refrat hyfema

44
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mata mempunyai sistem pelindung yang cukup baik, Bola mata terdapat di dalam sebuah rongga yang dikelilingi oleh tulang yang kuat. Kelopak mata bisa segera menutup untuk membentuk penghalang bagi benda asing dan mata bisa mengatasi benturan yang ringan tanpa mengalami kerusakan. Meskipun demikian, mata dan struktur di sekitarnya bisa mengalami kerusakan akibat cedera, kadang sangat berat sampai terjadi kebutaan atau mata harus diangkat.Trauma pada mata harus diperiksa untuk menentukan pengobatan dan menilai fungsi penglihatan. 1 Trauma mata sering merupakan penyebab kebutaan unilateral pada dewasa muda. Kelompok usia ini mengalami sebagian besar cedera mata yang parah. Dewasa muda, terutama pada pria yang merupakan kelompok yang kemungkinan besar mengalami cedera tembus mata. Kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan aki, cedera akibat olahraga, dan kecelakaan lalu lintas merupakan keadaan-keadaan yang paling sering menyebabkan trauma mata. 1,2 Salah satu di antara sekian banyak penyebab kebutaan, yang sering dijumpai adalah trauma tumpul pada mata.Walaupun trauma yang mengenai mata tidak selalu merupakan penyebab utama dari kebutaan, namun 1

description

HYFEMA

Transcript of refrat hyfema

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mata mempunyai sistem pelindung yang cukup baik, Bola mata terdapat

di dalam sebuah rongga yang dikelilingi oleh tulang yang kuat. Kelopak mata bisa

segera menutup untuk membentuk penghalang bagi benda asing dan mata bisa

mengatasi benturan yang ringan tanpa mengalami kerusakan. Meskipun demikian,

mata dan struktur di sekitarnya bisa mengalami kerusakan akibat cedera, kadang

sangat berat sampai terjadi kebutaan atau mata harus diangkat.Trauma pada mata

harus diperiksa untuk menentukan pengobatan dan menilai fungsi penglihatan.1

Trauma mata sering merupakan penyebab kebutaan unilateral pada

dewasa muda. Kelompok usia ini mengalami sebagian besar cedera mata yang

parah. Dewasa muda, terutama pada pria yang merupakan kelompok yang

kemungkinan besar mengalami cedera tembus mata. Kecelakaan di rumah,

kekerasan, ledakan aki, cedera akibat olahraga, dan kecelakaan lalu lintas

merupakan keadaan-keadaan yang paling sering menyebabkan trauma mata.1,2

Salah satu di antara sekian banyak penyebab kebutaan, yang sering

dijumpai adalah trauma tumpul pada mata.Walaupun trauma yang mengenai mata

tidak selalu merupakan penyebab utama dari kebutaan, namun merupakan faktor

yang cukup sering mengakibatkan hilangnya penglihatan unilateral. Maka dari itu,

masalah trauma pada mata masihmenjadi satu masalah yang perlu mendapat

perhatian dan menganggapnya sebagai salah satu kasus penyakit mata emergensi.1

Suatu benturan tumpul bisa mendorong mata ke belakang sehingga

kemungkinan merusak struktur pada permukaan (kelopak mata, konjungtiva,

sklera, kornea dan lensa) dan struktur mata bagian belakang (retina dan

persarafan). Perdarahan di dalam Camera Oculi Anterior (COA)yang disebut

dengan hifema merupakan masalah yang serius dan harus segera ditangani oleh

dokter spesialismata.1

Hifema dapat terjadi akibat trauma tembus ataupun trauma tumpul, dapat

juga perdarahan spontan.Biasanya darah ini berasal dari pembuluh darah iris

1

ataupun badan siliar yang pecah.Kadang-kadang pembuluh darah baru yang

terbentuk pada kornea pasca bedah katarak dapat pecah sehingga timbul hifema.

1.2 Tujuan

A. Tujuan Umum

Mengetahui tentang pengertian hifema.

Mengerti dan memahami penyebab dari hifema.

Mengetahui Tanda dan Gejala dari hifema.

Mengetahui patofisiologi serta klasifikasi hifema.

Mengetahui gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang

sehingga mampu menegakkan diagnose hifema.

Mengetahui penatalaksanaan hifema.

Mengetahui komplikasi penyakit serta menentukan prognosis dari

penderita hifema.

B. Tujuan Khusus

Agar dokter umum mengetahui tanda-tanda awal hifema sehingga

mampu menegakkan diagnose dan memberikan terapi awal.

Agar dokter umum bisa membantu memberikan edukasi kepada

penderita hifema.

I. 3 Manfaat

1. Menambah wawasan mengenai ilmu kedokteran pada umumnya, dan ilmu

penyakit mata pada khususnya.

2. Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti

kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit mata.

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Dan Fisiologi

Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga

lapisan. Dari luar ke dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea,

(2) koroid/badan siliaris/iris, dan (3) retina. Sebagian besar mata dilapisi oleh

jaringan ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar, sklera, yang membentuk

bagian putih mata.

Gambar 1: Anatomi Mata

Sumber: http://jec.co.id/services/refractive-surgery-service/cataract/

2.1.1 Kelopak mata (palpebra)

Kelopak mata terdiri dari kelopak atas dan bawah yang berfungsi untuk

melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk

film air mata di depan kornea. Kelopak mempunyai lapis kulit yang tipis di

bagian depan dan di bagian belakang ditutupi oleh selaput lendir tarsus yang

disebut konjungtiva tarsal.1

3

Pada kelopak mata terdapat bagian-bagian:1

a.      Kelenjar : Kelenjar sebasea, kelenjar moll atau kelenjar keringat, kelenjar

zeis pada pangkal rambut dan kelenjar meibom pada tarsus.

b.      Otot : M. Orbikularis okuli yang berjalan melingkar di dalam kelopak mata

atas dan bawah, juga ada M. Levator palpebra terlihat sebagian sulkus

(lipatan) palpebra. Otot ini dipersarafi oleh n. III yang berfungsi untuk

mengangkat kelopak mata atau membuka mata

c.      Tarsus, terdiri atas jaringan ikat dengan kelenjar meibom 40 buah di kelopak

atas dan 20 buah di kelopak bawah

d.      Pembuluh darah : kelopak mata diperdarahi oleh a. Palpebra

e.      Persarafan : kelopak atas dipersarafi oleh ramus frontal n. V sedangkan

kelopak bawah oleh cabang ketiga n. V

2.1.2 Sistem Lakrimal

Terletak di daerah temporal bola mata. Adapun sistem lakrimalis terdiri atas

dua bagian yaitu sistem produksi dan ekskresi. Sistem produksi terdiri dari

glandula lakrimalis sedangkan sistem ekskresi terdiri atas pungtum lakrimalis

kanalikuli lakrimalis, sakus lakrimalis, duktus lakrimalis sampai ke meatus

inferior. 1

Perjalanan ekskresi kelenjar lakrimal dimulai dari pungtum lakrimalis lalu

ke kanalikuli lakrimalis diteruskan ke sakus lakrimalis kemudian ke duktus

nasolakrimal dan berakhir di meatus inferior. 1

2.1.3 Konjungtiva

Merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang.

Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan sel goblet. Konjungtiva

terdiri dari beberapa bagian antra lain konjungtiva tarsal yang berfungsi untuk

menutupi tarsus, konjungtiva bulbi untuk menutupi sklera dan konjungtiva

fornises atau forniks yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan

konjungtiva bulbi. 1

2.1.4 Bola Mata

Berbentuk bulat, panjangnya maksimal 24 mm. Bola mata di bagian depan

(kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk

dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Lapisan bola mata terdiri dari sklera atau

lapisan fibrosa yang merupakan bagian terluar yang berfungsi melindungi bola

4

mata, lapisan kedua adalah jaringan uvea atau lapisan vaskular yang terdiri atas

iris, badan siliar dan koroid. Disebut lapisan vaskular dikarenakan terdapat

banyak pembuluh darah. Dan lapisan yang terakhir adalah retina atau lapisan

nervosa. 1

2.1.5 Sklera

Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada

mata. Bagian putih bola mata yang bersama-sama dengan kornea merupakan

pembungkus dan pelindung isi bola mata. Sklera berjalan dari papil saraf optik

sampai kornea. 1

2.1.6 Kornea

Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian

selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola

mata sebelah depan dan terdiri atas lapis: 1

1. Epitel

Tebalnya 550 mikrometer, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang

sating tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.

2. Membran Bowman

Terletak di bawah membran basal epitel komea yang merupakan kolagen

yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan

stroma. Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.

3. Stroma

Menyusun 90% ketebalan kornea. Terdiri atas lamel yang merupakan

susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat

anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen ini bercabang;

terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-

kadang sampai 15 bulan.

4. Membran Descement

Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma komea

dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya

- Bersifat sangat elastik dan berkembang terns seumur hidup, mempunyai

tebal 40 µm.

5. Endotel

5

Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 pm.

Endotel melekat pada membran descement melalui hemidesmosom dan

zonula okluden.

2.1.7 Uvea

Uvea terdiri atas iris, badan siliar dan koroid. Pendarahan uvea dibedakan

antara bagian anterior yang diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar posterior longus

dan 7 buah arteri siliar anterior, yang terdapat 2 pada setiap otot superior, medial

inferior, pada otot rektus lateral. Arteri siliar anterior dan posterior ini bergabung

menjadi satu membentuk arteri sirkularis mayor pada badan siliar atau greater

arterial circle of iris yang memvaskularisasi iris dan badan siliar. Sedangkan uvea

posterior mendapat perdarahan dari 15-20 buah arteri siliar posterior brevis yang

menembus sklera di sekitar tempat masuk saraf optik. 1

Persarafan uvea terdiri atas: 1

1.      Saraf sensoris, yang berasal dari saraf nasosiliar yang mengandung serabut

sensoris untuk kornea, iris dan badan siliar

2.      Saraf simpatis yang membuat pupil berdilatasi dan pembuluh darah uvea

3.      Akar saraf motor yang memberikan saraf parasimpatis untuk mengecilkan

pupil

Gambar 2: Vaskularisasi pada mata

Sumber: http://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/penginderaan-

kedokteran-dasar/anatomimata/

6

2.1.8 Pupil

Pupil merupakan lubang ditengah iris yang mengatur banyak sedikitnya

cahaya yang masuk. Pupil anak-anak berukuran kecil akibat belum

berkembangnya saraf simpatis. Orang dewasa ukuran pupil adalah sedang, dan

orang tua pupil mengecil akibat rasa silau yang dibangkitkan oleh lensa yang

sklerosis. 1

2.1.9 Sudut Bilik Mata Depan

Sudut bilik mata depan dibentuk jaringan korneosklera dengan pangkal iris.

Pada bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata. Bila terdapat

penghambatan pengaliran keluar cairan mata akan terjadi penimbunan cairan bilik

mata di dalam bola mata sehingga tekanan bola mata meninggi atau glaukoma.

Berdekatan dengan sudut ini didapatkan jaringan trabekulum, kanal Schlemm,

baji sklera, garis Schwalbe dan jonjot iris. 1

Sudut filtrasi berbatas dengan sklera kornea dan disini ditemukan sklera

spur yang membuat cincin melingkar 360 derajat dan merupakan batas belakang

sudut filtrasi serta tempat insersi otot siliar longitudinal. Anyaman trabekula

mengisi kelengkungan sudut filtrasi yang mempunyai dua komponen yaitu badan

siliar dan uvea. Pada sudut filtrasi terdapat garis Schwalbe yang merupakan akhir

perifer endotel dan membran descement, serta kanal Schlemm yang menampung

cairan mata keluar ke salurannya. 1

Bilik mata depan merupakan suatu ruangan yang berisikan humor aquous,

berada di anterior kornea dan posterior iris. Humor aquos yang mengisi bilik mata

depan berasal dari epitel badan silier yang memproduksinya. Humor aquous ini

akan mengalir ke melalui bilik mata belakang, melewati pupil kemudian ke bilik

mata depan. Dari sini humor aquous kemudian akan masuk ke sudut bilik mata

depan, yaitu sudut yang dibentuk oleh jaringan korneosklera dengan pangkal iris,

dan memasuki trabekular meshwork menuju ke kanal Schlemm. Dari sini humor

aquous dilanjutkan ke vena sklera dan episklera.

7

Gambar 3: Perjalanan humor Aquous

Sumber: http://www.news-medical.net/health/What-is-Glaucoma.aspx

Gambar 4: Perjalanan humor Aquous

Sumber:http://3.bp.blogspot.com/-_IWhxYl4jFQ/T_AbxbMLPLI/ /s320/fisio.JPG

2.1.10 Lensa

Jaringan ini berasak dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di

salam mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris

yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang dapat menebal

dan menipis pada saat terjadinya akomodasi. 1

2.1.11 Retina

Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung reseptor

yang menerima rangsangan cahaya. Warna retina biasanya jingga, kadang pucat

8

pada anemia dan iskemia, merah pada hiperemia. Pembuluh darah di dalam retina

merupakan cabang arteri ophtalmika, arteri retina sentral masuk er5tina melaluai

papil saraf optik yang akan memberikan nutrisi pada retina dalam. Lapisan luar

tretina atau sel kerucut dan batang mendapat nutrisi dari koroid. 1

2.2 Definisi Hifema

Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata

depan, yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma

tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur

dengan humor aqueus (cairan mata) yang jernih. Darah yang terkumpul di bilik

mata depan biasanya terlihat dengan mata telanjang. Walaupun darah yang

terdapat di bilik mata depan sedikit, tetap dapat menurunkan penglihatan.

Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma

tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Bila pasien duduk

hifema akan terlihat terkumpul dibawah bilik mata depan dan hifema dapat

memenuhi seluruh ruang bilik mata depan.

Penglihatan pasien akan sangat menurun. Kadang-kadang terlihat

iridoplegia dan iridodialisis. Pasien akan mengeluh sakit disertai dengan epifora

dan blefarospasme.

Gaya-gaya kontusif sering merobek pembuluh darah di iris dan merusak

sudut bilik mata depan. Darah di dalam aqueous dapat membentuk suatu lapisan

yang dapat terlihat (hifema). Glaukoma akut terjadi bila anyaman trabekular

tersumbat oleh fibrin dan sel atau bila pembentukan bekuan darah menimbulkan

bokade pupil.

2.3 Epidemiologi

Menurut studi yang dilakukan di Amerika Serikat, kejadian hifema,

terutama hifema traumatik, diperkirakan sebanyak 12 kasus per 100.000 orang

populasi. Anak-anak dan remaja usia 10-20 tahun memiliki persentase terbanyak,

yaitu sebesar 70%. Hifema lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita

dengan perbandingan 3:1.5

9

2.4 Etiologi

Berdasarkan penyebabnya, hifema terbagi menjadi tiga yakni:

1. Hifema traumatik

2. Hifema iatrogenik

3. Hifema spontan

Hifema traumatik merupakan jenis yang tersering, yang merupakan

hifema akibat terjadinya trauma pada bola mata. Trauma yang terjadi pada

umumnya disebabkan oleh benda tumpul, misalnya bola, batu, projektil, mainan

anak-anak, pelor mainan, paint ball, maupun tinju.1 Trauma tumpul yang

menghantam bagian depan mata misalnya, mengakibatkan terjadinya perubahan

bola mata berupa kompresi diameter anteroposterior serta ekspansi bidang

ekuatorial. Perubahan ini mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan

intraokular secara transien yang mengakibatkan terjadinay penekanan pada

struktur pembuluh darah di uvea (iris dan badan silier). Pembuluh darah yang

mengalami gaya regang dan tekan ini akan mengalami ruptur dan melepaskan

isinya ke bilik mata depan (camera oculi anterior).2

Hifema iatrogenik adalah hifema yang timbul dan merupakan komplikasi

dari proses medis, seperti proses pembedahan. Hifema jenis ini dapat terjadi

intraoperatif maupun postoperatif. Pada umumnya manipulasi yang melibatkan

struktur kaya pembuluh darah dapat mengakibatkan hifema iatrogenik.

Mekanisme terjadinya hifema karena pembedahan dijelaskan sebagai berikut: 5

Perdarahan intraoperative disebabkan oleh trauma pada badan siliar atau

iris. Dapat ditemukan pada iridektomi perifer, ekstraksi katarak,

cyclodialysis, dan prosedur filtrasi (iridektomi perifer laser, khususnya laser

YAG dibandingkan dengan argon laser.    

Hifema pada post operatif awal karena dilatasi mendadak dari pembuluh

darah uvea yang mengalami trauma dari spasme sebelumnya, atau karena

adanya pendarahan konjungtiva yang masuk ke bilik mata depan karena

adanya saluran baru post operasi.

Pendarahan pada masa post operatif lanjutan berasal dari neovaskularisasi

karena proses penyembuhan setelah insisi pada kornea-sklera.

10

Neovaskularisasi ini mudah rapuh karena trauma minor. Erosi kronis pada

iris juga dapat menjadi penyebab hifema.

Hifema spontan sering dikacaukan dengan hifema trauma. Perlunya

anamnesis tentang adanya riwayat trauma pada mata dapat membedakan kedua

jenis hifema. Hifema spontan adalah perdarahan bilik mata depan akibat adanya

proses neovaskularisasi, neoplasma, maupun adanya gangguan hematologi.

1. Neovaskularisasi, seperti pada diabetes melitus, iskemi, maupun sikatriks.

Pada kondisi ini, adanya kelainan pada segmen posterior mata (seperti retina

yang mengalami iskemi, maupun diabetik retinopati) akan mengeluarkan

faktor tumbuh vaskular (misal: VEGF)2 yang oleh lapisan kaya pembuluh

darah (seperti iris dan badan silier) dapat mengakibatkan pembentukan

pembuluh darah baru (neovaskularisasi). Pembuluh darah yang baru pada

umumnya bersifat rapuh dan tidak kokoh, mudah mengalami ruptur maupun

kebocoran. Kondis ini meningkatkan kerentanan terjadinya perdarahan bilik

mata depan.

2. Neoplasma, seperti retinoblastoma dan melanoma maligna pada umumnya

juga melibatkan neovaskularisasi3 seperti yang telah dijelaskan pada poin

pertama.

3. Hematologi, seperti leukemia, hemofilia, penyakit Von Willebrand yang

mana terjadinya ketidak seimbangan antara faktor pembekuan dan faktor

anti-pembekuan. Dengan demikian terjadi proses kecenderungan berdarah.

4. Penggunaan obat-obatan yang mengganggu sistem hematologi, seperti aspirin

dan warfarin.

2.5 Patofisiologi

Terdapat dua mekanisme yang diduga menyebabkan terjadi hifema.

Mekanisme pertama adalah mekanisme dimana kekuatan trauma menyebabkan

kontusi sehingga terjadi robekan pada pembuluh darah iris dan badan silier yang

rentan rusak. Mekanisme kedua adalah trauma tersebut menyebabkan

peningkatkan tekanan intraokuler sesaat sehingga menyebabkan ruptur pembuluh

darah pada iris dan badan silier.5

11

Rudapaksa tumpul/ trauma tumpul dengan kecepatan tinggi pada bola mata

akan menimbulkan tekanan yang sangat tinggi di dalam bola mata maka akan

terjadi penyebaran tekanan ke arah posterior, badan kaca, dan sklera (equatorial

zone) sehingga terjadi perubahan letak diafragma lensa-iris ke posterior, pecahnya

pembuluh darah arteri di iris, badan silier dan pembuluh darah arteri dan vena di

koroid dimana pendarahannya masuk ke dalam bilik mata depan sehingga

terjadilah hifema.2

Sementara itu, terjadinya hifema pada kasus tumor intraokular atau

neovaskularisasi berkaitan dengan kerapuhan pembuluh darah baru yang

terbentuk karena iskemia yang memicu peningkatan pembentukannya. Hifema

pada kasus ini akan muncul secara spontan tanpa perlu menunggu adanya trauma,

karena pembuluh darah baru tersebut dapat pecah sewaktu-waktu dengan iritasi

minimal.8

Gambar 5 : Proses trauma dari arah anterior bola mata dapat mengakibatkan

distorsi dimensi antero-posterior dan ekuatorial yang

mengakibatkan perubahan tekanan intraokular mendadak dan

menyebabkan ruptur pembuluh darah (Kanski, 2011)

Salah satu literatur3 menyebutkan bahwa pada anak-anak dengan

retinoblastoma, hifema merupakan 0,25% presentasi klinis dari seluruh gejala

12

retinoblastoma. Meskipun jarang, hifema dapat menjadi salah satu tanda

terjadinya kelainan intraokular khususnya pada bayi dan anak-anak tanpa

riwayat trauma yang signifikan.

Sebagian besar hifema yang terjadi di masyarakat merupakan hifema

grade I, predisposisi pada laki-laki (sekitar 75%), serta insidens tertinggi pada

usia sekolah4. 40% hifema yang terjadi terjadi perlekatan dengan stroma iris,

sedangkan 10% mengalami perlekatan dengan endotel kornea. Pada umumnya

hifema tanpa komplikasi dapat diresoprsi dan menghilang secara spontan dalam

waktu kurang dari satu minggu (lima hingga enam hari).

2.6 Klasifikasi

Klasifikasi hifema dibedakan berdasarkan kepada onset pendarahannya,

darah yang terlihat, serta pengisian darah pada bilik mata depan. Berdasarkan

onset pendarahan, hifema diklasifikasikan menjadi:5

Hifema primer terjadi langsung sampai 2 hari setelah trauma pada mata

Hifema sekunder terjadi 2-5 hari setelah trauma pada mata

Sementara itu berdasarkan darah yang terlihat, hifema diklasifikasikan

menjadi:

Makrohifema, pendarahan terlihat dengan mata telanjang

Mikrohifema, pendarahan terlihat apabila menggunakan mikroskop

Dan apabila dibagi berdasarkan pemenuhan darah di bilik mata depan,

hifema dibagi menjadi:

Grade 1, darah menempati kurang dari sepertiga bilik mata depan, insiden

kasusnya 58%

Grade 2, darah mengisi sepertiga sampai setengah bilik mata depan, dengan

insiden kasus 20%

Grade 3, darah mengisi setengah sampai kurang dari total bilik mata depan,

insiden kasusnya 14%

Grade 4, darah mengisi seluruh bilik mata depan, sering disebut sebagai

total hyphema, blackball, atau 8-ball hyphema, insiden kasusnya 8%

13

Tabel 1 : Klasifikasi hifema berdasarkan derajat keparahannya

Umumnya grading inilah yang dijadikan salah satu patokan dalam

menentukan tata laksana hifema. Pada sekitar 50% kasus, hifema masih berbentuk

cairan sehingga membentuk air fluid level, sementara 40% kasus membentuk clot

dan menempel pada iris. Sisa 10% dari kasus hifema membentuk clot berwarna

gelap dan kontak dengan endotelium. Prognosis dari bentuk hifema yang ketiga

cenderung lebih buruk dibandingkan yang lainnya.5

Metode lain untuk menentukan grade hifema adalah dengan mengukur

(dalam milimeter) tinggi darah dari limbus inferior (arah jam 6). Metode ini

membantu memonitoring perkembangan penyembuhan ataupun kemungkinan

berulangnya pendarahan.5

14

Grade Keberadaan darah di Kamera Okuli

Anterior (COA)

1 Kurang dari 1/3

2 1/3 sampai ½

3 Lebih dari ½

4

a.k.a blackball / 8-ball

hyphema

Total (Penuh)

Gambar 6: Grading hifema

Sumber: http://mbbsdost.com/fbapp/index.php?mno=2105

15

Gambar 7: Hifema

Sumber: http://kumpulantipskesehatan9.blogspot.com/2011/06/hifema-

darah-di-bilik-mata-depan.html

2.7 Gejala dan Tanda

Subyektif:1

Penderita mengeluh nyeri

Penglihatan kabur dan menurun

Bilik mata depan merupakan salah satu media refraksi pada mata. Oleh

karena itu, apabila terdapat darah pada bilik mata depan, refraksi cahaya

dari dunia luar akan terganggu dan secara langsung katajaman penglihatan

seseorang akan menurun. Tingkat penurunan ini tergantung pada banyaknya

darah pada bilik mata depan.8

Epifora

Epifora adalah pengeluaran air mata yang berlebihan dari kelenjar lakrimal.

Blefarospasme

Blefarospasme merupakan tindakan memejamkan mata dengan kuat yang

tidak disadari, yang dapat berlangsung beberapa detik sampai beberapa jam.

Obyektif: 1,2

Bila pasien duduk hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah bilik

mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan.

Visus menurun

Tekanan intraokular (TIO) normal/meningkat/menurun

Bentuk pupil normal/midriasis/lonjong (oftalmoplegi interna)

Pelebaran pembuluh darah perikornea

Hifema (+), volumenya: <1/3 BMD, >1/3 BMD, total hifema atau eight

ball, black ball eye

Kadang diikuti abrasi kornea, tes fluoresin dapat (-) atau (+)

Darah yang menempel pada endotel kornea

Kadang terlihat iridoplegia

Trauma tumpul pada uvea dapat mengakibatkan kelumpuhan otot sfingter

pupil atau iridoplegia sehingga pupil menjadi lebar atau midriasis. Pasien

16

akan sukar melihat dekat karena gangguan akomodasi, silau akibat

gangguan pengaturan masuknya sinar pada pupil. Pupil terlihat tidak sama

besar atau anisokoria dan bentuk pupil dapat menjasi iregular. Pupil ini

tidak bereaksi terhadap sinar. Iridoplegia akibat trauma akan berlangsung

beberapa hari sampai beberapa minggu.

Kadang terlihat iridodialisis

Trauma tumpul dapat mengakibatkan robekan pada pangkal iris sehingga

bentuk pupil menjadi berubah. Pasien akan melihat ganda dengan satu

matanya. Pada iridodialisis akan terlihat pupil lonjong. Biasanya

iridodialisis terjadi bersama-bersama dengan hifema.

2.9 Penegakan Diagnosa

1. Anamnesis

Pasien hifema umumnya akan datang dengan keluhan pendarahan

atau adanya darah pada bagian tengah mata. Keluhan tersebut dapat disertai

dengan nyeri pada mata, gangguan penglihatan dan sensitif terhadapp

cahaya. Bila terdapat riwayat trauma, perlu ditanyakan mekanisme kejadian,

jenis obyek yang mengenai mata, arah terjadinya benturan, dan penggunaan

pelindung mata saat kejadian. Riwayat penyakit mata perlu ditanyakan,

terutama mengenai penyakit yang mempengaruhi tekanan intraokular.

Riwayat tindakan pembedahan dan laser pada mata juga harus ditanyakan

untuk mengetahui kemungkinan hifema operatif. Riwayat penyakit lain

seperti diabetes, hemoglobinopati atau sickle cell disease juga perlu

ditanyakan untuk menentukan etiologi dan tata laksana.5,6,8

2. Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Oftalmologis

Pemeriksaan oftalmologis dilakukan secara menyeluruh, meliputi

pemeriksaan visus, lapang pandang, gerakan bola mata, mata bagian

anterior dan posterior, serta TIO. Pemeriksaan dengan gonioskopi tidak

diajurkan karena meningkatkan risiko pendarahan ulang. Pemeriksaan pada

mata bagian anterior diharapkan dapat menentukan grading hifema. 5,8

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan lebih untuk menemukan etiologi

atau menyingkirkan diagnosis banding. Yang dinilai meliputi kondisi mata

17

bagian posterior, adneksa mata, dan orbita. Pemeriksaan yang umum

dilakukan berupa ultrasonografi (USG) mata atau CT-scan untuk melihat

adanya tumor intraokular. Dapat juga dilakukan angiografi pada iris untuk

melihat adanya neovaskularisasi meskipun sangat jarang dilakukan.

Pemeriksaan laboratorium jarang dilakukan, kecuali pemeriksaan darah

untuk melihat adanya sickle cell disease. 5,8

Anestesi lokal dapat diberikan bila ada blefarospasme. Dapat pula

dilakukan tes fluoresin, pengukuran TIO dengan tonometri, pemeriksaan

segmen anterior dengan lampu senter dan loupe atau slit lamp

biomikroskop.2

Goniskopi juga dapat dilakukan. Pemeriksaan struktur sudut sangat

penting untuk memahami sejauh mana trauma tumpul mempercepat

hyphema. Hal ini dapat ditunda sampai setelah 5 hari, berisiko tinggi,

perdarahan ulang periode kritis, dan bersifat dinamis. Kelainan Angle,

sinekia, dan resesi mungkin sering ditemukan.

2.9 Komplikasi

Pada umumnya yang perlu diwaspadai dalam menemukan kasus hifema

adalah komplikasi yang sesungguhnya jauh lebih berbahaya dibandingkan

keberadaan darah di kamera okuli anterior itu sendiri. Komplikasi yang mungkin

terjadi antara lain: glaukoma sekunder, sinekia posterior, sinekia anterior perifer,

pewarnaan kornea (corneal bloodstaining), hifema sekunder dan atrofi optik.

Komplikasi lainnya melibatkan kerusakan segmen posterior seperti ruptur koroid,

ablasio retina, pendarahan vitreous, dan dialisis zonular. 5

Glaukoma sekunder

Adanya darah yang mengisi bilik mata depan dapat meningkatkan

tekanan intraokuler secara langsung karena adanya peningkatan volume

cairan di dalam bilik mata depan, sehingga menyebabkan kondisi glaukoma

sekunder. Mekanisme lain terjadinya glaukoma sekunder adalah karena

adanya gumpalan darah, eritrosit, atau fibrin yang menempel pada

trabekular meshwork sehingga menghambat aliran masuk humor aquos ke

dalam saluran tersebut. Dapat pula terjadi trauma pada trabekular meshwork

ini berkaitan dengan trauma penyebab hifema sehingga terjadi peningkatan

18

intraokular akut. Gejala yang berkaitan dengan peningkatan tekanan

intraokular, seperti nyeri pada mata, nyeri kepala, atau fotofobia juga dapat

muncul.5

Menurut suatu studi, peningkatan tekanan intraokular (TIO) >21

mmHg terjadi pada 32% pasien dengan hifema. Tekanan yang tinggi ini

juga memiliki keterkaitan dengan grade hifema yang tinggi (3 atau 4).

Pasien yang sebelumnya sudah memiliki faktor predisposisi glaukoma akan

semakin mudah mengalami glaukoma. 5

Sinekia Posterior

Sinekia posterior atau adhesi iris terhadap lensa dapat terjadi pada

pasien hifema traumatik karena efek dari terjadinya iritis atau iridosiklitis.

Akan tetapi, komplikasi ini jarang terjadi pada pasien yang mendapat tata

laksana dengan baik. Sinekia posterior lebih banyak terjadi pada pasien

hifema yang menjalani evaluasi lewat pembedahan. 5

Sinekia Anterior Perifer

Sinekia anterior perifer, dimana iris menempel ke kornea, sering terjadi

pada pasien dengan hifema yang menetap pada periode yang panjang,

biasanya mencapai 9 hari atau lebih. Hal ini disebabkan oleh adanya iritis

kronik akibat trauma awal atau adanya iritis kimiawi karena adanya darah di

bilik mata depan. Kemungkinan penyebab lainya adalah adanya bekuan di

sudut bilik yang mengakibatkan fibrosis trabekular meshwork sehingga

menutup sudut tersebut. 5

Atrofi Optik

Atrofi optik merupakan keadaan akhir akibat glaukoma traumatik yang

dapat terjadi pada pasien dengan hifema. Terjadinya peningkatan tekanan

intraokular mengakibatkan tekanan diteruskan ke seluruh bagian mata,

termasuk ke tunika neuralis. Tunika neuralis yang merupakan retina akan

mengalami tekanan dan mengakibatkan kerusakan pada saraf. Kerusakan

pada saraf mata akibat tekanan akan timbul dalam bentuk atrofi optik. Pada

tekanan bola mata 50 mmHg, kerusakan dapat terjadi dalam 7 hari,

sedangkan pada tekanan bola mata 35 mmHg kerusakan dapat terjadi dalam

5 hari. Pada individual dengan sickle cell trait, kerusakan bahkan lebih

19

cepat terjadi pada tekanan yang lebih rendah, mengindikasikan pentingnya

penanganan segera terutama pada pasien-pasien ini.

Gambar 8 : Gambaran papil atrofi, yakni berupa papil yang tampak pucat

akibatnya menghilangnya serabut saraf dan pembuluh darah

kapiler akibat tekanan intraokular yang meninggi. (Crouch,

2006)

Hifema sekunder

Kadang-kadang sesudah hifema hilang atau 7 hari setelah trauma

dapat terjadi pendarahan atau hifema baru yang disebut hifema sekunder

yang pengaruhnya akan lebih hebat karena pendarahan lebih sukar hilang.1

Pendarahan sekunder disebabkan oleh lisis, retraksi bekuan dan fibrin,

yang berfungsi sebagai penyumbat pembuluh darah yang mengalami ruptur

di awal trauma. Pendarahan sekunder terjadi pada 25% dari seluruh pasien

hifema, dengan insiden terjadinya pendarahan sekunder yang lebih tinggi

pada hifema grade 3 dan 4. 5

Pendarahan sekunder di bilik mata depan bisa dideteksi dengan

melihat adanya peningkatan jumlah darah secara nyata di bilik mata depan.

Pendarahan sekunder umunya terjadi pada rentang waktu hari ke-2 hingga

hari ke-7 setelah trauma, dengan kemungkinan tersering terjadi pada hari

ke-3 atau ke-4. Pada hifema grade 3 dan 4, dimana darah dari hifema

berwarna gelap akan muncul darah berwarna cerah di bagian perifer,

tersering pada hari ke-4 hingga ke-6. Akan tetapi, hal ini belum tentu

20

merupakan pendarahan sekunder dapat juga merupakan hasil dari clotting

awal. 5

Hemosiderosis / Pewarnaan Kornea / Corneal Bloodstaining

Hemosiderosis kornea terutama terjadi pada pasien dengan hifema total

dan terkait pula dengan peningkatan TIO. Kemungkinan kemunculan

komplikasi ini berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi

integritas endotel seperti: 5

Kondisi endotel kornea awal

Trauma bedah pada endotel

Banyaknya bekuan yang mengalami kontak dengan endotel

Peningkatan TIO berkepanjangan

Pewarnaan kornea lebih sering terjadi pada pasien dengan hifema total

yang bertahan selama minimal 6 hari berturut-turut, diikuti dengan

peningkatan TIO lebih dari 25 mmHg. 5

Proses penyembuhan pewarnaan kornea membutuhkan waktu

beberapa bulan. Secara umum, pewarnaan kornea dimulai dari sentral

kemudian menyebar ke bagian perifer endotel kornea. Proses resolusi dari

komplikasi ini merupakan kebalikan dari proses inisiasi. Resolusi akan

dimulai dari bagian perifer kemudian menuju ke tengah. 5,6

Gambar 9 : Corneal Bloodstaining

Sumber: http://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/penginderaan-

kedokteran-dasar/hifema/

21

2.10 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hifema sangat bergantung kepada derajat hifema,

komplikasi yang terjadi, serta respons pasien terhadap pengobatan. Demikian

pula hal-hal inilah yang menjadi parameter dalam menentukan apakah pasien

perlu dirawat atau hanya berobat jalan saja. Untuk kasus ringan,

penatalaksanaan dapat meliputi terapi konservatif, seperti:

1. Membatasi aktivitas pasien / istirahatkan pasien

Hifema biasanya membaik dengan istirahat, namun dapat terjadi pendarahan

kembali pada 5-6 hari pertama setelah cedera. Anak-anak biasanya harus

dirawat di rumah sakit selama beberapa hari, sementara orang dewasa dapat

dirawat di rumah bila mereka dapat beristirahat dan tidak terjadi komplikasi

2. Melakukan penutupan mata dengan eye patch atau eye cover

3. Tirah baring dengan elevasi kepala 30-45o. Adapun maksud dari elevasi

kepala adalah untuk membuat darah mengumpul di bagian inferior dari COA

dan tidak menghalangi tajam penglihatan. Posisi ini juga mempermudah

dalam evaluasi harian COA tentang resorpsi hifema sehingga dapat

menunjukkan kemajuan pengobatan. Selain itu posisi ini merupakan posisi

optimal dalam mencegah kontak sel-sel darah merah dengan korena dan

trabekula Fontana.

4. Memberikan sedasi, terutama pada pasien pediatri yang hiperaktif. Hal ini

juga sesuai dengan poin pertama.

5. Pemberian analgesik, apabila dirasakan nyeri yang ringan dapat diberikan

asetaminofen, atau nyeri yang cukup berat dapat diberikan kodein. Hindair

penggunaan aspirin dan obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS, NSAID)

sebab dapat menimbulkan perdarahan dan berisiko menyebabkan perdarahan

sekunder.

6. Siklopegik/midriatik untuk mengurangi rasa sakit dan resiko tejadinya

sinekia posterior.

Pemberian siklopegik dapat menstabilkan blood-aqueous barrier,

meningkatkan kenyamanan pasien, dan memfasilitasi evaluasi segmen

posterior. Tetapi atropin topikal tidak memiliki efek menguntungkan dalam

22

mengurangi kejadian pendarahan ulang, resorbsi darah, atau perbaikan

visus.5,8

7. Antibiotika tetes mata bila ada tanda-tanda infeksi atau kortikosteroid tetes

mata bila ada inflamasi

Tetes mata steroid diberikan dalam jangka waktu pendek bersama dengan

dilatasi pupil. Steroid untuk menurunkan resiko pendarahan ulang.4

Penggunaan steroid topikal setelah hari ketiga atau hari keempat hifema

mungkin menguntungkan untuk mengurangi iridocyclitis dan untuk

mencegah atau menghalangi perkembangan sinekia anterior perifer atau

sinekia posterior.5

8. Antifibrinolitik oral / injeksi dapat diberikan untuk mencegah pendarahan

ulang seperti asam amino kaproat topikal atau oral serta asam traneksamat

oral. Kontraindikasi pada gangguan clotting intravaskular dan kehamilan.8

Aminokaproat sistemik (ACA, Amicar) menghambat bekuan lisis dengan

mencegah plasmin dari mengikat lisin dalam bekuan fibrin. Sebagai analog

lisin, ACA kompetitif menginaktivasi plasmin dengan menduduki situs

pada plasmin yang biasanya mengikat fibrin. Dengan cara yang sama, ACA

mengikat plasminogen, sehingga ketika diaktifkan untuk plasmin tidak

dapat ke fibrin. Sistemik ACA tidak boleh digunakan pada pasien yang

sedang hamil atau mereka dengan insufisiensi ginjal atau hati. 5

9. Asetazolamida atau beta blocker seperti timolol diberikan bila terjadi

penyulit glaukoma

10. Pada pasien dengan iridoplegia sebaiknya istirahat untuk mencegah

terjadinya kelelahan sfingter dan diberi roboransia.

11. Pemantauan berkala (setiap hari) tentang tajam penglihatan, tekanan

intraokular, serta regresi hifema.

Tujuan terapi sesuai dengan komplikasi yang mungkin terjadi. Untuk

mengatasi peningkatan tekanan intraokular, dapat dilakukan pemberian anti

glaukoma topikal, seperti timolol (antagonis reseptor beta), latanoprost (analog

prostaglandin), serta brimonidin (agonis reseptor 2 tipe perifer). Kesemua agen

ini bertujuan untuk mengurangi produksi akueous humor dan dapat membantu

menurunkan tekanan intraokular. Apabila masih tinggi, dapat dicobakan

pemberian inhibitor enzim karbonat-anhidrase (CAI) topika. Tekanan yang

23

belum terkontrol mengindikasikan pemberian agen lain, yakni CAI sistemik

(melalui oral), yakni asetazolamid dengan dosis 20 mg/kg/hari terbagi dalam

empat dosis. Hal ini terutama digunakan apabila tekanan masih di atas 22

mmHg. Pilihan terakhir apabila tekanan masih tinggi adalah pemberian agen

osmotik (seperti manitol IV 1,5 g/kg dalam larutan 10% 2 kali sehari atau 3 kali

sehari apabila tekanan sangat tinggi), atau pemberian gliserol per oral. Hal ini

penting apabila tekanan intraokular tetap di atas 35 mmHg meskipun hal-hal di

atas telah dicobakan pada pasien.8,7

Untuk mencegah perdarahan seknder, dapat diberikan asam

aminokaproat / ACA yang merupakan agen anti-plasmin. Plasmin merupakan

enzim yang melisiskan bekauan darah sehingga dapat mengakibatkan

perdarahan ulang. Asam aminokaproat yang pertama kali diteliti menggunakan

dosis 100 mg/kg dan diberikan setiap 4 jam (dengan maksimal 30 g setiap hari)

melalui oral. Agen ini diberikan selama 5 hari dan terbukti secara klinis sangat

menurunkan kejadian perdarahan sekunder, dibandingkan dengan pemberian

plasebo. Penelitian lanjutan menunjukkan bahwa asam aminokaproat 50 mg/kg

juga sama efektifnya dengan pemberian 100 mg/kg. Pemberian asam

aminokaproat terutama diindikasi pada hifema dengan kurang dari 75% COA

sebab pada kondisi yang lebih dari ini mencegah lisis dari bekuan darah

dianggap tidak efektif dalam mencegah terjadinya perdarahan sekunder.8

Pasien diindikasikan rawat inap jika:

1. Pasien mengalami hifema derajat II atau lebih, sebab berpotensi terjadinya

perdarahan sekunder

2. Merupakan sickle cell trait

3. Terjadi trauma tembus okuli

4. Pasien yang tidak patuh terhadap pengobatan

5. Pasien yang memiliki riwayat glaukoma

Dalam pasien rawat, perlu dilakukan pemantauan secara intensif seperti

tajam penglihatan, tekanan intraokular, serta resolusi hifema. Selain itu perlu

pula diamati apakah terdapat indikasi bedah pada pasien.

Operatif:

24

Pasien akan menjalani bedah apabila terdapat:

1. Corneal blood staining

2. Riwayat sickle cell trait, dengan tekanan intraokular di atas 24 mmHg lebih

dari 24 jam

3. Hifema dengan derajat lebih dari 50% COA selama 9 hari atau lebih. Hal ini

perlu dilakukan pembedahan agar tidak terjadi sinekia anterior, meskipun

sudah mendapatkan terapi medik secara maksimal

4. Hifema total, dengan tekanan intraokular lebih dari 50 mmHg selama 4 hari

atau lebih meskipun sudah mendapatkan terapi medik secara maksimal

5. Hifema total atau hifema dengan derajat >75% COA, dengan tekanan

intraokular lebih dari 25 mmHg selama lebih dari 6 hari meskipun sudah

mendapatkan terapi medik secara maksimal

6. Ada tanda-tanda imbibisi kornea

7. Ada tanda-tanda kenaikan tekanan intra okuler atau glaukoma sekunder

8. Hifema penuh dan berwarna hitam atau hifema yang tetap dan tidak

berkurang lebih dari 5 hari

9. Hemosiderosis pada endotel kornea. 1,2

Operasi hifema harus didahului dengan acetazolamide intravena dan

manitol jika tekanan intraokular meningkat. Saat ini, 4 pendekatan utama antara

lain: 5

Evakuasi hifema dengan instrumentasi vitrectomi tertutup

Sayatan kornea yang jelas dibuat dengan pisau berlian. Untuk menghindari

kedua iris dan lensa, pisau didorong ke dalam ruang anterior sedemikian

rupa sejajar dengan bidang iris. Prosedur operasi ini digunakan untuk

menghapus bagian tengah dari gumpalan. Menghapus seluruh gumpalan di

pinggiran ruang anterior tidak diperlukan.

Paracentesis

Paracentesis menyebabkan trauma bedah kecil dan mengurangi tekanan

intraokular tinggi. Paracentesis sangat bermanfaat pada pasien dengan sifat

sel sabit atau penyakit sel sabit. Namun, penurunan tekanan intraokular

mungkin bersifat sementara.

Irigasi dan aspirasi melalui sayatan kecil

25

Irigasi dengan teknik jarum tunggal atau ganda memiliki keuntungan dari

sayatan kecil. Teknik ini memiliki beberapa kelemahan. Kadang-kadang,

mempertahankan posisi ujung jarum di ruang anterior selama prosedur sulit.

Situasi berbahaya dibuat ketika jenis collar-button yang terbentuk bekuan

menempati kedua ruang anterior dan posterior. Hal ini akan menghasilkan

pupil blok dengan perpindahan anterior diafragma iris-lensa.

Irigasi Clot dengan trabeculectomy

Umumnya, trabeculectomy tidak digunakan dalam hifema kecil. Namun,

pada pasien dengan hifema total, trabeculectomy dengan iridectomy perifer

harus dipertimbangkan. Trabekulektomi dilakukan dengan irigasi dari ruang

hifema anterior. Operasi ini relatif aman dan harus dilakukan lebih awal

untuk pasien dengan hifema total kecuali tekanan intraokular tinggi secara

medis dapat dikendalikan dan resolusi hifema ini jelas dekat.

Teknik parasintesis sebagai berikut:1

Dibuat insisi kornea 2 mm dari limbus ke arah kornea yang sejajar dengan

permukaan iris. Biasanya dilakukan penekanan pada bibir luka maka koagulum

dari bilik mata depan keluar. Bila darah tidak keluar seluruhnya maka bilik mata

depan dibilas dengan garam fisiologik. Biasanya luka insisi kornea pada

parasentesis tidak perlu dijahit.

2.11 Prognosis

Prognosis pada kasus hifema ditentukan berdasarkan pulihnya tajam

penglihatan pasien. Fungsi penglihatan harus merupakan goal dalam

penatalaksanaan pasien dengan hifema.

Dalam menentukan kasus hifema perlu dipertimbangkan:

1. Kerusakan struktur mata lain

2. Perdarahan sekunder

3. Komplikasi lain: glaukoma, corneal blood staining, serta atrofi optik

Lebih dari 75% pasien hifema memiliki visus akhir >20/40. Penurunan visus

pada pasien hifema lebih dipengaruhi oleh kerusakan segmen posterior

26

(terutama retuna) dibanding gangguan pada segmen anterior. Keberhasilan

pengobatan hifema memulihkan ketajaman visual pada 75% pasien. Hifema

total sulit untuk diobati, dan hasil visual biasanya buruk. 5,8

2.12 Pencegahan

Trauma kecelakaan pada mata dapat dicegah dengan menggunakan alat

pelindung mata seperti googles. Walaupun trauma akibat pembedahan jarang

terjadi, pencegahan dengan menggunakan asetazolamid intravena dan manitol

perlu dilakukan apabila terdapat peningkatan TIO atau pasien dengan anestesia

umum. Hal ini diharapkan dapat mencegah hifema intra dan post operatif. Untuk

menghindari kemungkinan pendarahan berulang, perlu diberikan pengobatan

antifibrinolitik dan steroid sistemik pada kasus-kasus tertentu. 5,8

27

BAB III

KESIMPULAN

1. Hifema adalah pendarahan dalam bilik mata depan yang berasal dari pecahnya

pembuluh darah pada iris atau badan silier akibatkan trauma tumpul.

2. Hifema umumnya disebabkan oleh karena trauma tumpul. Hifema juga dapat

terjadi akibat komplikasi post operasi intraokuli, hifema spontan yang biasanya

dapat disebabkan oleh pecahnya neovaskularisasi pada iris, anomali vaskuler

dalam mata seperti yang terjadi pada juvenile xanthogranuloma. Bahkan, hifema

idiopatik pun dapat terjadi tanpa penyebab jelas, meskipun hal ini sangat jarang.

3. Terdapat dua mekanisme yang diduga menyebabkan terjadi hifema. Mekanisme

pertama adalah mekanisme dimana kekuatan trauma menyebabkan kontusi

sehingga terjadi robekan pada pembuluh darah iris dan badan silier yang rentan

rusak. Mekanisme kedua adalah trauma tersebut menyebabkan peningkatkan

tekanan intraokuler sesaat sehingga menyebabkan ruptur pembuluh darah pada

iris dan badan silier.

4. Klasifikasi hifema dibedakan berdasarkan kepada onset pendarahannya, darah

yang terlihat, serta pengisisan darah pada bilik mata depan. Berdasarkan onset

pendarahan, hifema diklasifikasikan menjadi hifema primer dan hifema sekunder.

Berdasarkan darah yang terlihat, hifema diklasifikasikan menjadi makrohifema

dan mikrohifema. Dan berdasarkan pemenuhan darah di bilik mata depan, hifema

dibagi menjadi 4 grade yaitu, grade 1, grade 2, grade 3, dan grade 4. Umumnya

grading inilah yang dijadikan salah satu patokan dalam menentukan tata laksana

hifema.

5. Manifestasi klinis subyektif dari hifema adalah nyeri, penglihatan kabur dan

menurun, epifora, dan blefarospasme. Manifestasi klinis obyektif dari hifema

adalah bila pasien duduk hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah bilik

mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan, visus

menurun, tekanan intraokular (TIO) normal/meningkat/menurun, bentuk pupil

normal/midriasis/lonjong (oftalmoplegi interna), pelebaran pembuluh darah

perikornea, hifema (+), kadang diikuti abrasi kornea, tes fluoresin dapat (-) atau

(+), darah yang menempel pada endotel kornea, kadang terlihat iridoplegia dan

iridodialisis.

28

6. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa anestesi lokal dapat diberikan bila

ada blefarospasme, tes fluoresin, pengukuran TIO dengan tonometri, pemeriksaan

segmen anterior dengan lampu senter dan loupe atau slit lamp biomikroskop,

ultrasonografi (USG) mata atau CT-scan, angiografi pada iris, pemeriksaan

laboratorium dan gonioskopi.

7. Beberapa diagnosis banding yang dapat memberikan gambaran seperti hifema

adalah herpes simpleks keratitis, manifestasi sickle cell disease, dan komplikasi

glaukoma.

8. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain glaukoma sekunder, sinekia posterior,

sinekia anterior perifer, pewarnaan kornea (corneal bloodstaining), hifema

sekunder dan atrofi optik. Komplikasi lainnya melibatkan kerusakan segmen

posterior seperti ruptur koroid, ablasio retina, pendarahan vitreous, dan dialisis

zonular.

9. Prognosis visus akhir pasien dengan hifema bergantung pada 3 faktor utama,

yaitu kerusakan organ mata lain (ruptur koroid), apakah terjadi pendarahan

sekunder, serta apakah terjadi komplikasi seperti glaukoma, Corneal

Bloodstaining, dan atrofi optik. Keberhasilan pengobatan hifema memulihkan

ketajaman visual pada 75% pasien. Hifema total sulit untuk diobati, dan hasil

visual biasanya buruk.

10. Trauma kecelakaan pada mata dapat dicegah dengan menggunakan alat pelindung

mata seperti googles. Walaupun trauma akibat pembedahan jarang terjadi,

pencegahan dengan menggunakan asetazolamid intravena dan manitol perlu

dilakukan apabila terdapat peningkatan TIO atau pasien dengan anestesia umum.

Hal ini diharapkan dapat mencegah hifema intra dan post operatif. Untuk

menghindari kemungkinan pendarahan berulang, perlu diberikan pengobatan

antifibrinolitik dan steroid sistemik pada kasus-kasus tertentu.

29

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, H.S. dan Yulianti, S.R. 2014. Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima. Jakarta:

Badan Penerbit FKUI. Jakarta.

2. Nurwasis, dkk. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu

Penyakit Mata Edisi III. Surabaya: Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo.

3. Vaughan DG, Eva RP, Asbury T., Oftalmologi Umum Edisi 14. Widya Medika.

Jakarta. 2000.

4. James, B., Chew. C,. dan Bron, A. 2006. Lecture Notes Oftalmologi Edisi

Sembilan. Jakarta: Erlangga.

5. Sheppard, J.D. 2014. Hyphema (Bleeding in Eye). Diunduh dari:

http://www.emedicinehealth.com/hyphema_bleeding_in_eye/.htm pada tanggal 6

Oktober 2014.

6. Ilyas, H.S. 2009. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

7. Sheppard JD. Hyphema. [Internet]. Updated: 2011 Mar 19, Cited: 2015 juli 27.

Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1190165-overview

8. Chraibi F, Bhallil S, Benatiya I, Tahri H. Hyphema revealing retinoblastoma in

childhoot. A case report. Bull. Soc. Belge Ophtalmol. 2011(318): 41-3

30