REFERAT BEDAH Boyol
-
Upload
cathymanda -
Category
Documents
-
view
224 -
download
14
Transcript of REFERAT BEDAH Boyol
REFERAT BEDAH
VESICOLITHIASIS
Oleh:
Katia Amada Sinoel (G9911112084)
Margareta Grace (G9911112091)
Pembimbing:
Junardi, dr., Sp.B, FinaCs
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD PANDANARANG
BOYOLALI
2012
PENDAHULUAN
Penyakit batu saluran kemih dapat menyerang penduduk di seluruh dunia dan tidak
terkecuali penduduk di Indonesia. Angka kejadian penyakit ini tidak sama di berbagai
belahan bumi. Di negara-negara berkembang, banyak dijumpai pasien batu buli-buli
sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai penyakit batu saluran kemih bagian atas.
Hal ini karena adanya pengaruh status gizi dan aktivitas pasien sehari-hari. Di Amerika
Serikat 5-10% penduduknya menderita penyakit ini, sedangkan di seluruh dunia, rata-rata
terdapat 1-12% penduduk yang menderita batu saluran kemih. Penyakit ini merupakan salah
satu dari tiga penyakit terbanyak di bidang urologi disamping infeksi saluran kemih dan
pembesaran prostat benigna ( PDPI, 2006 ).
Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi terbesar dari jumlah
pasien di klinik urologi. Insidensi dan prevalensi yang pasti dari penyakit ini di Indonesia
belum dapat ditetapkan secara pasti. Dari data dalam negeri yang pernah dipublikasi
didapatkan peningkatan jumlah penderita batu ginjal yang mendapat tindakan di RSUPN-
Cipto Mangunkusumo dari tahun ke tahun mulai 182 pasien pada tahun 1997 menjadi 847
pasien pada tahun 2002, peningkatan ini sebagian besar disebabkan mulai tersedianya alat
pemecah batu ginjal non-invasif ESWL (Extracorporeal shock wave lithotripsy) yang secara
total mencakup 86% dari seluruh tindakan (ESWL, PCNL, dan operasi terbuka) ( PDPI,
2006 ).Selain batu ginjal, batu saluran kemih lain yang sering adalah batu pada kandung
kemih yang disebut vesicolithiasis. Tindakan bedah yang diikuti dengan penanganan secara
konservatif hasilnya lebih memuaskan. Untuk penanganan batu saluran kemih secara
konservatif harus diketahui pathogenesis, jenis batu dan ketepatan diagnose (Purnomo &
Basuki,2009).
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI FISIOLOGI SALURAN KEMIH
1. Anatomi
Sistem kemih terdiri dari organ pembentuk air kemih dan struktur-struktur yang
menyalurkan air kemih dari ginjal ke seluruh tubuh. Ginjal adalah sepasang organ
berbentuk kacang yang terletak di belakang rongga abdomen, satu di setiap sisi kolumna
vertebralis sedikit di atas garis pinggang. Setiap ginjal dialiri darah oleh arteri renalis dan
vena renalis. Ginjal mengolah plasma yang mengalir ke dalamnya untuk menghasilkan
air kemih, menahan bahan-bahan tertentu dan mengeliminasi bahan-bahan yang tidak
diperlukan ke dalam air kemih. Setelah terbentuk air kemih akan mengalir ke sebuah
rongga pengumpul sentral, pelvis ginjal yang terletak pada bagian dalam sisi medial di
pusat (inti) kedua ginjal. Dari pelvis ginjal, air kemih kemudian disalurkan ke dalam
ureter, sebuah duktus berdinding otot polos yang keluar dari batas medial dekat dengan
pangkal (bagian proksimal) arteri dan vena renalis. Terdapat dua ureter yang
menyalurkan air kemih dari setiap ginjal ke sebuah kandung kemih (Lauralee, 2001).
Kandung kemih adalah sebuah kantong rongga yang dapat direnggangkan dan
volumenya disesuaikan dengan mengubah-ubah status kontraktil otot polos di dindingnya
dan menyimpan air kemih secara temporer. Secara berkala, air kemih dikosongkan dari
kandung kemih keluar tubuh melalui saluran uretra. Uretra pada wanita berbentuk lurus
dan pendek. Uretra pria jauh lebih panjang dan melengkung dari kandung kemih ke luar
tubuh, melewati kelanjar prostat dan penis (Lauralee, 2001).
2. Fisiologi
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi ECF (cairan
ekstraseluler) dalam batas – batas normal. Komposisi dan cairan ekstrasel ini dikontrol
oleh filtrasi glomerulus, reabsorpsi, dan sekresi tubulus. Ginjal mengekskresikan bahan –
bahan kimia asing tertentu (misalnya obat – obatan), hormone dan metabolit lain, tetapi
fungsi yang paling utama adalah mempertahankan volume dan komposisi ECF dalam
batas normal. Tentu saja ini dapat terlaksana dengan mengubah ekskresi air dan zat
terlarut, kecepatan filtrasi yang tinggi memungkinkan pelaksanaan fungsi ini dengan
ketepatan yang tinggi. Pembentukan renin dan eritropoetin serta metabolism vitamin D
merupakan fungsi non-ekskretor yang penting. Ginjal juga berperan penting dalam
degradasi insulin dan pembentukan sekelompok senyawa yang mempunyai makna
endokrin yang berarti, yaitu prostaglandin. Sekitar 20% insulin yang dibentuk oleh
pancreas didegradasi oleh sel – sel tubulus ginjal. Akibatnya penderita diabetes yang
menderita payah ginjal membutuhkan insulin yang jumlahnya lebih sedikit.
Prostaglandin merupakan hormone asam lemak tidak jenuh yang terdapat banya
dalam jaringan tubuh. Medula ginjal membentuk PGI dan PGE2 yang merupakan
vasodilator potensial. Prostaglandin mungkin berperan penting pada pengaturan aliran
darah ginjal, pengeluaran renin dan reabsorpsi Na+. Kekurangan prostaglandin mungkin
juga turut dalam beberapa bentuk hipertensi ginjal sekunder, meskipun bukti – bukti yang
ada sekarang ini masih kurang memadai.
B. BATU SALURAN KEMIH
Batu di dalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu yang
terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan,
penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu
ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih).
Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis, dan dapat terbentuk pada:
1. Ginjal (Nefrolithiasis)
2. Ureter (Ureterolithiasis)
3. Vesica urinaria (Vesicolithiasis)
4. Uretra (Urethrolithiasis).
( Hassan, Rusepno, 2005 )
1. Etiologi Batu Saluran Kemih
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan
gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan
keadaan- keadaan lain yang masih belum terungkap ( idiopatik ) (Purnomo &
Basuki, 2009).
a. Hiperkalsiuri, yaitu kadar kalsium dalam urine lebih besar dari 250-300 mg/24
jam. Menurut Pak (1976) terdapat 3 macam penyebab terjadinya hiperkalsiuri,
antara lain:
i. Hiperkalsiuri absorptif, terjadi karena peningkatan absorpsi kalsium
melalui usus.
ii. Hiperkalsiuri renal, terjadi karena adanya gangguan kemampuan
reabsorpsi kalsium melalui tubulus ginjal.
iii. Hiperkalsiuri resorptif, terjadi karena adanya peningkatan resorpsi
kalsium tulang, yang banyak terjadi pada hiperparatiroidisme primer
atau pada tumor paratiroid.
b. Hiperoksaluri, adalah ekskresi oksalat urine melebihi 45 gram per hari. Keadaan
ini banyak dijumpai pada pasien yang mengalami gangguan usus passca operatif
usus dan pasien yang banyak mengkonsumsi makanan yang kaya akan oksalat,
seperti : teh, kopi instan, minuman soft drink, arbei, jeruk sitrun, dan sayuran
hijau terutama bayam.
c. Hiperorikosuria, yaitu kadar asam urat dalam urine melebihi 850 mg/24 jam.
d. Hipositraturia. Di dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk
kalsium sitrat yang bersifat lebih mudah larut, sehingga menghalangi kalsium
berikatan dengan oksalat atau fosfat. Hipositraturia dapat terjadi pada penyakit
asidosis tubulus ginjal, sindrom malabsorpsi, atau pemakaian diuretik golongan
thiazid dalam waktu lama.
e. Hipomagnesuria. Sama seperi sitrat, magnesium bertindak sebagai inhibitor
timbulnya batu kalsium, karena di dalam urine magnesium bereaksi dengan
oksalat membentuk magnesium oksalat, sehingga mencegah ikatan kalsium
oksalat.
2. Faktor Risiko
Faktor intrinsik
1. Herediter (keturunan)
Studi menunjukkan bahwa penyakit batu diwariskan. Untuk jenis batu
umum penyakit, individu dengan riwayat keluarga penyakit batu memiliki
risiko dua kali lipat lebih tinggi menjadi batu bekas. Ini risiko yang lebih tinggi
mungkin karena kombinasi dari predisposisi genetik dan eksposur lingkungan
yang sama (misalnya, diet). Meskipun beberapa faktor genetik telah jelas
berhubungan dengan bentuk yang jarang dari nefrolisiasis, (misalnya,
cystinuria), informasi masih terbatas pada gen yang berkontribusi terhadap
risiko bentuk umum dari penyakit batu (Pearle, S, Margaret, 2009).
2. Umur
Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun. Untuk pria,
insiden mulai meningkat setelah usia 20, puncak antara 40 dan 60 tahun. Untuk
wanita, tingkat insiden tampaknya lebih tinggi pada akhir 20-an pada usia 50,
sisa yang relatif konstan selama beberapa dekade berikutnya (Purnomo &
Basuki, 2009).
3. Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan
pasien perempuan (Purnomo & Basuki, 2009).
. Faktor Ekstrinsik
1. Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih
yang lebih tinggi dari pada daerah lain, sehingga dikenal sebagai daerah stone
belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir tidak
dijumpai penyakit batu saluran kemih.
2. Iklim dan temperatur
3. Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang
dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. Diet
Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit
batu saluran kemih.
5. Pekerjaan
Sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk dan kurang
aktifitas atau sedentary life.
3. Patogenesis
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada tempat
– tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (statis urin), yaitu pada sistem
kalises ginjal atau buli-buli. Banyak teori yang menerangkan proses pembentukan batu di
saluran kemih, tetapi hingga kini masih belum jelas teori mana yang paling benar.
Beberapa teori pembentukan batu adalah :
a. Teori Nukleasi
Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu sabuk batu (nukleus).
Partikel-partikel yang berada dalam larutan yang terlalu jenuh (supersaturated) akan
mengendap di dalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti batu dapat
berupa kristal atau benda asing di saluran kemih.
b. Teori Matriks
Matriks organik terdiri atas serum/ protein urine (albumin, globulin, dan
mukoprotein) merupakan kerangka tempat diendapkannya kristal-kristal batu.
c. Penghambatan kristalisasi
Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal, antara
lain : magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar
salah satu atau beberapa zat itu berkurang, akan memudahkan terbentuknya batu di
dalam saluran kemih. Ion magnesium (Mg2+) dikenal dapat menghambat
pembentukan batu karena jika berikatan dengan oksalat, membentuk garam
magnesium oksalat sehingga jumlah oksalat yang akan berikatan dengan kalsium
(Ca2+) untuk membentuk kalsium oksalat menurun. Beberapa protein atau senyawa
organik lain mampu bertindak sebagai inhibitor dengan cara menghambat
pertumbuhan kristal, menghambat agregasi kristal, maupun menghambat retensi
kristal. Senyawa itu antara lain :
i. Glikosaminoglikan (GAG)
ii. Protein Tamm Horsfall (THP) / uromukoid
iii. Nefrokalsin
iv. Osteopostin.
4. Komposisi Batu
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur : kalsium oksalat atau
kalsium fosfat (75%), asam urat (8%), magnesium-amonium-fosfat (MAP) (15%),
xanthyn, dan sistin, silikat dan senyawa lain (1%) (Schwartz, 2000).
1. Batu Kalsium
Batu jenis ini dijumpai lebih dari 80% batu saluran kemih, baik yang berikatan
dengan oksalat maupun fosfat.
Gambar 1. Gambaran bentuk batu kalsium oksalat
Tabel 1. Jumlah dan jenis BSK yang ditemukan
2. Batu Struvit (Gambar 2)
Batu ini disebut juga batu infeksi karena pembentukannya disebabkan oleh adanya
infeksi saluran kemih. Kuman penyebab adalah kuman golongan pemecah urea atau urea
splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan mengubah pH urine menjadi basa
melalui hidrolisis urea menjadi amoniak, seperi pada reaksi : Suasana basa ini
memudahkan garam-garam magnesium, amonium, fosfat dan karbonat untuk membentuk
batu magnesium amonium fosfat (MAP). CO(NH2)2 + H2O → 2NH3 + CO2
Gambar 2. Gambaran bentuk batu struvit
3. Batu asam urat (Gambar 3)
Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran kemih. Di antara 75
80% batu asam urat terdiri atas asam urat murni dan sisanya merupakan campuran
kalsium oksalat.
Gambar 3. Gambaran bentuk batu asam urat
Penyakit ini banyak diderita oleh pasien dengan penyakit gout, penyakit
mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi antikanker, dan yang banyak
menggunakan obat urikosurik, seperti sulfinpirazone, thiazide, dan salisilat. Obesitas,
peminum alkohol, dan diet tinggi protein mempunyai peluang besar untuk mendapatkan
penyakit ini. Asam urat relatif tidak larut dalam urine, sehingga pada keadaan tertentu
mudah sekali membentuk kristal asam urat, dan selanjutnya membentuk batu asam urat.
Faktor yang menyebabkan terbentuknya batu asam urat adalah :
1. urine yang terlalu asam (pH urine < 6),
2. volume urine yang jumlahnya sedikit (< 2 liter/hari) atau dehidrasi,
3. hiperurikosuri atau kadar asam urat yang tinggi.
Batu asam urat bentuknya halus dan bulat, sehingga seringkali keluar spontan.
Bersifat radiolusen, sehingga pada pemeriksaan PIV tampak sebagai bayangan filling
defect pada saluran kemih sehingga harus dibedakan dengan bekuan darah.
4. Batu jenis lain
Batu sistin (Gambar 4), batu xanthin, batu triamteren, dan batu silikat sangat
jarang dijumpai. Batu sistin didapatkan karena kelainan metabolisme sistin, yaitu
kelainan absorpsi sistin di mukosa usus. Batu xantin terbentuk karena penyakit bawaan
berupa defisiensi enzim xanthin oksidase.
Gambar 4. Gambaran bentuk bati sistin
C. BATU KANDUNG KEMIH (VESIKOLITHIASIS)
Batu vesika urinaria adalah suatu keadaan ditemukannya batu di dalam vesika
urinaria. Pada anak 75% ditemukan di bawah usia 12 tahun dan 57% pada usia 1 – 6
tahun (Hassan, Rusepno, 2005).
Gambar 12. Gambaran bentuk batu vesika urinaria
Beberapa faktor resiko terjadinya batu kandung kemih :
1) obstruksi infravesika,
2) neurogenic bladder,
3) infeksi saluran kemih (urea-splitting bacteria),
4) adanya benda asing,
5) divertikel kandung kemih.
Di Indonesia diperkirakan insidensinya lebih tinggi dikarenakan adanya
beberapa daerah yang termasuk daerah stone belt dan masih banyaknya
kasus batu endemic yang disebabkan diet rendah protein, tinggi
karbohidrat dan dehidrasi kronik. Pada umumnya komposisi batu
kandung kemih terdiri dari : batu infeksi (struvit), ammonium asam urat
dan kalsium oksalat. Batu kandung kemih sering ditemukan secara tidak
sengaja pada penderita dengan gejala obstruktif dan iritatif saat
berkemih. Tidak jarang penderita datang dengan keluhan disuria, nyeri
suprapubik, hematuria dan buang air kecil berhenti tiba-tiba.
1. Etiologi
Berasal dari batu ginjal atau ureter yang turun, akibat statis pada striktur uretra,
kontraksi leher buli-buli, sistokel, buli-neurogenik dan divertikel, infeksi traktus
urinarius, hiperparatiroid atau adenoma paratiroid, diet yang banyak
mengandung kalsium dan oksalat (Hassan, Rusepno, 2005).
2. Gejala
1) Rasa nyeri waktu miksi (disuria, stranguria), dirasakan refered pain pada
ujung penis, skrotum, perineum, pinggang, sampai kaki.
2) Hematuria diserta urine yang keruh
3) Pancaran urine tiba-tiba berhenti dan keluar lagi pada perubahan posisi
4) Polakisuria (sering miksi)
5) Pada anak nyeri miksi ditandai oleh kesakitan, menangis, menarik-narik
penis, miksi mengedan sering diikuti defekasi atau prolapsus ani (Purnomo &
Basuki, 2009).
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan urin rutin untuk melihat eritrosituri, lekosituria, bakteriuria (nitrit),
pH urin dan kultur urin. Pemeriksaan darah berupa hemoglobin, lekosit, ureum
dan kreatinin. Urinalysis : pH > 7.5 : lithiasis karena infeksi, pH < 5.5 : lithiasis
karena asam urat
4. Pemeriksaan Radiologi
- Foto polos/BNO : tampak opak (90%) dan radiolusen (batu asam urat), lebih
baik dilanjutkan dengan IVP untuk mengetahui ada atau tidak kerusakan pada
ginjal
- IVP : untuk dapat melihat batu di lain tempat, anatomi saluran kencing
bagian atas
- PV (Pem Postvoid) : mengetahui pengosongan kandung kemih
- USG : gambaran acoustic shadow
(Purnomo & Basuki, 2008; Reilly, 2000)
Pemeriksaan IVP tidak boleh dilakukan pada pasien-pasien berikut :
a. Dengan alergi kontras media
b. Dengan level kreatinin serum > 200μmol/L (>2mg/dl)
c. Dalam pengobatan metformin
d. Dengan myelomatosis
5. Penatalaksanaan
Pada saat ini ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menangani kasus
batu kandung kemih. Diantaranya : vesikolitolapaksi, vesikolitotripsi dengan
berbagai sumber energi (elektrohidrolik, gelombang suara, laser, pneumatik),
vesikolitotomi perkutan, vesikolitotomi terbuka dan ESWL.
Vesikolitolapaksi
Merupakan salah satu jenis tindakan yang telah lama dipergunakan dalam
menangani kasus batu kandung kemih selain operasi terbuka.
Kontraindikasi :
1. kapasitas kandung kemih yang kecil,
2. batu multiple,
3. batu ukuran lebih dari 20 mm,
4. batu keras,
5. batu kandung kemih pada anak dan
6. akses uretra yang tidak memungkinkan.
Vesikolitotripsi
1. Elektrohidrolik (EHL)
Merupakan salah satu sumber energi yang cukup kuat untuk menghancurkan
batu kandung kemih. Masalah timbul bila batu keras maka akan memerlukan
waktu yang lebih lama dan fragmentasinya inkomplit. EHL tidak dianjurkan
pada kasus batu besar dan keras. Angka bebas batu : 63-92%. Penyulit :
sekitar 8%, kasus ruptur kandung kemih 1,8%. Waktu yang dibutuhkan : ±
26 menit.
2. Ultrasound
Litotripsi ultrasound cukup aman digunakan pada kasus batu kandung
kemih dapat digunakan pada batu besar, dapat menghindarkan dari
tindakan ulangan
dan biaya tidak tinggi. Angka bebas batu : 88% (ukuran batu 12-50 mm).
Penyulit: minimal (2 kasus di konversi). Waktu yang dibutuhkan : ± 56
menit.
3. Laser
Yang digunakan adalah Holmium YAG. Hasilnya sangat baik pada kasus
batu besar, tidak tergantung jenis batu. Kelebihan yang lain adalah masa
rawat singkat dan tidak ada penyulit. Angka bebas batu : 100%. Penyulit :
tidak ada. Waktu yang dibutuhkan : ± 57 menit.
4. Pneumatik
Litotripsi pneumatik hasilnya cukup baik digunakan sebagai terapi batu
kandung kemih. Lebih efisien dibandingkan litotripsi ultrasound dan EHL
pada kasus batu besar dan keras. Angka bebas batu : 85%. Penyulit : tidak
ada. Waktu yang dibutuhkan : ± 57 menit.
Vesikolitotomi perkutan
Merupakan alternatif terapi pada kasus batu pada anak-anak atau pada penderita
dengan kesulitan akses melalui uretra, batu besar atau batu múltipel. Tindakan ini
indikasi kontra pada adanya riwayat keganasan kandung kemih, riwayat operasi
daerah pelvis, radioterapi, infeksi aktif pada saluran kemih atau dinding abdomen.
Angka bebas batu : 85-100%. Penyulit : tidak ada. Waktu yang dibutuhkan : 40-100
menit.
Vesikolitotomi terbuka
Diindikasikan pada batu dengan stone burden besar, batu keras, kesulitan akses
melalui uretra, tindakan bersamaan dengan prostatektomi atau divertikelektomi.
Angka bebas batu : 100%.
ESWL
o Merupakan salah satu pilihan pada penderita yang tidak
memungkinkan untuk
o operasi. Masalah yang dihadapi adalah migrasi batu saat tindakan.
o Adanya obstruksi infravesikal serta residu urin pasca miksi akan
menurunkan
o angka keberhasilan dan membutuhkan tindakan tambahan per
endoskopi sekitar 10% kasus untuk mengeluarkan pecahan batu.
o Dari kepustakaan, tindakan ESWL umumnya dikerjakan lebih dari
satu kali
o untuk terapi batu kandung kemih.
o Angka bebas batu : elektromagnetik; 66% pada kasus dengan
obstruksi dan 96% pada kasus non obstruksi. Bila menggunakan
piezoelektrik didapatkan hanya 50% yang berhasil.
6. Pedoman pilihan terapi
Dari sekian banyak pilihan untuk terapi batu kandung kemih yang dikerjakan oleh para
ahli di luar negeri maka di Indonesia hanya beberapa tindakan saja yang bias
dikerjakan, dengan alasan masalah ketersediaan alat dan sumber daya manusia.
Penggunaan istilah ‘standar’, ‘rekomendasi’ dan ‘opsional’ digunakan berdasarkan
fleksibilitas yang akan digunakan sebagai kebijakan dalam penanganan penderita.
Pedoman untuk batu ukuran kurang dari 20 mm.
1. Litotripsi endoskopik
2. Operasi terbuka
Pedoman untuk batu ukuran lebih dari 20 mm.
1. Operasi terbuka
2. Litotripsi endoskopik
Pedoman untuk batu buli-buli pada anak.
1. Operasi terbuka
2. Litotripsi endoskopik
DAFTAR PUSTAKA
Hassan, Rusepno. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2. Jakarta : Penerbit UI, 1985.
840-843.
Pearle, S, Margaret. Urolithiasis Medical and Surgical Management. USA : Informa
healthcare, 2009. 1-6.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid I. Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Jakarta. 2006.
Purnomo, B, Basuki. Dasar-dasar Urologi. Ed-2. Jakarta : CV.Sagung Seto, 2009. 57-68
Reilly, R.F. 2000. The Patient with Renal Stones in Schrier, R.W., (eds). Manual of
Nephrology. 5th ed., Lippincolt, William and Willkins, Philadelphia, pp : 81-90.
Sherwood, Lauralee. 2001. Human Physiology:From Cells to System. Penerbit buku
Kedokteran EGC. Cetakan I. Jakarta.
Shires, Schwartz. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Ed-6. Jakarta : EGC, 2000. 588-589.