Oleh Prajna Metta 160521130001 KARYA ILMIAH...
-
Upload
truongdieu -
Category
Documents
-
view
266 -
download
2
Transcript of Oleh Prajna Metta 160521130001 KARYA ILMIAH...
ANALISIS KADAR PROTEIN FORMYL PEPTIDE RECEPTOR 1
(FPR1) SEBAGAI INDIKATOR KERUSAKAN FUNGSI
KEMOTAKSIS NEUTROFIL PADA PERIODONTITIS AGRESIF
Oleh
Prajna Metta
160521130001
KARYA ILMIAH AKHIR
Untuk memenuhi salah satu syarat ujian
Guna memperoleh gelar Dokter Gigi Spesialis Periodonsia
Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Program Studi Periodonsia
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2016
ii
ANALISIS KADAR PROTEIN FORMYL PEPTIDE RECEPTOR 1
(FPR1) SEBAGAI INDIKATOR KERUSAKAN FUNGSI
KEMOTAKSIS NEUTROFIL PADA PERIODONTITIS AGRESIF
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh
Prajna Metta
160521130001
KARYA ILMIAH AKHIR
Untuk memenuhi salah satu syarat ujian
Guna memperoleh gelar Dokter Gigi Spesialis Periodonsia
Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Program Studi Periodonsia ini
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing pada tanggal
Seperti tertera di bawah ini
Bandung, Juli 2016
iii
PERNYATAAN
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Karya tulis saya, tesis ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar akademik (sarjana, magister, dan/atau doktor), baik di
Universitas Padjadjaran maupun di perguruan tinggi lain.
2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri,
tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukan Tim
Penelaah/Tim Penguji.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis
atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas
dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang
dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah
diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang
berlaku di perguruan tinggi ini.
Bandung, Juli 2016
Yang membuat pernyataan,
Prajna Metta
NPM :160521130001
iv
Analisis Kadar Protein Formyl Peptide Receptor 1 (FPR1) sebagai
Indikator Kerusakan Fungsi Kemotaksis Neutrofil pada Periodontitis
Agresif - Prajna Metta - 160521130001
ABSTRAK
Penurunan fungsi kemotaksis neutrofil menyebabkan peningkatan kerentanan
terhadap penyakit periodontitis agresif (PA). Kemotaksis neutrofil dipengaruhi
oleh formyl peptide receptor 1 (FPR1) yang dalam aktivasinya merespon peptida
kemotaktik bakteri formyl methionyl leusyl phenylalanine (FMLP). Ekspresi
protein FPR1 menurun terhadap respon stimulus inflamasi pada penderita PA.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan kadar protein FPR1 pada
penderita PA dan mengetahui apakah kadar protein FPR1 dapat dijadikan
indikator kerusakan fungsi kemotaksis neutrofil pada PA.
Penelitian rancangan kasus kontrol ini dilakukan pada 20 penderita PA dan 20
kontrol. Tiga milliliter darah vena diambil untuk pemeriksaan kadar protein FPR1
dengan metode ELISA. Data diolah dengan uji Mann-Whitney (p>0.05).
Hasil penelitian menunjukkan rerata kadar protein FPR1 kelompok PA sebesar
0,353 pg/mL (0,11-1,18 pg/mL) dan rerata kadar protein FPR1 pada kelompok
kontrol sebesar 0,296 pg/mL (0,05-0,88 pg/mL). Nilai p (0,787) > 0,05 berarti
tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada kadar protein FPR1 kedua
kelompok.
Simpulan penelitian ini menunjukkan kadar protein FPR1 pada penderita PA
tidak mengalami perubahan yang bermakna dan tidak dapat dijadikan indikator
kerusakan fungsi kemotaksis neutrofil.
Kata Kunci: Kadar protein FPR1, periodontitis agresif, fungsi kemotaksis
neutrofil
v
Analysis of Formyl Peptide Receptor 1 (FPR1) Protein Value as an Indicator of
Neutrophil Chemotaxis Dysfunction in Aggressive Periodontitis - Prajna Metta
- 160521130001
ABSTRACT
The decrease of neutrophil chemotaxis function may cause increased
susceptibility to aggressive periodontitis (PA). Neutrophil chemotaxis is affected
by formyl peptide receptor 1 (FPR1), which when activated will respond to
bacterial chemotactic peptide formyl methionyl leusyl phenylalanine (FMLP).
FPR1 protein value is decreased in response to a wide number of inflammatory
stimuli in PA patients. This study was aimed to assess the alteration of FPR1
protein value in PA patients and if FPR1 protein value could be used as an
indicator of neutrophil chemotaxis dysfunction in PA.
This is a case control study with 20 PA patients and 20 control subjects. Three
mililiter of peripheral blood was drawn and analized for FPR1 protein value with
ELISA. The data was statistically analized with Mann-Whitney test (p>0,05).
Results showed the mean value of FPR1 protein value in PA group is 0,353
pg/mL (0,11 to 1,18 pg/mL) and the mean value of FPR1 protein value in control
group is 0,296 pg/mL (0,05 to 0,88 pg/mL). P value 0,787 > 0,05 suggested that
there is no significant difference of FPR1 protein value in both groups.
We concluded that FPR1 protein value has no significance alteration in PA
patients and could not be used as an indicator of neutrophil chemotaxis
dysfunction.
Key words: FPR1 protein value, aggressive periodontitis, neutrophil chemotaxis
dysfunction
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan YME sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya ilmiah akhir berjudul “Analisis Kadar Protein Formyl Peptide Receptor
(FPR!) sebagai Indikator Kerusakan Fungsi Neutrofil pada Periodontitis Agresif”
sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Pendidikan Dokter Gigi
Spesialis, Program Studi Periodonsia di Universitas Padjadjaran.
Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Dr. drg. Nina Djustiana, M.Kes. selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Padjadjaran yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk menyelesaikan studi spesialis di Program Studi Periodonsia
FKG UNPAD.
2. Prof. Dr. drg. Harmas Yazid Yusuf, Sp.BM (K), selaku Koordinator
Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis, Fakultas Kedokteran Gigi,
Universitas Padjadjaran.
3. Dr. drg. Ira Komara, Sp. Perio (K) selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Dokter Gigi Spesialis Periodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas
Padjadjaran.
4. Dr. drg. Yanti Rusyanti, M.Kes., Sp. Perio (K) selaku pembimbing utama
yang telah membimbing dan memberi motivasi dalam penyusunan karya
ilmiah akhir ini.
5. drg. Nunung Rusminah, Sp. Perio (K) selaku Kepala Departemen
Periodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Padjadjaran dan
selaku pembimbing pendamping yang selalu memberi semangat untuk
penyusunan karya ilmiah akhir ini.
6. drg. Bremmy Laksono, M.Si. Med. selaku pembimbing pendamping yang
telah membimbing penyusunan karya ilmiah akhir ini.
vii
7. Prof. Dr. drg. Hj. Mieke Hemiawati Satari, M.S. sebagai motivator.
8. Seluruh staf pengajar Departemen dan Program Studi Periodonsia,
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Padjadjaran khususnya drg. Dede
Hadidjah, M.S., drg. Ina Hendiani, Sp. Perio (K), Dr. drg. Amaliya, M.Sc.,
PhD, drg. Agus Susanto, Sp. Perio, dan drg. Indra Mustika, Sp. Perio.
9. Drs. Sutrisno, drg. Utami Pangestu, Prajna Mudita, S.Ars. dan Prajna
Melitta Karuna atas doa, dukungan moril dan materil yang tidak ternilai.
10. Rekan-rekan residen Periodonsia khususnya kakak-kakak tersayang drg.
Fajar Octaviani, drg. Aldilla Miranda dan drg. Rini Zoraya yang telah
berjuang bersama 3 tahun ini. Terima kasih juga kepada rekan sejawat dan
sahabat-sahabat drg. Frita Ferlita Shafri Djohan, drg, Indra Gunawan, drg.
Snataka Pribadi, drg. Ida Bagus Nyoman Dhedy Widyabawa, Afifah
Nurulah, S.Ked., dan Endrou D Perkasa, SKG, MM.
Akhir kata semoga Tuhan melimpahkan rahmatNya atas kebaikan semua pihak
yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah akhir ini.
Semoga bermanfaat bagi perkembangan ilmu kedokteran gigi pada umumnya dan
ilmu periodonsia pada khususnya.
Bandung, Juli 2016
Penulis
Prajna Metta
viii
DAFTAR ISI
Hal.
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iii
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
ABSTRACT ............................................................................................................ v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. x
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 4
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 5
BAB II KAJIAN PUTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS ........ 6
2.1 Kajian Pustaka ............................................................................................ 6
2.1.1 Periodontitis Agresif............................................................................. 6
2.1.1.1 Epidemiologi .................................................................................. 7
2.1.1.2 Kriteria Diagnosis .......................................................................... 8
2.1.1.3 Klasifikasi, Gambaran Klinis dan Radiografis ............................ 11
2.1.1.4 Etiologi dan Patogenesis .............................................................. 14
2.1.1.5 Peran Genetik dalam Periodontitis Agresif.................................. 16
2.1.2 Neutrofil ............................................................................................. 18
2.1.3 Formyl Peptide Receptor 1 (FPR1).................................................... 19
2.2 Kerangka Pemikiran ................................................................................. 21
2.3 Hipotesis ................................................................................................... 23
ix
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 24
3.1 Populasi Penelitian .................................................................................... 24
3.2 Subjek Penelitian ...................................................................................... 24
3.3 Besar Sampel ............................................................................................ 25
3.4 Rancangan Penelitian ................................................................................ 26
3.5 Identifikasi Variabel ................................................................................. 26
3.6 Definisi Operasional ................................................................................. 26
3.7 Alat Penelitian........................................................................................... 27
3.8 Bahan Penelitian ....................................................................................... 29
3.9 Etika Penelitian ......................................................................................... 29
3.10 Prosedur Pengambilan Sampel ............................................................... 29
3.11 Prosedur Laboratorium ........................................................................... 30
3.11.1 Pengambilan dan Penyimpanan Sampel ........................................... 30
3.11.2 Prosedur Persiapan Reagen .............................................................. 31
3.11.3 Prosedur Pemeriksaan dengan ELISA .............................................. 31
3.12 Analisis Data ........................................................................................... 33
3.13 Alur Penelitian ........................................................................................ 34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 35
4.1 Hasil Penelitian ......................................................................................... 35
4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian .......................................................... 35
4.1.2 Kadar Protein FPR1 Kelompok PA dan Kontrol ............................... 36
4.2 Pembahasan .............................................................................................. 37
BAB V SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 44
5.1 Simpulan ................................................................................................... 44
5.2 Saran ......................................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 45
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. 53
LAMPIRAN ......................................................................................................... 54
x
DAFTAR GAMBAR
No. Hal.
2.1 Periodontitis agresif lokalisata. ....................................................................... 13
2.2 Gambaran radiografis periodontitis agresif lokalisata .................................... 13
2.3 Gambaran radiografis periodontitis agresif generalisata................................ 13
2.4 Gambaran radiografis pada penderita periodontitis agresif generalisata ........ 14
2.5 Struktur reseptor FPR1 ................................................................................... 20
3.1 Alat dan bahan penelitian ................................................................................ 28
3.2 Contoh penempatan sampel untuk pemeriksaan duplo…...………………….32
xi
DAFTAR TABEL
No. Hal.
4.1 Karakteristik Subjek pada Kedua Kelompok Penelitian ................................. 35
4.2 Kadar Protein FPR1 Kelompok PA dan Kelompok Kontrol ......................... 36
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit periodontal menurut American Academy of Periodontology tahun
1999 diklasifikasikan menjadi periodontitis kronis, periodontitis agresif, dan
periodontitis sebagai manifestasi penyakit sistemik. Periodontitis merupakan
penyakit yang bersifat multifaktorial, umumnya terjadi karena ketidakseimbangan
host dan mikroorganisme. Terjadinya periodontitis agresif berlangsung lebih cepat
dibandingkan dengan periodontitis kronis.1,2 Prevalensi periodontitis agresif
lokalisata bervariasi pada tiap benua, perbedaan ras dan suku bangsa dianggap
sebagai faktor utama yang mempengaruhi variasi tersebut. Perkiraan prevalensi
penyakit pada populasi orang Afrika dan keturunannya adalah 1-5%, sedangkan
pada orang kulit hitam di luar Afrika sebesar 2.6%. Ras Hispanik di Amerika
Utara menunjukkan angka sebesar 0.3-2.0%, Amerika Selatan sebesar 0.3-2.0%,
dan Asia sebesar 0.2-1.0%. Prevalensi penyakit periodontitis agresif pada ras
Kaukasia sebesar 0.1% di daerah Eropa Utara dan Tengah, 0.5% di Eropa Selatan,
dan 0.1-0.2% di Amerika Utara.3 Menurut penelitian Timmerman et al. tahun
1998, prevalensi periodontitis agresif di Indonesia termasuk tinggi sebesar 3-
10%.4,5 Data di FKG UNPAD selama 3 bulan tahun 2010 ditemukan sebanyak
3.13% kasus periodontitis agresif.6
2
Keparahan penyakit periodontitis agresif tidak sebanding dengan adanya
akumulasi plak dan kalkulus, tetapi bakteri tetap berperan dalam penyakit
tersebut. Bakteri patogen dominan pada periodontitis agresif berbeda dengan
periodontitis kronis. Riwayat penyakit periodontitis agresif dalam keluarga
penderita diduga merupakan faktor keturunan, dikarenakan adanya kelainan pada
sistem imun.7 Periodontitis agresif terjadi dapat terjadi pada segala usia.
Penegakkan diagnosis periodontitis agresif pada pasien usia lanjut lebih sulit
karena memiliki tanda-tanda klinis yang menyerupai periodontitis kronis. Hal
tersebut dipersulit dengan adanya penyakit sistemik yang menyertai penyakit
periodontitis.1
Bakteri penyebab periodontitis agresif didominasi oleh Aggregatibacter
actinomycetemcomitans (Aa).7,8 Jumlah deposit mikrobial tidak berpengaruh
terhadap keparahan kerusakan jaringan periodontal yang terjadi pada periodontitis
agresif. Penurunan fungsi kemotaksis neutrofil menyebabkan respon pertahanan
tubuh host untuk menetralisasi bakteri berkurang. Hal ini mengakibatkan
kerentanan terhadap timbulnya periodontitis agresif, yang pada akhirnya dapat
merusak jaringan periodontal.1,9
Kemotaksis neutrofil dipengaruhi oleh formyl peptide receptor 1 (FPR1) yang
dalam aktivasinya merespon peptida kemotaktik bakteri formyl methionyl leusyl
phenylalanine (FMLP). Berdasarkan kemampuannya untuk mengenal FMLP
bakteri, FPR1 dipercaya berperan dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi
bakteri.10
3
Respon inflamasi yang disebabkan oleh lipopolisakarida (LPS) bakteri memicu
aktivasi neutrofil dan pada akhirnya akan meningkatkan sintesis protein FPR1
pada permukaan sel neutrofil. Hal ini terjadi secara berulang ketika ada inflamasi,
mengakibatkan peningkatan jumlah FPR1 pada tiap sel.11 Protein FPR1 secara
basal (konstitutif) diekspresikan pada permukaan sel neutrofil, ekspresi protein
FPR1 akan meningkat jika terdapat respon terhadap stimulus inflamasi.11–13 Hal
yang sama dikemukakan oleh Anderson et al. (1987) dan Tennenberg et al. (1988)
bahwa jumlah reseptor pada neutrofil meningkat setelah distimulasi dengan agen
kemotaktik.14–16
Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa sel neutrofil pada beberapa
penderita periodontitis agresif memiliki respon kemotaksis abnormal terhadap
FMLP.17–19 Perez et al. (1994) mengemukakan bahwa penderita dengan respon
kemotaksis abnormal berhubungan dengan kerusakan reseptor (FPR) pada
permukaan sel neutrofil.20 Kondisi tersebut menjelaskan bahwa kejadian penyakit
periodontal dapat meningkat karena adanya penurunan aktivitas kemotaksis
neutrofil atau berkurangnya kemampuan pembunuhan bakteri.11,20
Van Dyke et al. (1990) melaporkan dalam penelitian in vitronya bahwa
sebanyak 70-80% penderita dengan gambaran klinis periodontitis agresif
menunjukkan gangguan kemotaksis neutrofil dan adanya penurunan ekspresi dua
biomarker pada permukaan sel neutrofil yaitu glycoprotein 110 (GP110) dan
FPR1.21
4
Berdasarkan pernyataan-pernyataan diatas maka penulis bermaksud melakukan
penelitian untuk mengetahui kadar protein FPR1 pada penderita periodontitis
agresif.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan yang dapat diidentifikasi
adalah:
1) Apakah terdapat perubahan kadar protein FPR1 pada periodontitis agresif?
2) Apakah kadar protein FPR1 dapat menjadi indikator kerusakan fungsi
kemotaksis neutrofil pada penderita periodontitis agresif?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1) Mengetahui perubahan kadar protein FPR1 pada penderita periodontitis
agresif.
2) Mengetahui apakah kadar protein FPR1 dapat dijadikan indikator
kerusakan fungsi kemotaksis neutrofil pada penyakit periodontitis agresif.
5
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini berguna untuk:
1) Manfaat teoritis
Kadar protein FPR1 dapat dijadikan indikator kerusakan fungsi
kemotaksis neutrofil pada penyakit periodontitis agresif.
2) Manfaat praktis
Pemeriksaan kadar protein FPR1 dapat dijadikan penunjang dalam
menegakkan diagnosis periodontitis agresif.
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN
DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
Kajian pustaka ini akan menjelaskan tentang periodontitis agresif, sel neutrofil
dan formyl peptide receptor 1 (FPR1).
2.1.1 Periodontitis Agresif
Klasifikasi penyakit periodontal direvisi pada tahun 1999 di International
Workshop for a Classification of Periodontal Diseases and Conditions menjadi
kronis, agresif, dan necrotizing, serta penyakit periodontal sebagai manifestasi
penyakit sistemik.22
Terminologi “periodontitis agresif” tidak merujuk kepada sebuah penyakit
baru, akan tetapi menunjukkan bentuk periodontitis yang jarang dan progresif,
kebanyakan kasus bermanifestasi pada usia muda. Hal ini menggantikan
terminologi “juvenile” atau “early onset periodontitis”. Penyakit periodontal yang
parah dan kehilangan gigi juga dapat disebabkan oleh kerusakan sistem imun yang
diakibatkan oleh penyakit sistemik, oleh karena itu kehadiran penyakit sistemik
harus dieksklusikan dari terminologi periodontitis agresif.22
Baer pada tahun 1971 mendefinisikan periodontitis agresif sebagai penyakit
jaringan periodontal yang terjadi pada remaja sehat, dengan karakteristik
7
kehilangan tulang alveolar yang progresif di sekitar lebih dari satu gigi permanen.
Jumlah kerusakan tidak sesuai dengan jumlah iritan lokal.3
2.1.1.1 Epidemiologi
Prevalensi periodontitis agresif lokalisata bervariasi bergantung kepada benua,
dan perbedaan ras atau etnis ternyata merupakan faktor yang cukup berkontribusi.
Estimasi prevalensi pada populasi Afrika dan kelompok keturunan Afrika adalah
sebesar 1-5%, 2.6% pada etnis Afrika-Amerika, 0.5-1.0% pada Hispanik di
Amerika Utara, 0.3-2.0% pada Amerika Selatan, dan 0.2-1.0% pada orang Asia.
Pada ras Kaukasia, prevalensinya sebesar 0.1% di Eropa Utara dan Eropa Tengah,
0.5% di Eropa Selatan, dan 0.1-0.2% di Amerika Utara. Prevalensi periodontitis
agresif lokalisata kurang dari 1% dan pada kasus generalisata sebesar 0.13%.
Orang kulit hitam lebih berisiko daripada orang kulit putih, pria lebih berisiko
terkena periodontitis agresif generalisata daripada wanita. Prevalensi periodontitis
agresif lokalisata di Asia adalah 1.2%, Prevalensi periodontitis agresif generalisata
di populasi Baghdad dan Iran sebesar 0.6% dan di Jepang sebesar 0.47%.3
Menurut penelitian Timmerman et al. tahun 1998, prevalensi periodontitis
agresif di Indonesia termasuk tinggi sebesar 3-10%4,5 dan data di FKG UNPAD
selama 3 bulan tahun 2010 ditemukan sebanyak 3.13% kasus periodontitis
agresif.6
8
2.1.1.2 Kriteria Diagnosis
Setiap bentuk penyakit periodontal didiagnosis terutama berdasarkan
kedalaman poket dan kehilangan perlekatan, serta berdasarkan gambaran
radiografis dan jika memungkinkan data mikrobiologis. Pemeriksaan poket
dengan probe periodontal pada seluruh regio gigi anak-anak dan dewasa muda
merupakan sebuah keharusan untuk mengenali kasus periodontitis agresif sedini
mungkin; Periodontal Screening Index (PSI) merupakan alat diagnostik yang
efisien untuk hal ini.22
Penegakkan diagnosis banding untuk periodontitis agresif dilakukan
berdasarkan perbedaannya dengan bentuk-bentuk periodontitis lainnya. Diagnosis
banding untuk periodontitis agresif adalah periodontitis kronis dengan trauma
oklusi, periodontitis kronis yang disertai penyakit sistemik, dan periodontitis
necrotizing. Periodontitis necrotizing lebih mudah untuk diidentifikasi karena
memiliki gambaran klinis yang khas. 22
Riwayat medis yang lengkap diperlukan untuk mengidentifikasi adanya kondisi
sistemik yang menyertai periodontitis. Hal tersebut diperlukan untuk menghindari
bias pada saat penegakkan diagnosis. Apabila terdapat kondisi sistemik yang
menyertai periodontitis maka perlu dipertimbangkan periodontitis kronis sebagai
diagnosisnya.22
Karakteristik utama periodontitis agresif adalah bentuk kerusakan jaringan
yang sangat progresif. Klasifikasi periodontitis agresif sekarang tidak lagi
berdasarkan usia, namun dari banyaknya kehilangan jaringan pendukung
9
periodontal. Distribusi yang spesifik dari lesi periodontal (gigi molar/ insisif atau
menyebar) dapat menjadi penentu diagnosis periodontitis agresif lokalisata atau
generalisata. 22
Kriteria diagnostik untuk periodontitis agresif termasuk keberadaan
mikroorganisme spesifik, khususnya Aggregatibacter actinomycetemcomitans
(Aa). Bakteri periopatogen ini dapat diidentifikasi menggunakan metode biologi
molekuler modern seperti PCR dan DNA-probes.22
Kriteria diagnosis penyakit periodontitis agresif menurut Land et al. (1999) dan
Joshipura et al. (2015) adalah sebagai berikut3,22:
1) Onset pada usia muda
2) Keterlibatan beberapa gigi dengan pola kehilangan perlekatan klinis dan
kehilangan tulang secara radiografis yang khas.
3) Perjalanan penyakit yang cepat tanpa keterlibatan penyakit sistemik yang
mengganggu respon tubuh terhadap infeksi.
4) Walaupun pada sebagian kasus penyakit muncul sebelum pubertas, pada
sebagian besar kasus muncul saat atau setelah periode pubertas. Seseorang
dapat terkena kasus ini pada usia yang muda (misalnya sebelum usia 25
tahun), walaupun gejalanya baru bisa dirasakan setelah penyakit tersebut
terlihat secara klinis.
5) Awalnya, lesi-lesi periodontal menunjukkan pola yang spesifik, secara
radiografis tampak kehilangan tulang vertikal pada permukaan proksimal
gigi-gigi posterior yang biasa terjadi secara bilateral. Gambaran radiografis
10
pada kasus-kasus periodontitis agresif yang parah tampak seperti
kehilangan tulang horizontal. Lesi periodontal yang agresif juga dapat
mengenai gigi sulung, walaupun kehilangan dini gigi sulung sangat jarang.
6) Periodontitis agresif dapat bersifat lokal atau menyebar. Pada kasus yang
lokal, kehilangan perlekatan jaringan periodontal dan tulang alveolar
biasanya dimulai pada gigi-gigi insisif dan gigi-gigi molar pertama
permanen, dengan bertambahnya usia maka lesi tersebut dapat menyebar
ke gigi-gigi sebelahnya. Bentuk yang menyebar dapat mengenai hampir
seluruh gigi permanen.
7) Terdapat agregasi familial.
Karakteristik yang tidak tetap dari penyakit ini adalah:
1) Jumlah deposit mikroba tidak sesuai dengan derajat kerusakan jaringan
periodontal
2) Peningkatan jumlah bakteri Aa, dan pada beberapa populasi juga terjadi
peningkatan Porphyromonas gingivalis (Pg).
3) Abnormalitas fagosit
4) Fenotip makrofag yang hiper-responsif termasuk peningkatan kadar PGE2
dan IL-1β
5) Progresi kehilangan tulang dan perlekatan jaringan periodontal dapat
terhenti sendiri tanpa medikasi
11
2.1.1.3 Klasifikasi, Gambaran Klinis dan Radiografis
World Workshop for the Classification of Periodontal Disease and Conditions
pada tahun 1999 telah mengidentifikasi gambaran klinis yang khas dari penyakit
periodontitis agresif dan menyimpulkan subklasifikasi dari penyakit ini menjadi
bentuk lokal (periodontitis agresif lokalisata) dan menyebar (periodontitis agresif
generalisata).22,23
Periodontitis agresif lokalisata dimulai pada usia periode pubertas, meliputi
kehilangan perlekatan interproksimal pada gigi molar pertama dan atau gigi-gigi
insisif, inflamasi jarang atau sedikit terlihat namun adanya poket periodontal yang
dalam disertai kerusakan tulang yang parah. Jumlah deposit plak sedikit, tidak
sesuai dengan jumlah kerusakan jaringan periodontal. Mineralisasi pembentukan
kalkulus jarang terjadi, namun kerusakan jaringan periodontal disebabkan oleh
adanya peningkatan jumlah bakteri Aa dan Pg.3,22
Periodontitis agresif generalisata memiliki ciri khas adanya kehilangan
perlekatan interproksimal pada sedikitnya tiga gigi permanen selain gigi insisif
dan molar pertama permanen pada individu berusia dibawah 30 tahun, dan
kerusakannya terjadi secara episodik. Jumlah plak minimal dan tidak sesuai
dengan derajat kerusakannya karena terdapat bakteri berupa Aa, Pg, dan
Tannerella forsythia (Tf) yang bersifat patogen.3,22
Gambaran klinis sekunder seperti migrasi gigi insisif ke arah distolabial dan
adanya diastema, kegoyangan gigi pada gigi yang terlibat, sensitifitas gigi karena
terbukanya permukaan akar, nyeri yang tumpul dan dalam hingga ke rahang, serta
12
abses periodontal dan dapat juga terjadi pembesaran kelenjar limfe. 3,22
Penderita periodontitis agresif generalisata mempunyai dua respon gingiva
yang berbeda. Respon pertama yaitu adanya inflamasi jaringan yang akut dengan
gambaran klinis gusi berwarna merah, ulseratif, dan perdarahan spontan yang
mengindikasikan fase destruktif yang parah. Respon kedua yaitu gambaran klinis
gingiva yang sehat tanpa inflamasi, berwarna merah muda dengan sedikit
stippling namun tetap terdapat poket periodontal yang dalam. Bentuk ini
menggambarkan fase penyakit yang statis.3
Penderita periodontitis agresif lokalisata biasanya menunjukkan gambaran
radiografis (Gambar 2.1 dan 2.2) berupa radiolusensi pada regio molar pertama
yang menunjukkan resorpsi tulang alveolar berbentuk kawah yang berawal dari
aspek distal gigi premolar kedua sampai aspek mesial gigi molar kedua.
Kerusakan ini disebabkan oleh kombinasi antara resorpsi vertikal dan horizontal.
Gambaran ini terjadi bilateral sehingga tampak seperti cermin. Penderita
periodontitis agresif generalisata menunjukkan gambaran radiografis kerusakan
tulang alveolar yang menyeluruh mulai dari resorpsi puncak tulang alveolar
ringan sampai parah, bergantung pada keparahan penyakitnya (Gambar 2.3 dan
2.4).24,25
13
Gambar 2.1 Periodontitis agresif lokalisata pada pasien 14 tahun dengan
kehilangan perlekatan di gigi 11 sampai 22, sedikit tanda-tanda inflamasi
gingiva.22
Gambar 2.2 Gambaran radiografis periodontitis agresif lokalisata
pada pasien 30 tahun, melibatkan gigi insisif dan molar pertama.22
Gambar 2.3 Gambaran radiografis periodontitis agresif generalisata
pada pasien wanita 23 tahun.22
14
2.1.1.4 Etiologi dan Patogenesis
Penyakit periodontitis agresif memiliki ciri khas kerusakan jaringan
periodontal yang relatif parah dan cepat. Hal ini disebabkan salah satunya oleh
virulensi patogen dan hal lainnya adalah peningkatan kerentanan secara genetis.
Keterlibatan bakteri periopatogen sudah dipastikan signifikan terhadap etiologi
periodontitis agresif, walaupun jumlah deposit mikrobial seringkali tidak sesuai
dengan derajat keparahan jaringan periodontal.22
Spesies-spesies bakteri yang berhubungan dengan lesi-lesi periodontal adalah
Aa, Pg, Tf, dan Treponema denticola (Td).22,26 Penelitian Mandell et al. (1987),
Socransky dan Haffajee (1992), dan Zambon et al. (1983) mengindikasikan Aa
sebagai faktor utama terjadinya periodontitis agresif lokalisata.22,27–29 Bakteri
berperan secara langsung dan tidak langsung dalam mempengaruhi sistem imun
tubuh pada kerusakan struktur periodontal pada kasus periodontitis kronis dan
Gambar 2.4 Gambaran radiografis pada penderita periodontitis
agresif generalisata berusia 19 tahun.25
15
agresif. Respon inflamasi lokal yang dipicu oleh bakteri berperan penting dalam
etiologi dan patogenesis periodontitis agresif, khususnya pada periodontitis
agresif lokalisata. Penelitian klinis menunjukkan korelasi antara hasil perawatan
dan persistensi Aa setelah perawatan. Periodontitis agresif generalisata terutama
berhubungan dengan adanya keterlibatan bakteri Pg dan Tf juga Aa. Bakteri
obligat anaerob Pg dan Tf memiliki faktor-faktor virulensi sama dengan Aa seperti
enzim-enzim bakteri, endotoksin dan fimbria yang berkontribusi dalam
patogenesis periodontitis agresif.22,30,31 Temuan mikrobiologis tersebut diatas
tidak dapat menentukan penegakkan diagnosis dan diagnosis banding
periodontitis agresif dari periodontitis kronis.22,32
Periodontitis agresif lokalisata memiliki karakteristik adanya akumulasi sel-sel
leukosit polimorfonuklear (PMNL) pada lesi periodontal. Patogenesis
periodontitis agresif lokalisata tidak hanya dipengaruhi oleh tidak aktif atau
rusaknya fungsi PMNL, tetapi penelitian terbaru menunjukkan bahwa terdapat
hiperaktivasi sel-sel imun secara kronis yang berperan penting dalam pelepasan
zat-zat toksik secara terus-menerus, sehingga akhirnya bertanggung jawab
terhadap kerusakan jaringan periodontal.22,33,34
Perubahan reaksi antibodi terhadap mikroorganisme yang berhubungan dengan
periodontitis merupakan ciri khas pada periodontitis agresif generalisata.22,35–37
Sitokin dan mediator-mediator inflamasi lainnya juga memiliki peran dalam
patogenesis baik pada periodontitis agresif atau periodontitis kronis. Meski
demikian, respon tubuh pada pasien-pasien periodontitis agresif dapat beragam.22
16
Penelitian yang berlangsung selama kurang lebih 10 tahun terakhir mendukung
teori bahwa respon tubuh sebagai contohnya kualitas dan kuantitas respon
inflamasi lokal setidaknya ditentukan sebagian secara genetis. Jumlah kejadian
rata-rata early onset periodontitis di dalam keluarga telah dilaporkan sebanyak 20-
50%.22,38,39 Hal ini sejalan dengan teori bahwa faktor predisposisi untuk
periodontitis agresif salah satunya adalah faktor genetik dan terdapat hubungan
antara single nucleotide polymorphism (SNP) dengan jumlah kejadian
periodontitis agresif.22
2.1.1.5 Peran Genetik dalam Periodontitis Agresif
Gambaran klinis periodontitis akibat bakteri plak dapat berbeda pada setiap
individu. Beberapa individu yang rentan akan terkena bentuk agresif dari
periodontitis pada usia yang masih muda, sedangkan individu lain mungkin saja
tidak terkena sama sekali.40,41 Beberapa tipe periodontitis agresif mungkin
diturunkan menurut pola Mendelian. Meng et al. (2007) meneliti pada dua
generasi atau lebih dan menyatakan predisposisi genetik untuk periodontitis
agresif dapat disebabkan oleh pola autosomal dominan, autosomal resesif, dan X-
linked dominan. Karakteristik pola autosomal dominan adalah seluruh generasi
dapat terkena periodontitis agresif. Saudara kandung dari individu yang terkena
juga menderita periodontitis agresif, berbeda dengan pola autosomal resesif, tidak
semua generasi terkena. Orang tuanya tidak menderita periodontitis, namun anak
kandungnya kemungkinan menderita periodontitis agresif. Meningkatnya
17
prevalensi periodontitis agresif pada perempuan mendukung hipotesis adanya pola
X-linked dominan. 42
Faktor-faktor genetik telah diketahui mengatur sistem pertahanan tubuh non
spesifik dan SNP genetik tertentu dapat menurunkan sistem imun sehingga tidak
mampu menahan infeksi mikroorganisme.42–45 Faktor genetik memiliki peran
penting pada patogenesis periodontitis agresif dibanding periodontitis kronis dan
hal ini mungkin disebabkan peran sistem pertahanan tubuh non spesifik dalam
patogenesis penyakit. 3,46–48 Beberapa SNP pada gen IL-1, IL-10, TNF-, Fc-
receptor, human leukocyte antigen (HLA), reseptor vitamin D dan reseptor N-
formylpeptide telah diteliti sebagai kemungkinan biomarker peningkatan
kerentanan individu terhadap PA.42 Polimorfisme atau SNP pada gen FPR1 dapat
mempengaruhi fungsi kemotaksis neutrofil dengan menurunkan ekspresi protein
tersebut, sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya PA.49 Polimorfisme
(SNP) yang telah dilaporkan antara lain pada nukleotida 310, 568 dan 576 gen
FPR1 menyebabkan perubahan kode asam amino dan telah terbukti berhubungan
erat dengan PA.50,51 Penelitian lain dengan subjek orang Jepang menemukan
adanya hubungan antara PA dengan SNP pada 5 jenis FPR1 (_12915C>T,
_10056T>C, _8430A>G, 301G>C and 546C>A) dan satu haplotipe (-12915T-
301G-546C).52,53 Perubahan dua kodon pada domain transmembran kedua
(329T>C) dan loop intraseluler kedua (378C>G) gen FPR1 berhubungan erat
dengan PA lokalisata pada ras kulit hitam di Amerika. Kedua SNP tersebut
terbukti mempengaruhi G-protein coupling dan fungsi kemotaksis neutrofil.54,55
18
Perubahan asam amino yang telah disebutkan juga dapat mempengaruhi ligand
binding dan transduksi sinyal sehingga mempengaruhi aktivitas kemotaksis
neutrofil.56
2.1.2 Neutrofil
Empat puluh sampai 70% dari total leukosit yang bersirkulasi adalah neutrofil.
Sebagai sel fagosit utama, neutrofil (PMN) berperan penting dalam sistem
pertahanan tubuh melawan bakteri ekstraseluler dan dalam reaksi inflamasi akut.
Neutrofil bersirkulasi di dalam darah dan dapat bermigrasi ke jaringan yang
terinfeksi dan sedang mengalami inflamasi dengan bantuan kemoatraktan, yaitu
suatu zat yang dikeluarkan oleh bakteri sendiri atau dari reaksi inflamasi oleh sel-
sel yang terinfeksi.
Neutrofil memiliki beberapa mekanisme selektif dalam pengendalian bakteri,
termasuk intraseluler dan ekstraseluler, mekanisme oksidatif dan non-oksidatif,
yang dipicu oleh interaksi antara reseptor dengan ligand endogen seperti ikatan
antibodi atau komplemen, atau faktor eksogen bakteri. Respon normal neutrofil
terhadap invasi bakteri pada daerah infeksi meliputi beberapa proses yaitu
perkembangan neutrofil dari sel puncah dalam sumsum tulang, pelepasan sel
neutrofil matang dari sumsum tulang ke aliran darah, pergerakan dan perlekatan
sel neutrofil ke endotelium pembuluh darah, pergerakan sel neutrofil dari
pembuluh darah ke jaringan ikat, pergerakan sel neutrofil ke lokasi jejas,
19
identifikasi benda asing atau mikroorganisme, penempelan dan fagosit benda
asing. 57,58
Rekrutmen dan aktivasi sel neutrofil ke lokasi infeksi atau inflamasi lebih
banyak bergantung kepada ekspresi reseptor di permukaan sel terhadap
kemoatraktan. Beberapa zat kemotaktik neutrofil yaitu komponen fragmen
komplemen C5a, peptida N-formylmethionyl atau formilpeptida yaitu formyl
methionyl leusyl isoalanine (FMLP) yang merupakan analog dari produk
bakteri56,59 atau protein mitokondria yang dihasilkan dari jaringan yang rusak51,
faktor aktivasi platelet (platelet activating factor / PAF) dan leukotriene B4
(LTB4). Walaupun memiliki struktur berbeda, namun zat-zat tersebut memiliki
aktivitas biologis yang sama yaitu merangsang sel neutrofil dengan berikatan pada
reseptor spesifik dengan afinitas tinggi di permukaan sel.57,58
2.1.3 Formyl Peptide Receptor 1 (FPR1)
Satu sel neutrofil mengekspresikan sekitar 55.000 sampai 70.000 formyl
peptide receptor yang merupakan kelompok kecil domain transmembran G-
protein-coupled dan diekspresikan terutama oleh leukosit fagositik dan berperan
penting dalam pertahanan tubuh dan reaksi inflamasi. Reseptor ini mampu
mengikat formilpeptida seperti N-formylmethionyl yang diproduksi oleh degradasi
bakteri maupun sel inang. Reseptor ini juga terlibat sebagai perantara respon sel
imun terhadap infeksi tetapi juga dapat menekan sistem imun pada kondisi
tertentu. 49,60,61 Reseptor FPR1 ketika diaktifkan berperan dalam berbagai fungsi
20
antara lain kemotaksis, degranulasi, produksi reactive oxygen species (ROS) dan
fagositosis.11,62
Formyl peptide receptor (FPR) manusia terdiri dari tiga jenis yaitu FPR1,
FPR2/ALX dan FPR3, ketiganya memiliki homologi sequence yang signifikan dan
dikode dari beberapa kluster gen. Hanya FPR1 yang dapat berikatan dengan
FMLP dengan afinitas tinggi. FPR2/ALX merupakan reseptor dengan 351 asam
amino dan memiliki 69% asam amino yang sama dengan FPR1 manusia. Reseptor
ini berikatan dengan FMLP dengan afinitas yang rendah. FPR3 memiliki
kesamaan protein sebesar 56% dengan FPR1, tidak dapat berikatan dengan FMLP
tetapi memiliki sifat agonis terhadap protein mitokondria. Ketiga anggota FPR
tersebut terdapat pada kromosom lengan panjang 19q13.3 – 19q13.4 dekat dengan
gen reseptor C5a.49
Gambar 2.5 Struktur reseptor FPR111
21
Protein reseptor FPR1 secara basal diekspresikan pada permukaan sel neutrofil,
dan akan meningkat ekspresinya jika terdapat stimulus inflamasi. Secara in vitro,
stimulus ini dapat berupa lipopolisakarida (LPS), platelet-activating factor,
unmethylated CpG oligodinucleotides, dan tumor necrosis factor α (TNF- α)11,16
Peningkatan kadar FPR1 akibat inflamasi juga sesuai dengan penelitian yang
dilakukan Ben-Baruch et al. (1995) bahwa LPS memicu peningkatan ekspresi
reseptor FMLP pada neutrofil dengan meningkatkan transkripsi gen reseptor
tersebut.12 Pernyataan yang sama dikemukakan oleh Mandal et al (2005) bahwa
kadar protein FPR1 meningkat pada makrofag dan neutrofil karena terpapar oleh
LPS dan hal ini terjadi karena meningkatnya transkripsi pada mRNA FPR1.
Lipopolisakarida juga dapat merangsang proses komunikasi intra dan inter seluler
secara langsung yang pada akhirnya akan meningkatkan ekspresi gen FPR1.13
Peningkatan kadar FPR1 juga telah dibuktikan terjadi pada penderita emfisema,
penyakit Chron, dan sepsis.11,63–65
2.2 Kerangka Pemikiran
Periodontitis agresif merupakan bentuk penyakit periodontal yang
menunjukkan kerusakan jaringan periodontal progresif dan berhubungan dengan
beberapa abnormalitas fungsi sel, salah satunya adalah sel neutrofil. Neutrofil
adalah sel yang berperan penting dalam respon inflamasi dan memiliki berbagai
fungsi antara lain: adhesi, kemotaksis, fagositosis, dan aktivitas mikrobisidal. Sel
neutrofil dari pembuluh darah bermigrasi ke lokasi inflamasi diperantarai oleh
22
beberapa faktor antara lain adalah komplemen (C5a), interleukin-8 (IL-8),
leukotriene, dan antigen bakteri.34
Neutrofil memiliki 55.000-70.000 reseptor pada permukaannya disebut sebagai
formyl peptide receptor (FPR), yang tergolong ke dalam G-protein-coupled-
receptor berperan penting dalam aktivitas kemotaksis. Formyl peptide seperti N-
formylmethionyl (FMLP) yang diproduksi oleh degradasi bakteri maupun sel
inang berikatan dengan FPR1 berafinitas tinggi.49,61,66,67
Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa sel neutrofil pada beberapa
penderita PA memiliki respon kemotaksis abnormal terhadap FMLP dan adanya
penurunan biomarker pada reseptor FMLP.17–19,21 Perez et al. (1994)
mengemukakan bahwa pasien dengan respon kemotaksis abnormal berhubungan
dengan kerusakan reseptor FPR1 pada permukaan sel neutrofil.20 Kondisi tersebut
menjelaskan bahwa penyakit periodontitis agresif dapat terjadi karena adanya
penurunan aktivitas kemotaksis neutrofil atau berkurangnya kemampuan
pembunuhan bakteri.11,20
Periodontitis agresif
Abnormalitas kemotaksis neutrofil
Kerusakan FPR1 Kadar protein FPR1 Struktur protein FPR1
23
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka dapat diperoleh premis-premis
sebagai berikut:
Premis 1 : Periodontitis agresif berhubungan dengan abnormalitas fungsi
kemotaksis neutrofil.17–19
Premis 2 : Fungsi kemotaksis neutrofil berhubungan dengan aktivitas protein
FPR1.20
Premis 3 : Aktivitas protein FPR1 berhubungan dengan kadar dan struktur
protein FPR1.21
2.3 Hipotesis
Berdasarkan premis-premis yang dikemukakan diatas, maka dapat ditarik
hipotesis: terdapat perubahan kadar protein FPR1 pada penderita periodontitis
agresif.
24
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah pasien yang datang ke Klinik Periodontik
RSGM FKG UNPAD pada bulan Desember 2015 sampai Maret 2016.
3.2 Subjek Penelitian
Subjek kelompok kasus penelitian adalah pasien periodontitis agresif dan
kelompok kontrol adalah subjek dengan gingiva sehat yang memenuhi kriteria
penelitian, yaitu:
1) Kriteria inklusi:
(1) Pasien dengan diagnosis periodontitis agresif
(2) Pasien dengan gingiva sehat
(3) Bersedia menjadi subjek penelitian
2) Kriteria eksklusi:
(1) Pasien penderita penyakit sistemik
(2) Hamil, menyusui, atau menopause
(3) Mengonsumsi obat-obatan (antibiotik dan antiinflamasi) selama 6 bulan
terakhir
(4) Perokok
25
3.3 Besar Sampel
Besar sampel ditentukan berdasarkan rumus untuk menguji perbedaan dua
rerata, yaitu68:
Keterangan:
n = besar sampel kedua kelompok
Z = nilai deviat z pada distribusi normal untuk tingkat kemaknaan
(untuk = 0,05 adalah 1,96)
Z = nilai deviat z pada distribusi normal standar untuk power test 1- yang
dihitung (untuk power test 80% sesuai dengan 0,84)
s = standar deviasi FPR1 gabungan
d = besarnya perbedaan rata-rata FPR1 pada kedua kelompok penelitian
Berhubung nilai standar deviasi dan d belum diketahui maka besarnya s dan d
ditentukan berdasarkan Standardized Range = d/sd = 1. Jadi berdasarkan rumus
diatas diperoleh:
Maka dengan rumus tersebut diperlukan minimal n = 16 per kelompok.
n = 2s2 (Z + Z)2
d2
n = 2 (1,96 + 0,84) 2 = 16
12
26
Pemilihan subjek penelitian dilakukan dengan cara consecutive sampling yaitu
berdasarkan urutan datang pasien PA yang berobat ke klinik Periodontik RSGM
FKG UNPAD. Berdasarkan kriteria inklusi diperlukan 16 orang subjek pasien
penderita PA sebagai subjek kasus, dan 16 orang subjek dengan gingiva sehat
sebagai kontrol.68
3.4 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kasus kontrol.
3.5 Identifikasi Variabel
Variabel penelitian yang digunakan adalah:
1) Variabel bebas yaitu kadar protein FPR1
2) Variabel terikat yaitu periodontitis agresif
3) Variabel perancu yaitu usia dan jenis kelamin
3.6 Definisi Operasional
1) Protein FPR1, merupakan protein formyl peptide receptor 1 dalam darah yang
diperiksa dengan ELISA menggunakan Cloud-Clone Corp. ELISA Kit. 49,60
2) Periodontitis agresif (PA), penyakit periodontal yang memiliki tanda-tanda
klinis kedalaman poket periodontal ≥ 4mm minimal pada gigi M1 dan I,
dengan gambaran radiografis terdapat kerusakan tulang berbentuk kawah
(crater atau angular) pada gigi-gigi yang terlibat dan kerusakan bersifat
bilateral.7,22
27
3) Kelompok kontrol yaitu kelompok orang dengan keadaan gingiva sehat secara
klinis berdasarkan Gingival Index (Löe and Silness, 1963). Kelompok ini
memiliki karakteristik gingiva warna merah muda (coral pink), tanpa edema
dan tanpa bleeding on probing.7,22,69
3.7 Alat Penelitian
Alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi Cloud-Clone Corp. ELISA
Kit yang terdiri dari (Gambar 3.1) :
1) Pre-coated, 96-well strip plate
2) Plate sealer untuk 96 wells
3) Standard
4) Standard Diluent: 1×20 mL
5) Detection Reagent A: 1×120 µL
6) Assay Diluent: A 1×12 mL
7) Detection Reagent B: 1×120 µL
8) Assay Diluent B: 1×12 mL
9) Substrate A: 1×10 mL
10) Substrate B: 1×2 mL
11) Akuades
12) Microplate reader dengan filter 450nm
13) Single atau multi-channel pipettes dan disposable tips.
14) Eppendorf tubes untuk melarutkan sampel
15) Wash Buffer (konsentrasi 30 ×): 1×20 mL dan botol untuk Wash Solution
28
Alat pendukung penelitian meliputi:
1) Kaca mulut
2) Sonde
3) Probe (Osung UNC 15)
4) Pinset
5) Gelas kumur
6) Spuit 3 cc
7) Masker dan sarung tangan
8) Alat tulis
9) Baki instrumen
Gambar 3.1 Alat dan bahan penelitian (dari kiri
ke kanan): ELISA Reader, ELISA Kit Cloud
Clone Corp., 96 well plate, larutan standar,
aquades, multi-channel pipettes, plate sealer
29
3.8 Bahan Penelitian
Bahan penelitian adalah darah sejumlah 3 mL yang diambil oleh perawat dari
subjek penelitian, kemudian disentrifugasi selama 10 menit pada 3000 rpm.
Sebanyak 100µL serum darah digunakan untuk pemeriksaan protein FPR1.
Semua kegiatan laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler -
Lembaga Penelitian Kedokteran UNPAD Bandung.
3.9 Etika Penelitian
Penelitian ini dilakukan setelah disetujui oleh Komite Etik Penelitian
Kesehatan FK-Unpad / RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Lembar persetujuan
(informed consent) dibuat dan diberikan kepada semua calon subjek penelitian
yang memenuhi kriteria inklusi. Calon subjek penelitian yang bersedia harus
menandatangani lembar persetujuan dan tidak ada paksaan untuk menjadi subjek
penelitian.
3.10 Prosedur Pengambilan Sampel
Prosedur pengambilan sampel meliputi tahap persiapan dan tahap pelaksanaan.
1) Tahap Persiapan
Persiapan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
(1) Data yang dicatat meliputi nama, usia, jenis kelamin, nomor rekam
medis, alamat, kapan mulai timbulnya keluhan, ada tidaknya gigi yang
terlepas sendiri karena goyang, ada tidak riwayat keluarga dengan
keluhan yang sama, dan riwayat penyakit sistemik.
30
(2) Sampel penelitian diambil berdasarkan urutan kedatangan pasien
(consecutive sampling from admissions) sampai ukuran sampel
terpenuhi, kemudian dibagi kedalam dua kelompok yaitu:
Kelompok I: Subjek dengan periodontitis agresif
Kelompok II: Subjek dengan keadaan gingiva sehat
2) Tahap Pelaksanaan
Darah subjek penelitian diambil sebanyak 3 mL digunakan untuk analisis kadar
protein FPR1 dengan ELISA, kemudian dibawa ke laboratorium Genetika
Molekuler - Lembaga Penelitian Fakultas Kedokteran UNPAD.
3.11 Prosedur Laboratorium
Darah subjek penelitian diambil sebanyak 3 mL digunakan untuk analisis kadar
protein FPR1 dengan ELISA, kemudian dibawa ke Laboratorium Genetika
Molekuler - Lembaga Penelitian Fakultas Kedokteran UNPAD.
3.11.1 Pengambilan dan Penyimpanan Sampel
Teknik pengambilan dan penyimpanan sampel adalah sebagai berikut:
1) Darah subjek penelitian sebanyak 3 mL disentrifugasi selama 10 menit pada
kecepatan 3000 rpm.
2) Serum diambil dan tempatkan di tabung steril yang baru.
3) Serum disimpan pada suhu -20oC
31
3.11.2 Prosedur Persiapan Reagen
Teknik persiapan reagen untuk pemeriksaan ELISA adalah sebagai berikut:
1) Kit disimpan pada suhu ruangan (18-25oC) sebelum digunakan.
2) Standard – Dibuat standard dengan konsentrasi 10ng/mL, 5ng/mL, 2.5 ng/mL,
1.25 ng/mL, 0.625 ng/mL, 0.312 ng/mL, 0.156 ng/mL, dan Blank 0 ng/mL.
3) Detection Reagent A - Dilarutkan dengan penambahan Assay Diluent A
dengan perbandingan 1:100.
4) Detection Reagent B – Dilarutkan dengan penambahan Assay Diluent B,
dengan perbandingan 1:100.
5) Wash Solution – Dilarutkan 20mL Wash Solution 30x dengan 580mL akuades.
3.11.3 Prosedur Pemeriksaan dengan ELISA
Prosedur pemeriksaan kadar protein FPR1 dengan ELISA adalah sebagai
berikut:
1) Plate, larutan Standard, Blank, dan Sampel disiapkan. Satu sampel dilakukan
dua kali pemeriksan (duplo) untuk mengurangi bias penelitian (Gambar 3.2).
2) Larutan Standard, Blank, dan Sampel sebanyak masing-masing 100 µL
ditambahkan pada well kemudian ditutup dengan plate sealer dan diinkubasi
selama 2 jam pada suhu 37oC.
3) Plate sealer dibuka kemudian seluruh cairan di dalam well dibuang tetapi well
jangan dicuci.
4) Detection Reagent A sebanyak 100µL ditambahkan pada setiap well kemudian
ditutup dengan plate sealer dan diinkubasi selama 1 jam pada suhu 37oC.
32
5) Plate sealer dibuka dan larutan di dalamnya dibuang kemudian well dibilas
dengan Wash Solution 1x sebanyak 350 µL. Pembilasan dilakukan sebanyak 3
kali.
6) Detection Reagent B sebanyak 100µL ditambahkan pada setiap well kemudian
tutup dengan plate sealer dan diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37oC.
7) Plate sealer dibuka dan larutannya dibuang kemudian well dicuci sebanyak 5
kali dengan Wash Solution 1x 350 µL.
8) Substrate Solution sebanyak 90 µL ditambahkan pada setiap well, kemudian
ditutup kembali dengan plate sealer yang baru dan diinkubasi selama 15-20
menit pada suhu 37oC. Larutan akan berubah menjadi warna biru.
9) Stop Solution sebanyak 50µL ditambahkan pada setiap well. Larutan akan
berubah menjadi warna kuning.
10) Well siap diukur menggunakan ELISA Reader pada 450 nm.
Sampel 1
Larutan
standar
Gambar 3.2 Contoh penempatan sampel untuk pemeriksaan
duplo pada 96 well-plate
33
3.12 Analisis Data
Data yang terkumpul diolah dan dianalisis secara statistik. Data karakteristik
yang bersifat kategorik diuji dengan menggunakan uji Chi Kuadrat. Data yang
bersifat numerik diuji dengan uji t atau uji Mann-Whitney jika data tidak
berdistribusi normal. Kemaknaan hasil uji ditentukan berdasarkan nilai p < 0.05.68
Pengujian hipotesis yaitu menguji perbedaan kadar protein FPR1 digunakan uji
t atau Mann-Whitney, selanjutnya jika bermakna akan ditentukan nilai cut off
dengan menggunakan kurva ROC (Receiver Operating Characteristic).68
34
3.13 Alur Penelitian
n SAMPEL
PERIODONTITIS AGRESIF KONTROL
PENGAMBILAN DARAH SEBANYAK 3 ML
SENTRIFUGASI 10 MENIT 3000 RPM
DIAMBIL 100 L SERUM
ANALISA KADAR PROTEIN FPR1 DENGAN ELISA
ANALISIS DATA
SIMPULAN
35
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Jumlah subjek yang sesuai dengan kriteria inklusi terdiri dari 20 orang
penderita periodontitis agresif (PA) sebagai kelompok uji dan 20 orang subjek
dengan gingiva sehat sebagai kelompok kontrol. Hasil penelitian ini adalah
menilai perbedaan kadar protein FPR1 antara penderita PA dan kontrol.
4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik seluruh subjek penelitian berdasarkan usia dan jenis kelamin
diperlihatkan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian
KELOMPOK
NILAI p PA KONTROL
(n= 20) (n=20)
1. Usia (th)
0,000
Rerata (SD) 39,8 (8,93) 27,65 (5,59)
Median 39 27
Rentang 24-55 21-40
2. JenisKelamin
0,204
Laki-laki 11 7
Perempuan 9 13
Keterangan :
Usia dihitung berdasarkan uji Mann-Whitney dan jenis kelamin dengan uji Chi Kuadrat.
36
Rerata usia kelompok PA dari 20 subjek penelitian sebesar 39,8 tahun dengan
median 39 tahun dan rentang 24-55 tahun. Rerata usia kelompok kontrol dari 20
subjek penelitian sebesar 27,65 tahun dengan median 27 tahun dan rentang 21-40
tahun. Kelompok PA terdiri dari 11 subjek laki-laki dan 9 subjek perempuan.
Kelompok kontrol terdiri dari 7 subjek laki-laki dan 13 subjek perempuan.
4.1.2 Kadar Protein FPR1 Kelompok PA dan Kontrol
Uji Mann-Whitney dilakukan untuk melihat perbedaan kadar protein FPR1
antara kelompok PA dan kontrol seperti terlihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Kadar Protein FPR1 Kelompok PA dan Kontrol
KELOMPOK
NILAI p PA
(pg/mL)
KONTROL
(pg/mL)
(n= 20) (n=20)
Rerata (SD) 0,353 (0,29) 0,296 (0,22) 0,787
Median 0,223 0,26
Rentang 0,11-1,18 0,05-0,88
Rerata kadar protein FPR1 pada kelompok PA sebesar 0,353 pg/mL (SD=0,29)
dengan median 0,223 pg/mL dan rentang dari 0,11-1,18 pg/mL. Rerata kadar
protein FPR1 pada kelompok kontrol sebesar 0,296 pg/mL (SD=0,22) dengan
median 0,26 pg/mL dan rentang dari 0,05-0,88 pg/mL. Berdasarkan pengujian
dengan Mann-Whitney diperoleh nilai p sebesar 0,787, oleh karena nilai p (0,787)
> 0,05 maka pada tingkat kepercayaan 95% dan tingkat kekeliruan 5% dinyatakan
37
tidak bermakna, artinya tidak terdapat perbedaan kadar protein FPR1 yang
signifikan antara kelompok PA dan kontrol.
4.2 Pembahasan
Hasil penelitian ini menunjukkan rentang usia pada kelompok PA adalah antara
24-55 tahun dengan rerata 39,6 tahun. Hal ini berbeda dengan penelitian yang
dilakukan Albandar et al. tahun 1997 pada populasi orang kulit hitam Afrika-
Amerika, Hispanik dan ras kulit putih Amerika Serikat menunjukkan bahwa
rentang usia penderita PA adalah antara 13-17 tahun70 dan Kowashi tahun 1988
melaporkan rentang usia 19-28 tahun.71 Perbedaan ini kemungkinan berasal dari
beberapa faktor, antara lain: perbedaan cara pengambilan sampel, kriteria inklusi
dan eksklusi, desain penelitian, metode analisis dan subjek penelitian yang datang
adalah penderita PA yang sudah terganggu dengan keadaan klinis penyakit.4,70,71
Penegakkan diagnosis PA akan sulit apabila pasien yang datang berusia lebih dari
30 tahun. Hasil penelitian yang tidak signifikan mungkin disebabkan oleh kriteria
sampel yang tidak sesuai dengan teori bahwa PA terjadi pada usia muda.3,22 Usia
tidak akan menjadi bias penelitian apabila setiap sampel diperiksa gen yang
terlibat dalam penyakit PA, oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian lanjut
dengan pemilihan sampel menggunakan DNA sequencing untuk mengetahui letak
SNP yang berhubungan dengan PA atau microbiology PCR dan DNA probes
untuk mengidentifikasi bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans.22
38
Penelitian ini menunjukkan tidak terdapat perbedaan jenis kelamin antara
kedua kelompok (p=0.204, p > 0.05) sehingga dapat diketahui bahwa tidak ada
kecenderungan pengaruh jenis kelamin terhadap penyakit PA. Penelitian-
penelitian telah menunjukkan bahwa prevalensi penyakit periodontal lebih tinggi
terjadi pada perempuan. Nassar et al. (1994) menyebutkan rasio PA pada
perempuan dibandingkan dengan laki-laki adalah 1,88:1 pada subjek Saudi dan
perbedaan jenis kelamin tersebut signifikan (x= 5.490, P < .05).72 Penelitian
Melvin et al. (1991) menunjukkan jumlah perempuan lebih banyak dibandingkan
laki-laki dengan rasio sebesar 4,3:1 pada ras Kaukasia dan 1,1:1 pada keseluruhan
subjek penelitian.73 Penelitian saat ini menunjukkan jumlah perempuan lebih
sedikit dibandingkan dengan laki-laki yaitu sebesar 1:1,2, sesuai dengan penelitian
yang telah dilakukan Cho et al. (2011) di Korea yang menunjukkan rasio
perempuan lebih sedikit sebesar 1:2,5 dan penelitian Albandar di Uganda yaitu
sebesar 1:1,52.4 Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui perbandingan
jumlah penderita PA pada perempuan dan laki-laki di Indonesia secara global.
Penelitian-penelitian yang telah disebutkan menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan rasio jenis kelamin penderita PA pada setiap etnis, sehingga ada
tidaknya pengaruh jenis kelamin terhadap kejadian PA masih belum pasti.
Hasil penelitian menunjukkan kadar protein FPR1 pada kelompok PA tidak
mengalami perubahan yang bermakna. Hal tersebut sesuai dengan penelitian De
Nardin et al. (1990) dan Perez et al. (1991) yang menyatakan tidak ada perbedaan
kadar protein reseptor formyl peptide receptor (FMLP) antara penderita
39
periodontitis agresif lokalisata (PAL) dengan kontrol. Penelitian tersebut juga
menyebutkan penurunan kemotaksis pada penderita PAL diduga tidak sepenuhnya
disebabkan oleh penurunan kadar protein reseptor, namun dapat berasal dari
perubahan atau kerusakan dari dalam reseptor itu sendiri.19,74,75
Penelitian tersebut di atas bertentangan dengan beberapa penelitian lain yang
menyebutkan bahwa pada penderita PA terjadi penurunan ekspresi protein
reseptor FMLP. Van Dyke et al. (1981, 1983) dan De Nardin et al. (1990)
menyebutkan bahwa penderita PAL memperlihatkan penurunan ekspresi reseptor
FMLP, C5a, dan LTB4 sebesar 50%.74,76–78
Penelitian yang telah dilakukan oleh Van Dyke et al. (1981) memperlihatkan
ekspresi protein FPR pada permukaan sel neutrofil lebih rendah pada penderita
PAL daripada individu normal, namun jumlah reseptor tiap individu tidak
disebutkan.76 Penelitiannya pada tahun 1985 menunjukkan jumlah binding site
untuk FMLP pada sel neutrofil penderita PAL sebanyak 9200 dan pada yang
normal sebanyak 20.000.79 Hal ini berarti jumlah kadar protein FPR1 terhadap
FMLP pada penderita PAL lebih rendah daripada normal.
Penelitian yang serupa juga dikemukakan oleh Sigusch et al. (2001) bahwa
kemotaksis terhadap FMLP menurun pada kelompok penderita PAL dibandingkan
dengan kelompok periodontitis kronis dan kontrol.80 Kemotaksis abnormal
berhubungan dengan perubahan aktivitas FPR terhadap FMLP pada penderita
PAL.55
40
Kadar protein FPR1 pada penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian
Van Dyke et al. (1981 dan 1985), De Nardin et al. (1990), dan Sigusch et al.
(2001) yang menyatakan adanya penurunan kadar protein FPR1 pada periodontitis
agresif.54,76,79,80 Hal ini diduga disebabkan oleh (i) penurunan jumlah reseptor
pada membran sel, (ii) kerusakan pada reseptor FMLP di membran sel atau co-
reseptor untuk FMLP seperti GP110 (glycoprotein 110) atau CD38 yang
memfasilitasi dan meningkatkan respon kemotaksis, atau (iii) kombinasi antara
keduanya.47 De Nardin (1994) menyebutkan kerusakan secara genetik pada
reseptor terhadap kemoatraktan dapat terjadi karena (i) pengaturan struktur dalam
membran plasma dan/atau efeknya terhadap aktivasi sel (contohnya pada
kemotaksis, respiratory burst, dan lain-lain) dan (ii) mekanisme transmembrane
signaling. Perubahan fungsi sel dapat terjadi apabila terdapat kerusakan pada
salah satu reseptor. Kerusakan pada salah satu reseptor mungkin dapat
menyebabkan kerusakan pada reseptor lain yang memiliki fungsi.81
Penelitian-penelitian sebelumnya mengemukakan bahwa gen FPR1 sangatlah
polimorfik.54,50–52 Periodontitis agresif berhubungan erat dengan single nucleotide
polymorphism (SNP) pada gen FPR1 di beberapa populasi,.54,51,52 Single
nucleotide polymorphism yang terjadi pada satu atau lebih basa nukleotida gen
FPR1 dapat mengubah sintesis asam amino, yang kemudian dapat mengubah
jumlah dan fungsi protein. Asam amino yang berubah akibat SNP adalah bentuk
SNP non-sinonim, sedangkan apabila asam amino yang dihasilkan tidak berubah
walaupun terdapat SNP maka disebut SNP sinonim. Bentuk SNP sinonim tidak
41
mengubah suatu fungsi protein, namun bentuk non-sinonim dapat mengubah
fungsi karena perbedaan susunan asam amino bisa saja tidak berpengaruh pada
fungsi protein.49,50
Fungsi reseptor FPR1 dipengaruhi oleh transkripsi pada coding region gen
FPR1 dan jumlahnya dipengaruhi oleh transkripsi pada daerah promoter. Mutasi
atau SNP yang terjadi pada promoter atau coding region gen FPR1
mempengaruhi transkripsi protein dan akhirnya dapat mengubah sintesis asam
amino, sehingga dapat mempengaruhi jumlah atau fungsi protein. 49,51,61,82
Kadar protein FPR1 kelompok PA tidak mengalami perubahan yang bermakna
karena jumlahnya pada permukaan sel tidak berkurang, hal ini diduga karena tidak
adanya gangguan pada daerah promoter.51,61 Kerusakan jaringan yang tampak
secara klinis pada penderita PA diduga disebabkan oleh (i) gangguan transkripsi
pada coding region gen FPR1, (ii) gangguan transduction signaling pathway, (iii)
penurunan afinitas binding reseptor, (iv) atau ketiga-tiganya yang berhubungan
dengan fungsi kemotaksis reseptor tersebut.83 Penurunan fungsi reseptor akibat
gangguan signaling dapat terjadi karena abnormalitas peredaran intraseluler Ca2+,
peningkatan kadar diacylglycerol dengan penurunan aktivitas diglyceride kinase,
dan penurunan aktivitas calcium-dependent protein kinase C. Penelitian biokimia
terhadap kerusakan neutrofil pada PAL telah memperlihatkan penurunan reseptor
terhadap peptida kemotaktik C5a dan FMLP tanpa perubahan yang bermakna
pada afinitas binding.76,33 Perez et al. (1991) menemukan satu penderita PAL yang
memiliki jumlah reseptor yang normal tetapi terdapat penurunan jumlah reseptor
42
yang berafinitas tinggi.19,55 Penelitian lain oleh Daniel et al. tahun 1993
menyebutkan afinitas reseptor FMLP tidak berbeda antara penderita PAL dengan
normal,17 sehingga pengaruh afinitas binding reseptor terhadap kadar protein
FPR1 pada PA belum diketahui secara pasti.
Penelitian-penelitian di Amerika, Afrika, Eropa, dan Jepang telah
membuktikan adanya hubungan antara beberapa SNP dengan penurunan kadar
protein FPR1 pada penderita PA49–55. Richard et al. (2009) mencatat terdapat 30
lebih varian gen FPR149, namun belum ada penelitian yang mencatat varian gen
FPR1 pada populasi di Indonesia, sehingga belum dapat diketahui lokasi SNP gen
FPR1 pada orang Indonesia yang berhubungan dengan kadar proteinnya. Fungsi
kemotaksis neutrofil dipengaruhi oleh beberapa kemoatraktan antara lain C5a,
LTB4, IL-8 dan FMLP dari bakteri.34 Kadar protein FPR1 yang tidak berubah
pada kelompok PA bukan berarti fungsi kemotaksis neutrofilnya normal,
melainkan diduga adanya gangguan pada reseptor lain (reseptor terhadap C5a,
LTB4, dan IL-8) yang dapat mempengaruhi aktivitas kemotaksisnya.
Polimorfisme pada daerah promoter atau coding region dan perbedaan afinitas
reseptor tidak diteliti saat ini, oleh karena itu pengaruh SNP terhadap jumlah dan
fungsi protein FPR1, pengaruh afinitas reseptor, serta kemotaksis neutrofil belum
dapat disimpulkan. Beberapa penelitian mendukung adanya gangguan kemotaksis
neutrofil pada penderita PA akibat beberapa SNP pada gen FPR1. 49–51,82,61,79
Penelitian ini mempunyai keterbatasan dalam menegakkan diagnosis, sehingga
dapat mempengaruhi hasil penelitian. Faktor anamnesis dan kebersihan rongga
43
mulut penderita harus dipertimbangkan dalam pemilihan subjek penelitian.
Pemeriksaan klinis rongga mulut dan pemeriksaan radiografis pada keluarga
kandung subjek penelitian yaitu: saudara kandung dan dua generasi di atas, dapat
menjadi faktor yang memperkuat diagnosis periodontitis agresif pada subjek
penelitian. Pembatasan usia penderita juga menjadi hal yang perlu
dipertimbangkan dalam pemilihan subjek penelitian sehingga subjek yang diteliti
lebih homogen.
44
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kadar protein FPR1
pada penderita periodontitis agresif tidak mengalami perubahan yang bermakna.
Kadar protein FPR1 tidak dapat dijadikan indikator kerusakan fungsi kemotaksis
neutrofil pada periodontitis agresif.
5.2 Saran
1) Perlu dilakukan penelitian pendahuluan tentang SNP pada daerah
promoter dan coding region gen FPR1 untuk mengetahui perubahan
struktur dan ekspresi protein FPR1.
2) Perlu pemilihan sampel periodontitis agresif yang lebih spesifik dengan
pemeriksaan microbiology PCR untuk mengidentifikasi bakteri
Aggregatibacter actinomycetemcomitans yang dominan pada periodontitis
agresif.
3) Perlu pemeriksaan klinis dan radiografis pada keluarga kandung subjek
penelitian (saudara kandung dan dua generasi di atas subjek) untuk
memastikan diagnosis periodontitis agresif.
4) Perlu penelitian pada subjek usia muda di bawah 30 tahun.
45
DAFTAR PUSTAKA
1. Lindhe J, Lang N, Karring T. Clinical Periodontology and Implant
Dentistry. 5th ed. Oxford: Blackwell Munksgaard; 2008. 428-458 p.
2. Wolf H, Rateitschak E, Rateitschak K, Hassell T. Color Atlas of Dental
Medicine: Periodontology. 3rd ed. Stuttgart: Thieme; 2004.
3. Joshipura V, Yadalam U, Brahmavar B. Aggressive periodontitis: A
review. J Int Clin Dent Res Organ [Internet]. 2015;7(1):11. Available from:
http://www.jicdro.org/text.asp?2015/7/1/11/153489
4. Cho C-M, You H-K, Jeong S-N. The clinical assessment of aggressive
periodontitis patients. J Periodontal Implant Sci. 2011;41(3):143–8.
5. Timmerman MF, Van der Weijden G a, Armand S, Abbas F, Winkel EG,
Van Winkelhoff a J, et al. Untreated periodontal disease in Indonesian
adolescents. Clinical and microbiological baseline data. J Clin Periodontol.
1998;25(3):215–24.
6. Rusyanti Y. Gambaran Periodontitis Agresif di Klinik Kerja Mahasiswa
FKG UNPAD. Universitas Padjadjaran; 2010.
7. Newman M, Takei H, Klokkevold P, Carranza F. Carranza’s Clinical
Periodontology. 10th ed. St. Louis: Elsevier Saunders; 2006.
8. Ezzo P, Cutler C. Microorganisms as risk indicators for periodontal
disease. Periodontol 2000. 2003;32:24–35.
9. Prakash S, Kumar Rs. Impaired neutrophil and monocyte chemotaxis in
chronic and aggressive periodontitis and effects of periodontal therapy.
Indian J Dent Res [Internet]. 2012;23(1):69–74. Available from:
http://www.ijdr.in/printarticle.asp?issn=0970-
9290;year=2012;volume=23;issue=1;spage=69;epage=74;aulast=Kumar
10. Liu M, Zhao J, Chen K, Bian X, Wang C, Shi Y, et al. G protein-coupled
receptor FPR1 as a pharmacologic target in inflammation and human
glioblastoma. Int Immunopharmacol. 2012;14(3):283–8.
11. Dorward D a, Lucas CD, Chapman GB, Haslett C, Dhaliwal K, Rossi AG.
The Role of Formylated Peptides and Formyl Peptide Receptor 1 in
46
Governing Neutrophil Function during Acute Inflammation. Am J Pathol
[Internet]. 2015;185(5):1172–84. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25791526
12. Ben-Baruch a., Michiel DF, Oppenheim JJ. Signals and receptors involved
in recruitment of inflammatory cells. J Biol Chem. 1995;270(20):11703–6.
13. Mandal P, Novotny M, Hamilton T a. Lipopolysaccharide induces formyl
peptide receptor 1 gene expression in macrophages and neutrophils via
transcriptional and posttranscriptional mechanisms. J Immunol.
2005;175(9):6085–91.
14. Andersson T, Dahlgren C, Lew PD, Stendahl O. Cell surface expression of
fMet-Leu-Phe receptors on human neutrophils. Correlation to changes in
the cytosolic free Ca2+ level and action of phorbol myristate acetate. J Clin
Invest [Internet]. 1987;79(4):1226–33. Available from:
http://www.jci.org/articles/view/112941
15. Tennenberg SD, Zemlan FP, Solomkin JS. Characterization of N-formyl-
methionyl-leucyl-phenylalanine receptors on human neutrophils. Effects of
isolation and temperature on receptor expression and functional activity. J
Immunol. 1988;141(11):3937–44.
16. Sengeløv H, Boulay F, Kjeldsen L, Borregaard N. Subcellular localization
and translocation of the receptor for N-formylmethionyl-leucyl-
phenylalanine in human neutrophils. Biochem J [Internet]. 1994;299 ( Pt
2:473–9. Available from:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=1138296&tool=
pmcentrez&rendertype=abstract
17. Daniel M a, McDonald G, Offenbacher S, Van Dyke TE. Defective
chemotaxis and calcium response in localized juvenile periodontitis
neutrophils. J Periodontol [Internet]. 1993;64(7):617–21. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8396175
18. Herrmann JM, Kantarci A, Long H, Bernardo J, Hasturk H, Wray L V, et
al. Simultaneous measurements of cytoplasmic Ca2+ responses and
intracellular pH in neutrophils of localized aggressive periodontitis (LAP)
patients. J Leukoc Biol. 2005;78(3):612–9.
19. Perez HD, Kelly E, Elfman F, Armitage G, Winkler J. Defective
polymorphonuclear leukocyte formyl peptide receptor(s) in Juvenile
periodontitis. J Clin Invest. 1991;87(3):971–6.
47
20. Perez HD, Vilander L, Andrews WH, Holmes R. Human Formyl Peptide
Receptor Ligand Binding Domain(s). J Biol Chem. 1994;269(36):22485–7.
21. Van Dyke TE, Warbington M, Gardner M, Offenbacher S. Neutrophil
surface protein markers as indicators of defective chemotaxis in LJP. J
Periodontol [Internet]. 1990;61(3):180–4. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2319438
22. Noack B, Hoffmann T. Aggressive periodontitis. Perio 2004 [Internet].
2004;1(4):335–44. Available from:
http://perio.quintessenz.de/perio0404_s335.pdf
23. Demmer RT, Papapanou PN. Epidemiologic paterns of chronic and
aggressive periodontitis. Periodontol 2000 [Internet]. 2010;53(1):28–44.
Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3406186/pdf/nihms392949.
24. Newman M, Takei H, Klokkevold P, Carranza F. Carranza’s Clinical
Periodontology. 12th ed. St. Louis: Saunders; 2015. 50-51 p.
25. Roshna T, Nandakumar K. Generalized Aggressive Periodontitis and Its
Treatment Options: Case Reports and Review of the Literature. Vol. 2012,
Case Reports in Medicine. 2012. p. 1–17.
26. Zambon J. Periodontal disease: microbial factors. Ann Periodontol.
1996;1:879–925.
27. Mandell R, Ebersole J, Socransky S. Clinical immunologic and
microbiologic features of active disease sites in juvenile periodontitis. J
Clin Periodontol. 1987;14(534-540).
28. Socransky S, Haffajee A. The bacterial etiology of destructive periodontal
disease: current concepts. J Periodontol. 1992;63:322–31.
29. Zambon J, Christersson L, Slots J. Actinobacillus actinomycetemcomitans
in human periodontal disease. Prevalence in patient groups and distribution
of biotypes and serotypes within families. J Periodontol. 1983;54:707–11.
30. Amano A. Molecular interaction of Porphyromonas gingivalis with host
cells: implication for the microbial pathogenesis of periodontal disease. J
Periodontol. 2003;74:90–6.
48
31. Travis J, Pike R, Imamura T, Potempa J. Porphyromonas gingivalis
proteinases as virulence factors in the development of periodontitis. J
Periodontal Res. 1997;32:120–5.
32. Mombelli A, Casagni F, Madianos P. Can presence or absence of
periodontal pathogens distinguish between subjects with chronic and
aggressive periodontitis? A systematic review. J Clin Periodontol.
2002;29(Suppl 3):10–21.
33. Van Dyke T, Horoszewicz H, Cianciola L, Genco R. Neutrophil
Chemotaxis dysfunction Periodontitis. Infect Immun. 1980;27:124–32.
34. Kantarci A, Oyaizu K, Van Dyke TE. Neutrophil-mediated tissue injury in
periodontal disease pathogenesis: findings from localized aggressive
periodontitis. J Periodontol. 2003;74(1):66–75.
35. Lu H, Wang M, Gunsolley J, Schenkein H, Tew J. Serum immunoglobulin
G subclass concentrations in periodontally healthy and diseased
individuals. Infect Immun. 1994;62:1677–82.
36. Takahashi K, Ohyama H, Kitanaka M, Sawa T, Mineshiba J, et al.
Heterogenity of host immunological risk factors in patients with aggressive
periodontitis. J Periodontol. 2001;72:425–37.
37. Quinn S, Zhang J, Gunsolley J, Schenkein J, Schenkein H, et al. Influence
of smoking and race on immunoglobulin G subclass concentrations in
early-onset periodontitis patients. Infect Immun. 1996;64:2500–5.
38. Beaty T, Boughman J, Yang P, Astemborski J, Suzuki J. Genetic analysis
of juvenile periodontitis in families ascertained through an affected
proband. J Hum Genet. 1987;40:443–52.
39. Hart T. Genetic risk factors for early-onset periodontitis. J Periodontol.
1996;67:355–66.
40. Kinane DF. Genes and Gene Polymorphisms Associated With Periodontal
Disease. Crit Rev Oral Biol Med. 2003;14(6):430–49.
41. Kinane D, Demuth D, Gorr S, Hajishengallis G, Martin M. Human
variability in innate immunity. Periodontol 2000. 2007;45:14–34.
42. Meng H, Xu L, Li Q, Han J, Zhao Y. Determinants of host susceptibility in
aggressive periodontitis. Periodontol 2000. 2007;43:133–59.
49
43. Yang I, Wade C, Kang H, Alper S, Rutledge H, Lack- ford B, et al.
Identification of novel genes that mediate innate immunity using inbred
mice. Genetics. 2009;183:1535–44.
44. Alper S, Laws R, Lackford B, Boyd W, Dunlap P, Freed- man J, et al.
Identification of innate immunity genes and pathways using a comparative
genomics approach. Proc Natl Acad Sci USA. 2008;105:7016–21.
45. Schenkein H, Barbour S, Tew J. Cytokines and inflam- matory factors
regulating immunoglobulin production in aggressive periodontitis.
Periodontol 2000. 2007;45:113–27.
46. Stabholz A, Soskolne W, Shapira L. Genetic and environmental risk factors
for chronic periodontitis and aggressive periodontitis. Periodontol 2000.
2010;53:138–53.
47. Ryder M. Commparison of neutrophil functions in aggressive and chronic
periodontitis. Periodontol 2000. 2010;53:124–37.
48. Kulkarni C, Kinane DF. Host response in aggressive peri- odontitis.
Periodontol 2000. 2014;65:79–91.
49. Richard DY, Wang J, Dahlgern C, Gerard C, Parmentier M, Serhan C, et al.
International Union of Basic and Clinical Pharmacology LXXIII.
Nomenclature for the Formyl Peptide Receptor (FPR) Family. Pharmacol
Rev. 2009;61(2):119–61.
50. Sahagun-Ruiz A, Colla JS, Juhn J, Gao JL, Murphy PM, McDermott DH.
Contrasting evolution of the human leukocyte N-formylpeptide receptor
subtypes FPR and FPRL1R. Genes Immun. 2001;335–42.
51. Zhang Y, Syed R, Uygar C, Pallos D, Gorry MC, Firatli E, et al. Evaluation
of human leukocyte N-formylpeptide receptor (FPR1) SNPs in aggressive
periodontitis patients. Genes Immun [Internet]. 2003;4(1):22–9. Available
from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12595898
52. Gunji T, Onouchi Y, Nagasawa T. Functional polymorphisms of the FPR1
gene and aggressive periodontitis in Japanese. Biochem Biophys Res
Commun. 2007;364(7-13).
53. Vieira AR, Albandar JM. Role of genetic factors in the pathogenesis of
aggressive periodontitis. Periodontol 2000. 2014;65(1):92–106.
50
54. Gwinn M, Sharma A, De Nardin E. Single nucleotide polymorphism of the
N-formyl peptide receptor in localized juvenile periodontitis. J Periodontol.
1999;70:1194–201.
55. Jones BE, Miettinen HM, Jesaitis a J, Mills JS. Mutations of F110 and
C126 of the formyl peptide receptor interfere with G-protein coupling and
chemotaxis. J Periodontol [Internet]. 2003;74(4):475–84. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12747452
56. Nares S. The genetic relationship to periodontal disease. Periodontol 2000.
2003;32:36–49.
57. Genco R, Hamada S, Lehner T, McGhee J, Mergenhagen S. Neutrophyl
Receptors: N-Formyl-l-Methionyl-l-Leucyl-l-Phenylalanine and
Interleukin-8. In: Molecular Pathogenesis of Periodontal Disease.
Washington DC: American Society for Microbiology; 1994. p. 351–61.
58. Daniel MA, Van Dyke TE. Alterations in phagocyte function and
periodontal infection. J Periodontol. 1996;67(10, Supplement):1070–5.
59. Dahlgren C, Gabl M, Holdfeldt A, Winther M, Forsman H. Basic
characteristics of the neutrophil receptors that recognize formylated
peptides, a danger-associated molecular pattern generated by bacteria and
mitochondria. Biochem Pharmacol. 2016;S0006-2952.
60. Cicchetti GA, Glogauer. Chemotactic signaling pathways in neutrophils:
from receptor to actin assembly. Int Am Assoc Dent Res. 2002;1(13):220.
61. Maney P, Walters JD. Formylpeptide Receptor Single Nucleotide
Polymorphism 348T>C and Its Relationship to Polymorphonuclear
Leukocyte Chemotaxis in Aggressive Periodontitis. J Periodontol.
2009;80(9):1498–505.
62. McDonald B, Pittman K, Menezes GB, Hirota S a, Slaba I, Waterhouse
CC, et al. Intravascular danger signals guide neutrophils to sites of sterile
inflammation. Science (80- ) [Internet]. 2010;330(6002):362–6. Available
from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov.ezp-
prod1.hul.harvard.edu/pubmed/20947763
63. Anton P.A., Targan S.R. SF. Increased neutrophil receptors for and
response to the proinflammatory bacterial peptide formyl-methionyl-leucyl-
phenylalanine in Crohn’s disease. Gastroenterology. 1989;97:20–8.
51
64. Stockley R, Grant R, Llewellyn-JoneS C, Hil S, Burnett D. Neutrophil
formyl-peptide receptors. Relationship to peptide-induced responses and
emphysema. Am J Respir Crit Care Med. 1994;149:464–8.
65. Tennenberg S, Solomkin J. Neutrophil activation in sepsis: The relationship
between fmet-leu-phe receptor mobilization and oxidative activity. Arch
Surg. 1988;123:171–5.
66. Cicchetti G, Allen PG, Glogauer M. Chemotactic Signaling Pathways in
Neutrophils: From Receptor To Actin Assembly. Crit Rev Oral Biol Med
[Internet]. 2002;13(3):220–8. Available from:
http://cro.sagepub.com/cgi/doi/10.1177/154411130201300302
67. Rabiet MJ, Huet E, Boulay F. The N-formyl peptide receptors and the
anaphylatoxin C5a receptors: An overview. Biochimie. 2007;89(9):1089–
106.
68. Woolson R. Statistical Methods for the Analysis of Biomedical Data.
Canada: John WIley & Sons, Inc.; 1987. 353 p.
69. Augusta M, Rebelo B, Queiroz AC De. Gingival Indices : State of Art. In:
Gingival diseases - Their Aetiology, Prevention and Treatment [Internet].
Rijeka: InTech; 2011. p. 41–54. Available from:
http://www.intechopen.com/books/gingival-diseases-their-aetiology-
prevention-and- treatment/gingival-indices-state-of-art
70. Albandar JM, Brown LJ, Loe H. Clinical features of early-onset
periodontitis. J Am Dent Assoc. 1997;128(10):1393–9.
71. Kowashi Y. Prevalence of Juvenile Periodontitis Among Students at
Nagasaki University (kowashi). Adv Dent Res. 1988;2(2):395–6.
72. Nassar MM, Afifi O, Deprez RD. The prevalence of localized juvenile
periodontitis in Saudi subjects. J Periodontol [Internet]. 1994;65(7):698–
701. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/7608847
73. Melvin WL, Sandifer JB, Gray JL. The prevalence and sex ratio of juvenile
periodontitis in a young racially mixed population. J Periodontol.
1991;62(5):330–4.
74. DeNardin E, DeLuca C, Levine MJ, Genco RJ. Antibodies directed to the
chemotactic factor receptor detect differences between chemotactically
normal and defective neutrophils from LJP patients. J Periodontol
52
[Internet]. 1990;61(10):609–17. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2231227
75. Genco R, Hamada S, Lehner T, McGhee J, Mergenhagen S. Molecular
Pathogenesis of Periodontal Disease. Washington DC: ASM Press; 1994.
76. Van Dyke T, Levine M, Tabak L, Genco R. Reduced chemotactic peptide
binding in juvenile periodontitis. Biochem Biophys Res Commun.
1981;100(3):1278–84.
77. Van Dyke T, Levine M, Tabak L, Genco R. Juvenile periodontitis as a
model for neutrophil function : reduced binding of the complement
chemotactic fragment , C5a . PubMed Commons Juvenile periodontitis as a
model for neutrophil function : reduced binding of the complement
chemotactic fragment ,. J Dent Rest. 1983;62(8):870–2.
78. Van Dyke T, Offenbacher S, Kalmar J, Arnold R. Neutrophil defects and
host-parasite interactions in the pathogenesis of localized juvenile
periodontitis. Adv Dent Res. 1988;2(2):354–8.
79. Van Dyke TE. Role of the neutrophil in oral disease: Receptor deficiency in
leukocytes from patients with juvenile periodontitis. Rev Infect Dis.
1985;7(3):419–25.
80. Sigusch B, Eick S, Pfister S, Klinger G, Glockmann E. Altered chemotactic
behavior of crevicular PMNs in different forms of periodontitis. J Clin
Periodontol. 2001;28:162–7.
81. De Nardin E. Neutrophil Receptors: N-Formyl-l-Methionyl-l-Leucyl-l-
Phenylalanine and Interleukin-8. In: Genco R, Hamada S, Lehner T,
McGhee J, Mergenhagen S, editors. Molecular Pathogenesis of Periodontal
Disease. Washington DC: ASM Press; 1994. p. 351–61.
82. Maney P, Emecen P, Mills J, Walters J. Neutrophil formylpeptide receptor
single nucleotide polymorphism 348T>C in aggressive periodontitis.
2009;80(3):492–8.
83. Kalmar J. Antimicrobial Dysfunction in Localized Juvenile Periodontitis
Neutrophils. In: Genco R, Hamada S, Lehner T, McGhee J, Mergenhagen
S, editors. Molecular Pathogenesis of Periodontal Disease. Washington
DC: ASM Press; 1994. p. 337–49.
BAB VI
53
RIWAYAT HIDUP
Nama : Prajna Metta
Tempat/Tanggal Lahir : Tangerang, 4 Agustus 1988
Riwayat Pendidikan
Tahun 1994 – 1995 : Kelas I SD Ganesha, Tangerang
Tahun 1995 – 2000 : Kelas II – VI SD Harapan Bangsa,
Tangerang
Tahun 2000 – 2003 : SMP Dian Harapan, Tangerang
Tahun 2003 – 2006 : SMU Dian Harapan, Tangerang
Tahun 2006 – 2012 : FKG Universitas Padjadjaran, Bandung
Tahun 2013 – sekarang : PPDGS Periodonsia
FKG Universitas Padjadjaran, Bandung
54
Lampiran 1. Permohonan Ethical Approval
LAMPIRAN
55
Lampiran 2. Keterangan Persetujuan Etik
56
Lampiran 3. Formulir Persetujuan
SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN (PSP) UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN
(INFORMED CONSENT)
Saya telah membaca atau memperoleh penjelasan, sepenuhnya menyadari, mengerti,
dan memahami tentang tujuan, manfaat, dan risiko yang mungkin timbul dalam
penelitian, serta telah diberi kesempatan untuk bertanya dan telah dijawab dengan
memuaskan, juga sewaktu-waktu dapat mengundurkan diri dari keikut sertaannya,
maka saya setuju/tidak setuju*) ikut dalam penelitian ini, yang berjudul:
ANALISIS KADAR PROTEIN FORMYL PEPTIDE RECEPTOR 1 (FPR1) SEBAGAI
INDIKATOR KERUSAKAN FUNGSI NEUTROFIL PADA PERIODONTITIS AGRESIF
Saya dengan sukarela memilih untuk ikut serta dalam penelitian ini tanpa
tekanan/paksaan siapapun. Saya akan diberikan salinan lembar penjelasan dan formulir
persetujuan yang telah saya tandatangani untuk arsip saya.
Saya setuju:
Ya/Tidak*)
Tgl.:
Tanda tangan (bila tidak
bisa dapat digunakan cap
jempol)
Nama Peserta: Usia: Alamat:
Nama Peneliti:
Nama Saksi:
*) coret yang tidak perlu
57
Lampiran 4. Lembar Penjelasan
INFORMASI
“Analisis Kadar Protein Reseptor Formil Peptida (FPR 1) sebagai Indikator Kerusakan
Fungsi Neutrofil pada Pasien Periodontitis Agresif”
Peneliti di Bagian Periodontik Fakultas Kedokteran Gigi Unpad/Rumah Sakit Gigi dan Mulut FKG
Unpad Bandung, sedang melakukan penelitian untuk mengetahui kadar protein yang terdapat pada
permukaan sel darah putih sebagai indikator kerusakan fungsi sel darah putih pada pasien
penderita penyakit gusi dan tulang rahang yang agresif (periodontitis agresif) dan penyakit
peradangan gusi (gingivitis).
Tujuan:
Periodontitis merupakan penyakit gusi yang disebabkan oleh banyak faktor, umumnya terjadi
karena ketidakseimbangan tubuh dan bakteri. Periodontitis agresif adalah penyakit gusi yang
muncul sejak usia dini (14-30 tahun), namun tidak menutup kemungkinan terjadi pada usia dewasa
(lebih dari 30 tahun). Terjadinya penyakit periodontitis agresif tergantung dari kerentanan individu
terhadap penyakit tersebut yang dipengaruhi oleh kerusakan fungsi sel darah putih untuk bergerak
menuju tempat radang sehingga menyebabkan berubahnya respon pertahanan tubuh terhadap
bakteri, yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan gusi dan tulang rahang. Kerusakan fungsi
sel darah putih untuk bergerak menuju tempat radang dapat terjadi karena faktor genetik (turunan),
yaitu adanya perubahan pada gen penerima rangsangan dari bakteri yang terdapat pada
permukaan sel darah putih. Jika penerima rangsangan bakteri yang terdapat pada permukaan sel
darah putih tersebut rusak, maka fungsi sel darah putih untuk menyerang bakteri juga terganggu.
Perubahan pada gen tersebut telah terbukti berhubungan dengan kejadian periodontitis agresif,
namun belum diketahui apakah teori perubahan gen tersebut mempengaruhi kadar protein yang
dihasilkan oleh penerima rangsangan bakteri yang terdapat pada permukaan sel darah putih.
Peneliti bermaksud melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan kadar
protein yang dihasilkan oleh penerima rangsangan bakteri yang terdapat pada permukaan sel
darah putih antara penderita periodontitis agresif dan gingivitis, serta mengetahui apakah kadar
protein tersebut dapat dijadikan indikator kerusakan fungsi sel darah putih pada penyakit
periodontitis agresif
Mengapa ibu terpilih:
Bapak/Ibu terpilih untuk diikutkan dalam penelitian ini oleh karena Bapak/Ibu sedang menderita
penyakit periodontitis agresif (penyakit yang menyerang jaringan pendukung gigi seperti gusi dan
tulang rahang, dan keparahannya berlangsung sangat cepat), serta sebagai pembanding
Bapak/Ibu juga mungkin terpilih oleh karena keadaan gusi yang sedikit radang tapi tidak mengenai
tulang rahang (gingivitis marginalis kronis ringan).
58
Tata Cara/Prosedur:
Bapak/Ibu akan diwawancara seputar penyakit yang diderita dan riwayat keluarga mengenai
penyakit yang diderita. Kemudian bila Bapak/Ibu bersedia, dokter akan memeriksa kedalaman
saku gusi (menggunakan alat pengukur kedalaman saku gusi dan kaca mulut) dan hasilnya dicatat.
Dilanjutkan dengan pengambilan darah dari pembuluh darah di lengan kanan sebanyak 3 cc. Tentu
saja Bapak/Ibu akan merasakan sedikit nyeri seperti biasanya bila disuntik.
Risiko dan ketidaknyamanan:
Risiko dan ketidaknyamanan fisik secara langsung yang pertama adalah pada saat dilakukan
pemeriksaan saku gusi dan yang kedua pada saat pengambulan darah. Bapak/Ibu akan
merasakan sedikit nyeri seperti biasanya jika disuntik, dan kemungkinan ada sedikit lebam satu
sampai tiga hari setelah pengambilan darah dan hal tersebut wajar. Bapak/Ibu tidak perlu khawatir
karena seluruh proses pemeriksaan kedalaman saku gusi dan pengambilan darah dilakukan oleh
tenaga ahli di RSGM FKG UNPAD.
Manfaat:
Keuntungan yang dapat diperoleh dari penelitian ini ialah kadar protein yang dihasilkan oleh
penerima rangsangan bakteri yang terdapat pada permukaan sel darah putih dapat dijadikan
sebagai indikator kerusakan fungsi neutrofil pada penyakit periodontitis agresif dan pemeriksaan
kadar protein tersebut merupakan penunjang dalam menegakkan diagnosis periodontitis agresif.
Kerahasiaan data:
Selama anda ikut dalam penelitian ini, setiap informasi dan data penelitian ini akan diperlakukan
secara rahasia sehingga tidak memungkinkan untuk diketahui oleh orang lain. Identitas akan
disamarkan dalam formulir data dan diganti dengan kode yang hanya diketahui oleh peneliti.
Perkiraan jumlah subyek yang akan diikut sertakan:
Jumlah subyek yang akan diikutsertakan adalah pria dan wanita minimal 16 orang per kelompok
(kelompok periodontitis agresif generalisata dan kelompok gingivitis marginalis kronis ringan).
Maka, jumlah minimal adalah 32 orang.
Kesukarelaan:
Keikut sertaan Bapak/Ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela disertai tanggung jawab sampai
selesainya penelitian ini.
Subyek dapat dikeluarkan/mengundurkan diri dari penelitian:
Bapak/Ibu bebas menolak ikut dalam penelitian ini. Penelitian ini hanya memerlukan satu kali
pengambilan darah, sehingga tidak terpengaruh oleh perubahan keputusan dari pasien
59
Kemungkinan timbulnya biaya dari perusahaan asuransi kesehatan:
Apabila terjadi efek samping dan harus ada perawatan maka Bapak/Ibu akan dijamin semua biaya
perawatan maupun obat-obatan dari peneliti.
Penyulit dan kompensasi:
Semua biaya pemeriksaan laboratorium yang terkait dengan penelitian ini akan ditanggung oleh peneliti. Apabila terjadi penyulit atau komplikasi yang berhubungan dengan penelitian ini, maka Bapak/Ibu akan diberi pertolongan dengan prosedur yang telah baku dan biayanya akan ditanggung oleh penelitian ini.
Pertanyaan:
Jika ada pertanyaan sehubungan dengan penelitian ini silakan menghubungi saya, drg. Prajna Metta, Residen Periodontik, Departemen Periodontik, RSGM FKG UNPAD, Jalan Sekeloa Selatan No. 1, Bandung. No. HP 081380899884.
60
Lampiran 5. Formulir Data Sampel
61
Lampiran 6. Data Sampel Hasil Uji ELISA
No Kode Sampel
OD 450 nm Konsentrasi FPR1 (pg/mL)
Umur (thn) Jenis Kel.
1 Blank 0.078 0.000
2 Standar 1 2.551 16.769
3 Standar 2 1.575 4.549
4 Standar 3 0.783 2.500
5 Standar 4 0.400 1.598
6 Standar 5 0.246 1.114
7 Standar 6 0.156 0.688
8 Standar 7 0.11 0.244
9 K-01 0.261 0.045 24 P
10 K-02 0.334 0.508 26 L
11 K-03 0.296 0.269 31 L
12 K-04 0.310 0.315 28 P
13 K-05 0.274 0.125 32 P
14 K-06 0.318 0.303 29 P
15 K-07 0.367 0.757 27 P
16 K-08 0.290 0.228 40 L
17 K-09 0.272 0.113 38 P
18 K-10 0.393 0.884 37 L
19 K-11 0.301 0.181 23 L
20 K-12 0.275 0.131 27 L
21 K-14 0.338 0.536 29 L
22 K-15 0.286 0.202 22 P
23 K-16 0.295 0.26 27 P
24 K-17 0.263 0.058 26 P
25 K-18 0.272 0.116 22 P
26 K-19 0.297 0.273 22 P
27 K-20 0.296 0.267 21 P
28 K-21 0.309 0.356 22 P
29 M-01 0.272 0.112 24 P
30 M-02 0.348 0.628 38 L
62
No Kode Sampel
OD 450 nm Konsentrasi FPR1 (pg/mL)
Umur (thn) Jenis Kel.
31 M-03 0.392 0.882 31 L
32 M-04 0.314 0.207 45 L
33 M-05 0.283 0.186 53 L
34 M-06 0.301 0.302 45 P
35 M-07 0.280 0.167 38 L
36 M-08 0.324 0.446 51 P
37 M-09 0.281 0.173 31 P
38 M-10 0.289 0.221 39 P
39 M-11 0.364 0.706 55 L
40 M-12 0.274 0.125 26 L
41 M-14 0.277 0.148 38 L
42 M-15 0.438 1.177 46 P
43 M-16 0.297 0.273 39 P
44 M-17 0.289 0.225 30 L
45 M-18 0.292 0.244 51 P
46 M-19 0.332 0.501 33 L
47 M-20 0.286 0.205 39 P
48 M-21 0.274 0.129 44 L
63
Lampiran 7. Hasil Uji Protein FPR1 dengan ELISA
64
Hasil pemeriksaan kadar protein FPR1 dengan ELISA
Curve Formula A B R2
Log(Y)=A*Log(X)+B 0.11 0,254 0,999
-2
0
2
4
6
8
10
12
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3
Co
nce
ntr
atio
n
Absorbance
65
Lampiran 8. Hasil Uji Statistik
Jenis Kelamin* Kelompok Crosstabulation
Kelompok Total Kontrol Kasus (PA)
Jenis Kelamin Laki-laki Count 7 11 18
% within Kelompok 35,0% 55,0% 45,0%
Perempuan Count 13 9 22 % within Kelompok 65,0% 45,0% 55,0%
Total Count 20 20 40 % within Kelompok 100,0% 100,0% 100,0%
Chi-Square Test
Value Df Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 1,616b 1 ,204 Continuity Correctiona
,909 1 ,340
Likelihood Ratio 1,628 1 ,202 Fisher’s Exact Test ,341 ,170 Linear-by-Linear Association
1,576 1 ,209
N of Valid Cases 40
a. Computed only for a 2x2 table
b. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
9,00.
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient ,197 ,204 N of Valid Cases 40
a. Not assuming the null hypothesis
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypotheis
66
Risk Estimate
Means
Kelompok Konsentrasi FPR1 (pg/mL)
Umur
Kontrol N 20 20 Mean ,2964 27,6500 Std. Deviation ,22206 5,59393 Minimum ,05 21,00 Maximum ,88 40,00
Kasus (PA) N 20 20 Mean ,3529 39,8000 Std. Deviation ,28880 8,93014 Minimum ,11 24,00 Maximum 1,18 55,00
Total N 40 40 Mean ,3246 33,7250 Std. Deviation ,25588 9,58896 Minimum ,05 21,00 Maximum 1,18 55,00
Tests of Normality
Kelompok Kolmogorov-Smimova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Konsentrasi FPR1 (pg/mL)
Kontrol ,217 20 ,015 ,854 20 ,006
Kasus (PA) ,270 20 ,001 ,772 20 ,000
Umur Kontrol ,155 20 ,200* ,895 20 ,034
Kasus (PA) ,136 20 ,200* ,964 20 ,617
*This is a lower bound of the true significance a. Lilliefors Significance Correction
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Jenis Kelamin (Laki-laki/Perempuan)
,441 ,123 1,573
For cohort Kelompok = Kontrol ,658 ,335 1,293 For cohort Kelompok = Kasus (PA)
1,494 ,801 2,785
N of Valid Cases 40
67
Test of Homogeneity of Variance
Levene Statistic
df1 df2 Sig.
Konsentrasi FPR1 (pg/mL)
Based on Mean 1,502 1 38 ,228
Based on Median ,269 1 38 ,607
Based on Median and adjust df ,269 1 32,340 ,607
Based on trimmed mean 1,005 1 38 ,322
Umur Based on Mean 4,389 1 38 ,043
Based on Median 3,827 1 38 ,058
Based on Median and adjust df 3,827 1 33,664 ,059
Based on trimmed mean 4,537 1 38 ,040
Mann-Whitney Test
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Konsentrasi FPR1 (pg/mL)
Kontrol 20 20,00 400,00
Kasus (PA) 20 21,00 420,00
Total 40
Umur Kontrol 20 13,00 260,00
Kasus (PA) 20 28,00 560,00
Total 40
Test Statisticsb
Konsentrasi FPR1 (pg/mL) Umur
Mann-Whitneyy U 190,000 50,000 Wilcoxon W 400,000 260,000 Z -,271 -4,065 Asymp. Sig. (2-tailed) ,787 ,000 Exact Sig. [2&(1-tailed Sig.)] ,799a ,000a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Kelompok