KONFERENSI NASIONAL (KONAS ) VIII PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR, LAUT DAN PULAU-PULAU KECIL
Pengelolaan Pesisir Laut
-
Upload
stefan-agung-dhewandanu-wahyudi -
Category
Documents
-
view
106 -
download
5
Transcript of Pengelolaan Pesisir Laut
Status Lingkungan Hidup Indonesia 2004
4Pesisir dan Laut
Pertambahan penduduk dan keterbatasan sumberdaya lahan menyebabkan perubahan orientasi
pembangunan dengan memberi perhatian lebihbesar terhadap upaya pemanfaatan ekosistem
kelautan.
dok.
Pol
a, 2
005
ket:
Pot
ensi
Kel
auta
n m
erup
akan
sum
ber
daya
yan
g ha
rus
dike
mba
ngka
n se
cara
terp
adu
Status Lingkungan Hidup Indonesia 2004
4. Pesisir dan LautKekayaan sumber daya alam ekosistem pesisir danlaut sampai saat ini belum sepenuhnya dimanfaatkanmasyarakat Indonesia karena orientasipembangunan masih terpusat pada ekosistemdaratan. Pertambahan penduduk dan keterbatasansumber daya lahan mengharuskan terjadi perubahanorientasi pembangunan, dengan memberikan
perhatian yang lebih besar terhadap upaya peman-faatan ekosistem kelautan. Wilayah pesisir merupa-kan salah satu wilayah yang mempunyai potensibesar untuk lebih dikembangkan secara terpadu (In-tegrated Coastal Zone Management - ICZM).
A. KONDISI DAN POTENSI SUMBER DAYA PESISIR DAN LAUT1. Terumbu KarangIndonesia mempunyai 590 spesies terumbu karangyang tersebar di hampir seluruh wilayah tanah air(Gambar 4.2). Pada tahun 2003 Pusat PengkajianOseanografi (P2O), Lembaga Ilmu Pengetahuan In-donesia (LIPI), melalui program COREMAP telahmelakukan pemantauan kondisi terumbu karang di583 stasiun pengamatan (Gambar 4.3) dengan hasilpersentase terumbu karang yang dikelompokkandalam kategori sangat baik sebesar 6,83 persen, baik25,72 persen, sedang 36,87 persen, dan rusak 30,58persen. (Gambar 4.3 dan Tabel 4.1).
Gambar 4.1Kondisi Terumbu Karang
Sumber: Suharsono, P2O-LIPI, Coremap, 2003Keterangan :
• Untuk Kategori Rusak kondisinya menurun (Poor Condition Decrease)• Untuk Kategori Sedang kondisinya membaik/ meningkat (Fair Condition Increase)• Untuk Kategori Baik kondisinya meningkat (Good Slightly Increase)• Untuk Kategori Sangat baik kondisinya stabil (Excellent Stable)
120
Status Lingkungan Hidup Indonesia 2004
Gambar 4.2Jumlah Spesies Terumbu Karang di Berbagai Lokasi di Indonesia
Sumber: Suharsono, P2O-LIPI, Coremap, 2003
Gambar 4.3Stasiun Pemantauan Terumbu Karang oleh P2O LIPI
untuk Program COREMAP
Sumber: Suharsono, P2O-LIPI,Coremap, 2003
Jumlah total spesies terumbu karang: 590
Sangat baik
B a i k
Sedang
B u r u k
121
Status Lingkungan Hidup Indonesia 2004
Klarifikasi
No. Lokasi
Jumlah Sangat Baik Sedang Rusak
Jumlah Spesies yang Dominan Keterangan
Lokasi Baik Genera
Indonesia Bagian Barat
1 Anambas 11 2 2 7 0 55 P. cylindrica, P. nigrescens, Industri minyak berkembang,P. rus, Montipora spumosa Kawasan daerah tertinggal
2 Bakauheni 8 0 3 4 1 50 Acropora spp., P. speciosa, Pelabuhan, rute pelayaranE. lamellosa
3 Bali Island 14 0 0 2 12 50 Acropora spp., E. lamellosa, Pariwisata IntensifP. cylindrica
4 Baluran, Pasir 9 1 2 4 2 37 Acropora aspera, Kawasan wisataPutih (Jawa Timur) A. formosa,
5 P. Bangka 3 0 3 0 0 37 Acropora austrea, Kawasan daerah tertinggalGoniopora sp., Porites rus
6 P. Belitung 8 0 3 3 2 55 Favia sp., Sinularia sp., Kawasan daerah tertinggalLobophylum sp.
7 P. Karimata 4 0 1 3 0 42 Porites lutea, Porites Kawasan daerah tertinggalcylindrica, Acropora spp
8 Bengkulu 5 0 0 0 5 38 Millepora spp. Acropora spp,Kawasan daerah tertinggalLobophytum sp.
9 Jepara 5 0 0 1 4 36 Acropora spp., M. digitata Kawasan tambak
10 P. Kangean 7 0 4 3 0 40 Acropora spp., Sinularia sp. Perkembangan Industri Minyak,pengeboman ikan, sianida
11 Karimun 5 0 1 4 0 58 Acropora spp., Montipora Kawasan tertinggal, pariwisata,Jawa digitata, Pachyseris pengeboman ikan, sianida
12 Teluk Lampung 5 1 2 0 2 58 Acropora spp., E. lamellosa,Kawasan maju, kawasan industriP. nigrescens
13 P. Madura 12 2 8 2 0 42 P. cylindrica, E. lamellosa, Kawasan berkembang, pengebomanP. nigrescens ikan, sianida
14 Merak Islands 5 0 0 1 4 40 S. hystrix, Sinularia spp., Pelabuhan, polusi industri danFavites spp. domestik
15 P. Natuna 20 2 5 8 5 51 Acropora spp. Porites Perkembangan Industri minyaklutea, Favia spp
16 Nias 8 1 0 3 4 43 H. coerulea, P. nigrescens, Kawasan tertinggal, pengebomanS. hystrix ikan, sianida
17 P. Nusa- 3 0 0 1 2 30 Goniopora spp., Favia spp. Kilang minyak, polusi domestikkambangan
18 Padang 7 0 1 6 0 48 Acropora spp., Porites spp., Area berkembang, polusi domestik,P. damicornis pariwisata
19 Teluk Ratai 4 1 2 0 1 40 Acropora spp. Porites Area berkembang, area industrilutea, Favia spp
20 Bintan-Barelang 13 3 5 5 0 48 H. coerulea, P. cylindrica, Area berkembang, pengebomanF. abdita ikan, sianida
21 Kep. Seribu 40 0 4 8 28 63 Acropora spp., P. speciosa, Polusi industri dan domestik,M. digitata pariwisata intensif, kilang minyak
22 P. Siberut 13 0 0 1 12 42 Favia spp., Sinularia sp., Daerah tertinggal, pengeboman ikan,P. lutea ledakan (booming) Acanthaster planci
23 Sibolga 7 0 1 4 2 52 A. formosa, S. pistillata, Area berkembang, pengeboman ikan,P. lutea sianida, limbah kayu
24 Selat Sunda 16 0 1 6 9 50 Acropora sp., Fungia sp., Area industri, rute pelayaran,P. nigrescens pengeboman ikan, sianida
25 Weh, Sabang 6 0 1 3 2 48 Acropora spp., S. hystrix, Pariwisata, area berkembangSinularia sp.
Total 238 13 49 79 97
Persentase (%) 5,46% 20,59% 33,19% 40,76%
Sumber: Suharsono, P2O-LIPI, Coremap, 2003
Tabel 4.1Terumbu Karang Indonesia Tahun 2003
122
Status Lingkungan Hidup Indonesia 2004
Lanjutan Tabel 4.1
Klarifikasi
No. Lokasi
Jumlah Sangat Baik Sedang Rusak
Jumlah Spesies yang Dominan Keterangan
Lokasi Baik Genera
Indonesia Tengah
26 P. Banggai 17 1 8 6 2 62 H. coerulea, P. cylindrica, Area tertinggal, pengebomanM. foliosa ikan, sianida
27 P. Bunaken 8 0 3 5 0 64 G. fascicularis, Montipora Area tertinggal, pengebomanspp., Acropora spp. ikan, pariwisata
28 P. Derawan 14 0 4 9 1 64 A. palifera, Sinularia sp., Aera tertinggal, pengebomanP. nigrescens ikan, pariwisata
29 P. Dulupi 4 0 0 3 1 39 P. lutea, Lobophytum sp., Area berkembang(Gorontalo) A. formosa
30 P. Kapoposang 4 1 0 3 0 68 Acropora spp., P. speciosa, Area berkembang, pariwisataP. nigrescens
31 P. Komodo 19 3 10 4 2 68 S. hystrix, Acropora spp., Area Konservasi, pariwisataM. lamellosa
32 P. Kumeke 9 1 2 2 4 40 Acropora spp., P. cylindrica, Daerah tertinggalLobophylum sp., A. formosa
33 Teluk Kwandang 4 0 2 2 0 35 Acropora spp., P. lutea, Daerah tertinggal, pengebom-Pocillopora verrucosa an ikan
34 P. Lombok 24 2 4 4 14 65 Acropora formosa, Pariwisata intensifA. hyacinthus, P. cylindrica
35 P. Rinca 14 3 5 2 4 54 S. hystrix, Acropora spp., Area konservasiP. nigrescens
36 P. Selayar 5 0 2 3 0 61 P. lutea, P. nigrescens, Daerah berkembang,Acropora sp. pengeboman ikan, sianida
37 Kalimantan 4 0 1 1 2 47 Porites lutea, A. formosa, Daerah berkembangSelatan Favia spp.
38 P. Sumbawa 3 0 3 0 0 50 M. equituberculata, Daerah berkembang,M. digitata, Porites sp. pengeboman ikan
39 P. Tagulandang 3 1 1 1 0 49 Acropora spp., Montipora spp. Daerah tertinggal,Porites lutea, P. nigrescens pengeboman ikan
40 P. Taka Bonerate 5 1 0 4 0 65 A. formosa, G. fascicularis, Taman nasional,Goniopora sp. pengeboman ikan, sianida
41 P. Tiga 6 0 0 6 0 53 Acropora spp., Porites nigrescens, Daerah tertinggal,Pocillopora verrucosa pengeboman ikan
42 P. Togian 8 0 4 4 0 65 A. cytherea, S. hystrix, Daerah tertinggal, pariwisataP. cylindrica
43 P. Tukang Besi 5 0 0 3 2 43 Sinularia sp., Acropora spp., Daerah tertinggal,Montipora spp. area konservasi, sianida
44 Wakatobi 24 0 6 16 2 65 Acrhelia horrescens, Area konservasiAcropora spp., P. nigrescens
45 P. Wetar 8 0 1 5 2 35 A. formosa, P. lutea, Tambang emasP. nigrescens
Total 188 13 56 83 36
Persentase (%) 6,91% 29,79% 44,15% 19,15%
Sumber: Suharsono, P2O-LIPI, Coremap, 2003
123
Status Lingkungan Hidup Indonesia 2004
a. Sebaran Terumbu Karang IndonesiaIndonesia sebagai negara kepulauan yang beradadi kawasan tropis merupakan tempat yang ideal untukpertumbuhan terumbu karang sehingga penyebaranterumbu karang banyak ditemui di perairan pantaiIndonesia, namun tidak demikian dengan pantai yangmemiliki banyak muara sungai. Terumbu karang tidaktumbuh di sebagian besar pantai timur Sumatra,pantai selatan Kalimantan, dan pantai selatan Papua.Hal ini disebabkan oleh salinitas yang rendah, keruhdan banyak mengandung sedimen, serta kondisiyang tidak mendukung kehidupan karang yang sehat.Sebaran terumbu karang di Indonesia dapat dilihatpada Gambar 4.4.
b. Jenis dan Luasan Terumbu KarangJenis terumbu karang dibagi dalam empat kategori,yaitu karang tepi, karang penghalang, karang landasoseanik, dan karang cincin (atoll). Tomascik dkk(1977) menyebutkan luas total terumbu karang di In-donesia sebesar 85.707 km2 atau sekitar 14 persen
dari luas terumbu karang dunia, dengan jenis fring-ing reef, barier reef, oceanic reef dan atoll.
Ekosistem terumbu karang memilikikeanekaragaman hayati tinggi dengan berbagai jenisbiota laut yang hidup berasosiasi dengan terumbukarang, yang penyebarannya di dunia terpusat di In-donesia dan sekitarnya.
Di samping itu, banyak biota penghuni terumbu karangdi Indonesia yang bersifat endemik, seperti ikan-ikankarang. Sebanyak 97 dari 2.715 jenis ikan karangadalah endemik. Di perairan Indonesia diketahuiempat hot spot sebagai pusat endemisme, yaitu diNTB, NTT, Sulawesi Utara, dan Papua. Contoh-contohjenis karang Acropora yang khas Indonesia adalahAcropora suharsonoi, A. Indonesia, A. desalwii, A.hoeksemani, A. sukarnoi, A. Togianensis.
Sumber: Suharsono, P20-LIPI, Coremap, 2003
Klarifikasi
No. Lokasi Jumlah Sangat Baik Sedang Rusak Jumlah Spesies yang Dominan Keterangan Lokasi Baik Genera
Indonesia Timur
46 Teluk Ambon 10 1 5 2 2 58 Lobophytum sp., Polusi domestik, pelabuhanSinularia sp., Acropora sp.
47 P. Banda 20 3 6 9 2 47 A. hyacinthus, S. hystrix, Area konservasi,P. damicornis pengeboman ikan, sianida
48 Biak 2 0 1 1 0 48 M. dichotoma, P. verucosa, Area berkembang,M. feliosa pengeboman ikan, sianida
49 Teluk 12 1 7 4 0 60 P. damicornis, S. hystrix, Area konservasi,Cendrawasih Acropora spp., pengeboman ikan, sianida
50 P. Kai 17 2 3 7 5 42 Acropora spp., S. hystrix, Daerah berkembang,P. damicornis pengeboman ikan
51 Teluk Kupang 8 0 1 4 3 52 P. speciosa, P. nigrecens, Daerah berkembang,P. lutea sedimentasi, polusi domestik
52 P. Lucipara 8 5 3 0 0 63 Acropora spp., Sinularia Area terpencilsp., Lobophytum sp.
53 P. Morotai 14 0 0 1 13 50 A. formosa, P. nigrescens, Daerah berkembang,M. foliosa pengeboman ikan, sianida
54 P. Padaido 13 0 3 6 4 50 Acropora spp., P. nigres- Daerah tertinggal,cens, A. hyacinthus pengeboman ikan, sianida
55 P. Rajaampat 8 0 2 6 0 61 Sinularia sp., Lobophytum Daerah tertinggal sp., Acropora spp.
56 P. Tobelo 14 0 4 2 8 61 Sinularis sp., Lobophytum Daerah tertinggalsp., Acropora sp.
57 West Seram 4 0 3 1 0 60 P. cylindrica, P. nigrecens, Area konservasi,S. hystrix pengeboman ikan
Total 130 12 38 43 37 130
Persentase 9,23% 29,23% 33,08% 28,46%
Lanjutan Tabel 4.1
124
Status Lingkungan Hidup Indonesia 2004
Tabel 4.2Jenis dan Luas Terumbu Karang Indonesia
No. Jenis Terumbu Karang Luas (km2)
1. Terumbu karang tepi (fringing reef) 14.542 2. Terumbu karang penghalang 50.223 3. Terumbu karang landas oceanik (oceanic reef) 1.402 4. Terumbu karang cincin (Atoll) 19.540
Total 85.707
Sumber: Tomascik dkk, 1997 dalam Anugrah Nontji, 2002, COREMAP
2. Hutan MangroveLuas hutan mangrove di setiap provinsi tahun 1999menurut Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan danPerhutanan Sosial (RLPS), Dephut, memperlihatkanvariasi antara 7.000 ha (Provinsi Lampung) sampaidengan 1.750.000 ha (Provinsi Kalimantan Tengah).Secara keseluruhan luas hutan mangrove di Indone-sia adalah sekitar 9,2 juta ha dengan tingkatkerusakan mencapai 57,6 persen atau seluas 5,3juta ha yang sebagian besar terdapat di luar kawasanhutan, yakni sekitar 69,8 persen (3,7 juta ha) dansisanya sekitar 30,2 persen (1,6 juta ha) terdapat didalam kawasan hutan, sedangkan rehabilitasi hutanmangrove yang sudah dilaksanakan oleh Ditjen RLPSsampai tahun 2001 hanya sekitar 21.130 ha. Indone-sia memiliki 202 jenis mangrove, yang terdiri dari 89jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana, 44 jenisepifit, dan satu jenis sikas. Sekitar 47 jenis diantaranya merupakan tumbuhan spesifik hutan man-grove (Noor, at.al, 1999, dalam Strategi Nasional danRencana Aksi Pengelolaan Lahan Basah Indonesia,2004).
Gambar 4.4Peta Sebaran Terumbu Karang Indonesia
Sumber: Suharsono, P2O-LIPI, Coremap, 2003
Tabel 4.3Jenis dan Jumlah Keanekaragaman Hayati
Terumbu Karang
Jenis Keanekaragaman Jumlah JenisHayati Terumbu Karang (species)
1. Makro alga 7822. Karang batu 4613. Moluska 2.5004. Krustasea 1.5125. Spons 8506. Ekinodermata 1.4007. Ikan karang 2.0578. Reptilia laut 38
Sumber: Anugrah Nontji, 2002, COREMAP
No.
14% dari Terumbu Karang Dunia
125
Status Lingkungan Hidup Indonesia 2004
3. Padang Lamun
Padang lamun dikelompokkan ke dalam empatkelompok, yaitu alami (pristine), rawan (disturbed),konversi (altered), dan spesifik (emergent) (Fortes,1990). Luas padang lamun di Indonesiadiperkirakan mencapai 30.000 km2 (Kuriandewa,2003, komunikasi pribadi dalam Strategi Nasionaldan Rencana Aksi Pengelolaan Lahan BasahIndonesia, 2004). Dari luasan padang lamunsebesar 30.000 km2 itu, diperkirakan 10 persennyasudah mengalami kerusakan (Kompas, 21 Oktober2003 dalam Strategi Nasional dan Rencana AksiPengelolaan Lahan Basah Indonesia, tahun 2004).Pada saat ini belum ada peraturan atau pedomanyang melingkupi pengelolaan ekosistem padanglamun. Di Indonesia tercatat ada 12 spesies lamun(dari 49 spesies yang ada diseluruh dunia)ditambah satu spesies yaitu Halophila beccari,yang diperkirakan ada (Kiswara dan Hutomo, 1985;Fortes, 1990; Tomascik.et.al. 1997).
B. KERUSAKAN SERTA PENCEMARAN PESISIR DAN LAUT
1. Kerusakan Pesisir dan Laut
Saat ini laju kerusakan sumber daya kawasanpesisir dan laut telah mencapai tingkat yangmengkhawatirkan akibat pembangunan dikawasan pesisir yang tidak mempedulikan aspeklingkungan hidup. Sedimentasi yang cukup tinggike perairan pesisir terjadi di Sumatra, Kalimantan,dan Jawa.
Permasalahan yang berkaitan dengan kerusakanekosistem pesisir dan laut antara lain adalah:• Masalah kerusakan fisik lingkungan pesisir,
termasuk di antaranya ekosistem, sumberdaya ikan, pencemaran, serta sedimentasidan siltasi.
• Masalah sosial ekonomi, di antaranyakemiskinan.
• Masalah kelembagaan, antara lain konflikpemanfaatan serta kewenangan danketidakpastian hukum.
Sumber: Departemen Kehutanan, 2004
Kotak 4.1Kondisi Hutan Mangrove di Pesisir Aceh
Keberadaan hutan mangrove di pesisir aceh (lahan basah) yang berada dalam kondisi masih baik hanyaseluas30.000 ha, termasuk mangrove yang terdapat di Pulau Simeuleu. Hutan mangrove yang rusakmencapai25.000 ha dan hutan mangrove dengan kondisisedang seluas 286.000 ha (Dephut, 2000).
Pantai Utara-Timur terdiri dari Kabupaten/Kota Aceh Besar, Banda Aceh, Pidie, Bireun, Aceh Utara,Lhokseumawe, Aceh Timur, Langsa, dan Tamiang. Pantai Barat-Selatan terdiri dari Kabupaten/Kota AcehBesar, Aceh Jaya, Aceh Barat, Meulaboh, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Pulau Simeuleu, danAceh Singkil. Dari hasil interpretasi terhadap foto-foto pesisir yang sempat terekam oleh relawan,diperkirakan tingkat kerusakan Mangrove akibat Tsunami adalah sebagai berikut:
1. Aceh Besar 100 persen (sekitar 26,823 ha)2. Banda Aceh 100 persen (< 500 ha)3. Pidie 75 persen (17,000 ha)4. Aceh Utara dan Bireun 30 persen (26,000 ha)5. Aceh Barat 50 persen (14,000 ha)
Data kerusakan tersebut mungkin sama atau lebih kecil dari kerusakan mangrove, baik yangdiakibatkan oleh tsunami maupun kerusakan yang terjadi sebelum tsunami. Hal tersebut disebabkankriteria yang digunakan oleh Dephut dalam menghitung luasan mangrove belum jelas.
Letak Pantai Panjang Garis Pantai1 (km) Luas Total Mangrove2 (ha)Pantai Utara -Timur 761 296,078Pantai Barat - Selatan 706 49,760Pulau-pulau Simeuleu 1.000 1,000
1. Siaran Pers Dephut No. S. 32/II/PIK-1/20042. Data Dephut 2001 dan WI-IP
Tabel 4.4Panjang Garis Pantai dan Estimasi Luas Mangrove Pantai Timur dan Pantai Barat
Aceh
126
Status Lingkungan Hidup Indonesia 2004
Kotak 4.2Kondisi Terumbu Karang di Taman Nasional Bunaken (TNB)
Taman Nasional Bunaken (TNB) ditetapkan sebagai kawasan konservasi berdasarkan Kepmenhut Nomor730/Kpts-II/91. Tujuan utama TNB adalah sebagai wilayah konservasi keanekaragaman hayati,mengembangkan dan memperbaiki kesejahteraan penduduk lokal, serta mendukung pertumbuhan ekonomiregional dan nasional. Secara administratif, TNB mempunyai luas (darat dan laut) 89.056 ha, yang mencakupKabupaten Minahasa, Minahasa Selatan, Minahasa Utara, dan Kotamadya Manado. Dari luas total tersebut,sekitar 8.000 ha adalah terumbu karang dan 2.693 ha hutan mangrove. TNB memiliki keanekaragaman hayatitinggi, yang terdiri dari 390 genus karang, 388 jenis ikan, serta 341 genus moluska.
Survei Manta Tow yang dilakukan Kantor TNB dan Natural Resources Management (NRM) tahun 1998, 2001,dan 2002 menunjukkan bahwa persentase tutupan karang keras (hard coral) mengalami penurunan, khususnyadi Bunaken, Nain, Mantehage, Manado Tua, dan Siladen. Degradasi bervariasi pada setiap lokasi, antara 7,21persen (Nain) sampai 22,83 persen (Manado Tua). Hal ini mungkin akibat dari coral bleaching yang berasosiasidengan El Nino pada akhir tahun 1988 dan awal tahun 1999. Coral bleaching merupakan peristiwa globalpaling buruk yang pernah dicatat dan menyebabkan kematian karang seluruh dunia.
Bleaching coral terjadi sampai kedalaman 60 m dan juga terjadi pada karang lunak, anemon. Ini ditujukanoleh penurunan tutupan karang lunak di pulau Bunaken dari 23 persen tahun 1998 sampai 13,5 persen pada
Tabel 4.5Persentase Tutupan Karang Keras di TNB (Teknik Manta Tow)
Lokasi 1998 2001 2002HC SC DC HC SC DC HC SC DC
Bunaken 46,00 23,00 22,00 38,75 13,50 - 50,04 - 19,60Nain 29,00 15,00 47,00 21,79 10,47 7,26 - - -Mantehage 40,00 23,00 31,00 19,49 10,56 9,13 41,41 - 18,06Manado Tua 41,00 26,00 44,00 18,17 14,04 9,04 32,30 - 21,01Siladen 45,00 28,00 26,00 27,22 19,17 8,06 41,30 - 12,22Arakan/Wararontulap 21,00 11,00 51,00 32,41 20,59 24,41 32,98 - 9,35
Sumber: KLH, 2004Keterangan: HC= Hard coral; SC= Soft coral; DC= Death coral
tahun 2001.
Kondisi karang dicatat dengan Line Intercept Transect (LIT) pada tahun 1994, 1996, dan 2000. Pada tahun1996 dan tahun 2000 terjadi penurunan persentase tutupan karang hidup secara drastis pada kedalaman 3m, dari 72,1 persen menjadi 33,24 persen. Hal ini mungkin akibat dari coral bleaching yang terjadi tahun 1998dan 1999 yang menyebabkan kematian karang. Kematian karang umumnya terjadi pada kedalaman 3 mkarena kawasan tersebut paling peka terhadap perubahan lingkungan khususnya temperatur air. Faktor yangmempengaruhi ekosistem TNB adalah pertumbuhan penduduk dan jumlah nelayan di TNB, yang menjadifaktor konflik di TNB. Ada sejumlah pelanggaran di TNB yang terjadi selama 2001-2002.
Untuk melindungi TNB, pada tahun 2000 dibentuk Badan Pengelola Taman Nasional Bunaken yangberanggotakan berbagai pihak dengan mengembangkan model pengelolaan collaborative bagi TNB. Kebijakanuntuk melaksanakan rencana zonasi partisipatori, sistem patroli bersama, partisipasi masyarakat adalahfaktor utama dalam mencapai tujuan TNB. Badan Pengelola Taman Nasional Bunaken dan Forum MasyarakatPeduli Bunaken mengelola area laut yang dilindungi di Sulawesi Utara dengan melibatkan 30.000 orang yangtinggal di taman tersebut.
Tujuh masyarakat tropis dari seluruh dunia, termasuk Taman Nasional Bunaken dan Forum MasyarakatPeduli Bunaken, telah dianugerahi hadiah pada tanggal 19 Februari 2004 dalam keberhasilannya mengurangikemiskinan dengan memelihara kekayaan biologi. Hasil kerja yang telah mereka lakukan menunjukkan sukseskerja sama antara individu, pemerintah, dan organisasi kemasyarakatan dalam meningkatkan matapencaharian dan lingkungan mereka.
Sumber: KLH, 2004
127
Status Lingkungan Hidup Indonesia 2004
2. Kerusakan Terumbu KarangPenyebab kerusakan terumbu karang di Indonesiaadalah eksploitasi sumber daya yang berlebihan,penggunaan teknik penangkapan yang destruktif,pencemaran, penambangan karang, sedimentasi,pembangunan kawasan pesisir. Selain itu, kerusakanjuga dapat diakibatkan oleh angin ribut, letusangunung api, gempa bumi, tsunami, dan perubahaniklim global seperti El Nino.
3. Kerusakan Mangrove
Ekosistem mangrove di Indonesia sudah sangatterancam akibat aktivitas pembangunan, pengelolaandaerah aliran sungai (DAS) yang kurang baik,peningkatan limbah industri dan domestik (rumahtangga) yang masuk ke dalam daur hidrologi, sertakonversi menjadi tambak ikan dan udang. Beberapacontoh kerusakan hutan mangrove adalah sebagaiberikut:• Hutan mangrove di kepulauan Riau mengalami
kerusakan parah akibat pembalakan liar.Selama kurun waktu 20 tahun hingga tahun 2002luas tambak telah mendekati hampir 1 juta ha.Pertumbuhan luas tambak sangat cepat karenaluas tambak hanya 193 ribu ha pada tahun 1982.
• Dari interpretasi Citra Landsat TM tahun 1996,luasan mangrove di Kota Batam tahun 1996sekitar 197.984.083,24 m2 atau 19.798,41 hayang tersebar di pesisir dan pulau-pulau kecil diKota Batam. Pada tahun 2002 luas mangrove131.065.381 m2 atau 13.106,54 ha. Dalam kurunwaktu 6 tahun telah terjadi penurunan luasanmangrove sekitar 6.691,87 ha atau 1.115 ha pertahun.
• Di Pulau Bintan banyak dijumpai jenis Avicennia
baku mutu, demikian juga dengan parameter logamberat seperti Pb, Cd, Cu, Cr, dan Hg masih dalambatas toleransi. Parameter sulfida yang diukur diPelabuhan Belawan, Tanjung Priok, Merak danLampung telah melewati baku mutu air laut. Selainitu, fenol juga terdeteksi di atas baku mutu padahampir semua pelabuhan, yaitu Semayang, TanjungEmas, Pulai Baai, Tanjung Perak, Tanjung Priok,Merak, Lampung, dan Kuta. Hal ini menunjukkanbahwa biota laut, termasuk ikan, di perairanpelabuhan berpotensi terkontaminasi oleh sulfidadan fenol yang mempunyai efek akut.
2. Kasus Pencemaran Air Laut
a. antai Ancol
Pantai Ancol merupakan perairan laut di pantai utaraJakarta yang digunakan sebagai tempat rekreasi danpenangkapan ikan oleh nelayan. Pada tanggal 9 Mei2004 terjadi kematian ikan di perairan Ancol.Penelitian contoh air yang dilakukan pada tanggal 10Mei 2004 menunjukkan bahwa DO di air laut masihbaik, tetapi pada 200 m dari muara Ciliwungkonsentrasinya 2,13 mg/l dan air di Sungai Ciliwung0 mg/l (Tabel 4.7). Air Sungai Ciliwung ini bermuaradi perairan Ancol, diduga tingginya pencemar diSungai Ciliwung memberikan kontribusi terhadappenurunan kualitas lingkungan di perairan Ancol.Rendahnya kadar DO akan mematikan biota dalamair yang memerlukan oksigen dalam metabolisme-nya. Konsentrasi parameter lain di Sungai Ciliwungjauh lebih besar jika dibandingkan dengan air lautyang diambil di perairan Ancol.
alba, A.marina, Rhizophoraapiculata, Lumnitzeralittorea, L.racesmosa, Xylocarpusgranatum, dan Sonneratia alba.Kondisi umum mangrove secaraumum adalah baik, walaupun dibeberapa tempat telah mengalamikerusakan karena ditebang olehmasyarakat untuk keperluan kayubakar dan juga karena kegiatanpertambangan di selatan Bintan.Kepadatan rata-rata adalah sekitar400-1.200 pohon/ha.
C. KUALITAS AIR LAUT
1. Kualitas Air Laut Pelabuhan
Mengacu kepada Kepmen LH Nomor51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu AirLaut, pemantauan kualitas air laut dibeberapa pelabuhan di Indonesiauntuk parameter TSS, NH3-N, sertaminyak dan lemak menunjukkanbahwa air laut masih berada di bawah
Gambar 4.5Sampah di Pantai Selatan Pulau Rambut, Kepulauan Seribu,
Jakarta
Sumber: KLH, 2004
128
Status Lingkungan Hidup Indonesia 2004
Tabel 4.6Kualitas Air Laut Pelabuhan di Indonesia
Kepmen LHNo. 51/2004tentang Baku
MutuAir Laut
Kuta,Denpasar
Merak,Banten
Tj. PriokJakarta
TelukBetung
Lampung
Belawan,Medan
Tj.Perak,
Surabaya
Soekarno-Hatta/
Makassar
BatuAmpar,Batam
PulauBaai,
Bengkulu
Semarang,TanjungEmas
SemarangBalik-papan
KetParameterNo.
Min 8,12 8,57 8,17 8,15 8,20 7,75 7,92 8,0 8,14 8,2 8,13Maks 8,29 8,65 8,89 8,25 8,31 8,15 8,02 8,2 8,26 8,3 8,49Min 29,7 29,7 20,8 31,1 27,5 29,6 30,4 29,5 29,4 29,0 26,8
Maks 29,9 30,6 30,5 32,2 28,3 30,4 30,6 30,7 29,6 29,3 27,6Min 49,2 56,4 54,9 44,3 44,8 47,0 36,7 32,2 42,3 42,7 22,5
Maks 50,7 56,8 59,1 45,6 50,3 47,3 41,0 44,5 44,1 44,9 49,2Min 28 30 31 28 31 27 20 31 27 30 13
Maks 28 31 31 30 31 28 24 33 31 33 33Min 3 11 25 < 0,1 < 0,1 < 0,1 < 0,1 < 0,1 32 12 < 0,1
Maks 13 17 40 1 2 1 1 3 35 26 1Min 8 16 7,26 16 24 24 31 32 < 0,1 16,3 < 0,1
Maks 24 64 14,5 64 73,6 73,6 31 48 237 24,5 24,5Min 30,7 6,29 1,21 2,24 2,08 2,37 3,46 1,64 13,4 2,29 2,04
Maks 4,47 9,87 1,77 2,85 5,02 4,05 5,22 10,60 18,60 3,22 2,58Min 1,36 1,84 4,25 1,04 1,14 1,37 3,30 3,66 1,95 1,73 1,80
Maks 1,64 4,21 5,33 2,28 2,71 2,21 4,17 4,80 3,41 2,13 2,98Min < 0,002 < 0,002 < 0,002 0,0080 0,0350 0,054 0,028 0,232 0,0256 0,0464 < 0,002
Maks 0,0276 < 0,002 < 0,002 0,0148 0,0618 0,07 0,772 0,661 0,0845 0,0612 < 0,002Min 0,0463 < 0,04 < 0,04 0,0532 0,0957 0,0805 < 0,04 < 0,04 0,122 < 0,04 0,0454
Maks 0,298 < 0,04 0,0536 0,087 0,1324 0,299 0,263 0,08741 0,281 0,186 0,131Min < 0,03 < 0,03 < 0,03 < 0,03 < 0,03 < 0,03 0,142 0,126 0,140 0,1461 < 0,03
Maks < 0,03 < 0,03 < 0,03 < 0,03 < 0,03 < 0,03 0,152 0,140 0,144 0,1533 < 0,03Min < 0,1 < 0,1 < 0,1 < 0,1 < 0,1 < 0,1 <0,1 < 0,1 < 0,1 < 0,1 < 0,1
Maks < 0,1 0,6 0,4 0,6 0,2 0,2 1,95 0,4 0,2 0,6 2,1Min 0,0583 0,0760 0,105 < 0,04 < 0,04 < 0,04 < 0,04 < 0,04 < 0,04 < 0,04 < 0,04
Maks 0,537 0,339 0,158 < 0,04 < 0,04 0,048 < 0,04 0,258 0,116 0,155 0,462Min 0,0074 0,160 0,0162 0,008 0,0076 0,0080 0,0056 0,0032 0,0050 0,0066 < 0,002
Maks 0,01 0,0260 0,0218 0,011 0,0144 0,0112 0,0068 0,0076 0,0068 0,0092 0,0040Min < 5 < 5 < 5 < 5 < 5 < 5 < 5 < 5 < 5 < 5 < 5
Maks < 5 < 5 < 5 < 5 < 5 < 5 < 5 < 5 11,8 8,10 < 5Min < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5
Maks < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5Min < 5 < 5 < 5 < 5 < 5 < 5 < 5 < 5 < 5 < 5 < 5
Maks < 5 < 5 < 5 < 5 < 5 8,52 < 5 < 5 < 5 < 5 < 5Min < 5 < 5 < 5 < 5 < 5 < 5 < 5 < 5 < 5 < 5 < 5
Maks < 5 < 5 < 5 < 5 < 5 < 5 < 5 < 5 < 5 < 5 < 5Min < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5
Maks 0,696 0,759 0,914 < 0,5 0,736 < 0,5 < 0,5 0,767 < 0,501 < 0,5 < 0,5
1 pH
2 Temperatur(½C)
3 DHL(mS/cm)
4 Salinitas (‰)
5 TSS (mg/l)
6 COD (mg/l)
7 TOC (mg/l)
8 T-N (mg/l)
9 T-P (mg/l)
10 NH3-N(mg/l)
11 S2- (mg/l)
12 ML (mg/l)
13 Fenol (mg/l)
14 CN- (mg/l)
15 Pb (µg/l)
16 Cd (µg/l)
17 Cu (µg/l)
18 Cr (µg/l)
19 Hg (µg/l)
-
80
-
-
-
-
0,3
0,003
5
0,002
-
50
10
50
-
3
Sumber: KLH, 2004
Kadar fosfat di air laut melebihi angka Baku Mutu AirLaut untuk biota air. Kehadiran fosfat (P) yang sangattinggi dapat berasal dari pestisida, pupuk, dan bahanpembersih rumah tangga termasuk detergen.Pestisida yang mengandung fosfat bersifat sangatakut. Kehadiran fosfat (P) yang diikuti oleh kadar ni-trogen (N) yang tinggi dapat menyebabkan eutrofikasi(pertumbuhan phytoplankton secara besar-besarandan pengurangan oksigen terlarut dalam air yangdisebabkan oleh kadar N dan P yang tinggi diperairan). Kadar fenol dalam air laut yang melebihi
baku mutu kemungkinan disebabkan oleh pencemarberupa senyawa dari fenol, seperti yang terdapatdalam bahan desinfektan rumah tangga, atau fenolyang dihasilkan dari reaksi anaerob.
Konsentrasi sulfida pada ikan sebesar 17,4 µg/gditemukan pada jenis ikan Alepes djedaba (ikan kueh)dan 25,4 µg/g pada jenis ikan Pranibea sp. (ikan tigajawa) (Tabel 4.8). Sulfida bersifat racun dan akut bagimakhluk hidup. Keberadaan senyawa sulfida dapatberasal dari dekomposisi bahan organik, limbahindustri dan reduksi senyawa sulfat oleh bakteri.
Pelabuhan / Kota
129
Status Lingkungan Hidup Indonesia 2004
Tabel 4.7Kualitas Air Laut di Ancol dan Dadap, Tangerang
No. ParameterKepmen LH,
No. 51 Thn 2004(BM Air Laut untuk
Biota Laut)
Lokasi
Ancol Pantai Dadap
PantaiCamaval
HotelHorizon
Pa n t a iFest i v a l
MuaraCiliwung
TtkKontrol
(2 mil drmuaraSungai
Ciliwung)
KaliBintangMas/
SungaiCiliwung
Stasiun1
Stasiun2
Stasiun3
Stasiun4
Stasiun5
1. pH 7 – 8,5 8,14 8,25 8,27 8,06 8,31
2. Temp. (½C) Alami 32,2 31,8 31,7 31,3 31,5
3. DHL (mS/cm) - 58,9 57,7 57,6 53,9 58,1
4. DO (mg/l) > 5 6,08 8,41 8,89 2,13 6,92
5. Salinitas (‰) Alami 27 28 26 8 30
6. COD (mg/l) - 39,8 23,9 39,8 15,9 529
7. Fenol (mg/l) 0,002 0,0649 0,0827 0,1210 0,1050 0,0878
8. T-N (mg/l) - 2,64 3,26 2,46 3,50 2,54
9. T-P (mg/l) 0,015 tidak dilakukan pengukuran
10. PO4-P (mg/l) 0,015 0,0400 0,0880 0,119 0,160 0,673
11. S2- (mg/l) 0,01 < 0,03 < 0,03 < 0,03 < 0,03 < 0,03
12. NH3-N (mg/l) 0,3 0,328 0,106 0,154 0,630 0,782
13. Hg (mg/l) 0,001 0,0853 0,0121 0,00472 0,00221 0,00140
14. Cr+6 (mg/l) 0,005 < 0,01 < 0,01 < 0,01 < 0,01 < 0,01
15. Pb (mg/l) 0,005 < 0,005 < 0,005 < 0,005 < 0,005 < 0,005
16. Cu (mg/l) 0,008 < 0,005 < 0,005 < 0,005 < 0,005 < 0,005
17. Cd (mg/l) 0,01 0,00053 < 0,0005 < 0,0005 < 0,0005< 0,0005
18. CN (mg/l) 0,5 0,0110 0,0122 0,0089 0,0101 0,0110
19. ML (mg/l) 1 < 0,1 < 0,1 < 0,1 0,6 < 0,1
20. o,p’-DDT (µg/l) - 26,04 < 0,002 0,694 < 0,002 < 0,002
21. p,p’-DDT (µg/l) - 65,7 0,096 1,424 0,035 0,052
7,34 8,59 8,89 8,67 8,91 8,75
30,6 31,5 32,6 32,2 32,8 33
3,83 55,3 57,3 57,7 55,2 53,3
< 0,1 4,68 8,45 5,99 8,80 7,59
0 29 29 29 29 27
354 7,97 43,8 7,97 15,9 183
0,1090 0,102 0,153 0,146 0,122 0,0979
8,34 3,03 2,82 1,59 3,34 3,43
0,0882 0,0983 0,0628 0,177 0,155
1,180 tidak dilakukan pengukuran
< 0,03 < 0,03 < 0,03 < 0,03 < 0,03 < 0,03
1,18 < 0,04 < 0,04 < 0,04 0,264 0,154
0,00520 0,00428< 0,0005 0,0005280,000847< 0,0005
0,01 < 0,01 < 0,01 < 0,01 < 0,01 < 0,01
0,00472 < 0,005 < 0,005 < 0,005 < 0,005 < 0,005
0,108 < 0,005 < 0,005 < 0,005 < 0,005 < 0,005
0,00601 < 0,005 < 0,0005 < 0,0005< 0,0005 < 0,0005
0,0084 0,00820 0,00980 0,00840 0,00660 0,00720
0,6 tidak dilakukan pengukuran
tidak dilakukan pengukuran
tidak dilakukan pengukuran
Sumber: KLH, 2004
Tabel 4.8Konsentrasi Logam Berat dalam Ikan di Pantai Ancol dan Sekitarnya
No. Jenis Ikan Sulfida Merkuri Arsen Kromium Timbal Kadmium Cr6+
(mg/g) (mg/g) (mg/g) (mg/g) (mg/g) (mg/g) (mg/g) 1 Alepes djedaba 17,4 0,414 < 4 6,24 1,83 0,032 0,23 (ikan Kueh)
2 Triacanthus nieuholii - 0,809 < 4 4,26 2,12 0,039 0,549 (ikan sokang, helokopter)
3 Pranibea sp. 25,4 0,175 < 4 < 0,03 0,81 0,011 0,13 (ikan tigawaja=gulamah=samgeh)
4 Arius sp. - 0,991 < 4 < 0,03 5,46 0,012 0,826 (ikan manyung)
5 Scylla cerata (kepiting) - 0,492 < 4 1,17 1,52 0,528 0,686
Sumber: KLH, 2004
130
Status Lingkungan Hidup Indonesia 2004
b. Pantai Dadap, TangerangPengukuran oksigen terlarut (DO) pada beberapa titikmenunjukkan konsentrasi cukup baik, yaitu di atas 5mg/l, tetapi pada Stasiun 1 konsentrasi DO sedikitlebih rendah dari baku mutu. Konsentrasi fenol dantotal fosfat dalam air laut pada semua stasiunmelebihi baku mutu air. Hg terdeteksi pada Stasiun 1sebesar 0,00428 mg/l, sedangkan logam kromium(Cr), kadmium (Cd), timbal (Pb), dan tembaga (Cu)masih berada di bawah baku mutu (Tabel 4.7).
Jenis Jaringan Kromium Timbal Tembaga Arsen Ikan (mg/g) (mg/g) (mg/g) (mg/g)
Ikan A Daging <0,9 0,722 0,324 <0,004Ikan B Daging <0,9 0,379 0,234 0,367
Insang <0,9 <0,005 <0,004 Hati <0,9 0,879 0,810
Ikan C Daging <0,9 0,630 <0,005 2,002Ikan D Daging <0,9 2,61 <0,005 0,222
Insang <0,9 <0,005 <0,004 Hati <0,9 <0,005 <0,004
Ikan E Daging <0,9 0,648 <0,005 0,580Ikan F Daging <0,9 0,567 0,476 0,222Ikan G Daging <0,9 0,701 0,410 0,590
Insang <0,9 <0,005 <0,004Ikan H Daging <0,9 0,626 0,277 <0,004
Insang <0,9 <0,005 <0,004 Hati <0,9 1,61 <0,004
Ikan I Daging <0,9 0,662 0,483 <0,004 Insang <0,9 <0,005 <0,004 Hati <0,9 <0,005 <0,004
Tabel 4.9Konsentrasi Logam Berat dalam Ikan di Pantai Dadap
Analisis ikan yang terdapat di Pantai Dadapmenunjukkan kadar logam berat (Cr, Pb, Cu dan As)yang rendah (Tabel 4.9). Pengamatan terhadap plank-ton dalam air laut mengidentifikasi jenis alga yangterdapat dalam perairan Dadap, yaitu Chaetocerosdiversus, Prorocentrum minimum, Noctiluca sp., danProtoperidinium Pellucidus. Jenis alga ini dapatmenghasilkan toksin.
Sumber: KLH, 2004
Gambar 4.6Suasana Pantai Dadap, Tangerang
Sumber: Sarpedal-KLH, 2004
131
Status Lingkungan Hidup Indonesia 2004
D. PENGELOLAAN PESISIR DAN LAUT
1. Program Pantai Laut Lestari
a. Pantai Wisata Bersih
Program Nasional Pantai Wisata Bersih merupakanprogram aksi yang mempunyai misi melestarikanfungsi lingkungan pantai sebagai sumber dayapariwisata dalam menunjang pembangunanberkelanjutan. Tujuan pokok program ini adalahmewujudkan lingkungan yang baik dan sehat padakawasan pantai. Sasaran dan tolok ukur keberhasilandibagi dalam tiga aspek yaitu sumber dayakelembagaan, upaya pengendalian dampak, dankualitas lingkungan.
Sampai akhir Desember 2004 kawasan konservasilaut yang merupakan potensi kawasan wisataberjumlah 39 lokasi dengan luas 5.098.396,45 ha,yang terdiri dari cagar alam laut di 9 lokasi (luas216.555,45 ha), suaka margasatwa laut di 6 lokasi(71.310,00 ha), taman nasional laut di 7 lokasi(4.045.049,00 ha), dan taman wisata alam di 17 lokasi(765.482, 00. ha), seperti terlihat pada Tabel 4.10.
b. Bandar IndahPelabuhan sebagai salah satu elemen transportasilaut memegang peranan yang penting, dalammenunjang dan mendorong pertumbuhan ekonominasional dan regional, karena hampir 90 persenperdagangan internasional dilakukan dengan modatransportasi laut dan pelabuhan merupakan pintugerbang wilayah, terminal point distribusi barang dansimpul sistem transportasi inter dan antar moda sertaperdagangan baik nasional maupun internasional.
Program Nasional Pengelolaan PelabuhanBerwawasan Lingkungan Ecoport merupakan pro-gram aksi dalam pengendalian pencemaran dikawasan pelabuhan. Program ini dibuat untukmembantu mengevaluasi pelaksanaan RKL/RPL dipelabuhan, pelaksanaan peraturan kepelabuhanan,penyediaan fasilitas pengendalian pencemaran, danbimbingan teknis, serta membantu pelabuhanmemperoleh sertifikasi ISO 14001. Dalam rencanaprogram jangka pendek implementasi tahun 2005telah disusun rancangan MOU antar sektor (KLH,Dephub, dan Kementerian BUMN) yang mempunyaiprogram bersama untuk melaksanakan programECOPORT.
Sumber: KLH, 2004
Gambar 4.7Lokasi Pantai Lestari di Indonesia Tahun 2004
132
Status Lingkungan Hidup Indonesia 2004
No. Kabupaten Provinsi Nama Kawasan Luas (ha)
1. Kota Sabang Nanggroe Aceh Darussalam Pulau Weh 3.900,002. Aceh Singkil Nanggroe Aceh Darussalam Kepulauan Banyak 227.500,003. Padang Pariaman Sumatra Barat Kepulauan Pieh 39.000,004. Sumba Nusa Tenggara Barat Pulau Moyo 6.000,005. Lombok Barat Nusa Tenggara Barat Gili Meno, G.Ayer, G. Trawangan 2.954,006. Sumbawa Besar Nusa Tenggara Barat P. Satonda 2.600,007. Sikka Nusa Tenggara Timur Teluk Maumere 59.450,008. Kupang Nusa Tenggara Timur Teluk Kupang 50.000,009. Ngada Nusa Tenggara Timur Tujuh Belas Pulau 9.900,0010. Berau Kalimantan Timur Pulau Samama Sangalaki 280,0011. Pangkep Sulawesi Selatan Kep. Kapoposang 50.000,0012. Kendari Sulawesi Tenggara Tel. Lasoso 81.800,0013. Kolaka Sulawesi Tenggara Pulau Padamarang 36.000,0014. Maluku Tengah Maluku Pulau Marsegu 11.000,0015. Maluku Tengah Maluku Pulau Kassa 1.100,0016. Maluku Tengah Maluku Pulau Pombo 998,0017. Biak Papua Kep. Padaido 183.000,00
Kawasan Konservasi Cagar Alam Laut
1. Lampung Selatan Lampung Pulau Anak Krakatau 13.735,102. Serang Banten Pulau Sangiang 700,353. Ciamis Jawa Barat Pananjung Pangandaran 470,004. Garut Jawa Barat Leuweung Sancang 1.150,005. Ngada Nusa Tenggara Barat Riung 2.000,006. Ketapang Kalimantan Barat Kepulauan Karimata 77.000,007. Maluku Tenggara Maluku Kep. Aru Tenggara 114.000,008. Maluku Tenggara Maluku Banda 2.500,009. Manokwari Papua Teluk Sansafor 5.000,00
Kawasan Konservasi Suaka Margasatwa Laut
1. Tasikmalaya Jawa Barat Sendangkerta 90,002. Berau Kalimantan Timur Pulau Semama 220,003. Maluku Tengah Maluku Pulau Kassa 2.000,004. Fakfak Papua Kep. Raja Ampat 60.000,005. Fakfak Papua Sabuda Tataruga 5.000,006. Manokwari Papua Jamursbamedi 4.000,00
Kawasan Konservasi Taman Nasional Laut
1. Adm. Kep. Seribu DKI Jakarta Kep. Seribu 107.489,002. Jepara Jawa Tengah Kep. Karimun Jawa 111.625,003. Minahasa Sulawesi Utara Bunaken 89.065,004. Tojo Una Una Sulawesi Tengah Kep. Togean 362.605,005. Selayar Sulawesi Selatan Taka Bone Rate 530.765,006. Buton Sulawesi Tenggara Kep. Wakatobi 1.390,007. Yapen Waropen/ Papua Cenderawasih 1.453.500,00
Manokwari
Tabel 4.10Kawasan Konservasi Taman Wisata Alam Laut
Sumber: Ditjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Dephut, 2004
133
Status Lingkungan Hidup Indonesia 2004
c. Pengelolaan Hutan MangroveDalam Kepmen LH Nomor 201 Tahun 2004 tentangKriteria Baku dan Pedoman Penentuan KerusakanMangrove, dijelaskan bahwa mangrove merupakansumber daya alam yang mempunyai fungsi untukberkembang biak dan perlindungan sumber dayahayati. Tolok ukur kerusakan mangrove ditentukanoleh batas perubahan fisik dari ekosistem mangroveitu sendiri di wilayah sempadan pantai dansempadan sungai di luar kawasan konservasi.Metode untuk penentuan ini dilakukan denganpenggunaan Metode Trasek Garis dan Petak Contoh(Transect Line Plot), dengan kriteria-kriteria baik(sangat padat dan sedang) serta rusak (jarang).
Pengelolaan hutan mangrove perlu meningkatkanhal-hal sebagai berikut:• Pengelolaan hutan lestari.
• Desentralisasi pengelolaan mangrove kepadapemerintah daerah.
• Konservasi dan rehabilitasi secara partisipatif.
• Pengembangan kelembagaan dan strategipengelolaan hutan mangrove.
d. Perlindungan Terumbu Karang
Dalam rangka perlindungan terumbu karang, selamakurun waktu 10 tahun terakhir telah dilakukan kegiatansebagai berikut:
• Pengelolaan kawasan konservasi ekosistemterumbu karang.
Pengelolaan kawasan konservasi laut padaumumnya dan terumbu karang pada khususnyadilakukan oleh Ditjen Perlindungan Hutan danKonservasi Alam dengan mitra kerja yang terlibat,antara lain TNC (The Nature Conservation), WWF(World Wild Fund), dan CI (Conservation Inter-national). Kegiatan-kegiatan yang dilakukanantara lain adalah:– Pengamanan kawasan terumbu karang
dengan menyisihkan sebagian kawasankonservasi laut yang memiliki nilaibiodiversitas tinggi dengan target luasan 10juta ha. Saat ini struktur organisasi kawasankonservasi laut yang berada di bawahpengelolaan Balai KSDA dan Balai TNLditetapkan berdasarkan SK Menhut Nomor6186/Kpts-II/2002 dan 6187/Kpts-II/2002.
– Peningkatan jumlah petugas pelaksana dilapangan, pelatihan Polhut bidangkelautan, PPNS (SIM) dan ditunjang dengansarana dan prasarana khususnya dalamhal pengamanan laut dan komunikasiuntuk kawasan konservasi yang telahditetapkan oleh Menhut.
– Pembuatan perda yang memperkuat danmendukung pengelolaan terumbu karangdi dalam dan di luar kawasan konservasilaut.
• Pemanfaatan sumber daya terumbu karang
untuk perikanan.– Pemanfaatan karang secara langsung
sebagai komoditas ekspor telah berjalancukup baik, walau pengawasannya masihperlu ditingkatkan. Mekanisme, sesuaidengan rekomendasi CITES, telahdijalankan yaitu LIPI, sebagai scientific au-thority, memberikan rekomendasi kuotaekspor karang setiap tahun kepada DitjenPHKA (Perlindungan Hutan dan KonservasiAlam). Ditjen PHKA sebagai ManagementAuthority akan mengeluarkan kuota karangdan melakukan pengawasan realisasinya.
– Pelarangan kegiatan ekploitasi pengambilankarang, pasir laut, dan biota laut. Pasir lautdan gravel yang berukuran kurang dari 2 cm,yang sebelumnya masuk dalam pengaturanCITES, sejak tahun 2002 telah dikeluarkan(down listing) sehingga tidak lagi diaturmelalui CITES dan tidak lagi masuk dalamkuota. Eksploitasi atau pengusahaan pasirdalam jumlah besar yang terjadi di perairanNatuna pada saat ini terjadi moratoriumsampai batas waktu yang belum ditentukan.Penanganan pengusahaan pasir lautdilakukan oleh TP4L (Tim Pengendali danPengawas Pengusahaan Pasir Laut) atasdasar Keppres Nomor 33 Tahun 2002.
– Pengaturan kegiatan eksploitasi karangbagi pulau-pulau kecil untuk pemanfaatankarang sebagai bahan bangunan,pemanfaatan karang hidup.
• Peningkatan kesadaran dan peran masyarakat.
LIPI, melalui program COREMAP, telah melaku-kan program kesadaran masyarakat melaluipenyuluhan dan pelatihan yang ditujukan mulaidari tingkat pengambil keputusan hinggamasyarakat pengguna yang hidup di sekitarterumbu karang. LIPI juga telah melakukanpenyuluhan dan pelatihan untuk memberikankesempatan bagi masyarakat pesisir membukadiri dan meningkatkan keterampilan dalammencari alternatif pendapatan melalui programpengelolaan berbasis masyarakat (CBM).
e. Perlindungan Padang Lamun
• Penegakan peraturan di bidang pengendaliankerusakan padang lamun melalui PP Nomor 19Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemarandan/atau Perusakan Laut serta Kepmen LHNomor 200 Tahun 2004 tentang Kriteria BakuKerusakan dan Pedoman Penentuan StatusPadang Lamun yang diterbitkan tanggal 13Oktober 2004.
• Pelaksanaan program pengendalian kerusakanpadang lamun.
134
Status Lingkungan Hidup Indonesia 2004
Dengan Kepmen LH Nomor 200 Tahun 2004,strategi pengelolaan padang lamun dilakukanmelalui penetapan padang lamun sebagaikawasan lindung; melakukan upaya legitimasi;menentukan zonasi peruntukan padang lamun;penguatan kelembagaan yang menanganimasalah padang lamun; dan pengelolaanpadang lamun berbasis masyarakat.
2. Penaatan dan Penegakan Hukum
a. Pencemaran Minyak PT Karimun Sembawang ShipyardPencemaran minyak di perairan sekitar dermaga PTKarimun Sembawang Shipyard (PT KSS) yang terletakdi Tanjung Balai, Kabupaten Karimun, terjadi akibatsebagian badan kapal Vista Mariner yang bermuatanminyak bekas (oil slop) tenggelam pada tanggal 24Juli 2004. Dampak dari musibah ini adalah kehilangan
pendapatan nelayan dan pencemaran minyak diperairan sekitar dermaga PT KSS. Upaya ganti rugiterhadap masyarakat nelayan sudah diselesaikanoleh pihak pencemar dengan Pemerintah DaerahKabupaten Karimun, sedangkan pemantauankualitas air laut telah dilaksanakan oleh KLH.
b. Tindak Pidana PerikananSejak tahun 2001 hingga 2004 terjadi sejumlahkasus tindak pidana kelautan khususnya perikanan.Pada tahun 2001 terjadi 155 kasus, tahun 2002meningkat menjadi 193 kasus, kemudian tahun 2003menurun menjadi 154 kasus, dan pada tahun 2004mengalami peningkatan menjadi 162 kasus tindakpidana. DKP, TNI AL, dan Polri berhasil mengajukankasus tersebut hingga pengadilan, seperti terlihatdalam Tabel 4.11.
No. Wilayah ProvinsiJumlah Kasus Penyidikan Oleh Putusan Tindak Pidana PPNS TNI-AL Polri
PengadilanPerikanan Perikanan Negeri
1. Sumatra Barat 9 9 - - Denda2. Sumatra Utara 7 5 2 - Denda3. Bangka Belitung 7 5 2 - Pidana + dirampas
untuk negara4. Riau 1 1 - - Pidana + dirampas
untuk negara5. Kepulauan Riau 2 - 2 - Denda6. DKI Jakarta 7 1 6 - Denda7. Kalimantan Barat 11 7 4 - Denda8. Kalimantan Timur 12 7 4 - Pidana + dirampas
untuk negara9. Kalimantan Selatan 26 26 - - Pidana10. Sulawesi Utara 7 1 6 - Denda11. Sulawesi Selatan 6 2 - 4 Pidana12. Sulawesi Tenggara 2 - - 2 Pidana13. Maluku 47 3 33 11 Denda14. Maluku Utara 6 3 3 - Denda15. Nusa Tenggara Timur 2 2 - - Denda16. Papua Timur 2 2 - - Denda17. Papua Barat 8 - 8 - Denda
Jumlah 162 76 69 17
Tabel 4.11Rekapitulasi Tindak Pidana Perikanan Tahun 2004
Sumber: Ditjen Pengawasan Sumber daya Kelautan dan Perikanan, DKP (2004)
135
Status Lingkungan Hidup Indonesia 2004
No. Cluster Provinsi Kab/Kota Individu Kelompok Kelompok LSM JumlahProfesi1. Sumatra Lampung Lampung Selatan 28/25 32 - 2 62/25
Lampung Timur 2 3 1 - 6
2. Jawa Banten Pandeglang 7/123 1 2 6/6 17/123Serang 6 - 2 1/6 3/12Cilegon - - - 3 3Tangerang 9 - - 4 13Lebak - - - 3 3
3. DKI Jakarta Jakarta Pusat - - 1 - 1Jakarta Utara - - 2 - 2
Kota Bekasi 1 - - - 1Karawang - 1 - - 1
4. Jawa Barat Indramayu 5 1 1 - 7Kota Cirebon 11/247 8 - 4 23/247Kab. Cirebon 28 - - 1 29
Brebes - 2 - 4 6Kota Tegal - - - 1/6 1/6Pekalongan - - - 3 3Pemalang - - - 5 5
5. Jawa Tengah Kendal 6 1 - - 7Batang 6 - - - 6Kota Semarang 4 1 - - 5Demak 6 1 - - 7Jepara 6/68 - - - 6/68
6. D.I. Yogyakarta Kulon Progo - - 1 - 1
7. Jawa Timur Bangkalan 7/40 - - - 7/40Sampang 6 - - - 6Pamengkasan 6 - - - 6Sumenep 7 - - - 7Lamongan 3 - - 3 6Sidoarjo 6 - - 2 8Gresik 5 - - - 5Pasuruan 4 - - 1 5Tuban - 3 - 2 5
Jumlah 136/535 61/3 10 20/44 227/577
Tabel 4.12Keluaran Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Laut untuk Kegiatan Kader Lingkungan
Sumber: KLH, 2004Keterangan: Tahun 2003/2004
136
Status Lingkungan Hidup Indonesia 2004
No. Cluster Provinsi Kabupaten/Kota Lokasi Jumlah Pohon Luasan1. Sumatra Lampung Kab. Lampung Desa P. Puhawang 10.000 2 ha
Selatan Pantai RinggungDesa Sidodadi 25.000 5 ha
2. Jawa Banten Kab. Pandeglang Kec. Labuan 1.000 1 haSungai Tegal Papak 1.000/1.300 1 km/1 km
Kab. Tangerang Pulau Cankir/Kronjo 10.000 2 ha
Desa Kasepuhan 5.000/1000 2 ha/1 ha3. Jawa Barat Kota Cirebon Desa Pegambiran 5.000 2 ha
Desa Panjunan 5.000 2 haDesa Kasenden 10.000 2 ha
Kab. Brebes Desa Bulakamba 15.000 6 ha4. Jawa TengahKota Semarang Desa Tugurejo 5.000 2 ha
Kab. Jepara Desa Kalianyar,Kec. Kedung 5.000 2 ha
Kab. Bangkalan Arosbaya 10.000 2 ha5. Jawa Timur Kab. Sidoarjo Sungai Sidokare 16.600 3 km
Kab. Bangkalan Desa Kampis, Kec. Asoka 15.000 3 ha
Jumlah 47.000/83.900 17 ha/ 1 km(13 ha/ 5 km)
Sumber: KLH, 2004Keterangan: Tahun 2003/2004
Tabel 4.13Keluaran Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Laut untuk Kegiatan Penanaman Pohon
3. Pembangunan Masyarakat Pesisir dan Laut
a. Marginal Fishing Community Development Pilot (MFCDP)
Program MFCDP merupakan upayamenyejahterakan masyarakat pesisir. Melalui pro-gram ini, masyarakat pesisir yang kehidupannyaberbasis pada sumber daya laut dan pesisirmempunyai kebebasan untuk memilih,merencanakan, dan menetapkan kegiatan ekonomiyang dibutuhkan mereka. Tujuan program MFCDPadalah:• Pengembangan model perencanaan dan
manajemen pembangunan perikanan yangpartisipatif.
• Optimalisasi pemanfaatan sumber daya laut danpesisir yang lestari untuk peningkatanpendapatan.
• Pemanfaatan teknologi tepat guna dalampengelolaan sumber daya laut.
• Pembuatan kebijakan dan regulasi yangmengatur kehidupan masyarakat perikanan dannelayan.
• Pengembangan investasi dan pasar perikananmelalui hubungan langsung produsen danpasar.
Proyek percontohan program MFCDP untuk tambakdan perikanan dilakukan di Kabupaten Serang, Muna,Bantaeng, Tapanuli Tengah, Dompu, dan SangiheTalaud. (http://www.kpel.or.id).
Pemberdayaan masyarakat pesisir dilakukan melaluitujuh tahapan dengan menggunakan pendekatankelompok kewilayahan (cluster), yang meliputi:Tahap 1: Melakukan pemetaan permasalahan ling-
kungan yang terjadi pada setiap wilayahpesisir melalui pendekatanpengelompokan wilayah (cluster).
Tahap 2: Melakukan inisiasi dan pengenalan pro-gram warga madani di wilayah pesisirkepada berbagai lapisan masyarakat.
Tahap 3: Melakukan pelatihan untuk membentukkader perintis atau pionir yang peduli ling-kungan hidup bekerja sama perguruantinggi.
Tahap 4: Melakukan aksi nyata penanaman man-grove dan pohon multifungsi lainnya dilahan pesisir oleh para kader lingkungan.
Tahap 5: Pembentukan jejaring forum komunikasi.
Tahap 6: Membangun hubungan komunitas di tiapkelompok wilayah (cluster) satu denganlainnya antar wilayah lintas provinsi.
Tahap 7: Melakukan ekspansi dan perluasanjejaring ke wilayah pengembangan yangstrategis.
137