PERENCANAAN CAMPURAN BAHAN (MIX DESIGN)
-
Upload
vide-mirza-faillasuf -
Category
Documents
-
view
115 -
download
6
description
Transcript of PERENCANAAN CAMPURAN BAHAN (MIX DESIGN)
BAB III
PERENCANAAN CAMPURAN BAHAN (MIX DESIGN)
Perencanaan adukan beton cara inggris (“The Britist Mix Design Method“) ini
tercantum dalam “Design of Normal Concrete Mixes” telah menggantikan cara
“Road Note No.4” sejak tahun 1975. Di Indonesia cara ini dikenal dengan cara DOE
(‘Department of Environment’). Perencanaan dengan cara DOE ini dipakai sebagai
standart perencanaan oleh Depertemen Pekerjaan Umum di Indonesia,dan dimuat
standart SK.SNI.T-15-1990-03 dengan judul bukunya : “Tata cara Pembuatan
Rencana Campuran Beton Normal”.dalam perencanaan cara ini digunakan tabel-tabel
dan grafik-grafik.
Langkah-langkah pokok cara ini adalah :
1. Penetapan kuat tekan beton yang disyaratkan (fc’) pada umur tertentu
kuat tekan beton yang disyaratkan ditetapkan sesuai dengan persyaratan
perencanaan strukturnya dan kondisi setempat. Di Indonesia, yang dimaksud
dengan kuat tekan beton yang disyaratkan ialah kuat tekan beton dengan
kemungkinan lebih rendah dari nilai itu hanya sebesar 5% saja.
2. Penetapan nilai deviasi standart (s)
Deviasi standart ditetapkan berdasarkan singkat mutu pengendalian pelaksanaan
pencampuran betonnya. Makin baik mutu pelaksanaan makin kecil nilai deviasi
standartnya. Penetapan deviasi standart (s) ini berdasarkan pada hasil pengalaman
praktek pelaksana pada waktu yang lalu, untuk pembuatan beton mutu yang sama
dan menggunakan bahan dasar yang sama pula.
a) Jika pelaksana mempunyai catatan data hasil pembuatan beton serupa pada
masa yang lalu maka persyaratannya (selain yang tersebut diatas) jumlah data
hasil uji minimum 30 buah. (satu data hasil uji kuat tekan adalah hasil uji rata-
rata dari uji tekan dua silinder yang dibuat dari contoh beton yang sama dan
diuji pada umur 28 hari atau umur pengujian lain yang ditetapkan).
Jika jumlah data hasil uji kurang dari 30 buah maka dilakukan koreksi
terhadap nilai deviasi standart dengan suatu faktor pengali, seperti tampak
pada tabel berikut :
Tabel 3.1. Faktor Pengali Deviasi Standart
Jumlah Data 30 25 20 15 <15
Faktor Pengali 1,0 1,03 1,08 1,16 Tidak boleh
*) untuk nilai antara dipakai interpolasi
b) Jika pelaksana tidak mempunyai catatan/ pengalaman hasil pengujian beton
pada masa lalu yang memenuhi persyaratan tersebut (temasuk data hasil uji
kurang dari 15 buah), maka nilai margin, langsung diambil sebesar 12 Mpa.
(lihat langkah 3)
Untuk memberikan gambaran bagaimana cara menilai tingkat pengendalian
mutu pekerjaan beton, disini diberikan pedoman dengan melihat tabel berikut :
Tabel 3.2. Nilai deviasi standart untuk berbagai tingkat pengendalian mutu
pekerjaan
Tingkat pengendalian mutu pengerjaan SD (Mpa)
Memuaskan 2,8
Sangat baik 3,5
Baik 4,2
Cukup 5,6
Jelek 7,0
Tanpa kendali 8,4
3. Perhitungan nilai tambah “Margin (M)”.
Jika nilai tambah ini sudah ditetapkan sebesar 12 Mpa maka langsung ke
langkah 4. jika nilai tambah dihitung berdasarkan nilai deviasi standart sd maka
dilakyukan dengan rumus berikut :
M = k. Sd
Dengan : M = nilai tambah (Mpa)
K = 1,64
Sd = deviasi standart (Mpa)
4. Menetapkan kuat tekan rata-rata yang direncanakan
Kuat tekan beton rata-rata yang direncanakan diperoleh dengan rumus :
f’cr = f’c + M
Dimana : f’cr = kuat tekan rata-rata, Mpa
f’c = kuat tekan yang disyaratkan,Mpa
M = nilai tambah, Mpa
5. Penetapan jenis semen portland
Menurut PUBI 1982 di Indonesia Semen Portland dibedakan menjadi 5
jenis, yaitu jenis I, II, III, IV, dan V. Jenis I merupakan jenis semen biasa, adapun
jenis III merupakan jenis semen yang di[pakai untuk struktur yang menuntut
persyaratan kekuatan awal yang tinggi, atau dengan kata lain sering disebut
semen cepat mengeras. Pada langkah ini ditetapkan apakah dipakai semen biasa
ataukah semen yang cepat mengeras.
6. Penetapan jenis agregat
Jenis kerikil dan pasir ditetapkan, apakah berupa agregat alami (tak
dipecahkan) ataukah agregat jenis batu pecah (crushed aggregate).
7. Tetapkan faktor air semen dengan salah satu dari dua cara berikut :
a) Cara pertama : Berdasarkan jenis semen yang dipakai dan kuat tekan rata-
rata silinder/ kubus beton yang direncanakan pada umur tertentu, ditetapkan
faktor air semen dengan melihat Gb.4 (untuk silinder) dan Gb.5 (untuk
kubus).
b) Cara kedua : Berdasarkan jenis semen yang dipakai, jenis agregat kasar, dan
kuat tekan rata-rata yang direncanakan pada umur tertentu, ditetapkan nilai
faktor air semen dengan tabel 3.3 dan
Langkah penetapannya dilakukan dengan cara sbb :
1) Lihat tabel 3.3 dengan data jenis semen, jenis agregat kasar, bentuk benda
uji dan umur beton yang dikehendaki, dibaca perkiraan kuat tekan silinder
beton yang akan diperoleh jika dipakai faktor air semen 0,50. jenis maupun
umur beton yang direncanakan, maka dapat diperoleh kuat tekan beton
seandainya dipakai f.a.s 0,50.
2) Lihat lukislah titik A pada Gb dengan nilai f.a.s 0,50 (sebagai absis) dan
kuat tekan beton yang diperoleh dari tabel 3.3 (sebagai ordinat). Pada titik
A tersebut kemudian dibuat grafik baru yang bentuknya sama dengan dua
grafik yang sudah ada didekatnya. Selanjutnya ditarik garis mendatar dari
sumbu tegak dikiri pada kuat tekan rata-rata yang dikehendaki sampai
memotong grafik baru tersebut. Dari titik potong itu kemudian ditarik garis
kebawah sampai memotong sunbu mendatar dan dapatlah dibaca nilai f.a.s
yang dicari.
8. Penetapan faktor air semen maksimum
Agar beton yang diperoleh tidak cepat rusak misalnya, maka perlu
ditetapkan nilai f.a.s maksimum dilakukan dengan tabel 3.4.
Jika nilai f.a.s maksimum ini lebih rendah dari nilai f.a.s dari langkah 7,
maka nilai f.a.s maksimum ini yang dipakai untuk perhitungan selanjutnya.
Tabel 3.3 Perkiraan Kuat Tekan Beton (Mpa) dengan Faktor Air Semen 0,50
Jenis
semenJenis agregat
Kekuatan Tekan (Mpa)
Umur (hari)Bentuk
benda uji3 7 28 91
I,II,IV
Alami 17 23 33 40Silinder
Batu pecah 19 27 37 45
Alami 20 28 40 48Kubus
Batu pecah 23 32 45 54
III,IV
Alami 21 28 38 44Silinder
Batu pecah 25 33 44 48
Alami 25 31 46 53kubus
Batu pecah 30 40 53 60
Tabel 3.4 Persyaratan faktor Air Semen Maksimum untuk berbagai penbetonan
dan lingkungan khusus
Jenis pembetonan f.a.s maks
Beton didalam ruang bangunan
a. keadaan keliling non korosif
b. keadaan keliling non korosif, disebabkan oleh kondensasi
atau uap korosi
0,60
0,52
Beton diluar ruang bangunan
a. tidak terlindung dari hujan dan terik matahari langsung
b. terlindung dari hujan dan terik matahari langsung
0,55
0,60
Beton yangmasuk kedalam tanah
a. mengalami keadaan kering dan basah berganti-ganti
b. mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari tanah
0,55
0,52
Beton selalu berhubungan dengan air tawar atau payau atau laut
0,52 – 0,75
Tabel 3.5 faktor air semen maksimum untuk beton yangberhubungan dengan
air tanah yang mengandung sulfat
Konsentrasi sulfat (SO3) Jenis semen Fas
maksDalam tanah SO3 dalam
air tanah
(gr/ltr)
Total SO3
%
SO3 dalam
campuran
air : tanah = 2
: 1 (gr/ltr)
< 0,2
0,2 – 0,5
0,5 – 1,0
1,0 – 2,0
> 2,0
< 1,0
1,0 – 1,9
1,9 – 3,1
3,1 – 5,6
> 5,6
0,3
0,3 – 1,2
1,2 – 2,5
2,5 – 5,0
> 5,0
Tipe I dengan atau tanpa
pozolan (15 – 40%)
Tipe I tanpa pozolan
Tipe I dengan pozolan (15 –
40%) atau semen portland
pozolan
Tipe II atau IV
Tipe II atau V
Tipe II atau V dan lapisan
pelindung
0,50
0,55
0,55
0,55
0,45
0,45
Tabel 3.6 Faktor Air Semen untuk beton bertulang dalam air
Berhubungan dengan Tipe semen
Air tawar Semua tipe I – V
Air payau
Tipe I + pozolan (15 – 40%)
S.P pozolan
Tipe II atau V
Air laut Tipe II atau V
9. Penetapan nilai slump
Penetapan nilai slump dilakukan dengan memperhatikan pelaksanaan
pembuatan, pengangkutan, penuangan, pemadatan maupun jenis strukturnya. Cara
pengangkutan adukan beton dengan aliran dalam pipa yang dipompa dengan
tekanan membutuhkan nilai slump yang besar, adapun pemadatan adukan dengan
alat getar (triller) dapat dilakukan dengan nilai slump yang agak kecil. Nilai
slump yang diinginkan dapat diperoleh dari tabel 3.7.
Tabel 3.7 Penetapan nilai slump (cm)
Pemakaian beton Max Min
Dinding, plat fondasi dan fondasi telapak bertulang 12,5 5,0
Fondasi telapak tidak bertulang, kaison, dan struktur dibawah
tanah9,0 2,5
Pelat, balok, dan dinding 15,0 7,5
Pengerasan dalam 7,5 15,0
Pembetonan masal 7,5 2,5
10. Penetapan besar butir agregat maksimum
Penetapan besar butir agragat maksimum dilakukan berdasarkan nilai
terkecil dari ketentuan-ketentuan berikut :
a. Tiga per empat kali jarak bersih minimum antar baja tulangan, atau berkas
baja tulangan atau tendon prategang atau selongsong.
b. Sepertiga kali tebal plat
c. Seperlima jarak terkecil antara bidang samping dari cetakan.
11.Tetapkan jumlah air yang diperlukan per meter kubik beton, berdasarkan
ukuran maksimum agregat, jenis agregat, dan slump yang diinginkan. Lihat
tabel 3.8.
Tabel 3.8 Perkiraan Kebutuhan Air Per Meter Kubik Beton (liter)
Besar ukuran maksimum
kerikil (mm)Jenis batuan
Slam
0 - 10 10 - 30 30 - 60 60 - 180
10 Alami
Batu pecah
150
180
180
205
205
230
225
250
20
40
Alami
Batu pecah
Alami
Batu pecah
135
170
115
155
160
190
140
175
180
210
160
190
195
225
175
205
Dalam tabel 3.8 apabila agregat halus dan agregat kasar yang dipakai dari
jenis yang berbeda (alami dan pecahan), maka jumlah air yang diperkirakan
diperbaiki dengan rumus :
A = 0,67 Ah + 0,33 Ak
Dengan :
A = jumlah air yang dibutuhkan, liter/m3
Ah = jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat halusnya
Ak = jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat kasarnya
12. Hitung berat semen yang diperlukan
Berat semen per meter kubik beton dihitung dengan membagi jumlah air
(dari langkah 11) dengan faktor air semen yang diperoleh pada langkah 7 dan 8.
13. Kebutuhan semen minimum
Kebutuhan semen minimum ditetapkan dengan tabel 3.9.
Kebutuhan semen minimum ini ditetapkan untuk menghindari beton dari
kerusakan akibat lingkungan khusus, misalnya lingkungan korosif, air payau, air
laut
Tabel 3.9 Kebutuhan Semen Minimum untuk berbagai Pembetonan dan
Lingkungan Khusus
Jenis pembetonanSemen minimum (kg/m3
beton)
Beton didalam ruang bangunan :
a. Keadaan keliling non-korosif
b. Keadaan keliling korosif, disebabkan oleh kondensasi atau
uap korosif
275
325
Beton diluar ruang bangunan :
a. Tidak terlindung dari hujan dan terik matahari langsung
b. Terlindung dari hujan dan terik matahari langsung
Beton yang masuk kedalam tanah :
a. Mengalami keadaan basah dan kering berganti-ganti
b. Mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari tanah
Beton yang selalu berhubungan dengan air tawar/payau/laut
325
275
325
Lihat tabel 7.15.a
Lihat tabel 7.15.b
Tabel 3.10 Kandungan semen minimum untuk beton yang berhubungan dengan
air tanah yang mengandung sulfat
Konsentrasi sulfat
Jenis semen
Kandungan semen
minimum (kg/m3)
ukuran maksimum
agregat (mm)
40 20
Dalam tanah
SO3 dalam air
tanah (gr/ltr)Total SO3
%
SO3 dalam
campuran air :
tanah = 2 : 1
(gr/ltr)
< 0,2
0,2 – 0,5
< 1,0
1,0 – 1,9
< 0,3
0,3 – 1,2
Tipe I dengan
atau pozolan
(15 – 40%)
Tipe I tanpa
pozolan
Tipe I dengan
280 300
290 330
250 290
1,0 – 2,0
> 2,0
3,1 – 5,6
> 5,6
2,5 – 5,0
> 5,0
pozolan (15 –
40%) atau
semen portland
pozolan
Tipe II atau V
Tipe II atau V
Tipe II atau V
dan lapisan
pelindung
330 370
330 370
Tabel 3.11 Kandungan semen minimum untuk beton bertulang dalam air
Berhubungan
denganTipe semen
Kandungan semen minimum ukuran
maksimum agregat (mm)
40 20
Air tawar
Air payau
Air laut
Semua tipe I – V
Tipe I + pozolan (15 – 40%) atau
S.P. pozolan
Tipe II atau V
Tipe II atau V
280 300
340 380
290 330
330 370
14. Penyesuaian kebutuhan semen
Apabila kebutuhan semen yang diperoleh dari (12) ternyata lebih sedikit
dari pada kebutuhan semen minimum (13) maka kebutuhan semen harus dipakai
yang minimum (yang nilainya lebih besar).
15.Penyesuaian jumlah air atau faktor air semen
Jika jumlah semen ada perubahan akibat langkah (14) maka nilai faktor air
semen berubah.
Dalam hai ini, dapat dilakukan dua cara berikut :
a. cara pertama, faktor air semen dihitung kembali dengan cara membagi jumlah
air dengan jumlah semen minimum.
b. Cara kedua, jumlah air disesuaikan dengan mengalikan jumlah semen
minimum dengan faktor air semen.
Catatan : cara pertama akan menurunkan faktor air semen, sedangkan cara kedua
akan menaikkan jumlah air yang diperlukan.
16. Penentuan daerah gradasi agregat halus
Berdasarkan gradasinya (hasil analisis ayakan) agregat halus yang akan
dipakai dapat diklasifikasikan menjadi 4 daerah. Penentuan daerah gradasi itu
didasarkan atas grafik gradasi yang diberikan dalam tabel 3.12. dengan tabel 3.12
tersebut agregat halus dapat dimasukkan menjadi salah satu dari empat daerah,
yaitu 1, 2, 3, dan 4.
Tabel 3.12 Batas Gradasi Pasir
Lubang ayakan
(mm)
Persen berat yang lewat ayakan
1 2 3 4
10
4,8
2,4
1,2
0,6
0,3
0,15
100
90 – 100
60 – 95
30 – 70
15 – 34
5 – 20
0 - 10
100
90 – 100
75 – 100
55 – 90
34 – 59
8 – 30
0 – 10
100
90 – 100
85 – 100
75 – 100
60 – 79
12 – 40
0 - 10
100
95 – 100
95 – 100
90 – 100
80 – 100
15 – 50
0 - 15
17. Perbandingan agregat halus dan agregat kasar
Nilai banding antara agregat halus dan agregat kasar diperlukan untuk
memperoleh gradasi aregat campuran yang baik. Pada langkah ini dicari nilai
banding antara berat agregat halus dan berat agregat campuran. Penetapan
dilakukan dengan memperhatikan besar butir maksimum agregat kasar, nilai slam,
faktor air semen, dan daerah gradasi agregat halus. Berdasarkan data tersebut dan
grafik pada Gb. 7.10.a atau Gb. 7.10.b atau Gb. 7.10.c. dapat diperoleh persentase
berat agregat halus terhadap berat agregat campuran.
18. Berat jenis agregat campuran
Berat jenis agregat campuran dihitung dengan rumus :
Bj camp =
P100 x bj agg. hls +
K100 x bj agg. ksr
Dengan :
Bj camp = berat jenis agregat campuran
Bj agg. hls = berat jenis agregat halus
Bj agg. ksr = berat jenis agregat kasar
P = persentase agregat halus terhadap agregat campuran
K = persentase agregat kasar terhadap agregat campuran
Berat jenis agregat halus dan agregat kasar diperoleh dari hasil
pemeriksaan laboraturium, namun jika tidak ada dapat diambil sebesar 2,60 untuk
agregat tak pecah/alami dan 2,70 untuk agregat pecahan.
19. Penentuan berat jenis beton
Dengan data berat jenis agregat campuran dari langkah (18) dan kebutuhan
air tiap meter kubik betonnya maka dengan grafik pada Gb. 7. dapat diperkirakan
berat jenis betonnya.
Caranya adalah sbb :
a. Dari berat jenis agregat campuran pada langkah 17 dibuat garis kurva berat
jenis gabungan yang sesuai dengan garis kurva yang paling dekat dengan garis
kurva pada gambar 7. kebutuhan air yang diperoleh pada langkah (11)
dimasukkan dalam gambar 7. kemudian dari nilai ini ditarik garis vertikal ke
atas sampai garis kurva yang dibuat pada a. Diatas.
b. Dari titik potong ini kemudian ditarik garis horizontal kekiri sehingga
diperoleh nilai berat jenis beton.
20. Kebutuhan agregat campuran dihitung dengan cara mengurangi berat beton
per-meter kubik dikurangi kebutuhan air dan semen.
21. Hitung berat agregat halus yang diperlukan, berdasarkan hasil langkah (17)
dan (20)
Kebutuhan agregat halus dihitung dengan cara mengalikan kebutuhan
agregat campuran dengan persentase berat agregat campuran dengan persentase
berat agregat halusnya.
22. Hitung berat agregat kasar yang diperlukan, berdasarkan hasil langkah (20)
dan (21)
Kebutuhan agregat kasar dihitung dengan cara mengurangi kebutuhan
agregat campuran dengan kebutuhan agregat halus.
Untuk mempermudah pelaksanaan, maka pada halaman berikut ini
diberikan formulir isian.
Dalam perhitungan diatas, agregat halus dan agregat kasar dianggap dalam
keadaan jenuh kering-muka maka harus dilakukan koreksi terhadap kebutuhan
bahannya. Koreksi harus selalu minimum per satu kali per hari.
Hitung koreksi dilakukan dengan rumus sebagai berikut :
1) Air = A - [( Ah−A 1 )/100 ] x B - [( Ak−A 2 )/100 ] x C
2) Agregat halus = B + [( Ah−A 1 )/100 ] x B
3) Agregat kasar = C + [( Ak−A 2 )/100 ] x C
Dengan :
A = jumlah kebutuhan air (liter/m3)
B = jumlah kebutuhan agregat halus (kg/m3)
C = jumlah kebutuhan agregat kasar (kg/m3)
Ah = kadar air sesungguhnya dalam agregat halus (%)
Ak = kadar air sesungguhnya dalam agregat kasar (%)
A1 = kadar air pada agregat halus jenuh kering-muka (%)
A2 = kadar air pada agregat kasar jenuh kering-muka (%)
FORMULIR PERANCANGAN ADUKAN BETON
( MENURUT STANDAR PEKERJAAN UMUM )
NO URAIAN HASIL
1 Kuat tekan yang disyaratkan pada umur 28 hari 208 MPa
2 Deviasi standar ( s ) 45 MPa
3 nilai tambah (m) 1,64 x s 60.3 MPa
4 Kuat tekan rata-rata yang direncanakan 1+ 2b 268.3 MPa
5 Jenis Semen Tiga roda (Tipe 1)
6 Jenis agregat kasar Batu pecah
Jenis agregat halus
Pasir lumajang
(alami)
7 Factor air semen ( tabel 3.3 dan gbr.4/5 atau gbr 6 ) 0,62
8 Factor air semen maksimum ( tabel 3.4 ) 0,6
→ dipakai factor air semen yang terendah
9 Nilai slam ( tabel 3.7 ) 100 – 120 mm
10 Ukuran maksimum agregat kasar 40 mm
11 kebutuhan air ( tabel 3.8 ) 185 ltr
2/3. 175 + 1/3. 205
12 kebutuhan semen portland (dari butir 8 & 11) 308 kg
13 kebutuhan semen portland minimum (tabel 3.9) 275 kg
14 → dipakai kebutuhan semen portland
15 penyesuaian jumlah air atau f.a.s -
16 daerah gradasi agregat halus (tabel 3.12) Zona 3
17 persen berat agregat halus terhadap campuran 34%
(gbr 1,2,3)
18 berat jenis agregat campuran (dihitung) 2.7
34/100. 2,8 + 66/100. 2.7 = 2.73 2.7
19 berat jenis beton (gbr.7) 2430 kg/ m³
20 kebutuhan agregat kasar ( langkah 19 - 11 - 14 ) 1937 kg/m³
21 kebutuhan agregat halus ( langkah 17 x 20 ) 658.58 kg/m³
22 kebutuhan agregat kasar ( langkah 20 - 21 ) 1278.42 kg/m³
BahanBerat
Jenis
Berat Volume
(kg/m3)
Kelembaban
( %)
Resapan
(%)
Semen - 1399 - -
Air - 1000 - -
Pasir 2.6 2270 1.83 0.67
Kerikil 2.7 1380 0.31 1.33
BahanJumlah
BahanKoreksi
Banyaknya Bahan Aktual Proporsi
Berat Volume Berat Volume
Semen 308 0 308 0.22 1 1
Air 185 5.36 190.36 0.19 0.62 0.86
Pasir 658.58 7.46 666.22 0.48 2.16 2.18
Kerikil 1278.42 -13 1265.42 0.56 4.11 2.54
Kesimpulan
VolumeBerat
Air Semen Agregat Halus Agregat Kasar
1 m3 190.36 308 666.22 1265.42
1
adukan 5.78 9.36 20.24 38.44