Peran Kaum Wanita Dan Pengaruhnya

16
PERAN WANITA DAN PENGARUHNYA DALAM PROSES PENGGULINGAN REZIM HOUSNI MUBARAK SAAT REVOLUSI PEMERINTAHAN MESIR TAHUN 2011 OUTLINE OLEH : SYARIF HUSEIN NIM : 151.080.198 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

Transcript of Peran Kaum Wanita Dan Pengaruhnya

PERAN WANITA DAN PENGARUHNYA DALAM PROSES PENGGULINGAN REZIM HOUSNI MUBARAK SAAT REVOLUSI PEMERINTAHAN MESIR TAHUN 2011OUTLINE

OLEH :SYARIF HUSEINNIM : 151.080.198

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONALFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKUNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERANYOGYAKARTA2013BAB IPENDAHULUAN

A. Alasan Pemilihan JudulPada Januari 2011 lalu, Mesir mengalami sebuah revolusi pemerintahan yang didalangi oleh aksi demonstrasi masyarakat dan berujung pada tergulingnya rezim otoriter Husni Mubarak. Pergolakan politik di Mesir ini pada dasarnya dikenal sebagai salah satu bagian dari gelombang Arab Spring yang terjadi di negara-negara kawasan Arab dan Timur Tengah. Apa yang terjadi di Mesir tersebut pada dasarnya menunjukkan bagaimana masyarakat Mesir menuntut terjadinya revolusi pemerintahan dan demokratisasi demi terwujudnya kehidupan mereka yang lebih baik. Aksi-aksi masyarakat untuk menggulingkan rezim Mubarak di Mesir ini nyatanya dilakukan oleh berbagai lapisan masyarakat, baik pria maupun wanita.Fenomena keterlibatan wanita yang cukup signifikan dalam aksi demonstrasi di Mesir ini merupakan alasan bagi penulis untuk menelitinya. Sebagai negara muslim yang cukup fleksibel dalam pemberian hak-hak pada wanita, keterlibatan wanita dalam demonstrasi ini mengindikasikan keganjilan pada segala kebebasan yang telah dinikmati oleh wanita Mesir. Fleksibilitas pemerintahan di bawah rezim Mubarak nyatanya belum cukup bagi wanita Mesir hingga kaumnya masih menuntut terjadinya revolusi dan perubahan di negara tersebut.Aksi demonstrasi masyarakat Mesir ini akhirnya membuahkan hasil. Rezim otoriter Husni Mubarak berhasil terguling dan tidak lagi berkuasa di Mesir. Namun demikian, apakah revolusi ini berdampak manis pada keberadaan dan posisi wanita di Mesir? Hal inilah yang menjadi fokus penulis untuk lebih mendalami dan menitikberatkan arah penelitian kepada jawaban dari pertanyaan tersebut. Pasca tergulingnya rezim Mubarak, banyak media yang menyebarkan kabar bahwa hak-hak wanita yang telah dijamin dan dilanggengkan di bawah rezim Mubarak sebelumnya justru saat ini terancam untuk dihapuskan. Hal ini tentunya bertentangan dengan esensi dari revolusi dan demokratisasi yang awalnya ditujukan untuk penciptaan kondisi masyarakat serta peningkatan penjaminan kebebasan hak yang lebih baik.

B. Latar Belalkang MasalahMesir merupakan salah satu negara yang terletak di kawasan Timur Tengah dan Afrika bagian utara. Sebagai salah satu negara di dunia yang mayoritas penduduknya adalah muslim, hampir serupa dengan negara-negara muslim lainnya, sistem pemerintahan dan politik di Mesir pun juga diwarnai dengan unsur-unsur budaya agama Islam. Implementasi sistem pemerintahan dan politik yang dituangkan dalam peraturan-peraturan suatu negara tentunya memiliki pengaruh pada rakyat negara tersebut, termasuk pada wanita. Budaya agama Islam seringkali dikatakan akan sangat sulit dapat berjalan beriringan dengan feminisme yang pada dasarnya ingin menciptakan kesetaraan jender dan mengadvokasi posisi wanita dalam masyarakat. Namun demikian, jika dibandingkan dengan negara-negara muslim lainnya, nyatanya Mesir merupakan negara muslim yang cukup fleksibel dalam pemberian hak-hak bagi kaum wanita. Hal ini ditunjukkan dalam kebebasan bagi wanita Mesir untuk menempuh pendidikan dan bahkan berpartisipasi politik di negara tersebut.[footnoteRef:2] Kondisi ini mengindikasikan bahwa keadaan wanita dan kebebasan hak wanita di Mesir sudah lebih baik dibandingkan dengan apa yang terjadi di negara-negara muslim lainnya. Perbedaan kebebasan wanita di Mesir dengan di negara-negara muslim lainnya tersebut pada dasarnya diperoleh dari usaha kaum feminis dan aktivis wanita Mesir selama berpuluh-puluh tahun.[footnoteRef:3] [2: Sally Baden, The position of women in Islamic countries: possibilities, constraints and strategies for change dalam BRIDGE (Development-Gender); Report No.4, (Brighton: Institute of Development Studies, September 1992), hlm. 31.] [3: Nemat Guenenna dan Nadia Wassef, Unfulfilled Promises: Womens Rights in Egypt (New York: Population Council, 1999) hlm. 1.]

Meskipun fakta mengatakan bahwa perempuan di Mesir kewarganegaraan serta hak-hak politiknya dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1956, namun lingkungan sosial dan ekonomi di negara tersebut telah berjalan menentang hak-hak politik perempuan tersebut. Nilai-nilai yang mendorong partisipasi perempuan dalam urusan-urusan publik saling berdampingan dengan nilai-nilai reaksioner, dan akibatnya konflik di antara dua nilai tersebut telah menghabiskan banyak waktu. Dalam dua dekade terakhir ini, konflik tersebut menjadi lebih sensitif, terutama karena situasi politik dan ekonomi di Mesir.Pada usaha penggulingan rezim yang dilakukan oleh masyarakat Mesir, nyatanya aksi-aksi demonstrasi yang dilakukan juga melibatkan kaum wanita. Kaum wanita turut berpartisipasi dan ikut turun ke Tahrir Square berdampingan dengan kaum pria untuk menuntut tergulingnya rezim Mubarak yang telah menjabat selama 30 tahun. Jumlah wanita yang ikut turun ke jalan dan berdemonstrasi nyatanya cukup mencengangkan.[footnoteRef:4] Hal ini menunjukkan bagaimana wanita juga mengekspresikan keinginannya untuk lepas dari pemerintahan otoriter Husni Mubarak yang telah berdiri tegak selama berpuluh-puluh tahun tersebut. Wanita menuntut terjadinya revolusi dan demokratisasi demi penciptaan penjaminan hak-hak mereka yang lebih baik lagi. [4: Dalal Al-Bizri, Women, Revolution, Politics, and Power dalam Heinrich-Bll-Stiftung, Middle East Office, 2011, hlm. 1.]

Selain dimotivasi oleh keinginan untuk lepas dari cengkraman rezim otoriter, keterlibatan wanita dalam gerakan revolusi pemerintahan Mesir pada tahun 2011 lalu juga dipengaruhi oleh ketidak-puasan kaum wanita dengan apa yang telah dirasakannya selama ini. Walaupun Mesir merupakan negara yang cukup bebas dalam hal penjunjungan hak-hak wanitanya, wanita Mesir masih merasakan adanya kecacatan dalam penjaminan hak-hak mereka sebagai wanita. Ketidak-setaraan status dan sub-ordinasi status wanita dalam masyarakat Mesir nyatanya masih terjadi dan hal tersebut mendorong masih terjadinya diskriminasi jender dalam masyarakat Mesir. Pelecehan seksual merupakan salah satu wujud diskriminasi jender yang sangat sering terjadi pada wanita Mesir.[footnoteRef:5] Ketidaksetaraan upah yang diterima antara pria dan wanita dalam sektor pekerjaan yang sama serta masih terdapatnya mutilasi pada alat genital dan tes keperawanan terhadap wanita pun juga menjadi isu yang diangkat oleh wanita Mesir pada aksi-aksi demonstrasinya.[footnoteRef:6] Hal-hal semacam inilah yang membuahkan tuntutan dari wanita Mesir pada pemerintahan yang dianggap tidak mampu menegakkan keadilan serta menjamin kesetaraan status antara pria dan wanita. [5: Manal al-Natour, The Role of Women in the Egyptian 25th January Revolution dalam Journal of International Womens Studies, Vol 13, Oktober 2012, hlm. 72.] [6: Laura Sjoberg dan Jonathon Whooley, The Arab Spring for Women? dalam Gender, Representation, and Middle East Politics in 2011 hlm. 8 yang diakses dari http://www.polisci.wisc.edu/Uploads/Documents/IRC/Sjoberg.pdf pada 11 September 2013 pukul 10.14 WIB.]

Dalam protes-protes yang lebih awal di Mesir, kaum perempuan terhitung hanya sekitar 10 persen dari seluruh demonstran, tetapi di Lapangan Merdeka mereka mencapai sekitar 40 sampai 50 persen pada hari-hari menjelang kejatuhan Mubarak. Kaum perempuan, dengan atau tanpa kerudung, berpartisipasi dalam upaya mempertahankan Lapangan Merdeka, mendirikan barikade-barikade, memimpin perdebatan-perdebatan, meneriakkan slogan-slogan, dan bersama dengan kaum pria, mempertaruhkan nyawa mereka. Kaum perempuan Mesir yang dengan masif telah turun ke jalan-jalan tidak melakukan ini dalam nama pembebasan perempuan yang abstrak. Mereka memenuhi jalan-jalan dalam rangka menciptakan suatu kehidupan yang lebih baik bagi diri mereka dan keluarga mereka.Tergulingnya rezim pemerintahan otoriter Mubarak tentunya menghadirkan harapan akan terciptanya perubahan bagi kondisi kehidupan mereka, tidak terkecuali pada kaum wanita. Setelah partisipasi mereka yang luar biasa dalam usaha revolusi pemerintahan, tergulingnya rezim Mubarak tentunya memberikan ekspektasi dan harapan akan membaiknya kondisi wanita di Mesir. Demokratisasi ini memberikan harapan pada wanita Mesir bahwa kebebasan dan hak-hak mereka akan semakin terjamin. Wanita merasa bahwa demokratisasi ini akan dapat mewujudkan tercapainya kesetaraan jender di Mesir. Namun demikian, nyatanya revolusi yang dihasilkan tersebut seolah meninggalkan wanita di belakang. Revolusi tidak berhasil memenuhi janji-janji dan harapan akan kehidupan yang lebih baik, setidaknya bagi wanita. Pasca revolusi, hak-hak wanita yang sebelumnya telah diperoleh justru terancam untuk dihapuskan dan posisi wanita dalam masyarakat baik dari segi politik, ekonomi, dan sosial pun semakin memburuk.Kaum wanita masih tertinggal dalam pembangunan negara Mesir yang baru. Laporan dari Amnesti Internasional pada November 2011 lalu melansir bahwa rezim sementara di bawah Supreme Council of the Armed Forces (SCAF) setelah tergulingnya rezim Mubarak nyatanya gagal dalam menyelesaikan isu-isu terkait wanita yang sudah ada bahkan sebelum revolusi terjadi.[footnoteRef:7] Bahkan marjinalisasi wanita makin marak terjadi pasca rezim Mubarak, dan salah satunya hal ini dicerminkan dengan masih adanya praktik pemaksaan tes keperawanan yang dilakukan pada wanita.[footnoteRef:8] Masalah-masalah yang melibatkan wanita sebagai korban masih terjadi, seperti pelecehan seksual, pemerkosaan, mutilasi alat genital wanita, serta ketidak-adilan lain baik dari segi politik, ekonomi, maupun sosial masih terjadi, dan bahkan semakin parah. [7: Alona Ferber, Women in the "New Egypt": What Next? dalam Tel Aviv Notes: An Update on Middle Eastern Developments, Vol.5, No.24, Tel Aviv University, Desember 2011, hlm. 2.] [8: Ibid]

C. Rumusan MasalahProses Revolusi serta Demokratisasi yang dimaksudkan oleh segenap lapisan masyarakat khususnya kaum perempuan Mesir sudah terjadi dan mampu menggulingkan penguasa sebelumnya, namun harapan-harapan yang diperjuangkan sampai saat ini belum juga dapat dirasakan sepenuhnya oleh kaum perempuan Mesir. Sehingga timbul pertanyaan dalam benak penulis dan menjadikannya rumusan masalah penelitian kali ini, yaitu Dampak apa yang saat ini dirasakan oleh masyarakat Mesir khususnya kaum wanita pasca terjadinya revolusi dan demokratisasi pada tahun 2011?

Daftar Pustaka

BUKU DAN JURNALAl-Bizri, Dalal. 2011. Women, Revolution, Politics, and Power, Heinrich-Bll-Stiftung, Middle East Office.Al-Natour, Manal. 2012. The Role of Women in the Egyptian 25th January Revolution, Journal of International Womens Studies, Vol 13.Amnesty International. 2011. Women Demand Equality in Shaping New Egypt, Amnesty International Report. Baden, Sally . 1992. The position of women in Islamic countries: possibilities, constraints and strategies for change, BRIDGE (Development-Gender); Report No.4. Brighton: Institute of Development Studies.Dawoud, Aliaa. 2012. Why Women are Losing Rights in Post-Revolutionary Egypt, Journal of International Womens Studies, Vol 13.Ferber, Alona. 2011. Women in the "New Egypt": What Next? Tel Aviv Notes: An Update on Middle Eastern Developments. Vol.5. No.24. Tel Aviv: Tel Aviv University.Guenena, Nemat dan Nadia Wassef. 1999. Unfulfilled Promises: Womens Rights in Egypt. New York: Population Council.Viotti, Paul R. dan Mark V. Kauppi, 1999. International Relations Theory: Realism, Pluralism, Globalism, and Beyond, Third Edition. Massachusetts: Allyn & Bacon.Wall, Melissa dan Sahar El Zahed. 2011. Ill Be Waiting for You Guys: A YouTube Call to Action in the Egyptian Revolution, International Journal of Communication, Vol.5.

ARTIKEL INTERNETSussman, Anna Louie. Prominent During Revolution, Egyptian Women Vanish in New Order http://www.theatlantic.com/international/archive/2011/04/prominent-during-revolution-egyptian-women-vanish-in-new-order/237232/, diakses pada 7 September 2013 pukul 18.19 WIB.Krajeski, Jenna. Taking It to the Streets: Egyptian Women Protest the Government Alongside the Men Yet Few Images of Women, The Opinioness of the World, http://opinionessoftheworld.com/2011/01/31/egyptianwomentaketothestreetsalongsidethemen-toprotestthegovernment/, diakses pada 7 September 2013 pukul 21.29 WIB.McGrath, Cam. Egypt Revolution Makes It Worse for Women dalam http://www.ipsnews.net/2012/10/egypt-revolution-makes-it-worse-for-women/, yang diakses pada 8 September 2013 pukul 23.32 WIB.Darlene, Natalie. Advocating For Greater Political Participation: Feminisms In Egypt And The Muslim Brotherhood, Georgetown University, Maret 2011, https://repository.library.georgetown.edu/bitstream/handle/10822/553313/eftNatalie.pdf?sequence=1, diakses pada 10 September 2013 pukul 22.25 WIB.Sjoberg, Laura dan Jonathon Whooley, The Arab Spring for Women? dalam Gender, Representation, and Middle East Politics in 2011, http://www.polisci.wisc.edu/Uploads/Documents/IRC/Sjoberg.pdf, pada 11 September 2013 pukul 10.14 WIB.