perencanaan pemilihan trase di perngusahaan hutan alam
-
Upload
irwan-budiarto -
Category
Documents
-
view
38 -
download
20
description
Transcript of perencanaan pemilihan trase di perngusahaan hutan alam
PERENCANAAN PEMILIHAN TRASE DI PENGUSAHAAN
HUTAN ALAM DI PT. LATIHAN LESTARI
Irwan Budiarto
E14110056
Laboran:
Hassanudin, S.Hut
Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. Elias
Dr. Ir Ahmad Budiaman, M.Sc F.Trop.
Ujang Suwarna, M.Sc.
LABORATORIUM PEMANENAN HUTAN
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemanfaatan hutan akan menghasilkan produk berupa hasil hutan kayu,
hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan. Hasil hutan kayu dan hasil hutan
bukan kayu akan lebih bermanfaat jika dapat dikeluarkan dari hutan dengan
lancar dan cepat, sehingga dapat dimaanfaatkan oleh masyarakat atau
dijadikan sebagai bahan baku untuk industri pengelolaannya. Agar
pengelolaan hutan lestari dan pemanfaatan hasil hutan yang maksimal dapat
dicapai, maka prasarana akses keluar-masuk hutan harus tersedia dengan
baik, sehingga kegiatan penanaman, pembinaaan hutan, perlindungan hutan,
pemanenan hasil hutan, monitoring, evaluasi dan pengawasan dapat
dilakukan dengan lancar dan mudah.
Pengelolaan lestari menuntut penyediaan infrastruktur / prasarana yang
bersifat permanen, karena harus dapat melayani kegiatan pengelolaan hutan
masa kini dan masa yang akan datang sehingga dalam perencanaannya harus
didesain dan dibuat dengan baik dan dapat dipakai dalam jangka waktu yang
lama.
Pembangunan prasarana PWH tentunya akan dapat menyebabkan
perubahan terhadap bentang alam dan kerusakan lingkungan seperti erosi,
sedimentasi, kerusakan hutan, penurunan kualitas air, penurunan
produktivitas hutan dan lain-lain. Sehingga pada setiap kegiatan pengelolaan
hutan akan dapat menyebabkan kerugian apabila tidak direncanakan dengan
baik.
Pemahaman mengenai PWH yang baik dan benar sangat perlu dikuasai
oleh para calon-calon rimbawan. Maka dari itu, pada mata kuliah ini
diajarkan mengenai pembuatan desain perencanaan yang baik untuk
mencapai pengeloaan lestari yang tidak hanya memperhatikan faktor ekonomi
namun juga memperhatikan faktor lingkungan.
1.2 Tujuan
Tujuan yang dicapai pada mata kuliah Pembukaan Wilayah Hutan ini adalah:
Mampu merencanakan trase jalan hutan
Mampu membuat trase jalan
Maampu menilai rencana trase jalan
BAB II. PROSEDUR PENGUMPULAN DATA
2.1. Data Dasar
a. Data yang digunakan yaitu peta Rencana Karya Tahunan (RKT) IUPHHK
PT. Latihan Lestari dengan skala 1:5000 yang berisi informasi sebaran
pohon, serta informasi keadaan kontur lapangan. Selain itu terdapat juga
peta kelas tanah pada wilayah RKT IUPHHK PT. Latihan Lestari.
b. Langkah pertama yaitu membuat persegi dengan dimensi sebesar 4 x 4 cm
yaitu 4 ha secara keseluruhan dalam peta, metode ini disebut juga metode
dot grid.
c. Selanjutnya, menghitung garis kontur disetiap persegi tersebut sebanyak
10 buah. Langkah ini merupakan sampling yang dilakukan untuk
mengetahui kemiringan di wilayah kerja PT. Latihan yang kemudian
dirata-ratakan dengan hasil penghitungan mahasiswa dalam satu kelas
untuk dijadikan sample dasar penentuan deliniasi kelas lereng.
d. Mewarnai persegi sesuai dengan jumlah garis kontur yang berada dalam
setiap persegi tersebut.
e. Setelah semua persegi tersebut telah diwarnai, deliniasi kelas-kelas lereng,
dimulai dari kelas lereng tinggi dengan warna merah atau merah muda
mendeliniasi kelas lereng dibawahnya yaitu, biru, kuning, dan hijau.
f. Selanjutnya, deliniasi daerah penyangga sungai sesuai dengan ordonya,
ordo satu adalah 10 meter, ordo dua adalah 15 meter, ordo 3 adalah 20
meter. Maka dengan demikian pada ordo satu di peta deliniasi sebesar 0,2
cm, ordo dua sebesar 0,3 cm dan ordo tiga sebesar 0,4 cm.
g. Menentukan titik kardinal positif dan negatif. Titik kardinal terbagi
menjadi titik kardinal positif pertama yaitu wilayah yang karena letaknya
dan penting harus dipertahankan, titik kardinal positif kedua wilayah yang
sebisanya jika dimanfaatkan sangat bagus, tetapi jika tidak, dimanfaatkan
tidak menjadi masalah. Kemudian titik kardinal negatif pertama, yaitu
wilayah yang harus dihindari, sedangkan titik kardinal negatif kedua yaitu
wilayah yang sebisa mungkin harus dihindari, jika tidak sangat terpaksa
perlu dilewati, tetapi jika terpaksa harus dilewati perlu tindakan
pengelolaan lebih lanjut.
Titik kardinal positif ditentukan dengan mempertimbangkan kemiringan
tempat tersebut dan rencanan sarana dan prasarana yang akan dibangun
seperti tempat pengumpulan sementara (TPn), tempat pengumpulan akhir
(TPk), base camp, menara pengawas, menara kebakaran hutan dan
jaringan jalan. Begitupun dengan titik kardinal negatif memperhatikan
daerah yang memiliki kemiringan diatas 25%, daerah yang memiliki tanah
mudah tererosi.
h. Menentukan dan membuat arah rencana koridor jalan yang akan dibuat
setelah mempertimbangkan titik – titik kardinal negatif dan positif yang
telah di tentukan sebelumnya. Luasan rencana koridor jalan sebesar 100
meter atau 2 cm pada peta.
2.2. Perencanaan Trase
a. Perencanaa trase dibuat dengan cara membuat titik – titik profil atau titik
bantu dengan menggunakan peta kontur berskala 1:2000.
b. Jarak antar titik profil tidak boleh lebih dari 100 meter (< 100 m), jika
dalam peta berarti tidak boleh lebih dari 5 cm. Sudut antara trase lurus
harus 180 derajat terhadap titik profil berikutnya.
c. Setelah menentukan titik – titik profil, kemudian menghitung persen
tanjakan jalannya. Untuk jalan lurus kemiringan lapang tidak boleh lebih
dari 10%, sedangkan untuk belokan tidak boleh lebih dari 8%.
d. Jika terdapat trace jalan lurus lebih dari 10% pada jalan tanjakan
(mendaki), maka harus membuat belokan. Cara menghitung persen
tanjakan jalan adalah:
Beda Tinggi(meter)Jarak Datar di peta (cm ) x 20
x 100 %
e. Untuk menghitung persen tanjakan belokan juga dengan menggunakan
rumus yang sama seperti diatas, tetapi untuk menghitung lengkungan atau
panjang tali busur belokan, menggunakan rumus:
12
α
360˚ x 2πR
f. Setelah membuat belokan harus dibuat garis lurus terlebih dahulu, semakin
panjang radius belokan (R), maka semakin landai dan semakin bagus.
Radius belokan yang dibuat minimal berukuran 50 meter atau 2,5 cm di
peta. Radius belokan dengan trase jalan lurus harus membentuk sudut siku
– siku (90˚).
g. Kemudian membuat penampang memanjang jalan pada kertas milimeter
blok dari data titik profil jalan lurus, belokan, dan persen tanjakannya,
dengan skala pada sumbu X adalah 1:2000 sama seperti panjang jalan
yang di peta trase jalan sebelumnya. Sedangkan sumbu Y berisi infromasi
ketinggian dengan skala 1:200 yaitu 1 cm di peta, 2 meter dilapangan.
h. Membuat pelandaian jalan pada penampang memanjang dengan memilih
jalan tertentu yang akan dibuat rata, untuk mempermudah akses
pemanenan hutan.
i. Setelah membuat pelandaian jalan, kemudian menghitung tinggi jalan
setelah perataan, dan menghitung persen tanjakan jalan perataan kembali.
j. Membuat penampang melintang jalan, yang dapat membedakan ketinggian
antar titik profil untuk menghitung besar galian dan timbunan. Dengan
ketentuan lebar jalan 6 meter, panjang bahu jalan masing – masing 1 meter
(kanan kiri), lebar parit 2 meter, dengan sudut kedalaman 45˚.
Menggunakan skala sumbu X dan sumbu Y 1:200, yang berarti lebar jalan
dipeta 3cm, lebar bahu jalan dipeta 0,5cm, lebar parit 1cm, 1 mm di peta
trase jalan, sama dengan 1 cm di milimeter blok.
k. Menghitung luas galian dan timbunan setelah perataan jalan, dengan
metode dot grid, yaitu menghitung seluruh kotak – kotak yang akan digali
dan ditimbun kemudian dikalikan dengan 0,04m², maka akan dapat
luasnya.
l. Merata – ratakan luas galian dan timbunan antara dua titik profil yang
berdekatan
L. galian A+ L. galian12
m. Menghitung volume galian dan timbunan antara dua titik profil
[ Luas Rata−Rata galian atautimbunan x Jarak Lapang ]
n. Tahap akhir yaitu melakukan analisis pertimbangan – pertimbangan
volume galian.
2.3. Pemilihan Rencana Alternatif PWH dengan Menggunakan Analisis
Utilitas
a. Langkah pertama menghitung panjang jalan / arah trace jalan yang dibuat
dengan menggunakan curvimeter, menghitung luas total dengan
planimetri, luas daerah kanan kiri sungai, luas kawasan konservasi, dan
menghitung luas daerah efektif.
b. Setelah data – data tersebut didapat, menghitung aspek teknis untuk
penilaian PWH, yang terdiri atas kerapatan jalan (WD), spasi jalan (WA),
faktor jarak jalan sarad (Tcorr), koreksi jaringan jalan (Vcorr), ReM yaitu
jarak sarad rata – rata terpendek/teoritis (ReO), dan Persen PWH (E).
WD = L(PanjangJalan Angkutan)F (Luas Daerah Produktif )
WA = WD
10.000/ha
Tcorr = ReT ( jarak sarad rata−rata sebenarnya)
ReM
Vcorr = ReMReO
E = LuasWilayahTerbuka
Luas Wilayah Produktif
c. Kemudian menghitung aspek ekonomi dari expenditure dan revenue.
Expenditure terdiri dari biaya pembuatan jalan dan biaya pembuatan
jembatan.
Biaya pembuatan jalan = Panjang Jalan x Biaya Pembuatan Jalan/limit
(Rp. 140.000/m untuk jalan utama dan Rp. 120.000 untuk jalan cabang)
Biaya Pembuatan Jembatan = ¼ x Biaya Pembuatan Jembatan (Rp.
120.000) x 22 meter (ordo sungai satu)
Revenue/Pendapatan = ∑Pohon yang Ditebang x Volume Batang (1/4 x
22/7 x π x D² x Fe (0,7) x Fe (0,8)) x Harga Jual Kayu/m³ (Rp.
1.800.000,00-)
d. Setelah itu menghitung aspek ekologi, yaitu menghitung jumlah pohon
yang rusak akibat pembuatan jalan yang terdiri atas pohon inti dan pohon
yang dilindungi pada sekitar daerah kanan dan kiri rencana trase jalan
yang masing – masing seluas 10 m atau 0,5 cm di peta, dan menghitung
luas areal yang terbuka, yaitu
Panjang Jalan x 25 atau 20 (25 pada jalan utama, 20 pada jalan cabnag)
e. Mengumpulkan dua rencana alternatif dari perencana lainnya dan
selanjutnya membuat keputusan alternatif yang terbaik dengan
menggunakan software Ms. Excel
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil Data Dasar
Tabel 1 Klasifikasi pengambilan sample persegi kelas lereng
No. Perhitungan Kelas
Lereng (%)
Kelas
1. 17,46 III
2. 14,3 II
3. 25,89 IV
4. 6,4 I
5. 21,8 III
6. 17,4 III
7. 32,6 IV
8. 23,7 III
9. 8,1 II
10. 18,2 III
Tabel 2 Klasifikasi kelas lereng berdasarkan jumlah garis kontur
Kelas LerengJumlah Garis
KonturWarna
I ≤ 3 garis Hijau
II 4 – 5 garis Kuning
III 6 – 8 garis Biru
IV 9 – 10 garis Pink
V ≥ 10 garis Merah Tua
Tabel 3 Klasifikasi persentase kemiringan kelas lereng
Kelas Warna Persentase
Datar Hijau 0 – 8 %
Landai Kuning 8 – 15 %
Agak Curam Biru 15 – 25 %
Curam Merah muda 25 – 40 %
Sangat Curam Merah Tua ≥ 40 %
Data dasar yang digunakan dalam perencanaan Pembukaan Wilayah
Hutan (PWH) pada IUPHHK PT. Latihan Lestari yaitu teridiri atas peta
wilayah RKT dan peta kelas tanah. Peta curah hujan tidak digunakan dalam
membuat rencana ini, sehingga di seluruh wilayahnya dianggap memiliki
curah hujan yang sama. Peta RKT mengunakan skala 1 : 5000. Pada tahap
pertama peta-peta tersebut digabungkan (overlay) dan selanjutnya dilakukan
pengukuran kelas lereng. Kelas lereng dihitung dengan cara membuat grid
berbentuk persegi empat dengan ukuran 4 cm x 4 cm yang didasarkan pada
skala peta RKT. Kelas kemiringan lapang merupakan hasil dari perbandingan
ketinggian di pusat persegi dengan jarak antara titik pusat persegi dengan
garis kontur terdekat diantara garis kontur terluar dalam persegi tersebut.
Penghitungan kelas kemiringan tidak dilakukan pada seluruh persegi di dalam
wilayah RKT namun dilakukan penghitungan dengan pengambilan contoh.
Ukuran contoh yang digunakan sebesar 10 persegi seperti yang tertera pada
Tabel 1.
Hasil akhir dari kelas kemiringan merupakan hasil penggabungan
seluruh ukuran contoh setiap mahasiswa sehingga didapatkan hasil seperti
pada Tabel 2. Hasil pengumpulan data kemudian disimpulkan bahwa pada
setiap jumlah lereng yang ada di tengah persegi hingga ujung persegi dalam
persegi tersebut diurutkan, contohnya jika terdapat kurang dari sama dengan 3
kontur maka termasuk ke dalam kelas kemiringan dan diberi warna hijau
sebagai penanda kelas datar. Pengambilan contoh bertujuan untuk
memudahkan dalam menghitung kelas kemiringan seluruh wilayah kerja agar
tidak dihitung dengan cara sensus sehingga lebih efisien dari aspek waktu.
Seluruh wilayah yang telah diberi tanda dengan cara diwarnai sesuai
kelas kemiringannya kemudian di deliniasi dari mulai kelas kemiringan
tertinggi kemudian deliniasi ke kelas kemiringan dibawahnya sampai seluruh
wilayah kerja terwarnai sesuai kelasnya.
Berasarkan hasil deliniasi wilayah tersebut dapat diketahui wilayah
yang dapat menguntungkan dan harus dihindari dalam membangun sarana
dan prasarana yang mendukung kegiatan pengelolaan hutan, disebut pula
dengan penempatan titik-titik kardinal. Prasarana dan sarana yang dimaksud
seperti tempat pengumpulan sementara (TPn), tempat pengumpulan akhir
(TPk), jembatan, jaringan jalan, base camp, menara pengawas kebakaran
hutan dan pencurian kayu dan sebagainya. Deliniasi juga dilakukan pada
daerah penyangga aliran sungai yang berbeda sesuai ordo sungainya. Sungai
berordo 1 di deliniasi sebesar 20 meter, sungai berordo 2 di deliniasi sebesar
25 meter, dan untuk sungai berordo 3 dideliniasi sebesar 30 meter. Tujuan
deliniasi daerah penyangga aliran sungai yaitu sebagai daerah yang tidak
boleh diganggu dan tidak boleh di manfaatkan untuk kegiatan produksi kayu.
Hasil penempatan titik kardinal selanjutnya digunakan dalam
pembuatan rencana jalan koridor PWH. Lebar koridor berukuran 100 meter
diseluruh wilayah rencana kerja.
3.2. Hasil Perencanaan Trase
Tabel 4 Tally sheet trase jalan
Titik
Profil
Jarak
Datar (m)
Beda
Tinggi (m)
Kemiringan
(%)
Keterangan
A – 1 70 3 4,28 Lurus
1 – 2 94 6 6,38 Lurus
2 – 3 68 2 2,9 Lurus
3 – 4 50 3 6 Lurus
4 – 5 33,01 0,4 1,21 Belokan
5 – 6 33,01 1,6 4,85 Belokan
6 – 7 14 1,3 9,28 Lurus
7 – 8 20 0,8 4 Lurus
8 – 9 39,56 3,1 7,83 Belokan
9 – 10 39,56 3 7,58 Belokan
10 – B 72 6 8,33 Lurus
Tabel 5 Luas dan volume galian timbunan
Titik Profil
Jarak (m)
Luas Galian
(m²)
Luas Timbunan (m²)
Luas Rata – Rata (m²) Volume
Galian (m³)
Volume Timbunan (m³)Galian
Timbunan
A 2,4 4,28 70 2,12 4,56 319,2 148,41 1,84 4,84 94 0,92 5,6 526,4 86,482 0 6,36 68 0,16 9,44 641,92 10,883 0,32 3,08 50 0,4 6,92 346 204 0,48 3,84 33,01 0,24 3,92 129,4 7,925 0 4 33,01 0 10,38 342,6 06 0 16,76 14 0 25,3 354,2 07 0 33,84 20 0 29 580 08 0 24,16 39,56 0,28 15,22 602,1 11,19 0,56 6,28 39,56 0,42 8,28 327,6 16,62
10 0,28 10,28 72 0,14 8,22 591,84 10,08B 0 6,16
Total533,1
4 4761,26 311,5
Rencana trase jaringan jalan pada IUPHHK PT. Latihan Lestari dibuat
dengan mengambil contoh sepanjang 533,14 meter. Contoh tersebut dibuat
dengan menggunakan titik bantu atau titik profil yang tidak boleh melebihi
kemiringan 10 % pada jalan lurus dan 8 % pada jalan belokan untuk
memenuhi persyaratan keamanan. Jumlah titik profil tersebut yaitu 10 titik
dan 2 titik ikat pasti yaitu titik A dan B. Jarak dari setiap titik memiliki
perbedaan, karena kemiringan dai wilayah yang akan direncanakan dalam
pembangungan trase jalan berbeda. Jarak titik terpendek yang dibuat pada
contoh ini sebesar 14 meter dengan orientasi jalan yang lurus kemudian titik
selanjutnya sebesar 20 meter.
Kedua titik ini merupakan titik profil yang berorientasi jalan lurus yang
titik sebelumnya merupakan jalan yang berorientasi belokan. Dalam
merencanakan jarak jalan setelah belokan sebaiknya diberikan terlebih dahulu
jalan lurus minimal sepanjang angkutan pengangkut kayu khususnya yang
menggunakan angkutan log truck. Hal ini bertujuan untuk memberikan
ancang-angcang kepada angkutan log truck tersebut. Karakteristik jalan
transportasi umum sangatlah berbeda dengan jalan transportasi hutan dalam
pengelolaan sumberdaya hutan sehingga tidak dapat dibuat jalan setelah
berbelok dilanjutkan kembali jalan belokan selanjutnya, maka dari itu
haruslah diberikan ancang-ancang agar hasil hutan dan pengendara kendaraan
pengangkut tersebut aman sampai tempat pengumpulan kayu.
Kemiringan lapang pada titik profil 6 menuju titik 7 hampir tidak
memenuhi persyaratan jalan lurus yaitu sebesar 9,28 %. Dilihat dari
kemiringan lapang antara titik tersebut, dapat dibayangkan bahwa dari titik
profil 6 mendaki menuju titik profil 7. Hal yang sama dapat dilihat antar titik
profil 8 hingga titik profil 10 namun orientasinya merupakan jalan belokan
sehingga dapat dibayangkan bahwa rencana trase jalan ini mendaki sekaligus
berbelok. Secara keseluruhan, semua titik profil antara titik ikat A dan B
memenuhi prasyarat sehingga rencana trase titik A dan B dapat dibangun
karena telah memenuhi persyaratan keamanan.
Rencana trase yang sudah sesuai dengan prasyarat kemudian dibuat
dari segi penampang memanjang dan penampang melintang. Jalan yang ada
di tengah hutan tidak mungkin selamanya nyaman dan cenderung datar.
Sehingga dibuatlah tampilan dari kedua sisi tersebut untuk membuat jalan
yang nyaman dan juga aman. Jalan yang dibuat pada tahap sebelumnya telah
aman maka selanjutnya jalan tersebut dibuat nyaman dengan cara membuat
galian atau timbunan pada jalan yang dirasa kurang nyaman.
Contoh trase jalan yang dibuat memliki volume timbunan yang rendah
dibandingkan dengagan volume galian. Hal ini disebabkan karena struktur
tanah pada wilayah kerja IUPHHK PT. Latihan Lestari memiliki struktur
tanah yang kurang baik sehingga perencana PWH membuat galian yang lebih
besar. Selain itu juga dengan karakteristik tanah yang memiliki struktur tanah
yang kurang baik tidak cocok untuk dibuat timbunan yang besar karena akan
mengakibatkan pembuatan jalan yang mahal dan juga pemeliharaan yang
mahal juga. Untuk itu, perencana membuat rencana trase jalan yang lebih
banyak membuat galian yang diharapkan dapat meninimalkan biaya
pemeliharaan jalan.
Volume galian terbesar terbesar yaitu terdapat diantara titik profil 2
dengan titik profil 3 yaitu sebesar 641,92 m3. Volume galian tanah yang besar
ini disebabkan karena pada penampang melintang galian yang akan dibuat
cukup besar yang kemudian dikalikan dengan jarak diantara kedua titik profil
tersebut. Jumlah total volume galian diantara titik ikat A dan B mencapai
4761,26 m3.Sedangkan pada volume timbunan diantara titik ikat A dan B
hanya sebesar 331,5 m3.
Volume galian dan timbunan yang besar diakibatkan karena jarak
antara setiap titik profil yang direncanakan terlalu sedikit sehingga
menyebabkan hasil volume yang besar. Semakin banyak titik profil diantara
titik ikat A dan B akan memberikan hasil yang baik karena setiap perbedaan
ketinggian dihitung kemiringannya. Dengan demikian, semakin banyak titik
profil yang dibuat maka hasil pengukuran volume galian dan timbunan akan
semakin teliti dan menghasilkan volume galian dan timbunan yang cenderung
lebih kecil.
Contoh rencana trase jalan titik ikat A dan B yang sebesar 533,34 meter
kemudian digunakan sebagai asumsi dalam membuat seluruh rencana trase
jalan di wilayah kerja PT. Latihan Lestari. Hal ini merupakan langkah yang
kurang tepat karena seluruh wilayah kerja memiliki kemiringan lapang dan
karakteristik lahan yang berbeda. Langkah ini bertujuan untuk memudahkan
perencana dalam membuat rencana trase jalan di wilayah kerja PT. Latihan
Lesatari.
3.3. Hasil Pemilihan Rencana Alternatif PWH dengan Menggunakan
Analisis Utilitas
Tabel 6 Hasil perhitungan luas total, luas kawasan konservasi, luas daerah
kanan kiri sungai, luas kelas tanah, luas wilayah aliran, dan luas daerah
efektif
Luas
Total
(ha)
Luas Kanan Kiri
Sungai (ha)
Luas
Kawasan
Konseras
i (ha)
Luas
Daerah
Efektif
(ha)
Panjan
g Jalan
(km)Ord
o 1
Ord
o 2
Ord
o 3
1121,54
5
12,9 3,9 4 41,1 1059,64
5
10,5
Total 20,8
Tabel 7 Hasil perhitungan indikator-indikator pada kriteria teknis
WD
(m/ha)WA (m)
ReO
(m)
ReM
(m)
Vcorr
(m)
Tcorr
(m)E (%)
9,91 1009,08 252,27 300,39 1,19 1,0684,03
(Luar biasa)
Tabel 8 Hasil perhitungan indikator-indikator pada kriteria ekonomi
Expenditure
Revenue /
PendapatanC ≥ 0Biaya Pembuatan
Jalan
Biaya
Pembuatan
Jembatan
Rp.
1.389.000.000,-
Rp.
1.540.000,-
Rp. 1.575.129.600,- Rp.185.589.600,-
Tabel 9 Hasil perhitungan indikator-indikator pada kriteria ekologi
Luas Daerah
TerbukaPohon Inti Pohon Dilindungi
24,225 ha 51 pohon 8 pohon
Tabel 10 Hasil perhitungan kriteria teknis pada ketiga alternatif
Kriteria / Indikator
AlternatifMax Min
Arah referens
iInterval
Alt 1 Alt 2 Alt 3
Teknis
Kerapatan Jalan (m/ha) (WD)
8,59 8,5 9,91 9,91 8,5 -10,1566
7
Nilai Skala 9 9 1
Spasi Jalan (m) (WA)
1161,4
1176,47
1009,08
1176,47
1009,08
118,598
9
Nilai Skala 9 9 1
Jarak Sarad (m) (Tcorr)
1,09 0,84 1,06 1,09 0,84 -10,0277
8
Nilai Skala 1 9 2
Faktor koreksi (Vcorr)
1,01 1,3 1,19 1,3 1,01 -10,0322
2
Nilai Skala 9 1 4
Persen PWH (E) 99 76,92 84,03 99 76,92 12,4533
3Nilai Skala 9 1 3
Tabel 11 Hasil perhitungan kriteria ekonomi pada ketiga alternatif
Alt 1 Alt 2 Alt 3Ekonomi
Pendapatan 1575129600 1575129600 1575129600 1575129600 1575129600 1 0Nilai Skala 0 0 0Pengeluaran 1246850000 1262240000 1390540000 1390540000 1246850000 -1 15965555,6Nilai Skala 0 0 0
MinArah
referensiInterval
Kriteria / Indikator
AlternatifMax
Tabel 12 Hasil penghitungan kriteria ekologi pada ketiga alternatif
Kriteria / Indikator
AlternatifMax Min
Arah referensi
IntervalAlt 1 Alt 2 Alt 3
Ekologi Jumlah
pohon inti & dilindungi yang rusak oleh jalan
32 31 59 59 31 -1 3,1111111
Nilai Skala 9 9 4
Luas daerah terbuka (Ha)
22,75
22,513 24,225 24,22522,512
5-1 0,1902778
Nilai Skala 8 9 1 Rencana alternatif 1 dibuat oleh Risma Prameswari.Rencana alternatif 2 dibuat oleh Inge Karmali.Rencana alternatif 3 dibuat oleh perencana sendiri.Tabel 13 Keputusan akhir pemilihan alternatif perencanaan PWH
Nilai tukar utilitas
72 65 26
Keputusan Alternatif 1
Penentuan rencana alternatif trase yang dibuat dilakukan dengan
membandingkan hasil rencana dari perencana lainnya sehingga total rencana
yang dibandingkan berjumlah 3 buah rencana. Dasar penentuan pemilihan
rencana alternatif trase jalan menggunakan metode analisis utilitas. Kriteria
yang digunakan dalam penentuan rencana alternatif ini terdiri atas kriteria
teknis, kriteria ekonomi dan juga kriteria ekologi, dari ketiga kriteria tersebut
terdapat 9 indikator penentu. Luasan total wilayah RKT sebesar 1121,545 Ha
yang kemudian dikurangi dengan luas kawasan konservasi dan luas daerah
kanan kiri sungai sehingga didapatkan luas daerah efektif sebesar 1059,645
Ha seperti yang disajikan pada Tabel 6.
Rencana alternatif yang dibuat perencana tersaji di dalam Tabel 7, 8
dan Tabel 9. Kerapatan jalan yang dibuat sebesar 9,91 m/ha dengan spasi
jalan sebesar 1009,08 meter dan jarak sarad rata-rata sebesar 1,06 meter.
Faktor koreksi yang besar menunjukan bahwa rencana trase yang dibuat
berada pada wilayah yang tidak datar atau cenderung berbukit. Nilai faktor
koreksi yang didapat yaitu sebesar 1,19. Persen PWH menunjukan kualitas
dari rencana yang dibuat. Persen PWH yang didapatkan oleh perencana dari
hasil perhitungan yaitu sebesar 84,03% yang berarti rencana yang dibuat
termasuk kedalam rencana PWH yang luar biasa. Keuntungan yang didapat
pada alternatif ini yaitu sebesar Rp. Rp.185.589.600,00.
Pemilihan rencana trase menggunakan metode analisis utilitas dengan
membandingkan 3 alternatif rencana trase jalan. Nilai total utilitas dari
alternatif tersebut didapatkan dengan menjumlahkan seluruh indikator yang
kemudian ditransformasikan dari nilai nominal ke nilai skala interval. Nilai
skala yang digunakan yaitu 1 – 9 (1 = sangat buruk, 9 = sangat baik). Jika
arah referensi dari indikator bernilai minimum, nilai indikator tersebut akan
mendapatkan nilai tertinggi pada nilai skalanya dan nilai indikator tertinggi
akan mendapatkan nilai skala paling kecil. Sebaliknya, apabila arah referensi
dari indikator maksimum, nilai tertinggi dari indikator akan mendapatkan
nilai skala terbesar, dan nilai indikator terkecil memiliki nilai skala yang
paling kecil.
Berdasarkan hasil analisis dari ketiga alternatif tersebut dapat
diketahui bahwa alternatif 1 merupakan alternatif yang mempunyai
keunggulan lebih dibandingkan dua alternatif lainnya. Perhitungan dari
kriteria teknis menunjukan bahwa pada alternatif 1 memiliki keunggulan pada
indikator kerapatan jalan, spasi jalan, faktor koreksi dan persen PWH yang
secara berturut-turut bernilai 8,59 m/ha, 1161,4 meter, 1,01 dan 99%. Pada
alternatif 1, rencana trase jalan berada pada daerah yang cenderung datar
sehingga memiliki faktor koreksi yang rendah. Selain itu dari wilayah yang
cenderung datar, dapat dibuat jalan yang pendek sehingga mempengaruhi
kerapatan jalannya sehingga pada alternatif 1 memiliki kerapatan jalan yang
terbaik. Jumlah total indikator teknis pada alternatif 1 yaitu sebesar 36.
Kriteria teknis pada alternatif 2 hanya unggul dalam indikator kerapatan jalan,
spasi jalan dan jarak sarad rata-rata sehingga jumlah total skala pada alternatif
ini sebesar 29. Alternatif 3 memiliki nilai skor yang paling rendah
dibandingkan dengan alternatif lainnya yaitu sebesar 11. Alternatif ini tidak
unggul dalam setiap indikator dari kriteria ekonomi.
Hasil analisis berdasarkan kriteria ekonomi menunjukan bahwa
alternatif 1 dan 2 memiliki keunggulan yang sama pada setiap indikatornya.
Pada indikator pendapatan dan pengeluaran dari kedua alternatif ini, masing-
masing mendapatkan nilai skala sebesar 9 maka jumlahnya sebesar 18.
Sedangkan pada alternatif 3, indikator pendapatan memiliki nilai skala yang
sama dengan alternatif lainnya namun pada indikator pengeluaran didapatkan
skala sebesar 1. Hal ini menunjukan bahwa pengeluaran pada alternatif 3
memiliki jumlah nominal yang besar dibandingkan alternatif lainnya,
sehingga berdasarkan analisis termasuk kedalam skala 1 yang berarti sangat
buruk.
Menurut kriteria ekologi, menunjukan bahwa pada alternatif 2
memiliki nilai skala yang paling besar yaitu sebesar 9 pada setiap
indikatornya. Hal ini menunjukan bahwa jumlah pohon yang dilindungi dan
pohon inti yang rusak akibat pembuatan jalan serta luas keterbukaan arealnya
paling kecil dibandingkan dengan alternatif lainnya. Alternatif 1 memiliki
nilai skala sempurna pada indikator jumlah pohon inti dan dilindungi yang
rusak karena pembuatan jalan, namun pada indikator luas keterbukaan hanya
mendapatkan nilai skala sebesar 8. Sedangkan pada alternatif 3, jumlah pohon
yang rusak dan luas keterbukan arealnya sangat besar sehingga pada akhirnya
alternatif 3 hanya mendapatkan nilai skala sebesar 5.
Keputusan akhir pemilihan rencana alternatif trase jalan didasarkan
pada jumlah total terbesar dari nilai skala berdasarkan analisis utilitas.
Berdasarkan hal tersebut, maka dengan demikian rencana alternatif trase yang
dipilih yaitu alternatif 1. Alternatif 1 memiliki nilai skala 72, diikuti alternatif
2 sebesar 65 dan alternatif 3 sebesar 26. Rencana alternatif 1 merupakan
rencana yang paling baik dibandingkan rencana alternatif lainnya. Alternatif 1
dapat memberikan keuntungan dari aspek teknis, aspek ekonomi, dan aspek
ekologi sehingga keuntungan (revenue) yang didapatkan dapat maksimal,
rencana trase yang dibangun efektif dan efisien serta memiliki kerusakan
lingkungan yang paling minimum.
BAB IV. KESIMPULAN
4.1. Kesimpulan
Perencanaan pembuatan trase jalan untuk kegiatan pengusahaan hutan di
PT. Latihan Lestari menggunakan 3 alternatif dengan pengambilan keputusan
berdasarkan analisis kegunaan berdasarkan kriteria teknis, ekonomi dan sosial
dengan jumlah 9 indikator. Berdasarkan hasil nilai skala pada analisis utilitas,
alternatif 1 merupakan alternatif terbaik pertama dengan nilai skala sebesar 72,
diikuti alternatif 2 dengan nilai skala sebesar 65 sebagai alternatif terbaik
kedua, dan alternatif peringkat terbawah yaitu alternatif 3 dengan nilai skala
26. Rencana alternatif terbaik mempunyai kerapatan jalan yang rendah, spasi
jalan yang tinggi, faktor koreksi yang kecil, persen pwh yang tinggi,
menguntungkan dari segi ekonomi, serta tidak menimbulkan kerusakan
lingkungan yang besar.