PENGARUH EKSTRAK ETANOL PROPOLIS TERHADAP …/Pengaruh... · model sepsis digunakan cecal inoculum...
-
Upload
nguyentuyen -
Category
Documents
-
view
221 -
download
0
Transcript of PENGARUH EKSTRAK ETANOL PROPOLIS TERHADAP …/Pengaruh... · model sepsis digunakan cecal inoculum...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PENGARUH EKSTRAK ETANOL PROPOLIS TERHADAP
HITUNG LIMFOSIT TIKUS PUTIH SEPSIS
INDUKSI CECAL INOCULUM
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
KUSNI KURNIA PUTRI G.0008119
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul: Pengaruh Ekstrak Etanol Propolis terhadap
Hitung Limfosit Tikus Putih Sepsis Induksi Cecal Inoculum
Kusni Kurnia Putri, NIM: G.0008119, Tahun: 2012
Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Pada Hari Sabtu, Tanggal 10 Januari 2012
Pembimbing Utama
Nama : Diding Heri Prasetyo, dr., M.Si. NIP : 19680429 199903 1 001 (……………………) Pembimbing Pendamping
Nama : Sri Hartati H., Dra., Apt., S.U. NIP : 19490709 197903 2 001 (……………………)
Penguji Utama
Nama : R.P. Andri Putranto, dr., M.Si. NIP : 19630525 199603 1 001 (……………………)
Anggota Penguji
Nama : Sarsono, Drs., M.Si. NIP : 19581127 198601 1 001 (……………………) Surakarta,
Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS Muthmainah, dr., M.Kes. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM NIP 19660702 199802 2 001 NIP 19510601 197903 1 002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 10 Januari 2012
Kusni Kurnia Putri
NIM. G.0008119
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
ABSTRAK
Kusni Kurnia Putri, G.0008119, 2012. Pengaruh Ekstrak Etanol Propolis terhadap Hitung Limfosit Tikus Putih Sepsis Induksi Cecal Inoculum. Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Tujuan Penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol propolis terhadap hitung limfosit tikus putih sepsis induksi cecal inoculum.
Metode Penelitian : Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan post test only control group design. Sampel berupa tikus putih jantan, berumur 4-6 minggu dengan berat badan ± 200 gram. Sampel diambil dengan teknik purposive random sampling sebanyak 40 ekor, dibagi dalam 5 kelompok, 8 tikus putih dalam tiap kelompok. Kelompok K1 sebagai kontrol, K2 adalah model sepsis, K3 adalah model sepsis dengan pemberian propolis 100 mg/kgBB/oral, K4 adalah model sepsis dengan pemberian propolis 200 mg/kgBB/oral, dan K5 adalah model sepsis dengan pemberian antibiotik cefepime 80 mg/kgBB/intraperitoneal. Pada model sepsis digunakan cecal inoculum dengan dosis 40 mg intraperitoneal. Perlakuan dimulai hari ke-1 sampai hari ke-7 dan hari ke-8 tikus putih diambil darahnya melalui sinus orbitalis untuk dilakukan hitung limfosit secara komputerisasi. Data dianalisis secara statistik dengan uji One Way Anova dan dilanjutkan dengan Post Hoc Test Least Significant Difference/Fisher (LSD) menggunakan program SPSS for Windows release 19.0.
Hasil Penelitian : Hasil penelitian menunjukkan rata-rata hitung limfosit K1 4.023 ± 882, K2 2.117 ± 727, K3 3.175 ± 546, K4 2.813 ± 323, dan K5 5.745 ± 307. Hasil uji Post Hoc Test dengan LSD menunjukkan perbedaan yang signifikan antara K1-K2, K1-K3, K1-K4, K1-K5, K2-K3, K2-K5, K3-K5, dan K4-K5. Sedangkan K2-K4 dan K3-K4 menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan. Simpulan Penelitian : Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa ekstrak etanol propolis menghambat penurunan limfosit tikus sepsis induksi cecal inoculum. Kata kunci : propolis, limfosit, cecal inoculum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRACT
Kusni Kurnia Putri, G.0008119, 2012. The Effect of Ethanol Extract of Propolis with Lymphocyte Count Sepsis White Mouse Induction Cecal Inoculum. Script, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta. Objectives : The purpose of this research is to know the Effect of Ethanol Extracts of Propolis with Lymphocyte Count Sepsis White Mouse Induction Cecal Inoculum. Methods : This research was a laboratorial experiment with the post test only control group design. Samples for this research were white mouse, 4-6 weeks old age with ± 200 grams of weight each. The samples with purposive random sampling technique which divided 40 males into 5 groups, 8 white mice in each group. K1 group was a control, K2 was a sepsis model, K3 was sepsis model given propolis 100 mg/kgBW/oral, K4 was sepsis model given propolis 200 mg/kgBW/oral, K5 was sepsis model given antibiotic cefepime 80 mg/kgBW/intraperitoneal. On sepsis model received 40 mg dose of cecal inoculum intraperitoneally. The treatment started 1st day to 7th day and on the 8th day blood samples of white mouse were taken from sinus orbitalis for lymphocyte counting with computerized method. The data were statistically analyzed with One Way Anova test and continued by Post Hoc Test Least Significant Difference/Fisher (LSD) using SPSS for Windows release 19.0 program. Results : The result showed an average count of lymphocytes K1 4.023 ± 882, K2 2.117 ± 727, K3 3.175 ± 546, K4 2.813 ± 323, and K5 5.745 ± 307. The test result with LSD Post Hoc Test showed a significant difference between K1-K2, K1-K3, K1-K4, K1-K5, K2-K3, K2-K5, K3-K5, and K4-K5. While K2-K4 and K3-K4 showed no significant differences. Conclusion : From the research result concluded that ethanol extract of propolis inhibit the reduction of white mouse sepsis lymphocyte induction cecal inoculum. Key words : propolis, lymphocytes, cecal inoculum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PRAKATA
Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya dalam menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Ekstrak Etanol Propolis terhadap Hitung Limfosit Tikus Putih Sepsis Induksi Cecal Inoculum”.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak lepas dari kerjasama dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp. PD-KR-FINASIM, selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Diding Heri Prasetyo, dr., M.Si, selaku pembimbing utama yang telah
berkenan meluangkan waktu memberikan bimbingan, saran, arahan, dan motivasi dalam penulisan skripsi ini.
4. Sri Hartati, Dra., Apt., SU, selaku pembimbing pendamping atas segala bimbingan, arahan, dan waktu yang telah beliau luangkan bagi penulis.
5. R.P. Andri Putranto, dr., M.Si, selaku penguji utama yang telah berkenan menguji serta memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi ini.
6. Sarsono, Drs., M.Si, selaku anggota penguji yang telah memberikan saran dan nasihat dalam perbaikan penulisan skripsi ini.
7. Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Univesitas Sebelas Maret, para dosen beserta segenap staf.
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang turut membantu penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan selanjutnya. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Surakarta, Januari 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA ...................................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1
B. Perumusan Masalah ............................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian ................................................................................. 3
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................. 4
A. Tinjauan Pustaka .................................................................................... 4
1. Propolis ........................................................................................... 4
a. Definisi .............................................................................. 4
b. Kandungan ......................................................................... 5
c. Aktivitas Biologis .............................................................. 6
2. Limfosit .......................................................................................... 11
a. Definisi .............................................................................. 11
b. Histologi ............................................................................ 11
c. Jenis Limfosit .................................................................... 12
d. Pembuatan Preparat ........................................................... 15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
3. Sepsis .............................................................................................. 16
a. Definisi .............................................................................. 16
b. Etiologi .............................................................................. 17
c. Patofisiologi ....................................................................... 18
d. Diagnosis ........................................................................... 20
e. Penatalaksanaan ................................................................. 21
4. Hewan Coba Model Sepsis ............................................................. 21
a. Cecal Inoculum .................................................................. 21
b. Cecal Ligation and Puncture (CLP) ................................. 23
c. Lipopolisakarida ................................................................ 24
B. Kerangka Pemikiran .............................................................................. 26
1. Kerangka Pikiran Konseptual ......................................................... 26
2. Kerangka Pikiran Teoritis ............................................................... 27
C. Hipotesis ............................................................................................... 29
BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................... 30
A. Jenis Penelitian ...................................................................................... 30
B. Lokasi Penelitian ................................................................................... 30
C. Subjek Penelitian ................................................................................... 30
D. Teknik Sampling .................................................................................... 30
E. Variabel Penelitian ................................................................................. 31
F. Skala Variabel ........................................................................................ 31
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian .............................................. 32
H. Induksi Hewan Coba Model Sepsis ....................................................... 34
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
I. Rancangan Penelitian ............................................................................. 35
J. Instrumentasi Penelitian ......................................................................... 36
K. Cara Kerja .............................................................................................. 37
L. Analisis Data .......................................................................................... 39
BAB IV HASIL PENELITIAN ........................................................................... 40
A. Data Hasil Penelitian ............................................................................. 40
B. Analisis Data .......................................................................................... 41
BAB V PEMBAHASAN ..................................................................................... 44
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 48
A. Simpulan ................................................................................................ 48
B. Saran ....................................................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 49
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Senyawa Utama dari Propolis ...............................................................6
Tabel 4.1. Karakteristik Hitung Limfosit Masing-Masing Kelompok .................40
Tabel 4.2. Ringkasan Hasil Uji Post Hoc Antar Kelompok.................................43
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Struktur Molekul Kuersetin .............................................................. 8
Gambar 2.2. Struktur Molekul CAPE ................................................................. 10
Gambar 2.3. Gambaran Histologis Limfosit, Pulasan Wright, Imersi Minyak ... 12
Gambar 2.4. Skema Kerangka Pemikiran ........................................................... 26
Gambar 3.1. Gambaran Histologis Limfosit, Pulasan Wright, Imersi Minyak ... 34
Gambar 3.2. Bagan Rancangan Penelitian .......................................................... 35
Gambar 3.3. Diagram Alur Penelitian ................................................................. 38
Gambar 4.1. Nilai Rata-Rata Hitung Limfosit Darah Tikus Putih Setelah
Perlakuan ........................................................................................ 41
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Jadwal Penelitian
Lampiran 2. Konversi Dosis Manusia dan Hewan
Lampiran 3. Daftar Volume Maksimal Larutan Sediaan Uji yang Dapat
Diberikan pada Berbagai Hewan
Lampiran 4. Hasil Hitung limfosit
Lampiran 5. Hasil Analisis Data
Lampiran 6. Foto Alat dan Bahan Penelitian
Lampiran 7. Foto Kegiatan Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sepsis merupakan Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS)
yang disebabkan oleh bakteri, jamur, virus, dan parasit (Edwin et al., 2003;
James et al., 2005). Overproduksi sitokin inflamasi sebagai hasil aktivasi
nuclear factor-κB (NF-κB) menyebabkan pelepasan mediator sekunder
seperti reactive oxygen species (ROS) yang selanjutnya akan memperkuat
inflamasi dan menyebabkan SIRS yang menginduksi terjadinya apoptosis
maupun nekrosis jaringan, multi organ failure (MOF), syok septik serta
kematian (Elena et al., 2006; Javier et al., 2005; Rittirsch et al., 2008).
Morbiditas dan mortalitas sepsis di Indonesia masih sangat tinggi (Guntur,
2008), sehingga sepsis masih merupakan masalah klinis yang penting
meskipun telah terjadi kemajuan terapi (Xiao et al., 2006), keadaan ini
diperparah oleh meningkatnya kuman yang multiresisten terhadap antibiotik.
Hal ini akan mempersulit penanganan sepsis karena perlu kombinasi
antibiotik. Selain itu akan membutuhkan waktu rawat di rumah sakit yang
lebih lama, terapi yang lebih rumit, biaya pengobatan yang jauh lebih mahal
dan angka kematian yang meningkat (Hadi, 2009).
Apoptosis berperan penting dalam terjadinya patofisiologi sepsis dan
mekanisme kematian sel pada sepsis (Hotchkiss & Karl, 2003; Chang et al,
2007). Sel-sel imun yang paling terlihat mengalami disregulasi apoptosis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
adalah limfosit (Chang et al., 2007). Apoptosis limfosit menyebabkan
berkurangnya fungsi limfosit pada pasien sepsis (Remick et al., 2002). Hasil
penelitian hewan coba memeperlihatkan setelah 12 jam pasca pemaparan
polimikroba sepsis akan terlihat apoptosis limfosit pada timus, lien, dan gut-
associated lymphoid tissues (GALT). Hal ini menunjukkan bahwa pada
hewan coba adanya disregulasi apoptosis dari limfosit, akan menurunkan
survival sepsis melalui penurunan jumlah limfosit (Chung et al., 2000).
Propolis adalah bahan resin yang dihasilkan oleh lebah (Bufalo et al.,
2007). Propolis dapat digunakan sebagai “obat” karena memiliki sejumlah
aktivitas biologis antara lain antibiotik, antifungal, antivirus, antiinflamasi,
antiprotozoa, antiparasit, antiinflamasi, antioksidan dan imunomodulator
(Koo et al., 2002; Ahn et al., 2004; Lotfy, 2006; El-Bassuony & Abouzid,
2010), sehingga diharapkan akan menghambat agen-agen infeksius pada
sepsis.
Belum adanya bukti-bukti ilmiah penggunaan propolis lebah untuk
sepsis, mendorong dilakukannya penelitian ini. Propolis lebah memiliki
potensi untuk dikembangkan menjadi terapi adjuvant dalam penatalaksanaan
sepsis. Pada penelitian ini peneliti tertarik mengadakan penelitian untuk
mengetahui pengaruh pemberian propolis terhadap hitung limfosit tikus putih
sepsis induksi cecal inoculum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
B. Perumusan Masalah
Apakah terdapat pengaruh pemberian ekstrak etanol propolis terhadap
hitung limfosit tikus putih sepsis induksi cecal inoculum?
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol propolis terhadap hitung
limfosit tikus putih sepsis induksi cecal inoculum.
D. Manfaat Penelitian
1. Aspek teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam ilmu
pengetahuan tentang pengembangan propolis sebagai terapi adjuvan pada
kasus sepsis.
2. Aspek praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam
penelitian tentang memanfaatkan propolis sebagai terapi adjuvan pada
kasus sepsis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Propolis
a. Definisi
Propolis adalah bahan resin yang dikumpulkan oleh lebah dari
kuncup dan eksudat tanaman, yang dicampur dengan produk kelenjar
ludah dan lilin (Bufalo et al., 2007). Propolis dapat berwarna kuning,
hijau atau coklat tergantung pada sumber dan musim pengumpulannya
(Chen et al., 2004). Propolis adalah obat tradisional yang digunakan
sejak awal 300 SM dan telah dilaporkan mengerahkan spektrum luas
dari fungsi biologis, termasuk antikanker, antiinflamasi, antibiotik,
antioksidan, antivirus, antiprotozoa immunomodulator dan aktivitas
antijamur (Chen et al., 2004; Kosalec et al., 2004).
Kata propolis berasal dari bahasa Yunani, yaitu pro berarti
sebelum, dan polis berarti kota. Sehingga propolis dapat diartikan
“sebelum masuk sarang lebah”. Dengan demikian menyiratkan bahwa
propolis terlibat dalam pertahanan dari sarang lebah (Salatino et al.,
2005).
Lebah menggunakan propolis untuk tujuan yang bermacam-
macam, diantaranya untuk menutup sarang yang terbuka. Selain untuk
menghindari masuknya penyusup, hal itu dilakukan untuk menjaga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
suhu dalam sarang, yaitu sekitar 35o C. Dinding sarang heksagonal
mengandung campuran dari lilin lebah dan propolis. Hal ini diyakini
bahwa propolis tidak hanya mengeraskan dinding sarang tetapi juga
memberikan kontribusi dalam pencapaian lingkungan bagian dalam
sarang yang aseptis (Salatino et al., 2005).
b. Kandungan
Bahan-bahan yang terkandung dalam propolis sangatlah
kompleks, dan lebih dari 300 komponen telah teridentifikasi, terutama
terdiri dari senyawa fenolik (misalnya flavonoid, senyawa aromatik),
terpen dan minyak esensial (Zhu et al., 2010). Penelitian yang ada
mengenai komposisi kandungan yang terdapat dalam propolis juga
sangat bervariasi. Namun, secara garis besar hampir sama. Secara
umum, popolis mentah (raw propolis) terdiri dari 50% resin yang
sebagian besar terdiri dari fraksi polifenol, 30% getah, 10% minyak
esensial, 5% pollen, dan 5% zat organik dan anorganik (Bankova,
2000; Kosalec et al., 2004).
Secara farmakologis, senyawa yang paling penting di dalam
propolis adalah flavanoid diikuti oleh beraneka macam phenolic dan
aromatic. Flavonoid memiliki akivitas biologis yang paling penting
dalam propolis. Sekurangnya sudah ada 38 macam flavanoid
ditemukan di dalam propolis, antara lain galangin, kaempferol,
quercetin, pinocembrin, pinostrobin, dan pinobaksin. Senyawa
phenolic terdiri atas cinnamyl alcohol, cinnamic acid, vanillin, benzyl
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
alcohol, caffeic acid, dan ferulic acid. Secara keseluruhan, semua
kelompok senyawa ini dilaporkan dapat memiliki aktivitas sebagai
antibakteri, antijamur, antivirus, antiprotozoa, antioksidan,
antiinflamasi dan immunomodulator (Kosalec et al., 2004).
Kandungan kimia utama yang terdapat dalam propolis disajikan pada
tabel 2.1.
Tabel 2.1. Senyawa Utama dari Propolis
Kelas komponen Jumlah Grup komponen
Resin 45-55 % Flavonoid, asam fenolat dan esternya
Lilin dan asam lemak
25-53% Sebagian besar dari lilin lebah dan beberapa dari tanaman
Minyak esensial 10% Senyawa volatile
Protein 5% Protein kemungkinan berasal dari polen dan amino bebas
Senyawa organik dan mineral lainnya
5% 14 macam mineral, yang paling terkenal adalah Fe dan Zn, sisanya seperti Au, Ag, Cs, Hg, La dan Sb. Senyawa lain seperti keton, laktan, kuinon, asam benzoate dan esternya, gula, vitamin B3.
(diambil dari Sivasubramaniam & Seshadri, 2005)
c. Aktivitas biologis
Propolis lebah sebagai bahan alam non-toksik telah digunakan
sebagai “obat” secara umum pada sistem kardiovaskular dan darah
(anemia), alat pernapasan (untuk berbagai infeksi), perawatan gigi,
dermatologi (regenerasi jaringan, ulkus, eksim, penyembuhan luka -
terutama luka bakar, mikosis, infeksi selaput lendir dan lesi),
pengobatan kanker, perbaikan dan penunjang sistem imunitas, saluran
pencernaan (ulkus dan infeksi), hepatoprotektor dan lain sebagainya
(Sivasubramaniam & Seshadri, 2005).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Penggunaan propolis sebagai “obat” dimungkinkan karena
propolis memiliki sejumlah aktivitas biologis antara lain antibiotik,
antifungal, antivirus, antiinflamasi, antiprotozoa, antiparasit,
antiinflamasi, antioksidan dan imunomodulator (Koo et al., 2002; Ahn
et al., 2004; Lotfy, 2006; El-Bassuony & Abouzid, 2010).
1) Anti agen biologis
a) Antibiotik
Propolis menunjukkan aktivitas antibakteri baik gram
positip maupun negatip. Penghambatan terhadap strain gram
positip sangat luas, namun untuk gram negatip
penghambatannya terbatas. Daya hambat propolis terhadap
Streptococcus spp, Staphylococcus spp, Shigella sonnei,
Salmonella typhi dan Pseudomonas aeruginosa mirip atau
bahkan lebih tinggi dibandingkan antibiotik standar (Koo et al.,
2002).
Ekstrak etanol propolis efektif untuk bakteri anaerob.
Ekstrak etanol propolis dosis 125-500 mg/ml mampu
menghambat pertumbuhan Bacillus cereus dan Staphylococcus
aureus. Tetapi untuk Escherichia coli dan P. aeruginosa, serta
Candida albicans diperlukan dosis sampai 1.000 mg/ml.
Sedangkan konsentrasi 9.960 mg/ml mampu menghambat
Mycobacterium sp. Strain-strain yang resisten terhadap
penisilin, tetrasiklin dan eritromisin masih sensitif terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
propolis. Propolis menunjukkan efek sinergistik ketika
dikombinasikan dengan salah satu antibiotik yang menunjukkan
resisten tersebut (Lotfy, 2006).
b) Antifungal
Hasil penelitian memperlihatkan strain-strain Candida sp.
masih sensitif terhadap propolis, dengan kekuatan sensitivitas C.
albicans > C.tropicalis > C. krusei > C. guilliermondii (Ota et
al., 2001).
Mekanisme antifungal dari propolis melibatkan zat-zat
polifenol seperti flavonoid dengan penggumpalan protein DNA
jamur sehingga kemampuan pertumbuhan jamur dihambat.
Pinocembrin pada propolis menghambat pertumbuhan jamur
melalui aktivitas pembungkusan konidia jamur yang selanjutnya
menghambat pertumbuhan jamur secara keseluruhan (Sforcin et
al., 2001). Senyawa kuersetin menghambat sintesa DNA gyrase
sehingga pertumbuhan jamur dihambat (Cushnie & Lamb,
2005).
Gambar 2.1. Struktur Molekul Kuersetin (diambil dari Santos et al., 2008)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
c) Antiviral
Propolis efektif menurunkan sintesis DNA dan titer virus
herpes simpleks, maupun virus HIV. Pada uji in vitro, isopentyl
ferulated (yang diisolasi dari propolis) secara bermakna
menghambat aktivitas virus influenza A1 (H3N2) (Lotfy, 2006).
d) Antiparasit dan antiprotozoa
Ekstrak etanol dan dimethyl-sulphoxide propolis memiliki
aktivitas anti Trypanosoma cruzi dan Trichomonas vaginalis
(Lotfy, 2006).
2) Antiinflamasi
Ekstrak etanol propolis (EEP) menunjukkan aktivitas anti-
inflamasi baik akut ataupun kronik. EEP dosis 50
mg/kgBB/hari/oral dan 100 mg/kgBB/hari per-oral menunjukkan
aktivitas anti-inflamasi kronik, sedangkan dosis 200 mg/kgBB/hari
per-oral menunjukkan aktivitas anti-inflamasi akut pada hewan
coba model. Efek antiinflamasi ini ditunjukkan oleh kandungan
yang ada di propolis lebah yaitu Caffeic acid phenethyl ester
(CAPE) (Lotfy, 2006). CAPE menunjukkan aktivitas
imunosupresif baik pada tahap awal dan lanjut pada aktivasi yang
dimediatori sel limfosit T. Secara spesifik CAPE menghambat
transkripsi ataupun sintesis IL-2. CAPE menghambat aktivitas
pengikatan DNA dan transkripsi Nf-kB serta faktor transkripsi
nuclear factor of activated cells (NFAT), dan activator protein-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
1(AP-1), tanpa mempengaruhi degradasi protein penghambat Nf-
kB (IkB) yang berada di sitoplasma. Sehingga propolis memiliki
aktivitas sebagai imunomodulator dan antiinflamasi (Marquez et
al., 2004; Ang et al., 2009).
Gambar 2.2. Struktur Molekul CAPE (diambil dari Scapagnini et al., 2002)
3) Antioksidan
Propolis bermanfaat sebagai penetral racun karena berbagai
kandungannya dapat membersihkan polutan dan racun di dalam
tubuh, sehingga metabolisme sel dapat kembali berlangsung
optimal. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa propolis
juga dapat berfungsi sebagai antioksidan kuat, yang dapat
mencegah timbulnya senyawa-senyawa radikal bebas (Kumazawa
et al., 2004). Radikal bebas merupakan penyebab utama munculnya
sel-sel kanker atau menimbulkan berbagai gejala penyakit akibat
gangguan fisiologi sel tubuh.
4) Imunomodulator
Propolis membantu meningkatkan sistem kekebalan tubuh
secara alami karena propolis kaya akan bioflavanoid yang dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
membantu meningkatkan produksi serta aktivitas sel-sel imun,
antara lain makrofag (Orsi et al., 2000).
2. Limfosit
a. Definisi
Limfosit merupakan salah satu sel darah putih atau leukosit. Sel
ini menyusun kurang lebih 20-30% leukosit (Junqueira & Carneiro,
2005).
Limfosit adalah komponen penting pada respons imun dan berasal
dari sel stem hemopoietik. Sel stem limfoid umum mengalami
diferensiasi dan proliferasi untuk menjadi sel B, yang memperantarai
imunitas humoral atau imunitas yang diperantarai antibodi, dan sel T
(diproses dalam timus), yang memperantarai imunitas seluler.
Limfosit matur adalah sel mononuklear kecil dengan sitoplasma yang
sedikit berwarna biru. Sebagian besar limfosit darah perifer (70%)
adalah sel T, yang mungkin memiliki lebih banyak sitoplasma
dibandingkan sel B dan dapat mengandung granul (Mehta &
Hoffbrand, 2008).
b. Histologi
Morfologi normal limfosit adalah sel yang berbentuk sferis,
berukuran 10-12 um, inti relatif besar, kromatin inti padat, bulat
sedikit cekungan pada satu sisi, sitoplasma basofilik yang sedikit serta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
mengandung granula azurofilik (Effendi, 2003; Junqueira & Carneiro,
2005).
Limfosit berwarna ungu dengan Romonovsky mengandung
ribosom bebas dan poliribosom. Limfosit dalam sirkulasi darah
normal dapat berukuran 10-12 µm, ukuran yang lebih besar
disebabkan sitoplasmanya yang lebih banyak. Kadang-kadang disebut
dengan limfosit sedang. Sel limfosit besar yang berada dalam kelenjar
getah bening akan tampak dalam keadaan patologis. Sel limfosit besar
ini berinti vaskuler dengan anak inti yang jelas (Effendi, 2003).
Gambar 2.3. Gambaran Histologis Limfosit , Pulasan Wright, Imersi Minyak (Eroschenko, 2003)
c. Jenis Limfosit
Secara umum limfosit dibagi menjadi dua, yaitu limfosit granular
besar dan limfosit kecil. Limfosit granular besar lebih dikenal dengan
sel natural killer (sel NK) dan limfosit kecil dikenal dengan sel T dan
sel B (Baratawidjaja, 2006). Klasifikasi lainnya dari limfosit terlihat
dengan ditemuinya tanda-tanda molekuler khusus pada permukaan
membran sel-sel tersebut. Beberapa diantaranya membawa reseptor
seperti immunoglobulin yang mengikat antigen spesifik pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
membrannya. Limfosit-limfosit dapat digolongkan berdasarkan asal,
struktur halus, surface markers yang berkaitan dengan sifat
imunologisnya, siklus hidup dan fungsi (Effendi, 2003).
1) Limfosit T
Limfosit yang bersirkulasi, terutama berasal dari timus dan
organ limfoid perifer (limpa, limfonodi, tonsil, dan sebagainya).
Namun, beberapa sel progenitor limfosit yang berasal dari sumsum
tulang yang tidak mengalami diferensiasi ini bermigrasi ke timus,
kemudian memperbanyak diri. Sel limfosit memperoleh sifat sel T
di timus. Lalu dapat masuk kembali ke sirkulasi, ke sumsum tulang
atau ke organ limfoid perifer dan hidup beberapa bulan atau tahun.
Sel T bertanggung jawab terhadap reaksi imun seluler dan memiliki
reseptor permukaan spesifik untuk mengenali antigen asing
(Junqueira & Carneiro, 2005).
Limfosit T termasuk CD4 adalah pengatur utama dalam system
imun. Fungsi pengatur tersebut tergantung pada molekul
permukaan kedua sel tersebut, seperti gp 39 (Paul, 1993; Ronald et
al., 2000). Bila antigen spesifik melakukan kontak dengan limfosit
T di jaringan limfoid, maka limfosit T tertentu teraktivasi untuk
membentuk sel T teraktivasi. Setelah ditemukan adanya beberapa
tipe sel T, sel-sel ini digolongkan dalam tiga kelompok utama:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
a) Sel T Helper (Th)
Berperan sebagai pengatur utama bagi seluruh fungsi imun,
melalui serangkaian mediator protein yang disebut limfokin.
Limfokin penting yang disekresikan oleh sel-sel T pembantu
antara lain interleukin-2 (IL-2), IL-3, IL-4, IL-5, IL-6,
interferon-γ (IFN-γ), dan GM-CSF faktor perangsang koloni
monosit-granulosit (Guyton & Hall, 1997). Mengeliminasi agen
asing melalui aktivasi sel-sel fagositer seperti makrofag dan
menyekresikan mediator inflamasi (Abbas & Litchman, 2005).
b) Sel T Cytotoksik (Tc)
Merupakan sel penyerang langsung yang mampu
membunuh mikroorganisme dan, pada suatu saat, bahkan
membunuh sel-sel tubuh sendiri melalui sebuah mekanisme
sekresi protein pembentuk lubang pada membran sel yang
diserang yang disebut perforin. Hal ini menyebabkan gangguan
keseimbangan sel disertai pula oleh substansi sitotoksik dari sel
T tersebut, sehingga dengan segera sel yang diserang
membengkak dan larut (Guyton & Hall, 1997; Abbas &
Litchman, 2005).
c) Sel T Supresor (Ts)
Merupakan sel T yang mempunyai kemampuan menekan
fungsi sel T sitotoksik dan sel T pembantu. Fungsi supresor ini
menyebabkan pengaturan aktivitas sel-sel lain dan menjaganya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
agar tidak berlebihan dan menimbulkan kerusakan jaringan
tubuh, yang disebut toleransi imun (Guyton & Hall, 1997).
2) Limfosit B
Limfosit lain tetap diam di sumsum tulang berdiferensiasi
menjadi limfosit B berdiam dan berkembang di dalam
kompertemennya sendiri. Sel B bertugas untuk memproduksi
antibodi humoral yang beredar dalam peredaran darah dan
mengikat secara khusus dengan antigen asing yang menyebabkan
antigen asing terbalut antibodi, kompleks ini mempertinggi
fagositosis, lisis sel dan sel pembunuh (sel killer atau sel K) dari
organisme yang menyerang (Effendi, 2003).
d. Pembuatan Preparat
Darah tikus putih diambil dari sinus orbitalis menggunakan
tabung hematokrit, dibuat apusan darah pada obyek glass, kemudian
diberi pulasan Wright selama 1-2 menit, diberi buffer menggunakan
metilalkohol dan terakhir diberi pulasan Giemsa yang telah diencerkan
dengan larutan penyangga selama 3 menit, lalu diperiksa tiap zona
hapusan darah di bawah mikroskop. Leukosit terdiri dari basofil,
eosinofil, neutrofil, limfosit, dan monosit. Menghitung jumlah sel
limfosit menggunakan pengelompokkan tiap 10 sel yang dihitung
sampai terdapat 100 sel. Pemeriksaan limfosit menggunakan
mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x (Gandasoebrata, 2001).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
3. Sepsis
a. Definisi
Kata Sepsis berasal dari Yunani yaitu sepein yang berarti
membusuk (Chang, 2010). Sepsis merupakan proses infeksi dan
inflamasi yang kompleks dimulai dengan rangsangan endotoksin atau
eksotoksin terhadap sistem imunologi, sehingga terjadi aktivasi
makrofag, sekresi berbagai sitokin dan mediator, aktivasi komplemen
dan netrofil, sehingga terjadi disfungsi dan kerusakan endotel, aktivasi
sistem koagulasi dan trombosit yang menyebabkan gangguan perfusi
ke berbagai jaringan dan disfungsi/kegagalan organ multiple (Widodo
& Pohan, 2004).
Sepsis adalah respon sistemik terhadap infeksi. Manifestasinya
sama dengan SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome)
tetapi selalu dihubungkan dengan adanya proses infeksi (Vincent,
2002). SIRS menunjukkan keadaan hiperinflamasi dari sistem
kekebalan tubuh yang diwakili oleh peningkatan kadar mediator
proinflamasi yang nantinya menyebabkan sindrom MOD dan MOF
(Rittirsch et al., 2007).
Berdasarkan sindroma klinis tersebut sepsis dibedakan menjadi 5
derajat, yaitu (Guntur, 2008):
1) Systemic Inflammatory Responds Syndrome (SIRS), ditandai
dengan ≥2 gejala:
a) Hiperthermia/Hipothermia (>38,3o C/<35,6o C)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
b) Takipneu (frekuensi respirasi >20/menit)
c) Takikardi (frekuensi jantung >100/menit)
d) Leukositosis > 12.000/mm atau Leukopenia < 4000/mm
e) Leukosit lebih dari 10% imatur.
2) Sepsis, gejala SIRS disertai infeksi.
3) Sepsis berat, sepsis disertai Multiple Organ Dysfunction
(MOD)/Multiple Organ Failure (MOF), hipotensi, oligouri
bahkan anuria.
4) Sepsis dengan hipotensi, tekanan sistolik < 90 mmHg atau
penurunan tekanan sistolik > 40 mmHg.
5) Syok sepsis, adalah subset dari sepsis berat, yang didefinisikan
sebagai hipotensi yang diinduksi sepsis dan menetap kendati
telah mendapat resusitasi ciran disertai hipoperfusi jaringan.
b. Etiologi
Penyebab terbesar dari sepsis adalah bakteri gram negatip dengan
presentase 60 sampai 70% kasus (Guntur, 2006). Selain itu, sepsis
juga dapat disebabkan oleh virus, parasit dan jamur (Edwin et al.,
2003; James et al., 2005). Jamur terutama Candida hanya
menyebabkan sekitar 5% dari seluruh kasus sepsis berat (Bochud &
Chalandra, 2003).
Lipopolisakarida atau endotoksin glikoprotein kompleks
merupakan komponen utama membran terluar dari bakteri gram
negatif. LPS merangsang peradangan jaringan, demam dan syok pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
penderita yang terinfeksi. Struktur lipid A dalam LPS bertanggung
jawab terhadap reaksi dalam tubuh penderita. Staphylococci,
pneumococci, streptococci dan bakteri gram positif lainnya jarang
menyebabkan sepsis, dengan angka kejadian 20%-40% dari
keseluruhan kasus. Selain itu jamur oportunistik, virus (dengue dan
herpes) atau protozoa (Falciparum malariae) dilaporkan dapat
menyebabkan sepsis, walaupun jarang. Eksotoksin, virus, dan parasit
berperan sebagai superantigen. Setelah difagosit oleh monosit atau
makrofag yang berperan sebagai Antigen Processing Cell, kemudian
ditampilkan sebagai Antigen Precenting Cell (APC). Antigen ini
membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Major
Histocompatibility Complex (MHC). Antigen ini yang bermuatan
peptida MHC kelas I akan berikatan dengan CD4 dengan perantaraan
Toll Like Receptor (TLR) (Guntur, 2006).
c. Patofisiologi
Sepsis merupakan SIRS yang disertai infeksi. Infeksi dapat
menyebabkan sebuah reaksi berlebihan dari sistem kekebalan tubuh
bawaan (innate immune) dengan aktivasi proinflamasi kaskade
(misalnya, sistem komplemen) dan munculnya berbagai mediator
[tumor necrosis factor-α (TNF-α), IL-1, IL-6, C5a, dan banyak lagi],
mengakibatkan SIRS dan MOF yang progesif. Pada sepsis, faktor
antiinflamasi [seperti IL-4, IL-10, IL-1 reseptor antagonis (IL-1ra),
dan lain-lain] dihasilkan, mungkin sebagai kompensasi dari respon
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
antiinflamasi (Rittirsch et al., 2007). Bakteri patogen memicu
pelepasan ratusan mediator peradangan, termasuk sitokin, kemokin,
molekul adhesi, ROS, dan Reactive Nitrogen Species. Walaupun
molekul ini penting untuk respon pertahanan host terhadap bakteri
patogen yang menyerang, produksi berlebihan dari mediator ini akan
menyebabkan peradangan sistemik dan kerusakan jaringan yang
mengarah kepada koagulasi, cedera endotel, kebocoran mikrovaskuler,
dan disfungsi multiorgan (Ye et al., 2008).
Patofisiologi sepsis sangat kompleks akibat dari interaksi antara
proses infeksi bakteri patogen, inflamasi, dan jalur koagulasi (Kristine
et al., 2007; Russell, 2006). Bakteri patogen memicu pelepasan
ratusan mediator peradangan, termasuk sitokin, kemokin, molekul
adhesi, ROS, dan Reactive Nitrogen Species (Ye et al., 2008). Sepsis
dikarakteristikkan sebagai ketidakseimbangan antara sitokin
proinflamasi [seperti TNF-α, IFN-γ, interleukin-1β (IL-1β), dan IL-6]
dengan sitokin antiinflamasi (seperti IL-1ra, IL-4 dan IL-10).
Overproduksi sitokin inflamasi menyebabkan aktivasi respon sistemik
berupa SIRS terutama pada paru-paru, hati, ginjal, usus, dan organ
lainnya yang mempengaruhi permeabilitas vaskuler, fungsi jantung
dan menginduksi perubahan metabolik menyebabkan nekrosis
jaringan, MOF, serta kematian (Elena et al., 2006).
Limfosit pada sepsis merupakan inti dari sel imun spesifik dan
secara cepat akan bereaksi terhadap rangsangan sitokin dan stimulasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
antigen spesifik. Sepsis menginduksi apoptosis limfosit yang luas dan
memegang peranan penting terhadap imunosupresi dan kematian.
Apoptosis merupakan proses penting dimana sel-sel akan
dimusnahkan dalam rangka mengontrol untuk meminimalisir
kerusakan jaringan yang diakibatkan reaksi yang berlebihan (Wesche
et al., 2005).
Sepsis dibagi menjadi dua fase yaitu fase awal dan fase lanjut.
Sepsis fase awal (fase hiperdinamik) ditandai dengan meningkatnya
pompa jantung, meningkatnya perfusi jaringan, dan menurunnya
resistensi pembuluh darah. Semua respon ini diperankan oleh
mediator proinflamasi. Sepsis fase lanjut (fase hipodinamik) ditandai
dengan menurunnya aliran darah vaskuler dan perifer sehingga terjadi
kegagalan sistem imun untuk mempresentasikan antigen, kehilangan
fungsi fagositosis, dan terutama penurunan jumlah limfosit sebagai
pertahanan tubuh yang spesifik (Wesche et al., 2005). Pada sepsis
awal (4 jam setelah pemaparan mikroba) apoptosis limfosit pada timus
terjadi. Sedangkan setelah 12 jam akan terlihat apoptosis limfosit pada
timus, lien, dan GALT (Chung et al., 2000).
d. Diagnosis
Sepsis ditandai dengan (1) temperatur >38o C atau <36o C, (2)
nadi > 90 kali/menit, (3) respirasi >20 kali/menit atau PaCO2 <32
mmHg (<4.3 kPa), dan (4) leukosit >12.000/mm3 atau <4000/mm3
atau jumlah neutrophil >10% bentuk immature band (Vincent, 2002).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
e. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan sepsis pada umumnya terdiri atas pemberian
antibiotika dan pengobatan terhadap penyakit dasarnya (underlying
disease), serta eliminasi pusat infeksi dan sumber infeksi. Selain
memberikan antibiotika, mempertahankan hemodinamika tetap
normal, pengobatan adjuvant kortikosteroid, intravenous
immunoglobulin (IVIG), protein C, serta imunonutrisi juga cukup
bermanfaat dan dapat memelihara pasokan oksigen yang adekuat ke
seluruh organ dan usus (Jurgen et al., 2006; Guntur, 2008).
4. Hewan Coba Model Sepsis
Untuk menginduksi sepsis pada hewan coba, dapat dilakukan dengan
berbagai cara, diantaranya adalah dengan cecal inoculum, cecal ligation
and puncture (CLP), serta lipopolisakarida (LPS).
a. Cecal inoculum
Infeksi intrabdomen merupakan salah satu sumber terjadinya
sepsis. Cecal inoculum adalah suatu model yang mampu
menggambarkan dengan baik keadaan sepsis mirip dengan keadaan
klinis peritonitis yang disebabkan oleh infeksi polimikroba. Infeksi
tersebut akan menghasilkan respon inflamasi peritoneum terhadap
organisme polimikroba yang berasal dari saluran pencernaan.
Peritonitis secara klinis dimulai dari adanya kerusakan dari organ
abdomen, seperti perforasi intestinal akut yang akan berkembang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
menjadi sepsis dan akan mengakibatkan tingginya morbiditas dan
mortalitas baik pada hewan coba ataupun pasien (Remick et al.,
2002).
Inoculum merupakan bahan yang dipakai dalam inokulasi.
Inokulasi (inoculation) adalah pemasukan mikroorganisme, bahan
infektif, serum, dan substansi lain ke dalam jaringan organisme hidup
atau media biakan; pemasukan agen penyakit ke dalam individu sehat
untuk menimbulkan bentuk ringan penyakit tersebut yang
menimbulkan imunitas. Cecum adalah bagian pertama dari usus besar,
membentuk kantong yang secara distal melebar ke ileum dan
proksimal ke arah kolon, serta melepaskan apendiks vermiformis
(Dorland, 2002).
Model sepsis ini dibuat dari cecal inoculum diperoleh dari isi
cecal tikus putih donor (Ren et al., 2002) yang dimasukan ke dalam
kavitas peritoneal (Alejandra et al., 2004). Dari model inoculum ini
didapat strain Escheriacia coli (E. coli) yang bercampur dengan
material cecal yang lain untuk meniru peritonitis pada manusia
(Edwin, 2003).
Cecal inoculum menyebabkan hipoperfusi intestinal berupa
gangguan mikrosirkulasi mukosa intestinal, disfungsi barier intestinal
dengan peningkatan permeabilitas intestinal, invasi bakteri patogen
dan toksinnya ke dalam sirkulasi sistemik dan pelepasan sitokin
inflamasi yang merupakan tanda reaksi inflamasi (Jurgen et al., 2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
b. Cecal Ligation and Puncture (CLP)
Ligation adalah aplikasi pengikat. Puncture merupakan perbuatan
menusuk dengan benda atau alat yang tajam, atau dapat diartikan
sebagai luka yang ditimbulkan oleh penusukan tersebut (Dorland,
2002).
Cecal Ligation and Puncture (CLP) pada hewan tikus telah
menjadi model yang paling banyak digunakan untuk penelitian sepsis
dan saat ini dianggap sebagai gold standard untuk penelitian sepsis
(Rittirsch et al., 2007; Remick et al., 2000; Deitch, 2005; Buras et al.,
2005). Setelah dikembangkan selama lebih dari 30 tahun yang lalu,
model CLP dianggap menjadi model yang realistis untuk sepsis
induksi polimikrobial dalam penelitian untuk mempelajari mekanisme
terjadinya sepsis (Rittirsch et al., 2007; Remick et al., 2000). Secara
singkat, CLP menampilkan ligasi di bawah katup ileocecal setelah
midline laparotomy, diikuti dengan pungsi jarum pada cecum. Karena
cecum merupakan sumber endogen kontaminasi bakteri, maka
perforasi pada cecum akan menyebabkan peritonitis bakterial, yang
diikuti oleh terjadinya translokasi bakteri enterik ke dalam
kompartemen darah. Pada awal sepsis, terjadi bakteremia yang
memicu aktivasi respon inflamasi sistemik, syok septik, MOD dan
akhirnya, kematian. Ketika CLP digunakan pada hewan tikus, mereka
menunjukkan pola penyakit dengan gejala khas sepsis atau syok
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
septik, seperti hipotermia, takikardi dan takipnea (Rittirsch et al.,
2008).
c. Lipopolisakarida (LPS)
Lipopolisakarida adalah kompleks lipid dan polisakarida dan
merupakan komponen mayor dinding sel bakteri gram negatif.
Lipopolisakarida merupakan endotoksin dan antigen grup spesifik
yang penting (antigen O). Molekul lipopolisakarida terdiri dari tiga
bagian. Lipid A, suatu glikolipid yang bertanggung jawab terhadap
aktivitas endotoksik, yang terkait secara kovalen pada rantai
heteropolisakarida yang mempunyai dua bagian, inti polisakarida yang
konstan dalam strain terkait, dan rantai spesifik-O yang sangat
bervariasi. Lipopolisakarida dari Eschericia coli sangat sering
menggunakan mitogen sel B (aktivator poliklonal) dalam laboratorium
imunologi (Dorland, 2002).
Lipopolisakarida merupakan faktor patogenik utama pada sepsis
gram negatif, yang ditandai dengan syok, koagulopati, dan disfungsi
multiorgan. Respons terhadap paparan LPS sistemik menyebabkan
meningkatnya produksi sitokin proinflamasi seperti TNF-α, NF-кB,
IL-1, IL-8 sebagai media pertahanan tubuh terhadap benda asing yang
memiliki dampak positif dan negatif. Produksi sitokin proinflamasi
dan induksi mediator seluler yang lebih distal, platelet activation
factor (PAF), dan prostaglandin menyebabkan hipotensi, perfusi organ
inadekuat, dan kematian sel yang berhubungan dengan MODS. Status
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
proinflamasi ini didefinisikan sebagai SIRS. LPS disuntikkan secara
intraperitoneal pada hewan coba (tikus putih) yang sensitif terhadap
LPS dengan dosis 20 mg/kgBB (Favier et al., 2001; Oberholzer et
al.,2001; Wright et al., 2002).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
B. Kerangka Pikiran
1. Kerangka Pikiran Konseptual
Gambar 2.4. Skema Kerangka Pemikiran
Keterangan:
= menghambat
= memicu
Makrofag
Mediator sekunder (ROS)
SIRS
Penekanan sistem imun Kerusakan epithelial dan endothelial (barrier dysfunction)
Apoptosis limfosit
Sepsis
PROPOLIS
Bakteri Parasit Virus Jamur
NF-κB
CD4+ / Th0
Th1 Th2
Sitokin proinflamasi IL-1β, IL-8, TNF-α, IFN-γ
Sitokin antiinflamasi IL-4, IL-10
IFN-γ
IL-10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
2. Kerangka Pikiran Teoritis
Agen-agen penginfeksi (virus, parasit, jamur, bakteri) stres akan
menginvasi sel tubuh melalui TLR masuk ke makrofag sebagai APC dan
akan memicu aktivasi dari NF-κB. Dengan aktivasi NF-κB maka akan
mengaktivasi protein-protein (sitokin dan survival agent), sehingga
protein-protein agen akan didegradasi di dalam makrofag menjadi peptida
untuk selanjutnya dipresentasikan kepada sel T-CD4+ (Th0), kemudian
akan berdiferensiasi menjadi CD4+ Th1 dan CD4+ Th2. Th1 akan
memproduksi sitokin-sitokin proinflamasi seperti IL-1β, IL-8, TNF-α,
serta IFN-γ. Sebaliknya, Th2 akan mensekresikan sitokin-sitokin
antiinflamasi. Pada sepsis terjadi perubahan keseimbangan dimana Th1
lebih dominan daripada Th2 sehingga sitokin proinflamasi akan lebih
dominan.
Tumor necrosis factor-α merupakan sitokin proteolitik yang akan
mendegradasi protein-protein sel yang ada dalam tubuh, termasuk sel
endotel, sel gastrointestinal, maupun sel imunokompeten lainnya seperti
sel limfosit, sehingga sel-sel tersebut akan mengalami lisis. Lisisnya sel-
sel dalam tubuh akan menghasilkan debris. Sel-sel ini akan bersifat
sebagai oksidan yang akan memicu timbulnya ROS. Banyaknya ROS atau
stres oksidatif akan memicu terjadinya inflamasi secara sistemik yang
disebut SIRS. Kejadian ini akan memicu banyaknya apoptosis sel,
terutama sel limfosit. Sel limfosit sangat berperan dalam sistem imunitas.
Banyaknya apoptosis limfosit akan menyebabkan terjadinya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
immunocompromised sehingga mudah terjadi infeksi kemudian menjadi
SIRS, MOD, MOF, dan sepsis, yang akan berakhir pada kematian
Propolis memiliki berbagai aktivitas biologis yang bisa dimanfaatkan
dalam penatalaksanaan sepsis, antara lain (1) anti agen infeksius, seperti
antibakteri, antivirus, antifungal, antiprotozoa, dan anti patogen lainnya.
Sebagai antibakteri, propolis mampu menghambat bakteri MRSA, VRE,
serta ESBL yang pada saat ini sudah banyak terjadi resistensi antibiotik,
sehingga dapat digunakan pada penatalaksanaan sepsis; (2) antioksidan,
karena pada sepsis banyak terjadi peningkatan produk radikal bebas
(ROS), maka propolis bisa dimanfaatkan sebagai penatalaksanaan sepsis
yang akan menurunkan inflamasi (SIRS); (3) antiinflamasi, dimana sepsis
merupakan SIRS dengan infeksi , maka popolis dapat dimanfaatkan
sebagai penatalaksanaan sepsis; dan (4) immunomodulator, dimana
propolis akan menstimulasi fagositosis oleh makrofag serta menurunkan
produksi sitokin TNF-α, selain itu propolis juga mampu menghambat
komplemen, baik jalur klasik maupun jalur alternatif. Propolis juga
meningkatkan efek sitotoksisitas dari NK-cell dan mampu menstimulasi
produksi antibodi. Efek ini memperlihatkan bahwa propolis lebih
meningkatkan aktivitas sel CD4+ Th2.
Dengan berbagai aktivitas biologis yang dimiliki oleh propolis
tersebut diharapkan pemberian EEP mampu mencegah terjadinya
apoptosis limfosit sehingga dapat mencegah terjadinya sepsis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
C. Hipotesis
Ekstrak etanol propolis menghambat penurunan hitung limfosit tikus
putih sepsis induksi cecal inoculum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat experimental laboratorium dengan post test only
control group design.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium
Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah tikus putih jantan dengan berat badan 200 gram
dan berumur empat sampai enam minggu. Tikus putih diperoleh dari Unit
Pengembangan Hewan Percobaan Universitas Setya Budi, Surakarta. Bahan
makanan tikus putih yang digunakan adalah BR I.
D. Teknik Sampling
Teknik pengelompokan sampel pada penelitian ini adalah dengan
menggunakan purposive random sampling.
Penentuan besar sampel dengan menggunakan rumus Federer (Federer,
1959), yaitu :
(t - 1) (n – 1) > 15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Dimana (t) adalah kelompok perlakuan, dan (n) adalah jumlah sampel
per kelompok perlakuan. Dengan rumus tersebut diperoleh besar sampel :
(t – 1) (n – 1) > 15
(5- 1) (n – 1) > 15
4(n – 1) > 15
4n > 19
n > 5
Minimal sampel tiap kelompok adalah lima ekor tikus putih. Dalam
penelitian ini kami menggunakan delapan sampel untuk setiap kelompoknya
karena tingkat mortalitas sepsis cukup tinggi.
E. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas : Ekstrak etanol propolis
2. Variabel terikat : Hitung limfosit
3. Variabel luar
a. Dapat dikendalikan : Makanan, minuman, genetik, jenis
kelamin, umur, berat badan
b. Tidak dapat dikendalikan : Variasi kepekaan tikus putih terhadap suatu
zat
F. Skala Variabel
1. Ekstrak etanol propolis : Skala nominal
2. Hitung limfosit : Skala rasio
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Ekstrak etanol propolis
Propolis lebah pada penelitian ini diperoleh dari peternak lebah di
Daerah Kecamatan Kerjo, Kabupaten Karanganyar, Surakarta, Jawa
Tengah. Ekstraksi dilakukan dengan metode perkolasi dengan alat
perkolator. Sekitar 1 gr (akurasi penimbangan sampai 0,0001 gr) bubuk
propolis mentah diekstraksi dengan 10 mL cairan penyari etanol 80%.
Bubuk propolis diletakkan di tengah bejana silinder yang bagian
bawahnya diberi sekat berpori kemudian etanol 80% dialirkan dari atas
ke bawah melalui bubuk propolis tersebut. Etanol 80% akan melarutkan
zat aktif sel-sel yang dilalui sampai keadaan jenuh. Dari proses tersebut
dihasilkan perkolat yang nantinya akan dipekatkan dengan alat
evaporator. Perkolat yang sudah kental dibuat hingga 25 mL dengan
etanol 80% dan disimpan dalam botol sampai analisis (Fu et al., 2005).
Ekstrak etanol propolis dosis 50 mg/kgBB/hari/oral dan 100
mg/kgBB/hari/oral menunjukkan aktivitas antiinflamasi kronik,
sedangkan dosis 200 mg/kgBB/hari/oral menunjukkan aktivitas
antiinflamasi akut pada hewan coba model (Lotfy, 2006). Penelitian yang
dilakukan oleh Sabuncuoglu (2007) menggunakan dosis 100
mg/kgBB/hari untuk setiap tikus putih. Sehingga dalam penelitian ini
digunakan dosis 100 mg/kgBB/hari/oral dan 200 mg/kgBB/hari/oral
untuk setiap tikus putih.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Dengan berat badan tikus putih kurang lebih 200 gram maka dosis
yang digunakan adalah: 200gr1000gr 땸 200mg 40mg/tikusputih/hari/oral Dosis maksimal pemberian secara oral pada tikus putih dengan berat
200 gram adalah 10,0 mL (Suhardjono, 1995). Pada penelitian ini dalam
25 mL EEP terkandung 1 gram propolis, sehingga dosis pemberian EEP
secara oral yang digunakan adalah sebagai berikut: 1000mg25mL 40mgx
x 40mg 땸 25mL1000mg
x = 1 mL
Sehingga setiap 1 mL EEP mengandung 40 mg propolis. Untuk dosis
200 mg/kgBB/hari/oral setiap tikus putih akan mendapatkan dosis 1 mL
EEP/hari/oral. Sedangkan untuk dosis 100 mg/kgBB/hari/oral, maka
setiap tikus putih akan mendapatkan dosis 0,5 mL EEP/hari/oral.
2. Hitung limfosit
Morfologi normal limfosit adalah sel yang berbentuk sferis,
berukuran 10-12 um, inti relatif besar, kromatin inti padat, bulat sedikit
cekungan pada satu sisi, sitoplasma basofilik yang sedikit serta
mengandung granula azurofilik (Effendi, 2003; Junqueira & Carneiro,
2005).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Gambar 3.1. Gambaran Histologis Limfosit , Pulasan Wright, Imersi Minyak (Eroschenko, 2003)
Hitung limfosit menggunakan darah tikus putih yang diambil dari
sinus orbitalis untuk ditampung pada botol EDTA, kemudian dilakukan
hitung jumlah sel limfosit secara komputerisasi di Pusat Diagnostik
“Budi Sehat” Surakarta.
H. Induksi Hewan Coba Model Sepsis
Hewan coba model sepsis dalam penelitian ini digunakan cecal
inoculum dimana agen penyebab sepsis berasal dari fokus infeksi
polimikrobial dalam rongga abdomen diikuti oleh translokasi bakteri ke
dalam kompartemen darah yang kemudian memicu respon inflamasi
sistemik (SIRS).
Cecal inoculum dibuat baru setiap hari dari tikus putih donor yang
dikorbankan dengan mensuspensikan 200 mg material cecal pada 5 mL
dextrose water 5% (D5W) steril (Brahmbhatt et al., 2005). Pada penelitian
Chopra & Sharma (2007) hewan coba diinjeksi cecal inoculum 5 mL/kgBB
secara intraperitoneal. Pada penelitian ini hewan coba tikus putih dengan
berat badan 200 gram diinjeksi cecal inoculum 40 mg/tikus putih yang
diberikan dalam 1 mL D5W steril, dengan perhitungan sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
5mL1000gr v200gr200mg5mL x1mL
v 5mL 땸 200gr1000g 1mLx 200mg 땸 1mL5mL 40mg
I. Rancangan Penelitian
Gambar 3.2. Bagan Rancangan Penelitian
Keterangan :
S = jumlah sampel
K1 = kelompok kontrol
K2 = kelompok sepsis
K3 = kelompok sepsis + propolis (100mg/kgBB/hari/oral)
K4 = kelompok sepsis + propolis (200mg/kgBB/hari/oral)
K5 = kelompok sepsis + antibiotik (cefepime 80mg/kgBB/hari/oral)
L1 = hitung limfosit kelompok K1
L2 = hitung limfosit kelompok K2
L3 = hitung limfosit kelompok K3
L4 = hitung limfosit kelompok K4
L5 = hitung limfosit kelompok K5
S
K1
K2
K3
Hitung limfosit setiap kelompok dan dianalisis secara statistik dengan uji One Way ANOVA
dilanjutkan dengan Post Hoc Test.
K4
L1
L2
L3
L4
K5 L5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
J. Instrumentasi Penelitian
1. Alat penelitian
a. Kandang hewan percobaan (20 cm x 30 cm x 15 cm)
b. Timbangan digital
c. Sonde
d. Beaker glass 100 mL
e. Pengaduk kaca
f. Minor set
g. Spuit injeksi 1 mL
h. Spuit injeksi 10 mL
i. Timbangan obat
j. Tabung EDTA
k. Pipa kapiler
l. Parafilm
2. Bahan penelitian
a. Propolis
b. Hewan uji (40 ekor tikus putih)
c. Makanan standar hewan uji (BR I)
d. Darah tepi tikus putih yang diambil dari sinus orbitalis
e. Etanol 80%
f. Dextrose water 5% (D5W) steril
g. Material cecal tikus putih
h. Aquabidest
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
K. Cara Kerja
1. Sebelum perlakuan
a. Hewan uji diadaptasi dengan kondisi laboratorium tempat penelitian
selama kurang lebih satu minggu.
b. Hewan uji dikelompokkan secara acak menjadi lima kelompok.
Masing-masing kelompok terdiri dari delapan ekor tikus putih.
c. Keempat kelompok tikus putih tersebut dihitung jumlah limfosit darah
tepi.
2. Pemberian perlakuan
Sejak hari ke-1 sampai hari ke-7. Kelompok K1, K2, K3, K4 dan K5
diberi diet standar. Masing-masing diberi perlakuan yang berbeda.
3. Setelah perlakuan
Tikus putih diambil darahnya pada hari ke-8 dari sinus orbitalis,
kemudian dilakukan perhitungan jumlah limfosit secara komputerisasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
4. Alur penelitian
Gambar 3.3. Diagram Alur Penelitian
K1 8 ekor
Kelompok sepsis 32 ekor
Kelompok kontrol 8 ekor
K2 8 ekor
K3 8 ekor
K4 8 ekor
K5 8 ekor
Hari ke 8 tikus putih diambil darahnya untuk diperiksa hitung limfosit secara komputerisasi
ANOVA dan Post Hoc Test Least Significant
Difference (LSD)
Hari ke 1-7 cecal inoculum
40 mg i.p.
Hari ke 1-7 + propolis 100 mg/kgBB/hari/
p.o.
Hari ke 1-7 + propolis 200 mg/kgBB/hari/
p.o.
Hari ke 1-7 + cefepime 80 mg/kgBB/hari/
i.p.
Hari ke 1-7 cecal inoculum
40 mg i.p.
Hari ke 1-7 cecal inoculum
40 mg i.p.
Hari ke 1-7 cecal inoculum
40 mg i.p.
40 ekor tikus putih jantan
Adaptasi 7 hari
Random sampling
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
L. Analisis Data
Analisis statistik dilakukan dengan uji One Way ANOVA dan
dilanjutkan dengan Post Hoc Test Least Significant Difference/Fisher (LSD)
menggunakan program SPSS for Windows release 19.
Uji One Way ANOVA adalah uji parametrik untuk membandingkan
perbedaan mean pada lebih dari dua kelompok. Syarat uji One Way
ANOVA adalah skala numerik, distribusi normal dan homogen. Apabila
tidak memenuhi syarat maka data ditransformasi. Jika setelah dilakukan
transformasi yarat tetap tidak terpenuhi maka digunakan uji alternatifnya
yaitu uji Kruskal-Wallis.
Post Hoc Test adalah uji hipotesis untuk membandingkan dua
kelompok, yang dilakukan bila p <0,05.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Data Hasil Penelitian
Hasil penelitian didapatkan pada tikus putih normal (kontrol) jumlah
limfosit sebesar (4.023 ± 882) sel/uL. Pemberian cecal inoculum selama tujuh
hari menurunkan jumlah limfosit kelompok K 2 yaitu (2.117 ± 727) sel/uL.
Pemberian propolis mampu menekan penurunan jumlah limfosit yaitu (3.175 ±
546) sel/uL untuk propolis dosis pertama dan (2.813 ± 323) sel/uL untuk
propolis dosis kedua. Sebaliknya, pemberian cefepime meningkatkan jumlah
limfosit sebesar (5.745 ± 307) sel/uL. Hitung limfosit selengkapnya disajikan
pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Karakteristik Hitung Limfosit Masing-Masing Kelompok
Kelompok hewan coba N Mean ± SD
Kontrol 5 4.023 ± 882
Sepsis 5 2.117 ± 727
Sepsis + Propolis dosis 1 5 3.175 ± 546
Sepsis + Propolis dosis 2 5 2.813 ± 323
Sepsis + Cefepime 5 5.745 ± 307
Diagram rata-rata hitung limfosit masing-masing kelompok hewan coba
disajikan pada gambar 4.1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Gambar 4.1. Nilai Rata-Rata Hitung Limfosit Darah Tikus Putih Setelah Perlakuan
B. Analisis Data
Data yag diperoleh dilakukan uji statistik menggunakan uji One Way
ANOVA dengan software SPSS for Windows release 19. Syarat uji One Way
ANOVA yaitu sebaran data harus nomal dan varians data harus sama.
Uji normalitas data menggunakan uji Saphiro-Wilk (karena jumlah data
kurang dari 50). Dari uji normalitas Saphiro-Wilk didapatkan masing-masing
kelompok p >0,05 yang berarti data terdistribusi normal.
Untuk mengetahui varians data sama atau tidak maka data dianalisis
menggunakan uji homogenitas. Dari hasil uji homogenitas dengan uji Levene
didapatkan data hitung limfosit menunjukkan gambaran yang homogen
(p =0,371).
Setelah kedua syarat terpenuhi maka dilakukan uji One Way ANOVA. Uji
One Way ANOVA bertujuan untuk membandingkan perbedaan mean pada
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
4,023
2,117
3,175 2,813
5,745
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
lebih dari dua kelompok. Uji One Way ANOVA dianggap terdapat perbedaan
secara signifikan menurut statistik jika p <0,05. Hasil uji One Way ANOVA
didapatkan p <0,001 yang berarti bahwa terdapat perbedaan signifikan diantara
lebih dari dua kelompok yang dibandingkan.
Selanjutnya dilakukan uji hipotesis untuk membandingkan perbedaan antar
dua kelompok menggunakan uji Post Hoc. Dari hasil uji Post Hoc didapatkan
pemberian cecal inoculum selama tujuh hari mampu menurunkan limfosit
secara signifikan yaitu p <0,001. Pemberian propolis dosis pertama pada tikus
model sepsis mampu menekan penurunan jumlah limfosit secara bermakna
yaitu p =0,011. Propolis dosis kedua pada tikus model sepsis mampu menekan
penurunan jumlah limfoit namun tidak bermakna yaitu p =0,082. Pemberian
propolis dosis pertama dan dosis kedua tidak menunjukkan perbedaan
bermakna yaitu p =0,352. Pemberian antibiotik dalam hal ini cefepime pada
tikus model sepsis mampu menekan agen infeksius sehingga mampu
meningkatkan jumlah limfosit yaitu p <0,001. Data ringkasan hasil perhitungan
dengan uji Post Hoc disajikan pada tabel 4.2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Tabel 4.2 Ringkasan Hasil Uji Post Hoc Antar Kelompok
Kelompok p Keterangan
K1 – K2 <0,001 Bermakna
K1 – K3 0,037 Bermakna
K1 – K4 0,005 Bermakna
K1 – K5 <0,001 Bermakna
K2 – K3 0,011 Bermakna
K2 – K4 0,082 Tidak bermakna
K2 – K5 <0,001 Bermakna
K3 – K4 0,352 Tidak bermakna
K3 – K5 <0,001 Bermakna
K4 – K5 <0,001 Bermakna
Sumber: Data primer, 2011
Keterangan:
K1 : Kelompok kontrol
K2 : Kelompok sepsis
K3 : Kelompok sepsis dengan pemberian propolis dosis 1
K4 : Kelompok sepsis dengan pemberian propolis dosis 2
K5 : Kelompok sepsis dengan pemberian cefepime
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
BAB V
PEMBAHASAN
Data penelitian ini diperoleh hasil hitung limfosit kelompok sepsis lebih
rendah daripada kelompok kontrol. Hal ini membuktikan bahwa cecal inoculum
mampu menginduksi terjadinya sepsis yang mirip dengan keadaan klinis
peritonitis. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Jurgen et al. (2006) cecal
inoculum menyebabkan invasi bakteri pathogen dan toksinnya ke dalam sirkulasi
sistemik dan menyebabkan pelepasan sitokin inflamasi yang merupakan tanda
reaksi inflamasi. Menurut Ye et al. (2008) bakteri pathogen tersebut memicu
pelepasan ratusan mediator peradangan, termasuk sitokin, kemokin, molekul
adhesi, ROS, dan Reactive Nitrogen Species.
Pada sepsis terjadi ketidakseimbangan sitokin proinflamasi (IL-1β, IL-8,
TNF-α, IFN-γ) dan antiinflamasi (IL-4, IL-10) dimana sitokin proinflamasi akan
lebih dominan sehingga menginduksi terjadinya apoptosis. Limfosit adalah sel
imun yang paling terlihat mengalami disregulasi apoptosis. Penurunan jumlah
limfosit sebagai pertahanan tubuh yang spesifik akan terjadi pada sepsis fase
lanjut/hipodinamik. Menurut Doreen et al. (2005) apoptosis limfosit yang luas
memegang peranan penting terhadap imunospresi dimana tidak adanya
kemampuan tubuh sebagai pertahanan terhadap sepsis dan pada akhirnya berujung
pada kegagalan organ.
Propolis mempunyai sejumlah aktivitas biologis antara lain sebagai
antibiotik, antifungal, antiviral, antiparasit, antiprotozoa, antiinflamasi,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
antioksidan, dan imunomodulator. Pemberian propolis pada keadaan sepsis akan
menghambat bakteri patogen yang terdapat dalam tubuh tikus putih yang
diinduksi cecal inoculum. Hal tersebut akan menghambat induksi dari NF-κB
sehingga akan menghambat aktivasi protein-protein dan produksi sitokin
proinflamasi dan antiinflamasi. Penurunan produksi sitokin proinflamasi tersebut
akan menghambat terjadinya apoptosis limfosit. Pemberian propolis juga dapat
menghambat langsung terjadinya peningkatan ROS yang diinduksi oleh sitokin
proteolitik, yaitu TNF-α. Propolis sebagai imunomodulator berperan dalam
meningkatkan produksi serta aktivasi sel-sel imun seperti makrofag sehingga akan
menghambat terjadinya apoptosis limfosit.
Dari penelitian ini didapatkan rata-rata hitung limfosit kelompok sepsis
dengan pemberian propolis dosis pertama menunjukkan angka yang lebih tinggi
dari kelompok sepsis secara bermakna. Dosis pertama dalam penelitian ini adalah
100 mg/kgBB/hari. Hal tersebut sesuai dengan fungsi propolis sebagai antibiotik,
antioksidan, antiinflamasi, dan immunomodulator. Penelitian Kosalec et al.,
(2004) menyebutkan bahwa senyawa yang paling penting di dalam propolis
adalah flavonoid. Sesuai penelitian Sabir (2005) yang disebutkan bahwa flavonoid
menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri, mikrosom,
dan lisosom sebagai hasil interaksi antara flavonoid dengan DNA bakteri.
Penelitian yang lain mendapatkan bahwa flavonoid mampu melepaskan energi
transduksi terhadap membran sitoplasma bakteri selain itu juga menghambat
motilitas bakteri. Gugus hidroksil yang terdapat pada struktur senyawa flavonoid
menyebabkan perubahan komponen organik dan transport nutrisi yang akhirnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
akan mengakibatkan timbul efek toksik terhadap bakteri. Dalam penelitian
Yaghoubi et al.(2007), senyawa flavonoid yang paling ampuh sebagai
antimikroba adalah pinocembrin dan galangin. Sedangkan efek antiinflamasi dan
imunomodulator yang ditunjukkan oleh CAPE yang merupakan salah satu
senyawa flavonoid, sesuai penelitian Ang et al.(2009), Lotfy (2006), dan Marquez
et al.(2004). Pemberian propolis dosis minimal terbukti dapat meningkatkan
jumlah limfosit pada tikus putih yang diinduksi dengan cecal inoculum.
Pemberian propolis dosis kedua pada kelompok sepsis tidak menunjukkan
hasil yang bermakna bila dibandingkan dengan kelompok sepsis. Dosis kedua
dalam penelitian ini adalah 200 mg/kgBB/hari. Peningkatan dosis propolis
terbukti tidak efektif sesuai dengan penelitian yang dilakukan Sabuncuoglu (2007)
yang menggunakan dosis 100 mg/kgBB/hari untuk setiap tikus putih. Dosis 200
mg/kgBB/hari kemungkinan sudah melebihi kadar efektif maksimum obat
sehingga tidak memberikan efek terapi.
Kelompok sepsis dengan pemberian cefepime menunjukkan hasil rata-rata
hitung limfosit yang lebih tinggi dari kelompok sepsis dan menunjukkan
perbedaan yang bermakna dengan kelompok kontrol. Hal tersebut membuktikan
bahwa terapi antibiotik merupakan terapi utama dan modalitas yang sangat
penting dalam pengobatan sepsis. Sesuai dengan penelitian Guntur (2006) yang
disebutkan bahwa salah satu dari tiga terapi prioritas yang utama adalah
membersihkan darah dari organisme dengan antimikroba yang tidak
memperburuk kondisi pasien, salah satunya dengan cefepime. Menurut Yunus
(2010) cefepime menghambat sintesis dinding sel bakteri, dan berefek bakterisidal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
(membunuh bakteri). Cefepime telah teruji efektif secara klinis dan dapat
ditoleransi dengan baik.
Penelitian ini tidak lepas dari kelemahan, diantaranya adalah kekebalan tiap
tikus putih yang berbeda-beda. Hal tersebut mempengaruhi kondisi tikus dan hasil
hitung limfosit. Adanya variasi kepekaan tikus putih terhadap suatu zat juga
mempengaruhi penelitian ini. Dengan perlakuan yang sama terdapat efek yang
berbeda tergantung kepekaan tikus putih terhadap zat yang diberikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol propolis
menghambat penurunan limfosit tikus putih sepsis induksi cecal inoculum.
B. Saran
Penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui pengaruh ekstrak etanol propolis pada penatalaksanaan sepsis
dengan menggunakan variasi dosis yang lebih rendah.