Pediculosis pubis
description
Transcript of Pediculosis pubis
PEDICULOSIS PUBIS
1. PENDAHULUAN
Pedikulosis merupakan
infeksi rambut pada manusia yang
disebabkan oleh family pediculidae.
Pedikulus ini merupakan parasit
obligat artinya harus mengisap darah
manusia untuk dapat mempertahankan hidup. P. humanus capitis, P.humanus
humanus dan Pthirus pubis adalah tiga jenis kutu parasit yang menginfeksi manusia.(1)
Pediculosis pubis adalah infeksi di daerah pubis dan di sekitarnya oleh
Phthirus pubis yang bentuknya menyerupai kepiting yang melekatkan dirinya pada
rambut pubis dan rambut-rambut lainnya dari tubuh manusia..(1)
2. EPIDEMIOLOGI
Penyakit Pediculosis pubis ini biasanya menyerang orang dewasa dan dapat
digolongkan dalam penyakit hubungan seksual (PHS) dan diperkirakan sekitar 30%
dari penderita Pediculosis pubis dijangkiti dari PHS ini. Selain ini, Pediculosis pubis
bisa juga terinfeksi dari pakaian, handuk atau pun tempat tidur yang telah
terkontaminasi.(1,2,3)
3. ETIOPATOGENESIS
Kutu Pthirus pubis termasuk dalam genus dan spesies yang terpisah dalam
keluarga Pthiridae. Kutu ini mempunyai dua jenis kelamin, yang betina lebih besar
daripada jantan. Kutu ini ukurannya berkisaran 0,8 – 1,2 mm, dengan penggunaan tepi
bergerigi pada cakar pertama, kutu ini dapat bergerak hingga 10 cm/hari. Kutu ini
paling sering ditemukan di rambut kemaluan meskipun pada individu tertentu
berambut pendek. Kutu ini dapat pula tumbuh pada jenggot, kumis, kutu dari bulu
mata dan pinggiran kulit kepala dapat terjadi pada anak-anak, mungkin akibat kontak
dari orang tuanya. Transmisinya melalui kontak fisik (berbagi tempat tidur, dan
pemakaian handuk yang sama), kontak seksual, dan transmisi non seksual(1,2)
1
Gambar 1yaitu Gambar ventral kutu pubis atau crab louse.(3)
Gambar 2yaitu siklus hidup pubic louse.(3)
Pruritus pada pedikulosis merupakan reaksi hipersensitivitas tipe lambat.
Biasanya perkembangannya terjadi pada 2 – 6 minggu setelah paparan untuk pertama
kali, dan episode pruritus timbul pada 1 – 2 hari setelah paparan. Kelainan kulit yang
timbul disebabkan oleh garukan untuk menghilangkan rasa gatal. Kerana ada garukan,
maka terjadi erosi, ekskoriasi, dan infeksi sekunder (ada pus dan krusta).(4)
4. GEJALA KLINIS
Gejala utama adalah rasa gatal, terutama pada sore dan malam hari. Apabila
dilakukan inspeksi secara dekat pada daerah yang terinfeksi biasanya ditemukan
bercak-bercak yang berwarna abu-abu atau kebiruan yang disebut sebagai macula
serulae.(5) Kutu ini bisa dilhat dengan mata biasa dan susah untuk dilepaskan karena
kepalanya dimasukkan ke dalam muara folikel rambut. Apabila kutu pubis ditemukan
di daerah pubis, tubuh badan lain yang mempunyai rambut halus juga harus diperiksa,
karena kutu ini bisa membentuk koloni di alis dan bulu mata, jenggot, dan axilla.(5, 6)
Biasanya pada lesi primer, daerah yang terinfeksi jarang kelihatan karena
perubahan sekunder yang menyebabkan rasa gatal. Pada daerah kepala atau pubis,
telur biasanya dijumpai pada rambut, tetapi kutu jarang ditemui. Tetapi jika terinfeksi
pada daerah badan, telur dan kutu biasa dijumpai jika dicari dengan teliti.(7)
Pada lesi sekunder, pada daerah kepala, kulit akan berwarna agak kemerahan
dan terdapat ekskoriasi, karena sudah terinfeksi dengan bakteri sekunder. Pada
sebagian besar kasus, rambut akan bergumpal dengan krusta, yang akan menyebabkan
2
bau yang busuk. Pada kasus infeksi lama biasanya akan mucul ruam morbiliformis
pada tubuh. Pada daerah pubis, eksoriasi sekunder mendominasi dan akan
menginfeksi daerah lain yang mempunyai rambut.(7)
Kutu (Lice) muncul sebagai bintik abu-abu kecoklatan di daerah yang
berambut yang kelihatan di kulit. Kutu tidak bergerak selama berhari-hari dengan
bagian mulut yang tertanam ke dalam kulit dan cakar yang memegang rambut di
kedua sisi. Biasanya kutu ditemui sedikit jumlahnya. Telur (nits) melekat di rambut
muncul sebagai bintik kecil berwarna putih abu-abu yang dapat di temukan beberapa
telur saja atau banyak telur. Telur yang ditemukan di perbatasan rambut-kulit
menunjukkan infestasi aktif.(9)
Gambar 3. Pediculosis pubis. Beberapa crab lice dan nits seperti dot yang melekat pada poros rambut
dapat dilihat di daerah kemaluan pasien ini. (Courtesy of DA Burns, MD.)(10)
Bersifat papular urtikaria (papula erythematous kecil) di tempat gigitan, terutama
periumbilical ditemui lecet. Perubahan sekunder berupa likenifikasi, ekskoriasi.
Makula seruleae (taches bleues) berwarna abu-abu atau abu-abu kebiruan dengan
ukuran macula 0,5-1 cm diameter, berbentuk tidak teratur, tidak pucat. Taches bleues
adalah pigmen yang dihasilkan disebabkan oleh perubahan heme saat terkena air liur
dari kutu. Kutu dan telur (nits) bisa ditemukan, kadang-kadang ditemui edema
kelopak mata dengan infestasi berat.(11)
3
Gambar 4. Pediculosis pubis. Bulu mata di infestasi dengan Pthirus pubis. Nit dapat dilihat melekat
pada bulu mata. (Courtesy of DA Burns, MD.)(10)
Paling sering ditemukan pada daerah kemaluan, ketiak, perineum, paha, kaki,
terutama periumbilical. Pada laki-laki yang memiliki rambut di dada dapat juga
ditemukan didaerah puting, tetapi jarang pada pergelangan tangan dan juga jarang di
daerah kumis dan janggut. Pada anak-anak, bulu mata dan alis dapat terkena
walaupun tidak menyerang kemaluan. Macula serulae paling umum pada bagian
bawah dinding perut, pantat dan paha bagian atas.(9, 10)
Gambar 5. Pediculosis pubis. Makula bewarna abu-abu atau biru-abu-abu makula, terlihat pada
bokong. (Courtesy of DA Burns, MD.)(10)
5. DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis adalah dengan identifikasi Pediculosis pubis (crab lice).(14)
Diagnosis biasanya didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
penunjang. Pada Pediculosis pubis, kaca pembesar dapat digunakan untuk melihat
kutu hidup atau telur (nit) hidup pada rambut selama pemeriksaan dan dapat dilihat di
bawah mikroskop cahaya. Jika hanya ditemukan telur saja, ini tidak bermakna
4
infestasi aktif karena telur kutu bisa menetap dalam beberapa bulan setelah terapi
selesai. Makula abu-abu kebiruan kadang-kadang terjadi pada perut, pantat, atau paha
di lokasi gigitan. Biasanya kondisi ini diperoleh melalui aktivitas seksual. Anamnesis
tentang riwayat hubungan seksual sebelumnya harus dilakukan dan pasien juga
diperiksa jika ada infeksi seksual menular lainnya.(8, 9)
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kutu dan telur (nits) dapat dilihat dengan mudah di bawah mikroskop. Kutu hidup
bisa dilihat dan dapat dideteksi dengan mudah oleh pemeriksaan lampu Wood. Telur
(Nits) yang berisi telur mempunyai effloresensi putih apabila telur (nits) yang kosong
memberikan effloresensinya abu-abu.(11) Pemeriksaan adanya kutu atau telur pada
batang rambut menggunakan mikroskop. Telur berukuran sekitar 0,5-mm oval,
bewarna keputih-putihan. Telur tidak menunjukkan adanya embrio atau operulum.
Kutu adalah serangga dengan enam kaki, panjangnya 1-2 mm, bersayap, berwarna
translusen keabu-abuan, tubuh akan menjadi merah ketika menghisap darah.(12)
Gambar 6. Pedikulosis pubis. Pandangan
mikroskopis kutu wanita dewasa yang
mengandung telur. (Courtesy of DA Burns,
MD.)(10)
Gambar 7. Pedikulosis pubis. Pandangan
mikroskopis telur, berisi kutu yang belum
menetas, yang melekat pada batang rambut.
(Courtesy of DA Burns, MD.)(10)
Dermoskopi rambut terinfeksi menunjukkan telur yang mengandung nimfa yang
belum menetas dan yang tembus pandang, serta Pthirus pubis.(13)
5
Gambar 8. a. Telur kutu dengan nimfa yang melekat pada batang rambut kemaluan. b. Phthirus pubis
hidup dilihat di bawah dermoscopeyaitu penampilan tipika ‘crab-like’ dengan tubuh oval pendek dan
cakarnya yang menonjol.(13)
Pemeriksaan kultur bakteri jika ditemukan ekskoriasi seperti lapisan impetigo.
Pemerikasaan serologi dilakukan untuk memeriksa jika ada penyakit menular seksual
yang lain.(11)
7. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding yang paling mungkin bagi Pediculosis pubis adalah
infestasi scabies dan kontak dermatitis. Pada infestasi skabies terdapat rasa gatal
terutama pada malam hari dengan kelainan kulit yang dimulai dengan papula, vesikel.
Kontak dermatitis adalah peradangan kulit yang timbul setelah kontak dengan alergen
melalui proses toksis atau sensitisasi menimbulkan gejala eritema, papul, vesikel dan
erosi. Penderita juga sering mengeluh gatal.(6)
Gambar 9. Scabies(10) Gambar 10. Dermatits Kontak(10)
8. PENATALAKSANAAN
6
a b
Penatalaksanaan yang diberikan terhadap kasus pediculosis pubis umumnya sama
dengan penatalaksanaan terhadap kasus pedikulosis capitis.(2) Sama seperti
penatalaksanaan pedikulosis capitis yaitu diberikan insektisida topikal dengan
penggunaan jarak 1 minggu diantaranya, untuk memastikan pendekatan terapi yang
tepat untuk telur yang sudah menetas. Selain itu, semua daerah tubuh yang berambut
harus diperiksa untuk keberadaan kutu dan kemudian dirawat jika ada.(2,14) Perawatan
untuk pediculosis pubis pada daerah yang terinfeksi terutama pada daerah pubis,
perianal, dan daerah berambut yang berdekatan dengan tempat infeksii.(2)
Pedikulosis pubis diobati dengan aplikasi salep malathion (0,5%), permetrin (1%
krim bilas), phenothrin (0,2%), atau carbaryl (0,5-1%) untuk semua daerah yang
berambut kecuali kulit kepala termasuk kumis dan janggut.(8) Ketika infeksi terjadi
pada bulu mata, salep mata sulfacetamide diberi 2 kali per hari untuk 5 hari sangat
aman dan efektif.(7)
Kebanyakan pengkajian klinis menggunakan zat yang bekerja melalui neurotoksik
melalui produk-produk topikal seperti shampo lindane 1%, lotion permetrin 1%,
pyrethrins 0.3% atau shampo piperonyl butoxide 4%, lotion malathion 0,5% dan lain-
lain. Permetrin direkomendasikan sebagai pengobatan pertama untuk pedikulosis.
Terapi pada pedikulosis pubis ini bisa diberikan seacara topikal dan
sistemik(2,4,9,15)yaitu
1) Pengobatan Topikal
a. Permethrin
Merupakan terapi pertama yang diberikan akibat infeksi yang berat dari kutu
yang terdapat pada kepala, pubis, dan badan. Permethrin efektif untuk
membunuh kutu pada anak maupun pada dewasa namun tidak untuk telur
kutu. Mekanisme kerja yaitu permethrin bekerja sebagai suatu neurotoksin
dengan merusak depolarisasi saraf kanal sodium membran sel dari parasit.
Depolarisasi yang lambat akan menyebabkan paralisis nerves pada otot-otot
pernapasan yang akan mengakibatkan suatu kematian. ADME (absorbtion or
administration,distribution,metabolism and excretion) digunakan secara
topikal selama 10 menit pada rambut yang basah dan kering, kemudian dibilas
dengan menggunakan air panas,. Kontra-indikasi yaitu Hipersensitivitas dan
7
kehamilan. Efek samping yaitu sedikit merasa terbakar, rasa menyengat, rasa
geli atau mati rasa dan pruritus.
b. Pyrethrin dan piperonyl butoxide (PBO)
Pyrethrins adalah ekstrak dari chrysanthemums. PBO adalah sinergis kepada
pyrethrin, pengunaan topikal dengan membunuh kutu dan telur. Obat ada
dalam sediaan cairan, gel dan shampo. ADME yaitu pegunaan obat diaplikasi
secara topikal selama 10 menit dan dibilas, obat bertindak dengan menghalang
repolarisasi Na+. Kontra-indikasi pada yang alergi terhadap tumbuhan
chrysanthemums, ragweed, dan jenis tumbuhan yang berkaitan.
c. Lindane
Disebut juga sebagai hexachloride gama benzene, penggunaan secara topikal
dan merupakan agen efektif sebagai terapi terhadap pedikulosis kapitis,
korporis, pubik, maupun skabies. ADME yaitu shampo lindane 1%
diaplikasikan selama 5 menit sebelum dibilas dengan air. Obat
menstimulasikan sistem saraf dari parasit sehingga menyebabkan kejang dan
kematian. Kontra-indikasi pada bayi, anak-anak, wanita hamil, wanita yang
sedang menyusui, orang lanjut usia, seseorang dengan HIV, gangguan kejang,
kulit yang sangat iritasi dan luka pada saat memakai lindane. Efek samping
adalah anemia aplastik, konvulsi, dermatitis, pusing, sakit kepala, iritasi pada
mata dan membran mukosa, kerusakan ginjal dan hepar, neurotoksisitas,
kemerahan pada kulit, mual dan muntah.
d. Malathion
Direkomendasikan untuk terapi pada pedikulosis kapitis. Mekanisme
kerja :yaitu dengan menghambat irreversibilitas dari kolinesterase, bertindak
sebagai ovicidal dan pediculicidal. ADME (absorbtion or
administration,distribution,metabolism and excretion) digunakan pada rambut
yang kering lalu didiamkan selama 8-12 jam, dibilas, dan diulangi dalam 7
hari. Dosisnya lotion 0.5% dan 1%. Efek samping dari malathion adalah
hipersensitivitas..
8
e. Carbary
Merupakan anti-kolinesterase irreversibel, ester N-methyl carbamat, efektif
melawan kutu yang terdapat pada kepala, badan dan pubis. Dosis aqueous dan
alcoholis solutions diberikan tiap malam dan diulangi setelah 1 minggu. Efek
samping obat adalah karsinogenik dan iritasi pada kulit.
f. Mercuric oxide
Salep mercuric oxide 1% merupakan obat pilihan pada Phthirus palpebrarum,
kutu yang mengelompok pada bulu mata, kontrol kelopak matanya, dan
hilangkan telur kutunya secara mekanik. Efek sampingnya dari mercuric
oxide hipersensitivitas, dermatitis kontak, eritema, nyeri dan edema.
g. Isopropyl myristate
Merupakan suatu obat yang mengandung non-insecticide, komposisi dari obat
ini biasanya lebih sering digunakan dalam kosmetik. Mekanisme kerjanya
yaitu dengan suatu proses mekanik dengan melemahkan dinding lilin pada
kutu, yang mengakibatkan kehilangan cairan internal dan dehidrasi.
h. Benzyl alcohol
Benzyl alkohol menghambat kutu dengan menutup spirakel respiratorinya,
membiarkan losion menyumbat spirakel, sehingga akan mengakibatkan
asfiksia. Sediaan lotion benzyl alkohol 5%.
i. Spinosad
Menyebabkan eksitasi neuronal, paralisis dan kematian pada serangga. Obat
ini merupakan rekomendasi untuk terapi topikal terhadap kelompok kutu di
kepala. Sediaan suspense spinosad 0.9%.
2) Sistemik
9
a. Ivermectin
Merupakan suatu obat semisintetik yang sangat poten, didapatkan dari
streptomyces avermitilis dan merupakan obat pilihan untuk terapi dari kasus
filariasis, skabies, dan gigitan dari pedikulosis kapitis. Mekanisme kerja
adalah mematikan dan membuat paralisis tonus akibat hiperpolarisasi, karena
peningkatan permeabilitas ion melalui pintu kanal glutamat klorid terhadap
otot dan saraf dari parasit. ADME (absorbtion or
administration,distribution,metabolism and excretion) diabsorpsi dengan baik
pada lambung yang kosong, distribusinya luas, terkosentrasi dalam hepar dan
lemak, waktu paruh 48-60 jam, metabolisme di hepar, dan dieksresi pada
feses. Kontra-indikasi pada wanita hamil dan anak-anak dibawah 5 tahun.
Dosisnya yaitu 200-250 µg/kg/oral. Efek samping berupa nyeri perut,
arthralgia, bronkospasme, konstipasi, sakit kepala, demam, letargi, hipotensi,
myalgia, pruritis, kemerahan, mual dan muntah.
b. Cotrimoxazole
Secara normal digunakan sebagai terapi pada kasus infeksi Pneumocystis
carinii, akne dan toksoplasmosis. Cotrimoxazole juga direkomendasikan
sebagai suatu profilaksis untuk melawan UTI(urinary tract infection) dan juga
efektif terhadap pedikulosis. Dosisnya 7-10 mg/kg/oral/ selama 7 hari. Efek
sampingnya hipersensitivitas, anemia megaloblastik karena defisiensi folat,
serta kemerahan pada kulit.
Salep yang dioleskan ke daerah yang terinfeksi didiamkan selama 24 jam
sebelum dibersihkan. Biasanya satu kali aplikasi sudah mencukupi, tetapi untuk
infestasi berat akan membutuhkan pengobatan lebih lanjut dalam waktu 7-10 hari
untuk membunuh kutu yang baru menetas.(2,8) Kutu bisa menginfestasi lewat kontak
langsung, sebaiknya disarankan pasangan seksual diperiksa dan diobati jika perlu.(8)
Pakaian harus dicuci sebaiknya pada suhu 122°F (50°C) dikeringkan dan diseterika.(4,
12)
6. PROGNOSIS
10
Umumnya prognosis baik, kasus sembuh dengan perawatan yang tepat dan
bisa kambuh. Jika tidak diobati, pedikulosis pubis mungkin bertahan selama bertahun-
tahun.(2,15)
7. KOMPLIKASI
Infeksi sekunder dari bakteri dapat terjadi akibat garukan penderita untuk
mengatasi rasa gatal yang timbul.(2)
j.
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Ko C, Elston DM. Tropical Dermatology. Tyring SK, Lupi O, Hengge UR, editors. Philadephiayaitu Elsevier Inc; 2006.2. Stone SP, Goldfarb JN, Bacelieri RE. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 7 ed. Wolff K, A.Goldsmith L, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. USAyaitu The McGraw-Hill Companies, Inc.; 2008.3. Diaz JH. Principles and Practice of Infectious Diseases. 7 ed. Mandell GL, Bennett JE, Dolin R, editors. Philadelphiayaitu Elsevier Inc; 2010.4. Gunning K, Pippitt K, Kiraly B, Sayler M. Pediculosis and Scabiesyaitu A Treatment Update. Am Fam Physician. 2012;86(6)yaitu535-41.5. Burns DA. Rook's Textbook of Dermatology 8ed. Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Oxfordyaitu Wiley-Blackwell Publication; 2010.6. Hunter J, Savin J, Dahl M. Clinical Dermatology. 3 ed. Hunter J, Savin J, Dahl M, editors. Oxfordyaitu Blackwell Publishing Company; 2003.7. Hall JC. Sauer's Manual of Skin Diseases. Hall JC, Seigafuse S, Ferran A, Winter N, Brown K, Dougherty B, et al., editors. Kansasyaitu Lippincott Williams & Wilkins; 2006.8. Adler M. ABC of Sexually Transmitted Infections. 5 ed. Adler M, Cowan F, French P, Mitchell H, Richens J, editors. Londonyaitu BMJ Publishing Group Ltd; 2004.9. Habif TP. Clinical Dermatologyyaitu A Color Guide to Diagnosis and Therapy. 4 ed. Habif TP, Hodgson S, editors. Chileyaitu Mosby, Inc.; 2003.10. Stone SP. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 6 ed. Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, editors. New Yorkyaitu McGraw-Hill Companies; 2003.11. Wolff K, Johnson RA, Suurmond D. Fitzpatrick's The Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. 5 ed. Wolff K, Johnson RA, Suurmond D, editors. USAyaitu The McGraw-Hill Companies; 2007.12. Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. 6 ed. Wolff K, Johnson RA, editors. USAyaitu The McGraw-Hill Companies; 2009.13. Budimčić D. Pediculosis Pubis and Dermoscopy. Acta Dermatovenerol Croat. 2009;17(1)yaitu77-8.14. Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP. Dermatology. 2 ed. Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP, editors. Spainyaitu Elsevier Inc; 2008.15. Parish LC. Field Guide to Clinical Dermatology. 2 ed. Frankel DH, Seigafuse S, Winter N, Harper J, Brown K, Zinner S, et al., editors. New Yorkyaitu Lippincott Williams & Wilkins; 2006.
12