REFERAT RADIOLOGI (Autosaved)
-
Upload
cindy-prayogo -
Category
Documents
-
view
150 -
download
5
Transcript of REFERAT RADIOLOGI (Autosaved)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI TUMOR
Tumor atau neoplasma secara umum di artikan sebagai benjolan atau pembengkakan yang
disebabkan pertumbuhan sel abnormal dalam tubuh. Pertumbuhan tumor dapat bersifat ganas
(malignan) atau jinak (benign).
2.2. ANATOMI THORAKS
Thoraks merupakan area tubuh manusia yang berada di antara leher dan diafragma.
Dinding dada tersusun dari tulang dan jaringan lunak. Tulang yang membentuk
dinding dada adalah tulang iga, columna vertebralis torakalis, sternum, tulang klavikula, dan
scapula.
Costa
Costa terdiri dari 12 pasang tulang rusuk, dimana dari 12 pasang tersebut
terbagi menjadi:
o 7 pasang costa sejati, dimana costa-costa tersebut memiliki artikulasi
dengan vertebra posterior dan dengan sternum di anterior melalui
kartilago costa.
o 3 pasang costa palsu, dimana kartilago dari costa ke-8, ke-9, dan ke-10
memiliki artikulasi dengan kartilago costa di atas.
o 2 pasang costa melayang, dimana costa ke-11 dan ke-12 tidak memiliki
artikulasi di anterior.
Sternum
Tulang sternum dapat di palpasi pada garis tengah (midline) bagian anterior
thorax. Sternum terbagi atas beberapa regio, yaitu:
Manubrium
Manubrium memiliki facet untuk artikulasi dengan clavicula, kartilago costa
ke-1 dan bagian atas dari kartilago costa ke-2. Di bagian inferior berartikulasi
dengan corpus sternum pada sendi manubriosternal.
Corpus
Xifoid memiliki artikulasi atas dengan corpus pada sendi xifisternal. Xifoid
biasanya tetap kartilaginosa sampai masa dewasa.
Gambar 1. Tulang yang menyusun dinding thoraks
Jaringan lunak yang membentuk dinding dada adalah otot serta pembuluh darah
terutama pembuluh darah interkostalis dan torakalis interna.
Otot –otot interkostalis
o M. Intercostalis Externus : otot ini berjalan mengisi rongga intercostalis
dari vertebra posterior sampai di perbatasan kostokondral di anerior,
kemudian otot ini terus berjalan ke depan sebagai membran yang tipis,
secara kasat mata, otot ini akan terlihat seperti huruf V.
o M. Intercostalis Internus : otot ini berjalan mengisi rongga intecostalis dari
sternum sampai ke angulus costa kemudian berjalan ke belakang sebagai
suatu membran yang tipis, secara kasat mata, otot ini akan terlihat seperti
huruf A.
o M. Intercostalis Intima (terdalam)
Otot – otot pektoralis mayor dan minor
Otot – otot trapezius
Otot –otot seratus anterior/posterior
Gambar 2. Otot yang melapisi rongga interkostalis
Gambar 3. Otot yang membentuk dinding dada
Innervasi (persarafan) dinding dada. Nervus intercostal adalah rami antererior primer
dari n. Segmentalis torakalis. Hanya enam nervus teratas yang berjalan dalam rongga
intercostalis, sisanya masuk ke dalam dinding anterior abdomen. Nervus intercostal berjalan
melewati 11 costa, sedangkan costa ke 12 dilewati oleh nervus subcosta.
Adapun cabang-cabang N. Intercostalis adalah :
N. Kutaneus anterior
Cabang kolateral yang menyuplai otot di rongga intercostalis (juga disuplai
oleh n. Intercostalis utama).
Cabang sensoris dari pleura (nervus atas) dan peritonium (nervus bawah).
Yang merupakan perkecualian adalah:
N. Inercostalis ke-1 bergabung dengan pleksus brakialis dan tidak memiliki
cabang kutaneus anterior.
N. Intercostalis ke-2 bergabung dengan n. Cutaneus medialis di lengan melalui
cabang n. Interkostobrakialis. Oleh karena itu nervus ini menyuplai kulit ketiak
dan sisi medial lengan.
Dasar thoraks dibentuk oleh otot diafragma yang dipersarafi oleh nervus frenikus.
Diafragma mempunyai lubang untuk jalan aorta, vena cava inferior, dan esophagus.
Diafragma membatasi rongga abdomen dan rongga thoraks. Diafragma berbentuk kubah yang
menjorok ke superior
Gambar 4. Diafragma (sudut pandang anterior)
Gambar 5. Diafragma (sudut pandang inferior)
Toraks dibatasi di superior oleh thoracic inlet dan inferior oleh thoracic outlet.
Thoracic inlet merupakan "pintu masuk" rongga toraks yang disusun oleh: permukaan ventral
vertebra torakal I (posterior), bagian medial dari iga I kiri dan kanan (lateral), serta
manubrium sterni (anterior). Thoracic inlet memiliki sudut deklinasi sehingga bagian anterior
terletak lebih inferior dibanding bagian posterior. Manubrium sterni terletak kira-kira setinggi
vertebra torakal II.
Batas bawah rongga toraks atau thoracic outlet (pintu keluar toraks) adalah area yang
dibatasi oleh sisi ventral vertebra torakal XII, lateral oleh batas bawah iga dan anterior oleh
processus xiphoideus.
Rongga Toraks dapat dibagi ke dalam dua bagian utama, yaitu :
Paru-paru (kiri dan kanan)
Mediastinum
Mediastinum dibagi ke dalam 3 bagian: superior, anterior, dan posterior.
Mediastinum terletak diantara paru kiri dan kanan dan merupakan daerah
tempat organ-organ penting toraks selain paru-paru (yaitu: jantung, aorta, arteri
pulmonalis, vena cavae, esofagus, trakhea, dll.).
2.2.1. Anatomi Paru-Paru
Pulmo merupakan organ yang terletak di cavum thoraks. Masing-masing pulmo
memiliki puncak (apex), tiga permukaan (facies costalis, facies mediastinalis, facies
diaphragmatica) dan tiga tepi (margo anterior, margo inferior, margo posterior).
Gambar 6. Paru-Paru
Apex pulmonalis ialah ujung cranial yang tumpul dan tertutup oleh pleura
servikalis. Apex pulmonalis dan pleura servikalis menonjol ke cranial melalui apertura
thoracis superior ke dalam pangkal leher.
Permukaan paru-paru. Masing-masing paru memiliki permukaan berikut:
Facies costalis, terhampar pada sternum, cartilage costalis dan costa
Facies mediastinalis, ke medial berhubungan dengan mediastinum dan ke
dorsal dengan sisi vertebra
Facies diaphragmatica, bertumpu pada kubah diaphragma yang cembung,
cekungan terdalam terdapat pada paru-paru kanan, karena letak kubah sebelah
kanan lebih tinggi
Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput
bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura
visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan
tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis).
Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi cairan pleura yang
berfungsi sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal dari plasma darah yang
masuk secara eksudasi. Dinding rongga pleura bersifat permeabel terhadap air dan zat-
zat lain.
Gambar 7. Pleura Paru-Paru (ungu merupakan pleura visceralis; biru adalah pleura parietalis)
Tepi paru-paru. Masing-masing paru memiliki tepi berikut:
Margo anterior adalah tepi pertemuan facies costalis dengan facies
mediastinalis di sebelah ventral yang bertumpang pada jantung
Margo inferior membentuk batas lingkar facies diaphragmatica paru-paru dan
memisahkan facies diaphragmatica dari facies costalis dan facies mediastinalis
Margo posterior ialah tepi pertemuan facies costalis dengan facies
mediastinalis di dorsal.
Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh
darah. Paru-paru berstruktur seperti spon yang elastis dengan daerah permukaan dalam
yang sangat lebar untuk pertukaran gas.
Di dalam paru-paru, bronkiolus bercabang-cabang halus dengan diameter ± 1
mm, dindingnya makin menipis jika dibanding dengan bronkus.
Bronkiolus tidak mempunyi tulang rawan, tetapi rongganya masih mempunyai
silia dan di bagian ujung mempunyai epitelium berbentuk kubus bersilia. Pada bagian
distal kemungkinan tidak bersilia. Bronkiolus berakhir pada gugus kantung
udara (alveolus).
Alveolus terdapat pada ujung akhir bronkiolus berupa kantong kecil yang salah
satu sisinya terbuka sehingga menyerupai busa atau mirip sarang tawon. Oleh karena
alveolus berselaput tipis dan di situ banyak bermuara kapiler darah maka
memungkinkan terjadinya difusi gas pernapasan.
Gambar 8. Struktur Paru-Paru
Gambar 9. Segmentasi pulmo
Masing-masing paru-paru memperoleh perdarahan dari satu a.pulmonalis yang besar
dan darah venosa disalurkan keluar melalui dua v.pulmonalis. A. pulmonalis dextra
dan a. pulmonalis sinistra berasal dari satu truncus pulmonalis setinggi angulus sterni.
Gambar 10. Vaskularisasi Paru-Paru
Saraf pulmo berasal dari plexus pulmonalis ventral dan dorsal dari radix
pulmonis dexter dan radix pulmonis sinister.
2.2.2. Anatomi Mediastinum
Bagian tengah cavitas thoracis, yakni ruang antara kedua kantong pleura,
dikenal sebagai mediastinum. Struktur dalam mediastinum diliputi oleh jaringan ikat,
pembuluh darah dan limfe. Jarangnya jaringan ikat, dan elastisitas paru-paru dan
pleura parietalis memungkinkan mediastinum menyesuaikan diri kepada perubahan
gerak dan volume dalam cavitas thoracis.
Gambar 11. Pembagian mediastinum (S: superior; A: anterior; M: medial; P:
posterior)
Batas Ruang mediastinum, adalah:
Superior : Pintu masuk toraks
Inferior : Diafragma
Lateral : Pleura Mediastinalis
Posterior : Tulang belakang
Anterior : Sternum
Secara garis besar mediastinum dibagi atas:
1. Mediastinum superior, mulai pintu atas toraks (apertura thoracis superior) sampai
ke batas garis yang menghubungkan manubrium sterni dengan diskus intervertebra
Th IV-V.
Gambar 12. Mediastinum Superior
Dari ventral ke dorsal struktur utama dalam medistinum superior ialah:
Thymus
Pembuluh besar yang berhubungan dengan jantung dan pericardium: v.
brachiocephalica, v. cava superior dan arcus aortae
N. phrenicus dan n. vagus kedua sisi
Plexus cardiacus
Trachea
N. laryngeus recurrens sinister
Oesophagus
Ductus thoracicus
Otot-otot paravertebral
Batas mediastinum anterior:
Batas atas adalah bidang yang dibentuk oleh vertebra tthorakalis 1, costa 1,
dan jugular notch
Batas bawah dibentuk oleh bidang dari angulus sternal ke vertebea
thorakalis IV
Batas lateral adala pleura mediastinal
Batas anterior adalah manubrium sterni
Batas posterior adalah corpus vertebra thorakalis I-IV
2. Mediastinum inferior:
a. Mediastinum anterior, dari dinding belakang sternum sampai dinding depan
perikardium. Dalam mediastinum anterior terdapat jaringan ikat jarang,
lemak, pembuluh limfe, beberapa kelenjar limfe dan cabang pembuluh
thoracica interna.
Batas-batas mediastinum anterior:
Anterior: sternum
Posterior: pericardium
Lateral: pleura mediastinalis
Superior: bidang dari sternal angle
Inferior: diafragma
b. Mediastinum medial, dari dinding depan perikardium ke dinding belakang
perikardium. Dalam mediastinum medial terdapat jantung dan pembuluh
besar.
Batas-batas mediastinum medial:
Anterior: pericardium
Posterior: pericardium
Lateral: pleura mediastinalis
Superior: bidang dari sternal angle
Inferior: diafragma
c. Mediastinum posterior, dari dinding belakang perikardium sampai dinding
depan corpus vertebrae torakalis. Mediastinum posterior berisi pars
thoracica aortae, ductus thoracicus, nodi lymphatici mediastinales
posteriors, v. azygos, oesophagus, plexus oesophagealis, kedua truncus
sympathicus torakal dan nn. Splanchnici thoracici.
Batas-batas mediastinum posterior:
Anterior: pericardium
Posterior: corpus vertebra thorakalis V-XII
Lateral: pleura mediastinalis
Superior: bidang dari sternal angle
Inferior: diafragma
2.3. GAMBARAN RADIOLOGI PARU-PARU DAN MEDIASTINUM NORMAL
Gambar 13. Foto x-ray Thoraks Posteroanterior (PA) Normal
Gambar 14. Foto x-ray Thoraks Lateral Normal
Gambar 15. Foto x-ray Thoraks Posterolateral (PA) dan Lateral
Gambar 16. CT-Scan Thoraks Normal
Gambar 17. CT-Scan Thoraks Normal (potongan aksial)
Gambar 16. MRI Thoraks Normal (Potongan Corona
Gambar 17. MRI Thoraks Normal (potongan aksial)
2.4.TUMOR PARU
2.4.1. Definisi
Tumor paru merupakan pertumbuhan ganas primer dari jaringan paru.
Jaringan paru yang mengalami keganasan yaitu mukosa bronkus (sel epitel, sel
membrane basalis, sel kelenjar bronkus), mukosa bronkiolus, sel alveolus dan
jaringan paru lainnya.
2.4.2. Etiologi
Sebagaimana diketahui asap rokok adalah penyebab utama kanker paru
(tipe kasinoma), karena mengandung lebih dari 4.000 zat kimia, dimana 50
jenisnya bersifat karsinogen dan beracun. Statistik membuktikan bahwa sekitar
90% penderita kanker paru adalah perokok aktif atau mantan perokok.
Faktor genetik, paparan terhadap zat karsinogenik, dan lainnya memainkan
peranan dalam membentuk kanker paru,
2.4.3. Patogenesis
Metabolit dalam asap rokok bersifat karsinogen terhadap organ tubuh, di
antaranya N-nitrosamin dan polisiklik aromatic hidrokarbon yang dapat terhidrup
secara pasif oleh orang yang tidak merokok. Maka dari itu, perokok pasif juga
berpotensi menderita kanker paru jika mengalami paparan terus-menerus dengan
zat karsinogenik dari asap rokok.
Merokok juga berperan dalam mempercepat (progresor) pembentukan
kanker paru pada pasien yang memiliki faktor genetik menderita penyakit ini.
Faktor genetik dapat berperan, baik secara independen maupun dependen dengan
faktor lain dalam pembentukan kanker paru.
Secara independen, faktor genetik mempengaruhi perubahan dan mutasi
dari beberapa gen yang dapat menyebabkan kanker, seperti oncogenes dan tumor
suppressor genes. Terjadi delesi (penghilangan) atau penyisipan atau
penambahan (insersi) pada susunan tumor suppressor genes sehingga akhirnya
oncogenes tidak lagi disupresi. Perubahan susunan gen ini membentuk gen-gen,
seperti gen erbB1 dan neu/erbB2 yang berperan sebagai antiapoptosis, sehingga
proliferasi sel terjadi terus-menerus dan terjailah kanker.
2.4.4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik pada penderita tumor secara general yaitu :
Terdapat lesi pada organ yang biasanya tidak terasa nyeri terfiksasi
dan keras dengan batas yang tidak teratur.
Adanya perlekatan pada kulit/organ, lekukan pada kulit akibat distorsi
ligamentum (coperr) dan rasa sedikit tidak enak atau tegang.
Terjadi retraksi pada organ.
Pembengkakan local pada organ yang terkena.
Terjadi eritema atau nyeri local
Pada penyakit yang sudah stadium lanjut dapat terjadi pecahnya
benjolan-benjolan pada kulit dan ulserasi.
Sedangkan manifestasi klinik pada penderita tumor paru yaitu:
Batuk yang terus menerus dan berkepanjangan.
Napas pendek-pendek dan suara parau.
Batuk berdarah dan berdahak
Nyeri pada dada, ketika batuk dan menarik napas yang dalam
Hilang nafsu makan dan berat badan
2.4.5. Klasifikasi
Berdasakan pertumbuhannya, tumor dibagi menjadi dua jenis yaitu :
2.4.5.1. Tumor jinak
Tumor jinak umumnya terlokalisir dan tidak menyebar ke bagian
tubuh yang lain. Tumor jenis ini mudah untuk dihilangkan atau
disembuhkan dengan tuntas, hanya sekitar 2% dari seluruh tumor paru,
karena tumor jinak jarang memberi keluhan dan tumbuh lambat. Tumor
jinak paru yang sering dijumpai adalah hamartoma. Jenis tumor lain
adalah fibroma, kondroma, lipoma, hemangioma, tumor neurogenik,
papiloma, dan lain-lain. .
2.4.5.1.1.Hamartoma
Hamartoma merupakan tumor jinak paru yang pertambahan
besarnya berlangsung dengan sangat lambat. Hamartoma mewakili
75% dari semua tumor jinak paru-paru, hamartoma terdiri dari
jaringan, biasanya terjadi di paru, lemak, jaringan epitel, jaringan
berserat, dan tulang rawan. Namun tumor tersebut menunjukkan
pertumbuhan yang tidak teratur. Hemartoma dapat dibagi menjadi
tipe parenkim dan sentral. Prognosisnya baik.
Insidensi
Insidensi hamartoma memuncak pada pasien berusia 50-60
tahun, dengan rata-rata umur pasien adalh 45-50 tahun.
Hanya sedikit yang terjadi pada usia < 30 tahun dan sangat
jarang pada anak-anak. Laku-laki lebih sering terserang
disbanding wanita.
Patofisiologi
Etiologi jelas terbentuknya hamartoma paru-paru tidak
diketahui, ada beberapa teori yang diusung, termasuk
malformasi kongenital dari pembentukan bronchial,
hiperplasi dari jaringan paru-paru yang normal, neoplasma
ringan tulang rawan, hyperplasia jaringan paru normal, dan
respon terhadap inflamasi.
Lesi awalnya berasal dari jaringan ikan fibrosa submukosa
dari dinding bronkial dan tersusun dari tulang rawan yang
dikelilingi oleh jaringan ikat dan sel-sel lemak. Sel lemak
ini merupakan komponen utama yang ditemukan secara
histologi pada 54% lesi.
Manifestasi Klinis
Penderita hamartoma umumnya asimptomatik, namun
mereka dapat mengalami batuk, mengi, berdahak, dispneu,
dan pneumonia yang berulang. Pasien jarang mengalami
hemoptysis. Terkadang terdapat leukositosis dan demam.
Komplikasi
Komplikasi dari hamartoma paru dapat menyebabkan
atelectasis, pneumothoraks, dan hemoptysis.
Pemeriksaan Anjuran
o Foto X-Ray Thoraks
Sebagian besar hamartoma (90%) ditemukan di perifer paru
dan sebagian lagi di sentral (endobrakial) dan sering
terdapat di beberapa bagian paru (multiple). Bentuk tumor
ini bulat dan bergelombang (globulated) dengan batas tegas
dan sering terdapat kalsifikasi berbentuk bercak garis atau
gambaran pop corn. Kalsifikasi ini akan bertambah dengan
bertambah besarnya tumor. Hamartoma paru tumbuh
perlahan-lahan dan ukurannya < 4 cm, meskipun dapat
mencapai 10 cm.
Gambar 18. Hamartoma Paru
Gambar 19. Kalsifikasi berbentuk popcorn pada
hamartoma paru
o CT-SCAN
Pada CT-scan, tampak gambaran yang sama dengan foto x-
ray thoraks. CT-scan memberikan gambaran yang lebih
detail. Visualisasi kalsium dan lemak lebih baik pada CT-
scan.
Gambar 20. CT-scan dengan potongan aksial menunjukkan lesi
terdiri dari lemak, dengan batas tegas dan halus di kanan paru-paru.
Gambar 21. CT-scan potongan aksial yang menunjukkan
kalsifikasi pada hamartoma paru
Tatalaksana
Eksisi dan thoracoscopic enucleation
2.4.5.1.2. Bronchial Mucous Gland Adenoma
Adenoma kelenjar mukosa bronchial adalah tumor jinak di
kelenjar mukosa trakeobronkial yang biasanya eksofitik. Tumor ini
dapat padat dan sebagian dapat juga berupa kista. Tumor jinak ini
lebih jarang ditemukan.
Insidensi
Insidensi terjadinya tumor ini sama pada wanita maupun pria.
Tumor ini dapat diderita pada pasien dengan berbagai usia, baik
anak-anak maupun dewasa, walaupun lebih banyak pada orang
dewasa dengan puncak usia 50 tahun.
Lokasi Tumor
Tumor biasa berlokasi di bronkus utama, lobar, maupun
segmental. Biasanya terdapat di lobus paru tengah dan bawah.
Manifestasi Klinis dan Komplikasi
Klinis yang dialami pasien biasanya diakibatkan oleh obstruksi
bronkial oleh tumor.
o Batuk kronis
o Sesak nafas
o Mengi unilateral
o Hemoptysis
o Infeksi paru
Gejala di atas sering kali menyebabkan misdiagnosis sebagai
penyakit asma, dan penyakit paru obstruksi kronik.
Pemeriksaan Penunjang
o Foto x-ray thoraks
Menunjukkan gambaran normal dan dapat juga terlihat
nodul soliter (lesi koin) atau obstruksi bronkial dengan
atelectasis, dapat juga menunjukkan densitas hilus yang
meningkat disertai gambaran infiltrate di sekitarnya.
Gambar 22. Foto x-ray thoraks menunjukkan atelectasis
pada lobus atas paru-paru kiri, dengan peningkatan densitas
hilus dan infiltrate di sekitarnya.
o CT-SCAN
Pada CT-scan tampak massa intraluminal terlokalisir
dengan khas air meniscus sign, yang menunjukkan tumor
ekspansif di endobrakhial
Gambar 23. CT-scan potongan aksial menunjukkan atelectasis lingular dan bayangan hiperdens dengan diameter
12 mm di bronkus lobus atas paru-paru kiri
Gambar 24. CT-Scan Thoraks potongan aksial menunjukkan lesi obstruksi (air-meniscus sign) di bronkus lobus atas
paru-paru kiri.
o Bronchoscopy
Bronkoskopi akan menampilkan massa intraluminal yang
padat, halus, mengkilap, dan berbatas tegas. Massa ini
terkadang tampak bertangkai Rata-rata massa berdiameter
kurang lebih 18 mm (8–68 mm in the series reported by
England et al.). Bronkoskopi adalah pemeriksaan definitive
untuk penyakit ini
Gambar 25. Gambaran bronkoskopi menunjukkan lesi
bertangkai di awal bronkus dari lobus paru-paru kiri
Tatalaksana
Reseksi utuh direkomendasikan untuk pemeriksaan
histologis dan sekaligus terapi kuratif. Endoscopic removal
juga dapat dilakukan.
2.4.5.2. Tumor Ganas Paru
Kanker paru-paru adalah kanker yang sering sekali dialami.
Kanker paru biasanya menyerang pasien dengan usia lebih tua dan jarang
terjadi pada pasien di bawah usia 40 tahun. Semakin bertambahnya usia,
risiko kanker paru semakin tinggi. Kanker paru paling sering didiagnosis
pada pasien berusia 70-74 tahun. Penyebab utama kanker paru tentunya
adalah merokok. 85-90% perokok mengalami kanker paru dan mereka 15
kali lebih rentan mengalami kematian disbanding mereka yang tidak
pernah merokok.
Stage kanker paru, baik small cell lung cacer maupun non small
cell lung cancer (TNM System):
Primary tumor (T)
TX Primary tumor cannot be assessed, or tumor is proven by the presence of malignant cells in sputum or bronchial washings but not visualized by imaging or bronchoscopy
T0 No evidence of primary tumor
Tis Carcinoma in situ
T1 Tumor ≤ 3 cm in greatest dimension, surrounded by lung or visceral pleura, no bronchoscopic evidence of invasion, more proximal than the lobar bronchus (ie, not in the main bronchus); or superficial spreading of tumor in the central airways (confined to the bronchial wall)
T1a Tumor ≤ 2 cm in greatest dimension
T1b Tumor > 2 cm but ≤ 3 cm in greatest dimension
T2 Tumor with any of the following features of size or extent:
Tumor > 3 cm but ≤ 7 cm Invades visceral pleura (PL1 or PL2) Involves the main bronchus ≥ 2 cm distal to the carina Associated with atelectasis/obstructive pneumonitis extending to hilar region but
not involving the entire lung
T2a Tumor > 3 cm but ≤ 5 cm in greatest dimension
T2b Tumor > 5 cm but ≤ 7 cm in greatest dimension
T3 Tumor > 7 cm, or one that directly invades any of the following: Chest wall (including superior sulcus tumors), parietal pleural (PL3), diaphragm,
phrenic nerve, mediastinal pleura, or parietal pericardium;Or, tumor in the main bronchus < 2 cm distal to the carina but without involvement of the carina; or associated atelectasis/obstructive pneumonitis of the entire lung; or separate tumor nodule(s) in the same lobe
T4 Tumor of any size that invades any of the following: heart, mediastinum, great vessels, trachea, recurrent laryngeal nerve, esophagus, vertebral body, or carina; or separate tumor nodule(s) in a different ipsilateral lobe
Regional lymph nodes (N)
NX Regional lymph nodes cannot be assessed
N0 No regional lymph node metastasis
N1 Metastasis to ipsilateral peribronchial and/or ipsilateral hilar lymph nodes and intrapulmonary nodes, including involvement by direct extension
N2 Metastasis in ipsilateral mediastinal and/or subcarinal lymph node(s)
N3 Metastasis in contralateral mediastinal, contralateral hilar, ipsilateral or contralateral scalene, or supraclavicular lymph node(s)
Distant metastasis (M)
M0 No distant metastasis
M1 Distant metastasis
M1a Separate tumor nodule(s) in a contralateral lobe tumor with pleural nodules or malignant pleural (or pericardial) effusion
M1b Distant metastasis
2.4.5.2.1. Small Cell Lung Cancer (SCLC)
Small cell lung cancer memiliki sifat yang lebih agresif
dibandingkan dengan Non Small Cell Lung Cancer, dimana
pertumbuhan sel serta penyebarannya ke lokasi yang jauh terjadi
dalam waktu yang cepat. Ciri khas histopatologisnya adalah
gambaran sel-sel kecil bulat-oval ("oat cell") dengan inti gelap,
sitoplasma yang sedikit, dan nukleolus tidak jelas.
Gambar 26. Gambaran histopatologik small cell lung cancer
Insidensi
Laki-laki biasanya lebih sering mengidap penyakit kanker
paru tipe ini dibanding dengan perempuan. Insidensinya
juga lebih tinggi pada perokok, baik aktif maupun pasif.
Manifestasi Klinis
Gejala yang dialami penderita termasuk batuk, sputum
yang berdarah, sesak nafas, mengi, sakit dada, hilangnya
nafsu makan, dan menurunnya berat badan.
Karena kanker ini sangat invasive, metastasis ke
mediastinum relative terjadi cukup cepat dan memberikan
gejala tekanan pada struktur di mediastinum:
o Obstruksi superior vena cava (SVC) obstruction
o Suara serak karena kompresi di saraf recurrent
laryngeal
o Paralisis hemi-diaphragm karena kompresi saraf
phrenic
o Dysphagia karena kompresi esophageal
o Stridor karena kompresi pada saluran nafas
Selain itu, sel tumor ini menyebabkan peningkatan sekresi
hormone adrenokortikotropik (hormone kelenjar adrenal)
menyebabkan Cushing Disease, dengan karakteristik wajah
yang bengkak, peningkatan berat badan, benjolan di leher
bagian bawah, dan peningkatan kadar gula darah.
Tumor ini juga mensekresikan hormon antidiuretic yang
menyebabkan retensi air dan rendahnya kadar natrium,
sehingga penderita mengalami kebingungan.
Metastasis
Ada 3 cara kanker menyebar di tubuh:
o Melalui jaringan normal di sekitar tumor
o Melalui system limfatik. Kanker menginvasi system
limfatik dan menyebar melalui pembuluh limfe ke
bagian tubuh lainnya
o Melalui darah.
Pemeriksaan Penunjang
o Foto x-ray thoraks
Biasanya manifestasi yang tampak pada gambaran foto
thoraks adalah lesi sentral dengan invasi hilus dan
mediastinum bersamaan dengan adanya adenopati regional.
Gambar 27. Foto x-ray thoraks posteroanterior menunjukkan
progresifitas penyakit yang mengalami penyebarna luas. Lesi
opak besar di bagian tengah paru-paru kiri yang menyebar ke
bagian atas paru-paru. Selain itu juga tampak nodul di bagian
bawah paru-paru kanan yang mungkin terjadi karena metastasis.
Densitas opak yang meningkat di paratrakeal kanan
mengindikasikan adanya limfadenopati. Terdapat efusi pleura
kecil di kiri (penumpulan sinus kostofrenikus)
Gambar 28. Small cell lung cancer sering tampak sebagai massa
di hilus dan mediastinum. Pada gambaran foto x-ray thoraks
posteroantero tersebut tampak peningkatan opasitas di hilus dan
paratrakeal kanan. Tampak volume loss di lobus bawah paru-
paru kanan.
Gambar 29. Foto x-ray thoraks posteroanterior menunjukkan
pneumonitis obstruktif dengan atelektasis di lobus atas paru
kanan. Peningkatan opasitas di daerah tracheobronkial dan
paratrakeal menunjukkan ada massa dan limfadenopati.
o CT-SCAN
CT scan di daerah yang umumnya mengalami metastasis
harus dilakukan untuk menentukan stage penyakit.
Gambar 30. CT-scan thoraks potongan aksial dengan
kontras di atas menunjukkan massa yang besar di paru-paru
kiri dan hilus, dengan invasi di arteri pulmonalis kiri
Gambar 31. CT-scan abdomen potongan aksial dengan
kontras pada pasien small cell lung cancer menunjukkan
area hipoattenuating di hati dengan distribusi tidak teratur
menggambarkan adanya metastasis.
Gambar 32. CT scan thoraks potongan aksial menunjukkan
tumor di hilus kanan yang besar dengan loculated pleural
effusion. Adanya penebalan dari pleura kemungkinan
karena adanya metastasi di pleura
Gambar 33. Small cell lung cancer terkadang muncul
sebagai nodul paru di bagian perifer.
o MRI
Karena small cell lung cancer termasuk jenis kanker yang
sangat agresif dan agresif, maka sering sekali terjadi
metastasis ke otak. Metastasis ke otak dapat dilihat melalui
CT-scan dan MRI, namun dengan MRI, jaringan akan
terlihat lebih baik.
Gambar 34. MRI otak dengan kontras potongan aksial pada
level ventrikel lateral menunjukkan 2 lesi metastasis
berbentuk cincin di area periventrikel.
o Skeletal Radionuclide Imaging
Tulang adalah daerah yang sering mengalami metastasis.
Scanning radionuclide tulang dilakukan untuk
mengidentifikasi metastasis tulang yang biasanya
mengandung komponen osteolitik dan osteoblastik.
Imaging ini dilakukan terutama jika serum kalsium dan
alkalin phosphatase meningkat dengan gejala tulang.
Kita tetap harus melakukan foto polos dari area abnormal
untuk melihat korelasi radiografisnya, terutama pada tulang
weight-bearing untuk melihat risiko fraktur.
Gambar 35. Tulang seringkali terkena pada pasien small
cell lung cancer. Scan seluruh tubuh ini menunjukkan
beberapa area abnormal yang mengalami peningkatan
aktivitas radiotracer, seperti di pelvis, tulang belakang, iga,
dan scapula kiri. Penemuan ini menunjukkan adanya
metastasis di tulang.
o Bronkoskopi dan transthoracic percutaneous
fine-needle aspiration (FNA)
Small cell lung cancer biasanya terletak di sentral dan dapat
dicapai dengan mudah menggunakan bronkoskop.
Keuntungan endoskopi adalah visualisasi langsung
terhadap tumor, dan dapat dilakukan biopsy dan
pemeriksaan sitology. Transthoracic percutaneous fine-
needle aspiration (FNA) dengan arahan computed
tomography (CT) L scan dapat menjadi alternatif
Tatalaksana
Penderita small cell lung cancer sangat responsive terhadap
pemberian terapi kemoterapi. Surgical resection juga dapat
dilakukan pada
2.4.5.2.2. Non-small Cell Lung Cancer (NSCLC)
Non-small cell lung cancer (NSCLC) merupakan 85% dari
total kanker paru yang ada. Kanker paru tipe ini tidak seagresif
dibandingkan SCLC, hal ini dikarenakan pertumbuhan sel kanker
NSCLC dan metastasisnya memerlukan waktu yang lebih lama
dibandingkan SCLC.
Gejala klinis yang dialami oleh penderita kanker paru
bergantung pada beberapa aspek:
Tip
Tipe Non-small Cell
Lung Cancer
(NSCLC)
NSCLC dibagi menjadi 3 tipe berdasarkan
histopatologisnya, yaitu: adenocarcinoma, squamous cell
carcinoma (SCC), dan large cell carcinoma.
1. Adenocarcinoma
Adenocarcinoma berasal dari kelenjar mukosa bronkus.
Adenocarcinoma merupakan tipe NSCLC paling banyak di
Amerika Serikat, yaitu sekitar 35-40% dari total kanker
paru yang ada. Kebanyakan jenis tumor ini timbul di bagian
Gejala Klinis Kanker Paru-ParuGejala dari tumor primer (belum mengalami metastasis)Tumor Sentral Tumor Perifer
Batuk Mengi Sesak nafas Batuk berdarah Postobstructive
pneumonia
Nyeri Batuk Efusi pleura Sesak nafas
Gejala dari penyebaran regional Obstruksi superior vena cava Suara serak akibat recurrent laryngeal nerve palsy Elevasi hemidiafragma dan sesak nafas yang semakin parah
akibat paralysis saraf phrenic diafragma Horner syndrome karena kompresi pada akar saraf brachial
akibat tumor di sulcus superior Dysphagia akibat kompresi esophagus Sesak nafas akibat kompresi saluran nafas
Gejala dari metastasis ke organ lain Metastasis otak Kompresi spinal cord Metastasi hati menyebabkan hepatomegali Nyeri tulang
perifer segmen bronkus dan terkadang dapat bermanifestasi
dalam bentuk "scar carcinoma". Ciri khas histopatologisnya
adalah bentuk formasi glandular.
Gambar 36. Gambaran histopatologis adenocarcinoma
o Faktor Risiko
Merokok, umur, genetic, perokok pasif, paparan
terhadap metal, asbestos, atau radon meningkatkan
risiko untuk terkena adenokarsinoma. Wanita lebih
sering terserang adenokarsinoma dibanding laki-
laki.
o Karakteristik Kanker
Adenokarsinoma biasanya muncul di bagian perifer
parenkim paru-paru. Kanker ini merupakan tipe
kanker yang lambat pertumbuhannya, sehingga
butuh beberapa tahun untuk metastasis. Ukuran
tumor biasanya < 4 cm.
Termasuk di dalamnya adalah bronchoalveollar
lung carcinoma muncul dari bronchiol terminal dan
alveolus.
o Pemeriksaan Penunjang
Foto x-ray thoraks
Foto x-ray thoraks dapat menunjukkan massa di
paru-paru yang umumnya terletak di perifer dan
keterlibatan kelenjar getah bening. Selain itu,
adenokarsinoma sering menimbulkan gambaran
tumor di superior sulcus (pancoast tumor) paru.
Sering juga tampak infiltrate yang menyerupai
infeksi.
Gambar 37. Foto x-ray thoraks
posteroanterior seorang wanita 69 tahun
menunjukkan tumor di superior sulcus yang
besar di lobus atas paru kiri.
Gambar 38. Lesi bulat opak heterogen di
lapangan paru kanan atas di iga kedua berbatas
ireguler dan tidak tegas
Gambar 39. Foto x-ray thoraks posteroanterior
menunjukkan ada nodul soliter di tengah
lapangan paru kanan di atas fisura minor.
Gambar 40. Foto x-ray thoraks
posteroanterior menunjukkan lesi opak paru
di bagian perifer lapangan kanan yang
merupakan bronchogenic adenocarcinoma
Gambar 41. Foto x-ray thoraks posteroanterior
menunjukkan lesi opak di lobus atas lapangan
paru kiri (tanda panah) dengan pembesaran
kelenjar gentah benih mediastinal bilateral.
Klinis: pasien perempuan 65 tahun dengan
riwayat batuk kronis selama 4 tahun dan
medical check up secara tidak sengaja
menemukan massa di lobus atas paru kiri.
Gambar 42. Brochioalveolar lung carcinoma
Gambaran radiologis foto x-ray tampak seperti
infeksi pneumonia. Penderita kanker paru ini
seringkali didiagnosa menderita pneumonia
selama berbulan-bulan sebelum akhirnya
didiagnosa brochioalveolar lung carcinoma.
.
CT-SCAN
Gambaran CT-scan pada non small cell lung
carcinoma biasanya tampak sebagai nodul yang
lebih jinak dibanding pada small cell lung
carcinoma.
Pada bronchioalveolar carcinoma di CT-scan,
akan tampak nodul perifer yang tampak soliter
dengan batas yang tegas. Nodul ini dapat
diselimuti galo dari ground glass opacity yang
dikenal sebagai fried egg sign. Dapat juga
tampak kavitas, yaitu bagian lusen yang
memiliki dinding. Tampak juga area fokal dari
ground glass dengan atteniuation yang heteroge.
Air bronchogram dapat terlihat.
Gambar 43. CT-scan thoraks potongan
aksial menunjukkan air bronchograms
(panah putih) dan hipoattenuation (panah
kuning) pada konsolidasi di apikal paru
kanan. Melalui biopsi dikonfirmasi sebagai
karsinoma bronchioalveolar.
Gambar 44. Tampak hipoattenuation di
perihillar (tanda panah) yang menunjukkan
adenocarcinoma.
Gambar 45. Tampak gambaran
adenocarcinoma yang besar di superior
sulcus paru kiri dengan destruksi iga
menunjukkan keterlibatan dinding dada.
Gambar 46. Terlihat konsolidasi di perifer
posterior paru kanan dengan infiltrate
heterogen di paru kiri dan lobus atas paru
kanan. Konsolidasi difus ini menrupakan
bentuk dari bronchioalveolar cell carcinoma
(mirip dengan pneumonia)
Gambar 47. Gambaran adenocarcinoma,
potongan aksial CT-scan thoraks ini
menunjukkan nodul solid hiperattenuation
berukuran 18x20 mm.
Gambar 48. Gambaran adenocarcinoma
menunjukkan nodul hiperdens di perifer
paru kanan berukuran 20 x 24 mm dengan
ground glass oppacities.
Thoracoscopy dan Biopsy
Thorakoskopi biasanya digunakan setelah
bronkoskopi dan biopsy yang dibantu CT
scan tidak mampu memberikan diagnosis.
Video-assisted thoracoscopy (VATS)
merupakan modality baru yang dapat
digunakan untuk mengambil sampel tumor
perifer (biopsy) yang biasanya terdapat pada
adenocarcinoma, tumor pleura, atau efusi
pleura untuk tujuan diagnostic atau staging.
Gambar 49. Thoracoscopy
o Tatalaksana
Pasien dengan tumor primer yang belum mengalami
penyebaran ke mediastinum maupun metastasis ke
organ lain harus dilakukan reseksi. Terapi radiasi
hanya menjadi pilihan jika operasi tidak dapat
dilakukan. Kemoterapi sendiri tidak memberikan
kesembuhan dan dilakukan setelah reseksi, karena
reseksi tumor saja memungkinkan relapse yang
cukup besar. Kombinasi kemoterapi dan radiasi
memberikan hasil yang cukup signifikan.
2. Squamous Cell Carcinoma (SCC)
Squamous cell carcinoma (SCC) merupakan 25-30% dari
total kanker paru yang ada. Ciri khas histopatologisnya
adalah keratin pearls dan intercellular bridges.
Gambar 50. Gambaran histopatologis squamous cell
carcinoma.
o Faktor Risiko
Merokok, umur, genetic, perokok pasif, paparan
terhadap metal, asbestos, atau radon meningkatkan
risiko untuk terkena squamous cell carcinoma
o Karakteristik Kanker
Berbeda dengan adenocarcinoma yang sering
timbul di bagian perifer, squamous cell carcinoma
sering ditemukan di paru bagian sentral dan di
sekitar hilus. Kanker ini merupakan tipe kanker
yang lambat pertumbuhannya, sehingga butuh
beberapa tahun untuk metastasis.
o Pemeriksaan Penunjang
Foto x-ray thoraks
Lesi biasa terletak di sentral, sering terdapat
atelectasis dan post-obstructive pneumonia.
Squamous cell carcinoma juga sering
menimbulkan lesi kavitas.
Gambar 51. Terdapat gambaran lesi di parahilar paru
kanan dengan kavitas pada kasus squamous cell
carcinoma.
Gambar 52. Foto x-ray thoraks posteroanterior pada
pasien wanita berusia 60 tahun yang menderita
squamous cell lung carcinoma. Terlihat nodul dengan
batas halus di lobus bawah paru kanan. Tampak juga
kavitas eksenterik dengan dinding tebal.
Gambar 53. Foto x-ray thoraks posteroanterior pada
penderita squamous cell carcinoma menunjukkan lesi
di hilus kanan yang mengoklusi bronkus di lobus atas
paru kanan. Tumor sentral telah menyebar ke jaringan
peribronkial dan menyebabkan inferior convexity di
margin medial dari fisura minor. Gambaran tersebut
merupakan indikasi massa sentral dengan fisura
menyerupai s terbalik (tanda panah)
Gambar 54. Foto x-ray thoraks posisi lateral penderita
menunjukkan margin inferior dari lobus atas yang
mengalami atelectasis dan dibatasi oleh fisura minor di
anterior dan fisura mayor di posterior membentuk
seperti payung terbalik.
CT-SCAN
Gambar 55. Potongan aksial CT-scan thoraks di
level bifurkasi trakea menunjukkan squamous cell
carcinoma yang mengoklusi bronkus di lobus atas
paru kiri (tanda panah). Ada densitas berbentuk
segitiga (tanda panah) dengan dasarnya menyentuh
dinding dada anterior, Gambaran ini menunjukkan
atelketasis lobus atas paru kiri. Tampak paru kanan
mengalami herniasi melewati garis tengah.
Gambar 56. CT-Scan pada karina menunjukkan
squamous cell carcinoma sentral yang tumbuh ke
dalam bronkus utama kanan dan kiri. Di
posteriornya, terdapa massa tumor yang tidak dapat
dipisahkan dari margein lateral kanan esophagus
menunjukkan penyebaran ke saluran pencernaan di
mediastinum.
Bronchoscopy dan Biopsy
Mediastinoscopy
Mediastinoscopy dilakukan untuk
mengambil jaringan yang ada di
mediastinum akibat metastasis.
o Tatalaksana
Pasien dengan tumor primer yang belum mengalami
penyebaran ke mediastinum maupun metastasis ke
organ lain harus dilakukan reseksi. Terapi radiasi
hanya menjadi pilihan jika operasi tidak dapat
dilakukan. Kemoterapi sendiri tidak memberikan
kesembuhan dan dilakukan setelah reseksi, karena
reseksi tumor saja memungkinkan relapse yang
cukup besar. Kombinasi kemoterapi dan radiasi
memberikan hasil yang cukup signifikan.
2.5. TUMOR MEDIASTINUM
2.5.1. Definisi
Tumor mediastinum adalah tumor yang terdaoat di dalam mediastinum
yaitu rongga yang berada di antara paru kanan dan kiri. Mediastinum berisi
jantung, pembuluh darah arteri, pembuluh darah vena, trakea, kelenjar timus,
saraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya. Rongga mediastinum
ini sempit dan tidak dapat diperluas, maka pembesaran menimbulkan kegawatan
yang mengancam jiwa. Kebanyakan tumor tumbuh lambat sehingga pasien
sering datang setelah tumor cukup besar, disertai keluhan dan tanda akibat
penekanan tumor terhadap organ sekitarnya.
2.5.2. Etiologi
Secara umum faktor-faktor yang dianggap sebagai penyebab tumor adalah:
Penyebab kimiawi
Di berbagai negara ditemukan banyak tumor kulit pada pekerja
pembersih cerobong asap. Zat yang mengandung karbon dianggap
sebagai penyebabnya.
Faktor genetik (biomolekuler)
Perubahan genetik termasuk perubahan atau mutasi dalam gen
normal dan pengaruh protein bisa menekan atau meningkatkan
perkembangan tumor.
Faktor fisik
Secara fisik, tumor berkaitan dengan trauma/pukulan berulang-
ulang baik trauma fisik maupun penyinaran. Penyinaran bisa berupa
sinar ultraviolet yang berasal ari sinar matahari maupun sinar lain
seperti sinar X (rontgen) dan radiasi bom atom.
Faktor nutrisi
Salah satu contoh utama adalah dianggapnya aflaktosin yang
dihasilkan oleh jamur pada kacang dan padi-padian sebagai
pencetus timbulnya tumor.
Faktor hormone
Pengaruh hormon dianggap cukup besar, namun mekanisme dan
kepastian peranannya belum jelas. Pengaruh hormone dalam
pertumbuhan tumor bisa dilihat pada organ yang banyak
dipengaruhi oleh hormon tersebut.
2.5.3. Patofisiologi
Sebagaimana bentuk kanker/karsinoma lain, penyebab dari timbulnya
karsinoma jaringan mediastinum belum diketahui secara pasti; namun diduga
berbagai faktor predisposisi yang kompleks berperan dalam menimbulkan
manifestasi tumbuhnya jaringan/sel-sel kanker pada jaringan mediastinum.
Adanya pertumbuhan sel-sel karsinoma dapat terjadi dalam waktu yang
relatif singkat maupun timbul dalam suatu proses yang memakan waku bertahun-
tahun untuk menimbulkan manifestasi klinik.
Dengan semakin meningkatnya volume massa sel-sel yang berproliferasi
maka secara mekanik menimbulkan desakan pada jaringan sekitarnya; pelepasan
berbagai substansia pada jaringan normal seperti prostalandin, radikal bebas dan
protein-protein reaktif secara berlebihan sebagai ikutan dari timbulnya
karsinoma meningkatkan daya rusak sel-sel kanker terhadap jaringan sekitarnya;
terutama jaringan yang memiliki ikatan yang relatif lemah.
Kanker sebagai bentuk jaringan progresif yang memiliki ikatan yang
longgar mengakibatkan sel-sel yang dihasilkan dari jaringan kanker lebih mudah
untuk pecah dan menyebar ke berbagai organ tubuh lainnya (metastase) melalui
kelenjar, pembuluh darah maupun melalui peristiwa mekanis dalam tubuh.
Adanya pertumbuhan sel-sel progresif pada mediastinum secara mekanik
menyebabkan penekanan (direct pressure/indirect pressure) serta dapat
menimbulkan destruksi jaringan sekitar; yang menimbulkan manifestasi seperti
penyakit infeksi pernafasan lain seperti sesak nafas, nyeri inspirasi, peningkatan
produksi sputum, bahkan batuk darah atau lendir berwarna merah (hemaptoe)
manakala telah melibatkan banyak kerusakan pembuluh darah. Kondisi kanker
juga meningkatkan resiko timbulnya infeksi sekunder; sehingga kadangkala
manifestasi klinik yang lebih menonjol mengarah pada infeksi saluran nafas
seperti pneumonia, tuberkulosis walaupun mungkin secara klinik pada kanker ini
kurang dijumpai gejala demam yang menonjol.
2.5.4. Manifestasi Klinis
Gejala yang dialami penderita yang mengalami tumor mediastinum adalah
Batuk, sesak atau stridor muncul bila terjadi penekanan atau invasi pada
trakea dan/atau bronkus utama,
Disfagia muncul bila terjadi penekanan atau invasi ke esofagus
Sindrom vena kava superior (svks) lebih sering terjadi pada tumor
mediastinum yang ganas dibandingkan dengan tumor jinak,
Suara serak dan batuk kering muncul bila nervus laringel terlibat,
paralisis diafragma timbul apabila penekanan nervus frenikus
Nyeri dinding dada muncul pada tumor neurogenik atau pada penekanan
sistem syaraf.
Dinding dada (tumor neurogenic dan penekanan system saraf)
2.5.5. Klasifikasi
Jenis tumor di rongga mediastinum dapat berupa tumor jinak atau tumor ganas
dengan penatalaksanaan dan prognosis yang berbeda. Tumor mediastinum yang
sering dijumpai yaitu:
1. Mediastinum superior : struma, adenoma paratiroid dan limfoma.
2. Mediastinum anterior : struma, timoma, teratoma, adenoma paratiroid,
limfoma, fibroma, limfagioma hemangioma, dan hernia morgagni.
3. Mediastinum medius : kista bronkogenik, limfoma, kista pericardium,
aneurisma, dan hernia.
4. Mediastinum posterior: tumor neurogenik, fibrosarkoma, limfoma,
aneurisma, kondroma, hernia bochdalek.
2.5.5.1. Timoma
Timoma adalah tumor epitel yang bersifat jinak atau tumor dengan
derajat keganasan yang rendah dan ditemukan pada mediastinum
anterior. Timoma termasuk jenis tumor yang tumbuh lambat. Sering
terjadi invasi local ke jaringan sekitar tetapi jarang bermetastasis ke luar
thoraks. Kebanyakan terjadi setelah usia lebih dari 40 tahun dan jarang
dijumpai pada anak dan dewasa muda. Keluhan yang sering ditemukan
yaitu nyeri dada, batuk, sesak atau gejala lain yang berhubungan dengan
invasi atau penekanan tumor ke jaringan sekitarnya.
TABEL
GAMBAR
GAMBAR
GAMBAR
A. Tumor Sel Germinal.
Tumor sel germinal terdiri dari tumor seminima, teratoma, dan nonseminoma.
Tumor sel germinal di mediastinum lebih jarang ditemukan daripada timoma, lebih sering
pada laki – laki dan usia dewasa muda. Lokasi terbanyak di mediastinum anterior. Secara
histologist sama dengan tumor sel germinal di testis dan ovarium.
Teratoma adalah tumor sel germinal yang paling sering ditemukan diikuti
seminoma. Tumor ini dapat berbentuk kista atau padat atau campuran keduanya yang
terdiri dari lapisan sel germinal yaitu ektoderm, mesoderm, atau endoderm. Teratoma
matur merupakan tumor sel germinal mediastinum tersering dan biasanya jinak. Teratoma
intrathoraks biasanya muncul dalam rongga mediastinum dan sangat jarang di paru.
Sebagian besar tumor tersebut bersifat jinak walaupun ada yang bersifat ganas. Gejalanya
dapat muncul apabila terjadi efek mekanik seperti nyeri dada, hemoptisis, batuk, sesak
napas, atau gejala yang berhubungan dengan pneumonitis berulang. Secara radiologi
teratoma tampak bulat dan sering lobulated dan mengandung jaringan lunak dengn
elemen cairan dan lemak.
GAMBAR
Seminoma tampak sebagai tumor besar yang homogeny sedangkan nonseminima
adalah massa heteregon dengan pinggir ireguler yang disebabkan invasi ke jaringan
sekitarnya. Untuk membedakan seminoma dan nonseminoma digunakan serum marker
beta-HCG dan alfa-fetoprotein lebih dari 500 mg/ml adalah diagnose pasti untuk
nonseminoma.
GAMBAR
GAMBAR
GAMBAR
Klasifikasi histology tumor sel germinal yaitu;
Seminoma
Nonseminoma
Embrional.
Koriokarsinoma.
Yolk sac karsinoma.
Teratoma.
Jinak.
Ganas.
Dengan unsur sel germinal.
Dengan unsur non sel germinal.
Immatur
GAMBAR
GAMBAR
GAMBAR
B. Tumor Saraf.
Tumor saraf dapat tumbuh dari sel saraf di sembarang tempat, lebih sering di
mediastinum posterior. Tumor dapat bersifat jinak atau ganas dan biasanya
diklasifikasikan berdasarkan jaringan yang membentuknya. Tumor yang bersifat jinak
sangat jarang menjadi ganas.
TABEL KLASIFIKASI
GAMBAR
GAMBAR
GAMBAR
DIAGNOSIS
Kebanyakan tumor mediastinum tanpa gejala dan ditemukan pada saat dilakukan foto
thoraks untuk berbagai alasan. Keluhan penderita biasanya berkaitan dengan ukuran dan
invasi atau kompresi terhadap organ sekitar, misalnya sesak napas berat, dan gangguan
menelan.
ANAMNESA
Tumor mediastinum sering tidak memberikan gejala dan terdeteksi pada saat
dilakukan foto thoraks. Untuk tumor jjinak, keluhan biasanya mulai timbul bila terjadi
peningkatan ukuran tumor yang menyebabkan terjadinya penekanan struktur mediastimus,
sedangkan tumor ganas dapat menimbulkan gejala akibat penekanan atau invasi ke struktur
mediastinum. Gejala dan tanda yang timbul tergantung pada organ yang terlibat:
Batuk, sesak atau stridor muncul bila terjadi penekanan atau invasi pada trakea atau
bronkus utama.
Disfagia muncul bilaterjadi penekanan atau invasi ke esophagus.
Suara serak dan batuk kering muncul bila nervus laringeal terlibat, paralisis diafragma
timbul apabila penekanan nervus frenikus.
Nyeri dinding dada muncul pada tumor neurogenik atau pada penekanan sistem saraf.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik akan memberikan informasi sesuai dengan lokasi, ukuran dan
keterbatasan organ lain, misalnya telah terjadi penekanan ke organ sekitarnya. Kemungkinan
tumor mediastinum dapat dipikirkan atau dikaitkan dengan beberapa keadaan klinis, misalnya:
Miastenia gravis mungkin menandakan timoma.
Limfadenopati mungkin menandakan limfoma.
PROSEDUR RADIOLOGI
Foto Thoraks.
Dari foto thoraks PA/lateral sudah dapat ditentukan lokasi tumor, anterior, medial,
atau posterior, tetapi pada kasus dengan ukuran tumor yang besar sulit ditentukan
lokasi yang pasti
Tomografi.
Selain dapat menentukan lokasi tumor, juga dapat mendeteksi klasifikasi pada lesi,
yang sering dapat menentukan lokasi tumor, juga dapat mendeteksi klasifikasi pada
lesi, yang sering ditemui pada kista dermoid, tumor tiroid, kadang – kadang timoma.
Teknik ini semakin jarang digunakan
CT-Scan Thoraks.
CT-Scan Thoraks dengan kontras selain dapat mendeskripsikan lokasi juga dapat
mendeskripsi kelainan tumor secara lebih baik dan dengan kemungkinan untuk
menentukan perkiraan jenis tumor, misalnya teratoma dan timoma. CT-Scan juga
dapat menentukan stage pada kasus timoma dengan cara mencari apakah telah terjadi
invasi atau belum.
Fluroskopi.
Prosedur ini dilakukan untuk melihat kemungkinan aneurisma aorta.
Ekokardiografi.
Untuk mendeteksi pulsasi pada tumor yang diduga aneurisma.
Angiografi.
Teknik ini lebih sensitif untuk mendeteksi aneurisma daripada fluroskopi dan
ekokardiografi.
PROSEDUR ENDOSKOPI
Bronkoskopi harus dilakukan bila ada indikasi operasi. Tindakan bronkoskopi dapa
memberikan informasi tentang pendorongan atau penekanan tumor terhadap saluran
napas dan lokasinya. Di samping itu melalui bronkoskopi juga dapat dilihat apakah
telah terjadi invasi tumor ke saluran napas. Bronkoskopi sering dapat membedakan
tumor mediasinum dari kanker paru primer.
Mediastinokopi, tindakan ini lebih dipilih untuk tumor yang berlokasi di mediastinum.
Esofagoskopi.
Torakoskopi diagnostic.
Electromagnetic navigation diagnostic, tindakan ini merupakan metode yang aman
untuk mengambil sampel lesi yang terletak agak perifer di mana bronkoskopi biasa
tidak bias mencapainya dan metode ini juga dapat mengambil sampel lesi tumor
mediastinum dengan cara Transbronchial Needle Aspiration (TNBA). Metode ini
memberikan hasil diagnostic yang tinggi dan tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya
serta lokasi dari tumor
PROSEDUR PATOLOGI ANATOMIK
Beberapa tindakan dari yang sederhana sampai yang kompleks perlu dilakukan untuk
mendapatkan jenis tumor.
Pemeriksaan sitologi.
Prosedur diagnostic untuk memperoleh bahan pemeriksaan untuk pemeriksaan sitologi
ialah:
Biopsy jarum halus, dilakukan bila ditemukan pembesaran KGB atau tumor
superfisial.
Punksi pleura bila ada efusi pleura.
Bilasan bronkus pada saat bronkoskopi.
Biopsy aspirasi jarum yaitu pengambilan bahan dengan jarum yang dilakukan
bila terlihat massa intrabronkial pada saat prosedur bronkoskopi yang amat
mudah berdarah sehingga biopsi memiliki risiko tinggi.
Transthoracalbiopsy (TTB), dilakukan bila massa dapat dicapai dengan jarum
yang ditusukkan di dinding dada dan lokasi tumor tidak dekat pembuluh darah
atau tidak ada kecurigaan aneurisma. Untuk tumor kecil (<3 cm), memiliki
banyak pembuluh darah dan dekat organ yang berisiko dapat dilakukan TTB
dengan tuntunan fluoroskopi atau USG atau CT-Scan.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hasil pemeriksaan laboratorium rutin sering tidak memberikan informasi berkaitan
dengan tumor. LED kadang dapat meningkat pada limfoma dan TB mediastinum. Uji
tuberculin dibutuhkan bila ada kecurigaan limfadenitis TB. Pemeriksaan kadar T3 dan T4
dibutuhkan untuk tumor tiroid. Pemeriksaan alfa-fetoprotein dan beta-HCG dilakukan untuk
tumor mediastinumyang termasuk kelompok tumor sel germinal, yakni jika ada keraguan
antaa seminoma atau nonseminoma. Kadar alfa-fetoprotein dan beta-HCG tinggi pada
golongan nonseminoma.
TINDAKAN BEDAH
Tindakan nedah torakotomi eksplorasi untuk diagnostic bila semua upaya diagnostic
tidak berhasil memberikan diagnostic histologi.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan tumor mediastinum sangat bergantung pada sifat tumor, jinak, atau
ganas. Tindakan untuk tumor mediastinum yang bersifat jinak adalah bedah, sedangkan untuk
tumor ganas berdasarkan jenisnya. Jenis tumor mediastinum ganas yang paling sering
ditemukan adalah timoma (bagian dari tumor kelenjar timus), sel germinal, dan tumor ssaraf.
Secara umum terapi untuk tumor mediastinum ganas adalah multimodalitas yaitu bedah,
kemoterapi, dan radiasi.
Kemoterapi dapat diberikan sebelum bedah (neoadjuvan) atau sesudah bedah
(adjuvant). Pilihan terapi untuk timoma ditentukan oleh staging penyakit saat diagnostic.
BAGAN
Timoma
Penatalaksanaan timoma sangat tergantung pada invasive atau tidaknya tumor, staging,
dan klinis penderita. Terapi untuk timoma adalah bedah, tetapi sangat jarang kasus datang
pada stage 1 atau noninvasive maka multimodality terapi (bedah, radiasi, dan kemoterapi)
memberikan hasil lebih baik. Jenis tindakan bedah untuk timoma adalah Extended Thymo
Thymectomy (ETT) atau reseksi komplet yaitu mengangkat kelenjar timus beserta jaringan
lemak sekitarnya. ETT dengan Extended Resection (ER) yaitu tindakan reseksi komplet,
sampai dengan jaringan jaringan perikard dan debulking reseksi sebagian yaitu pengangkatan
massa tumor sebanyak mungkin. Jenis operasi ini sangat bergantung pada staging dan klinis
penderita.
Radioterapi tidak direkomendasikan untuk timoma yang telah menjalani reseksi
komplet tetapi harus diberikan pada timoma invasive atau reseksi sebagian untuk control
local. Dosis radiasi 3500 – 5000 eGy. Untuk mencegah terjadinya radiation – induced injury
pemberian radiasi lebih dari 600 eGy harus dihindarkan
BAGAN PENATALAKSANAAN
Tumor Sel Germinal.
Terapi tumor sel germinal bergantung pada subtype sel tumor dan staging penyakit.
Bedah adalah terapi pilihan untuk teratoma jinak, teratoma ganas diterapi dengan kemoterapi
dan jika diperlukan dilakukan reseksi setelah kemoterapi. Terapi untuk seminoma tergantung
pada apalah masih resectabel atau tidak, sedangkan yang nonseminoma diberikan kemoterapi.
Seminoma
Untuk seminoma yang masih resectabel terapi multimodality yaitu bedah,
radiasi, dan kemoterapi memberikan umur tahan hidup 5 tahun lebih dari 90%.
Kriteria resectable adalah tanpa gejala, massa masih terbatas di mediastinum anterior
dan tidak ada metastasis local (intrathoraks) atau metastasis jauh.
Tumor Nonseminoma
Tumor jenis ini jarang ditemukan, bila ditemukan lebih sering pada laki – laki
dewasa muda. Cisplatin based kemoterapi adalah terapi untuk golongan ini dan
terkadang dilakukan operasi pasca kemoterapi.
Tumor Saraf
Penatalaksanaan untuk tumor neurogenik adalah pembedahan, kecuali beuroblastoma.
Tumor ini radiosensitive sehingga pemberian kombinasi radiokemoterapi akan memberikan
hasil yang baik. Pada neurilemoma (schwannoma), mungkin diperlukan kemoterapi adjuvant
untuk mencegah rekurensi.
PERBEDAAN GAMBARAN RADIOLOGI TUMOR PARU DENGAN TUMOR
MEDIASTINUM
Pada pemeriksaan foto thoraks sering ditemukan suatu massa bias terlokalisasi di
mediastinum atau di dalam paru. Jika terletak di dalam mediastinum, tumor yang sering
ditemukan yaitu:
Timoma.
Tumor neurogenik.
Kista benigna.
Limfadenopati (LAD)
Pada anak – anak tumor mediastinum yang sering dijumpai yaitu:
Tumor neurogenik.
Tumor sel germinal.
Kista foregut.
Sedangkan pada dewasa yang sering dijumpai yaitu:
Limfoma.
Timoma.
LAD.
Massa tiroid.
Karakteristik massa yang berada pada mediastinum yaitu:
Tidak seperti lesi pada paru, pada massa di mediastinum tidak ditemukan adanya air
bronchogram.
Batas dengan paru akan menjadi tumpul.
Garis mediastinal akan terganggu atau tersedak.
Dapat dikaitkan dengan keabnormalan yang terjadi pada spina, costae, dan sternum.
GAMBAR
GAMBAR
Pada gambaran foto sebelah kiri terlihat sudut massa yang tajam yang menunjukkan
massa berasal dari paru. Sedangkan pada gambar sebelah kanan sudut yang terbentuk tumpul
dan tidak terlihat gambar dari mediastinum. Hal ini menunjukkan bahwa gambaran foto
sebelah kanan adalah tumor yang berada pada mediastinum anterior.
Mediastinum dapat dibagi dalam tiga kompartemen yaitu anterior, medial, dan
posterior. Di antara ketiga mediastinum tersebut tidak dibatasi oleh jaringan lunank. Pada foto
lateral kompartemen anterior dan media dapat dipisahkan dengan garis khayal atau imaginer
dari anterior ke trakea dan posterior ke vena cava inferior. Sedangkan kompartemen media
dan posterior dipisahkan oleh garis imaginer 1 cm dari batas posterior ke anterior dari
vertebra.
GAMBAR
Ciri – ciri massa pada mediastinum anterior
Pada mediastinum anterior terdapat struktur daru timus, nodus limfe, ascending aorta,
arteri pulmonal, nervus phrenikus dan tiroid. Pada foto thoraks ciri – ciri massa mediastinum
anterior yaitu:
Displaced anterior junction line.
Sudut kardiofrenikus menghilang.
Menghilangkan retrosternal clear space.
Hillum overlay sign.
Effacement/dense ascending aorta.
GAMBAR
Hillum overlay sign merupakan suatu keadaan di mana pada gambaran foto dapat
terlihat hillus yang melewati atau melintasi massa, namun yang diketahui masssa tersebut
tidak berasal dari hillus tersebut. Hal ini dikarenakan massa berada pada mediastinum anterior
GAMBAR
Pada gambaran foto didapatkan sudut yang tumpul pada massa hal ini menandakan
bahwa massa berasal dari mediastinum. Hillus masih dapat terlihat melewati massa tersebut.
Lokasti dari mediastinum anterior dikonfirmasi dengan pemeriksaan CT-Scan. Tumor
mediastinum anterior yang paling sering dijumpai yaitu tymic atau lymphatic origin.
Ciri – ciri tumor mediastinum media.
Struktur yang terdapat pada mediastinum media adalah nodus limfe, trakea,
esophagus, vena cava, posterior dari jantung, dan arkus aorta. Ciri – ciri yang didapatkan dari
tumor mediastinum media yaitu:
Pelebaran dari paratrakeal.
Garis pseudoparavertebra di sebelah kiri.
Massa pada posterior trakea.
Lateral “doughnut”
GAMBAR
Pada foto thoraks AP terdapat pelebaran pada azygoesofageal ke arah kanan dan
terdapat pelebaran dari garis paravertebra di sebelah kiri. Sedangkan pada foto lateral
menunjukkan massa di anterior menuju ke spina dan berlokasi di mediastinum media.
GAMBAR
Ciri – ciri tumor mediastinum posterior.
Pada mediastinum terdapat struktur yaitu ganglia simpatis, nodus limfe, duktus
thoraksikus, descending aorta thoraksikus, vertebra. Kebanyakan massa yang berlokasi di
mediastinum posterior yaitu mediasitnum posterior. Dapat muncul dari ganglia simpatis
(neuroblastoma) atau dari akar saraf (schwanoma). Pada radiografi konvensional ditemukan
ciri – ciri sebagai berikut yaitu:
Cervicothoracic sign.
Mediastinum anterior akan terhenti pada level di atas dari klavikula superior. Jika,
massa tersebut meluas di atas dari klavikula superior, akan berlokasi di leher atau di
mediastinum posterior. Jika jaringan paru terletak di antara massa dan leher,
kemungkinan massa berada pada mediastinum posterior. Hal ini dikenal dengan
cervicothoracic sign.
GAMBAR
Pelebaran dari paravertebra