Pathway Cedera Kepala

37
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala adalah merupakan masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian besar, apalagi cedera kepala ini sering menimpa golongan usia produktif. Dan kebanyakan menimbulkan kematian pada manusia salah satunya adalah Head Injuri Great III ( Soemarno Markam 1992 ). Head Injuri Great III juga disebut comusio cerebri adalah keadaan dimana penderita setelah mendapat cedera kepala / kapitis mengalami penurunan kesadaran sejenak tidak lebih dari 10 menit. Adanya riwayat pusing, sakit kepala, mual dan muntah. Kemudian penderita dengan cepat siuman kembali tanpa mengalami defisit neurologi dan biasanya diertai dengan retograd yaitu lupa akan kejadian pada waktu beberapa saat sesudah terjadi kecelakaan. ( Soemarno Markam 1992 ). Statistik neagara-negara yang sudah maju menunjukkan bahwa trauma kapittis mencakup 26 % dari jumlah segala macam kecelakaan 33 % kecelakaan yang berakhir pada kematian menyangkut trauma kapitis. Diluar medan perperangan lebih dari 50 % trauma kapitis yaitu terjadi karena kecelakaan lalu lintas selebihnya karena pukulan atau jatuh. Menurut data yang punulis dapatkan dari buku register dari Ruang Rawat Penyakit Saraf Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dari tanggal 21 maret 2005 sampai dengan 13 mei 2005, didapatkan jumlah penderita yang dirawat inap sebanyak 80 orang , dan yang menderita Head Injuri sebanyak 20 orang atau 25 % ( Buku register Ruang Rawat Penyakit Saraf Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banada Aceh ). Adapun kegawat daruratan penyakit / masalah yang berperngaruh terhadap semua aspek pasien adalah : beberapa usaha telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi Page | 1

description

Pathway Cedera Kepala

Transcript of Pathway Cedera Kepala

Page 1: Pathway Cedera Kepala

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar BelakangCedera kepala adalah merupakan masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian besar, apalagi cedera kepala ini sering menimpa golongan usia produktif. Dan kebanyakan menimbulkan kematian pada manusia salah satunya adalah Head Injuri Great III ( Soemarno Markam 1992 ).Head Injuri Great III juga disebut comusio cerebri adalah keadaan dimana penderita setelah mendapat cedera kepala / kapitis mengalami penurunan kesadaran sejenak tidak lebih dari 10 menit. Adanya riwayat pusing, sakit kepala, mual dan muntah. Kemudian penderita dengan cepat siuman kembali tanpa mengalami defisit neurologi dan biasanya diertai dengan retograd yaitu lupa akan kejadian pada waktu beberapa saat sesudah terjadi kecelakaan. ( Soemarno Markam 1992 ).Statistik neagara-negara yang sudah maju menunjukkan bahwa trauma kapittis mencakup 26 % dari jumlah segala macam kecelakaan 33 % kecelakaan yang berakhir pada kematian menyangkut trauma kapitis. Diluar medan perperangan lebih dari 50 % trauma kapitis yaitu terjadi karena kecelakaan lalu lintas selebihnya karena pukulan atau jatuh.Menurut data yang punulis dapatkan dari buku register dari Ruang Rawat Penyakit Saraf Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dari tanggal 21 maret 2005 sampai dengan 13 mei 2005, didapatkan jumlah penderita yang dirawat inap sebanyak 80 orang , dan yang menderita Head Injuri sebanyak 20 orang atau 25 % ( Buku register Ruang Rawat Penyakit Saraf Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banada Aceh ).Adapun kegawat daruratan penyakit / masalah yang berperngaruh terhadap semua aspek pasien adalah : beberapa usaha telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi akibat kecelakaan yang serius misalanya mematuhi undang-undang lalu lintas, pemakaian seat belt, helm dan sebagainya ( RSU. P 1995 ).Adapun peran perawat yang dilakukan pada Head Injuri Gret III ialah : memberikan asuhan keperawatan, memberi rasa aman, mengurangi rasa khawatir, mempertahankan hubungan yang harmonis utntuk membantu penyembuhan, melayani kebutuhan pasien dan keinginan pasien serta perawatan berperan sebagai penyuluh kesehatan.

Page | 1

Page 2: Pathway Cedera Kepala

B. Rumusan Masalah1. Apa pengertian Injury Kepala?2. Apa etiologi dari Injury Kepala?3. Klasifikasi dari Injury Kepala?4. Apa manifestasi klinik Injury Kepala?5. Bagaimana patofisiologi Injury Kepala?6. Apa komplikasi Injury Kepala?7. Bagaimana pemeriksaan diagnostik Injury Kepala?8. Bagaiamana penatalaksanaan Injury Kepala?9. Bagaiamna asuhan keperawatan yang harus diberikan pada klien dengan Injury

Kepala?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu mengetahui tentang konsep dasar asuhan keperawatan pada klien dengan Injury Kepala

2. Tujuan Khususa. Menjelaskan pengertian polidaktili.

b. Menjelaskan etiologi polidaktili.

c. Menjelaskan klasifikasi polidaktili.

d. Menjelaskan manifestasi klinis polidaktili.

e. Menjelaskan patofisiologi polidaktili.

f. Menjelaskan penatalaksanaan polidaktili.

D. METODE PENULISANPenulisan makalah ini menggunakan berdasarkan literatur yag diperoleh dari buku

ataupun sumber dari internet.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Makalah ini terdiri dari 3 bab yang disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II : Isi yang terdiri dari pengertian, etiologi, klasifikasi, manifestasi klinis, patofisiologi, dan penatalaksanaan Injury Kepala

Page | 2

Page 3: Pathway Cedera Kepala

BAB III : Asuhan Keperawatan pada klien Injury Kepala

BAB IV : Penutup terdiri dari Kesimpulan

Page | 3

Page 4: Pathway Cedera Kepala

BAB IIPEMBAHASAN

A. DefinisiGangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam (Batica,2011)

Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak (Pierce & Borley, 2006)

Cedera kepala adalah serangkainan kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma kepala ,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya (Standar Pelayanan Mendis ,RS DR Sardjito)Cendera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. (Mansjoer Arif ,dkk ,2000)

B. Etiologi Kecelakaan lalu lintas Jatuh Trauma benda tumpul Kecelakaan kerja Kecelakaan olahraga Trauma Tembak Pecahan Bom Pukulan Langsung Tabrakan Peluru

C. KlasifikasiBerat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringannya gejala yang muncul setelah cedera kepala. Ada beberapa klasifikasi yang dipakai dalam menentukan derajat cedera kepala. Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagi aspek, secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan :

1) Mekanisme Cedera kepalaBerdasarkan mekanisme, cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil-motor, jatuh atau pukulan benda tumpul. Cedera kepala tembus disebabkan oleh peluru atau tusukan. Adanya penetrasi selaput durameter menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera tembus atau cedera tumpul.

Page | 4

Page 5: Pathway Cedera Kepala

2) Berat nya CederaGlascow Coma Scale (GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera kepala.         Cedera Kepala Ringan (CKR)GCS 13–15, dapat terjadi kehilangan kesadaran (pingsan) kurang dari 30 menit atau mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusio cerebral maupun hematoma.         Cedera Kepala Sedang ( CKS)GCS 9–12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.         Cedera Kepala Berat (CKB)GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio cerebral, laserasi atau hematoma intracranial.

Glascow Coma Scale (GCS)

No Respon Nilai

1.

2.

3.

Membuka Mata :       Spontan       Terhadap rangsangan suara       Terhadap nyeri       Tidak ada

Verbal :       Orientasi baik       Orientasi terganggu       Kata-kata tidak jelas       Suara tidak jelas       Tidak ada respon

Motorik :       Mampu bergerak       Melokalisasi nyeri       Fleksi menarik       Fleksi abnormal       Ekstensi       Tidak ada respon

4

3

2

1

5

4

3

2

1

6

5

Page | 5

Page 6: Pathway Cedera Kepala

3) Tipe Cedera Kepala

Tipe dari cedera kepala dapat meliputi :

1. Fraktur Tengkorak

Fraktur kepala dapat melukai jaringan pembuluh darah dan saraf-saraf dari

otak, meorbek durameter yang mengakibatkan perembesan cairan

serebrospina, dimana dapat membuka suatu jalan untuk terjadinya infeksi

intracranial. Adapun macam-macam dari fraktur tengkorak adalah:

a. Linear Fraktur adalah retak biasa pada bagian hubungan tulang dan

tidak merubah hubungan dari kedua fragmen.

b. Comminuted Fraktur adalah patah tulang dengan multiple fragmen

dengan fraktur yang multilinear

c. Depressed Fraktur . Fragmen tulang melekuk ke dalam.

d. Coumpound Fraktur. Fraktu tengkorak yang meliputi laserasi dari

kulit kepala, membrane mukosa, sinus paranasal, mata dan telinga

atau membrane timpani.

e. Fraktur dasar tengkorak. Fraktur yang terjadi pada dasar tengkorak,

khususnya pada fossa anterior dan tengah. Fraktur dapat dalam

bentuk salah satu : linear, comminuted atau depressed. Sering

menyebabkan rhinorrhea atau otorrhea.

2. Cidera Serebral.

Cidera serebral dapat meliputi :

a. Komosio serebri. Adalah suatu kerusakan sementara fungsi

neurologi yang disebabkan oleh benturan pada kepala. Biasanya

tidak merusak struktur tetapi menyebabkan hilangnya ingatan

sebelum dan sesudah cidera, lesu, mual dan muntah. Biasanya

dapat kembali pada fungsi yang normal. Setelah komosio akan

timbul sindroma berupa sakit kepala, pusing, ketidakmampuan

untuk konsentrasi berupa minggu setelah kejadian.

Page | 6

Page 7: Pathway Cedera Kepala

b. Kontusio serebri. Benturan dapat menyebabkan perubahan dari

struktur dari permukaan otak yang mengakibatkan perdarahan dan

kematian jaringan dengan/tanpa edema. Kontusio dapat berupa

copu atau contracoup injury. Defisit neurologi serius dapat terjadi.

Gejala-gejala tergantung pada luasnya kerusakan.

c. Hematoma epidural Adalah perdarahan yang menuju ke ruang

antara tengkorak dan durameter. Kondisi ini terjadi karena laserasi

dari arteri meningea media. Gambaran klinik klasik yang terlihat

berupa: hilangnya kesadaran dengan diikuti perioe flaccid, tingkat

kesadaran dengan cepat menurun confusion sampai dengan koma.

Jika tidak ditangani akan menyebabkan kematian.

d. Hematoma subdural. Adalah perdarahan arteri atau vena durameter

dan arachnoid. Hematoma subdural akut dapat timbul dalam waktu

48 jam, dengan gejala-gejala berupa sakit kepala, mengantuk,

agitasi, bingung dan dilatasi dan fiksasi pupil ipsilateral. Untuk

hematoma subakut subdural gejala-gejalanya sama dengan yang

akut, tetapi berkembang lebih lambat yaitu 2 hari sampai 2

minggu. Hematoma subdural kronik akibat trauma kecil dapat

berkembang lebih lama lagi

e. Hematoma Intracerebral. Adalah perdarahan yang menuju ke

jaringan serebral. Biasanya terjadi akibat cidera langsung dan

sering didapat pada lobus frontal atau temporal. Gejala-gejalanya

meliputi: sakit kepala, menurunnya kesadaran, hemiplegia

kontralateral dan dilatasi pupil ipsilateral.

f. Hematoma subarachnoid. Hematoma yang terjadi akibat trauma,

meskipun pembentukan hematoma jarang. Tanda dan gejala-

gejalanya meliputi: kaku kuduk, sakit kepala, menurunnya tingkat

kesadaran, hemiparesis dan ipsilateral dilatasi pupil.

Page | 7

Page 8: Pathway Cedera Kepala

D. Manifestasi Klinis1. Komosio Serebri

Muntah tanpa nausea Nyeri pada lokasi cidera Mudah marah Pusing dan mata berkunang-kunang, ingatan sementara hilang

2. Kontusio Serebri Perubahan tingkat kesadaran Lemah dan paralisis tungkai Kesulitan berbicara Hilangnya ingatan sebelum dan pada saat trauma, sakit kepala Perubahan dalam penglihatan Tidak berespon baik rangsang verbal dan denyut nadi Kelumpuhan saraf cranial Glasglow coma scale dibawah

3. Hematoma epidural Luka benturan/penetrasi pada lobus temporal, dasar tengkorak. Hilangnya kesadaran dalam waktu singkat mengikuti beberapa menit

sampai beberapa jam periode flasia, kemudian secara progresif turun kesadarannya

Gangguan penglihatan Perasaan mengantuk, ataksia, leher kaku yang menujukkan adanya

hematoma epidural fossa posterior Kontraleral hemiparesis/paralisis Kontralateral aktivitas kejang jacksonia

4. Hematoma subdural Berubah-ubah hilang kesadaran Sakit kepala Otot wajah melemah Tanda-tanda babinsky positif Tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial

Kronik Gangguan Mental Sakit kepala yang hilang timbul Perubahan tingkah laku Kelemahan yang hilang timbul pada satu tungkai pada sisi tubuh Meningkat gangguan penglihatan Penurunan tingkat kesadaran yang hilang timbul Peningkatan Tekanan Intrakranial

Page | 8

Page 9: Pathway Cedera Kepala

E. PatofisiologiPatofisiologis dari cedera kepala traumatic dibagi dalam proses primer dan proses

sekunder. Kerusakan yang terjadi dianggap karena gaya fisika yang berkaitan dengan

suatu trauma yang relative baru terjadi dan bersifat irreversible untuk sebagian besar

daerah otak. Walaupun kontusio dan laserasi yang terjadi pada permukaan otak, terutama

pada kutub temporal dan permukaan orbital dari lobus frontalis, memberikan tanda-tanda

jelas tetapi selama lebih dari 30 tahun telah dianggap jejas akson difus pada substasi alba

subkortex adalah penyebab utama kehilangan kesadaran berkepanjangan, gangguan

respon motorik dan pemulihan yang tidak komplit yang merupakan penanda pasien yang

menderita cedera kepala traumatik berat.

Proses Primer

Proses primer timbul langsung pada saat trauma terjadi. Cedera primer biasanya fokal

(perdarahan, konusi) dan difus (jejas akson difus).Proses ini adalah kerusakan otak tahap

awal yang diakibatkan oleh benturan mekanik pada kepala, derajat kerusakan tergantung

pada kuat dan arah benturan, kondisi kepala yang bergerak diam, percepatan dan

perlambatan gerak kepala. Proses primer menyebabkan fraktur tengkorak, perdarahan

segera intrakranial, robekan regangan serabu saraf dan kematian langsung pada daerah

yang terkena.

Proses Sekunder

Kerusakan sekunder timbul beberapa waktu setelah trauma menyusul kerusakan primer.

Dapat dibagi menjadi penyebab sistemik dari intrakranial. Dari berbagai gangguan

sistemik, hipoksia dan hipotensi merupakan gangguan yang paling berarti. Hipotensi

menurunnya tekanan perfusi otak sehingga mengakibatkan terjadinya iskemi dan infark

otak. Perluasan kerusakan jaringan otak sekunder disebabkan berbagai faktor seperti

kerusakan sawar darah otak, gangguan aliran darah otak metabolisme otak, gangguan

hormonal, pengeluaran bahan-bahan neurotrasmiter dan radikal bebas. Trauma saraf

proses primer atau sekunder akan menimbulkan gejala-gejala neurologis yang tergantung

lokasi kerusakan. Kerusakan sistem saraf motorik yang berpusat dibagian belakang lobus

frontalis akan mengakibatkan kelumpuhan pada sisi lain. Gejala-gejala kerusakan lobus-

lobus lainnya baru akan ditemui setelah penderita sadar. Pada kerusakan lobus oksipital

akan dujumpai ganguan sensibilitas kulit pada sisi yang berlawanan. Pada lobus frontalis

Page | 9

Page 10: Pathway Cedera Kepala

mengakibatkan timbulnya seperti dijumpai pada epilepsi lobus temporalis.

Kelainan metabolisme yang dijumpai pada penderita cedera kepala disebabkan adanya

kerusakan di daerah hipotalamus. Kerusakan dibagian depan hipotalamus akan terjadi

hepertermi. Lesi di regio optika berakibat timbulnya edema paru karena kontraksi sistem

vena. Retensi air, natrium dan klor yang terjadi pada hari pertama setelah trauma

tampaknya disebabkan oleh terlepasnya hormon ADH dari daerah belakang hipotalamus

yang berhubungan dengan hipofisis. Setelah kurang lebih 5 hari natrium dan klor akan

dikeluarkan melalui urine dalam jumlah berlebihan sehingga keseimbangannya menjadi

negatif. Hiperglikemi dan glikosuria yang timbul juga disebabkan keadaan perangsangan

pusat-pusat yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat didalam batang otak. Batang

otak dapat mengalami kerusakan langsung karena benturan atau sekunder akibat fleksi

atau torsi akut pada sambungan serviks medulla, karena kerusakan pembuluh darah atau

karena penekanan oleh herniasi unkus. Gejala-gejala yang dapat timbul ialah fleksiditas

umum yang terjadi pada lesi tranversal dibawah nukleus nervus statoakustikus, regiditas

deserebrasi pada lesi tranversal setinggi nukleus rubber, lengan dan tungkai kaku dalam

sikap ekstensi dan kedua lengan kaku dalam fleksi pada siku  terjadi bila hubungan

batang otak dengan korteks serebri terputus

Page | 10

Page 11: Pathway Cedera Kepala

F. Pathway

Page | 11

Trauma Kepala

Tulang Kepala

Fraktur Linear, Fraktur communited, Fraktur

depresses, Fraktur basis

1. TIK meningkat

Respons fisiologis otak

Cedera otak sekunder

Kerusakan sel otak

Rangsangan Simatis

Tahanan vaskuler sistemik & TD

Tek pemb.darah Pulmonal

Tekanan Hidrostatik

Kulit Kepala

Hematom Pada kulit

Cedera otak

Cidera otak primer

Ringan

Sedang

berat

Gangguan autoregulasi

Aliran darah ke otak

O2 Gangguan metabolisme

Produksi asam laktat yg meningkat

Jaringan Otak

Komusio, hematom,edema. kontusio

Gangguan

kesadaran,gangguan

TTV,kelainan neurologis

Hipoksemia Serebral

Kelainan

Stress lokalis

Katekolamin

Sekresi asam lambung

Mual Muntah

4. Intake Nutrisi tidak adekuat

Page 12: Pathway Cedera Kepala

Page | 12

Kebocoran Cairan kapiler

Edema Paru

Curah Jantung menurun

Difusi O2 Terhambat

3. Ketidakefektifan Pola napas

Edema Otak

2. Gangguan Perfusi jaringan serebral

Hipokemia

Hiperkapnea

Page 13: Pathway Cedera Kepala

G. Komplikasi

1. Kebocoran cairan serebrospinal akibat fraktur pada fossa

anterior dekat sinus frontal atau dari fraktur tengkorak bagian

petrous dari tulang temporal.

2. Kejang. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam

pertama dini, minggu pertama) atau lanjut (setelah satu

minggu).

3. Diabetes Insipidus, disebabkan oleh kerusakan traumatic pada

rangkai hipofisis meyulitkan penghentian sekresi hormone

antidiupetik.

H. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan pada klien dengan cedera kepala, meliputi hal-

hal di bawah ini.

CT- scan , Mengidentifikasi adanya Hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler,

pergeseran jaringan otak.

MRI

Angiografi serebral, menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran

jaringan otak akibat oedema, perdarahan atau trauma.

EEG , untuk memperlihatkan berkembangnya gelombang patologis

Foto Rontgen, mendekteksi perubahan struktur tulang (fraktur) perubahan

struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang

PET (Positron Emission Tomography), mendeteksi perubahan aktivitas

metabolism otak.

Pemeriksaan CFS, lumbal pungsi: dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subaraknoid

Kadar Elektrolit, untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan tekanan intracranial.

Skrining toksikologi, untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.

Page | 13

Page 14: Pathway Cedera Kepala

Analisis Gas Darah (AGD), adalah salah satu tes diagnostik untuk menetukan status respirasi, status respirasi yang dapat digambarkan melalui pemeriksaan AGD ini adalah status oksigenisasi dan status asam basa.

I. Penatalaksanaan Medis1. Non Pembedahan

Angkat Tangan klien dengan papan datar untuk mempertahankan posisi kepala dan leher sejajar

Traksi ringan pada kepala Terapi untuk mempertahankan homeostasis otak dan mencegah kerusakan

otak sekunder sperti stabilitas system kardiovaskular dan fungsi pernapasan untuk mempertahankan perfusi serebral yang adekuat

Tindakan terhadap peningkatan TIK dengan melalukan pemantauan TIK. Bila terjadi peningkatan TIK,pertahankan oksigenisasi yang adekuat:Pemberian manitol untuk menguragi edema kepala dengan dehidrasi osmotic, hiperventilasi, meninggikan posisi kepala di tempat tidur;kolaborasi bedah neuro untuk meningkatkan bekuan dan jahitan terhadap laserasi di kepala. Pasang alat pemantau TIK selama pembedahan atau dengan tekhnik aseptic di tempat tidur. Rawat klien Di ICU

Tindakan perawatan Pendukung yang lain, yaitu pemantauan ventilasi dan pencegahan kejang serta pemantauan cairan, elektrolit, dan keseimbangan nutrisi. Lakukan intubasi dan ventilasi mekanik bila klien koma berat untuk mengontrol jalan napas, penurunan volume darah serebral, dan penurunan TIK , Pasang NGT bila terjadi penururnan motilitas lambung dan peristaltic terbalik akibat cedera kepala.

2. PembedahanKraniotomi diindikasikan utnuk:

Mengatasi subdural atau epidural hematoma Mengatasi peningkatan tekanan cranial yang tidak tekontrol Mengobati Hidrosefalus

3. Farmakologi Glukokortikoroid (dexamethazone) untuk mengurangi edema Diureik Osmotic (manitol) di berikan melalui jarum dengan filter untuk

mengeluarkan Kristal-kristal mikroskopis Diuretik loop (misalnya furosemide) untuk mengatasi peningkatan

tekanan Intrakranial

Page | 14

Page 15: Pathway Cedera Kepala

Obat paralitik (pancuronium) digunakan jika klien dengan ventilasi mekanik untuk mengontrol kegelisahan atau agitasi yang dapat menibgkatkan resiko peningkatan tekanan intracranial

Pemberian terapi Antikonvulsan untuk mencegah kejang setelah trauma kepala yang menyebabkan kerusakan otak sekunder karena hipoksia .

J. Konsep Dasar Asuhan Keperawatana. Anamnesis

1) Pengumpulan data klien baik subjketif maupun objektif pada gangguan system persarafan sehubugan dengan cedera kepala bergantung pada bentuk, lokasi, jenis cedera, dan adanya komplikasi pada organ vital lainya. Anamnesis pada cedera kepala meliputi keluhan utama,riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan pengkajian psikososial

2) Keluhan UtamaSering menjadi alas an klien untuk meminta pertolongan kesehatan tergantung seberapa jauh dampak dari trauma kepala diserati penurunan tingkat kesadaran.

3) Riwayat Penyakit sekarangAdanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat dari kecelakaan lalu lintas, jauh dari ketinggian, traumalangsung ke kepala. Pengkajian yang didapat, meliputi tingkat esdaran menurun (GCS < 15), konvulsi, muntah, takipnea, sakit kepala, wajah simetris atau tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret pada saluran pernapasan, adanya likuor dari hidung dan telinga, serta kejang. Adanya penurunanatau perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan perubahan di dalam intracranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargik, tidak responsive , dan koma.

4) Riwayat Penyakit dahuluPengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi, riwayat cedera kepala sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia, penggunaan obat-obatan antikoagulan,aspirin, vasodilator, obat-obatan adiktif dan konsumsi alkohol berlebihan.

5) Riwayat penyakit keluargaMengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan diabetes mellitus.

6) Pengkajian psikososiospiritualPengkajian mekanisme kping yang digunakan klien untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam

Page | 15

Page 16: Pathway Cedera Kepala

keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan akivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah .Adanya perubahan hubungan dan peran klien mengalami kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri didapatkan klien measa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif.

Oleh karena klien harus menalani rawat inap, keadaan ini mungkin member dampak pada status ekonomi klien, akibat biaya perawatan dan pengoatan memerlukan dana yang tidak sedikit. Cedera kepala memerlukan biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat memengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga. Perawat juga memasukan pengkajian terhadap pada gaya hidup indivisu. Perspektif keperawatan dalam mengkaji terdiri atas dua masalah: keterbatasan yang diakibatkan oleh deficit neurologis dalam hubungannya dengan peran social dan rencana pelayanan yang akan mendukung adapatasi pada gangguan neurologis di dalam system dukungan individu.b. Pemeriksaan Fisik

Setelah Melakukan Anamnesis yang mengarah pada keluhan – keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per system (B1 – B6) dengan focus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3(Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan – keluhan dari klien.

1) Keadaan Umum

Pada keadaan cedera kepala umunya mengalami penurunan kesadaran (cedera kepala ringan, GCS:13 – 15; cedera kepala sedang GCS: 9 – 12; cedera kepala berat, bila GCS kurang atau sama dengan 8) dan terjadi perubahan pada tanda- tanda vital.

2) B1 (Breathing)

Perubahan pada system pernapasan bergantung pada gradasi dari perubahan jaringan serebral akibat trauma kepala. Pada beberapa keadaan hasil dari pemeriksaan fisik system ini akan didapatkan hasil seperti di bawah ini:

Page | 16

Page 17: Pathway Cedera Kepala

Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunann otot bantu napas, dan peningatan frekuensi pernapasan. Ekspansi dada: dinilai penuh/ tidak penh dan kesimetrisannya. Pada Observasi ekspansi dada juga perlu dinilai: Retraksi dari otot-otot interkostal, substernal, pernapasan abdomen., dan respirasi paradoks (retraksi abdomen saat inspirasi). Pola napas paradoksal dapat terjadi jika otot-otot interkostal tidak mampu menggerakkan dinding dada.

Pada Palpasi, fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain akan didapatkan jika melibatkan trauma pada rongga torak.

Pada perkusi, adanya suara redup sampai pekak pada keadaan melibatkan trauma pada torak/hematoraks

Pada Auskultasi, bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi, stridor, ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret, dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien cedera kepala dengan penurunan tingkat kesadaran koma.

Pada klien cedera kepala berat dan sudah terjadi disfungsi pusat pernapasan, klien biasanya terpasang ETT dengan ventilator dan biasanya klien dirawat diruang perawatan intensif sampai kondisi klien menjadi stabil. Pengkajian klien cedera kepala berat dengan pemasangan ventilator secara komprehensif merupakan jalur keperawatan kritis.

Pada Klien dengan tingkat kesadaran compos mentis, pengkajian pada Inspeksi pernapasan tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.

Page | 17

TIK meningkat

Hipoksemia

Hiperkapnia

Rangsang Simpatis

Page 18: Pathway Cedera Kepala

3) B2 (Blood)

Pengkajian pada system kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien cedera kepala sedang dan berat. Hasil pemeriksaan kardiovaskuler klien kepala pada beberapa keadaan dapat ditemukan tekanan darah normal atau berubah, nadi bradikardi, takikardia, dan aritmia. Frekuensi nadi cepat dan lemah berhubungan dengan homeostasis tubuh dalam upaya menyeimbangkan kebutuhan oksigen perifer. Nadi bradikardia merupakan tanda dari perubahan perfusi jaringan otak. Kulit kelihatan oucat menunjukkan adanya penurunan kadar hemoglobin dalam darah. Hipotensi menandakan adanya perubahan perfusi janringan dan tanda-tanda awal dari syok. Pada beberapa keadaan lain akibat dari trauma kepala akan merangsang tubuh untuk melakukan retensi atau pengeluaran garam dan air oleh tubulus. Mekanisme ini akan meningkatkan konsentrasi elektrolit sehingga memberikan resiko terjadinya gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada system kardiovaskuler.

4) B3 (Brain)

Cedera kepala menyebabkan berbagai deficit neurologis terutama akibat pengaruh peningkatan tekanan intracranial yang disebabkan adanya perdarahan baik bersifat hematom intraserbal, subdural, dan epidural. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada system lainnya.

Page | 18

Me tahanan vaskuler sistemik dan tekanan darah

Peningkatan hambatan difusi O2 – CO2

Sistem pembuluh darah pulomonal tekanan darah

Edema Paru

Meningkatkan tekanan hidrostatik

Page 19: Pathway Cedera Kepala

Pengkajian Tingkat Kesadaran. Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitive untuk disfungsi system persarafan. Beberapa system digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.

Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien cedera kepala biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, semikomatosa sampai koma.

Pengkajian Fungi Serebral. Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, lobus frontal, dan hemisfer.

Status Mental, Observasi penampilan, tingkah laku klien, nilai gaya bicara, ekspansi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien cedera kepala tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan. Fungsi Intelektual. Pada beberapa keadaan klien cedera kepala didapatkan penurunan dalam memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Lobus Frontal. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika trauma kepala mengakibatkan adanya kerusakan pada lobus frontal kapasitas, memori atau kerusakan fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi. Disfungsi ini dapat Ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi yang menyebabkan klien ini menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka. Masalah psikologis lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh emosi yang labil, bermusuhan, frustasi, dendam dan kurang kerja sama . Hemisfer . Cedera kepala hemisfer kanan didapatkan hemiparase sebelah kiri tubuh, penilaian buruk, dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut. Cedera kepala yang hemisfer kiri, mengalami hemiparasee kanan, perilaku lambat dan sangat hati-hati, kelainan bidang pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia dan mudah frustasi.

Pengkajian Saraf Kranial. Pengkajian ini meliputi pengkajian saraf cranial I- XXII

Saraf I : Pada beberapa keadaan cedera kepala di area yang merusak anatomis dan fisiologis saraf ini klien akan mengalami kelainan pada fungsi penciuman/anosmia unilateral atau bilateral. Saraf II. Hematom palpebra pada klien cedera kepala akan menurunkan lapang pandang dan mengganggu fungsi saraf optikus. Perdarahan di ruang intracranial,, terutama hemoragia subaraknoid, dapat disertai dengan perdarahan di retina. Anomali pembuluh darah di dalam otak dapat

Page | 19

Page 20: Pathway Cedera Kepala

bermanifestasi juga di fundus. Akan tetapi dari segala macam kelainan di dalam ruang intracranial, tekanan intracranial dapat dicerminkan pada fundus. Saraf III,IV, dan VI . Gangguan mengangkat kelopak mata terutama pada klien dengan trauma yang merusak rongga orbita. Pada kasus-kasus trauma kepala dapat dijumpai anisokoria. Gejala ini harus dianggap sebagai tanda serius jika midriasis itu tidak bereaksi pada penyinaran. Tanda dini herniasi tentorium adalah midriasis yang tidak berekasi pada penyinaran. Paralisis otot ocular akan menyusul pada tahap berikutnya. Jika pada trauma kepala terdapat anisokoria, bukan midriasis, melainkan miosis yang bergandengan dengan pupil yang normal pada sisi yang lain, maka pupil yang miotik adalah abnormal. Miosis ini disebabkan oleh lesi di lobus frontalis ipsilateral yang mengelola pusat siliospinal. Hilangnya fungsi itu berarti pusat siliospinal menjadi tidak aktif sehingga pupil tidak berdilatasi melainkan berkontraksi.

Saraf V. Pada beberapa keadaan cedera kepala menyebabkan paralisis saraf trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah. Saraf VII. Persepsi pengecapan mengalami perubahan Saraf VIII. Perubahan fungsi pendengaran pada klien cedera kepala ringan biasanya tidak didapatkan apabila trauma yang terjadi tidak melibatkan saraf vestibulokoklearis. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut. Saraf XI. Bila tidak melibatkan trauma pada leher, mobilitas klien cukup baik serta tidak ada artofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Saraf XII. Indra pengecapan mengalami perubahan.

Pengkajian Sistem Motorik. Pada inspeksi umum, didapatkan hemiplegia (Paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otakk yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain.

Tonus Otot. Didapatkan menurun sampai hilang. Kekuatan Otot. Pada penilaian dengan menggunakan tingkat kekuatan otot didapatkan tingkat 0. Keseimbangan dan Koordinasi. Didapatkan mengalami gangguan karena hemiparese dan hemiplegia.

Pengkajian Refleks. Pemeriksaan reflex profunda, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat reflex pada respons normal.

Pemeriksaan reflex patologis, pada fase akut reflex fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari reflex fisiologis akan mencul kembali didahului dengan reflex patologis.

Page | 20

Page 21: Pathway Cedera Kepala

Pengkajian Sistem Sensorik. Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terjadi ketidakmamuan untuk menginterprestasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri.

Kehilangan sensorik karena cedera kepala dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam mneginterprestasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius.

5) B4(Bladder)Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah, dan karakteristik urine, termasuk berat jenis urine. Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat menurunnya perfusi pada ginjal. Setelah cedera kepala, klien mungkin mengalami inkontinensia urine karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan system perkemihan karena kerusakan control motorik dan postural. Kadang- kadang control sfingter urinarius eksrternal hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan tekhnik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.

6) B5 (Bowel)

Didapatkan adanya keluhan kesulitan, nafsu makan menurun, mual, dan muntah pada fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus. Adanya inkontinensia alvi yng berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.

Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan penilaian ada tidaknya lesi pada mulut atau perubahan pada lidah dapat menunjukkan adanya Dehdrasi. Pemeriksaan bising usus untuk menilai ada atau tidaknya dan kualitas bising usus harus di kaji sebelum melakukan palpasi abdomen. Bising usus menurun atau hilang dapat terjadi pada paralitik ileus dan peritonitis. Lakukan Observasi bising usus selama ± 2 menit. Penurunan motilitas usus dapat terjadi akibat tertelannya udara yang berasal dari sekitar slang endoktrakeal dan nasotrakeal.

7) B6(Bone)

Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan pada seluruh ekstermitas. Kaji warna kulit, suhu, kelemahan, dan turgor kulit. Adanya perubahan warna kulit; warna kebiruan menunjukkan adanya sianosis (ujung kuku, ekstermitas, telinga,

Page | 21

Page 22: Pathway Cedera Kepala

hidung, bibir, dan membrane mukosa). Pucat pada wajah dan membrane mukosa dapat berhubungan dengan rendahnya kadar haemoglobin atau syok. Pucat dan sianosis pada klien yang menggunakan ventilator dapat terjadi akibat adanya hipoksemia. Warna kemerahan pada kulit dapat menunjukkan adanya demam, dan infeksi. Integrasi kulit untuk menilai adanya lesi dan dekubitus. Adanya kesulitan untik beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/hemiplegic, mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.

Pengkajian Penatalaksanaan Medis

Penatalksanaan saat awal terutama pada cedera kepala selain mempertahankan fungsi ABCD (airway, breathing, dan circulation) dan menilai stataus neurologi (disabilitas dan pajanan), penurunan risiko iskemi juga harus dilakukan. Keadaan ini dapat dibantu dengan pemberian oksigen dan glukosa sekalipun pada otak yang mengalami trauma relative memerlukan oksigen dan glukosa yang lebih rendah.

Selain itu, perlu pula dikontrol kemungkinan tekanan intracranial yang meningkat disebabkan oleh edema serebri. Sekalipun tidak jarang memerlukan tindakan operasi, tetapi usaha untuk menurunkan tekanan intracranial ini dapat dilakukan dengan cara menurunkan PaCO2 dengan hiperventilasi yang menunjukkan acidosis intraserebral dan meningkatkan metabolism intraserebral.

a.b. Asuhan keperawatan

1. Risiko Tinggi Peningkatan TIK Berhubungan dengan desak ruang sekunder dari kompresi korteks serebri dari adanya perdarahan, baik berdifat intraserebral,hematom, subdural hematom,maupun epidural hematom.

2. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema otak, hematoma,penurunan tekanan darah sistemik/hipoksia.

3. Ketidakefektifan pola napas b.d difusi O2 terhambat4. Ketidak seimbangan nutrisi kurang kebutuhan tubuh b. d ketidakmampuan pemasukan

makanan atau mencerna makanan dan atau mengabsorbsi zat-zat gizi karena faktor biologis.

No Dx. Keperawatan Tujuan Kriteria hasil Intervensi1 Risiko Tinggi

Peningkatan TIK Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 2

1. Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan

Page | 22

Page 23: Pathway Cedera Kepala

Berhubungan dengan desak ruang sekunder dari kompresi korteks serebri dari adanya perdarahan, baik bersifat intraserebral,hematom, subdural hematom,maupun epidural hematom.

x 24 jam tidak terjadi peningkatan TIK pada klienKriteria:

1. Klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual – mual dan muntah, 2. 2. GCS: 4,5,6, tidak terdapat papiledema. TTV dalam batas normal.

individu/penyebab koma/penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK

2. Memonitor tanda – tanda vital tiap 24 jam

3. Evaluasi pupil, amati ukuran,ketajaman,dan reaksi terhadap cahaya

4. Bantu klien jika batuk,muntah

5. Observasi tingkat kesadaran dengan GCS

6. Kolaborasi untuk tindaka operatif evakuasi darah dari dalam intracranial

7. Berikan analgesik narkotik, contohnya kodein :

2 Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema otak, hematoma,penurunan tekanan darah sistemik/hipoksia.

dalam waktu 3 x 24 klien dapat mempetahankan:

1. tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi adanya fungsi motorik dan sensorik.

2. Mendemonstrasikan TTV Stabil dan tak ada peningkatan TIK

1. Kaji tingkat kesadaran dengan GCS

2. Kaji pupil, ukuran, respon terhadap cahaya, gerakan mata

3. Evaluasi keadaan motorik dan sensori pasien

4. Monitor tanda vital setiap 1 jam

5. Observasi adanya edema periorbita ekimosis diatas osmatoid,rhinorrhea, otorrhea

6. Pertahan kan kepala tempat tidur 30-45 derajat dengan posisi leher menekuk

7. Anjurkan pasien untuk tidak menekuk lututnya / fleksi, batuk, bersin, feses yang keras

8. Pertahankaan suhu normal.

9. Monitor kejang dan

Page | 23

Page 24: Pathway Cedera Kepala

berikan obat antikejang.

10. Lakukan aktivitas keperawatan dan aktivitas pasien seminimal mungkin.

11. Pertahankan kepatenan jalan napas, suction jika perlu, berikan oksigen 100 % sebelum suction dan suction tidak lebih dari 15 detik.

12. Berikan obat sesuai program dan monitor efek samping.

3 Ketidakefektifan pola napas b.d difusi O2 terhambat

1. kaji frekwensi napas,

kedalaman, irama

setiap 1-2 jam.

2. Auskultasi bunyi

napas setiap 1-2 jam

3. Pertahankan

kebersihan jalan

napas, suction jika

perlu, berikan oksigen 

sebelum suction.

4. Berikan posisi

semifowler.

5. Berikan oksigen sesuai

program.

4 Ketidak seimbangan

nutrisi kurang

kebutuhan tubuh b. d

ketidakmampuan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 3 x 24 jam nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh, dengan criteria:

1. Kaji kebiasaan makan klien

2. Catat jumlah makanan yang di makan

3. Kolaborasi dengan Tim

Page | 24

Page 25: Pathway Cedera Kepala

pemasukan makanan

atau mencerna

makanan dan atau

mengabsorbsi zat-zat

gizi karena faktor

biologis.

1. Klien mengatakan keinginan untuk makan

2. Makanan yang disediakan sesuai kebutuhan nutrisi dapat dihabiskan

3. Berat badan dalam batas maksimal

gizi dan dokter untuk penentuan kalori diet sesuai dengan penyebab stroke seperti hipertensi, DM,dan penyakit lainnya.

BAB IVPENUTUP

KesimpulanCedera kepala adalah serangkainan kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma kepala ,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya (Standar Pelayanan Mendis ,RS DR Sardjito)Cendera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. (Mansjoer Arif ,dkk ,2000)

Page | 25

Page 26: Pathway Cedera Kepala

Daftar Pustaka

Page | 26