Refrerat Cephalgia
-
Upload
priscilia-chandra -
Category
Documents
-
view
89 -
download
1
description
Transcript of Refrerat Cephalgia
BAB I
PENDAHULUAN
Cephalgia atau nyeri kepala adalah perasaan sakit atau nyeri, termasuk rasa tidak
nyaman yang menyerang daerah tengkorak (kepala) mulai dari kening kearah atas dan
belakang kepala dan daerah wajah.1 Chepalgia adalah salah satu keluhan fisik paling utama yang
paling sering disajikan pasien kepada dokter.2 Pada kenyataannya adalah gejala bukan penyakit
dan dapat menunjukkan penyakit organik (neurologi atau penyakit lain), respon stress,
vasodilatasi (migren), tegangan otot rangka (sakit kepala tegang) atau kombinasi respon
tersebut.3
Rasa sakit (nyeri) merupakan keluhan yang sering didapatkan dalam klinik, walaupun
istilah “sakit” ini tampaknya sulit didefinisikan. Persepsi tiap orang akan berbeda-beda, karena
keluhan ini berasal dari pengalaman subjektif seseorang yang sulit dilakukan pengukurannya.
Reaksi dan sikap individu terhadap stimulasi yang identik yang menyebabkan sakit akan
berbeda pula. Oleh karena itu, dokter pemeriksa diharapkan pada tugas untuk mendapatkan
informasi yang selengkap mungkin dari pasien dan juga harus dapat membayangkan bagaimana
pasien bereaksi terhadap rasa sakitnya itu.
Penelitian yang dilakukan di Surabaya menunjukkan bahwa di antara 6488 pasien baru,
1227 (18,9%) datang karena keluhan nyeri kepala, 180 di antaranya didiagnosis sebagai
migren. Sedangkan di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta didapatkan 273 (17,4%) pasien baru
dengan nyeri kepala diantara 1298 pasien yang berobat. (jomi) Prevalensi sakit kepala di USA
menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%) atau 45 juta orang menderita sakit kepala kronik dan 20
juta dari 45 juta tersebut merupakan wanita.4
Sering kali pasien datang ke dokter mengeluh kepalanya pusing, tetapi yang
dimaksudkannya adalah nyeri kepala. Sehingga perlu sekali kita mengerti maksud keluhan
pasien secara tepat. Dalam buku-buku teks dan jurnal banyak memakai klasifikasi 1962, dan
klasifikasi terbaru adalah Headache Classification Subcommittee of International Headache
Society 2004 (ICHD 2). Ada beberapa terminologi yang harus dibedakan seperti: pusing =
vertigo, ringan kepala = light headedness, pening = dizziness, rasa ingin pingsan = faintness,
kepala berdenyut tujuh keliling dan sebagainya.4
Secara garis besar, cephalgia dibagi menjadi dua yaitu cephalgia primer dan sekunder.
Pembagian secara mendetail dan luas akan dijelaskan lebih lanjut di bagian pembahasan.
Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Sebelum membahas lebih lanjut, pertama-tama kita harus mengetahui terlebih dahulu
pengertian dari cephalgia. Dari katanya, cephal yang artinya kepala dan ischialgia
artinya nyeri, jadi cephalgia adalah nyeri di kepala. Nyeri itu sendiri menurut IASP
(International Assosiation for the Study of Pain) adalah pengalaman sensorik dan
emosional yang tidak menyenangkan yang sedang terjadi atau telah terjadi atau yang
digambarkan dengan kerusakan jaringan.1
Nyeri kepala adalah perasaan sakit atau nyeri, termasuk rasa tidak nyaman yang
menyerang daerah tengkorak (kepala) mulai dari kening kearah atas dan belakang
kepala. dan daerah wajah. IHS tahun 1988 menyatakan bahwa nyeri pada wajah
termasuk juga dalam sakit kepala.
2.2 Etiologi
Penyebab dari cephalgia atau nyeri kepala ini sangat luas dan multifaktoral. Dapat
disebabkan oleh kelainan di pembuluh darah, jaringan saraf, organ-organ yang di kepala
seperti mata, hidung, sinus paranasal, gigi geligi, dan juga jaringan lunak di kepala, kulit,
jaringan subkutan, otot, dan periosteum kepala. Selain kelainan yang telah disebutkan
diatas, sakit kepala dapat disebabkan oleh trauma, stress, perubahan lokasi (cuaca,
tekanan, dll.), dan juga karena telat makan.1-5
2.3 Anatomi Cephalgia
Sebelum membahas anatomi nyeri kepala maka akan dibahas anatomi otak secara garis
besar terlebih dahulu. Walaupun merupakan keseluruhan fungsi, otak disusun menjadi
beberapa daerah yang berbeda. Bagian–bagian otak dapat secara bebas dikelompokkan
ke dalam berbagai cara berdasarkan perbedaan anatomis, spesialisasi fungsional, dan
perkembangan evolusi. Otak terdiri dari (1) batang otak terdiri atas mesensefalon, pons,
dan medulla, (2) serebelum, (3) otak depan (forebrain) yang terdiri atas diensefalon dan
serebrum. Diensefalon terdiri dari hipotalamus dan talamus. Serebrum terdiri dari
nukleus basal dan korteks serebrum. Masing–masing bagian otak memiliki fungsi
tersendiri.1,6
Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 2
Harold Wolff, Broson Ray, dan Wilder Penfield mengidentifikasi kompenen
intrakranial yang sensitif terhadap nyeri termasuk selaput otak atau meningen
termasuk duramater basalis dan sinus kavernosus; saraf kranialis seperti
glosofaringeus, vagus, trigeminus sebagai saraf spinal servikalis bagian atas; struktur
pembuluh darah seperti arteri-arteri yang memperdarahi duramater, arteri karotis,
arteri vertebralis dan arteri basilaris, sirkulus Willisi, dll.1
Daerah sensitif terhadap nyeri kepala dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu
intrakranial dan ekstrakranial. Intrakranial yaitu sinus venosus, vena korteks serebrum,
arteri basal, duramater bagian anterior, dan fossa tengah serta fossa posterior.
Ektrakranial yaitu pembuluh darah dan otot dari kulit kepala, bagian dari orbita,
membran mukosa dari rongga nasal dan paranasal, telinga tengah dan luar, gigi, dan
gusi. Sedangkan daerah yang tidak sensitif terhadap nyeri adalah parenkim otak,
ventrikular ependima, dan pleksus koroideus.1,6
Nyeri kepala dipengaruhi oleh nukleus trigeminoservikalis yang merupakan
nosiseptif yang penting untuk kepala, tenggorokan dan leher bagian atas. Semua aferen
nosiseptif dari saraf trigeminus, fasial, glosofaringeus, vagus, dan saraf dari C1-3
beramifikasi pada grey matter area ini. Nukleus trigeminoservikalis terdiri dari tiga
bagian yaitu pars oralis yang berhubungan dengan transmisi sensasi taktil diskriminatif
dari regio orofasial, pars interpolaris yang berhubungan dengan transmisi sensasi taktil
diskriminatif seperti sakit gigi, pars kaudalis yang berhubungan dengan transmisi
nosiseptif dan suhu.
Terdapat overlapping dari proses ramifikasi pada nukleus ini seperti aferen dari
C2 selain beramifikasi ke C2, juga beramifikasi ke C1 dan C3. Selain itu, aferen C3 juga
akan beramifikasi ke C1 dan C2. Hal ini lah yang menyebabkan terjadinya nyeri alih dari
pada kepala dan leher bagian atas.
Nyeri alih biasanya terdapat pada oksipital dan regio fronto orbital dari kepala
dan yang jarang adalah daerah yang dipersarafi oleh nervus maksiliaris dan
mandibularis. Ini disebabkan oleh aferen saraf tersebut tidak atau hanya sedikit yang
meluas ke arah kaudal. Lain halnya dengan saraf oftalmikus dari trigeminus. Aferen
saraf ini meluas ke pars kaudal.1,6
Saraf trigeminus terdiri dari 3 yaitu V1, V2, dan V3. Saraf V1 dan saraf oftalmikus,
menginervasi daerah orbita dan mata, sinus frontalis, duramater dari fossa kranial dan
falks serebri serta pembuluh darah yang berhubungan dengan bagian duramater ini.
Saraf V2 (maksilaris) menginervasi daerah hidung, sinus paranasal, gigi bagian atas, dan
duramater bagian fossa kranial medial. Saraf V3 (mandibularis) menginervasi daerah
Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 3
duramater bagian fossa kranial medial, rahang bawah dan gigi, telinga, sendi
temporomandibular dan otot menguyah.
Selain saraf trigeminus terdapat saraf kranial VII, IX, X yang innervasi meatus
auditorius eksterna dan membran timpani. Saraf kranial IX menginnervasi rongga
telinga tengah, selain itu saraf kranial IX dan X innervasi faring dan laring.
Tulang servikal yang terlibat dalam sakit kepala adalah C1, C2, dan C3. Ramus
dorsalis dari C1 menginnervasi otot suboccipital triangle-obliquus superior, obliquus
inferiordan rectus capitis posterior major dan minor. Ramus dorsalis dari C2 memiliki
cabang lateral yang masuk ke otot leher superfisial posterior, longissimus capitis dan
splenius sedangkan cabang besarnya bagian medial menjadi greater occipital nerve. Saraf
ini mengelilingi pinggiran bagian bawah dari obliquus inferior, dan balik ke bagian atas
serta ke bagian belakang melalui semispinalis capitis, yang mana saraf ini di suplai dan
masuk ke kulit kepala melalui lengkungan yang dikelilingi oleh superior nuchal line dan
the aponeurosis of trapezius. Melalui oksiput, saraf ini akan bergabung dengan saraf
lesser occipital yang mana merupakan cabang dari pleksus servikalis dan mencapai kulit
kepala melalui pinggiran posterior dari sternokleidomastoid. Ramus dorsalis dari C3
memberi cabang lateral ke longissimus capitis dan splenius.Ramus ini membentuk 2
cabang medial. Cabang superfisial medial adalah nervus oksipitalis ketiga yang
mengelilingi sendi C2-3 zygapophysial bagian lateral dan posterior.1,6
2.4 Fisiologi Cephalgia
Nyeri (sakit) merupakan mekanisme protektif yang dapat terjadi setiap saat bila ada
jaringan manapun yang mengalami kerusakan, dan melalui nyeri inilah, seorang
individu akan bereaksi dengan cara menjauhi stimulus nyeri tersebut.1,6
Rasa nyeri dimulai dengan adanya perangsangan pada reseptor nyeri oleh
stimulus nyeri. Stimulus nyeri dapat dibagi tiga yaitu mekanik, termal, dan kimia.
Mekanik, spasme otot merupakan penyebab nyeri yang umum karena dapat
mengakibatkan terhentinya aliran darah ke jaringan (iskemia jaringan), meningkatkan
metabolisme di jaringan dan juga perangsangan langsung ke reseptor nyeri sensitif
mekanik.
Termal, rasa nyeri yang ditimbulkan oleh suhu yang tinggi tidak berkorelasi
dengan jumlah kerusakan yang telah terjadi melainkan berkorelasi dengan kecepatan
kerusakan jaringan yang timbul. Hal ini juga berlaku untuk penyebab nyeri lainnya yang
bukan termal seperti infeksi, iskemia jaringan, memar jaringan, dll. Pada suhu 450C,
jaringan–jaringan dalam tubuh akan mengalami kerusakan yang didapati pada sebagian
besar populasi.1,6
Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 4
Kimia, ada beberapa zat kimia yang dapat merangsang nyeri seperti bradikinin,
serotonin, histamin, ion kalium, asam, asetilkolin, dan enzim proteolitik.Dua zat lainnya
yang diidentifikasi adalah prostaglandin dan substansi P yang bekerja dengan
meningkatkan sensitivitas dari free nerve endings. Prostaglandin dan substansi P tidak
langsung merangsang nyeri tersebut. Dari berbagai zat yang telah dikemukakan,
bradikinin telah dikenal sebagai penyebab utama yang menimbulkan nyeri yang hebat
dibandingkan dengan zat lain. Kadar ion kalium yang meningkat dan enzim proteolitik
lokal yang meningkat sebanding dengan intensitas nyeri yang sirasakan karena kedua
zat ini dapat mengakibatkan membran plasma lebih permeabel terhadap ion. Iskemia
jaringan juga termasuk stimulus kimia karena pada keadaan iskemia terdapat
penumpukan asam laktat, bradikinin, dan enzim proteolitik.
Semua jenis reseptor nyeri pada manusia merupakan free nerve endings.
Reseptor nyeri banyak tersebar pada lapisan superfisial kulit dan juga pada jaringan
internal tertentu, seperti periosteum, dinding arteri, permukaan sendi, falks, dan
tentorium. Kebanyakan jaringan internal lainnya hanya diinervasi oleh free nerve
endings yang letaknya berjauhan sehingga nyeri pada organ internal umumnya timbul
akibat penjumlahan perangsangan berbagai nerve endings dan dirasakan sebagai slow-
chronic-aching type pain.1,6
Nyeri dapat dibagi atas dua yaitu nyeri akut (fast pain) dan nyeri kronik (slow
pain). Nyeri akut, merupakan nyeri yang dirasakan dalam waktu 0,1 detik setelah
stimulus diberikan. Nyeri ini disebabkan oleh adanya stimulus mekanik dan termal.
Signal nyeri ini ditransmisikan dari saraf perifer menuju korda spinalis melalui serat Aδ
dengan kecepatan mencapai 6-30 m/detik. Neurotransmitter yang mungkin digunakan
adalah glutamat yang juga merupakan neurotransmitter eksitatorik yang banyak
digunakan pada CNS. Glutamat umumnya hanya memiliki durasi kerja selama beberapa
milidetik.
Nyeri kronik, merupakan nyeri yang dirasakan dalam wkatu lebih dari 1 detik
setelah stimulus diberikan. Nyeri ini dapat disebabkan oleh adanya stimulus mekanik,
kimia dan termal tetapi stimulus yang paling sering adalah stimulus kimia. Signal nyeri
ini ditransmisikan dari saraf perifer menuju korda spinalis melalui serat C dengan
kecepatan mencapai 0,5-2 m/detik. Neurotramitter yang mungkin digunakan adalah
substansi P.
Meskipun semua reseptor nyeri adalah free nerve endings, jalur yang ditempuh
dapat dibagi menjadi dua pathway yaitu fast-sharp pain pathway dan slow- chronic pain
pathway. Setelah mencapai korda spinalis melalui dorsal spinalis, serat nyeri ini akan
berakhir pada relay neuron pada kornu dorsalis dan selanjutnya akan dibagi menjadi
Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 5
dua traktus yang selanjutnya akan menuju ke otak. Traktus itu adalah
neospinotalamikus untuk fast pain dan paleospinotalamikus untuk slow pain.
Traktus neospinotalamikus untuk fastpain, pada traktus ini, serat A yangδ
mentransmisikan nyeri akibat stimulus mekanik maupun termal akan berakhir pada
lamina I (lamina marginalis) dari kornu dorsalis dan mengeksitasi second-order neurons
dari traktus spinotalamikus. Neuron ini memiliki serabut saraf panjang yang menyilang
menuju otak melalui kolumn anterolateral. Serat dari neospinotalamikus akan berakhir
pada: (1) area retikular dari batang otak (sebagian kecil), (2) nukleus talamus bagian
posterior (sebagian kecil), (3) kompleks ventrobasal (sebagian besar). Traktus
lemniskus medial bagian kolumn dorsalis untuk sensasi taktil juga berakhir pada daerah
ventrobasal.Adanya sensori taktil dan nyeri yang diterima akan memungkinkan otak
untuk menyadari lokasi tepat dimana rangsangan tersebut diberikan.1,6
Traktus paleospinotalamikus untuk slow pain, traktus ini selain
mentransmisikan sinyal dai serat C, traktus ini juga mentransmisikan sedikit sinyal dari
serat A . Pada traktus ini , saraf perifer akan hampir seluruhnya nerakhir pada lamina IIδ
dan III yang apabila keduanya digabungkan, sering disebut dengan substansia
gelatinosa. Kebanyakan sinyal kemudian akan melalui sebuah atau beberapa neuron
pendek yang menghubungkannya dengan area lamina V lalu kemudian kebanyakan
serabut saraf ini akan bergabung dengan serabut saraf dari fast-sharp pain pathway.
Setelah itu, neuron terakhir yang panjang akan menghubungkan sinyal ini ke otak pada
jaras anterolateral.
Ujung dari traktus paleospinotalamikus kebanyakan berakhir pada batang otak
dan hanya sepersepuluh ataupun seperempat sinyal yang akan langsung diteruskan ke
talamus. Kebanyakan sinyal akan berakhir pada salah satu tiga area yaitu : 1
a. nukleus retikularis dari medulla, pons, dan mesensefalon,
b. area tektum dari mesensefalon,
c. regio abu – abu dari peraquaductus yang mengelilingi aquaductus Silvii.
Ketiga bagian ini penting untuk rasa tidak nyaman dari tipe nyeri. Dari area
batang otak ini, multipel serat pendek neuron akan meneruskan sinyal ke arah atas
melalui intralaminar dan nukleus ventrolateral dari talamus dan ke area tertentu dari
hipotalamus dan bagian basal otak.1
2.5 Klasifikasi Cephalgia
ICHD-2 (Headache Classification Subcommittee of the International Headache Society
2004) mengklasifikasikan cephalgia ke dalam pembagian sebagai berikut :7
Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 6
2.6 Cephalgia Primer
Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala itu sendiri yang merupakan penyakit utama
atau nyeri kepala tanpa disertai adanya penyebab struktural-organik. Menurut ICHD-2
nyeri kepala primer dibagi ke dalam 4 kelompok besar yaitu :7,8
1) Migraine
2) Tension Type Headache
3) Cluster Headache dan Chronic Paroxysmal Hemicrania
4) Other primary headaches
1) Migren
Istilah migraine berasal dari kata Yunani yang berarti nyeri kepala sebelah. Migren
dibagi menjadi 6 kelompok besar, namun ada dua yang terpenting yaitu migren
tanpa aura dan migren dengan aura.
Migren tanpa aura
Kriteria diagnostik untuk migren tanpa aura menurut ICHD-2 :7,8
Untuk menegakkan diagnosis migren berdasarkan klasifikasi ICHD-2, maka
kriteria diatas harus dipenuhi dan tidak ada kelainan organik lain. Akan banyak
ditemukan kombinasi yang bervariasi dari kriteria di atas. Dibutuhkan 2 dari 4
kriteria di atas dan juga satu dari dua kemungkinan kombinasi gejala yang
berhubungan. Misalnya pasien dengan mual muntah tapi tanpa photophobia (takut
terhadap cahaya) atau phonophobia (takut terhadap suara) memenuhi kriteria,
sama seperti pasien tanpa mual muntah tetapi dengan photophobia dan
phonophobia.
Migren dengan aura
Kriteria diagostik untuk migren dengan aura menurut ICHD-2 :
Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 8
Karakteristik aura pada migren adalah sebagai fenomena neurologik fokal
yang biasanya timbul secara teratur, tetapi dapat timbul saat sakit kepala
menghilang. Kebanyakan aura timbul selama 5-20 menit, rata-rata sekitar 20 menit,
jarang lebih dari 60 menit. Terbanyak adalah aura visual. Aura sering memiliki
distribusi hemianoptic berbentuk bulan sabit yang terang, pinggirnya kasar, dan
berkilauan. Skotoma, photopsia dan lainnya dapat muncul. Aura sensorik adalah
gejala kedua terbanyak dan timbul pada 1 dari 3 pasien dengan migren dengan aura.
Biasanya terdapat gejala mati rasa (gejala negatif) dan paraesthesia (gejala positif).
DIstribusi biasanya cheiro-oral (wajah dan tangan). Kelemahan motorik pada
sebelah tubuh, disfasia, dan inkoordinasi dengan tanda lain dari disfungsi batang
otak dapat muncul.7,8
Epidemiologi
Migren dapat terjadi pada 18 % dari wanita dan 6 % dari pria sepanjang hidupnya.
Prevalensi tertinggi berada diantara umur 25-55 tahun. Migren timbul pada 11 %
masyarakat Amerika Serikat yaitu kira-kira 28 juta orang. Prevalensi migren ini
beranekaragam bervariasi berdasarkan umur dan jenis kelamin. Migren dapat tejadi
dari mulai kanak-kanak sampai dewasa. Migren lebih sering terjadi pada anak laki-
laki dibandingkan dengan anak perempuan sebelum usia 12 tahun, tetapi lebih
sering ditemukan pada wanita setelah pubertas, yaitu paling sering pada kelompok
umur 25-44 tahun. Onset migren muncul pada usia di bawah 30 tahun pada 80%
kasus. Migren jarang terjadi setelah usia 40 tahun. Wanita hamil pun tidak luput dari
serangan migren yang biasanya menyeang pada trimester I kehamilan. Risiko
mengalami migren semakin besar pada orang yang mempunyai riwayat keluarga
penderita migren.9
Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 9
Etiologi
Penyebab pasti migren tidak diketahui, namun 70-80 % penderita migren memiliki
anggota keluarga dekat dengan riwayat migren juga. Risiko terkena migren
meningkat 4 kali lipat pada anggota keluarga para penderita migren dengan aura.
Namun, dalam migren tanpa aura tidak ada keterkaitan genetik yang mendasarinya,
walaupun secara umum menunjukkan hubungan antara riwayat migraine dari pihak
ibu. Migren juga meningkat frekuensinya pada orang-orang dengan kelainan
mitokondria seperti MELAS (mitochondrial myopathy, encephalopathy, lactic
acidosis, and strokelike episodes). Pada pasien dengan kelainan genetik CADASIL
(cerebral autosomal dominant arteriopathy with subcortical infarcts and
leukoencephalopathy) cenderung timbul migren dengan aura.1,9
Patofisiologi
Teori Neurovaskular dan Neurokimia
Teori vaskular berkembang menjadi teori neurovaskular yang dianut oleh para
neurologist di dunia. Pada saat serangan migren terjadi, nervus trigeminus
mengeluarkan CGRP (Calcitonin Gene-related Peptide) dalam jumlah besar. Hal inilah
yang mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah multipel, sehingga menimbulkan
nyeri kepala. CGRP adalah peptida yang tergolong dalam anggota keluarga calcitonin
yang terdiri dari calcitonin, adrenomedulin, dan amilin. Seperti calcitonin, CGRP ada
dalam jumlah besar di sel C dari kelenjar tiroid. Namun CGRP juga terdistribusi luas
di dalam sistem saraf sentral dan perifer, sistem kardiovaskular, sistem
gastrointestinal, dan sistem urologenital.9,10
Ketika CGRP diinjeksikan ke sistem saraf, CGRP dapat menimbulkan
berbagai efek seperti hipertensi dan penekanan pemberian nutrisi. Namun jika
diinjeksikan ke sirkulasi sistemik maka yang akan terjadi adalah hipotensi dan
takikardia. CGRP adalah peptida yang memiliki aksi kerja sebagai vasodilator poten.
Aksi keja CGRP dimediasi oleh 2 reseptor yaitu CGRP 1 dan CGRP 2. Pada prinsipnya,
penderita migren yang sedang tidak mengalami serangan mengalami
hipereksitabilitas neuron pada korteks serebral, terutama di korteks oksipital, yang
diketahui dari studi rekaman MRI dan stimulasi magnetik transkranial.
Hipereksitabilitas ini menyebabkan penderita migren menjadi rentan mendapat
serangan, sebuah keadaan yang sama dengan para pengidap epilepsi. Pendapat ini
diperkuat fakta bahwa pada saat serangan migren, sering terjadi alodinia
(hipersensitif nyeri) kulit karena jalur trigeminotalamus ikut tersensitisasi saat
episode migren. Mekanisme migren berwujud sebagai refleks trigeminal vaskular
Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 10
yang tidak stabil dengan cacat segmental pada jalur nyeri. Cacat segmental ini yang
memasukkan aferen secara berlebihan yang kemudian akan terjadi dorongan pada
kortibular yang berlebihan. Dengan adanya rangsangan aferen pada pembuluh
darah, maka menimbulkan nyeri berdenyut.
Teori cortical spreading depression (CSD)
Patofisiologi migraine dengan aura dikenal dengan teori cortical spreading
depression (CSD). Aura terjadi karena terdapat eksitasi neuron di substansia nigra
yang menyebar dengan kecepatan 2-6 mm/menit. Penyebaran ini diikuti dengan
gelombang supresi neuron dengan pola yang sama sehingga membentuk irama
vasodilatasi yang diikuti dengan vasokonstriksi. Prinsip neurokimia CSD ialah
pelepasan Kalium atau asam amino eksitatorik seperti glutamat dari jaringan neural
sehingga terjadi depolarisasi dan pelepasan neurotransmiter lagi.
CSD pada episode aura akan menstimulasi nervus trigeminalis nukleus
kaudatus, memulai terjadinya migraine. Pada migraine tanpa aura, kejadian kecil di
neuron juga mungkin merangsang nukleus kaudalis kemudian menginisiasi migren.
Nervus trigeminalis yang teraktivasi akan menstimulasi pembuluh kranial untuk
dilatasi. Hasilnya, senyawa-senyawa neurokimia seperti calcitonin gene-related
peptide (CGRP) dan substansi P akan dikeluarkan, terjadilah ekstravasasi plasma.
Kejadian ini akhirnya menyebabkan vasodilatasi yang lebih hebat, terjadilah
inflamasi steril neurogenik pada kompleks trigeminovaskular.
Selain CSD, migren juga terjadi akibat beberapa mekanisme lain, di
antaranya aktivasi batang otak bagian rostral, stimulasi dopaminergik, dan
defisiensi magnesium di otak. Mekanisme ini bermanifestasi pelepasan 5-
hidroksitriptamin (5-HT) yang bersifat vasokonstriktor. Pemberian antagonis
dopamin, misalnya Proklorperazin, dan antagonis 5-HT, misalnya Sumatriptan dapat
menghilangkan migraine dengan efektif.9,10
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan untuk menyingkirkan sakit kepala yang diakibatkan oleh penyakit
struktural, metabolik, dan kausa lainnya yang memiliki gejala hampir sama dengan
migraine. Selain itu, pemeriksaan laboratorium dapat menunjukkan apakah ada
penyakit komorbid yang dapat memperparah sakit kepala dan mempersulit
pengobatannya.10
Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 11
Pencitraan
CT scan dan MRI dapa dilakukan dengan indikasi tertentu, seperti: pasien baru
pertama kali mengalami sakit kepala, ada perubahan dalam frekuensi serta derajat
keparahan sakit kepala, pasien mengeluh sakit kepala hebat, sakit kepala persisten,
adanya pemeriksaan neurologis abnormal, pasien tidak merespon terhadap
pengobatan, sakit kepala unilateral selalu pada sisi yang sama disertai gejala
neurologis kontralateral.
Pungsi Lumbal
Indikasinya adalah jika pasien baru pertama kali mengalami sakit kepala, sakit
kepala yang dirasakan adalah yang terburuk sepanjang hidupnya, sakit kepala
rekuren, onset cepat, progresif, kronik, dan sulit disembuhkan. Sebelum dilakukan
LP seharusnya dilakukan CT scan atau MRI terlebih dulu untuk menyingkirkan
adanya massa lesi yang dapat meningkatkan tekanan intracranial.
Terapi
Sasaran pengobatan tergantung lama dan intensitas nyeri, gejala penyerta, derajat
disabilitas serta respon awal dari pengobatan dan mungkin pula ditemukan
penyakit lain seperti epilepsy, ansietas, stroke, infark miokard.11
Tatalaksana pengobatan migren dapat dibagi menjadi 4 kategori :11
a. Langkah umum
Perlu menghindari pencetus nyeri, seperti perubahan pola tidur, makanan,
stress dan rutinitas sehari-hari, cahaya terang, kelap kelip, perubahan cuaca,
berada ditempat yang tinggi seperti gunung atau di pesawat udara.
b. Terapi abortif
Pada serangan ringan sampai sedang atau berat yang berespon baik
terhadap obat yang sama dapat dipakai : analgetik OTCs (Over The
Counters), NSAIDs (oral).
Bila tidak respon terhadap NSAIDs, dipakai obat spesifik seperti:
Triptans (naratriptans, rizatriptan, sumatriptan, zolmitriptan),
Dihydro ergotamin (DHE), obat kombinasi (mis.nya : aspirin dengan
asetaminophen dan kafein), obat golongan ergotamin.
Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 12
Yang tidak respon terhadap obat-obat diatas dapat dipakai opiate
dan analgetik yang mengandung butalbital. Pada tabel dibawah ini
dicantumkan daftar obat non spesifik untuk serangan migren ringan
sampai sedang. Monitor agar jangan sampai “over use” yang memicu
“rebound headache”.
Tabel obat-obatan migren non spesifik dan spesifik terlampir.12
c. Langkah menghilangkan rasa nyeri
Terapi abortif mungkin belum mengatasi nyeri secara komplit, mungkin
dibutuhkan analgesik NSAIDs. Obat OTCs yang direkomendasikan FDA ialah
kombinasi aspirin 250 mg, acetaminophen 250 mg dan caffein 65 mg.
Ketoralac tromethamin “non narcotic, non habituating” dapat dipakai, efek
sampingnya minim, dosis 60 mg i.m. Analgesik narkotik, anti emetik, pheno-
tyhiazines, dan kompres dingin bisa mengurangi nyeri. Analgesik narkotik
(codein, meperidine HCL , methadone HCL ) diberikan parenteral, efektif
menghilangkan nyeri, hanya menyebabkan ketergantungan. Anti emetik
diberikan parenteral atau suppositoria (phenergan, chlopromazine dan
prochlorperazine) mempunyai efek sedatif dan anti mual. Transnasal
butorphanol tartrate diberikan parenteral. Pemberian nasal efektif karena
sifat mukosa hidung lebih cepat mengabsorbsi.
d. Terapi preventif12
Prinsip umum terapi preventif :
Mengurangi frekuensi berat dan lamanya serangan
Meningkatkan respon pasien terhadap pengobatan
Meningkatkan aktivitas sehari-hari, serta pengurangan disabilitas
Indikasi terapi preventif berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut:
Serangan berulang yang mengganggu aktifitas
Nyeri kepala yang sering
Ada kontra indikasi terhadap terapi akut
Kegagalan terapi atau “over use”
Efek samping yang berat pada terapi akut
Biaya untuk terapi akut dan preventif
Keinginan yang diharapkan penderita
Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 13
Munculnya gejala-gejala dan kondisi yang luar biasa, umpamanya
migren basiler hemiplegik, aura yang manjang
Formula prevensi migren :
Pemakaian obat
Dosis rendah yang efektif dinaikkan pelan-pelan (start low go slow)
sampai dosis efektif. Efek klinik tercapai setelah 2-3 bulan
Pendidikan terhadap penderita
Teratur memakai obat, perlu diskusi rasional tentang pengobatan,
efek samping.
Evaluasi
“Headache diary” merupakan suatu “gold standart” evaluasi
serangan, frekuensi, lama, beratnya serangan, disabilitas dan respon
obat
Kondisi penyakit lain
Pedulikan kelainan yang sedang diderita seperti stroke, infark
myocard, epilepsi dan ansietas, penderita hamil (efek teratogenik),
hati-hati interaksi obat-obat.
Tabel obat profilaksis migren terlampir kemudian.12
Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan berdasarkan ICHD-2 adalah :
o Migren kronik
Nyeri kepala migren yang timbul selama 15 hari atau lebih setiap bulan
selama lebih dari tiga bulan, dan tidak menggunakan obat.
o Status migren
Serangan migren dengan intensitas berat yang berlangsung lebih dari 72 jam
dan tidak berkaitan dengan gangguan lain.
o Persisten aura tanpa infark migren
Migren dengan satu atau lebih gejala aura yang menetap lebih dari 1 minggu.
o Infark migren
Migren dengan aura yang menetap lebih dari 60 menit, dan pencitraan
menunjukkan adanya infark.
o Kejang dipicu oleh migren
Serangan kejang yang timbul kurang dari satu jam sejak terjadinya migren
dengan aura.
Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 14
Diagnosis banding11
Nyeri kepala penyakit lain : THT, gigi mulut, mata, hipertensi, infeksi, toksik,
gangguan metabolic/elektrolit, anemia, gagal ginjal, gagal hati.
SOL misalnya : subdural hematom, neoplasma
Temporal arteritis
Medication-related headache
Trigeminal neuralgia
Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 15
2) Tension Type Headche (TTH)
Tension type headache adalah sensasi nyeri pada daerah kepala akibat kontraksi
terus menerus otot- otot kepala dan tengkuk (M.splenius kapitis, M.temporalis,
M.maseter, M.sternokleidomastoid, M.trapezius, M.servikalis posterior, dan
M.levator skapula). 1
Kriteria TTH menurut ICHD-2 adalah :7,8
ICHD-1 membedakan TTH menjadi 2 kelompok yaitu : tipe episodik ( < 15
serangan per bulan) dan tipe kronik ( >15 serangan per bulan) – dalam Headache
Classification Committee of the International Headache Society 1988. Namun ICHD-2
dalam Headache Classification Committee of the International Headache Society 2004
membagi dalam 3 kelompok TTH yaitu :7,8
Infrequent episodic ( < 1 serangan per bulan)
Frequent episodic ( 1-14 serangan per bulan)
Chronic ( > 15 serangan per bulan)
Klasifikasi terbaru ini berhubungan dengan ada atau tidaknya hubungan
nyeri perikranial. Nyeri perikranial yang ditemukan dengan palpasi manual
merupakan penemuan abnormal pada pasien dengan TTH.
Sangat sulit membedakan antara episodik TTH dengan mirgen tanpa aura,
jika gejala yang berhubungan sulit untuk dideskripsikan dan lebih dari satu gejala
nyeri kepala muncu.
Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 23
Epidemiologi
TTH terjadi 78 % sepanjang hidup dimana Tension Type Headache episodik terjadi
63 % dan Tension Type Headache kronik terjadi 3 %. Tension Type Headache
episodik lebih banyak mengenai pasien wanita yaitu sebesar 71% sedangkan pada
pria sebanyak 56 %. Biasanya mengenai umur 20 – 40 tahun.13
Etiologi dan faktor resiko TTH
Etiologi dan Faktor Resiko Tension Type Headache (TTH) adalah stress, depresi,
bekerja dalam posisi yang menetap dalam waktu lama, kelelahan mata, kontraksi
otot yang berlebihan, berkurangnya aliran darah, dan ketidakseimbangan
neurotransmitter seperti dopamin, serotonin, noerpinefrin, dan enkephalin.9,10
Patofisiologi TTH
Patofisiologi TTH masih belum jelas diketahui. Pada beberapa literatur dan hasil
penelitian disebutkan beberapa keadaan yang berhubungan dengan terjadinya TTH
sebagai berikut :
1. Disfungsi sistem saraf pusat yang lebih berperan daripada sistem saraf perifer
dimana disfungsi sistem saraf perifer lebih mengarah pada episodic TTH
sedangkan disfungsi sistem saraf pusat mengarah kepada kronik TTH
2. Disfungsi saraf perifer meliputi kontraksi otot yang involunter dan permanen
tanpa disertai iskemia otot
3. Transmisi nyeri TTH melalui nukleus trigeminoservikalis pars kaudalis yang
akan mensensitasi second order neuron pada nukleus trigeminal dan kornu
dorsalis (aktivasi molekul NO) sehingga meningkatkan input nosiseptif pada
jaringan perikranial dan miofasial lalu akan terjadi regulasi mekanisme perifer
yang akan meningkatkan aktivitas otot perikranial. Hal ini akan meningkatkan
pelepasan neurotransmitter pada jaringan miofasial
4. Hiperflesibilitas neuron sentral nosiseptif pada nukleus trigeminal, talamus, dan
korteks serebri yang diikuti hipesensitifitas supraspinal (limbik) terhadap
nosiseptif. Nilai ambang deteksi nyeri (tekanan, elektrik, dan termal) akan
menurun di sefalik dan ekstrasefalik. Selain itu, terdapat juga penurunan
supraspinal decending pain inhibit activity
5. Kelainan fungsi filter nyeri di batang otak sehingga menyebabkan kesalahan
interpretasi info pada otak yang diartikan sebagai nyeri
6. Terdapat hubungan jalur serotonergik dan monoaminergik pada batang otak
dan hipotalamus dengan terjadinya TTH. Defisiensi kadar serotonin dan
Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 24
noradrenalin di otak, dan juga abnormal serotonin platelet, penurunan beta
endorfin di CSF dan penekanan eksteroseptif pada otot temporal dan maseter
7. Faktor psikogenik (stres mental) dan keadaan non-physiological motor stress
pada TTH sehingga melepaskan zat iritatif yang akan menstimulasi perifer dan
aktivasi struktur persepsi nyeri supraspinal lalu modulasi nyeri sentral. Depresi
dan ansietas akan meningkatkan frekuensi TTH dengan mempertahankan
sensitisasi sentral pada jalur transmisi nyeri
8. Aktifasi NOS ( Nitric Oxide Synthetase) dan NO pada kornu dorsalis.
Pada kasus dijumpai adanya stress yang memicu sakit kepala. Ada beberapa
teori yang menjelaskan hal tersebut yaitu (1) adanya stress fisik (kelelahan)
akan menyebabkan pernafasan hiperventilasi sehingga kadar CO2 dalam darah
menurun yang akan mengganggu keseimbangan asam basa dalam darah. Hal ini
akan menyebabkan terjadinya alkalosis yang selanjutnya akan mengakibatkan
ion kalsium masuk ke dalam sel dan menimbulkan kontraksi otot yang
berlebihan sehingga terjadilah nyeri kepala. (2) stress mengaktifasi saraf
simpatis sehingga terjadi dilatasi pembuluh darah otak selanjutnya akan
mengaktifasi nosiseptor lalu aktifasi aferen gamma trigeminus yang akan
menghasilkan neuropeptida (substansi P). Neuropeptida ini akan merangsang
ganglion trigeminus (pons). (3) stress dapat dibagi menjadi 3 tahap yaitu alarm
reaction, stage of resistance, dan stage of exhausted. Alarm reaction dimana stress
menyebabkan vasokontriksi perifer yang akan mengakibatkan kekurangan
asupan oksigen lalu terjadilah metabolisme anaerob. Metabolisme anaerob akan
mengakibatkan penumpukan asam laktat sehingga merangsang pengeluaran
bradikinin dan enzim proteolitik yang selanjutnya akan menstimulasi jaras
nyeri. Stage of resistance dimana sumber energi yang digunakan berasal dari
glikogen yang akan merangsang peningkatan aldosteron, dimana aldosteron
akan menjaga simpanan ion kalium. Stage of exhausted dimana sumber energi
yang digunakan berasal dari protein dan aldosteron pun menurun sehingga
terjadi deplesi K+. Deplesi ion ini akan menyebabkan disfungsi saraf.9,10
Pemeriksaan penunjang Tension Type Headache (TTH)
Tidak ada uji spesifik untuk mendiagnosis TTH dan pada saat dilakukan pemeriksaa
neurologik tidak ditemukan kelainan apapun. TTH biasanya tidak memerlukan
pemeriksaan darah, rontgen, CT scan kepala maupun MRI.
Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 25
Diagnosis banding Tension Type Headache (TTH)
Diferensial Diagnosa dari TTH adalah sakit kepala pada spondilo-artrosis
deformans, sakit kepala pasca trauma kapitis, sakit kepala pasca punksi lumbal,
migren klasik, migren komplikata, cluster headache, sakit kepala pada arteritis
temporalis, sakit kepala pada desakan intrakranial, sakit kepala pada penyakit
kardiovasikular, dan sakit kepala pada anemia.12
Terapi Tension Type Headache (TTH)
Relaksasi selalu dapat menyembuhkan TTH. Pasien harus dibimbing untuk
mengetahui arti dari relaksasi yang mana dapat termasuk bed rest, massage, dan
atau latihan biofeedback. Pengobatan farmakologi adalah simpel analgesia dan atau
mucles relaxants. Ibuprofen dan naproxen sodium merupakan obat yang efektif
untuk kebanyakan orang. Jika pengobatan simpel analgesia (asetaminofen, aspirin,
ibuprofen, dll.) gagal maka dapat ditambah butalbital dan kafein (dalam bentuk
kombinasi seperti Fiorinal) yang akan menambah efektifitas pengobatan.
Terapi non-farmakologis
Manajemen stress dengan menggunakan terapi perilaku-kognitif sama efektif
dengan menggunakan relaksasi atau biofeedback dalam mengurangi sakit
kepala tension-type.
Terapi non-farmakologi terutama berguna untuk pasien yang enggan untuk
minum obat karena efek samping sebelumnya dari obat-obatan, seiring masalah
medis, atau ada keinginan untuk hamil. Sementara biofeedback dan terapi
manajemen stres biasanya memerlukan rujukan ke psikolog.13
Prognosis dan komplikasi Tension Type Headache (TTH)
TTH pada kondisi dapat menyebabkan nyeri yang menyakitkan tetapi tidak
membahayakan. Nyeri ini dapat sembuh dengan perawatan ataupun dengan
menyelesaikan masalah yang menjadi latar belakangnya jika penyebab TTH berupa
pengaruh psikis. Nyeri kepala ini dapat sembuh dengan terapi obat berupa
analgesia. TTH biasanya mudah diobati sendiri. Progonis penyakit ini baik, dan
dengan penatalaksanaan yang baik maka > 90 % pasien dapat disembuhkan.13
Komplikasi TTH adalah rebound headache yaitu nyeri kepala yang
disebabkan oleh penggunaan obat – obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen,
dll yang berlebihan.
Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 26
Pencegahan Tension Type Headache (TTH)
Pencegahan TTH adalah dengan mencegah terjadinya stress dengan olahraga
teratur, istirahat yang cukup, relaksasi otot (massage, yoga, stretching), meditasi,
dan biofeedback. Jika penyebabnya adalah kecemasan atau depresi maka dapat
dilakukan behavioral therapy. Selain itu, TTH dapat dicegah dengan mengganti
bantal atau mengubah posisi tidur dan mengkonsumsi makanan yang sehat.
3) Cluster Headache
Cluster headache sebagai grup nyeri trigeminal autonom lainnya mempunyai
karakteristik serangan nyeri unilateral dan relatif singkat disertai dengan disfungsi
autonom ipsilateral terhadap nyeri.
Cluster headache adalah penyakit yang serius, sering kambuh , dan kronik. Rasa
nyeri sangat bervariasi seperti tajam, seperti ditusuk-tusuk, dibor, tetapi secara
umum tidak berdenyut-denyut seperti migren. Biasanya intensitas nyeri mencapai
puncak selama 10-15 menit dan sangat menyiksa luar biasa rata-rata selama 1 jam.
Setelah serangan biasanya pasien merasa sangat kelelahan.
Kriteria diagnostik cluster headache menurut ICHD-2 :7,8
Epidemiologi
Cluster headache adalah penyakit yang langka. Dibandingkan dengan migren, cluster
headache 100 kali lebih lebih jarang ditemui. Di Perancis prevalensinya tidak
diketahui dengan pasti, diperkirakan sekitar 1/10.000 penduduk, berdasarkan
penelitian yang dilakukan di negara lainnya. Serangan pertama muncul antara usia
10 sampai 30 tahun pada 2/3 total seluruh pasien. Namun kisaran usia 1 sampai 73
Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 27
tahun pernah dilaporkan. Cluster headache sering didapatkan terutama pada
dewasa muda, laki-laki, dengan rasio jenis kelamin laki-laki dan wanita 4:1.
Serangan terjadi pada waktu-waktu tertentu, biasanya dini hari menjelang pagi,
yang akan membangunkan penderita dari tidurnya karena nyeri.14-17
Etiologi
Etiologi cluster headache adalah sebagai berikut :18
Penekanan pada nervus trigeminal (nervus V) akibat dilatasi pembuluh
darah sekitar.
Pembengkakan dinding arteri carotis interna.
Pelepasan histamin.
Letupan paroxysmal parasimpatis.
Abnormalitas hipotalamus.
Penurunan kadar oksigen.
Pengaruh genetik
Diduga faktor pencetus cluster headache antara lain :
Glyceryl trinitrate.
Alkohol.
Terpapar hidrokarbon.
Panas.
Terlalu banyak atau terlalu sedikit tidur.
Stres.
Patofisiologi
Patofisiologi cluster headache masih belum diketahui dengan jelas, akan tetapi teori
yang masih banyak dianut sampai saat ini antara lain :
Cluster headache timbul karena vasodilatasi pada salah satu cabang arteri
karotis eksterna yang diperantarai oleh histamine intrinsic (Teori Horton).14
Serangan cluster headache merupakan suatu gangguan kondisi fisiologis
otak dan struktur yang berkaitan dengannya, yang ditandai oleh disfungsi
hipotalamus yang menyebabkan kelainan kronobiologis dan fungsi otonom.
Hal ini menimbulkan defisiensi autoregulasi dari vasomotor dan gangguan
respon kemoreseptor pada korpus karotikus terhadap kadar oksigen yang
turun. Pada kondisi ini, serangan dapat dipicu oleh kadar oksigen yang terus
menurun. Batang otak yang terlibat adalah setinggi pons dan medulla
oblongata serta nervus V, VII, IX, dan X. Perubahan pembuluh darah
Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 28
diperantarai oleh beberapa macam neuropeptida (substansi P, dll) terutama
pada sinus kavernosus (teori Lee Kudrow).14
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis terhadap cluster headache dapat dibagi ke dalam
pengobatan terhadap serangan akut, dan pengobatan preventif, yang bertujuan
untuk menekan serangan. Pengobatan akut dan preventif dimulai secara bersamaan
saat periode awal cluster. Pilihan pengobatan pembedahan yang terbaru dan
neurostimulasi telah menggantikan pendekatan pengobatan yang bersifat
merugikan.14
Pengobatan Serangan Akut
Serangan cluster headache biasanya singkat, dari 30 sampai 180 menit, sering
memberat secara cepat, sehingga membutuhkan pengobatan awal yang cepat.
Penggunaan obat sakit kepala yang berlebihan sering didapatkan pada pasien-
pasien cluster headache, biasanya bila mereka pernah memiliki riwayat menderita
migren atau mempunyai riwayat keluarga yang menderita migren, dan saat
pengobatan yang diberikan sangat tidak efektif pada serangan akut, seperti triptan
oral, acetaminofen dan analgetik agonis reseptor opiate.14
Oksigen: inhalasi oksigen, kadar 100% sebanyak 10-12 liter/menit selama 15
menit sangat efektif, dan merupakan pengobatan yang aman untuk cluster
headache akut.
Triptan: Sumatriptan 6 mg subkutan, sumatriptan 20 mg intranasal, dan
zolmitriptan 5 mg intranasal efektif pada pengobatan akut cluster headache.
Tiga dosis zolmitriptan dalam dua puluh empat jam bisa diterima. Tidak
terdapat bukti yang mendukung penggunaan triptan oral pada cluster headache.
Dihidroergotamin 1 mg intramuskular efektif dalam menghilangkan serangan
akut cluster headache. Cara intranasal terlihat kurang efektif, walaupun
beberapa pasien bermanfaat menggunakan cara tersebut.
Lidokain: tetes hidung topikal lidokain dapat digunakan untuk mengobati
serangan akut cluster headache. Pasien tidur telentang dengan kepala
dimiringkan ke belakang ke arah lantai 30° dan beralih ke sisi sakit kepala. Tetes
nasal dapat digunakan dan dosisnya 1 ml lidokain 4% yang dapat diulang
setekah 15 menit.14
Pengobatan Pencegahan
Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 29
Pilihan pengobatan pencegahan pada cluster headache ditentukan oleh lamanya
serangan, bukan oleh jenis episodik atau kronis. Preventif dianggap jangka pendek,
atau jangka panjang, berdasarkan pada seberapa cepat efeknya dan berapa lama
dapat digunakan dengan aman. Bnayak ahli sekarang ini mengajukan verapamil
sebagai pilihan pengobatan lini pertama, walaupun pada beberapa pasien dengan
serangan yang singkat hanya perlu kortikosteroid oral atau injeksi nervus oksipital
mungkin lebih tepat.14
Verapamil lebih efektif dibandingkan dengan placebo dan lebih baik
dibandingkan dengan lithium. Praktek klinis jelas mendukung penggunaan dosis
verapamil yang relatif lebih tinggi pada cluster headache, tentu lebih tinggi dari
pada dosis yang digunakan untuk indikasi kardiologi. Setelah dilakukan
pemeriksaan EKG, pasien memulai dosis 80 mg tiga kali sehari, dosis harian akan
ditingkatkan secara bertahap dari 80 mg setiap 10-14 hari. Pemeriksaan EKG
dilakukan setiap kenaikan dosis dan paling kurang sepuluh hari setelah dosis
berubah. Dosis ditingkatkan sampai serangan cluster menghilang, efek samping
atau dosis maksimum sebesar 960 mg perhari. Efek samping termasuk
konstipasi dan pembengkakan kaki dan hiperplasia ginggiva (pasien harus terus
memantau kebersihan giginya).
Kortikosteroid dalam bentuk prednison 1 mg/kgbb sampai 60 mg selama empat
hari yang diturunkan bertahap selama tiga minggu diterima sebagai pendekatan
pengobatan perventif jangka pendek. Pengobatan ini sering menghentikan
periode cluster, dan dapat digunakan tidak lebih dari sekali setahun untuk
menghindari nekrosis aseptik.
Lithium karbonat terutama digunakan untuk cluster headache kronik karena
efek sampingnya, walaupun kadang digunakan dalam berbagai episode.
Biasanya dosis lithium sebesar 600 mg sampai 900 per-hari dalam dosis terbagi.
Kadar lithium harus diperiksa dalam minggu pertama dan secara periodik
setelahnya dengan target kadar serum sebesar 0,4 sampai 0,8 mEq/L. Efek
neurotoksik termasuk tremor, letargis, bicara cadel, penglihatan kabur, bingung,
nystagmus, ataksia, tanda-tanda ekstrapiramidal, dan kejang. Penggunaan
bersama dengan diuretik yang mengurangi natrium harus dihindari, karena
dapat mengakibatkan kadar lithium meningkat dan neurotoksik. Efek jangka
panjang seperti hipotiroidisme dan komplikasi renal harus dipantau pada pasien
yang menggunakan lithium untuk jangka waktu yang lama. Peningkatan leukosit
polimorfonuklear adalah reaksi yang timbul karena penggunaan lithium dan
Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 30
sering salah arti akan adanya infeksi yang tersembunyi. Penggunaan bersama
dengan indometasin dapat meningkatkan kadar lithium.
Topiramat digunakan untuk mencegah serangan cluster headache. Dosis
biasanya adalah 100-200 mg perhari, dengan efek samping yang sama seperti
penggunaannya pada migraine.
Melatonin dapat membantu cluster headache sebagai preventif dan salah satu
penelitian terkontrol menunjukan lebih baik dibandingkan placebo. Dosis biasa
yang digunakan adalah 9 mg perhari.
Obat-obat pencegahan lainnya termasuk gabapentin (sampai 3600 perhari) dan
methysergide (3 sampai 12 mg perhari). Methysergide tidak tersedia dengan
mudah, dan tidak boleh dipakai secara terus-menerus dalam pengobatan untuk
menghindari komplikasi fibrosis. Divalproex tidak efektif untuk pengobatan
cluster headache.
Injeksi pada saraf oksipital: Injeksi metilprednisolon (80 mg) dengan lidokain ke
dalam area sekitar nervus oksipital terbesar ipsilateral sampai ke lokasi
serangan mengakibatkan perbaikan selama 5 sampai 73 hari. Pendekatan ini
sangat membantu pada serangan yang singkat dan untuk mengurangi nyeri
keseluruhan pada serangan yang memanjang dan pada cluster headache kronis.
Pendekatan bedah: Pendekatan bedah modern pada cluster headache
didominasi oleh stimulasi otak dalam pada area hipotalamus posterior grey
matter dan stimulasi nervus oksipital. Tidak terdapat tempat yang jelas untuk
tindakan destruktif, seperti termoregulasi ganglion trigeminal atau pangkal
sensorik nervus trigeminus.14
Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 31
Tabel Karakteristik Cephalgia
Cephalgia Sifat Lokasi Lama nyeri
Frekuensi Gejala ikutan
Migren tanpa aura
Berdenyut Unilateral/bilateral 4-72 jam Sporadik, < 5 serangan nyeri
Mual muntah , fotofobia,fonofobia
Migren dengan
aura
Berdenyut Unilateral < 60 menit
Sporadik, 2 serangan
didahului gejala neurologi fokal
5-20 menit
Gangguan visual, gangguan sensorik,
gangguan bicara
Tension Tipe
Headache
Tumpul, tekan diikat
bilateral 30’ -7 hari Terus menerus Depresi ansietas stress
Cluster Headache
Tajam, menusuk
Unilateral orbita, supraorbital
15-180 menit
Periodik 1 x tiap 2 hari – 8x
perhari
Lakrimasi ipsilateral.,
rhinorrhoea ipsilatral,
miosis/ptosis ipsilatral, dahi &
wajah berkeringat
Neuralgia trigeminus
Ditusuk-tusuk
Dermatom saraf V 15-60 detik
Beberapa kali sehari
Zona pemicu nyeri
Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 32
2.7. Nyeri Kepala Sekunder
Kriteria diagnosis untuk nyeri kepala sekunder : 7,8
Nyeri kepala dengan satu (atau lebih) memenuhi kriteria C dan D
Penyakit lain diketahui dapat menimbulkan nyeri kepala telah diketahui
sebelumnya
Nyeri kepala yang timbul berhubungan dengan penyakit lain
Nyeri kepala berkurang dengan hebat atau sembuh dalam waktu 3 bulan
(lebih singkat dari kelainan lainnya) setelah pengobatan yang baik atau
remisi spontan dari penyakit penyebabnya
Jenis-jenis nyeri kepala sekunder: 7,8
1) Nyeri kepala yang berkaitan dengan trauma kepala dan/atau leher
2) Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan pembuluh darah
3) Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan bukan pembuluh darah
kranialis
4) Nyeri kepala yang berhubungan dengan subastansi dan withdrawal
5) Nyeri kepala yang berhubungan dengan infeksi
6) Nyeri kepala yang berhubungan dengan kelainan metabolik
7) Nyeri kepala yang berhubungan dengan kelainan kranium, leher, mata,
telinga, hidung, sinus, gigi, mulut, atau struktur facial atau kranial lainnya
8) Neuralgia kranialis dan lainnya
9) Nyeri kepala yang tidak terklasifikasi
Sakit kepala sekunder merupakan sakit kepala yang disebabkan adanya
suatu penyakit tertentu (underlying disease). Pada sakit kepala kelompok ini,
rasa nyeri di kepala merupakan tanda dari berbagai penyakit.
1) Nyeri kepala berhubungan dengan trauma kepala dan/atau leher
Nyeri kepala merupakan gejala yang dapat muncul setelah trauma pada
kepala, leher atau otak. Biasanya nyeri kepala karena trauma pada kepala
muncul dengan gejala lain seperti dizziness, kesulitan berkonsentrasi,
kegugupan, perubahan personalitas, dan insomnia. Namun demikian,
biasanya nyeri kepala adalah keluhan yang paling mencolok.7,8
Sangat mudah ditegakkan hubungan antara nyeri kepala dan trauma
kepala atau leher jika nyeri kepala muncul segera atau di hari-hari pertama
setelah trauma. Sangat sulit jika nyeri kepala muncul beberapa minggu atau
Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 33
bulan setelah trauma, terutama jika jenis nyeri kepala yang timbul seperti
tension type headache (TTH) dan prevalensi TTH pada populasi sangat tinggi.
Klasifikasi nyeri kepala berhubungan dengan trauma kepala
dan/atau leher adalah :7,8
Nyeri kepala akut post-traumatik
Nyeri kepala kronik post-traumatik
Nyeri kepala akut berhubungan dengan whiplash injury
Nyeri kepala kronik berhubungan dengan whiplash injury
Nyeri kepala berhubungan dengan hematom intrakranial
Nyeri kepala berhubungan dengan trauma kepala dan/atau leher
lainnya
Nyeri kepala post-kraniotomi
Berdasarkan tingkat keparahan dibagi menjadi :
Cedera kepala Akut KronikSedang-berat~Penurunan kesadaran >30 menit >30menit~GCS <13 <13~Amnesia post trauma >48 jam >48jamCT Scan (+) kelainan (+) kelainanOnset sakit kepala 7 hari 7 hariKesembuhan 3 bulan Menetap >3bulan
Ringan~Penurunan kesadaran (-)/ <30 menit (-)/ <30 menit~GCS ≥13 ≥13~Amnesia post trauma (-) (-)CT Scan (-) (-)Onset sakit kepala 7 hari 7 hariKesembuhan 3 bulan 3 bulan
Nyeri kepala post cedera kepala ringan dapat memberikan gejala
kognitif, perilaku, dan kesadaran. Mungkin tidak ditemukan abnormalitas
dalam pemeriksaan neurologis, pencitraan (MRI, CT-Scan), EEG, lumbal
pungsi, tes fungsi vestibular, maupun tes neuropsikiatri.
Nyeri kepala post cedera kepala kronik dapat memberikan gejala
sindrom post-traumatik seperti gangguan keseimbangan, penurunan
konsentrasi, penurunan fungsi kerja, mudah murah, mood yang depresi,
gangguan tidur, dan sebagainya.7,8
Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 34
2) Nyeri kepala berhubungan dengan kelainan pembuluh darah
Kelainan pembuluh darah yang bermanifestasi sebagai nyeri kepala antara
lain adalah :
Stoke iskemik dan transient ischaemic attacks (TIA)
Pendarahan intrakranial non-traumatik
Malformasi pembuluh darah
Arteritis
Nyeri arteri karotis atau arteri vertebralis
Trombosis vena serebral
Kelainan pembuluh darah intrakranial lainnya, seperti cerebral
autosomal dominant arteriopathy with subcortical infarcts and
leukoencephalopathy (CADASIL), mitochondrial encephalopathy,
lactic asidosis and stroke-like episode (MELAS)
Nyeri kepala yang dialami karena stroke muncul disertai dengan
defisit neurologis fokal dan atau perubahan kesadaran biasanya
mempermudah untuk membedakannya dengan nyeri kepala primer. Nyeri
kepala muncul karena stroke pada kurang lebih 17-34% kasus, dan lebih
sering terjadi pada stroke yang mengenai arteri basilaris daripada arteri
karotis. Nyeri kepala lebih sering muncul dan lebih parah pada stroke
hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik. Nyeri kepala bisa menjadi
penanda awal terjadinya pendarahan serebral yang membutuhkan operasi
secepatnya untuk mengurangi kompresi. Nyeri kepala jarang sekali muncul
akibat infark lakunar tetapi sangat sering muncul pada diseksi arteri.
Beberapa nyeri kepala sekunder yang sering terjadi, misalnya : 18
1. Nyeri kepala karena sakit gigi
Keluhan sakit gigi (nyeri gigi) dapat disebabkan karena berbagai penyakit
pada gigi sehingga kelainan / penyakit pada gigi perlu dicari dan diatasi oleh
dokter gigi.
2. Nyeri kepala pada sinusitis
Nyeri kepala ringan hingga berat dirasakan di daerah muka, pipi atau dahi,
biasanya disertai juga dengan keluhan 'THT' (telinga, hidung dan
tenggorakan) yang lain, misalnya berdahak, hidung mampet, hidung meler
dan lain-lain.
Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 35
3. Nyeri kepala pada kelainan mata
'Iritis', 'glaukoma' dan 'papilitis', dapat menimbulkan nyeri sedang hingga
berat pada mata dan sekitarnya. Mata tampak memerah disertai dengan
gangguan penglihatan.
4. Nyeri kepala pada tekanan darah tinggi ('hipertensi')
Tekanan darah tinggi dapat menimbulkan keluhan nyeri kepala. Semua
penderita nyeri kepala harus mengetahui tekanan darahnya. Minum obat
sakit kepala tanpa menurunkan tekanan darah dapat berbahaya, karena
'hipertensi' merupakan ancaman bagi terjadinya kerusakan organ target
hipertensi (ginjal, otak, jantung dan pembuluh darah).
5. Nyeri kepala akibat putus obat ('withdrawal headache')
Nyeri kepala juga bisa terjadi karena terlalu lama (lebih dari 15 hari) minum
obat sakit kepala, kemudian ketika 'putus obat' malah menimbulkan keluhan
nyeri kepala.
ALGORITMA DIAGNOSIS NYERI KEPALA
Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 36
ALGORITMA PENEGAKAN DIAGNOSIS NYERI KEPALA PRIMER
Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 37
Cephalgia atau nyeri kepala merupakan suatu gejala dan bukanlah sebagai suatu
diagnosis. Rasa sakit (nyeri) merupakan keluhan yang sering didapatkan dalam klinik,
walaupun istilah “sakit” ini tampaknya sulit didefinisikan. Persepsi tiap orang akan berbeda-
beda, karena keluhan ini berasal dari pengalaman subjektif seseorang yang sulit dilakukan
pengukurannya. Reaksi dan sikap individu terhadap stimulasi yang identik yang menyebabkan
sakit akan berbeda pula. Oleh karena itu, dokter pemeriksa diharapkan pada tugas untuk
mendapatkan informasi yang selengkap mungkin dari pasien dan juga harus dapat
membayangkan bagaimana pasien bereaksi terhadap rasa sakitnya itu. Cephalgia dapat timbul
karena banyak hal sehingga dokter harus memeriksa dan menganalisis secara cermat apakah
cephalgia yang dikeluhkan pasien merupakan kelainan utama atau disebabkan oleh penyakit
lain seperti yang sudah dijelaskan di bab sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 39
1. Pertemuan Nasional III Nyeri, Nyeri Kepala & Vertigo PERDOSSI, Solo, 4 - 6 Juli 20082. Neurologi klinis3. Stephen D, Silberstein. Wolff’s headache and Other Head Ache.London : Oxford University
Press.20014. Lindsay, Kenneth W,dkk. Headache Neurology and Neurosurgery Illustrated. London:
Churchill Livingstone.2004.66-72.ISH Classification ICHD II ( International Classification of Headache Disorders) available at :http://ihs-classification.org/_downloads/mixed/ICHD-IIR1final.doc
5. McPhee, Stephen J, Maxine A. Papadakis, dkk.Nervous System disorders.Current Medical Diagnosis and Treatment 2009. San Fransisko: McGraw-Hill Companies.2009.
6. Patestas, Maria A. dan Leslie P.Gartner.Cerebrum.A Textbook of Neuroanatomy. United Kingdom: Blackwell.2006.69-70.Price, Sylvia dan Lorraine M.
7. Cephalalgia an international journal of headache, the international classification of headache disorder 2nd edition. International Headache Society 2004, vol 24, sup 1. United Kingdom: Blackwell Publishing 2004.
8. Bigal ME, Lipton R. Headache : classification in Section 6 :Headache and fascial pain Chapter 54 McMahon ebook p.1-13.
9. Chawla J. Migraine Headache: Differential Diagnoses & Workup. Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/1142556-diagnosis.
10. Current Diagnosis & Treatment in Family Medicine. 11. Buku pedoman standar pelayanan medis (SPM) & standar prosedur operasional (SPO)
neurologi koreksi tahun 1999 & 2005. Perhimpunan DOkter Spesialis Saraf Indonesia 2006, hal 97-105.
12. Migren. Ebook hal 1-36. Universitas Sumatera Utara Repository.13. Goadsby, J Peter. 2009. Treatment of Cluster Headache. Headache Group. Department of
Neurology University of California. San Francisco. Diunduh dari : www.AmericanHeadacheSociety.org.
14. Visy, Jean-Marc and Bousser, Marie-Germaine. 2003. Cluster Headache. Orphanet Ensiklopedia. Diunduh : http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-cluster.pdf.
15. Ginsberg, L. 2008. Lecture Notes: Neurologi. Edisi-8. Erlangga Medical Series. Jakarta. 74-75
16. Harsono. 2005. Kapita Selekta Neurologi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta17. Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 jilid 2. Media Aeusclapius. Jakarta. 18. Raskin, Neil H. Headache. Harison’s Internal Medicine.
iii
KATA PENGANTAR
Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 40
Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmatNya saya diberi kesempatan untuk dapat mengerjakan tugas referat ini dengan baik.
Referat dengan judul Cephalgia ini ditulis sebagai salah satu tugas atau persyaratan
dalam kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Saraf di RSU Bhakti Yudha. Dalam pembuatan referat
ini, saya mengambil referensi dari literatur dan jaringan internet.
Terima kasih juga saya sampaikan kepada dokter pembimbing saya yang luar biasa
yaitu, dr. Dini Adriani, Sp.S, yang membantu saya dalam menyelesaikan tugas referat ini.
Referat yang saya susun ini masih jauh dari kesempurnaan dan oleh karena itu saya
sangat menerima masukan berupa kritik dan saran yang membangun dengan tujuan agar kelak
referat ini dapat menjadi lebih baik. Akhir kata besar harapan saya agar referat ini dapat
bermanfaat bagi para pembacanya terutama bagi Coass Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
selanjutnya dan untuk kemajuan di bidang ilmu kedokteran.
Jakarta, Juli 2012
Inria Chandra
i
Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 41
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................................................................1
BAB II ISI............................................................................................................................................................................... 2
2.1 Definisi..................................................................................................................................................................2
2.2 Etiologi..................................................................................................................................................................2
2.3 Anatomi Cephalgia..........................................................................................................................................2
2.4 Fisiologi Cephalgia..........................................................................................................................................4
2.5 Klasifikasi Cephalgia.......................................................................................................................................6
2.6 Cephalgia Primer.............................................................................................................................................8
1) Migren...................................................................................................................................................................8
2) Tension Type Headche (TTH).................................................................................................................23
3) Cluster Headache..........................................................................................................................................27
2.7 Nyeri Kepala Sekunder................................................................................................................................33
BAB III PENUTUP........................................................................................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................................................... iii
ii
Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 42