PERANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Transcript of PERANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
0
PERANCANGAN PRODUK HUKUMDESA DAN KELURAHAN
Dr. Gede Marhaendra Wija Atmaja
Bimbingan Teknis Legal Drafting danPermasalahan Hukum bagi Kepala Desa danAparatur Pemerintah Kota Diselenggarakanoleh Sekretariat Daerah Kota Denpasar
2016
Di Denpasar, 30 Mei-1 Juni 2016
i
RINGKASAN
Fokus bahasan tulisan ini adalah perancangan produk hukum desa dankelurahan atau penyusunan rancangan peraturan desa dan peraturan kepala desa(termasuk peraturan bersama kepala desa) serta keputusan kepala desa dankeputusan lurah. Pembahasan dimulai dengan uraian perihal menempatkan sudutpandang tentang produk hukum sebagai pijakan memahami uraian penyusunanrancangan produk hukum tersebut.
Hasil pembahasan menunjukan masih terdapat produk hukum desa dankelurahan yang tidak sesuai dengan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, perlu ditingkatkan forum bimbingan teknis perancanganproduk hukum desa dan kelurahan dalam rangka meningkatkan kualitas produkhukum desa dan kelurahan.
ii
KATA PENGANTAR
Tulisan bertajuk “Perancangan Produk Hukum Desa dan Kelurahan” disusun
sebagai bahan diskusi dalam Bimbingan Teknis (Bimtek) Legal Drafting dan
Permasalahan Hukum bagi Kepala Desa dan Aparatur Pemerintah Kota
Diselenggarakan oleh Sekretariat Daerah Kota Denpasar, di Denpasar, pada tanggal
30 Mei -1 Juni 2016.
Peserta dari acara tersebut adalah para Kepala Desa dan Lurah se Kota
Denpasar. Berdasarkan karakter peserta itu, bahan diskusi ini disusun dengan
pengutamaan pada materi praktik pembuatan produk hukum desa dan kelurahan.
Sekalipun demikian, aspek teoritik dan normatif juga disampaikan dengan maksud
memberikan latar teoritik dan normatif dari pembuatan produk hukum tersebut.
Semoga bermanfaat.
Denasar, 30 Mei 2016.
Dr. Gede Marhaendra Wija Atmaja.
iii
DAFTAR TABEL
Tabel. 2.1. Pengertian Peraturan Perundang-Undangan dan Keputusan Tata UsahaNegara/Keputusan Administrasi Pemerintahan ............................................ 7
Tabel. 2.2. Jenis Produk Hukum Desa .................................................................... 11
iv
DAFTAR KOTAK
Kotak. 3.1. Pengertian Peraturan Perundang-Undangan dan Keputusan Tata UsahaNegara/Keputusan Administrasi Pemerintahan ......................................... 14
Kotak. 3.2. Kerangka Peraturan Perundang-Undangan ......................................... 16Kotak. 3.3. Bentuk dan Kerangka Raperdes ........................................................... 17Kotak. 3.4. Judul Peraturan Desa Lempuyang ........................................................ 18Kotak. 3.5. Judul Peraturan Desa Dawan Klod ....................................................... 18Kotak. 3.6. Frasa Dengan Rahmat (1) ..................................................................... 19Kotak. 3.7. Frasa Dengan Rahmat (2) ..................................................................... 19Kotak. 3.8. Jabatan Pembentuk (1) ......................................................................... 19Kotak. 3.9. Jabatan Pembentuk (2) ......................................................................... 20Kotak. 3.10. Konsiderans (1) ................................................................................... 21Kotak. 3.11. Konsiderans (2) ................................................................................... 21Kotak. 3.12. Dasar Hukum (1) ................................................................................. 21Kotak. 3.13. Dasar Hukum (2) ................................................................................ 22Kotak. 3.14. Diktum ................................................................................................. 22Kotak. 3.15. Ketentuan Umum ................................................................................ 23Kotak. 3.16. Materi Pokok Yang Diatur ................................................................... 24Kotak. 3.17. Ketentuan Peralihan ............................................................................ 25Kotak. 3.18. Ketentuan Penutup .............................................................................. 25Kotak. 3.19. Nama Perkades ................................................................................... 26Kotak. 3.20. Judul dan Pembukaan Peraturan Bersama
Kepala Desa ............................................................................................... 27Kotak. 3.21. Perintah Pengundangan ...................................................................... 27Kotak. 4.1. Kerangka Keputusan Kepala Desa ...................................................... 27Kotak. 4.2. Judul Keputusan Perbekel ..................................................................... 30Kotak. 4.3. Pertimbangan Keputusan Administrasi Pemerintahan .......................... 31Kotak. 4.4. Contoh Pertimbangan Keputusan Perbekel .......................................... 31Kotak. 4.5. Dasar Hukum-Mengingat Keputusan Perbekel ..................................... 32Kotak. 4.6. Batang Tubuh Keputusan Perbekel ....................................................... 34Kotak. 4.7. Penutup Keputusan Perbekel ................................................................ 34
v
DAFTAR ISIRINGKASAN ............................................................................................................... iKATA PENGANTAR....................................................................................................iiDAFTAR TABEL ........................................................................................................ iiiDAFTAR KOTAK....................................................................................................... iivDAFTAR ISI ............................................................................................................... vBAB I PENDAHULUAN.............................................................................................. 1
1.1. Fokus Bahasan...............................................Error! Bookmark not defined.1.2. Metode .......................................................................................................... 3
BAB II MENEMPATKAN SUDUT PANDANG TENTANG PRODUK HUKUM ............ 42.1. Bentuk Hukum sebagai Produk Keputusan ................................................... 42.2. Norma Hukum sebagai muatan Produk Hukum ............................................ 82.3. Kategori Produk Hukum Desa dan Kelurahan ............................................. 10
BAB III PENYUSUNAN RANCANGAN PERDES DAN PERKADES....................... 143.1. Kerangka dan Bentuk Perdes...................................................................... 143.2. Praktik Perancangan Perdes ....................................................................... 183.3. Praktik Perancangan Perkades ................................................................... 26
BAB IV PERANCANGAN KEPUTUSAN KEPALA DESA DANKEPUTUSAN LURAH ................................................................................. 28
4.1. Kerangka dan Bentuk Keputusan Administrasi Pemerintahan .................... 284.2. Praktik Perancangan Keputusan Kepala Desa dan Lurah........................... 30
BAB V PENUTUP..................................................................................................... 365.1. Kesimpulan.................................................................................................. 365.2. Saran........................................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA ....................................................Error! Bookmark not defined.
1
BAB IPENDAHULUAN
1.1. Fokus Bahasan
Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita
kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, Ini merupakan pertimbangan pertama pembentukan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (selanjutnya disebut UU 6/2014).
Hak mengatur dari Desa tersebut dituangkan dalam bentuk peraturan, yakni
peraturan desa, peraturan bersama kepala desa, dan peraturan kepala desa
(Pasal 69 ayat (1) UU 6/2014). Peraturan Desa adalah peraturan perundang-
undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati
bersama Badan Permusyawaratan Desa (Pasal 1 angka 7 UU 6/2014). Peraturan
Bersama Kepala Desa adalah Peraturan yang ditetapkan oleh dua atau lebih
Kepala Desa dan bersifat mengatur (Pasal 1 angka 7 Peraturan Menteri Dalam
Negeri Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2014 Tentang Pedoman Teknis
Peraturan Di Desa, selanjutnya disebut PMDN 111/2014). Peraturan Kepala Desa
adalah Peraturan yang ditetapkan oleh Kepala Desa dan bersifat mengatur (Pasal
1 angka 8 PMDN 111/2014). Peraturan kepala desa merupakan peraturan
perundang-undangan (Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tenang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, selanjutnya disebut UU
12/2011).
Hak mengurus dari Desa tersebut dituangkan dalam bentuk keputusan
kepala desa. Keputusan Kepala Desa adalah penetapan yang bersifat konkrit,
individual, dan final (Pasal 1 angka 9 PMDN 111/2014). Sifat konkrit, individual,
dan final menunjukkan keputusan kepala desa adalah keputusan tata usaha
negara, yang dapat menjadi pangkal sengketa tata usaha negara (Pasal 1 angka
9 dan 53 dan Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang
Nomor 51 Tahu 2009, selanjutnya disebut UU 5/1986), atau Keputusan
2
Administrasi Pemerintahan (Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2014 tentang Administrasi Pemerintahan, selanjutnya disebut UU 30/2014).
Bentuk peraturan dan keputusan itu disebut juga sebagai produk hukum
desa.1 Produk hukum desa mencakup produk hukum desa yang bersifat
pengaturan (regeling) dan yang bersifat penetapan (beschikking). Produk hukum
desa yang bersifat pengaturan mencakup Peraturan Desa (Perdes) dan Peraturan
Kepala Desa (Perkades). Produk hukum desa yang bersifat penetapan
(beschikking) adalah Keputusan Kepala Desa, dan produk hukum kelurahan
hanya bersifat penetapan (beschikking) yakni Keputusan Lurah.
Pembentukan produk hukum desa yang bersifat pengaturan, yang tiada lain
merupakan peraturan perundang-undangan, melalui tahapan perencanaan,
penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan
(Pasal 1 angka 1 UU 12/2011). Penyusunan bermakna penyusunan rancangan
peraturan perundang-undangan. Jadi, perancangan atau penyusunan rancangan2
Peraturan Desa, peraturan bersama kepala desa, dan peraturan kepala desa
tunduk pada ketentuan tentang perancangan peraturan perundang-undangan,
yang tertuang dalam Lampiran II UU 12/2011, perihal Teknik Penyusunan
Peraturan Perundang-undangan (Pasal 64 UU 12/2011). Perancangan atau
penyusunan rancangan Keputusan Kepala Desa dan Keputusan Lurah secara
mutatis mutandis berlaku ketentuan perancangan dalam UU 12/2011 tersebut
(Pasal 97 UU 12/ 2011).
1 Di tingkat daerah terdapat istilah Produk Hukum Daerah. Pasal 1 angka 19 PeraturanMenteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2015 Tentang Pembentukan ProdukHukum Daerah (selanjutnya disebut PMDN 80/2015) menentukan, Produk hukum daerah adalahproduk hukum berbentuk peraturan meliputi perda atau nama lainnya, perkada, PB KDH,peraturan DPRD dan berbentuk keputusan meliputi keputusan kepala daerah, keputusan DPRD,keputusan pimpinan DPRD dan keputusan badan kehormatan DPRD. Jadi, Produk Hukum Daerahmeliputi produk hukum berbentuk peraturan (regeling) dan produk hukum berbentuk keputusan(beshiking).
Di tingkat Desa pada ranah hukum positif tidak dikenal istilah Produk Hukum Desa. Istilahyang digunakan adalah Peraturan di Desa adalah Peraturan yang meliputi Peraturan Desa,Peraturan Bersama Kepala Desa dan Peraturan Kepala Desa. Lihat Peraturan Menteri DalamNegeri Republik Indones Nomor 111 Tahun 2014 Tentang Pedoman Teknis Peraturan Di Desa(PMDN 111/2014), Pasal 1 angka 5. Sekalipun dalam ranah hukum positif tidak dikenal istilahproduk hukum desa, namun dalam praktiknya digunakan untuk mencakup peraturan dankeputusan yang dikeluarkan oleh lembaga atau pejabat yang berwenang di desa.
2 Kata “Perancangan” dalam Perancangan Peraturan Perundang-undangan merupakan katasifat, yang bermakna penyusunan rancangan. Kata kerja dari perancangan adalah merancang,yang bermakna menyusun rancangan. Dikaitkan dengan peristilahan Perancangan PeraturanPerundang-undangan, bermakna penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan.
3
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka fokus bahasan tulisan ini adalah
perancangan produk hukum desa dan kelurahan atau penyusunan rancangan
peraturan desa dan peraturan kepala desa (termasuk peraturan bersama kepala
desa) serta keputusan kepala desa dan keputusan lurah. Pembahasan dimulai
dengan uraian perihal menempatkan sudut pandang tentang produk hukum
sebagai pijakan memahami uraian penyusunan rancangan produk hukum
tersebut.
1.2. MetodePembahasan dilakukan dengan melakukan studi tekstual hukum tentang
teknik penyusunan Peraturan di Desa dan Keputusan Kepala Desa. Pasal 32 ayat
(1) PMDN 111/2014 menentukan, ketentuan mengenai teknik penyusunan
Peraturan di Desa dan KeputusanKepala sesuai dengan ketentuan Undang-
Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pasal 33 PMDN
111/2014 menentukan, ketentuan mengenai bentuk Peraturan di Desa dan
Keputusan Kepala Desa tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Artinya merujuk pada Lampiran II UU 12/2011 dan Lampiran PMDN
111/2014 serta menerapkannya pada penyusunan rancangan Peraturan Di Desa,
Keputusan Kepala Desa, dan Keputusan Kelurahan.
Selain itu, studi tekstual hukum dilakukan juga terhadap Peraturan Desa,
Peraturan Kepala Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa, Keputusan Kepala
Desa, dan Keputusan Lurah yang telah diterbitkan sebagai contoh kasus.
4
BAB IIMENEMPATKAN SUDUT PANDANG TENTANG PRODUK HUKUM
2.1. Bentuk Hukum Sebagai Produk Keputusan
Hukum pada pokoknya adalah produk pengambilan keputusan yang ditetapkan
oleh fungsi-fungsi kekuasaan negara yang mengikat subjek hukum dengan hak-hak
dan kewajiban hukum berupa larangan (prohibere), atau keharusan (obligatere),
ataupun kebolehan (permittere), demikian pendapat Jimly Asshiddiqie (2006: 9).
Berikutnya dikemukakan, hukum negara adalah hukum yang ditetapkan dengan
keputusan kekuasaan negara sebagai hasil tindakan pengaturan, penetapan, atau
pengadilan. Negara sebagai organisasi kekuasaan umum dapat membuat tiga
macam keputusan yang mengikat secara hukum bagi subjek-subjek hukum yang
terkait dengan keputusan-keputusan itu, yakni:
1. Pengaturan menghasilkan peraturan (regels). Hasil kegiatan pengaturan itu
sudah seharusnya tidak disebut dengan istilah lain kecuali “peraturan”.
2. Penetapan menghasilkan ketetapan atau keputusan (beschikkings). Hasil
kegiatan penetapan atau pengambilan keputusan administratif ini sebaiknya
hanya dimungkinkan untuk disebut “Keputusan” atau “Ketetapan”.
3. Penghakiman atau pengadilan menghasilkan putusan atau vonnis (Jimly
Asshiddiqie, 2006: 9-11).
Kewenangan membuat peraturan merupakan kewenangan legislatif, namun
dapat juga dilakukan oleh eksekutif dan judikatif. Tentang hal ini Jimly Asshiddiqie
(2006: 1-12) mengemukakan:
1. Kewenangan untuk mengatur atau membuat aturan (regeling) pada
dasarnya merupakan domain kewenangan lembaga legislatif yang
berdasarkan prinsip kedaulatan dan merupakan kewenangan eksklusif
para wakil rakyat yang berdaulat untuk menentukan sesuatu peraturan
yang mengikat dan membatasi kebebasan setiap individu warga negara.
2. Namun demikian, cabang-cabang kekuasaan lainnya dapat pula memiliki
kewenangan untuk mengatur atau menetapkan peraturan yang juga
mengikat untuk umum, apabila para wakil rakyat sendiri telah
memberikan persetujuannya dalam undang-undang.
5
3. Karena itu, apabila mendapat pendelegasian kewenangan, cabang
kekuasaan eksekutif dan judikatif juga dapat membuat peraturan,
sehingga dapat dikatakan bahwa kewenangan mengatur itu juga dimiliki
baik (a) oleh cabang kekuasaan legislatif, (b) cabang kekuasaan
eksekutif, maupun (c) oleh cabang kekuasaan judikatif.
Kewenangan untuk mengatur atau membuat aturan (regeling) pada dasarnya
merupakan domain kewenangan lembaga legislatif, di Indonesia, mengambil bentuk
Undang-Undang (Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 7 ayat (1) huruf c UU
12/2011).
Kewenangan cabang kekuasaan eksekutif membuat peraturan mengambil
bentuk Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi dan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, Peraturan Menteri, Peraturan Badan, Peraturan
Komisi, Peraturan Gubernur, dan Peraturan Bupati/Walikota (Pasal 7 ayat (1) huruf
d, huruf e, huruf f, dan huruf g, dan Pasal 8 ayat (1) UU 12/2011).
Kewenangan cabang kekuasaan judikatif membuat peraturan mengambil
bentuk Peraturan Mahkamah Agung, Peraturan Mahkamah Konstitusi (Pasal 8 ayat
(1) UU 12/2011).
Terdapat juga peraturan-peraturan yang dibuat baik oleh lembaga legislatif
maupun di luar ketiga cabang kekuasaan yang mendapat pendelegasian dari
lembaga yang melaksanakan kewenangan legislatif, yakni Peraturan MPR, Praturan
DPR, Peraturan BPK, Peraturan Bank Indonesia (Pasal 8 ayat (1) UU 12/2011).
Ada pula bentuk-bentuk khusus yang biasa disebut sebagai “policy rules” atau
“beleidsregels” yang merupakan bentuk peraturan kebijakan yang tidak dapat
dikategorikan sebagai bentuk peraturan perundang-undangan yang biasa. Misalnya,
Instruksi Presiden, surat-surat edaran yang berisi kebijakan tertentu, rancangan-
rancangan program, kerangka acuan proyek, “action plan” yang tertulis, dan
sebagainya adalah contoh-contoh mengenai apa yang disebut sebagai “policy rules”
yang bukan merupakan peraturan perundang-undangan. Keanekaragaman
peraturan-peraturan itu dapat dikatakan sangat tergantung kepada (i) tingkatan
kepentingan, dan (ii) relevansi materi muatan yang hendak diaturnya, serta (iii)
lembaga atau organ jabatan kenegaraan dan pemerintahan yang diberi wewenang
untuk menetapkannya menjadi peraturan yang mengikat untuk umum (Jimly
Asshiddiqie, 2006: 20).
6
Penelusuran bahan hukum sekunder menemukan beberapan pendapat sarjana
tentang peraturan kebijakan, sebagai berikut:
1. Peraturan kebijakan per definisi bukan peraturan perundang-
undanganperaturan kebijakan itu baik secara langsung atau tak langsung
tidak didasarkan pada undang-undang dasar atau pada undang-undang (A.
Hamid S. Attamimi 1993: 11-12). Dengan perkataan lain, pembuat peraturan
kebijakan tidak mempunyai kewenangan perundang-undangan,
kewenangan yang dimiliki hanya dibatasi pada segi-segi pelaksanaan dan
tidak ada kewenangan untuk mengatur (wetgever) (Bagir Manan 1997: 169).
2. Wewenang badan atau pejabat tata usaha negara membuat peraturan
kebijakan, didasarkan pada asas kebebasan bertindak atau lazim disebut
Freies Ermessen (Bagir Manan 1997: 136), atau berdasarkan wewenang
pemerintahannya yang bersifat diskresioner (Indroharto 1993: 197).
3. Sebagai “peraturan” yang bukan peraturan perundang-undangan, peraturan
kebijakan tidak secara langsung mengikat secara hukum, tetapi
mengandung relevansi hukum (Bagir Manan 1997: 169-170).
4. Dalam praktek, peraturan kebijakan menjelma dalam berbagai bentuk atau
jenis yaitu keputusan, instruksi, edaran, pengumuman dan lain-lain, bahkan
dapat dijumpai peraturan kebijakan yang berbentuk peraturan, yakni:
a. Peraturan kebijakan yang berbentuk peraturan. Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1976 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Urusan-urusan Dari daerah Tingkat I Kepada Daerah Tingkat II.
Peraturan ini dimasukkan sebagai peraturan kebijakan berdasarkan
alasan: (a) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tidak mengatur
(dengan tegas) mengenai penyerahan urusan rumah tangga Daerah
Tingkat I kepada Daerah Tingkat II; dan (b) Wewenang penyerahan
penyerahan urusan rumah tangga Daerah Tingkat I kepada Daerah
Tingkat II, sepenuhnya wewenang Daerah Tingkat I yang bersangkutan.
hlm. 171.
b. Peraturan kebijakan yang berbentuk keputusan.
c. Peraturan kebijakan yang berbentuk surat edaran.
d. Peraturan kebijakan yang berbentuk instruksi.
e. Peraturan kebijakan yang berbentuk pengumuman (Bagir Manan 1997:
169-170).
7
Diantara tiga macam keputusan yang dibuat oleh penyelenggara negara yang
mengikat secara hukum bagi subjek-subjek hukum, dua yang relevan dengan materi
tulisan ini, yakni peraturan (regeling) yang merupakan hasil tindakan pengatuan dari
penyelenggara negara dan ketetapan atau keputusan (beschikking) yang
merupapak hasil tindakan penetapan dari penyelenggara negara.
Secara otentik peraturan (regeling) dan ketetapan atau keputusan
(beschikking) berkenaan dengan konsep Peraturan Perundang-undangan dalam UU
12/2011 dan konsep Keputusan Tata Usaha Negara atau Keputusan Administrasi
Pemerintahan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (selanjutnya disebut UU 5/1986)
dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
(selanjutnya disebut UU 30/2014). Untuk jelasnya dapat disimak dalam tabel berikut:
Tabel. 2.1Pengertian Peraturan Perundang-undangan dan Keputusan Tata Usaha
Negara/Keputusan Administrasi PemerintahanTEORITIK OTENTIK ISI
Peraturan(regeling)
PeraturanPerundang-undangan
Peraturan Perundang-undangan adalah peraturantertulis yang memuat norma hukum yangmengikat secara umum dan dibentuk atauditetapkan oleh lembaga negara atau pejabatyang berwenang melalui prosedur yangditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan (Pasal 1 angka 2 UU 12/2011).
Ketetapan/Keputusan(beschiking)
Keputusan TataUsaha Negara
Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatupenetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badanatau pejabat tata usaha negara yang berisitindakan hukum tata usaha negara yangberdasarkan peraturan perundang-undanganyang berlaku, yang bersifat konkret, individual,dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagiseseorang atau badan hukum perdata (Pasal 1angka 9 UU 5/1986)
KeputusanAdministrasi
Keputusan Administrasi Pemerintahan yang jugadisebut Keputusan Tata Usaha Negara atauKeputusan Administrasi Negara yang selanjutnyadisebut Keputusan adalah ketetapan tertulis yangdikeluarkan oleh Badan dan/atau PejabatPemerintahan dalam penyelenggaraanpemerintahan (Pasal 1 angka 7 UU 30/2014).
8
2.2. Norma Hukum sebagai Materi Muatan Produk HukumDitinjau dari segi etimologi, kata norma berasal dari bahasa Latin, nomos yang
berarti nilai. Kaidah atau kaedah beasal dari bahasa Arab, qo’dah yang berarti
ukuran atau nilai pengukur (Jimly Asshiddiqie 2006: 1). Diterima dalam bahasa
Inggris menjadi norm.
Ada 4 macam norma, yakni (1) norma agama, dalam arti vertikal dan sempit
bertujuan untuk kesucian hidup pribadi; (2) norma kesusilaan bertujuan agar
terbntuk kebaikan akhlak pribadi; (3) norma kesopanan (kesusilan antar pribadi)
bertujuan untuk memncapai kesedapan hidup bersama antar pribadi; dan (4) norma
hukum tertuju pada cita kedamaian hidup antar pribadi. Ketiga norma yang pertama,
daya lakunya tumbuh dari dalam diri manusia itu sendiri, sedangkan norma hukum,
daya lakunya justru dipaksakan dari luar diri manusia itu sendiri (Jimly Asshiddiqie
2006: 4).
Produk hukum, baik peraturan (regeling) maupun ketetapan atau keputusan
(beschiking) memuat norma hukum. Norma hukum dapat ditinjau dari jenis, sifat,
dan strukturnya (Maria Farida Indrati S. 2007: 27-37; A. Hamid S. Attamimi 1990:
314-317; Laboratorium Hukum FH UNPAR 1997: 3-14) .
Pertama, jenis norma hukum. Berdasarkan jenisnya, norma hukum dibedakan
menjadi norma primer (norma perilaku) dan norma sekunder. Norma primer dibagi
menjadi:
1. Norma Perintah, yakni kewajiban untuk melalukan sesuatu, yang
dinyatakan dengan kata “wajib” atau “harus”, atau dengan ungkapan
“terikat untuk”, “berkewajiban” atau “memiliki kewajiban”.
2. Norma Larangan, yakni kewajiban untuk tidak melakukan sesuatu,
dirumuskan dengan kata “dilarang”, “tidak boleh” atau “tidak dapat”.
3. Norma Dispensasi, yakni pembolehan untuk tidak melakukan sesuatu
yang pada dasarnya diwajibkan untuk melakukan. Norma ini merupakan
pengeculian terhadap norma perintah, yang dirumuskan dengan istilah
“tidak berkewajiban”, “dibebaskan dari kewajiban” atau “dikecualikan dari
kewajiban”.
4. Norma Izin, yakni pembolehan melakukan sesuatu yang pada dasarnya
dilarang. Norma ini merupakan pengecualian dari Norma Larangan,
yang dirumuskan dengan kata :berhak”, “boleh”, “dapat”, “berwenang”,
“mempunyai hak”, atau “mempunai wewenang”.
9
Penggunaan norma zin dalam praktiknya tidak bekaitan dengan larangan,
melainkan berkaitan dengan penertiban atau pengendalian; izin merupakan
instrumen penertiban atau pengendalian. Contoh, IMB tidaklah sebagai
pengecualian larangan mendirikan bangunan, melainkan sebagai instrumen
pengendalian pemanfaatan ruang.
Norma Sekunder dibagi menjadi norma kewenangan, norma sanksi, dan
norma peralihan. Rinciannya sebagai berikut:
1. Norma kewenangan, menetapkan subyek yang boleh menciptakan atau
memberlakukan norma primer atau norma perilaku.
2. Norma sanksi, menetapkan reaksi hukum atau akibat hukum tertentu
terhadap pelanggaran atau ketidakpatuhan terhadap norma primer atau
norma perilaku.
3. Norma peralihan. untuk mempertemukan aturan hukum tertentu sebagai
akibat kehadiran atuan hukum baru dengan keadaan sebelum aturan
hukum baru itu berlaku, dalam rangka menjamin kepastian hukm dan
perlindungan hukum.
Kedua, sifat norma hukum. Dari segi sifatnya, norma hkum dibagi menjadi
empat pasangan norma hukum, yakni:
1. Norma Umum-Abstrak, ditujukan kepada setiap orang (bukan orang
tertentu) dan berkenaan dengan peristiwa atau keadaan yang dapat terjadi
berulang atau dapat terjadi pada setiap orang. Contoh, perkawinan atau
perceraian dapat terjadi pada setiap orang.
2. Norma Umum-Konkrit, ditujukan kepada setiap orang (bukan orang
tertentu) dan berkenaan dengan peristiwa atau keadaan tertentu. Contoh,
larangan parkir di Jalan Nias di depan kampus Fakultas Sastra Unud
(norma konkrit), larangan itu berlaku kepada setiap orang (norma umum).
3. Norma Individual-Abstrak, ditujukan kepada orang atau orang-orang
tertentu dan berkenaan dengan peristiwa atau keadaan yang dapat terjadi
berulang. Contoh, pada zaman membayar iuran televise dahulu, diberikan
hak kepada sebuah bank tertentu untuk memungut iuran televise.
4. Norma Individual-Konkrit, ditujukan kepada orang atau orang-orang
tertentu dan berkenaan dengan peristiwa atau keadaan tertentu. Contoh,
perkawinan antara perkawinan antara Silado dengan Doremi pada tempat
dan tanggal tertentu.
10
Peraturan Perundang-undangan, seperti Peraturan Desa dan Peraturan
Kepala Desa, memuat norma hukum yang umum-abstrak, sedangkan Keputusan
Tata Usaha Negara, seperti Keputusan Kepala Desa dan Keputusan Lurah, memuat
norma hukum yang individual-konkrit.
Ketiga, struktur norma hukum. Dari segi struktur, norma hukum terdiri dari
unsur-unsur sebagai berikut:
1. Subyek Norma, menunjuk pada subyek hukum yang dituju oleh suatu norma
hukum (menunjuk adresat norma).
2. Obyek Norma, menunjuk pada peristiwa atau perilaku yang menjadi isi dari
suatu norma hukum (menunjuk perilaku yang dirumuskan).
3. Operator Norma, menunjuk pada cara norma hukum itu dilaksanakan
(menunjuk cara keharusan berperilaku, misalnya menetapkan perintah
(wajib) atau larangan (dilarang).
4. Kondisi Norma, menunjuk pada kondisi atau keadaan yang harus dipenuhi
agar norma hukum itu dapat dilaksanakan (menunjuk syarat beralakunya
norma).
Peraturan Perundang-undangan pada intinya berisi aturan hukum, dan aturan
hukum memuat norma hukum umum-abstrak. Pelaksanaan aturan hukum oleh
eksekutif dituangkan ke dalam Keputusan Tata Usaha Negara atau Keputusan
Administrasi Pemerintahan yang memuat norma hukum individual-konkrit. Kedua
jenis produk hukum ini, penormaannya menggunakan struktur narma hukum
tersebut, dan itu sudah mulai diperhatikan penggunaannya dalam penyusunan
rancangannya.
2.3. Kategori Produk Hukum Desa dan KelurahanProduk hukum Desa dan Kelurahan, sebagaimana telah dikemukakan,
mencakup: (1) Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa, Peraturan Bersama Kepala
Desa, dan Keputusan Kepala Desa, serta Keputusan Lurah. PMDN 111/2014
memberikan pengertian kepada jenis-jenis produk hukum Desa, sebagaimana
dikemukakan dalam tabel berikut:
11
Tabel. 2.2Jenis Produk Hukum Desa
JENIS PRODUK HUKUM DESA PENGERTIAN
Peraturan Desa Peraturan Desa adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desasetelah dibahas dan disepakati bersama BPD(Pasal 1 angka 6 PMDN 111/2014).
Peraturan Kepala Desa Peraturan Kepala Desa adalah Peraturan yangditetapkan oleh Kepala Desa dan bersifatmengatur. (Pasal 1 angka 8 PMDN 111/2014).
Peraturan Bersama KepalaDesa
Peraturan Bersama Kepala Desa adalah Peraturanyang ditetapkan oleh dua atau lebih Kepala Desadan bersifat mengatur(Pasal 1 angka 7 PMDN111/2014).
Keputusan Kepala Desa Keputusan Kepala Desa adalah penetapan yangbersifat konkrit, individual, dan final (Pasal 1 angka9 PMDN 111/2014).
Ada dua hal yang perlu mendapatkan pemahaman lebih lanjut, yakni
pengertian Peraturan Kepala Desa, termasuk Peraturan Bersama Kepala Desa, dan
Keputusan Kepala Desa.
Pertama, pengertian Peraturan Kepala Desa yang dirumuskan adalah
“Peraturan”, berbeda dengan Peraturan Desa yang dirumuskan adalah Peraturan
Perundang-undangan, sehingga dapat memuncul penafsian bahwa Peraturan Desa
adalah Peaturan Perundang-undangan atau peraturan kebijakan (bleidregels).
Merujuk Pasal 8 ayat (1) UU 12/2011 yang menentukan, “Jenis Peraturan
Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
mencakup peraturan yang ditetapkan oleh ... Kepala Desa atau yang setingkat.”
Maknanya, Peraturan Kepala Desa (peraturan yang ditetapkan oleh Kepala Desa)
merupakan Peraturan Perundang-undangan, yang diakui keberadaannya dan
mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan
Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan
(Pasal 8 ayat (2) UU 12/2011).
Jadi, sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang
lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan, Peraturan Kepala Desa,
termasuk Peraturan Bersama Kepala Desa, diakui keberadaannya sebagai
Peraturan Perundang-undangan dan mempunyai kekuatan hukum mengikat. Secara
argumentum a contrario, Peraturan Kepala Desa, termasuk Peraturan Bersama
Kepala Desa, yang dibuat tanpa diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan
12
yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan, maka produk hukum desa
itu tidak diakui keberadaannya sebagai Peraturan Perundang-undangan dan tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat. Kategori yang bisa diberikan adalah sebagai
peraturan kebijakan (bleidregels).
Kedua, Keputusan Kepala Desa, yang diberi pengertian sebagai “penetapan
yang bersifat konkrit, individual, dan final.” (Pasal 1 angka 9 PMDN 111/2014).
Tampaknya mendapat pengaruh dari pengertian “Keputusan Tata Usaha Negara
adalah suatu penetapan tertulis ... yang bersifat konkret, individual, dan final, ...”
(Pasal 1 angka 9 UU 5/1986). Keputusan Tata Usaha Negara dalam pengertian
tersebut adalah Keputusan Tata Usaha Negara sebagai pangkal Sengketa Tata
Usaha Negara. Pasal 1 angka 10 merumuskan Sengketa Tata Usaha Negara adalah
“sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan
hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun
di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, ....”
(cetak tebal dari penulis). Sifat “final” Keputusan Tata Usaha Negara itu diperlukan
dalam hal Keputusan Tata Usaha Negara sebagai pangkal sengketa tata usaha
negara. Artinya, sebagai contoh, Keputusan Walikota (yang bersifat individual dan
konkrit) yang memberikan peringatan kepada warganya akan ada pembongkaran
bangunan yang melanggar Peraturan Daerah merupakan Keputusan Tata Usaha
Negara, namun tidak dapat sebagai pangkal Sengketa Tata Usaha Negara.
Keputusan Tata Usaha Negara yang bersifat final, dalam contoh ini, adalah
Keputusan Walikota tentang pembongkaran bangunan yang melanggar Peraturan
Daerah dan dapat sebagai pangkal Sengketa Tata Usaha Negara.
Jadi, mengikuti format rumusan PMDN 111/2014, maka Keputusan Kepala
Desa adalah penetapan yang bersifat konkrit dan individual (Pasal 1 angka 9 PMDN
111/2014). Pengertian Keputusan Kepala Desa yang lebih lengkap dengan merujuk
format rumusan UU 5/1986 dengan meniadakan kata “final” adalah penetapan
tertulis yang dikeluarkan oleh Kepala Desa yang berisi tindakan hukum tata usaha
negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang
bersifat konkret dan individual, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang
atau badan hukum perdata.
Merujuk pada rumusan tersebut, maka Keputusan Lurah adalah penetapan
tertulis yang dikeluarkan oleh Kepala Desa yang berisi tindakan hukum tata usaha
negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang
13
bersifat konkret dan individual, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang
atau badan hukum perdata.
Jadi, Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa, dan Peraturan Bersama Kepala
Desa merupakan Peraturan Perundang-undangan, yang dengan demikian memuat
norma hukum umum-abstrak. Keputusan Kepala Desa dan Keputusan Lurah
merupakan Keputusan Tata Usaha Negara atau Keputusan Administrasi
Pemerintahan, yang dengan demikian memuat norma hukum individual-konkrit.
14
BAB IIIPERANCANGAN PRODUK HUKUM DESA
YANG BERSIFAT PENGATURAN
3.1. Kerangka dan Bentuk Rancangan Peraturan Desa
Kerangka Rancangan Peraturan Desa (Raperdes) dan Bentuk Raperdes
berkaitan. Bentuk Raperdes merupakan penuangan kerangka Raperdes. Bentuk
Raperdes sebagaimana dituangkan dalam Lampiran PMDN 111/2014 sebagai
berikut:
KOTAK 3.1BENTUK RANCANGAN PERATURAN DESA
KEPALA DESA ….. (Nama Desa)KABUPATEN/KOTA........ (Nama Kabupaten/Kota)
PERATURAN DESA… (Nama Desa)NOMOR … TAHUN …
TENTANG
(Nama Peraturan Desa)
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA DESA (Nama Desa),
Menimbang: a. bahwa …;b. bahwa …;c. dan seterusnya …;
Mengingat: 1. …;2. …;3. dan seterusnya …;
Dengan Kesepakatan BersamaBADAN PERMUSYAWARATAN DESA … (Nama Desa)
danKEPALA DESA … (Nama Desa)
15
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN DESA TENTANG ... (Nama Peraturan Desa).
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1
BAB II…
Pasal …
BAB …(dan seterusnya)
Pasal . . .
Peraturan Desa ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan PeraturanDesa ini dengan penempatannya dalam Lembaran Desa … (Nama Desa).
Ditetapkan di …pada tanggal …KEPALA DESA…(Nama Desa),
tanda tanganNAMA
Diundangkan di …pada tanggal …SEKRETARIS DESA … (Nama Desa),
tanda tanganNAMA
LEMBARAN DESA … (Nama Desa) TAHUN … NOMOR …
Mengenai kerangka Raperdes termasuk dalam teknik penyusunan Peraturan di
Desa, yang menurut Pasal 32 ayat (1) PMDN 111/2014 merujuk atau sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan, yakni UU 12/2011.
Pasal 64 ayat (1) UU 12/2011 menentukan, Penyusunan Rancangan Peraturan
Perundang-undangan dilakukan sesuai dengan teknik penyusunan Peraturan
Perundang-undangan, dan ayat (2) menentukan, ketentuan mengenai teknik
penyusunan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
16
tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Undang-Undang ini.
Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan (TP3) Nomor 1
menentukan kerangka Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
A. Judul;
B. Pembukaan;
C. Batang Tubuh;
D. Penutup;
E. Penjelasan (jika diperlukan);
F. Lampiran (jika diperlukan).
Kerangka Peraturan Perundang-undangan yang lengkap dengan rinciannya
sebagai berikut:
KOTAK 3.2KERANGKA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
A. JUDULB. PEMBUKAAN
1. Frasa Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa2. Jabatan Pembentuk Peraturan Perundang-undangan3. Konsiderans4. Dasar Hukum5. Diktum
C. BATANG TUBUH1. Ketentuan Umum2. Materi Pokok yang Diatur3. Ketentuan Pidana (jika diperlukan)4. Ketentuan Peralihan (jika diperlukan)5. Ketentuan Penutup
D. PENUTUPE. PENJELASAN (jika diperlukan)
1. Penjelasan Umum.2. Penjelasan Pasal demi Pasal.
F. LAMPIRAN (jika diperlukan)
Kerangka Peraturan Perundang-undangan tersebut, sesuai dengan Pasal 32
ayat (1) PMDN 111/2014 mutatis mutandis berlaku terhadap kerangka Raperdes.
Mengaitkan Bentuk Raperdes dengan Kerangka Raperdes didapat pola Bentuk dan
Kerangka Raperdes sebagai berikut:
17
KOTAK 3.3BENTUK DAN KERANGKA RAPERDES
[lambang Burung Garuda]
KEPALA DESA ….. (Nama Desa)KABUPATEN/KOTA........ (Nama
Kabupaten/Kota)
PERATURAN DESA… (Nama Desa)NOMOR … TAHUN …
TENTANG
(Nama Peraturan Desa)
> JUDUL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA > PEMBUKAAN (Frasa DenganRahmat Tuhan Yang Maha Esa)
KEPALA DESA (Nama Desa), > PEMBUKAAN (Jabatan PembentukPeraturan Perundang-undangan)
Menimbang: a. bahwa …;b. bahwa …;c. dan seterusnya …;
> PEMBUKAAN (Konsiderans)
Mengingat: 1. …;2. …;3. dan seterusnya …;
> PEMBUKAAN (Dasar Hukum)
Dengan Kesepakatan BersamaBADAN PERMUSYAWARATAN DESA …
(Nama Desa)dan
KEPALA DESA … (Nama Desa)
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN DESATENTANG ... (Nama Peraturan Desa).
> PEMBUKAAN (Diktum)
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1
> BATANG TUBUH (KetentuanUmum)
BAB II…judul bab...
Pasal …[dan seterusnya, sesuai keperluan]
> BATANG TUBUH (Materi Pokokyang Diatur)
------------tidak diperlukan---------yang dapat mememuat ketentuan pidana
hanya Undang-Undang dan Perda
> BATANG TUBUH (KetentuanPidana, jika diperlukan)
BAB …KETENTUAN PERALIHAN
Pasal . . .
> BATANG TUBUH (KetentuanPeralihan, jika diperlukan)
18
------------jika diperlukan---------
BAB …KETENTUAN PENUTUP
Pasal . . .
> BATANG TUBUH (KetentuanPenutup
Agar setiap orang mengetahuinya,memerintahkan pengundangan Peraturan Desaini dengan penempatannya dalam LembaranDesa … (Nama Desa).
> PENUTUP
PENJELASANATAS
PERATURAN DESA… (Nama Desa)NOMOR … TAHUN …
TENTANG
(Nama Peraturan Desa)
> PENJELASAN (jika diperlukan)
Catatan, perlu tidaknya Penjelasansebaiknya diatur dalam PeraturanBupati/Walikota, sesuai Pasal 32 ayat(2) PMDN 111/2014 yangmenentukan, ketentuan teknis lebihlanjut mengenai tata cara penyusunanperaturan di desa diatur dalamPeraturan Bupati/Walikota.
LAMPIRANPERATURAN DESA… (Nama Desa)NOMOR … TAHUN …TENTANG(Nama Peraturan Desa)
LAMPIRAN (jika diperlukan)
3.2. Praktik Perancangan Perdes
JUDUL PERDES
KOTAK 3.4JUDUL PERATURAN DESA LEMPUYANG
PERATURAN DESA LEMPUYANGNOMOR: 4 TAHUN 2015
TENTANGPEDOMAN PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TAT
PEMERINTAHAN DESA LEMPUYANG
KOTAK 3.5JUDUL PERATURAN DESA DAWAN KLOD
PERATURAN DESA DAWAN KLODNOMOR 03 TAHUN 2015
TENTANGANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA
TAHUN ANGGARAN 2015
19
CATATAN atas judul:
Judul ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakan di tengah margin
tanpa diakhiri tanda baca (TP3 Nomor 4).
Contoh judul dalam Lampiran UU 12/2011 tidak menggunakan tanda baca
titik dua [ : ]
PEMBUKAAN (FRASA DENGAN RAHMAT)
KOTAK 3.6FRASA DENGAN RAHMAT (1)
DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA
KOTAK 3.7FRASA DENGAN RAHMAT (2)
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Catatan atas frasa dengan rahmat:
TP3 Nomor 15, pada pembukaan tiap jenis Peraturan Perundang-undangan
sebelum nama jabatan pembentuk Peraturan Perundang-undangan
dicantumkan Frasa Dengan Rahmat Tuhan yang Maha Esa yang ditulis
seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan di tengah marjin.
Contoh di atas ada Perdes menggunakan frasa: DENGAN RAHMAT ALLAH
YANG MAHA ESA. Ini tidak sesuai dengan UU 12/2011.
PEMBUKAAN (JABATAN PEMBENTUK)
KOTAK 3.8JABATAN PEMBENTUK (1)
KEPALA DESA LEMPUYANG,
KOTAK 3.9JABATAN PEMBENTUK (2)
PERBEKEL DESA DAWAN KLOD
20
Catatan atas Pembukaan (jabatan pembentuk):
TP3 Nomor 16, Jabatan pembentuk Peraturan Perundang-undangan ditulis
seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan di tengah marjin dan diakhiri
dengan tanda baca koma.
Contoh di atas ada Perdes yang tidak diakhiri dengan tanda baca koma. Contoh:
PERBEKEL DESA DAWAN KLOD
PEMBUKAAN (KONSIDERANS)KOTAK 3.10
KONSIDERANS (1)MENIMBANG: a. bahwa untuk meningkatkan usaha masyarakat dalam
pengelolaan potensi ekonomi Desa Banjaranyar, meningkatkanpendapatan masyarakat Desa Banjaranyar dan Pendapatan AsliDesa Banjaranyar;
b. bahwa untuk melaksanakan kesepakatan pada Musyawarah DesaBanjaranyar yang diselenggarakan oleh Badan PermusyawaratanDesa Banjaranyar tanggal 22 November 2015 dalam rangkaPendirian Badan Usaha Milik Desa Banjaranyar;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalamhuruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan DesaBanjaranyar tentang Pendirian Badan Usaha Milik DesaBanjaranyar.
Catatan atas Konsiderans:
Merujuk ketentuan konsiderans Perda dalam Lampiran II UU 12/2011, Pola I
memuat unsur filosofis, sosiologis, dan yuridis (TP3 Nomor 19 contoh 2 dan
Nomor 23 contoh 2; dan Pola II hanya memuat satu pertimbangan (TP3 Nomor
27). Contoh Perdes di atas berbeda dengan kedua pola tersebut.
Kata “MENIMBANG” seharusnya “Menimbang” (Lihat TP3 Nomor 17).
Seharusnya pada konsiderans terakhir atau simpulan, di belakang kata Peraturan
Desa tidak disertai nama Desa
Contoh: “perlu menetapkan Peraturan Desa Banjaranyar”, seharusnya “perlu
menetapkan Peraturan Desa”
Contoh pola II:
21
KOTAK 3.11KONSIDERANS (2)
Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21, Pasal 22 dan Pasal23 Peraturan Bupati Klungkung Nomor 23 Tahun 2015 tentangPengelolaan Keuangan Desa, perlu menetapkan Peraturan Desatentang Pendapatan dan Belanja Desa Tahun Anggaran 2015;
Sumber: Peraturan Desa Dawan Klod Nomor 03 Tahun 2015 Tentang Anggaran PendapatanDan Belanja Desa Tahun Anggaran 2015
PEMBUKAAN (DASAR HUKUM)KOTAK 3.12
DASAR HUKUM (1)Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 69 tahun 1958 tentang
PembentukanDaerah-daerah Tingkat II dalam Wilayah Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor1655);;
.. ............................................................................. ................ ;
4. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495);
20. Peraturan Bupati Klungkung Nomor 23 Tahun 2015 tentangPengelola Keuangan Desa (Berita Daerah Kabupaten KlungkungTahun 2015 Nomor 23);
21. Keputusan Bupati Klungkung Nomor 61/19/H2O/2015 tentangPenetapan Besaran Alokasi Dana Desa se Kabupaten KlungkungTahun 2015.
Catatan atas Dasar Hukum
TP3 No. 28, dasar hukum diawali dengan kata Mengingat. Dasar hukum memuat:
a. Dasar kewenangan pembentukan Peraturan Perundang-undangan; dan b.
Peraturan Perundang-undangan yang memerintahkan pembentukan Peraturan
Perundang-undangan. Artinya, dalam Perdes hanya memuat 2 macam dasar
hukum, yakni dasar hukum formal dan dasar hukum materiil (yang
memerintahkan pembentukann Perdes).
Keputusan Bupati merupakan KTUN, tidak dapar dijadikan dasar hukum.
22
Dasar hukum yang terakhir diakhiri dengan tanda baca titik koma [;] (lihat TP3
No. 52).
Dasar hukum formal Perda, yang ditentukan dalam TP3 No. 39, dasar hukum
pembentukan Perda adalah Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang tentang Pembentukan Daerah
dan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah.
Merujuk pada ketentuan tsb, maka dasar hukum formal Perdes adalah UU
tentang Desa dan Perda tentang Pembentukan Desa, atau Perda tentang
Penetapan Desa.
Berdasarkan konstruksi hukum tersebut, maka dasar hukum Perdes Desa Dawan
Klod tersebut adalah:
KOTAK 3.13DASAR HUKUM (2)
Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495);
2. Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung Nomor ... Tahun .. tentangPenetapan Desa ... (Lembaran Daerah ..., Tambahan LembaranDaerah ...);
3. Peraturan Bupati Klungkung Nomor 23 Tahun 2015 tentangPengelola Keuangan Desa (Berita Daerah Kabupaten KlungkungTahun 2015 Nomor 23);
Pembukaan (Diktum)
KOTAK 3.14DIKTUM
Dengan persetujuan bersama
PERBEKEL DESA SAMPALAN TENGAH
DAN
BADAN PERMUSYAWARATAN DESA SAMPALAN TENGAH
MEMUTUSKAN
Menetapkan: PERATURAN DESA SAMPALAN TENGAH NOMOR 01 TAHUN 2015TENTANG PENETAPAN SISA PERHITUNGAN ANGGARANPENDAPATAN DAN BELANJA DESA TAHUN 2014.
Catatan atas Diktum
23
TP3 No. 56, pada Peraturan Daerah, sebelum kata Memutuskan dicantumkan
Frasa Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
… (nama daerah) dan GUBERNUR/BUPATI/WALIKOTA … (nama daerah), yang
ditulis seluruhnya dengan huruf apital dan diletakkan di tengah marjin.
Merujuk TP3 tsb, maka Dengan persetujuan bersama seharusnya DenganPersetujuan Bersama, dan kata DAN seharusnya dan.
Nama Perdes yang tercantum setelah kata Menetapkan tanpa frasa nama Desa
(Lihat TP3 No. 59); PERATURAN DESA SAMPALAN TENGAH seharusnya
PERATURAN DESA, tanpa SAMPALAN TENGAH.
BATANG TUBUH (KETENTUAN UMUM)
KOTAK 3.15KETENTUAN UMUM
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1Dalam Peraturan Desa ini yang dimaksud dengan:1. Desa adalah Desa Nita... ............................................................................. ................ ;
8. Pengembangan adalah upaya meningkatkan potensi dan sumber dayawisata serta pemanfaatannya ... .
.. ........................................... .16. Desa Wisata adalah wilayah ... ....
46. Gelanggang seni adalah usaha ... .
Catatan atas Ketentuan Umum, beberapa patokan penilaian:
TP3 No.98. Ketentuan umum berisi: a. batasan pengertian atau definisi; b.
singkatan atau akronim yang dituangkan dalam batasan pengertian atau definisi;
dan/atau c. hal-hal lain yang bersifat umum yang berlaku bagi pasal atau
beberapa pasal berikutnya antara lain ketentuan yang mencerminkan asas,
maksud, dan tujuan tanpa dirumuskan tersendiri dalam pasal atau bab.
TP3 No. 102. Kata atau istilah yang dimuat dalam ketentuan umum hanyalah
kata atau istilah yang digunakan berulang-ulang di dalam pasal atau beberapa
pasal selanjutnya.
24
TP3 No. 104. Rumusan batasan pengertian dari suatu Peraturan Perundang-
undangan dapat berbeda dengan rumusan Peraturan Perundang-undangan yang
lain karena disesuaikan dengan kebutuhan terkait dengan materi muatan yang
akan diatur.
TP3 No. 105. Jika suatu kata atau istilah hanya digunakan satu kali, namun kata
atau istilah itu diperlukan pengertiannya untuk suatu bab, bagian atau paragraf
tertentu, kata atau istilah itu diberi definisi.
Catatan Khusus Untuk Perdes Desa Nita No 5 Tahun 2014 tentang
Pengembangan Desa Wisata, Perlu Pendefinisian Pengembangan Desa Wisata.
BATANG TUBUH (Bab tentang Materi Pokok Yang Diatur)
KOTAK 3.16MATERI POKOK YANG DIATUR
Catatan rumusan pasal Materi Pokok Yang Diatur.
Penggunaan kata adalah tidak tepat, sebaiknya menggunakan kata meliputi (lihat
TP3 No. 247).
BAB ...................................
Pasal 14Wewenang Penasihat BUM Desa Banjaranyar adalah :a. Meminta keterangan dari Pengurus harian dan/atau Dewan Pengawas
terhadap peramasalahan yang menyangkut pengelolaan BUM DesaBanjaranyar;
b. Melakukan pembinaan seluruh personal organ organisasi pengelolaan BUMDesa Banjaranyar;
c. Melindungi terhadap hal-hal yang merusak kelangsungan dan citra BUMDesa Banjaranyar.
....................................................................................................................... .....
Pasal 26(1) Jenis Usaha BUM Desa Banjaranyar dengan mendirikan Unit Usaha BUM
Desa Banjaranyar menjalankan usaha bisnis sosial (social business)sederhana yang memberikan pelayanan umum (serving) kepadamasyarakat dengan memperoleh keuntungan finansial, antara lain:.......................................
Sumber:PERATURAN DESA BANJARANYAR NOMOR : 6 TAHUN 2015 TENTANGPENDIRIAN BADAN USAHA MILIK DESA BANJAR ANYAR
25
Huruf awal setiap rincian menggunakan huruf kecil (lihat TP3 No. 87 c).
Rincian kedua dari yang terakhir dibubuhi kata dan, atau, atau dan/atau (lihat
TP3 No. 88-92).
Kata antara lain dalam Pasal 26 ayat (1) tidak pasti (lihat TP3 no. 243 a).
BATANG TUBUH (BAB KETENTUAN PERALIHAN)
KOTAK 3.17KETENTUAN PERALIHAN
CATATAN: kata-kata “berlaku tetap” dalam rumusan ayat (1) tersebut mengganggu
memahami maksud rumusan tersebut, sebab kata-kata berlaku tetap merujuk
kepada BUM Desa Banjaranyar, padahal yang dimaksud adalah kata berlakumerujuk kepada Peraturan Desa ini, sedangkan kata tetap merujuk kepada BUM
Desa Banjaranyar. Ada cara memperbaikinya, yakni (1) diletakkan tanda baca koma
(,) diantara kata berlaku dan kata tetap, atau (2) rumusannya adalah;
BUM Desa Banjaranyar atau sebutan lain yang telah ada sebelum berlakunya
Peraturan Desa ini tetap dapat menjalankan kegiatannya.
BATANG TUBUH (BAB KETENTUAN PENUTUP).KOTAK 3.18
KETENTUAN PENUTUP
BAB XIVKETENTUAN PERALIHAN
Pasal 35(1) BUM Desa Banjaranyar atau sebutan lain yang telah ada sebelum
Peraturan Desa ini berlaku tetap dapat menjalankan kegiatannya.(2) BUM Desa Banjaranyar atau sebutan lain sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib melakukan penyesuaian dengan ketentuan Peraturan Desaini paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak Peraturan Desa ini berlaku.
Sumber:PERATURAN DESA BANJARANYAR NOMOR : 6 TAHUN 2015 TENTANGPENDIRIAN BADAN USAHA MILIK DESA BANJAR ANYAR
BAB XVKETENTUAN PENUTUP
Pasal 36Peraturan Desa ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Desa inidengan penempatannya dalam Lembaran Desa Banjaranyar.
26
Catatan:
Berdasarkan TP3 No. 137 huruf d perihal Ketentuan Penutup memuat ketentuan
mengenai saat mulai berlaku Peraturan Perundang-undangan dan No. 160 huruf a
perihal Penutup merupakan bagian akhir Peraturan Perundang-undangan yang
memuat rumusan perintah pengundangan, maka rumusan ketentuan saat mulai
berlaku dengan rumusan perintah pengundangan, seharusnya diberi spasi.
3.3. Praktik Perancangan Perkades
Pada dasarnya penyusunan rancangan Peraturan Kepala Desa (Perkades)
tidak jauh bebeda dengan penyusunan rancangan Perdes, perbedaannya terdapat
pada nama Perkades yang berbeda dengan nama Perdes.
Lihat format berikut:
KOTAK 3.19NAMA PERKADES
PERATURAN KEPALA DESA... (Nama Desa)NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG(Judul Peraturan Kepala Desa)
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA DESA ... (Nama Desa),
MEMUTUSKAN:Menetapkan: PERATURAN KEPALA DESA TENTANG... (Judul Peraturan Kepala
Desa).
PERATURAN BERSAMA KEPALA DESAPada dasarnya penyusunan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa tidak
bebeda dengan penyusunan rancangan Peraturan Kepala Desa, perbedaannya
terletak beberapa bagian, yakni:
Sumber:PERATURAN DESA BANJARANYAR NOMOR : 6 TAHUN 2015 TENTANGPENDIRIAN BADAN USAHA MILIK DESA BANJAR ANYAR
27
KOTAK 3.20JUDUL DAN PEMBUKAAN PERATURAN BERSAMA KEPALA DESA
PERATURAN BERSAMA KEPALA DESA... (Nama Desa)DAN KEPALA DESA... (Nama Desa)
NOMOR ... TAHUN ...NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG(Judul Peraturan Bersama)
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA DESA ... (Nama Desa) DANKEPALA DESA ... (Nama Desa),
MEMUTUSKAN:Menetapkan: PERATURAN BERSAMA KEPALA DESA... (Nama Desa) DAN
KEPALA DESA... (Nama Desa) TENTANG ... (Judul PeraturanBersama).
Contoh perintah pengundangan:
KOTAK 3.21PERINTAH PENGUNDANGAN
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan PeraturanBersama ini dengan penempatannya dalam Berita Desa... (Nama Desa) dan BeritaDesa... (Nama Desa)
28
BAB IVPERANCANGAN KEPUTUSAN KEPALA DESA
DAN KEPUTUSAN LURAH
4.1. Keputusan Kepala Desa dan Keputusan Lurah sebagai KeputusanAdministrasi Pemerintahan
Keputusan Administrasi Pemerintahan yang juga disebut Keputusan Tata
Usaha Negara atau Keputusan Administrasi Negara yang selanjutnya disebut
Keputusan adalah ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan (Pasal 1 angka 7 UU
30/2014).
Keputusan Kepala Desa dan Keputusan Lurah merupakan Keputusan
Administrasi Pemerintahan. Keputusan Kepala Desa adalah ketetapan tertulis yang
dikeluarkan oleh Kepala Desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.
Keputusan Lurah adalah ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Lurah dalam
penyelenggaraan pemerintahan kelurahan. Karakter norma hukum dalam kedua
produk hukum ini adalah individual dan konkrit.
Berkenaan dengan perancangan atau penyusunan rancangan Keputusan
Kepala Desa dan Keputusan Lurah, yang merupakan Keputusan Administrasi
Pemerintahan, berlaku ketentuan perancangan yang terdapat dalam UU 12/2011,
Pasal 97 UU 12/2011 menentukan: “Teknik penyusunan dan/atau bentuk yangdiatur
dalam Undang-Undang ini berlaku secara mutatis mutandis bagi teknik penyusunan
dan/atau bentuk Keputusan Presiden ... Keputusan Kepala Desa atau yang
setingkat.”
Merujuk pada struktur atau kerangka peraturan perundang-undangan, maka
struktur KAP terdiri atas:
a. judul;
b. pembukaan;
c. batang tubuh;
d. penutup;
e. lampiran (jika diperlukan).
29
KOTAK 4.1KERANGKA KEPUTUSAN KEPALA DESA
KABUPATEN/KOTA............(Nama Kabupaten/Kota
KEPUTUSAN KEPALA DESA ... (Nama Desa)NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG(Judul Keputusan Kepala Desa)
Judul
KEPALA DESA..., (Nama Desa)Menimbang : a. bahwa..............................................;
b. bahwa..............................................;c. bahwa .............................................;d. bahwa .............................................;
Mengingat : 1. .......................................................;2. .......................................................;3. .......................................................;
dan seterusnya
Pembukaan
Memperhatikan : 1. .......................................................;2. .......................................................;3. ....................................................;dan seterusnya (jika diperlukan)
MEMUTUSKANMenetapkan :
KESATU :
BatangTubuh
KEDUA :
KETIGA :
KEEMPAT :
KELIMA : Keputusan Kepala Desa ini mulai berlaku padatanggal ditetapkan.
Ditetapkan di .....................pada tanggal ......................Kepala Desa .....(nama Desa)
(Nama tanpa gelar dan pangkat)
Penutup
30
Pengelompokan materi muatan, yang diletakkan setelah MEMUTUSKAN dan
Menetapkan, tidak dalam bentuk pasal, melainkan penomoran dengan frasa
KESATU dan seterusnya yang banyaknya sesuai leperluan.
Format Keputusan Lurah pada dasarnya sama dengan Keputusan Kepala
Desa, yang berbeda adalah penamaan Keputusan, yakni Keputusan Lurah, juga
jabatan pembentuk maupun yang menandatangani adalah Lurah.
4.2. Komponen Kerangka Keputusan Kades dan Keputusan sebagaiKeputusan Administrasi Pemerintahan
JUDUL KEPUTUSAN
Judul Keputusan memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun
penetapan, dan nama Keputusan. Nama Keputusan dibuat secara singkat dengan
hanya menggunakan 1 (satu) kata atau frasa tetapi secara esensial maknanya telah
dan mencerminkan isi Keputusan. Judul Keputusan ditulis seluruhnya dengan huruf
kapital yang diletakkan di tengah marjin tanpa diakhiri tanda baca. Judul Keputusan
tidak boleh ditambah dengan singkatan atau akronim (TP3 Nomor 2-5, Lamp II UU
12/2011).
KOTAK 4.2JUDUL KEPUTUSAN PERBEKEL
KEPUTUSAN PERBEKEL DESA TEGAKNOMOR 9 TAHUN 2015
TENTANGPEMBENTUKAN TIM PENYUSUN RENCANA PEMBANGUNAN
JANGKA MENENGAH DESA (RPJMDES)
Catatan: Judul Keputusan tidak boleh ditambah dengan singkatan atau akronim.
PEMBUKAAN KEPUTUSAN
Pembukaan keputusan terdiri dari konsideran atau menimbang, dasar hukum-
mengingat, dan dasar hukum-memperhatikan (Lampiran PMDN 111/2014).
Konsideran memuat uraian singkat mengenai pokok pikiran yang menjadi
pertimbangan dan alasan pembentukan keputusan (merujuk TP3 Nomor 18,
Lampiran UU 12/2011). Dasar hukum-mengingat memuat dasar kewenangan
pembentukan keputusan (dasar hukum formal) dan peraturan perundang-undangan
31
yang memerintahkan pembentukan keputusan (dasar hukum materiil) (merujuk TP3
No. 28, Lampiran UU 12/2011). Dasar hukum-memperhatikan memuat peraturan
kebijakan yang berkenaan dengan keputusan yang dibentuk.
Setiap Keputusan harus diberi alasan pertimbangan yuridis, sosiologis, dan
filosofis yang menjadi dasar penetapan Keputusan. Pemberian alasan tidak
diperlukan jika Keputusan tersebut diikuti dengan penjelasan terperinci. Ketentuan
pemberian alasan dan ketentuan tidak diperlukan pemberian alasan, berlaku juga
dalam hal pemberian alasan terhadap keputusan Diskresi3 (Pasal 55 UU 30/2014).
Masing-masing pertimbangan tersebut – yuridis, sosiologis, dan filosofis – sebagai
berikut:
KOTAK 4.3PERTIMBANGAN KEPUTUSAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN
PertimbanganYuridis
PertimbanganSosiologis
PertimbanganFilosofis
landasan yang menjadidasar pertimbanganhukum kewenangandan dasar hukumsubstansi
landasan yang menjadidasar manfaat bagimasyarakat
landasan yang menjadidasar kesesuaiandengan tujuanpenetapanKeputusan
SUMBER: Penjelasan Pasal 55 ayat (1) UU 30/2014
Contoh pertimbangan keputusan.
KOTAK 4.4CONTOH PERTIMBANGAN KEPUTUSAN PERBEKEL
Menimbang: a. bahwa untuk kelancaran dan ketertiban pelaksanaanpenyusunan Rencana Pembangunan Desa Tegak Tahun2015, perlu membentuk Tim;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksuddalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Perbekel DesaTegak tentang Pembentukan Tim Penyusun RencanaPembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) Tahun2015;
3 Keputusan Diskresi adalah Keputusan yang diambil: a. berdasarkan ketentuan peraturanperundang-undangan yang memberikan suatu pilihan; b. karena peraturan perundang-undangantidak mengatur; c. karena peraturan perundang-undangan tidak lengkap atau tidak jelas; dan d.karena adanya stagnasi pemerintahan guna kepentingan yang lebih luas (Pasal 23 UU 30/2014)..
32
Catatan:
Keputusan tersebut tidak memuat pertimbangan filosofis, sosiologis, dan
yuridis. Keputusan dapat memuat satu pertimbangan dalam hal keputusan dibuat
untuk melaksanakan perintah peraturan perundang-undangan, yang memerintahkan
untuk membuat Keputusan (merujuk TP3 No. 27, Lampiran UU 12/2011). Jika
demikian, maka Keputusan Perbekel Desa Tegak tersebut cukup memuat satu
pertimbangan saja.
Contoh dasar hukum-mengingat keputusan.
KOTAK 4.5DASAR HUKUM-MENGINGAT KEPUTUSAN PERBEKEL
Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentangPembentukan Daerah-Daerah Tk.II dalam Wilayah Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan NusaTenggara Timur (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 165);
...................................................................32. Peraturan Bupati Klungkung Nomor 23 Tahun 201 tentang
Pengeloaan Keuangan Desa (Berita Daerah KabupatenKlungkung Tahun 2015 Nomor 23);
Sumber: Keputusan Perbekel Desa Tegak TentangPembentukan Tim Penyusun Rencana Pembangunan JangkaMenengah Desa (RPJM Desa) Tahun 2015.
Catatan atas Contoh DASAR HUKUM KEPUTUSAN:Merujuk TP3 Nomor 28 dan 39, semestinya dasar hukum Keputusan Perbekel
memuat UU tentang Pemerintahan Desa, Peraturan Daerah tentang Pembentukan
Desa atau Peraturan Daerah tentang Penetapan Desa, dan peraturan perundang
undangan berkenaan dengan substansi Keputusan Perbekel.
BATANG TUBUH KEPUTUSAN
Pada umumnya materi muatan dalam batang tubuh peraturan perundang-
undangan dikelompokkan ke dalam: a. ketentuan umum; b. materi pokok yang
diatur; c. ketentuan pidana (jika diperlukan); d. ketentuan peralihan (jika diperlukan);
dan e. ketentuan penutup. Merujuk materi muatan batang tubuh peraturan
perundang-undangan dan mengingat karakter KAP, maka materi muatan batang
33
tubuh KAP dikelompokkan ke dalam: a. materi pokok yang diputus; dan b. ketentuan
penutup.
Ketentuan penutup keputusan dituangkan dalam angka terakhir yang berisi
mulai berlakunya keputusan. Keputusan berlaku pada tanggal ditetapkan, kecuali
ditentukan lain dalam Keputusan atau ketentuan peraturan perundang-undangan
yang menjadi dasar Keputusan. Pada dasarnya KAP berlaku pada tanggal
ditetapkan. Jika terdapat penyimpangan terhadap mulai berlakunya KAP, hal
tersebut dinyatakan secara tegas dalam Keputusan (Pasal 57 dan Penjelasan Pasal
57 UU AP).
Berlakunya keputusan memiliki batas waktu. Pasal 58 UU 30/2014
menentukan:
(1) Setiap Keputusan harus mencantumkan batas waktu mulai danberakhirnya Keputusan, kecuali yang ditentukan lain dalam ketentuanperaturan perundang-undangan.
(2) Batas waktu berlakunya Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dimuat dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang menjadidasar Keputusan dan/atau dalam Keputusan itu sendiri.
(3) Dalam hal batas waktu keberlakuan suatu Keputusan jatuh pada hariMinggu atau hari libur nasional, batas waktu tersebut jatuh pada hari kerjaberikutnya.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak berlaku jika kepadapihak yang berkepentingan telah ditetapkan batas waktu tertentu dan tidakdapat diundurkan.
(5) Batas waktu yang telah ditetapkan oleh Badan dan/atau PejabatPemerintahan dalam suatu Keputusan dapat diperpanjang sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Keputusan tidak dapat berlaku surut, kecuali untuk menghindari kerugianyang lebih besar dan/atau terabaikannya hak Warga Masyarakat.
Terdapat perbedaan antara “mulai berlakunya” dengan “daya mengikat”.
Keputusan memiliki daya mengikat sejak diumumkan atau diterimanya Keputusan
oleh pihak yang tersebut dalam Keputusan. Dalam hal terdapat perbedaan waktu
pengumuman oleh penerima Keputusan, daya mengikat Keputusan sejak
diterimanya. Dalam hal terdapat perbedaan bukti waktu penerimaan antara pengirim
dan penerima Keputusan, mengikatnya Keputusan didasarkan pada bukti
penerimaan yang dimiliki oleh penerima Keputusan, kecuali dapat dibuktikan lain
oleh pengirim (Pasal 60 UU 30/2014).
Contoh batang tubuh keputusan.
34
KOTAK 4.6BATANG TUBUH KEPUTUSAN PERBEKEL
KESATU : Membentuk Tim Penyusun RPJM-Des dengan Susunan Timsebagaimana dalam Lampiran Keputusan ini yang merupakanbagian tidak terpisahkan dari Surat Keputusan ini;
............. : .................................................................................
KEEMPAT : Segala biaya yang timbul sebagai akibat ditetapkannya keputusan inidibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja DaerahKabupaten Klungkung Tahun Anggaran 2015.
KELIMA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Sumber: Keputusan Perbekel Desa Tegak Tentang Pembentukan Tim PenyusunRencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) Tahun 2015.
Catatan:
Mengingat keputusan ditetapkan oleh Perbekel Desa Tegak, maka seharusnya
isi nomor KEEMPAT memuat ketentuan pembebanan biaya pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa dari desa bersangkutan, dan bukan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Klungkung.
PENUTUP KEPUTUSAN
PENUTUP merupakan bagian akhir Keputusan yang memuat
penandatanganan penetapan Keputuan, memuat: a. tempat dan tanggal penetapan
Keputusan; b. nama pejabat; c. tanda tangan pejabat; dan d. nama lengkap pejabat
yang menandatangani, tanpa gelar dan pangkat (merujuk TP3 No. 160 dan 164,
lihat juga Lampiran PMDN 111/2014).
Contoh penutup keputusan.
KOTAK 4.7PENUTUP KEPUTUSAN PERBEKEL
Ditetapkan di Desa Tegakpada tanggal Juni 2015PERBEKEL DESA TEGAK,
ttd
I KETUT SUJANA
35
LAMPIRAN KEPUTUSAN
Dalam hal Keputusan memerlukan lampiran, hal tersebut dinyatakan dalam
batang tubuh bahwa lampiran dimaksud merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Keputusan. Dalam hal Keputusan memerlukan lebih dari satu lampiran, tiap
lampiran harus diberi nomor urut dengan menggunakan angka romawi. Judul
lampiran ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan di sudut kanan atas
tanpa diakhiri tanda baca dengan rata kiri (merujuk TP3 No. 192, 194, 195). Sebagai
contoh lihat Kotak 4.6 tersebut di atas.
Nama lampiran ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan di
tengah tanpa diakhiri tanda baca. Pada halaman akhir tiap lampiran harus
dicantumkan nama dan tanda tangan pejabat yang menetapkan Keputusan ditulis
dengan huruf kapital yang diletakkan di sudut kanan bawah dan diakhiri dengan
tanda baca koma setelah nama pejabat yang menetapkan Keputusan (merujuk TP3
No. 196-197).
36
BAB VPENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Penyusunan rancangan produk hukum desa yang bersifat pengaturan
(regeling) berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 dan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 111 Tahun 2014. Penyusunan
rancangan produk hukum desa yang bersifat penetapan (beschiking) yakni
Keputusan Kepala Desa, atau sebutan di Bali adalah Keputusan Perbekel
dan produk hukum kelurahan yakni Keputusan Lurah, yang bersifat
penetapan (beschiking) secara mutatis mutandis berlaku ketentuan
perancangan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2014, serta Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 111 Tahun 2014.
2. Masih terdapat produk hukum desa dan kelurahan yang tidak sesuai dengan
teknik penyusunan peraturan perundang-undangan.
5.2. Saran
Perlu ditingkatkan forum bimbingan teknis perancangan produk hukum desa
dan kelurahan dalam rangka meningkatkan kualitas produk hukum desa dan
kelurahan.
37
DAFTAR PUSTAKA
Bagir Manan, “Peraturan Kebijakan”, dalam H. Bagir Manan dan Kuntana Magnar,Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia, (Penerbit Alumni, Bandung,1997).
................., “Fungsi dan Materi Peraturan Perundang-undangan”, dalam BagirManan, H. dan Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata NegaraIndonesia, (Penerbit Alumni, Bandung, 1997).
Hamid S. Attamimi, A., “Hukum Tentang Peraturan Perundang-undangan danPeraturan Kebijakan (Hukum Tata Pengatuan)”, Pidato Purna Bakti Guru BesarTetap, (Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 1993).
................, ”Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalamPenyelenggaraan Pemerintahan Negara (Suatu Studi Analisis MengenaiKeputusan Presiden yang Bersifat Pengaturan dalam Kurun Waktu Pelita I –PelitaIV)”, Disertasi Doktor, (Fakultas Pascasarjana Universitas Indonesia,Jakarta. 1990).
Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata UsahaNegara: Buku I Beberapa Pengertian Dasar Hukum Tata Usaha Negara, (SinarHarapan, Jakarta, 1993).
Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, (Penerbit Konstitusi Press, Jakarta,2006).
Laboratorium Hukum FH UNPAR, Keterampilan Perancangan Hukum, (Bandung:Citra Aditya Bakti, 1997).
Maria Farida Indrati S., Ilmu Perundang-undangan 1: Jenis, Fungsi, dan MateriMuatan, (Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2007).
………, Ilmu Perundang-undangan 2: Proses dan Teknik Pembuatannya, (PenerbitKanisius, Yogyakarta, 2007).
DAFTAR PERATURAN PERUNDANG-UNDANGANDAN KEPUTUSAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tenang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan.Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara,
sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahu 2009.Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2014
Tentang Pedoman Teknis Peraturan Di Desa.Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2015 Tentang
Pembentukan Produk Hukum Daerah.
38
Peraturan Desa Lempuyang Nomor: 4 Tahun 2015 Tentang PedomanPembentukan Organisasi dan Tata Pemerintahan Desa Lempuyang.
Peraturan Desa Dawan Klod Nomor 03 Tahun 2015 Tentang Anggaran Pendapatandan Belanja Desa Tahun Anggaran 2015.
Peraturan Desa Banjaranyar Nomor : 6 Tahun 2015 Tentang Pendirian BadanUsaha Milik Desa Banjar Anyar.
Peraturan Desa Sampalan Tengah Nomor 01 Tahun 2015 Tentang Penetapan SisaPerhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Tahun 2014.
Keputusan Perbekel Desa Tegak Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pembentukan TimPenyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDES).
39