Referat Forensik.docx
-
Upload
nicholas-redly -
Category
Documents
-
view
127 -
download
7
description
Transcript of Referat Forensik.docx
BAB I
PENDAHULUAN
Pada periode-periode awal, pemeriksaan otopsi merupakan hal penting dalam dunia
kedokteran.Otopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, yang meliputi pemeriksaan
terhadap bagian luar maupun dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau
adanya cedera, melakukan` interpretasi atau penemuan-penemuan tersebut, menerangkan
penyebab kematian serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang
ditemukan dengan penyebab kematian.1
Pemeriksaan otopsi akhir-akhir ini lebih banyak untuk kepentingan peradilan (otopsi
medikolegal atau otopsi forensik) dibandingkan untuk pembelajaran penyakit (otopsi klinik).
Pusat-pusat pendidikan kedokteran dan rumah-rumah sakit sangat jarang melakukan otopsi
klinik. Di Inggris kurang dari 10 % pemeriksaan otopsi yang dilakukan diluar sistem coroner,
begitu juga di Indonesia, fakultas kedokteran jarang melakukan otopsi klinik.Banyak alasan
mengapa penurunan ini terjadi, diantaranya karena masalah agama dan budaya, biaya
pemeriksaan yang tinggi, ketakutan keluarga dan dokter mengetahui sebab kematian yang
pasti. Di Inggris tahun 1999-2000 kurang lebih 23 % kematian post operatif terrnyata
diagnosis premortem berbeda dengan diagnosis postmortem. Hal ini menyebabkan ketakutan
bagi dokter karena dapat dituntut telah melakukan malpraktek.1,2
Di RSUP Dr. Kariadi Semarang pemeriksaan otopsi yang sering dilakukan adalah
otopsi forensik. Permintaan pemeriksaan Visum Et Repertum Jenazah di rumah sakit ini
tahun 2005 terdapat 206 kasus, tahun 2006 sebanyak 190 kasus, tahun 2007 sebanyak 193
kasus. Dari permintaan tersebut sebagian besar hanya meminta pemeriksaan luar saja,
sedangkan permintaan pemeriksaan lengkap, baik pemeriksaan luar dan dalam (otopsi) yaitu
tahun 2005 sebanyak 38 kasus, tahun 2006 sebanyak 41 kasus dan 2007 sebanyak 22 kasus.1
Beragamnya jenis kasus yang dihadapi memerlukan teknik pemeriksaan otopsi
tersendiri. Seorang dokter perlu mengetahui berbagai macam teknik otopsi karena akan
mempermudah tugasnya dalam melakukan pemeriksaan. Pemeriksaan akan menjadi lebih
teliti sehingga dapat menyimpulkan sebab kematian dengan lebih baik.1,2
Pada kasus-kasus tertentu seperti pada kasus kekerasan di leher, pneumothoraks, pada
bayi dapat dilakukan penyesuaian sesuai dengan kasusnya agar didapatkan hasil pemeriksaan
yang diinginkan. Karena kami mengajukan judul referat “Modifikasi Otopsi” untuk
mendalami pemeriksaan-pemeriksaan khusus pada kasus-kasus tertentu.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Definisi Otopsi
Otopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, Autopsi berasal kata dari Auto =
sendiri dan Opsis = melihat.yang meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar maupun dalam,
dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan interpretasi
atau penemuan-penemuan tersebut, menerangkan penyebab kematian serta mencari hubungan
sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian.
II.2 Sejarah Otopsi
Ahli anatomi dan patologi zaman dahulu dahulu adalah pemburu,penjual daging, dan
koki yang harus mengenali organ-organ dan menentukan organ tersebut dapat digunakan atau
tidak. Di zaman Babylonia kuno, sekitar 3500 SM, pelaksanaan otopsi pada hewan bertujuan
untuk kepentigan mistik seperti memprediksi masa depan degan berkomunikasidengan
kekuatan gaib. Bangsa Mesir, Yunani, Romawi dan Eropa melakukan pembedahan hewan
selain untuk alasan keagamaan juga untuk mempelajari susunan anatominya, namun hal ini
tidak dilakukan secara sistemik.
Pada zaman Yunani kuno (131-200 SM) Galen, seorang filsuf yang sangat dihormati,
berkuasa dan mempunyai pemikiran yang mendominasi bahkan sampai ratusan tahun
kemudian, melakukan pembedahan binatang dan manusia untuk mempelajari susunan
anatominya.
Sikap umum masyarakat sebelum abad ke-17 terhadap otopsi tubuh manusia adalah
negatif.Pada sekitar akhir tahun 1200, Fakultas Hukum Universitas Bologan mempunyai
dominasi yang besar, memerintahkan dilakukan otopsi untuk membantu memecahkan
masalah-masalah hukum.Pada akhir tahun 1400 Paus Sixtus IV mengeluarkan aturan yang
mengizinkan pembedahan tubuh manusia oleh mahasiswa kedokteran untuk
pendidikan.Sebelum aturan dari pemimpin agama tersebut dikeluarkan, pembedahan tubuh
manusia termasuk tindakan kejahatan.
Pada tahun 1500, otopsi secara umum diterima oleh Gereja Katolik, sehingga
pemeriksaan terhadap anatomi tubuh manusia dapat dilakukan secara sistemik. Sementara itu
beberapa ahli saat itu, seperti Vesalius (1514-1564), Pare (1510-1590), Lancisi (1654-1720),
dan Boerheave (1668-1771) mengembangkan otopsi, Giovanni Bathista Morgagni (1682-
1771) dianggap ahli otopsi pertama terhebat. Selama observasinya selama 60 tahun,
OTOPSI
Persiapan Melakukan otopsi
Prosedur melakukan otopsi
Mengeluarkan alat2 rongga leher
Pembukaan rongga dada
Mengeluarkan alat2 rongga perut
Membuka kepala
Pemeriksaan alat rongga leher dan dada
Morgagni menegaskan hubungan antara penemuan patologi dengan gejala klinis, hal ini
menandai pertama kalinya otopsi menyumbang banyak dalam ilmu kedokteran untuk
memahami penyakit.Di Jerman seorang ahli patologi Rudolph Virchow (1821-1902).Ia
mempertimbangkan pemeriksaan mokroskopis sebagai pelengkap pemeriksaan otopsinya.
Virchow mengembangkan doktrin yang menyatakan keadaan patologi seluler adalah dasar
penyakit.Dalam banyak hal, Virchow dapat dianggap ahli biologi molekular pertama. Di
bawah kepemimpinan Virchow, Berlin menggantikan Vienna sebagai pusat utama
pendidikan kedokteran.
SKEMA PROSEDUR OTOPSI
II.3 PERSIAPAN OTOPSI
1. Melengkapi surat-surat yang berkaitan dengan otopsi yang akan dilakukan, termasuk surat
izin keluarga, surat permintaan pemeriksaan/pembuatan visum et repertum.
2. Memastikan mayat yang akan diotopsi adalah mayat yang dimaksud dalam surat tersebut.
3. Mengumpulkan keterangan yang berhubungan dengan terjadinya kematian selengkap
mungkin untuk membantu memberi petunjuk pemeriksaan dan jenis pemeriksaan penunjang
yang harus dilakukan.
4. Memastikan alat-alat yang akan dipergunakan telah tersedia. Untuk otopsi tidak diperlukan
alat-alat khusus dan mahal, cukup :
Timbangan besar untuk menimbang mayat.
Timbangan kecil untuk menimbang organ.
Pisau, dapat dipakai pisau belati atau pisau dapur yang tajam.
Gunting, berujung runcing dan tumpul.
Pinset anatomi dan bedah.
Gergaji, gergaji besi yang biasanya dipakai di bengkel.
Forseps atau cunam untuk melepaskan duramater.
Gelas takar 1 liter.
Pahat.
Palu.
Meteran.
Jarum dan benang.
Sarung tangan.
Baskom dan ember.
Air yang mengalir (3,4)
5. Mempersiapkan format otopsi, hal ini penting untuk memudahkan dalam pembuatan laporan
otopsi.10
II.4 PEMBEDAHAN MAYAT
II.4.1. PEMBUKAAN RONGGA DADA DAN PERUT
Setelah jenazah pemeriksaan tubuh jenazah bagian luar,maka dilanjutkan dengan
pemeriksaan organ-organ dengan cara membuka rongga tubuh. Jenazah yang akan dibedah
diletakkan terlentang dengan bagian bahu ditinggikan (diganjal) dengan sepotong balok kecil.
Dengan demikian, kepala akan berada dalam keadaan ekstensi maksimal dan daerah leher
tampak jelas.Kemudian dilakukan pengirisan kulit, secara umum ada 2 macam teknik
pengirisan kulit yaitu teknik I dan Y. Pada teknik pengirisan I dibuat dengan melakukan
irisan dari ujung dagu ke bawah melalui garis pertengahan tubuh sampai ke daerah umbilikus
membelok ke kiri membuat irisan setengah lingkaran mengelilingi umbilikus,kemudian di
bagian bawah umbilikus kembali membuat irisan pada garis pertengahan tubuh sampai diatas
symphisis pubis.4
Pada irisan Y ada beberapa tipe. Teknik irisan tipe Y yang pertama dengan cara
membuat irisan dari puncak bahu kanan dan kiri di atas tulang klavikula bertemu di insisura
jugularis,kemudian ke bawah melalui garis pertengahan tubuh sampai ke daerah umbilikus
membelok kiri membuat irisan setengah lingkaran mengililingi umbilikus kemudian di bagian
bawah umbilikus kembali membuat irisan pada garis pertengahan tubuh sampai diatas
symphisis pubis.4
Tipe Y yang kedua dari akromion kanan dan kiri kemudian membentuk huruf V
bertemu pada garis pertengahan tubuh tepat di processus xypoideus kemudian ke bawah
sampai di atas symphisis pubis.3,4
Tipe Y yang ketiga dengan membuat irisan dari insisura jugularis ke bawah sepanjang
sternum sampai ke symphisis pubis, kemudian irisan diperluas ke atas dengan cara membuat
irisan bilateral dari insisura jugularis ke tragus kanan dan kiri. Irisan ini sering digunakan
pada kasus kekerasan dileher bagian depan.3,4
Tipe Y yang keempat disebut juga tipe U, dengan cara membuat irisan dari puncak
bahu (akromion) kanan dan kiri diteruskan sejajar linea axillaris anterior kanan dan kiri
sampai dibatas garis lipat mammae diteruskan ke medial dan bertemu di processus
xyphoideus kemudian ke bawah sampai di atas symphisis pubis. Tipe ini lebih disukai di
Amerika terutama pada jenazah wanita karena dari segi estetika lebih baik dibandingkan
dengan tipe lainnya.3,4
Kulit leher kemudian diiris kemudian diperdalam hanya mencapai kebalaman
subkutan. Irisan kemudian diperluas, di daerah dada irisan sampai mencapai permukaan
depan dari tulang dada (os sternum),kemudian didaerah epigastrium dibuat irisan pendek
sampai menembus rongga perut. Setelah dibuat irisan tersebut kemudian jari telunjuk dan jari
tengah tangan kiri dimasukkan melalui irisan. Ujung pisau dimasukkan diantara kedua jari
berfungsi sebagai pemandu agar menghindari teririsnya organ-organ dalam. Selanjutnya
irisan tersebut diperluas ke bawah mengikuti garis pemandu yang telah dibuat sebelumnya
sampai ke symphisis pubis. Maka organ dalam rongga perut dapat dilihat. Keadaan rongga
perut dan dinding perut dieksplorasi ada tidaknya darah atau cairan bebas lainnya,tebal lemak
dan otot dinding perut diperiksa untuk menilai status gizi serta hal-hal lain yang
menunjukkan tanda kekerasan atau kelainan. Selaput lendir yang normal akan tampak licin,
halus bewarna kelqabu mengkilat, namun bila terdapat peritonitis akan tampak tidak
rata,keruh dengan fibrin yang melekat. Letak puncak diafragma diperiksa dengan cara
membandingkan tinggi diafragma terhadap sela iga pada garis midklavikula. Distribusi
omentum terhadap usus dinilai ada tidaknya tanda-tanda kelainan atau tanda-tanda
kekerasan.4
Pembukaan rongga dada dilakukan setelah kulit dan otot dada dilepas dari
perlekatannya dengan cara memegang dinding perut bagian atas kemudian diiris sepanjang
perlekatan otot dengan dinding dada. Cara memegang dinding perut de ngan menggunakan
ibu jari yang diletakkan pada dinding perut bagian dalam sedangkan empat jari lainnya
dibagian luar, dinding perut dipegang dengan memuntir ke arah luar. Irisan dimulai dari otot-
otot sepanjang arcus costae ke atas setinggi tulang clavicula dan ke samping sampai garis
axillaris anterior. Pengirisan dilakukan dengan bagian perut pisau tegak lurus permukaan
tulang.Jaringan mammae dan diperiksa dengan melakukan perabaan irisan memanjang dari
aspek bawah jaringan kulit,dinding dada dan kelenjar mammae seperti resapan darah,patah
tulang ataupun tumor diperiksa dan dicatat. Kemudian sternum diangkat dengan melakukan
pemotongan costae pada kurang lebih 1 cm medial costochondral junction dengan pisau
panjang. Potongan dimulai dari costae ke 2 ke bawah sampai arkus costae. Alternatif lain
adalah dengan melakukan pengguntingan iga memakai gunting tulang. Setelah costae
terpotong dilanjutkan dengan pemisahan costa pertama,tulang clavicula terhadap manubrium
sterni. Cara nya dengan meneruskan irisan pada costae kedua arah kraniolateral menghindari
manubrium sterni sehingga costae dapat dilepas. Setelah costae pertama terpotong, maka
pemotongan diteruskan ke arah craniomedial menyusuri tepi bawah tulang clavicula untuk
mencapai sendi claviculosternaljunction. Bila pada kedua sisi pemotongan ini sudah
dilakukan,maka tulang sternum dapat dilepaskan dan organ-organ rongga dada akan terlihat.4
Jika pneumothoraks sudah dicurigai sebelumnya, dinding dada dapat dipunksi pada garis
midaksilaris setelah pengisian kulit yang direfleksikan dengan air untuk mengamati jika
keluar gelembung-gelembung udara. Tes ini jarang sekali berhasil dan tidak dapat berhasil
jika terdapat hubungan yang paten antara kavum pleura dan cabang bronkus. Jika ada tanda-
tanda tension pneunmothoraks, desis dari udara yang keluar mungkin dapat didengarkan
ketika ujung pisau menembus otot-otot interkostal dan pleura parietal. Kavum pleura dilihat
apakah ada perlengketan, efusi, pus, darah, fibrin dan bahkan isi lambung.3
Keadaan mediastinum dan letak kandung jantung terhadap kedua tepi paru diperiksa
dan dicatat. Pada orang dewasa yang dalam keadaan normal letak kandung jantung adalah
tiga jari diantara kedua tepi paru, bila letak kandung jantung satu jari diantara kedua tepi paru
berarti tempat pengembangan paru yang berlebihan. Kelenjar thymus pada anak-anak harus
diperhatikan keadaannya. Kemudian dengan tangan dilakukan penarikan paru ke arah medial
untuk menilai apakah ada perlekatan pleura dengan dinding dada atau menilai ada tidaknya
cairan bebas dalam rongga dada. Kemudian kandung jantung dibuka dengan melakukan
penguntingan pada dinding depan mengikuti bentuk huruf Y terbalik. Diperhatikan keadaan
rongga kandung jantung ada tidaknya cairan atau darah serta tanda-tanda kekerasan. Pada
keadaan normal didalam kandung jantung berisi cairan berwarna kuning jernih sebanyak
kurang lebih 20 cc.4
Pemeriksaan kemudian beralih pada rongga mulut,bila terdapat gigi yang patah atau
gigi palsu dilepaskan secara manual. Lidah dibebaskan bila tergigit dan didorong masuk
rongga mulut. Kemudian lidah dikeluarkan dengan cara melakukan pengirisan otot-otot dasar
mulut. Pengirisan dibuat tepat dibawah dagu mengelilingi permukaan dalam tulang
mandibula. Pengirisan ini dilakukan dengan hati-hati jangan sampai memotong kelenjar
parotis atau lidah yang mana nanti harus diperiksa untuk mengetahui ada tidaknya kelainan
patologi.3,4
Setelah otot-otot dasar mulut terpotong, maka dengan memasukkan jari tengah dan
jari telunjuk tangan kiri ke rongga mulut melalui daerahb yang terpotong tadi, lidah ditarik ke
belakang bawah, maka palatum mole dan durum dapat dilihat dan diperiksa. Kemudian
dengan pisau dipotong di daerah perbatasan palatum durum dan palatum mole,irisan
kemudian diperluas ke kanan dan kiri sampai bagian lateral plica pharingea, kemudian
melakukan pemisahan pharinx dan bagian depan dari corpus vertebra cervicales dengan pisau
sambil menarik lidah ke bawah, maka alat-alat rongga leher dapat dikeluarkan.3,4
II.4.2. PEMBUKAAN RONGGA KEPALA DAN PENGANGKATAN OTAK
Membuka rongga kepala pertama-tama membuuat irisan pemandu dengan mengatur rambut,
dipisahkan bagian depan dan belakang pada puncak kepala kemudian ke kanan dan ke
kiri.irisan dimulai dari prosesus mastoid kanan ke vertex kemudian prosesus mastoid kiri.
Irisan di buat sampai periousteum. Kulit kemudian di kupas dan di lipat kedepan sampai
kuarang lebih 1cm di atas margo supraorbitalis, kr belakang sampai protuberantia occipitalis
externa. Keadaan kulit bagian dalam dan tulang-tulang tengkorak di periksa kelainannya.
Rongga kepala kemudian dibuka dengan cara di gergaji. Di daerah frontal pada kuarng lebih
2 cm di atas lipatan kulit melingkar kemudian disamping kanan dan kiri setinggi 2cm diatas
daun telinga setelah memot ong muskulus temporalis. Penggergajian diteruskan ke belakang
dengan membentuk sudut 1200 sampai setinggi kurang lebih 2 cm di atas protuberentia
occipitalis externa. 3,4
Penggergajian dapat pula di kerjakan dengan cara menggergaji melingkari kepala.
Otot tewmporalis diiris dengan cara membuat mengelilingi tulang tengkorakdimana sudut itu
akan di gunakan saat menggergaji nanti. Namun otot temporalis harus tetap diperhatikan agar
saat mengembalikan tualang atap tenggkorak dapat dilakukan penjahitan. Penggergajian
harus hati-hati bila tebal tulang telah terlampaui, maka penggergajoiandi di hentikan. Dengan
T chisel dinasukan dibekas penggergajian kemudian diputar atau di congkel, maka tulang
atap tengkorak (calvaria) dilepas, dicium bau yang keluar dari luar rongga kepala sebab
beberapa racun dapat tercium baunya. Diperiksa dan dicatat keadaan bagian dalam tulang
atap tengkorak. Durameter diperiksa dan dicatat keadaannya. Durameter kemudian digunting
dengan mengikuti garis penggergajian dan daerah subduraldapat diperiksa kelainannya. 3,4
Alternative irisan terhadap kulit kepala bila menggunakan teknik insisi Y tipe ketiga,
pengirisan dimulai dari ujung irisan Y sisi kanan kemudian ke atas sepanjang vertex posterios
dan disambung pada disisi sebellanya. Tehnik irisan ini digunakan bila perlu melakukan
pemotongan pada wajah. 3
Di cari ada tidaknya memar di bawah jaringan kulit.bila terdapat luka-luka pada kepala
bagian belakang, maka kulit harus dibuka hingga tengkuk, dengan memperhatiakan jaringan
di belakang dan di bawah tiap teinga untuk mengetahui apakah luka tersebut menyebabkan
kerusqakan arteri vertebrobariler. Jika ada luka pada wajah, kulit wajah dapat dilepaskan
dimulai dari dahi hingga rahang. Pengirisan harus hati-hati jangan sampai kulit bagian luar
teriris karena akan menyulitkan dalam rekonstruksi. 3
Setelah durameter digunting mengikuti garis penggergajian, 2jari tangan kiri
diselipkan di bawah tipa lobus frontal. Dengan tarikan yang pelan, lobus frontalis diangkat
untuk memperlihatkan chiasma opticum dan nervus cranialis anterior. Falc cerebri kemudian
dapat dipotong untuk melepaskanb otak. Dengan ckalpel atau alat dengan ujung tumpul
dilewatkansepanjang dasar tempurung kepala untuk memisahkan nervi craniales, arteri
carotis interna dan tangkai kelenjar pituitary sampai mencapai tentorium. Kepala kemudian di
miringkan ke salah satu sisi, dua sisi di selipkan antara lobus temporalis dan tulang temporal,
maka tentorium dapat terlihat, kemudian dilakukan pemotongan sepanjang sisi dari
tentorium, mengikkuti garis os petrosus temporalis sampai ke dinding lateral dari tempurung
kepala. Kedaan yang sama dilakukan pada sisi yang lainnya. Kepala kemudain di kembalikan
pada posisi semula, dengan memasukkan sejauh mungkin pisau ke foramen magnum potong
nervi craniales yang masih tersisa, kemudian batang otak selanjutnya dipotong melintang.
Dengan tangan kiri menyangga lobus occipitalis dan dua jari tangan kanan (telunjuk dan jari
tengah) ditempatkan dikanan dan kiri batang otak, otak kemudian ditarik dan diluksir hingga
terangkat dari rongga kepala. Otak kemudian diletakkan pada piring skala, ditimbang dan
diukur sebelum dilakukan fiksasi atau pemotongan. 3,4
Dasar tengkorak kemudian diperiksa dengan melepas durameter yang masih melekat
menggunakan tang yang kuat untuk memperlihatkan adanya fraktur basis cranii. Os petrosus
temporalis dapat dipotong dengan penjepit tulang untuk memeriksa adanya infeksi telinga
tengah dan dalam.
Otak yang telah diangkat kemudian diperiksa selaput lunak otak (arachnoid), bentuk
gyrus dan sulcus, pembuluh darah dasar otak(a.vertebralis, a.basilaris, sirculus willisy dan
cabang-cabang pembuluh darah otak), pembuluh-pembuluh darah superfisial serta adanya
perdarahan. Seluruh otak selanjutnya ditimbang dan diukur. Otak kecil dan batang otak
(cerebellum dan medulla oblongata)dipisahkan dari otak besar (cerebrum) dengan memotong
pedunculusnya. Sebaiknya sebelum melakukan pemotongan otak untuk melihat
penampangnya, otak direndam dalam larutan formalin 10% selama kurang lebih tiga minggu
agar otak lebih padat sehingga tidak mudah hancur saat diiris. 3
Otak besar kemudian dipotong-potong secara serial. Potongan dapat dilakukan mulai
dari frontal secara paralel ke arah occipital, namun dapat juga melakukan potongan secara
horizontal. Bila melakukan potongan secara horizontal, maka keadaan ventrikel dapat
dibandingkan antara kanan dan kiri, adanya midline shift akibat desakan ruang dapat terlihat
dengan baik. Sedangkan bils membuat potongan dari frontal ke occipital, maka dapat
membandingkan keadaan otak kanan dan kiri. 3,4
Potongan secara frontal dilakukan sedemikian rupa sehingga struktur penting dalam
otak dapat terlihat. Potongan sebaiknya setipis mungkin yang dapat dilakukan. Minimal ada
tujuh potongan otak. Potongan pertama setinggi traktus olfaktorius sehingga dapat
mengevaluasi keadaan cornu frontale ventriculi serta thalamus. Potongan kedua setinggi
chiasma opticum, maka capsula interna et eksterna, putamen serta nuklei caudati dapat
dievaluasi. Potongan ketiga, setinggi tubercinerum. Potongan keempat setinggi corpora
mammilaria. Potongan kelima setinggi pedunculus cerebri. Potongan keenam setinggi
splenium corporis callosi serta potongan ketujuh didaerah occipital.
Otak kecil dipotong dengan potongan frontal ke arah pedunculi cerbellare rostrales,
seperti membuka buku. Di evaluasi penampang otak kecil adanya perdarahan serta kelainan
yang lain.
Batang otak dipotong paralel dari mulai pons, medulla oblongata sampai medulla
spinalis bagian proksimal. Bila terdapat perdarahan di batang otak, maka akan terjadi desakan
ruangan yang menimbulkan penekanan pada pusat pernafasan yang dapat mengakibatkan
kematian. 3,4
3. PEMERIKSAAN RONGGA KEPALA JENAZAH BAYI
Teknik pemeriksaan pada jenazah bayi hampir sama dengan dewasa, yang berbeda
adalah saat membuka rongga kepala. Pada jenazah bayi tulang tengkorak masih lunak
sehingga tidak memerlukan gergaji untuk membukanya. Cukup menggunakan gunting saja.
Tujuan pembukaan rongga kepala pada jenazah bayi untuk melihat apakah trauma dikepala
dalah akibat trauma saat jalan lahir atau cedera yang didapat setelah lahir. 3,4
Mengingat otak bayi lebih lunak dibandingkan otak dewasa, maka sebaiknya
dilakukan fiksasi dengan formalin 10 % terlebih dahulu. Caranya dengan melakukan
penyuntikan melalui daerah disekitar ubun-ubun besar kurang lebih 10 cc. Keuntungan
dilakukan fiksasi adalah membuat otak lebih padat, sehingga pemeriksaan adanya perdarahan
otak serta perkembangan gyrus dan sulcus dapat dilakukan dengan baik. Perkembangan gyrus
dan sulcus ini diperlukan untuk menentukan maturitas. 3,4
Irisan kulit dilakukan seperti pembukaan kulit pada dewasa. Setelah tulang atap
tengkorak terekspos dieksplorasi adanya resapan darah atau patahan tulang tengkorak.
Kemudian dengan menggunakan gunting dilakukan pemotongan tulang parietale kurang lebih
0,5 cm sampai 1 cm lateral dari garis median dimulai dari ubun-ubun besar ke arah belakang
sampai bagian posterior tulang ubun-ubun kemudian membelok ke arah lateral. Ke arah
depan pengguntingan dilanjutkan sampai ke tulang frontal kurang lebih 1 cm diatas lipatan
kulit, kemudian membelok ke arah lateral. Dengan demikian tulang parietal dapat dibuka
sperti jendela, daerah disekitar sutura sagitalis dapat ditarik ke atas untuk melihat keadaan
sinus sagitalis superior,falk cerebri dan sinus sagitalis inferior. Eksplorasi dilakukan untuk
mencari apakah ada robekan, resapan darah maupun perdarahan disekitar sinus dan falk
cerebri. Pada trauma jalan lahir terjadi moulage,dimana tulang-tulang atap tengkorak saling
tumpang tindih. Keadaan ini dapat dinilai dengan adanya perdarahan difuse pada falk cerebri.
Bila perdarahan terlokalisir,kemungkinan akinbat trauma-trauma benda tumpul setempat
yang terjadi saat bayi telah dilahirkan. 3,4
II.4.4. PENGANGKATAN ORGAN-ORGAN
Pegangkatan organ dalam dapat dilakukan dengan berbagai tehnik. Secara umum
Nterdapat 4 macam tehnik otopsi yaitu tehnik Rokintansky, Virchrow, Lettule dan Ghon.
Namun perkembangan selanjutnya teknik-teknik ini mengalami modifikasi dengan berbagai
alternatif yang digunakan untuk beberapa kepantingan. Keempat tehnik ini memiliki
kekuangan dan kelebihan sendiri-sendiri. Bagi pemeriksa kelebihan dan kekurangn masing-
masing tehnik dapat menjadi dasar pemilihan saat menjumpai kasus-kasus tertentu. Secara
ringakas bagan di bawah menjelskan bagaimana tehnik tersebut di lakukan. Untuk lebih
rincinya akan dibahas masing-masing tehnik secara tersendiri.6
4 Macam teknik pemeriksaan otopsi
GhonVirchowRokitansky Lettule
1. TEKNIK OTOPSI ROKITANSKY
Teknik pemeriksaan ini juga dikenal dengan in situ disection. Metodenya dengan
mengiris organ secar insitu, kemudian diperiksa secara langsung lalu di angkat untuk
pemeriksan secara telliti. Tehnik ini sebenernya jarang digunakan kecuali keadaan
membutuhkan waktu yang cepat dan informasi sekilas. Contohnya pada jenazah penyakit
menular, untuk membatasi risiko dan penyebaran penyakit pada pemeriksa. Pada jaman
ddahulu tehnik ini juga di gunakan pula bila melakukan pemeriksaan jenazah
dikediamannya.6
Langkah-langkah yang digunakan adalah:
Memeriksa mediastinum dan cavum pleura
Menarik paru-paru kedean dan mengiris masing-masing lobusnya
Membuka perikardium dan memotong jantung, pertama sisi kiri kemudian sisi kanan.
Meriksa isi abdomen
Mengiris hepar
Memotong galbladder
Mengiris spleen
Mengiris ginjal dan kelenjer adrenal
Membuka vesika urinaria
Diseksi organ in situ
Pengangkatan organ satu per satu
Diseksi en blok dan
pemisahan organ
Diseksi blok dan
pemisahan organ
Diseksi organ Diseksi organ Diseksi organ
Memotog genitalia interna
Membuka lambung
Mengiris pankreas
Membuka usus halus
Membuka dan memeriksa pembuluh darah besar dan cabang-cabangnya
2. TEKNIK OTOPSI VIRCHOW
Teknik ini cukup sederhana dan simple dengan cara engeluarkan organ satu-satu dan
dilakukan pemeriksaan. Dengan demikian kelainan pada masingmasing organ dapat segera
terlihat, namun hubungan anatomi untuk beberapa organ yang tergolong dalam satu sistem
menjadi hilang. Dengan demikian tehnik ini kurang baik bila digunakan pada otopsi forensik,
terutama pada kasus-kasus penembakan dengan senjata api dan pennusukan dengan senjata
tajam, yang menentukan salluran luak, arah serta dalam penetrasi yang terjadi.6
Langkah-langkah yang di kerjakan dalm tehnik Virchow adalah:
Memeriksa isi abdomen
Memeriksa cavum pleura
Membuka perikardium dan mengangkat jantung
Mengangkat paru kiri dan paru kanan
Menilai pharinx, oesophagus, trachea, kelenjar parathyroid dan kelenjar thyroid
Mengangkat spleen
Menilai traktus biliaris
Mengangkat intestinal
Membuka lambung
Mengangkat hepar
Mengangkat pankreas
Mengupas ginjal kiri dan kanan serta kelenjar adrenal
Mencari dan megurut ureter dengan mengunting sampai vesika urinaria
Memotong struktur organ-organ rongga pelvis
Memeriksa dan membuka pembuluh darah besar
3. TEKNIK OTOPSI LETTULE
Teknik ini sering juga di sebut dengan nama en masse dissection. Dengan pengangkatan
organ-organ tubuh secara masses ini, hubungan antar organ-organ tetap di pertahankan
setelah seluruh organ di keluarkan dari tubuh. Kesukaran tehnik ini adalah sukar dilakukan
tanpa pembantu, serta agak sulit dalam penanganan karena “panjang”nya kumpulan organ-
organ yang dikeluarkan bersama-sama ini.6
Langkah-langkah yang dikerjakan adalah:
Membuka tubuh dengan cara yang umum
Pembukaan struktur leher dengan cara menarik lidah secar umumnya
Mengengkat usus dari duedenum hingga rektum
Struktur pada rongga pelvis dippotong setinggi prostat atau cevix uteri
Transeksi pembuluh darah iliaca
Menyobek diaphragma dari dinding tubuh
Membebaskan gnjal kiri, kelenjar adrenal dan ureter
Melanjutkan irisan kearah tengah untuk membebaskan spleen dan pankraes dari jarigan lunak
dibelakngnya
Membebaskan hepar, ginjal kanan, kelenjar adrenal dan ureter
Melanjutkan risan ke arah tengah diblakang struktur retroperitonal
Membebaskan organ thorax dari tepi kanan dan kiri
Mengidentifikasi duktus thoraxicus
Membebaskan organ-organ thorax dari jaringan lunak di belakangnya
Potong pembuluh darah kecil dan perlengketan dengan jaringan lunak
Angkat seluruh organ keatas meja periksa untuk dilakukan pemotongan dan pemeriksaan
lebh lanjut.
Setelah rongga tubuh dibuka, organ-organ leher, dada diafragma dan perut di keluarkan
sekaligus (en massa). Kemudian diletakakan keatas meja dengan permukaan posterior
menghadap keatas. Pleksus coeliacus dan kelenjar-kelenjar para aorta diperiksa. Aorta dibuka
hingga arcus aorta dan aa. Renalis kanan dan kiri dibuka serta di periksa. Aorta diputus diatas
a.renalis ractum di pisahkan dari sigmoid. Organ–organ urogenitaldi pisahkan dari organ-
organ lainnya. Bagiam proksimal jejenum diikat pada dua tempet dan kemudian diputus
diantara kedua ikatan tersebut, dan usus-usus dapat dilepaskan. Oesophagus dilepaskan dari
trakhea, tetapi hubungannya dengan lambung dipertahankan. Vena cava inferior serta aorta
diputus di atas diafragma dengan demikian organ-organ leher dan dada dapat dilepaskan dari
organ-organ perut6,10
4. TEKNIK OTOPSI GHON
Teknik ini sering juga disebut dengan nama en block disection. Setelah rongga tubuh
dibuka, organ leher dan dada, hati limpa dan organ-organ pencernaan serta organ-organ
urogenital diangkat kelar sebagai tiga kumpulan organ. Tehnik ini relatif lebih cepat dan lebih
mudah hubungan antar organ penting masih dapat dipertahankan, sehingga bila ada
kegagalan satu organ yang mempengaruhi organ lai dapat diketahui. Namun kelemahan
metode ini misal pada kasus sirosis hepatis dan hipertensi portal yang mengakibatkan adanya
varises oesophageal. Hal ini terjadi karena hubungan antara keadaan tersebut dirusak oleh
pemotongan oesophagus diatas diaphragma. Namun tiap ahli dapat mengembangkan sendir
tehnik. Ini sesuai dengan kasus yang dihadapi.6,10
Langkah-langkah yang dikerjakan pada tehnik oropsi Ghon adalah membagi organ dalam
tiga blok :
Blok pertama atau blok thorax
Pembukaan struktur leher dengan cara menarik llidah seperti umum.
Membebaskan perlengketan plera dan mengidentifikasi ductus thoraxicus
Menarik struktur leher dari perlengketan dengan jaringan lunak dibelakangnya.
Mengidentifikasi oesophagus, mengikat dan menggunting
Memisahkan aorta descenden
Mengangkat thoracic pluck
Blok kedua atau blok intestinal
Mengidentifikasi duodenojejunal junction, membuat dua ikatan dan menggunting
diantara keduanya.
Mengidentifikasi rectum bagian atas / sigmoid bagian bawah dan membebaskannya
dari jarinagn lunak disekitarnya
Memotong rectum bagian atas dan mulai memotong mesenterium dket dinding usus
atau memulai memotong mesenterium dari ikatan di duodenojejunal junction ke
bawah
Membebaskan usu halus dan usus besar ari gantungannya (mesenterium)
Mengangkat selluruh usus untuk diperiksa lebih lanjut.
Blok ketiga atau celiac
Mengidentifikasi limfa dan menarik ke arahmedial untuk memotong secara posterior
di depan ginjal sampai garis tengah tubuh.
Membebaskan hepar dan memotong secara posterior jaringan lunak peritoneal dan
retroperitoneal didepan ginjal sampai garis tengah tubuh.
Mengangkat organ-organ tersebut dalam satu kelompok (hepar, pancreas, duodenum,
lambung dan limfa)
Memeriksa aorta abdominalis dengan cara menggunting sampai ke cabang-cabangnya
yang ke bagian depan.6
Blok keempat atau blok urogenital
Memotong dibelakang ginjal untuk melepaskannya (termasuk kelenjar adrenal) dari
jaringan lunak disekitarnya baik ginjal kanan ataupun kiri’
Memotong jaringan retroperitoneal untuk mencari ureter dan mengurut dengan
menggunting sampai ke vesika urinaria.
Jaringan lunak disekitar vesika urinaria dilepaskan secara tumpul.
Genggam jaringan dibawah vesika urinaria dan potong setinggi prostat atau serviks
uteri.
Organ-organ rongga pelvis dilepaskan dari perlekatan sekelilingnya.
Pisahkan pembuluh darah illiaca.
Angkat organ-organ tersebut dalam satu kelompok untuk diperiksa lebih lanjut.6
II.5 PEMERIKSAAN ORGAN-ORGAN
Pemeriksaan tiap organ adalah hal penting lain setelah semua organ dikeluarkan. Tujuannya
adalah untuk mencari kelainan dari masing-masing organ yang berpengaruh menyebabkan
kematian. Pemeriksaan dilakukan secara sistematis dari organ yang teratas kebawah. Berikut
ini akan dibahas pemeriksaan pada tiap organ.
1. Pemeriksaan Lidah dan Struktur Leher
Pemeriksaan alat dalam dimulai dari lidah, esofagus sampai meliputi alat tubuh
lainnya.Setelah organ-organ blok pertama pada teknik Ghon berhasil diangkat diletakkan
pada meja periksa dengan posisi posterior menghadap ke ventral. Lidah diperiksa
permukaannya serta dibuat penampangnya dengan cara mengiris, tetapi jangan sampai
terpotong seluruh ketebalannya. Tonsil, pita suara dan struktur oropharing diperhatikan.
Esophagus diperiksa, kemudian digunting sepanjang dinding belakangnya dari distal ke
proksimal dan diperiksa keadaan lumen dan selaput lendirnya. Kemudian esophagus diangkat
sehingga tampak dinding belakang trachea Esofagus dilihat dari trachea apakah ada varises
atau striktur.Dari arah epiglottis diperhatikan struktur yang ada, kemudian digunting
sepanjang dinding belakang trachea (bagian jaringan ikat pada cincin trachea) sampai
mencapai cabang bronchus kanan dan kiri. Perhatikan keadaan lumen, adanya benda asing,
busa, darah serta keadaan selaput lendirnya. Periksa tulang thyroid bila baik. Jaringan lunak
lapisan otot sampai terlihat apakah ada perdarahan. Kekerasan pada daerah leher yang
sifatnya lunak, sehingga perdarahan hanya sampai jaringan otot tidak sampai subkutis
Kemudian blok dibalik sehingga bagian anterior menghadap ventral. Periksa keadaan
kelenjar gondok dengan sebelumnya melepaskan otot-otot leher di sekitarnya, untuk mencari
tanda-tanda kekerasan atau penyakit. Pada daerah ini kita memeriksa lapis demi lapis jadi
jaringan lunak mulai dari jaringan ikat kita lepaskan sampai dengan otot kita lepaskan sambil
memeriksa apakah ada perdarahan di antara otot. Pemeriksaan otot-otot leher ini berguna
untuk mengetahui adakah kekerasan pada leher yang sifatnya agak lunak sehingga
perdarahan akan terlihat di otot-otot tapi tidak terlihat di subkutis.
Dengan terkelupasnya otot-otot maka kita dapat melihat kelenjar gondok. Kelenjar
gondok ini kemudian kita pisahkan. Inilah kelenjar thyroid yang sudah lepas, dan dinilai
bagaimana warna, konsistensinya, apakah ada kelainan atau resapan darah.
Setelah itu dilakukan pemeriksaan terhadap tulang hyoid, tulang rawan thyroid dan
cricoids apakah ada kelainan dan patah tulang. Setelah semua diperiksa barulah dipisahkan
paru-paru dari saluran nafas dengan cara digunting dibagian hilusnya. Jantung di angkat
dengan cara digunting dibagian hilusnya. Jantung diangkat dengan cara digunting dari
pembuluh darah besar yang keluar masuk jantung sejauh mungkin dari pangkalnya,kemudian
diperhatikan pembuluh-pembuluh darah tersebut untuk mencari adanya embolus.
2. Pemeriksaan Jantung
Pemeriksaan jantung diawali memposisikan sesuai dengan posisi anatomis. Jantung
diperiksa ukurannya, beratnya dan permukaan epicardial. Kemudian pemeriksaan selajutnya
adalah arteri coronaria. Diperiksa dari tempat percabangannya.dari aorta yaitu dicari diantara
aorta dan auricle kiri maupun kanan ditelusuri sepanjang perjalanannya. Ada 2 metode dalam
pemeriksaan arteri ini yaitu dengan cara diiris secara transversal dan dengan digunting secara
longitudinal. Diperhatikan lumen arteri bila ada atheroma, maka diperkirakan berapa persen
lebar lumen yang masih dapat dialiri darah dengan cara membandingkan lebar lumen dan
diagram.
Pembukaan jantung terdapat bermacam variasi, tergantung dari kebutuhan terutama
pada penyakit-penyakit tertentu. Secara umum ada 2 teknik dasar pemotongan jantung yaitu
dengan membuka sepanjang aliran darah dan memotong melalui kedua ventrikel secara
parallel (ventricular slicing). Keuntungan pemeriksaan ventricular slicing adalah untuk
mencari ischemia dan kecurigaan adanya infark myocard. Namun teknik ini tidak umum
karena tidak dapat untuk mencari anomali lain. Teknik yang umum digunakan adalah dengan
memotong sepanjang peredaran darah.
Pemeriksaaan dengann metode ventricular slicing, langkah awalnya adalah
memposisikan jantung sesuai dengan letak anatomis. Potongan dimulai dari kurang lebih 3
cm diatas apex, kemudian secara paralel kurang lebih 3 cm diatas apex, kemudian secara
paralel kurang lebih tiap 1 cm dipotong kea rah proksimal sampai kurang lebih 1 cm dibawah
lingkar katup ventrikel. Hasil irisan kemudian diperiksa bila ada fokal lesi didokumentasikan
dan dicatat. Pengirisan kemudian dilanjutkan dengan cara yang sama seperti pemotongan
mengikuti sepanjang aliran darah.
Pemeriksaan dengan pemotongan mengikuti sepanjang aliran darah dimulai dengan
menggunting pertemuan antara vena cava superior dengan vena cava inferior pada dinding
belakangnya, diperhatikan apakah ada kelainan. Tusuk rongga atrium kanan hingga
menembus apex dengan menggunakan pisau panjang yang mata pisaunya diarahkan kelateral,
kemudian iris kearah lateral, diperhatikanjumlah dan keadaan katub tricuspid, panjang lingkar
katub, corda tendinea, musculi papilares serta kelainan yang ada. Tebal otot jantung kanan
diukur dengan cara terlebih dahulu mengiris dinding belakang atrium kanan kurang lebih 1
cm dibawah katub tricuspid secara tegak lurus. Dinding depan janung kanan digunting
kurang lebih 0,5 cm lateral dari septum mulai dari apex kea rah atas menyusuri septum
sampai ke arteri pulmonalis. Keadaan katub semilunaris pulmonal diperiksa keadaannya,
panjang lingkar katubnya serta kelainan yag ada. Selanjutnya dilakukan pembukaan serambi
dan bilik kiri, dimulai dengan cara menggunting pertemuaan antara vena pulmonalis kanan
dengan vena pulmonalis kiri pada dinding belakangnya, diperhatikan kelainan yang ada.
Rongga atrium kiri ditusuk hingga menembus apex dengan menggunakan pisau panjang
seperti pada atrium kiri, kemudian iris kea rah lateral,diperhatikan jumlah dan keadaan katub
mitral, panjang lingkar katub, corda tendinea, muskuli papiulares serta kelainan yang ada.
Tebal otot jantung kiri diukur dengan cara terlebih dahulu mengiris dinding belakang atrium
kiri kurang lebih 1 cm dibawah katub mitral secara tegak lurus. Dinding depan jantung kiri
digunting kurang lebih 0,5 cm lateral dari septum mulai dari apex kea rah atas menyusuri
septum sampai ke aorta, keadaan katub semilunaris aorta diperiksa keadaannya, panjang
lingkar katubnya serta kelainan yang ada.
Lepaskan jantung dari jaringan sekitarnya seperti paru. Inspeksi paru apakah ada
perdarahan (aspirasi darah), edem, luka, atau sisa-sisa infeksi sebelumnya. Normalnya
berwarna merah kelabu agak ungu dan pada perabaan seperti busa dan ada derik udara. Paru
dibelah untuk melihat penampangnya, apakah ada cairan/darah/busa. Jika busa banyak maka
curiga adanya edem paru. Timbang paru, normalnya 225-300 gram.
Periksa jantung dengan melihat adanya perdarahan atau sikatriks. Periksa pembuluh
nadi koroner dibagian depan a. coronaria dinilai dengan cara dipotong sehingga terlihat
penampangnya . pembuluh darah tidak menebal atau kolaps.
Buka daerah atrium, potong vena cava superior dan inferior sehingga terbuka. Cara
membuka daerah atrium kanan, tusuk pisau sampai ventrikel kanan lalu potong kearah lateral
sehinga atrium dan ventrikel kanan terbuka. Lihat adanya kelainan, periksa katup dan ukur
panjang katup serambi dan bilik kanan. Lakukan hal yang sama pada sisi jantung kiri.
Periksa penampang sehat ventrikel apakah ada sikatriks, tebal otot ventrikel dan kiri
diukur.Arteri coronaria jantung dipotong sedikit-sedikit apakah ada perkapuran atau
penebalan. Jantung diperiksa dengan, mulai dari bagian anterior. Jadi anterior terletak di atas,
tentu saja berarti daerah yang tipis dindingnya, yaitu daerah kanan. Kemudian kita nilai
permukaannya adakah bercak-bercak perdarahan, bercak-bercak sikatriks, atau titik-titik
perdarahan. Kemudian kita periksa pembuluh nadi koroner bagian depan. Arteri koroner kita
nilai dengan cara memotong daerah tersebut sehingga melihat penampangnya. Ini yang
dipotong adalah pada daerah arteri -- ramus desendens arteri carotis sinistra.
Yang terlihat ini adalah pembuluh nadi yang masih tidak menebal dindingnya dan
masih kolaps artinya dia tidak mengalami asklerotik. Dan dibuka lebih dahulu, dengan cara
pertama-tama kita buka dahulu pada daerah atrium. Hubungkan terlebih dahulu antara lubang
atau muara dari vena cava superior dengan vena cava inferior, sehingga akan telihat satu
lubang yang besar pada daerah jantung, atau atrium kanan. Kemudian tusukkan pisau hingga
ke ventrikel sampai mendekati apeks dan dipotong ke arah lateral, sehingga terbuka baik
atrium maupun ventrikel kanan. Kita periksa kemudian adakah kelainan, lepaskan beberapa
jaringan yang masih mengikat. Kemudian anda periksa katup serambi-bilik kanan. Jadi
diperiksa adakah kelainan dan kemudian diukur. Ukuran ini adalah ukuran lingkaran katub
serambi bilik kanan
Kemudian potong dengan gunting dari ujung bawah atau apeks ke atas mendekati
lebih kurang 1 cm dari sisi septum dan keluar di arteri pulmonalis. Ditemukan katup
pulmonalis, kemudian diperiksa ada kelainan atau tidak, lalu diukur.
Lanjutkan pemeriksaan pada jantung sisi kiri, jantung sebelah kiri ototnya lebih tebal,
ukur aorta. Lakukan pemeriksaan penampang sekat ventrikel dengan cara meletakkan di atas
meja dan memotong dengan arah mendatar, maka terlihat penampang otot-otot sekat
ventrikel, yang diperiksa adalah apakah ada bercak-bercak perdarahan atau bercak-bercak
sikratik.Tebal otot jantung ventrikel kanan kiri dan sekat ventrikel diukur dengan cara
membuat potongan tegak lurus, kemudian diukur ototnya pada potongan penampang tadi.
Demikian halnya dengan dinding sebelah kiri lebih tebal, ototnya tanpa lemak. Ini
arteri koronaria jantung,diperiksa apakah ada sumbatan pada bagian muara atau apakah ada
pengapuran atau ketebalan.
3. Pemeriksaan Paru-paru
Masing-masing paru dipotong pada hilusnya. Pada umumnya berat masing-masing
paru orang dewasa berkisar antara 350 sampai 450 gram. Berat paru-paru harus diperiksa
sebelum dilakukan pengirisan. Pengirisan dimulai dengan membuka jalan nafas cabang
utama ke cabang-cabang yang terkecil yaitu dari medial ke lateral. Pengisian paru dilakukan
secara horizontal melalui masing-masing lobus dengan pisau besar seperti pisau otak. Dengan
demikian secara keseluruhan bila ada lesi dapat tampak jelas.
Paru-paru di periksa dengan cara: pertama inspeksi, dilihat apakah ada daerah-daerah
perdarahan, daerah-daerah aspirasi darah, atau cidera, atau luka-luka, infeksi sebelumnya,
atau perlekatan dan sebagainya. Umumnya pau-paru yang normal berwarna merah kelabu
agak ungu. Kemudian kita melakukan perabaan. Paru yang normal akan teraba seperti busa
atau spons, atau teraba derik udaranya.
Sesudah kita periksa seluruhnya baru kita melakukan pemotongan. Kita pisahkan dulu
dari jaringan sekitarnya, kemudian paru akan dibelah untuk melihat penampangnya. Pada
penampang kita lihat apakah mengalir cukup darah dari potongan, dan cairan atau busa.
Adanya darah dan busa yang berlebihan menunjukkan adanya oedema paru dan
perbendungan. Paru-paru ditimbang. Paru –paru yang normal memiliki berat kurang lebih
antaa 225 – 300 gram. Pada paru-paru ini terlihat lebih dari 400, mungkin sedikit oedema.”
4. Pemeriksaan Usus
Pemeriksaan lumen usus dilakukan dengan memperhatikan keadaan dari eksternal,
bila tidak ada kelainan yang nyata, maka dilakukan pengguntingan sepanjang usus pada tepi
antimesenteric. Bila diperlukan untuk pemeriksaan, usus beserta isinya diambil dengan cara
mengikat usus kurang lebih sepanjang 5-6 cm dengan benang kemudian digunting ditiap
ujungnya.10
5. Pemeriksaan Hepar dan Gallblader
Gallblader atau kantung empedu diperiksa ada tidaknya sumbatan sebelum dipisahkan
dari hepar. Caranya dengan memeriksa di daerah ampula vatery duodenum. Pemeriksaan ini
dapat menggunakan sonde yang dipasang dari ostiumnya di duodenum, kemudian ditelusuri
sampai ke gallbladder atau dengan memperhatikan banyaknya empedu yang mengalir ke
duodenum cara pertama memiliki kelemahan bila adanya batu pada saluran empedu (duktus
biliaris), maka batu tersebut akan terdorong oleh probe (sonde). Kemudian gallbladder dapat
diangkat secara intoto dan dapat langsung dijadikan sampel untuk pemeriksaan toksikologi. 10
6. Lambung
Isi lambung sering diperlukan untuk pemeriksaan kimia atau toksikologi. Cara
tercepat dan termudah adalah mencuci permukaan luar lambung kemudian menggunting
kurvatura mayor dengan hati- hati, maka isi lambung dapat dikeluarkan dan ditaruh pada
wadah yang bersih. Setelah isi lambung keluar, maka dapat dinilai keadaan selaput lendirnya.
Selaput lendirnya berwarna putih kemerahan. Dapat kita nilai juga adakah erosi, ulserasi,
ataupun perdarahan.10
7. Lien
Lien normalnya berwarna ungu, permukaannya keriput, dan kenyal. Pengirisan untuk
melihat penampang lien dilakukan dengan melakukan pemotongan paralel secara vertikal.
Penampang lien kemudian diperiksa dengan seksama, penampang yang normal akan
memberikan gambaran yang jelas, berwarna merah kecoklatan, pada saat diusap pisau akan
ada jaringan penampang yang ikut terbawa. Dilakukan pengikisan, pada limpa yang normal
tidak banyak terjadi fibrosis. maka pada pengikisan jaringan akan banyak yang ikut terbawa.
Kemudian limfa di timbang. Saat menimbang bagian belakang atau posterior terletak
diatas.9,10
8. Pancreas
Pancreas permukaannya berbaga-baga berwarna kuning kecoklatan, perabaan kenyal.
Untuk melihat keadaan cortex dan medula pancreas dilakukan pengirisan dari arah caput ke
cauda pancreas. Diperiksa apakah ada perdarahan di daerah cortex dan medula.9,10
9. Ginjal dan ureter
Ginjal orang dewasa normalnya berukuran 11 x 6 x 3 cm dengan berat sekitar 150
gram. Ginjal yang baik korteksnya kira kira menempati 1/3 dari total ginjal. Kita bisa lihat
daerah korteks dan medulla dibedakan, kemudian kita periksa kaliksesnya, lalu “radiks”,
kandung kencing. Dilakukan pemeriksaan eksternal dengan memperhatikan capsula adiposa
serta renalis, permukaan ginjal apakah berbenjol-benjol atau ada kelainan kongeintal.
Kemudian dilakukan pengirisan penampang ginjal dengan irisan longitudinal sepanjang sisi
lateral ke arah medial. Lalu dapat kita nilai apakah ada tanda-tanda radang, kekerasan,
ataupun batu ginjal.
Ureter dibuka saat pengangkatan organ sesuai dengan teknik yang digunakan.
Digunting sepanjang salurannya dan diperhatikan adakah penyempitan ataupun adanya batu
sepanjang salurannya.9,10
10. Vesica urinaria
Vesica urinaria diperiksa dengan cara menggunting dinding posteriornya daru muara
ureter kanan ke muara yang kiri. Kemudian digunting pada pertengahannnya sampai ke
muara uretra interna, maka keadaan selaput lendirnya dapat terlihat jelas untuk pemeriksaan
makroskopis.10
11. Adrenal
Kelenjar supra renal ini bentuknya biasanya tidak beraturan, trapezium, segitika dan
seterusnya. Jika dipotong penampangnya akan terlihat daerah kuning (kortexnya kuning),
daerah tengahnya atau medullanya berwarna coklat.10
II.6 SETELAH PEMERIKSAAN
Setelah pemeriksaan selesai masih banyak kegiatan yang harus dikerjakan.
Diantaranya adalah mengembalikan organ dan menutup tubuh jenazah, mengirim sampel
jaringan, melakukan interpretasi atas hasil pemeriksaan untuk menentukan sebab kematian,
menuangkan semuanya dalam suatu laporan tertulis, serta bila kasus yang ditangani
berhubungan dengan hukum, maka pemeriksa juga harus mempersiapkan diri untuk
membiarkan keterangan ahli di depan pengadilan. Semua hal tersebut akan di bahas di bawah
ini.
1. Pengembalian organ dan penutupan tubuh (Rekonstruksi)
Semua organ dikembalikan ke dalam tubuh. Otak harus dimasukkan kembali kedalam
rongga kepala, tulang atap tengkorak dipasang kembali pada tempatnya serta kulit kepala
dijahit. Lidah diletakan di rongga mulut. Organ lain cukup diletakkan dalam rongga perut dan
dada. Tulang sternum diletakkan pada tempatnya kemudian kulit dada dan perut dijahit
dengan rapi. Bila ada luka-luka tersebut. Setelah tubuh jenazah rapi, kemudian jenazah
dibersihkan (dimandikan). Jenazah kemudian dapat diserahkan langsung pada keluarga yang
bila dilakukan adalah pemeriksaan otopsi klinik, namun bila pemeriksaan otopsi forensik,
maka jenazah diserahkan kepada pihak penyidik, kemudian pihak penyidik yang
menyerahkan jenazah pada pihak keluarga.9,10
2. Pengiriman Sampel
Bila diperlukan pemeriksaan penunjang laboratorium untuk mendukung diagnosis sebab
kematian, maka pengiriman dan pengawetan sampel menjadi hal yang sangat penting. Bahan
pengawetan jaringan dipertimbangkan sesuai kebutuhan pemeriksaan serta jangka waktu
sampai ke laboratorium yang dituju. Sampel jaringan harus ditempatkan dalam wadah yang
tidak mudah tumpah seperti toples dengan tutup yang rapat, diberi label, kemudian dibungkus
didepan penyidik (bila kasus berhubungan dengan hukum) kemudian dilak dan disegel oleh
penyidik. Pengiriman sampel harus disertai surat permintaan pemeriksaan, laporan otopsi
sementrara, berita acara pembungkusan dan penyegelan barang bukti.9
3. Penentuan Sebab Kematian
Sebab kematian adalah penyakit atau cidera yang bertanggung jawab atas terjadinya
kematian, sedangkan mekanisme kematian adalah gangguan fisiologis yang diakibatkan dari
kelainan yang ditimbulkan oleh sebab kematian. Untuk membuat kesimpulan suatu sebab
kematian penting untuk memperhatikan semua aspek yang telah dilakukan pada pemeriksaan
termasuk pemeriksaan penunjang laboratorium.9
4. Laporan Hasil Pemeriksaan
Pembuatan laporan adalah kegiatan yang sama pentingnya dengan pemeriksaan otopsi itu
sendiri. Laporan tertulis seseorang dokter diindonesia atas objek yang diperiksa berupa tubuh
manusia hidup atau mati maupun bagian tubuh untuk kepentingan peradilan dikenal dengan
nama Visum et Repertum. Laporan ini mempunyai tanggung jawab hukum sehungga
pembuatannya haruslah dengan rasa tanggung jawab. Laporan dibuat segera setelah
pemeriksaan selesai agar pemeriksa masih mengingat apa yang diperiksa, apakah sesuai
dengan yang telah dicatat. Laporan kemudian diserahkan pada pihak penyidik. Bila
pemeriksaan yang dilakukan adalah otopsi klinik, maka laporan diserahkan pada tim komite
audit medik.9
BAB III
PEMERIKSAAN PADA KASUS-KASUS TERTENTU
A. Pemeriksaan Pada Kasus Emboli Udara
Pada emboli sistemik udara masuk melalui pembuluh vena yang ada di paru-paru, misalnya
pada trauma dada dan trauma daerah mediastinum yang merobek paru-paru dan merobek
pembuluh venanya.5,10
Emboli pulmoner adalah emboli yang tersering, udara masuk melalui pembuluh-pembuluh
vena besar yang terfiksasi, misalnya pada daerah leher bagian bawah, lipat paha atau daerah
sekitar rahim (yang sedang hamil); dapat pula pada daerah lain, misalnya pembuluh vena
pergelangan tangan sewaktu diinfus, dan udara masuk melalui jarum infus tadi. Fiksasi ini
penting, mengingat bahwa tekanan vena lebih kecil dari tekanan udara luar, sehingga jika ada
robekan pada vena, vena tersebut akan menguncup, hal ini ditambah lagi dengan pergerakan
pernapasan, yang ”menyedot”.5,10
buat sayatan ”I”, dimulai dari incisura jugularis, ke arah bawah sampai ke symphisis pubis,
potong rawan iga mulai dari iga ke-3 kiri dan kanan, pisahkan rawan iga dan tulang dada
keatas sampai ke perbatasan antara iga ke-2 dan iga0 ke-3,
potong tulang dada setinggi perbatasan antara tulang iga ke-2 dan ke-3,
setelah kandung jantung tampak, buat insisi pada bagian depan kandung jantung dengan
insisi ”I”, sepanjang kira-kira 5-7 sentimeter, kedua ujung sayatan tersebut dijepit dan
diangkat dengan pinset (untuk mencegah air yang keluar),
masukkan air ke dalam kandung jantung, melalui insisi yang telah dibuat tadi, akan tetapi bila
jantung tetap terapung, maka hal ini merupakan pertanda adanya udara dalam bilik jantung,
tusuk dengan pisau organ yang runcing, tepat di daerah bilik jantung kanan, yang berbatasan
dengan pangkal a. Pulmonalis, kemudian putar pisau itu 90 derajat; gelembung-gelembung
udara yang keluar menandakan tes emboli hasilnya positif,
bila tidak jelas atau ragu-ragu, lakukan pengurutan pada a. Pulmonalis, ke arah bilik jantung,
untuk melihat keluarnya gelembung udara,
bila kasus yang dihadapi adalah kasus abortus, maka pemeriksaan dengan prinsip yang sama,
dilakukan mulai dari rahim dan berakhir pada jantung,
semua yang disebut di atas adalah untuk melakukan tes emboli pulmoner, untuk tes emboli
sistemik, pada prinsipnya sama, letak perbedaannya adalah : pada tes emboli sistemik tidak
dilakukan penusukan ventrikel, tetapi sayatan melintang pada a. Coronaria sinistra ramus
desenden, secara serial beberapa tempat, dan diadakan pengurutan atas nadi tersebut, agar
tampak gelembung kecil yang keluar,
dosis fatal untuk emboli udara pulmoner 150-130 ml, sedangkan untuk emboli sistemik hanya
beberapa ml.
Emboli udara, baik yang sistemik maupun emboli udara pulmoner, tidak jarang terjadi.
B. Pemeriksaan Pada Jenazah Bayi
Tes apung paru-paru dikerjakan untuk mengtahui apakah bayi yang diperiksa itu pernah
hidup. Untuk melaksanakan test ini, persyaratannya sama dengan test emboli udara, yakni
mayatnya harus segar.5 Cara melakukan tes apung paru-paru:
Keluarkan alat-alat dalam rongga mulut, leher dan rongga dada dalam satu kesatuan, pangkal
dari esophagus dan trakea boleh diikat.
Apungkan seluruh alat-alat tersebut pada bak yang berisi air.
Bila terapung lepaskan organ paru-paru, baik yang kiri maupun yang kanan.
Apungkan kedua organ paru-paru tadi, bila terapung lanjutkan dengan pemisahan masing-
masing lobus, kanan terdapat lima lobus dan kiri dua lobus.
Apungkan semua lobus tersebut, catat yang mana yang tenggelam dan mana yang terapung.
Lobus yang terapung diambil sebagian, yaitu tiap-tiap lobus 5 potong dengan ukuran 5 mm x
5 mm, dari tempat yang terpisah dan perifer.
Apungkan ke 25 potongan kecil-kecil tersebut, bila terapung, letakkan potongan tersebu pada
dua karton, dan lakukan penginjakan dengan menggunakan berat badan, kemudian
dimasukkan kembali ke dalam air.
Bila terapung berarti tes apung paru positif, paru-paru mengandung udara, bayi tersebut
pernah dilahirkan hidup.
Bila hanya sebagian yang terapung, kemungkinan terjadi pernafasan partial, bayi tetap pernah
dilahirkan hidup.
C. Pemeriksaan Pada Kasus Pneumothoraks
Pada trauma di daerah dada, ada kemungkinan jaringan paru robek, sedemikian rupa
sehingga terjadi mekanisme ”ventil” di mana udara yang masuk ke paru-paru akan diteruskan
ke dalam rongga dada, dan tidak dapat keluar kembali, sehingga terjadi kumulasi udara,
dengan akibat paru-paru akan kolaps dan korban akan mati.
Diagnosa pneumothorax yang fatal semata-mata atas dasar test ini, bila test ini tidak
dilakukan, diagnosa sifatnya hanya dugaan.5
Cara melakukan test ini adalah sebagai berikut:
buka kulit dinding dada pada bagian yang tertinggi dari dada, yaitu sekitar iga ke 4 dan 5
( udara akan berada pada tempat yang tertinggi ),
buat ”kantung” dari kulit dada tersebut mengelilingi separuhnya dari daerah iga 4 dan 5
( sekitar 10 x 5 cm )
pada kantung tersebut kemudian diisi air, dan selanjutnya tusuk dengan pisau, adanya
gelembung udara yang keluar berarti ada pneumothorax; dan bila diperiksa paru-parunya,
paru-paru tersebut tampak kollaps,
cara lain: setelah dibuat kantung , kantung ditusuk dengan spuit besar dengan jarum besar
yang berisi air separuhnya pada spuit tersebut bila ada pneumothorax, tampak gelembung-
gelembung udara pada spuit tadi.5
D. Pemeriksaan Pada Kasus Kekerasan Di Sekitar Leher
Buat insisi ”I”, yang dimulai dari incisura jugularis, ke arah bawah seperti biasa, sampai ke
simpisis os pubis.
Buka rongga dada, dengan jalan memotong tulang dada dan iga-iga.
Keluarkan jantung, dengan menggunting mulai dari v.cava inferior, vv.pulmonalis,
a.pulmonalis, v.cava superior dan terakhir aorta.
Buka rongga tengkorak, dan keluarkan organ otaknya.
Dengan adanya bantalan kayu pada daerah punggung, maka daerah leher akan bersih
dari darah, oleh karena darah telah mengalir ke atas ke arah tengkorak dan ke bawah, ke arah
rongga dada dengan demikian pemeriksaan dapat dimulai.
Insisi ini dimaksudkan agar daerah leher dapat bersih dari darah, sehingga kelainan
yang minimalpun dapat terlihat; misalnya pada kasus pencekikan, penjeratan, dan
penggantungan. Prinsip dari teknik ini adalah pemeriksaan daerah dilakukan paling akhir.5
BAB IV
KESIMPULAN
Otopsi adalah pemeriksaan terhadap bagian luar maupun dalam, dengan tujuan menemukan
proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan interpretasi atau penemuan-penemuan
tersebut, menerangkan penyebab kematian serta mencari hubungan sebab akibat antara
kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian.
Pada umumnya terdapat 2 teknik pembukaan rongga dada dan perut yaitu irisan I dan 3 jenis
irisan Y sedangkan pada pengankatan organ terdapat 4 teknik yaitu rokitansky, virchow,
lettule, dan ghon. Pemeriksaan dilakukan perorgan untuk menilai ukuran, beratnya, perabaan,
dan potongan melintangnya untuk mencari kelainan-kelainan yang terjadi.
Pada kasus tertentu seperti emboli udara, pneumothoraks, kasus kekerasan pada leher, dan
pada bayi dapat dilakukan pemeriksaan tertentu. Pada kasus pneumothoraks dan emboli
udara dilakukan pemeriksaan terhadap organ seperti jantung atau paru degan cara
ditenggelamkan dan dinilai adakah udara dengan melihat apakah organ tersebut terapung atau
tidak Atau dapat dilihat juga dari gelembung udara yang keluar dari organ. Pada kekerasan di
leher, diposisikan mayat agar lapang pandang pada bagian leher dapat lebih bersih sehingga
dapat dinilai tanda-tanda kekerasan di daerah tersebut. Pada bayi dilakukan pemeriksaan
untuk menilai bayi tersebut pernah hidup atau tidak dengan tes apung paru