Pendugaan Beberapa Parameter Demografi Populasi Beruk ... · PENDUGAAN BEBERAPA PARAMETER DEMOGRAFI...
Transcript of Pendugaan Beberapa Parameter Demografi Populasi Beruk ... · PENDUGAAN BEBERAPA PARAMETER DEMOGRAFI...
PENDUGAAN BEBERAPA PARAMETER DEMOGRAFI POPULASI BERUK (Macaca nemestrina Linnaeus, 1766) DI HUTAN KONSERVASI HTI PT. MUSI HUTAN PERSADA
PROPINSI DATI I SUMATERA SELATAN
Oleh: YUSRIZAL
E.3! 0845
JURUSAN KONSERV ASI SUMBERDA YA HUT AN FAKULTASKEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1999
RINGKASAN
Yusrizal. PcndlJg~1<II1 Bcbcnlpa PnnllHc(cr I>cmografi Popuh.si Bcruk (Mllcaca nemes/l'ill(J
LinllaclJs 1766) <Ii lIutHn J(onscrv:.tsi IITI PT. Musi lIutan Pcrsada Propillsi Dnti I Sumatcr:1
Sclatan (di bawah bimbingan Dr. Ir. B. Yanto Snntosa, DEA dun Ir. Agus Priyono Kartollo.
MSi).
Satwa primata , diantaranya monyet ekor panjang (Macacajascicu/aris) dan beruk (MllC(lCa
1IC'lIIeslrillo) banyak digtll11.1klJll scbagai hcwan pCl'cobaan di laboratorium tcrutama rise I mcdis (Everett,
1979 dalalll l3ismark, 1990). Menurut Sligardjito (1978) dah"n Yllyun (l990), satwa primala yang
paling tcrkcnal dipcrglillukun dnlam pCllclitinu mcJis dan kimia adalah rCSllS (Macaca mula/a), Dalam
perkembangan selanjutnya mulai digantikan oleh jenis primata lain seperti monyet ekor panjang
(Macaca !ascicularis) dan beruk (Macaca nemestl'il/a).
Di Indonesia, salah satu satwa yang potensial untuk dipanen dari hutan alam adalah beruk.
Pada tahun 1970, ekspor primata Indonesia yang terdiri dari monyet ekor panjang dan beruk adalah
6000 ekor, tahun 1974 adalah 16.994 ekor, dan tahun 1978 adalah 28.143 ekor (Anynomous, 1986
dalam Yuyun, 1990). Menunit Matondang (1989), ekspor beruk dari Indonesia pada tahlm 1970
adalah 499 ekor dan antara tahun 1971 sampai 1981 yang terdiri dari beruk dan monyet ekor panjang
adalah sebesar 12.000 ekor pertahun. Salah satu hal yang menarik adalah hubungan jumlah ekspor
antara monyet ekor panjang dan beruk menunjukkan adanya korelasi negatif. Di Sumatera dan
Kalimantan, beruk dan monyet ekor panjang adalah satwa yang simpatrik, sehingga adanya korelasi
negatif ini dimungkinkan oleh berkembangnya populasi beruk karena benyaknya monyet ekor panjang
yang dipanen dan populasi beruk yang lebih rendah dan keterbatasan home range (daerah jelajahJ
untuk meneari makan (Bismark, 1990).
Negara-negara yang mengimpor bemk dari indonesia untuk berbagai keperluan adalah
Taiwan, Jepang, Italia, Inggeris, USA, Perancis, Swedia, Jerman, dan Rusia serta Yugoslavia. Sampai
s:!a\ ini kt.'bu!uhall ak:1Il llL'l"lIk IlHisih dipellllhi dud hasil langkapan dud hUlan. Bcrdasarkan calli Ian
jumiah ekspur prillHltll (monyct ekor panjang dan bcruk) di Direktorat Pclcstarian Alam, mcnunjuk<lll
fluktuasi dan eenderung berkurang pada tahun-tahun berikutnya, hal ini disebabkan oleh '(Bismark,
1990) :
a. Rendahnya daya reproduksi kedua jenis monyet ini di alam
b. Ketidakseimbangan sex ratio dan komposisi umur dari individu yang tersisa.
c. Semakin membumknya kualitas serta berkurangnya luas habitat.
Mengingat keadaan tersebut, maka perlu usaha pengelolaan populasi beruk agar didapatkan
kelestarian pemanfaatannya. Unhlk menenhlkan dan meningkatkan upaya pengelolaan dan kelestarian
pemanfaatan populasi bemk, maka hams ditenhlkan kuota pemanenan. Salah satu data dasar yang
hUnlS tcrscdi<.l da1uI11 kuota pCl11ul1cnan uda1ah pcramctcr dcmogmfi populasi (Cemagrcff, 1894 da/(I/Il
Santosa, 1990).
Penelitian dilakukan di Hutan Konservasi HTI PT. Musi Hutan Persada Propinsi Sumatera
Selatan. Luas keseluruhan areal studi adalah 23.528 ha. Penyebaran jalur pengamatan (unit contoh)
dilakukan dengan teknik penarikan contoh bedapis (stratifikasi) dan penempatan unit contoh pada
setiap lapisan adalah acak. Intensitas sampling yang digunakan adalah 1 %. Parameter demografi
populasi yang diduga meliputi kepadatan populasi, struktur umur populasi, ukuran kelompok,
natalitas, 1110rtalitas dan model pertumbuhan populasinya dan ditentukan juga poia sebaran spasiaJ
populasi beruk di areal studio
Hasil pendugaan parameter demografi populasi beruk menunjukan kepadatan populasi di
selul1lh areal studi pad a pengamatan pagi hari adalah 4431 ekor dengan kisaran 4174-4687 ekor, clan
pada pengamatan sore hari sebesar 4515 ekor dengan kisaran 4010-5015 ekor. Hasil pendugaan pada
dua peri ode waktu ini menunjukan hasi! yang tidak jauh berbeda, Kepadatan rata-rata adalah 19 ckor J
km2. Komposisi struktur umur populas! pada kelas umur anak adalah 14,46%, pada kelas umllr muda
scbcsar 57,46%) dan pad a kclas 1I111Ur dcwasa sebcsar 28,18%. McnulUt Tarumingkcng (1994), struktur
umur inl adalah struktur umur yang menurun. Ukuran kelompok beruk yang paling sering dijumpai
adalah 1-4 ekor/kelompok dan ukuran kclompok terbesar adalah 13 ekor/kelompok. Perbandingan
jenis kelamin pada populasi beruk adalah I: 1,144 (64,90%) dengan kisaran 1: 1,04-1 :2,38. Indeks
natalitas populasi bcruk didllga sebesar 38,10% pertahun dan mortalitas pada setiap kelas U11lur yaitl!
pada kelas umur anak ke kelas lImllf muda sebesar 0,199 pertahun dan pada kelas umur muda ke keJas
umur dc\Vas~ scbesar 0,523 pcrtahull.
Disamping parameter demografi, juga dilakukan pendugaan lerhadap petumbuhan populasi
bcruk yang mCIlghasi1kan model PCI1I111buhan iogistik sebagai berikut :
N, =68218/(1+14.359.e<-0."4.1»), dengan daya dukung lingkungan sebesar 68.218 ekor dan laju
pertumbuhan intriusik populasi (r) sebesar 0,354, dan diperkirakan populasi beruk akan meneapai daya
dukung lingkungan pada tahun ke-41 (tahun 2039) yang akan datang.
Sebaran beruk secara individu di dalam populasi secara alami adalah mengelompok, sehingga
yang akan ditentukan adalah pola sebaran spasial kelompok-kelompok beruk di areal studio Pola
sebaran spasial kelompok-kelompok beruk adalah merala, yang menunjukan adanya penga(uh negatif
dari persaingan dalam hal makanan. Penyebaran populasi beruk paling linggi ditemukan pada blok A,
dengan kepadatan sebesar 2200. dan terendah pada blok B dengan kepadatan sebesar 433 ekor.
Dalam pengelolaan tahap selanjutnya apabila akan dilakukan pemanenan, maka sebaiknya
diprioritaskan pada blok A, karena kepadatan populasinyajauh lebih linggi dibandingkan dengan blok
blok pengamatan lain.
PENDUGAAN BEBERAPA PARAMETER DEMOGRAFI POPULASI BERUK (Macaca nemestrina Linnaeus, 1766) DI HUT AN KONSERV ASI HTI PT. MUSI HUTAN PERSADA
PROPINSI DATI I SUMATERA SELATAN
Oleh: YUSRIZAL E.3! 0845
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh geJar SaIjana Kehutanan pada
Institut Pertanian Bogor
JURUSAN KONSERV ASI SUMBERDA YA HUT AN FAKULTASKEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1999
-
Judul : Pendugaan Beberapa Parameter Demografi Populasi Beruk (Macaca llemestriTla Linnaeus, 1766) di Hutan Konservasi HTI PT Musi Hutan Persada Propinsi Dati I Sumatera Selatan
Nama Peneliti : Yusrizal
Nomor Pokok : E 31. 0845
Pembimbing I
~ Dr. Ir. H. Yanto Santosa, DEA Tanggal :
Tanggal Lulus: 8 Maret 1999
Menyetujui,
Mengetahui,
Pembimbing II
Ir. Agus Priyono Kartono, MSi Tanggal: IS".;· 1999
,,'
KAT A PENGANT AR
Pertama-tama penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT. atas segaia limpahan
Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi ini yang bel]udul
Pendugaan Beberapa Parameter Demografi Populasi Beruk (Macaca nemestrina L.innaeus, 1766) di Hutal1
Konservasi HTI PT. Musi Hutan Persada Propinsi Dati I Sumatera Selatan.
Pad a kesempatan ini penulis ingin mengucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu sehingga tulisan ini bisa disusun. Ucapan tcrima kasih penulis
sampaikan kepada :
I. Bapak Dr. Ir. H. Yanto Santosa, DEA dan Ir. Agus Priyono Kartono, MSi. Selaku dosen Pembimbing
skripsi.
2. Bapak Dr. II'. Hariadi K., MS. selaku dosen penguji dari Jurusan Teknologi Hasil Hutan dan Ir. Iwan
Hilwan. MS selaku dasen pcnguji dari jurusan Manajemen Hutan.
3. Seluruh kmyawan dan staf PT. Musi Hutan Persada yang telah memberikan bantuan. fasilitas dan
perizinan.
4. Bapak, ibunda serta adikku Yanti dan semua saudara-saudaraku tercinta yang seIalll mendoakan.
memberi dorongan dan semangat pada penulis dalam menyelesaikan skripsi inL
5. Semua rekan-rekan di Asrama Sylvasari.
6. Semua pihak yang telah banyak memberikan bal1tuan di lapangan yang tidak bisa disebutkan satu
persatu.
Penulis meyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempuma, maka penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun untuk kesempurnaan tulisan ini, sehingga bisa bennanfaat bagi yang
membunlhkannya.
Bogar, 8 Maret 1999
Penulis
RIWAYAT HlDUP
Penulis dilahirkan di Desa Talaga, Payakumbuh, Sumatera Barat pada tanggal 20 Juni 1975.
Illcrupakan anak kcdu<1 dari cmpal ben-mudnra dari kclurga Faisal (ayah) dan Rosmayar (ibu).
Pendidikan formal yang penulis tempuh dimulai pada tahun 1982 dengan memasuki sekolah
dasar (SO) nomor 1 Talago. Pcndidikan pada sckolah lanjutan pcrtama dimulai pada tahun 19H7 di SMPN
Limbanang dan dilanjutkan sekolah lanjutan atas di SMAN 2 Payakumbuh di Limbanang. Pada tahun
1994 penulis diterima di 1nstitut Pertanian Bogar (IPB) mela1ui USMI dan pada tahun 1995 memasuk,
Fakultas Kehutanan dengan JUlUsan Konservasi Sumberdaya Hutan.
Sebagai salah satu syarat unulk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis melakukan praktek
khusus dengan judul Pendugaan Beberapa Parameter Demografi Populasi Beruk (Macaca Hemestril/(f
Linnaeus, 1766) di Hutan Konservasi HTI PT. Musi Hutan Persada Propinsi Dati I Sumatera Selatan
dibawah bimbingan Dr. II'. H. Yonto Santosa, DEA dan Ir. Agus Priyono Karlono, MSi.
11
DAFTAR lSI
Halaman
KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... i
RIWAYATHIDUP ......................................................................................................................... ii
DAFTAR lSI .................................................................................................................................... 111
DAFTAR TABEL ........................................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................................ vi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................................... vi
I. PENDAHULUAN .............................................................................................................. I
A. Latar Belakang ............................................................................................................. I
B. Tujuan .......................................................................................................................... 2
II. METODE I'ENELITIAN .................................................................................................. 3
A. Kondisi Umum Lokasi ................................................................................................. 3
B. Waktu Penelitian .......................................................................................................... 5
C. Alat ............................................................................................................................... 5
D. Paral11eter ......................................................................... , ............................................ 5
E. Orientasi Lapangan ....................................................................................................... 6
F. Pengan1bilan Data ............................................. " ................................................... , ...... 6
I. Penetapan Unit Contoh ............................................................................................ 6
2. Prosedur Pengan1atan ............................................................................................... 7
G. Analisa Data ................................................................................................................. 8
1, Pendugaan Nilai Parameter Demografi ........................................... ,,, ..................... 8
a. Pendugaan Kepadatan ...................................................................................... 8
b. Struktur Umur Populasi .................................................................................... 10
e. Ukuran Kelompok ............................................................................................ I I
d. Sex Ratio .......................................................................................................... I I
e. Natalitas ............................................................................................................ II
f. Mortalitas ........................................................................................................... 12
2. Pertlll11buhan Popuiasi."""." .... " ............ ,,, .. ,, ........................................... ,." .. ,", ... 12
3. Pola Sobaran Spasial ............................................................................................. 14
III. HASIL DAN I'EMBAHASAN ........................................................................................ 15
A. Para111eter DC1110grafi .............................................................. " ............ , ..................... 15
I. Kepadatan Populasi .............................................................................................. 15
2. Struktur Umur ....................................................................................................... 16
3. Ukuran Kelompok ................................................................................................ 18
111
4. Sex Ratio .............................................................................................................. 19
5. Natalitas ................................................................................................................ 19
6. Mortalitas ............................................................................................................. 21
B. Pertumbuhan Populasi ................................................................................................ 22
C. Scbaran Spasiai ... " ...................... , ............ , ................... , ................ " ........................... 23
IV. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................................ 26
A. Kcsilnpulan ........................... " .............. , .................... , ........ , .. " .................................... 26
B. Saran ............................................................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 27
LAMI'IRAN
IV
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Perincian Luasan Kawasan Konservasi di Areal Studi " ................ " ........................................... 3
2. Populasi Dugaal1 Beruk (Macaca Ilemestl'ina) di Hutan Konservasi HTl PT. Musi I-Iutan Persada ................................... , ........................ , .............................................. , ...... 15
3. Struktur Umur Populasi Beruk (Macaca nem€stl'ina) di Hutan Konservasi HTI PT. Musi I~Iutan Pcrsada .................... , ............................................................................... 16
4. Variasi Ukuran Kelompok Beruk (Macaca nemes/rina) di Hutan Konservasi HTI PT. Musi Hutan Persada ..................................................................................................... 18
5. Sex Ratio Populasi Beruk (Macaca nemes/rina) di Hutan Konservasi HTI PT. Musi Hutan Persada ................................................................................................................... l8
6. Natalitas Populasi Beruk (Macaca nemestl'ina) di Hutan Konservasi HTI PT. Musi Hutan Persada ................................................................................................................... 19
7. Mortahtas Populasi Bemk (Macaca nemestrina) di Hutan Konservasi HTI PT. Musi Hutan Persada ................................................................................................................... 20
8. Pola Sebaran Spasial Kelompok Beruk (Macaca Ilemestrilla) di Hutan Konservasi HTI PT. Musi Hutan Persada .................................................................................. 23
v
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Bentuk dan Ukuran Unit Contoh Pada Pengamatan Populasi Beruk (Macaca nemestrina) di Hutan Konservasi HTI PT. Musi Hutan Persada .................................................................... 7
2. Pola Sebaran Spasial Populasi ................................................................................................... 14
3. Struktur Umur Populasi Beruk (Macaca nemestrina) di Hutan Konservasi HTI PT. Musi Hutan Persada ........................................................................................................................... 17
4. Laju Pertumbuhan Populasi BelUk (Macaca nemestrina) di Hutan Konservasi HTI PT. Musi I-Iutan Pcrsada ...................................................................................... " .......... , ................ 22
VI
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Pcta Situasi Pcmbangunan HTI PT. Musi Hutan Persada Propinsi Dati I Sumatera Selatan ....................................................................................................................................... 29
2. Peta Kawasan Hutan konservasi HTI PT. Musi Persada Propinsi Dati I Sumatera Sclatan ........................................................................................................................................ 30
3. Tabel Basil Inventarisasi Populasi Beruk (Macnea nemestrina) di Hutan Konservasi HTI PT. Musi Hutan Persada Propinsi Dati I Sumatera Selatan ............................................... 31
4. Kondisi Umum Habitat dan Aktivitas Beruk (Macaca nemeslrina) di Lokasi Pcllgan1atan ................................................................................................................................ 32
5. Pcndugaan Pertumbuhan Popu\asi Bcruk (Macaea nemestrina) di Hutan Konservasi HTI PT. Musi Hutan Persada Propinsi Dati I Sumatera Selatan ................................................ 33
6. Populasi Beruk (Macaca nemeslrina) Pada Setiap Tahun Setelah Diperoleh Persamaan Pertumbuhan Populasi Logistik di Areal Hutan Konservasi HTI PT. Musi Hutan Persada Propinsi Dati I Sumatera Selatan ................................................................................. 33
Vll
II. METODE PENELITIAN
A. Kondisi Umum Lokasi
Berpedoman pad a Surat Keputusan Meteri Kehutanan No. 691/Menhut-V/1992 tanggal 13
April 1992, HT1 PT Musi Hutan Persada mencadangkan ke1ompok hutan alam sebagai Kawasan
Konservasi di dalam setiap kelompok hutan yang diperuntukan pembangunan HTI. Adapun
kelompok wilayah hutan konservasi masing-masing ada1ah sebagai berikut :
a. Untuk habitat satwa liar serta konservasi flora dan fauna.
b. Areal Iembah dan tebing.
c. Areal kanan-kiri sungai.
d. Untuk koridor satwaliar dan penghubung kelompok wilayah konservasi.
Luas kawasan konservasi seem'a keseluruhan adalah 40.650 ha yang terbagi kedalam dua
kelompok hutan, yaitu kelompok hutan benakat seluas 33.150 ha dan kelompok hutan Subanjeriji
seluas 7500 ha. Kondisi kawasan hutan merupakan hutan alam sekunder (bekas tebangan) HPH PT
Swoody dan PT Amsco. Kawasan konservasi yang benar-benar diteliti ada1ah 23.528ha yang terletak
di keiompok hutan Benakat dengan rincian IU3san seperti tersali pada Tabel 1.
Tabel 1. Perincian Luasan Kawasan Konservasi yang terdapat di Areal Studi
No Wilayah Studi Luas (ha) BIolt Unit Lokasi
1 A VIII Teras 8.900 XIII Serdang XV Keruh
2 B VIII Tebing Indah 2 6.284 VIII Teras
3 C IX Cawang 8.344 IX Deras X PangIero
Total 23.528
Sumber: Laporan pusat pcngkajian keanekaragaman hayati Tropika dcngan PT. Musi Hutan Pcrsada.
1997.
1. Iklim
Berdasarkan klasifikasi iklim Koppen tipe iklim di wilayah kelompok hutan Benakat
temlasuk tipe iklim Afa yang dicirikan oleh suhu rata-rata bulanan lebih dari 18'C dan emah hujan
lebih besar dari 60 mm. Sedallgkall berdasarkan zona agroklimat Oldeman tennasuk dalam zona D~.
Berdasarkan klasifikasi eurah hujan menurut Sehimit dan Ferguson diketahui lokasi penelitiall
tergolong dalam iklim A menumt klasifikasi Sehimii dan Ferguson, dengan eurah hujan 2500 111m
sampai 3000 mOl setahun dengan nilai Q berkisar antara 0-14,3 %. Suhu rata-rata tertinggi teljadi
pada bulan juni. yaitu 33,8"C sedangkan tcrcndah tcrjadi pada bulan Ok tober, yaill! 22)j"(',
Kelembaban udara relatif rata-rata adalah 80%. Kelembaban udara tertinggi terjadi pada bulan
Oktober, yaitu 81,6%) scdangkan tcrcndah terjadi pada bulan juni yaitu sebesar 77,40%. Suhu rata-rata
di kawasan hutan konservasi ini adalah 29,0°C.
2. Topogran
Kclompok hul:'l1l 8cnukal Icrlclak pad a kctinggian 100 111 - 400 m dad pcrmukaan laul.
KCl11iringan lahannya adalah bervariasi dad datar hingga curam. Lahan dengan kerniringan landai (8-
15%) menempati luasan 17.258 ha (73,35%), areal kemiringan datar (0-8%) seluas 6.004 ha (25,52%)
dan areal kemiringan agak euram (15-25%) seluas 266 ha (1,13%).
3. Tanah
Secara ul11um jenis-jenis tanah yang terdapat di wilayah kerja HTI PT Musi Hutan Persada
terdiri dari tanah aluvial, latosol, podsolik, asosiasi podsolik, asosiasi latosol dan lain-lain. Lapisan
atas tanah sangat tip is dan permeabilitasnya kurang baik, dengan kedalaman efektif tanah berkisar
antara 60-90 em.
4. Kondisi Flora
Tipe hutan yang terdapat di areal hutan konservasi Blok Panglero dan Koneng tergolong
hutan sekunder bekas tebangan dari HPH PT Swoody dan PT Amseo. Jenis-jenis vegetasi yang paling
banyak ditemukan adalah dad suku Euphorbiaceae yang memiliki jenis-jenis pionir yang umul11
menguasai hutan sekunder. Namun tercata pula tiga jenis tumbuhan hutan primer yaitu :Shorea
parvifolia, Shol'ea hope/alia, dan Hopea mengarawan.
Pengolompokan tumbuhan berdasarkan struktur vegetasi terdiri atas: 103 jenis tumbuhan
berbentuk pohon (60,23%), 32 jenis berbentuk perdu (18,13%),14 jenis berbentuk Iiana (8,19%),10
jenis berbentuk semak (5,85%), 6 jenis berbentuk herba (3,52%), 5 jenis berbentuk pakll-pakllan
(2,92%).
5. Kondisi Fauna
SecaI'a keseluruhan satwaliar yang terdapat pada lokasi penelitian meliputi 17 jenis
mamalia. 20 jenis burung, 3 jenis reptilia. Sebagian dari jenis tersebut yaitu: 12 jenis mamalia, 4 jenis
burung, 2 jenis reptil merupakan sa twa liar yang dilindungi undang-undang.
Jenis-jenis yang sering dijumpai di lapangan secara langsung diantaranya: bemang madu
(He/aretos ma/aymws), babi hutan (Sus sero/a), monyet ekor panjang (Maeaea /ascisularis), beruk
(Maeaca nemestrina), gajah (Elephas maximus), rusa (Cervus unie%r). dan kijang (Mull/faclis
l1luntjak). Jenis satwaliar endemik dan sudah sangat terancam punah adalah harimau sumatera
(Ponthel'o tigris Slllllotrensis).
5
Jenis burllng yang sering tcrlihat adalah bubut besar (Celltropus bellgalensisi). Scbagian
jenis bUlUng diburu dan diperdagangkan antara lain ayam hutan, kuau dan murai batu. Pada jenis
reptilia semua jenis tcreatat mcmpunyai habitat di sekitar aliran sungai. Untuk labi-Iabi (Chirra
indica) sering diburu oleh masyarakat untuk dimakan dan dijual.
B. Waktu Penelitian
Lama waklu penclilian 2 bulan yailll dari bulan Marel sampai April 1998. Waklu
peneiitian terbagi dalam dua tahap, yaitu orientasi Japangan selama dua minggu dan waktll
pengambilan data selama dua bulan (Maret sampai April).
C. Alat
Alat yang dipakai dalam melakukan pengamatan adalah teropongibinokuler, alat pencatat
waktll, patak, tambang, alat perekam, alat penghitung (stop counter), dan kompas Brunton.
D. Parameter
Parameter (data pokok) yang diamati dalam penelitian ini antara lain:
a. Ukuran populasi berupa kepadatan populasi yaitu besaran populasi dalam suatu unit luas alau
jumlah individu yang ditemukan per satuan luas atau volume.
b. StlUktur umur populasi, yaitu sebaran individu berdasarkan kelompok umur anak, muda dan
dewasa. Anak adalah individll yang masih dipelihara oleh induk sampai mencapai usia kematangan
seksual (0-4 tahun). Muda adalah individll yang sudah mencapai kematangan seksllal sampai
mencapai usia reproduksi optimum (4-9 tahun). Dewasa adalah individu yang sudah mencapai usia
reproduksi optimum sampai usia tertua (9-26 tahun). Umur tertua yang bisa dicapai oleh individu
beruk adalah 26 tahun (Van Lavieren, 1983). '-
c. Ukuran kelompok, yaitu jumlah individu dalam satu kelompok sosial bemk.
d. Sex ratio, yaitu perbandingan jumlah individu jantan dengan betina dalam suatu populasi.
e. Angka kelahiran (natalitas), diduga dengan natalitas kasar yaitu perbandinganjumlah individu yang
dilahirkan (anak) dengan jumlah individu bet ina produktifyang teramati pada peri ode terlentu.
f. Mortalitas, yaitu besarnya kematian pada setiap kelas umur pertahun, diperoleh dengal1 l1i1ai
pelu8ng hidup setiap kelas umur.
g. Pertumbuhan populasi, yang diduga dengan model pertumbuhan populasi logistik.
h. Pola sebaran spasial populasi beruk di areal studio
Untuk melengkapi data-data pokok tersebut juga dikumpulkan data-data penunjang (data
sekunder) antara lain berupa :
a. Keadaan umum lokasi penelitian, diperoleh dari orientasi lapangan dan studi literatur.
b. Tindakan pengelolaan yang telah dilakukan oleh pengelola seperti hasil inventarisasi salwa dan
vegetasi yang terdapat di wilayah tersebut.
E. Oricntasi L:J}H1I1gml
Orientasi lapangan dilakukan sebelum pengambilan data pokok dimulai. Kegiatan ini
dilakukan unhlk mengetahui secara keseluruhan kondisi lokasi penelitian, mencocokan kondisi
lapangan dengan peta kerja, membuat rene ana penempatan plot contoh yang cocok untuk inventarisasi
satwa beruk, untuk meletakan titik awal jalur pengamatan. Pada setiap awal jalur pengamatan diberi
tanda dengan patok yang terbuat dari kayu atau bambu atau penandaan pada pohon. Orientasi
lapangan dilakukan selama dua minggu (minggu ke-I dan ke-2 Maret).
Penghitungan ganda (double coullting) diharapkan tidak terjadi karena beruk memiliki
teritori. Teritori adalah daerah tempat tinggal yang sudah dipertahankan dari masuknya satwa lain dari
jenis yang sama (Suratmo, 1979 dalam Santoso, 1993). Besamya teritori beruk adalah 300
ha/kelompok setiap tahunnya dan beruk mentawai (Macaca pagellsis) adalah 50-100 ha/kelompok
(Bismark, 1979). Di Sumatera secm·a umum luas teritori beruk adalah tiga kaIi luas teritori l110nyet
ekor panjang (Bismark, 1984). Disamping itu penempatan unit yang satu dengan unit contoh
selanjutnya diusahakan dalam janlk yang cukup besar.
F. Pcngambilan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi studi Iiteratur, dan
pengamatan langsung. Pengamatan langsung dilakukan pada kondisi habitat serta parameter
demografi populasi beruk.
1. Penetapan Unit Contoh
Pengambilan unit contah dilakukan berdasarkan teknik penarikan contoh berlapis
(stratifikasi). Hal ini didasarkan pada penutupan lahan yang tidak sarna. Penutupan lahan oleh
vegetasi dapat diduga dari kerapatan vegetasinya terutama tingkat pohon. Pada ketiga biok
pengamatan . kerapatan tertinggi ditemukan pada blok C sebesar 150 pohoniha, kerapatan sedang pad a
blok A sebanyak 117,5 pohon/ha dan terendah pada blok B sebanyak 107,1 pohon/ha (Priyono, 1998).
Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh PPKHT-LP IPB (1997) bahwa blok yang paling rapat
adalah blok C (89,52 pohon/ha), kempatan sedang pada blok A (84,86 pohon/ha) dan kerapatan
terendah pada blok B (80,00 pohon/ha).
Menurut Priyono (1998), luas areal keseluruhan yang diinventarisasi di Hutan Konservasi
HTI PT Musi Hutan Persada adalah 23.528 ha. Berdasarkan hasil analisis peta kerja skala I: I 00.000
areal penelitian tersebut dapat dikelompokan ke dalam blok-blok sebagai berikut :
I. B10k A : Luas 8.900 ha, yang meliputi areal kerja Unit XIII (Serdang), Unit VIII (Teras), dan
Unit XV (KelUh).
2. Blok B : Luas 6.284 ba, termasuk dalam areal kerja Unit VII (Tebing Indah II dan Teras).
3. B10k C: Luas 8.344 ha, yang meliputi areal kerja Unit IX (Cawang dan Deras) serta Unit X
(Panglero).
7
Pengambilan data parameter demografi dilakukan dalam unit-unit pengamatan yang
berbentuk jalur dengan panjang 2 km dan lebar kiri -kanan jalur lebih kurang 50 m. Lebar kiri-kanan
lintasan pengarnatan disesuaikan dengan kondisi setempat. Bentuk jalur pengamatan disajikan pada
Gambar I.
SOm arah lintasan pengarnat
SOm
2000m
GambaI' 1. Bentuk dan Ukuran lalur Pengamatan Populasi Beruk (Macaca nemestrina)
Dengan menggunakan intensitas sampling 1 % dan luas setiap unit contoh 20 ha, maka total
luas unit contoh yang harus diamati adalah 235) ha. Hal ini menunjukan bahwa jalur pcngamatan
yang akan diamati adalah sebanyak 12 jalur. Penyebaran jalur pengamatan dilakukan dengan teknik
stratifikasi dengan penempatan unit contoh setiap lapisan (blok) secara acak (random).
Dengan memperhatikan luas setiap biok dan pengambilan contah seeara stratifikasi, maka
penyebaran sebanyak 12 jalur pengamatan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Blok A Luas 8.900 ha. terdapat sebanyak 5 jalur
b. Blok B Luas 6.284 ha, terdapat sebanyak 3 jalur
c. Blok C Luas 8.344 ha, terdapat sebanyak 4 jalur
2. Prosedur Pcngamatan
Metode pengumbilan data dilakukan dengan menggunakan tcknik kombinasi 3ntara ja\ur
(line transect) dengan titik pengamatan (point flesh observation). Pada tiap titik pengamatan tertentu,
pcngamut berhenti lebih kurang I 0-15 menit untuk mencari dan mengamati populasi beruk di
sekeliling titik pengamatan tersebut. Data-data yang dicatat selama pengamatan adalah jumlah
individu total, individu berdasarkan jenis kelamin, serta individu berdasarkan kelompok umur, kOlldisi
lokasi tempat ditemukannya satwa, jarak antara satwa dengan pengamat. Data mengenai umur
dinyatakan dalam bentuk kualitatif mencakup anak, muda dan dewasa. Jumlah individtl yang dieatat
hanyaJah yang dijumpai langsung di iapangan. Pengamatan dilakukan dua periodc untuk setiap jalur
pengamatan, yaitu pagi hari (06.00 - 09.00) dan sore hari (15.00- 18.00).
G. Analisa Data
1. Pendugaan Nilai Parameter Domografi
a. Pendugaan Kepadatan
Pendugaan kepadatan populasi beruk dilakukan pada blok-blok pengamatan dan seluruh
areal studi, pendugaan kepadatan dilakukan dengan menggunakan persamaan-persamaan sebagai
berikut :
a. Kepadatan Populasi Setiap B10k
Luas rata-rata jalur pengamatan
Keterallgan :
Lb = Luas rata-rata unit contoh berbentukjalur pengamatan pada blok ke-b (ha/jalur)
d i = Rata-rata lebar kiri kanan jalur pengamatan ke-i (m)
Ii = Palljang jalur pengamatan ke-i (m)
lib = lumlah unit contoh yang diamati Ualur)
- Kepadatall rata-rata populasi perjalur pengamatan pada setiap blok
Pb = IXi lib
Keterangan :
P b = Kepadatan populasi rata-rata perjalur pengamatan pada blok ke-b (ekor/jalur)
Xi = luI11lah individu yang teramati pada pengamatan ke-i (ekor)
lib = Jumlah jalur pengamatan pada blok ke-b Ualur)
- Populasi dugaan pada setiap blok
Keterangan
A
Pb = Populasi dugaan pada blok ke-b (ekor)
Ab = Luas areal pada blok ke-b (ha)
Pb = Kepadatan populasi rata-rata peljalm pengamatan pada blok ke-b (ekor/jalur)
Lb = Luas rata-rata jalur pengamatan pada blok ke-b (ha/jalur)
9
Untuk mcncntukan kisaran populasi dugaan setiap blok pengamatan, dihihlllg dengan
mempertimbangkan tingkat kepercayaan dan standar deviasinya. Untuk mencari ni1ai
ragam pengamatan seliap blok pengamatan digunakan persarnaan sebagai berikut :
s / = 2:X,' -(2: X,)' Illb . lib -1
Keterangan
S.~ -= Kcragaman populasi pada seliap biok pengamatan
...)'- ~= Simpangan baku rala-rata ,
n" = Jumlah jalur pengamatan pada blok ke-b Ualur)
Nilai penduga selang populasi
Ketelitian
(1- CY) x 100%.
Keterangan :
sCY = ---d
x
CV = koefisien keragaman
b. Kepadatan Populasi di Seluruh Areal Studi
Kepadatan rata-rata populasi
p, = 2:1y/,.P"
III _ Ab 'b -
A,
Keterangun :
P, = Kepadatan rata-rata populasi di seluruh areal studi (ekor/ha)
Pb = Kepadatan rata-rata populasi setiap blok (ekor/ha)
Ab = Luas areal pada blok ke-b (ha)
A, = Luas total areal studi (ha)
W b = Bobot lapisan (blok) ke-b
Total populasi dugaan
Keragaman populasi
Keterangan :
S~ = Keragaman gabungan
S I = Keragaman seliap blok
S; = Simpangan baku gabungan
n = lumlah unil conloh di seluruh areal studi Galur) f = Intensitas sampling
Selang dugaan populasi (Pr) = (PI ± laI2(db)'S;), pada selang kepercayaan 95%
" keterangan: P, = populasi dugaan seluruh areal studi (ekor)
Ketelitian
(I-CY)x 100%. S·
CY= dP,
Keterangan: CY = Koefisien variasi
b. Slruklur Dmur Populasi
10
Struktur umur adalah perbandingan jumlah individu dalam seliap kelas umur dengan
populasi seem"a kcseluruhan. Pembagian kelas umur beruk seeara jelas tidak bisa ditemukan,
namlln apabila diperbandingkan masa perkembangbiakan antara beruk dengan primata lain,
misalnya dengan monyet ekor panjang, temyata tidak jauh berbeda sehingga bisa digunakan
pembagian kelas umur monyel ekor panjang (MacacaJascicu/aris) dengan memperhalikan hal-hal
sebagai berikut :
-Beruk :periode mengasuh 7-14 bulan, umur kawin pertama 4-4,5 lahun, panjang usia
maksimal 26 lahun, dan jumlah anak seliap kelahiran saIl! ekor, jarang sekaIi
dua ekor (Yan Lavieren, 1983)
-Monye! ekor panjang : periode mengasuh 18 bulan (Napier and Napier, 1967), kemalangan
seksual pada umur 4 lahun (Yan Lavieren, 1983), umur reproduksi oplimum 9
lahun (Hadiyali, 1994), usia maksimal yang masih bisa bereproduksi adalah
21 lahun, umur lertua adalah 25 lahun (Priyono, 1998).
maka berdasarkan hal dialas dilakukan pembagian kelas umur beruk sabagai beriku! :
a. Kelas umur anak (Iermasuk bayi) , diperkirakan berusia 0-4 lahun
b. Kelas umur muda, diperkirakan berumur 4-9 lahun
II
c. Kclas UJ11l1r dcwasa, dipcrkirakan bcrumur 9-26 tahun. Umur 26 luhlln ad;.i1ah umur
maksimal.
PCl1cntuan struktUf umur populasi dapat dilakukan dcngan mcmbandingkun jumlah individu
pad a setiap kelas umur dengan jumlah total populasi.
c. Ukuran Kelompok.
Ukuran kclompok ditentukan dengan jumlah individu yang ditemukan dalam satll kelompok
(ekor) dan frekuensi ditemukannya setiap kelompok pada setiap pengamatan.
d. Sex Ratio (Perbandingan Jenis Kelamin)
Sex ratio merupakan perbandingan antara jumlah individu jan tan dengan betina dalam
populasi. Pedugaan sex ratio dilakukan pada individu-inidvidu produktif yaitll pada kelas lImur
muda dan dewasa. Nilai dugaan sex ratio dihitung dcngan menggunakan persamaan-persamaan
sebagai berikut (Cochran. 1991):
a. Nilai dugaan perbandinganjenis kelamin (sex Ratio)
,
b. Simpangan baku nilai dugaan s( R ) = .J~ vn.x
2 /'0. - 7 I,Yi - 2.R.I,Yi'Xi + R .I,,,;-
c. Selang dugaan sex ratio =~ ± tal2 ., R) Keterangan :
A
R = Nilai sex ratio di seluruh areal studi (gabungan)
s( R) = Simpangan baku nilai dugaan sex ratio (bias)
n -I
LY; = lumlah individujantan produktifpada pengamatan ke-i (ekor)
l: Xi = Jumlah individu betina produktifpada pengamatan ke-i (ekor)
n = Jumlah unit contoh di seluruh areal studi yang diamati (ialur)
e. Angka Kelahiran (Natalitas)
Natalitas merupakan faktor penentu pertumbuhan dan potensi perkembangbiakan populasi.
Natalitas dihitung sebagai berikut :
12
Natalitas kasar
Natalitas kasar yaitu perbandingan jumlah individu yang dilahirkan (kelas lImur anak)
dengan jumlah betina produktif (kelas umur muda dan dewasa) pada periode waktu tertentu. Nilai
I~atalitas kasar dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut
Keterangan :
N, = Indeks natalitas kasar pada pengamatan ke-i
b, = 1ul111ah anak yang ditemukan pad a pengamatan ke-i (ekor)
P, = 1umkah betina produktifyang ditemukan pada pengamatan kc-i (ckor)
N = Nat<.llitas rata-rata discluruh areal studi
n = 1ul111ah unit contoh pengamatan Ualur)
f. Mortalitas (Laju Kemalian)
Mortalitas adalah tingkat kemungkinan kematian dalam interval waktu tcrtcntu (Tanner,
1978). MOlialitas dihitung pada setiap kelas umur. Penghitungan mortalitas adalah sebagai
berikut:
a. Peluang Hidup (p,) = N,.] ,
Nt
b. Mortalitas (Mx) = I - (p,).
Keterangan:
N, = jumlah individu dalam setiapkelas umurpada tahun ke- t (ekor)
NO', = jumlah individu pada setiap kelas umur pada tahun berikutnya (ekor)
2. Pertumbuhan Populasi
Pertumbuhan populasi dapat diduga dengan model pertumbuhan eksponensial dan
pel1umbuhan populasi logistik (Tarumingkeng, 1994). Dalam menduga pertumbuhan populasi beruk
di areal studi digunakan model pertumbuhan logistik, dengan persamaan sebagai berikut :
Kelerangan :
N, = Populasi pad a waktu ke-t (ekor)
No = Populasi awal (ekor)
K = Daya dukung lingkungan (ekor)
= tahun ke-t (tahun).
c = kOllstallta (c = 2,718)
r = Laju pertumbuhan populasi intrinsik
Nilai r mempunyai tiga kemungkinan :
1. j ika r ) 0, berarti populasi berkembang
2. jika r = 0, berarti populasi stabi!
3. jika r (0, berarti populasi menurun
13
U ntuk meramalkan pembahan temporal jumlah populasi setiap kelas umllr setiap tahun.
dapat ditentukan dengan mempergunakan malrik Leslie (Tarumingkeng. 1994). Persamaan matriks
Leslie adalah sebagai berikut:
M.N" .. N J
fo j, j, N(O,lol N(O,I, ) M= p, 0 0 N = 0 N(I,lo) N, N{I,I, )
0 P, 0 N(2,tol N(2,I,l
Keterangan:
M = Matrik proyeksi Leslie
No = Populasi awal (ekor)
N I = Populasi setelah tahun berikutnya
p, = Peluang hidup setiap individu pada kelas umur x untuk dapat hidup pada kelas
umur berikutnya (age specific survival)
(\: = Keperidian spesifik individu-individu populasi kelas umur x dalam suatu
populasi tertentu (age specificfecllndity)
Persamaan-persamaan ukuran populasi pada setiap kelas umur seperti diatas digunakan
karena selang umur antar setiap kelas umur yang tidak sama dan lebih dari satu tahull. Matrik Leslie
umumnya digunakan pada populasi yang jelas cohomya dan dengan selang umur satu tahun, oleh
karena itu perlu dimodifikasi sebagai berikut (Priyono, 1998l :
do j, f, M = Po d, 0
o P, d,
Daya dukung lingkungan dapat ditentukan setelah diketahui perubahun popu\asi setiap
rahun dengan bantuan matrik Leslie, dengan persamaan sebagai berikut:
K=
I
keterangan :
K = Daya dukung lingkungan (ekor)
No = Jumlah populasi awal (ekor)
N, = Jumlah populasi pada tahun ke-t (ekor)
r = Laju pertumbuhan populasi intrinsik
= Tahun ke.
3. Pol a Sebarall Spasial
14
Pola sebaran spasial berbentuk acak, berkelompok dan merata (Alikodra, 1990). Beruk
merupakan satwa yang secara alami hidup dalam kelompok sosial yang biasa digolongkan oleh Napier
and Napier (1967) dalam nmltimales group (banyak jantan dalam kelompok), maka yang akan
ditentukan adalah pola sebaran kelompok beruk di seluruh areal studio Dari segi statistika, bubungan
antara rata-rata dan keragamam individu contah yang terdapat dalam setiap satuan sampeJ (contah),
masing-masing pola tersebut adalah sebagai berikut (Tarumingkeng, 1994) :
a. Pola sebaran acak, apabila S- = x (memiliki pola sebaran frekuensi Poisson) x
b. Pola sebaran mengelompok, S-)x (memiliki pola sebaran frekuensi binomial negatif) x
c. Pola sebaran merata, S- (x (memiliki pola sebaran frekuensi binomial) x
Keterangan :
s- = standar daviasi rata-rata ,.
x = rata-rata dugaan contah
pada gambar 2 dibawah ini digambarkan bentuk pola sebaran spasial sa!Waliar didalam babitatnya.
. .. . .. " ...... .. "" .. . .
.. .. .. " : .. " .. .. 0:-.. .. ...... ..
: =:.: .. ::,,-::: .. .. .......... .. ::::~ .. ;:.~:;
pola scbaran acak pola scbaran mengelompok
Gambar 2. Bentuk-Bentuk Pola Sebaran Spasial Populasi
•
polu scbanm merata
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Parameter DC~llografi Populasi
1. Kepadatan PopuIasi
Kcpadatan populasi adalah smilu bcsaran popuJasi datam satuan unit ruang. biasanya
dinyatakan scbagai jumlah individu dalam suatu unit volume atau luas (Alikodra, 1990). Menurllt
Tarumingkcng (1994), kepadatan populasi adalah jumlah individu dalam satuan ekologis (dacrah.
luasan dan lain-lain). Sepanjang kehidupan satwa liar, kepadatan populasi selalu bClUbah tergantung
kcaclaan Iingkungan (ruang dan waktll).
Lua, kawasan hutan konservasi HTI PT. Musi Hutan Persada Sumatera SeIatan adalah 23.528
ba, mcrupakan kaw<.Isan habitat salwuliar scrta konscrvasi flora, areal Icmbah dan (cbing serta
sempadan sungai dan koridor satwaliar serta penghubung kelompok wilayah konservasi. Diperkirakan
sampai S1111t ini luas kawasan konservasi ini sudah banyak berkurang. Berkurangnya luas kawasann ini
disebabkan oleh pembukaan areal yang diIakukan oleh peIadang-peladang liar, areal yang habis
terbakar, penebangan liar dan adanya perluasan areal HTI ke dalam kawasan hutan konservasi.
Untuk menentukan ukuran populasi ditentukan dengan kepadatan popuIasi. PopuIasi dugaan
beruk (JvJacaca nemesfrina) di areal hutan konservasi HTI PT. Musi Hutan Persada disajikan dalam
TabeI 2 berikut.
TabeI 2.
No
PopuIasi Dugaan Bcruk (Macaca lIemes/rilla) di Areal Hutan Konservasi HTI PT.
Musi Hutan Persada
Luas Waktu Popuasi Kisaran PopuIasi . KetcHtian a (Ha) (Ekor) (Ekori (%)
Min. Maks. I 23.528 Pagi 4.43 I 4.174 4.687 0,05 97,46
2 Sore 4.512 4.010 5.015 0,05 88,86
Kepadatan popuIasi di scluruh areal studi dengan luas 23.528 ha, pada pengamatan pagi hari
adaJah 4.43 I ekor dengan kisaran 4. I 74-4.687 ekor dan kerapatan rata-rata sebesar 0, I 9 ekor/ha atau
19 ckor/km2. Pacla pengamatan sore had diperoleh kepadatan total sebesar 4.515 ekor clengan kisaran
4.010-5.015 ekor dan kerapatan rata-ratanya adaIah 0,19 ekorlha (19 ekorlkm'). Kepadatan popuIasi
bemk yang ditemukan di areal studi tidak jauh berbeda dengan kerapatan popuIasi beruk di Malaya
sebesar 0,20 ekor/ha, sedikit lebih tinggi dari kepadatan populasi beruk yang ditemukan di hutan
terganggu di Suaka Margasatwa Pleihari sebesar 16,7 ekorlkm' (Bismark, 1984) dan Iebih tinggi dari
kerapatan populasi beruk mentawai (Macaca pagellsis) sebesar 15,27 ekor/krn2. Selama melakukan
pengamatan, hanya ditemukam satu kelompok beruk dalam setiap unit contoh. Kepadatan kelompok
I ()
bemk yang ditemukan di Malaysia Barat yaitu sebesar 0,21 kelompok!km' (Fooden, 1975) dan bemk
mentawai (Macaca pagensis) sebesar 2 kelompoklkm' (Bismark, 1979).
Kepadatan populasi beruk apabila dibedakan dengan populasi primata lainnya. misalnya
dengan populasi monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di areal yang sarna, dimana scHwa ini
mempunyai kepadatan total sebesar 19.558 ekor dengan kisaran 17.417-21.795 ekor (PPKHT-LP IPB,
1997). atau 80 ekor/km' (Priyono. 1998). Hal ini menunjukkan populasi beruk jauh lebih kecil
dibandingkan populasi monyet ekor panjang. Tingginya populasi monyet ekor panjang di hutan
sekunder disebabkan oleh besarnya jumlah serta variasi makanan yang tersedia (Wilson, 1975).
Menurut Ditjend PHPA (1986) diperkirakan habitat beruk telah berkurang sebesar 49 % temtam. di
Sumatra dan mennrut Van Lavieren (1983) dalam Matondang (1988), ganggguan terbesar yang
mcnimpa populasi beruk adalah kerusakan habitat.
2. Struktur Umur
Struktur umur adalah perbanrlingan jumlah individu di dalam setiap kelas umur dari suatu
populasi. Struktur umur populasi dapat juga digunakan untuk menilai keberhasilan perkembangbiakan
satwaliar, sehingga dapat dipergunakan pula untuk menilai prospek kelestarian satwa liar (Alikodra,
1990).
Dalam kegiatan pendugaan stmktur umur, melakukan indentifikasi umur satwaliar di
lapangan mengalami banyak kesulitan, terutama karena sulitnya menangkap sejumlah contoh untuk
diperiksa dalam mcnentukan umurnya, sehingga perlu dicarikan pendekatan-pendekatan yang lebih
sederhana, yaitu melakukan pembagian umur kedalam kelas-kelas umur. Sedangkan untuk menaksir
kelas umur bisa dilakukan dengan berbagai eara tidak langsung seperti berdasarkan hasil pengukuran
t1nggi, berat badan, \Varna, dan bentuk tubuh (Alikodra, 1990) Dalam melakukan pengamatan untllk
menduga kelas umur beruk, didasarkan pada ukuran tubuh, warna buIu, tingkah laku pada individll
individu yang muda, dan posisi individu dalam kelompok.
Umur populasi bemk hanya dibedakan dalam tiga kelas umur yaitu anak, muda dan dewasa.
Anak adalah individu yang masih dipelihara oleh induk sampai mencapai kematangan seksllaI,
diperkirakan berumur 0-4 tahun. Muda adalah individu yang sudah mandiri, yang sudah mencapai
kematangan seksual sampai mencapai usia reproduksi optimal (4-9 tahun). Dewasa adalah individu
yang sudah produktif dari usia reproduksi optimum sampai umur maksimum (9-26 tahun). Pada Tabel
3 disajikan hasil pengamatan struktur lImur populasi beruk di areal studio
17
Tabcl 3. Struktur Umur Populasi Beruk (Macaca lIemestr;lla) di Hutan Konservasi HTI PT
Musi Hutan Persada
No Kelas Urnur Lebar KU' Populasi Populasi/Tahun % (Tahun) (Ekor)
I Anak 4 309 77,25 14,46
2 Muda 5 1.545 309,00 57,46
3 Dewasa 17 2.576 151,53 28,18
Total 4.431 537,78 100,00
* - kelas umur
Penentuan struktur timur dalam populasi beruk di areal studi berdasarkan pacta kelas umur
dan jumiah individu dalam setiap kclas umuf. Seiang setiap kelas umur tidak sarna, sehingga akun
tCljadi pcnumpukan jumiah individu pacta sclang kelas umur yang lebar, misalnya disini pacta kelas
umur dcwasa. Untuk mcngatasi hal illi maka persentase struktur umur ditentukun dcngan
membandingkan popuJasi setiap kelas umur dengan lebar kelas umurnya, sehingga diperoleh struktur
lImur dengan lebar kelas umur yang sama (rata-rata tahunan). Dari hasil analisis data diperoJch
komposisi umur adalah 14,46% untuk kelas umur anak, 57,46% untuk muda dan 28,18% ul1tuk kelas
umur dewasa. Struktur umur populasi di areal studi apabila digambarkan dalam grafik akan terlihat
seperti pada Gambar 3.
70
60 57.46
~ 50 ~ 40 '" J!! c 30 ~
~ ~ 20 a.
10
0 Anak Muda Dewasa
Kelas Umur
GambaI' 3. Struktur Umur Populasi Beruk (lvlacaca lIemestrina) di Hutan Konservasi HT~ PT Musi
Hutan Persada
SUUktllf umur populasi beruk di areal studi menunjukan kecenderungan yang sama, yainl
meningkat dari kelas umur anak ke kelas umur dewasa. Menurut Tarumingkeng (1994), struktur umur
yang seperti ini menunjukan struktur umur yang menurun. Diduga perkembangan popuJasi ini akan
tems menurun apabila kondisi lingkungan tidak berubah kearah yang lebih mendukung pertumbuhan
populasi.
18
Suuktur umur beruk apabila dibandingkan dengan struktur umur monyet ekor panjang yang
juga terdapat di areal yang sama, temyata juga menunjukan kecenderungan yang menurun. Komposisi
umur yang seperti ini merupakan kondisi yang kurang ideal yang menunjukan populasi eukup peka
terhadap gangguan, rnisalnya timbulnya gangguan dari penebangan liar, yang dapat menimbulkan
meningkatnya kematian pada kelas umur anak (khususnya tingkat bayi) maupun menghambat
terjadinya proses kelahiran (PPKHT-LP IPB, 1997).
3, Ukuran Kclompok
Ukuran kelompok dinyatakan dalam jumlah individu dalam satu kelompok. Dari dua periode
pengamatan, persentase jalur ditemukan kelompok beruk adalah 83,30%. Hal Ini menunjukan bahwa
aktivitas pcrgerakan dan kcmunculan bcruk sama pada pagi dan sore had. Ukuran kelompok yang
paling sering ditemukan adalah 1-4 ekor/kelompok, Ukuran kelompok terbesar ditemukan 13
ckor/kclompok. I-lasil pcngamalan populusi beruk di areal studi disajikan pad a Tabc14.
Tabcl 4. Variasi Ukuran ](clompok Bcruk (Macaca nemestrbta) di Areal Hutan Konservasi
HTI PT Musi Hutan Persada
No Ukuran Frekuensi Teramati Pagi Frekuensi Teramati Sore Kelompok Hari Hari
(ekor) BlokA BlokB BlokC BlokA BlokB BlokC I 1-4 3 2 I 2 3 I
2 5-8 2 - 2 I - I
3 9-12 - - - - - I
4 12-15 - - - I - -lumlah jalur diamati 5 3 4 5 3 4
lumlah jalur ditemui 5 2 3 4 3 3
Persentase (%) 100,00 66,67 75,00 80,00 100,00 75,00
Rata-rata (%) 83,30 83,30
Kelompok beruk di areal studi ini lebih rendah dibandingkan dengan ukuran kelompok beruk
di Suaka Margasatwa Pleihari, yaiul berkisar 12-15 ekorlkelompok dengan rata-rata 17,67 ekor
(Bismark, 1984) dan ukuran kelompok beruk yang ditemukan di Kalimantan Timur sebesar 15
ekorlkelompok, di Bubt Soeharto biasanya ditemukan sebesar 10-20 ekorlkelompok, tapi jantan
jantan soliter sering terlihat (Yasuma dan Alikodra, 1990).
Kelompok beruk apabila dibandingkan dengan kelompok monyet ekor panjang (Macaca
Jascielliaris) di areal studi, dimana diperoleh sebesar 6-10 ekorlkelompok (Priyono, 1998) dan
perbandingan ukuran kelompok keduanya di Malaysia Barat adalah I: 13 dan di Kalimantan Timur
sebesar 40: 168 (Fooden, 1975). Perbandingan ukuran kelompok yang seperti ini sesuai dengan
19
pernyataan Lekagul and McNeely (1977) bahwa kelompok beruk sering lebih kecil dibandingkan
dengan primata lainnya, yaitu bervariasi dad 5 atau 6 sampai 40 ekor/kelompok.
4. Sex Ratio
Pcrbandingan jCllis kcJamin adalah perbandingan antara jumlah individu jantall dcngan
individu betina dad suatu populasi. Biasanya dinyatakan dengan jumlah jantan setiap seratus betina
(Alikodra, 1990). Dari hasil pengamatan di lapangan, penentuan sex ratio dilakukan pada kelas umllr
muda dan dewasa. Basil pendugaan Sex Ratio di areal Hutan Konservasi HTI PT. Musi Hutan Persada
disajikan dalam Tabel 5 berikul.
Tabel 5. Sex Ratio Populasi Beruk (Macaca lIemeslrilla) di Areal Hutan Konservasi HTI PT.
iVlusi Hutan Persada
No Kelas Jumlah Individu Sex Ratio Standar I(isaran Umur Jantan Betina KU Gab. Daviasi S(R)
I Muda 6 9 1: 1,50 1:1,44 0,123 1:1,04-1:2,38
2 Dewasa 10 14 1:1,40
Menurut Wiersum (1973) dalam Alikodra (1980), sex ratio dan kebiasaan kawin akan
menenmkan tingkat natalitas. Di areal studi diperoieh nilai dugaan sex ratio sebesar 1: 1 ,04 sampai
1:2,38 dengall dugaan rata-rata diseluruh areal studi adalah 1:1,44 (64,90%). Perubahan sex ratio dari
kelas utnur muda ke kelas umur dewasa tidak terlalu besar dan individu jantan ditemukan lebih sedikit
dari betina, schingga jantan bisa mengawini beberapa betina dalam kelompoknya. Apabila dlihat
besaran sex ratio populasi beruk. sex ratio ini tergolong besar sehingga hal ini sangat menguntungkan
bagi perkemballgan populasi karena akan mengurangi persaingan jantan dalam memperoleh betina,
sehingga keberhasilan perkawinan tinggi. Beruk merupakan primata yang tergolong ban yak jantan
dalam kelompok, misaillya di SM. Pleihari dalam satu kelompok terdapatjantan berkisar 12 sampai 25
ekor.
5. Indeks Natalitas
Anggota populasi terdiri dad berbagai generasi dan setiap generasi bisa dibedakan mcnurut
kelas umur. Menurut Alikodra (1990) dari segi produktivitas individu-individu baru (anak), populasi
dapat dibedakan antara golonga11 yang dapat menghasilkan individu-individu baru dengan kecepatan
tetap sepanjang tahun atau disebut a birht flow model yaitu populasi yang melakukan
perkembangbiakall sepanjang tahun dan golongan yang hanya dapat menghasilkan individu baru pada
musim tertentu atau disebut juga dengan a birth pulse model yaitu keadaan poulasi yang menghasilkan
selulUh ulldividu baru (anak) setiap tahun dalam waktu yang bersamaan. Beruk temlasuk pada
golongan yang pertama, yaitu populasi yang dapat melakukan perkembangbiakan tems-menelUs
20
sepanjang tahun. Angka kelahiran dapat juga disebut sebagai potensi perkembangbiakan satwa yang
nilainya ditentukan oleh (Alikodfa, 1990):
a, Perbandingan komposisi kelamin (sex ratio) dan kebiasaaan kawin.
b. Umur tertua dimana individu-individu masih mampu untuk berkembang biak (maximum breeding
age).
c. Umur termllda dimana individu mulai berkembang biak (minimum breeding age).
d. Kepadatan populasi. Kepadatan populasi yang terlalu rendah maupun yang terlalu tinggi akan
sangat menentukan efektivitas kegiatan perkawinan.
Natalitas merupakan jumlah individu yang lahir dalam suatu populasi dapat juga dinyatakan
dalam indck natalitas kasuL Indcks natalitas kasar adalah perbandingan antal'a jumlah individu yang
dilahirkan (anak) dengan jUllllah bctina produktif (terdiri dari kelas umur muda dan dewa!),,).
Pendugaan indek natalitas dilakukan pada beberapa jalur yang memungkinkan untuk dilakukan
pcngukuran, yang didasarkan pada kcJengkapan individu pad a setiap kelas umur. Hasil pClldugaan
indeks natalitas populasi bcruk di afeal hulan konsefvasi HTI PT. Musi Hutan Persada disajikan dalan
Tabel6.
Tabel 6. Indeks NataIitas Ber-uk (Macaca Ilemestrilla ) di areal Hutan Konservasi BTl
PT. Musi Hutan Persada
No Jalur Anak Betina Prodnktif Natalitas Muda Dewasa Total
I 713 2 2 5 7 0,286
2 9A 0 I 1 2 0,000
3 22A I 0 2 2 0,500
4 65 0 0 I I 0,000
5 5313 I 2 I 3 0,333
6 31 I 3 3 6 0,167
Total 5 8 13 21
Natalitas rata-rata 0,381
Natalitas kasar rata-rata diseluruh areal studi adalah 0,381 dengan kisaran 0-0,5. Dalam
kaiwllnya dengan pemanenan maka ini dapat dijadikan sebagai dasar bagi penentuan jumiah Ikuota
pemanenan yang ieslari (PPKHT-LPIPB. 1997).
Indcks natalitas beruk yang diperoleh di afeal studi tidak befbcda jauh dengan jenis macae a
lain seperti monyet ekor panjang (sebesar 0,292). Indeks natalitas secara langsung akan
mempengaruhi pertumbuhan popu!asi atau disebut juga sebagai potensi perkembangbiakan populasi
(Alikodra, 1990).
21
Besar kecilnya nata1it85 sangat tergantung pada komposisi kelamin khususnya jantan dan
betina dewasa dan kebiasan kawin (Alikodra, 1990). Secara umumjumlah kelahiran yang ditemukan
di areal studi adalah sangat rendah, dimana kelestarian populasi terancam. Menurut Sounthwick and
Siddiqi (1969) da/am Alikodra (1990) untuk menjamin kelestarian populasi cukup ditetapkan 50%
dari bayi yang lahir bisa hidup. Data perbandingan jenis kelamin cukup besar dan kepadatan individu
individu yang produktif pacta kelas umur muda dan dewasa besar, sehingga bisa diperkirakan natalitas
pad a tahull-tahun bcrikutnya akan mcnillgkat tapi harus ditunjang olch keberhasilan kawin yang linggi
pula.
6. Mortalitas
Trlnner (1978) mcndcrinisikan tillgkat mortalitas sebagai sHatl! kCl11ungkinan kematian dalum
mterval waknl. Pada umullmya kematian satwa liar itu disebabkan eleh (Alikedra, 1990):
a. Kematian yang discbabkan olch bencana alamo
b. Kcmatian karena kecclakaan.
c. Kematian yang disebabkan eleh adanya perkelahian antar sesama jenis untuk mendapatkan lUang,
makanan dan air dan sumberdaya lainnya.
d. Kematian yang disebabkan eleh aktivitas manusia, seperti perusakan habitat, perburuall satwaliar,
pencemaran, kecelakaan, terperangkap dan sebagainya.
Pendugaan indeks mortalitas dilakukan berdasarkan jumlah individu dalam kelas umur.
Yang berarti diperoleh mortalitas tiap kelas umur. Pendekatan mortalitas dicari dengan menentukan
peiliang hidup perpindahan kelas llmur. Peluang hidup untuk kelas umur anak ke kelas umur muda
diperoleh dari literalur yaitu sebesar 0,801 (Schaik, 1990) karena peluang hidup untuk kelas UI1lur illi
tidak bisa ditellnlkan di lapangan dan peluang hidup kelas umur muda ke kelas umur dewasa adalah
0,477, berarti dipcroleh nilai mortalitas sebesar 0,199 dan 0,532. Di dalam Tabel 7 disajikan nilai
mortalitas populasi beruk di areal studi,
Tabel 7. Indeks Mortalitas Beruk (Macaca nemestrina) di Hutan Konservasi HTI PT. Musi
Hutan Persada
No Kelas Umur Peluang Hidup (p,) Mortalitas (l-p,).
I Anak-Muda 0,801 0,199
2 :Nluda-Dewasa 0,477 0,523
Mortalitas paling tinggi ditemukan pada kelas umur muda. Kemalian pada individu muda
lebih banyak dlsebabkan oleh persaingan dalam memperebutkan status sosial dalam kelompok~;-:-::--,:
persaingan untuk mendapatkan makanan, aIr maupun ruang. Satwa beruk bersifat agresif te~'ha ~·o \ 0 I ~ A f" ~, qt.~E..~,A/t.' 'J, ....
sesamanya maupun terhadap satwa lam (Eimer! and De Vore, 1990 da/am Malondang" ~K 4i; '{>, ~<T: ., f ~ f? > .. 'ffj~){\{ i/{ t '\ yo ,<\ I \ ft _ ( -",. 'i;" ·c' " 1 ' ,,~f' ....... C
I !-'-! ' .- ,{'~!i 1_, -, e. f.I) , ' ,'~ ,-,-\ ,A. ~ \ • i ~l;:~'. ,,~,..;, " ,: ~'c;. \\ "~/ ~ '-":"\i.~:,'~..;'.' \\ 0 <~"'~ .'" ii. ,0 -.,,------ ,.:;.,
't.~.Lj> ,,,, J. \\ ,c/'ST'IU'{>"
... ~~>~:.:.;::;:~:~~~;,.. .. >?
22
Perkelahian antar individu dalam satu kelompok, yang sebagian besar dilakukan oleh jan tan dewasa
sehingga jumlah individu jantan dewasa semakin berkurang (Priyono, 1998). Kematian yang
disebabkan oleh keadaan alam yang bisa ditemukan langsung di areal studi ad.lah kebakaran besar
pada tahun 1997, dan kematian yang disebabkan oleh aktivitas manusia seperti perusakan habitat.
Kerusakan habitat yang bisa dieatat berupa penebangan liar dan perburuan. Apabila dibandingkan
dengan laju kematian pada populasi monyet ekor panjang, mempunyai kecendenmgan yang sama
(mortalitas anak kc muda sebesar 0,41 dan muda ke dewasa adalah 0,77.
B. Pcrtumbullllil Populasi
Proses-proses ckologis seperti pertumbuhan populasi dapat digambarkan sebagai Iintasan atau
traycktori suatu obyck yang bCl'lIbah dari sualu titik ke titik selanjutnya dan mcrupakan slialu proses
yang dinamis (Tarumingkeng, 1994). Ada tiga kemungkinan perkembangan populasi, yaill!
berkcmbang. stabil dan menurun (Van Lavieren, 1982 dalam Alikodra, 1990), Pertumbuhan populasi
terjadi dengan keeepatan (laju kelahiran) yang ditentukan oleh kemampuan berkembangbiak dan
keadaaan lingkungan diamana perubahan tersebut dipengaruhi oleh natalitas, mortalitas, sex ratio dan
sebagainya (Alikodra, 1990).
Pertumbuhan populasi di areal hutan konservasi PT. Musi Hutan Persada diduga dengan
model perturnbuhun populasi logistik, dimana lingkungan mempunyai suatu daya dukung lingkungan,
yaitu batas ukuran populasi yang dapat didukung oleh sumberdaya yang tersedia.
Model pertumbuhan logistik yang dihasilkan ini didasarkan asumsi-asumsi (Verhaulst, 1939
da/am Tarumingkeng, 1994) sebagai berikut:
a, Populasi akan mencapai keseimbangan dengan lingkungan sehingga memiliki sebaran umur yang
stabi!.
b. Populasi memiliki laju pertumbuhan yang seeara berangsur-angsur menurun seeara tetap dengan
konstanta r,
c. Pengaruh r terhadap peningkatan kerapatan karena bertumbuhnya populasi merupakan respoll
yang seketika itu juga dan tidak terdapat penundaan atau senjang waktu.
d. Sepanjang pertumbuhan lingkungan tidak berubah.
e. Pcngaruh kcrapatan adalah S<Hn8 terhadap semua tingkat umur populasi.
Model pcrtumbuhan populasi yang peroleh di areal studi tersebut adalah sebagai berikut :
NI = 68.218
[ - 0,354.1 J
1+ 14,395.e
Dari model pertumbuhan tersebut diperoleh nilai pertumbuhan populasi intrinsik (r) sebesar
0.354, yang berarti nilai lebih besar dari 0, sehingga populasi meningkat, pertumbuhan populasi
23
(t:rgolong CCpilt. Dnya dukul1g Iingkungal1llya adulllh scbcsar 68.218 ckor. Kurva pcrltllnbuhun
populasi Bcruk di areal stucii disajiknn pad a Gambar 4.
I I I
I I
-;:-=1 ~ E!XXXJ ~ 'iii 4CIXll .!!! ii:m:o 0
Q.
0 4710131619222528313437404346
T<i1.n1<&!
Gambnr 4. Laju Pertumbuhan PopuJasi Beruk (Macaca nemes/rina) di Hutan Konservasi
PT. Musi Hutan persada
Apabila pertumbuhan populasi belUk dihitung dari tahun 1998, maka dari kurva pertumbuhan
populasi ditunjukan pertumbuhan yang eksponensial terjadi dari tahun ke-O (1998) sampai tahun ke-
40 (tahun 2038). Setelah itu populasi akan mencapai daya dukung lingkungan sejak tahLm 2041
(berarti Juju pertumbuhan intrinsik akan sarna dengan 0 dan kepadatan populasi akan tetap).
Pengelolaan populasi yang ditujukan untuk pemanenan, maka saat yang tepat untuk dipanen
adalah sa at populasi sedang mengalami pertumbuhan eksponensial (tahun ke-O sampai 24). Pada saat
sekarang populasi belUk mengalami over estimate (diduga populasi sebanyak 4.431 ekor) sehingga
dapat diperkirakan pertumbuhan populasi tidak didukung oleh peningkatan kualitas dan jumlah daya
dukung lingkungan. Hal ini dibuktikan dengan cepatnya populasi beruk mencapai daya dukung
lingkungannya. Menurut Crocket and Wilson (1977), beruk memiliki strategi perkembangbiakan
seleksi K, sehingga cenderung untuk menstabilkan populasinya.
Apabila dibandingkan dengan kemampuan dari lingkungan untuk mendukung poplliasi
monyet ekor panjang diareal yang sama, daya dllkung lingkungannya adalah 821.800 ekor., Ternyata
daya dllkung lIntlik populasi monyet jauh lebih tinggi dibandingkan beruk. Beruk dan monyet ekor
panjang adalah sa twa simpatrik, sehingga akan menimbulkan persaingan yang tinggi antar kedua
spesies ini dalam memanfaatkan sumberdaya.
C. Sebal'an Spasial
Sebaran spasial yang dimaksud adalah sebaran menurut lUang dalam skala yang kecil.
Sebaran spatial adalah sebaran individu dan kelompok dalam populasi beruk di habitatnya. Pola
24
penyebaran ini merupakan strategi individu dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya
(Alikodra, 1990).
Individu dalam populasi menyebar menurut tiga pola yaitu pola acak (random), pola
mengelompok (agregatif), dan pola merata (uniform). Pola sebaran acak menunjukan adanya
keseragaman habitat dan adanya perilaku non selektif dari spesies tersebut terhadap lingkullgannya.
Pala sebaran merata disebabkan oleh penganth negatif dari persaingan makan diantara individu, dan
paJa mengeiompok disebabkan olch sifat spesies yang suka menggerombol (agregatif) dall adanya
keragaman habitatnya (Tarumingkeng, 1994). Sebaran populasi beruk di areal studi seperti disajikan
pada Tabel 8.
Tabel8. Pola Scbaran Spasial Kclompok Bcrul< (Macaca nemestrill{l) di Hutan Konscrvnsi HTJ
PT. IVlusi Hutan Pcrsada
No BioI< \Vaktll Populasi Kelompok Beruk Pola Dugaan Jumlah X· S2 u S- ... Sebarall
Teramati x x
I A Pagi 2.000 3 1,250 2,250 0,750 Merata
Sore 2.200 3 1,000 0,660 0,408 Merata
2 B Pagi 433 I 0,750 0,925 0,480 Merata
Sore 433 2 0,750 0,563 0,375 Merata
3 C Pagi 1.998 3 0,750 0,920 0,479 Merata
Sore 1.880 3 0,750 0,250 0,250 Merata
Keterangan: * == rata-rata kelompok yang teramati
** ::::: keragaman kelompok
*** = standar daviasi rata-rata kelompok
Sebaran individu beruk di areal studi secara alami adalah mengelompok. Sedangkan pola
sebaran kelompok beruk di seluruh areal studi adalah merata. Hal ini menunjukan kelompok beruk
dijumpai di setiap Iokasi pengamatan. Pala sebaran merata menunjukkan adanya pengaruh negatif
dari persaingan makanan dian tara keIompok-keIampok beruk di seluruh areal studi. Penyebaran
individu beruk paling tinggi ditemukan pada blok A dengan kEF~;Jezr populasi 2.200 ekor dengan
kisaran 442 sampai 3.958 ekor. Sebaran populasi beruk peling rendah ditemukan di blok 8 dengan
kepadatan populasinya 433 ekor dengan kisaran 135 sampai 732 ekor. Pengelolaan tahap selanjlltnya
dalam rangka pemanenan populasi beruk, sebaiknya pemanenan diprioritaskan pada blok A (lokasi
Teras, Serdang, kerllh), karena populasi pada blok ini jauh lebih tinggi dibandingkan blok-blok
lainnya.
Penyebaran populasi beruk sangat rendah ditemukan pada blok B. Hal ini diduga disebabkan
oleh tingginya tingkat gangguan habitat akibat penebangan liar, menurunnya potensi pakan, timbulnya
25
kebisingan akibat pengoperasian gergaji mesin, dan perpindahan satwa ketempat-tempat lain yang
masih menyediakan habitat yang lebih sesuai bagi kebutuhan hidup satwa tersebut Penyebaran beruk
ini berdampingan dengan monyet ekor panjang, hal ini dibuktikan dengan seringnya ditemukan satwa
ini dilokasi ditemukannya beluk.
IV. KESIMPULAN
A. Kesimpulan
1. Hasil pendugaan parameter demografi populasi beruk menunjukan kepadatan populasi di
selumh areal studi pada pengamatan pagi had adalah 4.431 ekor dengan kisaran 4.174 ekor
sampai 4.687 ekor dan pada pengamatan sore hari sebesar 4.512 ekor dengan kisaran 4.010
ekor sampai 5.015 ekor. HasH penduagaan pada dua periode waktu ini menunjukan hasH
yang tidak jauh berbeda. Komposisi struktur umur populasi adalah struktur umur menu run,
dimana komposisi kelas umur pada kelas umur anak sebesar 14,46%, kelas lImtir mudn
sebcsar 57,46% dan kelas lImur dcwasa sebesar 28,8%, Ukuran kclompok beruk yang paling
sering dijumpai adalah 1-4 ekor/kelompok dan ukuran kelompok terbesar adalah 13
ckor/kclompok. Pcrbandingan jenis kclamin populasi beruk di scluruh areal studi aclalah
1: 1 ,44 (64,90%) dengan kisaran 1: 1,04 sampai 1 :2,38 dengan indeks natalitas kasar populasi
beruk adalah 0,381 dengan kisaran 0-0,50,sedangkan indeks mortalitas pada sCliap kclas
llmllf adalah dari kelas umur anak ke kelas umur muda sebesar 0,199 dan dari kelas umur
muda ke kelas umur dewasa adalah 0,533.
2. Model pertumbuhan populasi beruk adalah :
68.218 N = ------'-'-'-'-'cc-::-;o-:--
I 1 + 14,395.e - 0,354.1
dengan Iaju pertumbuhan populasi intrinsik (r) adalah 0.354 dan daya dukung lingkungan
sebesar 68.218 ekor. Populasi akan mencapai daya dukung pada tahun ke-41 (tahun 2039)
yang akan datang.
3. Pola Sebaran kelompok beruk (Macaca nemeslrina) di seluruh areal studi adalah merata, dan
sebaran populasi tertinggi ditemukan di blok A, sedang di blok C dan terendah di blok B.
B. Saran
a. HasH dugaan parameter demografi populasi beruk dapat dijadikan data dasar dalam mengelola
satwa liar di Hutan konservasi HTI PT. Musi Hutan Persada.
b. Bentuk pengelolaan yang mendesak saat ini adalah melindungi habitat satwa dengan mengurangi
penebangan pohon-pohon dan mencegah kebakaran.
c. Peningkatan penelitian terhadap populasi beruk datam banyak aspek dengan peningkatan jumlah
plot contoh unttlk mendapatkan ketelilian nilai dugaan yang lebih memadai.
d. Sebaiknya segera dilakllkan penelitian potensi habitat beruk llntuk melengkapi data parameter
demografi yang diperoleh.
mnplran 1. rem "llua:Sl ct!llIUall!;Ull<lU n. 1. 1. r .1. IHU:SI n.ULau rta-:saua CI-U}JUJ!ll uau .1 "UIU<llenl "t!Ii:lli:lll
/\1,;1/\1 I,ll J I/\[\,j \', ()i\j~.)i ,1·)\/ IV)j 1 '>1 Iv llf.)11 IU I/\I\J I )\ [·(.)I\U/\
U~~IT 1)( r:w" [\J 1\ !,(!\ T
, , , , , '. , ,
" \""r---~
Ll. GDIV/\
E I 'Iol~~ 'I~J SUfl901 'Cr] 511, (ue,1'
[~ 'juton Konsecvosi l-=-_---] Uotos Unll HTI
".-\ , ,
"
",
" " ,
l::-~J Oolos BLo< 1111 I l!;I;i~HJ Pe I ox T(1I1l!n'l_dbuo~. ___ ..,. ____ ~
, ,
I
Lampiran 2. Peta Kawasan Hutan Konservasi HT! PT. Musi Hutan Persada Propinsi Dati I Sumatera Sclatan
luI} PETA ~5AR I'DtBANGUHAII HTI ffiOP. D/m.l.SLIoI-sa LECEN)A, :
BL:I KtUliIt~mwm = El ~ --- Gl
mmoWDltUJ El [!J r;;;]
El GJ --- ElI KH.BENAKAT IE [EJ .- ...
REl<CANA KARYA TAHUH anm ~6 s;J GJ ~
30
UNIT IX ,EMANGUS lE El -- 1&1 _ ..
L [:J C!J lEI -- IJ:J --... __ ... ,_ ... Gl D -El -- ~ -••••• I 10 II • q -- m --
Lam
pir
an 3
. T
abel
Has
H I
nven
tari
sasi
Pop
ulas
i B
eruk
(Mac
aca
l1em
estr
ina)
di
Hut
an K
onse
rvas
i H
TI
PT.
Mus
i H
utan
Per
sada
No.
W
nktn
B
lok
Jum
lah
L
okas
i Ja
lur
J·cn
gam
atan
P
opul
asi
(cko
r)
Tot
al
Jum
lah
U
nit
Kcl
ompo
k C
onto
h N
o P
anja
ng
Leb
ar
Lu
as
Jun
tan
R
etin
a Ja
nta
n
Ret
ina
An
ak
(,;,)
(00)
(h
a)
Dew
asa
Dew
asa
Mu
da
mu
da
I Pa
gi
A
5 T
aras
. 78
20
00
100
20
2 4
I 0
I 8
I 2
Ker
uh
22A
17
00
100
17
I I
0 0
0 2
I )
Ter
as
9A
2000
10
0 20
I
2 I
3 I
8 I
4 T
eras
6A
12
00
100
12
I 0
0 0
0 I
0 5
Ter
as
18B
2000
10
0 20
0
0 I
0 0
I 0
I S
ore
A
5 T
aras
. 7B
20
00
100
20
2 5
5 2
2 13
I
2 K
eruh
22
A
1700
10
0 17
0
I I
0 I
2 I
3 T
eras
9A
20
00
100
20
I 2
2 I
0 5
I 4
Ter
as
6A
1200
10
0 12
0
0 0
0 0
0 0
5 T
eras
18
B 20
00
100
20
I I
0 0
0 2
I 6
Pagi
8
) 1"
. Ind
ah
67
2000
10
0 20
I
I 0
0 0
2 I
7 T
.ln
dah
64
A
2000
10
0 20
0
0 0
2 0
2 I
8 T
.ln
dah
65
18
00
100
18
0 0
0 0
0 0
0 6
Sor
e B
3
T.l
nd
ah
67
2000
10
0 20
I
0 0
0 0
I I
7 T
.ln
dah
64
A
2000
10
0 20
I
0 0
0 0
I I
8 T
.ln
dah
65
18
00
100
18
I I
0 0
0 2
0
9 Pa
gi
C
4 C
awan
g 53
B
2000
10
0 20
I
0 I
2 0
4 I
10
Caw
ang
53A
16
00
100
16
0 0
0 0
0 0
0 II
C
awan
g 58
A
2000
10
0 20
2
4 I
I 0
8 I
12
Caw
an!!
31
15
00
100
15
I I
I I
I 5
I 9
Sor
e C
4
Caw
ang
538
2000
10
0 20
I
I 0
. 2
I 5
I 10
C
awan
g 53
A
1600
10
0 16
I
I 0
0 0
2 I
II
Caw
ang
58A
20
00
100
20
0 0
0 0
0 0
0 12
C
awan
g 31
15
00
100
15
I 3
I 3
I 9
I
w
Lam
pir
an 4
. K
ond
isi
Um
um
Hab
itat
dan
Ak
tivi
tas
Bcr
uk
(M
acac
a l1
emes
trin
a) S
aat
Dij
um
pai
di
Lok
asi
Pcn
gam
atan
No.
W
aktu
L
okas
i B
lok
Kon
disi
Tem
oat
Ber
uk D
iium
pai
Jeni
s P
ohon
T
opog
rafi
V
eget
asi
Tem
pat
Ber
kum
pul
I Pa
gi
Ter
as
A
Pup
us
Ber
gelo
mba
ng
Bek
as k
ebak
aran
Pi
nggi
r su
ngai
dan
U
nit
8 K
ayu
min
yak
lem
bah
Har
a B
alam
K
elat
Si
aman
g M
angr
is
2 P
agi
Caw
ang
C
Kay
u B
atu
Dat
ar
Bek
as k
ebak
aran
R
a\va
-raw
a U
nit
9 4
Sore
C
awan
g C
P
auh
Rus
a D
atar
B
ekas
keb
akar
an
Dila
ntai
hut
an
Uni
t 9
6 P
agi
Caw
ang
C
-B
erge
lom
bang
B
ekas
keb
akar
an
Di
ping
gir
huta
n U
nit
9 9
Pag
i T
eras
A
M
eran
ti B
erge
lom
bang
B
ekas
keb
akar
an
Di
ping
gir
Sun
gai
Uni
t 8
Man
gris
B
alam
10
P
agi
Ter
as
A
-B
erge
lom
bang
B
ekas
keb
akar
an
Dip
ingg
ir s
unga
i U
nit
8 11
P
agi
T.l
ndah
B
K
ayu
Bat
u D
atar
B
ekas
keb
akar
an
DI
lant
ai h
utan
U
nit
8 So
re
T.l
ndah
B
-
Dat
ar
Bek
as k
ebak
aran
D
i la
ntai
but
an
Uni
t8
12
Sor
e C
awan
g C
B
alam
Ter
ong
Dat
ar
Bek
as k
ebak
aran
P
ingg
ir S
unga
i U
nit
9 M
eleb
aran
L
abu
Akt
ivit
as
Ber
jala
n da
n se
mbu
nyi
Ber
lari
Istir
ahat
dan
car
i m
akan
Is
tira
hat
Ber
lari
dan
m
eman
jat
Ber
mai
n di
tan
ah
Ber
mai
n di
tan
ah
Ber
mai
n di
tan
ah
Mak
an d
an
inst
irah
at
W
N
33
Lampiran 5. Pendugaan Pertumbuhan Populasi Beruk (Macaca nemestrilla) di Areal Studi
Kelas Lebar Sex Ratio Betina Ind./th p, f, d, Umur KU (ekor) (ekor) Anak 4 I; l.44 182.36 533 0,801 - 0.750
Muda 5 1: 1.50 927.00 425 0~47T 0.295 0.800
Dewasa 17 I: lAO 1502.67 117 - 0.295 0.940
Keterangan :
p, = Peluang hidup se(iap individu pada kelas umur x untuk dapat hidup pada ke1as umur berikutnya
(age specific survival).
fx Keperidian spesifik individu-individu populasi kelas umur x dalam suatu popuJasi tertentu (age
speq/ic vecundity).
d\ = Proporsi anggota populasi yang tidak mengaiami peningkatan kelas umur pacta tahun berikutnya.
Lampiran 6. Populasi Beruk (Macaca lIemestrina) Pada Setiap Tahull SeteIah Diperolch
Persamaan Pertumbuhan Populasi Logi,tik di Areal Hutan Konservasi HTI PT
Musi Hutan Per,ada Propinsi Sumatera Selatan
1999 6.143 25 2023 68.077 2 2000 8.430 26 2024 68. 119 3 2001 11.411 27 2025 68.148 4 2002 15.180 28 2026 68. I 69 5 2003 19.759 29 2027 68. I 83 6 2004 25.067 30 2028 68. I 94 7 2005 30.892 31 2029 68.201 8 2006 36.913 32 2030 68.206 9 2007 42.763 33 2031 68.309 10 2008 48.115 34 2032 68.212 11 2009 52.749 35 2033 68.213 12 2010 56.573 36 2034 68.215 13 2011 59.606 37 2035 68.215 14 2012 61.937 38 2036 68.216 15 2013 63.685 39 2037 68.217 16 2014 64.972 40' 2038 68.217' 17 2015 65.906 41 2039 68.218 18 2016 66.579 42 2040 68.218 19 2017 67.059 43 2041 68.218 20 2018 670400 44 2042 68.218 21 2019 67.642 45 2043 22 2020 67.812 23 2021 67.933 24