PENGAWASAN BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN …
Transcript of PENGAWASAN BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN …
PENGAWASAN BALAI PENGAWAS OBAT
DAN MAKANAN (BPOM) PROVINSI BANTEN
DALAM PEREDARAN OBAT TRADISIONAL
DI KOTA SERANG
SKRIPSI
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Program Studi Ilmu
Administrasi Negara Konsentrasi Manajemen Publik
Oleh :
Gaery Rahman Saputra
6661081439
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG BANTEN
2014
ABSTRAK
Gaery Rahman Saputra. NIM 081439. Skripsi. Pengawasan Balai Pengawas
Obat dan Makanan Provinsi Banten dalam Peredaran Obat Tradisional di
Kota Serang. Program Studi Ilmu Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Pembimbing I: Yeni
Widyastuti, S.Sos M.Si. Pembimbing II: Rina Yulianti, S.IP, M.Si.
Pengawasan obat tradisional perlu dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan
dilaksanakan dengan baik sehingga melindungi hak konsumen. Namun demikian
masih terdapat masalah dalam pengawasan peredaran obat tradisional, sehingga
masih ada obat tradisional ilegal yang beredar dipasaran. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui dan menganalisis pengawasan peredaran obat tradisional oleh
Balai Pengawas Obat dan Makanan Provinsi Banten mengingat masih banyak
ditemukan produk obat dan makanan yang berbahan kimia obat (BKO), ilegal,
dan kadaluarsa beredar di masyarakat. Teori yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teori pengawasan dari Joko Widodo. Metode penelitian yang digunakan
yaitu kualitiatif dengan teknik kualitatif deskriptif. Hasil penelitian ini yaitu
bahwa pengawasan yang dilakukan oleh Balai Pengawas Obat dan Makanan
belum optimal, dikarenakan jumlah sumber daya manusia pengawas yang masih
minim, kurangnya kelengkapan sarana, kurang meratanya sosialisasi informasi
mengenai obat tradisional dan public warning serta terpusatnya pengawasan yang
dilakukan pada satu wilayah. Adapun saran yang diberikan adalah melakukan
pengajuan rekomendasi penambahan pegawai pada biro kepegawaian BPOM
Pusat, pemanfaatan media sosial dalam melakukan sosialisasi, dan pengajuan
peningkatan anggaran untuk penambahan sarana transportasi.
Kata Kunci: BPOM, Pengawasan, Peredaran, Obat Tradisional.
ABSTRACT
Gaery Rahman Saputra. NIM 081439. Thesis. Supervision of Food and Drug
Administration Center for Banten province in Circulation Traditional Medicine
in Serang City. State Administration of Science Program. Faculty of Social
Science and Political Science. University of Sultan Agung Tirtayasa. Supervisor
I: Yeni Widyastuti, S. Sos, M.Si. Supervisor II: Rina Yulianti, S.IP, M.Si.
Control the circulation of traditional medicine needs to be done by the Local
Government and implemented so as to protect the rights of consumers. However,
there is still a problem in the control of traditional medicine circulation so there
traditional medicine in the market. The purpose of this study to determine and
analyze control the circulation of traditional medicine by the Food and Drug
Administration Center for Banten considering there are still many drug and food
products made from medicinal chemistry (BKO), illegal, and expired circulating
in the community. The theory used in this research is the theory of supervision of
Joko Widodo. The method used is qualitative descriptive qualitative techniques.
The final conclusion is that the surveillance conducted by the Center for Food and
Drug Administration is not optimal, because the number of human resources
supervisor who is still minimal, the lack of completeness of facilities, less
inequality dissemination of information on traditional medicine and public
warning and monitoring the concentration in one area. The advice given is to the
filing of additional staff recommendation to BPOM central personnel agency, the
use of social media to socialize, and the filing of an increase in the budget for
additional means of transport.
Keywords: BPOM, Supervision, Circulation, Traditional Medicine
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Yang kalah adalah yang menyerah dan yang menang adalah
yang berjuang, posisi terakhir belum tentu kalah selama
pertandingan belum berakhir”
skripsi ini penulis persembahkan untuk kedua orang tua tercinta, kakakku, adikku
serta sahabat baikku Diah Hardianti Wibowo. ST yang telah menjadi motivasi dan inspirasi serta tiada henti memberikan dukungan do'anya
untukku.
i
KATA PENGANTAR
Bismillahir-Rahmanir-Rahim,
Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh,
Segala puji bagi Allah yang atas nikmatnya penulis telah dapat
merampungkan Skripsi yang berjudul Pengawasan Balai Pengawas Obat dan
Makanan Provinsi Banten dalam Peredaran Obat Tradisional di Kota Serang.
Shalawat dan salam mudah-mudahan tercurahkan untuk panutan penulis,
junjungan Nabi besar Muhammad SAW.
Penulisan Skripsi ini tidak mungkin dapat terselesaikan tanpa adanya
bimbingan, bantuan, nasihat, saran, dan perhatian dari berbagai pihak. Pada
kesempatan ini merupakan suatu kebanggaan bagi penulis untuk menyampaikan
ucapan terima kasih dan penghargaan dengan segala kerendahan hati kepada :
1. Prof. Dr. Sholeh Hidayat, M.Pd, Rektor Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
2. Dr. Agus Sjafari, M.Si, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos, M.Si, Wakil Dekan bidang I Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
4. Mia Dwiana M., S.Sos, M.I.Kom. Wakil Dekan bidang II Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
5. Gandung Ismanto, MM, Wakil Dekan bidang III Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
ii
6. Rahmawati, S.Sos, M.Si, Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
7. Ipah Ema Jumiati, S.IP, M.Si, Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi
Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
8. Yeni Widyastuti M.Si, Dosen Pembimbing I Skripsi atas waktu dan
kesabarannya dalam memberikan saran, kritik dan arahan kepada penulis
dalam meyelesaikan Skripsi ini.
9. Rina Yulianti, S.IP, M.Si, Dosen Pembimbing II Skripsi atas waktu dan
kesabarannya dalam memberikan saran, kritik dan arahan kepada penulis
dalam meyelesaikan Skripsi ini.
10. Seluruh Dosen dan Staf Administrasi Jurusan Administrasi Negara,
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
11. Kedua orang tua tercinta yang selalu memberikan kasih sayang yang tiada
henti serta doa dan dukungannya kepada penulis hingga skripsi ini dapat
diselesaikan.
12. Kakak dan Adik-adiku tersayang yang selama ini selalu memberikan
semangat, do’a dan dukungannya kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini.
13. Diah Hardianti Wibowo, ST yang selama ini memberikan semangat, do’a
dan dukungannya baik moril maupun materil kepada penulis sehingga
dapat menyelesaikan skripsi ini.
iii
14. Ulvia Fadillah, S.Sos, Rendi Purnama, S.Sos, Nanang Sutisna, S.Sos dan
Leny Ratnasari, S.Sos, yang selama ini memberikan semangat dan
dukungan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
15. Para rekan-rekan Mahasiswa Prodi Ilmu Administrasi Negara angkatan
2008, Semoga Sukses dalam mengejar Cita-citanya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini masih terdapat
banyak kekurangan maka, kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap semoga Skripsi ini dapat bermanfaat, baik
untuk penulis sendiri pada khususnya dan untuk para pembaca pada umumnya.
Serang, Februari 2015
Penulis
Gaery Rahman Saputra
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR MOTTO DAN PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................... iv
DAFTAR TABEL....................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah.................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah.......................................................................... 13
1.3 Batasan dan Perumusan Masalah....................................................... 14
1.4 Tujuan Penelitian............................................................................... 14
1.5 Manfaat Penelitian............................................................................. 14
1.6 Sistematika Penulisan........................................................................ 15
BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI
DASAR PENELITIAN. ………................................................................. 21
2.1 Kajian Teori…................................................................................... 21
2.1.1 Manajemen.................................................................................... 21
2.1.2 Pengawasan.................................................................................. 22
v
2.1.3 Sistem Pengawasan...................................................................... 25
2.1.4 Tujuan Pengawasan...................................................................... 27
2.1.5 Jenis-Jenis Pengawasan................................................................ 30
2.1.6 Sifat dan Waktu Pengawasan....................................................... 31
2.1.7 Fungsi Pengawasan...................................................................... 32
2.1.8 Teknik-Teknik Pengawasan......................................................... 33
2.1.9 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengawasan......................... 33
2.1.10 Obat............................................................................................. 35
2.1.11 Obat Tradisional.......................................................................... 36
2.1.12 Standardisasi Obat Tradisional................................................... 37
2.1.13 Logo Obat Tradisional................................................................ 38
2.2 Penelitian Terdahulu.......................................................................... 41
2.2.1 Kerangka Pemikiran...................................................................... 45
2.2.2 Asumsi Dasar................................................................................ 48
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.................................................. 49
3.1 Metode Penelitian.............................................................................. 49
3.2 Fokus Penelitian................................................................................. 50
3.3 Lokasi Penelitian................................................................................50
3.4 Variabel Penelitian............................................................................. 50
3.4.1 Definisi Konsep............................................................................. 50
3.4.2 Definsi Operasional....................................................................... 51
3.5. Instrumen Penelitian.......................................................................... 52
3.5.1 Sumber Data Primer...................................................................... 54
vi
3.5.1.1 Wawancara……................................................................ 54
3.5.1.2 Observasi……................................................................... 55
3.5.2 Sumber Data Sekunder.................................................................. 56
3.5.2.1 Studi Literatur atau kepustakaan....................................... 56
3.5.2.2 Studi Dokumentasi............................................................ 56
3.6 Informan Penelitian............................................................................ 57
3.7 Pedoman Wawancara......................................................................... 58
3.8 Teknik Analisis Data.......................................................................... 58
3.9 Uji Keabsahan Data .......................................................................... 60
3.10 Jadwal Penelitian................................................................................ 63
BAB IV HASIL PENELITIAN...................................................................64
4.1 Deskripsi Objek Penelitian.................................................................63
4.2 Deskrpisi Data Penelitian................................................................... 77
4.3 Pembahasan........................................................................................ 79
BAB V PENUTUP....................................................................................... 128
5.1 Kesimpulan......................................................................................... 128
5.2 Saran................................................................................................... 129
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Jumlah Sarana Distribusi Obat Tradisional Kota Serang Tahun 2011-
2013.......................................................................................................................7
Tabel 2 : Obat Tradisional Yang Memiliki Izin Edar Palsu..................................9
Tabel 3: Jumlah Sarana Distribusi Obat Tradisional Kota Serang Tahun 2014
……….................................................................................................................. 11
Tabel 4: Kisi-Kisi Pedoman Wawancara………................................................. 55
Tabel 5 : Informan Penelitian............................................................................... 57
Tabel 6 : Jadwal Penelitian................................................................................... 63
Tabel 7 : Jumlah Sarana Distribusi Obat Tradisional Kota Serang Tahun 2011-
2013...................................................................................................................... 89
Tabel 8 : Jumlah Pegawai BPOM Provinsi Banten.............................................. 98
Tabel 9: Jumlah Pegawai Seksi Pemdik Serlik..................................................... 99
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Tujuan Pengendalian..................................................................... 28
Gambar 2 : Logo Jamu..................................................................................... 39
Gambar 3 : Logo Obat Herbal Terstandar........................................................ 40
Gambar 4 : Logo Fitorarmaka.......................................................................... 41
Gambar 5 : Kerangka Berfikir......................................................................... 47
Gambar 6 : Komponen Dalam Analisis Data.................................................. 59
Gambar 7 : Peta Administratif Wilayah Kota Serang...................................... 65
Gambar 8 : Struktur Organisasi Balai BPOM Provinsi Banten....................... 75
Gambar 9 : Bagan Alur Pengawasan Pre-Market…………………................ 83
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sejak jaman dahulu, manusia sangat mengandalkan lingkungan sekitarnya
untuk memenuhi kebutuhannya. Misalnya, untuk makan, tempat tinggal, pakaian
obat, bahkan untuk kecantikan dapat diperoleh dari lingkungan. Salah satunya
dalam menanggulangi masalah kesehatan, manusia menggunakan tanaman-
tanaman sekitarnya yang memiliki khasiat-khasiat tertentu untuk menanggulangi
masalah kesehatan tersebut dan yang pada akhirnya dikenal dengan tanaman obat.
Seperti halnya bangsa Indonesia yang telah lama mengenal dan
menggunakan tanaman obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi
masalah kesehatan. Pengetahuan tentang tanaman berkhasiat obat ini berdasarkan
pada pengalaman dan keterampilan secara turun menurun yang kemudian diracik
sedemikian rupa dan saat ini dikenal dengan sebutan obat tradisional.
Obat tradisional merupakan ramuan atau bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, dan bahan mineral. Penggunaan obat tradisional di
Indonesia merupakan bagian dari budaya bangsa dan banyak dimanfaatkan
masyarakat sejak berabad-abad yang lalu dan penggunaannya terus mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun dikarenakan obat tradisional merupakan sarana
paling utama bagi masyarakat tradisional,baik untuk pemeliharaan kesehatan
maupun untuk pengobatan gangguan kesehatan.
1
2
Dewasa ini, penggunaan obat tradisional tidak hanya digunakan oleh
masyarakat tradisional saja. Namun, masyarakat modern mulai mencoba
menggunakan obat-obatan tradisional. Faktor pendorong terjadinya peningkatan
penggunaan obat tradisional adalah harapan usia hidup yang lebih panjang disaat
penyakit-penyakit kronis terus meningkat serta adanya kegagalan penggunaan
obat modern untuk penyakit tertentu yang memakan biaya yang cukup tinggi serta
tingginya resiko efek samping yang akan dialami.
Di sisi lain, World Health Organization (WHO) juga merekomendasikan
penggunaan obat tradisional dalam pemeliharan kesehatan masyarakat,
pencegahan dan pengobatan penyakit terutama untuk penyakit kronis, penyakit
degeneratif dan kanker dengan memberikan dukungan terhadap program “back to
nature” atau kembali ke alam.(sumber:http://www.itb.ac.id/focus/focus_file/orasi-
ilmiah-dies-45.pdf)
Sediaan obat tradisional terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun
berkat dukungan meningkatnya kemajuan teknologi dan pengetahuan. Pada
awalnya sediaan obat tradisional dalam bentuk serbuk dan cair. Namun saat ini
sediaan obat tradisional menjadi bervariasi, yaitu dalam bentuk serbuk, cair,
kapsul, simplisia dan tablet. Dan dengan banyaknya variasi sediaan obat
tradisional serta dukungan kemajuan teknologi, dalam pembuatan obat tradisional
juga mengalami perubahan yang semula diracik dan diproses secara tradisional
saat ini dalam pembuatannya dibantu dengan alat-alat modern.
Komposisi yang digunakan mengalami perubahan dengan adanya campuran
obat kimia lain untuk meningkatkan khasiat obat tradisional. Dengan begitu
3
dibutuhkan suatu tata cara atau pedoman cara pembuatan obat tradisional yang
baik untuk menjamin mutu dengan memperhatikan proses produksi dan
penanganan bahan baku.
Dengan meningkatnya perkembangan teknologi dan alat transportasi juga,
para produsen kini mampu memproduksi obat tradisional dengan jumlah yang
banyak dan dapat mengedarkan obat tradisional keseluruh wilayah Indonesia.
Tingginya minat masyarakat terhadap obat tradisional juga memicu
bermunculannya produsen-produsen obat tradisional yang lain, sehingga
masyarakat disuguhkan dengan berbagai macam obat tradisional dengan berbagai
macam pilihan merk, khasiat dan bentuk. Ditambah dengan adanya kebijakan
pemerintah tentang diberlakukannya pasar bebas, kesediaan obat-obatan
tradisional di dalam negeri semakin bertambah dengan adanya obat-obatan
tradisional asing yang masuk ke Indonesia.
Guna memberikan kepastian perlindungan kepada konsumen dalam hal ini
masyarakat, baik terhadap produksi, peredaran dan penggunaan sediaan farmasi
dan makanan yang tidak menuhi persyaratan mutu, keamanan, serta khasiat.
Sebagaimana kewajiban negara dalam melindungi masyarakatnya, yang tertuang
dalam Undang-Undang nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Pemerintahmembuat suatu badan yang bertugas mengawas obat dan
makanan. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dibentuk berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
4
Departemen, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan
Presiden Nomor 64 Tahun 2005.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut, Badan POM
melaksanakan Tugas Pemerintahan di bidang Pengawasan Obat dan Makanan,
yaitu:
1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan
obat dan makanan.
2. Pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan obat dan
makanan,
3. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPOM,
4. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan
instansi pemerintahan dan masyarakat di bidang pengawasan obat dan
makanan, dan.
5. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di
bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana,
kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan
dan rumah tangga.
Serta dengan ditetapkannya otonomi daerah, BPOM membentuk suatu balai
besar POM di setiap provinsi untuk melakukan pengawasan obat dan makanan.
Salah satunya di Provinsi Banten. Berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM RI
Nomor HK.00.05.21.3592 tanggal 9 Mei 2007 tentang perubahan kedua atas
keputusan Kepala Badan POM RI No.05018/SK/KBPOM tahun 2001 tentang
Organisasi dan Tata Kerja UPT di lingkungan Badan POM, cakupan wilayah
5
kerja Balai POM Provinsi Banten meliputi seluruhwilayah administrasi Provinsi
Banten, yaitu :
1. Kabupaten Serang
2. Kabupaten Tangerang
3. Kabupaten Lebak
4. Kabupaten Pandeglang
5. Kota Serang
6. Kota Cilegon
7. Kota Tangerang
8. Kota Tangerang Selatan (Data Statistik masuk ke Kab. Tangerang)
Luas wilayah Provinsi Banten yang meliputi wilayah administratif Provinsi
Banten adalah 9018,64 Km2. Seluruh wilayah kerja balai POM Provinsi Banten
dapat dijangkau dengan perjalanan darat (LAPTA BPOM Provinsi Banten, 2009).
Dalam melakukan pengawasan, BPOM Provinsi Banten melakukan pengawasan
Pre-Market dan Post-Market, pengawasan Pre-Market merupakan pengawasan
sebelum barang beredar di masyarakat yaitu dengan melakukan pemeriksaan
produk dan pemeriksaan sarana produksi. Sedangkan pengawasan Post-Market
merupakan pengawasan yang dilakukan setelah barang beredar di masyarakat
dengan melakukan inspeksi langsung ke sarana distribusi, seperti: distributor,
toko, depot, minimarket, dan hypermarket.
Dalam pelaksanaannya, Balai POM Provinsi Banten menetapkan skala
prioritas dimana pengawasan dilakukan secara terfokus pada suatu wilayah atau
daerah, penetapan skala prioritas berdasarkan jumlah penduduk terbanyak, ragam
6
sediaan obat dan makanan, serta jumlah industri terbanyak yang ada di suatu
Kabupaten atau Kota dengan membandingkan Kabupaten atau Kota yang lain
dalam satu Provinsi. Di sisi lain penerapan skala prioritas bertujuan untuk
memaksimalkan kinerja pegawai balai POM yang bertugas mengawasi peredaran
obat dan makanan karena luasnya area yang perlu diawasi tidak diimbangi dengan
jumlah pengawas yang memadai.
Skala prioritas pengawasan Balai POM Provinsi Banten saat ini
memusatkan pengawasannya di wilayah Tangerang, Khususnya Kota Tangerang.
Skala prioritas pengawasan dilakukan di Kota Tangerang karena jumlah penduduk
di Kota Tangerang dan jumlah sarana distribusi obatnya juga lebih banyak
dibanding dengan daerah lainnya, sehingga penyimpangan yang terjadi lebih
banyak. Namun selain Kota Tangerang, Balai POM juga memiliki kewajiban
untuk melakukan pengawasan obat dan makanan khususnya peredaran obat
tradisional di Kota dan Kabupaten lainnya, salah satunya yaitu Kota Serang.
Kota Serang merupakan Ibukota Provinsi Banten yang masyarakatnya
masih mengkonsumsi obat tradisional untuk pemeliharaan kesehatan, walaupun
Kota Serang tidak memiliki industri obat tradisional seperti Kota Tangerang,
namun jumlah sarana distribusinya cukup banyak. Data terakhir yang diterima
peneliti dari laporan tahunan BPOM Provinsi Banten pada tahun 2013, Kota
Serang memiliki 28 sarana distribusi.
Jumlah sarana distribusi di Kota Serang dari tahun sebelumnya terus
mengalami peningkatan hingga sekarang. Hal itu membuktikan bahwa masyarakat
Kota Serang masih menganggap penting obat tradisional sebagai alternatif untuk
7
memelihara atau menyembuhkan gangguan kesehatan. Sarana distribusi obat
tradisional meliputi: toko, depot, distributor, minimarket, hypermarket, dan lain-
lain.
Tabel 1
Jumlah Sarana Distribusi Obat Tradisional Kota Serang
Tahun 2012-2014
Tahun 2012 2013 2014
Sarana Distribusi Obat Tradisional 12 28 34
(Sumber: Laporan Tahunan BPOM Provinsi Banten, 2014)
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Ibu Dian selaku pegawai
ULPK (Unit Layanan Pengaduan Konsumen) data tersebut bukan data real jumlah
sarana distribusi yang ada di Kota Serang, melainkan data dari hasil inspeksi yang
dilakukan. Karena sarana distribusi obat tradisional tidak memiliki izin dalam
mendirikan usahanya sehingga BPOM tidak memiliki data real mengenai jumlah
sarana distribusi obat tradisional yang ada di Kota Serang.
Dalam melakukan pengawasan obat dan makanan, BPOM tidak bekerja
sendiri, BPOM melakukan kerjasama lintas sektor dengan instansi terkait. Dalam
pengawasaan obat tradisional di Kota Serang, BPOM melakukan kerja sama
dengan Dinas Kesehatan Kota Serang. Bentuk kerjasama yang dilakukan BPOM
dengan Dinas Kesehatan Kota Serang salah satunya yaitu dengan mengadakan
penyuluhan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan kepada masyarakat dengan
mengundang BPOM sebagai narasumber.
Berdasarkan hasil observasi peneliti yang dilakukan dilapangan serta uraian-
uraian diatas, terdapat beberapa temuan masalah mengenai pengawasan BPOM
dalam peredaran obat tradisional.
8
Pertama, ketidakjelasan waktu pengawasan dilapangan yang dilakukan
BPOM dalam mengawasi sarana obat tradisional.dalam melakukan pengawasan
dilapangan BPOM melakukan pengawasan Post-Market yaitu pengawasan yang
dilakukan dengan cara inspeksi langsung ke sarana distribusi, namun berdasarkan
temuan peneliti di lapangan, terdapat beragam tanggapan dari pemilik sarana
distribusi obat tradisional di Kota Serang mengenai waktu pemeriksaan yang
dilakukan oleh BPOM. Ada yang tiga bulan sekali, enam bulan sekali, setahun
sekali, baru sekali dilakukan pemeriksaan, bahkan belum pernah sama sekali
dilakukan pemeriksaan. Salah satu contohnya seperti sarana distribusi obat
tradisional yang berada di daerah Ciracas yang hanya dilakukan pemeriksaan satu
kali saja yaitu pada tahun 2012. Dalam aturan jadwal yang dibuat oleh BPOM
jadwal pengawasan tersebut seharusnya dilakukan minimal satu tahun sekali jika
dirasa temuan yang didapatkan tidak terlalu berbahaya, tapi jika temuan
dilapangan sudah sangat berbahaya maka BPOM akan meningkatkan lagi jadwal
dalam pengawasannya yaitu setiap enam bulan sekali.
Kedua, masih dengan mudahnya ditemukan obat tradisional ilegal yang
beredar di Kota Serang. dalam melakukan pengawasan peredaran obat tradisional,
BPOM selain melakukan pemeriksaan langsung dan penyitaan obat tradisional
yang didiuga berbahaya, BPOM juga melakukan sosialisasi dengan memberikan
selebaran mengenai jenis obat tradisional apa saja yang dilarang edar. Namun
begitu berdasarkan hasil observasi peneliti, kebeberapa sarana distribusi di Kota
Serang contohnya depot jamu ciracas, peneliti masih dengan mudahnya
menemukan obat tradisional yang dilarang edar oleh BPOM di Kota Serang
9
dimana peneliti membeli salah satu obat tradisional tersebut dan melakukan
pengecekan nomor registrasi di website Badan POM.
Untuk membedakan antara obat tradisional ilegal dengan obat tradisional
legal dapat dilihat dari beberapa ciri-ciri sebagai berikut:
1. Tidak memiliki izin edar atau nomor izin edar tidak sesuai dengan yang
terdaftar di BPOM
2. Bentuk, warna, rasa dan tekstur obat dan kemasan tidak seperti biasanya.
3. Tidak mencantumkan nama dan alamat produsen.
Contoh beberapa merk obat tradisional yang tidak memiliki izin edar yang
ditemukan oleh peneliti masih beredar di Kota Serang.
Tabel 2
Obat Tradisional yang Memiliki Izin Edar Palsu
Merk Obat Khasiat Produksi No. Izin Edar
COBRA Jamu gata-
gatal(eksim)
PT. RAGIL
SENTOSA
993 205 571
Daun Binahong Jamu asam urat
plus pegal linu
Surya Bintang 026 781 326
Daun Tapak
Liman
Jamu asam urat
dan pegal linu
Surya Bintang
Asli
026 781 325
Remasyah Jamu asam urat
dan pegal linu
PJ. Remasyah 993 298 481
Godong Ijo Jamu asam urat
dan pegal linu
PJ. Air Madu 053 348 245
10
Lanjutan…
Dewa Naga Jamu asam urat
dan rematik
PJ. Indo Jaya 073 368 251
Madu Kelenceng Jamu asam urat
dan pegal linu
- -
Africa Black Ant Jamu Perkasa Xizang Jin
Shengli
-
Urat Madu Jamu Perkasa PJ. Air Madu 053 348 661
(Peneliti, 2014)
Ketiga, kurang optimalnya petugas BPOM dalam melakukan pengawasan
dilapangan. Dalam melakukan pengawasannya BPOM memiliki wewenang untuk
melakukan penyitaan obat tradisional yang diduga mengandung bahan berbahaya
atau yang memiliki izin edar palsu. Namun dalam prakteknya dalam melakukan
pemeriksaan masih ada sarana distirbusi yang menjual obat tradisional ilegal yang
tidak dilakukan penyitaan. Salah satu contohnya di depot jamu yang berada di
Kecamatan Cipocok Jaya. Berdasarkan hasil wawancara dengan penjaga toko,
petugas BPOM sudah melakukan inspeksi ke depotnya setiap tahun sebanyak dua
kali, namun hanya memberikan sosialisasi mengenai obat tradisional apa saja
yang dilarang diperjualbelikan dan tidak pernah melakukan penyitaan. Namun
berdasarkan hasil pengamatan peneliti, di depot tersebut terdapat obat tradisional
yang memiliki izin edar palsu.
Keempat, kerjasama lintas sektoral belum optimal. Hal ini dapat dilihat
tidak transparannya data yang dimiliki oleh BPOM dengan Dinas
11
Kesehatan.BPOM memiliki tugas melakukan pengawasan satu Provinsi
Banten,untuk melakukan pengawasan di Kota Serang diperlukan kerjasama lintas
sektor dengan Dinas Kesehatan Kota Serang. Adapun data yang diperoleh oleh
peneliti dari BPOM dan Dinas Kesehatan Kota Serang mengenai jumlah sarana
distribusi obat tradisional di Kota Serang sebagai berikut:
Tabel 3
Jumlah Sarana Distribusi Obat Tradisional Kota Serang
Tahun 2014
Keterangan
BPOM
Dinas Kesehatan
Kota Serang
Sarana Distribusi Obat Tradisional 34 16
(Sumber: Hasil Olah Data Peneliti, 2014)
Faktanya kerjasama antar BPOM dengan Dinas Kesehatan Kota Serang
belum berjalan dengan baik. Dimana terdapat perbedaan jumlah sarana distribusi
yang dimiliki BPOM dengan Dinas Kesehatan Kota Serang. Sehingga dalam hal
ini pengawasan yang dilakukan kurang optimal karena perbedaan jumlah sarana
distribusi tersebut terdapat sarana yang belum terdata dan terperiksa oleh Dinas
Kesehatan. Dimana seharusnya BPOM menginformasikan ke Dinas Kesehatan
Kota Serang terkait dengan jumlah sarana distribusi yang ada, sebagai tolak ukur
Dinas Kesehatan Kota Serang. Sehingga dalam hal ini pengawasan yang
dilakukan kurang optimal karena perbedaan jumlah sarana distribusi tersebut
terdapat sarana yang belum terdata dan terperiksa serta menyulitkan dalam
melakukan pengawasan. Kerjasama yang dilakukan oleh BPOM saat ini hanya
sebatas sebagai narasumber untuk kegiatan sosialisasi yang diadakan oleh Dinas
Kesehatan.
12
Kelima, Kurangnya informasi masyarakat mengenai obat tradisional ilegal
juga membuat peredaran obattradisional ilegal sulit dihentikan. Informasi
merupakan hal yang sangat penting untuk meningkatkan pengetahuan dan
perspektif terhadap sesuatu. Begitu juga dengan informasi mengenai obat
tradisional baik yang ilegal maupun yang resmi, agar masyarakat mendapatkan
cukup informasi mengenai produk yang mereka gunakan. Contohnya:
1. Public warning merupakan program Badan POM RI dalam memberikan
informasi kepada masyarakat mengenai obat dan makanan yang beredar
di masyarakat melalui website Badan POM RI. Namun, dalam
kenyataannya keberadaan public warning belum sepenuhnya diketahui
oleh masyarakat.
2. Kurang meratanya sosialisasi yang dilakukan oleh Balai POM kepada
masyarakat akan bahayanya obat tradisional yang tidak sesuai standar
yang ditentukan oleh Balai POM, sehingga masih banyak masyarakat
yang mengkonsumsinya. Kegiatan sosialisasi yang dilakukan Balai
POM, seperti pelaksanaan kegiatan KIE (Komunikasi Informasi dan
Edukasi)untuk memberikan informasi kepada masyarakat masih
berpusat di wilayah Tangerang.
Informasi mengenai obat tradisional sangat penting bagi masyarakat
disamping untuk mengetahui produk yang digunakan, masyarakat juga minimal
dapat menjaga dirinya sendiri dari efek yang berbahaya yang ditimbulkan akibat
mengkonsumsi obat yang ilegal dan secara tidak langsung dengan adanya
informasi yang cukup, dapat membantu pengawasan Balai POM karena
13
pengawasan tidak akan berjalan dengan baik bila tidak ada kerjasama yang baik
antara instansi dengan masyarakat. Sehingga diperlukannya suatu pengawasan
yang berkesinambungan dari Pemerintah Provinsi Banten khususnya dari Balai
Pengawas Obat dan Makanan Provinsi Banten.
Badan POM mempunyai tugas pengawasan obat dan makanan, namun
dalam prakteknya masih terdapat permasalahan-permasalahan yang sudah
dijelaskan diatas, maka penelititertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“Pengawasan BalaiPengawas Obat dan Makanan dalam Peredaran Obat
Tradisional di Kota Serang”.
1.2 Identifikasi Masalah
Pengawasan peredaran obat tradisional merupakan tugas Badan Pengawas
Obat dan makanan, namun setelah ditetapkannya otonomi daerah. Badan POM
menempatkan Balai Besar di setiap Provinsi, Balai POM provinsi merupakan
panjang tangan dari Badan POM pusat yang bertujuan untuk melakukan
pengawasan baik dalam bidang obat-obatan maupun makanan di Provinsi yang
merupakan tanggungjawab Balai POM setempat.
Dalam hal ini peneliti mengidentifikasikan masalah yang terdapat pada
Pengawasan Balai Pengawas Obat dan Makanan, yaitu sebagai berikut:
1. Ketidakjelasan waktu pengawasan di lapangan.
2. Masih dengan mudahnya ditemukan obat tradisional illegal di Kota
Serang.
3. Kurang optimalnya petugas BPOM dalam melakukan pengawasan
dilapangan
14
4. Kerjasama lintas sektoral belum optimal
5. Kurangnya informasi masyarakat mengenai obat tradisional ilegal juga
membuat peredaran obat tradisional ilegal sulit dihentikan.
1.3 Pembatasan dan Perumusan Masalah
Karena adanya keterbatasan dan sisi waktu, dana, dan tenaga, maka peneliti
membatasi penelitian hanya pada masalah Pengawasan Badan Pengawas Obat dan
Makanan dalam peredaran Obat-obatan Tradisional di Kota Serang. Hal ini
supaya penelitian dapat dilakukan lebih mendalam. Adapun perumusan
masalahnya adalah bagaimanakah Pengawasan Badan Pengawas Obat dan
Makanan dalam Peredaran Obat-obatan Tradisional di Kota Serang?.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
Pengawasan Badan Pengawas Obat dan Makanan dalam Peredaran Obat-Obatan
Tradisional di Kota Serang?
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik dari segi keilmuan maupun
dari segi praktis yaitu :
1. Dari segi keilmuan, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan
memberikan kontribusi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
khususnya ilmu Administrasi Negara.
2. Dari segi praktis, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi Badan
Pengawas Obat dan Makanan dalam merumuskan kebijakan dalam rangka
15
pengawasan, regulasi dan standarisasi khususnya di sektor obat-obatan
tradisional.
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini menjelaskan :
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
Latar belakang masalah menggambarkan ruang lingkup dan kedudukan
masalah yang akan diteliti dalam bentuk uraian secara deduktif, dari lingkup
yang paling umum hingga masalah dari masalah yang paling spesifik. Materi
dari uraian ini dapat bersumber pada hasil penelitian yang sudah ada
sebelumnya, hasil seminar ilmiah, hasil pengamatan, dan pemikiran logis.
Latar belakang masalah perlu diuraikan secara logis, jelas dan faktual.
1.2 Identifikasi masalah
Menjelaskan identifikasi peneliti terhadap permasalahan yang memuat
dari uraian pada latar belakang masalah diatas, identifikasi masalah dapat
diajukan pertanyaan atau pernyataan.
1.3 Pembatasan dan Perumusan Masalah
Dari sejumlah masalah hasil identifikasi tersebut diatas, selanjutnya
dilakukan pembatasan masalah sesuai dengan fokus penelitian. Kemudian
ditetapkan masalah yang paling penting yang berkaitan dengan interaksi antar
variabel.
16
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian mengungkapkan tentang sasaran yang ingin dicapai
dengan dilaksanakannya penelitian ini dan rumusan masalah penelitian.
1.5 Manfaat Penelitian
Menjelaskan manfaat teoritis dan praktis dari hasil penelitian.
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan menjelaskan tentang isi bab per bab secara singkat
dan jelas.
BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI
DASAR PENELITIAN
2.1 Kajian Teori
Kajian teori memuat hasil kajian terhadap sejumlah teori yang relevan
dengan permasalahan dan variable penelitian kemudian menyusunnya secara
teratur dan rapi yang digunakan untuk menemukan hipotesis. Dengan mengkaji
berbagai teori, maka kita akan memiliki konsep penelitian yang jelas, dapat
menyusun pertanyaan yang detail untuk diteliti. Hasil penting lainnya dari
kajian teori adalah didapatnya kerangka konseptual yang memadai yang
didalamnya tergambar konstruk dan variable yang diukur. Selain itu dari dari
kajian teori akan diturunkan dalam bentuk kisi-kisi instrumen. Kajian teori
harus factual dan up to date. Untuk meningkatkan kualitas kajian teori dan
pembahasannya harus dikaitkan dengan hasil-hasil penelitian yang relevan.
17
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu adalah kajian penelitian yang pernah dilakukan oleh
peneliti sebelumnya yang dapat diambil dari berbagai sumber ilmiah, baik
Skripsi, Tesis, Disertasi atau Jurnal Penelitian. Jumlah jurnal yang digunakan
minimal 2 jurnal.
2.3 Kerangka Pemikiran
Kerangka berfikir menggambarkan alur pikiran peneliti sebagai sebagai
kelanjutan dari deskripsi teori untuk memberikan penjelasan kepada pembaca
mengapa ia mempunyai anggapan seperti yang ditanyakandalam hipotesis
kemudian. Biasanya untuk memperjelas maksud peneliti, kerangka berfikir
dapat dilengkapi dengan bagan.
2.4 Asumsi Dasar Penelitian
Pada sub bab ini menjelaskan pikiran peneliti berdasarkan teori dan
kerangka berfikir disesuaikan dengan observasi awal yang kemudian peneliti
berasumsi tentang penelitian yang diteliti.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Menjelaskan metode yang dipergunakan dalam penelitian.
3.2 Fokus Penelitian
Bagian ini membatasi dan menjelaskan substansi materi kajian penelitian
yang akan dilakukan.
18
3.3 Lokasi Penelitian
Menjelaskan tempat (locus) penelitian dilaksanakan. Menjelaskan tempat
penelitian, serta alasan memilihnya jika dipandang perlu dapat memberi
deskripsi tentang tempat penelitian dilaksanakan.
3.4 Variabel Penelitian
3.4.1 Definisi Konsep
Definisi konseptual memberikan penjelasan tentang konsep dari
variabel yang akan diteliti menurut pendapat peneliti berdasarkan
kerangka teori yang akan digunakan.
3.4.2 Definisi Operasional
Definisi Operasional merupakan penjabaran konsep atau variabel
penelitian dalam rincian terukur (indikator penelitian). Variabel
penelitian dilengkapi dengan tabel matriks variabel, indikator, sub
indikator dan nomor pertanyaan sebagai lampiran.
3.5 Instrumen Penelitian
Menjelaskan tentang proses penyusunan dan jenis alat pengumpul data
yang digunakan, proses pengumpulan data, dan teknik penentuan kualitas
instrumen (validitas dan reliabilitas).
3.6 Informan Penelitian
Dalam sub bab ini menjelaskan informan penelitian yang mana akan
memberikan berbagai macam informasi yang dibutuhkan.
19
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Menjelaskan teknis analisis dan beserta rasionalismenya. Teknik analisis
data harus sesuai dengan sifat data yang diteliti.
3.8 Tempat dan Waktu
Menjelaskan tempat dan waktu penelitian itu dilaksanakan. Kalau
dirasakan perlu dapat sedikit diberi deskripsi tentang tempat penelitian itu
dilaksanakan.
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
Menjelaskan tentang objek penelitian yang meliputi lokasi penelitian yang
secara jelas.
4.2 Deskripsi Data
Menjelaskan hasil penelitian yang diolah dari data mentah dengan
menggunakan teknik analisis data yang relevan baik data kualitatif maupun
data kuantitatif.
4.3 Penyajian Data
Menjelaskan data yang telah didapatkan dari observasi di lapangan dan
menjelaskan informan yang ditentukan dalam penelitian ini yang senantiasa
berkaitan dengan permasalahan yang peneliti teliti.
4.4 Pembahasan Hasil Penelitian
Menghubungkan temuan hasil penelitian di lapangan dengan dasar teori
yang telah ditetapkan sejak awal.
20
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Menyimpulkan hasil penelitian yang diungkapkan secara singkat, mudah
dan dipahami. Selain itu kesimpulan penelitian harus sejalan dan sesuai
dengan permasalahan.
5.2 Saran
Berisi rekomendasi terhadap tindak lanjut dari sumbangan penelitian
terhadap bidang yang diteliti baik secara teoritis maupun praktis.
21
BAB II
KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI DASAR
PENELITIAN
2.1 Kajian Teori
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa istilah yang berkaitan
dengan masalah penelitian dengan mengklasifikasikan ke dalam teori yaitu teori
Pengawasan. Adapun penjelasannya sebagai berikut:
2.1.1 Manajemen
Manajemen adalah aktivitas manajerial dasar meliputi perencanaan dan
pengambilan keputusan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian.
Manajer terlihat dalam aktivitas ini untuk mengkombinasikan sumber daya
manusia, finansial, fisik dan informasi secara efisien dan efektif dan untuk
bekerja mencapai tujuan organisasi (Griffin, 2004).
a. Perencanaan dan pengambilan keputusan : menentukan arah tindakan
Perencanaan (Planning) berarti menetapkan tujuan organisasi dan
menentukan bagaimana cara terbaik untuk mencapainya. Pengambilan
keputusan (decision making), yang merupakan bagian dari proses
perencanaan adalah pemilihan suatu tindakan dari serangkaian alternatif.
Perencanaan dan pengambilan keputusan membantu mempertahankan
efektivitas manajerial karena menjadi petunjuk untuk aktivitas di masa
depan.
b. Pengorganisasian: Mengkoordinasikan Aktivitas dan Sumber Daya
Pengorganisasian (organizing) mencangkup penentuan bagaimana
cara mengelompokkan berbagai aktivitas dan sumber daya.
c. Kepemimpinan : memotivasi dan Mengelola Orang
Kepemimpinan (leading) adalah serangkaian proses yang dilakukan
agar anggota dari suatu organisasi bekerja sama demi kepentingan
organisasi tersebut.
21
22
d. Pengendalian : Memonitor dan Mengevaluasi Aktivitas
Pengendalian (controlling), atau pementauan kemajuan organisasi
dalam mencapai tujuannya. Ketika organisasi bergerak menuju
tujuannya, manajer harus memonitor kemajuan untuk memastikan
bahwa organisasi tersebut berkinerja sedemikian rupa sehingga akan
mencapai tujuannya pada waktu yang telah ditentukan.
2.1.2 Pengawasan
Berbagai fungsi manajemen dilaksanakan oleh para pimpinan dalam
rangka mencapai tujuan organisasi. Fungsi-fungsi yang ada didalam
manajemen diantaranya adalah fungsi perencanaan (Planning), fungsi
pengorganisasian (Organizing), fungsi pelaksanaan (Actuating) dan fungsi
pengawasan (Controlling).
Menurut Griffin (2004:44), keempat fungsi manajemen tersebut harus
dilaksanakan oleh seorang manajer secara berkesinambungan, sehingga dapat
merealisasikan tujuan organisasi. Pengawasan merupakan bagian dari fungsi
manajemen yang berupaya agar rencana yang sudah ditetapkan dapat tercapai
dengan efektif dan efisien.
Menurut Siagian dalam Makmur (2011:176), mendefinisikan
pengawasan sebagai berikut:
“pengawasan merupakan sebagai proses pengamatan dari pelaksanaan
seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang
sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan
sebelumnya”.
Dalam hal ini pengawasan dapat diartikan sebagai suatu proses untuk
menetapkan yang sudah dilaksanakan, menilainya dan mengoreksi bila perlu
dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula.
Dengan begitu proses pengawasan bertujuan untuk mengetahui kelemahan-
23
kelemahan serta kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam pelaksanaan rencana
dan berdasarkan kelemahan dan kesulitan yang telah diketahui tersebut diambil
tindakan untuk memperbaiki pada waktu itu atau waktu-waktu yang akan
datang.
Menurut Situmorang dalam Makmur (2011:176), mendefinisikan
pengawasan sebagai berikut:
“Pengawasan adalah setiap usaha dan tindakan dalam rangka untuk
mengetahui sejauh mana pelaksanaan tugas yang dilaksanakan menurut
ketentuan dan sasaran yang hendak dicapai”.
Berdasarkan definisi diatas, dalam hal ini pengawasan bisa menjadi
fungsi pengendali bagi manajemen untuk memastikan bahwa rencana-rencana
yang telah mereka tetapkan dapat berjalan secara mulus dan lancar sehingga
organisasi bisa mencapai setiap sasaran yang telah ditetapkannya.
Sedangkan menurut Makmur (2011:176), mendefinisikan pengawasan :
“pengawasan adalah suatu bentuk pola pikir dan pola petindakan untuk
memberikan pemahaman dan kesadaran kepada seseorang atau beberapa
orang yang diberikan tugas untuk dilaksanakan dengan menggunakan
berbagai sumber daya yang tersedia secara baik dan benar, sehingga tidak
terjadi kesalahan dan penyimpangan yang sesungguhnya dapat
menciptakan kerugian oleh lembaga atau organisasi yang bersangkutan”.
Berdasarkan definisi diatas dapat diketahui bahwa pengawasan memiliki
perbedaan tergantung tujuan dan sasaran yang hendak dicapai oleh sebab itu
pengawasan yang dilakukan sebelumnya harus memahami dan mengerti
kegiatan apa yang diawasi dan kegiatan apa yang dilakukannya.
Menurut G.R Terry dalam Hasibuan (2001:242) mengemukakan
pengawasan sebagai berikut:
24
“Pengawasan dapat didefinisikan sebagai proses penentuan, apa yang
harus dicapai yaitu standar, apa yang sedang dilakukan yaitu
pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan melakukan perbaikan-perbaikan,
sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana yaitu selaras dengan
standar”.
Dengan demikian dalam hal ini setiap aktivitas atau pekerjaan yang
dilakukan mendapat pengawasan setiap kali adanya kemajuan yang signifikan,
dimana pengawasan tersebut setiap pekerjaan yang terdapat masalah atau
hambatan langsung dilakukan langkah pengkoreksian atau evaluasi oleh atasan
dan bantuan dari bawahan itu sendiri, sehingga terjadi saling tukar pikiran
untuk menyelesaikan masalah tersebut agar sesuai dengan rencana dan selesai
dengan sempurna.
Menurut Henry Fayol dalam Harahap (2001:10) mengartikan
pengawasan sebagai berikut:
“Pengawasan mencakup upaya memeriksa apakah semua terjadi sesuai
dengan rencana yang ditetapkan, perintah yang dikeluarkan, dan prinsip
yang dianut. Juga dimaksudkan untuk mengetahui kelemahan dan
kesalahan agar dapat dihindari kejadiannya dikemudian hari.”
Sedangkan, Menurut Siagian (2003:30), mendefinisikan pengawasan
sebagai berikut:
“Pengawasan adalah memantau aktivitas pekerjaan karyawan untuk
menjaga perusahaan agar tetap berjalan kearah pencapaian tujuan dan
membuat koreksi jika diperlukan. Pengawasan secara umum berarti
pengendalian terhadap perencanaan apakah sudah dilaksanakan sesuai
tujuan atau penyimpangan dari tujuan yang diinginkan. Jika terjadi
penyimpangan, pihak manajemen yang terkait dalam pengawasan harus
memberikan petunjuk untuk melakukan perbaikan kerja, agar standar
perencanaan tidak jauh menyimpang dari hasil yang diperoleh pada saat
pelaksanaan”.
Berdasarkan penjelasan para ahli diatas, maka dapat diketahui bahwa
pengawasan merupakan suatu tindakan pemantauan atau pemeriksaan kegiatan
25
perusahaan untuk menjamin pencapaian tujuan sesuai dengan rencana yang
ditetapkan sebelumnya dan melakukan tindakan korektif yang diperlukan untuk
memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada sebelumnya. Pengawasan yang
efektif membantu usaha dalam mengatur pekerjaan agar dapat terlaksana
dengan baik.
Fungsi pengawasan merupakan fungsi terakhir dari proses manajemen.
Fungsi ini terdiri dari tugas-tugas memonitor dan mengevaluasi aktivitas
perusahaan agar target perusahaan tercapai. Dengan kata lain fungsi
pengawasan menilai apakah rencana yang ditetapkan pada fungsi perencanaan
telah tercapai.
2.1.3 Sistem Pengawasan
Sistem pengawasan yang efektif harus memenuhi beberapa prinsip
pengawasan yaitu adanya rencana tertentu dan adanya pemberian instruksi
serta wewenang-wewenang kepada bawahan. Rencana merupakan standar atau
alat pengukur pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan. Rencana tersebut
menjadi petunjuk apakah sesuatu pelaksanaan pekerjaan berhasil atau tidak.
Pemberian instruksi dan wewenang dilakukan agar sistem pengawasan itu
memang benar-benar dilaksanakan secara efektif.
Wewenang dan instruksi yang jelas harus dapat diberikan kepada
bawahan, karena berdasarkan itulah dapat diketahui apakah bawahan sudah
menjalankan tugas-tugasnya dengan baik. Atas dasar instruksi yang diberikan
kepada bawahan maka dapat diawasi pekerjaan seorang bawahan. Sistem
26
pengawasan akan efektif bilamana sistem pengawasan itu memenuhi prinsip
fleksibilitas.
Ini berarti bahwa sistem pengawasan itu tetap dapat dipergunakan,
meskipun terjadi perubahan terhadap rencana yang diluar dugaan. Menurut
Manullang (2002:173), mengemukakan bahwa terdapat dua pokok prinsip
pengawasan. Yang pertama, merupakan standar atau alat pengukur daripada
pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan. Prinsip yang kedua, merupakan
wewenang dan intruksi-intruksi yang jelas harus dapat diberikan kepada
bawahan karena berdasarkan itulah dapat diketahui apakah bawahan sudah
menjalankan tugas-tugasnya dengan baik. Atas dasar instruksi yang diberikan
kepada bawahan dapat diawasi pekerjaan seorang bawahan. Setelah kedua
prinsip pokok diatas, maka suatu sistem pengawasan haruslah mengandung
prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh Manullang (2002:173), sebagai berikut:
1. Pengawasan harus dapat mereflektif sifat-sifat dan kebutuhan-
kebutuhan dari kegiatan-kegiatan yang harus diawasi.
2. Dapat dengan segera melaporkan penyimpangan-penyimpangan.
3. Pengawasan bersifat fleksibel.
4. Pengawasan bersifat mereflektir pola organisasi.
5. Pengawasan harus bersifat ekonomis.
6. Dapat dimengerti, dan.
7. Pengawasan dapat menjamin diadakannya tindakan korektif.
Masing-masing kegiatan membutuhkan sistem pengawasan tertentu yang
berlainan dengan sistem pengawasan bagi kegiatan lainnya. Sistem
pengawasan haruslah dapat mereflektif sifat-sifat dan kebutuhan dari kegiatan-
kegiatan yang harus diawasi. Tujuan utama dari pengawasan ialah
mengusahakan agar apa yang direncanakan menjadi kenyataan. Oleh karena
itu, agar sistem pengawasan itu benar-benar efektif artinya dapat
27
merealisasikan tujuannya. Maka suatu sistem pengawasan setidak-tidaknya
harus dapat dengan segera melaporkan adanya penyimpangan-penyimpangan
dari rencana. Apa yang telah terjadi dapat disetir ke tujuan tertentu. Suatu
sistem pengawasan adalah efektif, bilamana sistem pengawasan itu memenuhi
prinsip fleksibilitas. Ini berarti bahwa sistem pengawasan itu tetap dapat
dipergunakan, meskipun terjadi perubahan-perubahan terhadap rencana diluar
dugaan.
2.1.4 Tujuan Pengawasan
Pelaksanaan kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
memerlukan pengawasan agar perencanaan yang telah disusun dapat terlaksana
dengan baik. Pengawasan dikatakan sangat penting karena pada dasarnya
manusia sebagai objek pengawasan mempunyai sifat salah dan khilaf. Oleh
karena itu manusia dalam organisasi perlu diawasi, bukan mencari
kesalahannya kemudian menghukumnya, tetapi mendidik dan
membimbingnya. Menurut Husaini (2001: 400), tujuan pengawasan adalah
sebagai berikut :
1. Menghentikan atau meniadakan kesalahan, penyimpangan,
penyelewengan, pemborosan, dan hambatan.
2. Mencegah terulang kembalinya kesalahan, penyimpangan,
pemborosan, dan hambatan.
3. Meningkatkan kelancaran operasi perusahaan.
4. Melakukan tindakan koreksi terhadap kesalahan yang dilakukan
dalam pencapaian kerja yang baik.
28
Bagan Tujuan Pengendalian:
Gambar 1
Tujuan Pengendalian
Sumber : Griffin (2004: 163)
Keterangan Gambar 2.1.Tujuan Pengendalian :
1. Beradaptasi dengan Perubahan Lingkungan
Organisasi akan menghadapi perubahan dalam lingkungan bisnis yang
tidak stabil dan bergejolak. Dalam rentang waktu antara penetapan tujuan
dan pencapaian tujuan, banyak kejadian dalam organisasi dan
lingkungannya yang dapat menuntun pergerakan kearah tujuan atau
menyimpangkan tujuan itu sendiri. Sistem pengawasan yang baik dapat
membantu para manajer mengantisipasi, memantau, dan merespon
perubahan.
2. Membatasi Akumulasi Kesalahan
Kesalahan-kesalahan kecil umumnya tidak menimbulkan kerusakan serius
pada kinerja organisasi. Namun dari waktu ke waktu, kesalahan-kesalahan
kecil dapat terakumulasi dan berdampak serius. Oleh karena itu
pengawasan diperlukan untuk menghindari terjadinya kesalahan-kesalahan
kecil yang dapat berulang-ulang. Dengan adanya pengawasan, manajer
dapat melihat penyebab terjadinya kesalahan dan dapat mengambil
keputusan untuk bekerja lebih cermat.
3. Mengatasi Kompleksitas organisasi
Perusahaan jika hanya menggunakan satu jenis bahan baku atau sumber
daya, membuat satu jenis produk atau jasa, memiliki desain organisasi
yang sederhana, dan mengalami permintaan produk yang konstan, maka
para manajernya dapat membuat sistem pengawasan yang minim dan
sederhana. Tetapi apabila perusahaan yang memproduksi produk dan jasa
dengan memakai beragam bahan baku dan sumber daya dan memiliki area
pasar yang luas, desain organisasi yang rumit, serta memiliki banyak
Beradaptasi
denganperubahan
lingkungan
Membatasi akumulasi
kesalahan
Pengendalian Membantu
organisasi
Mengatasi
kompleksitas
Meminimalisir biaya
29
pesaing memerlukan sistem yang canggih untuk membuat pengawasan
yang memadai.
4. Meminimalisir Biaya
Pengawasan juga dapat membantu mengurangi biaya dan meningkatkan
output apabila dipraktekkan secara efektif. Secara filosofis dikatakan
bahwa pengawasan sangat penting karena manusia pada dasarnya
mempunyai sifat salah atau khilaf, sehingga manusia dalam organisasi
perlu diawasi, bukan untuk mencari kesalahannya kemudian
menghukumnya tetapi untuk mendidik dan membimbingnya.
Definisi ini tidak hanya terpaku pada apa yang direncanakan, tetapi
mencakup dan melingkupi tujuan organisasi. Hal tersebut akan mempengaruhi
sikap, cara, sistem, dan ruang lingkup pengawasan yang akan dilakukan oleh
seorang manajer. Pengawasan sangat penting dilakukan oleh perusahaan dalam
kegiatan operasionalnya untuk mencegah kemungkinan terjadinya
penyimpangan–penyimpangan dengan melakukan tindakan koreksi terhadap
penyimpangan tersebut untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh
perusahaan sebelumnya.
Menurut Maringan (2004: 61) menyatakan tujuan pengawasan adalah
sebagai berikut:
1. Mencegah dan memperbaiki kesalahan, penyimpangan,
ketidaksesuaian dalam pelaksanaan tugas yang dilakukan.
2. Agar pelaksanaan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang
telah ditetapkan sebelumnya.
Tujuan perusahaan dapat tercapai, jika fungsi pengawasan dilakukan
sebelum terjadinya penyimpangan-penyimpangan sehingga lebih bersifat
mencegah (prefentive control). Dibandingkan dengan tindakan-tindakan
pengawasan sesudah terjadinya penyimpangan, maka tujuan pengawasan
adalah menjaga hasil pelaksanaa kegiatan sesuai dengan rencana. Ketentuan-
ketentuan dan infrastruktur yang telah ditetapkan benar-benar
30
diimplementasikan. Sebab pengawasan yang baik akan tercipta tujuan
perusahaan yang efektif dan efisien.
2.1.5 Jenis-Jenis Pengawasan
Menurut Maringan (2004: 62), Pengawasan terbagi 4 yaitu:
1. Pengawasan dari dalam perusahaan. Pengawasan yang dilakukan oleh
atasan untuk mengumpul data atau informasi yang diperlukan oleh
perusahaan untuk menilai kemajuan dan kemunduran perusahaan.
2. Pengawasan dari luar perusahaan. Pengawasan yang dilakukan oleh
unit di luar perusahaan . Ini untuk kepentingan tertentu.
3. Pengawasan Preventif. Pengawasan dilakukan sebelum rencana itu
dilaksakaan. Dengan tujuan untuk mengacah terjadinya
kesalahan/kekeliruan dalam pelaksanaan kerja.
4. Pengawasan Represif. Pengawasan Yang dilakukan setelah adanya
pelaksanaan pekerjaan agar hasilnya sesuai dengan yang
direncanakan.
Dari jenis-jenis pengawasan diatas maka dapat diketahui bahwa
pengawasan merupakan tindakan yang dilakukan oleh para instansi/badan
dalam pelaksanaan kegiatan untuk meminimalisir kesalahan atau
penyimpangan. Dengan begitu dapat diketahui apakah pelaksanaan kegiatan
tersebut sudah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan
sebelumnya atau malah justru menyimpang dari ketentuan tersebut.
Menurut Ernie dan Saefullah (2005: 327), jenis pengawasan terbagi atas
3 yaitu:
1. Pengawasan Awal. Pengawasan yang dilakukan pada saat dimulainya
pelaksanaan pekerjaan. Ini dilakukan untuk mencegah terjadinya
penyimpangan dalam pelaksanaan perkerjaan.
2. Pengawasan Proses. Pengawasan dilakukan pada saat sebuah proses
pekerjaan tengah berlangsung untuk memastikan apakah pekerjaan
tengah berlangsung untuk memastikan apakah pekerjaan yang
dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.
3. Pengawasan Akhir. Pengawasan yang dilakukan pada saat akhir
proses pengerjaan pekerjaan.
31
Berdasarkan jenis pengawasan diatas dapat diketahui bahwa pengawasan
merupakan pemandu bagi jalannya suatu kegiatan agar sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya, kegiatan akan berjalan dengan sempurna
bila pengawasan yang dilakukan dari awal kegiatan, hingga proses kegiatan
sampai akhir kegiatan tersebut dilakukan.
2.1.6 Sifat dan Waktu Pengawasan
Menurut Hasibuan (2001 : 247), sifat dan waktu pengawasan terdiri dari :
1. Preventive controll, adalah pengendalian yang dilakukan sebelum
kegiatan dilakukan untuk menghindari terjadinya penyimpangan-
penyimpangan dalam pelaksanaannya. Preventive controll ini
dilakukan dengan cara :
1) Menentukan proses pelaksanaan pekerjaan.
2) Membuat peraturan dan pedoman pelaksanaan pekerjaan.
3) Menjelaskan dan atau mendemonstrasikan cara pelaksanaan
pekerjaan itu.
4) Mengorganisasi segala macam kegiatan.
5) Menentukan jabatan, job description, authority, dan responsibility
bagi setiap individu karyawan.
6) Menetapkan sistem koordinasi pelaporan dan pemeriksaan.
7) Menetapkan sanksi-sanksi bagi karyawan yang membuat
kesalahan.
Preventive controll adalah pengendalian terbaik karena dilakukan
sebelum terjadi kesalahan.
2. Repressive Controll, adalah pengendalian yang dilakukan setelah
terjadi kesalahan dalam pelaksanaannya, dengan maksud agar tidak
terjadi pengulangan kesalahan, sehingga hasilnya sesuai dengan yang
diinginkan.
Repressive controll ini dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1) Membandingkan hasil dengan rencana.
2) Menganalisis sebab-sebab yang menimbulkan kesalahan dan
mencari tindakan perbaikannya.
3) Memberikan penilaian terhadap pelaksanaannya, jika perlu
dikenakan sanksi hukuman kepadanya.
4) Menilai kembali prosedur-prosedur pelaksanaan yang ada.
5) Mengecek kebenaran laporan yang dibuat oleh petugas pelaksana.
6) Jika perlu meningkatkan keterampilan atau kemampuan
pelaksanamelalui training dan education.
32
3. Pengawasan saat proses dilaksanakan yaitu jika terjadi kesalahan
langsung diperbaiki.
4. Pengawasan berkala, adalah pengendalian yang dilakukan secara
berkala, misalnya per bulan, per semeter, dan lain-lain.
5. Pengawasan mendadak, adalah pengawasan yang dilakukan secara
mendadak untuk mengetahui apakah pelaksanaan atau peraturan-
peraturan yang ada telah dilaksanakan atau tidak dilaksanakan dengan
baik. Pengawasan mendadak ini sekali-sekali perlu dilakukan, supaya
kedisiplinan karyawan tetatp terjaga dengan baik.
6. Pengawasan melekat (waskat) adalah pengawasan yang dilakukan
secara integratif mulai dari sebelum, pada saat, dan sesudah kegiatan
operasional dilakukan.
Berdasarkan pendapat yang diungkapkan Hasibuan diatas, dapat
diketahui bahwa pengawasan yang baik harus memiliki atau melalui tahapan-
tahapan tertentu sebagai bentuk dari suatu proses kegiatan pengawasan, serta
memiliki waktu-waktu tertentu dalam proses pengawasan agar kegiatan
berjalan sesuai dengan rencana.
2.1.7 Fungsi Pengawasan
Menurut Ernie dan Saefullah (2005: 12), fungsi pengawasan adalah :
1. Mengevaluasi keberhasilan dan pencapaian tujuan serta target sesuai
dengan indikator yang di tetapkan.
2. Mengambil langkah klarifikasi dan koreksi atas penyimpangan yang
mungkin ditemukan.
3. Melakukan berbagai alternatif solusi atas berbagai masalah yang
terkait dengan pencapaian tujuan perusahaan.
Sedangkan, Menurut Maringan (2004: 62), fungsi pengawasan adalah :
1. Mempertebal rasa tanggung jawab terhadap pejabat yang diserahi
tugas dan wewenang dalam melaksanakan pekerjaan.
2. Mendidik para pejabat agar mereka melaksanakan pekerjaan sesuai
dengan prosedur yang telah ditentukan.
3. Untuk mencegah terjadinya penyimpangan, penyelewengan, kelalaian,
dan kelemahan agar tidak terjadi kerugian yang tidak diinginkan.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa pengawasan adalah mengevaluasi hasil dari aktifitas
33
pekerjaan yang telah dilakukan dalam perusahaan dan melakukan tindakan
koreksi yang diperlukan untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada
sebelumnya. Pengawasan yang efektif membantu usaha dalam mengatur
pekerjaan agar dapat terlaksana dengan baik.
2.1.8 Teknik-Teknik Pengawasan
Menurut Siagian (2003:112) Proses pengawasan pada dasarnya dilakukan
dengan mempergunakan dua macam teknik yaitu:
1. Pengawasan Langsung, yaitu pengawasan yang dilakukan sendiri oleh
pimpinan. Dalam hal ini pimpinan langsung datang dan memeriksa
kegiatan yang sedang dijalankan oleh bawahan. Pengawasan langsung
dapat berbentuk:
1. Inspeksi langsung
Kunjungan langsung dalam melakukan pengawasan atau
pemeriksaan pada sebuah kegiatan yang sedang dilakukan.
2. On-the-Spot observation
Melakukan pengamatan atau peninjauan langsung di lapangan
secara cermat, mencatat fenomena yang muncul dalam sebuah
kegiatan yang dilakukan.
3. On-the-spot report
Memberikan laporan langsung dilapangan mengenai temuan-
temuan masalah yang terjadi dalam sebuah kegiatan yang
dilakukan di lapangan.
2. Pengawasan tidak langsung, Pengawasan yang dilakukan dari jarak
jauh. Pengawasan dilakukan melalui laporan yang disampaikan oleh
para bawahan. Baik itu tertulis maupaun lisan.
2.1.9 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengawasan.
Fakor-faktor yang mempengaruhi pengawasan, berikut akan
dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut. Menurut Mulyadi (2007: 770),
mengemukakan beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pengawasan
adalah:
34
1. Perubahan yang selalu terjadi baik dari luar maupun dari dalam
organisasi.
2. Kompleksitas organisasi memerlukan pengawasan formal karena
adanya desentralisasi kekuasaan.
3. Kesalahan/Penyimpangan yang dilakukan anggota organisasi.
MacRae (2003:28) menjelaskan bahwa pemantauan (monitoring)
menyediakan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang akiat dari
kebijakan yang di ambil sebelumnya. Ini membantu pengambil kebijakan pada
tahap implementasi kebijakan. Banyak badan secara teratur memantau hasil
dan dampak kebijakan dengan menggunakan beberapa indikator kebijakan
dibidang kesehatan, pendidikan, perumahan, kesejahteraan, kriminalitas dan
ilmu dan teknologi.
Pemantauan membantu menilai tingkat kepatuhan, menemukan akibat-
akibat yang tidak diinginkan dari kebijakan dan program, mengidentifikasi
hambatan dan rintangan implementasi dan menemukan letak pihak-pihak yang
beranggung jawab pada setiap kebijakan. Strategi pemantauan menurut
Widodo (2011:94-96) sama dengan implementasi yaitu;
“menetapkan siapa yang melakukan, bagaimana SOP untuk melakukan
kontrol, berapa besar anggaran, peralatan yang diperlukan, dan jadwal
pelaksanaan pengawasan”.
1. Pelaku Kontrol Pelaksanaan Kebijakan
Pelaku kontrol pelaksanaan kebijakan dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu kontrol eksternal dan kontrol internal.Pelaku kontrol
internal (internal control) dapat dilakukan oleh unit atau bagian
monitoring dan pengendalian, dan badan pengawas daerah.Pelaku
kontrol eksternal (external control) dapat dilakukan oleh DPRD, LSM
dan komponen masyarakat.
2. Strandar Operasional Pemantauan
SOP kontrol atas pelaksanaan kebijakan dapat digambarkan sebagai
berikut:
1. Organisasi harus menetapkan serangkaian tujuan yang dapat diukur
dari aktivitas yang telah direncanakan.
35
2. Alat monitoring harus disusun untuk mengukur kinerja individu,
program, atau system secara keseluruhan
3. Pengukuran diperoleh melalui penerapan berbagai alat monitoring
untuk mengoreksi setiap penyimpangan yang berarti.
4. Tindakan korektif dapat mencakup usaha-usaha yang mengarah
pada kinerja yang ditetapkan dalam rencana atau modifikasi
rencana ke arah mendekati kinerja.
3. Sumber Daya Keuangan dan Peralatan
Untuk melakukan kontrol atas pelaksanaan suatu kebijakan,
disamping memerlukan dana yang cukup juga diperlukan peralatan
yang memadai. Besarnya anggaran dan jenis peralatan untuk
melakukan kontrol sangat tergantung pada variasi dan kompleksitas
pelaksanaan suatu kebijakan. Sumber anggaran dapat berasal dari
anggaran pendapatan belanja Negara (APBN), anggaran pendapatan
belanja daerah (APBD), lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan
swadaya masyarakat.
4. Jadwal Pelaksanaan Kontrol
Dalam kontrol internal, pelaksanaan dapat dilakukan setiap bulan,
setiap triwulan, atau setiap semester sekali. Namun dalam kontrol
eksternal berada di luar organisasi dan bukan menjadi kewenangan
organisasi yang menjadi pelaku kontrol untuk melakukan
penjadwalan. Selain itu kontrol eksternal sulit dilakukan intervensi.
Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa pengawasan merupakan
aspek yang sangat penting dari suatu kebijakan yang sudah diimplementasikan.
Dengan adanya pengawasan, kita dapat menilai sejauh mana kinerja para
pegawai dalam melaksanakan tugasnya. Selain itu, pengawasan juga dapat
dijadikan bahan evaluasi dari suatu kebijakan yang dikeluarkan, apakah sudah
berjalan secara efektif atau belum. Sehingga, menjadi masukan kedepannya
dalam pencapaian suatu kebijakan tersebut.
2.1.10 Obat
Salah satu komponen kesehatan yang sangat penting adalah tersedianya
obat sebagai sebagian pelayanan kesehatan masyarakat. Hal itu karena obat
digunakan untuk mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan
penyakit atau gelaja penyakit yang menyebabkan kelainan badaniah dan
36
rohaniah pada manusia. Dalam pelayanan kesehatan, obat merupakan
komponen yang penting karena diperlukan dalam sebagian besar upaya
kesehatan.
Definisi Obat menurut PerMenKes/1010/MenKes/Per/XI/2008:
1) Obat adalah obat jadi yang merupakan sediaan atau paduan bahan-
bahan termasukproduk biologi dan kontrasepsi, yang siap digunakan
untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan dan peningkatan kesehatan.
Definisi Obat menurut UU no.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan:
2) Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau
keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi,
untuk manusia.
Dari penjelasan tersebut dapat diketahui pengertian obat adalah semua
bahan tunggal/campuran yang dipergunakan oleh semua makhluk hidup untuk
bagian dalam dan luar tubuh guna mencegah, meringankan, dan
menyembuhkan penyakit.
2.1.11 Obat Tradisional
Sesuai Pasal 1 Peraturan Kepala Badan POM No. HK.00.05.4.1384
Tahun 2005 tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional,
Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka, ditetapkan bahwa :
1) Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik)
atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun temurun telah
digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
2) Jamu adalah Obat Tradisional Indonesia.
3) Obat Herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah
dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji
praklinik dan bahan bakunya telah distandardisasi.
37
4) Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan
keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan
klinik, bahan baku dan produk jadinya telah distandardisasi.
5) Sediaan galenik adalah hasil ekstraksi simplisia yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan atau hewan.
(Unit Layanan Pengaduan Konsumen BPOM, 2013)
Dalam PermenKes Republik Indonesia Nomor 006 Tahun 2012
TentangIndustri Dan Usaha Obat Tradisional, ditetapkan bahwa:
1) Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau
campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah
digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan
norma yang berlaku di masyarakat
Dalam UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, di sebutkan bahwa:
2) Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yangberupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,sediaan sarian (galenik), atau
campuran dari bahantersebut yang secara turun temurun telah
digunakanuntuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan
norma yang berlaku di masyarakat.
2.1.12 Standardisasi Obat Tradisional
Standardisasi Obat Tradisional pada dasarnya mencakup bahan atau
simplisia, produk jadi dan proses pembuatan. Dewasa ini standar produk obat
tradisional masih terbatas pada aspek mutu dan keamanan, belum mencakup
pada aspek khasiat/kemanfaatan.
Adapun untuk standar proses pembuatan telah ditetapkan dalam bentuk
Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB). CPOTB belum
dilaksanakan di sebagian besar industri obat tradisonal terutama Industri Kecil
Obat Tradisional (IKOT). Secara garis besar obat tradisional dapat dibagi
menjadi :
38
1. Hasil Tanaman Obat Keluarga (TOGA), Obat tradisional hasil
TOGA yang pemanfaatannya pada umumnya digunakan oleh
keluarga yang bersangkutan, standardisasi yang perlu dilakukan
adalah kebenaran tanaman yang digunakan dan kebersihan dalam
proses pembuatannya.
2. Jamu,Digunakan untuk pengobatan sendiri terdiri yang
tidakmemerlukan izin produksi (sesuai Permenkes no.246/Menkes/
per/V/1990), meliputi:
1) Jamu Racikan
2) Jamu Gendong
Seperti halnya dengan obat tradisional hasil TOGA standar yang
dibutuhkan adalah kebenaran tanaman yang digunakan dan
kebersihan proses pembuatannya. Harus ada izin produksi dan izin
edar, yaitu Jamu yang diproduksi dan diedarkan oleh:
1) Industri Obat Tradisional (IOT)
2) Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT)
Standar yang harus dipenuhi adalah standar mutu dan keamanan,
sedangkan untuk proses pembuatannya harus sesuai dengan
ketentuan CPOTB terutama untuk IOT.
3. Fitofarmaka :
Dapat digunakan pada Pelayanan Kesehatan Formal. Berbagai Uji
Laboratorium merupakan persyaratan mutlak yang harus dilakukan
untuk sediaan fitofarmaka, beberapa uji yang harus dilakukan antara
lain :
1) Penapisan fitokimia untuk mengetahui jenis kandungan senyawa
pada tanaman tersebut.
2) Uji Toksisitas untuk mengetahui keamanan bila dikonsumsi untuk
pengobatan.
3) Uji Farmakologi eksperimental terhadap binatang percobaan.
4) Uji Klinis untuk memastikan efek Farmakologi, keamanan dan
manfaat klinis untuk pencegahan, pengobatan penyakit atau gejala
penyakit. (Sumber: kancil9.blogspot.com)
2.1.13 Logo Obat Tradisional
Obat tradisional dibagi menjadi 3 jenis yaitu, jamu, obat herbal
terstandar dan fitofarmaka, adapaun penjelasannya sebagai berikut:
39
Gambar 2
Logo Jamu
(Sumber: Unit Layanan Pengaduan Konsumen BPOM, 2014)
Jamu adalah sediaan bahan alam yang khasiatnya belum dibuktikan
secara ilmiah, dalam kata lain, belum mengalami uji klinik maupun uji
praklinik, namun khasiat tersebut dipercaya oleh orang berdasarkan
pengalaman empiric. Dalam sediaan jamu, bahan baku yang digunakan pun
belum mengalami standarisasi karena masih menggunakan seluruh bagian
tanaman. Jamu disajikan secara tradisional dalam bentuk seduhan, pil, atau
cairan.
Umumnya, obat tradisional ini dibuat dengan mengacu pada resep
peninggalan leluhur. Jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah secara uji
klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris. Logo jamu berupa ranting daun
terletak dalam lingkaran dan harus mencantumkan tulisan “JAMU” seperti
gambar 2.
40
Gambar 3
Logo Obat Herbal Terstandar
(Sumber: Unit Layanan Pengaduan Konsumen BPOM, 2014)
Obat Herbal Terstandar (OHT) merupakan sediaan obat bahan alam
yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji
praklinik dan bahan bakunya telah di standarisasi. OHT memiliki grade
setingkat di bawah fitofarmaka. OHT belum mengalami uji klinis, namun
bahan bakunya telah distandarisasi untuk menjaga konsistensi kualitas
produknya.
Uji praklinik dengan hewan uji, meliputi uji khasiat dan uji manfaat,
dan bahan bakunya telah distandarisasi. Logo Herbal Terstandar berupa jari-
jari daun (3 pasang) terletak dalam lingkaran dan harus mencantumkan
tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR” seperti gambar 3. Ada lima
macam uji praklinis yaitu uji eksperimental in vitro, uji eksperimental in vivo,
uji toksisitas akut, uji toksisitas subkronik, dan uji toksisitas khusus.
41
Gambar 4
Logo Fitofarmaka
(Sumber: Unit Layanan Pengaduan Konsumen BPOM, 2014)
Fitofarmaka merupakan sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan
keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik,
bahan baku dan produk jadinya telah distandarisasi. Salah satu syarat agar
suatu calon obat dapat dipakai dalam praktek kedokteran dan pelayanan
kesehatan formal (fitofarmaka) adalah jika bahan baku tersebut terbukti aman
dan memberikan manfaat klinik. Logo Fitofarmaka berupa jari-jari daun (yang
kemudian membentuk bintang) terletak dalam lingkaran dan harus
mencantumkan tulisan “FITOFARMAKA” seperti gambar 4.
2.2 Penelitian Terdahulu
Sebagai pertimbangan dalam penelitian ini, dicantumkan hasil penelitian
terdahulu yang pernah peneliti baca sebelumnya yang sejenis dengan penelitian
ini. Penelitian terdahulu ini bermanfaat dalam mengolah atau memecahkan
masalah yang timbul dalam pengawasan Balai Pengawas Obat dan Makanan
dalam peredaran obat tradisional di Kota Serang. Walaupun lokus dan masalahnya
tidak sama persis tetapi sangat membantu peneliti dalam menemukan sumber-
42
sumber pemecahan masalah penelitian ini. Berikut ini adalah hasil penelitian yang
peneliti baca.
Penelitian yang dilakukan oleh Norita Palita Silalahi, Universitas Atma Jaya
Yogyakarta pada Tahun 2011. Dengan judul Skripsi Efektifitas Pelaksanaan
Pengawasan oleh BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) atas beredarnya
Obat Tradisional yang Mengandung Bahan Kimia Obat yang Beredar di
Yogyakarta. Dalam penelitian tersebut diketahui bahwa peranan BPOM dalam
mengawasi peredaran produk obat tradisional di Kota Yogyakarta dapat dikatakan
masih lemah. Pengawasan yang dilakukan BPOM sebulan sekali tidak berjalan
efektif dikarenakan masih banyak terdapat penjualan atau peredaran produk OT
(Obat Tradisional) yang mengandung BKO (Bahan Kimia Obat), dan kurangnya
tindakan pencegahan serta tidak diterapkan sanksi hukuman yang tegas atau
dengan kata lain sanksi yang diterapkan masih dinilai ringan. Hambatan yang
ditemukan dalam penelitian tersebut adalah hambatan internal dan hambatan
eksternal. Hambatan internal meliputi kurangnya jumlah sumber daya manusia
BPOM Yogyakarta, kurangnya sarana dan fasilitas BPOM Yogyakarta yang
belum mampu mengimbangi beban kerja yang semakin bertambah serta
langkanya beberapa komoditi OMKA (Obat, Makanan Kosmetik dan Alat
Kesehatan) sebagai bahan baku pembanding yang tercantum dalam prioritas
sampling. Hambatan eksternal meliputi rendahnya sumber daya manusia baik
produsen maupun konsumen, dan masih rendahnya sanksi yang diterima pelaku
usaha yang melakukan pelanggaran.
43
Penelitian yang dilakukan oleh Norita Palita Silalahi tersebut memiliki
kesamaan dengan penelitian yang peneliti lakukan dimana fokus penelitiannya
yaitu mengenai pelaksanaan pengawasan BPOM dalam peredaran obat tradisional
ilegal atau mengandung BKO (Bahan Kimia Obat). Namun dalam hal ini, terdapat
perbedaan dalam metodologi penelitian yang digunakan serta lokasi penelitiannya,
dimana dalam penelitian yang dilakukan oleh Norita Palita Silalahi menggunakan
metodologi penelitian kuantitatif dan dilakukan di Kota Yogyakarta. Sedangkan
penelitian yang peneliti lakukan menggunakan metodologi penelitian kualitatif
dan dilakukan di Kota Serang.
Penelitian berikutnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Meliza Edtriani,
yang berupa Jurnal S1 Ilmu Administrasi Negara Hal. 10 Volume 1 Nomor 2 dari
Universitas Bina Widya pada Tahun 2012. Dengan judul Jurnal Pelaksanaan
Pengawasan Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Terhadap
Peredaran Makanan dan Minuman Tanpa Izin Edar (TIE) di Kota Pekanbaru
Tahun 2012. Dalam penelitian tersebut diketahui bahwa pelaksanaan pengawasan
makanan dan minuman tanpa izin edar di Kota Pekanbaru belum optimal.
Dikarenakan masih terdapatnya makanan dan minuman tanpa izin edar yang
beredar dipasaran. Hambatan yang ditemukan dalam penelitian tersebut adalah
rendahnya integritas pengawasan yang didasari oleh keterbatasan jumlah staff
BBPOM dan rendahnya sistem pengawasan BBPOM terhadap peredaran makanan
dan minuman tanpa izin edar karena dalam prakteknya BBPOM melakukan
pengawasan secara berskala dan acak.
44
Penelitian yang dilakukan oleh Meliza Edtriani tersebut tidak jauh berbeda
dengan penelitian yang peneliti lakukan dimana fokus penelitiannya yaitu
mengenai pelaksanaan pengawasan Balai Pengawas Obat dan Makanan. Namun
dalam hal ini, terdapat perbedaan lokus dan fokus penelitiannya, dimana dalam
penelitian yang dilakukan oleh Meliza Edtriani fokus penelitiannya mengenai
pelaksanaan pengawasan BPOM terhadap peredaran makanan dan minuman dan
dilakukan di Kota Pekanbaru. Sedangkan penelitian yang peneliti lakukan yaitu
mengenai pelaksanaan pengawasan BPOM dalam peredaran obat tradisionalnya
dan dilakukan di Kota Serang.
Penelitian berikutnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh David Agutinus
Purba, yaitu Jurnal S1 Ilmu Administrasi Negara Hal. 3 Volume 2 Nomor 2
Universitas Tanjungpura pada Agustus, 2013. Dengan judul Jurnal Pelaksanaan
Fungsi Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Kota Pontianak. Dalam
penelitian tersebut diketahui bahwa pengawasan yang dilakukan oleh BBPOM
Kota Potianak masih lemah. Pengawasan yang dilakukan BBPOM Kota Pontianak
yaitu pengawasan langsung dan tidak langsung dan dalam pelaksanaanya masih
rendah. Pengawasan langsung hanya dilakukan dua kali dalam setahun bahkan
masih ada sarana distribusi belum pernah dilakukan pemeriksaan oleh BBPOM
Pontianak. Hambatan yang ditemukan dalam penelitian tersebut yaitu minimnya
jumlah pegawai, sanksi hukum yang kurang tegas dan ringan, dan masih
rendahnya pemahaman masyarakat akan bahaya sebuah produk yang mengandung
BKO (Bahan Kimia Obat).
45
Penelitian yang dilakukan oleh David Agutinus Purba tersebut tidak jauh
berbeda dengan penelitian yang peneliti lakukan dimana fokus penelitiannya yaitu
mengenai pelaksanaan pengawasan Balai Pengawas Obat dan Makanan. Namun
dalam hal ini, terdapat perbedaan lokus dan fokus penelitiannya, dimana dalam
penelitian yang dilakukan oleh David Agutinus meneliti pelaksanaan pengawasan
BPOM secara umum dan dilakukan di Kota Pekanbaru. Sedangkan penelitian
yang peneliti lakukan yaitu mengenai pelaksanaan pengawasan BPOM secara
khusus yaitu pengawasan dalam peredaran obat tradisionalnya dan dilakukan di
Kota Serang.
2.3 Kerangka Pemikiran
Penelitian ini akan meneliti tentang pengawasan Balai Pengawas Obat dan
Makanan dalam hal pengawasan peredaran obat tradisional di Kota Serang. Dalam
penyusunan kerangka berfikir, peneliti penggunakan teori pengawasan yang
dikemukakan oleh Widodo yang memberikan gambaran tentang strategi yang
dilakukan dalam melakukan pengawasan kebijakan atau pelaksanaan suatu
kegiatan. Model pengawasan yang dikemukakan oleh Widodo (2011:94-96),
dapat dijelaskan bahwa suatu kebijakan yang diimplementasikan harus dikontrol
dengan adanya unsur-unsur yang melengkapinya diantaranya:
1. Pelaku Kontrol Pelaksanaan Kebijakan
Pelaku kontrol pelaksanaan kebijakan dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu kontrol eksternal dan kontrol internal. Pelaku kontrol
internal (internal control) dapat dilakukan oleh unit atau bagian
monitoring dan pengendalian, dan badan pengawas daerah. Pelaku
kontrol eksternal (external control) dapat dilakukan oleh DPRD, LSM
dan komponen masyarakat.
2. Strandar Operasional Pemantauan
Standard Operational Prosedure (SOP) kontrol atas pelaksanaan
kebijakan dapat digambarkan sebagai berikut:
46
1. Organisasi harus menetapkan serangkaian tujuan yang dapat diukur
dari aktivitas yang telah direncanakan.
2. Alat monitoring harus disusun untuk mengukur kinerja individu,
program, atau sistem secara keseluruhan
3. Pengukuran diperoleh melalui penerapan berbagai alat monitoring
untuk mengoreksi setiap penyimpangan yang berarti.
4. Tindakan korektif dapat mencakup usaha-usaha yang mengarah pada
kinerja yang ditetapkan dalam rencana atau modifikasi rencana kearah
mendekati kinerja.
3. Sumber Daya Keuangan dan Peralatan
Untuk melakukan kontrol atas pelaksanaan suatu kebijakan, disamping
memerlukan dana yang cukup juga diperlukan peralatan yang memadai.
Besarnya anggaran dan jenis peralatan untuk melakukan kontrol sangat
tergantung pada variasi dan kompleksitas pelaksanaan suatu
kebijakan.Sumber anggaran dapat berasal dari anggaran pendapatan
belanja Negara (APBN), anggaran pendapatan belanja daerah (APBD),
lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan swadaya masyarakat.
4. Jadwal Pelaksanaan Kontrol
Dalam kontrol internal, pelaksanaan dapat dilakukan setiap bulan, setiap
triwulan, atau setiap semester sekali. Namun dalam kontrol eksternal
berada diluar organisasi dan bukan menjadi kewenangan organisasi yang
menjadi pelaku kontrol untuk melakukan penjadwalan. Selain itu kontrol
eksternal sulit dilakukan intervensi.
47
Adapun kerangka berfikir peneliti dalam penelitian ini adalah :
Gambar 5
Kerangka Berfikir
(Peneliti, 2014)
1. Ketidakjelasan waktu pengawasan dilapangan.
2. Masih dengan mudahnya ditemukan obat tradisional ilegal di Kota Serang.
3. Kurang optimalnya petugas BPOM dalam melakukan pengawasan
dilapangan.
4. Kerjasama lintas sektor belum optimal.
5. Kurangnya informasi masyarakat mengenai obat tradisional ilegal.
Peraturan Perundangan Terkait:
1. UU No.8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
2. Keppres No. 103 Tahun 2001
tentang Kedudukan, Tugas,
Fungsi, Kewenangan, Susunan
Organisasi dan Tata Kerja
Lembaga Pemerintah Non
Departemen
Strategi Pengawasan Menurut Joko
Widodo (2011:94-96):
1. Pelaku pengawasan pelaksanaan
kebijakan.
2. SOP pengawasan.
3. Sumber daya keuangan dan
peralatan.
4. Jadwal pelaksanaan Pengawasan.
Pengawasan Balai POM Provinsi Banten dalam Peredaran Obat Tradisional di Kota
Serang berjalan dengan optimal
48
2.4 Asumsi Dasar
Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan pembahasan pada pengawasan
peredaran obat tradisional oleh Balai Pengawas Obat dan Makanan dengan studi
kasus peredaran obat tradisional di Kota Serang, hal ini diatur dalam peraturan
Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Departemen. Namun berdasarkan observasi awal yang peneliti lakukan bahwa,
pengawasan mengenai peredaran obat tradisional oleh Balai Pengawas Obat dan
Makanan dengan studi kasus peredaran obat tradisional di Kota Serang, belum
terlaksana dengan baik sehingga pengawasan belum optimal.
Hal ini didasarkan pada fakta-fakta dilapangan, pengawasan peredaran obat
tradisional kurang didukung dengan strategi pengawasan yang mendukung
terhadap keberhasilan implementasi kebijakan tersebut. Jadi Balai Pengawas Obat
dan Makanan belum melakukan pengawasan secara optimal.
49
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian
Metode penelitian sangat erat dengan tipe penelitian yang digunakan, karena
tiap-tiap tipe dan tujuan penelitian yang didesain memiliki konsekuensi pada
pilihan metode penelitian yang tepat, guna mencapai tujuan penelitian tersebut.
Menurut Sugiono dalam bukunya Metode Penelitian Administrasi, mendefinisikan
metode penelitian dapat diartikan sebagai langkah-langkah atau cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Dalam penelitian
mengenai pengawasan Balai Pengawas Obat dan Makanan dalam Peredaran Obat
di Kota Serang, peneliti menggunakan metode penelitian dengan pendekatan
kualitatif.
Metode penelitian dengan pendekatan kualitatif, istilah penelitian kualitatif
seperti yang di ungkapkan oleh Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2005:4);
metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku-
perilaku yang dapat diamati. Menurut Suryabrata (1992:24); metode studi kasus
adalah penelitian mendalam mengenai unit sosial tertentu, yang hasilnya
merupakan gambaran yang lengkap dan terorganisasi baik mengenai unit tersebut.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan penelitian kualitatif deskriptif.
Penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang
49
50
melukiskan gejala yang ada, mengidentifikasikan masalah atau memeriksa kondisi
dan praktik-praktik yang berlaku.
3.2 Ruang Lingkup / Fokus Penelitian
Fokus penelitian pada penelitian ini adalah tentang pengawasan yang
dilakukan oleh Balai POM dalam melakukan pengawasan terhadap peredaran obat
tradisional ilegal yang berada di Provinsi Banten khususnya Kota Serang.
3.3 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat di Kota Serang dengan
pertimbangan sebagai berikut:
1. Kota Serang sebagai salah satu Kota yang memiliki sarana distribusi
Obat Tradisional terbanyak di Provinsi Banten.
2. Balai Pengawas Obat dan Makanan, sebagai instansi yang
bertanggungjawab melaksanakan pengawasan peredaran obat dan
makanan.
3. Dinas Kesehatan Kota Serang, sebagai instansi yang bekerjasama
dengan BPOM Provinsi Banten dalam mengawasi peredaran obat
tradisional di Kota Serang.
3.4 Variabel Penelitian
3.4.1 Definisi Konsep
Definisi konseptual berfungsi untuk memberikan penjelasan
tentang konsep dari variabel yang akan diteliti menurut pendapat peneliti
berdasarkan kerangka teori yang akan digunakan. Adapun definisi
konseptual penelitian ini adalah:
51
1. Pengawasan
Pengawasan merupakan upaya memeriksa apakah semua
terjadi sesuai dengan rencana yang ditetapkan, perintah yang
dikeluarkan, dan prinsip yang dianut. Juga dimaksudkan untuk
mengetahui kelemahan dan kesalahan agar dapat dihindari
kejadiannya dikemudian hari.
2. PeredaranObat
Peredaran Obat menurut Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun
1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran dana
atau penyerahan sediaan farmasi dan alat kesehatan baik dalam
rangka perdagangan, bukan perdagangan atau pemindahan
tanganan.
3.4.2 Definisi Operasional
Definisi operasional dalam penelitian ini adalah pengawasan
BPOM Provinsi Banten dalam Peredaran Obat Tadisional di Kota Serang.
Karena peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif, maka dalam
penjelasan definisi operasional ini akan dikemukakan fenomena-fenomena
penelitian yang dikaitkan dengan konsep yang digunakan yaitu menurut
Joko Widodo (2011:94-96) mengenai strategi pemantauan, yaitu:
1. Pelaku Kontrol Pelaksanaan Kebijakan, yaitu mengamati
fenomena mengenai pelaku kontrol pelaksanaan kebijakan
yang terlibat dalam pengawasan peredaran obat tradisional di
Kota Serang.
52
2. Standar Operasional Prosedur, yaitu mengamati fenomena
kesesuaian prosedur dengan pelaksanaan pengawasan
peredaran obat tradisional di Kota Serang.
3. Sumber Daya Keuangan dan Peralatan, yaitu mengamati
fenomena terkait sumber daya keuangan dan peralatan dalam
pengawasan peredaran obat tradisional di Kota Serang.
4. Jadwal Pelaksanaan Kontrol, yaitu mengamati fenomena
mengenai jadwal pelaksanaan kegiatan pengawasan peredaran
obat tradisional di Kota Serang.
Definisi operasional ini disusun dengan focus penelitian
berdasarkan apa yang akan peneliti kaji dan temukan saat di lapangan,
kemudian akan diolah dan dikembangan sesuai dengan data yang
diperoleh menjadi satu rangkaian informasi yang dijabarkan dalam bentuk
deskriptif sehingga menjadi suatu hasil penelitian yang paten dan dapat
dipertanggungjawabkan keabsahan datanya.
3.5 Instrumen Penelitian
Dalam penelitian diperlukan suatu alat ukur yang tepat dalam proses
pengolahannya. Hal ini untuk mencapai hasil yang diinginkan. Alat ukur dalam
penelitian disebut juga instrumen penelitian, atau dengan kata lain bahwa pada
dasarnya instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan dalam mengukur
fenomena alam atau sosial yang diamati. Secara spesifik fenomena ini disebut
dengan variabel penelitian yang kemudian ditetapkan untuk diteliti.
Dalam penelitian ini mengenai pengawasan Balai Pengawas Obat dan
Makanan dalam Peredaran Obat Tradisional di Kota Serang peneliti menggunakan
pendekatan kualitatif dalam penelitiannya. Menurut Irawan (2006:17) dalam
penelitian kualitatif instrumen penelitiannya adalah peneliti itu sendiri.
Selanjutnya Nasution (2003:55) menyatakan:
53
“Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan
manusia sebagai instrumen penelitian utama alasannya ialah bahwa segala
sesuatunya belum mempunyai bentuk pasti. Masalah, fokus penelitian,
prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang
diharapkan. Itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas
sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangankan sepanjang
penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak
ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang
dapat mencapainya”.
Dalam penelitian ini, jenis data yang dikumpulkan data primer dan data
sekunder. Menurut Lofland dan Lofland dalam Moleong (2007:157) sumber data
utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah
data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Pendekatan kualitatif dicirikan oleh
kegiatan mengumpulkan, menggambarkan dan menafsirkan tentang situasi yang
dialami hubungan tertentu, kegiatan, pandangan sikap yang ditujukan atau tentang
kecenderungan yang tampak dalam proses yang sedang berlangsung, pertentangan
yang meruncing serta kerjasama yang dijalankan.
Adapun alat-alat tambahan yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan
data berupa panduan wawancara, buku catatan, kamera digital, dan recorder.
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
penelitian, karena tujuan utama penelitian adalah mendapatkan data.
Dalam penelitian kualitatif teknik pengumpulan data yang digunakan
sebagai berikut:
3.5.1 Sumber data primer
Sumber data primer dalam penelitian ini berasal dari:
54
3.5.1.1 Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
melalui percakapan dengan maksud menggali informasi. Dalam
penelitian kualitatif, wawancara dilakukan secara mendalam.
Wawancara dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur dan tak
berstruktur. Wawancara terstruktur adalah peneliti menggunakan
pedoman wawancara yang telah disusun sebelumnya sedangkan
wawancara tak berstruktur adalah teknik wawancara yang tidak
menggunakan pedoman wawancara secara sistematis, tapi
disesuaikan dengan situasi dan kondisi fenomena di lapangan artinya
pelaksanaan tanya jawab mengalir seperti dalam percakapan sehari-
hari. Adapun kisi-kisi wawancara tak terstruktur pada penelitian ini
disusun bukan berupa daftar pertanyaan, akan tetapi hanya berupa
poin-poin pokok yang akan ditanyakan peneliti pada informannya
dan dapat berkembang pada saat wawancara berlangsung. Pertanyaan
dibuat sederhana serta disesuaikan dengan kondisi kebutuhan, agar baik
peneliti maupun informan dapat saling memahami.
Materi wawancara mengarah pada keadaan obyektif mereka yang
terkait dengan proses Pengawasan Balai Pengawas Obat dan Makanan
di Kota Serang dalam bentuk apapun dan disesuaikan menurut jadwal
yang sudah ditetapkan.
Adapun kisi-kisi wawancara tak terstruktur pada penelitian ini
disusun bukan berupa daftar pertanyaan, akan tetapi hanya berupa
55
poin-poin pokok yang akan ditanyakan pada informan dan
dikembangkan pada saat wawancara berlangsung. Hal ini
dimaksudkan agar proses wawancara berlangsung secara alami dan
mendalam seperti yang diharapkan dalam penelitian kualitatif.
Tabel 4
Kisi-kisi Pedoman Wawancara
Dimensi Kisi-kisi Pertanyaan Informan
Pelaku
Pengawasan
Pelaksanaan
Kebijakan
1. Kontrol Internal
2. Kontrol Eksternal
1. Kepala Seksi
Pemeriksaan, Penyidikan
Sertifikasi dan Layanan
Informasi Konsumen
Standar Oprasional
Prosedur (SOP)
Pengawasan
1. SOP pengawasan
2. Alat Monitoring
3. Tindakan Korektif
1. Kepala Seksi
Pemeriksaan, Penyidikan
Sertifikasi dan Layanan
Informasi Konsumen
2. Koordinator Pemeriksaan
Obat Tradisional,
Kosmetik dan Produk
Komplemen.
3. Staff Pemeriksaan Obat
Tradisional.
Sumber Daya
Keuangan dan
Peralatan
1. Pemerintah
2. LSM
3. Swadaya
Masyarakat
1. Kepala Seksi
Pemeriksaan, Penyidikan
Sertifikasi dan Layanan
Informasi Konsumen
Jadwal
Pelaksanaan
Pengawasan
1. Jadwal Kontrol
Pelaksanaan
Pengawasan
1. Koordinator Pemeriksaan
Obat Tradisional,
Kosmetik dan Produk
Komplemen.
2. Staff Pemeriksaan Obat
Tradisional.
(Sumber: Peneliti, 2014)
3.5.1.2 Observasi
Observasi merupakan pengumpulan data dan informasi dengan
cara mengadakan pengamatan langsung dilokasi penelitian, sesuai
dengan yang diutarakan oleh Usman (2000:52); observasi adalah
56
pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang
diteliti. Dari hasil pengamatan itu dilakukan pencatatan mengenai objek
yang diamati.
3.5.2 Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
3.5.2.1 Studi literatur atau kepustakaan
Dalam studi literatur dan kepustakaan, peneliti melakukan
pengumpulan data penelitian yang diperoleh dari berbagai referensi baik
buku ataupun jurnal ilmiah yang relevan dengan penelitian yang
dilakukan.
3.5.2.2 Studi Dokumentasi
Dokumen merupakan salah satu teknik pengumpulan data
sekunder. Menurut Guba dan Licoln dalam Moleong (2002:16)
mendefinisikan dokumen adalah setiap bahan tertulis ataupun film, lain
dari record yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan
seorang penyidik.
Selanjutnya studi dokumentasi dapat diartikan sebagai teknik
pengumpulan data melalui bahan-bahan tertulis yang diterbitkan oleh
lembaga-lembaga yang menjadi objek penelitian, baik berupa
prosedur, peraturan-peraturan, gambar, laporan hasil pekerjaan serta
berupa foto ataupun dokumen elektronik (rekaman).
57
3.6 Informan Penelitian
Informan diperoleh dari kunjungan lapangan yang dilakukan dilokasi
penelitian, dipilih secara Purposif merupakan metode penetapan informan
dengan berdasarkan kriteria-kriteria tertentu berdasarkan informasi yang
dibutuhkan, artinya teknik pengambilan informan sumber data dengan
pertimbangan tertentu.
Pertimbangan tertentu ini, dengan maksud penetapan informan berdasar
kriteria-kriteria sesuai dengan informasi yang dibutuhkan. Informan tersebut
ditentukan dan ditetapkan tidak berdasarkan pada jumlah yang dibutuhkan,
melainkan berdasarkan pertimbangan fungsi dan peran informan sesuai fokus
masalah penelitian.
Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini diantaranya adalah
sebagai berikut:
Tabel 5
Informan Penelitian
Kode
Informan
Informan Keterangan
I1 Kepala Seksi Pemeriksaan,
Penyidikan Sertifikasi dan
Layanan Informasi Konsumen.
Key Informan
I2 Koordinator Pemeriksaan,
Penyidikan Sertifikasi dan
Layanan Informasi Konsumen.
Secondary Informan
I3 Staff Bidang pemeriksaan Obat
Tradisional.
Key Informan
I5 Pemilik Sarana Distribusi Obat
Tradisional
Secondary Informan
I6 Masyarakat Secondary Informan
(Sumber: Peneliti, 2014)
58
3.7 PedomanWawancara
Pedoman wawancara merupakan alur atau pedoman bagi peneliti dalam
melakukan wawancara dengan informan. Pedoman wawancara ini disusun guna
mempermudah peneliti dalam proses wawancara yang akan dilakukan.
3.8 Teknik Analisis Data
Menurut Bogdan & Biklen (dalam Moleong, 2006: 248) analisis data
kualitatif adalah:
”Upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang
dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,
menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan
apa yang dapat diceritakan kepada orang lain”.
Dalam penelitian kualitatif, kegiatan analisis data dimulai sejak
peneliti melakukan kegiatan pra-lapangan sampai dengan selesainya penelitian.
Analisis data dilakukan secara terus-menerus tanpa henti sampai data tersebut
bersifat jenuh. Dalam prosesnya, analisis data dalam penelitian ini menggunakan
model interaktif yang telah dikembangkan oleh Miles & Huberman, yaitu
selama proses pengumpulan data dilakukan tiga kegiatan penting, diantaranya;
reduksi data (data reduction), penyajian data (data display) dan verifikasi
(verification). Apabila digambarkan proses tersebut akan nampak seperti
berikut ini.
59
Gambar 6
Komponen Dalam Analisis Data (Interactive Model)
(Sumber: Miles dan Huberman, 2007)
Pertama, Kegiatan reduksi data, pada tahap ini terfokus pada pemilihan,
penyederhanaan, dan transformasi data kasar dari catatan lapangan. Dalam
proses ini dipilih data yang relevan dengan fokus penelitian. Proses reduksi ini
dilakukan secara bertahap selama dan sesudah pengumpulan data sampai laporan
hasil. Reduksi data dilakukan dengan cara membuat ringkasan data, menelusuri
tema terbesar dan membuat kerangka penyajian data.
Kedua, Penyajian data dalam kegiatan ini peneliti menyusun kembali data
berdasarkan klasifikasi dan masing-masing topik dipisahkan, kemudian topik
yang sama disimpan dalam satu tempat, masing-masing-masing tempat diberi
kode, hal ini dikarenakan agar tidak terjadi ketimpangann data yang telah
dijaring. Pada tahap ini data disajikan dalam kesatuan tema yang
terkhusus pada permasalahan yang dituangkan dalam pertanyaan penelitian.
Ketiga, Data yang telah dikelompokkan yang sesuai dengan topik-topik,
kemudian diteliti kembali dengan cermat, mana data yang sudah lengkap dan
mana data belum lengkap yang masih memerlukan data tambahan, dan
60
kegiatan ini dilakukan selama penelitian berlangsung.
Keempat, Setelah data dianggap cukup dan dianggap telah sampai kepada
titik jenuh atau telah memperoleh kesesuaian, maka kegiatan selanjutnya
adalah menyusun laporan hingga pada akhir pembuatan kesimpulan.
3.9 Uji Kebsahan Data
Dalam uji keabsahan data bahwa setiap keadaan harus memenuhi 3 hal.
(1) mendemonstrasikan hal yang benar, (2) menyediakan dasar agar hal itu dapat
diterapkan, (3) memperbolehkan keputusan yang dapat dibuat tentang
konsistensinya dari prosedurnya dan kenetralan dari temuan dan keputusan-
keputusannya (Moleong, 2006:320). Untuk menguji kebasahan data dapat
dilakuan dengan tujuh tekhnik, yaitu perpanjangan keikutsertaan, ketekunan
pengamatan, triangulasi, pengecekan sejawat, kecukupan referensial, kajian kasus
negatif, pengecekan anggota (member check).
Pada penelitian ini peneliti menggunakan uji keabsahan data dengan
tekhnik triangulasi dan pengecekan anggota (member check). Keterandalan dari
suatu alat pengukuran didefinisikan sebagai kemampuan alat untuk mengukur
gejala secara konsisten yang dirancang untuk mengukur. Adapun untuk
pengujian keabsahan datanya, penelitian ini menggunakan dua cara sebagai
berikut:
1. Triangulasi (Triangulation)
Triangulasi bertujuan bukan untuk mencari kebenaran tentang
beberapa fenomena, tetapi lebih pada peningkatan pemahaman peneliti
terhadap apa yang telah ditemukan (Sugiyono, 2006: 271). Triangulasi
61
diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber, dengan
berbagai cara, dan berbagai waktu. terdapat 3 macam teknik triangulasi
menurut Sugiyono, yaitu:
1. Triangulasi Sumber
Yaitu membandingkan dan mengecek derajat kepercayaan suatu
informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda
dalam penelitian kualitatif.
2. Triangulasi Teknik
Yaitu menguji kredibilitas dengan cara mengecek data kepada
sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Bila dengan
beberapa teknik itu didapat data yang berbeda-beda maka
peneliti melakukan diskusi untuk memastikan data yang mana
yang dianggap benar atau mungkin semuanya benar karena dari
sudut pandang yang berbeda-beda.
3. Triangulasi Waktu
Yaitu menguji kredibilitas dengan cara melakukan pengecekan
dengan observasi, wawancara atau teknik lain dalam waktu atau
situasi yang berbeda.
Adapun dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik triangulasi
sumber. Dimana dalam penelitian ini peneliti mencari sumber lain dengan
melakukan observasi dan analisis dokumen sebagai pembanding data yang
diperoleh dari narasumber.
62
2. Mengadakan Membercheck
Mengecek ulang atau membercheck yaitu adanya masukan yang
diberikan oleh informan. Setelah hasil wawancara dan observasi dibuat ke
dalam transkrip, transkrip tersebut diperlihatkan kembali kepada
informan untuk mendapatkan konfirmasi bahwa transkrip itu sesuai
dengan pandangan mereka. Informan melakukan koreksi, mengubah
atau bahkan menambahkan informasi. Membercheck bertujuan untuk
menghindari salah tafsir terhadap jawaban informan saat wawancara,
menghindari salah tafsir terhadap perilaku responden pada saat observasi,
dan mengkonfirmasi perspektif temik informan terhadap suatu proses
yang sedang berlangsung.
Setelah membercheck dilakukan, maka pemberi data dimintai
tandatangan sebagai bukti otentik bahwa peneliti telah melakukan
membercheck. Selanjutnya hal yang tidak dapat diabaikan pada tingkat
keabsahan data melalui referensi atau sumber. Sebagai hasil pembanding
terhadap tulisan yang telah disusun, selanjutnya keabsahan data dievaluasi
melalui referensi berupa tape recorder, dan kamera foto.
3.10 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.10.1 Lokasi Penelitian
Lokasi yang dipergunakan dalam penelitian bertempat di Balai
Pengawas Obat dan Makanan yang berlokasi di Jalan Syech Nawawi Al-
Bantani Kelurahan Banjarsari Kecamatan Cipocok Jaya Serang, Banten.
63
3.10.2 Waktu Penelitian
Tabel 6
Jadwal Penelitian
(Sumber: Peneliti, 2014)
Kegiatan WAKTU PELAKSANAAN TAHUN 2014
Mar Apr Mei Juni Juli Agst Sept Okt Nov Des
Observasi Awal
Skripsi
Penyusunan
Proposal
Skripsi
Bimbingan dan
Perbaikan
Proposal
Skripsi
Seminar
Proposal
Skripsi
Penyusunan
Bab. IV Skripsi
Peyusunan
Hasil Penelitian
Pembuatan
kesimpulan dan
Saran
Daftar Sidang
Skripsi
Sidang Skripsi
64
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Kota Serang
Kota Serang merupakan salah satu dari tujuh kabupaten/kota di Provinsi
Banten yang memiliki kedudukan sebagai pusat pemerintah Provinsi Banten.
Wilyah Kota Serang terletak pada koordinasi 618.000 m sampai dengan
638.600 m dari Barat ke Timur dan 9.337.725 m sampai dengan 9.312.475m
dari Utara ke Selatan adalah sekitar 21,7 km dan jarak terpanjang dari Barat ke
Timur adalah sekitar 20 km. Berdasarkan keadaan geografisnya Kota Serang
memiliki luas 266,74 km² yang terdiri dari 6 kecamatan.
Sebagai Ibukota Provinsi kehadirannya adalah sebuah konsekuensi logis
dari keberadaan Provinsi Banten. Terdiri dari 6 (enam) Kecamatan yaitu:
Kecamatan Serang, Kecamatan Kasemen, Kecamatan Walantaka, Kecamatan
Curug, Kecamatan Cipocok Jaya dan Kecamatan Taktakan. Kota Serang
memiliki luas wilayah 266,77 km² dengan jumlah penduduk sekitar 523.384
jiwa dan Batas Wilayah sebelah Utara yaitu Teluk Banten sebelah Timur yaitu
Kecamatan Pontang, Kecamatan Ciruas, dan Kecamatan Kragilan Kabupaten
Serang, sebelah Selatan yaitu Kecamatan Cikeusal, Kecamatan Petir dan
Kecamatan Baros Kabupaten Serang, serta sebelah Barat yaitu Kecamatan
64
65
Pabuaran, Kecamatan Waringin Kurung dan Kecamatan Kramatwatu
Kabupaten Serang. (Sumber:www.serangkota.go.id)
Gambar 7
Peta Administratif Wilayah Kota Serang
Kota ini diresmikan pada tanggal 2 November 2007 berdasarkan UU
Nomor 32 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota Serang, setelah sebelumnya
RUU Kota Serang disahkan pada tanggal 17 Juli 2007, kemudian dimasukan
dalam lembaran Negara Nomor 98 Tahun 2007 dan tambahan lembaran Negara
Nomor 4748,tertanggal 10 Agustus 2007. Sebelumnya, Pemerintah Provinsi
Banten dalam mempercepat terwujudnya Pemerintah Kota Serang telah
mempersiapkan empat kelompok kerja (Pokja) yang akan bekerja sebelum
ditetapkannya Pejabat Walikota Serang. Keempat Pokja tersebut terdiri dari
Pokja Personil, Pokja Keuangan, Pokja Perlengkapan dan Pokja Partai Politik.
Kota Serang yang tergolong baru dan merupakan pemekaran dari
Kabupatern Serang memiliki Visi:
66
“Terwujudnya penyelanggaraan pemerintahan, pelayanan pimpinan dan
pelayanan publik di bidang informasi dan kehumasan yang berkualitas.”
Sedangkan Misi Kota Serang yang merupakan langkah kongkrit dalam
melakukan pembangunan dan kemajuan Kota Serang yaitu sebagai berikut:
1. Mengembangkan aparatur kehumasan yang profesional dalam
mengelola informasi.
2. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat di bidang informasi dan
komunikasi.
3. Meningkatkan kualitas dan kuantitas sistem informasi dan
komunikasi.
4.1.2 Strategi Kota Serang
1. Strategi Jangka Pendek
Strategi pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah Kota Serang
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui strategi jangka
pendek, yaitu:
1. Menentukan posisi Kota Serang melalui identitas dan visi yang
kuat yaitu: “Serang Semarak, Kota Pelabuhan yang religius”
2. Membangun aparatur (birokrasi) yang profesional dan
berkualitas tinggi.
3. Review penataan Kota yang berorientasi pada DEEP (Design-
Environment-Economics-Planning).
4. Pengesahan pada penataan bangunan dan lingkungan.
5. Supremasi hukum.
67
2. Strategi Jangka Panjang
Strategi pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah Kota Serang
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui strategi
jangka panjang yaitu:
1. Kesinambungan dan pembangunan lingkungan yang responsif
dengan cara penilaian lingkungan dari penguatan menggunakan
teknologi, “Green Development” standar perencanaan,
menggunakan energi alternatif yang renewable non pollutant
serta recycle dan regeneration.
2. Menjadi Kota Dunia yang berkelanjutan : mempunyai identitas
yang kuat, visi pembangunan yang bersih, kreatif, dalam
memasarkan potensi daerah, roda ekonomi yang terus
berkembang, budaya dan persamaan hak masyarakat serta
keseimbangan lingkungan.
3. Meningkatkan kualitas hidup melalui stabilitas politik,
kebebasan personal, pencegahan pencemaran udara, kualitas
kesehatan, pendidikan, makanan dan minuman serta tempat
pentas seni.
4. Perencanaan urban desain yang berkelas dunia meliuti
infrastruktur, pembangunan infomation technology, pembangnan
kota satelit, sistem transportasi massal, land use mix dan
68
pembangunan yang manusiawi yang menyediakan tempat untuk
pejalan kaki, penyandang cacat dan sepeda.
5. Pembentukan karakter kota dan tempat yang berkesan meliputi :
pemeliharaan dan konservasi kawasan dan bangunan cagar
budaya, menciptakan dan menata ruang publik, membuat
“architecture landmark”. (Sumber:www.kotaserang.go.id)
4.1.3 Gambaran Umum Balai Pengawas Obat dan Makanan Provinsi
Banten
Kemajuan teknologi telah membawa perubahan-perubahan yang cepat
dan signifikan pada industri farmasi, obat asli Indonesia, makanan, kosmetika
dan alat kesehatan. Dengan menggunakan teknologi modern, industri-industri
tersebut kini mampu memproduksi dalam skala yang sangat besar mencakup
berbagai produk dengan "range" yang sangat luas.
Dengan dukungan kemajuan teknologi transportasi dan entry barrier
yang makin tipis dalam perdagangan internasional, maka produk-produk
tersebut dalam waktu yang amat singkat dapat menyebar ke berbagai negara
dengan jaringan distribusi yang sangat luas dan mampu menjangkau seluruh
strata masyarakat.
Konsumsi masyarakat terhadap produk-produk termaksud cenderung
terus meningkat, seiring dengan perubahan gaya hidup masyarakat termasuk
pola konsumsinya.Sementara itu pengetahuan masyarakat masih belum
memadai untuk dapat memilih dan menggunakan produk secara tepat, benar
69
dan aman. Di lain pihak iklan dan promosi secara gencar mendorong konsumen
untuk mengkonsumsi secara berlebihan dan seringkali tidak rasional.
Perubahan teknologi produksi, sistem perdagangan internasional dan
gaya hidup konsumen tersebut pada realitasnya meningkatkan resiko dengan
implikasi yang luas pada kesehatan dan keselamatan konsumen. Apabila terjadi
produk sub standar, rusak atau terkontaminasi oleh bahan berbahaya maka
risiko yang terjadi akan berskala besar dan luas serta berlangsung secara amat
cepat.
Untuk itu Indonesia harus memiliki Sistem Pengawasan Obat dan
Makanan (SisPOM) yang efektif dan efisien yang mampu mendeteksi,
mencegah dan mengawasi produk-produk tersebut untuk melindungi
keamanan, keselamatan dan kesehatan konsumennya baik di dalam maupun di
luar negeri. Untuk itu telah dibentuk Badan POM yang memiliki jaringan
nasional dan internasional serta kewenangan penegakan hukum dan memiliki
kredibilitas profesional yang tinggi. (Sumber:www.pom.go.id)
Berdasarkan surat keputusan kepala Badan POM RI
No.05018/SK/KBPOM Tgl. 17 Mei 2001, Balai POM di Serang mempunyai
struktur organisasi terdiri dari 4 (empat) Eselon IVA yaitu:
1. Kepala seksi pemeriksaan, penyidikan, sertifikasi dan layanan
infromasi konsumen.
2. Kepala seksi pengujian produk terapetik, narkotika, obat tradisional,
kosmetika dan produk komplemen.
3. Seksi pengujian pangan, mikrobiologi, dan bahan berbahaya.
70
4. Kepala sub bagian tata usaha.
4.1.4 Tugas Pokok dan Fungsi
Balai POM di Serang adalah unit kerja dari Badan POM RI sesuai
dengan Surat Keputusan Kepala Badan POM RI no.05018/SK/KBPOM tahun
2001 tenntang Organisasi dan Tata Kerja UPT dilingkungan badan POM RI.
Balai POM di Serang mempunyai tugas melaksanakan kebijakan di bidang
Pengawasan Produk Terapetik, Narkotika, Obat Tradisional, Kosmetik, dan
Produk Komplemen, Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya.
Dalam melaksanakan tugas, Balai POM di Serang selaku salah satu Unit
Pelaksana Teknis (UPT) dilingkungan Badan POM RI menyelengarakan fungsi
sebagai berikut:
a. Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan
b. Melaksanakan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan
penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika, zat adiktif
lain, obat tradisional, kosmetika, dan produk komplemen.
c. Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, mikrobiologi, pangan
dan bahan berbahaya.
d. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan
pemeriksaan pada sarana produksi dan distribusi produk obat dan
makanan.
71
e. Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan pada kasus pelanggaran
hukum.
f. Pelaksanaan serifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu
yang ditetapkan oleh kepala badan POM RI.
g. Pelaksanaan kegiatan pelayanan informasi konsumen.
h. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan.
i. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumah tanggaan.
j. Pelaksanaan tugas lain ditetapkan oleh kepala badan sesuai dengan
bidang tugasnya.
4.1.5 Struktur Organisasi dan Uraian Tugas
Berdasarkan Keputusan Presiden No. 166 tahun 2000, Badan Pengawas
Obat dan Makanan (Badan POM) ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah
Non Departemen (LPND) yang bertanggung jawab kepada Presiden dan
dikoordinasikan dengan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial.
Berdasarkan keputusan tersebut maka Balai POM membuat struktur organisasi
yang berguna untuk mempertegas fungsi dan tanggung jawab setiap bagian
yang ada didalamnya.
a. Sekretariat Utama
Sekretariat Utama melaksanakan koordinasi perencanaan strategis dan
organisasi, pengembangan pegawai, pengelolaan keuangan, bantuan
hukum dan legislasi, hubungan masyarakat dan kerjasama internasional,
serta akses masyarakat terhadap Badan POM melalui Unit Layanan
Pengaduan Konsumen yang menerima dan menindaklanjuti berbagai
72
pengaduan dari masyarakat di bidang obat dan makanan. Disamping itu
dilakukan pembinaan administratif beberapa Pusat yang ada di
lingkungan Badan POM dan unit-unitpelaksana teknis yang tersebar di
seluruh Indonesia.
b. Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA
Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA
melaksanakan penilaian dan evaluasi khasiat, keamanan dan mutu obat,
produk biologi dan alat kesehatan sebelum beredar di Indonesia dan juga
produk uji klinik. Selanjutnya melakukan pengawasan peredaran produk
terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya. Disamping itu
melakukan sertifikasi produk terapetik, inspeksi penerapan Cara
Pembuatan Obat yang Baik dan inspeksi penerapan Cara Pembuatan
Obat yang Baik, inspeksi sarana produksi dan distribusi, sampling,
penarikan produk, public warning sampai pro justicia. Didukung oleh
antara lain Komite Nasional Penilai Obat Jadi, Komite Nasional Penilai
Alat Kesehatan dan Tim Penilai Periklanan Obat Bebas, Obat Bebas
Terbatas, Obat Tradisional dan Suplemen Makanan.
c. Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk
Komplemen
Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk
Komplemenmelaksanakan penilaian dan registrasi obat tradisional,
kosmetik dan suplemen makanan sebelum beredar di Indonesia.
Selanjutnya melakukan pengawasan peredaran obat tradisional, kosmetik
73
dan produk komplemen, termasuk penandaan dan periklanan. Penegakan
hukum dilakukan dengan inspeksi Cara Produksi yang Baik, sampling,
penarikan produk, public warning sampai pro justicia. Didukung oleh
antara lain Tim Penilai Obat Tradisional dan Tim Penilai Kosmetik.
d. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
melaksanakan penilaian dan evaluasi keamanan pangan sebelum beredar
di Indonesia dan selama peredaran seperti pengawasan terhadap sarana
produksi dan distribusi maupun komoditinya, termasuk penandaan dan
periklanan, dan pengamanan produk dan bahan berbahaya. Disamping itu
melakukan sertifikasi produk pangan. Produsen dan distributor dibina
untuk menerapkan Sistem Jaminan Mutu, terutama penerapan Cara
Produksi Makanan yang Baik (CPMB), Hazard Analysis Critical Control
Points (HACCP), Cara Distribusi Makanan yang Baik (CDMB) serta
Total Quality Management (TQM). Disamping itu diselenggarakan
surveilan, penyuluhan dan informasi keamanan pangan dan bahan
berbahaya. Didukung antara lain Tim Penilai Keamanan Pangan.
e. Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional
Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional melakukan pemeriksaan
secara laboratorium, pengembangan prosedur pengujian dan penilaian
mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, alat
kesehatan, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan
bahan bahan berbahaya. Disamping merupakan rujukan dari 26
74
(duapuluh enam) laboratorium pengawasan obat dan makanan di seluruh
Indonesia, telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional, Badan
Standardisasi Nasional tahun 1999 serta merupakan WHO Collaborating
Center sejak 1986 dan anggota International Certification Scheme.
Selain ditunjang dengan laboratorium bioteknologi, laboratorium baku
pembanding, laboratorium kalibrasi serta laboratorium hewan percobaan,
juga didukung dengan peralatan laboratorium yang canggih untuk
analisis fisikokimia seperti Kromatografi Cair Kinerja Tinggi,
Kromatografi Gas, Sektrofotometer Absorpsi Atom, Spektrofotometer
Infra Merah; analisis fisik seperti Alat Uji Disolusi Otomatis dan
Smoking Machine; analisis mikrobiologi dan biologi.
f. Pusat Penyidikan Obat dan Makanan
Pusat Penyidikan Obat dan Makanan melaksanakan kegiatan
penyelidikan dan penyidikan terhadap perbuatan melawan hukum di
bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif, obat
tradisional, kosmetik dan produk komplemen dan makanan serta produk
sejenis lainnya.
g. Pusat Riset Obat dan Makanan
Pusat Riset Obat dan Makanan melaksanakan kegiatan di bidang riset
toksikologi, keamanan pangan dan produk terapetik.
h. Pusat Informasi Obat dan Makan
75
Pusat Informasi Obat dan Makanan memberikan pelayanan informasi
obat dan makanan, informasi keracunan dan koordinasi kegiatan
teknologi informasi Badan POM.
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil fokus penelitian pada salah
satu bidang yaitu pengawasan peredaran obat tradisional di Kota Serang
yang menjadi tanggung jawab dan wewenang bidang pemeriksaan,
penyidikan, sertifikasi dan layanan informasi konsumen (Pemdik Serlik)
yang memiliki sub bagian Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional,
Kosmetik dan Produk Komplemen. Adapun tabel susunan organisasi
BPOM Provinsi Banten sebagai berikut:
Gambar 8
Struktur Organisasi Balai POM Provinsi Banten
(Sumber:BPOM, 2014)
Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk
Komplemen melaksanakan penilaian dan registrasi obat tradisional, kosmetik
Kepala Badan POM
Sub Bagian Tata Usaha
Seksi Pengujian Produk
Terapetik, Napza, Obat
Tradisional, Kosmetik Dan
Produk Komplemen
(TERANOKOKO)
Seksi Pengujian Produk
Pangan, Bahan Berbahaya
dan Mikrobiologi
Seksi Pemeriksaan,
Penyidikan, Sertifikasi dan
Layanan Informasi
Konsumen (PEMDIK
SERLIK)
76
dan suplemen makanan sebelum beredar di Indonesia. Selanjutnya melakukan
pengawasan peredaran obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen,
termasuk penandaan dan periklanan. Penegakan hukum dilakukan dengan
inspeksi Cara Produksi yang Baik, sampling, penarikan produk, public warning
sampai pro justicia. Didukung oleh antara lain Tim Penilai Obat
Tradisional dan Tim Penilai Kosmetik.
4.1.6 Kerangka Konsep SisPOM
Pengawasan obat dan makanan memiliki aspek permasalahan berdimensi
luas dan kompleks. Oleh karena itu diperlukan sistem pengawasan
yang komprehensif, semenjak awal proses suatu produk hingga produk tersebut
beredar ditengah masyarakat. Untuk menekan sekecil mungkin risiko yang bisa
terjadi, dilakukan SISPOM tiga lapisyakni:
1. Sub-sistem Pengawasan Produsen
Sistem pengawasan internal oleh produsen melalui pelaksanaan cara-
cara produksi yang baik atau good manufacturing practices agar setiap
bentuk penyimpangan dari standar mutu dapat dideteksi sejak awal.
Secara hukum produsen bertanggung jawab atas mutu dan keamanan
produk yang dihasilkannya. Apabila terjadi penyimpangan dan
pelanggaran terhadap standar yang telah ditetapkan maka produsen
dikenakan sangsi, baik administratif maupun pro-justisia.
2. Sub-sistem Pengawasan Konsumen
Sistem pengawasan oleh masyarakat konsumen sendiri melalui
peningkatan kesadaran dan peningkatan pengetahuan mengenai kualitas
77
produk yang digunakannya dan cara-cara penggunaan produk yang
rasional. Pengawasan oleh masyarakat sendiri sangat penting dilakukan
karena pada akhirnya masyarakatlah yang mengambil keputusan untuk
membeli dan menggunakan suatu produk. Konsumen dengan kesadaran
dan tingkat pengetahuan yang tinggi terhadap mutu dan kegunaan suatu
produk, di satu sisi dapat membentengi dirinya sendiri terhadap
penggunaan produk-produk yang tidak memenuhi syarat dan tidak
dibutuhkan sedang pada sisi lain akan mendorong produsen untuk ekstra
hati-hati dalam menjaga kualitasnya.
3. Sub-sistem Pengawasan Pemerintah/Badan POM
Sistem pengawasan oleh pemerintah melalui pengaturan dan
standardisasi; penilaian keamanan, khasiat dan mutu produk sebelum
diijinkan beredar di Indonesia; inspeksi, pengambilan sampel dan
pengujian laboratorium produk yang beredar serta peringatan kepada
publik yang didukung penegakan hukum. Untuk meningkatkan kesadaran
dan pengetahuan masyarakat konsumen terhadap mutu, khasiat dan
keamanan produk maka pemerintah juga melaksanakan kegiatan
komunikasi, informasi dan edukasi.
4.2 Deskripsi Data Penelitian
Deskripsi data merupakan penjelasan rnengenai data yang telah
didapatkan dari hasil penelitian lapangan dalam penelitian mengenai
Pengawasan Badan PM dalam Peredaran Obat Tradisional di Kota Serang.
Data yang peneliti dapatkan lebih banyak berupa kata-kata dan penjelasan yang
78
peneliti dapatkan melalui proses wawancara dan observasi langsung. Dalam
penelitian ini, kata-kata dan penjelasan para informan yang diwawancarai
merupakan sumber data utama, Sumber data utama dicatat dalarn catatan
tertulis atau melalui alat perekam yang peneliti gunakan selama proses
wawancara berlangsung.
Selain data berupa kata-kata dan penjelasan dari informan, dalam
penelitian ini juga peneliti menggunakan data-data dari dokumentasi, studi
pustaka dan juga dokumentasi yang sengaja peneliti ambil sendiri melalui
pengamatan langsung. Dokurnentasi tersebut bermacam-macam bentuknya,
diantaranya adalah Profil BPOM, Fungsi dan Tata Kerja BPOM Provinsi
Banten.
Adapun dokumentasi yang peneliti ambil saat melakukan pengamatan
berperanserta adalah berupa catatan lapangan peneliti dan foto tempat
penelitian dan Aktivitas wawancara peneliti beserta Informan. Alasan
peneliti menggunakan data berupa foto adalah karena foto dapat menghasilkan
data deskriptif yang cukup berharga dan sering digunakan untuk menelaah dan
menganalisis objek yang sedang diteliti melalui segi-segi subjektif.
Selanjutnya, karena penelitian ini merupakan penelitian kualitatif,
berdasarkan teknik analisis data kualitatif data-data tersebut dianalisis selama
penelitian berlangsung, Data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan
melalui observasi, wawancara, narasi, dan studi dokumentasi dilakukan reduksi
untuk dapat mencari tema dan polanya serta diberi kode-kode pada aspek
tertentu berdasarkan jawaban-jawaban yang Sama dan berkaitan
79
denganpembahasan permasalahan penelitian serta dilakukan katagorisasi,
Dalammenyusun jawaban penelitian, peneliti memberikan kode yaitu:
a. Kode Q menandakan daftar pertanyaan.
b. Kode I menandakan daftar informan.
Setelah memberi kode-kode pada aspek tertentu yang berkaitan dengan
masalah penelitian sehingga tema dan polanya ditemukan, maka dilakukan
katagorisasi berdasarkan jawaban-jawaban yang ditemukan dari penelitian
dilapangan dengan membaca dan menelaah jawaban-jawaban tersebut
mengingat penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan tidak
menggeneralisasikan jawaban penelitian.
4.3 Pembahasan
Pembahasan merupakan isi dari hasil analisis data dan fakta yang peneliti
dapatkan di lapangan serta disesuaikan dengan teori yang peneliti gunakan.
Pengawasan dalam penelitian ini dilihat berdasarkan prinsip-prinsip yang harus
diterapkan untuk mencapai strategi pemantauan menurut Joko Widodo
(2011:94-96). Dimana dalam teori ini memberikan tolak ukur komponen-
komponen penting yang harus dipertimbangkan dalam melakukan pengawasan,
untuk menjamin pengawasan yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang
dapat berjalan dengan semestinya.
Komponen-komponen penting dalam melakukan pengawasan menurut Joko
Widodo yaitu, pelaku pengawasan pelaksanaan kebijakan, standar operasional
prosedur pengawasan, sumber daya keuangan dan peralatan dan jadwal
pelaksanaan pengawasan. Kegiatan Pengawasan Obat Tradisional Oleh BPOM
80
Provinsi Banten dapat diketahui berjalan kurang maksimal berdasarkan empat
prinsip strategi pemantauan yang telah disebutkan. Urutan prinsip strategi
pemantauan diurutkan berdasarkan prioritas yang peneliti rasa semestinya
diutamakan oleh BPOM provinsi Banten, Masing-masing prinsip tersebut
diuraikan berdasarkan indikator-indikator untuk mempermudah dan rnemahami
aspek-aspek yang diteliti.
4.3.1 Pengawasan BPOM dalam Peredaran Obat Tradisional di Kota
Serang
Pengawasan memiliki arti penting bagi pemerintah, karena akan memberi
umpan balik untuk perbaikan pengelolaan pembangunan, sehingga tidak keluar
dari jalur/tahap dan tujuan yang telah ditetapkan. Sementara bagi pelaksana,
pengawasan merupakan aktivitas untuk memberikan konstribusi dalam proses
pembangunan agar aktivitas pengelolaan dapat mencapai tujuan dan sasaran
secara efektif dan efisien.
Kota Serang adalah wilayah hasil pemekaran dari Kabupaten Serang dan
merupakan Ibukota Priovinsi Banten. Kota Serang mulai tumbuh dan
berkembang terutama dalam kegiatan perekonomian dan hal ini menjadi salah
satu daya tarik bagi masyarakat dari luar untuk bekerja dan mengadu nasib di
Kota Serang.
Data dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota
Serang tahun 2013 menunjukan peningkatan jumlah penduduk yaitu ada 1%
hingga 3% atau 500-1000 jiwa angka pertumbuhan penduduk di Kota Serang
per tiga bulannya. Angka tersebut berasal dari urbanisasi dan angka kelahiran,
81
tetapi angka urbanisasi masih menjadi yang paling banyak menyumbangkan
bartambahnya jumlah penduduk di Kota Serang. Adanya peningkatan jumlah
penduduk di Kota Serang diimbangi dengan kemampuan daya beli masyarakat.
Kondisi tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi
peningkatan jumlah sarana distribusi dan peredaran obat tradisional di Kota
Serang, salah satunya sarana distribusi dan obat tradisional. Sehingga
dibutuhkan suatu pengawasan dalam peredarannya.
Pelaksanaan pengawasan peredaran obat tradisional di Kota Serang
merupakan salah satu tanggung jawab BPOM Provinsi Banten khususnya
bidang Pengawas Obat Tradisional dengan tugas pokok melakukan penilaian
dan registrasi produk, serta pengawasan terhadap peredaran obat tradisional,
penandaan, periklanan dan Penegakan hukum. Dalam melakukan pengawasan
BPOM menerapkan dua tahap pengawasan. Pengawasan pre market dan
pengawasan post market .
1) Pengawasan Pre Market
Pre-Market Control adalah pengawasan yang dilakukan sebelum
produk beredar di pasaran, antara lain dengan melakukan standardisasi,
pembinaan dan audit cara pembuatan obat tradisional yang baik
(CPOTB) serta penilaian dan pengujian atas mutu keamanaan sebelum
produk diedarkan. Adapun alur pengawasan pre-market adalah sebagai
berikut:
Berdasarkan tabel diatas, Pelaku Usaha Industri Obat Tradisional
yang ingin melakukan pendaftaran izin usahanya dapat melakukan
82
pendaftaran dengan mengisi form surat permohonan izin produksi
yang ada di Balai POM, bersamaan dengan itu pelaku usaha juga
membuat surat permohonan persetujuan lay out yang ditunjukkan ke
Badan POM.
Surat permohonan izin produksi yang disetujui akan ditindak
lanjuti oleh Kementerian Kesehatan (untuk Industri Obat tradisional)
atau Dinas Kesehatan Provinsi (untuk Usaha Kecil Obat Tradisional)
kemudian ditembuskan ke Badan dan Balai POM serta DinKes
Provinsi.
Setelah Kementerian Kesehatan memberikan izin, kemudian
Kementerian Kesehatan memberikan surat kepada Balai POM untuk
melakukan inspeksi ke Sarana Produksi guna melihat kesesuaian lay
out yang diberikan dengan kondisi real di lapangan serta
memperhatikan apakah sarana produksi sudah memenuhi syarat dalam
melakukan suatu kegiatan produksi, jika dalam inspeksi tersebut
syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh Balai POM belum lengkap
maka akan dilakukan inspeksi ulang oleh Balai POM sampai sarana
produksi benar-benar memenuhi syarat.
Namun, jika dalam inspeksi tersebut syarat-syarat yang telah
ditetapkan oleh Balai POM sudah sesuai, Maka akan dilanjutkan
dengan pemberian surat rekomendasi dan hasil pemeriksaan Balai
POM setempat yang ditunjukkan ke Badan POM dan di serahkan ke
Direktorat Jenderal Binaan Farmasi dan Alat Kesehatan (DirJen
83
BinFarAlKes). Setelah mendapat persetujuan dari Badan POM dan
DirJen BinFar Alkes, maka pelaku usaha akan mendapatkan Izin
Produksi.
Setelah mendapatkan izin produksi, pelaku usaha dapat
mengajukan surat izin edar dengan memberikan sampel produk ke
Badan POM pusat untuk dilakukan uji Laboratorium guna
memperoleh izin edar.
Adapun bagan alur pengawasan pre-market adalah sebagai berikut:
Gambar 9
Bagan Alur Pengawasan Pre-Market
(Sumber:BPOM Provinsi Banten, 2014)
Balai POM
(Tingkat Provinsi)
Badan POM
Pelaku Usaha
Surat Permohonan
Persetujuan Lay Out
Surat Permohonan Izin
Produksi Badan POM
KemKes /DinKes
Prov(ditembuskan ke Badan, Balai
& Dinkes Kota)
Inspeksi Belum
Sesuai
Sesuai (Complaid)
Surat Rekomendasi
Izin Produksi Pengajuan Izin edar
84
2) Pengawasan Post-Market
Sedangkan untuk, Post-Market Control yaitu merupakan
pengawasan yang dilakukan saat obat beredar di pasaran, adapun
bentuk pengawasan post-market yaitu:
1. pengawasan produksi dan distribusi
Dalam pengawasan produksi. Setelah produsen memperoleh izin
produksi, Balai POM selanjutnya melakukan pengawasan ke
tempat produsen tersebut guna mengawasi apakah dalam
pembuatan obat tradisional sudah memenuhi standar CPOTB dan
mengenai sarananya apakah sudah sesuai berdasarkan standar
GMP (Good Manufacturing Practice), dalam pemeriksaan ini
minimal dilakukan setahun sekali namun jika ditemukan
penyimpangan dalam implementasi baik CPOTB maupun
GMPnya maka pemeriksaan dilakukan secara intensif hingga
produsen melakukan perbaikan pada kegiatan produksinya
bersamaan dengan diberikannya surat peringatan kepada produsen
agar sesegera mungkin melakukan perbaikan, surat peringatan
diberikan sebanyak tiga kali, jika produsen melanggar atau tidak
menjalankan peringatan yang diberikan oleh BPOM, maka BPOM
akan menindak ke tingkat selanjutnya atau ke ranah hukum (pro
justicia).
Dalam pemeriksaan sarana distribusi. BPOM melakukan
pemeriksaan secara langsung dilapangan, pemeriksaan dilakukan
85
berdasarkan random sampling dimana dalam pemeriksaannya
dilakukan secara acak pada setiap sarana distribusi yang ada di
setiap wilayah. Dalam pemeriksaan ini, jika ditemukan obat
tradisional berbahaya maka BPOM akan menindak dengan
melakukan pemberian peringatan kepada pemilik sarana distribusi
hingga melakukan penyitaan produk yang diduga
berbahaya/dilarang.
2. Pemeriksaan sampling
Dalam melakukan pengawasan di sarana distribusi BPOM juga
melakukan pembelian produk pada saat melakukan
pengawasan/pemeriksaan langsung di lapangan guna pemeriksaan
sampling, pengujian sampling dilakukan di laboratorium BPOM
Provinsi Banten. Hasil pemeriksaan akan dilaporkan kembali pada
bagian pengawasan di lapangan. Jika hasil pemeriksaan
menunjukan bahwa produk tersebut tidak layak edar, maka BPOM
akan menindak dengan melakukan pemberian peringatan kepada
pemilik sarana distribusi hingga melakukan penyitaan produk yang
diduga berbahaya/dilarang.
3. Pengawasan iklan
Pengawasan iklan merupakan pengawasan yang dilakukan oleh
badan POM dalam mengawasi iklan yang dilakukan oleh produsen
dalam memasarkan produknya. Pada dasarnya iklan yang dilakukan
harus sesuai dengan produknya baik manfaatnya, komposisinya
86
maupun visual yang disajikan baik dalam kemasan atau dalam
media masa dan elektronik. Dalam pelaksanaannya pengawasan
dilakukan dengan cara melihat pada kemasan produk dan media
masa maupun elektronik. Apabila ditemukan penyimpangan dalam
kegiatan pemasaran produk/iklan, maka BPOM akan menegur
pihak produsen terkait iklan yang dibuatnya.
4. Public warning
Public warning merupakan produk BPOM dalam memberikan
informasi mengenai obat dan makanan melalui website BPOM RI
terkait informasi baik mengenai produk apa saja yang memiliki izin
edar, produk-produk ilegal, maupun berita seputar kegiatan BPOM
diseluruh wilayah indonesia. Dalam hal ini, BPOM Provinsi Banten
setelah melakukan pemeriksaan dilapangan dan melakukan
sampling uji laboratorium terkait temuan produk yang diduga
berbahaya maka akan dirilis dan dimasukan kedalam forum public
warning atau peringatan publik guna memberikan informasi kepada
masyarakat terkait produk yang beredar dipasaran.
4.2.1 Kendala Pengawasan Balai POM Dalam Peredaran Obat
Tradisional di Kota Serang
Dalam pengawasan peredaran obat tradisional Balai POM menerapkan
dua tahap pengawasan, yaitu pengawasan Pre-Market dan pengawasan Post-
Market.
87
1. Pengawasan Pre-Market
Dalam pengawasan Pre Market Balai POM selaku dinas terkait
hanya sebagai pengguna kebijakan yaitu lebih tepatnya mengawasi
produk yang telah jadi artinya Balai POM hanya dapat mengawasi
kandungan apa saja yang ada pada obat tradisional tersebut, untuk
memutuskan apakah obat tersebut masih bisa beredar atau tidak itu
tergantung kepada kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementrian
Kesehatan (untuk industri obat tradisonal) dan Dinas Kesehatan (untuk
usaha obat tradisional).Dalam pengawasan Pre-Market ini Balai POM
tidak terlalu banyak mengambil peran penting dalam tugasnya, karena
semua kebijakan ada pada DinKes dan KemKes.
2. Pengawasan Post Market
Dalam pengawasan Post Market Balai POM melakukan pengawasan
langsung di lapangan dengan berbagai macam bentuk pengawasan
diantaranya pemeriksaan produksi dan distribusi obat tradisional,
pemeriksaan sampling, pemeriksaan iklan, dan public warning.
Berdasarkan hasil observasi dan data yang diperoleh oleh peneliti, di
Kota Serang tidak ada sarana produksi obat tradisional. Seperti yang
diungkapkan oleh I3-2 Staff Pemeriksaan, Penyidikan, Sertifikasi dan
Layanan Konsumenkepada peneliti sebagai berikut:
“sejauh ini yang kami ketahui di Kota Serang tidak ada sarana
produksiobat tradisional (OT) seperti Industri Kecil Obat
Tradisional (IKOT) atau Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT)
tetapi yang ada usaha jamu gendong. Namun untuk jamu gendong
bukan merupakan wilayah kerja BPOM tetapi lebih ke Dinas
Kesehatan, karena pada intinya BPOM hanya melakukan
88
pengawasan produk.”(Wawancara dengan I3-2, Serang 26 September
2014 Pukul 09.00 WIB).
Berdasarkan penjelasan di atas, Kota Serang tidak memiliki sarana
produksi obat tradisional, hal itupun senada seperti yang diungkapkan
oleh I4 Kasi Makanan, Minuman, Kosmetik dan Batra DinKes Kota
Serang kepada peneliti:
“..Untuk Kota Serang sendiri berdasarkan data yang kami miliki
tidak terdapat IKOT maupun UKOT, yang ada hanya jamu gendong
dan depot-depot jamu.(Wawancara dengan I4, Serang 28 September
2014 Pukul 09.00 WIB).
Sehingga dalam hal ini BPOM hanya melakukan pemeriksaan
terhadap sarana distribusinya saja yang tersebar di seluruh wilayah Kota
Serang. Data yang ada saat ini di Kota Serang terdapat 34 Sarana
distribusi obat tradisional. Sarana distribusi yang dimaksud seperti
apotik, apotik herbal, toko kelontong maupun depot jamu dandata
tersebut merupakan hasil inspeksi langsung yang dilakukan BPOM
dilapangan pada tahun 2013, karena pada kenyataannya BPOM tidak
memiliki data riil mengenai jumlah sarana distribusi yang ada sehingga
membuat pengawasan kurang optimal. Seperti yang diungkapkan I3-2
kepada peneliti:
“kami memang tidak memiliki data riil mengenai jumlah sarana
distribusi obat tradisional (OT) yang ada di Kota Serang ataupun di
wilayah lainnya, karena untuk penjualan obat tradisional (OT) tidak
diatur didalam undang-undang mengenai perizinannya. Tidak
seperti Obat, kalau untuk obat kan sudah jelas siapa distributornya,
seperti PBF (pedagang besar farmasi) dan siapa yang dapat
menjualnya sudah ditentukan, sehingga dalam pengawasannya lebih
mudah.”(Wawancara dengan I3-2, Serang 26 September 2014 Pukul
09.30 WIB).
89
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 006 Tahun 2012 Tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional
Pada Pasal 1 Poin 7:
“Usaha Jamu Racikan adalah usaha yang dilakukan oleh depot
jamu atau sejenisnya yang dimiliki perorangan dengan melakukan
pencampuran sediaan jadi dan atau sediaan segar obat tradisional
untuk dijajakan langsung kepada konsumen.”
Dan pada pasal 6 mengenai perizinan:
1) Setiap industri dan usaha di bidang obat tradisional wajib
memilikiizin dari Menteri.
2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)untuk usaha jamu gendong dan usaha jamu racikan.
Tidak adanya kepastian hukum mengenai izin sarana distribusi obat
tradisional (OT) khususnya usaha jamu racikan atau depot jamu
memudahkan banyak orang membuka toko-toko jamu atau depot jamu
baik tanpa ijin ataupun hanya ijin dari kelurahan atau kepolisian
setempat. Seperti yang diungkapkan salah satu informan kepada
peneliti:
“ini (depot) tidak ada izinnya, kalau mau buka ya tinggal buka saja
kecuali kalau ingin mengembangkan usahanya, baru harus
mengurus perizinan itupun kalau ingin meminjam dana dari bank,
tapi kalau dana dari sendiri tidak perlum mengurus izin. Biasanya
sih ada yang izin dari RT/RW atau kelurahan atau juga kepolisian
setempat.”(Wawancara dengan 15-4, Pemilik Depot Jamu “Istana
Jamu Cinanggung”, Serang 27 September 2014 Pukul 20.00 WIB).
Tidak adanya syarat membuka toko atau depot jamu membuat
berjamurnya toko jamu di Kota Serang, adapun tabel jumlah
depot/sarana distribusi yang ada di Kota Serang yang diperoleh oleh
90
peneliti dari BPOM Provinsi Banten dari hasil pemeriksaanadalah
sebagai berikut:
Tabel 7
Jumlah Sarana Distribusi Obat Tradisional di Kota Serang
Keterangan Tahun
2011 2012 2013
Jumlah saranaDistribusi 12 28 34
(Sumber: BPOM Provinsi Banten, 2014)
Karena kemudahan tersebut banyak toko jamu/depot jamu yang
membuka/menutup tokonya tanpa sepengetahuan BPOM, sehingga
pengawasan menjadi sulit, seperti yang diungkapkan I3-2 kepada
peneliti:
“pernah kami memeriksa salah satu depot jamu di daerah Cipocok
beberapa tahun yang lalu, tapi setahun setelah pemeriksaan kami
coba periksa lagi ternyata depot tersebut sudah tutup.”(Wawancara
dengan I3-2, Serang 26 September 2014 pukul 10.00 WIB).
Sehingga dalam hal ini, BPOM membuat suatu sistem Pengawasan
Obat dan Makanan (SisPOM) yang dalam pelaksanaannya dibutuhkan
kerjasama baik dengan produsen, distributor ataupun masyarakat dan
pemerintah, agar pelaksanaan kebijakan dapat terkendali dan tidak
keluar dari tujuannya.
Dimana produsen melakukan pengawasan internal melalui
pelaksanaan cara-cara produksi yang baik atau GMP (good
manufacturing practices) agar setiap bentuk penyimpangan dari standar
mutu dapat dideteksi sejak awal. Serta masyarakat melakukan
pengawasan melalui peningkatan kesadaran dan peningkatan
pengetahuan mengenai kualitas produk yang digunakannya dan cara-
91
cara penggunaan produk yang rasional. Karena pengawasan oleh
masyarakat sendiri sangat penting dilakukan karena pada akhirnya
masyarakatlah yang mengambil keputusan untuk membeli dan
menggunakan suatu produk. Dan pengawasan yang dilakukan oleh
pemerintah melalui pengaturan dan standardisasi penilaian keamanan,
khasiat dan mutu produk sebelum diijinkan beredar di Indonesia dengan
melakukan inspeksi, pengambilan sampel dan pengujian laboratorium
produk yang beredar serta peringatan kepada publik yang didukung
penegakan hukum.
Selain terdapat kendala dalam data riil mengenai jumlah sarana
distribusi yang ada, dalam melakukan pengawasan dilapangan BPOM
juga tidak dapat serta merta melakukan pemeriksaan ke sarana
distribusi yang dituju tanpa persetujuan langsung pemilik sarana
distribusi jika pemilik sarana distribusi tidak berada di tempat, seperti
yang diungkapkan informan kepada peneliti:
“Kita tidak bisa begitu saja melakukan pemeriksaan, harus ada
surat tugasnya, serta izin dari pemilik toko bahwa kita mau
memeriksa tokonya.”(Wawancara dengan I2, Serang 20 November
2014 pukul 10.00 WIB).
Hal tersebut juga senada seperti yang diungkapkan oleh petugas
pemeriksaan dilapangan, kepada peneliti beliau ungkapkan:
“Kita harus izin terlebih dahulu kepada pemilik toko. Jika tidak
diizinkan kita cari target lain, tapi dengan catatan toko tersebut
akan menjadi target pemeriksaan di bulan berikutnya. Jika masih
menolak diperiksa, maka akan naik menjadi target
penyidikan.”(Wawancara dengan I3-2, Serang 20 November 2014
pukul 01.00 WIB).
92
Berdasarkan penjelasan di atas, BPOM tidak bisa serta merta
melakukan pemeriksaan kepada sarana distribusi obat tradisional tanpa
persetujuan pemilik toko, sehingga sulit untuk menindak langsung toko
yang menjual obat ilegal. Namun begitu, BPOM menjadikan toko
tersebut sebagai target pemeriksaan di bulan atau tahun berikutnya, jika
tetap menolak dilakukan pemeriksaan, maka BPOM menaikan tingkat
pemeriksaan menjadi penyidikan bekerjasama dengan instansi hukum
yang berwenang.
4.2.2 Pelaku Kontrol Pelaksanaan Kebijakan
Kontrol diartikan sebagai proses usaha untuk melihat, dan menemukan
apakah suatu kegiatan yang dilakukan sudah sesuai dengan apa yang
direncanakan. Dengan demikian bukan merupakan kegiatan yang berusaha
mencari kesalahan yang telah dilakukan, namun ditujukan untuk menemukan
secara dini kesalahan atau penyimpangan sehingga dapat dilakukan perbaikan
dan pelurusan kembali agar akibat buruk yang ditimbulkan dari kesalahan atau
penyimpangan tadi tidak berkelanjutan. Sehingga dalam hal ini kontrol atau
pengawasan merupakan unsur terpenting dalam proses pengendalian
pelaksanaan suatu kegiatan atau suatu kebijakan.
Sedangkan pelaku kontrol merupakan subjeknya yang melakukan usaha.
Pelaku kontrol pelaksanaan kebijakan dapat dibedakan menjadi dua macam,
yaitu kontrol eksternal dan kontrol internal. Pelaku kontrol internal (internal
control) dapat dilakukan oleh unit atau bagian monitoring dan pengendalian,
93
dan badan pengawas daerah.Pelaku kontrol eksternal (external control) dapat
dilakukan oleh DPRD, LSM dan komponen masyarakat.
Berdasarkan hasil penelitian dilapangan, pelaku kontrol pelaksanaan
kebijakan dalam hal ini pengawasan obat tradisional, dilakukan oleh beberapa
instansi Pemerintahan. Seperti yang dijelaskan oleh informan kepada peneliti:
”Kalau dari pihak Pemerintah ada beberapa instansi. Yaitu, Balai POM
untuk di Daerah dan Badan POM di Pusat yang ada di Jakarta. kalau di
Daerah itu biasanya Dinas Kesehatan melaksanakan pengawasan yang
sifatnya sosialisasi. Secara khusus bidang dalam pengawasan ada dua
bidang. Yaitu, seksi pemdik serlik yang mengawas dilapangan dan ada
bagian laboratoriumnya seksi pengujian. Sedangkan yang sifatnya
pidana, Polri yang bertugas mengamankan. Kalau dari luar Pemerintah
itu dari produsen, distributor dan masyarakat.”(Wawancara dengan I1,
Serang 23 Oktober 2014 pukul 10.00 WIB)
Berdasarkan penjelasan di atas, pengawasan peredaran obat tradisional
dilakukan oleh BPOM Pusat dan Daerah, BPOM Pusat melakukan pengawasan
terkait perizinan produk dan sarana produksi sedangkan BPOM Daerah
melakukan pengawasan terkait produk yang sudah memiliki izin tersebut
beredar di masyarakat. Dalam melakukan pengawasan peredaran obat
tradisional BPOM dibantu oleh Dinas Kesehatan setempat dalam hal sosialisasi
terkait produk yang beredar. Disamping itu pengawasan tidak hanya dilakukan
oleh instansi pemerintah saja, seperti yang diungkapkan oleh informan kepada
peneliti :
“Kalau dalam konteks pemerintah ada kami dari BPOM, kami juga
bekerjasama dengan Dinkes pada saat pengawasan Pre-Market yaitu
sebelum obat beredar di pasaran, untuk Pre-Market sendiri BPOM yang
mengawasi. Jadi sebelum obat tersebut beredar dimasyarakat obat
tersebut harus mendaftarkan terlebih dulu. Baik produksi dalam negeri
maupun luar negeri, yaitu seperti persyaratan adiministrasi, persyaratan
mutu dan lainnya. Kalau sudah beredar di masyarakat disebut Post-
market, baru kami yang di daerah Balai POM ini Secara khusus dari
94
BPOM yang melakukan pengawasan dilapangan yaitu bagian PEMDIK
SERLIK, yang melakukan pengawasan dan pembinaan yang
bekerjasama dengan Dinkes mengenai pembinaan, itu dalam lingkup
pemerintah nah diluar pemerintah itu semuanya, semua lapisan
masyarakat distributor dan produsen juga ikut berkontribusi dalam
melakukan pengawasan. Apa saja peraturan dalam OT, apa saja yang
tidak boleh beredar, kami juga ada pengawasan dengan melakukan
sampling. Kita ambil sampel OT lalu masuk ke lab. Di lab tersebut ada
parameternya, jadi dari hasil lab jika sesuai produknya bisa dipasarkan
kembali, kalau tidak sesuai bisa masuk dalam publik warning.”
(Wawancara dengan I3-1, Serang 22 Oktober 2014 pukul 10.00 WIB)
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa pengawasan
peredaran obat tradisional juga merupakan peran seluruh lapisan masyarakat,
hal itu juga senada seperti yang disampaikan oleh informan kepada peneliti:
“Ada 3 lapis pengawasan sesuai dengan SisPOM yang kita miliki, yaitu
pemerintah melalui BPOM sebagai pihak internalnya, dan dari produsen
maupun distributor dan juga dari masyarakat sebagai pihak eksternal
pengawasan. Secara khusus pengawasan dilapangan dilakukan oleh
bagian pemeriksaan, penyidikan, sertifikasi dan unit layanan pengaduan
konsumen (PEMDIK SERLIK), untuk obat tradisional dilakukan oleh
bagian pemeriksaan obat tradisional.”(Wawancara dengan I2, Serang 22
Oktober 2014 pukul 10.00 WIB)
Berdasarkan penjelasan dari informan tersebut dapat diketahui bahwa
dalam melakukan pengawasan peredaran obat tradisional dilakukan oleh
berbagai macam instansi Pemerintah dan non Pemerintah. Namun secara
khusus pengawasan peredaran obat tradisional dilakukan oleh Badan Pengawas
Obat dan Makanan dimana dalam hal ini BPOM memiliki tugas melakukan
pengawasan terkait produk yang beredar dipasaran berdasaran izin dari BPOM
itu sendiri. Terkait pelanggaran yang terjadi terhadap peredaran obat
tradisional, BPOM juga bekerjasama dengan kepolisian atau pengadilan selaku
lintas sektor dibidang hukum jika dalam pelanggaran yang terjadi sudah
memasuki ke ranah hukum.
95
BPOM juga bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota terkait peredaran
yang terjadi didalam Kota. Kerjasama yang dilakukan yaitu dalam kegiatan
sosialisasi mengenai bahaya bahan berkimia obat dan dampak yang
ditimbulkan namun sosialisasi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan lebih
condong ke pihak produsen tingkat mikro.
Dalam melakukan pengawasannya BPOM memiliki bidang tertentu
terkait pengawasan peredaran obat tradisional di Kota Serang yaitu pada bagian
Pemeriksaan, Penyidikan, Sertifikasi dan Layanan Konsumen. Berdasarkan
Peraturan Kepala Badan POM Pusat, Seksi Pemeriksaan, Penyidikan,
Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen (Pemdik Serlik) merupakan salah
satu Bidang yang ada di Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). yang
dipimpin oleh 1 orang Kepala Seksi dimana dalam kegiatannya Pemdik Serlik
melaksanakan kegiatan pemeriksaan, kegiatan penyidikan, kegiatan sertifikasi,
dan kegiatan layanan informasi konsumen yang dalam pelaksanaannya dibagi
dan dilakukan oleh masing-masing bagian.
Untuk bagian pemeriksaan mempunyai tugas melakukan pemeriksaan ke
sarana produksi dan distribusi baik untuk komoditi obat, obat tradisional,
kosmetik, suplemen makanan dan produk pangan serta bidang pemeriksaan
juga melakukan pembelian sampel untuk diuji ke laboratorium. Untuk bagian
penyidikan mempunyai tugas melakukan penindakan terhadap pelanggaran
undang-undang kesehatan, narkotika, dan psikotropika. Selain itu juga
melakukan intervensi untuk kegiatan pencegahan terhadap pelanggaran di
bidang obat dan makanan.
96
Untuk bagian Sertifikasi mempunyai tugas lebih banyak berpusat
terhadap kegiatan perizinan baik itu untuk kepentingan izin produksi, izin edar
produk atau terkait klaim halal. Untuk bagian layanan informasi konsumen
tugas utamanya adalah membuat acara untuk sosialisasi kepada masyarakat
baik pada media elektronik maupun media cetak. Hal ini bertujuan agar
masyarakat memiliki pemahaman terhadap bahaya obat tradisional ilegal.
Pengawasan yang dilakukan oleh Balai Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) terhadap peredaran obat tradisional dilakukan baik terhadap kegiatan
produksi dimana produk belum beredar maupun pengawasan terhadap produk
yang telah beredar dipasaran. Pengawasan kegiatan produksi harus dilakukan
dalam rangka menciptakan kegiatan produksi yang higienis dan sesuai standar
GMP (Good Manufacturing Practice) sehingga tidak terjadi pencemaran dan
penyimpangan dalam kegiatan produksi. Sedangkan pengawasan terhadap
produk yang telah beredar dipasaran lebih ditekankan kepada aspek tata cara
penyimpanan/pendistribusian dan pemeriksaan jenis produk yang beredar
dipasaran guna memberikan perlindungan terhadap konsumen.
Tetapi pada kenyataan dilapangan terdapat hambatan yang dihadapi oleh
Balai Pengawas Obat dan Makanan dalam melakukan pengawasan yaitu
pegawai pengawas yang belum memadai dari segi kuantitas sehingga tidak
proporsional dengan luas wilayah pengawasan dan struktur organisasi. Yang
memiliki tugas dalam melakukan pengawasan peredaran obat tradisional
adalah bidang pemeriksaan khususnya pemeriksaan obat tradisional yang
berada dibawah naungan Bagian Pemeriksaan, Penyidikan, Sertifikasi dan
97
Layanan Konsumen (PEMDIK SERLIK) namun staff yang ada pada bagian
tersebut belum memadai untuk melakukan pengawasan secara optimal. Berikut
hasil wawancara peneliti dengan informan:
“Jumlah pegawai yang ada belum sesuai. Dilihat dari luasnya area
dengan SDM yang ada jelas belum sesuai.”(Wawancara dengan I1,
Serang 23 Oktober 2014 pukul 10.00 WIB)
Berdasarkan penjelasan yang diungkapkan oleh informan di atas selaku
Kepala PEMDIK SERLIK, dapat diketahui bahwa jumlah SDM yang ada saat
ini di bagian tersebut memang masih kurang dalam melakukan pengawasan.
Hal itu juga senada dengan yang diutarakan oleh informan selaku koordinator
pengawas obat, obat tradisional, kosmetik, suplemen dan pangan kepada
peneliti:
“Saat ini SDM yang kita miliki belum mencukupi dalam melakukan
pengawasan, karena dari 16 orang pengawas BPOM Serang,
cakupannya 1 Provinsi Banten bukan hanya Kota Serang saja yang kita
awasi. Dengan luasnya wilayah pengawasan, tidak sebanding dengan
jumlah pegawai yang ada saat ini. Idealnya menurut saya, jumlah
pegawai pada bagian pemeriksaan dua kali lipat dari jumlah yang ada,
mungkin sekitar 36 orang.” (Wawancara dengan I2, Serang 22 Oktober
2014 pukul 10.00 WIB)
selain informasi yang diberikan oleh kepala PEMDIK SERLIK dan
koordinator obat, obat tradisional, kosmetik, suplemen dan makanan. Peneliti
juga menanyakan hal tersebut kepada salah satu staff pengawas obat tradisional
yang secara langsung melakukan pengawasan dilapangan, beliau
mengungkapkan:
“Kalau dalam pengawasan SDM kita belum mencukupi, soalnya kita
membawahi 1 Provinsi Banten dan dalam 1 Provinsi itu kita tidak hanya
mengawasi 1 komoditi saja. Namun ada 5 komoditi yang kita awasi,
yaitu kosmetik, obat, obat tradisional, suplemen dan pangan. Dari semua
komoditi tersebut kalau di Banten ini lumayan banyak. Industrinya
98
banyak jumlah pengecernya juga banyak. Jadi dalam melakukan
pengawasan kami membuat skala prioritas dalam beberapa sarana yang
ada nanti dapat ditentukan prioritas yang mana yang harus
didahulukan.”(Wawancara dengan I3-1, Serang 22 Oktober 2014 pukul
11.00 WIB)
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa pegawai pengawas
yang ada belum memadai dari segi kuantitas sehingga tidak proporsional
dengan luas wilayah pengawasan dan struktur organisasi. BPOM melakukan
pengawasan peredaran obat tradisional tidak hanya pada 1 wilayah saja,
namun BPOM melakukan Pengawasan pada 1 Provinsi Banten dimana
terdapat 8 Kabupaten Kota, selain itu BPOM tidak hanya mengawasi 1
komoditi saja melainkan 5 komoditi yang harus diawasi. Yaitu, kosmetik,
obat, obat tradisional, suplemen dan pangan. Dengan banyaknya komoditi
yang harus diawasi ditambah banyaknya jumlah Kabupaten dan Kota tidak
sebanding dengan jumlah SDM yang dimiliki BPOM Serang.
Berdasarkan data yang diperoleh peneliti, saat ini BPOM Provinsi Banten
memiliki 54 orang pegawai dimana dalam kegiatannya dibagi atas beberapa
seksi, yaitu Seksi Pemeriksaan, Penyidikan, Sertifikasi dan Unit Layanan
Pengaduan Konsumen (Pemdik Serlik) yang berjumlah 20 orang termasuk 1
kepala seksi. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa seksi Pemdik
Serlik memiliki pegawai lebih banyak daripada seksi lainnya karena dalam
melakukan pengawasan, BPOM melakukan pengawasan dilapangan
sehingga membutuhkan banyak personil dalam melaksanakan kegiatannya.
Adapun agar lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
99
Tabel 8
Jumlah Pegawai BPOM Provinsi Banten
No. Bidang Jumlah
Pegawai
Keterangan
1. Kepala BPOM Provinsi Banten 1 Kepala Bpom Provinsi
Banten
2. Tata Usaha 10 1 Orang Kepala Seksi
9 Orang Pegawai
3.
Seksi Pemeriksaan, Penyidikan,
Sertifikasi dan Unit Layanan
Pengaduan Konsumen (Pemdik Serlik)
20
1 Orang Kepala Seksi
19 Orang Pegawai
4.
Seksi Pengujian Produk Terapetik,
NAPZA, Obat Tradisional, Kosmetika
Dan Produk Komplemen
(TERANOKOKO)
11
1 Orang Kepala Seksi
10 Orang Pegawai
5.
Seksi Pengujian Produk Pangan, Bahan
Berbahaya dan Mikrobiologi
12 1 Orang Kepala Seksi
11 Orang Pegawai
(Sumber: BPOM Provinsi Banten, 2014)
Adapun mengenai jumlah pegawai pada seksi pemdik serlik dibagi lagi
atas beberapa bagian, seperti yang terdapat ada tabel berikut:
Tabel 9
Jumlah Pegawai Seksi Pemdik Serlik
No. Bagian Jumlah Keterangan
1. Kepala Seksi 1 Kepala Seksi
2.
Pemeriksaan
kosmetik, obat
tradisional,
suplemen
makanan dan
produk pangan
10
1 Orang Koordinator Pemeriksaan Farmasi
2 Orang Staff Pemeriksaan Farmasi
1 Orang Koordinator Pemeriksaan Obat
Tradisional, Kosmetik, Suplemen
3 Orang Staff Pemeriksaan Obat
Tradisional, Kosmetik, Suplemen
1 Orang Koordinator Makanan
3 Orang Staff Pemeriksaan Makanan Dan
Minuman
3. Penyidikan 2 1 Orang Koordinator Penyidikan
1 Orang Staff Penyidikan
4.
Sertifikasi Dan
Layanan Informasi
Konsumen (Serlik)
3
1 Orang Koordinator Serlik
2 Orang Staff/Pegawai Serlik
3 Orang Staff Pemeriksaan Makanan Dan
Minuman
5. Penyidikan 2 1 Orang Koordinator Penyidikan
1 Orang Staff Penyidikan
100
6.
Sertifikasi Dan
Layanan Informasi
Konsumen (Serlik)
3
1 Orang Koordinator Serlik
2 Orang Staff/Pegawai Serlik
(Sumber:Peneliti, 2014)
Dalam hal ini koordinator memiliki tanggung jawab lebih untuk
mengkoordinir dan menjadi jembatan antara kepala seksi dengan staff,
dimana kepala seksi memberikan tugas kepada masing-masing koordinator
pengawasan yang kemudian disampaikan kepada masing-masing staff yang
bersangkutan. Pelaku pengawas kebijakan merupakan salah satu unsur yang
sangat penting dalam implementasi fungsi pengawasan.
Berdasarkan tabel 10 dapat diketahui bahwa BPOM Provinsi Banten
belum memiliki pegawai yang cukup dalam mengawasi peredaran obat
tradisional di Kota Serang, yang melakukan pengawasan dilapangan yaitu
bagian pemeriksaan khususnya dalam hal ini pemeriksaan obat tradisional,
namun pegawai yang ada hanya terdiri dari 4 orang yaitu satu penanggung
jawab dan tiga staff tetap sehingga dalam pelaksanaannya masih
membutuhkan bantuan dengan bidang lainnya. Yaitu bidang pengawas obat,
bidang pengawas kosmetik, bidang pengawas suplemen dan makanan.
Pada dasarnya faktor sumber daya manusia mempunyai peranan penting
dalam implementasi kebijakan, karena bagaimanapun jelas dan konsistennya
ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan suatu kebijakan jika para personil
yang bertanggung jawab mengimplementasikan kebijakan kurang mempunyai
sumber-sumber untuk melakukan pekerjaan secara efektif. Maka
implementasi kebijakan tersebut tidak akan berjalan dengan efektif pula.
Disisi lain balai pengawas obat dan makanan Provinsi Banten tidak dapat
101
menambah jumlah pegawai karena penambahan jumlah pegawai sudah diatur
oleh BPOM Pusat.
Penambahan jumlah pegawai tidak dapat dilakukan serta merta namun
dibutuhkan pengkajian dan perhitungan dengan beban kerja dan akivitas yang
dibutuhkan. Dengan kurangnya pegawai pada bidang pengawas obat
tradisional dapat berdampak terhadap waktu yang telah ditentukan dan kinerja
bidang-bidang lainnya. Karena dalam melakukan pengawasan dilapangan,
bidang pengawas obat tradisional membutuhkan bantuan tenaga pegawai dari
bidang lainnya.
Pelaku pengawasan kebijakan merupakan salah satu unsur yang sangat
penting dalam implementasi fungsi pengawasan karena kredibilitas pelaku
pengawasan akan sangat mempengaruhi keberhasilan pencapaian tujuan
kebijakan. Maka dalam hal ini pengawasan membutuhkan peran kedua belah
pihak dalam prosesnya yaitu pihak internal dan pihak eksternal agar
pelaksanaan kegiatan atau kebijakan berjalan dengan baik. Seperti yang
dijelaskan oleh informan sebagai berikut:
“..Kalau dari luar Pemerintah itu dari produsen, distributor dan
masyarakat.”(Wawancara dengan I1, Serang 23 Oktober 2014 pukul
10.00 WIB)
Berdasarkan penjelasan tersebut pelaku pengawasan juga merupakan
tanggungjawab seluruh lapisan masyarakat, hal ini senada dengan yang
disampaikan oleh informan kepada peneliti
“…diluar pemerintah itu semuanya, semua lapisan masyarakat,
distributor dan produsen juga ikut berkontribusi dalam melakukan
pengawasan. Apa saja peraturan dalam OT, apa saja yang tidak boleh
102
beredar.”(Wawancara dengan I3-2, Serang 22 Oktober 2014 pukul 11.30
WIB)
Berdasarkan penjelasan di atas pelaku kontrol eksternal dilakukan oleh
produsen produk itu sendiri, dan peran serta masyarakat sebagai konsumen.
Dengan begitu pengawasan terhadap obat-obatan tradisional dapat dilakukan
dengan baik, karena jika pengawasan hanya dilakukan oleh BPOM saja tanpa
kepedulian pihak lain akan terasa percuma dan sulit dilakukan.
Pengawasan yang dilakukan produsen terkait obat tradisional yaitu
dengan menerapkan cara pembuatan obat tradisional yang baik (CPOTB)
sesuai dengan lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan RI Nomor: HK.00.05.4.1380. Secara garis besar implementasi
CPOTB, meliputi:
1. Personalia yang dimiliki hendaklah yang ahli sesuai tugas dan
fungsinya.
2. Bangunan industri obat tradisional yang dimiliki hendaklah
menjamin aktifitas industri berlangsung dengan aman.
3. Peralatan yang digunakan dalam pembuatan produk kendaklah
memiliki rancang bangun kontruksi yang tepat, ukuran yang
memadai serta ditempatkan dengan tepat, sehingga mutu yang
dirancang bagi tiap produk terjamin secara seragam, serta
memudahkan pembersihan dan perawatannya.
4. Dalam pembuatan hendaklah diterapkan tindakan sanitasi dan
higiene yang meliputi bangunan, peralatan dan perlengkapan,
personalina, bahan dan wadah serta faktor lain sebagai sumber
pencemaran produk.
5. Setiap bahan baku yang digunakan untuk pembuatan hendaklah
memenuhi persyaratan yang berlaku.
6. Pengolahan dan pengemasan hendaklah dilaksanakan dengan
mengikuti cara yang telah ditetapkan oleh industri sehingga dapat
menjamin produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi syarat yang
berlaku.
7. Melakukan pengawasan mutu merupakan tanggung jawab semua
unsur dalam semua rangkaian pembuatan adalah mutlak untuk
menghasilkan produk yang bermutu mulai dari bahan awal sampai
pada produk jadi.
103
8. Melakukan inspeksi diri apakah seluruh aspek pengolahan,
pengemasan dan pengendalian mutu selalu memenuhi CPOTB.
9. Melakukan dokumentasi produk yang meliputi spesifikasi,
label/etiket, prosedur, metoda dan instruksi, catatan dan laporan
serta jenis dokumentasi lain yang diperlukan dalam perencanaan,
pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan
pembuatan produk.
Namun dalam kenyataan dilapangan terjadi ketimpangan dalam peran
pelaku pengawas kebijakan. Yaitu, dari produsen selaku pengawas kebijakan
eksternal, dimana dalam pelaksanaannya terdapat permasalahan terkait
pembuatan produk. Data ini diperoleh oleh peneliti berdasarkan laporan
tahunan BPOM pada tahun 2013, BPOM telah memeriksa 8 produsen OT, 2
produsen yang diperiksa sudah memenuhi standar cara pembuatan obat
tradisional yang baik (CPOTB) sedangkan 6 lainnya tidak memenuhi standar
CPOTB. Yaitu, dimana kelima produsen diketahui melakukan penyimpangan
CPOTB berupa higienis dan sanitasi danfasilitas penunjang tidak memenuhi
syarat.
Sedangkan satu produsen lainnya dalam penandaan tidak memenuhi
syarat. Dan diberikan sanksi peringatan. Berdasarkan data tersebut dapat
diketahui bahwa rata-rata produsen OT baik dalam kegiatan berproduksi
maupun pengawasan yang dilakukan oleh produsen kurang optimal. Serta
ditambah CPOTB belum dilaksanakan disebagian besar industri obat
tradisional terutama Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT). Seperti yang
disampaikan oleh Informan kepada peneliti:
“biasanya untuk produsen obat tradisional yang besar, seperti
sidomuncul sudah melakukan CPOTB dengan baik, namun untuk obat-
obatan skala industri kecil pelanggaran produk masih
104
ditemukan”(Wawancara dengan I2, Staff Bagian Pemeriksaan BPOM,
Serang 31 September 2014 Pukul 10.00 WIB).
Produsen mempunyai kewajiban melakukan pengawasan dalam
kegiatan berproduksi dengan menerapkan CPOTB dan Good Manufacturing
Practice (GMP) guna menghasilkan produk yang sehat untuk dikonsumsi
masyarakat, adapun penerapan CPOTB menurut BPOM RI terlampir. Namun
dalam prakteknya masih ada produsen belum sepenuhnya menerapkan
CPOTB dan GMP sampai saat ini. Seperti yang dijelaskan informan kepada
peneliti:
“berdasarkan hasil pemeriksaan kami dilapangan, dari sekian banyak
produsen/sarana produksi obat tradisional (OT) sebagian besar sudah
pernah diberi peringatan terkait CPOTB dan GMP, rata-rata terkait
sanitasi dan higienis mengenai air yang digunakan dalam pembuatan
produk.”(Wawancara dengan I3-2, Staff Bagian Penyidikan BPOM,
Serang 2 Oktober 2014 Pukul 09.00 WIB).
Pada kenyataannya penerapan CPOTB tidak dapat dilaksanakan secara
serta merta dalam satu waktu, karena banyak sekali poin-poin yang harus
dipenuhi yang dapat mempersulit produsen dalam memproduksi produknya,
sehingga dalam hal ini BPOM terus mendorong produsen dengan cara
memberikan peringatan setahap demi setahap hingga produsen dapat
mencapai standar CPOTB yang sudah ditentukan.
Dalam hal pengawasan, apalagi mengenai pengawasan pelaksanaan
suatu kebijakan yang paling berperan penting didalamnya adalah masyarakat,
karena pada dasarnya suatu kebijakan dibuat berdasarkan fenomena-
fenomena yang terjadi di masyarakat. Tanpa adanya masukan atau opini
masyarakat terkait pengawasan pelaksanaan suatu kebijakan maka
105
pengawasan akan berjalan kurang optimal. Pengawasan peredaran obat
tradisional yang dilakukan pemerintah membutuhkan dukungan dan bantuan
penuh dari masyarakat, karena masyarakat merupakan sumber informasi
utama dalam pelaksanaan pengawasan yang berhubungan langsung dengan
produk yang dibuat.
Selain pengawasan yang dilakuan oleh produsen, masyarakat juga
memiliki peran dalam melakukan pengawasan yaitu dengan cara melakukan
pengaduan kepada BPOM setempat apabila ditemukan obat tradisional yang
mencurigakan. Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas maka sinergi kedua
peran baik peran pihak internal maupun pihak eksternal sangat dibutuhkan
dalam pengawasan kebijakan. Namun, berdasarkan fakta dilapangan
rendahnya peran serta masyarakat dalam pengawasan akan adanya produk
yang dilarang beredar membuat pengawasan menjadi kurang optimal, seperti
tidak adanya pengaduan masyarakat mengenai obat tradisional ilegal yang
beredar di Kota Serang padahal berdasarkan hasil observasi awal peneliti
dilapangan banyak ditemukan obat tradisional ilegal dan banyak yang
mengkonsumsi obat tersebut.
Pernyataan ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti
terhadap data hasil laporan pengaduan konsumen. Adapun tabel data hasil
laporan pengaduan konsumen terlampir. Berdasarkan hasil laporan
pengaduan konsumen pada tahun 2013, yang melakukan pengaduan
mengenai obat tradisional sebanyak 39 kali jumlah pengaduan, namun untuk
106
pengaduan mengenai produk ilegal tidak ada, seperti yang diungkapkan oleh
salah satu pegawai BPOM:
“ada 38 jenis kategori pengaduan, untuk pengaduan mengenai produk
ilegal masuk kedalam jenis kategori produk terdaftar tetapi untuk
pengaduan tersebut jarang ada yang melakukan, untuk tahun kemarin
saja tidak ada dan untuk tahun ini ada satu tetapi bukan bentuk
pengaduan namun dalam bentuk pertanyaan.”(Wawancara dengan I2,
Staff Bagian Penyidikan BPOM, Serang 5 Oktober 2014 Pukul 09.00
WIB).
Selain melakukan penelitian terhadap data yang diperoleh dari BPOM,
peneliti juga melakukan observasi di lapangan untuk memastikan
implementasi pengawasan yang dilakukan oleh sarana distribusi depot jamu
sebagai pihak eksternal yang menjual obat tradisional secara langsung kepada
masyarakat, dan fakta di lapangan menjelaskan bahwa sarana distribusi depot
jamu selaku pelaku pengawas eksternal memang masih rendah dalam
pengawasannya, hal itu dibuktikan dari masih adanya sarana distribusi depot
jamu yang menjual produk yang dilarang edar oleh BPOM. Adapun jenis
produk seperti yang sudah dicantumkan peneliti di latar belakang yang
diperoleh dari hasil observasi awal. Sehingga produk tersebut masih tetap
laku dipasaran dan tetap beredar. Dalam hal ini, peneliti mencoba mencari
tahu alasan depot jamu menjual obat tradisional ilegal, Berikut penjelasan
informan mengenai alasan menjual jamu ilegal kepada peneliti:
“Karena ada saja yang beli obatnya.”(Wawancara dengan I5-3, Pemilik
Depot Jamu, Serang 1 Oktober 2014 Pukul 19.00 WIB).
Berdasarkan penjelasan di atas pemiliki toko menyediakan obat jamu
ilegal tersebut atas banyaknya masyarakat yang membeli obat tersebut. Hal
ini juga senada seperti yang disampaikan informan kepada peneliti saat
107
peneliti melakukan observasi di sarana distribusi depot jamu di lokasi yang
berbeda:
“Ya karena itu tadi, masyarakatnya merasa obatnya manjur, jadi ada
saja yang membeli.”(Wawancara dengan I5-4, Pemilik Depot Jamu,
Serang 1 Oktober 2014 Pukul 21.00 WIB).
Berdasarkan penjelasan informan di atas dapat diketahui bahwa
pengawasan yang dilakukan oleh pihak sarana distribusi juga belum optimal,
karena pada dasarnya distributor berorientasi dibidang bisnis dimana terdapat
banyak permintaan maka jumlah ketersediaan juga meningkat, hal ini
disebabkan masyarakat masih membeli dan mengkonsumsi obat tradisional
ilegal. Seperti yang diungkapkan informan kepada peneliti, saat peneliti
bertanya mengenai alasan mengapa masyarakat masih mengkonsumsi obat
ilegal tersebut:
“Karena seketika merasa enak, jadi dikonsumsi terus menerus.”
(Wawancara dengan I6-2, Masyarakat, Serang 24 Oktober 2014 Pukul
16.00 WIB).
Cepatnya efek yang dirasakan oleh konsumen membuat obat tradisional
ilegal laku dipasaran sehingga peredarannya sulit dihentikan, hal tersebut juga
senada diucapkan oleh infoman selaku konsumen yang menggunakan obat
tradisional ilegal:
“Pertama obatnya mudah didapat di warung-warung jamu, yang kedua
itu untuk perubahan yang tadinya sakit jadi sehat.”(Wawancara dengan I6-
1, Masyarakat, Serang 22 Oktober 2014 Pukul 16.00 WIB).
Alasan mudah didapat, murahnya harga dan tingginya khasiat membuat
masyarakat masih membeli dan mengkonsumsi obat tradisional yang dilarang
oleh BPOM. Nampak jelas bahwa dalam pelaku kontrol pelaksanaan
108
kebijakan terjadi ketimpangan, dimana pengawasan yang dilakukan
seharusnya sesuai dengan SisPOM yang dibuat oleh BPOM RI yaitu
dilakukan oleh produsen, masyarakat dan pemerintah, namun dalam
kenyataannya masih terdapat rendahnya kepedulian baik dari pihak produsen
maupun masyarakat sebagai konsumen.
Disamping itu, untuk membantu BPOM dalam melakukan pengawasan
BPOM membuat suatu produk peringatan publik (Public Warning) dalam
memberikan informasi mengenai obat dan makanan melalui website BPOM
RI terkait informasi baik mengenai produk apa saja yang memiliki izin edar,
produk-produk ilegal, maupun berita seputar kegiatan BPOM diseluruh
wilayah indonesia.
Agar peringatan publik (Public Warning) diketahui oleh masyarakat
maka diperlukan sosialiasi mengenai Public Warning kepada masyarakat
karena tidak seluruh masyarakat mengetahui adanya peringatan publik
(Public Warning) yang dibuat oleh BPOM guna membantu masyarakat
mengetahui produk apa saja yang dilarang edar. Namun berdasarkan hasil
observasi peneliti, masih terdapat masyarakat yang belum mengetahui
keberadaan Public Warning tersebut. Seperti yang disampaikan oleh informan
kepada peneliti:
“Pernah lihat di tv dan dikoran mengenai obat tradisional ilegal tetapi
public warning saya tidak tahu.” (Wawancara dengan I5-1, Penjaga
Depot Jamu, Serang 26 Oktober 2014 Pukul 18.00 WIB).
Berdasarkan pemaparan informan tersebut, sosialisasi yang dilakukan
oleh BPOM belum sepenuhnya dilakukan secara optimal. Hal itu senada
109
seperti yang disampaikan oleh informan kepada peneliti saat peneliti
menanyakan mengenai sosialisasi terkait obat tradisional ilegal dan public
warning:
“Belum pernah dengar mengenai sosialisasi obat tradisional yang
legal atau ilegal, tapi pernah baca dikoran mengenai jamu ilegal.
public warning saya tidak tahu.” (Wawancara dengan I5-3, Penjaga
Depot Jamu, Serang 27 Oktober 2014 Pukul 17.00 WIB).
Kurang meratanya sosialisasi juga membuat masyarakat tidak tahu obat
seperti apa yang layak dan tidak layak dipasaran sehingga memungkinkan
masyarakat menjadi acuh tak acuh terhadap produk-produk tersebut.
Sehingga dalam pelaksanaan strategi pemantauan kurang berjalan dengan
maksimal dikarenakan salah satu unsur pelaku kontrol pelaksanaan kebijakan
kurang berperan aktif.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan pihak BPOM mengenai
kurang meratanya sosialisasi, terdapat beberapa faktor yang perlu dikaji oleh
BPOM dalam melakukan pengawasan yang berpengaruh terhadap kegiatan
sosialisasi, berikut penjelasan informan kepada peneliti:
“kami melakukan sosialisasi melalui internet seperti public warning,
media elektronik seperti siaran televisi, siaran radio, ada juga melalui
brosur atau spanduk dan juga kami langsung mengundang para
produsen dan konsumen untuk memberikan sosialisasi baik mengenai
tata cara produksi maupun informasi mengenai obat apa saja yang
dilarang dikonsumsi, walaupun memang belum semua lapisan
menerima informasi karena ada banyak hal yang menjadi penghambat
sosialisasi tersebut baik hambatan dari internal maupun eksternal.
Dari internal memang kami akui kami kekurangan SDM sebagai
narasumber dan ditambah juga kami harus menyesuaikan dengan
jadwal yang ada, jujur saja beban tugas kami dengan jumlah pegawai
yang ada tidak sebanding, sehingga untuk sosisalisasi kami memang
mengakui kurang optimal. Dan dari segi eksternal cakupan
pengawasan kami cukup luas yaitu satu Provinsi Banten dengan
wilayah seluas itu tidak mudah untuk melakukan sosialisasi, apalagi
110
mengundang produsen dari wilayah yang berbeda untuk dilakukan
sosialisasi gabungan. Dan mengenai sosialisasi melalui internet
maupun brosur atau juga pada saat ada pameran, kami sudah
melakukan sosialisasi seoptimal mungkin, tetapi kembali lagi ke
masyarakatnya apakah mereka menerima sosialisasi tersebut atau
tidak.” (Wawancara dengan I1, Staff PEMDIK SERLIK BPOM Prov.
Banten, Serang 23 Oktober 2014 Pukul 10.00 WIB).
Berdasarkan penjelasan di atas, sosialisasi yang dilakukan oleh BPOM
belum sepenuhnya diterima oleh seluruh lapisan masyarakat karena
banyaknya hambatan yang ada baik dari internal maupun eksternal, dimana
hambatan internal terdapat pada segi SDM BPOM Provinsi Banten yang
terbatas baik sebagai narasumber maupun sebagai pengawas dan hambatan
eksernal yaitu luasnya cakupan area pengawasan, hal tersebut juga senada
seperti yang diutarakan oleh informan berikut sebagai pihak koordinator
pengawas obat tradisional kepada peneliti:
“Dalam melakukan pengawasan, kami menerapkan manajemen resiko
dimana pengawasan dilakukan pada daerah yang memiliki resiko lebih
besar dalam melakukan penyimpangan-penyimpangan, penyimpangan
yang dimaksud yaitu banyaknya peredaran obat ilegal atau
terdapatnya sarana-sarana produksi ilegal. Ada 3 faktor utama dalam
menerapkan manajemen resiko yang terdiri dari jumlah penduduk, luas
wilayah, dan letak wilayah. Jadi dalam hal ini pengawasan kami lebih
condong ke wilayah Tangerang karena menurut hasil kajian kami.
Pertama, jumlah penduduk di wilayah tangerang lebih banyak
dibandingkan ke tiga wilayah lainnya seperti Lebak, Pandeglang dan
Serang. Kedua, luas wilayah Tangerang juga lebih besar dibandingan
wilayah lainnya, sehingga penyebaran obat atau sarana produksi lebih
banyak. Ketiga, letak wilayah Tangerang lebih strategis dimana
berbatasan dengan Ibukota dan biasanya wilayah yang berada di
perbatasan cenderung banyak terjadi penyimpangan dan tindak
kriminal. Sehingga pengawasan dan sosialiasi kami masih berpusat di
wilayah Tangerang dan selain itu, sarana produksi untuk obat
tradisional lebih banyak berada di wilayah Tangerang.” (Wawancara
dengan I2, Koordinator Pemeriksaan Kosmetik, Obat Tradisional, dan
Suplemen Makanan, Serang 22 Oktober 2014 Pukul 10.00 WIB).
111
Berdasarkan pemaparan tersebut terbatasnya SDM yang ada dan
luasnya cakupan area pengawasan menjadikan sistem manajemen resiko
sebagai pilihan dalam melakukan pengawasan yang dilakukan oleh BPOM
Provinsi Banten. Hal tersebut juga senada seperti yang diungkapkan informan
selaku staff pengawas yang melakukan pemeriksaan dilapangan kepada
peneliti:
“Untuk sosialisasi kami memang masih fokus di wilayah Tangerang
karena menurut hasil pengawasan yang kami lakukan, di wilayah
Tangerang banyak terdapat sarana produksi dan distribusi obat
tradisional ditambah wilayah tangerang penduduknya lebih banyak
dibandingan wilayah lainnya sehingga kemungkinan terjadi
penyimpangan semakin besar, untuk wilayah Serang kami memang
belum banyak melakukan sosialisasi. Sosialisasi yang kami lakukan
biasanya hanya di pameran saja seperti kemarin ulang tahun Kota
Serang kami mendirikan stand disana dan memberikan informasi
mengenai produk-produk ilegal termasuk obat tradisional.”
(Wawancara dengan I3-1, Staff PEMDIK SERLIK BPOM Prov. Banten,
Serang 22 Oktober 2014 Pukul 13.00 WIB).
Berdasarkan penjelasan di atas, terdapat beberapa faktor yang perlu
dikaji oleh BPOM dalam melakukan sosialisasi baik mengenai public
warning maupun sosialisasi lainnya, secara umum seperti faktor jumlah
penduduk, faktor luas wilayah serta faktor letak wilayah. Sehingga sosialisasi
yang dilakukan tidak dapat dilakukan secara menyeluruh. Dalam hal ini
sosialisasi yang dilakukan BPOM Provinsi Banten di Kota Serang yaitu
melalui pameran-pameran yang diadakan minimal 1 tahun sekali.
Faktor terpenting dalam penerapan suatu kebijakan khususnya
mengenai pengawasan obat tradisional yang didalamnya dibutuhkan
pengawasan dari masyarakat adalah melalui sosialisasi sebaik mungkin, baik
berupa data, teori maupun praktek mengenai informasi obat tradisional baik
112
yang legal maupun yang legal. Sosialisasi yang baik akan menghasilkan
penerapan kebijakan yang baik pula, sebaliknya sosialisasi yang buruk akan
menimbulkan banyak masalah dalam penerapan kebijakan, dalam hal ini
BPOM Provinsi Banten mengakui bahwa sampai saat ini sosialisasi yang
dilakukan masih kurang mengenai seluruh lapisan masyarakat.
Banyaknya kendala yang harus dihadapi membuat BPOM Provinsi
Banten kesulitan melakukan sosialisasi serta kesadaran masyarakat akan
pentingnya informasi merupakan poin penting dalam memerangi peredaran
obat tradisional ilegal, karena pada dasarnya masyarakat sendiri yang dapat
memproteksi diri dari hal-hal yang merugikan sedangkan pemerintah hanya
membantu masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat.
Partisipasi masyarakat dalam hal pengawasan peredaran obat
tradisional, yaitu masyarakat harus dapat menolak dan melaporkan jika
ditemukan obat tradisional ilegal atau mencurigakan. Untuk mengetahui
kerjasama masyarakat dengan Pemerintah dalam melakukan pengawasan
peredaran obat tradisional, peneliti melakukan observasi mengenai partisipasi
masyarakat dalam pengawasan peredaran obat tradisional ilegal, berikut
penyampaian informan kepada peneliti:
“Saya mah masa bodo mas, udah pusing mikirin gimana caranya
bertahan hidup, udah gak kepikiran laporan ke BPOM segala.”
(Wawancara dengan I5-1, Penjaga Depot Jamu, Serang 26 Oktober
2014 Pukul 18.00 WIB).
Berdasarkan penjelasan tersebut nampak jelas bahwa masyarakat masih
belum optimal partisipasinya dalam melakukan pengawasan peredaran obat,
113
hal itu juga serupa seperti yang diungkapkan informan selaku masyarakat
mengenai partisipasi pengawasan kepada peneliti:
“Belum, karena ketidaktahuan masyarakat pada umumnya mengenai
kelegalan barang tersebut. Kita tidak tahu mana yang legal mana
yang ilegal, karena semua obat tradisional ada nomor Depkes dan
nomor BPOM nya. (Wawancara dengan I5-2, Penjaga Depot Jamu,
Serang 27 Oktober 2014 Pukul 20.00 WIB).
Berdasarkan penjelasan di atas belum optimalnya partisipasi
masyarakat dalam pengawasan peredaran obat tradisional dikarenakan
kurangnya pemahaman masyarakat mengenai kelegalan produk serta kurang
meratanya sosialisasi yang dilakukan seperti yang diungkapkan informan
kepada peneliti:
“Belum, belum pernah. Tidak tahu mau mengadu kemana. (Wawancara
dengan I5-3, Penjaga Depot Jamu, Serang 27 Oktober 2014 Pukul
17.00 WIB).
Kurang optimalnya partisipasi masyarakat akan pengawasan peredaran
obat tradisional dan kurang meratanya informasi membuat peredaran obat
tradisional ilegal sulit dihentikan, karena dalam kehidupan berlaku hukum
pasar dimana banyaknya pembeli/peminat maka banyak pula produksi yang
dilakukan. Selama masyarakat masih mengkonsumsi obat tradisional ilegal
maka peredarannya akan sulit dihentikan.
Selain adanya partisipasi masyarakat dalam melakukan pengawasan.
BPOM sebagai pihak pemerintah juga didukung dengan adanya kerjasama
lintas sektoral dengan instansi lain didalamnya. Dalam hal pengawasan
peredaran obat tradisional BPOM bekerjasama dengan Dinas Kesahatan dan
untuk wilayah Kota BPOM Provinsi Banten bekerjasama dengan Dinas
114
Kesehatan Kota Serang. Bentuk kerjasama BPOM dengan Dinas Kesehatan
Kota Serang terkait mengenai penyuluhan sesuai dengan tugas dan fungsi
Dinas Kesehatan dalam melakukan pengawasan obat tradisional. Seperti yang
diungkapkan informan selaku Kasi pengawasan makanan, minuman,
kosmetik, dan obat tradisional Dinas Kesehatan Kota Serang kepada peneliti:
“Kami melakukan pengawasan batra (obat tradisional) sesuai dengan
tupoksi Dinas Kesehatan Kota Serang yang diatur dalam perda no. 9
tahun 2008. yaitu dengan melakukan penyuluhan ke sarana distribusi
batra dan ke sarana pengobatan tradisional. Untuk penyitaan diluar
tanggung jawab kami, kalau itu ada di BPOM. Intinya kami hanya
melakukan sosialisasi kepada distribusi batra melalui UPT yang ada
di puskesmas dan kader-kader yang ada di setiap wilayah. Sasaran
sosialisasi kami itu penjual jamu gendong, industri kecil obat
tradisional (IKOT), usaha kecil obat tradisional (UKOT). dan depot
jamu. Untuk Kota Serang sendiri berdasarkan data yang kami miliki
tidak terdapat IKOT maupun UKOT, yang ada hanya jamu gendong
dan depot-depot jamu.” (Wawancara dengan I4, Kasi pengawasan
makanan, minuman, kosmetik, dan obat tradisional Dinas Kesehatan
Kota Serang, Serang 27 Oktober 2014 Pukul 10.00 WIB).
Hal itupun serupa dengan pernyataan dari pihak BPOM Provinsi Banten
bahwa dalam hal pengawasan, Dinas Kesehatan Kota Serang hanya memiliki
tanggung jawab dalam memberikan sosialisasi kepada pemiliki usaha dan
penjual obat tradisional sesuai dengan Perda yang berlaku. Dengan kata lain
BPOM melakukan pemeriksaan obat tradisional secara individu tanpa ada
campur tangan dengan instansi lain sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor
103 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi
dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen dimana dalam hal ini
pengawasan obat dan makanan merupakan tanggung jawab BPOM
sepenuhnya. Sehingga membuat pengawasan menjadi kurang optimal.
115
4.2.3 Standar Operasional Pengawasan
Dalam melakukan pengawasan diperlukan suatu pedoman atau tata cara
dalam melakukan pengawasan tersebut, sehingga pengawasan atau pemantauan
yang dilakukan tersusun dan terencana serta dapat mengukur sejauh mana
kebijakan yang telah dibuat dalam implementasinya terhadap objek kebijakan.
Standard Oprational Prosedure (SOP) merupakan suatu standar/ pedoman
tertulis yang dipergunakan untuk mendorong dan menggerakan suatu
kelompok dalam mencapai tujuan organisasi. Tujuan diberlakukannya SOP
yaitu:
1. Agar petugas/pegawai menjaga konsistensi dan tingkat kinerja
petugas/pegawai atau tim dalam organisasi atau unit kerja.
2. Agar mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap-tiap posisi
dalam organisasi.
3. Memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari
petugas/pegawai terkait.
4. Melindungi organisasi/unit kerja dan petugas/pegawai dari
malpraktek atau kesalahan administrasi lainnya.
5. Untuk menghindari kegagalan/kesalahan, keraguan, duplikasi dan
inefisiensi.
Serta, Fungsi adanya SOP yaitu:
1. Memperlancar tugas petugas/pegawai atau tim/unit kerja.
2. Sebagai dasar hukum bila terjadi penyimpangan.
3. Mengetahui dengan jelas hambatan-hambatannya dan mudah
dilacak.
4. Mengarahkan petugas/pegawai untuk sama-sama disiplin dalam
bekerja.
5. Sebagai pedoman dalam melaksanakan pekerjaan rutin.
Dalam menjalankan pengawasan, peran pegawai memiliki kedudukan
dan fungsi yang sangat signifikan. Oleh karena itu diperlukan standar-standar
operasi prosedur sebagai acuan kerja secara sungguh-sungguh untuk menjadi
sumber daya manusia yang profesional dan handal, sehingga dapat
116
mewujudkan visi dan misi instansi. BPOM di Serang memiliki SOP dalam
melakukan pengawasan, seperti yang diungkapkan oleh informan kepada
peneliti:
“Jelas ada, karena kita memiliki keterbatasan SDM jadi kita punya
SOP yang tidak memungkinkan kita memeriksanya satu persatu, jika
banyak temuan di masyarakat terhadap obat tradisional ilegal hasil
yang ada pada tahun lalu itulah poin-poin yang kami dahulukan.”
(Wawancara dengan I1 Staff PEMDIK SERLIK BPOM Prov. Banten,
Serang 23 Oktober 2014 Pukul 10.00 WIB).
Berdasarkan penjelasan di atas, BPOM memiliki SOP dalam melakukan
pengawasan, dimana SOP yang ada kemudian menjadi acuan rencana kerja
BPOM dalam melakukan pengawasan seperti yang diungkapkan informan
selaku koordinator pengawasan kepada peneliti:
“…kita ada rencana kerja tahunan untuk pemeriksaan sarana
distribusi dan produksi. Untuk manajemen mutu disini sudah
disertifikasi.” (Wawancara dengan I2, Koordinator Pemeriksaan
Kosmetik, Obat Tradisional, dan Suplemen Makanan, Serang 22
Oktober 2014 Pukul 10.00 WIB).
Hal tersebut senada dengan yang diungkapkan informan selaku
pengawas langsung di lapangan mengenai rencana kerja pengawasan kepada
peneliti:
“Kita ada rencana kerja tahunan, dari rencana kerja tahunan
dibreakdown lagi menjadi bulanan, dan dibreakdown lagi menjadi
perminggu dimana didalamnya udah ditentukan untuk setiap minggu
berapa sarana yang diperiksa baik produksi maupun distribusi.”
(Wawancara dengan I3-2, Staff PEMDIK SERLIK BPOM Prov. Banten,
Serang 24 Oktober 2014 Pukul 09.00 WIB).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa BPOM memiliki
SOP yang baku dari BPOM pusat dalam melakukan pengawasan obat
tradisional. SOP pengawasan yang dimiliki BPOM di Serang dibreakdown
117
menjadi rencana kerja tahunan yang kemudian dibreakdown menjadi rencana
kerja bulanan dan mingguan sehingga dalam satu minggu BPOM memiliki
sasaran target pemeriksaan yang sudah ditetapkan. Kemudian dari jumlah
sasaran pemeriksaan tersebut dibagi kembali menjadi target perorangan,
dimana setiap pengawas memiliki target pengawasannya dalam 1 tahun.
Selain itu, BPOM melakukan monitoring evaluasi setiap bulan,
pertriwulan atau pertahun mengenai target dan realisasi sarana yang diperiksa,
baik sarana produksi maupun sarana distribusi, dan sampling. Dalam
melakukan pengawasan kemungkinan menemukan masalah pasti ada, dalam
hal ini BPOM selaku pengawas harus melakukan sebuah tindakan korektif agar
dapat mengantisipasi masalah yang ada. Berikut pemaparan informan
mengenai tindakan yang dilakukan:
“Jelas ada. Baik pelanggaran yang dilakukan oleh industri kami juga
meminta feedback dari industri tersebut. Kalau ada temuan pada
sarana produksi, kami melayangkan surat secara tertulis untuk
melakukan corrective action yang kami deadlinekan sekitar dua
bulan.” (Wawancara dengan I1, Staff PEMDIK SERLIK BPOM Prov.
Banten, Serang 23 Oktober 2014 Pukul 10.00 WIB).
Berdasarkan penjelasan di atas dalam melakukan tindakan korektif
dilapangan jika ditemukan suatu pelanggaran, BPOM memberikan surat
peringatan yang berisi list apa saja yang harus dipenuhi oleh produsen untuk
melakukan tindakan perbaikan dengan batas waktu sudah ditentukan. Hal ini
juga senada seperti yang diucapkan oleh informan selaku koordinator BPOM
kepada peneliti:
“kasih peringatan dahulu bahwa ini tidak boleh diperjual belikan, atau
ini masih ada yang kurang dalam kegiatan produksinya. Kalau masih
membandel kami lanjut ketindakan berikutnya bahkan sampai ke ranah
118
hukum.” (Wawancara dengan I2, Koordinator Pemeriksaan Kosmetik,
Obat Tradisional, dan Suplemen Makanan, Serang 22 Oktober 2014
Pukul 10.00 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara di atas, BPOM menindak tegas produsen
yang menyalahi aturan yang sudah ditetapkan sebelumnya, namun disisi lain
juga BPOM secara tidak langsung meningkatkan standar mutu produsen secara
bertahap agar dalam pembuatan atau kegiatan produksinya sesuai dengan
standar mutu yang telah ditentukan. Selain produsen, BPOM juga memberikan
peringatan bersamaan saat melakukan pemeriksaan pada sarana distribusi yang
ada di Provinsi Banten khususnya di Kota Serang jika ditemukan suatu
pelanggaran, seperti yang diungkapkan informan selaku petugas pengawas
dilapangan kepada peneliti:
“Kita seringkali beri surat peringatan jika ditemukan pelanggaran baik
di sarana produksi maupun distribusi, kalau untuk produksi kita beri
peringatan dan point-point yang harus dilakukan untuk perbaikan,
kalau tidak ada perubahan kita tindak ke ranah hukum. Kalau untuk
distribusi kita kasih peringatan berupa pemberitahuan, jika masih tidak
ada perubahan kita dapat menyita atau melakukan pemusnahan di
tempat. “(Wawancara dengan I3-2, Staff PEMDIK SERLIK BPOM
Prov. Banten, Serang 24 Oktober 2014 Pukul 09.00 WIB).
Selama ini mekanisme pemeriksaan dalam melakukan pengawasan
peredaran obat tradisional di Kota serang yang dilakukan oleh BPOM sudah
memiliki petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis berdasarkan strategi
pengawasan BPOM dimana obat beredar di masyarakat (Pre-Market) yang
didukung pula oleh hasil breakdown SOP yang kemudian menjadi program
kerja mingguan dan per individu.
Berdasarkan hasil observasi peneliti saat melakuka penelitian dilapangan,
BPOM melakukan pengawasan sesuai dengan prosedur pengawasan yang
119
dimiliki yaitu melakukan pemeriksaan setiap produk obat tradisional di sarana
distribusi obat tradisional, hal ini juga di dukung oleh penjelasan informan
selaku pemilik sarana distribusi yang pernah diperiksa oleh BPOM di daerah
cipocok:
“Ya gitu, mereka cek barangnya satu-satu terus bilang ini gak boleh
dijual, yang ini gak boleh dijual…”(Wawancara dengan I5-3, Penjaga
Depot Jamu, Serang 27 Oktober 2014 Pukul 17.00 WIB).
Berdasarkan penjelasan di atas, BPOM melakukan pemeriksaan dan
peringatan kepada sarana distribusi mengenai obat tradisional yang
didagangkan sesuai dengan SOP pemeriksaan dan pengawasan. Hal itu juga
serupa saat peneliti menanyakan kepada informan lain selaku pemilik sarana
distribusi obat tradisional mengenai pemeriksaan yang dilakukan oleh BPOM
di daerah cikulur:
“BPOM kesini memberi tahu mana obat tradisional yang ilegal dan
mana yang resmi lalu BPOM membeli OT ilegal buat sampel.”
(Wawancara dengan I5-2, Penjaga Depot Jamu, Serang 27 Oktober
2014 Pukul 20.00 WIB).
Dari keterangan di atas BPOM melakukan pemeriksaan sesuai dengan
strategi pengawasan yang dimiliki dimana dalam pengawasan post-market
BPOM melakukan pemeriksaan yang meliputi:
1. Pengawasan Produksi dan Distribusi
Dalam pengawasan produksi. Setelah produsen memperoleh izin
produksi, Balai POM selanjutnya melakukan pengawasan ke tempat
produsen tersebut guna mengawasi apakah dalam pembuatan obat
tradisional sudah memenuhi standar CPOTB dan mengenai sarananya
apakah sudah sesuai berdasarkan standar GMP (Good Manufacturing
120
Practice), dalam pemeriksaan ini minimal dilakukan setahun sekali
namun jika ditemukan penyimpangan dalam implementasi baik CPOTB
maupun GMPnya maka pemeriksaan dilakukan secara intensif hingga
produsen melakukan perbaikan pada kegiatan produksinya. Dalam
pemeriksaan sarana distribusi BPOM melakukan pemeriksaan secara
langsung dilapangan pemeriksaan dilakukan berdasarkan random
sampling dimana dalam pemeriksaannya dilakukan secara acak pada
setiap sarana distribusi yang ada di setiap wilayah. Dalam pemeriksaan
ini, jika ditemukan obat tradisional berbahaya maka BPOM akan
menindak dengan melakukan pemberian peringatan kepada pemilik
sarana distribusi hingga melakukan penyitaan produk yang diduga
berbahaya/dilarang.
2. Pemeriksaan sampling
Dalam melakukan pengawasan di sarana distribusi BPOM juga
melakukan pembelian produk pada saat melakukan
pengawasan/pemeriksaan langsung dilapangan guna pemeriksaan
sampling, pengujian sampling dilakukan di laboratorium BPOM
Provinsi Banten. Hasil pemeriksaan akan dilaporkan kembali pada
bagian pengawasan dilapangan. Jika hasil pemeriksaan menunjukan
bahwa produk tersebut tidak layak edar, maka BPOM akan menindak
dengan melakukan pemberian peringatan kepada pemilik sarana
distribusi hingga melakukan penyitaan produk yang diduga
berbahaya/dilarang.
121
3. Pengawasan iklan
Pengawasan iklan merupakan pengawasan yang dilakukan oleh
badan POM dalam mengawasi iklan yang dilakukan oleh produsen
dalam memasarkan produknya. Pada dasarnya iklan yang dilakukan
harus sesuai dengan produknya baik manfaatnya, komposisinya maupun
visual yang disajikan baik dalam kemasan atau dalam media masa dan
elektronik. Dalam pelaksanaannya pengawasan dilakukan dengan cara
melihat pada kemasan produk dan media masa maupun elektronik.
Apabila ditemukan penyimpangan dalam kegiatan pemasaran
produk/iklan, maka BPOM akan menegur pihak produsen terkait iklan
yang dibuatnya.
4. Public warning
Public warning merupakan produk BPOM dalam memberikan
informasi mengenai obat dan makanan melalui website BPOM RI
terkait informasi baik mengenai produk apa saja yang memiliki izin
edar, produk-produk ilegal, maupun berita seputar kegiatan BPOM
diseluruh wilayah indonesia. Dalam hal ini, BPOM Provinsi Banten
setelah melakukan pemeriksaan dilapangan dan melakukan sampling uji
laboratorium terkait temuan produk yang diduga berbahaya maka akan
dirilis dan dimasukan kedalam forum public warning atau peringatan
publik guna memberikan informasi kepada masyarakat terkait produk
yang beredar dipasaran.
122
4.2.4 Sumber Daya Keuangan dan Peralatan
Untuk melakukan kontrol atas pelaksanaan suatu kebijakan, disamping
memerlukan dana yang cukup juga diperlukan peralatan yang memadai.
Besarnya anggaran dan jenis peralatan untuk melakukan kontrol sangat
tergantung pada variasi dan kompleksitas pelaksanaan suatu kebijakan. Sumber
anggaran dapat berasal dari anggaran pendapatan belanja Negara (APBN),
anggaran pendapatan belanja daerah (APBD), lembaga swadaya masyarakat
(LSM), dan swadaya masyarakat.
BPOM sebagai lembaga non-departemen memiliki sumber anggaran dari
APBN. Saat ini sumber daya keuangan yang dimiliki BPOM Provinsi Banten
sudah mencukupi dalam menunjang kinerja BPOM karena anggaran yang
disediakan bukan berdasarkan jumlah sarana produksi dan distribusi serta
jumlah produk yang ada melainkan dari jumlah sumberdaya yang dimiliki.
Berikut yang disampaikan oleh informan selaku Kepala Bagian PEMDIK
SERLIK kepada peneliti:
“Sudah sesuai dengan jumlah SDM yang ada bukan dari jumlah OT
yang diawasi.” (Wawancara dengan I1, Kepala Bagian PEMDIK
SERLIK BPOM Prov. Banten, Serang 23 Oktober 2014 Pukul 10.00
WIB).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa anggaran yang
dimiliki menyesuaikan dengan kerja BPOM dalam melakukan pengawasan.
Dimana anggaran yang dimiliki berdasarkan perencanaan yang dibuat pada
tahun sebelumnya dengan menyesuaikan kegiatan yang akan dilakukan di
tahun berikutnya. Seperti yang diungkapkan oleh informan kepada peneliti:
123
“Kalau ditanya sudah sesuai, jelas sudah sesuai. Karena kita membuat
laporan keuangan yang sudah dirancang sesuai dengan kegiatan yang
akan dilakukan.”(Wawancara dengan I3-1, Staff PEMDIK SERLIK
BPOM Prov. Banten, Serang 24 Oktober 2014 Pukul 9.00 WIB).
Selain anggaran, dalam melakukan pengawasan juga harus ditunjang dari
sisi peralatan yang memadai agar pelaksanaan pengawasan berjalan dengan
baik. BPOM di Serang sudah memiliki peralatan yang memadai seperti
peralatan kantor dan peralatan laboratorium. Namun peralatan laboratorium
yang dimiliki hanya sebatas menyesuaikan target sampel yang dimiliki BPOM
Provinsi Banten dan juga jumlah SDM yang dimiliki, sehingga tidak semua
obat tradisional dapat diperiksa. Seperti yang diungkapkan oleh informan
kepada peneliti mengenai ketersediaan peralatan laboratorium:
“Sudah sesuai dengan jumlah sampel dan SDM yang ada juga, kalau
tentang ekspetasi masyarakat terhadap produk yang kami awasi itu
masih kurang.”(Wawancara dengan I1, Kepala Bagian PEMDIK
SERLIK BPOM Prov. Banten, Serang 23 Oktober 2014 Pukul 10.00
WIB).
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa peralatan yang
dimiliki sudah sesuai dengan jumlah sampel yang akan dilakukan pengujian.
Dalam melakukan pengawasan BPOM di Serang juga melakukan penujian
sampling produk guna melihat kadar atau komposisi yang terdapat di dalam
produk tersebut. Setiap tahun BPOM di Serang memiliki target dalam
melakukan sampling, sehingga dalam hal ini jumlah peralatan yang ada sudah
sesuai dengan target sampling yang akan dilakukan. Namun tidak semua sarana
yang diperiksa dapat dilakukan pengambilan sampling khususnya sarana
distribusi yang melakukan penjualan langsung kepada masyarakat. Sehingga
ada sarana distribusi yang hanya mendapat peringatan saja, tetapi akan masuk
124
kedalam target pemeriksaan di tahun berikutnya. Selain terbatasnya peralatan
laboratorium dalam melakukan pengkajian produk sampling, BPOM di Serang
juga memiliki kendala pada ketersediaan alat transportasi. Seperti yang
diungkapkan informan kepada peneliti:
“Untuk peralatan kita kurang di transportasi. Tahun ini sudah ada
tambahan tapi belum optimal untuk menunjang pengawasan. Yang
butuh kendaraan kan bukan bagian pengawas saja, semua bagian
butuh, jadi pada saat ada kegiatan di waktu yang bersamaan itu
masih kurang.”(Wawancara dengan I3-2, Staff PEMDIK SERLIK
BPOM Prov. Banten, Serang 24 Oktober 2014 Pukul 09.00 WIB).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui BPOM di Serang masih
terkendala di sarana transportasi karena dalam melakukan pengawasannya,
BPOM melakukan inspeksi ke sarana-sarana produksi dan distribusi, dengan
begitu sarana transportasi sangat vital dalam melakukan pengawasan. Sarana
transportasi yang ada saat ini hanya berjumlah 2 unit kendaraan roda empat
untuk melakukan pengawasan. Sedangkan dalam implementasinya BPOM di
Serang melakukan pengawasan terhadap 5 komoditi, kosmetik, obat, obat
tradisional, suplemen dan pangan. Pengawasan yang dilakukan juga
mencakup 8 Kota Kabupaten, karena pengawasan yang dilakukan tidak hanya
di Kota serang saja, jelas ini menghambat waktu pengawasan. Sehingga
pengawasan yang dilakukan kurang efektif dan efisien dari segi waktu.
Pengadaan sarana transportasi tidak bisa serta merta dilakukan, karena
diperlukan perhitungan terlebih dahulu sehingga penganggaran menjadi aspek
yang sangat vital karena disamping itu dalam melakukan kegiatan
pengawasan ini BPOM juga perlu melakukan sosialisasi dan kerjasama
dengan instansi lainnya untuk mengantisipasi dan menindak adanya tindakan-
125
tindakan pelanggaran hukum sehingga perlu adanya biaya-biaya yang harus
diperhitungkan.
4.2.5 Jadwal Pelaksanaan Kontrol
Setiap pengawasan atau kontrol implementasi kebijakan harus selalu
dilaksanakan secara berkala atau jika perlu dapat bersifat kondisional untuk
situasi yang insidental. Dalam kontrol internal, pelaksanaan dapat dilakukan
setiap bulan, setiap triwulan,atau setiap semester sekali.Namun dalam kontrol
eksternal berada diluar organisasi dan bukan menjadi kewenangan organisasi
yang menjadi pelaku kontrol untuk melakukan penjadwalan.Selain itu kontrol
eksternal sulit dilakukan intervensi.
Begitu juga penjadwalan yang dilakukan oleh BPOM Provinsi Banten
yang menjadi acuan dalam pelaksanaan pengawasan. Berdasarkan hasil
observasi peneliti mengenai jadwal pelaksanaan kontrol yang dilakukan oleh
BPOM Provinsi Banten, BPOM Provinsi Banten memiliki jadwal pelaksanaan
kontrol pengawasan dilapangan baik untuk sarana produksi dan sarana
distribusi. Berikut penyampaian informan kepada peneliti:
“..kita ada jadwal dari internal BPOM untuk pemeriksaan sarana
produksi dan distribusi. Dari luar juga ada jadwal pengawasan ke
BPOM seperti BPK dan sistem pengawasan Pemerintah. Jadi bukan
hanya BPOM saja yang memeriksa, BPOM juga diperiksa oleh
Pemerintah.” (Wawancara dengan I2, Koordinator Pemeriksaan
Kosmetik, Obat Tradisional, dan Suplemen Makanan, Serang 22
Oktober 2014 Pukul 10.00 WIB).
Berdasarkan penjelasan tersebut BPOM di Serang sudah memiliki jadwal
pengawasan peredaran obat tradisional di Kota Serang ataupun daerah lain di
Provinsi Banten dimana jadwal yang dimiliki berasal dari hasil breakdown
126
rencana kerja yang dimiliki BPOM di Serang. Hal itupun senada dengan yang
diungkapkan oleh petugas pengawas dilapangan, berikut yang informan
sampaikan kepada peneliti:
“..Jelas ada mengenai jadwal karena sudah masuk dalam perencanaan,
jadwal itu lebih teknis pertama kami lakukan perencanaan, dari
perencanaan itu dikerucutkan lagi ke jadwal pertahun, kemudian
perbulan, perminggu dan perharinya.” (Wawancara dengan I3-1, Staff
PEMDIK SERLIK BPOM Prov. Banten, Serang 22 Oktober 2014
Pukul 13.00 WIB).
Jadwal pegawasan yang dimiliki BPOM bersifat rahasia sehingga dalam
hal ini pemeriksaan atau pengawasan dilakukan secara mendadak (sidak) baik
kepada sarana produksi maupun sarana distribusinya karena dikhawatirkan
akan terjadi kebocoran informasi mengenai jadwal pemeriksaan yang dimiliki
oleh BPOM. Namun, dalam melakukan pengawasan dilapangan BPOM
menetapkan jangka waktu pemeriksaan baik untuk sarana produksi maupun
sarana distribusi, seperti yang diungkapkan informan berikut:
“Idealnya untuk sarana sekitar 1 tahun sekali jika tidak ada kendala
yang berarti.” (Wawancara dengan I2, Koordinator Pemeriksaan
Kosmetik, Obat Tradisional, dan Suplemen Makanan, Serang 22
Oktober 2014 Pukul 10.00 WIB).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa BPOM di Serang
melakukan pengawasan minimal 1 tahun sekali baik pada sarana produksi
maupun sarana distribusi . Hal itu senada seperti yang diungkapkan oleh
informan sebagai berikut:
“Untuk sarana itu biasanya 1 tahun sekali diperiksa jika tidak
ditemukan pelanggaran. Kalau ditemukan pelanggaran kita bisa rutin
meriksanya.” (Wawancara dengan I3-1, Staff PEMDIK SERLIK BPOM
Prov. Banten, Serang 22 Oktober 2014 Pukul 13.00 WIB).
127
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa BPOM di Serang
melakukan pengawasan minimal 1 tahun sekali baik pada sarana produksi
maupun sarana distribusi, jika pemeriksaan yang dilakukan bersifat non urgent
atau dalam pemeriksaan tidak ditemukan pelanggaran. Namun jika dalam
pengawasan ditemukan suatu pelanggaran. BPOM melakukan pengawasan
secara rutin ke sarana yang melakukan pelanggaran dengan memberikan
peringatan dan arahan hingga sarana yang dimaksud melakukan perbaikan dan
sesuai dengan harapan BPOM.
Berdasarkan hasil observasi peneliti di Kota Serang, di Kota Serang tidak
terdapat sarana produksi sehingga dalam hal ini BPOM melakukan
pemeriksaan ke sarana-sarana distribusi yang ada. Berdasarkan observasi
peneliti di lapangan, BPOM melakukan pengawasan atau pemeriksaan ke
sarana-sarana distribusi yang ada di Kota Serang dengan melakukan sidak dan
pengambilan sampel, sehingga dalam hal ini BPOM melakukan pengawasan
rutin terhadap saran distribusi yang ada di Kota Serang. Dalam jadwal
pelaksanaan kontrol BPOM melakukan monitoring evaluasi yang dilaksanakan
setiap bulan, pertriwulan ataupun pertahun.
Monitoring yang dilakukan mengenai target dan realisasi sarana yang
diperiksa, baik sarana produksi maupun sarana distribusi, dan kegiatan
sampling yang kemudian menjadi acuan pengawasan pada tahun-tahun
berikutnya.
128
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan temuan-temuan dilapangan, maka
penyimpulan akhir tentang Pengawasan BPOM dalam peredaran obat-obatan
Tradisional di Kota Serang masih belum optimal. Dikarenakan permasalahan
dan hambatan yang timbul terhadap pengawasan BPOM obat tradisional di
Kota Serang. Pertama, jumlah pegawai pengawas peredaran obat tradisional
BPOM dilapangan masih minim dan tidak sesuai dengan luas wilayah
pengawasan BPOM secara khusus di Kota Serang. rendahnya partisipasi
masyarakat dan sarana distribusi dalam memerangi obat-obatan tradisional
ilegal sehingga masih ada obat tradisional ilegal yang beredar dimasyarakat.
Kedua, dalam melakukan SOP pengawasan BPOM menetapkan skala prioritas
dimana dalam pengawasannya BPOM lebih menekankan pengawasannya di
wilayah yang lebih banyak melakukan tindak pelanggaran, sehingga dalam hal
ini BPOM tidak bisa melakukan pengawasan secara optimal, penetapan skala
prioritas dibuat karena kurangnya SDM yang dimiliki oleh BPOM Provinsi
Banten dan luasnya wilayah cakupan yang harus diawasi. Ketiga, Sumberdaya
Peralatan yang dimiliki BPOM dalam hal ini sarana transportasi belum
mencukupi dalam menunjang kegiatan pengawasan dilapangan.
129
Keempat, kurangnya sosialisasi BPOM terhadap masyarakat mengenai
bahaya obat tradisional ilegal dan Public Warning yang dibuat oleh BPOM
guna memberikan informasi obat apa saja yang tidak boleh digunakan dan
dilarang edar di masyarakat Kota Serang sehingga dalam hal ini masyarakat
masih rendah partisipasinya dalam melakukan pengawasan peredaran obat
tradisional.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka saran yang peneliti ajukan berupa
rekomendasi yaitu:
1. Melakukan pengajuan rekomendasi permintaan penambahan pegawai
BPOM Provinsi Banten kepada Biro Kepegawaian BPOM Pusat yang
selanjutnya dapat ditindaklanjuti oleh BPOM pusat kepada Badan
Kepegawaian Nasional untuk pngajuan jumlah pegawai. Karena,
pengawasan peredaran obat dan makanan khususnya obat tradisional
maupun kegiatan sosialisasinya di Kota Serang merupakan tanggung
jawab penuh BPOM Provinsi Banten sehingga penambahan pegawai
dirasa perlu agar kinerja pegawai BPOM menjadi optimal.
2. Melakukan kegiatan sosialisasi dengan memanfaatkan media sosial
yang ada di internet seperi Blog, Facebook, Twitter, Youtube, Yahoo
selain dapat menekan biaya anggaran yang harus dikeluarkan, dengan
memanfaatkan media internet banyak masyarakat yang belum
mengetahui obat tradisional ilegal maupun yag legal memperoleh
informasi mengenai produk-produk yang layak dikosumsi agar
130
peredaran dan permintaan obat tradisional yang ilegal dapat ditekan
yang secara tidak langsung juga membantu BPOM dalam melakukan
pengawasan.
3. Mengajukan peningkatan anggaran untuk penambahan jumlah sarana
transportasi yang ada kepada BPOM pusat atau mengkaji
perencanaan kebutuhan anggaran yang ada saat ini untuk anggaran
tahun berikutnya dalam hal pengadaan sarana transportasi karena
sarana transportasi merupakan kelengkapan yang sangat vital dalam
menunjang kegiatan pengawasan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Dunn, William, N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Griffin, Ricky, W. 2004. Manajemen. Jilid 2 Edisi 7. Jakarta: Erlangga.
Harahap, Sofyan. 2001. Sistem Pengawasan Manajemen. Jakarta: Quantum.
Hasibuan, Malayu. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia:Pengertian Dasar,
Pengertian, dan Masalah. Jakarta: PT. Toko Gunung Agung.
Irawan, Prasetya, 2006. Penelitian Kualitatif & Kuantitatif Untuk Ilmu Ilmu Sosial.
Jakarta: DIA FISIP Universitas Indonesia.
Makmur, 2011. Efektifitas Kebijakan Kelembagaan Pengawasan. Bandung: PT.
Refika Aitama.
Manullang, M. 2002. Dasar Dasar Manajemen. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Miles, Mattew B dan A. Michael Huberman. 2007. Analisis Data Kuantitatif, Buku
Sumber Tentang Metode Metode Baru. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Moleong, Lexy, J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
--------. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Offset.
--------. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Offset.
--------. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Offset.
Mulyadi, 2007. Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen: Sistem
Pelipatganda Kinerja Perusahaan. Edisi 3. Jakarta: Salemba Empat.
Nasution, 2007. Metode Research. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Simbolon, Maringan Masry. 2004. Dasar Dasar Administrasi dan Manajemen.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Sondang, P, Siagian. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi
Aksara.
Sugiyono. 2006. Metodologi Penelitian Administratif. Bandung: Alfabeta.
Sule, Tisnawati, Saefullah. 2005. Pengantar Manajemen. Edisi 1. Jakarta: Fajar
Interpratama Offset.
Suryabrata, Sumadi. 1992. Metodologi Penelitian. Jakarta : Rajawali.
Usman, H. 2000. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung : Bumi Aksara.
Widodo, Joko. 2011. Analisis Kebijakan Publik. Malang: Bayumedia Publishing.
Dokumen
Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga
Pemerintah Non Departemen.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Presiden Republik Indonesia.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
HK.00.05.42.2996. Tentang pengawasan Pemasukan Obat Tradisional.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
HK.00.05.4.1380. Tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang
Baik.
Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1010 Tahun 2008 Tentang
Registrasi Obat.
Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2012 Tentang
Industri dan Usaha Obat Tradisional.
Peraturan Kepala Balai Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
HK.00.0.5.4.1384 Tahun 2005 tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran
Obat Tradisonal dan Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka.
Peraturan Kepala Balai Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
HK.00.01.1.5116. Tahun 2006 tentang Obat Tradisional Mengandung Bahan
Kimia Obat.
Skripsi
Palita, Novita Silalahi. (2011), “Efektifitas Pelaksanaan Pengawasan Oleh Bpom
(BadanPengawasan Obat Dan Makanan) Atas Beredarnya Obat Tradisional
Yang Mengandung Bahan Kimia Obat Yang Beredar Di Yogyakarta”, Jurnal
Ilmu Hukum Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.
Jurnal
Edtriani, Meliza. (2013), “Pelaksanaan Pengawasan Balai Besar Pengawasan Obat
dan Makanan (BBPOM) terhadap Peredaran Makanan dan Minuman Tanpa
Izin Edar (TIE) di Kota Pekanbaru Tahun 2012”, Jurnal Ilmu Pemerintahan
Universitas Bina Widya, Pekanbaru.
Purba, Agustinus, David. (2013), “Pelaksanaan Fungsi Balai Besar Pengawas Obat
dan Makanan Kota Pontianak”, Jurnal Universitas Tanjungpura, Pontianak.
Sumber lain
http://ulpk.pom.go.id/ulpk/index.php (diakses Selasa 1 April 2014. Pukul 10:32
WIB).
http//www.pom.go.id/pom/profil/kerangka_konsep_siskom.php (diakses Kamis, 11
April 2013. Pukul 01:05 WIB).
http://kancil09.blogspot.com/2009/03/obat-tradisional.html (diakses Selasa, 1 April
2014. Pukul 13:33 WIB).
http://e-journal.uajy.ac.id (diakses Rabu, 5 Juni 2014. Pukul 1:24 WIB).
LAMPIRAN
CATATAN LAPANGAN PENELITIAN
PENGAWASAN BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
PROVINSI BANTEN DALAM PEREDARAN OBAT TRADISIONAL DI
KOTA SERANG
1. Maret 2014
Pada bulan Maret 2014 peneliti melakukan proses pengajuan judul untuk
skripsi. Peneliti mengajukan judul pada jurusan dengan mengajukan 3
alternatif judul dan juga untuk mengetahui dosen pembimbing skripsi. Pada
waktu itu pihak jurusan menyetujui pengajuan judul peneliti yang berjudul
“Pengawasan Balai Pengawas Obat Dan Makanan Provinsi Banten dalam
Peredaran Obat Tradisional Di Kota Serang”. Pada bulan ini peneliti
memulai perijinan ke kantor BPOM Provinsi Banten guna melakukan
penelitian.
2. April 2014
Pada bulan April 2014 setelah mendapatkan perijinan dari Kepala BPOM
Provinsi Banten. Peneliti mulai melakukan pendekatan lebih jauh dengan
para pegawai yang ada di BPOM Provinsi Banten dengan melakukan
wawancara awal untuk mengidentifikasi permasalahan yang ada dalam
penelitian untuk penyusunan pada bab I.
3. Mei 2014
Pada bulan Mei 2014 peneliti masih melakukan penyusunan di Bab 1 dan
juga melakukan penyusunan untuk Bab II. Serta melakukan wawancara
guna observasi awal untuk memperoleh data untuk menambahan materi di
latar belakang masalah.
4. Juni 2014
Pada bulan Juni 2014 peneliti melakukan penyusunan di Bab III yaitu
pencarian teori-teori yang berkaitan dengan tema penelitian dan juga yang
berkaitan dengan metoddelogi penelitian.
5. Juli 2014
Pada bulan Juli 2014 peneiti melakukan seminar proposal yang berjudul
“Pengawasaan BPOM Dalam Peredaran Obat Tradisional di Kota Serang”.
Pada bulan ini juga peneliti melakukan wawancara awal dengan petugas
BPOM di Provinsi Banten guna melakukan penyusunan di Bab IV.
6. Agustus – Oktober 2014
Pada bulan Agustus - Oktober 2014 peneliti melakukan observasi di
lapangan guna melihat implementasi pengawasan yang dilakukan oleh
BPOM dalam peredaran Obat Tradisional di Kota Serang yang sesuai
dengan tema yang diambil oleh peneliti. Pada bulan-bulan ini peneliti
melakukan penyempurnaan di Bab IV. Berikut tabel wawancara penelitian
denga beberapa informan.
No. Tanggal Waktu Tempat Hasil Informan
1. 26-09-2014 09.00
WIB
Kantor BPOM
Provinsi Banten
Wawancara
dan Observasi
Staff PEMDIK
SERLIK BPOM
Provinsi Banten
2. 26-09-2014 09.30
WIB
Kantor BPOM
Provinsi Banten
Wawancara dan
Peraturan Menteri
Kesehatan Republik
Indonesia Nomor
006 Tahun 2012
Tentang Industri dan
Usaha Obat
Tradisional
Staff PEMDIK
SERLIK BPOM
Provinsi Banten
3. 26-09-2014 10.00
WIB
Kantor BPOM
Provinsi Banten
Wawancara Staff PEMDIK
SERLIK BPOM
Provinsi Banten
4. 27-09-2014 20.00
WIB
Sarana Distribusi
depot jamu di
Kecamatan
Serang
Wawancara Penjaga Depot
Jamu
5. 28-09-2014 09.00
WIB
Kantor BPOM
Provinsi Banten
Wawancara Staff PEMDIK
SERLIK BPOM
Provinsi Banten
6. 31-09-2014 10.00
WIB
Kantor BPOM
Provinsi Banten
Wawancara Penjaga Depot
Jamu
7. 01-10-2014 19.00
WIB
Sarana Distribusi
depot jamu di
Kecamatan
Cipocok
Wawancara Penjaga Depot
Jamu
8. 01-10-2014 21.00
WIB
Sarana Distribusi
depot jamu di
Kecamatan
Serang
Wawancara Penjaga Depot
Jamu
9. 02-10-2014 09.00
WIB
Kantor BPOM
Provinsi Banten
Wawancara Staff PEMDIK
SERLIK BPOM
Provinsi Banten
10. 05-10-2014 09.00
WIB
Kantor BPOM
Provinsi Banten
Wawancara
dan Observasi
Koordinator
Pemeriksaan
Kosmetik, Obat
Tradisional, dan
Suplemen
Makanan
11. 22-10-2014 10.00
WIB
Kantor BPOM
Provinsi Banten
Wawancara Staff PEMDIK
SERLIK BPOM
Provinsi Banten
12. 22-10-2014 10.00
WIB
Kantor BPOM
Provinsi Banten
Wawancara Koordinator
Pemeriksaan
Kosmetik, Obat
Tradisional, dan
Suplemen
Makanan
13. 22-10-2014 11.00
WIB
Kantor BPOM
Provinsi Banten
Wawancara Staff PEMDIK
SERLIK BPOM
Provinsi Banten
14. 22-10-2014 11.30
WIB
Kantor BPOM
Provinsi Banten
Wawancara
dan Observasi
Staff PEMDIK
SERLIK BPOM
Provinsi Banten
15. 22-10-2014 16.00
WIB
Lopang Wawancara Masyarakat
16. 23-10-2014 10.00
WIB
Kantor BPOM
Provinsi Banten
Wawancara Kasi
Pemeriksaan,
Penyidikan,
Sertifikasi Dan
Unit Layanan
Pengaduan
Konsumen
17. 23-10-2014 10.30
WIB
Kantor BPOM
Provinsi Banten
Wawancara Koordinator
Pemeriksaan
Kosmetik, Obat
Tradisional, dan
Suplemen
Makanan
18. 24-10-2014 09.00
WIB
Kantor BPOM
Provinsi Banten
Wawancara
dan Observasi
Staff PEMDIK
SERLIK BPOM
Provinsi Banten
19. 24-10-2014 16.00
WIB
Cipocok Wawancara Masyarakat
20. 26-10-2014 18.00
WIB
Sarana Distribusi
depot jamu di
Kecamatan
Cipocok
Wawancara Penjaga Depot
Jamu
21. 27-10-2014 09.00
WIB
Dinas Kesehatan
Kota Serang
Wawancara Kasi Makanan,
Minuman,
Kosmetik dan
Batra Dinas
Kesehatan Kota
Serang
22. 27-10-2014 17.00
WIB
Sarana Distribusi
depot jamu di
Kecamatan
Cipocok
Wawancara Penjaga Depot
Jamu
23. 27-10-2014 20.00
WIB
Sarana Distribusi
depot jamu di
Kecamatan
Taktakan
Wawancara Penjaga Depot
Jamu
(Sumber: Peneliti, 2014)
7. November 2014
Pada bulan November 2014 peneliti melakukan penyimpulan hasil
penelitian di Bab V.
Matrik Wawancara Lapangan Sesudah Reduksi Data
Pelaku Pengawas Kebijakan
Q1
Q
A
Siapakah yang melakukan pengawasan terhadap peredaran obat tradisional baik dari
pihak internal maupun eksternal?
I1
Kalau dari pihak Pemerintah ada beberapa instansi. Yaitu, Balai POM untuk di
Daerah dan Badan POM di Pusat yang ada di Jakarta. kalau di Daerah itu biasanya
Dinas Kesehatan melaksanakan pengawasan yang sifatnya sosialisasi. Secara khusus
bidang dalam pengawasan ada dua bidang. Yaitu, seksi pemdik serlik yang
mengawas dilapangan dan ada bagian laboratoriumnya seksi pengujian. Sedangkan
yang sifatnya pidana, Polri yang bertugas mengamankan. Kalau dari luar
Pemerintah itu dari produsen, distributor dan masyarakat.
I2
Ada 3 lapis pengawasan sesuai dengan SisPOM yang kita miliki, yaitu pemerintah
melalui BPOM sebagai pihak internalnya, dan dari produsen maupun distributor dan
juga dari masyarakat sebagai pihak eksternal pengawasan. Secara khusus
pengawasan dilapangan dilakukan oleh bagian pemeriksaan, penyidikan, sertifikasi
dan unit layanan pengaduan konsumen (PEMDIK SERLIK), untuk obat tradisional
dilakukan oleh bagian pemeriksaan obat tradisional.
I3-1
Kalau dalam konteks pemerintah ada kami dari BPOM, kami juga bekerjasama
dengan Dinkes pada saat pengawasan Pre-Market yaitu sebelum obat beredar di
pasaran, untuk Pre-Market sendiri BPOM yang mengawasi. Jadi sebelum obat
tersebut beredar dimasyarakat obat tersebut harus mendaftarkan terlebih dulu. Baik
produksi dalam negeri maupun luar negeri, yaitu seperti persyaratan adiministrasi,
persyaratan mutu dan lainnya. Kalau sudah beredar di masyarakat disebut Post-
market, baru kami yang di daerah Balai POM ini Secara khusus dari BPOM yang
melakukan pengawasan dilapangan yaitu bagian PEMDIK SERLIK, yang melakukan
pengawasan dan pembinaan yang bekerjasama dengan Dinkes mengenai pembinaan,
itu dalam lingkup pemerintah nah diluar pemerintah itu semuanya, semua lapisan
masyarakat distributor dan produsen juga ikut berkontribusi dalam melakukan
pengawasan. Apa saja peraturan dalam OT, apa saja yang tidak boleh beredar,
kami juga ada pengawasan dengan melakukan sampling. Kita ambil sampel OT lalu
masuk ke lab. Di lab tersebut ada parameternya, jadi dari hasil lab jika sesuai
produknya bisa dipasarkan kembali, kalau tidak sesuai bisa masuk dalam publik
warning.
I3-2
Kalau sesuai Tupoksi, yang melakukan pengawasan peredaran Obat Tradisional
(OT) yaitu BPOM. Secara khusus yang melakukan pengawasan bagian pemeriksaan,
penyidikan, sertifikasi dan layanan konsumen atau PEMDIK SERLIK, itu internal
dalam arti dari BPOM. Kalau dalam arti pemerintahan, ada juga dari kepolisian
dalam pemberantasan OT ilegal, cuma mereka juga membutuhkan bantuan dari
Badan POM Pusat, serta ada Dinas Kesehatan tentang kegiatan sosialisasi dan
penyuluhan sesuai cakupan wilayahnya. Untuk eksternal yang melakukan
pengawasan yaitu seluruh lapisan masyarakat, baik produsennya, distributornya
serta masyarakat itu sendiri.
Q2
Q
A
Sepertiapakah bentuk pengawasan yang dilakukan pihak internal tersebut?
I1
Dari balai POM itu ada dua macam, yaitu ada pre-market dan post-market, dalam
pre-market ada evaluasi keamanan, ada pemeriksaan sebelum diedarkan. Ada juga
pengawasan post-market pemeriksaan untuk mengetahui apakah kualitasnya sudah
sesuai dengan apa yang telah ditetapkan sebelum diedarkan.
I2
Pengawasan yang dilakukan yaitu Pre-Market dan Post-Market, dimana dalam Pre-
Market pengawasan dilakukan sebelum barang beredar dan dalam Post-Market
pengawasan dilakukan sesudah barang beredar. Dalam Pre-Market kita mengecek
kesesuaian kegiatan produksi dengan syarat produksi dan juga izin produksinya.
Kalau Post-market yaitu sarana dan prasarananya.
I3-1
Pengawasan Pre-market dan Post-Market, di Post-Market ada pengawasan
sampling. Kami juga pengawasannya tidak hanya mengarah di peredarannya namun
produsennya juga kami awasi.
I3-2
BPOM melakukan pengawasan pre dan post market yaitu sebelum dan sesudah
produk beredar dipasaran, dimana dalam pre-market, kami mengkroscek antara draft
yang diajukan oleh pelaku usaha yang ingin memproduksi produknya dengan
kenyataan dilapangan. Kemudian setelah itu ada pengawasan post market, dimana
kami juga memeriksa produk-produk yang beredar, apakah masih sesuai
komposisinya dengan awal pelaku membuat produknya.
Q3
Q
A
Berapakah jumlah pegawai yang ada pada bagian tersebut?
I1 Jumlah pegawai yang ada di pemdik serlik ada 18an.
I2 Pada bagian PEMDIK SERLIK pegawai yang ada sekitar 18 orang, untuk
pemeriksaan obat tradisional (OT) ada 3 orang.
I3-1 Sekitar ada 18 orang, ditambah honorer.
I3-2
Di BPOM Serang ini ada sekitar 50 orang. Di bagian pemdik serlik ada 24 orang,
tetapi yang rutin melakukan pemeriksaan dilapangan ada 15 orang itupun dibagi 5
komoditi, karena ada 2 CPNS yang baru masuk jadi masih proses penyesuaian dan 6
orang honorer hanya bekerja pada bagian administrasi dan 1 kepala seksi.
Q4
Q
A
Apakah jumlah pegawai yang ada sudah sesuai dalam melakukan pengawasan?
I1 Jumlah pegawai yang ada belum sesuai. Dilihat dari luasnya area dengan SDM yang
ada jelas belum sesuai.
I2
Belum cukup, karena dari 16 orang pengawas BPOM Serang, cakupannya 1 Provinsi
Banten bukan hanya Kota Serang saja yang kita awasi. Dengan luasnya wilayah
pengawasan, tidak sebanding dengan jumlah pegawai yang ada saat ini. Idealnya
menurut saya, jumlah pegawai pada bagian pemeriksaan dua kali lipat dari jumlah
yang ada, sekitar 36 orang.
I3-1
Kalau dalam pengawasan belum, soalnya kita membawahi 1 Provinsi Banten dan
dalam 1 Provinsi itu kita tidak hanya mengawasi 1 komoditi saja. Namun ada 5
komoditi yang kita awasi, yaitu kosmetik, obat, obat tradisional, suplemen dan
pangan. Dari semua komoditi tersebut kalau di Banten ini lumayan banyak.
Industrinya banyak jumlah pengecernya juga banyak. Jadi dalam melakukan
pengawasan kami membuat skala prioritas dalam beberapa sarana yang ada nanti
dapat ditentukan prioritas yang mana yang harus didahulukan.
I3-2
Itu relatif, jika melihat pada konteks mikro saja itu cukup. Misal kami hanya meriksa
OT saja, itu cukup. Tapi kan gak mungkin, kami harus mengawasi semua komoditi
dan itu sangat jelas tidak cukup.
Q5
Q
A
Apakah terdapat kendala dalam pelaksanaan pengawasan?
I1 Kalau semua pelaksanaan pasti ada kendalanya. Tapi semua itu kami anggap
sebagai tantangan. Di sini sarana distribusinya ada banyak tetapi SDM nya terbatas.
Ini juga kami bekerjasama dengan Inspektur Badan POM Pusat.
I2
Kendala dari dalam yaitu dari sarana dan prasarananya yang terbatas. Untuk
prasarananya seperti jumlah SDM yang masih sedikit dan untuk sarananya seperti
kendaraan transportasi karena di Banten ini sebagian besar daratan, jadi dalam
melakukan pengawasan kami hanya membutuhkan alat transportasi darat, namun
saat ini ada sekitar 2 kendaraan yang bisa dipakai untuk melakukan pengawasan.
Kendala dari luarnya lebih ke stakeholdernya yaitu apa yang ada belum dapat
sepenuhnya kami tindak lanjuti.
I3-1
Ada banyak kendalanya, dari internal yaitu dari jumlah SDM nya yang sedikit,
kendaraannya kurang. Dari eksternalnya itu mengenai pemahaman masyarakat
terbatas juga dalam obat tradisional masih banyak masarakat yang mencari obat
tradisional yang memiliki efek langsung dan murah. Obat tradisional yang asli tidak
menyembuhkan penyakit namun hanya mencegah penyakit. Begitu juga penjualnya
untuk mereka yang penting barangnya cepat laku.
I3-2
Kalau dari internalnya yaitu dari jumlah SDM dan dari alat transportasi juga
kurang. Kalau dari eksternalnya minat masyarakat akan jamu cespleng itu masih
tinggi walaupun sosialisasi mengenai OT berbahan kimia obat (BKO) terus berjalan.
Q6
Q
A
Sepertiapakah bentuk pengawasan yang dilakukan pihak eksternal tersebut?
I1
Kalau dari produsen tentu mereka harus menjaga proses produksi barang yang
diproduksinya dan sesuai dengan tata cara CPOTB yang baik dalam
pelaksanaannya, dan untuk masyarakat melakukan pengaduan kepada kami jika
ditemukan produk yang dilarang edar.
I2
Kalau dari masyarakat sendiri yaitu dapat melakukan pengaduan jika ditemukan
obat tradisional (OT) yang dilarang edar namun ada atau beredar dipasaran. Dari
pelaku usahanya juga harus memberikan pengaduan, ditambah mereka juga harus
melakukan pengawasan sendiri pada sarana produksi yang mereka miliki.
I3-1
Dari produsen pengawasannya itu dalam memproduksi OT harus menetapkan
CPOTB karena kita tidak mungkin setiap hari meriksa pabrik mereka, jadi mereka
yang harus mengawasi hasil produknya sendiri, kalau dari masyarakat bisa
melakukan pengadukan ke bagian ULPK jika ada temuan OT bermasalah atau
menambah wawasan mengenai OT bisa juga bertanya ke ULPK.
I3-2
Dari pihak produsen harus melihat tata cara pembuatan obat tradisional yang baik
(CPOTB) dan melakukan pengujian produk sebelum produk diedarkan. Kalau dari
masyarakatnya ya harus segera melaporkan kepada kami kalau menemukan OT
ilegal, namun dalam hal ini masyarakat hanya bersifat voluntery atau sukarela,
karena kami juga tidak bisa memaksa.
Q7
Q
A
Apakah pengawasan yang dilakukan pihak eksternal sudah cukup baik?
I1 sudah cukup baik menurut saya.
I2
Sudah, sudah cukup baik. Kami juga sudah bekerjasama dalam hal pengawasan
dengan Dinas Kesehatan, kepolisian dan Disperindag. Kalau dengan masyarakatnya
saya rasa sudah cukup terbuka dengan keberadaan Balai POM Serang. Jika mereka
ada keluhan mereka langsung menghubungi kami, sekarang lumayan juga
pertanyaan yang masuk mengenai izin produksi dan tentang produk-produk yang ada
dipasaran.
I3-1
Dari masyarakatnya sudah mulai terbuka. Dengan adanya BPOM ini masyarakat
sedikit demi sedikit mulai paham mana OT yang baik dan tidak baik. Kami juga terus
melakukan KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi) kepada masyarakat. Semoga
dengan adanya KIE tersebut masyarakat lebih aware lagi terhadap OT yang beredar.
I3-2 Sudah cukup baik.
Q8
Q
A
Apakah ada kerjasama dengan pihak eksternal terkait pengawasan peredaran obat
tradisional? Baik dari pemerintah atau LSM?
I1
Ya seperti yang saya sebutkan di awal tadi, kami bekerjasama dengan berbagai
instansi. Untuk sosialisasi kita bekerjasama dengan DinKes, untuk penegakan hukum
kita bekerjsama dengan Kepolisian, untuk pemeriksaan gabungan kita juga
bekerjasama dengan Disperindag.
I2
Dari pemerintah terutama dengan Dinas Kesehatan kita selalu melaporkan
pengawasan yang kita peroleh dari wilayah mereka agar bisa di tindak lanjuti. Dari
Dinas Perindustrian juga sering mengadakan persiapan untuk izin produk.
Kepolisian juga kita bekerjasama dalam hal menindak lanjuti temuan OT ilegal
dilapangan. Dari LSM kerjasamanya lebih dari informasi mengenai pelanggaran.
I3-1 Kerjasama terkait OT ya, kami lebih ke pengadilan, kalau pembinaannya lebih ke
Dinkes, kerjasama dengan LSM sepertinya belum ada kesepakatan.
I3-2 Kita ada kerjasama dengan Dinas Kesehatan, tapi tidak ada kerjasama secara formal
dalam konteks OT.
Q9
Q
A
Apakah kerjasama yang dilakukan sudah cukup baik dalam melakukan pengawasan?
I1 Ya selama ini masih baik koordinasinya yang kami jalankan dengan Dinas
Kesehatan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan kemudian dengan Dinas Sosial.
Cukup baik ya.
I2 Ya sudah cukup baik, kita rutin kok melakukan koordinasi terutama kepolisian dalam
hal penyidikan.
I3-1
Dibilang cukup baik, ya memang cukup baik tetapi yang jelas terus ditumbuhkan.
Kita terus bersama-sama mensinkronkan program kerja yang ada. Untuk setiap
tahun saja kita sudah membuat program seperti operasi gabungan pemerintah yang
didalamnya terdapat kerjasama lintas sektoral dengan melibatkan beberapa instansi
pemerintahan.
I3-2 Sudah, sudah cukup baik.
Standar Operasional Prosedur Pengawasan
Q1
Q
A
Apakah BPOM memiliki rencana kerja dalam melakukan pengawasan?
I1
Jelas ada, karena kita memiliki keterbatasan SDM jadi kita punya SOP yang tidak
memungkinkan kita memeriksanya satu persatu, jika banyak temuan di masyarakat
terhadap obat tradisional ilegal hasil yang ada pada tahun lalu itulah poin-poin yang
kami dahulukan.
I2 Rencana kerja jelas ada, kita ada rencana kerja tahunan untuk pemeriksaan sarana
distribusi dan produksi. Untuk manajemen mutu disini sudah disertifikasi.
I3-1 Jelas ada, jadi kita setiap tahun, tiap awal tahun kita lakukan pemeriksaan terhadap
laporan-laporan yang ada, evaluasi kita monitoring untuk patokan di tahun
berikutnya.
I3-2
Kita ada rencana kerja tahunan, dari rencana kerja tahunan dibreakdown lagi
menjadi bulanan, dan dibreakdown lagi menjadi perminggu dimana didalamnya
udah ditentukan untuk setiap minggu berapa sarana yang diperiksa baik produksi
maupun distribusi.
Q2
Q
A
Apakah BPOM memiliki petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dalam melakukan
pengawasan?
I1 Ada, jelas ada. Kita ada SOP Badan POM dan sekarang kita menerapkan 3 ISO, ISO
9001-2008 tentang manajemen, ISO 1925-2005 untuk laboratorium sistem mutu
CPOB dan sebentar lagi akan disusul sistem mutu CPOTB.
I2 kita sesuai dengan SOP. SOP tersebut dikeluarkan oleh Badan POM Pusat yang
kemudian kita breakdown kembali.
I3-1
Ada, jadi kami itu dari pusat memiliki SOP untuk pemeriksaan. Dari Badan POM
SOP tersebut kami breakdown lagi disini, dan menjadi juklak dan juknis apa yang
harus kami lakukan. Istilahnya lakukan apa yang tertulis, dan tulis apa yang
dilakukan. Jadi kami juga menghindari perbedaan tindakan dan prosedur baik dari
perencanaan, persiapan, dan pelaksanaan sampai pemeriksaan dan pembuatan
laporan tindak lanjut kami sudah ada prosedurnya.
I3-2
Ada, kita ada juklak dan juknis dalam melakukan pengawasan berdasarkan SOP
BPOM Pusat. Kita bentuknya namanya pola tindak lanjut, jadi nanti kita dilapangan
ada temuan atau ada apa, kapan dan nantinya statusnya akan dinaikan berupa
peringatan atau bisa juga ke aparat hukum.
Q3
Q
A
Apakah terdapat alat monitoring dalam mengukur kinerja pegawai dan program
pengawasan?
I1 Untuk pengawasan ada. Kami ada pengukuran kinerja.
I2 Setiap pegawai memiliki alat penilaian. Setiap tahun diberi target untuk melakukan
pekerjaan sesuai dengan rencara strategi jangka panjang.
I3-1
Ada, macem-macem sih, sekarang yang sedang dicanangkan yaitu SKP (satuan
kinerja pegawai) dan itu lebih personil lagi, dimana setiap personil dari awal sudah
diberikan target-target apa saja yang harus dilakukan per orang, dan juga target
dalam satu tahun seperti apa pencapaiannya yang nantinya akan di evaluasi, selain
itu dari seluruh Balai akan ada laporan tahunan.
I3-2
Ada, kita namanya SKP. Satuan kinerja pegawai dan itu umum di instansi
pemerintah. Kalau pusat pasti pake, yang saya ketahui instansi yang vertikal pasti
pake. SKP itu sistem penilaian berbasis kinerja dalam 1 tahun dan nanti hasilnya
dilaporkan ke pusat. Jadi selama 1 tahun, setiap orang pengawas akan memiliki
target berapa jumlah sarana yang harus diperiksa, berapa jumlah komoditinya. Nah,
nanti disitu akan kita evaluasi juga untuk mengetahui siapa yang belum tercapai dan
siapa yang sudah. Ada reward dan punishmentnya juga. Rewardnya itu dalam
tunjangan kerja 100% punishmenya potongan tunjangan.
Q4
Q
A
Apakah ada tindakan korektif saat dalam pelaksanaan pengawasannya ditemukan
suatu pelanggaran?
I1
Jelas ada. Baik pelanggaran yang dilakukan oleh industri kami juga meminta
feedback dari industri tersebut. Kalau ada temuan pada sarana produksi, kami
melayangkan surat secara tertulis untuk melakukan corrective action yang kami
deadlinekan sekitar dua bulan.
I2
Ada, jika kita menemukan pelanggaran di sarana produksi atau distribusi, kita kasih
peringatan dahulu bahwa ini tidak boleh diperjual belikan, atau ini masih ada yang
kurang dalam kegiatan produksinya. Kalau masih membandel kami lanjut ketindakan
berikutnya bahkan sampai ke ranah hukum.
I3-1 kalau dari kami tindakan korektifnya pada saat dilapangan salah satunya peringatan
dan pengamanan.
I3-2
Kita seringkali beri surat peringatan jika ditemukan pelanggaran baik di sarana
produksi maupun distribusi, kalau untuk produksi kita beri peringatan dan point-
point yang harus dilakukan untuk perbaikan, kalau tidak ada perubahan kita tindak
ke ranah hukum. Kalau untuk distribusi kita kasih peringatan berupa pemberitahuan,
jika masih tidak ada perubahan kita dapat menyita atau melakukan pemusnahan di
tempat.
Sumber Daya Keuangan dan Peralatan
Q1
Q
A
Berasal darimana sumber daya keuangan yang dimiliki?
I1 Kita anggaran murni dari APBN.
I2 Untuk keuangan kita berasal dari APBN semua.
I3-1 Dari Pusat, dari Badan POM Pusat dan Menteri Keuangan.
I3-2 Kita keuangan dari APBN.
Q2
Q
A
Apakah sumber daya keuangan yang dimiliki sudah sesuai dalam melakukan
pengawasan?
I1 Sudah sesuai dengan jumlah SDM yang ada bukan dari jumlah OT yang diawasi.
I2 Sudah sesuai, karena kita melakukan perencanaan untuk tahun berikutnya
berdasarkan rencana yang dibuat pada tahun sebelumnya.
I3-1 Kalau ditanya sudah sesuai, jelas sudah sesuai. Karena kita membuat laporan
keuangan yang sudah dirancang sesuai dengan kegiatan yang akan dilakukan.
I3-2
Kalau bicara sumber daya keuangan, kita kan bikin perencanaan dari tahun ini kita
udah bikin perencanaan untuk tahun depan. Jadi keuangan bukan sesuai tetapi
menyesuaikan. Malah yang terjadi nanti setiap tahun pasti naik terus karena
menyesuaikan juga dengan target yang diperiksa.
Q3
Q
A
Apakah peralatan yang dimiliki sudah sesuai dalam melakukan pengawasan?
I1 Sudah sesuai dengan jumlah sampel dan SDM yang ada juga, kalau tentang ekspetasi
masyarakat terhadap produk yang kami awasi itu masih kurang.
I2 Untuk peralatan sudah mencukupi.
I3-1 Peralatan sudah sesuai, kami peralatan sudah standar.
I3-2
Untuk peralatan kita kurang di transportasi. Tahun ini sudah ada tambahan tapi
belum optimal untuk menunjang pengawasan. Yang butuh kendaraan kan bukan
bagian pengawas saja, semua bagian butuh, jadi pada saat ada kegiatan di waktu
yang bersamaan itu masih kurang.
Jadwal Pelaksanaan Pengawasan
Q1
Q
A
Apakah terdapat jadwal dalam melakukan pengawasan?
I1 pasti ada, sangat tidak rasional jika melakukan pengawasan tanpa adanya jadwal
pelaksanaanya. Ada kita ada jadwalnya dalam pengawasan.
I2
Iya, kita ada jadwal dari internal BPOM untuk pemeriksaan sarana produksi dan
distribusi. Dari luar juga ada jadwal pengawasan ke BPOM seperti BPK dan sistem
pengawasan Pemerintah. Jadi bukan hanya BPOM saja yang memeriksa, BPOM
juga diperiksa oleh Pemerintah.
I3-1
Jelas ada mengenai jadwal karena sudah masuk dalam perencanaan, jadwal itu lebih
teknis pertama kami lakukan perencanaan, dari perencanaan itu dikerucutkan lagi ke
jadwal pertahun, kemudian perbulan, perminggu dan perharinya.
I3-2
Dari SOP itu kita dapet jadwal pertahun pemeriksaan jumlah nya berapa,
dibreakdown lagi perbulan, kemudian perminggu sampe perhari kita dapet
jadwalnya. Jadi perhari berapa jumlah sarana yang harus diperiksa dan siapa saja
perusahaan atau tokonya, kita ada jadwalnya.
Q2
Q
A
Bagaimanakah cara penentuan jadwal yang dilakukan?
I1
Ada jadwal rutin, dan ada jadwal insidentil. Kalau jadwal rutin, jadwalnya sudah
sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan. Kalau jadwal insidentil itu sesuai
dengan temuan untuk industri OT dilapangan jika industri itu ilegal maka kami harus
segera melakukan pemeriksaan kesana tanpa dipengaruhi oleh jadwal atau
penetapan waktu.
Penentuan jadwal kami berdasarkan manajemen resiko ya, jadi kami memiliki
I2 database jumlah perusahaan yang ada. Jadi yang resikonya lebih besar dalam
melakukan pelanggaran, itu yang kami prioritaskan.
I3-1
Pertama kami melihat personil yang ada berdasarkan kompetensi yang ada dan di
awal tahun kita sudah ada target. Dari target tersebut kemudian di breakdown untuk
pencapaian perbulan, terget perbulannya berapa kemudian di breakdown lagi
perwilayah berapa dan pelaku usahanya siapa saja.
I3-2 Dari hasi breakdown jadwal pertahun sampai jadi perhari.
Q3
Q
A
Apakah pengawasan yang dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan?
I1
Bisa dikatakan sesuai bisa juga tidak. Misal, ditemukan laporan dari BPOM
makassar terkait dengan temuan obat tradisional ilegal dari tangerang, maka kami
harus melaksanakan pemeriksaan ke sarana produksi tersebut sesegera mungkin.
Jadi waktu yang kita miliki fleksibel.
I2
Sesuai tidak sesuai sih, terkadang itu ya, kita kan pengawasan tidak berjalan sendiri,
ada koordinasi juga dengan Balai lain dan Badan Pusat. Kadang dari pusat
melakukan inspeksi kesini, otomatis jadwal yang sudah ditetapkan sedikit digeser.
I3-1
Sudah sesuai, namun kita sama persis dengan jadwal itu tidak mungkin kadang apa
yang sudah dijadwalkan terbentur dengan kegiatan lain yang sifatnya lebih krusial
sehingga harus menjadi prioritas utama. Jadi mengenai jadwal kita fleksibel aja.
I3-2
Selama ini susah kalau sesuai jadwal karena kita jadwalnya dinamis. Karena kita
masih 1 naungan dengan Pusat. Kadang kita sudah buat schedule sedemikian rupa
tapi kemudian Pusat ngasih informasi seminggu sebelumnya bahwa akan ada
kegiatan, otomatis kita ubah jadwal kita. Kita mengerjakan jadwal yang menjadi
prioritas utama dulu.
Q4
Q
A
Berapa lama rentang waktu antara pengawasan yang dilakukan sebelumnya dengan
pengawasan berikutnya pada satu sarana produksi atau distribusi yang diperiksa?
I1 Tergantung pada hasil temuan, jika urgent bisa setiap bulan. Namun jika tidak urgent
bisa satu atau dua tahun sekali.
I2 Idealnya untuk sarana sekitar 1 tahun sekali jika tidak ada kendala yang berarti.
I3-1 Untuk sarana itu biasanya 1 tahun sekali diperiksa jika tidak ditemukan pelanggaran.
Kalau ditemukan pelanggaran kita bisa rutin meriksanya.
I3-2 Kalau kita jadwalkan itu setidaknya 1 tahun sekali diperiksa.
Matriks Wawancara Lapangan Sebelum Reduksi Data
Identitas Informan
- Kode Informan : I 1
- Nama : Ahmad Kurnia
- Pekerjaan : PNS
- Usia : 40 Tahun
- Jenis kelamin : Laki-Laki
Pertanyaan Jawaban
Siapakah yang melakukan pengawasan
terhadap peredaran obat tradisional
baik dari pihak internal maupun
eksternal?
Kalau dari pihak Pemerintah ada
beberapa instansi yaitu, Balai POM
untuk di Daerah dan Badan POM di
Pusat yang ada di Jakarta. kalau di
Daerah itu biasanya Dinas Kesehatan
melaksanakan pengawasan yang
sifatnya sosialisasi. Secara khusus
bidang dalam pengawasan ada dua
bidang. Yaitu, seksi pemdik serlik
yang mengawas dilapangan dan ada
bagian laboratoriumnya seksi
pengujian. Sedangkan yang sifatnya
pidana, Polri yang bertugas
mengamankan. Kalau dari luar
Pemerintah itu dari produsen,
distributor dan masyarakat.
Sepertiapakah bentuk pengawasan
yang dilakukan pihak internal
tersebut?
Dari balai POM itu ada dua macam ya,
yaitu ada pre-market dan post-market,
kalau pre-market kan ada evaluasi
keamanan, ada pemeriksaan sebelum
diedarkan. Ada juga pengawasan post-
market pemeriksaan untuk mengetahui
apakah kualitasnya sudah sesuai
dengan apa yang telah ditetapkan
sebelum diedarkan.
Berapakah jumlah pegawai yang ada
pada bagian tersebut?
Jumlah pegawai yang ada di pemdik
serlik ada 18an, ya sekitar 20 orang
lah.
Apakah jumlah pegawai yang ada
sudah sesuai dalam melakukan
pengawasan?
Jumlah pegawai yang ada belum
sesuai. Dilihat dari luasnya area
dengan SDM yang ada jelas belum
sesuai.
Apakah terdapat kendala dalam
pelaksanaan pengawasan?
Kalau semua pelaksanaan pasti ada
kendalanya. Tapi ya semua itu kami
anggap sebagai tantangan. Di sini
sarana distribusinya ada banyak tetapi
SDM nya terbatas. Ini juga kami
bekerjasama dengan Inspektur Badan
POM Pusat.
Sepertiapakah bentuk pengawasan
yang dilakukan pihak eksternal
tersebut?
Pengawasan dari pihak eksternal ya,
kalau dari produsen tentu mereka
harus menjaga proses produksi barang
yang diproduksinya dan sesuai dengan
tata cara CPOTB yang baik dalam
pelaksanaannya, dan untuk masyarakat
melakukan pengaduan kepada kami
jika ditemukan produk yang dilarang
edar.
Apakah pengawasan yang dilakukan
pihak eksternal sudah cukup baik?
sudah cukup baik ya.
Apakah ada kerjasama dengan pihak
eksternal terkait pengawasan peredaran
obat tradisional? Baik dari pemerintah
atau LSM?
Ya seperti yang saya sebutkan di awal
tadi, kami bekerjasama dengan
berbagai instansi. Untuk sosialisasi
kita bekerjasama dengan DinKes,
untuk penegakan hukum kita
bekerjsama dengan Kepolisian, untuk
pemeriksaan gabungan kita juga
bekerjasama dengan Disperindag.
Apakah kerjasama yang dilakukan
sudah cukup baik dalam melakukan
pengawasan?
Ya selama ini masih baik
koordinasinya yang kami jalankan
dengan Dinas Kesehatan, Dinas
Perindustrian dan Perdagangan
kemudian dengan Dinas Sosial. Cukup
baik ya.
Apakah BPOM memiliki rencana kerja
dalam melakukan pengawasan?
Jelas ada, karena kita memiliki
keterbatasan SDM jadi kita punya SOP
yang tidak memungkinkan kita
memeriksanya satu persatu, jika
banyak temuan di masyarakat terhadap
obat tradisional ilegal hasil yang ada
pada tahun lalu itulah poin-poin yang
kami dahulukan.
Apakah BPOM memiliki petunjuk Ada, jelas ada. Kita ada SOP Badan
pelaksanaan dan petunjuk teknis dalam
melakukan pengawasan?
POM dan sekarang kita menerapkan 3
ISO, ISO 9001-2008 tentang
manajemen, ISO 1925-2005 untuk
laboratorium sistem mutu CPOB dan
sebentar lagi akan disusul sistem mutu
CPOTB.
Apakah terdapat alat monitoring dalam
mengukur kinerja pegawai dan
program pengawasan?
Untuk pengawasan ada. Kami ada
pengukuran kinerja.
Apakah ada tindakan korektif saat
dalam pelaksanaan pengawasannya
ditemukan suatu pelanggaran?
Oh jelas ada. Baik pelanggaran yang
dilakukan oleh industri kami juga
meminta feedback dari industri
tersebut. Kalau ada temuan pada
sarana produksi, kami melayangkan
surat secara tertulis untuk melakukan
corrective action yang kami deadline
kan sekitar dua bulan.
Berasal darimana sumber daya
keuangan yang dimiliki?
Kita anggaran murni dari APBN.
Apakah sumber daya keuangan yang
dimiliki sudah sesuai dalam
melakukan pengawasan?
Sudah sesuai dengan jumlah SDM
yang ada bukan dari jumlah OT yang
diawasi.
Apakah peralatan yang dimiliki sudah
sesuai dalam melakukan pengawasan?
Sudah sesuai dengan jumlah sampel
dan SDM yang ada juga, kalau tentang
ekspetasi masyarakat terhadap produk
yang kami awasi itu masih kurang.
Apakah terdapat jadwal dalam
melakukan pengawasan?
pasti ada, sangat konyol jika
melakukan pengawasan tanpa adanya
jadwal pelaksanaanya.
Bagaimanakah cara penentuan jadwal
yang dilakukan?
Ada jadwal rutin, dan ada jadwal
insidentil. Kalau jadwal rutin,
jadwalnya sudah sesuai dengan jadwal
yang sudah ditetapkan. Kalau jadwal
insidentil itu sesuai dengan temuan
untuk industri OT dilapangan jika
industri itu ilegal maka kami harus
segera melakukan pemeriksaan kesana
tanpa dipengaruhi oleh jadwal atau
penetapan waktu.
Apakah pengawasan yang dilakukan
sesuai dengan jadwal yang telah
ditetapkan?
Bisa dikatakan sesuai bisa juga tidak.
Misal, ditemukan laporan dari BPOM
makassar terkait dengan temuan obat
tradisional ilegal dari tangerang, maka
kami harus melaksanakan pemeriksaan
ke sarana produksi tersebut sesegera
mungkin. Jadi waktu yang kita miliki
fleksibel.
Berapa lama rentang waktu antara
pengawasan yang dilakukan
sebelumnya dengan pengawasan
berikutnya pada satu sarana produksi
atau distribusi yang diperiksa?
Tergantung pada hasil temuan, jika
urgent bisa setiap bulan. Namun jika
tidak urgent bisa satu atau dua tahun
sekali.
Matriks Wawancara Lapangan Sebelum Reduksi Data
Identitas Informan
- Kode Informan : I 2
- Nama : Puguh Wijanarko. S Farm, Apt.
- Pekerjaan : PNS
- Usia : 34 Tahun
- Jenis kelamin : Laki-Laki
Pertanyaan Jawaban
Siapakah yang melakukan pengawasan
terhadap peredaran obat tradisional
baik dari pihak internal maupun
eksternal?
Ada 3 lapis pengawasan sesuai dengan
SisPOM yang kita miliki, yaitu
pemerintah melalui BPOM sebagai
pihak internalnya, dan dari produsen
maupun distributor dan juga dari
masyarakat sebagai pihak eksternal
pengawasan. Secara khusus
pengawasan dilapangan dilakukan
oleh bagian pemeriksaan, penyidikan,
sertifikasi dan unit layanan pengaduan
konsumen (PEMDIK SERLIK), untuk
obat tradisional dilakukan oleh bagian
pemeriksaan obat tradisional.
Sepertiapakah bentuk pengawasan
yang dilakukan pihak internal
tersebut?
Pengawasan yang dilakukan yaitu Pre-
Market dan Post-Market, dimana
dalam Pre-Market pengawasan
dilakukan sebelum barang beredar dan
dalam Post-Market pengawasan
dilakukan sesudah barang beredar.
Dalam Pre-Market kita mengecek
kesesuaian kegiatan produksi dengan
syarat produksi dan juga izin
produksinya. Kalau Post-market yaitu
sarana dan prasarananya.
Berapakah jumlah pegawai yang ada
pada bagian tersebut?
Pada bagian PEMDIK SERLIK
pegawai yang ada sekitar 16 orang,
untuk pemeriksaan obat tradisional
(OT) ada 3 orang.
Apakah jumlah pegawai yang ada
sudah sesuai dalam melakukan
pengawasan?
Belum cukup ya, karena dari 16 orang
pengawas BPOM Serang, cakupannya
1 Provinsi Banten bukan hanya Kota
Serang saja yang kita awasi. Dengan
luasnya wilayah pengawasan, tidak
sebanding dengan jumlah pegawai
yang ada saat ini. Idealnya menurut
saya, jumlah pegawai pada bagian
pemeriksaan dua kali lipat dari jumlah
yang ada, sekitar 36 orang.
Apakah terdapat kendala dalam
pelaksanaan pengawasan?
kendala dari dalam yaitu dari sarana
dan prasarananya yang terbatas. Untuk
prasarananya seperti jumlah SDM
yang masih sedikit dan untuk
sarananya seperti kendaraan
transportasi karena di Banten ini
sebagian besar daratan, jadi dalam
melakukan pengawasan kami hanya
membutuhkan alat transportasi darat,
namun saat ini ada sekitar 2 kendaraan
yang bisa dipakai untuk melakukan
pengawasan. Kendala dari luarnya
lebih ke stakeholdernya yaitu apa yang
ada belum dapat sepenuhnya kami
tindak lanjuti.
Sepertiapakah bentuk pengawasan
yang dilakukan pihak eksternal
tersebut?
Kalau dari masyarakat sendiri yaitu
dapat melakukan pengaduan jika
ditemukan boa tradisional (OT) yang
dilarang edar namun ada atau beredar
dipasaran. Kalau dari pelaku usaha
juga sama harus memberikan
pengaduan, ditambah mereka juga
harus melakukan pengawasan sendiri
pada sarana produksi yang mereka
miliki.
Apakah pengawasan yang dilakukan
pihak eksternal sudah cukup baik?
Sudah, sudah cukup baik. Kami juga
sudah bekerjasama dalam hal
pengawasan dengan Dinas Kesehatan,
kepolisian dan Disperindag. Kalau
dengan masyarakatnya saya rasa sudah
cukup terbuka dengan keberadaan
Balai POM Serang. Jika mereka ada
keluhan mereka langsung
menghubungi kami, sekarang lumayan
juga pertanyaan yang masuk mengenai
izin produksi dan tentang produk-
produk yang ada dipasaran
Apakah ada kerjasama dengan pihak
eksternal terkait pengawasan peredaran
obat tradisional? Baik dari pemerintah
atau LSM?
Dari pemerintah terutama dengan
Dinas Kesehatan kita selalu
melaporkan pengawasan yang kita
peroleh dari wilayah mereka agar bisa
di tindak lanjuti. Dari Dinas
Perindustrian juga sering mengadakan
persiapan untuk izin produk.
Kepolisian juga kita bekerjasama
dalam hal menindak lanjuti temuan
OT ilegal dilapangan. Dari LSM
kerjasamanya lebih dari informasi
mengenai pelanggaran.
Apakah kerjasama yang dilakukan
sudah cukup baik dalam melakukan
pengawasan?
Ya sudah cukup baik, kita rutin kok
melakukan koordinasi terutama
kepolisian dalam hal penyidikan.
Apakah BPOM memiliki rencana kerja
dalam melakukan pengawasan?
Rencana kerja jelas ada, kita ada
rencana kerja tahunan untuk
pemeriksaan sarana distribusi dan
produksi. Untuk manajemen mutu
disini sudah disertifikasi.
Apakah BPOM memiliki petunjuk
pelaksanaan dan petunjuk teknis dalam
melakukan pengawasan?
Ya kita sesuai dengan SOP. SOP
tersebut dikeluarkan oleh Badan POM
Pusat yang kemudian kita breakdown
kembali.
Apakah terdapat alat monitoring dalam
mengukur kinerja pegawai dan
program pengawasan?
Setiap pegawai memiliki alat
penilaian. Setiap tahun diberi target
untuk melakukan pekerjaan sesuai
dengan rencara strategi jangka
panjang.
Apakah ada tindakan korektif saat
dalam pelaksanaan pengawasannya
ditemukan suatu pelanggaran?
Ada, jika kita menemukan pelanggaran
di sarana produksi atau distribusi, kita
kasih peringatan dahulu bahwa ini
tidak boleh di perjual belikan, atau ini
masih ada yang kurang dalam kegiatan
produksinya. Kalau masih membandel
kami lanjut ketindakan berikutnya
bahkan sampai ke ranah hukum.
Berasal darimana sumber daya
keuangan yang dimiliki?
Untuk keuangan kita berasal dari
APBN semua.
Apakah sumber daya keuangan yang
dimiliki sudah sesuai dalam
melakukan pengawasan?
Sudah sesuai, karena kita melakukan
perencanaan untuk tahun berikutnya
berdasarkan rencana yang dibuat pada
tahun sebelumnya.
Apakah peralatan yang dimiliki sudah
sesuai dalam melakukan pengawasan?
Untuk peralatan sudah mencukupi.
Apakah terdapat jadwal dalam
melakukan pengawasan?
Iya, kita ada jadwal dari internal
BPOM untuk pemeriksaan sarana
produksi dan distribusi. Dari luar juga
ada jadwal pengawasan ke BPOM
seperti BPK dan sistem pengawasan
Pemerintah. Jadi bukan hanya BPOM
saja yang memeriksa, BPOM juga
diperiksa oleh Pemerintah.
Bagaimanakah cara penentuan jadwal
yang dilakukan?
Penentuan jadwal kami berdasarkan
manajemen resiko ya, jadi kami
memiliki database jumlah perusahaan
yang ada. Jadi yang resikonya lebih
besar dalam melakukan pelanggaran,
itu yang kami prioritaskan.
Apakah pengawasan yang dilakukan
sesuai dengan jadwal yang telah
ditetapkan?
Sesuai tidak sesuai sih, terkadang itu
ya, kita kan pengawasan tidak berjalan
sendiri, ada koordinasi juga dengan
Balai lain dan Badan Pusat. Kadang
dari pusat melakukan inspeksi kesini,
otomatis jadwal yang sudah ditetapkan
sedikit digeser.
Berapa lama rentang waktu antara
pengawasan yang dilakukan
sebelumnya dengan pengawasan
berikutnya pada satu sarana produksi
atau distribusi yang diperiksa?
Idealnya untuk sarana sekitar 1 tahun
sekali jika tidak ada kendala yang
berarti.
Matriks Wawancara Lapangan Sebelum Reduksi Data
Identitas Informan
- Kode Informan : I 3-1
- Nama : Clara Diana Setyawati S. Farm, Apt.
- Pekerjaan : PNS
- Usia : 38 Tahun
- Jenis kelamin : Perempuan
Pertanyaan Jawaban
Siapakah yang melakukan pengawasan
terhadap peredaran obat tradisional
baik dari pihak internal maupun
eksternal?
Kalau dalam konteks pemerintah ada
kami dari BPOM, kami juga
bekerjasama dengan Dinkes pada saat
pengawasan Pre-Market yaitu sebelum
obat beredar di pasaran, untuk Pre-
Market sendiri BPOM yang
mengawasi. Jadi sebelum obat tersebut
beredar dimasyarakat obat tersebut
harus mendaftarkan terlebih dulu. Baik
produksi dalam negeri maupun luar
negeri, yaitu seperti persyaratan
adiministrasi, persyaratan mutu dan
lainnya. Nah kalau sudah beredar di
masyarakat itu namanya Post-market,
baru kami yang di daerah Balai POM
ini Secara khusus dari BPOM yang
melakukan pengawasan dilapangan
yaitu bagian PEMDIK SERLIK, yang
melakukan pengawasan dan
pembinaan yang bekerjasama dengan
Dinkes mengenai pembinaan, itu
dalam lingkup pemerintah nah diluar
pemerintah itu semuanya, semua
lapisan masyarakat distributor dan
produsen juga ikut berkontribusi
dalam melakukan pengawasan. Apa
aja sih peraturan dalam OT, apa aja sih
yang ga boleh beredar, kami juga ada
pengawasan dengan melakukan
sampling. Kita ambil sampel OT lalu
masuk ke lab. Di lab tersebut ada
parameternya, jadi dari hasil lab jika
sesuai produknya bisa di pasarkan lagi,
kalau tidak sesuai bisa masuk dalam
publik warning.
Sepertiapakah bentuk pengawasan
yang dilakukan pihak internal
tersebut?
Ya itu seperti yang saya katakan
sebelumnya, ada pengawasan Pre-
market dan Post-Market, di Post-
Market ada pengawasan sampling.
Kami juga pengawasannya tidak hanya
mengarah di peredarannya namun
produsennya juga kami awasi.
Berapakah jumlah pegawai yang ada
pada bagian tersebut?
Sekitar ada 18 orang ya, ditambah
honorer.
Apakah jumlah pegawai yang ada
sudah sesuai dalam melakukan
pengawasan?
Kalau dalam pengawasan belum ya,
soalnya kita membawahi 1 Provinsi
Banten dan dalam 1 Provinsi itu kita
tidak hanya mengawasi 1 komoditi
saja. Namun ada 5 komoditi yang kita
awasi, yaitu kosmetik, obat, obat
tradisional, suplemen dan pangan. Dari
semua komoditi tersebut kalau di
Banten ini lumayan banyak.
Industrinya banyak jumlah
pengecernya juga banyak. Jadi dalam
melakukan pengawasan kami
membuat skala prioritas dalam
beberapa sarana yang ada nanti dapat
ditentukan prioritas yang mana yang
harus didahulukan.
Apakah terdapat kendala dalam
pelaksanaan pengawasan?
Kendalanya banyak sih, dari internal
ya dari jumlah SDM nya yang sedikit,
kendaraannya kurang. Dari
eksternalnya itu mengenai pemahaman
masyarakat terbatas juga dalam OT
cari obatnya yang cespleng aja, udah
gitu murah, padahal OT yang asli tidak
menyembuhkan penyakit namun
hanya mencegah penyakit. Begitu juga
penjualnya buat mereka yang penting
barangnya laku.
Sepertiapakah bentuk pengawasan
yang dilakukan pihak eksternal
Dari produsen pengawasannya itu
dalam memproduksi OT harus
tersebut? menetapkan CPOTB karena kita tidak
mungkin setiap hari meriksa pabrik
mereka, jadi mereka yang harus
mengawasi hasil produknya sendiri,
kalau dari masyarakat bisa melakukan
pengadukan ke bagian ULPK jika ada
temuan OT bermasalah atau
menambah wawasan mengenai OT
bisa juga bertanya ke ULPK.
Apakah pengawasan yang dilakukan
pihak eksternal sudah cukup baik?
Dari masyarakatnya sudah mulai
terbuka. Dengan adanya BPOM ini
masyarakat sedikit demi sedikit mulai
paham mana OT yang baik dan tidak
baik. Kami juga terus melakukan KIE
(komunikasi, informasi, dan edukasi)
kepada masyarakat. Semoga dengan
adanya KIE tersebut masyarakat lebih
aware lagi terhadap OT yang beredar.
Apakah ada kerjasama dengan pihak
eksternal terkait pengawasan peredaran
obat tradisional? Baik dari pemerintah
atau LSM?
Kalau mengenai obat tradisional kami
bekerjasama dengan dinas kesehatan
untuk sosialisasi dan penyuluhan, tapi
kami juga bekerjasama dengan
kepolisian jika terdapat perkara hukum
mengenai OT. Kalau dengan LSM
sejauh ini belum ada.
Apakah kerjasama yang dilakukan
sudah cukup baik dalam melakukan
pengawasan?
Dibilang cukup baik, ya memang
cukup baik tetapi yang jelas terus
ditumbuhkan. Kita terus bersama-sama
mensinkronkan program kerja yang
ada. Untuk setiap tahun saja kita sudah
membuat program seperti operasi
gabungan pemerintah yang
didalamnya terdapat kerjasama lintas
sektoral dengan melibatkan beberapa
instansi pemerintahan.
Apakah BPOM memiliki rencana kerja
dalam melakukan pengawasan?
Jelas ada, jadi kita setiap tahun, tiap
awal tahun kita lakukan pemeriksaan
terhadap laporan-laporan yang ada,
evaluasi kita monitoring untuk patokan
di tahun berikutnya.
Apakah BPOM memiliki petunjuk
pelaksanaan dan petunjuk teknis dalam
Ada, jadi kami itu dari pusat memiliki
SOP untuk pemeriksaan. Dari Badan
melakukan pengawasan? POM SOP tersebut kami breakdown
lagi disini, dan menjadi juklak dan
juknis apa yang harus kami lakukan.
Istilahnya lakukan apa yang tertulis,
dan tulis apa yang dilakukan. Jadi
kami juga menghindari perbedaan
tindakan dan prosedur baik dari
perencanaan, persiapan, dan
pelaksanaan sampai pemeriksaan dan
pembuatan laporan tindak lanjut kami
sudah ada prosedurnya.
Apakah terdapat alat monitoring dalam
mengukur kinerja pegawai dan
program pengawasan?
Ada, macem-macem sih, sekarang
yang sedang dicanangkan yaitu SKP
(satuan kinerja pegawai) dan itu lebih
personil lagi, dimana setiap personil
dari awal sudah diberikan target-target
apa saja yang harus dilakukan per
orang, dan juga target dalam satu
tahun seperti apa pencapaiannya yang
nantinya akan di evaluasi, selain itu
dari seluruh Balai akan ada laporan
tahunan.
Apakah ada tindakan korektif saat
dalam pelaksanaan pengawasannya
ditemukan suatu pelanggaran?
kalau dari kami tindakan korektifnya
pada saat dilapangan salah satunya
peringatan dan pengamanan.
Berasal darimana sumber daya
keuangan yang dimiliki?
Dari Pusat, dari Badan POM Pusat dan
Menteri Keuangan.
Apakah sumber daya keuangan yang
dimiliki sudah sesuai dalam
melakukan pengawasan?
Kalau ditanya sudah sesuai, ya sudah
sesuai. Karena kita membuat laporan
keuangan yang sudah dirancang sesuai
dengan kegiatan yang akan dilakukan.
Apakah peralatan yang dimiliki sudah
sesuai dalam melakukan pengawasan?
Peralatan sudah sesuai, kami peralatan
sudah standar.
Apakah terdapat jadwal dalam
melakukan pengawasan?
Jelas ada mengenai jadwal karena
sudah masuk dalam perencanaan,
jadwal itu lebih teknis pertama kami
lakukan perencanaan, dari
perencanaan itu dikerucutkan lagi ke
jadwal pertahun, kemudian perbulan,
perminggu dan perharinya.
Bagaimanakah cara penentuan jadwal Pertama kami melihat personil yang
yang dilakukan? ada berdasarkan kompetensi yang ada
dan di awal tahun kita sudah ada
target. Dari target tersebut kemudian
di breakdown untuk pencapaian
perbulan, terget perbulannya berapa
kemudian di breakdown lagi
perwilayah berapa dan pelaku
usahanya siapa saja.
Apakah pengawasan yang dilakukan
sesuai dengan jadwal yang telah
ditetapkan?
Sudah sesuai, namun kita sama persis
dengan jadwal itu tidak mungkin
kadang apa yang sudah dijadwalkan
terbentur dengan kegiatan lain yang
sifatnya lebih krusial sehingga harus
menjadi prioritas utama. Jadi
mengenai jadwal kita fleksibel aja.
Berapa lama rentang waktu antara
pengawasan yang dilakukan
sebelumnya dengan pengawasan
berikutnya pada satu sarana produksi
atau distribusi yang diperiksa?
Untuk sarana itu biasanya 1 tahun
sekali diperiksa jika tidak ditemukan
pelanggaran. Kalau ditemukan
pelanggaran kita bisa rutin
meriksanya.
Matriks Wawancara Lapangan Sebelum Reduksi Data
Identitas Informan
- Kode Informan : I 3-2
- Nama : M.Sony Mughofir S. SI.
- Pekerjaan : PNS
- Usia : 34 Tahun
- Jenis kelamin : Laki-Laki
Pertanyaan Jawaban
Siapakah yang melakukan pengawasan
terhadap peredaran obat tradisional
baik dari pihak internal maupun
eksternal?
Kalau sesuai Tupoksi, yang
melakukan pengawasan peredaran
Obat Tradisional (OT) yaitu BPOM.
Secara khusus yang melakukan
pengawasan bagian pemeriksaan,
penyidikan, sertifikasi dan layanan
konsumen atau PEMDIK SERLIK, itu
internal dalam arti dari BPOM. Kalau
dalam arti pemerintahan, ada juga dari
kepolisian dalam pemberantasan OT
ilegal, cuma mereka juga
membutuhkan bantuan dari Badan
POM Pusat, serta ada Dinas Kesehatan
tentang kegiatan sosialisasi dan
penyuluhan sesuai cakupan
wilayahnya. Untuk eksternal yang
melakukan pengawasan yaitu seluruh
lapisan masyarakat, baik produsennya,
distributornya serta masyarakat itu
sendiri.
Sepertiapakah bentuk pengawasan
yang dilakukan pihak internal
tersebut?
Kalau dari BPOM melakukan
pengawasan pre dan post market yaitu
sebelum dan sesudah produk beredar
dipasaran, dimana dalam pre market,
kami mengkroscek antara draft yang
diajukan oleh pelaku usaha yang ingin
memproduksi produknya dengan
kenyataan dilapangan. Kemudian
setelah itu ada pengawasan post
market, dimana kami juga memeriksa
produk-produk yang beredar, apakah
masih sesuai komposisinya dengan
awal pelaku membuat produknya.
Berapakah jumlah pegawai yang ada
pada bagian tersebut?
Di BPOM Serang ini ada sekitar 50
orang. Di bagian pemdik serlik ada 24
orang, tetapi yang rutin melakukan
pemeriksaan dilapangan ada 15 orang
itupun dibagi 5 komoditi, karena ada 2
CPNS yang baru masuk jadi masih
proses penyesuaian dan 6 orang
honorer hanya bekerja pada bagian
administrasi dan 1 kepala seksi.
Apakah jumlah pegawai yang ada
sudah sesuai dalam melakukan
pengawasan?
Itu relatif, jika melihat pada konteks
mikro saja itu cukup. Misal kami
hanya meriksa OT saja, itu cukup.
Tapi kan gak mungkin, kami harus
mengawasi semua komoditi dan itu
sangat jelas tidak cukup.
Apakah terdapat kendala dalam
pelaksanaan pengawasan?
Itu relatif, jika melihat pada konteks
mikro saja itu cukup. Misal kami
hanya meriksa OT saja, itu cukup.
Tapi kan gak mungkin, kami harus
mengawasi semua komoditi dan itu
sangat jelas tidak cukup.
Sepertiapakah bentuk pengawasan
yang dilakukan pihak eksternal
tersebut?
Dari pihak produsen harus melihat tata
cara pembuatan obat tradisional yang
baik (CPOTB) dan melakukan
pengujian produk sebelum produk
diedarkan. Kalau dari masyarakatnya
ya harus segera melaporkan kepada
kami kalau menemukan OT ilegal,
namun dalam hal ini masyarakat hanya
bersifat voluntery atau sukarela,
karena kami juga tidak bisa memaksa.
Apakah pengawasan yang dilakukan
pihak eksternal sudah cukup baik?
Cukup baik.
Apakah ada kerjasama dengan pihak
eksternal terkait pengawasan peredaran
obat tradisional? Baik dari pemerintah
atau LSM?
Kita ada kerjasama dengan Dinas
Kesehatan, tapi tidak ada kerjasama
secara formal dalam konteks OT.
Apakah kerjasama yang dilakukan
sudah cukup baik dalam melakukan
pengawasan?
Sudah, sudah cukup baik.
Apakah BPOM memiliki rencana kerja
dalam melakukan pengawasan?
Kita ada rencana kerja tahunan, dari
rencana kerja tahunan dibreakdown
lagi menjadi bulanan, dan
dibreakdown lagi menjadi perminggu
dimana didalamnya udah ditentukan
untuk setiap minggu berapa sarana
yang diperiksa baik produksi maupun
distribusi.
Apakah BPOM memiliki petunjuk
pelaksanaan dan petunjuk teknis dalam
melakukan pengawasan?
Ada, kita ada juklak dan juknis dalam
melakukan pengawasan berdasarkan
SOP BPOM Pusat. Kita bentuknya
namanya pola tindak lanjut, jadi nanti
kita dilapangan ada temuan atau ada
apa, kapan dan nantinya statusnya
akan dinaikan berupa peringatan atau
bisa juga ke aparat hukum.
Apakah terdapat alat monitoring dalam
mengukur kinerja pegawai dan
program pengawasan?
Ada, kita namanya SKP. Satuan
kinerja pegawai dan itu umum di
instansi pemerintah. Kalau pusat pasti
pake, yang saya ketahui instansi yang
vertikal pasti pake. SKP itu sistem
penilaian berbasis kinerja dalam 1
tahun dan nanti hasilnya dilaporkan ke
pusat. Jadi selama 1 tahun, setiap
orang pengawas akan memiliki target
berapa jumlah sarana yang harus
diperiksa, berapa jumlah komoditinya.
Nah, nanti disitu akan kita evaluasi
juga untuk mengetahui siapa yang
belum tercapai dan siapa yang sudah.
Ada reward dan punishmentnya juga.
Rewardnya itu dalam tunjangan kerja
100% punishmenya potongan
tunjangan.
Apakah ada tindakan korektif saat
dalam pelaksanaan pengawasannya
ditemukan suatu pelanggaran?
Kita seringkali kasih surat peringatan
jika ditemukan pelanggaran baik di
sarana produksi maupun distribusi,
kalau untuk produksi kita kasih
peringatan dan point-point yang harus
dilakukan untuk perbaikan, kalo masih
membadel kita tindak ke ranah hukum.
Kalau untuk distribusi kita kasih
peringatan berupa pemberitahuan, jika
masih membandel kita bisa sita atau
pemusnahan di tempat.
Berasal darimana sumber daya
keuangan yang dimiliki?
Kita keuangan dari APBN.
Apakah sumber daya keuangan yang
dimiliki sudah sesuai dalam
melakukan pengawasan?
Kalau bicara sumber daya keuangan,
kita kan bikin perencanaan dari tahun
ini kita udah bikin perencanaan untuk
tahun depan. Jadi keuangan bukan
sesuai tetapi menyesuaikan. Malah
yang terjadi nanti setiap tahun pasti
naik terus karena menyesuaikan juga
dengan target yang diperiksa.
Apakah peralatan yang dimiliki sudah
sesuai dalam melakukan pengawasan?
Kalau peralatan kita kurang di
transportasi. Tahun ini sudah ada
tambahan tapi belum optimal untuk
menunjang pengawasan. Yang butuh
kendaraan kan bukan bagian pengawas
saja, semua bagian butuh, jadi pada
saat ada kegiatan di waktu yang
bersamaan itu masih kurang
Apakah terdapat jadwal dalam
melakukan pengawasan?
Dari SOP itu kita dapet jadwal
pertahun pemeriksaan jumlah nya
berapa, dibreakdown lagi perbulan,
kemudian perminggu sampe perhari
kita dapet jadwalnya. Jadi perhari
berapa jumlah sarana yang harus
diperiksa dan siapa saja perusahaan
atau tokonya, kita ada jadwalnya.
Bagaimanakah cara penentuan jadwal
yang dilakukan?
Ya itu tadi, dari hasi breakdown
jadwal pertahun sampai jadi perhari.
Apakah pengawasan yang dilakukan
sesuai dengan jadwal yang telah
ditetapkan?
Selama ini susah kalau sesuai jadwal
karena kita jadwalnya dinamis. Karena
kita masih 1 naungan dengan Pusat.
Kadang kita sudah buat schedule
sedemikian rupa tapi kemudian Pusat
ngasih informasi seminggu
sebelumnya bahwa akan ada kegiatan,
otomatis kita ubah jadwal kita. Kita
mengerjakan jadwal yang menjadi
prioritas utama dulu.
Berapa lama rentang waktu antara
pengawasan yang dilakukan
sebelumnya dengan pengawasan
berikutnya pada satu sarana produksi
atau distribusi yang diperiksa?
Kalau kita jadwalkan itu setidaknya 1
tahun sekali diperiksa.
Matriks Wawancara Lapangan Sebelum Reduksi Data
Identitas Informan
- Kode Informan : I 4
- Nama : H. Tata S.K.M. M.Kes
- Pekerjaan : PNS
- Usia :
- Jenis kelamin : Laki-Laki
Pertanyaan Jawaban
Seperti apakah peran Dinas Kesehatan
Kota Serang dalam pengawasan obat
tradisional di Kota Serang?
Kami melakukan pengawasan batra
(obat tradisional) sesuai dengan
tupoksi Dinas Kesehatan Kota Serang
yang diatur dalam perda no. 9 tahun
2008. yaitu dengan melakukan
penyuluhan ke sarana distribusi batra
dan ke sarana pengobatan tradisional.
Untuk penyitaan diluar tanggung
jawab kami, kalau itu ada di BPOM.
Intinya kami hanya melakukan
sosialisasi kepada distribusi batra
melalui UPT yang ada di puskesmas
dan kader-kader yang ada di setiap
wilayah. Sasaran sosialisasi kami itu
penjual jamu gendong, industri kecil
obat tradisional (IKOT), usaha kecil
obat tradisional (UKOT). dan depot
jamu. Untuk Kota Serang sendiri
berdasarkan data yang kami miliki
tidak terdapat IKOT maupun UKOT,
yang ada hanya jamu gendong dan
depot-depot jamu.
Apakah ada kerjasama antara Dinas
Kesehatan Kota Serang dengan BPOM
Provinsi Banten?
Ada kerjasamanya, seperti dalam
melakukan sosialisasi kami juga turut
mengundang pihak BPOM sebagai
narasumbernya, dan dalam melakukan
pemeriksaan gabungan dilapangan
juga kami bekerjasama dengan pihak
BPOM
Matriks Wawancara Lapangan Sebelum Reduksi Data
Identitas Informan
- Kode Informan : I 5-1
- Nama : Arya
- Pekerjaan : Wiraswasta
- Usia : 20 Tahun
- Jenis kelamin : Laki-Laki
Pertanyaan Jawaban
Apakah BPOM pernah melakukan
pengawasan ke sarana distribusi yang
anda miliki?
Pernah kesini a.
Apa yang dilakukan BPOM dalam
pengawasannya?
Mereka ngecekin-ngecekin gitu
barangnya satu-satu.
Apakah BPOM pernah melakukan
sosialisasi terkait obat tradisional?
Enggak tau a, belum pernah ada
sosialisasi a.
Apakah anda tahu perbedaan obat
tradisional yang legal dengan yang
ilegal?
Wah, Saya ngga tau tuh a.
Jika iya, kenapa masih menjual produk
tersebut?
Saya cuma jagain ajah kok, kalo barang
bos yang ngisi a.
Apakah terdapat jadwal dalam
melakukan pengawasan?
Nggak, nggak ada jadwalnya.
Apakah pengawasan yang dilakukan
sesuai dengan jadwal yang telah
ditetapkan?
Nggak ada jadwalnya, jadi datengya
gak tentu.
Berapa lama rentang waktu antara
pengawasan yang dilakukan
sebelumnya dengan pengawasan
berikutnya?
gak tentu datengnya a, tapi biasanya
enam bulan sekali.
Matriks Wawancara Lapangan Sebelum Reduksi Data
Identitas Informan
- Kode Informan : I 5-2
- Nama : Iwan
- Pekerjaan : Wiraswasta
- Usia : 19 Tahun
- Jenis kelamin : Laki-Laki
Pertanyaan Jawaban
Apakah BPOM pernah melakukan
pengawasan ke sarana distribusi yang
anda miliki?
Iya ada, pernah ada pemeriksaan.
Apa yang dilakukan BPOM dalam
pengawasannya?
BPOM kesini ngasih tau mana obat
tradisional yang ilegal dan mana yang
resmi lalu BPOM ngambil OT ilegal
buat sampel.
Apakah BPOM pernah melakukan
sosialisasi terkait obat tradisional?
Ada sekitar 3 bulan yang lalu. Ya itu,
sosialisasinya ngasih tau obat yang
legal sama yang ilegal.
Apakah anda tahu perbedaan obat
tradisional yang legal dengan yang
ilegal?
Iya, biasanya yang ilegal gak ada nomor
izin BPOM nya.
Jika iya, kenapa masih menjual produk
tersebut?
Saya gak tau kalo itu ilegal, soalnya ada
nomor izinnya.
Apakah terdapat jadwal dalam
melakukan pengawasan?
Jadwal tetap gak ada, tapi setiap 3 bulan
sekali BPOM kesini buat ngawas.
Apakah pengawasan yang dilakukan
sesuai dengan jadwal yang telah
ditetapkan?
Gak tentu sih harinya, tapi setiap 3
bulan dateng.
Berapa lama rentang waktu antara
pengawasan yang dilakukan
sebelumnya dengan pengawasan
berikutnya?
Sekitar 3 bulan sekali.
Matriks Wawancara Lapangan Sebelum Reduksi Data
Identitas Informan
- Kode Informan : I 5-3
- Nama : Nurul
- Pekerjaan : Wiraswasta
- Usia : 29 Tahun
- Jenis kelamin : Perempuan
Pertanyaan Jawaban
Apakah BPOM pernah melakukan
pengawasan ke sarana distribusi yang
anda miliki?
Iya, suka meriksa juga kesini.
Apa yang dilakukan BPOM dalam
pengawasannya?
BPOM memeriksa obatnya satu persatu,
nyari yang ilegal sama yang gak ada
izinnya yang beredar.
Apakah BPOM pernah melakukan
sosialisasi terkait obat tradisional?
Sosialisasinya itu pas lagi meriksa
sambil ngasih tau kalau obat ini (obat
ilegal) gak boleh dijual, sama ngasih
daftar obat yang gak boleh beredar.
Apakah anda tahu perbedaan obat
tradisional yang legal dengan yang
ilegal?
Yang saya tau dari nomor registrasinya
aja.
Jika iya, kenapa masih menjual produk
tersebut?
Karena ada aja yang beli obatnya.
Apakah terdapat jadwal dalam
melakukan pengawasan?
Tidak ada.
Apakah pengawasan yang dilakukan
sesuai dengan jadwal yang telah
ditetapkan?
Datengnya ga tentu mas.
Berapa lama rentang waktu antara
pengawasan yang dilakukan
sebelumnya dengan pengawasan
berikutnya?
biasanya enam bulan sekali meriksa,
tapi sekarang udah jarang.
Matriks Wawancara Lapangan Sebelum Reduksi Data
Identitas Informan
- Kode Informan : I 6-1
- Nama : Sukarsono
- Pekerjaan : Wiraswasta
- Usia : 51 Tahun
- Jenis kelamin : Laki-Laki
Pertanyaan Jawaban
Apakah anda pernah melihat atau
mendengar tentang sosialisasi BPOM
baik mengenai obat tradisional legal
dan ilegal ataupun mengenai public
warning (Peringatan Publik)?
Pernah lihat di tv sama di koran-koran
kalo tentang obat tradisional ilegal.
Tadi apa? Publik warning itu apa?
Saya gak tau kalo itu.
Apakah anda mengetahui perbedaan
obat tradisional legal dengan obat
tradisional ilegal?
Tau, biasanya beda di segel
kemasannya kalo yang asli ada
hologramnya. Cuma itu aja sih.
Kenapa anda mengkonsumsi obat
tradisonal ilegal?
Gimana ya, yang pasti pertama
obatnya mudah didapat di warung-
warung jamu ada, yang kedua itu
untuk perubahan yang tadinya sakit
jadi sehat.
Apakah anda pernah melakukan
pengaduan kepada BPOM jika
menemukan obat tradisional ilegal?
Saya mah masa bodo mas, udah
pusing mikirin gimana caranya
bertahan hidup, udah gak kepikiran
laporan ke BPOM segala.
Matriks Wawancara Lapangan Sebelum Reduksi Data
Identitas Informan
- Kode Informan : I 6-2
- Nama : Pendi Surahman
- Pekerjaan : Wiraswasta
- Usia : 49 Tahun
- Jenis kelamin : Laki-Laki
Pertanyaan Jawaban
Apakah anda pernah melihat atau
mendengar tentang sosialisasi BPOM
baik mengenai obat tradisional legal
dan ilegal ataupun mengenai public
warning (Peringatan Publik)?
Belum Pernah.
Apakah anda mengetahui perbedaan
obat tradisional legal dengan obat
tradisional ilegal?
Tidak tau, karena semua obat
tradisional ada nomor Depkes dan
nomor BPOM nya.
Kenapa anda mengkonsumsi obat
tradisonal ilegal?
Karena seketika merasa enak, jadi di
konsumsi terus menerus.
Apakah anda pernah melakukan
pengaduan kepada BPOM jika
menemukan obat tradisional ilegal?
Belum, karena ketidaktahuan
masyarakat pada umumnya mengenai
kelegalan barang tersebut. Kita kan
gak tau mana yang legal mana yang
ilegal, karena itu tadi semua obat
tradisional ada nomor Depkes dan
nomor BPOM nya.
Matriks Wawancara Lapangan Sebelum Reduksi Data
Identitas Informan
- Kode Informan : I 6-3
- Nama : Yono
- Pekerjaan : Wiraswasta
- Usia : 47 Tahun
- Jenis kelamin : Laki-Laki
Pertanyaan Jawaban
Apakah anda pernah melihat atau
mendengar tentang sosialisasi BPOM
baik mengenai obat tradisional legal
dan ilegal ataupun mengenai public
warning (Peringatan Publik)?
Belum pernah denger soal sosialisasi
obat tradisional yang legal atau ilegal,
tapi pernah baca di koran soal jamu
ilegal. Publik apa, saya gak tau.
Apakah anda mengetahui perbedaan
obat tradisional legal dengan obat
tradisional ilegal?
Kalau soal jamu jarang-jarang juga
konsumsinya, sedikit tau tentang
perbedaanya. Saya kalo minum paling
cuma anggur kalo obat pegel linu gitu
jarang-jarang.
Kenapa anda mengkonsumsi obat
tradisonal ilegal?
Buat jaga stamina aja biasanya sih.
Apakah anda pernah melakukan
pengaduan kepada BPOM jika
menemukan obat tradisional ilegal?
Belum, belum pernah. Gak tau mau
ngadunya kemana.
Daftar Pertanyaan I1 (Q):
Pelaku Pengawasan Kebijakan
1. Siapakah yang melakukan pengawasan terhadap peredaran obat tradisional baik
dari pihak internal maupun eksternal?
……………………………………………………………………………………….
2. Sepertiapakah bentuk pengawasan yang dilakukan pihak internal tersebut?
……………………………………………………………………………………….
3. Berapakah jumlah pegawai yang ada pada bagian tersebut?
……………………………………………………………………………………….
4. Apakah jumlah pegawai yang ada sudah sesuai dalam melakukan pengawasan?
……………………………………………………………………………………….
5. Apakah terdapat kendala dalam pelaksanaan pengawasan?
……………………………………………………………………………………….
6. Sepertiapakah bentuk pengawasan yang dilakukan pihak eksternal tersebut?
……………………………………………………………………………………….
7. Apakah pengawasan yang dilakukan pihak eksternal sudah cukup baik?
……………………………………………………………………………………….
8. Apakah ada kerjasama dengan pihak eksternal terkait pengawasan peredaran obat
tradisional? Baik dari pemerintah atau LSM?
……………………………………………………………………………………….
9. Apakah kerjasama yang dilakukan sudah cukup baik dalam melakukan
pengawasan?
……………………………………………………………………………………….
Standar Operasional Prosedur Pengawasan
1. Apakah BPOM memiliki rencana kerja dalam melakukan pengawasan?
……………………………………………………………………………………….
2. Apakah BPOM memiliki petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dalam
melakukan pengawasan?
……………………………………………………………………………………….
3. Apakah terdapat alat monitoring dalam mengukur kinerja pegawai dan program
pengawasan?
……………………………………………………………………………………….
4. Apakah ada tindakan korektif saat dalam pelaksanaan pengawasannya ditemukan
suatu pelanggaran?
……………………………………………………………………………………….
Sumber Daya Keuangan Dan Peralatan
1. Berasal darimana sumber daya keuangan yang dimiliki?
……………………………………………………………………………………….
2. Apakah sumber daya keuangan yang dimiliki sudah sesuai dalam melakukan
pengawasan?
……………………………………………………………………………………….
3. Apakah peralatan yang dimiliki sudah sesuai dalam melakukan pengawasan?
……………………………………………………………………………………….
Jadwal Pelaksanaan Pengawasan
1. Apakah terdapat jadwal dalam melakukan pengawasan?
……………………………………………………………………………………….
2. Bagaimanakah cara penentuan jadwal yang dilakukan?
……………………………………………………………………………………….
3. Apakah pengawasan yang dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan?
……………………………………………………………………………………….
4. Berapa lama rentang waktu antara pengawasan yang dilakukan sebelumnya
dengan pengawasan berikutnya pada satu sarana produksi atau distribusi yang
diperiksa?
……………………………………………………………………………………….
Jawaban (A): I1 (Ahmad Kurnia, Kasi Pemeriksaan, Penyidikan, Sertifikasi Dan Unit
Layanan Pengaduan Konsumen)
Pelaku Pengawasan Kebijakan
1. Kalau dari pihak Pemerintah ada beberapa instansi yaitu, Balai POM untuk di Daerah
dan Badan POM di Pusat yang ada di Jakarta. kalau di Daerah itu bias any a Dinas
Kesehatan melaksanakan pengawasan yang sifatnya sosialisasi. Secara khusus bidang
dalam pengawasan ada dua bidang. Yaitu, seksi pemdikserlik yang mengawas
dilapangan dan ada bagian laboratoriumnya seksi pengujian. Sedangkan yang sifatnya
pidana, Polri yang bertugas mengamankan. Kalau dari luar Pemerintah itu dari
produsen, distributor dan masyarakat.
2. Dari balai POM itu ada dua macam ya, yaitu ada pre-market dan post-market, kalau
pre-market kan ada evaluasi keamanan, ada pemeriksaan sebelum diedarkan. Ada juga
pengawasan post-market pemeriksaan untuk mengetahui apakah kualitasnya sudah
sesuai dengan apa yang telah ditetapkan sebelum diedarkan.
3. Jumlah pegawai yang ada di pemdikserlik ada 18an, ya sekitar 20 orang lah.
4. Jumlah pegawai yang ada belum sesuai. Dilihat dari luasnya area dengan SDM yang
ada jelas belum sesuai.
5. Kalau semua pelaksanaan pasti ada kendalanya. Tapi ya semua itu kami anggap sebagai
tantangan. Di sini sarana distribusinya ada banyak tetapi SDM nya terbatas. Ini juga
kami bekerjasama dengan Inspektur Badan POM Pusat.
6. Pengawasan dari pihak eksternal ya, kalau dari produsen tentu mereka harus menjaga
proses produksi barang yang diproduksinya dan sesuai dengan tata cara CPOTB yang
baik dalam pelaksanaannya, dan untuk masyarakat melakukan pengaduan kepada kami
jika ditemukan produk yang dilarang edar.
7. Sudah cukup baik ya.
8. Ya seperti yang saya sebutkan di awal tadi, kami bekerjasama dengan berbagai instansi.
Untuk sosialisasi kita bekerjasama dengan DinKes, untuk penegakan hokum kita
bekerjsama dengan Kepolisian, untuk pemeriksaan gabungan kita juga bekerjasama
dengan Disperindag.
9. Ya selama ini masih baik koordinasinya yang kami jalankan dengan Dinas Kesehatan,
Dinas Perindustrian dan Perdagangan kemudian dengan Dinas Sosial. Cukup baik ya.
Standar Operasional Prosedur Pengawasan
1. Jelas ada, Karena kita memiliki keterbatasan SDM jadi kita punya SOP yang tidak
memungkinkan kita memeriksanya satu persatu, jika banyak temuan di masyarakat
terhadap obat tradisional illegal hasil yang ada pada tahun lalu itulah poin-poin yang
kami dahulukan.
2. Ada, jelas ada. Kita ada SOP Badan POM dan sekarang kita menerapkan 3 ISO, ISO
9001-2008 tentang manajemen, ISO 1925-2005 untuk laboratorium system mutu CPOB
dan sebentar lagi akan disusul system mutu CPOTB.
3. Untuk pengawasan ada. Kami ada pengukuran kinerja.
4. Oh jelas ada. Baik pelanggaran yang dilakukan oleh industri kami juga meminta
feedback dari industry tersebut. Kalau ada temuan pada sarana produksi, kami
melayangkan surat secara tertulis untuk melakukan corrective action yang kami deadline
kan sekitar dua bulan.
Sumber Daya Keuangan dan Peralatan
1. Kita anggaran murni dari APBN.
2. Sudah sesuai dengan jumlah SDM yang ada bukan dari jumlah OT yang diawasi.
3. Sudah sesuai dengan jumlah sampel dan SDM yang ada juga, kalau tentang ekspetasi
masyarakat terhadap produk yang kami awasi itu masih kurang.
Jadwal Pelaksanaan Pengawasan
1. Pasti ada, sangat konyol jika melakukan pengawasan tanpa adanya jadwal
pelaksanaanya.
2. Ada jadwal rutin, dan ada jadwal insidentil. Kalau jadwal rutin, jadwalnya sudah sesuai
dengan jadwal yang sudah ditetapkan. Kalau jadwal insidentil itu sesuai dengan temuan
untuk ndustri OT dilapangan jika industry itu illegal maka kami harus segera melakukan
pemeriksaan kesana tanpa dipengaruhi oleh jadwal atau penetapan waktu.
3. Bisa dikatakan sesuai bisa juga tidak. Misal, ditemukan laporan dari BPOM makassar
terkait dengan temuan obat tradisional illegal dari tangerang, maka kami harus
melaksanakan pemeriksaan kesarana produksi tersebut sesegera mungkin. Jadi waktu
yang kita miliki fleksibel.
4. Tergantung pada hasil temuan, jika urgent bias setiap bulan. Namun jika tidak urgent
bias satu atau dua tahun sekali.
Lokasi Wawancara :
Waktu dan Tanggal :
Daftar Pertanyaan I2 (Q):
Pelaku Pengawasan Kebijakan
1. Siapakah yang melakukan pengawasan terhadap peredaran obat tradisional baik
dari pihak internal maupun eksternal?
……………………………………………………………………………………….
2. Sepertiapakah bentuk pengawasan yang dilakukan pihak internal tersebut?
……………………………………………………………………………………….
3. Berapakah jumlah pegawai yang ada pada bagian tersebut?
……………………………………………………………………………………….
4. Apakah jumlah pegawai yang ada sudah sesuai dalam melakukan pengawasan?
……………………………………………………………………………………….
5. Apakah terdapat kendala dalam pelaksanaan pengawasan?
……………………………………………………………………………………….
6. Sepertiapakah bentuk pengawasan yang dilakukan pihak eksternal tersebut?
……………………………………………………………………………………….
7. Apakah pengawasan yang dilakukan pihak eksternal sudah cukup baik?
……………………………………………………………………………………….
8. Apakah ada kerjasama dengan pihak eksternal terkait pengawasan peredaran obat
tradisional? Baik dari pemerintah atau LSM?
……………………………………………………………………………………….
9. Apakah kerjasama yang dilakukan sudah cukup baik dalam melakukan
pengawasan?
……………………………………………………………………………………….
Standar Operasional Prosedur Pengawasan
1. Apakah BPOM memiliki rencana kerja dalam melakukan pengawasan?
……………………………………………………………………………………….
2. Apakah BPOM memiliki petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dalam
melakukan pengawasan?
……………………………………………………………………………………….
3. Apakah terdapat alat monitoring dalam mengukur kinerja pegawai dan program
pengawasan?
……………………………………………………………………………………….
4. Apakah ada tindakan korektif saat dalam pelaksanaan pengawasannya ditemukan
suatu pelanggaran?
……………………………………………………………………………………….
Sumber Daya Keuangan Dan Peralatan
1. Berasal darimana sumber daya keuangan yang dimiliki?
……………………………………………………………………………………….
2. Apakah sumber daya keuangan yang dimiliki sudah sesuai dalam melakukan
pengawasan?
……………………………………………………………………………………….
3. Apakah peralatan yang dimiliki sudah sesuai dalam melakukan pengawasan?
……………………………………………………………………………………….
Jadwal Pelaksanaan Pengawasan
1. Apakah terdapat jadwal dalam melakukan pengawasan?
……………………………………………………………………………………….
2. Bagaimanakah cara penentuan jadwal yang dilakukan?
……………………………………………………………………………………….
3. Apakah pengawasan yang dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan?
……………………………………………………………………………………….
4. Berapa lama rentang waktu antara pengawasan yang dilakukan sebelumnya
dengan pengawasan berikutnya pada satu sarana produksi atau distribusi yang
diperiksa?
……………………………………………………………………………………….
Jawaban (A): I2 (Puguh Wijanarko S. Farm, Apt. Koordinator Pemeriksaan Kosmetik,
Obat Tradisional, dan Suplemen Makanan)
Pelaku pengawasan kebijakan
1. Ada 3 lapis pengawasan sesuai dengan SisPOM yang kita miliki, yaitu pemerintah
melalui BPOM sebagai pihak internalnya, dan dari produsen maupun distributor dan
juga dari masyarakat sebagai pihak eksternal pengawasan. Secara khusus pengawasan
dilapangan dilakukan oleh bagian pemeriksaan, penyidikan, sertifikasi dan unit layanan
pengaduan konsumen (PEMDIK SERLIK), untuk obat tradisional dilakukan oleh bagian
pemeriksaan obat tradisional.
2. Pengawasan yang dilakukan yaitu Pre-Market dan Post-Market, dimana dalam Pre-
Market pengawasan dilakukan sebelum barang beredar dan dalam Post-Market
pengawasan dilakukan sesudah barang beredar. Dalam Pre-Market kita mengecek
kesesuaian kegiatan produksi dengan syarat produksi dan juga izin produksinya. Kalau
Post-market yaitu sarana dan prasarananya.
3. Pada bagian PEMDIK SERLIK pegawai yang ada sekitar 16 orang, untuk pemeriksaan
obat tradisional (OT) ada 3 orang.
4. Belum cukup ya, karena dari 16 orang pengawas BPOM Serang, cakupannya 1 Provinsi
Banten bukan hanya Kota Serang saja yang kita awasi. Dengan luasnya wilayah
pengawasan, tidak sebanding dengan jumlah pegawai yang ada saat ini. Idealnya
menurut saya, jumlah pegawai pada bagian pemeriksaan dua kali lipat dari jumlah yang
ada, sekitar 36 orang.
5. kendala dari dalam yaitu dari sarana dan prasarananya yang terbatas. Untuk
prasarananya seperti jumlah SDM yang masih sedikit dan untuk sarananya seperti
kendaraan transportasi karena di Banten ini sebagian besar daratan, jadi dalam
melakukan pengawasan kami hanya membutuhkan alat transportasi darat, namun saat
ini ada sekitar 2 kendaraan yang bisa dipakai untuk melakukan pengawasan. Kendala
dari luarnya lebih ke stakeholdernya yaitu apa yang ada belum dapat sepenuhnya kami
tindak lanjuti.
6. Kalau dari masyarakat sendiri yaitu dapat melakukan pengaduan jika ditemukan boa
tradisional (OT) yang dilarang edar namun ada atau beredar dipasaran. Kalau dari
pelaku usaha juga sama harus memberikan pengaduan, ditambah mereka juga harus
melakukan pengawasan sendiri pada sarana produksi yang mereka miliki.
7. Sudah, sudah cukup baik. Kami juga sudah bekerjasama dalam hal pengawasan dengan
Dinas Kesehatan, kepolisian dan Disperindag. Kalau dengan masyarakatnya saya rasa
sudah cukup terbuka dengan keberadaan Balai POM Serang. Jika mereka ada keluhan
mereka langsung menghubungi kami, sekarang lumayan juga pertanyaan yang masuk
mengenai izin produksi dan tentang produk-produk yang ada dipasaran
8. Dari pemerintah terutama dengan Dinas Kesehatan kita selalu melaporkan pengawasan
yang kita peroleh dari wilayah mereka agar bisa di tindak lanjuti. Dari Dinas
Perindustrian juga sering mengadakan persiapan untuk izin produk. Kepolisian juga kita
bekerjasama dalam hal menindak lanjuti temuan OT ilegal dilapangan. Dari LSM
kerjasamanya lebih dari informasi mengenai pelanggaran.
9. Ya sudah cukup baik, kita rutin kok melakukan koordinasi terutama kepolisian dalam hal
penyidikan.
Standar Operasional Prosedur Pengawasan
1. Rencana kerja jelas ada, kita ada rencana kerja tahunan untuk pemeriksaan sarana
distribusi dan produksi. Untuk manajemen mutu disini sudah disertifikasi.
2. Ya kita sesuai dengan SOP. SOP tersebut dikeluarkan oleh Badan POM Pusat yang
kemudian kita breakdown kembali.
3. Setiap pegawai memiliki alat penilaian. Setiap tahun diberi target untuk melakukan
pekerjaan sesuai dengan rencara strategi jangka panjang.
4. Ada, jika kita menemukan pelanggaran di sarana produksi atau distribusi, kita kasih
peringatan dahulu bahwa ini tidak boleh di perjual belikan, atau ini masih ada yang
kurang dalam kegiatan produksinya. Kalau masih membandel kami lanjut ketindakan
berikutnya bahkan sampai ke ranah hukum.
Sumber Daya Keuangan dan Peralatan
1. Untuk keuangan kita berasal dari APBN semua.
2. Sudah sesuai, karena kita melakukan perencanaan untuk tahun berikutnya berdasarkan
rencana yang dibuat pada tahun sebelumnya.
3. Untuk peralatan sudah mencukupi.
Jadwal Pelaksanaan Pengawasan
1. Iya, kita ada jadwal dari internal BPOM untuk pemeriksaan sarana produksi dan
distribusi. Dari luar juga ada jadwal pengawasan ke BPOM seperti BPK dan sistem
pengawasan Pemerintah. Jadi bukan hanya BPOM saja yang memeriksa, BPOM juga
diperiksa oleh Pemerintah.
2. Penentuan jadwal kami berdasarkan manajemen resiko ya, jadi kami memiliki database
jumlah perusahaan yang ada. Jadi yang resikonya lebih besar dalam melakukan
pelanggaran, itu yang kami prioritaskan.
3. Sesuai tidak sesuai sih, terkadang itu ya, kita kan pengawasan tidak berjalan sendiri, ada
koordinasi juga dengan Balai lain dan Badan Pusat. Kadang dari pusat melakukan
inspeksi kesini, otomatis jadwal yang sudah ditetapkan sedikit digeser.
4. Idealnya untuk sarana sekitar 1 tahun sekali jika tidak ada kendala yang berarti.
Lokasi Wawancara :
Waktu dan Tanggal :
Daftar Pertanyaan I3 (Q):
Pelaku Pengawasan Kebijakan
1. Siapakah yang melakukan pengawasan terhadap peredaran obat tradisional baik
dari pihak internal maupun eksternal?
……………………………………………………………………………………….
2. Sepertiapakah bentuk pengawasan yang dilakukan pihak internal tersebut?
……………………………………………………………………………………….
3. Berapakah jumlah pegawai yang ada pada bagian tersebut?
……………………………………………………………………………………….
4. Apakah jumlah pegawai yang ada sudah sesuai dalam melakukan pengawasan?
……………………………………………………………………………………….
5. Apakah terdapat kendala dalam pelaksanaan pengawasan?
……………………………………………………………………………………….
6. Sepertiapakah bentuk pengawasan yang dilakukan pihak eksternal tersebut?
……………………………………………………………………………………….
7. Apakah pengawasan yang dilakukan pihak eksternal sudah cukup baik?
……………………………………………………………………………………….
8. Apakah ada kerjasama dengan pihak eksternal terkait pengawasan peredaran obat
tradisional? Baik dari pemerintah atau LSM?
……………………………………………………………………………………….
9. Apakah kerjasama yang dilakukan sudah cukup baik dalam melakukan
pengawasan?
……………………………………………………………………………………….
Standar Operasional Prosedur Pengawasan
1. Apakah BPOM memiliki rencana kerja dalam melakukan pengawasan?
……………………………………………………………………………………….
2. Apakah BPOM memiliki petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dalam
melakukan pengawasan?
……………………………………………………………………………………….
3. Apakah terdapat alat monitoring dalam mengukur kinerja pegawai dan program
pengawasan?
……………………………………………………………………………………….
4. Apakah ada tindakan korektif saat dalam pelaksanaan pengawasannya ditemukan
suatu pelanggaran?
……………………………………………………………………………………….
Sumber Daya Keuangan Dan Peralatan
1. Berasal darimana sumber daya keuangan yang dimiliki?
……………………………………………………………………………………….
2. Apakah sumber daya keuangan yang dimiliki sudah sesuai dalam melakukan
pengawasan?
……………………………………………………………………………………….
3. Apakah peralatan yang dimiliki sudah sesuai dalam melakukan pengawasan?
……………………………………………………………………………………….
Jadwal Pelaksanaan Pengawasan
1. Apakah terdapat jadwal dalam melakukan pengawasan?
……………………………………………………………………………………….
2. Bagaimanakah cara penentuan jadwal yang dilakukan?
……………………………………………………………………………………….
3. Apakah pengawasan yang dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan?
……………………………………………………………………………………….
4. Berapa lama rentang waktu antara pengawasan yang dilakukan sebelumnya
dengan pengawasan berikutnya pada satu sarana produksi atau distribusi yang
diperiksa?
……………………………………………………………………………………….
Jawaban (A): I3-2 (M.Sony Mughofir S. SI. Staff PEMDIK SERLIK BPOM Provinsi
Banten).
Pelaku Pengawasan Kebijakan
1. Kalau sesuai Tupoksi, yang melakukan pengawasan peredaran Obat Tradisional (OT)
yaitu BPOM. Secara khusus yang melakukan pengawasan bagian pemeriksaan,
penyidikan, sertifikasi dan layanan konsumen atau PEMDIK SERLIK, itu internal dalam
arti dari BPOM. Kalau dalam arti pemerintahan, ada juga dari kepolisian dalam
pemberantasan OT ilegal, cuma mereka juga membutuhkan bantuan dari Badan POM
Pusat, serta ada Dinas Kesehatan tentang kegiatan sosialisasi dan penyuluhan sesuai
cakupan wilayahnya. Untuk eksternal yang melakukan pengawasan yaitu seluruh lapisan
masyarakat, baik produsennya, distributornya serta masyarakat itu sendiri.
2. Kalau dari BPOM melakukan pengawasan pre dan post market yaitu sebelum dan
sesudah produk beredar dipasaran, dimana dalam pre market, kami mengkroscek antara
draft yang diajukan oleh pelaku usaha yang ingin memproduksi produknya dengan
kenyataan dilapangan. Kemudian setelah itu ada pengawasan post market, dimana kami
juga memeriksa produk-produk yang beredar, apakah masih sesuai komposisinya dengan
awal pelaku membuat produknya.
3. Di BPOM Serang ini ada sekitar 50 orang. Di bagian pemdik serlik ada 24 orang, tetapi
yang rutin melakukan pemeriksaan dilapangan ada 15 orang itupun dibagi 5 komoditi,
karena ada 2 CPNS yang baru masuk jadi masih proses penyesuaian dan 6 orang
honorer hanya bekerja pada bagian administrasi dan 1 kepala seksi.
4. Itu relatif, jika melihat pada konteks mikro saja itu cukup. Misal kami hanya meriksa OT
saja, itu cukup. Tapi kan gak mungkin, kami harus mengawasi semua komoditi dan itu
sangat jelas tidak cukup.
5. Kalau dari internal ya dari jumlah SDM tadi sama transportasi juga kurang. Kalau dari
eksternalnya minat masyarakat akan jamu cespleng itu masih tinggi walaupun sosialisasi
mengenai OT berbahan kimia obat (BKO) terus berjalan.
6. Dari pihak produsen harus melihat tata cara pembuatan obat tradisional yang baik
(CPOTB) dan melakukan pengujian produk sebelum produk diedarkan. Kalau dari
masyarakatnya ya harus segera melaporkan kepada kami kalau menemukan OT ilegal,
namun dalam hal ini masyarakat hanya bersifat voluntery atau sukarela, karena kami
juga tidak bisa memaksa.
7. Cukup baik.
8. Kita ada kerjasama dengan Dinas Kesehatan, tapi tidak ada kerjasama secara formal
dalam konteks OT.
9. Sudah, sudah cukup baik.
Standar Operasional Prosedur Pengawasan
1. Kita ada rencana kerja tahunan, dari rencana kerja tahunan dibreakdown lagi menjadi
bulanan, dan dibreakdown lagi menjadi perminggu dimana didalamnya udah ditentukan
untuk setiap minggu berapa sarana yang diperiksa baik produksi maupun distribusi.
2. Ada, kita ada juklak dan juknis dalam melakukan pengawasan berdasarkan SOP BPOM
Pusat. Kita bentuknya namanya pola tindak lanjut, jadi nanti kita dilapangan ada temuan
atau ada apa, kapan dan nantinya statusnya akan dinaikan berupa peringatan atau bisa
juga ke aparat hukum.
3. Ada, kita namanya SKP. Satuan kinerja pegawai dan itu umum di instansi pemerintah.
Kalau pusat pasti pake, yang saya ketahui instansi yang vertikal pasti pake. SKP itu
sistem penilaian berbasis kinerja dalam 1 tahun dan nanti hasilnya dilaporkan ke pusat.
Jadi selama 1 tahun, setiap orang pengawas akan memiliki target berapa jumlah sarana
yang harus diperiksa, berapa jumlah komoditinya. Nah, nanti disitu akan kita evaluasi
juga untuk mengetahui siapa yang belum tercapai dan siapa yang sudah. Ada reward
dan punishmentnya juga. Rewardnya itu dalam tunjangan kerja 100% punishmenya
potongan tunjangan.
4. Kita seringkali kasih surat peringatan jika ditemukan pelanggaran baik di sarana
produksi maupun distribusi, kalau untuk produksi kita kasih peringatan dan point-point
yang harus dilakukan untuk perbaikan, kalo masih membadel kita tindak ke ranah
hukum. Kalau untuk distribusi kita kasih peringatan berupa pemberitahuan, jika masih
membandel kita bisa sita atau pemusnahan di tempat.
Sumber Daya Keuangan dan Peralatan
1. Kita keuangan dari APBN.
2. Kalau bicara sumber daya keuangan, kita kan bikin perencanaan dari tahun ini kita udah
bikin perencanaan untuk tahun depan. Jadi keuangan bukan sesuai tetapi menyesuaikan.
Malah yang terjadi nanti setiap tahun pasti naik terus karena menyesuaikan juga dengan
target yang diperiksa.
3. Kalau peralatan kita kurang di transportasi. Tahun ini sudah ada tambahan tapi belum
optimal untuk menunjang pengawasan. Yang butuh kendaraan kan bukan bagian
pengawas saja, semua bagian butuh, jadi pada saat ada kegiatan di waktu yang
bersamaan itu masih kurang
Jadwal Pelaksanaan Pengawasan
1. Dari SOP itu kita dapet jadwal pertahun pemeriksaan jumlah nya berapa, dibreakdown
lagi perbulan, kemudian perminggu sampe perhari kita dapet jadwalnya. Jadi perhari
berapa jumlah sarana yang harus diperiksa dan siapa saja perusahaan atau tokonya,
kita ada jadwalnya.
2. Ya itu tadi, dari hasi breakdown jadwal pertahun sampai jadi perhari.
3. Selama ini susah kalau sesuai jadwal karena kita jadwalnya dinamis. Karena kita masih
1 naungan dengan Pusat. Kadang kita sudah buat schedule sedemikian rupa tapi
kemudian Pusat ngasih informasi seminggu sebelumnya bahwa akan ada kegiatan,
otomatis kita ubah jadwal kita. Kita mengerjakan jadwal yang menjadi prioritas utama
dulu.
4. Kalau kita jadwalkan itu setidaknya 1 tahun sekali diperiksa.
Lokasi Wawancara :
Waktu dan Tanggal :
Daftar Pertanyaan I3 (Q):
Pelaku Pengawasan Kebijakan
1. Siapakah yang melakukan pengawasan terhadap peredaran obat tradisional baik
dari pihak internal maupun eksternal?
……………………………………………………………………………………….
2. Sepertiapakah bentuk pengawasan yang dilakukan pihak internal tersebut?
……………………………………………………………………………………….
3. Berapakah jumlah pegawai yang ada pada bagian tersebut?
……………………………………………………………………………………….
4. Apakah jumlah pegawai yang ada sudah sesuai dalam melakukan pengawasan?
……………………………………………………………………………………….
5. Apakah terdapat kendala dalam pelaksanaan pengawasan?
……………………………………………………………………………………….
6. Sepertiapakah bentuk pengawasan yang dilakukan pihak eksternal tersebut?
……………………………………………………………………………………….
7. Apakah pengawasan yang dilakukan pihak eksternal sudah cukup baik?
……………………………………………………………………………………….
8. Apakah ada kerjasama dengan pihak eksternal terkait pengawasan peredaran obat
tradisional? Baik dari pemerintah atau LSM?
……………………………………………………………………………………….
9. Apakah kerjasama yang dilakukan sudah cukup baik dalam melakukan
pengawasan?
……………………………………………………………………………………….
Standar Operasional Prosedur Pengawasan
1. Apakah BPOM memiliki rencana kerja dalam melakukan pengawasan?
……………………………………………………………………………………….
2. Apakah BPOM memiliki petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dalam
melakukan pengawasan?
……………………………………………………………………………………….
3. Apakah terdapat alat monitoring dalam mengukur kinerja pegawai dan program
pengawasan?
……………………………………………………………………………………….
4. Apakah ada tindakan korektif saat dalam pelaksanaan pengawasannya ditemukan
suatu pelanggaran?
……………………………………………………………………………………….
Sumber Daya Keuangan Dan Peralatan
1. Berasal darimana sumber daya keuangan yang dimiliki?
……………………………………………………………………………………….
2. Apakah sumber daya keuangan yang dimiliki sudah sesuai dalam melakukan
pengawasan?
……………………………………………………………………………………….
3. Apakah peralatan yang dimiliki sudah sesuai dalam melakukan pengawasan?
……………………………………………………………………………………….
Jadwal Pelaksanaan Pengawasan
1. Apakah terdapat jadwal dalam melakukan pengawasan?
……………………………………………………………………………………….
2. Bagaimanakah cara penentuan jadwal yang dilakukan?
……………………………………………………………………………………….
3. Apakah pengawasan yang dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan?
……………………………………………………………………………………….
4. Berapa lama rentang waktu antara pengawasan yang dilakukan sebelumnya
dengan pengawasan berikutnya pada satu sarana produksi atau distribusi yang
diperiksa?
……………………………………………………………………………………….
Jawaban (A): I3-1 (Clara Diana Setyawati S. Farm, Apt. Staff PEMDIK SERLIK BPOM
Provinsi Banten)
Pelaku pengawasan kebijakan
1. Kalau dalam konteks pemerintah ada kami dari BPOM, kami juga bekerjasama dengan
Dinkes pada saat pengawasan Pre-Market yaitu sebelum obat beredar di pasaran, untuk
Pre-Market sendiri BPOM yang mengawasi. Jadi sebelum obat tersebut beredar
dimasyarakat obat tersebut harus mendaftarkan terlebih dulu. Baik produksi dalam
negeri maupun luar negeri, yaitu seperti persyaratan adiministrasi, persyaratan mutu
dan lainnya. Nah kalau sudah beredar di masyarakat itu namanya Post-market, baru
kami yang di daerah Balai POM ini Secara khusus dari BPOM yang melakukan
pengawasan dilapangan yaitu bagian PEMDIK SERLIK, yang melakukan pengawasan
dan pembinaan yang bekerjasama dengan Dinkes mengenai pembinaan, itu dalam
lingkup pemerintah nah diluar pemerintah itu semuanya, semua lapisan masyarakat
distributor dan produsen juga ikut berkontribusi dalam melakukan pengawasan. Apa aja
sih peraturan dalam OT, apa aja sih yang ga boleh beredar, kami juga ada pengawasan
dengan melakukan sampling. Kita ambil sampel OT lalu masuk ke lab. Di lab tersebut
ada parameternya, jadi dari hasil lab jika sesuai produknya bisa di pasarkan lagi, kalau
tidak sesuai bisa masuk dalam publik warning.
2. Ya itu seperti yang saya katakan sebelumnya, ada pengawasan Pre-market dan Post-
Market, di Post-Market ada pengawasan sampling. Kami juga pengawasannya tidak
hanya mengarah di peredarannya namun produsennya juga kami awasi.
3. Sekitar ada 18 orang ya, ditambah honorer.
4. Kalau dalam pengawasan belum ya, soalnya kita membawahi 1 Provinsi Banten dan
dalam 1 Provinsi itu kita tidak hanya mengawasi 1 komoditi saja. Namun ada 5 komoditi
yang kita awasi, yaitu kosmetik, obat, obat tradisional, suplemen dan pangan. Dari
semua komoditi tersebut kalau di Banten ini lumayan banyak. Industrinya banyak jumlah
pengecernya juga banyak. Jadi dalam melakukan pengawasan kami membuat skala
prioritas dalam beberapa sarana yang ada nanti dapat ditentukan prioritas yang mana
yang harus didahulukan.
5. Kendalanya banyak sih, dari internal ya dari jumlah SDM nya yang sedikit,
kendaraannya kurang. Dari eksternalnya itu mengenai pemahaman masyarakat terbatas
juga dalam OT cari obatnya yang cespleng aja, udah gitu murah, padahal OT yang asli
tidak menyembuhkan penyakit namun hanya mencegah penyakit. Begitu juga penjualnya
buat mereka yang penting barangnya laku.
6. Dari produsen pengawasannya itu dalam memproduksi OT harus menetapkan CPOTB
karena kita tidak mungkin setiap hari meriksa pabrik mereka, jadi mereka yang harus
mengawasi hasil produknya sendiri, kalau dari masyarakat bisa melakukan pengadukan
ke bagian ULPK jika ada temuan OT bermasalah atau menambah wawasan mengenai
OT bisa juga bertanya ke ULPK.
7. Dari masyarakatnya sudah mulai terbuka. Dengan adanya BPOM ini masyarakat sedikit
demi sedikit mulai paham mana OT yang baik dan tidak baik. Kami juga terus melakukan
KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi) kepada masyarakat. Semoga dengan adanya
KIE tersebut masyarakat lebih aware lagi terhadap OT yang beredar.
8. Kalau mengenai obat tradisional kami bekerjasama dengan dinas kesehatan untuk
sosialisasi dan penyuluhan, tapi kami juga bekerjasama dengan kepolisian jika terdapat
perkara hukum mengenai OT. Kalau dengan LSM sejauh ini belum ada.
9. Dibilang cukup baik, ya memang cukup baik tetapi yang jelas terus ditumbuhkan. Kita
terus bersama-sama mensinkronkan program kerja yang ada. Untuk setiap tahun saja
kita sudah membuat program seperti operasi gabungan pemerintah yang didalamnya
terdapat kerjasama lintas sektoral dengan melibatkan beberapa instansi pemerintahan.
Standar Operasional Prosedur Pengawasan
1. Jelas ada, jadi kita setiap tahun, tiap awal tahun kita lakukan pemeriksaan terhadap
laporan-laporan yang ada, evaluasi kita monitoring untuk patokan di tahun berikutnya.
2. Ada, jadi kami itu dari pusat memiliki SOP untuk pemeriksaan. Dari Badan POM SOP
tersebut kami breakdown lagi disini, dan menjadi juklak dan juknis apa yang harus kami
lakukan. Istilahnya lakukan apa yang tertulis, dan tulis apa yang dilakukan. Jadi kami
juga menghindari perbedaan tindakan dan prosedur baik dari perencanaan, persiapan,
dan pelaksanaan sampai pemeriksaan dan pembuatan laporan tindak lanjut kami sudah
ada prosedurnya.
3. Ada, macem-macem sih, sekarang yang sedang dicanangkan yaitu SKP (satuan kinerja
pegawai) dan itu lebih personil lagi, dimana setiap personil dari awal sudah diberikan
target-target apa saja yang harus dilakukan per orang, dan juga target dalam satu tahun
seperti apa pencapaiannya yang nantinya akan di evaluasi, selain itu dari seluruh Balai
akan ada laporan tahunan.
4. kalau dari kami tindakan korektifnya pada saat dilapangan salah satunya peringatan dan
pengamanan.
Sumber Daya Keuangan dan Peralatan
1. Dari Pusat, dari Badan POM Pusat dan Menteri Keuangan.
2. Kalau ditanya sudah sesuai, ya sudah sesuai. Karena kita membuat laporan keuangan
yang sudah dirancang sesuai dengan kegiatan yang akan dilakukan.
3. Peralatan sudah sesuai, kami peralatan sudah standar.
Jadwal Pelaksanaan Pengawasan
1. Jelas ada mengenai jadwal karena sudah masuk dalam perencanaan, jadwal itu lebih
teknis pertama kami lakukan perencanaan, dari perencanaan itu dikerucutkan lagi ke
jadwal pertahun, kemudian perbulan, perminggu dan perharinya.
2. Pertama kami melihat personil yang ada berdasarkan kompetensi yang ada dan di awal
tahun kita sudah ada target. Dari target tersebut kemudian di breakdown untuk
pencapaian perbulan, terget perbulannya berapa kemudian di breakdown lagi
perwilayah berapa dan pelaku usahanya siapa saja.
3. Sudah sesuai, namun kita sama persis dengan jadwal itu tidak mungkin kadang apa yang
sudah dijadwalkan terbentur dengan kegiatan lain yang sifatnya lebih krusial sehingga
harus menjadi prioritas utama. Jadi mengenai jadwal kita fleksibel aja.
4. Untuk sarana itu biasanya 1 tahun sekali diperiksa jika tidak ditemukan pelanggaran.
Kalau ditemukan pelanggaran kita bisa rutin meriksanya.
Lokasi Wawancara :
Waktu dan Tanggal :
Jawaban (A): I3-2 (M.Sony Mughofir S. SI. Staff PEMDIK SERLIK BPOM Provinsi
Banten).
Pelaku Pengawasan Kebijakan
1. Kalau sesuai Tupoksi, yang melakukan pengawasan peredaran Obat Tradisional (OT)
yaitu BPOM. Secara khusus yang melakukan pengawasan bagian pemeriksaan,
penyidikan, sertifikasi dan layanan konsumen atau PEMDIK SERLIK, itu internal dalam
arti dari BPOM. Kalau dalam arti pemerintahan, ada juga dari kepolisian dalam
pemberantasan OT ilegal, cuma mereka juga membutuhkan bantuan dari Badan POM
Pusat, serta ada Dinas Kesehatan tentang kegiatan sosialisasi dan penyuluhan sesuai
cakupan wilayahnya. Untuk eksternal yang melakukan pengawasan yaitu seluruh lapisan
masyarakat, baik produsennya, distributornya serta masyarakat itu sendiri.
2. Kalau dari BPOM melakukan pengawasan pre dan post market yaitu sebelum dan
sesudah produk beredar dipasaran, dimana dalam pre market, kami mengkroscek antara
draft yang diajukan oleh pelaku usaha yang ingin memproduksi produknya dengan
kenyataan dilapangan. Kemudian setelah itu ada pengawasan post market, dimana kami
juga memeriksa produk-produk yang beredar, apakah masih sesuai komposisinya dengan
awal pelaku membuat produknya.
3. Di BPOM Serang ini ada sekitar 50 orang. Di bagian pemdik serlik ada 24 orang, tetapi
yang rutin melakukan pemeriksaan dilapangan ada 15 orang itupun dibagi 5 komoditi,
karena ada 2 CPNS yang baru masuk jadi masih proses penyesuaian dan 6 orang
honorer hanya bekerja pada bagian administrasi dan 1 kepala seksi.
4. Itu relatif, jika melihat pada konteks mikro saja itu cukup. Misal kami hanya meriksa OT
saja, itu cukup. Tapi kan gak mungkin, kami harus mengawasi semua komoditi dan itu
sangat jelas tidak cukup.
5. Kalau dari internal ya dari jumlah SDM tadi sama transportasi juga kurang. Kalau dari
eksternalnya minat masyarakat akan jamu cespleng itu masih tinggi walaupun sosialisasi
mengenai OT berbahan kimia obat (BKO) terus berjalan.
6. Dari pihak produsen harus melihat tata cara pembuatan obat tradisional yang baik
(CPOTB) dan melakukan pengujian produk sebelum produk diedarkan. Kalau dari
masyarakatnya ya harus segera melaporkan kepada kami kalau menemukan OT ilegal,
namun dalam hal ini masyarakat hanya bersifat voluntery atau sukarela, karena kami
juga tidak bisa memaksa.
7. Cukup baik.
8. Kita ada kerjasama dengan Dinas Kesehatan, tapi tidak ada kerjasama secara formal
dalam konteks OT.
9. Sudah, sudah cukup baik.
Standar Operasional Prosedur Pengawasan
1. Kita ada rencana kerja tahunan, dari rencana kerja tahunan dibreakdown lagi menjadi
bulanan, dan dibreakdown lagi menjadi perminggu dimana didalamnya udah ditentukan
untuk setiap minggu berapa sarana yang diperiksa baik produksi maupun distribusi.
2. Ada, kita ada juklak dan juknis dalam melakukan pengawasan berdasarkan SOP BPOM
Pusat. Kita bentuknya namanya pola tindak lanjut, jadi nanti kita dilapangan ada temuan
atau ada apa, kapan dan nantinya statusnya akan dinaikan berupa peringatan atau bisa
juga ke aparat hukum.
3. Ada, kita namanya SKP. Satuan kinerja pegawai dan itu umum di instansi pemerintah.
Kalau pusat pasti pake, yang saya ketahui instansi yang vertikal pasti pake. SKP itu
sistem penilaian berbasis kinerja dalam 1 tahun dan nanti hasilnya dilaporkan ke pusat.
Jadi selama 1 tahun, setiap orang pengawas akan memiliki target berapa jumlah sarana
yang harus diperiksa, berapa jumlah komoditinya. Nah, nanti disitu akan kita evaluasi
juga untuk mengetahui siapa yang belum tercapai dan siapa yang sudah. Ada reward
dan punishmentnya juga. Rewardnya itu dalam tunjangan kerja 100% punishmenya
potongan tunjangan.
4. Kita seringkali kasih surat peringatan jika ditemukan pelanggaran baik di sarana
produksi maupun distribusi, kalau untuk produksi kita kasih peringatan dan point-point
yang harus dilakukan untuk perbaikan, kalo masih membadel kita tindak ke ranah
hukum. Kalau untuk distribusi kita kasih peringatan berupa pemberitahuan, jika masih
membandel kita bisa sita atau pemusnahan di tempat.
Sumber Daya Keuangan dan Peralatan
1. Kita keuangan dari APBN.
2. Kalau bicara sumber daya keuangan, kita kan bikin perencanaan dari tahun ini kita udah
bikin perencanaan untuk tahun depan. Jadi keuangan bukan sesuai tetapi menyesuaikan.
Malah yang terjadi nanti setiap tahun pasti naik terus karena menyesuaikan juga dengan
target yang diperiksa.
3. Kalau peralatan kita kurang di transportasi. Tahun ini sudah ada tambahan tapi belum
optimal untuk menunjang pengawasan. Yang butuh kendaraan kan bukan bagian
pengawas saja, semua bagian butuh, jadi pada saat ada kegiatan di waktu yang
bersamaan itu masih kurang
Jadwal Pelaksanaan Pengawasan
1. Dari SOP itu kita dapet jadwal pertahun pemeriksaan jumlah nya berapa, dibreakdown
lagi perbulan, kemudian perminggu sampe perhari kita dapet jadwalnya. Jadi perhari
berapa jumlah sarana yang harus diperiksa dan siapa saja perusahaan atau tokonya,
kita ada jadwalnya.
2. Ya itu tadi, dari hasi breakdown jadwal pertahun sampai jadi perhari.
3. Selama ini susah kalau sesuai jadwal karena kita jadwalnya dinamis. Karena kita masih
1 naungan dengan Pusat. Kadang kita sudah buat schedule sedemikian rupa tapi
kemudian Pusat ngasih informasi seminggu sebelumnya bahwa akan ada kegiatan,
otomatis kita ubah jadwal kita. Kita mengerjakan jadwal yang menjadi prioritas utama
dulu.
4. Kalau kita jadwalkan itu setidaknya 1 tahun sekali diperiksa.
Lokasi Wawancara :
Waktu dan Tanggal :
Daftar Pertanyaan I4 (Q) :
Pelaku Pengawasan Kebijakan
1. Seperti apakah peran Dinas Kesehatan Kota Serang dalam pengawasan obat
tradisional di Kota Serang?
………………………………………………………………………………….
2. Apakah ada kerjasama antara Dinas Kesehatan Kota Serang dengan BPOM
Provinsi Banten?
……………………………………………………………………………….....
Jawaban (A): I4 (H. Tata, S.K.M. M. Kes. Kasi Makanan, Minuman, Kosmetik dan Batra
Dinas Kesehatan Kota Serang)
Pelaku pengawasan kebijakan
1. Kami melakukan pengawasan batra (obat tradisional) sesuai dengan tupoksi Dinas
Kesehatan Kota Serang yang diatur dalam perda no. 9 tahun 2008. yaitu dengan
melakukan penyuluhan ke sarana distribusi batra dan ke sarana pengobatan tradisional.
Untuk penyitaan diluar tanggung jawab kami, kalau itu ada di BPOM. Intinya kami
hanya melakukan sosialisasi kepada distribusi batra melalui UPT yang ada di puskesmas
dan kader-kader yang ada di setiap wilayah. Sasaran sosialisasi kami itu penjual jamu
gendong, industri kecil obat tradisional (IKOT), usaha kecil obat tradisional (UKOT).
dan depot jamu. Untuk Kota Serang sendiri berdasarkan data yang kami miliki tidak
terdapat IKOT maupun UKOT, yang ada hanya jamu gendong dan depot-depot jamu.
2. Ada kerjasamanya, seperti dalam melakukan sosialisasi kami juga turut mengundang
pihak BPOM sebagai narasumbernya, dan dalam melakukan pemeriksaan gabungan
dilapangan juga kami bekerjasama dengan pihak BPOM.
Lokasi Wawancara :
Waktu dan Tanggal :
Daftar Pertanyaan (Q) I5 :
Pelaku Pengawasan Kebijakan
1. Apakah BPOM pernah melakukan pengawasan ke sarana distribusi yang anda
miliki?
……………………………………………………………………………………….
2. Apa yang dilakukan BPOM dalam pengawasannya?
……………………………………………………………………………………….
3. Apakah BPOM pernah melakukan sosialisasi terkait obat tradisional?
……………………………………………………………………………………….
4. Apakah anda tahu perbedaan obat tradisional yang legal dengan yang ilegal?
……………………………………………………………………………………….
5. Jika iya, kenapa masih menjual produk tersebut?
……………………………………………………………………………………….
Jadwal Pelaksanaan Pengawasan
1. Apakah terdapat jadwal dalam melakukan pengawasan?
……………………………………………………………………………………….
2. Apakah pengawasan yang dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan?
……………………………………………………………………………………….
3. Berapa lama rentang waktu antara pengawasan yang dilakukan sebelumnya
dengan pengawasan berikutnya?
……………………………………………………………………………………….
Jawaban (A): I5-1 (Arya, penjaga depot jamu Bhayangkara)
Pelaku pengawasan kebijakan
1. Pernah kesini a.
2. Mereka ngecekin-ngecekin gitu barangnya satu-satu.
3. Enggak tau a, belum pernah ada sosialisasi a.
4. Wah, Saya ngga tau tuh a.
5. Saya cuma jagain ajah kok, kalo barang bos yang ngisi a.
Jadwal pelaksanaan pengawasan
1. Nggak, nggak ada jadwalnya.
2. Nggak ada jadwalnya, jadi datengya gak tentu.
3. gak tentu datengnya a, tapi biasanya enam bulan sekali.
Lokasi Wawancara :
Waktu dan Tanggal :
Daftar Pertanyaan (Q) I5 :
Pelaku Pengawasan Kebijakan
1. Apakah BPOM pernah melakukan pengawasan ke sarana distribusi yang anda
miliki?
……………………………………………………………………………………….
2. Apa yang dilakukan BPOM dalam pengawasannya?
……………………………………………………………………………………….
3. Apakah BPOM pernah melakukan sosialisasi terkait obat tradisional?
……………………………………………………………………………………….
4. Apakah anda tahu perbedaan obat tradisional yang legal dengan yang ilegal?
……………………………………………………………………………………….
5. Jika iya, kenapa masih menjual produk tersebut?
……………………………………………………………………………………….
Jadwal Pelaksanaan Pengawasan
1. Apakah terdapat jadwal dalam melakukan pengawasan?
……………………………………………………………………………………….
2. Apakah pengawasan yang dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan?
……………………………………………………………………………………….
3. Berapa lama rentang waktu antara pengawasan yang dilakukan sebelumnya
dengan pengawasan berikutnya?
……………………………………………………………………………………….
Jawaban (A): I5-2 (Iwan, pemilik depot jamu cikulur)
Pelaku pengawasan kebijakan
1. Iya ada, pernah ada pemeriksaan.
2. BPOM kesini ngasih tau mana obat tradisional yang ilegal dan mana yang resmi lalu
BPOM beli OT ilegal buat sampel.
3. Ada sekitar 3 bulan yang lalu. Ya itu, sosialisasinya ngasih tau obat yang legal sama
yang ilegal.
4. Iya, biasanya yang ilegal gak ada nomor izin BPOM nya.
5. Saya gak tau kalo itu ilegal, soalnya ada nomor izinnya.
Jadwal pelaksanaan pengawasan
1. Jadwal tetap gak ada, tapi setiap 3 bulan sekali BPOM kesini buat ngawas.
2. Gak tentu sih harinya, tapi setiap 3 bulan dateng.
3. Sekitar 3 bulan sekali.
Lokasi Wawancara :
Waktu dan Tanggal :
Daftar Pertanyaan (Q) I5 :
Pelaku Pengawasan Kebijakan
1. Apakah BPOM pernah melakukan pengawasan ke sarana distribusi yang anda
miliki?
……………………………………………………………………………………….
2. Apa yang dilakukan BPOM dalam pengawasannya?
……………………………………………………………………………………….
3. Apakah BPOM pernah melakukan sosialisasi terkait obat tradisional?
……………………………………………………………………………………….
4. Apakah anda tahu perbedaan obat tradisional yang legal dengan yang ilegal?
……………………………………………………………………………………….
5. Jika iya, kenapa masih menjual produk tersebut?
……………………………………………………………………………………….
Jadwal Pelaksanaan Pengawasan
1. Apakah terdapat jadwal dalam melakukan pengawasan?
……………………………………………………………………………………….
2. Apakah pengawasan yang dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan?
……………………………………………………………………………………….
3. Berapa lama rentang waktu antara pengawasan yang dilakukan sebelumnya
dengan pengawasan berikutnya?
……………………………………………………………………………………….
Jawaban (A) : 15-3 (Nurul, pemilik depot jamu di Cipocok)
Pelaku pengawas kebijakan
1. Iya, suka meriksa juga kesini.
2. BPOM memeriksa obatnya satu persatu, nyari yang ilegal sama yang gak ada izinnya
yang beredar.
3. Sosialisasinya itu pas lagi meriksa sambil ngasih tau kalau obat ini (obat ilegal) gak
boleh dijual, sama ngasih daftar obat yang gak boleh beredar.
4. Yang saya tau dari nomor registrasinya aja.
5. Karena ada aja yang beli obatnya.
Jadwal pelaksanaan pengawasan
1. Tidak ada.
2. Datengnya ga tentu mas.
3. biasanya enam bulan sekali meriksa, tapi sekarang udah jarang.
Lokasi Wawancara :
Waktu dan Tanggal :
Jawaban (A) : 15-4 (Aris, pemilik depot jamu di Kaligandu)
Pelaku pengawas kebijakan
1. Bukan pernah lagi malah BPOM sering melakukan inspeksi ke sini.
2. Ya gitu, mereka cek barangnya satu-satu terus bilang ini gak boleh dijual, yang ini gak
boleh dijual. Mungkin kalo menurut BPOM itu semua produk obat tradisional yang ada
disini gak boleh dijual. Yang boleh dijual mungkin hanya merk-merk tertentu saja kayak
sidomuncul.
3. Sosialisasinya itu pas lagi meriksa sambil ngasih tau kalau obat ini (obat ilegal) gak
boleh dijual.
4. Saya tidak tau, karena saya hanya menjual dagangan seperti orang biasa jual. Memang
biasanya BPOM pada saat pemeriksaan suka memberitahu mana produk yang dilarang
dan diizinkan, namun kata mereka rata-rata produknya dilarang semua, kalau semua
dilarang, saya mau jual apa? Sedangkan masyarakat juga sering membeli produk tsb
dan tidak ada efek samping atau keluhan setelah mengkonsumsinya masalah sebaliknya
masyarakat merasa obat tersebut lebih manjur khasiatnya.
5. Ya karena itu tadi, masyarakatnya merasa obatnya manjur, jadi ada aja yang beli.
Jadwal pelaksanaan pengawasan
1. Nggak ada jadwalnya mereka dateng gitu aja sambil bawa surat tugas.
2. Nggak ada.
3. biasanya enam bulan sekali meriksa.
Lokasi Wawancara :
Waktu dan Tanggal :
Daftar Pertanyaan (Q) Masyarakat I6 :
Pelaku Pengawasan Kebijakan
1. Apakah anda pernah melihat atau mendengar tentang sosialisasi BPOM baik
mengenai obat tradisional legal dan ilegal ataupun mengenai public warning
(Peringatan Publik)?
……………………………………………………………………………………….
2. Apakah anda mengetahui perbedaan obat tradisional legal dengan obat tradisional
ilegal?
……………………………………………………………………………………….
3. Kenapa anda mengkonsumsi obat tradisonal ilegal?
……………………………………………………………………………………….
4. Apakah anda pernah melakukan pengaduan kepada BPOM jika menemukan obat
tradisional ilegal?
……………………………………………………………………………………….
Jawaban (A) : I6-2 (Pendi Surahman, Masyarakat)
Pelaku Pengawasan Kebijakan
1. Belum Pernah.
2. Tidak tau, karena semua obat tradisional ada nomor Depkes dan nomor BPOM nya.
3. Karena seketika merasa enak, jadi di konsumsi terus menerus.
4. Belum, karena ketidaktahuan masyarakat pada umumnya mengenai kelegalan barang
tersebut. Kita kan gak tau mana yang legal mana yang ilegal, karena itu tadi semua obat
tradisional ada nomor Depkes dan nomor BPOM nya.
Lokasi Wawancara :
Waktu dan Tanggal :
Daftar Pertanyaan (Q) Masyarakat I6 :
Pelaku Pengawasan Kebijakan
1. Apakah anda pernah melihat atau mendengar tentang sosialisasi BPOM baik
mengenai obat tradisional legal dan ilegal ataupun mengenai public warning
(Peringatan Publik)?
……………………………………………………………………………………….
2. Apakah anda mengetahui perbedaan obat tradisional legal dengan obat tradisional
ilegal?
……………………………………………………………………………………….
3. Kenapa anda mengkonsumsi obat tradisonal ilegal?
……………………………………………………………………………………….
4. Apakah anda pernah melakukan pengaduan kepada BPOM jika menemukan obat
tradisional ilegal?
……………………………………………………………………………………….
Jawaban (A) : I6-2 (Pendi Surahman, Masyarakat)
Pelaku Pengawasan Kebijakan
1. Belum Pernah.
2. Tidak tau, karena semua obat tradisional ada nomor Depkes dan nomor BPOM nya.
3. Karena seketika merasa enak, jadi di konsumsi terus menerus.
4. Belum, karena ketidaktahuan masyarakat pada umumnya mengenai kelegalan barang
tersebut. Kita kan gak tau mana yang legal mana yang ilegal, karena itu tadi semua obat
tradisional ada nomor Depkes dan nomor BPOM nya.
Lokasi Wawancara :
Waktu dan Tanggal :
GAMBAR HASIL WAWANCARA PENELITI DENGAN INFORMAN
Gambar 1
Wawancara Peneliti dengan Bapak Aris Selaku Pemilik Sarana Distribusi (Depot
Jamu) di Kecamatan Serang Kelurahan Kaligandu Kota Serang
Gambar 2
Wawancara Peneliti dengan Ibu Nurul Selaku Pemilik Sarana Distribusi (Depot
Jamu) di Kecamatan Cipocok Kota Serang
Gambar 3
Wawancara Peneliti dengan Bapak Agus Selaku Pemilik Sarana Distribusi (Depot
Jamu) di Kecamatan Serang Pasar Rau Kota Serang
Gambar 4
Wawancara Peneliti dengan Bapak Puguh Wijarnako,S.Farm, S.Apt Selaku
Koordinator Staff Pemdik Serlik Obat, Obat Tradisional, Makanan, Kosmetik, dan
Suplemen di BPOM Provinsi Banten.
Gambar 5
Wawancara Peneliti dengan Bapak M Sony Mughofir,S.Sos Selaku Staff Pemdik
Serlik Pengawas Obat Tradisional dan Bagian Penyidikan di BPOM Provinsi
Banten.
Gambar 6
Wawancara Peneliti dengan Bapak Ahmad Kurnia,ST Selaku Kepala Pemdik
Serlik di BPOM Provinsi Banten
Gambar 7
Wawancara dengan Bapak Sukarsono selaku Masyarakat Kota Serang yang
Mengkonsumsi Obat Tradisional Ilegal di Kecamatan Serang Kelurahan Lopang
Gambar 8
Salah Satu Program Sosialisasi BPOM Provinsi Banten dengan Mendirikan Stand
pada Acara Ulang Tahun Kota Serang yang ke-7 di Alun-alun Kota Serang
Gambar 9
Salah Satu Program Sosialisasi BPOM Provinsi Banten dengan Mendirikan Stand
pada Acara Ulang Tahun Kabupaten Serang yang ke-488 di Alun-alun Kota
Serang
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
BIODATA MAHASISWA
Nama : Gaery Rahman Saputra
Usia : 24 Tahun
Tempat Tgl Lahir : Serang, 22 Maret 1990
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Alamat : Jl. Trip Jamaksari No.32 Cinanggung, Serang
Nomor Telepon : 087778578114
Email : [email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN
1995 – 1998 : TK Pertiwi Serang
1998 – 2002 : SDN 2 Serang
2002 – 2005 : SMP N 2 Serang
2005 – 2008 : SMA N 3 Serang
2008 – 2015 : FISIP UNTIRTA, Jurusan Administrasi Negara