Panduan Akademik Bahasa Inggris SMP
Transcript of Panduan Akademik Bahasa Inggris SMP
Memahami dan mengungkapkan makna secara lisan dan tertulis dalam wacana interpersonal dan transaksional sederhana, secara formal maupun informal, dalam bentuk recount, narrative, procedure, descriptive, dan report, dalam konteks kehidupan sehari-hari.
Rangkuman
SKL SMP/MTs mata pelajaran Bahasa
Inggris
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sangat sedikit lulusan sekolah menengah yang memiliki
kemampuan berbahasa Inggris yang memadai untuk melakukan
kegiatan komunikatif dalam konteks kehidupan sehari-hari. Dari yang
sedikit itu pun banyak yang memperoleh kemampuan berbahasa Inggris
bukan dari sekolah tetapi dari kursus atau dari lingkungan sosial
lainnya, seperti keluarga, tetangga, dan teman.
Hal ini berarti bahwa SMP/MTs di Indonesia pada umumnya
belum mampu mencapai Standar Kompetensi Lulusan (SKL) mata
pelajaran Bahasa Inggris untuk SMP/MTs
yang rangkumannya dapat dilihat dalam
kotak sisipan di halaman ini, serta Standar
Isi (SI)—Standar Kompetensi (SK) dan
Kompetensi Dasar (KD)—yang
rangkumannya dapat dilihat di beberapa
halaman berikut. Padahal jika diamati secara
cermat, cakupan materi dalam SI, seperti
menyapa, berterima kasih, meminta maaf,
memuji, mengajak, menunjukkan perhatian,
menyatakan kekaguman, memerintah,
memberi informasi, minta klarifikasi,
membaca deskripsi, mengikuti petunjuk,
dsb. bukanlah tindakan yang terlalu asing bagi siswa SMP/MTs. Di
1
Kelas VIIo menyapa orang
yang sudah/belum dikenal,
o memperkenalkan diri sendiri dan orang lain,
o mengucapkan terima kasih,
o meminta maaf, o menggunakan
ungkapan kesantunan, dsb.
Kelas VIIIo mengundang, o mengajak, o memuji, o memberikan
ucapan selamat,
o menyetujui, dsb.
Kelas IXo menunjukkan
dan meminta perhatian,
o menyatakan kekaguman, dsb.
Materi Jenis Teks
INTERPERSON
samping itu, tingkat kesulitan yang dituntut pun masih pada tataran
’[sangat] pendek dan sederhana’.
Dalam bentuk yang pendek dan sederhana, teks-teks
fungsional seperti pesan, pengumuman,
instruksi mengerjakan latihan, serta
berbagai teks yang termasuk dalam genre
descriptive (a.l., deskripsi artis, teman,
binatang piaraan siswa,
rumah/kampung/kota siswa), narrative
(a.l., cerita pendek, dongeng, fabel),
recount (a.l., paparan perjalanan, laporan
kegiatan, paparan kejadian), procedure
(a.l., resep, langkah-langkah mengerjakan
tugas, manual), dan report (a.l.,
ensiklopedia binatang, paparan tentang
tumbuh-tumbuhan pada umumnya,
paparan tentang suatu jenis olah raga),
seharusnya juga tidak terlalu sulit untuk
dapat dikuasai siswa SMP/MTs.
Karena tuntutannya masih pada
tataran pendek dan sederhana, setiap guru
Bahasa Inggris di SMP/MTs di seluruh Indonesia seharusnya juga
tidak kesulitan untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan
bahasa pengantar bahasa Inggris, terutama untuk kegiatan
2
komunikatif interpersonal maupun
transaksional lisan. Kesempatan
berinteraksi dalam bahasa Inggris dalam
proses pembelajaran sehari-hari
merupakan hal yang sangat perlu
dilakukan agar bahasa tersebut menjadi
bagian penting dalam hidup siswa sehari-
hari. Dengan demikian siswa menjadi
terbiasa mendengar, melihat, membaca,
dan menggunakan berbagai ungkapan
yang relevan untuk melaksanakan
pembelajaran Bahasa Inggris dalam kelas
maupun di lingkungan sekolah.
Oleh karena itu, ketidak-mampuan
banyak lulusan SMP/MTs untuk
berkomunikasi dalam bahasa Inggris
bukan karena tuntutan SI dan SKL yang
terlalu tinggi, kelas yang terlalu besar,
beban kerja guru yang tinggi, fasilitas
pembelajaran yang tidak memadai, dsb.
Semua itu dapat dikatakan hanya sebagai
alasan untuk menutupi kegagalan selama
ini.
3
Materi untuk SMP/MTs mencakup kegiatan/tindakan mencapai tujuan dengan menggunakan:
teks-teks fungsional sangat pendek dan sederhana yang terkait dan untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar, untuk Kelas VII s.d IX
dan
Teks monolog sangat pendek dan sederhana berbentuk
descriptive dan procedure, untuk Kelas VII
descriptive, narrative, dan recount, untuk Kelas VIII
procedure, narrative, report, untuk Kelas IX.
Materi Jenis Teks
FUNGSIONAL
Ada beberapa kemungkinan lain
yang menjadi penyebab langsung dari
ketidak-mampuan proses pembelajaran di
sekolah mengembangkan keterampilan
berbahasa Inggris untuk kehidupan sehari-
hari. Pertama, proses pembelajaran
kemungkinan tidak difokuskan pada
penguasaan keterampilan melaksanakan
tindak bahasa/tutur yang ditetapkan dalam
SI. Tuntutan pada penguasaan kompetensi
berbahasa Inggris untuk digunakan dalam
’konteks kehidupan sehari-hari’ sepertinya
juga masih belum menjadi penekanan.
Banyak kegiatan pembelajaran yang
dikerjakan siswa di sekolah masih
menekankan pada penguasaan tentang
konsep dan cara penggunaan ungkapan-
ungkapan komunikatif, pemahaman
struktur retorika, serta pengetahuan
tentang kosa kata dan tata bahasa.
Kedua, masih banyak guru yang merasa sudah terlalu
mapan dan nyaman dengan materi, metode, sumber belajar, dan
cara penilaian hasil belajar yang telah menjadi kebiasaan yang
mengakar selama bertahun-tahun, sehingga tidak mudah ataupun
4
enggan untuk melakukan perubahan. Berbagai perubahan
kebijakan yang terkait dengan mata pelajaran Bahasa Inggris
ternyata tidak belum menunjukkan adanya perubahan yang
signifikan dalam proses pembelajaran yang terjadi di SMP/MTs
pada umumnya. Oleh karena itu, hasil belajarnyapun masih
seperti sedia kala, masih jauh dari harapan mewujudkan bahasa
Inggris sebagai alat yang dapat digunakan siswa dalam kehidupan
sehari-hari.
Penyebab yang paling menonjol adalah masih sangat banyak
guru yang sangat tergantung pada buku teks, lembar kerja siswa
(LKS) dan sumber-sumber lain yang biasa digunakan selama ini.
Hal ini sangat tidak menguntungkan karena jenis dan bentuk
kegiatan pembelajaran dalam buku teks dan LKS pun juga belum
mengalami perubahan ke arah yang dituntut oleh SI dan SKL.
Kegiatan belajar bahasa Inggris terlalu berorientasi pada bahasa
tulis, menggunakan teks-teks yang pada umumnya tidak
mencerminkan kenyataan penggunaan bahasa Inggris di
masyarakat, serta terfokus hanya pada pemahaman dan
penerapan ungkapan dan aturan kebahasaan.
Tentunya keadaan ini harus segera berubah. Tidak ada
pilihan bagi guru kecuali segera membantu siswa mencapai SI
dan SKL yang sudah ditetapkan. Pada era global ini, tujuan
belajar bahasa Inggris memang seharusnya mampu melakukan
banyak hal yang berguna bagi hidupnya dan
5
lingkungannya, saat ini dan yang akan datang, dengan
bahasa Inggris sebagai alat utamanya. Siswa perlu belajar
Bahasa Inggris sebagai ALAT penting untuk pengembangan
KECAKAPAN HIDUP, secara akademik, sosial, personal, maupun
vokasional.
Untuk membantu siswa menanamkan kebiasaan berbahasa
Inggris untuk melakukan berbagai tindakan nyata dalam
hidupnya, pengalaman belajar yang dilalui juga harus ’berbasis
dunia nyata’. Artinya, semua komponen pembelajaran harus
langsung terkait dengan penggunaan bahasa Inggris dalam dunia
nyata, dengan sumber belajar teks-teks dari berbagai sumber,
lisan maupun tertulis, yang memang benar-benar digunakan
dalam lingkungan sosial siswa dan masyarakat.
Untuk menciptakan suasana pembelajaran yang demikian,
tentunya guru tidak mungkin dapat mengandalkan buku teks dan
LKS. Dia harus berani mengubah perannya menjadi seorang
pencipta atau perancang program pembelajaran yang kreatif dan
inovatif. Namun, mengubah kebiasaan mengajar yang sudah lama
tertanam, terutama dengan cara melepaskan ketergantungan pada
buku teks dan LKS, tentunya tidak mudah. Namun dengan
komitmen yang kuat, tidak ada hal yang tidak mungkin.
2. Fungsi dan Tujuan Buku Panduan Pendidik (BPP)
6
POINTS TO PONDER
Most teachers are influenced by the attitude of the institution, their colleagues and the students who sometimes see the textbook not just as the provider of a syllabus but also a programme of study an activities that has to be closely followed.
There are two major reasons why such an attitude may not be in the best interests of either students or teachers. In The first place teachers who over-use a textbook and thus repeatedly follow the sequence in each unit may become boring over a period of time for they will find themselves teaching the same type of activities in the same order again and again. In such a situation, even with good books, students may find the study of English becoming routine and thus less and less motivating. Classes will start appearing increasingly similar and the routine will become increasingly monotonous. One of the cornerstones of good planning is the use of variety in teaching precisely to offset this tendency. The other main reason for worrying about textbooks is that they are not written for your class.
Harmer, J. (1991). The practice of English language teaching. London:Longman. Hlm. 257
BPP ini berfungsi sebagai panduan untuk menunjang
pengembangan profesionalisme guru mata pelajaran Bahasa
Inggris di SMP/MTs dalam merancang proses pembelajaran
Bahasa Inggris yang berpotensi membantu siswa
mengembangkan kecakapan personal, sosial, akademik dan
vokasional dengan bahasa pengantar Bahasa Inggris sebagaimana
dituntut dalam SI dan SKL. Secara khusus BPP ini bertujuan
membantu guru Bahasa Inggris di SMP/MTs dalam merencanakan
dan melaksanakan proses pembelajaran.
Tuntutan agar guru menjadi perancang program
pembelajaran yang mandiri merupakan implikasi nyata dari
pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), yang
menjadi ciri penting era desentralisasi pendidikan saat ini. Oleh
karena itu, perlu ditekankan bahwa BPP ini bermaksud untuk
7
meningkatkan profesionalisme sebagai agen perubahan (agent of
change), bukan mengindoktrinasi guru untuk mengikuti satu
model perancangan proses pembelajaran secara membuta tanpa
didasari pemikiran yang kritis.
BPP ini menitik-beratkan opengembangan kemampuan
belajar mandiri sepanjang hayat (learning how to learn) pada
guru maupun siswa, agar kedua agen pembelajar tersebut dapat
mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki untuk mampu
mengikuti perkembangan jaman. Salah satu caranya adalah
dengan mulai meningkatkan minat dan kemampuannya untuk
melihat langsung sumber rujukan yang handal, baik sumber
kebijakan maupun sumber rujukan teoretis. Untuk itu, BPP ini
‘menyisipkan’ banyak sumber kebijakan dan hasil pemikiran
konseptual dari berbagai sumber. Wawasan yang luas tentang
berbagai hal di bidang bahasa dan pendidikan bahasa adalah
kunci menjadi guru Bahasa Inggris yang percaya diri dan tidak
mudah terombang-ambing oleh perubahan jaman yang
berlangsung sangat cepat. BPP ini dapat juga dijadikan sebagai
acuan bagi para guru dan pendidik mata pelajaran Bahasa Inggris
lainnya untuk melaksanakan penelitian dan menghasilkan karya
ilmiah lainnya dalam rangka pengembangan profesionalisme dan
karirnya.
8
POINTS TO PONDER
Textbook influence on Planning and the Curriculum
Textbooks and supplementary materials accompanying them (e.g., worksheets and tests) have great influence on teacher planning and what is taught. Estimates are that 75 percent of teacher and student class time is taken up by their use.
Textbooks are popular because: (1) lessons can easily be prepared from them, (2) they seemingly provide all the information needed, (3) other learning resources may not be available—for example library or Internet access, (4) teachers may feel they lack time to develop their own learning resources, (5) they are accepted as written by experts, and (6) they are readily available.
Beginning teachers are particularly vulnerable to over-reliance on them since most have not yet found or developed alternative instructional resources. No one would deny the value of textbooks, only over-dependence on them to the exclusion of other types of learning experiences that can be more meaningful.
It is important to remember that most textbooks are intended to be used by all students, anywhere. Consequently, when using them as a main resource, (1) determine their appropriateness for your learners and (2) make certain their contents focus on what your students must know and be able to do—the required curriculum.
Cruickshank, D. R., dkk. (2006). The act of teaching. Boston: McGraw Hill. Hal. 148.
BPP ini juga menyisipkan banyak contoh teks interpersonal,
transaksional dan fungsional yang dicakup dalam SI Bahasa
Inggris untuk SMP/MTs. Selain itu juga diberikan contoh-contoh
teks lain (yang tidak termasuk cakupan minimal yang ditetapkan
dalam SI dan SKL) yang juga perlu dan dapat dikuasai siswa
SMP/MTs, seperti jokes dan wise words pendek. Semua contoh
diambil dari majalah, koran, dan sumber-sumber otentik lainnya.
Tidak ada satu pun yang diambil dari buku teks Bahasa Inggris.
Contoh-contoh tersebut membuktikan bahwa teks otentik tidak
selalu sulit untuk pembelajaran Bahasa Inggris di SMP/MTs. Jika
banyak guru masih menganggap teks-teks terse but terlalu sulit,
kemungkinan karena memang sudah lama tidak terbiasa membaca
sumber-sumber otentik.
3.
Struktur BPP
9
BPP ini memuat pokok-pokok bahasan yang membantu guru
tetap berpijak pada kenyataan yang dihadapi sehari-hari di
sekolah dan amanah yang diemban sebagai guru Bahasa Inggris
di Indonesia, namun senantiasa tetap mengembangkan cara
berpikir kritis agar selalu menjadi bagian penting dalam proses
perubahan.
Bab I, Pendahuluan, memaparkan tentang latar belakang,
fungsi dan tujuan BPP, serta struktur penyajian pokok-pokok
bahasan yang dicakup. Bab II berjudul ‘Permasalahan
Pembelajaran dalam Buku Teks Bahasa Inggris’. Dalam bab ini
para pembaca diajak untuk melakukan evaluasi kritis terhadap
berbagai kegiatan pembelajaran yang lazim dimuat dalam buku
teks dan LKS Bahasa Inggris untuk SMP/MTs, yang banyak
digunakan sebagai sumber belajar utama. Melalui kegiatan
refleksi kritis ini diharapkan para pembaca menjadi sadar bahwa
banyak kegiatan dan latihan yang selama ini menjadi kelaziman
ternyata tidak atau kurang memberikan kesempatan bagi siswa
untuk belajar menguasai kompetensi komunikatif dalam konteks
kehidupan sehari-hari. Artinya, tidak sesuai dengan tuntutan
pencapaian kompetensi dalam SKL, SK dan KD yang berlaku saat
ini.
Bab III berjudul ‘Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Tujuan dari bab ini adalah
agar para pendidik menyadari bahwa pengembangan KTSP harus
10
didasarkan pada pemahaman yang baik tentang berbagai
kebijakan nasional yang terkait dengan proses pembelajaran
Bahasa Inggris di SMP/MTs yang dimuat dalam berbagai
dokumen negara, terutama Undang-Undang no. 3 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah No.
19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, serta
berbagai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional. Karena tugas
seorang guru pada dasarnya adalah melaksanakan amanah
negara untuk mendidik generasi muda yang menjadi masa depan
bangsa ini sesuai dengan berbagai standar yang telah ditetapkan
negara, setiap pendidik perlu memiliki pemahaman yang baik
terhadap berbagai landasan hukum yang terkait mata pelajaran
masing-masing.
Bab IV berjudul ‘Keterampilan Literasi dan
Pengembangannya: Tinjauan Pustaka’. Bab ini membahas
berbagai teori dasar tentang literasi dan teori belajar dari ilmu
jiwa perkembangan. Bab ini banyak merujuk karya-karya lama,
terutama dalam bidang ilmu bahasa fungsional, literasi, dan
psikologi perkembangan yang menjadi pelopor di bidang masing-
masing. Dengan lebih banyak acuan pada teori dasar daripada
karya yang menyajikan hasil penerapan berbagai teori dasar
tersebut, diharapkan para pendidik memiliki dasar yang kuat
untuk menghasilkan karya-karya original secara mandiri. Guru
Indonesia harus mulai meninggalkan perannya sebagai pengguna
11
setia karya orang lain, apalagi karya ‘impor’ dari negara lain, dan
berubah menjadi pencipta karya dan metode pembelajaran yang
lebih sesuai dengan kondisi pembelajaran di wilayah dan di
sekolah masing-masing.
Bab V berjudul ‘Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Mata Pelajaran Bahasa Inggris di SMP/MTs’. Bab ini memberikan
rincian tentang cara membaca, merapikan dan menentukan SK
dan KD pada setiap semester, yang akan menjadi dasar untuk
membuat perencanaan proses –pembelajaran dalam bentuk
silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
Bab VI berjudul ‘Tujuan dan Indikator Pencapaian
Kompetensi (IPK) Mata Pelajaran Bahasa Inggris di SMP/MTs’.
Bab ini memberikan satu model untuk menentukan dan
merumuskan kedua komponen perencanaan proses pembelajaran
tersebut. Rasional pengembangan model tersebut juga diberikan
agar para pembaca melihat model tersebut bukan sebagai satu-
satunya model tetapi sebagai model yang didasari hanya pada
satu cara pandang tertentu. Dengan cara ini diharapkan pembaca
menjadi tertantang untuk dapat mengembangkan model sendiri
berdasarkan landasan berpikir yang dapat dipertanggung-
jawabkan. Langkah yang hampir sama juga dilakukan pada Bab
VII, berjudul ‘Materi Ajar dan Sumber Belajar Bahasa Inggris di
SMP/MTs’, Bab VIII berjudul ‘Metode dan Kegiatan Pembelajaran
12
WISE WORDS
By perseverance,
the snail reached the Ark.
Bahasa Inggris di SMP/MTs, dan Bab IX berjudul ‘Penilaian Hasil
Belajar Bahasa Inggris di SMP/MTs’.
Bab X berjudul ‘Perencanaan Proses Pembelajaran Bahasa
Inggris di SMP dan MTs’. Bab ini merupakan kulminasi dari
semua yang telah ditentukan dan dirumuskan pada bab-bab
sebelumnya. Bab ini memberikan satu model perencanaan
program pembelajaran Bahasa Inggris per tahun, pengembangan
silabus dan pengembangan RPP.
Bab XI adalah ‘Kesimpulan’. Bab ini memuat rangkuman isi
BPP serta refleksi terhadap proses pengembangan program
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan dan cara yang
diberikan dalam BPP ini.
13
BAB II
PERMASALAHAN PEMBELAJARAN DALAM BUKU TEKS BAHASA INGGRIS UNTUK
SMP/MTs
Bab ini akan mencermati berbagai kegiatan pembelajaran yang
dimuat dalam tiga buku teks yang diterbitkan oleh beberapa penerbit
ternama di Indonesia. Untuk menjaga kerahasiaan, identitas buku-
buku yang digunakan tidak disebutkan, dan setiap kegiatan juga
diganti isinya namun tetap dijaga kemiripannya agar maksud dan
tujuan kegiatan tidak berubah. Pencermatan dilakukan pada dua
tataran yaitu pada (1) proses pembelajaran dan (2) dampak
pembelajaran.
Pencermatan akan dilakukan pada proses pembelajaran yang
difokuskan untuk pengembangan keterampilan komunikatif lisan
(Listening dan Speaking) dan keterampilan komunikatif tertulis
(Reading dan Writing).
a. Proses Pembelajaran Lisan
Rancangan proses pembelajaran ini diambil dari buku teks
Bahasa Inggris untuk Kelas III SMP. Fokus pembelajaran adalah
pada pengembangan keterampilan berkomunikasi secara lisan
(Listening dan Speaking). Pencermatan terhadap proses
14
1. Analisis Proses Pembelajaran
1. Adakah tuntutan bagi siswa untuk melakukan percakapan yang sebenarnya dalam konteks kehidupan nyata termasuk meminta dan memberi konfirmasi, paling tidak di dalam kelas selama pembelajaran unit ini.
2. Adakah model percakapan lisan yang berisi kegiatan meminta dan memberi konfirmasi yang dapat ditiru siswa?
3. Adakah cukup bimbingan bagi siswa untuk belajar melakukan percakapan dalam arti yang sesungguhnya?
a. memahami makna orang lain
pembelajaran lisan ini akan difokuskan pada ketiga pertanyaan di
bawah ini.
TUJUAN PEMBELAJARAN: MEMINTA DAN MEMBERI KEPASTIAN
Untuk mencapai tujuan ini dirancang serangkaian kegiatan
belajar dalam satu unit pelajaran. Tidak ada lagi kegiatan belajar untuk
mencapai tujuan tersebut selain yang dilaksanakan dalam unit ini.
Artinya, pengalaman belajar untuk menguasai kompetensi ‘meminta dan
memberi kepastian’ selama di kelas III SMP hanya diperoleh dengan
melakukan serangkaian kegiatan belajar yang ditugaskan di sini. Proses
pembelajaran mencakup 10 kegiatan belajar. Untuk mengukur tingkat
kesesuaian dan kecukupan proses pembelajaran yang dirancang di sini,
kita perlu mencermati setiap tugas. Juga perlu kita lihat kesesuaiannya
15
dengan tuntutan SKL untuk dapat berkomunikasi lisan dalam konteks
kehidupan sehari-hari.
16
Kegiatan Belajar 1
Dalam kegiatan ini siswa disuruh menyimak rekaman percakapan
di kaset dan kemudian menjawab empat pertanyaan pemahaman.
Cara menjawab tidak disebutkan secara jelas, apakah secara lisan
atau secara tertulis dan kepada siapa jawaban tersebut
dikomunikasikan.
Kegiatan Belajar 2 dan 3
Kegiatan kedua (di halaman berikutnya) jelas merupakan
kegiatan tertulis, karena siswa diharapkan melengkapi dialog
tertulis dengan memilih ungkapan yang telah disediakan di atas
teks dialog tersebut. Sedangkan kegiatan lisan baru dilaksanakan
pada kegiatan ketiga. Secara berpasangan siswa ditugaskan untuk
berlatih (practice), yang dilakukan dengan cara melisankan
percakapan yang sudah terisi lengkap. Namun dalam kegiatan
inipun siswa masih belum terlepas dari kgiatan tertulis, karena
sangat mungkin siswa akan melakukan kegiatan ini dengan cara
membaca keras atau menghafal dialog tersebut.
17
Listen to the conversation and answer the questions.
1. What are they doing?2. When are they leaving?3. Where are they going to stay?4. Who’s Frida?
Wanda:Hi, Sue! This is Wanda speaking.
(1)______________Sue:Not bad.Wanda:Do you have anything
to do tomorrow?Sue:(2)______________ Why?Wanda:Well, Ann and I plan to go to the beach. Palm Beach.
(3)______________Sue:(4)______________Wanda:Great. We will meet at Ann’s house at 3. Then, we go to the bach together
in my car.Sue:At 3? Are you sure?Wanda:Yes. Why? We will
swim around and wait for the sunset. Isn’t that great.Sue:Well, (5)______________ I can’t. I have to accompany my mum to the
hospital to visit her best friend at 4.Wanda:What about Sunday
the same time? I think Ann will agree too.Sue:
(6)______________Wanda:Okay. (7)______________ See you
on Sunday.Sue:See you.
That sounds good to me.
I have to go now.
Would you like to come along? Not really.
Certainly!
How are you?
I’m afraid
Complete the conversation and practice it with a partner!
Kegiatan Belajar 4
Tidak jelas kegiatan belajar apa yang harus dilakukan siswa.
Kemungkinan siswa diharapkan membaca dan mencermati serta
mendengarkan penjelasan guru atau membaca sendiri atau
bekerja sama dengan temannya untuk mengetahui dan memahami
ungkapan-ungkapan untuk meminta dan memberi konfirmasi.
18
Below are the expressions used to ask for and give confirmation
Asking for confirmation
Are you kidding? Is that true?You must be kidding!Are you sure?
Giving confirmation
Positive
That’s right.Yes, exactly.Absolutely.Sure.Yes.
Negative
I’m afraid not.Certainly not.I’m not sure yet.No.I don’t think so.
Kegiatan Belajar 5
Dalam kegiatan ini siswa disuruh bekerja berpasangan untuk
melakukan tiga kegiatan meminta dan memberi konfirmasi dengan
menggunakan kata-kata kunci yang diberikan. Kemungkinan siswa
akan membuat percakapan tertulis kemudian membacanya dengan
keras.
Kegiatan Belajar 6
19
Work in pairs. Study the example. Practice asking for and giving confirmation.
A : The President will come to our town tomorrow.
B : You must be kidding.C : No. I knew it from my father.
1. a test/today2. the principal/check our bags3. we/a new English teacher
Study the example below. With your partner, take turns asking and answering questions about your plan next year. Use the expressions of asking and giving confirmation.
A : I heard that you will move to Sumatera next January. Is that true?
B : Not sure yet. I may just stay here with my grandma. I heard you are going abroad at the end of this year. Is that right?
A : Yes. To Vietnam, to visit my uncle. He’s a businessman there.
B : Really?A : Yeah.
Kegiatan ini juga dilakukan secara berpasangan. Tugas siswa
adalah mempelajari atau mengamati contoh percakapan yang
diberikan secara tertulis. Kemudian setiap pasangan siswa disuruh
melakukan percapakan yang berisi tindakan meminta dan memberi
kepastian tentang rencana mereka tahun depan, dengan bentuk
sesuai contoh tetapi isinya berbeda, yaitu tentang rencana mereka
sendiri. Siswa melaksakan peran A dan B secara bergantian. Tidak
ada tugas melaksanakan kegiatan percakapan—mengungkapkan
dan memahami makna dalam arti yang sebenarnya. Kemungkinan
yang akan dilakukan siswa adalah mengganti kata-kata tertentu
dalam dialog tersebut, secara tertulis, dan kemudian membaca
keras dialog tersebut.
Kegiatan Belajar 7
20
Now, take turns asking and answering questions about your partner’s favourite activities on weekends.
A : What do you do on the weekend?
B : I usually stay at home and clean the house, do the washing and cook. I heard that you always go out to interesting places. Is that true?
A : Not always. Only when I have nothing to do at home.
Kegiatan ini mirip dengan kegiatan 6. Yang berbeda adalah topik
pembicaraannya, yaitu tentang kegiatan yang biasa dilakukan
pada akhir minggu.
Kegiatan Belajar 8
Dalam kegiatan ini (di halaman berikutnya) siswa disuruh
mendengarkan rekaman di kaset. Mereka diharapkan menyimak
dengan cermat untuk dapat melengkapi kembali paragraf yang
rumpang tersebut sesuai dengan yang mereka dengan dalam
rekaman.
Kegiatan Belajar 9
21
Fill in the blanks while you listen..
We’re going for a trip (1)_________. We (2)_________ go to Danau Toba. We (3)_________ do there by (4)_________. We will be there (5)_________ 2 days. On the first day, I’m going to (6)_________ on a boat and (7)_________ to Pulau Samosir. Then, we’ll (8)_________ up the hill to enjoy the view. We will (9)_________ back to the hotel in the afternoon, and we will (10)_________ dinner in Parapat.
Read the conversation and practice it with a partner.
Receptionist : This is Diana speaking! Can I help you?Customer : Yes, I’d like to book a room.Receptionist : May I have your name, please?Customer : Jane DobuReceptionist : How do spell your last name?Customer : D-O-B-U. Dobu. I want a standard room.
How much is that?Receptionist : Three hundred thousand rupiahs a night.Customer : Are you sure? It was only two hundred
and fifty thousand rupiahs last month.Receptionist : Yes, Sir. But it is three hundred thousand
rupiahs now.Customer : I guess I have a choice. So, I’ll take it.
Dalam kegiatan ini siswa disuruh bekerja secara berpasangan.
Mereka disuruh membaca dan mencermati dialog tersebut.
Kegiatan practice yang dimaksudkan di sini kemungkinan adalah
membaca keras atau menghafalkan dialog tersebut dan kemudian
mengambil peran resepsionis dan pelanggan secara bergantian.
Kegiatan Belajar 10
Siswa diharapkan dapat melakukan percakapan untuk menentukan
film yang ingin dilihat, dengan cara melakukan role play di depan
kelas, untuk menerapkan ungkapan-ungkapan untuk meminta dan
memberi konfirmasi.
Setelah kita cermati serangkaian kegiatan yang tercakup untuk
pengembangan keterampilan komunikatif lisan, pencermatan akan
dilanjutkan pada serangkaian kegiatanuntuk pengembangan
keterampilan komunikatif tertulis.
22
With your partner, decide on a film to see. Don’t forget to use confirmation expressions. Then do the role-play in front of the class.
b. Proses Pembelajaran Tertulis
Di sini akan dicermati proses pembelajarann yang difokuskan pada
pengembangan keterampilan berkomunikasi secara tertulis (Reading dan
Writing), khususnya pemahaman dan penulisan surat pribadi. Rancangan
proses pembelajaran ini diambil dari buku teks Bahasa Inggris untuk
Kelas III SMP juga. Pencermatan terhadap proses pembelajaran bahasa
tulis ini difokuskan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait
dengan kesempatan memahami dan menulis surat pribadi di bawah ini.
TUJUAN: MEMAHAMI DAN MENULIS SURAT PRIBADI
Kesempatan untuk belajar mencapai tujuan terswebut juga hanya
tersedia dalam satu Unit pelajaran, karena memang tidak ada lagi
kesempatan lain selain yang tersedia di unit ini. Artinya, selama di Kelas
III SMP, siswa memperoleh pengalaman belajar untuk menguasai
kompetensi ‘memahami dan menulis surat pribadi’ hanya melalui
serangkaian kegiatan belajar yang dilakukan di unit ini. Proses
pembelajaran ini mencakup dua jenis kegiatan, yaitu:
23
1. Adakah bimbingan bagi siswa untuk dapat menentukan tujuan, isi pesan, dan unsur-unsur kebahasaan yang lazim dimuat dan digunakan dalam surat pribadi?
2. Apakah format surat yang diajarkan pada unit ini satu-satunya format yang lazim digunakan dalam konteks kehidupan nyata?
3. Adakah tugas bagi siswa untuk mencari contoh-contoh surat pribadi dari sumber lain yang lebih otentik?
4. Adakah tugas bagi siswa untuk menulis surat pribadi kepada seseorang yang dia pilih sendiri dengan tujuan dan isi yang dia tentukan sendiri juga?
1. Kegiatan pertama adalah membaca (Reading), di mana siswa
diharapkan membaca dengan cermat sebuah surat pribadi.
Kegiatan ini dimaksudkan memberikan input untuk dapat menulis
surat pribadi sendiri. Dengan kata lain surat yang dibaca tersebut
adalah contoh atau model surat yang akan ditiru siswa.
2. Kegiatan kedua adalah menulis (Writing), di mana siswa
ditugaskan untuk menulis satu surat dan mengirimkannya kepada
siswa lain, dan kemudian membalas surat tersebut dan dikirimkan
kepada si pengirim sebelumnya.
Sejak dari kegiatan pertama, perhatian siswa diarahkan pada
struktur dan format penulisan surat pribadi. Hal ini jelas terlihat pada
kegiatan pembuka dan penutupnya. Kegiatan pertama adalah membaca
surat yang setiap bagiannya telah diidentifikasi dengan satu istilah
khusus. Kegiatan belajar terakhir (ketujuh) meminta siswa meneliti
kembali ketepatan format, ejaan, dan tanda baca yang digunakan dalam
surat-surat yang telah mereka hasilkan.
Kegiatan Belajar 1
Dalam kegiatan ini (di halaman berikutnya) siswa disuruh
membaca dengan cermat dua surat pribadi, yang ditulis oleh
Sondang dan dikirimkan ke Wati. Tugas untuk ’study the letter’
tidak memberikan tugas yang jelas apa yang harus dikerjakan
siswa dan bagaimana melakukannya. Namun terkesan dengan
jelas bahwa kegiatan belajar ini bukan untuk mengamati makna
24
READING
yang disampaikan dalam surat tetapi untuk mengamati format dan
struktur surat pribadi tersebut.
Kegiatan Belajar 2
Dalam kegiatan ini (di halaman berikutnya) siswa tampaknya
diminta untuk melakukan hal yang sama dengan kegiatan yang
terkait dengan surat pertama. Kali ini mereka diminta untuk
membaca dan mencermati surat balasan dari Wati untuk Sondang.
Perbedaan dengan kegiatan belajar pertama, dalam kegiatan ini
siswa hanya membaca surat yang tidak diberikan identifikasi
25
9 Garuda St, MedanSumatra Utara
August 1, 2005
Dear Wati,
This morning I saw a travel program on TV. It was about the beautiful lake of Telaga Sarangan. This reminded me of you. It is not very far from your town, Madiun, isn’t it?
My sister, Tiur, and I agree to go there in the next holiday. We’ll visit you and spend a night in your home so we can have a long chat. What do you think?
Cheers,
Sondang
Address of the sender
The date
Greeting
The body of the letter
Ending
Name
This is Sondang’s letter she sent to Wati. Read and study the letter.
setiap bagiannya. Dalam kegiatan ini belajar ini, juga tidak jelas
apa yang harus ikerjakan siswa dan bagaimana melakukannya.
26
Kegiatan Belajar 3
Tugas siswa dalam kegiatan ini adalah menjawab pertanyaan
pemahaman tentang kedua surat tersebut di atas. Tidak jelas
apakah jawaban harus diberikan secara langsung dan lisan kepada
guru atau secara tertulis dalam buku catatan masing-masing.
27
Questions number 1 – 4 based on Sondang’s letter.
1. When did Sondang send a letter to Wati?2. What did Sondang send a letter to Wati for?3. Where does Wati live?4. The word ‘there’ in the second paragraph refers to ….
Questions number 5 – 8 based on Wati’s letter.
1. How did Wati feel about the news?2. Does Sondang like Pecel Madiun?3. Who will accompany Sondang and Tiur to Telaga Sarangan?4. What will they do in Telaga Sarangan?
15 Kenanga St., MadiunJawa Timur
August 8, 2005
Dear Sondang,
Happy to hear that you and Tiur are coming to Madiun. I really miss you both. My mom said she would cook your favorite food, Pecel Madiun.
I really can’t wait for the moment. I’ll go with you to Telaga Sarangan. You will not only enjoy the lake, but also the surrounding. We will walk up the hills and see how green it is there.
Give my regards to your mom and dad.
Cheers,Wati
This is Wati’s letter. She answers Sondang’s letter.
Serangkaian kegiatan berikutnya tercakup dalam sub
kegiatan Writing yang difokuskan pada kegiatan menulis surat,
meskipun kegiatanbelajar 4 sebenarnya adalah kegiatan membaca
satu model lagi.
Kegiatan Belajar 4
Dalam kegiatan ini siswa ditugaskan untuk membahas (discuss)
surat ini dalam kegiatan berpasangan. Tidak jelas apa yang harus
dibahas. Hasil yang diharapkan juga tidak disebutkan.
Kegiatan Belajar 5
28
WRITING
6 Kesehatan St., Jogjakarta
July 31, 2005
Dear Budi,
Thank you very much for giving me a free ticket to see your match next week here in Jogjakarta. I believe the match will be very exciting as there are many big names in both teams. But still I believe your team will win. It’s got lots of experience.
When will you fly to Jogja? Let me know when you get here. I’ll visit you in the hotel. Is it OK for you to have guests?
Give my regards to your mom and dad.
Cheers,Yanto
Discuss this model with your partner.
Write a letter inviting your friend to see the story telling competition in your school. Describe the competition well so he/she will be interested in coming. Give it to your friend. Ask him/her to answer your letter. Do it in your workbook.
Dalam kegiatan ini siswa ditugaskan untuk menulis surat
undangan kepada teman untuk menontonnya ketika mengikuti
lomba mendongeng di sekolahnya. Isi surat adalah
mendeskripsikan lomba tersebut agar temannya tertarik untuk
datang. Tentunya siswa diharapkan mengikuti format dari surat-
surat yang diberikan dalam unit ini. Meskipun surat ini diharapkan
untuk dikirimkan kepada teman, surat tersebut hanya ditulis dalam
buku kerja masing-masing.
Kegiatan Belajar 6
Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari Kegiatan 5. Siswa
ditugaskan untuk memberi jawaban atas surat undangan yang
telah ditulis oleh seorang siswa lainnya. Dalam kegiatan ini siswa
juga menuliskan surat jawaban tersebut di buku kerja masing-
masing.
Kegiatan Belajar 7
29
Write a letter to answer your friend’s invitation. Do it in your workbook.
THE CHECKLIST
After you have finish, read the checklist below. If you can answer yes, continue to the following question. If you can’t, go back and fix your work.
1. Did you write your address at the top and put a full stop at the end of the line?
2. Did you put the date under the address?3. Did you write it like one of these?4. Did you put a comma after the greeting?5. Did you begin each sentence with a capital letter?6. Did you put a comma after the ending?7. Did you put your name under the ending?
Dalam kegiatan ini siswa diharapkan melakukan refleksi terhadap
kualitas surat-surat yang telah ditulisnya dalam unit ini. Fokus
pencermatan adalah pada format penulisannya. Hampir tidak ada
perhatian terhadap isi makna serta koherensi surat yang dikirim
maupun balasannya.
Pelajaran apa yang dapat kita ambil setelah mencermati
serangkaian kegiatan belajar untuk menguasai kompetensi
komunikatif lisan dan juga kompetensi komunikatif tertulis tersebut
di atas? Ternyata cukup banyak indikasi yang menunjukkan bahwa
pengalaman belajar yang diberikan dalam buku teks memang
kurang mempersiapkan siswa untuk menguasai kompetensi
komunikatif untuk konteks kehidupan nyata sehari-hari. Berikut ini
adalah rangkuman hasil pengamatan terhadap berbagai kegiatan
belajar yang telah dipaparkan di atas.
1. Pusat kegiatan belajar adalah ruang kelas;
2. Menekankan pada penggunaan bahasa tulis, bahkan
untuk pembelajaran berbicara;
30
RANGKUMAN HASIL PENGAMATAN
3. Sangat terbatas kualitas dan kuantitas tugas atau
tuntutan bagi siswa untuk belajar menguasai kompetensi
sasaran dengan berusaha melakukannya untuk
penggunaan nyata, paling tidak untuk kegiatan
pembelajaran bahasa Inggris atau dengan lingkungan
sosial terdekatnya;
4. Teks-teks yang digunakan sebagai model (lisan maupun
tertulis) pada umumnya teks yang sengaja dibuat untuk
tujuan pembelajaran (tidak otentik). Juga tidak ada tugas
atau tuntutan bagi siswa untuk mendapatkan contoh-
contoh teks dari sumber-sumber lain yang lebih otentik.
Oleh karena itu, sangat sedikit kesempatan bagi siswa
untuk mengamati dan mengikuti teks-teks yang memang
akan ditemui di dunia nyata;
5. Kebanyakan tugas bersifat ’menyuruh’ untuk siswa
langsung melakukan tindakan yang sedang dipelajari.
Hampir tidak ada bimbingan untuk melakukan proses
’memahami’ dan ’mengungkapkan’ makna secara
sistematis. Tidak ada arahan tentang apa yang harus
dipahami/diungkapkan dan bagaimana
memahami/mengungkapkan makna.
6. Adakah hasil pengamatan lainnya?
31
Setelah selesai mencermati proses pembelajaran, berikut ini
akan dilakukan pencermatan terhadap dampak pembelajaran.
Penyebab dari rendahnya pemerolehan bahasa Inggris oleh
kebanyakan lulusan sekolah menengah dapat kita telusuri dari sudut
pandang sebaliknya, yaitu dengan menganalisis dampak dari setiap
kegiatan belajar yang sudah dibahas di atas. Analisis dampak ini dapat
juga mengungkapkan penyebab munculnya anggapan umum di antara
siswa sekolah menengah bahwa Bahasa Inggris adalah salah satu
mata pelajaran yang paling sulit.
Untuk ini akan dianalisis satu unit pelajaran dari satu buku
lainnya. Namun, tidak seperti pemaparan setiap kegioatan belajar
sebelumnya, dalam bagian ini tidak akan diberikan paparan kegiatan
dalam bentuk yang mirip dengan aslinya, tetapi hanya dalam bentuk
deskripsi singkat dari setiap kegiatan belajar.
Unit kegiatan yang akan dicermati di sini diambil dari buku
terbitan 2007, yang secara eksplisit menyatakan berbasis Standar Isi
tahun 2006. Untuk menjaga kerahasiaan, dalam pemaparan setiap
kegiatan, tema dan topik kegiatan akan dimodifikasi, tanpa merubah
bentuk kegiatannya. Berbeda dengan unit-unit kegiatan yang diambil
dari kedua buku sebelumnya, buku ini tidak pernah menyebutkan
tujuan komunikatif yang hendak dicapai, tetapi tema yang melingkupi.
32
2. Analisis Dampak Pembelajaran
Serangkaian kegiatan blajar yang dicermati berikut ini tercakup
dalam tema ’the [most] ... [est] building in Indonesia’.
Pencermatan terhadap dampak pembelajaran akan difokuskan
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini.
Kegiatan Belajar 1
Format kegiatan adalah sebagai berikut.
- 6 bacaan pendek dengan judul berbentuk frasa benda
dengan kata sifat superlatif
- 4 pertanyaan
- 4 kalimat tidak lengkap
Tugas siswa adalah membaca secara sepintas (skimming)
enam teks yang mendeskripsikan enam bangunan yang ter… di
Indonesia. Bentuk teks sangat mirip dengan teks ilmu
pengetahuan dalam ensiklopedi.
Empat pertanyaan dan empat kalimat tidak lengkap
digunakan untuk dijawab dan diisi oleh siswa dengan informasi
yang harus dapat diidentifikasi dengan membaca cepat.
33
1. Keterampilan atau kemampuan apa yang diperoleh siswa dengan melakukan setiap kegiatan/tugas di atas?
2. Dari empat jenis keterampilan berbahasa (mendengar, berbicara, membaca, menulis), keterampilan mana yang paling banyak dilakukan siswa?
3. Urutkan keempat keterampilan tersebut dari yang paling banyak mendapatkan porsi latihan sampai yang paling sedikit.
Pertanyaan dan kalimat tidak lengkap tersebut diletakkan sebelum
bacaan.
Keempat pertanyaan tersebut menanyakan identitas suatu
bangunan, ukuran bangunan, sifat bangunan, dan lokasi bangunan.
Keempat kalimat tidak lengkap harus diisi dengan kata sifat
bentuk superlatif yang mendeskripsikan bangunan-bangunan
tertentu yang disebutkan (sebelum atau sesudahnya).
Kegiatan Belajar 2
Dalam kegiatan belajar ini siswa mempelajari rincian
eksplisit tata bahasa tentang fungsi dan struktur kata sifat
superlatif beserta rumusnya dalam sebuah kotak yang diberi
warna berbeda dengan warna halaman. Ada dua kegiatan belajar
yang ditugsakan kepada siswa, yaitu:
a. Siswa diminta untuk mengamati lagi judul keenam teks
yang diberikan, dan diberikan pemaparan eksplisit tentang
fungsinya;
b. Siswa mengamati lagi judul-judul tersebut dan kemudian
dituntun untuk menjadi sadar akan struktur frasa benda
yang memuat kata kerja superlatif
Kegiatan Belajar 3
34
Kegiatan ini terdiri atas serangkaian subkegiatan.
Subkegiatan belajar pertama terdiri atas 12 soal untuk merubah
kata sifat netral menjadi bentuk superlatif. Masing-masing soal
berupa satu kata sifat berbentuk netral, diikuti oleh titik dua dan
tempat kosong untuk mengisikan bentuk superlatifnya.
Tugas dalam subkegiatan berikutnya adalah menyebutkan
secara eksplisit aturan penggunaan bentuk the most, the ...-iest,
dan the …-est.
Tugas dalam subkegiatan berikutnya adalah Membuat 12
kalimat yang ‘menarik’ dengan ide sendiri dengan menggunakan
kata sifat superlatif yang dikerjakan pada latihan a. Untuk ini
diberikan empat contoh.
Subkegiatan terakhir adalah siswa saling menukarkan hasil
pekerjaan masing-masing dalam kerja kelompok. Mereka diminta
untuk saling menyatakan apakah setuju atau tidak setuju dengan
isi setiap kalimat dan memberikan penjelasan atas jawabannya.
Kegiatan Belajar 4
Dalam kegiatan ini siswa mengerjakan soal tertulis untuk
melengkapi lima kalimat tidak tidak lengkap (sudah dihilangkan
kata sifat superlatifnya). Siswa mendengarkan rekaman lima
kalimat yang masing-masing tentang orang atau benda yang
dideskripsikan dengan kata sifat superlatif. Sambil mendengarkan
35
kaset siswa melengkapi lima kalimat rumpang dengan kata sesuai
dengan yang didengar di rekaman.
Kegiatan Belajar 5
Kegiatan belajar diberi judul pronunciation (pengucapan).
Kegiatan difokuskan pada intonasi kalimat. Siswa mendengarkan lagi
rekaman kelima kalimat pada kegiatan sebelumnya. Tugasnya adalah
memberikan tanda pada setiap kalimat yang tertulis di buku pada suku
kata yang mendapatkan penekanan (stress) dengan cara memberi tanda
titik berwarna merah. Untuk ini sudah diberikan satu contoh satu
kalimat yang sudah diberikan tanda paa suku kata yang ditekan
berupa titik merah.
Setelah selesai siswa diminta untuk bekerja dalam kelompok,
untuk saling menukarkan dan membahas secara bersama-sama
hasil pekerjaan masing-masing. Dikatakan bahwa guru akan
datang untuk meminta masing-masing siswa memberikan
pendapatnya.
Kegiatan Belajar 6
Secara berpasangan, siswa diminta untuk melakukan
permainan Superlative. Dalam permainan ini satu siswa
mengajukan pertanyaan dan siswa lainnya memberikan
jawabannya. Daftar pertanyaan dan jawaban sudah diberikan
dalam bentuk tertulis berupa kalimat lengkap di halaman yang
36
berlainan di bagian belakang buku yang masing-masing diberi
judul Petunjuk Bagi Siswa A dan Petunujuk bagi Siswa B.
Kegiatan Belajar 7
Kegiatan ini hanya berupa instruksi untuk melakukan
kegiatan belajar yang dimaksud, yaitu menuliskan dalam buku
kerja masing-masing semua kegiatan yang telah dikerjakan dalam
unit ini.
Kegiatan Belajar 8
Dalam kegiatan belajar ini siswa disuruh mengerjakan quiz
mini berupa soal pilihan ganda, yang menanyakan ‘benda apa yang
ter…?’, berjumlah 10 soal.
Dari pengamatan secara kritis tentang dampak dari setiap
kegiatan pada tiga unit pelajaran yang diambil dari tiga buku yang
berbeda dan dari tiga penerbit besar yang berbeda, dapat
dirangkum beberapa dampak yang kurang mendukung
terbentuknya kemampuan menyatakan dan memahami makna
dalam kegiatan komunikatif di dunia nyata.
1. Penambahan perbendahaan kosa kata dan ungkapan,
pada pengenalan arti dan aturan penggunaannya,
37
RANGKUMAN HASIL PENGAMATAN
bukan pada penanaman kebiasaan dan keterampilan
menggunakannya;
2. Pengetahuan tentang aturan tata bahasa, bukan pada
penanaman kebiasaan dan keterampilan
menggunakannya;
3. Pengetahuan tentang ejaan dan format penulisan.
Di samping itu,
4. hampir tidak ada tuntutan untuk membaca, berbicara,
membaca, atau menulis untuk melakukan tindakan
nyata yang berguna dan relevan dengan konteks
kehidupan siswa sehari-hari sebagai remaja terpelajar;
5. hampir tidak ada tuntutan untuk melakukan tindak
bahasa secara lisan dengan ucapan, penekanan kata,
dan intonasi yang benar;
6. hampir tidak ada tuntutan untuk memahami dan
menyampaikan makna secara runtut;
7. Adakah hasil pengamatan lainnya?
Dapat disimpulkan bahwa dampak dari serangkaian kegiatan
belajar tersebut adalah pada bertambahnya pengetahuan siswa
tentang unsur kebahasaan, bukan pada perbaikan keterampilan
38
berkomunikasi untuk konteks kehidupan sehari-hari. Di samping itu,
keterampilan membaca mendapatkan porsi terbanyak, namun tidak
relevan dengan konteks kehidupan nyata. Porsi paling sedikit adalah
keterampilan berbicara dalam arti berusaha mengungkapkan makna
dalam kegiatan interaktif lisan.
39
BAB III
DASAR-DASAR PENGEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)
Bab III bertujuan agar para pendidik menyadari bahwa guru
adalah yang paling bertanggung jawab untuk mengembangkan
kurikulum sekolah masing-masing, tentunya dengan cara bekerja
sama dengan komite sekolah. Untuk dapat melaksanakan amanat ini
guru perlu memiliki pemahaman yang baik tentang berbagai
kebijakan nasional yang terkait dengan perencanaan dan
pelaksanaan proses pembelajaran Bahasa Inggris di SMP/MTs yang
dimuat dalam berbagai dokumen negara, terutama Undang-Undang
no. 3 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan
Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
serta berbagai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional, yang
memberikan aturan yang lebih operasional tentang penyelenggaraan
pendidikan di sekolah.
Kurikulum adalah landasan utama penyelenggaraan pendidikan
di setiap sekolah sehingga diatur secara khusus dalam Bab X, pasal 36
sampai dengan pasal 38, Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional. Dalam pasal 38 disebutkan, ”kurikulum pendidikan dasar
dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap
40
1. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus.
Panduan Penyusunan KTSP Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, BSNP, 2006
PengertianKurikulum dan KTSP
kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di
bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor
departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan
propinsi untuk pendidikan menengah.” Berdasarkan pasal ini
dimulailah tradisi baru dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah/
madrasah di Indonesia yaitu pelaksanaan kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP). Suatu paradigma yang baru kali ini dihadapi guru-
guru di sekolah. Yang sudah lama berlaku sebelumnya adalah
kurikulum nasional untuk setiap mata pelajaran (mis., Kurikulum
Bahasa Inggris, Kurikulum Matematika, Kurikulum IPS, db.), yang
disusun oleh Pusat Kurikulum.
Berdasarkan pengertian tentang KTSP yang diberikan dalam
Panduan Penyusunan KTSP Jenjang Pendidikan Dasar Menengah yang
dikeluarkan oleh
BSNP (lihat di
kotak sisipan),
salah satu ciri
utama KTSP yang
membedakan
dengan kurikulum
nasional yang
berlaku selama ini
adalah bahwa
KTSP tidak
mencakup hanya satu mata pelajaran tetapi semua yang ditawarkan
41
pada setiap satuan pendidikan. Setiap mata pelajaran dirancang
dalam bentuk silabus, dan menjadi bagian integral dari KTSP.
Kebijakan KTSP ini merupakan implikasi logis dari kebijakan
yang disebutkan pada pasal 36 Undang-Undang No. 20 Th. 2003,
tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa ”kurikulum untuk semua
jenis dan jenjang pendidikan dikembangkan dengan prinsip
diversifikasi sesuai
dengan satuan
pendidikan, potensi
daerah, dan peserta
didik.” Dalam pasal ini
jugalah disebutkan, ”pengembangan kurikulum dilakukan dengan
mengacu pada standar nasional pendidikan.” Hal ini menunjukan
adanya kesatuan dalam tujuan melalui kebhinekaan dalam
pelaksanaan. Berbagai hal tentang KTSP selanjutnya diatur dalam
Peraturan Pemerintah No. 19 Th. 2005 tentang SNP. Definisi KTSP
diberikan di butir 15 pasal 1.
BPP ini tidak akan membahas tentang pengembangan KTSP
secara rinci dan keseluruhan, tetapi hanya akan membahas satu unsur
yang menjadi kepentingan khusus mata pelajaran Bahasa Inggris,
yaitu pengembangan silabus Bahasa Inggris. Namun, prinsip-prinsip
pengembangannya KTSP secara umum yang diberikan dalam Panduan
Penyusunan KTSP Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, BSNP,
2006 perlu dikutip langsung di sini karena menjadi dasar untuk
42
Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. (SNP, Pasal 1, Butir 15)
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
pengembangan komponen-komponen di bawahnya, termasuk
pengembangan silabus dan rencana proses pembelajaran (RPP).
1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan
kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa
peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan
kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung
pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta
didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan,
dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.
Memiliki posisi sentral berarti kegiatan pembelajaran berpusat
pada peserta didik.
2. Beragam dan terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman
karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis
pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap
perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status social
ekonomi, dan jender. Kurikulum meliputi substansi komponen
muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri
secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan
kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
43
3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang berkembang secara
dinamis. Oleh karena itu, semangat dan isi kurikulum
memberikan pengalaman belajar peserta didik untuk mengikuti
dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi,
dan seni.
4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan
pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi
pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya
kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh
karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan
berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan
keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.
44
5. Menyeluruh dan berkesinambungan
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi
kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang
direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan
antarsemua jenjang pendidikan.
6. Belajar sepanjang hayat
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan,
pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang
berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan
keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal,
dan informal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan
lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan
manusia seutuhnya.
7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan
daerah
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan
kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk
membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus
saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto
Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).
45
Penyelenggaraan pendidikan di semua jenis dan jenjang
pendidikan pada dasarnya adalah melaksanakan amanah negara
untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Banyak kebijakan dan
program nyata yang perlu dilakukan untuk memastikan bahwa setiap
guru dan sekolah dapat melaksanakan amanat tersebut sebaik-
baiknya.
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional mengamanatkan di Pasal 35 bahwa perlu disusun
berbagai standar nasional pendidikan sebagai acuan pengembangan
kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan,
dan pembiayaan. Untuk itu telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah
No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan
pelaksanaannya diatur melalui berbagai Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional.
46
2. Standarisasi Sistem Pendidikan Nasional
Ada delapan
aspek pendidikan
nasional yang
diamanatkan oleh PP
no. 19 tahun 2005
tentang SNP, pasal 2, ayat 1, yaitu standar isi, standar proses, standar
kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan,
standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar
pembiayaan, dan standar penilaian hasil belajar. Untuk menjamin
ketercapaian standar tersebut di seluruh wilayah di Indonesia, SNP
dirumuskan dalam ukuran kriteria minimal, sebagaimana
dinyatakan pada pasal 1. Menurut BSNP dalam Panduan Penyusunan
KTSP Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, SK, KD dan SKL
merupakan acuan minimal untuk mengembangkan KTSP.
Berbagai standar tersebut diperlukan karena pelaksanaan
pendidikan di sekolah tidak lagi diatur secara rinci dan kaku oleh
pemerintah pusat, tetapi diserahkan kepada sekolah, untuk
disesuaikan dengan kondisi siswa, sekolah dan lingkungan masing-
masing. Dan, untuk dapat menghasilkan lulusan berstandar nasional,
setiap pendidik dan institusi pendidikan harus memiliki pemahaman
yang benar tentang setiap standar yang telah ditetapkan.
Penetapan SNP dalam kriteria minimal dapat dimaknai sebagai
upaya agar setiap sekolah di seluruh wilayah kesatuan Republik
Indonesia mampu mencapai standar yang ditetapkan dalam setiap
47
Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik I ndonesia. (SNP, Pasal 1, Butir 1)
Standar Nasional Pendidikan
Mendengarkan
Memahami makna dalam wacana lisan interpersonal dan transaksional sederhana, secara formal maupun informal, dalam bentuk recount, narrative, procedure, descriptive, dan report, dalam konteks kehidupan sehari-hari
Berbicara
Mengungkapkan makna secara lisan dalam wacana interpersonal dan transaksional sederhana, secara formal maupun informal, dalam bentuk recount, narrative, procedure, descriptive, dan report, dalam konteks kehidupan sehari-hari
Membaca
Memahami makna dalam wacana tertulis interpersonal dan transaksional sederhana, secara formal maupun informal, dalam bentuk recount, narrative, procedure, descriptive, dan report, dalam konteks kehidupan sehari-hari
Menulis
Mengungkapkan makna secara tertulis dalam wacana interpersonal dan transaksional sederhana, secara formal maupun informal, dalam bentuk recount, narrative, procedure, descriptive, dan report, dalam konteks kehidupan sehari-hari
SKL Bahasa Inggris untuk SMP/MTs
aspeknya. Bagi wilayah atau sekolah yang sudah lebih maju dalam
bidang tertentu diharapkan dapat menetapkan kriteria keberhasilan
yang lebih tinggi pada bidang yang bersangkutan dibandingkan
dengan yang digariskan dalam standar nasional. Dengan demikian,
bukan hanya prinsip keadilan dipenuhi, tetapi akan terjadi persaingan
yang sehat antar sekolah dan wilayah
Pasal 3 dan pasal 4 SNP masing-masing menyebutkan fungsi
dan tujuan standar nasional pendidikan, yaitu sebagai dasar dalam
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pendidikan untuk
menjamin tercapainya mutu pendidikan nasional yang diharapkan.
Bahasa Inggris menjadi mata pelajaran wajib dalam KTSP
jenjang pendidikan dasar dan menengah karena kompetensi
berbahasa Inggris dipandang sebagai salah satu alat dapat
menciptakan peserta didik yang dapat “secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara” (Definisi ‘Pendidikan’, UU Sisdiknas, pasal 1).
Karena fungsi Bahasa Inggris yang strategis itulah, SKL Bahasa
Inggris dirumuskan dalam semua keterampilan komunikatif—
mendengarkan, berbicara, membaca, menulis. Komunikasi yang
48
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) SMP/MTs dalam Mata Pelajaran Bahasa Inggris
efektif memang memerlukan dukungan kemampuan memahami dan
mengekspresikan makna, secara lisan maupun tertulis, secara
terintegrasi, secara konvensional maupun dengan menggunakan
peralatan multimedia. Tidak satupun dari keempat keterampilan
tersebut yang lebih penting atau lebih tidak penting dari yang lain.
Semua diperlukan untuk tuntutan dan kebutuhan komunikasi yang
berbeda-beda, dan saling melengkapi. Integrasi keempat keterampilan
komunikatif tersebut tampak jelas dalam dalam rumusan SKL, SK, dan
KD. Perhatikan bahwa rumusan SKL Bahasa Inggris di bawah ini
dapat diintegrasikan ke dalam satu paragraf, seperti dirangkum di
halaman 1.
49
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) Mata Pelajaran Bahasa Inggris di SMP/MTs
Tingkat literasi mencakup performative, functional, informational, dan epistemic. Pada tingkat performative, orang mampu membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara dengan simbol-simbol yang digunakan. Pada tingkat functional, orang mampu menggunakan bahasa untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seperti membaca surat kabar, manual atau petunjuk. Pada tingkat informational, orang mampu mengakses pengetahuan dengan kemampuan berbahasa, sedangkan pada tingkat epistemic orang mampu mengungkapkan pengetahuan ke dalam bahasa sasaran.
Pembelajaran bahasa Inggris di SMP/MTs ditargetkan agar peserta didik dapat mencapai tingkat functional yakni berkomunikasi secara lisan dan tulis untuk menyelesaikan masalah sehari-hari ...
(Permendiknas no. 22 th. 2006: Standar Isi)
Tingkat Literasi Bahasa Inggris untuk SMP/MTs
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) adalah
bagian dari Standar Isi (SI), yang memuat tingkat kompetensi untuk
mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan
tertentu. SK dan KD mata pelajaran Bahasa Inggris didasarkan pada
asumsi bahasa sebagai alat yang memiliki peran sentral dalam
pengembangan intelektual, sosial dan emosional peserta didik. Bahasa
Inggris juga dianggap sebagai bahasa yang menunjang keberhasilan
dalam semua bidang studi. Dengan asumsi tersebut, mata pelajaran
Bahasa Inggris berfungsi mengembangkan kemampuan komunikatif
yang utuh yaitu kemampuan literasi untuk berwacana secara lisan dan
tertulis dalam konteks kehidupan sehari-hari. Mata pelajaran Bahasa
Inggris pada jenjang pendidikan SMP/MTs bertujuan mengembangkan
tingkat literasi fungsional. Penguasaan bahasa Inggris pada tingkat
literasi fungsional ditandai oleh kemampuan menggunakannya untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
50
Sebagaimana telah disebutkan di Bab I, mata pelajaran Bahasa
Inggris di SMP/MTs mengembangkan kompetensi komunikatif untuk
berinteraksi secara interpersonal dan transaksional, serta kompetensi
komunikatif fungsional pendek dan monolog berbentuk descriptive,
narrative, recount, procedure dan report. Penguasaan setiap jenis teks
mencakup penguasaan melaksanakan fungsi social untuk berinteraksi
dengan lingkungan terdekat, secara runtut dan berterima, dan dengan
menggunakan unsur kebahasaan yang sederhana namun akurat.
Penggunaan istilah-istilah teknis dan konseptual dalam rumusan
SK dan KD mata pelajaran Bahasa Inggris tersebut dikeluhkan oleh
banyak guru serta praktisi pendidikan Bahasa Inggris lainnya. Salah
satu alasan yang dikemukakan adalah bahwa peristilahan tersebut
terlalu teoretis dan tidak mudah dipahami. Banyak juga yang
menganggap tidak perlu karena justru akan menyulitkan siswa.
Banyak yang menginginkan rumusan yang pasti dan jelas dengan
bahasa yang mudah, seperti dalam Kurikulum 1975, Kurikulum 1984,
dan Kurikulum 1994. Tetapi perlu diingat bahwa SK dan KD bukanlah
kurikulum. Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, tidak ada lagi
kurikulum nasional untuk tiap mata pelajaran, seperti ketiga
kurikulum tersebut di atas, tetapi kurikulum yang dikembangkan
sendiri oleh guru dan komite sekolah pada tingkat satuan pendidikan,
KTSP.
SK dan KD adalah dokumen negara yang tidak untuk
dipergunakan langsung oleh siswa. Dokumen tersebut juga bukan
51
hanya untuk guru. Banyak pihak di dalam maupun yang terkait
dengan jenjang pendidikan dasar dan menengah, juga memerlukan
dokumen tersebut sebagai dasar untuk pengambilan berbagai
keputusan penting serta untuk melaksanakan berbagai kegiatan
ilmiah, seperti penelitian, seminar, konferensi, dan penerbitan artikel
dalam jurnal ilmiah. Selain itu juga untuk pengembangan alat
evaluasi, untuk penulisan buku teks, untuk pengembangan
laboratorium, untuk pengembangan materi pelatihan, dsb.
Di samping itu, sudah tidak relevan lagi menganggap bahwa
guru tidak memerlukan dan tidak mudah memahami konsep-kosep
teoretis. Sebagaimana telah ditekankan dari depan, guru pada era
desentralisasi ini dituntut menjadi pengembang kurikulum serta
pengambil keputusan utama dalam perancangan program
pembelajaran untuk sekolah masing-masing. Guru juga dituntut untuk
menjadi perancang materi ajar, penulis buku ajar, pengembang media
dan sumber belajar, serta pengembang alat evaluasi hasil belajar.
Untuk itu, guru harus senantiasa meningkatkan profesionalismenya
sebagai pendidik melalui penelitian dan kegiatan ilmiah lainnya.
Peristilahan teoretis seharusnya memang sudah menjadi kebutuhan
dasar untuk dapat menjalani profesi guru.
Terkait erat dengan pencapaian SK dan KD adalah pengaturan
tentang beban belajar. Beban belajar ditentukan berdasarkan sistem
52
Beban Belajar Bahasa Inggris di SMP/MTs
penyelenggaraan program pendidikan yang dipilih. Sistem
penyelenggaraan program pendidikan yang berlaku di Indonesia
adalah (1) sistem paket dan (2) sistem kredit semester, yang dipilih
berdasarkan jenjang dan kategori satuan pendidikan yang
bersangkutan. Satuan pendidikan SMP/MTs/SMPLB kategori standar
menggunakan sistem paket atau dapat menggunakan sistem kredit
semester.
Dalam sistem paket peserta didik diwajibkan mengikuti seluruh
program pembelajaran dan beban belajar yang sudah ditetapkan
untuk setiap kelas. Beban belajar dalam sistem paket dinyatakan
dalam satuan jam pembelajaran, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk
mengikuti program pembelajaran. Setiap program pembelajaran
dilaksanakan melalui sistem (1) tatap muka, (2) penugasan
terstruktur, dan (3) kegiatan mandiri tidak terstruktur.
Selama ini kebanyakan guru Bahasa Inggris sudah
melaksanakan ketiga jenis kegiatan belajar tersebut. Namun dalam
perencanaan proses pembelajaran Bahasa Inggris, guru biasanya
hanya merencanakan langkah-langkah untuk kegiatan tatap muka,
bahkan seringkali dengan alokasi waktu yang kurang jelas untuk
setiap langkahnya. Penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri
terstruktur selama ini dianggap menjadi tanggung jawab siswa
sepenuhnya di luar kelas.
53
Standar Proses Pembelajaran Bahasa Inggris
Standar Proses telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional No. 41 Tahun 2007. Standar proses disusun
untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien
pada satuan pendidikan dasar dan menengah pada jalur formal, untuk
mencapai kompetensi lulusan. Di dalamnya berisi kriteria minimal
proses pembelajaran pada satuan pendidikan dasar dan menengah di
seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar
proses mencakup standar perencanaan proses pembelajaran, standar
pelaksanaan proses pembelajaran, standar penilaian hasil
pembelajaran, dan standar pengawasan proses pembelajaran.
Dalam bab Pendahuluan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 41 tentang Standar Proses disebutkan beberapa hal
penting tentang penyelenggaraan pendidikan dalam rangka reformasi
jenjang pendidikan dasar dan menengah, antara lain,
1. proses pembelajaran perlu diselenggarakan sebagai proses
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang
berlangsung sepanjang hayat;
2. proses pembelajaran untuk setiap mata pelajaran harus
fleksibel, bervariasi, dan memenuhi standar;
3. proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar
dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan,
dan manantang;
4. proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar
dan menengah harus memotivasi peserta didik untuk
54
POINTS OF VIEW
What students say about discussion
When researchers at Stanford University (Phelan, Davidson, & Cao, 1992) asked high school students questions about their school experiences, they received many comments on both teachers and teaching. From these comments, the researchers concluded that “both high- and low-achieving students prefer teachers who draw them into the learning process by holding discussions in which ideas are explored and thoughts, feelings, and opinions are shared” (p. 700). Furthermore, the researchers concluded from students’ remarks that during discussions, learners feel important and feel that what they think counts. Students are particularly complimentary of teachers who make the classroom a place where they feel comfortable in expressing themselves. As one student reported,
[The teacher] makes the class feel comfortable talking about themselves and really expressing their feelings. Like if you read something and everyone interprets it differently, she wants to hear everyone’s opinion. (p. 700)
Cruickshank, D. R., dkk. (2006). The Act of Teaching. Boston: McGraw Hill. Hlm. 202.
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup
bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan
bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis
peserta didik.
Sejujurnya, semua itu ternyata masih jauh dari kenyataan di
SMP/MTs di Indonesia, paling tidak dalam mata pelajaran Bahasa
Inggris. Namun, jika guru Bahasa Inggris di SMP/MTs memiliki
komitmen yang kuat serta bersungguh-sungguh dalam usaha
memenuhi kriteria minimal tersebut di atas, harus selalu dipastikan
bahwa hal-hal berikut ini memang terjadi atau dipenuhi secara
konsisten.
1. Harus terjadi pergeseran paradigma proses pendidikan
Bahasa Inggris, dari paradigma pengajaran ke paradigma
pembelajaran.
55
POINTS OF VIEW
“That wasn’t really teaching”
I remember a history teacher in high school. I really liked her because her class was so organized and orderly. When we came in there were x number of questions on the chalkboard. We read a certain section of the book and wrote out the answers. When time ran out she would ask, “Do you have any questions?” As she said the word questions, the bell always rang. Now I’ve figured out she taught that way just to keep us busy. We didn’t have time to do anything but write out answers. That wasn’t really teaching! There was no interaction of ideas and people. No real class.
Cruickshank, D. R., dkk. (2006). The Act of Teaching. Boston: McGraw Hill. Hlm. 204.
2. Proses pembelajaran Bahasa Inggris dilaksanakan secara
interaktif antara peserta didik, guru, dan sumber belajar yang
tersedia di lingkungan sekitar, di dalam maupun di luar kelas.
3. Proses pembelajaran dilaksanakan dengan cara guru Bahasa
Inggris memberikan keteladanan, membangun kemauan, dan
mengembangkan potensi dan kreativitas peserta didik dalam
menggunakan bahasa Inggris yang relevan dengan konteks
kehidupan sehari-hari di dalam maupun di luar kelas.
4. Proses pembelajaran Bahasa Inggris perlu direncanakan,
dilaksanakan, dinilai, dan diawasi agar terlaksana secara
efektif dan efisien. Hal tersebut dapat dilaksanakan melalui
evaluasi diri maupun penilaian teman sejawat. Penelitian
tindakan kelas sangat bermanfaat untuk dapat mewujudkan
hal ini.
56
WISE WORDS
The winnerhas a
programme.The loser
has an excuse.
Y. Mansoor Marican, MCMXCVII
BAB IV
KETERAMPILAN LITERASI DAN PENGEMBANGANNYA: TINJAUAN PUSTAKA
Untuk dapat merancang program pembelajaran yang terpusat
pada peserta didik, guru perlu memiliki pengetahuan dan
pemahaman teoretis tentang konsep ‘belajar bahasa asing’. Bab ini
akan membahas kosep ‘belajar bahasa asing’ dengan merujuk pada
beberapa konsep dasar tentang bahasa, atau lebih tepatnya literasi,
dan proses belajar menurut teori pskologi perkembangan.
Bahasa Inggris ditetapkan sebagai mata pelajaran wajib di
jenjang pendidikan dasar dan menengah tentunya dalam rangka
mencapai tujuan pendidikan nasional, yaitu “berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab” (Pasal 3, UU no. 20 tahun 2003 tentang
Sisdiknas). Pernyataan tersebut jelas mengisyaratkan bahwa bahasa
Inggris merupakan alat yang penting bagi terwujudnya generasi
57
1. Keterampilan Literasi: Tujuan Belajar Bahasa Inggris
POINTS TO PONDER
Towards a Language-Based Theory of Learning
When children learn language, they are not simply engaging in one kind of learning among many; rather they are learning the foundation of learning itself. The distinctive characteristic of human learning is that it is a process of making meaning—a semiotic process; and the prototypical form of human semiotic is language.
Halliday, 1993: 93
muda Indonesia yang mampu melakukan banyak hal yang berguna
bagi diri, bangsa dan negaranya. Inilah kemampuan yang diharapkan
dari mata pelajaran Bahasa Inggris di Indonesia. Maka dari itu tidak
mengherankan jika mata pelajaran ini dinilai oleh banyak pihak gagal
mencapai tujuannya (Kirkpatrick, 2006).
Bahwa bahasa berperan sentral dalam hidup manusia sangat
sesuai dengan teori Vygotsky (1978, 1986, 1997) tentang kodrat
manusia sebagai makhluk yang menggunakan higher
mental/psychological/intellectual functions (fungsi mental/
psikologis/intelektual tingkat tinggi), yang membuatnya menjadi
makhluk yang paling mampu beradaptasi dengan tuntutan
lingkungan dan mengatasi masalah. Teori tersebut didasarkan pada
kenyataan bahwa dalam bertindak dan berbuat untuk memenuhi
berbagai kebutuhan hidupnya, manusia tidak dapat mengandalkan
tubuh dan anggota badannya saja, tetapi perlu menggunakan alat
berupa benda-benda fisik (tool) serta alat psikologis/mental berupa
tanda (sign) dalam bentuk simbol-simbol. Alat psikologis yang paling
dominan dalam hidup manusia adalah bahasa. Dapat dikatakan
bahwa tanpa bahasa akan sangat sulit bagi manusia untuk dapat
58
POINTS TO PONDER
What Becoming Literate Means
Becoming literate is a lifelong developmental process. The literate adult has learned to use oral and written language effectively to reason and think within the context of her or his culture. The literate adult has learned to use language to accomplish personal goals and to meet the demands experienced within various contexts (e.g., home, personal relationships, workplace, community, society). The literate adult continues to refine and expand language in response to life experiences. Although at a different point in this lifelong process, the literate child, like the literate adult, continuously seeks to use and learns to use language (reading, writing, listening, and speaking) effectively to communicate effective with others, think, regulate thoughts and behaviors, explore her or his world, create, express personal needs and feeling, splve problems, function effectively in society, nurture her or his personal interests, and reflect on her or his experiences (Bodrova & Leong, 1996; Halliday, 1975)
Sumber: Wishon, P. M. dkk. (1998). Curriculum for the primary years: an integrative approach. Upper Saddle River, N.J.: Prentice-Hall, Inc. Hlm 153-154.
bertahan hidup. Dengan keterbatasan fisik yang dimiliki, bahasa
isyarat pun tercipta bagi para penyandang tuna rungu. Barangkali
karena memiliki bahasa itulah manusia telah berhasil membuktikan
dirinya sebagai makhluk yang paling berhasil mempertahankan
eksistensinya di muka bumi ini.
Dalam memainkan perannya yang begitu penting dalam
perkembangan hidup manusia, bahasa bukan hanya berfungsi
sebagai alat komunikasi (sebagaimana pandangan banyak kalangan
selama ini), tetapi juga alat untuk berfikir dan berbudaya (Vygotsky,
1978, 1986, 1997; Halliday, 1993; Watts-Taffe dan Truscott,
2000;Kirkpatrick 2006; Milosavljevic dkk., 2007).
Berdasarkan pandangan politis dan teoretis tersebut, sebagai
salah satu bahasa internasional yang paling penting, bahasa Inggris
diajarkan sebagai mata pelajaran wajib karena dianggap sebagai alat
strategis bagi generasi muda Indonesia untuk menjadi generasi yang
59
POINTS TO PONDER
Literacy in a Foreign Language
Communicating successfully in another language means shifting frames of reference, shifting norms, shifting assumptions of what can and cannot be said, what has to be explicit and what ought to remain tacit, and so on. In other words, using another language effectively involves more than vocabulary and structures; it involves thinking differently about language and communication (hal. 1)
Scholars in disciplines such as rhetoric, composition, educational psychology, linguistics, sociology, and cultural theory have recently critiques mainstream notions of literacy and contributes to new, socially-based conceptualizations of literacy …. They question the notion of monolithic, generalizable concept of literacy, and favor the idea of multiple literacies—roughly defined as dynamic, culturally and historically situated practices of using and interpreting diverse written and spoken texts to fulfil particular social purposes.
Kern, R. (2000). Literacy and language teaching. Oxford: Oxford University Press. Hlm. 6.
bertaraf internasional yang mampu berperan aktif serta bersaing
pada level internasional di berbagai bidang kehidupan—ilmu
pengetahuan dan teknologi, ekonomi, politik, social dan budaya. Oleh
karena itu, mata pelajaran Bahasa Inggris perlu diarahkan bukan
hanya pada pencapaian kompetensi komunikatif, tetapi juga
pencapaian keterampilan literasi dalam arti luas (multiple literacy).
Yaitu, bukan hanya mencakup keterampilan baca tulis, tetapi juga
kemampuan lisan, berbicara dan menyimak, untuk mencapai
berbagai tujuan dan memecahkan masalah serta menghadapi
tantangan jaman yang senantiasa berubah dengan cepat (The New
London Group, 1996; Kern, 2000).
Bagaimana suatu tindakan atau perbuatan untuk mencapai
tujuan sosial dapat dilakukan dengan menggunakan bahasa? Menurut
Halliday (1985: 11), caranya adalah dengan menggunakan ‘bahasa
yang fungsional’, yang biasa disebut dengan istilah TEKS. Misalnya,
60
POINTS TO PONDER
Literacy Development
Literacy development is the heart of an English Language instructional programme in school. Basic literacy is the ability to read and write. All pupils will be able to read and write in English when they leave school.
Literacy acquisition is dependent on the integrated teaching of listening, reading, viewing, speaking and writing, and the engagement of learners.
An integrated approach to literacy development integrates reading, viewing and writing with oral communication. What pupils know about, they can talk about; what they can talk about, they will read and write about.
A balanced and integrated approach to language and literacy development is advocated. From the primary to the secondary levels, there will be many opportunities for listening, reading, viewing, speaking and writing to help pupils become competent and critical listeners and readers, and confident and expressive speakers and writers of English.
(Ministry of Education, Singapore, 2001)
untuk dapat mengikuti situasi di sekitar kita membaca berita, untuk
menghibur diri kita menyanyikan lagu, untuk membuat kue kita
merujuk resep, untuk melamar pekerjaan kita menulis surat
lamaran, untuk menyuruh siswa menghadiri pertemuan kita tulis
pengumuman, dsb. Berita, lagu, resep, surat lamaran, pengumuman
adalah beberapa contoh teks.
Pertanyaannya adalah, apa indikator seseorang dapat dianggap
memiliki keterampilan literasi dalam menggunakan berbagai teks
dalam berwacana untuk mencapai suatu tujuan sosial? Bagaimana
seharusnya teks-teks tersebut digunakan dalam proses
pembelajaran?
Berdasarkan usulan Freebody dan Luke (1990) sebagaimana
dirujuk Alford (2001: 128), ada empat kegiatan yang perlu dilakukan
siswa, mulai dari yang paling sederhana sampai dengan yang paling
61
POINTS TO PONDER
Multiliteracy
… we decided to use the term "multiliteracies" as a way to focus on the realities of increasing local diversity and global connectedness. Dealing with linguistic differences and cultural differences has now become central to the pragmatics of our working, civic, and private lives. Effective citizenship and productive work now require that we interacteffectively using multiple languages, multiple Englishes, and communication patterns that more frequently cross cultural, community, and national boundaries. Subcultural diversity also extends to the ever broadening range of specialist registers and situational variations in language, be they technical, sporting, or related to groupings of interest and affiliation. When the proximity of cultural and linguistic diversity is one of the key facts of our time, the very nature of language learning has changed.
The New London Group.(1996). A pedagogy of multiliteracies: designing social futures. Harvard Eduational Review. 66(1). Hlm. 4-5
kompleks. Pertama, mampu menggunakan teks secara bermakna,
paling tidak memahami dan menginterpretasikan makna sosialnya.
Kedua, memberikan pandangannya apakah makna yang dikandung
dalam teks sudah tepat dan secara ideologis benar. Ketiga,
menentukan maksud dan tujuan teks dari sudut pandang kepentingan
sosial. Keempat, memberikan penilaian bagaimana kata-kata dan
unsur bahasa lainnya diposisikan dalam text, bagaimana disusun
menjadi sebuah teks utuh, dan apa pengaruh dan manfaat semua itu
terhadap pemahaman pembaca atau lawan bicara.
Tentunya ini adalah penguasaan literasi tingkat tinggi, yang
penutur bahasa ibu pun tidak semua dapat mencapainya. Namun
sebagai suatu yang ideal, batasan tersebut dapat digunakan sebagai
tujuan ideal. Dalam penerapannya perlu disesuaikan dengan tingkat
perkembangan kogitif dan penguasaan bahasa Inggris siswa. Secara
umum, tingkat literasi yang dapat dicapai oleh siswa SMP/MTs
62
POINTS TO PONDER
Being Literate
Elaborating on a discourse view of literacy, Freebody and Luke (1990) propose that being literate involves more than decoding and passively absorbing text. Rather, readers (viewers and hearers) need to engage actively with text at various levels: to ‘crack the code’ or interpret the symbols and words used; ascertain what the text ‘means’ propositionally and ideologically; decide what social use the text can perform and fourthly, determine how they are being positioned, constructed and influenced as readers (hal. 128)
Alford,J. (2001). Di dalam P. Singh and E. McWilliam (eds), Designing Educational Researchs: Theories, Methods and Practices. Flaxton, Australia: Post Pressed. Hlm. 127-139.
adalah tingkat literasi yang rendah. Sebagaimana telah disebutkan
sebelumnya, untuk jenjang pendidikan SMP/MTs telah ditetapkan
tingkat literasi fungsional (menurut versi Wells, 1987), yaitu sekedar
dapat menggunakan bahasa Inggris secara bermakna dengan
lingkungan twerdekatnya.
Perlu ditekankan bahwa inti dari keterampilan literasi adalah
kemampuan beradaptasi dengan tuntutan kontekstual, sehingga
proses pembelajaran seharusnya tidak bersifat indoktrinasi dan
pemaksaan terhadap criteria kebenaran yang kaku. Guru bukan lagi
sebagai satu-satunya criteria kebenaran yang harus diikuti siswa.
Pada pengembangan keterampilan literasi yang terendah pun siswa
perlu diberi kesempatan untuk mengemukan dan menegosiasikan
pemahaman dan interpretasinya.
63
2. Kompetensi Literasi Berbasis Genre
POINTS TO PONDER
Genre
Genres are how things get done, when language is used to accomplish them. They range from literary forms to far from literary forms: poems, narratives, expositions, lectures, seminars, recipes, manuals, appointment making, service encounters, news broadcast and so on. The term genre is used to embrace each of the linguistically realized activity types which comprise so much of our culture.
Martin, J. R. (1985). Factual writing: exploring and challenging social reality. Geelong, Vic.: Deakin University Press. Hal 250.
Salah satu pendekatan pembelajaran yang menggunakan teks
sebagai sumber belajar utama adalah pendekatan berbasis genre.
Namun, meskipun pendekatan berbasis genre telah menjadi dasar
untuk penyusunan Kurikulum 2004 dan juga kemudian untuk
penyusunan SKL, SK dan KD dalam mata pelajaran Bahasa Inggris
untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah (Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional No. 22 dan 23 tahun 2006), pemahaman
terhadap konsep tersebut di kalangan para pendidik bidang studi
Bahasa Inggris masih sangat beragam. Proses pembelajaran di
sekolah pada umumnya juga masih seperti belum berubah, dalam arti
tidak disesuaikan dengan tuntutan SKL, SK dan KD.
Istilah ‘genre’ berasal dari bahasa Perancis, yang sebenarnya
dipinjam dari bahasa Latin (genus). Dalam kamus Concise Collins
Dictionary genre didefinisikan sebagai “kind, category, or sort, esp.
of literary or artistic work”. Karena fungsinya sebagai alat untuk
melakukan suatu pekerjaan, genre dianggap sebagai suatu proses,
64
POINTS TO PONDER
Genre
Genres are not just forms. Genres are forms of life, ways of being. They are frames for social action. They are environments for learning. They are locations within which meaning is constructed. Genres shape the thoughts we form and the communications by which we interact. Genres are the familiar places we go to create intelligible communicative action with each other and the guideposts we use to explore the unfamiliar. (Bazerman, 1997, hal. 19)
Dikutip oleh Chapman, M. Situated, social, active: rewriting :genre” in the elementary classroom. http://www.lerc.educ.ubc.ca/fac/chapman/ Chapman WC1999.pdf.
Diakses 29 April 2007
tindakan, atau kejadian (lihat, a.l. Martin, 1984, 1986, 1992; Miller,
1984; Swales, 1990).
Keragaman kebutuhan dan tuntutan hidup yang dihadapi
manusia secara alami telah menghasilkan keragaman genre yang ada
di masyarakat saat ini (Martin, 1985: 250), dan manusia akan selalu
dihadapkan pada keharusan menentukan dan memilih genre yang
dianggap paling tepat untuk mencapai tujuan yang ada (Christie,
1987: 30). Di dalam setiap genre sendiri juga terjadi variasi yang
ditentukan oleh kebutuhan komunikasi maupun oleh sifat pengguna
masing-masing. Sebagaimana dikutip Alford (2001), Robinson dan
Elsden (2000) mengatakan bahwa “no text has a single, stable,
‘correct’ meaning”.
Meskipun keragaman menjadi ciri genre, ada kesepakatan di
antara para penulis dan peneliti dalam menentukan identitas suatu
genre, yaitu dengan menggunakan sedikitnya tiga kriteria: (1) tujuan
sosial yang hendak dicapai, (2) struktur retorika, skematik, atau
65
generik, dan (3) bentuk kebahasaan yang digunakan. Semua
terangkum dalam definisi genre yang diberikan Martin dan Rothery
(1986: 243) sebagai “the staged purposeful social processes through
which a culture is realized in a language.” Suatu proses sosial yang
terwujud dalam bahasa untuk mencapai suatu tujuan secara bertahap
sesuai dengan budaya yang berlaku.
Hasil pengamatan Swales (1990) terhadap berbagai
pembahasan tentang genre di bidang kebahasaan dan keaksaraan
juga menunjukkan kecenderungan banyak penulis dan peneliti
mendefinisikan genre sebagai kejadian komunikatif (communicative
events) untuk mencapai satu tujuan. Tujuan lah yang menentukan isi
atau makna yang akan diutarakan, penempatan makna dalam teks,
serta bentuk kebahasaan yang digunakan untuk mengutarakan
makna tersebut (190: 52-53).
Berdasarkan batasan tentang genre tersebut, Martin (1992)
menyebutkan beberapa genre fungsional tertulis yang perlu dikuasai
oleh generasi muda di Australia, termasuk para imigran, antara lain
Deskripsi, Laporan, Eksposisi, Diskusi, Uraian Kejadian (Recount),
Prosedur, Penjelasan, Eksplorasi Analitis dan Eksposisi Hortatory,
Anekdot, Eksemplum dan Naratif. Semua genre fungsional tertulis
tersebut dimasukkan dalam SKL, SK dan KD mata pelajaran Bahasa
Inggris di jenjang pendidikan dasar dan menengah. SMP/MTs hanya
mencakup lima genre, yaitu descriptive, recount, procedure,
narrative, dan report. Indikator penguasaan terhadap setiap genre
66
terlihat pada kemampuan siswa (1) mencapai tujuan sosial dalam
konteks kehidupan nyata, (2) menyusun makna dalam teks secara
runtut dan logis, serta (3) menggunakan unsur-unsur kebahasaan
yang baik dan benar.
Mengenai tingkat literasi yang hendak dicapai perlu
disesuaikan dengan tingkat kesulitan teks dan tingkat perkembangan
intelektual siswa. Namun, untuk dapat dikatakan menguasai bahasa
Inggris, minimal mampu memahami dan memberikan intepretasi
terhadap isi setiap teks yang diucapkan, didengar, dibaca dan ditulis
(tujuan sosial, struktur dan urutan makna, dan unsur kebahasaan
yang digunakan). Untuk itu, siswa perlu memiliki kesempatan
sebanyak-banyaknya untuk langsung menggunakan teks secara
fungsional dan bermakna sesuai dengan fungsi sosial teks di dunia
nyata siswa. Siswa tidak perlu (dan memang seharusnya tidak)
sampai bukan ‘menganalisis teks’ atau ‘membicarakan tentang teks’
secara konseptual dengan cara menyebutkan, mengidentifikasi, dan
membahas tujuan sosial teks, unsur makna dan struktur retorikanya,
serta unsur kebahasaan yang digunakan.
Konsep kompetensi literasi berbasis genre ini telah diterapkan
secara luas terutama di Australia (lihat a.l., Callaghan and Rothery,
1988; Hardy dan Klarwein, 1990; Hammond, dkk., 1992; Feez, 1998).
Di Indonesia konsep ini juga telah diterapkan untuk mengembangkan
kurikulum yang sedianya menjadi Kurikulum 2004 Bahasa Inggris
(namun tidak jadi karena berlakunya kebijakan pendidikan berbasis
67
sekolah yang diamanatkan oleh UU no 20 tahun 2003 tentang
Sisdiknas), yang kemudian disempurnakan untuk mengembangkan
SKL, SK dan KD mata pelajaran Bahasa Inggris yang berlaku sampai
saat ini. Selain untuk pengembangan KTSP, SKL, SK dan KD juga
telah digunakan oleh BSNP bersama Pusat Perbukuan Depdiknas
untuk mengembangkan instrumen penilaian buku teks mata pelajaran
Bahasa Inggris.
Dalam SKL, SK dan KD mata pelajaran Bahasa Inggris,
keterampilan literasi mencerminkan kemampuan memainkan tiga
fungsi sosial, yaitu interpersonal, transaksional, fungsional. Jenis teks
interpersonal berfungsi melakukan tindak bahasa interaktif lisan dan
tertulis yang diperlukan untuk menjalin hubungan antar pribadi. Teks
transaksional berfungsi meminta dan memberi jasa, barang,
informasi, dan pendapat, secara interaktif. Teks fungsional (a.l.,
descriptive, procedure, hortatory exposition, narrative, review, dsb.)
berfungsi bagi seseorang untuk dapat memainkan peran yang
dimainkannya di masyarakat, yang tentunya sangat bervariasi. Setiap
fungsi sosial memilih unsur dan struktur makna serta kaidah
kebahasaan yang dianggap paling efektif untuk memainkan fungsi
masing-masing. Fungsi interpersonal dan transaksional terdiri atas
tindak inisiasi atau prakarsa dan respon. Fungsi sosial dari berbagai
teks fungsional tentunya bervariasi dalam unsur dan struktur
maknanya.
683. Pengembangan Keterampilan Literasi
Selama ini banyak guru yang melaksanakan proses
pembelajaran berdasarkan kebiasaan dan kelaziman yang diamati di
lingkungannya. Meskipun pada saat dibangku perkuliahan calon guru
juga belajar tentang teori belajar, tidak banyak guru yang merancang
proses pembelajarannya berdasarkan landasan teoretis yang
memadai. Hanya dengan pengamatan sekilas terhadap isi buku teks
maupun proses pembelajaran di kelas Bahasa Inggris pada umumnya
akan segera terlihat bahwa peran guru yang paling penting adalah
mengajarkan konsep dan aturan kebahasaan serta cara
penerapannya. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut.
Tahap awal yang dilakukan adalah penjelasan. Untuk
memudahkan proses penjelasan seringkali digunakan sumber dan
media pembelajaran yang sesuai dengan materi ajar dan tingkat
perkembangan psikologis siswa. Tahap ‘penjelasan’ (presentation)
biasanya dilaksanakan pada awal unit pelajaran. Tetapi tidak jarang
tahap penjelasan dilaksanakan setelah sebelumnya siswa diberikan
kesempatan untuk mengenal materi yang akan segera dijelaskan
secara mandiri, melalui kegiatan eksplorasi atau penemuan
(discovery).
Tahap penjelasan diikuti tahap latihan terstruktur, agar siswa
berkesempatan menerapkan konsep dan aturan yang sudah
dijelaskan di bawah bimbingan guru (practice). Tahap akhir adalah
69
latihan mandiri (production) yang menuntut siswa berlatih secara
aktif dengan bimbingan guru yang semakin dibatasi.
Metode tersebut memiliki tiga ciri yang menonjol, yaitu (1)
menekankan pentingnya pengetahuan dan pemahaman eksplisit
tentang materi yang diajarkan, (2) mengandalkan guru sebagai
‘penyampai ilmu’, dan (3) penggunaan buku teks sebagai sumber
belajar utama. Selain itu dikenal juga kegiatan ‘pengayaan’, yaitu
kegiatan memperoleh sumber-sumber lain secara mandiri. Kegiatan
‘remedial’ adalah kegiatan untuk memperbaiki pengetahuan yang
dikuasai secara salah atau belum sempurna. Metode tersebut
menghasilkan proses pembelajaran yang sangat terpusat pada guru
dan didominasi oleh kegiatan kegiatan tatap muka. Melalui proses
‘menimba ilmu’ semacam ini tentunya akan dihasilkan siswa yang
‘berilmu’ atau memiliki banyak ilmu, serta pengetahuan untuk
menerapkan ilmu tersebut.
Maka dari itu dapat dipahami kalau kebanyakan lulusan
SMP/MTs mengetahui banyak hal tentang bahasa Inggris, namun
tidak terampil berbahasa Inggris untuk kegunaan nyata dalam
hidupnya. Sangat terbatas kesempatan yang tersedia di sekolah
untuk belajar menggunakan bahasa Inggris untuk itu. Hanya siswa
yang berkesempatan belajar berbahasa Inggris di luar sekolah untuk
tujuan penguasaan literasi, secara mandiri ataupun melalui kursus
bahasa Inggris, yang pada akhirnya dapat menguasai bahasa Inggris
dalam arti yang sebenarnya.
70
Pernyataan tersebut sama sekali tidak bermaksud mengatakan
bahwa metode pembelajaran berbasis pengetahuan ini sama sekali
tidak bermanfaat untuk mengembangkan keterampilan literasi.
Tentunya ada karena pemahaman konsep dan aturan serta
penerapannya merupakan salah satu komponen penguasaan
keterampilan literasi. Namun karena terbatas hanya untuk tujuan
tersebut maka kurang tepat jika digunakan sebagai satu-satu metode
atau metode yang paling dominan dalam proses pembelajaran Bahasa
Inggris.
Berdasarkan teori psikologi perkembangan yang dikemukakan
oleh tiga tokoh yang sangat terkenal, Vygotsky (1978), Piaget (1985),
dan Bandura (1977), belajar pada hakikatnya adalah ‘belajar
memecahkan masalah’ (problem solving) dalam usaha mencapai
tujuan tertentu. Misalnya, orang belajar membaca berita berarti
belajar memecahkan permasalahan memahami tujuan berita
tersebut, pesan-pesan yang disampaikan, serta kata-kata dan
tatabahasa yang digunakan dalam berita tersebut. Belajar becakap-
cakap berarti belajar memecahkan masalah dalam menyampaikan
dan memahami makna secara lisan agar tercapai tujuannya, antara
lain terkait dengan kosa kata, lafal dan tata bahasa yang digunakan,
maupun dengan pengurutan pesan secara logis.
71
Proses Belajar Literasi menurut Teori Psikologi Perkembangan
POINTS TO PONDER
The zone of proximal development
When it was first shown that the capability of children with equal level of mental development to learn under a teacher’s guidance varied to a high degree, it became apparent that those children were not mentally the same age and that the subsequent course of their learning would obviously be different. This difference between twelve and eight or between nine and eight, is what we call the zone of proximal development. It is the distance between the actual developmental level as determined by independent problem solving and the level of potential development as determined through problem solving under adult guidance or in collaboratrion with more capablepeers.
Vygotsky, L.S. (1978). Mind in society: the development of higher psychological processes. Cambridge: Harvard Univerity Press. Hal 86
Cetak miring sesuai dengan sumber aslinya
Jadi proses belajar berbahasa Inggris terjadi pada saat siswa
sedang melakukan kegiatan komunikatif maupun berpikir dengan
menggunakan teks yang relevan, mengalami masalah (misalnya,
menemukan kata-kata baru, pengucapan yang tidak dapat dipahami,
pemahaman pesan yang disampaikan), dan kemudian berusaha
memecahkan masalah tersebut. Pendek kata, tanpa pengalaman
langsung tidak akan terjadi proses belajar.
Menurut Piaget (dikutip oleh Ginsburg dan Opper, 1988: 11),
proses belajar hanya terjadi pada otak yang sedang mengalami
‘ketidakseimbangan’ karena adanya suatu masalah, dan kemudian
merasa tergelitik dan berniat untuk berusaha menyeimbangkan lagi.
Sumber ketidakseimbangan adalah karena adanya lacuna
(kekurangan) atau kesulitan menyesuaikan dengan tuntutan. Oleh
karena itu biasanya dipecahkan dengan cara seperti melengkapi,
mengoreksi, menyempurnakan.
Posisi sentral kegiatan pemecahan masalah dalam proses
belajar juga menjadi inti dari konsep belajar Vygotsky yang
terkandung dalam konsepnya yang terkenal dengan istilah the zone
72
of proximal development (lihat definisinya di kotak sebelah), di mana
kriteria perkembangan dilihat dari tingkat kemampuan inividu
menyelesaikan masalah (1978: 86). Ada tiga unsur yang diperlukan
secara bersamaan untuk mengatasi masalah, yaitu dengan secara
aktif melakukan tindakan nyata untuk mengatasinya, dengan cara
bekerja sama dengan teman sejawat, serta dengan bimbingan dari
orang yang lebih mampu atau dewasa. Berbeda dengan teori Piaget,
yang menempatkan individu pada posisi sentral dalam proses belajar,
teori Vygotksy menganggap bahwa lingkungan sosial, yaitu teman
sejawat dan para orang dewasa (seperti guru, orang tua, orang yang
lebih berpengalaman), memiliki peran yang sama pentingnya dengan
peran aktif individu. Dengan kata lain, ketiga unsur tersebut harus
berfungsi secara bersamaan.
Bandura (1977) memiliki pandangan yang sama dengan
Vygotsky tentang peran lingkungan sosial dalam peningkatan
kemampuan individu. Dengan teorinya yang terkenal dengan nama
social learning theory, Bandura menekankan pentingnya berinteraksi
dengan lingkungan sosial untuk dapat terbentur dengan masalah.
Cara mengatasinya adalah dengan proses pengamatan (observational
learning) terhadap cara yang digunakan orang lain.
73
POINTS TO PONDER
Observational learning, or modeling
Steps involved in the modeling process:
1. Attention. If you are going to learn anything, you have to be paying attention.
2. Retention. Second, you must be able to retain -- remember -- what you have paid attention to. This is where imagery and language come in: we store what we have seen the model doing in the form of mental images or verbal descriptions. When so stored, you can later “bring up” the image or description, so that you can reproduce it with your own behavior.
Bersambung ke halaman berikut.
Proses belajar melalui pengamatan terdiri atas empat langkah
yaitu attention, retention, reproduction, dan motivation. Untuk
memanfaatkan konsep-konsep tersebut sebagai dasar untuk
merancang proses pembelajaran, setiap istilah perlu diterjemahkan
dalam bentuk tindakan belajar, yaitu (1) ‘pembiasaan’ (agar tercapai
attention), (2) ‘penyadaran unsur dan aturan’ (agar tercapai
retention), (3) ‘peniruan’ (agar terjadi reproduction), dan (4)
‘penciptaan suasana yang mendukung’ (agar timbul motivation untuk
melakukannya). Langkah-langkah tersebut tidak dapat dikendalikan
atau dipaksakan dari luar, tetapi oleh diri sendiri.
74
Lanjutan
Observational learning, or modeling
3. Reproduction. At this point, you’re just sitting there daydreaming. You have to translate the images or descriptions into actual behavior. So you have to have the ability to reproduce the behavior in the first place.
4. Motivation. And yet, with all this, you’re still not going to do anything unless you are motivated to imitate, i.e. until you have some reason for doing it. Bandura mentions a number of motives:
a. past reinforcement, in traditional behaviorism.
b. promised reinforcements (incentives) that we can imagine.
c. vicarious reinforcement -- seeing and recalling the model being reinforced.
Tersedia di http://www.ship.edu/~cgboeree/bandura.html
Suatu materi ajar akan menarik minat siswa untuk mengamati
dan meniru jika siswa menggapnya tidak terlalu sulit (simple),
tingkah laku yang harus dikuasai terlihat menonjol (distinctive),
berlangsung secara terus menerus dalam waktu lama dan frekuensi
tinggi (prevalent), bermanfaat bagi siswa (useful), dan bernilai positif
(positive). Berdasarkan asumsi tersebut, unsur dan aturan suatu
genre dapat menarik perhatian siswa jika siswa terus menerus
terlibat dalam kegiatan komunikatif dengan menggunakan teks-teks
yang relevan, yang berguna bagi dirinya, dihargai oleh
lingkungannya, dengan menggunakan materi dan langkah-langkah
kegiatan yang menurut siswa mudah untuk dicerna dan dilakukan,
serta secara alami menonjolkan unsur dan aturan genre yang
bersangkutan.
75
POINTS TO PONDER
Problem-Based Learning (PBL)
PBL is a learner-centered educational method.
In PBL learners are progressively given more and more responsibility for their own education and become increasingly independent of the teacher for their education. PBL produces independent learners who can continue to learn on their own in life and in their chosen careers. The responsibility of the teacher in PBL is to provide the educational materials and guidance that facilitate learning.PBL is based on real world problems
In PBL learning is based on the messy, complex problems encountered in the real world as a stimulus for learning and for integrating and organizing learned information in ways that will ensure its recall and application to future problems. The problems in PBL are also designed to challenge learners to develop effective problem-solving and critical thinking skills.
Bersambung ke halaman berikut.
Dari pembahasan ini dapat dirasakan bahwa masing-masing
ahli memberikan sumbangan terhadap pemahaman kita tentang
proses pengembangan literasi dari sudut pandang yang berbeda-
beda, dan saling melengkapi. Teori yang dikemukakan Piaget
bermanfaat untuk menentukan materi ajar serta rincian aspek-aspek
yang perlu dikuasai. Teori Bandura dapat digunakan sebagai dasar
untuk menentukan tahapan pembelajaran, mulai dari pembiasaan,
penguasaan struktur dan aturan dan menghasilkan teks dengan
meniru contoh-contoh yang ada. Teori Vygotsky sangat bermanfaat
untuk membantu siswa belajar mengelola proses belajarnya sendiri
secara mandiri, memanfaatkan kerjasama dengan teman, serta
memanfaatkan bimbingan profesional dari guru. Keterkaitan antar
teori dari ketiga ahli tersebut juga memberikan masukan tentang
cara mempertimbangkan dan mengatasi tingkat kesulitan materi
76
Lanjutan
Problem-Based Learning (PBL)
In the PBL learning process learners encounter a problem and attempt to solve it with information they already possess allowing them to appreciate what they already know. They also identify what they need to learn to better understand the problem and how to resolve it.
Once they have worked with the problem as far as possible and identified what they need to learn, the learners engage in self-directed study to research the information needed finding and using a variety of information resources (books, journals, reports, online information, and a variety of people with appropriate areas of expertise). In this way learning is personalized to the needs and learning styles of the individual. The learners then return to the problem and apply what they learned to their work with the problem in order to more fully understand and resolve the problem.
After they have finished their problem work the learners assess themselves and each other to develop skills in self-assessment and the constructive assessment of peers. Self-assessment is a skill essential to effective independent learning.
The PBL curriculum
The series of problems encountered by learners with this process make up the curriculum. The problems are put together as a group to stimulate learning of content appropriate to the course. In the PBL process learners characteristically learn far more and in areas relevant to their personal needs.
The role of the PBL teacher
The principle role of the teacher in PBL is that of a facilitator or educational coach (often referred to in jargon of PBL as a "tutor") guiding the learners in the PBL process. As learners become more proficient in the PBL learning process the tutor becomes less active. This is a new skill for many teachers and specific training is required.
The learning group
Learning is ideally in small groups of 5 to 7 learners. As the group members work together to problem solve and learn they acquire collaborative or team learning skills. In some settings, as in secondary education, learner groups may initially be much larger (15-35). But techniques can be used to compensate for the disadvantages of such larger groups.
Howard Barrows:[email protected]. Diakses 29 April 2007
serta caranya untuk menyesuaikan dengan tingkat perkembangan
mental emosional siswa.
77
BAB V
STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS
DI SMP/MTs
Langkah awal dalam perencanaan proses pembelajaran adalah
menetapkan standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD)
karena menjadi dasar untuk menentukan semua unsur pembelajaran
lainnya. Bab ini akan membahas dua hal yang terkait dengan SK dan
KD, yaitu (1) permasalahan yang terkait dengan perumusan SK dan
KD dalam dokumen yang dimuat dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional RI nomor 22 tahun 2006 dan (2) cakupan teks
dalam setiap setiap fungsi komunikatif dan genre yang disebutkan
dalam SK dan KD.
Masalah pelik yang dihadapi oleh para guru di lapangan terkait
dengan butir-butir SK dan KD mata pelajaran Bahasa Inggris
sebenarnya tidak mungkin dapat dikutip langsung untuk
mengembangkan silabus dan RPP. Hal ini disebabkan karena
rumusan butir-butir tersebut sebenarnya adalah pecahan dari
kompetensi komunikatif utuh ke dalam empat subketerampilan:
berbicara, mendengar, membaca dan menulis.
78
A. Rumusan SK dan KD
Dengan kata lain, butir-butir SK dan KD dalam dokumen
tersebut sebenarnya masih merupakan rumusan subSK dan subKD,
sehingga tidak mungkin dapat dikutip langsung untuk digunakan
sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi ataupun untuk
dikembangkan menjadi RPP karena tidak merepresentasikan satuan
kompetensi dasar berkomunikasi secara utuh. Berikut ini dipaparkan
rasional perumusan butir-butir SK dan KD yang tidak utuh tersebut
serta langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menghasilkan SK
dan KD yang siap untuk dijadikan dasar pengembangan silabus dan
RPP.
SK dan KD Bahasa Inggris memang memiliki ciri perumusan
yang unik. Dalam perumusan tersebut, terjadi dua proses yang
berlawanan: pemisahan dan pemaduan subketerampilan. Karena
ada empat subketerampilan berbahasa yang diperlukan untuk
melaksanakan kegiatan komunikatif—mendengarkan, berbicara,
membaca, dan menulis—SK, dan KD Bahasa Inggris perlu dirinci
secara terpisah pada setiap subketerampilan tersebut. Oleh karena
itu setiap butir SK/KD dalam dokumen SI sebenarnya bukan satu
SK/KD utuh. Lebih tepatnya setiap butir masih merupakan
subSK/subKD.
79
1. Interaksi antara Pemisahan dan Pemaduan Subketerampilan
Mendengarkan
Memahami makna dalam percakapan transaksional dan interpersonal sangat sederhana untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat
Memahami makna dalam teks lisan fungsional pendek sangat sederhana untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat
Berbicara
Mengungkapkan makna dalam percakapan transaksional dan interpersonal sangat sederhana untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat
Mengungkapkan makna dalam teks lisan fungsional pendek sangat sederhana untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat
Membaca
Memahami makna dalam teks tulis fungsional pendek sangat sederhana yang terkait dengan lingkungan terdekat
Menulis
Mengungkapkan makna dalam teks tulis fungsional pendek sangat sederhana untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat
SK kelas VIISmt 1
Karena rumusan setiap subSK/subKD sebenarnya merupakan
‘pecahan’ dari satu SK/KD, pengulangan menjadi tidak terhindarkan.
Perhatikan rumusan SK untuk Kelas VII semester 1 (di halaman
berikut). Pasangan butir 1 dan 3 berisi materi
komunikasi yang sama persis. Yang berbeda
hanyalah tindakan komunikatif yang
disebutkan oleh kata pertamanya, yaitu kata
kerja memahami untuk ‘mendengarkan’ dan
mengungkapkan untuk ‘berbicara’. Jadi jika
dua butir tersebut diintegrasikan akan
menghasilkan satu SK yaitu,
Mengungkapkan dan memahami makna dalam percakapan transaksional dan interpersonal sangat sederhana untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat.
Pengintegrasian keterampilan
mendengarkan dan berbicara adalah suatu
kelaziman dalam percapakan lisan. Butir
subSK 2 dan 4 juga dapat tetap terpisah
seperti rumusan aslinya, atau diintegrasikan
menjadi satu sebagai berikut.
Mengungkapkan dan memahami makna dalam teks lisan fungsional pendek sangat sederhana untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat.
Pemisahan diperlukan karena sering terjadi kegiatan
komunikatif yang menuntut peserta hanya untuk memahami
80
percakapan atau kegiataan interaktif lisan tanpa harus terlibat di
dalamnya, misalnya ketika menonton film, menghadiri talk show,
mengamati interview, dsb. Atau sebaliknya, kita hanya dituntut untuk
mengungkapkan tanpa harus berinteraksi dengan lawan bicara,
misalnya ketika bercerita, berpidato, dsb.
Pehatikan juga butir subSK 5 dan butir 6 berikut ini, yang
mungkin perlu dipisahkan, karena memahami teks tertulis memang
tidak selalu disertai tindakan menghasilkan teks yang bersangkutan.
5. Memahami makna dalam teks tulis fungsional pendek sangat sederhana yang terkait dengan lingkungan terdekat
6. Mengungkapkan makna dalam teks tulis fungsional pendek sangat sederhana untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat
Sebaliknya, terkait dengan teks fungsional pendek seperti
surat, pesan, undangan, pengumunan, dsb., diperlukan pembelajaran
yang bersifat integratif karena sifat teks yang cenderung interaktif
atau memang penting untuk dikuasai secara integratif.
Cara perumusan SK pada tataran subSK di atas memang
memberikan fleksibilitas kepada guru untuk menyesuaikan proses
pembelajaran dengan kebutuhan belajar serta tingkat penguasaan
Bahasa Inggris siswa. Namun justru karena rumusan butir-butir SK
dan KD baru merupakan rumusan subSK/subKD, maka masing-masing
81
2. Permasalahan dalam Rumusan SK dan KD
tidak mungkin dapat dikutip langsung untuk dapat dijadikan sebagai
rujukan penyusunan indikator kompetensi serta dikembangkan
menjadi RPP.
Selain masalah pemisahan tersebut
ada juga beberapa kelemahan lain yang
menyebabkan butir-butir SK dan KD Bahasa
Inggris tidak mudah untuk langsung
digunakan sebagai dasar pengembangan
program pembelajaran. Pertama, banyak
rumusan SK dan KD yang berisi lebih dari
satu kompetensi komunikatif yang sama
sekali tidak terkait. Perhatikan lagi butir SK
yang merupakan gabungan dari subSK 1
dan 3 (Kelas VII semester 1) yang telah
dirumuskan di atas. Butir tersebut dikutip
lagi di sini untuk dibahas.
Mengungkapkan dan memahami makna dalam percakapan transaksional dan interpersonal sangat sederhana untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat.
SK tersebut memuat dua kompetensi
komunikatif yang pembelajarannya tidak
dapat diintegrasikan karena tergolong pada
dua jenis teks yang berlainan, yaitu jenis
teks ‘interpersonal’ dan ‘transaksional’.
82
Untuk dapat dijadikan sebagai acuan, butir tersebut seharusnya
dipecah menjadi dua subSK yang berlainan, yaitu:
o Mengungkapkan dan memahami makna dalam percakapan interpersonal sangat sederhana untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat.
o Mengungkapkan dan memahami makna dalam percakapan transaksional sangat sederhana untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat.
Perhatikan juga butir 8 pada subSK keterampilan
Mendengarkan untuk Kelas VII semester 2.
Memahami makna dalam teks lisan fungsional dan monolog pendek sangat sederhana yang berbentuk descriptive dan procedure untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat.
Pada butir tersebut terdapat dua genre descriptive dan
procedure. Oleh karena itu seharusnya dipisahkan ke dalam dua
subSK, menjadi
o Memahami makna dalam teks lisan fungsional monolog pendek sangat sederhana yang berbentuk descriptive untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat
o Memahami makna dalam teks lisan fungsional dan monolog pendek sangat sederhana yang berbentuk procedure untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat
Karena KD merupakan jabaran lebih rinci dari SK, rumusan KD
juga memiliki permasalahan yang sama, bahkan lebih kompleks lagi,
karena setiap KD (tepatnya subKD) biasanya mencakup lebih dari
satu tindak bahasa serta bentuk teks yang digunakan. Hal ini
bertentangan dengan ketentuan dalam Permendiknas Nomor 41
tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar
dan Menengah, yang mengatur bahwa satu RPP hanya
83
mengembangkan satu KD. Dalam mata pelajaran Bahasa Inggris, satu
KD memang seharusnya mencakup satu satuan tindakan komunikatif
utuh dengan menggunakan satu bentuk teks tertentu.
Untuk mengatasi permasalahan ini, tidak ada pilihan lain
kecuali ‘mengolah’ lagi butir-butir SK dan KD dalam dokumen SI
untuk menghasilkan KD yang utuh yang siap untuk digunakan untuk
membuat perencanaan proses pembelajaran. Karena hal ini
memerlukan kecermatan, sekolah perlu menunjuk atau membentuk
tim pengembang khusus untuk membuat rumusan ulang SK dan KD
mata pelajaran Bahasa Inggris di semua semester, dari kelas VII
sampai dengan kelas IX. Hasilnya kemudian perlu juga dibicarakan
bersama pada tingkat sekolah untuk disempurnakan. Rumusan ulang
SK dan KD yang sudah dianggap sempurna sebaiknya
didokumentasikan sebagai lampiran dalam silabus.
Perlu ditekankan bahwa perlunya perumusan ulang butir-butir
SK dan KD semata-mata hanya untuk tujuan memudahkan
pengembangan silabus dan RPP; sama sekali bukan untuk melakukan
perubahan apapun terhadap isi materi dokumen negara tersebut.
Maka dari itu perumusan ulang harus sangat cermat agar tidak
menyimpang dari dokumen aslinya. SK dan KD hasil rumusan ulang
di sekolah masing-masing selanjutnya akan menjadi rujukan
operasional untuk merancang silabus dan RPP, serta untuk
menghasilkan karya-karya menunjang proses pembelajaran lainnya
seperti penulisan bahan ajar, buku ajar, pembelian sarana
84
pembelajaran, penyusunan alat evaluasi, dsb. Selain itu, dokumen
tambahan tersebut perlu menjadi bahan untuk melaksanakan dan
menghasilkan karya ilmiah.
Agar tidak rancu dalam pembahasan tentang perumusan ulang
butir-butir SK dan KD dalam dokumen nasional, istilah ‘SK’ dan ‘KD’
akan digunakan untuk menyebut SK dan KD yang sudah ‘jadi’, yaitu
yang sudah dihasilkan oleh tim pengembang silabus dan RPP mata
pelajaran Bahasa Inggris di setiap sekolah. Untuk menyebut butir-
butir yang ada di dalam dokumen nasional akan digunakan kata ‘butir
subSK/KD’.
Penentuan dan perumusan SK harus berdasarkan definisi SK
yang disebutkan dalam Permendiknas no 41 tahun 2007 tentang
Standar Proses. Menurut definisi tersebut istilah kompetensi adalah
suatu kesatuan utuh yang didukung oleh tiga unsur sekaligus yaitu
pengetahuan, sikap dan keterampilan. Batasan ini tentunya tidak
terpenuhi oleh
rumusan butir-butir
SK yang terurai dalam
empat keterampilan
secara terpisah-pisah.
85
Menentukan dan Merumuskan Standar Kompetensi (SK)
Standar kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran.
Permendiknas No 41 th. 2007
Perlu ditekankan lagi di sini bahwa perumuskan ulang SK tidak
untuk merubah substansi isinya, tetapi hanya untuk memastikan agar
setiap subSK berisi hanya satu fungsi komunikatif atau genre. Maka
dari itu cara yang ditawarkan di sini hanyalah mengurai subSK yang
berisi lebih dari satu jenis teks menjadi beberapa subSK yang
masing-masing berisi hanya satu jenis teks dan satu genre.
Untuk menjaga agar rumusan ulang SK tidak menyalahi muatan
kompetensi dalam dokumen nasional, namun menjadi rujukan yang
lebih tepat untuk penyusunan silabus dan RPP, perumusan harus
dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip berikut ini.
1) Rumusan subSK seharusnya tidak menambahkan hal baru
pada butir-butir yang diberikan dalam dokumen nasional
tetapi hanya mengurai atau mempertahankan rumusan
aslinya, termasuk penggunaan istilah teknisnya.
2) Rumusan subSK tetap dikelompokkan secara terpisah dalam
keterampilan komunikatif Mendengarkan, Berbicara,
Membaca dan Menulis.
3) Satu subSK memuat hanya satu jenis teks dan/atau genre.
4) SubSK secara jelas dikelompokkan ke dalam tiga fungsi
komunikatif, yaitu interpersonal, transaksional, dan
fungsional. Teks fungsional terbagi lagi ke dalam teks
fungsional pendek dan teks dengan genre tertentu.
86
5) Perumusan ulang tidak perlu sampai pada pengintegrasian
butir-butir SK menjadi satu satuan utuh karena SK tidak
langsung diperlukan untuk merumuskan indikator
kompetensi maupun pengembangan RPP.
Dengan cara ini, 12 butir subSK yang tercakup di Kelas VII
(semester 1 dan 2) menjadi terurai ke dalam 24 subSK yang tidak lagi
tumpang tindih. Lihat contoh hasil perumusan subSK Kelas VII
semester 1 dan 2 di Lampiran 1.
Sekarang giliran Anda untuk mencoba merumuskan ulang
subSK pada empat semester lainnya, yang juga dilampirkan di
Lampiran 1. Kerjakan kegiatan ini dalam tim kerja dari SMP/MTs
Anda sendiri atau bekerja sama dengan tim dari SMP/MTs lain.
Dengan kerjasama yang baik, perumusan ulang dapat dilakukan
dengan cermat dan lebih mudah.
Karena komite sekolah seharusnya terlibat dalam penyusunan
KTSP, seharusnya mereka juga dilibatkan. Jika ada anggota komite
sekolah yang mampu dan berminat, undanglah mereka dalam
kegilatan perumusan ulang ini. Atau, paling tidak, mintalah
pertimbangan atau masukannya terhadap rumusan yang sudah jadi.
87
Menentukan dan Merumuskan Kompetensi Dasar (KD)
Perumusan ulang butir-butir subKD bertujuan menghasilkan
rumusan kompetensi komunikatif untuk konteks dunia nyata, yang
utuh dan lazimnya memadukan lebih dari satu keterampilan. Hal ini
perlu dilakukan karena rumusan KD akan menjadi rujukan untuk
menentukan dan merumuskan tujuan pembelajaran dan indikator
pencapaian kompetensi (IPK) serta untuk pengembangan RPP.
Sementara itu, perumusan tujuan pembelajaran, IPK dan
pengembangan RPP pada dasarnya adalah untuk memastikan bahwa
siswa memperolah kesempatan sebanyak-banyaknya untuk berbahasa
Inggris dalam berbagai tindakan yang relevan dan bermanfaat bagi
hidupnya, paling tidak untuk saat ini. Hanya dengan cara inilah
(learning by doing) kompetensi berbahasa Inggris dapat dikuasai
dengan baik oleh siswa.
Rumusan KD secara utuh memang merupakan tuntutan dari
Permendiknas No. 41 Tahun 2007. KD didefinisikan sebagai
“sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata
pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator
kompetensi.” Indikator bahwa seseorang memiliki kompetensi
berbahasa Inggris adalah pada kemampuannya melaksanakan
berbagai tindakan komunikatif utuh untuk mencapai suatu tujuan
sosial di dunia nyata. Setiap tindakan komunikatif tentunya
merupakan kesatuan dari sejumlah unsur kemampuan pendukungnya
(a.l., secara lisan dan tulis, unsur kebahasaan akurat, koheren,
lancar, dsb.).
88
Dalam dunia nyata, setiap tindakan komunikatif yang
dilaksanakan dalam satu kesempatan memiliki antara lain ciri-ciri
berikut ini.
- berjalan secara wajar dan tidak dibuat-buat
- terfokus pada pencapaian satu tujuan
- teks-teks (kata, kalimat, ungkapan, teks panjang) yang
diucapkan, didengar, dibaca, dan ditulis dalam satu kejadian
biasanya mendukung satu topik utama yang tidak mudah
untuk berganti.
- tidak memisahkan secara ketat kegiatan mendengarkan,
berbicara, membaca dan menulis; bahkan lazimnya melibatkan
lebih dari satu keterampilan.
89
SubSK 1
Mendengarkan
Merespon makna dalam percakapan transaksional (to get things done) dan interpersonal (bersosialisasi) yang menggunakan ragam bahasa lisan sangat sederhana secara akurat, lancar, dan berterima untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat yang melibatkan tindak tutur: menyapa orang yang belum/sudah dikenal, memperkenal-kan diri sendiri/orang lain, dan memerintah atau melarang
Merespon makna dalam percakapan transaksional (to get things done) dan interpersonal (bersosialisasi) yang menggunakan ragam bahasa lisan sangat sederhana secara akurat, lancar, dan berterima untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat yang melibatkan tindak tutur: meminta dan memberi informasi, mengucapkan terima kasih, meminta maaf, dan mengungkapkan kesantunan
SubSK 2
Mendengarkan
Merespon makna tindak tutur yang terdapat dalam teks lisan fungsional pendek sangat sederhana secara akurat, lancar, dan berterima untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat
Merespon makna gagasan yang terdapat dalam teks lisan fungsional pendek sangat sederhana secara akurat, lancar, dan berterima untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat
KD kelas VIISmt 1
Sama halnya dengan rumusan butir-butir SK, rumusan butir-
butir KD dalam dokumen nasional pada
umumnya tidak memenuhi prinsip-prinsip
tindakan komunikatif di atas, karena setiap
butir subKD memang sengaja dirumuskan
hanya untuk satu subketerampilan
(mendengarkan/berbicara/
membaca/menulis). Selain itu banyak butir
subKD berisi lebih dari satu jenis teks atau
genre.
Perhatikan dengan cermat butir-butir
subKD untuk kompetensi komunikatif lisan
(mendengarkan dan berbicara), Kelas VII
semester 1. Anda akan dengan segera
melihat bahwa butir 1.1 dan 3.1. dan 3.2 yang
seharusnya dan sewajarnya terpadu dalam
kegiatan interaktif lisan terpisah dalam
keterampilan mendengarkan dan berbicara.
Begitu juga halnya dengan butir 1.2 dan 3.3.
Anda juga akan segera melihat bahwa dalam
satu butir biasanya memuat lebih dari satu
fungsi komunikatif atau genre, yang tentunya
tidak mudah untuk diintegrasikan dalam satu
tindakan komunikatif.
90
SubSK 3
Berbicara
Mengungkapkan makna dalam percakapan transaksional (to get things done) dan interpersonal (bersosialisasi) dengan menggunakan ragam bahasa lisan sangat sederhana secara akurat, lancar, dan berterima
Melakukan interaksi dengan lingkungan terdekat yang melibatkan tindak tutur: menyapa orang yang belum/sudah dikenal, memperkenalkan diri sendiri/orang lain, dan memerintah atau melarang
Mengungkapkan makna dalam percakapan transaksional (to get things done) dan interpersonal (bersosialisasi) dengan menggunakan ragam bahasa lisan sangat sederhana secara akurat, lancar, dan berterima untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat yang melibatkan tindak tutur: meminta dan memberi informasi, mengucapkan terima kasih, meminta maaf, dan mengungkapkan kesantunan
KD kelas VIISmt 1
Pasangan butir 1.1 dan butir 3.1 dan 3.2 mencakup dua jenis
teks, yaitu:
1) percakapan transaksional (to get things done)
2) percakapan interpersonal (bersosialisasi)
yang dilaksanakan dalam tiga tindak bahasa,
yaitu:
1) menyapa orang yang belum/sudah dikenal
2) memperkenalkan diri sendiri/orang lain
3) memerintah atau melarang
Juga tidak disebutkan dengan jelas, tindak
bahasa/ tutur yang mana yang termasuk
dalam jenis teks transaksional dan tindak
bahasa/tutur yang mana yang termasuk jenis
teks interpersonal.
Pasangan butir 1.2. dengan 3.3 juga
mencakup dua jenis teks, yaitu
1) percakapan transaksional (to get things done)
2) percakapan interpersonal (bersosialisasi)
yang dilaksanakan dalam empat tindak
bahasa/tutur, yaitu:
1) meminta dan memberi informasi
2) mengucapkan terima kasih
3) meminta maaf
91
4) mengungkapkan kesantunan
Masalah lainnya adalah pada jenis teks fungsional, baik yang
pendek maupun yang berbentuk monolog. Dalam rumusan tersebut
tidak disebutkan bentuk teks apa saja yang harus dicakup dalam
setiap genre, sehingga setiap sekolah harus memutuskan sendiri
bentuk-bentuk teks yang akan dicakup. Perhatikan rumusan butir 2.2.
dalam subKD komunikatif Lisan Kelas VII semester 1, berikut ini.
Merespon makna gagasan yang terdapat dalam teks lisan fungsional pendek sangat sederhana secara akurat, lancar, dan berterima untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat.
Permasalahan yang ada pada butir ini adalah (1) memuat dua
genre yang tentunya harus dipisahkan dalam subKD tersendiri, dan
(2) bentuk teks yang perlu dicakup pada setiap genre harus
ditentukan sendiri oleh sekolah/madrasah masing-masing. Butir di
bawah ini (butir 2.1) juga tidak menyebutkan bentuk teks apa yang
harus dicakup dalam jenis teks lisan fungsional pendek.
Merespon makna yang terdapat dalam teks lisan fungsional pendek sangat sederhana secara akurat, lancar, dan berterima untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat.
Mungkin memang ada alasan yang logis mengapa bentuk teks
tidak disebutkan dalam butir-butir subKD, antara lain, memberikan
kebebasan kepada sekolah untuk memutuskan sendiri bentuk-bentuk
teks yang paling tepat bagi kebutuhan siswa dan keadaan sekolah
dan wilayah setempat. Namun hal ini dapat menjadi masalah karena
adanya kebijakan ujian bersama dalam satu kabupaten/kota per
92
semester maupun per tahun. Ada baiknya masalah ini dibicarakan di
tingkat MGMP.
Beberapa langkah perlu dilakukan untuk merumuskan ulang
butir-butir subKD dalam dokumen SI menjadi rumusan KD
komunikatif utuh sesuai dengan konteks dunia nyata.
LANGKAH 1: MERAPIKAN RUMUSAN SUBKD
Langkah pertama adalah ‘merapikan’ dahulu rumusan butir-
butir subKD sebagaimana telah dilakukan terhadap butir-butir subSK.
Tujuannya adalah agar rumusan tiap subKD hanya memuat satu jenis
teks, genre, dan tindak bahasa/tutur. Langkah ini akan menghasilkan
jabaran subKD yang tidak tumpang tindih, yang lebih rinci
dibandingkan dengan butir-butir subKD aslinya, sehingga jumlahnya
menjadi jauh lebih banyak (lihat contoh daftar subKD Kelas VII yang
telah dirumuskan ulang di Lampiran 2). Daftar subKD per semester
tersebut kemudian didokumentasikan bersama daftar SK sebagai
lampiran dalam silabus.
Sama halnya dengan cara merumuskan ulang subSK,
perumusan ulang subKD juga tidak boleh menyalahi muatan
93
Langkah-Langkah Merumuskan Kompetensi Dasar (KD)
kompetensi yang telah ditetapkan dalam dokumen nasional, dari segi
kualitas maupun kuantitas. Perubahan atau perbaikan hanya boleh
dilakukan pada perumusannya, agar per subKD hanya mencakup satu
tindak tutur atau genre. Ada beberapa langkah yang dilakukan untuk
menghasilkan KD yang utuh. Lakukan langkah-langkah berikut ini
sambil langsung mencermati contoh hasil perumusan KD Kelas VII
yang diberikan di Lampiran 2.
1) KD dikelompokkan langsung dalam ketiga jenis teks,
interpersonal, transaksional dan fungsional, sebagaimana
halnya dengan SK. Langkah ini menghasilkan 5 subKD jenis
teks interpersonal, dan 2 subKD jenis teks transaksional untuk
Kelas VII, semester 1. Perhatikan cara merumuskan subKD 1.1
i-iv., 2.1 i-ii, 4.1 i-iv, 5.1 i-ii. Dalam satu kolom sebenarnya
terdiri atas 4 subKD. Cara penomoran ini digunakan agar tidak
terjadi banyak pengulangan, dan juga agar tindak tutur atau
tindak bahasa setiap subKD terlihat jelas.
2) Semua tindak tutur atau tindak bahasa yang termasuk dalam
setiap jenis teks diidentifikasi dan didaftar sebagai cakupan
subKD dalam masing-masing jenis teks untuk setiap SK.
3) Jika rumusan butir subKD dalam dokumen nasional memang
sudah secara khusus memuat satu tindak bahasa dan dalam
satu jenis teks, maka tidak perlu dilakukan perubahan apa-
apa, dan langsung disalin sebagai subKD. Contoh: KD 3.1 dan
3.2.
94
4) Jika dalam sejumlah butir subKD menggunakan kata yang
bermakna sepadan, gabungkan butir-butir subKD tersebut
menjadi satu. Misalnya kata ‘interaksi’ yang digunakan dalam
butir subKD 3.2 (dalam dokumen SI) sebenarnya mengacu
pada teks interpersonal dan transaksional yang digunakan
pada butir subKD 3.1 dan 3.3. Dengan cara ini tiga subKD
dapat dirumuskan menjadi lebih ringkas ke dalam 2 kelompok
subKD: jenis teks interpersonal (4.1 i-v) dan jenis teks
transaksional (5.1 i-v).
Hasil rumusan ulang ini belum bisa langsung diterapkan untuk
merumuskan KD, karena masih terurai pada empat subketerampilan.
Masih diperlukan satu langkah lagi yaitu memadukan
subketerampilan sejenis menjadi KD utuh.
LANGKAH 2: MEMADUKAN SUBKD UNTUK MERUMUSKAN KD
Langkah berikutnya adalah menghasilkan rumusan KD. Artinya,
hasil langkah ini adalah berupa serangkaian KD yang dicakup tiap
semester (lihat kolom ketiga Lampiran 2) yang siap digunakan untuk
merumuskan indeks pencapaian kompetensi (IPK) dan kemudian
dikembangkan dalam RPP.
95
Caranya adalah dengan memadukan dua atau lebih subKD
sejenis dalam satu KD terpadu. Yang dimaksudkan dengan kata
‘sejenis’ di sini adalah melaksanakan tindak tutur, jenis teks dan/atau
genre yang sama; perbedaan hanya pada subketerampilan yang
dilaksanakan. Perhatikan bagaimana pemaduan subKD 1.1 dengan
subKD 4.1 menjadi KD 1 berikut ini.
SubKD 1.1.,
Merespon makna dalam percakapan interpersonal (bersosialisasi) yang menggunakan ragam bahasa lisan sangat sederhana secara akurat, lancar, dan berterima untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat yang melibatkan tindak tutur sapaan terhadap orang yang belum/sudah dikenal dengan atau tanpa ungkapan kesantuan.
SubKD 4.1.,
Mengungkapkan makna dalam percakapan interpersonal (bersosialisasi) yang menggunakan ragam bahasa lisan sangat sederhana secara akurat, lancar, dan berterima untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat yang melibatkan tindak tutur sapaan terhadap orang yang belum/sudah dikenal dengan atau tanpa ungkapan kesantuan.
Menjadi KD 1
SubKD (1.1)+(4.1)
Merespon dan mengungkapkan makna dalam percakapan interpersonal (bersosialisasi) yang menggunakan ragam bahasa lisan sangat sederhana secara akurat, lancar, dan berterima untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat yang melibatkan tindak tutur sapaan terhadap orang yang belum/sudah dikenal dengan atau tanpa ungkapan kesantuan.
Kedua subKD tersebut mengacu pada kemampuan
melaksanakan fungsi komunikatif yang sama (interpersonal) dan
tindak tutur yang sama (sapaan terhadap orang yang belum/sudah
96
dikenal). Selebihnya sama, kecuali subketerampilan yang dicakup,
yaitu merespon (subKD 1.1) dan mengungkapkan (subKD 4.1).
Perhatikan juga KD 7, yang memadukan enam subKD (3.1, 3.2,
6.1, 6.2, 8.1, 8.2). Semua subKD tersebut termasuk dalam satu fungsi
komunikatif, fungsional pendek. Semua tindak tutur, gagasan, dan
langkah retorika terkait dengan teks fungsional pendek.
Perbedaannya terletak pada subketerampilan yang dicakup, yaitu
merespon dan mengungkapkan, secara lisan dan tertulis, serta
membaca secara nyaring. Dengan demikian perencanaan proses
pembelajaran teks fungsional pendek dapat dibuat untuk semua
subketerampilan secara terpadu, terkait satu dengan lainnya, secara
wajar dan runtut.
KD 7
(3.1)+(3.2)+(6.1)+(6.2)+(8.1)+(8.2)
Memahami dan mengungkapkan makna gagasan, tindak tutur dan langkah retorika dalam teks lisan dan tulis fungsional pendek sangat sederhana dengan menggunakan ragam bahasa secara akurat, lancar dan berterima untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat, serta membaca nyaring dan bermakna dengan ucapan, tekanan, dan intonasi yang berterima.
Lampiran 2 menunjukkan bahwa dengan cara ini dihasilkan 17
KD untuk Kelas VII, 7 KD di semester 1 dan 11 KD di semester 2.
Sekarang giliran Anda untuk menentukan dan merumuskan KD untuk
empat semester lainnya, Kelas VIII dan Kelas IX. Daftar subKD Kelas
VIII dan Kelas IX dari dokumen nasional juga terlampir di Lampiran
2.
97
Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, mata pelajaran Bahasa
Inggris berfungsi mengembangkan keterampilan literasi, yaitu
kemampuan berkomunikasi, berfikir dan berbudaya dengan
menggunakan berbagai teks dalam bahasa Inggris yang digunakan di
dunia nyata. Namun ternyata bukan hal yang sederhana untuk dapat
menuangkan fungsi ini dalam SK dan KD yang siap digunakan oleh
guru di lapangan. Penggunaan istilah payung yang digunakan untuk
menyebut fungsi komunikatif dan genre, yang memang secara
teoretis menghasilkan SK dan KD yang lebih sederhana, ternyata
dalam praktiknya tidak mudah untuk dipahami guru maupun praktisi
pendidikan lainnya dan telah menimbulkan banyak permasalahan
dalam perencanaan maupun pelaksanaan pembelajaran Bahasa
Inggris di sekolah.
Kesulitan utama disebabkan karena SK dan KD hanya
menyebutkan fungsi komunikatif dan genre yang dicakup
(interpersonal, transaksional, fungsional, descriptive, narrative,
procedure, recount, dan report) tanpa menyebutkan secara eksplisit
bentuk-bentuk teks yang dicakup dalam setiap fungsi komunikatif
dan genre dengan menggunakan istilah sehari-hari yang lebih
98
2. Cakupan Teks dalam SK dan KD Bahasa Inggris untuk SMP/MTs
Memulai Pelajaran
T: Good afternoon, everybody.
S: Good afternoon, Miss White.
T: Well, how are you all today?
S: Fine, thank you, and you?
T: Very well, thank you. And what about you, Marian? How are you?
S: I’m well, thank you, Miss White.
T: Good.
T: Let’s see if everyone’s here. Are you listening?
S: Yes, Miss White.T: Right! Hossein?S: Ye.T: Ali? … Does anyone
know where Ali is? Is he absent?
S: I don’t know. Perhaps he’s ill.
T: Yes, he might be. Alright.…
Willis, J. (1981). Teaching English through English. Harlow: Longman. Hlm. 7, 14.
dikenal. Di samping itu, SK dan KD juga tidak menyebutkan secara
eksplisit bentuk-bentuk teks yang dicakup dalam jenis teks
‘fungsional pendek’.
Pembahasan di Bab IV menunjukkan bahwa genre adalah satu
istilah yang digunakan untuk mencakup berbagai bentuk teks yang
memiliki tujuan, struktur makna dan unsur kebahasaan yang sejenis.
Berikut ini setiap fungsi komunikatif dan genre akan dibahas satu per
satu dan akan diberikan bentuk-bentuk teks sesuai untuk siswa
SMP/MTs serta akan diberikan beberapa contoh. Semua teks yang
digunakan sebagai contoh diambil dari
sumber-sumber otentik atau mendekati
otentik karena SK dan KD menuntut
penggunaan teks-teks dalam konteks
kehidupan nyata sehari-hari.
Menurut rumusan SK dan KD, jenis
teks terbagi ke dalam percakapan lisan dan
fungsional (pendek dan monolog atau esei)
yang didominasi penggunaan bahasa tulis.
Percakapan terbagi ke dalam dua fungsi
sosial, yaitu interpersonal dan transaksional.
Jenis teks fungsional terbagi ke dalam teks
fungsional pendek dan monolog atau esei
berbentuk descriptive, narrative, procedure,
recount, dan report.
99
100
Kondisi Ruang Kelas
T: Good afternoon, everyone. Quiet now, please! It’s terribly hot in here, isn’t it?
Ss: Yes.T: Well, look! Could you
two open those windows please, and let some air in? Those windows. Yes. Could you open them?
S: Yes, of course.T: Thanks. Now! Hossein,
can you open that window over there? Thank you. . .
S: That’s alright.T: That’s much better.
Everyone sit down now, could you? Quietly! Sit down. Good.
Willis, J.(1981). Teaching English through English. Harlow: Longman. Hlm. 20.
Persiapan
T: Now. Please could someone clean the blackboard?
S1: Yes, I will!S2: No. Me!S3: Oh, please, can I?T: OK. Wait a minute. Put
your hands down. Now let’s see … Now then, not you – you did it last time. Er … it must be Lisa’s turn. Alright, Lisa? Would you clean the board, please? Here’s the cloth. Here you are … Thank you, Lisa.
Willis, J. (1981). Teaching English through English. Harlow: Longman. Hlm. 26.
PERCAKAPAN INTERPERSONAL DAN TRANSAKSIONAL
Teks interpersonal dan transaksional
yang dicakup dalam SK dan KD SMP dan
MTs difokuskan pada kegiatan komunikatif
lisan yang pendek dan sederhana. Teks
interpersonal mencakup ungkapan-
ungkapan pendek dan sederhana untuk
memunaikan fungsi-fungsi komunikasi antar
pribadi untuk berinteraksi dengan
lingkungan terdekat siswa. Teks
transaksional mencakup ungkapan-
ungkapan pendek dan sederhana untuk
meminta dan memberi barang, jasa, informasi, dan pendapat. Lihat
daftar tindak tutur interpersonal dan
transaksional yang diakup dalam SK dan KD
Kelas VII, Kelas VIII, dan Kelas IX di
halaman 2 dan 3.
Dalam konteks pembelajaran Bahasa
Inggris sebagai bahasa asing termasuk di
Indonesia, konteks yang paling berpotensi
memberikan kesempatan bagi siswa pada
umumnya untuk berinteraksi dalam bahasa
Inggris secara wajar dan bermakna adalah
101
Beralih ke materi ajar berikutnya
T: Who can remember what we practice last lesson? What pictures did we use? … Yes?
S1: In a … uhm … shop.T: Yes. Good. Anything
else?S2: A customer … want to
change her radio …T: Yes. That’s it. She
wanted to change her radio. Why?
S3: Din’t work … well.T: Because it didn’t work
well. Good. Now today we’re going to revise that dialogue and learn something new. OK?
Willis, J. (1981). Teaching English through English. Harlow: Longman. Hlm. 33.
Anak terlambat
T: Hello, Rosa. You’re a bit late today.
R: Yes, Miss White. I’m sorry.T: Well, where have you
been?R: …er… I forgot my book
and I … go …. T: You went back for it?R: Yes.T: You shouldn’t have gone
back for it. You should have borrowed one, or shared. Anyway, Rosa, sit down now. Let’s get on.
Willis, J. (1981). Teaching English through English. Harlow: Longman. Hlm. 64.
di dalam kelas Bahasa Inggris. Dalam
konteks yang lebih luas lagi kemungkinan
adalah sekolah. Tidak banyak siswa yang
cukup beruntung memiliki kesempatan
untuk berinteraksi secara interpersonal dan
transaksional dalam bahasa Inggris di
lingkungan keluarga dan masyarakat.
Berdasarkan pertimbangan tersebut,
pembelajaran teks interpersonal dan
transaksional sebaiknya langsung dikaitkan
terutama dengan pelaksanaan pembelajaran
Bahasa Inggris sehari-hari, dengan cara
berinteraksi dengan guru dan teman. Hal ini dapat diwujudkan jika
guru menekankan pentingnya penggunaan bahasa Inggris sebagai
bahasa pengantar guru dan siswa dalam
kelas Bahasa Inggris, sudah barang tentu
dengan ungkapan-ungkapan pendek dan
sederhana. Perhatikan dengan cermat
contoh-contoh interaksi lisan antara guru
dan siswa dalam kegiatan pembelajaran di
dalam kelas yang diberikan di sini maupun
dalam Lampiran 3. Ungkapan-ungkapan
yang digunakan guru pada umumnya
pendek dan sederhana. Usahakan agar Anda
102
Menggunakan Alat Bantu
T: Could someone fix this picture upon the wall, please? Just there…
Ss: Me! I will! Could I? …T: OK. Could you, please?
Here’s the sticky tape. Thanks.
S: Here?T: Well, I think it needs to
be a bit higher up. Can you reach?
S: Sorry, I…T: Not really. Well never
mind; ask someone taller to help you… Go on! ‘Would you…’
S: Ali? Would you help me please?
S2: Yes, of course… Like this?
T: Lovely! Good, well done. That looks nice.
Willis, J. (1981). Teaching English through English. Harlow: Longman. Hlm. 40.
dapat melakukan tindakan interaktif yang mirip dengan contoh-
contoh yang diberikan di sini dalam berbagai kesempatan dalam
setiap kegiatan tatap muka di setiap kelas.
Dengan cara ini guru akan senantiasa membiasakan diri dan
menuntut siswa untuk menyapa, berterima kasih, meminta maaf, dan
melakukan semua tindak tutur interpersonal
yang dicakup di masing-masing kelas, dalam
bahasa Inggris. Secara transaksional, guru
sebaiknya juga harus berusaha
menggunakan bahasa Inggris pendek dan
sederhana untuk bertanya, memberi
penjelasan, memberikan instruksi, dll. Dalam
bertanya dan memberikan instruksi,
misalnya, guru lebih baik mengulang-ulang
pertanyaan untuk dapat dipahami siswa
daripada menggunakan bahasa Indonesia.
Sebaliknya, untuk mendorong siswa untuk
bertanya, menjawab, minta ijin, menyapa,
dll., dengan bahasa Inggris, guru dapat menyediakan ungkapan-
ungkapan yang siap pakai (tanpa menjelaskan aturan gramatikanya)
untuk dihafal siswa, atau membimbing sedikit demi sedikit
(scaffolding), agar siswa terbiasa berusaha untuk memahami dan
mengungkapkan apa yang diinginkan, dirasakan, dipikirkan, dsb.,
dalam bahasa Inggris. Keberhasilan guru dalam pembelajaran teks
103
Contoh 1
student’s journal entry:
today is funny day and my cry day “God please me too good english” please please God I’m cry boy and dumb boy I’m sorry teacher and I’m a dumb student I’m sorry sorry teacher
teacher’s answer:
Oh! No! You are not a dumb student! You are smart! Every day you learn more. I am so happy because you learn every day.You work hard! You are doing well!
Peyton, J. K. & Reed, L. (1990). Dialogue Journal Writing with Nonnative English Speakers: A Handbook for Teachers. Washington DC: United States Department of States. Hlm. 15.
interpersonal dan transaksional langsung dapat dilihat dari
partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari dalam
bahasa Inggris.
Jika hal ini digunakan secara rutin dan terus diulang-ulang,
secara tidak langsung guru telah melaksanakan pembelajaran teks
interpersonal dan transaksional, tanpa harus mengambil jam tatap
muka secara khusus. Perlu diingatkan bahwa pembelajaran teks
interpersonal dan transaksional dengan menyuruh siswa membaca,
menghafalkan, dan memperagakan dialog-dialog tertulis seperti yang
selama ini lazim dilakukan banyak guru maupun buku teks, telah
terbukti sangat tidak efektif dan tidak dapat mengembangkan
keterampilan berinteraksi secara
lisan dalam konteks kehidupan
sehari-hari. Penyebabnya sudah
jelas karena menggunakan bahasa
tulis, dan tidak melibatkan usaha
untuk memahami dan
mengungkapkan makna dalam arti
yang sebenarnya.
Teks interpersonal dan
transaksional juga dapat
dilaksanakan secara tertulis,
dengan cara menyuruh siswa menulis buku harian atau jurnal dialog.
Tentunya guru wajib memberikan contoh yang jelas dan bimbingan
104
A JOKE
Notice outside a dental surgery: “Dentist parking only. Violaters will be given appointments.”
Readers Digest, July 1999: 137
agar siswa dapat melakukannya dengan mudah. Perhatikan contoh
percakapan melalui jurnal dialog di sebelah dan juga di Lampiran 3.
Terlihat dalam contoh-contoh tersebut terdapat banyak kesalahan
bahasa Inggris yang digunakan siswa dan guru sengaja tidak
berusaha membetulkannya dan bahkan memberi pujian, karena
tujuan buku harian dan jurnal dialog adalah membiasakan siswa
berusaha untuk mengungkapkan dirinya dengan penuh percaya diri.
TEKS FUNGSIONAL PENDEK DAN MONOLOG
Teks fungsional adalah teks yang diperlukan oleh manusia
untuk dapat memainkan perannya sebagai makhluk individu dan
sosial di tengah-tengah masyarakat, sesuai dengan usia dan tingkat
perkembangan intelektualnya. Teks fungsional terwujud secara lisan
melalui kegiatan berbicara dan mendengarkan, dan secara tertulis
melalui kegiatan membaca dan menulis.
Topik-topik yang dicakup seharusnya terkait
dengan pembelajaran mata pelajaran lain
serta kehidupan sehari-hari siswa
SMP/MTs, di dalam maupun di luar kelas dan sekolah. Lihat kembali
daftar teks-teks fungsional pendek dan monolog yang dicakup dalam
SK dan KD Kelas VII, Kelas VIII, dan Kelas IX di halaman 4.
Untuk mengetahui bentuk-bentuk teks apa saja yang tercakup
dalam jenis teks fungsional pendek praktis tidak ada masalah karena
sudah disebutkan dengan menggunakan istilah sehari-hari yang
105
A QUOTABLE QUOTE
Second place just means first loser.─ KEVIN COSTNER
Readers Digest, November 2007: 65
WISE WORDS
The winner has a
programme.
The loser has an excuse.
sudah sangat dikenal, seperti pesan, iklan, undangan, pengumuman,
dsb. Siswa kelas IX juga sudah dapat mulai diajak untuk mengenal
kata-kata bijak, anekdot dan humor. Permasalahannya terletak pada
penentuan bentuk teks apa yang akan dicakup karena pengambilan
keputusan ada di tingkat sekolah atau wilayah MGMP. Oleh karena
itu, tidak semua bentuk teks fungsional pendek yang dicakup di
SMP/MTs akan diberikan contoh-contohnya
di sini. Guru bisa dengan mudah
mendapatkan bentuk-bentuk teks fungsional
pendek di sumber-sumber otentik seperti
majalah, koran, buletin, radio, serta buku-buku teks Bahasa Inggris
yang baik. Beberapa contoh humor, lelucon dan kata-kata bijak yang
diberikan di sini sengaja diambil dari
majalah bertaraf internasional Reader’s
Digest, untuk membuktikan kepada para
guru bahwa sumber bertaraf internasional
pun banyak berisi teks-teks pendek dan
sederhana yang dapat dibaca oleh siswa
SMP/MTs.
Perlu dicatat bahwa setiap jenis teks berfungsi untuk
memerankan satu fungsi sosial. Dalam satu produk teks jadi, sangat
lazim digunakan beberapa jenis teks secara bersmaan. Sebaliknya,
tidak terlalu satu produk teks jadi hanya berisi satuu jenis teks.
Sebagai contoh, dalam suatu cerita (teks narrative) terdapat jenis
106
teks descriptive, terutama di bagian pendahuluan tentang tokoh-
tokoh dalam cerita tersebut, serta jenis teks recount dalam
menceritakan perjalanan hidup atau pengalaman tokoh dan pelaku
lainnya. Namun demikian, untuk memudahkan dalam mengenali
setiap jenis teks, setiap jenis teks atau genre akan dipaparkan secara
terpisah. Namun contoh-contoh yang diberikan (lihat Lampiran 3)
biasanya menggunakan lebih dari satu jenis teks.
TEKS DESCRIPTIVE
Teks descriptive berfungsi memerikan benda/orang/binatang
tertentu untuk tujuan mengidentifikasi, membedakan, menawarkan,
memuji, mengritik, dsb. Teks descriptive digunakan seseorang untuk
berbagai tujuan, misalnya untuk
memamerkan binatang piaraannya,
mendeskripsikan seorang yang akan dikenalkan kepada
temannya,
menyebutkan ciri-ciri fisik maupun psikis seorang artis
ternama,
menggambarkan tokoh dalam sebuah cerita,
menjelaskan mengapa tidak menyukai tas sekolah yang baru
dibeli,
memberikan gambaran rinci tentang keindahan tempat
wisata di daerahnya,
107
dsb.
Contoh-contoh teks descriptive yang diberikan di Lampiran 3
adalah untuk guru dan belum tentu dapat digunakan untuk siswa
SMP/MTs.
TEKS NARRATIVE
Teks narrative berfungsi menghibur dan mengajarkan nilai-nilai
luhur, melalui tokoh-tokoh fiktif. Bentuk teks narrative yang sesuai
untuk siswa SMP/MTs mencakup antara lain,
cerita pendek,
fabel,
dongeng,
novel pendek, dan
cerita legenda.
TEKS RECOUNT
Teks recount berfungsi memaparkan pengalaman pribadi yang
telah dialami atau dilakukan pada masa lampau. Bentuk teks recount
yang esuai untuk siswa SMP/MTs mencakup antara lain,
cerita sukses,
biografi,
pengalaman tak terlupakan,
rincian kejadian atau peristiwa,
laporan perjalanan.
108
TEKS PROCEDURE
Teks procedure berfungsi memberikan arahan atau petunjuk
mengerjakan atau melakukan sesuatu, seperti
instruksi melaksanakan tugas,
manual,
resep,
peringatan,
saran praktis.
TEKS REPORT
Teks report berfungsi memaparkan kebenaran umum tentang
orang/benda/binatang, termasuk jenis, definisi, dan ciri-ciri umum.
Bentuk-bentuk teks report mencakup teks-teks pengetahuan umum
antara lain,
buku teks mata pelajaran lain,
ensiklopedi flora
ensiklopedi fauna
National Geographic
rekaman pengamatan terhadap binatang.
109
110
BAB VI
TUJUAN DAN INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS DI SMP/MTs
Setelah semua SK dan semua KD yang tercakup setiap SK
dirumuskan dengan jelas, tahap selanjutnya adalah menentukan dan
merumuskan tujuan pembelajaran Bahasa Inggris. Hal ini harus
dilakukan dengan cermat karena tujuan pembelajaran merupakan
salah satu dari lima komponen yang harus ada dalam silabus dan RPP
(lihat PP no. 19 tahun 2005 tentang SNP pasal 20).
Kemungkinan ada sebagian guru yang bertanya-tanya mengapa
komponen tujuan pembelajaran mesti ada dalam silabus dan RPP
padahal sudah ada SK dan KD. Dengan berlakunya kebijakan
‘kurikulum berbasis kompetensi’ (KBK), komponen ini memang sudah
beberapa saat menghilang dari dokumen perencanaan proses
pembelajaran di SMP/MTs, seolah-olah dapat ’digantikan’ oleh unsur
‘standar kompetensi’ dan ‘kompetensi dasar’. Bahkan banyak guru
yang beranggapan bahwa SK dan KD itulah tujuan pembelajaran.
Perlu ditekankan bahwa tujuan pembelajaran bukan kata lain dari
kompetensi. Dalam PP no. 19 tahun 2005, tentang SNP, kedua
komponen tersebut diatur secara terpisah, bahkan pada bagian
111
1. Menentukan dan Merumuskan Tujuan Pembelajaran
terpisah juga; kompetensi dicakup dalam Standar Isi dan SKL,
sedangkan tujuan dicakup dalam Standar Proses.
Memang tidak lazim di dunia pendidikan di mana pun di dunia
ini, dan pada jenjang dan jenis apa pun, suatu perencanaan
pembelajaran tidak menyebutkan secara eksplisit tujuan
pembelajaran (objective/goal) yang hendak dicapai. Dalam
manajemen moderen di berbagai bidang lain, tujuan selalu
disebutkan secara eksplisit dan dijadikan sebagai dasar perencanaan.
Berikut ini adalah definisi ’tujuan pembelajaran’ yang diberikan
dalam Permendiknas no 41 th. 2007 tentang Standar Proses, yang
sangat jelas berbeda dengan definisi SK maupun KD. SK dan KD
merumuskan kemampuan berbahasa, sedangkan tujuan pembelajaran
menggambarkan proses pembelajaran dan hasil belajar yang hendak
dicapai. Kesatuan antara
proses dan hasil
menyiratkan prinsip
pembelajaran learning
by doing. Hasilnya adalah potret dari tindakan belajar yang
dilakukan.
Berdasarkan definisi tersebut serta SK dan KD mata pelajaran
Bahasa Inggris, tujuan belajar bahasa Inggris bagi siswa SMP/MTs
kurang lebih adalah agar siswa terampil melaksanakan berbagai
tindakan dan kegiatan atau menyelesaikan masalah melalui
percakapan interpersonal dan transaksional dengan lingkungan
112
Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.
Permendiknas no. 41 th. 2007
POINTS TO PONDER
Findings related to Instructional Objectives
According to Snowman and Biehler (2002), the following conclusions can be drawn from the research on instructional objectives:
1. Objectives seem to work best when learners are aware of them, when learners treat the objectives as guides to learning specific sections of material, and when learners feel the objectives will aid learning.
2. Objectives seem to work best when they are clearly written and when the learning task is neither too difficult nor too easy,
3. Students of average ability seem to benefit more when they know what the objectives are than do those of higher or lower ability.
4. Objectives improve intentional learning but lead to a decline in unintentional or incidental learning of things that go unstressed. Incidental learning is more likely to occur when general rather than specific objectives are used.
Cruickshank, D. R., dkk. (2006). The Act of Teaching. Boston: McGraw Hill. Hlm. 163.
terdekat (terutama di dalam kelas dan di lingkungan sekolah) dan
menyimak, membaca, dan menyampaikan secara lisan dan tertulis
teks fungsional pendek (a.l., pesan pendek, pengumuman, undangan)
dan monolog dan esei berbentuk descriptive, narrative, recount,
prosedur, dan report, dalam konteks kehidupan sehari-hari sebagai
remaja dengan status pelajar SMP/MTs.
Karena hasil yang hendak dicapai dalam mata pelajaran Bahasa
Inggris adalah kemampuan melakukan berbagai tindakan nyata
dengan bahasa pengantar bahasa Inggris, maka proses yang
dilakukan seharusnya juga sama, yaitu berusaha berbahasa Inggris
dalam melakukan berbagai tindakan nyata dalam hidupnya, tentunya
pada tingkat kompetensi dalam SK dan KD.
113
Tujuan pembelajaran harus menggambarkan tindakan yang
benar-benar akan dilakukan siswa. Oleh karena itu, rumusan tujuan
seharusnya tidak lagi menggunakan istilah payung, jargon, dan istilah
teknis. Dengan kata lain, rumusan tujuan berfungsi ‘membumikan’
rumusan KD agar menjadi pedoman yang jelas bagi penentuan
materi, sumber belajar, serta pembuatan alat evaluasi (yang tentunya
juga harus berdasarkan IPK yang terkait). Misalnya, kata ‘teks
fungsional pendek’ dalam KD perlu dispesifikasi dalam tindakan
nyata seperti mengundang, mengumumkan, member berita, memberi
instruksi, dsb. Kata procedure diganti dengan membaca resep,
membacakan tip-tip praktis, memahami petunjuk mengoperasikan
mesin, dsb. Kata descriptive lebih dispesifikasi menjadi
mendeskripsikan orang (teman, selebriti, tokoh, orang hilang, dsb.),
mendeskripsikan binatang (kucingku yang hilang, kuda yang
memenangkan pertandingan kemarin, dsb.), mendeskripsikan benda
(sekolahku, rumah kakekku, danau Kerinci, gunung Bromo, pantai
Anyer, dsb.).
Di samping itu, untuk menjadi pedoman yang jelas untuk
perencanaan proses pembelajaran bahasa, rumusan tujuan harus
memiliki unsur-unsur tindakan komunikatif secara lengkap, yaitu (1)
tindakan komunikatif yang dilakukan, (2) peserta yang terlibat dalam
tindakan tersebut, (3) cara berkomunikasi yang digunakan, (4) teks
yang digunakan, dan (4) tempat dan waktu pelaksanaan. Untuk
114
merumuskan tujuan pembelajaran, tabel berikut ini dapat digunakan
sebagai alat bantu.
UNSUR KOMUNIKASI
KD TUJUAN
Tindakan komunikatif
Cara komunikasi
Peserta komunikasi
Teks yang digunakan
Tempat/waktu komunikasi
Setiap unsurnya menempati satu lajur tersendiri dalam table
tersebut sehingga masing-masing dapat dipikirkan secara terfokus
untuk menentukannya. Agar tidak menyimpang dari KD, rumusan
setiap unsur KD dimasukkan dalam kolom tengah sebagai pedoman.
Perhatikan cara merumuskan tujuan untuk pembelajaran KD 1 di
bawah ini.
KD 1
Merespon dan mengungkapkan makna dalam percakapan interpersonal (bersosialisasi) yang menggunakan ragam bahasa lisan sangat sederhana secara akurat, lancar, dan berterima untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat yang melibatkan tindak tutur sapaan terhadap orang yang belum/sudah dikenal dengan atau tanpa ungkapan kesantuan.
Untuk merumuskan tujuan, KD tersebut diurai dan unsur-
unsurnya kemudian dimasukkan ke dalam tabel tersebut, dengan
115
urutan langkah-langkahnya sebagai berikut. Pertama, KD dipecah ke
dalam setiap unsurnya. Masukkan kata-kata yang digunakan dalam
KD dalam kolom yang sesuai. Kedua, setiap unsur dicarikan cara
pengungkapannya dengan kata-kata ‘biasa’ yang lebih
menggambarkan tindakan komunikatif dalam dunia nyata, untuk
diisikan ke dalam kolom tujuan. Ketiga, hanya setelah setiap unsur
terumuskan secara pasti dan jelas, semua dipadukan untuk
merumuskan satu tujuan dalam kalimat yang baik. Perlu diteliti
jangan sampai ada unsur yang terlewatkan.
UNSUR KOMUNIKASI
KD TUJUAN
Tindakan komunikatif
Merespon dan mengungkapkan makna dalam percakapan interpersonal (bersosialisasi) yang melibatkan tindak tutur sapaan terhadap orang yang belum/sudah dikenal
Saling bertegur sapa
Cara komunikasi
lisan secara lisan
Peserta komunikasi
berinteraksi dengan lingkungan terdekat
terutama dengan guru Bahasa Inggris dan teman
Teks yang digunakan
yang menggunakan ragam sangat sederhana secara akurat, lancar, dan berterima dengan atau tanpa ungkapan kesantuan
- ungkapan-ungkapan sapaan baku pendek dan sangat sederhana
- tata bahasa, kosa kata, pengucapan dan intonasi yang baik
116
- dengan atau tanpa ungkapan kesantunan ‘please’
Tempat/waktu komunikasi
terutama dalam kelas Bahasa Inggris
Cara ini menghasilkan rumusan tujuan berikut ini.
Saling bertegur sapa secara lisan terutama dengan guru Bahasa Inggris dan teman, terutama dalam kelas Bahasa Inggris, dengan ungkapan-ungkapan sapaan baku pendek dan sangat sederhana, serta tata bahasa, kosa kata, pengucapan dan intonasi yang baik, dengan atau
tanpa ungkapan kesantunan ‘please’.
Untuk melihat beberapa contoh lain, lihat Lampiran 4. Terlihat
dalam contoh-contoh tersebut bahwa satu KD dapat mencakup lebih
dari satu tujuan karena sejumlah KD memang mencakup lebih dari
satu tindakan komunikatif yang semacam dan saling mendukung.
Untuk merumuskan indikator pencapaian kompetensi (IPK)
perlu dicermati dengan baik definisi ’indikator kompetensi’ yang
diberikan dalam Standar Proses berikut ini. ”Perilaku yang dapat
diukur dan/atau
diobservasi yang menjadi
acuan penilaian mata
pelajaran” tentunya
harus didefinisikan
117
2. Menentukan dan Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi
Indikator kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan
Permendiknas no. 41 th. 2007
dengan jelas dan unsur-unsur perilaku yang akan diukur dan
diobservasi juga harus ditentukan dengan cermat, sesuai dengan
kekhususan setiap mata pelajaran.
PERILAKU KOMUNIKATIF
Dalam konteks pembelajaran Bahasa Inggris di SMP/MTs,
sebagaimana telah dibahas dari awal, indikator untuk menyatakan
apakah atau sejauh mana seorang siswa memiliki kompetensi
berbahasa Inggris diukur pada perilakunya melaksanakan berbagai
kegiatan komunikatif dalam bahasa Inggris dalam konteks kehidupan
sehari-hari. Karena perilaku harus dinyatakan dalam kata kerja
operasional yang dapat diamati dan diukur, maka perumusan IPK
seharusnya juga tidak lagi menggunakan jargon, istilah teknis dan
istilah payung yang masih digunakan dalam KD. Dengan kata lain,
perilaku komunikatif yang disebutkan dalam IPK seharusnya
menggunakan kata-kata yang sudah digunakan dalam tujuan
pembelajaran.
UNSUR-UNSUR PERILAKU KOMUNIKATIF
Sesuai dengan definisi yang diberikan di Permendiknas no 41
tahun 2007, satu KD terdiri atas ‘sejumlah kemampuan yang harus
dikuasai … sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi’. Kata
‘sejumlah’ lebih spesifik lagi dinyatakan dalam definisi IPK terdiri
atas pengetahuan, sikap dan keterampilan. Ketiga unsur kemampuan
118
ini pun perlu ditentukan dan dirumuskan berdasarkan kajian teoretis
tentang konsep perilaku komunikatif secara cermat.
Pertama, dari segi keterampilan, rumusan butir-butir SK dan
KD dalam dokumen SI sudah jelas menyebutkan empat
subketerampilan komunikatif yang harus dikuasai siswa untuk
melaksanakan kegiatan komunikatif di dunia nyata, yaitu mendengar,
berbicara, membaca, dan menulis. Meskipun terintegrasi dalam
tindakan komunikatif, tetapi IPK masing-masing perlu dirumuskan
secara terpisah.
Kedua, kompetensi berbahasa Inggris juga perlu diukur pada
kemampuan siswa memahami dan menghasilkan teks yang digunakan
dalam kegiatan komunikatif. Yang dimaksudkan dengan ‘teks’ adalah
satuan bahasa yang didengar, diucapkan, dibaca, dan ditulis dalam
suatu kegiatan komunikatif, yang panjangnya bervariasi; bisa satu
kata, satu frasa, satu kalimat, satu paragrap, sampai satu buku, dsb..
Dari segi inilah akan kelihatan tingkat pengetahuan siswa tentang
unsur-unsur kebahasaan serta sikap berbahasa yang seharusnya
digunakan. Penguasaan terhadap pengetahuan dan sikap ini diukur
dari sejauh mana siswa dapat memahami dan menghasilkan teks
dengan baik; bukan pada kemampuan menjelaskan atau menerapkan
konsep dan aturan dalam soal-soal.
Untuk menentukan unsur-unsur penguasaan pada tataran teks
dapat digunakan konsep genre dari Linguistik Sistemik Fungsional
(lihat pembahasannya di Bab IV), terutama karena konsep ini juga
119
yang digunakan sebagai dasar pengembangan SK dan KD yang
berlaku saat ini. Menurut konsep tersebut, penguasaan teks dapat
dilihat pada tiga unsur pembentuknya, yaitu:
1. terampil memahami dan menghasilkan teks untuk
melaksanakan fungsi sosial atau mencapai tujuan tertentu
2. terampil memahami dan menggunakan satuan-satuan
makna yang tersusun secara logis dan runtut, dan
berterima
3. terampil menggunakan aturan kebahasaan (kosa kata, tata
bahasa, ejaan, tulisan, tanda baca, intonasi) dengan baik
dan benar
Pada tataran teks, IPK dapat ditentukan sesuai dengan fungsi
komunikatif setiap jenis teks: interpersonal, transaksional, atau
fungsional.
PENGUASAAN TEKS INTERPERSONAL
Dari segi melaksanakan fungsi sosial, IPK dalam menggunakan
jenis teks ini ditentukan sejauh mana siswa terbiasa/terampil
melakukan tindak bahasa interaktif lisan dan tertulis yang diperlukan
untuk menjalin hubungan antar pribadi dalam konteks kehidupan
sehari-hari, terutama di dalam kelas dan di lingkungan sekolah,
dengan guru Bahasa Inggris dan mata pelajaran lain, serta dengan
siswa lain. Dari segi unsur dan struktur makna, kegiatan interaktif
interpersonal terdiri atas tindakan (1) inisiasi atau prakarsa dan (2)
120
respon, dengan urutan yang berterima. Unsur kebahasaan yang
digunakan ditentukan oleh sejauh mana teks yang digunakan dalam
kegiatan interaktif tersebut dapat dipahami dan dinyatakan dengan
kosakata, tata bahasa, ucapan, intonasi, ejaan dan tanda baca yang
tepat.
PENGUASAAN TEKS TRANSAKSIONAL
Dari segi melaksanakan fungsi sosial, IPK dalam menggunakan
jenis teks transaksional ditentukan oleh sejauh mana siswa
terbiasa/terampil meminta meminta dan memberi jasa, barang,
informasi, dan pendapat, secara interaktif terkait dengan kehidupan
nyata sehari-hari, di dalam dan di luar kelas dan sekolah, secara lisan
maupun tertulis. Unsur makna juga terdiri atas tindakan (1) inisiasi
atau prakarsa dan (2) respon, dengan urutan yang berterima. Unsur
kebahasaan juga dilihat pada ketepatan penggunaan kosa kata, tata
bahasa, ucapan, intonasi, ejaan, dan tanda baca selama kegiatan
interaktif.
PENGUASAAN TEKS FUNGSIONAL
Penguasaan teks fungsional lisan maupun tertulis
dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu (1) teks fungsional pendek
yang susunannya relatif lebih stabil dan tidak bervariasi, seperti
pengumuman, instruksi, iklan, surat, pesan, lelucon, kata-kata
mutiara, dsb., dan (2) teks fungsional monolog atau esei yang relative
121
lebih panjang dan memiliki variasi bentuk yang lebih banyak juga
pada setiap genrenya.
Dari segi fungsi sosial, IPK untuk jenis teks fungsional
ditentukan sejauh mana siswa terbiasa/terampil melaksanakan dan
mencapai tujuan komunikatif setiap jenis teks. IPK teks fungsional
pendek ditentukan oleh kelaziman yang berlaku pada setiap bentuk
teks. Fungsi sosial teks fungsional monolog perlu dipaparkan satu
per satu sebagai berikut.
o Recount untuk memaparkan pengalaman pribadi seperti cerita
sukses, biografi, pengalaman tak terlupakan, proses kejadian,
dsb.
o Narrative untuk menghibur dan mengajarkan nilai-nilai luhur.
o Procedure untuk memberikan petunjuk mengerjakan atau
melakukan sesuatu, seperti instruksi melaksanakan tugas,
manual, resep, peringatan, dsb.
o Descriptive untuk memerikan, mengidentifikasi, membedakan,
menawarkan, memuji, mengritik, dsb., benda/orang/binatang.
o Report untuk memaparkan kebenaran umum tentang
orang/benda/binatang, termasuk jenis, definisi, dan ciri-ciri
umum, seperti yang banyak dimuat dalam sumber-sumber
pengetahuan umum, antara lain buku teks, ensiklopedi, dsb.
Unsur dan struktur makna teks fungsional monolog atau esei
juag perlu dipaparkan satu per satu.
122
o Recount yang meliputi sekurang-kurangnya orientasi dan
serangkaian kegiatan/kejadian yang disampaikan secara
kronolgis.
o Narrative yang meliputi sekurang-kurangnya orientasi,
komplikasi, dan solusi
o Procedure yang meliputi sekurang-kurangnya langkah-langkah
melaksanakan suatu pekerjaan, dengan atau tanpa menyebutkan
secara eksplisit benda-benda yang diperlukan.
o Descriptive yang meliputi sekurang-kurangnya unsur-unsur yang
terdapat pada orang/benda/binatang serta deskripsi masing-
masing (al., sifat, perilaku, tindakan) yang dianggap perlu
disampaikan untuk memerankan fungsi sosial yang dimaksud.
o Report yang meliputi sekurang-kurangnya ciri-ciri umum dari
orang/benda/binatang (sifat, perilaku, tindakan), dengan atau
tanpa menyebutkan secara eksplisit pernyataan umum berupa
definisi atau klasifikasi.
IPK yang terkait dengan unsur kebahasaan yang digunakan
juga ditentukan oleh kelaziman dari masing-masing bentuk teks.
Namun secara umum dapat dikatakan bahwa IPK dalam
menggunakan unsur ini pada dasarnya tidak berbeda dengan
penggunaan teks interpersonal dan transaksional, yaitu ditentukan
oleh tingkat ketepatan penggunaan kosakata, tata bahasa, ucapan,
123
intonasi, ejaan dan tanda baca dalam memahami dan menghasilkan
teks.
Setiap unsur pembentuk teks tersebut masing-masing perlu
dirumuskan IPKnya untuk dapat diukur tingkat penguasaannya.
Karena IPK mengukur ketercapaian KD dan tujuan pembelajaran,
perumusan IPK didasarkan pada rumusan KD dan tujuan. Caranya
adalah dengan mengurai KD dan tujuan ke dalam tiga unsur
pembentuk teks tersebut di atas. Rumusan KD berfungsi memberikan
dasar untuk menentukan subketerampilan, sedangkan rumusan
tujuan berfungsi memberikan kata-kata operasional untuk perilaku
yang diukur. Kriteria yang termasuk dalam unsur ’fungsi sosial’,
’unsur dan struktur makna’ dan ’unsur kebahasaan’ merujuk pada
uraian setiap jenis teks di atas. Tabel berikut ini dapat digunakan
untuk menentukan dan merumuskan IPK dengan mudah. Lihat cara
penerapannya di Lampiran 5.
RUMUSAN KD TUJUAN IPK
FUNGSI SOSIAL
- fungsi 1- fungsi 2- dst
UNSUR DAN STRUKTUR MAKNA
- makna 1- makna 2- dst
UNSUR KEBAHASAAN
124
- unsur bahasa 1- unsur bahasa 2- dst.
BAB VII
MATERI AJAR DAN SUMBER BELAJAR BAHASA INGGRIS DI SMP/MTs
Istilah materi ajar dan sumber belajar seringkali dianggap
mengacu pada benda yang sama, yaitu bahan ajar atau benda-benda
yang digunakan oleh siswa untuk belajar. Maka dari itu kedua unsur
pembelajaran ini dibahas dalam bab yang sama agar terlihat jelas
perbedaannya.
Menurut definisi yang diberikan dalam Permendiknas no 41 th.
2007 berikut ini, materi ajar memuat ‘fakta, konsep, prinsip, dan
prosedur’ yang ‘ditulis’ dalam bentuk butir-butir yang sesuai dengan
rumusan IPK.
Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi.
Permendiknas no. 41 th. 2007
125
1. Materi Ajar Bahasa Inggris di SMP/MTs
Jadi jelas di sini bahwa kata ‘materi’ bukan padanan kata dari ‘bahan’
yang berwujud benda-benda yang diperlukan untuk belajar. Sebagai
ilustrasi, untuk belajar Bahasa Inggris siswa memerlukan berbagai
teks bacaan seperti berita, esei, cerita untuk belajar membaca
bentuk-bentuk teks tersebut, film untuk belajar menonton film, surat
untuk belajar menulis surat, dsb. Teks-teks tersebut bukan materi
ajar, tetapi bahan atau sumber yang digunakan untuk menguasai
materi tertentu. Materi ajar adalah sejumlah pokok bahasan yang
perlu dicakup dan dipelajari siswa untuk dapat mencapai setiap IPK
yang telah ditetapkan.
Ada satu masalah mendasar terkait dengan penentuan cakupan
materi ajar dalam mata pelajaran bahasa, termasuk Bahasa Inggris.
Masalah ini dapat dicurigai sebagai salah satu penyebab mengapa
pendidikan Bahasa Inggris di Indonesia sangat didominasi oleh
tradisi pembelajaran berbasis ilmu pengetahuan, padahal sudah jelas
bertujuan mengembangkan keterampilan literasi. Permasalahan
dimaksud terletak pada pemilihan bentuk kata untuk menentukan
dan merumuskan materi ajar, yang memang akan sangat
mempengaruhi proses pembelajarannya.
Seperti halnya dengan mata pelajaran lain, ada suatu kelaziman
dalam menyebutkan materi ajar mata pelajaran Bahasa Inggris
dengan menggunakan bentuk kata benda. Kata benda adalah kata
yang secara alamiah memberi nama atau menunjuk pada benda,
bukan tindakan atau prosedur. Bentuk kata tersebut akan cenderung
126
mengarahkan perhatian guru dan siswa pada materi berupa ‘benda’
(yaitu, fakta, konsep dan prinsip dalam ranah kognitif). Maka dari itu
dapat dipahami jika penyebutan materi ajar Bahasa Inggris lazim
digunakan atau diawali dengan kata benda, seperti ‘teks recount’,
‘surat pribadi’, ‘passive voice’, ‘benda-benda di dapur’, ‘cerita
rakyat’, ‘berita’, ‘resep’, ‘nouns’, ‘tenses’, dsb.
Di lain pihak, keterampilan literasi seharusnya didominasi oleh
keterampilan melaksanakan banyak kegiatan atau tindakan dengan
menggunakan bahasa sebagai alatnya, dengan sikap yang benar dan
dapat diterima dengan baik oleh lingkungan sosial penggunaannya.
Kata yang merepresentasikan suatu tindakan seharusnya adalah kata
kerja. Penggunaan bentuk kata ini sewajarnya akan mengarahkan
perhatian guru dan siswa pada keterampilan melaksanakan tindakan
atau kegiatan.
Oleh karena itu, kata yang lebih tepat untuk merumuskan
materi ajar Bahasa Inggris seharusnya adalah kata kerja agar
perhatian guru dan siswa lebih pada pengembangan keterampilan
literasi. Secara umum materi ajar Bahasa Inggris di SMP/MTs adalah
keterampilan melaksanakan suatu kegiatan atau menyelesaikan
masalah melalui percakapan interpersonal dan transaksional dengan
lingkungan terdekat (terutama di dalam kelas dan di lingkungan
sekolah) dan menyimak, membaca, dan menyampaikan secara lisan
dan tertulis teks fungsional pendek (a.l., pesan pendek,
127
pengumuman, undangan) dan monolog dan esei berbentuk
descriptive, narrative, recount, prosedur, dan report.
Misalnya, terkait dengan cerita rakyat, materinya bukan ‘cerita
Malin Kundang’, tetapi
‘membaca/membacakan/menceritakan/menyebutkan nilai-nilai
dalam/menulis/ menyalin cerita Malin Kundang’. Materi ajar untuk
jenis teks transaksional mencakup ‘memberitahu informasi’,
‘bertanya’, ‘menjawab’, ‘menyanggah’, ‘menyatakan setuju’,
‘memberikan pendapat’, dsb.
Dengan rumusan seperti ini, perhatian guru dan siswa akan
lebih cenderung pada memikirkan bagaimana melaksanakan proses
pembelajaran dengan learning by doing, langsung ‘berbahasa
Inggris’, dalam berbagai kesempatan. Misalnya, di dalam kelas siswa
akan belajar bertanya, menjawab, memuji, menyapa, minta tolong,
membacakan intsruksi, dsb. dalam bahasa Inggris. Di luar kelas
mereka belajar ‘menyebutkan benda-benda di dapur’, ‘menyalin
berita untuk dipublikasikan di majalah dinding’, ‘menyalin resep’,
‘membaca puisi’, ‘membaca cerita’, ‘menulis pesan’, dsb.
Penggunaan kata kerja untuk menyatakan butir-butir materi
Bahasa Inggris sebenarnya sesuai dengan ketentuan harus ‘sesuai
dengan rumusan IPK’ (lihat definisi materi ajar di atas), karena
masing-masing IPK memang sudah dinyatakan dalam bentuk kata
kerja untuk menyatakan tindakan-tindakan komunikatif.
Pertanyaannya adalah keterampilan apa saja yang perlu dicakup
128
sebagai materi Bahasa Inggris? Jawabannya seharusnya sudah jelas,
yaitu semua keterampilan dan subketerampilan literasi yang tercakup
dalam IPK.
Berdasarkan prinsip learning by doing, di mana proses berupa
tindakan yang akan dikuasai, dan hasil merupakan tindakan yang
dilakukan selama proses belajar, materi ajar untuk setiap KD
sebenarnya sama dengan rumusan IPK. Artinya, tidak ada perbedaan
sama sekali antara materi dan IPK (lihat Lampiran 5).
Ada beberapa keuntungan dari cara ini. Pertama, akan
terhindar resiko ketidak-sesuaian antara cakupan materi dengan IPK.
Kedua, penentuan materi tidak menyalahi prinsip pembelajaran
berbasis genre, yang sudah digunakan untuk merumuskan SK dan KD
Bahasa Inggris. Ketiga, cakupan materi menjadi selaras dengan
prinsip pembelajaran berbasis keterampilan literasi. Dengan
demikian dapat ditarik beberapa kesimpulan berikut ini.
1. Cakupan materi Bahasa Inggris merupakan salinan langsung
dari rumusan IPK.
2. Oleh karena itu, cakupan materi dikelompokkan ke dalam tiga
jenis teks, yaitu (1) interpersonal, 2) transaksional, dan (3)
fungsional.
3. Cakupan materi pada tiap-tiap jenis teks terdiri atas unsur-
unsur penguasaan setiap jenis teks, yaitu (a) keterampilan
melaksanakan fungsi sosial sebagaimana seharusnya, (b)
129
menggunakan unsur dan struktur makna yang berterima, dan
(c) menggunakan unsur-unsur kebahasaan secara tepat dan
lancar.
Dengan cara ini maka cakupan materi ajar Bahasa Inggris
memberikan orientasi yang seimbang terhadap unsur pemaknaan dan
interpretasi, ketepatan unsur kebahasaan, serta koherensi wacana.
Selama ini buku teks merupakan sumber belajar utama yang
digunakan untuk melaksanakan proses pembelajaran di sekolah.
Mata pelajaran Bahasa Inggris tidak terkecuali. Bahkan suatu saat
pemerintah pernah memberlakukan buku paket yang wajib
digunakan di seluruh Indonesia. Sampai saat ini pun penggunaan
buku teks sebagai sumber belajar utama masih sangat dominan
bukan hanya di mata pelajaran Bahasa Inggris tetapi di hampir
semua mata pelajaran lainnya. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan
prinsip pembelajaran literasi yang berbasis dunia nyata.
Berdasarkan prinsip pembelajaran yang dianggap tepat untuk
pengembangan keterampilan literasi berbasis genre, yaitu
observational learning dan learning by doing, proses pembelajaran
Bahasa Inggris perlu didominasi oleh kegiatan-kegiatan
menggunakan berbagai teks yang berguna untuk melaksanakan
fungsi sosial di masyarakat. Sumber belajar yang paling utama untuk
130
2. Sumber Belajar Bahasa Inggris di SMP/MTs
pengembangan keterampilan literasi adalah teks-teks yang memang
ada di masyarakat dan benar-benar akan ditemui dan digunakan
siswa dalam konteks kehidupan sehari-hari mereka saat ini maupun
yang akan datang.
Perlu diingatkan lagi di sini bahwa yang disebut teks bukan
hanya teks tertulis, tetapi semua yang digunakan (didengar,
diucapkan, dibaca, dan ditulis) dalam setiap kegiatan komunikatif,
lisan maupun tertulis. Jadi percakapan antara guru dan siswa di
dalam kelas pun merupakan teks, yang pada umumnya memerankan
fungsi interpersonal dan transaksional. Jika guru secara konsisten
menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar
pembelajaran dalam porsi dan cara yang sesuai dengan tingkat
kemampuan bahasa Inggris siswa, maka siswa tidak akan pernah
kekurangan sumber belajar kedua jenis teks tersebut. Dengan
demikian akan tersedia kesempatan yang sangat banyak bagi siswa
untuk belajar dan berusaha melaksanakan interaksi interpersonal dan
transaksional dalam bahasa Inggris.
Meskipun bahasa Inggris dipelajari dalam konteks belajar di
dalam kelas atau sekolah, proses pembelajaran tetap harus dapat
mempersiapkan siswa untuk menggunakan bahasa Inggris di luar
konteks tersebut. Untuk itu tentunya diperlukan teks-teks model yang
berasal dari sumber-sumber yang memang nantinya akan dihadapi di
luar kelas/sekolah. Untuk dapat membaca cerita, sumber belajarnya
tentunya cerita atau buku cerita; untuk dapat bercakap-cakap,
131
sumber belajarnya adalah percakapan lisan; untuk dapat membaca
berita secara nyaring diperlukan sumber belajar contoh kegiatan
membaca berita oleh pembaca berita yang baik; dsb.
Ada beberapa kriteria dari teks yang dapat dianggap sebagai
sumber belajar yang baik dan layak, yang memang seharusnya
menjadi model yang akan diamati dan ditiru siswa.
1) Dibawakan atau dicontohkan oleh pengguna bahasa Inggris
yang baik. Perlu ditekankan bahwa pengguna yang baik tidak
harus selalu penutur asli. Setiap guru Bahasa Inggris dapat
dan seharusnya menjadi contoh pengguna teks bahasa Inggris
yang baik bagi siswanya.
2) Wajar, dalam arti tidak untuk tujuan lain kecuali untuk
berkomunikasi. Banyak teks dalam buku teks Bahasa Inggris
tidak dapat dianggap teks yang baik karena makna pesan dan
unsur kebahasaan yang digunakan diarahkan semata-mata
hanya untuk tujuan pembelajaran sehingga tidak
mencerminkan tindakan komunikatif yang wajar. Teks-teks
percakapan tertulis yang banyak digunakan untuk
pembelajaran speaking adalah contoh teks percakapan yang
sangat tidak wajar, bukan hanya karena dicontohkan dalam
bentuk tertulis tetapi seringkali berisi tindakan yang kurang
relevan dengan kehidupan siswa sehari-hari. Begitu juga
halnya dengan teks bacaan lainnya.
132
3) Digunakan dengan cara dan media yang baik dan sewajarnya.
Teks lisan dicontohkan dalam bentuk teks lisan, dan teks
tertulis dalam bentuk teks tertulis. Rekaman yang kurang baik
juga akan mempengaruhi kualitas teks. Guru yang mampu
menjadi contoh pembaca cerita yang baik bisa saja menjadi
contoh pembacaan cerita yang lebih baik daripada rekaman
cerita oleh penutur asli.
Selain kualitas internal teks, kualitas sumber belajar juga
sangat dipengaruhi oleh jumlah dan frekuensi pemajanan dan
penggunaannya. Di sinilah perlunya guru segera melepaskan
ketergantungannya pada buku teks, dan harus segera meningkatkan
keterampilannya untuk merancang pembelajaran dengan
menggunakan bahan belajar dari berbagai sumber lain yang lebih
otentik, atau paling tidak memiliki ciri-ciri yang lebih mirip dengan
penggunaan sebenarnya di masyarakat.
Masalah nyata terkait dengan sumber belajar adalah adanya
anggapan kebanyakan guru bahwa tidak mudah mendapatkan teks
dan tindakan nyata yang “sesuai dengan tingkat kemampuan siswa”.
Maka tidak heran jika banyak guru memilih untuk menghindari
penggunaan teks otentik, dan terus menggunakan buku teks, agar
“tidak menyulitkan siswa”. Mereka beranggapan bahwa buku teks
133
Teks dan Tindakan Otentik
lebih tepat atau lebih baik, karena tugas dan teks yang digunakan
telah “disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa”. Banyak guru
tidak menyadari bahwa percakapan lisan yang dilaksanakan dalam
bahasa Inggris selama proses pembelajaran di dalam maupun di luar
kelas sebenarnya adalah teks interpersonal dan transaksional yang
jauh lebih otentik dan lebih kaya dibandingkan dengan dialog-dialog
tertulis yang terdapat di buku teks.
Harus diakui secara jujur bahwa paradigma lama tersebut
memang telah terbukti membuat sekolah tidak mampu menghasilkan
banyak lulusan yang mampu melakukan banyak kegiatan dengan
bahasa pengantar bahasa Inggris, seperti bercakap-cakap,
mendengarkan berita, membaca manual, membaca berita, mengikuti
siaran TV, nonton film, membaca novel, membaca majalah, bahkan
untuk teks-teks yang sangat sederhana. Padahal semua kegiatan itu
justru yang menjadi tujuan dan impian siswa pada umumnya.
Adalah suatu kenyataan bahwa dari satu kelas, antara 30
sampai 50 anak, yang benar-benar mampu berbahasa Inggris dalam
arti yang sesungguhnya rata-rata tidak sampai 10%. Ada asumsi
bahwa itu pun mungkin bukan hasil belajar di sekolah, tetapi dari
kursus atau lingkungan keluarga siswa sendiri. Kenyataan ini pula
lah yang sering digunakan sebagai indikator kegagalan mata
pelajaran Bahasa Inggris.
Oleh karena itu, memang tidak ada pilihan lain bagi guru
kecuali dengan jujur mengakui kelemahan yang ada dan mau
134
melakukan tindakan nyata untuk melakukan PERUBAHAN ke arah
yang lebih baik. Langkah awal yang diperlukan untuk melakukan
perubahan adalah mempertanyakan berbagai asumsi yang
kemungkinan menjadi penyebab dari kondisi yang kurang
menguntungkan ini.
a. Apakah mungkin ada kesalahan dalam memahami konsep “sesuai dengan tingkat kemampuan siswa”?
Banyak guru yang memahami kata ‘sesuai’ adalah ‘dalam
lingkup penguasaan siswa’, yang dapat dilakukan siswa dengan
mudah. Jika memang maksudnya demikian, apakah tidak
bertentangan dengan hakikat pendidikan yang pada dasarnya
adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan mengatasi
kesulitan atau menyelesaikan masalah, mencapai tingkat
penguasaan yang lebih tinggi? Ada kata pepatah yang
mengatakan bahwa no problem no learning. Pada dasarnya
belajar adalah berusaha untuk mengatasi masalah yang sedikit di
atas kemampuan siswa saat ini; meningkatkan kemampuan
berarti mampu mengatasi masalah yang lebih tinggi.
Proses belajar bahasa Inggris pada dasarnya adalah upaya
untuk dapat menguasai tindakan atau teks yang memang
seharusnya memiliki tingkat kesulitan di atas tingkat
kemampuannya saat ini. Jika siswa melakukan tindakan yang
sama atau lebih rendah dibandingkan dengan tingkat
kemampuannya saat ini (yang berarti sudah dikuasai siswa)
135
proses pembelajaran tidak akan bermanfaat bagi peningkatan
kemampuannya. Sebaliknya, jika masalahnya terlalu sulit juga
tidak akan terjadi proses pembelajaran karena di luar jangkauan
kemampuan siswa untuk dapat memecahkannya.
Menurut Vygotsky, tingkat kesulitan yang sesuai adalah yang
berpotensi menyebabkan terjadinya proses belajar yang disebut
dengan the zone of proximal development (lihat pembahasannya
di Bab IV). Tingkat kesulitan ini ditandai oleh ketidak-mampuan
siswa untuk dapat mengatasi masalah yang ada dengan
kemampuannya sendiri, tetapi harus dengan bimbingan orang
yang lebih mampu atau dengan bekerja sama dengan sejawat
(Vygotsky, 1978: 86).
Berdasarkan teori tersebut, proses pembelajaran Bahasa
Inggris (misalnya, membaca resep) akan menimbulkan masalah
yang sesuai dengan tingkat kemampuan siswa, sehingga
berpotensi meningkatkan penguasaan keterampilan tersebut
apabila,
siswa sedang dalam proses berusaha mengatasi suatu
masalah yang di atas tingkat kemampuannya saat ini
(misalnya, membaca resep yang berisi kata-kata baru)
siswa tidak dapat mengatasi sendiri masalah tersebut
secara sendiri, tetapi dengan bantuan dan bimbingan guru
136
(untuk dapat mengatasi masalah dengan kata-kata baru
tersebut)
atau, siswa juga dapat mengatasi masalah tersebut dengan
cara bekerja sama dengan temannya
Karena kata ‘sesuai’ tidak berarti ‘mudah’, maka kata
‘menyesuaikan’ tidak berarti ‘memudahkan’. Bahkan ada asumsi
bahwa tingkat kesulitan yang sesuai adalah yang menantang.
b. Apakah memang teks atau tindakan otentik tidak mudah didapat atau dilakukan?
Ada pepatah yang mengatakan ‘tak kenal maka tak sayang’.
Banyak guru yang sudah terjebak dalam anggapan umum bahwa
teks atau tindakan otentik biasanya terlalu sulit bagi siswa
SMP/MTs. Anggapan ini telah membuat banyak guru ‘menutup
diri’ dari kemungkinan menggunakan teks dan tindakan otentik.
Hanya satu yang dapat mengatasi masalah ini, yaitu guru sendiri
mau bersikap terbuka dan mencari teks dan tindakan otentik yang
sebenarnya tersedia di lingkungan sekitar dan mudah untuk
didapat.
Perhatikan berbagai contoh teks yang diambil dari berbagai
sumber otentik internasional, seperti majalah Reader’s Digest dan
The Jakarta Post, di Lampiran 3. Semua teks disalin di sini tanpa
dilakukan perubahan apapun. Perhatikan dengan cermat, bahwa
banyak teks pendek yang dapat digunakan, dengan tingkat
137
kesulitan yang tidak terlalu tinggi. Selain itu, perhatikan juga
bahwa banyak sekali kata dan ungkapan yang tidak lazim
ditemukan dalam buku teks Bahasa Inggris yang ada selama ini.
Jadi jika masih ada guru yang menganggap teks-teks di sini terlalu
sulit, itu hanya karena belum terbiasa.
Sebagaimana telah dikatakan sebelumnya proses
pembelajaran Bahasa Inggris di dalam kelas berpotensi
memberikan kesempatan yang tidak terbatas untuk pembelajaran
semua fungsi transaksional dan interpersonal yang tercakup
dalam SK dan KD, jika dilaksanakan dengan bahasa pengantar
bahasa Inggris (tentunya pada porsi yang sesuai dengan tingkat
kemampuan siswa di setiap kelas).
c. Apakah kesulitan dengan teks otentik tidak dapat dibuat menjadi lebih mudah dengan cara yang masih tetap mempertahankan sifat otentiknya?
Beberapa cara berikut ini lazim digunakan untuk menurunkan
tingkat kesulitan teks lisan maupun tulis untuk menyesuaikan
dengan tingkat kemampuan siswa.
Mengubah atau memodifikasi unsur-unsur kebahasaan
yang digunakan;
Membagi kalimat menjadi beberapa kalimat pendek;
Menghilangkan unsur yang dianggap terlalu sulit;
Berbicara terlalu pelan;
138
Menggunakan terlalu banyak intonasi dan pengucapan
untuk penekanan.
Semua cara tersebut sangat berguna tetapi memang beresiko
mengurangi atau bahkan menghilangkan sifat otentik dan
kewajaran teks. Jika tidak cermat akan menghasilkan teks yang
terkesan ‘dibuat-buat’. Jika terbiasa dengan teks yang demikian,
proses pembelajaran tidak akan mempersiapkan siswa
menghadapi dunia nyata.
Karena tugas yang terlalu sulit dan tuntutan yang terlalu
tinggi memang dapat menghambat proses pembelajaran, memang
harus ada cara untuk memudahkan proses pembelajaran. Namun
bukan dengan cara yang mengorbankan kualitas dan kewajaran
teks. Cara yang lebih tidak bersiko adalah bukan dengan
menurunkan tingkat kesulitan teks, tetapi dengan menurunkan
tingkat kesulitan cara mengatasi masalahnya, antara lain:
mengecilkan masalah; misalnya, tugas membaca berita di
koran, tidak harus diselesaikan dalam sekali waktu, tetapi
dapat dilakukan kalimat demi kalimat, paragraf demi
paragraf.
melakukannya berkali-kali; misalnya, tugas membaca
berita koran dapat dilakukan berkali-kali sampai dapat
memahami secara keseluruhan.
139
menggunakan teknik yang lebih mudah; misalnya, tugas
membaca dapat dibarengi dengan kegiatan lain yang
mendukung, misalnya dengan membaca keras atau sambil
menyalin berita tersebut secara manual atau dengan
komputer.
bekerjasama dengan teman atau mencari bimbingan guru
atau siswa lain yang bisa membantu (berdasarkan teori
Vygotsky).
Jika memang harus memodifikasi teks dengan cara mencari
alternatif kosa kata, tata bahasa, dan ungkapan yang lebih
‘mudah’, jumlah yang dimodifikasi harus sangat terbatas dan
tanpa mengorbankan kewajaran teks. Lihat Lampiran 6 untuk
melihat contoh bagaimana teks otentik disederhanakan, kalimat
per kalimat, untuk disesuaikan dengan tingkat kompetensi Bahasa
Inggris rata-rata siswa SMP/MTs.
Untuk dapat memperoleh bahan ajar yang baik dan sesuai
untuk pembelajaran literasi, perlu dikenali dulu sumber-sumber
untuk mendapatkan teks yang diperlukan untuk pembelajaran siswa
SMP/MTs. Perlu diingatkan kembali di sini bahwa keberadaan setiap
jenis teks (transaksional, interpersonal, fungsional) pada umumnya
tidak secara eksklusif berada dalam satu teks utuh. Misalnya, dalam
140
Strategi Mendapatkan Teks Otentik
cerita pendek terdapat jenis teks narrative, descriptive dan recount;
dalam pengumuman terdapat instruksi; dalam biografi terdapat
recount, descriptive dan bahkan procedure; teks ilmu pengetahuan
(report) tentang flora fauna tentunya menggunakan juga teks
descriptive. Tidak mudah untuk mendapatkan satu teks yang hanya
menggunakan satu jenis teks secara eksklusif.
Sumber teks interpersonal dan transaksional yang paling dekat,
murah dan sangat bermakna bagi siswa adalah interaksi lisan di
dalam kelas jika guru berusaha menggunakan bahasa Inggris
sebanyak-banyaknya (sesuai dengan kemampuan siswa) selama
proses pembelajaran di dalam, maupun di luar kelas. Sumber-sumber
lainnya antara lain film-film sederhana dalam kemasan VCD/DVD
seperti Dora, Tele Tubbies, dan Sesame Street. Dialog-dialog tertulis
dalam buku teks bukan sumber yang baik jika tidak dilisankan oleh
guru atau siswa dalam interaksi lisan sehari-hari. Buku teks yang
baik juga merupakan sumber yang kaya teks-teks transaksional
pendek tertulis, seperti instruksi mengerjakan tugas, informasi
tentang materi dan latihan, dsb.
Teks-teks fungsional pendek seperti, lelucon, pengumuman,
pesan pendek dapat diperoleh dari sumber-sumber seperti buku teks
yang baik, majalah remaja, koran berbahasa Inggris, bahkan dari
majalah dengan edisi internasional seperti Reader’s Digest, serta
sumber-sumber lain di internet. Papan pengumuman, majalah
dinding, dan situs web sekolah dapat menjadi sumber belajar teks-
141
teks fungsional pendek jika komunikasi formal antara guru dan siswa
juga dilaksanakan dalam bahasa Inggris, di samping tentunya dengan
bahasa nasional kita Bahasa Indonesia. Buku kerja, portofolio, buku
harian, dan buku catatan siswa juga sangat efektif untuk guru
memberikan banyak pajanan terhadap pesan pendek tentang
berbagai hal yang terkait langsung dengan proses pembelajaran
siswa.
(1)Teks descriptive banyak terdapat di berbagai cerita pendek,
fable, dongeng, ensiklopedia anak-anak, buku teks pelajaran
lain dalam bahasa Inggris, koran, majalah dan buten pada
kolom tentang tokoh dan selebriti, kolom tentang pariwisata,
dsb.
(2)Teks narrative yang sesuai untuk siswa SMP/MTs mencakup
antara lain cerita pendek, dongeng, fabel, serta cerita sejati
(true story), yang banyak tersedia dalam bentuk buku,
kumpulan cerita, rekaman audio-visual dan TV.
(3)Teks recount dalam bentuk rincian peristiwa, perjalanan,
kejadian, jalan hidup, dsb., banyak didapat dalam berbagai
cerita, fable, dongeng; kumpulan kisah tentang orang sukses
atau ternama; pemaparan di media massa tentang pengalaman
pribadi seseorang tentang perjalanan, kejadian penting dalam
hidup; pemaparan guru tentang perjalanan naik haji, perjalanan
wisata, dsb.
142
(4)Teks procedure dalam bentuk kumpulan resep, manual
peralatan elektronik dan produk lain, tip-tip praktis, label dan
petunjuk penggunaan dalam kemasan obat dan makanan,
brosur, iklan lowongan pekerjaan, dsb., sangat mudah ditemui
di lingkungan siswa sehari-hari bahkan di rumah masing-
masing.
(5)Teks report sangat mudah didapat dalam sumber-sumber
berupa ensiklopedi, buku teks pelajaran lain, kolom
pengetahuan dalam koran, majalah, bulletin, acara TV seperti
National Geographic, animal planet, dsb.
Berdasarkan pemahaman di atas, sumber-sumber yang dapat
digunakan untuk mendapatkan teks yang bermutu dan otentik dapat
berupa manusia (guru, orang tua, teman), bungkus obat, makanan,
dan barang dagangan lain, media massa cetak dan elektronik( koran,
majalah, bulletin, radio, TV), serta rekaman audiovisual dalam bentuk
film, iklan, berita, dsb. Dengan demikian seorang guru yang kreatif
dan selalu menekankan pentingnya siswa melaksanakan learning
autonomy (lihat pembahasannya di Bab IV) tidak akan pernah
kehabisan bahan untuk melaksanakan proses pembelajaran Bahasa
Inggris, bahkan dalam konteks bahasa Inggris sebagai bahasa asing.
143
Buku Teks Mata Pelajaran Bahasa Inggris
Pembahasan di atas tidak dimaksudkan untuk mengatakan bahwa
buku teks tidak ada tempatnya lagi dalam mata pelajaran Bahasa
Inggris. Buku teks yang baik tetap memiliki posisi penting dalam
konteks pendidikan formal, namun seharusnya memang bukan
sebagai sumber belajar utama atau bahkan satu-satunya. Buku teks
dapat membantu guru untuk mengelola proses pembelajarannya,
termasuk memberikan model-model teks yang baik, memberikan
tugas-tugas komunikatif secara terarah, dan mengevaluasi hasil
belajar siswa. Oleh karena itu, buku teks Bahasa Inggris yang boleh
digunakan sudah semestinya memenuhi beberapa kriteria minimal,
antara lain berisi teks-teks otentik atau memiliki ciri-ciri otentik,
mendorong atau memberikan tugas agar siswa selalu mencari dan
menggunakan banyak teks dari sumber-sumber di dunia nyata,
memberikan banyak tugas bagi siswa untuk berinteraksi dengan
lingkungan dengan bahasa Inggris. Dalam konteks pembelajaran
bahasa asing, keberadaan buku teks yang berkualitas memang sangat
diperlukan.
Menurut standar penilaian buku teks pelajaran Bahasa Inggris
yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)
dan Pusat Perbukuan Nasional Departemen Pendidikan Nasional
Republik Indonesia, buku teks yang baik harus memenuhi sedikitnya
tiga persyaratan berikut ini.
1) Buku teks harus berisi materi yang sesuai dengan ketentuan
minimal dalam SK dan KD, dilihat dari segi kelengkapan,
144
kedalaman, dan keluasannya. Buku teks dianggap lengkap
jika mencakup semua jenis teks yang disebutkan dalam SK
dan KD.
Kedalaman diukur dari sejauh mana proses pembelajaran
bahasa Inggris memberikan tantangan dan kesempatan bagi
siswa untuk selalu ’bergaul’ dan melakukan berbagai
kegiatan dengan teks-teks otentik dan mendekati otentik,
bukan hanya yang tersedia di dalam buku teks tetapi juga
yang ada di masyarakat.
Keluasan mencakup keluasan bahasan (mencakup tema dan
topik yang terkait dengan pembelajaran mata pelajaran lain,
minat dan bakat, keahlian vokasional, dan isu-isu mutakhir
di berbagai bidang kehidupan), keluasan sumber (berisi dan
mendorong siswa mendapatkan berbagai sumber, mencakup
buku teks, rekaman audio-visual, media massa cetak dan
elektronik, internet, bahan referensi, serta pribadi-pribadi di
lingkungan sekitar), dan keluasan wilayah (berisi topik-topik
yang relevan dengan lingkup budaya lokal, nasional,
regional, dan internasional).
2) Buku teks harus mengembangkan kompetensi berwacana
yang mencakup keterampilan melaksanakan fungsi sosial
(berbagai tindakan nyata) dalam bahasa Inggris, secara
runtut dan berterima, dan dengan bahasa Inggris yang
akurat.
145
3) Materi pendukung pembelajaran harus mutakhir,
berorientasi untuk pengembangan kecakapan hidup, serta
pengembangan wawasan kebhinekaan dalam konteks lokal,
nasional, regional maupun internasional.
Berdasarkan kriteria tersebut di atas, pada tahun 2007 dan
2008 BSNP dan Pusat Perbukuan Nasional telah melaksanakan
seleksi terhadap lebih dari 350 buku teks yang disusun oleh penerbit
maupun perorangan. Beberapa buku yang telah lolos dari seleksi
yang sangat ketat tersebut akan segera diterbitkan dalam bentuk
Buku Standar Elektronik (BSE) yang dapat diakses secara gratis di
situs online http://bse.depdiknas.go.id/. Semua guru dan siswa di
Indonesia dianjurkan dengan sangat agar menggunakan buku-buku
tersebut serta buku-buku lain yang memenuhi kriteria tersebut di
atas. Pemilihan buku teks hendaknya tidak lagi didasarkan pada
tingkat popularitas penerbit atau penulisnya, tetapi pada potensinya
untuk menghasilkan proses pembelajaran yang efektif.
Namun perlu diingat bahwa buku teks memiliki usia tertentu,
dan teks-teks yang ada di dalamnya bersifat tetap dan akan segera
menjadi kadalu warsa. Maka dari itu sebaik apapun kualitas buku
teks, tidak seharusnya digunakan sebagai sumber belajar satu-
satunya bagi siswa. Buku teks seharusnya hanya menjadi salah satu
sumber, yang digunakan bersama dengan teks-teks lain dari sumber-
sumber otentik di masyarakat.
1463. Media Belajar Bahasa Inggris di SMP/MTs
Banyak guru menganggap siswa dapat belajar bahasa Inggris
dari gambar-gambar. Hal ini tentunya tidak benar, karena sumber
belajar bahasa adalah teks. Gambar hanyalah media yang dapat
digunakan untuk membantu siswa memahami dan menghasilkan teks.
Di samping itu, banyak guru yang memahami istilah ’media’
terbatas hanya pada media yang memudahkan guru mengajar, dan
media yang paling sering digunakan adalah gambar, yang biasanya
disajikan dalam bentuk gambar natural, flashcard dan chart. Media
untuk menyampaikan pesan yang paling biasa digunakan adalah
papan tulis, transparansi, dan juga tampilan elektronik. Semua itu
sangat bermanfaat, tetapi untuk pengembangan keterampilan literasi
semua itu kurang memadai secara kualitas maupun kuantitas. Karena
keberhasilan pencapaian keterampilan literasi dalam bahasa Inggris
pada utamanya terletak pada upaya siswa sendiri untuk aktif bergaul
dengan berbagai teks dalam bahasa Inggris, konsep media harus
lebih banyak terkait dengan kegiatan belajar siswa, bukan kegiatan
mengajar guru.
Oleh karena itu media belajar dapat didefinisikan sebagai alat
bantu yang diperlukan siswa (bukan hanya guru) untuk membantu
meningkatkan efektivitas dan efisiensi usahanya untuk mencapai
kompetensi bahasa Inggris yang diinginkan. Fungsi utamanya adalah
untuk membantu mengoptimalkan kesempatan siswa untuk
mendengar, berbicara, membaca, dan menulis berbagai hal yang
147
berguna bagi hidupnya dalam bahasa Inggris. Media memungkinkan
siswa menjadi lebih mudah dan lebih sering mendengar (misalnya
lagu, berita, kuliah), membaca (misalnya cerita, berita, resep, manual
biografi), nonton (misalnya, film, talk show, dokumentasi), menulis
(misalnya, cerita, berita, laporan). Dengan kata lain, media berfungsi
meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber belajar dan ’kesibukan’
siswa berbahasa Inggris.
Media cetak yang biasa digunakan adalah koran, buku,
ensiklopedia, dan kamus. Semua media tersebut berpotensi
meningkatkan jumlah dan kualitas sumber belajar (teks) serta
aktivitas berbahasa Inggris siswa. Komputer dan peralatan elektronik
seperti TV, radio, film, CD, VCD, DVD, fotokopi, adalah media yang
sudah tidak asing lagi, bahkan sampai di pelosok desa, namun masih
terlalu mahal bagi banyak siswa.
Ada berbagai media yang murah dan tidak memerlukan
peralatan canggih untuk pengadaannya, yang justru belum
dimanfaatkan secara optimal sebagai media belajar bahasa Inggris di
sekolah, seperti majalah dinding, majalah sekolah, dinding ruang
kelas, buletin sekolah, serta media lain yang dimiliki siswa seperti
buku catatan, koleksi pribadi. Majalah dinding, misalnya, memang
sudah ada di banyak sekolah, tetapi pada umumnya masih bersifat
’hiasan’, frekuensi penerbitan sangat rendah, dan hanya sedikit siswa
yang mau dan berani berpartisipasi. Jika direncanakan dengan
cermat, setiap kelas seharusnya dapat memiliki majalah dinding
148
dengan edisi mingguan, sehingga banyak siswa yang mampu dan
mau berpartisipasi menyumbang.
Buku catatan (notebook) yang murah dan sederhana dapat
menjadi media untuk membuat koleksi lagu-lagu terbaru, resep
masakan, cerita pendek, dsb., dengan tulisan tangan. Berbagai karya
siswa tersebut selanjutnya juga dapat menjadi yang efektif dan wajar
untuk guru memberikan short comments atau short messages
tertulis. Berbagai benda yang tersedia secara gratis di alam semesta
sebenarnya dapat digunakan sebagai media belajar yang untuk
penggunaan bahasa Inggris secara otentik pula. Misalnya, dalam
pembelajaran teks report tentang gambaran umum ’pohon’ (a.l.,
menyebutkan jenis, nama-nama bagian pohon, sifat serta fungsinya),
siswa sebaiknya langsung mengamati pohon daripada menggunakan
gambar pohon. Jika benda-benda nyata yang diperlukan untuk
pembelajaran tidak ada atau tidak mudah didapat atau dibawa ke
tempat belajar, gambar dan foto dapat digunakan.
Namun perlu juga diperhatikan sisi lain dari penggunaan
media. Sebagai alat bantu, beberapa media berpotensi untuk
memanjakan siswa atau bahkan menghilangkan banyak kesempatan
bagi siswa untuk belajar. Sebagai contoh, dengan adanya mesin
fotokopi kesempatan bagi siswa untuk belajar menggunakan tulisan
tangan, menggunakan tanda baca, menghayati penggunaan unsur
dan kaidah kebahasaan, dsb., menjadi sangat terbatas, atau bahkan
hilang sama sekali. Media internet juga telah terbukti digunakan oleh
149
banyak siswa untuk mencuri hak cipta orang lain untuk mengerjakan
berbagai tugas.
Namun media hanyalah alat, bukan sumber belajar (teks). Alat
tersebut hanya akan berguna jika siswa menggunakannya untuk
melakukan kegiatan dengan berbagai teks dalam bahasa Inggris.
Penggunaan media bukanlah tujuan akhir, tetapi tetap hanya sarana
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sebanyak apapun dan
secanggih apapun media yang ada tidak akan bermanfaat apa-apa
bagi siswa jika tidak meningkatkan partisipasi belajar siswa. Mungkin
kita perlu mempertanyakan perbandingan antara manfaat yang
diperoleh dari media seperti laboratorium dengan rupiah atau dolar
yang harus dikeluarkan untuk pengadaannya.
Berikut ini adalah beberapa saran agar berbagai fasilitas yang
tersedia di sekolah, di masyarakat, maupun yang dimiliki siswa dapat
dimanfaatkan siswa dengan sebaik-baiknya untuk meningkatkan
kuantitas dan kualitas sumber belajar serta aktivitas berbahasa
Inggris mereka. Saran-saran berikut ini terkait dengan tujuan
penggunaan media, cara menggunakan media, tempat dan waktu
menggunakan media, dan peran siswa dan guru dalam mengadakan
media.
1. Pilihlah media yang akan mengaktifkan, bukan
menyulitkan siswa. Misalnya, untuk mendapatkan cerita,
siswa tidak perlu membeli buku cerita, tetapi bisa
meminjam dari perpustakaan atau guru, atau saling
150
meminjamkan antar teman. Untuk mendengar lagu,
sarankan siswa menggunakan tape dan kaset yang sudah
dimiliki di rumah.
2. Gunakan media untuk kegiatan belajar mandiri, terstruktur
maupun tidak terstruktur. Misalnya, majalah dinding
sebagai media untuk ’menerbitkan’ hasil kerja siswa dalam
tugas menyalin cerita, berita, tip praktis, dsb., dengan cara
menyalin dalam tulisan tangan.
3. Batasi penggunaan media yang berpotensi menghilangkan
berbagai kesempatan belajar siswa, seperti fotokopi dan
internet untuk tugas-tugas tertentu.
4. Jangan membatasi penggunaan media hanya yang ada atau
dimiliki sekolah. Manfaatkan sebanyak-banyaknya media
yang dimiliki siswa sendiri, seperti media elektronik
maupun cetak.
5. Libatkan siswa dalam menentukan maupun mengadakan
media belajar yang diperlukan untuk mengerjakan setiap
tugas.
6. Doronglah siswa menciptakan ruang baca atau
perpustakaan mini di dalam kelas (self-access centre),
dengan cara mengumpulkan berbagai teks yang sudah
maupun yang belum digunakan untuk mengerjakan tugas.
151
7. Libatkan siswa untuk membuat koleksi media untuk
digunakan lagi atau digunakan siswa lain, kelas lain atau
adik kelasnya nanti.
152
BAB VIII
METODE DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS DI SMP/MTs
Menurut Standar Proses, metode pembelajaran dan kegiatan
pembelajaran bukan persamaan kata tetapi memang dua hal yang
berlainan, meskipun memang terkait dengan hal yang sama, yaitu
aktivitas yang dilakukan siswa untuk dapat mencapai KD sesuai
dengan IPK. Metode pembelajaran adalah prosedur pelaksanaan yang
menjadi dasar pemilihan kegiatan pembelajaran atau tindakan
operasional yang benar-benar dilaksanakan siswa dan guru.
Hasil belajar siswa sangat ditentukan oleh metode
pembelajaran yang digunakan sebagai dasar untuk menentukan
langkah-langkah atau tindakan belajar siswa. Oleh karena itu sudah
seharusnya metode pembelajaran yang lazim digunakan di dalam
mata pelajaran Bahasa Inggris di SMP/MTs pada umumnya selama ini
perlu ditinjau ulang karena telah terbukti kurang berhasil
mengembangkan keterampilan literasi dalam bahasa asing tersebut.
Pengamatan kritis terhadap pelaksanaan pembelajaran di kelas
Bahasa Inggris akan segera menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang mendasar antara proses pembelajaran bahasa Inggris
dengan mata pelajaran lain yang berbasis pengetahuan.
153
1. Metode Pembelajaran Bahasa Inggris di SMP/MTs
Pertama, kegiatan belajar di dalam kelas lebih cenderung
didasari kepentingan mengajar guru daripada kepentingan belajar
siswa. Dengan kata lain, metode mengajar lebih diberikan penekanan
daripada metode belajar. Pertanyaan yang sering muncul ketika
membuat rencana pelajaran adalah apa yang harus dilakukan guru
(siswa disuruh apa?) dan apa yang diberikan atau disediakan untuk
siswa (siswa diberi apa, atau disuruh menggunakan apa?), di mana
guru menjadi subyek yang aktif, dan siswa menjadi subyek yang
pasif.
Kedua, metode mengajar guru cenderung terbatas hanya pada
metode mengajar dalam kegiatan tatap muka, terutama di kelas. Oleh
karena itu perencanaan pembelajaran biasanya hanya memberikan
rincian yang lengkap tentang kegiatan belajar di kelas. Kegiatan
mandiri, baik yang terstruktur dan tidak terstruktur, biasanya hanya
disebutkan nama kegiatannya tanpa diberikan rincian kegiatan dan
tindakan yang harus dilakukan siswa maupun guru.
Ketiga, metode mengajar biasanya berorientasi pada
pembelajaran pengetahuan, bukan pada keterampilan. Hal ini terlihat
pada langkah-langkah kegiatan belajar yang mengikuti langkah
perkembangan kemampuan kognitif, mulai dari pengetahuan,
pemahaman, dan biasanya diakhiri hanya sampai pada tahap
penerapan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena materi Bahasa
Inggris memang pada umumnya terdiri atas serangkaian kata benda
154
termasuk antara lain ungkapan, kosa kata, tata bahasa, teknik
membaca, fungsi komunikatif, struktur logika teks, dsb.
Sebagaimana telah ditekankan dari sejak awal, keterampilan
literasi terdiri atas keterampilan melakukan berbagai tindakan
dengan menggunakan berbagai teks sebagai alat utamanya, yang
hanya dapat dikuasai jika dengan cara langsung melakukan tindakan
yang ingin dikuasai sejak awal (learning by doing), bukan dengan
dijelaskan konsep dan aturannya oleh guru. Maksudnya, sebaik
apapun metode mengajar guru, siswa tetap tidak akan menguasai
keterampilan literasi jika dia tidak secara aktif berusaha sendiri
untuk dapat melakukannya.
Untuk pengembangan keterampilan literasi tindakan dan
kegiatan belajar siswa lah yang akan menentukan hasilnya. Oleh
karena itu yang menjadi dasar pengembangan program pembelajaran
Bahasa Inggris seharusnya adalah metode belajar. Untuk
mendapatkan metode belajar Bahasa Inggris yang tepat diperlukan
pemahaman yang baik tentang teori belajar yang relevan dengan
mata pelajaran yang bersangkutan.
Bab IV telah membahas beberapa teori belajar yang dapat
dijadikan rujukan untuk merancang metode pembelajaran
keterampilan literasi. Pertama, proses belajar hanya akan terjadi
pada saat siswa memang sedang berusaha keras untuk memahami
atau mengungkapkan makna (secara lisan maupun tertulis) dalam
teks-teks berbahasa Inggris. Artinya, ‘berusaha’ mengatasi masalah
155
atau kesulitan yang ada untuk dapat memahami dan mengungkapkan
makna, seperti keterbatasan kosa kata, cara pengucapan kata,
aturan tata bahasa, dsb. Melalui kegiatan rutin berbicara,
mendengarkan, membaca dan menulis dalam bahasa Inggris, siswa
akan menemui banyak masalah. Jika kesulitan ini diikuti dengan
usaha nyata untuk mengatasinya, maka akan siswa akan semakin
terampil melakukan tindakan komunikatif lisan dan tertulis yang
ingin dikuasainya. Pada prinsipnya dapat dikatakan bahwa no
problem no learning; more problems more learning; artificial
problems artificial learning; real problems real learning.
Menurut Vygotksy, proses belajar terjadi paling efektif dalam
zona yang disebut the zone of proximal development (the ZPD). Zona
tersebut hanya terjadi dalam usaha nyata menyelesaikan suatu
masalah dengan tingkat kesulitan yang tidak dapat diatasi siswa
sendiri (secara individu) tetapi perlu bimbingan dan bekerjasama
dengan orang lain. Berdasarkan teori tersebut, proses belajar bahasa
Inggris hanya akan terjadi jika materi dan teks yang dipelajari tidak
terlalu mudah dan juga tidak terlalu sulit, tetapi sedikit di atas
kemampuan yang ada saat ini. Artinya, siswa dapat mengatasi
kesulitan yang ada dengan cara dibimbing guru dan/atau
bekerjasama dengan sesama siswa lainnya. Berdasarkan prinsip
tersebut, bimbingan guru dan kerjasama dengan siswa lain
merupakan unsur yang harus ada dalam metode belajar apapun,
termasuk belajar Bahasa Inggris.
156
Mengenai urutan langkah pembelajaran dapat dirujuk teori
belajar yang dikembangkan oleh Bandura (1977) yang disebut
observational learning (pengamatan dan peniruan model).
Berdasarkan beberapa teori yang telah dibahas sebelumnya
(antara lain, tentang ZPD dan Observational Learning), proses belajar
terdiri atas tiga langkah, yaitu:
1. Langkah 1 : pengamatan, peniruan model dan pembiasaan diri
Langkah ini merupakan langkah awal sehingga memiliki tingkat
kesulitan yang paling rendah. Untuk membiasakan diri, siswa
SMP/MTs langsung diberikan model-model tindakan
komunikatif sangat pendek dan sederhana, yang berguna untuk
melaksanakan proses pembelajaran sehari-hari. Siswa dituntun
untuk menirukan dan membiasakan diri mendengar, berbicara,
membaca, menulis dengan ungkapan-ungkapan pendek dan
sederhana. Guru seharusnya menjadi model pengguna bahasa
Inggris yang aktif secara berterima dan akurat. Fokus
perhatian siswa adalah pada isi pesan, bukan pada bentuk
bahasa yang digunakan. Oleh karena itu, sewajarnya tidak
didahului oleh penjelasan konsep atau aturan apapun. Siswa
hanya mengamati dan langsung menirukan.
Pada prinsipnya langkah ini harus dapat dilaksanakan dengan
mudah. Diperlukan frekuensi tinggi serta penggunaan teks-teks
yang sewajarnya digunakan di kehidupan nyata (otentik).
Misalnya, agar siswa terbiasa memahami dan menjawab
157
pertanyaan, guru seharusnya selalu bertanya dalam bahasa
Inggris (meskipun harus mengulang setiap pertanyaan berkali-
kali) dan menuntut siswa untuk menjawab dalam bahasa
Inggris pula. Tentunya dengan cara diberi contoh dan
dibimbing. Untuk terbiasa mendengar cerita yang dibacakan
guru, guru perlu membacakan cerita (bisa satu-satu maupun
bersambung) selama lima menit per hari untuk mengawali
pembelajaran, namun secara rutin setiap tatap muka.
Kriteria ’terbiasa’ adalah apabila siswa sudah mulai memahami
atau menyadari ciri-ciri khusus dari teks yang sedang
dipelajari. Misalnya, siswa mulai terbiasa dengan ungkapan
good morning/afternoon untuk menyapa, thank you untuk
berterima kasih, see you later untuk berpamitan, What is ... in
English? Untuk menanyakan kata baru, Once upon a time
dalam awal cerita, penggunaan kata first, second, third dalam
teks yang melaporkan urutan kejadian, penggunaan artikel a
setiap kali menyebut benda tunggal yang dapat dihitung,
menggunakan akhiran –s untuk menyebut benda lebih dari
satu, dsb.
Mengingat bahwa belajar bahasa Inggris adalah pengalaman
baru bagi siswa SMP/MTs pada umumnya di Indonesia, langkah
pembiasaan ini perlu dijadikan sebagai kegiatan utama, bahkan
sampai akhir kelas IX. Oleh karena itu, seorang guru Bahasa
Inggris di tingkat SMP/MTs sudah seharusnya menjadi
158
berusaha menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa
pengantar dalam proses pembelajaran sehari-hari, sudah
barang tentu dengan ungkapan-ungkapan yang sederhana dan
dengan cara yang dapat diikuti oleh siswa SMP/MTs.
2. Langkah 2 : pemantapan kesadaran terhadap ciri khas teks
Langkah ini hanya dapat dilakukan jika langkah 1 sudah
terlewati dengan baik (siswa sudah mulai menyadari ciri khas
teks). Tujuan dari langkah ini adalah agar kesadaran siswa
terhadap ciri khas teks menjadi semakin mantap sehingga akan
bertahan lama dalam ingatan (tidak mudah lupa). Langkah ini
juga berguna untuk mengecek kebenaran persepsi yang telah
dibentuk siswa tentang ciri khas teks. Tidak ada jaminan bahwa
pengamatan yang dilakukan dalam waktu yang lama dan rutin
serta merta akan menghasilkan persepsi yang benar.
Bentuk kegiatan untuk penyadaran ini perlu disesuaikan
dengan tingkat kematangan siswa. Untuk siswa SMP/MTs
penyadaran dilakukan dengan cara sederhana tanpa
menggunakan banyak istilah teknis dan teoretis. Misalnya,
untuk menyadarkan penggunaan bentuk jamak, guru cukup
mengatakan ’two books bukan two book’, untuk menyadarkan
keharusan menggunakan artikel ’a’ untuk menyebut benda
tunggal, guru cukup mengingatkan ’bukan book, tapi a book’,
untuk menyadarkan penggunaan bentuk past, guru cukup
mengatakan ’went bukan go’, untuk menyadarkan ungkapan
159
kesopanan, guru cukup mengatakan ’jangan lupa menggunakan
kata ’please’, dsb.
3. Langkah 3 : menghasilkan teks secara kreatif dan mandiri
Pada langkah ini siswa sudah memiliki kemampuan untuk
menggunakan dan menghasilkan teks lisan maupun tulis secara
kreatif dan mandiri. Siswa SMP/MTs kemungkinan belum
sampai pada tingkat ini, bahkan untuk teks-teks interpersonal
dan transaksional pendek dan sederhana. Kemungkinan
semakin kecil terkait dengan teks fungsional, baik yang
berbentuk monolog atau esei maupun yang pendek sekali pun.
Untuk menghasilkan teks-teks fungsional berbentuk monolog
dan esei tertentu, secara tulis maupun lisan, kemungkinan
memang tidak perlu bagi siswa SMP/MTs. Misalnya, terkait
dengan cerita pendek, tingkat penguasaan yang dapat dicapai
kebanyakan siswa SMP/MTs sangat mungkin baru pada tingkat
memahami (membaca dan menyimak), membacakan ke orang
lain, atau membahas isinya. Dalam kehidupan nyata pun tidak
setiap orang dapat dituntut untuk menghafal cerita,
menceritakan kembali secara monolog dengan kata-kata
sendiri, atau mengarang cerita sendiri. Begitu juga halnya
dengan lagu, film, esei ilmiah, dsb. Jadi, di samping siswa pada
umumnya tidak akan mampu mencapai tingkat kesulitan dalam
langkah ketiga ini, memang ternyata tidak perlu.
160
Perhatikan bahwa metode belajar ini menggunakan arah yang
berlawanan dengan metode mengajar, terutama untuk langkah 1 dan
2. Metode mengajar biasanya diawali dengan penyadaran ciri khas
teks, dan kemudian disusul dengan latihan penerapannya. Sebaliknya
metode belajar dimulai dengan langsung pembiasaan.
Berikut ini adalah model pembelajaran bahasa Inggris untuk
melaksanakan berbagai tindakan atau menyelesaikan masalah
melalui percakapan interpersonal dan transaksional dengan
lingkungan terdekat (terutama di dalam kelas dan di lingkungan
sekolah) dan menyimak, membaca, dan menyampaikan secara lisan
dan tertulis teks fungsional pendek (a.l., pesan pendek,
pengumuman, undangan) dan monolog dan esei berbentuk
descriptive, narrative, recount, prosedur, dan report.
Model pembelajaran Bahasa Inggris untuk SMP/MTs tersebut baru
memberikan rambu-rambu umum. Untuk dapat diterapkan, model tersebut
perlu diterjemahkan dalam bentuk tindakan atau kegiatan pembelajaran
operasional yang terukur dengan tujuan, materi, langkah-langkah serta
teks-teks tertentu. Bagian berikut ini akan memaparkan cara
mengembangkan langkah-langkah pembelajaran berdasarkan model atau
metode pembelajaran tersebut di atas.
Teks yang Digunakan dan
Dihasilkan
Urutan Langkah
Tindakan Komunikatif
Lisan dan Tertulis
Konteks Proses Belajar
1) Interperson 1) Membiasaka 1) Menyimak 1) Lingkunga 1) Melaksanak
161
al
2) Transaksional
3) Fungsional
yang otentik dan relevan dengan kehidupan siswa sebagai pelajar SMP/MTs dan remaja di jaman modern
n diri
2) Memantapkan pemahaman (aturan dan sistematika)
3) Menghasilkan teks
2) Bercakap-cakap/ berbicara/ menyampaikan
3) Membaca pemahaman
4) Membaca nyaring
5) Menulis/ menyampaikan secara tertulis
n fisik
2) Lingkungan sosial
terdekat (terutama di dalam kelas/ sekolah, dengan teman guru)
an secara aktif
2) Dengan bekerja sama dengan teman
3) Dan mendapatkan bimbingan guru
Kegiatan atau strategi pembelajaran Bahasa Inggris merupakan
langkah operasional yang didasarkan pada metode tertentu.
Berdasarkan metode pembelajaran yang diusulkan di sini (lihat
sketsa praktis di atas), tindakan atau strategi pembelajaran
dirancang berdasarkan perpaduan atas semua unsur dalam metode
tersebut.
162
2. Kegiatan Pembelajaran Bahasa Inggris di SMP/MTs
Secara operasional, strategi pembelajaran bahasa Inggris
seharusnya terdiri atas tindakan komunikatif lisan dan tertulis yang
memiliki fungsi sosial dan tujuan yang jelas untuk melaksanakan
kegiatan atau mengatasi masalah yang ada dalam kehidupan sehari-
hari siswa. Berikut ini adalah contoh-contoh tindakan komunikatif
yang seharusnya dilaksanakan siswa SMP/MTs. Untuk praktisnya
contoh-contoh di bawah ini akan disampaikan dalam dua bagian,
yaitu (1) percakapan interpersonal dan transaksional dan (2)
tindakan komunikatif fungsional. Percakapan interpersonal dan
transaksional dipaparkan bersama karena memiliki sama-sama
merupakan tindakan interaktif lisan yang melibatkan guru dan siswa
dalam konteks pembelajaran shari-hari di dalam kelas dan di
lingkungan sekolah.
PERCAKAPAN INTERPERSONAL DAN TRANSAKSIONAL
Percakapan interpersonal dan transaksional adalah tindakan
komunikatif yang bersifat interaktif dan dilaksanakan secara lisan
melalui tindakan komunikatif menyimak dan berbicara (mengawali
maupun merespon). Dalam SK dan KD Bahasa Inggris untuk
SMP/MTs disebutkan percakapan tersebut dilaksanakan untuk
berinteraksi dengan lingkungan terdekat dan dalam konteks
kehidupan sehari-hari. Bagi siswa SMP/MTs pada umumnya, konteks
163
Tindakan Operasional Berbahasa Inggris di SMP/MTs
yang paling wajar untuk melaksanakan percakapan dalam bahasa
Inggris tentunya yang terkait dengan kegiatan pembelajaran bahasa
Inggris sehari-hari di kelas dan lingkungan sekolah, bersama guru
bahasa Inggris dan teman serta kemungkinan guru mata pelajaran
lain. Tidak banyak siswa yang cukup beruntung untuk dapat
melaksanakan percakapan dalam bahasa Inggris di luar sekolah dan
di rumah.
Tindakan percakapan yang tercakup dalam SK dan KD Bahasa
Inggris di SMP/MTs mencakup tindakan
memulai/memberikan/menyampaikan serta
merespon/menjawab/menanggapi berbagai tindakan komunikatif
yang sangat relevan dengan konteks pembelajaran sehari-hari.
Tindakan interpersonal minimal mencakup menyapa orang yang
sudah/belum dikenal, memperkenalan diri sendiri dan orang lain,
mengucapkan terima kasih, mengucapkan maaf, mengundang,
mengajak, memuji, mengucapkan selamat, menunjukkan perhatian,
dan menyatakan kekaguman. Tindakan transaksional minimal
mencakup memerintah dan melarang, meminta dan memberi
informasi, menyatakan suka dan tidak suka, meminta dan memberi
klarifikasi, meminta dan memberi barang, menawarkan dan menolak
barang/jasa/informasi/pendapat, menyatakan persetujuan, meminta
dan memberi kepastian, menyatakan keraguan, meminta
pengulangan, menyampaikan berita menarik, memberi komentar atas
berita.
164
Sebagaimana dibahas sebelumnya, tindakan pembiasaan diri
merupakan langkah awal dan perlu diutamakan selama pembelajaran
di SMP/MTs, bahkan sampai akhir Kelas IX. Siswa seharusnya
diberikan tantangan, kesempatan dan bimbingan sebanyak-
banyaknya untuk melakukan berbagai tindakan interpersonal dan
transaksional secara rutin dengan cara mengamati model-model dan
berusaha menirukannya. Pembelajaran dengan cara ini dapat
dilaksanakan tanpa memerlukan alokasi waktu khusus karena proses
pembelajaran di kelas mau tidak mau akan melibatkan penggunaan
tindakan-tindakan komunikatif interpersonal dan transaksional. Jika
guru menekankan penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa
pengantar pembelajaran, tentunya dengan tingkat kesulitan rendah
(pendek dan sederhana), siswa akan secara rutin memperoleh
kesempatan dan tantangan untuk melaksanakan tindakan
interpersonal dan transaksional dalam bahasa Inggris.
Pemantapan pemahaman sebaiknya dilaksanakan dengan tanpa
menggunakan peristilahan teknis dan dengan cara mengingatkan,
mengoreksi, melakukan refleksi, dsb. Penjelasan aturan secara
eksplisit dengan istilah teknis masih terlalu sulit bagi siswa
SMP/MTs. Untuk menghasilkan teks-teks interpersonal dan
transaksional secara kreatif mungkin juga masih terlalu sulit bagi
siswa SMP/MTs.
TINDAKAN FUNGSIONAL PENDEK DAN MONOLOG
165
Pembelajaran berbagai teks fungsional pendek dan monolog
pada tingkat SMP/MTs kemungkinan baru dapat dilakukan pada
tahap pembiasaan (langkah 1). Sebagaimana halnya dengan
pembelajaran percakapan interpersonal dan transaksional, usaha
untuk memantapkan pemahaman tentang langkah retorika dan
aturan kebahasaan dalam teks fungsional seharusnya tidak
menggunakan peristilahan teknis dan pemaparan aturan secara
eksplisit. Sebaiknya digunakan kata-kata komunikatif yang sederhana
dan tetap berorientasi pada isi atau makna yang dikandung, bukan
pada sistematika atau rumus-rumus.
Tindakan pembiasaan dapat dilaksanakan dengan cara yang
sangat mudah tetapi serius dan cermat, yaitu dengan menyalin sesuai
teks aslinya. Secara lisan, siswa dapat menyalin suatu teks fungsional
(misalnya, pengumuman, pesan, instruksi; resep masakan, teks
pengetahuan tentang flora dan fauna) dengan cara membaca nyaring
atau membacakan kepada orang lain sampai dapat dipahami orang
lain. Dengan tuntutan ini siswa mendapat tantangan dan kesempatan
berlatih atau belajar membaca dan membacakan secara bermakna
dengan suara yang cukup keras, pengucapan dan penekanan kata
yang benar, serta intonasi dan pemenggalan unit-unit makna secara
benar. Jadi meskipun penekanannya adalah pada keberhasilan
menyampaikan makna, siswa dengan sendirinya juga meningkatkan
penguasaan unsur-unsur kebahasaannya (kosa kata, tata bahasa,
pengucapan, penekanan kata, intonasi) tanpa melalui proses
166
pembelajaran secara eksplisit. Pembelajaran aturan secara terpisah
dan eksplisit sudah terbukti sangat tidak mudah bagi pemula.
Teks tertulis seperti resep dan puisi, dapat dibiasakan dengan
menyuruh siswa menyalin dengan tulisan tangan dalam buku koleksi
(misalnya, My Recipe Book, Poetry Collection), dipublikasikan dalam
majalah dinding (misalnya, berita tentang orang-orang terkenal dan
sukses), dikoleksi untuk menyusun ’ensiklopedia’ (misalnya, teks
tentang flora dan fauna), dsb. Cerita yang agak panjang dapat
ditempel dalam portofolio, namun siswa ditugaskan untuk
memberikan rangkuman dengan cara menyalin kalimat-kalimat
kuncinya tanpa menambah atau mengurangi (merangkum dengan
bimbingan). Dengan cara ini, proses belajar tidak terlalu sulit dan
banyak hal yang dipelajari siswa, antara lain ungkapan, kosa kata,
tata bahasa, cara penulisan, penggunaan tanda baca, dsb. Siswa juga
berksempatan untuk memperbaiki kualitas tulisan tangannya.
Untuk dapat mewujudkan kelas yang interaktif antara guru dan
siswa dan siswa dan siswa untuk melaksanakan fungsi komunikatif
interpersonal, transaksional, dan fungsional, pembelajaran tidak
harus selalu dalam format yang selama ini gunakan di mana guru
berdiri di depan kelas dan siswa duduk dengan baik di kursi masing-
masing yang berderet secara rapi dari kiri ke kanan dan dari depan
167
Pengelolaan Kelas dalam Mata pelajaran Inggris di SMP/MTs
ke belakang. Dalam format seperti ini, guru cenderung akan menjadi
pusat perhatian dan berperan sebagai inisiator semua tindakan,
sedangkan siswa hanya akan merespon dan mengikuti penjelasan dan
arahan dari guru. Suasana belajar yang demikian tentunya tidak
kondusif untuk menumbuhkan kreativitas dan prakarsa dari siswa.
Format kelas yang lebih bebas dan memberikan keleluasaan
bergerak bagi siswa memerlukan peralatan dan perabot yang kuat
tetapi ringan sehingga mudah untuk diubah format pengaturannya.
Pada saat pemberian balikan secara klasikal siswa dapat duduk
dengan rapi di kursi yang berjajar rapi. Namun untuk pembelajaran
cerita (menyimak cerita) format melingkar dengan siswa duduk di
lantai akan jauh lebih kondusif dan mendorong partisipasi aktif setiap
individu untuk merespon dan berinteraksi dengan guru.
Dari sejak awal juga telah ditekankan bahwa pembelajaran
keterampilan literasi menuntut siswa untuk melaksanakan tindakan-
tindakan komunikatif interpersonal, transaksional dan fungsional
untuk berinteraksi dengan guru dan siswa dalam konteks
pembelajaran sehari-hari secara wajar. Untuk ini diperlukan kelas
yang lebih bebas dan mencerminkan kegiatan komunikatif yang lebih
nyata, di dalam maupun di luar kelas.
Perlu diingat juga bahwa siswa memiliki waktu yang sangat
terbatas untuk melaksanakan pembelajaran di perpustakaan. Oleh
karena itu guru perlu menjadwalkan waktu-waktu tertentu untuk
168
siswa berkesempatan belajar langsung dengan berbagai sumber yang
tersedia di perpustakaan.
Pembelajaran bahasa Inggris juga menuntut interaksi langsung
dengan lingkungan fisik dengan alam sekitar di luar kelas, terutama
di lingkungan sekolah. Untuk itu mata pelajaran Bahasa Inggris juga
perlu dilaksanakan di luar seperti halnya beberapa mata pelajaran
lainnya. Pengelolaan kelas di luar kelas tentunya memberikan ruang
gerak yang lebih luas dan bebas. Hal ini beresiko siswa akan menjadi
sangat ’liar’ dan dapat mengganggu kelas lain. Hal ini dapat diatasi
jika tugas yang harus dilaksanakan sangat jelas bagi siswa, dan guru
memberikan arahan dan bimbingan yang efektif. Mata pelajaran
Pendidikan Jasmani dan Kesehatan telah membuktikan bahwa di luar
kelas pun siswa dapat melaksanakan proses pembelajaran dengan
baik dengan tingkat kedisiplinan tinggi.
Untuk menyusun rancangan tindakan komunikatif yang akan
dilaksanakan siswa, perlu dipertimbangkan juga batasan tentang
kegiatan pembelajaran menurut Standar Proses, yaitu tindakan
operasional yang terdiri atas tiga tahapan, pendahuluan, inti dan
penutup. Di samping itu, perlu diperhatikan juga bahwa beban
belajar terdiri atas tiga macam kegiatan belajar, yaitu tatap muka,
mandiri terstruktur, dan mandiri tidak terstruktur. Oleh karena itu,
kegiatan pembelajaran yang dimaksud dalam Standar Proses tersebut
169
Perencanaan Tindakan Berbahasa Inggris di SMP/MTs
seharusnya tidak dipahami hanya untuk satu kegiatan tatap muka,
tetapi keseluruhan kegiatan pembelajaran secara utuh untuk
mencapai satu KD, yang mencakup ketiga jenis kegiatan tersebut, di
dalam maupun di luar kelas.
Jadi kegiatan pembelajaran Bahasa Inggris per KD, berapapun
jumlah pertemuan tatap muka yang diperlukan, tetap harus
dirancang dalam tiga tahapan kegiatan, yaitu:
1) Kegiatan pendahuluan, yang betujuan membangkitkan
motivasi dan memfokuskan perhatian siswa untuk
berpartisipasi aktif dalam pembelajaran;
2) Kegiatan inti, yaitu pembelajaran keterampilan literasi,
terdiri atas tiga langkah (1) pembiasaan diri, (2) pemantapan
kesadaran terhadap isi teks, dan (3) penggunaan teks secara
mandiri, dilaksanakan melalui kegiatan eksplorasi, elaborasi,
dan konfirmasi secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat,
minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik;
dan
3) Kegiatan Penutup yang bertujuan agar siswa membuat
rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan
balik, maupun tindak lanjut.
170
Agar setiap aspek dapat terealisasikan dalam kegiatan
pembelajaran, untuk merencanakan akan digunakan tabel di bawah
ini.
Lihat cara penerapannya dalam contoh RPP (Lampiran 10).
Setiap kolom diisi dengan butir-butir kegiatan belajar yang dapat
mempertemukan setiap langkah (vertikal) dengan tempat/waktu
belajarnya (horisontal).
Unsur pembentuk teks (fungsi sosial, unsur dan struktur
makna, dan unsur kebahasaan) dan proses belajar (keterlibatan diri,
kerjasama dengan sejawat, bimbingan guru) tidak dapat ditampakkan
secara eksplisit dalam format tabel. Tetapi kedua komponen
pembelajaran tersebut tetap harus secara eksplisit disebutkan dalam
rumusan butir kegiatan belajar. Pada prinsipnya, kegiatan belajar
merupakan rincian tindakan nyata untuk melaksanakan fungsi sosial
yang disebutkan dalam IPK dengan memperhatikan ketepatan unsur
dan struktur makna serta unsur kebahasaan yang digunakan.
Pelaksanaan setiap tindakan ditentukan caranya, apakah oleh diri
171
Tatap MukaMandiri
TerstrukturMandiri tidak
terstruktur
PENDAHULUAN
INTI
1) Pembiasaan
2) Pemantapan
3) Penggunaan
PENUTUP
sendiri dan/atau dengan bekerjasama dengan teman dan/atau dengan
bimbingan guru.
172
WISE WORDS
Whatever problems you face, you’ll find
more options if
you realize there are no
absolute
BAB IX
PENILAIAN HASIL BELAJAR BAHASA INGGRIS DI SMP/MTs
Menurut PP no. 19 th. 2005 tentang SNP, penilaian pendidikan
pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas (a)
penilaian hasil belajar oleh pendidik, (b) penilaian hasil belajar oleh
satuan pendidikan, dan (c) penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.
Sesuai dengan tujuannya, Buku Panduan Pendidik ini hanya
akan membahas tentang penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh
guru terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat
pencapaian kompetensi peserta didik, yang hasilnya bukan hanya
untuk guru untuk melakukan penyempurnaan terhadap program
pembelajarannya, tetapi juga untuk siswa, orang tua siswa dan
sekolah untuk digunakan sebagai dasar untuk melakukan langkah-
langkah perbaikan atau untuk memutuskan melangkah ke materi ajar
berikutnya. Berdasarkan hasil penilaian, guru juga dapat
melaksanakan perbaikan terhadap efektivitas program pembelajaran
secara keseluruhan.
Jadi, tujuan penilaian hasil belajar bukan semata-mata untuk
mendapatkan nilai yang akan dimasukkan dalam rapor siswa yang
diberikan pada tiap akhir semester. Hasil penilaian perlu
disampaikan dalam uraian yang informatif dan bermakna, yang
memberikan gambaran kualitiatif tentang tingkat penguasaan bahasa
173
Inggris siswa, yang menyebutkan secara eksplisit aspek-aspek
kemampuan yang telah dan belum dikuasai serta kemungkinan
langkah-langkah nyata yang perlu dilakukan siswa, guru, orang
tua/wali siswa, dan sekolah untuk melakukan perbaikan.
Karena penilaian hasil belajar merupakan unsur utama dalam
proses pembelajaran, penilaian yang dilakukan guru harus
direncanakan dan dilaksanakan secara konsisten, sistematik, dan
terprogram, berdasarkan prinsip-prinsip penilaian yang baik dan
dapat dipertanggung-jawabkan.
Penilaian hasil belajar pada prinsipnya mengukur tingkat
ketercapaian setiap KD, yang kriteria pengukurannya telah
ditetapkan berdasarkan indeks pencapaian kompetensi (IPK), yang
telah dirinci berdasarkan rumusan KD. Dalam konteks pembelajaran
keterampilan literasi berbasis genre, kompetensi literasi diukur pada
tiga aspek pembentuk teks, yaitu (1) fungsi sosial, (2) struktur dan
urutan makna (langkah-langkah retorika), dan (3) tingkat ketepatan
unsur kebahasaan yang digunakan.
Penilaian kompetensi fungsi sosial tentunya dilakukan dengan
mengamati tindakan komunikatif yang dilakukan siswa dalam
melaksanakan fungsi sosial untuk berinteraksi dengan lingkungannya
dalam konteks kehidupan nyata sehari-hari, yang dilaksanakan
174
1. Materi Penilaian Hasil Belajar Bahasa Inggris
secara lisan dan tertulis melalui kegiatan reseptif (mendengar dan
membaca) dan produktif (berbicara dan menulis). Dalam indikator
pencapaian kompetensi (IPK) dinyatakan dengan jelas dan spesifik
tindakan komunikatif pada setiap KD. Sebagai contoh perhatikan IPK
untuk KD 5 pada kelas VII semester 1 berikut ini (lihat format
lengkapnya di Lampiran 5). Tindakan ‘menyuruh dan melarang’
dispesifikasi lebih rinci ke dalam dua tindakan (1) merespon
suruhan/larangan teman dan (2) mengungkapkan suruhan/larangan
kepada teman dalam konteks kehidupan sehari-hari di
kelas/lingkungan sekolah.
Indeks Pencapaian Kompetensi
FUNGSI SOSIAL
- Merespon suruhan/larangan lisan teman - Mengungkapkan suruhan/larangan lisan
dalam konteks kehidupan sehari-hari di kelas/ lingkungan sekolah
UNSUR DAN STRUKTUR MAKNA
- melakukan inisiasi/prakarsa- memberikan respon- menggunakan ‘please’
secara runtut dan beterima
UNSUR KEBAHASAAN
menggunakan ungkapan suruhan/larangan dan respon pendek sangat sederhana secara
- lancar
dengan
- kosa kata - tata bahasa - ucapan dan intonasi
yang tepat.
Penguasaan tindakan tersebut kemudian dideskripsikan secara
lebih rinci dalam dua aspeknya, yaitu (1) unsur dan struktur makna
dan (2) unsur kebahasaan yang digunakan. Unsur dan struktur
175
makna dirinci lagi ke dalam satuan tindakan yang lebih spesifik, yaitu
(1) melakukan inisiasi/prakarsa (memulai), (2) merespon, dan (3)
menggunakan ‘please’. Unsur kebahasaan dirinci ke dalam aspek
ketepatan (tata bahasa, kosa kata, pengucapan dan intonasi) dan
kelancaran.
Berdasarkan model tersebut, penilaian perlu dilaksanakan
secara otentik dengan cara menyuruh melakukan tindakan
komunikatif yang akan diukur penguasaannya. Kriteria penilaian
terdiri atas kelengkapan dan keruntutan (urutan logis) struktur
makna dan ketepatan unsur kebahasaan dan kelancaran
melaksanakannya.
Instrumen penilaian juga dikembangkan dengan menggunakan
rumusan IPK tersebut. Kriteria yang akan dinilai adalah unsur-unsur
yang telah dirinci dalam IPK tersebut. Lihat Lampiran 7 untuk
mengetahui proses perencanaan instrumen penilaian untuk
keterampilan (1) memberikan dan merespon undangan secara lisan
dan tertulis dan (2) memberikan dan menanyakan tentang deskripsi
binatang tertentu. Bobot penilaian juga diberikan secara rinci dalam
perencanaan tersebut.
Cara penilaian dengan menyuruh siswa langsung melaksanakan
fungsi sosial dalam bentuk tindakan komunikatif utuh sering disebut
176
2. Instrumen Penilaian Hasil Belajar Bahasa Inggris
dengan istilah penilaian ‘macroskills’ (Brown, 2004). Menurut Brown,
setiap subketerampilan komunikatif (mendengar, berbicara,
membaca, menulis) dapat dinilai pada aspek keterampilan mikro
maupun makronya. Terkait dengan penilaian berbasis genre yang
dikembangkan dalam BPP ini, penilaian mikro lebih banyak terkait
dengan aspek kebahasaan, sedangkan penilaian makro pada aspek
unsur dan struktur makna. Di Lampiran 10 diberikan daftar penilaian
mikro dan makro untuk penilaian keempat subketerampilan
komunikatif serta contoh-contoh instrumen yang langsung diambil
dari Brown (2004). Untuk lebih mendalami teknik penilaian
keterampilan komunikatif, para pembaca disarankan untuk membaca
buku tersebut serta sumber-sumber lain yang relevan.
Penilaian hasil belajar dapat dilakukan secara formal maupun
informal. Bacalah dengan cermat tulisan Brown (2004) di kotak
sisipan di bawah tentang bentuk penilaian formal dan informal.
Dalam uraian tersebut disebutkan bahwa tes dan quiz yang selama
ini merupakan teknik penilaian yang paling lazim dilaksanakan di
konteks pendidikan formal, termasuk di SMP/MTs, di Indonesia
ternyata hanya salah satu bentuk penilaian formal yang tujuannya
adalah untuk mengukur hasil pembelajaran secara keseluruhan pada
akhir program. Berbagai contoh instrumen penilaian yang diberikan
177
3. Teknik Penilaian Hasil Belajar bahasa Inggris
POINTS TO PONDER
Test vs Assessment
You might be tempted to think of testing and assessment as synonymous terms, but they are not. Tests are prepared administrative procedures that occur at identifiable times in a curriculum when learners muster all their faculties to offer peak performance, knowing that their responses are being measured and evaluated.
Assessment, on the other hand, is an ongoing process that encompasses a much wider domain. Whenever a student responds to a question, offers a comment, or tries out a new word or structure, the teacher subconsciously makes an assessment of the student’s performance. Written work—from a jotted-down phrase to a formal essay—is performance that ultimately is assessed by self, teacher, and possibly other students. Reading and listening activities usually require some sort of productive performance that the teacher implicitly judges, however peripheral that judgment may be. A good teacher never ceases to assess students, whether those assessment are incidental or intended.
Tests, then, are a subset of assessment; they are certainly not the only form of assessment that a teacher can make.
Brown, D (2004). Language assessment: principles and classroom practices. New York: Longman. Hlm. 4
di Lampiran 10 adalah contoh-contoh instrumen penilaian resmi
dalam tes, quiz, dan ujian..
Jika dilihat waktu pelaksanaannya, cakupan materi, serta
bentuk dan frekuensi balikan yang dapat diberikan kepada siswa,
penilaian dengan tes, quiz dan ujian memiliki beberapa kekurangan
dibandingkan dengan penilaian informal yang lebih otentik dan
berkesinambungan yang akan dipaparkan di bawah, antara lain (1)
kurang otentik, (2) tidak berkesinambungan, (3) mencakup lebih
sedikit aspek yang dinilai (hanya sampel), (4) tidak mudah
menyusunnya, (5) pemberian balikan kepada siswa tidak langsung,
(6) menyita waktu pembelajaran, (7) tidak praktis terutama untuk
penilaian keterampilan berbicara, (8) memerlukan biaya khusus, dsb.
Oleh karena itu, penilaian formal biasanya dilaksanakan dengan
178
POINTS TO PONDER
Informal AssessmentInformal assessment can take a number of forms, starting with incidental,
unplanned comments and responses, along with coaching and other importu feeback to the student. Examples include saying “Nice Job!” “Good Work!” “Did you say can or can’t?” “I think you meant to say you broke the glass, not you break the glass,” or putting a on some homework.
Informal assessment does not stop there. A good deal of teacher’s informal assessment is embedded in classroom tasks designed to elicit performance without recording results and making fixed judgements about a student’s competence. Examples at this end of the continuum are marginal comments on papers, responding to a draft on an essay, advice about how to better pronounce a word, a suggestion for a strategy for compensating for a reading difficulty and showing how to modify a student’s note-taking to better remember the content of a lecture.
Brown, D (2004). Language assessment: principles and classroom practices. New York: Longman. Hlm. 5-6
menunjuk satu panitia khusus yang terdiri atas para ahli pengembang
tes. Di beberapa negara maju banyak institusi yang secara khusus
menawarkan jasa pengembangan tes.
Bagi seorang guru, yang berhadapan langsung dan memiliki
hubungan emosional yang dekat dengan anak didiknya melalui proses
pembelajaran sehari-hari, penilaian informal seharusnya lebih
diutamakan, karena dapat mengatasi berbagai kekurangan penilaian
formal (tes, quiz, ujian), antara lain dilaksanakan selama proses
belajar berlangsung secara otentik dan berkesinambungan sehingga
umpan balik juga bisa langsung diberikan. Juga karena sifatnya yang
lebih ‘ramah’, penilaian informal dapat dilaksanakan dengan
frekuensi yang lebih tinggi, serta mencakup lebih banyak materi yang
dapat dinilai. Pelaku penilaian juga bisa dilakukan bukan hanya oleh
guru, tetapi juga teman dan/atau diri sendiri. Berikut ini diberikan
beberapa bentuk penilaian otentik dan dapat dilakukan secara
informal maupun formal.
179
POINTS TO PONDER
Formal Assessment
On the other hand, formal assessments are execises or procedures specifically designed to tap into a storehouse of skills and knowledge. They are systematic, planned sampling techniques conctructed to give teacher and student an appraisal of student achievement. To extend the tennis analogy, formal assessments are the tournament games that occur periodically in the course of a regimen of practice.
Is formal assessmen the same as a test? We can say that all tests are formal assessments, but not all formal assessment is testing. For example, you might use a student’s journal or portfolio of materials as a formal assesswment to the attainment of certain course objectives, but it is problematic to call those two procedures “tests.” A systematic set of observations of a student’s frequency of oral participation in class is certainly a formal assessment, but it too is hardly what anyone would call a test. Tests are usually relatively time-constrained (usually spanning a class period or at most several hours) and draw on a limited sample of behavior.
Brown, D (2004). Language assessment: principles and classroom practices. New York: Longman. Hlm. 6
Sebagaimana disampaikan dalam kotak sisipan di atas, penilaian
informal dapat dilaksanakan selama proses pembelajaran dan
berdampak langsung terhadap perbaikan perilaku komunikatif yang
sedang dilakukan siswa. Kegiatan penilaian tidak selalu direncanakan
sebelumnya, sepeti komentar guru“Nice Job!” “Good Work!” “Did you
say can or can’t?” “I think you meant to say you broke the glass, not
you break the glass,” or putting a on some homework. Penilaian
informal biasanya juga menjadi bagian yang terpisahkan dari tugas
melaksanakan tindakan komunikatif tanpa guru memberikan nilai dan
mencatatnya, seperti komentar dan saran perbaikan yang diberikan di
kertas kerja siswa.
180
Teknik-Teknik Penilaian Otentik dan Berkesinambungan
Untuk mata pelajaran Bahasa Inggris, penilaian otentik dan
berkesinambungan biasanya dilaksanakan alam bentuk memberikan
tugas berupa (1) unjuk kerja, (2) portofolio, (3) jurnal, (4) konsultasi
atau interview, di mana penilaian biasanya dilaksanakan melalui (5)
pengamatan atau observasi, (6) penilaian diri, dan (7) penilaian
sejawat. Instrumen penilaian biasanya berupa rubrik yang
memberikan kriteria dan bobot penilaian yang jelas.
UNJUK KERJA
Penilaian ini dilakukan dengan menugaskan kepada siswa untuk
melaksanakan tindakan komunikatif atau menghasilkan karya dalam
jenis teks yang sedang dipelajari. Penilaian biasanya dilakukan
dengan mengamati perilaku atau karya atau teks lisan/tulis yang
mencerminkan kriteria dan tingkat pencapaian yang sudah
ditetapkan dalam IPK.
Unjuk kerja harus mencerminkan tindakan komunikatif dalam dunia
nyata. Tingkat penguasaan keterampilan komunikatif interpersonal
dan transaksional tercermin pada partisipasi aktif siswa dalam
berbagai kegiatan interaktif dalam bahasa Inggris dengan guru dan
teman dalam konteks pembelajaran sehari-hari di kelas dan
lingkungan sekolah. Keterampilan fungsional dapat diukur dengan
menugaskan siswa untuk melaksanakan fungsi sosial seperti
menyampaikan pesan, pengumuman, undangan secara lisan atau
tertulis; membuat koleksi lagu, resep, puisi; membuat rangkuman
181
cerita, biografi orang terkenal, dan kisah perjalanan seseorang
melalui pertanyaan yang membimbing; dll.
PORTOFOLIO
Portofolio adalah penilaian dengan cara menyuruh siswa
mengumpulkan apapun yang telah dikerjakan dan dihasilkan. Dengan
mencermati koleksi pekerjaan siwa tersebut, guru dapat mengukur
keseriusan usaha siswa, kemajuan yang telah dicapai, dan prestasi
yang telah dihasilkan. Materi yang dapat dimasukkan dalam
portofolio antara lain:
koleksi lagu, puisi, cerita pendek
hasil laporan pengamatan
rekaman audio atau audiovisual berbagai kegiatan seperti
pentas, drama, presentasi
jurnal, buku harian, catatan pribadi
lembar kerja dan soal tes, quiz, ujian
buku catatan
kliping verita, cerita, kisah nyata
Penilaian diri (self-evaluation) adalah inti dari penilaian portofolio,
karena tujuan utamanya adalah untuk perbaikan diri, bukan nilai
berupa angka atau huruf. Penilaian portofolio akan berjalan secara
efektif apabila direncanakan secara matang. Menurut Brown (2004),
penilaian portofolio akan berhasil apabila,
182
1. Tujuannya dinyatakan dengan jelas dan dipahami siswa.
2. Ada petunjuk yang jelas tentang materi apa saja yang dapat
dimasukkan dalam portofolio
3. Siswa harus memahami benar kriteria penilaian yang
digunakan.
4. Siswa harus mendapatkan pelatihan untuk menyusun
portofolio
5. Perlu dibuat jadwal secara periodik untuk mereview dan
mengkonsultasikan portofolio.
6. Seharusnya disediakan tempat untuk menyimpan portofolio
siswa di sekolah.
7. Penilaian kualitiatif akan memberikan dampak yang lebih baik
dibandingkan dengan penilaian dalam bentuk angka atau
huruf.
Penilaian portofolio sangat berdampak pada proses pembelajaran,
apabila tugas siswa bukan hanya mengumpulkan karyanya, tetapi
justru menghasilkan atau membuat koleksi karya yang dapat
dibanggakan. Portofolio dapat ditugaskan untuk mengisi tugas
mandiri terstruktur maupun tidak terstruktur, terutama untuk
tahapan pembiasaan diri terhadap teks yang sedang dipelajari.
Sebagai contoh, siswa diberi tugas untuk membuat koleksi resep
masakan, koleksi cerita pendek, puisi, kata-kata mutiara, lelucon
dalam buku dengan cara menyalin dengan tulisan tangan. Proses
183
belajar yang sangat mudah tetapi berdampak sangat besar terhadap
pengembangan keterampilan literasi.
JURNAL
Penilaian dengan menggunakan jurnal dilaksanakan dengan
menyuruh siswa untuk menuliskan pemikiran, keluhan, perasaan,
rekasi, pendapat, usulan, dsb., dalam jurnal. Karena fokus perhatian
adalah pada pesan yang ingin disampaikan, unsur kebahasaan tidak
harus baik dan benar. Tujuh prinsip pelaksanaan penilaian portofolio
di atas juga perlu dilakukan untuk penilaian jurnal. Penilaian
kualitatif juga lebih berpotensi untuk menghasilkan perbaikan
daripada nilai angka atau huruf.
Yang paling sering digunakan di negara-negara maju adalah jurnal
dialog (lihat beberapa contoh di Lampiran 3). Jurnal merupakan
kegiatan interaktif antara siswa dan guru, di mana guru secara
periodik menuliskan responnya terhadap tulisan siswa, di dalam
jurnal siswa itu juga. Salah satu kelebihan jurnal adalah adanya
kesempatan bagi guru dan siswa untuk berinteraksi dalam bahasa
Inggris terutama tentang berbagai hal terkait dengan proses
belajarnya, sehingga sangat bermanfaat untuk melaksanakan proses
perbaikan secara otentik dan berkesinambungan.
KONSULTASI DAN INTERVIEW
184
Cara penilaian ini biasa dilakukan dengan cara siswa berkonsultasi
dengan guru, dan guru diharapkan memberikan balikan secara
langsung juga. Kegiatan ini angat bermanfaat antara lain untuk
mendapatkan balikan dari guru dalam bentuk:
komentar dan saran guru
review terhadap protofolio siswa
balikan atas quiz dan tes
pembahasan tentang isi bacaan, dsb.
Salah satu tujuannya adalah terjadinya perbaikan secara bertahap.
Dalam cara penilaian ini guru lebih berperan sebagai fasilitator atau
pembimbing, bukan sebagai tugas administratif. Maka dari itu, cara
penilaian ini sangat lazim digunakan untuk penulisan karya ilmiah,
termasuk paper, skripsi, dsb. Selain itu, cara penilaian ini juga
sering dikaitkan dengan proses penilaian portofolio dan jurnal.
OBSERVASI
Selama proses pembelajaran Bahasa Inggris, di dalam dan di luar
kelas, siswa akan berperilaku wajar. Namun ketika guru
mengatakan mereka akan dinilai siswa cenderung akan
menunjukkan perilaku dan tindak tutur yang tidak biasa. Karena
alasan inilah banyak guru melaksanakan penilaian selama proses
pembelajaran berlangsung, tanpa siswa menyadari bahwa mereka
sedang diamati. Hampir semua aspek dalam diri siswa dapat dinilai
secara komprehensif dengan cara observasi. Untuk mengecilkan
185
beban observasi, guru dapat membatasi jumlah siswa yang diamati
pada satu pertemuan, melaksanakan ‘giliran‘, dan sedikit demi
sedikit.
PENILAIAN DIRI DAN TEMAN SEJAWAT
Perbedaan utama antara tes dan cara-cara penilaian lainnya terletak
pada adanya unsur penilaian diri dan penilaian sejawat.
Implikasinya adalah harus ada latihan yang cukup bagi siswa untuk
dapat melaksanakan penilaian secara jujur dan berdampak pada
komitman untuk selalu melakukan perbaikan dan perubahan.
Tekankan kepada siswa bahwa tujuan utama penilaian adalah untuk
mengukur sejauh mana diri sendiri atau temannya telah mencapai
KD, dan kemudian mendapatkan umpan balik untuk mempercepat
atau memperbaiki kualitas teks serta perilaku belajarnya selama ini.
Kelengkapan yang tidak boleh dilupakan adalah rubrik penilaian
yang dapat digunakan siswa dengan mudah dan dapat memberikan
gambaran tentang titik-titik kekuatan dan kelemahan secara jelas
sehingga dapat dijadikan pedoman bagi siswa, dan juga guru, untuk
melakukan perbaikan terhadap proses pembelajaran.
186
Merencanakan Penilaian Berdasarkan IPK
Apapun cara penilaian yang digunakan, setiap penilaian harus
mengukur setiap unsur yang telah ditetapkan dalam IPK. Dalam mata
pelajaran Bahasa Inggris penilaian dilakukan pada ketiga unsur
pembentuk teks, yaitu kompetensi melaksanakan fungsi sosial, unsur
dan struktur makna, dan unsur kebahasaan. Cara yang digunakan
seharusnya praktis (tidak menyulitkan guru dan siswa, tidak makan
waktu, biaya, tenaga), dapat diandalkan (menghasilkan hasil yang
sama oleh pelaku, tempat, waktu yang berbeda), dan mengukur yang
seharusnya diukur.
Karena IPK Bahasa Inggris terbagi ke dalam tiga unsur
penilaian, yaitu kompetensi melaksanakan fungsi sosial, dengan
menggunakan makna dengan urutan yang runtut, dan dengan
menggunakan unsur kebahasaan yang tepat, maka untuk praktisnya
perencanaan proses penilaian dilaksanakan melalui tiga langkah,
yaitu:
1) Menetapkan tindakan komunikatif yang harus dilakukan siswa.
2) Memilih teknik penilaian yang sesuai.
3) Membuat rubrik untuk menilai penggunaan unsur dan struktur
makna, dan ketepatan unsur kebahasaan.
Perhatikan contoh penerapannya berikut ini serta contoh lainnya di
Lampiran 7.
Teknik Penilaian
Unjuk Kerja (tindakan komunikatif):
187
- siswa melakukan bermain peran untuk mengundang ke pesta ulang tahun serta memberikan respon yang sesuai secara lisan
- siswa membuat undangan pesta ulang tahu secara tertulis
Dibuat rubrik untuk menilai keberadaan dan keruntutan setiap unsur makna:
Nilai untuk keberadaan satu unsur: 1
Nilai keruntutan struktur makna: 2
Dibuat rubrik untuk menilai tingkap kompetensi dari setiap kriteria.
Setiap kriteria memiliki bobot yang sama:
Terlalu banyak kesalahan: 0 – 20
Banyak kesalahan: 21 – 40
Cukup banyak kesalahan: 41 – 60
Sedikit kesalahan: 61 – 80
(Hampir) tidak ada kesalahan: 81 - 100
Efektivitas program tampak pada tingkat ketepatan setiap
unsur program, khususnya dalam perencanaan maupun pelaksanaan
proses pembelajarannya. Berdasarkan batasan tersebut, efektivitas
program dapat dilihat sedikitnya pada ketepatan tujuan
pembelajaran, materi ajar, metode pembelajaran, sumber dan media
pembelajaran, pengalokasian waktu, serta evaluasi hasil belajar yang
telah digunakan dan dilaksanakan. Apabila setiap unsur penilaian
dijabarkan dan dirumuskan secara tepat, berbagai teknik penilaian
hasil belajar yang telah dibahas di atas dapat memberikan informasi
kualitatif maupun kuantitatif yang berguna bagi guru untuk
mengukur efektivitas setiap aspek program pembelajarannya.
188
Teknik Penilaian Efektivitas Program
Jadi, penilaian terhadap efektivitas program pembelajaran pada
dasarnya tidak perlu dilakukan terpisah dan berbeda dengan
penilaian hasil belajar. Dari penilaian proses maupun hasil
pembelajaran, seorang guru yang berpengalaman akan dengan
mudah mengukur sejauh mana tujuan pembelajaran telah dicapai,
tingkat ketepatan materi yang dicakup, kesesuaian langkah-langkah
pembelajaran terhadap pencapaian tujuan, serta ketepatan sumber
dan media pembelajaran yang digunakan, dan bahkan terhadap
teknik penilaiannya itu sendiri.
Pada prinsipnya, penilaian efektivitas program ini menuntut
agar guru senantiasa melakukan refleksi terhadap setiap hal yang
digunakan dan dilakukan, mau membuka diri serta sensitif terhadap
dampak yang ditimbulkan terhadap keberhasilan (serta kegagalan)
pencapaian tujuan pembelajaran. Penilaian akan memberikan hasil
yang semakin tepat apabila melibatkan teman sejawat dengan cara
saling mengamati proses dan hasil pembelajaran masing-masing
(peer evaluation). Hasil pengamatan bukan hanya berguna untuk
memberikan balikan kepada guru yang sedang diamati, tetapi juga
pada pengamatnya itu sendiri. Dengan ‘bercermin’ pada guru lain,
pengamat akan menjadi sadar akan kelemahan serta kelebihan dari
setiap hal yang sudah digunakan dan dilaksanakan.
Secara formal, penilaian efektivitas program ini dapat
dilakukan dengan cara yang lebih terencana, teliti, dan mendalam,
yaitu melalui penelitian tindakan kelas, di mana dalam setiap
189
siklusnya dilaksanakan langkah-langkah perencanaan, pelaksanaan,
pengamatan, dan refleksi. Penelitian tindakan kelas bukan hanya
bermanfaat untuk menyempurnaan program yang sudah ada, tetapi
juga mendorong kreativitas guru untuk senantiasa menciptakan
program-program inovatif untuk memenuhi tuntutan jaman yang
berubah pesat.
Ada beberapa pihak yang perlu diberikan laporan tentang hasil
belajar siswa. Siswa adalah pihak pertama yang harus mendapatkan
manfaat dari kegiatan penilaian. Berikutnya adalah pengelola
sekolah dan orang tua /wali siswa. Untuk siswa, hasil penilaian
sebaiknya diberikan secara informal dan secepat mungkian dengan
uraian deskriptif yang jelas dan pasti. Untuk orang tua siswa dan
pimpinan sekolah, pelaporan seharusnya dilaksanakan secara
formal, pada akhir programa tau semester. Laporan diberikan agar
dapat dilakukan perbaikan untuk program selanjutnya, oleh siswa,
orang tua/wali siswa, dan sekolah. Oleh karena itu semakin cepat
diberikan balikan, semakin besar kemungkinan untuk dilaksanakan
perbaikan.
Melaporkan hasil penilaian secara lengkap meliputi (1)
penyebutan hasil dalam bentuk penilaian angka dan huruf dan (2)
pemberian balikan. Cara pelaporan yang paling lazim dilakukan
adalah dalam bentuk angka (dalam rentangan 1 s.d. 10 atau 1 s.d.
190
4. Melaporkan Hasil Penilaian
100) dan/atau huruf (A, B, C, D, E, TL) dengan atau tanpa uraian
deskriptif pendek. Cara ini memang praktis, namun seringkali tidak
memberikan informasi yang jelas untuk dapat mengambil tindakan
nyata untuk perbaikan.
Agar dapat dimanfaatkan dengan baik, hasil penilaian angka
atau huruf perlu dilengkapi dengan uraian yang informatif dan
bermakna, yang memberikan gambaran kualitiatif yang jelas tentang
tingkat penguasaan bahasa Inggris siswa, yang menyebutkan secara
eksplisit aspek-aspek kemampuan yang telah dan belum dikuasai
serta kemungkinan langkah-langkah nyata yang perlu dilakukan
siswa, guru, orang tua/wali siswa, dan sekolah untuk melakukan
perbaikan program selanjutnya.
191
WISE WORDS
It is not how low you fall
but how high you bounch!
BAB X
PERENCANAAN PROSES PEMBELAJARANBAHASA INGGRIS DI SMP/MTs
Dasar utama untuk penyusunan perencanaan proses
pembelajaran adalah Pasal 20 dalam PP no. 19 tahun 2005.
Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar. (SNP, Pasal 20)
Perencanaan Proses Pembelajaran
Menurut ketentuan ini ada dua bentuk perencanaan proses
pembelajaran yang harus dikembangkan di tingkat satuan
pendidikan, yaitu silabus dan RPP, yang harus berisi sekurang-
kurangnya lima unsur yang sama, yaitu, (1) tujuan pembelajaran, (2)
materi ajar, (3) metode pengajaran, (4) sumber belajar, dan (5)
penilaian hasil belajar. Makna dari kata ‘sekurang-kurangnya’
adalah bahwa kelima unsur tersebut wajib ada, tetapi tidak salah
jika ditambahkan unsur-unsur lain jika dianggap perlu.
Pada kenyataannya, Permendiknas no. 41 th. 2007 tentang
Standar Proses memang menambahkan sejumlah komponen lainnya
di samping lima komponen wajib tersebut. Silabus memuat (1) mata
pelajaran atau tema pelajaran, (2) SK, (3) KD, (4) materi
192
pembelajaran, (5) kegiatan pembelajaran, (6) indikator pencapaian
kompetensi, (7) penilaian hasil belajar, (8) alokasi waktu, dan (9)
sumber belajar. RPP, yang berfungsi mengembangkan satu KD,
memuat semua unsur yang sama dengan silabus, ditambah dengan
dua unsur lain, yaitu (10) tujuan pembelajaran, (11) metode
pembelajaran.
Namun ada satu langkah perencanaan yang tidak disebutkan
dalam ketentuan di atas tetapi sangat penting untuk dilaksanakan.
Langkah ini terkait erat dengan pengalokasian beban belajar dan
waktu, yaitu pengorganisasian proses pembelajaran untuk setiap
tahun ajaran.
Untuk mata pelajaran Bahasa Inggris, langkah ini hanya dapat
dilakukan jika semua KD, tujuan pembelajaran dan IPK sudah
ditentukan dan dirumuskan secara lengkap dengan baik. Langkah
ini dilakukan untuk menentukan jumlah jam yang dialokasikan untuk
pembelajaran setiap KD serta distribusi pelaksanaannya di setiap
semester.
Lihat Lampiran 7 untuk melihat langkah-langkah perencanaan
pembelajaran per tahun ini dan contoh rencana untuk Kelas VII.
Langkah pertama adalah mengalokasikan jumlah tatap muka untuk
setiap KD. Pada langkah ini direncanakan juga pengalokasian waktu
193
1. Perencanaan Program Pembelajaran per Tahun
untuk kegiatan mandiri terstruktur dan mandiri tidak terstruktur.
Berikan catatan tentang bentuk kegiatan yang dilakukan untuk
kedua kegiatan tersebut, karena kemungkinan pelaksanaannya
dapat diintegrasikan dengan pembelajaran KD-KD lainnya. Langkah
kedua adalah mengalokasikan waktu pertemuan tatap muka @ 80
menit dan minggu pelaksanaan pembelajaran setiap KD.
Silabus merupakan bagian integral KTSP yang dikembangkan
terutama oleh para guru di tingkat mata pelajaran, yang fungsinya
adalah sebagai acuan pengembangan RPP. Pengembangan silabus
ini sudah dimulai sejak penentuan dan perumusan SKL, KD, Tujuan,
IPK dan rencana program pembelajaran per semester. Jika setiap
aspek sudah terencana dengan baik dan disajikan menggunakan
format silabus, maka jadilah silabusnya. Karena pada dasarnya
keterampilan literasi terbagi ke dalam tiga jenis, yaitu interpersonal,
transaksional, dan fungsional, maka diusulkan di sini bahwa silabus
dibuat untuk setiap jenis teks tersebut.
Panduan penyusunan KTSP yang dibuat oleh Badan Standar
Nasional Pendidikan memberikan dua format silabus, berupa
matriks dan uraian, namun BPP ini hanya memberikan satu contoh
dalam bentuk uraian, yang dapat dengan mudah dipindahkan dalam
194
2. Pengembangan Silabus
bentuk matriks. Lihat lampiran 9 untuk contoh silabus pada ketiga
jenis teks tersebut.
Menurut ketentuan dalam Standar Proses, “silabus dapat
dikembangkan oleh para guru secara mandiri atau berkelompok
dalam sebuah sekolah/madrasah atau beberapa sekolah, kelompok
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) atau Pusat Kegiatan
Guru (PKG), dan Dinas Pendidikan”. Terlihat dalam ketentuan ini
bahwa pengembang silabus bukan hanya guru atau sekolah, tetapi
ada unsur dari masyarakat yang tergabung dalam komite sekolah.
Bentuk keterlibatannya tentunya disesuaikan dengan kualitas
komite sekolah di tiap sekolah.
Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggungjawab di bidang pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK, dan departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK.. (SNP, Pasal 20)
Pengembangan Silabus
Adanya keterlibatan pihak luar, terutama dari komponen
masyarakat, dalam pengembangan sekolah/madrasah merupakan
salah satu upaya untuk menyesuaikan dengan tuntutan paradigma
baru bidang pendidikan, yaitu relevansi dengan keadaan dan
kebutuhan nyata masyarakat. Oleh karena itu disarankan bagi
sekolah yang sudah siap untuk melibatkan komite sekolah, tentunya
jika komite sekolah juga sudah siap. Memulai sesuatu yang baru
195
memang tidak mudah, tetapi jika tidak pernah dimulai,
pembaharuan juga tidak akan pernah terjadi.
Selain perlu bekerjasama dengan komite sekolah/madrasah,
pengembangan silabus juga harus dilaksanakan di bawah supervisi
dinas pendidikan atau departemen yang menangani urusan
pemerintahan di bidang agama. Pengembangan silabus untuk satuan
SMP/MTs dilaksanakan di bawah supervisi dinas kabupaten/kota.
Jadi paradigma baru dalam pendidikan dasar dan menengah di
Indonesia ditandai oleh adanya kerjasama yang sinergis antara
sekolah, masyarakat dan pemerintah.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, RPP dijabarkan dari
silabus dan disusun untuk setiap KD. Perhatikan dalam sebaran KD
yang ada dalam Lampiran 8 (Rencana Program Pembelajaran per
Tahun), ada sejumlah KD Kelas VII yang terlalu besar dan
mendapatkan alokasi waktu sangat banyak (yaitu KD 7, KD 16, KD
17), sehingga perlu dipecah dalam beberapa RPP, karena memang
akan melibatkan sejumlah bentuk teks yang berbeda. Jadi setiap
RPP mengembangkan proses pembelajaran hanya untuk satu bentuk
teks (interpersonal, transaksional, atau fungsional).
Satu RPP dapat dilaksanakan dalam satu atau beberapa
pertemuan, tergantung pada muatan belajar yang tercakup dalam
196
3. Pengembangan RPP
KD. Untuk RPP yang memerlukan lebih dari satu pertemuan (80
menit), guru tetap harus memiliki rancangan yang jelas untuk
kegiatan pada setiap pertemuannya, serta menyesuaikannya dengan
penjadwalan di masing-masing satuan pendidikan. Lihat Lampiran
10 untuk melihat cara pengembangan RPP per jenis teks dan per
bentuk teks.
Sama halnya dengan silabus, presentasi RPP merupakan
kompilasi hasil kerja yang cermat dari setiap komponennya. Jika
masing-masing sudah dilaksanakan dengan baik, maka tidak sulit
lagi untuk memasukkannya dalam format RPP, dalam bentuk uraian
atau pun matrix.
197
WISE WORDS
Confidence never comes
from having all the answers; it
comes from being open to
all the
BAB XI
KESIMPULAN
uku ini telah memberikan panduan praktis untuk
pengembangan program pembelajaran, mulai dari upaya untuk
dapat memahami SK dan KD, mengamati secara kritis permasalahan
pembelajaran Bahasa Inggris dalam buku teks yang digunakan di
sekolah, membuat tinjauan pustaka membahas pengembangan
keterampilan literasi, menentukan dan merumuskan SK dan KD,
Tujuan Pembelajaran, dan IPK, mengembangkan materi ajar dan
sumber belajar, merencanakan metode dan kegiatan pembelajaran,
merencanakan penilaian hasil belajar, sampai yang terakhir adalah
mengembangkan silabus dan RPP.
Banyak hal yang telah kita pelajari dalam upaya untuk
mengidentifikasi dan merumuskan setiap aspek pembelajaran
tersebut di atas. Hal ini disebabkan adanya tuntutan untuk
menghasilkan pemikiran-pemikiran baru yang inovatif yang sesuai
dengan tuntutan jaman yang berubah dengan cepat. Tantangan ini
memang harus dihadapi dengan komitmen semata-mata untuk
perbaikan kualitas generasi penerus bangsa ini. Permasalahan yang
dihadapi pendidikan Bahasa Inggris di Indonesia memang sangat
kompleks dan melibatkan banyak unsur yang masing-masing
memiliki masalahnya sendiri-sendiri.
198
Perubahan hanya dapat dimulai dari diri sendiri, langkah demi
langkah, sedikit demi sedikit. Perubahan mendasar memang
memerlukan pemikiran yang jauh melangkah ke depan. Namun
dalam mencapai impian tersebut, kita tetap harus berpijak pada
kenyataan dan kemampuan yang ada, sehingga setiap langkah akan
dapat terlampaui dengan baik dan profesional, dilandasi pemikiran
yang hati-hati. Keinginan untuk mencapai impian secara cepat
seringkali menimbulkan kekecewaan terhadap diri sendiri dan
lingkungan serta keputus-asaan yang akan mematikan motivasi dan
semua usaha yang telah dilakukan.
Kerjasama dalam bentuk tim yang kokoh akan membuahkan
hasil yang jauh lebih baik daripada sekedar kumulasi kerja para
anggotanya. Tingkat kemampuan rata-rata yang terkumpul dalam
satu tim yang solid akan menjadi kekuatan yang jauh lebih besar
dibandingkan dengan kumulasi individu-individu super yang bekerja
sendiri-sendiri.
Penggunaan sumber-sumber mutakhir adalah suatu
keniscayaan untuk mewujudkan pendidikan Bahasa Inggris yang
berkualitas di Indonesia. Perbaikan mutu pembelajaran sudah tidak
seharusnya tergantung pada pelatihan dengan nara sumber
tertentu, tetapi melalui berbagai kegiatan ilmiah seperti penelitian,
seminar, diskusi, dsb., di mana para pendidik akan dihadapkan pada
tuntutan untuk meningkatkan mutu pendidikannya berdasarkan
rujukan-rujukan yang dapat dipertanggung-jawabkan.
199
GLOSARIUM
Badan Standar nasional Pendidikan (BSNP)
: badan mandiri dan
independen yang bertugas mengembangkan, memantau pelaksanaan, dan mengevaluasi standar nasional pendidikan
Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK)
: perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan
Kompetensi Dasar (KD)
: sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam suatu pelajaran
Kurikulum : seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
: kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus.
Materi Ajar : memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi
Metode Pembelajaran
: digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikatoryang telah ditetapkan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
: dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai KD. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan
200
bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik
Silabus : acuan pengembangan RPP memuat identitas mata pelajaran atau tema pelajaran, SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar
Standar Isi (SI) : ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam criteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu
Standar Kompetensi (SK)
: kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran
Standar Kompetensi Lulusan (SKL)
: kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Standar Nasional Pendidikan (SNP)
: Kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia
Standar Proses : standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan
Tujuan Pembelajaran
: menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar
201
REFERENSI
Alford,J. (2001) Critical literacy and second language learning in the mainstream classroom: an elusive nexus? Pp. 127-139. In P. Singh and E. McWilliam (eds), Designing Educational Researchs: Theories, Methods and Practices. Flaxton, Australia: Post Pressed.
Brown, H. D. (2004). Language assessment: principles and classroom practices. White Plains: Longman.
Celce-Murcia, M., Z. Dornyei, S. Thurrell. (1995). Communicative Competence: A Pedagogically Motivated Model with Content Specifications. In Issues in Applied Linguistics, 6/2, pp 5-35.
Cruickshank, D. R.., Jenkins, D. B., dan Metcalf, K. K. (2006). The act of teaching. Boston: Pearson.
Diaz, C. F., Pelletier, C. M., dan Provenszo Jr., E. F. (2006). Touch the future: teach!. Boston: Pearson.
English language syllabus 2001, For Primary and Secondary Schools: Curriculum Planning and Development Division, Ministry of Education, Singapore. 2001
Fried-Booth, D. L. (2002). Project work. Oxford: Oxford University Press.
Gerrot, L. dan Wignell, P. (1994). Making sense of functional grammar. Sydney: AEE.
Ginsburg, H.P. & Opper, S. (1988). Piaget's theory of intellectual development. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall.Hadfield, J. (1992). Classroom dynamics. Oxford: Oxford University Press.
Halliday, M.A.K. (1993). Towards a language-based theory of learning. Linguistic and Education 5. Hal. 93-116.
Harmer, J. (1991). The practice of English language teaching. London: Longman.
Harushimana, I. (2008). Literacy through Gaming: The Influence of Videogames on the Writings of High School Freshman Males. Journal of Literacy and Technology Volume 9, Number 2: August 2008
Kirkpatrick, A. (2006). Teaching English Across Cultures: What do English language teachers need to know to know how to teach English. EA Journal Volume 23 No 2. Dapat diakses di http://www.englishaustralia.com.au/index.cgi?E=hcatfuncs&PT=sl&X= getdoc&Lev1 =pub_jour_23_&Lev2 =EAJ_23_2_kir
Kell, Peter. (2004) Appropriating English: The Global Business of Teaching English in South East Asia. This paper was presented to the 15th Biannual Conference of the Asian Studies Association of Australia at Canberra 29 June- 2 July 2004. It has been peer reviewed and appears in the conference proceedings website by
202
permission of the author who retains copyright. The paper may be downloaded for fair use under the Copyright Act (1954), its later amendments and other relevant legislation. Tersedia di …
Natasa Milosavljevic, Dragana Spasic, Boris Djindji and Aleksandar Visnjic (2007). Literacy and foreign language teaching as key factors for socio-economic adaptation of students’ population: characteristics of literacy among different departments at the faculty of medicine. Acta Medica Medianae 2007;46(1):5-10. Tersedia di www.medfak.ni.ac.yu/amm
Peyton, K. dan Reed, L. (1990). Dialogue journal writing with nonnative English speakers. Washington: Office of English Language Program, United States Department of States.
Piaget, J. (1985). The equilibration of cognitive structure: the central problem of intellectual development. Chicago: The University of Chicago Press.
Vygotsktsky, L. S. (1978). Mind in society: the development of higher Psychological processes. Cambridge: Harvard University Press.
Watts-Taffe, S. dan Truscott, D. M. (2000) Focus on Research: Using What We Know about Language and Literacy Development for ESL Students in the Mainstream Classroom. Language Arts, 7(3).
Wiggins, G. dan McTighe, J. (2005). Understanding by design. Boston: Pearson.
Gambar dan Ilustrasi
Semua gambar adalah clipart dari Microsoft yang diakses di http://office.microsoft.com/en-us/clipart/default.aspx
203
INDEX
Alford, 67, 70, 213attention, 80Bandura, 77, 80, 82, 168berbicara, 33, 41, 42, 52, 65, 84, 85, 86,
96, 97, 112, 126, 158, 167, 169, 173, 175, 188, 190, 192
Brown, 190, 191, 196Buku Standar Elektronik, 156buku teks, 5, 7, 10, 15, 24, 33, 56, 73, 75,
76, 111, 113, 117, 130, 138, 141, 142, 147, 151, 152, 153, 154, 155, 156, 157
Callaghan and Rothery, 73Christie, 70communicative events, 71descriptive, 2, 54, 72, 74, 89, 90, 106,
107, 114, 115, 119, 121, 136, 150, 152, 173
distinctive, 81Feez, 73Freebody dan Luke, 67fungsi sosial, 73, 74, 107, 114, 127, 128,
129, 130, 131, 138, 139, 156, 175, 184, 187, 188, 190, 195, 200, 201
fungsional, 9, 12, 54, 66, 68, 72, 73, 74, 87, 89, 90, 93, 99, 101, 104, 106, 112, 113, 127, 129, 138, 150, 151, 172, 175, 178, 180, 181, 195, 207, 209
genre, 2, 69, 70, 71, 72, 73, 81, 84, 89, 92, 93, 96, 97, 99, 100, 101, 103, 105, 106, 114, 127, 137, 139, 187, 190
Halliday, 64, 65, 213Hammond, dkk, 73Hardy dan Klarwein, 73Indikator Pencapaian Kompetensi,
13Instrumen penilaian, 189, 194interpersonal, 3, 9, 54, 74, 86, 89, 93, 97,
98, 101, 102, 103, 104, 106, 107, 108, 109, 110, 111, 119, 122, 123, 127, 128, 131, 135, 138, 140, 143, 147, 150, 151, 171, 173, 175, 176, 177, 178, 180, 181, 195, 207, 209
jurnal, 56, 111, 194, 196, 197, 198, 199kaidah kebahasaan, 74, 160KECAKAPAN HIDUP, 6, 156
kegiatan belajar, 16, 19, 25, 26, 28, 33, 34, 35, 37, 40, 42, 57, 158, 162, 165, 166, 182, 184
kegiatan komunikatif, 1, 3, 40, 78, 81, 85, 87, 107, 125, 126, 139, 181
kegiatan mandiri terstruktur, 57, 206
kegiatan mandiri tidak terstruktur, 57
Kegiatan Pembelajaran, 13Kern, 65keterampilan literasi, 65, 66, 68, 73,
77, 105, 134, 135, 137, 139, 158, 164, 166, 167, 181, 183, 187, 197, 207, 211
Keterampilan Literasi, 12Kirkpatrick, 63, 64, 213Kompetensi Dasar, 1, 12, 53konsultasi atau interview, 194kurikulum tingkat satuan
pendidikan, 8, 44learning by doing, 95, 119, 136, 137,
139, 166Listening, 15, 16lembar kerja siswa, 5, 7, 10macroskills, 190Martin, 70, 71, 72materi, 1, 5, 56, 75, 76, 81, 82, 86, 91, 121,
133, 134, 135, 137, 138, 151, 155, 166, 168, 173, 186, 191, 193, 196, 204, 205, 211
Materi Ajar, 13media, 56, 75, 141, 152, 153, 155, 157,
158, 159, 160, 161, 162, 163membaca, 2, 3, 10, 12, 18, 19, 22, 23, 25,
26, 27, 30, 36, 37, 41, 42, 52, 66, 77, 84, 85, 96, 104, 111, 112, 119, 121, 126, 134, 136, 140, 143, 145, 146, 149, 158, 166, 167, 169, 172, 173, 178, 188, 190
mendengarkan, 19, 22, 39, 52, 85, 86, 96, 97, 112, 143, 167
menulis, 25, 26, 30, 31, 41, 52, 66, 84, 85, 96, 111, 112, 126, 134, 136, 158, 167, 169, 188, 190
metode, 5, 12, 77, 164, 165, 166, 167, 168, 172, 173, 174, 204, 205, 211
Metode, 13, 76, 164, 172Miller,, 70
204
Milosavljevic, 64, 214monolog, 54, 89, 90, 98, 106, 112, 119,
129, 130, 136, 172, 173, 178motivation, 80multiple literacy, 65narrative, 2, 54, 72, 74, 106, 107, 114,
115, 120, 136, 150, 152, 173observational learning, 80, 139, 168otentik, 10, 33, 106, 113, 142, 146, 147,
148, 150, 153, 154, 155, 157, 160, 169, 173, 189, 191, 192, 194, 198
pengamatan atau observasi, 194penilaian diri, 194, 199penilaian hasil belajar, 5, 50, 186, 187,
204, 205, 211Penilaian Hasil Belajar, 13penilaian sejawat, 194, 199penugasan terstruktur, 57Piaget, 77, 78, 79, 82, 213, 214portofolio, 152, 179, 194, 195, 196, 197,
198, 199positive, 81practice, 18, 23, 75, 213presentation, 75prevalent, 81problem solving, 77procedure, 2, 54, 72, 74, 89, 90, 106, 107,
116, 121, 150, 153production, 75proses pembelajaran, 3, 4, 5, 7, 8, 11,
13, 15, 16, 24, 34, 43, 46, 57, 58, 59, 67, 68, 74, 76, 77, 80, 84, 88, 90, 91, 104, 118, 119, 121, 136, 138, 139, 140, 143, 145, 147, 148, 151, 152, 153, 155, 156, 165, 169, 170, 177, 179, 182, 187, 192, 193, 197, 199, 200, 204, 205, 209
recount, 2, 54, 72, 106, 107, 114, 116, 120, 135, 136, 150, 152, 173
remedial, 76rencana pelaksanaan
pembelajaran, 12report, 2, 54, 72, 106, 107, 117, 120, 136,
150, 153, 160, 173reproduction, 80retention, 80Robinson dan Elsden, 70rubrik, 194, 200, 201, 202scaffolding, 110
self-evaluation, 196silabus, 12, 13, 45, 84, 85, 91, 93, 100,
118, 204, 205, 206, 207, 208, 209, 210, 211
sistem kredit semester, 57sistem paket, 56, 57social learning theory, 80Speaking, 15, 16Standar Isi, 1, 35, 53, 118Standar Kompetensi, 1, 12, 53Standar Kompetensi Lulusan, 1standar nasional pendidikan, 45, 49,
51Standar Proses, 58, 90, 92, 118, 119,
124, 164, 182, 205, 207sumber belajar, 5, 6, 10, 56, 60, 69, 76,
121, 133, 138, 140, 141, 142, 151, 154, 157, 158, 159, 161, 204, 205, 211
Sumber Belajar, 13Swales, 70, 71tatap muka, 57, 76, 109, 111, 165, 169,
182, 206teks, 2, 5, 6, 7, 9, 18, 33, 36, 37, 55, 66, 67,
69, 71, 72, 74, 78, 82, 84, 87, 89, 90, 92, 93, 96, 97, 98, 99, 100, 101, 102, 103, 104, 105, 106, 108, 110, 112, 113, 114, 115, 116, 117, 119, 121, 126, 127, 128, 129, 130, 131, 134, 135, 136, 138, 139, 140, 141, 142, 143, 144, 146, 147, 148, 149, 150, 151, 153, 154, 155, 156, 157, 158, 159, 160, 161, 162, 166, 167, 168, 169, 170, 171, 172, 173, 177, 178, 179, 183, 184, 187, 194, 197, 200, 207, 209
The New London Group, 65the zone of proximal development,
79, 145, 168transaksional, 3, 9, 54, 74, 86, 89, 93, 97,
98, 101, 102, 106, 107, 108, 110, 111, 119, 127, 128, 131, 135, 136, 138, 140, 143, 147, 150, 151, 171, 173, 175, 176, 177, 178, 180, 181, 195, 207, 209
unjuk kerja, 194unsur dan struktur makna, 74, 128,
131, 138, 184, 189, 190, 200, 201useful, 81Vygotsky, 63, 64, 77, 79, 80, 82, 145, 149Watts-Taffe dan Truscott, 64
205