proposal kebidanan

59
BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masa nifas merupakan masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta selaput yang dibutuhkan untuk memulihkan kembali organ kandungan dan berakhir ketika alat-alat kandungan pulih seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu atau 40 hari, masa nifas penting untuk dipantau karena masa pembersihan rahim. Pada masa nifas hal yang paling sering terjadi adalah masalah infeksi post partum. Infeksi nifas dapat dipengaruhi oleh proses tindakan pada saat persalinan (Saleha, 2009). Selain itu infeksi dapat disebabkan oleh nutrisi dan kesehatan yang buruk, anemia, rupture membrane premature, pemanjangan masa ruptura membrane, pemanjangan masa persalinan, pemeriksaan vagina yang sering selama persalinan, seksio sesarea, kelahiran operatif, laserasi serviks atau vagina, pembuangan plasenta secara manual, tertinggalnya sisa plasenta dan selaput

description

KTI BIDAN

Transcript of proposal kebidanan

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa nifas merupakan masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi,

plasenta, serta selaput yang dibutuhkan untuk memulihkan kembali organ

kandungan dan berakhir ketika alat-alat kandungan pulih seperti sebelum hamil

dengan waktu kurang lebih 6 minggu atau 40 hari, masa nifas penting untuk

dipantau karena masa pembersihan rahim. Pada masa nifas hal yang paling sering

terjadi adalah masalah infeksi post partum. Infeksi nifas dapat dipengaruhi oleh

proses tindakan pada saat persalinan (Saleha, 2009).

Selain itu infeksi dapat disebabkan oleh nutrisi dan kesehatan yang buruk,

anemia, rupture membrane premature, pemanjangan masa ruptura membrane,

pemanjangan masa persalinan, pemeriksaan vagina yang sering selama persalinan,

seksio sesarea, kelahiran operatif, laserasi serviks atau vagina, pembuangan

plasenta secara manual, tertinggalnya sisa plasenta dan selaput ketuban, dan

pembekuan darah. Sehingga dalam usaha mencegah terjadinya infeksi nifas

diharapkan petugas medis dapat melaksanakan pencegahan infeksi seperti dengan

melakukan tindakan sesuai ketentuan yang berlaku, mencuci tangan steril, dan

menggunakan peralatan steril (Saleha, 2009).

Infeksi nifas merupakan infeksi atau peradangan pada semua alat genitalia

pada masa nifas oleh karena masuknya segala kuman-kuman ke alat genetalia

wanita, kemudian infeksi menyebar melalui pembuluh darah, limfe dan

permukaan endometrium bekas insersi plasenta (tromboflebitis, parametritis,

salpingitis, dan peritonitis) pada waktu persalinan dan nifas dengan adanya

tanda-tanda peningkatan pada suhu tubuh yang melebihi 380C tanpa menghitung

hari pertama dan berturut-turut selama dua hari dalam sepuluh hari pertama post

partum (Yetty, 2010).

Jumlah perempuan meninggal dunia karena masalah persalinan sebanyak

536.000, lebih rendah dari kematian ibu tahun 1990 yang jumlahnya sebanyak

576.000. menurut WHO, sebanyak 99 persen kematian ibu akibat masalah

persalinan atau kelahiran tarjadi di Negara – Negara berkembang, rasio kematian

ibu di negara–negara berkembang merupakan yang tertinggi dengan 450 kematian

ibu per 100 ribu kelahiran bayi hidup jika bibandingkan dengan rasio kematian

ibu di Sembilan Negara maju dan 51 negara persemakmuran (Bambang, 2007).

Berdasarkan survey demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007

angka kematian ibu (AKI) 244 per 100.000 kelahiran hidup, salah satunya

penyebab kematian yaitu partus lama (rata–rata di dunia dapat menyebabkan

kematian ibu sebesar 8% dan di Indonesia sebesar 9%) (Saifuddin, 2006).

Hasil survei awal yang dilakukan oleh peneliti di ruang Nifas Rumah Sakit

Umum Provinsi NTB terdapat 769 orang pasien bersalin pada tahun 2012, dimana

persalinan SC 527 orang, dan persalinan normal 242 orang dengan

penatalaksanaan yang dilakukan pada ibu bersalin SC tidak jauh berbeda dengan

ibu yang bersalin normal. Sedangkan yang mengalami ciri-ciri infeksi seperti

peningkatan suhu tubuh, perubahan warna pada luka menjadi kemerahan

(peradangan), dan perubahan fungsi terdapat rata-rata 9 orang per bulan.

Tabel 1.1 Data Jumlah Kunjungan Pasien Rawat Inap Post Sectio Caesarea dan Persalinan Normal Di Bangsal Melati RSUP NTB tahun 2010-2013

No Tahun Jumlah Pasien %Yang Memiliki Tanda-

Tanda Infeksi%

1 2010 479 24 23 16,02 2011 749 37 42 30,03 2012 768 39 76 54,0

Total  1996 100 141 100Sumber : RM RSUP NTB, 2013

Dari tabel 1.1 diatas dapat dilihat terjadi peningkatan jumlah infeksi nifas

dari tahun 2010 sampai 2012. Pada tahun 2010 terdapat 23 pasien dengan infeksi

nifas, dan pada tahun 2012 meningkat menjadi 2012 pasien.

Nifas merupakan waktu yang penting untuk meningkatkan kebutuhan nutrisi

namun para ibu nifas sangat tinggi keinginannya untuk menurunkan berat

badannya, sementara nutrisi sangat berperan dalam penyembuhan dan

mempertahankan kesehatan. Para ibu nifas tidak baik menjalani diet sembarangan

atau mengurangi nutrisi yang dibutuhkan pada saat nifas sebab dapat berpengaruh

pada proses penyembuhan luka. Penyembuhan luka merupakan proses

penggantian dan perbaikan fungsi jaringan yang rusak pada ibu yang melahirkan

pervagina mengalami luka perineum 75% dan angka tersebut lebih besar pada ibu

yang melahirkan dengan bantuan alat, serta luka seksio sesaria merupakan bagian

terpenting menjadi tanggungjawab bidan dan meskipun banyak upaya yang

dilakukan angka-angka tersebut tidak mungkin menurun secara signifikan (Boyle,

2009).

Pencegahan infeksi nifas dapat dilakukan oleh petugas kesehatan dengan

melakukan perawatan luka yang benar pada persalinan normal dan seksio sesaria,

menganjurkan ibu nifas melakukan aktivitas ringan sedini mungkin segera setelah

partus, memperhatikan asupan gizi pada ibu, melakukan rawat gabung dengan

isolasi untuk mengurangi terjadinya infeksi nasokomial, menjaga kesterilan alat-

alat dengan tepat, mencuci tangan dan memakai sarung tangan dalam melakukan

tindakan pada pasien (Maryunani, 2009)

Berdasarkan fenomena di atas maka penulis merasa tertarik melakukan

penelitian mengenai Penatalaksanaan Pencegahan Infeksi Nifas di Ruang Melati

Rumah Sakit Umum Provinsi NTB.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi permasalahan adalah

“Bagaimana Pelaksanaan Pencegahan Infeksi Nifas Di Ruang Melati Rumah Sakit

Umum Provinsi NTB Tahun 2013?”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan pencegahan infeksi nifas

di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Provinsi NTB tahun 2013.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui sikap bidan tentang penatalaksanaan

pencegahan infeksi nifas di Ruang Melati RSU Provinsi NTB tahun

2013.

2. Untuk mengetahui tindakan bidan tentang penatalaksanaan

pencegahan infeksi nifas di Ruang Melati RSU Provinsi NTB tahun

2013.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti

Sebagai penambah wawasan dalam mengaplikasikan ilmu yang telah

didapat selama perkuliahan di Program Studi D.III Kebidanan STIKES

Yarsi Mataram, serta sebagai penerapan ilmu pengetahuan dalam menyusun

karya tulis ilmiah.

2. Bagi Rumah Sakit

Sebagai masukan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya

dalam penatalakasanaan pencegahan infeksi nifas.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian dapat dipergunakan sebagai bahan masukan atau informasi

di perpustakaan yang dapat digunakan sebagai acuan peneliti selanjutnya.

4. Bagi Responden

Menambah pengetahuan bagi bidan tentang penatalaksanaan pencegahan

infeksi nifas dalam ruang kebidanan.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ibu Nifas

2.1.1 Definisi Masa Nifas

Masa nifas adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-

alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil dengan waktu lebih

kurang 6 minggu atau 40 hari, masa nifas penting untuk dipantau karena masa

pembersihan rahim (Saleha, 2009).

2.1.2 Proses Yang Dialami Ibu Selama Masa Nifas

Secara garis besar terdapat tiga proses penting dimasa nifas, yaitu

sebagai berikut :

1. Pengecilan Rahim Atau Involusi

Rahim adalah organ tubuh yang spesifik dan unikkarena dapat

mengecil serta membesar dengan menambah atau mengurangi jumlah

selnya. Pada wanita tidak hamil , berat rahim seberat 30 gram dengan

ukuran kurang lebihsebesar telur ayam.selama kehamilan, rahim makin

lama makin membesar.

Bentuk otot rahim mirip jala berlapis tiga dengan serat-seratnya

yang melintang kanan, kiri, dan transversal. Di antara otot-otot itu ada

pembuluh darah yang mengalirkan darah ke plasenta. Setelah plasenta

lepas otot rahim akan berkontraksi atau mengerut, sehingga pembuluh

darah terjepit dan perdarahan berhenti. Setelah bayi lahir berat rahim

menjadi sekitar 1000 gram dan dapat diraba kira-kira setinggi 2 jari di

bawah umbilikus. Setelah 1 minggu kemudian beratnya berkurang jadi

sekitar 500 gram dan setelah 2 minggu beratnya sekitar 300 gram dan

tidak dapat diraba lagi.

Secara alamiah rahim akan kembali mengecil perlahan-lahan

kebentuk semula, setelah 6 minggu beratnya sudah sekitar 40-60 gram.

Pada saat ini dianggap bahwa masa nifas sudah selesai. Namun

sebenarnya rahim akan kembali keposisinya yang normal dengan berat

30 gram dalam waktu 3 bulan setelah masa nifas, dalam 3 bulan ini

bukan hanya rahim yang kembali normal akan tetapi kondisi tubuh ibu

juga akan pulih secara keseluruhan.

2. Kekentalan Darah (Hemokonsentrasi) Kembali Normal

Selama hamil, darah ibu relatif lebih encer, karena cairan darah

ibu banyak, sementara sel darahnya berkurang. Namun setelah ibu

melahirkan sistem sirkulasi darah ibu kembali seperti semula maka

darah mengental, dimana kadar perbandingan sel darah dan cairan darah

kembali normal, umumnya hal ini terjadi pada hari ke- 3 sampai ke- 15

pascapersalinan.

3. Proses Laktasi Atau Menyusui

Proses ini timbul setelah plasenta atau ari-ari lepas. Plasenta

mengandung hormon penghambat prolaktin (hormon plasenta) yang

menghambat pembentukan ASI. Setelah plasenta lepas hormon plasenta

tidak dihasilkan lagi sehingga terjadi produksi ASI. ASI keluar 2-3 hari

setelah melahirkan (Saleha, 2009).

2.2 Konsep Infeksi

2.2.1 Defenisi Infeksi

Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berpoliferasi di

dalam tubuh yang menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005).

Infeksi adalah invasi tubuh oleh mikroorganisme dan berproliferasi

dalam jaringan tubuh. (Kozier, et al, 2000).

Dalam Kamus Keperawatan disebutkan bahwa infeksi adalah invasi dan

multiplikasi mikroorganisme dalam jaringan tubuh, khususnya yang

menimbulkan cedera seluler setempat akibat metabolisme kompetitif, toksin,

replikasi intraseluler atau reaksi antigen-antibodi. Munculnya infeksi

dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berkaitan dalam rantai infeksi.

Adanya patogen tidak berarti bahwa infeksi akan terjadi.

Mikroorganisme yang bisa menimbulkan penyakit disebut pathogen (agen

infeksi), sedangkan mikroorganisme yang tidak menimbulkan

penyakit/kerusakan disebut asimtomatik. Penyakit timbul jika pathogen

berkembang biak dan menyebabkan perubahan pada jaringan normal. Jika

penyakit bisa ditularkan dari satu orang ke orang lain, penyakit ini merupakan

penyakit menular (contagius). Mikroorganisme mempunyai keragaman dalam

virulensi/keganasan dan juga beragam dalam menyebabkan beratnya suatu

penyakit yang disebabkan.

2.2.2 Tipe Mikroorganisme Penyebab Infeksi

Menurut Poter and Perry (2005) penyebab infeksi dibagi menjadi 4

kategori, yaitu :

1. Bakteri

Bakteri merupakan penyebab terbanyak dari infeksi. Ratusan spesies

bakteri dapat menyebabkan penyakit pada tubuh manusia dan dapat hidup

didalamnya, bakteri bisa masuk melalui udara, air, tanah, makanan, cairan

dan jaringan tubuh dan benda mati lainnya.

2. Virus

Virus terutama berisi asam nukleat (nucleic acid), karenanya harus masuk

dalam sel hidup untuk diproduksi.

3. Fungi

Fungi terdiri dari ragi dan jamur

4. Parasit

Parasit hidup dalam organisme hidup lain, termasuk kelompok parasit

adalah protozoa, cacing dan arthropoda.

2.2.3 Tipe Infeksi

Kolonisasi merupakan suatu proses dimana benih mikroorganisme

menjadi flora yang menetap/flora residen. Mikroorganisme bisa tumbuh dan

berkembang biak tetapi tidak dapat menimbulkan penyakit. Infeksi terjadi

ketika mikroorganisme yang menetap tadi sukses menginvasi/menyerang

bagian tubuh host/manusia yang sistem pertahanannya tidak efektif dan

patogen menyebabkan kerusakan jaringan.

1. Infeksi lokal : spesifik dan terbatas pada bagain tubuh dimana

mikroorganisme tinggal.

2. Infeksi sistemik : terjadi bila mikroorganisme menyebar ke bagian tubuh

yang lain dan menimbulkan kerusakan.

3. Bakterimia : terjadi ketika dalam darah ditemukan adanya bakteri.

4. Septikemia : multiplikasi bakteri dalam darah sebagai hasil dari infeksi

sistemik.

5. Infeksi akut : infeksi yang muncul dalam waktu singkat.

6. Infeksi kronik : infeksi yang terjadi secara lambat dalam periode yang

lama (dalam hitungan bulan sampai tahun). (Paker, 2000).

2.2.4 Proses Infeksi

Infeksi terjadi secara progresif dan beratnya infeksi pada klien

tergantung dari tingkat infeksi, patogenesitas mikroorganisme dan kerentanan

penjamu. Dengan proses perawatan yang tepat, maka akan meminimalisir

penyebaran dan meminimalkan penyakit. Perkembangan infeksi

mempengaruhi tingkat asuhan keperawatan yang diberikan.

Berbagai komponen dari sistem imun memberikan jaringan kompleks

mekanisme yang sangat baik, yang jika utuh, berfungsi mempertahankan tubuh

terhadap mikroorganisme asing dan sel-sel ganas. Pada beberapa keadaan,

komponen-komponen baik respon spesifik maupun nonspesifik bisa gagal dan

hal tersebut mengakibatkan kerusakan pertahanan hospes. Orang-orang yang

mendapat infeksi yang disebabkan oleh defisiensi dalam pertahanan dari segi

hospesnya disebut hospes yang melemah. Sedangkan orang-orang dengan

kerusakan mayor yang berhubungan dengan respon imun spesifik disebut

hospes yang terimunosupres.

Efek dan gejala nyata yang berhubungan dengan kelainan pertahanan

hospes bervariasi berdasarkan pada sistem imun yang rusak. Ciri-ciri umum

yang berkaitan dengan hospes yang melemah adalah: infeksi berulang, infeksi

kronik, ruam kulit, diare, kerusakan pertumbuhan dan meningkatnya

kerentanan terhadap kanker tertentu. Secara umum proses infeksi adalah

sebagai berikut :

1. Periode inkubasi

Interval antara masuknya patogen ke dalam tubuh dan munculnya gejala

pertama.

2. Tahap prodromal.

Interval dari awitan tanda dan gejala nonspesifik (malaise, demam ringan,

keletihan) sampai gejala yang spesifik. Selama masa ini, mikroorganisme

tumbuh dan berkembang biak dan klien lebih mampu menyebarkan penyakit

ke orang lain.

3. Tahap sakit.

Klien memanifestasikan tanda dan gejala yang spesifik terhadap jenis

infeksi. Contoh: demam dimanifestasikan dengan sakit tenggorokan, mumps

dimanifestasikan dengan sakit telinga, demam tinggi, pembengkakan

kelenjar parotid dan saliva.

4. Pemulihan

Interval saat munculnya gejala akut infeksi

2.3 Infeksi Nifas

2.3.1 Defenisi Infeksi Nifas

Infeksi nifas adalah semua peradangan yang disebabkan oleh

masuknya kuman-kuman ke dalam alat genitalia pada waktu proses

persalinan dan masa nifas (puerperal infection/ puerperal sepsis). Sementara

itu yang dimaksud dengan febris puerperalis adalah demam yang terjadi

sampai 380c atau lebih (pengukuran suhu secara oral) selama 2 hari dalam

10 hari pertama pasca persalinan, kecuali pada hari pertama (Maryunani,

2009).

2.3.2 Etiologi

1. Berdasarkan masuknya kuman kedalam alat kandungan.

a. Ektogen (kuman datang dari luar).

b. Autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh).

c. Endogen (dari jalan lahir sendiri).

2. Berdasarkan kuman yang sering menyebabkan infeksi.

a. Streptococcus Haemolyticus Aerobik

Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat yang

ditularkan dari penderita lain, alat-alat yang tidak steril, tangan

penolong.

b. Stapnylococcus aureus

Masuk secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan

sebagai penyebab infeksi dirumah sakit.

c. Eschericia coli

Kuman ini berasal dari kandung kemih dan rektum, menyebabkan

infeksi terbatas.

d. Clostridium welchii

e. Kuman aerobik yang sangat berbahaya, sering ditemukan pada

abortus kriminalis dan partus yang ditolong dukun dari luar

rumah sakit (Ambarwati, 2010).

2.3.3 Cara Terjadinya Infeksi

1. Tangan pemeriksa yang tidak melakukan pencucian tangan yang

sesuai dengan SOP (Standart Operasional Prosedur).

2. Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada

pemeriksaan atau operasi membawa bakteri yang sudah ada kedalam

uterus melalui vagina, kemungkinan lain sarung tangan atau alat–alat

yang dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak sepenuhnya terbebas

dari kuman-kuman penyebab infeksi.

3. Sarung tangan taerkena kontaminasi bakteri yang berasal dari hidung

atau tenggorokan petugas kesehatan (droplet infektion).

4. Dalam rumah sakit selalu banyak nosokomial yang berasal dari

penderita–penderita, dari berbagai jenis kuman yang dibawa oleh

aliran udara ke mana–mana, antara lain alat–alat medis dan alat–alat

tenun yang dipakai pasien.

5. Infeksi intra partum gejalanya sudah terlihat pada waktu persalinan

infeksi inpartum terjadi pada :

a. Partus lama.

b. Ketuban pecah

c. Periksa dalam yang terlalu sering (Anggraini, 2010).

2.3.4 Faktor Predisposisi

1. Persalinan berlangsung lama sampai terjadi persalinan terlantar.

2. Tindakan operasi persalinan.

3. Tertinggalnya plasenta selaput ketuban dan bekuan darah.

4. Ketuban pecah dini.

5. Keadaan yang dapat menunkan keadaan umum (Ambarwati, 2010).

2.3.5 Gejala Klinis

Infeksi nifas dapat dibagi dalam 2 golongan, yaitu :

1. Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, servik, dan

endometritis.

a. Vulvitis

Pada luka infeksi bekas sayatan episiotomy atau luka perineum,

jaringan sekitarnya membengkak, tepi luka menjadi merah dan

bengkak, jahitan mudah terlepas, luka yang terbuka menjadi ulkus

dan mengeluarkan pus.

b. Vaginitis

Infeksi vagina dapat terjadi secara langsung pada luka vagina atau

melalui perineum. Permukaan mukosa membengkak dan

kemerahan, terjadi ulkus, serta getah mengandung nanah dan

keluar dari daerah ulkus. Penyebaran dapat terjadi, tetapi pada

umumnya infeksi tinggal terbatas.

c. Servisitis

Infeksi serviks sering juga terjadi, akan tetapi biasanya tidak

menimbulkan banyak gejala. Luka serviks yang dalam, luas, dan

langsung ke dasar ligamentum latum sehingga menyebabkan

infeksi yang menjalar ke parametrium.

d. Endometritis

Jenis infeksi ini biasanya yang paling sering terjadi. Kuman-

kuman yang memasuki endometrium, biasanya pada luka bekas

implantasi plasenta dan dalam waktu singkat mengikutsertakan

seluruh endometrium. Pada infeksi dengan kuman yang tidak

seberapa pathogen, infeksi hanya terbatas pada endometrium.

Jaringan desidua bersama-sama dengan bekuan darah menjadi

nekrotis dan cairan. Pada batas-batas antara daerah yang beradang

dan daerah sehat, terdapat lapisan yang terdiri atas leukosit. Pada

infeksi yang lebih berat, batas endometrium dapat dilampaui dan

terjadilah penjalaran (Sulistyawati, 2009).

2. Infeksi yang menyebar melalui pembuluh darah, limfe, dan

permukaan endometrium (tromboflebitis, parametritis, salpingitis,

dan peritonitis).

a. Tromboflebilitis penjalaran infeksi melalui vena sering terjadi dan

merupakan penyebab terpenting dari kematian karena infeksi

puerperalis. Radang vena golongan 1 disebut tromboflebitis pelvis

dan infeksi vena golongan 2 disebut tromboflebitis femoralis.

1) Tromboflebitis pelvis yang sering meradang adalah vena

ovarika karena mengalirkan darah dan luka bekas plasenta di

daerah fundus uteri. Penjalaran tromboflebitis pada vena

ovarika kiri adalah ke vena renalis dan dari vena ovarika

kanan ke vena kava inferior.

2) Tromboflebitis femoralis dapat menjadi tromboflebitis vena

safena magna atau peradangan vena femoralis sendiri,

penjalaran tromboflebitis vena uterin, dan akibat parametritis.

Tromboflebitis femoralis mungkin terjadi karena aliran darah

lambat di daerah lipat paha, karena vena tersebut yang tertekan

oleh ligamentum inguinale, juga karena dalam masa nifas

kadar fibrinogen meningkat.

b. Peritonitis infeksi puerperalis melalui saluran getah bening dapat

menjalar ke peritoneum hingga terjadi peritonis atau ke

paramentrium menyebabkan parametris.

c. Parametritis dapat terjadi dengan tiga cara berikut ini :

1) Melalui robekan serviks yang dalam.

2) Penjalaran endometritis atau luka serviks yang terinveksi

melalui saluran getah bening

3) Sebagai lanjutan tromboflebitis pelvis (Saleha, 2009).

2.3.6 Pencegahan

1. Selama Kehamilan

Karena anemi merupakan predisposisi untuk infeksi nifas, harus

diusahakan untuk memperbaikinya. Keadaan gizi juga merupakan

hal penting ; karena , diet yang baik harus diperhatikan. Koitus pada

masa hamil tua sebaiknya dilakukan secara hati-hati karena dapat

mengakibatkan pecahnya ketuban dan terjadinya infeksi.

2. Selama Persalinan

Membatasi banyaknya peluang masuknya kumn-kuman dalam jalan

lahir, mengusahakan supaya persalinan tidak berlarut-larut,

mengusahakan persalinan dengan trauma sedikit mungkin, dan

mencegah terjadinya perdarahan banyak. Alat-alat yang digunakan

dalam persalinan harus steril, pemeriksaan dalam dilakukan hanya

seperlunya saja, indiksi serta kondisi untuk bedah kebidanan harus

dipatuhi dan jika terjadi perdarahan harus dicegah sedapat mungkin

serta segera transfuse darah jika perlu.

3. Selama Nifas

Setelah partus terdapat luka-luka di beberapa tempat pada jalan lahir.

Sehingga harus dijaga agar luka-luka tidak terkontaminasi oleh

kuman-kuman dari luar, dengan cara menjaga kebersihan daerah

genital. Pengunjung-pengunjung dari luar hendaknya pada hari-hari

pertama dibatasi sedapat mungkin. Tiap penderita dengan tanda-

tanda infeksi nifas jangan dirawat bersama dengan wanita-wanita

dalam nifas yang sehat (Sujiyantini, 2010).

2.3.7 Jenis-Jenis Penatalaksanaan Pada Infeksi Nifas

Melakukan terapi antibiotic pada ibu infeksi nifas biasanya

mengikuti dua prinsip utama. Terapi antibiorik dini harus diberikan untuk

membatasi, kemudian menyingkirkan proses infeksi. Antibiotika harus

memiliki cakupzn anaerob karena organisme ini memiliki cakupan anaerob

karena organism ini terlibat 70% infeksi nifas. Antibiotic harus dilanjutkan

sekurang-kurangnya selama 48 jam setelah pasien menjadi afebris. organism

anaerob teruama membutuhkan pemanjangan masa kemotrapi untuk

eliminasi. Antibiotik yang berspekulum luas, misalny ampisilin dan

sefalosporin adalah obat baris pertama yang efektif untuk kasus infeksi nifas

yang ringan dan sedang. Bila infeksi bersifat sedang sampai berat,

kombinasi aminoglikosid-penicillin secara tradisional telah digunakan

sebagai terapi baris pertama. Terapi pathogen pelvis utama yang resisten

terhadap kombinasi ini adalah Bacteroides fragilis, yang biasanya peka

terhadap klin damisin harus memiliki cakupan baris pertama yang lebih

baik.

1. Penatalaksanaan Luka Perineum, Vulva, Dan Vagina

Jika terdapat pus atau cairan, buka luka dan drain luka tersebut. Angkat

kulit yang nekrotik dan jahitan sub kutis dan buat jahitan situasi, jangan

mengangkat jahitan fasia. Kompres luka dan anjurkan ibu menjaga

kebersihan. Antibiotic tidak diperlukan jika terdapat abses tanpa selutitis.

Jika terjadi luka. Luka menjadi nyeri, merah, dan bengkak. Jika terjadi

infeksi dari luka luar, maka biasanya jahitan diangkat supaya ada

drainase getah-getah luka atau lakukan kompres.

2. Penatalaksanaan Endometritis

Pasien sebisa mungkin diisolasi, dan bayi dapat terus menyusu pada

ibunya. Untuk kelancaran pengaliran lockhea, pasien boleh diletakkan

dalam posisi flowler dan diberi uterostonika serta dianjurkan banyak

minum.

3. Penatalaksanaan Tromboflebitis pelvis dan femoralis

Tujuan terapi pada tromboflebitis adalah sebagai berikut :

a. Mencegah emboli.

b. Mengurangi akibat-akibat trombofebitis (edema kaki yang lama,

perasaan nyeri yang lama). Pengobatan dengan antikoagulan (heparin,

dicumarol) bermaksud untuk mengurangi terjadinya thrombus dan

mengurangi bahaya emboli.

4. Penatalaksanaan Peritonitis

Antibiotik diberikan dengan dosis yang tinggi. Untuk menghilangkan

gembung perut diberikan obat meller tube. Cairan diberikan per infuse,

trans fusi darah, dan oksigen. Pasien diberikan sedative untuk

menghilangkan rasa nyeri. Makanan dan minuman diberikan setelah ada

flatus.

5. Penatalaksanaan Parametritis

Pasien diberi antibiotic dan jika terdapat fluktuasi perlu dilakukan incise

diatas lipatan paha atau pada cavum douglas.

2.3.8 Penatalaksanaan Pencegahan Infeksi Nifas

1. Tindakan Mencuci Tangan

Mencuci tangan adalah prosedur yang paling penting dari

pencegahan penyebaran infeksi yang menyebabkan kesakitan dan

kematian ibu dan bayi baru lahir dan dapat mengurangi angka

kematian 50%. Cara mencuci tangan sebagai berikut :

a. Lepaskan perhiasan di tangan dan pergelangan.

b. Basahi tangan dengan air bersih dan mengalir.

c. Gosok kedua tangan dengan kuat menggunakan sabun biasa atau

yang mengandung anti septik selama 10-15 detik (pastikan sela-

sela jari digosok menyeluruh). Tangan yang terlihat kotor harus

dicuci lebih lama.

d. Bilas tangan dengan air bersih mengalir.

e. Biarkan tangan kering dengan cara diangin-anginkan atau

keringkan dengan kertas tisu atau handuk pribadi yang bersih dan

kering (Affandi, 2007).

2. Penggunaan Sarung Tangan Pada Pemeriksaan Dalam

Pemakaian sarung tangan sebelum menyentuh sesuatu yang basah

(kulit tak utuh, selaput mukosa, darah atau cairan tubuh

lainnya),peralatan, sarung tangan atau sampah yang terkontaminasi.

Jika sarung tangan diperlukan, ganti sarung tangan untuk menangani

setiap ibu atau bayi baru lahir untuk menghindari kontaminasi silang

atau gunakan sarung tangan yang berbeda untuk situasi yang berbeda

pula. Penggunaan sarung tangan dalam berbagai situasi sebagai

berikut :

a. Gunakan sarung tangan steril atau desinfeksi tingkat tinggi untuk

prosedur apapun yang akan mengakibatkan kontak dengan

jaringan di bawah kulit seperti persalinan, penjahitan vagina atau

pengambilan darah.

b. Gunakan sarung tangan periksa yang bersih untuk menangani

darah atau cairan tubuh.

c. Gunakan sarung tangan rumah tangga atau tebal untuk mencuci

peralatan, menangani sampah, juga membersihkan darah dan

cairan tubuh.

Sarung tangan sekali pakai lebih dianjurkan, tetapi bila sarananya

sangat terbatas, sarung tangan bekas dapat diproses ulang dengan

dekontaminasi, cuci dan bilas,desinfeksi tingkat tinggi atau sterilisasi

(Affandi, 2007).

3. Memproses Alat-Alat Bekas

Tiga proses pokok yang direkomendasikan untuk proses peralatan

dan benda-benda lain dalam upaya pencegahan infeksi adalah :

a. Dekontaminasi

Dekontaminasi adalah penting untuk menangani peralatan,

perlengkapan, sarung tangan dan benda-beda lainnya yang

terkontaminasi (Affandi, 2007). Tujuan proses dekontaminasi

untuk mempercepat mematikan vitus Hepatitis B dan HIV.

Prosedur dekontaminasi yaitu :

1) Pakai alat perlindungan diri sarung tangan karet yang tebal

atau sarung tangan rumah tangga dari bahan lateks jika akan

menangani peralatan bekas pakai atau kotor.

2) Rendam benda-benda yang terkontaminasi ke dalam larutan

klorin 0,5% selama 10 menit.

3) Pastikan bahwa benda-benda yang terkontaminasi terendam

seluruhnya oleh larutan klorin.

4) Larutan klorin harus diganti paling sedikit setiap 24 jam atau

bila kelihatan keruh dapat diganti secepatnya.

b. Pencucian dan Pembilasan

Pencucian adalah cara paling efektif untuk menghilangkan

sebagian besar mikroorganisme pada peralatan/ perlengkapan

yang kotor atau sudah digunakan (Affandi, 2007).

Tahap pencucian dan pembilasan yaitu :

1) Pakai sarung tangan karet yang tebal pada kedua tangan.

2) Ambil peralatan bekas pakai yang sudah didekontaminasi.

3) Jangan dicuci secara bersama-sama benda-benda yang terbuat

dari bahan karet/plasti dengan bahan logam.

4) Cuci setiap benda tajam secara terpisah dan hati- hati.

5) Gunakan sikat dengan air dan sabun untuk menghilangkan

sisah darah dan kotoran.

6) Buka engsel dan gunting.

7) Sikat dengan seksama terutama dibagian sambungan dan sudut

peralatan.

8) Pastikan tidak ada sisa-sisa darah dan kotoran yang tertinggal

pada peralatan.

9) Cuci setiap benda sedikitnya tiga kali dengan air dan sabun

atau deterjen.

10) Bilas seluruh benda-benda dengan air bersih.

11) Ulang prosedur tersebut pada benda lain

12) Cuci sarung tangan dengan air dan sabun kemudian bilas

dengan seksama menggunakan air bersih.

13) Gantungkan sarung tangan dan biarkan kering dengan cara

diangin- anginkan.

c. Desinfeksi Tingkat Tinggi Atau Sterilisasi

Desinfeksi adalah satu-satunya alternatif yang dilakukan dengan

cara merebus, mengukus atau kimiawi. Dan sterilisasi adalah cara

yang paling efektif untuk membunuh mikroorganisme tetapi

proses sterilisasi tidak selalu memungkinkan dan praktis (Affandi,

2007).

Desinfeksi tingkat tinggi dapat dilakukan dengan cara :

a. DTT dengan cara merebus yaitu:

1) Gunakan panci dengan penutup yang rapat.

2) Ganti air setiap kali mendesinfeksi peralatan.

3) Rendam peralatan didalam air sehingga semuanya terendam

di dalam air.

4) Mulai panakan air.

5) Mulai hitung waktu saat air mulai mendidih.

6) Jangan tambah benda apa pun ke dalam air mendidih

setelah penghitungan waktu dimulai.

7) Rebus selama 20 menit dihitung mulai air telah mendidih.

8) Catat lama waktu perebusan peralatan di dalam buku kukus.

9) Biarkan peralatan kering dengan cara diangin-anginkan

sebelum digunakan atau disimpan.

10) Setelah peralatan kering, dan segera digunakan atau

disimpan dalam wadah desinfeksi tingkat tinggi

berpenutup.peralatan dapat bertahan selama satu minggu

asalkan penutupnya tidak dibuka.

b. DTT dengan cara mengukus/uap yaitu :

1) Gunakan panci perebus dengan tiga susunan nampan

pengukus

2) Sarung tangan yang telah didekontaminasi dan dicuci

kemudian gulung bagian atas sarung tangan sehingga

setelah DTT selesai sarung tangan dapat dipakaikan tanpa

membuat terkontaminasi baru

3) Letakkan sarung tangan pada nampan pengukus yang

berlubang dibawahnya. Agar mudah dikeluarkan ari bagian

atas nampan pengukus, letakkan 5-15 pasang bagian jarinya

mengarah ke tengah nampan.

4) Jika uap mulai keluar dari celah-celah di panci pengukus,

mulailah penghitungan waktu

5) Kukus sarung tangan selama 20 menit, buka tutup panci dan

letakkan dalam posisi terbalik

6) Angkat nampan pengukus paling atas yang berisi sarung

tangan dan goyangkan secara berlahan-lahan agar air yang

tersisa di sarung tangan menetes ke luar

7) Susunlah sarung tangan di atas panci yang kosong dan panci

jangan ditutup agar sarung tangan cepat kering tanpa

terkontaminasi (tuang air perebusan ke dalam wadah DTT)

8) Birkan sarung tangan kering dengan diangin-anginkan

sampai kering di dalam nampan selama 4-6 jam. Jika ingin

digukan langsung biarkan sarung tangan 5-10 menit dan

kemudian gunakan dalam waktu 30 menit pada saat maih

basah atau lembab.

9) Jika sarung tangan tidak lansung digunakan setelah kering,

gunakan penjepit atau pingset desinfeksi tingkat tinggi

untuk memindahkan sarung tangan. Massukan sarung

tangan dalam wadah desinfeksi tingkat tinggi lalu tutup

rapat dan sarung tangan yang disimpan dalam wadah dapat

dissimpan sampai satu minggu.

c. DTT denagn cara kimiawi yaitu :

1) Letakkan peralatan dalam keadaan kering (sudah

didekontaminasi dan cuci bilas) ke dalam wadah dan

tuangkan desinfektan

2) Pastikan bahwa peralatan terendam seluruhnya dalam

larutan kimiawi

3) Rendam peralatan selama 20 menit

4) Catat lama waktu peralatan di rendam dalam larutan kimia

5) Bilas peralatan dengan air matang dan angin-anginkan

sampai kering di wadah desinfeksi tingkat tinggi yang

berpenutup

6) Setelah kering, peralatan dapat digunakan atau disimpan

dalam wadah desinfeksi tingkat tinggi bertutup rapat.

4. Mobilisasi Dini

Mobilisasi adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin

membimbing pasien keluar dari tempat tidurnya dan dan

membimbing pasien untuk berjalan (Sulistyawati, 2009).

Pada persalinan normal dan keadaan ibu normal, biasanya ibu

diperbolehkan untuk mandi dan ke WC dengan bantuan orang lain,

yaitu pada 1 atau 2 jam setelah persalinan. Sebelum pasien

dibimbing kekamar mandi, pasien harus dianjurkan untuk melakukan

latihan menarik napas dalam serta latihan tungkai yang sederhana

dan pasien dianjurkan duduk serta mengayunkan tungkainya ditepi

tempat tidur (Bahiyatum, 2009).

Pada ibu persalinan SC mobilisasi dini dilakukan pada 6-12 jam

pertama setelah persalinan. Mobilisasi yang dapat dilakukan pada

ibu persalinan SC sebagai berikut :

a. Hari pertama ibu dianjurkan miring ke kanan dan ke kiri dapat

dimulai sejak 6-12 jam setelah bersalin / ibu sadar, latihan yang

dilakukan latihan pernafasan yang dapat dilakukan ibu sambil

tidur terlentang sedini mungkin setelah sadar.

b. Hari ke 2 Ibu dapat duduk 5 menit dianjurkan untuk bernafas

dalam-dalam lalu menghembuskannya disertai batuk- batuk kecil

yang gunanya untuk melonggarkan pernafasan dan sekaligus

menumbuhkan rasa percaya diri ibu/penderita bahwa ia mulai

pulih. Kemudian posisi tidur terlentang diubah menjadi setengah

duduk selanjutnya secara berturut-turut, hari demi hari

penderita/ibu yang sudah melahirkan dianjurkan belajar duduk

selama sehari, belajar berjalan kemudian berjalan sendiri pada

hari ke 3 sampai 5 hari setelah operasi. Mobilisasi secara teratur

dan bertahap serta diikuti dengan istirahat dapat membantu

penyembuhan ibu (Mihardi, 2010).

5. Perawatan Luka

Perawatan luka adalah proses pergantian dan perbaikan fungsi

jaringan yang rusak. Luka dapat sembuh melalui proses utama yang

terjadi ketika tepi luka disatukan dengan menjahit luka. Jika luka

dijahit terjadi penutupan jaringan yang disatukan dan tidak ada ruang

yang kosong. Epitelium akan bermigrasi disepanjang garis jahitan,

dan penyembuhan terjadi terutama oleh timbunan jaringan

penghubung (Boyle, 2009).

Perawatan luka perineum adalah pemenuhan kebutuhan untuk

menyehatkan daerah antara paha yang dibatasi vulva dan anus pada

ibu yang dalam masa antara kelahiran placenta sampai dengan

kembalinya organ genetik seperti pada waktu sebelum hamil

(Sujiyatini, 2010).

Perawatan yang dilakukan pada luka perineum yaitu :

a. Usahakan luka selalu dalam keadaan kering (keringkan setiap kali

setelah buang air).

b. Hindari menyentuh luka perineum dengan tangan.

c. Bersihkan kemaluan selalu dari arah depan ke belakang.

d. Jaga kebersihan daerah perineum (ganti pembalut setiap kali

sudah penuh atau minimal 3 kali sehari) (Sulistyawati, 2009).

Perawatan luka SC tidak berbeda jauh dengan perawatan luka pada

persalinan normal. Perawatan yang dilakukan pada luka SC yaitu :

a. Tidak menyentuh bagian luka sebelum perban dan balutan

dibuka.

b. Mandi dengan air hangat dan dibilas dengan berlahan.

c. Tidur dengan menggunakan kain sprei yang bersih dan ganti kain

sprei secara berkala (Reiss, 2008).

6. Asupan Nutrisi

Dengan kekurang nutrisi secara umum dapat mengakibatkan

berkurangnya kekuatan luka, meningkatnya dehisensi luka dan luka

semakin memburuk. Defisiensi nutrisi tertentu dapat berpengaruh

pada penyembuhan luka. Defisiensi zink akan mengurangi kecepatan

epitelialisasi, mengurangi sintesis kolagen sehingga mengurangi

kekuatan luka.

a. Asam Lemak

Sebagian besar asam lemak dapat diproduksi oleh tubuh, namun

ada dua asam lemak yang tidak dapat diproduksi tibuh, yaitu

asam linoleat dan asam linolenat. Kedua asam lemak tersebut

penting dalam kesehatan karena asam lemak dikenal dikenal

sebagai asam lem ak esensial dan harus disuplai melalui diet.

Lemak tak-jenuh ganda juga terlibat dalam respon sistem imun,

dan asam lemak esensial di dalam membran sel turut menjaga

stabilitas karena perannya dalam mengatur metabolisme.

Asam lemak tak jenuhyang esensial dikomsumsi sebanyak 2-5 g

asam lemak dianjurkan untuj dikomsumsi sehari-hari yang

dibutuhkan dalam fase inflamasi dan lemak merupakan

komponen membran sel. Asam lemak tak jenuh ganda yang baik

bersumber dari minyak ikan.

b. Vitamin A

Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang tersimpan di dalam

hati. Vitamin ini merupakan peran dalam pembentukan sel darah

merah, sehingga anemia ringan sering kali merupakan tanda awal

defisiensi. Vitamin A juga memiliki peran sebagai anti oksidan

yang melawan reaksi radikal bebas, dan memiliki peran kunci

dalam imunitas, khususnya fungsi limfosit-T dan respons

antibody terhadap infeksi.

Vitamin A penting dalam diferensiasi sel dan keratinisasi epitel,

dan defisiensi vitamin ini akan mengakibatkan defisiensi kolagen

dan terlambatnya epitelisiasi, selain itu devisiensi vitamin A

meningkatkan kerentanan terhadap infeksi.

Vitamin A dapat diperoleh dari telur, mentega, susu, hati, minyak

ikan, wortel, lada merah, sayuran berdaun hijau gelap, brokoli,

aprokot, buah persik, dan mangga.

c. Vitamin C

Vitamin C adalah vitamin larut air yang membantu absorsi zat

besi dari sumber makanan bukan daging. Vitamin C sangat

penting, untuk kesehatan sistem imun dan untuk penyembuhan

luka yang efesien dan juga merupakan antioksidan

penting,vitamin C sangat penting untuk sintesis kolagen dan

defisiensi vitamin C merupakan daya rentang, gangguan

angiogenesis dan meningkatkan kerapuhan kapiler vitamin C

dapat ditemukan didalam sayur dan buah. Vitamin C sangat

mudah rusak oleh pajanan cahaya dan panas.

Beberapa vitamin B, zat besi, zink, tembaga, dan mangan

semuanya memberi manfaat yang signifikan. Obesitas yang dapat

menutupiadanya gangguan status nutrisi, diketahui menjadi faktor

risiko yang mempengaruhi keberhasilan penyembuhan luka

(Boyle, 2009).

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara

konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti.

Kerangka konsep ini gunanya untuk menggunakan atau menjelaskan secara

panjang lebar tentang suatu topik yang akan dibahas (Setiadi, 2007).

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Pencegahan Infeksi Nifas : Notoatmodjo (2007),

Affandi (2007).

Keterangan :

: Tidak diteliti

: Diteliti

Pencegahan Infeksi Nifas

Perilaku Kesehatan :

1. Afefective

2. Kognitif

3. Psikomotor

1. Pengetahuan

2. Sikap

3. Tindakan

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian adalah sesuatu yang sangat penting dalam penelitian,

memungkinkan pengontrolan maksimal beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi akurasi suatu hasil (Notoatmodjo, 2005).

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif yaitu

suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama membuat gambar

atau deskriptif tentang suatu keadaaan secara obyektif (Notoatmodjo, 2002).

Pendekatan dalam penelitian ini adalah survey.

4.2 Kerangka Kerja

Accidental Sampling

Informed Consent

Pengumpulan data dengan lembar observasi dan ceklist

Pengolahan data

Analisa data dengan SPSS

Sampel : sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi

Populasi : seluruh pasien ruang Melati yang

mengalami infeksi nifas

Hasil

Penyajian data

4.3 Populasi, Sampel, dan Sampling

4.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang

diteliti (Notoatmodjo, 2005). Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu nifas

dengan infeksi post partum yaitu sebanyak 76 orang.

4.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi atau wakil populasi yang diteliti

(Notoatmodjo, 2005). Sampel dalam penelitian ini adalah ibu post partum

sejumlah 76 orang dengan kriteria sebagai berikut :

a. Kriteria Inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian pada

poulasi target dan sumber (Riyanto, A. 2011). Dalam penelitian ini,

kriteria inklusi tersebut adalah :

1. Ibu post partum dalam masa nifas.

2. Primigravida

3. Bersedia menjadi responden.

b. Kriteria Eksklusi adalah kriteria dari subjek penelitian yang tidak boleh

ada dan jika subjek mempunyai kriteria ekslusi maka subjek harus

dikeluarkan dari penelitian (Riyanto, A. 2011). Dalam penelitian ini,

kriteria eksklusi tersebut adalah :

1. Ibu hamil.

2. Multigravida

3. Yang tidak bersedia untuk diteliti

4.3.3 Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat

mewakili populasi (Notoatmodjo, 2005). Dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan teknik total sampling.

4.4 Variabel Penelitian

Variabel merupakan karakterisitk yang diamati yang mempunyai variasi nilai

dan merupakan operasionalisasi dari suatu konsep agar dapat diteliti secara

empiris atau ditentukan tingkatannya (Setiadi, 2007). Dalam penelitian ini hanya

terdapat variabel independen yaitu pencegahan infeksi nifas ibu post partum.

4.5 Definisi Operasional

Definisi Operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional

berdasarkan karakteristik yang diamati (Notoatmodjo, 2005).

Tabel 4.1 Definisi Operasional Pelaksanaan Pencegahan Infeksi Nifas Pada Ibu Post Partum

Variabel Definisi Operasional

Parameter Alat Ukur Skala Pengukuran

Kriteria

Sikap bidan

Sikap bidan tentang penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas. Bidan harus memiliki sikap yang baik terhadap arti pentingnya pencegahan infeksi.

Respon bidan tentang pelaksanaan pencegahan infeksi

Kuesioner Nominal - Positif jika T > nilai skore responden

- Negatif jika T < nilai skore responden

Tindakan bidan

Tindakan yang dilakukan bidan dalam mencegah terjadinya infeksi nifas

Melaksanakan tindakan :1. Mencuci

tangan steril2. Penggunaan

sarung tangan

3. Pemrosesan alat

4. Mobilisasi dini

5. Perawatan

Observasi Nominal - Baik bila hasil 76% – 100 %

- Cukup bila hasil 56% – 75 %

- Kurang bila hasil < 56 %

luka6. Memberikan

asupan nutrisi

4.6 Lokasi dan Waktu penelitian

4.6.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Ruang Melati RSU Provinsi NTB.

4.6.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal bulan Juli 2013.

4.7 Pengumpulan Data dan Analisa Data

4.7.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan

proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu

penelitian (Sugiyono, 2011).

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan data primer. Data primer

adalah data yang di kumpulkan langsung oleh peneliti pada saat meneliti

data belum ada, sehingga peneliti menggunakan kuesioner dan lembar

observasi.

4.7.2 Instrument

Pengumpulan data alat yang di gunakan dalam penelitian ini adalah

kuesioner yaitu salah satu cara pengumpulan data yang dilakukan dengan

mengedarkan suatu data yang di lakukan dengan mengedarkan suatu daftar

pertanyaan yang berupa formulir kepada sejumlah subjek untuk

mendapatkan jawaban, informasi dan sebagainya.

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila

peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan di ukur dan tahu apa yang

bisa di harapkan dari responden, pengumpulan data yang efisien bila

peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan di ukur dan tahu yang bisa di

harapkan dari responden (Sugiyono, 2011).

4.7.3 Analisa Data

Analisa dalam penelitian ini adalah analisis Survey Analitik Analisis

Survey Analitik adalah penelitian yang mencoba mengetahui mengapa

masalah kesehatan dapat terjadi, kemudian melakukan analisis hubungan.

(Notoatmodjo, 2005).

Analisa dalam penelitian ini dengan tabulasi frekuensi yaitu

menjumlah dan membandingkan dengan jumlah yang di harapkan,

kemudian di kalikan 100% dan hasilnya berupa presentase.

Keterangan :

P : Prosentase

F : Jumlah jawaban yang benar

N : Jumlah seluruh pertanyaan

Kemudian hasilnya dimasukkan kedalam kriteria (Hidayat,Aziz,

2007)

Bila hasilnya :

1. 76-100% = Baik

2. 56-75% = Cukup

3. < 56% = Kurang

4.7.4 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data merupakan salah satu bagian dari rangkaian kegiatan

penelitian setelah kegiatan pengumpulan data.Setelah data terkumpul

selanjutnya pengolahan data dengan cara sebagai berikut :

1. Editing

Editing adalah pekerjaan memeriksa kembali semua data yang telah

terkumpul melalui pembagian kuesioner dengan tujuan mengecek

kmbali apakah hasilnya sesuai dengan rencana atau tujuan yang

hendak di capai (keseragaman jawaban a,b,c,d) (Notoatmodjo, 2005).

2. Coding

Bertujuan untuk mengidentifikasi jawaban yang ada macamnya

dengan memberi kode angka. Hal ini maksudnya untuk

mempermudah dalam melakukan tabulasi dan analisa data.

3. Tabulasi

Tabulasi disajikan dalam bentuk cross tab sesuai dengan variabel

yang hendak diukur. Setelah proses tabulasi, dilakukan uji statistik

untuk mengetahui hubungan diantara variabel-variabel.

4.8. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini peneliti mengajukan permohonan ijin

mengadakan penelitian ke RSU Provinsi NTB dengan pengantar surat dari

institusi pendidikan. Setelah mendapatkan persetujuan baru peneliti melakukan

masalah etika meliputi (Alimul, A. 2007).

1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden atau Informed Consent

Lembar persetujuan diberikan kepada objek yang akan diteliti, peneliti

menjelaskan maksud dan tujuan riset yang dilakukan dengan riset yang

dilakukan serta dampak yang mungkin terjadi selama dan sesudah

pengumpulan data dan jika subjek berada diteliti, maka mereka harus

menandatangani maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati

hak subjek.

2. Anonimity atau Tanpa Nama

Kerahasiaan informasi subjek dijamin oleh peneliti hanya kelompok data

tertentu yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil riset.

3. Confidentiality atau kerahasiaan

Informasi yang telah dikumpulkan dari subjek dijamin kerahasiaannya oleh

peneliti, hanya kelompok data tertentu saja yang akan dilaporkan pada hasil

penelitian.