Pembahasan Anemia

27
CASE REPORT ANEMIA Oleh: Asih romayanti Meita putri aldillah Pembimbing: Dr. Henny K KoesnaSp.Pd Dr. Seno M KamilSp.Pd

Transcript of Pembahasan Anemia

CASE REPORTANEMIA

Oleh: Asih romayanti

Meita putri aldillah

Pembimbing:

Dr. Henny K KoesnaSp.PdDr. Seno M KamilSp.Pd

RSUD SOREANG

2011

I. KETERANGAN UMUM

Nama : Tuan S

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 20 tahun

Alamat : Sekarwangi 03/01 Soreang

Pekerjaan : -

Status Perkawinan : Belum menikah

Agama : Islam

Tgl Masuk RS : 11 Oktober 2011

Tgl Pemeriksaan : 13 Oktober 2011

II. ANAMNESIS

KELUHAN UTAMA

Perdarahan pada gusi

ANAMNESIS KHUSUS (alloanamnesis)

Pasien mengeluh perdarahan pada gusi dan hidung disertai demam yang hilang timbul

kurang lebih 4 hari. Darah yang keluar dari gusi dan hidung berwarna merah segar encer dan

sulit berhenti. Sebelumnya pasien juga mengeluh sering terjadi perdarahan pada gusi dan hidung

terutama saat pasien bangun tidur. Pasien juga mengeluh jika ada luka maka perdarahan akan

sulit dihentikan, sering ada bintik-bintik merah dibadan, dan mudah memar.keluhan ini sudah

dirasakan pasien kurang lebih 2 tahun terakhir. Terdapat mual tapi tidak disertai dengan muntah.

Buang air besar sedikit berwarna kehitaman, buan air kecil dalam batas normal. Sebelumnya

pasien pernah dirawat inap di rumah sakit dua kali dengan keluhan yang sama. Pasien mengaku

sering sakit gigi karena ada giginya yang bolong.

Riwayat penyakit dahulu :

- Hipertensi tidak ada

- Diabetes melitus tidak ada

- Asma tidak ada

- Penyakit jantung tidak ada

- Pengobatan paru 6 bulan tidak ada

- Hepatiti

III. STATUS PRESEN

KESAN UMUM

a. Keadaan Umum

Kesan sakit : Sakit sedang

Kesadaran : compos metis

Gizi : Cukup

Tinggi badan : 170 cm

Berat Badan : 60 kg

BMI : 2,076

b. Tanda Vital

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nadi : 88 x/menit, reguler, equal, isi cukup

Pernafasan : 20x/menit, Thorako-abdominal

Suhu : 36,8 oC

PEMERIKSAAN KHUSUS

a. Kepala

1. Rambut : tidak kusam, tidak mudah dicabut

2. Wajah : edema palpebra -/-, malar rash -/-

3. Mata :Konjungtiva Anemis +/+, Injeksi konjungtiva (-), Sklera tidak ikterik

4. Hidung : simetris, sekret (-), pernafasan cuping hidung (-)

5. Mulut : ulkus (-), sianosis perioral (-)

b. Leher :

1. JVP : tidak meningkat

2. KGB : KGB tidak teraba membesar

3. Kaku kuduk : (-)

4. Trakhea : di tengah

5. Kelenjar tiroid tidak teraba membesar

b. Pemeriksaan Thorax

Thorax depan

Inspeksi :

o Bentuk dada simetris dalam keadaan statis dan dinamis

o Tidak ada sikatrik, pelebaran atau penyempitan sela iga

o Iktus cordis tidak terlihat

Palpasi :

o Tidak ada kelainan dinding dada (massa, nyeri tekan, dan krepitasi)

o Teraba pulsasi iktus cordis di ICS V LMCS

o Fremitus taktil dan vokal simetris kanan dan kiri

Perkusi :

o Seluruh lapangan paru terdengar sonor

o Batas jantung kanan: ICS V LSD

o Batas jantung kiri : ICS V LMCS

o Batas atas jantung : ICS III kiri LPS

o Batas paru hepar di ICS V kanan.

Auskultasi :

o Vesicular breathing sound dan Vocal Resonance kiri = kanan normal, ronkhi -/-,

wheezing -/-

o BJ S1, S2 normal, S3 (-), S4 (-), Gallop (-), murmur (-)

d. Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi :

Abdomen datar

Tidak ada kelainan dinding abdomen, tidak ada pelebaran vena

Palpasi :

Abdomen lembut tidak teraba massa

Hepar dan lien tidak teraba membesar

Nyeri tekan epigastrium (+)

Perkusi :

Pada keempat kuandran abdomen terdengar timpani

PS/PP -/-

Ketok CVA -/-

Auskultasi :

Bising usus (+) normal

e. Ekstremitas

Akral teraba hangat, CRT < 2”, edema (-/-), terdapat bintik-bintik merah pada kaki,

Tes rumpled (+) terdapat 4 petekhie

IV. DIAGNOSIS BANDING

Anemia ec ITP (Purpura trombositopenia idiopatik)

Anemia ec DHF grade

V. DIAGNOSIS KERJA (11/10/2011)

Anemia ec ITP ( Purpura trombositopenia idiopatik )

VI. USUL PEMERIKSAAN

Darah rutin: Hemoglobin, Hematokrit, Leukosit, Trombosit, LED

Sediaan apus darah tepi

Tanggal UsulanPemeriksaan HasilPemeriksaan

11/10/2011 1.Darah rutin:

Hemoglobin, Leukosit,

Thrombosit

2.SADT

Hb: 2,8 g/dL

Ht : 9 %

Leukosit : 3500

Trombosit : 15.000

Eritrosit : hipokrom, aniositosis, normoblast (-)

Leukosit : jumlah tampak berkurang, granula

toksik pada segmen nutrofil (+), tampak sel

limfosit fredominan, tidak ada kelainan

morfologi.

Trombosit : tidak dijumpai kelompok

trombosit, giant trombosit (-)

12/11/2011

Post tranfusi PRC 2

labu

1. Hemoglobin Hb : 5,9 g/dL

13 /11/2011

Post tranfusi PRC 2

labu

1. Darah rutin:

Hemoglobin, Leukosit,

Thrombosit

Hb : 8,0 g/dL

Ht : 24%

Leukosit : 5300 /mm3

Trombosit : 30000 /mm3

14 /11/2011

Post tranfusi PRC 2

labu

1. Darah rutin:

Hemoglobin, Leukosit,

Thrombosit

Hb : 11,2 g/dL

Ht : 34%

Leukosit : 6200 /mm3

Trombosit : 28000 /mm3

15/11/2011 - Trombosit Trombosit : 29.000 /mm3

DIAGNOSIS KERJA (13/10/2011)

Anemia ec ITP ( Purpura trombositopenia idiopatik )

PENATALAKSANAAN

1. IGD

11 – 10 - 2011

Umum

Infus RL 20 gtt/menit

Khusus

cefotaxime 2 x 1g

panloc 1 x 1 vial

kalnex 3 x 1 ampul

paracetamol 3 x 500 mg

Setelah keluar hasil darah rutin dan SADT direncanakan tranfusi sampai Hb > 10 g/dL ,

Hb: 2,8 g/dL

Ht : 9 %

Leukosit : 3500

Trombosit : 15.000

Hasil SADT :

Eritrosit : hipokrom, aniositosis, normoblast (-)

Leukosit : jumlah tampak berkurang, granula toksik pada segmen nutrofil (+), tampak sel limfosit

fredominan, tidak ada kelainan morfologi.

Trombosit : tidak dijumpai kelompok trombosit, giant trombosit (-)

Tranfusi PRC 2 labu pertama.

- Labu pertama mulai jam 17.00 – habis 19.30

- Labu kdua mulai jam 20.00 – habis 01.00

Cek Hb post tranfusi : Hb : 5,9 g/dL

12 – 11 – 2011

Infus RL : 20 gtt/menit

Cefotaxime 2 x 1 gr

Panloc 1 x 1 vial

Kalnex 3 x 1 ampul

Paracetamol 3 x 500 mg

Dexamethason 3 x 2 ampul

Hb terakhir 5,9 g/dL direncanakan tranfusi PRC 2 labu + trombosit 4 U

Lab post tranfusi labu ke 4 :

Hb : 8,0 g/dL

Ht : 24%

Leukosit : 5300 /mm3

Trombosit : 30000 /mm3

2. RUANGAN

13-10-2011

Pasien masih mengeluh mual tapi tidak disertai muntah, demam tidak ada, badan masih

terasa lemas.

Infus RL 20 gtt/menit

cefotaxime 2 x 1gr

kalnex 3 x 1 ampul

paracetamol 3 x 500 mg

omeprazol 1 x 1 tablet

Hb masih 8,0 g/dL , direncanakan tranfusi PRC 2 labu.

Hb post tranfusi :

Hb : 11,2 g/dL

Ht : 34%

Leukosit : 6200 /mm3

Trombosit : 28000 /mm3

14-10-2011

Keluhan sudah tidak ada. Terapi dilanjutkan :

Infus RL 20 gtt/menit

cefotaxime 2 x 1gr

kalnex 3 x 1 ampul

paracetamol 3 x 500 mg

omeprazol 1 x 1 tablet

post tranfusi PRC labu ke lima dan ke enam Hb sudah bagus tetapi trombosit masih

rendah.

Hasil pemeriksaan trombosil ulang tanggal 14-10-2011 : Trombosit : 29.000 /mm3

15-10-2011

pasien pulang paksa

PROGNOSIS

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad functionam : ad bonam

PEMBAHASAN DAN TINJAUAN PUSTAKA

Anemia

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red

cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah

yang cukup ke jaringan perifer.

Parameter yang paling umum untuk menunjukkan penurunan massa eritrosit adalah kadar

hemoglobin, disusul oleh hematokrit dan hitung eritrosit. Nilai normal hemoglobin sangat

bervariasi secara fisiologis tergantung jenis kelamin, usia, kehamilan dan ketinggian tempat

tinggal.

Kriteria anemia menurut WHO adalah:

NO KELOMPOK KRITERIA ANEMIA

1. Laki-laki dewasa < 13 g/dl

2. Wanita dewasa tidak hamil < 12 g/dl

3. Wanita hamil < 11 g/dl

Pada pasien ini ditemukan konjungtiva terlihat anemis, dan pada pemeriksaan

laboratorium darah rutin ditemukan Hb 2, 2 g/dL, dimana seharusnya pada pasien ini nilai

normal Hb adalah 14-16 g/dL sehingga dapat didiagnosis sebagai anemia. Karena Hb yang

sangat rendah maka pasien ini memerlukan tranfusi segera. Anemia pada pasien ini disebabkan

oleh perdarahan yang sering terjadi pada pasien ini.

Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan morfologi dan etiologi. Klasifikasi morfologi

didasarkan pada ukuran dan kandungan hemoglobin.

No Morfologi Sel Keterangan Jenis Anemia

1. Anemia makrositik -

normokromik

Bentuk eritrosit yang besar

dengan konsentrasi hemoglobin

yang normal

- Anemia Pernisiosa

- Anemia defisiensi folat

2. Anemia mikrositik -

hipokromik

Bentuk eritrosit yang kecil

dengan konsentrasi hemoglobin

yang menurun

- Anemia defisiensi besi

- Anemia sideroblastik

- Thalasemia

3. Anemia normositik -

normokromik

Penghancuran atau penurunan

jumlah eritrosit tanpa disertai

kelainan bentuk dan konsentrasi

hemoglobin

- Anemia aplastik

- Anemia posthemoragik

- Anemia hemolitik

- Anemia Sickle Cell

- Anemia pada penyakit kronis

Menurut etiologinya, anemia dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam :

1. Hipoproliferatif

Hipoproliferatif merupakan penyebab anemia yang terbanyak. Anemia hipoproliferatif ini

dapat disebabkan karena:

a. Kerusakan sumsum tulang

b. Defisiensi besi

c. Stimulasi eritropoietin (EPO) yang inadekuat, Keadaan ini terjadi pada gangguan fungsi

ginjal

d. Supresi produksi EPO yang disebabkan oleh sitokin inflamasi (misalnya: interleukin 1)

e. Penurunan kebutuhan jaringan terhadap oksigen (misalnya pada keadaan hipotiroid)

Pada jenis ini biasanya ditemukan eritrosit yang normokrom normositer, namun dapat

pula ditemukan gambaran eritrosit yang hipokrom mikrositer, yaitu pada defisiensi besi

ringan hingga sedang dan penyakit inflamasi.

2. Gangguan pematangan

Pada keadaan anemia jenis ini biasanya ditemukan kadar retikulosit yang “rendah”, gangguan

morfologi sel (makrositik atau mikrositik), dan indeks eritrosit yang abnormal. Gangguan

pematangan dapat dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu:

a. Gangguan pematangan inti

Pada keadaan ini biasanya ditemukan kelainan morfologi berupa makrositik. Penyebab

dari gangguan pematangan inti adalah defisiensi asam folat, defisiensi vitamin B12, obat-

obatan yang mempengaruhi metabolisme DNA (seperti metotreksat, alkylating agent),

dan myelodisplasia.

b. Gangguan pematangan sitoplasma

Pada keadaan ini biasanya ditemukan kelainan morfologi berupa mikrositik dan

hipokromik. Penyebab dari gangguan pematangan sitoplasma adalah defisiensi besi yang

berat, gangguan sintesa globin (misalnya pada thalasemia), dan gangguan sintesa heme

(misalnya pada anemia sideroblastik)

3. Penurunan waktu hidup sel darah merah

Anemia jenis ini dapat disebabkan oleh kehilangan darah atau hemolisis. Pada kedua

keadan ini akan didapatkan peningkatan jumlah retikulosit. Kehilangan darah dapat terjadi

secara akut maupun kronis. Pada fase akut, belum ditemukan peningkatan retikulosit yang

bermakna karena diperlukan waktu untuk terjadinya peningkatan eritropoietin dan proliferasi

sel dari sumsum tulang. Sedangkan pada fase kronis gambarannya akan menyerupai anemia

defisiensi besi.

Berdasarkan hasil pemeriksaan SADT ditemukan hasil, Eritrosit : hipokrom, aniositosis,

normoblast (-). Berdasarkan morfologi ini ditemukan eritrodit hipokrom yang berarti mengandung

hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal. Anemia pada pasien ini dapat mengarah kepada

anemia defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan darah kronik. Untuk diagnosis ini yang

lebih tepat adalah anemia akibat kehilangan darah kronik, karena pada pasien ini terdapat riwayat

perdarahan yang sering dan lama kurang lebih 2 tahun.

Berdasarkan etiologinya anemia pada pasien ini masuk kedalam etiologi akibat penurunan waktu

hidup sel darah merah karena anemia jenis ini diakibatkan oleh kehilangan darah dimana pasien ini

terdapat riwayat perdarahan. Gambaran aniositosit menunjukkan terdapat beberapa variasi ukuran

eritrosit yang mungkin ditemukan pada berbagai berbagai anemia.

Pemeriksaan Laboratorium yang digunakan untuk menegakkan diagnosis anemia adalah:

1. Complete Blood Count (CBC)

A. Eritrosit

a. Hemoglobin (N ♀: 12-16 gr/dl ; ♂: 14-18 gr/dl)

b. Hematokrit (N ♀: 37-47% ; ♂: 42-52%)

B. Indeks eritrosit

a. Mean Cell Volume (MCV) = hematokrit x 10

Jumlah eritrosit x 10 6

(N: 82-92)

b. Mean Cell Hemoglobin (MCH) = hemoglobin x 10

Jumlah eritrosit x 10 6

(N: 27-32)

c. Mean Cell Hemoglobin Concentration (MCHC) = hemoglobin x 10

Hematokrit

(N: 32-36)

Bila MCV < 80, maka disebut mikrositosis dan bila > 100 dapat disebut sebagai

makrositosis. Sedangkan MCH dan MCHC dapat menilai adanya defek dalam sintesa

hemoglobin (hipokromia)

C. Leukosit (N : 4000 – 10.000/mm3)

D. Trombosit (N : 150.000 – 400.000/mm3)

2. Sediaan Apus Darah Tepi

a. Ukuran sel

b. Anisositosis

c. Poikolisitosis

d. Polikromasia

3. Hitung Retikulosit ( N: 1-2%)

4. Persediaan Zat Besi

a. Kadar Fe serum ( N: 9-27µmol/liter )

b. Total Iron Binding Capacity ( N: 54-64 µmol/liter)

c. Feritin Serum ( N ♀: 30 µmol/liter ; ♂: 100 µmol/liter)

5. Pemeriksaan Sumsum Tulang

a. Aspirasi

- E/G ratio

- Morfologi sel

- Pewarnaan Fe

b. Biopsi

- Selularitas

- Morfologi

Pada pasien ini hanya dilakukan pemeriksaan darah rutin yang meliputi hemoglobin, hematokrit,

leukosit dan trombosit dan SADT.

ITP ( idiopatik trombositopenia pupura)

ITP merupakan suatu kelainan didapat yang berupa gangguan autoimun yang mengakibatkan

trombositopenia oleh karena adanya penghancuran trombosit secara dini dalam sistem retikuloendotel

akibat adanya autoantibody terhadap trombosit yang biasanya berasal dari immunoglobulin G.

Umumnya pasien datang dengan keluhan bercak-bercak perdarahan pada kulit anggota

gerak berupa petekia, ekimosis atau memar. Kadang-kadang berupa epistaksis, dan perdarahan

gusi atau saluran pencernaan dan saluran kemih. Pada bentuk akut biasanya didahului oleh

infeksi virus 1-6 minggu sebelumnya sedangkan pada bentuk kronik bisa merupakan lanjutan

bentuk akut, atau ditemukan secara kebetulan sewaktu datang berobat dengan keluhan lain. Pada

umumnya gangguan ini didahului oleh penyakit dengan demam ringan 1 – 6 minggu sebelum

timbul gejala. Gangguan ini dapat digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu akut, kronik dan

kambuhan. Pada mula-mula terdapat gejala diantaranya demam, perdarahan, petekie, purpura

dengan trombositopenia dan anemia

Ada dua bentuk ITP : ITP akut , sering terjadi pada anak-anak (2-8 thn), sembuh dalam

6 bulan; ITP kronik, sering pada orang dewasa, trombositopenik menetap lebih dari 6 bulan,

sebagian besar dapat hidup dengan perdarahan ringan pada kulit.

ITP kronik adalah sensitisasi trombosit oleh autoantibodi (biasanya IgG) menyebabkan

disingkirkannya trombosit secara prematur dari sirkulasi oleh makrofag sistem retikuloendotelial,

khususnya limpa. Pada banyak kasus, antibodi tersebut ditujukan terhadap tempat-tempat antigen

pada glikoprotein IIb-IIIa atau kompleks Ib. Masa hidup normal untuk trombosit adalah sekitar 7

hari tetapi pada ITP masa hidup ini memendek menjadi beberapa jam. massa megakariosit total

dan perputaran (turnover) trombosit meningkat secara sejajar menjadi sekitar lima kali normal.

ITP akut paling sering terjadi anak. Pada sekitar 75% pasien, episode tersebut terjadi

setelah vaksinasi atau infeksi seperti cacar air atau mononukleosis infeksiosa. Sebagian besar

kasus terjadi akibat perlekatan respon imun non spesisfik. Remisi spontan lazim terjadi tetapi 5-

10% kasus tersebut menjadi kronis (berlangsung > 6 bulan).Untungnya, angka morbiditas dan

mortalitas pada ITP akut sangat rendah.

Untuk penegakkan diagnosis dilakukan pemeriksaan laboratorium antara lain Hitung

trombosit (<100000/mm3), sediaan hapus darah tepi (megatrombosit sering ditemukan), waktu

perdarahan (memanjang), waktu pembekuan (normal), aspirasi sumsum tulang (peningkatan

megakariosit dan agranuler/tidak mengandung trombosit), pemeriksaan Imunoglobulin (PAIgG).

Pada pasien ini ditemukan tanda perdarahan yang mengacu pada ITP yaitu keluar

darah dari hidung, perdarahan gusi yang sulit berhenti, selain itu juga terdapat bercak-bercak

petekhie pada kaki. Berdasarkan anamnesis pasien ini, juga didapatkan keterangan bahwa jika

terjadi perdarahan maka perdarahan akan sulit untuk berhenti, selain itu pasien juga mudah

memar. Pada pasien ini juga ditemukan BAB berwarna kehitaman yang memungkinkan terdapat

perdarahan saluran cerna. Dari factor resiko kemungkinan disebabkan oleh infeksi, dimana

pada pasien ini didapatkan riwayat gigi bolong. Jenis ITP yang terjadi pada pasien ini

kemungkinan adalah ITP tipe kronik dilihat dari usia pasien yaitu 20 tahun dan trombositopenia

yang menetap lebih dari 6 bulan. Pada pasien ini terdapat riwayat rawat dirumah sakit dengan

keluha yang sama kurang lebih 2 kali dalam 2 tahun terakhir.

Adanya demam pada pasien juga dapat mengarahkan kepada diagnosis pada ITP tetapi

dapat juga didiagnosis banding dengan DHF grade II tetapi dilihat dari riwayat sebelumnya

maka diagnosis lebih mengarah pada ITP.

Pada pemeriksaan laboratorium juga ditemukan hasil trombosi yang sangat rendah

(trombositopenia) hal ini dapat disebabkan karena pada ITP terjadi penghancuran trombosit

secara dini dalam sistem retikuloendotel akibat adanya autoantibody terhadap trombosit yang

biasanya berasal dari immunoglobulin G. trombositopenia pada ITP ini akan menyebabkan

gangguan pada sistem hemostasis karena trombosit bersama dengan sistem vascular factor

koagulasi darah terlibat secara bersamaan dalam mempertahankan hemostasis normal. Pada

pasien ini dilakukan pemeriksaan SADT tp tidak ditemukan megatrombosit, tidak dilakukan

pemeriksaan waktu perdarahan, waktu pembekuan, aspirasi sumsum tulang maupun

pemeriksaan immunoglobulin.

ETIOLOGI ITP

a. Penyebab pasti belum diketahui (idiopatik).

b. Tetapi kemungkinan akibat dari:

Hipersplenisme.

Infeksi virus. : pada kira 70% kasus ada penyakit yang mendahului seperti rubella,

rubeola, atau infeksi saluran napas virus. Jarak waktu antara infeksi dan awitan purpura

rata-rata 2 minggu.

Intoksikasi makanan / obat (asetosal para amino salisilat (PAS). Fenil butazon,

diamokkina, sedormid).

Bahan kimia.

Pengaruh fisik (radiasi, panas).

Kekurangan factor pematangan (malnutrisi).

Koagulasi intra vascular diseminata CKID.

Autoimmun.

Penyebab ITP pada pasien ini tidak diketahuin dengan jelas. Pada pasien ini hanya

didapatkan riwayat infeksi pada gigi dikarenakan gigi bolong, maka kemungkinannya adalah

infeksi. Pengunaan obat-obatan dan bahan kimia lain tidak jelas diketahui.

GEJALA KLINIS ITP

Masa prodormal, keletihan, demam dan nyeri abdomen.

Biasanya didahului oleh infeksi bakteri atau virus (misalnya rubella, rubeola,varisela),

atau setelah vaksinasi dengan virus hidup 1-3 minggu sebelum trombositopenia.

Riwayat pemberian obat-obatan, misalnya heparin, sulfonamid, kuinidin/kuinin, aspirin.

Riwayat ibu menderita HIV, riwayat keluarga yang menderita trombositopenia atau kelainan

hematologi.

Manifestasi perdarahan seperti ekimosis multipel, petekie, epistaksis dan lain-lain.

Anemia terjadi jika banyak darah yang hilang karena perdarahan.

Hati, limpa dan kelenjar getah bening tidak membesar.

Pada pasien ini ditemukan ditemukan 5 gejala klinis yang mengarah pada ITP yaitu

demam dan nyeri abdomen, ada riwayat infeksi yaitu infeksi gigi, adanya manifestasi

perdarahan yaitu petekhie, epistaksis, perdarahan gusi yang sering, hati, limpa dan kelenjar

getah bening tidak membesar serta adanya anemia akibat terjadinya perdarahan yang banyak.

Hal ini menyokong pada diagnosis ITP.

PENATALAKSANAAN ITP

Medikamentosa

ITP Akut

Ringan: observasi tanpa pengobatan → sembuh spontan.

Jika trombcosit 30.000-50.000 :berikan prednison atau tidak diterapi.

Bila setelah 2 minggu tanpa pengobatan jumlah trombosit belum naik, maka berikan

kortikosteroid.

Bila tidak berespon terhadap kortikosteroid, maka berikan immunoglobulin per IV.

Bila keadaan gawat, maka berikan transfusi suspensi trombosit.

Transfusi trombosit, Imunoglobulin intravena (1g/kg/hari atau 2-3 hari), Metilprednisolon

(1g/hari atau 3 hari),

ITP Menahun

Kortikosteroid diberikan selama 5 bulan. Contohnya: prednison 2 – 5 mg/kgBB/hari

peroral. Bila tidak berespon terhadap kortikosteroid berikan immunoglobulin (IV).

Imunosupressan: 6 – merkaptopurin 2,5 – 5 mg/kgBB/hari peroral.

Azatioprin 2 – 4 mg/kgBB/hari per oral.

Siklofosfamid 2 mg/kgBB/hari per oral.

Immunoglobulin

Preparat Immunoglobulin yang digunakan mengandung lebih dari 95% gamma-globulin

dalam bentuk monomerik. Meskipun kesimpulan akhir mekanisme kerjanya belum terungkap,

tetapi ada beberapa pendapat yang telah dikemukakan yaitu :

Melindungi permukaan trombosit, membungkusnya dengan Immunoglobulin non spesifik,

sehingga PAIgG, antigen spesifik, ataupun antigen-antibodi tidak dapat melekat pada

permukaan trombosit.

Menurunkan produksi PAIgG.

Memblokade Fc reseptor di RES.

Dapat mengatasi penekanan trombopoetik yang disebabkan oleh kortikosteroid apabila

pengobatan konservatif sebelumnya telah menggunakan preparat ini.

Indikasi:

1) PTI kronik atau berulang pada anak.

2) PTI kronik dengan indikasi-kontra splenektomi.

3) Penderita PTI yang telah menjalani splenektomi, ataupun pengobatan konservatif

dimana remisi sempuma tidak tercapai.

4) Sebagai persiapan pra bedah terutama bila sebelumnya didapati perdarahan berat.

Dalam hal ini diberikan ± 3 minggu sebelum splenektomi dilaksanakan.

5) Dapat diberikan pada penderita berobat jalan

Non-Medikamentosa

Splenektomi

1) Mekanisme kerja: Seperti telah diketahui, limpa merupakan salah satu organ pembentuk

PAIgG, dan sebaliknya juga merupakan tempat penghancuran PAIgG tersebut. Dengan

diangkatnya limpa diharapkan pembentukan PAIgG berkurang, dan penghancuran PAIgG

atau trombosit di limpa tidak ada lagi; akibatnya trombosit meningkat, dan permeabilitas

kapiler mengalami perbaikan.

2) Indikasi:

a)PTI kronik yang sedang dan berat

b) PTI kronik yang diobati secara konservatif ternyata gagal mencapai remisi setelah 6-12

bulan, atau mengalami relaps 23 kali dalam setahun, atau tidak memberi respons terhadap

pengobatan konservatif

KOMPLIKASI ITP

Anemia karena perdarahan hebat

Perdarahan otak (intrakranial)

Sepsis pasca splenektomi.

PROGNOSIS ITP

ITP mempunyai prognosis sangat baik. meskipun tanpa terapi, dalam 3 bulan 75% penderita

sembuh sempurna, sebagian besar dalam 8 minggu. Pendarahan spontan berat dan pendarahan

intrakranial penderita biasanya terbatas pada awal fase penyakit ini. Sesudah fase akut,

manifestasi spontan cenderung menurun.