Makalah Perundang-undangan K3
-
Upload
pdestianti -
Category
Documents
-
view
931 -
download
129
Transcript of Makalah Perundang-undangan K3
TUGAS KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG K3
Disusun oleh :
Shabrina Arika Zahra 21080110141002
Nurul Ulfia 21080110141008
Mei Ekowati 21080110141014
Lintang Iradati 21080110141020
Rizky Fajar Heryanto 21080110141030
M. Arief Setiawan 21080110141042
Puti Destianti 21080110141051
Rahmat Randy Arbie 21080110130062
Erickson L2J009
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat dan
Kuasa-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas dari Mata Kuliah Kesehatan dan
Keselamatan Kerja. Di dalam makalah ini akan dibahas tentang “Peraturan Perundang-
undangan yang Terdapat dalam Kesehatan dan Keselamatan Kerja”. Isi materi yaitu
mengenai dasar peraturan yang menunjukkan pentingnya K3 dalam suatu perusahaan.
Penulis berusaha menyusun makalah ini secara urut dan rinci sehingga memudahkan
dalam pemahaman dan menciptakan suasana yang nyaman bagi pembaca, tidak terasa asing,
dan dapat menambah ketertarikan untuk mendalami materi.
Penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Tetapi penulis
berusaha untuk membuat makalah ini sebaik mungkin. Oleh karena itulah, penulis siap untuk
menerima segala saran dan kritikan yang bisa membangun ke arah yang lebih baik.
Penulis berharap dalam pembacaanya, berbagai materi tidak dilewatkan begitu saja,
karena hal itu merupakan bagian dari pemahaman konsep. Penulis berharap bahwa makalah
ini bisa bermanfaat, khususnya bagi kami selaku penyusun, dan umumnya bagi kalangan
luas.
Semarang, September 2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja
a. Kesehatan Kerja
Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental dan sosial
seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan melainkan juga
menunjukan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya.
Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat tetap sehat dan bukan
sekedar mengobati, merawat atau menyembuhkan gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh
karenanya, perhatian utama dibidang kesehatan lebih ditujukan ke arah pencegahan terhadap
kemungkinan timbulnya penyakit serta pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin.
Status kesehatan seseorang, menurut blum (1981) ditentukan oleh empat faktor yakni :
1. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan) kimia (organik / anorganik,
logam berat, debu), biologik (virus, bakteri, microorganisme) dan sosial budaya
(ekonomi, pendidikan, pekerjaan).
2. Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku.
3. Pelayanan kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan kecacatan,
rehabilitasi, dan
4. genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.
Pekerjaan mungkin berdampak negatif bagi kesehatan akan tetapi sebaliknya
pekerjaan dapat pula memperbaiki tingkat kesehatan dan kesejahteraan pekerja bila
dikelola dengan baik. Demikian pula status kesehatan pekerja sangat mempengaruhi
produktivitas kerjanya. Pekerja yang sehat memungkinkan tercapainya hasil kerja yang
lebih baik bila dibandingkan dengan pekerja yang terganggu kesehatannya”. Menurut
Suma’mur (1976) Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan/kedokteran
beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja/ masyarakat pekerja memperoleh derajat
kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif atau
kuratif terhadap penyakit/ gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan
lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum. Konsep kesehatan kerja dewasa ini
semakin banyak berubah, bukan sekedar “kesehatan pada sektor industri” saja melainkan
juga mengarah kepada upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan
pekerjaannya (total health of all at work).
b. Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari hari sering disebut
dengan safety saja, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada
khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil budaya dan karyanya. Dari segi keilmuan
diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Pengertian Kecelakaan Kerja (accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang
tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian
terhadap proses.
Karena pentingnya penerapan kesehatan keselamatan kerja di lingkungan kerja, maka
perlu adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur agar setiap perusahaan memiliki
pedoman dalam peneran K3.
1.2 Tujuan
a. Mengetahui pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja dalam suatu perusahaan
b. Mengetahui peraturan apa saja yang mendasari adanya kesehatan dan keselamatan dan
keselamatan kerja dalam suatu perusahaan
BAB II
ISI
2.1 Konvensi ILO
2.1.1 Sekilas tentang ILO
Organisasi Perburuhan Internasional (ILO : International Labour Organization)
merupakan badan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dengan tanggung jawab
internasional khusus mengenai ketenagakerjaan, serta berkantor pusat di Jenewa.
Organisasi ini memiliki 180 negara anggota dan bersifat unik di antara badan-
badan PBB lainnya karena struktur tripartit yang dimilikinya menempatkan pemerintah,
organisasi pengusaha dan serikat pekerja/buruh pada posisi yang setara dalam
menentukan program dan proses pengambilan kebijakan.
Wakil-wakil pengusaha dan pekerja/buruh – “mitra sosial” dalam ekonomi –
mempunyai suara yang setara dengan pemerintah dalam membentuk kebijakan dan
program ILO.
ILO juga mendukung struktur tripatisme di dalam Negara-negara Anggotanya,
dengan mempromosikan dialog sosial antara pengusaha dan serikat pekerja/buruh dalam
memformulasikan, dan jika dibutuhkan, menerapkan kebijakan sosial dalam isu-isu
sosial, ekonomi dan sebagainya.
2.1.2 Program ILO di Indonesia
ILO mendukung Indonesia untuk mencapai tujuan menciptakan lapangan kerja yang
layak, melalui rogram dan kegiatan di tiga area utama.
Menghapuskan Eksploitasi di Tempat Kerja:
1. Kemajuan yang efektif dengan pelaksanaan Rencana Aksi Nasional tentang Bentuk-
bentuk Terburuk Pekerjaan untuk Anak.
2. Meningkatkan manajemen migrasi kerja dan perlindungan yang lebih baik bagi
pekerja/buruh Indonesia, khususnya pekerja rumah tangga.
Penciptaan Lapangan Kerja untuk Mengurangi Kemiskinan dan Pemulihan Mata
Pencaharian khususnya bagi Kaum Muda:
1. Target Ketenagakerjaan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah melalui
kebijakan dan program dengan penekanan pada pertumbuhan lapangan kerja pro-
kaum miskin.
2. Pelaksanaan program ketenagakerjaan dan mata ncaharian yang intensif untuk
wilayah terkena dampak krisis, khususnya Aceh, Sumatra Utara dan sejumlah wilayah
Indonesia timur.
3. Sistem dan kebijakan pendidikan dan pelatihan untuk membekali kaum muda dengan
kemampuan kerja dan wiraswasta
Dialog Sosial untuk Pertumbuhan Ekonomi serta Prinsip dan Hak Mendasar di
Tempat Kerja:
1. Penerapan peraturan dan praktik ketenagekerjaan yang sejalan dengan prinsip-prinsip
dan hak-hak mendasar di tempat kerja, termasuk dengan memperkokoh administrasi
ketenagakerjaan.
2. Para pengusaha dan serikat pekerja/buruh melalui kerjasama bipartit memperoleh
hasil berupa fleksibilitas pasar kerja dan keamanan kerja .
Bidang-bidang penting lainnya bagi dukungan ILO erkait dengan program kesetaraan
jender, pengembangan program-program HIV/AIDS di dunia nan sosial melalui
keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
2.1.3 Kovensi Konvensi yang Telah Diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia
Konvensi ILO merupakan perjanjian-perjanjian internasional, tunduk pada
ratifiksi negara-negara anggota. Indonesia merupakan negara pertama di Asia n ke-
lima di dunia yang telah meratifikasi seluruh nvensi pokok ILO. Sejak menjadi
anggota tahun 1950, Indonesia telah meratifikasi 17 konvensi.
Konvensi-konvensi Inti
NO KONVENSI TAHUN
29 Konvensi Kerja Paksa (1930) 1950
98 Konvensi Hak Berorganisasi dan Berunding
Bersama/Secara Kolektif (1949)
1957
100 Konvensi Kesamaan Pengupahan (1951) 1958
87 Konvensi Kebebasan Berserikat dan Perlindungan atas Hak
Berorganisasi (1948)
1998
105 Konvensi Penghapusan Kerja Paksa (1957) 1999
111 Konvensi Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan) (1958) 1999
138 Konvensi Usia Minimum (1973) 1999
182 Penghapusan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-
bentuk Terburuk Pekerjaan untuk Anak (1999)
2000
Konvensi-Konvensi Lain
K. 19: Persamaan dan Perlakuan bagi Pekerja Nasional dan Asing dalam hal Ganti Rugi atas
Kecelakaan Kerja (1925);
K. 27: Pemberian Tanda atas Berat BArang yang Diangkut Kapal Laut (1929);
K. 45: Mempekerjakan Perempuan di Bawah Tanah dalam Berbagai Macam Pekerjaan
Tambang;
K. 69: Sertifikasi Juru Masak Kapal (1946);
K. 81: Inspeksi Ketenagakerjaan (1947);
K. 88: Lembaga Pelayanan Penempatan Tenaga Kerja (1948);
K. 120: Kebersihan di Tempat Dagang dan Kantor;
K. 106: Istirahat Mingguan di Perdagangan dan Kantor (1957);
K. 144: Konsultasi Tripartit untuk Mempromosikan
2.2 Undang-Undang No. 1 Tahun 1970
Undang-Undang nomor 1 tahun 1997 ini berisi tentang keselamatan kerja. Meskipun
judulnya disebut sebagai Undang-undang Keselamatan Kerja, tetapi materi yang diatur
termasuk masalah kesehatan kerja.
Undang-undang ini dimaksudkan untuk menentukan standar yang jelas untuk
keselamatan kerja bagi semua karyawan sehingga mendapat perlindungan atas
keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan
produksi serta produktifitas Nasional; memberikan dasar hukum agar setiap orang selain
karyawan yang berada di tempat kerja perlu dijamin keselamatannya dan setiap sumber daya
perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan efisien; dan membina norma-norma
perlindungan kerja yang sesuai dengan perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik dan
teknologi.
Ruang lingkup Undang-undang ini adalah keselamatan kerja di semua jenis dan tempat
kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang
berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
Undang-Undang ini berisi 11 bab dan 18 pasal yang mengatur keseluruhan aspek dari
keselamatan kesehatan kerja. Berikut ini adalah rangkuman per bab dari Undang-Undang No.
1/1997
1. ISTILAH
Tempat Kerja ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau
tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk
keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya;
Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya
yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut;
Pengurus adalah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung sesuatu tempat
kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri
Pengusaha: orang atau badan hukum yang memiliki atau mewakili pemilik suatu
tempat kerja.
Direktur: adalah Direktur Jendral Bina Hubungan Ketenagakerjaan dan Pengawas
Norma Kerja (sekarang Direktur Jendral Bina Hubungan Industrial dan Pengawas
Ketenagakerjaan).
Pegawai Pengawas. Seorang pegawai pengawas harus mempunya keahlian khusus
yang dalam hal ini adalah menguasai pengetahuan dasar dan praktek dalam bidang
keselamatan dan kesehatan kerja melalui suatu proses pendidikan tertentu.
Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja: personel yang berada di luar Departemen
Tenaga Kerja, dan mempunyai keahlian khusus di bidang keselamatan dan kesehatan
kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
2.RUANG LINGKUP
Yang diatur oleh Undang-undang ini ialah keselamatan kerja dalam segala tempat
kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang
berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
3.SYARAT-SYARAT KESELAMATAN KERJA
Dalam bab 3 pasal 1 ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk :
a. mencegah dan mengurangi kecelakaan;
b. mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
c. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
d. memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau
kejadian-kejadian lain yang berbahaya;
e. memberi pertolongan pada kecelakaan;
f. memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
g. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu,
kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran;
h. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik maupun
psychis, peracunan, infeksi dan penularan;
i. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
j. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
k. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
l. memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
m. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses
kerjanya;
n. mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang;
o. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
p. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan penyimpanan
barang;
q. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
r. menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya
kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
4.PENGAWASAN
Yang menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya Undang-Undang adalah
pengawas dan ahli keselamatan kerja. Direktur melaksanakan pelaksanaan umum dan
pengusaha membayar retribusi menurut undang-undang
5.PEMBINAAN
Pengurus yang menunjukkan dan menjelaskan semua tentang tempat kerja dan K3
kepada tenaga kerja baru dan dipastikan tenaga yang dipekerjakan sudah sesuai syarat-syarat.
6. PANITIA PEMBINA K3
Yang membentuk panitia pembina k3 adalah menteri tenaga kerja
7. KECELAKAAN
Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja
yang dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
8. KEWAJIBAN DAN HAK TENAGA KERJA
Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja
untuk :
A. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan atau
ahli keselamatan kerja;
B. Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan;
C. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja
yang diwajibkan;
D. Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan
kesehatan kerja yang diwajibkan;
E. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di mana syarat keselamatan dan
kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan
olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai
9.KEWAJIBAN BILA MEMASUKI TEMPAT KERJA
Bila memasuki tempat kerja, diwajibkan menaati semua petunjuk keselamatan kerja
dan memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan
10. KEWAJIBAN PENGURUS
Pengurus wajib :
1. Menempatkan semua syarat keselamatan kerja yang diwajibkan dalam undang-
undang di tempat kerja
2. Memasang gambar keselamatan kerja dan bahan pembinaan
3. Menyediakan dengan cuma-cuma semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada
tenaga kerja, dan orang lain yang memasuki tempat kerja.
11. KETENTUAN PENUTUP
Peraturan perundangan tersebut pada ayat (1) dapat memberikan ancaman pidana atas
pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau
denda setinggitingginya Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah).
2.3 Undang-Undang No. 23 Tahun 1997
Dalam UU NO 23 TAHUN 1997 yang berhubungan dengan K3 pada pasal:
- PASAL 3, asas dan tujuan
Pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab
negara, asas berkelanjutan, dan asas manfaat bertujuan untuk mewujudkan
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia
seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
- Pasal 15 ayat (1), mengenai ketentuan dari persyaratan membuat rencana usaha yang
menimbulkan dampak lingkungan. Isinya:
(1) Setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan
dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki analisis
mengenai dampak lingkungan hidup.
- Pasal yang mengatur bahwa setiap penanggung jawab usaha/ kegian wajib melakukan
pengolahan pada limbah yang dihasilkan dalam kegiatan tersebut.
Pasal 16
(1) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pengelolaan
limbah hasil usaha dan/ataukegiatan.
(2) Penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat menyerahkan pengelolaan limbah tersebut kepada pihak lain.
(3) Ketentuan pelaksanaan pasal ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah
Pasal 17
(1) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pengelolaan
bahan berbahaya dan beracun.
(2) Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun meliputi: menghasilkan, mengangkut,
mengedarkan, menyimpan, menggunakan dan/atau membuang.
(3) Ketentuan mengenai pengelolaan bahan berbahaya dan beracun diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
- Pasal yang menyatakan perizinan dalam melakukan usaha dan mengenai perizinan
pembuangan limbah adalah.
Pasal 18
(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting
terhadap lingkungan hidup wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan
hidup untuk memperoleh izin melakukan usaha dan/atau kegiatan.
(2) Izin melakukan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(3) Dalam izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan persyaratan dan
kewajiban untuk melakukan upaya pengendalian dampak lingkungan hidup.
Pasal 20
(1) Tanpa suatu keputusan izin, setiap orang dilarang melakukan pembuangan limbah
ke media lingkungan hidup.
(2) Setiap orang dilarang membuang limbah yang berasal dari luar wilayah Indonesia
ke media lingkungan hidup Indonesia.
Pasal 21
Setiap orang dilarang melakukan impor limbah bahan berbahaya dan beracun.
- Pasal 24, menyatakan tentang pengawasan terhadap penataan tanggung jawab usaha/
kegiatan. Pasal tersebut berisi:
(1) Untuk melaksanakan tugasnya, pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
berwenang melakukan pemantauan, meminta keterangan, membuat salinan dari
dokumen dan/atau membuat catatan yang diperlukan, memasuki tempat tertentu,
mengambil contoh, memeriksa peralatan, memeriksa instalasi dan/atau alat
transportasi, serta meminta keterangan dari pihak yang bertanggungjawab atas usaha
dan/atau kegiatan.
(2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang dimintai keterangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memenuhi permintaan petugas pengawas
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Setiap pengawas wajib memperlihatkan surat tugas dan/atau tanda pengenal serta
wajib memperhatikan situasi dan kondisi tempat pengawasan tersebut.
- Pasal 25, dalam pasal ini mengatur sanksi administrasi apabila perusahaan melanggar
peraturan yang telah ditetapkan. Berikut isi dari pasal 25:
(1) Untuk melaksanakan tugasnya, pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
berwenang melakukan pemantauan, meminta keterangan, membuat salinan dari
dokumen dan/atau membuat catatan yang diperlukan, memasuki tempat tertentu,
mengambil contoh, memeriksa peralatan, memeriksa instalasi dan/atau alat
transportasi, serta meminta keterangan dari pihak yang bertanggungjawab atas usaha
dan/atau kegiatan.
(2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang dimintai keterangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memenuhi permintaan petugas pengawas
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Setiap pengawas wajib memperlihatkan surat tugas dan/atau tanda pengenal serta
wajib memperhatikan situasi dan kondisi tempat pengawasan tersebut.
- Pasal 27, mengatur tentang sanksi yang dijatuhkan apabila melanggar peraturan.
Berikut isi pasal 27:
(1) Pelanggaran tertentu dapat dijatuhi sanksi berupa pencabutan izin usaha dan/atau
kegiatan.
(2) Kepala Daerah dapat mengajukan usul untuk mencabut izin usaha dan/atau
kegiatan kepada pejabat yang berwenang.
(3) Pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan kepada pejabat yang
berwenang untuk mencabut izin usaha dan/atau kegiatan karena merugikan
kepentingannya.
- Pasal 34, menatur ganti rugi yang harus dibayar oleh perusahaan karena melanggar
hukum berupa pencemaran dan perusakan lingkungan akiba kegiatan/usaha yang
dilakukannya. Isinya adalah:
(1) Setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan
hidup, mewajibkan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk membayar ganti
rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu.
(2) Selain pembebanan untuk melakukan tindakan tertentu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), hakim dapat menetapkan pembayaran uang paksa atas setiap hari
keterlambatan penyelesaian tindakan tertentu tersebut.
- Pasal 35, menyatakan tanggung jawab yang mutlak yang harusditunggung oleh
perusahaan yang berdampak besar trhadap lingkungan hidup.berikut isi dari pasal 35:
(1) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang usaha dan kegiatannya
menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, yang
menggunakan bahan berbahaya dan beracun, dan/atau menghasilkan limbah bahan
berbahaya dan beracun, bertanggung jawab secara mutlak atas kerugian yang
ditimbulkan, dengan kewajiban membayar ganti rugi secara langsung dan seketika
pada saat terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
(2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dapat dibebaskan dari kewajiban
membayar ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika yang bersangkutan
dapat membuktikan bahwa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup
disebabkan salah satu alasan di bawah ini:
a. adanya bencana alam atau peperangan; atau
b. adanya keadaan terpaksa di luar kemampuan manusia; atau
c. adanya tindakan pihak ketiga yang menyebabkan terjadinya pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup.
(3) Dalam hal terjadi kerugian yang disebabkan oleh pihak ketiga sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c, pihak ketiga bertanggung jawab membayar ganti rugi.
Pasal 41
(1) Barang siapa yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan perbuatan
yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, diancam
dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang
mati atau luka berat, pelaku tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling lama
lima belas tahun dan denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh
juta rupiah).
Pasal yang mengatur , mengatur tentang sanksi administrasi dan ketentuan pidana dari
pelanggaran hukum yang menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Berikut adaah isinya:
Pasal 42
(1) Barang siapa yang karena kealpaannya melakukan perbuatan yang mengakibatkan
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana penjara
paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang
mati atau luka berat, pelaku tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling lama
lima tahun dan denda paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta
rupiah).
Pasal 47
Selain ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum
Pidana dan Undang-undang ini, terhadap pelaku tindak pidana lingkungan hidup
dapat pula dikenakan tindakan tata tertib berupa:
(1) perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; dan/atau
(2) penutupan seluruhnya atau sebagian perusahaan; dan/atau
(3) perbaikan akibat tindak pidana; dan/atau
(4) mewajibkan mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau
(5) meniadakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau
(6) menempatkan perusahaan di bawah pengampuan paling lama tiga tahun.
2.4 Peraturan Lain Berkaitan dengan Pencemaran
1. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
2. Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian
Pencemaran Air
3. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran Udara
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
ILO mendukung Indonesia untuk mencapai tujuan menciptakan lapangan kerja yang
layak, melalui rogram dan kegiatan di tiga area utama.
a. Menghapuskan Eksploitasi di Tempat Kerja
b. Penciptaan Lapangan Kerja untuk Mengurangi Kemiskinan dan Pemulihan
Mata Pencaharian khususnya bagi Kaum Muda:
c. Dialog Sosial untuk Pertumbuhan Ekonomi serta Prinsip dan Hak Mendasar
di Tempat Kerja:
Kesehatan dan keselamatan kerja sangat diperlukan dalam lingkungan
kerja sehingga perlu adanya undang-undang dan peraturan yang mengatur
yaitu
1. Undang Undang no. 1 Tahun 1970
2. Undang Undang no. 23 Tahun 1997
DAFTAR PUSTAKA
http://staff.ui.ac.id/internal/131611668/material/Bahan_Kuliah_K3_01.pdf
http://prokum.esdm.go.id/uu/1970/uu-01-1970.pdf
http://bk.menlh.go.id/files/UU-2397.pdf
http://www.ilo.orgf/