Referat Forensik Dodo

download Referat Forensik Dodo

of 3

description

FORENSIK

Transcript of Referat Forensik Dodo

Dan dia menyetujuinya. Akan tetapi, pada malam harinya (sebelum dilakukan pengangkatan mamae), pasien menjadi disorientasi dan merasa bingung akan keputusannya menyetujui melakukan pengangkatan mamae tersebut. Dia berkata dia tidak pernah menginginkan hal itu. Pada keesokan paginya, dokter menanyai pasien kembali tetntang prosedur pengangkatan mamae dan karena pasien tidak dapat mengingat kejadian tadi malam, pasien kembali menyetujui prosedur tersebut.Penyakit yang mendasari dari pasien ini merusak kemampuannya untuk membuat keputusan. Jika keinginannya saat periode jernih tetap konsisten, maka pilihan itu dapat dianggap sebagai keinginan sebenarnya dari pasien dan dapat dilaksanakan. Akan tetapi, jika kemampuan membuat keputusan dari pasien dipertanyakan, maka dicari pengganti (contohnya dari pihak keluarga) untuk memutuskan tindakan medik sehingga dapat membantu memutuskan tindakan bagi pasien. Hal ini sesuai dengan Permenkes pasal 1 ayat 1,2 dan pasal 7 ayat 2 yang mengatakan bahwa keputusan tindakan medis dapat diberikan oleh keluarga terdekat pasien yaitu ayah, ibu, suami, atau anak dari pasien apabila kondisi pasien tidak memungkinkan untuk memberikan keputusan. Kasus 2Pasien laki-laki usia 55 tahun datang dengan keluhan nyeri di pinggang yang tidak dapat ditoleransi yang menganggu aktvitas pasien, diagnosis gagal ginjal akut. Dari gejala dan pemeriksaan fisik dokter menyarankan untuk melakukan cuci darah. Dokter telah menjelaskan resiko serta keuntungan dari prosedur itu dan juga menjelaskan kemungkinan penyakit jika tidak dilakukan tindakan tersebut. Pasien menandakan mengerti tentang semua penjelasan dokter akan tetapi pasien menolak untuk dilakukan tindakan cuci darah.Jika pasien berkompeten untuk membuat keputusan ini, dokter harus menghormati keputusannya. Akan tetapi, dokter sebaiknya mengevaluasi alasan pasien menolak terapi dan tetap mencoba berdiskusi tentang apa yang sudah direkomendasikan. Penolakan terhadap tindakan medis harus dihormati,tetapi tidak dianggap sebagai akhir dari diskusi. Penolakan terhadap tindakan medis menjadi tanggung jawab dari pasien. 2. Informed Consent pada Tindakan Gawat DaruratRemaja dibawa oleh polisi ke IGD karena kecelakaan lalu lintas. Dokter jaga IGD mendapati pasien dalam keadaan sesak yang semakin lama semakin bertambah. Dari pemeriksaan fisik diduga pasien ini menngalami pneumotoraks. Tanpa meminta persetujuan pasien, dokter segera melakukan penusukan jarum di sela iga pasien. Dalam kasus ini dokter berhak memberikan terapi tanpa meminta persetujuan dari pasien atau keluarga pasien. Hal ini sesuai dengan KODEKI dimana dokter mengutamakan kesehatan penderita dan melindungi insane. Selain itu juga sesuai dengan PERMENKES No. 585 tahun 1989 pasal 11 yang berbunyi Dalam hal pasien tidak sadar atau pingsan serta tidak didampingi oleh keluarga dekat dan secara medik dalam keadaan gawat dan atau darurat yang memerlukan tindakan medik segera untuk kepentingannya, tidak diperlukan persetujuan dari siapapun.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Seorang pasien memiliki hak untuk menentukan apa yang akan dilakukan terhadap tubuhnya, dan seorang dokter wajib memberikan penjelasan ,mengenai semua keadaan yang berhubungan dengan penyakit pasien serta tindakan yang akan dilakuakan. Penjelasan yang wajib diberikan dokter meliputi diagnosis, tata cara tindaka medis, tujuan indakan medis, alternatif lain, resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi. Setelah memahami secara keseluruhan kondisinya, baru pasien dapat memberikan persetujuan atau penolakan mengenai tindakan yang akan dilakukan terhadapnya. Penjelasan dan persetujuan tersebut dikenal dengan istilah Informed Consent. Informed Consent memberikan perlindungan hukum bagi pasien untuk tidak mendapatkan tindakan medis yang berlebihan dan merugikan, dan Informed Consent juga merupakan perlindungan hukum bagi dokter untuk terhindar dari tuntutan yang tidak diinginkan akibat penyalahgunaan prosedur medik terhadap pasien. B. Saran 1. Untuk Instansi Pendidikan dan Masyarakat:Adanya sosialisai Informed Consent baik itu kepada masyarakat umum maupun seluruh tenaga medis sampai tingkat kesehatan masyarakat yang paling rendah dapat berjalan dengan lancar.2. Untuk Dokter dan Rumah Sakit:Perlunya data-data mengenai pelaksanaan Informed Consent untuk berbagai tindakan medis di Rumah Sakit di Indonesia sehingga dapat menilai apakah Informed Consent sudah dilaksanakan dengan baik atau tidak.

Daftar Pustaka1. J.Guwandi. Dokter dan Rumah Sakit. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.1991. 2. Hanafiah, Amir. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta: EGC,19983. Samil. Etika Kedokteran Indonesia. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2010.4. Yahya Adip dalam informed consent, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia. http://pdpersi.co.id/?detailnews&code. Diunduh tanggal 8 Desember 20105. Sampurna Budi, Zulhasmar Syamsu, Siswaja Tjejep. Bioetik dan Hukum Kedokteran, Pengantar bagi mahasiswa Kedokteran dan Hukum, Jakarta: Pustaka Dwipar, 20056. Isfandyarie. Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi bagi Dokter. Jakarta: Pustaka Prestasi Publisher, 20067. Ratna S. Etika Kedokteran Indonesia. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2011. 8. Sanjoyo, R.2000. Aspek Hukum Rekam Medis.http://yoyoke.web.ugm.ac.id. Diunduh tanggal 4 Desember 2010.9. Dahlan, Sofwan. Hukum Kesehatan dan Rambu-Rambu Bagi Profesi Dokter Edisi 3. Badan Penerbit Universitas Diponegoro: Semarang,2005:hal 39-4910. Musawir, NM. Undang-Undang no 29 athun 2004 Praktik Kedokteran. Jakarta: Durat Bahagia.200411. Guwandi, J.2006. Informed Consent and Informed Refusal, 4th edition. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, hal 1-1712. Dept of Health Circulars and Guidelines: HC (90)22: A Guide to Consent for Examination of Treatment (Inggris)13. Canada: Health Care Consent Act,1996,dll14. General Medicine Council: Seeking Patients Consent: The Ethical Considerations, Feb 199915. keputusan Dirjen Yanmed Nomor HK.00.06.3.5.1886 Tentang Pedoman Persetujuan Tindakan Kedokteran 16. Konsil Kedokteran Indonesia, Buku Penyelenggaraan Praktik Kedokteran yang Baik, Jakarta, 2006.17. Konsil Kedokteran Indonesia, Buku Kemitraan Dalam Hubungan Dokter-Pasien, Jakarta,2006.18. Konsil Kedokteran Indonesia, Manual Persetujuaan Tindakan Kedokteran, Jakarta,2006.