).

7. Iskemia

Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada

bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan

pada luka terlaluketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada

pembuluh darah itusendiri.

8. Diabetes

Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi

tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-

kalori tubuh.

9. Keadaan Luka

Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan luka.

Beberapaluka dapat gagal untuk menyatu.

10. Obat

Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik

mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat

seseorang rentan terhadapinfeksi luka. a. Steroid : akan menurunkan mekanisme

peradangan normal tubuh terhadap cedera. b. Antikoagulan : mengakibatkan perdarahanc.

Antibiotik efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab

13

Page 14: Responsi wound healing.docx

kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan

efektif akibat koagulasi intravaskular

G. Perawatan Luka

Hasil penelitian tentang perawatan luka menunjukkan bahwa lingkungan luka yang

lembab lebih baik daripada lingkungan kering. Laju epitelisasi luka yang ditutup poly-etylen

dua kali lebih cepat daripada luka yang dibiarkan kering. Hasil penelitian ini menyimpulkan

bahwa migrasi epidermal pada luka superficial lebih cepat pada suasana lembab daripada

kering. Perawatan luka lembab tidak meningkatkan infeksi. Pada kenyataannya tingkat

infeksi pada semua jenis balutan lembab adalah 2,5 %, lebih baik dibanding 9 % pada

balutan kering. Lingkungan lembab meningkatkan migrasi sel epitel ke pusat luka dan

melapisinya sehingga luka lebih cepat sembuh. Konsep penyembuhan luka dengan teknik

lembab ini merubah penatalaksanaan luka dan memberikan rangsangan bagi perkembangan

balutan lembab.

Penggantian balutan dilakukan sesuai kebutuhan, tidak berdasarkan kebiasaan

melainkan disesuaikan terlebih dahulu dengan tipe dan jenis luka. Penggunaan antiseptik

hanya untuk yang memerlukan saja, karena efek toksinnya terhadap sel sehat. Untuk

membersihkan luka hanya diperlukan normal saline. Citotoxic agent seperti povidine iodine,

dan asam asetat, seharusnya tidak secara sering digunakan untuk membersihkan luka,

karena dapat menghambat penyembuhan dan mencegah reepitelisasi. Luka dengan sedikit

debris dipermukaannya dapat dibersihkan dengan kassa yang dibasahi dengan sodium

klorida dengan tidak terlalu banyak manipulasi gerakan. Tepi luka seharusnya bersih,

berdekatan dengan lapisan sepanjang tepi luka. Tepi luka ditandai dengan kemerahan dan

sedikit bengkak dan hilang kira-kira satu minggu. Kulit menjadi tertutup hingga normal dan

tepi luka menyatu.

Adapun tujuan dari perawatan luka antara lain :

1. Memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka

2. Absorbsi drainase

3. Menekan dan imobilisasi luka

4. Mencegah luka dan jaringan epitel baru dari cedera mekanis

5. Mencegah luka dari kontaminasi bakteri

6. Meningkatkan hemostasis dengan menekan dressing

7. Memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien

14

Page 15: Responsi wound healing.docx

H. Komplikasi Penyembuhan Luka

Keloid dan jaringan parut hipertrofik timbul karena reaksi serat kolagen yang berlebihan

dalam proses penyembuhan luka. Serat kolagen disini teranyam teratur. Keloid yang

tumbuh berlebihan melampaui batas luka, sebelumnya menimbulkan gatal dan cenderung

kambuh bila dilakukan intervensi bedah.

Parut hipertrofik hanya berupa parut luka yang menonjol, nodular, dan kemerahan, yang

menimbulkan rasa gatal dan kadang – kadang nyeri. Parut hipertrofik akan menyusut pada

fase akhir penyembuhan luka setelah sekitar satu tahun, sedangkan keloid tidak.

Keloid dapat ditemukan di seluruh permukaan tubuh. Tempat predileksi merupakan

kulit, toraks terutama di muka sternum, pinggang, daerah rahang bawah, leher, wajah,

telinga, dan dahi. Keloid agak jarang dilihat di bagian sentral wajah pada mata, cuping

hidung, atau mulut.

Pengobatan keloid pada umumnya tidak memuaskan. Biasanya dilakukan penyuntikan

kortikosteroid intrakeloid, bebat tekan, radiasi ringan dan salep madekasol (2 kali sehari

selama 3-6 bulan). Untuk mencegah terjadinya keloid, sebaiknya pembedahan dilakukan

secara halus, diberikan bebat tekan dan dihindari kemungkinan timbulnya komplikasi pada

proses penyembuhan luka

I. Penatalaksanaan

a. Perawatan Dasar

Perawatan yang baik dan penggunaan kasur anti dekubitus memiliki peranan dalam

mengurangi tekanan pada pasien dengan ulkus dekubitus. Demikian pula debridemen kalus

secara teratur, perawatan kuku, dan sepatu khusus untuk mengurangi tekanan penting

untuk perawatan kaki diabetik akibat neuropati diabetik. Penggunaan verban kompresi dan

stoking penting dan efektif dalam mengobati ulkus vena.

b. Debridement yang adekuat

Luka kronik umumnya memiliki banyak jaringan parut, debris, dan jaringan nekrotik yang

menghambat penyembuhan.

c. Penanganan infeksi

Pada luka kronik harus dicurigai adanya infeksi. Kultur jaringan dan perhitungan

kwantitatif sebaiknya dilakukan.

15

Page 16: Responsi wound healing.docx

d. Penutupan luka yang baik

Desikasi merupakan faktor yang seringkali menyebabkan gangguan penyembuhan luka

dan epitelisasi pada luka kronik. Fokus utama dari perawatan luka kronis dalam beberapa

tahun terakhir adalah mengembangkan metode penutupan luka yang baik sehingga dapat

menciptakan lingkungan yang lembab untuk membantu penyembuhan luka. Winter

menunjukkan pada model hewan bahwa proses reepitelialisasi luka akut berjalan 1,5 kali

lebih cepat jika luka ditutup. Penutupan luka belum menunjukkan efek bermakna dalam

studi klinis terhadap pasien dengan luka kronis, namun penerapannya masih memiliki

manfaat bagi pasien dengan mengurangi rasa sakit dan dengan meningkatkan kenyamanan

serta efektivitas biaya. Kemajuan dalam teknologi penutupan luka belum dapat menemukan

zat yang dapat mengobati kelainan pada kaskade penyembuhan luka, kecuali penutupan

luka dengan bahan yang mengandung asam hyaluronat, yang secara khusus membantu

penyembuhan luka.

e. Penggunaan faktor pertumbuhan topikal

Fungsi normal faktor pertumbuhan adalah untuk menarik bermacam tipe sel ke daerah

luka, menstimulasi proliferasi selular, memacu angiogenesis, serta mengatur sintesis dan

degradasi matriks ekstraseluler. Penggunaan faktor pertumbuhan secara topikal belum

memiliki hasil dramatis seperti yang diaharapkan sebelumnya. Hal ini tidak mengejutkan

mengingat proses penyembuhan luka sangatlah kompleks. Sampai saat ini hanya platelet

derived growth factor yang telah diijinkan penggunaannya untuk mengobati ulkus kaki yang

tidak terinfeksi samai dengan ukuran 5 cm2 pada penderita kaki diabetik. Penelitian telah

menunjukkan bahwa platelet derived growth factor juga memiliki manfaat dalam mengobati

ulkus dekubitus. Meski belum berlisensi, granulocyte colony stimulating factor telah diteliti

bermanfaat dalam mengobati ulkus kaki yang terinfeksi pada pasien diabetes, mempercepat

penyembuhan selulitis serta menurunkan kebutuhan penggunaan antibiotik. Selain itu,

fibroblast growth factor dinilai dapat mengobati ulkus decubitus dan epidermal growth

factor dapat digunakan pada ulkus vena di kaki. Di masa yang akan datang faktor

pertumbuhan dapat diberikan secara bertahap, dalam kombinasi, atau pada interval waktu

tertentu agar semakin mendekati proses penyembuhan luka yang normal. Keragaman faktor

pertumbuhan dan jenis luka kronis menunjukkan bahwa faktor-faktor tersebut memiliki

potensi sebagai pengobatan baru jika kebutuhan individual pasien dapat dikenali.

f. Penanganan faktor lokal dan sistemik yang dapat menghambat penyembuhan luka

16

Page 17: Responsi wound healing.docx

Misalnya gangguan vaskular, edema, diabetes, malnutrisi, tekanan lokal, dan gravitasi.

g. Penggunaan Vacuum Assisted Closure (VAC)

VAC adalah suatu pendekatan noninvasive yang bertujuan membantu penutupan luka

melalui pemberian secara topical tekanan subatmosferik atau tekanan negatif ke

permukaan luka. Mekanisme kerjanya adalah mengurangi eksudat, merangsang

angiogenesis, mengurangi kolonisasi bakteri dan menngkatkan pembentukan jaringan

granulasi. Keuntungan menggunakan VAC adalah kita dapat menutup luka dengan lebih

cepat, bahkan pada luka yang kecil dapat epitelisasi sendiri.

I. Jalur Pemeriksaan

- Assess the patient : Menilai pasien dan

mempertimbangkan faktor-faktor sistemik yang

dapat mempengaruhi penyembuhan luka.

termasuk; komorbiditas / proses penyakit seperti

penyakit jantung, diabetes, kondisi

imunosupresan, karsinoma, kondisi psikososial,

obat-obatan, usia dan status gizi. Setiap alergi

yang diketahui harus dicatat.

- Assess the Regional Area : Faktor Regional yang

perlu dipertimbangkan termasuk penyakit

pembuluh darah, infeksi dan rasa sakit.

- Assess the Local Wound Area and peri-wound area : Dasar luka lokal harus dinilai baik dari

segi jenis atau jumlah setiap jenis masing jaringan ini (nekrotik, granulasi) dan juga tingkat

dari rasa sakit, infeksi, eksudat dan bau.

- Assess the Current Dressing Regime : Memeriksa tanda dari pembebatan luka untuk melihat

apakah ada kebocoran plasma dan melihat efektivitas waktu penggantian pembebatan luka, dan

nyeri yang terjadi.

17

Page 18: Responsi wound healing.docx

BAB III

TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK DALAM KLINIK

Gambar 7

Kesehatan hiperbarik, khususnya terapi oksigen hiperbarik, di negara-negara maju telah

berkembang dengan pesat. Terapi ini telah dipakai untuk menanggulangi bermacam

penyakit, baik penyakit akibat penyelaman maupun penyakit bukan penyelaman. Di

Indonesia, kesehatan hiperbarik telah mulai dikembangkan oleh kesehatan TNI AL pada

tahun 1960 dan terus berkembang sampai saat ini. Kesehatan TNI AL mempunyai ruang

udara bertekanan tinggi (RUBT) di 4 lokasi, yaitu Tanjung Pinang, Jakarta, Surabaya dan

Ambon.

Terapi oksigen hiperbarik pada beberapa penyakit dapat sebagai terapi utama maupun

terapi tambahan. Namun tidak boleh dilupakan, meskipun banyak keuntungan yang

diperoleh penderita, cara ini juga mengandung resiko. Sebab itu terapi oksigen hiperbarik

harus dilaksanakan secara hati-hati sesuai dengan prosedur yang berlaku, sehingga

mencapai hasil yang maksimal dengan resiko minimal.

18

Page 19: Responsi wound healing.docx

Pengertian

1. Kesehatan hiperbarik, adalah ilmu yang mempelajari tentang masalah-masalah

kesehatan yang timbul akibat pemberian tekanan lebih dari 1 Atmosfer (Atm) terhadap

tubuh dan aplikasinya untuk pengobatan.

2. Terapi oksigen hiperbarik adalah pemberian oksigen tekanan tinggi untuk pengobatan

yang dilaksanakan dalam RUBT.

3. Tekanan 1 Atmosfer adalah tekanan udara yang dialami oleh semua benda, termasuk

manusia, di atas permukaan laut, bersifat tetap dari semua jurusan dan berada dalam

keseimbangan.

1. Pelaksanaan Terapi Oksigen hiperbarik

Pelaksanaan pengobatan dengan oksigen hiperbarik dapat dikerjakan di dalam kamar

tunggal (monoplace chamber) atau kamar ganda (multiplace chamber). RUBT kamar ganda

dapat dipergunakan untuk lebih dari satu penderita. Penderita dapat didampingi oleh

perawat atau dokter. Dalam RUBT kamar ganda ini, penderita mengisap oksigen 100%

melalui masker, tenda kepala atau saluran endotrakheal. RUBT kamar ganda cocok

digunakan untuk penderita yang perlu seorang pendamping atau bilamana akan dilakukan

tindakan bedah atau tindakan-tindakan pertolongan lain terhadap penderita. Dari segi

beaya memang pemakaian RUBT kamar ganda ini mahal, karena jumlah personil yang

terlibat cukup banyak dan ada resiko terhadap pendamping.

2. Dasar Pemikiran (Rationale) Umum

Pengobatan oksigen hiperbarik secara umum didasarkan pada pemikiran-pemikiran /

alasan-alasan sebagai berikut :

1. Pemakaian tekanan akan memperkecil volume gelembung gas dan penggunaan oksigen

hiperbarik juga akan mempercepat resolusi gelembung gas.

2. Daerah-daerah atau tempat-tempat yang iskemik atau hipoksik akan menerima oksigen

secara maksimal.

3. Di daerah yang iskemik, oksigen hiperbarik mendorong / merangsang pembentukan

pembuluh darah kapiler baru.

4. Penekanan pertumbuhan kuman-kuman baik gram positif maupun gram negatif dengan

pemberian OHB.

19

Page 20: Responsi wound healing.docx

5. Oksigen hiperbarik mendorong pembentukan fibroblas dan meningkatkan efek

fagositosis (bakterisidal) dari leukosit.

3. Kontraindikasi Penggunaan OHB

1. Kontraindikasi absolut

a. Kontraindikasi absolut adalah pneumothorak yang belum dirawat, kecuali bila sebelum

pemberian oksigen hiperbarik dapat dikerjakan tindakan bedah untuk mengatasi

pneumotorak tersebut.

b. Selama beberapa tahun orang beranggapan bahwa keganasan yang belum diobati atau

keganasan metastatik akan menjadi lebih buruk pada pemakaian oksigen hiperbarik

untuk pengobatan dan termasuk kontraindikasi absolut kecuali pada keadaan-keadaan

luar biasa. Namun penelitian-penelitian yang dikerjakan akhir-akhir ini menunjukkan

bahwa sel-sel ganas tidak tumbuh lebih cepat dalam suasana oksigen hiperbarik.

Penderita keganasan yang diobati dengan oksigen hiperbarik biasanya secara bersama-

sama juga menerima terapi radiasi atau kemoterapi.

c. Kehamilan juga dianggap kontraindikasi karena tekanan parsial oksigen yang tinggi

berhubungan dengan penutupan patent ductus arteriosus, sehingga pada bayi prematur

secara teori dapat terjadi fibroplasia retrolental. Namun penelitian yang kemudian

dikerjakan menunjukkan bahwa komplikasi ini nampaknya tidak terjadi.

2. Kontraindikasi relatif

Beberapa keadaan yang memerlukan perhatian tetapi bukan merupakan kontraindikasi

absolut pemakaian oksigen hiperbarik adalah sebagai berikut :

a. Infeksi saluran napas bagian atas

Menyulitkan penderita untuk melaksanakan ekualisasi. Dapat ditolong dengan

menggunakan dekongestan dan miringotomi bilateral.

b. Sinusitis kronis

Menyulitkan penderita untuk melaksanakan ekualisasi. Untuk pemakaian oksigen

hiperbarik pada penderita ini dapat diberikan dekongestan dan miringotomi bilateral.

c. Penyakit kejang

Menyebabkan penderita lebih mudah terserang konvulsi oksigen. Namun bilamana

diperlukan penderita dapat diberi anti konvulsan sebelumnya.

20

Page 21: Responsi wound healing.docx

d. Emfisema yang disertai retensi CO2

Ada kemungkinan bahwa penambahan oksigen lebih dari normal akan menyebabkan

penderita secara spontan berhenti bernafas akibat hilangnya rangsangan hipoksik. Pada

penderita-penderita dengan penyakit paru disertai retensi CO2, terapi oksigen hiperbarik

dapat dikerjakan bila penderita diintubasi dan memakai ventilator.

e. Panas tinggi yang tidak terkontrol

Merupakan predisposisi terjadinya konvulsi oksigen. Kemungkinan ini dapat diperkecil

dengan pemberian aspirin dan selimut hipotermia. Juga sebagai pencegahan dapat

diberikan anti konvulsan.

f. Riwayat pnemotorak spontan.

Penderita yang mengalami pnemothorak spontan dalam RUBT kamar tunggal akan

menimbulkan masalah tetapi di dalam RUBT kamar ganda dapat dilakukan pertolongan-

pertolongan yang memadai. Sebab itu bagi penderita yang mempunyai riwayat

pnemothorak spontan, harus dilakukan persiapan-persiapan untuk dapat mengatasi

terjadinya hal tersebut.

g. Riwayat operasi dada

Menyebabkan terjadinya luka dengan air trapping yang timbul saat dekompresi. Setiap

operasi dada harus diteliti kasus demi kasus untuk menentukan langkah-langkah yang

harus diambil. Tetapi jelas proses dekompresi harus dilakukan sangat lambat.

h. Riwayat operasi telinga

Operasi pada telinga dengan penempatan kawat atau topangan plastik di dalam telinga

setelah stapedoktomi, mungkin suatu kontraindikasi pemakaian oksigen hiperbarik

sebab perubahan tekanan dapat menggangu implan tersebut. Konsultasi dengan

seorang ahli THT perlu dilakukan.

i. Kerusakan paru asimotomatik yang ditemukan pada penerangan atau pemotretan

dengan sinar X memerlukan proses dekompresi yang sangat lambat. Menurut

pengalaman, waktu dekompresi antara 5-10 menit tidak menimbulkan masalah.

j. Infeksi virus

Pada percobaan binatang ditemukan bahwa infeksi virus menjadi lebih hebat bila

binatang tersebut diberi oksigen hiperbarik. Dengan alasan ini dianjurkan agar penderita

yang terkena salesma (common cold) menunda pengobatan dengan oksigen hiperbarik

21

Page 22: Responsi wound healing.docx

sampai gejala akut menghilang apabila tidak memerlukan pengobatan segera dengan

oksigen hiperbarik.

k. Spherositosis kongenital

Pada keadaan ini butir-butir darah merah sangat fragil dan pemberian oksigen hiperbarik

dapat diikuti dengan hemolisis yang berat. Bila memang pengobatan oksigen hiperbarik

mutlak diperlukan keadaan ini tidak boleh jadi penghalang sehingga harus dipersiapkan

langkah-langkah yang perlu untuk mengatasi komplikasi yang mungkin timbul.

l. Riwayat neuritis optik.

Pada beberapa penderita dengan riwayat neuritis optik, terjadinya kebutaan

dihubungkan dengan terapi oksigen hiperbarik. Namun kasus yang terjadi sangat sedikit.

Tetapi jika ada penderita dengan riwayat neuritis optik diperkirakan mengalami ganguan

penglihatan yang berhubungan dengan retina, bagaimanapun kecilnya pemberian

oksigen hiperbarik harus segera dihentikan dan perlu konsultasi dengan ahli mata.

4. Kategorisasi Penyakit

Kelainan atau penyakit yang merupakan indikasi terapi OHB diklasifikasikan menurut

kategorisasi yang dibuat oleh The Committee of Hyperbaric Oxygenation of the Undersea

and Hyperbaric Medical Society yang telah mengalami revisi pada tahun 1986 dan 1988.

Dalam revisi ini UHMS tidak lagi memasukkan golongan penyakit untuk penelitian,

namun hanya memakai ACCEPTED CATEGORIZATION saja. Adapun penyakit-penyakit yang

termasuk kategori yang diterima adalah sebagai berikut :

1. Aktinomikosis

2. Emboli udara

3. Anemia karena kehilangan banyak darah

4. Insufisiensi arteri perifer akut

5. Infeksi bakteri

6. Keracunan karbonmonoksida

7. Crush injury and reimplanted appendages

8. Keracunan sianida

9. Penyakit dekompresi

10. Gas gangren

11. Cangkokan (graft) kulit

22

Page 23: Responsi wound healing.docx

12. Infeksi jaringan lunak oleh kuman aerob dan anaerob

13. Osteoradinekrosis

14. Radionekrosis jaringan lunak

15. Sistitis akibat radiasi

16. Ekstrasi gigi pada rahang yang diobati dengan radiasi

17. Kanidiobolus koronotus 26. Luka bakar

18. Mukomikosis 27. Ulkus yang terkait dengan vaskulitis.

19. Osteomielitis

20. Ujung amputasi yang tidak sembuh

21. Ulkus diabetik

22. Ulkus stasis refraktori

23. Tromboangitis obliterans

24. Luka tidak sembuh akibat hipoperfusi dan trauma lama

25. Inhalasi asap

5. Pengaruh Oksigen Hiperbarik Terhadap Sel Jaringan Tubuh

Pengalaman dalam bidang ilmu bedah menunjukkan bahwa keadaan iskemia

mengganggu proses penyembuhan luka. Diketahui pula bahwa hipoksia tidak tepat sama

dengan iskemia, karena itu ada asumsi yang mengatakan bahwa pemberian oksigen lebih

banyak akan membantu proses penyembuhan luka dalam keadaan tertentu. Selama hampir

100 tahun para ahli oksigen hiperbarik menggarap asumsi ini namun bukti bahwa

pengobatan cara ini rasional atau efektif belum ditemukan. Baru sekitar tahun 1960-an,

penelitian dan kenyataan klinis menunjukkan bahwa pada luka selalu terdapat hipoksia dan

bahwa adanya oksigen merupakan faktor yang menentukan dalam proses penyembuhan

luka dan faktor penting dalam pertahanan terhadap infeksi.

Sudah menjadi kenyataan bahwa terapi dengan oksigen hiperbarik mempunyai efek

yang baik terhadap aliran darah dan kelangsungan hidup jaringan (tissue viability) yang

iskemik. Penggunaan oksigen hiperbarik dalam klinik meningkat dengan cepat pada metode

terakhir ini dimana perbaikan jaringan yang hipoksia dan pengurangan pembengkakan

merupakan faktor utama dalam mekanismenya. Namun sampai saat ini pembenaran

pemakaian oksigen hiperbarik untuk memperbaiki kelangsungan hidup jaringan didasarkan

pada pengamatan klinis belaka, meskipun begitu diadakan penyempurnaan-

23

Page 24: Responsi wound healing.docx

penyempurnaan dalam metode penelitian untuk dapat menentukan dengan tepat pengaruh

oksigen hiperbarik terhadap kelangsungan hidup jaringan.

6. Efek HBO pada tubuh

Beberapa efek terapi hiperbarik oksigen pada tubuh antara lain:

1. Angiogenesis. Terapi HBO dapat menstimulasi pertumbuhan dari kapiler-kapiler pada

jaringan yang hipoksia sehingga dapat meningkatkan kecepatan penyembuhan luka.

2. Hiperoksigenasi. Terapi HBO dapat meningkatkan kadar oksigen karena oksigen dapat

diangkut melalui plasma.

3. Osteogenesis. Terapi HBO dapat menstimulasi produksi dari sel-sel tulang baru.

4. Microbiological. Dengan kadar oksigen tinggi dapat membunuh bakteri, terutama yang

bersifat anaerob.

5. Imunologi. Terapi HBO dapat meningkatkan kemampuan dari fungsi fagositosis dan sel-

sel natural killer.

6. Menurunkan inflamasi. Terapi HBO dapat menurunkan mediator-mediator inflamasi.

7. Vasokonstriksi. Terapi HBO dapat meyebabkan penyempitan dari lumen pembuluh

darah sehingga mengurangi oedema.

8. Reduksi gelembung udara. Terapi HBO dengan tekanan tinggi dapat menyebabkan

penurunan volume dari gelembung udara termasuk gelembung nitrogen pada DCS.

9. Perbaikan jaringan. Terapi HBO dapat meningkatkan kecepatan perbaikan jaringan.

Ada 8 metode utama dimana HBO2 mampu mempengaruhi penyembuhan luka :

1. Efek tekanan oksigen

24

Page 25: Responsi wound healing.docx

Pengaruh peningkatan tekanan parsial, umumnya pada 2.38 ATAs, tidak terlalu

berpengaruh dalam penyembuhan luka, tetapi cukup signifikan ketika berhadapan dengan

gelembung gas, penyakit dekompresi dan gas udara emboli. Pada tekanan tinggi efek

berbahaya dari gelembung gas dalam jaringan diminimalkan

2. Efek vasokonstriksi oksigen

Efek vasokonstriksi HBO 2 dapat digunakan untuk efek yang baik untuk mengobati

pasien. HBO 2 menyebabkan penurunan yang signifikan dari edema, yang telah terbukti

bermanfaat dalam cedera reperfusi, crush injury, sindrom kompartemen, luka bakar dan

penyembuhan luka.

3. Efek konsentrasi oksigen 100% pada gradien difusi

Difusi nitrogen dari jaringan pada penyakit dekompresi difasilitasi oleh penggunaan

oksigen 100%. Dalam penyembuhan luka efek menguntungkan oksigen terutama terkait

dengan konsentrasi molekul oksigen dalam jaringan, bukan oleh kinetika difusi. Namun,

tingkat oksigen masuk ke dalam lingkungan luka dipengaruhi oleh laju difusi dari kapiler.

Adanya Edema mempengaruhi pencapaian konsentrasi oksigen yang tinggi pada luka dan

meningkatkan jarak difusi intercapillary. Bahkan peningkatan kecil dalam edema jaringan

secara dramatis dapat memperlambat laju masuknya oksigen ke dalam jaringan dan dapat

menyebabkan hipoksia jaringan.

4. Hyperoxygenation pada jaringan iskemik

Oksigenasi pada jaringan hipoksia adalah salah satu mekanisme kunci dimana HBO 2

mempercepat penyembuhan luka. Sejumlah penelitian telah menunjukkan kurva respon

dosis untuk pemberian oksigen dalam lingkungan penyembuhan luka. Luka kronis sering

terjadi hipoksia dan terapi HBO 2 dapat memperbaiki hipoksia, meskipun sementara.

Kemudian dapat mempercepat proses penyembuhan luka melalui proses yang terus

berlanjut lama setelah sesi HBO 2 telah berakhir dan kadar oksigen jaringan telah kembali ke

nilai sebelum pengobatan. Seiring waktu oksigenasi luka kronis membaik dengan terapi HBO

2.

5. Penurunan regulasi dari sitokin inflamasi

HBO 2 memberikan keuntungan yakni mampu mempengaruhi sejumlah sitokin dan

faktor pertumbuhan yang penting untuk penyembuhan luka. Ketika HBO2 diberikan setelah

luka, HBO2 meningkatkan regulasi dalam mengatur sintesis kolagen melalui pro-al (I)

ekspresi mRNA. Untuk kondisi fisiologis yang berbeda HBO 2 menyebabkan meningkatkan

25

Page 26: Responsi wound healing.docx

atau menurunkan regulasi dari sitokin sitokin. Faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF)

diatur oleh meningkatnya hipoksia, namun hiperoksia dari HBO 2 juga meningkatkan

regulsinya. Efek dari transforming growth factor (TGF) -beta1 dan platelet-derived growth

factor (PDGF) -beta juga secara sinergis ditingkatkan oleh HBO 2

6. Meningkatkan regulasi growth hormon

Beberapa proses biologis dan faktor pertumbuhan dirangsang atau ditingkatkan, diatur

oleh hipoksia dan oleh HBO2. Sampai saat ini penulis telah mengidentifikasi angiogenesis,

sintesis kolagen, aktivitas osteoklastik, dan pelepasan VEGF. Kandidat lain yang mungkin

adalah TNF-alpha dan erythropoietin (EPO). Namun, tidak jelas bagaimana oksigen mampu

merangsang proses biologis dalam kedua hipoksia dan konsentrasi hyperoxic.

Salah satu mekanisme yang dikenal adalah bahwa dimana fibroblast dirangsang untuk

membuat kolagen melalui peroksida. Ini terjadi pada luka dalam kondisi hipoksia dan selama

pengobatan HBO2. Mekanisme lain adalah stimulasi sitokin oleh hipoksia dan selanjutnya

up-regulasi sitokin ini dengan hiperoksia, yang terjadi selama HBO2

7. Efek leukosit

Oksigen juga memegang peranan penting untuk fagositosis dan pembunuhan bakteri

oleh neutrofil atau sel polimorfonuklear (PMN). Proses ini melibatkan produksi radikal

oksigen dan superoksida yang secara langsung dipengaruhi oleh konsentrasi oksigen dalam

jaringan. Sebagai contoh, pada tekanan oksigen dibawah 30 mmHg efisiensi tindakan

bacteriocidal oleh PMN mulai turun secara dramatis.

Peningkatan konsentrasi oksigen telah terbukti mengurangi infeksi. Ketika oksigen

diberikan selama operasi bedah dan selama dua jam pasca operasi, tingkat infeksi menurun

sebanyak 54%. Dengan demikian, peningkatan konsentrasi oksigen jaringan memiliki efek

menguntungkan pada kemampuan PMN untuk memerangi bakteri dan mencegah infeksi.

8. Efek antibakteri

HBO 2 memiliki enam tindakan yang telah digunakan untuk memerangi infeksi klinis:

1. Tissue diberikan hipoksia oleh infeksi didukung

2. Neutrofil diaktifkan dan lebih efisien

3. Kegiatan makrofag ditingkatkan

4. Pertumbuhan bakteri terhambat

5. Pelepasan endotoksin bakteri tertentu dihambat

6. Efek antibiotik dipotensiasi.

26

Page 27: Responsi wound healing.docx

7. Proses Penyembuhan Luka

1. Peranan Oksigen

Kerusakan pada jaringan menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah. Sel, platelet

dan kolagen tercampur dan mengadakan interaksi. Butir-butir darah putih melekat pada sel

endotel pembuluh darah mikro setempat. Pembuluh darah yang rusak tersumbat tetapi

pembuluh darah di dekatnya, terutama venula, dengan cepat mengadakan dilatasi.

Leukosit bermigrasi di antara sel-sel endotel ke tempat yang rusak dan dalam waktu

beberapa jam tepi daerah yang rusak sudah diinfiltrasi dengan granulosit dan makrofag.

Jaringan yang rusak segera mendapatkan beban berlebih. Sel-sel darah putih yang rusak

segera akan digantikan oleh fibroblas yang juga sedang bermetabolisme dengan cepat. Jadi

pada saat kebutuhan metabolisme jaringan yang rusak paling besar kemampuan sirkulasi

lokal untuk mendukung sangat kecil, krisis energi lokal tak dapat dihindarkan dan terjadilah

hipoksia di daerah yang rusak tersebut. Dalam waktu beberapa hari, fibroblas mengalir dari

jaringan ikat perivaskuler di dekatnya sehingga lambat laun fibroblas menjadi sel yang

dominan di situ dan mempercepat saat dimulainya sintesis jaringan kolagen.

Disamping itu juga terjadi neovaskularisasi yang kemungkinan disebabkan oleh karena

terjadinya inflamasi dan kebutuhan perbaikan jaringan, merangsang pembentukan

pembuluh darah baru, sehingga pada hari ke 3-5 sirkulasi baru mulai mengisi ruangan dari

luka tersebut.

Pembentukan jaringan kolagen oleh fibroblas merupakan dasar dari proses penyembuhan

jaringan, karena kolagen adalah protein penghubung (connective protein) yang mengikat

jaringan-jaringan yang terpisah menjadi satu.

Ada hal yang nampaknya paradoksal namun ini suatu kenyataan, yaitu apabila sel

dibiarkan anoksik maka suatu polipeptid prekursor kolagen menumpuk di dalam sel namun

tak ada kolagen yang dilepaskan. Bilamana oksigen diberikan lagi maka kolagen dibentuk

dalam kecepatan tinggi, ini menunjukkan bahwa dalam keadaan hipoksia enzim yang

membentuk kolagen diaktifkan.

Bila digunakan oksigen hiperbarik untuk mengobati luka normal, tekanan oksigen di

dalam ruang rugi dapat dinaikkan dari normal 5-15 mmHg menjadi kurang lebih 100 mmHg

pada tekanan 3 ATA dengan pernafasan oksigen murni. Sebab itu mungkin saja terjadi

27

Page 28: Responsi wound healing.docx

pemakaian oksigen hiperbarik yang terlalu sering dan terlalu lama merusak hipoksia sentral

yang normal dan melumpuhkan proses perbaikan pada luka. Suplai darah regional mungkin

tidak memadai karena arteriosklerosis pada diabetes, perlukaan (injury) pada pembuluh

darah arteri atau vena atau cangkokan kulit yang dirancang buruk.

Tingkatan PO2 arterial yang perlu untuk memperoleh kadar oksigen yang memadai untuk

proses perbaikan tergantung pada keadaan klinis. Ada keadaan dimana hiperoksia ringan

sudah cukup untuk membantu proses perbaikan dan ada pula keadaan dimana hiperksia

ataupun oksigen hiperbarik tak bermanfaat sama sekali. Tidak dapat dibantah bahwa

oksigen memainkan peran yang aktif, seringkali bahkan menentukan dalam proses

perbaikan. Jadi efek oksigen pada luka percobaan yang mengandung ruang rugi sentral

terdiri dari 4 bagian, yaitu :

a. Konsentrasi oksigen 35-70% pada tekanan 1 atmosfer merangsang sintesis kologen.

b. Lingkungan yang hipoksia menghambat pembentukan kolagen.

c. Bila suplai oksigen meningkat, rasio RNA/DNA dalam jaringan juga meningkat

menunjukkan adanya penambahan pembentukan rough endoplasmic reticulum dari sel-

sel luka dan diferensiasi sel yang makin tinggi tingkatannya.

d. Peningkatan tekanan oksigen lokal dalam waktu yang lama melebihi batas optimun

menghambat penyembuhan, mungkin disebabkan efek toksik oksigen.

2. Peranan Oksigen Hiperbarik

Oksigen hiperbarik secara khusus bermanfaat dalam situasi dimana terdapat kompresis

(resiko untuk menjadi lebih jelek) pada oksigenasi jaringan di tingkat mikrosirkulasi anemia,

jarak difusi yang bertambah (adanya cairan oedema), interupsi pembuluh darah yang nyata

atau keadaan aliran lambat (low flow state) akibat vasokonstriksi, arteriosklerosis atau

vaskulitis dimana kelangsungan hidup jaringan terancam.

Pada anemia karena kehilangan darah akut, oksigen hiperbarik menambah

pengangkutan oksigen yang tidak terikat hemoglobin, penggunaan seperti ini merupakan

penerapan langsung hiperoksigenasi pada plasma.

Oksigen hiperbarik memperbaiki gradien oksigen untuk difusi dari pembuluh darah

kapiler ke dalam sel pada keadaan dimana terdapat tahanan parsial. Oedema merupakan

tahanan parsial yang memperpanjang jarak difusi oksigen dari kapiler ke dalam sel. Tahanan

lain adalah jaringan ikat, jaringan nekrotik, tulang yang mengalami osteomielitis, benda

asing, graft otologus dan darah yang tak mengalir.

28

Page 29: Responsi wound healing.docx

Pada tekanan 2 ATA, tekanan oksigen di dalam darah meningkat 10 kali. Pengalaman

penggunaan oksigen hiperbarik pada pemutusan pembuluh darah besar yang nyata sangat

terbatas.

Oksigen hiperbarik diharapkan dapat memperbesar tissue survival hanya apabila

terdapat sirkulasi kolateral. Bilamana tidak ada, oksigen hiperbarik hanya akan

mempercepat pemisahan jaringan yang hidup dan mati.

Oksigen hiperbarik seringkali dipakai pada keadaan aliran lambat (low flow state) untuk

memperbesar oksigenasi jaringan. Keadaan aliran lambat pada mikrosirkulasi dapat

disebabkan oleh insufisiensi jantung, syok, trauma langsung pada pembuluh darah,

arteriosklerosis, vaskulitis akibat radiasi atau vasokonstriksi menyeluruh.

Oksigen diperlukan untuk proses metabolisme yang berhubungan dengan penyembuhan

luka, neovaskularisasi dan oxidative leucocyte killing. Bila tekanan oksigen di dalam cairan

interstisial tidak mencapai 30-40 mmHg, proses ini tidak akan terjadi. Akibatnya adalah luka

yang tidak sembuh, infeksi yang tak terkontrol atau kombinasi dari keduanya.

Efek hiperoksigenasi tidak didapatkan apabila digunakan udara bertekanan sebagai ganti

oksigen hiperbarik atau bilamana digunakan oksigen secara lokal. Bilamana penderita

bernafas dengan udara pada tekanan 2 ATA, jumlah oksigen yang larut hanya naik 2 kali

lipat. Dengan pemberian oksigen topikal, ditemukan bahwa oksigen tidak berdifusi melalui

kulit yang utuh. Fischer (1975) mengukur difusi oksigen ini dan menemukan bahwa pada

luka terbuka, penetrasi oksigen hanya mencapai 1 mm pada pemberian topikal.

7. Resiko Terapi HBO

1. Barotrauma

Dengan perubahan tekanan, memungkinkan terjadinya robekan kecil pada jaringan paru

dimana bisa terjadi pneumothorax.

2. Keracunan oksigen

Peningkatan tekanan dan oksigen 100% akan meningkatkan kelarutan oksigen pada

darah, sehingga dapat meningkatkan resiko terjadinya keracunan oksigen pada CNS atau

pada paru-paru. Oleh karena itu di antara penghirupan oksigen harus diselingi dengan

menghirup udara biasa. Tanda-tanda keracunan oksigen antara lain: kedutan pada

wajah, mual, rasa berdenging pada telinga, perubahan pada pengelihatan, atau

peningkatan seinsitibilitas.

29

Page 30: Responsi wound healing.docx

3. Kejang

Selama terapi HBO akan terjadi penurunan treshold kejang dan hal ini harus

diperhatikan terutama pada pasien yang memiliki riwayat kejang sebelumnya. Pada

pasien dengan riwayat kejang sebelumnya dapat ditingkatkan penggunaan obat anti

kejang sebelum masuk RUBT.

4. Decompression sickness

Tekanan menyebabkan nitrogen larut kedalam darah dan diabsorpsi ke dalam jaringan.

Dengan penurunan tekanan secara cepat dapat menyebabkan nitrogen yang larut tadi

keluar kembali.dan dapat masuk kembali ke dalam pembuluh darah menjadi emboli gas.

Oleh karena itu untuk meminimalkan kejadian DCS, pada penyelaman digunakan gas

campuran.

30

Page 31: Responsi wound healing.docx

BAB IV

Case Report

1. Identitas Pasien

Nama : Ny. Azizah

Umur : 52 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Sudah menikah

Pekerjaan : guru

Agama : Islam

Alamat : Jalan sersan mersoe, pamekasan

Tanggal Pemeriksaan : 24 Agustusi 2014

2. Anamnesa

2.1 Keluhan Utama

Luka pada pergelangan kaki kiri sebelah dalam

2.2 Riwayat Penyakit Sekarang

Autoanamnesa (25 agustus, jam 13.00)

Sebelum masuk kebagian terapi hyperbaric, pasien masuk ke ECCU RSAL dengan keluhan

sesak dan diopname sejak tanggal 16 – 20 juli 2014. Setelah keluar dari eccu, pasien

mengeluhkan adanya luka secara tiba-tiba pada pergelangan kaki kiri dimana pasien tidak

merasakan nyeri. Menurut pasien bentuk luka yang timbul seperti terkena knalpot dan

berwarna hitam. Pada tanggal 20 – 23 juli 2014 pasien masuk pav A2 dan dilakukan

perawatan luka. Tanggal 23 juli 2014 pasien pulang ke pamekasan, dirumah pasien

mengeluh nyeri dan bengkak dimana perawatan luka yang dilakukan dengan diguyur air

mineral dicampur dengan betadine. Tanggal 01 agustus 2014 pasien masuk igd dengan

keluhan nyeri dan bengkak pada kaki kirinya lalu kembali diopname di pav A2 dan dirawat

sampai tanggal 12 agustus 2014. Pada tanggal 11 agustus 2014 pasien diberi pilihan untuk

dirawat juga pada terapi hyperbaric.

31

Page 32: Responsi wound healing.docx

Pasien menjalani terapai hyperbaric selama 10 hari yakni pada tanggal 11 - 20 agustus 2014

lalu istirahat selama 2 hari, lalu terapi ke-2 dilanjutkan pada tanggal 23 agustus sampe

tanggal 01 september 2014

2.3 Riwayat Penyakit Dahulu

- Hipertensi disangkal

- Diabetes sejak tahun 2003

- Post operasi apendicitis

- Pnemothorax disangkal

- Kejang/Epilepsi disangkal

2.4 Riwayat Pemakaian Obat

-Humalog -Amlodipin

-Glukobay -Aspilet

2.5 Riwayat Alergi

Disangkal

2.6 Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum

- Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

- Kesadaran : Compos mentis

- A/I/C/D : -/-/-/-

- GCS : 4-5-6

- Turgor Kulit : Normal

- Status Gizi : Tinggi badan = 150 cm

Berat badan = 49 kg

BMI = 21,78 kg/m2 (19 – 24 normal)

- Vital Sign : Tekanan darah = 110/70 mmHg

Nadi = 88x/min

Suhu Tubuh = 36,1ºC

RR = 20x/min

2. Kepala/Leher

a. Umum : Kulit muka pucat (-)

b. Mata : Mata cowong = (-)

32

Page 33: Responsi wound healing.docx

Conjungtiva anemis = (-)

Sclera ikterik = (-)

Pupil = Bulat, isokhor 3mm/3mm

Refleks cahaya (+/+)

c. Hidung : Bentuk simetris

Deviasi septum nasi = (-)

Sekret = (-)

Pernafasan cuping hidung = (-)

d. Telinga : Bentuk daun telinga = simetris

Otorhea = (-)

Membran tymphani intak = (+)

e. Mulut : Bibir sianosis = (-)

Lidah kotor/hyperemi/tremor = (-)

Faring hyperemi = (-)

Gigi berlubang = (-)

f. Leher : Pembesaran KGB = (-)

Pembesaran tiroid = (-)

Bendungan v. Jugularis = (-)

Deviasi trakea = (-)

Otot bantu pernafasan = (-)

3. Thorax

a. Paru : Suara nafas vesikuler

Suara nafas tambahan : Rhonkhi -/-

Wheezing -/-

b. Jantung : S1 S2 tunggal regular

Murmur (-), Gallop (-)

4. Abdomen : Inspeksi = Bentuk datar simetris

Auskultasi = Bising usus (+) normal

Palpasi = Nyeri tekan (-)

= Pembesaran Hepar, Lien, Renal (-)

Perkusi = Tympani

5. Ekstremitas

33

Page 34: Responsi wound healing.docx

- Akral hangat pada keempat ekstremitas

+ +

+ +

- Odema pada keempat ekstremitas

- -

- -

- Luka pada pergelangan kaki kiri bagian medial

2.7 Resume

Subjektif

Perempuan, 52 th datang dengan keluhan luka pada pergelangan kaki

kiri sebelah dalam. Sebelumnya pasien dirawat di eccu dengan keluahan

sesak kemudian timbbul luka secara tiba-tiba berwarna hitam tidak nyeri.

Setelah itu masuk kedalam pav A2 untuk dilakukan perawatan luka. Saat

luka membaik pasien pulang, namun setelah itu luka membengkak dan

timbul nyeri. Keesokan harinya pasien dibawa ke igd lalu masuk kembali

ke bagian pav A2 lalu disarankan terapi HBO sampai sekarang.

Objektif

- Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

- Kesadaran : Compos mentis

- A/I/C/D : -/-/-/-

- GCS : 4-5-6

- Vital Sign : Tekanan darah = 110/70 mmHg

Nadi = 88x/min

Suhu Tubuh = 36,1ºC

RR = 20x/min

2.8 Diagnosa Kerja

Diabetes Melitus type 2 + kaki gangrene type II

2.9 Planning

Terapi adjuvant HBO

34

Page 35: Responsi wound healing.docx

Lampiran

Bentuk luka pertama kali

Bentuk luka setelah operasi

Hari ke 13 masuk chamber

35

Page 36: Responsi wound healing.docx

Hari ke 14 terapi HBO2

Hari ke 15 terapi HBO2

Hari ke 19 terapi HBO2

36