Refrat Cephalgia Aan

download Refrat Cephalgia Aan

of 35

description

chefalgiajenis-jenis chepalgiabagian-bagian chepalgiapengertian epidemiologi patofisiologi

Transcript of Refrat Cephalgia Aan

BAB IPENDAHULUANNyeri kepala merupakan masalah umum yang sering dijumpai dalam praktek sehari - hari, meskipun sebenarnya terutama dari jenis menahun jarang sekali disebabkan oleh gangguan organik. Penelitian yang dilakukan di Surabaya menunjukkan bahwa di antara 6488 pasien baru, 1227 (18,9%) datang karena keluhan nyeri kepala, 180 di antaranya didiagnosis sebagai migren. Sedangkan di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta didapatkan 273 (17,4%) pasien baru dengan nyeri kepala diantara 1298 pasien baru yang berkunjung selama. Nyeri kepala adalah perasaan sakit atau nyeri, termasuk rasa tidak nyaman yang menyerang daerah tengkorak (kepala) mulai dari kening kearah atas dan belakang kepala. dan daerah wajah. IHS tahun 1988 menyatakan bahwa nyeri pada wajah termasuk juga dalam sakit kepala. Dalam buku-buku teks dan jurnal banyak memakai klasifikasi 1962, dan klasifikasi terbaru adalah INS 1988 yang akan dipakai dalam ICD - WHO ke - X ada beberapa terminologi yang harus dibedakan seperti: Pusing = vertigo, ringan kepala = like headedness, pening = dizziness, rasa ingin pingsan = faintness, kepala berdenyut tujuh keliling dan sebagainya. Definisi menurut IASP (International assosiation for the study of pain), nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang sedang terjadi atau telah terjadi atau yang digambarkan dengan kerusakan jaringan.1-4BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI

Dapat dikatakan sebagai rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan pada daerah atas kepala memanjang dari orbital sampai ke daerah belakang kepala (area oksipital dan sebagian daerah tengkuk). Nyeri kepala adalah nyeri yang berlokasi di atas garis orbitomeatal. Pendapat lain mengatakan nyeri atau perasaan tidak enak diantara daerah orbital dan oksipital yang muncul dari struktur nyeri yang sensitif.1 2.2 ETIOLOGI

Nyeri kepala penyebabnya multifaktorial, seperti kelainan emosional, cedera kepala, migraine, demam, kelainan vaskuler intrakranial otot, massa intrakranial, penyakit mata, telinga / hidung.

2.3 GAMBARAN KLINIK

Lokasi nyeri

Nyeri yang berasal dari bangunan intrakranial tidak dirasakan didalam rongga tengkorak melainkan akan diproyeksikan ke permukaan dan dirasakan di daerah distribusi saraf yang bersangkutan. Nyeri yang berasal dari dua pertiga bagian depan kranium, di fosa kranium tengah dan depan, serta di supratentorium serebeli dirasakan di daerah frontal, parietal di dalam atau belakang bola mata dan temporal bawah. Nyeri ini disalurkan melalui cabang pertama nervus Trigeminus.1Nyeri yang berasal dari bangunan di infratentorium serebeli di fosa posterior (misalnya di serebelum) biasanya diproyeksikan ke belakang telinga, di atas persendian serviko-oksipital atau dibagian atas kuduk. Nervi kraniales IX dan X dan saraf spinal C1, C2 dan C3 berperan untuk perasaan di bagian infratentorial. Bangunan peka nyeri ini terlibat melalui berbagai cara yaitu oleh peradangan, traksi, kontraksi otot dan dilatasi pembuluh darah.1Nyeri yang berhubungan dengan penyakit mata, telinga & hidung cenderung di frontal pada permulaannya. Nyeri kepala yang bertambah hebat menunjukkan kemungkinan massa intrakranial yang membesar (hematoma subdural, anerysma, tumor otak) 1

Lamanya nyeri kepala

Lamanya nyeri kepala bervariasi, pada nyeri kepala tekanan (pressure headache) disebabkan oleh ketegangan emosional dapat berlangsung berhari-hari atau berminggu-minggu. Pada penderita migraine dirasakan nyeri kepala paroksismal, singkat & melumpuhkan, berlansung kurang dari 30 menit.

Berulangnya nyeri kepala

Berulangnya nyeri kepala suatu fenomena yang telah diketahui. Pada wanita yang menderita migrane akan mendapat serangan berulang ketika sedang menstruasi. Sedangkan nyeri kepala yang berhubungan dengan gangguan hidung akan berulang apabila sering terjadi infeksi traktus respiratorius atas yang sering ditemukan. 2.4 PATOGENESIS

Menurut H.G.Wolf terdapat 6 mekanisme dasar yang menimbulkan nyeri kepala yang berasal dari sumber intracranial, yaitu : 1,2 1. Tarikan pada vena yang berjalan ke sinus venosus dari permukaan otak dan pergeseran sinus-sinus venosus utama.

2. Tarikan pada A. Meningea media

3. Tarikan pada pembuluh-pembuluh arteri besar di otak atau tarikan pada cabang-cabangnya.

4. Distensi dan dilatasi pembuluh-pembuluh nadi intrakranial (A. Frontalis, A. Temporalis, A. Discipitalies)

5. Inflamasi pada atau sekitar struktur kepala yang peka terhadap nyeri meliputi kulit kepala, periosteum, (m. frontalis, m. temporalis, m.oksipitalis)

6. Tekanan langsung pada nervus cranialis V, IX, X saraf spinal dan cervikalis bagian atas yang berisi banyak serabut aferen rasa nyeri.

Daerah yang tidak peka terhadap nyeri adalah : parenkim otak, ependim ventrikel, pleksus koroideus, sebagian besar duramater, piarachnoid meningen meliputi konvektivitas otak dan tulang kepala. Tetapi rasa nyeri tersebut dapat dibangkitkan oleh karena tindakan fisik seperti batuk, mengejan yang meningkatkan tekanan intrakranial dan dapat memperburuk nyeri kepala berhubungan dengan perdarahan atau massa intrakranial.

Pada tindakan lumbal punksi atau spinal anestesi

Setelah dilakukan lumbal punksi (LP) rasa nyeri semakin hebat pada waktu mengangkat kepala dan berkurang dengan meletakkan kepala relatif lebih rendah. Pada nyeri kepala nocturnal tipe migraine kadang-kadang diperberat dengan posisi berbaring dan berkurang rasa nyeri jika penderita berdiri tegak. 2.5 KLASIFKASI NYERI KEPALA1,2,3

2.5.1 Nyeri kepala PRIMER

a. Migren

b. Tension Type Headache

c. Cluster headache

d. Other primary headaches2.5.2 Nyeri kepala SEKUNDER

a. Nyeri kepala yang berkaitan dengan trauma kepala dan / atau leher.

b. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan vaskuler cranial atau servikal

c. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan non vaskuler intracranial.

d. Nyeri kepala yang berkaitan dengan substansi atau withdrawalnya.

e. Nyeri kepala yang berkaitan dengan infeksi.

f. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan hemostasis.g. Nyeri kepala atau nyeri vaskuler berkaitan dengan kelainan kranium, leher, mata, telinga, hidung, sinus, gigi, mulut, atau struktur facial atau kranial lainnya.

h. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan psikiatrik.

2.5.1 NYERI KEPALA PRIMERA. MIGRENDefinisi

Nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan selama 4 - 72 jam. Karekteristik nyeri kepala unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau berat, bertambah berat dengan aktivitas fisik yang rutin dan diikuti dengan mual dan/atau fotofobia dan fonofobia.1Epidemiologi

Migraine dapat terjadi pada 18 % dari wanita dan 6 % dari pria sepanjang hidupnya. Prevalensi tertinggi berada diantara umur 25-55 tahun. Migraine timbul pada 11 % masyarakat Amerika Serikat yaitu kira-kira 28 juta orang. Prevalensi migraine ini beranekaragam bervariasi berdasarkan umur dan jenis kelamin. Migraine dapat tejadi dari mulai kanak-kanak sampai dewasa. Migraine lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan sebelum usia 12 tahun, tetapi lebih sering ditemukan pada wanita setelah pubertas, yaitu paling sering pada kelompok umur 25-44 tahun. Onset migraine muncul pada usia di bawah 30 tahun pada 80% kasus. Migraine jarang terjadi setelah usia 40 tahun. Wanita hamil pun tidak luput dari serangan migraine yang biasanya menyeang pada trimester I kehamilan. Risiko mengalami migraine semakin besar pada orang yang mempunyai riwayat keluarga penderita migraine.3 Etiologi

Penyebab pasti migraine tidak diketahui, namun 70 80 % penderita migraine memiliki anggota keluarga dekat dengan riwayat migraine juga. Risiko terkena migraine meningkat 4 kali lipat pada anggota keluarga para penderita migraine dengan aura. Namun, dalam migraine tanpa aura tidak ada keterkaitan genetik yang mendasarinya, walaupun secara umum menunjukkan hubungan antara riwayat migraine dari pihak ibu. Migraine juga meningkat frekuensinya pada orang-orang dengan kelainan mitokondria seperti MELAS (mitochondrial myopathy, encephalopathy, lactic acidosis, and strokelike episodes). Pada pasien dengan kelainan genetik CADASIL (cerebral autosomal dominant arteriopathy with subcortical infarcts and leukoencephalopathy) cenderung timbul migrane dengan aura.1,3

Klasifikasi

Secara umum migraine dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Migraine dengan aura

Migraine dengan aura disebut juga sebagai migraine klasik. Diawali dengan adanya gangguan pada fungsi saraf, terutama visual, diikuti oleh nyeri kepala unilateral, mual, dan kadang muntah, kejadian ini terjadi berurutan dan manifestasi nyeri kepala biasanya tidak lebih dari 60 menit yaitu sekitar 5-20 menit.

2. Migraine tanpa aura

Migraine tanpa aura disebut juga sebagai migraine umum. Sakit kepalanya hampir sama dengan migraine dengan aura. Nyerinya pada salah satu bagian sisi kepala dan bersifat pulsatil dengan disertai mual, fotofobia dan fonofobia. Nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam.

Patofisiologi 3,4Teori vaskular

Vasokontriksi intrakranial di bagian luar korteks berperan dalam terjadinya migren dengan aura. Pendapat ini diperkuat dengan adanya nyeri kepala disertai denyut yang sama dengan jantung. Pembuluh darah yang mengalami konstriksi terutama terletak di perifer otak akibat aktivasi saraf nosiseptif setempat. Teori ini dicetuskan atas observasi bahwa pembuluh darah ekstrakranial mengalami vasodilatasi sehingga akan teraba denyut jantung. Vasodilatasi ini akan menstimulasi orang untuk merasakan sakit kepala. Dalam keadaan yang demikian, vasokonstriktor seperti ergotamin akan mengurangi sakit kepala, sedangkan vasodilator seperti nitrogliserin akan memperburuk sakit kepala.

Teori Neurovaskular dan Neurokimia

Teori vaskular berkembang menjadi teori neurovaskular yang dianut oleh para neurologist di dunia. Pada saat serangan migraine terjadi, nervus trigeminus mengeluarkan CGRP (Calcitonin Gene-related Peptide) dalam jumlah besar. Hal inilah yang mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah multipel, sehingga menimbulkan nyeri kepala. CGRP adalah peptida yang tergolong dalam anggota keluarga calcitonin yang terdiri dari calcitonin, adrenomedulin, dan amilin. Seperti calcitonin, CGRP ada dalam jumlah besar di sel C dari kelenjar tiroid. Namun CGRP juga terdistribusi luas di dalam sistem saraf sentral dan perifer, sistem kardiovaskular, sistem gastrointestinal, dan sistem urologenital. Ketika CGRP diinjeksikan ke sistem saraf, CGRP dapat menimbulkan berbagai efek seperti hipertensi dan penekanan pemberian nutrisi. Namun jika diinjeksikan ke sirkulasi sistemik maka yang akan terjadi adalah hipotensi dan takikardia. CGRP adalah peptida yang memiliki aksi kerja sebagai vasodilator poten. Aksi keja CGRP dimediasi oleh 2 reseptor yaitu CGRP 1 dan CGRP 2. Pada prinsipnya, penderita migraine yang sedang tidak mengalami serangan mengalami hipereksitabilitas neuron pada korteks serebral, terutama di korteks oksipital, yang diketahui dari studi rekaman MRI dan stimulasi magnetik transkranial. Hipereksitabilitas ini menyebabkan penderita migraine menjadi rentan mendapat serangan, sebuah keadaan yang sama dengan para pengidap epilepsi. Pendapat ini diperkuat fakta bahwa pada saat serangan migraine, sering terjadi alodinia (hipersensitif nyeri) kulit karena jalur trigeminotalamus ikut tersensitisasi saat episode migraine. Mekanisme migraine berwujud sebagai refleks trigeminal vaskular yang tidak stabil dengan cacat segmental pada jalur nyeri. Cacat segmental ini yang memasukkan aferen secara berlebihan yang kemudian akan terjadi dorongan pada kortibular yang berlebihan. Dengan adanya rangsangan aferen pada pembuluh darah, maka menimbulkan nyeri berdenyut. Teori cortical spreading depression (CSD)

Patofisiologi migraine dengan aura dikenal dengan teori cortical spreading depression (CSD). Aura terjadi karena terdapat eksitasi neuron di substansia nigra yang menyebar dengan kecepatan 2-6 mm/menit. Penyebaran ini diikuti dengan gelombang supresi neuron dengan pola yang sama sehingga membentuk irama vasodilatasi yang diikuti dengan vasokonstriksi. Prinsip neurokimia CSD ialah pelepasan Kalium atau asam amino eksitatorik seperti glutamat dari jaringan neural sehingga terjadi depolarisasi dan pelepasan neurotransmiter lagi.

CSD pada episode aura akan menstimulasi nervus trigeminalis nukleus kaudatus, memulai terjadinya migraine. Pada migraine tanpa aura, kejadian kecil di neuron juga mungkin merangsang nukleus kaudalis kemudian menginisiasi migren. Nervus trigeminalis yang teraktivasi akan menstimulasi pembuluh kranial untuk dilatasi. Hasilnya, senyawa-senyawa neurokimia seperti calcitonin gene-related peptide (CGRP) dan substansi P akan dikeluarkan, terjadilah ekstravasasi plasma. Kejadian ini akhirnya menyebabkan vasodilatasi yang lebih hebat, terjadilah inflamasi steril neurogenik pada kompleks trigeminovaskular. Selain CSD, migren juga terjadi akibat beberapa mekanisme lain, di antaranya aktivasi batang otak bagian rostral, stimulasi dopaminergik, dan defisiensi magnesium di otak. Mekanisme ini bermanifestasi pelepasan 5-hidroksitriptamin (5-HT) yang bersifat vasokonstriktor. Pemberian antagonis dopamin, misalnya Proklorperazin, dan antagonis 5-HT, misalnya Sumatriptan dapat menghilangkan migraine dengan efektif.Manifestasi Klinis 2,3Migraine tanpa aura

Serangan dimulai dengan nyeri kepala berdenyut di satu sisi dengan durasi serangan selama 4-72 jam. Nyeri bertambah berat dengan aktivitas fisik dan diikuti dengan nausea dan atau fotofobia dan fonofobia. Migraine dengan aura

Sekitar 10-30 menit sebelum sakit kepala dimulai (suatu periode yang disebut aura), gejala-gejala depresi, mudah tersinggung, gelisah, mual atau hilangnya nafsu makan muncul pada sekitar 20% penderita. Penderita yang lainnya mengalami hilangnya penglihatan pada daerah tertentu (bintik buta atau skotoma) atau melihat cahaya yang berkelap-kelip. Ada juga penderita yang mengalami perubahan gambaran, seperti sebuah benda tampak lebih kecil atau lebih besar dari sesungguhnya. Beberapa penderita merasakan kesemutan atau kelemahan pada lengan dan tungkainya. Biasanya gejala-gejala tersebut menghilang sesaat sebelum sakit kepala dimulai, tetapi kadang timbul bersamaan dengan munculnya sakit kepala. Nyeri karena migraine bisa dirasakan pada salah satu sisi kepala atau di seluruh kepala. Kadang tangan dan kaki teraba dingin dan menjadi kebiru-biruan. Pada penderita yang memiliki aura, pola dan lokasi sakit kepalanya pada setiap serangan migran adalah sama. Migraine bisa sering terjadi selama waktu yang panjang tetapi kemudian menghilang selama beberapa minggu, bulan bahkan tahun.

Migraine dengan aura dapat dibagi menjadi empat fase, yaitu:

Fase I Prodromal

Sebanyak 50% pasien mengalami fase prodromal ini yang berkembang pelan-pelan selama 24 jam sebelum serangan. Gejala: kepala terasa ringan, tidak nyaman, bahkan memburuk bila makan makanan tertentu seperti makanan manis, mengunyah terlalu kuat, sulit/malas berbicara. Fase II Aura.

Berlangsung lebih kurang 30 menit, dan dapat memberikan kesempatan bagi pasien untuk menentukan obat yang digunakan untuk mencegah serangan yang dalam. Gejala dari periode ini adalah gangguan penglihatan (silau/fotofobia), kesemutan, perasaan gatal pada wajah dan tangan, sedikit lemah pada ekstremitas dan pusing.

Fase III sakit kepala

Fase sakit kepala berdenyut yang berat dan menjadikan tidak mampu yang dihubungkan dengan fotofobia, mual dan muntah. Durasi keadaan ini bervariasi, beberapa jam dalam satu hari atau beberapa hari.

Fase IV pemulihan

Periode kontraksi otot leher dan kulit kepala yang dihubungkan dengan sakit otot dan ketegangan lokal. Kelelahan biasanya terjadi, dan pasien dapat tidur untuk waktu yang panjang.Pemeriksaan Penunjang 5a. Pemeriksaan Laboratorium

Dilakukan untuk menyingkirkan sakit kepala yang diakibatkan oleh penyakit struktural, metabolik, dan kausa lainnya yang memiliki gejala hampir sama dengan migraine. Selain itu, pemeriksaan laboratorium dapat menunjukkan apakah ada penyakit komorbid yang dapat memperparah sakit kepala dan mempersulit pengobatannya.

b. Pencitraan

CT scan dan MRI dapa dilakukan dengan indikasi tertentu, seperti: pasien baru pertama kali mengalami sakit kepala, ada perubahan dalam frekuensi serta derajat keparahan sakit kepala, pasien mengeluh sakit kepala hebat, sakit kepala persisten, adanya pemeriksaan neurologis abnormal, pasien tidak merespon terhadap pengobatan, sakit kepala unilateral selalu pada sisi yang sama disertai gejala neurologis kontralateral.

c. Pungsi Lumbal

Indikasinya adalah jika pasien baru pertama kali mengalami sakit kepala, sakit kepala yang dirasakan adalah yang terburuk sepanjang hidupnya, sakit kepala rekuren, onset cepat, progresif, kronik, dan sulit disembuhkan. Sebelum dilakukan LP seharusnya dilakukan CT scan atau MRI terlebih dulu untuk menyingkirkan adanya massa lesi yang dapat meningkatkan tekanan intracranial.

DiagnosisMigraine tanpa aura

A. Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan yang memenuhi kriteria B-D.

B. Serangan nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam (tidak diobati atau tidak berhasil diobati).

C. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik berikut :

1. Lokasi unilateral

2. Kualitas berdenyut

3. Intensitas nyeri sedang atau berat

4. Keadaan bertambah berat oleh aktifitas fisik atau penderita menghindari aktivitas fisik rutin (seperti berjalan atau naik tangga).

D. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini :

1. Mual dan/atau muntah

2. Fotofobia dan fonofobia

E. Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain.

Migraine dengan aura

Aura tipikal terdiri dari gejala visual dan/atau sensoris dan/atau berbahasa. Yang berkembang secara bertahap, durasi tidak lebih dari 1 jam, bercampur gambaran positif dan negatif, kemudian

menghilang sempurna yang memenuhi kriteria migraine tanpa aura.Kriteria diagnostik :

A. Sekurang-kurangnya terjadi 2 serangan yang memenuhi criteria B-D.

B. Adanya aura yang terdiri paling sedikit satu dari dibawah ini tetapi tidak dijumpai kelemahan motorik:

1. Gangguan visual yang reversibel seperti : positif (cahaya yang berkedip-kedip, bintik-bintik atau garis-garis) dan negatif (hilangnya penglihatan).

2.Gangguan sensoris yang reversible termasuk positif (pins and needles), dan/atau negatif (hilang rasa/baal).

3. Gangguan bicara disfasia yang reversibel

C. Paling sedikit dua dari dibawah ini:

1. Gejala visual homonim dan/atau gejala sensoris unilateral 17

2. paling tidak timbul satu macam aura secara gradual > 5 menit dan /atau jenis aura yang lainnya > 5 menit.

3. masing-masing gejala berlangsung > 5 menit dan < 60 menit.

D. Nyeri kepala memenuhi kriteria B-D

E. Tidak berkaitan dengan kelainan lain.

Tatalaksana 4,6,7,8Medikamentosa

Terapi Abortif

1. Sumatriptan

Sumatriptan cukup efektif sebagai terapi abortif jika diberikan secara subkutan dengan dosis 4-6 mg. Dapat diulang sekali setelah 2 jam kemudian jika dibutuhkan. Dosis maksimum 12 mg per 24 jam. Triptan merupakan serotonin 5-HT1B/1Dreceptor agonists. Golongan obat ini ditemukan dalam suatu penelitian mengenai serotonin dan migraine yang mendapatkan adanya suatu atypical 5-HT receptor. Aktivasi reseptor ini menyebabkan vasokontriksi dari arteri yang berdilatasi. Sumatriptan juga terlihat menurunkan aktivitas saraf trigeminal. Terdapat tujuh subkelas utama dari 5-HT receptors. Semua triptan dapat mengaktivasi reseptor 5-HT1B/1D, serta dalam potensi yang lebih ringan dapat mengaktivasi reseptor 5-HT1A atau 5-HT1F. Namun, aktivitas 5-HT1B/1Dagonist merupakan mekanisme utama dari efek terapeutik golongan triptan.

Indikasi: serangan migren akut dengan atau tanpa aura

Dosis & Cara Pemberian: dapat diberikan secara subkutan dengan dosis 4-6 mg. Dapat diulang sekali setelah 2 jam kemudian jika dibutuhkan. Dosis maksimum 12 mg per 24 jam.

2. Zolmitriptan

Zolmitriptan efektif untuk pengobatan akut. Dosis awal oral 5 mg. Gejala-gejala akan berkurang dalam 1 jam. Obat ini dapat diulang sekali lagi setelah 2 jam jika diperlukan. Dosis maksimal adalah 10 mg untuk 24 jam. Zolmitriptan juga dapat digunakan melalui nasal spray.

Indikasi: Untuk mengatasi serangan migraine akut dengan atau tanpa aura pada dewasa. Tidak ditujukan untuk terapi profilaksis migren atau untuk tatalaksana migren hemiplegi atau basilar.

Dosis & Cara Pemberian : Pada uji klinis, dosis tunggal 1; 2,5 dan 5 mg efektif mengatasi serangan akut. Pada perbandingan dosis 2,5 dan 5 mg, hanya terjadi sedikit penambahan manfaat dari dosis lebih besar, namun efek samping meningkat. Oleh karena itu, pasien sebaiknya mulai dengan doss 2,5 atau lebih rendah. Jika sakit terasa lagi, dosis bisa diulang setelah 2 jam, dan tidak lebih dari 10 mg dalam periode 24 jam.

Efek Samping: hiperestesia, parestesia, sensasi hangat dan dingin, nyeri dada, mulut kering, dispepsia, disfagia, nausea, mengantuk, vertigo, astenia, mialgia, miastenia, berkeringat.

Kontraindikasi: Pasien dengan penyakit jantung iskemik (angina pectoris, riwayat infark miokard, coronary artery vasospasm, Prinzmetal's angina), dan pasien hipersensitif.

3. Eletriptan

Farmakologi: Eletriptan terikat dengan afinitas tinggi terhadap reseptor 5-HT1B, 5-HT1D dan 5-HT1F. Aktivasi reseptor 5-HT1 pada pembuluh darah intrakranial menimbulkan vasokontriksi yang berkorelasi dengan meredanya sakit kepala migraine. Selain itu, aktivasi reseptor 5-HT1 pada ujung saraf sensoris pada sistem trigeminal menghambat pelepasan pro-inflammatory neuropeptida.

Indikasi: Penanganan migraine akut dengan atau tanpa aura.

Dosis & Cara Pemberian: 2040 mg po saat onset berlangsung, dapat diulang 2 jam kemudian sebanyak 1 kali. Dosis maksimum tidak melebihi 80 mg/24 jam.

Efek Samping: parestesia, flushing, hangat, nyeri dada, rasa tidak enak pada perut, mulut kering, dispepsia, disfagia, nausea, pusing, sakit kepala, mengantuk.

Terapi Profilaktif

Tujuan dari terapi profilaktif adalah untuk mengurangi frekuensi berat dan lamanya serangan, meningkatkan respon pasien terhadap pengobatan, serta pengurangan disabilitas. Terapi preventif yang dilaksanakan mencakup pemakaian obat dimulai dengan dosis rendah yang efektif dinaikkan pelan-pelan sampai dosis efektif. Efek klinik tercapai setelah 2-3 bulan pengobatan, pemberian edukasi supaya pasien teratur memakai obat, diskusi rasional tentang pengobatan, efek samping obat. Pasien juga dianjurkan untuk menulis headache diary yang berguna untuk mengevaluasi serangan, frekuensi, lama, beratnya serangan, disabilitas dan respon terhadap pengobatan yang diberikan. Obat-obatan yang sering diberikan:

a. Beta-blocker:

- propanolol yang dimulai dengan dosis 10-20 mg 2-3x1 dan dapat ditingkatkan secara gradual menjadi 240 mg/hari.

- atenolol 40-160 mg/hari

- timolol 20-40 mg/hari

- metoprolol 100-200 mg/hari

b. Calcium Channel Blocker:

- verapamil 320-480 mg/hari

- nifedipin 90-360 mg/hari

c. Antidepresan, misalnya amitriptilin 25-125 mg, antidepresan trisiklik, yang terbukti efektif untuk mencegah timbulnya migraine.

d. Antikonvulsan:

- asam valproat 250 mg 3-4x1

- topiramat

e. Methysergid, derivatif ergot 2-6 mg/hari untuk beberapa minggu sampai bulan efektif untuk mencegah serangan migraine.Terapi non-medikamentosa

Terapi abortif

Para penderita migraine pada umumnya mencari tempat yang tenang dan gelap pada saat serangan migraine terjadi karena fotofobia dan fonofobia yang dialaminya. Serangan juga akan sangat berkurang jika pada saat serangan penderita istirahat atau tidur.Terapi profilaktif

Pasien harus memperhatikan pencetus dari serangan migraine yang dialami, seperti kurang tidur, setelah memakan makanan tertentu misalnya kopi, keju, coklat, MSG, akibat stress, perubahan suhu ruangan dan cuaca, kepekaan terhadap cahaya terang, kelap kelip, perubahan cuaca, dan lain-lain. Selanjutnya, pasien diharapkan dapat menghindari faktor-faktor pencetus timbulnya serangan migraine. Disamping itu, pasien dianjurkan untuk berolahraga secara teratur untuk memperlancar aliran darah. Olahraga yang dipilih adalah yang membawa ketenangan dan relaksasi seperti yoga dan senam. Olahraga yang berat seperti lari, tenis, basket, dan sepak bola justru dapat menyebabkan migraine.

Prognosis

Untuk banyak orang, migraine dapat remisi dan menghilang secara utuh pada akhirnya, terutama karena faktor penuaan/usia. Penurunan kadar estrogen setelah menopause bertanggungjawab atas remisi ini bagi beberapa wanita. Walaupun demikian, migraine juga dapat meningkatkan faktor risiko seseorang terkena stroke, baik bagi pria maupun wanita terutama sebelum usia 50 tahun. Sekitar 19% dari seluruh kasus stroke terjadi pada orang-orang dengan riwayat migraine. Migrain dengan aura lebih berisiko untuk terjadinya stroke khususnya pada wanita. Selain itu, migraine juga meningkatkan risiko terkena penyakit jantung. Para peneliti menemukan bahwa 50% pasien dengan Patent Foramen Ovale menderita migraine dengan aura dan operasi perbaikan pada pasien Patent Foramen Ovale dapat mengontrol serangan migraine.B. TENSION TYPE HEADACHE

Definisi Tension Type Headache (TTH)

Merupakan sensasi nyeri pada daerah kepala akibat kontraksi terus menerus otot- otot kepala dan tengkuk ( M.splenius kapitis, M.temporalis, M.maseter, M.sternokleidomastoid, M.trapezius, M.servikalis posterior, dan M.levator skapula).Etiologi dan Faktor Resiko Tension Type Headache (TTH)Etiologi dan Faktor Resiko Tension Type Headache (TTH) adalah stress, depresi, bekerja dalam posisi yang menetap dalam waktu lama, kelelahan mata, kontraksi otot yang berlebihan, berkurangnya aliran darah, dan ketidakseimbangan neurotransmitter seperti dopamin, serotonin, noerpinefrin, dan enkephalin.9,10Epidemiologi Tension Type Headache (TTH)TTH terjadi 78 % sepanjang hidup dimana Tension Type Headache episodik terjadi 63 % dan Tension Type Headache kronik terjadi 3 %. Tension Type Headache episodik lebih banyak mengenai pasien wanita yaitu sebesar 71% sedangkan pada pria sebanyak 56 %. Biasanya mengenai umur 20 40 tahun.11Klasifikasi Tension Type Headache (TTH)Klasifikasi TTH adalah Tension Type Headache episodik dan dan Tension Type Headache kronik. Tension Type Headache episodik, apabila frekuensi serangan tidak mencapai 15 hari setiap bulan. Tension Type Headache episodik (ETTH) dapat berlangsung selama 30 menit 7 hari. Tension Type Headache kronik (CTTH) apabila frekuensi serangan lebih dari 15 hari setiap bulan dan berlangsung lebih dari 6 bulan.9Patofisiologi Tension Type Headache (TTH)Patofisiologi TTH masih belum jelas diketahui. Pada beberapa literatur dan hasil penelitian disebutkan beberapa keadaan yang berhubungan dengan terjadinya TTH sebagai berikut : 1. Disfungsi sistem saraf pusat yang lebih berperan daripada sistem saraf perifer dimana disfungsi sistem saraf perifer lebih mengarah pada ETTH sedangkan disfungsi sistem saraf pusat mengarah kepada CTTH,

2. Disfungsi saraf perifer meliputi kontraksi otot yang involunter dan permanen tanpa disertai iskemia otot, 3. Transmisi nyeri TTH melalui nukleus trigeminoservikalis pars kaudalis yang akan mensensitasi second order neuron pada nukleus trigeminal dan kornu dorsalis ( aktivasi molekul NO) sehingga meningkatkan input nosiseptif pada jaringan perikranial dan miofasial lalu akan terjadi regulasi mekanisme perifer yang akan meningkatkan aktivitas otot perikranial. Hal ini akan meningkatkan pelepasan neurotransmitter pada jaringan miofasial, 4. Hiperflesibilitas neuron sentral nosiseptif pada nukleus trigeminal, talamus, dan korteks serebri yang diikuti hipesensitifitas supraspinal (limbik) terhadap nosiseptif. Nilai ambang deteksi nyeri ( tekanan, elektrik, dan termal) akan menurun di sefalik dan ekstrasefalik. Selain itu, terdapat juga penurunan supraspinal decending pain inhibit activity, 5. Kelainan fungsi filter nyeri di batang otak sehingga menyebabkan kesalahan interpretasi info pada otak yang diartikan sebagai nyeri, 6. Terdapat hubungan jalur serotonergik dan monoaminergik pada batang otak dan hipotalamus dengan terjadinya TTH. Defisiensi kadar serotonin dan noradrenalin di otak, dan juga abnormal serotonin platelet, penurunan beta endorfin di CSF dan penekanan eksteroseptif pada otot temporal dan maseter, 7. Faktor psikogenik ( stres mental) dan keadaan non-physiological motor stress pada TTH sehingga melepaskan zat iritatif yang akan menstimulasi perifer dan aktivasi struktur persepsi nyeri supraspinal lalu modulasi nyeri sentral. Depresi dan ansietas akan meningkatkan frekuensi TTH dengan mempertahankan sensitisasi sentral pada jalur transmisi nyeri, 8. Aktifasi NOS ( Nitric Oxide Synthetase) dan NO pada kornu dorsalis.

Pada kasus dijumpai adanya stress yang memicu sakit kepala. Ada beberapa teori yang menjelaskan hal tersebut yaitu (1) adanya stress fisik (kelelahan) akan menyebabkan pernafasan hiperventilasi sehingga kadar CO2 dalam darah menurun yang akan mengganggu keseimbangan asam basa dalam darah. Hal ini akan menyebabkan terjadinya alkalosis yang selanjutnya akan mengakibatkan ion kalsium masuk ke dalam sel dan menimbulkan kontraksi otot yang berlebihan sehingga terjadilah nyeri kepala. (2) stress mengaktifasi saraf simpatis sehingga terjadi dilatasi pembuluh darah otak selanjutnya akan mengaktifasi nosiseptor lalu aktifasi aferen gamma trigeminus yang akan menghasilkan neuropeptida (substansi P). Neuropeptida ini akan merangsang ganglion trigeminus (pons). (3) stress dapat dibagi menjadi 3 tahap yaitu alarm reaction, stage of resistance, dan stage of exhausted. Alarm reaction dimana stress menyebabkan vasokontriksi perifer yang akan mengakibatkan kekurangan asupan oksigen lalu terjadilah metabolisme anaerob. Metabolisme anaerob akan mengakibatkan penumpukan asam laktat sehingga merangsang pengeluaran bradikinin dan enzim proteolitik yang selanjutnya akan menstimulasi jaras nyeri. Stage of resistance dimana sumber energi yang digunakan berasal dari glikogen yang akan merangsang peningkatan aldosteron, dimana aldosteron akan menjaga simpanan ion kalium. Stage of exhausted dimana sumber energi yang digunakan berasal dari protein dan aldosteron pun menurun sehingga terjadi deplesi K+. Deplesi ion ini akan menyebabkan disfungsi saraf.9,10Diagnosa Tension Type Headache (TTH)Tension Type Headache harus memenuhi syarat yaitu sekurang kurangnya dua dari berikut ini : (1) adanya sensasi tertekan/terjepit, (2) intensitas ringan sedang, (3) lokasi bilateral, (4) tidak diperburuk aktivitas. Selain itu, tidak dijumpai mual muntah, tidak ada salah satu dari fotofobia dan fonofobia.

Gejala klinis dapat berupa nyeri ringan - sedang - berat, tumpul seperti ditekan atau diikat, tidak berdenyut, menyeluruh, nyeri lebih hebat pada daerah kulit kepala, oksipital, dan belakang leher, terjadi spontan, memburuk oleh stress, insomnia, kelelahan kronis, iritabilitas, gangguan konsentrasi, kadang vertigo, dan rasa tidak nyaman pada bagian leher, rahang serta temporomandibular.

Pemeriksaan Penunjang Tension Type Headache (TTH)Tidak ada uji spesifik untuk mendiagnosis TTH dan pada saat dilakukan pemeriksaa neurologik tidak ditemukan kelainan apapun. TTH biasanya tidak memerlukan pemeriksaan darah, rontgen, CT scan kepala maupun MRI.

Diferensial Diagnosa Tension Type Headache (TTH)Diferensial Diagnosa dari TTH adalah sakit kepala pada spondilo-artrosis deformans, sakit kepala pasca trauma kapitis, sakit kepala pasca punksi lumbal, migren klasik, migren komplikata, cluster headache, sakit kepala pada arteritis temporalis, sakit kepala pada desakan intrakranial, sakit kepala pada penyakit kardiovasikular, dan sakit kepala pada anemia.

Terapi Tension Type Headache (TTH)Relaksasi selalu dapat menyembuhkan TTH. Pasien harus dibimbing untuk mengetahui arti dari relaksasi yang mana dapat termasuk bed rest, massage, dan atau latihan biofeedback. Pengobatan farmakologi adalah simpel analgesia dan atau mucles relaxants. Ibuprofen dan naproxen sodium merupakan obat yang efektif untuk kebanyakan orang. Jika pengobatan simpel analgesia (asetaminofen, aspirin, ibuprofen, dll.) gagal maka dapat ditambah butalbital dan kafein ( dalam bentuk kombinasi seperti Fiorinal) yang akan menambah efektifitas pengobatan.PENGOBATAN PROFILAKSISMeskipun sakit kepalaNT umum dan berdampak besar pada masyarakat, sangat sedikit studi yang terkontrol-baik dari pengobatannya yang telah dilakukan. Tidak ada obat baru yang disetujui oleh FDA khususnya untuk pengobatan sakit kepalatension. Namun, mengingat sifat kronis gangguan ini dan risiko penggunaan berlebihan-obat-obatan sakit kepala pada pasien dengan sakit kepala sering, terapi profilaksis tampaknya terjamin untuk kebanyakan pasien. Sejak sakit kepalatension-typekronis adalah sebuah gangguan pengolahan nyeri sentral, obat dengan sentral efek modulasi nyeri cenderung paling efektif.Obat antidepresanAntidepresan trisiklik obat pilihan untuk mencegah sakit kepalatension-typekronis, dan beberapa daripadanya juga efektif sebagai profilaksis migrain. Antidepresan diuji pada studidouble-blind, dikontrol plasebo yang mencakup amitriptyline, doxepin, dan maprotiline.Amitriptyline mengurangi jumlah sakit kepala harian atau durasi sakit kepala sekitar 50% pada sekitar sepertiga pasien dalam beberapa studi, meskipun studi lain menemukan ini tidak lebih baik daripada placebo.Antidepresan trisiklik lainnya mungkin juga efektif, sebagaimana disarankan oleh pengalaman klinis, meskipun belum diteliti pada sakit kepalatension-typekronis.

SSRI: fluoxetine, paroxetine, dan citalopram belum menunjukkan efikasi studi-terkontrol. Obat ini sering digunakan, namun, karena mereka memiliki insiden efek samping lebih rendah.Relaksan ototCyclobenzaprine adalah relaksan otot struktural terkait dengan amitriptyline. Pada 1972 studidouble-blind, 10 dari 20 pasien menerima cyclobenzaprine mengalami 50 % atau lebih perbaikan pada sakit kepalatension-type, dibandingkan dengan 5 dari 20 pasien yang menerima plasebo. Dosis biasa cyclobenzaprine adalah 10 mg pada waktu tidur.Tizanidine, sebuah penghambat alfa-adrenergik, dilaporkan efektif untuk sakit kepalatension typekronis pada percobaan plasebo-terkontrol tunggal. Dosis biasanya dititrasi dari 2 mg pada waktu tidur hingga 20 mg per hari, dibagi menjadi tiga dosis. Sedasi adalah efek samping paling umum dari agen ini.ValproateValproate, antikonvulsi agonis asamgamma-aminobutyric(GABA), telah dievaluasi untuk keberhasilannya pada migraine, dan sakit kepala harian kronis. Efek samping yang paling sering dilaporkan adalah berat bertambah, gemetaran, rambut rontok, dan mual.Obat anti-inflamasi non steroidObat anti-inflamasi non steroid (NSAID) secara luas diresepkan baik sebagai terapi tambahan sakit kepalatension-typedan untuk profilaksis dari migraine. Toksin botulinumSuntikan toksin botulinum pada otot kepala dan leher ditemukan efektif untuk meredakan sakit kepala tension-typekronis pada pasien. TERAPI AKUTPengobatan akut sakit kepalatension-typeharian sulit. NSAID mungkin berguna sebagai analgesik untuk sakit kepala harian.Relaksan otot seperti chlorzoxazone, orphenadrine sitrat, carisoprodol, dan metaxalone umumnya digunakan oleh pasien dengan sakit kepalatension-typekronis, tetapi belum terbukti efektif untuk melegakan nyeri akut.Sumatriptan telah dievaluasi pada beberapa studi sakit kepalatension-type. Obat ini tidak lebih efektif daripada plasebo untuk serangan akut pada pasien dengan sakit kepalatension-typekronis; namun, sakit kepalatension-type episodik berat pada pasien bersama dengan migraine tampaknya merespon terhadap agen ini.Agen untuk mencegah. Benzodiazepine, kombinasi butalbital, kombinasi kafein, dan narkotika harus dihindari, atau gunakanlah obat-obatan tersebut dengan kontrol yang cermat, karena risiko habituasi dan sakit kepala diinduksi-pengobatan.PENGGUNAAN OBAT BERLEBIHANSebuah kondisi yang sangat penting berkontribusi bagi berkembangnya sakit kepala dalam pola harian kronis adalah penggunaan obat berlebihan. Ini paling mungkin terjadi pada pasien dengan sakit kepala sering, terutama sakit kepalatension-typekronis.Obat-obatan yang paling umum dihubungkan dengan sakit kepalarebound-analgesik adalah preparat ergotamin, kombinasi analgesik butalbital, opiat, dan kafein-mengandung kombinasi analgesik. Analgesik sederhana seperti aspirin, asetaminofen, dan NSAID mungkin tidak menginduksi sakit kepalarebound - analgesik.

TERAPI NON FARMAKOLOGIManajemen stress dengan menggunakan terapi perilaku-kognitif sama efektif dengan menggunakan relaksasi ataubiofeedbackdalam mengurangi sakit kepalatension-type.

Terapi non-farmakologi terutama berguna untuk pasien yang enggan untuk minum obat karena efek samping sebelumnya dari obat-obatan, seiring masalah medis, atau ada keinginan untuk hamil. Sementarabiofeedbackdan terapi manajemen stres biasanya memerlukan rujukan ke psikolog.

Prognosis dan Komplikasi Tension Type Headache (TTH)TTH pada kondisi dapat menyebabkan nyeri yang menyakitkan tetapi tidak membahayakan.Nyeri ini dapat sembuh dengan perawatan ataupun dengan menyelesaikan masalah yang menjadi latar belakangnya jika penyebab TTH berupa pengaruh psikis. Nyeri kepala ini dapat sembuh dengan terapi obat berupa analgesia. TTh biasanya mudah diobati sendiri. Progonis penyakit ini baik, dan dengan penatalaksanaan yang baik maka > 90 % pasien dapat disembuhkan.

Komplikasi TTH adalah rebound headache yaitu nyeri kepala yang disebabkan oleh penggunaan obat obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dll yang berlebihan.

Pencegahan Tension Type Headache (TTH)Pencegahan TTH adalah dengan mencegah terjadinya stress dengan olahraga teratur, istirahat yang cukup, relaksasi otot (massage, yoga, stretching), meditasi, dan biofeedback. Jika penyebabnya adalah kecemasan atau depresi maka dapat dilakukan behavioral therapy. Selain itu, TTH dapat dicegah dengan mengganti bantal atau mengubah posisi tidur dan mengkonsumsi makanan yang sehat.C. CLUSTER HEADACHEDefinisi

Nyeri kepala klaster (cluster headache) merupakan nyeri kepala vaskular yang juga dikenal sebagai nyeri kepala Horton, sfenopalatina neuralgia, nyeri kepala histamine, sindrom Bing, erythrosophalgia, neuralgia migrenosa, atau migren merah (red migraine) karena pada waktu serangan akan tampak merah pada sisi wajah yang mengalami nyeri.12,13,15Epidemiologi

Cluster headache adalah penyakit yang langka. Dibandingkan dengan migren, cluster headache 100 kali lebih lebih jarang ditemui. Di Perancis prevalensinya tidak diketahui dengan pasti, diperkirakan sekitar 1/10.000 penduduk, berdasarkan penelitian yang dilakukan di negara lainnya. Serangan pertama muncul antara usia 10 sampai 30 tahun pada 2/3 total seluruh pasien. Namun kisaran usia 1 sampai 73 tahun pernah dilaporkan. Cluster headache sering didapatkan terutama pada dewasa muda, laki-laki, dengan rasio jenis kelamin laki-laki dan wanita 4:1. Serangan terjadi pada waktu-waktu tertentu, biasanya dini hari menjelang pagi, yang akan membangunkan penderita dari tidurnya karena nyeri.12,15Etiologi

Etiologi cluster headache adalah sebagai berikut :16 Penekanan pada nervus trigeminal (nervus V) akibat dilatasi pembuluh darah sekitar.

Pembengkakan dinding arteri carotis interna.

Pelepasan histamin.

Letupan paroxysmal parasimpatis.

Abnormalitas hipotalamus.

Penurunan kadar oksigen.

Pengaruh genetik

Diduga faktor pencetus cluster headache antara lain :

Glyceryl trinitrate.

Alkohol.

Terpapar hidrokarbon.

Panas.

Terlalu banyak atau terlalu sedikit tidur.

Stres.Positron emision tomografi (PET) scanning dan Magnetic resonance imaging (MRI) membantu untuk memperjelas penyebab cluster headache yang masih kurang dipahami. Patofisiologi dasar dalam hipotalamus gray matter. Pada beberapa keluarga, suatu gen autosom dominan mungkin terlibat, tapi alel-alel sensitif aktivitas kalsium channel atau nitrit oksida masih belum teridentifikasi. Vasodilatasi arteri karotis dan arteri oftalmika dan peningkatan sensitivitas terhadap rangsangan vasodilator dapat dipicu oleh refleks parasimpatetik trigeminus. Variasi abnormal denyut jantung dan peningkatan lipolisis nokturnal selama serangan dan selama remisi memperkuat teori abnormalitas fungsi otonom dengan peningkatan fungsi parasimpatis dan penurunan fungsi simpatis. Serangan sering dimulai saat tidur, yang melibatkan gangguan irama sirkadian. Peningkatan insidensi sleep apneu pada pasien-pasien dengan cluster headache menunjukan periode oksigenasi pada jaringan vital berkurang yang dapat memicu suatu serangan.14Patofisiologi

Patofisiologi cluster headache masih belum diketahui dengan jelas, akan tetapi teori yang masih banyak dianut sampai saat ini antara lain:

Cluster headache timbul karena vasodilatasi pada salah satu cabang arteri karotis eksterna yang diperantarai oleh histamine intrinsic (Teori Horton).12 Serangan cluster headache merupakan suatu gangguan kondisi fisiologis otak dan struktur yang berkaitan dengannya, yang ditandai oleh disfungsi hipotalamus yang menyebabkan kelainan kronobiologis dan fungsi otonom. Hal ini menimbulkan defisiensi autoregulasi dari vasomotor dan gangguan respon kemoreseptor pada korpus karotikus terhadap kadar oksigen yang turun. Pada kondisi ini, serangan dapat dipicu oleh kadar oksigen yang terus menurun. Batang otak yang terlibat adalah setinggi pons dan medulla oblongata serta nervus V, VII, IX, dan X. Perubahan pembuluh darah diperantarai oleh beberapa macam neuropeptida (substansi P, dll) terutama pada sinus kavernosus (teori Lee Kudrow).12Manifestasi Klinis

Nyeri kepala yang dirasakan sesisi biasanya hebat seperti ditusuk-tusuk pada separuh kepala, yaitu di sekitar, di belakang atau di dalam bola mata, pipi, lubang hidung, langit-langit, gusi dan menjalar ke frontal, temporal sampai ke oksiput. Nyeri kepala ini disertai gejala yang khas yaitu mata sesisi menjadi merah dan berair, konjugtiva bengkak dan merah, hidung tersumbat, sisi kepala menjadi merah-panas dan nyeri tekan. Serangan biasanya mengenai satu sisi kepala, tapi kadang-kadang berganti-ganti kanan dan kiri atau bilateral. Nyeri kepala bersifat tajam, menjemukan dan menusuk serta diikuti mual atau muntah. Nyeri kepala sering terjadi pada larut malam atau pagi dini hari sehingga membangunkan pasien dari tidurnya.13Serangan berlangsung sekitar 15 menit sampai 5 jam (rata rata 2 jam) yang terjadi beberapa kali selama 2-6 minggu. Sedangkan sebagai faktor pencetus adalah makanan atau minuman yang mengandung alkohol. Serangan kemudian menghilang selama beberapa bulan sampai 1-2 tahun untuk kemudian timbul lagi secara cluster (berkelompok).15

Gambar 2.1 Ciri khas Cluster Headache

Gambar 2.2 Gejala Klinis Cluster headacheDiagnosis

Diagnosis nyeri kepala klaster menggunakan kriteria oleh International Headache Society (IHS) adalah sebagai berikut: 11,12a. Paling sedikit 5 kali serangan dengan kriteria seperti di bawah

b. Berat atau sangat berat unilateral orbital, supraorbital, dan atau nyeri temporal selama 15 180 menit bila tidak di tatalaksana.

c. Sakit kepala disertai satu dari kriteria dibawah ini :

1. Injeksi konjungtiva ipsilateral dan atau lakriimasi

2. Kongesti nasal ipsilateral dan atau rhinorrhea

3. Edema kelopak mata ipsilateral4. Berkeringat pada bagian dahi dan wajah ipsilateral

5. Miosis dan atau ptosis ipsilateral6. Kesadaran gelisah atau agitasi

d. Serangan mempunyai frekuensi 1 kali hingga 8 kali perharie. Tidak berhubungan dengan kelainan yang lain.Pada tahun 2004 American Headache Society menerbitkan kriteria baru untuk mendiagnosa cluster headache. Untuk memenuhi kriteria diagnosis tersebut, pasien setidaknya harus mengalami sekurang-kurangnya lima serangan nyeri kepala yang terjadi setiap hari selama delapan hari, yang bukan disebabkan oleh gangguan lainnya. Selain itu, nyeri kepala yang terjadi parah atau sangat parah pada orbita unilateral, supraorbital atau temporal, dan nyeri berlansung antara 18 sampai 150 menit jika tidak diobati, dan disertai satu atau lebih gejala-gejala berikut ini: injeksi konjungtiva atau lakrimasi ipsilateral, hidung tersumbat atau rinore ipsilateral, edema kelopak mata ipsilateral, wajah dan dahi berkeringat ipsilateral, ptosis atau miosis ipsilateral, atau kesadaran gelisah atau agitasi. Cluster headache episodik didefinisikan sebagai setidak-tidaknya terdapat dua periode cluster yang berlangsung tujuh sampai 365 hari dan dipisahkan periode remisi bebas nyeri selama satu bulan atau lebih. Sedangkan cluster headache kronis adalah serangan yang kambuh lebih dari satu tahun tanpa periode remisi atau dengan periode remisi yang berlangsung kurang dari satu bulan.14

Gambar 2.3 Lokasi nyeri pada Cluster headachePenatalaksanaan

Penatalaksanaan medis terhadap cluster headache dapat dibagi ke dalam pengobatan terhadap serangan akut, dan pengobatan preventif, yang bertujuan untuk menekan serangan. Pengobatan akut dan preventif dimulai secara bersamaan saat periode awal cluster. Pilihan pengobatan pembedahan yang terbaru dan neurostimulasi telah menggantikan pendekatan pengobatan yang bersifat merugikan.121. Pengobatan Serangan Akut

Serangan cluster headache biasanya singkat, dari 30 sampai 180 menit, sering memberat secara cepat, sehingga membutuhkan pengobatan awal yang cepat. Penggunaan obat sakit kepala yang berlebihan sering didapatkan pada pasien-pasien cluster headache, biasanya bila mereka pernah memiliki riwayat menderita migren atau mempunyai riwayat keluarga yang menderita migren, dan saat pengobatan yang diberikan sangat tidak efektif pada serangan akut, seperti triptan oral, acetaminofen dan analgetik agonis reseptor opiate.12 Oksigen: inhalasi oksigen, kadar 100% sebanyak 10-12 liter/menit selama 15 menit sangat efektif, dan merupakan pengobatan yang aman untuk cluster headache akut.

Triptan: Sumatriptan 6 mg subkutan, sumatriptan 20 mg intranasal, dan zolmitriptan 5 mg intranasal efektif pada pengobatan akut cluster headache. Tiga dosis zolmitriptan dalam dua puluh empat jam bisa diterima. Tidak terdapat bukti yang mendukung penggunaan triptan oral pada cluster headache.

Dihidroergotamin 1 mg intramuskular efektif dalam menghilangkan serangan akut cluster headache. Cara intranasal terlihat kurang efektif, walaupun beberapa pasien bermanfaat menggunakan cara tersebut.

Lidokain: tetes hidung topikal lidokain dapat digunakan untuk mengobati serangan akut cluster headache. Pasien tidur telentang dengan kepala dimiringkan ke belakang ke arah lantai 30 dan beralih ke sisi sakit kepala. Tetes nasal dapat digunakan dan dosisnya 1 ml lidokain 4% yang dapat diulang setekah 15 menit.122. Pengobatan Pencegahan

Pilihan pengobatan pencegahan pada cluster headache ditentukan oleh lamanya serangan, bukan oleh jenis episodik atau kronis. Preventif dianggap jangka pendek, atau jangka panjang, berdasarkan pada seberapa cepat efeknya dan berapa lama dapat digunakan dengan aman. Bnayak ahli sekarang ini mengajukan verapamil sebagai pilihan pengobatan lini pertama, walaupun pada beberapa pasien dengan serangan yang singkat hanya perlu kortikosteroid oral atau injeksi nervus oksipital mungkin lebih tepat.12 Verapamil lebih efektif dibandingkan dengan placebo dan lebih baik dibandingkan dengan lithium. Praktek klinis jelas mendukung penggunaan dosis verapamil yang relatif lebih tinggi pada cluster headache, tentu lebih tinggi dari pada dosis yang digunakan untuk indikasi kardiologi. Setelah dilakukan pemeriksaan EKG, pasien memulai dosis 80 mg tiga kali sehari, dosis harian akan ditingkatkan secara bertahap dari 80 mg setiap 10-14 hari. Pemeriksaan EKG dilakukan setiap kenaikan dosis dan paling kurang sepuluh hari setelah dosis berubah. Dosis ditingkatkan sampai serangan cluster menghilang, efek samping atau dosis maksimum sebesar 960 mg perhari. Efek samping termasuk konstipasi dan pembengkakan kaki dan hiperplasia ginggiva (pasien harus terus memantau kebersihan giginya).

Kortikosteroid dalam bentuk prednison 1 mg/kgbb sampai 60 mg selama empat hari yang diturunkan bertahap selama tiga minggu diterima sebagai pendekatan pengobatan perventif jangka pendek. Pengobatan ini sering menghentikan periode cluster, dan dapat digunakan tidak lebih dari sekali setahun untuk menghindari nekrosis aseptik.

Lithium karbonat terutama digunakan untuk cluster headache kronik karena efek sampingnya, walaupun kadang digunakan dalam berbagai episode. Biasanya dosis lithium sebesar 600 mg sampai 900 per-hari dalam dosis terbagi. Kadar lithium harus diperiksa dalam minggu pertama dan secara periodik setelahnya dengan target kadar serum sebesar 0,4 sampai 0,8 mEq/L. Efek neurotoksik termasuk tremor, letargis, bicara cadel, penglihatan kabur, bingung, nystagmus, ataksia, tanda-tanda ekstrapiramidal, dan kejang. Penggunaan bersama dengan diuretik yang mengurangi natrium harus dihindari, karena dapat mengakibatkan kadar lithium meningkat dan neurotoksik. Efek jangka panjang seperti hipotiroidisme dan komplikasi renal harus dipantau pada pasien yang menggunakan lithium untuk jangka waktu yang lama. Peningkatan leukosit polimorfonuklear adalah reaksi yang timbul karena penggunaan lithium dan sering salah arti akan adanya infeksi yang tersembunyi. Penggunaan bersama dengan indometasin dapat meningkatkan kadar lithium.

Topiramat digunakan untuk mencegah serangan cluster headache. Dosis biasanya adalah 100-200 mg perhari, dengan efek samping yang sama seperti penggunaannya pada migraine.

Melatonin dapat membantu cluster headache sebagai preventif dan salah satu penelitian terkontrol menunjukan lebih baik dibandingkan placebo. Dosis biasa yang digunakan adalah 9 mg perhari.

Obat-obat pencegahan lainnya termasuk gabapentin (sampai 3600 perhari) dan methysergide (3 sampai 12 mg perhari). Methysergide tidak tersedia dengan mudah, dan tidak boleh dipakai secara terus-menerus dalam pengobatan untuk menghindari komplikasi fibrosis. Divalproex tidak efektif untuk pengobatan cluster headache.

Injeksi pada saraf oksipital: Injeksi metilprednisolon (80 mg) dengan lidokain ke dalam area sekitar nervus oksipital terbesar ipsilateral sampai ke lokasi serangan mengakibatkan perbaikan selama 5 sampai 73 hari. Pendekatan ini sangat membantu pada serangan yang singkat dan untuk mengurangi nyeri keseluruhan pada serangan yang memanjang dan pada cluster headache kronis.

Pendekatan Bedah: Pendekatan bedah modern pada cluster headache didominasi oleh stimulasi otak dalam pada area hipotalamus posterior grey matter dan stimulasi nervus oksipital. Tidak terdapat tempat yang jelas untuk tindakan destruktif, seperti termoregulasi ganglion trigeminal atau pangkal sensorik nervus trigeminus.122.5.2 NYERI KEPALA SEKUNDERSakit kepala sekunder dapat dibagi menjadi sakit kepala yang disebabkan oleh karena trauma pada kepala dan leher, sakit kepala akibat kelainan vaskular kranial dan servikal, sakit kepala yang bukan disebabkan kelainan vaskular intrakranial, sakit kepala akibat adanya zat atau withdrawal, sakit kepala akibat infeksi, sakit kepala akibat gangguan homeostasis, sakit kepala atau nyeri pada wajah akibat kelainan kranium, leher, telinga, hidung, gigi, mulut atau struktur lain di kepala dan wajah, sakit kepala akibat kelainan psikiatri.17Sakit kepala sekunder merupakan sakit kepala yang disebabkan adanya suatu penyakit tertentu (underlying disease). Pada sakit kepala kelompok ini, rasa nyeri di kepala merupakan tanda dari berbagai penyakit.Adapun penyakit yang dapat menimbulkan sakit kepala adalah:181. Infeksi sistemik seperti flu, demam dengue/demam berdarah denggue, sinusitis, radang tenggorokan dan lain-lain2. Aneurisma otak3. Tumor otak4. Keracunan karbon dioksida5. Glaukoma6. Kelainan refraksi mata (mata minus/plus)7. Cedera kepala8. Ensefalitis (radang otak)9. Meningitis (radang selaput otak)10. Perdarahan otak11. Stroke12. Efek samping obat13. Dan lain-lainKarakteristik Sakit Kepala Yang Menjadi Tanda Penyakit SeriusSebagian besar sakit kepala bersifat ringan atau disebabkan penyakit yang ringan. Namun kita tetap harus waspada karena sakit kepala juga dapat merupakan gejala dari penyakit yang serius seperti radang otak/selaput otak, perdarahan otak, stroke, tumor otak, glaukoma, dan lain-lain.17Adapun karakteristik sakit kepala yang menjadi tanda penyakit serius adalah sebagai berikut :1. Sangat sakit paling sakit ( worst headache ever) : rasa sakit yang dirasakan sangat sakit, jauh lebih sakit dibandingkan sakit kepala sebelumnya2. Sakit kepala berat yang dirasakan pertama kalinya3. Sakit kepala yang bertambah berat dalam beberapa hari atau beberapa minggu4. Ada gangguan saraf seperti kelumpuhan, kebutaan, dan lain-lain5. Sakit kepala disertai demam (yang penyebab demam tidak diketahui dengan jelas)6. Muntah yang terjadi mendahului sakit kepala7. Sakit kepala yang dicetuskan olehbending, mengangkat beban, dan batuk8. Sakit kepala timbul segera setelah bangun tidur9. Usia lebih dari 55 tahun10. Sakit kepala pada anakBeberapa nyeri kepala sekunder yang sering terjadi, misalnya : 181. Nyeri kepala karena sakit gigiKeluhan sakit gigi (nyeri gigi) dapat disebabkan karena berbagai penyakit pada gigi sehingga kelainan / penyakit pada gigi perlu dicari dan diatasi oleh dokter gigi.

2. Nyeri kepala pada sinusitisNyeri kepala ringan hingga berat dirasakan di daerah muka, pipi atau dahi, biasanya disertai juga dengan keluhan 'THT' (telinga, hidung dan tenggorakan) yang lain, misalnya berdahak, hidung mampet, hidung meler dan lain-lain.

3. Nyeri kepala pada kelainan mata'Iritis', 'glaukoma' dan 'papilitis', dapat menimbulkan nyeri sedang hingga berat pada mata dan sekitarnya. Mata tampak memerah disertai dengan gangguan penglihatan.

4. Nyeri kepala pada tekanan darah tinggi ('hipertensi')Tekanan darah tinggi dapat menimbulkan keluhan nyeri kepala. Semua penderita nyeri kepala harus mengetahui tekanan darahnya. Minum obat sakit kepala tanpa menurunkan tekanan darah dapat berbahaya, karena 'hipertensi' merupakan ancaman bagi terjadinya kerusakan organ target hipertensi (ginjal, otak, jantung dan pembuluh darah).

5. Nyeri kepala akibat putus obat ('withdrawal headache')Nyeri kepala juga bisa terjadi karena terlalu lama (lebih dari 15 hari) minum obat sakit kepala, kemudian ketika 'putus obat' malah menimbulkan keluhan nyeri kepala.BAB III

PENUTUP

Cephalgia atau sakit kepala merupakan suatu gejala yang sering dikeluhkan. Cephalgia bukan sebuah diagnosis suatu penyakit. Perbedaan gejala, onset, dan nyeri pada cephalgia berbeda-beda, maka harus lebih teliti untuk melakukan anamnesis dan pemeriksaan. Cephalgia harus diklasifikasikan secara cermat untuk mengetahui penyebabnya.

DAFTAR PUSTAKA1. Pertemuan Nasional III Nyeri, Nyeri Kepala & Vertigo PERDOSSI, Solo, 4 - 6 Juli 20082. Srivasta S. Pathophysiology and treatment of migraine and related headache. Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/1144656-overview3. Chawla J. Migraine Headache: Differential Diagnoses & Workup. Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/1142556-diagnosis4. Current Diagnosis & Treatment in Family Medicine. 5. Brunton, LL. Goodman and Gilmans Pharmacology. Boston: McGraw-Hill. 2006.

6. Gladstein. Migraine headache-Prognosis. Diunduh dari : http://www.umm.edu/patiented/articles/how_serious_migraines_000097_2.htm7. Katzung, Bertram. Basic and Clinical Pharmacology. 10th edition. Boston: McGraw Hill.

2007.8. Sumatriptan Transdermal sebagai Terapi Gejala Migren. Diunduh dari : http://www.kalbe.co.id/?mn=news&tipe=detail&detail=205659. Sidharta, Priguna. Tension Headache dalam Kumpulan naskah Headache. FKUI. Jakarta. 10. "Muscle Contraction Tension Headache: eMedicine Neurology". Diunduh dari : http://www.emedicinehealth.com/tension_headache/article_em.htm11. Goadsby, J Peter. 2009. Treatment of Cluster Headache. Headache Group. Department of Neurology University of California. San Francisco. Diunduh dari : www.AmericanHeadacheSociety.org.

12. Visy, Jean-Marc and Bousser, Marie-Germaine. 2003. Cluster Headache. Orphanet Ensiklopedia. Diunduh : http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-cluster.pdf

13. Ginsberg, L. 2008. Lecture Notes: Neurologi. Edisi-8. Erlangga Medical Series. Jakarta. 74-75

14. Harsono. 2005. Kapita Selekta Neurologi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 15. Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 jilid 2. Media Aeusclapius. Jakarta.

16. ICSI. 2011. Health Care Guideline : Diagnosis and Treatment of Headache.17. ISH Classification ICHD II ( International Classification of Headache Disorders). Diunduh dari : http://ihs-classification.org/_downloads/mixed/ICHD-IIR1final.doc18. Raskin, Neil H. Headache. Harisons Internal Medicine.Referat Cephalgia/M. Anugerah Yusro Page 35