PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …
Transcript of PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ ÂT TERHADAP PENAFSIRAN …
i
PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ’ÂT
TERHADAP PENAFSIRAN AYAT AHKÂM
(Studi komparatif terhadap Tafsir Surat al-Baqarah
Pada kitab Jâmi’ al-Bayân karya ath-Thabarî dan kitab al-Bahr al-Muhîth
karya Abu Hayyân al-Andalûsî)
Tesis
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Agama
(MA)
Dalam Bidang Ilmu Agama Islam
Oleh:
Siti Khodijah
NIM. 21341054
Pembimbing:
Dr. KH. Ahmad Fathoni, MA
Dr. Hj. Romlah Widayati, MA
STUDI ULUMUL QUR’AN DAN ULUMUL HADITS
PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT ILMU QUR’AN (IIQ) JAKARTA
1436 H/2015 M
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Tesis dengan judul “PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ’ÂT TERHADAP
PENAFSIRAN AYAT AHKÂM (Studi komparatif terhadap Tafsir Surat al-
Baqarah Pada kitab Jâmi’ al-Bayân karya ath-Thabarî dan kitab al-Bahr al-
Muhîth karya Abu Hayyân al-Andalûsî) yang disusun oleh Siti Khodijah
dengan Nomor Induk Mahasiswa 21341054 telah melalui proses bimbingan
dengan baik dan dinilai oleh pembimbing telah memenuhi syarat ilmiah untuk
diujikan di sidang munaqasyah.
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr. KH. Ahmad Fathoni, MA Dr. Hj. Romlah Widayati, MA
Tanggal: 05 Agustus 2015 Tanggal: 05 Agustus 2015
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Tesis dengan judul “PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ’ÂT TERHADAP
PENAFSIRAN AYAT AHKÂM (Studi komparatif terhadap Tafsir Surat al-
Baqarah Pada kitab Jâmi’ al-Bayân karya ath-Thabarî dan kitab al-Bahr al-
Muhîth karya Abu Hayyân al-Andalûsî) yang disusun oleh Siti Khodijah
dengan Nomor Induk Mahasiswa 21341054 telah diujikan di sidang
Munaqasyah Program Pasca Sarjana Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta
pada tanggal 20 Agustus 2015. Tesis tersebut telah diterima sebagai salah
satu syarat memperoleh gelar Magister Agama (MA) dalam bidang Ilmu
Agama Islam.
Jakarta, 08 Januari 2016 M
29 Râbi’ul Awwal 1437 H
Direktur Pasca Sarjana,
Institut Ilmu AL-Qur’an (IIQ) Jakarta
Dr. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, MA.
Tim Penguji Tanda Tangan Tanggal
Dr. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, MA.
Ketua Sidang
( ) ( )
Dr. KH. Ahmad Fudhaili, M.Ag.
Sekretaris Sidang ( ) ( )
Prof. Dr. H. D. Hidayat, MA.
Penguji I ( ) ( )
Dr. KH. Ahmad Fudhaili, M.Ag.
Penguji II ( ) ( )
Dr. KH. Ahmad Fathoni, MA.
Pembimbing I ( ) ( )
Dr. Hj. Romlah Widayati, MA.
Pembimbing II ( ) ( )
iv
PERNYATAAN PENULIS
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Siti Khodijah
NIM : 21341054
Tempat/tanggal lahir : Bekasi, 09 Juli 1982
Menyatakan bahwa tesis dengan judul “PENGARUH PERBEDAAN
QIRÂ’ÂT TERHADAP PENAFSIRAN AYAT AHKÂM (Studi komparatif
terhadap Tafsir Surat al-Baqarah Pada kitab Jâmi’ al-Bayân karya ath-
Thabarî dan kitab al-Bahr al-Muhîth karya Abu Hayyân al-Andalûsî)” adalah
benar-benar asli karya saya kecuali kutipan-kutipan yang sudah disebutkan.
Kesalahan dan kekurangan di dalam karya ini sepenuhnya menjadi tanggung
jawab saya.
Jakarta, 10 Agustus 2015
Siti Khodijah
v
MOTTO
Ya Allah jadikanlahAl-Qur’an bagi kami di dunia sebagai teman sejati, di
dalam kubur sebagai pelipur lara, di hari kiamat sebagai penolong, di atas
shirâth sebagai cahaya, di dalam surga sebagai kawan, menjadi benteng dan
penghalang dari api neraka, sebagai tanda dan pimpinan dalam kebaikan.
Sebab keutamaan dan kemulyaan-Mu wahai sang Maha Pengasih diantara
para pengasih.
vi
Bismillâhirrahmânirrahîm
Dengan Rahmat dan Ridha Ilâhi Rabbî
Ku persembahkan Tesis ini untuk:
(Alm) Ayahanda terimakasih atas limpahan kasih sayang semasa hidupnya
dan memberikan rasa rindu yang berarti.
Ibunda terimakasih atas limpahan doa dan kasih sayang yang tak terhingga
dan selalu memberikan yang terbaik.
Suami dan anakku tercinta terimakasih atas kasih sayang, perhatian,
pengertian dan kesabaran yang telah memberikan semangat dan inspirasi
dalam menyelesaikan tesis ini.
Aku haturkan penghargaanku atas kalian, (Alm) M.Athoya, Siti Fathimah,
Ahmad Yani dan Nuha Nadhrotunna’im.
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji serta syukur kehadirat Allah subhânahû wa ta’âlâ
senantiasa penulis panjatkan, atas segala karunia-Nya dan keridhaan-Nya
serta petunjuk-Nyalah penulis bisa menyelesaikan upaya penelitian tesis
dengan judul “PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ’ÂT TERHADAP
PENAFSIRAN AYAT AHKÂM (Studi komparatif terhadap Tafsir Surat al-
Baqarah Pada kitab Jâmi’ al-Bayân karya ath-Thabarî dan kitab al-Bahr al-
Muhîth karya Abu Hayyân al-Andalûsî) . Shalawat serta salam semoga tetap
tercurah kepada Nabi kita yang mulia Nabi Muhammad sallallâhu ‘alaihi wa
sallam.
Selesainya penelitian ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak,
baik berupa bantuan materiil atau pun non materiil. Oleh karena itu, perlu
kiranya penulis haturkan ucapan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Hj. Khuzaemah Tahido Yanggo, MA selaku Rektor Institut Ilmu
Al-Qur’an.
2. Dr. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, MA selaku Direktur Program Pasca
Sarjana Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta.
3. Dr. KH. Ahmad Fathoni, MA selaku pembimbing I dan Dr. Hj. Romlah
Widayati, MAg selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk
memberikan bimbingan, arahan dan inspirasi sehingga dapat sampai ke
tahap penyelesaian tesis ini.
4. Seluruh dosen Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta terutama dosen
konsentrasi ‘Ulumul Qur’an dan ‘Ulumul Hadits yang telah memberikan
banyak ilmu dan wawasan selama masa studi. Terkhusus untuk bapak Dr.
Phil. H. Asep Saepuddin Jahar, MA, terimakasih atas ilmu dan motivasi
yang selalu bapak berikan sehingga saya dapat menyelesaikan studi tepat
pada waktunya.
viii
5. Seluruh staf karyawan, baik administrasi, bapak-bapak security serta
petugas kebersihan yang telah membantu dalam kelancaran proses studi.
6. Pimpinan serta staf perpustakaan Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta dan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta Iman Jama’ Pasar Jum’at, karena
dengan tersedianya buku-buku di sanalah memudahkan penulis untuk
menyelesaikan penelitian ini.
7. Ibunda, kakanda, adinda serta ananda yang selalu memberikan bantuan
yang sungguh tak terhingga baik secara materiil maupun non materiil. Wa
bil khusus suami tercinta Ahmad Yani, ME., yang selalu setia menemani
dan memotivasi serta membantu dalam memahami teks-teks Arab
sehingga penelitian ini dapat terselesaikan. Terimakasih atas doa-doa
kalian.
8. Seluruh teman-teman seangkatan seperjuangan pascasarjana IIQ angkatan
2013 terkhusus Nunung Lasmana yang selalu menjadi teman penyemangat
dan teman setia menuju perpustakaan untuk berburu buku-buku literatur
penelitian ini.
9. Ibu-ibu dan bapak guru TPA al-Hikmah Cikarang Pusat, khususnya ibu
Suryani yang selalu menjadi guru pengganti di saat saya tidak bisa
mengajar. Ibu-ibu jama’ah pengajian metode Tilawati al-Hikmah Cikarang
Selatan, ibu-ibu Jama’ah Majlis Ta’lim al-Mubârak Cikarang Selatan, al-
Muhâjirîn PT. Mulya Keramik Indah Raya Cikarang Selatan, al-Maghfirah
dan Salsabîlâ Cikarang Pusat. Jazâkumullah khoir.
Jakarta, 05 Agustus 2015
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................. i
PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................... iii
PERNYATAAN PENULIS ................................................................... iv
MOTTO .................................................................................................. v
PERSEMBAHAN .................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ............................................................................ vii
DAFTAR ISI .......................................................................................... ix
DAFTAR TRANSLITERASI ................................................................ xiii
ABSTRAKSI .......................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................. 1
B. Identifikasi, Batasan dan Rumusan Masalah .............. 7
1. Identifikasi Masalah ............................................. 7
2. Pembatasan Masalah ............................................ 8
3. Perumusan Masalah ............................................. 8
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................... 8
1. Tujuan penelitian .................................................... 8
2. Kegunaan Penelitian ............................................... 8
D. Kajian Kepustakaan .................................................... 9
E. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan .................... 13
1. Jenis dan Metode Penelitian ................................... 13
2. Metode Pengumpulan Data .................................... 13
F. Sistematika Penulisan ................................................. 14
x
BAB II QIRÂ`ÂT DAN AYAT AHKÂM
A. WAWASAN TENTANG QIRÂÂT
1. Al-Qur’an dan al-Ahruf as-Sab’ah ...................... 15
2. Definisi Qirâ`ât ................................................... 37
3. Sejarah Perkembangan Qirâ`ât ........................... 38
4. Macam-macam Qirâ`ât ....................................... 45
5. Qirâ`ât Mutawatir ............................................... 46
6. Hikmah Perbedaan Qirâ`ât ................................... 50
B. WAWASAN AYAT AHKÂM
1. Pengertian Ayat-ayat Ahkâm ............................. 51
2. Jumlah Ayat Hukum dan Aspek-Aspek
Ayat Hukum ....................................................... 58
3. Sejarah Singkat Penafsiran Ayat-Ayat Hukum .. 61
BAB III BIOGRAFI ATH-THABARÎ DAN ABÛ HAYYÂN AL-
ANDALÛSÎ SERTA PROFIL KITAB JÂMI’ AL-BAYÂN
DAN AL-BAHR AL-MUHÎTH
A. Biografi ath-Thabarî dan Profil Kitab Jâmi’ al-Bayân
1. Biografi ath-Thabarî ........................................... 65
a. Biografi singkat ath-Thabarî .......................... 65
b. Karya-karya ath-Thabarî ................................ 69
c. Pandangan ath-Thabari tentang Qirâ`ât ......... 72
2. Profil Kitab Jâmi’ al-Bayân ................................. 73
a. Sejarah Singkat Penulisan Kitab .................... 73
b. Metode Penulisan Kitab ................................. 75
B. Biografi Abû Hayyân dan Profil Kitab al-Bahr al-Muhîth
1. Biografi Abû Hayyân ........................................... 78
a. Biografi singkat Abû Hayyân.......................... 78
b. Karya-karya Abû Hayyân ............................... 80
xi
2. Profil Kitab al-Bahr al-Muhîth ........................... 81
a. Latar Belakang Penulisan Kitab ...................... 81
b. Metode Penulisan Kitab .................................. 82
BAB IV PERBEDAAN QIRÂ`ÂT TERHADAP AYAT-AYAT
AHKÂM DALAM SURAT AL-BAQARAH DAN
IMPLIKASI PENAFSIRANNYA PADA KITAB JÂMI’ AL-
BAYÂN DAN KITAB AL-BAHR AL-MUHÎTH 85
A. Q.S. Al-Baqarah [2] : 184 ........................................ 86
B. Q.S. Al-Baqarah [2] : 222 ........................................ 94
C. Q.S. Al-Baqarah [2] : 236 ......................................... 99
D. Q.S. Al-Baqarah [2] : 240 ......................................... 104
E. Q.S. Al-Baqarah [2] : 245 ........................................ 114
F. Q.S. Al-Baqarah [2] : 271 ........................................ 121
G. Q.S. Al-Baqarah [2] : 282 ........................................ 129
H. Q.S. Al-Baqarah [2] : 283 ........................................ 141
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................... 147
B. Saran ......................................................................... 151
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 153
LAMPIRAN
Lampiran Tabel ............................................................................ 159
xii
xiii
DAFTAR TRANSLITERASI
A. Konsonan
th : ط a : أ
zh : ظ b : ب
‘ : ع t : ت
gh : غ ts : ث
f : ف j : ج
q : ق h : ح
k : ك kh : خ
l : ل d : د
m : م dz : ذ
n : ن r : ر
w : و z : ز
h : هـ s : س
` : ء sy : ش
y : ي sh : ص
dh : ض
B. Vokal
Vokal tunggal vokal panjang vokal rangkap
Fathah : a أ : â ... ي : ai
Kasrah : i ي : î ... و : au
Dhammah : u و : û
xiv
C. Kata Sandang
1. Kata sandang yang diikuti al-Qamariyah
Kata sandang yang diiukuti al-Qamariyah ditransliterasikan
sesuai dengan bunyinya, yaitu huruf l (el) diganti dengan huruf yang
sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang itu.
Contoh:
ب قرةال : al-Baqarah
al-Madînah : ال مدي نة
2. Kata sandang yang diikuti asy-Syamsiyah
Kata sandang yang diikuti asy-Syamsiyah ditransliterasikan
sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai dengan
bunyinya.
Contoh:
رجلال : ar-Rajul لسيدةا : as-Sayyidah
سال شم : asy-Syamsu لدارمي ا : ad-Dârimî
xv
ABSTRAKSI
Siti Khodijah: PENGARUH PERBEDAAN QIRÂ’ÂT TERHADAP
PENAFSIRAN AYAT AHKÂM (Studi komparatif terhadap Tafsir Surat al-
Baqarah Pada kitab Jâmi’ al-Bayân karya ath-Thabarî dan kitab al-Bahr al-
Muhîth karya Abu Hayyân al-Andalûsî).
Al-Qur’an diturunkan dengan sab’atu ahruf (tujuh ragam bacaan).
Ragam bacaan tersebut sudah ada sejak zaman Nabi dimana sumbernya dari
Allah swt dan Nabi saw menyampaikannya kepada para sahabat. Qirâ`ât
merupakan ragam bacaan Al-Qur’an yang dipakai seorang qurrâ’ yang
sanadnya sampai kepada Rasulullah saw. Meskipun demikian dalam ragam
bacaan tersebut terdapat perbedaan lafal atau pun maknanya, namun
perbedaan itu justru dapat digunakan sebagai penjelas maksud hukum qirâ`ât
yang lain dan makna Al-Qur’an yang belum jelas.
Qirâ`ât mempunyai fungsi yang sangat penting dalam memahami
ayat-ayat Al-Qur’an, diantaranya yang berkaitan dengan ayat-ayat ahkâm.
Perbedaan qirâ`ât tersebut akan mempengaruhi perbedaan hukum,
sebagaimana yang telah dikemukakan ulama: “perbedaan qirâ`ât Al-Qur’an
akan menimbulkan pendapat ulama dalam istinbath hukum”.
Banyak para mufassir yang menggunakan versi qirâ`ât dalam
menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, Sebagaimana yang dilakukan oleh
Muhammad bin Jarîr ath-Thabarî pada kitab tafsirnya Jâmi’ al-Bayân fi
Ta’wîl Al-Qur’ân dan Abû Hayyân al-Andalûsî pada kitab tafsirnya al-Bahr
al-Muhîth .
Tesis ini meneliti tentang penafsiran pada kitab Jâmi’ al-Bayân karya
ath-Thabarî yang bercorak tafsir bil Ma`tsûr dan kitab al-Bahr al-Muhîth
karya Abu Hayyân al-Andalûsî yang bercorak tafsir bil ra`yi al-mahmûd
dalam menggunakan qirâ`ât mutawâtirah pada 8 ayat-ayat hukum surat al-
Baqarah.
Metode penelitian ini bersifat kualitatif yang bersifat deskriptif-
analistis, yaitu dengan cara memaparkan metode yang digunakan ath-Thabarî
dan Abû Hayyân dalam menafsirkan ayat-ayat ahkâm dengan menggunakan
qirâ`ât mutawâtirah dan mengkomparasikan penafsiran kedua kitab tersebut,
dan akhirnya dibuatlah suatu kesimpulan dari setiap ayat yang dikaji dengan
didukung penjelasan dari kitab tafsir lainnya.
Adapun kesimpulannya adalah perbedaan qirâ`ât pada penafsiran ath-
Thabarî dan Abû Hayyân tidak seluruhnya berpengaruh pada istinbath hukum
dan corak tafsir bil Ma`tsûr pada Jâmi’ al-Bayân fi Ta’wîl Al-Qur’ân lebih
tegas dalam menentukan istinbath hukum pada ayat-ayat yang memiliki
perbedaan qirâ`ât mutawâtirah.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an diturunkan dengan Sab’atu Ahruf1, sehingga
memudahkan dalam membaca dan menghayati maknanya dan dihafal oleh
masyarakat arab yang mempunyai dialektika berbeda-beda.2
Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imâm al-Bukhârî (w.
265 H), sebagai berikut:
ث د ح :ال ق ي رف ع ن ب د ي ع اس ن ث د ح ث د ح :ال ق ث ي الل ن :ال ق ابره ش ن اب ن ع ل ي ق ع ن ث د ح ىل ص الل ل و س ر ال ق :ال ق ه ن ع الل ي ض ر اسرب ع ن اب ن أ الل د ب ع ن ب الل د ي ب ع ن
أ ر ق أ م ل س و ه ي ل ع الل ح ل ع ل ي ب ج ن م ل ف ه ت ع اج ر ف فرر ى ح ت و ي ز ي د ن ت ز ي د ه اس أ ز ل ب ع ل ان ت ه ىإ (ي ار خ الب اه و ر )فرر ح أ ة س
“Diberitakan kepada kami oleh Sa’îd bin ‘Ufair, ia berkata:
diberitakan kepadaku oleh al-Laits, ia berkata: diberitakan
kepadaku oleh ‘Uqail dari Ibn Syihab, dia berkata: diberitakan
kepadaku oleh ‘Ubaidilah bin Abdillah, bahwasanya Ibn ‘Abbâs ra
(w. 68 H) berkata: Rasulullah saw bersabda: Jibril telah
membacakan (Al-Qur’an) kepadaku dalam satu huruf. Aku
berulang-ulang membacanya, selanjutnya aku selalu meminta
kepadanya agar ditambah4, sehingga ia menambahnya sampai tujuh
huruf” (HR. al-Bukhârî)
1 Para ulama berbeda pendapat tentang maksud tujuh huruf, diantaranya ar-Râzî, ash-
Shâbûnî dan az-Zarqânî menjelaskan bahwa Sab’atu Ahruf ialah perbedaan pada tujuh sisi
yang meliputi perbedaan kata benda, dalam tashrîf , dalam ibdâl, dalam taqdîm dan ta’khîr,
bentuk I’râb, penambahan dan pengurangan serta perbedaan lahjah. (Baca: Muhammad ‘Alî
ash- Shâbûnî, at-Tibyân fî ‘Ulûm Al-Qur’ân, (Kairo: Dâr ash- Shâbûnî, 1999), h. 214-217). 2 Mannâ’ al-Qaththân, Mabâhits Fi‘Ulûm Al-Qur’ân, (Riyâdh: Dâr al-Rasyid, t.t.),
Cet. II, h. 156. 3 Al- Bukhârî al-Ju’fî, Shahîh al- Bukhârî, Juz. III, (Beirut: Dâr al-Bayân al-‘Arabiy,
2005 ), Kitab Fadhâil Al-Qur’ân, bâb Unzil Al-Qur’ân ‘alâ sab’ah al-Ahruf, No. Hadîts
4991, h. 1033. 4 Kalimat “aku selalu meminta kepadanya agar ditambah.......” maksudnya adalah aku
sennatiasa menuntut kepada Jibril agar ia meminta kepada Allah untuk menambah huruf (Al-
Qur’an) supaya umatku mudah membacanya. Lalu Jibril memintakannya kepada Allah dan
Allah pun menambahnya sehingga berjumlah tujuh huruf. (Ibnu Hajar al-‘Asqalânî, Fathul
Bâri, Juz VIII, (Mesir: Dâr al-Mishry li ath-Thibâ’ah, 2001 M/1421 H. ), Cet. 1, h. 874).
2
Berdasarkan hadits di atas, diketahui bahwa Al-Qur’an diturunkan
dengan sab’atu ahruf (tujuh ragam bacaan). Ragam bacaan tersebut sudah
ada sejak zaman Nabi saw dimana sumbernya dari Allah swt yang
selanjutnya disampaikan oleh Nabi saw kepada para Sahabat.
Qirâ`ât merupakan ragam bacaan Al-Qur’an yang dipakai seorang
qurrâ’ yang sanadnya sampai kepada Rasulullah saw. Meskipun demikian
dalam ragam bacaan tersebut terdapat perbedaan lafal atau pun maknanya,
namun perbedaan itu justru dapat digunakan sebagai penjelas maksud hukum
qirâ`ât yang lain dan makna Al-Qur’an yang belum jelas.5
Qirâ`ât mempunyai fungsi yang sangat penting dalam memahami
ayat-ayat Al-Qur’an, di antaranya yang berkaitan dengan ayat-ayat ahkâm.
Perbedaan qirâ`ât tersebut akan mempengaruhi perbedaan hukum,
sebagaimana yang telah dikemukakan ulama: “perbedaan qirâ`ât Al-Qur’an
akan menimbulkan pendapat ulama dalam istinbath hukum”.6
Al-Ghazâlî mengatakan bahwa di dalam Al-Qur’an terdapat sekitar
500 ayat yang menjelaskan tentang hukum. Ayat-ayat hukum tersebut banyak
terdapat di surat al-Baqarah, an-Nisâ, al-Mâidah dan al-An’âm.7
Ibnu Qutaibah menjelaskan bahwa perbedaan qirâ`ât yang
menimbulkan adanya pengertian yang kontradiksi tidak terdapat dalam Al-
Qur’an, yang ada hanyalah perbedaan qirâ`ât yang membawa pengaruh
terhadap perbedaan pengertian yang masih dalam batas-batas kebenaran yang
dibenarkan oleh Al-Qur’an.8
Sebagai contoh perbedaan qirâ`ât yaitu Firman Allah swt yang
berbunyi:
5 Sabrah al-Husaini Mursi al-Rifâ’i, Mabâhits Fi‘Ulum Al-Qur’ân, (Kairo: t.p., 2000),
h. 90, dan az-Zarqânî, Manâhilul ‘Irfân, Jilid I, (Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1996), h.
151.
6
ي اء ر ق ال ف ل ت خ ا ل ت خ ال ر ه ظ ات ف امك ح ا (lihat: Mannâ’ al-Qaththân, Mabâhits
Fi‘Ulûm Al-Qur’ân, (Riyâdh: Dâr al-Rasyid, t.t.), Cet. II, h. 175). 7 Az-Zarkasyî, al-Burhân fî ‘Ulûm Al-Qur’ân, Jilid I, (Beirut: Dâr al-kutub al-
‘Ilmiyyah, 1988), Cet. I, h. 332. 8 Ibnu al-Jazârî, An-Nasyr fî Qirâ`ât al-‘Asyr, Juz I, (Beirût: Dâr al-Fikr, t.t.), h. 31.
3
“(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka Barangsiapa
diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), Maka (wajiblah baginya ber puasa) sebanyak hari yang
ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-
orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa)
membayar fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang miskin.
Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan,
Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik
bagimu jika kamu mengetahui”( Q.S al-Baqarah [2] : 184)
Ada tiga perbedaan qirâ`ât dalam kalimat ( ي ة رط ع ام ف د (م س ك ي ,
pertama, Nâfi’ dan Ibnu Dzakwân membaca ( ي ة اس م ط ع ام ف د (ك ي , kedua,
Hisyâm membaca ( ي ة اس م ط ع ام ف د (ك ي , dan ketiga, Imam qirâ`ât tujuh
lainnya membaca ( ي ة رط ع ام ف د (م س ك ي .
Dalam tafsir ath-Thabarî dijelaskan bahwa ‘Ulama qirâ`ât di
Madinah membacanya dengan idhâfah kalimat ( ي ة (ف د kepada kalimat ( ط ع ام) ,
yaitu menjadi ( ي ة ط ع ام ر ف د ك ي م س ) dan jika dibaca demikian maka maknanya
adalah: “dan kepada orang-orang yang tidak mampu berpuasa wajib
menggantinya berupa memberi makan orang miskin.” Ulama qirâ`ât di Irak
membacanya dengan harakat tanwîn pada kalimat ( ي ة (ف د dan dhammah pada
kalimat ( ط ع ام) , yaitu menjadi ( ي ة ط ع ام رف د ك ي م س ) dan jika dibaca demikian
maka maknanya adalah kalimat (ط ع ام) mempunyai kedudukan sebagai
penjelas makna ( ي ة ( ف د dan hukumnya wajib bagi orang yang berbuka ketika
melaksanakan puasa wajib. Kalimat (ط ع ام) tersebut juga dalam rangka
4
memberikan penjelasan dan batasan terhadap fidyah yang harus diberikan.
Dan makanan disini adalah sebagai pengganti (fidyah) bagi puasa yang
ditinggalkan. 9
Adapun pendapat ath-Thabarî atas perbedaan dua qirâ`ât di atas
adalah beliau lebih cenderung kepada pendapat penduduk madinah yang
meng-idhâfah-kan kalimat (ي ة (ف د kepada kalimat (ط ع ام ) . Kalimat (ط ع ام )
bukanlah merupakan pengganti (fidyah) bagi puasa yang ditinggalkan oleh
orang-orang yang tidak mampu melaksanakannya. Karena kalimat ( ي ةالف (د adalah isim fi’il (sebuah nama bagi kata kerja), dan ia selain makanan yang
dijadikan sebagai fidyah puasa. Hal ini disebabkan karena kalimat ( ي ةالف (د adalah sifat (mashdar) dari perkataan Arab:
ر م س ك ي ب ط ع ام اال ي و م ص و م هذ ي ت ي ة ي ه أ ف د ف د ف د
seperti ungkapan:
ل س ة ج ي ة ,ج ل س ت م ش ي ت . و م ش
Sementara dalam tafsir Bahr al-Muhîth , dalam menafsirkan kalimat
ر م س ك ي ط ع ام ي ة Abû Hayyân menjelaskan adanya perbedaan qirâât pada ف د
kalimat ini. Jumhur membaca dengan men-tanwîn-kan kalimat ( ي ة ( ف د , men-
dhammah-kan kalimat ( ط ع ام ) , dan memakai bentuk tunggal pada kalimat ر) ك ي ( م س yaitu menjadi ( ر م س ك ي ي ة ط ع ام Begitu juga Hisyâm membaca .(ف د
dengan cara demikian tapi dengan memakai bentuk jamak pada kalimat
ر) ك ي (م س yaitu menjadi ( م ط ع ام ي ة اس ف د ك ي ). Sementara Nâfi’ dan Ibnu
9 Muhammad bin Jarîr ath-Thabarî, Jâmi’ al-Bayân fi Ta’wîl Al-Qur’ân, Jilid III,
(Beirût: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1999), h. 147. 10
Muhammad bin Jarîr ath-Thabarî, Jâmi’ al-Bayân fi Ta’wîl Al-Qur’ân, h. 147.
5
Dzakwân membaca dengan meng-idhâfah-kan kalimat ( ي ةالف (د , dan memilih
bentuk jamak pada kalimat (ر ك ي (م س , yaitu menjadi ( ي ة اس م ط ع ام ف د ك ي ).11
Lafadz ( ي ة (ف د yang dibaca tanwîn, mempunyai makna badal, bahwa
pemberian makanan merupakan bentuk fidyah sebagai ganti dari puasa yang
ditinggalkan. Adapun lafadz ( ي ة (ف د yang di-idhâfah-kan, mempunyai makna
takhsîsh yaitu bahwa terdapat pengkhususan kalimat dalam susunan idhâfah
tersebut, yaitu kalimat yang pertama ( ي ة dijelaskan oleh kalimat berikutnya (ف د
Karena fidyah dijelaskan dalam ukuran (kadar) tertentu yaitu .(ط ع ام)
pemberian makan kepada orang miskin. Kalimat (ط ع ام) berfungsi men-
takhsîsh kalimat (ي ة (ف د .12
Berbeda dengan ath-Thabarî, dalam hal ini Abû Hayyân tidak
cenderung kepada salah satu pendapat, karena kedua qirâ`ât tersebut
mutawâtir.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perbedaan qirâ`ât
mutawâtirah pada penafsiran ath-Thabarî adalah tidak berpengaruh terhadap
istinbath hukum tetapi berpengaruh kepada perubahan lafadz ayat tanpa
mengubah maksud kandungan ayat. Kedua qirâ`ât tersebut bermakna bahwa
bagi orang-orang yang berat melaksanakan puasa maka wajib membayar
fidyah, akan tetapi bentuk fidyah tersebut berbeda, yaitu berupa pemberian
makan jika dibaca tanwîn, dan berupa pemberian selain makanan (dalam
bentuk lain yang seukuran dengannya) jika dibaca idhâfah.
Berbeda dengan ath-Thabarî , pada penafsiran Abû Hayyân kedua
qirâ`ât tersebut tidak berpengaruh terhadap istinbath hukum dan perubahan
lafadz ayat. Abû Hayyân memberikan kesimpulan yang sama atas dua ragam
qirâ`ât yang di-idhâfah-kan dan di-tanwîn-kan, meskipun dengan memakai
penjelasan yang berbeda tapi maknanya sama. Kedua qirâ`ât tersebut
bermakna bahwa bagi orang-orang yang berat melaksanakan puasa maka
wajib membayar fidyah, fidyah tersebut bentuknya adalah berupa pemberian
makan kepada orang miskin.
11
Abû Hayyân al-Andalûsî, al-Bahr al-Muhîth, Juz II, (tt.p.: Dâr al-Fikr, 2005), h.
191. 12
Abû Hayyân al-Andalûsî, al-Bahr al-Muhîth, h. 191.
6
Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr ath-Thabarî ialah seorang
muhaddits, mufassir, Qâri dan faqîh. Kitab tafsirnya adalah Jâmi’ al-Bayân fî
Ta’wîl Al-Qur’ân, kitab ini sangat terkenal di kalangan mufassir yang datang
sesudahnya karena kitab tersebut menjadi rujukan pertama, terutama dengan
adanya penafsiran naqli (berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah
saw).13
Jâmi’ al-Bayân merupakan tafsir klasik yang ditulis oleh ath-
Thabârî. Tafsir ini mencakup berbagai aspek dengan metode yang berbeda
dari mufassir lain, yaitu menafsirkan Al-Qur’an ayat per ayat dan kalimat per
kalimat, dengan penafsiran ayat dengan ayat, ayat dengan hadits, ayat dengan
ucapan para sahabat, tâbi’în dan berijtihad sesuai teori yang ada atau
dibutuhkan.14
Kajian penafsirannya berpedoman kepada pendapat dan pandangan
para sahabat, tâbi’în, dan tâbi’ at-tâbi’în melalui hadits yang mereka
riwayatkan, serta pendapat para ulama Nahwu dari Kufah dan Bashrah,
menyebutkan versi qirâ’ah, nâsikh dan mansûkh, serta menyebutkan
perbedaan hukum-hukum.15
Kitab tafsir ini mempunyai nilai yang tinggi dan diakui
keunggulannya oleh ulama sepanjang zaman karena keluasan ilmu dan
wawasan yang ditampilkannya. Karena banyak mengutip hadits Nabi SAW
dan keterangan sahabat serta tâbi’în, maka kitab tafsir Jâmi’ al-Bayân
dikelompokkan dalam kitab tafsîr bil ma’tsûr.16
Adapun metode yang
digunakan dalam tafsir ini yaitu metode tahlîlî karena menafsirkan ayat
berdasarkan susunan mushâfî. 17
Kesempurnaan Jâmi’ al-Bayân juga dikatakan oleh Imam an-Nawâwî (w. 676 H) dalam kitab at-Taqrîb at-Tahdzîb, tidak ada seorang pun
yang dapat menyamai kitab Ibn Jarîr dalam tafsirnya. Ketenaran tafsirnya
pun dapat diamati dari ungkapan Abû Hamîd al-Isfirayaini, salah seorang
13
Muhammad Ibrâhîm ‘Alî Ismâ’îl, Ilmu al-Qirâ`ât, (Riyâdh: Maktabah at-Taubah,
2000), h. 330. 14
Muhammad Abû Bakar Ismâ’îl, Ibn Jarîr ath-Thabarî wa Manhajuhû fî at-Tafsîr,
(Kairo: Dâr al-Manâr, 1991), cet.I, h. 32. 15
Ahmad Muhammad al-Hûfî, Ath-Thabarî, (Mesir: al-Muassasah al-Mishriyyah,
t.th), h. 117. 16
Dikatakan dalam sumber lain bahwa orientasi yang digunakan dalam tafsir ini
adalah orientasi gabungan karena tafsir ini menggabungkan orientasi penafsiran bil ma’tsûr
dan orientasi penafsiran bi ar-ra’yi. Baca: Rosihon Anwar, Melacak Unsur-Unsur Isrâîliyyât
Dalam Tafsîr ath-Thabarî dan Tafsîr Ibnu Katsîr, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), h. 66. 17
Rosihon Anwar, Melacak Unsur-Unsur Isrâîliyyât Dalam Tafsîr ath-Thabarî dan
Tafsîr Ibnu Katsîr, h. 66.
7
guru dari mazhab syâfi’î mengatakan, jika seseorang pergi ke Cina, ia akan
menemukan tafsir Ibn Jarîr yang berbeda dengan ahli tafsir sebelumnya.18
Ath-Thabarî merupakan seorang qâri yang sanadnya bersambung
dengan Hamzah dan Ibn ‘Âmir, dalam tafsirnya beliau banyak memaparkan
qirâ`ât mutawâtirah. Jika qirâât tersebut berlawanan dengan tafsirnya maka
ia men-tarjih-nya dan mengunggulkan diantara dua qirâ`ât tersebut. 19
Selain Jâmi’ al-Bayân, tafsir Bahr al-Muhîth juga banyak
memaparkan qirâ`ât baik itu qirâ`ât mutawâtirah maupun syadzdzah.20
Kajian penafsirannya meliputi makna-makna mufradat, menyebutkan sabab
an-Nuzul jika ada, nâsikh dan mansûkh, perbedaan qirâ`ât, aspek balâghah,
dan hukum-hukum fiqih pada ayat-ayat hukum.21
Abû Hayyân banyak mengutip kitab-kitab tafsir yang ditulis oleh
mufassir sebelumnya dari berbagai corak, diantaranya tafsir Jâmi’ al-Bayân
karya Ath-Thabarî. Namun demikian Adz-Dzahabî mengelompokkan tafsir
Abû Hayyân ke dalam tafsir bil ra’yi al-Mahmûd, karena dalam tafsirnya
banyak menukil tafsir Zamakhsyarî dan tafsir Ibnu ‘Atiyah khususnya dalam
masalah nahwu dan bentuk-bentuk I’râb (perubahan kata).22
Dengan adanya berbagai penafsiran akibat adanya perbedaan qirâ`ât
terhadap ayat-ayat ahkam, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dalam masalah ini. Dan atas dasar persamaan dalam menggunakan perbedaan
qirâ`ât dalam penafsiran pada tafsir Jâmi’ al-Bayân dan tafsir Bahr al-
Muhîth serta perbedaan corak tafsir keduanya yaitu tafsir bil ma’tsûr dan
tafsir bil ra’yi al-Mahmûd maka penulis akan mencoba melakukan studi
komparatif pada kedua tafsir ini, namun penelitian akan difokuskan pada
qirâ`ât mutawâtirah yang ditampilkan ath-Thabarî dan Abû Hayyân dalam
masing-masing tafsirnya terhadap ayat-ayat ahkam pada surat al-Baqarah.
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada pokok pemikiran di atas dapat diidentifikasi
beberapa pokok permasalahan yang dapat dijadikan bahan penelitian yaitu
bahwa perbedaan qirâ`ât dalam Al-Qur’an akan mempengaruhi istinbath
18
Muhammad bin Jarîr ath-Thabarî, Jâmi’ al-Bayân fi Ta’wîl Al-Qur’ân, h. 182 dan
Yâqût al-Himawî, Mu’jam al-Udabâ`, Jilid V, (Beirut : Dâr al-Gharb al-Islamy, 1993), h.
2442. 19
Muhammad Ibrâhîm ‘Alî Isma’îl, ‘Ilmu al-Qirâ`ât, h. 331. 20
Adz-Dzahabî, at-Tafsîr wa al-Mufassirûn,( Kairo: Dâr al-Hadîts, 2005), h. 273. 21
Adz-Dzahabî, at-Tafsîr wa al-Mufassirûn, h. 272. 22
Adz-Dzahabî, at-Tafsîr wa al-Mufassirûn, h. 274.
8
hukum dan di dalam Al-Qur’an setidaknya terdapat sekitar 500 ayat yang
menjelaskan tentang hukum dan mayoritas tersebar dalam ada surat al-
Baqarah, an-Nisâ, al-Mâidah dan al-An’âm hanya saja menurut Ibnu
Qutaibah perbedaan tersebut berpengaruh terhadap perbedaan pengertian
yang masih dalam batas-batas kebenaran yang dibenarkan oleh Al-Qur’an.
Beberapa kitab tafsir mengemukakan perbedaan qirâ`ât baik yang
mutawâtirah maupun syâdzdzah ketika menafsirkan ayat-ayat hukum antara
lain kitab Jâmi’ al-Bayân karya ath-Thabarî, al-Bahr al-Muhîth karya Abû
Hayyân al-Andalûsî, Tafsir Al-Qur’an al-‘Azhîm karya Ibnu Katsîr, Tafsir al-
Jâmi’ Li Ahkâm Al-Qur’ân karya al-Qurthubî, Mafâtih al-Ghaîb karya
Fakhrudin ar-Râzî dan beberapa kitab tafsir lainnya.
2. Pembatasan Masalah
Penelitian ini tidak mengkaji semua permasalahan di atas, mengingat
jumlah ayat-ayat ahkâm di dalam Al-Qur’an sangatlah banyak, dan
banyaknya para mufassir yang menggunakan ragam qirâ’ât dalam
menafsirkan ayat-ayat hukum, serta ragam qirâ’ât yang digunakan tidak
sama.
Oleh karena itu penulis akan membatasi penelitian ini pada qirâ’ât
mutawâtirah yang digunakan dalam tafsir Jâmi’ al-Bayân dan tafsir al-Bahr
al-Muhîth dalam menafsirkan 8 ayat ahkâm pada surat al-Baqarah yaitu ayat
184, 222, 236, 240, 245, 271, 282 dan 283
3. Perumusan Masalah
Dari pembatasan tersebut dapat dirumuskan permasalahan penelitian
ini yaitu: “Bagaimana pengaruh perbedaan qirâ’ât pada 8 ayat hukum
surat al-Baqarah dalam penafsiran ath-Thabarî dan Abû Hayyân?”.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan penelitian
Kegiatan penelitian di bidang qirâ`ât Al-Qur’an ini mempunyai
beberapa tujuan, antara lain:
a. Memaparkan bahwa ilmu qirâ`ât bukan hanya sebatas ilmu untuk
membaca Al-Qur’an saja, melainkan ilmu ini juga dapat digunakan
untuk menafsirkan Al-Qur’an.
b. Mengungkap qirâ`ât mutawâtirah yang dipakai ath-Thabarî dan
Abû Hayyân dalam penafsirannya.
c. Mengkaji pengaruh perbedaan qirâ`ât terhadap ayat-ayat ahkam
dalam penafsiran ath-Thabarî dan Abû Hayyân dalam surat al-
Baqarah.
9
2. Kegunaan Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
a. Sumber diskusi para mahasiswa khususnya di bidang ilmu tafsir dan
lebih spesifik bidang qirâ`ât.
b. Khazanah dunia pustaka, khususnya pada kajian ilmu Al-Qur’an dan
tafsir
c. Penelitian ini menjadi prasarat bagi penulis untuk menyelesaikan
studi pasca sarjana.
D. Kajian Kepustakaan
Penelitian tentang tema qirâ`ât sudah banyak dilakukan. Diantaranya
adalah tesis dan disertasi yang penulis temukan di perpustakaan sekolah
pasca sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, antara lain:
1. Hasanuddin AF dalam disertasi yang berjudul “Perbedaan Qirâ`ât dan
Pengaruhnya Terhadap Istinbath Hukum dalam Al-Qur’an”.
Disertasi ini telah dicetak oleh percetakan PT Raja Grafindo Persada tahun
1995, mengkaji tentang pengaruh qirâ`ât dalam istinbath hukum. Qirâ`ât
yang diaangkat dalam tulisan tersebut meliputi qirâ`ât mutawâtirah dan
syâdzdzah. Kesimpulannya adalah tidak semua qirâ`ât baik itu qirâ`ât
mutawâtirah atau qirâ`ât syadzdzât memiliki dampak atau pengaruh
terhadap istinbath hukum dalam Al-Qur’an, dan jumlahnya memang
relatif kecil bila dibandingkan dengan keseluruhan jumlah ayat Al-Qur’an
yang tidak kurang dari enam ribu ayat itu. Namun demikian adanya
perbedaan qirâ`ât tersebut ternyata dapat menambah keluasan serta
wawasan dalam memperkaya dan menambah alternatif hukum islam
dalam muatan Al-Qur’an. Perbedaan qirâ`ât yang berpengaruh terhadap
istibath hukum, adakalanya hanya berpengaruh terhadap cara istinbath
hukum yang dilakukan oleh para ulama, tanpa menimbulkan perbedaan
ketentuan hukum yang di-istinbath-kan oleh mereka. Dan adakalanya
sekaligus berpengaruh balik terhadap cara istinbath hukum maupun
ketentuan hukum yang di-istinbat-kan timbulnya perbedaan istinbath
hukum dengan adanya versi bacaan qirâ`ât sab’ah, karena akibat adanya
substansi lafadz yang berbeda dengan makna yang berbeda pula.23
2. Ekawati dengan disertasi berjudul “Pengaruh Perbedaan Qirâ`ât Terhadap
Makna Ayat dalam tafsir Ibnu Katsîr dan Kitab al-Umm (tinjauan kaidah
bahasa Arab)”.
23
Hasanuddin AF , Perbedaan Qirâ`ât dan Pengaruhnya Terhadap Istinbath Hukum
dalam Al-Qur’an, sebuah disertasi Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
1994. h. 318-319.
10
Kesimpulannya, pertama, perbedaan qirâ`ât Al-Qur’an lebih banyak
ditemukan pada pembahasan tafsir bila dibandingkan dengan pembahasan
fiqh, kedua, perbedaan qirâ`ât dalam hubungannya dengan makna ayat,
dapat dibagi dua, yaitu: 1) perbedaan qirâ`ât yang berpengaruh pada
perubahan lafadzh tapi tidak pada makna ayat, 2) perbedaan qirâ`ât yang
berpengaruh pada perubahan lafadzh dan makna sekaligus, ketiga,
perbedaan qirâ`ât yang berpengaruh pada perubahan lafadzh dan makna
ayat dapat dibagi tiga, yaitu: (1) perbedaan qirâ`ât yang berpengaruh pada
makna lafadzh (makna sharfi) ayat, (2) perbedaan qirâ`ât yang
berpengaruh pada kandungan makna ayat (makna nahwi), (3) perbedaan
qirâ`ât yang berpengaruh pada makna lafadzh dan kandungan ayat
sekaligus. Keempat, bagi perbedaan qirâ`ât yang berpengaruh terhadap
makna lafadzh dan kandungan ayat, ada dua kemungkinan, yaitu: (1)
perbedaan makna yang bisa digabungkan atau dikompromikan
(memperkuat dan memperjelas), (2) perbedaan makna yang tidak bisa
digabungkan atau dikompromikan, namun perbedaan itu bukan karena
bertentangan atau berlawanan, tapi sebagai bentuk alternatif atau pilihan,
artinya kedua makna bisa berlaku untuk dua situasi atau kondisi yang
berbeda .24
3. Yufni Faisol dalam disertasi yang berjudul “Pengaruh Perbedaan Qirâ`ât
Terhadap Makna Ayat: suatu tinjauan Qawâid Bahasa”.
Karya ini menyoroti tentang beberapa segi perbedaan qirâ`ât ditinjau dari
segi qawâid bahasa yang ada pengaruhnya terhadap makna ayat, penelitian
ini masih bersifat umum belum menjangkau aspek penafsiran yang
berkaitan dengan ayat-ayat ahkamnya. Kesimpulannya perbedaan qirâ`ât
dilihat dari sudut bahasan qawâid bahasa arab dapat dibagi dua, pertama,
perbedaan qirâ`ât yang tidak berpengaruh kepada makna, seperti
perubahan sebagian wazn fi’il, I’râb, ibdah huruf dan harakah bina,
taqdîm dan ta’khîr huruf, serta perubahan dialek berupa idghâm dan
takhfîf huruf. Kedua, perbedaan qirâ`ât yang berpengaruh pada perubahan
makna ayat, hampir semua segi perbedaan qirâ`ât di atas berbeda makna
kecuali dialek, bentuk pengaruh perbedaan qirâ`ât tersebut ada tiga
macam, yaitu: (1) Perbedaan qirâ`ât yang berpengaruh kepada lafadzh
(makna sharfi) ayat, (2) perbedaan qirâ`ât yang mengubah maksud atau
kandungan (makna nahwi) ayat, (3) perbedaan qirâ`ât yang mengubah
makna lafadzh dan kandungan ayat sekaligus, dan ini ada dua
kemungkinan, kemungkinan yang pertama bisa jadi perbedaan makna
tersebut digabungkan atau dikompromikan, sebagai bentuk perluasan atau
24
Ekawati, Pengaruh Perbedaan Qirâ`ât Terhadap Makna Ayat dalam tafsir Ibnu
Katsîr dan Kitab al-Umm (tinjauan kaidah bahasa Arab), sebuah disertasi Sekolah Pasca
Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009, h. 256.
11
penjelasan atau perincian bagi makna qirâ`ât yang berbeda, dan
kemungkinan yang kedua perbedaan makna yang tidak bisa digabungkan
atau dikompromikan, tetapi perbedaan itu tidak bertentangan atau
berlawanan, bentuknya sebagai alternatif (المبادلة) artinya adalah kedua
makna bisa berlaku untuk dua situasi atau kondisi yang berbeda.25
4. Ali Fahruddin dalam tesis yang berjudul “Pengaruh Perbedaan Qirâ`ât
dalam Penafsiran Ayat-Ayat Tentang Relasi Gender”.
Tesis ini mengungkapkan pentingnya pengaruh qirâ`ât dalam penafsiran,
dan berusaha meng-istinbath-kan (mengeluarkan) hukum yang berkenaan
dengan wanita dari ayat-ayat yang memiliki perbedaan qirâ`ât terutama
dalam masalah-masalah tertentu seperti: hukum seputar rumah tangga,
perceraian, kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta pembagian
warisan. Kesimpulannya adalah ayat-ayat tentang relasi gender yang
terdapat perbedaan qirâ`ât memberikan pengaruh positif terhadap
penafsiran Al-Qur’an. Pengaruh tersebut tidak ada yang kontradiksi,
melainkan “pilihan hukum” yang dapat dipakai sesuai dengan situasi dan
kondisi masyarakat.26
Penelitian terhadap tafsir Ath-Thabârî sudah pernah dilakukan oleh
Malih Laila Najihah dalam tesis yang berjudul “Implikasi Qirâ`ât Syâdzdzah
Dalam Penafsiran (Telaah kritis terhadap Kitab Jâmi’ al-Bayân karya ath-
Thabarî)”. Akan tetapi tesis ini hanya membahas qirâ`ât syâdzdzah saja.
Kesimpulannya adalah menurut ath-Thabarî qirâ`ât syâdzdzah yaitu qirâ`ât
yang apabila berbeda dengan qirâ`ât mayoritas qurrâ’, ath-Thabarî sering
menggunakan qirâ`ât syâdzdzah yang dapat berimplikasi terhadap
penafsirannya, sedangkan implikasi qirâ`ât syâdzdzah dalam penafsiran ath-
Thabarî dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu qirâ`ât syâdzdzah sebagai
penjelas, menghukumi syâdzdzah di antara qirâ`ât mutawâtir dan qirâ`ât
syâdzdzah tidak dapat dipakai hujjah. 27
Sementara yang membahas qirâ`ât mutawâtirah dalam tafsir ath-
Thabarî pun sudah pernah dilakukan oleh Muthmainnah dengan judul
“Penafsiran ath-Thabarî terhadap Qirâât Nâfi’ Riwayat Qâlûn dan Qirâ`ât
‘Âshim riwayat Hafsh (Studi Kasus Q.S. al-Fatihah dan Q.S. al-Baqarah)”,
25
Yufni Faisol, Pengaruh Perbedaan Qirâ`ât Terhadap Makna Ayat: suatu tinjauan
Qawâ’id Bahasa, sebuah disertasi Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2003, h. XV 26
Ali Fahruddin, Pengaruh Perbedaan Qirâ`ât dalam Penafsiran Ayat-Ayat Tentang
Relasi Gender, sebuah tesis Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2006, h.
222. 27
Malih Laila Najihah, Implikasi Qirâ`ât Syâdzdzah Dalam Penafsiran (Telaah kritis terhadap Kitâb Jâmi’ al-Bayân karya th-Thabarî ), sebuah tesis Sekolah Pasca Sarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta 2009. h. 153.
12
Tesis ini difokuskan pada ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah aqidah
dan hukum yang terdapat dalam surat al-Fatihah dan al-Baqarah.
Kesimpulannya adalah perbedaan qirâ`ât baik dalam masalah akidah atau
pun masalah hukum tidak bertentangan dengan konsep orisinalitas Al-
Qur’an, masih bisa dikompromikan atau digabungkan penafsirannya. 28
Begitupun penelitian terhadap tafsir al-Bahr al-Muhîth sudah pernah
dilakukan oleh Romlah Widayati dalam disertasi yang berjudul , Qirâ`ât
Syâdzdzah Dalam Tafsir al-Bahr al-Muhîth. Disertasi ini hanya membahas
qirâ`ât Syâdzdzah saja. Kesimpulannya adalah Abû Hayyân menjadikan
qirâ`ât Syâdzdzah sebagai hujjah dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an,
penafsiran Abû Hayyân terhadap ayat-ayat hukum yang di dalamnya di bahas
Qirâ`ât Syâdzah disimpulkan bahwa:
Pertama, perbedaan antara qirâ`ât mutawâtirah dengan qirâ`ât Syâdzdzah sebagian tidak membawa pengaruh terhadap perbedaan makna maupun
penafsiran, perbedaan ini biasanya terjadi dikarenakan perbedaan qirâ`ât
yang berkaitan dengan dialek (lahjah).
Kedua, perbedaan qirâ`ât mutawâtirah dengan syâdzdzah sebagian
membawa pengaruh makna, qirâ`ât syâdzdzah berperan sebagai penjelas
atau menafsirkan makna lafadzh yang tidak lain adalah qirâ`ât mutawâtirah.
Ketiga, perbedaan qirâ`ât di antara mutawâtirah dengan syâdzdzah sebagian
membawa implikasi terhadap produk hukum hasill ijtihad yang berbeda,
namun dalam kesempatan lain posisi qirâ`ât syâdzdzah terkadang
mendukung salah satu qirâ`ât mutawâtirah yang terjadi perbedaan, dan di
lain kesempatan Abû Hayyân mengkompromikan antara dua qirâ`ât
mutawâtirah yang berbeda bacaan.29
Adapun penelitian dengan membandingkan dua kitab tafsir
terhadap tafsir ath-Thabarî dan Abû Hayyân dengan menggunakan qirâ`ât
mutawâtirah belum pernah dilakukan. Oleh karena itu dalam penelitian ini
akan membandingkan tafsir Jâmi’ al-Bayân dan tafsir al-Bahr al-Muhîth
dalam surat al-Baqarah yang berkaitan dengan qirâ`ât mutawâtirah yang
ditampilkan ath-Thabarî dan Abû Hayyân, dan menjelaskan pengaruhnya
terhadap penafsiran ayat-ayat ahkam.
28
Muthmainnah , “Penafsiran ath-Thabarî terhadap Qirâ`ât Nâfi’ Riwayat Qâlûn
dan Qirâât ‘Âshim riwayat Hafsh (Studi Kasus Q.S. al-Fatihah dan Q.S. al-Baqarah), sebuah tesis Institut Ilmu Qur’an (IIQ) Jakarta 2011. h. 182.
29 Romlah Widayati , Qirâ`ât Syâdzdzah Dalam Tafsir al-Bahr al-Muhîth, sebuah
disertasi Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009. h. 328-329.
13
E. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan
1. Jenis dan Metode Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kepustakaan (library research),
dengan subjek kitab tafsir. Sumber penelitian ini terdiri atas data primer dan
sekunder, yaitu:
a. Sumber primer, yaitu kitab Jâmi’ al-Bayân karya ath-Thabarî dan
kitab al-Bahr al-Muhîth karya Abû Hayyân al-Andalûsî.
b. Sumber sekunder, yaitu berupa literatur tafsir lain yang ada
relevansinya dengan metode penggunaan qirâ`ât yang didapat dari
karya-karya ulama lain sebagai bahan perbandingan, diantaranya:
Tafsir Al-Qur’an al-‘Azhîm karya Ibnu Katsîr, Tafsir al-Jâmi’ Li
Ahkâm Al-Qur’ân karya al-Qurthubî, Mafâtih al-Ghaîb karya
Fakhrudin ar-Râzî dan sebagainya.
Metode penelitian ini bersifat kualitatif yang bersifat deskriptif-
analistis, yaitu dengan cara memaparkan metode yang digunakan ath-Thabarî
dan Abû Hayyân dalam menafsirkan ayat-ayat ahkam dalam menggunakan
qirâ`ât mutawâtirah dan membandingkan diantara kedua kitab tersebut, dan
akhirnya dibuatlah suatu kesimpulan dari setiap ayat yang dikaji.
2. Metode Pengumpulan Data
Penelusuran terhadap metode ath-Thabarî dan Abû Hayyân dalam
menggunakan perbedaan qirâ`ât khususnya qirâât mutawâtirah, digunakan
beberapa langkah yang akan ditempuh oleh penulis melalui analisa literatur
yaitu:
a. Mengumpulkan qirâ`ât mutawâtirah yang dipakai ath-Thabarî dan
Abû Hayyân dalam penafsiran ayat-ayat ahkam yang terdapat dalam
surat al-Baqarah.
b. Menjelaskan pengaruh perbedaan qirâ`ât terhadap penafsiran ayat-
ayat ahkam dalam tafsir Jâmi’ al-Bayân dan tafsir al-Bahr al-
Muhîth.
c. Membandingkan pengaruh perbedaan qirâ`ât terhadap penafsiran
ayat-ayat ahkam antara tafsir Jâmi’ al-Bayân dengan al-Bahr al-
Muhîth.
d. Membuat kesimpulan dari setiap ayat yang dikaji.
14
Teknik penulisan tesis ini merujuk kepada buku Pedoman
Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi, yang diterbitkan oleh Intsitut
Ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta Tahun 2011.
F. Sistematika Penulisan
Dalam tesis ini penulis membagi objek kajian menjadi lima bab, yang
di dalamnya akan memuat beberapa sub bahasan sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan, yang memuat latar belakang masalah, identifikasi,
rumusan dan batasan Masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,
kajian kepustakaan, metode penelitian dan teknik penulisan yang
meliputi: jenis dan metode penelitian, metode pengumpulan data,
dan yang terakhir adalah sistematika penulisan.
BAB II Membahas qirâât dan ayat ahkâm, yaitu suatu pemaparan tentang
Al-Qur’an dan Sab’atu Ahruf, definisi qirâ`ât, sejarah
perkembangan qirâ`ât, macam-macam qirâ`ât, qirâ`ât mutawâtir ,
dan hikmah perbedaan qirâ`ât. Dilanjutkan dengan pembahasan
tentang ayat ahkâm yang meliputi pengertian ayat-ayat hukum,
jumlah ayat hukum dan aspek-aspek ayat hukum, serta sejarah
singkat penafsiran ayat-ayat hukum.
BAB III Membahas tentang biografi singkat ath-Thabarî, karya-karya ath-
Thabarî, pandangan ath-Thabâri tentang Qirâ`ât, latar belakang
penulisan kitab Jâmi’ al-Bayân dan metode penulisannya,
dilanjutkan dengan pembahasan tentang biografi singkat Abû
Hayyân, karya-karya Abû Hayyân, latar belakang penulisan kitab
al-Bahr al-Muhîth dan metode penulisannya.
BAB IV Membahas tentang perbedaan qirâ`ât dalam surat al-Baqarah dan
implikasi penafsirannya terhadap ayat-ayat ahkâm. Dalam bab ini
akan ditampilkan berbagai macam qirâ`ât mutawâtirah yang
dipakai oleh ath-Thabarî dan Abû Hayyân dalam penafsiran ayat-
ayat ahkam yang terdapat dalam surat al-Baqarah, yaitu Q.S. al-
Baqarah [2] : 184, Q.S. al-Baqarah [2] : 222, Q.S. al-Baqarah [2]
: 236, Q.S. al-Baqarah [2] : 240, Q.S. al-Baqarah [2] : 245, Q.S.
al-Baqarah [2] : 271, Q.S. al-Baqarah [2] : 282, dan Q.S. al-
Baqarah [2] : 283.
BAB V Bab Penutup, yang menampilkan kesimpulan dari hasil penelitian
serta saran-saran.
147
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah melakukan studi perbandingan antara kitab tafsir Jâmi’ al-
Bayân fi Ta’wîl Al-Qur’ân karya Muhammad bin Jarîr ath-Thabarî dengan
corak tafsir bil Ma`tsûr dengan kitab tafsir al-Bahr al-Muhîth karya Abû
Hayyân al-Andalûsî yang bercorak tafsir bil ra`yi al-mahmûd, terhadap
perbedaan qirâ`ât mutawatirâh pada ayat-ayat hukum yang terdapat dalam
surat Al-Baqarah dapat disimpulkan bahwa perbedaan qirâ`ât tersebut tidak
seluruhnya berpengaruh pada istinbath hukum.
Adapun pengaruh atas perbedaan qirâ’ât pada 8 ayat-ayat hukum
surat al-Baqarah dalam penafsiran ath-Thabarî dan Abû Hayyân adalah:
a. Perbedaaan qirâ`ât tidak berpengaruh terhadap istinbath hukum
sebagaimana terdapat pada ayat 184, 236 , 245, 271 dan 283:
1) Ayat 184 : ( فدية طعام مسكين ) Pada ayat ini terdapat 3 cara membaca lafadz tersebut, namun tidak
berpengaruh terhadap istinbath hukum. Kedua qirâ`ât tersebut (tanwîn dan
idhafâh) bermakna bahwa bagi orang-orang yang berat melaksanakan puasa
maka wajib membayar fidyah, akan tetapi bentuk fidyah tersebut berbeda,
yaitu berupa pemberian makan jika dibaca tanwîn, dan berupa pemberian
selain makanan (dalam bentuk lain yang seukuran dengannya) jika dibaca
idhâfah. Selanjutnya fidyah tersebut diberikan kepada orang miskin dengan
qirâ`ât yang dibaca tunggal, karena bentuk tunggal dapat menjadi pengganti
bentuk jamak, dan tidak sebaliknya.
2) Ayat 236 : ( .( تـمسوهن
Dalam ayat ini terdapat dua bentuk qirâ`ât dalam bacaan pada lafadz
tersebut. Adapun dari sisi makna ayat, perbedaan cara membaca tidak
menyebabkan perbedaan makna pada kedua cara membaca tersebut,
sebagaimana dijelaskan dalam ath-Thabarî bahwa kedua bacaan tersebut
benar dari sisi makna dan penakwilan, meskipun pada salah satu bacaan
terdapat tambahan makna namun tidak berbeda hukum dan pengertiannya.
Hal itu bisa dipahami oleh siapapun jika dikatakan: “aku menyentuh istriku,”
bahwa persentuhan itu akan melekatkan dua tubuh selama mereka dalam
posisi bersentuhan.
148
3) Ayat 245: فـيضاعفه dan ه فـيضاعف
Dalam kitab tafsir ath-Thabarî dan Abû Hayyân dijelaskan bahwa
perbedaan qirâ`ât pada ayat ini tidak berpengaruh terhadap istinbath hukum,
akan tetapi berpengaruh dalam kedudukan tata bahasa arab. Dalam kitab
tafsir ath-Thabarî dijelaskan bahwa jika dibaca dengan rafa’ ( ه فـيضاعف ),
maka bermakna “alladzi” (isim maushul) yaitu barang siapa memberikan
pinjaman yang baik lalu akan dilipatgandakan baginya. Dan jika dibaca
dengan nashab ( فـيضاعفه ), maka akan bermakna istifhâm (pertanyaan),
“siapakah yang memberikan pinjaman yang baik pada Allah? maka akan
dilipatgandakan baginya.” kalimat ( فـيضاعفه ) sebagai jawaban dari
pertanyaan tersebut. Sementara Abû Hayyân menjelaskan bahwa qirâ`ât
yang dibaca dengan rafa’ ( ه فـيضاعف ) akan bermakna sebagai ‘athaf dari
lafadzh ( يـقرض ). Dan qirâ`ât dibaca dengan nashab ( فـيضاعفه ) akan
bermakna istifhâm (pertanyaan), yaitu apakah ada seseorang yang akan
meminjamkan hartanya kepada Allah swt? maka dia akan
melipatgandakannya. Ibnu Jarîr ath-Thabâri dan Abû Hayyân cenderung
memilih qirâ`ât yang dibaca marfu’ ( فـيضاعفه), karena di dalam Firman Allah
swt: (من ذا ال ذي يـقرض لله قـرضا حسنا ) terkandung makna ganjaran,
sedangkan ganjaran jika dalam jawaban ada huruf fa maka pasti jawabannya
rafa’.
4) Ayat 271: نكفر , يكفر dan نكفر. a) Qirâ`ât yang dibaca dengan huruf (ي) pada awal kata. Dalam
penafsiran ath-Thabarî qirâ`ât dengan huruf ya berimplikasi makna
sedekahlah yang akan menghapus kesalahan. Sementara dalam
penafsiran Abû Hayyân qirâ`ât dengan huruf ya akan berimplikasi
Allah swt yang menghapus sebagian dosa atau kesalahan, dan juga
sedekah yang dilakukan secara sembunyi yang menyebabkan
terhapusnya sebagian dosa dan kesalahan. Pendapat Abû Hayyân
didukung oleh al-Qurthubi yang mengatakan bahwa qirâ`ât yang
menggunakan huruf ya pada awal kata, akan berimplikasi Allah swt
lah yang menjadi penghapus kesalahan-kesalahan tersebut, dan
149
sedekah yang dilakukan dengan menyembunyikannya juga
menghapuskan kesalahan;
b) Qirâ`ât yang dibaca dengan (ن) dan (ر) dhammah. Ath-Thabarî
menafsirkan ganjaran sedekah yang menghapus kesalahan, Abû
Hayyân menafsirkan Allahlah yang menghapus kesalahan-
kesalahan, baik sedekah itu dilakukan secara sembunyi-sembunyi
atau pun terang-terangan; c) Qirâ`ât yang dibaca nun dengan ra
sukun. Keduanya menafsirkan Allah swt yang menghapus
kesalahan-kesalahan tersebut, karena akibat amal sedekah yang
dilakukan secara sembunyi. Inilah qirâ`ât yang dipilih oleh Ibnu
Jarîr ath-Thabarî dan Abû Hayyân .
5) Ayat 283 : ( فرهان)
Pada ayat ini terdapat dua versi qirâ`ât pada lafadz tersebut, namun
tidak menimbulkan perbedaan makna. Ibnu Jarîr ath-Thabarî lebih cenderung
memilih qirâ`ât ( فرهان مقبضة) dengan alasan bahwa lafadz tersebut lebih
dikenal, adapun qirâ`ât yang lain dianggap terdapat sedikit cacat dari sisi tata
bahasa perubahan dari lafadz mufrad (tunggal) menjadi bentuk jamak.
Sedangkan Abû Hayyân tidak memilih salah satu versi qirâ`ât.
b. Perbedaaan qirâ`ât berpengaruh terhadap istinbath hukum, akan tetapi
perbedaan tersebut hanya membawa pengaruh terhadap perbedaan
pengertian yang masih dalam batas-batas kebenaran yang dibenarkan oleh
Al-Qur’an. Seperti terdapat pada ayat 240 dan 282:
1) Ayat 240 : ( وصي ة ). Terdapat dua cara membaca lafadz tersebut, yaitu
dengan cara nashab atau rafa’. Jika kalimat ( وصي ة ) dihukumi nashab,
maka akan berimplikasi bahwa suami wajib berwasiat bagi istrinya
yang ditinggalkan agar diberikan nafkah serta tidak dikeluarkan dari
rumah tempat tinggalnya selama satu tahun. Dengan demikian hak
istri untuk mendapatkan nafkah dan tempat tinggal selama satu tahun
tergantung kepada wasiat suami, jika suami tidak berwasiat maka istri
tidak mendapatkan haknya dan ahli waris boleh untuk tidak
memberikan nafkah kepadanya serta mengusirnya, dan suami berdosa
karena tidak berwasiat. Adapun pada qirâ`ât kedua yang membacanya
dengan i’râb rafa’ ( وصي ة), maka akan berimplikasi bahwa suami
hanya sebatas dianjurkan (tidak wajib) berwasiat karena Allah swt
150
sudah menetapkan bagi para istri yang ditinggalkan oleh suaminya
(meninggal) untuk diberikan nafkah selama satu tahun penuh dan
diperkenankan menempati rumah yang ditempati bersama suami
semasa hidupnya. Dengan demikian tanpa suami berwasiat pun
seorang istri akan mendapatkan nafkah dan menempati rumah
suaminya selama setahun penuh karena itu sudah merupakan hak istri
sebagaimana telah ditetapkan oleh Allah swt. Inilah qirâ`ât yang
dipilih oleh Ibnu Jarîr ath-Thabarî.
2) Ayat 282 ( آر ول يض) . Dalam penafsiran Ibnu Jarîr ath-Thabarî
dijelaskan bahwa larangan yang terkandung pada ayat ini ditujukan
bagi orang yang memiliki hak dalam transaksi muamalah yang
dilakukan, yaitu orang yang meminta ditulis dan disaksikan
transaksinya dilarang untuk menyulitkan penulis dan saksi jika
keduanya berhalangan. Sementara dalam penafsiran Abû Hayyân
memiliki dua makna:
Pertama, ditujukan kepada orang yang mencatat dan yang menjadi
saksi, bahwa mereka tidak boleh menyulitkan seseorang dalam
membantu mencatat dan memberikan persaksian;
Kedua, ditujukan kepada orang yang bermu’amalah, bahwa mereka
dilarang untuk menyulitkan penulis dan saksi yang berhalangan.
c. Perbedaaan qirâ`ât berpengaruh terhadap istinbath hukum, akan tetapi
perbedaan tersebut dapat digabungkan atau dikompromikan. Terdapat
pada ayat 222 ( حت يطهرن ) .
Terdapat dua qirâ`ât cara membaca lafadz pada ayat tersebut, yaitu
dengan tasydid huruf tha atau dengan takhfif. Perbedaan versi qirâ`ât
mutawâtirah pada penafsiran ath-Thabarî dan Abû Hayyân adalah sama-
sama berpengaruh terhadap istinbath hukum, jika dibaca takhfîf maka dapat
dimaknai bahwa suami boleh menggauli istri setelah darah haidnya berhenti
walaupun belum mandi, dan jika dibaca tasydîd maka akan berimplikasi
bahwa suami boleh menggauli istri setelah darah haidnya berhenti dan mandi.
Perbedaan istinbath hukum tersebut tidak memungkinkan untuk membuang
atau memilih salah satu dari keduanya, justru akan lebih sempurna apabila
kedua hukum tersebut digabungkan. Sebagaimana pendapat Imam Syâfi’î,
bahwa qirâ`ât mutawâtirah dapat dijadikan hujjah secara ijma’. Oleh karena
itu apabila ada dua versi qirâ`ât mutawâtirah dan keduanya dapat
digabungkan dari segi kandungan hukumnya, maka kita wajib
menggabungkan hukumnya. Qirâ`ât yang dibaca takhfîf mengandung arti
sampai darah haidnya berhenti, dan qirâ`ât yang dibaca tasydid mengandung
151
arti sampai mereka bersuci dengan air (mandi). Kedua ketentuan tersebut
dapat digabungkan, sehingga mengandung hukum wajib darahnya berhenti
dan mandi.
Berdasarkan kesimpulan tersebut maka dapat terlihat bahwa corak
tafsir bil Ma`tsûr pada Jâmi’ al-Bayân fi Ta’wîl Al-Qur’ân lebih tegas dalam
menentukan istinbath hukum pada ayat-ayat yang memiliki perbedaan qirâ`ât
mutawâtirah dibandingkan dengan al-Bahr al-Muhîth karya Abû Hayyân al-
Andalûsî yang bercorak tafsir bil ra`yi al-mahmûd.
Demikian kesimpulan dari studi komparatif atas penafsiran ath-
Thabarî dan Abû Hayyân mengenai pengaruh perbedaan qirâ`ât terhadap 8
ayat-ayat hukum. Wallahu a’lam.
B. Saran-Saran
Setelah menyimpulkan hasil penelitian ini, maka perlu kiranya untuk
memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
1. Perbedaan hukum yang terjadi di masyarakat hendaknya disikapi
dengan bijaksana, karena perbedaan tersebut dapat menambah
keluasan serta wawasan dalam memperkaya dan menambah alternatif
hukum islam dalam muatan Al-Qur’an. Perbedaan hukum ini
merupakan bukti kemu’jizatan Al-Qur’an.
2. Untuk mendapatkan penjelasan yang lebih luas dan mendalam tentang
pengaruh perbedaan qirâ`ât mutawâtirah pada ayat-ayat hukum, maka
hendaknya penelitian terhadap ayat-ayat hukum yang menggunakan
perbedaan qirâ`ât mutawâtirah ini perlu ditingkatkan baik itu pada
kitab-kitab tafsir klasik maupun kontemporer, untuk menambah
khazanah pengetahuan.
3. Hendaknya Program Pasca Sarjana memberikan tambahan jam pada
mata kuliah ilmu qirâ`ât di konsentrasi ulumul qur’an dan ulumul
hadits.
Demikian beberapa saran yang dapat penulis sampaikan. Tentunya
hasil penelitian ini masih banyak kekurangan dan perlu kiranya untuk
ditindaklanjuti. Mudah-mudahan penelitian ini bermanfaat dan dapat
dijadikan sebagai landasan untuk penelitian selanjutnya, dan semoga dengan
penelitian ini akan menambah kecintaan kita terhadap Al-Qur’an dan kita
semua dapat mengamalkannya dalam kehidupan nyata sehingga misi Al-
Qur’an sebagai pedoman hidup tercapai dengan sempurna. Wallahu a’lam.
153
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al-Karîm
Abadi, Fairus, al-Qâmus al-Muhîth, Jilid 3, Kairo : Hay`ah al-Mishriyyah
al’Ammah lil-Kitâb, 1301 H, cet. III.
Abû Zahrah, Muhammad, Ushûl al-Fiqh, tt.p.: Dâr al-Fikr al-‘Arabi, t.t.
________, Ushûl al-Fiqh, terj. Saefullah Ma’shûm, Jakarta: Pustaka Firdaus,
1999.
Ahmad, Abu al-Husain bin Fâris bin Zakariyyâ, Mu’jam Maqâyis al-Lughah,
Beirut : Dâr Ihyâ at-Turâts, 2001, cet. I.
Amin Suma, Muhammad, Studi Ilmu-lmu Al-Qur’ân (1), Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2000.
al-Andalûsî, Abû Hayyân, al-Bahr al-Muhîth, tt.p. :Dâr al-Fikr, 2005.
al-‘Asqalânî, Ibnu Hajar, Fathul Bâri, Mesir: Dâr al-Mishry li ath-Thibâ’ah,
2001 M/1421 H.
al-Asyqar, ‘Umar Sulaimân, Târîkh al-Fiqh al-Islâmî, Kuwait: Maktabah al-
Falâh, 1982.
‘Athiyyah, Ibnu, al-Muharrar al-Wajiz, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah,
1993.
Al-Baihaqî, Sunan al-Shaghir, Beirut : Dâr al-Fikr, 1993.
bin Anas, Mâlik, al-Muwaththa’, tt.p: Maktabah Taifiiqiyyâh, t.t.
Al-Bukhârî, Shahîh al- Bukhârî, Beirut: Dâr al-Bayân al-Arabiy, 2005
M/1426 H.
Adz-Dzahabî, at-Tafsîr wa al-Mufassirûn,Kairo: Dâr al-Hadîts, 2005.
Anwar, Rosihon, Melacak Unsur-Unsur Isrâîliyyât Dalam Tafsîr ath-Thabarî
dan Tafsîr Ibnu Katsîr, Bandung: Pustaka Setia, 1999.
154
Ekawati, Pengaruh Perbedaan Qirâ`ât Terhadap Makna Ayat dalam tafsir
Ibnu Katsîr dan Kitab al-Umm (tinjauan kaidah bahasa Arab), sebuah
disertasi Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009.
Fahruddin, Ali, Pengaruh Perbedaan Qirâ`ât dalam Penafsiran Ayat-Ayat
Tentang Relasi Gender, sebuah tesis Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 2006.
Faisol, Yufni, Pengaruh Perbedaan Qirâ`ât Terhadap Makna Ayat: suatu
tinjauan Qawâ’id Bahasa, sebuah disertasi Sekolah Pasca Sarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003.
Fathoni, Ahmad, Kaidah Qirâ’ât Tujuh menurut Tharîq Syâthibiyyah,
Jakarta: Institut PTIQ & IIQ dan Dâr al-‘Ulûm Press, 2010.
Al-Ghalayini, Syeikh Mushthafa, Jâmi’ ad-Durûs al-‘Arabiyah, Beirut:
Maktabah al-‘Ashriyah, 2003.
Ghofur, Saipul Amin, Profil Para mufassir Al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka
Insan Madani, 2008.
Habsy, Muhammad, asy-Syâmil f î al-Qirâ`ât al-Mutawâtirah, Beirut: Dâr al-
Kalâm ath-Thayyib, 2001 M/1422 H.
al-Hariri, Muhammad ‘Arif Musa, al-Qirâ`ât al-Mutawâtirah allatî
Ankarahâ Ibnu Jarîr ath-Thabârî fi Tafsîrihî wa ar-Rad ‘alaih, Riyâdh:
t.p., t.t.
Haroen, Nasroen, Ushul Fiqh I, Jakarta: Logos, 1996.
Hasan, Amirul dan Muhammad Halabi, ‘Ulûmul Qur’ân : Studi Kompleksitas
Al-Qur’an, , Judul asli Dirâsât fi Ulum Al-Qur’ân karya Fahd bin
Abdirrahmân ar-Rûmî Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997.
Hasanuddin AF , Perbedaan Qirâ`ât dan Pengaruhnya Terhadap Istinbath
Hukum dalam Al-Qur’an, sebuah disertasi Sekolah Pasca Sarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 1994.
al-Hûfî, Ahmad Muhammad, ath-Thabarî, Mesir: al-Muassasah al-
Mishriyyah, t.t.
al-Himawî, Yâqût, Mu’jam al-Udabâ`, Beirut: Dâr al-Gharb al-Islâmy, 1993.
155
Isma’îl, Muhammad Ibrâhîm ‘Alî, Ilmu al-Qirâ`ât, Riyâdh: Maktabah at-
Taubah, 2000.
Isma’îl, Muhammad Bakr, Ibnu Jarîr ath-Thabarî wa manhajuhû fî at-Tafsîr,
Kairo: Dâr al-Manâr, 1991.
Jauzî, Ibnu, Nawâsikh Al-Qur’ân: an-Nâsikh wa al-Mansûkh, Terj. Wawan
Djunaidi Soffandi, Jakarta: Pustaka Azam, 2002.
Ibnu al-Jazarî, an-Nasyr fî al-Qirâ`ât al-‘Asyr, Beirut : Dâr al-Kutub al-
‘Ilmiyyah, t.t.
______, Taqrîb an-Nasyr fî al-Qirâât an-‘Asyr, tt.p.: Dâr al-Hadîts, t.t.
______, Munjid al-Muqri’în wa Mursyid ath-Thâlibîn, Beirut: Dâr al-Kutub
al-Islâmiyah, t.t.
Jibrîl, Muhammad Sayyid, Madkhal ilâ Manâhij al-Mufassirûn, Kairo: ar-
Risâlah, 1987 H.
al-Juwainî, Musthafâ ash-Shâwi, Manâhij fî at-Tafsîr, tt.p.: al-Ma’ârif, t.t.
Katsîr, Ibnu, Tafsîr Al-Qur’ânul Adzhîm, tt.p.: Dâr al-Mukhtâr al-‘Arabiy,
2010.
Khallaf, ‘Abdul Wahhab, Sejarah Pembentukan dan Perkembangan Hukum
Islam, Penyadur: Wajidi Sayadi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.
______, ‘Abdul Wahhâb, ‘Ilmu Ushûl al-Fiqh, tt.p.: Dar al-Kuwaitiyah,
1968.
______, ‘Abdul Wahhâb, ‘Ilmu al-Ushûl, Jakarta: al-Da’wah al-Islâmiyah,
1972.
Kurayyim, Muhammad, al-Qirâ’ât al-‘Asyr al-Mutawâtirah min Tharîq asy-
Syâthibiyyah wa ad-Durrah, Madînah: Dâr al-Muhâjir, 1994 M/1414
H.
Mahmûd, Manî’ Abdul Halîm; Penerjemah, Faisal Saleh dan Syahdianor,
Metodologi Tafsir: Kajian Komprehensif Metode Para Ahli Tafsir,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006.
Mandzhûr, Ibnu, Lisân al-‘Arab, Kairo: Dâr al-Hadits, 2003.
156
al-Ma’sharawî, Ahmad ‘Îsa, al-Qirâ`ât al-Wâridah fi as-Sunnah, Kairo: Dâr
as-Salâm, 2006.
Muhammad Ismâil, Sya’bân, al-Qirâ`ât Ahkamuhâ wa Mashdâruhâ, tt.p.:
Dâr as-salâm, t.t.
Mukhtar Yahya, Fatchurrahman, Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqh
Islam, Bandung: PT al-Ma’arif, t.t.
Munawwir, Ahmad Warson, Kamus Arab-Indonesia, Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997.
Musthafâ, Ibrahim, Al-Mu’jam al-Wasîth, tt.p.: Majma’ al-Lughah al-
Arabiyyah, t.t.
Muthahhari, Murtadha, dan M. Baqir ash-Shadr, Pengantar Ushûl Fiqh dan
Ushûl Fiqh Perbandingan, diterjemahkan dari A Short History of Ilmul
Ushûl, penerjemah: Satrio Pianndito dan Ahsin Muhammad, Jakarta:
Pustaka Hidayah, 1993.
Muthmainnah , “Penafsiran ath-Thabarî terhadap Qirâ`ât Nâfi’ Riwayat
Qâlûn dan Qirâât ‘Âshim riwayat Hafsh (Studi Kasus Q.S. al-Fatihah
dan Q.S. al-Baqarah), sebuah tesis Institut Ilmu Qur’an (IIQ) Jakarta
2011.
Najihah, Malih Laila, Implikasi Qirâ`ât Syâdzdzah Dalam Penafsiran
(Telaah kritis terhadap Kitâb Jâmi’ al-Bayân karya th-Thabarî ),
sebuah tesis Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2009.
an-Naisaburi, Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairi, Shahîh Muslim, Kairo: Dâr
al-Hadîts, t.t.
an-Nasâ’î, Sunan an-Nasâ’î, Kairo: Dâr al-Hadîts, 1999.
Pustaka STAINU, Sejarah Qirâ`ât Al-Qur’ân di Nusantara, Jakarta: Pustaka
STAINU, 2010.
al-Qâdhi, Abdul Fattâh, al-Wâfi fi asy-Syarh al-Syâtibiyah, Kairo: Dâr as-
Salâm, 2003.
al-Qaisî, Abî Muhammad Makkî bin Abî Thâlib, Ibânah ‘an Ma’âni al-
qirâ`ât, Dimasyq: Dâr al-Ma’mûn li at-Turâts, t.t.
157
al-Qaththân, Mannâ’ Khalîl, Mabâhits fî ‘Ulûm Al-Qur’ân, Riyâdh: Dâr al-
Rasyîd, t.t.
al-Qurthubî, al-Jâmi’ li Ahkâm Al-Qur’ân, Kairo: Dâr al-Hadîts, 2002.
ar-Râzî, Fakhr, Mafâtih al-Ghaib, tt.p.: Dâr al-Fikr, 1985.
ar-Rifâ’i, Sabrah al-Husaini Mursi, Mabâhits Fi‘Ulum Al-Qur’ân, Kairo: t.p,
2000.
Rusyd, Ibnu, Bidâyatul Mujtahid wa Nihâyatul Muqtashid, Semarang:
Maktabah Usaha Keluarga, t.t.
ash- Shâbûnî, Muhammad ‘Alî, at-Tibyân fî ‘Ulûm Al-Qur’ân, Kairo: Dâr
ash- Shâbûnî, 1999.
Salîm Muhaisin, Muhammad, al-Mughna fî Taujîh al-Qirâ`ât al-‘Asyr al-
Mutawâtirah, Beirut: Dâr al-Jail, 1993.
______, al-Irsyâdât al-Jaliyyah fi al-Qirâ’ah as-Sab’ min Thariq as-
Syâtibiyyah, Kairo: Maktabah al-Kulliyah al-Azhar, t.t.
ash-Shâlih, Subhi, Mabâhits Fî ‘ulûm Al-Qur’ân, Beirût: Dâr al-‘Ilm lil
Malâyin, 1988.
ash-Shiddieqy, Hasbi, Ilmu-Ilmu Al-Qur’ân, Jakarta: PT Bulan Bintang,
1993.
Sulaiman, Abû Daûd , Sunan Abi Daûd, Kairo: Dâr al-Hadîts, 1999.
As-Suyûthî, al-Itqân fî ‘Ulûm al-Qur’ân, Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyah,
2000.
Syarifuddin, Amir, Ushûl Fiqh, Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1997.
ath-Thabarî, Muhammad bin Jarîr, Jâmi’ al-Bayân fi Ta’wîl Al-Qur’ân,
Beirût: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1999.
Widayati, Romlah, Qirâ`ât Syâdzdzah Dalam Tafsir al-Bahr al-Muhîth,
sebuah disertasi Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2009.
Zamakhsyarî, al-Kasysyâf, Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1995.
158
Az-Zarkasyî, al-Burhân fî ‘Ulûm Al-Qur’ân, Beirut: Dâr al-kutub al-
‘Ilmiyyah, 1988.
Az-Zarqâni, Muhammad Abdul ‘Azîm, Manâhilul Irfân, Beirut: Dâr al-
Kutub al-‘Ilmiyyah, 1996.
az-Zuhaili, Wahbah, Fiqh Islâm wa Adillatuhû, Damaskus: Dâr al-Fikr, 1985.
Zuhdi, Masjfuk, Pengantar Hukum Syariah, Jakarta: PT Toko Gunung
Agung, 1995.
159
Lampiran Tabel
GAMBARAN PERBEDAAN QIRÂ`ÂT PADA AYAT-AYAT AHKÂM DALAM SURAT AL-BAQARAH DAN
IMPLIKASI PENAFSIRANNYA PADA KITAB JÂMI’ AL-BAYÂN DAN KITAB AL-BAHR AL-MUHÎTH
No Ayat Qirâ`ât Mutawâtirah Implikasi Makna Pada Tafsir Jâmi’
al-Bayân
Implikasi Makna Pada Tafsir
al-Bahr al-Muhîth
Implikasi dalam Istinbath
Hukum
1. 184 a. فدية طعام مساكي - Susunan kalimat dalam
bentuk idhafah; dan
- Kalimat ( مساكي)
dalam bentuk Jama’
- Ketentuan fidyah dapat berupa
makanan atau dalam bentuk
lainnya; dan
- fidyah diperuntukkan bagi orang-
orang miskin untuk satu bulan
jika ia berbuka selama satu
bulan.*
Ketentuan membayar fidyah yaitu
berupa pemberian makan kepada
satu orang miskin dari setiap
puasa yang ditinggalkan
Tidak ada
b. مساكي فدية طعام - Susunan kalimat dalam
bentuk badal - Kalimat ( مساكي)
dalam bentuk Jama’
- Ketentuan fidyah dibatasi hanya
berupa pemberian makan bagi
orang-orang miskin; - Diperuntukkan bagi orang-orang
miskin untuk satu bulan jika ia
berbuka selama satu bulan
Idem Tidak ada
c. فدية طعام مسكين - Susunan kalimat dalam
bentuk badal; - Kalimat ( مسكين)
dalam bentuk tunggal
- Fidyah diperuntukkan kepada satu
orang miskin. Ketentuan fidyah yaitu berupa
pemberian makan kepada satu
orang miskin dari setiap satu hari
puasa yang ditinggalkan
Tidak ada
160
2. 222 a. حتى يطىهىرن Batas akhir masa haidh dan
diperbolehkan untuk digauli
ditandai dengan berhentinya darah
haid berhenti dan sudah bersuci
dengan cara mandi menggunakan
air
Batas akhir masa haidh dan
diperbolehkan untuk digauli
ditandai dengan berhentinya darah
haid berhenti dan sudah bersuci
dengan cara mandi menggunakan
air atau bersuci dalam bentuk
lainnya sesuai yang disyariatkan.
Halal hukumnya menggauli
istri setelah berhenti darah
haidh dan sudah bersuci
dengan mandi
b. حتى يطهرن Sucinya seorang wanita dari haidh
ditandai dengan berhentinya darah
haidh dan istri membersihkan bekas
darah haidhnya tanpa harus mandi.
Sucinya seorang wanita dari haidh
ditandai dengan berhentinya darah
haidh dan istri sudah boleh digauli
meskipun belum bersuci dengan
mandi
Halal hukumnya menggauli
istri setelah berhenti darah
haidh meskipun sang istri
belum bersuci dengan mandi
3. 236 a. ما ل تـمآسوهنى sebelum kalian bercampur dengan
mereka sebelum kalian bercampur dengan
mereka Tidak ada
b. ما ل تـمسوهنى sebelum kalian bercampur dengan
mereka sebelum kalian bercampur dengan
mereka Tidak ada
4. 240 a. وصيى ة ل ز و اج ه م suami wajib berwasiat bagi istrinya
yang ditinggalkan berupa nafkah serta
tempat tinggal selama satu tahun
Tidak menjelaskan
b. وصيى ة ل ز و اج ه م Sudah menjadi ketetapan Allah swt
bahwa hak seorang istri yang
ditinggalkan oleh suaminya berupa
nafkah dan tempat tinggal selama
satu tahun penuh
Tidak menjelaskan
5 245 a. فـيضاعفه Maka akan melipatgandakan (harta
yang dikeluarkan di jalan Allah lebih
dari dua kali kelipatan
bermakna istifhâm (pertanyaan),
yaitu apakah ada seseorang yang
akan meminjamkan hartanya
kepada Allah swt? maka dia akan
melipatgandakannya.
b. فـيضعفه Maka barang siapa memberikan
pinjaman yang baik lalu akan
Tidak menjelaskan
161
dilipatgandakan sebanyak dua kali
c. فـيضعفه Maka siapakah yang memberikan
pinjaman yang baik pada Allah ? maka
akan dilipatgandakan baginya
sebanyak dua kali
Tidak menjelaskan
d. ه فـيضاعف Maka barang siapa memberikan
pinjaman yang baik lalu akan
dilipatgandakan baginya lebih dari
dua kali.
bermakna sebagai ‘athaf dari
lafadzh (ي قرض )
6 271 a. ونكفر jika merahasiakan sedekah maka
balasannya adalah Allah swt akan
menghapus kesalahan kalian.
Allah swt memberikan balasan
kepada muslim yang
bersedekah secara sembunyi
dengan menghapus kesalahan.
Keduanya menafsirkan Allah
swt yang menghapus
kesalahan.**
b. ونكـــــــفـر
Allah swt akan membalas sedekah
yang dirahasiakan dengan menghapus
kesalahan hamba-Nya yang beriman,
yakni ganjaran sedekahlah yang
menghapus kesalahan.
Allah swt memberikan balasan
karena amal sedekah seorang
muslim secara umum baik yang
dilakukan dengan terang-terangan
maupun sembunyi. Yakni
Allahlah yang menghapus
kesalahan-kesalahan tersebut.
a. Ath-Thabarî menafsirkan:
ganjaran sedekah yang
menghapus kesalahan
b. Abû Hayyân menafsirkan
Allahlah yang menghapus
kesalahan-kesalahan, baik
sedekah itu dilakukan
secara sembunyi-sembunyi
atau pun terang-
terangan.**
c. ويكـــــــفـر
Allah akan menghapus kesalahan
kalian dengan sedekah kalian.
sedekahlah yang menghapus
kesalahan-kesalahannya.
a. Allah swt yang menghapus
sebagian dosa atau kesalahan
karena kebaikan dan amalan
yang dilakukan oleh seorang
muslim berupa sedekah yang
dilakukan secara sembunyi. b. Yaitu menyembunyikan
sedekah menyebabkan
terhapusnya sebagian dosa dan
a. ath-Thabarî menafsirkan
sedekahlah yang akan
menghapus kesalahan
b. Abû Hayyân menafsirkan
Allah swt yang menghapus
sebagian dosa atau
kesalahan, dan juga
sedekah yang dilakukan
secara sembunyi yang
162
kesalahan. menyebabkan terhapusnya
sebagian dosa dan
kesalahan.**
7 282 a. ( لى هو لى هو -ان ي (ان ي
Tidak menjelaskan Tidak menjelaskan
b. ( ن تضلى ا -ان تضلى)
1) harakat fathah pada alif (أن) dan
me-nashab-kan ( ,(تذكر) dan (تضل maka akan berimplikasi
bahwasanya jika tidak terdapat
dua orang yang bisa menjadi
saksi, maka cukup dengan satu
orang laki-laki disertai dua
orang perempuan dengan tujuan
agar salah satunya dapat
mengingatkan yang lain
manakala terdapat kealpaan.
2) Jika dibaca dengan lafadz ( تذكر) yakni dengan memberi harakat
sukun pada huruf dzal dan
menghilangkan tasydîd pada huruf
kâf. Akan berimplikasi bahwa
dengan bergabungnya dua orang
perempuan dalam hal persaksian
menjadikannya memiliki
kedudukan yang sama dengan
persaksian seorang laki-laki.
3) Jika dibaca dengan harakat kasrah
pada huruf alif (إن) dan i’râb rafa’
pada lafadz ( ر ك ذ ت ف ـ ) , akan
berimplikasi bahwa: “hendaklah
1) membaca ( إن تضلى) dengan
kasrah kedudukannya sebagai
huruf syarat dan ( ر dengan (فتذك
memberikan harakat dhammah
pada huruf râ` sebagai jawab
syarat.
2) harakat fathah pada huruf
hamzah ( أن تضلى ) merupakan
‘âmil nâshibah (huruf yang
menashabkan fi’il) dan lafadzh
ر ) dengan memberikan ( فتذك
harakat fathah pada huruf râ`
merupakan ‘athaf dari ( أن تضلى )
c. (ر ك ذ ت ف ـ -تذكر ف ـ -تذكر ف ـ)
163
dua orang laki-laki dari kalian
menjadi saksi, namun jika tidak
ada (dua orang laki-laki, pen.)
maka boleh satu orang laki-laki
disertai dua orang wanita yang
kalian terima persaksiannya. Jika
salah seorang dari dua wanita
tersebut lupa, maka yang lain
dapat memberikan peringatan.”
d. ( تارة -حاضرة تارة
(حاضرة
- Jika dibaca rafa’ maka kalimat
( مكني ب اهن وري دت ) sebagai khabar
( انك ), dan ( حاضرة تجارة )
berfungsi sebagai isim ( انك ).
- Jika dibaca nashab lafadz nakirah
yang jatuh setelah ( ان ك ) yang
dhamir-nya majhul.
- lafadzh ( تارة) dan ( حاضرة)
dengan i’râb nashab
dengan alasan bahwa
keduanya merupakan
khabar ( sebagai fi’il ( تكون
nâqish.
- i’râb rafa’ dan
mendudukkannya sebagai
fâ’il dari ( تكون) dan
kedudukannya sebagai fi’il
yang sempurna (tâm).
lafadzh ( تارة) dan ( ( حاضرة
dibaca rafa’ sebagai isim
dari lafadz ( تكون) dan
khabarnya adalah susunan
kalimat ( م ك ن ي ـب ـ اه ن ـو ر ي ـد ت ).
164
e. ( ول يضآر -آرى ول يض ) Lafadz ولايضار bermakna
seseorang dilarang menyulitkan
orang lain dengan memintanya
dengan cara memaksa untuk
mencatat transaksi muamalah yang
dilakukannya ataupun menjadi
saksinya manakala keduanya
sedang memiliki keperluan lainnya
yang tidak bisa ditinggalkan
- Lafadzh ( آرى ول يض)
kedudukan fi’il mudhâri
tersebut sebagai fi’il mabni lil
fâ’il yang bermakna bahwa
orang yang mencatat dan
yang menjadi saksi tidak
boleh menyulitkan seseorang
dalam membantuk mencatat
dan memberikan persaksian,
kedudukan fi’il mudhâri’
tersebut sebagai mabni lil
maf’ûl
- Lafadz ( آر ول يض) dengan
menjazamkan ra` pendapat
ini dianggap lemah karena
mentakdirkan berhimpunnya
tiga huruf
8 283 a. فـرهن bentuk jamak dari lafadz ( رهن) bentuk jamak dari lafadz ( رهن) Tidak ada
b. فرهان bentuk jamak dari lafadz ( رهان)
atau dalam tata bahasa arab disebut
jam’ul jam’i
bentuk jamak dari lafadz ( رهان)
atau dalam tata bahasa arab
disebut jam’ul jam’i
Tidak ada
Keterangan: 1. Implikasi makna yang dicetak tebal adalah merupakan qirâ`ât yang dipilih
2. *at-Thabarî memilih qirâ`ât ya ng dibaca dengan bentuk idhâfah dan bentuk tunggal ( فدية طعام مسكين) 3. ** perubahan makna lafadz ayat tanpa mengubah maksud kandungan ayat dan tidak berpengaruh terhadap istinbath hukum