Referat 2 ILD Print Smentara
-
Upload
regina-lestari -
Category
Documents
-
view
240 -
download
0
Transcript of Referat 2 ILD Print Smentara
-
7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara
1/24
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit paru intersisial (PPI) adalah kelompok penyakit yang terdiri atas setidaknya
200 entitas penyakit yang berbeda.1Kelainan pada grup yang heterogen ini dikelompokkan
bersama atas dasar persamaan klinis, radiologis, fisiologi atau manifestasi patologis.2 PPI
pada awalnya dianggap langka, namun bukti epidemiologi saat ini menunjukkan kelompok
penyakit ini lebih umum daripada yang telah diketahui sebelumnya. Prevalensi PPI pada
salah satu studi di Amerika Serikat menunjukkan 80,9 dari 100000 laki-laki dan 67,2 dari
100000 wanita menderita PPI, sementara insiden mencapai 31,5 per 100000 pria, dan 26,1
kasus baru per 100000 wanita. Pada studi ini, prevalensi terbanyak berasal dari fibrosis paru,
penyakit berhubungan dengan pekerjaan dan lingkungan, kelainan jaringan ikat dan
sarkoidosis.1
PPI seringkali terdiagnosis sebagai penyakit paru ostruktif kronik (PPOK), bronchitis,
emfisema, asma atau bahkan gangguan jantung oleh layanan kesehatan primer. Sekitar 50%
pasien mengalami penundaan diagnosis setelah lebih dari satu tahun onset awal terjadinya
gangguan pernapasan.3 Pelaporan insidensi PPI yang cukup jelas baru didapatkan pada
negara maju seperti Amerika Serikat atau beberapa negara eropa, sementara daerah-daerah
asia terutama negara berkembang belum memiliki pelaporan angka insidensi. Kesulitan
pelaporan insiden terjadi akibat sulitnya penegakan diagnosis.
Global Burden of Disease Studymenunjukkan bahwa PPI berada pada posisi ke 40
sebagai penyebab mortalitas di tahun 2013, yang menunjukkan peningkatan sekitar 86% dari
tahun 1990. Prognosis PPI pada umumnya buruk, dengan PPI tersering Idiopathic
Pulmonary Fibrosis (IPF) memiliki median kesintasan 2-3 tahun, sementara sarkoidosis,
suatu PPI yang dianggap lebih jinak, pada nyatanya menunjukkan angka mortalitas yang
lebih tinggi daripada pelaporan sebelumnya.4Kurangnya data terhadap prevalensi, insidensi
dan mortalitas pada kelompok penyakit diatribusikan sebagai kurangnya kemampuan
diagnostik terhadap PPI.
Makalah ini akan mendiskusikan tentang PPI dan menitikberatkan pada pendekatan
penegakan diagnosisnya. Dengan pertimbangan prevalensi yang cukup tinggi, PPI yang
disebabkan oleh kelainan primer akan dikedepankan sebagai upaya pengenalan lebih lanjut.
1
-
7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara
2/24
BAB II
ISI
Penyakit paru intersisial (PPI) atau yang dulu dikenal sebagai panyakit parenkim paru
difus, adalah terminologi dari suatu kelompok kondisi yang melibatkan parenkim paru
(alveolus, epitel alveolus, endotel kapiler, dan rongga di antara struktur-struktur ini,
pervaskular dan jaringan limfe). Kelainan pada grup yang heterogen ini dikelompokkan
bersama atas dasar persamaan klinis, radiologis, fisiologi atau manifestasi patologis. PPI
sering kali dikaitkan dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi, dan hanya sedikit
konsensus yang berkaitan dengan penatalaksanaan lanjutnya.2Penyakit paru difus lain seperti
emfisema, atau penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dan hipertensi pulmoner diekslusidari klasifikasi ini.5
Penyakit paru intersisial mencakup lebih dari 200 penyakit yang ditandai dengan
adanya keterlibatan parenkim paru, baik sebagai kondisi primer atau bagian dari proses
multiorgan yang signifikan.6Luasnya pengertian dan cakupan variasi entitas menyulitkan
pemahaman terhadap kelompok kelainan ini. Salah satunya adalah terminologi yang banyak
dan membingungkan. Ada pun intersisial pada PPI mengacu kepada perubahan ekstensif
yang terjadi pada saluran udara, parenkim paru, pembuluh darah dan pleura, semtara
pneumonia intersisial menunjukkan adanya keterlibatan parenkim paru terhadap kombinasi
fibrosis dan inflamasi, bukan pada rongga udara seperti halnya yang khas terjadi pada
pneumonia akibat infeksi bakteri.5
2.1 Klasifikasi
Penegakan diagnosis suatu PPI memerlukan pendekatan multidisiplin antara klinisi,
radiologi, laboratorium, dan bila diperlukan seorang ahli patologi.5 Pendekatan yang lengkap
mencakup pembagian PPI menjadi dua kelompok besar berdasarkan kelainan utama
histopatologis: 1) Predominan inflamasi dan fibrosis dan 2) Predominan reaksi
granulomatosa pada area intersisial atau vaskular. Masing-masing kelompok ini kemudian
dapat dibagi-bagi kembali menjadi apakah penyebabnya diketahui atau tidak diketahui,
seperti yang diperlihatkan pada tabel 2.1. 2,6
2
-
7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara
3/24
Tabel 2.1 Klasifikasi PPI berdasarkan klinis dan histologis(6)
Sarkoidosis, IPF dan fibrosis paru yang berhubungan dengan Connective Tissue
Disease(CTD) adalah PPI tersering dari kelompok etiologi belum diketahui. Sementara PPI
dari kelompok dengan etiologi yang diketahui mencakup inhalasi debu inorganik, debu
organik dan berbagai gas/debu.2
Pada prakteknya PPI lebih sering diklasifikasikan berdasarkan klinis, atau parameter
histologis saja.5,7 Klasifikasi klinis dibuat berdasarkan gambaran klinis, radiologis dan
laboratorium yang didapat pada pasien, dan lebih praktis pada pemakaiannya. Patologi
anatomis, walau dikatakan telah mulai tergeser dengan sensitivitas high resolution CT scan,
masih memiliki peran penting dalam menentukan klasifikasi histologis yang dapat
memberikan gambaran respons paska terapi.5Klasifikasi klinis PPI digambarkan pada tabel
2.2, sementara klasifikasi histologis dan responsnya terhadap terapi pada tabel 2.3
3
-
7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara
4/24
Tabel 2.2 Klasifikasi klinis Penyakit Paru Intersisial5,7
Respon terhadap terapi Kadang Respon Tidak respon
Pneumonia eosinofilik kronik Kerusakan alveolar difus Usual interstitiasl pneumonitis
Pneumonia eosinofilik akut Acute Respiratory Idiopathic pulmonary fibrosis
Idiopatik Distress Syndrome Penyakit kolagen vaskuler
Terinduksi obat Obat sitotoksisk Asbestosis
Pneumonia intersisial non Sindrom pneumonia Pneumonitis hipersensitif
spesifik Idiopati Kronik Penyakit vascular kolagen Penyakit kolagen vaskuler Pneumonia eosinofilik kronik
Idiopati Sindrom Hamman-Rich Pneumonia intersisial
Terinduksi obat Inhalasi gas toksik nonspesifik fibrotic
Pneumonitis hipersensitif Perdarahan alveolar difus Idiopati
Bronchitis obliterans Sindrom Good-Pasture Penyakit kolagen vaskuler
organizing pneumonia Hemosiderosis pulmoner Pneumonitis hipersensitif
Idiopati Idiopati Terinduksi obat
Penyakit kolagen vaskuler Systemic Lupus Kerusakan difus alveolar
Terinduksi obat Eritematosus Progresif
Radiasi Pulmonary veno-oclusive Progressive organizing
Reaksi penolakan jaringan disease Pneumonia
Infeksi Pneumonitis limfositik
4
-
7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara
5/24
Pneumonia intersisial Penyakit granulomatosa Progresif
deskuamasi intersisial paru Pneumonia ontersisial
Pneumonia intersisial Histiositosis Langerhans Deskuamasi progresif
limfositik paru Deposisi otot polos
Idiopati Berylliosis lymphangioleiomyomatosis
Sindrom Sjogren primer Variasi imunodefisiensi
Penyakit kolagen vaskuler
Penyakit autoimun lain
Hipogammaglobulinemia
AIDS
Kapiliritis pulmoner
Granulomatosis Wagner
Poliangitis mikroskopik
Vaskulitis pembuluh darah
kecil lain
Penyakit kolagen vaskuler
Sindrom Goodpasture
Kapilaritis pulmoner
terisolasi
Pneumonitis intersisial
granulomatosa
Sarkoidosis
Pneumonitis hipersensitif
Terinduksi obat
Infeksi fungi dan mikroba
BerylliosisProteinosis alveolar
Variasi idiopatik
Vaskulitis
Granulomatosis Wegener
Sindrom Churg-Strauss
Tabel 2.3 Klasifikasi Histologis Penyakit Paru Intersisial berdasarkan respons terhadap
terapi5
2.2 PATOGENESIS
Penyakit paru intersisial pada pembentukannya adalah kelainan non-malignansi dan
bukan oleh agen infeksi yang teridentifikasi. Jalur utama yang memicu perubahan dari suatu
jejas menjadi fibrosis belum diketahui.6 Walau pun terdapat banyak agen pemicu jejas,
respon imunopatogenesis dari jaringan paru terbatas, dan mekanisme perbaikannya memiliki
komponen yang mirip dengan mekanisme repair yang lain. 6Patogenesis terjadinya fibrosis
paru secara skematis dapat dilihat pada gambar 2.1
5
-
7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara
6/24
Gambar 2.1 Patogenesis penyakit paru intersisial berbasis seluler6
Penjelasan terhadap patogenesis terjadinya fibrosis paru kronik yang dipicu oleh jejas
paru belum dapat terdefinisi dengan sempurna. Hipotesis yang ada saat ini adalah jejas paru
menstimulasi zat-zat tertentu dan/atau menginfiltrasi sel untuk melepaskan berbagai mediator
larut yang memicu kerusakan paru dan/atau sel yang memproduksi matriks. Apa, kapan, dan
bagaimana hal ini dapat terjadi belum dapat dijelaskan. Perubahan dan deposisi protein
matriks ekstraseluler yang berlebihan pada intersisial paru menandai pembentukan fibrosis.
Fenomena spesifik seperti transformasi sel epitel-mesenkim, aktivasi fibroblast dan ekspansi
berlebihan dari myofibroblas/fibroblast dipikirkan sebagai bagian dari bentuk proses remodel.
Fokus fibroblastik adalah penanda histologis sebagaimana terjadi pengelompokan area pada
deposisi kolagen yang tinggi pada paru yang mengalami fibrosis.8
Proses inflamasi di paru banyak dan beragam, menyesuaikan dengan variasi PPI yang
terbentuk selanjutnya, namun inflamasi kronik dan fibrosis paru secara umum digambarkan
mirip dengan model penyembuhan luka pada jejas kulit. Proses ini terdiri atas: 1. Fase cedera
(injury), 2. Fase hemostasis, 3. Fase inflamasi dan proliferasi dan 4. Fase maturasi. Setelah
jejas akan terjadi aktivasi kaskade koagulasi untuk memicu penghentian aliran darah dari
luka, dan diikuti deposisi matriks provisionalyang memicu sekresi faktor kemotaktik dan
aliran sel-sel inflamasi. Sel-sel inflamasi dalam tahapan ini berfungsi membersihkan debris,
sel-sel dan matriks jaringan ikat yang rusak. Seiring kembalinya fungsi normal, inisiasi
6
-
7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara
7/24
neovaskuler, stimulasi dari proliferasi sel-sel mesenkim dan penghentian kaskade inflamasi
terjadi secara bertahap. Fase resolusi yang memanjang akan mengakibatkan peningkatan
kolagen dan deposisi pembuluh darah yang memicu fibrosis.9
Pada keadaan normal, sel-sel yang menyusun dinding alveolus memiliki tingkatturnover yang rendah, tidak seperti sel-sel yang melapisi saluran napas utama. Situasi ini
dapat berubah drastis saat terjadi rangsangan eksogen yang menginduksi respons inflamasi
dari rongga udara. Setelah infiltrasi leukosit, pelepasan mediator proinflamasi, dan
perkembangan hiperpermeabilitas alveolus-kapiler diperkirakan merupakan faktor yang
menginduksi kerusakan jaringan. Pada kenyataannya, kerusakan alveolus yang difus
dibarengi dengan pembentukan membrane hyaline di rongga udara pada hewan percobaan
menunjukkan kesamaan dengan Acute Lung Injury (ALI) pada manusia dan Acute
Respiratory Distress Syndrome(ARDS).8
Sel-sel epitel paru tersusun atas sel alveolus tipe I dan tipe II. Sel alveolus tipe I pada
keadaan normal meliputi lebih dari 90% permukaan alveolus, dan membentuk lapisan tipis
endotel-epitel dengan dengan kapiler paru. Sementara sel tipe II berada pada sudut alveolus,
berfungsi mensintesa dan mensekresi surfaktan paru. Pada keadaan cedera, sel tipe I rusak,
sehingga matriks ekstraseluler di bawahnya akan terpajan. Epitel akan mengirimkan sinyal
untuk menutup celah yang terbentuk, sehingga terjadi migrasi dari sel epitel dan diferensiasi
dari sel tipe II menjadi sel tipe I. Migrasi ini bergantung pada sitokin-sitokin dan growth
factoryang berbeda. Setelah mengalami migrasi, sel tipe II akan mengalami diferensiasi
menjadi sel tipe I. 9
Pada IPF, gambaran patognomonik yang muncul adalah hilangnya pneumosit tipe I dan
terjadinya proliferasi pneumosit tipe II. Penghambatan terhadap efek sitokin dan growth
factorakan menghambat penutupan jejas pada sel epitel jalan napas. Mekanisme regulasi
proliferasi ini belum dapat dijelaskan sepenuhnya. Konsep yang ada saat ini menjelaskan
bahwa lesi UIP pada IPF berasal dari jejas sel epitel alveolus yang mengalami siklus
perbaikan berkali-kali, dan pada akhirnya membentuk manifestasi patologis dari fokus
fibroblastik dan akumulasi matriks ekstra seluler.9
Seperti yang telah disebutkan di atas, pola histopatologi utama pada PPI adalah pola
granulomatosa dan pola predominasi inflamasi dan fibrosis:
1) Kelainan granulomatosa paru
7
-
7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara
8/24
Proses ini ditandai dengan terjadinya akumulasi limfosit T, makrofag dan sel epiteloid
yang tersusun menjadi struktur diskret (granuloma) pada parenkim paru. Lesi
granuloma dapat berubah menjadi fibrosis. Pasien dengan kelainan paru granulomatosa
memiliki gangguan fungsi paru yang minimal atau sekiranya ada gejala, akanmengalami perbaikan setelah terapi. Diagnosis banding utama pada kelainan paru
granulomatosa adalah sarcoidosis dan pneumonia hipersensitif.6
2) Inflamasi dan fibrosis
Inflamasi dan fibrosis dipicu oleh jejas pada permukaan epitel yang mengakibatkan
inflamasi pada rongga udara dan dinding alveolus. Pada penyakit kronik, inflamasi
meluas ke bagian intersisium dan vaskular yang berdekatan sehingga terjadi fibrosis
intersisial. Pola histopatologik yang sesuai dengan keadaan ini termasuk Usual
interstitial Pneumonia (UIP), Pneumonia intersisial nonspesifik, pneumonia intersisial
deskuamatif/bronkhiolitis respirasi, kerusakan alveolar difus, pneumonia intersisial
limfositik. Perkembangan jaringan parut yang ireversibel (fibrosis) pada dinding
alveolus, saluran udara, atau komponen vaskular sering kali berkembang dan memicu
gangguan signifikan dari fungsi ventilasi dan pertukaran gas.6
2.3 DIAGNOSIS
1) Anamnesis
Gejala yang dapat terjadi pada PP bersifat luas, tergantung dari etiologinya.
!namnesis yang lengkap dan seksama diperlukan untuk mengenali kelainan yang
sebenarnya terjadi. Gejala pada saluran pernapasan sendiri tidak spesifik, dengan gejala
yang umum terjadi pada PP adalah sesak napas progresif. Gejala dapat muncul dalam
hitungan "aktu yang bervariasi, umumnya berlangsung kronik dari bulan sampai
dengan tahun, tergantung etiologi yang mendasari. #ondisi akut, yang berlangsungdalam hitungan hari sampai hitungan minggu, dapat merupakan suatu tanda onset atau
bahkan gejala perburukan. $ksaserbasi adalah prognosis yang buruk pada PP dan
berhubungan dengan peningkatan angka mortalitas.%,&
Gejala'gejala pada PP bersifat progresif, namun tidak spesifik. elain sesak,
batuk adalah gejala lain yang cukup menonjol, teutama pada jenis PP yang
mempengaruhi saluran udara kecil atau bersifat bronkhiolosentris seperti sarkoidosis,
bronchiolitis respiratorik, pneumonia terorganisir, P*+, dan pneumonia hipersensitif.
Pada P, manifestasi batuk tidak terlalu jelas.%,&
8
-
7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara
9/24
Gejala lain yang mungkin ditemui pada PP adalah mengi dan nyeri dada. -engi
adalah gejala yang tidak biasa ditemui pada PP, namun dapat dijumpai pada keadaan
karsinomatosis limfatik, pneumonia eosinofilik kronik dan hipersensitivitas
pneumonitis. yeri substernal, tidak biasa didapatkan untuk PP namun sering kali
dijumpai pada pasien sarkoidosis. yeri dada tipe pleuritik juga sering terjadi pada PP
yang disebabkan kelainan jaringan ikat dan obat.%,&
+emoptisis khas terjadi pada sindom perdarahan alveolus difus,
limfangioleiomyomatosis, kelainan venooklusive pulmoner, dan penyakit katup mitral
lama. alau perdarahan paru dapat juga terjadi tanpa hemoptisis, namun hemoptisis
pada pasien yang telah diketahui memiliki PP sebelumnya meningkatkan
kemungkinan terjadinya keganasan sebagai komplikasi.
elain gejala, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam anamnesis pasien
adalah0
a) 1i"ayat pekerjaan dan pajanan
2erdapat masa laten yang cukup panjang antara pajanan dan munculnya
gejala, atau gambaran radiologis pada penyakit pajanan. Pneumonitis
hipersensitif dapat bersifat akut, menghilang saat pajanan terhadap antigen
yang memicu dihentikan, dan berulang saat dipajankan kembali. 3entuk yang
lebih berbahaya, progresif dari keadaan ini kadang sulit dibedakan dengan
P atau penyakit fibrosis paru lainnya.%
b) 1i"ayat Pengobatan
Pada kebanyakan kasus, onset PP imbas obat berkaitan secara temporal
dengan saat obat diberikan., dengan variasi "aktu laten antara minggu sampai
dengan tahun. Pasien juga perlu ditanyakan mengenai ri"ayat
gastroesophageal reflux, obat cuci hidung dan jenisnya. 4bat cuci hidung
yang terbuat dari minyak mineral dapat menyebabkan lipoid pneumonia dan
fibrosis.%
c) 1i"ayat -erokok
2elah diketahui bah"a terdapat hubungan antara perkembangan PP dan
konsumsi tembakai, P*+ terjadi lebih dari 57 pada pasien perokok aktif,
pada sindrom Goodpasture, pasien perokok dipastikan akan mengalami
perdarahan paru. Pada kasus P, sekitar 667 pasien memiliki ri"ayat
merokok.%
d) 1i"ayat keluarga
aktor genetik memegang peranan penting pada beberapa variasi PP, seperti
P yang diturunkan melalui pola autosom dominan. Pada pola ini didapatkan
9
-
7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara
10/24
mutasi pada gen protein * di surfaktan paru pada anggota keluarfa. 3eberapa
PP lain yang juga diturunkan melalui gen autosom'dominan antara lain
tuberous sclerosis, neurofibromatosis dan sindrom +ermansky'Pudlak.
arkoidosis dapat juga bersifat familial, namun secara genetic belum
terbukti.%
2) Pemeriksaan Fisik
2anda klinis yang didapatkan pada PP tidak spesifik terjadi pada saluran
pernapasan, dan tidak terdapat gejala yang patognomonik mengacu kepada suatu
penyakit tertentu. 2anda yang paling khas adalah rhonki kering di kedua lapang paru
bagian basal. 1honki kering biasanya disebabkan oleh kelainan granulomatosa. 1honki
kering basal bilateral ini tetap dapat terjadi pada pasien dengan gambaran radiologi
thoraks yang normal. 8ari tabuh, umumnya ditemui pada fibrosis idiopatik atau fibrosis
paru familial, kebanyakan berkaitan dengan penyakit fibrosis lanjut. elain
pemeriksaan fisik khas untuk paru, perlu dilihat adakah tanda klinis hipertensi
pulmoner yang telah terjadi, berkaitan dengan keadaan fibrosis lanjut.%,&
3) Gambaran Radiologis
-akalah ini akan membahas pendekatan diagnosis PP dengan High Resolution
CT Scandan rontgen thoraks. Pemeriksaan +1*2 telah meningkatkan angka diagnosis
PP tanpa memerlukan biopsi jaringan. 9ibandingkan dengan +1*2, pemeriksaan
berdasar sinar': standar memang tidak memiliki angka sensitivitas yang tinggi, namun
dalam pelayanan primer masih berperan dalam meningkatkan kecurigaan agar
selanjutnya dapat dikonfirmasi dengan +1*2 atau biopsi.&
1ontgen 2horaks
inar': konvensional tidak menggambarkan secara tepat stadium klinis atau
patologis dari penyakit, namun pada prakteknya adalah langkah pertama yang dapat
dilakukan secara cepat.%,6 ekitar ;7 pasien yang telah terbukti mengalami PP
berdasarkan pemeriksaan histologis memiliki gambaran sinar': yang normal,&,;. +al
ini dapat ditemukan pada beberapa variasi PP seperti pneumonia intersisial
deskuamatif, sarkoidosis tipe dan pneumonitis hipersensitif.%
-
7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara
11/24
dilakukan ekslusi pada kausa fisiologi abnormal lainnya seperti kelainan vascular dan
PP4# .%
a. PolaAlveolar filling
Pola ini berbentuk opasitas homogen yang tersebar merata ataupun patchy,
ditandai dengan nodul'nodul yang saling menyatu dengan batas tidak tegas,
gambaran air bronchogram dan obliterasi atau siluet struktur normal seperti
diafragma pada batas jantung dan pembuluh darah intrapulmoner.%,&Gambaran lain
yang dapat terlihat pada pola ini adalah air alveologram, yang menggambarkan
gambaran kecil paru yang tidak terlibat pada area yang mengalami konsolidasi
inkomplit, pada gambaran sinar': muncul sebagai area lusen di antara area opak.
Acinar rosettes, acinar nodules, atau nodul rongga udara (air space nodules)adalah
nodul peribronkial atau sentrilobular, dari opasitas dari suatu asinus tunggal.&
Gambaran adenopati hilus dapat dikaitkan dengan sarkoidosis, limfoma paru,
pneumonia intersisial limfositik dan hemosiderosis paru.%,& Pada pasien dengan
proteinosis alveolar, sisa'sisa parenkim paru yang berdekatan dengan diafragma
terlihat jelas, (gambar =.>). Pada pneumonia eosinofilik kronik, pola ini mengacu
seperti gambaran negatif dari edema paru karena opasitas prominen berada di daerah
perifer.
Gambar =.= (kiri) dan =.?(kanan). #iri0 PolaAlveolar filling,panah menunjukkan
air bronchogram& #anan0 gambaran milier yang dapat muncul pada sarkoidosis&
11
-
7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara
12/24
Gambar =.> Pengisian alveolar difus yang menunjukkan sisa'sisa parenkim paru
pada bagian dekat diafragma pada proteinosis alveolar.%
b. PolaPrimary interstitial&
Pada pola ini, opasitas intersisial tampak jelas saat kompartemen intersisial terisi
dan melebar akibat sel'sel inflamasi, kolagen yang berlebihan, inflamasi
granulomatosa atau proliferasi otot polos. Pada keadaan lain, sel'sel ganas atau
deposisi amyloid juga akan memperbesar kompartemen ini. 4pasitas pada pola ini
dapat muncul sebagai nodul, garis retikuler, atau kombinasi keduanya. 9i antara
kedua pola ini, gambaran linear atau retikuler adalah gambaran tersering yang dapatditemukan pada PP. &Perbedaan yang nyata anatara nodul pada pola alveolar dan
intersial adalah batas yang tegas pada pola intersisial.%#arakteristik pada gambaran
ini adalah gambaran opasitas retikular pada bagian ba"ah paru.&
2abel =.> Gambaran radiologis PP pada pemeriksaan sinar :'standar&
3eberapa pola lain yang khas dapat mengiringi perubahan intersisial danmenunjukkan suatu diagnosis, selanjutnya seperti yang ditunjukkan pada tabel =.?.
12
-
7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara
13/24
Garis #erley 3 pada PP menunjukkan penebalan septum interlobular, yang dapat
terjadi setelah obstruksi pembuluh limfe paru.&
Gambar =.% Garis #erley 3 pada lymphangitis carcinomatosis&
2emuan radiologis seperti honeycombberhubungan dengan pembentukan rongga
kista dan fibrosis yang progresif, kebanyakan menunjukkan prognosis yang buruk
dan mengindikasikan kelainan yang bersifat ireversibel dan lanjut.%,&
-ayoritas PP mengakibatkan berkurangnya volume paru secara bertahap, dan
umumnya terutama terjadi pada lobus ba"ah dan traksi bronkiektasis terutama pada
tahap lanjut.&
alau demikian, beberapa variasi PP seperti lymphangioleiomyomatosisdan tuberous sclerosis dapat merusak otot polos bronkhiolus dan imenginfiltrasi otot
polos pada dinding alveolus sehingga mengakibatkan gambaran hiperinflasi paru.%
*2 can
*2 scan konvensional (potongan @'; mm) memberikan nilai sensitivitas yang
sedikit lebih tinggi daripada pemeriksaan sinar': standar. +1*2 (High resolution CT),
dengan potongan kurang dari = mm, memberikan visualisasi yang lebih baik terhadap
parenkim paru secara mendetail sehingga dapat mendeteksi perubahan rongga udara
atau intersisial lebih a"al.&+1*2 sebaiknya dilakukan sebelum biopsi, terutama dalam
menentukan lokasi akan dilakukan biopsi.%
Scanning pada akhir inspirasi menunjukkan manfaat terbesar karena
menunjukkan perbedaan antara gambaran yang mirip, misalnya daerah edematosa
dengan atelektasis atau daerah yang ramai dengan pembuluh darah.; Pada pasien'
pasien dengan kecurigaan 9 yang hasil radiologis konvensionalnya tidak
mendukung, dapat dipertimbangkan pemeriksaan +1*2 pada posisi telentang dantengkurap. !lasan dari kedua posisi ini adalah adanya variasi densitas paru yang dapat
13
-
7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara
14/24
menyerupai perubahan intersisial, selain itu gambaran vaskular yang ada dapat
memberikan gambaran seperti penebalan septum paru pada posisi telentang.
Gamabaran yang persisten pada posisi telungkup mengindikasikan terjadinya penebalan
septum yang umum terjadi pada PP.&,;
Pada pasien dengan gambaran radiologis abnormal, evaluasi +1*2
meningkatkan akurasi diagnostik. Pada pasien P, sering terlihat gambaran opasitas
retikuler di bagian perifer, honey comb di Aona subpleural bagian ba"ah dan traksi
bronkiektasis. Pada pasien dengan kelainan jaringan ikat, asbestosis dan PP terinduksi
obat, gambaran +1*2 mau pun sinar': standar tidak berbeda jauh dengan P,
sementara +1*2 mampu mendeteksi >%7'&%7 pada pasien scleroderma dibandingkan
dengan standar patologi anatomis. Pada sarkoidosis, terjadi adenopati hilus dan
mediastinum, juga nodulus sepanjang bundlebronkovaskular dan septum interlobus,
parut fibrosis sekunder berbentuk linear. Pada pasien dengan pneumonitis hipersensitif,
rongga udara terisi nodulus sentrilobular dan opasitas linear tanpa adenopati, namun
dapat hanya berupa gambaran normal. Pada limfangioleiomiomatosis, +1*2
menunjukkan kista berdinding tipis yang khas, dapat juga diiringi oleh pneumothoraks
atau efusi pleura (chylous). !ymphangitic carcinomatosis menghasilkan gambaran
seperti rantai mutiara pada septum interlobular, gambaran ini berkaitan dengan garis
"erley #pada pemeriksaan sinar': standar.&+1*2 memungkinkan pengenalan perubahan patologis seperti retikulasi,
mikronodul, kista honey comb dan penebalan septum interlobular lebih a"al.
Perubahan parenkim akibat kelainan vascular secara langsung tidak memberikan tanda
khas, namun dapat diamati dengan menilai kompresi vaskuler atau adanya defek
pengisian intraluminal. +1*2 juga memungkinkan demostrasi akurat dari gambaran
ground$glass, yang menunjukkan perubahan pulmoner aktif, seperti penebalan dinding
intersisial alveolus atau defek pengisian rongga udara.;
14
-
7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara
15/24
Gambar =.6 dan =.&. #iri0 #ista berdinding tipis dalam gambaran +1*2 pada
ymphangioleiomyomatosis. #anan0Honeycombpada P fase lanjut&
4) Pemeriksaan Fngsi Par
Pada PP, terdapat perubahan fungsi mekanik paru dan pertukaran gas yang khas.
Penilaian fungsi ventilasi dan mekanik paru, pertukaran gas, terutama saat aktivitas alah
komponen vital untuk evaluasi inisial pasien dengan kecurigaan 9. Pemeriksaan
secara serial bermanfaat untuk menentukan progresifitas penyakit dan efek terapeutik.&
Fngsi !en"ilasi
Penilaian fungsi ventilasi memberikan gambaran indeks terhadap impedansi pada
fungsi pernapasan yang dipengaruhi oleh resistensi elastic sampai distensi paru dan
resistensi friksi terhadap alran udara pada batang trakeobronkhial. ecara klinis
perubahan mekanik system respirasi tercermin dalam pola pernapasan yang diadopsi
pasien. Pasien dengan kecenderungan bernapas cepat dan dangkal karena memiliki
volume tidal yang lebih besar memerlukan peningkatan %or& of breathing yang lebih
untuk mele"ati resistensi elastik yang besar. &
Resis"ensi #las"ik
PP berhubungan dengan peningkatan resistensi elastic (atau penurunan
compliance) yang dapat terlihat pada plot tekanan statis transpulmoner, terdapat
15
-
7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara
16/24
perbedaan penurunan volume paru dengan kapasitas total paru terhadap volume residu.
Pada sebagian besar pasien PP, plotdari hubungan antara volume dan tekanan paru
secara khas bergeser ke ba"ah dank e kanan, dengan slope menurun dan peningkatan
koefisien dari recoilelastic. Pengukuran volume paru menggambarkan perubahan posisi
dari kurva volume'tekanan paru. +al ini disebabkan perubahan dari recoilelastic paru
atau gangguan dinding dada yang merusak keseimbangan antara keluatan elastik paru
(ekspiratorik) dan dinding dada (inspiratorik). Pada pasienPP, kapasitas total paru,
kapasitas residu fungsional dan volume residu turun secara umum. #apasitas total dan
kapasitas vital akan lebih rendah daripada nilai yang diharapkan dibandingkan dengan
kapasitas residual fungsional normal, dan lebih tinggi daripada volume residu yang
diharapkan, menunjukkan gambaran campuran antara kelainan restriktif dan obstruktif.
Perlu diperhatikan bah"a kelemahan otot respiratorik atau kurangnya effort akan
memberikan gambaran hasil yang sama.&
Resis"ansi Flo$
Pengukuran volum paru penting dalam penilaian resistansi aliran udara. Penilaian
ini dapat dilakukan langsung dengan melihat hubungan antara aliran udara dan
komponen restriksi dari tekanan transpulmoner. Pada praktek klinis, berbagai penilaian
tidak langsung dari resistensi flo% dapat digunakan, seperti forced expiratory volume
dalam ; datik ($B;)C rerata expiratory flo% rateantara =%7 dan &%7 dariforced vital
capacity($=%7'&%7)C maksimal expiratory flo% rate(DBmaE) pada proporsi tertentu
(seperti &%7, %7, atau =%7) dari forced vital capacity (B*) (dari kurva aliran'
volume)C rasio $B;/B*C atau rasio $B; terhadap kapasitas vital. 1asio $B;/B*
yang rendah (F&7predicted) mengindikasikan adanya limitasi aliran udara ekspirasi.
amun, nilai BmaE tergantung pada volume paru itu sendiri. 1asio $B;/B* akan
melebihi perkiraan, dan derajat limitasi aliran di ba"ah perkiraan pada pasien yang tidak
melepaskan napas secara penuh akibat dyspnea berat, kelemahan otot, nyeri, atau
kurangnya usaha.&
2idak semua PP mengakibatkan peningkatan resistensi aliran udara, rendahnya
BmaE lebih disebabkan karena rendahnya volume paru. Pada kenyataannya, pada PP
tahap a"al, nilai BmaE lebih tinggi daripada perkiraan dibanding volume paru, hal ini
dikarenakan tekanan pada aliran udara di perifer meningkat sehingga meningkatkan
tekanan recoil elastic. BmaE lebih rendah dari pada yang diperkirakan di volume paru
tertentu pada pasien yang memiliki kelainan restriksi, mengindikasikan resistensi aliran
16
-
7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara
17/24
pada saluran udara perifer yang lebih banyak. Peningkatan resistensi saluran udara
perifer didapatkan pada pasien P, pneumonitishipersensitif dan pajanan asbestosis.&
Per"karan %dara
Perubahan pertukaran udara dapat dinilai dengan analisa tekanan arteri oksigen
(P4=) dan 2ekanan *4=, serta perhitungan perbedaan alveolar'arterial P4= ((!
a)P4=), saat istirahat dan aktivitas. Pada pasien PP, analisa gas darah (!G9) pada saat
istirahat menunjukkan gambaran hipoksemia dan peningkatan (! a)P4=, serta
hipokapnia. elain itu, kapasitas difusi *4 (9*4) menurun, akibat penurunan
permukaan alveolus'kapiler. 9*4 lebih tinggi dari perkiraan pada kasus yang
berhubungan dengan perdarahan paru yang baru terjadi, hal ini dikarenakan sel darah
merah di alveolus menangkap *4 langsung. Pengukuran 9*4 dalam hitungan menit
dapat membantu penegakan diagnosis perdarahan alveolar, saat terdapat darah segar pada
rongga alveolar, nilai 9*4 akan lebih rendah karena alveolus tersaturasi oleh *4.&
Penilaian pertukaran gas saat aktivitas akan memberikan korelasi terhadap beratnya
penyakit, karena pertukaran udara umumnya terganggu saat aktivitas fisik. Peningkatan
frekuensi respirasi yang akan terjadi tidak sebanding dengan peningkatan beban
aktivitas, akibat adanya kebutuhan untuk mele"ati ambang resistansi elastik volume tidal
paru. Bentilasi yang berlebihan biasanya terdistribusi pada area paru yang memiliki
compliancenormal namun kurang perfusi, akibatnya dead space yang diperhitungkan
dan rasio dead spaceterhadap volume tidal meningkat seiring dengan napas yang cepat
dan dangkal. Peningkatan cardiac outputpada aktivitas, transit darah yang cepat melalui
kapiler paru dan redistribusi paru mengakibatkan maldistribusi rasio ventilasi'perfusi
lebih besar yang mengakibatkan peningkatan pada (! a)P4=) dan penurunan P4=
arteri. &
&) Bronchoalveolar Lavage#ronchoalveolar lavage (3!) adalah tekhnik yang digunakan untuk mengambil
contoh saluran udara distal via instilasi cairan salin steril menggunakan bronkoskopi
fiberoptik. etelah aspirasi, komponen seluler, imunologi dan biokimia
daristrukturalveolus dapat dianalisa. +asil 3! untuk evaluasi PP sulit diinterpretasikan
karena kurangnya standardisasi tekhnik baik untuk melakukan mau pun untuk analisa
data. Perlu diingat bah"a rokok akan meningkatkan jumlah makrofag dan eosinophil
baik pada pasien atau subjek normal.
Pemeriksaan sitologi spesimen 3! dapat digunakan untuk diagnostic
17
-
7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara
18/24
lymphangitic carcinomatosis, adenocarcinoma dan limfoma pulmoner. 3ila eosinofil
melebihi >7, maka diagnosis dapat diarahkan kepada pneumonia eosinofilik, sementara
eosinofilia yang lebih rendah (=7'>7) dapat ditemukan pada gangguan jaringan ikat
atau P. Penemuan sel darah merah dan makrofag hemosiderin'laden menunjukkan
gambaran perdarahan alveolar difus. imfositosis pada specimen 3! dominan pada
beberapa kelainan seperti pneumonitis hipersensitif, sarcoidosis termasuk pneumonia
intersisial limfositik, limfoma pulmoner, berylliosis dan PP imbas obat.
!plikasi lain dari 3! adalah penilaian penyakit dan memprediksi respon
terapeutik. -isalnya, pada penyakit jaringan ikat dan P, limfositosis 3! dihubungkan
dengan histologi seluler dan respons perbaikan terhadap terapi, sementara kombinasi
neutrofilia dan eosinophilia tanpalimfositosis menunjukkan ketidakresponan terhadap
terapi. ebaliknya pada sarcoidosis, limfositosis melebihi =@7 menjadi prediksi
penurunan klinis selanjutnya. elain itu 3! dianggap mampu menilai potensi PP pada
populasi berisiko, misalnya pada pasien scleroderma dan arthritis reumathoid, yang mana
akan menunjukkan peningkatan sel radang.
') Pemeriksaan (is"ologis
$valuasi terahir pada pasien PP adalah untuk menentukan apakah diperlukan
pemeriksaan jaringan. 9iagnosis penyakit jaringan ikat, okupasi, atau PP terkait obat
dapat muncul setelahanamnesis yang seksama. Pada PP yang disebabkan idiopati atau
primer, diagnosis mungkin tidak jelas "alau pemeriksaan klinis, laboratorium dan
radiologis menunjukkan ke arah PP. elain itu, diagnosis P pada banyak hal perlu
ditegakkan melalui biopsi paru. ebelum pemeriksaan histologis dilakukan, adalah
penting untuk menentukan jenis biopsi yang akan dilakukan.
Biosi *ransbron+,ial
3iopsi transbronchial dapat dilakukan saat melakukan bronkoskopi untuk 3!.
3iopsi transbronkhial relatif aman, dengan risiko pneumothoraks sekitar ;7 dan
perdarahan signifikan kurang dari =7. dan sering digunakan untuk diagnosis
sarkoidosis, malignansi difus, proteinosis alveolar atau pneumonia eosinofilik.
nterpretasi biopsi transbronkial dapat memberikan gambaran inflamasi, fibrosis, atau
keduanya, namun tidak adekuat untuk penegakan diagnosis P. &,;; ebih lanjut,
bahkan pada kasus PP jaringan penyambung atau imbas obat yang sudah
dikonfirmasi secara klinis, dapat ditemukan gambaran histologik yang berbeda dan
biopsi paru secara terbuka (surgikal) sering dilakukan untuk memprediksi prognosis
18
-
7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara
19/24
dan respon terapi, terutama apabila hasil 3! dan +1*2 inkonklusif. &
Biosi Par *erbka
8ika hasil pemeriksaan biopsi transbronkial, klinis, dan 3! tidak konklusif dan
pasien bukan termasuk kategori risiko tinggi, maka sebaikya dilakukan biopsi paru
terbuka atau torakoskopi video. ebih lanjut, terdapat korelasi yang buruk antara
hasil biopsi transbronkial dan biopsi paru terbuka dan biopsi transbronkial kecuali
hasil biopsi transbronkial menunjukkan diagnosis yang spesifik. ndikasi biopsi
terbuka tetap ada saat biopsi transbronkial tidak konklusif dan diagnosis definitif
dibutuhkan.&
3iopsi trasbronkhial untuk sebagian besar pneumonia intersisial idiopatik
(seperti P) pada nyatanya kegunaannya rendah, dan biopsi terbuka lebih sering
diperlukan untuk diagnosis yang akurat. 2ekhnik yang biasanya dilakukan adalah
video$assisted thorascocopic surgery.Pada teknik ini, biopsi diambil dari tiga lobus
yang terpisah dan meliputi area paru yang tampilannya normal, pada nyatanya
spesimen yang diambil dari area yang terlihat paling tidak normal sering kali tidak
memberikan makna diagnostik. Pada B!2, risiko yang mungkin terjadi adalah
terjadinya kebocoran udara, perdarahan, infeksi dan nyeri pada daerah insisi. ama
ra"at pada pasien B!2 adalah = sampai dengan ? hari, dan pada beberapa sentral
dilakukan pada pasien ra"at jalan. 1isiko yang paling sering terjadi adalah
eksaserbasi akut pada pasien P.;;
#esulitan dalam melakukan B!2 adalah pasien harus dapat dilakukan
anastesia umum dengan ventilasi paru tunggal. #omplikasi dan morbiditas yang akan
terjadi dapat diprediksi melalui adanya gagal napas lanjut yang terlihat dari P*4=
yang tinggi atau hipoksemia berat, hipertensi pulmoner signifikan dan imunosupresi.
Pasien'pasien geriatric yang berusia 6%'&% tahun pada nyatanya memiliki angka
morbiditas dan mortalitas yang tidak jauh berbeda dengan pasien'pasien usia muda,
namun angka kebocoran udara pada usia di atas &% tahun jauh lebih tinggi. $valuasi
jantung preoperative perlu dipertimbangkan, mengingat kabanyakan pasien berusia
lanjut atau memiliki ri"ayat merokok yang signifikan.;;
3eberapa pola patologis mayor dapat ditemukan pada pneumonia intersisial
idiopatik, termasuk PP granulomatosa, HP, Pneumonia intersisial non'spesifik. Pola'
pola ini dapat ditemukan pada pasien dengan penyakit sistemik, dan karenanya tetap
harus dikaitkan dengan gambaran klinis dan radiologis. Pada penanganannya, specimen
yang ada harus berasal dari paru yang dikembankan. pesimen yang berasal dari paru
19
-
7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara
20/24
yang kolaps, tidak dapat diinterpretasi, atau bahkan memberikan gambaran fibrosis
berlebihan.;;,;=
Pola HP sering kali berkaian dengan P, dan memiliki gambaran spesifik,
termasuk gambaran heterogen pada area fibrosis dan honeycombyang tersebar pada area
paru yang normal. Perubahan yang terlihat paling jelas adalah pada bagian prefer paru,
tidak predominan pada jalan udara dan terdapat fokus fibroblastik. 3eberapa keadaan
berdasarkan gambaran patologisnya dapat dibagi menjadi IHPJ, 'probable (P*,
'Possible (P*, 'unclassifiable fibrosis* dan 'not (P*. +asil ini, bersama dengan
+1*2 dan gambaran klinis akan membantu penegakan diagnosis definitive suatu P,
probable P+, possible P+atau bkan IPF.
Pneumonia intersisial nonspesifik ditandai dengan inflamasi intersisial dan fibrosis
pada pola homogen. Gambarannya bervariasi antara predominan seluler sampai fibrosis,denan penebalan intersisial namun tanpa perubahan honeycombintersisial.
3erikut gambaran histologis yang mungkin didapatkan pada PP0
Gambar =.@ Gambaran histologis Pneumonia intersisial non spesifik
20
-
7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara
21/24
Gambar =.5 (sual nterstitial Pneumonia
Perlu diingat, bah"a gambaran histologis adalah pilihan penegakan diagnosis
terakhir, saat gambaran klinis dan radiologis tidak mampu memberikan diagnosis
definitif. Pengambilan sampel untuk gambaran histologis harus mempertimbangkan asas
manfaat, terutama untuk pasien dengan usia tua.
21
-
7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara
22/24
BAB III
P#N%*%P
Penyakit paru intersisial adalah kelompok penyakit yang luas, dan pada dasarnya
membingungkan. !ngka prevalensinya yang rendah, sangat mungkin disebabkan oleh
kesulitan penegakan diagnosis. Penegakan diagnosis penyakit paru intersisial membutuhkan
pendekatan yang komprehensif.
#ecurigaan terhadap penyakit paru intersisial perlu ditingkatkan untuk penanganan
segera, mengingat beberapa penyakit cukup jelas gambarannya dari anamnesis yang seksama.
+igh resolution *2 scan perlu diberdayagunakan lebih lanjut sebagai tindak lanjut kecurigaan
terhadap PP, karena gambaran *2 can biasa tidak jauh lebih baik daripada gambaran sinar'
: standar.
Pemeriksaan klinis, laboratorium dan dan radiologis dapat membantu penilaianpatologis. 3ila penyebab spesifik berhasil teridentifikasi, pemeriksaan patologis tidak akan
mengubah tata laksana selanjutnya dan tidak banyak bermanfaat bila dibandingkan dengan
risiko yang mungkin terjadi saat pengambilan specimen.
22
-
7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara
23/24
DAF*AR P%S*A-A
;. ederer 98. nterstitial ung 9isease.
=. #ing 2$. nterstial ung 9isease. n0 #asper 9, +auser , 8ameson 8, auci !,
ongo 9, oscalAo 8, editors. +arrisonKs Principles of nternal -edicine. ;5th ed.
e" Lork0 -cGra"+ill $ducationC =;%. p. ;&@M;@.
?. C(4ctober =;?). !vailable
from0 http0//dE.doi.org/;.;?@/npjpcrm.=;>.%>
>. #reuter -, +erth 8, acker -, eidl 1, +ellmann !, Pfeifer -, et al. $Eploring
*linical and $pidemiological *haracteristics of nterstitial ung 9iseases 0 1ationale ,
!ims , and 9esign of a ation"ide Prospective 1egistry 2he $:*2G'9
1egistry. =;%C=;%.
%. *osgrove G B., ch"arA -. !pproach to $valuation and 9iagnosis of nterstitial
ung 9isease. n0 ch"arA -, #ing 2$, editors. nterstitial ung 9isease. %th ed.
hellton0 PeopleKs -edical Publishing +ouseC =;;. p. ?M?%.
6. #ing 2$. nterstitial ung 9isease. n0 oscalAo 8, editor. +arrisonKs Pulmonary and
*ritical *are -edicine. =nd ed. e" Lork0 -cGra"+ill $ducationC =;?. p. ;5&M=;.
&. 1yu 8+, elman -, *olby 2 B, #ing 2$. diopathic nterstitial Pneumonia. n0
3roaddus B*, -ason 18, $rnst 89, #ing 2$, aAarus *, -urray 8, et al., editors.
-urray and adelKs 2eEtbook of 1espiratory -edicine. 6th ed. Philadelphia0 $lsevier
aundersC =;6. p. ;;;@M%=.
@. *hua , aurent G8, Gauldie 8, #olb -18. !nimal -odels of nterstitial ung 9isease.
n0 ch"arA -, #ing 2$, editors. nterstitial ung 9isease. %th ed. hellton0 PeopleKs
-edical Publishing +ouseC =;;. p. =6&M&%.
5. 2ighe 1-, oble P. nflammation in 2he Pathogenesis of nterstitial ung 9isease.
n0 ch"arA -, #ing 2$, editors. nterstitial ung 9isease. %th ed. hellton0 PeopleKs
-edical Publishing +ouseC =;;. p. =@;M?%.
;. perber -. 1adiological nvestigations. n0 perber -, editor. 9iffuse ung 9isorders0
! *omprehensive *linical'1adiological 4vervie". iverpool0 pringerC ;555.
;;. !ntin'4Aerkis 9. nterstitial ung 9isease0 ! *linical 4vervie" and General
!pproach. n0 Grippi -!, $lias 8!, ishman 8!, #otloff 1-, Pack !, enior 1-,
editors. ishmanKs Pulmonary 9iseases and 9isorders. %th ed. e" Lork0 -cGra"+ill
$ducationC =;%. p. @;M=.
23
-
7/25/2019 Referat 2 ILD Print Smentara
24/24
;=. *hurg !, -uller . !tlas of nterstitial ung 9isease Pathology0 Pathology "ith
+igh resolution *2 *orrelations. ;st ed. Philadelphia0 ippincott illiams Q ilkinsC
=;>. ;';% p.