PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ATAS KELALAIAN LALU...
Transcript of PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ATAS KELALAIAN LALU...
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ATAS KELALAIAN LALU
LINTAS YANG MENYEBABKAN HILANGNYA NYAWA ORANG LAIN
(Analisis Putusan Nomor: 27/Pid.Sus/2016/PT. PAL)
Skripsi
Di ajukan kepada Fakultas Syariah & Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
ANDIKA BACHTIAR
NIM: 11140450000016
PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIFHIDAYATULLAH JAKARTA
2018/1440 H
i
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ATAS KELALAIAN LALU
LINTAS YANG MENYEBABKAN HILANGNYA NYAWA ORANG LAIN
(Analisis Putusan Nomor: 27/Pid.Sus/2016/PT. PAL)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum Untuk Memenuhi
Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar SarjanaHukum (S.H)
Oleh:
Andika Bachtiar
NIM. 11140450000016
Pembimbing
Ali Mansur, MA
NIP. 19760506 2014111002
PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM (JINAYAH)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M / 1440 H
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu syaratt memperoleh gelar strata 1 (S1) di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti hasil karya ini bukan hasil asli saya atau
merupakan jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang
berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 7 Januari 2019
Andika Bachtiar
iii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Segala puji dan syukur hanya untuk Allah SWT, karena berkat rahmat dan
karunianya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pertanggungjawaban Pidana Atas Kelalaian Lalu Lintas Yang Menyebabkan
Hilangnya Nyawa Orang Lain (Analisis Putusan Nomor 27/Pid.Sus/2016/PT.
PAL”. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan Nabi besar kita
Muhammad SAW, yang selalu kita harapkan syafaatnya kelak di hari
kebangkitan.
Skripsi ini juga tidak akan selesai tanpa dukungan dari orang-orang yang
ikut membantu dalam pengerjaan skripsi ini baik dorongan, bimbingan, dan
doa.dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terimakasih sebesar-
sebasarnya serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat:
1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA, Ph.D., Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Bapak Dr. Nurul Irfan, M.Ag., Ketua Program Studi Hukum Pidana Islam
terima kasih banyak telah memberikan petunjuk, nasehat yang bermanfaat
bagi penulis selama perkuliahan, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi
Strata I dengan sebaik-baiknya.
3. Bapak Mohamad Mujibur Rohman, MA. Sekertaris Program Studi Hukum
Pidana Islam, terimakasih telah banyak membantu penulis untuk melengkapi
berbagai macam keperluan, dan berkas-berkas persyaratan untuk menggapai
studi Strata I dengan sebaik-baiknya.
4. Bapak Nur Rohim Yunus, LL.M., Sekretaris Program Studi Hukum Pidana
Islam terima kasih banyak telah banyak membantu penulis untuk melengkapi
berbagai macam keperluan, dan berkas-berkas persyaratan untuk menggapai
studi Strata I dengan sebaik-sebaiknya.
iv
5. Bapak Ali Mansur, MA. Dosen Pembimbing terima kasih banyak telah
memberikan bimbingan, petunjuk, nasehat dan waktunya untuk penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan Studi Strata I dengan sebaik-baiknya.
6. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah ikhlas
memberikan ilmu-ilmunya dan motivasi dalam menyelesaikan studi di
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
7. Seluruh Kanda & Yunda HMI Komisariat Fakultas Syariah & Hukum yang
telah menjadi kampus kedua saya untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang
mencerahkan cara berfikir para kadernya.
8. Kepada seluruh keluarga Lapenmi HMI Cabang Ciputat, Ahmad Fairuz,
Novia Bayuningrum. Safurotun Ziah, Ari Badruzzaman, Rida, Faisal dan
lain-lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu tanpa mengurangi rasa cinta
terhadap kalian.
9. Segenap rekan-rekan Hukum Pidana Islam dan Hukum Tata Negara Islam
angkatan 2014, Muhammad Imam Fahmi, Khusnus Sa‟bani, Agsel Siqitsa,
Rita Sartika, Qurratul Aini, Kholilah Parinduri, Wawan Kurniadi, Chairil
Amin, Nurriza Septiani dan lain-lain yang tidak dapat disebutkan satu
persatu, kalian luar biasa.
10. Kepada sahabat-sahabat tercinta “Upin Ipin” yaitu Azmi Fathoni Arja,
Muhammad Ihsan, dan Abdil Azizul Furqon,. Terima kasih telah banyak
memberikan cinta, cerita, motivasi, dorongan, dan do‟anya untuk penulis.
11. Terimakasih kepada Adinda Sofia Azmi yang selalu mengingatkan ketika
saya salah dalam melakukan manajemen konflik di organisasi dan selalu
memberikan dorongan dan do‟anya kepada penulis agar terselesaikannya
skripsi ini.
12. Semua Pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam pembuatan skripsi ini semoga Allah SWT selalu memberikan
kesehatan, keselamatan, serta membalas dengan pahala yang berlipat ganda
Amin Y.R.A
v
Penulis menyadari ketidak sempurnaan dalam penyusunan skripsi ini,
maka dari itu kritik dan saran yang membangun diperlukan dalam penyempurnaan
penulisan skripsi ini, dan semoga ini mampu menginspirasi dan memberikan
manfaat kepada pembaca sekalian.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Jakarta, 7 Januari 2019
ANDIKA BACHTIAR
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ..............................................................................i
LEMBAR PERNYATAAN ..............................................................................ii
ABSTRAK .........................................................................................................iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................iv
DAFTAR ISI ......................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................1
A. Latar Belakang ........................................................................................1
B. Identifikasi, Pembatasan Dan Perumusan Masalah ................................8
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ..............................................................9
D. Kerangka Teori Dan Konseptual .............................................................10
E. Metode Penelitian....................................................................................11
F. Review Studi Terdahulu ..........................................................................13
G. Sistematika Penulisan .............................................................................16
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN
PIDANA DALAM KELALAIAN LALU LINTAS YANG MENYEBABKAN
HILANGNYA NYAWA ....................................................................................19
A. Pertanggungjawaban Pidana ...................................................................19
1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana .............................................19
2. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dalam Islam .......................20
3. Perbuatan Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana ..........................23
4. Unsur-Unsur Pertanggungjawaban Pidana .........................................25
B. Kesengajaan Dan Kealpaan.....................................................................27
1. Kesengajaan ......................................................................................27
2. Kealpaan ............................................................................................28
C. Alasan-Alasan Hapusnya Pertanggungjawaban Pidana ..........................30
1. Hapusnya Pertanggungjawaban Pidana Dalam Hukum Positif ........30
2. Hapusnya Pertanggungjawaban Pidana Dalam Hukum Islam ..........32
vii
D. Lalu Lintas ..............................................................................................36
1. Pengertian Lalu Lintas ......................................................................36
2. Dasar Hukum Aturan Lalu Lintas .....................................................37
3. Hal-hal Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum Lalu Lintas .........38
E. Kecelakaan ..............................................................................................41
1. Pengertian Kecelakaan ......................................................................41
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecelakaan ..............................42
BAB III SANKSI TERHADAP KELALAIAN LALU LINTAS YANG
MENYEBABKAN HILANGNYA NYAWA ...................................................45
A. Sejarah Berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 ................45
B. Sanksi Terhadap Kelalaian Lalu Lintas Yang Menyebabkan
Hilangnya Nyawa Menurut Hukum Positif.............................................49
C. Sanksi Terhadap Kelalaian Lalu Lintas Yang Menyebabkan
Hilangnya Nyawa Menurut Hukum Islam ..............................................53
BAB IV ANALISIS PENYELESAIAN KASUS TINDAK PIDANA
KELALAIAN LALU TINTAS YANG MENYEBABKAN HILANGNYA
NYAWA (Putusan No: 27/Pid.Sus/2016/PT PAL ) ...............................................60
A. Duduk Perkara .........................................................................................60
B. Pertimbangan Majelis Hakim ..................................................................61
C. Analisa Putusan Pengadilan No 27/Pid.Sus/2016/PT PAL Tentang
Kelalaian Lalu Lintas Yang Menyebabkan Hilangnya Nyawa ...............66
BAB V PENUTUP ..............................................................................................77
A. Kesimpulan .............................................................................................77
B. Saran ........................................................................................................78
Daftar Pustaka ...................................................................................................80
Lampiran
viii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semakin berkembangnya zaman, semakin banyak pula alat transportasi
yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan. Lalu lintas merupakan salah
satu sarana masyarakat yang memegang peranan vital dalam memperlancar
pembangunan yang dilaksanakan. Masalah lalu lintas merupakan salah satu
masalah yang berskala nasional yang berkembang seirama dengan
perkembangan masyarakat.
Perkembangan alat transportasi semakin lama bukannya berkurang
melainkan semakin bertambah, apalagi ditambah dengan berbagai metode,
bentuk serta keunggulannya masing-masing. Akan tetapi, pertambahan
jumlah transportasi tidak diimbangi dengan kondisi jalan yang baik dan juga
kesadaran masyarakat tentang aturan hukum dalam berkendara atau
kurangnya efektivitas hukum yang berlaku. Achmad Ali1 berpendapat bahwa
ketika ingin melihat efektivitas dari hukum, maka pertama-tama harus dapat
mengukur sejauh mana aturan hukum ditaati atau tidak ditaati. Lebih lanjut
Achmad Ali mengemukakan bahwa pada umumnya faktor yang
mempengaruhi efektivitas suatu perundang-undangan adalah profesional dan
optimal pelaksanaan peran, wewenang dan fungsi dari para penegak hukum,
baik didalam menjalankan tugasnya maupun dalam menegakan perundang-
undangan tersebut. Soerjono Soekanto menerangkan bahwa salah satu faktor
terciptanya efektivitas hukum
1 Achmad Ali, Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan Vol.1, (Jakarta: Kencana, 2010),
h., 375.
2
adalah masyarakat itu sendiri.2 Dengan demikian masyarakat harus mematuhi
segala peraturan hukum dalam lalu lintas. Namun, saat ini dapat dirasakan
bahwa masyarakat kurang mematuhi peraturan tersebut. Padahal masyarakat
pengguna jalan dapat mempengaruhi tinggi rendahnya angka kecelakaan
yang terjadi dijalan raya, baik yang menyebabkan orang lain meninggal dunia
maupun hanya menyebabkan korban luka-luka. Soerjono Soekanto
menerangkan bahwa salah faktor terciptanya efektivitas hukum adalah
masyarakat itu sendiri.
Pihak Kepolisian Republik Indonesia memaparkan bahwa masalah lalu
lintas yang paling tinggi adalah kecelakaan di jalan. Korbannya lebih banyak
daripada jumlah korban kasus terorisme. Kepala Korps lalu lintas, Inspektur
Jenderal Royke Lumowa, memaparkan jumlah korban kecelakaan lalu lintas
di Indonesia mencapai 28.000-30.000 jiwa per tahun. Selain itu, ia juga
mengatakan bahwa kecelakaan lalu lintas di Indonesia termasuk tinggi.
Menduduki rangking 2 sampai 3 dalam lingkup ASEAN.3
Beberapa kecelakaan lalu lintas yang terjadi, sebenarnya dapat dihindari
bila antara pengguna jalan bisa berperilaku disiplin, sopan dan saling
menghormati. Yang mana penggunaan jalan tersebut diatur dalam Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan.
2 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2008), h., 8.
3 Angka Kecelakaan Lalu Lintas di Indonesia Termasuk Tertinggi di ASEAN, Tribun
News.com Artikel diakses pada Rabu, 07 Februari 2018 pukul 23.00, dari
https://www.google.co.id/amp/wartakota.tribunnews.com/amp/2017/11/15/polri-angka-kecelakaan-
lalu-lintas-di-indonesia-termasuk-tertinggi-di-asean
3
Beberapa kecelakaan lalu lintas yang terjadi, sebenarnya dapat dihindari
bila diantara pengguna jalan mematuhi peraturan yang diatur di dalam bagian
ke empat tata cara berlalu lintas dan paragraf satu mengulas tentang
ketertiban dan keamanan,4
Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan khususnya ketentuan
Pasal 105 dan Pasal 106, menyebutkan bahwa:5
1. Berperilaku tertib; dan/atau
2. Mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan keamanan
dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan, atau yang dapat
menimbulkan kerusakan jalan.
Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Ketentuan Pasal 106,
berbunyi:
1. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib
mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi.
2. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib
mengutamakan keselamatan Pejalan Kaki dan pesepeda.
3. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib
mematuhi ketentuan tentang persyaratan teknis dan layak jalan.
4. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib
mematuhi ketentuan:
a. Rambu perintah atau rambu larangan;
b. Marka Jalan;
c. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas;
4 Iwan Bogiyanto, “Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Kasus Kelalaian Pengemudi Yang
menimbulkan Kecelakaan Di Jalan Raya; Tinjauan Yuridis UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu
Lintas Dan Angkutan Jalan” (Surabaya: Skripsi UPN VETERAN, 2011), h. 2.
5Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
4
d. Gerakan Lau Lintas;
e. Berhenti dan Parkir;
f. Peringatan dengan bunyi dan sinar;
g. Kecepatan maksimal atau mimimum; dan/atau
h. Tata cara penggandengan dan penempelan dengan kendaraan lain.
Dalam berlalu lintas juga dikenal dengan adanya kesengajaan dan
kelalaian. Kebanyakan rumusan tindak pidana, unsur kesengajaan atau yang
disebut dengan opzet merupakan salah satu unsur yang terpenting. Kaitannya
dengan unsur kesengajaan ini, maka apabila dalam suatu rumusan tindak
pidana terdapat perbuatan dengan sengaja atau biasa disebut dengan
opzettelijk, maka unsur dengan sengaja ini menguasai dan meliputi semua
unsur lain yang ditempatkan dibelakangnya dan harus dibuktikan.6
Disamping unsur kesengajaan di atas, ada pula yang disebut unsur
kelalaian atau kealpaan atau culpa. Dalam doktrin hukum pidana disebut
kealpaan yang tidak disadari atau onbeweste schuld dan kealpaan disadari
atau bewuste schuld. Dimana dalam unsur ini faktor terpentingnya adalah
pelaku dapat menduga terjadinya akibat dari perbuatan itu atau pelaku kurang
berhati-hati. Unsur terpenting dalam culpa (kelalaian) adalah pelaku
mempunyai kesadaran atau pengetahuan yang mana pelaku seharusnya dapat
membayangkan akan adanya akibat yang ditimbulkan dari perbuatannya itu
akan menimbulkan suatu akibat yang dapat dihukum dan dilarang oleh
Undang-Undang.7
6 PAF. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Citra Aditya, 2011),
h. 594.
7 M. Budi Hendrawan, “Hubungan Antara Kesengajaan Terhadap Pertanggungjawaban
Pidana Dalam Kasus Kecelakaan Lalu Lintas Di Jalan Yang Menyebabkan Hilangnya Nyawa Orang
Seseorang”, USU Law Journal, III, 1 (April 2015), h. 58.
5
Banyaknya korban meninggal dalam kasus kecelakaan dikategorikan
sebagai pembunuhan karena kealpaan atau kelalaian, karena pembunuhan
dalam konteks hukum pidana positif dikategorikan atas pembunuhan yang
dikehendaki oleh pelaku, pembunuhan karena penganiayaan dan pembunuhan
karena kealpaan atau kelalaian. Sebagaimana yang telah diterangkan di atas,
maksud dari pembunuhan karena kealpaan atau kelalaian itu sendiri adalah
suatu perbuatan tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang bukan
karena kehendaknya untuk melakukan tindak pidana tersebut. Tetapi karena
ketidak hati-hatiannya sehingga mengakibatkan orang lain jadi korban. Jadi
pengendara tidak dikategorikan masuk dalam unsur kelalaian.
Sejak adanya Undang-Undang tersebut kebanyakan pelaku yang
diakibatkan kelalaian pengemudi tidak lagi dikenakan pasal 359 KUHP yang
berbunyi:8 “Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang mati,
dihukum dengan hukuman penjara selama-selamanya 5 (lima) tahun”
Melainkan dikenakan pasal 310 dalam Undang-Undang No. 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkatan Jalan, yang berbunyi:9
1. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang karena
kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan kerusakan
kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam pasal 229 ayat
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan/atau
denda paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah)
2. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang karena
kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka
ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau denda paling banyak Rp.
2.000.000,00 (dua juta rupiah)
8 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 359 tentang kelalaian.
9 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan.
6
3. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang karena
kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka
berat sebagaimana dimaksud pada pasal 229 ayat, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)
4. Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang
mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
12.000.000, 00 (dua belas juta rupiah)10
Undang-undang Lalu lintas dan Angkutan Jalan pada Pasal 310 dapat
disimpulkan bahwa apabila kealpaan atau kelalaian pengemudi itu
mengakibatkan orang lain terluka atau meninggal dunia ancaman pidananya
tertera sangat jelas sebagaimana yang diatur dalam pasal tersebut di atas.
Meski UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah diterakan sampai dengan
sekarang tapi tidak dapat diungkiri bahwa tingkat kecelakaan masih tetap
terjadi. Dengan banyaknya kasus kecelakaan di jalan raya setidaknya itu bisa
menggambarkan minimnya kesadaran hukum bagi pengendara kendaraan
bermotor. Karena masih banyak orang-orang mengemudi tidak tertib dan taat
pada rambu-rambu lalu lintas.11
Kasus kecelakaan yang penulis jadikan topik dalam penulisan skripsi
adalah kasus kecelakaan yang terjadi di daerah Donggala tepatnya dijalan
Trans Palu-Tolitoli yang terletak di Desa Ponggerang, Kecamatan Dampelas
Kabupaten Donggala pada hari selasa tanggal 29 September 2015 sekitar
pukul 10.00 Wita dengan terpidana Adi Irawan yang mengendarai sepeda
10
Pasal 310, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan
Jalan.
11
Andi Zeinal Marala, “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Kelalaian Pengemudi Yang
menimbulkan Kecelakaan Kecelakaan Jalan Raya”, Lex Crimen, IV, 5 (Juli 2015), h. 129.
7
motor Honda Verza DN 5189 JN dengan tidak hati-hati dimana sepeda motor
yang dikendarainya melaju kencang dengan kecepatan sekitar 90 Km/jam
dari arah selatan menuju Utara atau dari arah Palu menuju Sojol. Pada saat itu
terpidana tidak memperhatikan korban Muhammad Hidaitul Rahman muncul
dari belakang mobil yang sedang parkir di bahu jalan sebelah kanan.
Sedangkan ketika itu sepeda motor yang dikendarai oleh terpidana melaju
kencang dan tidak bisa dikendalikan sehingga menabrak korban hingga
terpental ke bahu jalan sebelah kanan. Dan tidak lama kemudian datang
warga untuk menolong korban dan membawa korban ke puskesmas Sabang
akan tetapi tidak berselang lama kemudian korban meninggal dunia.12
Sehingga kasus dengan No. Perkara: 27/Pid.Sus/2016/PT. PAL tindak
pidana mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya
menyebabkan orang lain meninggal dunia dalam putusan hakim dijerat
dengan pasal 310 ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang
Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan.
Dalam pasal tersebut pelakunya bisa dikenakan hukuman maksimal 6
tahun dan denda 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) tetapi majelis hakim
Pengadilan Negeri Donggala dalam putusan nomor
243/Pid.Sus/2015/PN.Dgl hanya menjatuhkan vonis delapan (8) bulan
penjara. Dengan putusan tersebut, jaksa menganggap kurang memenuhi rasa
keadilan, karena jelas terbukti bahwa pelaku bertindak ceroboh dengan tidak
berhati-hati dalam memacu kendaraannya sehingga jaksa akhirnya
mengajukan banding. Setelah melakukan bandingpun Pengadilan Tinggi
Negeri Palu hanya menjatuhkan vonis 1 tahun 6 bulan penjara karena
kelalaiannya dalam putusan 27/Pid.Sus/2016/PT. PAL.
12
Hakim PT. Palu, “Kelalaian Berkendara yang Menyebabkan Orang Lain Meninggal Dunia
(No. 27/Pid.Sus/2016/PT. PAL”(Putusan--, PT. Palu, Palu,2016), h, 3.
8
Penulis mencoba membandingkan dengan aturan hukum dalam
hukum pidana Islam. Dalam hukum pidana Islam juga membahas tentang
bagaimana tindak pidana atau Jinayah yang dilakukan dengan kelalaian atau
secara tidak sengaja atau semi sengaja yang sering dikaitkan dengan tindak
pidana atas jiwa yaitu pembunuhan / Qatl.13
Berdasarkan permasalahan diatas, maka diperlukan untuk melakukan
analisis mengenai putusan nomor 27/Pid.Sus/2016/PT. PAL tentang tindak
pidana kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain untuk
diangkat menjadi sebuah skripsi dengan judul
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ATAS KELALAIAN LALU
LINTAS YANG MENYEBABKAN HILANGNYA NYAWA ORANG
LAIN DALAM (Analisis Putusan Nomor: 27/Pid.Sus/2016/PT. PAL)
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
identifikasi beberapa permasalahan yang timbul dalam penelitian ini adalah:
a. Kelalaian dalam lalu lintas yang menimbulkan hilangnya nyawa adalah
tindak pidana yang mengandung unsur ketidaksengajaan di dalamnya dan
tidak memiliki niat untuk melakukan perbuatan tersebut, tetapi karena
ketidakhati-hatian maka kejadian tersebut dapat terjadi.
b. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan
Angkutan Jalan yang menjadi dasar hukum yang mengatur tentang tindak
pidana kelalaian lalu lintas yang menyebabkan hilangnya nyawa orang
lain.
13
Ahmad Wardi Muslih, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h.135.
9
c. Konsep jinayah terhadap perbuatan kelalaian lalu lintas yang dilakukan
oleh Terdakwa.
d. Penentuan sanksi terhadap terdakwa dalam tindak pidana kelalaian lalu
lintas yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain.
2. Pembatasan Masalah
Agar penulis skripsi ini dapat mencapai hasil yang baik dan maksimal
sesuai tujuan yang dikehendaki, maka penulis akan membatasi pada masalah
terhadap pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku kelalaian lalu lintas
dan analisis putusan PTN Palu Nomor 27/Pid.Sus/2016/PT. PAL. Pembatasan
masalah ini dilakukan untuk menghindari perluasan pembatasan yang tidak
ada sangkut pautnya dengan masalah yang akan diteliti.
3. Rumusan Masalah
Dari masalah pokok diatas dapat diuraikan menjadi 2 (dua) sub
masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan penelitian (research question),
yaitu :
a. Bagaimana pertimbangan dan penerapan hakim Pengadilan Tinggi Palu
terhadap penerapan pasal 310 dalam putusan No. 27/Pid.Sus/2016/PT.
PAL perihal tindak pidana kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa
orang lain?
b. Bagaimana tinjauan hukum pidana positif dan hukum pidana Islam
terhadap putusan No. 27/Pid.Sus/2016/PT. PAL tindak pidana kelalaian
yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain?
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk menjelaskan pertimbangan hukum hakim Pengadilan Tinggi Palu
terhadap penerapan pasal 310 dalam putusan No. 27/Pid.Sus/2016/PT.
PAL perihal tindak pidana kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa
orang lain.
10
b. Untuk menjelaskan tinjauan hukum pidana positif dan hukum pidana
Islam terhadap putusan No. 27/Pid.Sus/2016/PT. PAL perihal tindak
pidana kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis adalah dapat menambah khazanah keilmuan dalam
mengetahui pandangan hukum pidana positif dan hukum pidana
Islam mengenai tindak pidana kelalaian yang menyebabkan
hilangnya nyawa orang lain, hasil penelitian ini diharapkan berguna
bagi kalangan pelajar, mahasiswa dan akademisi lainnya.
b. Manfaat praktis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi
kalangan pelajar, mahasiswa, dan akademisi lainnya. Manfaat
kebijakan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat
kepada penegak hukum dalam penerapan hukum tentang tindak
pidana kelalaian lalu lintas yang menyebabkan hilangnya nyawa
orang lain.
D. Kerangka Teori Dan Konseptual
Kerangka teori dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau
batasan-batasan tentang teori-teori yang dipakai sebagai landasan penelitian
yang akan dilakukan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, teori adalah
pendapat yang dikemukakan sebagai suatu keterangan mengenai suatu
peristiwa kejadian dan asas-asas, hukum-hukum umum yang menjadi dasar
sesuatu kesenian atau ilmu pengetahuan; serta pendapat cara-cara dan aturan-
aturan untuk melakukan sesuatu.
Menurut Effendy, teori berguna menjadi titik tolak landasan berpikir
dalam memecahkan atau menyoroti masalah. Fungsi teori sendiri adalah
untuk menerangkan, meramalkan, memprediksi, dan menemukan keterpautan
fakta-fakta yang ada secara sistematis.14
14
Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja Rosdyakarya, 2004),
h. 224.
11
Agar analisa penelitian ini dapat direalisasikan dengan rinci dan
sistematis dan menghasilkan sesuatu yang sesuai dengan keinginan, maka
dibutuhkan teori-teori yang dapat membantu dalam menganalisis masaah
yang dibahas. Adapun teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut. Pertama, teori penegakan hukum. Kedua, teori pemidanaan.
Ketiga, teori kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain dalam
hukum pidana. Penulis menggunakan pendekatan objek kajian pemidanaan
terhadap pelaku kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain
yang ditinjau dari Undang-Undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu lintas dan
angkutan jalan.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan jenis penelitian kualitatif. Penelitian
kualitatif adalah metode penelitian yang menekankan pada aspek suatu
pemahaman secara mendalam terhadap masalah yang diteliti.15
Dalam
penelitian ini peneliti membahas masalah ini melalui Undang-undang.
Pembahasan masalah kelalaian/kealpaan dalam tindak pidana kelalaian lalu
lintas yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain terdapat pada pasal 359
KUHP, dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas
Dan Angkutan Jalan.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunkan dalam penelitian ini adalah yuridis
normatif. Penelitian hukum yuridis normatif adalah penelitian yang
meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma
yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan
15
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2008), h., 23.
12
perundang-perundangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin
(ajaran).16
3. Data Penelitian
a. Sumber Data
Adapun dua sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain:
1) Sumber primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat17
yakni dari
penelitian ini adalah Al-Qur‟an, Kitab Undang-udang Nomor 22 Tahun
2009, dan putusan hakim nomor 27/Pid.Sus/2016/PT. PAL.
2) Sumber sekunder yang pengumpulan data diperoleh dari dokumen-
dokumen yang berupa catatan formal dan dengan mengumpulkan serta
menelaah beberapa literatur baik berupa buku-buku, catatan, dan
dokumen-dokumen atau diktat yang ada pada redaksi.18
Dari penelitian
ini adalah hasil-hasil penelitian, majalah, surat kabar, jurnal ilmiah,
artikel, internet dan seterusnya.
4. Teknik Pengolahan Data
Metode pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini, yaitu
kepustakaan (Library Research). Data kepustakaan dipeoleh melalui
penelitian kepustakaan yang bersumber dari peraturan perundangan-
undangan, buku-buku serta dokumen-dokumen yang memuat informasi yang
berkaitan dengan tema, objek, dan masalah dalam penelitian.19
5. Teknik Analisis Data
16
Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakrta, 2010), h.31.
17
Soerjono Soekamto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (suatu tinjauan
singkat), (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003), h.13.
18
Husni Usman dan Purnomo Setiadi Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi
Aksara, 1998), h.32.
19
Jaenal Aripin, dkk, Metode Penelitian Hukum, (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 17.
13
Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif. Analisis
data kualitatif dilakukan apabila data yang diperoleh berupa kumpulan kata-
kata dan bukan rangkaian angka serta tidak dapat disusun dalam-dalam
kategori atau struktur kualifikasi.
Menurut Miles dan Huberman, analisis data kualitatif terdiri dari tiga alur
kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data,
dan penarikan kesimpulan. Terjadi secara bersamaan berarti reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan sebagai sesuatu yang saling jalin
menjalin merupakan proses siklus dan interaksi pada saat sebelum, selama,
dan sesudah pengumpulan data.20
F. Tinjauan Kajian Terdahulu
Penulis telah menemukan beberapa judul penelitian yang sebelumnya
pernah ditulis dan berkaitan dengan judul skripsi yang akan diteliti saat ini.
Dari beberapa penelitian yang telah ada sebelumnya penelitian tersebut
memiliki berbagai perbedaan antara judul, pokok permasalahan serta sudut
pandang dengan skripsi yang akan diteliti. Sehingga,tidak ada unsur-unsur
kesamaan dalam penulisan skripsi ini. Adapun penelitian terdahulu yang telah
ada sebagai berikut:
No Identitas Judul/Substansi Perbedaan
1. Skripsi,
Muhann
ad Sa‟ad
Tindak
Pidana
Lalu Lintas
Yang
Mengakiba
tkan
Metode
yang
digunaka
n dalam
penelitian
20
Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Roda Karya, 2004), h., 6.
14
Meninggal
nya Orang
Lain.
(Studi
Putusan
Nomor
:82/Pid.Sus
/2016/PN.
PKJ.
ini adalah
pendekata
n pada
obyek
yang
diteliti
serta
pokok
permasala
han.
Penelitian
ini hanya
terfokus
pada
pertimban
gan hakm
dalam
memutus
kan
perkara.
2. Skripsi,
Iwan
Bogiyan
to
Penerapan
Sanksi
Pidana
Terhadap
Kasus
Kecelakaan
Pengemudi
Yang
Dalam
penelitian ini
hanya
bertujuan
untuk
mengetahui
penerapan
sanksi pidana
15
Menimbulk
an
Kecelakaan
Di Jalan
Raya;
Tinjauan
Yuridis
UU No. 22
Tentang
Lalu Lintas
dan
Angkutan
Jalan.
terhadap
kasus
kelalaian
pengemudi
yang
menimbulkan
kecelakaan
dijalan raya
ditinjau dari
UU No. 22
Tahun 2009
tenang Lalu
Lintas &
Angkutan
Jalan.
3. Skripsi,
Ismail
Fahmi
Tinjauan
Hukum
Islam
Terhadap
Sanksi
Hukum
Karena
Kelalaian
Dalam
Berkendara
Motor (
Studi Pasal
310 Tahun
Pendekatan
penelitian
yang
digunakan
adalah
kepustakaan
(Library
Reserch).
Dalam
penelitian
hanya
berfokus
menjelaskan
16
2009
Tentang
Lalu Lintas
dan
Angkutan
Jalan )
sanksi
hukuman
menurut
hukuman
islam yang
dijelaskan
secara umum
saja
Adapun penelitian dalam skripsi ini, akan terfokus kepada tinjauan
Hukum Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam terhadap penerapan pasal
310 UU RI No. 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan di PT.
Palu dalam putusan No. 27/Pid.Sus/2016/PT. PAL perihal kelalaian
berkendara, yakni 1 tahun 6 bulan penjara dari hukuman maksimal 6 tahun
dan denda 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah memahami isi skripsi dan mencapai sasaran seperti
yang diharapkan, maka penulis membagi isi skripsi ini ke dalam lima bab
yang masing-masing bab terdiri dari sub bab.
Secara teknis penulisan skripsi ini berpedoman pada buku “Pedoman
Penulisan Skripsi Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2017”. Adapun sistematika pembahasannya sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada BAB I penulis menguraikan latar belakang masalah,
identifikasi, pembatasan dan perumusan masalh, tujuan dan
17
manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA
KELALAIAN LALU LINTAS YANG MENYEBABKAN
HILANGNYA NYAWA
Pada BAB II penulis menguraikan tentang teori
pertanggungjawaban pidana, tindak pidana dan
pertanggungjawaban pidana, dasar hukum lalu lintas, bentuk-
bentuk kealpaan, dan pemidanaan terhadap pelaku kelalaian
lalu lintas.
BAB III SANKSI TERHADAP KELALAIAN LALU LINTAS
YANG MENYEBABKAN HILANGNYA NYAWA
MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM
Pada BAB III penulis menguraikan tentang sanksi tindak
pidana kelalaian yang menghilangkan nyawa orang lain
menurut perspektif pandangan hukum positif dan hukum
pidana Islam.
BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN
27/Pid.Sus/2016/PT. PAL TENTANG KELALAIAN LALU
LINTAS YANG MENYEBABKAN HILANGNYA
NYAWA
Pada BAB IV penulis akan memuat tentang analisis hukum
terhadap keberlakuan atau penerapan Undang-Undang Nomor
22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
terhadap putusan pengadilan nomor 27/Pid.Sus/2016/PT. PAL.
BAB V PENUTUP
18
Pada BAB V penulis menguraikan pentup yang memuat hasil
akhir meliputi kesimpulan berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan dan dimuat pula saran atas penelitian tersebut.
19
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA
DALAM KELALAIAN LALU LINTAS YANG MENYEBABKAN
HILANGNYA NYAWA
A. Pertanggungjawaban Pidana
1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana
Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing disebut dengan
teorokenbaardheid atau criminal responsibility yang menjurus kepada
pemidanaan pelaku dengan maksud untuk menentukan apakah seorang
terdakwa atau tersangka dipertanggungjawabkan atas suatu tindakan pidana
yang terjadi atau tidak.21
Menurut Romli Atmasasmita,22
pertanggungjawaban
pidana diartikan sebagai suatu kewajiban untuk membayar pembalasan yang
akan diterima pelaku dari seseorang yang telah dirugikan.
Pertanggungjawaban pidana tidak bisa dilepaskan dari perbuatan
pidana, sebab seseorang tidak bisa dimintai pertanggungjawaban pidana tanpa
terlebih dahulu melakukan perbuatan pidana. Dengan demikian, sangat
dirasakan tidak adil jika tiba-tiba seseorang harus bertanggung jawab atas
suatu tindakan tanpa melalukan tindakan tersebut.23
Dalam hukum pidana konsep “pertanggungjawaban” itu merupakan
konsep sentral yang dikenal dengan ajaran kesalahan. Dalam bahasa latin
ajaran kesalahan dikenal dengan mens rea. Doktrin mens rea dilandaskan
pada suatu perbuatan tidak mengakibatkan seseorang bersalah kecuali jika
21
Amir Ilyas, Asas-Asas Hukum Pidana: Memahami Tindak Pidana Dan
Pertanggungjawaban Sebagai Syarat Pemidanaan, (Yogyakarta: Rangkang Education Yogyakarta &
PuKAP Indonesia, 2012, Cet. Pertama), h.,71.
22 Romli Atmasasmita, Perbandingan Hukum Pidana, (Bandung: Mandar Maju, 2000, Cet.
Kedua), h., 65.
23 Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, (Jakarta: Bina Aksara,
1983), h., 25.
20
pikiran orang itu jahat. Dalam bahasa Inggris doktrin tersebut dirumuskan
dengan an act does not make a person guilty, unless the mind legally
bla,eworthy. Berdasarkan asas tersebut, ada dua syarat yang harus dipenuhi
untuk dapat memidana seseorang, yaitu ada perbuatan lahiriah yang
terlarang/perbuatan pidana (actus reus), dan ada sikap batin (mens rea).24
Dalam tindak pidana, pelaku dapat dipidana jika memenuhi unsur-
unsur delik yang telah ditentukan dalam Undang-Undang. Mahrus Ali
mengatakan bahwa dipidananya seseorang tidaklah cukup apabila orang itu
telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau bersifat
melawan hukum. Dengan demikian, meskipun perbuatan tersebut memenuhi
rumusan delik dalam Undang-Undang, namun hal tersebut belum bisa
memenuhi penjatuhan pidana. Untuk pemidanaan masih perlu adannya syarat
untuk penjatuhan pidana, yaitu orang yang melakukan perbuatan itu harus
memenuhi unsur kesalahan atau bersalah. Orang tersebut harus
mempertanggungjawabkan atas perbuatannya jika dilihat dari sudut
perbuatannya dapat dipertanggungjawabkan kepada orang tersebut.25
Dalam pertanggungjawaban pidana diperlukan syarat bahwa si pelaku
mampu bertanggungjawab. Dikatakan mampu bertanggungjawab karena
seseorang mampu menilai dengan fikirannya atau perasaannya bahwa
perbuatan yang dilakukannya dilarang artinya tidak dikehendaki oleh
Undang-undang karena pada dasarnya seorang terdakwa dianggap mampu
bertanggungjawab kecuali dinyatakan sebaliknya bahwa seseorang tidak
mampu bertanggungjawab.26
24
Hanafi, “Reformasi Sistem Pertanggungjawaban Pidana”, Jurnal Hukum, VI, 11,
(Februari 1999), h., 27.
25 Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011, Cet. Kesatu),
h.,155-156.
26 Elfa Murdiana, “Pertanggungjawaban Pidana Dalam Perspektif Hukum Islam Dan
Relevansinya Terhadap Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia”, AL-MAWARID, XII, 1, (Februari-
Augustus 2012), h., 3.
21
Pemahaman kemampuan bertanggung jawab menurut beberapa
pandangan adalah sebagai berikut.
Menurut Pompe kemampuan bertanggungjawab pidana harus mempunyai
unsur-unsur sebagai berikut:27
a. Kemampuan berpikir (psychisch) pembuat (dader) yang memungkinkan
ia menguasai pikirannya, yang memungkinkan ia menentukan
perbuatannya.
b. Oleh sebab itu, ia dapat menentukan kehendaknya sesuai dengan
pendapatnya.
c. Sehingga ia dapat menentukan kehendaknya sesuai dengan
pendapatnya.
2. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dalam Islam
Pertanggungjawaban pidana dalam Islam adalah pembebebanan
seseorang dengan akibat perbuatan yang dikerjaannya (Unsur Obyektif)
dengan kemauan sendiri, dimana orang tersebut mengetahui maksud dan
akibat dari perbuatannya (Unsur Subyektif).28
Pembebanan tersebut
dikarenakan perbuatan yang dilakukan itu adalah telah menimbulkan sesuatu
yang bertentangan dengan hukum, dalam arti perbuatan yang dilarang secara
syariat, baik dilarang melakukan atau dilarang meninggalkan. Pembebanan
juga dikarenakan perbuatan itu sendiri dikerjakan berdasarkan keinginan dan
kehendak yang timbul dalam dirinya bukan dorongan yang ditimbulkan oleh
orang lain secara paksa.
Hukum Islam sebagai salah satu hukum tak tertulis yang hidup dan
berkembang dalam masyarakat memberikan pengertian tentang
27
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: PT. Eresko, 1986),
h., 55
28
Ahmad Hanafi, Azas-Azas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1967), h.,
154.
22
pertanggungjawaban pidana, dimana seseorang dikatakan mampu
bertanggungjawab:
a. Melakukan perbuatan yang dilarang dan meninggalkan perbuatan
yang diwajibkan.
b. Perbutan tersebut dilakukan atas kemauan sendiri artinya ada pilihan
dari pelaku untuk melaksanakan dan tidak melaksanakan perbuatan
tersebut.
c. Pelaku mengetahui akibat dari perbuatan yang dilakukan.29
Maka dapat disimpulkan bahwa dalam syariat (hukum) Islam
pertanggungjawaban itu didasarkan pada tiga hal:
a. Adanya perbuatan yang dilarang
b. Perbuatan itu dikerjakan dengan kemauan sendiri
c. Pelaku mengetahui akibat dari perbuatan itu.
Apabila adanya ketiga hal tersebut diatas, maka pertanggungjawaban
itu ada pada seseorang yang melakukan perbuatan pidana (kejahatan), jika
sebaliknya maka tidak ada perbuatan yang dipertanggungjawabkan.30
Karena
itu tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana pada orang gila, anak-
anak yang belum mencapai umur balig atau orang yang dipaksakan untuk
melakukan perbuatan kejahatan, yang mengakibatkan terancam jiwanya. Hal
ini diterangkan dalam dalil hadist yang diriwayatkan oleh Abu Daud, yaitu:31
29
Ahmad Djazuli, Fiqh Jinayah: Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Hukum Islam,
(Jakarta, PT Bulan Bintang, 1967, Cet. Ketiga), h., 165.
30
Elfa Murdiana, “Pertanggungjawaban Pidana Dalam Perspektif Hukum Islam Dan
Relevansinya Terhadap Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia”, AL-MAWARID, XII, 1, (Februari-
Augustus 2012), h., 8
31 Ahmad Ibnu Hambal, Musnad Imam Ahmad Bin Hambal, (Beirut: Dar al-Kitab al-Ilmiyah,
Hadist No. 3822), h., 243
23
Artinya: Diriwayatkan dari Aisyah r.a telah bersabda Rasulullah Saw:
Dihapuskan ketentuan dari tiga hal, dari orang yang tidur sampai ia bangun,
dari orang yang gila sampai ia sembuh, dan dari anak kecil sampai dewasa.
(H.r. Imam Ahmad Dan Abu Daud)
Dalam pertanggungjawaban pidana, hukum Islam hanya
membebankan hukuman pada orang yang masih hidup dan mukallaf,32
hukum islam juga mengampuni anak-anak dari hukuman yang semestinya
dijatuhkan bagi orang dewasa kecuali telah baligh. Hal ini didasarkan pada
dalil Alquran dalam Q.s. An-Nur (24): 59, yaitu:
Artinya: “Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur balig, Maka
hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka
meminta izin, Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya. dan Allah
Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Hukum islam juga tidak menjatuhkan hukuman terhadap pelaku yang
dipaksa dan orang yang hilang kesadarannya, atas dasar ini seseorang hanya
mempertanggungjawabkan perbuatannya terhadap apa yang telah
dilakukannya dan tidak dapat dijatuhi hukuman atas tindakan orang lain.33
Orang yang harus bertanggungjawab atas suatu kejahatan adalah orang yang
melakukan kejahatan itu sendiri dan bukan orang lain. Hal ini didasarkan
kepada firman Allah dalam Alquran Q.s. Fussilat (41): 46, yaitu:
32
Mukallaf adalah muslim yang dikenai kewajiban atau perintah dan menjauhi larangan agama (pribadi muslim yang sudah dapat dikenai hukum). Seseorang berstatus mukallaf bila ia telah dewasa dan tidak mengalami gangguan jiwa maupun akal. Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Mukallaf pada Kamis, 19 Juli 2018 pada pukul 02.46 Wib.
33 Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam: Penerapan Syariat Islam Dalam Konteks
Modernitas, (Bandung: Asy Syamil Press & Grafika, 2001, Cet. Kedua), h., 16
24
Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh Maka (pahalanya)
untuk dirinya sendiri dan Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, Maka
(dosanya) untuk dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu
Menganiaya hamba-hamba-Nya.”
3. Perbuatan Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana
Pengertian perbuatan pidana terbagi atas dua kelompok, yaitu
kelompok yang secara tegas memisahkan antara perbuatan pidana dan
pertanggungjawaban pidana, dan kelompok yang menyamakan antara
perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana.34
Pendapat yang pertama mengatakan bahwa pada dasarnya perbuatan
pidana adalah perbuatan atau serangkaian perbuatan yang padanya dilekatkan
sanksi pidana.35
Roeslan Saleh dalam bukunya Perbuatan Dan
Pertanggungjawaban Pidana mengatakan bahwa perbuatan pidana adalah
perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dinyatakan sebagai perbuatan
dilarang.36
Dengan demikian, perbuatan pidana hanya menunjuk pada
perbuatan, baik secara aktif maupun secara pasif, sedangkan apakah pelaku
ketika melakukan perbuatan patut dicela dan memiliki kesalahan bukan
merupakan perbuatan pidana, tetapi sudah masuk pada pertanggungjawaban
pidana. Dengan kata lain, apakah inkonkreto, yang melakukan perbuatan tadi
34
Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011, Cet. Kesatu), h.,
97.
35Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa kesalahan Menuju Kepada Tiada
Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, (Jakarta: Kencana, 2006), h., 15.
36 Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana: Dua Pengertian
Dalam Hukum Pidana, (Jakarta; Aksara Baru, 1981), h., 99-100.
25
sungguh-sungguh dijatuhi pidana atau tidak, itu sudah diluar arti perbuatan
pidana.37
Pendapat yang kedua mengatakan bahwa perbuatan pidana tidak bisa
dipisahkan dengan pertanggungjawaban pidana. Menurut Simons,
strafbaarfeit itu adalah kelakuan yang diancam dengan pidana, bersifat
melawan hukum dan berhubung dengan kesalahan yang dilakukan oleh orang
yang mampu bertanggung jawab, sedangkan Van Hamel bahwa strafbaarfeit
adalah kelakuan orang yang dirumuskan dalam undang-undang, bersifat
melawan hukum, patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan.38
Pendapat Simons dan Van Hamel yang mencampuradukkan antara
perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana diikuti oleh beberapa ahli
hukum pidana Indonesia. Menurut Komariah Emong Supardjadja dalam
bukunya Ajaran Melawan Hukum Dalam Hukum Pidana
Indonesia,39
perbuatan pidana adalah suatu perbuatan manusia yang
memenuhi rumusan delik, melawan hukum dan pembuat bersalah melakukan
perbuatan itu. Demikian halnya yang dikemukan oleh Indriarto Seno Adji
yang mengatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan pidana adalah
perbuatan yang seseorang yang diancam pidana, perbuatannya bersifat
melawan hukum, terdapat suatu kesalahan dan bagi pelakunya dapat
dipertanggungjawabkan atas perbuatannya.40
Pengertian perbuatan pidana yang dikemukakan oleh Komariah dan
Indrianto Seno Adji tersebut dipengaruhi oleh pendapat Simons dan Van
37
Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, (Jakarta: Bina Aksara,
1983), h., 11.
38 Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, h., 97.
39 Komariah Emong Supardjadja, Ajaran Melawan Hukum Dalam Hukum Pidana Indonesia,
(Bandung: Alumni, 2002), h., 22.
40 Indriarto Seno Adji, Pergeseran Hukum Pidana, (Jakarta: Diadit Media, 2012), h., 17.
26
Hamel. Hal itu terlihat dengan dimasukkannya kesalahan sebagai salah satu
unsur perbuatan pidana.
Dari kedua pendapat diatas, penulis lebih sepakat dengan pendapat
yang pertama, yaitu memisahkan perbuatan pidana dan pertanggungjawaban
pidana. Dengan demikian ketika seseorang terbukti melakukan suatu
perbuatan yang dilarang oleh hukum pidana, tetapi tidak secara otomatis
orang itu dijatuhi hukum pidana, untuk menjatuhkan pidana kepada orang itu
harus mempunyai unsur kesalahan dan telah dibuktikan dalam proses pidana.
4. Unsur-Unsur Pertanggungjawaban Pidana
Pada Umumnya unsur-unsur pertanggungjawaban terbagi 2, yaitu:
a. Kemampuan Bertanggung Jawab
Kemampuan bertanggungjawab dapat diartikan sebagai kondisi batin
yang normal atau sehat dan mampunya akal seseorang dalam membeda-
bedakan hal-hal yang baik dan yang buruk, atau dengan kata lain mampu
untuk menginsyafi sifat melawan hukumnya suatu perbuatan dan sesuai
dengan keinsyafan itu mampu untuk menentukan kehendaknya. Dengan
demikian, paling tidak ada dua faktor yang menentukan adanya
kemampuan bertanggung jawab, yaitu faktor akal dan faktor kehendak.
Akal, yaitu dapat membedakan antara perbuatan yang diperbolehkan dan
yang tidak diperbolehkan, sedangkan kehendak, yaitu dapat
menyesuaikan tingkah lakunya keinsyafan atas sesuatu yang
diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan.41
Syarat-syarat pertanggungjawaban pidana seseorang dapat
dilakukan menurut G.A Van Hamel adalah sebagai berikut:42
1) Jiwa orang harus sedemikian rupa sehingga dia mengerti atau
menginsyafi nilai dari perbuatannya.
41
Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, h., 171.
42 P.A.F. Lamitang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Citra Aditya, 1997),
h., 397,
27
2) Orang harus menginsyafi bahwa perbuatannya menurut tata cara
kemasyarakatan adalah dilarang.
3) Orang harus dapat menentukan kehendaknya terhadap
perbuatannya.
Dari pengertian yang telah dikutip ditas, maka dapat disimpulkan
bahwa kemampuan bertanggung jawab adalah salah satu unsur penting
dalam pertanggungjawaban pidana.
b. Adanya Kesalahan
Kesalahan adalah dapat dicelanya pembuat tindak pidana karena
dilihat dari segi masyarakat sebenarnya dia dapat berbuat lain jika tidak
ingin melakukan perbuatan tersebut.43
Seseorang dapat dikatakan
mempunyai kesalahan, jika dia pada waktu melakukan perbuatan pidana,
dilihat dari segi masyarakat dapat dicela karenanya, yaitu kenapa
melakukan perbuatan yang merugikan masyarakat padahak mampu untuk
mengetahui makna perbuatan tersebut dan karenanya dapat bahkan harus
menghindari perbuatan demikian.44
Istilah kesalahan dapat digunakan dalam arti psikologis dan normatif.
Kesalahan psikologis adalah kesalahan dari sudut keadaaan psikologis
yang sesungguhnya dari seseorang. Bagaimana keadaaan psikologis
sessungguhnya dari seseorang atau apa yang sesungguhnya
dipikirkannya, amat sukar untuk diketahui, karena itu untuk penerapan
hukum pidana yang digunakan bukanlah sebuah kesalahan dalam arti
psikologis, melainkan kesalahan dalam arti normatif.
Kesalahan normatif adalah kesalahan dari sudut pandang orang lain
terhadap pelaku. Kesalahan normatif merupakan kesalahan dari sudut
43
Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, (Jakarta: Aksara
Baru, 1983, Cet. Ketiga), h., 77.
44 Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011, Cet. Kesatu),
h.,157.
28
norma-norma hukum pidana, yaitu kesalahan dalam arti kesengajaan dan
kealpaan. Dari peristiwa konkret yang terjadi, orang lain menilai menurut
ukuran pada umumnya apakah pada pelaku terdapat kesalahan dalam arti
kesengajaan atau kealpaan.45
B. Kesengajaan Dan Kealpaan
1. Kesengajaan
a. Pengertian Kesengajaan
Wetboek Van Srafrecht tahun 1908 mengartikan kesengajaan
sebagai kehendak untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang
atau diharuskan oleh undnag-undang.46
Rusli Effendy menuliskan dolus
atau kesengajaan menurut Memory Van Toelichting (Risalah penjelasan
Undang-undang) berarti pelaku harus menghendaki apa yang dilakukannya
(menghendaki dan menginsyafi suatu tindakan beserta akibatnya).47
b. Teori-Teori Dalam Kesengajaan
Kata sengaja dalam Undang-Undang meliputi semua yang
perkataan yang ada di belakangnya, termasuk didalamnya akibat dari
tindak pidana. Dalam hal ini terdapat dua teori, yaitu:
1) Teori Pengetahuan (Voortellings Theory)
Menurut teori pengetahuan seseorang sudah dapat diatalan sengaja
melakukan perbuatan pidana jika saat berbuat orang tersebut
mengetahui atau menyadari bahwa perbuatannya itu merupakan
perbuatan yang dilarang oleh hukum.48
45
Frans Maramis, Hukum Pidana Umum dan Tertulis Di Indonesia, h., 114-115.
46 Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, h., 174.
47 Rusli Effendy, Asas-Aas Hukum Pidana, (Ujung Pandang: Lembaga Penelitian
Universitas Muslim Indonesia, 1989), h., 69.
48 Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, h., 175.
29
2) Teori Kehendak (wills Theory)
Menurut Teori kehendak, seseorang dianggap sengaja melakukan suatu
perbuatan pidana apabila orang itu menghendaki dilakukannya
perbuatan itu. Dalam konteks ini, kesengajaan merupakan kehendak
yang diarahkan pada terwujudnya perbuatan seperti yang dirumuskan
dalam Undang-Undang.49
c. Bentuk-Bentuk Kesengajaan
Kesengjaan yang merupakan corak sikap batin yangmenunjukkan
tingkatan atau bentuk kesengajaan terbagi menjadi tiga, yaitu:
1) Kesengajaan Sebagai Maksud (opzet als oogmerk)
Kesengajaan sebagai maksud mengandung unsur willes en wetens,
yaitu bahwa pelaku mengetahui dan menghendaki akibat dan
perbuatannya. Arti kata maksud disini adalah maksud untuk
menimbulkan akibat tertentu.
3) Kesengajaan Sebagai Kemungkinan (opzet bij mogelijkheidswutzijin)
Kesengajaan kemungkinan terjadi apabila pelaku memandang akibat
dari apa yang dilakukannya tidak sebagai hal yang niscaya terjadi,
melainkan sekedar sebagai suatu kemungkinan yang terjadi.
4) Kesengajaan Sebagai Kepastian (opzet bil noodzakelijkheids)
Kesengajaan sebagai kepastian adalah dapat diukur dari perbuatan
yang sudah mengerti dan menduga bagaimana akibat dari
perbuatannya atau hal-hal mana nanti akan turut serta mempengaruhi
akibat dari perbuatannya.
2. Kealpaan
a. Pengertian Kealpaan
Moeljatno mengatakan bahwa kealpaan adalah suatu struktur yang
sangat geocompliceerd, yang di satu sisi mengarah pada kekeliuaran pada
49
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Yogyakarta: Rineka Cipta, 2008), h., 186.
30
kekeliuran dalam perbuatan seseorang secara lahiriah, dan sisi lain
mengarah pada keadaan batin seseorang. Dengan demikian, maka di dalam
kealpaan terkandung makna kesalahan dalam arti luas yang bukan berupa
kesengajaan. Terdapat perbedaaan antara kesengajaan dan kealpaan,
dimana dalam kesengajaan terdapat suatu sifat positif, yaitu adanya
kehendak dan persetujuan pelaku untuk melakukan suatu perbuatan yang
dilarang, dalam kealpaan sifat positif ini tidak ditemukan.50
Dilihat dari jenisnya, Mahrus Ali dalam bukunya yang berjudul
Dasar-Dasar Hukum Pidana membaginya menjadi dua jenis,51
yaitu:
1) Kealpaan Yang Disadari (Bewuste Culpa)
Dalam kealpaan ini pelaku dapat menyadari tentang apa yang
dilakukan beserta akibatnya, tetapi pelaku berharap bahwa kaibat
buruk tidak akan terjadi.
2) Kealpaan Yang Tidak Disadari (Onbewuste Culpa)
Dalam kealpaan ini pelaku tidak menduga akan timbulnya suatu
akibat yang dilarang dan diancam pidana oleh undang-undang.
Padahal pelaku seharusnya memperhitungkan akan akibat yang akan
ditimbulkan.
Berbeda halnya dengan Frans Maramis dalam karyanya yang
berjudul Hukum Pidana Umum Dan Tertulis membaginya dalam dua
bentuk, yaitu:52
1) Kealpaan Berat (Culpa Lata)
Dalam kealpaan berat ilmu hukum pidana maupun yurisprudensi
menerangkan bahwa hanya kealpaan berat yang dapat dipidana
karena tergolong sebagai kejahatan
50
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Yogyakarta: Rineka Cipta, 2008), h., 217.
51 Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, h., 178-179.
52 Frans Maramis, Hukum Pidana Umum dan Tertulis Di Indonesia, h., 130-132.
31
2) Kealpaan Ringan (Culpa Levis)
Dalam kealpaan ini karena sifatnya ringan dan terdapat
pandangan bahwa Culpa Levis oleh Undang-undang tidak
diperhatikan sehingga tidak diancam pidana.
C. Alasan- Alasan Hapusnya Pertanggungjawaban Pidana.
Tidak semua tindak pidana dapat dikenakan sanksi atau pidana, ada
beberapa alasan yang menyebabkan pelakunya terbebas dari sanksi.
1. Hapusnya Pertanggungjawaban Pidana Dalam Hukum Pidana
Dalam Hukum Pidana yang termasuk ke dalam alasan penghapus
pertanggungjawaban pidana atau alasan pemaaf, yaitu:
a. Daya Paksa (overmarcht)
Da;am KUHP daya paksa diatur di dalam pasal 48 yang
berbumyi “Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya
paksa, tidak dipidana”
Rumusan pasal tersebut menimbulkan pertanyaan, yakni
apakah daya paksa yang dikategorikan sebagai alasan pemaaf adalah
daya paksa fisik atau daya psikis. Secara teoritis terdapat dua bentuk
daya paksa, yaitu:
1) Vis Absoluta
Vis Absoluta adalah paksaan yang pada umumnya dilakukan dengan
kekuasaan tenaga manusia (fisik) oleh orang lain.
2) Vis Compulsilva
Vis Compulsilva adalah paksaan yang kemungkinan dapat dielakkan
walaupun secara perhitungan yang layak, sulit diharapkan bahwa yang
mengalami keadaan memaksa tersebut akan mengadakan perlawanan.
Dalam Vis Compulsilva yang terjadi adalah paksaan psikis, dalam arti
32
sekalipun tidak memaksa secara mutlak, tetapi hal demikian tetap
disebut dengan memaksa.53
Berdasarkan uraian diatas, ternyata yang dikategorikan sebagai
daya paksa sebagai alasan pemaaf adalah daya paksa psikis atau Vis
compulsilvai. Alasannya, orang yang berbuat bukan yang terkena
paksaan, tetapi orang yang memberi keadaan psikis. Vis compulsilva
masih dibagi menjadi dua bagian, yaitu daya paksa dalam arti sempit
dan keadaan darurat. Pengertian daya paksa dalam arti sempit adalah
sumber datangnya paksaan itu berasal dari luar diri orang yang
dipaksa, sehingga orang tersebut tidak memiliki pilihan lain kecuali
mengikuti kemauan orang yang memaksanya itu, sedangkan dalam
keadaan darurat yang terkena daya paksa itu sebenarnya masih
memiliki kebebasan untuk memilih perbuatan mana yang akan
dilakukan.54
b. Pembelaan Terpaksa Yang Melampaui Batas
Pasal 49 ayat 2 KUHP menyatakan “Pembelaan terpaksa yang
melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa
yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu tindak
dipidana”
Pada pembelaan terpaksa yang melampaui batas, batas pembelaan
yang perlu dilampaui, jadi tidak proporsional. Melalui batas
pembelaan ada dua macam. Pertama, orang yang diserang sebagai
akibat keguncangan jiwa yang hebat, kedua ialah orang yag berhak
membela diri karena terpaksa karena akibat keguncangan jiwa yang
hebat sejak semula memakai alat yang melampaui batas.
53
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, h., 151.
54 Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, h., 182.
33
c. Menjalankan Perintah Jabatan
Perintah berasal dari penguasa yang tidak berwenang namun
pelaku menganggap bahwa perintah tersebut berasal dari penguasa
yang berwenang. Pelaku dapat dimaafkan jika pelaku melaksanakan
perintah tersebut dengan itikad baik, mengira bahwa perintah tersebut
sah dan masih berada dalam lingkungan pekerjaannya. Hal ini diatur
dalam pasal 51 ayat 2 KUHP yang berbunyi “Perintah jabatan tanpa
wewenang tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yag
diperintah, dengan itikad yang baik mengira bahwa perintah diberikan
dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan
pekerjanya”
Menurut vos, mengenai ketentuan pasal 51 ayat 2 KUHP itu,
perintah jabatan yang diberikan jabatan yang diberikan oleh yang
tidak berwenang untuk lolos pemidanaan, harus memenuhi dua syarat:
1) Syarat subyektif, yakni pembuat harus dengan itikad baik memandang
bahwa perintah itu datang dari yang berwenang.
2) Syarat obyektif, yakni pelaksanaan perintah harus terletak dalam
ruang lingkup pembuat sebagai pahlawan.55
2. Hapusnya Pertanggungjawaban Pidana Dalam Hukum Islam
Dalam Hukum Pidana islam yang termasuk ke dalam alasan
penghapus pertanggungjawaban pidana atau alasan pemaaf, yaitu:
a. Disebabkan Perbuatan Mubah (Asbab al-Ibahah)
Asbab al-ibahah atau sebab dibolehkannya perbuatan yang
dilarang pada umumnya berkaitan dengan pelaksanaan hak dan
kewajiban. Seseorang tidak akan mendapatkan sanksi setelah
melakukan perbuatan tertentu yang merupakan perbuatan pidana,
55
Amir Ilyas, Asas-Asas Hukum Pidana: Memahami Tindak Pidana Dan
Pertanggungjawaban Sebagai Syarat Pemidanaan, h., 91.
34
yaitu apabila ada dasar pembenar. Dasar pembenar adalah alasan yang
dapat menjadikan hilangnya sifat melawan hukum, sehingga
perbuatan yang semula tidak boleh dilakukan menjadi boleh, dan
pelakunya tidak disebut sebagai pelaku tindak pidana serta tidak
dikenai sanksi.
Alasan-alasan yang bisa dijadikan sebagai dasar pembenar
dalam hukum pidana islam, sekaligus alasan tersebut akan
menghapuskan sanksi pidana adalah sebagai berikut.
1) Karena menggunakan hak.
2) Karena menjalankan kewajiban.
3) Karena membela diri.56
Ahmad Wardi Muslich mengutip Abdul Qadir Audah
mengemukakan bahwa sebab dibolehkannya perbuatan yang dilarang
itu ada enam macam, yaitu:57
1) Pembelaan yang sah
Islam membolehkan seseorang membela diri ketika ada penjahat
yang ingin membunuhnya dengan syarat harus ada
keseimbangan dan tidak ada jalan lain.
2) Pendidikan dan pengajaran
Orang tua dalam mendidik anaknya diperkenankan memukul
tanpa melampaui batas sebagai tindakan persuasif, atau seorang
suami boleh memukul istrinya dengan pukulan yang tidak
menyakiti sebagai bentuk pelajaran.
3) Pengobatan
56
Assadulloh Al-Faruk, Hukum Pidana Dalam Sistem Hukum Islam, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2009), h., 87
57 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fiqh Jinayah, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2004), h.95.
35
Seorang dokter harus melukai pasiennya yang hendak dioperasi,
karena hal itu memang perlu dilakukan. Seseorang yang melukai
orang lain ada sanksinya, tetapi tidak berlaku dalam kasus
tersebut.
4) Permainan olahraga
Permainan olahraga terkadang menimbulkan cedera atau luka-
luka, baik yang menimpa pemain maupun orang lain, jika dalam
permainan olahraga tersebut kecelakaan yang berakibat luka-
luka maka hukum islam akan berlaku umum. Kalau luka
tersebut terjadi akibat menggunakan kekerasan dengan
kesengajaan, akan tetapi permainan oahraga tersebut memang
menggunakan kekuatan badan dalam menghadapi lawan seperti
gulat dan sejenisnya, maka tidak dikenai hukuman asal tidak
melampaui batas.
5) Hapusnya jaminan keselamatan
Dimksudkan dengan hapusnya jaminan adalah boleh diambil
tindakan terhadap jiwa atau anggota badan seseorang untuk
dilukai atau dibunuh bahkan terhadap hartanya sekalipun, dalam
istilah agama hapusnya jaminan keselamatan.
6) Menggunakan wewenang dan kewajiban bagi pihak berwajib
Dalam hukum islam ada suatu kewajiban yang harus dipikul dan
dilaksanakan oleh penguasa atau pemimpin untuk mewujudkan
suatu kemashlahatan bagi masyarakat pada umumnya. Orang-
orang yang melaksanakan kewajiban tersebut merupakan orang-
orang yang memang bertugas sebagai pelayan masyarakat pada
umumnya. Islam meletakkan dasar terhadap tanggungjawab bagi
pemimpin atau penguasa. Kaedah hukum islam menetapkan
bahwa petugas pemerintah tidak dapat dikenai
pertanggungjawaban pidana apabila menunaikan tugasnya.
36
b. Disebabkan Hapusnya Hukuman (Asbab Raf’i al-Uqubah)
Disebabkan hapusnya hukuman tidak mengakibatkan
perbuatan yang dilakukan itu dibolehkan, melainkan tetap pada
asalnya yaitu dilarang, hanya saja boleh dilakukan karena keadaaan
si pelaku tidak mungkin dilaksanakannya pada hukuman maka
dibebaskan dari hukuman. Dalam islam ada beberapa sebab yang
dapat menghapuskan hukuman, yaitu:
1) Lupa
Lupa adalah tidak siapnya sesuatu pada waktu diperlukan dan
tercabutnya rasa ingat dari fikirannya, baik karena kelalaian atau
kesengajaan. Dalam membicarakan pengaruh lupa para fuqaha
terbagi menjadi dua kelompok. Pertama, kelompok yang
mengatakan bahwa lupa adalah umum, baik dalam urusan
ibadah maupun urusan pidana. Mereka berpegang kepada
prinsip umum yang menyatakan bahwa orang yang mengerjakan
karena lupa, tidak berdosa dan dibebaskan dari hukuman.
Kedua, kelompok yang berpendapat bahwa lupa hanya menjadi
alasan hapusnya hukuman akhirat, karena hukuman akhirat
didasarkan atas kesengajaan, sedangkan pada orang lupa
kesengajaan itu sama sekali tidak ada. Untuk hukuman-
hukuman dunia, lupa tidak bias menjadi alasan hapusnya
hukuman sama sekali, kecuali dalam hal-hal yang berhubungan
dengan hak Allah, dengan syarat ada motif yang wajar untuk
melakukan perbuatannya itu dan tidak ada hal-hal yang
mengingatkannya sama sekali.58
2) Keliru
58
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fiqh Jinayah, h., 95.
37
Keliru adalah terjadinya sesuatu diluar kehendak pelaku. Dalam
Jarimah yang terjadi karena kekeliruan, pelaku melakukan
perbuatan tersebut bukan karena niat atau kesengajaan, melainkan
karena kelalaian dan kurang hati-hati. Keliru dapat menghapuskan
pidana, tetapi tidak bagi tindak pidana jinayat harus dijatuhi sanksi,
meskipun perbuatannya dilakukan karena keliru. Dengan kata lain
unsur kekeliuran dapat menghapuskan hukuman bagi pelaku tindak
pidana selain jinayat, karena hapusnya unsur kesengajaan.59
3) Pelakunya Orang Gila
Keadaan gila adalah hilangnya akal untuk mempertimbangkan
suatu tindakan secara logis. Gila menghalangi seseorang untuk
berbicara dan bertindak secara wajar. Dengan demikian,
seseorang yang gila tidak dapat dimintai
pertanggungjawanbannya.
4) Pelakunya adalah anak-anak
Anak-anak adalah golongan yang tidak dikenai pidana atas
perbuatannya, karena bukan termasuk orang yang mampu untuk
bertanggungjawab. Jika anak-anak melakukan suatu perbuatan
pidana, maka perbuatannya dimaafkan.60
D. Lalu Lintas
1. Pengertian Lalu Lintas
Lalu lintas (traffic) adalah kegiatan lalu lalang atau gerak kendaraan,
orang atau hewan dijalan. Masalah yang dihadapi adalah perlalulintasan
keseimbangan antara kapasitas jaringan jalan dengan banyaknya
59
Assadulloh Al-Faruk, Hukum Pidana Dalam Sistem Hukum Islam, h., 89.
60 A. Hanafi, Asas-Asas Hukum PIdana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976, Cet. Kedua),
h., 397
38
kendaraan dan orang yang berlalu lalang menggunakan jalan tersebut.
Jika kapasitas jalan sudah hamper penuh, apalagi terlampaui, maka yang
terjadi adalah kemacetan lalu lintas. Persoalan ini sering dirancungkan
sebagai persoalan angkutan.61
Lalu lintas di dalam Undang-undang No 22 tahun 2009 Tentang Lalu
Lintas Dan Angkutan Jalan didefinisikan sebagai gerak Kendaraan dan
orang di Ruang Lalu Lintas Jalan, sedang yang dimaksud dengan Ruang
Lalu Lintas Jalan adalah prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah
Kendaraan, orang, dan/atau barang yang berupa Jalan dan fasilitas
pendukung.62
Operasi lalu lintas di jalan raya terdiri atas empat unsur
tang saling terkait yaitu pengemudi, kendaraan, jalan dan pejalan kaki.
2. Dasar Hukum Aturan Lalu Lintas
Tindak pidana pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan diatur
dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan sebagai pengganti atas Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pertimbangan
dibentuknya undang-undang ini diantaranya bahwa lalu lintas dan
angkutan jalan adalah sebagai bagian dari sistem transportasi nasional
harus dikembangkan potensi dan peranannya untuk mewujudkan
keamanan, ketertiban, keselamatan, dan kelancaran berlalu lintas dan
angkutan jalan dalam rangka pembangunan ekonomi dan pembangunan
wilayah. Dipertimbangkan juga, bahwa Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan tidak sesuai lagi
61
Suwardjoko P. Warpani, Pengelolaan Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan, (Bandung:
Penerbit ITB, 2002), h., 1.
62 Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas & Angkutan
Jalan.
39
dengan kondisi, perubahan lingkungan strategis, dan kebutuhan
penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.63
3. Hal-Hal Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum Dalam Lalu
Lintas
a. Sikap Penegak Hukum
Menurut Soejono Soekanto dalam buku faktor-faktor yang
mempengaruhi penegakan hukum menerangkan bahwa salah satu
faktor terciptanya efektivitas hukum adalah aparat penegak hukum.
Penegak hukum harus menjalankan tugasnya dengan baik sesuai
dengan peranannya masing-masing yang telah diatur dalam peraturan
perundang-undangan. Dalam menjalankan tugas, penegak hukum
harus mengutamakan keadilan dan profesionalisme sehingga menjadi
panutan masyarakat serta dipercaya oleh semua pihak termasuk
masyarakat.64
Namun, realita yang terjadi adalah aparat penegak
hukum belum menjalankan sebagaimana mestinya. Hal itu dapat
dilihat dalam penjatuhan vonis oleh hakim terhadap pelaku
pelanggaran lalu lintas seringkali tidak mengindahkan ancaman
pidana yang tertera dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009
Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan sehingga vonis yang
dijatuhkan tidak memberikan efek jera terhadap pelaku juga tidak
memenuhi rasa keadilan bagi korban. Sikap penegak hukum dalam
lalu lintas juga masih mencerminkan lemahnya etika moral dan
profesionalisme sebagai aparat penegak hukum serta sikap arogansi
yang masih melekat dalam melaksanakan tugas penegakan hukum, hal
63
Ruslan Renggong, Hukum Pidana Khusus: Memahami Delik-Delik di Luar KUHP,
(Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP, 2016, Cet. Kesatu), h., 210-211
64 Serjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2008), h., 13.
40
tersebut dibuktikan dengan banyaknya penyimpangan yang dilakukan
dengan cara melampaui batas wewenang, praktek pungutan liar,
bertindak kasar dan tidak mencerminkan sebagai sosok pelindung,
pengayom, dan pelayan masyarakat.65
Seorang penegak hukum harus
memiliki kredibilitas, karena jika tidak maka keadilan hamyalah
sebuah angan-angan. Hal tersebut senada dengan pendapat Lawrence
M. Friedman yang mengaskan bahwa hukum tidak dapat berjalan atau
tegak bila tidak ada aparat penegak hukum yang kredibilitas,
kompeten dan independen. Seberapa bagusnya suatu perundang-
undangan bila tidak didukung dengan aparat penegak hukum yang
baik maka keadilan hanyalah sebuah utopis.66
b. Sarana dan Prasarana
Terbatasnya sarana dan prasarana yang mendukung
terlaksananya penegakan hukum dibidang lalu lintas seperti
perlengkapan jalan seperti rambu-rambu lalu lintas, marka jalan,
penerangan jalan dan tanda-tanda lalu lintas lain dirasakan masih
sangat kurang. Alat teknologi yang tersedia juga dirasa kurang
memadai sehingga mempengaruhi tingkat keselamatan dalam lalu
lintas. Sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor penting
untuk mewujudkan penegakan hukum. Menurut Soejono Soekanto
dalam buku Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum
65
Andi Zeinal Marala, “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Kelalaian Pengemudi Yang
Menimbulkan Kecelakaan Di Jalan Raya”, Lex Crimwn, IV, 5, (Juli 2015), h., 131.
66 Mohammad Arifin, Teori Dan Filsafat Hukum: Telaah Kritis Atas Teori-Teori Hukum,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993), h., 82.
41
mengatakan bahwa tanpa adanya sarana atau fasilitas yang memadai
maka tidak mungkin penegakan hukum akan berjalan lancar.67
c. Masyarakat
Soerjono Soekanto dalam buku Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Penegakan Hukum menerangkan bahwa salah satu
faktor terciptanya efektivitas hukum adalah masyarakat itu sendiri.68
Dengan demikian masyarakat harus memenuhi segala peraturan
hukum dalam lalu lintas. Namun, saat ini masyarakat kurang
memenuhi peraturan tersebut. Padahal masyarakat pengguna jalan
dapat mempengaruhi tinggi rendahnya angka kecelakaan yang terjadi
di jalan raya, baik yang menyebabkan orang lain meninggal dunia
maupun hanya menyebakan korban luka-luka. Banyaknya kasus
kecelakaan lalu lintas menandakan bahwa kurangya budaya taat
hukum di mayarakat. Lawrence M. Friedman menerangkan bahwa
sangat diperlukan sikap sikap budaya taat hukum dimasyarakat agar
dapat memberi pengaruh positif dalam penegakan hukum.69
d. Undang-Undang (Materi Hukum)
Peraturan yang mengatur tentang lalu lintas terdapat dalam Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2009 sebagai perubahan atas Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan
Jalan. Dalam Undang-Undang tersebut sudah diatur standar keamanan
dalam berkendara di lalu lintas, contohnya seperti memakai helm,
konsentrasi, dan mematuhi rambu-rambu lalu lintas. Bentuk-bentuk
pelanggaran dalam lalu lintas sudah jelas juga diatur ketentuan
67
Serjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, h., 17.
68 Serjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, h., 8.
69 Mohammad Arifin, Teori Dan Filsafat Hukum: Telaah Kritis Atas Teori-Teori Hukum, h.,
59
42
pidananya dalam dalam bab XX pasal 273 sampai dengan pasal 317
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan
Angkutan Jalan. Namun, Undang-Undang tersebut dilihat kurang
efektif karena masih banyak yang tidak menta‟ati peraturan dalam
Undang-Undang tersebut. Achmad Ali70
berpendapat bahwa ketika
ingin melihat efektivitas dari hukum, maka pertama-tama harus dapat
mengukur sejauh mana aturan hukum ditaati atau tidak ditaati. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa peraturan hukum tentang lalu
lintas dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 kurang efektif
karena masih banyak yang melanggar peraturan tersebut.
E. Kecelakaan
1. Pengertian Kecelakaan
Kecelakaan merujuk kepada peristiwa yang terjadi secara tidak
sengaja. Sebagai contoh kecelakaan lalu lintas, kecelakaan tertusuk
benda tajam dan sebagainya. Perkataan kecelakaan diambil dari kata
dasar celaka. Penambahan imbuhan "ke"... dan ..."an" menunjukkan
nasib buruk yang terjadi atau menimpa.71
Kecelakaan adalah suatu peristiwa dijalan yang tidak disangka-
sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan yang sedang bergerak
dengan ataupun pengguna jalan lainnya yang mengakibatkan korban
manusia atau kerugian benda. Kecelakaan dianggap fatal apabila sampai
menimbulkan korban nyawa.72
70
Achmad Ali, Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan Vol.1, (Jakarta: Kencana, 2010),
h., 375.
71 Diakses dari wikipedia.com pada Jum‟at, 20 Juli 2018 pukul 14.03 Wib.
72 Suwardjoko P. Warpani, Pengelolaan Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan, h., 118.
43
2. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Kecelakaan Lalu
Lintas
Kecelakaan pada umumnya disebabkan oleh berbagai faktor,
begitupun dengan kecelakaan lalu lintas.73
Kecelakaan yang berhubungan
dengan faktor manusia sebagian besar disebabkan oleh pengendara yang
lengah. Faktor yang menyebabkan kecelakaan terbanyak kedua adalah
faktor lingkungan fisik. Kecelakaan yang berhubungan dengan faktor
lingkungan fisik sebagian besar diakibatkan oleh jalan yang berlubang,
kemudian ditunjang dengan faktor manusia berupa mengantuk dan tidak
terampil yang pada akhirnya menyebabkan kecelakaan dengan korban
meninggal dunia.74
Andi Zeinal Marala menyebutkan bahwa ada 5 faktor yang
menyebabkan kecelakaan dijalan raya,75
yaitu:
a. Genangan air, ketika memasuki musim penghujan dapat dipastikan
banyak genangan yang tercipta akibat kondisi jalan yang tidak mulus
atau bergelombang. Melaju dengan kecepatan di atas 60 km/jam
membuat daya cengkram ban pada aspal mulai berkurang, bahkan bisa
hilang. Air merupakan materi penghalang antara ban dengan
permukaan jalan, akan lebih berbahaya lagi ketika tapak ban sudah
tipis. Kecenderungan yang kerap terjadi adalah kendaraan secara tiba-
tiba akan menarik ke kanan atau ke kiri.
b. Pecah ban, hal ini sama bahanyaya dengan genangan. Bukan hanya
kendaraan yang susah dikendalikan, bisa juga kendaraan tiba-tiba
73
Muhammad Saad, “Tindak Pidana Lalu Lintas Yang mengakibatkan Meninggalnya Orang
Lain”, (Makassar: Skripsi UIN Alauddin, 2017), h., 26.
74 Marsaid, “Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kecelakaan Lalu Lintas Pada
Pengendara Sepeda Motor Di Wilayah Polres Kabupaten Malang”, Jurnal Ilmu Keperawatan, I, 2,
(November 2013), h., 100.
75 Andi Zeinal Marala, “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Kelalaian Pengemudi Yang
Menimbulkan Kecelakaan Jalan Raya”, Lex Crimen, IV, 5, (Juli 2015), h., 130-132.
44
oleng dan terbalik karena beda ketinggian kendaraan akibat ban
meletus, apalagi saat melaju dalam kecepatan yang cukup tinggi.
c. Jalan bergelombang, ketika kendaraan melaju kencang dan melewati
gelombang maka yang terjadi adalah kendaraan sedikit melayang.
Bahkan bagian belakang sering tak bisa diatur, terlebih jika kondisi
suspensi sudah jelek, jalan tidak rata ini menyebabkan kendaraan
melayang karena ban tidak menempel dengan baik sehingga
kehilangan kendali.
d. Rem Blong ataupun Slip, hal ini sudah pasti membuat kendaraan lepas
kontrol dan sulit untuk diperlambat. Apalagi pada mobil dengan
transmisi otomatis yang hanya mengandaalkan rem tanpa engine
brake, sebaiknya selalu lakukan pengecekan pada sistem pengereman
sebelum bepergian.
e. Human error (Kelalaian Pengemudi) faktor ini merupakan
penyumbang terbesar kecelakaan lalu lintas. Beberapa contohnya
adalah memacu kendaraan melampaui kemampuan pengemudi,
mengantuk, reaksi yang berlebihan ketika mobil mengalami gejala
negatif pengendalian seperti limbung, oversteer maupun understeer,
menurunnya konsentrasi pengemudi karena sibuk sms, telepon dan
makan sambil menyetir.
45
BAB III
SANKSI TERHADAP KELALAIAN LALU LINTAS YANG
MENYEBABKAN HILANGNYA NYAWA
A. Sejarah Berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang
Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
1. Sejarah Lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang
Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
Lalu lintas dan angkutan jalan merupakan hal yang penting dalam
meningkatkan mobilitas sosial masyarakat. Lalu lintas dan Angkutan Jalan
(LLAJ) merupakan hal yang sangat dekat dengan msyarakat. Setiap waktu
masyarakat terus bergulat dengan angkutan jalan dengan berbagai macam
hal. Sejarah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di Indonesia telah melewati
berbagai masa sejak dari masa pemerintahan Belanda sampai pada era
reformasi saat ini. Lalu lintas dan angkutan jalan juga telah melewati
berbagai kondisi zaman diiringi dengan berbagai kemajuan dibidang ilmu
pengetahuan dan teknologi sampai perubahan pola tingkah masyarakat.76
Lalu lintas dan angkutan jalan ketika pada masa pemerintahan
Hindia Belanda dalam “Werverkeersordonnatie” (Staatsblad 1933 Nomor
86). Perkembangan selanjutnya Werverkeersordonnatie tidak sesuai dengan
tuntutan zaman dan dirubah lagi dalam Staatsblad 1940 No. 72, kemudian
Werverkeersordonnantie dirubah lagi setelah Indonesia merdeka, tepatnya
pada tahun 1951 dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1951 Tentang
Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Lalu Lintas. Pemerintah menilai
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1951 sudah tidak sesuai dengan keadaan
76
Suwardjoko P. Warpani, Pengelolaan Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan, (Bandung:
Penerbit ITB, 2002), h., 4.
46
zaman setelah 15 tahun Undang-Undang tersebut berlaku. Dengan
demikian, berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1951 Tentang
Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Lalu Lintas pemerintah
Indonesia mengatur lagi lalu lintas dan angkutan jalan ke dalam Undang-
undang baru serta mencabut peraturan sebelumnya tentang lalu lintas dan
angkutan jalan dalam Undang-undang yang baru serta mencabut peraturan
sebelumnya tentang lalu lintas dan angkutan jalan, maka lahirlah Undang-
undang Nomor 3 Tahun 1965 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Raya
yang pada waktu itu atas persetujuan bersama antara Presiden Soekarno
dengan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR GR).77
Pada masa orde baru, Undang-undang Nomor 3 Tahun 1965
Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Raya dianggap sudah tidak
memenuhi perkembangan zaman sehingga dibentuklah undang-undang
baru, yaitu undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan yang menyebutkan untuk mencapai tujuan pembangunan
sosial sebagai pengamalan pancasila, transportasi memiliki posisi yang
penting dan strategis dalam pembangunan bangsa yang berwawasan
lingkungan dan hal ini harus tercermin dalam memperlancar roda
perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi
semua aspek kehiupan bangsa dan negara.
Setelah melalui waktu yang cukup lama dan dengan berlandaskan
semangat reformasi dan perubahan selanjutnya dibentuklah Undang-undang
Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu lintas dan Angkutan jalan sebagai
bentuk perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 tahun 1992 Tentang Lalu
Intas Dan Angkutan Jalan. Dalam Undang-Undang nomor 22 tahun 2009,
Undang-Undang tersebut melihat bahwa lalu lintas dan angkutan jalan
mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi
nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum. Dalam
77
Agio V. Sangki, “TanggungJawab Pidana Pengemudi Kendaraan Yang Mengakibatkan
Kematian Dalam Kecelakaan Lalu Lintas”, Lex Crimen, I, 1, (Januari-Maret, 2012), h., 33.
47
batang tubuh undang-undang ini dijelaskan bahwa tujuan yang hendak
dicapai oleh Undang-Undang ini adalah:
a. Terwujudnya pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman,
selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan noda angkutan lain untuk
mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum,
memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu
menjungjung tinggi martabat bangsa.
b. Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa.
c. Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum dalam
masyrakat.78
Melihat beberapa pemaparan diatas pada dasarnya Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan menjadi
pelengkap dari keseluruhan perubahan Undang-Undang mengenai Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan dan berlaku saat ini. Dengan demikian, sebagai
Undang-Undang yang terbaru maka kedudukan Undang-Undang No. 22
Tahun 2009 memiliki kekuatan dengan legitimasi pada asas lex posteriori
derogat legi priori yang memiliki pengertian bahwa hukum yang terbaru
mengesampingkan hukum yang lama. Asas ini biasanya digunakan baik
dalam hukum nasional maupun internasional.79
2. Tujuan Lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
Terbentuknya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu
Lintas Dan angkutan Jalan tentunya memiliki tujuan. Pada dasarnya tujuan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 pada konsideran “menimbang”,
yaitu:
78
Edy Halomoan Gurning, Implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan, Artikel diakses pada Rabu 1 Agustus dari
www.bantuanhukum.or.id
79 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: PT Refika
Aditama, 2014), h., 27
48
a. Bahwa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis
dalam mendukung pembangunan dan integrasi naional sebagai bagian
dari upaya memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan
oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai bagian dari sistem
transportasi nasional harus dikembangkan potensi dan perannya untuk
mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran
berlalu lintas dan Angkutan Jalan dalam rangka mendukung
pembangunan ekonomi dan pengembangan wilayah.
c. bahwa perkembangan lingkungan strategis nasional dan internasional
menuntut penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, otonomi
daerah, serta akuntabilitas penyelenggaraan negara.
d. bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan saat ini sehingga perlu diganti dengan undang-undang
yang baru.
e. bahwa berdsarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.80
Penjelasan umum dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan pada paragraf ketiga menyebutkan
bahwa dalam Undang-Undang ini pembinaan bidang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi
terkait sebagai berikut:81
a. urusan pemerintah dibidang prasarana jalan oleh kementrian yang
bertanggung jawab dibidang jalan.
80
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
81 Paragraf ketiga Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang
Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
49
b. urusan pemerintah dibidang pengembangan industri lalu lintas dan
angkutan jalan, oleh kementrian yang bertanggungjawab dibidang
sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan.
c. urusan pemerintah dibidang pengembangan industri lalu lintas dan
angkutan jalan oleh kementrian yang bertanggung jawab dibidang
industri
d. urusan pemerintah dibidang pengembangan teknologi Lalu lintas dan
Angkutan Jalan oleh kementrian yang bertanggungjawab dibidang
teknologi.
e. Urusan pemerintah dibidang registrasi dan identifikasi kendaraan.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan
Angkutan Jalan tersebut dikeluarkan untuk melengkapi Undang-Undang
yang sebelumnya mengenai hal-hal yang bersifat teknis operasional yang
semula dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan diatur dalam peraturan pemerintah dan peraturan
pelaksanaannya dalam undang-undang ini diatur secara tegas dan terperinci
dengan maksud agar ada kepastian hukum dalam pengaturannya sehingga
tidak memerlukan lagi banyak peraturan pemerintah dan peraturan
pelaksanaannya.82
Dengan demikian, melihat beberapa alasan terbentuknya Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2009 itu sendiri adalah untuk melengkapi
peraturan sebelumnya, maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa dinamika
terhadap Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menjadi salah satu alasan
fundamental untuk membentuk perubahan atas Undang-Undang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan yang ada sebelum Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2009 dibentuk.
82
Paragraf ke-4 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu
Lintas Dan Angkutan Jalan.
50
B. Sanksi Terhadap Kelalaian Lalu Lintas Yang Menyebabkan Hilangnya
Nyawa Menurut Hukum Positif
Kecelakaan lalu lintas menurut pasal 1 angka 24 Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ)
adalah suatu peristiwa dijalan yang tidak diduga dan tidak disengaja
melibatkan kendaraan atau pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban
manusia dan kerugian harta benda.83
Terjadinya kecelakaan lalu lintas dipengaruhi oleh beberapa faktor,
faktor-faktor tersebut seolah bekerja sama sebagai penyebab terjadinya
kecelakaan lalu lintas,84
semakin menjadi ketika manusianya sendiri terlihat
tidak begitu mementingkan keselamatan nyawanya dengan bukti
bahwasanya banyak pengendara motor yang ugal-ugalan tanpa mengenakan
helm atau pengendara mobil yang tidak menggunakan sabuk pengaman.
Pasal 229 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan menggolongkan macam-macam kecelakaan,
yaitu:85
1. Kecelakaan digolongkan atas:
a. Kecelakaan lalu lintas ringan
b. Keelakaan lalu lintas sedang
c. Kecelakaan lalu lintas berat
2. Kecelakaan lalu lintas ringan sebagaimana dimaksud pada ayat 1
huruf a merupakan kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan
kendaraan dan/atau barang.
3. Kecelakaan lalu lintas sedang sebagaimana dimaksud pada ayat 1
huruf b merupakan kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan
kerusakan kendaraan dan/atau barang.
83
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan
Jalan
84 Agio V. Sangki, “TanggungJawab Pidana Pengemudi Kendaraan Yang Mengakibatkan
Kematian Dalam Kecelakaan Lalu Lintas”, Lex Crimen, I, 1, (Januari-Maret, 2012), h., 36.
85 Pasal 229 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan
Jalan
51
4. Kecelakaan lalu lintas berat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf
c merupakan kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal
dunia atau luka berat.
5. Kecelakaan lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat
disebakan oleh kelalaian pengguna jalan, ketidaklaikan kendaraan,
serta ketidaklaikan jalan dan/atau lingkungan.
Dalam kasus kecelakaan yang terjadi, sering pula ditemukan kasus
kecelakaan tabrak lari. Tabrak lari pada umumnya merupakan istilah dengan
pengertian bahwa pelaku dalam hal ini pengemudi kendaraan meninggalkan
korban kecelakaan lalu lintas dan tidak menghentikan kendaraannya.86
Secara umum, mengenai kewajiban dan tanggungjawab pengemudi
pemilik kendaraan dan/atau perusahaan angkutan apabila terlibat kecelakaan
diatur dalam pasal 231 ayat 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yaitu:87
1. Pengemudi kendaraan bermotor yang terlibat kecelakaan lalu lintas,
wajib:
a. Menghentikan kendaraan yang dikemudikannya
b. Memberikan pertolongan kepada korban
c. Melaporkan kecelakaan kepada Kepolisian Negara Republik
Indonesi terdekat
d. Memberikan keterangan yang terkait dengan kejadian
kecelakaan.
2. Pengemudi kendaran bermotor, yang karena keadaan memaksa tidak
dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1
86
M. Budi Hendrawan, “Hubungan Antara Kesengajaan Terhadap Pertanggungjawaban
Pidana Dalam Kasus Kecelakaan Lalu Lintas Di Jalan Yang Menyebabkan Hilangnya Nyawa,
USU Law Journal, III, 1, (April 2015), h., 61.
87 Lht: Pasal 231 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan
Angkutan Jalan
52
huruf a dan huruf b, segera melaporkan diri kepada Kepolisian
Negara Republik Indonesia terdekat.
Kesalahan pengemudi kendaraan dapat disimpulkan bahwa
pengemudi tersebut tidak menta‟ati peraturan lalu lintas. Misalnya,
pengemudi tidak memberi tanda akan berbelok, mengendarai mobil tidak
dilajur kiri, pada suatu persimpangan tidak memberikan prioritas pada
kendaraan lain yang datang dari sebelah kiri, dan menjalankan mobil terlalu
cepat melampaui batas kecepatan yang ditentukan dalam rambu-rambu lalu
lintas.
Dengan demikian, faktor utama kecelakaan adalah pengemudi
kendaraan yang tidak hati-hati dan lalai mengemudikan kendaraannya.
Kesalahan pengemudi kendaraan yang melakukan kealpaan yang
mengakibatkan kematian dapat dikatakan bahwa orang itu telah melakukan
tindak pidana.88
Sanksi pidana bagi pengemudi kendaraan yang karena kealpaannya
menyebabkan hilangnya nyawa diatur dalam pasal 359 KUHP, yaitu89
“Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain
mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana
kurungan paling lama satu tahun”. Berdasarkan peraturan diatas, R. Soesilo
dalam penjelasannya mengatakan bahwa matinya orang disini tidak
dimaksud sama sekali oleh terdakwa, akan tetapi kematian tersebut hanya
merupakan akibat dari kurang hati-hati atau lalainya terdakwa.90
Lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan membuat pasal 359 KUHP tidak digunakan lagi
dalam penerapan sanksi terhadap kelalaian lalu lintas yang menyebabkan
88
Andi Zeinal Marala, “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Kelalaian Pengemudi Yang
Menimbulkan Kecelakaan Jalan Raya, Lex Crimen, IV, 5, (Juli 2015), h., 134.
89 Lht: Bab XXI Buku II Pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
90 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-
Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, (Bogor: Politeia, 1996), h., 249.
53
hilangnya nyawa orang lain. Hal itu sesuai dengan penggunaan asas, yaitu
asas Lex Specialis Derogat Legi Generalis yang berarti bahwa asas
penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus
mengesampingkan hukum yang bersifat umum.91
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan
Angkutan Jalan memuat ketentuan-ketentuan pidana yang tinggi. Pasal yang
berkaitan dengan kelalaian lalu lintas yang menyebabkan hilangnya nyawa
orang lain adalah pasal 310 ayat 4, yaitu:92
“Dalam hal kecelakaan
sebagaimana dimaksud pada ayat 3 yang mengakibatkan orang lain
meninggal dunia dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 12.000.000,00 (dua belas juta
rupiah)”. Dari rumusan pasal 310 ayat 4 tersebut, untuk memenuhi syarat
delik harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:93
1. Setiap orang
Bahwa yang dimaksud setiap orang adalah orang dengan identitas
sebagaimana yang diuraikan dalam surat dakwaan yang diajukan ke
persidangan kareana didakwa telah melakukan tindak pidana
sebagaimana diuraikan dalam surat dakwaan.
2. Yang mengemudikan kendaraan bermotor
Bahwa yang dimaksud adalah setiap orang yang berkendaran
mengemudikan kendaraan bermotor.
3. Karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan
korban orang lain meninggal dunia
Bahwa yang dimaksud adalah dalam hal kecelakaan yang
mengakibatkan orang lain meninggal dunia dipidana dengan pidana
91
Adam Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), h.,
33.
92 Pasal 310 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan
Angkutan Jalan.
93 Ruslan Rengggong, Hukum Pidana Khusus: Memahami Delik-Delik di Luar KUHP,
(Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), h., 311.
54
penjara paling lama enam tahun dan atau denda paling banyak Rp
12.000.000,00.94
Dengan demikian pengemudi kendaraan yang melakukan tindak
pidana kelalaian lalu lintas yang menyebabkan hilangnya nyawa, diancam
dengan hukuman penjara paling lama enam tahun atau denda Rp
12.000.000,00 berdasarkan pasal 310 ayat 4 Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
C. Sanksi Terhadap Kelalaian Lalu Lintas Yang Menyebabkan Hilangnya
Nyawa Menurut Hukum Islam
Kelalaian dalam Islam disebut dengan al-khata. Al-khata menurut
istilah adalah suatu perbuatan yang dimaafkan. Dalam hal kekeliuran niat
dan pengetahuan si pelaku sedikitpun tidak dipertimbangkan tidak adanya
penduga atau kehati-hatian dalam berbuat dan sedikitpun tidak berdosa.95
Menurut Ahmad Wardi Muslich, kelalaian (al-khata) adalah
terjadinya suatu perbuatan di luar kehendak pelaku, tanpa maksud melawan
hukum, perbuatan tersebut terjadi karena kelalaiannya atau kurang hati-
hati.96
Kelalaian yang dimaksud adalah perbuatan yang tidak ada niat dan
maksud untuk melakukan tindakan tersebut.
Dalam analisa fikih jinayah. menghilangkan nyawa seseorang karena
kelalaian termasuk dalam tindak pidana pembunuhan.97
Dalam analisa fikih
Jinayah mengenai sanksi hukum bagi pengendara yang melakukan kelalaian
yang tercantum dalam pasal 310 ayat 4 Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan adalah jarimah tidak sengaja,
94
Ruslan Renggong, Hukum Pidana Khusus: Memahami Delik-Delik di Luar KUHP,
(Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP, 2016, Cet. Kesatu), h., 214
95 M. Abdul Mujieb dkk, Kamus Istilah Fiqh, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994, Cet.
Ketiga), h., 155.
96 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2006), Cet. Kedua, h., 155
97 Jaih Mubarok, Kaidah Fiqh Jinayah, (Jakarta: Pustaka Bani Quraisy, 2004), h., 33.
55
yaitu jarimah dimana pelaku tidak sengaja (berniat) untuk melakukan
perbuatan yang dilarang dan perbuatan tersebut terjadi sebagai akibat dari
kelalaiannya. Jarimah yang ada kesengajaan, semi sengaja, dan karena
kesalahan, dalam fikih jinayah adalah jarimah pembunuhan atau Al-Qatl.
Pembunuhan dengan sengaja, dalam bahasa arab, disebut qatlual-
amd. Secara etimologi bahasa Arab, kata qatlu al-amd tersusun dari dua
kata, yaitu al-qatlu dan al-amd. Kata al-qatlu artinya peruatan yang dapat
menghilangkan jiwa, sedadngkan kata al-amd artinya sengaja dan berniat.
Yang dimaksud pembunuhan dengan sengaja adalah seorang mukallaf
secara sengaja membunuh jiwa yang terlindungi darahnya dengan cara alat
yang biasanya dapat pembunuh.
Pembunuhan semi sengaja (syibhu al-amd) ialah seorang mukallaf
bermaksud membunuh orang yang terlindungi darahnya dengan cara dan
alat yang biasanya tidak membunuh. Hal ini bisa jadi karena bermaksud
mencelakakannya atau bermaksud menghajarnya, seperti memukul dengan
cambuk, tongkat, batu kecil, atau dengan tangan, dan dengan seluruh cara
atau alat tidak membunuh secara umumnya.
Pembunuhan karena kelalaian merupakan perbuatan yang dilakukan
oleh seseorang dengan tidak ada unsur kesengajaan yang mengakibatkan
orang lain meninggal dunia serta menggunakan alat lazim yang tidak
mematikan. Pada dasarnya dalam pembunuhan ini hilangnya nyawa
seseorang tersebut bukanlah tujuan dari pelaku, akan tetapi karena
kelalainnya dalam bertindak mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang.98
Unsur-unsur pembunuhan karena kelalaian sebagaimana yang
dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah adalah sebagai berikut:
1. Adanya Perbuatan Yang Mengakibatkan Matinya Korban
98
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005, Cet.
Pertama), h., 143-144.
56
Pembunuhan karena kelalaian diisyaratkan adanya perbuatan yang
dilakukan pelaku terhadap korban. Perbuatan tersebut diisyaratkan
mengakibatkan kematian, baik pada saat itu maupun sesudahnya,
apabila korban tidak mati maka tindak pidana tersebut termasuk dalam
tindak pidana atas selain jiwa karena kesalahan, bukan pembunuhan.
2. Perbuatan Tersebut Terjadi Karena Kelalaian
Unsur kelalaian ini terdapat apabila dari suatu perbuatan timbul akibat
yang tidak dikehendaki oleh pelaku. Dengan demikian, dalam
pembunuhan in kematian terjadi akibat kelalaian pelaku karena kurang
berhati-hati.
Ketidakhati-hatian itu sendiri pada dasarnya tidak menyebabkan
adanya hukuman, kecuali apabila terdapat kerugian kepada pihak lain.
Dengan demikian apabila terdapat kerugian maka terdapatlah
pertanggungjawaban dari kelalaian dan apabila tidak ada kerugian
maka tidak ada pertanggungjawaban.
3. Adanya Hubungan Sebab Akibat Antara Kekeliruan Dan Kematian
Untuk adanya pertanggungjawaban bagi pelaku dalam pembunuhan
karena kelalaian diisyaratkan bahwa kematian merupakan akibat dari
kelalaian tersebut. Dengan demikian, kelalaian merupakan penyebab
bagi kematian terdapat hubungan sebab akibat, apabila hubungan
tersebut terputus maka tidak ada pertanggungjawaban bagi pelaku. 99
Pembunuhan karena kelalaian, sebagaimana telah dijelaskan adalah
suatu pembunuhan dimana pelaku sma sekali tidak berniat melakukan
perbuatan tersebut melainkan karena kurang kehati-hatiannya. Sanksi untuk
pembunuhan karena kelalaian dalam hukum pidana islam adalah sebagai
berikut:100
1. Kewajiban Membayar Diat
99
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, h., 146-149
100 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, h., 175.
57
Kewajiban bagi pelaku pelaku pembunuhan karena kelalaian adalah
diat mukhaffafah, yaitu diyat yang diperingan. Pengertian diat adalah
harta yang diwajibkan atas kejahatan terhadap jiwa atau yang serupa.
Dengan definsi ini dapat diartikan bahwa diyat dikhususkan sebagai
pengganti jiwa atau yang serupa, artinya pembayaran itu terjadi karena
berkenaan dengan kejahatan jiwa atau nyawa seseorang.101
Dasar
disyari‟atkan diyat tercantum dalam Q.s. An-Nisa (4): 92:
Artinya: “Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang
mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan
Barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah)
ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta
membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu),
kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. jika ia (si
terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada Perjanjian (damai) antara
mereka dengan kamu, Maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat
yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta
memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak
memperolehnya, Maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua
101
A. Djazuli, Fiqh Jinayah Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam, (Jakarta, PT
Raja Grafindo Persada, 1997), h., 41.
58
bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. dan
adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Diat mukhaffah adalah diat yang berlaku pada pembunuhan karena
kelalaian yang dibebankan kepada ahli waris pelaku pembunuhan dan
dibayar dengan jumlah diat 100 ekor unta yang jika diperinci adalah
sebagai berikut
a. 20 ekor unta bintu ma’khad (unta betina berumur 2 tahun)
b. 20 ekor unta ibnu ma’khad (unta jantan berumur 2 tahun)
menurut Hanafiyah dan Hanabilah (unta jantan berumur 3
tahun), menurut Malikiyah dan Syafi‟iyah
c. 20 ekor unta bintu labun (unta betina unur 3 tahun)
d. 20 ekor unta hiqqah (unta umur 4 tahun)
e. 20 ekor unta jadza’ah (umur 5 tahun)102
2. Kewajiban Hukuman Kafarat
Hukuman kafarat untuk pembunuhan karena kelalaian merupakan
hukuman pokok. Kewajiban kafarat dilakukan dengan memerdekakan
hamba sahaya yang mukmin, namun apabila tidak tidak diperoleh
hamba sahaya maka penggantinya adalah berpuasa selama dua bulan
berturut-turut. Allah berfirman dalam dalil yang sama, yaitu dalam
Q.s. An-Nisa (4): 92, yaitu:
Artinya:“Barangsiapa yang tidak memperolehnya, Maka hendaklah ia
(si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan
taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha
Bijaksana.”
102
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, h., 176
59
Kafarat ini disesuaikan dengan jumlah korban meninggal
menurut pendapat sebagian ulama, jadi misalnya dalam kasus
kecelakaan yang meninggal sebanyak dua orang, maka pelaku harus
membebaskan dua hamba sahaya mukmin atau berpuasa dua bulan
berturut-turut dua kali. Pendapat yang kedua mengatakan bahwa
cukup satu kafarat saja.103
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sanksi
untuk pelaku kelalaian lalu lintas yang menyebabkan hilangnya nyawa
orang lain dalam tinjauan hukum pidana Islam (fikih jinayah) adalah diat
mukhafafah dan kafarat.
103
Assadulloh Al-Faruk, Hukum Pidana Dalam Sistem Hukum Islam, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2009), h., 111.
60
BAB IV
ANALISIS PENYELESAIAN KASUS TINDAK PIDANA KELALAIAN
LALU TINTAS YANG MENYEBABKAN HILANGNYA NYAWA
(Putusan No: 27/Pid.Sus/2016/PT PAL )
A. Duduk Perkara
Dalam sistem beracara pidana, yang dikedepankan saat ini adalah
adversary system yaitu sistem berhadapan atau biasa juga disebut
accusatoir. Sistem ini sebagai lawan dari inquisitoir yang mana terdakwa
menjadi objek pemeriksaan, sedangkan hakim dan penuntut umum berada
di pihak yang sama. Dengan mengedepankan sistem saling berhadapan,
maka diandaikan ada pihak terdakwa yang di belakangnya terdapat
penasihat hukumnya, sedangkan di pihak lain terdapat penuntut umum
yang atas nama negara menuntut pidana. Hakim berada di tengah pihak-
pihak yang berperkara dan tidak memihak.104
Dalam putusan Nomor 27/Pid.Sus/2016/PT PAL, menyebutkan
terdakwa bernama Adi Irawan, tempat dan tanggal lahir Karya Mukti 23
November 1989, berjenis kelamin laki-laki, beragama Islam, bertempat
tinggal di Desa Karya Mukti, Kecamatan Damsol, Kabupaten Donggala
dan bekerja sebagai karyawan swasta.
Dalam dakwaan Penuntut Umum Nomor Reg. Perkara: PDM-
940/DONGGALA/Euh.2/12/2015 tanggal 10 Desember 2015
menyebutkan bahwa pada hari Selasa tanggal 29 September 2015 sekitar
pukul 10.00 Wita Terdakwa atas nama Adi Irawan mengendarai sepeda
motor Honda Verza dengan nomor polisi DN 5189 JN dengan tidak hati-
hati dimana sepeda motor yang dikendarainya melaju kencang dengan
kecepatan kurang lebih 90 Km/jam dari arah Selatan menuju Utara atau
dari arah Palu menuju Sojol, sementara itu korban Muhammad Hidaitul
Rahman yang masih berusia 4 (empat) tahun bergerak dari arah timur ke
104
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2015,
Cetakan Kedua), h. 64.
61
barat atau dari arah sebelah kanan menuju sebelah kiri jalan. Pada saat itu
terdakwa tidak memperhatikan korban Muhammmad Hidaitul Rahman
yang sedang berada dipinggir jalan sebelah kanan hendak menyebrang
dimana pada saat itu korban Muhammad Haidatul Rahman muncul dari
belakang mobil yang sedang parkir dibahu jalan sebelah kanan. Ketika itu
sepeda motor yang dikendarai oleh Terdakwa melaju kencang sehingga
tidak bisa dikendalikan lagi oleh terdakwa sehingga membuat sepeda
motor menabrak badan korban Hidaitul Rahman serta membuat korban
Hidaitul Rahman terpental ke bahu jalan sebelah kanan jika dari arah Palu
menuju ke Sojol. Dengan demikian akibat perbuatan terdakwa
menyebabkan korban Hidaitul Rahman meninggal dunia sesuai hasil
Visum et Repertum dari puskesmas Tambu nomor 400/51-
300d/VII/VER/2015 tanggal 30 September 2015 yang dibuat dan
ditandatangani oleh dr. Ivan Adeputra Kawile dan didukung oleh surat
keterangan meninggal dunia nomor 400/126-747/X/2015 tanggal 30
september yang ditandatangani oleh dokter puskesmas Tambu yaitu dr.
Ivan Adeputra Kawile yang menerangkan bahwa Muhammad Hidaitul
Rahman umur 4 tahun benar telah meninggal dunia pada hari selasa
tanggal 29 September 2015 sekitar pukul 10.00 Wita.
Atas perbuatan terdakwa ini, dalam proses persidangan, Penuntut
Umum pada pokoknya menuntut:
1. Menyatakan Terdakwa Adi Irawan alias Adi bersalah melakukan
tindak pidana “mengemudikan kendaraan bermotor yang karena
kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas sehingga
menyebabkan orang lain meninggal dunia” sebagaimana diatur dan
diancam pidana penjara dalam pasal 310 ayat (4) Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalulintas dan
Angkutan Jalan.
2. Menjatuhkan pidana penjara selama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan
dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara dengan
perintah agar terdakwa tetap ditahan.
62
3. Menyatakan barang bukti berupa:
a. 1 (satu) unit sepeda motor Honda Verza DN 5189 JN
b. 1 (satu) lembar STNK/SKPD sepeda motor Honda Verza DN 5189
JN
c. 1 (satu) lembar SIM C An. Adi Irawan
Dikembalikan kepada terdakwa Adi Irawan
4. Menetapkan agar terdakwa Adi Irawan alias Adi dibebani membayar
biaya perkara sebesar Rp. 2000,- (dua ribu rupiah)
B. Pertimbangan Majelis Hakim
Mengenai pertimbangan Majelis Hakim di pengadilan, terdakwa yang
telah melakukan tindak pidana kelalaian lalu lintas yang menyebabkan
hilangnya nyawa o rang lain tersebut akan dikaji terlebih dahulu dan
dipertimbangkan oleh majelis hakim apakah perbuatan yang didakwakan
tersebut kepada terdakwa tersebut telah memenuhi unsur-unsur pasal 310
ayat 4 (empat) Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. Unsur-
unsur pasal tersebut yaitu: Pertama, setiap orang; Maksud dari setiap
orang adalah barang siapa atau siapa saja sebagai subjek hukum yang
dalam KUHP diduga telah melakukan perbuatan pidana dan diajukan
sebagai terdakwa. Dalam perkara ini, yang diajukan Penuntut Umum
sebagai terdakwa bernama Adi Irawan dimana setelah Majelis Hakim
menanyakan identitas terdakwa di persidangan ternyata cocok dengan
identitas terdakwa dalam surat dakwaan Penuntut Umum, karenanya unsur
setiap orang telah terpenuhi.
Kedua, Mengemudikan kendaraan bermotor karena kelalaiannya
mengakibatkan orang lain meninggal dunia yaitu berdasarkan fakta yang
terungkap dipersidangan adalah bahwa benar terdakwa Adi Irawan
mengemudikan 1 (satu) unit sepeda motor Honda Verza dengan nomor
polisi DN 5189 JN yang bergerak dari arah Selatan menuju Utara atau dari
arah Palu menuju Sojol dengan kecepatan kurang lebih 90km/jam pada
hari Selasa tanggal 29 September 2015 sekitar pukul 10.00 Wita. Pada saat
itu terdakwa tidak memperhatikan terdakwa korban Hidaitul Rahman yang
63
sedang berada dipinggir jalan sebelah kanan yang hendak menyebrang
muncul dari sebelah kanan sedangkan ketika itu sepeda motor yang
dikendarai terdakwa sedang melaju kencang sehingga tidak bisa
dikendalikan lagi dan menabrak korban Hidaitul Rahman sehingga
membuat korban Hidaitul Rahman terpental kebahu jalan dan membuat
korban meninggal dunia. Hal tersebut didukung pula dengan hasil Visum
Et Repertum dari puskesmas Tambu nomor 400/51-300d/VII/VER/2015
tanggal 30 September 2015 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Ivan
Adeputra Kawile dokter pada puskesmas Tambu. Dengan demikian,
berdasarkan fakta tersebut maka unsur ini telah terbukti secara sah dan
meyakinkan menurut hukum.
Berdasarkan hal di atas, Pengadilan Negeri Donggala telah
menjatuhkan putusan yang dibacakan pada tanggal 23 Februari 2016 yang
amarnya berbunyi sebagai berikut:
1. Menyatakan bahwa Terdakwa ADI IRAWAN Alias ADI telah
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
“Karena Kelalaiannya Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas
Yang Menyebabkan Orang Lain Meninggal Dunia”
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana
penjara selama 8 (delapan) bulan
3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani
oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan
4. Menetapkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan
5. Memerintahkan barang bukti berupa:
a. 1 (satu) Unit Sepeda Motor Honda Verza DN 5189 JN
b. 1 (satu) lembar STNK/SKPD Sepeda Motor Honda Versa DN 5189
JN
c. 1 (satu) lembar SIM C An. ADI IRAWAN
Dikembalikan kepada Terdakwa Adi Irawan
6. Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara
sebesar Rp 2000,- (dua ribu rupiah)
64
Berdasarkan putusan tersebut, Jaksa Penuntut Umum telah
menyatakan banding dihadapan Panitera Pengadilan Donggala pada
tanggal 25 Februari 2016 dalam akta banding Nomor
2/Akta.Pid/2016/PN.DGL dengan mengemukakan alasan-alasan sebagai
berikut:
1. Bahwa amar putusan tersebut dalam hal penjatuhan pidana badannya
kurang memenuhi rasa keadilan dan terlalu ringan dan tidak setimpal
dengan kesalahan Terdakwa dikarenakan tujuan penjatuhan pidana
bukan hanya untuk membuat si pelaku menjadi jera akan tetapi juga
menjadikan pelajaran kepada orang lain untuk berfikir berulang kali
untuk melakukan kejahatan serupa (pencegahan/preventif). Jika hal
tersebut dihubungkan dengan putusan Majelis Hakim dalam perkara
ini maka kami khawatirkan terlalu ringannya penjatuhan pidana
terhadap Terdakwa tidak akan memberikan efek jera kepada pelaku
dan membuat tidak maksimalnya fungsi pencegahan/prefentif dari
penjatuhan pidana tersebut kurang memenuhi rasa keadilan
masyarakat dikarenakan akibat dari perbuatan terdakwa tersebut
mengakibatkan keluarga besar korban mengalami kesedihan yang
berkepanjangan
2. Bahwa Judex Factie dalam pertimbangannya mengemukakan bahwa
pada saat itu Terdakwa mengendarai sepeda motor Honda Verza DN
5189 JN dengan tidak hati-hati dimana sepeda motor yang
dikendarainya melaju kencang dengan kecepatan kurang lebih 90
km/jam dari arah selatan menuju utara atau dari arah Palu menuju
Sojol, sementara itu korban Muhammad Hidaitul Rahman yang masih
berusia 4 (empat) tahun bergerak dari arah timur ke barat atau dari
arah sebelah kanan menuju sebelah kiri jalan. Pada saat itu Terdakwa
tidak memperhatikan korban Muhammad Hidaitul Rahman yang
sedang berada di pinggir jalan sebelah kanan hendak menyebrang
jalan. Sedangkan ketika itu sepeda motor yang dikendarai oleh
terdakwa melaju kencang sehinga tidak bisa dikendalikan lagi oleh
65
terdakwa dan membuat sepeda motor terdakwa menabrak badan
korban Muhammad Hidaitul Rahman sehingga membuat korban
terpental kebahu jalan sebelah kanan kalau dari arah Palu menuju
Sojol ;
Bahwa seharusnya Judex Factie menjadikan hal tersebut menjadi hal
yang memberatkan hukuman buat terdakwa dikarenakan ketika
melintas daerah pemukiman seharusnya Terdakwa mengurangi
kecepatannya bukan malah memacu kecepatan sepeda motornya
dengan kecepatan tinggi sehingga Terdakwa tidak bisa mengendalikan
sepeda motornya sehingga terjadi kecelakaan lalu lintas tersebut selain
itu Terdakwa sempat memacu kembali kendaraannya bermaksud
untuk melarikan diri sebelum akhirnya Terdakwa berubah fikiran dan
berbalik menyerahkan diri ke Polsek Damsol ;
Oleh karena itu, dengan ini kami mohon supaya Pengadilan Tinggi
Sulawesi Tengah menerima permohonan banding kami menyatakan
terdakwa Adi Irawan alias Adi bersalah melakukan tindak pidana
“mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya
mengakibatkan kecelakaan lalu lintas sehingga mengakibatkan
orang lain meninggal dunia” melanggar pasal 310 Ayat 4 Undang-
Undang RI No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas & Angkutan Jalan
serta menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Adi Irawan Alias Adi
dengan pidana penjara selama 2 (dua) Tahun dan 6 (enam) Bulan
dikurangkan seluruhnya dengan masa tahanan yang telah dijalaninya
dan dengan perintah agar Terdakwa tetap ditahan dan seluruh barang
bukti yang terkait dengan perkara ini dikembalikan kepada Terdakwa
Adi Irawan Alias Adi serta membebani Terdakwa Adi Irawan Alias
Adi dengan biaya perkara Rp 2000,- (dua ribu rupiah).
Berdasarkan alasan-alasan banding yang dikemukakan oleh Jaksa
Penuntut Umum tersebut, Majelis Hakim mempertimbangkan :
1. Menimbang, bahwa setelah Pengadilan Tinggi mempelajari putusan
Pengadilan Negeri Donggala Nomor 243/Pid.Sus/2015/PN.Dgl
66
tanggal 23 Februari 2016 serta memori banding dari Jaksa Penuntut
Umum bahwa pertimbangan Hakim Tingkat Pertama telah benar
namun mengenai penjatuhan pidana yang dikenakan terhadap
terdakwa perlu diperbaiki dengan alasan sebagai berikut : Terdakwa
terlalu ceroboh dan kurang hati-hati, yaitu ketika melintas daerah
pemukiman seharusnya mengurangi kecepatannya bukan malah
memacu kecepatan sepeda motornya dengan kecepatan tinggi,
sehingga Terdakwa tidak bisa mengendalikan sepeda motornya saat
seorang anak menyebrang jalan
2. Menimbang, bahwa oleh karena itu pidana yang dijatuhkan nanti
dianggap sudah setimpal dengan perbuatan Terdakwa
3. Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa telah dinyatakan bersalah
dan dijatuhi pidana maka kepadanya dihukum pula untuk membayar
biaya perkara.
Setelah menimbang dan memperhatikan Pasal 310 ayat (4)
Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan
Angkutan Jalan serta ketentuan perundang-undangan lainnya yang
bersangkutan, Majelis Hakim kemudian mengeluarkan putusan, yaitu:
M E N G A D I L I :
- Menerima permohonan banding dari Jaksa Penuntut Umum
- Memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Donggala Nomor
243/Pid.Sus/2015/PN.Dgl tanggal 23 Februari 2016, yang dimintakan
banding tersebut sehingga amar putusan selengkapnya sebagai berikut :
1. Menyatakan bahwa Terdakwa ADI IRAWAN Alias ADI, telah terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Karena
Kelalaiannya Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas Yang
Menyebabkan Orang Lain Meninggal Dunia” ;
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana
selama 1 (satu) Tahun 6 (enam) Bulan ;
3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh
Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan
67
4. Menetapkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan
5. Memerintahkan barang bukti berupa:
1 (satu) Unit Sepeda Motor Honda VERSA DN 5189 JN;
1 (satu) lembar STNK/SKPD Sepeda Motor Honda VERSA DN 5189 JN;
1 (satu) lembar SIM C An. ADI IRAWAN
Dikembalikan kepada Terdakwa Adi Irawan;
6. Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara ini dalam
kedua tingkat peradilan, yang untuk tingkat banding sebesar Rp. 2.000.,-
(dua ribu rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Majelis Hakim
Pengadilan Tinggi Sulawesi Tengah di Palu pada hari Selasa tanggal 15
Maret 2016 oleh kami M.CH.SJAMTRI ENDI, SH. Sebagai Hakim
Ketua, SUNARDI,, SH. Dan H. ERLIN HERMANTO, SH., MH. Masing-
masing sebagai Hakim anggota dan putusan tersebut diucapkan dalam
sidang yang terbuka untuk umum pada hari Selasa tanggal 22 Maret 2016
oleh Hakim Ketua dengan dihadiri oleh Hakim-hakim Anggota dan
dibantu oleh SARIPA MALOHO, SH sebagai Panitera Pengganti tanpa
dihadiri oleh Penuntut Umum dan Terdakwa.
C. Analisa Putusan Pengadilan Nomor 27/Pid.Sus/2016/PT PAL Tentang
Kelalaian Lalu Lintas Yang Menyebabkan Hilangnya Nyawa
Proses awal dalam menyelesaikan perkara yakni dimulai dengan
penyelidikan, penyidikan, tuntutan Jaksa Penuntut Umum, pemeriksaan
dipersidangan dan pembuktian.105
Putusan Majelis Hakim Pengadilan
Negeri ini berpijak pada hukum formal sekaligus materil. Dalam artian,
aturan berupa Undang-Undang tersebut merupakan produk dari badan
legislatif bersama eksekutif, dan isi dari Undang-Undang tersebut
mengikat bagi pelaku tindak pidana apabila unsur-unsurnya terpenuhi.
Pijakan Mejelis Hakim dalam putusan Nomor 27/Pid.Sus/2016/PT PAL
adalah Pasal 310 ayat (4) UU RI No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
105
Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2004), h., 41-43.
68
Dan Angkutan Jalan. Bunyi lengkap Pasal tersebut yaitu: “Dalam hal
kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan
orang lain meninggal dunia. Dipidana dengan pidana penjara paling lama
6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 12.000.000,00 (dua belas
juta rupiah)”106
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan
Angkutan Jalan ini, pada dasarnya sebagai pelengkap dari Pasal 359 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana. Undang-Undang tersebut belum
mencakupi perbuatan tindak pidana yang dilakukan di Lalu Lintas. Karena
itu, Majelis Hakim memilih Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan sebagai dasar hukumnya untuk
menjatuhkan sanksi pidana, sebab pelaku melakukan tindak pidana
kelalaian lalu lintas yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain.
Bertolak pada fakta-fakta yang terdapat dalam surat dakwaan,
terdakwa telah didakwakan oleh Penuntut Umum dengan dakwaan
tunggal, maka dapat dianalisa secara yuridis berdasarkan pasal yang
dikenakan terdakwa yakni pasal 310 ayat 4 Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. Adapun unsur-
unsur pidana yang harus terpenuhi agar terdakwa dapat dikenakan sanksi
adalah sebagai berikut:
1. Setiap Orang
2. Mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya
3. Yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia
Pertama, „setiap orang‟ disini adalah siapa saja orang atau subjek
hukum yang melakukan perbuatan pidana dan dapat
mempertanggungjwabkan perbuatannya. Terdakwa Adi Irawan alias Adi
yang dihadapkan dipersidangan ini dengan berdasarkan fakta yang
terungkap dalam persidangan yang diperoleh dari alat-alat bukti, barang
bukti dan keterangan terdakwa sendiri yang membenarkan identitasnya
106
Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas
Dan Angkutan Jalan
69
dalam surat dakwaan penuntut umum, maka terdakwa yang diajukan
dalam perkara ini adalah Adi Irawan alias Adi sebagai manusia yang dapat
mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dengan demikian, maka unsur
„setiap orang‟ telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum.
Kedua, „mengemudikan kendaraan bermotor karena kelalaiannya‟
terlihat dari fakta hukum yang terungkap dalam persidangan, yaitu bahwa
terdakwa Adi Irawan pada hari Selasa tanggal 29 September 2015 sekitar
pukul 10.00 Wita Terdakwa atas nama Adi Irawan mengendarai sepeda
motor Honda Verza dengan nomor polisi DN 5189 JN dengan tidak hati-
hati dimana sepeda motor yang dikendarainya melaju kencang dengan
kecepatan kurang lebih 90 Km/jam dari arah Selatan menuju Utara atau
dari arah Palu menuju Sojol, sementara itu korban Muhammad Hidaitul
Rahman yang masih berusia 4 (empat) tahun bergerak dari arah timur ke
barat atau dari arah sebelah kanan menuju sebelah kiri jalan. Pada saat itu
terdakwa tidak memperhatikan korban Muhammmad Hidaitul Rahman
yang sedang berada dipinggir jalan sebelah kanan hendak menyebrang
dimana pada saat itu korban Muhammad Haidatul Rahman muncul dari
belakang mobil yang sedang parkit dibahu jalan sebelah kanan. Ketika itu
sepeda motor yang dikendarai oleh Terdakwa melaju kencang sehingga
tidak bisa dikendalikan lagi oleh terdakwa sehingga membuat sepeda
motor menabrak badan korban Hidaitul Rahman serta membuat korban
korban Hidaitul Rahman terpental ke bahu jalan sebelah kanan kalau dari
arah Palu menuju ke Sojol. Dengan demikian akibat perbuatan terdakwa
menyebabkan korban Hidaitul Rahman meninggal dunia. Berdasarkan
fakta hukum diatas, maka unsur „mengemudikan kendaraan bermotor yang
karena kelalaiannya‟ telah terbukti dan meyakinkan menurut hukum.
Ketiga, unsur „Yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia‟,
yang dimaksudkan dengan meninggal dunia disini adalah matinya orang
yang disini tidak dimaksud sama sekali oleh terdakwa melainkan kematian
tersebut merupakan akibat dari kurang hati-hati atau karena kelalaian
terdakwa. Berdasarkan pengertian di atas, dihubungkan dengan
70
meninggalnya korban dapat dibuktikan dan didukung oleh surat
keterangan meninggal dunia nomor 400/126-747/X/2015 tanggal 30
September 2015 yang ditandatangani oleh dokter Puskesmas Tambu dr.
Ivan Adeputra Kawile yang menerangkan bahwa korban atas nama
Muhammad Hidaitul Rahman benar telah meninggal dunia pada hari
Selasa tanggal 29 September 2015 sekitar pukul 10.00 Wita dengan tanda-
tanda kematian pernafasan tidak ada, bunyi jantung tidk terdengar dan
denyut nadi tidak teraba. Dengan demikian, unsur tersebut telah terpenuhi
dan meyakinkan menurut hukum.
Putusan Majelis Hakim dalam pemberian sanksi tentunya tidak lepas
dari pertimbangan hal-hal yang memberatkan dan meringankan, namun
dalam putusan nomor 27/Pid.Sus/2016/PT PAL tidak ditemukan hal-hal
yang meringankan terdakwa melainkan hal-hal yang memberatkan
terdakwa yang tercantum dalam putusan tersebut, yaitu terdakwa terlalu
ceroboh dan kurang hati-hati ketika melintas daerah pemukiman
seharusnya mengurangi kecepatannya bukan malah memacu kecepatan
sepeda motornya dengan kecepatan tinggi sehingga terdakwa tidak bisa
mengendalikan sepeda motornya saat seorang anak menyebrang jalan dan
menyebabkan korban meninggal dunia. Hal tersebut merupakan
pertimbangan Majelis Hakim dalam memperbaiki putusan nomor
243/Pid.Sus/2015/PN.Dgl tanggal 23 Februari 2016 yang didalamnya
terdakwa diberikan sanksi dengan pidana 8 (bulan) penjara menjadi 1
(satu) tahun 6 (enam) bulan penjara yang termaktub dalam putusan nomor
27/Pid.Sus/2016/PT PAL.
Berdasarkan analisa di atas, penulis berkesimpulan bahwa hakim
kurang jeli dalam melakukan pertimbangan atas penjatuhan sanksi pidana
terhadap terdakwa. Menurut penulis sanksi pidana yang dijatuhkan oleh
hakim itu sangat ringan, yaitu hanya 1 (satu) 6 (enam) bulan pidana
penjara. Majelis hakim semestinya memperhatikan dengan cermat
terhadapa hal-hal yang memberatkan terdakwa. Hal yang memberatkan
yaitu terdakwa bertindak ceroboh dan kurang hati-hati ketika melintas
71
daerah pemukiman seharusnya mengurangi kecepatannya bukan malah
memacu kecepatan sepeda motornya dengan kecepatan tinggi sehingga
terdakwa tidak bisa mengendalikan sepeda motornya saat seorang anak
menyebrang jalan dan menyebabkan korban meninggal dunia. dan kurang
hati-hati ketika melintas daerah pemukiman seharusnya mengurangi
kecepatannya bukan malah memacu kecepatan sepeda motornya dengan
kecepatan tinggi sehingga terdakwa tidak bisa mengendalikan sepeda
motornya saat seorang anak menyebrang jalan dan menyebabkan korban
meninggal dunia.
Hal tersebut sudah menunujukkan bahwa terdakwa memang benar
melakukan kelalaian dalam menggunakan kendaraan bermotornya yang
menyebabkan hilangnya nyawa orang lain. Jadi, apabila ditinjau
berdasarkan pemidanaan yang terdapat dalam pasal 310 ayat 4 Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
maka pidana penjara yang diberikan 1 (tahun) 6 (enam) bulan terlalu
ringan dari hukuman maksimal 6 (enam) tahun penjara. Pidana penjara
yang diberikan dalam putusan Nomor 27/Pid.Sus/2016/PT PAL jelas tidak
memberikan efek jera, padahal salah satu tujuan adanya hukum adalah
menciptakan efek jera bagi pelaku.107
Demikianlah analisis putusan
Nomor 27/Pid.Sus/2016/PT PAL ditinjau dari hukum positif.
Adapun bila ditinjau dari hukum Islam, menurut para fuqaha tindakan
pelaku kelalaian lalu lintas yang menyebakan hilangnya nyawa orang
termasuk dalam pembunuhan karena kesalahan. Menurut Abdul Qadir
Audah,108
pembunuhan karena kesalahan adalah pembunuhan karena
kekeliuran dimana pelaku sengaja melakukan suatu perbuatan, tetapi tidak
ada maksud untuk mengenai orang melainkan karena terjadi kekeliuran
baik dalam perbuatannya maupun dalam dugaannya. Pengertian yang
diberikan oleh Abdul Qadir Audah dipertegas oleh Wahbah Zuhaili yaitu
107
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), h., 39. 108
Abd Al-Qadir Audah, At-Tasyri Al-Jinaiy Al-Islamiy, Juz II, (Al-Arabi: Dar al-Kitab
al-Ilmiyah, tt), h., 104.
72
pembunuhan karena kesalahan adalah pembunuhan yang terjadi tanpa
maksud melawan hukum, baik dalam perbuatannya maupun objeknya.109
Unsur-unsur pembunuhan karena kesalahan sebagaimana yang
dikemukan oleh Abdul Qadir Audah antara lain;110
Pertama, „Adanya
Perbuatan yang Mengakibatkan Matinya Korban‟. Untuk terwujudnya
tindak pidana pembunuhan karena kesalahan diisyaratkan adanya
perbuatan yang dilakukan oleh pelaku terhadap korban, baik dikehendaki
perbuatan tersebut maupun tidak. Pembunuhan karena kelalaian juga
diisyaratkan mengakibatkan kematian, baik pada saat itu maupun
sesudahnya, apabila korban tidak mati maka tindak pidana tersebut
termasuk dalam tindak pidana atas selain jiwa karena kesalahan, bukan
pembunuhan.
Kedua, Perbuatan Tersebut Terjadi Karena Kelalaian‟ Unsur
kelalaian ini terdapat apabila dari suatu perbuatan timbul akibat yang tidak
dikehendaki oleh pelaku. Dengan demikian, dalam pembunuhan ini
kematian terjadi akibat kelalaian pelaku karena kurang berhati-hati.
Ketidakhati-hatian itu sendiri pada dasarnya tidak menyebabkan adanya
hukuman, kecuali apabila terdapat kerugian kepada pihak lain. Dengan
demikian apabila terdapat kerugian maka terdapatlah pertanggungjawaban
dari kelalaian dan apabila tidak ada kerugian maka tidak ada
pertanggungjawaban.
Ketiga, „Adanya Hubungan Sebab Akibat Antara Kekeliuran dan
Kematian‟. Untuk adanya pertanggungjawaban bagi pelaku dalam
pembunuhan karena kelalaian diisyaratkan bahwa kematian merupakan
akibat dari kelalaian tersebut. Dengan demikian, kelalaian merupakan
penyebab bagi kematian terdapat hubungan sebab akibat, apabila
109
Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, Juz VI, (Damaskus, Dar Al-Fikr,
1989), h., 223.
110 Abd Al-Qadir Audah, At-Tasyri Al-Jinaiy Al-Islamiy, Juz II, (Al-Arabi: Dar al-Kitab
al-Ilmiyah, tt), h., 108-109.
73
hubungan tersebut terputus maka tidak ada pertanggungjawaban bagi
pelaku.
Sanksi bagi pelaku al-qatl al-khata terbagi menjadi 2 macam yaitu
sanksi pokok dan sanksi tambahan. Sanksi pokok terhadap pembunuhan
karena kesalahan yaitu diyat dan kifarat. Hukuman diyat karena kesalahan
adalah diyat mukhaffafah, yaitu diyat yang diperingan.111
Dasar
disyariatkannya perintah diyat terdapat dalam firman Allah Swt yaitu
dalam Q.s. An-Nisa (5): 92:
Artinya: “Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang
mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan
Barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia
memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat
yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka
(keluarga terbunuh) bersedekah. jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir)
yang ada Perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, Maka
(hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada
keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang
beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, Maka hendaklah ia (si
111
A. Djazuli, Fiqh Jinayah Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam, (Jakarta, PT
Raja Grafindo Persada, 1997), h., 41.
74
pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat
dari pada Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Diat mukhaffah adalah diat yang berlaku pada pembunuhan karena
kelalaian yang dibebankan kepada ahli waris pelaku pembunuhan dan
dibayar dengan jumlah diat 100 ekor unta yang jika diperinci adalah 20
ekor unta bintu ma’khad (unta betina berumur 2 tahun), 20 ekor unta ibnu
ma’khad (unta jantan berumur 2 tahun) menurut Hanafiyah dan Hanabilah
(unta jantan berumur 3 tahun), menurut Malikiyah dan Syafi‟iyah, 20 ekor
unta bintu labun (unta betina unur 3 tahun), 20 ekor unta hiqqah (unta
umur 4 tahun), 20 ekor unta jadza’ah (umur 5 tahun)112
. Pembayaran diat
dibebankan kepada aqilah. Sayid sabiq menjelaskan bahwa aqilah adalah
kelompok yang secara bersama-sama menanggung pembayaran diat dan
mereka adalah kelompok ashabah, yaitu semua kerabat laki-laki dari pihak
bapak yang balig, berakal, dan mampu. Dengan demikian, pihak
perempuan, anak kecil, orang gila, dan miskin tidak termasuk dalam
kelompok aqilah.113
Pembebanan diat kepada aqilah dalam pembunuhan
karena kelalaian didasarkan kepada hadist yang diriwayatkan oleh Abu
Dawud sebagai berikut:
Artinya: Dari Jabir bahwa dua orang perempuan dari kabilah Hudzail salah
satunya membunuh yang lainnya, dan wanita itu masing-masing
mempunyai suami dan anak. Maka Rasulullah Saw menjadikan diat si
112
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, h., 176
113 Sayid Sabiq, Fiqh As-Sunnah, Juz II, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1980), h., 470.
75
terbunuh atas „aqilah (keluarga) pembunuh, sedangkan suami dan anaknya
dibebaskan dari kewajiban membayar diat. Berkata Jabir: Berkata „aqilah
korban (terbunuh): Apakah warisannya jatuh ke tangan kami? Maka
Rasulullah Saw bersabda: Tidak, warisannya tetap untuk suami dan
anaknya. (H.r. Abu Dawud).114
Kewajiban kafarat dilakukan dengan memerdekakan hamba sahaya
yang mukmin, namun apabila tidak tidak diperoleh hamba sahaya maka
penggantinya adalah berpuasa selama dua bulan berturut-turut. Allah
berfirman dalam dalil yang sama, yaitu dalam Alquran Q.s. An-Nisa (5):
92, yaitu:
Artinya: “Barangsiapa yang tidak memperolehnya, Maka hendaklah ia (si
pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat
dari pada Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Kafarat ini disesuaikan dengan jumlah korban meninggal menurut
pendapat sebagian ulama, jadi misalnya dalam kasus kecelakaan yang
meninggal sebanyak dua orang, maka pelaku harus membebaskan dua
hamba sahaya mukmin atau berpuasa dua bulan berturut-turut dua kali.
Pendapat yang kedua mengatakan bahwa cukup satu kafarat saja.115
Hukuman tambahan untuk tindak pidana pembunuhan karena
kesalahan adalah penghapusan hak waris dan wasiat. Namun dalam
masalah ini, seperti dikemukakan dalam hukuman pembunuhan sengaja,
tidak ada kesepakatan dalam kalangan fuqaha. Menurut jumhur ulama,
pembunuhan karena keslahan dikenakan hukuman tambahan karena
pembunuhan ini termasuk dalam pembunuhan yang melawan hukum.
114
Muhammad ibn Ali Asy-Syaukani, Nail Al-Authar, Juz VII, (Saudi Arabia: Idarah Al-
Bhutus Al-Ilmiah, tt), h., 242.
115 Assadulloh Al-Faruk, Hukum Pidana Dalam Sistem Hukum Islam, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2009), h., 111.
76
Dengan demikian, walaupun pembunuhan terjadi karena kesalahan,
penghapusan hak waris dan wasiat tetap diterapkan kepada pelaku, akan
tetapi Imam Malik berpendapat pembunuhan karena kesalahan tidak
menyebabkan hilangnya hak waris dan wasiat karena pelaku sama sekali
tidak berniat melakukan perbuatan yang dilarang yaitu pembunuhan.116
Bila dihubungkan dengan kelalaian lalu lintas yang menyebabkan
hilangnya nyawa orang lain dalam putusan nomor 27/Pid.Sus/2016/PT
PAL yang dilakukan oleh terdakwa Adi Irawan maka perlu diuraikan
penjelasannya. Pelaku pada faktanya tidak hati-hati mengemudikan
kendaraannya dan menyebabkan korban meninggal dunia di lalu lintas dan
membuat pihak keluarga merasa sangat kehilangan, sehingga boleh
dikategorikan tindakan pelaku tersebut adalah tindakan pembunuhan
karena kesalahan dalam hukum pidana Islam.
Pada tataran pembunuhan karena kelalaian yang terjadi di lalu lintas,
dalam hukum pidana Islam pelaku dikategorikan dalam jarimah diat
adalah jarimah yang diancam dengan dengan hukuman diat dan sudah
diatur hukumannya oleh syara‟. Perbedaannya dengan hukuman had
adalah bahwa hukuman had merupakan hak Allah (hak masyarakat)
sedangkan diat merupakan hak individu. Diat merupakan hak manusia
maka hukuman tersebut bisa dimaafkan atau digugurkan oleh korban atau
keluarganya.
116
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, h., 178.
77
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis mengamati dengan cermat uraian diatas, maka penulis
mengambil kesimpulan sebagaimana berikut :
1. Penerapan hukum pidana oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Palu
dalam putusan Nomor 27/Pid.Sus/2016/PT PAL tentang kelalaian lalu
lintas yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain adalah pasal 310
ayat 4 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas
Dan Angkutan Jalan sudah tepat. Terdakwa Adi Irawan juga telah
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
kelalaian lalu lintas yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain
berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, alat bukti
yang diajukan oleh jaksa penuntut umum dan juga hasil Visum Et
Repertum, selain itu terdakwa diangap sehat secara jasmani maupun
rohani sehingga dianggap mampu untuk mempertanggungjawabkan
perbuatannya. Dalam putusan pengadilan Nomor 27/Pid.Sus/2016/PT
PAL tentang tindak pidana kelalaian lalu lintas yang menyebabkan
hilangnya nyawa orang lain telah terpenuhi unsur-unsur yang terdapat
dalam pasal 310 ayat 4 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. Putusan pengadilan Nomor
27/Pid.Sus/PT PAL adalah hasil banding yang diajukan oleh Jaksa
Penuntut Umum atas putusan pengadilan 243/Pid.Sus/2015/PN.Dgl yang
dianggap tidak memberikan efek jera dan tidak memenuhi rasa keadilan
menurut pandangan Jaksa Penuntut Umum. Majelis Hakim Pengadilan
Tinggi Palu memberikan pertimbangan bahwa Hakim Tingkat pertama
telah benar namun mengenai penjatuhan pidana terhadap terdakwa
perlu diperbaiki karena terdakwa terlalu ceroboh dan kurang hati-hati
78
2. dalam memacu sepeda motornya sehingga hukuman tersebut
diperbaiki dari 8 (delapan) bulan penjara menjadi 1 (satu) tahun 6
(enam) bulan penjara.
3. Sanksi yang dijatuhkan kepada terdakwa atas nama Adi Irawan dalam
perbuatannya melakukan kelalaian dalam menggunakan sepeda
motornya di lalu lintas sehingga menyebabkan orang lain meninggal
dunia didasarkan pada pasal 310 ayat 4 Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. Berdasarkan
pasal tersebut Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Palu menganggap
kualifikasinya telah terpenuhi sehingga menjatuhkan sanksi pidana
penjara satu tahun enam bulan penjara dengan ketentuan terdakwa
tetap ditahan dan dikurangi masa tahanan yang telah dijalani.
Demikian ini yang mnejadi sanksi yang dijatuhkan terdakwa ditinjau
dari hukum pidana positif. Ditinjau dari hukum pidana islam, terdakwa
Adi Irawan digolongkan sebagai pelaku pembunuhan karena kesalahan
karena tidak ada niat sama sekali pelaku untuk melakukan
pembunuhan. Sanksi bagi pelaku pembunuhan karena kelalaian yaitu
diat mukhaffafah dengan 100 ekor unta dan kafarat dengan cara
memerdekan hamba sahaya atau berpuasa selama dua bulan berturut-
turut yang kedua pelaksanaan hukuman tersebut dibebankan kepada
aqilah.
B. Saran
1. Kepada para penegak hukum dan pemerintah agar bisa memberikan
hukuman yang setimpal bagi pelaku kelalaian lalu lintas yang
menyebabkan hilangnya nyawa orang lain supaya dapat memberikan
efek jera dan memenuhi rasa keadilan. Pemerintah bersama aparat
penegak hukum harus juga memperhatikan langkah-langkah preventif
untuk kedepannya, sehingga tidak akan ada lagi pelaku yang
melakukan kelalaian lalu lintas yang membuat orang lain meninggal
dunia.
79
2. Kepada masyarakat luas, agar lebih hati-hati dalam menggunakan
kendaraan bermotor di lalu lintas serta senantiasa menta‟ati peraturan-
peraturan lalu lintas. Misalnya, ada rambu lalu lintas yang menandakan
kecepatan maksimum dalam daerah tersebut adalah 40 km/jam, maka
tidak boleh lebih dari kecepatan 40 km/jam. Banyak hikmah yang
dapat diambil dari beberapa kasus yang sudah terjadi, setidaknya
penting untuk menta‟ati rambu-rambu lalu lintas agar tidak terjadi hal-
hal yang tidak dinginkan.
80
DAFTAR PUSTAKA
Alquranul Karim
Hadist Rasulullah Saw
Buku Dan Jurnal:
A. Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1976.
Adji, Indrianto Seno, Pergeseran Hukum Pidana, Jakarta: Diadit Media, 2012.
Ahmad Wardi, Muslich, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2005.
Ahmadi, Fahmi Muhammad dan Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum,
Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 210.
Al-Faruk, Asadullah, Hukum Pidana Dalam Sistem Hukum Islam, Bogor: Ghalia
Indonesia, 2009.
Ali, Achmad, Menguak Teori Hukum Dan Teori Peradilan Vol. 1, Jakarta:
Kencana, 2010.
Ali, Mahrus, Dasar-Dasar Hukum Pidana, cet. 1, Jakarta: Sinar Grafika, 2011.
Arifin, Mohammad, Teori Dan Filsafat Hukum; Telaah Kritis Atas Teori-Teori
Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993.
Atmasasmita, Romli, Perbandingan Hukum Pidana, cet. 2, Bandung: Mandar
Maju, 2000.
Chazawi, Adam, Pelajaran Hukum Pidana I, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2008.
Djazuli, Ahmad, Fiqh Jinayah; Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Hukum
Pidana Islam, cet. 3, Jakarta: PT Bulan Bintang, 1967.
Effendy, Rusli, Asas-Asas Hukum Pidana, Ujung Pandang: Lembaga Penelitian
Universitas Muslim Indonesia, 1989.
Hambal, Ahmad Ibnu, Musnad Imam Ahmad Bin Hambal, Beirut: Dar Kitab Al-
Ilmiyah, Hadist Nomor 3822.
Hanafi, “Reformasi Sistem Pertanggungjawaban Pidana”, Jurnal Hukum, Vol.
VI, 11, (1999): 22-31.
Hanafi, Ahmad, Azas-Azas Hukum Pidana Islam, Jakarta: PT Bulan Bintang,
1967.
81
Hendrawan, Budi. “Hubungan Antara Kesengajaan Terhadap
Pertanggungjawaban Pidana Dalam Kasus Kecelakaan Lalu Lintas Di
Jalan Yang Menyebabkan Hilangnya Nyawa Orang Seseorang”. USU Law
Journal. Vol. III, 1, (2015): 51-72.
Huda, Chairul, Dari Tiada Pidana Tanpa kesalahan Menuju Kepada Tiada
Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Jakarta: Kencana, 2006.
Ilyas, Amir, Asas-Asas Hukum Pidana: Memahami Tindak Pidana Dan
Pertanggungjawaban Sebagai Syarat Pemidanaan, cet. 1, Yogyakarta:
Rangkang Education Yogyakarta & PuKAP Indonesia, 2012.
Lamintang, PAF, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung: Citra Aditya,
2011.
Marala, Andi Zaenal, “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Kelalaian Pengemudi
Yang menimbulkan Kecelakaan Kecelakaan Jalan Raya”. Lex Crimen.
Vol. IV, 5, (2015): 124-131.
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Group,
2008.
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Yogyakarta: Rineka Cipta, 2008
Moeljatno, Perbuatan Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana, Jakarta: Bina
Aksara, 1983.
Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Roda Karya, 2004.
Mubarok, Jaih, Kaidah Fiqh Jinayah, Jakarta: Pustaka Bani Quraisy, 2004.
Mujieb, M.Abdul dkk, Kamus Istilah Fiqh, cet. 3, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994.
Muslich, Ahmad Wardi, Hukum Pidana Islam, cet. 1, Jakarta: Sinar Grafika,
2005.
Muslich, Ahmad Wardi, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fiqh Jinayah,
Jakarta: Sinar Grafika, 2004.
Prodjodikoro, Wijono, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia, Bandung: PT Refika
Aditama, 2014.
R Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-
Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor: Politea, 1996.
Reggong, Ruslan, Hukum Pidana Khusus: Memahami Delik-Delik di Luar KUHP,
cet. 1, Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP, 2016.
82
Saleh, Roeslan, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana; Dua
Pengertian Dalam Hukum Pidana, Jakarta: Aksara Baru, 1981.
Santoso, Topo, Menggagas Hukum Pidana Islam, cet. 2, Bandung: As-Syamil
Press & Grafika, 2001.
Soekanto, Soejono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2003.
Soekanto, Soejono, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008.
Supardjaja, Komariah Emong, Ajaran Melawan Hukum Dalam Hukum Pidana
Indonesia, Bandung: Alumni, 2002.
Usman, Husni dan Purnomo Setiadi Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta:
Bumi Aksara, 1998.
Warpani, Suwardjoko, Pengelolaan Lalu Lintas & Angkutan Jalan, Bandung:
Penerbit ITB, 2002.
Undang-Undang:
Pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
Putusan Pengadilan:
Putusan Pengadilan Tinggi Palu Nomor 27/Pid.Sus/2016/PT Pal
Skripsi:
Bogiyanto, Iwan, “Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Kasus Kelalaian
Pengemudi Yang menimbulkan Kecelakaan Di Jalan Raya; Tinjauan
Yuridis UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan
Jalan”, Skripsi S1 Fakultas Hukum UPN VETERAN, 2011.
Internet:
https://id.wikipedia.org/wiki/Mukallaf pada Kamis, 19 Juli 2018 pada pukul 02.46 Wib.
Huda, Ikhsanul, “Angka Kecelakaan Lalu Lintas Di Indonesia Termasuk
Tertinggi Di ASEAN”. Artikel Diakses pada 7 Februari 2018 dari
www.tribunnews.com.
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
SALINAN
P U T U S A N
Nomor 27/Pid.Sus/2016/PT PAL
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
PENGADILAN TINGGI SULAWESI TENGAH di Palu yang memeriksa
dan mengadili perkara-perkara pidana dalam peradilan tingkat banding, telah
menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara Terdakwa ;
N a m a : ADI IRAWAN Alias ADI;
Tempat lahir : Karya Mukti;
Umur / Tgl Lahir : 26 Tahun / 23 November 1989;
Jenis kelamin : Laki – laki;
Kebangsaan : Indonesia;
Tempat tinggal : Desa Karya Mukti, Kec. Damsol, Kab.
Donggala;
A g a m a : Islam;
Pekerjaan : Swasta;
Terdakwa berada dalam tahanan berdasarkan Penetapan Penahanan
dari:
1. Penyidik sejak tanggal 13 Oktober 2015 s/d tanggal 01 November 2015 ;
2. Perpanjangan Penahanan oleh Penuntut Umum, sejak tanggal 02
November 2015 s/d tanggal 11 Desember 2015 ;
2. Penuntut Umum, sejak tanggal 10 Desember 2015 sampai dengan
tanggal 29 Desember 2015 ;
3. Hakim Pengadilan Negeri Donggala, sejak tanggal 22 Desember 2015 s/
d tanggal 20 Januari 2016 ;
4. Perpanjangan Ketua Pengadilan Negeri Donggala, sejak tanggal 21
Januari 2016 s/d tanggal 20 Maret 2016 ;
6. Hakim Pengadilan Tinggi Sulawesi Tengah sejak tanggal 25 Pebruari 2016
s/d tanggal 25 Maret 2016;
7. Perpanjangan Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Tengah, sejak tanggal
26 Maret 2016 s/d tanggal 24 Mei 2016 ;
Terdakwa tidak didampingi Penasihat Hukum;
Pengadilan Tinggi tersebut;
1
Halaman 1 dari 9 Putusan Nomor 27/PID/2016/PT PAL
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Telah membaca Penetapan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi
Tengah, tanggal 11 Maret 2016 Nomor 27/Pid.Sus/2016/PT PAL tentang
Penunjukan Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara Terdakwa
tersebut;
Telah membaca berkas perkara dan surat-surat yang bersangkutan serta
turunan resmi putusan Pengadilan Negeri Donggala Nomor : 243/Pid.Sus/2015/
PN.Dgl, tanggal 23 Februari 2016 ;
Menimbang, bahwa Jaksa Penuntut Umum telah mengajukan Terdakwa
di depan persidangan dengan surat dakwaan NO.REG.PERK:PDM- 94/
DONGGALA/Euh.2/12/2015, tanggal 10 Desember 2015 yang berbunyi sebagai
berikut :
-------- Bahwa Terdakwa ADI IRAWAN Alias ADI, pada hari Selasa tanggal 29
September 2015 sekitar pukul 10.00 Wita atau setidak-tidaknya pada suatu
waktu dalam bulan September 2015, bertempat di Jalan Trans Palu – Tolitoli
yang terletak di Desa Ponggerang, Kecamatan Dampelas Kabupaten Donggala
atau setidak – tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah
hukum Pengadilan Negeri Donggala yang berwenang mengadili dan
memeriksa, Terdakwa telah mengemudikan Kendaraan Bermotor yang
karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas sehingga
mengakibatkan orang lain meninggal dunia yaitu terhadap korban Muhamad
Hidaitul Rahman. Perbuatan tersebut dilakukan oleh Terdakwa dengan cara
sebagai berikut:
⇒ Berawal pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut diatas,Terdakwa
yang mengendarai sepeda motor Honda Verza DN 5189 JN dengan
tidak hati – hati dimana sepeda motor yang dikendarainya melaju
kencang dengan kecepatan ± 90 Km/jam dari arah Selatan menuju Utara
atau dari arah Palu menuju Sojol, sementara itu Korban Muhamad
Hidaitul Rahman yang masih berusia 4 (empat) tahun bergerak dari arah
timur ke barat atau dari arah sebelah kanan jalan menuju ke sebelah kiri
jalan. Pada saat itu Terdakwa tidak memperhatikan Korban Muhamad
Hidaitul Rahman yang sedang berada dipinggir jalan sebelah kanan
hendak menyeberang dimana pada saat itu Korban Muhamad Hidaitul
Rahman muncul dari belakang mobil yang sedang parkir di bahu jalan
sebelah kanan. sedangkan ketika itu sepeda motor yang dikendarai oleh
2
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Terdakwa melaju kencang sehingga tidak bisa dikendalikan lagi oleh
Terdakwa dan membuat sepeda motor Terdakwa menabrak badan
korban Muhamad Hidaitul Rahman sehingga membuat Korban Muhamad
Hidaitul Rahman terpental ke bahu jalan sebelah kanan kalau dari arah
Palu menuju ke Sojol. Dan tidak lama kemudian datang warga untuk
menolong korban dan membawa korban ke Puskesmas Sabang akan
tetapi tidak berselang lama kemudian Korban Mohamad Hidaitul Rahman
meninggal dunia.
⇒ Bahwa akibat perbuatan dari Terdakwa tersebut, korban Muhamad
Hidaitul Rahman meninggal dunia sesuai dengan hasil Visum et
Repertum dari Puskesmas Tambu nomor: 400/51-300d/VII/VER/2015
tanggal 30 September 2015 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr.
IVAN ADEPUTRA KAWILE dokter pada Puskesmas Tambu, dengan
hasil pemeriksaan terhadap MUHAMAD HIDAITUL RAHMAN sebagai
berikut:
• Kondisi umum: korban meninggal dunia
• Kepala:
1. Luka robek pada dahi kiri dengan ukuran panjang 3 CM, lebar
1 CM, dalam 1 CM, dasar luka lemak.
2. Luka lecet pada dahi bagian tengah, diameter 4 CM.
3. Kedua pupil mata sama lebar, 4 CM.
4. Hidung: perdarahan dari kedua lubang hidung, tidak ditemukan
/ fan tanda patah tulang / fraktur hidung.
5. Telinga: perdarahan dari kedua lubang telinga.
6. Rahang bawah: ditemukan tanda patah tulang rahang bawah
(fraktur mendibula) pada sisi kanan dan kiri dari garis tengah
tubuh, tidak ada luka terbuka pada area rahang.
7. Gigi-geligih: Tampak utuh
• Perut:
1. Ditemukan empat luka gores pada perut kiri atas, masing-
masing dengan ukuran 2 Cm, 1 Cm, 3 Cm, dan 3 Cm, dengan
arah sejajar bidang horizontal tubuh.
2. Ditemukan luka lecet pada perut kiri bawah, dengan ukuran
panjang 3 Cm.
3
Halaman 3 dari 9 Putusan Nomor 27/Pid.Sus /2016/PT PAL
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
• Bokong (Gluteus) kanan: ditemukan luka lecet dengan ukuran panjang 3
Cm.
• Bokong (Gluteus) kiri: ditemukan luka lecet dengan ukuran panjang 1
Cm.
• Extremitas (Anggota gerak) atas:
• Luka lecet pada siku kanan, ukuran diameter 3 Cm.
• Extremitas (anggota gerak) bawah:
1. Paha kanan: bengkak, warna kebiruan, ditemukan tanda patah
tulang paha kanan, tidak ditemukan tanda luka terbuka.
2. Paha kiri: luka robek pada sisi paha belakang, dengan ukuran
panjang 7 Cm, lebar 4 Cm, dalam luka 1 Cm, dasr luka lemak,
tepi luka tidak rata.
3. Tumit kanan: ditemukan dua luka robek, masing-masing:
a. Ukuran panjang 4 Cm, lebar 1 Cm, dalam 1 Cm, dasar luka
lemak, tepi luka tidak rata
b. Ukuran panjang 3 Cm, lebar 1 Cm, dalam 0,5 Cm, dasar
luka lemak, tepi luka tidak rata.
• Tanda kematian:
1. Pernafasan: tidak ada
2. Bunyi jantung tidak terdengar
3. Denyut nadi: tidak teraba
4. Tekanan darah: tidak terukur
5. Lebam mayat: belum ditemukan
6. Kaku mayat: belum ditemukan
7. Pembusukan: belum ditemukan
8. Suhu: dengan perabaan menggunakan tangan, suhu tubuh
mayat terasa hangat.
⇒ Dan didukung oleh surat Keterangan Meninggal Dunia nomor
No.400/126-747/X/2015 tanggal 30 September 2015 yang ditanda
tangani oleh dokter Puskesmas Tambu dr. IVAN ADEPUTRA KAWILE
yang menerangkan bahwa Muhamad Hidayatul Raman; Umur: 4 tahun;
benar telah meninggal dunia pada hari Selasa tanggal 29 September
2015, sekitar pukul 10.00 Wita.
4
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
-------- Perbuatan Terdakwa tersebut diatur dan diancam pidana dalam
Pasal 310 Ayat (4) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Menimbang, bahwa berdasarkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum NO.
REG. PERK : PDM-94/Donggala/Euh.2/12/2015, tanggal 16 Februari 2016,
Terdakwa telah dituntut sebagai berikut :
1. Menyatakan Terdakwa ADI IRAWAN Alias ADI bersalah melakukan
tindak pidana “mengemudikan kendaraan bermotor yang karena
kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas sehingga
mengakibatkan orang lain meninggal dunia” sebagaimana diatur
dan diancam pidana dalam Pasal 310 ayat (4) Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2009 tentang Laluslintas dan
Angkutan Jalan sebagaimana dalam dakwaan penuntut umum;
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa ADI IRAWAN Alias ADI
dengan pidana penjara selama 2 (dua) Tahun dan 6 (enam) bulan
dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan sementara
dengan perintah agar Terdakwa tetap ditahan;
3. Menyatakan barang bukti berupa:
• 1 (satu) Unit Sepeda Motor Honda VERSA DN 5189 JN;
• 1 (satu) lembar STNK/SKPD Sepeda Motor Honda VERSA DN 5189 JN;
• 1 (satu) lembar SIM C An. ADI IRAWAN;
Dikembalikan kepada Terdakwa Adi Irawan;
4. Menetapkan agar Terdakwa ADI IRAWAN Alias ADI dibebani
membayar biaya perkara sebesar Rp.2000,- (dua ribu rupiah).
Menimbang, bahwa atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum tersebut,
Pengadilan Negeri Donggala telah menjatuhkan putusan yang dibacakan pada
tanggal tanggal 23 Februari 2016, yang amarnya berbunyi sebagai berikut :
1. Menyatakan bahwa Terdakwa ADI IRAWAN Alias ADI, telah terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Karena
Kelalaiannya Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas Yang
Menyebabkan Orang Lain Meninggal Dunia”;
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana
penjara selama 8 (delapan) bulan;
5
Halaman 5 dari 9 Putusan Nomor 27/Pid.Sus /2016/PT PAL
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh
Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
4. Menetapkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan;
5. Memerintahkan barang bukti berupa:
• 1 (satu) Unit Sepeda Motor Honda VERSA DN 5189 JN;
• 1 (satu) lembar STNK/SKPD Sepeda Motor Honda VERSA DN 5189 JN;
• 1 (satu) lembar SIM C An. ADI IRAWAN;
Dikembalikan kepada Terdakwa Adi Irawan;
6. Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara
sebesar Rp.2000,- (dua ribu rupiah);
Menimbang, bahwa terhadap putusan tersebut Jaksa Penuntut Umum
telah menyatakan banding dihadapan Panitera Pengadilan Negeri Donggala,
pada tanggal 25 Februari 2016 sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan
Banding No. 2/Akta.Pid/2016/PN.DGL dan permohonan banding tersebut telah
diberitahukan secara seksama kepada Terdakwa pada tanggal 29 Februari
2016;
Menimbang, bahwa Jaksa Penuntut Umum telah mengajukan memori
banding pada tanggal 01 Maret 2016 yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan
Negeri Donggala pada tanggal 02 Maret 2016 dan selanjutnya memori banding
tersebut telah diberitahukan/diserahkan secara seksama kepada Terdakwa
pada tanggal 03 Maret 2016 ;
Menimbang, bahwa Terdakwa tidak mengajukan Kontra Memori
Banding berdasarkan Surat Keterangan belum mengajukan kontra memori
banding tertanggal 10 Maret 2016
Menimbang, bahwa sebelum berkas perkara banding dikirim ke
Pengadilan Tinggi, kepada Jaksa Penuntut Umum dan kepada Terdakwa telah
diberi kesempatan untuk mempelajari berkas perkara selama 7 (tujuh) hari oleh
Panitera Pengadilan Negeri Donggala, sebagaimana Akta pemberitahuan
mempelajari berkas perkara banding, masing-masing pada tanggal 03 Maret
2016 ;
Menimbang, bahwa permintaan pemeriksaan pada tingkat banding
yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum diajukan dalam tenggang waktu
dan cara serta syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-undang maka
permintaan banding tersebut secara formal dapat diterima;
6
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa Jaksa Penuntut Umum dalam memori
bandingnya mengemukakan alasan-alasan sebagai berikut :
1. Bahwa amar putusan tersebut dalam hal penjatuhan pidana badannya
kurang memenuhi rasa keadilan dan terlalu ringan dan tidak setimpal
dengan kesalahan Terdakwa dikarenakan tujuan penjatuhan pidana bukan
hanya untuk membuat si pelaku menjadi jera akan tetapi juga menjadikan
pelajaran kepada orang lain untuk berfikir berulang kali untuk melakukan
kejahatan serupa (pencegahan / prefentif). Jika hal tersebut dihubungkan
dengan putusan Mejelis Hakim dalam perkara ini maka kami kuatirkan
terlalu ringannya penjatuhan pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa
tidak akan memberikan efek jera kepada pelaku dan tidak membuat
maksimalnya fungsi pencegahan / prefentif dari penjatuhan pidana tersebut.
Selain itu terlalu ringannnya penjatuhan pidana bagi Terdakwa tersebut
kurang memenuhi rasa keadilan masyarakat dikarenakan akibat dari
perbuatan terdakwa tersebut mengakibatkan korban MUHAMAD HIDAITUL
RAHMAN meninggal dunia sehingga mengakibatkan keluarga besar korban
mengalami kesedihan yang berkepanjangan ;
2. Bahwa Judex Factie dalam pertimbangannya mengemukakan bahwa pada
saat itu Terdakwa mengendarai sepeda motor Honda Verza DN 5189 JN
dengan tidak hati-hati dimana sepeda motor yang dikendarainya melaju
kencang dengan kecepatan + 90 km/jam dari arah selatan menuju utara
atau dari arah Palu menuju Sojol, sementara itu korban MUHAMAD
HIDAITUL RAHMAN yang masih berusia 4 (empat) tahun bergerak dari
arah timur ke barat atau dari arah sebelah kanan jalan menuju ke sebelah
kiri jalan. Pada saat itu Terdakwa tidak memperhatikan korban MUHAMAD
HIDAITUL RAHMAN yang sedang berada dipinggir jalan sebelah kanan
hendak menyeberang jalan. Sedangkan ketika itu sepeda motor yang
dikendarai oleh Terdakwa melaju kencang sehingga tidak bisa dikendalikan
lagi oleh Terdakwa dan membuat sepeda motor Terdakwa menabrak badan
korban MUHAMAD HIDAITUL RAHMAN sehingga membuat korban
MUHAMAD HIDAITUL RAHMAN terpental ke bahu jalan sebelah kanan
kalau dari arah Palu menuju Sojol ;
Bahwa seharusnya Judex Factie menjadikan hal tersebut menjadi hal yang
memberatkan hukuman buat Terdakwa dikarenakan ketika melintas daerah
7
Halaman 7 dari 9 Putusan Nomor 27/Pid.Sus /2016/PT PAL
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
pemukiman seharusnya Terdakwa mengurangi kecepatannya bukan malah
memacu kecepatan sepeda motornya dengan kecepatan tinggi sehingga
Terdakwa tidak bisa mengendalikan sepeda motornya sehingga terjadi
kecelakaan lalu lintas tersebut selain itu Terdakwa sempat memacu kembali
kendaraannya bermaksud untuk melarikan diri sebelum akhirnya Terdakwa
berubah fikiran dan berbalik menyerahkan diri ke Polsek Damsol ;
Oleh karena itu, dengan ini kami mohon supaya Pengadilan Tinggi
Sulawesi Tengah menerima permohonan banding kami dan menyatakan
Terdakwa ADI IRAWAN Alias ADI bersalah melakukan tindak pidana
”mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya
mengakibatkan kecelakaan lalu lintas sehingga mengakibatkan orang
lain meninggal dunia” melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-undang RI
No. 22 tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan serta
menjatuhkan pidana kepada Terdakwa ADI IRAWAN Alias ADI dengan
pidana penjara selama 2 (dua) Tahun dan 6 (enam) Bulan dikurangkan
seluruhnya dengan masa tahanan yang telah dijalaninya dan dengan
perintah agar Terdakwa tetap ditahan dan seluruh barang bukti yang terkait
dengan perkara ini dikembalikan kepada Terdakwa ADI IRAWAN Alias ADI
serta membebani Terdakwa ADI IRAWAN Alias ADIdengan biaya perkara
sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah).
Menimbang, bahwa setelah Pengadilan Tinggi mempelajari putusan
Pengadilan Negeri Donggala, Nomor 243/Pid.Sus/2015/PN.Dgl, tanggal
23 Februari 2016, serta memori banding dari Jaksa Penuntut Umum,
selanjutnya Pengadilan Tinggi memberi pertimbangan sebagai berikut, yaitu
bahwa pertimbangan Hakim Tingkat Pertama telah benar namun mengenai
penjatuhan pidana yang dikenakan terhadap terdakwa perlu diperbaiki dengan
alasan sebagai berikut :
Terdakwa terlalu ceroboh dan kurang hati-hati, yaitu ketika melintas
daerah pemukiman seharusnya mengurangi kecepatannya bukan malah
memacu kecepatan sepeda motornya dengan kecepatan tinggi, sehingga
Terdakwa tidak bisa mengendalikan sepeda motornya saat seorang anak
menyeberang jalan ;
8
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa oleh karena itu pidana yang dijatuhkan nanti
dianggap sudah setimpal dengan perbuatan Terdakwa ;
Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa telah dinyatakan bersalah dan
dijatuhi pidana maka kepadanya dihukum pula untuk membayar biaya perkara ;
Mengingat, Pasal 310 ayat (4) Undang-undang RI No. 22 tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta peraturan perundang-undangan
lain yang bersangkutan;
M E N G A D I L I :
- Menerima permohonan banding dari Jaksa Penuntut Umum ;
- Memperbaiki putusan Pengadilan Donggala Nomor 243/Pid.Sus/2015/
PN.Dgl, tanggal 23 Februari 2016, yang dimintakan banding tersebut
sehingga amar putusan selengkapnya berbunyi sebagai berikut :
1. Menyatakan bahwa Terdakwa ADI IRAWAN Alias ADI, telah terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Karena
Kelalaiannya Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas Yang
Menyebabkan Orang Lain Meninggal Dunia”;
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana
penjara selama 1 (satu) Tahun 6 (enam) Bulan ;
3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani
oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan
4. Menetapkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan;
5. Memerintahkan barang bukti berupa:
• 1 (satu) Unit Sepeda Motor Honda VERSA DN 5189 JN;
• 1 (satu) lembar STNK/SKPD Sepeda Motor Honda VERSA DN 5189
JN;
• 1 (satu) lembar SIM C An. ADI IRAWAN;
Dikembalikan kepada Terdakwa Adi Irawan;
6. Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara ini
dalam kedua tingkat peradilan, yang untuk tingkat banding sebesar
Rp.2.000,- (dua ribu rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Majelis Hakim
Pengadilan Tinggi Sulawesi Tengah di Palu pada hari Selasa tanggal 15 Maret
2016 oleh kami M.CH.SJAMTRI ENDI, SH. sebagai Hakim Ketua, SUNARDI,
9
Halaman 9 dari 9 Putusan Nomor 27/Pid.Sus /2016/PT PAL
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
SH. dan H. ERLIN HERMANTO,SH.,MH. masing-masing sebagai Hakim
Anggota, dan putusan tersebut diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk
umum pada hari Selasa tanggal 22 Maret 2016 oleh Hakim Ketua dengan
dihadiri oleh Hakim-hakim Anggota dan dibantu oleh SARIPA MALOHO, SH
sebagai Penitera Pengganti tanpa dihadiri oleh Penuntut umum dan Terdakwa;
HAKIM-HAKIM ANGGOTA KETUA MAJELIS
ttd ttd SUNARDI, SH. M.CH.SJAMTRI ENDI, SH.
ttd H. ERLIN HERMANTO, SH.,MH
PANITERA PENGGANTI
ttd
SARIPA MALOHO,SH.
Untuk salinan yang sama bunyinya Oleh Panitera Pengadilan Tinggi Sulawesi Tengah
I KETUT SUMARTA, SH.NIP. 195812311985031047
10
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
11
Halaman 11 dari 9 Putusan Nomor 27/Pid.Sus /2016/PT PAL
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11