PRESUS IKA_Demam Typhoid
-
Upload
mutiara-insan-sangaji -
Category
Documents
-
view
76 -
download
8
description
Transcript of PRESUS IKA_Demam Typhoid
-
PRESENTASI KASUS
DEMAM TYPHOID
Moderator:
dr. Rachmanto HSA, Sp.A
Tutor:
dr. Yenny Purnama, Sp.A, M.Kes
Disusun oleh:
Mutiara Insan Sangaji, S.Ked
07120090082
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO
JAKARTA
Periode 26 Mei 2014 - 9 Agustus 2014
-
2
LEMBAR PENGESAHAN
Presentasi Kasus dengan Judul:
Demam Typhoid
Diajukan sebagai salah satu syarat kegiatan Kepaniteraan Klinik di bagian
Ilmu Kesehatan Anak di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto
Periode 26 Mei 2014 - 9 Agustus 2014
Disusun oleh:
Mutiara Insan Sangaji, S.Ked
07120090082
Telah disetujui dan dipresentasikan pada tanggal 8 Juli 2014
Jakarta, 8 Juli 2014
Tutor Moderator
dr. Yenny Purnama, Sp.A, M.Kes dr. Rachmanto HSA., Sp.A
-
3
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Laporan
Kasus yang berjudul Demam Typhoid ini dalam waktu yang ditetapkan. Laporan
Kasus ini disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan kepaniteraan klinik bagian
Ilmu Kesehatan Anak di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto pada
periode 26 Mei 2014 s/d 9 Agustus 2014.
Dengan disusunnya Laporan Kasus ini, besar harapan penulis agar dapat
memberikan beberapa gambaran umum kepada pembaca mengenai Demam Typhoid
khususnya bagi para dokter umum.
Laporan Kasus ini dapat diselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak, dengan
rendah hati penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada:
1. dr. Rachmanto HSA, Sp.A, selaku moderator presentasi kasus
2. dr. Yenny Purnaama, Sp.A, M.Kes, selaku tutor penulisan laporan kasus
ini.
3. Segenap staf Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSPAD Gatot Soebroto
4. Pasien dan keluarga pasien, sebagai sumber pembelajaran ilmu.
5. Orang tua kami yang selalu mendoakan, memberi motivasi, dan semangat
dalam penyusunan laporan kasus ini.
Akhir kata, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kelemahan
yang terdapat dalam penulisan laporan kasus ini. Oleh karena itu kritik dan saran
diharapkan oleh penulis untuk perbaikan penulisan selanjutnya. Semoga tulisan ini
dapat bermanfaat.
Jakarta, Juli 2014
Penulis
-
4
DAFTAR ISI
Cover ........................................................................................................................ 1
Lembar Pengesahan ................................................................................................. 2
Kata Pengantar ......................................................................................................... 3
Daftar Isi .................................................................................................................. 4
BAB I STATUS PASIEN ........................................................................................ 6
I. Identitas ........................................................................................... 6
II. Anamnesis ....................................................................................... 6
III. Pemeriksaan Fisik ............................................................................ 11
IV. Pemeriksaan Penunjang.................................................................... 17
V. Resume........................................................................................... 18
VI. Diagnosa Banding ........................................................................ 19
VII. Diagnosa Kerja .............................................................................. 19
VIII. Pemeriksaan Anjuran ....................................................................... 19
IX. Penatalaksanaan ............................................................................. 19
X. Prognosis ....................................................................................... 19
XI. Follow up ....................................................................................... 20
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 22
Pendahuluan .............................................................................................. 22
Epidemiologi .............................................................................................. 22
Etiologi ..................................................................................................... 23
Patogenesis .............................................................................................. 24
Manifestasi Klinis ...................................................................................... 25
Komplikasi .............................................................................................. 27
Pemeriksaan Penunjang ............................................................................... 28
Diagnosis Banding .................................................................................... 31
Tata Laksana .............................................................................................. 33
Prognosis ................................................................................................. 33
Pencegahan .............................................................................................. 33
Vaksin Demam Tifoid ............................................................................... 34
-
5
BAB III ANALISIS KASUS .............................................................................. 35
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 40
-
6
BAB I
STATUS PASIEN
No. Catatan Medik : 16 34 35
Masuk Rumah Sakit : 16 Juni 2014
Keluar Rumah Sakit : 23 Juni 2014
I. IDENTITAS
Nama : An. R.B
Jenis kelamin : Laki-Laki
TTL : Jakarta, 7 November 2000
Umur : 13 tahun 6 bulan
Nama Ayah : (Alm) T.I
Pekerjaan : Pemusik
Nama Ibu : Ny. S
Pekerjaan : PNS
Hub. dengan orangtua : Anak kandung, anak kedua dari tiga bersaudara
Alamat rumah : Jl. Kebon Kelapa Tinggi
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
-
7
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis dan Allanamnesis dari ibu pasien pada tangggal 16 Juni 2014
Keluhan Utama : Demam
Keluhan Tambahan : Tidak ada
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien anak laki-laki berusia 13 tahun datang ke bangsal IKA Lt. 2 melalui
IGD RSPAD dengan mengeluhkan demam sudah 13 hari. Awalnya demam
muncul perlahan, tidak langsung meninggi, tidak mendadak, kemudian demam
dirasa semakin meningkat. Demam naik turun dan terutama dirasakan ketika
malam hari dan pasien merasa lebih baik ketika pagi harinya. Ibu pasien tidak
mengukur suhu anaknya. Pasien pernah berobat dan diberi obat penurun panas
namun demam tidak membaik. Pasien menyangkal adanya keluhan pusing,
muntah, kejang, diare, susah buang air besar, nyeri ketika buang air kecil,
buang air kecil lebih sering, nyeri pinggang, mimisan, gusi berdarah, ruam
pada kulit, sakit telinga, keluarnya cairan dari telinga, nyeri telinga, gangguan
pendengaran, nyeri dan begkak pada daerah sendi, penurunan berat badan
drastis dalam beberapa bulan terakhir, riwayat berpergian keluar kota akhir-
akhir ini seperti ke maluku, papua, NTT, NTB, sukabumi. Keluhan disertai
dengan lemas, menggigil, mual, keringat dingin, nafsu makan menurun.
Pasien juga mengeluhkan batuk kering sejak 4 hari, tidak disertai dengan
pilek, nyeri menelan, suara serak, sesak napas dan mengi.
Penyakit sebelumnya yang ada hubungannya dengan panyakit sekarang:
Tidak ada
Riwayat penyakit dalam keluarga/sekitarnya yang ada hubungannya
dengan penyakit sekarang:
Keluarga, tetangga, teman-teman dan lingkungan sekitar tidak ada yang
mengalami gejala hal serupa dengan pasien. Orang tua psien menyangkal
adanya anggota keluarga yang menderita batuk lama di rumah.
Pengobatan yang telah diperoleh:
Parasetamol
-
8
Riwayat kebiasaan
Pasien memiliki kebiasaan jajan sembarangan di lingkungan sekolah dan
sekitar rumahnya.
RIWAYAT KEHAMILAN
Saat mengandung pasien, ibu pasien memeriksakan kandungan secara teratur
ke bidan setiap bulan. Ibu pasien menyangkal adanya tekanan darah tinggi,
kadar gula yang tinggi, demam, keputihan pada saat hamil
RIWAYAT KELAHIRAN
Tempat bersalin : Rumah Sakit
Penolong : Bidan
Cara persalinan : Spontan
Keadaan bayi
o Berat badan lahir : 3000 gram o Panjang badan lahir : 49 cm
Masa gestasi : 39 Minggu (cukup bulan)
Keadaan setelah lahir : Langsung menangis
Kelainan bawaan : Tidak ada
Anak ke : 2 dari 3 bersaudara
RIWAYAT PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN ANAK
Perkembangan Umur Pertumbuhan gigi I 6 bulan
Tengkurap 6 Bulan
Duduk 6 bulan
Berdiri 10 bulan
Berjalan 12 bulan
Bicara 2 tahun Membaca dan Menulis 5 tahun
-
9
Perkembanan Pubertas
Perkembangan Umur Rambut pubis -
Mamae -
Usia menarche -
Gangguan perkembangan mental/emosi, bila ada jelaskan: tidak ada
Kesan : Perkembangan dan pertumbuhan anak sesuai umur
RIWAYAT MAKANAN
Umur ASI /PASI Buah /Biskuit Bubur susu Nasi Tim
0-2 Bulan ASI - - -
2-4 Bulan ASI - - -
4-6 Bulan ASI - - -
6-8 Bulan ASI + susu formula Ya Ya Ya
8-10 Bulan ASI + susu formula Ya Ya Ya
10-12 Bulan ASI + susu formula Ya Ya Ya
Frekuensi makan
Kesulitan makanan : Tidak ada
Kesan : Kualitas dan kuantitas makanan cukup
Jenis Makanan Frekuensi
Nasi 2-3 kali sehari, @ 1-2 centong nasi
Sayur 1-2 kali sehari @ 1 sendok sayur
Daging 1 kali sehari, @ 1 potong
Telur 1 kali sehari @ 1 butir
Ikan 1 kali sehari @ 1 potong
Tahu dan Tempe 2 kali sehari @ 1 potong
Susu 1 kali sehari @ 1 potong
-
10
RIWAYATT IMUNISASI
Jenis Imunisasi I II III IV V BCG 2 bulan - - - - Hepatitis B 2 hari 1 bulan 6 bulan - - Polio 2 bulan 4 bulan 6 bulan - - DPT 2 bulan 4 bulan 6 bulan - - Campak 9 bulan - - - -
Kesan : Imunisasi dasar lengkap
RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA
Penyakitt Usia
Alergi
Asma
Batuk berulang
Biduran
Cacingan
Demam berdarah
Demam tifoid
Difteri
Kejang
Kecelakaan
Morbili
Operasi
Parotitis
Penyakit kuning
Penyakit jantung
Pertusis
Radang paru
Tuberkulosis
Varicella
Disangkal
Disangkal
Disangkal
Disangkal
Disangkal
Umur 10 tahun
Disangkal
Disangkal
Disangkal
Disangkal
Disangkal
Disangkal
Disangkal
Disangkal
Disangkal
Disangkal
Disangkal
Disangkal
Disangkal
-
11
RIWAYAT KELUARGA
No Tanggal Lahir
Kelamin Hidup Lahir Mati
Abortus Mati/sebab
Keterangan kesehatan/ Pendidikan
1 17 tahun Perempuan Hidup SMA, sehat
2 13 tahun Laki-laki Hidup SMP, (pasien)
3 8 tahun Perempuan Hidup SD, sehat
Anggota keluarga lain yang serumah : Nenek
Keadaan rumah :
Jarak antar rumah rapat, pencahayaan baik, ventilasi baik, lingkungan
bersih
Data Orang Tua Ayah Ibu
Umur sekarang 33 Tahun (alm) 40
Perkawinan ke 1 1
Umur saat menikah 24 23
Pendidikan terahkir D3 D3
Agama Islam Islam
Suku bangsa Jawa Jawa
Keadaan kesehatan Meninggal Baik
Penyakit bila ada Tidak ada Tidak ada
-
12
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan dilakukan pada 16 Juni 2014 (hari ke 1 perawatan) bangsal
perawatan IKA Lt. II.
v Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
v Kesadaran : Compos Mentis
v Tanda Vital
v Suhu : 38.5 0C, axila
v Laju nadi : 90 x/menit, teratur, isi cukup
v Laju pernapasan : 23x/menit, teratur,
torakoabdominal
v Tekanan Darah : 110/60 mmHg
Data Antropometri
Berat badan = 42 kg
Tinggi badan = 157cm
Berat badan ideal menurut usia = 45 kg
(berdasarkan kurva NCHS)
Tinggi badan ideal menurut usia = 158 cm
(berdasarkan kurva NCHS)
Berat badan ideal menurut tinggi badan = 45 kg
(berdasarkan kurva NCHS)
Status gizi:
Berdasarkan CDC-NCHS growth chart 2000 anak usia 2-20 tahun menurut
gender laki-laki
- Berdasarkan BB/U = (BB sekarang / BB ideal menurut usia) x 100%
= (42/45) x 100%
= 93.3%
- Berdasarkan TB/U = (TB sekarang / TB ideal menurut usia) x 100%
= (157/158) x 100%
= 99,8%
- Berdasarkan BB/TB = (BB sekarang / BB ideal menurut TB) x 100%
= (42/43) x 100%
= 97,6%
Kesan = gizi baik
-
13
Status Generalis
Kepala
Bentuk : Normocephal
Rambut : Warna hitam, terdistribusi merata, tidak
mudah dicabut
Ubun-ubun besar : Menutup
Sutura : Tidak melebar
Muka
Raut muka : Normal
Kulit : Ruam pada kulit wajah (-)
Nyeri tekan sinus : Tidak ada
Mata
Kelopak : Edema (-/-)
Konjungtiva : Konjungtiva anemis (-/-), hiperemis (-),
sekret (-)
Sklera : Sklera ikterik (-/-)
Kornea : Jernih
Pupil : Warna hitam, isokor diameter 3mm/3mm,
Refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya
tidak langsung +/+
Lensa : Jernih
Bola mata : Pergerakan bola mata normal
Penglihatan : Normal
Telinga
* Daun telinga : Bentuk daun telinga normal simetris kanan dan
kiri
Lubang : Sekret (-/-), serumen (+/+)
Membran Timpani : Sulit dinilai
Perdarahan : Tidak ada
-
14
Hidung
Bentuk : Normal
Kulit : Normal
Septum : Deviasi (-)
Konka : Normal
Selaput lendir : Hiperemis (-), sekret (-)
Lain-lain : Nafas cuping hidung (-)
Mulut
Bibir : Mukosa bibir lembab, hiperemis (-), tidak
sianosis
Lidah : Couted tongue (-)
Selaput lendir : tidak ada
Gigi : Karies (-)
Gusi : Hiperemis (-), Perdarahan (-)
Langit-langit : Hiperemis (-)
Tonsil : T1-T1, Tenang
Leher
Bentuk : Normal
Kulit : Ruam pada kulit leher (-)
Pergerakan : Bebas ke segala arah
Tiroid : Normal, simetris kanan & kiri, pembesaran (-)
Trakea : Intak ditengah, tidak ada deviasi
Kelenjar getah bening
Submental : tidak teraba
Submandibula : tidak teraba
Preaurikular : tidak teraba
Postaurikular : tidak teraa
Suboccipital : tidak teraba
Servikalis anterior : tidak teraba
Servikalis posterior : tidak teraba
Supraklavikula : tidak teraba
Axilaris : tidak teraba
Inguinal : tidak teraba
-
15
Thoraks
Bentuk normochest, tidak ada retraksi, tidak tampak ruam pada kulit dinding
thoraks.
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba pada sela iga 4 linea midklavikularis
kiri,
Perkusi :
- Batas kanan jantung pada interkostal IV kanan di linea
parasternalis kanan
- Batas kiri jantung pada interkostal V kiri di linea midklavikularis
kiri
- Batas pinggang jantung pada interkostal II kiri di linea
parastrenalis kiri
Auskultasi : BJ I-II reguler, tidak terdengar murmur, tidak
terdengar gallop
Paru-paru
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, tidak terdapat
retraksi
Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler di seluruh lapang paru,
Tidak ada ronkhi, tidak ada wheezing
Abdomen
Inspeksi : datar, tidak ada sikatrik, tidak ada massa, defans
muskular (-) ruam pada kulit abdomen (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar, limpa dan ginjal
tidak teraba.
Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran abdomen
Lain-lain : Nyeri ketok CVA -/-
-
16
Tulang Belakang
Tidak tampak skoliosis, kifosis, dan lordosis
Anus
Tidak diperiksa
Genitalia Eksterna
Tidak diperiksa
Anggota Gerak Ekstremitas Atas Ekstremitas Bawah
Pergerakan bebas +/+ +/+
Akral hangat +/+ +/+
Edema -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Clubbing Finger -/- -/-
Atrofi otot -/- -/-
Tonus otot Baik/baik Baik/baik
Kulit
Warna kecoklatan, tidak tampak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis, tidak
tampak ruam pada seluruh tubuh.
Pemeriksaan Neurologis
Refleks Fisiologis
o Refleks Biseps : +/+ normal o Refleks Triseps : +/+ normal o Refleks Patella : +/+ normal o Refleks Achilles : +/+ normal
Refleks Patologis
o Refleks Hoffmann-Trommer : -/- o Refleks Babinski : -/- o Refleks Oppenheim : -/- o Refleks Chaddock : -/-
-
17
Tanda Rangsang Meningeal
o Kaku Kuduk : - o Brudzinski I : -/- o Brudzinski II : -/- o Kernig sign : -/- o Laseque sign : -/-
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium di IGD RSPAD.
Jenis Pemeriksaan 15-06-2014 Nilai Normal
Hematologi
Darah Rutin
Hb
Ht
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
Kimia Klinik Natrium
Kalium
Klorida
Immunoserologi (WIDAL) S. Typhi O
S. Paratyphi AO
S. Paratyphi BO
S. Paratyphi CO
S. Typhi H
S. Paratyphi AH
S. Paratyphi BH
S. Paratyphi CH
11,7 gr/dl
36 %
5.2 juta/ul
5100/mm3
288.000/mm3
70 fl
23 pg
32 g/dl
14.1 mmol/L
3.9 mmol/L
103 mmol/L
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
13 18gr/dl
40 52%
4.3-6.0 juta/ul
4.800-10.800
150.000-400.000
80-96 fl
27-32 pg
32-36 g/dl
132-145 mmol/L
3.1-5.1 mmol/L
96-111 mmol/L
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
-
18
V. RESUME
Pasien anak laki-laki berusia 13 tahun 6 bulan dengan berat badan 42
kg datang ke RSPAD mengeluhkan demam sudah 13 hari. Demam muncul
perlahan, demam dirasa semakin meningkat, demam naik turun dan terutama
dirasakan ketika malam hari dan pasien merasa lebih baik ketika pagi harinya.
Pasien pernah berobat dan diberi obat penurun panas namun demam tidak
membaik. Keluhan disertai dengan lemas, menggigil, mual, keringat dingin,
nafsu makan menurun dan batuk kering sudah 4 hari. Dari pemeriksaan fisik
keadaan umum tampak sakit sedang dengan kesadaran compos mentis,
tekanan darah 110/60 mmHg, nadi 90x/ menit teratur isi cukup, pernapasan
23x/menit teratur torakoabdominal dengan suhu pada axila adalah 38.5 0C,
status generalis dalam batas normal, dan status neurologis tidak ada kelainan.
Dari pemeriksaan penunjang pada hematologi terdapat Hb turun 11.7 mg/dL,
Ht turun 36%, MCV turun 70 fL, MCH 23 pg, kimia klinik tidak ada kelainan,
tes widal negatif.
VI. DIAGNOSA BANDING
Observasi febris H-13 et causa
1. Demam typhoid
2. Infeksi Saluran Kemih
3. Otitis Media Akut
4. Tuberkulosis
5. Malaria
ISPA
VII. DIAGNOSA KERJA
Demam typhoid + ISPA
-
19
VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN
Tubex
Gall Cullture
Urinalisis
Foto thorax
Mantoux test
IX. PENATALAKSANAAN
o Tirah baring o Diet 2700 kkal
Karbohidrat 1485 kkal
Lemak 810 kkal
Protein 405 kkal
o IVD D5% dalam saline 1500 cc/24 jam o Inj. Cefotaxime 3 x 1 gr (IV) o Inj. Omeprazole 1 x 40 mg (IV) o Parasetamol 3 x 500 mg (PO) (bila demam >37.5 C) o Dextrometrophan 3 x 15 mg (PO)
X. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
-
20
XI. FOLLOW UP
Demam Hari ke (tanggal)
H-14 (17-6-2017) H-15 (18-6-2017) H-16 (19-6-2017)
S Pasien mengeluhkan menggigil sejak tadi malam, demam +, mual +, batuk +, muntah -
Pasien mengeluhkan menggigil dan kedinginan, demam +, batuk +, mual +
Pasien sudah tidak menggigil, tidak demam, batuk +,
O
KU : Tampak sakit sedang Kesadaran : Compos mentis TD : 100/80 mmHg, N: 98x/menit, P: 22x/menit, S: 38 C Kepala : normocephal Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik THT : faring hiperemis -, T1-T1Tenang Mulut : lembaab, sianosis -, couted tongue Thorax :simetris statis dinamis,retraksi Pulmo : vesikuler +/+, rhonki -, wheezing Cor : BJ I-II normal reguler, murmur -, Gallop Abdomen : datar, bising usus +, nyeri Tekan -, hepar limpa tidak Teraba Extremitas : akral hangat, CRT
-
21
P
IVFD D5 salin 1500 cc/24 jam Diet 2700 kkal Inj. Cefotaxime 3 x 1 gr Inj. Omeprazole 1x40 mg Parasetamol 3 x 500 mg p.o Dextrometrophan 3 x 15 mg p.o
IVFD D5 salin 1500 cc/24 jam Diet 2700 kkal Inj. Cefotaxime 3 x 1 gr Inj. Omeprazole 1x40 mg Parasetamol 3 x 500 mg p.o Dextrometrophan 3 x 15 mg p.o
IVFD D5 salin 1500 cc/24 jam Diet 2700 kkal Inj. Cefotaxime 3 x 1 gr Dextrometrophan 3 x 15 mg p.o
Demam
Hari ke
(tanggal)
H-17 (20-6-2017) H-18 (21-6-2017) H-19 (22-6-2017)
S Pasien tidak ada keluhan, pasien sudah
tidak menggigil, tidak demam. Tidak
batuk
Pasien tidak ada keluhan, pasien sudah
tidak menggigil, tidak demam, tidak batuk
Pasien tidak ada keluhan, pasien sudah
tidak menggigil, tidak demam, tidak
batuk
O
KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
TD : 100/80 mmHg, N: 80x/menit,
P: 23x/menit, S: 36 C
Kepala : normocephal
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera
tidak ikterik
THT : faring hiperemis -, T1-T1Tenang
Mulut : lembaab, sianosis -,
couted tongue
Thorax :simetris statis dinamis,retraksi
Pulmo : vesikuler +/+, rhonki -,
wheezing
Cor : BJ I-II normal reguler, murmur -,
Gallop
Abdomen : datar, bising usus +, nyeri
Tekan -, hepar limpa tidak
Teraba
Extremitas : akral hangat, CRT
-
22
Demam Hari
ke (tanggal) H-20 (23-6-2017)
S Pasien tidak ada keluhan, pasien sudah tidak menggigil, tidak
demam.
O
KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
TD : 100/80 mmHg, N: 80x/menit,
P: 23x/menit, S: 36 C
Kepala : normocephal
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
THT : faring hiperemis -, T1-T1Tenang
Mulut : lembaab, sianosis -, couted tongue
Thorax :simetris statis dinamis,retraksi
Pulmo : vesikuler +/+, rhonki -, wheezing
Cor : BJ I-II normal reguler, murmur -, Gallop
Abdomen : datar, bising usus +, nyeri tekan -, hepar limpa
tidak teraba
Extremitas : akral hangat, CRT
-
23
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan
oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara
berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya
berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber
air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang
masih rendah.1
Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan
karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat
luas. Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat
sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus
kematian tiap tahun.4 Di negara berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan sebagai
penyakit endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang
sebenarnya adalah 15-25 kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Di
Indonesia kasus ini tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan insidensi di
daerah pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan di daerah perkotaan 760/100.000
penduduk/ tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus per tahun. Umur penderita
yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91% kasus.2
-
24
EPIDEMIOLOGI
Demam typhoid endemik di Indonesia. Penyakit ini jarang ditemukan secara
epidemik, lebih bersifat sporadis, terpencar-pencar disuatu daerah dan jarang terjadi
lebih dari satu kasus pada orang-orang serumah. Sumber penularan biasanya tidak
dapat ditemukan. Ada dua sumber penularan S.typhi, yaitu pasien dengan demam
typhoid dan yang lebih sering carrier. Di daerah endemik transmisi terjadi melalui air
yang tercemar. Makanan yang tercemar oleh carrier merupakan sumber penularan
yang paling sering di daerah non-endemik.
Distribusi Demam Tifoid
Geografi
Demam tifoid terdapat diseluruh dunia dan penyebarannya tidak tergantung
pada keadaan iklim,tetapi lebih banyak dijumpai di negara-negara sedang
berkembang di daerah tropis. Hal ini disebabkan karena penyediaan air bersih,
sanitasi lingkungan dan kebersihan individu yang kurang baik.
Musim
Di Indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun. Tidak ada
kesesuaian faham mengenai hubungan antara musim dan peningkatan jumlah
kasus demam tifoid.
Jenis kelamin
Tidak ada perbedaan yang nyata antara insiden demam tifoid pada pria dan
wanita.
Umur
Di daerah endemik demam tifoid, insiden tertinggi didapatkan pada anak-
anak. Orang dewasa sering mengalami infeksi ringan yang sembuh sendiri dan
menjadi kebal.
-
25
ETIOLOGI
Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah bakteri Gram-
negatif, mempunyai flagela, tidak berkapsul, tidak membentuk spora fakultatif
anaerob. Mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar
antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri
polisakarida. Mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang
membentuk lapis luar dari dinding sel da dinamakan endotoksin. Salmonella typhi
juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap
multipel antibiotik.3
PATOGENESIS
Kuman S.typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan atau minuman
yang tercemar oleh kuman tersebut. Sebagian kuman di musnahkan oleh asam
lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque
peyeri di ileum terminalis yang kemudian mengalami hipertrofi. Kuman S.typhi
kemudian menembus ke lamina propia, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar
limfe mesenterial yang juga mengalami hipertrofi. Setelah melewati kelenjar-kelenjar
limfe ini S.typhi masuk aliran darah (bakteremia primer) dan menuju ke organ
Retikulo Endotelial Sistem (RES) terutama hati dan limpa melalui sistem portal. Di
tempat ini kuman difagosit oleh sel-sel fagosit RES dan kuman yang lolos dari
fagositosis tetap berkembang biak. Pada akhir masa inkubasi 5-9 hari kuman kembali
masuk ke darah menyebar ke seluruh tubuh (bakteremia sekunder) dan sebagian
kuman masuk ke organ tubuh terutama limfa, kandung empedu yang selanjutnya
kuman tersebut dikeluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga usus dan
menyebabkan reinfeksi di usus. Dalam masa bakteremia ini kuman melepaskan
endotoksin Lipopolisakarida yang semula diduga bertanggung jawab terhadap
terjadinya gejala-gejala dari demam typhoid. Tapi kemudian berdasarkan penelitian
eksperimental disimpulkan bahwa endotoksin bukan merupakan penyebab utama
demam dan gejala-gejala toksemia pada demam typhoid. Endotoksin S.typhi berperan
pada patogenesis demam typhoid,karena membantu terjadinya proses inflamasi lokal
pada jaringan tempat S.typhi berkembang biak. Demam pada typhoid disebabkan
-
26
karena S.typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh
leukosit pada jaringan yang meradang. Selanjutnya zat pirogen yang beredar di dalam
darah mempengaruhi pusat termoregulator di hipotalamus yang mengakibatkan
timbulnya gejala demam.
Pada demam typhoid ini kelainan utama terjadi di ileum terminal dan plaque
peyeri yang hiperplasia (minggu pertama), nekrosis (minggu kedua) dan ulserasi
(minggu ketiga) serta bila sembuh tanpa adanya pembentukan jaringan parut. Sifat
ulkus berbentuk bulat lonjong sejajar dengan sumbu panjang usus dimana ulkus ini
dapat menyebabkan perdarahan bahkan perforasi.
-
27
MANIFESTASI KLINIS3,4
Pada anak, periode inkubasi demam tifoid antara 5-40 hari dengan rata-rata
antara 10-14 hari. Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, dari gejala klinis
ringan dan tidak memerlukan perawatan khusus sampai dengan berat sehingga harus
dirawata. Variasi gejala ini disebabkan faktor galur salmonella, status nutrisi dan
imunologik penjamu serta lama sakit di rumahnya.
Demam
Penampilan demam pada kasus demam tifoid memiliki istilah khusus yaitu
step-ladder temperature chart yang ditandai dengan demam timbul insidius,
kemudian naik secara bertahap tiap harinya dan mencapai titik tertinggi pada
akhir minggu pertama, setelah itu demam akan bertahan tinggi dan pada
minggu ke-4 demam akan turun perlahan secara lisis, kecuali apabila terjadi
fokus infeksi seperti kolesistitis, abses jaringan lunak maka demam akan
menetap. Banyak orang tua pasien demam tifoid melaporkan bahwa demam
lebih tinggi saat sore dan malam hari dibandingkan dengan pagi harinya
Gangguan saluran pencernaan
Lidah kelihatan kotor dan ditutupi selaput putih, ujung dan tepi lidah
hiperemis dan tremor (coated tongue), pada penderita anak jarang ditemukan.
Pada umumnya pasien sering mengeluh nyeri perut terutama regio epigastrik
disertai mual dan muntah. Pada pasien juga sering ditemukan konstipasi atau
diare.
-
28
Gangguan kesadaran
Umumnya terdapat gangguan kesadaran yang kebanyakan berupa penurunan
kesadaran ringan. Sering didapatkan kesadaran apatis dengan kesadaran
seperti berkabut. Bila klinis berat, tak jarang penderita sampai somnolen dan
koma. Pada penderita dengan toksik, gejala delirium lebih menonjol.
Hepatosplenomegali
Terkadang ditemukan pembesaran pada hepar dan limpa. Hepar terasa kenyal
dan terdapat nyeri tekan. Berbeda dengan buku bacaan Barat, pada anak di
Indonesia lebih banyak dijumpai hepatomegali dibandingkan dengan
splenomegali.
Bradikardia relatif dan gejala lain
Bradikardi relatif jarang ditemukan pada anak. Bradikardi relatif adalah
peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti oleh peningkatan frekuensi nadi.
Patokan yang dipakai adalah bahwa setiap peningkatan suhu 1 C tidak diikuti
peningkatan frekuensi nadi 8 kali per menit. Gejala lain yang dapat ditemukan
pada demam tifoid adalah rose spot yang biasanya ditemukan pada regio
abdomen, toraks, extremitas, dan punggung pada kulit orang putih, tidak
pernah dilaporkan ditemukan pada anak Indonesia. Ruam ini muncul pada hari
ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari. Bronkitis banyak dijumpai pada demam
tifoid sehingga buku ajar lama bahak menganggap sebagai bagian dari
penyakit demam tifoid
-
29
KOMPLIKASI4
Pada minggu ke-2 atau lebih, sering timbul komplikasi demam tifoid mulai
yang ringan sampai berat bahkan kematian. Beberapa komplikasi yang sering terjadi
diantaranya :
Tifoid Toksik (Tifoid Ensefalopati)
Didapatkan gangguan atau penurunan kesadaran akut dengan gejala delirium
sampai koma yang disertai atau tanpa kelainan neurologis lainnya. Analisa
cairan otak biasanya dalam batas-batas normal
Syok Septik
Adalah akibat lanjut dari respon inflamasi sistemik, karena bakteremia
Salmonella. Disamping gejala-gejala tifoid diatas, penderita jatuh ke dalam
fase kegagalan vaskular (syok). Tensi turun, nadi cepat dan halus, berkeringat
serta akral dingin. Akan berbahaya bila syok menjadi irreversible
Perdarahan dan Perforasi Intestinal
Pada anak, perforasi usus dapat terjadi pada 0.5-3%, sedangkan perdarahan
pada usus terjadi pada 1-10%. Perdarahan dan perforasi terjadi pada minggu
ke-2 demam atau setelahnya. Perdarahan dengan gejala hematoskhezia atau
dideteksi dengan occult blood test. Perforasi intestinal ditandai dengan nyeri
abdomen akut, defans muskular, nyeri tekan kuadran kanan bawah abdomen.
Suhu tubuh tiba-tiba menurun dengan peningkatan frekuensi nadi dan berakhir
dengan syok. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan tanda-tanda ileus, bising
usus melemah, dan pekak hepar menghilang. Perforasi dapat dipastikan
dengan pemeriksaan foto polos abdomen 3 posisi. Perforasi intestinal adalah
komplikasi tifoid yang paling serius karena sering menimbulkan kematian.
Peritonitis
Biasanya menyertai perfotasi, tetapi dapat terjadi tanpa perforasi. Ditemukan
gejala abdomen akut yakni nyeri perut hebat, kembung serta nyeri lepas pada
penekanan.
Hepatitis Tifosa
Demam tifoid yang disertai gejala ikterus, hepatomegali, dan peningkatan
SGOT, SGPT, dan bilirubin darah. Pada histopatologi didapatkan nodul tifoid
dan hiperplasi sel-sel kuffer.
-
30
Pankreatitis Tifosa
Merupakan komplikasi yang jarang terjadi. Gejalanya adalah nyeri perut hebat
disertai dengan mual dan muntah kehijauan, meteorismus dan bising usus
menurun. Enzim amilase dan lipase meningkat, dapat dibantu dengan
pemeriksaan USG atau CT Scan.
Pneumonia
Dapat disebabkan oleh basil Salmonella atau koinfeksi dengan mikroba lain
yang menyebabkan pneumonia. Pada pemeriksaan didapatkan gejala klinis
pneumonia serta gambaran khas pneumonia pada foto polos thoraks.
Komplikasi lain
Karena basil salmonella bersifat intra makrofag dan dapat beredar keseluruh
bagian tubuh, maka dapat mengenai banyak organ yang menimbulkan infeksi
yang bersifat fokal antara lain seperti osteomielitis, artritis, miokarditis,
perikarditis, endokarditis, pielonefritis, serta peradangan di tempat lainnya.
PEMERIKSAAN PENUNJANG3,4
Gambaran Darah Tepi4
Pada pemeriksaan hitung leukosit total terdapat gambaran leukopeni,
limfositosis relatif, monositosis, an eosinofilia, dan trombositopenia ringan.
Terjadi leukopenia akibat depresi sumsum tulang oleh endotoksin dan
mediator endogen yang ada. Diperkirangan kejadian leukopenia 25%. Namun
banyak laporan bahwa dewasa ini hitung leukositosis kebanyakan dalam batas
normal atau leukositosis ringan. Kejadian trombositopenia sehubungan dengan
produksi yang menurun dan destruksi yang meningkat oleh sel-sel RES.
Sedangkan anemia juga disebabkan produksi hemoglobin yang menurun serta
kejadian akibat occult bleeding. Perlu diwaspadai bila terjadi penurunan
hemoglobin secara akut pada minggu ke 3-4, yang biasanya disebabkan oleh
perdarahan hebat dalam abdomen.
Pemeriksaan Bakteriologis3
Pada dua minggu pertama sakit kemungkinan mengisolasi S.typhi dari dalam
darah pasien lebih besar dari pada minggu berikutnya. Biakan yang dilakukan
pada urin dan feses, kemungkinan keberhasilan lebih kecil. Biakan spesismen
yang berasal dari aspirasi sumsum tulang mempunyai sensitivitas tertinggi,
-
31
hasi positif didapat pada 90% kasus. Akan tetapi prosedur ini sangat invasif,
sehingga tidak dipakai dalam praktek sehari-hari. Pada keadaan tertentu dapat
dilakukan biakan spesimen empedu yang diambil dari duodenum dan
memberikan hasil yang cukup baik.
Biakan Salmonella Typhi4
Spesimen untuk biakan dapat diambil dari darah, sumsum tulang, feses, dan
urin yang ditanam dalam biakan empedu (gall culture). Spesimen darah
diambil pada minggu pertama sakit saat demam tinggi. Spesimen feses dan
urin pada minggu ke II dan minggu selanjutnya. Pembiakan memerlukan
waktu kurang lebih 5-7 hari. Bila laporan hasil biakan Basil Salmonella
tumbuh maka penderita sudah pasti mengidap demam tifoid. Bila pada
minggu ke-4 biakan feses masih positif maka pasien sudah tergolong karier.
Tes Widal3
Uji serologi widal suatu metode serologik yang memeriksa antibodi aglutinin
terhadap antigen somatik (O), flagela (H) banyak dipakai untuk membuat
diagnosis demam tifoid. Di Indonesia pengambilan angka titer O aglutinin
1/40 dengan memakai uji widal slide aglutination (prosedur pemeriksaan
membutuhkan waktu 45 menit) menunjukakan nilai normal positif 96%.
Artinya apabila hasil tes positif, 96% kasus benar sakit demam tifoid, akan
tetapi bila negatif tidak menyingkirkan. Banyak senter mengatur pendapat
apabila titer O aglutinin sekali periksa 1/200 atau pada titer sepasang terjadi
-
32
kenaikan 4 kali maka diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan. Aglutinin H
banyak dikaitkan dengan pasca imunisasi atau infeksi masa lampau,
sedangkan Vi aglutinin dipakai pada deteksi karier. Banyak peneliti
mengemukakan bahwa uji serologik Widal kurang dapat dipercaya sebab
dapat timbul positif palsu pada daerah endemis, dan sebaliknya dapat timbul
negatif palsu pada kasus demam tifoid yang terbukti biakan darah positif.
TUBEX
Tes Tubex merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang
sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel
yang berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan
dengan menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik yang hanya
ditemukan pada Salmonella serogroup D. Tes ini sangat akurat dalam
diagnosis infeksi akut karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan
tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa menit. Walaupun belum
banyak penelitian yang menggunakan Tes Tubex ini, beberapa penelitian
menyimpulkan bahwa tes ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang
lebih baik daripada uji widal.5
Penelitian mendapatkan sensitivitas sebesar 78% dan spesifisitas sebesar 89%.
Tes ini dapat menjadi pemeriksaan yang ideal, dapat digunakan untuk
pemeriksaan secara rutin karena cepat, mudah, dan sederhana, terutama di
negara yang berkembang.6
Pemeriksaan lain3
Pada akhir-akhir ini banyak dimunculkan beberapa jenis pemeriksaan untuk
mendeteksi antibodi S.typhi dalam serum, antigen terhadap S.typhi dalam
darah, serum, dan urin bahkan DNA S.typhi dalam darah dan feses.
Polymerase Chain Reaction telah digunakan untuk memperbanyak gen
Salmonella ser. Typhi secara spesifik pada darah pasien dan hasil dapat
diperoleh dalam beberapa jam. Metode ini spesifik dan lebih sensitif
dibandingkan dengan biakan darah.
-
33
DIAGNOSIS BANDING3
Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit kadang-kadang secara
klinis dapat menjadi diagnosis bandingnya yaitu influenza, gastroenteritis, bronchitis,
dan bronkopneumonia. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme
intraseluler seperti tuberculosis, infeksi jamur sistemik, bruselosis, tularemia,
shigelosis, dan malaria juga perlu dipikirkan. Pada demam tifoid yang berat, sepsis,
leukemia, limfoma dan penyakit Hodgkin dapat sebagai diagnosis banding.
TATA LAKSANA3
Sebagian besar pasien demam tifoid dapat diobati di rumah dengan tirah
baring, isolasi yang memadai, pemenuhan kebutuhan cairan dan nutrisi, serta
pemberian antibiotik. Sedangkan untuk kasus berat harus dirawat di rumah sakit agar
pemenuhan cairan, elektrolit, serta nutrisi disamping observasi kemungkinan timbul
penyulit dapat dilakukan dengan seksama. Pengobatan antibiotik merupakan
pengobatan utama karena pada dasarnya pathogenesis infeksi Salmonella typhi
berhubungan dengan keadaan bakteremia.
Kloramfenikol masih merupakan pilihan pertama pada pengobatan penderita
demam tifoid. Dosis yang diberikan adalah 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali
pemberian selama 10-14 hari atau sampai 5-7 hari setelah demam turum, sedangkan
pada kasus dengan malnutrisi atau penyakit, pengobatan dapat diperpanjang sampai
21 hari, 4-6 minggu untuk osteomyelitis akut, dan 4 minggu untuk meningitis. Salah
satu kelemahan kloramfenikol adalah tingginya angka relaps dan karier. Namun pada
anak hal tersebut jarang dilaporkan.
Ampisilin memberikan respon perbaikan klinis yang kurang apabila
dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis yang dianjurkan adalah 200 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian secara intravena. Amoksisilin dengan dosis
100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian per oral memberikan hasil yang
setara dengan kloramfenikol walaupun penurunan demam lebih lama. Kombinasi
Trimethoropin Sulfametoksazol (TMP-SMZ) memberikan hasil yang kurang baik
disbanding kloramfenikol. Dosis yang dianjurkan adalah TMP 10 mg/kg/hari atau
SMZ 50 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis. Di beberapa Negara sudah dilaporkan kasus
demam tifoid yang resisten terhadap kloramfenikol. Pemberian sefalosporin generasi
ketiga seperti seftriakson 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 1 atau 2 dosis (maksimal 4
gram/hari) selama 5-7 hari atau sefotaksim 150-200 mg/kg/hari dibagi dalam 3-4
-
34
dosis efektif pada isolat yang rentan. Efikasi kuinolon baik tetapi tidak dianjurkan
untuk anak. Akhir-akhir ini cefixime oral 10-15 mg/kgBB/hari selama 10 hari dapat
diberikan sebagai alternatif, terutama apabila jumlah leukosit 10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan
pengobatan. Munculnya komplikasi seperti perforasi gastrointestinal atau perdarahan
-
35
hebat, meningitis, endocarditis, dan pneumonia mengakibatkan morbiditas dan
mortalitas yang tinggi.
Relaps dapat timbul beberapa kali. Individu yang mengeluarkan Salmonella
Typhi 3 bulan setelah infeksi umumnya menjadi karier kronis. Risiko menjadi karier
pada anak rendah dan meningkat sesuai usia. Karier kronik terjadi pada 1-5% dari
seluruh pasien demam tifoid. Insidens penyakit traktus biliaris lebih tinggi pada karier
kronis dibandingkan dengan populasi umum. Walaupun karier urin kronis juga dapat
terjadi, hal ini jarang dan dijumpai terutama pada individu dengan skistosomiasis.
PENCEGAHAN3
Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan S.typhi, maka setiap individu
harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang mereka konsumsi. S.typhi
di dalam air akan mati apabila dipanasi setinggi 57C untuk beberapa menit atau dengan proses iodinasi/klorinasi. Untuk makanan, pemanasan sampai suhu 57C beberapa menit dan secara merata juga dapat mematikan kuman S.typhi. penurunan
endemisitas suatu negara/daerah tergantung pada baik buruknya pengadaaan sarana
air dan pengaturan pembuangan sampah serta tingkat kesadaran individu terhadap
hygiene pribadi. Imunisasi aktif dapat membantu menekan angka kejadian demam
tifoid.
VAKSIN DEMAM TIFOID3
Saat ini dikenal tiga macam vaksin untuk penyakit demam tifoid, yaitu yang
berisi kuman yang dimatikan, kuman hidup, dan komponen Vi dari S.typhi. Vaksin
yang berisi kuman Salmonella typhi, S. parathypi A, S. paratyphi B yang dimatikan
(TAB vaccine) telah puluha ntahun digunakan dengan cara suntikan subkutan. Namun,
vaksin ini hanya memberikan daya kekebalan yang terbatas, disamping efek samping
lokal pada tempat suntikan yang cukup sering. Vaksin yang berisi kuman S.typhi
hidup yang dilemahkan (Ty-21a) diberikan per oral tiga kali dengan interval
pemberian selang sehari, memberi daya perlindungan 6 tahun. Vaksin Ty-21a
diberikan pada anak berumur diatas 2 tahun. Pada penelitian lapangan didapatkan
hasil efikasi proteksi yang berbanding terbalik dengan derajat transmisi penyakit.
Vaksin yang berisi komponen Vi dari S.typhi yang diberikan secara suntikan
intramuskular memberikan perlindungan 60-70% selama 3 tahun.
-
36
BAB III
ANALISIS KASUS
Anak R.B usia 13 tahun 6 bulan dengan berat badan 42 kg datang ke bangsal
IKA Lt. 2 melalui IGD RSPAD, pada pasien ini didagnosis dengan demam
typhoid berdasarkan dengan :
Anamnesis
Demam sudah 13 hari. Secara teori, demam terbagi menjadi 2 tipe
berdasarkan onsetnya yaitu demam kurang dari 7 hari dan lebih dari 7 hari.
Penyakit untuk demam lebih dari 7 hari antara lain disebabkan karena infeksi
seperti demam typhoid, malaria, infeksi sistem saraf pusat (meningitis,
ensefalitis, meningoensefalitis, infeksi saluran pernapasan (pneumonia,
tuberkulosis), hepatitis akut, infeksi saluran kemih, otitis media. Demam lebih
dari 7 hari dapat juga disebabkan akibat autoimun seperti demam reumatik,
bahkan dapat dipikirkan kearah keganasan seperti limfoma dan leukemia.
Pasien menyangkal adanya keluhan pusing, muntah, kejang, diare,
susah buang air besar, nyeri ketika buang air kecil, buang air kecil lebih
sering, nyeri pinggang, mimisan, gusi berdarah, ruam pada kulit, sakit telinga,
keluarnya cairan dari telinga, nyeri telinga, gangguan pendengaran, nyeri dan
begkak pada daerah sendi, penurunan berat badan drastis dalam beberapa
bulan terakhir, riwayat berpergian keluar kota akhir-akhir ini seperti ke
maluku, papua, NTT, NTB, sukabumi. Pada pasien dapat disingkirkan
malaria, infeksi sistem saraf pusat (meningitis, ensefalitis, meningoensefalitis,
infeksi saluran pernapasan (pneumonia, tuberkulosis), hepatitis akut, infeksi
saluran kemih, otitis media, demam reumatik, limfoma, leukemia.
Pada pasien demam disertai lemas, menggigil, mual, keringat dingin,
nafsu makan menurun. Pasien juga mengeluhkan batuk kering sejak 4 hari,
tidak disertai dengan pilek, nyeri menelan, suara serak, sesak napas dan mengi
Keluhan tersebut dapat pula merupakat tanda penyakit infeksi akut. Pasien
-
37
juga memiliki riwayat jajan sembarangan di lingkungan sekolah dan sekitar
rumahnnya. Dari anamnesis mengarah kearah demam typhoid karena pada
pasien didapatkan pola demam yang khas pada typhoid yaitu demam lebih dari
7 hari dan terasa lebih tinggi pada malam hari didukung juga pasien memiliki
faktor resiko yaitu kebiasaan pasien yang sering jajan sembarangan.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, suhu
axila 38.5 C, Nadi 90x/menit teratur isi cukup, pernapasan 23x/menit teratur
torakoabdominalis, tekanan darah 110/60 mmHg. Status generalis dan
neurologis tidak ditemukan kelainan.
Kesadaran compos mentis. Menandakan tidak adanya tanda penurunan
kesadaran yan merupakan gejala khas pada infeksi sistem saraf pusat. Selain
itu keadaan ini juga dapat menandakan belum terjadi ensefalopati typhoid
yang merupakan komplikasi dari demam typhoid.
Suhu pada axila adalah 38.5 C. Pada pasien ini didapatkan gejala
demam. Demam adalah peningkatan suhu tubuh 1oC atau lebih besar di atas
nilai rerata suhu normal di tempat pencatatan. pasien dianggap demam bila
suhu rektal mencapai 38oC, suhu oral 37,6oC, suhu aksila 37,8oC, atau suhu
membran tympani mencapai 37,6oC. Pada demam typhoid ditemukan gejala
khas yaitu bradikardi relatif. Pada pasien ini tidak ditemukan bradikardi relatif
dimana ketika kenaikan suhu 1 C diikuti dengan peningkatan nadi sebesar
8x/menit.
Pada pasien ini juga tidak ditemukan coated tongue yang merupakan
gejala khas pada demam typhoid, dimana keadaan lidah kotor dan pucat
seperti pada bagian tengah, dengan tepi hiperemis dan tremor. Pada
pemeriksaan abdomen tidak ditemukan nyeri tekan, defans muskular dan
distensi abdomen. Bising usus juga normal, hepar dan lien tidak teraba. Untuk
mengetahui apakah sudah terjadi menifestasi ke organ-organ intra abdomen
khususnya hepar dan lien yang merupakan komponen retikuloendotelial
sistem. Apabila terdapat komplikasi maka dapat ditemukan distensi dan defans
muskular yang merupakan tanda peritonitis.
-
38
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan tanggal 16-6-2014 ditemukan widal negatif. Pada
pemeriksan darah rutin tanggal 17-6-2014 ditemukan leukopenia dimana
kadar leukosit 4340 (nilai normal 4800-10.800) hal ini dapat terjadi pada
demam typhoid akibat depresi sumsum tulang oleh endotoksin da mediator
endogen yang ada.. Kemudian hasil urinalisis tidak ditemukan kelainan
sehingga infeksi saluran kemih dapat disingkirkan. Pada pemeriksaan foto
thorax tanggal 18-6-2014 ditemukan corakan bronkovasuler kedua paru kasar
dengan kesan bronkitis.
Pada pemeriksaan tanggal 19-6-2014 ditemukan pada imunoserologi
Anti Salmonella Thyphii IgM (+) sehinggga diagnosis terarah menjadi demam
tifoid. Pemeriksaan Tubex ini merupakan tes aglutinasi kompetitif semi
kuantitatif yang sederhana dan cepat (kurang dari 2 menit) dengan
menggunakan partikel yang berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Tes ini
sangat akurat daalam diagnosis infeksi akut karena hanya mendeteksi IgM dan
tidak mendeteksi IgG.
Anjuran pemeriiksaan penunjang:
Gall culture
Menurut kepustakaan Buku ajar IDAI infeksi dan penyakit tropis,
diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri
Salmonella typhii dalam biakan darah, urin, feses, sumsum tulang,
cairan duodenum. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka
bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang
pada awal penyakit / minggu pertama demam, sedangkan pada minggu
ke-2 demam dan seterusnya dapat ditemukan di feses dan urine. Media
pembiakan yang direkomendasikan adalah media empedu dari sapi
dimana dikatakan media gall ini dapat meningkatkan positivitas hasil
dari biakan.
-
39
Diagnosa Banding
Infeksi saluran kemih
Menurut buku Pedoman Pelayanan Medis IDAI, Infeksi dalam saluran
kemih meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai di kandung kemih
dengan jumlah bakteriuria bermakna 100.000 unit peroloni/mL urin
midstream pagi hari. Pada anamnesis anak yang sudah besar gejala
ISK lebih khas seperti sakit pada waktu miksi, frekuensi miksi
meningkat, nyeri perut atau pinggang, mengompol, urin yang
menyengat. Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu yang meningkat,
nyeri ketok sudut kostovertebral, nyeri tekan suprasimfisis, kelainan
pada genitalia eksterna seperti fimosis. Pada pemeriksaan penunjang
didapatkan proteinuria, leukosituria, hematuria, dengan diagnosis
pastinya ditemukan bakteriuria bermakna pada kultur urin. ISK
merupakan salah satu penyebab demam lebih dari 7 hari, namun pada
pasien ini tidak ada keluhan dalam BAK nya seperti nyeri buang air
kecil, buang air kecil lebih sering, nyeri pinggang. Dari pemeriksaan
fisik didapatkan suhu yang meningkat namun tidak terdapat nyeri
ketok CVA. Dari pemeriksaan urinalis tidak tampak kelainan.
Otitis Media Akut
Otitis media akut sering ditemukan pada bayi dan anak. Gejala awal
biasanya didahului dengan infeksi saluran napas atas seperti pilek,
batuk. Gejala klinis dapat berupa nyeri telinga sehingga anak sering
memegang telinganya, demam, otorea, sukar tidur, pendengaran
menurun. Pada pemeriksaan otoskopi didapatkan membran timpani
hiperemis dari ringan sampai berat bisa sambai cembung keluar karena
desakan cairan / mukopis di telinga tegah. Pada pasien menyanggal
adanya keluar cairan dari telinga, nyeri telinga, gangguan pendengaran.
Dari pemeriksaan fisik pada otoskopi membran timpani didapatkan
utuh, tidak hiperemis.
Tuberkulosis
Menurut buku Pedoman Pelayanan Medis IDAI, pada anamnesis
didapatkan berkurangnya berat badan 2 bulan berturut-turut tanpa
sebab yang jelas atau gagal tumbuh, demam tanpa sebab jelas,
-
40
terutama jika berlanjut sampai 2 minggu, batuk kronik > 3 minggu
dengan atau tanpa wheezing, riwayat kontak dengan pasien TB paru
dewasa. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya pembesaran
kelenjar limfe leher, aksila, inguinal. Pembengkakan progresif atau
deformitas tulang sendi, lutut, dan falang. Pada pemeriksaan penunjang
uji tuberkulin positif pada anak dengan TB paru, tetapi dapat negatif
pada anak dengan TB milier atau penderita HIV/AIDS, gizi buruk atau
baru menderita campak. Pada TB milier ditemukan demam tinggi,
berat badan turun, anoreksia, pembesaran hepar/limpa, batuk, tes
tuberkulin positif, riwayat TB dalam keluarga, pola milier pada foto
thorax. Pada pasien ini ditemukan demam yang berlanjut sampai 2
minggu, terdapat batuk kering 4 hari. Namun keluarga menyangkal
adanya kontak TB paru dewasa di rumah. Pada pemeriksaan fisik tidak
ditemukan pembesaran kelenjar limfe di aksila dan inguinal,
pembengkakan tulang / sendi panggul, lutut, falang. Pada pemeriksaan
foto thorax tidak ditemukan pola milier.
Malaria
Menurut buku Pedoman Pelayanan Medis IDAI, Dari anamnesis
didapatkan pasien berasal dari daerah endemis malaria atau riwayat
berpergian ke daerah yang endemis, lemah, mual, muntah, tidak nafsu
makan, nyeri punggung, nyeri perut, pucat, mialgia, atralgia, serangan
demam dengan interval tertentu. Pada pasien ini didapatkan bahwa
pasien tidak memiliki riwayat berpergian ke daerah endemis malaria.
Penatalaksanaan pasien
Pasien demam typhoid perlu dirawat di RS untuk isolasi, observasi dan
pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas
demam atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk
mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus.
Mobilisasi pasien dilakukan secara bertahap,sesuai dengan pulihnya kekuatan
pasien. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan, karena kadang-kadang
terjadi obstipasi dan retensi air kemih.
Pemberian IVFD D5 saline 1500cc/24 jam dirasakan perlu karena
anak tersebut sangat sulit untuk makan dan nafsu makan menurun sehingga
-
41
selain sebagai IV line tempat obat masuk secara IV maka IVFD juga
diharapkan dapat memantain kebutuhan cairan pada penderita ini. Pemberian
cairan pada pasien ini dilihat dari berat badan pasien 42 kg dengan
menggunakan rumus Halliday Segar adalah 1500 + 20 (BB-20) = 1940 cc/24
jam. Jadi total kebutuhan caitan yang dibutuhkan sebenarnya adalah 1940
cc/24 jam. Pemberian cairan yang diberikan adalah 1500 cc/24 jam karena
sisanya dapat diberikan secara oral.
Kebutuhan diet per hari menurut RDA untuk pasien ini adalah 60
kkal/hari dikali dengan berat badan idela (45kg) sehingga didapatkan 2700
kkal. Sehingga terbagi Karbohidrat 55% 1485 kkal, Lemak 30% 810 kkal,
Protein 15% 405 kkal.
Pemerian antibiotik yang digunakan adala cefotaxime secara intravena.
Cefotaxime adalah sefalosporin generasi ketiga yang merupakan terapi lini
kedua pada demam tifoid. Cefotaxime merupakan broad spectrum untuk gram
positif dan gram negatif. Antibiotik sefalosporin generasi ketiga seperti
ceftriaxone dan cefotaxime dapat dipergunakan untuk mengobati demam
tifoid. Dosis pada cefotaksim secara intravena adalah 80 mg/kg/hari.
Sehingga pada pasien dibutuhkan sekitar 3360 mg. Pada pasien diberikan 3 x
1 gram. Hal ini sudah sesuai dengan dosis yang diberikan. Menurut Pedoman
Pengendalian Demam Tifoid yang dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan
Indonesia, seharusnya pada pasien typhoid diberikan antibiotik lini pertama
terlebih dahulu, namun hal ini bisa dipertimbangkan karena sudah banyak
kasus multiple drug resistance salmonella typhii (MDRST) pada demam tifoid
anak di Indonesia. Anti-mikroba lini pertama untuk tifoid yang memiliki
sensitifitas yang tinggi adalah Kloramfenikol, Ampisilin atau Amoxicilin,
Trimetropim-Sulfametaksazol.
Pada pasien ini Omeprazole digunakan sebagi terapi simptomatik yaitu
untuk mengobati mualnya. Omeprazole yang diberikan adalah 1 x 40 mg
secara intra vena. Omeprazole adalah senyawa proton pump inhibitor (PPI)
yang merupakan agen antisekretorik lambung. Omeprazole dapat mengurangi
sekresi asam lambung dengan menghambat secara spesifik enzim lambung
H+/K+-ATPase pada permukaan kelenjar sel parietal grastik pada pH
-
42
Paracetamol 3 x 500 mg per oral diberikan sebagi terapi simptomatik
yaitu untuk menurunkan demam pada pasien, Aturan pakai parasetamol
berdasarkan berat badan adalah 10 - 15 mg parasetamol per kilogram berat
badan (mg/kg berat badan). Pada pasien berat badan 42 Kg sehingga dosis
yang diberikan pada pasien sudah sesuai.
Dextrometrophan 3 x 15 mg per oral diberikan sebagai terapi
simtomatik yaitu untuk mengobati gejala batuk kering yang ada pada pasien.
Dosis untuk anak adalah 1 mg/kgBB/hari yang dibagi menjadi 3-4 kali
pemberian. Tiap tablet mengandung 15 mg. pada pasien dosis yang diperlukan
sesuai berat badannya adalah 42 mg. sehingga pemberian pada pasien ini
sudah sesuai yaitu 3 x 15 mg.
-
43
DAFTAR PUSTAKA
1. Tumbelaka AR, Retnosari S. Imunodiagnosis Demam Tifoid. Dalam :
Kumpulan Naskah Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan
Anak XLIV. Jakarta : BP FKUI, 2001:65-73.
2. Pawitro UE, Noorvitry M, Darmowandowo W. Demam Tifoid. Dalam :
Soegijanto S, Ed. Ilmu Penyakit Anak : Diagnosa dan Penatalaksanaan, edisi
1. Jakarta : Salemba Medika, 2002:1-43.
3. Darmowandowo W. Demam Tifoid. Dalam : Soedarmo SS, Garna H,
Hadinegoro SR, Eds. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak : Infeksi & Penyakit
Tropis, edisi 1. Jakarta : BP FKUI, 2002:367-75.
4. Anonim, 2006, Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
364/Menkes/SK/V/2006 tentang Pedoman Pengendalian Demam Tifoid,
Menkes RI, Jakarta.
5. Diagnosis of typhoid fever. Dalam : Background document : The diagnosis,
treatment and prevention of typhoid fever. World Health Organization,
2003;7-18.
6. Purwaningsih S, Handojo I, Prihatini, Probohoesodo Y. Diagnostic value of
dot-enzyme- immunoassay test to detect outer membrane protein antigen in
sera of patients with typhoid fever. Southeast Asian J Trop Med Public Health
2001;32(3):507-12. [Abstract]