Perkalian bilangan satu angka
-
Upload
srirejeki345 -
Category
Documents
-
view
7.480 -
download
1
Transcript of Perkalian bilangan satu angka
PERKALIAN BILANGAN SATU ANGKA DENGAN MENGGUNAKAN
MEDIA GAMBAR DAN PERMAINAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkalian merupakan topik yang sangat penting dalam pembelajaran
matematika karena sangat sering dijumpai penerapannya dalam kehidupan
sehari-hari. Seperti halnya operasi yang lain, pembelajaran perkalian dipilah
dalam 2 hal, yaitu perkalian dasar dan perkalian lanjut. Perkalian dasar yang
dimaksud adalah perkalian dari dua bilangan yang masing-masing merupakan
bilangan satu angka, sedangkan perkalian lanjut adalah perkalian selain
perkalian dua bilangan satu angka. Jadi dapat berupa perkalian bilangan dua
angka dengan bilangan satu angka, bilangan satu angka dengan bilangan dua
angka, bilangan tiga angka dengan bilangan satu angka, bilangan tiga angka
dengan bilangan dua angka, dan seterusnya (Marsudi dkk, 2009).
Secara tidak sadar, orangtua atau bahkan guru, membandingkan
kemampuan berpikir anak dengan dirinya, termasuk dalam perkalian.
Seringkali muncul ungkapan kepanikan dan kekesalan ketika anak tidak bisa
mengerjakan soal-soal perkalian yang menurut kita sangat mudah. Tidak
jarang pula mereka membandingkan kemampuan anak dengan anak-anak lain
yang sementara harus disadari bahwa setiap anak memiliki tingkat kecepatan
dalam memahami dan ingatan yang berbeda-beda.
1
2
Pada siswa kelas III SD misalnya, ada siswa yang tidak mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan berbagai macam soal perkalian bilangan satu
angka dengan bilangan dua angka, dan perkalian lanjut pada kelas-kelas
selanjutnya dikarenakan pada kelas II sudah dipelajari perkalian bilangan satu
angka. Kenyataannya masih ada siswa yang mengalami kesulitan dalam hal ini
dikarenakan kurangnya pemahaman pada perkalian bilangan satu angka yang
dipelajari di kelas II. Hal ini menunjukkan pentingnya pemahaman tentang
perkalian bilangan satu angka di kelas II karena menjadi dasar untuk
memahami operasi-operasi perkalian lanjut pada kelas selanjutnya.
Dalam pembelajaran matematika pada umumnya guru beranggapan
bahwa siswa baru akan memahami suatu konsep matematika setelah
diterangkan di papan tulis. Kondisi ini mendorong terciptanya pembelajaran
matematika yang mekanistik yang mengandalkan rumus-rumus dalam
menyelesaikan soal. Padahal pemberian rumus-rumus cenderung memaksa
siswa untuk hanya mengingat seperangkat cara. Jika siswa lupa dengan cara
tersebut mereka akan membuat kesalahan tanpa diketahui letak salahnya.
Hal ini juga terjadi pada perkalian, seringkali guru hanya
menerangkan sedikit tentang konsep perkalian dan dilanjutkan dengan
meminta siswa untuk menghafalkan perkalian bilangan satu angka dengan
bantuan tabel perkalian 1-10. Bagi siswa yang memiliki daya ingat dan
pemahaman yang tinggi hal ini tidak menjadi suatu masalah, sementara bagi
siswa yang dengan kemampuan rata-rata akan menjadi hal yang sulit.
3
Dalam belajar matematika pengalaman belajar siswa sangatlah
penting. Pengalaman tersebut akan membentuk pemahaman apabila ditunjang
dengan alat bantu belajar, agar pemahaman matematika tersebut menjadi
konkret. Dengan demikian alat bantu belajar atau biasa disebut media akan
berfungsi dengan baik apabila media tersebut dapat memberikan pengalaman
belajar yang bermakna, mengaktifkan dan menyenangkan siswa.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana pembelajaran perkalian
bilangan satu angka dengan menggunakan media gambar dan permainan?
4
PEMBAHASAN
A. Belajar Matematika
Pengertian belajar matematika yang dikemukakan oleh Jerome
Brunner (Herman Hudoyo,1988:56) mengatakan bahwa belajar matematika
adalah belajar terntang konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang
terdapat dalam materi yang dipelajari serta menjalankan hubungan antara
konsep-konsep dan struktur-struktur itu.
Selanjutnya Brunner (Herman Hudaya,1988:57) menuliskan anak
berkembang dalam tiga tahap. Tiga tahap perkembangan mental itu adalah :
1. Enactive
Dalam tahapan ini proses anak-anak di dalam belajar akan
menggunakan/ memanipulasi obyek-obyek secara langsung.
2. Econic
Tahap ini menyatakan bahwa kegiatan anak-anak mulai
menyangkut mental yang merupakan gambaran dan obyek-obyek. Dalam
hal ini anak-anak tidak memanipulasi obyek-obyek seperti dalam tahap
enactive, melainkan sudah dapat ada lagi memanipulasi dengan
menggunakan dari obyek.
3. Simbolic
Tahap akhir ini menurut Brunner merupakan tahap manipulasi
simbol-simbol secara langsung dan tidak ada lagi kaitannya dengan obyek-
5
6
obyek. Secara garis besar Brunner mengemukakan empat teori belajar
sebagai berikut :
a). Teorema kontruksi ( construction theorem )
Teori ini mengatakan bahwa cara berfikir seorang peserta didik
untuk menilai belajar konsep dan prinsip di dalam belajar matematika
peserta didik akan sangat terbantu sekali dengan adanya benda kongkrit.
b). Teorema notasi ( notation theorem )
Teori ini menyatakan bahwa kontruksi permulaan belajar dibuat
lebih sederhana secara kognitif dan dapat dimengerti lebih baik oleh peserta
didik, jika kontruksi itu menurut notasi yang sesuai dengan perkembangan
mental peserta didik diharapkan dapat mengembangkan gagasan-gagasan
berupa prinsip-prinsip kreasi baru.
c). Teorema perbedaan dan variasi ( contrast theorem )
Teori ini menyatakan bahwa prosedur belajar gagasan matematika
yang berjalan dari kongkret menuju abstrak harus disertai perbedaan dan
variasi, suatu konsep matematika akan lebih bermakna bagi peserta didik,
jika konsep itu dibandingkan dengan konsep lain.
d). Teori konektivitas ( conectivity theorem )
Teori ini menyatakan bahwa di dalam konsep matematika struktur
dan keterampilan dihubungkan dengan konsep, struktur, dan keterampilan.
Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar matematika mempunyai empat
aspek: fakta, konsep, prinsip, dan skill.
7
B. Pentingnya Media dalam Pembelajaran Matematika
Bruner dalam (Orton, 1992) menyatakan bahwa siswa dalam belajar
konsep matematika melalui 3 tahap yaitu tahap enaktif, ikonik dan simbolik.
Tahap enaktif yaitu tahap belajar dengan memanipulasi benda atau obyek
kongkret, tahap ekonik yaitu tahap belajar dengan menggunakan gambar, dan
tahap simbolik yaitu tahap belajar matematika melalui manipulasi lambang
atau simbol. Hudoyo (1998) menyatakan bahwa belajar matematika
merupakan proses membangun/mengkonstruksi konsep-konsep dan prinsip-
prinsip, tidak sekedar pembelajaran yang terkesan pasif dan statis, namun
belajar itu harus aktif dan dinamis. Hal ini sesuai dengan pandangan
konstruktivis yaitu suatu pandangan dalam mengajar dan belajar, dimana
siswa membangun sendiri arti dari pengalamannya melalui interaksi dengan
orang lain, sedangkan tugas guru adalah memberikan pengalaman yang
bermakna bagi siswa (Sukayati, 2009).
Sedangkan menurut Piaget taraf berpikir anak seusia SD adalah
masih konkret operasional. Artinya untuk memahami suatu konsep siswa
masih harus diberikan kegiatan yang berhubungan dengan benda nyata atau
kejadian nyata yang dapat diterima akal mereka. Berdasar hal-hal tersebut di
atas maka dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa dalam belajar matematika
pengalaman belajar siswa sangatlah penting. Pengalaman tersebut akan
membentuk pemahaman apabila ditunjang dengan alat bantu belajar, agar
pemahaman matematika tersebut menjadi konkret. Dengan demikian alat
bantu belajar atau biasa disebut media akan berfungsi dengan baik apabila
8
media tersebut dapat memberikan pengalaman belajar yang bermakna,
mengaktifkan dan menyenangkan siswa.
Menurut Sukayati (2003) media pembelajaran diartikan sebagai
semua benda yang menjadi perantara dalam terjadinya pembelajaran. Berdasar
fungsinya media dapat berbentuk alat peraga dan sarana :
1. Alat Peraga
a. Pengertian alat peraga
Menurut Estiningsih (1994) alat peraga merupakan media
pembelajaran yang mengandung atau membawakan ciri-ciri dari
konsep yang dipelajari.
b. Fungsi alat peraga
Fungsi utama dari alat peraga adalah untuk menurunkan keabstrakan
dari konsep, agar siswa mampu menangkap arti sebenarnya dari
konsep tersebut. Dengan melihat, meraba, dan memanipulasi
obyek/alat peraga maka siswa mempunyai pengalaman-pengalaman
nyata dalam kehidupan tentang arti dari konsep. Berikut ini diberikan
beberapa contoh dari alat peraga.
(1) Papan tulis, buku tulis, dan daun pintu yang berbentuk persegi
panjang dapat berfungsi sebagai alat peraga pada saat guru
menerangkan bangun geometri datar persegi panjang.
(2) Pensil, kapur, lidi, dan biji-bijian dapat berfungsi sebagai alat
peraga pada saat mengenalkan bilangan, dengan cara membilang
banyaknya anggota dari kelompok benda, sehingga pada akhir
9
membilang akan ditemukan bilangan yang sesuai dengan
kelompok benda tersebut.
2. Sarana
a. Pengertian dan fungsi sarana
Sarana juga merupakan media pembelajaran yang fungsi utamanya
sebagai alat bantu untuk melakukan kegiatan belajar mengajar.
Dengan menggunakan sarana tersebut diharapkan dapat
memperlancar kegiatan belajar mengajar. Contoh media pembelajaran
yang berupa sarana adalah: papan tulis, penggaris, jangka,
klinometer, timbangan, LK (lembar kerja), LT (lembar tugas) alat-
alat permainan. Sarana yang berbentuk LK dan LT bila direncanakan
dengan baik akan sangat membantu kegiatan belajar mengajar.
A. Materi Perkalian Bilangan
a. Arti Perkalian
Perkalian merupakan penjumlahan berulang.
Contoh :
2 + 2 + 2 + 2 = 4 x 2 =8
4 + 4 + 4 = 3 x 4 = 12
b. Mengalikan bilangan satu angka dengan bilangan satu angka
Contoh :
4 x 3 = 3 + 3 + 3 + 3 = 12
6 x 4 = 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 24
10
3 x 5 = 5 + 5 + 5 =15
c. Menghitung secara cepat
Perkalian bilangan satu angka dengan bilangan satu angka.
2 x 4 = 4 + 4 = 8
2 x 5 = 5 + 5 =10
Perkalian dengan dua sama artinya dengan menjumlahkan bilangan itu
sendiri. Perkalian dengan dua hasilnya selalu merupakan bilangan genap.
d. Perkalian bilangan dengan satu angka
a. Mengenal sifat perkalian bilangan satu angka dengan satu.
3 x 1 = 1 + 1 + 1 = 3
5 x 1 = 1 + 1 + 1 + 1 + 1 = 5
7 x 1 = 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 + 1 =7
Semua bilangan jika dikalikan satu hasilnya sama dengan bilangan itu
sendiri.
b. Mengenal sifat perkalian bilangan satu angka dengan nol.
3 x 0 = 0 + 0 + 0 = 0
5 x 0 = 0 + 0 + 0 + 0 + 0 = 0
8 x 0 = 0 + 0 + 0 + 0 + 0 + 0 +0 + 0 = 0
Semua bilangan jika dikalikan nol hasilnya adalah nol.
11
c. Mengenal tabel perkalian sampai 9 x 10
(Buchori dkk, 2009)
B. Pembelajaran Perkalian dengan Media Gambar
Secara matematika yang dimaksud dengan perkalian adalah
penjumlahan berulang dari bilangan-bilangan yang sama pada setiap sukunya.
Di SD, perkalian pertama yang diajarkan adalah perkalian dengan hasil sampai
dengan 100. Itu berarti objek yang dikalikan adalah bilangan 1 sampai dengan
10. Urutan mana yang didahulukan tidak begitu penting, yang penting peserta
didik dapat mengikutinya secara menyenangkan.
Sebagai contoh pembelajaran perkalian terhadap bilangan 4 dengan
media gambar. Pertanyaannya dapat disampaikan secara lisan, peragaannya
dengan gambar-gambar yang ditempel di papan tulis menggunakan lakban,
12
dan prosesnya dapat diikuti secara interaktif. Awalilah pembelajaran dengan
pertanyaan-pertanyaan berikut.
Guru : ’Anak-anak, pernahkah kalian melihat sapi?’
Siswa : ’Pernah bu guru.’
Guru : ’Kalau pernah, coba sapi itu kakinya berapa?’
Siswa : ’Empat...’
Guru : ’Kalau sapinya ada dua, banyak kaki seluruhnya ada
berapa?’
Siswa : ’Delapan...’
Guru : ’Kalau sapinya ada tiga, banyak kaki seluruhnya ada
berapa?’
Setelah pertanyaan direspon oleh peserta didik, guru kemudian dapat mulai
menempelkan gambar-gambar sapi yang telah disiapkan mulai dari 1 sapi, 2
sapi, hingga 3 sapi.
Gambar 1 sapi
Gambar 2 sapi
Gambar 3 sapi
13
Langkah-langkah pembelajaran berikutnya tempelkan di papan tulis
gambar-gambar sapi mulai dari 1 sapi hingga 3 sapi. Perhatikan bahwa
jawaban banyak kaki seluruhnya untuk 1 sapi = 4, banyak kaki seluruhnya
untuk 2 sapi = 8 dan banyak kaki seluruhnya untuk 3 sapi = 12. Untuk
menghitung banyaknya kaki 1 sapi dipastikan semua siswa memiliki cara
berpikir yang sama, akan tetapi ketika menghitung banyaknya kaki 2 sapi dan
3 sapi ada kemungkinan antara peserta didik yang satu dengan yang lain
berbeda cara berpikirnya. Misalnya sebagai berikut :
2 sapi, banyak kaki seluruhnya = 8
- Konstruksi I : 8 karena membilang kaki sapi satu demi satu
sehingga diperoleh hasil 8.
- Kostruksi II : 8 karena sapi I kakinya 4 ditambah sapi II kakinya 4
sehingga jumlah kakinya 8.
3 sapi, banyak kaki seluruhnya = 12
- Konstruksi I : 12 karena membilang kaki sapi satu demi satu
sehingga diperoleh hasil 12.
- Konstruksi II : 12 karena sapi I kakinya 4 ditambah sapi II
kakinya 4 ditambah kambing III kakinya 4.
- Konstruksi III : 12 karena kaki 2 sapi sebelumnya sudah dihitung
= 8 ditambah sapi ketiga kakinya 4 sehingga hasilnya 12
Bahwa banyaknya kaki untuk: 1 sapi = 4 sebab 4 adalah fakta, 2 sapi
= 8 sebab 8 = banyaknya kaki sapi I + banyaknya kaki sapi II = 4 + 4, 3 sapi =
12 sebab 12 = banyaknya kaki sapi I + banyaknya kaki sapi II + banyaknya
14
kaki sapi III = 4 + 4 + 4. Selanjutnya guru memberikan arahan apabila 1 sapi
kakinya 4 artinya banyak kaki seluruhnya untuk: 1 sapi = 1 × 4 … (dibaca 1
kali 4), 2 sapi = 2 × 4 … (dibaca 2 kali 4), 3 sapi = 3 × 4 … (dibaca 3 kali 4,
dan seterusnya). Dari peragaan dan bentuk perkalian di atas dapat disimpulkan
bahwa banyak kaki seluruhnya untuk: 1 sapi = 1 × 4 = 4, 2 sapi = 2 × 4 = 8
(sebab kaki sapi I + kaki sapi II = 4 + 4), 3 sapi = 3 × 4 = 12 (sebab kaki sapi I
+ kaki sapi II + kaki sapi III = 4 + 4 + 4 = 12, atau “jumlah sebelumnya + 4“
yakni = 8 + 4 = 12), 4 sapi = 4 × 4 = … jawaban yang diharapkan = 16. Hasil
perkalian 5 sapi = 5 × 4 = … jawaban yang diharapkan = 20, 6 sapi = 6 × 4 =
… jawaban yang diharapkan = 24 dan seterusnya. Catatan Isian selengkapnya
untuk 4 sapi, 5 sapi dan seterusnya hingga 10 sapi dikerjakan oleh peserta
didik secara kelompok.
Dalam proses pembelajaran guru hendaknya bersikap demokratis dan
bijaksana karena seperti dikemukakan di atas setiap siswa mungkin memiliki
cara yang berbeda dalam menemukan jawaban. Bila ada peserta didik yang
menanyakan bagaimana kalau menuliskannya tidak panjang (maksudnya
hanya menuliskan hasilnya saja) sebaiknya dijawab terserah asal hasilnya
benar. Tujuannya untuk membuat peserta didik yang berpikir cepat dapat
merasa puas. Setelah waktu dianggap cukup guru kemudian mengadakan
konfirmasi mengenai jawaban yang diharapkan. Agar peserta didik lebih
senang dan antusias setiap kali membacakan hasil, tanyakan siapa yang benar
supaya tunjuk jari.
15
Selanjutnya peserta didik dapat menemukan tabel perkalian (dengan
cara mereka sendiri) dengan bantuan media gambar yang telah disediakan.
Setelah peserta didik menemukan tabel perkalian seperti perkalian dengan
bilangan empat di atas, guru dapat meneruskannya dengan pembinaan
ketrampilan perkalian dengan bilangan. Berikut gambar-gambar yang dipakai
sebagai media dalam ukuran yang diperkecil :
16
Perkalian bilangan 1
Perkalian bilangan 2
Perkalian bilangan 3
Perkalian bilangan 4
Perkalian bilangan 5
17
Perkalian bilangan 6
Perkalian bilangan 7
Perkalian bilangan 8
Perkalian bilangan 9
Perkalian bilangan 10
18
C. Membina Ketrampilan Siswa dalam Perkalian melalui Permainan
Setelah peserta didik memahami makna perkalian, salah satu cara
untuk membina keterampilan agar peserta didik menguasai perkalian 2
bilangan 1 angka adalah dengan teknik bertanding (kompetisi) baik antar
kelompok peserta didik maupun antar peserta didik secara individu. Cara
kompetisi (persaingan untuk memenangkan pertandingan) ini dimaksudkan
agar setiap peserta didik memiliki motivasi (semangat) untuk memenangkan
pertandingan. Tujuannya adalah agar secara pribadi setiap peserta didik tidak
merasa diremehkan karena merasa dianggap bodoh oleh teman-temannya.
Sehingga diharapkan, dalam hati peserta didik selalu timbul semangat untuk
harus menguasai perkalian sehingga dapat memenangkan pertandingan.
Dampak yang diharapkan adalah pembelajaran perkalian dasar dapat
mencapai tujuan secara lebih cepat dan menyenangkan. Langkah-langkah
pembinaan keterampilannya dimulai dari permainan kelompok, permainan
wakil kelompok, dan diakhiri dengan permainan individual.
Sarana untuk membina keterampilan terdiri dari dua macam, yakni
kartu guru dan kartu peserta didik. Kartu guru digunakan guru untuk
menanyakan bentuk perkaliannya dan kartu peserta didik digunakan peserta
didik untuk menunjukkan hasil perkalian yang dimaksud. Spesifikasi Kartu
guru dan kartu peserta didik dirancang sekecil mungkin namun tetap terbaca
oleh peserta didik di seluruh ruang kelas. Tujuannya agar kartu guru tetap
dapat terbaca dan mudah diacak oleh tangan guru. Untuk itu spesifikasi dari
masing masing kartu seperti berikut. Bentuk dan Ukuran Kartu Kartu guru
19
berbentuk persegi panjang dengan ukuran panjang dan lebarnya masing-
masing 10 cm dan 5 cm (untuk kartu guru) serta 5 cm dan 5 cm (untuk kartu
peserta didik).
Jumlah Kartu Untuk suatu permainan, misal pembinaan keterampilan
mengalikan dengan bilangan 4, satu set untuk kartu guru berjumlah 10 dan
satu set untuk kartu peserta didik juga berjumlah 10. Kartu Guru 1×4 6×4 2×4
7×4 3×4 8×4 4×4 9×4 5×4 10 × 4. 1 set kartu Kartu Peserta didik 4 24 8 28 12
32 16 36 20 40. Langkah-langkah pembinaan keterampilan sebagai berikut :
Langkah 1 Permainan Kelompok
a. Pada saat permainan kelompok ini peserta didik boleh melihat tabel
(tabel perkalian). Satu kelompok dalam hal ini dapat ditentukan
3 x 4
12
20
guru, misal 1 kelompok anggotanya 2 orang yaitu dua orang
peserta didik yang duduknya berdampingan
b. Setiap 1 kelompok peserta didik diberikan 1 set kartu peserta didik
yaitu kartu-kartu hasil kali sebanyak 10 kartu.
c. Guru mendatangi kelompok demi kelompok peserta didik secara
bergiliran untuk memberikan tebakan perkalian (misal pada saat itu
yang akan diterampilkan adalah perkalian dengan bilangan 4).
d. Caranya dengan mengacak 1 set kartu guru (kartu perkalian dengan
bilangan 4 sebanyak 10 kartu).
e. Guru menanyakan bentuk perkaliannya menggunakan kartunya dan
peserta didik menjawabnya juga menggunakan kartunya.
f. Sebelum menjawab kartu yang ditunjukkan guru, masing-masing
anggota kelompok boleh melihat tabel perkalian, setelah
menemukan hasilnya terus mencari kartu yang dimaksud dan
kemudian menunjukkannya kepada guru.
g. Jika kartu jawaban yang ditunjukkan ke guru benar, guru
memberikan penghargaan dengan isyarat, misalnya mengacungkan
ibu jari, dan bila salah, peserta didik masih diberi kesempatan
untuk membenarkannya dengan mengambil kartu lain yang paling
tepat hingga mendapat isyarat benar dari guru. Dalam permainan
ini guru minimal mendatangi masing-masing kelompok peserta
didik hingga 3 kali sebab pada umumnya hingga 3 kali dikunjungi
itu keadaan kelas sudah mulai bergairah.
21
Langkah 2. Permainan Wakil Kelompok
a. Pada permainan ini peserta didik masih boleh melihat catatan.
Permainan pada langkah ini diadakan pada jam tatap muka yang
sama dengan langkah 1.
b. Permainannya adalah adu cepat menempel kartu hasil kali ke papan
flanel.
c. Tiap ronde permainan disuruh maju 3 orang peserta didik dari
kelompok yang berlainan.
d. Peserta didik yang paling cepat menempelkan kartu jawaban benar
dinyatakan sebagai pemenang.
e. Jika ada peserta didik yang kalah dan belum puas, serta ingin diadu
lagi diberi kesempatan setelah semua peserta didik sudah mendapat
giliran.
Langkah 3. Permainan Individual
a. Permainan ini diadakan pada pertemuan berikutnya dan pada
permainan ini peserta didik jelas tidak boleh lagi melihat catatan.
b. Setiap ronde permainan dipanggil tiga orang peserta didik untuk
adu cepat menempel kartu hasil kali ke papan flanel.
c. Begitu ketiga orang peserta didik yang dipanggil maju selesai
menempelkan kartu jawabannya, guru segera menindaklanjuti
dengan menempelkan kartu perkalian yang dicabutnya tadi ke
papan flanel seraya menanyakannya ke seluruh peserta didik
apakah semua kartu yang ditempelkan temanmu benar.
22
Cara ini dimaksudkan agar menguasai perkalian dasar khususnya
perkalian dengan bilangan 4 dapat tercapai tanpa peserta didik merasa dipaksa
dan mendapat hukuman bila tidak bisa. Motivasi tumbuh dari kemauan pribadi
mereka sendiri karena keinginannya untuk jadi pemenang pada permainan
pada pertemuan berikutnya. Guru mengumumkan bahwa permainan akan
dilanjutkan pada pertemuan berikutnya dan pada permainan besok peserta
didik tidak boleh melihat catatan, akan memicu peserta didik untuk
bersemangat menghafal perkalian tanpa harus dipaksa karena termotivasi
untuk tidak ingin kalah dalam pertandingan. Jika peserta didik sudah hafal
perkalian dasar sejak kelas 2, maka harapan untuk lancar mengikuti pelajaran
di kelas-kelas berikutnya akan semakin dapat tercapai.
PENUTUP
Melalui pembelajaran perkalian dengan menggunakan alat peraga
gambar diharapkan peserta didik dapat lebih mudah memahami konsep perkalian.
Selain itu juga menjadikan pembelajaran lebih bermakna, artinya peserta didik
memahami makna perkalian sebagai pernjumlahan berulang bukan hanya
mengetahui hasil perkalian dengan cara menghafal. Permainan matematika dapat
meningkatkan ketrampilan dan motivasi siswa dalam belajar. Kedua hal ini
diharapkan dapat mempermudah siswa dalam menguasai perkalian bilangan satu
angka sebagai dasar dalam mempelajari perkalian lanjut pada jenjang kelas
berikutnya.
23
DAFTAR PUSTAKA
Buchori dkk. 2008. Senang Matematika 2 Untuk SD/MI Kelas II. Jakarta : Pusat
Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Hudoyo, Herman. 2003. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran
Matematika. Malang.
Marsudi Raharjo dkk. 2009. Modul Matematika SD Program Bermutu
Pembelajaran Operasi Hitung Perkalian dan Pembagian Cilangan Cacah di
SD. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral
Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pusat
Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan
(PPPPTK) Matematika.
Sukayati. 2003. Media Pembelajaran Sekolah Dasar. Yogyakarta: Departemen
Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah
Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG) Matematika.
24