Ptk propos
description
Transcript of Ptk propos
UPAYA PENINGKATAN MINAT MEMBACA NYARING KALIMAT SEDERHANA DENGAN MEDIA KARTU HURUF PADA SISWA KELAS
1 SDN MALANG MAOSPATI TAHUN PELAJARAN 2012/2013
OLEH :
ROFI NUR HANISA ALIM
NPM.09141190
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
IKIP PGRI MADIUN
2012
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan
hidayah-Nya sehinggaProporsal PTK yang berjudul “Upaya Peningkatan membaca
nyaring kalimat Sederhana Pada Siswa Kelas 1 SDN Malang Maospati Tahun Pelajaran
2012/2013" ini dengan tepat waktu. Proporsal PTK ini merupakan salah satu tugas mata
kuliah PTK pada program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar IKIP PGRI Madiun.
Pada kesempatan ini penyusun menyampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu terlaksananya penyusunan makalah ini, antara lain kepada :
1. Drs.Parji,M.Pd.,selaku rektor IKIP PGRI Madiun yang telah memberi
kesempatan untuk melakukan penelitian ini.
2. Drs.Edi Siswanto, M.Pd selaku dosen mata kuliah Penelitian Tindakan Kelas
yang telah Membimbing pembuatan Proporsal PTK ini.
3. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Proporsal PTK ini.
Dalam penyusunan Proporsal PTK ini Penulis menyadari tentang adanya
berbagai kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun akan
senantiasa kami terima.
Akhir kata penulis berharap semoga karya tulis ini bermanfaat bagi penulis
sendiri dan pembaca.
Madiun, 30 Desember 2012
PenulisDAFTAR ISI
ii
Halaman Judul.................................................................................................................i
Kata Pengantar........................................................................................................ii
Daftar Isi ..............................................................................................................iii
BAB I Pendahuluan ............................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 8
D. Hipotesis Penelitian ................................................................................ 8
E. Manfaat Penelitian ................................................................................ 8
BAB II Kajian Pustaka ......................................................................................... 9
A. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD ................................................ 9
B. Minat .................................................................................................. 15
C. Pembelajaran Membaca di SD ........................................................... 16
D. Membaca Nyaring kalimat sederhana ................................................ 23
E. Media Pembelajaran ........................................................................... 28
F. Kartu Huruf ........................................................................................ 31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 33
A. Rancangan Penelitian ......................................................................... 33
B. Lokasi Tempat dan Waktu Penelitian ................................................ 34
C. Indikator Keberhasilan ....................................................................... 35
D. Prosedur Pelaksanaan ......................................................................... 38
E. Instrumen yang digunakan ................................................................. 42
F. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ............................................ 42
G. Teknik analisis data........................................................................... 44
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah
Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional, pemerintah dalam hal ini Depertemen Pendidikan Nasional telah berusaha
melakukan penyempurnaan terutama dalam pembangunan pendidikan nasional ke depan
didasarkan pada paradigma membangun manusia indonesia seutuhnya,yang berfungsi
sebagai subjek yang memiliki kapasitas untuk mengaktualisasikan potensi dan dimensi
kemanusian secara optimal.
Upaya mencerdaskan bangsa sebagaimana diamanatkan oleh Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945 alinea empat terkait pada beberapa aspek di antaranya adalah
bahasa. Karena bahasa merupakan alat yang vital bagi kehidupan manusia,
dipergunakan untuk mengadakan hubungan-hubungan dengan manusia lain. Manusia
memiliki naluri untuk hidup bersama selalu memerlukan hubungan dengan manusia lain
sehingga wajarlah jika bahasa dimiliki oleh setiap manusia. Karena bahasa merupakan
sesuatu yang wajar dimiliki manusia, seakan-akan bahasa menjadi barang yang biasa
1
saja dalam kehidupan sehari-hari sehingga kurang mendapatkan perhatian yang
selayaknya sesuai dengan fungsi dan kedudukannya dalam masyarakat.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) telah membawa perubahan
yang sangat signifikan terhadap berbagai aspek kehidupan manusia dalam
bermasyarakat. Oleh karena itu, agar tidak tertinggal dari perkembangan IPTEK yang
ada, perlu adanya penyesuaian pendidikan di sekolah. Salah satu hal yang harus
dilakukan adalah melalui ketrmpilan membaca dalam Bahasa yang memiliki peran
sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional siswa dan merupakan
penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Menyadari peran yang
demikian, pembelajaran bahasa diharapkan dapat membantu siswa mengenal dirinya,
budayanya dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartsipasi
dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta
menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya (Depdiknas,
2006:317).
Dalam hidupnya, setiap saat, selama dalam keadaan sadar, manusia
menggunakan bahasa dalam befikir, menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
Namun, kemampuan menggunakan bahasa itu tidaklah merupakan kemampuan yang
bersifat alamiah, seperti bernafas dan berjalan. Kemampuan itu tidak dibawa sejak lahir
dan dikuasai dengan sendirinya, melainkan harus dipelajari. Pada saat anak memasuki
sekolah dasar, ia telah siap menerima informasi dalam bahasa yang dikuasainya, seperti
bahasa daerah dan bahasa Indonesia. Karena itu, kedua bahasa tersebut dijadikan bahasa
pengantar dalam pembelajaran di Sekolah Dasar.
2
Dalam kebijakan pendidikaan kita, Bahasa Indonesia diajarkan sejak anak usia dini.
Hal ini disebabkan pengajaran tersebut dapat memberikan kemampuan dasar berbahasa
Indonesia dengan baik dan benar. Salah satu aspek pengajaran bahasa Indonesia di
sekolah dasar yang memegang peran penting adalah membaca, khususnya membaca
permulaan. Membaca permulaan merupakan kegiatan awal untuk mengenal simbol-
simbol fonetis (Arifin, 2004:11). Pada sisi lain, pentingnya pengajaran membaca
permulaan pada anak diberikan sejak usia dini ini juga bertolak dari kenyataan bahwa
masih terdapat sebelas juta anak Indonesia dengan usia 7 – 8 tahun tercatat masih buta
huruf (Infokito, 2007). Selain itu, menurut laporan program pembangunan 2005 PBB
tentang daftar negara berdasarkan tingkat melek huruf, Indonesia masih berada pada
peringkat 95 dari 175 negara.
Kemampuan “ the three R’s”, yaitu Reading’s, Writing’s, and Aritmatic’s
(membaca, menulis, dan berhitung) merupakan modalitas yang mutlak harus dimiliki
setiap siswa dalam mempelajari dan menguasai berbagai ilmu pengetahuan.
Kemampuan 3 R yang tinggi akan mendukung siswa untuk mempelajari dan menguasai
berbagai bidang ilmu. Sebaliknya jika 3 R rendah, maka akan menghambat siswa dalam
mempelajari dan menguasai berbagai bidang ilmu. Persoalan membaca, menulis, dan
berhitung atau calistung memang merupakan fenomena tersendiri. Kini menjadi
semakin hangat dibicarakan para orang tua yang memiliki anak usia dini dan sekolah
dasar karena mereka khawatir anak-anaknya tidak mampu mengikuti pelajaran di
sekolahnya.
Pelajaran membaca, menulis, dan berhitung tidak diperkenankan di tingkat
pendidikan anak usia dini, kecuali hanya pengenalan huruf-huruf dan angka-angka, itu
3
pun dilakukan setelah anak-anak memasuki pendidikan anak usia dini tahap yang lebih
tinggi. Hal tersebut terjadi dikarenakan selama ini, teori psikologi perkembangan Jean
Piaget telah menjadi rujukan utama kurikulum taman kanak-kanak dan bahkan
pendidikan secara umum. Pelajaran membaca, menulis, dan berhitung secara tidak
langsung dilarang untuk diperkenalkan pada anak-anak di bawah usia 7 tahun. Piaget
beranggapan bahwa pada usia di bawah 7 tahun anak belum mencapai fase operasional
konkret. Fase itu adalah fase, dimana anak-anak dianggap sudah bisa berpikir
terstruktur. Sementara itu, kegiatan belajar calistung sendiri didefinisikan sebagai
kegiatan yang memerlukan cara berpikir terstruktur, sehingga tidak cocok diajarkan
kepada anak-anak usia dini yang masih berusia balita.
Yang menjadi Persoalan terpenting guru pada siswa kelas 1 pada pembelajaran
membaca adalah merekonstruksi cara untuk mempelajarinya sehingga anak-anak siswa
kelas 1 sd yang baru akan memasuki tahap operasional kongkret dalam pembelajaran
memang guru harus memasukan unsur sebuah permainan. Dan benar jika membaca
diajarkan seperti halnya orang dewasa belajar, besar kemungkinan akan berakibat fatal.
Anak-anak bisa kehilangan gairah belajarnya karena menganggap pelajaran itu sangat
sulit dan tidak menyenangkan.
Dalam KTSP di indonesia dalam pelajaran Bahasa Indonesia,peneliti
melakukan evaluasi tes aspek membaca permulaan yakni pada KD membaca nyaring
kalimat sederhana dengan lafal dan intonasi yang tepat yang disajikan di kelas 1
semester 1 SD Negeri Malang Kecamatan Maospati Kabupaten Magetan, hasilnya
kurang memuaskan dari 15 orang siswa di kelas 1 SD Negeri Malang Kecamatan
Maospati Kabupaten Magetan, 4 orang siswa membacanya lancar (sesuai lafal dan
4
intonasi yang tepat) 3 orang siswa membacanya masih kurang lancar, 4 orang
membacanya masih mengeja per suku kata dan 4 orang masih belum bisa membaca
(mengetahui huruf tetapi belum bisa merangkaikan satu kata). Sedangkan kriteria
ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan adalah 70. Untuk lebih jelasnya disajikan
data nilai test formatif tertera pada tabel 1.
Tabel 1: Nilai Formatif Membaca Nyaring kalimat sederhana dengan Lafal dam intonasi
yang tepat kelas 1 SD Negeri Malang tahun 2012/2013
No Nilai Jumlah Siswa
1. 10 -
2. 20 -
3. 30 4
4. 40 2
5. 50 2
6. 60 3
7. 70 2
8. 80 2
9. 90 -
10. 100 -
Dalam pembelajaran guru hanya memberi contoh membaca dan siswa disuruh
menirukan. Sehingga bagi siswa yang belum dapat membaca hanya sekedar mengingat
ucapan guru tanpa memperhatikan rangkaian huruf yang ada. Ketika siswa disuruh
membaca secara bergantian maka sering terjadi apa yang diucapkan oleh siswa tidak
5
sesuai dengan rangkaian huruf yang dibaca. Apa yang diucapkan kadang-kadang keliru
dengan bacaan di atasnya atau di bawahnya.
Kemudian Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa guru kelas di SDN
Malang kecamatan Maospati diperoleh informasi tentang kondisi kemampuan membaca
siswa di beberapa tingkatan kelas. Berdasarkan informasi tersebut diketahui masih ada
beberapa siswa di kelas 1,2,4, dan 5 yang membacanya masih dengan cara mengeja. Hal
ini tampak pada nilai siswa pada aspek membaca yang tidak mencapai standar
kelulusan. Padahal, pada tingkatan kelas tinggi yakni yang kelas 4 dan 5 tersebut
seharusnya kemampuan membaca siswa tidak lagi hanya mengenali tulisan tapi mulai
memaknai dan memahami arti tulisan, sebagaimana dikatakakan Slamet (2007:42)
bahwa siswa yang duduk di kelas 4 sampai dengan kelas 2 SMP membaca tidak lagi
pada pengenalan tulisan tetapi pada pemahaman. Mengetahui adanya kondisi tersebut
peneliti mencoba mendeteksi apa penyebab ketidaktercapaian tujuan pembelajaran
membaca di SDN Malang Maospati. Dari hasil observasi diketahui bahwa
ketidaktercapaian tujuan tersebut antara lain disebabkan kurang menariknya
pembelajaran membaca permulaan di kelas rendah, khususnya kelas 1 dan minimnya
kreativitas guru dalam menciptakan pembelajaran yang menyenangkan. Guru dalam
mengajar cenderung menggunakan pembelajaran konvensional sehingga hasil
pembelajaran yang diperoleh kurang maksimal. Guru mengajar hanya menggunakan
metode ceramah tanpa menggunakan media pembelajaran yang menarik minat siswa
untuk belajar membaca. Guru langsung mengajak siswa untuk membaca buku teks.
Menurut pengamatan peneliti, pembelajaran semacam ini dianggap kurang efektif dan
mengakibatkan hasil belajar siswa kurang maksimal. ini sesuai pendapat Wina Sanjaya
(2007: 231) menyatakan bahwa dalam pembelajaran konvensional peserta didik
6
ditempatkan sebagai obyek belajar yang berperan sebagai penerima informasi secara
pasif serta pembelajaran bersifat teoretis dan abstrak.
Menurut Mueller (2006:7), pengajaran membaca permulaan sebaiknya diajarkan
sejak dini dengan cara mengenalkan tulisan-tulisan yang konkret yang sering ditemukan
dalam dunia anak. Sebaiknya guru mengajrkan pembelajaran yang menyenangkan ini
dikemas dengan pembelajaran yang menyenangkan sehingga dapat meningkatkan minat
siswa untuk belajar membaca.
Berdasarkan pertimbangan dan informasi dari guru tersebut, peneliti merasa perlu
melakukan penelitian mengenai pembelajaran membaca di kelas I SD untuk
memperbaiki proses pembelajaran membaca permulaan digunakan media pembelajaran
inovatif yang dapat melibatkan siswa aktif belajar, baik secara mental, intelektual, fisik
maupun sosial, dengan harapan hasil belajar siswa meningkat. Hal inilah yang menarik
untuk diadakan penelitian dengan judul “Upaya Peningkatan Minat membaca Nyaring
Kalimat Sederhana Dengan Media Kartu Huruf Pada Siswa kelas 1 SDN Malang
Maospati Tahun Pelajaran 2012/2013”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
1. Bagaimana penerapan pembelajaran dengan media kartu huruf dapat
meningkatkan minat membaca nyaring kalimat sederhana pada siswa kelas 1
SDN Malang Maospati Tahun Pelajaran 2012/2013 ?
C. Tujuan Penelitian
7
Berdasarkan masalah penelitian yang telah dirumuskan di atas, tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan penerapan Pembelajaran dengan menggunakan media kartu huruf
dapat meningkatkan minat membaca nyaring kalimat sederhana pada siswa kelas 1
SDN Malang Maospati Tahun ajaran 2012/2013
D. Hipotesis Penelitian
1. Jika siswa kelas 1 SDN Malang Maospati dibelajarkan membaca nyaring kalimat
sederhana dengan kartu huruf maka minat dalam membaca nyaring kalimat
sederhana akan meningkat.
E. Manfaat Penelitian
a. Bagi Guru
1. PTK tersebut akan memperkaya wawasan dan pengalaman dalam mengatasi
masalah pembelajaran yang terjadi di kelas.
2. PTK tersebut juga memberikan pengalaman kepada yang bersangkutan
dalam menyusun dan mengembangkan karya tulis ilmiah, khususnya dalam
membuat laporan penelitian.
3. Diperolehnya media pembelajaran yang tepat dan bervariasi dalam
pembelajaran bahasa Indonesia (Kd:membaca nyaring kalimat sederhana
dengan lafal dan intonasi yang tepat) bagi siswa kelas 1.
b. Bagi guru lain,
8
1. Hasil PTK tersebut akan memberikan masukan dan wawasan tentang cara
atau strategi yang tepat untuk mengatasi masalah pembelajaran, khususnya
yang terkait dengan masalah dalam pembelajaran bahasa Indonesia
(membaca nyaring kalimat sederhana ) bagi siswa kelas 1.
c. Bagi siswa
1. Meningkatnya kemampuan membaca nyaring kalimat sederhana dengan lafal
dan intonasi yang tepat melalui pengembangan kreativitas dan keaktifan
siswa dalam proses pembelajaran.
2. Hasil PTK tersebut akan mendorong siswa untuk mencapai prestasi yang
lebih baik dan meningkatkan minat siswa untuk melakukan aktivitas belajar
yang lebih bergairah.
d. Bagi orang tua siswa,
1. Hasil PTK tersebut akan memberikan masukan yang berharga tentang
prestasi belajar anaknya sehingga orang tua siswa akan dapat memberikan
pembinaan kepada anaknya untuk tetap menjaga dan meningkatkan proses
dan prestasinya.
e. Bagi sekolah
1. Hasil PTK tersebut akan memberikan masukan yang berharga, terutama
dalam pembinaan akademik bagi guru dan siswa dalam hal peningkatan
mutu proses dan hasil belajar.
9
BAB II
LANDASAN TEORI
1. Tinjauan Pustaka
A. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD
Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara berfungsi sebagai bahasa pengantar resmi di
lembaga-lembaga pendidikan mulai dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
Di samping itu bahasa Indonesia sangat diperlukan untuk menguasai mata pelajaran
yang diajarkan, semua bahan pengajaran, kecuali pengajaran bahasa daerah, ditulis dan
diantarkan dalam bahasa Indonesia. Karena itu jika anak-anak tidak berhasil menguasai
kemampuan berbahasa Indonesia yang memadai, sulitlah bagi mereka untuk mencapai
prestasi belajar yang baik dalam mata pelajaran yang lain.
Usaha yang dilakukan Pemerintah agar harapan di atas tercapai, maka bahasa
Indonesia mulai diajarkan di sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Berdasarkan
Standar Isi Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah untuk kelas satu sekolah dasar
(2006: 6 ), mata pelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar bertujuan agar peserta
didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) berkomunikasi secara efektif dan
efisien dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulisan, (2) menghargai dan
bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara, (3)
memahami bahasa Indonesia dan menggunakan dengan tepat dan kreatif untuk berbagai
tujuan, (4) menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan intelektual serta
kematangan emosional dan sosial, (5) menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk
memperluas wawasan, memperluas budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan
10
kemampuan berbahasa, (6) menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai
khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
Namun agar bahasa Indonesia dapat memenuhi fungsinya sebagai sarana kehidupan
bangsa yang modern perlu dilakukan pengembangan. Dalam rangka pembinaan dan
pengembangan bahasa Indonesia, Pemerintah membentuk Lembaga Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa. Pembinaan bahasa Indonesia dilakukan melalui jalur formal
maupun nonformal. Jalur formal ialah lembaga pendidikan mulai sekolah dasar sampai
perguruan tinggi, sedangkan jalur nonformal melalui organisasi, karang taruna, dan
kelompok belajar.
Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran yang membelajarkan siswa untuk
berkomunikasi dengan baik dan benar. Komunikasi ini dapat dilakukan baik secara lisan
maupun tulisan. Dengan kesimpulan tersebut, maka standar kompetensi mata pelajaran
bahasa Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan minimal siswa yang
menggambarkan penugasan, pengetahuan, ketrampilan berbahasa, sikap positif terhadap
bahasa dan sastra Indonesia. Standar kompetensi ini merupakan dasar bagi siswa untuk
memahami dan merespon situasi lokal, regional, nasional, dan global.
Standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia dirumuskan karena, diharapkan
mampu menjadikan: (1) siswa dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan
kemampuan, kebutuhan, dan minatnya, serta dapat menumbuhkan penghargaan
terhadap hasil karya kesusastraan dan hasil intelektual bangsa sendiri, (2) guru dapat
memusatkan perhatian kepada pengembangan kompetensi bahasa siswa dengan
menyediakan berbagai kegiatan berbahasa, (3) guru lebih mandiri dan leluasa dalam
menentukan bahan ajar kebahasaan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan
kemampuan siswanya, (4) orang tua dan masyarakat dapat secara aktif terlibat dalam
11
pelaksanaan program kebahasaan di sekolah, (5) sekolah dapat menyusun program
pendidikan kebahasaan sesuai dengan keadaan siswa dengan sumber belajar yang
tersedia, dan (6) daerah dapat menentukan bahan dan sumber belajar kebahasaan dengan
kondisi kekhasan daerah dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional
(BSNP:2006).
Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang harus diajarkan di
sekolah dasar. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang dihasilkan dari alat ucap
(artikulasi) yang bersifat sewenang-wenang dan konvensional (melalui kesepakatan)
yang dipakai sebagai alat komunikasi untuk melahirkan perasaan dan pikiran. Selain itu,
bahasa juga merupakan percakapan atau alat komunikasi dengan sesama manusia.
Sedangkan bahasa Indonesia merupakan alat komunikasi yang menjadi salah satu ciri
khas bangsa Indonesia dan digunakan sebagai bahasa nasional. Hal ini yang merupakan
salah satu sebab mengapa bahasa Indonesia harus diajarkan pada semua jenjang
pendidikan, terutama di SD karena merupakan dasar dari semua pembelajaran.
ada pengajaran yang diantarkan menggunakan bahasa daerah terutama pada siswa kelas
rendah.
Pembinaan bahasa melalui jalur formal adalah tugas semua guru. Dalam hal ini
guru SD harus mampu membentuk dasar yang kuat berupa kesadaran, sikap serta
kemampuan berbahasa Indonesia. Untuk itu para guru harus membekali dirinya dengan
kesadaran, sikap serta kemampuan berbahasa Indonesia yang mantap.
Guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia dituntut dapat menciptakan situasi
yang menumbuhkan kegairahan belajar dan mampu mengatasi permasalahan yang
dihadapi secara profesional sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Permasalahan itu
12
biasa terjadi pada kelas-kelas permulaan, sehingga guru harus memiliki pengetahuan
tentang anak-anak, kesabaran, ketekunan, dan pengabdian yang dilandasi kasih sayang.
Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar meliputi keterampilan
menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Melalui pembelajaran bahasa Indonesia
diharapkan siswa terampil menggunakan bahasa Indonesia sebagai sarana
berkomunikasi. Sedangkan pembelajaran keempat aspek itu dilaksanakan secara
terpadu.
Membaca juga tidak mungkin terlepas dari persoalan bahasa, sebab membaca
merupakan salah satu aspek dari kemampuan berbahasa yakni berbicara. Standar Isi
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah untuk kelas 1 SD (2006: 6) menjelaskan
bahwa Berbahasa dan bersastra meliputi empat aspek, yaitu: aspek mendengarkan,
aspek berbicara, aspek membaca, aspek menulis. Keempat aspek kemampuan berbahasa
dan bersastra tersebut memang berkaitan erat sehingga merupakan satu kesatuan yang
tidak terpisahkan.
Pendidikan bahasa Indonesia di lembaga formal dimulai dari SD. Jumlah jam
pelajaran bahasa Indonesia di SD kelas I, II dan III sebanyak 6 jam pelajaran.
Sedangkan kelas IV, V dan VI sebanyak 5 jam pelajaran. Banyaknya jumlah jam
pelajaran Bahasa Indonesia dimaksudkan agar siswa mempunyai kemampuan berbahasa
Indonesia yang baik serta mempunyai kemampuan berpikir dan bernalar yang baik yang
dapat disampaikan melalui bahasa yang baik pula.
Bahasa Indonesia merupakan salah satu materi penting yang diajarkan di SD,
karena bahasa Indonesia mempunyai kedudukan dan fungsi yang sangat penting bagi
kehidupan sehari-hari. Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia sebagaimana dinyatakan
13
oleh Akhadiah dkk. (1991: 1) adalah agar siswa ”memiliki kemampuan berbahasa
Indonesia yang baik dan benar serta dapat menghayati bahasa dan sastra Indonesia
sesuai dengan situasi dan tujuan berbahasa serta tingkat pengalaman siswa sekolah
dasar”. Dari penjelasan Akhadiah tersebut maka tujuan pembelajaran bahasa Indonesia
dapat dirumuskan menjadi empat bagian. (1) Lulusan SD diharapkan mampu menggu
nakan bahasa Indonesia secara baik dan benar. (2) Lulusan SD diharapkan dapat
menghayati bahasa dan sastra Indonesia. (3) Penggunaan bahasa harus sesuai dengan
situasi dan tujuan berbahasa. (4) Pengajaran disesuaikan dengan tingkat pengalaman
siswa SD. Butir (1) dan (2) menunjukkan tujuan pembelajaran bahasa Indonesia SD
yang mencakup tujuan pada ranah kognitif dan afektif. Butir (3) menyiratkan pen-
dekatan komunikatif yang digunakan. Sedangkan butir (4) menyiratkan sampai di mana
tingkat kesulitan materi pelajaran Bahasa Indonesia yang diajarkan.
Dari tujuan tersebut jelas tergambar bahwa fungsi pengajaran bahasa Indonesia
di SD adalah sebagai wadah untuk mengembangakan kemampuan siswa dalam
menggunakan bahasa sesuai dengan fungsi bahasa itu, terutama sebagai alat
komunikasi. Pembelajaran bahasa Indonesia di SD dapat memberikan kemampuan dasar
berbahasa yag diperlukan untuk melanjutkan pendidikan di sekolah menengah maupun
untuk menyerap ilmu yang dipelajari lewat bahasa itu. Selain itu pembelajaran bahasa
Indonesia juga dapat membentuk sikap berbahasa yang positif serta memberikan dasar
untuk menikmati dan menghargai sastra Indonesia. Dalam pembelajaran bahasa
Indonesia perlu diperhatikan pelestarian dan pengembangan nilai-nilai luhur bangsa,
serta pembinaan rasa persatuan nasional.
Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia dalam BSNP (2006) dijabarkan menjadi
beberapa tujuan. Tujuan bagi siswa adalah untuk mengembangkan kemampuannya
14
sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya. Adapun tujuan bagi guru adalah
untuk mengembangkan potensi bahasa siswa , serta lebih mandiri dalam menentukan
bahan ajar kebahasaan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan
siswanya. Tujuan bagi orang tua siswa adalah agar mereka dapat secara aktif terlibat
dalam pelaksanaan program pembelajaran. Tujuan bagi sekolah adalah agar sekolah
dapat menyusun program pendidikan kebahasaan sesuai dengan keadaan siswa dan
sumber belajar yang tersedia. Sedangkan tujuan bagi daerah adalah agar daerah dapat
menentukan sendiri bahan dan sumber belajar kebahasaan dengan kondisi kekhasan
daerah dengan tetap memperhatikan kepentingan sosial
B. Minat
Untuk mencapai prestasi yang baik disamping kecerdasan juga minat, sebab tanpa
adanya minat segala kegiatan akan dilakukan kurang efektif dan efesien. Dalam
percakapan sehari-hari pengertian perhatian dikacaukan dengan minat dalam
pelaksanaan perhatian seolah-olah kita menonjolkan fungsi pikiran, sedangkan dalam
minat seolah-olah menonjolkan fungsi rasa, tetapi kenyataanya apa yang menarik minat
menyebabkan pula kita kita berperhatian, dan apa yang menyebabkan perhatian kita
tertarik minatpun menyertai kita.” (Dakir. 1971 : 81)
Dari pengertian minat diatas memberikan pengertian bahwa minat menyebabkan
perhatian dimana minat seolah-olah menonjolkan fungsi rasa dan perhatian seolah-olah
menonjolkan fungsi pikiran.
Hal ini menegaskan bahwa apa yang menarik minat menyebabkan pula kita
berperhatian dan apa yang menyebabkan berperhatian kita tertarik, minatpun
menyertainya jadi ada hubungan antara minat dan perhatian.
15
Pengertian Minat Belajar Menurut Ahli :
1. Pengertian Minat menurut Tidjan (1976 :71) adalah gejala psikologis yang
menunjukan pemusatan perhatian terhadap suatu obyek sebab ada perasaan
senang. Dari pengertian tersebut jelaslah bahwa minat itu sebagai
pemusatan perhatian atau reaksi terhadap suatu obyek seperti benda tertentu
atau situasi tertentu yang didahului oleh perasaan senang terhadap obyek
tersebut
2. Menurut Jersild dan Taisch dalam Nurkencana (1996 : 214) bahwa minat adalah
menyakut aktivitas-aktivitas yang dipilih secara bebas oleh individu. Minat besar
pengaruhnya terhadap aktivitas belajar siswa, siswa yang gemar membaca akan
dapat memperoleh berbagai pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian,
wawasan akan bertambah luas sehingga akan sangat mempengaruhi peningkatan
atau pencapaian prestasi belajar siswa yang seoptimal mungkin karena siswa
yang memiliki minat terhadap sesuatu pelajaran akan mempelajari dengan
sungguh-sungguh karena ada daya tarik baginya.
C. Pembelajaran Membaca di SD
Dalam pembelajaran bahasa Indonesaia di Sekolah Dasar (SD), kita mengenal ada
pembelajaran untuk kelas tinggi dan pembelajaran untuk kelas rendah. Yang dimaksud
dengan pembelajaran kelas tinggi adalah pembelajaran untuk kelas IV, V, dan VI.
Sedangkan pembelajaran kelas rendah meliputi pembelajaran untuk kelas I, II, III. Tentu
saja pembelajaran untuk kelas tinggi tidak sama dengan pembelajaran untuk kelas
rendah. Pembelajaran di kelas rendah disebut membaca permulaan dan membaca di
kelas tinggi disebut membaca pemahaman.
16
Membaca pada hakikatnya adalah suatu kegiatan menerjemahkan simbol-simbol ke
dalam buny-bunyi dan memahami maknanya. Para ahli memberikan pengertian
membaca secara berbeda-beda, diantaranya:
1. Farris (Rouf, 2009) mendefinisikan membaca sebagai pemrosesan kata-kata,
konsep, informasi, dan gagasan-gagasan yang dikemukakan oleh pengarang
yang berhubungan dengan pengetahuan dan pengalaman awal pembaca. Dengan
demikian, pemehaman diperoleh apabila pembaca mempunyai pengetahuan atau
pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya dengan apa yang terdapat di dalam
bacaan.
2. Syafi’i (Rouf, 2009) menyatakan bahwa “membaca adalah suatu proses yang
bersifat fisik atau yang disebut proses mekanis, berupa kegiatan mengamati
tulisan secara visual, sedangkan proses psikologis berupa kegiatan berpikir
dalam mengolah informasi”.
3. Tarigan (1991:7) menjelaskan bahwa “membaca adalah suatu proses yang
dilakukan serta digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak
disampaikan penulis melalui media bahasa tulis”.
4. Kridalaksana, (1993:135).Membaca merupakan keterampilan mengenal dan
memahami tulisan dalam bentuk urutan lambang-lambang grafis dan
perubahannya menjadi wicara bermakna dalam bentuk pemahaman diam-diam
atau pengujaran keras-keras
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Rouf, 2009) membaca didefinisikan sebagai
melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis, yang dibaca secara lisan atau dalam
17
hati. Secara linguistik, membaca adalah suatu proses penyandian kembali dan
pembacaan sandi.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa membaca
merupakan proses menerjemahkan sandi atau simbol-simbol yang tertulis terhadap teks
bacaan dengan memanfaatkan kemampuan melihat (mata) yang dimiliki oleh pembaca,
dan menerapkan pola berfikir dan bernalar mengolah teks bacaan secara kritis dan
kreatif untuk mendapatkan pesan baik secara tersirat maupun tersurat.
Pembelajaran membaca untuk kelas rendah pun harus mendapatkan perhatian
yang serius. Pengenalan dan pemahamantulisan dalam bentuk urutan lambang-lambang
grafis dan perubahannya menjadi wicara bermakna ini sulit bagi siswa kelas I SD. Guru
harus berhati-hati dan cermat dalam menyusun perencanaan sekaligus pelaksanaannya.
Hal ini penting karena kelas I merupakan fondasi bagi kelas-kelas berikutnya. Kelas I
SD merupakan pintu gerbang bagi siswa memasuki dunia pendidikan formal. Sekali
guru salah bertindak yang berdampak pada kegagalan siswa, akan sangat berpengaruh
bagi kemajuan siswa selanjutnya. Itu sebabnya guru harus benar-benar berhati-hati.
Banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca, baik membaca
permulaan maupun membaca lanjut (membaca pemahaman). Faktor-faktor yang
mempengaruhi membaca permulaan menurut Lamb dan Arnold (1976) ialah factor
fisiologis, intelektual, lingkungan, dan psikologis.
a. Faktor Fisiologis
Faktor fisiologis mencakup kesehatan fisik, pertimbangan neurologis, dan jenis
kelamin. Kelelahan juga merupakan kondisi yang tidak menguntungkan bagi anak untuk
18
belajar, khususnya belajar membaca. Beberapa ahli mengemukakan bahawa
keterbatasan neurologis (misalnya berbagai cacat otak) dan kekurang matangan secara
fisik merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan anak gagal dalam
meningkatkan kemampuan membaca pemahaman mereka. Guru hendaknya cepat
menemukan tanda-tanda yang disebutkan di atas.
Gangguan pada alat bicara, alat pendengaran, dan alat penglihatan bisa
memperlambat kemajuan belajar membaca anak. Analisis bunyi misalnya, mungkin
sukar bagi anak yang mempunyai masalah pada pada alat bicara dan pendengaran. Guru
harus waspada terhadap beberapa kebiasaan anak, seperti anak sering menggosok-gosok
matanya, dan mengerjap-ngerjapkan matanya ketika membaca. Jika menemukan siswa
seperti di atas, guru harus menyarankan kepada orang tuanya untuk membawa si anak
ke dokter spesialis mata. Dengan kata lain, guru harus sensitif terhadap gangguan yang
dialami oleh seorang anak . Makin cepat guru mengetahuinya, makin cepat pula
masalah anak dapat diselesaikan. Sebaiknya, anak-anak diperiksa matanya terlebih
dahulu ia mulai membaca permulaan(Lmb dan Arnold, 1976).
Walaupuntidak mempunyai ganguan pada alat penglihatanya, beberapa anak
mengalami kesukaran belajar membaca. Hal itu dapat terjadi karena belum
berkembangnya kemampuan mereka dalam membedakan symbol-simbol cetakan,
seperti huruf-huruf, angka-angka, dan kata-kata, misalnya anak belum bisa
membedakan b, p, dan d. Perbedaan pendengaran auditory discrimination) adalah
kemampuan mendengarkan kemiripan dan perbedaan bunyi bahasa sebagai faktor
penting dalam menentukan kesiapan membaca anak(Lamb dan Arnold, 1976).
b. Faktor Intelektual
19
Istilah inteligensi didefinisikan oleh Heinz sebagai suatu kegiatan berpikir yang
terdiri dari pemahaman yang esensial tentang situasi yang diberikan dan meresponya
secara tepat(Page dkk, 19800. Terkait dengan penjelasan Heinz di atas, Wechster
(dalam Harris dan Sipay, 1980) menunjukkan bahwa secara umum ada hubungan positif
(tetapi rendah ) antara kecerdasan yang diindikasikan oleh IQ dengan rata-rata
peningkatan remedial membaca. Pendapat ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh
Rubin (1993) bahwa banyak hasil penelitian memperlihatkan tidak semua siswa yang
mempunyai kemampuan intelegensi tinggi menjadi pembaca yang baik.
Secara umum, inteligensi anak tidak sepenuhnya mempengaruhi berhasil atau
tiodaknya anak dalam membaca permulaan. Faktor metode mengajar guru, prosedur,
dan kemampuan guru juga turut mempengaruhi kemampuan membaca permulaan anak.
c. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan juga mempengaruhi kemajuan kemampuan membaca siswa.
Faktor lingkungan itu mencangkup(1) latar belakang dan pengalaman siswa di rumah,
dan (2)sosial ekonomi keluarga siswa
1. Latar Belakang dan Pengalaman Anak di Rumah
Lingkungan dapat membentuk pribadi, sikap, nilai, dan kemampuan bahasa
anak. Kondisi di rumah mempengaruhi pribadidan penyesuaian diri anak dalam
masyarakat. Kondisi itu pada giliranya dapat membantu anak, dan dapat juga
mnghalangi anak belajar membaca. Anak yang tinggal di rumah tangga yang harmonis,
rumah yang penuh dengan cinta kasih, yang orang tuanya memahami anak-anaknya,
dan mempertsiapakan mereka dengan rasa harga diri yang tinggi, tidak akan
menemukan kendala yang berarti dalam membaca.
20
Rubin (1993) mengemukakan bahwa orang tua yang hangat, demokratis, bisa
mengarahkan anak-anak mereka pada kegiatan yang berorientasi pendidikan, suka
menantang anak untuk berpikir, dan suka mendorong anak untuk mandiri merupakan
orang tua yang memiliki sikap yang dibutuhkan anak sebagai persiapan yang baik untuk
belajar di sekolah. Di samping itu, komposisi orang dewasa dalam lingkungan rumah
juga berpengaruh pada kemampuan membaca anak. Anak yang dibesarkan oleh kedua
orang tuanya, orang tua tunggal, seorang pembantu rumah tangga, atau orang tua angkat
akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku anak. Anak yang dibesarkan oleh ibu saja
berbeda dengan anak yang di besarkan oleh seorang ayah saja. Kematian salah seorang
anggota keluarga umumnya akan menyebabkan tekanan pada anak-anak. Perceraian
juga merupakan pengalaman yang traumatis bagi anak-anak. Guru hendaknya
memahami tentang lingkungan keluarga anak dan peka pada perubahan yang tiba-tiba
terjadi pada anak.
Rumah juga berpengaruh pada sikap anak terhadap anak terhadap buku dan
membaca. Orang tua yang gemar membaca, memiliki koleksi buku, menghargai
membaca, dan senang membacakan cerita kepada anak-anak mereka umumnya
menghasilkan anak yang senang membaca. Orang tua yang mempunyai minat yang
besar terhadap kegiatan di sekolah di mana anak–anak mereka belajar, dapat memacu
sikap positif anak terhadap belajar,khususnya belajarmembaca.
Kualitas dan luasnya pengalaman anak di rumah juga penting bagi kemajuan belajar
membaca. Membaca seharusnya merupakan suatu kegiatan bermakna. Pengalaman
masa lalu anak-anak memungkinkan anak-anak untuk lebih memahami apa yang
mereka baca.
21
2. Faktor Sosial Ekonomi
Ada kecendrungan orang tua kelas menengah ke atas merasa bahwa anak-anak
mereka siap lebih awal dalam dalam membaca permulaan. Namun, usaha orang tua
hendaknya tidak berhenti hanya sampai pada membaca permulaan saja. Orang tua harus
menjalankan kegiatan membaca anak secara terus menerus. Anak lebih membutuhkan
perhatian daripada uang. Oleh sebab itu, orang tua hendaknya menghabiskan waktu
mereka untuk berbicara dengan anak mereka agar anak menyenangi membaca berbagi
buku cerita dan pengalaman membaca dengan anak-anak. Sebaliknya, anak-anak yang
berasal dari keluarga rendah yang berusaha mengejar kegiatan-kegiatan tersebut akan
memiliki kesempatan yang lebih baik untuk menjadi pembaca yang baik.
Faktor sosioekonomi, orang tua, dan lingkungan tetangga merupakan faktor yang
membentuk lingkungan rumah siswa. Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa status
sosioekonomi siswa mempengaruhi kemampuan verbal siswa. Semakin tinggi status
sosioekonomi siswa semakin tinggi kemampuan verbal siswa. Anak-anak yang
mendapat contoh bahasa yang baik dari orang dewasa serta orang tua yang berbicara
dan mendorong anak-anak mereka berbicara akan mendukung perkembangan bahasa
dan inteligensi anak. Begitu pula dengan kemampuan membaca anak. Anak-anak yang
berasal dari rumah yang memberikan banyak kesempatan membaca anak. Anak-anak
yang berasal dari rumah yang memberikan banyak kesempatan membaca, dalam
lingkungan yang penuh dengan bahan bacaan yang beragam akan mempunyai
kemampuan membaca yang tinggi (Crawley & Mountain, 1995)
D. Faktor psikologis
22
Faktor lain yang juga memengaruhi kemajuan kemampuan membaca anak
adalah faktor psikologis. Faktor ini mencakup
(1) motivasi;
(2) minat; dan
(3) kematangan sosial, emosi, dan penyesuaian diri.
D. Membaca Nyaring kalimat sederhana
Membaca nyaring adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang merupakan
alat bagi guru, murid,ataupun pembaca bersama-sama dengan orang lain atau pendengar
untuk menangkapserta memahami informasi,pikiran,dan perasaan seorang pengarang.
(Tarigan1978:23).
Dalam membaca nyaring, selain penglihatan dan ingatan,juga turut aktif
auditory memory(ingatan pendengaran) dan motor memory (ingatan yang bersangkut
paut dengan otot-otot kita).(Multon,197 0:15 dalam Tarigan 1979:23).
Membaca nyaring adalah sebuah pendekatan yang dapat memuaskan serta
memenuhi berbagai ragam tujuan serta mengembangkan sejumlah keterampilan serta
minat.Oleh karena itu, dalam mengajarkan keterampilan-keterampilan membaca
nyaring, guru harus memahami proses komunikasi dua arah.Lingkaran komunikasi
belumlah lengkap jika pendengar belum memberi tanggapan secukupnya terhadap
pikiran atau perasaan yang diekspresikan oleh pembaca.Memang tanggapan tersebut
mungkin hanya dalam hati, tetapi bersifat apresiatif,mempunyai nilai apresiaisi yang
tinggi.(Dawson (et al) 1936:215-216).
23
Pembaca harus memahami aksara di atas kertas seta memproduksikan suara
yang tepat dan bermakna. Membaca nyaring pada hakikatnya merupakan suatu masalah
lisan atau oral matter. Oleh karena itu, dalam pengajaran bahasa asing aktivitas
membaca nyaring lebih ditujukan pada pengucapan (pronounciation) daripada
pemahaman (comprehension).mengingat hal tersebut, maka bahan bacaan haruslah
dipilih yang mengandung isi dan bahasa yang relatif mudah dipahami.(Broughton(et al)
1978:91).
Dalam kehidupan sehari-hari dapat kita perhatikan bahwa kegunaan membaca
nyaring sangat terbatas.sedikit orang yang dituntut membaca nyaring dalam kegiatan
rutin sehari-hari, seperti penyiar radio, pembicara televisi,pengacara, atau
pastor.Demikianlah, dari segi mayoritas, kegunaan atau kepentingannya memang
terbatas.(Broughton (et al) 1978:92)
Pembaca nyaring yang baik biasanya ingin sekali agar pendengarnya memahami apa
yang ia sampaikan.Oleh sebab itu, pembaca hendaklah mengetahui keinginan serta
kebutuhan pendangarnya,serta menginterpretasikan bahan bacaan secara tepat.(Tarigan
2008:27).
Agar dapat membaca nyaring dengan baik, pembaca haruslah menguasai
keterampilan-keterampilan persepsi(Penglihatan dan daya tanggap) sehingga dia
mengenal dan memahami kata-kata dengan cepat.Yang sama pentingnya dengan hal ini
adalah kemampuan mengelompokkan kata-kata ke dalam kesatuan-kesatuan pikiran
serta membacanya dengan baik dan lancar.Untuk membantu para pendengar menangkap
serta memahami maksud pengarang , pembaca biasanya menggunakan berbagai cara,
antara lain:
24
1) Dia menyoroti ide-ide baru dengan mempergunakan penekanan yang jelas;
2) Dia menjelaskan perubahan dari satu ide ke ide lainnya;
3) Dia menerangkan kesatuan kata-kesatuan kata-kata yang tepat dan baik;
4) Menghubungkan ide-ide yang bertautan dengan jalan menjaga suaranya agar
tinggi sampai akhir dan tujuan tercapai;
5) Menjelaskan klimaks-klimaks dengan gaya dan daya ekspresi yang baik dan tepat.
Keterampilan-keterampilan yang dituntut dalam membaca Nyaring dalam
pembahasan sebelumnya telah dikemukakan bahwa membaca nyaring menuntut
berbagai keterampilan.Daftar keterampilan berikut ini sangat menolong para guru dalam
menjalankan tugasnya untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dalam membaca
nyaring.(Tarigan 2008:25).
Kelas I:
1) Mempergunakan ucapan (lafal) yang tepat;
2) Mempergunakan frasa yang tepat(bukan kata demi kata);
3) Mempergunakan intonasi suara yang wajar/tepat agar makna mudah terpahami;
4) Memiliki perawakan dan sikap yang baikserta merawat buku dengan baik;
5) Menguasai tanda-tanda baca sederhana seperti:titik(.), koma(,), tanda tanya(?),
tanda seru(!).
Kebanyakan guru dapat memahami hal di atas.Namun sayang, kebanyakan
membaca nyaring di dalam kelas rendah terarah pada satu tujuan penilaian.Sebagai
tambahan, terdapat suatu penekanan pada kecepatan sebagai suatu indikasi atau
petunjuk pertumbuhan sang anak.Tidak mengherankan apabila sedikit sekali kegiatan
membaca nyaring yang baik dan menarik. Pada siswa kelas rendah yakni kelas 1,
25
Keterampilan membaca nyaring akan berkembang secara wajar secara alamiah
kemampuan dalam membaca itu akan terus dilatih sehingga perkembangan anak
semakin meningkat. apabila anak mampu menghafal alphabet, membaca suku kata, kata
kemudian kalimat sederhana dan semakin meningkat.
Dardjowidojo (1988: 254) menyatakan bahwa kalimat ialah bagian terkecil dari
suatu ujaran atau teks (wacana) yang mengungkapkan pikiran yang utuh secara
ketatabahasaan.
Slametmuljana (1969) menjelaskan kalimat sebagai keseluruhan pemakaian kata
yang berlagu, disusun menurut sistem bahasa yang bersangkutan; mungkin yang dipakai
hanya satu kata, mungkin lebih.
Badudu (1994:3-4) mengungkapkan bahwa sebagai sebuah satuan, kalimat
memiliki dimensi bentuk dan dimensi isi. Kalimat harus memenuhi kesatuan bentuk,
sebab kesatuan bentuk itulah yang menjadi kesatuan arti kalimat. Kalimat yang
strukturnya benar tentu memiliki kesatuan bentuk sekaligus arti. Wujud struktur kalimat
adalah rangkaian kata-kata yang disusun berdasarkan aturan-aturan tata kalimat. Isi
suatu kalimat adalah gagasan yang dibangun oleh rangkaian konsep yang terkandung
dalam kata-kata. Jadi, kalimat yang baik adalah kalimat yang selalu memiliki struktur
yang jelas. Setiap unsur yang terdapat di dalamnya harus menepati posisi yang jelas
dalam hubungan satu sama lain.
Kridalaksana (2001:92) juga mengungkapkan kalimat sebagai satuan bahasa
yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final, dan secara aktual
maupun potensial terdiri dari klausa; klausa bebas yang menjadi bagian kognitif
percakapan; satuan proposisi yang merupakan gabungan klausa atau merupakan satu
26
klausa, yang membentuk satuan bebas; jawaban minimal, seruan, salam, dan
sebagainya.
Berdasarkan dengan berbagai pendapat tentang definisi kalimat, maka dapat
disimpukkan kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan yang
mengungkapkan pikiran yang utuh, dalam wujud lisan kalimat diucapkan dengan suara
naik turun, keras, lembut, disela jeda, serta memiliki intonasi akhir.
Kalimat sederhana merupakan kalimat yang strukturnya menjadi dasar struktur kalimat
suatu bahasa . Kalimat itu ditandai oleh faktor kesesuaian bentuk makna, fungsi,
kesederhanaan unsur, dan posisi atau urutan unsur. Menurut kesesuain bentuk
maknanya., kalimat sederhana memiliki bentuk yang utuh atau legkap. Menurut
fungsinya, kalimat sederhana adalah kalimat berita. Ditinjau dari segi
kesederhanaannya, kalimat sederhana memiliki unsur-unsur minimal. Berdasarkan
urutan unsur-unsurnya, posisi gatra-gatra kalimat sederhana berurutan menurut segi
ketergantungan diantara sesamanya. Sifat ketergantungan ini ditentukan oleh struktur
fungsionalnya: SP, SPO, SPK, SPOK. Kalimat Sederhana dibagi atas dua bagian, yaitu
kalimat yang tak berklausa dan kalimat yang berklausa satu.
Syarat pertama struktur kalimat sederhana adalah bentuknya yang lengkap,
dengan kata lain kalimat sederhana termasuk kalimat lengkap. Kelengkapan bentuk
kalimat sederhana merupakan kelengkapan minimal. Artinya, bila unsur-unsur kalimat
itu ditiadakan, maka kalimat itu bukan lagi kalimat sederhana.
Contoh:
ini buku
dia duduk
dia berlari
27
ani menangis
dila membaca
Penggaris berwarna merah
ibu ke pasar
ayah dari kantor
E. Media Pembelajaran
Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari “Medium” yang secara
harfiah berarti “Perantara” atau “Pengantar” yaitu perantara atau pengantar sumber
pesan dengan penerima pesan. Beberapa ahli memberikan definisi tentang media
pembelajaran. Schramm (1977) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah
teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran.
Sementara itu, Briggs (1977) berpendapat bahwa media pembelajaran adalah
sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti : buku, film, video dan
sebagainya. Sedangkan, National Education Associaton(1969) mengungkapkan bahwa
media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-
dengar, termasuk teknologi perangkat keras. Dari ketiga pendapat di atas disimpulkan
bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat
merangsang fikiran, perasaan, dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong
terciptanya proses belajar pada diri peserta didik.
Brown (1973) mengungkapkan bahwa media pembelajaran yang digunakan
dalam kegiatan pembelajaran dapat mempengaruhi terhadap efektivitas pembelajaran.
Pada mulanya, media pembelajaran hanya berfungsi sebagai alat bantu guru untuk
28
mengajar yang digunakan adalah alat bantu visual. Sekitar pertengahan abad Ke –20
usaha pemanfaatan visual dilengkapi dengan digunakannya alat audio, sehingga lahirlah
alat bantu audio-visual. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK), khususnya dalam bidang pendidikan, saat ini penggunaan alat bantu atau
media pembelajaran menjadi semakin luas dan interaktif, seperti adanya komputer dan
internet.
Media memiliki beberapa fungsi, diantaranya :
1. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki
oleh para peserta didik. Pengalaman tiap peserta didik berbeda-beda, tergantung
dari faktor-faktor yang menentukan kekayaan pengalaman anak, seperti
ketersediaan buku, kesempatan melancong, dan sebagainya. Media pembelajaran
dapat mengatasi perbedaan tersebut. Jika peserta didik tidak mungkin dibawa ke
obyek langsung yang dipelajari, maka obyeknyalah yang dibawa ke peserta
didik. Obyek dimaksud bisa dalam bentuk nyata, miniatur, model, maupun
bentuk gambar – gambar yang dapat disajikan secara audio visual dan audial.
2. Media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas. Banyak hal yang
tidak mungkin dialami secara langsung di dalam kelas oleh para peserta didik
tentang suatu obyek, yang disebabkan, karena : (a) obyek terlalu besar; (b)
obyek terlalu kecil; (c) obyek yang bergerak terlalu lambat; (d) obyek yang
bergerak terlalu cepat; (e) obyek yang terlalu kompleks; (f) obyek yang
bunyinya terlalu halus; (f) obyek mengandung berbahaya dan resiko tinggi.
Melalui penggunaan media yang tepat, maka semua obyek itu dapat disajikan
kepada peserta didik.
29
3. Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta
didik dengan lingkungannya.
4. Media menghasilkan keseragaman pengamatan
5. Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis.
6. Media membangkitkan keinginan dan minat baru.
7. Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar.
8. Media memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari yang konkrit
sampai dengan abstrak
Kriteria yang paling utama dan tepat dalam pemilihan media bahwa media harus
disesuaikan dengan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang ingin dicapai. Pemilihan
media pembelajaran yang tepat diharapkan dapat meningkatkan kualitas proses belajar
siswa, hal tersebut sejalan dengan pendapat yang dikemukakan Nana Sudjana dan
Ahmad Rivai (2002: 2) tentang pemanfaatan media pengajaran dalam proses belajar
siswa, sebagai berikut:
Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan
motivasi belajar.
Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh
para siswa dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran lebih baik.
Metode pengajaran akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal
melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru
tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru harus mengajar untuk setiap jam
pelajaran.
30
Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya
mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati,
melakukan, mendemonstrasikan, dan lain-lain.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran
adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan serta dapat merangsang
fikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya
proses belajar yang efektif dan efisien.
Pada proses belajar mengajar guru harus mempunyai keahlian dalam menggunakan
berbagai macam media pembelajaran, terutama media yang digunakan dalam proses
mengajarnya, sehingga materi ataupun pesan yang disampaikan akan tersalurkan dengan
baik pula
F. Kartu Huruf
Kartu Huruf sering dikenal dengan sebutan education card. Kartu huruf adalah
kartu-kartu kecil bertuliskan huruf alphabet lengkap. Dilengkapi gambar berwarna dan
papan flanel. Kartu huruf dilengkapi gambar berwarna dan papan flanel ini untuk
memudahkan anak menyusun huruf sehingga membantu anak belajar mengingat dan
menghafal. Karena tujuan dari metode ini adalah melatih kemampuan otak kanan untuk
mengingat gambar dan menyusun kata kemudian kalimat, sehingga perbendaharaan
kata dan kemampuan membaca anak bisa dilatih dan ditingkatkan sejak usia dini.
Dengan peningkatan fungsi otak kanan, maka mempunyai fungsi luar biasa seperti :
1. Photographic memory
31
2. Speed reading, listening
3. Automatic mental processing
4. Mass-memory
5. Multiple language acquisition
6. Computer-like math calculation
7. Creativity in movement, music and art
8. Intuitive insight
Begitu luar biasanya fungsi dari otak kanan, sementara hampir seluruh kehidupan
masyarakat, baik mulai dari sekolah sampai dengan kegiatan sosial sehari-hari hanya
menekankan pada kemampuan otak kiri. Sistem pendidikan dan masyarakat juga saat ini
hanya menfokuskan pada kemampuan otak kiri saja. Perkembangan otak kanan seakan-
akan ditinggalkan begitu saja sejak anak masuk ke Sekolah Dasar.
Dalam hal ini bukan berarti kegunaan otak kiri tidak penting, otak kiri sangatlah
penting, tetapi perkembangan otak kanan tidak bisa diabaikan, artinya diperlukan
keseimbangan kemampuan kedua belah otak, supaya kecerdasan anak berkembang
dengan maksimal, dan otak kanan dari anak juga ikut dikembangkan sebelum anak
terjun ke dunia otak kiri di sebagian besar hidupnya nanti.
Banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengembangkan otak kanan, antara lain
dengan image training, visualisasi, termasuk juga dengan permainan Kartu huruf ini
memberikan stimulasi-stimulasi kepada anak itu penting , sehingga perkembangan
otaknya, baik kiri maupun kanan bisa tumbuh dengan seimbang.
32
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif karena analisis data akan
diuraikan secara verbal yang menggambarkan perencanaan, pelaksanaan, dan hasil
tindakan pada siklus I dan II yang bertujuan untuk meningkatkan kalimat sederhana
dengan media kartu huruf. Penelitian ini berusaha mengungkapkan gejala secara
menyeluruh dan sesuai dengan konteks (holistik dan kontekstual) melalui pengumpulan
data dari latar alami dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai instrumen kunci.
Penelitian ini bersifat deskriptif dan menggunakan analisis dengan pendekatan induktif.
Proses dan makna dari sudut pandang subjek lebih ditonjolkan dalam penelitian ini,
disusun dalam bentuk narasi yang bersifat kreatif dan mendalam serta menunjukkan
ciri-ciri alamiahnya.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
tindakan kelas, karena tindakan yang akan dilakukan diterapkan pada pembelajaran
dalam kelas. Penelitian ini dimulai dari tahap identifikasi masalah mengenai
pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia untuk berbagai kompetensi dasar dan
analisis penyebab munculnya masalah. Tindakan penelitian menggunakan siklus, yang
terdiri atas tahap (1) perencanaan yang merupakan upaya untuk memperbaiki
kelemahan dalam proses pembelajaran, (2) pelaksanaan tindakan yaitu melaksanakan
proses pembelajaran , (3) pengamatan/observasi untuk mengetahui kemampuan siswa
dan untuk mengetahui sikap positif dan negatif siswa dalam kegiatan pembelajaran, dan
(4) tahap refleksi (perenungan, pemikiran, dan evaluasi) di setiap siklusnya (siklus I dan
33
II) untuk mengkaji, melihat, dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan
(Kemmis and Taggart, 1988). Sesuai dengan prinsip umum penelitian tindakan, setiap
tahapan dan siklusnya dilakukan secara partisipatoris dan kolaboratif antara peneliti dan
guru mata pelajaran lainnya.
B. Lokasi Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian ini berlokasi di SD Negeri Malang Kecamatan Maospati
Kabupaten Magetan. Dengan jumlah siswa 108 orang yang terdiri dari 15 siswa kelas I,
15 siswa kelas II, 20 siswa kelas III, 26 siswa kelas IV, 16 siswa kelas V, 16 siswa kelas
VI. Staf pengajar terdiri dari 7 guru, 1 guru wiyata bhakti, 1 penjaga, 1 kepala sekolah.
Nama-nama siswa yang terlibat disajikan pada lampiran. Observer terdiri atas dua orang
guru yaitu, Bapak Kasiyono, S.Pd dan Ibu Pretty, S.Pd yang membantu peneliti
merekam proses pembelajaran.
Pemilihan tempat ini didasarkan pada pertimbangan: kemampuan membaca
permulaan siswa kelas I SD Negeri Senden masih rendah, merupakan tempat peneliti
PPL, belum pernah menjadi tempat penelitian tindakan kelas.
1. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2012/2013.
Adapun
waktu dan jenis kegiatan penelitian mulai tanggal 19 September 2012 sampai dengan
tanggal 10 Januari 2013 dengan jadwal sebagai berikut :
34
Siklus 1, hari Senin, 26 Oktober 2012
Siklus 2, hari ……., …….……. 2012
C. Indikator Keberhasilan
Pencapaian Siklus (Skor) Keterangan
80-100 Sangat Berhasil
60-79 Berhasil
40-59 Cukup
20-39 Kurang Berhasil
0-19 Tidak Berhasil
Tabel indikator Keberhasilan Siklus
Aspek Pencapaian
siklus I
Cara mengukur
Kelancaran siswa
membaca nyaring
… % Diamati saat pembelajaran berlangsung, lembar
pengamatan, oleh peneliti. Dihitung dari jumlah
siswa yang mampu membaca kalimat sederhana
dengan lafal dan intonasi yang tepat per jumlah
keseluruhan siswa
35
Ketepatan menyusun
kalimat sederhana
dengan menggunakan
media kartu huruf
…% Jumlah kelompok yang dapat menyelesaikan
tugas tepat waktu dibagi jumlah kelompok.
Dibuat jurnal setiap pertemuan
Interaksi antar siswa
pada kegiatan
kooperatif
…% Diamati ketika siswa melakukan diskusi, dicatat
keterlibatan masing-masing siswa dalam
kelompok
Ketuntasan hasil
belajar
…% Dihitung dari nilai rata-rata kuiz dan tes blok.
Siswa yang memperoleh nilai lebih besar/sama
dengan 70 dinyatakan tuntas.
Tabel indikator Keberhasilan Siklus
Aspek Pencapaian
siklus 2
Cara mengukur
Kelancaran siswa
membaca nyaring
… % Diamati saat pembelajaran berlangsung, lembar
pengamatan, oleh peneliti. Dihitung dari jumlah
siswa yang mampu membaca kalimat sederhana
dengan lafal dan intonasi yang tepat per jumlah
keseluruhan siswa
Ketepatan menyusun
kalimat sederhana
…% Jumlah kelompok yang dapat menyelesaikan
tugas tepat waktu dibagi jumlah kelompok.
36
dengan menggunakan
media kartu huruf
Dibuat jurnal setiap pertemuan
Interaksi antar siswa
pada kegiatan kooperatif
…% Diamati ketika siswa melakukan diskusi, dicatat
keterlibatan masing-masing siswa dalam
kelompok
Ketuntasan hasil belajar …% Dihitung dari nilai rata-rata kuiz dan tes blok.
Siswa yang memperoleh nilai lebih besar/sama
dengan 70 dinyatakan tuntas.
1. Indikator keberhasilan Siklus 1 Pelaksanaan penelitian pada siklus 1 pelaksanaan
penelitian pada siklus 1 dikatakan berhasil bila :
a. Di atas 60% siswa mendapatkan nilai di atas 60 pada tes hasil belajar.
b. Di atas 70 % rata-rata Kelancaran siswa membaca nyaring dan ketepatan dalam
menyusun kalimat sederhana dengan menggunakan kartu huruf
c. Di atas 65% siswa aktif dalam kbm
2. Indikator Keberhasilan Siklus 11 pelaksanaan penelitian pada siklus 11 dikatakan
berhasil bila :
a. Di atas 80 % siswa mendapatkan nilai di atas 60 pada tes hasil belajar
b. Di atas 80% rata-rata Kelancaran siswa membaca nyaring dan ketepatan dalam
menyusun kalimat sederhana dengan menggunakan kartu huruf
c. Di atas 80% siswa aktif dalam kbm
37
D. Prosedur Pelaksanaan
1. Gambar Perencanaan Siklus 1
a. Perencanaan Tindakan
Perencanaan tindakan dimulai dengan mempersiapakan RPP yang akan digunakan
sebagai pedoman pelakasanaan pembelajaran wicara dengan kompetensi dasar
membaca nyaring kalimat sederhana dengan lafal dan intonasi yang tepat dengan media
kartu huruf. Penyusunan RPP tersebut dilaksanakan pada tanggal 19-25 September
2012. Selain itu, peneliti juga menyusun lembar evaluasi untuk menguji kemampuan
siswa yakni tes membaca yakni tentang membaca permulaan kompetensi dasar ( KD):
Membaca nyaring Kalimat sederhana dengan lafal dan intonasi yang tepat di kelas 1 SD
Negeri Malang Kecamatan Maospati Kabupaten Magetan . hasilnya kurang
memuaskan dari 15 orang siswa di kelas 1 SD Negeri Malang Kecamatan Maospati
Kabupaten Magetan Dari 15 orang siswa, 4 orang siswa membacanya lancar (sesuai
lafal dan intonasi yang tepat) 3 orang siswa membacanya masih kurang lancar, 4 orang
membacanya masih mengeja per suku kata dan 4 orang masih belum bisa membaca
(mengetahui huruf tetapi belum bisa merangkaikan satu kata). Lembar evaluasi ini
disusun menjadi dua yaitu lembar penilaian untuk guru dan siswa. Peneliti sebagai
pengumpul data mempersiapkan daftar cek (checklist) pelaksanaan pembelajaran dan
pencapaian indikator sebagai pedoman observasi, menyusun angket untuk menanyakan
pendapat siswa mengenai pembelajaran yang telah dilaksanakan, dan menyusun
pedoman wawancara untuk guru.
b. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan siklus I direncanakan satu pertemuan. Pertemuan pertama dilaksanakan
pada hari Senin tanggal 26 September 2012. Pelaksana tindakan pembelajaran siklus I
38
adalah guru Bahasa Indonesia, sedangkan pengamatan dan perekaman data dilakukan
oleh guru lain yang sedang piket di sekolah tersebut.
Sesuai dengan RPP yang sudah disusun, langkah-langkah pembelajaran yang
akan dilakukan oleh guru mengacu pada langkah-langkah pembelajaran dengan
menggunakan kartu huruf . Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut.
1. Pra Kegiatan Pembelajaran (5 menit)
- Salam pembuka
- Berdo’a
- Presensi
- Pengkondisian kelas dan menyiapkan sumber dan bahan belajar
2. Kegiatan Awal (5 menit)
- Apersepsi (bernyanyi bersama “ABCD”)
- Penyampaian tujuan pembelajaran
3. Kegiatan Inti (52 menit)
- Eksplorasi
- Siswa diminta untuk membentuk kelompok berjumlah 2 0rang
- Setiap kelompok diberikan media berupa kartu huruf
- Siswa mengerjakan tugas berdiskusi dengan kelompoknya sesuai
perintah guru dengan menggunakan media yang telah disediakan
- Siswa melengkapi alfabet dari guru
- Elaborasi
- Siswa menerima informasi materi dari guru
39
- Guru memberikan beberapa gambar dan menyuruh siswa untuk
menyusun kartu huruf dan membentuk kata sesuai gambar yang
diberikan oleh guru
- Guru membimbing kegiatan pembelajaran
- Guru menyuruh beberapa siswa untuk membaca kata yang telah
disusunya
dan siswa lain ikut mengevaluasi
- Siswa secara klasikal membaca nyaring kata dalam gambar
- Guru memberikan tugas individu siswa diminta mengamati
lingkungan kelas
- Siswa menyebutkan benda-benda yang ada di dalam kelas
- Siswa secara individu bermain kartu huruf dan menyusun menjadi
kata dan kalimat sederhana
- Semua siswa diminta maju satu per satu ke depan untuk
menyelesaikan soal-soal tadi yang diberikan oleh guru dan menulis
kata tersebut dipapan tulis kemudian membacanya
- siswa dan guru bersama-sama memperhatikan dan mengevaluasi
pekerjaan siswa
- Guru membaca kalimat sederhana di papan tulis secara klasikal
- Konfirmasi
- Guru memberikan penguatan pada siswa
- Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk bertanya
- Evaluasi
4. Kegiatan Akhir (8 menit)
40
- Guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan hasil pembelajaran
- Refleksi
- Guru menanyakan bagaimana kesan bagaimana pembelajaran hari ini
kepada siswa
- Siswa diberikan pesan moral dan motivasi
- Berdo’a
- Bernyanyi bersama
- Salam penutup
c. Tahap Pengamatan
Selama tahap pelaksanaan tindakan, peneliti berusaha melakukan pengamatan dan
perekaman terhadap aktivitas belajar siswa dan suasana pembelajaran yang terjadi di
kelas. Semua aktivitas siswa direkam dengan cara mencatat apa yang dilakukannya,
pengalaman apa yang diperolehnya, tanggapan apa yang disampaikannya berkaitan
dengan aktivitas pembelajaran membaca nyaring kalimat sederhana dengan
menggunakan media kartu huruf.
d. Tahap Refleksi
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti selama proses perbaikan
pembelajaran pada siklus I apakah sudah menunjukan adanya perbaikan atau
peningkatan antusias di dalam pembelajaran apabila masih kurang serta adanya siswa
yang tidak memperhatikan sehingga perlu diadakan perbaikan pada siklus II.
2. Gambaran Pelaksanaan Siklus 2
Seperti pada halnya pada siklus 1, pada Siklus 2 ini mencangkup kegiatan
perencanaan, pelaksanaan tindakan dan observasi, refleksi, dan perbaikan rencana.
41
Kegiatan pada setiap tahapan ada siklus 2 ini akan disesuaikan dengan masalah-
masalah proses dan hasil pembelajaran yang terjadi pada siklus 1, apa yang belum
dicapai pada siklus 1 akan dilanjutkan dan diatasi pada siklus 2, sehingga pada
rancangan penelitian ini peneliti belum bisa mendeskripsikan kegiatan-kegiatan dan
perbaikan-perbaikan apa saja yang akan dilakukan pada siklus 2 ini.
E. Instrumen yang digunakan
Yang menjadi Instrumen penelitian ini pada dasarnya adalah peneliti sendiri.
Peneliti menjadi instrument penelitian karena dalam proses pengumpulan data itulah
peneliti akan melakukan adaptasi secara aktif sesuai dengan keadaan yang dihadapi
peneliti ketika berhadapan dengan subjek penelitian. Meskipun peneliti berperan
sebagai instrument penelitian yang dapat melakukan adaptasi aktif terhadap keadaan
subjek dan fokus penelitian, namun untuk menjaga fokus masalah penelitian maka
peneliti juga menggunakan instrument penelitian yang meliputi: RPP, lembar observasi
keterampilan kooperatif, kuesioner terbuka, kuis atau tes prestasi belajar, dan catatan
guru/jurnal. RPP digunakan untuk pelaksanaan parktik pembelajaran (tindakan).
Instrumen observasi disusun berdasarkan komponen dasar pembelajaran kooperatif.
Kuesioner terbuka digunakan untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap pembelajar
menggunakan media kartu huruf, dan kuis atau tes prestasi belajar digunakan untuk
mengetahui kualitas hasil belajar. Instrumen penelitian ini disajikan pada lampiran.
F. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Data yang dikumpulkan melalui hasil dokumentasi, observasi dan tes hasil
belajara mulai dari siklus 1 sampai dengan siklus 2. Pegumpulan data dilakukan dengan
teknik Wawancara, dokumentasi, observasi, tesdan analisis dokumen.
42
1. Wawancara
Wawancara jenis ini bersifat terbuka, tidak terstruktur ketat, tidak dalam suasana
formal dan dapat dilakukan berulang-ulang untuk menggali informasi yang sama.
Dengan wawancara yang mendalam peneliti akan memperoleh informasi yang rinci dan
mendalam. Teknik wawancara ini akan dilaksanakan pada semua informan. Wawancara
ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana siswa menguasai materi dan mengetahui
hambatan apa yang ditemui serta memberi solusi untuk mengatasinya
2. Teknik dokumentasi
Dokumentasi dilakukan untuk mengetahui kemampuan masing-masing siswa
sebagai dasar pembagian kelompok. Teknik observasi digunakan untuk merekam
kualitas proses belajar mengajar berdasarkan instrumen observasi untuk mengetahui
aktifitas belajar siswa selama pembelajaran berlangsung.dan digunakan camera video,
3. Observasi
Observasi dilakukan selama pembelajaran dengan menggunakan lembar pengamatan
bersama kolaborator untuk mengetahui aktivitas belajar siswa selama pembelajaran
berlangsung.
4. Metode Evaluasi(Tes)
Tes digunakan untuk mengetahui minat dan kualitas hasil belajar (Prestasi belajar)
siswa baik secara perseorangan maupun klasikal .
5. Analisis Dokumen
43
Teknik pengumpulan data ini diperoleh dari dokumen dan arsip. Dokumen itu
berupa daftar nilai, daftar hadir, dan arsip-arsip lain yang dimiliki guru, hal ini berfungsi
untuk mengetahui kondisi siswa sebelum dilakukan penelitian.
G. Teknik analisis data
Data yang telah terkumpul akan dianalisis secara deskriptif , baik deskriptif
kuantitatif maupun deskripstif kualitatif. Data yang akan dianalisis secara deskriptif
kuantitatif adalah data tentang nilai yang dicapai siswa, rata-rata sikap, minat baca yang
dikumpulkan melalui”cek list” pada rubrik pengamatan minat siswa dan data tentang
kemampuan membaca nyaring kalimat sederhan yang dinyatakan dengan nilai (score)
yang dicapai siswa atas penilaian latihan dan penugasan membaca nyaring kalimat
sederhana dan hasil tes membaca nyaring kalimat sederhana.
Data kualitatif berupa catatan pengamatan, dokumen portofilio siswa, dokumen
foto, dan rekaman wawancara akan dianalisis dengan analisis kulitatif dengan tahapan :
Pemaparan data, penyerderhanaan data, pengelompokan data sesuai fokus masalah, dan
pemaknaan.
Dalam proses analisis data, untuk memperoleh data yang benar-benar dapat
dipercaya kebenaranya maka peneliti akan melakukan memberchek (pengecekan
anggota/subjek penelitian), trianggulasi-check and recheck dari segi sumber data/subjek
dan metode, perpanjangan pengamatan, dan pelacakan data secara mendalam.
44