Responsi Cholelithiasis Dan Cholecystitis
-
Upload
aditya-kristianto-somerset -
Category
Documents
-
view
109 -
download
17
description
Transcript of Responsi Cholelithiasis Dan Cholecystitis
RESPONSI ILMU PENYAKIT BEDAH
Cholelithiasis dan Cholecystitis Akut
Pembimbing
dr. Heru Seno W., SpB(K)BD
Penyusun
Ricardo Stanislaus Angdiarto
DEPARTEMEN BEDAH RSAL DR RAMELAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2013
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR ISI...................................................................................................2
BAB I RESPONSI KASUS.............................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................9
2.1 Anatomi.....................................................................................9
2.1.1 Traktus Bilier dan Kandung Empedu.............................................9
2.1.2 Vaskularisasi...............................................................................10
2.2 Fisiologi.....................................................................................11
2.2.1 Saluran Empedu..........................................................................11
2.2.2 Kandung Empedu........................................................................13
2.3 Cholelithiasis..............................................................................15
2.3.1 Definisi.......................................................................................15
2.3.2 Epidemiologi...............................................................................15
2.3.3 Faktor Resiko..............................................................................15
2.3.4 Patogenesis.................................................................................15
2.4 Acute Cholecystitis......................................................................18
2.4.1 Definisi.......................................................................................18
2.4.2 Faktor Risiko dan Patogenesis.......................................................19
2.4.3 Patofisiologi................................................................................20
2.4.4 Gejala Klinis...............................................................................20
2.4.5 Diagnosis....................................................................................21
2.4.6 Terapi.........................................................................................21
2.4.7 Prognosis....................................................................................22
2.5 Cholecystectomy.........................................................................23
2.5.1 Definisi.......................................................................................23
2.5.2 Sejarah.......................................................................................23
2.5.1 Metode.......................................................................................24
BAB III TINJAUAN PUSTAKA........................................................................27
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................30
2
RESPONSI ILMU BEDAH
RSAL Dr. Ramelan Surabaya
I. Identitas Penderita
Nama : Ny. YA
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Wanita
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Ketintang Madya Kencana
Agama : Islam
Tanggal MRS : 16 Oktober 2013
Tanggal Pemeriksaan : 18 Oktober 2013
II. Pemeriksaan
Anamnesa :
- Keluhan Utama
Nyeri ulu hati
- Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri ulu hati yang hilang timbul sejak 3
bulan yang lalu. Pada awalnya nyeri ini tidak terlalu hebat, tidak menjalar
dan selalu segera menghilang dengan sendirinya. Sejak 1 minggu sebelum
masuk rumah sakit pasien mengaku nyeri ulu hati tersebut mendadak
muncul dan menjadi lebih hebat, lebih sering kambuh serta rasa nyeri
tersebut menjalar sampai ke punggung. Nyeri juga kadang timbul tiba-tiba
pada malam hari saat pasien sedang tidak beraktifitas. Rasa nyeri berangsur-
angsur hilang apabila di oleskan minyak angin, beristirahat atau tidur. Tidak
terdapat rasa panas ulu hati, kembung, mual, muntah, dan demam. Pasien
mengaku bahwa BAB baik dan tidak ada perubahan frekuensi, warna,
maupun konsistensi. BAK lancar dengan warna urin kuning jernih.
3
- Riwayat Penyakit Dahulu
o Hipertensi : Disangkal
o Diabetes mellitus : Disangkal
o Asma : (+)
o Gastritis : (+)
o Pasien menyangkal riwayat nyeri ulu hati seperti ini sebelumnya
- Riwayat Penyakit Keluarga
o Hipertensi : Disangkal
o Diabetes mellitus : Disangkal
o Pasien menyangkal bahwa ada anggota keluarga yang memiliki
penyakit yang sama
- Alergi Obat
o Bactrim
Pemeriksaan Fisik :
- Keadaan umum
Keadaan sakit : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
GCS : 4-5-6
- Vital sign
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu aksiler : 36,5oC
Kepala/leher
o A/I/C/D : -/-/-/-
o Pupil isokor 3 mm/3 mm
o Pembesaran KGB(-), Deviasi trakea (-)
4
Thorax
I : Normochest, gerak nafas simetris
P : Fremitus raba simetris
P : Sonor pada seluruh lapangan paru
A : Cor S1,S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo vesikuler, wheezing (-/-), rhonki (-/-)
Abdomen
I : flat, simetris, bekas jahitan (+)
A : bising usus (+) normal
P : Soepel, nyeri tekan (+) pada Upper Right Quadrant, hepar/ lien/ renal
tidak teraba, murphy sign (-), defans muskular (-), rebound
phenomen (- ), nyeri tekan Mc Burney (-), Rovsing sign
(-), Obturator sign (-), Psoas sign (-), nyeri ketok CVA
(-/-), nyeri tekan suprapubik dan pinggang kanan (-)
P : Timpani
Ekstremitas Akral hangat: Edema:
Pemeriksaan laboratorium (01 Juni 2013) :
Darah Lengkap : Leukosit 6450 /mm3
Hb 14,1 gr/dL
Hct 42,8%
Trombosit 211.000/uL
LED 18 mm/jam
Elektrolit : Na 137 mEq/L
K 4 mEq/L
Cl 107 mEq/L
Faal hemostasis : Bleeding time 1’00
Cloting time 14’00
Albumin : 4,2 g/dl
Globulin 2,7 g/dl
5
- -- -
+ ++ +
Total protein 6,9 g/dl
Pemeriksaan ECG (01 Juni 2013) :
o Kesan : ECG Normal
Pemeriksaan Radiologi (01 Juni 2013) :
Foto Thorax
6
o Kesan : Thorax foto saat ini tak tampak kelainan
USG Abdomen :o Gall Bladder : Ukuran normal, dinding menebal, batu multiple
dengan ukuran terbesar 0.36 cm, acoustic shadow (+)
o Kesan : Cholelitiasis + Cholecystitis
III. Diagnosa
Cholelithiasis + Cholecystitis Akut
IV. Penatalaksanaan
Planning Diagnosa : -
Planning Terapi :
Non medikamentosa
Bed rest
Medikamentosa
Infus Ringer Lactate 2000 cc / 24 jam
Injeksi Ranitidine 3x1 amp
Asam Mefenamat 3x500mg/hari per oral
Operatif
7
Cholecystectomy Laparoscopic
Planning Monitoring :
Tanda vital
Keluhan
Komplikasi
Planning Edukasi : -
V. Prognosa
Dubia ad bonam
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI
2.1.1 Traktus Bilier dan Kandung Empedu
Traktus bilier ekstra hepatik terdiri dari percabangan duktus hepatik kanan dan
kiri, common hepatic duct, common bile duct, duktus cystikus, dan kandung empedu.
Percabangan duktus hepatik biasanya terletak diluar hati dan terletak di anterior dari
percabangan vena porta.
Duktus sistikus bervariasi panjangnya dari 1 sampai 5 cm dan diameter dari 3
sampai 7 mm; biasanya bergabung dengan duktus hepatikus komunis pada akut angel.
Duktus hepatikus komunis bergabung dengan duktus cysticus membentuk duktus
koledokus. Duktus koledokus berjalan kebawah menuju ke ampula vatteri, yang akan
menuju ke duodenum. Duktus koledokus panjangnya bervariasi antara 5-9 cm, dan
terbagi menjadi 3 segmen : supraduodenal, retroduodenal, dan intrapancreatic. Bagian
distal dari common bile duct dan pancreatic duct bergabung diluar dinding duodenum
membentuk suatu saluran yang panjang.
Kandung empedu merupakan suatu reservoir berbentuk buah pir yang terletak di
fosa kandung empedu pada permukaan visceral dari liver. Secara anatomis kandung
empedu ini dibagi ke dalam : fundus, corpus, infundibulum, dan leher, yang bermuara di
duktus sistikus. Panjangnya 7 sampai 10 cm, dan diameternya antara 3 sampai 5 cm, dan
memiliki kapasitas 30 sampai 60 mL. Peritoneum membungkus fundus dari kandung
empedu dan menyatukan badan serta lehernya ke liver. Fundus berada 1-2 cm dibawah
tepi hati dan dapat teraba apabila duktus cystikus dan duktus koledokus terbuntu. Kedua
leher kandung empedu dan duktus sistikus mengandung lipatan mukosa spiral yang
dikenal sebagai katup dari Heister. Katup ini mencegah perjalanan batu empedu dan
distensi berlebihan atau runtuhnya duktus sistikus, meskipun terdapat variasi tekanan
duktal.
9
Epitel mukosa dari saluran empedu bervariasi dari kuboid pada duktuli sampai
kolumnar pada saluran utama. Kandung empedu dilapisi oleh sel epitel kolumnar yang
memiliki mirovili pada permukaan luminalnya. Memainkan peran yang penting dalam
penyerapan air dan elektrolit. Dinding saluran empedu mengandung sedikit otot polos,
tapi pada akhir dari duktus koledokus terdapat otot sphincter yang kompleks. Otot
kandung empedu terdiri dari serat-serat longitudinal dan spiral yang interdigitata.
Traktus bilier mendapatkan inervasi simpatis dan parasimpatis. Yang pertama
mengandung serat motorik pada kandung empedu dan serat sekretoris pada epitel duktus.
Serat afferent pada nervus simpatis memediasi nyeri pada kolik bilier.
Pembuluh darah kecil dan tentu saja limfatik antara fosa kandung empedu dan
dinding kandung empedu, menghubungkan limfatik dan drainase vena pada hati dan
kandung empedu. Koneksi ini adalah penyebab penyebaran inflamasi dan carcinomatous
langsung dari kandung empedu ke dalam hati.
Gambar 2.1 : Anatomi Sistem Biliaris
2.1.2 Vaskularisasi
Pasokan darah ke saluran empedu berasal dari arteri gastroduodenal dan arteri
posterosuperior pancreatoduodenal (bagian retroduodenal dari saluran empedu) ; arteri
cysticus (bagian proximal saluran empedu) ; arteri hepatica dekstra (bagian tengah
saluran empedu). Vena dari bagian proximal saluran empedu pada umumnya langsung
memasuki liver. Vena posterosuperior pancreaticoduodenal membawa darah dari bagian
distal saluran empedu menuju vena porta. Pembuluh limfatik dari saluran empedu
10
melewati cystic lymph node dekat leher kandung empedu, omental foramen node, dan
hepatic lymph nodes.
Kandung empedu disuplai oleh arteri kistik tunggal, tetapi dalam 12% kasus,
arteri kistik ganda (anterior dan posterior) mungkin ada. Asal-usul dan tentu saja dari
arteri kistik sangat bervariasi dan merupakan salah satu yang paling variatif dalam tubuh.
Arteri kistik biasanya terletak lebih tinggi dari duktus sistikus dan melewati posterior
duktus hepatik komunis.
Duktus hepatika, hati, dan duktus sistikus menentukan batas-batas segitiga Calot
ini. Terletak di dalam segitiga ini adalah struktur penting: arteri cysticus, arteri hepatik
kanan, dan kelenjar getah bening duktus cystikus. Simpul Calot adalah rute utama
drainase limfatik kandung empedu dan karena itu sering terlibat dalam penyakit inflamasi
atau neoplastik dari kandung empedu.
Gambar 2.2 : Segitiga calot dibatasi oleh duktus cystikus, duktus hepatikus komunis
dan tepi bawah dari hati.
2.2 FISIOLOGI
2.2.1 Saluran Empedu
Saluran empedu, kandung empedu, dan sfingter Oddi memodifikasi, menyimpan,
dan mengatur aliran empedu. Hati memproduksi 500 sampai 1000 mL empedu per hari
dan mengeluarkannya ke dalam canaliculi empedu. Selama perjalanan melalui ductules
11
empedu dan saluran hati, empedu canalicular dimodifikasi dengan proses penyerapan dan
sekresi elektrolit dan air.
Sekresi empedu responsif terhadap rangsangan neurogenik, humoral, dan kimia.
Stimulasi vagal meningkatkan sekresi empedu, sedangkan stimulasi saraf splanknikus
akan menurunkan aliran empedu. Hormon gastrointestinal, secretin, merangsang aliran
empedu terutama dengan meningkatkan sekresi aktif dari cairan yang banyak
mengandung klorida oleh saluran empedu dan ductules. Rilis secretin dirangsang oleh
asam HCl, protein, dan asam lemak dalam duodenum. Empedu sekresi ductular juga
dirangsang oleh cholecystokinin (CCK), gastrin, dan hormon lainnya. Epitel saluran
empedu juga mampu menyerap air dan elektrolit.
Empedu terdiri dari air, elektrolit, garam empedu, protein, lipid, dan pigmen
empedu. Natrium, kalium, kalsium, dan klor memiliki konsentrasi yang sama dalam
empedu seperti dalam plasma atau cairan ekstraseluler. Garam-garam empedu primer,
cholate dan chenodeoxycholate, disintesis di hati dengan kolesterol. Garam empedu
diekskresikan ke dalam empedu oleh hepatosit dan membantu dalam pencernaan dan
penyerapan lemak di usus. Sekitar 95% dari asam empedu diserap kembali dan
dikembalikan melalui sistem vena portal ke hati, juga dikenal sebagai sirkulasi
enterohepatik (Gambar 54-5). Sementara 5% sisanya diekskresikan dalam tinja.
Kolesterol dan fosfolipid disintesis di hati adalah lipid utama yang ditemukan
dalam empedu. Sintesis fosfolipid dan kolesterol oleh hati diatur sebagian oleh asam
empedu. Warna empedu disebabkan oleh adanya pigmen bilirubin diglucuronide, yang
merupakan produk metabolisme dari pemecahan hemoglobin.
12
Gambar 2.3 : Sirkulasi Enterohepatik
Garam empedu tetap berada pada lumen usus halus, dan sampai ke jejunum
dimana mereka berperan dalam pencernaan dan penyerapan lemak. Setelah mencapai
usus halus bagian distal, mereka diserap kembali dengan sistem transpor aktif yang
berlokasi di ileum terminal. Sebanyak 94% garam empedu yang melewati jejunum akan
ditransfer oleh proses ini kedalam darah vena porta. Kehilangan garam empedu setiap
hari yang normal pada feses adalah sekitar 10-20% dari pool dan direstorasi oleh sintesis
hepar.
2.2.2 Kandung Empedu
Kandung empedu menyimpan empedu selama puasa dan memberikan empedu ke
duodenum sebagai respon terhadap makan. Karena kapasitas kandung empedu umumnya
hanya sekitar 30 sampai 60 ml, kapasitas serap yang luar biasa dari kandung empedu
karena kemampuannya untuk menyimpan sekitar 600 mL empedu yang diproduksi setiap
hari. Mukosa kandung empedu memiliki daya serap terbesar per satuan luas setiap
struktur dalam tubuh. Empedu biasanya terkonsentrasi 5 - 10 kali lipat oleh penyerapan
air dan elektrolit yang mengarah ke perubahan yang nyata pada komposisi empedu.
Transpor aktif NaCl oleh epitel kandung empedu merupakan pendorong untuk
konsentrasi empedu. Air diserap secara pasif dalam menanggapi kekuatan osmotik yang
13
dihasilkan oleh penyerapan zat terlarut. Konsentrasi empedu dapat mempengaruhi
kelarutan dua komponen penting dari batu empedu : kalsium dan kolesterol.
Sel epitel kandung empedu mengeluarkan setidaknya dua produk penting ke
dalam lumen kandung empedu : glikoprotein dan ion hidrogen. Sekresi mukus
glikoprotein terjadi terutama dari kelenjar leher kandung empedu dan duktus sistikus. Gel
glikoprotein musin diyakini merupakan bagian penting dari lapisan unstirred (difusi-
ressistant barrier) yang memisahkan membran sel dari kandung empedu dari empedu
luminal. Penghalang mukus ini mungkin sangat penting dalam melindungi epitel kandung
empedu dari efek deterjen yang kuat dari garam empedu yang banyak terkonsentrasi
dalam kandung empedu. Namun, bukti yang cukup juga menunjukkan bahwa
glikoprotein musin memainkan peran sebagai agen pronucleating untuk kristalisasi
kolesterol. Pengangkutan ion hidrogen oleh epitel kandung empedu menyebabkan
penurunan pH empedu kandung empedu melalui mekanisme pertukaran natrium.
Pengasaman empedu akan meningkatkan kelarutan kalsium, sehingga mencegah
pengendapan sebagai garam kalsium. Proses pengasaman kandung empedu yang normal,
akan menurunkan pH empedu hepatik dari 7,5-7,8 ke 7,1-7,3.
Pengisian kandung empedu berasal dari produksi terus menerus empedu oleh hati
melawan kekuatan kontraksi sebuah sfingter Oddi. Jika tekanan di dalam common bile
duct melebihi tekanan di dalam lumen kandung empedu, empedu hati memasuki
kandung empedu oleh aliran retrograde melalui duktus sistikus, dan akan dengan cepat
terkonsentrasi.
Setelah makan, kontraksi kandung empedu yang merupakan respon dari fase
cephalic vagally dimediasi aktivitas dan pelepasan CCK, regulator utama dari fungsi
kandung empedu. Pada 60 sampai 120 menit berikutnya, sekitar 50% sampai 70% dari
empedu kandung empedu terus dialirkan ke dalam saluran usus. CCK terlokalisir ke usus
halus proksimal, terutama sel-sel epitel duodenum, dimana rilis dari CCK tersebut
dirangsang oleh lemak intraluminal, asam amino, dan asam lambung dan dihambat oleh
empedu. Selain menstimulasi kontraksi kandung empedu, CCK juga bertindak untuk
menghambat aktivitas motorik normal phasic dari sfingter Oddi. Pengisian ulang
kandung empedu terjadi secara bertahap selama 60 sampai 90 menit berikutnya.
14
2.3 CHOLELITHIASIS
2.3.1 Definisi
Adanya atau pembentukan batu empedu, di dalam kandung empedu
(cholecystolithiasis) atau di dalam duktus koledukus (choledocholithiasis).
2.3.2 Epidemiologi
Batu empedu sering terjadi pada anak muda, selain itu juga dapat terjadi pada
orang sehat dengan prevalensi 11% menjadi 36% pada laporan otopsi. Wanita, obesitas,
kehamilan, makanan berlemak, penyakit Crohn, reseksi ileum terminal, operasi lambung,
sferositosis herediter, penyakit sel sabit, talasemia adalah hal-hal yang terkait dengan
peningkatan risiko untuk pembentukan batu empedu.
2.3.3 Faktor Resiko
Faktor resiko batu empedu :
Obesitas
Penurunan berat badan dengan cepat
Multiparitas
Jenis kelamin: perempuan
Obat-obatan : ceftriaxone, estrogen, nutrisi parenteral total
Etnik : pima indian, skandinavia
Gangguan ileum, reseksi atau bypass
Peningkatan usia
2.3.4 Patogenesis
Batu empedu merepresentasikan ketidakmampuan untuk mempertahankan zat
terlarut empedu tertentu, terutama kolesterol dan garam kalsium. Batu empedu
diklasifikasikan berdasarkan kandungan kolesterol mereka baik sebagai kolesterol atau
batu pigmen. Batu pigmen yang lebih diklasifikasikan sebagai hitam atau coklat. Batu
empedu kolesterol murni jarang terjadi (10%), dengan batu kolesterol yang paling
mengandung garam kalsium di tengah mereka, atau nidus. Di Amerika Serikat, 70%
sampai 80% dari batu empedu adalah kolesterol, dan batu pigmen hitam terjadi sebagian
besar sisanya 20% sampai 30%.
Biliary sludge merupakan campuran kristal kolesterol, butiran kalsium
bilirubinate, dan mucin gel matriks. Hal ini paling sering ditemukan pada kondisi puasa
15
yang lama atau dengan penggunaan nutrisi parenteral. Temuan kompleks makromolekul
dari musin dan bilirubin menunjukkan bahwa lumpur sebagai penyedia nidus untuk
patogenesis batu empedu.
Batu campuran
Komposisi : (75-90% dari semua batu) Kolesterol merupakan komponen
predominan dari campuran heterogen dari kolesterol, pigmen empedu dan garam
kalsium dalam struktur yang berlapis lapis mengelilingi “inti”
Patogenesis : kombinasi dari abnormalitas konstituen empedu, statis bilier, infeksi
Karakteristik : batu multipel dari beberapa generasi dengan ukuran yang berbeda
yang ditemukan bersamaan. Batu keras dan tepi persegi atau ireguler, bentuk
‘mulbery’ dengan warna lembut yang bervariasi dari agak putih sampai kuning
dan hijau sampai hitam. Sebagian besar radiolusen, tapi 10 % radioopak.
Batu kolesterol
Hampir 10 % dari semua batu empedu
Patogenesis : sama seperti batu campuran
Karakteristik : besar, halus, berbentuk tabung/telur, dan biasanya soliter berwarna
kuning. Diameter mencapai 4 cm & mengisi kandung empedu. Radiolusen.
Batu pigmen
Kalsium bilirubinat, jarang pada negara berkembang
Patogenesis : Ekskresi bilirubin yang berlebihan akibat kelainan hemolitik
(anemia hemolitik, malaria, leukimia)
Karakteristik : Multipel, hitam gelap, shin“jack”stone, diameter 0,5-1cm.
Biasanya ukuran seragam dan seringkali rapuh/ gembur.
Batu kalsium karbonat
Jarang
Patogenesis : ekskresi kalsium dalam empedu yang berlebihan
Karakteristik : batu persegi, abu-abu, radioopak.
Batu Kolesterol
Patogenesis batu kolesterol meliputi 3 stadium: 1. Supersaturasi kolesterol pada
empedu, 2. Nukleasi kristal, 3. Pertumbuhan batu. Prinsip untuk menjaga kelarutan
kolesterol adalah pembentukan misel, suatu garam empedu fosfolipid kolesterol
16
kompleks, dan kolesterol-fosfolipid vesikel. Kondisi dimana produksi kolesterol
berlebihan, vesikel besar juga melebihi kemampuannya untuk mengangkut kolesterol,
dan pengendapan kristal dapat terjadi. Sepertiga dari kolesterol empedu diangkut dalam
misel, tapi kolesterol-fosfolipid vesikel membawa sebagian besar kolesterol empedu.
Gambar 2.4 : Triangular-Phase Diagram
Batu Pigmen
Batu pigmen mengandung kurang dari 20% kolesterol dan bewarna gelap karena
adanya bilirubinate kalsium. Batu pigmen hitam kecil dan bahan residu, dan ini sering
berhubungan dengan kondisi hemolitik seperti sferositosis herediter dan penyakit sel sabit
atau sirosis. pada kondisi hemolitik, beban bilirubin dan konsentrasi bilirubin tak
terkonjugasi meningkat. Sirosis dapat menyebabkan peningkatan sekresi bilirubin tak
terkonjugasi. Batu-batu ini biasanya tidak dihubungkan dengan empedu yang terinfeksi
dan terletak hampir secara eksklusif di kandung empedu. Batu pigmen hitam memiliki
persentase yang tinggi di negara-negara Asia seperti Jepang dibandingkan dengan
belahan bumi Barat.
Batu pigmen coklat bertekstur lembut dan bau tanah biasanya ditemukan di
saluran empedu, terutama pada populasi Asia. Batu coklat sering mengandung lebih
banyak kolesterol dan kalsium palmitat dan merupakan batu saluran empedu yang paling
banyak,utamanya pada pasien di negara barat dengan gangguan motilitas empedu dan
terkait infeksi bakteri. Bakteri (E. Coli) pemproduksi lendir mensekresikan β-
glukuronidase yang menyebabkan hidrolisis enzimatik glukuronat bilirubin terkonjugasi
17
larut untuk menghasilkan larut bebas bilirubin, yang kemudian mengendap dengan
kalsium.
Gambar 2.5 : Patofisiologi dan Gejala Batu Empedu
2.4 ACUTE CHOLECYSTITIS
2.4.1 Definisi
Kolesistitis akut (radang kandung empedu) adalah reaksi inflamasi akut dinding
kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam.
Hingga kini pathogenesis penyakit yang cukup sering dijumpai ini masih belum jelas.
2.4.2 Faktor Risiko dan Patogenesis
18
Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis adalah stasis cairan
empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab utama
kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) sedangkan sebagian kecil kasus
(10%) timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut akalkulus).
Batu biasanya menyumbat duktus sistikus yang menyebabkan stasis cairan
empedu dan terjadi distensi kandung empedu. Distensi kandung empedu menyebabkan
aliran darah dan limfe terganggu sehingga terjadi iskemia dan nekrosis dinding kandung
empedu. Meskipun begitu, mekanisme pasti bagaimana stasis di duktus sistikus dapat
menyebabkan kolesistitis akut, sampai saat ini masih belum jelas. Diperkirakan banyak
faktor yang dapat mencetuskan respon peradangan pada kolesistitis, seperti kepekatan
cairan empedu, kolesterol, lisolesitin dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa
dinding kandung empedu yang diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi.
Peradangan yang disebabkan oleh bakteri mungkin berperan pada 50 sampai 85
persen pasien kolesistitis akut. Organisme yang paling sering dibiak dari kandung
empedu para pasien ini adalah E.coli, spesies Klebsiella, Streptococcus grup D, spesies
Staphylococcus dan spesies Clostridium. Endotoxin yang dihasilkan oleh organisme –
organisme tersebut dapat menyebabkan hilangnya lapisan mukosa, perdarahan,
perlekatan fibrin, yang akhirnya menyebabkan iskemia dan selanjutnya nekrosis dinding
kandung empedu
Kolesistitis akut akalkulus terdapat pada 10% kasus. Peningkatan resiko terhadap
perkembangan kolesistitis akalkulus terutama berhubungan dengan trauma atau luka
bakar yang serius, dengan periode pascapersalinan yang menyertai persalinan yang
memanjang dan dengan operasi pembedahan besar nonbiliaris lainnya dalam periode
pascaoperatif. Faktor lain yang mempercepat termasuk vaskulitis, adenokarsinoma
kandung empedu yang mengobstruksi, diabetes mellitus, torsi kandung empedu, infeksi
bakteri kandung empedu (misalnya Leptospira, Streptococcus, Salmonella atau Vibrio
cholera) dan infeksi parasit kandung empedu. Kolesistitis akalkulus mungkin juga
tampak bersama dengan berbagai penyakit sistemik lainnya (sarkoidosis, penyakit
kardiovaskuler, sifilis, tuberculosis, aktinomises).
Selain itu, dapat timbul juga pada pasien yang dirawat cukup lama yang mendapat
nutrisi secara parenteral. Hal ini dapat terjadi karena kandung empedu tidak mendapatkan
19
stimulus dari kolesistokinin (CCK) yang berfungsi untuk mengosongkan kantong
empedu, sehingga terjadi stasis dari cairan empedu.
2.4.3 Patofisiologi
Cholecystitis akut biasanya berhubungan dengan batu empedu pada 90-95%
kasus. Obstruksi duktus cysticus menyebabkan kolik bilier yang merupakan gejala awal
dari cholecystitis akut. Jika ductus cysticus tetap terobstruksi, maka kandung empedu
akan membesar dan dindingnya menjadi inflamasi dan edem. Cholecystitis akut adalah
proses inflamasi disertai dengan dinding yang menebal dan kemerahan dengan
perdarahan subserosal. Mukosa tampak hiperemia dan terdapat beberapa area yang
nekrotik. Pada beberapa kasus, inflamasi akan menyembuh. Pada kasus yang berat,
proses tersebut dapat menyebabkan iskemia dan nekrosis pada dinding kandung empedu
(5-10%). Kolesistitis akut gangrenosa merupakan hasil dari pembentukan abses atau
empyema dalam kandung empedu. Jika organisme pembentuk gas menyebabkan infeksi
sekunder, maka dapat terlihat adanya gas pada lumen kandung empedu dan pada dinding
kandung empedu yang disebut colecystitis emphisematosa.
2.4.4 Gejala Klinis
Kebanyakan pasien dengan batu empedu asimtomatik. Meskipun mekanismenya
tidak jelas, beberapa pasien batu empedu mengalami simtom, dengan kolik empedu
disebabkan oleh batu yang menghalangi duktus sistikus. Komplikasi tambahan yang
berkaitan dengan batu empedu termasuk kolesistitis akut, choledocholithiasis dengan atau
tanpa kolangitis, pankreatitis batu empedu, ileus batu empedu, dan karsinoma kandung
empedu.
Batu empedu biasanya ditemukan secara kebetulan pada laparotomi atau pada pencitraan
baik dengan ultrasonografi atau CT scan. Hanya 1% sampai 2% dari individu tanpa gejala
dengan batu empedu mengalami gejala serius atau komplikasi yang berhubungan dengan
batu empedu mereka, karena itu, hanya sekitar 1% membutuhkan kolesistektomi. Ketika
menimbulkan gejala, pasien cenderung merasakan gejala yang berulang, biasanya
episode kolik bilier berulang.
Pada Cholecystitis akut, nyeri pada kuadran kanan atas dengan tingkat keparahan
yang sama namun dengan durasi yang lebih lama dari episode nyeri kolik bilier yang
sebelumnya merupakan gejala tersering. Gejala lainya yang sering ditemukan adalah
20
demam, mual dan muntah. Pada pemeriksaan fisik, terdapat kuadran kanan atas yang
lunak dan defans muskular pada batas inferior dari costa kanan, yang membedakan
episode tersebut dari kolik bilier yang simpel. Saat inflamasi menyebar ke peritoneum,
tanda tanda tersebut akan bertambah. Massa yang terdiri dari kandung empedu beserta
omentum yang menempel, dapat teraba, dan Murphy’s sign bisa muncul.
Leukositosis ringan (12000-14000 sel/mm3). Sebagai tambahan, dapat ditemukan
peningkatan ringan bilirubin serum (>4mg/dl), alkaline phosphatase, transaminase dan
amilase. Jaundice yang berat menandakan batu common bile duct atau obstruksi bile duct
oleh inflamasi pericholecystic yang berat sekunder akibat tumbukan batu pada
infundibulum kandung empedu yang secara mekanis akan membuntu bile duct disebut
Sindroma Mirizzi.
2.4.5 Diagnosis
USG merupakan tes radiologis yang sangat berguna untuk diagnosa kolesistitis
akut, dengan sensitivitas dan spesifisitas 85% dan 95%. Sensitif untuk mengidentifikasi
adanya batu empedu. USG juga dapat menunjukkan adanya penebalan dinding kandung
empedu (4mm), cairan pericolecystic, distensi kandung empedu, batu impaksi dan
sonographic murphy’s sign.
CT scan, meskipun sering digunakan pada pasien dengan nyeri abdomen dan
dapat mengidentifikasi beberapa temuan yang sama dengan USG, namun kurang sensitif
dibandingkan USG untuk colecystitis.
2.4.6 Terapi
Setelah diagnosa dari kolesistitis akut ditegakkan maka segera mulai terapi
dengan cairan IV, antibiotik dan analgesik. Antibiotik harus dapat mengatasi bakteri
gram negatif aerob dan anaerob. Lebih dari setengah jumlah pasien dengan cholecystitis
akut didapati kultur positif dari empedu pada kandung empedu. Karena sulit untuk
menentukan siapa yang terkena infeksi sekunder, antibiotik intravena merupkan bagian
penting dalam terapi. Namun sebagian besar kasus ditangani secara pembedahan.
Sebagian kecil dapat menggunakan terapi obat-obatan oral. Contohnya, chenodeoxycholic
acid dan obat-obatan lainnya yang meningkatkan garam empedu dan menghambat
sekresi kolesterol hepatik. Namun, saat digunakan dalam jangka waktu yang lama akan
21
memperlambat peleburan batu kolesterol. Selain itu obat-obatan memiliki kerugian
sebagai berikut :
Aksi yang sangat lambat
Hanya sebagian kecil batu dengan kolesterol predominan yang dapat terlarut
Tingginya angka kekambuhan setelah keberhasilan terapi
Banyaknya efek samping, contohnya diare dan kerusakan hati
Oleh karena itu, terapi obat telah banyak ditinggalkan dan hanya digunakan bagi
pasien yang tidak dapat menerima anestesi umum dengan batu radioluscent yang kecil
pada kandung empedu.
Terapi pembedahan
Indikasi dilakukannya kolesistektomi :
Kholelithiasis simptomatik
Kholelithiasis asimptomatik (batu tunggal ukuran >1.2 cm atau batu multipel
dengan total ukuran >1.2 cm, disertai diabetes mellitus, penyakit sickle cell,
calcified/porcelain gallbladder)
Kolesistektomi adalah terapi definitif pada pasien dengan kolesistitis akut.
Kolesistektomi dini dilakukan dalam 2-3 hari setelah gejala adalah interval yang paling
baik atau kolesistektomi tertunda dilakukan 6-10 minggu setelah terapi inisial.
Kolesistektomi laparoskopik adalah pendekatan yang lebih disukai untuk pasien
dengan kolesistitis akut. Konversi ke prosedur terbuka harus dilakukan jika peradangan
menghalangi visualisasi struktur struktur yang penting. Konversi ke kolesistektomi
terbuka lebih tinggi pada (4%-35%) kolesistitis akut dibandingkan dengan kolesititis
kronik. Pasien yang dioperasi pada awal timbulnya penyakit (dalam 48 jam) lebih
mungkin untuk dilakukan prosedur laparoskopik yang lengkap. Faktor tambahan untuk
pasien yang membutuhkan kolesistektomi adalah peningkatan usia, jenis kelamin laki
laki, obesitas dan penebalan dinding kandung empedu (>4mm).
2.4.7 Prognosis
Komplikasi serius dan kematian akibat prosedur operasi sangat jarang. Operasi
akan memperbaiki gejala pada 95% kasus. Keseluruhan kematian akibat cholecystitis
adalah sekitar 5%. Kebanyakan adalah pasien dengan usia diatas 60 tahun atau dengan
diabetes mellitus. Pada kelompok usia yang lebih tua, komplikasi sekunder pada
22
kardiovaskuler dan pulmoner. Kondisi lokal yang berhubungan dengan kematian adalah
sepsis yang tidak terkontrol disertai peritonitis dan abses intrahepatik.
Batu common duct ditemukan pada 15% pasien dengan cholecystitis akut, dan
beberapa pasien dengan kondisi sakit yang serius, menderita kolangitis akibat obstruksi
bilier. Pankreatitis akut juga dapat menjadi komplikasi dari colecystitis akut.
Komplikasi yang jarang adalah pembentukan fistula akibat batu yang besar pada
duktus choledokus menyebabkan ulcerasi yang menembus sampai ke duodenum. Apabila
batu tersebut melewati usus halus dan menyumbat ileum terminal, maka akan
menyebabkan timbulnya ileus batu empedu.
Pasien yang mengalami supurasi pada kandung empedu, misalnya empyema atau
perforasi, lebih susah untuk sembuh. Kolesistektomi yang segera, akan menurunkan
kemungkinan terjadinya komplikasi tersebut.
2.5 CHOLECYSTECTOMY
2.5.1 Definisi
Suatu tindakan bedah mengeluarkan kandung empedu
2.5.2 Sejarah
Kolesistektomi merupakan operasi yang paling umum dilakukan dari saluran
bilier dan merupakan prosedur operasi kedua yang paling umum di lakukan di masa kini.
Meskipun tekniknya dikembangkan abad sebelumnya oleh seorang ahli bedah jerman
Carl Johann August Langenbuch. Teknik ini hanya mendapat sedikit apresiasi sampai
akhirnya menjadi gold standard untuk manajemen definitive dari kolelitiasis
simptomatika.
Batu empedu pertama ditemukan tahun 1420 oleh seorang ahli patologi Antonio
Benevieni pada seorang wanita yang meninggal akibat nyeri abdomen. Pada tahun 1733
Jean-Louis Petit pengemuka operasi kandung empedu menyarankan untuk mengeluarkan
batu empedu dengan cara drainase kandung empedu dengan membuat fistula pada pasien
dengan empiema dan menuai sukses di tahun 1743. Beberapa tahun kemudian teknik itu
mengalami modifikasi menjadi stimulasi kulit untuk merangsang adhesi kandung empedu
ke dinding abdomen kemudian menggunakan trokar untuk mengeluarkan batu beserta
cairan empedu dari kandung empedu yang yang telah menempel tadi sehingga
23
meminimalkan peritonitis. Pada tahun 1867 Dr.John Stough Bobbs mengeluarkan batu
empedu kemudian menjahit kembali kandung empedu tadi (cholecystostomy).
Berdasarkan penelitian Zambecarri 1630 dan Teckoff 1667 menunjukkan bahwa kandung
empedu tidak esensial untuk hidup. Penelitian ini digunakan oleh Langenbuch untuk
mengembangkan teknik kolesistektomi melalui diseksi cadaver. Pada 15 juli 1882 dia
berhasil mengeluarkan kandung empedu dari pria 43 tahun, teknik ini dikenal sebagai
open cholecystectomy. Barulah setelah itu makin berkembang teknik operasi ini, dan
perubahan mayor baru terjadi sekitar 60 tahun yang lalu di mana dikenalkan metode
operative cholangiography oleh Mirizzi. Sejak saat itu teknik operasi makin berkembang
dan dikenalkanlah teknik laparoscopic cholecystectomy.
2.5.3 Metode
Open Cholecystectomy
Cholecystektomi terbuka merupakan prosedur yang sudah jarang digunakan.
Prosedur ini sekarang biasanya digunakan untuk konversi dari prosedur cholecystektomi
laparoskopik dan biasanya harus dilakukan pada pasien yang tidak dapat mentoleransi
pneumoperitoneum karena kurangnya cadangan pulmoner dan kardiak.
Indikasi cholecystektomi terbuka :
Kurangnya cadangan pulmoner dan kardiak
Suspek kanker kandung empedu
Sirosis hepatis dan hipertensi porta
Kehamilan trimester ketiga
Laparoscopic Cholecystectomy
Kolesistitis akut dapat berkembang menjadi empyema kandung empedu,
kolesistitis emphisematosa atau perforasi kandung empedu walaupun diberi terapi
antibiotik. Dalam setiap kasus, kolesistektomi merupakan pengobatan terbaik dari
kolesistitis akut dengan komplikasi.
Kontraindikasi absolut :
Infeksi abdominal yang luas
Kehamilan
Kelainan perdarahan
Kontraindikasi relatif :
Cholecystitis akut Ikterus obstruksi
24
Keganasan intra abdomen Riwayat pembedahan abdomen
sebelumnya (adhesi)
Teknik Operasi
Pasien di anestesi kemudian dilakukan pneumoperitoneum menggunakan gas co2,
baik dengan teknik terbuka (Hasson) atau dengan teknik jarum tertutup (Veress). Kanul
dengan diameter 10mm dimasukkan ke dalam abdomen dengan memasukkan video
laparoskopik. Inspeksi cavum abdomen, apakah ada kelainan lain. Tiga lubang tambahan
pada abdomen dibuat untuk memasukkan instrumen operasi. Sangat penting untuk
memastikan anatomi duktus sebelum memotong apapun, karena distorsi yang
ditimbulkan akibat penarikan kandung empedu dan terbatasnya sistem imaging dua
dimensi. Duktus cystikus diamankan dengan memasang klip metal atau plastik, kandung
empedu dilepaskan dari hati menggunakan diathermi probes atau ultrasonic coagulation
probes. Kandung empedu yang bebas ini biasanya dibuang melalui port umbilical. Untuk
itu, laparoskop dipindahkan pada port upper midline dan forcep dimasukkan melalui
kanula umbilikal. Leher kandung empedu digenggam dan ditarik ke dalam kanula,
kemudian kanula dan kandung empedu ditarik melalui dinding abdomen. Defek pada
fascia umbilikal harus dijahit untuk mencegah herniasi, tetapi lubang yang lain dibiarkan
tanpa jahitan. Sebagian besar pasien dapat berjalan dan mentoleransi makanan dalam
waktu 6 jam setelah operasi, dan hampir 80% pasien dapat KRS dalam waktu 24 jam.
Jeda waktu untuk kembali bekerja dan melakukan aktifitas normal jauh lebih cepat bila
dibandingkan dengan cholecystektomi terbuka.
25
Gambar 2.6 : Susunan Operasi Cholecystectomy laparoscopicKomplikasi cholecystectomy laparoskopik
Penempatan jarum insuflasi, trokar dan instrumen lain
o Selama operasi : kerusakan usus, kerusakan pembuluh darah (contoh: arteri
iliaca), kerusakan diafragma dengan tension pneumothorax
o Setelah Operasi : perdarahan pada tempat insersi trokar, emfisema subkutan
o Late : herniasi melalui tempat masuknya trokhar dan strangulasi usus
Trauma pada sistem empedu
o Selama operasi : Kerusakan duktus koledokus dan duktus hepatikus,
perdarahan arteri cysticus dan arteri hepatikus kanan, perforasi kandung
empedu dengan tumpahnya empedu dan batu
o Setelah Operasi : Perdarahan, kebocoran pembuluh hati, kebocoran empedu
dari sisa duktus sistikus, batu empedu yang masih tersisa
Komplikasi lain
o Kerusakan usus akibat diathermi atau laser
26
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien datang dengan nyeri ulu hati mendadak yang bersifat hilang timbul sejak 3
bulan yang lalu, dengan adanya keluhan nyeri ulu hati harus dipikirkan beberapa
kemungkinan adanya penyakit seperti infark miokard, tukak peptik, appendisitis,
pancreatitis, pneumonia, pleuritis, herpes zoster pada nervus interkostal, spasme
esophagus, refluks gastroesofageal, irritable bowel syndrome, cholelithiasis dan
cholesistitis. Pada awalnya nyeri yang dirasakan tidak terlalu hebat, dan pasien mengira
ini merupakan gejala gastritis. Sejak pertama kali sakit, nyeri biasanya berangsur angsur
menghilang dengan segera setelah dioleskan minyak atau beristirahat, namun sejak ±1
minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien merasa bahwa nyeri yang timbul berlangsung
lebih lama, bahkan dirasakan menetap dan terasa jauh lebih nyeri serta menjalar sampai
ke punggung. Nyeri juga kadang timbul tiba tiba pada malam hari saat pasien sedang
tidak beraktifitas. Tidak terdapat rasa panas ulu hati, kembung, mual, muntah, dan
demam. Pasien mengaku bahwa BAB baik dan tidak ada perubahan frekuensi, warna,
maupun konsistensi. BAK lancar dengan warna urin kuning jernih. Berdasarkan
pernyataan ini dapat disingkirkan beberapa kemungkinan yang tidak sesuai sehingga
dapat lebih mengarah pada suatu batu empedu yang yang sudah menimbulkan gejala.
27
Dengan adanya kecurigaan kearah batu empedu maka dilakukan beberapa
pemeriksaan, yang dimulai dengan pemeriksaan fisik terlebih dahulu. Pada pasien ini
pemeriksaan abdomen menunjukkan bahwa abodemen soepel, nyeri tekan (+) pada
Upper Right Quadrant, hepar/ lien/ renal tidak teraba, murphy sign (-), defans muskular
(-), rebound phenomen (-), nyeri tekan Mc Burney (-), Rovsing sign (-), Obturator sign
(-), Psoas sign (-), nyeri ketok CVA (-/-), nyeri tekan suprapubik dan pinggang kanan (-).
Beberapa pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan nyeri ulu hati
yang ditimbulkan oleh appendisitis. Berdasarkan pemeriksaan fisik ini yang bermakna
adalah nyeri tekan minimal pada kuadran kanan atas. Nyeri tekan ini memiliki banyak
kemungkinan diagnosa, namun bila dicocokkan dengan hasil anamnesa maka kondisi
pasien ini mengarah pada kolelitiasis simptomatik yang dapat berkembang menjadi
kolesistitis. Menurut teori pada pasien dengan kolelitiasis tanpa komplikasi dapat
menimbulkan suatu nyeri kolik yang ditimbulkan oleh batu empedu umumnya timbul
akibat penyumbatan duktus sistikus oleh batu. Nyerinya timbul pada epigastrium atau
perut kuadran kanan atas dan menjalar ke punggung kanan atas dan antar scapulae, nyeri
menetap dan meningkat selama setengah jam pertama kemudian berkurang dalam 1
sampai 5 jam. Nyeri datang mendadak terutama pada malam hari atau 15 menit hingga 2
jam setelah makan terutama makanan berlemak, dapat disertai mual, muntah. Sedangkan
bila kondisi pasien sudah mengarah bahkan telah terjadi cholesistitis akut maka akan
timbul gejala-gejala nyeri yang lebih hebat seperti demam tinggi, menggigil, mual,
muntah,dan nyeri akan lebih menetap. Pada pasien ini gejala nyeri yang dirasakan masih
minimal, namun gejala tersebut selama 1 minggu terakhir ini dirasakan semakin berat dan
sering, ini menandakan bahwa kondisi pasien ini sudah bukan gejala awal kolesistitis
namun sudah mengarah pada suatu kolesistitis akut yang bila mana tidak segera
dilakukan tindakan akan menimbulkan keluhan lain yang lebih hebat.
Oleh karena kecurigaan terhadap kolesistitis akut semakin kuat maka
dilakukanlah beberpa pemeriksaan penunjang yang berguna untuk menunjang hasil
anamnesa dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan. Berdasarkan hasil pemeriksaan
darah lengkap, leukosit pasien didapatkan 6450 /mm3 yang artinya masih dalam batas
normal. Keadaan normal pada leukosit ini tidak dapat menyingkirkan diagnosa
kolesistitis karena pada beberapa pasien dengan kolesistitis hasil leukositnnya bisa
28
normal atau mengalami leukositosis ringan (12.000 – 15.000 /mm3). Apabila leukosit
yang ditemukan tinggi sekali kita dapat menduga bahwa telah terjadi kolesistitis
gangrenous, perforasi atau kolangitis. Dan bila disertai peningkatan kadar bilirubin direk
dan total, alkali fosfatase, transaminase dan amilase dapat dicurigai ikterus obstruktif.
Pada pasien ini juga dilakukan pemeriksaan elektrokardiogram untuk
menyingkirkan kemungkinan iskemia ataupun infark miokardium, karena pada angina
pectoris tidak spesifik nyeri dada yang ditimbulkan dapat pula dirasakan dan dikeluhkan
pasien pada daerah epigastrium dan bisa bersifat hilang timbul ataupun makin memberat
tergantung dari penyumbatan yang terjadi pada arteri koronarianya.
Pemeriksaan berikutnya yang diperlukan untuk menegakkan diagnosa pasien ini
adalah dengan menggunakan pemeriksaan radiologis berupa pemeriksaan ultrasonografi.
Batu dalam kandung empedu akan memberikan gambaran acoustic shadow dan bergerak
bersama gerakan napas pasien. Pada kolesistitis akuta akan terlihat penebalan dinding
kandung empedu, cairan perikolestik dan pasien akan merasa nyeri di perut kanan atas aat
pemeriksaan (sonographic Murphy’s sign) dengan tingkat spesifitas >98% dan
sensitivitas >95%. Pada pasien ini pun telah di lakukan USG abomen sesuai dengan
langkah-langkah yang dianjurkan. Dan hasilnya menunjukkan bahwa kandung empedu :
Ukuran normal, dinding menebal, batu multiple dengan ukuran terbesar 0.36 cm, acoustic
shadow (+), Kesan : Cholelitiasis + Cholecystitis.
Beberapa buku juga menyebutkan mengenai peran pemeriksaan CT-Scan dalam
hal mendiagnosa suatu cholelitiasis dan cholecystitis. Disebutkan bahwa pemeriksaan ini
tidak rutin untuk dilakukan karena sulit untuk membedakan cairan empedu dengan batu
empedu kecuali bila batu tersebut mengandung banyak kalsium. Pemeriksaan ini
terutama dilakukan apabila ada kecurigaan terhadap adanya suatu neoplasma, baik
neoplasma hepar, pankreas, abses maupun penyakit parenkimal lainnya.
Kurang lebih terdapat 15% pasien batu kandung empedu disertai batu dalam
duktus koledokus oleh karena itu dalam menegakkan diagnosis batu kandung empedu
perlu dipikirkan kemungkinan batu dalam duktus koledukus.
Berdasarkan klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan maka pasien ini di diagnosa menderita Kolelitiasis dan kolesistitis akut, dan
telah dilaksanakan cholelcystectomy laparoscopic pada tanggal 18 Oktober 2013 serta
29
ditemukan batu kolesterol di dalam kandung empedunya. Dan dengan metode
cholelcystectomy laparoscopic, pasien ini dapat pulih dalam waktu singkat dan dapat
segera meninggalkan rumah sakit karena sebagian besar pasien dengan metode operasi
ini dapat berjalan dan mentoleransi makanan dalam waktu 6 jam setelah operasi, dan
hampir 80% pasien dapat keluar rumah sakit dalam waktu 24 jam. Waktu yang
dibutuhkan untuk kembali bekerja dan melakukan aktifitas normal jauh lebih cepat bila
dibandingkan dengan cholecystektomi terbuka.
Prognosa pada pasien ini adalah baik karena pada pasien tersebut segera
dilakukan kolesistektomi laparoskopik dan tidak ada keluhan maupun hasil pemeriksaan
pasca operasi yang mengarah pada terjadinya komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cullen JJ, Maes EB, Aggrawal S, et al. Effect of endotoxin on opossum
gallbladder motility: a model of acalculus cholecystitis. Ann Surg. Aug
2009;232(2):202-7.
2. De U. Evolution of Cholecystectomy : A tribute to Carl August Langenbuch.
Indian J Surg. 2004;66:97-100.
3. Donovan JM. Physical and metabolic factors in gallstone pathogenesis.
Gastroenterol Clin North Am. Mar 2009;28(1):75-97.
4. Guyton AC, 2005. Textbook of medical physiology. Eleventh edition.
Philadelpia: Sounders Company.
5. Huffman JL, Schenker S. Acute acalculous cholecystitis – a review. Clin
Gastroenterol Hepatol. Sep 9 2009.
6. Isselbacher, KJ, Braunwald E, martin JB, Fauci AS, Kasper DL. Harrison; Prinsip
– Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Editor Bahasa Indonesia: Prof. Dr. H. Ahmad H.
Asdie. Edisi 13. EGC. Jakarta. 2009.
7. Jong De. Buku Ajar Ilmu Bedah. Editor Bahasa Indonesia : R. Sjamsuhidajat.
Edisi 3. EGC. Jakarta. 2010.
30
8. Moore KL, Agur AMR. 2007. Essential Clinical Anatomy. Third Edition.
Philadelpia: Lippincott Williams & Wilkins.
9. Sitzmann JV, Pitt HA, Steinborn PA, et al. Cholecystokinin prevents parenteral
nutrition induced biliary sludge in humans. Surg Gynecol Obstet. Jan
2008;170(1):25-31.
31