Referat Anemia Hemolitik
-
Upload
rendy-adhitya-pratama -
Category
Documents
-
view
63 -
download
0
description
Transcript of Referat Anemia Hemolitik
BAB 1
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Anemia hemolitik adalah anemia yang tidak terlalu sering dijumpai, tetapi bila dijumpai
memerlukan pendekatan diagnostik yang tepat. Anemia hemolitik merupakan 6% dari kasus
anemia, menempati urutan ketiga setelah anemia aplastik dan anemia sekunder keganasan
hematologis.2
I.2. TujuanPenulisan
1. Penulisan referat ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami tentang anemia pada
pada anak.
2. Memenuhi sebagian syarat mengikuti ujian Program Pendidikan Profesi di Bagian Ilmu
Kesehatan Anak RSUD Arjawinangun.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi
Anemia hemolitik adalah suatu keadaan anemia yang terjadi oleh karena meningkatnya
penghancuran dari sel eritrosit yang diikuti dengan ketidakmampuan dari sumsum tulang
dalam memproduksi sel eritrosit untuk mengatasi kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel
eritrosit. Untuk mengatasi kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel eritrosit tersebut,
penghancuran sel eritrosit yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya hiperplasia sumsum
tulang sehingga produksi sel eritrosit akan meningkat dari normal. Hal ini terjadi bila umur
eritrosit berkurang dari 120 hari menjadi 15-20 hari tanpa diikuti dengan anemia, namun bila
sumsum tulang tidak mampu mengatasi keadaan tersebut maka akan terjadi anemia.1,2,5
Memendeknya umur eritrosit tidak saja terjadi pada anemia hemolitik tetapi juga
terjadi pada keadaan eritropoesis inefektiv seperti pada anemia megaloblastik dan thalasemia.
Hormon eritropoetin akan merangsang terjadinya hiperplasia eritroid (eritropoetin-induced
eritroid hyperplasia) dan ini akan diikuti dengan pembentukan sel eritrosit sampai 10 x lipat
dari normal. Anemia terjadi bila serangan hemolisis yang akut tidak diikuti dengan
kemampuan yang cukup dari sumsum tulang untuk memproduksi sel eritrosit sebagai
kompensasi, bila sumsum tulang mampu mengatasi keadaan tersebut di atas sehingga tidak
terjadi anemia, keadaan ini disebut dengan istilah anemia hemolitik kompensata.1,2,5
II.2 Epidemiologi
Kebanyakan jenis anemia hemolitik sama-sama sering terjadi pada pria maupun
wanita dan dapat terjadi di usia berapapun. Orang-orang dari semua ras dapat
mengembangkan anemia hemolitik.1
II.3 Etiologi
Ada dua faktor utama dan mendasar yang memegang peranan penting untuk
terjadinya anemi hemolitik yaitu: 3,4,5
1. Faktor Intrinsik (Intra Korpuskuler).
2
Biasanya merupakan kelainan bawaan, diantaranya yaitu : a) Kelainan membran, b)
Kelainan molekul hemoglobin, c) Kelainan salah satu enzim yang berperan dalam
metabolisme sel eritrosit. Sebagai contoh, bila darah yang sesuai ditransfusikan pada pasien
dengan kelainan intra korpuskuler maka sel eritrosit tersebut akan hidup secara normal,
sebaliknya bila sel eritrosit dengan kelainan dengan kelainan intra korpuskuler tersebut
ditransfusikan pada orang normal, maka sel eritrosit tersebut akan mudah hancur atau lisis.
2. Kelainan Faktor Ekstrinsik (Ekstra Korpuskuler)
Biasanya merupakan kelainan yang didapat (aquaired) dan selalu disebabkan oleh
faktor imun dan non imun. Bila eritrosit normal di transfusikan pada pasien ini, maka
penghancuran sel eritrosit tersebut menjadi lebih cepat, sebaliknya bila eritrosit pasien
dengan kelainan ekstra korpuskuler di transfusikan pada orang normal maka sel eritrosit akan
normal.
Umur sel eritrosit yang memendek tidak selalu dikaitkan dengan anemi hemolitik, ada
beberapa penyakit yang menyebabkan anemia dengan umur eritrosit yang pendek namun
tidak digolongkan kedalam anemia hemolitik, diantaranya yaitu : a. leukemia, b. limfoma
malignum, c. gagal ginjal kronik, d. penyakit liver kronik, e. rheumatoid artheritis, f. anemia
megaloblastik.
II.4. Klasifikasi
A. Kelainan pada Membran Sel Eritrosit 6,7
1. Hereditary Spherositosis
2. Hereditary Ellipstositosis
3. Abetalipoproteinemia ( Acanthositosis )
4. Hereditary Stomacytosis
5. Defisiensi Lecithin-cholesterol acyl Transferase (LCAT)
6. Hereditary Pyropoikilositosis
7. High Phosphatydil-choline Hemolitik Anemia
8. Rh-nul Diseases .
3
9. McLeod Phenotype
B. Defisiensi Enzim Glikolitik Eritrosit
1. Pyruvate Kinase C
2. Hexokinase
3. Glucose-phosphat Isomerase
4. Phosphofruktokinase
5. Triosephosphate Isomerase
6. Phosphoglyserate Kinase
C. Kelainan Metabolisme Nukleotida Eritrosit
1. Defisiensi Pyrimidine 5 nukleotidase
2. Adenosine Deaminase Excess
3. Defisiensi Adenosine Triphosphatase
4. Defisiensi Adenylate Kinase
D. Defisiensi dari Enzim yang terlibat dalam Metabolisme Pentose Phosphate Pathway dan
Glutatione
1. Glucose 6 Phosphate Dehyrogenase (G6PD)
2. Glutamyl-Cystein Synthetase
3. Glutathione Synthetase
4. Glutathione Reduktase
E. Kelaianan Sintesis dan Struktur Hemoglobin
1. Unstable Hemoglobin Disease
2. Sickle Cell Anemia
3. Hemoglobinopathies Homozygote (CC,DD,EE)
4
4. Thalassemia Mayor
5. Hemoglobin-H Diseases
6. Doubly Heterozygous Disorders ( SC-Dis.,Sickle-Thalass.)
II. Aquaired Hemolytik Anemia
A. Immuno-hemolytic Anemia
1. Incompatible Blood Transfusion
2. Hemolytic Disease of the Newborn
3. Anemia Hemolitik Autoimmune yang disebabkan Antibodi Reaksi Hangat (Warm-
Antibody)
3.1. Idiopatik
3.2. Sekunder
3.2.1. Infeksi Virus dan Mikoplasma .
3.2.2. Lyn1phosarcome
3.2.3. Immune Deffisience State
3.2.4. SLE dan Penyakit Autoimun yang lain
3.2.5. Penyakit Keganasan yang lain
3.3. Drug-induced.
4. Anemi Hemolitik Autoimmune yang disebabkan Antibodi Reaksi Dingin (Cold-Antibody )
4.1. Cold Hemaglutinin Disease.
-Idiopatik
-Sekunder
4.2. Paroxysmal Cold Hemoglobinuria
B. Anemia Hemolitik Mikroangiopatik dan Traumatik
5
1.Prosthetic Valve dan Kelainan jantung yang lain
2.Hemolitik -Uremia Syndrome.
3.Trombotic Trombositopenia Purpura
4.DIC ( Disseminated Intravascular Coagulation )
5.Hubungannya dengan Phenomena Immunologic (Graft-rejection, Immune-complex
Disease) .
C. Infektious .
1.Protozoa: Malaria, Toxoplasma, Lheismaniasis, Trypanosomiasis
2.Bakteri: Bartonellosis, Infeksi Clostridial, Kolera, Typhoid Fever dan lain-
lain.
D. Zat Kimia , Obat dan Racun Bisa
1. Zat Kimia dan Obat-obat Oksidan
1.1. Napththalene
1.2. Nitrofurantoin
1.3. Sulfonamide
1.4. Sulfones
1.5. Para-aminosalicylate
1.6. Phenacetin
1.7. Phenylsemicarbazide
1.8. Resorcin
1.9. Phenylhydrazine
1.10. Aniline
1.11. Hydroxilamine
6
1.12. Nitrobenzene
1.13. Phenolderivate
1.14. Chlorates
1.15. Molekuler Oxygen
2. Zat Kimia Non-Oksidan
2.1. Arsine
2.2. Copper
2.3. Water
3. Hubungannya dengan Dialisis dan Uremia.
4. Venoms
E. Physical Agent
1. Thermal Injury
2. Ionizing Irradiation
F. Hypophosphatemia
G. Spur-cell Anemia pada Penyakit Hati .
H. Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria ( PNH )
I. Defisiensi Vit.E pada Newborn
II.5. Manifestasi Klinis dan Laboratorium
Untuk membantu menegakkan diagnostik anemia hemolitik pemeriksaan
laboratorium memegang peranan yang sangat penting sekali, selain pemeriksaan klinis dan
fisis diagnostik, diagnostik hanya dapat ditegakan berdasarkan pemeriksaan fisis diagnostik
dan pemeriksaan laboratorium. Kelainan fisis diagnostik yang umumnya didapat adalah
berupa adanya: a) anemia, b) ikterus c) dan mungkin pembesaran limpa (splenomegali) akan
memberikan kesan kemungkinan adanya anemia hemolitik. Secara garis besar kemungkinan
7
anemia hemolitik dapat kita pertimbangkan bila pada pemeriksaan laboratorium dijumpai
adanya beberapa kelainan seperti tersebut dibawah ini yaitu :
1. Adanya tanda-tanda peningkatan proses penghancuran dan pembentukan sel eritrosit
yang berlebihan.
2. Kelainan laboratorium yang hubungannya dengan meningkatnya kompensasi dalam
proses eritropoesis.
3. Adanya beberapa variasi yang penting terutama dalam membuat diagnostik banding
dari anemia hemolitik. Kelainan laboratorium yang menunjukkan adanya tanda-tanda
meningkatnya proses penghancuran dan pembentukan sel eritrosit yang berlebihan
dapat kita lihat berupa :
a. Berkurangnya umur sel eritrosit.
Umur eritrosit dapat diukur dengan menggunakan Cr-Labeled
eritrosit, pada anemia hemolitik umur eritrosit dapat berkurang sampai 20 hari.
Meningkatnya penghancuran eritrosit dapat kita lihat dari tingkat anemia,
ikterus dan retikulositosis yang terjadi, oleh sebab itu pemeriksaan umur
eritrosit ini bukan merupakan prosedur pemeriksaan rutin untuk menegakkan
diagnostik anemia hemolitik.
b. Meningkatnya proses pemecahan heme, ditandai dengan adanya :
i. Meningkatnya kadar billirubin indirek darah.
ii. Meningkatnya pembentukan CO yang endogen.
iii. Meningkatnya kadar billirubin darah (hiperbillirubinemia).
iv. Meningkatnya ekskresi urobillinogen dalam urin.
4. Meningkatnya kadar enzim Lactat Dehydrogenase (LDH) serum.
- Enzim LDH banyak dijumpai pada sel hati, otot jantung, otak
dan sel eritrosit, kadar LDH dapat mencapai 1200 U/ml
- Isoenzim LDH-2 lebih dominan pada anemia hemolitik sedang
isoenzim LDH-1 akan meninggi pada anemia megaloblastik
5. Adanya tanda-tanda hemolisis intravaskular diantaranya yaitu:
a. Hemoglobinemia (meningkatnya kadar Hb.plasma)
b. Tidak adanya/rendahnya kadar haptoglobulin darah
c. Hemoglobinuria (meningkatnya Hb.urin)
8
d. Hemosiderinuria (meningkatnya hemosiderin urin)
e. Methemoglobinemia
f. Berkurangnya kadar hemopexin serum
Kelainan laboratorium yang selalu dijumpai sebagai akibat meningkatnya proses
eritropoesis dalam sumsum tulang diantaranya yaitu :
1. Pada darah tepi bisa dijumpai adanya :
1.1. Retikulositosis ( polikromatopilik, stipling )
Sel retikulosit merupakan sel eritrosit yang masih mengandung
ribosom, pemeriksaannya dilakukan dengan menggunakan pengecatan Brelian
Cresiel Blue (BCB), nilai normal berkisar antara 0,8–2,5 % pada pria dan 0,8–
4,1 % pada wanita, jumlah retikulosit ini harus dikoreksi dengan ratio
hemoglobin/hematokrit (Hb/0.45) sedang jumlah retikulosit absolut dapat
dihitung dengan mengkalikan jumlah retikulosit dengan jumlah eritrosit.
Perlu juga dihitung Retikulosit Production Index ( RPI ) yaitu:
Sebagai contoh nilai RPI : 5 , ini menunjukkan adanya peningkatan
pembentukan eritrosit 5 kali dari normal.
1.2. Makrositosis
Sel eritrosit dengan ukuran lebih besar dari normal, yaitu dengan nilai Mean
Corpuscular Volume (MCV) > 96 fl.
1.3.Eritroblastosis
1.4. Leukositosis dan trombositosis
2. Pada sumsum tulang dijumpai adanya eritroid hiperplasia
9
3. Ferrokinetik :
3.1. Meningkatnya Plasma Iron Turnover ( PIT )
3.2. Meningkatnya Eritrosit Iron Turnover ( EIT )
4. Biokimiawi darah :
4.1. Meningkatnya kreatin eritrosit
4.2.Meningkatnya aktivitas dari enzim eritrosit tertentu diantaranya yaitu :
urophorphyrin syntese,hexokinase,SGOT.
Tanda-tanda laboratrium lain yang digunakan untuk membuat diagnostik banding
diantaranya yaitu :
1. Kelainan bentuk sel eritrosit pada pemeriksaan sediaan apus darah tepi yang sering kita
lihat adalah bentuk :
1.1. Sel Spherosit : biasanya pada hereditary spherositosis immunohemolitik anemia
didapat, thermalinjury ,hypophosphatemia ,keracunan zat kimia tertentu.
1.2. Sel Achantocyte, kelainan pada komposisi zat lemak sel eritrosit yaitu pada
abetalipoproteinemia .
1.3. Sel Spur biasanya ditemui pada keadaan sirosis hati.
1.4. Sel Stomatosit, ada hubungannya dengan kation eritrosit jarang pada keadaan
penyakit hemolitik yang di turunkan biasa terjadi pada keracunan alkohol .
1.5. Sel Target, spesifik untuk :penyakit thalassemia, LCAT defisiensi, obstruktive
yaundice dan postsplenektomi .
1.6. Elliptocyte bentuk eritrositnya oval.
1.7. Sickle Cell .
1.8. Schistocyte, Helmet Bel dan fragmentosit sel, biasanya ada hubungannya dengan
trauma pada sel eritrosit.
2. Eritrophagositosis, merupakan kelainan yang jarang yaitu adanya fagositik sel yang
mengandung eritrosit hal ini memberi kesan adanya kerusakan pada permukaan sel eritrosit
10
terutama oleh adanya induced komplement fixing antibody ,protozoa, infeksi bakteri dan
keracunan zat kimia tertentu .
3. Autoaglutinasi, hal ini merupakan karakteristik utama dari adanya penyakit cold aglutinin
immunohemolitik, autoaglunation harus dibedakah dengah rouleaux formation yang sering
kita jumpai pada multiple mieloma dan hal ini sering diikuti dengan peningkatan laju endap
darah ( LED )
4. Osmotic Fragility Test yaitu mengukur ketahanan sel eritrosit untuk menjadi lisis oleh
proses osmotik dengan menggunakan larutan saline hipotonik dengan konsentrasi berbeda-
beda. Pada keadaan normal lisis mulai terjadi pada konsentrasi saline 0745-0,50 gr/l dan lisis
sempurna terjadi pada konsentrasi 0730-0,33 gr/l .Median Corpuscular Fragility (MCF) yang
meninggi akan menyebabkan terjadinya pergeseran kurva ke kiri hal ini ada hubungannya
dengan spherositosis, sebaliknya nilai MCF yang menurun (fragilitas menurun atau osmotik
resisten yang meningkat) maka kurva akan bergeser ke kanan, hal ini sering kita temui pada
thalassemia ,sickle cell anemia , leptositosis, sel target, dengan perkataan lain osmotik
fragiliti sitosis penting dalam menentukan adanya kelainan morfologi eritrosit.8,9,10,11
II. 6. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnostik anemia hemolitik dan penyebabnya maka kita harus
berpatokan pada dua keadaan yang berbeda yaitu :
1. Menentukan ada tidaknya anemia hemolitik, yaitu :
a. Adanya tanda-tanda penghancuran serta pembentukan sel eritrosit yang
berlebihan pada waktu yang sama.
b. Terjadi anemia yang persisten yang diikuti dengan hipereaktivitas dari sistem
eritropoesis .
c. Terjadi penurunan kadar hemoglobin dengan sangat cepat tanpa bisa
diimbangi dengan eritropoesis normal.
d. Adanya tanda-tanda hemoglobinuria atau penghancuran eritrosit intravaskular.
2. Menentukan penyebab spesifik dari anemia hemolitik, yaitu dengan mendapatkan
informasi dari anamnesa yang tepat dan cermat terhadap pasien serta dari basil pemeriksaan
sediaan apus darah tepi Clan Antiglobulin Test (Coomb’s Test) , dari data ini dapat kita
bedakan lima grup pasien yaitu :
11
2.1 Anemia hemolitik yang disebabkan oleh adanya exposure terhadap infeksi , zat
kimia dan kontak fisik .
2.2 Hasil pemeriksaan Coomb’s Test positif menunjukan Anemia Hemolitik
Autoimune (AlHA).
2.3 Hasil pemeriksaan Coomb’s Test negatif kemungkinan adanya anemia hemolitik
spherositik yaitu pada hereditary spherositosis.
2.4 Kelainan morfologi sel eritrosit yang spesifik : elliptositosis dan sickle sel anemi .
2.5 Golongan pasien dengan Coomb’s test negatip dan tidak adanya kelainan
morfologi eritrosit yang spesifik ,hal ini perlu pemeriksaan tambahan yaitu
Hemoglobin elektroforese dan heat denaturation test untuk unstable hemoglobin
diseases. Bila hasil pemeriksaan laboratorium tersebut diatas menunjukan hasil
normal maka diagnosis anemi hemolitik menjadi sulit, kelainan enzym-enzym
eritrosit merupakan penyakit yang sangat jarang kali dijumpai, namun perlu dilakukan
pemeriksaan enzym eritrosit tersebut diantaranya yaitu enzym Glukose 6-phosphat
dehydrogenase dengan pemeriksaan secara enzymatik.12
II.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan anemia hemolitik disesuaikan dengan penyebabnya. Bila karena
reaksi toksik-imunologik yang didapat diberikan adalah kortikosteroid (prednison,
prednisolon), kalau perlu dilakukan splenektomi. Apabila keduanya tidak berhasil, dapat
diberikan obat-obat sitostatik, seperti klorambusil dan siklofosfamid.2
II.8 Prognosis
Prognosis jangka panjang pada pasien penyakit ini adalah baik. Splenektomi sering
kali dapat mengontrol penyakit ini atau paling tidak memperbaikinya.2
12
BAB III
KESIMPULAN
Anemi hemolitik adalah anemia yang terjadi karena pemecahan yang berlebihan dari
sel eritrosit (hemolisis) tanpa diikuti oleh kemampuan yang cukup dari sumsum tulang untuk
memproduksi sel eritrosit dalam mengatasi hemolisis yang berlebihan tersebut, sumsum
tulang akan mengalami hyperplasia.
Ada dua faktor yang mempengaruhi hemolisis yaitu : a) Faktor Instrinsik (intra
korpuskuler) , kelainan terutama pada sel eritrosit , sering merupakan kelainan bawaan,
kelainan terutama pada enzim eritrosit ,b) Faktor Ekstrinsik (extra korpuskuler) kelainan
umumnya didapat (aquaired) dan biasanya merupakan kelainan immunologi .
Klasifikasi dan etiologi anemia hemolitik yaitu : a) Penyakit hemolitik yang
diturunkan (Inherited Hemolytic Disorders) biasanya merupakan kelainan membran, enzim
glikolitik, kelainan metabolik nukleotida ,defisiensi enzim pentosa-phosphat, kelainan
sintesis dan struktur eritrosit ,b) Anemia hemolitik didapat (Aquaired Hemolitic Anemia) :
anemia hemolitik imun, anemia mikroangiopatik, infeksi ,zat kimiawi, physical agent,
hypophosphospatemia ,defisiensi vitamin E, defisiensi pada newborns.
Pemeriksaan laboratorium yang penting diantaranya yaitu : a) Hitung sel darah secara
lengkap, b) Osmotik Fragility Test ,c) Pemeriksaan biokimiawi dan d) Pemeriksaan
immunologi.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Price, Sylvia. 2005. Patofisiologis : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta :
EGC
2. Sulistyo A. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Hematologi. Jakarta : Salemba Medika
3. Charles H. Packman ,John P. Leddy; Aquired Hemolytic Anemi dueto Warm-
Reacting Autoantibodies ;in Williams Hematology,Editors Ernest Beutler ,Marshall
A.Lichtman ,Barry S.Coller ,Thomas J.Kipps ,Mcgraw-Hill. Inc. Health Professions
Devision ,p. 677-684 Fifth Edition, 1995
4. Charles H.Packman ,John P.Leddy ; Cryopathic Hemolytic Syndrome in Williams
Hematology ,Editors ;Ernest Beutler ,Marshall A. Lichtman ,Barry S Coller ,Thomas
J.Kipps ,Mcgraww-Hill. Inc., Health Profesions Devision ,p.685 -690 ,Fifth
Edition ,1995
5. D.S.Gillent ,A.J.Bellingham ;Haemolytlc Anemias ,in. Clinical Haematology ,Edited
by ; Christopher A.Ludlam ,ELBS ,with Churchill Livingstone ,Low-Priced
Edition ,1994.
6. Ernest Beutler; Hemolytic Anemi Due to Chemical and Physical Agents ;in Williams
Hematology ,Editors; Ernest Beutler, Marshall A. Lichtman ,Barry S.Coller ,Thomas
J.Kipps 7 McGraw-Hill. Inc.Health Professions Division ,p. 670 -673 ,Fifth Edition,
1995.
7. Ernest Beutler; Hemolytic Anemi due to Infection with Microorganisms ; in Williams
Hematology, Editors: Ernest Beutler, Marshall A.Lichtman ,Barry S.Coller ,Thomas
J.Kipps ,McGraw-Hill. Inc.Health Professions Devision ,p.674-676, Fifth Edition,
1995.
8. G.C.de Gruchy ; Clinical Haematology in Medical Practice,The English Language
Book Society and Blackwell Scientific Publication, Fourth Edition, 1978.
9. Henry J.B.; Clinical Diagnosis and Management By Laboratory Methodes ,W.B.
Saunders Company ,18th Edition ,1991.
10. Richard Ravel M.D.; Clinical Laboratory Medicine,Clinical Application of
Laboratory Data ,Mosby st.Louis Baltomore, Berlin, Boston, London,
Tokyo,Toronto ,p. 40 -55 ,Sixth Edition ,1994.
14
11. Sir John V. Dacie ,S_M. Lewis ;Practical Haematology ,ELBS with,Churchil
Livingstone ,p. 179-225 ,Seventh Edition ,1991.
12. Wintrobe M.M. ; Clinical Haematology , Lea & Febiger Philadelphia p.734-957 ,
Eighth Edition, 1985.
1.
15
16