Pengkajian Sistem Endokrin
-
Upload
wira-sulaksana -
Category
Documents
-
view
140 -
download
7
description
Transcript of Pengkajian Sistem Endokrin
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali
masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan
lingkungan (Effendy, 1995).
Pengkajian yang sistematis dalam keperawatan dibagi dalam empat tahap kegiatan,
yang meliputi ; pengumpulan data, analisis data, sistematika data dan penentuan masalah.
Adapula yang menambahkannya dengan kegiatan dokumentasi data (meskipun setiap langkah
dari proses keperawatan harus selalu didokumentasikan juga).
Pengumpulan dan pengorganisasian data harus menggambarkan dua hal, yaitu :
status kesehatan klien dan kekuatan – masalah kesehatan yang dialami oleh klien.
Pengkajian keperawatan data dasar yang komprehensif adalah kumpulan data yang berisikan
status kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan dan keperawatannya
terhadap dirinya sendiri dan hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya.
Data fokus keperawatan adalah data tentang perubahan-perubahan atau respon klien terhadap
kesehatan dan masalah kesehatannya, serta hal-hal yang mencakup tindakan yang
dilaksanakan kepada klien.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan suatu permasalahan, yaitu :
1. Bagaimana klasifikaasi keseluruhan tentang sistem endokrin ?
2. Bagaimana klasifikasi pengkajian pada klien diabetes mellitus ?
3. Bagaimana klasifikasi pengkajian dengan penyakit
hiperglikemia/hipoglekimia?
1
4. Bagaimana klasifikasi pengkajian dengan penyakit ketoasidosis ?
5. Bagaimana klasifikasi pengkajian dengan penyakit hipertiroid dan hipotiroid ?
6. Bagaimana klasifikasi pengkajian dengan penyakit tumor tiroid dan tumor
hipofise ?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan paper ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengkajian dengan penyakit sistem endokrin seperti diabtes
mellitus, hiperglikemia, ketoasidosis, hipertiroid, hipotiroid, tumor tiroid dan
tumor hipofise.
D. Metode Penulisan
Dalam penulisan paper ini ditempuh metode-metode tertentu untuk mengumpulkan
beberapa data dan mengolah data tersebut. Untuk pengumpulan data dilakukan dengan
metode dokumentasi yaitu mengumpulkan berbagai sumber yang memuat materi yang terkait
pengkajian sistem endokrin. Sumber tersebut melalui beberapa buku keperawatan dan juga
melalui internet. Data yang telah diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan metode
deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode dengan jalan menyusun data atau fakta-fakta yang
telah diperoleh secra sistematis dan menuangkannya dalam suatu simpulan yang disusun atas
kalimat-kalimat.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR SISTEM ENDOKRIN
Fungsi kelenjar endokrin dapat diketahui melalui pengkajian kesehatan dengan
wawancara untuk mengumpulkan data subyektif dan pengkajian fisik untuk mengumpulkan
data obyektif. Beberapa hormon mempengaruhi seluruh jaringan tubuh dan organ-organ dan
manifestasi dari disfungsi nonspesifik, membuat pengkajian fungsi endokrin lebih rumit
dibandingkan dengan sistem lainnya.
1. Pengkajian Umum Sistem Endokrin
1) Data Demografi
Usia dan jenis kelamin merupakan data dasar yang penting. Beberapa gangguan
endokrin baru jelas dirasakan pada usia tertentu merupakan proses patologis sudah
berlangsung sejak lama. Kelainan-kelainan somatik harus selalu dibandingkan dengan usia
dan gender , misalnya berat badan dan tinggi badan. Tenpat tinggal juga merupakan data yang
perlu di kaji, khususnya tempat tinggal pada masa bayi dan kanak-kanak dan juga tempat
tinggal klien sekarang.
2) Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji kemungkinan adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan seperti
yang di alami klien atau gangguan tertentu yang berhubungan secara langsumg dengan
gangguan hormonal seperti:
1 Obesitas
2 Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
3 Kelainan pada kelenjar tiroid
3
4 Diabetes mellitus
5 Infertilitas
6 Dalam mengidentivikasi informasi ini tentunya perawat harus dapat
menerjemahkan informasi yang ingin diketahui dengan bahasa yang sederhana
dan di mengerti oleh klien atau keluarga.
3) Riwayat Kesehatan dan Keperawatan Klien
Perawat mengkaji kondisi yan pernah dialami oleh klien di luar gangguan yang
dirasakan sekarang khususnya gangguan yang mungkin sudah berlangsung lama bila di
hubungkan dengan usia dan kemungkinan penyebabnya namun karena tidak mengganggu
aktivitas klien, kondisi ini tidak di keluhkan.
Tanda-tanda seks sekunder yang tidak berkembang, misalnya amenore, bulu rambut
tidak tumbuh, buah dada tidak berkembang dan lain-lain. Berat badan yang tidak sesuai
dengan usia, misalnya selalu kurus meskipun banyak makan dan lain-lain.
Gangguan psikologia seperti mudah marah, sensiif, sulit bergaul dan tidak mampu
berkonsentrasi, dan lain-lain.
Hospitalisasi, perlu dikaji alasan hospitalisasi dan kapan kejadiannya. Bila klien
dirawat beberapa kali, urutkan sesuai dengan waktu kejadiannya.
Juga perlu memperoleh informasi tentang penggunaan obat-obatan di saat sekarang
dan masa lalu. Penggunaan obat-obatan ini mencakup obat yang di peroleh dari dokter atau
petugas kesehatan maupun obat-obatan yang di peroleh secara bebas.jenis obat-obatan yang
mengandung hormon atau yang dapat merangsang aktivitas hormonal seperti
hidrokortison;levothyroxine; kontrasepsi oral; dan obat-obatan anti hipertensif.
4) Riwayat Diit
4
Perubahan status nutrisi atau gangguan pada saluran pencernaan dapat saja
mencerminkan gangguan endokrin tertentu atau pola dan kebiasaan makan yang salah dapat
menjadi faktor penyebab, pleh karena itu kondisi berikut ini perlu di kaji:
Adanya nausea, muntah dan nyeri abdomen
Penurunan atau penambahan berat badan yang drastic
Selera makan yang menurun atau bahkan berlebihan
Pola makan dan minum sehari-hari
Kebiasaan mengkonsumsi makanan yang dapat mengganggu fungsi endokrin,
seperti makanan yang bersifat goitrogenik terhadap kelenjar tiroid
5) Status Sosial Ekonomi
Karena status sosial ekonomi nerupakan aspek yang sangat peka bagi banyak orang
maka hendaknya dalam mengidentifikasi kondisi ini perawat melakukannya bersama-sama
dengan klien. Menghindarkan pertanyaan yang mengarah pada jumlah atau nilai pendapatan
melainkan lebih di fokuskan pada kualitas pengelolaan suatu nilai tertentu. Mendiskusikan
bersama-sama bagaiman klien dan keluarganya memperoleh makanan yang sehat dan bergizi,
upaya mendapatkan pengobatan bila klien dan keluarganya sakit dan upaya mempertahankan
kesehatan klien dan keluarga tetap optimal dapat mengungkapkan keadaan sosial ekonomi
klien dan menyimpulkan bersama-sama merupakan upaya untuk mengurangi kesalahan
penafsiran
6) Masalah Kesehatan Sekarang
Atau disebut juga keluhan utama. Perawat memfokuskan pertanyaan pada hal-hal
yang menyebabkan klien meminta bantuan pelayanan seperti :
Apa yang di rasakan klien?
Apakah masalah atau gejala yang dirasakan terjadi secara tiba-tiba atau
poerlahan dan sejak kapan dirasakan?
5
Bagaimana gejala itu mempengaruhi aktivitas hidup sehari-hari?
Bagaimana pola eliminasi baik fekal maupun urine?
Bagaimana fungsi seksual dan reproduksi?
Apakah ada perubahan fisik tertentu yang sanat menggangu klien?
Hal-hal yang berhubungan dengan fungsi hormonal secara umum :
1) Tingkat energi
Perubahan kekuatan fisik di hubungkan dengan sejumlah gangguan hormonal
khususnya disfungsi kelenjar tiroid dan adrenal.perawat mengakaji bagaimana
kemampuan klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari, apakah dapat di lakukan
sendiri tanpa bantuan, dengan bantuan atau sama sekali klien tidak berdaya
melakukannya atau bahkan klien tidur sepanjang hari merupakan informasi yang
sangat penting. Kaji juga bagaimana asupan makanan klien apkah berlebih atau
kurang.
2) Pola eliminasi dan keseimbangan cairan
Pola eliminasi khususnya urine dipengaruhi oleh fungsi endokri. Secara
langsung oleh ADH,Aldosteron, dan kortisol.perawat menanyakan tentang pola
berkemih dan jumlah volume urine. Dan apakah klien sering terbangun malam hari
untuk berkemih. Nyatakan volume urine dalam gelas untuk memudahkan persepsi
klien. Eliminasi urine tentu sangat berhubungan erat dengan keseimbangan air dan
elektrolit tubuh. Bila dari hasil anamnesa ada hal yang mengindikasikan voume urine
berlebih, pertanyaan kita di arahkan lebih jauh ke kemungkinan klien kekurangan
cairan, kaj apakah klien mengalami gejala kurang cairan dan bagaimana klien
mengatasinya. Tanyakan seberapa besar volume cairan yang dikonsumsi setiap hari.
6
Kaji pola sebelum sakit untuk membandingkan pola sebelum sakit untuk
membandingan pola yang ada sekarang.
3) Pertumbuhan dan perkembangan
Secara langsung pertumbuhan dan perkembangan ada di bawah pengaruh GH,
kelenjar tiroid dan kelenjar gonad. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan dapat
saja terjadi semenjak di dalam kandungan bila hormon yang mempengaruhi tumbang
fetus kurang seperti hipotiroid pada ibu. Kondisi ini dapat pula terjadi setelah bayi
lahir artinya selama proses tumbang terjadi disfungsi GH atau mungkin Gonad dan
kelenjar tiroid. Perlu mengkaji gangguan ini apakah terjadi semenjak bayi di lahirkan
dengan tubuh yang kerdil, atau terjadi selama proses pertumbuhsn dan bahkan tidak
dapat di identifikasi jelas kapan mulai tampak gejala tersebut. Mengkajisecara lengkap
pertambahan ukuran tubuh dan fungsinya misalnya bagaimaa tingkat intelegensia,
kemampuan berkomunikasi, inisiatif dan rasa tanggung jawab. Kaji pula apakah
perubahan fisik tersebut mempengaruhi kejiwaan klien.
4) Seks dan Reproduksi
Fungsi seksual dan reproduksi sama penting untuk di kaji baik klien wanita
maupun pria. Pada klien wanita, kaji siklus menstruasinya mencakup lama, volume,
frekuensi dan perubahan fisik termasuk sensasi nyeri atau kramp abdomen sebelum
selama dan sesudah haid. Untuk volume gunakan satuan jumlah pembalut yang di
gunakan, kaji pula pada umur berapa klien pertama kali menstruasi.
Bila klien bersuami, kaji apakah pernah hamil, abortus, dan melahirkan. Jumlah anak
yang pernah di lahirkan dan apakah klien menggunakan cara tertentuuntuk membatasi
kelahiran atau cara untuk mendapatkan keturunan. Pada klien pria, kaji apakah klien
mampu ereksi dan orgasme dan bagaimana perasaan klien setelah melakukannya,
adakah perasaan puas dan menyenangkan. Tanyakan pula adakah perubahan bentuk
dan ukuran alat genitalnya.
Mengkaji hal-hal yang berhubungan dengan seks masih seringkali menjadi hal
yang tabu untuk di perbincangkan padahal seharusnya itu tidak perlu terjadi. Jika
7
perbincagan tentang seks ii di lakukan dalam konteks therapi maka tidak perlu malu.
Perawat perlu mawas diri dengan perasaannya, bersikap dewasa, dan berwibawa
sehingga perasaan segan dan malu dapat diminimalkan bahkan dihilangkan.
5) Pemeriksaan fisik
Melalui pemeriksaan fisik ad dua aspek utama yang dapat di gambarkan yaitu:
Kondisi kelenjar endokrin
Kondisi jaringan atau organ sebagai dampak dari kondisi endokrin
Pemeriksaan fisik terhadap kondisi kelenjar hanya dapat dilakukan terhadap
kelenjar tiroid dan kelenjar gomad pria (testes).Secara umum,tekhenik pemeriksaan
fisik yang dapat dilakukan dalam memperoleh berbagai penyimpangan fungsi adalah :
a) Inspeksi
Disfungsi sistem endokrin akan menyebabkan perubahan fisik sebagai
dampaknya terhadap pertumbuhan dan perkembangan, kesembangan cairan
dan elektrolit , seks dan reproduksi, metabolisme dan energi.Berbagai
pperubahan fisik dapat berhubungan dengan satu atau lebih gangguan endokri,
oleh karena itu dalam melakukan pemeriksaan fisik, perawat tetap berpedoman
pada pengkajian yang komprehensif dengan penekanan pada gangguan
hormonal tertentu dan dampaknya terhadap jaringan sasaran dan tubuh secara
keseluruhan. Jadi menggunakan pendekatan head-to-toe saja atau
menggabungkannya dengan pendekatan sistem, kedua-duanya dapat digunakan
Pertama-tama, amatilah penampilan umum klien apakah tampak kelemahan
berat, sedang dan ringan dan sekaligus amati bentuk dan proporsi tubuh. Pada
pemeriksaan wajah, fokuskan pada abnormalitas struktur, bentuk dan ekspresi
wajah seperti bentuk dahi, rahang dan bibir.pada mata amati adannya edema
periorbita dan exopthalmus serta apakah ekspresi wajah datar atau tumpul.
Amati lidah klien terhadap kelainan bebtuk dan penebalan, ada tidaknya tremor
pada saat diam atau bila digerakkan. Kondisi ini biasanya terjadi pada
gangguan tiroid.
8
Didaerah leher, apakah leher tampak membesar, simetris atau tidak.
Pembesaran leher dapat disebabkan pembesaran kelenjar tiroid dan untuk
meyakinkannya perlu dilakukan palpasi.Distensi atau bendungan pada vena
jugularis dapat mengidemtifikasikan kelebihan cairan atau kegagalan jantung.
Amati warna kulit(hiperpigmentasi atau hipopigmentasi) pada lehe, apakah
merata dan cacat lokasinya dengan jelas. Bila dijumpai kelainan kulit leher,
lanjutkan dengan memeriksa lokasi yang lain di tubuh selakigus. Infeksi jamur,
penembuhan luka yang lama, bersisik dan petechiae lebih sering dijumpai pada
klien dengan hiperfungsi adrenokortikal. Hiperpigmentasi pada jari, siku dan
lutut dijumpai pada klien hipofungsi kelenjar adrenal.Vitiligo atau
hipopigmentasi pada kulit tampak pada hipofungsi kelenjar adrenal sebagai
akibat destruksi melanosit dikulit oleh proses autoimun. Hipopigmentasi biasa
terjadi di wajah, leher, dan ekstremitas. Penumpukan masa otot yang
berlebihan pada leher bagian belakang yang biasa disebut Bufflow neck atau
leher/punuk kerbau dan terus sampai daerah clavikula sehingga klien tampak
seperti bungkuk, terjadi pada klien hiperfungsi adrenokortikal. Amati bentuk
dan ukuran dada, pergerakan dan simetris tidaknya.
Ketidakseimbangan hormonal khususnya hormon seks akan
menyebabkan perubahan tanda seks sekunder, oleh sebab itu amati keadaan
rambut axila dan dada. Pertumbuhan rambut yang berlebihan pada dada dan
wajah wanita disebut hirsutisme. Pada buah dada amati bentuk dan ukuran,
simetris tidaknya, pigmentasi dan adanya pengeluaran cairan. Striae pada buah
dada atau abdomen sering dijumpai pada hiperfungsi adrenokortikal.Bentuk
abdomen cembung akibat penumpukan lemak centripetal dijumopai pada
hiperfungsi adrenokortikal.Pada pemeriksaan genetalia, amati kondisi skrotum
dan penis juga klitoris dan labia terhadap kelainan bentuk.
b) Palpasi
Kelenjar tiroid dan testes, dua kelenjar yang dapat diperiksa melalui
rabaan. Pada kondisi normal, kelenjar tiroid tidak teraba namun isthmus dapat
diraba dengan menengadahkan kepala klien. Lakukan palpasi kelenjar tiroid
9
perlobus dan kaji ukuran, nodul tinggal atau multipel, apakah ada rasa nyeri
pada saat di palpasi. Pada saat melakukan pemeriksaan, klien duduk atau
berdiri sama saja namun untuk menghindari kelelahan klien sebaiknya posisi
duduk.Untuk hasil yang lebih baik, dalam melakukan palpasi pemeriksa berada
dibelakang klien dengan posisi kedua ibu jari perawat dibagian belakang leher
dan keempat jari-jari lain ada diatas kelenjar tiroid.
Palpasi testes di lakukan dengan posisi tidur dan tangan perawat harus
dalam keadaan hangat. Perawat memegang lembut began ibu jari dan dua jari
lain, bandingkan yang satu dengan yang lainnya terhadap ukuran/besarnya,
simetris tidaknya nodul. Normalnya testes teraba lembut, peka terhadap sinaar
dan sinyal seperti karret.
c) Auskultasi
Mendengarkan bunyi tertentu dengan bantuan stetoskop dapat
menggambarkan berbagai perubahan dalam tubuh.Auskultasi pada daerah
leher, diatas kelenjar tiroid dapat mengidentifikasi“ bruit“. Bruit adalah bunyi
yang dihasilkan oleh karena turbulensi pada pembuluh darah tiroidea. Dalam
keadaan normal, bunyi ini tidak terdengar. Dapat diidentifikasi bila terjadi
peningkatan sirkulasi darah ke kelenjar tiroid sebagai dampak peningkatan
aktivitas kelenjar tiroid.
Auskultasi dapat pula dilakukan untuk mengidentifikasi perubahan
pada pembuluh darah dan jantung seperti tekanan darah, ritme dan rate jantung
yang dapat menggambarkan gangguan keseimbangan cairan, perangsangan
katekolamin dan perubahan metabilisme tubuh.
6) Pengkajian Psikososial
Perawat mengkaji keterampilan koping, dukungan keluarga, teman , dan handai
taulan serta bagaimana keyakinan klien tentang sehat sakit. Sejaumlah ganguan endokrin yang
serius mempengaruhi persepsi klien terhadap dirinya sendiri oleh karena perubahan-
perubahan yang dialami menyangkut perubahan fisik, fungsi seksual dan reproduksi dan lain-
10
lain yang akan mempengaruhi konsep dirinya. Kemampuan klien dan keluarga dalam
memberi perawatan di rumah termasuk penggunaan obat-obatan yang biasanya dapat
berlangsung lama perlu dikaji.
2. Pengkajian Diagnostik Sistem Endokrin
A. Pemeriksaan Diagnostik pada Kelenjar Hipofise
Foto Tengkorak (kranium)
Dilakukan untuk melihat sella tursika. Dapat terjadi tumor atau juga atropi.
Tidak dibutuhkan persiapan fisik secara khusus, namun pendidikan kesehatan
tentang tujuan dan prosedur sangatlah penting.
Foto tulang (osteo)
Dilakukan untuk melihat kondisi tulang. Pada klien dengan gigantisme akan
dijumpai ukuran maupun panjangnya. Pada akromegali akan dijumpai tulang-
tulang perifer yang bertambah ukurannnya ke samping. Persiapan fisik secara
khusus tidak ada, pendidikan kesehatan diperlukan.
CT scan Otak
Dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya tumor pada hipofise atu
hipotalamus melalui komputerisasi. Tidak ada persiapan fisik secara khusus, namun
diperlukan penjelasan agar klien dapat diam bergerak selama prosedur.
3. Pemeriksaan darah dan urin
KADAR GROWTH HORMON
Nilai normal 10µg/ml pada anak dan orang dewasa. Pada bayi di bulan-
bulan pertama kelahiran nilai ini meningkat kadarnya. Spesimen adalah darah
venalebih kurang 5 cc. Persiapan khusus secara fisik tidak ada.
KADAR TIROID STIMULATING HORMON (TSH)11
Nilai normal 6-10 µg/ml. Dilakukan untuk menentukan apakah gangguan
tiroid bersifat primer atau sekunder. Dibutuhkan darah lebih kurang 5 cc. Tanpa
persiapan secara khusus.
KADAR ADENOKARTIKO TROPIK (ACTH)
Pengukuran dilakukan dnegan test supresi deksametason. Spesimen yang
diperlukan adalah darah vena lebih kurang 5 cc dan urin 24 jam.
Persiapan
Tidak ada pembatasan makan dan minum
Bila klien menggunakan obat-obatan seperti kortisol dan antagonisnya,
dihentikan lbih dahulu 24 jam sebelumnya.
Bila obat-obatan harus diberikan, lamirkan jenis obat dan dosisnya pada lembar
pengiriman specimen
Cegah stress fisik dan psikologis
Pelaksanaan
Klien diberi deksametason 4 × 0.5 ml/hari selama-lamanya dua hari
Besok paginya darah vena diambil sekitar 5 cc
Urine ditampung selama 24 jam
Kirim spesimen ( darah dan urin ) ke laboratorium
Hasil, Normal bila ;
12
ACTH menurun kadarnya dalam darah. Kortisol darah kurang dari 5 ml/dl
17-Hydroxi-Cortico-Steroid (17-OHCS ) dalam urin 24 jam kurang dari 2.5
mg.
Cara sederhana dapat juga dilakukan dengan pemberian deksametason 1
mg per oral tengah malam , baru darah vena diambil lebih kurang 5 cc pada pagi
hari dan urin ditampung selama 5 jam. Spesimen dikirim ke laboratorium. Nilai
normal bila kadar kortisol darah kurang atau sama dengan 3 mg/dl dan ekskresi
OHCS dalam urin 24 jam kurang dari 2.5 mg.
B. Pemeriksaan Diagnostik pada Kelenjar Tiroid
Up take Radioaktif ( RAI )
Tujuan pemeriksaan adalah untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid
dalam menangkap iodida.
Persiapan
Klien puasa 6-8 jam
Jelaskan tujuan dan prosedur
Pelaksanaan
Klien diberi Radioaktif Jodium (I131) per oral sebanyak 50 microcuri.
Dengan alat pengukur yang ditaruh di atas kelenjar tiroid diukur radioaktif
yang tertahan.
Juga dapat diukur clearence I131 melalui ginjal dengan mengumpulkan urin
selama 24 jam dan diukur kadar radioaktif jodiumnya.
Banyaknya I131 yang ditahan oleh kelenjar tiroid dihitung dalam persentase
sebagai berikut:
Normal : 10-35%
13
Kurang dari : 10% disebut menurun , dapat terjadi pada
hipotiroidisme.
Lebih dari : 35 % disebut meninggi, dapat terjadi pada tirotoxikosis
atau pada defisiensi jodium yang sudah lama dan pada pengobatan
lama hipertiroidisme.
T3 dan T4 Serum
Persiapan fisik secara khusu tidak ada. Spesimen yang dibutuhkan adalah
darah vena sebanyak 5-10 cc.
Nilai normal pada orang dewasa:
Jodium bebas : 0.1-0.6 mg/dl
T3 : 0.2-0.3 mg/dl
T4 : 6-12 mg/dl
Nilai normal pada bayi/anak:
T3 : 180-240 mg/dl
Up take T3 Resin
Bertujuan untuk mengukur jumlah hormon tiroid ( T3 ) atau tiroid binding
globulin (TBG) tak jenuh. Bila TBG naik berarti hormon tiroid bebas meningkat.
Peningkatan TBG terjadi pada hipertiroidisme. Dibutuhkan spesimen darah vena
sebanyak 5 cc. Klien puasa selama 6-8 jam.
Nilai normal pada :
Dewasa : 25-35 % uptake oleh resin
Anak : pada umumya tidak ada
14
Protein Bound Iodine (PBI)
Bertujuan mengukur jodium yang terikat dengan protein plasma. Nilai
normal 4-8 mg% dalam 100 ml darah. Spesimen yang dibutuhkan darah vena
sebanyak 5-10 cc. Klien dipuaskan sebelum pemeriksaan sebelum pemeriksaan 6-8
jam.
Laju Metabolisme Basal (BMR)
Bertujuan untuk mengukur secara tidak langsung jumlah oksigen yang
dibutuhkan tubuh di bawah kondisi basal selama beberapa waktu.
Persiapan:
klien puasa sekitar 12 jam
hindari kondisi yang menimbulkan kecemasan dan stress
klien harus tidur paling tidak 8 jam
tidak mengkonsumsi obat-obat analgesik dan sedative
jelaskan pada klien tujuan pemeriksaan dan prosedurnya
tidak boleh bangun dari tempat tidur sampai pemeriksaan dilakukan
Pelaksanaan :
segera setelah bangun, dilakukan pengukuran tekanan darah dan nadi
-dihitung dengan rumus BMR (0.75 × pulse ) + ( 0.74 × Tek Nadi ) -72
-nilai normal BMR : -10 s/d 15 %
Scanning Tyroid
Dapat digunakan dengan beberapa tehnik antara lain :
15
Radio Iodine Scanning. Digunakan untuk menentukan apakah nodul tiroid
tunggal atau majemuk dan apakah panas atau dingin ( berfungsi atau tidak
berfungsi ). Nodul panas menyebabkan hipersekresi jarang bersifat ganas.
Up take Iodine. Digunakan untuk menentukan pengambilan jodium dari
plasma. Nilai normal 10 s/d 30 % dalam 24 jam.
C. Pemeriksaan Diagnostik pada Kelenjar Paratiroid
Percobaan Sulkowitch
Dilakukan untuk memeriksa perubahan jumlah kalsium dalam urine,
sehingga dapat diketahui aktivitas kelenjar paratiroid. Percobaan dilakukan dengan
menggunakan Reagens Sulkowitch. Bila pada percobaan tidak terdapat endapan
maka kadar kalsium plasma diperkirakan antara 5 mg/dl. Endapan sedikit (fine
white cloud) Menunjukkan kadar kalsiun darah normal (6 ml/dl). Bila endapan
banyak, kadar kalsium tinggi.
Persiapan :
urine 24 jam ditampung ditampung.
makanan rendah kalsium 2 hari berturut-turut.
Pelaksanaan :
masukkan urin 3 ml ke dalam 2 tabung.
ke dalam tabung pertama dimasukkan reagens sulkowitch 3 ml, tabung
kedua hanya sebagai kontrol.
Pembacaan hasil secara kuantitatif :
Negatif (-) : tidak terjadi kekeruhan
Positif (+) : terjadi kekeruhan yang halus
Positif (++) : kekeruhan sedang
16
Positif (+++) : kekeruhan banyak timbul dalam waktu kurang dari 20 detik
Positif (++++) : kekeruhan hebat, terjadi seketika
Percobaan Ellwort – Howard
Percobaan didasarkan pada diuresis pospor yang dipengaruhi oleh
parathormon. Cara pemeriksaan: klien disuntik dengan parathormon melalui
intravena kemudian urin ditampung dan diukur kadar pospornya.pada
hipoparatiroid, diuresis pospor bisa mencapai 5-6 kali nilai normal. Pada
hiperparatiroid, diuresis pospornya tidak banyak berubah.
Percobaan Kalsium Intravena
Percobaan ini berdasarkan pada anggapan bahwa bertambahnya kadar serum
kalsium akan menekan pembentukkan parathormon. Normal bila pospor serum
meningkat dan pospor diuresis berkurang. Pada hiper paratiroid, pospor serum dan
pospor diuresis tidak banyak berubah. Pada hipoparatiroid, pospor serum hampir
tidak mengalami perubahan tetapi pospor diuresis meningkat.
Pemeriksaan radiologi
Persiapan khusus tidak ada. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat
kemungkinan adanya kalsifikasi tulang, penipisan dan osteoporosis. Pada
hipotiroid, dapat dijumpai kalsifikasi bilateral pada dasar tengkorak. Densitas
tulang bisa normal atau meningkat. Pada hipertiroid, tulang menipis, terbentuk kista
dalam tulang serta tuberculae pada tulang.
Pemeriksaan Elektrokardiogran ( EKG )
17
Persiapan khusus tidak ada. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengidentifikasi kelainan gambaran ekg akibat perubahan kadar kalsium serum
terhadap otot jantung. Pada hiperparatiroid, akan dijumpai gelombang Q – T yang
memanjang sedangkan pada hiperparatiroid interval Q – T mungkin normal
Pemeriksaan Elektromiogram ( EMG )
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi perubahan kontraksi otot
akibat perubahan kadar kalsium serum. Persiapan khusus tidak ada.
D. Pemeriksaan Diagnostik pada Kelenjar Pankreas
Jenis pemeriksaannya adalah gula darah puasa. Bertujuan untuk menilai kadar gula
darah setelah puasa selama 8-10 jam.
Nilai normal :
Dewasa : 70-110 md/dl
Bayi : 50-80 mg/d
Anak-anak :60-100 mg/dl
Persiapan
Klien dipuasakan sebelum pemeriksaan dilakukan
Jelaskan tujuan prosedur pemeriksaan
Pelaksanaan
Spesimen adalah darah vena lebih kurang 5 s/d 10cc.
Gunakan anti koagulasi bila pemeriksaan tidak dapat dilakukan segera.
Bila klien mendapatkan pengobatan insulin atau oral hipoglikemik untuk
sementara tidak diberikan.
18
Setelah pengambilan darah, klien diberi makan dan minum serta obat-obatan
sesuai program.
Gula darah 2 jam setelah makan. Sering disingkat dengan gula darah 2 jam PP
(post prandial). Bertujuan untuk menilai kadar gula darah dua jam setelah
makan. Dapat dilakukan secara bersamaan dengan pemeriksaan gula darah
puasa artinya setelah pengambilan darah puasa,kemudian klien disuruh makan
menghabiskan porsi yang biasa lalu setelah dua jam kemudian dilakukan
pengukuran kadar gula darahnya. Atau bisa juga dilakukan secara terpisah
tergantung paad kondisi klien.
Prinsip persiapan dan pelaksanaan sama saja namun perlu di ingat waktu yang
tepat untuk pengambilan spesimen karena hal ini dapat mempengaruhi hasil
pemeriksaan. Bagi klien yang mendapat obat-obatan senentara dihentikan
sampai pengambilan spesimen dilakukan.
E. Pemeriksaan Diagnostik pada Kelenjar Adrenal
Pemeriksaan Hemokonsentrasi darah
Nilai normal pada :
Dewasa wanita :37-47 %
Pria : 45-54%
Anak-anak :30-40%
Neonatal :44-62%
Tidak ada persiapan secara khusus. Spesimen darah dapat diperoleh dari
perifer seperti ujung jari atau melalui pungsi intravena. Bubuhi antikoagulan ke
dalam darah untuk mencegah pembekuan.
Pemeriksaan Elektrolit Serum ( Na, K, Cl ), dengan nilai normal :
19
Natrium : 310 – 335 mg ( 13.6 – 14 meq / liter )
Kalium : 14 -20 mg% ( 3.5 – 5.0 meq/liter )
Chlorida : 350-375 mg% (100-106 meq /liter)
Pada hipofungsi adrenal akan terjadi hipernatremi dan hipokalemi, dan
sebaliknya terjadi pada hiperfungsi adrenal yaitu hiponatremia dan hiperkalemia.
Tidak diperlukan persiapan fisik secara khusus.
Percobaan Vanil Mandelic Acid (VMA)
Bertujuan untuk mengukur katekolamin dalam urine. Dibutuhkan urine 24
jam. Nilai normal 1-5 mg. Tidak ada persiapan khusus.
Stimulasi test
Dimaksudkan untuk mengevaluasi dan mendeteksi hipofungsi adrenal.
Dapat dilakukan terhadap kortisol dengan pemberian ACTH. Stimulasi terhadap
aldosteron dengan pemberian sodium.
B. PENGKAJIAN DENGAN PENYAKIT DIABETES MELLITUS
1) Pengertian
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
2) Tanda dan Gejala
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM
umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat
komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat
perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi
dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering
muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada
20
tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar
sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering
ditemukan adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10. Neuropati viseral
11. Amiotropi
12. Ulkus Neurotropik
13. Penyakit ginjal
14. Penyakit pembuluh darah perifer
15. Penyakit koroner
16. Penyakit pembuluh darah otak
17. Hipertensi
21
3) Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75
gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
4) Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas
insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta
neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa
darah normal. Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1. Diet
2. Latihan
3. Pemantauan
4. Terapi (jika diperlukan)
5. Pendidikan
5) Dasar Data Pengkajian
Data tergantung pada berat dan lamanya ketidakseimbangan metabolic dan
pengaruk pada fungsi organ :
a. Aktivitas/ istirahat
22
Gejala : lemah, letih, sulit bergerak/berjalan. Kram otot, tonus otot
menurun. Gangguan tidur/istirahat.
Tanda : takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan
aktivitas. Letargi/disorientasi, koma, penurunan kekuatan otot.
b. Sirkulasi
Gejala : adanya riwayat hipertensi; IM akut. Klaudikasi, kebas, dan
kesemutan pada ekstremitas. Ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda : Takikardia, perubahan tekanan darah postural; hipertensi.
Nadi yang menurun/tidak ada. Disritmia. Krekels; DVJ (GJK). Kulit panas,
kering, dan kemerahan: bola mata cekung.
c. Integritas Ego
Gejala : Stres; tergantung pada orang lain. Masalah financial yang
berhubungan dengan kondisi.
Tanda : ansietas, peka rangsang.
d. Eliminasi
Gejala : perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia. Rasa
nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/berulang. Nyeri
tekan pada abdomen. Diare.
Tanda : urine encer, pucat, kuning : poliuri (dapat berkembang
menjadi oliguria/anuria jika terjadi hipovolemia berat). Urine berkabut,
bau busuk (infeksi). Abdomen keras, adanya asites. Bising usus lemah dan
menurun : hiperaktif (diare).
e. Makanan/Cairan
Gejala : hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mengikuti diet :
peningkatan masukan glukosa/ karbohidrat. Penurunan berat badan lebih
dari periode bebrapa hari/minggu. Haus. Penggunaan diuretic (tiazid).
23
Gejala ; kulit kuring/berbisik, turgor jelek. Kekakuan/distensi
abdomen, muntah. Pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolic
dengan peningkatan gula darah). Bau halitosis/manis, bau buah (nafas
aseton).
f. Neurosensori
Gejala : pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan
pada otot, parestesia. Gangguan penglihatan
Tanda : disorientasi: mengantuk. Letargi, stupor/koma (tahap
lanjut). Gangguan memori (baru, massa, lalu); kacau mental. Refleks
tendon dalam (RTD) menurun (koma). Aktivitas kejang (tahap lanjut dari
DKA).
g. Nyeri/Kenyaman
Gejala : abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
Tanda : wajah meringis dengan palpitasi: tampak sangat berhati-
hati.
h. Pernapasan
Gejala : merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum
purulen (tergantung adanya infeksi/tidak).
Tanda : lapar udara. Batuk, dengan/tanpa sputum purulen (infeksi).
Frekuensi pernapasan.
i. Keamanan
Gejala : kulit kering, gatal; ulkus kulit.
Tanda : demam, diaphoresis. Kulit rusak, lesi/ulserasi.
Menurunnya kekuatan umum/rentang gerak. Parestesia/paralisis otot
termasuk otot-otot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup
tajam).
j. Seksualitas
Gejala : rabas vagina (cenderung infeksi). Masalah impoten pada
pria; kesulitan orgasme pada wanita
k. Penyuluhan/Pembelajaran
24
Gejala : faktor resiko keluarga:DM, penyakit jantung, stroke,
hipertensi. Penyembuhan yang lambat. Penggunaan obat seperti steroid,
diuretic (tiazid): Dilantin dan fenobarbital (dapat meningkatkan kadar
glukosa darah) mungkin atau tidak memerlukan obat diabetic sesuai
pesanan.
Pertimbangan Rencana Pemulangan : DRG menunjukkan rerata lama
dirawat : 5,9 hari. Mungkin memerlukan bantuan dalam pengaturan diet,
pengobatan, perawatan diri, pemantauan terhadap glukosa darah.
25
26
Gambar luka diabetes melittus tipe 1 :
Gambar luka diabetes mellitus tipe 2 :
27
Gejala-Gejala Akibat Diabetes Mellitus pada lanjut usia :
1. Katarak
28
2. Glukoma
C. PENGKAJIAN DENGAN PENYAKIT HIPOGLEKIMIA/HIPERGLEKIMIA
1) Pengertian
Hipoglikemi adalah suatu keadaan, dimana kadar gula darah plasma puasa kurang dari
50 mg/%. Populasi yang memiliki resiko tinggi mengalami hipoglikemi adalah:
- Diabetes melitus
- Parenteral nutrition
- Sepsis
- Enteral feeding
- Corticosteroid therapi
- Bayi dengan ibu dengan diabetik
- Bayi dengan kecil masa kehamilan
- Bayi dengan ibu yang ketergantungan narkotika
- Luka bakar
- Kanker pankreas
- Penyakit Addison’s
- Hiperfungsi kelenjar adrenal
- Penyakit hati
29
2. Fokus Pengkajian
Data dasar yang perlu dikaji adalah :
1. Keluhan utama : sering tidak jelas tetapi bisanya simptomatis, dan lebih sering
hipoglikemi merupakan diagnose sekunder yang menyertai keluhan lain sebelumnya
seperti asfiksia, kejang, sepsis.
2. Riwayat :
- ANC
- Perinatal
- Post natal
- Imunisasi
- Diabetes melitus pada orang tua/ keluarga
- Pemakaian parenteral nutrition
- Sepsis
- Enteral feeding
- Pemakaian Corticosteroid therapy
- Ibu yang memakai atau ketergantungan narkotika
- Kanker
3. Data fokus
Data Subyektif:
- Sering masuk dengan keluhan yang tidak jelas
- Keluarga mengeluh bayinya keluar banyaj keringat dingin
- Rasa lapar (bayi sering nangis)
- Nyeri kepala
- Sering menguap
- Irritabel
Data obyektif:
- Parestisia pada bibir dan jari, gelisah, gugup, tremor, kejang, kaku, 30
- Hight—pitched cry, lemas, apatis, bingung, cyanosis, apnea, nafas cepat irreguler,
keringat dingin, mata berputar-putar, menolak makan dan koma
- Plasma glukosa < 50 gr/%
D. PENGKAJIAN DENGAN PENYAKIT HIPOTIROID
1. Definisi
Hipotiroidisme adalah tingkat pengurangan hormon tiroid (tiroksin). Yaitu suatu
keadaan di mana kelenjar tiroid kurang aktif dan menghasilkan sedikit tiroksin. Hal ini dapat
menyebabkan fungsi metabolisme tubuh bekerja sangat lambat.
2. Penyebab / factor predisposisi
a. Penyakit system kekebalan tubuh ( tiroiditis )
b. Kongenital ( kecacatan perkembangan )
c. Efek patologis ( autoimun )
d. Kurangnya asupan iodium
3. Gejala klinis
Integumen : kulit dingin, pucat, kering, bersisik dan menebal, pertumbuhan
kuku buruk, kuku menebal, rambut kering, kasar, rambut rontok dan
pertumbuhannya buruk.
Pulmonary : hipoventilasi, pleural efusi, dispnea
Kardiovaskuler : bradikardia, disritmia, pembesaran jantung, toleransi
terhadap aktivitas menurun, hipotensi.
Metabolic : penurunan metabolism basal, penurunan suhu tubuh, intoleransi
terhadap dingin
Muskuloskletal : nyeri otot, kontraksi dan relaksasi otot yang melambat
Neurologi : fungsi intelektual yang lambat, berbicara lambat dan terbata-bata,
gangguan memori, perhatian kurang, letargi atau somnolen, bingung, hilang
pendengaran, parastesia, penurunan refleks tendon.
Gastrointestinal : anoreksia, peningkatan BB,obstipasi, distensi abdomen.
31
Reproduksi :
Pada wanita : perubahan menstruasi seperti amenore atau masa menstruasi
yang memanjang, infertilitas, anovulasi dan penurunan libido.
Pada pria : penurunan libido dan impoten.
Psikosis / emosi : apatis, agitasi, depresi, paranoid, menarik diri, perilaku
mania.
Manifestasi klinis lain berupa edema periorbita, wajah seperti bulan (moon
face), wajah kasar, suara serak, pembesaran leher, lidah tebal, sensitifitas
terhadap opioid dan transkuilizer meningkat, ekspresi wajah kosong, lemah,
haluaran urine menurun, anemi, mudah berdarah.
4. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik mencakup:
a. Penampilan secara umum: amati wajah klien terhadap adanya edema disekitar
mata, wajah bulan dan ekspresi wajah kosong serta roman wajah kasar. Lidah
tampak menebal dan gerak-gerik klien sangat lamban. Postur tubuh kecil dan
pendek. Kulit kasar, tebal dan bersisik, dingin dan pucat.
b. Nadi lambat dan suhu tubuh menurun
c. Pembesaran jantung
d. Disritmia dan hipotensi
e. Parastesia dan reflek tendon menurun
5. Pemeriksaan diagnostik / penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum
Pemeriksaan TSH ( pada klien hipotiroidisme primer akan terjadi peningkatan
TSH serum, sedangkan pada yang sekunder kadar TSH dapat menurun atau
normal).
32
6. Therapy / tindakan penanganan
Hipotiroidisme diobati dengan menggantikan kekurangan hormone tiroid yaitu
dengan memberikan sediaan per oral ( lewat mulut). Yang paling banyak disukai adalah
hormone tiroid buatan T4. Bentuk yang lain adalah tiroid yang dikeringkan (diperoleh dari
kalenjar tiroid hewan).
Pengobatan pada penderita lanjut usia dimulai dengan hormone tiroid dosis rendah,
karena dosis terlalu tinggi bisa menyebabkan efek samping yang serius. Dosisnya diturunkan
secara bertahap sampai kadar TSH kembali normal.
Obat ini biasanya terus diminum sepanjang hidup penderita.
Kadar tetap aktivitas hormone tiroid dalam tubuh dapat terus dipertahankan dengan
mudah yaitu dengan pemberian satu tablet atau lebih yang mengandung tiroksin setiap hari.
Selanjutnya berhasilnya pengobatan pernderita hipotiroid dapat dilihat dari hilangnya seluruh
miksedema.
7. Pengkajian
Aktivitas / istirahat
DS : keletihan / kelelahan
DO : bradikardia, kelemahan otot.
Sirkulasi
DS : nyeri badan
DO : pengurangan volume darah, pembengkakan seluruh tubuh
Integritas ego
DS : adanya riwayat factor stress yang baru dialami, termasuk sakit fisik,
ketidakmampuan mengatasi stress, malas.
DO : depresi.
Eliminasi
DS : konstipasi
DO :konsistensi feses padat, distensi abdomen
33
Makanan / cairan
DS : BB meningkat, nafsu makan menurun
DO : pembengkakan pada bagian depan leher ( goiter), edema nonpitting
Neurosensori
DS : sulit fokus
DO : suara parau, ingatan terganggu, kelambanan mental,
Nyeri / kenyamanan
DS : nyeri badan
DO : distensi abdomen, kulit tebal dan kering, tubuh kasar
Pernafasan
DS : nafasnya terganggu
DO : RR : 22x/mnt
Seksualitas
DS : siklus menstruasi tidak teratur
DO :berkurangnya pertumbuhan rambut dan kulit bersisik
Gambar dengan gangguan hipotiroid :
34
E. PENGKAJIAN PADA GANGGUAN KANKER TIROID
1) Definisi
Kanker Tiroid adalah sutu keganasan pada tiroid yang memiliki 4 tipe yaitu: papiler,
folikuler, anaplastik dan meduler. Kanker tiroid jarang menyebabkan pembesaran kelenjar, lebih
sering menyebabkan pertumbuhan kecil (nodul) dalam kelenjar. Sebagian besar nodul tiroid
bersifat jinak, biasanya kanker tiroid bisa disembuhkan. Kanker tiroid sering kali membatasi
kemampuan menyerap yodium dan membatasi kemampuan menghasilkan hormon tiroid, tetapi
kadang menghasilkan cukup banyak hormon tiroid sehingga terjadi hipertiroidisme.
35
2) Etiologi Kanker Tiroid
Etiologi dari penyakit ini belum pasti, yang berperan khususnya untuk terjadi well
differentiated (papiler dan folikuler) adalah radiasi dan goiter endemis, dan untuk jenis meduler
adalah factor genetic. Belum diketahui suatu karsinoma yang berperan untuk kanker anaplastik
dan meduler. Diperkirakan kanker jenis anaplastik berasal dari perubahan kanker tiroid
berdiferensia baik (papiler dan folikuler), dengan kemungkinan jenis folikuler dua kali lebih
besar.
Radiasi merupakan salah satu faktor etiologi kanker tiroid. Banyak kasus kanker pada
anak-anak sebelumnya mendapat radiasi pada kepala dan leher karena penyakit lain. Biasanya
efek radiasi timbul setelah 5-25 tahun, tetapi rata-rata 9-10 tahun. Stimulasi TSH yang lama juga
merupakan salah satu faktor etiologi kanker tiroid. Faktor resiko lainnya adalah adanya riwayat
keluarga yang menderita kanker tiroid dan gondok menahun.
4) Pemeriksaan Penunjang Kanker
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang membedakan tumor jinak dan ganas tiroid belum
ada yang khusus, kecuali kanker meduler, yaitu pemeriksaan kalsitonon dalam serum.
Pemeriksaan T3 dan T4 kadang-kadang diperlukan karena pada karsinoma tiroid dapat
terjadi tiroktositosis walaupun jarang. Human Tiroglobulin (HTG) Tera dapat
dipergunakan sebagai tumor marker dan kanker tiroid diferensiasi baik. Walaupun
pemeriksaan ini tidak khas untuk kanker tiroid, namun peninggian HTG ini setelah
tiroidektomi total merupakan indikator tumor residif atau tumbuh kembali (barsano).
Kadar kalsitonin dalam serum dapat ditentukan untuk diagnosis karsinoma meduler.
36
b. Radiologis
1. Foto X-Ray
Pemeriksaan X-Ray jaringan lunak di leher kadang-kadang diperlukan untuk
melihat obstruksi trakhea karena penekanan tumor dan melihat kalsifikasi pada
massa tumor. Pada karsinoma papiler dengan badan-badan psamoma dapat terlihat
kalsifikasi halus yang disertai stippledcalcification, sedangkan pada karsinoma
meduler kalsifikasi lebih jelas di massa tumor. Kadang-kadang kalsifikasi juga
terlihat pada metastasis karsinoma pada kelenjar getah bening. Pemeriksaan X-
Ray juga dipergunnakan untuk survey metastasis pada pary dan tulang. Apabila
ada keluhan disfagia, maka foto barium meal perlu untuk melihat adanya infiltrasi
tumor pada esophagus.
2. Ultrasound
Ultrasound diperlukan untuk tumor solid dan kistik. Cara ini aman dan tepat,
namun cara ini cenderung terdesak oleh adanya tehnik biopsy aspirasi yaitu tehnik
yang lebih sederhna dan murah.
3. Computerized Tomografi
CT-Scan dipergunakan untuk melihat prluasan tumor, namun tidak dapat
membedakan secara pasti antara tumor ganas atau jinak untuk kasus tumor tiroid.
4. Scintisgrafi
Dengan menggunakan radio isotropic dapat dibedakan hot nodule dan cold nodule.
Daerah cold nodule dicurigai tumor ganas. Teknik ini dipergunakan juga sebagai
penuntun bagi biopsy aspirasi untuk memperoleh specimen yang adekuat.
37
c. Biopsi Aspirasi
Pada dekade ini biopsy aspirasi jarum halus banyak dipergunakan sebagai
prosedur diagnostik pendahuluan dari berbagai tumor terutama pada tumor tiroid. Teknik
dan peralatan sangat sederhana , biaya murah dan akurasi diagnostiknya tinggi. Dengan
mempergunakan jarum tabung 10 ml, dan jarum no.22 – 23 serta alat pemegang, sediaan
aspirator tumor diambil untuk pemeriksaan sitologi. Berdasarkan arsitektur sitologi dapat
diidentifikasi karsinoma papiler, karsinoma folikuler, karsinoma anaplastik dan karsinoma
meduler.
5) Pengkajian Dasar Pada Kanker
Riwayat kesehatan klien dan keluarga. Sejak kapan klien menderita penyakit tersebut
dan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama.
1. Kebiasaan hidup sehari-hari seperti
1. Pola makan
2. Pola tidur (klien menghabiskan banyak waktu untuk tidur).
3. Pola aktivitas.
2. Tempat tinggal klien sekarang dan pada waktu balita
3. Keluhan utama klien, mencakup gangguan pada berbagai sistem tubuh;
1. Sistem pulmonari
2. Sistem pencernaan
3. Sistem kardiovaskuler
4. Sistem muskuloskeletal
5. Sistem neurologik dan Emosi/psikologis 38
6. Sistem reproduksi
7. Metabolik
4. Pemeriksaan fisik mencakup
1. Penampilan secara umum; amati wajah klien terhadap adanya edema disekitar
leher, adanya nodule yang membesar disekitar leher
2. Perbesaran jantung, disritmia dan hipotensi, nadi turun, kelemahan fisik
3. Parastesia dan reflek tendon menurun
4. Suara parau dan kadang sampai tak dapat mengeluarkan suara
5. Bila nodule besar dapat menyebabkan sesak nafas
6. Pengkajian psikososial klien sangat sulit membina hubungan sasial dengan
lingkungannya, mengurung diri/bahkan mania. Keluarga mengeluh klien sangat
malas beraktivitas, dan ingin tidur sepanjang hari. Kajilah bagaimana konsep diri
klien mencakup kelima komponen konsep diri
7. Pengkajian yang lain menyangkut terjadinya Hipotiroidime atau Hipertiroidisme
Gambar kanker Tirod :
39
F. PENGKAJIAN PADA GANGGUAN HIPOPITUITARISME
1. Pengertian
Hipopituitarisme adalah suatu gambaran penyakit akibat insufisiensi kelenjar
hipofisis, terutama bagian anterior. Gangguan ini menyebabkan munculnya masalah dan
manifestasi klinis yang berkaitan dengandefisiensi hormon-hormon yang dihasilkannya.
2. Manisfestasi Klinis
Sakit kepala dan gangguan penglihatan atau adanya tanda-tanda tekanan intara
kranial yang meningkat. Mungkin merupakan gambaran penyakit bila tumor menyita
ruangan yang cukup besar.
Gambaran dari produksi hormon pertumbuhan yang berlebih termasuk akromegali
(tangan dan kaki besar demikian pula lidah dan rahang), berkeringat banyak,
hipertensi dan artralgia (nyeri sendi).
Hiperprolaktinemia : amenore atau oligomenore galaktore (30%), infertilitas pada
wanita, impotensi pada pria.
40
Sindrom Chusing : obesitas sentral, hirsutisme, striae, hipertensi, diabetesmilitus,
osteoporosis.
Defisiensi hormon pertumbuhan : (Growt Hormon = GH) gangguan pertumbuhan
pada anak-anak.
Defisiensi Gonadotropin : impotensi, libido menurun, rambut tubuh rontok pada pria,
amenore pada wanita.
Defisiensi TSH : rasa lelah, konstipasi, kulit kering gambaran laboratorium dari
hipertiroidism.
Defisiensi Kortikotropin : malaise, anoreksia, rasa lelah yang nyata, pucat, gejala –
gejala yang sangat hebat selama menderita penyakit sistemik ringan biasa, gambaran
laboratorium dari penurunan fungsi adrenal.
Defisiensi Vasopresin : poliuria, polidipsia,dehidrasi, tidak mampu memekatkan urin.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi :Amati bentuk dan ukuran tubuh, ukur BB dan TB, amati bentuk dan ukuran
buah dada, pertumbuhan rambut axila dan pubis pada klien pria amati pula pertumbuhan
rambut wajah (jenggot dan kumis)
b. Palpasi: Palpasi kulit, pada wanitabiasanya menjadi kering dan kasar.Tergantung pada
penyebab hipopituitarisme, perlu juga dikaji data lain sebagai data penyerta seperti bila
penyebabnya adalah tumor maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap fungsi serebrum
dan fungsi nervus kranialis dan adanya keluhan nyeri kepala.
Kaji pula dampak perubahan fisik terhadap kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan
dasarnya.
41
Data penunjang dari hasil pemeriksaan diagnostik seperti:
a. Foto kranium untuk melihat pelebaran dan atau erosi sella tursika.
b. Pemeriksaan serum darah : LH dan FSH GH, prolaktin, alsdosteron, testosteron,
kartisol, androgen, test stimulasi yang mencakup uji toleransi insulin dan stimulasi
tiroid releasing hormon.
4. Pengkajian dasar pada hipopituitarisme
Pengkajian keperawatan pada klien dengan kelainan ini antara lain mencakup:
Riwayat penyakit masa lalu
Adakah penyakit atau trauma pada kepala yang pernah diderita klien, serta
riwayat radiasi pada kepala.
Sejak kapan keluhan diarasakan
Dampak defisiensi GH mulai tampak pada masa balita sedang defisiensi
gonadotropin nyata pada masa praremaja.
Apakah keluhan terjadi sejak lahir.Tubuh kecil dan kerdil sejak lahir terdapat
pada klien kretinisme.
Kaji TTV dasar untukperbandingan dengan hasil pemeriksaan yang akan datang.
Berat dan tinggi badan saat lahir atau kaji pertumbuhan fisik klien. Bandingkan
perumbuhan anak dengan standar.
Keluhan utama klien:
Pertumbuhan lambat
Ukuran otot dan tulang kecil.
42
Tanda – tanda seks sekunder tidak berkembang, tidak ada rambut pubis
dan rambut axila, payudara tidak tumbuh, penis tidak tumbuh, tidak
mendapat haid, dan lain – lain.
Interfilitas.
Impotensi.
Libido menurun.
Nyeri senggama pada wanita.
Pemeriksaan fisik
a. Amati bentuk dan ukuran tubuh, ukur BB dan TB, amati bentuk dan ukuran
buah dada, pertumbuhan rambut axila dan pubis pada klien pria amati pula
pertumbuhan rambut wajah (jenggot dan kumis).
b. Palpasi kulit, pada wanita biasanya menjadi kering dan kasar. Tergantung pada
penyebab hipopituitary,perlu juga dikaji data lain sebagai data penyerta seperti bila
penyebabnya adalah tumor maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap fungsi
serebrum danfungsi nervus kranialis dan adanya keluhan nyeri kepala.
Kaji pula dampak perubahan fisik terhadap kemapuan klien dalam memenuhi
kebutuhan dasarnya.
Data penunjang dari hasil pemeriksaan diagnostik seperti :
a. Foto kranium untuk melihat pelebaran dan atau erosi sella tursika.
b. Pemeriksaan serta serum darah : LH dan FSH GH, androgen, prolaktin,
testosteron, kartisol, aldosteron, test stimulating yang mencakup uji toleransi
insulin dan stimulasi tiroid releasing hormone.
G. PENGKAJIAN DENGAN GANGGUAN HIPERTIROID
1. Definisi 43
Hipertiroidisme adalah digambarkan sebagai suatu kondisi dimana terjadi
kelebihan sekresi hormon tiroid.
( Askep Klien Dengan Gangguan Sistem Endokrin, Hotma R)
2. Penyebab / faktor predisposisi
Lebih dari 90 % hipertiroidisme adalah akibat penyakit graves dan nodul tiroid
toksik. Penyebab hipertiroidisme
Biasa Nodul tiroid toksik : multinodular dan mononodular toksik.
Tiroiditis.
Tidak biasa hipertiroidisme neonatal, hipertiroidisme faktisius, sekresi TSH
yang tidak tepat oleh hipofisis, tumor, nontumor (syndrome
resistensi hormone tiroid), yodium eksogen
Jarang metastasis kanker tiroid, koriokarsinoma dan mola hidatidosa,
struma ovarii, karsinoma testicular embrional
3. Gejala Klinis
Hipertiroidisme pada penyakit Graves adalah akibat antibody reseptor thyroid
stimulating hormone (TSH ) yang merangsang aktivitas tiroid, sedang pada Goiter
multinodular toksik berhubungan dengan autonomi tiroid itu sendiri.
Perjalanan penyakit hipertiroidisme biasanya perlahan- lahan dalam beberapa
bulan sampai beberapa tahun. Manifestasi klinis yang paling sering adalah penurunan
berat badan, kelelahan, tremor, gugup, berkeringat banyak, tidak tahan panas, palpitasi
dan pembesaran tiroid. Gambaran klinis hipertroidisme
44
Umum BB turun, keletihan, apatis, berkeringat, tidak tahan panas.
Emosi : gelisah, iritabilitas, gugup, emosi labil, perilaku
mania dan perhatian menyempit.
Kardiovaskuler palpitasi, sesak nafas, angina, gagal jantung, sinus takikardi,
disritmia, fibrilasi atrium, nadi kolaps.
Neuromuskuler gugup, agitasi, tremor, korea atetosis, psikosis, kelemahan otot,
miopati proksimal, paralisis periodik, miastenia gravis.
Gastrointestinal BB turun, nafsu makan meningkat, diare, steatore, muntah
Reproduksi oligomenore, amenore, libido meningkat, infertilitas
Kulit pruritus, eritema Palmaris, miksedemia pretibial, rambut tipis
Struma difus dengan atau tanpa bising, nodosa
Mata periorbital puffiness, lakrimasi meningkat dan grittiness of
eyes, kemosis ( odema konjungtiva), proptosis, ulserasi
kornea, oftalmoplegia, diplopia, edema papil, penglihatan
kabur.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Amati penampilan umum klien, amati wajah klien khususnya kelainan pada mata
seperti :
Oftalmopati yang ditandai :
Eksoftalmus : bulbus okuli menonjol keluar
Tanda stellwag’s : mata jarang berkedip
Tanda Von Graefes : jika klien melihat kebawah maka palpebra superior sukar
atau sama sekali tidak dapat mengikuti bola mata.
45
Tanda Mobieve : sukar mengadakan atau menahan konvergensi
Tanda Joffroy : tadak dapat mengerutkan dahi jika melihat keatas
Tanda Rosenbagh : tremor palpebra jika mata menutup
Edema palpebra dikarenakan akumulasi cairan diperiorbita dan penumpukan
lemak diretro orbita
Juga akan dijumpai penurunan visus akibat penekanan syaraf optikus dan
adanya tanda – tanda radang atau infeksi pada konjungtiva dan atau kornea
Fotofobia dan pengeluaran air mata yang berlebihan merupakan tanda yang
lazim.
b. Amati manifestasi klinis hipertiroidisme pada berbagai system tubuh seperti yang
sudah dijelaskan sebelumnya.
c. Palpasi kalenjar tiroid, kaji adanya pembesaran, bagaimana konsistensinya, apakah
dapat digerakkan serta apakah nodul soliter atau multiple.
d. Auskultasi adanya “bruit”
5. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Tes ambilan RAI : meningkat
T4 dan T3 serum : meningkat
T4 dan T3 bebas serum : meningkat
TSH : tertekan dan tidak berespon pada TRH (tiroid releasing hormon)
Tiroglobulin : meningkat
Stimulasi TRH : dikatakan hipertiroid jika TRH dari tidak ada sampai
meningkat setelah pemberian TRH
Ambilan tiroid131: meningkat
Ikatan proein iodium : meningkat
Gula darah : meningkat (sehubungan dengan kerusakan pada adrenal).
46
Kortisol plasma : turun (menurunnya pengeluaran oleh adrenal).
Fosfat alkali dan kalsium serum : meningkat.
Pemeriksaan fungsi hepar : abnormal
Elektrolit : hiponatremi mungkin sebagai akibat dari respon adrenal atau efek
dilusi dalam terapi cairan pengganti, hipokalsemia terjadi dengan sendirinya
pada kehilangan melalui gastrointestinal dan diuresis.
Katekolamin serum : menurun.
Kreatinin urine : meningkat
b. Radiologi
Skanning tyroid
USG thyroid
c. Lain- lain
Pemeriksaan elektrokardiografi ( EKG) : fibrilasi atrium, waktu sistolik memendek,
kardiomegali.
Uji lain yang sering digunakan adalah sebagai berikut:
1. kecepatan metabolism basal biasanya meningkat sampai + 30 hingga + 60
pada hipertiroidisme berat.
2. Konsentrasi TSH didalam plasma diukur dengan radioimunologik. Pada tipe
tirotoksikosis yang biasa, sekresi TSH oleh hifofisis anterior sangat ditekan
secara menyeluruh oleh sejumlah besar tiroksin dan triiodotironin yang sedang
bersirkulasi sehingga hampir tidak ditemukan TSH dalam plasma.
3. Konsentrasi TSI diukur dengan radioimunologik. TSI normalnya tinggi pada
tipe Tirotoksikosis yang biasa tetapi rendah pada adenoma tiroid.
47
6. Therapy / Tindakan Penanganan
Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormone tiroid
yang berlebihan dengan cara menekan produksi ( obat antitiroid ) atau merusak
jaringan tiroid ( yodium radioaktif, tiroidektomi sub total)
1. Obat antitiroid
Digunakan dengan indikasi :
a. Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap,
pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang atau tirotoksikosis.
b. Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan atau
sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat yodium radioaktif.
c. Persiapan tiroidektomi
d. Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia.
e. Pasien dengan krisis tiroid
Obat diberikan dalam dosis besar pada permulaan sampai eutiroidisme lalu
diberikan dosis rendah untuk mempertahankan eutiroidisme.
Tabel obat antitiroid yang sering digunakan :
Obat Dosis awal ( mg/ hari) Pemeliharaan (mg /hari)
Karbimazol 30-60 5-20
Metimazol 30-60 5- 20
Propiltiourasil 300-600 50- 200
Ketiga obat ini mempunyai kerja imunosupresif dan dapat menurunkan
konsentrasi thyroid stimulating antibody ( TSAb) yang bekerja pada sel tiroid.
48
Obat- obat ini umumnya diberikan sekitar 18- 24 bulan. Pemakaian obat- obat ini
dapat menimbulkan efek samping berupa hipersensitifitas dan agranulositosis.
Apabila timbul hipersensitivitas maka obat diganti, tetapi bila timbul
agranulositosis maka obat dihentikan.
Pada pasien hamil biasanya diberikan propiltiourasil dengan dosis
serendah mungkin yaitu 200 mg/ hari atau lebih lagi. Hipertiroidisme kerap kali
sembuh spontan pada kehamilan tua sehingga propiltiourasil dihentikan. Obat-
obat tambahan sebaiknya tidak diberikan karena T4 yang dapat melewati plasenta
hanya sedikit sekali dan tidak dapat mencegah hipertiroidisme pada bayi yang
baru lahir. Pada masa laktasi juga diberikan propiltiourasil karena hanya sedikit
sekali yang keluar dari air susu ibu. Dosis yang dipakai 100-150 mg tiap 8 jam.
Setelah pasien eutiroid, secara klinis dan laboratorium, dosis diturunkan dan
dipertahankan menjadi 2 x 50 mg/hari. Kadar T4 dipertahankan pada batas atas
normal dengan dosis propiltiourasil < 100 mg/hari. Apabila tirotoksikosis timbul
lagi, biasanya pascapersalinan, propiltiourasil dinaikkan sampai 300 mg/hari.
2. Pengobatan dengan yodium radioaktif
Indikasi pengobatan dengan yodium radioaktif diberikan pada:
a. Pasien umur 35 tahun atau lebih
b. Hipertiroidisme yang kambuh sesudah dioperasi
c. Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid
d. Tidak mampu atau tidak mau pengobatan dengan obat antitiroid
e. Adenoma toksik, goiter multinodular toksik
Digunakan Y131 dengan dosis 5-12 mCi peroral. Dosis ini dapat
mengendalikan tirodotoksikosis dalam 3 bulan, namun ⅓ pasien menjadi
hipotiroid pada tahun pertama. Efek samping pengobatan dengan yodium
radioaktif adalah hipotiroidisme, eksaserbasi hipotiroidisme dan tiroiditis.
3. Operasi
49
Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme. Indikasi operasi
adalah :
a. Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat
antitiroid
b. Pada wanita hamil ( trimester kedua ) yang memerlukan obat anti tiroid dosis
besar
c. Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yidium radioaktif
d. Adenoma toksik atau struma multinodular toksik
e. Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu lebih nodul
Sebelum operasi, biasanya pasien diberi obat antitiroid sampai eutiroid
kemudian diberi cairan kalium yodida 100-200 mg/hari atau cairan lugol 10-
15 tetes/hari selama 10 hari sebelum dioperasi untuk mengurangi vaskularisasi
pada kalenjar tiroid.
4. Pengobatan tambahan
a. Sekat β adregenik
Obat ini diberikan untuk mengurangi gejala dan tanda hipertiroidisme. Dosis
diberikan 40-200 mg/hari yang dibagi atas 4 dosis. Pada orang lanjut usia
diberi 10 mg/6jam.
b. Yodium
Yodium terutama digunakan untuk persiapan operasi, sesudah pengobatan
dengan yodium radioaktif dan pada krisis tiroid. Biasanya diberikan dalam
dosis 100-300 mg/hari.
c. Ipodat
Ipodat kerjanya lebih cepat dibanding propiltiourasil dan sangat baik digunakan
pada keadaan akut seperti krisis tiroid. Kerja ipodat adalah menurunkan
konversi T4 diperifer, mengurangi sintesis hormone tiroid serta mengurangi
pengeluaran hormone dari tiroid.
d. Litium
50
Litium mempunyai daya kerja seperti yodium, namun tidak jelas keuntungannya
dibandingkan dengan yodium. Litium dapat digunakan pada pasien dengan
krisis tiroid yang alergi terhadap yodium.
7. Pengkajian Dasar dengan Gangguan Hipertiroid
a. Aktivitas / istirahat
DS : keletihan / kelelahan
DO : takikardia
b. Sirkulasi
DS : nyeri dada ( angina)
DO :hipotensi, nadi perifer melemah, takikardia, disritmia (fibrilasi atrium),
palpitasi, ekstrimitas dingin, sianosis dan pucat.
c. Integritas ego
DS : adanya riwayat factor stress yang baru dialami, termasuk sakit fisik /
pembedahan, ketidakmampuan mengatasi stress.
DO : tanda ansietas misalnya gelisah, pucat, berkeringat, tremor / gemetar, suara
gemetar, emosi labil ( euphoria sedang sampai delirium), depresi.
d. Eliminasi
DS : perubahan dalam feces : diare
DO : konsistensi feses cair,
e. Makanan / cairan
DS : anoreksia, mual, BB menurun, nafsu makan meningkat, makan banyak,
kehausan
DO : muntah, pembesaran tiroid, goiter, edema nonpitting terutama daerah
pretibial
f. Neurosensori
DS : tidak tahan panas
DO : bicara cepat dan parau
Gangguan status mental dan prilaku seperti: bingung, disorientasi, gelisah,
peka rangsang, delirium, psikosis, stupor. Koma.
51
Tremor halus pada tangan
g. Nyeri / kenyamanan
DS : nyeri orbital, fotofobia
DO : kelopak mata sulit menutup
h. Pernafasan
DS : mengeluh nafas terasa sesak
DO : frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea
i. Keamanan
DS : tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan
DO : suhu meningkat diatas 37,5 º C
Eksoftalmus
j. Seksualitas
DS : nafsu seks menurun
DO : penurunan libido, hilangnya tanda – tanda seks sekunder misalnya :
berkurangnya rambut – rambut pada tubuh terutama pada wanita
Hipomenore,amenore dan impoten
52
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengkajian yang sistematis dalam keperawatan dibagi dalam empat tahap kegiatan, yang
meliputi ; pengumpulan data, analisis data, sistematika data dan penentuan masalah. Adapula
yang menambahkannya dengan kegiatan dokumentasi data (meskipun setiap langkah dari proses
keperawatan harus selalu didokumentasikan juga).
Fungsi kelenjar endokrin dapat diketahui melalui pengkajian kesehatan dengan
wawancara untuk mengumpulkan data subyektif dan pengkajian fisik untuk mengumpulkan data
obyektif. Beberapa hormon mempengaruhi seluruh jaringan tubuh dan organ-organ dan
manifestasi dari disfungsi nonspesifik, membuat pengkajian fungsi endokrin lebih rumit
dibandingkan dengan sistem lainnya.
53
DAFTAR PUSTAKA
Bruner and Suddarth, (2002) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8, Volume 2
Jakarta :EGC.
Doenges, ME and Moorhouse, MF : Nurse’s Pocket Guide : Nursing Diagnoses with
Interventions, edisi 3. FA Davis, Philadelphia, 1991.
Guyton, Arthur C (2007) Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11, Alih bahasa : Irawati. Jakarta
: EGC.
Mansjoer, A, (2001) Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3, Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius.
54