PERBEDAAN SELF REGULATED LEARNING SISWA …€¦ · ijazah, bukan menjadikan siswa cerdas, mandiri...
Transcript of PERBEDAAN SELF REGULATED LEARNING SISWA …€¦ · ijazah, bukan menjadikan siswa cerdas, mandiri...
i
PERBEDAAN SELF REGULATED LEARNING SISWA
HOMESCHOOLING DENGAN SISWA SEKOLAH
REGULER PADA TINGKAT SMA
OLEH
ONY YANUAR PUTRA
802011058
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari
Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017
2
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN
AKADEMIS
Sebagai civitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang
bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Ony Yanuar Putra
NIM : 802011058
Program Studi : Psikologi
Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Jenis Karya : Tugas Akhir
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
UKSW hal bebas royalti non-eksklusif (non-exclusive royalty freeright) atas karya
ilmiah saya berjudul:
PERBEDAAN SELF REGULATED LEARNING SISWA
HOMESCHOOLING DENGAN SISWA SEKOLAH REGULER PADA
TINGKAT SMA
Dengan hak bebas royalti non-eksklusif ini, UKSW berhak menyimpan,
mengalihmedia/mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data,
merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/pencipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Mengetahui,
Pembimbing
Ratriana Y.E. Kusumiati, M.Si., Psi.
Dibuat di : Salatiga
Pada tanggal : 22 Agustus 2017
Yang menyatakan,
Ony Yanuar Putra
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Ony Yanuar Putra
NIM : 802011058
Program studi : Psikologi
Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul:
PERBEDAAN SELF REGULATED LEARNING SISWA
HOMESCHOOLING DENGAN SISWA SEKOLAH REGULER PADA
TINGKAT SMA
Yang dibimbing oleh:
Ratriana Y.E. Kusumiati, M.Si., Psi.
Adalah benar-benar hasil karya saya.
Didalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan
atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam
bentuk rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah
sebagai karya sendiri tanpa memberikan pengakuan kepada penulis atau sumber
aslinya.
Salatiga, 22 Agustus 2017
Yang memberi pernyataan,
Ony Yanuar Putra
LEMBAR PENGESAHAN
PERBEDAAN SELF REGULATED LEARNING SISWA
HOMESCHOOLING DENGAN SISWA SEKOLAH REGULER PADA
TINGKAT SMA
Oleh
Ony Yanuar Putra
802011058
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Disetujui pada tanggal 22 Agustus 2017
Oleh
Pembimbing
Ratriana Y.E. Kusumiati, M.Si., Psi.
Diketahui oleh,
Kaprogdi
Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS.
Disahkan oleh,
Dekan
Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA.
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017
PERBEDAAN SELF REGULATED LEARNING SISWA
HOMESCHOOLING DENGAN SISWA SEKOLAH
REGULER PADA TINGKAT SMA
Ony Yanuar Putra
Ratriana Y.E. Kusumiati
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017
i
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan Self Regulated Learning
pada siswa homeschooling dengan siswa sekolah regular. Hipotesis penelitian ini
adalah adanya perbedaan Self Regulated Learning pada siswa homeschooling
dengan sekolah regular, dimana siswa Homeschooling mempunyai Self Regulated
learning lebih tinggi daripada siswa sekolah regular. Sampel berjumlah 104 siswa
dengan siswa homeschooling berjumlah 47 dan siswa sekolah regular berjumlah
57. Teknik pengambilan data menggunakan purposive sampling. pengumpulan
data menggunakan skala BBRD (Belajar Berdasarkan Regulasi Diri) yang disusun
berdasarkan tiga komponen yang terdapat pada skala MSLQ yaitu motivasi,
metakognitif, dan regulasi belajar (Wolters, dalam Alsa, 2005). Hasil penelitian
menunjukan tidak ada perbedaan Self Regulated learning antara siswa
homeschooling dengan siswa sekolah regular. Namun Self Regulated Learning
kedua sistem pendidikan berada pada katagori tinggi.
Kata Kunci : Self Regulated Learning, Homeschooling, sekolah regular
ii
ABSTRACT
This study want to determine existence of Self Regulated Learning differences in
homeschooling students with regular school students, where Homeschooling
students have higher Self Regulated learning than regular school students.
Sample amounted to 104 students with 47 homeschooling students and 57 regular
school students. Techniques of data collection using purposive sampling. Data
collection using BBRD scale (Self Based Learning Regulations) compiled based
on three components on MSLQ scale that is motivation, metacognitive, and
learning regulation (Wolters, in Alsa, 2005). The results showed no difference Self
Regulated learning between students homeschooling with regular school students.
But the Self Regulated Learning of both education systems is in the high category.
Keywords: Self Regulated Learning, Homeschooling, regular school
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik (KBBI, 2014). Pendidikan bisa dikatakan
sebagai salah satu kebutuhan pokok manusia, karena memiliki peran yang sangat
menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu. Secara umum
pendidikan merupakan kewajiban yang harus dilakukan semua orang sejak dini.
Pendidikan juga dapat membentuk sikap, nilai serta pola pikir seperti keterbukaan
terhadap perubahan, inovasi, serta penggunaan sains dan teknologi dalam bidang kerja
dan kehidupan sehari-hari (dalam Sidin, Long, Abdullah, & Mohamed, 2001).
Pendidikan sebagai satu institusi sosial memainkan peranan yang penting dalam
penyediaan tenaga kerja pakar, teknikal dan profesional. Pendidikan juga dapat
membentuk sikap, nilai serta mindset seperti bersedia untuk menerima perubahan,
inovasi serta penggunaan sains dan teknologi dalam bidang kerja dan kehidupan
seharian terutamanya di kalangan generasi muda (Sidin, dkk, 2001).
Di Indonesia pendidikan dibagi menjadi tiga jalur (Undang-Undang No 20
Tahun 2003) yaitu formal, informal, dan non formal.Pada hakekatnya ketiga jalur
tersebut sama-sama sebagai sarana untuk menghantarkan peserta didik mencapai tujuan
pendidikan seperti yang diharapkan. Pendidikan informal, yaitu pendidikan yang
diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar
sepanjang hayat. Pendidikan ini berlangsung dalam keluarga, pergaulan sehari-hari
maupun pekerjaan, masyarakat, dan organisasi. Seperti pada homeschooling dan
2
pendidikan anak usia dini. Pendidikan formal, yaitu pendidikan yang berlangsung secara
teratur, bertingkat, dan mengikuti syarat-syarat tertentu secara ketat. Pendidikan ini
berlangsung di sekolah, seperti taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah,
ataupun perguruan tinggi. Pendidikan Non Formal, yaitu pendidikan yang dilaksanakan
secara tertentu dan sadar, tetapi tidak begitu mengikuti peraturan yang ketat. Sebagai
contoh lembaga bimbingan belajar, pelatihan, organisasi pemuda dan remaja, maupun
organisasi masyarakat. Pada saat ini sekolah merupakan salah satu representasi
institusional dari nilai-nilai modern yang dipegang manusia saat ini. Sekolah formal
sebagai ruang pendidikan untuk mendidik setiap individu untuk mencapai prestasi
belajar yang tinggi adalah solusi untuk mengatasi keterbatasan keluarga dalam mendidik
anak secara sadar dan terencana.
Walaupun sekolah menjadi intitusi pendidikan yang terbukti memberikan
manfaat bagi kemanusiaan, namun proses pencarian pendidikan yang terbaik tak pernah
berhenti (Abe Saputra, dalam Ika Rahmawati, 2012). Menurut Sugiantoro (dalam
Hernowo, t.t), disadari atau tidak, belajar di sekolah hanya untuk mendapatkan lembar
ijazah, bukan menjadikan siswa cerdas, mandiri dan berakhlak. Kasus dimana seringnya
siswa tidak mengerjakan tugas dari guru, siswa jarang belajar dan tidak memperhatikan
materi pelajaran, banyaknya murid menghandalkan teman yang lebih pintar untuk
mengerjakan tugas sekolah, serta perilaku menyontek saat ulangan dan ujian, lebih
buruknya lagi banyak siswa yang membolos dan meninggalkan jam pelajaran
menunjukan bahwa kurangnya kemandirian peserta didik (siswa) untuk belajar. Ini
menunjukan tujuan dan fungsi sekolah terlupakan. Berdasarkan fenomena di lingkungan
sekolah yang ada, kebanyakan orang tua khawatir anaknya tidak dapat menempuh
pendidikan di sekolah secara maksimal. Dengan demikian banyak orang tua yang
3
memilih dan mempercayai pendidikan dengan jalur alternatif yang beragam bentuknya,
salah satu diantaranya adalah homeschooling.
Holt (dalam Mardianti, 2008) menegaskan bahwa homeschooling merupakan
sebuah pendidikan yang dilakukan „tanpa sekolah‟ dan dilakukan di rumah, berdasarkan
pada pembelajaran yang terpusat pada anak. Menurut Yulfiansyah (dalam Mardianti,
2008) homeschooling merupakan sebuah wacana pembelajaran yang menitikberatkan
kepada pemanfaatan potensi anak didik dengan sedikit supervisi. Mulyadi (2007)
menjelaskan bahwa ada 3 jenis Homeschooling yang terdapat di Indonesia diantaranya
adalah : Homeschooling tunggal, Homeschooling majemuk, dan Homeschooling
komunitas.
Homeschholing tunggal merupakan homeschooling yang dilaksanakan oleh
orangtua dalam satu keluarga tanpa bergabung dengan lainnya. Sedangkan
homeschooling majemuk merupakan homeschooling yang dilaksanakan oleh dua atau
lebih keluarga untuk kegiatan tertentu sementara kegiatan pokok tetap dilaksanakan
oleh orangtua masing-masing. Alasannya terdapat kebutuhan yang dapat
dikompromikan oleh beberapa keluarga untuk melakukan kegiatan bersama. Contohnya
kegiatan olahraga (misalnya keluarga atlet tenis, bulutangkis), keahlian musik/seni,
kegiatan sosial dan keagamaan.
Pada homeschooling komunitas merupakan gabungan beberapa homeschooling
majemuk, menyusun dan menentukan silabus, bahan ajar, kegiatan pokok (olahraga,
musik/seni, dan bahasa), sarana dan prasarana, serta jadwal pembelajaran ditentukan
oleh penyelenggara komunitas. Beberapa keluarga memilih komunitas homeschooling
karena : terstruktur dan lebih lengkap untuk pendidikan akademik, pembangunan akhlak
4
mulia, dan pencapaina belajar. Tersedianya fasilitas pembelajaran yang baik, misalnya
bengkel kerja, laboratorium, perpustakaan, auditorium, fasilitas olahraga dan kesenian.
Dukungan lebih besar karena masing-masing bertanggungjawab untuk saling mengajar
sesuai keahlian masing-masing. Saat ini banyak sekali orang tua yang mempercayakan
anaknya pada pendidikan berbasis homeschooling komunitas. Hal tersebut diikuti
dengan pesatnya pertumbuhan homeschooling di Indonesia hingga terdapat 1.000
hingga 1.500 siswa homeschooling menurut Ella Yulaelawati, direktur pendidikan
kesetaraan Depdiknas (dalam Homeschooling : Lompatan Cara Belajar). Namun,
penelitian-penelitian dan kajian mengenai kurikulum, efektivitas pembelajaran, dan
pengembangan potensi siswa homeschooling komunitas belum banyak ditemukan.
Dalam pelaksanaannya, proses pembelajaran baik melaui sekolah reguler
maupun homeschooling tidak luput dari permasalahan-permasalahan yang ditemui
ketika melaksanakan prosesnya. Sebagai contoh banyaknya siswa yang tidak hadir
dalam jam pelajaran, sering terlambat masuk sekolah, tidak mengerjakan tugas,
hilangnya kotmitmen belajar, banyaknya murid menghandalkan teman yang lebih pintar
untuk mengerjakan tugas sekolah, serta perilaku menyontek saat ulangan dan ujian
menunjukan bahwa kurangnya kemandirian peserta didik (siswa) untuk belajar (Surya,
2009).
Permasalahan-permasalahan tersebut ditemui khususnya ketika si peserta didik
mengalami kesulitan dalam belajar.Kemandirian belajar seharusnya sudah ada sejak
usia dini. Andrew (dalam Mardianti, 2008) mengatakan bahwa skor imajinatif paling
tinggi terjadi pada saat anak berusaia 4,5 tahun dan kemudian menurun pada usia 5
tahun saat anak memasuki taman kanak-kanak. Pada usia 9 tahun (akhir kelas III) terjadi
penurunan hampir pada semua kemampuan berpikir kreaktif. Masa pemulihan terjadi di
5
kelas V terutama untuk komponen kelancaran (fluency), pemulihan orisinalitas baru
terjadi saat kelas VI. Oleh karena itu pengaturan diri dalam proses pembelajaran perlu
ditingkatkan agar siswa dapat mencapai tujuan belajar. Siswa yang mampu mengatur
dirinya sendiri cenderung akan mengatur jam belajar serta memilih strategi-strategi
yang dapat menunjang prestasi akademiknya. Kemampuan mengatur diri dalam
pembelajaran, disebut dengan self-regulated learning (SRL) (Zimmerman dalam Chen,
2002). Self-regulated learning adalah memunculkan dan memonitor sendiri pikiran,
perasaan, dan perilaku untuk mencapai suatu tujuan (Santrock, 2007: 296). Boekaerts
(dalam Cheng, 2011: 4) mendefinisikan self-regulated learning sebagai serangkaian
proses kognitif dan afektif yang saling berkaitan yang beroperasi bersama komponen
berbeda dari sistem pengolahan informasi. Schunk dan Zimmerman (dalam
Susanto,2006) menyatakan bahwa SRL dapat dipahami sebagai penggunaan suatu
proses yang mengaktivasi pemikiran, perilaku dan affect (perasaan) yang terus-menerus
dalam upaya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Zimmerman dan Martinez-
Pons (1990) menyatakanbahwa ada 3 aspek dari self-regulated learning, yaitu:
metakognitif, motivasi, dan perilaku.
Metakognitif adalah kemampuan individu dalam merencanakan,
mengorganisasikan atau mengatur, menginstruksikan diri, memonitor dan melakukan
evaluasi dalam aktivitas belajar. Motivasi merupakan fungsi dari kebutuhan dasar untuk
mengontrol dan berkaitan dengan perasaan kompetensi yang dimiliki setiap individu.
Perilaku merupakan upaya individu untuk mengatur diri, menyeleksi, dan
memanfaatkan maupun menciptakan lingkungan yang mendukung aktivitas belajarnya.
Dalam proses pembelajaran tentunya siswa sebaiknya menggunakan strategi
yang tepat dalam belajar agar proses belajar dapat berlangsung dengan maskimal.
6
Penggunaan strategi yang tepat dalam belajar dapat tercapai apabila siswa memiliki
SRL yang optimal dan mampu menerapkannya dalam proses belajar (Markus & Wurf
dalam Deasyanti & Anna, 2007). Siswa yang memiliki SRL yang tinggi cenderung
mampu untuk mengatur dirinya sendiri, terkait dengan pengaturan jam belajar,
pemilihan strategi belajar, perencanaan dan penetapan tujuan belajar (Zimmerman
dalam Chen, 2002). Setiap siswa perlu memiliki Self-Regulated Learning agar dapat
menyelesaikan tugas dan mampu mengatasi suatu masalah dalam hal belajar.
Pentingnya SRL dalam proses belajar ditunjukan oleh Entwistle (dalam Saputra, 2005)
yang menyampaikan bahwa kemajuan akademik yang dicapai bergantung pada pola
perilaku dan kemandirian belajar (self-regulation learning). Tetapi tingkat kemandirian
setiap siswa berbeda-beda satu sama lain. Namun, hanya siswa yang sudah terbiasa
mandiri tidak akan mengalami kesulitan dalam belajar, karena siswa sudah mampu
mengatur dan mengarahkan dirinya tanpa ketergantungan dengan orang lain serta
menunjukkan kesiapannya dalam belajar, seperti mampu menyelesaikan tugasnya
sendiri, dan percaya diri dalam mengutarakan pendapatnya. Disisi lain siswa yang tidak
terbiasa mandiri belajar mereka cenderung pasif dan tidak percaya diri dalam belajar
dan mereka akan menunjukkan ketidaksiapannya dalam belajar.
Dari pemaparan tentang pentingnya Self regulated learning juga diperkuat
tentang penelitian-penelitian sebelumnya. Pada hasil penelitian yang dilakukan oleh
Ilhami (2011) menunjukan bahwa kemampuan BBRD (belajar berdasarkan regulasi
diri) antara siswa homeschooling dan sekolah tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan meskipun setelah mengontrol tingkat inteligensi. Meskipun demikian,
kemampuan BBRD siswa pada kedua sistem pendidikan berada diatas rata-rata. Pada
penelitian yang dilakukan Haryanto (2015) tentang perbandingan kompetensi sosial
7
siswa komunitas homeschooling dengan siswa regular SD Muhammadiyah 1 surakarta
menunjukan adanya perbedaan dimana siswa homeschooling lebih tinggi kompetensi
sosialnya daripada siswa sekolah regular. Selanjutnya, dalam penelitian yang dilakukan
oleh Wichers (2001) yang berjudul “Homeschooling: Adventitious or detrimental for
proficiency in higher education” menyimpulkan bahwa siswa yang belajar di rumah
(homeschooling) lebih baik secara akademis dibandingkan dengan individu yang
disekolahkan secara tradisional (disekolah).
Berdasarkan pemaparan diatas, diketahui bahwa terdapat perbedaan hasil
penelitian mengenai perbedaan SLR pada siswa homeschooling dengan siswa sekolah
regular. Untuk mengetahui lebih mendalam mengenai perbedaan tersebut, maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian “Apakah terdapat perbedaan self regulated learning
pada siswa homeschooling dengan siswa sekolah reguler”.
Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah “terdapat perbedaan self regulated
learning pada siswa homeschooling dengan siswa sekolah regular” dengan siswa
homeschooling memiliki self regulated learning lebih tinggi daripada siswa sekolah
regular.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif. Menurut
Azwar (2012), pada pendekatan penelitian kuantitatif, data penelitian hanya akan dapat
diinterpretasikan dengan lebih objektif apabila diperoleh lewat suatu proses pengukuran
8
di samping valid dan reliabel, juga objektif. Variabel yang akan dilibatkan dalam
penelitiani adalah Self Regulated Learning(SLR). Menurut Schunk dan Zimmerman
(dalam Susanto,2006) SLR adalah penggunaan suatu proses yang mengaktivasi
pemikiran, perilaku dan affect (perasaan) yang terus-menerus dalam upaya untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Populasi dan Sampel
Populasi adalah serumpun atau sekelompok objek yang menjadi sasaran
penelitian.Penentuan populasi harus berpedoman pada tujuan dan permasalahan
penelitian (Bungin, 2010). Purwanto (2008) juga berpendapat populasi adalah
keseluruhan objek yang mempunyai satu karakteristik yang sama.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa sekolah regular dan homeschooling
komunitas pada tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Penelitian ini direncanakan
mengambil sampel masing-masing sebanyak 60 sample, pada tingkat kelas 12. SMA
yang dipilih peneliti adalah SMA Negeri 3 Semarang dan homeschooling Anugrah
Bangsa (Ansa) yang berada di Semarang.
Dalam proses pengambilan data dilapangan tidak terlepas dari permasalahan
yang tidak sesuai rencana peneliti. Dalam penelitian ini peneliti mendapat beberapa
kendala, yang menurut peneliti yang berpengaruh besar adalah dimana siswa kelas 12
SMA Negeri 3 Semarang tidak dapat diminta tolong untuk mengisi skala psikologi SRL
diakarenakan dari pihak sekolah tidak memberikan ijin karena siswa kelas 12 fokus
pada ujian nasional, sehingga peneliti tidak dapat ijin untuk menyebar skala psikologi.
Pada akhirnya, peneliti berinisiatif mengubah subjek penelitian pada siswa kelas
11 di SMA Negeri 3 Semarang dengan varian kelas olympiade dan kelas akselerasi
9
dengan jumlah 57 sampel. Pada kelompok homeschooling, peneliti menambah beberapa
komunitas homeschooling karena jumlah peserta didik ANSA yang terlalu sedikit.
Terdiri dari Anugrah Bangsa, Victory Tabernacle Christian Schooling (VTCS), dan
Primagama Homeschooling, yang masing-masing komunitas homeschooling berada di
Semarang. Akhirnya untuk komunitas homeschooling diperoleh dari ANSA 35 sample,
VTCS 6 sample, dan primagama 6 sample. Ini menjadikan subjek dalam penelitian ini
berjumlah 104 orang siswa yang dan dibagi ke dalam dua kelompok, dan jumlah dari
kelompok tersebut adalah 47 partisipan yang mengikuti sistem pendidikan
homeschooling dan 57 partisipan dari sistem pendidikan sekolah reguler. Pengambilan
sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling.
Alat Ukur Penelitian
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian adalah skala Belajar Berdasar
Regulasi Diri (BBRD) yang disusun oleh Alsa berdasarkan komponen–komponen yang
terdapat dalam MLSQ (Alsa, 2005). Skala BBRD merupakan skala yang disusun
berdasarkan tiga komponen yang terdapat pada skala MSLQ yaitu motivasi,
metakognitif, dan regulasi belajar (Wolters, dalam Alsa, 2005). Pada skala ini terdapat
40 item, dan disusun dala bentuk skala likert. Skala ini dipilih oleh penulis dengan
pertimbangan bahwa skala ini merupakan skala yang telah dimodifikasi dan disesuaikan
dengan situasi pendidikan di Indonesia. Seleksi item pada skala Self regulated learning
yang terdiri dari 40 item ini menggunakan penghitungan dengan program SPSS 16.0 for
windows dan koefisien korelasi sebesar ≥ 0,25 seperti yang dikemukakan oleh Azwar
(2012). Berdasarkan pengujian yang dilakukan sebanyak satu kali, didapatkan koefisien
seleksi item yaitu yang bergerak antara 0,359 sampai dengan 0,766. Dalam penelitian
10
ini ada 6 item yang gugur, item tersebut adalah nomor 5, 11, 17, 22, 36, dan 38. Jadi
item yang baik berjumlah 34 item.
Salah satu ciri instrument ukur yang berkualitas baik adalah reliabel (reliable),
yaitu mampu menghasilkan skor yang cermat dengan eror pengukuran kecil. Koefisien
reliabilitas berada dalam rentang angka dari 0 sampai dengan 1,00. Bila koefisien
reliabilitas semakin tinggi mendekati angka 1,00 berarti pengukuran semakin reliabel,
begitupun sebaliknya (Azwar, 2012).
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.927 34
Dari hasil uji reliabilitas setelah 6 item yang gugur dihilangkan, diperoleh hasil
koefisien α = 0,927, maka dapat disimpulkan bahwa skala self regulated learning yang
digunakan dalam penelitian ini reliable.
Uji Asumsi
Tahap selanjutnya adalah melakukan uji asumsi, yaitu uji normalitas yang
bertujuan untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi data penelitian pada
masing-masing variabel. Data dari variabel penelitian diuji normalitasnya menggunakan
metode Kolmogorov-Smirnov Test dan untuk perhitungannya dibantu dengan program
SPSS 16 for windows. Data dapat dikatakan berdistribusi normal apabila nilai p > 0,05.
Hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel berikut:
11
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
SLR_HS SLR_SMA3
N 47 57
Normal Parametersa Mean 115.62 121.02
Std. Deviation 21.507 10.419
Most Extreme Differences Absolute .134 .065
Positive .087 .065
Negative -.134 -.043
Kolmogorov-Smirnov Z .918 .494
Asymp. Sig. (2-tailed) .368 .967
a. Test distribution is Normal.
Uji Homogenitas
Uji Homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi dan semple
penelitian adalah homogen. Pengukuran homogenitas dilakukan dengan Anova melalui
Levene‟s Test dengan bantuan for windows versi 16.0.data dikatakan homogent jika
nilai p>0,05. Hasil Homogenitas dapat dilihat pada table berikut :
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic df1 df2 Sig.
21.807 1 102 .000
Hasil uji homogenitas menggunakan SPSS 16 for windows menunjukan bahwa
nilai koefisien Levene Test sebesar 21.807 dengan signifikansi sebesar 0.000. Oleh
karena nilai signifikansi kurang dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa data
tersebuttidak homogen.
Analisis Deskriptif
Untuk menentukan tinggi rendahnya variabel SLR pada siswa sekolah regular
dan homeschooling, maka digunakan 5 buah kategori pengelompokkan, yaitu sangat
tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah. Variabel SRL memiliki item yang
12
baik sebanyak 34 item, dengan skor berjenjang antara skor 1 hingga skor 5 berdasarkan
jenis item favorabel dan unfavorabel. Pembagian skor tertinggi dan terendah pada
variabel SRL adalah sebagai berikut:
a. Sekor tertinggi : 5 x 34 = 170
b. Sekor terendah : 1 x 34 = 34
Untuk dapat menentukan tinggi rendahnya hasil pengukuran variabel Self
regulated learning seperti dijelaskan sebelumnya menggunakan 5 kategori, yaitu
dengan mengurangi jumlah skor tertinggi dengan jumlah skor terendah dan
membaginya dengan jumlah kategori.
Jumlah skor tertinggi−Jumlah skor terendah
Jumlah Kategori
𝑖 = 27,2
Berdasarkan hasil tersebut, dapat ditentukan kategori pada Self Regulated Learning
sebagai berikut :
Sangat Tinggi : 142,8 < x < 170
Tinggi : 115,6 < x < 143,1
Sedang : 88,4 < x < 115,6
Rendah : 61,2 < x < 88,4
Sangat Rendah : 34 < x < 61,2
13
Katogori Skor Self regulated learning homeschooling
No Interval Kategori Frekuensi
homeschooling % Mean
1. 7142,8 < x < 170 Sangat Tinggi 3 6,38%
2. 115,6 < x < 1331 Tinggi 24 51,06% 115,60
3. 88,4 < x < 115,6 Sedang 14 29,79%
4. 61,2 < x < 88,4 Rendah 5 10,64%
5. 34 < x < 61,2 Sangat Rendah 1 2,31%
Total
47 100%
Katogori Skor Self regulated learning reguler
No Interval Kategori Frekuensi
reguler % Mean
1. 7142,8 < x < 170 Sangat Tinggi 3 5,26%
2. 115,6 < x < 1331 Tinggi 35 61,40% 121,02
3. 88,4 < x < 115,6 Sedang 19 33,34%
4. 61,2 < x < 88,4 Rendah 0 0%
5. 34 < x < 61,2 Sangat Rendah 0 0%
Total
57 100%
Uji Hipotesis
Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis dengan metode teknik
stastistic uji beda t-test dengan menggunakan SPSS for windows 16.0. Uji ini digunakan
untuk melihat apakah rata-rata satu sampel berbeda dengan sampel lainnya
Jika p < 0,05 maka dapat dikatakan ada perbedaan Self regulated learning pada
siswa homeschooling dengan siswa sekolah regular. Jika p > 0,05 maka tidak ada
perbedaan Self regulated learning pada siswa homeschooling dengan siswa sekolah
regular. Setelah dilakukan analisis data mengenai perbedaan Self regulated learning
14
pada siswa homeschooling dengan siswa sekolah regular, maka diperoleh hasil sebagai
berikut :
Group Statistics
JenisKelompok N Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
SLR 1 57 121.02 10.419 1.380
2 47 115.62 21.507 3.137
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence
Interval of the Difference
Lower Upper
SLR Equal variances assumed
21.807 .000 1.674 102 .097 5.401 3.227 -1.000 11.801
Equal variances not assumed
1.576 63.570 .120 5.401 3.427 -1.447 12.248
Hasil perhitungan Independent Sample Test pada di atas menunjukkan bahwa
nilai signifikansi untuk perbedaan self regulated learning pada siswa homeschooling
dengan siswa sekolah regular memilikinilai t-test sebesar 1,674 dengan signifikansi
0,097 atau p > 0,05 yang berarti tidak terdapat perbedaan signifikan Self regulated
learning pada siswa homeschooling dengan siswa sekolah regular.
15
Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian tentang perbedaan self regulated learning pada
siswa homeschooling dengan siswa sekolah regular didapatkan hasil perhitungan
Independent Sample Test sebesar 1,674 dengan signifikansi 0,097 (p > 0,05). Hal ini
menunjukan bahwa hipotesis ditolak, artinya tidak ada perbedaan signifikan Self
regulated learning pada siswa homeschooling dengan siswa sekolah regular. Penelitian
ini senada dengan Ilham (2011) tidak menunjukan perbedaan self regulted learning
yang signifikan antara siswa homeschooling dengan sekolah regular, namun
kemampuan SRL siswa pada kedua sistem pendidikan berada pada katagori tinggi.
Peneliti mencoba menjelaskan penyebab terjadinya hipotesis penelitian yang
tidak terbukti. Beberapa hal yang sangat mepengaruhi hasil yaitu, pada kondisi lapangan
saat melakukan penelitian, peneliti tidak memperoleh izin untuk bertemu langsung
dengan responden, sehingga peneliti tidak mampu mengontrol dan menjelaskan kepada
responden tentang apa yang belum mereka mengerti serta mendapatkan responden pada
siswa yang mengikuti kelas olympiade dan kelas akselerasi yang terbukti nilai kriteria
kelulusan minimum (KKM) mata pelajaran yang tinggi. Kemudian tingkat akreditasi
yang sangat bagus serta pada SMA Negeri 3 Semarang yang tinggi, serta metode belajar
yang membuat siswa begitu aktif dan kreatif. Membuat siswa lebih sering bertanya dan
berdiskusi dengan temannya daripada guru yang menjelaskan, sehingga para siswa lebih
percaya diri dalam belajar serta mampu memotivasi diri sendiri untuk lebih giat dan
senang dalam belajar. Faktor yang kedua, pada metode pembelajaran homeschooling di
Indonesia masih menggikuti sistem kurikulum pendidikan nasional yang ditujukan
untuk sekolah formal. Ini menyebabkan homeschooling tidak dapat memberikan
sepenuhnya apa yang peserta didik mau dan butuhkan untuk belajar. Seperti
16
menentukan soal ujian untuk masing-masing siswa dan batas KKM mata pelajaran,
sehingga semua siswa mendapat soal yang sama pada jenjangnya. Ini tidak adil bagi
siswa yang sudah lebih mampu menguasai materi pelajaran tersebut. keadaan ini
menjadikan homeschooling hanya alternative bagi siswa yang membutuhkan perhatian
khusus dalam belajarnya, seperti siswa sebagai atlet olahraga dan siswa yang mengikuti
modeling atau seni peran yang tidak memungkinkan setiap hari berada di kelas dan
bertatap muka dengan guru.
Dalam faktor-faktor yang mempengaruhi SRL oleh Zimmerman dan Martinez-
Pons (1990), ada tiga faktor yang begitu mempengaruhi yaitu metakognitif, motivasi
dan perilaku. Dalam hal ini Secara teoritis tidak adanya perbedaan self regulated
learning pada siswa homeschooling dengan sekolah regular dikarenakan kemampuan
siswa mengatur metakognitif mereka sangat bagus. Mereka mampu mengatur dan
memilih apa saja yang akan dipelajari pada hari itu, mampu menyelesaikan pekerjaan
rumah dan memproses informasi secara lebih efektif, melakukan tukar pendapat dengan
temannya guna mendapatkan solusi dari tugas yang diberikan. Menurut Zimmerman (
dalam Ramdass, 2011), secara bertahap, guru memberikan waktu lebih untuk
mengerjakan tugas-tugas secara independen termasuk pekerjaan rumah itu dapat
mengembangkan kemampuan self-regulation siswa. Dalam Zimmerman (wolters, dkk,
2003), menjelaskan bahwa dengan adanya self regulated learning, siswa mempunyai
perasaan yakin pada dirinya sendiri untuk menentukan cita-cita (goal setting),
mengevaluasi diri (self evaluation), memonitor diri sendiri (self monitoring), serta
mengatur dan merencanakan waktu (time planning) dan management. Siswa yang
diberi waktu lebih untuk mengatur sendiri kegiatannya, berdiskusi dan belajar dengan
temannya, mencari informasi tentang tugas mereka serta aktif dalam kegiatan
17
ekstakurikuler akan lebih baik dalam mengerti dan paham isi dari mata pelajarannya.
Menurut Alsa (dalam Tyas, 2013) aktivitas yang padat inilah yang mampu
meningkatkan regulasi diri siswa dalam belajar, sehingga mereka lebih memiliki daya
juang dalam belajar.
Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas tentang perbedaan Self
Regulated Learning pada siswa homeschooling dengan siswa regular, maka dapat
disimpulkan tidak ada perbedaan Self Regularted Learning siswa homeschooling
dengan sekolah regular. Meskipun demikian, kemampuan Self regulated learning siswa
pada kedua sistem pendidikan tergolong tinggi dengan mean sebesar 115,60 pada
pendidikan homeschooling dan 121,02 pada pendidikan regular.
Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan di atas maka peneliti
menyarankan hal-hal sebagai berikut :
1. Untuk peserta didik disarankan untuk lebih mengenal dan mengetahui pentingnya
Self Regulated Learning dan menerapkannya pada saat belajar, sehingga dapat
mempermudah dalam belajar.
2. Untuk orang tua siswa selalu mendukung anaknya dalam belajar, memberikan ruang
dan waktu untuk belajar serta tidak membebani anak untuk selalu mendapatkan nilai
bagus dalam setiap mata pelajaran.
3. Untuk sekolah harus lebih mendukung siswa untuk lebih kreatif dalam belajar, tidak
membebani siswa untuk selalu belajar dalam kelas, lebih memberikan waktu untuk
siswa berdiskusi memecahkan masalah dalam mata pelajaran.
18
4. Untuk peneliti selanjutnya dapat mempertimbangkan SRL sebagai faktor yang
penting. Menguji kembali, mengembangkan, memaksimalkan penelitian ini sehingga
memperluas dan menambah kompetensi keilmuan kita di bidang psikologi.
Penelitian selanjutnya lebih dapat mempertimbangkan mencari jalur pendidikan
homeschooling dan sekolah regular yang sepadan atau setingkat akreditasinya.
19
Daftar Pustaka
Azwar, S. (2012).Penyusunan skala psikologi.Edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Bungin, B. (2010). Metodologipenelitiankuantitatif.Jakarta: KencanaPrenada Media
Group.
Chen, C. S. (2002). Self-Regulated Learning Strategies And Achievement In
AnIntroduction To Information Systems Course. Information Technology,
Learning And Performance Journal. Vol 20, No 1, 11-25.
Chen, C. S. (2002). Self-RegulatedLearning Strategies And Achievement In
AnIntroduction To Information Systems Course. Information Technology, Learning
And Performance Journal. Vol 20, No 1, 11-25.
Fauziah, N. I. (t.t). Hubungan Antara Dukungan Sosial dan Self Regulated Learning
Pada Siswa SMP Homeschooling. Fakultas Psikologi : Universitas Semarang.
Hernowo, T. B. (t.t). Difference Emotional Intelligence (Eq) Between College Students
With Homeschooler. Undergraduate Program.Faculty of Psychology
Gunadarma University.
http://123dok.com/document/25572-perbedaan-kreativitas-antara-siswa-homeschooling-
dengan-siswa-sekolah-reguler.htm?page=10
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/43000/4/Chapter%20II.pdf
https://books.google.co.id/books?id=OsmAFNwxWKAC&pg=PT32&source=gbs_selec
ted_pages&cad=3#v=onepage&q&f=false
Mardianti, T. E. (2008). Perbedaan Kreativitas Antara Siswa Homeschooling Dengan
Siswa Sekolah Regular. Fakultas Psikologi : Universitas Sumatera Utara Medan.
Muhtadi, A. (2008). Pendidikan Dan Pembelajaran (Homeschooling). Majalah Ilmiah
Pembelajaran, no. 1, vol. 4. Fakultas Ilmu Pendidikan : Universitas Negeri
Yogyakarta.
Pujiati, I. N. (2010). Hubungan Antara Efikasi Diri Dengan Kemandirian Belajar Siswa
: Studi Terhadap Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Rajapolah Kabupaten
Tasikmalaya Tahun Ajaran 2010/2011. Skripsi (online). Bandung: UPI.
Purwanto.(2008). Metodologi peneltian kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Puspitasari, A., Purwanto, E., Noviyani. D. I. (2013). Self Regulated Learning Ditinjau
Dari Goal Orientiation. Educational Psychology Journal 2 (1). Fakultas Ilmu
Pendidikan : Universitas Negeri Semarang.
Schunk, H. D, Pintrich, P. R., & Mecce.L.J. (2008).Motivational In Education: theory,
research, and application.Ohio : Pearson Press
20
Shidiq, A. D. N., Mujidin. (t.t). Perbedaan Self RegulatedLearning Antara Siswa
Underachievers dan Siswa Overachievers Pada Kelas 3 SMP Negeri 6
Yogyakarta.
Sidin, R., Long, J., Abdullah, K., & Mohamed, P. (2001). Pembudayaan Sains Dan
Teknologi: Kesan Pendidikan Dan Latihan Di Kalangan Belia Di Malaysia.
Jurnal Pendidikan 27 (2001) 35-45.
Sidin, R., Long, J., Abdullah, K., & Mohamed, P. (2001). Pembudayaan sains dan
teknologi: kesan pendidikan dan latihan di kalangan belia di Malaysia. Jurnal
Pendidikan 27 (2001) 35-45.
Sugiarti, D. Y. (2009).Mengenal Homeschooling Sebagai Lembaga Pendidikan
Alternatife. Edukasi, vol. 1, no. 2, 13-22.
Susanto, H. (2006). Mengembangkan Kemampuan Self-Regulated Learning Untuk
Meningkatkan Keberhasilan Akademik Siswa.Jurnal Pendidikan Penabur.
No.07/th V/Desember 2008, 64-71.
Tyas, R. P. D. (2013) “Perbedaan Self Regulated Learning Pada Siswa yang Mengikuti
Kelas Akselerasi dan Kelas regular Di SMP N 2 Semarang”. Fakultas Psikologi :
Universitas Kristen Satya Wacana.
Wichers, Michelle. 2001.Homeschooling: “Adventitious or detrimental for proficiency
in higher education”.
Zimmerman, B. J. (1989). A Social Cognitive view of self-regulated academic
learning. Journal of Educational Psychology, 3, 329-339.
Zimmerman, B. J., & Matinez-Pons, M, (1990). Construct Validation Of A Strategy
Model Of Student Self-Regulated Learning. Journal of Education Psychology, Vol.
80, 284-290.