Referat Ness
-
Upload
maria-risma-natalia -
Category
Documents
-
view
27 -
download
3
description
Transcript of Referat Ness
Gangguan Pendengaran pada Bayi dan Anak Nessie A. Ramli
BAB I
PENDAHULUAN
Proses belajar mendengar bagi bayi sangat kompleks dan bervariasi karena menyangkut
aspek tumbuh kembang, perkembangan embriologi, anatomi, fisiologi, neurolog dan
audiologi. Gangguan pendengaran pada bayi dan anak kadang–kadang disertai
keterbelakangan mental, gangguan emosional maupun afasia perkembangan. Umumnya
seorang bayi atau anak yang mengalami gangguan pendengaran, lebih dahulu diketahui
keluarganya sebagai pasien yang terlambat bicara (delayed speech).1
Gangguan pendengaran dibedakan menjadi tuli sebagian (hearing impaired) dan tuli total
(deaf). Tuli sebagian (hearing impaired) adalah keadaan fungsi pendengaran berkurang
namun masih dapat dimanfaatkan untuk berkomunikasi dengan atau tanpa bantuan alat bantu
dengar, sedangkan tuli total (deaf) adalah keadaan fungsi pendengaran yang sedemikiaan
terganggunya sehingga tidak dapat berkomunikasi sekalipun mendapat perkerasan bunyi
(amplikasi).1,2
Gangguan pendengaran adalah ketidakmampuan total atau parsial untuk mendengar suara di
salah satu atau kedua telinga. Sekitar 2-3 bayi dari setiap 1.000 kelahiran hidup akan
memiliki beberapa derajat kehilangan pendengaran saat lahir. Gangguan pendengaran juga
dapat berkembang pada anak-anak yang memiliki pendengaran normal sebagai
bayi. Kerugian dapat terjadi pada satu atau kedua telinga, dan mungkin ringan, sedang, berat,
atau mendalam. Gangguan pendengaran yang sangat besar adalah apa yang kebanyakan
orang sebut tuli.3,4
Beberapa anak mungkin tidak terdiagnosa sampai mereka di sekolah, dampaknya akan terjadi
defisit perhatian anak dan dapat tertinggal dan menjadi terbelakang dalam pelajaran sekolah.3
A. Perkembangan Auditorik
Perkembangan auditorik pada manusia sangat erat hubungannya dengan perkembangan otak.
Neuron di bagian korteks mengalami proses pematangan dalam waktu 3 tahun pertama
kehidupan, dan masa 12 bulan pertama kehidupan terjadi perkembangan otak yang sangat
cepat. Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, upaya untuk melakukan deteksi gangguan
pendengaran harus dilakukan sedini mungkin agar habilitasi pendengaran sudah dapat
dimulai pada saat perkembanganotak masih berlangsung.1
Page 1
Gangguan Pendengaran pada Bayi dan Anak Nessie A. Ramli
B. Perkembangan Auditorik Pranatal
Telah diteliti bahwa koklea mencapai fungsi normal seperti orang dewasa setelah usia gestasi
20 minggu. Pada masa tersebut janin dalam kandungan telah dapat memberikan respons
terhadap suara yang ada di sekitarnya, namun reaksi janin masih bersifat refleks seperti
refleks Moro, terhentinya aktivitas (cessaciation reflex) dan auropalpebral. Kuczwara dkk
(1984) membuktikan respons terhadap suara berupa refleks auropalpebral yang konsisten
pada janin normal usia 24-25 minggu.1
C. Perkembangan Wicara
Bersamaan dengan proses maturasi fungsi auditorik, berlangsung pula perkembangan
kemampuan bicara. Kemahiran wicara dan berbahasa pada seseorang hanya dapat tercapai
bila input sensorik (auditorik) dan motorik dalam keadaan normal.1
Awal dari proses belajar bicara terjadi pada saat lahir. Sulit dipastikan usia absolut tahapan
perkembangan bicara, namun pada umumnya akan mengikuti tahapan sebagai berikut seperti
terlihat pada Tabel 1.1
Page 2
Gangguan Pendengaran pada Bayi dan Anak Nessie A. Ramli
Usia Kemampuan Neonatus
0 bulan Menangis (reflex covalization)
Mengeluarkan suara mendengkur seperti suara burung (cooing)
Suara seperti berkumur (gurgles).
2 – 3 bulan Tertawa dan mengoceh tanpa arti (babbling)
4 – 6 bulan Mengeluarkan suara yang merupakan kombinasi huruf hidup (vowel) dan
huruf mati (konsonan)
Suara berupa ocehan yang bermakna (true babbling atau lalling), seperti “pa..
pa, da...da”
7–11 bulan Dapat menggabung kata/ suku kata y ang tidak mengandung arti, terdengar
seperti bahasa asing (jargon).
Usia 10 bulan mampu meniru suara sendiri (echolallia)
Memahami arti ”tidak”, mengucapkan salam.
Mulai memberi perhatian terhadap nyanyian atau musik.
12–18bulan Mampu menggabungkan kata atau kalimat pendek.
Mulai mengucapkan kata pertama yang mempunyai arti (true speech)
Usia 12 – 14 bulan mengerti instruksi sederhana, menunjukkan bagian
tubuh dan nama mainannya
Usia 18 bulan mampu mengucapkan 6 – 10 kata.
Tabel 1: Tahapan Perkembangan Bicara
Dikutip dari: Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT UI1
Perkembangan bicara erat kaitannya dengan tahap perkembangan mendengar, oleh karenanya
dengan memahami tahap perkembangan bicara dapat diperkirakan adanya gangguan
pendengaran (Tabel 2).1
Usia Kemampuan bicara
12 bulan Belum dapat mengoceh (babbling) atau meniru bunyi
18 bulan Tidak dapat menyebutkan 1 kata yang mempunyai arti
24 bulan Perbendaharan kata kurang dari 10 kata
30 bulan Belum dapat merangkai 2 kata
Tabel 2 : Perkiraan adanya Gangguan Pendengaran pada Bayi dan Anak
Dikutip dari: Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT UI1
Page 3
Gangguan Pendengaran pada Bayi dan Anak Nessie A. Ramli
Pemeriksaan pendengaran dilakukan pada usia sedini mungkin. Seorang anak harus diperiksa
fungsi pendengarannya pada masa prasekolah agar dapat diketahui sebelum bersekolah.
Secara normal seorang bayi telah siap berkomunikasi efektif pada usia 18 bulan, ini menjadi
masa kritis untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran. Dalam proses belajar bicara,
masa paling penting adalah antara 2-3 tahun.3
Maka, penting untuk mengenal gejala dan deteksi dini dengan skrining pendengaran pada
bayi dan anak. Habilitasi harus dilakukan sedini mungkin. Anak dengan tuli saraf berat harus
segera mulai memakai alat bantu dengar. Dilakukan pula penilaian tingkat kecerdasan oleh
psikolog anak untuk dirujuk dalam pendidikannya.2
Page 4
Gangguan Pendengaran pada Bayi dan Anak Nessie A. Ramli
BAB II
ISI
Anatomi dan Fisiologi Telinga
Telinga tersusun atas tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.
Telinga luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga, saluran luar, dan membran timpani (gendang
telinga). Daun telinga manusia mempunyai bentuk yang khas, tetapi bentuk ini kurang
mendukung fungsinya sebagai penangkap dan pengumpul getaran suara. Bentuk daun telinga
yang sangat sesuai dengan fungsinya adalah daun telinga pada anjing dan kucing, yaitu tegak
dan membentuk saluran menuju gendang telinga. Saluran luar yang dekat dengan lubang
telinga dilengkapi dengan rambut-rambut halus yang menjaga agar benda asing tidak masuk,
dan kelenjar lilin yang menjaga agar permukaan saluran luar dan gendang telinga tidak
kering.3,4
Gambar 1. Anatomi Telinga
Dikutip dari: http://adam.about.net4
Page 5
Gangguan Pendengaran pada Bayi dan Anak Nessie A. Ramli
Telinga Tengah
Bagian ini merupakan rongga yang berisi udara untuk menjaga tekanan udara agar seimbang.
Di dalamnya terdapat saluran Eustachius yang menghubungkan telinga tengah dengan faring.
Rongga telinga tengah berhubungan dengan telinga luar melalui membran timpani. Gendang
telinga atau membrana timpani adalah selaput atau membran tipis yang memisahkan telinga
luar dan telinga dalam dan berfungsi untuk menghantar getaran suara dari udara menuju
tulang pendengaran di dalam telinga tengah.3
Hubungan telinga tengah dengan bagian telinga dalam melalui jendela oval dan jendela
bundar yang keduanya dilapisi dengan membran yang transparan.
Gendang telinga secara anatomi dibagi 2 yaitu pars tensa (tegang) dan pars flaksida.
Pars tensa, sebagian besar gendang telinga merupakan pars tensa, terdiri dari 3 lapis,
bagian luar lanjutan kulit liang telinga, di tengah jaringan ikat, dan bagian dalam yang
mengarah ke telinga tengah, merupakan lanjutan mukosa telinga tengah.
Pars flaksida, bagian atas gendang telinga (daerah atik), hanya terdiri dari dua lapis
tanpa jaringan ikat di bagian tengah.
Gambar 2. Membran Timpani
Dikutip dari: www.nlm.nih.gov3
Kerusakan pada gendang telinga dapat menyebabkan tuli yang konduktif. Tuli konduktif
adalah hilangnya pendengaran karena tidak dapat tersampaikannya getaran suara. Jenis tuli
lainnya yaitu tuli sensorik yang disebabkan rusaknya sistem saraf pendengaran.3,4
Page 6
Gangguan Pendengaran pada Bayi dan Anak Nessie A. Ramli
Selain itu terdapat pula tiga tulang pendengaran yang tersusun seperti rantai yang
menghubungkan gendang telinga dengan jendela oval. Ketiga tulang tersebut adalah tulang
martil (maleus) menempel pada gendang telinga dan tulang landasan (inkus). Kedua tulang
ini terikat erat oleh ligamentum sehingga mereka bergerak sebagai satu tulang. Tulang yang
ketiga adalah tulang sanggurdi (stapes) yang berhubungan dengan jendela oval. Antara tulang
landasan dan tulang sanggurdi terdapat sendi yang memungkinkan gerakan bebas.3,4
Fungsi rangkaian tulang dengar adalah untuk mengirimkan getaran suara dari gendang telinga
(membran timpani) menyeberangi rongga telinga tengah ke jendela oval.3,4
Telinga Dalam
Bagian ini mempunyai susunan yang rumit, terdiri dari labirin tulang dan labirin membran.
Lima bagian utama dari labirin membran, yaitu sebagai berikut:
Tiga saluran setengah lingkaran
Ampula
Utrikulus
Sakulus
Koklea atau rumah siput
Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui saluran sempit. Tiga saluran setengah
lingkaran, ampula, utrikulus dan sakulus merupakan organ keseimbangan, dan keempatnya
terdapat di dalam rongga vestibulum dari labirin tulang.3,4
Koklea mengandung organ Korti untuk pendengaran. Koklea terdiri dari tiga saluran yang
sejajar, yaitu: saluran vestibulum yang berhubungan dengan jendela oval, saluran tengah dan
saluran timpani yang berhubungan dengan jendela bundar, dan saluran (kanal) yang
dipisahkan satu dengan lainnya oleh membran. Di antara saluran vestibulum dengan saluran
tengah terdapat membran Reissner, sedangkan di antara saluran tengah dengan saluran
timpani terdapat membran basiler. Dalam saluran tengah terdapat suatu tonjolan yang dikenal
sebagai membran tektorial yang paralel dengan membran basiler dan ada di sepanjang
koklea. Sel sensori untuk mendengar tersebar di permukaan membran basiler dan ujungnya
berhadapan dengan membran tektorial. Dasar dari sel pendengar terletak pada membran
Page 7
Gangguan Pendengaran pada Bayi dan Anak Nessie A. Ramli
basiler dan berhubungan dengan serabut saraf yang bergabung membentuk saraf pendengar.
Bagian yang peka terhadap rangsang bunyi ini disebut organ Korti.4,5
Gambar 3. Anatomi Telinga dan Tulang Pendengaran
Dikutip dari http://adam.about.net 4
Fisiologi Indra Pendengaran
Gelombang bunyi yang masuk ke dalam telinga luar menggetarkan gendang telinga. Getaran
ini akan diteruskan oleh ketiga tulang dengar ke jendela oval. Getaran Struktur koklea pada
jendela oval diteruskan ke cairan limfa yang ada di dalam saluran vestibulum. Getaran cairan
tadi akan menggerakkan membran Reissner dan menggetarkan cairan limfa dalam saluran
tengah. Perpindahan getaran cairan limfa di dalam saluran tengah menggerakkan membran
basher yang dengan sendirinya akan menggetarkan cairan dalam saluran timpani.
Perpindahan ini menyebabkan melebarnya membran pada jendela bundar. Getaran dengan
frekuensi tertentu akan menggetarkan selaput-selaput basiler, yang akan menggerakkan sel-
sel rambut ke atas dan ke bawah. Ketika rambut-rambut sel menyentuh membran tektorial,
terjadilah rangsangan (impuls). Getaran membran tektorial dan membran basiler akan
Page 8
Gangguan Pendengaran pada Bayi dan Anak Nessie A. Ramli
menekan sel sensori pada organ Korti dan kemudian menghasilkan impuls yang akan dikirim
ke pusat pendengar di dalam otak melalui saraf pendengaran.3,4
Susunan dan Cara Kerja Alat Keseimbangan
Bagian dari alat vestibulum atau alat keseimbangan berupa tiga saluran setengah lingkaran
yang dilengkapi dengan organ ampula (kristal) dan organ keseimbangan yang ada di dalam
utrikulus dan sakulus.4,5
Ujung dari setup saluran setengah lingkaran membesar dan disebut ampula yang berisi
reseptor, sedangkan pangkalnya berhubungan dengan utrikulus yang menuju ke sakulus.
Utrikulus maupun sakulus berisi reseptor keseimbangan. Alat keseimbangan yang ada di
dalam ampula terdiri dari kelompok sel saraf sensori yang mempunyai rambut dalam tudung
gelatin yang berbentuk kubah. Alat ini disebut kupula. Saluran semisirkular (saluran setengah
lingkaran) peka terhadap gerakan kepala.
Alat keseimbangan di dalam utrikulus dan sakulus terdiri dari sekelompok sel saraf yang
ujungnya berupa rambut bebas yang melekat pada otolith, yaitu butiran natrium karbonat.
Posisi kepala mengakibatkan desakan otolith pada rambut yang menimbulkan impuls yang
akan dikirim ke otak.4,5
Gambar 4. Organ Corti
Page 9
Gangguan Pendengaran pada Bayi dan Anak Nessie A. Ramli
Dikutip dari: www.lpch.org 5
Etiologi Gangguan Pendengaran Bayi dan Anak
Gangguan pendengaran pada bayi dan anak kadang disertai keterbelakangan mental,
gangguan emosional, maupun afasia perkembangan. Gangguan pendengaran pada bayi dan
anak umumnya lebih dahulu diketahui sebagai keterlambatan bicara.2,5
Penyebab gangguan pendengaran pada bayi dan anak dibedakan berdasarkan saat terjadinya
gangguan pendengaran yaitu pada masa pranatal, perinatal dan posnatal.
1. Masa Prenatal
1.1. Genetik heriditer
1.2.Non genetik seperti gangguan/ kelainan pada masa kehamilan, kelainan struktur
anatomik dan kekurangan zat gizi (misalnya defisiensi Jodium).
Selama kehamilan trimester pertama (kurang dari 20 minggu) sehingga setiap gangguan atau
kelainan yang terjadi pada masa tersebut dapat menyebabkan ketulian pada bayi. Infeksi
bakteri maupun virus pada ibu hamil seperti Toksoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus,
Herpes dan Sifilis (TORCHS).1,6
Terjadi kerusakan pada struktur koklea dan nervus akustik berupa atrofi dan degererasi sel-sel
rambut penunjang pada organ dan reseptor corti disertai perubahan vascular pada striae
vaskularis. Hal ini akan menyebabkan gangguan penghantaran/ transmisi impuls pada nuclei
cochlearis (sebagai tempat untuk merespon frekuensi bunyi) dan nuclei olivaris superior
(sebagai penentu ketepatan lokasi dan arah sumber bunyi) yang menyebabkan impuls ini
tidak dapat dipersepsikan oleh nervus auditorius melalui serabut eferent.7
Beberapa jenis obat ototoksik dan teratogenik berpotensi menganggu proses organogenesis
dan merusak sel–sel rambut koklea seperti salisilat, kina, neomisin, dihidro-streptomisin,
gentamisin, barbiturat, thalidomide, dll. Selain itu malformasi struktur anatomi telinga seperti
atresia liang telinga dan aplasia koklea juga akan menyebabkan ketulian.1
2. Masa Perinatal
Berberapa keadaan yang akan dialami bayi pada saat lahir juga merupakan faktor risiko
terjadinya gangguan pendengaran, ketulian seperti prematur, berat badan lahir rendah (<2500
Page 10
Gangguan Pendengaran pada Bayi dan Anak Nessie A. Ramli
gram), hiperbilirubinemia, asfiksia (lahir tidak menangis). Umumnya ketulian yang terjadi
akibat faktor prenatal dan perinatal adalah tuli sensorineural bilateral dengan derajat ketulian
berat atau sangat berat.1
3. Masa Postnatal
Adanya infeksi bakteri atau virus seperti rubela, campak, parotis, infeksi otak (meningititis,
ensefalitis), perdarahan pada telinga tengah, trauma temporal juga dapat menyebabkan tuli
saraf atau tuli konduktif.1,5
Faktor Resiko
Faktor risiko untuk kehilangan pendengaran pada bayi meliputi:3
Riwayat keluarga gangguan pendengaran
Infeksi dengan beberapa virus dan bakteri
Berat lahir rendah
Masalah dengan struktur tulang tengkorak
Jenis Gangguan Pendengaran pada Bayi
Ada tiga jenis gangguan pendengaran pada bayi:3
Konduktif gangguan pendengaran (CHL)
Gangguan pendengaran sensorineural (SNHL)
Campuran gangguan pendengaran
Penyebab gangguan pendengaran konduktif pada bayi meliputi:
Kelainan pada struktur saluran telinga atau telinga tengah
Penumpukan serumen telinga
Infeksi telinga (terutama infeksi berulang)
Benda asing di telinga
Trauma
Pecahnya gendang telinga
Tumor
Page 11
Gangguan Pendengaran pada Bayi dan Anak Nessie A. Ramli
Gangguan pendengaran sensorineural hasil dari masalah dengan telinga dalam. Telinga
bagian dalam bertanggung jawab untuk mengirimkan sinyal ke saraf pendengaran. Tidak ada
obat untuk gangguan pendengaran sensorineural. Orang dengan jenis gangguan pendengaran
dapat mengambil manfaat dari alat bantu dengar atau implan koklea.1
Penyebab gangguan pendengaran pusat meliputi:
Penyakit yang mempengaruhi lapisan pelindung (selubung mielin) di sekitar sel saraf
Tumor yang menekan saraf-saraf pendengaran1
Gangguan pendengaran campuran adalah gangguan pendengaran yang hasil dari kombinasi
masalah konduktif dan sensorineural. Penyebab gangguan pendengaran campuran dapat
mencakup kombinasi di atas menyebabkan SNHL dan CHL.3
Deteksi Gangguan Pendengaran Bayi dan Anak
Untuk dapat melakukan deteksi dini pada seluruh bayi dan anak relatif sulit, karena akan
mebutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar. Program skrining sebaiknya
diprioritaskan pada bayi dan anak yang mempunyai risiko tinggi terhadap gangguan
pendengaran.1,6
Joint Commitee on Infant Hearing (2000) menetapkan pedoman registrasi resiko tinggi
terhadap ketulian sebagai berikut:1
Untuk bayi 0 – 28 hari
1.Kondisi atau penyakit yang memerlukan perawatan NICU (Neonatal ICU) selama 48 jam
atau lebih
2.Keadaan atau stigmata yang berhubungan dengan sindroma terntentu yang diketahui
emmpunyai hubungan dengan tuli sensorineural atau konduktif
3.Riwayat keluarga dengan gangguan pendengaran sensorneural yang menetap sejak masa
anak – anak
4.Anomali kraniofasila termasuk kelainan morfologi pinna atau liang telinga
5.Infeksi intrauterin seperti toksoplasma, rubella, virus cytomegalo, herpes, sifilis
Page 12
Gangguan Pendengaran pada Bayi dan Anak Nessie A. Ramli
Untuk bayi 29 hari – 2 tahun
1.Kecurigaan orang tua atau pengasuh tentang gangguan pendengaran, keterlambatan bicara,
berbahasa dan atau keterlambatan perkembangan.
2.Riwayat keluarga dengan gangguan pendengaran yang menetap sejak masa anak – anak.
3.Keadaan atau stigmata yang berhubungan dengan sindroma tertentu yang diketahui
mempunyai hubungan dengan tulis sensorineural, konduktif atau gangguan fungsi tuba
Eustachius.
4.Infeksi post-natal yang menyebabkan gangguan pendengaran sensorineural termasuk
meningitis bakterialis.
5.Infeksi intrauterin seperti toksoplasma, rubella, virus cytomegalo, herpes, sifilis.
6.Adanya faktor risiko tertaentu pada masa neonatus, terutama hiperbilirubinemia yang
memerlukan transfusi tukar, hipertensi pulmonal yang membutuhkan ventilator serta
kondisi lainnya yang memerlukan extracorporal membrane oxygenation(ECMO ).
7.Sindroma tertentu yang berhubungan dengan gangguan pendengaran yang progresif seperti
usher syndrome, neurofibromatosis, osteopetrosis.
8.Adanya kelainan neurodegeneratif seperti Hunter syndorme, dan kelainan neuropati
sensomotorik misalnya Friederich’s ataxia, Charrot-Marie Tooth sundrome.
9. Trauma kapitis
10. Otitis media yang berulang atau menetap disertai efusi telinga tengah minimal 3 bulan.
Bayi yang mempunyai salah satu faktor risiko tersebut mempunyai kemungkinan mengalami
ketulian 10,2 kali lebih besar dibandingkan dengan bayi yang tidak memiliki faktor risiko.
Bila terdapat 3 buah faktor risiko kecenderungan menderita ketulian diperkirakan 63 kali
lebih besar dibandingkan bayi yang tidak mempunyai faktor risiko tersebut. Pada bayi baru
lahir yang dirawat di ruangan intensif (ICU) risiko untuk mengalami ketulian 10 kali lipat
dibandingkan dengan bayi normal.1
Namun indikator risiko gangguan pendengaran tersebut hanya dapat mendeteksi sekitar 50%
gangguan pendengaran karena banyaknya bayi yang mengalami gangguan pendengaran tanpa
memiliki faktor risiko dimaksud. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka saat ini upaya
Page 13
Gangguan Pendengaran pada Bayi dan Anak Nessie A. Ramli
melakukan deteksi dini gangguan pendengaran pada bayi ditetapkan melalui program
Newborn Hearing Screening (NHS).1,6
Gejala Gangguan Pendengaran pada Bayi dan Anak
Tanda-tanda gangguan pendengaran pada bayi bervariasi menurut umur (tabel 2). Sebagai
contoh bila ditemukan gejala pada:
Bayi yang baru lahir dengan gangguan pendengaran mungkin tidak terkejut ketika
terdengar suara keras di dekatnya.
Bayi yang lebih besar, yang seharusnya telah dapat menanggapi suara-suara akrab,
mungkin tidak menunjukkan reaksi bila diajak bicara.
Anak-anak harus menggunakan kata-kata tunggal pada usia 15 bulan, dan kalimat
sederhana yang terdiri dari beberapa kata tunggal yang mudah, jika tidak mencapai target
tersebut maka anak tersebut dapat dicurigai memiliki gangguan pendengaran.3
Prinsip Dasar Pemeriksaan Pendengaran
Pemeriksaan pendengaran pada bayi dan anak harus dapat menentukan:
Jenis gangguan pendengaran (sensorineural, konduktif, campuran)
Derajat gangguan pendengaran (ringan sampai sangat berat)
Lokasi kelainan (telinga luar, tengah, dalam, koklea, retrokoklea)
Ambang pendengaran dengan frekuensi spesifik
Pemeriksaan Pendengaran pada Bayi dan Anak
Pada bayi dibawah 6 bulan masih sulit melakukan pemeriksaan behavioral (Behavioral
audiometry, Visual Reinforcement Audiometry, play audiometry). Menurut ketentuan
dari American Joint Committee of Infant Hearing (2000) baku emas (gold standart) untuk
skrining pendengaran bayi adalah pemeriksan Oto Acoustic Emission (OAE) dan Automated
BERA (AABR) karena dianggap merupakan pemeriksaan elektrofisiologik yang lebih
objektif.7
Pemeriksaan BERA dapat menentukan jenis, derajat, lokasi dan ambang pendengaran.
Namun dengan BERA click saja kita tidak dapat menentukan ambang dengar yang
frekuensinya spesifik. Oleh sebab itu harus dilakukan pemeriksaan tambahan berupa BERA
Page 14
Gangguan Pendengaran pada Bayi dan Anak Nessie A. Ramli
yang menggunakan stimulus tone burst pada nada rendah. Dengan mengetahui ambang
dengar yang spesifik akan sangat membantu proses fitting ABD.7,8
OTO ACOUSTIC EMISSION (OAE)
Manfaat pemeriksaan OAE adalah untuk mengetahui apakah koklea berfungsi normal.
Koklea berperan sebagai organ sensor bunyi dari dunia luar, di dalam koklea bunyi akan
dipilah berdasarkan frekuensi masing-masing, setelah proses ini maka bunyi akan diteruskan
ke sistim saraf pendengaran dan batang otak untuk selanjutnya di kirim ke otak sehingga
bunyi tersebut dapat dipersepsikan.7
Suara yang berasal dari dunia luar diproses oleh koklea menjadi stimulus listrik, selanjutnya
dikirim ke batang otak melalui saraf pendengaran. Sebagian energi bunyi tidak dikirim ke
saraf pendengaran melainkan kembali menuju ke liang telinga. Proses ini mirip dengan
peristiwa echo (Kemp echo). Produk sampingan koklea ini selanjutkan disebut sebagai emisi
otoakustik (Otoaccoustic emission). Koklea tidak hanya menerima dan memproses bunyi
tetapi juga dapat memproduksi energi bunyi dengan intensitas rendah yang berasal dari sel
rambut luar koklea (outer hair cells).1
Pemeriksaan OAE merupakan pemeriksaan elektrofisiologik untuk menilai fungsi koklea
yang objektif, otomatis, tidak invasif, mudah, tidak membutuhkan waktu lama dan praktis
sehingga sangat efisien untuk program skrining pendengaran bayi baru lahir (Universal
newborn Hearing Screening).1
Gambar 8. Otoaustic Emissions pada Bayi
Dikutip dari: www.medicinenet.com9
Page 15
Gangguan Pendengaran pada Bayi dan Anak Nessie A. Ramli
OAE merupakan respon akustik nada rendah terhadap stimulus bunyi dari luar yang tiba di
sel sel rambut luar (outer hair cells/ OHC’s) koklea. Kerusakan yang terjadi pada sel sel
rambut luar - misalnya akibat infeksi virus, obat obat ototoksik, kurangnya aliran darah yang
menuju koklea, sehingga menyebabkan OHC’s tidak dapat memproduksi OAE.7
Analisa gelombang OAE dilakukan berdasarkan perhitungan statistik yang menggunakan
program komputer. Hasil pemeriksaan disajikan berdasarkan ketentuan pass – refer criteria,
maksudnya pass bila terdapat gelombang OAE dan refer bila tidak ditemukan gelombang
OAE. Pemeriksaan OAE dapat dilakukan di ruang biasa yang cukup tenang sehingga tidak
memerlukan ruang kedap suara ( sound proof room). Juga tidak memerlukan obat penenang
(sedatif) asalkan bayi/ anak tidak terlalu banyak bergerak.7
Gambar 9. Mekanisme Respon OAE
Dikutip dari: Kemp, Buku THT FKUI1
Gambar 10. Otoacoustic Emission Test Pass
Dikutip dari: www.ketulian.com7
Page 16
Gangguan Pendengaran pada Bayi dan Anak Nessie A. Ramli
Karena perjalanan stimulus bunyi menuju koklea maupun emisi akustik yang dipancarkan
oleh koklea ke liang telinga harus melewati telinga tengah, maka sebelum pemeriksaan OAE
harus dipastikan bahwa telinga tengah dalam kondisi normal dengan
pemeriksaan timpanometri. Kelainan pada telinga tengah akan mengacaukan pemeriksaan
OAE.7,8
Dikenal 2 jenis pemeriksaan OAE, yaitu Spontan dan Evoked OAE. Spontan OAE dapat
timbul tanpa adanya stimulus bunyi, namun tidak semua manusia memiliki Spontan OAE
sehingga manfaat klinisnya tidak diketahui. Evoked OAE adalah OAE yang terjadi pasca
pemberian stimulus, dibedakan menjadi (TEOAE) dan Distortion Product OAE (DPOAE).1
Transient Evoked OAE (TEOAE)
Untuk memperoleh emisi TEOAE digunakan stimulus bunyi click yang onsetnya sangat cepat
(mili detik) dengan intensitas sekitar 40 desibel. Secara otomatis akan diperiksa 4 – 6 jenis
frekuensi. Spektrum frekuensi yang dapat diperiksa TEOAE adalah 500 - 4500 Hz untuk
orang dewasa dan 5000 – 6000 Hz pada bayi. TEOAE tidak terdeteksi pada ketulian > 40 dB.
Bila TEOAE pass berarti tidak ada ketulian koklea, sebaliknya bila TEOAE reffer berarti ada
ketulian koklea lebih dari 40 dB. Umumnya hanya digunakan untuk skrining pendengaran
bayi atau anak.7
Distortion Product OAE (DPOAE)
Mempergunakan 2 buah stimulus bunyi nada murni sekaligus, yang berbeda frekuensi
maupun intensitasnya. Spektrum frekuensi yang dapat diperiksa lebih luas dibandingkan
dengan TEOAE, dapat mencapai frekuensi tinggi (10.000 Hz). DPOAE (+BERA) digunakan
untuk mendiagnosis auditori neuropati, monitoring pemakain obat ototoksik dan pemaparan
bising,menentukan prognosis tuli mendadak (sudden deafness) dan gangguan pendengaran
lainnya yang disebabkan oleh kelainan koklea.7
Page 17
Gangguan Pendengaran pada Bayi dan Anak Nessie A. Ramli
Gambar 11. Transient Evoked OAE (TEOAE) dan Distortion Product OAE (DPOAE).
Dikutip dari: Buku THT FKUI1
AUTOMATED BRAINSTEM EVOKED RESPONSE AUDIOMETRY (BERA)
Istilah lain: Auditory Brainstem Response (ABR). BERA merupakan pemeriksaan
elektrofisiologik untuk menilai integritas sistim auditorik, bersifat obyektif, tidak invasif.
Dapat memeriksa bayi, anak, dewasa, penderita koma.1
Automated ABR merupakan teknik pencatatan respon elektrofisiologik batang otak dan saraf
koklearis terhadap stimulus bunyi dgn prosedur otomatis yang telah distandarisasi secara
statistik. Pada pemeriksaan BERA click diperlukan analisa gelombang evoked potential oleh
tenaga yang berpengalaman.1,7
Page 18
Gangguan Pendengaran pada Bayi dan Anak Nessie A. Ramli
Gambar 12. Bebagai Gelombang BERA
Dikutip dari: www.ketulian.com8
Sebaliknya pada pemeriksaan Automated ABR (AABR) tidak diperlukan analisa
gelombang evoked potential karena hasil pencatatannya sangat mudah dibaca, hanya
berdasarkan pass – refer criteria ( lulus /tidak lulus ). Merupakan pemeriksaan yang obyektif,
mudah, praktis, tidak invasif dan cepat (5-10 menit). Digunakan stimulus bunyi click melalui
insert probe. Untuk pencatatan respons digunakan elektroda yang ditempelkan pada dahi, dan
kedua prosesus mastoid. AABR hanya dapat menggunakan intensitas stimulus yang terbatas
yaitu 35–40dB. Sensitivitas AABR mencapai 99.96%.1,8
Gambar 13. Gelombang Bera sesuai lokasi respon (neural generator)
Dikutip dari: Probst, Buku THT FKUI1
Page 19
Gangguan Pendengaran pada Bayi dan Anak Nessie A. Ramli
BERA merupakan cara pengukuran evoked potential (aktifitas listrik yang dihasilkan n.VIII,
pusat – pusat neural dan traktus di dalam batang otak) sebagai respons terhadap stimulus
auditorik. Stimulus bunyi yang digunakan berupa bunyi click atau tone burst yang diberikan
melalui headphone, insert probe, bone vibrator. Untuk memperoleh stimulus yang paling
efisien sebaliknya digunakan insert probe.1
Bila terdapat pemanjangan masa laten pada beberapa frekuensi menunjukkan adanya suatu
gangguan konduksi. Perlu dipertimbangkan faktor maturitas jaras saraf auditorik pada bayi
dan anak yang usianya kurang dari 12 – 18 bulan, karena terdapat perbedaan masa laten,
amplitudo dan morfologi gelombang dibandingkan dengan anak yang lebih besar maupun
orang dewasa.
Gambar 14. Perbandingan Hasil BERA Bayi dan Dewasa
Dikutip dari: Hood L.J., Buku THT FKUI1
Page 20
Gangguan Pendengaran pada Bayi dan Anak Nessie A. Ramli
Pada tahun 2006 Tim Health Tecnology Assessment Ditjen Yanmedik Spesialistik DEPKES
bekerjasama dengan PERHATI ( akarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Bali, Makasar) telah
menyusun suatu alur Skrining Pendengaran Bayi di Indonesia.
OAE BERA KESIMPULAN
N N PENDENGARAN NORMAL
ABN ABN TULI SENSORINEURAL
N ABN NEUROPATI AUDITORIK
ABN N TULI KONDUKTIF (?), PERIKSA ULANG
Tabel 3. Hasil Skrining Pendengaran
Dikutip dari: www.ketulian.com7
Neuropati Auditorik
Neuropati auditorik (NA) atau Auditory Dysynchrony sebenarnya bukan merupakan jenis
gangguan pendengaran yang baru. Namun kemampuan mengidentifikasi NA secara klinis
baru dapat terlaksana setelah adanya pemeriksaan OAE. Secara umum pada pasien NA
didapatkan gambaran kelainan BERA sedangkan OAE normal. Kelainan ini dapat terjadi
pada bayi, anak maupun dewasa. 1
Pada NA fungsi sel-sel rambut luar koklea adalah normal, namun sinyal auditorik yang keluar
dari koklea diduga mengalami disorganisasi. Kemungkinan lain adalah saraf pendengaran
tidak dapat memproses sinyal akustik. Penyebab NA belum diketahui pasti namun pendapat
yang berlaku saat ini umumnya beranggapan bahwa NA disebabkan oleh beberapa faktor.
Tidak terdapat refleks akustik. Bentuk neuropati lainnya bisa menyebabkan kesulitan menulis
atau berbicara.1
Page 21
Gangguan Pendengaran pada Bayi dan Anak Nessie A. Ramli
Standard Pemeriksaan Skrining
Saat ini baku emas pemeriksaan skrining pendengaran pada bayi adalah pemeriksa
Otoacoustic Emission (OAE) dan Automated ABR (AABR).
Dikenal 2 macam program NHS, yaitu:
1.Universal Newborn Hearing Screening (UNHS) UNHS bertujuan melakukan deteksi dini
gangguan pendengaran pada semua bayi baru lahir. Upaya skrining pendengaran ini sudah
dimulai pada saat 2 hari atau sebelum meninggalkan rumah sakit. Untuk bayi yang lahir pada
fasilitas kesehatan yang tidak memiliki program UNSH paling lambat pada usia 1 bulan
sudah melakukan skrining pendengaran.
2.Targeted Newborn Hearing Screening Di negara berkembang program UNHS masih sulit
dilakukan karena memerlukan biaya dan SDM yang cukup besar dan harus didukung oleh
suatu peraturan dari pemerintah setempat. Atas pertimbangan tersebut kita dapat melakukan
program skrining pendengaran yang lebih selektif, dan terbatas pada bayi yang memiliki
faktor risiko terhadap gangguan pendengaran. Program ini dikenal sebagai Targeted Newborn
Hearing Screening.1,7
Tidak Lanjut setelah Skrining Pendengaran
Bayi yang tidak lulus skrining harus dirujuk untuk pemeriksaan audiologi lengkap termasuk
pemeriksaan OAE, ABR, timpanometri, refleks akustik dan behavioral Audiometry, sehingga
dapat dipastikan ambang pendengaran pada kedua telinga dan lokasi lesi auditorik.
Pemeriksaan harus diupayakan memperoleh ambang pendengaran masing masing
frekuensi (spesific frequency). Diagnostik pasti adanya gangguan pendengaran pada bayi
idealnya pada saat bayi berusia 3 bulan.9,10
Pemeriksaan tersebut bertujuan untuk memastikan apakah memang benar terjadi gangguan
pendengaran, jenis gangguan pendengaran, letak kelainan yang menimbulkan gangguan
pendengaran sehingga dapat dicari solusi terbaik untuk perawatan selanjutnya dengan
harapan anak bisa berkomunikasi dengan atau tanpa alat bantu dengar.11
Page 22
Gangguan Pendengaran pada Bayi dan Anak Nessie A. Ramli
Di berbagai negara maju dilakukan program pemeriksaan penyaring terhadap bayi terutama
bayi dengan faktor risiko tadi. Jika ditemukan kecurigaan kelainan pendengaran dilakukan
pemeriksaan lanjutan yang teliti dan intensif.11
Setelah dilakukan pemeriksaan dan hasilnya anak tersebut tidak lulus atau mengalami
gangguan pendengaran, orang tua dapat disarankan untuk mengunjungi para ahli seperti:
1. Audiologis : seorang ahli kesehatan yang mendapat gelar dalam bidang audiologi. Ia
merupakan seorang ahli dalam menguji pendengaran dan / atau gangguan pendengaran dan
memberikan pelayanan / solusi bagi orang-orang dengan kerusakan pendengaran. Biasanya
Anda dapat menjumpai seorang audiologist di setiap pusat penjualan alat bantu dengar atau di
hearing center sebuah rumah sakit.
2. Dokter THT : seorang dokter dengan keahlian menangani masalah kesehatan di telinga,
hidung dan tenggorokan. Otologis, otolaryngologist dan neuro-otologis adalah istilah lain dari
spesialisasi tersebut. Hal ini bervarisi tergantung pada tempat tinggal Anda
3. Hearing Aid Dispenser / Acoustician : seorang ahli yang dilatih untuk fitting dan
pemilihan serta pemasangan alat bantu dengar.
4. Ahli terapi wicara / Auditory Verbal Therapy (AVT) : seorang ahli yang dilatih untuk
memberikan pelayanan untuk mencegah, mengevaluasi dan merehabilitasi gangguan
kemampuan mendengar dan bicara.
Pengelolaan tergantung dari penyebabnya. Derajat ganguan pendengaran digolongkan dari
ringan, sedang sampai sangat berat. Untuk setiap derajat ada pilihan penanganan dan
teknologi yang tepat. Suatu tes pendengaran akan menunjukkan derajat gangguan
pendengaran. Ketulian akibat otitis media dapat dilakukan dengan pencucian telinga,
antibiotika adekuat dan pengobatan penyakit dasar. Perlu diingat otitis media yang telah
kronis sering menimbulkan komplikasi kelainan telinga dalam dan terjadi gangguan
pendengaran menetap sehingga sangat penting dilakukan pengobatan dini secara tuntas.11
Pada ketulian saraf atau sensorineural yang umumnya terjadi pada anak yang tuli sejak lahir,
pengobatan sering tidak memberikan hasil yang memuaskan. Maka, pengelolaannya adalah
sebagai berikut:
Page 23
Gangguan Pendengaran pada Bayi dan Anak Nessie A. Ramli
1. Alat bantu mendengar (ABM) sedini mungkin, bahkan sebelum anak berusia satu tahun.
Orang tua dan anak diajarkan bagaimana alat bantu dengar bekerja dan bagaimana untuk
memilih, mengoperasikan, dan merawat mereka. Yang berfungsi dengan baik dan
penggunaan alat bantu dengar konsisten pendengaran bantu akan membantu anak
tersebut mendengar dan mengembangkan ucapan yang baik dan kemampuan bahasa.
2. Pendidikan khusus, stimulasi di rumah maupun di taman bermain.
Pelatihan pendengaran dan terapi bicara oleh ahli terapi wicara.
Pidato terapi
Belajar bahasa isyarat
3. Pendidikan terpadu di sekolah normal jika memungkinkan (pada usia sekolah).
4. Pada keadaan tertentu dan kondisi memungkinkan dilakukan operasi cochlear implant
pada usia dini. Pemasangan implan koklea dilakukan pada keadaan tuli saraf berat
bilateral atau tuli total bilateral (anak maupun dewasa) yang tidak mendapat manfaat
dengan alat bantu dengar konvensional. Untuk anak dengan tuli saraf berat sejak lahir
implan sebaiknya dipasang pada usia 2 tahun. Pascabedah dilakukan program rehabilitasi
berupa latihan mendengar, terapi wicara, dan lain-lain selama kurang lebih 6 bulan. Juga
dilakukan evaluasi pascabedah. Perangkat elektronik tersebut harus diperiksa dan
dikalibrasi berkala (mapping) setiap 6 bulan untuk anak < 6 tahun dan setiap 12 bulan
untuk anak yang berusia > 6 tahun.10,11,12
Masalah Anak Tuna Rungu
1. Kurangnya kemampuan akademik yang menggunakan kemampuan auditori.
2. Defisit dalam komunikasi verbal.
3. Defisit dalam keterampilan sosial yang menggunakan bahasa verbal.
4. Percaya diri.11
Page 24
Gangguan Pendengaran pada Bayi dan Anak Nessie A. Ramli
Persiapan Orang Tua untuk meningkatkan kemampuan anak dalam bidang akademik
(kognitif, bahasa, motorik) serta sosialisasi (komunikasi, interaksi, dan percaya diri.)12
Perkembangan selanjutnya banyak kasus yang membuktikan bahwa anak dengan gangguan
pendengaran dapat bersekolah di sekolah umum hal ini tak lepas dari beberapa faktor yang
mendukung meningkatnya kualitas komunikasi 2 arah, yaitu:
1. Kemajuan teknologi alat bantu dengar yang dapat menjangkau semua tingkat
gangguan pendengaran dengan hadirnya teknologi digital, FM sistem dll.
2. Kemajuan dunia medis dengan operasi koklea.
3. Beragamnya metode terapi yang dapat dipilih dan yang dapat disesuaikan bagi
kebutuhan anak seperti speech therapy (terapi wicara), audio verbal therapy (terapi
mendengar) dan Natural Auditory Oral (NAO) dll.12
Outlook (Prognosis)
Seberapa baik prognosis dari gangguan pendengaran pada bayi dan anak tidak tergantung
pada penyebab dan tingkat keparahan gangguan pendengaran. Kemajuan teknologi alat bantu
dengar dan terapi wicara memungkinkan banyak anak untuk mengembangkan kemampuan
bahasa yang normal pada usia yang sama seperti rekan-rekan mereka dengan pendengaran
normal. Bahkan bayi dengan gangguan pendengaran yang mendalam akan melakukannya
dengan baik dengan kombinasi perawatan yang tepat. Jika bayi memiliki gangguan yang
mempengaruhi lebih dari mendengar, prognosis tergantung pada gangguan tertentu dan yang
lain telah berefek pada tubuh.11
Page 25
Gangguan Pendengaran pada Bayi dan Anak Nessie A. Ramli
Kemungkinan Komplikasi
Penundaan berbicara dan mampu memahami kata-kata
Penundaan dalam kemampuan untuk berteman
Emosional masalah karena perasaan isolasi
Terbelakang dalam kognitif
Jika gangguan pendengaran adalah hasil dari suatu penyakit atau sindrom yang
mempengaruhi bagian lain dari tubuh, komplikasi lain, khusus untuk yang sindrom
atau penyakit, juga dapat terjadi.7,12
Anak-anak dengan implan koklea mungkin menghadapi risiko yang lebih tinggi untuk
meningitis bakteri (peradangan di sekitar otak, yang dapat menyebar melalui darah ke seluruh
tubuh). Vaksinasi terhadap beberapa jenis bakteri yang menyebabkan meningitis tersedia, dan
dapat mengurangi risiko penyakit pada anak dengan implan koklea.12
Pencegahan
Hal ini tidak mungkin untuk mencegah semua kasus kehilangan pendengaran pada bayi.
Deteksi dini relatif sulit karena membutuhkan waktu lama dan biaya besar. Skrining
sebaiknya diprioritaskan pada anak-anak dengan risiko tinggi. Wanita yang berencana untuk
hamil harus memastikan mereka adalah lancar pada semua vaksinasi. Wanita hamil harus
memeriksa dengan dokter mereka sebelum mengambil obat dan menghindari kegiatan yang
dapat mengekspos bayi terhadap infeksi berbahaya seperti toksoplasmosis. Jika memiliki
riwayat keluarga kehilangan pendengaran, ada baiknya melakukan konseling genetik sebelum
hamil.12
Page 26
Gangguan Pendengaran pada Bayi dan Anak Nessie A. Ramli
BAB III
PENUTUP
Gangguan pendengaran pada bayi dan anak kadang – kadang disertai keterbelakangan
mental, gangguan emosional maupun afasia perkembangan. Umumnya seorang bayi atau
anak yang mengalami gangguan pendengaran, lebih dahulu diketahui keluarganya sebagai
pasien yang terlambat bicara (delayed speech).1
Oleh karena itu sangat penting untuk diadakan deteksi dini gangguan pendengaran pada anak
dan bayi. Pemeriksaan diharapkan dapat mendeteksi gangguan pendengaran pada kelompok
usia ini sedini mungkin agar terapi untuk anak diberikan sesegera mungkin atau masih dalam
tahap perkembangan otak sehingga anak dapat menyesuaikan diri dan mengejar
ketinggalannya dibandingkan anak normal.2,7,11
Penyebab gangguan pendengaran pada bayi dan anak dibedakan berdasarkan saat terjadinya
gangguan pendengaran yaitu pada masa pranatal, perinatal dan posnatal.1,2,3
Untuk dapat melakukan deteksi dini pada seluruh bayi dan anak relatif sulit, karena akan
mebutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar. Program skrining sebaiknya
diprioritaskan pada bayi dan anak yang mempunyai risiko tinggi terhadap gangguan
pendengaran. Saat ini baku emas pemeriksaan skrining pendengaran pada bayi adalah
pemeriksa Otoacoustic Emission (OAE) dan Automated ABR (AABR). Habilitasi harus
dilakukan sedini mungkin untuk mencegah komplikasi dimana anak menjadi tak dapat
berkomunikasi, mengalami keterbelakangan mental, sosialisasi buruk, keterbelakangan dalam
pelajaran.7,8,10
Kemajuan teknologi alat bantu dengar dan terapi wicara memungkinkan banyak anak untuk
mengembangkan kemampuan bahasa yang normal pada usia yang sama seperti rekan-rekan
mereka dengan pendengaran normal. Bahkan bayi atau anak dengan gangguan pendengaran
yang mendalam akan melakukannya dengan baik dengan kombinasi perawatan yang tepat
dan support dari keluarga serta lingkungan sehingga memacu rasa percaya diri dan semangat
pada anak untuk dapat belajar dan menyesuaikan diri dengan kekurangannya.10,11,12
Page 27
Gangguan Pendengaran pada Bayi dan Anak Nessie A. Ramli
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashirudin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorokan Kepala & Leher. Edisi Keenam. Cetakan ke-1. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta: 2007
2. Gangguan Pendengaran pada Bayi dan Anak. Diunduh dari http://diemazcaeem.blogspot.com,
15 Mei 2011
3. Hearing Loss in Children. Diunduh dari www.nlm.nih.gov. 10 Mei 2011
4. Ear Anatomy. Diunduh dari http://adam.about.net, 15 Mei 2011
5. ENT Anatomy. Diunduh dari www.lpch.org, 15 Mei 2011
6. Early Identification of Hearing Impairment in Infants and Young Children. National Institutes
of Health Consensus Development Conference Statement March 1-3, 1993
7. Suwento Ronny. Keterlambatan Biacara dan Gangguan Pendengaran pada Anak. Diunduh
dari www.ketulian.com 15 Mei 2011
8. Keterlambatan Bicara dan Gangguan. Diunduh dari www.najwasyah.co.cc , 15 Mei 2011
9. Detecting Hearing Loss in Children. Diunduh dari www.medicinenet.com, 18 Mei 2011
10. Hearing Loss in Young Children. Diunduh dari http://www.hsdc.org , 15 Mei 2011
11. Nuarsa I Wayan. Gangguan Pendengaran Anak. Diunduh dari http://ucihahot.com , 20 Mei
2011
12. Children Hearing Loss Accept. Diunduh dari www.alatbantudengar.com , 20 Mei 2011
Page 28