proposal irma.pdf
-
Upload
irmakikissi -
Category
Documents
-
view
55 -
download
8
Transcript of proposal irma.pdf
-
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada era sekarang ini, konstruksi bangunan mengalami perkembangan yang pesat
sehingga perkembangannya dapat dibagi menjadi tiga bagian. Pertama adalah konstruksi
yang kuat terhadap tekan, dimulai dari konstruksi batu yang kemudian berkembang menjadi
konstruksi beton. Kedua adalah konstruksi yang kuat terhadap tarik, diawali dari konstruksi
bambu dan berkembang menjadi baja tulangan. Ketiga adalah konstruksi yang tahan terhadap
tekan dan tarik, dimulai dari konstruksi kayu yang kemudian berkembang menjadi baja
struktural hingga berlanjut menjadi beton bertulang.
Untuk struktur bangunan yang memerlukan ruang yang luas seperti jembatan, maka
jenis konstruksi ketiga yaitu konstruksi beton bertulang adalah pilihan yang tepat mengingat
jembatan pada umumnya membutuhkan bentang yang panjang sehingga memerlukan
konstruksi yang tahan terhadap tekan maupun tarik. Namun dalam perkembangannya, beton
bertulang memiliki kelemahan yaitu apabila konstruksi ini diaplikasikan untuk struktur
bentang panjang maka penampang akan mudah retak dan tidak efisien dalam menahan
tegangan yang terjadi. Hal ini lah yang menjadi dasar dibuatnya konstruksi beton prategang
yang merupakan kombinasi antara beton mutu tinggi dengan baja mutu tinggi. Melalui desain
konstruksi yang baik maka konstruksi beton prategang ini dapat mengontrol keretakan
ataupun lendutan pada penampang sehingga penampang dapat didesain lebih efisien.
Dalam mendesain balok bertulang biasa, pada umumnya engineer mengatur kekuatan
balok dalam menerima tegangan maksimum, sedangkan filosofi dasar dalam perancangan
balok prategang adalah mengatur tegangan yang terjadi sesuai dengan keinginan. Secara teori
balok prategang didesain tidak mempunyai keretakan dan mempunyai kapasitas tegangan
yang besar pada penampang sehingga membuat kinerja dari beton menjadi efektif.
Mengingat pentingnya untuk mengetahui kapasitas penampang beton prategang pada
konstuksi jembatan maka analisis kinerja struktur beton prategang yang diaplikasikan
terhadap konstruksi jembatan menjadi sasaran utama dalam penelitian ini. Tegangan-
tegangan maupun gaya-gaya yang bekerja pada penampang dapat digunakan untuk
mengontrol kinerja penampang itu sendiri dalam menahan gaya yang diberikan. Dengan
menggunakan bantuan program Matlab V.2009 maka kapasitas penampang dalam menahan
-
2
beban dapat disimulasikan dengan memasukkan properties-propertis yang telah diketahui
sebelumnya.
Dalam penelitian kali ini, penulis melakukan analisis kekuatan dan tegangan yang
tejadi terhadap jembatan prategang dengan sistem kantilever yang dikerjakan per segmen
(segmental). Analisa ini diharapkan dapat mengontrol elevasi jembatan ketika proses
konstruksi dilakukan sehingga elevasi jembatan di sisi kanan akan memiliki tingi yang sama
dengan elevasi di bagian kiri. Pada jembatan prategang ini, penampang girder yang
digunakan ialah penampang I girder.
1.2 Perumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya maka penulis
merumuskan permasalahannya sebagai berikut:
a. Bagaimana kinerja penampang beton prategang I girder yang diaplikasikan pada
konstruksi jembatan dalam menahan beban yang terjadi.
b. Bagaimana mengontrol tegangan pada penampang prategang I girder pada
konstruksi jembatan dengan sistem kantilever yang dikerjakan per segmen
sehingga elevasi jembatan di sisi kanan akan memiliki tinggi yang sama dengan
elevasi di bagian kiri.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
a. Melakukan analisa kapasitas kekuatan ataupun tegangan terhadap penampang I
girder precast dan prefab pada konstruksi jembatan prategang.
b. Menganalisis kontrol defleksi yang mempengaruhi elevasi jembatan prategang
dengan sistem kantilever (segmental) yang dikerjakan per segmen pada saat
konstruksi dilaksanakan.
c. Mengkaji kinerja struktur jembatan prategang terhadap beban yang bekerja seperti
beban hidup, beban mati, beban superimposed dan beban-beban lainnya yang akan
mempengaruhi kekuatan penampang I girder.
-
3
1.4 Batasan Masalah
Permasalahan yang akan dikaji di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Analisis yang dilakukan terbatas pada penampang I girder yang sebelumnya telah
menerima tegangan (prategang).
b. Baja yang digunakan untuk memberikan tegangan adalah 7 wire Grade 270, low
relaxation A416-74 dengan diameter 12.7 mm.
c. Jenis jembatan yang dianalisa adalah jembatan prategang dengan sistem kantilever
yang dikerjakan secara segmental dan analisa terbatas pada struktur atas jembatan.
d. Jenis pembebanan yang diaplikasikan pada struktur jembatan adalah beban mati,
beban hidup, maupun beban superimposed tanpa memperhitungkan kondisi creep
dan shringkage pada beton prategang.
e. Analisa kapasitas penampang I girder dilakukan menggunakan program Matlab
V.2009 dengan memasukkan propertis-propertis yang telah diketahui sebelumnya.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut :
a. Memahami kinerja penampang I pada girder jembatan yang telah diberi tegangan
sebelumnya (Pra-tegang) sehingga nantinya dapat digunakan sebagai bahan acuan
dalam mendesain penampang yang baik dan efisien dalam menahan beban yang
bekerja.
b. Memaksimalkan kinerja pelaksanaan dalam konstruksi jembatan dengan sistem
kantilever yang dikerjakan per segmen (Segmental).
-
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jembatan
2.1.1 Umum
Konstruksi jembatan adalah suatu konstruksi bangunan pelengkap sarana transportasi
jalan yang menghubungkan suatu tempat ke tempat yang lainnya, yang dapat dilintasi oleh
sesuatu benda bergerak misalnya suatu lintas yang terputus akibat suatu rintangan atau sebab
lainnya, dengan cara melompati rintangan tersebut tanpa menimbun / menutup rintangan itu
dan apabila jembatan terputus maka lalu lintas akan terhenti. Lintas tersebut bisa merupakan
jalan kendaraan, jalan kereta api atau jalan pejalan kaki, sedangkan rintangan tersebut dapat
berupa jalan kendaraan, jalan kereta api, sungai, lintasan air, lembah atau jurang. Jembatan
juga merupakan suatu bangunan pelengkap prasarana lalu lintas darat dengan konstruksi
terdiri dari pondasi, struktur bangunan bawah dan struktur bangunan atas, yang
menghubungkan dua ujung jalan yang terputus akibat bentuk rintangan melalui konstruksi
struktur bangunan atas.
2.1.2 Tipe Jembatan
Seiring dengan perkembangan teknologi dunia konstruksi, telah banyak permodelan
konstruksi jembatan yang bertujuan untuk menciptakan suatu konstruksi yang aman, nyaman,
ekonomis, dan mudah pelaksanaannya. Berikut adalah beberapa permodelan konstruksi
jembatan yang umum dipakai.
Ditinjau dari berbagai aspek, maka jembatan diklasifikasikan atas :
1. Ditinjau dari material yang digunakan, jembatan bisa dibedakan, yakni :
a. Jembatan Kayu.
b. Jembatan Gelagar Baja.
c. Jembatan Beton Bertulang.
d. Jembatan Komposit.
2. Ditinjau dari statika konstruksi, jembatan bisa dibedakan antara lain :
Berdasarkan analisa struktur (statika konstruksi) maka jembatan dapat di bagi atas dua
bagian yaitu :
a. Jembatan statis tertentu.
b. Jembatan statis tak tertentu.
-
5
3. Ditinjau dari fungsi atau kegunaannya, jembatan bisa dibedakan antara lain :
a. Jembatan untuk lalu lintas kereta api (railway bridge).
b. Jembatan untuk lalu lintas biasa atau umum (highway bridge).
c. Jembatan untuk pejalan kaki (foot path).
d. Jembatan berfungsi ganda, misalnya untuk lalu lintas kereta api dan mobil, untuk lalu
lintas umum dan air minum, dan sebagainya.
e. Jembatan khusus, misalnya untuk pipa-pipa air minum, pengairan, pipa gas, jembatan
militer dan lain-lain.
4. Ditinjau menurut sifat-sifatnya, jembatan bisa dibedakan antara lain :
a. Jembatan sementara atau darurat.
b. Jembatan tetap atau permanen.
c. Jembatan bergerak, yaitu jembatan yang dapat digerakkan misalnya agar
penyeberangan kapal-kapal di sungai tidak terganggu.
5. Ditinjau dari bentuk struktur konstruksi, jembatan bisa dibedakan ,yakni :
a. Jembatan gelagar biasa (Beam bridge).
b. Jembatan portal (Rigid frame bridge).
c. Jembatan rangka (Truss bridge).
d. Jembatan gantung (Suspension bridge).
e. Jembatan kabel penahan (Cable stayed bridge).
2.2 Beton Prategang
2.2.1 Konsep Dasar
Beton prategang adalah material yang sangat banyak digunakan dalam kontruksi. Beton
prategang pada dasarnya adalah beton di mana tegangan-tegangan internal dengan besar serta
distribusi yang sesuai diberikan sedemikian rupa sehingga tegangan-tegangan yang diakibatkan
oleh beban-beban luar dilawan sampai suatu tingkat yang diinginkan. Prategang meliputi
tambahan gaya tekan pada struktur untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan gaya tarik
internal dan dalam hal ini retak pada beton dapat dihilangkan. Pada beton bertulang, prategang
pada umumnya diberikan dengan menarik baja tulangan. Gaya tekan disebabkan oleh reaksi baja
tulangan yang ditarik, mengakibatkan berkurangnya retak, elemen beton prategang akan jauh
lebih kokoh dari elemen beton bertulang biasa. Prategangan juga menyebabkan gaya dalam yang
berlawanan dengan gaya luar dan mengurangi atau bahkan menghilangkan lendutan secara
signifikan pada struktur.
Beton yang digunakan dalam beton prategang adalah mempunyai kuat tekan yang cukup
tinggi dengan nilai fc min 30 MPa, modulus elastis yang tinggi dan mengalami rangkak ultimit
-
6
yang lebih kecil, yang menghasilkan kehilangan prategang yang lebih kecil pada baja. Kuat tekan
yang tinggi ini diperlukan untuk menahan tegangan tekan pada serat tertekan, pengangkuran
tendon, mencegah terjadinya keretakan. Pemakaian beton berkekuatan tinggi dapat memperkecil
dimensi penampang melintang unsur-unsur struktural beton prategang. Dengan berkurangnya
berat mati material, maka secara teknis maupun ekonomis bentang yang lebih panjang dapat
dilakukan.
Keuntungan penggunaan beton prategang adalah:
1). Dapat memikul beban lentur yang lebih besar dari beton bertulang.
2). Dapat dipakai pada bentang yang lebih panjang dengan mengatur defleksinya.
3). Ketahanan geser dan puntirnya bertambah dengan adanya penegangan.
4). Dapat dipakai pada rekayasa konstruksi tertentu, misalnya pada konstruksi jembatan
segmental.
5). Berbagai kelebihan lain pada penggunaan struktur khusus, seperti struktur pelat dan
cangkang, struktur tangki,struktur pracetak,dan lain-lain.
Kekurangan struktur beton prategang relative lebih sedikit dibandingkan berbagai
keuntungannya, diantaranya:
1). Memerlukan peralatan khusus seperti tendon, angkur, mesin penarik kabel,dll.
2). Memerlukan keahlian khusus baik didalam perencanaan maupun pelaksanaanya.
2.2.2 Analisis Beton Prategang
Ada tiga konsep yang dapat dipakai untuk menjelaskan dan menganalisis sifat-sifat dasar
dari beton prategang. Hal ini dapat diterangkan sebagai berikut :
1). Konsep Pertama
Sistem Prategang Untuk Mengubah Beton Menjadi Bahan Yang Elastis. Konsep ini
memperlakukan beton sebagai bahan yang elastis. Ini merupakan sebuah pemikiran dari Eugene
Freyssnet yang memvisualisasikan beton prategang yang pada dasarnya adalah beton dari bahan
yang getas menjadi bahan yang elastis dengan memberikan tekanan (desakan) terlebih dahulu
(pratekan) pada bahan tersebut. Beban yang tidak mampu menahan tarikan dana kuat memikul
tekanan (umumnya dengan baja mutu tinggi yang ditarik) sedemikiaan sehingga beton yang getas
dapat memikul tegangan tarik. Dari konsep inilah lahir kriteria tidak ada tegangan tarik pada
beton. Umumnya telah diketahui bahwa jika tidak ada tegangan tarik pada beton, berarti tidak
akan terjadi retak, dan beton tidak merupakan bahan yang getas lagi melainkan bahan yang
elastis. Dalam bentuk yang sederhana, ditinjau sebuah balok persegi panjang yang diberi gaya
-
7
prategang oleh sebuah tendon melalui sumbu yang melalui titik berat dan dibebani oleh gaya
eksternal, lihat Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Distribusi Tegangan Sepanjang Penampang Beton Prategang konsentris
Gaya partegang F pda tendon menghasilkan gaya tekan F yang sama pada beton yang juga
bekerja pada titik berat tendon. Akibatnya gaya prategang tekan secara merata sebesar
.(2.1)
akan timbul pada penampang seluas A. jika M adalah momen eksternal pada penampang akibat
beban dan berat sendiri balok, maka tegangan pada setiap titik sepanjang penampang akibat M
adalah
.(2.2)
dimana y adalah jarak dari sumbu yang melalui titik berat dan I adalah momen inersia
penampang. Jadi distribusi tegangan yang dihasilkan adalah
.(2.3)
2). Konsep Kedua
Sistem Prategang Untuk Kombinasi Baja Mutu Tinggi Dengan Beton. Konsep ini
mempertimbangkan beton prategang sebagai kombinasi (gabungan) dari baja dan beton, seperti
pada beton bertulang, dimana baja menahan tarikan dan beton menahan tekanan. Dengan
demikian kedua bahan membentuk kopel penahan untuk melawan momen eksternal, lihat
Gambar 2.2. Hal ini merupakan konsep yang mudah. Dengan beton bertulang, dimana baja
menahan gaya tarik dan beton menahan gaya tekan, dan kedua gaya membentuk momen kopel
dengan momen diantaranya.
-
8
Gambar 2.2 Momen Penahan Internal Pada Beton Prategang dan Beton Bertulang
Pada beton prategang, baja mutu tinggi dipakai dengan cara menariknya sebelum kekuatannya
dimanfaatkan sepenuhnya. Jika beton mutu tinggi ditanamkan pada beton, seperti pada beton
betulang biasa, beton sekitarnya akan mengalami retak sebelum seluruh kekuatan baja digunakan,
Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Balok Beton Menggunakan Baja Mutu Tinggi
3). Konsep Ketiga
Sistem Prategang untuk Mencapai Keseimbangan Beban. Konsep ini terutama
menggunakan prategang sebagai suatu usaha untuk membuat seimbang gaya-gaya pada sebuah
batang. Pada keseluruhan desain struktur beton prategang, pengaruh dari prategang dipandang
sebagai keseimbangan berat sendiri sehingga batang yang mengalami lenturan seperti pelat
(slab), balok, dan gelagar (girder) tidak akan mengalami tegangan lentur pada kondisi
pembebanan yang terjadi. Ini memungkinkan transformasi dari batang lentur menjadi batang
yang mengalami tegangan langsung dan sangat menyederhanakan persoalan baik di dalam desain
maupun analisis dan struktur yang rumit. Penerapan dari konsep ini menganggap beton diambil
sebagai benda bebas dan menggantikan tendon dengan gaya-gaya yang bekerja pada beton
sepanjang bentang. Sebagai contoh, sebuah balok prategang diatas dua tumpuan (simple beam)
dengan tendon berbentuk parabola seperti Gambar 2.4.
-
9
Gambar 2.4 Balok Prategang Dengan Tendon Parabola
2.2 Sistem Balanced Cantilever pada Jembatan
2.1.1 Metode Kantilever
Kantilever adalah balok horisontal dengan dukungan tetap di salah satu ujung-
ujungnya. Pembahasan dimulai tentang karakteristik metode kantilever beton cor di tempat,
akan sangat berguna untuk melihat sekilas model teori balok sederhana ditunjukkan dalam
Gambar 2.5, yang juga dapat ditemukan dalam buku pelajaran tentang mekanika material.
Dalam sistem dua dimensi dari sistem struktur, garis horizontal menggambarkan sumbu
memanjang balok. Untuk perhitungan sederhana dari lendutan balok akibat beban, orang
perlu mengetahui panjang balok, modulus elastisitas nya sebagai parameter material, dan
momen inersia balok penampang. Beban pada balok tersebut dapat terjadi akibat beban dan
momen-momen yang bekerja. Dengan informasi ini adalah mungkin untuk menentukan
defleksi balok dan sudut yang dihasilkan dari balok horisontal sebelumnya pada setiap titik di
sepanjang panjangnya. Hasil yang dicapai oleh pendekatan ini adalah mudah digunakan,
untuk kemudian hasil output dari proses modelisasi dapat diambil.
-
10
Gambar 2.5 Balok Kantilever Beban Terbagi Merata
Ketika analisis struktur dilakukan pada sistem kantilever, pendekatan pemodelan yang
digunakan adalah semua pengaruh diperiksa secara terpisah dan akhirnya disuperposisikan
dengan perilaku sistem secara keseluruhan. Contoh kantilever bebas dari penampang menerus
yang terdiri dari segmen dengan umur yang berbeda dan didesain bersama dengan efek
tendon prategang dari masing-masing faktor ini, dihitung secara terpisah sebagai ditunjukkan
dalam Gambar 2.6. Sistem kantilever dibebankan melalui berat sendiri dan merupakan beban
hidup seragam yang diantisipasi dalam kondisi layan, yang pada umumnya akan
menghasilkan dengan nama momen kurva parabolik untuk balok kantilever. Tendon
Posttensioning digunakan dalam balok kantilever untuk mengkompensasi beban mati. Untuk
penyederhanaan akan diasumsikan bahwa tendon prategang yang ditambahkan dengan setiap
segmen baru, terletak pada eksentrisitas yang sama dari sumbu netral penampang balok.
Dengan asumsi lebih lanjut bahwa semua tendon lurus tanpa lengkungan (seperti akan
digunakan dalam struktur jembatan nyata), superposisi dari saat-saat dari semua pasca
penurunan tegangan tendon memberikan momen envelope, yang mengkompensasi beban
mati.
-
11
Gambar 2.6 Post Tensioned dari Kantilever Segmental
Dua poin besar yang diperiksa untuk menentukan jangka panjang tegangan dan
deformasi dari sistem struktur berdasarkan material tergantung sifat-waktu, yaitu rangkak dan
susut beton serta relaksasi baja. Data-data tersebut pada akhir konstruksi, biasanya
diasumsikan sampai dengan hari ke 10.000 setelah mulai konstruksi. Sebelum akhir
konstruksi sistem kantilever jembatan akan berubah menjadi sistem menerus, dalam beberapa
kasus jika midspan hinges. Redistribusi Momen dari perletakan ke arah bentang akan terjadi.
Umur segmen yang berbeda-beda, tentu akan memainkan peran saat menentukan tegangan
dan deformasi sistem struktural pada akhir konstruksi.
Hal ini relatif mudah untuk memberikan perkiraan nilai kasar untuk sistem struktural
selesai. Gambar 2.7 menggambarkan prosedur yang diuraikan di bawah ini. Bentang di mana
nilai saat lentur keseluruhan akan diberikan oleh peraturan desain dari sistem struktural pada
akhir konstruksi. Ketika sistem struktur baru mencapai kontinuitas, semua momen lentur
pada perletakan menjadi maksimum dan tidak ada redistribusi momen yang telah terjadi
sejauh ini, yaitu pada saat penutupan midspan masih nol. Beberapa saat perlahan- lahan, akan
-
12
mendistribusikan dalam sistem struktural tergantung pada material sifat-waktu. Namun,
tergantung pada efek waktu biasanya menunjukkan perilaku asimtotik. Oleh karena itu,
standar desain dari 'tak terhingga' tidak akan pernah tercapai. Keadaan ideal dari 'tak
terhingga' diberikan oleh sistem struktural yang berkelanjutan, dengan asumsi bahwa semua
elemen yang dilemparkan dan dimuat pada saat yang sama. Perhitungan sistem struktural tak
tentu yang sederhana dengan beban mati dan beban hidup diasumsikan menghasilkan
diagram momen dengan nilai-nilai saat tertentu untuk perletakan dan bentangnya. Mengambil
hasil dari kedua sistem ideal sebagai batas atas dan bawah, kesan awal dimensi saat nilai
dalam struktur nyata dengan material tergantung sifat-waktu telah dihasilkan.
Gambar 2.7 Upper and Lower Boundaries for Long-Term Bending Moments
2.1.3 Konstruksi Balanced Cantilever
Konstruksi Balanced Cantilever menunjukkan sebuah bangunan superstruktur
jembatan dari kedua sisi pier jembatan. Metode pemasangannya juga dikenal dengan nama
konstruksi kantilever bebas (Podolny dan Muller, 1982). (Fletcher, 1984) memberikan
informasi bahwa elemen pier yang dipakai sebagai dasar dari kantilever dimulai, biasanya
antara 6 dan 12 m panjang. Untuk mengimbangi berat dari kedua lengan kantilever
superastruktur segmen-segmen akan ditempatkan di kedua ujungnya. Realisasi penempatan
segmen baru tidak tepat pada waktu yang sama seperti yang diungkapkan Mathivat (1983).
Oleh karena itu, pier dapat mengalami momen guling dan harus dirancang sesuai. Sementara
menara dengan counterweights prategang atau vertikal dapat memberikan dukungan
-
13
tambahan. Gambar 2.8 skematis menunjukkan tahap konstruksi yang khas pada Balanced
Cantilever Construction.
Gambar 2.8 Konstruksi Balanced Cantilever
Balanced cantilever dapat dilakukan dengan cor di tempat atau segmen pracetak. Untuk
pengecoran di tempat metode balance kantilever mengatur dua traveler yang diperlukan, satu
untuk setiap lengan kantilever itu. Untuk jembatan multi-span, traveler dapat dibongkar
setelah menyelesaikan kantilever dari satu pier dan dapat diatur untuk penggunaan baru pada
kantilever berikutnya.
Dalam kasus jembatan dengan box girder, kedalaman pier akan menjadi segmen paling
besar dari superstruktur. Segmen ini perlu dibangun sebelum proses kantilever untuk
menyediakan platform yang bekerja dari traveler dapat mulai. Hal ini juga termasuk
diafragma yang memfasilitasi aliran kekuatan dari lengan kantilever ke pier. Karena
ukurannya, geometri, dan konstruksi terpisah dari bagian superstruktur segmen pier akan
memakan waktu yang cukup lama untuk membangun. Hal ini dapat dimasukkan ke dalam
tempat yang baik dengan segmen pracetak besar atau cor di tempat dengan bekisting
dipasang pada poros pier. Desain menarik dari pier khusus, untuk kantilever disebutkan oleh
Fletcher (1984), yang menunjukkan bahwa pier kembar yang terdiri dari dinding transversal
menguntungkan karena menyediakan stabilitas bagi kantilever tapi memungkinkan gerakan
horisontal superstruktur dari perpanjangan termal melalui peregangan dinding panel.
2.1.4 Konstruksi Segmental pada sistem balance cantilever
Konstruksi Segmental adalah metode konstruksi di mana beban utama yang ada pada
elemen terdiri dari segmen-segmen yang telah di post tensioned satu sama lain (Podolny dan
Muller, Construction and Design of Prestressed Concrete Segmental Bridges Concrete
-
14
International, 1982). Untuk analisa perhitungan, informasi mengenai perencanaan segmentasi
dan penggunaan beton pracetak atau beton pengecoran di tempat merupakan hal yang
penting. Ketika dilakukan pengecoran di tempat, umur dan kekuatan tekan beton dari segmen
perlu dipertimbangkan. Podolny dan Muller menekankan secara khusus untuk menjaga
segmen-segmen sesuai dengan bentuk geometri dan sebisa mungkin antara segmen yang satu
dengan segmen yang lain terpasang sejajar.
Konstruksi segmental memiliki ukuran teknis dalam hal metode pemasangan dan
peralatan yang digunakan dalam konstruksi. Crane, pompa beton, form travelers, dan
potongan peralatan lainnya memiliki ukuran tertentu untuk volume dan berat dari material
yang harus di tahan dalam suatu waktu. Salah satu keuntungan dari konstruksi segmental
adalah kemudahannya dalam mengaplikasikan pada proyek-proyek tertentu dan kapasitas
peralatan yang tersedia, memungkinkan optimasi untuk pembangunan secara ekonomis.
Urutan penempatan dari segmen-segmen membagi proses pembangunan secara keseluruhan
menjadi lebih kecil dan dilakukan dengan langkah-langkah berulang yang memfasilitasi
proses pembelajaran dan manajemen proyek (Fletcher, 1984). Konstruksi segmental menjadi
pilihan dengan pertimbangan dari aspek ekonomi dan cepat untuk pemasangan bagian
superstruktur jembatan. Dari beberapa penelitian menjelaskan bahwa metode pemasangan
harus ada untuk jembatan segmental dan memberikan pilihan yang luas kepada perencana
memilih metode yang cocok untuk proyek yang direncanakan. Subbagian dari superstruktur
menjadi elemen, bisa dalam arah longitudinal dan melintang. Pemisahan di sumbu vertikal
lebih jarang ditemukan. Hal ini digunakan misalnya di jembatan komposit superstruktur yang
terdiri dari rangka baja atau box girder dengan dek pelat beton. Arah longitudinal dibagi
menjadi beberapa bagian segmen yang membawa beban dari tiap elemen disepanjang
bentang jembatan, misalnya dalam bentuk beberapa gelagar paralel pratekan standar
AASHTO (American Association of State Highway and Transportation Oficials) yang akan
ditutup dengan sebuah gelagar.
2.1.5 Pengaruh Metode Pemasangan pada sistem balanced cantilever
Sistem Balance cantilever harus aman terhadap momen guling pada saat beban
konstruksi sampai penutupan bentang. Cara untuk mengurangi momen guling adalah
penggunaan menara sementara dengan vertikal prategang untuk menahan kompresi vertikal
dan tegangan dari lengan kantilever tidak seimbang.. Mathivat (1983) memberi contoh
vertikal prategang dalam pier segmen untuk memperkaku superstruktur ke pier. Pier perlu
-
15
dirancang cukup kuat untuk menahan momen guling yang mungkin terjadi dari kombinasi
yang paling menguntungkan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Mathivat kemungkinan
penyebab momen guling terjadi pada jembatan dengan sistem balanced cantilever adalah
sebagai berikut:
Tabel 2.1 Penyebab untuk imbalance kantilever
Penyebab
Ketidakseimbangan Contoh
Progres kerja yang tidak
tepat
Pembetonan atau penempatan segmen yang lebih cepat di
salah satu segmennya
Konstruksi yang tidak tepat Perbedaan berat antara lengan kantilever kiri dan kanan
Beban lapangan sementara Penempatan material di lengan kantilever
Beban angina Kekuatan angin yang cukup kencang pada struktur
Kesalahan konstruksi Kejatuhan pada saat pembetonan atau penempatan peralatan
Gambar 2.9 mengilustrasikan beberapa penyebab ketidakseimbangan tersebut untuk
penopang selama konstruksi.
Gambar 2.9 Penyebab Kantilever Imbalance
Perancah memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan metode yang disajikan
sebelumnya pemasangan. Ini membuat struktur yang dibangun di atasnya dengan dukungan
kurang lebih elastis. Defleksi dari bekisting dan perancah sendiri serta settlement di tanah
yang didirikan perlu dipertimbangkan dalam perhitungan tegangan dan defleksi. Oleh karena
itu, camber superstruktur perlu disesuaikan.
-
16
2.3 Konfigurasi Jembatan KA Jakarta
2.3.1 Gambaran KA Jakarta secara Umum
Permasalahan yang sekarang terjadi pada Bandara Internasional Soekarno-Hatta adalah
terbatasnya akses dari dan ke bandara. Akses yang ada saat ini hanyalah melalui jalan raya,
baik melalui jalan tol maupun non tol. Keterbatasan akses tersebut yang hanya mengandalkan
prasarana jalan raya, sewaktu-waktu dapat menjadi persoalan yang serius, apabila pada akses
tersebut terjadi gangguan.
Study on Integrated Transportation Master Plan for Jabotabek (SITRAMP), JICA
2004, mengindikasikan prioritas yang tinggi pada kebutuhan akan jaringan rel KA
penghubung ke Bandara Soekarno-Hatta. Kebutuhan akan pelayanan KA-Bandara ini untuk
mengakomodasi potensi dan kebutuhan pergerakan keluar/masuknya penumpang maupun
barang dari/ke Bandara tersebut. Rencana pembangunan jalan KA yang menghubungkan
Jakarta menuju Bandara Soekarno-Hatta telah dikaji pada tiga studi terdahulu yang
merupakan studi prakelayakan yaitu Studi Prakelayakan Jalan KA Bandara lintas Tangerang
- Departemen Perhubungan tahun 2003, PraStudi Kelayakan Akses Bandar Udara Soekarno-
Hatta Berbasis Jalan Rel pada tahun yang sama dan Studi Kelayakan KA Bandara yang
dilakukan oleh PT Railink yang bekerja sama dengan PT Wijaya Karya Tbk. dan PT Jasa
Marga Tbk. Trase untuk jalan KA Bandara pada ketiga studi tersebut berbeda-beda, dan pada
studi terakhir ditetapkan trase yang digunakan adalah menggunakan sebagian jalur KA
eksisting dari Manggarai sampai dengan Angke lalu memasuki daerah Pluit dan mengarah ke
bandara sejajar dengan jalan Tol Prof. Dr. Ir. Sediyatmo.
Selain trase tersebut terdapat alternatif trase lain dengan memanfaatkan jalur KA
eksisting yang terdekat menuju Bandara Soekarno-Hatta melalui DuriGrogolKalideres
Tanah tinggi sampai dengan pintu belakang Bandara (M1). Trace jalur KA Jakarta Bandara
Soekarno Hatta seperti dapat dilihat pada Gambar 2.10.
-
17
Gambar 2.10 Map trace jalur KA Jakarta Bandara Soekarno Hatta
2.3.2 Penampang I Girder Jembatan KA Jakarta
Jembatan KA Jakarta menggunakan penampang I girder sebagai balok yang digunakan
untuk menahan beban pelat dan beban lainnya. Jembatan ini menerapkan konsep konstruksi
segmental dalam proses pengerjaannya nanti. Untuk tiap bentang 40 m, penampang I girder
dibagi menjadi 7 segmen seperti terlihat pada Gambar 2.11. Terlihat pada gambar 2.11 posisi
tendon berubah-ubah sesuai panjang balok I girder. Penampang elemen jembatan dapat
dilihat pada gambar 2.12, dimana 9 balok I girder yang dihubungkan menggunakan
diafragma digunakan sebagai dudukan lantai jembatan yang akan menerima beban kereta api
secara langsung. Pembesian lantai jembatan dan denah pembesiannya dapat dilihat pada
gambar 2.13 dan 2.14.
ST
AM
AN
ST
APR
E
Ren
cana R
est Area
BANGU
NAN S
PBU
PANJANG
14 LA
JUR
TAMPUNGAN AIR
MA
SJID
RENCANA REL KA BANDARA SOETA
Jl. P
em
bangunan 3
630 meter
0 000
0 500
1 000
1500
2000
2
500
3
000
3
500
4000
4500
5500
6000
6500
7000
750
0
8500
9000
9500
10000
10500
11000
11500
12000
12204.67
PC = 1+330.63
PT
= 2+
015.49
PC
= 2+
021.92
PT = 2+270.85
PC = 3+592.04
PT
= 4+
138.64
PC
= 4+
519.06
PT
= 4+
648.98
PT = 5+478.16
PC = 5+904.33
PT = 6+
400.79
PC = 7+
273
PT =
7+41
9.37
PC =
7+75
3.64
PT = 8+252.05
PT
= 8+
574.95
PC
= 9+
472.42 PT = 10+049.86
UN
DE
RP
AS
S_20m
DS4 - 230
DS4 - 238DS4 - 10
DS1 - 157
000
0
0
050
0100
0108
.869
1000
1050
11001
1501
2001
250
1300
1350
14
00
14
50
14
80
.63
3
20
00
20
50
2100
2150
2200
2250 2
300
2350
2400 2
433.9
05
0
400
0760.5
37
0800 0
850
0
900
0950
1000
1050
1100
1150
1200
1250
1300
1305.7
07
0000
0050
0100
0150
0
190.7
99
BC1X2.5X1.3
memutar
memutar
memutar
memutar
memutar
memutar
29900
29950
30000
30050
3010
0
3015
0
3020
0
30
250
30
300
30
350
30
400
30
450
30
500
30
550
30
600
3065
0
30
700
30
750
30
800
30
850
30
900
30
9503
1000
31
100
31
150
31
200
31
250
31
300
31
350
31
400
31
450
31
50
0
31
55
0
31
60
0
31
65
0
31
70
0
31
750
31
800
31
850
31
900
31
95
0
32
00
0
32
05
0
32
10
0
32
150
32
200
32
2503
2300
32
350
32
400
3245
0
3250
0
32
550
32
600
32
650
32
700
32
750
32
800
32
850
32
900
32
950
33
000
33
050
33
100
33
150
33
200
33
250
33
300
33
350
33
400
33
450
33
500
33
5503
360033
650
33
700
33
750
33
800
33
850
33
90
0
33
95
0
34
00
0
34
05
0
34
100
34
150
34
200
34
250
34
300
34
350
34
400
34
450
34
500
34
55
0
34
60
0
34
65
0
SC = 29
+926.668
CS
= 3
1+
091.53
1
ST
= 3
1+
261.531
TC
= 3
1+
385.44
5
CT
= 3
1+
753.54
3
TS
= 3
1+
870.229
SC
= 3
2+
09
2.22
9
CS =
32+
507.9
25
ST =
32+
729.9
25
TS =
32+
923.1
11
SC
= 3
3+06
3.111
CS
= 3
4+
06
8.88
9
ST
= 3
4+
208.889
TS
= 3
4+
405.443
SC
= 3
4+
54
5.44
3
0000
0050
0100
0150
0200
02500
3000
3500
4000
4500
500
0550
0600
0650
07
00
07
50
08
00
08
50
0900
0950
1000
1050
1100
1150
1200
1250
1300
13
50
TC
= 0
+085.03
4
CT
= 0
+303.47
7
TC
= 0
+499.73
1
CT
= 0
+935.88
5
TC
= 1
+214.24
7
09
50
10
00
10
50
1100
1150
1200
1250
1300
1350
1400
1450
1500
1550
1600
1650
17
00
17
50
1800
1850
1900 1
950
2000
2050
2100
2150
2200
2250
2300
2333.3
90
CT
= 1
+122.411
TC
= 1
+633.089
CT
= 1
+803.126
TC
= 1
+845.065
CT
= 2
+111.845
TC
= 2
+254.336
CT
= 2
+333.390
Mas
jid
Mas
jid
SEKO
LAH
LAPANGAN BOLA
AR
EA
GA
RD
U IN
DU
K P
LN
JALUR
TEGAN
GAN T
INGGI
P A B R I KP A B R I K
K A W A S A N P A B R I K
P A B R
I K
P A
B R
I K
K A
Y U
-
18
Gambar 2.11 Tipikal penampang I-Girder pracetak-precast
Gambar 2.12 Penampang elemen jembatan
Gambar 2.13 Pembesian tulangan pelat lantai
-
19
Gambar 2.14 Denah pembesian lantai jembatan
-
20
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Tahapan Kegiatan Peneltian
Tahapan kegiatan yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Melakukan identifikasi masalah mengenai tahapan-tahapan pekerjaan konstruksi
jembatan dengan sistem balance cantilever.
b. Mendefiniskan parameter-parameter yang harus diperhatikan dalam pembangunan
jembatan dengan sistem balance cantilever.
c. Memilih studi kasus jembatan yang dibangun dengan sistem konstruksi kantilever
yang ada di Indonesia, dalam penelitian ini digunakan kasus jembatan KA Jakarta.
d. Studi pustaka tentang analisa konstruksi jembatan kantilever berupa teori, pustaka,
makalah-makalah, jurnal yang berkaitan dengan teori sistem kantilever (Balance
Cantilever) pada jembatan, pelaksanaan konstruksi, dan metode analisis nya.
e. Mengumpulkan data-data jembatan KA Jakarta untuk penganalisaan penelitian
konstruksi bertahap yang diperlukan. Data-data tersebut berupa dimensi
penampang I girder yang digunakan, kabel prestress, kondisi batas struktur
jembatan dan data-data pendukung lainnya.
f. Menentukan standar pembebanan yang digunakan dalam menganalisa kapasitas
penampang beton I girder jembatan.
g. Memilih salah satu program komputer yang dapat digunakan untuk menganalisa
kapasitas penampang I girder jembatan.
h. Pemodelan jembatan KA Jakarta (Menggunakan Midas) secara keseluruhan
dengan menginput geometri struktur, kondisi batas, beban, dan kombinasi
pembebanan.
i. Mengumpulkan output yang diperoleh dari pemodelan jembatan yang telah
dilakukan sebelumnya.
j. Menganalisa kapasitas penampang I girder jembatan dengan memasukkan
tegangan-tegangan yang diperoleh sebelumnya dengan menggunakan program
Matlab V.2009.
k. Menganalisa perilaku jembatan seperti tegangan dan lendutan tiap segmen.
l. Menganalisa elevasi gelagar jembatan dari proses tahap konstruksi.
m. Mengumpulkan hasil akhir yang diperoleh dan mengeluarkan kesimpulan.
-
21
3.2 Bagan Alir Penelitian
Lingkup kegiatan sebagaimana dijelaskan pada sub bab 3.1 sebelumnya akan
dilaksanakan dengan bagan alir sebagaimana disajikan pada Gambar 3.1
Gambar 3.1 Bagan alir penelitian
Mulai
Tinjauan Pustaka
Pengumpulan data jembatan KA
Jakarta (Geometri, material,
section, beban, kondisi batas,
tahapan konstruksi dan metode
pelaksanaan konstruksi)
Pemodelan Geometri jembatan
secara menyeluruh
Gaya-gaya maupun
tegangan yang terjadi
pada jembatan
Run
Program
Analisa Kapasitas
penampang I girder
jembatan secara manual
menggunakan program
Matlab V.2009
Menganalisa kapasitas
penampang I girder dengan
membandingkannya dengan
tegangan maupun gaya yang
terjadi pada jembatan
Menganalisa elevasi gelagar
jembatan dari tiap tahap
konstruksi
Hasil dan Kesimpulan
Selesai
A
A
-
22
3.3 Tahapan Konstruksi Jembatan dengan Sistem Kantilever
Pada metode ini, balok jembatan di cor (cast in situ) atau dipasang (precast) segmen
demi segmen sebagai kantilever di kedua sisi agar saling mengimbangi (balance) atau satu
sisi dengan pengimbang balok beton yang sudah dilaksanakan lebih dahulu. Namun untuk
penelitian ini difokuskan kepada balok yang dipasang (precast).
Urutan Metode Kantilever Precast antara lain:
1). Mengecor bagian jembatan yang berfungsi sebagai balance pada abutment darat
atau upper structure jembatan di atas pilar.
2). Menetapkan cara transportasi precast segmen apakah menggunakan jembatan atau
dari bawah melalui permukaan air menggunakan tongkang atau flat truck
tergantung kondisi dilapangan.
3). Memasang precast segmen dengan cara:
a. Floating crane (khusus jembatan diatas air).
b. Alat pengangkat yang dipasang di ujung segmen yang telah selesai dipasang.
c. Gantry (tempat kerangka peluncuran).
d. Gabungan dari semua alat.
4). Membawa precast segmen yang siap dipasang.
5). Memindahkan precast atau diangkat dengan kerekan yang bergerak sepanjang
gantry atau alat lain untuk dipasang / disambung dengan segmen yang telah
terpasang.
6). Menyisakan satu segmen kecil pada pertemuan antara arah satu dan arah lainnya
(di tengah bentang) yang akan dicor ditempat.
7). Menggeser gantry apabila bentang yang dilayani telah selesai untuk memulai
pemasangan yang berikutnya.
Gambar 3.2 Metode Kantilver Precast