referat IPD

20
BAB I PENDAHULUAN Sepsis merupakan respon sistemik penjamu terhadap infeksi dimana pathogen atau toksin dilepaskan kedalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktifasi proses inflamasi. Berbagai definisi telah diajukan, namun definisi yang saat ini digunakan dalam klinik adalah definisi yang ditetapkan dalam consensus American College of chest Physician dan Society of Critical Care Medicine pada tahun 1992 yang mendefinisikan sepsis, sindroma respon Inflamasi sistemik ( systemic Inflammatory syndrome/SIRS ), sepsis berat dan syok/ renjatan septik. Syok septik merupakan keadaan dimana tejadi penurunan tekanan darah ( tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg tatau penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 40 mmHg ) disertai tanda kegagalan sirkulasi, meskipun telah dilakukan resusitasi cairan secara adekuat atau memerlukan vasopressor untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ. 1

description

dafta isipendahuluantinjauan pustakatatalaksanankesimpulan

Transcript of referat IPD

BAB I

PENDAHULUAN

Sepsis merupakan respon sistemik penjamu terhadap infeksi dimana pathogen atau toksin dilepaskan kedalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktifasi proses inflamasi. Berbagai definisi telah diajukan, namun definisi yang saat ini digunakan dalam klinik adalah definisi yang ditetapkan dalam consensus American College of chest Physician dan Society of Critical Care Medicine pada tahun 1992 yang mendefinisikan sepsis, sindroma respon Inflamasi sistemik ( systemic Inflammatory syndrome/SIRS ), sepsis berat dan syok/ renjatan septik.

Syok septik merupakan keadaan dimana tejadi penurunan tekanan darah ( tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg tatau penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 40 mmHg ) disertai tanda kegagalan sirkulasi, meskipun telah dilakukan resusitasi cairan secara adekuat atau memerlukan vasopressor untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ.

Sebuah studi prospektif multicenter yang diterbitkan dalam Journal of American Medical Association melaporkan 56% kematian selama di ICU. Dari semua kematian, 27% terjadi dalam waktu 2 hari dari onset sepsis berat, dan 77% dari seluruh kematian terjadi dalam 14 hari pertama. Di Amerika Serikat terjadi peningkatan kejadian dari 73,6/ 100.000 (1979) ke 175,9/ 100.000 (1987). Mortalitas tinggi yaitu 30% (sepsis berat) dan 60% (syok sepsis). Di Indonesia mortalitas lebih tinggi, yaitu 56,83% (yogyakarta), 54,17% (Palembang) , bahkan di Solo (2004) didapatkan 83,1% pasien sepsis meninggal.

Angka kematian sepsis diseluruh dunia tergantung beberapa faktor seperti umur, jenis kelamin, ras, penyakit penyerta, riwayat trauma paru akut, sindrom gagal napas akut, gagal ginjal dan jenis infeksinya yaitu nosokomial, polimikrobial atau jamur sebagai penyebabnya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Sepsis merupakan respon sistemik penjamu terhadap infeksi dimana pathogen atau toksin dilepaskan kedalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktifasi proses inflamasi .(papdi) berbagai definisi telah diajukan, namun definisi yang saat ini digunakan dalam klinik adalah definisi yang ditetapkan dalam consensus American College of chest Physician dan Society of Critical Care Medicine pada tahun 1992 yang mendefinisikan sepsis, sindroma respon Inflamasi sistemik (systemic Inflammatory syndrome/SIRS), sepsis berat dan syok/renjatan septik.

Sindrom Respons Inflamasi sistemik ( SIRS : sistemik inflammatory response syndrome ) yaitu respon tubuh terhadap inflamasi sistemik mencakup 2 atau lebih keadaan berikut : suhu > 38 o C atau < 36o C, frekuensi jantung > 90 kali/menit, frekuensi nafas > 20 kali /menit atau PaCo2 < 32 mmHg, lekosit darah > 12.000/ mm3, < 4.000/ mm3 atau batang > 10%. Sepsis adalah keadaan klinis berkaitan dengan infeksi dengan manifestasi SIRS, Sepsis berat adalah sepsis yang disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi atau hipotensi termasuk asidosis laktat, oliguria dan penurunan kesadaran. Sepsis dengan Hipotensi yaitu sepsis dengan tekanan darah sistolik < 90 mmHg atau penurunan tekanan darah sistolik > 40 mmHg dan tidak ditemukan penyebab hipotensi lainya.

Renjatan septik yaitu sepsis dengan hipotensi meskipun telah diberikan resusitasi cairan secara adekuat atau memerlukan vasopressor untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ.

1

B. Etiologi

Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri gram (-) dengan persentase 60-70% kasus, yang menghasilkan produk dapat menstimulasi imun. Sel tersebut akan terpacu untuk melepaskan mediator inflamasi. Produk yang berperan penting terhadap sepsis adalah lipopolisakarida (LPS). LPS atau endotoksin glikoprotein kompleks merupakan komponen utama membran terluar dari bakteri gram negatif. LPS merangsang peradangan jaringan, demam dan syok pada penderita yang terinfeksi. Struktur lipid A dalam LPS bertanggung jawab terhadap reaksi dalam tubuh penderita. Staphylococci, Pneumococci, Streptococcidan bakteri gram positif lainnya jarang menyebabkan sepsis, dengan angka kejadian 20-40% dari keseluruhan kasus. Selain itu jamur oportunistik, virus (Dengue dan Herpes) atau protozoa (Falciparum Malariae) dilaporkan dapat menyebabkan sepsis, walaupun jarang.

Peptidoglikan merupakan komponen dinding sel dari semua kuman. Peptidoglikan diketahui dapat menyebabkan agregasi trombosit.

Eksotoksin yang dihasilkan oleh berbagai macam kuman, misalnya a-hemolisin (S. Aureus), E. Coli haemolisin (E. Coli) dapat merusak integritas membran sel imun secara langsung.

Dari semua faktor diatas, faktor yang paling penting adalah LPS endotoksin gram negatif dan dinyatakan sebagai sepsis terbanyak. LPS dapat langsung mengaktifkan sistem imun seluler dan humoral, yang dapat menimbulkan perkembangan gejala septikemia. LPS sendiri tidak mempunyai sifat toksik, tetapi merangsang pengeluaran mediator inflamasi yang bertanggung jawab terhadap sepsis. Makrofag mengeluarkan polipeptida yang disebut faktor nekrosis tumor (Tumor Necrosis Factor/TNF) dan interleukin 1 (IL-1), IL-6 dan IL-8 yang merupakan mediator kunci dan sering meningkat sangat tinggi pada penderita immunocompromise yang mengalami sepsis.

C. Patofisiologi

Sebagian besar penderita sepsis menunjukkan fokus infeksi jaringan sumber bakterimia, hal ini disebut sebagai bakteriaemia sekunder. Sepsis Gram (-) merupakan komensal normal dalam saluran gastrointestinal. Yang kemudian menyebar ke struktur yang berdekatan, seperti pada peritonitis setelah perforasi appendikal atau bisa berpindah dari perineum ke urethra atau kandung kemih. Selain itu, sepsis Gram (-) fokus primernya dapat berasal dari saluran genitourinarium, saluran empedu dan dan saluran gastrointestinum. Sepsis Gram (+) biasanya timbul dari infeksi kulit, saluran respirasi dan juga bisa berasal dari luka terbuka misalnya luka bakar.

Inflamasi sebagai tanggapan imunitas tubuh terhadap berbagai macam stimulasi imunogen dari luar. Inflamasi sesungguhnya merupakan upaya tubuh untuk menghilangkan dan eradikasi organism penyebab. Berbagai jenis sel akan teraktivasi dan memproduksi berbagai jenis mediator inflamasi termasuk berbagai sitokin. Mediator inflamasi sangat komplek karena melibatkan banyak sel dan mediator yang dapat mempengaruhi satu sama lain.

Sitokin sebagai mediator inflamasi yang tidak berdiri sendiri dalam sepsis. Masih banyak faktor lain (non sitokin) yang sangat berperan dalam menentukan perjalanan suatu penyakit. Respon tubuh terhadap suatu pathogen melibatkan bermacam-macam komponen system imun dan berbagai macam sitokin baik itu yang bersifat proinflamasi dan antiinflamasi. Termasuk sitokin proinflamasi adalah TNF, IL-1, Interferon (IFN-) yang bekerja membantu sel untuk menghancurkan mikroorganisme yang menginfeksi sedangkan yang termasuk antiinflamasi adalah interleukin 1 reseptor antagonis (IL-1 ra), IL-4, IL-10 yang bertugas untuk memodulasi, koordinasi atau represi terhadap respon yang berlebihan. Apabila keseimbangan kerja antara proinflamasi dan antiinflamasi mediator ini tidak tercapai dengan sempurna maka dapat memberikan kerugian bagi tubuh.

Penyebab sepsis dan syok septic yang paling banyak berasal dari stimulasi sitokin baik dari endotoksin gram (-) maupun endotoksin gram (+). Endotoksin ini dapat secara langsung dengan LPS dan bersama-sama dengan antibody dalam serum darah penderita membentuk LPSab (lipo Poli Sakarrida Antibodi). LPSab yang berada dalam darah penderita dengan perantaraan CD 14+ akan bereaksi dengan makrofag dan makrofag mengekspresikan imuno modulator di atas hanya dapat terjadi pada bakteri gram (-) yang mempunyai LPS dalam dindingnya. Padahal sepsis dapat terjadi pada rangsangan endotoksin, eksotoksin, virus dan parasit, maka mekanisme tersebut diatas masih kurang lengkap dan tidak dapat menerangkan pathogenesis sepsis dalam arti keseluruhan, oleh karena konsep tersebut tidak melibatkan peran Limfosit T dalam keadaan sepsis dan kejadian syok septic.

Di Indonesia dan Negara berkembang sepsis tidak hanya disebabkan oleh gram (-), tetapi juga disebabkan oleh gram (+) yang mengeluarkan eksotoksin. Eksotoksin, virus, dan parasit yang dapat berperan sebagai superantigen setelah di fagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagai Antigen Processing Cell dan kemudian ditampilkan dalam Antigen Presenting Cell (APC). Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Major HistocompatibilityComplex (MHC). Antigen yang bermuatan peptide MCH kelas II akan berikatan dengan CD4+ (limfosit Th1 dan Th2) dengan perantaraan TCR (T Cell Reseptor).

Sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap sepsis maka limfosit T akan mengeluarkan substasi dari Th1 yang berfungsi sebagai imuno modulator yaitu : IFN-, IL-2 dan M-CSF (Macrophage colony stimulating factor). Limfosit Th2 akan mengekspresikan IL-4, IL-5, IL-6, IL-10. IFN- merangsang makrofag mengeluarkan IL-1 dan TNF-. IFN-g, IL-1 dan TNF- merupakan sitokin proinflamatori sehingga pada keadaan sepsis terjadi peningkatan kadar IL-1 dan TNF- serum penderita. Pada beberapa kajian biasanya selama terjadi sepsis tingkat IL-1 dan TNF- berkolerasi dengan keparahan penyakit dalam kematian, tetapi ternyata sitokin IL-2 dan TNF- selain merupakan reaksi terhadap sepsisdapat pula merusakkan endotel pembuluh darahyang mekanismenya sampai saat ini belum jelas. IL-1 sebagai imuno regulator utama yang mempunyai efek pada sel endothelial termasuk didalamnya pembentukan prostaglandin E2 (PG-E2) dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1). Dengan adanya ICAM-1 menyebabkan netrofil yang telah tersensitasi oleh granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF) akan mudah mengadakan adhesi.

Interaksi endhotel degan netrofil terdiri dari 3 langkah yaitu :

Bergulirnya netrofil, P dan E-selektin yang dikeluarkan oleh endotel dan L-selektin netrofil dalam mengikat respektif

Merupakan langkah yang sangat penting, adhesi dan aktivasi netrofil yang mengikat intergretin CD-11 atau CD-18yang melekatkan netrofil pada endotel dengan molekul adhesi (ICAM) yang dihasilkan oleh endothel

Transmigrasi netrofil menembus dinding endotel.

D. Diagnosa dan Pemeriksaan Penunjang

Gejala Klinik

Gejala klinik sepsis biasanya tidak spesifik, biasanya didahului oleh tanda-tanda sepsis non spesifik, meliputi demam, menggigil, dan gejala konstitusif seperti lelah, malaise, gelisah atau kebingungan. Tempat infeksi yang paling sering : paru, traktus digestifus, traktus urinarius, kulit, jaringan lunak dan saraf pusat. Sumber infeksi merupakan determinan penting untuk terjadinya beratdan tidaknya gejala-gejala sepsis. Gejala sepsis tersebut akan menjadi lebih berat pada penderita usia lanjut, penderita diabetes, kanker, gagal organ utama, dan pasien granulositopenia. Yang sering diikuti gejala MODS (Multiple organ dysfunction syndrome) sampai dengan terjadinya syok septik.

Tanda-tanda MODS dengan terjadinya komplikasi :

Sindroma distress pernafasan pada dewasa

Koagulasi intravaskular

Gagal ginjal akut

Perdarahan usus

Gagal hati

Disfungsi sistem saraf pusat

Gagal jantung

Kematian

Diagnosis

Riwayat

Menentukan ada infeksi didapatkan komunitas atau nosokomial, apakah pasien imunokompromis. Rincian yang harus diketahui meliputi paparan pada hewan, perjalanan, gigitan tungau, bahaya di tempat kerja, penggunaan alkohol, seizure, hilang kesadaran, medikasi dan penyakit dasar yang mengarahkan pasien kepada agen infeksius tertentu.

Beberapa tanda terjadinya sepsis meliputi :

1. Demam atau tanda yang tak terjelaskan disertai keganasan

2. Hipotensi, oliguria atau anuria

3. Takipneu atau hiperpneu, hipotermia tanpa penyebab jelas

4. Perdarahan

Pemeriksaan fisik

Data Laboratorium

Kelainan yang terjadi pada awal respon sepsis mencakup leukositosis dengan pergeseran ke kiri, trombositopenia, hiperbilirubinemia dan proteinuria. Leukopenia dapat ditemukan. Ketika respon septic makin berat, trombositopenia dapat memburuk (seringkali dengan pemanjangan waktu thrombin, penurunan fibrinogen dan peningkatan D-dimer yang menunjukkan suatu keadaan koagulasi intravascular diseminata), azotemia dan hiperbilirubinemia makin jelas dan dapat ditemukan peningkatan enzim amino-transferase.

Hiperventilasi pada awal sepsis dapat mencetuskan alkalosis respiratorik. Ketika otot pernapasan mulai fatigue dan akumulasi laktat makin tinggi, asidosis metabolik dan anion gap meningkat dapat ditemukan. Analisa gas darah dapat menjumpai adanya hipoxemia yang pada aawalnya dapat dikoreksi dengan suplementasi oksigen tapi pada keadaan yang berat dapat refrakter terhadap pemberian oksigen 100%. Foto thorax mungkin normal atau dapat menunjukkan bukti pneumonia sebagai penyebab sepsis atau infiltrat yang difus pada kasus ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome). EKG biasanya menunjukkan sinus takikardi atau kelainan gelombang ST-T yang non spesifik, kecuali ada penyakit jantung yang mendasari.

Kebanyakan pasien diabetes dengan sepsis mengalami hipoglikemia dan infeksi yang berat dapat mencetuskan KAD. Albumin akan menurun seiring perjalanan penyakit dan derajat sepsis.

Diagnosis etiologi membutuhkan isolasi mikroorganisme dari darah dan atau dari tempat infeksi lokal. Setidaknya dua sampel darah (masing-masing 10 cc) seharusnya diambil dari tempat punksi vena yang berbeda untuk kultur. Marker inflamasi seperti CRP dan Prokalsionin dapat membantu diagnosis sepsis.

E. Diagnosa Banding

1.

2. Infeksi

Pneumonia

Urinary tract infection

Meningitis

Epidural abscess

3. Cardiovascular

Congestive heart failure

Cardiogenic shock

Myocardial infarction

4. Neurological

Subarachnoid hemorrhage

Encephalopathy

5. Pulmonary

Acute respiratory distress syndrome

Pulmonary embolism

6. Tissue Injury

Pancreatitis

Trauma

Transplant rejection

7. Metabolic

Thyroid storm

Acute adrenal collapse

Tumor lysis syndrome

Anaphylaxis

Overdose

Diabetic ketoacidosis

8. Iatrogenic

Blood product reaction

Anesthesia related

Neuroleptic malignant syndrome.

F. Penatalaksanaan

Prioritas utama dalam terapi sepsis, yaitu :

Stabilisasi pasien langsung

Resusitasi awal sangat penting, dapat diberikan kristaloid atau koloid untuk mempertahankan stabilitas hemodinamik. Intubasi diperlukan juga untuk memberikan kadar oksigen lebih tinggi. Ventilasi mekanis dapat membantu menurunkan konsumsi oksigen oleh otot pernapasan dan peningkatan ketersediaan oksigen untuk jaringan lain.

Tujuan resusitasi pasien dengan sepsis berat atau yang mengalami hipoperfusi dalam 6 jam pertama adalah tekanan vena sentral 8-12mmHg, Tekanan arterial rata-rata/MAP 65 mmHg, produksi urin 0,5ml/kg/jam dan saturasi oksigen vena sentral 70%. Setelah resusitasi cairan dan tekanan vena sentral sudah mencapai 8-12 mmHg namun MAP masih di bawah 60, dapat diberikan agen vasoaktif (dopamine, dobutamin, norepinefrin). Bila dalam 6 jam resusitasi, saturasi oksigen tidak mencapai 70% dengan resusitasi cairan dengan CVP 8-12 mmHg, maka dilakukan transfusi PRC untuk mencapai hematokrit 30% dan/atau pemberian dobutamin (sampai maksimal 20 g/kg/menit).

Pemberian antibiotik yang adekuat dan fokus infeksi awal harus dieliminasi

Eliminasi sumber infeksi dan terapi anti mikroba harus dimulai dalam 1 jam pertama.

Perlu segera diberikan terapi empirik dengan antimikrobial, artinya bahwa diberikan antibiotika sebelum hasil kultur dan sensitivitas tes terhadap kuman didapatkan. Setelah hasil kultur dan sensitivitas didapatkan maka terapi empirik dirubah menjadi terapi rasional sesuai dengan hasil kultur dan sensitivitas, pengobatan tersebut akan mengurangi jumlah antibiotika yang diberikan sebelumnya (dieskalasi). Diperlukan regimen antimikrobial dengan spektrum luas sesuai dengan hasil kultur. Obat yang digunakan tergantung sumber sepsis.

Pemberian nutrisi yang adekuat

Terapi suportif

Oksigenasi

Kontrol gula darah

Intervensi nutrisi

Mengatasi disfungsi organ

Terapi gangguan koagulasi

Steroid dan modifikasi respon inflamasi

Bikarbonat

KORTIKOSTEROID

Penggunaan kortikosteroid masih kontroversial, ada yang menggunakan pada awal terjadinya sepsis, ada yang setelah terjadi septic shock. Penggunaan kortikosteroid yang direkomendasikan adalah dengan low dose corticosteroid >300 mg hydrocortisone per hari dalam keadaan septic shock.

GLUKOSA KONTROL

Kadar gula darah dipertahankan sampai dengan