REFRAT Anestesi
-
Upload
arya-argamanda -
Category
Documents
-
view
34 -
download
0
description
Transcript of REFRAT Anestesi
REFRAT
ANESTESI DALAM OBSTETRI
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti Program Pendidikan Profesi
Dokter Bagian Ilmu Anestesi di Badan Rumah Sakit Daerah Wonosobo
Diajukan Kepada :
dr. Aryono Hendrasto, MSi, Med, Sp.An
Disusun Oleh :
Yulianti S Arey
20090310141
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM
PENDIDIKAN PROFESI DOKTER UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA BAGIAN ILMU ANESTESI
RUMAH SAKIT DAERAH WONOSOBO
2014
HALAMAN PENGESAHAN
Telah dipresentasikan dan disetujui Refrat dengan judul :
ANESTESI OBSTETRI
Tanggal : Oktober 2014
Tempat : RSUD Setjonegoro Wonosobo
Oleh :
Yulianti S Arey
20090310141
Disahkan oleh :
Dokter Pembimbing
dr. Aryono Hendrasto, MSi, Med, Sp.An
2
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Alhamdulillah dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas
segala limpahan rahmat yang telah diberikan sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas Refrat untuk memenuhi sebagian syarat mengikuti ujian
akhir program pendidikan profesi di bagian Ilmu Anestesi dengan judul :
ANESTESI DALAM OBSTETRI
Penulisan Refrat ini dapat terwujud atas bantuan berbagai pihak, oleh
karena itu maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. dr. Aryono Hendrasto, MSi, Med, Sp.An selaku dokter pembimbing dan
dokter spesialis Anestesi RSUD Wonosobo.
2. dr. Totok, Sp.An selaku dokter spesialis Anestesi RSUD Wonosobo.
3. Perawat Instalasi Bedah Sentral dan perawat seluruh bangsal RSUD
Wonosobo
4. Teman-teman koass serta tenaga kesehatan RSUD Wonosobo yang telah
membantu penulis dalam menyusun tugas ini.
Dalam penyusunan presentasi kasus ini penulis menyadari bahwa masih
memiliki banyak kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik demi
kesempurnaan penyusunan refrat di masa yang akan datang. Semoga dapat
menambah pengetahuan bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Wonosobo, September 2014
Lenny Sukmawati
3
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................................................ii
KATA PENGANTAR..............................................................................................................iii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iv
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................5
BAB II........................................................................................................................................7
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................................7
A. Komposisi dan distribusi cairan tubuh...........................................................................9
B. Proses pergerakan cairan tubuh....................................................................................12
C. Asupan dan kehilangan cairan dan elektrolit pada keadaan normal............................13
D. Jenis Cairan..................................................................................................................20
E. Terapi Cairan................................................................................................................26
F. Nutrisi Parenteral..........................................................................................................32
BAB III.....................................................................................................................................38
KESIMPULAN....................................................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA:.............................................................................................................39
4
BAB I
PENDAHULUAN
Terapi cairan adalah tindakan untuk memelihara, mengganti milieu
interior dalam batas-batas fisiologis dengan cairan kristaloid (elektrolit) atau
koloid (plasma ekspander) secara intravena.
Sekitar dua pertiga dari berat badan kita adalah cairan, terdiri dari air dan
ion atau senyawa yang larut di dalamnya. Cairan ini berfungsi untuk mengatur
suhu tubuh dan membantu proses percernaan. Air merupakan konstituen terbesar
dalam tubuh manusia. Persentase nya dapat berubah tergantung pada umur, jenis
kelamin, dan derajat obesitas seseorang. Seiring dengan pertumbuhan seseorang
persentase jumlah cairan tubuh terhadap berat badan berangsur-angsur turun. Pada
laki-laki dewasa berkisar antara 50 – 60 persen berat badan, sedangkan pada
wanita dewasa sekitar 50 persen berat badan.
Kecepatan pergantian air di dalam tubuh cukup tinggi, sehingga
perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh dapat dengan mudah terjadi. Bila
seseorang mengalami muntah atau diare maka akan terjadi penurunan cairan
tubuh yang dapat mengakibatkan terjadinya gangguan fisiologis yang berat.
Demikian pula bila seseorang melakukan aktivitas yang berat, seperti bekerja atau
berolah raga yang banyak menguras tenaga maka akan terjadi penurunan cairan
tubuh. Hal inilah yang mengakibatkan rasa haus sehingga menimbulkan rasa ingin
minum.
Zat-zat yang terkandung dalam cairan tubuh antara lain adalah air,
elektrolit, trace element, vitamin, dan nutrien-nutrien lain seperti protein,
karbohidrat, dan lemak. Dengan makan dan minum maka tubuh kita akan
tercukupi akan kebutuhan nutrient-nutrien tersebut. Air dan elektrolit yang masuk
ke dalam tubuh akan dikeluarkan dalam waktu 24 jam dengan jumlah yang kira-
kira sama melalui urin, feses, keringat, dan pernafasan. Tubuh kita memiliki
kemampuan untuk mempertahankan atau memelihara keseimbangan ini yang
dikenal dengan homeostasis. Selain itu dalam keadaan tertentu, terapi cairan dapat
5
digunakan sebagai tambahan untuk memasukkan obat dan zat makanan secara
rutin atau untuk menjaga keseimbangan asam-basa.
Dengan demikian, secara garis besar tujuan dari terapi cairan adalah :
1.Mengatur keseimbangan air dan elektrolit tubuh
2.Dukungan nutrisi
3.Akses intravena
4.Mengatasi syok
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendahuluan
Tindakan anesthesia atau analgesia regional anestesi pada pasien obstetric
sering diperlukan untuk persalinan tanpa nyeri, ekstraksi vakum dan cunam, versi
dalam atau luar, bedah sesar, atau tindakan penyulit persalinan yang lainnya.
Teknik yang aman tergantung pada pengalaman dan kemahiran yang dikuasai
oleh anestetis. Disamping itu, perlu diperkirakan komplikasi yang mungkin terjadi
dan sejauh mana teknik ini dapat menimbulkan efek samping pada janin yang
akan dilahirkan
B. Faktor yang menyebabkan asfiksia atau mendepresi janin
Pada umumnya kesejahteraan bayi baru lahirrendah sering
bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membrane semipermeabel
(permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah menuju larutan berkadar
lebih tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh membran sel dan kapiler permeable
terhadap air, sehingga tekanan osmotik cairan tubuh seluruh kompartemen sama.
Membran semipermeabel ialah membran yang dapat dilalui air (pelarut), namun
tidak dapat dilalui zat terlarut misalnya protein. Tekanan osmotik plasma darah
ialah 285+ 5 mOsm/L. Larutan dengan tekanan osmotik kira-kira sama disebut
isotonik (NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%, Ringer laktat). Larutan dengan tekanan
osmotik lebih rendah disebut hipotonik (akuades), sedangkan lebih tinggi disebut
hipertonik.
Difusi
Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan
bergerak dari konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan
hidrostatik pembuluh darah juga mendorong air masuk berdifusi melewati pori-
pori tersebut. Jadi difusi tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan
hidrostatik.
Pompa Natrium Kalium
7
Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa
ion natrium keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion
kalium dari luar ke dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk
mencegah keadaan hiperosmolar di dalam sel.
C. Asupan dan kehilangan cairan dan elektrolit pada keadaan normal
Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah
oleh stres akibat operasi, kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya
cedera pada paru-paru, kulit atau traktus gastrointestinal. Pada keadaan normal,
seseorang mengkonsumsi air rata-rata sebanyak 2000-2500 ml per hari, dalam
bentuk cairan maupun makanan padat dengan kehilangan cairan rata-rata 250 ml
dari feses, 800-1500 ml dari urin, dan hampir 600 ml kehilangan cairan yang tidak
disadari (insensible water loss) dari kulit dan paru-paru. Kepustakaan lain
menyebutkan asupan cairan didapat dari metabolisme oksidatif dari karbohidrat,
protein dan lemak yaitu sekitar 250-300 ml per hari, cairan yang diminum setiap
hari sekitar 1100-1400 ml tiap hari, cairan dari makanan padat sekitar 800-1000
ml tiap hari, sedangkan kehilangan cairan terjadi dari ekskresi urin (rata-rata 1500
ml tiap hari, 40-80 ml per jam untuk orang dewasa dan 0,5 ml/kg untuk
pediatrik), kulit (insensible loss) sebanyak rata-rata 6 ml/kg/24 jam pada rata-rata
orang dewasa yang mana volume kehilangan bertambah pada keadaan demam
yaitu 100-150 ml tiap kenaikan suhu tubuh 1 derajat celcius pada suhu tubuh di
atas 37 derajat celcius dan sensible loss yang banyaknya tergantung dari
tingkatan dan jenis aktivitas yang dilakukan), paru- paru (sekitar 400 ml tiap hari
dari insensible loss), traktus gastrointestinal (100-200 ml tiap hari yang dapat
meningkat sampai 3-6 L tiap hari jika terdapat penyakit di traktus
gastrointestinal), third-space loses.
8
Gambar 4. Insensible loss
Dengan perhitungan yang lebih akurat lagi dapat dicari
Volume urin normal : 0,5-1 cc/kg/jam
Air metabolisme : Dewasa : 5 cc/kg/hari, anak 12-14 th : 5-6 cc/kg/hari, 7-11 th :
6-7 cc/kg/hari, balita : 8 cc/kg/hari
Insensible water loss IWL : Dewasa : 15 cc/kg/hari, Anak : 30-usia(th) cc/kg hari.
Jika ada kenaikan suhu : IWL + 200
Kebutuhan air dan elektrolit per hari
Pada orang dewasa :
- Air : 30-40 ml/kg/hr atau 2 ml/kg/jam atau (60 ml + 1 ml/kg setiap diatas 20
kg)/jam
-Kenaikan 1 derajat celcius ditambah 10-15%
Kebutuhan homeostatis Kalium : 20-30 mEq/kg/hr
Na : 2 mEq/kg/hr
K : 1 mEq/kg/hr
Pada anak dan bayi :
Air : 0-10 kg : 4 ml/kg/jam (100 ml/kg/hr)
10-20 kg : (40 ml + 2 ml/kg setiap kg diatas 10 kg)/jam (1000 ml + 50 ml/kg
diatas 10 kg)/hr
>20 kg : (60 ml + 1 ml/kg setiap kg diatas 20 kg)/jam (1500 ml + 20 ml/kg diatas
20 kg)/hr
Na : 2 Meq/kg/hr
K : 2 Meq/kg/hr
9
Faktor-faktor modifikasi kebutuhan cairan
Kebutuhan ekstra / meningkat pada :
-Demam ( 12% tiap kenaikan suhu 1C )
-Hiperventilasi
-Suhu lingkungan tinggi
-Aktivitas ekstrim
-Setiap kehilangan abnormal ( ex: diare, poliuri, dll )
Kebutuhan menurun pada :
-Hipotermi ( 12% tiap penurunan suhu 1C )
-Kelembaban sangat tinggi
-Oligouri atau anuria
-Aktivitas menurun / tidak beraktivitas
-Retensi cairan ( ex: gagal jantung, gagal ginjal, dll )
Perubahan cairan tubuh dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu :
1. Perubahan volume
a. Defisit volume
Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh
yang paling umum terjadi pada pasien bedah. Penyebab paling umum adalah
kehilangan cairan di gastrointestinal akibat muntah, penyedot nasogastrik, diare
dan drainase fistula. Penyebab lainnya dapat berupa kehilangan cairan pada
cedera jaringan lunak, infeksi, inflamasi jaringan, peritonitis, obstruksi usus, dan
luka bakar. Keadaan akut, kehilangan cairan yang cepat akan menimbulkan tanda
gangguan pada susunan saraf pusat dan jantung. Pada kehilangan cairan yang
lambat lebih dapat ditoleransi sampai defisit volume cairan ekstraselular yang
berat terjadi.
* Dehidrasi
Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari
natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L) atau
hipernatremik (>150 mEq/L).
10
Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling sering terjadi (80%),
sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar 5-10% dari kasus.
Dehidrasi Isotonis (isonatremik) terjadi ketika kehilangan cairan hampir sama
dengan konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan natrium
besarnya relatif sama dalam kompartemen intravaskular maupun kompartemen
ekstravaskular. Dehidrasi hipotonis (hiponatremik) terjadi ketika kehilangan
cairan dengan kandungan natrium lebih banyak dari darah (kehilangan cairan
hipertonis). Secara garis besar terjadi kehilangan natrium yang lebih banyak
dibandingkan air yang hilang. Karena kadar natrium serum rendah, air di
kompartemen intravaskular berpindah ke kompartemen ekstravaskular, sehingga
menyebabkan penurunan volume intravaskular. Dehidrasi hipertonis
(hipernatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih
sedikit dari darah (kehilangan cairan hipotonis). Secara garis besar terjadi
kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karena
kadar natrium tinggi, air di kompartemen ekstraskular berpindah ke kompartemen
intravaskular, sehingga meminimalkan penurunan volume intravaskular
Gambar 5. Derajad dehidrasi
Terapi untuk dehidrasi (rehidrasi) dilakukan dengan mempertimbangkan
kebutuhan cairan untuk rumatan, defisit cairan dan kehilangan cairan yang sedang
berlangsung. Strategi untuk rehidrasi adalah dengan memperhitungkan defisit
cairan, cairan rumatan yang diperlukan dan kehilangan cairan yang sedang
berlangsung disesuaikan .
Cara rehidrasi :
1. Nilai status rehidrasi (sesuai tabel 4 di atas), banyak cairan yang diberikan
(D) = derajat dehidrasi (%) x BB x 1000 cc
11
2. Hitung cairan rumatan (M) yang diperlukan (untuk dewasa 40 cc/kgBB/24
jam atau rumus holliday-segar seperti untuk anak-anak)
Pemberian cairan
o 6 jam I = ½ D + ¼ M atau 8 jam I = ½ D + ½ M (menurut Guillot)
o 18 jam II = ½ D + ¾ M atau 16 jam II = ½ D + ½ M (menurut Guillot)
b. Kelebihan volume
Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat
iatrogenic (pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan
air dan NaCl ataupun pemberian cairan intravena glukosa yang menyebabkan
kelebihan air) ataupun dapat sekunder akibat insufisiensi renal (gangguan pada
GFR), sirosis, ataupun gagal jantung kongestif. Kelebihan cairan intaseluler dapat
terjadi jika terjadi kelebihan cairan tetapi jumlah NaCl tetap atau berkurang
2.Perubahan konsentrasi
- Hiponatremia
Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental,
letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L
maka akan timbul gejala kejang, koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh
euvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal,
diare, muntah, third space losse, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis).
Keadaan ini dapat diterapi dengan restriksi cairan (Na+ ≥ 125 mg/L) atau NaCl
3% sebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg. Koreksi
hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan scara perlahan-lahan,
sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif. Untuk menghitung Na serum
yang dibutuhkan dapat menggunakan rumus :
Na= (Na1 – Na0) x TBW
Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)
Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan
Na0 = Na serum yang aktual
TBW = total body water = 0,6 x BB (kg)
12
- Hipernatremia
Jika kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan
mental, letargi, kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat disebabkan oleh
kehilangan cairan (diare, muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat
berlebihan), asupan air kurang, asupan natrium berlebihan. Terapi keadaan ini
adalah penggantian cairan dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak {(X-140) x
BB x 0,6}: 140.
- Hipokalemia
Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut
kalium dari cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar
total kalium tubuh. Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung,
perubahan EKG (QRS segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural,
kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia dapat
berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obat-obatan), infus
potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild hipokalemia ;>2 mEq/L) atau
infus potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk
hipokalemia berat;<2mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang
hebat). Rumus untuk menghitung defisit kalium :
K = (K1 – K0) x BB / 3
K = kalium yang dibutuhkan
K1 = serum kalium yang diinginkan
K0 = serum kalium yang terukur
BB = berat badan (kg)
- Hiperkalemia
Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi
renal atau obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor,
siklosporin, diuretik). Tanda dan gejalanya terutama melibatkan susunan saraf
pusat (parestesia, kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik,
perubahan EKG). Terapi untuk hiperkalemia dapat berupa intravena kalsium
klorida 10% dalam 10 menit, sodium bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10 menit,
atau diuretik, hemodialisis.
13
3. Perubahan komposisi
- Asidosis respiratorik
(pH< 7,35 dan PaCO2> 45 mmHg) Kondisi ini berhubungan dengan
retensi CO2 secara sekunder untuk menurunkan ventilasi alveolar pada pasien
bedah. Kejadian akut merupakan akibat dari ventilasi yang tidak adekuat termasuk
obstruksi jalan nafas, atelektasis, pneumonia, efusi pleura, nyeri dari insisi
abdomen atas, distensi abdomen dan penggunaan narkose yang berlebihan.
Manajemennya melibatkan koreksi yang adekuat dari defek pulmonal, intubasi
endotrakeal, dan ventilasi mekanis bila perlu. Perhatian yang ketat terhadap
higiene trakeobronkial saat post operatif adalah sangat penting.
-Alkalosis respiratorik
(pH> 7,45 dan PaCO2 < 35 mmHg) Kondisi ini disebabkan ketakutan,
nyeri, hipoksia, cedera SSP, dan ventilasi yang dibantu. Pada fase akut,
konsentrasi bikarbonat serum normal, dan alkalosis terjadi sebagai hasil dari
penurunan PaCO2 yang cepat. Terapi ditujukan untuk mengkoreksi masalah yang
mendasari termasuk sedasi yang sesuai, analgesia, penggunaan yang tepat dari
ventilator mekanik, dan koreksi defisit potasium yang terjadi.
- Asidosis metabolik
(pH<7,35 dan bikarbonat <21 mEq/L) Kondisi ini disebabkan oleh retensi
atau penambahan asam atau kehilangan bikarbonat. Penyebab yang paling umum
termasuk gagal ginjal, diare, fistula usus kecil, diabetik ketoasidosis, dan asidosis
laktat. Kompensasi awal yang terjadi adalah peningkatan ventilasi dan depresi
PaCO2. Penyebab paling umum adalah syok, diabetik ketoasidosis, kelaparan,
aspirin yang berlebihan dan keracunan metanol. Terapi sebaiknya ditujukan
terhadap koreksi kelainan yang mendasari. Terapi bikarbonat hanya
diperuntukkan bagi penanganan asidosis berat dan hanya setelah kompensasi
alkalosis respirasi digunakan.
- Alkalosis metabolik
(pH>7,45 dan bikarbonat >27 mEq/L) Kelainan ini merupakan akibat dari
kehilangan asam atau penambahan bikarbonat dan diperburuk oleh hipokalemia.
Masalah yang umum terjadi pada pasien bedah adalah hipokloremik, hipokalemik
14
akibat defisit volume ekstraselular. Terapi yang digunakan adalah sodium klorida
isotonik dan penggantian kekurangan potasium. Koreksi alkalosis harus gradual
selama perode 24 jam dengan pengukuran pH, PaCO2 dan serum elektrolit yang
sering.
D. Jenis Cairan
Cairan Kristaloid
Merupakan larutan dengan air (aqueous) yang terdiri dari molekul-molekul
kecil yang dapat menembus membran kapiler dengan mudah. Biasanya volume
pemberian lebih besar, onset lebih cepat, durasinya singkat, efek samping lebih
sedikit dan harga lebih murah. Yang termasuk cairan kristaloid antara lain salin
(salin 0,9%, ringer laktat, ringer asetat), glukosa (D5%, D10%, D20%), serta
sodium bikarbonat. Masing-masing jenis memiliki kegunaan tersendiri, dimana
salin biasa digunakan untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh sehari-hari dan
saat kegawat daruratan, sedangkan glukosa biasa digunakan pada penanganan
kasus hipoglikemia, serta sodium bikarbonat yang merupakan terapi pilihan pada
kasus asidosis metabolik dan alkalinisasi urin. Mekanisme secara umum larutan
kristaloid menembus membran kapiler dari kompartemen intravaskuler ke
kompartemen interstisial, kemudian didistribusikan ke semua kompartemen ekstra
vaskuler. Hanya 25% dari jumlah pemberian awal yang tetap berada
intravaskuler, sehingga penggunaannya membutuhkan volume 3-4 kali dari
volume plasma yang hilang. Bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi
sejumlah cairan kedalam pembuluh darah dengan segera dan efektif untuk pasien
yang membutuhkan cairan segera. Cairan kristaloid bersifat mudah keluar dari
intravaskuler, terutama pada kasus dimana terjadi peningkatan resistensi kapiler
seperti pada sepsis. Pada kondisi tersebut, penting untuk dipikirkan penggantian
cairan yang memiliki molekul lebih besar, yaitu jenis koloid.
1. Normal Saline
Komposisi (mmol/l) : Na = 154, Cl = 154. Kemasan : 100, 250, 500, 1000
ml. Indikasi :
Resusitasi
15
Pada kondisi kritis, sel-sel endotelium pembuluh darah bocor, diikuti oleh
keluarnya molekul protein besar ke kompartemen interstisial, diikuti air dan
elektrolit yang bergerak ke intertisial karena gradien osmosis. Plasma expander
berguna untuk mengganti cairan dan elektrolit yang hilang pada intravaskuler.
Diare
Kondisi diare menyebabkan kehilangan cairan dalam jumlah banyak,
cairan NaCl digunakan untuk mengganti cairan yang hilang tersebut
Luka Bakar
Manifestasi luka bakar adalah syok hipovolemik, dimana terjadi
kehilangan protein plasma atau cairan ekstraseluler dalam jumlah besar dari
permukaan tubuh yang terbakar. Untuk mempertahankan cairan dan elektrolit
dapat digunakan cairan NaCl, ringer laktat, atau dekstrosa.
Gagal Ginjal Akut
Penurunan fungsi ginjal akut mengakibatkan kegagalan ginjal menjaga
homeostasis tubuh. Keadaan ini juga meningkatkan metabolit nitrogen yaitu
ureum dan kreatinin serta gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Pemberian normal saline dan glukosa menjaga cairan ekstra seluler dan elektrolit.
Kontraindikasi : hipertonik uterus, hiponatremia, retensi cairan. Digunakan
dengan pengawasan ketat pada CHF, insufisiensi renal, hipertensi, edema perifer
dan edema paru.
Adverse Reaction : edema jaringan pada penggunaan volume besar (biasanya
paru- paru), penggunaan dalam jumlah besar menyebabkan akumulasi natrium.
2. Ringer Laktat (RL)
Komposisi (mmol/100ml) : Na = 130-140, K = 4-5, Ca = 2-3, Cl = 109-
110, Basa = 28-30 mEq/l. Kemasan : 500, 1000 ml.
Cara Kerja Obat : keunggulan terpenting dari larutan Ringer Laktat adalah
komposisi elektrolit dan konsentrasinya yang sangat serupa dengan yang
dikandung cairan ekstraseluler. Natrium merupakan kation utama dari plasma
darah dan menentukan tekanan osmotik. Klorida merupakan anion utama di
plasma darah. Kalium merupakan kation terpenting di intraseluler dan berfungsi
untuk konduksi saraf dan otot. Elektrolit-elektrolit ini dibutuhkan untuk
16
menggantikan kehilangan cairan pada dehidrasi dan syok hipovolemik termasuk
syok perdarahan.
Indikasi : mengembalikan keseimbangan elektrolit pada keadaan dehidrasi dan
syok hipovolemik. Ringer laktat menjadi kurang disukai karena menyebabkan
hiperkloremia dan asidosis metabolik, karena akan menyebabkan penumpukan
asam laktat yang tinggi akibat metabolisme anaerob.
Kontraindikasi : hipernatremia, kelainan ginjal, kerusakan sel hati, asidosis laktat.
Adverse Reaction : edema jaringan pada penggunaan volume yang besar,
biasanya paru-paru.
Peringatan dan Perhatian : ” Not for use in the treatment of lactic acidosis”. Hati
-hati pemberian pada penderita edema perifer pulmoner, heart failure/impaired
renal function & pre-eklamsia.
3. Dekstrosa
Komposisi : glukosa = 50 gr/l (5%), 100 gr/l (10%), 200 gr/l (20%).
Kemasan : 100, 250, 500 ml.
Indikasi : sebagai cairan resusitasi pada terapi intravena serta untuk keperluan
hidrasi selama dan sesudah operasi. Diberikan pada keadaan oliguria ringan
sampai sedang (kadar kreatinin kurang dari 25 mg/100ml)
Kontraindikasi : Hiperglikemia.
Adverse Reaction : Injeksi glukosa hipertonik dengan pH rendah dapat
menyebabkan iritasi pada pembuluh darah dan tromboflebitis.
4. Ringer Asetat (RA)
Larutan ini merupakan salah satu cairan kristaloid yang cukup banyak
diteliti. Larutan RA berbeda dari RL (Ringer Laktat) dimana laktat terutama
dimetabolisme di hati, sementara asetat dimetabolisme terutama di otot. Sebagai
cairan kristaloid isotonik yang memiliki komposisi elektrolit mirip dengan
plasma, RA dan RL efektif sebagai terapi resusitasi pasien dengan dehidrasi berat
dan syok, terlebih pada kondisi yang disertai asidosis. Metabolisme asetat juga
didapatkan lebih cepat 3-4 kali dibanding laktat. Dengan profil seperti ini, RA
memiliki manfaat-manfaat tambahan pada dehidrasi dengan kehilangan
bikarbonat masif yang terjadi pada diare. Penggunaan Ringer Asetat sebagai
17
cairan resusitasi sudah seharusnya diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi
hati berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Hal ini dikarenakan adanya laktat
dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi
dalam hati menjadi bikarbonat. Ringer Asetat telah tersedia luas di berbagai
negara. Cairan ini terutama diindikasikan sebagai pengganti kehilangan cairan
akut (resusitasi), misalnya pada diare, DBD, luka bakar/syok hemoragik;
pengganti cairan selama prosedur operasi; loading cairan saat induksi anestesi
regional; priming solution pada tindakan pintas kardiopulmonal; dan juga
diindikasikan pada stroke akut dengan komplikasi dehidrasi. Hasil studi juga
memperlihatkan RA dapat mempertahankan suhu tubuh lebih baik dibanding RL
secara signifikan pada menit ke 5, 50, 55, dan 65, tanpa menimbulkan perbedaan
yang signifikan pada parameter-parameter hemodinamik (denyut jantung dan
tekanan darah sistolik-diastolik).
Cairan Koloid
Merupakan larutan yang terdiri dari molekul-molekul besar yang sulit
menembus membran kapiler, digunakan untuk mengganti cairan intravaskuler.
Umumnya pemberian lebih kecil, onsetnya lambat, durasinya lebih panjang, efek
samping lebih banyak, dan lebih mahal. Mekanisme secara umum memiliki sifat
seperti protein plasma sehingga cenderung tidak keluar dari membran kapiler dan
tetap berada dalam pembuluh darah, bersifat hipertonik dan dapat menarik cairan
dari pembuluh darah. Oleh karena itu penggunaannya membutuhkan volume
yang sama dengan jumlah volume plasma yang hilang. Digunakan untuk menjaga
dan meningkatkan tekanan osmose plasma.
1. Albumin
Komposisi : Albumin yang tersedia untuk keperluan klinis adalah protein
69-kDa yang dimurnikan dari plasma manusia (contoh: albumin 5%). Albumin
merupakan koloid alami dan lebih menguntungkan karena : volume yang
dibutuhkan lebih kecil, efek koagulopati lebih rendah, resiko akumulasi di dalam
jaringan pada penggunaan jangka lama yang lebih kecil dibandingkan starches
dan resiko terjadinya anafilaksis lebih kecil.
18
Indikasi :
Pengganti volume plasma atau protein pada keadaan syok hipovolemia,
hipoalbuminemia, atau hipoproteinemia, operasi, trauma, cardiopulmonary
bypass, hiperbilirubinemia, gagal ginjal akut, pancretitis, mediasinitis, selulitis
luas dan luka bakar.
Pengganti volume plasma pada ARDS ( Acute Respiratory Distress Syndrome).
Pasien dengan hipoproteinemia dan ARDS diterapi dengan albumin dan
furosemid yang dapat memberikan efek diuresis yang signifikan serta penurunan
berat badan secara bersamaan.
Hipoalbuminemia yang merupakan manifestasi dari keadaan malnutrisi,
kebakaran, operasi besar, infeksi (sepsis syok), berbagai macam kondisi inflamasi,
dan ekskresi renal berlebih. Pada spontaneus bacterial peritonitis(SBP) yang
merupakan komplikasi dari sirosis. Sirosis memacu terjadinya asites/penumpukan
cairan yang merupakan media pertumbuhan yang baik bagi bakteri. Terapi
antibiotik adalah pilihan utama, sedangkan penggunaan albumin pada terapi
tersebut dapat mengurangi resiko renal impairment dan kematian. Adanya bakteri
dalam darah dapat menyebabkan terjadinya multi organ dysfunction syndrome
(MODS), yaitu sindroma kerusakan organ-organ tubuh yang timbul akibat infeksi
langsung dari bakteri.
Kontraindikasi : gagal jantung, anemia berat.
Produk : Plasbumin 20, Plasbumin 25.
2. HES (Hydroxyetyl Starches)
Komposisi : Starches tersusun atas 2 tipe polimer glukosa, yaitu amilosa
dan amilopektin.
Indikasi : Penggunaan HES pada resusitasi post trauma dapat menurunkan
permeabilitas pembuluh darah, sehingga dapat menurunkan resiko kebocoran
kapiler.
Kontraindikasi :
Cardiopulmonary bypass, dapat meningkatkan resiko perdarahan setelah operasi,
hal ini terjadi karena HES berefek antikoagulan pada dosis moderat (>20 ml/kg).
Sepsis, karena dapat meningkatkan resiko acute renal failure (ARF). Penggunaan
19
HES pada sepsis masih terdapat perdebatan. Muncul spekulasi tentang
penggunaan HES pada kasus sepsis, dimana suatu penelitian menyatakan bahwa
HES dapat digunakan pada pasien sepsis karena :
Tingkat efikasi koloid lebih tinggi dibandingkan kristaloid, disamping itu HES
tetap bisa digunakan untuk menambah volume plasma meskipun terjadi kenaikan
permeabilitas. Pada syok hipovolemia diperoleh innvestigasi bahwa HES dan
albumin menunjukkan manifestasi edema paru yang lebih kecil dibandingkan
kristaloid.
HES juga mempunyai kemampuan farmakologi yang sangat menguntungkan
pada kondisi sepsis yaitu menekan laju sirkulasi dengan menghambat adesi
molekuler. Sementara itu pada penelitian yang lain, disimpulkan HES tidak boleh
digunakan pada sepsis karena :Edema paru tetap terjadi baik setelah penggunaan
kristaloid maupun koloid (HES), yang manifestasinya menyebabkan kerusakan
alveoli. HES tidak dapat meningkatkan sirkulasi splanchnic dibandingkan dengan
gelatin pada pasien sepsis dengan hipovolemia. HES mempunyai resiko lebih
tinggi menimbulkan gangguan koagulasi, ARF, pruritus, dan liver failure
Hal ini terutama terjadi pada pasien dengan kondisi iskemik reperfusi (contoh:
transplantasi ginjal). Resiko nefrotoksik pada HES dua kali lebih tinggi
dibandingkan dengan gelatin pada pasien dengan sepsis.
Adverse reaction : HES dapat terakumulasi pada jaringan retikulo endotelial jika
digunakan dalam jangka waktu yang lama, sehingga dapat menimbulkan pruritus.
Contoh : HAES steril, Expafusin.
3. Dextran
Komposisi : dextran tersusun dari polimer glukosa hasil sintesis dari
bakteri Leuconostoc mesenteroides, yang ditumbuhkan pada media sukrosa.
Indikasi :
Penambah volume plasma pada kondisi trauma, syok sepsis, iskemia miokard,
iskemia cerebral, dan penyakit vaskuler perifer
Mempunyai efek anti trombus, mekanismenya adalah dengan menurunkan
viskositas darah, dan menghambat agregasi platelet. Pada suatu penelitian
dikemukakan bahwa dextran-40 mempunyai efek anti trombus paling poten jika
20
dibandingkan dengan gelatin dan HES. Kontraidikasi : pasien dengan tanda-tanda
kerusakan hemostatik (trombositopenia, hipofibrinogenemia), tanda-tanda gagal
jantung, gangguan ginjal dengan oliguria atau anuria yang parah.
Adverse Reaction : Dextran dapat menyebabkan syok anafilaksis, dextran juga
sering dilaporkan dapat menyebabkan gagal ginjal akibat akumulasi molekul-
molekul dextran pada tubulus renal. Pada dosis tinggi, dextran menimbulkan efek
pendarahan yang signifikan. Contoh : hibiron, isotic tearin, tears naturale II,
plasmafusin.
4. Gelatin
Komposisi : Gelatin diambil dari hidrolisis kolagen bovine.
Indikasi : Penambah volume plasma dan mempunyai efek antikoagulan, Pada
sebuah penelitian invitro dengan tromboelastropgraphy diketahui bahwa gelatin
memiliki efek antikoagulan, namun lebih kecil dibandingkan HES. Kontraindikasi
: haemacel tersusun atas sejumlah besar kalsium, sehingga harus dihindari pada
keadaan hiperkalsemia.
Adverse reaction : dapat menyebabkan reaksi anafilaksis. Pada penelitian dengan
20.000 pasien, dilaporkan bahwa gelatin mempunyai resiko anafilaksis yang
tinggi bila dibandingkan dengan starches
E. Terapi Cairan
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh
dalam batas-batas fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid
(plasma ekspander) secara intravena. Terapi cairan berfungsi untuk mengganti
defisit cairan saat puasa sebelum dan sesudah pembedahan, mengganti kebutuhan
rutin saat pembedahan, mengganti perdarahan yang terjadi, dan mengganti cairan
yang pindah ke rongga ketiga.
Penatalaksanaan Terapi
1.Cairan Pra Bedah
Status cairan harus dinilai dan dikoreksi sebelum dilakukannya induksi
anestesi untuk mengurangi perubahan kardiovaskuler dekompensasi
akut.Penilaian status cairan ini didapat dari :
21
Anamnesa : Apakah ada perdarahan, muntah, diare, rasa haus. Kencingterakhir,
jumlah dan warnya.
Pemeriksaan fisik : Dari pemeriksaan fisik ini didapat tanda-tandaobyektif dari
status cairan, seperti tekanan darah, nadi, berat badan, kulit,abdomen, mata dan
mukosa.
Laboratorium :meliputi pemeriksaan elektrolit, BUN, hematokrit,hemoglobin dan
protein.
Defisit cairan dapat diperkirakan dari berat-ringannya dehidrasi yang terjadi.
Pada fase awal pasien yang sadar akan mengeluh haus, nadi biasanya
meningkat sedikit, belum ada gangguan cairan dan komposisinya secara
serius. Dehidrasi pada fase ini terjadi jika kehilangan kira-kira 2%
BB(1500 ml air).
Fase moderat, ditandai rasa haus. Mukosa kering otot lemah, nadi
cepatdan lemah. Terjadi pada kehilangan cairan 6% BB.
Fase lanjut/dehidrasi berat, ditandai adanya tanda shock
cardiosirkulasi,terjadi pada kehilangan cairan 7-15 % BB. Kegagalan
penggantian cairan dan elektrolit biasanya menyebabkan kematian jika
kehilangan cairan 15% BB atau lebih.Cairan preoperatif diberikan dalam
bentuk cairan pemeliharaan, padadewasa 2 ml/kgBB/jam. Atau 60 ml
ditambah 1 ml/kgBB untuk berat badan lebih dari 20 kg. Pada anak-anak 4
ml/kg pada 10 kg BB I, ditambah 2 ml/kguntuk 10 kgBB II, dan ditambah
1 ml/kg untuk berat badan sisanya. Kecuali penilaian terhadap keadaan
umum dan kardiovaskuler, tanda rehidrasitercapai ialah dengan adanya
produksi urine 0,5-1 ml/kgBB.
2.Cairan Selama Pembedahan
Terapi cairan selama operasi meliputi kebutuhan dasar cairan
dan penggantian sisa defisit pra operasi ditambah cairan yang hilang selama
operasi. Berdasarkan beratnya trauma pembedahan dikenal pemberian cairan pada
trauma ringan, sedang dan berat. Pada pembedahan dengan trauma ringan
diberikan cairan 2 ml/kg BB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 4ml/kg BB/jam
sebagai pengganti akibat trauma pembedahan. Cairan pengganti akibat trauma
22
pembedahan sedang 6 ml/kg BB/jam dan pada trauma pembedahan berat 8 ml/kg
BB/jam.Cairan pengganti akibat trauma pembedahan pada anak, untuk
trauma pembedahan ringan 2 ml/kg BB/jam, sedang 4 ml/kgBB/jam dan berat
6ml/kgBB/jam.Pemilihan jenis cairan intravena tergantung pada prosedur
pembedahandan perkiraan jumlah perdarahan. Perkiraan jumlah perdarahan yang
terjadiselama pembedahan sering mengalami kesulitan., dikarenakan
adanya perdarahan yang sulit diukur/tersembunyi yang terdapat di dalam luka
operasi,kain kasa, kain operasi dan lain-lain. Dalam hal ini cara yang biasa
digunakan untuk memperkirakan jumlah perdarahan dengan mengukur jumlah
darah didalam botol suction ditambah perkiraan jumlah darah di kain kasa dan
kain operasi. Satu lembar duk dapat menampung 100– 150 ml darah, sedangkan
untuk kain kasa sebaiknya ditimbang sebelum dan setelah dipakai, dimana selisih
1 gram dianggap sama dengan 1 ml darah. Perkiraan jumlah perdarahan dapat
juga diukur dengan pemeriksaan hematokrit dan hemoglobin secara serial.Pada
perdarahan untuk mempertahankan volume intravena dapat diberikan kristaloid
atau koloid sampai tahap timbulnya bahaya karena anemia. Pada keadaan ini
perdarahan selanjutnya diganti dengan transfusi sel darah merah untuk
mempertahankan konsentrasi hemoglobin ataupun hematokrit pada level aman,
yaitu Hb 7 – 10 g/dl atau Hct 21 – 30%. 20 – 25% pada individu sehat atau
anemia kronis.Kebutuhan transfusi dapat ditetapkan pada saat prabedah
berdasarkan nilai hematokrit dan EBV.
EBV pada neonatus prematur 95 ml/kgBB, fullterm 85ml/kgBB, bayi 80 ml/kgBB
dan pada dewasa laki-laki 75 ml/kgBB, perempuan 85 ml/kgBB.
Untuk menentukan jumlah perdarahan yang diperlukan agar Hct menjadi 30%
dapat dihitung sebagai berikut :
Estimated Blood Volume
Estimasi volume sel darah merah pada Hct prabedah (RBCV preop)
Estimasi volume sel darah merah pada Hct 30% prabedah (RBCV%)
Volume sel darah merah yang hilang, RBCV lost = RBCV preop –
RBVC30%)
23
Jumlah darah yang boleh hilang = RBCV lost x 3Transfusi dilakukan jika
perdarahan melebihi nilai RBCV lost x 3.
Selain cara tersebut di atas, beberapa pendapat mengenai
penggantiancairan akibat perdarahan adalah sebagai berikut :Berdasar berat-
ringannya perdarahan :
Perdarahan ringan, perdarahan sampai 10% EBV, 10 – 15%, cukup diganti
dengan cairan elektrolit.
Perdarahan sedang, perdarahan 10 – 20% EBV, 15– 30%, dapat diganti
dengan cairan kristaloid dan koloid.
Perdarahan berat, perdarahan 20 – 50% EBV, > 30%, harus diganti dengan
transfusi darah
Gambar 6. Kebutuhan cairan basal
3. Cairan Paska Bedah
Terapi cairan paska bedah ditujukan untuk :
Memenuhi kebutuhan air, elektrolit dan nutrisi
Mengganti kehilangan cairan pada masa paska bedah (cairan
lambung,febris).
Melanjutkan penggantian defisit prabedah dan selama pembedahan.
Koreksi gangguan keseimbangan karena terapi cairan. Nutrisi parenteral
bertujuan menyediakan nutrisi lengkap, yaitu kalori, protein dan lemak termasuk
unsur penunjang nutrisi elektrolit, vitamin dantrace element. Pemberian kalori
sampai 40 – 50 Kcal/kg dengan protein 0,2– 0,24 N/kg. Nutrisi parenteral ini
24
penting, karena pada penderita paska bedah yang tidak mendapat nutrisi sama
sekali akan kehilangan protein 75 – 125 gr/hari. Hipoalbuminemia menyebabkan
edema jaringan,infeksi dan dehisensi luka operasi, terjadi penurunan enzym
pencernaanyang menyulitkan proses realimentasi
Terapi Cairan Resusitasi
Terapi cairan resusitasi dapat dilakukan dengan pemberian infus
NormalSaline (NS), Ringer Asetat (RA), atau Ringer laktat (RL) sebanyak 20
ml/kg selama 30-60 menit. Pada syok hemoragik bisa diberikan 2-3 l dalam 10
menit.Larutan plasma ekspander dapat diberikan pada luka bakar, peningkatan
sirkulasi kapiler seperti MCI, syok kardiogenik, hemoragik atau syok septik.
Koloid dapat berupa gelatin (hemaksel, gelafunin, gelafusin), polimer dextrose
(dextran 40,dextran 70), atau turunan kanji (haes, ekspafusin).
Jika syok terjadi :
oBerikan segera oksigen
oBerikan cairan infus isotonic RA/RL atau NS
oJika respon tidak membaik, dosis dapat diulangi
Terapi Cairan Rumatan
Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan
nutrisi.Diberikan dengan kecepatan 80 ml/jam. Untuk anak gunakan rumus
4:2:1,yaitu:
4 ml/kg/jam untuk 10 kg pertama
2 ml/kg/jam untuk 10 kg kedua
1 ml/kg/jam tambahan untuk sisa berat badan.
Terapi rumatan dapat diberikan infus cairan elektrolit dengan kandungan
karbohidrat atau infus yang hanya mengandung karbohidrat saja. Larutan
elektrolit yang juga mengendung karbohidrat adalah larutan KA-EN, dextran
+saline, DGAA, Ringer's dextrose, dll. Sedangkan larutan rumatan yang
mengandung hanya karbohidrat adalah dextrose 5%. Tetapi cairan tanpa elektrolit
cepat keluar dari sirkulasi dan mengisi ruang antar sel sehingga dextrose
25
tidak berperan dalam hipovolemik. Pada pembedahan akan menyebabkan cairan
pindah ke ruang ketiga, ke ruang peritoneum, ke luar tubuh. Untuk menggantinya
tergantung besar kecilnya pembedahan, yaitu :
6-8 ml/kg untuk bedah besar misalnya laparotomi
4-6 ml/kg untuk bedah sedang
2-4 ml/kg untuk bedah kecil misalnya debridement,FAM
Terapi Cairan Intraoperatif
Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung
berdasarkankebutuhan dasar ditambah dengan kehilangan cairan akibat
pembedahan. Untuk menggantinya tergantung besar kecilnya pembedahan, yaitu:
6-8 ml/kg untuk bedah besar
4-6 ml/kg untuk bedah sedang
2-4 ml/kg untuk bedah kecil
Pada prinsipnya kecepatan pemberian cairan selama pembedahan adalah
dapatmenjamin tekanan darah stabil tanpa menggunakan obat vasokonstriktor,
dengan produksi urin mencapai 0,5-1 ml/kgBB/jam.
Pemberian cairan saat operasi berlangsung:
a. pemberian cairan pada jam pertama operasi :(kebutuhan basal + kebutuhan
intraoperasi + 50% X kebutuhan cairan puasa)
b. pemberian cairan pada jam kedua operasi :(kebutuhan basal + kebutuhan
intraoperasi + 25% X kebutuhan cairan puasa)
c. pemberian cairan pada jam ketiga operasi :(kebutuhan basal + kebutuhan
intraoperasi + 25% X kebutuhan cairan puasa)
d.Pemberian cairan pada jam keempat operasi :(kebutuhan basal + kebutuhan
intraoperasi)
26
Gambar 7. Bagan terapi cairan
F. dukungan nutrisi parenteral
Via jalur vena sentral
Infus larutan TPN hampir selalu dilakukan lewat jalur vena sentral. Ini
karena larutanTPN sangat hipertonik dan membutuhkan vena dengan aliran
cepat guna pencairan larutan secepat mungkin saat masuk ke dalam tubuh.
Via jalur vena perifer
TPN perifer sering digunakan karena menghindari komplikasi dari
penggunaan jalur vena sentral. Meliputi infus larutan TPN melalui cannula
(atau via periferal long cannuladimana ujungnya berakhir di lengan atas
dengan aliran darah yang lebih cepat). Sayangnya,larutan standar TPN tidak
dapat dipakai melalui jalur perifer karena hyperosmolaritas.Osmolaritas darah
berkisar 300 mOsm. Larutan yang dipakai lewat perifer harus
mempunyaiosmolaritas maximum kira-kira 700-800 mOsm. Pemasangan
infus lewat perifer hanya dapat bertahan maximum 7-14 hari sebelum terjadi
thromboplebitis dan tempat pemasangan infusharus diganti. Lama pemberian
TPN perifer tergantung pada jumlah vena-vena yang terdapatdi extremitas
atas. Larutan yang dipakai untuk penggunaan perifer selalu berupa
larutanThree-in-one. Hal ini karena campuran larutan tersebut mempunyai
kadar osmolaritas yanglebih rendah dari larutan dextrosa murni (lihat
penjelasan di bawah pada bagian all-in-onesolution). Meskipun demikian,
jumlah kalori yang dapat dimasukan melalui perifer hanyasebatas 1500
27
cal/hari. Jika pasien membutuhkan lebih banyak kalori, TPN harus
diberikanmelalui jalur sentral.
Larutan parenteral
Larutan Dextrosa Hypertonik
Larutan Dextrosa Hypertonik adalah larutan awal yang digunakan untuk
TPN (20%-50%). Harus di infus melalui jalur sentral vena besar, high-flow untuk
menghindari thrombophlebitis. Sekarang baru disadari bahwa, pemenuhan semua
kalori hanya dengan glukosa adalah tidak menguntungkan:1.Pasien akan
mengalami defesiensi asam lemak esensial dalam beberapa minggu,tanpa infus
lipid.2.Terjadi degenerasi lemak di hati, karena synthesis lipid lokal kurang
dikeluarkandan kurang termobilisasi.Pasien-pasien dengan stress berat
(politrauma, sepsis, luka bakar, dll), tubuh akan berubah dari metabolisme glukosa
menjadi metabolisme lemak. Tubuh gagal untuk menggunakan dextrosa walaupun
dengan kadar glukosa darah yang tinggi, tetapi menggunakan keton-bodies untuk
menghasilkan kalori. Hal ini terjadi dalam 24 jam setela hmuncul kondisi stress.
Larutan Lipid (lemak)
Lemak menghasilkan 9 kalori/gram (dextrosa 4 kal/gr). Keuntungan tambahan
darilarutan lemak adalah isotonos, sehingga dapat di infus lewat perifer. Lemak
sangatdibutuhkan oleh pasien-pasien yang mengalami stress, yang akan lebih
memetabolisme lemak daripada glukosa selama stress phase. Tambahan lagi,
larutan lemak mengandung asam lemak esensial – acid Arachidonic, acid
Linolenic, dan acid Linoleic – meskipun kandungannya sangat kecil. Seperti telah
dijelaskan di atas, infus larutan lemak juga mengurangi insiden terjadinnya
degenerasi lemak di hati.Efek sampingnya, lemak menyebabkan immunosupresi.
Konsentrasi tinggi dari asam lemak yang tidak termetabolisme akan menyebabkan
peningkatan prostaglandine immuno supresive (E2 series). Hal ini dapat dikurangi
dengan pemberian MCT yang dapatdimetabolisme dengan cepat. Lemak dengan
konsentrasi yang tinggi secara langsung bersifat hepatotoxik ( diatas dosis terapi),
tapi toxisitas yang ada jarang diperhatikan belakangan ini.Beberapa pasien yang
alergi terhadap telur mungkin bereaksi terhadap emulsi lemak yangmengandung
28
komponen Lacithin telur dan kadang-kadang dapat menimbulkan reaksi
anaphylaxis. Larutan lemak untuk TPN berupa emulsi (minyak-dalam-air) yang
stabil tapi tidak dapat bertahan dengan beberapa zat tambahan. Penambahan
dextrosa konsentrasi tinggi atau larutan acidic/obat-obatan dapat merusak emulsi
ini, lemak akan membentuk lapisan pemisah. Infus dengan larutan yang telah
terurai ini dapat berakibat fatal. Meskipun halseperti ini jarang ditemukan, tetapi
tetap harus diperhatikan bila mencampur emulsi lemak dengan larutan lain.
Larutan asam amino
Larutan ini harus dibedakan dari larutan protein tersedia lainnya misalnya
Albumin atau Plasma. Larutan Albumin dan Plasma mengandung molekul protein
yang lebih besar yang akan dipecah menjadi asam amino sebelum digunakan
untuk menyusun komposisi protein baru. Sebaliknyaa asam amino sederhana
dapat digunakan secara langsung untuk menyusun komposisi protein baru. Lagi
pula larutan ini tidak menimbulkan resiko transmisi infeksi seperti pada larutan
Albumin atau Plasma. Albumin dan Plasma tidak berperan dalamhal nutrisi hanya
larutan murni asam amino yang digunakan. Asam amino jika dioxidasi
menghasikan 4 kal/gr. Walaupun demikian larutan ini, harus dilindungi dari
oxidasi yang tidak perlu dan harus murni digunakan untuk penyusunan protein.
Hal ini dapat dicapaidengan menyediakan sejumlah substrat energy yang adekuat
secara bersamaan (dextrose,lemak). Untuk itu, sebelum infus asam amino
diberikan, ketersediaan kalori yang adekuat harus dipastikan dulu.Tersedia
beberapa larutan asam amino khusus. Pada pasien-pasien dengan penyakithati
lebih baik menggunakan asam amino Branched-chain. Larutan asam amino
yangdiperkaya dengan Glutamine terbukti meningkatkan survivalitas pada pasien-
pasien denganstress. Arginine memperbaiki fungsi immune. Larutan asam amino
yang diperkaya denganasam amino esensial terbukti bermanfaat pada pasien-
pasien dengan gagal ginjal.Asam amino biasanya tersedia dalam larutan 10%. Ini
terlalu hyperosmolar untuk penggunaan perifer. Tersedia larutan 5% yang dapat
29
digunakan secara perifer untuk beberapa hari. Asam amino tidak mempunyai efek
samping yang berat. Meskipun demikianasam amino dosis tinggi harus dihindari
pada Encephalopathy hepatis.
Komponen lainnya
Multivitamin (MVI) dan Trace Elemen
Kebanyakan pasien telah mengalami defesiensi vitamin dan trace elemen
saat diberikan TPN, sehingga harus diberikan suplemen sesegera mungkin.
Larutan MVI danTrace Elemen keduanya relatif tidak stabil bila dicampur dan
tidak tersedia dalam komposisilarutan TPN siap pakai serta digunakan hanya
sebelum larutan yang lain diberikan. TraceElemen oral dapat diberikan jika pasien
mampu untuk intake oral walaupun dengan jumlahyang sangat sedikit.
Zat-zat additive lainnya
Pada pasien-pasien diabetes cenderung terjadi hyperglicaemi karena
penggunaan larutan hypertonis dengan volume yang besar. Bahkan pasien-pasien
non-diabetes harus memerlukan insulin jika terdapat glycosuria selama infus
dextrosa hypertonis (glycosuriaurine harus di cek secara berkala). Suplemen
Calcium diberikan secara khusus karena merusak larutan TPN dan jika
dibutuhkan diberikan lewat jalur vena lainnya. Jika bercampur dengan larutan
TPN, calcium dapat menyebabkan presipitasi dari setiap phosphate inorganik
dalam larutan tersebut dan infus seperti ini sangat berbahaya. Dengan
adanyalemak dalam larutan TPN akan mengganggu perkiraan presipitasi yang
terjadi. Larutan-larutan TPN khusus yang mengandung phophate organik yang
tidak dapat terpresipitasi juga mengandung calcium.Heparin kadang-kadang juga
ditambahkan pada larutan all-in-one dengan kadar yangkecil untuk mengurangi
terjadinya thrombophlebitis dan thrombosis vena. Juga memperlancar
metabolisme lemak.
Larutan All-in one
30
Larutan-larutan all-in-one (juga disebut dengan larutan Three-in-one)
merupakan pengembangan terapi TPN yang paling besar saat ini. Larutan asam
amino, larutan dextrosa hypertonik dan emulsi lemak dicampur didalam satu
komposisi dan diberikan sebagai infus.Keuntungan dari jenis ini adalah:
1.Mengurangi resiko infeksi. Setiap penggantian botol infus di bangsal
membawaresiko infeksi melalui jalur sentral. Dengan penambahan semua larutan
ke dalam satuwadah yang aseptik akan mengurangi jumlah penggantian infus
menjadi sekali sehari,mengurangi angka kejadian infeksi.
2. Larutan yang diberikan menjadi lebih cair. Dengan penambahan larutan asam
aminodan larutan lemak akan melarutkan larutan dextrosa dan sebaliknya.
Sehingga 250 gr glukosa (rata-rata kebutuhan perhari) dapat diberikan seperti
halnya 1000 ml dextrosa25% atau seperti halnya .500 ml dextrosa 10%. 2.500 ml
larutan, pada contoh ini,dapat dicapai dengan mencampurkan 1000 ml dextrosa
25% dengan 500 ml larutanlemak, 500 ml larutan asam amino dan 500 ml normal
saline. Ini akan melarutkandextrosa dan larutan asam amino hypertonis. Dengan
campuran kadar lemak yangtinggi dari larutan Three-in-one, infus lewat vena
perifer dapat diberikan.
3.Waktu perawatan menjadi berkurang karena kurangnya frekuensi penggantian
kantong TPN.
4.Pemberian “Home TPN” menjadi mungkin.
Misusused component
Albumin
Meskipun larutan Albumin bukan merupakan komponen TPN, pasien
yang mendapatTPN kadang menderita hypoalbuminaemia. Pasien ini harus
mendapat infus Albumin dengan gambaran klinik berupa rendahnya tekanan
onkotik (edema, CVP yang tetaprendah). Infus Albumin harus segera dihentikan
bila terjadi peningkatan tekanan onkotik dan tidak diperlukan sebagai terapi
nutrisi. Alternatif termurah untuk meningkatkan tekanan onkotik, dalam waktu
yang singkat ialah dengan pemberian gel colloid (Haes-Steril, Haemacele).
31
Plasma-Plasma (atau darah) tidak berperan sebagai nutrisi. Jika diperlukan untuk
memperbaikifaktor-faktor pembekuan, Fresh Frozen Plasma harus diberikan,
hanya untuk alasan ini plasma diberikan.
Nutrisi parenteral parsial
Saat ini nutrisi parenteral parsial merupakan jawaban dari banyaknya
komplikasi pemberian nutrisi dengan TPN. Kebanyakan pasien dapat memenuhi
sebagian kebutuhan kalori mereka secara enteral,tapi tetap membutuhkan nutrisi
parenteral untuk melengkapi kebutuhan kalorinya. Pasien- pasien seperti ini
disarankan untuk tetap makan, karena adanya makanan dalam saluran cernaakan
mempertahankan integritas dari enterocyte dan mengurangi terjadinya
translokasi bakteri dan komplikasi sepsis.Perangsangan pelepasan hormon saluran
cerna oleh makanan akan mengurangi terjadinya perlemakan hati dan
cholelithiasis
32
BAB III
KESIMPULAN
Terapi cairan adalah tindakan untuk memelihara, mengganti milieu
interiur dalam batas-batas fisiologis.Gangguan dalam keseimbangan cairan dan
elektrolit merupakan hal yang umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi
dari faktor-faktor preoperatif, perioperatif dan postoperatif. Orang dewasa rata-
rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan elektrolit utama Na+=1-
2mmol/kgBB/hari dan K+= 1mmol/kgBB/hari. Selama pembedahan dapat terjadi
kehilangan cairan melalui perdarahan dan kehilangan cairan lainnya, seperti
translokasi internal dan evaporasi. Terapi cairan perioperatif meliputi pemberian
cairan prabedah, selama bedah dan pasca bedah. Cairan yang dapat digunakan
yaitu kristaloid (tanpa tekanan onkotik), koloid (memiliki tekanan onkotik)
dandarah.
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Pandey CK, Singh RB. Fluid and electrolyte disorders.
IndianJ.Anaesh.2003;47(5):380-387.
2. Kaswiyan U. Terapi cairan perioperatif. Bagian Anestesiologi
danReanimasi. Fakultas Kedokteran Unpad/ RS. Hasan Sadikin. 2000.
3. Holte K, Kehlet H. Compensatory fluid administration for
preoperativedehydrationdoesit improve outcome. Acta Anaesthesiol
Scand. 2002; 46:1089-93
4. PW, Murray PF. Intravenous fluids in minor surgery. Their effect
onrecovery from anaesthesia. 1986; 41: 635-7.
5. Heitz U, Horne MM. Fluid, electrolyte and acid base balance. 5th
ed.Missouri:Elsevier-mosby; 2005.p3-227
6. Guyton AC, Hall JE.Textbook of medical physiology. 9th
ed.Pennsylvania: W.B.saunders company; 1997: 375-393
7. Latief AS, dkk. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan
pada pembedahan. Ed.Kedua. Bagian anestesiologi dan terapi intensif,
FKUI.2002
8. Mayer H, Follin SA. Fluid and electrolyte made incredibly easy. 2nd
ed.Pennsylvania: Springhouse; 2002:3-189.
34
9. Lyon Lee. Fluid and Electrolyte Therapy. Oklahoma State University -
Center for Veterinary Health. 2006
10. Leksana E. Terapi cairan dan elektrolit. Smf/bagian anestesi dan
terapiintensif FK Undip: Semarang; 2004: 1-60.
11. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. Handbook of clinical anesthesia.
5thed. Philadelphia: Lippincot williams and wilkins; 2006: 74-97.
12. Miller RD. Anesthesia 7th ed. Churchill Livingstone Philadelphia. 2009
35