Outsourcing, Kelebihan dan Kelemahan dalam Pengembangan...
Transcript of Outsourcing, Kelebihan dan Kelemahan dalam Pengembangan...
Outsourcing, Kelebihan dan Kelemahan dalam Pengembangan
Sistem Informasi Manajemen
TUGAS MATA KULIAH
SISTEM INFORMASI MANAJEMEN
DISUSUN OLEH:
DWI WIDODO PRIMANTORO
K25161122 – E63
Dosen:
Dr. Ir. Imam Arif Suroso, M.Sc
SEKOLAH PASCASARJANA
SEKOLAH BISNIS INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FEBRUARI
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Teknologi Informasi senantiasa berkembang dengan pesat. Keberadaan Teknologi Informasi
telah mentransformasi kehidupan manusia, misalnya dengan munculnya teknologi web,
multimedia, mobile dan jaringan sosial. Perkembangan teknologi tersebut tentunya berpengaruh
terhadap kegiatan bisnis, manajemen, pemerintahan, pendidikan, dan sebagainya. Teknologi
informasi adalah salah satu komponen bisnis dengan perkembangan yang sangat pesat. Selain
itu, teknologi informasi juga merupakan sumberdaya bisnis yang sangat vital bagi perusahaan
sehingga harus dikelola dengan sangat baik karena dapat menentukan keberhasilan atau malah
menyebabkan kegagalan dalam penerapan strategi bisnis suatu perusahaan. Oleh sebab itu,
pengelolaan Sistem Informasi (SI) dan Teknologi Informasi (TI) yang mendukung proses bisnis
perusahaan menjadi tantangan tersendiri, baik bagi manajer bisnis dan TI maupun kalangan
profesional.
Sistem informasi dalam suatu pemahaman yang sederhana dapat didefinisikan sebagai satu
sistem berbasis komputer yang menyediakan informasi bagi beberapa pemakai dengan
kebutuhan yang serupa. Para pemakai biasanya tergabung dalam suatu entitas organisasi formal,
seperti perusahan yang dapat dijabarkan menjadi Divisi, Kantor Cabang, Unit atau Bagian
sampai pada unit terkecil dibawahnya. Informasi menjelaskan mengenai organisasi atau salah
satu sistem utamanya mengenai apa yang telah terjadi di masa lalu, apa yang sedang terjadi
sekarang dan apa yang mungkin akan terjadi dimasa yang akan datang tentang organisasi atau
perusahaan tersebut.
Pengembangan sistem informasi dalam perusahaan dapat dilakukan melalui tiga metode yaitu
in-sourcing, co-sourcing, dan out-sourcing. Perusahaan harus berhati-hati dalam hal pemilihan
alternatif pengembangan sistem informasi yang tepat. Kesalahan di dalam pemilihan alternatif
akan menyebabkan investasi yang telah dilakukan serta waktu yang terpakai akan menjadi sia-
sia. Perusahaan dapat membandingkan advantage dan disadvantage dari ketiga alternatif
tersebut.
Salah satu cara yang kini populer diterapkan untuk mengelola fungsi SI dan TI perusahaan
adalah dengan mengadopsi sistem outsourcing. Sebelumnya, perusahaan cenderung untuk
merencanakan, mengembangkan, mengoperasikan dan memelihara sistem informasinya sendiri.
Namun, tren ini mulai berubah sejak beberapa perusahaan di negara-negara maju menyadari
bahwa mereka harus lebih fokus dalam menjalankan bisnis utamanya dan menyerahkan
aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan TI, seperti pemrograman software, kegiatan
operasional harian, pemeliharaan, dan lain-lain kepada perusahaan TI profesional. Outsourcing
tampaknya semakin diminati oleh sebagian besar perusahaan mengingat sering tidak jelasnya
prospek dunia usaha yang ditandai dengan perubahan yang sangat cepat baik dari sisi demand,
pasar maupun teknologi. Penggunaan outcourcing dalam pengembangan sistem informasi salah
satu contohnya diperbankan mempunyai dampak positif seperti tercapainya efisiensi biaya,
vendor biasanya lebih munguasai bidangnya secara detail, tidak tersedia ahlinya di perusahaan
tersebut dan lain-lain.
1.2 Tujuan
Tujuan dibuatnya paper ini adalah untuk mengetahui pengembangan Sistem Informasi secara
Outsourcing di Indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 SISTEM INFORMASI (SI)
Sistem informasi merupakan suatu tatanan yang terorganisasi dalam pengaturan sumber daya
yang ada yang meliputi pengumpulan data lalu mengolahnya sehingga bisa dengan mudah untuk
dikonsumsi dan lebih mudah dalam hal penyebarannya. Lebih jauh yang meliputi sumber daya
meliputi: manusia, hardware, software, data dan jaringan yang terdapat di dalamnya[1].
Komponen Sistem Informasi antara lain :
1. Manusia (Brainware)
Sumberdaya manusia meliputi pengguna akhir (end users) dan pengelola sistem (sistem
information managing team). Pengguna akhir adalah meraka yang menggunakan sistem
informasi ataupun informasinya saja, dapat berupa individu ataupun organisasi. Sedangkan
pengelola sistem adalah mereka yang membangun, mengoperasikan, dan merawat sistem
informasi.
2. Perangkat Keras (Hardware)
Sumberdaya perangkat keras mencakup mesin pengolah (processing machine), repositori
(media penyimpanan) data (memory), pencetak informasi, dan unit Input/Output
(peripherals) seperti scanner, stylus pen, camera, digitizer, mouse, light pen, key-board,
terminals (monitors), printer, plotter, microphone, speaker, modem, data display. Suatu
sistem informasi yang menggunakan basis sistem komputer sebagai processing machine,
lebih dikenal dengan istilah CBIS (Computer-Based Information Sistem). Dalam paper ini
konteks diskusi kita adalah CBIS.
3. Perangkat Lunak (Software)
Sumberdaya perangkat lunak mencakup sekumpulan aturan-aturan atau panduan untuk
kelangsungan aktivitas sistem informasi, progam aplikasi komputer, program
pengembangan, dan program sistem operasi (Operating Sistem Software).
4. Jaringan (Netware)
Sumberdaya jaringan meliputi seluruh sarana untuk telekomunikasi yang meliputi media
telekomunikasi, prosesor telekomunikasi, aliran (jalur) telekomunikasi, topologi & aturan
(protokol) telekomunikasi, keamanan serta zona telekomunikasi.
5. Data (Dataware)
Sumberdaya data meliputi semua fakta-fakta hasil pengukuran, pengamatan, perhitungan,
atau transaksi yang perlu dihimpun dan disimpan untuk mendukung keseluruhan aktivitas
sistem informasi. Informasi berbeda dari data. Informasi adalah data yang telah diolah dan
disajikan dalam konteks yang bermanfaat bagi pengguna. Oleh sebab itu untuk menentukan
data apa yang harus dihimpun dan disimpan, tergantung dari informasi apa yang diperlukan
oleh pengguna maupun pengelola sistem informasi. Data yang dihimpun dapat berupa teks,
citra (image), audio, atau video atau gabungan dari data-data tersebut yang dikenal dengan
data multimedia.
6. Input
Kegiatan yang meliputi penangkapan dan menyusunan elemen elemen untuk dimasukkan
dalam sistem dan diproses
7. Proses
Kegiatan yang meliputi proses transformasi yang mengubah input menjadi output
8. Output
Kegiatan yang meliputi penyampaian elemen yang diproduksu oleh sebuah proses
transformasi menuju tujuan akhir
9. Data Store
Data yang diolah wajib disimpan dalam suatu basis data atau database karena dapat
digunakan untuk keperluan penyediaan informasi lebih lanjut. Data di dalam basis data perlu
diorganisasikan dengan baik agar dapat menghasilkan informasi yang berkualiatas dan
berguna juga untuk efisiensi kapasitas penyimpanan. Basis data diakses atau dimanipulasi
menggunakan perangkat lunak yang disebut DBMS (Database Management Sistem).
10. Sistem Kontrol
Pengendalian kelangsungan suatu sistem perlu diterapkan dan dimonitoring untuk
meyakinkan bahwa sistem berjalan dengan normal dan baik sehingga jika terjadi bugs
ataupun error, hal tersebut dapat segera diperbaiki agar kegiatan operasional berjalan
lancer[2].
2.2 PENGERTIAN INSOURCING, COSOURCING DAN OUTSOURCING
Pengembangan sistem informasi dalam perusahaan dapat dilakukan melalui tiga metode yaitu
in-sourcing, co-sourcing, dan out-sourcing. Perusahaan harus berhati-hati dalam hal pemilihan
alternatif pengembangan sistem informasi yang tepat. Kesalahan di dalam pemilihan alternatif
akan menyebabkan investasi yang telah dilakukan serta waktu yang terpakai akan menjadi sia-
sia.
INSOURCING
Insourcing adalah memaksimalkan potensi karyawan dalam perusahaan untuk dipekerjakan di
dalam maupun di luar perusahaan berdasarkan kompetensi dan minat karyawan itu sendiri dan
difasilitasi oleh perusahaannya. Insourcing bisa dalam bentuk bekerja di luar perusahaan secara
fulltime atau temporary. Kompensasi yang diterima juga mengikuti pola tersebut. Artinya
mereka akan dibayar secara penuh oleh perusahaan yang menggunakannya, atau sharing dengan
perusahaan asalnya atau perusahaan asal hanya menanggung selisih gaji (Zilmahram, 2009).
Insourcing juga dapat didefinisikan sebagai transfer pekerjaan dari satu organisasi ke organisasi
lain yang terdapat di dalam perusahaan. Selain itu, Insourcing dapat pula diartikan dengan suatu
organisasi yang membangun fasilitas atau sentra bisnis baru yang mengkhususkan diri pada
layanan atau produk tertentu. Dalam kaitannya dengan TI, Insourcing merupakan delegasi dari
suatu pekerjaan ke pihak yang ahli (spesialis TI) dalam bidang tersebut dalam suatu
perusahaan[8].
COSOURCING
Cosourcing dapat diartikan sebagai usaha untuk mempekerjakan (hiring) para ahli atau staff
untuk kepentingan perusahaan. Namun dalam arti luas dapat diartikan sebagai hubungan kerja
sama dalam jangka waktu lama (long-term relationship) dan jika diasosiasikan dengan nilai-
nilai luhur maka dapat dikategorikan pada partnership dari pada penyedia (vending).
Pelaksanaan strategi cosourcing oleh suatu perusahaan pada dasarnya dipengaruhi oleh
meningkatnya kegiatan bisnis suatu perusahaan dimana pada satu sisi perusahaan dihadapkan
pada adanya keterbatasan SDM internal dari segi kuantitas maupun kualitas knowledge yang
dimilikinya dalam menangani sistem informasi manajemen tersebut secara baik (efektif dan
efisien). Strategi ini lebih terarah pada performa bisnis yang dilaksanakan setiap perusahaan.
Trend globalisasi dan tantangan yang semakin besar pada lingkungan yang membutuhkan
fleksibilitas, perkembangan berkelanjutan dan fokus kepada kompetensi inti perusahaan
merupakan penyebab perusahaan memilih strategi cosourcing.
OUTSOURCING
Outsourcing merupakan penyerahan tugas atau pekerjaan yang berhubungan dengan
operasional perusahaan ataupun pengerjaan proyek kepada pihak ketiga atau perusahaan ketiga
dengan menetapkan jangka waktu tertentu dan biaya tertentu dalam proses pengembangan
proyeknya. Outsourcing TI atau pengadaan sarana dan jasa TI oleh pihak ketiga merupakan
kebijakan strategis perusahaan yang berpengaruhterhadap proses bisnis dan bentuk dukungan
TI yang akan diperoleh.
Strategi outsourcing didefinisikan sebagai pelayanan jasa yang dilakukan oleh perusahaan
penyedia jasa kepada perusahaan klien atau tindakan mendelegasikan sebagian atau keseluruhan
dari teknologi perusahaan kepada pihak eksternal diluar perusahaan. Outsourcing adalah
fenomena di mana sebuah organisasi (klien) menyerahkan pengambilan keputusan tentang
infrastruktur IT pada organisasi eksternal. Beberapa alasan strategis utama suatu perusahaan
melakukan outsourcing adalah untuk:
a) Meningkatkan fokus bisnis sehingga dengan outsourcing maka perusahaan bisa lebih fokus
pada bisnis utamanya dan membiarkan sebagian operasionalnya dikerjakan oleh pihak lain.
b) Membagi risiko operasional sehingga dengan outsourcing maka risiko operasional
perusahaan bisa terbagi kepada pihak lain.
c) Sumber daya perusahaan yang ada bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan yang lainnya
sehingga dengan melakukan outsourcing, staf yang ada bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan
yang lebih strategis atau yang lain[3].
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Perkembangan Sistem Informasi secara Outsourcing di Indonesia
Menurut O‟Brien dan Marakas (2010) dalam bukunya “Introduction to Information Systems”,
istilah outsourcing dalam arti luas adalah pembelian sejumlah barang atau jasa yang semula
dapat dipenuhi oleh internal perusahaan tetapi sekarang dengan memanfaatkan mitra
perusahaan sebagai pihak ketiga. Dalam kaitannya dengan TI,outsorcing digunakan untuk
menjangkau fungsi TI secara luas dengan mengontrak penyedia layangan eksternal[2].
Outsourcing TI juga dapat diterjemahkan dengan penyediaan tenaga ahli yang profesional di
bidang TI untuk mendukung dan memberikan solusi guna meningkatkan kinerja perusahaan.
Hal ini dikarenakan sering kali suatu perusahaan mengalami kesulitan untuk menyediakan
tenaga TI yang berkompeten dalam mengatasi kendala-kendala TI maupun operasional kantor
sehari-hari (www.midas-solusi.com). Jadi,outsourcing adalah pemberian sebagian pekerjaan
yang tidak bersifat rutin (temporer) dan bukan inti perkerjaan di sebuah organisasi/perusahaan
ke pihak lain atau pihak ketiga.
Alasan Perusahaan Melakukan Outsourcing
Menurut Rahardjo (2006), outsourcing sudah tidak dapat dihindari lagi oleh perusahaan.
Berbagai manfaat dapat dipetik dari melakukan outsourcing, seperti penghematan biaya (cost
saving), perusahaan bisa memfokuskan diri pada kegiatan utamanya (core business), dan akses
pada sumber daya (resources) yang tidak dimiliki oleh perusahaan. Alasan yang sama juga
dikemukakan dalam www.outsource2india.com dimana kebanyakan organisasi memilih
outsourcing karena mendapatkan keuntungan dari biaya rendah (lower costs) dan layanan
berkualitas tinggi (high-quality services).
Selain itu, outsourcing juga dapat membantu organisasi dalam memanfaatkan penggunaan
sumber daya, waktu dan infrastruktur mereka dengan lebih baik. Outsourcing juga
memungkinkan organisasi untuk mengakses modal intelektual, berfokus pada kompetensi inti,
mempersingkat waktu siklus pengiriman dan mengurangi biaya secara signifikan. Dengan
demikian, organisasi akan merasa outsourcing merupakan strategi bisnis yang efektif untuk
membantu meningkatkan bisnis mereka.
“Outsourcing is the act of transferring some of company’s recurring internal activities and
decision rights to outsider provider, as set forth in a contract. Because the activities are
recurring and a contract is used, outsourcing goes beyond the use of consultants. As a matter
of practice, not only are the activities transferred, but the factor of production and decision
right often are, too. Factors of production are the resources that make the activities occur and
include people, facilities, equipment, technology and other assets. Decision rights are
responsibilities for making decision over certain elements of the activities transferred[4].”
Beberapa pakar serta praktisi outsourcing (alih daya) dari Indonesia juga memberikan definisi
mengenai outsourcing, antara lain menyebutkan bahwa outsourcing dalam bahasa Indonesia
disebut sebagai alih daya, adalah pendelegasian operasi dan manajemen harian dari suatu proses
bisnis kepada pihak luar (perusahaan jasa outsourcing)[ uwondo, Chandra. “Outsourcing;
Implementasi di Indonesia” Elex Media Computindo: 2. , Jakarta.]. Pendapat serupa juga
dikemukakan oleh Muzni Tambusai, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang mendefinisikan pengertian outsourcing (alih
daya) sebagai memborongkan satu bagian atau beberapa bagian kegiatan perusahaan yang
tadinya dikelola sendiri kepada perusahaan lain yang kemudian disebut sebagai penerima
pekerjaan[ambusai, Muzni. “Pelaksanaan Outsourcing (alih daya) Ditinjau dari Aspek Hukum
Ketenagakerjaan Tidak Mengaburkan Hubungan Industrial.” [5]
Dalam outsourcing, outsourcer dan mitra outsourcing-nya memiliki hubungan yang lebih besar
jika dibandingkan dengan hubungan antara pembeli dan penjual. Hal ini dikarenakan outsourcer
mempercayakan informasi penting perusahaan kepada mitraoutsourcing-nya. Salah satu kunci
kesuksesan dari outsource adalah kesepakatan untuk membuat hubungan jangka panjang (long
term relationship) tidak hanya kepada proyek jangka dekat. Alasannya sangat sederhana, yaitu
outsourcer harus memahami proses bisnis dari perusahaan. Perusahaan juga akan menjadi
sedikit tergantung kepadaoutsourcer (Rahardjo, 2006). Saat ini, outsourcing tidak lagi terbatas
pada outsourcinglayanan TI tetapi juga sudah merambah ke bidang jasa keuangan, jasa
rekayasa, jasa kreatif, layanan entry data dan masih banyak lagi.
Keuntungan Dan Kelemahan Dari Outsourcing
Menurut Pasaribu (2010), Hal-hal yang menjadi pertimbangan perusahaan dalam
memilihoutsourcing adalah: harga, reputasi yang baik dari pihak provider outsourcing, tenaga
kerja yang dimiliki oleh pihak provider outsourcing, pengetahuan pihak provider mengenai
bentuk dari kegiatan bisnis perusahaan, pengalaman pihak provider outsource, eksistensinya,
dan lain-lain.
Adapun beberapa keuntungan dari pengelolaan SI dan TI dengan sistem outsourcing antara lain:
a) Biaya menjadi lebih murah karena perusahaan tidak perlu membangun sendiri fasilitas SI
dan TI.
b) Memiliki akses ke jaringan para ahli dan profesional dalam bidang SI/TI.
c) Perusahaan dapat mengkonsentrasikan diri dalam menjalankan dan mengembangkan bisnis
intinya, karena bisnis non-inti telah didelegasikan pengerjaannya melalui outsourcing.
d) Dapat mengeksploitasi skill dan kepandaian dari perusahaan outsource dalam
mengembangkan produk yang diinginkan perusahaan.
e) Mempersingkat waktu proses karena beberapa outsourcer dapat dipilih sekaligus untuk
saling bekerja sama menyediakan layanan yang dibutuhkan perusahaan.
f) Fleksibel dalam merespon perubahan SI yang cepat sehingga perubahan arsitektur SI berikut
sumberdayanya lebih mudah dilakukan karena perusahaan outsource SI pasti memiliki
pekerja TI yang kompeten dan memiliki skill yang tinggi, serta penerapan teknologi terbaru
dapat menjadi competitive advantage bagi perusahaanoutsource.
g) Meningkatkan fleksibilitas untuk melakukan atau tidak melakukan investasi.
Selain keuntungan-keuntungan di atas, pengelolaan SI dan TI dengan sistem outsourcing juga
memiliki kelemahan, diantaranya:
a. Kehilangan kendali terhadap SI dan data karena bisa saja pihak outsourcer menjual data dan
informasi perusahaan ke pesaing.
b. Adanya perbedaan kompensasi dan manfaat antara tenaga kerja internal dengan tenaga kerja
outsourcing.
c. Mengurangi keunggulan kompetitif perusahaan karena pihak outsourcer tidak dapat
diharapkan untuk menyediakan semua kebutuhan perusahaan karena harus memikirkan
klien lainnya juga.
d. Jika menandatangani kontrak outsourcing yang berjangka lebih dari 3 tahun, maka dapat
mengurangi fleksibilitas seandainya kebutuhan bisnis berubah atau perkembangan
teknologi yang menciptakan peluang baru dan adanya penurunan harga, maka perusahaan
harus merundingkan kembali kontraknya dengan pihakoutsourcer.Ketergantungan dengan
perusahaan pengembang SI akan terbentuk karena perusahaan kurang memahami SI/TI
yang dikembangkan pihak outsourcer sehingga sulit untuk mengembangkan atau
melakukan inovasi secara internal di masa mendatang.
3.2 Penerapan Outsourcing di Indonesia
Sejarah penerapan sistem outsourcing di Indonesia sudah dimulai sejak zaman Hindia Belanda
berkuasa di Indonesia melalui perusahaan-perusahaan Hindia Belanda yang ada pada waktu itu.
Salah satunya adalah perusahaan Deli Planters Vereeniging. Seiring maraknya sistem tanam
paksa (monokultur) seperti tebu, kopi, tembakau, sekitar tahun 1879, pemerintah kolonial
Hindia Belanda membuat program besar-besaran dalam upaya menghasilkan barang-barang
devisa di pasar internasional. Salah satu upayanya adalah membuka investasi di sektor
perkebunan di daerah Deli Serdang. Kebijakan itu diatur oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda
dalam peraturan No. 138 tentang Koeli Ordonantie. Peraturan tersebut kemudian direvisi lagi
dengan dikeluarkannya surat keputusan Gubernur Jendral Pemerintah Hindia Belanda Nomor
78.
Peraturan tersebut dikeluarkan untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif seraya
membuka lapangan kerja bagi para penganggur yang miskin. Regulasi ini kemudian mampu
mendorong laju investasi sektor perkebunan tembakau di Deli sesuai regulasi yang sudah
dikeluarkan yang mengatur tentang ketentuan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja (koeli)
perkebunan maka pada tahun 1879 dibentuklah organisasi yang diberi nama „Deli Planters
Vereeniging.„
Organisasi tersebut bertugas untuk mengordinasikan perekrutan tenaga kerja yang murah.
Selanjutnya, Deli Planters Vereeniging ini membuat kontrak dengan sejumlah biro pencari
tenaga kerja untuk mendatangkan buruh-buruh murah secara besar-besaran terutama dari daerah
Jawa Tengah dan Jawa Timur[6]. Deli Planters Vereeniging pada waktu itu bekerjasama dengan
para Lurah, para Kepala Desa, para calo tenaga kerja, untuk mengangkut kaum Bumi Putra
meninggalkan kampung halamannya menuju tanah perkebunan. Mereka kemudian diangkut ke
Batavia, dan di Batavia mereka wajib “menandatangani” perjanjian kontrak yang saat itu disebut
sebagai Koeli Ordonantie.
Setelah tiba di perkebunan (onderneming), para koeli orang Jawa tersebut dipekerjakan di
bawah pengawasan mandor yang bertanggung-jawab atas disiplin kerja. Para mandor ini
mendapatkan upah sebesar 7,5% dari hasil kelompok upah para koeli yang dipimpinnya. Pada
umumnya, para pemilik perkebunan menerapkan suatu bentuk organisasi dengan hirarki dimana
kinerja para mandor ini diawasi oleh mandor kepala, dan selanjutnya para mandor kepala ini
diawasi oleh asisten pengawas. Para asisten pengawas ini bertanggungjawab kepada
administratur perkebunan. Selanjutnya, para administratur bertanggungjawab kepada tuan
juragannya, yaitu para investor yang memiliki perkebunan itu.
Pada masa itu, yang paling berpengaruh dan paling berkuasa atas para koeli adalah para atasan
langsungnya yaitu para mandor dan mandor kepala, mereka ini yang paling sering melakukan
pemerasan terhadap para koeli. Begitu berkuasanya sehingga para koeli jika ditanya dimana dia
bekerja, maka jawabannya bukan menyebutkan nama onderneming tempat bekerjanya, akan
tetapi akan menyebutkan siapa nama mandor dan nama mandor kepalanya. Pemerasan yang
dialami oleh para koeli bukan hanya dari pemerasan langsung yang dilakukan oleh mandor dan
mandor kepalanya saja. Para calo dan tuan juragan atau ondernemer secara tak langsung juga
melakukan pemerasan. Hutang dan biaya yang diangggap sebagai hutang seperti biaya
transportasi dari Jawa ke Deli, biaya makan, biaya pengobatan, biaya tempat tinggal, dengan
upahnya yang minim itu seringkali baru dapat terbayarkan lunas setelah para koeli bekerja
selama lebih dari 3 tahun kontrak kerja[7].
Adapun yang menjadi alasan lainnya adalah :
a. Efektifitas manpower
b. Tidak perlu mengembangkan SDM untuk pekerjaan yang bukan utama.
c. Memberdayakan anak perusahaan.
d. Dealing with unpredicted business condition[9].
Sumber : Divisi Riset PPM Manajemen
Salah satu contoh system informasi outsoursing perusahaan di Indonesia adalah PT. Pertamina.
Sebagai salah satu perusahaan terbesar di Indonesia yang bergerak dalam bidang pengolahan
minyak dan gas bumi, PT. Pertamina meningkatkan daya saing bisnisnya dengan menggunakan
suatu sistem informasi yang mengitegrasikan seluruh aktifitas bisnis perusahaan yang disebut
dengan Enterprise Resource Planning atau ERP. Sistem informasi ini meupakan kunci dari segala
aktifitas dan kegiatan yang dilakukan oleh PT. Pertamina mulai dari absen pegawai, komunikasai,
transaksi perusahaan, hingga cuti dan gaji pegawai terintegrasi oleh sistem ini. Kurangnya sumber
daya PT. Pertamina dalam pengadaan sistem ERP membuat perusahaan tersebut melakukan
outsourcing sistem informasi ERP. Dalam penerapan outsourcing tersebut PT. Pertamina
menggunakan software MySAP sebagai program ERP mereka.
MySAP merupakan salah satu aplikasi praktis ERP yang terbesar di dunia. Saat ini penggunaan
sistem ERP dengan label MySAP di terapkan hampir disemua perusahaan negara di Indonesia.
MySAP dipilih oleh PT. Pertamina sebagai outsourcing sistem informasi berupa ERP karena
kemudahan dan kepraktisan penggunaannya bagi karyawan PT. Pertamina.
Kebijakan PT. Pertamina dalam melakukan outsourcing sistem informasi ERP berupa MySAP
dilakukan dengan pembayaran loyalti untuk subscribe atau berlangganan software MySAP yang
dihitung bedasarkan pada jumlah akun setiap tahunnya. Jumlah akun tersebut merupakan jumlah
total karyawan PT. Pertamina yang terkait dengan aktifitas internal dan eksternal perusahaan,
sehingga PT. Pertamina harus menyediakan anggaran dana yang cukup besar setiap tahunnya untuk
membayar loyalti sistem informasi ERP tersebut.
Keterbatasan kemampuan dan sumber daya PT. Pertamina dalam pengadaan sistem informasi ERP
tersebut membuat PT. Pertamina bergantung kepada software MySAP sebagai tulag punggung
segala aktifitas transaksi perusahaan. Untuk itu PT. Pertamina dengan divisi khusus IT-nya yang
dikenal dengan CSS atau Cosporate Shared Service terus mengembangkan berbagai metode sistem
ERP pribadi perusahaan sehingga kedepannya didapat sistem ERP yang paling cocok dengan
kegiatan PT. Pertamina tanpa harus berlangganan dan membayar loyalti, namun rencana tersebut
masih sebatas tingkat pengembangan.
Untuk meminimalkan biaya berlangganan MySAP, PT. Pertamina melalui divisi CSSnya
mengupayakan sistem ID internet. Dengan sistem tersebut satu akun dalam MySAP dapat
digunakan oleh beberapa karyawan dalam satu divisi, sehingga anggaran biaya berlangganan
MySAP tahunan yang dikeluarkan PT. Pertamina dapat diminimalkan[8].
BAB IV
KESIMPULAN
Berbagai manfaat dapat diambil dari melakukan outsourcing, seperti penghematan biaya (cost
saving), perusahaan bisa memfokuskan diri pada kegiatan utamanya (core business), dan akses pada
sumber daya (resources) yang tidak dimiliki oleh perusahaan. Outsourcing juga dapat membantu
organisasi dalam memanfaatkan penggunaan sumber daya, waktu dan infrastruktur mereka dengan
lebih baik. Outsourcing juga memungkinkan organisasi untuk mengakses modal intelektual,
berfokus pada kompetensi inti, mempersingkat waktu siklus pengiriman dan mengurangi biaya
secara signifikan. Dari penelitian yang ada, terdapat lebih dari 50% perusahaan di Indonesia
menggunakan tenaga outsource, yaitu sebesar 73%. Sedangkan sebanyak 27%-nya tidak
menggunakan tenaga outsource dalam operasional di perusahaannya
Namun, adapun kelemahan dalam penggunakan system informasi outsourcing adalah perusahaan
dapat kehilangan kendali terhadap SI, adanya perbedaan kompensasi dan manfaat antara tenaga
kerja internal dengan tenaga kerja outsourcing, dan mengurangi keunggulan kompetitif perusahaan
karena pihak outsourcer tidak dapat diharapkan untuk menyediakan semua kebutuhan perusahaan
karena harus memikirkan klien lainnya juga. Oleh karena itu, pemerintah melakukan kebijakan
dalam system outsourcing di Indonesia yaitu dengan adanya pasal-pasal yang mengatur jenis
pekerjaan dan perusahaan yang dapat menggunakan system outsourcing dan adanya perjanjian
kerja.
DAFTAR PUSTAKA
[1] O‟Brien. J. 2005. Pengantar Sistem Informasi Perspektif Bisnis dan Manajerial. Edisi 12.
Salemba Empat. Jakarta.
[1] Libertus, Jehani. (2008). “Hak-Hak Karyawan Kontrak.” Forum Sahabat.:1-2. Jakarta.
[2] O‟Brien, J. A. and G. M. Marakas. 2010. Introduction to Information Systems, fifteenth edition.
The McGraw-Hill Companies, Inc.
[3] Indrajit, RE Djokopranoto. 2003. Proses Bisnis Outsourcing. Jakarta: Gramedia Widiasarana
Indonesia
[4] Cahyo, Nur. “Pengalihan Pekerjaan Penunjang perusahaan dengan Sistem Outsourcing (Alih
Daya) Menurut Undang-undang No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (Studi Kasus pada
Asuransi Astra Buana), Tesis Magister Hukum FHUI
[5] pag. http://www.nakertrans.go.id/arsip berita/naker/outsourcing.php.
[6] Libertus, Jehani. “Hak-Hak Karyawan Kontrak.” Forum Sahabat. (2008):1-2. Jakarta.
[7] http://www.portalhr.com/.
[8] [Pertamina]. Our Busines. http://www.pertamina.com/our-business.
[9]
http://www.cigsoutsourcing.com/index.php?option=com_content&view=article&id=60&Itemid=
64
Urgensi Maintainability Dalam
Pengembangan Software
TUGAS MATA KULIAH
SISTEM INFORMASI MANAJEMEN
DISUSUN OLEH:
DWI WIDODO PRIMANTORO
K25161122 – E63
Dosen:
Dr. Ir. Imam Arif Suroso, M.Sc
SEKOLAH PASCASARJANA
SEKOLAH BISNIS INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FEBRUARI
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
saya telah mampu menyelesaikan tugas makalah mengenai “Analisa Urgensi Maintainability
Dalam Pengembangan Software”. Tugas makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Sistem Informasi Manajemen.
Kami menyadari bahwa selama penulisan banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak.
Oleh sebab itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Arif Imam Suroso, MSc selaku dosen mata kuliah Sistem Informasi Manajemen.
2. Pihak lain yang turut membantu dalam proses penyusunan makalah ini, baik secara
langsung maupun tidak.
Makalah ini bukanlah karya yang sempurna karena masih banyak kekurangan, baik dalam
hal isi maupun sistematika dan teknik penulisannya. Oleh sebab itu, saya sangat mengharapkan
kritik dan sarannya yang bersifat membangun dalam penyempurnaan karya tulis ini. Semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat, khususnya bagi penulis umumnya bagi pembaca.
Bogor, Februari 2017
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Aplikasi perangkat lunak merupakan inti dari suatu system informasi. Perangkat
lunak merupakan data yang diformat dan disimpan secara digital, termasuk program
komputer dan berbagai informasi yang bisa dibaca dan ditulis oleh komputer. Dengan kata
lain, bagian sistem komputer yang tidak berwujud. Istilah ini menonjolkan perbedaan
dengan perangkat keras komputer. Dalam membuat aplikasi perangkat lunak memerlukan
lebih dari sekedar menuliskan kode. Sangat penting untuk memastikan pemahaman
kebutuhan pengguna dan proses bisnis sebelum rancangan dan pengembangan dimulai.
Pengembangan perangkat lunak dapat diartikan sebagai proses membuat suatu perangkat
lunak baru untuk menggantikan perangkat lunak lama secara keseluruhan atau
memperbaiki perangkat lunak yang telah ada. Pengembangan perangkat lunak mengikuti
siklus hidup tertentu yang dimulai dari menentukan solusi untuk masalah yang ditemukan
dan mengimplementasikannya. Metode dalam pengembangan perangkat lunak,
memberikan teknik untuk membangun perangkat lunak berkaitan dengan serangkaian
tugas yang luas yang menyangkut analisis kebutuhan, konstruksi program, desain,
pengujian, dan pemeliharaan (Pressman 2002).
Software maintenance merupakan bagian paling akhir dari siklus pengembangan dan
dilakukan setelah perangkat lunak dipergunakan. Sebuah sistem meskipun telah di desain,
dibangun, dan diujicoba, system atau aplikasi bias mengalami error yang tidak bisa
dihindari. Hal ini lah yang mendasari pentingnya urgensi (kebutuhan) maintainability
dalam pengembangan software (perangkat lunak) seperti yang akan dibahas dalam
makalah ini.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui peranan urgensi maintainability dalam pengembangan suatu
software.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian dan Jenis–Jenis Software (perangkat lunak)
Software atau perangkat lunak, adalah program komputer yang berfungsi sebagai sarana
interaksi (penghubung) antara pengguna (user) dan perangkat keras
(hardware). Software bisa juga dikatakan sebagai “penerjemah” perintah-perintah yang
dijalankan pengguna komputer untuk diteruskan atau diproses oleh perangkat
keras (hardware). Software adalah program komputer yang isi intruksinya dapat diubah
dengan mudah. Software pada umumnya digunakan untuk mengontrol perangkat keras
(yang sering disebut device driver), melakukan proses perhitungan, berinteraksi
dengan software yang lain dan lebih mendasar (seperti sistem operasi, dan bahasa
pemrograman), dan lain-lain.
Software dibedakan menjadi beberapa macam, diantaranya :
1. Sistem Operasi (Operating System)
2. Program Aplikasi (Aplication Program)
3. Program Tambahan ( Utility Program)
4. Bahasa Pemrograman (Programing Language)
5. Program Paket
Selain itu, software juga dibedakan menjadi beberapa kelompok berdasarkan cara
mendapatannya (bagaiman cara kita memperoleh software tersebut). Terdapat 5
kelompok software, yaitu :
1. Software Komersial
2. Open Source atau Software Domain Publik ( Public Domain)
3. Software Shareware
4. Software Freeware
5. Software Rentalware
2.2 Pengembangan dan Pemeliharaan Software
Pengembangan perangkat lunak dapat diartikan sebagai proses membuat suatu perangkat
lunak baru untuk menggantikan perangkat lunak lama secara keseluruhan atau
memperbaiki perangkat lunak yang telah ada. Proses pengembangan perangkat
lunak (Software development process) adalah suatu struktur yang diterapkan pada
pengembangan suatu produk perangkat lunak yang bertujuan untuk mengembangkan
sistem dan memberikan panduan yang bertujuan untuk menyukseskan proyek
pengembangan sistem melalui tahap demi tahap.
Pengembangan perangkat lunak dapat juga disebut sebagai pengembangan aplikasi, desain
perangkat lunak, merancang perangkat lunak, pengembangan aplikasi perangkat lunak,
pengembangan aplikasi perusahaan, atau pengembangan platform) adalah pengembangan
suatu produk perangkat lunak. Istilah pengembangan perangkat lunak bisa dipakai untuk
menyebut aktivitas pemrograman komputer, yaitu proses menulis dan mengelola kode
sumber, namun dalam artian luas istilah ini mencakup semua hal yang terlibat antara
penciptaan perangkat lunak yang diinginkan melalui pewujudan akhir perangkat lunak,
idealnya dalam proses yang terencana dan terstruktur. Karena itu, pengembangan
perangkat lunak bisa mencakup penelitian, pengembangan baru, purwarupa, modifikasi,
pemakaian kembali, rekayasa ulang, pengelolaan, atau aktivitas lain yang menghasilkan
produk perangkat lunak.
Agar lebih cepat dan tepat dalam mendeskripsikan solusi dan mengembangkan perangkat
lunak, juga hasilnya mudah dikembangkan dan dipelihara, maka pengembangan perangkat
lunak memerlukan suatu metodologi khusus. Metodologi pengembangan perangkat lunak
adalah suatu proses pengorganisasian kumpulan metode dan konvensi notasi yang telah
didefinisikan untuk mengembangkan perangkat lunak. Secara prinsip bertujuan untuk
membantu menghasilkan perangkat lunak yang berkualitas.
Metodologi pengembangan perangkat lunak adalah suatu strategi pengembangan yang
memadukan proses, metode, dan perangkat (tools). Metode-metode dalam pengembangan
perangkat lunak memberikan teknik untuk membangun perangkat lunak berkaitan dengan
serangkaian tugas yang luas yang menyangkut analisis kebutuhan, konstruksi program,
desain, pengujian, dan pemeliharaan (Pressman 2002).
Untuk menyelesaikan masalah di dalam pengembangan perangkat lunak, tim perekayasa
harus menggabungkan strategi pengembangan yang melingkupi lapisan proses, metode,
dan alat bantu. Model proses rekayasa perangkat lunak dipilih berdasarkan sifat aplikasi
dan proyeknya, metode dan alat-alat bantu yang akan dipakai, dan control serta
penyampaian yang dibutuhkan.
Metode-metode yang digunakan dalam pengembangan perangkat lunak yaitu metode
sekuensial linier, prototype, RAD, Fourth Generation Techniques (4GT) dan spiral. Selain
metode-metode tersebut, terdapat dua metode lagi yang dapat dipergunakan yaitu metode
proses perangkat lunak evolusioner dan metode formal.
Pemeliharaan Perangkat Lunak metupakan proses umum pengubahan/pengembangan
perangkat lunak setelah diserahkan ke konsumen. Perubahan mungkin berupa perubahan
sederhana untuk membetulkan error koding atau perubahan yang lebih ekstensif untuk
membetulkan error perancangan/perbaikan signifikan untuk membetulkan error
spesifikasi/akomodasi persyaratan baru. Biasanya pengembangan produk perangkat lunak
memerlukan waktu antara 1 sampai dengan 2 tahun, tetapi pada fase pemeliharaan
perangkat lunak menghabiskan 5 sampai dengan 10 tahun.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pentingnya Pemeliharaan Software (Software maintanance)
Pemeliharaan perangkat lunak menjabarkan aktivitas dari analisa sistem (software
engineering) yang terjadi pada saat hasil produk perangkat lunak sudah dipergunakan oleh
pemakai (user). Suatu software (perangkat lunak) meskipun sudah didesain, dibangun,
dan diujicoba, dapat mengalami suatu error yang tidak bias dihindari sehingga
memerlukan perbaikan, hal inilah yang menyebabkan pentingnya urgensi (kebutuhan)
maintainability (pemeliharaan) dalam pengembangan software. Tujuan utama dari
pemeliharaan system adalah untuk membuat perubahan dalam system yang ada dan
membetulkan kesalahan yang dibuat selama proses system desain dan implementasi.
Pemeliharaan Perangkat Lunak dapat juga diartikan sebagai proses umum
pengubahan/pengembangan perangkat lunak setelah diserahkan ke konsumen. Perubahan
mungkin berupa perubahan sederhana untuk membetulkan error koding atau perubahan
yang lebih ekstensif untuk membetulkan error perancangan/perbaikan signifikan untuk
membetulkan error spesifikasi/akomodasi persyaratan baru. Biasanya pengembangan
produk perangkat lunak memerlukan waktu antara 1 sampai dengan 2 tahun, tetapi pada
pase pemeliharaan perangkat lunak menghabiskan 5 sampai dengan 10 tahun.
Sebuah sistem meskipun telah di desain, dibangun, dan diujicoba, system atau aplikasi
bias mengalami error yang tidak bisa dihindari. Error tersebut dapat disebabkan oleh
beberapa factor, antara lain:
Kebutuhan system yang kurang divalidasi
Kebutuhan system yang kurang dikomunikasikan
Kebutuhan system yang disalah tafsirkan
Kesalahan dalam mendesain dan mengimplementasikan kebutuhan system
Kesalahan penggunaan program
Ada beberapa manfaat dari pemeliharaan software, yaitu sebagai berikut :
1. Dapat memastikan kesesuaian dengan kebutuhan fungsionalitas teknis software.
2. Dapat memastikan kesesuaian kebutuhan pihak manajerial mengenai jadwal dan
budget.
3. Dapat meningkatkan efisiensi software berikut juga aktifitas pemeliharaannya.
3.2 Kategori Pemeliharaan Software
Terdapat 4 kategori dalam pemeliharaan software yaitu :
Corrective Maintenance
Corrective maintenance terjadi pada saat produk dipakai dan hasil yang didapat oleh
pamakai baik berupa kesalahan yang timbul maupun kesalahan dalam bentuk
keluaran yang tidak sesuai. Untuk itu perlu dilakukan perubahan
guna memperbaiki kesalahan atau mengoreksi kesalahan pada perangkat lunak yang
baru terdeteksi pada saat perangkat lunak dipergunakan.
Adaptive Maintenance
Aktivitas yang kedua ini terjadi karena pertumbuhan atau perkembangan perangkat
lunak atau perangkat keras sehingga memerlukan modifikasi dari perangkat lunak
yang telah dibuat. Untuk itu perlu dilakukan modifikasi berdasarkan penyesuaian
dengan lingkungan baru, misalnya sistem operasi atau sebagai tuntutan atas
perkembangan system komputer. Aktivitas yang dilakukan antara lain yaitu
pemindahan perangkat lunak ke mesin yang berlainan dan modifikasi untuk dapat
mempergunakan protokol atau disk drive tambahan.
Perfective Maintenance
Aktivitas ini terjadi pada saat perangkat lunak yang telah dibuat dan dilakukan uji
coba kemudian dipergunakan oleh user. Setelah dipergunakan oleh user mungkin
timbul permintaan tambahan fungsi sesuai dengan keinginan pemakai. Untuk itu
dilakukan perubahan untuk meningkatkan kualitas sistem.
Preventive Maintenance
Pemeliharaan yang terakhir dilakukan untuk menghadapi kemajuan perangkat lunak
atau perangkat keras di masa mendatang guna meningkatkan reliability, future
maintainability, future enhancement (reverse engineering dan re-engineering).
Aktivitas pemeliharaan software dapat menghabiskan biaya terbesar dari seluruh anggaran
pengembangan atau pembuatan perangkat lunak. Hal yang sering kali terjadi yaitu
pemeliharaan menghabiskan 70% dari seluruh biaya pengembangan perangkat lunak.
Sedangkan pada pase pemeliharaan sekitar 60% digunakan untuk anggaran penambahan
atau perbaikan perangkat lunak, sisanya untuk adaptasi atau pembetulan. Dari besarnya
biava yang dihabiskan untuk fase pemeliharaan maka tidak heran apabila tujuan dari
pengembangan atau pembuatan perangkat lunak adalah menghasilkan sistem perangkat
lunak yang dapat diandalkan dan mudah dalam pemeliharaannya. Atribut utama dari
perangkat lunak yang mudah dalam pemeliharaannya yaitu:
perangkat lunak dikerjakan per modul
perangkat lunak mempunyai kejelasan
dokumentasi internal yang baik dan jelas
dokumen-dokumen pendukung lainnya
Pemeliharaan perangkat lunak jika ditinjau dari daur siklus pengembangan perangkat
lunak dapat dikelompokkan sebagai berikut:
perluasan dan analisis merupakan perwujudan kembali dari pase analisis pada daur
siklus pengembangan
pembenaran merupakan perwujudan kembali dari pase analisis, perancangan dan
penerapan
Dalam aplikasinya, terdapat beberapa permasalahan yang sering muncul dalam
pemeliharaan software diantaranya yaitu:
Kesulitan melakukan pelacakan evolusi software pd versi sebelumnya,
Kesulitan pelacakan pada proses pengembangan software,
Sulit untuk mengerti program orang lain,
Tidak adanya dokumentasi yang baik,
Tidak adanya nara sumber,
Kebanyakan software dirancang tanpa adanya pemikiran untuk diubah.
Seluruh alat bantu yang digunakan pada pengembangan perangkat lunak dapat digunakan
pada pemeliharaan perangkat lunak. Aktivitas analisis selama pemeliharaan perangkat
lunak meliputi pengertian skope dan pengaruh yang ditimbulkan akibat dari perubahan,
selain itu juga batasan (kendala) yang terjadi akibat perubahan. Sedangkan pada
perancangan dan pase pemeliharaan meliputi perancangan kembali dari perubahan-
perubahan yang diinginkan, dimana perubahan ini akan diterapkan sehingga
menyebabkan dokumentasi internal dan program sumber juga harus diperbaharui, dan
test case yang baru harus dirancang untuk memulai keakuratan hasil modifikasi, Selama
itu juga dokumen pendukung (keperluan, spesifikasi perancangan, rencana uji coba,
prinsip pengoperasian, petunjuk pemakaian) harus diperbaharui untuk memperlihatkari
hasil perubahan.
3.3 Karakteristik Pemeliharaan Software
Karakteristik pemeliharaan dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
Pemeliharaan terstruktur dan tidak terstruktur
Pemeliharaan terstruktur yaitu alliran tindakan yang dilakukan sebagai tindakan dari
permintaan akan pemeliharaan. Pemeliharaan terstruktur dimulai dari permintaan akan
pemeliharaan dan menentukan konfigurasi dari perangkat lunak yang akan diadakan
pemeliharaan. Jika merupakan seluruh perangkat lunak maka tindakan yang diambil
adalah evaluasi perancangan dan menentukan rencana pendekatan yang akan
digunakan untuk melakukan pemeliharaan. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan
modifikasi dan perancangan serta penulisan ulang program (rekode). Langkah terakhir
adalah me-review program yang telah ditulis.
Jika diterima maka berarti tugas pemeliharaan telah selesai. Sedangkan jika konfigurasi
merupakan program per modul maka kegiatan yang dilakukan adalah evaluasi
program. Jika diperlukan modifikasi yang cukup besar maka tindakan yang diambil
adalah pembuatan ulang yang dilanjutkan dengan review hasil. Jika hasil akhir
memenuhi kriteria maka berarti perangkat lunak telah siap.
Sedangkan pemeliharaan tidak terstruktur yaitu permintaan akan pemeliharaan dengan
ciri-ciri sebagai berikut:
tidak mempunyai dokumentasi yang baik
tidak menggunakan metodologi perancangan
Biaya pemeliharaan
Biaya pemeliharaan perangkat lunak yang dikeluarkan dalam fase pemeliharaan
meningkat dengan cepat. Selain biaya yang umum dalam fase pengembangan sering
timbul biaya-biaya tak berwujud (intangible cost). Biaya-biaya ini ditimbulkan karena:
ketidakpuasan pemakai (user) akibat tidak selesainya perangkat lunak sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan pada fase pemeliharaan
pengurangan kualitas perangkat lunak
penambahan tenaga kerja baru
3.4 Maintainability dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya
Maintainability dapat didefinisikan kemudahan dalam mengerti perangkat lunak,
pcmbenaran, adaptasi dan atau perbaikan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
maintainability yaitu control dan ukuran kuantitatif. Kontrol dapat diartikan sebagai
pokok-pokok maintainability dari perangkat lunak yang dipengaruhi oleh perancangan,
pengkodean dan uji coba yang jelas mempunyai pengaruh jelek pada kemampuan
pemeliharaan dari perangkat lunak yang dihasilkan, begitu juga konfigurasi perangkat
lunak yang jelek menghasilkan pengaruh yang buruk. Sejumlah faktor yang mempunyai
hubungan dengan lingkungan pengembangan dan kontrol adalah:
Staf yang memenuhi syarat
Kemudahan dalam mengerti sistem
Mudah dalam menangani sistem
Mudah dalam standarisasi bahasa pemrograman
Mudah dalam standarisasi sistem operasi
Tersedianya test case
Perangkat keras yang tepat untuk pengerjaan pemeliharaan
Ukuran kuantitatif dari suatu maintainability perangkat lunak secara tidak langsung
berpengaruh pada aktivitas pemeliharaan. Berikut akan dijabarkan sejumlah metrik
(ukuran) maintainability yang mempunyai pengaruh dalam aktivitas pemeliharaan:
waktu pengenalan masalah
waktu delay (tunda) administrasi
alat bantu pemeliharaan
waktu analisis permasalahan
waktu perubahan spesifikasi
waktu modifikasi (pembenaran)
waktu uji coba
waktu total
3.5 Perbaikan Maintainability Selama Pengembangan
Banyak aktivitas yang dilakukan selama pengembangan perbaikan perangkat lunak.
Beberapa aktivitas dijabarkan sebagai berikut:
Aktifitas analisis
mengembangkan standarisasi petunjuk
menentukan kendala untuk dokumen pendukung
menentukan prosedur yang menjamin kualitas
menentukan perbaikan produk
menentukan sumber daya yang diperlukan untuk pemeliharaan
memperkirakan biaya pemeliharaan
Aktivitas perancangan arsitektural:
menekankan kejelasan dan modularity sebagai kriteria perancangan
merancang kemudahan-kemudahan dalam perbaikan
menggunakan notasi standard untuk dokumentasi dari aliran data, fungi, struktur,
dan lain-lain
Aktivitas perancangan terinci:
menggunakan notasi standar untuk algoritma, struktur data, prosedur
menentukan pengaruh yang ditimbulkan dan penangan hal-hal yang ditimhulkan
Aktivitas penerapan:
menggunakan prinsip penyusunan sate masukan dan satu keluaran
menggunakan standar penyusunan
menggunakan gaya pengkodean yang jelas dan simpel
menyediakan dokumentasi singkat untuk setiap modul
mengikuti petunjuk pada dokumentasi standar
Aktivitas lainnya:
mengembangkan petunjuk pemeliharaan
mengembangkan uji coba yang cocok
menyediakan dokumentasi uji coba
Dalam melakukan pemeliharaan juga diperlukan pencatatan yang merupakan aktivitas
yang tidak dapat ditinggalkan, karena pada pencatatan akan digunakan untuk mengukur
kualitas dari program yang telah dimodifikasi.
Data yang dicatat antara lain:
Identifikas program
Jumlah bans perintah dari program cumber
Jumlah instruksi yang berorientasi ke bahasa mesin
Bahasa pemrograman yang digunakan
Tanggal pemasangan program
Jumlah program yang dapat di-run (dijalankan) semenjak dipasang (diinstall)
Jumlah proses yang gagal digabungkan dengan nomor 6
Tingkat perubahan program dan identifikasi
Jumlah penambahan perintah pada program yang diuhah
Jumlah penghapusan perintah pada program yang diubah
Jumlah jam kerja yang dihabiskan pada perubahan
Tanggal perubahan program
Identifikasi dari software engineering
Identifikasi dari MRF
Tipe pemeliharaan
Tanggal awal dan berakhir pemeliharaan
Jumlah total jam kerja pada aktivitas pemeliharaan
Manfaat yang didapat dari aktivitas pemeliharaan
Setelah dilakukan pencatatan, maka selanjutnya dilakukan evaluasi. Evaluasi biasanya
jarang dilakukan karena kurangnya data yang dicatat, apabila pencatatan dilakukan dengan
benar, maka dapat dilakukan evaluasi. Evaluasi dilakukan terhadap:
jumlah rata-rata kegagalan proses per program pada saat dipasang
jumlah total waktu yang dihabiskan untuk masing-masing kategori pemeliharaan
jumlah rata-rata perubahan program yang dilakukan per bahasa program atau per tipe
pemeliharaan
jumlah rata-rata yang dilukiskan untuk penambahan atau penghapusan baris perintah
dari program yang diubah
jumlah rata-rata yang dihabiskan per bahasa
persentase permintaan pemeliharaan per tipe
Tugas yang ada pada pemeliharaan sebetulnya telah dipersiapkan sebelum terjadinya
permintaan pemeliharaan. Tugas ini diawali dengan pemkentukan organisasi pemeliharaan
(baik secara informal atau secara formal), prosedur pelaporan dan evaluasi harus dijabarkan
dan urutan tindakan ditentukan untuk masing-masing permintaan pemeliharaan. Selain itu
sistem pencatatan untuk aktivitas pemeliharaan juga harus ditentukan, review dan kriteria
evaluasi didefinisikan.
Struktur organisasi pemeliharaan dapat dikatakan hampir sama seperti struktur organisasi
pengembangan atau pembuatan perangkat lunak. Oleh karena itu struktur organisasi yang
dianjurkan untuk pengembangan perangkat lunak dan pemeliharaan tidak terlampau
ditekankan, harus disesuaikan dengan kebutuhan yang ada. Dalam banyak permasalahan,
umumnya organisasi secara formal untuk aktivitas pemeliharaan jarang ada (kecuali untuk
pengembangan atau pembuatan perangkat lunak yang besar). Walaupun organisasi secara
formal tidak mutlak harus dibentuk, tetapi tanggung jawab dari organisasi pemeliharan
mutlak harus ada. Permintaan pemeliharaan akan disalurkan melalui pengawas
pemeliharaan yang akan meneruskan ke penyelia sistem (sistem supervisor) untuk
dievaluasi. Penyelia sistem adalah anggota dari tim yang menerima tugas untuk bertanggung
jawab terhadap perubahan atau pemeliharaan. Setelah evaluasi dilakukan, hak kontrol
perubahan harus menentukan tindakan-tindakan yang akan diambil.
Bentuk organisasi yang dianjurkan di atas akan mengurangi kebingungan dan memperbaiki
aliran informasi dari aktivitas pemeliharaan. Dikarenakan seluruh permintaan pemeliharaan
akan disalurkan melalui satu orang, selain itu juga permintaan perubahan akan cepat
dievaluasi karena adanya satu orang yang bertugas untuk mengevaluasi perangkat lunak
yang telah dibuat. Masing-masing jabatan yang ada pada bentuk organisasi yang dianjurkan
hanya terdiri dari satu orang (satu grup) dan mempunyai tanggung jawab terhadap tugas
tertentu. Sedangkan untuk jabatan hak kontrol perubahan dapat terdiri dari satu orang atau
grup yang terdiri dari staf teknik senior atau manajer.
Seluruh permintaan akan pemeliharaan seharusnya dibuat dalam satu bentuk formulir
standar. Umumnya pembuat atau pengembangan perangkat lunak membuat satu bentuk
formulir atau dokumentasi standar untuk permintaan pemeliharaan yang dikenal dengan
nama Maintenance Request Form (MRF atau formulir permintaan pemeliharaan) atau
Software Problem Request (laporan permasalahan perangkat lunak). Jika diketemukan
kesalahan oleh pemakai pada perangkat lunak, maka keadaan yang menimbulkan kesalahan
dijabarkan secara lengkap (meliputi pemasukan data, uji coba, dan lain-lain). MRF adalah
dokumen yang digunakan sebagai dasar untuk perencanaan tugas pemeliharaan. Biasanya
organisasi pembuat atau pengembangan perangkat lunak mengembangkan Software
Change Report (SCR atau laporan perubahan perangkat lunak) yang berisikan usaha yang
dilakukan untuk memenuhi MRF, modifikasi yang diperlukan, priortitas permintaan, dan
perkiraan hasil modifikasi. SCR ini nantinya akan diajukan ke hak kontrol perubahan dan
sebelum perencanaan pemeliharaan dimulai.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Suatu software (perangkat lunak) meskipun sudah didesain, dibangun, dan diujicoba, dapat
mengalami suatu error yang tidak bias dihindari sehingga memerlukan perbaikan, hal inilah
yang menyebabkan pentingnya urgensi (kebutuhan) maintainability (pemeliharaan) dalam
pengembangan software. Error yang terjadi biasanya disebabkan karena program hang dan
kemudian akan diikuti oleh hilangnya transaksi atau data-data bisnis. Melakukan
perubahan terhadap software karena perubahan kebutuhan software adalah hal yang normal
karena iklim di dalam dunia bisnis selalu berubah.
Pemeliharaan suatu software merupakan langkah terakhir dalam pengembangan software
setelah dilakukannya namun sangat penting peranannya. Karena suatu software memiliki
kemungkinan untuk crash, rusak, dan sebagainya maka suatu software perlu dipelihara.
Pemeliharaan software bertujuan untuk merespon perubahan kebutuhan pengguna setelah
software digunakan selama beberapa waktu.
4.2 Saran
Dalam pemeliharaan suatu software diperlukan pencatatan secara terperinci sehingga
diperoleh data yang lengkap dan akurat untuk melakukan evaluasi. Sehingga dari
evaluasi tersebut dapat diukur kualitas suatu program yang sudah dievaluasi.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Jogiyanto, HM. 1990. Analisis dan Desain Sistem Informasi Pendekatan Terstruktur. Penerbit
ANDI: Yogyakarta
Kendall & Kendall. 2006. System Analysis and Design 6th Edition. Prentice Hall.
Perdita Steven. 2000. Using UML Software Engineering with Objects and Component.
Addison Wesley.
Presman, Rouger S. 1997. Software Engineering, 4th Edition. Mc. Graw Hill.
Sommerville & Ian. 2004. Software Engineering 7th Edition. Addison Wesley.