Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu,...
Transcript of Observasi Tekstil 2015 - Primastoria Studio · PDF fileIklim mikro adalah kondisi suhu,...
I. PENDAHULAUNA. Latar Belakang
Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Museum Nasional mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengumpulan, registrasi, perawatan, pengawetan, pengamanan, penyajian, publikasi, dan fasilitasi di bidang benda bernilai budaya berskala nasional (Permendikbud No. 48 Tahun 2012). Dalam rangka menjalankan fungsi perawatan dan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional, Museum Nasional memiliki Bidang Perawatan dan Pengawetan. Garis besar kegiatan bidang ini adalah:1. pelaksanaan observasi kondisi benda bernilai budaya berskala nasional;2. pelaksanaan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;3. pelaksanaan perawatan benda bernilai budaya berskala nasional;4. pelaksanaan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional; dan5. pelaksanaan pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.
Bidang Perawatan dan Pengawetan memilki tiga seksi, yaitu: Seksi Observasi, Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan. Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan penanganan serta uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan restorasi benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.
Seksi Observasi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan - Museum Nasional, memiliki rincian tugas:1. melakukan penyusunan program kerja Seksi dan konsep program kerja Bidang;2. melakukan pengamatan dan pendataan kondisi koleksi benda bernilai budaya
berskala nasional;3. melakukan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;4. melakukan klasifikasi kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;5. melakukan rekomendasi penanganan koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;6. melakukan penyusunan bahan bantuan teknis di bidang observasi koleksi benda
bernilai budaya berskala nasional;7. melakukan evaluasi pelaksanaan observasi benda bernilai budaya berskala nasional;8. melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen Seksi; dan
9. melakukan penyusunan laporan Seksi.
Garis besar dari tugas tersebut adalah mengamati benda secara utuh, mengenali/ identifikasi bahan dan cara pembuatan/ pembentukan benda, mengenali/ identifikasi kerusakan, menganalisis kerusakan yang kemungkinan diakibatkan oleh sifat bahan, kontruksi benda, faktor kondisi iklim (suhu dan kelembaban udara, cahaya dan polusi), serta kemungkinan kesalahan dalam penanganan. Dari hasil amatan dilanjutkan dengan
penyimpulan suatu kerusakan dan usulan perawatan dan pengawetan.
B. Landasan HukumPenyusunan Laporan Tahunan Perorangan pada Seksi Observasi – Bidang Perawatan
dan Pengawetan, MUSEUM NASIONAL, dengan mempertimbangkan: 1. UU No. 11 Tahun 2010 tentang CAGAR BUDAYA;2. UU No. 5 Tahun 2014 tentang APARATUR SIPIL NEGARA (ASN);3. PP No. 46 Thn. 2011 dan Perka BKN No. 1 Thn. 2013 tentang Sasaran Kerja PNS [SKP]; 4. PP No. 66 Tahun 2015 tentang MUSEUM;5. Permendikbud RI No. 48 Tahun 2012 tentang ORGANISASI & TATA KERJA MUSEUM
NASIONAL;6. Permendikbud RI No. 27 Tahun 2013 tentang RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL;7. Permen PANRB No. 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP (Standar
Operasional Prosedur);8. Perka BKN No. 1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 46 Tahun 2013
(Sasaran Kerja PNS [SKP]);9. Perka BKN No. 7 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Manajerial (SKM PNS);
10. Perka BKN No. 8 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Teknis (SKT PNS).
II. PEMBAHASAN OBSERVASIA. Dasar Teori
Tahapan pemeliharaan koleksi meliputi observasi, perawatan dan pengawetan. Proses observasi atau pengamatan yang dilakukan Seksi Observasi diawali dengan serangkain proses identifikasi dan klasifikasi bahan baik secara visual atau dengan uji bahan, mengamati dan mempelajari (jenis dan proses) kerusakan, dan bersama-sama dengan Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan akan memutuskan metode perawatan dan pengawetan secara tepat. Seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan seksi-seksi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan ini akan dievalusi secara klinis dengan mempertimbangkan ancangan analitik ilmiah atau empiris, yang selanjutnya disebut sebagai ‘studi atau kajian konservasi’. Dalam hal ini, identifikasi dan klasifikasi bahan dengan mempelajari data keterawatan koleksi, data kondisi iklim dan perangkat penunjang penyimpanan atau displai yang mengitarinya dalam rentang waktu tertentu (yang lazim disebut sebagai studi konservasi secara empiris). Contoh kajian empiris yang faktual adalah pendapat bahwa lilin lebah memiliki sifat tidak merusak kain dengan menunjukkan bukti fragmen kain yang terbungkus lilin yang sudah berumur ribuan tahun dari Mesir.
Sedangkan yang ilmiah adalah suatu kegiatan studi yang lebih mengedepankan pengetahuan teoritis dan pengamatan dengan menggunakan alat (modern). Contohnya pembuktian unsur logam sebagai garam logam pada proses pewarnaan dengan Spektroskopi Fluoresensi Sinar-X pada fragmen kain. Perhatikan Tabel 1 dan Gambar 1.
Rangkaian proses dan hasil kegiatan seksi-seksi dalam Bidang Perawatan dan Pengawetan (Bidang PP) akan terekam dalam formulir isian ‘Lembar Kondisi Koleksi’, selanjutnya disingkat LKK. LKK ini akan memuat informasi berkaitan nomor identitas dan nama koleksi, jenis bahan, jenis kerusakan (kondisi keterawatan), usulan perawatan (mencakup tindakan yang bersifat kuratif – restoratif atau penghentian proses kerusakan dan perbaikannya), serta usulan pengawetan (tindakan yang bersifat preventif atau penghambatan dari kemungkinan proses kerusakan). Menurut sifat dan jenis kerusakannya, Lembar Kondisi Koleksi (LKK) akan dikelompokkan menjadi LKK-Umum (Campuran), Logam, Batu, Keramik, Kayu, Tekstil, Kertas dan Lukisan. Kemudian Bidang PP ini juga melakukan survai kondisi klimatalogi yang informasinya dicantumkan dalam ‘Lembar Data Klimatologi’, yang selanjutnya disebut LDK. LDK memuat keterangan yang berhubungan dengan suhu dan kelembaban udara (suhu permukaan dan kadar air benda), intesitas cahaya, radiasi ultra-violet (UV), dan polusi udara. Data atau dokumen tambahan (DDT) juga diperlukan, dan bisa berupa data jenis bahan dan konstruksi lemari simpan atau
displai, gambar atau desain (tiga dimensi dan berskala ukuran) ruang simpan atau pamer, berikut bahan (pustaka) rujukan atau (data pribadi) narasumber.
Kumpulan informasi dalam LIK, LKK, LDK dan DDT adalah dokumen penting di museum yang harus terawat dan dikelola dengan baik. Dokumen-dokumen ini secara fisik bisa berupa lembar kertas cetakan atau berupa format digital (soft-copy siap cetak, selanjutnya disingkat SCSC, yang mungkin tersimpan dalam CD). Pengelolaan dokumen kertas (termasuk CD, sebagai data mati) secara fisik yang biasanya dilakukan pustakawan atau arsiparis ini memerlukan folder, lemari simpan dan ruangan yang memadai. Tetapi pengelolaan kumpulan informasi pada LIK, LKK, LDK dan DDT dalam sistem database konservasi (Dasi) adalah yang paling umum dilakukan pada abad informasi saat ini.
Observasi terhadap 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 koleksi sebagai pembanding) yang dilakukan secara visual ini dengan mempertimbangkan lingkup data (data field) sebagaimana dimuat dalam Blangko Lembar Kondisi Koleksi (Umum) dan Lembar Kondisi Tekstil (Khusus), lihat halaman 06 dan 07. Laju percepatan kerusakan tekstil dengan mempertimbangkan usia relatif benda (URB), jenis bahan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai notasi jenis bahan dan disingkat NJB), kondisi benda saat pengamatan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai tingkat kerusakan benda dan disingkat TKB). Observasi ini dianalisis dengan sistem database khusus konservasi (dengan kode CuraTool), yang secara langsung dan otomatis menampilkan grafik sebagai hasil pembandingan antara URB, NJB dan TKB, lihat Gambar 2 hal. 11 dan Gambar 3 hal. 12. Analisis dari hasil observasi ini juga mempertimbangkan data-data LDK dan DDT.
B. Prosedur Observasi1. Mengamati benda koleksi secara menyeluruh (depan, belakang, samping kanan dan
kiri, serta bagian atas dan bawah). Dengan sangat hati-hati, angkat benda dengan kaus tangan untuk melihat bagian bawah koleksi. dan mendetail. Gunakan pensil untuk mengisi formulir Lembar Kondisi Koleksi (LKK), hindari penggunaan ballpoint dan alat tulis bertinta lain untuk menghindari resiko ternodanya koleksi dari alat tulis bertinta tersebut. Lepaskan jam tangan, gelang tangan, alat tulis atau benda apapun yang berada di kantong baju, name tag yang digantungkan di krah baju atau leher, dan hal-hal lain yang bisa beresiko terhadap koleksi yang akan kita amati (observasi).Penjelasan Lembar Kondisi Koleksi (LKK), lihat halaman 6 dan 7. Semua isian data (data field) pada Lembar Kondisi diberi nomor untuk kemudahan penjelasan dan pengkodean dalam hal untuk pembahasan (analisa data) berikut pelaporannya.a. Keterangan Pokok: No. Urut, No. Inv., Nama Benda, Asal Benda, Keterangan/ Deskripsi
Singkat, Ukuran, Kondisi dan Lokasi Benda. b. Bahan. Bahan pembentuk koleksi secara umum dikelompokkan menjadi: Logam,
Non-Logam, Selulose, Protein dan Lain-lain. Logam dan Non Logam dapat masuk kategori Anorganik, sedang Selulose dan Protein masuk kategori Organik. Jika
bahan organik dari binatang dimasukkan dalam kelompok Protein, sedangkan yang dari tumbuh-tumbuhan masuk ke dalam kelompok Selulose. Tetapi ada bahan yang masuk kelompok Lain-lain karena bahan tersebut memiliki komponen organik dan anorganik. Bahan tekstil tidak bisa dikelompokkan hanya di satu kelompok Organik, tetapi harus dipisahkan ke Protein (tekstil yang berbahan dasar sutera atau wol) atau ke Selulose (tekstil yang berbahan dasar kapas, rami, atau goni). Bahan pembersih yang bersifat asam agak kuat dapat merusak kain terbuat dari kapas tapi aman bagi kain yang terbuat dari sutera. Perhatikan Lembar Kondisi Koleksi (Umum) pada halaman 6, dan bandingkan dengan Lembar Kondisi Tekstil pada halaman 7.
c. Kondisi Benda Pada Saat Pengamatan. Kondisi keterawatan koleksi dikelompokkan menjadi Kerusakan Fisik (1. Rapuh, 2. Kotor, 3. Lemak, 4. Kelupas, 5. Gores, 6. Retak, 7. Patah, 8. Hilang, 9. Basah, 10. Kering, 11. Lain), Kerusakan Kimiawi (1. Lapuk, 2. Pudar, 3. Korosi, 4. Oksidasi, 5. Bau, 6. Noda, 7. Kristal garam, 8. Lain) dan Kerusakan Biotis (1. Jamur, 2. Insek, 3. Ganggang, 4. Lumut, 5. Lichens, 6. Lain). Kondisi rapuh (fragile) pada kelompok kerusakan fisik dibedakan dengan lapuk (brittle) pada kelompok kerusakan kimiawi, karena dalam pengertian ini rapuh bisa dimungkinkan menjadi agak kuat setelah proses kontrol kelembaban, sedangkan lapuk cenderung ke arah hancur dan tidak bisa direkondisi lagi.
d. Kondisi Iklim Mikro dan Makro Pada Saat Pengamatan. Dengan memper- timbangkan Lembar Data Klimatologi (LDK), serta memperhitungkan alat-alat ukur dan prosedur kalibrasi.Iklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya dicatat di Lembar Kondisi Koleksi (seperti pada halaman 6 dan 7). Kalau koleksi ditempatkan dalam lemari simpan berarti iklim mikro sama dengan yang ada didalam lemari simpan. Sedangkan yang iklim makro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada diluar iklim mikro. Data iklim makro biasanya dicatat di Lembar Data Klimatologi (halaman 18 dan 19). Weintraub (2002) menjelaskan pengertian dan perhitungan Equilibrium Moisture Content (EMC) dan EMC/RH isotherm bahan organik (kapas, linen, kertas, kayu, dsb.); serta kapasitas bu�ering (MH) dan rekondisi silicagel.
e. Usulan Perawatan dan Pengawetan. Dibahas secara lengkap di “Tekstil Tradisional: Pengenalan Bahan dan Teknik” dan “Konservasi Tekstil”;
f. Usulan Uji Bahan (Laboratorium). Melalui serangkaian proses observasi dari sekian banyak koleksi atau mempertimbangkan suatu kondisi tertentu terjadinya kerusakan pada koleksi, Konservator akan mengusulkan uji bahan. Uji bahan dimaksudkan untuk mengetahui proses terjadinya kerusakan dan atau penguatan data pendukung untuk keperluan studi konservasi dan koleksi tingkat lanjut. Studi tingkat lanjut ini bisa berupa pembuatan Alur Waktu (Timeline) bahan atau tehnik pembuatan suatu benda pada suatu masa atau periode tertentu, yang mana bahan atau tehnik ini sebagai bagian dari suatu koleksi yang tidak bisa digantikan (sebagai atribut teknologis).
g. Teknik Pengamatan. Teknik pengamataan adalah penjelasan dengan cara dan alat bantu apa pada saat seseorang mengamati kondisi keterawatan koleksi di museum.
2. Analisis Data Observasi. Analisis data observasi bisa dilakukan pada beberapa kemungkinan. Pertama
adalah analisis berdasarkan dari pengumpulan data proses perawatan dan pengawetan, data iklim pada lingkungan benda yang menjalani proses perawatan dan pengawetan, data iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, serta data-data pendukung lainnya. Kedua adalah analisis data hasil observasi dari sejumlah koleksi (kumpulan data hasil observasi sendiri). Ketiga adalah pembahasan berdasarkan gabungan dari langkah pertama dan kedua. Tetapi pokok bahasan utama tetap, yakni penyimpulan tentang kondisi keterawatan koleksi berkaitan dengan kondisi bahan, cara pembuatan dan kondisi iklim yang mengitarinya. Evaluasi dan tinjauan proses kerja perawatan dan pengawetan pada masa lalu dan masa akan datang juga akan dilakukan.
Entri data hasil survei lapangan pada Lembar Kondisi Tekstil (LKTe, hal. 07) ke dalam sistem database khusus konservasi, dan selanjutnya ditinjau dan diedit melalui Menu Daftar Editing dan Kontrol Data (Tabel 2, hal. 09). Ada konversi data teks ke bentuk numerik, sehingga data dapat langsung dipresentasikan dalam bentuk grafik. Konversi ini akan meliputi: Jenis Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB).
OBSERVASI TEKSTIL 2015
MUSEUM NASIONALBidang Perawatan dan Pengawetan
Jakarta, 2015
Single Annual ReportLaporan Tahunan Perorangan
Notasi Jenis Bahan (NJB): untuk bahan selulose (kulit kayu, kapas, serat nanas, dan sejenisnya) memiliki angka 40 (warna hijau); untuk bahan protein (sutera, wool, kulit binatang, dan sejenisnya) memiliki angka 50 (warna kuning); untuk bahan logam memiliki angka 5 (warna merah); untuk kombinasi selulose dan logam memiliki angka 45 (warna hijau tua) dan untuk bahan kombinasi protein dan logam memiliki angka 55 (warna kuning tua). Di sini, Sistem Database Konservasi akan secara otomatis menampilkan Grafik Analisis Spontan (GAS) untuk mengetahui hubungan antara Usia (URB), Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB), lihat gambar 2 dan 3 pada halaman 11 dan 12.
Tingkat Kerusakan Benda (TKB) 10 berarti berkondisi Baik (warna hijau, prioritas konservasi: 5); 15 berarti berkondisi Cukup (warna kuning, prioritas: 4); 20 berarti berkondisi Rusak (warna merah muda, prioritas: 3); 25 berarti berkondisi Hancur (warna merah tua, prioritas: 2); 30 berarti berkondisi fisik benda bisa Baik, Cukup, Rusak atau Hancur tetapi jenis kerusakannya aktif, seperti indikasi serangan mikroorganisme atau insek, dan kondisi keasamannya/ pH pada saat pengamatan terlalu tinggi (warna merah tua sekali, prioritas: 1). Representasi grafik Bahan dan Kondisi koleksi ini juga dimaknai dengan adanya Usia Relatif Benda (URB) dan Kode Nomor Inventaris (KNI) untuk penyederhanaan, dan untuk melacak No. Inv. atau lokasi benda akan tetap dengan mudah dengan melihat Daftar (Tabel 2, hal. 09, atau Daftar Koleksi 01 sampai 10 terlampir). Dengan pemahaman ini, jika saat ini kita menjumpai kain katun berkondisi bagus (baik) tapi ada indikasi jamur atau tingkat keasamannya tinggi maka koleksi tersebut dikategorikan mengalami ancaman/ kerusakan aktif dan skala prioritas yang tadinya 5 menjadi 1 (indikator warna hijau berubah menjadi merah tua sekali).
Usia Relatif Benda (URB) akan muncul secara otomatis, jika kita telah mengisi kolom isian (data field) tahun perolehan benda. URB adalah hasil pengurangan tanggal sekarang (Today) dan Tanggal Perolehan Benda (TPB) Bilamana kita tidak mengetahui tahun perolehan koleksi maka perlu dilakukan Tafsir Usia Relatif Benda (TURB). Proses TURB diawali dengan memunculkan keseluruhan data, dan langkah berikutnya dengan mensortir nomor inventaris benda. Jika ada lima koleksi yang diketahui TPB-nya nomor 1 dan 5, maka setelah pensortiran akan diketahui bahwa URB koleksi nomor 2, 3 dan 4 adalah antara URB koleksi nomor 1 dan 5. Jika koleksi no 1 sebagai pembatas atas disebut sebagai Tanggal Perolehan Benda Atas (TPBA) dan koleksi no 5 sebagai Tanggal Perolehan Benda Bawah (TPBB). Dengan mengisi kolom TPBA dan TPBB maka sistem database secara otomatis menilai angka Tafsir Usia Relatif Benda (TURB), Lihat Tabel 2, hal. 09 atau Lampiran Daftar 01 sampai 10. Disinilah letak manfaat 800 koleksi pembanding untuk mempertajam hasil TURB dan validasi data lain, serta meminimalkan kesalahan interpretasi data. Sebagai gambaran, apabila analisis dipaksakan dengan hanya hasil observasi 200 koleksi untuk mengetahui usia relatif koleksi dengan KNI 2 sampai 9, sedangkan yang diketahui dengan KNI 1 dan 10. Maka tingkat kesalahan dari hasil pengamatan semakin besar dan akan berdampak pula pada penyimpulan laju atau percepatan kerusakan koleksi yang diamati.
Mengenal Hubungan Antara Usia dan Bahan Terhadap Tingkat Kerusakan Koleksi Tekstil
Dan Kemungkinan Cara Mengatasinya
C. Pembahasan ObservasiObservasi 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 sebagai pembanding)
memberikan gambaran bahwa pentingnya mempertahankan identitas pada setiap koleksi berupa nomor inventaris. No. Inv. ini harus ditulis dalam format angka 6 (enam digit), misalnya koleksi dengan nomor inventaris 11 a harus ditulis dengan 000011 a. Diawali dengan identitas no. inv. yang benar selanjutnya diikuti dengan nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan dilengkapi foto benda. Sistematika penulisan lokasi benda yang benar adalah menjelaskan lokasi gedung, ruang, nomor lemari dan laci. Keterangan dalam format gabungan teks dan numerik bisa dinotasikan lebih sederhana secara otomatis dalam sistem database komputer, misalnya: GB.ST5.011.02 berarti koleksi disimpan dalam Gedung B (GB), di ruang Storage Tekstil lantai 5 (ST5), lemari 11 (011) dan laci 2 (02). Foto yang melengkapi data koleksi harus dibuat link, dan dibuat otomatis menyimpan alamat berkas/ file foto dimana disimpan. No. inv., nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan foto benda adalah isian data (data field) pokok yang harus ditulis dalam mengisi lembar inventaris atau lembar kondisi koleksi.
Dari seribu koleksi tekstil menunjukkan bahwa 726 koleksi berkondisi baik, 115 berkondisi cukup (baik), 152 berkondisi rusak, 7 berkondisi hancur, dan 8 koleksi
mengalami kerusakan aktif. Dari 152 koleksi rusak menunjukkan pula 129 berbahan selulose (10 diantaranya ada komponen logamnya) dan 11 berbahan protein (1 diantaranya ada komponen logamnya), namun perlu diketahui dari seribu koleksi yang diamati memang 930 berbahan selulose. Tetapi data menunjukkan bahwa kain yang memiliki komponen logam lebih banyak yang mengalami kerusakan, perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.
Kisaran perolehan koleksi tekstil yang diamati adalah dari tahun 1867 (berumur relatif 148 tahun) dan tahun 1949 (berumur relatif 65 tahun). Dari pengamatan yang dirunut (disortir) menurut usia relatifnya, kain yang berumur semakin tua bukan berarti semakin rusak, atau sebaliknya: kain yang berumur semakin muda bukan berarti kain semakin baik kondisinya, perhatikan Gambar 3 halaman 12 dan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.
Analisis kerusakan dengan mempertimbangkan kandungan air (pada koleksi), kondisi pH dan data iklim pada masa lalu tidak dapat dilakukan karena “Conditional and Climatic Data” yang tersedia tidak tersinkronisasi dengan koleksi yang diobservasi. Format data yang ada masih dibuat konvensional (belum digital), sehingga sulit untuk analisisnya.
III. PENUTUPA. Kesimpulan
Dari hasil observasi 200 koleksi pilihan menunjukkan bahwa hanya 3 (1,5%) koleksi berkondisi Baik (Prioritas 5, kisaran usia relatif 74 sampai 134 tahun); 41 (20%) koleksi berkondisi Cukup (Prioritas 4, kisaran usia relatif 69 sampai 134 tahun); 149 (74%) koleksi berkondisi Rusak (Prioritas 3, kisaran usia 108 sampai 148 tahun); 7 (4%) koleksi berkondisi Hancur (Prioritas 2, kisaran usia 109 sampai 134 tahun) dan 8 (5%) koleksi mengalami kerusakan Aktif (Prioritas 1, kisaran usia relatif 113 sampai 134 tahun). Perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17. Gambaran hasil observasi terhadap 200 koleksi ini ditujukan pada koleksi rusak sehingga 1,5% dari 200 koleksi yang diobservasi bukan berarti sama kalau 1,5% dari seluruh koleksi Museum Nasional. (Perhatikan pembahasan halaman 11, ada 726 koleksi berkondisi baik di antara 1.000 koleksi yang diamati.)
Tekstil berserat selulose (kulit kayu, serat kapas, serat nanas, dsb.) dan berserat protein (sutera atau wool) yang beronamen logam cenderung mengalami kerusakan dengan prioritas tinggi (1, 2 dan 3). Usia relatif diatas 74 tahun pada tekstil berornamen logam juga lebih banyak mengalami kerusakan.
B. SaranObservasi terhadap 200 yang koleksi tekstil dengan tahun perolehan antara tahun
1867 dan 1950 ini lebih mengandalkan pengamatan visual dan perlu ditindak- lanjuti dengan uji bahan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Uji bahan diarahkan pada identifikasi serat secara laboratoris, cek pH, cek kandungan air pada serat dan cek kandungan logam lain (yang biasa digunakan pada proses pencelupan warna atau pada garam logam). Walaupun “conditional and climatic data” yang ada masih konvensional dan belum tersinkronisasi dengan 200 koleksi yang diobservasi, tetapi dari uraian diatas paling tidak telah membuktikan bahwa metode analisis yang menerapkan sistem database komputer mempermudah proses pekerjaan observasi. Hasil observasi dan analisis inipun sekaligus menjadi tolok ukur (benchmarking) keberhasilan usaha perawatan dan pengawetan tekstil di Museum Nasional setelah dicek untuk beberapa tahun yang akan datang.
Saran perawatan dari 200 koleksi tekstil yang telah diobservasi dapat dilihat dalam setiap lembar kondisi tekstil terlampir, adapun uraian dan rincian proses perawatan dapat dilihat di naskah “Konservasi Tekstil” (dapat diunduh di www.primastoria.net).
disusun oleh:Puji Yosep Subagiyo
Seksi Observasi
benchmarking in textile conservation
I. PENDAHULAUNA. Latar Belakang
Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Museum Nasional mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengumpulan, registrasi, perawatan, pengawetan, pengamanan, penyajian, publikasi, dan fasilitasi di bidang benda bernilai budaya berskala nasional (Permendikbud No. 48 Tahun 2012). Dalam rangka menjalankan fungsi perawatan dan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional, Museum Nasional memiliki Bidang Perawatan dan Pengawetan. Garis besar kegiatan bidang ini adalah:1. pelaksanaan observasi kondisi benda bernilai budaya berskala nasional;2. pelaksanaan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;3. pelaksanaan perawatan benda bernilai budaya berskala nasional;4. pelaksanaan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional; dan5. pelaksanaan pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.
Bidang Perawatan dan Pengawetan memilki tiga seksi, yaitu: Seksi Observasi, Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan. Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan penanganan serta uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan restorasi benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.
Seksi Observasi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan - Museum Nasional, memiliki rincian tugas:1. melakukan penyusunan program kerja Seksi dan konsep program kerja Bidang;2. melakukan pengamatan dan pendataan kondisi koleksi benda bernilai budaya
berskala nasional;3. melakukan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;4. melakukan klasifikasi kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;5. melakukan rekomendasi penanganan koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;6. melakukan penyusunan bahan bantuan teknis di bidang observasi koleksi benda
bernilai budaya berskala nasional;7. melakukan evaluasi pelaksanaan observasi benda bernilai budaya berskala nasional;8. melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen Seksi; dan
9. melakukan penyusunan laporan Seksi.
Garis besar dari tugas tersebut adalah mengamati benda secara utuh, mengenali/ identifikasi bahan dan cara pembuatan/ pembentukan benda, mengenali/ identifikasi kerusakan, menganalisis kerusakan yang kemungkinan diakibatkan oleh sifat bahan, kontruksi benda, faktor kondisi iklim (suhu dan kelembaban udara, cahaya dan polusi), serta kemungkinan kesalahan dalam penanganan. Dari hasil amatan dilanjutkan dengan
penyimpulan suatu kerusakan dan usulan perawatan dan pengawetan.
B. Landasan HukumPenyusunan Laporan Tahunan Perorangan pada Seksi Observasi – Bidang Perawatan
dan Pengawetan, MUSEUM NASIONAL, dengan mempertimbangkan: 1. UU No. 11 Tahun 2010 tentang CAGAR BUDAYA;2. UU No. 5 Tahun 2014 tentang APARATUR SIPIL NEGARA (ASN);3. PP No. 46 Thn. 2011 dan Perka BKN No. 1 Thn. 2013 tentang Sasaran Kerja PNS [SKP]; 4. PP No. 66 Tahun 2015 tentang MUSEUM;5. Permendikbud RI No. 48 Tahun 2012 tentang ORGANISASI & TATA KERJA MUSEUM
NASIONAL;6. Permendikbud RI No. 27 Tahun 2013 tentang RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL;7. Permen PANRB No. 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP (Standar
Operasional Prosedur);8. Perka BKN No. 1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 46 Tahun 2013
(Sasaran Kerja PNS [SKP]);9. Perka BKN No. 7 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Manajerial (SKM PNS);
10. Perka BKN No. 8 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Teknis (SKT PNS).
II. PEMBAHASAN OBSERVASIA. Dasar Teori
Tahapan pemeliharaan koleksi meliputi observasi, perawatan dan pengawetan. Proses observasi atau pengamatan yang dilakukan Seksi Observasi diawali dengan serangkain proses identifikasi dan klasifikasi bahan baik secara visual atau dengan uji bahan, mengamati dan mempelajari (jenis dan proses) kerusakan, dan bersama-sama dengan Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan akan memutuskan metode perawatan dan pengawetan secara tepat. Seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan seksi-seksi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan ini akan dievalusi secara klinis dengan mempertimbangkan ancangan analitik ilmiah atau empiris, yang selanjutnya disebut sebagai ‘studi atau kajian konservasi’. Dalam hal ini, identifikasi dan klasifikasi bahan dengan mempelajari data keterawatan koleksi, data kondisi iklim dan perangkat penunjang penyimpanan atau displai yang mengitarinya dalam rentang waktu tertentu (yang lazim disebut sebagai studi konservasi secara empiris). Contoh kajian empiris yang faktual adalah pendapat bahwa lilin lebah memiliki sifat tidak merusak kain dengan menunjukkan bukti fragmen kain yang terbungkus lilin yang sudah berumur ribuan tahun dari Mesir.
Sedangkan yang ilmiah adalah suatu kegiatan studi yang lebih mengedepankan pengetahuan teoritis dan pengamatan dengan menggunakan alat (modern). Contohnya pembuktian unsur logam sebagai garam logam pada proses pewarnaan dengan Spektroskopi Fluoresensi Sinar-X pada fragmen kain. Perhatikan Tabel 1 dan Gambar 1.
Rangkaian proses dan hasil kegiatan seksi-seksi dalam Bidang Perawatan dan Pengawetan (Bidang PP) akan terekam dalam formulir isian ‘Lembar Kondisi Koleksi’, selanjutnya disingkat LKK. LKK ini akan memuat informasi berkaitan nomor identitas dan nama koleksi, jenis bahan, jenis kerusakan (kondisi keterawatan), usulan perawatan (mencakup tindakan yang bersifat kuratif – restoratif atau penghentian proses kerusakan dan perbaikannya), serta usulan pengawetan (tindakan yang bersifat preventif atau penghambatan dari kemungkinan proses kerusakan). Menurut sifat dan jenis kerusakannya, Lembar Kondisi Koleksi (LKK) akan dikelompokkan menjadi LKK-Umum (Campuran), Logam, Batu, Keramik, Kayu, Tekstil, Kertas dan Lukisan. Kemudian Bidang PP ini juga melakukan survai kondisi klimatalogi yang informasinya dicantumkan dalam ‘Lembar Data Klimatologi’, yang selanjutnya disebut LDK. LDK memuat keterangan yang berhubungan dengan suhu dan kelembaban udara (suhu permukaan dan kadar air benda), intesitas cahaya, radiasi ultra-violet (UV), dan polusi udara. Data atau dokumen tambahan (DDT) juga diperlukan, dan bisa berupa data jenis bahan dan konstruksi lemari simpan atau
displai, gambar atau desain (tiga dimensi dan berskala ukuran) ruang simpan atau pamer, berikut bahan (pustaka) rujukan atau (data pribadi) narasumber.
Kumpulan informasi dalam LIK, LKK, LDK dan DDT adalah dokumen penting di museum yang harus terawat dan dikelola dengan baik. Dokumen-dokumen ini secara fisik bisa berupa lembar kertas cetakan atau berupa format digital (soft-copy siap cetak, selanjutnya disingkat SCSC, yang mungkin tersimpan dalam CD). Pengelolaan dokumen kertas (termasuk CD, sebagai data mati) secara fisik yang biasanya dilakukan pustakawan atau arsiparis ini memerlukan folder, lemari simpan dan ruangan yang memadai. Tetapi pengelolaan kumpulan informasi pada LIK, LKK, LDK dan DDT dalam sistem database konservasi (Dasi) adalah yang paling umum dilakukan pada abad informasi saat ini.
Observasi terhadap 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 koleksi sebagai pembanding) yang dilakukan secara visual ini dengan mempertimbangkan lingkup data (data field) sebagaimana dimuat dalam Blangko Lembar Kondisi Koleksi (Umum) dan Lembar Kondisi Tekstil (Khusus), lihat halaman 06 dan 07. Laju percepatan kerusakan tekstil dengan mempertimbangkan usia relatif benda (URB), jenis bahan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai notasi jenis bahan dan disingkat NJB), kondisi benda saat pengamatan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai tingkat kerusakan benda dan disingkat TKB). Observasi ini dianalisis dengan sistem database khusus konservasi (dengan kode CuraTool), yang secara langsung dan otomatis menampilkan grafik sebagai hasil pembandingan antara URB, NJB dan TKB, lihat Gambar 2 hal. 11 dan Gambar 3 hal. 12. Analisis dari hasil observasi ini juga mempertimbangkan data-data LDK dan DDT.
B. Prosedur Observasi1. Mengamati benda koleksi secara menyeluruh (depan, belakang, samping kanan dan
kiri, serta bagian atas dan bawah). Dengan sangat hati-hati, angkat benda dengan kaus tangan untuk melihat bagian bawah koleksi. dan mendetail. Gunakan pensil untuk mengisi formulir Lembar Kondisi Koleksi (LKK), hindari penggunaan ballpoint dan alat tulis bertinta lain untuk menghindari resiko ternodanya koleksi dari alat tulis bertinta tersebut. Lepaskan jam tangan, gelang tangan, alat tulis atau benda apapun yang berada di kantong baju, name tag yang digantungkan di krah baju atau leher, dan hal-hal lain yang bisa beresiko terhadap koleksi yang akan kita amati (observasi).Penjelasan Lembar Kondisi Koleksi (LKK), lihat halaman 6 dan 7. Semua isian data (data field) pada Lembar Kondisi diberi nomor untuk kemudahan penjelasan dan pengkodean dalam hal untuk pembahasan (analisa data) berikut pelaporannya.a. Keterangan Pokok: No. Urut, No. Inv., Nama Benda, Asal Benda, Keterangan/ Deskripsi
Singkat, Ukuran, Kondisi dan Lokasi Benda. b. Bahan. Bahan pembentuk koleksi secara umum dikelompokkan menjadi: Logam,
Non-Logam, Selulose, Protein dan Lain-lain. Logam dan Non Logam dapat masuk kategori Anorganik, sedang Selulose dan Protein masuk kategori Organik. Jika
bahan organik dari binatang dimasukkan dalam kelompok Protein, sedangkan yang dari tumbuh-tumbuhan masuk ke dalam kelompok Selulose. Tetapi ada bahan yang masuk kelompok Lain-lain karena bahan tersebut memiliki komponen organik dan anorganik. Bahan tekstil tidak bisa dikelompokkan hanya di satu kelompok Organik, tetapi harus dipisahkan ke Protein (tekstil yang berbahan dasar sutera atau wol) atau ke Selulose (tekstil yang berbahan dasar kapas, rami, atau goni). Bahan pembersih yang bersifat asam agak kuat dapat merusak kain terbuat dari kapas tapi aman bagi kain yang terbuat dari sutera. Perhatikan Lembar Kondisi Koleksi (Umum) pada halaman 6, dan bandingkan dengan Lembar Kondisi Tekstil pada halaman 7.
c. Kondisi Benda Pada Saat Pengamatan. Kondisi keterawatan koleksi dikelompokkan menjadi Kerusakan Fisik (1. Rapuh, 2. Kotor, 3. Lemak, 4. Kelupas, 5. Gores, 6. Retak, 7. Patah, 8. Hilang, 9. Basah, 10. Kering, 11. Lain), Kerusakan Kimiawi (1. Lapuk, 2. Pudar, 3. Korosi, 4. Oksidasi, 5. Bau, 6. Noda, 7. Kristal garam, 8. Lain) dan Kerusakan Biotis (1. Jamur, 2. Insek, 3. Ganggang, 4. Lumut, 5. Lichens, 6. Lain). Kondisi rapuh (fragile) pada kelompok kerusakan fisik dibedakan dengan lapuk (brittle) pada kelompok kerusakan kimiawi, karena dalam pengertian ini rapuh bisa dimungkinkan menjadi agak kuat setelah proses kontrol kelembaban, sedangkan lapuk cenderung ke arah hancur dan tidak bisa direkondisi lagi.
d. Kondisi Iklim Mikro dan Makro Pada Saat Pengamatan. Dengan memper- timbangkan Lembar Data Klimatologi (LDK), serta memperhitungkan alat-alat ukur dan prosedur kalibrasi.Iklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya dicatat di Lembar Kondisi Koleksi (seperti pada halaman 6 dan 7). Kalau koleksi ditempatkan dalam lemari simpan berarti iklim mikro sama dengan yang ada didalam lemari simpan. Sedangkan yang iklim makro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada diluar iklim mikro. Data iklim makro biasanya dicatat di Lembar Data Klimatologi (halaman 18 dan 19). Weintraub (2002) menjelaskan pengertian dan perhitungan Equilibrium Moisture Content (EMC) dan EMC/RH isotherm bahan organik (kapas, linen, kertas, kayu, dsb.); serta kapasitas bu�ering (MH) dan rekondisi silicagel.
e. Usulan Perawatan dan Pengawetan. Dibahas secara lengkap di “Tekstil Tradisional: Pengenalan Bahan dan Teknik” dan “Konservasi Tekstil”;
f. Usulan Uji Bahan (Laboratorium). Melalui serangkaian proses observasi dari sekian banyak koleksi atau mempertimbangkan suatu kondisi tertentu terjadinya kerusakan pada koleksi, Konservator akan mengusulkan uji bahan. Uji bahan dimaksudkan untuk mengetahui proses terjadinya kerusakan dan atau penguatan data pendukung untuk keperluan studi konservasi dan koleksi tingkat lanjut. Studi tingkat lanjut ini bisa berupa pembuatan Alur Waktu (Timeline) bahan atau tehnik pembuatan suatu benda pada suatu masa atau periode tertentu, yang mana bahan atau tehnik ini sebagai bagian dari suatu koleksi yang tidak bisa digantikan (sebagai atribut teknologis).
g. Teknik Pengamatan. Teknik pengamataan adalah penjelasan dengan cara dan alat bantu apa pada saat seseorang mengamati kondisi keterawatan koleksi di museum.
2. Analisis Data Observasi. Analisis data observasi bisa dilakukan pada beberapa kemungkinan. Pertama
adalah analisis berdasarkan dari pengumpulan data proses perawatan dan pengawetan, data iklim pada lingkungan benda yang menjalani proses perawatan dan pengawetan, data iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, serta data-data pendukung lainnya. Kedua adalah analisis data hasil observasi dari sejumlah koleksi (kumpulan data hasil observasi sendiri). Ketiga adalah pembahasan berdasarkan gabungan dari langkah pertama dan kedua. Tetapi pokok bahasan utama tetap, yakni penyimpulan tentang kondisi keterawatan koleksi berkaitan dengan kondisi bahan, cara pembuatan dan kondisi iklim yang mengitarinya. Evaluasi dan tinjauan proses kerja perawatan dan pengawetan pada masa lalu dan masa akan datang juga akan dilakukan.
Entri data hasil survei lapangan pada Lembar Kondisi Tekstil (LKTe, hal. 07) ke dalam sistem database khusus konservasi, dan selanjutnya ditinjau dan diedit melalui Menu Daftar Editing dan Kontrol Data (Tabel 2, hal. 09). Ada konversi data teks ke bentuk numerik, sehingga data dapat langsung dipresentasikan dalam bentuk grafik. Konversi ini akan meliputi: Jenis Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB).
Sejak diberlakukannya Permendikbud No. 48 Tahun 2012, Seksi Konservasi yang dahulu berada dalam Bidang Konservasi dan Preparasi (di Museum Nasional) telah berkembang menjadi Bidang Perawatan dan Pengawetan, yang memiliki Seksi Perawatan, Seksi Pengawetan dan Seksi Observasi. Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan restorasi benda bernilai budaya. Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan lingkungan mikro benda. Sedangkan Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan penanganan serta uji laboratorium benda bernilai budaya.
Pekerjaan konservator pada Seksi Perawatan dan Pengawetan adalah melakukan tindakan yang bersifat kuratif – restoratif (penghentian proses kerusakan dan perbaikannya) dan pengawetan (tindakan yang bersifat preventif atau penghambatan dari kemungkinan proses kerusakan). Sedangkan Konservator pada Seksi Observasi adalah mengamati benda secara utuh, mengenali/ identifikasi bahan dan cara pembuatan/ pembentukan benda, mengenali/ identifikasi kerusakan, menganalisa kerusakan yang kemungkinan diakibatkan oleh sifat bahan, konstruksi benda, faktor kondisi iklim (suhu dan kelembaban udara, cahaya dan polusi), serta kemungkinan kesalahan dalam penanganan. Dari hasil amatan dilanjutkan dengan penyimpulan suatu kerusakan dan cara mengatasinya.Adapun Uraian Jabatan (UJ) untuk Konservator di Seksi Observasi adalah:
1. Melakukan kajian pengamatan dan pendataan kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;
2. Melakukan kajian uji laboratorium untuk mengetahui struktur dan material koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;
3. Menganalisis kegiatan klasifikasi berdasarkan kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;
4. Menganalisis rekomendasi penanganan berdasarkan kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;
5. Menyusun bahan dan memfasilitasi alat bantu teknis untuk kegiatan observasi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;
6. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh atasan baik lisan maupun tertulis;
7. Membuat laporan pelaksanaan setiap kegiatan. Sebagai seksi baru, Seksi Observasi belum memiliki ruang/ tempat kerja dan peralatan
khusus, begitu juga belum adanya Standar Operasional Prosedur (SOP) Observasi. Dengan disusunnya Laporan Observasi 200 tekstil (berupa 200 Lembar Kondisi terlampir) dari 1.000 Koleksi Pilihan Tahun 2014, diharapkan dapat memberikan gambaran tentang manfaat (outcome) dan prospek ke depan kegiatan observasi di Museum Nasional. Disamping pemenuhan kebutuhan ruang dan peralatan kerja observasi menjadi prioritas utama.
KATA PENGANTAR
i
Semua pekerjaan observasi terekam dalam sistem database khusus konservasi (sebagai alat bantu teknis) dengan menerapkan sistematika (konsep dan alur) dasar perekaman data digital untuk identifikasi bahan, kerusakan, proses dan usulan konservasi. Sistem ini dikembangkan dan diterapkan untuk tujuan evaluasi (meninjau dan menguji) metode konservasi yang telah dan akan digunakan, serta mempermudah validasi data (yang berhubungan dengan lokasi, kondisi, asal, usia, metode klasifikasi dan informasi teknis lain) yang berguna untuk seksi-seksi atau bidang-bidang terkait di Museum Nasional dalam membuat kebijakan manajemen koleksi secara cepat dan tepat (akurat dan faktual karena berbasis data). Semua uraian pekerjaan di atas adalah penjabaran Pasal 11 Bab I dari Permendikbud No. 27 Tahun 2013.
Tiada gading yang tidak retak, Saya menyadari kemungkinan ada kekurangan dalam penyusunan laporan ini, dengan berbesar hati akan diterima segala saran untuk perbaikan. Semoga laporan ini bermanfaat dan dapat menjadi acuan bagi pengembangan Seksi Observasi (Bidang Perawatan dan Pengawetan) di Museum Nasional.
Notasi Jenis Bahan (NJB): untuk bahan selulose (kulit kayu, kapas, serat nanas, dan sejenisnya) memiliki angka 40 (warna hijau); untuk bahan protein (sutera, wool, kulit binatang, dan sejenisnya) memiliki angka 50 (warna kuning); untuk bahan logam memiliki angka 5 (warna merah); untuk kombinasi selulose dan logam memiliki angka 45 (warna hijau tua) dan untuk bahan kombinasi protein dan logam memiliki angka 55 (warna kuning tua). Di sini, Sistem Database Konservasi akan secara otomatis menampilkan Grafik Analisis Spontan (GAS) untuk mengetahui hubungan antara Usia (URB), Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB), lihat gambar 2 dan 3 pada halaman 11 dan 12.
Tingkat Kerusakan Benda (TKB) 10 berarti berkondisi Baik (warna hijau, prioritas konservasi: 5); 15 berarti berkondisi Cukup (warna kuning, prioritas: 4); 20 berarti berkondisi Rusak (warna merah muda, prioritas: 3); 25 berarti berkondisi Hancur (warna merah tua, prioritas: 2); 30 berarti berkondisi fisik benda bisa Baik, Cukup, Rusak atau Hancur tetapi jenis kerusakannya aktif, seperti indikasi serangan mikroorganisme atau insek, dan kondisi keasamannya/ pH pada saat pengamatan terlalu tinggi (warna merah tua sekali, prioritas: 1). Representasi grafik Bahan dan Kondisi koleksi ini juga dimaknai dengan adanya Usia Relatif Benda (URB) dan Kode Nomor Inventaris (KNI) untuk penyederhanaan, dan untuk melacak No. Inv. atau lokasi benda akan tetap dengan mudah dengan melihat Daftar (Tabel 2, hal. 09, atau Daftar Koleksi 01 sampai 10 terlampir). Dengan pemahaman ini, jika saat ini kita menjumpai kain katun berkondisi bagus (baik) tapi ada indikasi jamur atau tingkat keasamannya tinggi maka koleksi tersebut dikategorikan mengalami ancaman/ kerusakan aktif dan skala prioritas yang tadinya 5 menjadi 1 (indikator warna hijau berubah menjadi merah tua sekali).
Usia Relatif Benda (URB) akan muncul secara otomatis, jika kita telah mengisi kolom isian (data field) tahun perolehan benda. URB adalah hasil pengurangan tanggal sekarang (Today) dan Tanggal Perolehan Benda (TPB) Bilamana kita tidak mengetahui tahun perolehan koleksi maka perlu dilakukan Tafsir Usia Relatif Benda (TURB). Proses TURB diawali dengan memunculkan keseluruhan data, dan langkah berikutnya dengan mensortir nomor inventaris benda. Jika ada lima koleksi yang diketahui TPB-nya nomor 1 dan 5, maka setelah pensortiran akan diketahui bahwa URB koleksi nomor 2, 3 dan 4 adalah antara URB koleksi nomor 1 dan 5. Jika koleksi no 1 sebagai pembatas atas disebut sebagai Tanggal Perolehan Benda Atas (TPBA) dan koleksi no 5 sebagai Tanggal Perolehan Benda Bawah (TPBB). Dengan mengisi kolom TPBA dan TPBB maka sistem database secara otomatis menilai angka Tafsir Usia Relatif Benda (TURB), Lihat Tabel 2, hal. 09 atau Lampiran Daftar 01 sampai 10. Disinilah letak manfaat 800 koleksi pembanding untuk mempertajam hasil TURB dan validasi data lain, serta meminimalkan kesalahan interpretasi data. Sebagai gambaran, apabila analisis dipaksakan dengan hanya hasil observasi 200 koleksi untuk mengetahui usia relatif koleksi dengan KNI 2 sampai 9, sedangkan yang diketahui dengan KNI 1 dan 10. Maka tingkat kesalahan dari hasil pengamatan semakin besar dan akan berdampak pula pada penyimpulan laju atau percepatan kerusakan koleksi yang diamati.
C. Pembahasan ObservasiObservasi 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 sebagai pembanding)
memberikan gambaran bahwa pentingnya mempertahankan identitas pada setiap koleksi berupa nomor inventaris. No. Inv. ini harus ditulis dalam format angka 6 (enam digit), misalnya koleksi dengan nomor inventaris 11 a harus ditulis dengan 000011 a. Diawali dengan identitas no. inv. yang benar selanjutnya diikuti dengan nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan dilengkapi foto benda. Sistematika penulisan lokasi benda yang benar adalah menjelaskan lokasi gedung, ruang, nomor lemari dan laci. Keterangan dalam format gabungan teks dan numerik bisa dinotasikan lebih sederhana secara otomatis dalam sistem database komputer, misalnya: GB.ST5.011.02 berarti koleksi disimpan dalam Gedung B (GB), di ruang Storage Tekstil lantai 5 (ST5), lemari 11 (011) dan laci 2 (02). Foto yang melengkapi data koleksi harus dibuat link, dan dibuat otomatis menyimpan alamat berkas/ file foto dimana disimpan. No. inv., nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan foto benda adalah isian data (data field) pokok yang harus ditulis dalam mengisi lembar inventaris atau lembar kondisi koleksi.
Dari seribu koleksi tekstil menunjukkan bahwa 726 koleksi berkondisi baik, 115 berkondisi cukup (baik), 152 berkondisi rusak, 7 berkondisi hancur, dan 8 koleksi
mengalami kerusakan aktif. Dari 152 koleksi rusak menunjukkan pula 129 berbahan selulose (10 diantaranya ada komponen logamnya) dan 11 berbahan protein (1 diantaranya ada komponen logamnya), namun perlu diketahui dari seribu koleksi yang diamati memang 930 berbahan selulose. Tetapi data menunjukkan bahwa kain yang memiliki komponen logam lebih banyak yang mengalami kerusakan, perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.
Kisaran perolehan koleksi tekstil yang diamati adalah dari tahun 1867 (berumur relatif 148 tahun) dan tahun 1949 (berumur relatif 65 tahun). Dari pengamatan yang dirunut (disortir) menurut usia relatifnya, kain yang berumur semakin tua bukan berarti semakin rusak, atau sebaliknya: kain yang berumur semakin muda bukan berarti kain semakin baik kondisinya, perhatikan Gambar 3 halaman 12 dan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.
Analisis kerusakan dengan mempertimbangkan kandungan air (pada koleksi), kondisi pH dan data iklim pada masa lalu tidak dapat dilakukan karena “Conditional and Climatic Data” yang tersedia tidak tersinkronisasi dengan koleksi yang diobservasi. Format data yang ada masih dibuat konvensional (belum digital), sehingga sulit untuk analisisnya.
III. PENUTUPA. Kesimpulan
Dari hasil observasi 200 koleksi pilihan menunjukkan bahwa hanya 3 (1,5%) koleksi berkondisi Baik (Prioritas 5, kisaran usia relatif 74 sampai 134 tahun); 41 (20%) koleksi berkondisi Cukup (Prioritas 4, kisaran usia relatif 69 sampai 134 tahun); 149 (74%) koleksi berkondisi Rusak (Prioritas 3, kisaran usia 108 sampai 148 tahun); 7 (4%) koleksi berkondisi Hancur (Prioritas 2, kisaran usia 109 sampai 134 tahun) dan 8 (5%) koleksi mengalami kerusakan Aktif (Prioritas 1, kisaran usia relatif 113 sampai 134 tahun). Perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17. Gambaran hasil observasi terhadap 200 koleksi ini ditujukan pada koleksi rusak sehingga 1,5% dari 200 koleksi yang diobservasi bukan berarti sama kalau 1,5% dari seluruh koleksi Museum Nasional. (Perhatikan pembahasan halaman 11, ada 726 koleksi berkondisi baik di antara 1.000 koleksi yang diamati.)
Tekstil berserat selulose (kulit kayu, serat kapas, serat nanas, dsb.) dan berserat protein (sutera atau wool) yang beronamen logam cenderung mengalami kerusakan dengan prioritas tinggi (1, 2 dan 3). Usia relatif diatas 74 tahun pada tekstil berornamen logam juga lebih banyak mengalami kerusakan.
B. SaranObservasi terhadap 200 yang koleksi tekstil dengan tahun perolehan antara tahun
1867 dan 1950 ini lebih mengandalkan pengamatan visual dan perlu ditindak- lanjuti dengan uji bahan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Uji bahan diarahkan pada identifikasi serat secara laboratoris, cek pH, cek kandungan air pada serat dan cek kandungan logam lain (yang biasa digunakan pada proses pencelupan warna atau pada garam logam). Walaupun “conditional and climatic data” yang ada masih konvensional dan belum tersinkronisasi dengan 200 koleksi yang diobservasi, tetapi dari uraian diatas paling tidak telah membuktikan bahwa metode analisis yang menerapkan sistem database komputer mempermudah proses pekerjaan observasi. Hasil observasi dan analisis inipun sekaligus menjadi tolok ukur (benchmarking) keberhasilan usaha perawatan dan pengawetan tekstil di Museum Nasional setelah dicek untuk beberapa tahun yang akan datang.
Saran perawatan dari 200 koleksi tekstil yang telah diobservasi dapat dilihat dalam setiap lembar kondisi tekstil terlampir, adapun uraian dan rincian proses perawatan dapat dilihat di naskah “Konservasi Tekstil” (dapat diunduh di www.primastoria.net).
I. PENDAHULAUNA. Latar Belakang
Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Museum Nasional mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengumpulan, registrasi, perawatan, pengawetan, pengamanan, penyajian, publikasi, dan fasilitasi di bidang benda bernilai budaya berskala nasional (Permendikbud No. 48 Tahun 2012). Dalam rangka menjalankan fungsi perawatan dan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional, Museum Nasional memiliki Bidang Perawatan dan Pengawetan. Garis besar kegiatan bidang ini adalah:1. pelaksanaan observasi kondisi benda bernilai budaya berskala nasional;2. pelaksanaan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;3. pelaksanaan perawatan benda bernilai budaya berskala nasional;4. pelaksanaan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional; dan5. pelaksanaan pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.
Bidang Perawatan dan Pengawetan memilki tiga seksi, yaitu: Seksi Observasi, Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan. Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan penanganan serta uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan restorasi benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.
Seksi Observasi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan - Museum Nasional, memiliki rincian tugas:1. melakukan penyusunan program kerja Seksi dan konsep program kerja Bidang;2. melakukan pengamatan dan pendataan kondisi koleksi benda bernilai budaya
berskala nasional;3. melakukan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;4. melakukan klasifikasi kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;5. melakukan rekomendasi penanganan koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;6. melakukan penyusunan bahan bantuan teknis di bidang observasi koleksi benda
bernilai budaya berskala nasional;7. melakukan evaluasi pelaksanaan observasi benda bernilai budaya berskala nasional;8. melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen Seksi; dan
9. melakukan penyusunan laporan Seksi.
Garis besar dari tugas tersebut adalah mengamati benda secara utuh, mengenali/ identifikasi bahan dan cara pembuatan/ pembentukan benda, mengenali/ identifikasi kerusakan, menganalisis kerusakan yang kemungkinan diakibatkan oleh sifat bahan, kontruksi benda, faktor kondisi iklim (suhu dan kelembaban udara, cahaya dan polusi), serta kemungkinan kesalahan dalam penanganan. Dari hasil amatan dilanjutkan dengan
penyimpulan suatu kerusakan dan usulan perawatan dan pengawetan.
B. Landasan HukumPenyusunan Laporan Tahunan Perorangan pada Seksi Observasi – Bidang Perawatan
dan Pengawetan, MUSEUM NASIONAL, dengan mempertimbangkan: 1. UU No. 11 Tahun 2010 tentang CAGAR BUDAYA;2. UU No. 5 Tahun 2014 tentang APARATUR SIPIL NEGARA (ASN);3. PP No. 46 Thn. 2011 dan Perka BKN No. 1 Thn. 2013 tentang Sasaran Kerja PNS [SKP]; 4. PP No. 66 Tahun 2015 tentang MUSEUM;5. Permendikbud RI No. 48 Tahun 2012 tentang ORGANISASI & TATA KERJA MUSEUM
NASIONAL;6. Permendikbud RI No. 27 Tahun 2013 tentang RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL;7. Permen PANRB No. 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP (Standar
Operasional Prosedur);8. Perka BKN No. 1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 46 Tahun 2013
(Sasaran Kerja PNS [SKP]);9. Perka BKN No. 7 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Manajerial (SKM PNS);
10. Perka BKN No. 8 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Teknis (SKT PNS).
II. PEMBAHASAN OBSERVASIA. Dasar Teori
Tahapan pemeliharaan koleksi meliputi observasi, perawatan dan pengawetan. Proses observasi atau pengamatan yang dilakukan Seksi Observasi diawali dengan serangkain proses identifikasi dan klasifikasi bahan baik secara visual atau dengan uji bahan, mengamati dan mempelajari (jenis dan proses) kerusakan, dan bersama-sama dengan Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan akan memutuskan metode perawatan dan pengawetan secara tepat. Seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan seksi-seksi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan ini akan dievalusi secara klinis dengan mempertimbangkan ancangan analitik ilmiah atau empiris, yang selanjutnya disebut sebagai ‘studi atau kajian konservasi’. Dalam hal ini, identifikasi dan klasifikasi bahan dengan mempelajari data keterawatan koleksi, data kondisi iklim dan perangkat penunjang penyimpanan atau displai yang mengitarinya dalam rentang waktu tertentu (yang lazim disebut sebagai studi konservasi secara empiris). Contoh kajian empiris yang faktual adalah pendapat bahwa lilin lebah memiliki sifat tidak merusak kain dengan menunjukkan bukti fragmen kain yang terbungkus lilin yang sudah berumur ribuan tahun dari Mesir.
Sedangkan yang ilmiah adalah suatu kegiatan studi yang lebih mengedepankan pengetahuan teoritis dan pengamatan dengan menggunakan alat (modern). Contohnya pembuktian unsur logam sebagai garam logam pada proses pewarnaan dengan Spektroskopi Fluoresensi Sinar-X pada fragmen kain. Perhatikan Tabel 1 dan Gambar 1.
Rangkaian proses dan hasil kegiatan seksi-seksi dalam Bidang Perawatan dan Pengawetan (Bidang PP) akan terekam dalam formulir isian ‘Lembar Kondisi Koleksi’, selanjutnya disingkat LKK. LKK ini akan memuat informasi berkaitan nomor identitas dan nama koleksi, jenis bahan, jenis kerusakan (kondisi keterawatan), usulan perawatan (mencakup tindakan yang bersifat kuratif – restoratif atau penghentian proses kerusakan dan perbaikannya), serta usulan pengawetan (tindakan yang bersifat preventif atau penghambatan dari kemungkinan proses kerusakan). Menurut sifat dan jenis kerusakannya, Lembar Kondisi Koleksi (LKK) akan dikelompokkan menjadi LKK-Umum (Campuran), Logam, Batu, Keramik, Kayu, Tekstil, Kertas dan Lukisan. Kemudian Bidang PP ini juga melakukan survai kondisi klimatalogi yang informasinya dicantumkan dalam ‘Lembar Data Klimatologi’, yang selanjutnya disebut LDK. LDK memuat keterangan yang berhubungan dengan suhu dan kelembaban udara (suhu permukaan dan kadar air benda), intesitas cahaya, radiasi ultra-violet (UV), dan polusi udara. Data atau dokumen tambahan (DDT) juga diperlukan, dan bisa berupa data jenis bahan dan konstruksi lemari simpan atau
displai, gambar atau desain (tiga dimensi dan berskala ukuran) ruang simpan atau pamer, berikut bahan (pustaka) rujukan atau (data pribadi) narasumber.
Kumpulan informasi dalam LIK, LKK, LDK dan DDT adalah dokumen penting di museum yang harus terawat dan dikelola dengan baik. Dokumen-dokumen ini secara fisik bisa berupa lembar kertas cetakan atau berupa format digital (soft-copy siap cetak, selanjutnya disingkat SCSC, yang mungkin tersimpan dalam CD). Pengelolaan dokumen kertas (termasuk CD, sebagai data mati) secara fisik yang biasanya dilakukan pustakawan atau arsiparis ini memerlukan folder, lemari simpan dan ruangan yang memadai. Tetapi pengelolaan kumpulan informasi pada LIK, LKK, LDK dan DDT dalam sistem database konservasi (Dasi) adalah yang paling umum dilakukan pada abad informasi saat ini.
Observasi terhadap 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 koleksi sebagai pembanding) yang dilakukan secara visual ini dengan mempertimbangkan lingkup data (data field) sebagaimana dimuat dalam Blangko Lembar Kondisi Koleksi (Umum) dan Lembar Kondisi Tekstil (Khusus), lihat halaman 06 dan 07. Laju percepatan kerusakan tekstil dengan mempertimbangkan usia relatif benda (URB), jenis bahan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai notasi jenis bahan dan disingkat NJB), kondisi benda saat pengamatan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai tingkat kerusakan benda dan disingkat TKB). Observasi ini dianalisis dengan sistem database khusus konservasi (dengan kode CuraTool), yang secara langsung dan otomatis menampilkan grafik sebagai hasil pembandingan antara URB, NJB dan TKB, lihat Gambar 2 hal. 11 dan Gambar 3 hal. 12. Analisis dari hasil observasi ini juga mempertimbangkan data-data LDK dan DDT.
B. Prosedur Observasi1. Mengamati benda koleksi secara menyeluruh (depan, belakang, samping kanan dan
kiri, serta bagian atas dan bawah). Dengan sangat hati-hati, angkat benda dengan kaus tangan untuk melihat bagian bawah koleksi. dan mendetail. Gunakan pensil untuk mengisi formulir Lembar Kondisi Koleksi (LKK), hindari penggunaan ballpoint dan alat tulis bertinta lain untuk menghindari resiko ternodanya koleksi dari alat tulis bertinta tersebut. Lepaskan jam tangan, gelang tangan, alat tulis atau benda apapun yang berada di kantong baju, name tag yang digantungkan di krah baju atau leher, dan hal-hal lain yang bisa beresiko terhadap koleksi yang akan kita amati (observasi).Penjelasan Lembar Kondisi Koleksi (LKK), lihat halaman 6 dan 7. Semua isian data (data field) pada Lembar Kondisi diberi nomor untuk kemudahan penjelasan dan pengkodean dalam hal untuk pembahasan (analisa data) berikut pelaporannya.a. Keterangan Pokok: No. Urut, No. Inv., Nama Benda, Asal Benda, Keterangan/ Deskripsi
Singkat, Ukuran, Kondisi dan Lokasi Benda. b. Bahan. Bahan pembentuk koleksi secara umum dikelompokkan menjadi: Logam,
Non-Logam, Selulose, Protein dan Lain-lain. Logam dan Non Logam dapat masuk kategori Anorganik, sedang Selulose dan Protein masuk kategori Organik. Jika
bahan organik dari binatang dimasukkan dalam kelompok Protein, sedangkan yang dari tumbuh-tumbuhan masuk ke dalam kelompok Selulose. Tetapi ada bahan yang masuk kelompok Lain-lain karena bahan tersebut memiliki komponen organik dan anorganik. Bahan tekstil tidak bisa dikelompokkan hanya di satu kelompok Organik, tetapi harus dipisahkan ke Protein (tekstil yang berbahan dasar sutera atau wol) atau ke Selulose (tekstil yang berbahan dasar kapas, rami, atau goni). Bahan pembersih yang bersifat asam agak kuat dapat merusak kain terbuat dari kapas tapi aman bagi kain yang terbuat dari sutera. Perhatikan Lembar Kondisi Koleksi (Umum) pada halaman 6, dan bandingkan dengan Lembar Kondisi Tekstil pada halaman 7.
c. Kondisi Benda Pada Saat Pengamatan. Kondisi keterawatan koleksi dikelompokkan menjadi Kerusakan Fisik (1. Rapuh, 2. Kotor, 3. Lemak, 4. Kelupas, 5. Gores, 6. Retak, 7. Patah, 8. Hilang, 9. Basah, 10. Kering, 11. Lain), Kerusakan Kimiawi (1. Lapuk, 2. Pudar, 3. Korosi, 4. Oksidasi, 5. Bau, 6. Noda, 7. Kristal garam, 8. Lain) dan Kerusakan Biotis (1. Jamur, 2. Insek, 3. Ganggang, 4. Lumut, 5. Lichens, 6. Lain). Kondisi rapuh (fragile) pada kelompok kerusakan fisik dibedakan dengan lapuk (brittle) pada kelompok kerusakan kimiawi, karena dalam pengertian ini rapuh bisa dimungkinkan menjadi agak kuat setelah proses kontrol kelembaban, sedangkan lapuk cenderung ke arah hancur dan tidak bisa direkondisi lagi.
d. Kondisi Iklim Mikro dan Makro Pada Saat Pengamatan. Dengan memper- timbangkan Lembar Data Klimatologi (LDK), serta memperhitungkan alat-alat ukur dan prosedur kalibrasi.Iklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya dicatat di Lembar Kondisi Koleksi (seperti pada halaman 6 dan 7). Kalau koleksi ditempatkan dalam lemari simpan berarti iklim mikro sama dengan yang ada didalam lemari simpan. Sedangkan yang iklim makro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada diluar iklim mikro. Data iklim makro biasanya dicatat di Lembar Data Klimatologi (halaman 18 dan 19). Weintraub (2002) menjelaskan pengertian dan perhitungan Equilibrium Moisture Content (EMC) dan EMC/RH isotherm bahan organik (kapas, linen, kertas, kayu, dsb.); serta kapasitas bu�ering (MH) dan rekondisi silicagel.
e. Usulan Perawatan dan Pengawetan. Dibahas secara lengkap di “Tekstil Tradisional: Pengenalan Bahan dan Teknik” dan “Konservasi Tekstil”;
f. Usulan Uji Bahan (Laboratorium). Melalui serangkaian proses observasi dari sekian banyak koleksi atau mempertimbangkan suatu kondisi tertentu terjadinya kerusakan pada koleksi, Konservator akan mengusulkan uji bahan. Uji bahan dimaksudkan untuk mengetahui proses terjadinya kerusakan dan atau penguatan data pendukung untuk keperluan studi konservasi dan koleksi tingkat lanjut. Studi tingkat lanjut ini bisa berupa pembuatan Alur Waktu (Timeline) bahan atau tehnik pembuatan suatu benda pada suatu masa atau periode tertentu, yang mana bahan atau tehnik ini sebagai bagian dari suatu koleksi yang tidak bisa digantikan (sebagai atribut teknologis).
ii
g. Teknik Pengamatan. Teknik pengamataan adalah penjelasan dengan cara dan alat bantu apa pada saat seseorang mengamati kondisi keterawatan koleksi di museum.
2. Analisis Data Observasi. Analisis data observasi bisa dilakukan pada beberapa kemungkinan. Pertama
adalah analisis berdasarkan dari pengumpulan data proses perawatan dan pengawetan, data iklim pada lingkungan benda yang menjalani proses perawatan dan pengawetan, data iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, serta data-data pendukung lainnya. Kedua adalah analisis data hasil observasi dari sejumlah koleksi (kumpulan data hasil observasi sendiri). Ketiga adalah pembahasan berdasarkan gabungan dari langkah pertama dan kedua. Tetapi pokok bahasan utama tetap, yakni penyimpulan tentang kondisi keterawatan koleksi berkaitan dengan kondisi bahan, cara pembuatan dan kondisi iklim yang mengitarinya. Evaluasi dan tinjauan proses kerja perawatan dan pengawetan pada masa lalu dan masa akan datang juga akan dilakukan.
Entri data hasil survei lapangan pada Lembar Kondisi Tekstil (LKTe, hal. 07) ke dalam sistem database khusus konservasi, dan selanjutnya ditinjau dan diedit melalui Menu Daftar Editing dan Kontrol Data (Tabel 2, hal. 09). Ada konversi data teks ke bentuk numerik, sehingga data dapat langsung dipresentasikan dalam bentuk grafik. Konversi ini akan meliputi: Jenis Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB).
Jakarta, Januari 2016.Puji Yosep Subagiyo.
Sejak diberlakukannya Permendikbud No. 48 Tahun 2012, Seksi Konservasi yang dahulu berada dalam Bidang Konservasi dan Preparasi (di Museum Nasional) telah berkembang menjadi Bidang Perawatan dan Pengawetan, yang memiliki Seksi Perawatan, Seksi Pengawetan dan Seksi Observasi. Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan restorasi benda bernilai budaya. Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan lingkungan mikro benda. Sedangkan Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan penanganan serta uji laboratorium benda bernilai budaya.
Pekerjaan konservator pada Seksi Perawatan dan Pengawetan adalah melakukan tindakan yang bersifat kuratif – restoratif (penghentian proses kerusakan dan perbaikannya) dan pengawetan (tindakan yang bersifat preventif atau penghambatan dari kemungkinan proses kerusakan). Sedangkan Konservator pada Seksi Observasi adalah mengamati benda secara utuh, mengenali/ identifikasi bahan dan cara pembuatan/ pembentukan benda, mengenali/ identifikasi kerusakan, menganalisa kerusakan yang kemungkinan diakibatkan oleh sifat bahan, konstruksi benda, faktor kondisi iklim (suhu dan kelembaban udara, cahaya dan polusi), serta kemungkinan kesalahan dalam penanganan. Dari hasil amatan dilanjutkan dengan penyimpulan suatu kerusakan dan cara mengatasinya.Adapun Uraian Jabatan (UJ) untuk Konservator di Seksi Observasi adalah:
1. Melakukan kajian pengamatan dan pendataan kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;
2. Melakukan kajian uji laboratorium untuk mengetahui struktur dan material koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;
3. Menganalisis kegiatan klasifikasi berdasarkan kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;
4. Menganalisis rekomendasi penanganan berdasarkan kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;
5. Menyusun bahan dan memfasilitasi alat bantu teknis untuk kegiatan observasi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;
6. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh atasan baik lisan maupun tertulis;
7. Membuat laporan pelaksanaan setiap kegiatan. Sebagai seksi baru, Seksi Observasi belum memiliki ruang/ tempat kerja dan peralatan
khusus, begitu juga belum adanya Standar Operasional Prosedur (SOP) Observasi. Dengan disusunnya Laporan Observasi 200 tekstil (berupa 200 Lembar Kondisi terlampir) dari 1.000 Koleksi Pilihan Tahun 2014, diharapkan dapat memberikan gambaran tentang manfaat (outcome) dan prospek ke depan kegiatan observasi di Museum Nasional. Disamping pemenuhan kebutuhan ruang dan peralatan kerja observasi menjadi prioritas utama.
Semua pekerjaan observasi terekam dalam sistem database khusus konservasi (sebagai alat bantu teknis) dengan menerapkan sistematika (konsep dan alur) dasar perekaman data digital untuk identifikasi bahan, kerusakan, proses dan usulan konservasi. Sistem ini dikembangkan dan diterapkan untuk tujuan evaluasi (meninjau dan menguji) metode konservasi yang telah dan akan digunakan, serta mempermudah validasi data (yang berhubungan dengan lokasi, kondisi, asal, usia, metode klasifikasi dan informasi teknis lain) yang berguna untuk seksi-seksi atau bidang-bidang terkait di Museum Nasional dalam membuat kebijakan manajemen koleksi secara cepat dan tepat (akurat dan faktual karena berbasis data). Semua uraian pekerjaan di atas adalah penjabaran Pasal 11 Bab I dari Permendikbud No. 27 Tahun 2013.
Tiada gading yang tidak retak, Saya menyadari kemungkinan ada kekurangan dalam penyusunan laporan ini, dengan berbesar hati akan diterima segala saran untuk perbaikan. Semoga laporan ini bermanfaat dan dapat menjadi acuan bagi pengembangan Seksi Observasi (Bidang Perawatan dan Pengawetan) di Museum Nasional.
Notasi Jenis Bahan (NJB): untuk bahan selulose (kulit kayu, kapas, serat nanas, dan sejenisnya) memiliki angka 40 (warna hijau); untuk bahan protein (sutera, wool, kulit binatang, dan sejenisnya) memiliki angka 50 (warna kuning); untuk bahan logam memiliki angka 5 (warna merah); untuk kombinasi selulose dan logam memiliki angka 45 (warna hijau tua) dan untuk bahan kombinasi protein dan logam memiliki angka 55 (warna kuning tua). Di sini, Sistem Database Konservasi akan secara otomatis menampilkan Grafik Analisis Spontan (GAS) untuk mengetahui hubungan antara Usia (URB), Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB), lihat gambar 2 dan 3 pada halaman 11 dan 12.
Tingkat Kerusakan Benda (TKB) 10 berarti berkondisi Baik (warna hijau, prioritas konservasi: 5); 15 berarti berkondisi Cukup (warna kuning, prioritas: 4); 20 berarti berkondisi Rusak (warna merah muda, prioritas: 3); 25 berarti berkondisi Hancur (warna merah tua, prioritas: 2); 30 berarti berkondisi fisik benda bisa Baik, Cukup, Rusak atau Hancur tetapi jenis kerusakannya aktif, seperti indikasi serangan mikroorganisme atau insek, dan kondisi keasamannya/ pH pada saat pengamatan terlalu tinggi (warna merah tua sekali, prioritas: 1). Representasi grafik Bahan dan Kondisi koleksi ini juga dimaknai dengan adanya Usia Relatif Benda (URB) dan Kode Nomor Inventaris (KNI) untuk penyederhanaan, dan untuk melacak No. Inv. atau lokasi benda akan tetap dengan mudah dengan melihat Daftar (Tabel 2, hal. 09, atau Daftar Koleksi 01 sampai 10 terlampir). Dengan pemahaman ini, jika saat ini kita menjumpai kain katun berkondisi bagus (baik) tapi ada indikasi jamur atau tingkat keasamannya tinggi maka koleksi tersebut dikategorikan mengalami ancaman/ kerusakan aktif dan skala prioritas yang tadinya 5 menjadi 1 (indikator warna hijau berubah menjadi merah tua sekali).
Usia Relatif Benda (URB) akan muncul secara otomatis, jika kita telah mengisi kolom isian (data field) tahun perolehan benda. URB adalah hasil pengurangan tanggal sekarang (Today) dan Tanggal Perolehan Benda (TPB) Bilamana kita tidak mengetahui tahun perolehan koleksi maka perlu dilakukan Tafsir Usia Relatif Benda (TURB). Proses TURB diawali dengan memunculkan keseluruhan data, dan langkah berikutnya dengan mensortir nomor inventaris benda. Jika ada lima koleksi yang diketahui TPB-nya nomor 1 dan 5, maka setelah pensortiran akan diketahui bahwa URB koleksi nomor 2, 3 dan 4 adalah antara URB koleksi nomor 1 dan 5. Jika koleksi no 1 sebagai pembatas atas disebut sebagai Tanggal Perolehan Benda Atas (TPBA) dan koleksi no 5 sebagai Tanggal Perolehan Benda Bawah (TPBB). Dengan mengisi kolom TPBA dan TPBB maka sistem database secara otomatis menilai angka Tafsir Usia Relatif Benda (TURB), Lihat Tabel 2, hal. 09 atau Lampiran Daftar 01 sampai 10. Disinilah letak manfaat 800 koleksi pembanding untuk mempertajam hasil TURB dan validasi data lain, serta meminimalkan kesalahan interpretasi data. Sebagai gambaran, apabila analisis dipaksakan dengan hanya hasil observasi 200 koleksi untuk mengetahui usia relatif koleksi dengan KNI 2 sampai 9, sedangkan yang diketahui dengan KNI 1 dan 10. Maka tingkat kesalahan dari hasil pengamatan semakin besar dan akan berdampak pula pada penyimpulan laju atau percepatan kerusakan koleksi yang diamati.
C. Pembahasan ObservasiObservasi 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 sebagai pembanding)
memberikan gambaran bahwa pentingnya mempertahankan identitas pada setiap koleksi berupa nomor inventaris. No. Inv. ini harus ditulis dalam format angka 6 (enam digit), misalnya koleksi dengan nomor inventaris 11 a harus ditulis dengan 000011 a. Diawali dengan identitas no. inv. yang benar selanjutnya diikuti dengan nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan dilengkapi foto benda. Sistematika penulisan lokasi benda yang benar adalah menjelaskan lokasi gedung, ruang, nomor lemari dan laci. Keterangan dalam format gabungan teks dan numerik bisa dinotasikan lebih sederhana secara otomatis dalam sistem database komputer, misalnya: GB.ST5.011.02 berarti koleksi disimpan dalam Gedung B (GB), di ruang Storage Tekstil lantai 5 (ST5), lemari 11 (011) dan laci 2 (02). Foto yang melengkapi data koleksi harus dibuat link, dan dibuat otomatis menyimpan alamat berkas/ file foto dimana disimpan. No. inv., nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan foto benda adalah isian data (data field) pokok yang harus ditulis dalam mengisi lembar inventaris atau lembar kondisi koleksi.
Dari seribu koleksi tekstil menunjukkan bahwa 726 koleksi berkondisi baik, 115 berkondisi cukup (baik), 152 berkondisi rusak, 7 berkondisi hancur, dan 8 koleksi
mengalami kerusakan aktif. Dari 152 koleksi rusak menunjukkan pula 129 berbahan selulose (10 diantaranya ada komponen logamnya) dan 11 berbahan protein (1 diantaranya ada komponen logamnya), namun perlu diketahui dari seribu koleksi yang diamati memang 930 berbahan selulose. Tetapi data menunjukkan bahwa kain yang memiliki komponen logam lebih banyak yang mengalami kerusakan, perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.
Kisaran perolehan koleksi tekstil yang diamati adalah dari tahun 1867 (berumur relatif 148 tahun) dan tahun 1949 (berumur relatif 65 tahun). Dari pengamatan yang dirunut (disortir) menurut usia relatifnya, kain yang berumur semakin tua bukan berarti semakin rusak, atau sebaliknya: kain yang berumur semakin muda bukan berarti kain semakin baik kondisinya, perhatikan Gambar 3 halaman 12 dan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.
Analisis kerusakan dengan mempertimbangkan kandungan air (pada koleksi), kondisi pH dan data iklim pada masa lalu tidak dapat dilakukan karena “Conditional and Climatic Data” yang tersedia tidak tersinkronisasi dengan koleksi yang diobservasi. Format data yang ada masih dibuat konvensional (belum digital), sehingga sulit untuk analisisnya.
III. PENUTUPA. Kesimpulan
Dari hasil observasi 200 koleksi pilihan menunjukkan bahwa hanya 3 (1,5%) koleksi berkondisi Baik (Prioritas 5, kisaran usia relatif 74 sampai 134 tahun); 41 (20%) koleksi berkondisi Cukup (Prioritas 4, kisaran usia relatif 69 sampai 134 tahun); 149 (74%) koleksi berkondisi Rusak (Prioritas 3, kisaran usia 108 sampai 148 tahun); 7 (4%) koleksi berkondisi Hancur (Prioritas 2, kisaran usia 109 sampai 134 tahun) dan 8 (5%) koleksi mengalami kerusakan Aktif (Prioritas 1, kisaran usia relatif 113 sampai 134 tahun). Perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17. Gambaran hasil observasi terhadap 200 koleksi ini ditujukan pada koleksi rusak sehingga 1,5% dari 200 koleksi yang diobservasi bukan berarti sama kalau 1,5% dari seluruh koleksi Museum Nasional. (Perhatikan pembahasan halaman 11, ada 726 koleksi berkondisi baik di antara 1.000 koleksi yang diamati.)
Tekstil berserat selulose (kulit kayu, serat kapas, serat nanas, dsb.) dan berserat protein (sutera atau wool) yang beronamen logam cenderung mengalami kerusakan dengan prioritas tinggi (1, 2 dan 3). Usia relatif diatas 74 tahun pada tekstil berornamen logam juga lebih banyak mengalami kerusakan.
B. SaranObservasi terhadap 200 yang koleksi tekstil dengan tahun perolehan antara tahun
1867 dan 1950 ini lebih mengandalkan pengamatan visual dan perlu ditindak- lanjuti dengan uji bahan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Uji bahan diarahkan pada identifikasi serat secara laboratoris, cek pH, cek kandungan air pada serat dan cek kandungan logam lain (yang biasa digunakan pada proses pencelupan warna atau pada garam logam). Walaupun “conditional and climatic data” yang ada masih konvensional dan belum tersinkronisasi dengan 200 koleksi yang diobservasi, tetapi dari uraian diatas paling tidak telah membuktikan bahwa metode analisis yang menerapkan sistem database komputer mempermudah proses pekerjaan observasi. Hasil observasi dan analisis inipun sekaligus menjadi tolok ukur (benchmarking) keberhasilan usaha perawatan dan pengawetan tekstil di Museum Nasional setelah dicek untuk beberapa tahun yang akan datang.
Saran perawatan dari 200 koleksi tekstil yang telah diobservasi dapat dilihat dalam setiap lembar kondisi tekstil terlampir, adapun uraian dan rincian proses perawatan dapat dilihat di naskah “Konservasi Tekstil” (dapat diunduh di www.primastoria.net).
Catatan:Penyusun laporan ini juga telah menyelesaikan tulisan:(semua berkas naskah dapat diunduh di situs www.primastoria.net)
1. Tekstil Tradisional: Pengenalan Bahan dan Teknik;
2. Konservasi Tekstil;3. SOP Observasi di Museum;4. Pembersihan Noda;5. Identifikasi Serat Tekstil;
6. Identifikasi Pewarna Tekstil;7. Pengenalan Alat dan Tabel
Konservasi;8. Identifikasi Kanvas Lukisan;9. Konservasi Lukisan.
Susunan OrganisasiMUSEUM NASIONALPermendikbud RI No. 48 Tahun 2012
KEPALA MUSEUM
Bagian Tata Usaha
Subb
agia
n R
umah
Tan
gga
Subb
agia
nK
euan
gan
dan
Kep
egaw
aian
Subb
agia
nPe
renc
anaa
n da
n Ta
ta L
aksa
na
Seks
i Dok
umen
tasi
Seks
i Per
pust
akaa
n
Bidang Pengkajiandan Pengumpulan
Bidang Registrasidan Dokumentasi
Seks
i Pen
cari
anda
n Pe
ngum
pula
n
Seks
i Kat
alog
isas
i
Seks
i Obs
erva
si
Bidang Perawatandan Pengawetan
Seks
i Lay
anan
Eduk
asi
Seks
i Kem
itra
an
Seks
i Pro
mos
i
Bidang Kemitraandan Promosi
Seks
i Per
anca
ngan
Seks
i Pen
yajia
n
Seks
i Pub
likas
i
Bidang Penyajiandan Publikasi
Seks
i Pen
gaw
etan
Seks
i Reg
istr
asi
Seks
i Per
awat
an
Seks
i Ide
ntif
ikas
ida
n K
lasi
fika
si
I. PENDAHULAUNA. Latar Belakang
Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Museum Nasional mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengumpulan, registrasi, perawatan, pengawetan, pengamanan, penyajian, publikasi, dan fasilitasi di bidang benda bernilai budaya berskala nasional (Permendikbud No. 48 Tahun 2012). Dalam rangka menjalankan fungsi perawatan dan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional, Museum Nasional memiliki Bidang Perawatan dan Pengawetan. Garis besar kegiatan bidang ini adalah:1. pelaksanaan observasi kondisi benda bernilai budaya berskala nasional;2. pelaksanaan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;3. pelaksanaan perawatan benda bernilai budaya berskala nasional;4. pelaksanaan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional; dan5. pelaksanaan pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.
Bidang Perawatan dan Pengawetan memilki tiga seksi, yaitu: Seksi Observasi, Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan. Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan penanganan serta uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan restorasi benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.
Seksi Observasi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan - Museum Nasional, memiliki rincian tugas:1. melakukan penyusunan program kerja Seksi dan konsep program kerja Bidang;2. melakukan pengamatan dan pendataan kondisi koleksi benda bernilai budaya
berskala nasional;3. melakukan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;4. melakukan klasifikasi kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;5. melakukan rekomendasi penanganan koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;6. melakukan penyusunan bahan bantuan teknis di bidang observasi koleksi benda
bernilai budaya berskala nasional;7. melakukan evaluasi pelaksanaan observasi benda bernilai budaya berskala nasional;8. melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen Seksi; dan
9. melakukan penyusunan laporan Seksi.
Garis besar dari tugas tersebut adalah mengamati benda secara utuh, mengenali/ identifikasi bahan dan cara pembuatan/ pembentukan benda, mengenali/ identifikasi kerusakan, menganalisis kerusakan yang kemungkinan diakibatkan oleh sifat bahan, kontruksi benda, faktor kondisi iklim (suhu dan kelembaban udara, cahaya dan polusi), serta kemungkinan kesalahan dalam penanganan. Dari hasil amatan dilanjutkan dengan
penyimpulan suatu kerusakan dan usulan perawatan dan pengawetan.
B. Landasan HukumPenyusunan Laporan Tahunan Perorangan pada Seksi Observasi – Bidang Perawatan
dan Pengawetan, MUSEUM NASIONAL, dengan mempertimbangkan: 1. UU No. 11 Tahun 2010 tentang CAGAR BUDAYA;2. UU No. 5 Tahun 2014 tentang APARATUR SIPIL NEGARA (ASN);3. PP No. 46 Thn. 2011 dan Perka BKN No. 1 Thn. 2013 tentang Sasaran Kerja PNS [SKP]; 4. PP No. 66 Tahun 2015 tentang MUSEUM;5. Permendikbud RI No. 48 Tahun 2012 tentang ORGANISASI & TATA KERJA MUSEUM
NASIONAL;6. Permendikbud RI No. 27 Tahun 2013 tentang RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL;7. Permen PANRB No. 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP (Standar
Operasional Prosedur);8. Perka BKN No. 1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 46 Tahun 2013
(Sasaran Kerja PNS [SKP]);9. Perka BKN No. 7 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Manajerial (SKM PNS);
10. Perka BKN No. 8 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Teknis (SKT PNS).
II. PEMBAHASAN OBSERVASIA. Dasar Teori
Tahapan pemeliharaan koleksi meliputi observasi, perawatan dan pengawetan. Proses observasi atau pengamatan yang dilakukan Seksi Observasi diawali dengan serangkain proses identifikasi dan klasifikasi bahan baik secara visual atau dengan uji bahan, mengamati dan mempelajari (jenis dan proses) kerusakan, dan bersama-sama dengan Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan akan memutuskan metode perawatan dan pengawetan secara tepat. Seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan seksi-seksi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan ini akan dievalusi secara klinis dengan mempertimbangkan ancangan analitik ilmiah atau empiris, yang selanjutnya disebut sebagai ‘studi atau kajian konservasi’. Dalam hal ini, identifikasi dan klasifikasi bahan dengan mempelajari data keterawatan koleksi, data kondisi iklim dan perangkat penunjang penyimpanan atau displai yang mengitarinya dalam rentang waktu tertentu (yang lazim disebut sebagai studi konservasi secara empiris). Contoh kajian empiris yang faktual adalah pendapat bahwa lilin lebah memiliki sifat tidak merusak kain dengan menunjukkan bukti fragmen kain yang terbungkus lilin yang sudah berumur ribuan tahun dari Mesir.
Sedangkan yang ilmiah adalah suatu kegiatan studi yang lebih mengedepankan pengetahuan teoritis dan pengamatan dengan menggunakan alat (modern). Contohnya pembuktian unsur logam sebagai garam logam pada proses pewarnaan dengan Spektroskopi Fluoresensi Sinar-X pada fragmen kain. Perhatikan Tabel 1 dan Gambar 1.
Rangkaian proses dan hasil kegiatan seksi-seksi dalam Bidang Perawatan dan Pengawetan (Bidang PP) akan terekam dalam formulir isian ‘Lembar Kondisi Koleksi’, selanjutnya disingkat LKK. LKK ini akan memuat informasi berkaitan nomor identitas dan nama koleksi, jenis bahan, jenis kerusakan (kondisi keterawatan), usulan perawatan (mencakup tindakan yang bersifat kuratif – restoratif atau penghentian proses kerusakan dan perbaikannya), serta usulan pengawetan (tindakan yang bersifat preventif atau penghambatan dari kemungkinan proses kerusakan). Menurut sifat dan jenis kerusakannya, Lembar Kondisi Koleksi (LKK) akan dikelompokkan menjadi LKK-Umum (Campuran), Logam, Batu, Keramik, Kayu, Tekstil, Kertas dan Lukisan. Kemudian Bidang PP ini juga melakukan survai kondisi klimatalogi yang informasinya dicantumkan dalam ‘Lembar Data Klimatologi’, yang selanjutnya disebut LDK. LDK memuat keterangan yang berhubungan dengan suhu dan kelembaban udara (suhu permukaan dan kadar air benda), intesitas cahaya, radiasi ultra-violet (UV), dan polusi udara. Data atau dokumen tambahan (DDT) juga diperlukan, dan bisa berupa data jenis bahan dan konstruksi lemari simpan atau
displai, gambar atau desain (tiga dimensi dan berskala ukuran) ruang simpan atau pamer, berikut bahan (pustaka) rujukan atau (data pribadi) narasumber.
Kumpulan informasi dalam LIK, LKK, LDK dan DDT adalah dokumen penting di museum yang harus terawat dan dikelola dengan baik. Dokumen-dokumen ini secara fisik bisa berupa lembar kertas cetakan atau berupa format digital (soft-copy siap cetak, selanjutnya disingkat SCSC, yang mungkin tersimpan dalam CD). Pengelolaan dokumen kertas (termasuk CD, sebagai data mati) secara fisik yang biasanya dilakukan pustakawan atau arsiparis ini memerlukan folder, lemari simpan dan ruangan yang memadai. Tetapi pengelolaan kumpulan informasi pada LIK, LKK, LDK dan DDT dalam sistem database konservasi (Dasi) adalah yang paling umum dilakukan pada abad informasi saat ini.
Observasi terhadap 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 koleksi sebagai pembanding) yang dilakukan secara visual ini dengan mempertimbangkan lingkup data (data field) sebagaimana dimuat dalam Blangko Lembar Kondisi Koleksi (Umum) dan Lembar Kondisi Tekstil (Khusus), lihat halaman 06 dan 07. Laju percepatan kerusakan tekstil dengan mempertimbangkan usia relatif benda (URB), jenis bahan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai notasi jenis bahan dan disingkat NJB), kondisi benda saat pengamatan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai tingkat kerusakan benda dan disingkat TKB). Observasi ini dianalisis dengan sistem database khusus konservasi (dengan kode CuraTool), yang secara langsung dan otomatis menampilkan grafik sebagai hasil pembandingan antara URB, NJB dan TKB, lihat Gambar 2 hal. 11 dan Gambar 3 hal. 12. Analisis dari hasil observasi ini juga mempertimbangkan data-data LDK dan DDT.
B. Prosedur Observasi1. Mengamati benda koleksi secara menyeluruh (depan, belakang, samping kanan dan
kiri, serta bagian atas dan bawah). Dengan sangat hati-hati, angkat benda dengan kaus tangan untuk melihat bagian bawah koleksi. dan mendetail. Gunakan pensil untuk mengisi formulir Lembar Kondisi Koleksi (LKK), hindari penggunaan ballpoint dan alat tulis bertinta lain untuk menghindari resiko ternodanya koleksi dari alat tulis bertinta tersebut. Lepaskan jam tangan, gelang tangan, alat tulis atau benda apapun yang berada di kantong baju, name tag yang digantungkan di krah baju atau leher, dan hal-hal lain yang bisa beresiko terhadap koleksi yang akan kita amati (observasi).Penjelasan Lembar Kondisi Koleksi (LKK), lihat halaman 6 dan 7. Semua isian data (data field) pada Lembar Kondisi diberi nomor untuk kemudahan penjelasan dan pengkodean dalam hal untuk pembahasan (analisa data) berikut pelaporannya.a. Keterangan Pokok: No. Urut, No. Inv., Nama Benda, Asal Benda, Keterangan/ Deskripsi
Singkat, Ukuran, Kondisi dan Lokasi Benda. b. Bahan. Bahan pembentuk koleksi secara umum dikelompokkan menjadi: Logam,
Non-Logam, Selulose, Protein dan Lain-lain. Logam dan Non Logam dapat masuk kategori Anorganik, sedang Selulose dan Protein masuk kategori Organik. Jika
[ 01 ]
bahan organik dari binatang dimasukkan dalam kelompok Protein, sedangkan yang dari tumbuh-tumbuhan masuk ke dalam kelompok Selulose. Tetapi ada bahan yang masuk kelompok Lain-lain karena bahan tersebut memiliki komponen organik dan anorganik. Bahan tekstil tidak bisa dikelompokkan hanya di satu kelompok Organik, tetapi harus dipisahkan ke Protein (tekstil yang berbahan dasar sutera atau wol) atau ke Selulose (tekstil yang berbahan dasar kapas, rami, atau goni). Bahan pembersih yang bersifat asam agak kuat dapat merusak kain terbuat dari kapas tapi aman bagi kain yang terbuat dari sutera. Perhatikan Lembar Kondisi Koleksi (Umum) pada halaman 6, dan bandingkan dengan Lembar Kondisi Tekstil pada halaman 7.
c. Kondisi Benda Pada Saat Pengamatan. Kondisi keterawatan koleksi dikelompokkan menjadi Kerusakan Fisik (1. Rapuh, 2. Kotor, 3. Lemak, 4. Kelupas, 5. Gores, 6. Retak, 7. Patah, 8. Hilang, 9. Basah, 10. Kering, 11. Lain), Kerusakan Kimiawi (1. Lapuk, 2. Pudar, 3. Korosi, 4. Oksidasi, 5. Bau, 6. Noda, 7. Kristal garam, 8. Lain) dan Kerusakan Biotis (1. Jamur, 2. Insek, 3. Ganggang, 4. Lumut, 5. Lichens, 6. Lain). Kondisi rapuh (fragile) pada kelompok kerusakan fisik dibedakan dengan lapuk (brittle) pada kelompok kerusakan kimiawi, karena dalam pengertian ini rapuh bisa dimungkinkan menjadi agak kuat setelah proses kontrol kelembaban, sedangkan lapuk cenderung ke arah hancur dan tidak bisa direkondisi lagi.
d. Kondisi Iklim Mikro dan Makro Pada Saat Pengamatan. Dengan memper- timbangkan Lembar Data Klimatologi (LDK), serta memperhitungkan alat-alat ukur dan prosedur kalibrasi.Iklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya dicatat di Lembar Kondisi Koleksi (seperti pada halaman 6 dan 7). Kalau koleksi ditempatkan dalam lemari simpan berarti iklim mikro sama dengan yang ada didalam lemari simpan. Sedangkan yang iklim makro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada diluar iklim mikro. Data iklim makro biasanya dicatat di Lembar Data Klimatologi (halaman 18 dan 19). Weintraub (2002) menjelaskan pengertian dan perhitungan Equilibrium Moisture Content (EMC) dan EMC/RH isotherm bahan organik (kapas, linen, kertas, kayu, dsb.); serta kapasitas bu�ering (MH) dan rekondisi silicagel.
e. Usulan Perawatan dan Pengawetan. Dibahas secara lengkap di “Tekstil Tradisional: Pengenalan Bahan dan Teknik” dan “Konservasi Tekstil”;
f. Usulan Uji Bahan (Laboratorium). Melalui serangkaian proses observasi dari sekian banyak koleksi atau mempertimbangkan suatu kondisi tertentu terjadinya kerusakan pada koleksi, Konservator akan mengusulkan uji bahan. Uji bahan dimaksudkan untuk mengetahui proses terjadinya kerusakan dan atau penguatan data pendukung untuk keperluan studi konservasi dan koleksi tingkat lanjut. Studi tingkat lanjut ini bisa berupa pembuatan Alur Waktu (Timeline) bahan atau tehnik pembuatan suatu benda pada suatu masa atau periode tertentu, yang mana bahan atau tehnik ini sebagai bagian dari suatu koleksi yang tidak bisa digantikan (sebagai atribut teknologis).
OBSERVASI TEKSTIL 2015
g. Teknik Pengamatan. Teknik pengamataan adalah penjelasan dengan cara dan alat bantu apa pada saat seseorang mengamati kondisi keterawatan koleksi di museum.
2. Analisis Data Observasi. Analisis data observasi bisa dilakukan pada beberapa kemungkinan. Pertama
adalah analisis berdasarkan dari pengumpulan data proses perawatan dan pengawetan, data iklim pada lingkungan benda yang menjalani proses perawatan dan pengawetan, data iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, serta data-data pendukung lainnya. Kedua adalah analisis data hasil observasi dari sejumlah koleksi (kumpulan data hasil observasi sendiri). Ketiga adalah pembahasan berdasarkan gabungan dari langkah pertama dan kedua. Tetapi pokok bahasan utama tetap, yakni penyimpulan tentang kondisi keterawatan koleksi berkaitan dengan kondisi bahan, cara pembuatan dan kondisi iklim yang mengitarinya. Evaluasi dan tinjauan proses kerja perawatan dan pengawetan pada masa lalu dan masa akan datang juga akan dilakukan.
Entri data hasil survei lapangan pada Lembar Kondisi Tekstil (LKTe, hal. 07) ke dalam sistem database khusus konservasi, dan selanjutnya ditinjau dan diedit melalui Menu Daftar Editing dan Kontrol Data (Tabel 2, hal. 09). Ada konversi data teks ke bentuk numerik, sehingga data dapat langsung dipresentasikan dalam bentuk grafik. Konversi ini akan meliputi: Jenis Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB).
Notasi Jenis Bahan (NJB): untuk bahan selulose (kulit kayu, kapas, serat nanas, dan sejenisnya) memiliki angka 40 (warna hijau); untuk bahan protein (sutera, wool, kulit binatang, dan sejenisnya) memiliki angka 50 (warna kuning); untuk bahan logam memiliki angka 5 (warna merah); untuk kombinasi selulose dan logam memiliki angka 45 (warna hijau tua) dan untuk bahan kombinasi protein dan logam memiliki angka 55 (warna kuning tua). Di sini, Sistem Database Konservasi akan secara otomatis menampilkan Grafik Analisis Spontan (GAS) untuk mengetahui hubungan antara Usia (URB), Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB), lihat gambar 2 dan 3 pada halaman 11 dan 12.
Tingkat Kerusakan Benda (TKB) 10 berarti berkondisi Baik (warna hijau, prioritas konservasi: 5); 15 berarti berkondisi Cukup (warna kuning, prioritas: 4); 20 berarti berkondisi Rusak (warna merah muda, prioritas: 3); 25 berarti berkondisi Hancur (warna merah tua, prioritas: 2); 30 berarti berkondisi fisik benda bisa Baik, Cukup, Rusak atau Hancur tetapi jenis kerusakannya aktif, seperti indikasi serangan mikroorganisme atau insek, dan kondisi keasamannya/ pH pada saat pengamatan terlalu tinggi (warna merah tua sekali, prioritas: 1). Representasi grafik Bahan dan Kondisi koleksi ini juga dimaknai dengan adanya Usia Relatif Benda (URB) dan Kode Nomor Inventaris (KNI) untuk penyederhanaan, dan untuk melacak No. Inv. atau lokasi benda akan tetap dengan mudah dengan melihat Daftar (Tabel 2, hal. 09, atau Daftar Koleksi 01 sampai 10 terlampir). Dengan pemahaman ini, jika saat ini kita menjumpai kain katun berkondisi bagus (baik) tapi ada indikasi jamur atau tingkat keasamannya tinggi maka koleksi tersebut dikategorikan mengalami ancaman/ kerusakan aktif dan skala prioritas yang tadinya 5 menjadi 1 (indikator warna hijau berubah menjadi merah tua sekali).
Usia Relatif Benda (URB) akan muncul secara otomatis, jika kita telah mengisi kolom isian (data field) tahun perolehan benda. URB adalah hasil pengurangan tanggal sekarang (Today) dan Tanggal Perolehan Benda (TPB) Bilamana kita tidak mengetahui tahun perolehan koleksi maka perlu dilakukan Tafsir Usia Relatif Benda (TURB). Proses TURB diawali dengan memunculkan keseluruhan data, dan langkah berikutnya dengan mensortir nomor inventaris benda. Jika ada lima koleksi yang diketahui TPB-nya nomor 1 dan 5, maka setelah pensortiran akan diketahui bahwa URB koleksi nomor 2, 3 dan 4 adalah antara URB koleksi nomor 1 dan 5. Jika koleksi no 1 sebagai pembatas atas disebut sebagai Tanggal Perolehan Benda Atas (TPBA) dan koleksi no 5 sebagai Tanggal Perolehan Benda Bawah (TPBB). Dengan mengisi kolom TPBA dan TPBB maka sistem database secara otomatis menilai angka Tafsir Usia Relatif Benda (TURB), Lihat Tabel 2, hal. 09 atau Lampiran Daftar 01 sampai 10. Disinilah letak manfaat 800 koleksi pembanding untuk mempertajam hasil TURB dan validasi data lain, serta meminimalkan kesalahan interpretasi data. Sebagai gambaran, apabila analisis dipaksakan dengan hanya hasil observasi 200 koleksi untuk mengetahui usia relatif koleksi dengan KNI 2 sampai 9, sedangkan yang diketahui dengan KNI 1 dan 10. Maka tingkat kesalahan dari hasil pengamatan semakin besar dan akan berdampak pula pada penyimpulan laju atau percepatan kerusakan koleksi yang diamati.
C. Pembahasan ObservasiObservasi 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 sebagai pembanding)
memberikan gambaran bahwa pentingnya mempertahankan identitas pada setiap koleksi berupa nomor inventaris. No. Inv. ini harus ditulis dalam format angka 6 (enam digit), misalnya koleksi dengan nomor inventaris 11 a harus ditulis dengan 000011 a. Diawali dengan identitas no. inv. yang benar selanjutnya diikuti dengan nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan dilengkapi foto benda. Sistematika penulisan lokasi benda yang benar adalah menjelaskan lokasi gedung, ruang, nomor lemari dan laci. Keterangan dalam format gabungan teks dan numerik bisa dinotasikan lebih sederhana secara otomatis dalam sistem database komputer, misalnya: GB.ST5.011.02 berarti koleksi disimpan dalam Gedung B (GB), di ruang Storage Tekstil lantai 5 (ST5), lemari 11 (011) dan laci 2 (02). Foto yang melengkapi data koleksi harus dibuat link, dan dibuat otomatis menyimpan alamat berkas/ file foto dimana disimpan. No. inv., nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan foto benda adalah isian data (data field) pokok yang harus ditulis dalam mengisi lembar inventaris atau lembar kondisi koleksi.
Dari seribu koleksi tekstil menunjukkan bahwa 726 koleksi berkondisi baik, 115 berkondisi cukup (baik), 152 berkondisi rusak, 7 berkondisi hancur, dan 8 koleksi
Mengenal Hubungan Antara Usia dan Bahan Terhadap Tingkat Kerusakan Koleksi Tekstil
Dan Kemungkinan Cara Mengatasinya
mengalami kerusakan aktif. Dari 152 koleksi rusak menunjukkan pula 129 berbahan selulose (10 diantaranya ada komponen logamnya) dan 11 berbahan protein (1 diantaranya ada komponen logamnya), namun perlu diketahui dari seribu koleksi yang diamati memang 930 berbahan selulose. Tetapi data menunjukkan bahwa kain yang memiliki komponen logam lebih banyak yang mengalami kerusakan, perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.
Kisaran perolehan koleksi tekstil yang diamati adalah dari tahun 1867 (berumur relatif 148 tahun) dan tahun 1949 (berumur relatif 65 tahun). Dari pengamatan yang dirunut (disortir) menurut usia relatifnya, kain yang berumur semakin tua bukan berarti semakin rusak, atau sebaliknya: kain yang berumur semakin muda bukan berarti kain semakin baik kondisinya, perhatikan Gambar 3 halaman 12 dan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.
Analisis kerusakan dengan mempertimbangkan kandungan air (pada koleksi), kondisi pH dan data iklim pada masa lalu tidak dapat dilakukan karena “Conditional and Climatic Data” yang tersedia tidak tersinkronisasi dengan koleksi yang diobservasi. Format data yang ada masih dibuat konvensional (belum digital), sehingga sulit untuk analisisnya.
III. PENUTUPA. Kesimpulan
Dari hasil observasi 200 koleksi pilihan menunjukkan bahwa hanya 3 (1,5%) koleksi berkondisi Baik (Prioritas 5, kisaran usia relatif 74 sampai 134 tahun); 41 (20%) koleksi berkondisi Cukup (Prioritas 4, kisaran usia relatif 69 sampai 134 tahun); 149 (74%) koleksi berkondisi Rusak (Prioritas 3, kisaran usia 108 sampai 148 tahun); 7 (4%) koleksi berkondisi Hancur (Prioritas 2, kisaran usia 109 sampai 134 tahun) dan 8 (5%) koleksi mengalami kerusakan Aktif (Prioritas 1, kisaran usia relatif 113 sampai 134 tahun). Perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17. Gambaran hasil observasi terhadap 200 koleksi ini ditujukan pada koleksi rusak sehingga 1,5% dari 200 koleksi yang diobservasi bukan berarti sama kalau 1,5% dari seluruh koleksi Museum Nasional. (Perhatikan pembahasan halaman 11, ada 726 koleksi berkondisi baik di antara 1.000 koleksi yang diamati.)
Tekstil berserat selulose (kulit kayu, serat kapas, serat nanas, dsb.) dan berserat protein (sutera atau wool) yang beronamen logam cenderung mengalami kerusakan dengan prioritas tinggi (1, 2 dan 3). Usia relatif diatas 74 tahun pada tekstil berornamen logam juga lebih banyak mengalami kerusakan.
B. SaranObservasi terhadap 200 yang koleksi tekstil dengan tahun perolehan antara tahun
1867 dan 1950 ini lebih mengandalkan pengamatan visual dan perlu ditindak- lanjuti dengan uji bahan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Uji bahan diarahkan pada identifikasi serat secara laboratoris, cek pH, cek kandungan air pada serat dan cek kandungan logam lain (yang biasa digunakan pada proses pencelupan warna atau pada garam logam). Walaupun “conditional and climatic data” yang ada masih konvensional dan belum tersinkronisasi dengan 200 koleksi yang diobservasi, tetapi dari uraian diatas paling tidak telah membuktikan bahwa metode analisis yang menerapkan sistem database komputer mempermudah proses pekerjaan observasi. Hasil observasi dan analisis inipun sekaligus menjadi tolok ukur (benchmarking) keberhasilan usaha perawatan dan pengawetan tekstil di Museum Nasional setelah dicek untuk beberapa tahun yang akan datang.
Saran perawatan dari 200 koleksi tekstil yang telah diobservasi dapat dilihat dalam setiap lembar kondisi tekstil terlampir, adapun uraian dan rincian proses perawatan dapat dilihat di naskah “Konservasi Tekstil” (dapat diunduh di www.primastoria.net).
I. PENDAHULAUNA. Latar Belakang
Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Museum Nasional mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengumpulan, registrasi, perawatan, pengawetan, pengamanan, penyajian, publikasi, dan fasilitasi di bidang benda bernilai budaya berskala nasional (Permendikbud No. 48 Tahun 2012). Dalam rangka menjalankan fungsi perawatan dan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional, Museum Nasional memiliki Bidang Perawatan dan Pengawetan. Garis besar kegiatan bidang ini adalah:1. pelaksanaan observasi kondisi benda bernilai budaya berskala nasional;2. pelaksanaan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;3. pelaksanaan perawatan benda bernilai budaya berskala nasional;4. pelaksanaan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional; dan5. pelaksanaan pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.
Bidang Perawatan dan Pengawetan memilki tiga seksi, yaitu: Seksi Observasi, Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan. Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan penanganan serta uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan restorasi benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.
Seksi Observasi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan - Museum Nasional, memiliki rincian tugas:1. melakukan penyusunan program kerja Seksi dan konsep program kerja Bidang;2. melakukan pengamatan dan pendataan kondisi koleksi benda bernilai budaya
berskala nasional;3. melakukan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;4. melakukan klasifikasi kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;5. melakukan rekomendasi penanganan koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;6. melakukan penyusunan bahan bantuan teknis di bidang observasi koleksi benda
bernilai budaya berskala nasional;7. melakukan evaluasi pelaksanaan observasi benda bernilai budaya berskala nasional;8. melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen Seksi; dan
9. melakukan penyusunan laporan Seksi.
Garis besar dari tugas tersebut adalah mengamati benda secara utuh, mengenali/ identifikasi bahan dan cara pembuatan/ pembentukan benda, mengenali/ identifikasi kerusakan, menganalisis kerusakan yang kemungkinan diakibatkan oleh sifat bahan, kontruksi benda, faktor kondisi iklim (suhu dan kelembaban udara, cahaya dan polusi), serta kemungkinan kesalahan dalam penanganan. Dari hasil amatan dilanjutkan dengan
penyimpulan suatu kerusakan dan usulan perawatan dan pengawetan.
B. Landasan HukumPenyusunan Laporan Tahunan Perorangan pada Seksi Observasi – Bidang Perawatan
dan Pengawetan, MUSEUM NASIONAL, dengan mempertimbangkan: 1. UU No. 11 Tahun 2010 tentang CAGAR BUDAYA;2. UU No. 5 Tahun 2014 tentang APARATUR SIPIL NEGARA (ASN);3. PP No. 46 Thn. 2011 dan Perka BKN No. 1 Thn. 2013 tentang Sasaran Kerja PNS [SKP]; 4. PP No. 66 Tahun 2015 tentang MUSEUM;5. Permendikbud RI No. 48 Tahun 2012 tentang ORGANISASI & TATA KERJA MUSEUM
NASIONAL;6. Permendikbud RI No. 27 Tahun 2013 tentang RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL;7. Permen PANRB No. 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP (Standar
Operasional Prosedur);8. Perka BKN No. 1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 46 Tahun 2013
(Sasaran Kerja PNS [SKP]);9. Perka BKN No. 7 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Manajerial (SKM PNS);
10. Perka BKN No. 8 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Teknis (SKT PNS).
II. PEMBAHASAN OBSERVASIA. Dasar Teori
Tahapan pemeliharaan koleksi meliputi observasi, perawatan dan pengawetan. Proses observasi atau pengamatan yang dilakukan Seksi Observasi diawali dengan serangkain proses identifikasi dan klasifikasi bahan baik secara visual atau dengan uji bahan, mengamati dan mempelajari (jenis dan proses) kerusakan, dan bersama-sama dengan Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan akan memutuskan metode perawatan dan pengawetan secara tepat. Seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan seksi-seksi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan ini akan dievalusi secara klinis dengan mempertimbangkan ancangan analitik ilmiah atau empiris, yang selanjutnya disebut sebagai ‘studi atau kajian konservasi’. Dalam hal ini, identifikasi dan klasifikasi bahan dengan mempelajari data keterawatan koleksi, data kondisi iklim dan perangkat penunjang penyimpanan atau displai yang mengitarinya dalam rentang waktu tertentu (yang lazim disebut sebagai studi konservasi secara empiris). Contoh kajian empiris yang faktual adalah pendapat bahwa lilin lebah memiliki sifat tidak merusak kain dengan menunjukkan bukti fragmen kain yang terbungkus lilin yang sudah berumur ribuan tahun dari Mesir.
Sedangkan yang ilmiah adalah suatu kegiatan studi yang lebih mengedepankan pengetahuan teoritis dan pengamatan dengan menggunakan alat (modern). Contohnya pembuktian unsur logam sebagai garam logam pada proses pewarnaan dengan Spektroskopi Fluoresensi Sinar-X pada fragmen kain. Perhatikan Tabel 1 dan Gambar 1.
Rangkaian proses dan hasil kegiatan seksi-seksi dalam Bidang Perawatan dan Pengawetan (Bidang PP) akan terekam dalam formulir isian ‘Lembar Kondisi Koleksi’, selanjutnya disingkat LKK. LKK ini akan memuat informasi berkaitan nomor identitas dan nama koleksi, jenis bahan, jenis kerusakan (kondisi keterawatan), usulan perawatan (mencakup tindakan yang bersifat kuratif – restoratif atau penghentian proses kerusakan dan perbaikannya), serta usulan pengawetan (tindakan yang bersifat preventif atau penghambatan dari kemungkinan proses kerusakan). Menurut sifat dan jenis kerusakannya, Lembar Kondisi Koleksi (LKK) akan dikelompokkan menjadi LKK-Umum (Campuran), Logam, Batu, Keramik, Kayu, Tekstil, Kertas dan Lukisan. Kemudian Bidang PP ini juga melakukan survai kondisi klimatalogi yang informasinya dicantumkan dalam ‘Lembar Data Klimatologi’, yang selanjutnya disebut LDK. LDK memuat keterangan yang berhubungan dengan suhu dan kelembaban udara (suhu permukaan dan kadar air benda), intesitas cahaya, radiasi ultra-violet (UV), dan polusi udara. Data atau dokumen tambahan (DDT) juga diperlukan, dan bisa berupa data jenis bahan dan konstruksi lemari simpan atau
displai, gambar atau desain (tiga dimensi dan berskala ukuran) ruang simpan atau pamer, berikut bahan (pustaka) rujukan atau (data pribadi) narasumber.
Kumpulan informasi dalam LIK, LKK, LDK dan DDT adalah dokumen penting di museum yang harus terawat dan dikelola dengan baik. Dokumen-dokumen ini secara fisik bisa berupa lembar kertas cetakan atau berupa format digital (soft-copy siap cetak, selanjutnya disingkat SCSC, yang mungkin tersimpan dalam CD). Pengelolaan dokumen kertas (termasuk CD, sebagai data mati) secara fisik yang biasanya dilakukan pustakawan atau arsiparis ini memerlukan folder, lemari simpan dan ruangan yang memadai. Tetapi pengelolaan kumpulan informasi pada LIK, LKK, LDK dan DDT dalam sistem database konservasi (Dasi) adalah yang paling umum dilakukan pada abad informasi saat ini.
Observasi terhadap 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 koleksi sebagai pembanding) yang dilakukan secara visual ini dengan mempertimbangkan lingkup data (data field) sebagaimana dimuat dalam Blangko Lembar Kondisi Koleksi (Umum) dan Lembar Kondisi Tekstil (Khusus), lihat halaman 06 dan 07. Laju percepatan kerusakan tekstil dengan mempertimbangkan usia relatif benda (URB), jenis bahan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai notasi jenis bahan dan disingkat NJB), kondisi benda saat pengamatan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai tingkat kerusakan benda dan disingkat TKB). Observasi ini dianalisis dengan sistem database khusus konservasi (dengan kode CuraTool), yang secara langsung dan otomatis menampilkan grafik sebagai hasil pembandingan antara URB, NJB dan TKB, lihat Gambar 2 hal. 11 dan Gambar 3 hal. 12. Analisis dari hasil observasi ini juga mempertimbangkan data-data LDK dan DDT.
B. Prosedur Observasi1. Mengamati benda koleksi secara menyeluruh (depan, belakang, samping kanan dan
kiri, serta bagian atas dan bawah). Dengan sangat hati-hati, angkat benda dengan kaus tangan untuk melihat bagian bawah koleksi. dan mendetail. Gunakan pensil untuk mengisi formulir Lembar Kondisi Koleksi (LKK), hindari penggunaan ballpoint dan alat tulis bertinta lain untuk menghindari resiko ternodanya koleksi dari alat tulis bertinta tersebut. Lepaskan jam tangan, gelang tangan, alat tulis atau benda apapun yang berada di kantong baju, name tag yang digantungkan di krah baju atau leher, dan hal-hal lain yang bisa beresiko terhadap koleksi yang akan kita amati (observasi).Penjelasan Lembar Kondisi Koleksi (LKK), lihat halaman 6 dan 7. Semua isian data (data field) pada Lembar Kondisi diberi nomor untuk kemudahan penjelasan dan pengkodean dalam hal untuk pembahasan (analisa data) berikut pelaporannya.a. Keterangan Pokok: No. Urut, No. Inv., Nama Benda, Asal Benda, Keterangan/ Deskripsi
Singkat, Ukuran, Kondisi dan Lokasi Benda. b. Bahan. Bahan pembentuk koleksi secara umum dikelompokkan menjadi: Logam,
Non-Logam, Selulose, Protein dan Lain-lain. Logam dan Non Logam dapat masuk kategori Anorganik, sedang Selulose dan Protein masuk kategori Organik. Jika
[ 02 ]
bahan organik dari binatang dimasukkan dalam kelompok Protein, sedangkan yang dari tumbuh-tumbuhan masuk ke dalam kelompok Selulose. Tetapi ada bahan yang masuk kelompok Lain-lain karena bahan tersebut memiliki komponen organik dan anorganik. Bahan tekstil tidak bisa dikelompokkan hanya di satu kelompok Organik, tetapi harus dipisahkan ke Protein (tekstil yang berbahan dasar sutera atau wol) atau ke Selulose (tekstil yang berbahan dasar kapas, rami, atau goni). Bahan pembersih yang bersifat asam agak kuat dapat merusak kain terbuat dari kapas tapi aman bagi kain yang terbuat dari sutera. Perhatikan Lembar Kondisi Koleksi (Umum) pada halaman 6, dan bandingkan dengan Lembar Kondisi Tekstil pada halaman 7.
c. Kondisi Benda Pada Saat Pengamatan. Kondisi keterawatan koleksi dikelompokkan menjadi Kerusakan Fisik (1. Rapuh, 2. Kotor, 3. Lemak, 4. Kelupas, 5. Gores, 6. Retak, 7. Patah, 8. Hilang, 9. Basah, 10. Kering, 11. Lain), Kerusakan Kimiawi (1. Lapuk, 2. Pudar, 3. Korosi, 4. Oksidasi, 5. Bau, 6. Noda, 7. Kristal garam, 8. Lain) dan Kerusakan Biotis (1. Jamur, 2. Insek, 3. Ganggang, 4. Lumut, 5. Lichens, 6. Lain). Kondisi rapuh (fragile) pada kelompok kerusakan fisik dibedakan dengan lapuk (brittle) pada kelompok kerusakan kimiawi, karena dalam pengertian ini rapuh bisa dimungkinkan menjadi agak kuat setelah proses kontrol kelembaban, sedangkan lapuk cenderung ke arah hancur dan tidak bisa direkondisi lagi.
d. Kondisi Iklim Mikro dan Makro Pada Saat Pengamatan. Dengan memper- timbangkan Lembar Data Klimatologi (LDK), serta memperhitungkan alat-alat ukur dan prosedur kalibrasi.Iklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya dicatat di Lembar Kondisi Koleksi (seperti pada halaman 6 dan 7). Kalau koleksi ditempatkan dalam lemari simpan berarti iklim mikro sama dengan yang ada didalam lemari simpan. Sedangkan yang iklim makro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada diluar iklim mikro. Data iklim makro biasanya dicatat di Lembar Data Klimatologi (halaman 18 dan 19). Weintraub (2002) menjelaskan pengertian dan perhitungan Equilibrium Moisture Content (EMC) dan EMC/RH isotherm bahan organik (kapas, linen, kertas, kayu, dsb.); serta kapasitas bu�ering (MH) dan rekondisi silicagel.
e. Usulan Perawatan dan Pengawetan. Dibahas secara lengkap di “Tekstil Tradisional: Pengenalan Bahan dan Teknik” dan “Konservasi Tekstil”;
f. Usulan Uji Bahan (Laboratorium). Melalui serangkaian proses observasi dari sekian banyak koleksi atau mempertimbangkan suatu kondisi tertentu terjadinya kerusakan pada koleksi, Konservator akan mengusulkan uji bahan. Uji bahan dimaksudkan untuk mengetahui proses terjadinya kerusakan dan atau penguatan data pendukung untuk keperluan studi konservasi dan koleksi tingkat lanjut. Studi tingkat lanjut ini bisa berupa pembuatan Alur Waktu (Timeline) bahan atau tehnik pembuatan suatu benda pada suatu masa atau periode tertentu, yang mana bahan atau tehnik ini sebagai bagian dari suatu koleksi yang tidak bisa digantikan (sebagai atribut teknologis).
g. Teknik Pengamatan. Teknik pengamataan adalah penjelasan dengan cara dan alat bantu apa pada saat seseorang mengamati kondisi keterawatan koleksi di museum.
2. Analisis Data Observasi. Analisis data observasi bisa dilakukan pada beberapa kemungkinan. Pertama
adalah analisis berdasarkan dari pengumpulan data proses perawatan dan pengawetan, data iklim pada lingkungan benda yang menjalani proses perawatan dan pengawetan, data iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, serta data-data pendukung lainnya. Kedua adalah analisis data hasil observasi dari sejumlah koleksi (kumpulan data hasil observasi sendiri). Ketiga adalah pembahasan berdasarkan gabungan dari langkah pertama dan kedua. Tetapi pokok bahasan utama tetap, yakni penyimpulan tentang kondisi keterawatan koleksi berkaitan dengan kondisi bahan, cara pembuatan dan kondisi iklim yang mengitarinya. Evaluasi dan tinjauan proses kerja perawatan dan pengawetan pada masa lalu dan masa akan datang juga akan dilakukan.
Entri data hasil survei lapangan pada Lembar Kondisi Tekstil (LKTe, hal. 07) ke dalam sistem database khusus konservasi, dan selanjutnya ditinjau dan diedit melalui Menu Daftar Editing dan Kontrol Data (Tabel 2, hal. 09). Ada konversi data teks ke bentuk numerik, sehingga data dapat langsung dipresentasikan dalam bentuk grafik. Konversi ini akan meliputi: Jenis Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB).
Notasi Jenis Bahan (NJB): untuk bahan selulose (kulit kayu, kapas, serat nanas, dan sejenisnya) memiliki angka 40 (warna hijau); untuk bahan protein (sutera, wool, kulit binatang, dan sejenisnya) memiliki angka 50 (warna kuning); untuk bahan logam memiliki angka 5 (warna merah); untuk kombinasi selulose dan logam memiliki angka 45 (warna hijau tua) dan untuk bahan kombinasi protein dan logam memiliki angka 55 (warna kuning tua). Di sini, Sistem Database Konservasi akan secara otomatis menampilkan Grafik Analisis Spontan (GAS) untuk mengetahui hubungan antara Usia (URB), Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB), lihat gambar 2 dan 3 pada halaman 11 dan 12.
Tingkat Kerusakan Benda (TKB) 10 berarti berkondisi Baik (warna hijau, prioritas konservasi: 5); 15 berarti berkondisi Cukup (warna kuning, prioritas: 4); 20 berarti berkondisi Rusak (warna merah muda, prioritas: 3); 25 berarti berkondisi Hancur (warna merah tua, prioritas: 2); 30 berarti berkondisi fisik benda bisa Baik, Cukup, Rusak atau Hancur tetapi jenis kerusakannya aktif, seperti indikasi serangan mikroorganisme atau insek, dan kondisi keasamannya/ pH pada saat pengamatan terlalu tinggi (warna merah tua sekali, prioritas: 1). Representasi grafik Bahan dan Kondisi koleksi ini juga dimaknai dengan adanya Usia Relatif Benda (URB) dan Kode Nomor Inventaris (KNI) untuk penyederhanaan, dan untuk melacak No. Inv. atau lokasi benda akan tetap dengan mudah dengan melihat Daftar (Tabel 2, hal. 09, atau Daftar Koleksi 01 sampai 10 terlampir). Dengan pemahaman ini, jika saat ini kita menjumpai kain katun berkondisi bagus (baik) tapi ada indikasi jamur atau tingkat keasamannya tinggi maka koleksi tersebut dikategorikan mengalami ancaman/ kerusakan aktif dan skala prioritas yang tadinya 5 menjadi 1 (indikator warna hijau berubah menjadi merah tua sekali).
Usia Relatif Benda (URB) akan muncul secara otomatis, jika kita telah mengisi kolom isian (data field) tahun perolehan benda. URB adalah hasil pengurangan tanggal sekarang (Today) dan Tanggal Perolehan Benda (TPB) Bilamana kita tidak mengetahui tahun perolehan koleksi maka perlu dilakukan Tafsir Usia Relatif Benda (TURB). Proses TURB diawali dengan memunculkan keseluruhan data, dan langkah berikutnya dengan mensortir nomor inventaris benda. Jika ada lima koleksi yang diketahui TPB-nya nomor 1 dan 5, maka setelah pensortiran akan diketahui bahwa URB koleksi nomor 2, 3 dan 4 adalah antara URB koleksi nomor 1 dan 5. Jika koleksi no 1 sebagai pembatas atas disebut sebagai Tanggal Perolehan Benda Atas (TPBA) dan koleksi no 5 sebagai Tanggal Perolehan Benda Bawah (TPBB). Dengan mengisi kolom TPBA dan TPBB maka sistem database secara otomatis menilai angka Tafsir Usia Relatif Benda (TURB), Lihat Tabel 2, hal. 09 atau Lampiran Daftar 01 sampai 10. Disinilah letak manfaat 800 koleksi pembanding untuk mempertajam hasil TURB dan validasi data lain, serta meminimalkan kesalahan interpretasi data. Sebagai gambaran, apabila analisis dipaksakan dengan hanya hasil observasi 200 koleksi untuk mengetahui usia relatif koleksi dengan KNI 2 sampai 9, sedangkan yang diketahui dengan KNI 1 dan 10. Maka tingkat kesalahan dari hasil pengamatan semakin besar dan akan berdampak pula pada penyimpulan laju atau percepatan kerusakan koleksi yang diamati.
C. Pembahasan ObservasiObservasi 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 sebagai pembanding)
memberikan gambaran bahwa pentingnya mempertahankan identitas pada setiap koleksi berupa nomor inventaris. No. Inv. ini harus ditulis dalam format angka 6 (enam digit), misalnya koleksi dengan nomor inventaris 11 a harus ditulis dengan 000011 a. Diawali dengan identitas no. inv. yang benar selanjutnya diikuti dengan nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan dilengkapi foto benda. Sistematika penulisan lokasi benda yang benar adalah menjelaskan lokasi gedung, ruang, nomor lemari dan laci. Keterangan dalam format gabungan teks dan numerik bisa dinotasikan lebih sederhana secara otomatis dalam sistem database komputer, misalnya: GB.ST5.011.02 berarti koleksi disimpan dalam Gedung B (GB), di ruang Storage Tekstil lantai 5 (ST5), lemari 11 (011) dan laci 2 (02). Foto yang melengkapi data koleksi harus dibuat link, dan dibuat otomatis menyimpan alamat berkas/ file foto dimana disimpan. No. inv., nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan foto benda adalah isian data (data field) pokok yang harus ditulis dalam mengisi lembar inventaris atau lembar kondisi koleksi.
Dari seribu koleksi tekstil menunjukkan bahwa 726 koleksi berkondisi baik, 115 berkondisi cukup (baik), 152 berkondisi rusak, 7 berkondisi hancur, dan 8 koleksi
mengalami kerusakan aktif. Dari 152 koleksi rusak menunjukkan pula 129 berbahan selulose (10 diantaranya ada komponen logamnya) dan 11 berbahan protein (1 diantaranya ada komponen logamnya), namun perlu diketahui dari seribu koleksi yang diamati memang 930 berbahan selulose. Tetapi data menunjukkan bahwa kain yang memiliki komponen logam lebih banyak yang mengalami kerusakan, perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.
Kisaran perolehan koleksi tekstil yang diamati adalah dari tahun 1867 (berumur relatif 148 tahun) dan tahun 1949 (berumur relatif 65 tahun). Dari pengamatan yang dirunut (disortir) menurut usia relatifnya, kain yang berumur semakin tua bukan berarti semakin rusak, atau sebaliknya: kain yang berumur semakin muda bukan berarti kain semakin baik kondisinya, perhatikan Gambar 3 halaman 12 dan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.
Analisis kerusakan dengan mempertimbangkan kandungan air (pada koleksi), kondisi pH dan data iklim pada masa lalu tidak dapat dilakukan karena “Conditional and Climatic Data” yang tersedia tidak tersinkronisasi dengan koleksi yang diobservasi. Format data yang ada masih dibuat konvensional (belum digital), sehingga sulit untuk analisisnya.
III. PENUTUPA. Kesimpulan
Dari hasil observasi 200 koleksi pilihan menunjukkan bahwa hanya 3 (1,5%) koleksi berkondisi Baik (Prioritas 5, kisaran usia relatif 74 sampai 134 tahun); 41 (20%) koleksi berkondisi Cukup (Prioritas 4, kisaran usia relatif 69 sampai 134 tahun); 149 (74%) koleksi berkondisi Rusak (Prioritas 3, kisaran usia 108 sampai 148 tahun); 7 (4%) koleksi berkondisi Hancur (Prioritas 2, kisaran usia 109 sampai 134 tahun) dan 8 (5%) koleksi mengalami kerusakan Aktif (Prioritas 1, kisaran usia relatif 113 sampai 134 tahun). Perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17. Gambaran hasil observasi terhadap 200 koleksi ini ditujukan pada koleksi rusak sehingga 1,5% dari 200 koleksi yang diobservasi bukan berarti sama kalau 1,5% dari seluruh koleksi Museum Nasional. (Perhatikan pembahasan halaman 11, ada 726 koleksi berkondisi baik di antara 1.000 koleksi yang diamati.)
Tekstil berserat selulose (kulit kayu, serat kapas, serat nanas, dsb.) dan berserat protein (sutera atau wool) yang beronamen logam cenderung mengalami kerusakan dengan prioritas tinggi (1, 2 dan 3). Usia relatif diatas 74 tahun pada tekstil berornamen logam juga lebih banyak mengalami kerusakan.
B. SaranObservasi terhadap 200 yang koleksi tekstil dengan tahun perolehan antara tahun
1867 dan 1950 ini lebih mengandalkan pengamatan visual dan perlu ditindak- lanjuti dengan uji bahan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Uji bahan diarahkan pada identifikasi serat secara laboratoris, cek pH, cek kandungan air pada serat dan cek kandungan logam lain (yang biasa digunakan pada proses pencelupan warna atau pada garam logam). Walaupun “conditional and climatic data” yang ada masih konvensional dan belum tersinkronisasi dengan 200 koleksi yang diobservasi, tetapi dari uraian diatas paling tidak telah membuktikan bahwa metode analisis yang menerapkan sistem database komputer mempermudah proses pekerjaan observasi. Hasil observasi dan analisis inipun sekaligus menjadi tolok ukur (benchmarking) keberhasilan usaha perawatan dan pengawetan tekstil di Museum Nasional setelah dicek untuk beberapa tahun yang akan datang.
Saran perawatan dari 200 koleksi tekstil yang telah diobservasi dapat dilihat dalam setiap lembar kondisi tekstil terlampir, adapun uraian dan rincian proses perawatan dapat dilihat di naskah “Konservasi Tekstil” (dapat diunduh di www.primastoria.net).
I. PENDAHULAUNA. Latar Belakang
Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Museum Nasional mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengumpulan, registrasi, perawatan, pengawetan, pengamanan, penyajian, publikasi, dan fasilitasi di bidang benda bernilai budaya berskala nasional (Permendikbud No. 48 Tahun 2012). Dalam rangka menjalankan fungsi perawatan dan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional, Museum Nasional memiliki Bidang Perawatan dan Pengawetan. Garis besar kegiatan bidang ini adalah:1. pelaksanaan observasi kondisi benda bernilai budaya berskala nasional;2. pelaksanaan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;3. pelaksanaan perawatan benda bernilai budaya berskala nasional;4. pelaksanaan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional; dan5. pelaksanaan pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.
Bidang Perawatan dan Pengawetan memilki tiga seksi, yaitu: Seksi Observasi, Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan. Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan penanganan serta uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan restorasi benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.
Seksi Observasi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan - Museum Nasional, memiliki rincian tugas:1. melakukan penyusunan program kerja Seksi dan konsep program kerja Bidang;2. melakukan pengamatan dan pendataan kondisi koleksi benda bernilai budaya
berskala nasional;3. melakukan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;4. melakukan klasifikasi kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;5. melakukan rekomendasi penanganan koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;6. melakukan penyusunan bahan bantuan teknis di bidang observasi koleksi benda
bernilai budaya berskala nasional;7. melakukan evaluasi pelaksanaan observasi benda bernilai budaya berskala nasional;8. melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen Seksi; dan
9. melakukan penyusunan laporan Seksi.
Garis besar dari tugas tersebut adalah mengamati benda secara utuh, mengenali/ identifikasi bahan dan cara pembuatan/ pembentukan benda, mengenali/ identifikasi kerusakan, menganalisis kerusakan yang kemungkinan diakibatkan oleh sifat bahan, kontruksi benda, faktor kondisi iklim (suhu dan kelembaban udara, cahaya dan polusi), serta kemungkinan kesalahan dalam penanganan. Dari hasil amatan dilanjutkan dengan
penyimpulan suatu kerusakan dan usulan perawatan dan pengawetan.
B. Landasan HukumPenyusunan Laporan Tahunan Perorangan pada Seksi Observasi – Bidang Perawatan
dan Pengawetan, MUSEUM NASIONAL, dengan mempertimbangkan: 1. UU No. 11 Tahun 2010 tentang CAGAR BUDAYA;2. UU No. 5 Tahun 2014 tentang APARATUR SIPIL NEGARA (ASN);3. PP No. 46 Thn. 2011 dan Perka BKN No. 1 Thn. 2013 tentang Sasaran Kerja PNS [SKP]; 4. PP No. 66 Tahun 2015 tentang MUSEUM;5. Permendikbud RI No. 48 Tahun 2012 tentang ORGANISASI & TATA KERJA MUSEUM
NASIONAL;6. Permendikbud RI No. 27 Tahun 2013 tentang RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL;7. Permen PANRB No. 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP (Standar
Operasional Prosedur);8. Perka BKN No. 1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 46 Tahun 2013
(Sasaran Kerja PNS [SKP]);9. Perka BKN No. 7 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Manajerial (SKM PNS);
10. Perka BKN No. 8 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Teknis (SKT PNS).
II. PEMBAHASAN OBSERVASIA. Dasar Teori
Tahapan pemeliharaan koleksi meliputi observasi, perawatan dan pengawetan. Proses observasi atau pengamatan yang dilakukan Seksi Observasi diawali dengan serangkain proses identifikasi dan klasifikasi bahan baik secara visual atau dengan uji bahan, mengamati dan mempelajari (jenis dan proses) kerusakan, dan bersama-sama dengan Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan akan memutuskan metode perawatan dan pengawetan secara tepat. Seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan seksi-seksi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan ini akan dievalusi secara klinis dengan mempertimbangkan ancangan analitik ilmiah atau empiris, yang selanjutnya disebut sebagai ‘studi atau kajian konservasi’. Dalam hal ini, identifikasi dan klasifikasi bahan dengan mempelajari data keterawatan koleksi, data kondisi iklim dan perangkat penunjang penyimpanan atau displai yang mengitarinya dalam rentang waktu tertentu (yang lazim disebut sebagai studi konservasi secara empiris). Contoh kajian empiris yang faktual adalah pendapat bahwa lilin lebah memiliki sifat tidak merusak kain dengan menunjukkan bukti fragmen kain yang terbungkus lilin yang sudah berumur ribuan tahun dari Mesir.
Sedangkan yang ilmiah adalah suatu kegiatan studi yang lebih mengedepankan pengetahuan teoritis dan pengamatan dengan menggunakan alat (modern). Contohnya pembuktian unsur logam sebagai garam logam pada proses pewarnaan dengan Spektroskopi Fluoresensi Sinar-X pada fragmen kain. Perhatikan Tabel 1 dan Gambar 1.
Rangkaian proses dan hasil kegiatan seksi-seksi dalam Bidang Perawatan dan Pengawetan (Bidang PP) akan terekam dalam formulir isian ‘Lembar Kondisi Koleksi’, selanjutnya disingkat LKK. LKK ini akan memuat informasi berkaitan nomor identitas dan nama koleksi, jenis bahan, jenis kerusakan (kondisi keterawatan), usulan perawatan (mencakup tindakan yang bersifat kuratif – restoratif atau penghentian proses kerusakan dan perbaikannya), serta usulan pengawetan (tindakan yang bersifat preventif atau penghambatan dari kemungkinan proses kerusakan). Menurut sifat dan jenis kerusakannya, Lembar Kondisi Koleksi (LKK) akan dikelompokkan menjadi LKK-Umum (Campuran), Logam, Batu, Keramik, Kayu, Tekstil, Kertas dan Lukisan. Kemudian Bidang PP ini juga melakukan survai kondisi klimatalogi yang informasinya dicantumkan dalam ‘Lembar Data Klimatologi’, yang selanjutnya disebut LDK. LDK memuat keterangan yang berhubungan dengan suhu dan kelembaban udara (suhu permukaan dan kadar air benda), intesitas cahaya, radiasi ultra-violet (UV), dan polusi udara. Data atau dokumen tambahan (DDT) juga diperlukan, dan bisa berupa data jenis bahan dan konstruksi lemari simpan atau
displai, gambar atau desain (tiga dimensi dan berskala ukuran) ruang simpan atau pamer, berikut bahan (pustaka) rujukan atau (data pribadi) narasumber.
Kumpulan informasi dalam LIK, LKK, LDK dan DDT adalah dokumen penting di museum yang harus terawat dan dikelola dengan baik. Dokumen-dokumen ini secara fisik bisa berupa lembar kertas cetakan atau berupa format digital (soft-copy siap cetak, selanjutnya disingkat SCSC, yang mungkin tersimpan dalam CD). Pengelolaan dokumen kertas (termasuk CD, sebagai data mati) secara fisik yang biasanya dilakukan pustakawan atau arsiparis ini memerlukan folder, lemari simpan dan ruangan yang memadai. Tetapi pengelolaan kumpulan informasi pada LIK, LKK, LDK dan DDT dalam sistem database konservasi (Dasi) adalah yang paling umum dilakukan pada abad informasi saat ini.
Observasi terhadap 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 koleksi sebagai pembanding) yang dilakukan secara visual ini dengan mempertimbangkan lingkup data (data field) sebagaimana dimuat dalam Blangko Lembar Kondisi Koleksi (Umum) dan Lembar Kondisi Tekstil (Khusus), lihat halaman 06 dan 07. Laju percepatan kerusakan tekstil dengan mempertimbangkan usia relatif benda (URB), jenis bahan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai notasi jenis bahan dan disingkat NJB), kondisi benda saat pengamatan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai tingkat kerusakan benda dan disingkat TKB). Observasi ini dianalisis dengan sistem database khusus konservasi (dengan kode CuraTool), yang secara langsung dan otomatis menampilkan grafik sebagai hasil pembandingan antara URB, NJB dan TKB, lihat Gambar 2 hal. 11 dan Gambar 3 hal. 12. Analisis dari hasil observasi ini juga mempertimbangkan data-data LDK dan DDT.
B. Prosedur Observasi1. Mengamati benda koleksi secara menyeluruh (depan, belakang, samping kanan dan
kiri, serta bagian atas dan bawah). Dengan sangat hati-hati, angkat benda dengan kaus tangan untuk melihat bagian bawah koleksi. dan mendetail. Gunakan pensil untuk mengisi formulir Lembar Kondisi Koleksi (LKK), hindari penggunaan ballpoint dan alat tulis bertinta lain untuk menghindari resiko ternodanya koleksi dari alat tulis bertinta tersebut. Lepaskan jam tangan, gelang tangan, alat tulis atau benda apapun yang berada di kantong baju, name tag yang digantungkan di krah baju atau leher, dan hal-hal lain yang bisa beresiko terhadap koleksi yang akan kita amati (observasi).Penjelasan Lembar Kondisi Koleksi (LKK), lihat halaman 6 dan 7. Semua isian data (data field) pada Lembar Kondisi diberi nomor untuk kemudahan penjelasan dan pengkodean dalam hal untuk pembahasan (analisa data) berikut pelaporannya.a. Keterangan Pokok: No. Urut, No. Inv., Nama Benda, Asal Benda, Keterangan/ Deskripsi
Singkat, Ukuran, Kondisi dan Lokasi Benda. b. Bahan. Bahan pembentuk koleksi secara umum dikelompokkan menjadi: Logam,
Non-Logam, Selulose, Protein dan Lain-lain. Logam dan Non Logam dapat masuk kategori Anorganik, sedang Selulose dan Protein masuk kategori Organik. Jika
[ 03 ]
bahan organik dari binatang dimasukkan dalam kelompok Protein, sedangkan yang dari tumbuh-tumbuhan masuk ke dalam kelompok Selulose. Tetapi ada bahan yang masuk kelompok Lain-lain karena bahan tersebut memiliki komponen organik dan anorganik. Bahan tekstil tidak bisa dikelompokkan hanya di satu kelompok Organik, tetapi harus dipisahkan ke Protein (tekstil yang berbahan dasar sutera atau wol) atau ke Selulose (tekstil yang berbahan dasar kapas, rami, atau goni). Bahan pembersih yang bersifat asam agak kuat dapat merusak kain terbuat dari kapas tapi aman bagi kain yang terbuat dari sutera. Perhatikan Lembar Kondisi Koleksi (Umum) pada halaman 6, dan bandingkan dengan Lembar Kondisi Tekstil pada halaman 7.
c. Kondisi Benda Pada Saat Pengamatan. Kondisi keterawatan koleksi dikelompokkan menjadi Kerusakan Fisik (1. Rapuh, 2. Kotor, 3. Lemak, 4. Kelupas, 5. Gores, 6. Retak, 7. Patah, 8. Hilang, 9. Basah, 10. Kering, 11. Lain), Kerusakan Kimiawi (1. Lapuk, 2. Pudar, 3. Korosi, 4. Oksidasi, 5. Bau, 6. Noda, 7. Kristal garam, 8. Lain) dan Kerusakan Biotis (1. Jamur, 2. Insek, 3. Ganggang, 4. Lumut, 5. Lichens, 6. Lain). Kondisi rapuh (fragile) pada kelompok kerusakan fisik dibedakan dengan lapuk (brittle) pada kelompok kerusakan kimiawi, karena dalam pengertian ini rapuh bisa dimungkinkan menjadi agak kuat setelah proses kontrol kelembaban, sedangkan lapuk cenderung ke arah hancur dan tidak bisa direkondisi lagi.
d. Kondisi Iklim Mikro dan Makro Pada Saat Pengamatan. Dengan memper- timbangkan Lembar Data Klimatologi (LDK), serta memperhitungkan alat-alat ukur dan prosedur kalibrasi.Iklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya dicatat di Lembar Kondisi Koleksi (seperti pada halaman 6 dan 7). Kalau koleksi ditempatkan dalam lemari simpan berarti iklim mikro sama dengan yang ada didalam lemari simpan. Sedangkan yang iklim makro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada diluar iklim mikro. Data iklim makro biasanya dicatat di Lembar Data Klimatologi (halaman 18 dan 19). Weintraub (2002) menjelaskan pengertian dan perhitungan Equilibrium Moisture Content (EMC) dan EMC/RH isotherm bahan organik (kapas, linen, kertas, kayu, dsb.); serta kapasitas bu�ering (MH) dan rekondisi silicagel.
e. Usulan Perawatan dan Pengawetan. Dibahas secara lengkap di “Tekstil Tradisional: Pengenalan Bahan dan Teknik” dan “Konservasi Tekstil”;
f. Usulan Uji Bahan (Laboratorium). Melalui serangkaian proses observasi dari sekian banyak koleksi atau mempertimbangkan suatu kondisi tertentu terjadinya kerusakan pada koleksi, Konservator akan mengusulkan uji bahan. Uji bahan dimaksudkan untuk mengetahui proses terjadinya kerusakan dan atau penguatan data pendukung untuk keperluan studi konservasi dan koleksi tingkat lanjut. Studi tingkat lanjut ini bisa berupa pembuatan Alur Waktu (Timeline) bahan atau tehnik pembuatan suatu benda pada suatu masa atau periode tertentu, yang mana bahan atau tehnik ini sebagai bagian dari suatu koleksi yang tidak bisa digantikan (sebagai atribut teknologis).
g. Teknik Pengamatan. Teknik pengamataan adalah penjelasan dengan cara dan alat bantu apa pada saat seseorang mengamati kondisi keterawatan koleksi di museum.
2. Analisis Data Observasi. Analisis data observasi bisa dilakukan pada beberapa kemungkinan. Pertama
adalah analisis berdasarkan dari pengumpulan data proses perawatan dan pengawetan, data iklim pada lingkungan benda yang menjalani proses perawatan dan pengawetan, data iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, serta data-data pendukung lainnya. Kedua adalah analisis data hasil observasi dari sejumlah koleksi (kumpulan data hasil observasi sendiri). Ketiga adalah pembahasan berdasarkan gabungan dari langkah pertama dan kedua. Tetapi pokok bahasan utama tetap, yakni penyimpulan tentang kondisi keterawatan koleksi berkaitan dengan kondisi bahan, cara pembuatan dan kondisi iklim yang mengitarinya. Evaluasi dan tinjauan proses kerja perawatan dan pengawetan pada masa lalu dan masa akan datang juga akan dilakukan.
Entri data hasil survei lapangan pada Lembar Kondisi Tekstil (LKTe, hal. 07) ke dalam sistem database khusus konservasi, dan selanjutnya ditinjau dan diedit melalui Menu Daftar Editing dan Kontrol Data (Tabel 2, hal. 09). Ada konversi data teks ke bentuk numerik, sehingga data dapat langsung dipresentasikan dalam bentuk grafik. Konversi ini akan meliputi: Jenis Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB).
Tabel 1.
Notasi Jenis Bahan (NJB): untuk bahan selulose (kulit kayu, kapas, serat nanas, dan sejenisnya) memiliki angka 40 (warna hijau); untuk bahan protein (sutera, wool, kulit binatang, dan sejenisnya) memiliki angka 50 (warna kuning); untuk bahan logam memiliki angka 5 (warna merah); untuk kombinasi selulose dan logam memiliki angka 45 (warna hijau tua) dan untuk bahan kombinasi protein dan logam memiliki angka 55 (warna kuning tua). Di sini, Sistem Database Konservasi akan secara otomatis menampilkan Grafik Analisis Spontan (GAS) untuk mengetahui hubungan antara Usia (URB), Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB), lihat gambar 2 dan 3 pada halaman 11 dan 12.
Tingkat Kerusakan Benda (TKB) 10 berarti berkondisi Baik (warna hijau, prioritas konservasi: 5); 15 berarti berkondisi Cukup (warna kuning, prioritas: 4); 20 berarti berkondisi Rusak (warna merah muda, prioritas: 3); 25 berarti berkondisi Hancur (warna merah tua, prioritas: 2); 30 berarti berkondisi fisik benda bisa Baik, Cukup, Rusak atau Hancur tetapi jenis kerusakannya aktif, seperti indikasi serangan mikroorganisme atau insek, dan kondisi keasamannya/ pH pada saat pengamatan terlalu tinggi (warna merah tua sekali, prioritas: 1). Representasi grafik Bahan dan Kondisi koleksi ini juga dimaknai dengan adanya Usia Relatif Benda (URB) dan Kode Nomor Inventaris (KNI) untuk penyederhanaan, dan untuk melacak No. Inv. atau lokasi benda akan tetap dengan mudah dengan melihat Daftar (Tabel 2, hal. 09, atau Daftar Koleksi 01 sampai 10 terlampir). Dengan pemahaman ini, jika saat ini kita menjumpai kain katun berkondisi bagus (baik) tapi ada indikasi jamur atau tingkat keasamannya tinggi maka koleksi tersebut dikategorikan mengalami ancaman/ kerusakan aktif dan skala prioritas yang tadinya 5 menjadi 1 (indikator warna hijau berubah menjadi merah tua sekali).
Usia Relatif Benda (URB) akan muncul secara otomatis, jika kita telah mengisi kolom isian (data field) tahun perolehan benda. URB adalah hasil pengurangan tanggal sekarang (Today) dan Tanggal Perolehan Benda (TPB) Bilamana kita tidak mengetahui tahun perolehan koleksi maka perlu dilakukan Tafsir Usia Relatif Benda (TURB). Proses TURB diawali dengan memunculkan keseluruhan data, dan langkah berikutnya dengan mensortir nomor inventaris benda. Jika ada lima koleksi yang diketahui TPB-nya nomor 1 dan 5, maka setelah pensortiran akan diketahui bahwa URB koleksi nomor 2, 3 dan 4 adalah antara URB koleksi nomor 1 dan 5. Jika koleksi no 1 sebagai pembatas atas disebut sebagai Tanggal Perolehan Benda Atas (TPBA) dan koleksi no 5 sebagai Tanggal Perolehan Benda Bawah (TPBB). Dengan mengisi kolom TPBA dan TPBB maka sistem database secara otomatis menilai angka Tafsir Usia Relatif Benda (TURB), Lihat Tabel 2, hal. 09 atau Lampiran Daftar 01 sampai 10. Disinilah letak manfaat 800 koleksi pembanding untuk mempertajam hasil TURB dan validasi data lain, serta meminimalkan kesalahan interpretasi data. Sebagai gambaran, apabila analisis dipaksakan dengan hanya hasil observasi 200 koleksi untuk mengetahui usia relatif koleksi dengan KNI 2 sampai 9, sedangkan yang diketahui dengan KNI 1 dan 10. Maka tingkat kesalahan dari hasil pengamatan semakin besar dan akan berdampak pula pada penyimpulan laju atau percepatan kerusakan koleksi yang diamati.
C. Pembahasan ObservasiObservasi 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 sebagai pembanding)
memberikan gambaran bahwa pentingnya mempertahankan identitas pada setiap koleksi berupa nomor inventaris. No. Inv. ini harus ditulis dalam format angka 6 (enam digit), misalnya koleksi dengan nomor inventaris 11 a harus ditulis dengan 000011 a. Diawali dengan identitas no. inv. yang benar selanjutnya diikuti dengan nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan dilengkapi foto benda. Sistematika penulisan lokasi benda yang benar adalah menjelaskan lokasi gedung, ruang, nomor lemari dan laci. Keterangan dalam format gabungan teks dan numerik bisa dinotasikan lebih sederhana secara otomatis dalam sistem database komputer, misalnya: GB.ST5.011.02 berarti koleksi disimpan dalam Gedung B (GB), di ruang Storage Tekstil lantai 5 (ST5), lemari 11 (011) dan laci 2 (02). Foto yang melengkapi data koleksi harus dibuat link, dan dibuat otomatis menyimpan alamat berkas/ file foto dimana disimpan. No. inv., nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan foto benda adalah isian data (data field) pokok yang harus ditulis dalam mengisi lembar inventaris atau lembar kondisi koleksi.
Dari seribu koleksi tekstil menunjukkan bahwa 726 koleksi berkondisi baik, 115 berkondisi cukup (baik), 152 berkondisi rusak, 7 berkondisi hancur, dan 8 koleksi
mengalami kerusakan aktif. Dari 152 koleksi rusak menunjukkan pula 129 berbahan selulose (10 diantaranya ada komponen logamnya) dan 11 berbahan protein (1 diantaranya ada komponen logamnya), namun perlu diketahui dari seribu koleksi yang diamati memang 930 berbahan selulose. Tetapi data menunjukkan bahwa kain yang memiliki komponen logam lebih banyak yang mengalami kerusakan, perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.
Kisaran perolehan koleksi tekstil yang diamati adalah dari tahun 1867 (berumur relatif 148 tahun) dan tahun 1949 (berumur relatif 65 tahun). Dari pengamatan yang dirunut (disortir) menurut usia relatifnya, kain yang berumur semakin tua bukan berarti semakin rusak, atau sebaliknya: kain yang berumur semakin muda bukan berarti kain semakin baik kondisinya, perhatikan Gambar 3 halaman 12 dan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.
Analisis kerusakan dengan mempertimbangkan kandungan air (pada koleksi), kondisi pH dan data iklim pada masa lalu tidak dapat dilakukan karena “Conditional and Climatic Data” yang tersedia tidak tersinkronisasi dengan koleksi yang diobservasi. Format data yang ada masih dibuat konvensional (belum digital), sehingga sulit untuk analisisnya.
III. PENUTUPA. Kesimpulan
Dari hasil observasi 200 koleksi pilihan menunjukkan bahwa hanya 3 (1,5%) koleksi berkondisi Baik (Prioritas 5, kisaran usia relatif 74 sampai 134 tahun); 41 (20%) koleksi berkondisi Cukup (Prioritas 4, kisaran usia relatif 69 sampai 134 tahun); 149 (74%) koleksi berkondisi Rusak (Prioritas 3, kisaran usia 108 sampai 148 tahun); 7 (4%) koleksi berkondisi Hancur (Prioritas 2, kisaran usia 109 sampai 134 tahun) dan 8 (5%) koleksi mengalami kerusakan Aktif (Prioritas 1, kisaran usia relatif 113 sampai 134 tahun). Perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17. Gambaran hasil observasi terhadap 200 koleksi ini ditujukan pada koleksi rusak sehingga 1,5% dari 200 koleksi yang diobservasi bukan berarti sama kalau 1,5% dari seluruh koleksi Museum Nasional. (Perhatikan pembahasan halaman 11, ada 726 koleksi berkondisi baik di antara 1.000 koleksi yang diamati.)
Tekstil berserat selulose (kulit kayu, serat kapas, serat nanas, dsb.) dan berserat protein (sutera atau wool) yang beronamen logam cenderung mengalami kerusakan dengan prioritas tinggi (1, 2 dan 3). Usia relatif diatas 74 tahun pada tekstil berornamen logam juga lebih banyak mengalami kerusakan.
B. SaranObservasi terhadap 200 yang koleksi tekstil dengan tahun perolehan antara tahun
1867 dan 1950 ini lebih mengandalkan pengamatan visual dan perlu ditindak- lanjuti dengan uji bahan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Uji bahan diarahkan pada identifikasi serat secara laboratoris, cek pH, cek kandungan air pada serat dan cek kandungan logam lain (yang biasa digunakan pada proses pencelupan warna atau pada garam logam). Walaupun “conditional and climatic data” yang ada masih konvensional dan belum tersinkronisasi dengan 200 koleksi yang diobservasi, tetapi dari uraian diatas paling tidak telah membuktikan bahwa metode analisis yang menerapkan sistem database komputer mempermudah proses pekerjaan observasi. Hasil observasi dan analisis inipun sekaligus menjadi tolok ukur (benchmarking) keberhasilan usaha perawatan dan pengawetan tekstil di Museum Nasional setelah dicek untuk beberapa tahun yang akan datang.
Saran perawatan dari 200 koleksi tekstil yang telah diobservasi dapat dilihat dalam setiap lembar kondisi tekstil terlampir, adapun uraian dan rincian proses perawatan dapat dilihat di naskah “Konservasi Tekstil” (dapat diunduh di www.primastoria.net).
METODE ANALISIS BENDA DAN BAHAN
PROVENANCEEthnographic Features: origin,
function, etc.
COMPLETE OBJECTDescriptionOrientation
SUBJECTSANALYTICAL METHODS
(object and their attributes: formal, stylistic and technical)
Socio Cultural Anthropology,Ethnography, Art History, Semiotic
- Iconography, etc.
STRUCTURAL OR TEXTURAL GREATER THAN 0.1 MM
(fabric construction, metal thread structure, etc.)
Visual Examination (eye, glass, microscope)
Ultra-Violet Light Examination
Diffraction (x-ray, neutron, optical and
electron)
Optical Examination(transmission, reflection)
Electron Microscopy (SEM, TEM, STEM)Electron Microbeam Analysis
Spectroscopic Examination (neutron, infra-red, optical & x-ray)
Chromatographic Analysis(paper, TLC, GC, PyGC and HPLC)
OBJECT STRUCTURE COMPLETE STRUCTURE(form, design/ layout, etc.)
Typology, Stylistic Analysis, etc.
MACRO STRUCTURE
MICRO STRUCTURE
CRYSTAL STRUCTURE
ELEMENTAL STRUCTUREand
COMPLEX COMPOUNDS
STRUCTURAL OR TEXTURAL SMALLER THAN 0.1 MM
(fiber morphology, cross-section materials, etc.)
METALLIC ELEMENTS AND OTHERS
(weighting metal salts, mordant, corrossion products, etc.)
METALLIC ELEMENTS,DYES AND OTHERS
(pigments, dyes, adhesives,polymers, etc.)
12
3
4
5
6
No
Atribut Formal = segala sesuatu yang bisa diukur (ukuran panjang dan lebar, volume, garis-tengah, berat, dll.);Atribut Stilistik = segala hal yang berhubungan dengan rasa atau estetika, seperti: bentuk, pola hias kain (tata-letak hiasan), motif (bentuk
hiasan), warna, dsb.; Atribut Teknologis = segala hal yang berhubungan dengan proses pembuatan (bahan dan teknik).
TIDAK ASLI
ADIKARYA(masterpiece)
ARTEFAKTA(Artefact)
Bukan Seni:reproduksi, komersial.
Bukan Budaya:baru, tidak umum.
Seni:asli, tunggal.
Budaya:tradisional,
kolektif.
4.
Sejarah dan Cerita Rakyat
kultural, kerajinan, dll.)
2.
Penemuan Baru(museum teknologi, seni kriya, barang bukan seni, dll.)
3.
Kemahiran membedakankarya seni (museum seni,
1.
Seni-turis, komoditi,souvenir, dll.
ASLI(authentic)
SISTEM PERUJUKAN BARANG SENI-BUDAYA
(non-authentic)
PERFORMANS (tatalaku)(distribusi, kegunaan, tekno-
fungsi, sosio-fungsi, dsb.)
STRUKTUR (mikro & makro)(atribut formal, atribut stilistik
dan tipologi)
SIFAT-SIFAT
PROSES MANUFAKTURAL(seleksi bahan, sintesis bahan,
prosesing bahan, desain, manufaktur)
PengetahuanEmpiris
PengetahuanIlmiah
GAMBARAN ILMU DASAR DAN TEKNOLOGI BAHAN
KONTEKS KULTURAL(benda dalam konteksnya)
INTERPRETASI(benda ke-konteksnya)
PROSES KURASI(benda hilang konteksnya)
ANALISAKOMPARATIF
3
4
1
2
Skema Proses Kurasi
ABC-PQRRUMUS
Susan M. Pearce, edit. (1989:99)
I. PENDAHULAUNA. Latar Belakang
Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Museum Nasional mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengumpulan, registrasi, perawatan, pengawetan, pengamanan, penyajian, publikasi, dan fasilitasi di bidang benda bernilai budaya berskala nasional (Permendikbud No. 48 Tahun 2012). Dalam rangka menjalankan fungsi perawatan dan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional, Museum Nasional memiliki Bidang Perawatan dan Pengawetan. Garis besar kegiatan bidang ini adalah:1. pelaksanaan observasi kondisi benda bernilai budaya berskala nasional;2. pelaksanaan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;3. pelaksanaan perawatan benda bernilai budaya berskala nasional;4. pelaksanaan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional; dan5. pelaksanaan pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.
Bidang Perawatan dan Pengawetan memilki tiga seksi, yaitu: Seksi Observasi, Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan. Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan penanganan serta uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan restorasi benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.
Seksi Observasi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan - Museum Nasional, memiliki rincian tugas:1. melakukan penyusunan program kerja Seksi dan konsep program kerja Bidang;2. melakukan pengamatan dan pendataan kondisi koleksi benda bernilai budaya
berskala nasional;3. melakukan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;4. melakukan klasifikasi kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;5. melakukan rekomendasi penanganan koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;6. melakukan penyusunan bahan bantuan teknis di bidang observasi koleksi benda
bernilai budaya berskala nasional;7. melakukan evaluasi pelaksanaan observasi benda bernilai budaya berskala nasional;8. melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen Seksi; dan
9. melakukan penyusunan laporan Seksi.
Garis besar dari tugas tersebut adalah mengamati benda secara utuh, mengenali/ identifikasi bahan dan cara pembuatan/ pembentukan benda, mengenali/ identifikasi kerusakan, menganalisis kerusakan yang kemungkinan diakibatkan oleh sifat bahan, kontruksi benda, faktor kondisi iklim (suhu dan kelembaban udara, cahaya dan polusi), serta kemungkinan kesalahan dalam penanganan. Dari hasil amatan dilanjutkan dengan
penyimpulan suatu kerusakan dan usulan perawatan dan pengawetan.
B. Landasan HukumPenyusunan Laporan Tahunan Perorangan pada Seksi Observasi – Bidang Perawatan
dan Pengawetan, MUSEUM NASIONAL, dengan mempertimbangkan: 1. UU No. 11 Tahun 2010 tentang CAGAR BUDAYA;2. UU No. 5 Tahun 2014 tentang APARATUR SIPIL NEGARA (ASN);3. PP No. 46 Thn. 2011 dan Perka BKN No. 1 Thn. 2013 tentang Sasaran Kerja PNS [SKP]; 4. PP No. 66 Tahun 2015 tentang MUSEUM;5. Permendikbud RI No. 48 Tahun 2012 tentang ORGANISASI & TATA KERJA MUSEUM
NASIONAL;6. Permendikbud RI No. 27 Tahun 2013 tentang RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL;7. Permen PANRB No. 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP (Standar
Operasional Prosedur);8. Perka BKN No. 1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 46 Tahun 2013
(Sasaran Kerja PNS [SKP]);9. Perka BKN No. 7 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Manajerial (SKM PNS);
10. Perka BKN No. 8 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Teknis (SKT PNS).
II. PEMBAHASAN OBSERVASIA. Dasar Teori
Tahapan pemeliharaan koleksi meliputi observasi, perawatan dan pengawetan. Proses observasi atau pengamatan yang dilakukan Seksi Observasi diawali dengan serangkain proses identifikasi dan klasifikasi bahan baik secara visual atau dengan uji bahan, mengamati dan mempelajari (jenis dan proses) kerusakan, dan bersama-sama dengan Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan akan memutuskan metode perawatan dan pengawetan secara tepat. Seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan seksi-seksi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan ini akan dievalusi secara klinis dengan mempertimbangkan ancangan analitik ilmiah atau empiris, yang selanjutnya disebut sebagai ‘studi atau kajian konservasi’. Dalam hal ini, identifikasi dan klasifikasi bahan dengan mempelajari data keterawatan koleksi, data kondisi iklim dan perangkat penunjang penyimpanan atau displai yang mengitarinya dalam rentang waktu tertentu (yang lazim disebut sebagai studi konservasi secara empiris). Contoh kajian empiris yang faktual adalah pendapat bahwa lilin lebah memiliki sifat tidak merusak kain dengan menunjukkan bukti fragmen kain yang terbungkus lilin yang sudah berumur ribuan tahun dari Mesir.
Sedangkan yang ilmiah adalah suatu kegiatan studi yang lebih mengedepankan pengetahuan teoritis dan pengamatan dengan menggunakan alat (modern). Contohnya pembuktian unsur logam sebagai garam logam pada proses pewarnaan dengan Spektroskopi Fluoresensi Sinar-X pada fragmen kain. Perhatikan Tabel 1 dan Gambar 1.
Rangkaian proses dan hasil kegiatan seksi-seksi dalam Bidang Perawatan dan Pengawetan (Bidang PP) akan terekam dalam formulir isian ‘Lembar Kondisi Koleksi’, selanjutnya disingkat LKK. LKK ini akan memuat informasi berkaitan nomor identitas dan nama koleksi, jenis bahan, jenis kerusakan (kondisi keterawatan), usulan perawatan (mencakup tindakan yang bersifat kuratif – restoratif atau penghentian proses kerusakan dan perbaikannya), serta usulan pengawetan (tindakan yang bersifat preventif atau penghambatan dari kemungkinan proses kerusakan). Menurut sifat dan jenis kerusakannya, Lembar Kondisi Koleksi (LKK) akan dikelompokkan menjadi LKK-Umum (Campuran), Logam, Batu, Keramik, Kayu, Tekstil, Kertas dan Lukisan. Kemudian Bidang PP ini juga melakukan survai kondisi klimatalogi yang informasinya dicantumkan dalam ‘Lembar Data Klimatologi’, yang selanjutnya disebut LDK. LDK memuat keterangan yang berhubungan dengan suhu dan kelembaban udara (suhu permukaan dan kadar air benda), intesitas cahaya, radiasi ultra-violet (UV), dan polusi udara. Data atau dokumen tambahan (DDT) juga diperlukan, dan bisa berupa data jenis bahan dan konstruksi lemari simpan atau
displai, gambar atau desain (tiga dimensi dan berskala ukuran) ruang simpan atau pamer, berikut bahan (pustaka) rujukan atau (data pribadi) narasumber.
Kumpulan informasi dalam LIK, LKK, LDK dan DDT adalah dokumen penting di museum yang harus terawat dan dikelola dengan baik. Dokumen-dokumen ini secara fisik bisa berupa lembar kertas cetakan atau berupa format digital (soft-copy siap cetak, selanjutnya disingkat SCSC, yang mungkin tersimpan dalam CD). Pengelolaan dokumen kertas (termasuk CD, sebagai data mati) secara fisik yang biasanya dilakukan pustakawan atau arsiparis ini memerlukan folder, lemari simpan dan ruangan yang memadai. Tetapi pengelolaan kumpulan informasi pada LIK, LKK, LDK dan DDT dalam sistem database konservasi (Dasi) adalah yang paling umum dilakukan pada abad informasi saat ini.
Observasi terhadap 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 koleksi sebagai pembanding) yang dilakukan secara visual ini dengan mempertimbangkan lingkup data (data field) sebagaimana dimuat dalam Blangko Lembar Kondisi Koleksi (Umum) dan Lembar Kondisi Tekstil (Khusus), lihat halaman 06 dan 07. Laju percepatan kerusakan tekstil dengan mempertimbangkan usia relatif benda (URB), jenis bahan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai notasi jenis bahan dan disingkat NJB), kondisi benda saat pengamatan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai tingkat kerusakan benda dan disingkat TKB). Observasi ini dianalisis dengan sistem database khusus konservasi (dengan kode CuraTool), yang secara langsung dan otomatis menampilkan grafik sebagai hasil pembandingan antara URB, NJB dan TKB, lihat Gambar 2 hal. 11 dan Gambar 3 hal. 12. Analisis dari hasil observasi ini juga mempertimbangkan data-data LDK dan DDT.
B. Prosedur Observasi1. Mengamati benda koleksi secara menyeluruh (depan, belakang, samping kanan dan
kiri, serta bagian atas dan bawah). Dengan sangat hati-hati, angkat benda dengan kaus tangan untuk melihat bagian bawah koleksi. dan mendetail. Gunakan pensil untuk mengisi formulir Lembar Kondisi Koleksi (LKK), hindari penggunaan ballpoint dan alat tulis bertinta lain untuk menghindari resiko ternodanya koleksi dari alat tulis bertinta tersebut. Lepaskan jam tangan, gelang tangan, alat tulis atau benda apapun yang berada di kantong baju, name tag yang digantungkan di krah baju atau leher, dan hal-hal lain yang bisa beresiko terhadap koleksi yang akan kita amati (observasi).Penjelasan Lembar Kondisi Koleksi (LKK), lihat halaman 6 dan 7. Semua isian data (data field) pada Lembar Kondisi diberi nomor untuk kemudahan penjelasan dan pengkodean dalam hal untuk pembahasan (analisa data) berikut pelaporannya.a. Keterangan Pokok: No. Urut, No. Inv., Nama Benda, Asal Benda, Keterangan/ Deskripsi
Singkat, Ukuran, Kondisi dan Lokasi Benda. b. Bahan. Bahan pembentuk koleksi secara umum dikelompokkan menjadi: Logam,
Non-Logam, Selulose, Protein dan Lain-lain. Logam dan Non Logam dapat masuk kategori Anorganik, sedang Selulose dan Protein masuk kategori Organik. Jika
[ 04 ]
bahan organik dari binatang dimasukkan dalam kelompok Protein, sedangkan yang dari tumbuh-tumbuhan masuk ke dalam kelompok Selulose. Tetapi ada bahan yang masuk kelompok Lain-lain karena bahan tersebut memiliki komponen organik dan anorganik. Bahan tekstil tidak bisa dikelompokkan hanya di satu kelompok Organik, tetapi harus dipisahkan ke Protein (tekstil yang berbahan dasar sutera atau wol) atau ke Selulose (tekstil yang berbahan dasar kapas, rami, atau goni). Bahan pembersih yang bersifat asam agak kuat dapat merusak kain terbuat dari kapas tapi aman bagi kain yang terbuat dari sutera. Perhatikan Lembar Kondisi Koleksi (Umum) pada halaman 6, dan bandingkan dengan Lembar Kondisi Tekstil pada halaman 7.
c. Kondisi Benda Pada Saat Pengamatan. Kondisi keterawatan koleksi dikelompokkan menjadi Kerusakan Fisik (1. Rapuh, 2. Kotor, 3. Lemak, 4. Kelupas, 5. Gores, 6. Retak, 7. Patah, 8. Hilang, 9. Basah, 10. Kering, 11. Lain), Kerusakan Kimiawi (1. Lapuk, 2. Pudar, 3. Korosi, 4. Oksidasi, 5. Bau, 6. Noda, 7. Kristal garam, 8. Lain) dan Kerusakan Biotis (1. Jamur, 2. Insek, 3. Ganggang, 4. Lumut, 5. Lichens, 6. Lain). Kondisi rapuh (fragile) pada kelompok kerusakan fisik dibedakan dengan lapuk (brittle) pada kelompok kerusakan kimiawi, karena dalam pengertian ini rapuh bisa dimungkinkan menjadi agak kuat setelah proses kontrol kelembaban, sedangkan lapuk cenderung ke arah hancur dan tidak bisa direkondisi lagi.
d. Kondisi Iklim Mikro dan Makro Pada Saat Pengamatan. Dengan memper- timbangkan Lembar Data Klimatologi (LDK), serta memperhitungkan alat-alat ukur dan prosedur kalibrasi.Iklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya dicatat di Lembar Kondisi Koleksi (seperti pada halaman 6 dan 7). Kalau koleksi ditempatkan dalam lemari simpan berarti iklim mikro sama dengan yang ada didalam lemari simpan. Sedangkan yang iklim makro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada diluar iklim mikro. Data iklim makro biasanya dicatat di Lembar Data Klimatologi (halaman 18 dan 19). Weintraub (2002) menjelaskan pengertian dan perhitungan Equilibrium Moisture Content (EMC) dan EMC/RH isotherm bahan organik (kapas, linen, kertas, kayu, dsb.); serta kapasitas bu�ering (MH) dan rekondisi silicagel.
e. Usulan Perawatan dan Pengawetan. Dibahas secara lengkap di “Tekstil Tradisional: Pengenalan Bahan dan Teknik” dan “Konservasi Tekstil”;
f. Usulan Uji Bahan (Laboratorium). Melalui serangkaian proses observasi dari sekian banyak koleksi atau mempertimbangkan suatu kondisi tertentu terjadinya kerusakan pada koleksi, Konservator akan mengusulkan uji bahan. Uji bahan dimaksudkan untuk mengetahui proses terjadinya kerusakan dan atau penguatan data pendukung untuk keperluan studi konservasi dan koleksi tingkat lanjut. Studi tingkat lanjut ini bisa berupa pembuatan Alur Waktu (Timeline) bahan atau tehnik pembuatan suatu benda pada suatu masa atau periode tertentu, yang mana bahan atau tehnik ini sebagai bagian dari suatu koleksi yang tidak bisa digantikan (sebagai atribut teknologis).
g. Teknik Pengamatan. Teknik pengamataan adalah penjelasan dengan cara dan alat bantu apa pada saat seseorang mengamati kondisi keterawatan koleksi di museum.
2. Analisis Data Observasi. Analisis data observasi bisa dilakukan pada beberapa kemungkinan. Pertama
adalah analisis berdasarkan dari pengumpulan data proses perawatan dan pengawetan, data iklim pada lingkungan benda yang menjalani proses perawatan dan pengawetan, data iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, serta data-data pendukung lainnya. Kedua adalah analisis data hasil observasi dari sejumlah koleksi (kumpulan data hasil observasi sendiri). Ketiga adalah pembahasan berdasarkan gabungan dari langkah pertama dan kedua. Tetapi pokok bahasan utama tetap, yakni penyimpulan tentang kondisi keterawatan koleksi berkaitan dengan kondisi bahan, cara pembuatan dan kondisi iklim yang mengitarinya. Evaluasi dan tinjauan proses kerja perawatan dan pengawetan pada masa lalu dan masa akan datang juga akan dilakukan.
Entri data hasil survei lapangan pada Lembar Kondisi Tekstil (LKTe, hal. 07) ke dalam sistem database khusus konservasi, dan selanjutnya ditinjau dan diedit melalui Menu Daftar Editing dan Kontrol Data (Tabel 2, hal. 09). Ada konversi data teks ke bentuk numerik, sehingga data dapat langsung dipresentasikan dalam bentuk grafik. Konversi ini akan meliputi: Jenis Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB).
Gambar 1.
Notasi Jenis Bahan (NJB): untuk bahan selulose (kulit kayu, kapas, serat nanas, dan sejenisnya) memiliki angka 40 (warna hijau); untuk bahan protein (sutera, wool, kulit binatang, dan sejenisnya) memiliki angka 50 (warna kuning); untuk bahan logam memiliki angka 5 (warna merah); untuk kombinasi selulose dan logam memiliki angka 45 (warna hijau tua) dan untuk bahan kombinasi protein dan logam memiliki angka 55 (warna kuning tua). Di sini, Sistem Database Konservasi akan secara otomatis menampilkan Grafik Analisis Spontan (GAS) untuk mengetahui hubungan antara Usia (URB), Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB), lihat gambar 2 dan 3 pada halaman 11 dan 12.
Tingkat Kerusakan Benda (TKB) 10 berarti berkondisi Baik (warna hijau, prioritas konservasi: 5); 15 berarti berkondisi Cukup (warna kuning, prioritas: 4); 20 berarti berkondisi Rusak (warna merah muda, prioritas: 3); 25 berarti berkondisi Hancur (warna merah tua, prioritas: 2); 30 berarti berkondisi fisik benda bisa Baik, Cukup, Rusak atau Hancur tetapi jenis kerusakannya aktif, seperti indikasi serangan mikroorganisme atau insek, dan kondisi keasamannya/ pH pada saat pengamatan terlalu tinggi (warna merah tua sekali, prioritas: 1). Representasi grafik Bahan dan Kondisi koleksi ini juga dimaknai dengan adanya Usia Relatif Benda (URB) dan Kode Nomor Inventaris (KNI) untuk penyederhanaan, dan untuk melacak No. Inv. atau lokasi benda akan tetap dengan mudah dengan melihat Daftar (Tabel 2, hal. 09, atau Daftar Koleksi 01 sampai 10 terlampir). Dengan pemahaman ini, jika saat ini kita menjumpai kain katun berkondisi bagus (baik) tapi ada indikasi jamur atau tingkat keasamannya tinggi maka koleksi tersebut dikategorikan mengalami ancaman/ kerusakan aktif dan skala prioritas yang tadinya 5 menjadi 1 (indikator warna hijau berubah menjadi merah tua sekali).
Usia Relatif Benda (URB) akan muncul secara otomatis, jika kita telah mengisi kolom isian (data field) tahun perolehan benda. URB adalah hasil pengurangan tanggal sekarang (Today) dan Tanggal Perolehan Benda (TPB) Bilamana kita tidak mengetahui tahun perolehan koleksi maka perlu dilakukan Tafsir Usia Relatif Benda (TURB). Proses TURB diawali dengan memunculkan keseluruhan data, dan langkah berikutnya dengan mensortir nomor inventaris benda. Jika ada lima koleksi yang diketahui TPB-nya nomor 1 dan 5, maka setelah pensortiran akan diketahui bahwa URB koleksi nomor 2, 3 dan 4 adalah antara URB koleksi nomor 1 dan 5. Jika koleksi no 1 sebagai pembatas atas disebut sebagai Tanggal Perolehan Benda Atas (TPBA) dan koleksi no 5 sebagai Tanggal Perolehan Benda Bawah (TPBB). Dengan mengisi kolom TPBA dan TPBB maka sistem database secara otomatis menilai angka Tafsir Usia Relatif Benda (TURB), Lihat Tabel 2, hal. 09 atau Lampiran Daftar 01 sampai 10. Disinilah letak manfaat 800 koleksi pembanding untuk mempertajam hasil TURB dan validasi data lain, serta meminimalkan kesalahan interpretasi data. Sebagai gambaran, apabila analisis dipaksakan dengan hanya hasil observasi 200 koleksi untuk mengetahui usia relatif koleksi dengan KNI 2 sampai 9, sedangkan yang diketahui dengan KNI 1 dan 10. Maka tingkat kesalahan dari hasil pengamatan semakin besar dan akan berdampak pula pada penyimpulan laju atau percepatan kerusakan koleksi yang diamati.
C. Pembahasan ObservasiObservasi 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 sebagai pembanding)
memberikan gambaran bahwa pentingnya mempertahankan identitas pada setiap koleksi berupa nomor inventaris. No. Inv. ini harus ditulis dalam format angka 6 (enam digit), misalnya koleksi dengan nomor inventaris 11 a harus ditulis dengan 000011 a. Diawali dengan identitas no. inv. yang benar selanjutnya diikuti dengan nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan dilengkapi foto benda. Sistematika penulisan lokasi benda yang benar adalah menjelaskan lokasi gedung, ruang, nomor lemari dan laci. Keterangan dalam format gabungan teks dan numerik bisa dinotasikan lebih sederhana secara otomatis dalam sistem database komputer, misalnya: GB.ST5.011.02 berarti koleksi disimpan dalam Gedung B (GB), di ruang Storage Tekstil lantai 5 (ST5), lemari 11 (011) dan laci 2 (02). Foto yang melengkapi data koleksi harus dibuat link, dan dibuat otomatis menyimpan alamat berkas/ file foto dimana disimpan. No. inv., nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan foto benda adalah isian data (data field) pokok yang harus ditulis dalam mengisi lembar inventaris atau lembar kondisi koleksi.
Dari seribu koleksi tekstil menunjukkan bahwa 726 koleksi berkondisi baik, 115 berkondisi cukup (baik), 152 berkondisi rusak, 7 berkondisi hancur, dan 8 koleksi
mengalami kerusakan aktif. Dari 152 koleksi rusak menunjukkan pula 129 berbahan selulose (10 diantaranya ada komponen logamnya) dan 11 berbahan protein (1 diantaranya ada komponen logamnya), namun perlu diketahui dari seribu koleksi yang diamati memang 930 berbahan selulose. Tetapi data menunjukkan bahwa kain yang memiliki komponen logam lebih banyak yang mengalami kerusakan, perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.
Kisaran perolehan koleksi tekstil yang diamati adalah dari tahun 1867 (berumur relatif 148 tahun) dan tahun 1949 (berumur relatif 65 tahun). Dari pengamatan yang dirunut (disortir) menurut usia relatifnya, kain yang berumur semakin tua bukan berarti semakin rusak, atau sebaliknya: kain yang berumur semakin muda bukan berarti kain semakin baik kondisinya, perhatikan Gambar 3 halaman 12 dan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.
Analisis kerusakan dengan mempertimbangkan kandungan air (pada koleksi), kondisi pH dan data iklim pada masa lalu tidak dapat dilakukan karena “Conditional and Climatic Data” yang tersedia tidak tersinkronisasi dengan koleksi yang diobservasi. Format data yang ada masih dibuat konvensional (belum digital), sehingga sulit untuk analisisnya.
III. PENUTUPA. Kesimpulan
Dari hasil observasi 200 koleksi pilihan menunjukkan bahwa hanya 3 (1,5%) koleksi berkondisi Baik (Prioritas 5, kisaran usia relatif 74 sampai 134 tahun); 41 (20%) koleksi berkondisi Cukup (Prioritas 4, kisaran usia relatif 69 sampai 134 tahun); 149 (74%) koleksi berkondisi Rusak (Prioritas 3, kisaran usia 108 sampai 148 tahun); 7 (4%) koleksi berkondisi Hancur (Prioritas 2, kisaran usia 109 sampai 134 tahun) dan 8 (5%) koleksi mengalami kerusakan Aktif (Prioritas 1, kisaran usia relatif 113 sampai 134 tahun). Perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17. Gambaran hasil observasi terhadap 200 koleksi ini ditujukan pada koleksi rusak sehingga 1,5% dari 200 koleksi yang diobservasi bukan berarti sama kalau 1,5% dari seluruh koleksi Museum Nasional. (Perhatikan pembahasan halaman 11, ada 726 koleksi berkondisi baik di antara 1.000 koleksi yang diamati.)
Tekstil berserat selulose (kulit kayu, serat kapas, serat nanas, dsb.) dan berserat protein (sutera atau wool) yang beronamen logam cenderung mengalami kerusakan dengan prioritas tinggi (1, 2 dan 3). Usia relatif diatas 74 tahun pada tekstil berornamen logam juga lebih banyak mengalami kerusakan.
B. SaranObservasi terhadap 200 yang koleksi tekstil dengan tahun perolehan antara tahun
1867 dan 1950 ini lebih mengandalkan pengamatan visual dan perlu ditindak- lanjuti dengan uji bahan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Uji bahan diarahkan pada identifikasi serat secara laboratoris, cek pH, cek kandungan air pada serat dan cek kandungan logam lain (yang biasa digunakan pada proses pencelupan warna atau pada garam logam). Walaupun “conditional and climatic data” yang ada masih konvensional dan belum tersinkronisasi dengan 200 koleksi yang diobservasi, tetapi dari uraian diatas paling tidak telah membuktikan bahwa metode analisis yang menerapkan sistem database komputer mempermudah proses pekerjaan observasi. Hasil observasi dan analisis inipun sekaligus menjadi tolok ukur (benchmarking) keberhasilan usaha perawatan dan pengawetan tekstil di Museum Nasional setelah dicek untuk beberapa tahun yang akan datang.
Saran perawatan dari 200 koleksi tekstil yang telah diobservasi dapat dilihat dalam setiap lembar kondisi tekstil terlampir, adapun uraian dan rincian proses perawatan dapat dilihat di naskah “Konservasi Tekstil” (dapat diunduh di www.primastoria.net).
Ref.: James Clifford (1988:224)
Ref.: Lawrence van Vlack (1985);Pamela B.Vandiver, et.al. (1990).
Susan M. Pearce (1994:263)
pasar seni, dll.) (museum etnografi, barang
(fisik & kimiawi)
Age = UmurBeauty = KeindahanCondition = Kondisi
Price = HargaQuality = Kualitas
Rarity = Kelangkaan
I. PENDAHULAUNA. Latar Belakang
Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Museum Nasional mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengumpulan, registrasi, perawatan, pengawetan, pengamanan, penyajian, publikasi, dan fasilitasi di bidang benda bernilai budaya berskala nasional (Permendikbud No. 48 Tahun 2012). Dalam rangka menjalankan fungsi perawatan dan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional, Museum Nasional memiliki Bidang Perawatan dan Pengawetan. Garis besar kegiatan bidang ini adalah:1. pelaksanaan observasi kondisi benda bernilai budaya berskala nasional;2. pelaksanaan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;3. pelaksanaan perawatan benda bernilai budaya berskala nasional;4. pelaksanaan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional; dan5. pelaksanaan pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.
Bidang Perawatan dan Pengawetan memilki tiga seksi, yaitu: Seksi Observasi, Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan. Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan penanganan serta uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan restorasi benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.
Seksi Observasi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan - Museum Nasional, memiliki rincian tugas:1. melakukan penyusunan program kerja Seksi dan konsep program kerja Bidang;2. melakukan pengamatan dan pendataan kondisi koleksi benda bernilai budaya
berskala nasional;3. melakukan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;4. melakukan klasifikasi kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;5. melakukan rekomendasi penanganan koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;6. melakukan penyusunan bahan bantuan teknis di bidang observasi koleksi benda
bernilai budaya berskala nasional;7. melakukan evaluasi pelaksanaan observasi benda bernilai budaya berskala nasional;8. melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen Seksi; dan
9. melakukan penyusunan laporan Seksi.
Garis besar dari tugas tersebut adalah mengamati benda secara utuh, mengenali/ identifikasi bahan dan cara pembuatan/ pembentukan benda, mengenali/ identifikasi kerusakan, menganalisis kerusakan yang kemungkinan diakibatkan oleh sifat bahan, kontruksi benda, faktor kondisi iklim (suhu dan kelembaban udara, cahaya dan polusi), serta kemungkinan kesalahan dalam penanganan. Dari hasil amatan dilanjutkan dengan
penyimpulan suatu kerusakan dan usulan perawatan dan pengawetan.
B. Landasan HukumPenyusunan Laporan Tahunan Perorangan pada Seksi Observasi – Bidang Perawatan
dan Pengawetan, MUSEUM NASIONAL, dengan mempertimbangkan: 1. UU No. 11 Tahun 2010 tentang CAGAR BUDAYA;2. UU No. 5 Tahun 2014 tentang APARATUR SIPIL NEGARA (ASN);3. PP No. 46 Thn. 2011 dan Perka BKN No. 1 Thn. 2013 tentang Sasaran Kerja PNS [SKP]; 4. PP No. 66 Tahun 2015 tentang MUSEUM;5. Permendikbud RI No. 48 Tahun 2012 tentang ORGANISASI & TATA KERJA MUSEUM
NASIONAL;6. Permendikbud RI No. 27 Tahun 2013 tentang RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL;7. Permen PANRB No. 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP (Standar
Operasional Prosedur);8. Perka BKN No. 1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 46 Tahun 2013
(Sasaran Kerja PNS [SKP]);9. Perka BKN No. 7 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Manajerial (SKM PNS);
10. Perka BKN No. 8 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Teknis (SKT PNS).
II. PEMBAHASAN OBSERVASIA. Dasar Teori
Tahapan pemeliharaan koleksi meliputi observasi, perawatan dan pengawetan. Proses observasi atau pengamatan yang dilakukan Seksi Observasi diawali dengan serangkain proses identifikasi dan klasifikasi bahan baik secara visual atau dengan uji bahan, mengamati dan mempelajari (jenis dan proses) kerusakan, dan bersama-sama dengan Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan akan memutuskan metode perawatan dan pengawetan secara tepat. Seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan seksi-seksi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan ini akan dievalusi secara klinis dengan mempertimbangkan ancangan analitik ilmiah atau empiris, yang selanjutnya disebut sebagai ‘studi atau kajian konservasi’. Dalam hal ini, identifikasi dan klasifikasi bahan dengan mempelajari data keterawatan koleksi, data kondisi iklim dan perangkat penunjang penyimpanan atau displai yang mengitarinya dalam rentang waktu tertentu (yang lazim disebut sebagai studi konservasi secara empiris). Contoh kajian empiris yang faktual adalah pendapat bahwa lilin lebah memiliki sifat tidak merusak kain dengan menunjukkan bukti fragmen kain yang terbungkus lilin yang sudah berumur ribuan tahun dari Mesir.
Sedangkan yang ilmiah adalah suatu kegiatan studi yang lebih mengedepankan pengetahuan teoritis dan pengamatan dengan menggunakan alat (modern). Contohnya pembuktian unsur logam sebagai garam logam pada proses pewarnaan dengan Spektroskopi Fluoresensi Sinar-X pada fragmen kain. Perhatikan Tabel 1 dan Gambar 1.
Rangkaian proses dan hasil kegiatan seksi-seksi dalam Bidang Perawatan dan Pengawetan (Bidang PP) akan terekam dalam formulir isian ‘Lembar Kondisi Koleksi’, selanjutnya disingkat LKK. LKK ini akan memuat informasi berkaitan nomor identitas dan nama koleksi, jenis bahan, jenis kerusakan (kondisi keterawatan), usulan perawatan (mencakup tindakan yang bersifat kuratif – restoratif atau penghentian proses kerusakan dan perbaikannya), serta usulan pengawetan (tindakan yang bersifat preventif atau penghambatan dari kemungkinan proses kerusakan). Menurut sifat dan jenis kerusakannya, Lembar Kondisi Koleksi (LKK) akan dikelompokkan menjadi LKK-Umum (Campuran), Logam, Batu, Keramik, Kayu, Tekstil, Kertas dan Lukisan. Kemudian Bidang PP ini juga melakukan survai kondisi klimatalogi yang informasinya dicantumkan dalam ‘Lembar Data Klimatologi’, yang selanjutnya disebut LDK. LDK memuat keterangan yang berhubungan dengan suhu dan kelembaban udara (suhu permukaan dan kadar air benda), intesitas cahaya, radiasi ultra-violet (UV), dan polusi udara. Data atau dokumen tambahan (DDT) juga diperlukan, dan bisa berupa data jenis bahan dan konstruksi lemari simpan atau
displai, gambar atau desain (tiga dimensi dan berskala ukuran) ruang simpan atau pamer, berikut bahan (pustaka) rujukan atau (data pribadi) narasumber.
Kumpulan informasi dalam LIK, LKK, LDK dan DDT adalah dokumen penting di museum yang harus terawat dan dikelola dengan baik. Dokumen-dokumen ini secara fisik bisa berupa lembar kertas cetakan atau berupa format digital (soft-copy siap cetak, selanjutnya disingkat SCSC, yang mungkin tersimpan dalam CD). Pengelolaan dokumen kertas (termasuk CD, sebagai data mati) secara fisik yang biasanya dilakukan pustakawan atau arsiparis ini memerlukan folder, lemari simpan dan ruangan yang memadai. Tetapi pengelolaan kumpulan informasi pada LIK, LKK, LDK dan DDT dalam sistem database konservasi (Dasi) adalah yang paling umum dilakukan pada abad informasi saat ini.
Observasi terhadap 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 koleksi sebagai pembanding) yang dilakukan secara visual ini dengan mempertimbangkan lingkup data (data field) sebagaimana dimuat dalam Blangko Lembar Kondisi Koleksi (Umum) dan Lembar Kondisi Tekstil (Khusus), lihat halaman 06 dan 07. Laju percepatan kerusakan tekstil dengan mempertimbangkan usia relatif benda (URB), jenis bahan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai notasi jenis bahan dan disingkat NJB), kondisi benda saat pengamatan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai tingkat kerusakan benda dan disingkat TKB). Observasi ini dianalisis dengan sistem database khusus konservasi (dengan kode CuraTool), yang secara langsung dan otomatis menampilkan grafik sebagai hasil pembandingan antara URB, NJB dan TKB, lihat Gambar 2 hal. 11 dan Gambar 3 hal. 12. Analisis dari hasil observasi ini juga mempertimbangkan data-data LDK dan DDT.
B. Prosedur Observasi1. Mengamati benda koleksi secara menyeluruh (depan, belakang, samping kanan dan
kiri, serta bagian atas dan bawah). Dengan sangat hati-hati, angkat benda dengan kaus tangan untuk melihat bagian bawah koleksi. dan mendetail. Gunakan pensil untuk mengisi formulir Lembar Kondisi Koleksi (LKK), hindari penggunaan ballpoint dan alat tulis bertinta lain untuk menghindari resiko ternodanya koleksi dari alat tulis bertinta tersebut. Lepaskan jam tangan, gelang tangan, alat tulis atau benda apapun yang berada di kantong baju, name tag yang digantungkan di krah baju atau leher, dan hal-hal lain yang bisa beresiko terhadap koleksi yang akan kita amati (observasi).Penjelasan Lembar Kondisi Koleksi (LKK), lihat halaman 6 dan 7. Semua isian data (data field) pada Lembar Kondisi diberi nomor untuk kemudahan penjelasan dan pengkodean dalam hal untuk pembahasan (analisa data) berikut pelaporannya.a. Keterangan Pokok: No. Urut, No. Inv., Nama Benda, Asal Benda, Keterangan/ Deskripsi
Singkat, Ukuran, Kondisi dan Lokasi Benda. b. Bahan. Bahan pembentuk koleksi secara umum dikelompokkan menjadi: Logam,
Non-Logam, Selulose, Protein dan Lain-lain. Logam dan Non Logam dapat masuk kategori Anorganik, sedang Selulose dan Protein masuk kategori Organik. Jika
[ 05 ]
bahan organik dari binatang dimasukkan dalam kelompok Protein, sedangkan yang dari tumbuh-tumbuhan masuk ke dalam kelompok Selulose. Tetapi ada bahan yang masuk kelompok Lain-lain karena bahan tersebut memiliki komponen organik dan anorganik. Bahan tekstil tidak bisa dikelompokkan hanya di satu kelompok Organik, tetapi harus dipisahkan ke Protein (tekstil yang berbahan dasar sutera atau wol) atau ke Selulose (tekstil yang berbahan dasar kapas, rami, atau goni). Bahan pembersih yang bersifat asam agak kuat dapat merusak kain terbuat dari kapas tapi aman bagi kain yang terbuat dari sutera. Perhatikan Lembar Kondisi Koleksi (Umum) pada halaman 6, dan bandingkan dengan Lembar Kondisi Tekstil pada halaman 7.
c. Kondisi Benda Pada Saat Pengamatan. Kondisi keterawatan koleksi dikelompokkan menjadi Kerusakan Fisik (1. Rapuh, 2. Kotor, 3. Lemak, 4. Kelupas, 5. Gores, 6. Retak, 7. Patah, 8. Hilang, 9. Basah, 10. Kering, 11. Lain), Kerusakan Kimiawi (1. Lapuk, 2. Pudar, 3. Korosi, 4. Oksidasi, 5. Bau, 6. Noda, 7. Kristal garam, 8. Lain) dan Kerusakan Biotis (1. Jamur, 2. Insek, 3. Ganggang, 4. Lumut, 5. Lichens, 6. Lain). Kondisi rapuh (fragile) pada kelompok kerusakan fisik dibedakan dengan lapuk (brittle) pada kelompok kerusakan kimiawi, karena dalam pengertian ini rapuh bisa dimungkinkan menjadi agak kuat setelah proses kontrol kelembaban, sedangkan lapuk cenderung ke arah hancur dan tidak bisa direkondisi lagi.
d. Kondisi Iklim Mikro dan Makro Pada Saat Pengamatan. Dengan memper- timbangkan Lembar Data Klimatologi (LDK), serta memperhitungkan alat-alat ukur dan prosedur kalibrasi.Iklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya dicatat di Lembar Kondisi Koleksi (seperti pada halaman 6 dan 7). Kalau koleksi ditempatkan dalam lemari simpan berarti iklim mikro sama dengan yang ada didalam lemari simpan. Sedangkan yang iklim makro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada diluar iklim mikro. Data iklim makro biasanya dicatat di Lembar Data Klimatologi (halaman 18 dan 19). Weintraub (2002) menjelaskan pengertian dan perhitungan Equilibrium Moisture Content (EMC) dan EMC/RH isotherm bahan organik (kapas, linen, kertas, kayu, dsb.); serta kapasitas bu�ering (MH) dan rekondisi silicagel.
e. Usulan Perawatan dan Pengawetan. Dibahas secara lengkap di “Tekstil Tradisional: Pengenalan Bahan dan Teknik” dan “Konservasi Tekstil”;
f. Usulan Uji Bahan (Laboratorium). Melalui serangkaian proses observasi dari sekian banyak koleksi atau mempertimbangkan suatu kondisi tertentu terjadinya kerusakan pada koleksi, Konservator akan mengusulkan uji bahan. Uji bahan dimaksudkan untuk mengetahui proses terjadinya kerusakan dan atau penguatan data pendukung untuk keperluan studi konservasi dan koleksi tingkat lanjut. Studi tingkat lanjut ini bisa berupa pembuatan Alur Waktu (Timeline) bahan atau tehnik pembuatan suatu benda pada suatu masa atau periode tertentu, yang mana bahan atau tehnik ini sebagai bagian dari suatu koleksi yang tidak bisa digantikan (sebagai atribut teknologis).
g. Teknik Pengamatan. Teknik pengamataan adalah penjelasan dengan cara dan alat bantu apa pada saat seseorang mengamati kondisi keterawatan koleksi di museum.
2. Analisis Data Observasi. Analisis data observasi bisa dilakukan pada beberapa kemungkinan. Pertama
adalah analisis berdasarkan dari pengumpulan data proses perawatan dan pengawetan, data iklim pada lingkungan benda yang menjalani proses perawatan dan pengawetan, data iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, serta data-data pendukung lainnya. Kedua adalah analisis data hasil observasi dari sejumlah koleksi (kumpulan data hasil observasi sendiri). Ketiga adalah pembahasan berdasarkan gabungan dari langkah pertama dan kedua. Tetapi pokok bahasan utama tetap, yakni penyimpulan tentang kondisi keterawatan koleksi berkaitan dengan kondisi bahan, cara pembuatan dan kondisi iklim yang mengitarinya. Evaluasi dan tinjauan proses kerja perawatan dan pengawetan pada masa lalu dan masa akan datang juga akan dilakukan.
Entri data hasil survei lapangan pada Lembar Kondisi Tekstil (LKTe, hal. 07) ke dalam sistem database khusus konservasi, dan selanjutnya ditinjau dan diedit melalui Menu Daftar Editing dan Kontrol Data (Tabel 2, hal. 09). Ada konversi data teks ke bentuk numerik, sehingga data dapat langsung dipresentasikan dalam bentuk grafik. Konversi ini akan meliputi: Jenis Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB).
Notasi Jenis Bahan (NJB): untuk bahan selulose (kulit kayu, kapas, serat nanas, dan sejenisnya) memiliki angka 40 (warna hijau); untuk bahan protein (sutera, wool, kulit binatang, dan sejenisnya) memiliki angka 50 (warna kuning); untuk bahan logam memiliki angka 5 (warna merah); untuk kombinasi selulose dan logam memiliki angka 45 (warna hijau tua) dan untuk bahan kombinasi protein dan logam memiliki angka 55 (warna kuning tua). Di sini, Sistem Database Konservasi akan secara otomatis menampilkan Grafik Analisis Spontan (GAS) untuk mengetahui hubungan antara Usia (URB), Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB), lihat gambar 2 dan 3 pada halaman 11 dan 12.
Tingkat Kerusakan Benda (TKB) 10 berarti berkondisi Baik (warna hijau, prioritas konservasi: 5); 15 berarti berkondisi Cukup (warna kuning, prioritas: 4); 20 berarti berkondisi Rusak (warna merah muda, prioritas: 3); 25 berarti berkondisi Hancur (warna merah tua, prioritas: 2); 30 berarti berkondisi fisik benda bisa Baik, Cukup, Rusak atau Hancur tetapi jenis kerusakannya aktif, seperti indikasi serangan mikroorganisme atau insek, dan kondisi keasamannya/ pH pada saat pengamatan terlalu tinggi (warna merah tua sekali, prioritas: 1). Representasi grafik Bahan dan Kondisi koleksi ini juga dimaknai dengan adanya Usia Relatif Benda (URB) dan Kode Nomor Inventaris (KNI) untuk penyederhanaan, dan untuk melacak No. Inv. atau lokasi benda akan tetap dengan mudah dengan melihat Daftar (Tabel 2, hal. 09, atau Daftar Koleksi 01 sampai 10 terlampir). Dengan pemahaman ini, jika saat ini kita menjumpai kain katun berkondisi bagus (baik) tapi ada indikasi jamur atau tingkat keasamannya tinggi maka koleksi tersebut dikategorikan mengalami ancaman/ kerusakan aktif dan skala prioritas yang tadinya 5 menjadi 1 (indikator warna hijau berubah menjadi merah tua sekali).
Usia Relatif Benda (URB) akan muncul secara otomatis, jika kita telah mengisi kolom isian (data field) tahun perolehan benda. URB adalah hasil pengurangan tanggal sekarang (Today) dan Tanggal Perolehan Benda (TPB) Bilamana kita tidak mengetahui tahun perolehan koleksi maka perlu dilakukan Tafsir Usia Relatif Benda (TURB). Proses TURB diawali dengan memunculkan keseluruhan data, dan langkah berikutnya dengan mensortir nomor inventaris benda. Jika ada lima koleksi yang diketahui TPB-nya nomor 1 dan 5, maka setelah pensortiran akan diketahui bahwa URB koleksi nomor 2, 3 dan 4 adalah antara URB koleksi nomor 1 dan 5. Jika koleksi no 1 sebagai pembatas atas disebut sebagai Tanggal Perolehan Benda Atas (TPBA) dan koleksi no 5 sebagai Tanggal Perolehan Benda Bawah (TPBB). Dengan mengisi kolom TPBA dan TPBB maka sistem database secara otomatis menilai angka Tafsir Usia Relatif Benda (TURB), Lihat Tabel 2, hal. 09 atau Lampiran Daftar 01 sampai 10. Disinilah letak manfaat 800 koleksi pembanding untuk mempertajam hasil TURB dan validasi data lain, serta meminimalkan kesalahan interpretasi data. Sebagai gambaran, apabila analisis dipaksakan dengan hanya hasil observasi 200 koleksi untuk mengetahui usia relatif koleksi dengan KNI 2 sampai 9, sedangkan yang diketahui dengan KNI 1 dan 10. Maka tingkat kesalahan dari hasil pengamatan semakin besar dan akan berdampak pula pada penyimpulan laju atau percepatan kerusakan koleksi yang diamati.
C. Pembahasan ObservasiObservasi 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 sebagai pembanding)
memberikan gambaran bahwa pentingnya mempertahankan identitas pada setiap koleksi berupa nomor inventaris. No. Inv. ini harus ditulis dalam format angka 6 (enam digit), misalnya koleksi dengan nomor inventaris 11 a harus ditulis dengan 000011 a. Diawali dengan identitas no. inv. yang benar selanjutnya diikuti dengan nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan dilengkapi foto benda. Sistematika penulisan lokasi benda yang benar adalah menjelaskan lokasi gedung, ruang, nomor lemari dan laci. Keterangan dalam format gabungan teks dan numerik bisa dinotasikan lebih sederhana secara otomatis dalam sistem database komputer, misalnya: GB.ST5.011.02 berarti koleksi disimpan dalam Gedung B (GB), di ruang Storage Tekstil lantai 5 (ST5), lemari 11 (011) dan laci 2 (02). Foto yang melengkapi data koleksi harus dibuat link, dan dibuat otomatis menyimpan alamat berkas/ file foto dimana disimpan. No. inv., nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan foto benda adalah isian data (data field) pokok yang harus ditulis dalam mengisi lembar inventaris atau lembar kondisi koleksi.
Dari seribu koleksi tekstil menunjukkan bahwa 726 koleksi berkondisi baik, 115 berkondisi cukup (baik), 152 berkondisi rusak, 7 berkondisi hancur, dan 8 koleksi
mengalami kerusakan aktif. Dari 152 koleksi rusak menunjukkan pula 129 berbahan selulose (10 diantaranya ada komponen logamnya) dan 11 berbahan protein (1 diantaranya ada komponen logamnya), namun perlu diketahui dari seribu koleksi yang diamati memang 930 berbahan selulose. Tetapi data menunjukkan bahwa kain yang memiliki komponen logam lebih banyak yang mengalami kerusakan, perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.
Kisaran perolehan koleksi tekstil yang diamati adalah dari tahun 1867 (berumur relatif 148 tahun) dan tahun 1949 (berumur relatif 65 tahun). Dari pengamatan yang dirunut (disortir) menurut usia relatifnya, kain yang berumur semakin tua bukan berarti semakin rusak, atau sebaliknya: kain yang berumur semakin muda bukan berarti kain semakin baik kondisinya, perhatikan Gambar 3 halaman 12 dan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.
Analisis kerusakan dengan mempertimbangkan kandungan air (pada koleksi), kondisi pH dan data iklim pada masa lalu tidak dapat dilakukan karena “Conditional and Climatic Data” yang tersedia tidak tersinkronisasi dengan koleksi yang diobservasi. Format data yang ada masih dibuat konvensional (belum digital), sehingga sulit untuk analisisnya.
III. PENUTUPA. Kesimpulan
Dari hasil observasi 200 koleksi pilihan menunjukkan bahwa hanya 3 (1,5%) koleksi berkondisi Baik (Prioritas 5, kisaran usia relatif 74 sampai 134 tahun); 41 (20%) koleksi berkondisi Cukup (Prioritas 4, kisaran usia relatif 69 sampai 134 tahun); 149 (74%) koleksi berkondisi Rusak (Prioritas 3, kisaran usia 108 sampai 148 tahun); 7 (4%) koleksi berkondisi Hancur (Prioritas 2, kisaran usia 109 sampai 134 tahun) dan 8 (5%) koleksi mengalami kerusakan Aktif (Prioritas 1, kisaran usia relatif 113 sampai 134 tahun). Perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17. Gambaran hasil observasi terhadap 200 koleksi ini ditujukan pada koleksi rusak sehingga 1,5% dari 200 koleksi yang diobservasi bukan berarti sama kalau 1,5% dari seluruh koleksi Museum Nasional. (Perhatikan pembahasan halaman 11, ada 726 koleksi berkondisi baik di antara 1.000 koleksi yang diamati.)
Tekstil berserat selulose (kulit kayu, serat kapas, serat nanas, dsb.) dan berserat protein (sutera atau wool) yang beronamen logam cenderung mengalami kerusakan dengan prioritas tinggi (1, 2 dan 3). Usia relatif diatas 74 tahun pada tekstil berornamen logam juga lebih banyak mengalami kerusakan.
B. SaranObservasi terhadap 200 yang koleksi tekstil dengan tahun perolehan antara tahun
1867 dan 1950 ini lebih mengandalkan pengamatan visual dan perlu ditindak- lanjuti dengan uji bahan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Uji bahan diarahkan pada identifikasi serat secara laboratoris, cek pH, cek kandungan air pada serat dan cek kandungan logam lain (yang biasa digunakan pada proses pencelupan warna atau pada garam logam). Walaupun “conditional and climatic data” yang ada masih konvensional dan belum tersinkronisasi dengan 200 koleksi yang diobservasi, tetapi dari uraian diatas paling tidak telah membuktikan bahwa metode analisis yang menerapkan sistem database komputer mempermudah proses pekerjaan observasi. Hasil observasi dan analisis inipun sekaligus menjadi tolok ukur (benchmarking) keberhasilan usaha perawatan dan pengawetan tekstil di Museum Nasional setelah dicek untuk beberapa tahun yang akan datang.
Saran perawatan dari 200 koleksi tekstil yang telah diobservasi dapat dilihat dalam setiap lembar kondisi tekstil terlampir, adapun uraian dan rincian proses perawatan dapat dilihat di naskah “Konservasi Tekstil” (dapat diunduh di www.primastoria.net).
I. PENDAHULAUNA. Latar Belakang
Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Museum Nasional mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengumpulan, registrasi, perawatan, pengawetan, pengamanan, penyajian, publikasi, dan fasilitasi di bidang benda bernilai budaya berskala nasional (Permendikbud No. 48 Tahun 2012). Dalam rangka menjalankan fungsi perawatan dan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional, Museum Nasional memiliki Bidang Perawatan dan Pengawetan. Garis besar kegiatan bidang ini adalah:1. pelaksanaan observasi kondisi benda bernilai budaya berskala nasional;2. pelaksanaan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;3. pelaksanaan perawatan benda bernilai budaya berskala nasional;4. pelaksanaan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional; dan5. pelaksanaan pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.
Bidang Perawatan dan Pengawetan memilki tiga seksi, yaitu: Seksi Observasi, Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan. Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan penanganan serta uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan restorasi benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.
Seksi Observasi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan - Museum Nasional, memiliki rincian tugas:1. melakukan penyusunan program kerja Seksi dan konsep program kerja Bidang;2. melakukan pengamatan dan pendataan kondisi koleksi benda bernilai budaya
berskala nasional;3. melakukan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;4. melakukan klasifikasi kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;5. melakukan rekomendasi penanganan koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;6. melakukan penyusunan bahan bantuan teknis di bidang observasi koleksi benda
bernilai budaya berskala nasional;7. melakukan evaluasi pelaksanaan observasi benda bernilai budaya berskala nasional;8. melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen Seksi; dan
9. melakukan penyusunan laporan Seksi.
Garis besar dari tugas tersebut adalah mengamati benda secara utuh, mengenali/ identifikasi bahan dan cara pembuatan/ pembentukan benda, mengenali/ identifikasi kerusakan, menganalisis kerusakan yang kemungkinan diakibatkan oleh sifat bahan, kontruksi benda, faktor kondisi iklim (suhu dan kelembaban udara, cahaya dan polusi), serta kemungkinan kesalahan dalam penanganan. Dari hasil amatan dilanjutkan dengan
penyimpulan suatu kerusakan dan usulan perawatan dan pengawetan.
B. Landasan HukumPenyusunan Laporan Tahunan Perorangan pada Seksi Observasi – Bidang Perawatan
dan Pengawetan, MUSEUM NASIONAL, dengan mempertimbangkan: 1. UU No. 11 Tahun 2010 tentang CAGAR BUDAYA;2. UU No. 5 Tahun 2014 tentang APARATUR SIPIL NEGARA (ASN);3. PP No. 46 Thn. 2011 dan Perka BKN No. 1 Thn. 2013 tentang Sasaran Kerja PNS [SKP]; 4. PP No. 66 Tahun 2015 tentang MUSEUM;5. Permendikbud RI No. 48 Tahun 2012 tentang ORGANISASI & TATA KERJA MUSEUM
NASIONAL;6. Permendikbud RI No. 27 Tahun 2013 tentang RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL;7. Permen PANRB No. 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP (Standar
Operasional Prosedur);8. Perka BKN No. 1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 46 Tahun 2013
(Sasaran Kerja PNS [SKP]);9. Perka BKN No. 7 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Manajerial (SKM PNS);
10. Perka BKN No. 8 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Teknis (SKT PNS).
II. PEMBAHASAN OBSERVASIA. Dasar Teori
Tahapan pemeliharaan koleksi meliputi observasi, perawatan dan pengawetan. Proses observasi atau pengamatan yang dilakukan Seksi Observasi diawali dengan serangkain proses identifikasi dan klasifikasi bahan baik secara visual atau dengan uji bahan, mengamati dan mempelajari (jenis dan proses) kerusakan, dan bersama-sama dengan Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan akan memutuskan metode perawatan dan pengawetan secara tepat. Seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan seksi-seksi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan ini akan dievalusi secara klinis dengan mempertimbangkan ancangan analitik ilmiah atau empiris, yang selanjutnya disebut sebagai ‘studi atau kajian konservasi’. Dalam hal ini, identifikasi dan klasifikasi bahan dengan mempelajari data keterawatan koleksi, data kondisi iklim dan perangkat penunjang penyimpanan atau displai yang mengitarinya dalam rentang waktu tertentu (yang lazim disebut sebagai studi konservasi secara empiris). Contoh kajian empiris yang faktual adalah pendapat bahwa lilin lebah memiliki sifat tidak merusak kain dengan menunjukkan bukti fragmen kain yang terbungkus lilin yang sudah berumur ribuan tahun dari Mesir.
Sedangkan yang ilmiah adalah suatu kegiatan studi yang lebih mengedepankan pengetahuan teoritis dan pengamatan dengan menggunakan alat (modern). Contohnya pembuktian unsur logam sebagai garam logam pada proses pewarnaan dengan Spektroskopi Fluoresensi Sinar-X pada fragmen kain. Perhatikan Tabel 1 dan Gambar 1.
Rangkaian proses dan hasil kegiatan seksi-seksi dalam Bidang Perawatan dan Pengawetan (Bidang PP) akan terekam dalam formulir isian ‘Lembar Kondisi Koleksi’, selanjutnya disingkat LKK. LKK ini akan memuat informasi berkaitan nomor identitas dan nama koleksi, jenis bahan, jenis kerusakan (kondisi keterawatan), usulan perawatan (mencakup tindakan yang bersifat kuratif – restoratif atau penghentian proses kerusakan dan perbaikannya), serta usulan pengawetan (tindakan yang bersifat preventif atau penghambatan dari kemungkinan proses kerusakan). Menurut sifat dan jenis kerusakannya, Lembar Kondisi Koleksi (LKK) akan dikelompokkan menjadi LKK-Umum (Campuran), Logam, Batu, Keramik, Kayu, Tekstil, Kertas dan Lukisan. Kemudian Bidang PP ini juga melakukan survai kondisi klimatalogi yang informasinya dicantumkan dalam ‘Lembar Data Klimatologi’, yang selanjutnya disebut LDK. LDK memuat keterangan yang berhubungan dengan suhu dan kelembaban udara (suhu permukaan dan kadar air benda), intesitas cahaya, radiasi ultra-violet (UV), dan polusi udara. Data atau dokumen tambahan (DDT) juga diperlukan, dan bisa berupa data jenis bahan dan konstruksi lemari simpan atau
displai, gambar atau desain (tiga dimensi dan berskala ukuran) ruang simpan atau pamer, berikut bahan (pustaka) rujukan atau (data pribadi) narasumber.
Kumpulan informasi dalam LIK, LKK, LDK dan DDT adalah dokumen penting di museum yang harus terawat dan dikelola dengan baik. Dokumen-dokumen ini secara fisik bisa berupa lembar kertas cetakan atau berupa format digital (soft-copy siap cetak, selanjutnya disingkat SCSC, yang mungkin tersimpan dalam CD). Pengelolaan dokumen kertas (termasuk CD, sebagai data mati) secara fisik yang biasanya dilakukan pustakawan atau arsiparis ini memerlukan folder, lemari simpan dan ruangan yang memadai. Tetapi pengelolaan kumpulan informasi pada LIK, LKK, LDK dan DDT dalam sistem database konservasi (Dasi) adalah yang paling umum dilakukan pada abad informasi saat ini.
Observasi terhadap 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 koleksi sebagai pembanding) yang dilakukan secara visual ini dengan mempertimbangkan lingkup data (data field) sebagaimana dimuat dalam Blangko Lembar Kondisi Koleksi (Umum) dan Lembar Kondisi Tekstil (Khusus), lihat halaman 06 dan 07. Laju percepatan kerusakan tekstil dengan mempertimbangkan usia relatif benda (URB), jenis bahan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai notasi jenis bahan dan disingkat NJB), kondisi benda saat pengamatan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai tingkat kerusakan benda dan disingkat TKB). Observasi ini dianalisis dengan sistem database khusus konservasi (dengan kode CuraTool), yang secara langsung dan otomatis menampilkan grafik sebagai hasil pembandingan antara URB, NJB dan TKB, lihat Gambar 2 hal. 11 dan Gambar 3 hal. 12. Analisis dari hasil observasi ini juga mempertimbangkan data-data LDK dan DDT.
B. Prosedur Observasi1. Mengamati benda koleksi secara menyeluruh (depan, belakang, samping kanan dan
kiri, serta bagian atas dan bawah). Dengan sangat hati-hati, angkat benda dengan kaus tangan untuk melihat bagian bawah koleksi. dan mendetail. Gunakan pensil untuk mengisi formulir Lembar Kondisi Koleksi (LKK), hindari penggunaan ballpoint dan alat tulis bertinta lain untuk menghindari resiko ternodanya koleksi dari alat tulis bertinta tersebut. Lepaskan jam tangan, gelang tangan, alat tulis atau benda apapun yang berada di kantong baju, name tag yang digantungkan di krah baju atau leher, dan hal-hal lain yang bisa beresiko terhadap koleksi yang akan kita amati (observasi).Penjelasan Lembar Kondisi Koleksi (LKK), lihat halaman 6 dan 7. Semua isian data (data field) pada Lembar Kondisi diberi nomor untuk kemudahan penjelasan dan pengkodean dalam hal untuk pembahasan (analisa data) berikut pelaporannya.a. Keterangan Pokok: No. Urut, No. Inv., Nama Benda, Asal Benda, Keterangan/ Deskripsi
Singkat, Ukuran, Kondisi dan Lokasi Benda. b. Bahan. Bahan pembentuk koleksi secara umum dikelompokkan menjadi: Logam,
Non-Logam, Selulose, Protein dan Lain-lain. Logam dan Non Logam dapat masuk kategori Anorganik, sedang Selulose dan Protein masuk kategori Organik. Jika
[ 06 ]
bahan organik dari binatang dimasukkan dalam kelompok Protein, sedangkan yang dari tumbuh-tumbuhan masuk ke dalam kelompok Selulose. Tetapi ada bahan yang masuk kelompok Lain-lain karena bahan tersebut memiliki komponen organik dan anorganik. Bahan tekstil tidak bisa dikelompokkan hanya di satu kelompok Organik, tetapi harus dipisahkan ke Protein (tekstil yang berbahan dasar sutera atau wol) atau ke Selulose (tekstil yang berbahan dasar kapas, rami, atau goni). Bahan pembersih yang bersifat asam agak kuat dapat merusak kain terbuat dari kapas tapi aman bagi kain yang terbuat dari sutera. Perhatikan Lembar Kondisi Koleksi (Umum) pada halaman 6, dan bandingkan dengan Lembar Kondisi Tekstil pada halaman 7.
c. Kondisi Benda Pada Saat Pengamatan. Kondisi keterawatan koleksi dikelompokkan menjadi Kerusakan Fisik (1. Rapuh, 2. Kotor, 3. Lemak, 4. Kelupas, 5. Gores, 6. Retak, 7. Patah, 8. Hilang, 9. Basah, 10. Kering, 11. Lain), Kerusakan Kimiawi (1. Lapuk, 2. Pudar, 3. Korosi, 4. Oksidasi, 5. Bau, 6. Noda, 7. Kristal garam, 8. Lain) dan Kerusakan Biotis (1. Jamur, 2. Insek, 3. Ganggang, 4. Lumut, 5. Lichens, 6. Lain). Kondisi rapuh (fragile) pada kelompok kerusakan fisik dibedakan dengan lapuk (brittle) pada kelompok kerusakan kimiawi, karena dalam pengertian ini rapuh bisa dimungkinkan menjadi agak kuat setelah proses kontrol kelembaban, sedangkan lapuk cenderung ke arah hancur dan tidak bisa direkondisi lagi.
d. Kondisi Iklim Mikro dan Makro Pada Saat Pengamatan. Dengan memper- timbangkan Lembar Data Klimatologi (LDK), serta memperhitungkan alat-alat ukur dan prosedur kalibrasi.Iklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya dicatat di Lembar Kondisi Koleksi (seperti pada halaman 6 dan 7). Kalau koleksi ditempatkan dalam lemari simpan berarti iklim mikro sama dengan yang ada didalam lemari simpan. Sedangkan yang iklim makro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada diluar iklim mikro. Data iklim makro biasanya dicatat di Lembar Data Klimatologi (halaman 18 dan 19). Weintraub (2002) menjelaskan pengertian dan perhitungan Equilibrium Moisture Content (EMC) dan EMC/RH isotherm bahan organik (kapas, linen, kertas, kayu, dsb.); serta kapasitas bu�ering (MH) dan rekondisi silicagel.
e. Usulan Perawatan dan Pengawetan. Dibahas secara lengkap di “Tekstil Tradisional: Pengenalan Bahan dan Teknik” dan “Konservasi Tekstil”;
f. Usulan Uji Bahan (Laboratorium). Melalui serangkaian proses observasi dari sekian banyak koleksi atau mempertimbangkan suatu kondisi tertentu terjadinya kerusakan pada koleksi, Konservator akan mengusulkan uji bahan. Uji bahan dimaksudkan untuk mengetahui proses terjadinya kerusakan dan atau penguatan data pendukung untuk keperluan studi konservasi dan koleksi tingkat lanjut. Studi tingkat lanjut ini bisa berupa pembuatan Alur Waktu (Timeline) bahan atau tehnik pembuatan suatu benda pada suatu masa atau periode tertentu, yang mana bahan atau tehnik ini sebagai bagian dari suatu koleksi yang tidak bisa digantikan (sebagai atribut teknologis).
g. Teknik Pengamatan. Teknik pengamataan adalah penjelasan dengan cara dan alat bantu apa pada saat seseorang mengamati kondisi keterawatan koleksi di museum.
2. Analisis Data Observasi. Analisis data observasi bisa dilakukan pada beberapa kemungkinan. Pertama
adalah analisis berdasarkan dari pengumpulan data proses perawatan dan pengawetan, data iklim pada lingkungan benda yang menjalani proses perawatan dan pengawetan, data iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, serta data-data pendukung lainnya. Kedua adalah analisis data hasil observasi dari sejumlah koleksi (kumpulan data hasil observasi sendiri). Ketiga adalah pembahasan berdasarkan gabungan dari langkah pertama dan kedua. Tetapi pokok bahasan utama tetap, yakni penyimpulan tentang kondisi keterawatan koleksi berkaitan dengan kondisi bahan, cara pembuatan dan kondisi iklim yang mengitarinya. Evaluasi dan tinjauan proses kerja perawatan dan pengawetan pada masa lalu dan masa akan datang juga akan dilakukan.
Entri data hasil survei lapangan pada Lembar Kondisi Tekstil (LKTe, hal. 07) ke dalam sistem database khusus konservasi, dan selanjutnya ditinjau dan diedit melalui Menu Daftar Editing dan Kontrol Data (Tabel 2, hal. 09). Ada konversi data teks ke bentuk numerik, sehingga data dapat langsung dipresentasikan dalam bentuk grafik. Konversi ini akan meliputi: Jenis Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB).
Notasi Jenis Bahan (NJB): untuk bahan selulose (kulit kayu, kapas, serat nanas, dan sejenisnya) memiliki angka 40 (warna hijau); untuk bahan protein (sutera, wool, kulit binatang, dan sejenisnya) memiliki angka 50 (warna kuning); untuk bahan logam memiliki angka 5 (warna merah); untuk kombinasi selulose dan logam memiliki angka 45 (warna hijau tua) dan untuk bahan kombinasi protein dan logam memiliki angka 55 (warna kuning tua). Di sini, Sistem Database Konservasi akan secara otomatis menampilkan Grafik Analisis Spontan (GAS) untuk mengetahui hubungan antara Usia (URB), Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB), lihat gambar 2 dan 3 pada halaman 11 dan 12.
Tingkat Kerusakan Benda (TKB) 10 berarti berkondisi Baik (warna hijau, prioritas konservasi: 5); 15 berarti berkondisi Cukup (warna kuning, prioritas: 4); 20 berarti berkondisi Rusak (warna merah muda, prioritas: 3); 25 berarti berkondisi Hancur (warna merah tua, prioritas: 2); 30 berarti berkondisi fisik benda bisa Baik, Cukup, Rusak atau Hancur tetapi jenis kerusakannya aktif, seperti indikasi serangan mikroorganisme atau insek, dan kondisi keasamannya/ pH pada saat pengamatan terlalu tinggi (warna merah tua sekali, prioritas: 1). Representasi grafik Bahan dan Kondisi koleksi ini juga dimaknai dengan adanya Usia Relatif Benda (URB) dan Kode Nomor Inventaris (KNI) untuk penyederhanaan, dan untuk melacak No. Inv. atau lokasi benda akan tetap dengan mudah dengan melihat Daftar (Tabel 2, hal. 09, atau Daftar Koleksi 01 sampai 10 terlampir). Dengan pemahaman ini, jika saat ini kita menjumpai kain katun berkondisi bagus (baik) tapi ada indikasi jamur atau tingkat keasamannya tinggi maka koleksi tersebut dikategorikan mengalami ancaman/ kerusakan aktif dan skala prioritas yang tadinya 5 menjadi 1 (indikator warna hijau berubah menjadi merah tua sekali).
Usia Relatif Benda (URB) akan muncul secara otomatis, jika kita telah mengisi kolom isian (data field) tahun perolehan benda. URB adalah hasil pengurangan tanggal sekarang (Today) dan Tanggal Perolehan Benda (TPB) Bilamana kita tidak mengetahui tahun perolehan koleksi maka perlu dilakukan Tafsir Usia Relatif Benda (TURB). Proses TURB diawali dengan memunculkan keseluruhan data, dan langkah berikutnya dengan mensortir nomor inventaris benda. Jika ada lima koleksi yang diketahui TPB-nya nomor 1 dan 5, maka setelah pensortiran akan diketahui bahwa URB koleksi nomor 2, 3 dan 4 adalah antara URB koleksi nomor 1 dan 5. Jika koleksi no 1 sebagai pembatas atas disebut sebagai Tanggal Perolehan Benda Atas (TPBA) dan koleksi no 5 sebagai Tanggal Perolehan Benda Bawah (TPBB). Dengan mengisi kolom TPBA dan TPBB maka sistem database secara otomatis menilai angka Tafsir Usia Relatif Benda (TURB), Lihat Tabel 2, hal. 09 atau Lampiran Daftar 01 sampai 10. Disinilah letak manfaat 800 koleksi pembanding untuk mempertajam hasil TURB dan validasi data lain, serta meminimalkan kesalahan interpretasi data. Sebagai gambaran, apabila analisis dipaksakan dengan hanya hasil observasi 200 koleksi untuk mengetahui usia relatif koleksi dengan KNI 2 sampai 9, sedangkan yang diketahui dengan KNI 1 dan 10. Maka tingkat kesalahan dari hasil pengamatan semakin besar dan akan berdampak pula pada penyimpulan laju atau percepatan kerusakan koleksi yang diamati.
C. Pembahasan ObservasiObservasi 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 sebagai pembanding)
memberikan gambaran bahwa pentingnya mempertahankan identitas pada setiap koleksi berupa nomor inventaris. No. Inv. ini harus ditulis dalam format angka 6 (enam digit), misalnya koleksi dengan nomor inventaris 11 a harus ditulis dengan 000011 a. Diawali dengan identitas no. inv. yang benar selanjutnya diikuti dengan nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan dilengkapi foto benda. Sistematika penulisan lokasi benda yang benar adalah menjelaskan lokasi gedung, ruang, nomor lemari dan laci. Keterangan dalam format gabungan teks dan numerik bisa dinotasikan lebih sederhana secara otomatis dalam sistem database komputer, misalnya: GB.ST5.011.02 berarti koleksi disimpan dalam Gedung B (GB), di ruang Storage Tekstil lantai 5 (ST5), lemari 11 (011) dan laci 2 (02). Foto yang melengkapi data koleksi harus dibuat link, dan dibuat otomatis menyimpan alamat berkas/ file foto dimana disimpan. No. inv., nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan foto benda adalah isian data (data field) pokok yang harus ditulis dalam mengisi lembar inventaris atau lembar kondisi koleksi.
Dari seribu koleksi tekstil menunjukkan bahwa 726 koleksi berkondisi baik, 115 berkondisi cukup (baik), 152 berkondisi rusak, 7 berkondisi hancur, dan 8 koleksi
mengalami kerusakan aktif. Dari 152 koleksi rusak menunjukkan pula 129 berbahan selulose (10 diantaranya ada komponen logamnya) dan 11 berbahan protein (1 diantaranya ada komponen logamnya), namun perlu diketahui dari seribu koleksi yang diamati memang 930 berbahan selulose. Tetapi data menunjukkan bahwa kain yang memiliki komponen logam lebih banyak yang mengalami kerusakan, perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.
Kisaran perolehan koleksi tekstil yang diamati adalah dari tahun 1867 (berumur relatif 148 tahun) dan tahun 1949 (berumur relatif 65 tahun). Dari pengamatan yang dirunut (disortir) menurut usia relatifnya, kain yang berumur semakin tua bukan berarti semakin rusak, atau sebaliknya: kain yang berumur semakin muda bukan berarti kain semakin baik kondisinya, perhatikan Gambar 3 halaman 12 dan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.
Analisis kerusakan dengan mempertimbangkan kandungan air (pada koleksi), kondisi pH dan data iklim pada masa lalu tidak dapat dilakukan karena “Conditional and Climatic Data” yang tersedia tidak tersinkronisasi dengan koleksi yang diobservasi. Format data yang ada masih dibuat konvensional (belum digital), sehingga sulit untuk analisisnya.
III. PENUTUPA. Kesimpulan
Dari hasil observasi 200 koleksi pilihan menunjukkan bahwa hanya 3 (1,5%) koleksi berkondisi Baik (Prioritas 5, kisaran usia relatif 74 sampai 134 tahun); 41 (20%) koleksi berkondisi Cukup (Prioritas 4, kisaran usia relatif 69 sampai 134 tahun); 149 (74%) koleksi berkondisi Rusak (Prioritas 3, kisaran usia 108 sampai 148 tahun); 7 (4%) koleksi berkondisi Hancur (Prioritas 2, kisaran usia 109 sampai 134 tahun) dan 8 (5%) koleksi mengalami kerusakan Aktif (Prioritas 1, kisaran usia relatif 113 sampai 134 tahun). Perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17. Gambaran hasil observasi terhadap 200 koleksi ini ditujukan pada koleksi rusak sehingga 1,5% dari 200 koleksi yang diobservasi bukan berarti sama kalau 1,5% dari seluruh koleksi Museum Nasional. (Perhatikan pembahasan halaman 11, ada 726 koleksi berkondisi baik di antara 1.000 koleksi yang diamati.)
Tekstil berserat selulose (kulit kayu, serat kapas, serat nanas, dsb.) dan berserat protein (sutera atau wool) yang beronamen logam cenderung mengalami kerusakan dengan prioritas tinggi (1, 2 dan 3). Usia relatif diatas 74 tahun pada tekstil berornamen logam juga lebih banyak mengalami kerusakan.
B. SaranObservasi terhadap 200 yang koleksi tekstil dengan tahun perolehan antara tahun
1867 dan 1950 ini lebih mengandalkan pengamatan visual dan perlu ditindak- lanjuti dengan uji bahan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Uji bahan diarahkan pada identifikasi serat secara laboratoris, cek pH, cek kandungan air pada serat dan cek kandungan logam lain (yang biasa digunakan pada proses pencelupan warna atau pada garam logam). Walaupun “conditional and climatic data” yang ada masih konvensional dan belum tersinkronisasi dengan 200 koleksi yang diobservasi, tetapi dari uraian diatas paling tidak telah membuktikan bahwa metode analisis yang menerapkan sistem database komputer mempermudah proses pekerjaan observasi. Hasil observasi dan analisis inipun sekaligus menjadi tolok ukur (benchmarking) keberhasilan usaha perawatan dan pengawetan tekstil di Museum Nasional setelah dicek untuk beberapa tahun yang akan datang.
Saran perawatan dari 200 koleksi tekstil yang telah diobservasi dapat dilihat dalam setiap lembar kondisi tekstil terlampir, adapun uraian dan rincian proses perawatan dapat dilihat di naskah “Konservasi Tekstil” (dapat diunduh di www.primastoria.net).
LEMBAR KONDISI KOLEKSIForm. LKKo-Umum/PSI/2014
No. No. Inv. Nama Benda Ukuran KondisiKeterangan
I. BAHAN :
A. Non Logam1. Batu2. Kaca3. Keramik4. Plester5. Semen6. Lain
B. Logam1. Emas2. Perak3. Timah4.
Tembaga5. Besi6. Lain
C. Selulose1. Kayu2. Kulit3. Bambu4. Rotan5. Anyaman6. 7. Lain
D. Protein1. Kulit2. Bulu3. 4. Lain
E. Lain-lain1. Tulang2. Kerang3. Pigmen/ Cat4. Manik-manik5. Resin6. Lain
ORG
ANIK
ANO
RGAN
IK
II. KONDISI SAAT PENGAMATAN :A. Fisik
01. Rapuh02. Kotor03. Lemak04. Kelupas05. Gores06. Retak07. Patah08. Hilang09. Basah10. Kering11. Lain
B. Kimiawi1. Lapuk2. Pudar3. Korosi4. Oksidasi garam
8. Lain
5. Bau6. Noda7. Kristal
C. 1. Jamur (Fungi)2. Serangga (Insect)3. Ganggang (Algae)4. Lumut (Moss)5. Lumut-kerak (Lichens)6. Lain
[ ....... %][ ....... %]
[ ....... %][ ....... %]
[ ...... %]
No. Foto:
D. Catatan: .................................................................................................................
III. KONDISI IKLIM DAN BENDA SAAT PENGAMATAN :A. Intensitas Cahaya (Lux)B. Radiasi UV (μW/Lmn) -C. Suhu Udara (0C) --------D. Suhu Permukaan (0C) --
E. Kelembaban Udara (%) F. Kandungan Air (%) --G. Keasaman (pH) ------H. Polusi Udara ----------
I. Catatan: ......................................................................................................................
= ......... (........)= ......... (........)= ......... (........)= ......... (........)
= ......... (........)= ......... (........)= ......... (........)= ......... (........)
IV. USULAN PERAWATAN DAN PENGAWETAN :
V. USULAN UJI BAHAN (LAB) DAN TAMBAHAN :.........................................................................................................................................
VI. TEKNIK PENGAMATANA. Mata biasa (tanpa-alat)B. Kaca PembesarC. Mikroskop. ................ XD. .......................................E. .......................................F. ........................................
VII. TANGGAL PENGAMATAN
TandatanganObservator,
Konservator,dll.
Nama : ..............................................
(DD/MM/YYYY) ............................................
..........................
..........................
F. Catatan
Prioritas Tindakan :Lokasi Benda : A . Segera C. RendahB. Sedang
Biotis
Tekstil
Tekstil
Baik Cukup Rusak..........................Hancur Aktif
7.
Perunggu
A. Pembersihan1. kotoran/ debu dengan:
2.
karat, noda, dll. dengan cara:3.
4.
B. Penguatan/ konsolidasi1. Perlakuan benda rapuh dengan:
2. Penguatan benda rapuh dengan:
3.
C. Restorasi1. Pengembalian bentuk/ warna
(pendempulan, araldite, tusir warna, dll)2. Perbaikan fungsi / mekanis benda
(reparasi mekanis, penggantian bahan, dll)3. Lain
D. Pengawetan1. Stabilisasi karat (menghambat, menghentikan
proses korosi, dll.)2.
3.
4.
5. LainE. Treatmen Tambahan dan Catatan
............................................................
............................................................
Mematikan jamur, insek dengan:
Mematikan ganggang, lumut, jamur kerak dg.:larutan 1% Hivar XL, atau ....................... Coating/ laminasi dengan:
Lain
lemak/ minyak dengan:
Lain
a. kwas b. vacuum c. pelarut aird. pelarut kimia e. mekanisf. lain .................................................
a. mekanis b. kimia c. elektrolisisd. lain .................................................
a. air + deterjen b. etanol + deterjenc. pelarut kimia d. lain .....................
...................................................
b. konsolidan (penyemprotan perekat, dll.)
a. penguatan konstruksi (mounting, pendobelan kain, dll.)
c. lain ..................................................
..................................................
.......................................................
a. fumigasi b. pendinginan (freezing)c. lain ................................................
a. lilin mikrokristalinb. Paraloid B72 (....... % w/v in ..............)c. lain ..........................................
a. uap air b. minyakd. lain .................................................
c. meratakan
..........................
..........................
.............................
...................................
...................................................
.........................
.........................
E.
I. PENDAHULAUNA. Latar Belakang
Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Museum Nasional mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengumpulan, registrasi, perawatan, pengawetan, pengamanan, penyajian, publikasi, dan fasilitasi di bidang benda bernilai budaya berskala nasional (Permendikbud No. 48 Tahun 2012). Dalam rangka menjalankan fungsi perawatan dan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional, Museum Nasional memiliki Bidang Perawatan dan Pengawetan. Garis besar kegiatan bidang ini adalah:1. pelaksanaan observasi kondisi benda bernilai budaya berskala nasional;2. pelaksanaan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;3. pelaksanaan perawatan benda bernilai budaya berskala nasional;4. pelaksanaan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional; dan5. pelaksanaan pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.
Bidang Perawatan dan Pengawetan memilki tiga seksi, yaitu: Seksi Observasi, Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan. Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan penanganan serta uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan restorasi benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.
Seksi Observasi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan - Museum Nasional, memiliki rincian tugas:1. melakukan penyusunan program kerja Seksi dan konsep program kerja Bidang;2. melakukan pengamatan dan pendataan kondisi koleksi benda bernilai budaya
berskala nasional;3. melakukan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;4. melakukan klasifikasi kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;5. melakukan rekomendasi penanganan koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;6. melakukan penyusunan bahan bantuan teknis di bidang observasi koleksi benda
bernilai budaya berskala nasional;7. melakukan evaluasi pelaksanaan observasi benda bernilai budaya berskala nasional;8. melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen Seksi; dan
9. melakukan penyusunan laporan Seksi.
Garis besar dari tugas tersebut adalah mengamati benda secara utuh, mengenali/ identifikasi bahan dan cara pembuatan/ pembentukan benda, mengenali/ identifikasi kerusakan, menganalisis kerusakan yang kemungkinan diakibatkan oleh sifat bahan, kontruksi benda, faktor kondisi iklim (suhu dan kelembaban udara, cahaya dan polusi), serta kemungkinan kesalahan dalam penanganan. Dari hasil amatan dilanjutkan dengan
penyimpulan suatu kerusakan dan usulan perawatan dan pengawetan.
B. Landasan HukumPenyusunan Laporan Tahunan Perorangan pada Seksi Observasi – Bidang Perawatan
dan Pengawetan, MUSEUM NASIONAL, dengan mempertimbangkan: 1. UU No. 11 Tahun 2010 tentang CAGAR BUDAYA;2. UU No. 5 Tahun 2014 tentang APARATUR SIPIL NEGARA (ASN);3. PP No. 46 Thn. 2011 dan Perka BKN No. 1 Thn. 2013 tentang Sasaran Kerja PNS [SKP]; 4. PP No. 66 Tahun 2015 tentang MUSEUM;5. Permendikbud RI No. 48 Tahun 2012 tentang ORGANISASI & TATA KERJA MUSEUM
NASIONAL;6. Permendikbud RI No. 27 Tahun 2013 tentang RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL;7. Permen PANRB No. 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP (Standar
Operasional Prosedur);8. Perka BKN No. 1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 46 Tahun 2013
(Sasaran Kerja PNS [SKP]);9. Perka BKN No. 7 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Manajerial (SKM PNS);
10. Perka BKN No. 8 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Teknis (SKT PNS).
II. PEMBAHASAN OBSERVASIA. Dasar Teori
Tahapan pemeliharaan koleksi meliputi observasi, perawatan dan pengawetan. Proses observasi atau pengamatan yang dilakukan Seksi Observasi diawali dengan serangkain proses identifikasi dan klasifikasi bahan baik secara visual atau dengan uji bahan, mengamati dan mempelajari (jenis dan proses) kerusakan, dan bersama-sama dengan Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan akan memutuskan metode perawatan dan pengawetan secara tepat. Seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan seksi-seksi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan ini akan dievalusi secara klinis dengan mempertimbangkan ancangan analitik ilmiah atau empiris, yang selanjutnya disebut sebagai ‘studi atau kajian konservasi’. Dalam hal ini, identifikasi dan klasifikasi bahan dengan mempelajari data keterawatan koleksi, data kondisi iklim dan perangkat penunjang penyimpanan atau displai yang mengitarinya dalam rentang waktu tertentu (yang lazim disebut sebagai studi konservasi secara empiris). Contoh kajian empiris yang faktual adalah pendapat bahwa lilin lebah memiliki sifat tidak merusak kain dengan menunjukkan bukti fragmen kain yang terbungkus lilin yang sudah berumur ribuan tahun dari Mesir.
Sedangkan yang ilmiah adalah suatu kegiatan studi yang lebih mengedepankan pengetahuan teoritis dan pengamatan dengan menggunakan alat (modern). Contohnya pembuktian unsur logam sebagai garam logam pada proses pewarnaan dengan Spektroskopi Fluoresensi Sinar-X pada fragmen kain. Perhatikan Tabel 1 dan Gambar 1.
Rangkaian proses dan hasil kegiatan seksi-seksi dalam Bidang Perawatan dan Pengawetan (Bidang PP) akan terekam dalam formulir isian ‘Lembar Kondisi Koleksi’, selanjutnya disingkat LKK. LKK ini akan memuat informasi berkaitan nomor identitas dan nama koleksi, jenis bahan, jenis kerusakan (kondisi keterawatan), usulan perawatan (mencakup tindakan yang bersifat kuratif – restoratif atau penghentian proses kerusakan dan perbaikannya), serta usulan pengawetan (tindakan yang bersifat preventif atau penghambatan dari kemungkinan proses kerusakan). Menurut sifat dan jenis kerusakannya, Lembar Kondisi Koleksi (LKK) akan dikelompokkan menjadi LKK-Umum (Campuran), Logam, Batu, Keramik, Kayu, Tekstil, Kertas dan Lukisan. Kemudian Bidang PP ini juga melakukan survai kondisi klimatalogi yang informasinya dicantumkan dalam ‘Lembar Data Klimatologi’, yang selanjutnya disebut LDK. LDK memuat keterangan yang berhubungan dengan suhu dan kelembaban udara (suhu permukaan dan kadar air benda), intesitas cahaya, radiasi ultra-violet (UV), dan polusi udara. Data atau dokumen tambahan (DDT) juga diperlukan, dan bisa berupa data jenis bahan dan konstruksi lemari simpan atau
displai, gambar atau desain (tiga dimensi dan berskala ukuran) ruang simpan atau pamer, berikut bahan (pustaka) rujukan atau (data pribadi) narasumber.
Kumpulan informasi dalam LIK, LKK, LDK dan DDT adalah dokumen penting di museum yang harus terawat dan dikelola dengan baik. Dokumen-dokumen ini secara fisik bisa berupa lembar kertas cetakan atau berupa format digital (soft-copy siap cetak, selanjutnya disingkat SCSC, yang mungkin tersimpan dalam CD). Pengelolaan dokumen kertas (termasuk CD, sebagai data mati) secara fisik yang biasanya dilakukan pustakawan atau arsiparis ini memerlukan folder, lemari simpan dan ruangan yang memadai. Tetapi pengelolaan kumpulan informasi pada LIK, LKK, LDK dan DDT dalam sistem database konservasi (Dasi) adalah yang paling umum dilakukan pada abad informasi saat ini.
Observasi terhadap 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 koleksi sebagai pembanding) yang dilakukan secara visual ini dengan mempertimbangkan lingkup data (data field) sebagaimana dimuat dalam Blangko Lembar Kondisi Koleksi (Umum) dan Lembar Kondisi Tekstil (Khusus), lihat halaman 06 dan 07. Laju percepatan kerusakan tekstil dengan mempertimbangkan usia relatif benda (URB), jenis bahan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai notasi jenis bahan dan disingkat NJB), kondisi benda saat pengamatan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai tingkat kerusakan benda dan disingkat TKB). Observasi ini dianalisis dengan sistem database khusus konservasi (dengan kode CuraTool), yang secara langsung dan otomatis menampilkan grafik sebagai hasil pembandingan antara URB, NJB dan TKB, lihat Gambar 2 hal. 11 dan Gambar 3 hal. 12. Analisis dari hasil observasi ini juga mempertimbangkan data-data LDK dan DDT.
B. Prosedur Observasi1. Mengamati benda koleksi secara menyeluruh (depan, belakang, samping kanan dan
kiri, serta bagian atas dan bawah). Dengan sangat hati-hati, angkat benda dengan kaus tangan untuk melihat bagian bawah koleksi. dan mendetail. Gunakan pensil untuk mengisi formulir Lembar Kondisi Koleksi (LKK), hindari penggunaan ballpoint dan alat tulis bertinta lain untuk menghindari resiko ternodanya koleksi dari alat tulis bertinta tersebut. Lepaskan jam tangan, gelang tangan, alat tulis atau benda apapun yang berada di kantong baju, name tag yang digantungkan di krah baju atau leher, dan hal-hal lain yang bisa beresiko terhadap koleksi yang akan kita amati (observasi).Penjelasan Lembar Kondisi Koleksi (LKK), lihat halaman 6 dan 7. Semua isian data (data field) pada Lembar Kondisi diberi nomor untuk kemudahan penjelasan dan pengkodean dalam hal untuk pembahasan (analisa data) berikut pelaporannya.a. Keterangan Pokok: No. Urut, No. Inv., Nama Benda, Asal Benda, Keterangan/ Deskripsi
Singkat, Ukuran, Kondisi dan Lokasi Benda. b. Bahan. Bahan pembentuk koleksi secara umum dikelompokkan menjadi: Logam,
Non-Logam, Selulose, Protein dan Lain-lain. Logam dan Non Logam dapat masuk kategori Anorganik, sedang Selulose dan Protein masuk kategori Organik. Jika
[ 07 ]
bahan organik dari binatang dimasukkan dalam kelompok Protein, sedangkan yang dari tumbuh-tumbuhan masuk ke dalam kelompok Selulose. Tetapi ada bahan yang masuk kelompok Lain-lain karena bahan tersebut memiliki komponen organik dan anorganik. Bahan tekstil tidak bisa dikelompokkan hanya di satu kelompok Organik, tetapi harus dipisahkan ke Protein (tekstil yang berbahan dasar sutera atau wol) atau ke Selulose (tekstil yang berbahan dasar kapas, rami, atau goni). Bahan pembersih yang bersifat asam agak kuat dapat merusak kain terbuat dari kapas tapi aman bagi kain yang terbuat dari sutera. Perhatikan Lembar Kondisi Koleksi (Umum) pada halaman 6, dan bandingkan dengan Lembar Kondisi Tekstil pada halaman 7.
c. Kondisi Benda Pada Saat Pengamatan. Kondisi keterawatan koleksi dikelompokkan menjadi Kerusakan Fisik (1. Rapuh, 2. Kotor, 3. Lemak, 4. Kelupas, 5. Gores, 6. Retak, 7. Patah, 8. Hilang, 9. Basah, 10. Kering, 11. Lain), Kerusakan Kimiawi (1. Lapuk, 2. Pudar, 3. Korosi, 4. Oksidasi, 5. Bau, 6. Noda, 7. Kristal garam, 8. Lain) dan Kerusakan Biotis (1. Jamur, 2. Insek, 3. Ganggang, 4. Lumut, 5. Lichens, 6. Lain). Kondisi rapuh (fragile) pada kelompok kerusakan fisik dibedakan dengan lapuk (brittle) pada kelompok kerusakan kimiawi, karena dalam pengertian ini rapuh bisa dimungkinkan menjadi agak kuat setelah proses kontrol kelembaban, sedangkan lapuk cenderung ke arah hancur dan tidak bisa direkondisi lagi.
d. Kondisi Iklim Mikro dan Makro Pada Saat Pengamatan. Dengan memper- timbangkan Lembar Data Klimatologi (LDK), serta memperhitungkan alat-alat ukur dan prosedur kalibrasi.Iklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya dicatat di Lembar Kondisi Koleksi (seperti pada halaman 6 dan 7). Kalau koleksi ditempatkan dalam lemari simpan berarti iklim mikro sama dengan yang ada didalam lemari simpan. Sedangkan yang iklim makro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada diluar iklim mikro. Data iklim makro biasanya dicatat di Lembar Data Klimatologi (halaman 18 dan 19). Weintraub (2002) menjelaskan pengertian dan perhitungan Equilibrium Moisture Content (EMC) dan EMC/RH isotherm bahan organik (kapas, linen, kertas, kayu, dsb.); serta kapasitas bu�ering (MH) dan rekondisi silicagel.
e. Usulan Perawatan dan Pengawetan. Dibahas secara lengkap di “Tekstil Tradisional: Pengenalan Bahan dan Teknik” dan “Konservasi Tekstil”;
f. Usulan Uji Bahan (Laboratorium). Melalui serangkaian proses observasi dari sekian banyak koleksi atau mempertimbangkan suatu kondisi tertentu terjadinya kerusakan pada koleksi, Konservator akan mengusulkan uji bahan. Uji bahan dimaksudkan untuk mengetahui proses terjadinya kerusakan dan atau penguatan data pendukung untuk keperluan studi konservasi dan koleksi tingkat lanjut. Studi tingkat lanjut ini bisa berupa pembuatan Alur Waktu (Timeline) bahan atau tehnik pembuatan suatu benda pada suatu masa atau periode tertentu, yang mana bahan atau tehnik ini sebagai bagian dari suatu koleksi yang tidak bisa digantikan (sebagai atribut teknologis).
g. Teknik Pengamatan. Teknik pengamataan adalah penjelasan dengan cara dan alat bantu apa pada saat seseorang mengamati kondisi keterawatan koleksi di museum.
2. Analisis Data Observasi. Analisis data observasi bisa dilakukan pada beberapa kemungkinan. Pertama
adalah analisis berdasarkan dari pengumpulan data proses perawatan dan pengawetan, data iklim pada lingkungan benda yang menjalani proses perawatan dan pengawetan, data iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, serta data-data pendukung lainnya. Kedua adalah analisis data hasil observasi dari sejumlah koleksi (kumpulan data hasil observasi sendiri). Ketiga adalah pembahasan berdasarkan gabungan dari langkah pertama dan kedua. Tetapi pokok bahasan utama tetap, yakni penyimpulan tentang kondisi keterawatan koleksi berkaitan dengan kondisi bahan, cara pembuatan dan kondisi iklim yang mengitarinya. Evaluasi dan tinjauan proses kerja perawatan dan pengawetan pada masa lalu dan masa akan datang juga akan dilakukan.
Entri data hasil survei lapangan pada Lembar Kondisi Tekstil (LKTe, hal. 07) ke dalam sistem database khusus konservasi, dan selanjutnya ditinjau dan diedit melalui Menu Daftar Editing dan Kontrol Data (Tabel 2, hal. 09). Ada konversi data teks ke bentuk numerik, sehingga data dapat langsung dipresentasikan dalam bentuk grafik. Konversi ini akan meliputi: Jenis Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB).
Notasi Jenis Bahan (NJB): untuk bahan selulose (kulit kayu, kapas, serat nanas, dan sejenisnya) memiliki angka 40 (warna hijau); untuk bahan protein (sutera, wool, kulit binatang, dan sejenisnya) memiliki angka 50 (warna kuning); untuk bahan logam memiliki angka 5 (warna merah); untuk kombinasi selulose dan logam memiliki angka 45 (warna hijau tua) dan untuk bahan kombinasi protein dan logam memiliki angka 55 (warna kuning tua). Di sini, Sistem Database Konservasi akan secara otomatis menampilkan Grafik Analisis Spontan (GAS) untuk mengetahui hubungan antara Usia (URB), Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB), lihat gambar 2 dan 3 pada halaman 11 dan 12.
Tingkat Kerusakan Benda (TKB) 10 berarti berkondisi Baik (warna hijau, prioritas konservasi: 5); 15 berarti berkondisi Cukup (warna kuning, prioritas: 4); 20 berarti berkondisi Rusak (warna merah muda, prioritas: 3); 25 berarti berkondisi Hancur (warna merah tua, prioritas: 2); 30 berarti berkondisi fisik benda bisa Baik, Cukup, Rusak atau Hancur tetapi jenis kerusakannya aktif, seperti indikasi serangan mikroorganisme atau insek, dan kondisi keasamannya/ pH pada saat pengamatan terlalu tinggi (warna merah tua sekali, prioritas: 1). Representasi grafik Bahan dan Kondisi koleksi ini juga dimaknai dengan adanya Usia Relatif Benda (URB) dan Kode Nomor Inventaris (KNI) untuk penyederhanaan, dan untuk melacak No. Inv. atau lokasi benda akan tetap dengan mudah dengan melihat Daftar (Tabel 2, hal. 09, atau Daftar Koleksi 01 sampai 10 terlampir). Dengan pemahaman ini, jika saat ini kita menjumpai kain katun berkondisi bagus (baik) tapi ada indikasi jamur atau tingkat keasamannya tinggi maka koleksi tersebut dikategorikan mengalami ancaman/ kerusakan aktif dan skala prioritas yang tadinya 5 menjadi 1 (indikator warna hijau berubah menjadi merah tua sekali).
Usia Relatif Benda (URB) akan muncul secara otomatis, jika kita telah mengisi kolom isian (data field) tahun perolehan benda. URB adalah hasil pengurangan tanggal sekarang (Today) dan Tanggal Perolehan Benda (TPB) Bilamana kita tidak mengetahui tahun perolehan koleksi maka perlu dilakukan Tafsir Usia Relatif Benda (TURB). Proses TURB diawali dengan memunculkan keseluruhan data, dan langkah berikutnya dengan mensortir nomor inventaris benda. Jika ada lima koleksi yang diketahui TPB-nya nomor 1 dan 5, maka setelah pensortiran akan diketahui bahwa URB koleksi nomor 2, 3 dan 4 adalah antara URB koleksi nomor 1 dan 5. Jika koleksi no 1 sebagai pembatas atas disebut sebagai Tanggal Perolehan Benda Atas (TPBA) dan koleksi no 5 sebagai Tanggal Perolehan Benda Bawah (TPBB). Dengan mengisi kolom TPBA dan TPBB maka sistem database secara otomatis menilai angka Tafsir Usia Relatif Benda (TURB), Lihat Tabel 2, hal. 09 atau Lampiran Daftar 01 sampai 10. Disinilah letak manfaat 800 koleksi pembanding untuk mempertajam hasil TURB dan validasi data lain, serta meminimalkan kesalahan interpretasi data. Sebagai gambaran, apabila analisis dipaksakan dengan hanya hasil observasi 200 koleksi untuk mengetahui usia relatif koleksi dengan KNI 2 sampai 9, sedangkan yang diketahui dengan KNI 1 dan 10. Maka tingkat kesalahan dari hasil pengamatan semakin besar dan akan berdampak pula pada penyimpulan laju atau percepatan kerusakan koleksi yang diamati.
C. Pembahasan ObservasiObservasi 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 sebagai pembanding)
memberikan gambaran bahwa pentingnya mempertahankan identitas pada setiap koleksi berupa nomor inventaris. No. Inv. ini harus ditulis dalam format angka 6 (enam digit), misalnya koleksi dengan nomor inventaris 11 a harus ditulis dengan 000011 a. Diawali dengan identitas no. inv. yang benar selanjutnya diikuti dengan nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan dilengkapi foto benda. Sistematika penulisan lokasi benda yang benar adalah menjelaskan lokasi gedung, ruang, nomor lemari dan laci. Keterangan dalam format gabungan teks dan numerik bisa dinotasikan lebih sederhana secara otomatis dalam sistem database komputer, misalnya: GB.ST5.011.02 berarti koleksi disimpan dalam Gedung B (GB), di ruang Storage Tekstil lantai 5 (ST5), lemari 11 (011) dan laci 2 (02). Foto yang melengkapi data koleksi harus dibuat link, dan dibuat otomatis menyimpan alamat berkas/ file foto dimana disimpan. No. inv., nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan foto benda adalah isian data (data field) pokok yang harus ditulis dalam mengisi lembar inventaris atau lembar kondisi koleksi.
Dari seribu koleksi tekstil menunjukkan bahwa 726 koleksi berkondisi baik, 115 berkondisi cukup (baik), 152 berkondisi rusak, 7 berkondisi hancur, dan 8 koleksi
mengalami kerusakan aktif. Dari 152 koleksi rusak menunjukkan pula 129 berbahan selulose (10 diantaranya ada komponen logamnya) dan 11 berbahan protein (1 diantaranya ada komponen logamnya), namun perlu diketahui dari seribu koleksi yang diamati memang 930 berbahan selulose. Tetapi data menunjukkan bahwa kain yang memiliki komponen logam lebih banyak yang mengalami kerusakan, perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.
Kisaran perolehan koleksi tekstil yang diamati adalah dari tahun 1867 (berumur relatif 148 tahun) dan tahun 1949 (berumur relatif 65 tahun). Dari pengamatan yang dirunut (disortir) menurut usia relatifnya, kain yang berumur semakin tua bukan berarti semakin rusak, atau sebaliknya: kain yang berumur semakin muda bukan berarti kain semakin baik kondisinya, perhatikan Gambar 3 halaman 12 dan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.
Analisis kerusakan dengan mempertimbangkan kandungan air (pada koleksi), kondisi pH dan data iklim pada masa lalu tidak dapat dilakukan karena “Conditional and Climatic Data” yang tersedia tidak tersinkronisasi dengan koleksi yang diobservasi. Format data yang ada masih dibuat konvensional (belum digital), sehingga sulit untuk analisisnya.
III. PENUTUPA. Kesimpulan
Dari hasil observasi 200 koleksi pilihan menunjukkan bahwa hanya 3 (1,5%) koleksi berkondisi Baik (Prioritas 5, kisaran usia relatif 74 sampai 134 tahun); 41 (20%) koleksi berkondisi Cukup (Prioritas 4, kisaran usia relatif 69 sampai 134 tahun); 149 (74%) koleksi berkondisi Rusak (Prioritas 3, kisaran usia 108 sampai 148 tahun); 7 (4%) koleksi berkondisi Hancur (Prioritas 2, kisaran usia 109 sampai 134 tahun) dan 8 (5%) koleksi mengalami kerusakan Aktif (Prioritas 1, kisaran usia relatif 113 sampai 134 tahun). Perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17. Gambaran hasil observasi terhadap 200 koleksi ini ditujukan pada koleksi rusak sehingga 1,5% dari 200 koleksi yang diobservasi bukan berarti sama kalau 1,5% dari seluruh koleksi Museum Nasional. (Perhatikan pembahasan halaman 11, ada 726 koleksi berkondisi baik di antara 1.000 koleksi yang diamati.)
Tekstil berserat selulose (kulit kayu, serat kapas, serat nanas, dsb.) dan berserat protein (sutera atau wool) yang beronamen logam cenderung mengalami kerusakan dengan prioritas tinggi (1, 2 dan 3). Usia relatif diatas 74 tahun pada tekstil berornamen logam juga lebih banyak mengalami kerusakan.
B. SaranObservasi terhadap 200 yang koleksi tekstil dengan tahun perolehan antara tahun
1867 dan 1950 ini lebih mengandalkan pengamatan visual dan perlu ditindak- lanjuti dengan uji bahan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Uji bahan diarahkan pada identifikasi serat secara laboratoris, cek pH, cek kandungan air pada serat dan cek kandungan logam lain (yang biasa digunakan pada proses pencelupan warna atau pada garam logam). Walaupun “conditional and climatic data” yang ada masih konvensional dan belum tersinkronisasi dengan 200 koleksi yang diobservasi, tetapi dari uraian diatas paling tidak telah membuktikan bahwa metode analisis yang menerapkan sistem database komputer mempermudah proses pekerjaan observasi. Hasil observasi dan analisis inipun sekaligus menjadi tolok ukur (benchmarking) keberhasilan usaha perawatan dan pengawetan tekstil di Museum Nasional setelah dicek untuk beberapa tahun yang akan datang.
Saran perawatan dari 200 koleksi tekstil yang telah diobservasi dapat dilihat dalam setiap lembar kondisi tekstil terlampir, adapun uraian dan rincian proses perawatan dapat dilihat di naskah “Konservasi Tekstil” (dapat diunduh di www.primastoria.net).
LEMBAR KONDISI TEKSTILForm. LKTe-Tekstil/PSI/2014
B. Restorasi, Penguatan dan Konsolidasi
Kotor/ debuSobekLubangLipatanPenguninganWarna berubahRapuh/ getasPerekat/ labelLain-lain
A. KERUSAKAN FISIK
Pembersihanpenyedotankwascuci basah
kering/ kimialokal/ spotkelantang
A.
lain-lain
pendobelan kainpelembab-rataan kain
pembingkaianpenempelan benang
1. Rapuh, getas = brittle (easily broken because it is hard (stiff) & not flexible).
2. Lapuk, mubut = fragile (easily broken or damaged).
isidnoKadneB lasAadneB amaN.vnI .oNoN
D. KERUSAKAN LAIN
No Foto :
Ukuran
USULAN TINDAKAN KONSERVASI (diisi oleh Konservator)
Kulit BinatangBuluSerat SuteraSerat WolOther...
BAHANPEMBENTUKBENDA
PROTEIN
JamurSeranggaBubuk, kumbangLaba-labaNgengat kainRayapGegat (silver fish)KecoaKumbangBinatang pengeratLain-lain
B. KERUSAKAN BIOTIS
Pucat/pudarNoda (stains)Berlemak/minyak
KorosiKristal garamOksidasi
Lapuk/ mubutPudarBau
Lain-lainC. KERUSAKAN KIMIAWI
Catatan :
TulangKerangPigmen/ CatManik-manikKacaResin
LAIN-LAIN
Lokasi:
CATATAN:
Teknik:Warna:Usia Relatif:
K-1aK-1bK-2aK-2bK-2cK-3a
K-3bK-3cK-4aK-4bK-5aK-5b
KategoriAplikasi LogamTekstil Historis
1 : emas; 2 : perak; 3 : lgm lain.
Prioritas Tindakan : A . Segera C. RendahB. Sedang
Pengawetan dan Perlakuan LainPembersihan bekas jamur/ insek
C.
FumigasiFreezing
Perlakuan lain
Benang LogamBenang EmasBenang PerakPercik LogamPradaOther...
Kulit KayuAnyamanSerat KapasSerat LinenSerat NanasSerat KoffoOther...
LOGAM
SELULOSE
KONDISI IKLIM DAN BENDA SAAT PENGAMATAN :A. Intensitas Cahaya (Lux)B. Radiasi UV (μW/Lmn) -C. Suhu Udara (0C) --------D. Suhu Permukaan (0C) --E. Kelembaban Udara (%) F. Kandungan Air (%) ------G. Keasaman (pH) ----------H. Polusi Udara -------------
USULAN UJI BAHAN (LAB) DAN CATATAN
= ......... (........)= ......... (........)= ......... (........)= ......... (........)
--- = ......... (........)= ......... (........)= ......... (........)= ......... (........)
I.
III.
IV.
C.
B.
A.
D.
E.
V.
VI. TEKNIK PENGAMATANA. Mata biasa (tanpa-alat)B. Kaca PembesarC. Mikroskop. ................ XD. .......................................E. .......................................F. ........................................
VII. TANGGAL PENGAMATAN
TandatanganObservator,
Konservator,dll.
Nama : ..............................................
(DD/MM/YYYY) ............................................
1. 2. 3. 4. 5. 6.
1. 2. 3. 4. 5. 6.
1. 2. 3. 4. 5. 6.
1. 2. 3. 4. 5.
7.
1. 2. 3.
4. 5. 6. 7.
8. 9.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10. 11.
1. 2. 3.
7. 8. 9.
4. 5. 6.
10.
II. KONDISI SAAT PENGAMATAN : Baik Cukup Rusak Hancur Aktif
I.
1. 2. 3.
4. 5. 6.
7.
1. 2. 3.
4.
1. 2.
3. 4.
.......................
Lain-lain
Lain-lain
Lain-lain
Lain-lain
Perlakuan lain5.
I. PENDAHULAUNA. Latar Belakang
Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Museum Nasional mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengumpulan, registrasi, perawatan, pengawetan, pengamanan, penyajian, publikasi, dan fasilitasi di bidang benda bernilai budaya berskala nasional (Permendikbud No. 48 Tahun 2012). Dalam rangka menjalankan fungsi perawatan dan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional, Museum Nasional memiliki Bidang Perawatan dan Pengawetan. Garis besar kegiatan bidang ini adalah:1. pelaksanaan observasi kondisi benda bernilai budaya berskala nasional;2. pelaksanaan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;3. pelaksanaan perawatan benda bernilai budaya berskala nasional;4. pelaksanaan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional; dan5. pelaksanaan pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.
Bidang Perawatan dan Pengawetan memilki tiga seksi, yaitu: Seksi Observasi, Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan. Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan penanganan serta uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan restorasi benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.
Seksi Observasi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan - Museum Nasional, memiliki rincian tugas:1. melakukan penyusunan program kerja Seksi dan konsep program kerja Bidang;2. melakukan pengamatan dan pendataan kondisi koleksi benda bernilai budaya
berskala nasional;3. melakukan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;4. melakukan klasifikasi kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;5. melakukan rekomendasi penanganan koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;6. melakukan penyusunan bahan bantuan teknis di bidang observasi koleksi benda
bernilai budaya berskala nasional;7. melakukan evaluasi pelaksanaan observasi benda bernilai budaya berskala nasional;8. melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen Seksi; dan
9. melakukan penyusunan laporan Seksi.
Garis besar dari tugas tersebut adalah mengamati benda secara utuh, mengenali/ identifikasi bahan dan cara pembuatan/ pembentukan benda, mengenali/ identifikasi kerusakan, menganalisis kerusakan yang kemungkinan diakibatkan oleh sifat bahan, kontruksi benda, faktor kondisi iklim (suhu dan kelembaban udara, cahaya dan polusi), serta kemungkinan kesalahan dalam penanganan. Dari hasil amatan dilanjutkan dengan
penyimpulan suatu kerusakan dan usulan perawatan dan pengawetan.
B. Landasan HukumPenyusunan Laporan Tahunan Perorangan pada Seksi Observasi – Bidang Perawatan
dan Pengawetan, MUSEUM NASIONAL, dengan mempertimbangkan: 1. UU No. 11 Tahun 2010 tentang CAGAR BUDAYA;2. UU No. 5 Tahun 2014 tentang APARATUR SIPIL NEGARA (ASN);3. PP No. 46 Thn. 2011 dan Perka BKN No. 1 Thn. 2013 tentang Sasaran Kerja PNS [SKP]; 4. PP No. 66 Tahun 2015 tentang MUSEUM;5. Permendikbud RI No. 48 Tahun 2012 tentang ORGANISASI & TATA KERJA MUSEUM
NASIONAL;6. Permendikbud RI No. 27 Tahun 2013 tentang RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL;7. Permen PANRB No. 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP (Standar
Operasional Prosedur);8. Perka BKN No. 1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 46 Tahun 2013
(Sasaran Kerja PNS [SKP]);9. Perka BKN No. 7 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Manajerial (SKM PNS);
10. Perka BKN No. 8 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Teknis (SKT PNS).
II. PEMBAHASAN OBSERVASIA. Dasar Teori
Tahapan pemeliharaan koleksi meliputi observasi, perawatan dan pengawetan. Proses observasi atau pengamatan yang dilakukan Seksi Observasi diawali dengan serangkain proses identifikasi dan klasifikasi bahan baik secara visual atau dengan uji bahan, mengamati dan mempelajari (jenis dan proses) kerusakan, dan bersama-sama dengan Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan akan memutuskan metode perawatan dan pengawetan secara tepat. Seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan seksi-seksi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan ini akan dievalusi secara klinis dengan mempertimbangkan ancangan analitik ilmiah atau empiris, yang selanjutnya disebut sebagai ‘studi atau kajian konservasi’. Dalam hal ini, identifikasi dan klasifikasi bahan dengan mempelajari data keterawatan koleksi, data kondisi iklim dan perangkat penunjang penyimpanan atau displai yang mengitarinya dalam rentang waktu tertentu (yang lazim disebut sebagai studi konservasi secara empiris). Contoh kajian empiris yang faktual adalah pendapat bahwa lilin lebah memiliki sifat tidak merusak kain dengan menunjukkan bukti fragmen kain yang terbungkus lilin yang sudah berumur ribuan tahun dari Mesir.
Sedangkan yang ilmiah adalah suatu kegiatan studi yang lebih mengedepankan pengetahuan teoritis dan pengamatan dengan menggunakan alat (modern). Contohnya pembuktian unsur logam sebagai garam logam pada proses pewarnaan dengan Spektroskopi Fluoresensi Sinar-X pada fragmen kain. Perhatikan Tabel 1 dan Gambar 1.
Rangkaian proses dan hasil kegiatan seksi-seksi dalam Bidang Perawatan dan Pengawetan (Bidang PP) akan terekam dalam formulir isian ‘Lembar Kondisi Koleksi’, selanjutnya disingkat LKK. LKK ini akan memuat informasi berkaitan nomor identitas dan nama koleksi, jenis bahan, jenis kerusakan (kondisi keterawatan), usulan perawatan (mencakup tindakan yang bersifat kuratif – restoratif atau penghentian proses kerusakan dan perbaikannya), serta usulan pengawetan (tindakan yang bersifat preventif atau penghambatan dari kemungkinan proses kerusakan). Menurut sifat dan jenis kerusakannya, Lembar Kondisi Koleksi (LKK) akan dikelompokkan menjadi LKK-Umum (Campuran), Logam, Batu, Keramik, Kayu, Tekstil, Kertas dan Lukisan. Kemudian Bidang PP ini juga melakukan survai kondisi klimatalogi yang informasinya dicantumkan dalam ‘Lembar Data Klimatologi’, yang selanjutnya disebut LDK. LDK memuat keterangan yang berhubungan dengan suhu dan kelembaban udara (suhu permukaan dan kadar air benda), intesitas cahaya, radiasi ultra-violet (UV), dan polusi udara. Data atau dokumen tambahan (DDT) juga diperlukan, dan bisa berupa data jenis bahan dan konstruksi lemari simpan atau
displai, gambar atau desain (tiga dimensi dan berskala ukuran) ruang simpan atau pamer, berikut bahan (pustaka) rujukan atau (data pribadi) narasumber.
Kumpulan informasi dalam LIK, LKK, LDK dan DDT adalah dokumen penting di museum yang harus terawat dan dikelola dengan baik. Dokumen-dokumen ini secara fisik bisa berupa lembar kertas cetakan atau berupa format digital (soft-copy siap cetak, selanjutnya disingkat SCSC, yang mungkin tersimpan dalam CD). Pengelolaan dokumen kertas (termasuk CD, sebagai data mati) secara fisik yang biasanya dilakukan pustakawan atau arsiparis ini memerlukan folder, lemari simpan dan ruangan yang memadai. Tetapi pengelolaan kumpulan informasi pada LIK, LKK, LDK dan DDT dalam sistem database konservasi (Dasi) adalah yang paling umum dilakukan pada abad informasi saat ini.
Observasi terhadap 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 koleksi sebagai pembanding) yang dilakukan secara visual ini dengan mempertimbangkan lingkup data (data field) sebagaimana dimuat dalam Blangko Lembar Kondisi Koleksi (Umum) dan Lembar Kondisi Tekstil (Khusus), lihat halaman 06 dan 07. Laju percepatan kerusakan tekstil dengan mempertimbangkan usia relatif benda (URB), jenis bahan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai notasi jenis bahan dan disingkat NJB), kondisi benda saat pengamatan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai tingkat kerusakan benda dan disingkat TKB). Observasi ini dianalisis dengan sistem database khusus konservasi (dengan kode CuraTool), yang secara langsung dan otomatis menampilkan grafik sebagai hasil pembandingan antara URB, NJB dan TKB, lihat Gambar 2 hal. 11 dan Gambar 3 hal. 12. Analisis dari hasil observasi ini juga mempertimbangkan data-data LDK dan DDT.
B. Prosedur Observasi1. Mengamati benda koleksi secara menyeluruh (depan, belakang, samping kanan dan
kiri, serta bagian atas dan bawah). Dengan sangat hati-hati, angkat benda dengan kaus tangan untuk melihat bagian bawah koleksi. dan mendetail. Gunakan pensil untuk mengisi formulir Lembar Kondisi Koleksi (LKK), hindari penggunaan ballpoint dan alat tulis bertinta lain untuk menghindari resiko ternodanya koleksi dari alat tulis bertinta tersebut. Lepaskan jam tangan, gelang tangan, alat tulis atau benda apapun yang berada di kantong baju, name tag yang digantungkan di krah baju atau leher, dan hal-hal lain yang bisa beresiko terhadap koleksi yang akan kita amati (observasi).Penjelasan Lembar Kondisi Koleksi (LKK), lihat halaman 6 dan 7. Semua isian data (data field) pada Lembar Kondisi diberi nomor untuk kemudahan penjelasan dan pengkodean dalam hal untuk pembahasan (analisa data) berikut pelaporannya.a. Keterangan Pokok: No. Urut, No. Inv., Nama Benda, Asal Benda, Keterangan/ Deskripsi
Singkat, Ukuran, Kondisi dan Lokasi Benda. b. Bahan. Bahan pembentuk koleksi secara umum dikelompokkan menjadi: Logam,
Non-Logam, Selulose, Protein dan Lain-lain. Logam dan Non Logam dapat masuk kategori Anorganik, sedang Selulose dan Protein masuk kategori Organik. Jika
bahan organik dari binatang dimasukkan dalam kelompok Protein, sedangkan yang dari tumbuh-tumbuhan masuk ke dalam kelompok Selulose. Tetapi ada bahan yang masuk kelompok Lain-lain karena bahan tersebut memiliki komponen organik dan anorganik. Bahan tekstil tidak bisa dikelompokkan hanya di satu kelompok Organik, tetapi harus dipisahkan ke Protein (tekstil yang berbahan dasar sutera atau wol) atau ke Selulose (tekstil yang berbahan dasar kapas, rami, atau goni). Bahan pembersih yang bersifat asam agak kuat dapat merusak kain terbuat dari kapas tapi aman bagi kain yang terbuat dari sutera. Perhatikan Lembar Kondisi Koleksi (Umum) pada halaman 6, dan bandingkan dengan Lembar Kondisi Tekstil pada halaman 7.
c. Kondisi Benda Pada Saat Pengamatan. Kondisi keterawatan koleksi dikelompokkan menjadi Kerusakan Fisik (1. Rapuh, 2. Kotor, 3. Lemak, 4. Kelupas, 5. Gores, 6. Retak, 7. Patah, 8. Hilang, 9. Basah, 10. Kering, 11. Lain), Kerusakan Kimiawi (1. Lapuk, 2. Pudar, 3. Korosi, 4. Oksidasi, 5. Bau, 6. Noda, 7. Kristal garam, 8. Lain) dan Kerusakan Biotis (1. Jamur, 2. Insek, 3. Ganggang, 4. Lumut, 5. Lichens, 6. Lain). Kondisi rapuh (fragile) pada kelompok kerusakan fisik dibedakan dengan lapuk (brittle) pada kelompok kerusakan kimiawi, karena dalam pengertian ini rapuh bisa dimungkinkan menjadi agak kuat setelah proses kontrol kelembaban, sedangkan lapuk cenderung ke arah hancur dan tidak bisa direkondisi lagi.
d. Kondisi Iklim Mikro dan Makro Pada Saat Pengamatan. Dengan memper- timbangkan Lembar Data Klimatologi (LDK), serta memperhitungkan alat-alat ukur dan prosedur kalibrasi.Iklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya dicatat di Lembar Kondisi Koleksi (seperti pada halaman 6 dan 7). Kalau koleksi ditempatkan dalam lemari simpan berarti iklim mikro sama dengan yang ada didalam lemari simpan. Sedangkan yang iklim makro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada diluar iklim mikro. Data iklim makro biasanya dicatat di Lembar Data Klimatologi (halaman 18 dan 19). Weintraub (2002) menjelaskan pengertian dan perhitungan Equilibrium Moisture Content (EMC) dan EMC/RH isotherm bahan organik (kapas, linen, kertas, kayu, dsb.); serta kapasitas bu�ering (MH) dan rekondisi silicagel.
e. Usulan Perawatan dan Pengawetan. Dibahas secara lengkap di “Tekstil Tradisional: Pengenalan Bahan dan Teknik” dan “Konservasi Tekstil”;
f. Usulan Uji Bahan (Laboratorium). Melalui serangkaian proses observasi dari sekian banyak koleksi atau mempertimbangkan suatu kondisi tertentu terjadinya kerusakan pada koleksi, Konservator akan mengusulkan uji bahan. Uji bahan dimaksudkan untuk mengetahui proses terjadinya kerusakan dan atau penguatan data pendukung untuk keperluan studi konservasi dan koleksi tingkat lanjut. Studi tingkat lanjut ini bisa berupa pembuatan Alur Waktu (Timeline) bahan atau tehnik pembuatan suatu benda pada suatu masa atau periode tertentu, yang mana bahan atau tehnik ini sebagai bagian dari suatu koleksi yang tidak bisa digantikan (sebagai atribut teknologis).
[ 08 ]
g. Teknik Pengamatan. Teknik pengamataan adalah penjelasan dengan cara dan alat bantu apa pada saat seseorang mengamati kondisi keterawatan koleksi di museum.
2. Analisis Data Observasi. Analisis data observasi bisa dilakukan pada beberapa kemungkinan. Pertama
adalah analisis berdasarkan dari pengumpulan data proses perawatan dan pengawetan, data iklim pada lingkungan benda yang menjalani proses perawatan dan pengawetan, data iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, serta data-data pendukung lainnya. Kedua adalah analisis data hasil observasi dari sejumlah koleksi (kumpulan data hasil observasi sendiri). Ketiga adalah pembahasan berdasarkan gabungan dari langkah pertama dan kedua. Tetapi pokok bahasan utama tetap, yakni penyimpulan tentang kondisi keterawatan koleksi berkaitan dengan kondisi bahan, cara pembuatan dan kondisi iklim yang mengitarinya. Evaluasi dan tinjauan proses kerja perawatan dan pengawetan pada masa lalu dan masa akan datang juga akan dilakukan.
Entri data hasil survei lapangan pada Lembar Kondisi Tekstil (LKTe, hal. 07) ke dalam sistem database khusus konservasi, dan selanjutnya ditinjau dan diedit melalui Menu Daftar Editing dan Kontrol Data (Tabel 2, hal. 09). Ada konversi data teks ke bentuk numerik, sehingga data dapat langsung dipresentasikan dalam bentuk grafik. Konversi ini akan meliputi: Jenis Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB).
Notasi Jenis Bahan (NJB): untuk bahan selulose (kulit kayu, kapas, serat nanas, dan sejenisnya) memiliki angka 40 (warna hijau); untuk bahan protein (sutera, wool, kulit binatang, dan sejenisnya) memiliki angka 50 (warna kuning); untuk bahan logam memiliki angka 5 (warna merah); untuk kombinasi selulose dan logam memiliki angka 45 (warna hijau tua) dan untuk bahan kombinasi protein dan logam memiliki angka 55 (warna kuning tua). Di sini, Sistem Database Konservasi akan secara otomatis menampilkan Grafik Analisis Spontan (GAS) untuk mengetahui hubungan antara Usia (URB), Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB), lihat gambar 2 dan 3 pada halaman 11 dan 12.
Tingkat Kerusakan Benda (TKB) 10 berarti berkondisi Baik (warna hijau, prioritas konservasi: 5); 15 berarti berkondisi Cukup (warna kuning, prioritas: 4); 20 berarti berkondisi Rusak (warna merah muda, prioritas: 3); 25 berarti berkondisi Hancur (warna merah tua, prioritas: 2); 30 berarti berkondisi fisik benda bisa Baik, Cukup, Rusak atau Hancur tetapi jenis kerusakannya aktif, seperti indikasi serangan mikroorganisme atau insek, dan kondisi keasamannya/ pH pada saat pengamatan terlalu tinggi (warna merah tua sekali, prioritas: 1). Representasi grafik Bahan dan Kondisi koleksi ini juga dimaknai dengan adanya Usia Relatif Benda (URB) dan Kode Nomor Inventaris (KNI) untuk penyederhanaan, dan untuk melacak No. Inv. atau lokasi benda akan tetap dengan mudah dengan melihat Daftar (Tabel 2, hal. 09, atau Daftar Koleksi 01 sampai 10 terlampir). Dengan pemahaman ini, jika saat ini kita menjumpai kain katun berkondisi bagus (baik) tapi ada indikasi jamur atau tingkat keasamannya tinggi maka koleksi tersebut dikategorikan mengalami ancaman/ kerusakan aktif dan skala prioritas yang tadinya 5 menjadi 1 (indikator warna hijau berubah menjadi merah tua sekali).
Usia Relatif Benda (URB) akan muncul secara otomatis, jika kita telah mengisi kolom isian (data field) tahun perolehan benda. URB adalah hasil pengurangan tanggal sekarang (Today) dan Tanggal Perolehan Benda (TPB) Bilamana kita tidak mengetahui tahun perolehan koleksi maka perlu dilakukan Tafsir Usia Relatif Benda (TURB). Proses TURB diawali dengan memunculkan keseluruhan data, dan langkah berikutnya dengan mensortir nomor inventaris benda. Jika ada lima koleksi yang diketahui TPB-nya nomor 1 dan 5, maka setelah pensortiran akan diketahui bahwa URB koleksi nomor 2, 3 dan 4 adalah antara URB koleksi nomor 1 dan 5. Jika koleksi no 1 sebagai pembatas atas disebut sebagai Tanggal Perolehan Benda Atas (TPBA) dan koleksi no 5 sebagai Tanggal Perolehan Benda Bawah (TPBB). Dengan mengisi kolom TPBA dan TPBB maka sistem database secara otomatis menilai angka Tafsir Usia Relatif Benda (TURB), Lihat Tabel 2, hal. 09 atau Lampiran Daftar 01 sampai 10. Disinilah letak manfaat 800 koleksi pembanding untuk mempertajam hasil TURB dan validasi data lain, serta meminimalkan kesalahan interpretasi data. Sebagai gambaran, apabila analisis dipaksakan dengan hanya hasil observasi 200 koleksi untuk mengetahui usia relatif koleksi dengan KNI 2 sampai 9, sedangkan yang diketahui dengan KNI 1 dan 10. Maka tingkat kesalahan dari hasil pengamatan semakin besar dan akan berdampak pula pada penyimpulan laju atau percepatan kerusakan koleksi yang diamati.
C. Pembahasan ObservasiObservasi 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 sebagai pembanding)
memberikan gambaran bahwa pentingnya mempertahankan identitas pada setiap koleksi berupa nomor inventaris. No. Inv. ini harus ditulis dalam format angka 6 (enam digit), misalnya koleksi dengan nomor inventaris 11 a harus ditulis dengan 000011 a. Diawali dengan identitas no. inv. yang benar selanjutnya diikuti dengan nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan dilengkapi foto benda. Sistematika penulisan lokasi benda yang benar adalah menjelaskan lokasi gedung, ruang, nomor lemari dan laci. Keterangan dalam format gabungan teks dan numerik bisa dinotasikan lebih sederhana secara otomatis dalam sistem database komputer, misalnya: GB.ST5.011.02 berarti koleksi disimpan dalam Gedung B (GB), di ruang Storage Tekstil lantai 5 (ST5), lemari 11 (011) dan laci 2 (02). Foto yang melengkapi data koleksi harus dibuat link, dan dibuat otomatis menyimpan alamat berkas/ file foto dimana disimpan. No. inv., nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan foto benda adalah isian data (data field) pokok yang harus ditulis dalam mengisi lembar inventaris atau lembar kondisi koleksi.
Dari seribu koleksi tekstil menunjukkan bahwa 726 koleksi berkondisi baik, 115 berkondisi cukup (baik), 152 berkondisi rusak, 7 berkondisi hancur, dan 8 koleksi
mengalami kerusakan aktif. Dari 152 koleksi rusak menunjukkan pula 129 berbahan selulose (10 diantaranya ada komponen logamnya) dan 11 berbahan protein (1 diantaranya ada komponen logamnya), namun perlu diketahui dari seribu koleksi yang diamati memang 930 berbahan selulose. Tetapi data menunjukkan bahwa kain yang memiliki komponen logam lebih banyak yang mengalami kerusakan, perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.
Kisaran perolehan koleksi tekstil yang diamati adalah dari tahun 1867 (berumur relatif 148 tahun) dan tahun 1949 (berumur relatif 65 tahun). Dari pengamatan yang dirunut (disortir) menurut usia relatifnya, kain yang berumur semakin tua bukan berarti semakin rusak, atau sebaliknya: kain yang berumur semakin muda bukan berarti kain semakin baik kondisinya, perhatikan Gambar 3 halaman 12 dan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.
Analisis kerusakan dengan mempertimbangkan kandungan air (pada koleksi), kondisi pH dan data iklim pada masa lalu tidak dapat dilakukan karena “Conditional and Climatic Data” yang tersedia tidak tersinkronisasi dengan koleksi yang diobservasi. Format data yang ada masih dibuat konvensional (belum digital), sehingga sulit untuk analisisnya.
III. PENUTUPA. Kesimpulan
Dari hasil observasi 200 koleksi pilihan menunjukkan bahwa hanya 3 (1,5%) koleksi berkondisi Baik (Prioritas 5, kisaran usia relatif 74 sampai 134 tahun); 41 (20%) koleksi berkondisi Cukup (Prioritas 4, kisaran usia relatif 69 sampai 134 tahun); 149 (74%) koleksi berkondisi Rusak (Prioritas 3, kisaran usia 108 sampai 148 tahun); 7 (4%) koleksi berkondisi Hancur (Prioritas 2, kisaran usia 109 sampai 134 tahun) dan 8 (5%) koleksi mengalami kerusakan Aktif (Prioritas 1, kisaran usia relatif 113 sampai 134 tahun). Perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17. Gambaran hasil observasi terhadap 200 koleksi ini ditujukan pada koleksi rusak sehingga 1,5% dari 200 koleksi yang diobservasi bukan berarti sama kalau 1,5% dari seluruh koleksi Museum Nasional. (Perhatikan pembahasan halaman 11, ada 726 koleksi berkondisi baik di antara 1.000 koleksi yang diamati.)
Tekstil berserat selulose (kulit kayu, serat kapas, serat nanas, dsb.) dan berserat protein (sutera atau wool) yang beronamen logam cenderung mengalami kerusakan dengan prioritas tinggi (1, 2 dan 3). Usia relatif diatas 74 tahun pada tekstil berornamen logam juga lebih banyak mengalami kerusakan.
B. SaranObservasi terhadap 200 yang koleksi tekstil dengan tahun perolehan antara tahun
1867 dan 1950 ini lebih mengandalkan pengamatan visual dan perlu ditindak- lanjuti dengan uji bahan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Uji bahan diarahkan pada identifikasi serat secara laboratoris, cek pH, cek kandungan air pada serat dan cek kandungan logam lain (yang biasa digunakan pada proses pencelupan warna atau pada garam logam). Walaupun “conditional and climatic data” yang ada masih konvensional dan belum tersinkronisasi dengan 200 koleksi yang diobservasi, tetapi dari uraian diatas paling tidak telah membuktikan bahwa metode analisis yang menerapkan sistem database komputer mempermudah proses pekerjaan observasi. Hasil observasi dan analisis inipun sekaligus menjadi tolok ukur (benchmarking) keberhasilan usaha perawatan dan pengawetan tekstil di Museum Nasional setelah dicek untuk beberapa tahun yang akan datang.
Saran perawatan dari 200 koleksi tekstil yang telah diobservasi dapat dilihat dalam setiap lembar kondisi tekstil terlampir, adapun uraian dan rincian proses perawatan dapat dilihat di naskah “Konservasi Tekstil” (dapat diunduh di www.primastoria.net).
I. PENDAHULAUNA. Latar Belakang
Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Museum Nasional mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengumpulan, registrasi, perawatan, pengawetan, pengamanan, penyajian, publikasi, dan fasilitasi di bidang benda bernilai budaya berskala nasional (Permendikbud No. 48 Tahun 2012). Dalam rangka menjalankan fungsi perawatan dan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional, Museum Nasional memiliki Bidang Perawatan dan Pengawetan. Garis besar kegiatan bidang ini adalah:1. pelaksanaan observasi kondisi benda bernilai budaya berskala nasional;2. pelaksanaan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;3. pelaksanaan perawatan benda bernilai budaya berskala nasional;4. pelaksanaan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional; dan5. pelaksanaan pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.
Bidang Perawatan dan Pengawetan memilki tiga seksi, yaitu: Seksi Observasi, Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan. Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan penanganan serta uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan restorasi benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.
Seksi Observasi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan - Museum Nasional, memiliki rincian tugas:1. melakukan penyusunan program kerja Seksi dan konsep program kerja Bidang;2. melakukan pengamatan dan pendataan kondisi koleksi benda bernilai budaya
berskala nasional;3. melakukan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;4. melakukan klasifikasi kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;5. melakukan rekomendasi penanganan koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;6. melakukan penyusunan bahan bantuan teknis di bidang observasi koleksi benda
bernilai budaya berskala nasional;7. melakukan evaluasi pelaksanaan observasi benda bernilai budaya berskala nasional;8. melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen Seksi; dan
9. melakukan penyusunan laporan Seksi.
Garis besar dari tugas tersebut adalah mengamati benda secara utuh, mengenali/ identifikasi bahan dan cara pembuatan/ pembentukan benda, mengenali/ identifikasi kerusakan, menganalisis kerusakan yang kemungkinan diakibatkan oleh sifat bahan, kontruksi benda, faktor kondisi iklim (suhu dan kelembaban udara, cahaya dan polusi), serta kemungkinan kesalahan dalam penanganan. Dari hasil amatan dilanjutkan dengan
penyimpulan suatu kerusakan dan usulan perawatan dan pengawetan.
B. Landasan HukumPenyusunan Laporan Tahunan Perorangan pada Seksi Observasi – Bidang Perawatan
dan Pengawetan, MUSEUM NASIONAL, dengan mempertimbangkan: 1. UU No. 11 Tahun 2010 tentang CAGAR BUDAYA;2. UU No. 5 Tahun 2014 tentang APARATUR SIPIL NEGARA (ASN);3. PP No. 46 Thn. 2011 dan Perka BKN No. 1 Thn. 2013 tentang Sasaran Kerja PNS [SKP]; 4. PP No. 66 Tahun 2015 tentang MUSEUM;5. Permendikbud RI No. 48 Tahun 2012 tentang ORGANISASI & TATA KERJA MUSEUM
NASIONAL;6. Permendikbud RI No. 27 Tahun 2013 tentang RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL;7. Permen PANRB No. 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP (Standar
Operasional Prosedur);8. Perka BKN No. 1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 46 Tahun 2013
(Sasaran Kerja PNS [SKP]);9. Perka BKN No. 7 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Manajerial (SKM PNS);
10. Perka BKN No. 8 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Teknis (SKT PNS).
II. PEMBAHASAN OBSERVASIA. Dasar Teori
Tahapan pemeliharaan koleksi meliputi observasi, perawatan dan pengawetan. Proses observasi atau pengamatan yang dilakukan Seksi Observasi diawali dengan serangkain proses identifikasi dan klasifikasi bahan baik secara visual atau dengan uji bahan, mengamati dan mempelajari (jenis dan proses) kerusakan, dan bersama-sama dengan Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan akan memutuskan metode perawatan dan pengawetan secara tepat. Seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan seksi-seksi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan ini akan dievalusi secara klinis dengan mempertimbangkan ancangan analitik ilmiah atau empiris, yang selanjutnya disebut sebagai ‘studi atau kajian konservasi’. Dalam hal ini, identifikasi dan klasifikasi bahan dengan mempelajari data keterawatan koleksi, data kondisi iklim dan perangkat penunjang penyimpanan atau displai yang mengitarinya dalam rentang waktu tertentu (yang lazim disebut sebagai studi konservasi secara empiris). Contoh kajian empiris yang faktual adalah pendapat bahwa lilin lebah memiliki sifat tidak merusak kain dengan menunjukkan bukti fragmen kain yang terbungkus lilin yang sudah berumur ribuan tahun dari Mesir.
Sedangkan yang ilmiah adalah suatu kegiatan studi yang lebih mengedepankan pengetahuan teoritis dan pengamatan dengan menggunakan alat (modern). Contohnya pembuktian unsur logam sebagai garam logam pada proses pewarnaan dengan Spektroskopi Fluoresensi Sinar-X pada fragmen kain. Perhatikan Tabel 1 dan Gambar 1.
Rangkaian proses dan hasil kegiatan seksi-seksi dalam Bidang Perawatan dan Pengawetan (Bidang PP) akan terekam dalam formulir isian ‘Lembar Kondisi Koleksi’, selanjutnya disingkat LKK. LKK ini akan memuat informasi berkaitan nomor identitas dan nama koleksi, jenis bahan, jenis kerusakan (kondisi keterawatan), usulan perawatan (mencakup tindakan yang bersifat kuratif – restoratif atau penghentian proses kerusakan dan perbaikannya), serta usulan pengawetan (tindakan yang bersifat preventif atau penghambatan dari kemungkinan proses kerusakan). Menurut sifat dan jenis kerusakannya, Lembar Kondisi Koleksi (LKK) akan dikelompokkan menjadi LKK-Umum (Campuran), Logam, Batu, Keramik, Kayu, Tekstil, Kertas dan Lukisan. Kemudian Bidang PP ini juga melakukan survai kondisi klimatalogi yang informasinya dicantumkan dalam ‘Lembar Data Klimatologi’, yang selanjutnya disebut LDK. LDK memuat keterangan yang berhubungan dengan suhu dan kelembaban udara (suhu permukaan dan kadar air benda), intesitas cahaya, radiasi ultra-violet (UV), dan polusi udara. Data atau dokumen tambahan (DDT) juga diperlukan, dan bisa berupa data jenis bahan dan konstruksi lemari simpan atau
displai, gambar atau desain (tiga dimensi dan berskala ukuran) ruang simpan atau pamer, berikut bahan (pustaka) rujukan atau (data pribadi) narasumber.
Kumpulan informasi dalam LIK, LKK, LDK dan DDT adalah dokumen penting di museum yang harus terawat dan dikelola dengan baik. Dokumen-dokumen ini secara fisik bisa berupa lembar kertas cetakan atau berupa format digital (soft-copy siap cetak, selanjutnya disingkat SCSC, yang mungkin tersimpan dalam CD). Pengelolaan dokumen kertas (termasuk CD, sebagai data mati) secara fisik yang biasanya dilakukan pustakawan atau arsiparis ini memerlukan folder, lemari simpan dan ruangan yang memadai. Tetapi pengelolaan kumpulan informasi pada LIK, LKK, LDK dan DDT dalam sistem database konservasi (Dasi) adalah yang paling umum dilakukan pada abad informasi saat ini.
Observasi terhadap 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 koleksi sebagai pembanding) yang dilakukan secara visual ini dengan mempertimbangkan lingkup data (data field) sebagaimana dimuat dalam Blangko Lembar Kondisi Koleksi (Umum) dan Lembar Kondisi Tekstil (Khusus), lihat halaman 06 dan 07. Laju percepatan kerusakan tekstil dengan mempertimbangkan usia relatif benda (URB), jenis bahan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai notasi jenis bahan dan disingkat NJB), kondisi benda saat pengamatan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai tingkat kerusakan benda dan disingkat TKB). Observasi ini dianalisis dengan sistem database khusus konservasi (dengan kode CuraTool), yang secara langsung dan otomatis menampilkan grafik sebagai hasil pembandingan antara URB, NJB dan TKB, lihat Gambar 2 hal. 11 dan Gambar 3 hal. 12. Analisis dari hasil observasi ini juga mempertimbangkan data-data LDK dan DDT.
B. Prosedur Observasi1. Mengamati benda koleksi secara menyeluruh (depan, belakang, samping kanan dan
kiri, serta bagian atas dan bawah). Dengan sangat hati-hati, angkat benda dengan kaus tangan untuk melihat bagian bawah koleksi. dan mendetail. Gunakan pensil untuk mengisi formulir Lembar Kondisi Koleksi (LKK), hindari penggunaan ballpoint dan alat tulis bertinta lain untuk menghindari resiko ternodanya koleksi dari alat tulis bertinta tersebut. Lepaskan jam tangan, gelang tangan, alat tulis atau benda apapun yang berada di kantong baju, name tag yang digantungkan di krah baju atau leher, dan hal-hal lain yang bisa beresiko terhadap koleksi yang akan kita amati (observasi).Penjelasan Lembar Kondisi Koleksi (LKK), lihat halaman 6 dan 7. Semua isian data (data field) pada Lembar Kondisi diberi nomor untuk kemudahan penjelasan dan pengkodean dalam hal untuk pembahasan (analisa data) berikut pelaporannya.a. Keterangan Pokok: No. Urut, No. Inv., Nama Benda, Asal Benda, Keterangan/ Deskripsi
Singkat, Ukuran, Kondisi dan Lokasi Benda. b. Bahan. Bahan pembentuk koleksi secara umum dikelompokkan menjadi: Logam,
Non-Logam, Selulose, Protein dan Lain-lain. Logam dan Non Logam dapat masuk kategori Anorganik, sedang Selulose dan Protein masuk kategori Organik. Jika
bahan organik dari binatang dimasukkan dalam kelompok Protein, sedangkan yang dari tumbuh-tumbuhan masuk ke dalam kelompok Selulose. Tetapi ada bahan yang masuk kelompok Lain-lain karena bahan tersebut memiliki komponen organik dan anorganik. Bahan tekstil tidak bisa dikelompokkan hanya di satu kelompok Organik, tetapi harus dipisahkan ke Protein (tekstil yang berbahan dasar sutera atau wol) atau ke Selulose (tekstil yang berbahan dasar kapas, rami, atau goni). Bahan pembersih yang bersifat asam agak kuat dapat merusak kain terbuat dari kapas tapi aman bagi kain yang terbuat dari sutera. Perhatikan Lembar Kondisi Koleksi (Umum) pada halaman 6, dan bandingkan dengan Lembar Kondisi Tekstil pada halaman 7.
c. Kondisi Benda Pada Saat Pengamatan. Kondisi keterawatan koleksi dikelompokkan menjadi Kerusakan Fisik (1. Rapuh, 2. Kotor, 3. Lemak, 4. Kelupas, 5. Gores, 6. Retak, 7. Patah, 8. Hilang, 9. Basah, 10. Kering, 11. Lain), Kerusakan Kimiawi (1. Lapuk, 2. Pudar, 3. Korosi, 4. Oksidasi, 5. Bau, 6. Noda, 7. Kristal garam, 8. Lain) dan Kerusakan Biotis (1. Jamur, 2. Insek, 3. Ganggang, 4. Lumut, 5. Lichens, 6. Lain). Kondisi rapuh (fragile) pada kelompok kerusakan fisik dibedakan dengan lapuk (brittle) pada kelompok kerusakan kimiawi, karena dalam pengertian ini rapuh bisa dimungkinkan menjadi agak kuat setelah proses kontrol kelembaban, sedangkan lapuk cenderung ke arah hancur dan tidak bisa direkondisi lagi.
d. Kondisi Iklim Mikro dan Makro Pada Saat Pengamatan. Dengan memper- timbangkan Lembar Data Klimatologi (LDK), serta memperhitungkan alat-alat ukur dan prosedur kalibrasi.Iklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya dicatat di Lembar Kondisi Koleksi (seperti pada halaman 6 dan 7). Kalau koleksi ditempatkan dalam lemari simpan berarti iklim mikro sama dengan yang ada didalam lemari simpan. Sedangkan yang iklim makro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada diluar iklim mikro. Data iklim makro biasanya dicatat di Lembar Data Klimatologi (halaman 18 dan 19). Weintraub (2002) menjelaskan pengertian dan perhitungan Equilibrium Moisture Content (EMC) dan EMC/RH isotherm bahan organik (kapas, linen, kertas, kayu, dsb.); serta kapasitas bu�ering (MH) dan rekondisi silicagel.
e. Usulan Perawatan dan Pengawetan. Dibahas secara lengkap di “Tekstil Tradisional: Pengenalan Bahan dan Teknik” dan “Konservasi Tekstil”;
f. Usulan Uji Bahan (Laboratorium). Melalui serangkaian proses observasi dari sekian banyak koleksi atau mempertimbangkan suatu kondisi tertentu terjadinya kerusakan pada koleksi, Konservator akan mengusulkan uji bahan. Uji bahan dimaksudkan untuk mengetahui proses terjadinya kerusakan dan atau penguatan data pendukung untuk keperluan studi konservasi dan koleksi tingkat lanjut. Studi tingkat lanjut ini bisa berupa pembuatan Alur Waktu (Timeline) bahan atau tehnik pembuatan suatu benda pada suatu masa atau periode tertentu, yang mana bahan atau tehnik ini sebagai bagian dari suatu koleksi yang tidak bisa digantikan (sebagai atribut teknologis).
[ 09 ]
g. Teknik Pengamatan. Teknik pengamataan adalah penjelasan dengan cara dan alat bantu apa pada saat seseorang mengamati kondisi keterawatan koleksi di museum.
2. Analisis Data Observasi. Analisis data observasi bisa dilakukan pada beberapa kemungkinan. Pertama
adalah analisis berdasarkan dari pengumpulan data proses perawatan dan pengawetan, data iklim pada lingkungan benda yang menjalani proses perawatan dan pengawetan, data iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, serta data-data pendukung lainnya. Kedua adalah analisis data hasil observasi dari sejumlah koleksi (kumpulan data hasil observasi sendiri). Ketiga adalah pembahasan berdasarkan gabungan dari langkah pertama dan kedua. Tetapi pokok bahasan utama tetap, yakni penyimpulan tentang kondisi keterawatan koleksi berkaitan dengan kondisi bahan, cara pembuatan dan kondisi iklim yang mengitarinya. Evaluasi dan tinjauan proses kerja perawatan dan pengawetan pada masa lalu dan masa akan datang juga akan dilakukan.
Entri data hasil survei lapangan pada Lembar Kondisi Tekstil (LKTe, hal. 07) ke dalam sistem database khusus konservasi, dan selanjutnya ditinjau dan diedit melalui Menu Daftar Editing dan Kontrol Data (Tabel 2, hal. 09). Ada konversi data teks ke bentuk numerik, sehingga data dapat langsung dipresentasikan dalam bentuk grafik. Konversi ini akan meliputi: Jenis Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB).
Daftar Editing dan Kontrol Data Observasi
Notasi Jenis Bahan (NJB): untuk bahan selulose (kulit kayu, kapas, serat nanas, dan sejenisnya) memiliki angka 40 (warna hijau); untuk bahan protein (sutera, wool, kulit binatang, dan sejenisnya) memiliki angka 50 (warna kuning); untuk bahan logam memiliki angka 5 (warna merah); untuk kombinasi selulose dan logam memiliki angka 45 (warna hijau tua) dan untuk bahan kombinasi protein dan logam memiliki angka 55 (warna kuning tua). Di sini, Sistem Database Konservasi akan secara otomatis menampilkan Grafik Analisis Spontan (GAS) untuk mengetahui hubungan antara Usia (URB), Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB), lihat gambar 2 dan 3 pada halaman 11 dan 12.
Tingkat Kerusakan Benda (TKB) 10 berarti berkondisi Baik (warna hijau, prioritas konservasi: 5); 15 berarti berkondisi Cukup (warna kuning, prioritas: 4); 20 berarti berkondisi Rusak (warna merah muda, prioritas: 3); 25 berarti berkondisi Hancur (warna merah tua, prioritas: 2); 30 berarti berkondisi fisik benda bisa Baik, Cukup, Rusak atau Hancur tetapi jenis kerusakannya aktif, seperti indikasi serangan mikroorganisme atau insek, dan kondisi keasamannya/ pH pada saat pengamatan terlalu tinggi (warna merah tua sekali, prioritas: 1). Representasi grafik Bahan dan Kondisi koleksi ini juga dimaknai dengan adanya Usia Relatif Benda (URB) dan Kode Nomor Inventaris (KNI) untuk penyederhanaan, dan untuk melacak No. Inv. atau lokasi benda akan tetap dengan mudah dengan melihat Daftar (Tabel 2, hal. 09, atau Daftar Koleksi 01 sampai 10 terlampir). Dengan pemahaman ini, jika saat ini kita menjumpai kain katun berkondisi bagus (baik) tapi ada indikasi jamur atau tingkat keasamannya tinggi maka koleksi tersebut dikategorikan mengalami ancaman/ kerusakan aktif dan skala prioritas yang tadinya 5 menjadi 1 (indikator warna hijau berubah menjadi merah tua sekali).
Usia Relatif Benda (URB) akan muncul secara otomatis, jika kita telah mengisi kolom isian (data field) tahun perolehan benda. URB adalah hasil pengurangan tanggal sekarang (Today) dan Tanggal Perolehan Benda (TPB) Bilamana kita tidak mengetahui tahun perolehan koleksi maka perlu dilakukan Tafsir Usia Relatif Benda (TURB). Proses TURB diawali dengan memunculkan keseluruhan data, dan langkah berikutnya dengan mensortir nomor inventaris benda. Jika ada lima koleksi yang diketahui TPB-nya nomor 1 dan 5, maka setelah pensortiran akan diketahui bahwa URB koleksi nomor 2, 3 dan 4 adalah antara URB koleksi nomor 1 dan 5. Jika koleksi no 1 sebagai pembatas atas disebut sebagai Tanggal Perolehan Benda Atas (TPBA) dan koleksi no 5 sebagai Tanggal Perolehan Benda Bawah (TPBB). Dengan mengisi kolom TPBA dan TPBB maka sistem database secara otomatis menilai angka Tafsir Usia Relatif Benda (TURB), Lihat Tabel 2, hal. 09 atau Lampiran Daftar 01 sampai 10. Disinilah letak manfaat 800 koleksi pembanding untuk mempertajam hasil TURB dan validasi data lain, serta meminimalkan kesalahan interpretasi data. Sebagai gambaran, apabila analisis dipaksakan dengan hanya hasil observasi 200 koleksi untuk mengetahui usia relatif koleksi dengan KNI 2 sampai 9, sedangkan yang diketahui dengan KNI 1 dan 10. Maka tingkat kesalahan dari hasil pengamatan semakin besar dan akan berdampak pula pada penyimpulan laju atau percepatan kerusakan koleksi yang diamati.
C. Pembahasan ObservasiObservasi 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 sebagai pembanding)
memberikan gambaran bahwa pentingnya mempertahankan identitas pada setiap koleksi berupa nomor inventaris. No. Inv. ini harus ditulis dalam format angka 6 (enam digit), misalnya koleksi dengan nomor inventaris 11 a harus ditulis dengan 000011 a. Diawali dengan identitas no. inv. yang benar selanjutnya diikuti dengan nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan dilengkapi foto benda. Sistematika penulisan lokasi benda yang benar adalah menjelaskan lokasi gedung, ruang, nomor lemari dan laci. Keterangan dalam format gabungan teks dan numerik bisa dinotasikan lebih sederhana secara otomatis dalam sistem database komputer, misalnya: GB.ST5.011.02 berarti koleksi disimpan dalam Gedung B (GB), di ruang Storage Tekstil lantai 5 (ST5), lemari 11 (011) dan laci 2 (02). Foto yang melengkapi data koleksi harus dibuat link, dan dibuat otomatis menyimpan alamat berkas/ file foto dimana disimpan. No. inv., nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan foto benda adalah isian data (data field) pokok yang harus ditulis dalam mengisi lembar inventaris atau lembar kondisi koleksi.
Dari seribu koleksi tekstil menunjukkan bahwa 726 koleksi berkondisi baik, 115 berkondisi cukup (baik), 152 berkondisi rusak, 7 berkondisi hancur, dan 8 koleksi
mengalami kerusakan aktif. Dari 152 koleksi rusak menunjukkan pula 129 berbahan selulose (10 diantaranya ada komponen logamnya) dan 11 berbahan protein (1 diantaranya ada komponen logamnya), namun perlu diketahui dari seribu koleksi yang diamati memang 930 berbahan selulose. Tetapi data menunjukkan bahwa kain yang memiliki komponen logam lebih banyak yang mengalami kerusakan, perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.
Kisaran perolehan koleksi tekstil yang diamati adalah dari tahun 1867 (berumur relatif 148 tahun) dan tahun 1949 (berumur relatif 65 tahun). Dari pengamatan yang dirunut (disortir) menurut usia relatifnya, kain yang berumur semakin tua bukan berarti semakin rusak, atau sebaliknya: kain yang berumur semakin muda bukan berarti kain semakin baik kondisinya, perhatikan Gambar 3 halaman 12 dan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.
Analisis kerusakan dengan mempertimbangkan kandungan air (pada koleksi), kondisi pH dan data iklim pada masa lalu tidak dapat dilakukan karena “Conditional and Climatic Data” yang tersedia tidak tersinkronisasi dengan koleksi yang diobservasi. Format data yang ada masih dibuat konvensional (belum digital), sehingga sulit untuk analisisnya.
III. PENUTUPA. Kesimpulan
Dari hasil observasi 200 koleksi pilihan menunjukkan bahwa hanya 3 (1,5%) koleksi berkondisi Baik (Prioritas 5, kisaran usia relatif 74 sampai 134 tahun); 41 (20%) koleksi berkondisi Cukup (Prioritas 4, kisaran usia relatif 69 sampai 134 tahun); 149 (74%) koleksi berkondisi Rusak (Prioritas 3, kisaran usia 108 sampai 148 tahun); 7 (4%) koleksi berkondisi Hancur (Prioritas 2, kisaran usia 109 sampai 134 tahun) dan 8 (5%) koleksi mengalami kerusakan Aktif (Prioritas 1, kisaran usia relatif 113 sampai 134 tahun). Perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17. Gambaran hasil observasi terhadap 200 koleksi ini ditujukan pada koleksi rusak sehingga 1,5% dari 200 koleksi yang diobservasi bukan berarti sama kalau 1,5% dari seluruh koleksi Museum Nasional. (Perhatikan pembahasan halaman 11, ada 726 koleksi berkondisi baik di antara 1.000 koleksi yang diamati.)
Tekstil berserat selulose (kulit kayu, serat kapas, serat nanas, dsb.) dan berserat protein (sutera atau wool) yang beronamen logam cenderung mengalami kerusakan dengan prioritas tinggi (1, 2 dan 3). Usia relatif diatas 74 tahun pada tekstil berornamen logam juga lebih banyak mengalami kerusakan.
B. SaranObservasi terhadap 200 yang koleksi tekstil dengan tahun perolehan antara tahun
1867 dan 1950 ini lebih mengandalkan pengamatan visual dan perlu ditindak- lanjuti dengan uji bahan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Uji bahan diarahkan pada identifikasi serat secara laboratoris, cek pH, cek kandungan air pada serat dan cek kandungan logam lain (yang biasa digunakan pada proses pencelupan warna atau pada garam logam). Walaupun “conditional and climatic data” yang ada masih konvensional dan belum tersinkronisasi dengan 200 koleksi yang diobservasi, tetapi dari uraian diatas paling tidak telah membuktikan bahwa metode analisis yang menerapkan sistem database komputer mempermudah proses pekerjaan observasi. Hasil observasi dan analisis inipun sekaligus menjadi tolok ukur (benchmarking) keberhasilan usaha perawatan dan pengawetan tekstil di Museum Nasional setelah dicek untuk beberapa tahun yang akan datang.
Saran perawatan dari 200 koleksi tekstil yang telah diobservasi dapat dilihat dalam setiap lembar kondisi tekstil terlampir, adapun uraian dan rincian proses perawatan dapat dilihat di naskah “Konservasi Tekstil” (dapat diunduh di www.primastoria.net).
KNI No. Inv. URB TPB TPBBTPBA TURB NJB TKB811812813814815824825826827838839840841842843945846847849850851
10138101701028410287102901093010931109321093310971 a10971 b10972109731097410975109791098010982109841098511090
113 Thn.113 Thn.113 Thn.113 Thn.113 Thn.111 Thn.110 Thn.110 Thn.111 Thn.110 Thn.110 Thn.110 Thn.111 Thn.111 Thn.110 Thn.111 Thn.111 Thn.110 Thn.110 Thn.111 Thn.110 Thn.
190219021902190219021904
1904
19041904
19041904
1904
19051905
190519051905
1905
19051905
1905
110110
110110110
110
110110
110
19051905
190519051905
1905
19051905
1905
kapas + lgmkapas + lgmkapaskapassutera + lgmkapaskapaskapaskapaskapaskapaskapaskapaskapaskapaskapaskapaskapaskapaskapaskapas
RusakRusakRusakRusakRusakBaikBaikRusakBaikBaikBaikBaikRusakBaikBaikBaikRusakCukupBaikRusakCukup
313335535555355534534
203020202010102010101010201010102015102015
454540405540404040404040404040404040404040
Tabel 2.
I. PENDAHULAUNA. Latar Belakang
Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Museum Nasional mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengumpulan, registrasi, perawatan, pengawetan, pengamanan, penyajian, publikasi, dan fasilitasi di bidang benda bernilai budaya berskala nasional (Permendikbud No. 48 Tahun 2012). Dalam rangka menjalankan fungsi perawatan dan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional, Museum Nasional memiliki Bidang Perawatan dan Pengawetan. Garis besar kegiatan bidang ini adalah:1. pelaksanaan observasi kondisi benda bernilai budaya berskala nasional;2. pelaksanaan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;3. pelaksanaan perawatan benda bernilai budaya berskala nasional;4. pelaksanaan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional; dan5. pelaksanaan pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.
Bidang Perawatan dan Pengawetan memilki tiga seksi, yaitu: Seksi Observasi, Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan. Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan penanganan serta uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan restorasi benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.
Seksi Observasi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan - Museum Nasional, memiliki rincian tugas:1. melakukan penyusunan program kerja Seksi dan konsep program kerja Bidang;2. melakukan pengamatan dan pendataan kondisi koleksi benda bernilai budaya
berskala nasional;3. melakukan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;4. melakukan klasifikasi kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;5. melakukan rekomendasi penanganan koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;6. melakukan penyusunan bahan bantuan teknis di bidang observasi koleksi benda
bernilai budaya berskala nasional;7. melakukan evaluasi pelaksanaan observasi benda bernilai budaya berskala nasional;8. melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen Seksi; dan
9. melakukan penyusunan laporan Seksi.
Garis besar dari tugas tersebut adalah mengamati benda secara utuh, mengenali/ identifikasi bahan dan cara pembuatan/ pembentukan benda, mengenali/ identifikasi kerusakan, menganalisis kerusakan yang kemungkinan diakibatkan oleh sifat bahan, kontruksi benda, faktor kondisi iklim (suhu dan kelembaban udara, cahaya dan polusi), serta kemungkinan kesalahan dalam penanganan. Dari hasil amatan dilanjutkan dengan
penyimpulan suatu kerusakan dan usulan perawatan dan pengawetan.
B. Landasan HukumPenyusunan Laporan Tahunan Perorangan pada Seksi Observasi – Bidang Perawatan
dan Pengawetan, MUSEUM NASIONAL, dengan mempertimbangkan: 1. UU No. 11 Tahun 2010 tentang CAGAR BUDAYA;2. UU No. 5 Tahun 2014 tentang APARATUR SIPIL NEGARA (ASN);3. PP No. 46 Thn. 2011 dan Perka BKN No. 1 Thn. 2013 tentang Sasaran Kerja PNS [SKP]; 4. PP No. 66 Tahun 2015 tentang MUSEUM;5. Permendikbud RI No. 48 Tahun 2012 tentang ORGANISASI & TATA KERJA MUSEUM
NASIONAL;6. Permendikbud RI No. 27 Tahun 2013 tentang RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL;7. Permen PANRB No. 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP (Standar
Operasional Prosedur);8. Perka BKN No. 1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 46 Tahun 2013
(Sasaran Kerja PNS [SKP]);9. Perka BKN No. 7 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Manajerial (SKM PNS);
10. Perka BKN No. 8 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Teknis (SKT PNS).
II. PEMBAHASAN OBSERVASIA. Dasar Teori
Tahapan pemeliharaan koleksi meliputi observasi, perawatan dan pengawetan. Proses observasi atau pengamatan yang dilakukan Seksi Observasi diawali dengan serangkain proses identifikasi dan klasifikasi bahan baik secara visual atau dengan uji bahan, mengamati dan mempelajari (jenis dan proses) kerusakan, dan bersama-sama dengan Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan akan memutuskan metode perawatan dan pengawetan secara tepat. Seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan seksi-seksi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan ini akan dievalusi secara klinis dengan mempertimbangkan ancangan analitik ilmiah atau empiris, yang selanjutnya disebut sebagai ‘studi atau kajian konservasi’. Dalam hal ini, identifikasi dan klasifikasi bahan dengan mempelajari data keterawatan koleksi, data kondisi iklim dan perangkat penunjang penyimpanan atau displai yang mengitarinya dalam rentang waktu tertentu (yang lazim disebut sebagai studi konservasi secara empiris). Contoh kajian empiris yang faktual adalah pendapat bahwa lilin lebah memiliki sifat tidak merusak kain dengan menunjukkan bukti fragmen kain yang terbungkus lilin yang sudah berumur ribuan tahun dari Mesir.
Sedangkan yang ilmiah adalah suatu kegiatan studi yang lebih mengedepankan pengetahuan teoritis dan pengamatan dengan menggunakan alat (modern). Contohnya pembuktian unsur logam sebagai garam logam pada proses pewarnaan dengan Spektroskopi Fluoresensi Sinar-X pada fragmen kain. Perhatikan Tabel 1 dan Gambar 1.
Rangkaian proses dan hasil kegiatan seksi-seksi dalam Bidang Perawatan dan Pengawetan (Bidang PP) akan terekam dalam formulir isian ‘Lembar Kondisi Koleksi’, selanjutnya disingkat LKK. LKK ini akan memuat informasi berkaitan nomor identitas dan nama koleksi, jenis bahan, jenis kerusakan (kondisi keterawatan), usulan perawatan (mencakup tindakan yang bersifat kuratif – restoratif atau penghentian proses kerusakan dan perbaikannya), serta usulan pengawetan (tindakan yang bersifat preventif atau penghambatan dari kemungkinan proses kerusakan). Menurut sifat dan jenis kerusakannya, Lembar Kondisi Koleksi (LKK) akan dikelompokkan menjadi LKK-Umum (Campuran), Logam, Batu, Keramik, Kayu, Tekstil, Kertas dan Lukisan. Kemudian Bidang PP ini juga melakukan survai kondisi klimatalogi yang informasinya dicantumkan dalam ‘Lembar Data Klimatologi’, yang selanjutnya disebut LDK. LDK memuat keterangan yang berhubungan dengan suhu dan kelembaban udara (suhu permukaan dan kadar air benda), intesitas cahaya, radiasi ultra-violet (UV), dan polusi udara. Data atau dokumen tambahan (DDT) juga diperlukan, dan bisa berupa data jenis bahan dan konstruksi lemari simpan atau
displai, gambar atau desain (tiga dimensi dan berskala ukuran) ruang simpan atau pamer, berikut bahan (pustaka) rujukan atau (data pribadi) narasumber.
Kumpulan informasi dalam LIK, LKK, LDK dan DDT adalah dokumen penting di museum yang harus terawat dan dikelola dengan baik. Dokumen-dokumen ini secara fisik bisa berupa lembar kertas cetakan atau berupa format digital (soft-copy siap cetak, selanjutnya disingkat SCSC, yang mungkin tersimpan dalam CD). Pengelolaan dokumen kertas (termasuk CD, sebagai data mati) secara fisik yang biasanya dilakukan pustakawan atau arsiparis ini memerlukan folder, lemari simpan dan ruangan yang memadai. Tetapi pengelolaan kumpulan informasi pada LIK, LKK, LDK dan DDT dalam sistem database konservasi (Dasi) adalah yang paling umum dilakukan pada abad informasi saat ini.
Observasi terhadap 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 koleksi sebagai pembanding) yang dilakukan secara visual ini dengan mempertimbangkan lingkup data (data field) sebagaimana dimuat dalam Blangko Lembar Kondisi Koleksi (Umum) dan Lembar Kondisi Tekstil (Khusus), lihat halaman 06 dan 07. Laju percepatan kerusakan tekstil dengan mempertimbangkan usia relatif benda (URB), jenis bahan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai notasi jenis bahan dan disingkat NJB), kondisi benda saat pengamatan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai tingkat kerusakan benda dan disingkat TKB). Observasi ini dianalisis dengan sistem database khusus konservasi (dengan kode CuraTool), yang secara langsung dan otomatis menampilkan grafik sebagai hasil pembandingan antara URB, NJB dan TKB, lihat Gambar 2 hal. 11 dan Gambar 3 hal. 12. Analisis dari hasil observasi ini juga mempertimbangkan data-data LDK dan DDT.
B. Prosedur Observasi1. Mengamati benda koleksi secara menyeluruh (depan, belakang, samping kanan dan
kiri, serta bagian atas dan bawah). Dengan sangat hati-hati, angkat benda dengan kaus tangan untuk melihat bagian bawah koleksi. dan mendetail. Gunakan pensil untuk mengisi formulir Lembar Kondisi Koleksi (LKK), hindari penggunaan ballpoint dan alat tulis bertinta lain untuk menghindari resiko ternodanya koleksi dari alat tulis bertinta tersebut. Lepaskan jam tangan, gelang tangan, alat tulis atau benda apapun yang berada di kantong baju, name tag yang digantungkan di krah baju atau leher, dan hal-hal lain yang bisa beresiko terhadap koleksi yang akan kita amati (observasi).Penjelasan Lembar Kondisi Koleksi (LKK), lihat halaman 6 dan 7. Semua isian data (data field) pada Lembar Kondisi diberi nomor untuk kemudahan penjelasan dan pengkodean dalam hal untuk pembahasan (analisa data) berikut pelaporannya.a. Keterangan Pokok: No. Urut, No. Inv., Nama Benda, Asal Benda, Keterangan/ Deskripsi
Singkat, Ukuran, Kondisi dan Lokasi Benda. b. Bahan. Bahan pembentuk koleksi secara umum dikelompokkan menjadi: Logam,
Non-Logam, Selulose, Protein dan Lain-lain. Logam dan Non Logam dapat masuk kategori Anorganik, sedang Selulose dan Protein masuk kategori Organik. Jika
bahan organik dari binatang dimasukkan dalam kelompok Protein, sedangkan yang dari tumbuh-tumbuhan masuk ke dalam kelompok Selulose. Tetapi ada bahan yang masuk kelompok Lain-lain karena bahan tersebut memiliki komponen organik dan anorganik. Bahan tekstil tidak bisa dikelompokkan hanya di satu kelompok Organik, tetapi harus dipisahkan ke Protein (tekstil yang berbahan dasar sutera atau wol) atau ke Selulose (tekstil yang berbahan dasar kapas, rami, atau goni). Bahan pembersih yang bersifat asam agak kuat dapat merusak kain terbuat dari kapas tapi aman bagi kain yang terbuat dari sutera. Perhatikan Lembar Kondisi Koleksi (Umum) pada halaman 6, dan bandingkan dengan Lembar Kondisi Tekstil pada halaman 7.
c. Kondisi Benda Pada Saat Pengamatan. Kondisi keterawatan koleksi dikelompokkan menjadi Kerusakan Fisik (1. Rapuh, 2. Kotor, 3. Lemak, 4. Kelupas, 5. Gores, 6. Retak, 7. Patah, 8. Hilang, 9. Basah, 10. Kering, 11. Lain), Kerusakan Kimiawi (1. Lapuk, 2. Pudar, 3. Korosi, 4. Oksidasi, 5. Bau, 6. Noda, 7. Kristal garam, 8. Lain) dan Kerusakan Biotis (1. Jamur, 2. Insek, 3. Ganggang, 4. Lumut, 5. Lichens, 6. Lain). Kondisi rapuh (fragile) pada kelompok kerusakan fisik dibedakan dengan lapuk (brittle) pada kelompok kerusakan kimiawi, karena dalam pengertian ini rapuh bisa dimungkinkan menjadi agak kuat setelah proses kontrol kelembaban, sedangkan lapuk cenderung ke arah hancur dan tidak bisa direkondisi lagi.
d. Kondisi Iklim Mikro dan Makro Pada Saat Pengamatan. Dengan memper- timbangkan Lembar Data Klimatologi (LDK), serta memperhitungkan alat-alat ukur dan prosedur kalibrasi.Iklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya dicatat di Lembar Kondisi Koleksi (seperti pada halaman 6 dan 7). Kalau koleksi ditempatkan dalam lemari simpan berarti iklim mikro sama dengan yang ada didalam lemari simpan. Sedangkan yang iklim makro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada diluar iklim mikro. Data iklim makro biasanya dicatat di Lembar Data Klimatologi (halaman 18 dan 19). Weintraub (2002) menjelaskan pengertian dan perhitungan Equilibrium Moisture Content (EMC) dan EMC/RH isotherm bahan organik (kapas, linen, kertas, kayu, dsb.); serta kapasitas bu�ering (MH) dan rekondisi silicagel.
e. Usulan Perawatan dan Pengawetan. Dibahas secara lengkap di “Tekstil Tradisional: Pengenalan Bahan dan Teknik” dan “Konservasi Tekstil”;
f. Usulan Uji Bahan (Laboratorium). Melalui serangkaian proses observasi dari sekian banyak koleksi atau mempertimbangkan suatu kondisi tertentu terjadinya kerusakan pada koleksi, Konservator akan mengusulkan uji bahan. Uji bahan dimaksudkan untuk mengetahui proses terjadinya kerusakan dan atau penguatan data pendukung untuk keperluan studi konservasi dan koleksi tingkat lanjut. Studi tingkat lanjut ini bisa berupa pembuatan Alur Waktu (Timeline) bahan atau tehnik pembuatan suatu benda pada suatu masa atau periode tertentu, yang mana bahan atau tehnik ini sebagai bagian dari suatu koleksi yang tidak bisa digantikan (sebagai atribut teknologis).
[ 10 ]
g. Teknik Pengamatan. Teknik pengamataan adalah penjelasan dengan cara dan alat bantu apa pada saat seseorang mengamati kondisi keterawatan koleksi di museum.
2. Analisis Data Observasi. Analisis data observasi bisa dilakukan pada beberapa kemungkinan. Pertama
adalah analisis berdasarkan dari pengumpulan data proses perawatan dan pengawetan, data iklim pada lingkungan benda yang menjalani proses perawatan dan pengawetan, data iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, serta data-data pendukung lainnya. Kedua adalah analisis data hasil observasi dari sejumlah koleksi (kumpulan data hasil observasi sendiri). Ketiga adalah pembahasan berdasarkan gabungan dari langkah pertama dan kedua. Tetapi pokok bahasan utama tetap, yakni penyimpulan tentang kondisi keterawatan koleksi berkaitan dengan kondisi bahan, cara pembuatan dan kondisi iklim yang mengitarinya. Evaluasi dan tinjauan proses kerja perawatan dan pengawetan pada masa lalu dan masa akan datang juga akan dilakukan.
Entri data hasil survei lapangan pada Lembar Kondisi Tekstil (LKTe, hal. 07) ke dalam sistem database khusus konservasi, dan selanjutnya ditinjau dan diedit melalui Menu Daftar Editing dan Kontrol Data (Tabel 2, hal. 09). Ada konversi data teks ke bentuk numerik, sehingga data dapat langsung dipresentasikan dalam bentuk grafik. Konversi ini akan meliputi: Jenis Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB).
Notasi Jenis Bahan (NJB): untuk bahan selulose (kulit kayu, kapas, serat nanas, dan sejenisnya) memiliki angka 40 (warna hijau); untuk bahan protein (sutera, wool, kulit binatang, dan sejenisnya) memiliki angka 50 (warna kuning); untuk bahan logam memiliki angka 5 (warna merah); untuk kombinasi selulose dan logam memiliki angka 45 (warna hijau tua) dan untuk bahan kombinasi protein dan logam memiliki angka 55 (warna kuning tua). Di sini, Sistem Database Konservasi akan secara otomatis menampilkan Grafik Analisis Spontan (GAS) untuk mengetahui hubungan antara Usia (URB), Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB), lihat gambar 2 dan 3 pada halaman 11 dan 12.
Tingkat Kerusakan Benda (TKB) 10 berarti berkondisi Baik (warna hijau, prioritas konservasi: 5); 15 berarti berkondisi Cukup (warna kuning, prioritas: 4); 20 berarti berkondisi Rusak (warna merah muda, prioritas: 3); 25 berarti berkondisi Hancur (warna merah tua, prioritas: 2); 30 berarti berkondisi fisik benda bisa Baik, Cukup, Rusak atau Hancur tetapi jenis kerusakannya aktif, seperti indikasi serangan mikroorganisme atau insek, dan kondisi keasamannya/ pH pada saat pengamatan terlalu tinggi (warna merah tua sekali, prioritas: 1). Representasi grafik Bahan dan Kondisi koleksi ini juga dimaknai dengan adanya Usia Relatif Benda (URB) dan Kode Nomor Inventaris (KNI) untuk penyederhanaan, dan untuk melacak No. Inv. atau lokasi benda akan tetap dengan mudah dengan melihat Daftar (Tabel 2, hal. 09, atau Daftar Koleksi 01 sampai 10 terlampir). Dengan pemahaman ini, jika saat ini kita menjumpai kain katun berkondisi bagus (baik) tapi ada indikasi jamur atau tingkat keasamannya tinggi maka koleksi tersebut dikategorikan mengalami ancaman/ kerusakan aktif dan skala prioritas yang tadinya 5 menjadi 1 (indikator warna hijau berubah menjadi merah tua sekali).
Usia Relatif Benda (URB) akan muncul secara otomatis, jika kita telah mengisi kolom isian (data field) tahun perolehan benda. URB adalah hasil pengurangan tanggal sekarang (Today) dan Tanggal Perolehan Benda (TPB) Bilamana kita tidak mengetahui tahun perolehan koleksi maka perlu dilakukan Tafsir Usia Relatif Benda (TURB). Proses TURB diawali dengan memunculkan keseluruhan data, dan langkah berikutnya dengan mensortir nomor inventaris benda. Jika ada lima koleksi yang diketahui TPB-nya nomor 1 dan 5, maka setelah pensortiran akan diketahui bahwa URB koleksi nomor 2, 3 dan 4 adalah antara URB koleksi nomor 1 dan 5. Jika koleksi no 1 sebagai pembatas atas disebut sebagai Tanggal Perolehan Benda Atas (TPBA) dan koleksi no 5 sebagai Tanggal Perolehan Benda Bawah (TPBB). Dengan mengisi kolom TPBA dan TPBB maka sistem database secara otomatis menilai angka Tafsir Usia Relatif Benda (TURB), Lihat Tabel 2, hal. 09 atau Lampiran Daftar 01 sampai 10. Disinilah letak manfaat 800 koleksi pembanding untuk mempertajam hasil TURB dan validasi data lain, serta meminimalkan kesalahan interpretasi data. Sebagai gambaran, apabila analisis dipaksakan dengan hanya hasil observasi 200 koleksi untuk mengetahui usia relatif koleksi dengan KNI 2 sampai 9, sedangkan yang diketahui dengan KNI 1 dan 10. Maka tingkat kesalahan dari hasil pengamatan semakin besar dan akan berdampak pula pada penyimpulan laju atau percepatan kerusakan koleksi yang diamati.
C. Pembahasan ObservasiObservasi 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 sebagai pembanding)
memberikan gambaran bahwa pentingnya mempertahankan identitas pada setiap koleksi berupa nomor inventaris. No. Inv. ini harus ditulis dalam format angka 6 (enam digit), misalnya koleksi dengan nomor inventaris 11 a harus ditulis dengan 000011 a. Diawali dengan identitas no. inv. yang benar selanjutnya diikuti dengan nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan dilengkapi foto benda. Sistematika penulisan lokasi benda yang benar adalah menjelaskan lokasi gedung, ruang, nomor lemari dan laci. Keterangan dalam format gabungan teks dan numerik bisa dinotasikan lebih sederhana secara otomatis dalam sistem database komputer, misalnya: GB.ST5.011.02 berarti koleksi disimpan dalam Gedung B (GB), di ruang Storage Tekstil lantai 5 (ST5), lemari 11 (011) dan laci 2 (02). Foto yang melengkapi data koleksi harus dibuat link, dan dibuat otomatis menyimpan alamat berkas/ file foto dimana disimpan. No. inv., nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan foto benda adalah isian data (data field) pokok yang harus ditulis dalam mengisi lembar inventaris atau lembar kondisi koleksi.
Dari seribu koleksi tekstil menunjukkan bahwa 726 koleksi berkondisi baik, 115 berkondisi cukup (baik), 152 berkondisi rusak, 7 berkondisi hancur, dan 8 koleksi
mengalami kerusakan aktif. Dari 152 koleksi rusak menunjukkan pula 129 berbahan selulose (10 diantaranya ada komponen logamnya) dan 11 berbahan protein (1 diantaranya ada komponen logamnya), namun perlu diketahui dari seribu koleksi yang diamati memang 930 berbahan selulose. Tetapi data menunjukkan bahwa kain yang memiliki komponen logam lebih banyak yang mengalami kerusakan, perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.
Kisaran perolehan koleksi tekstil yang diamati adalah dari tahun 1867 (berumur relatif 148 tahun) dan tahun 1949 (berumur relatif 65 tahun). Dari pengamatan yang dirunut (disortir) menurut usia relatifnya, kain yang berumur semakin tua bukan berarti semakin rusak, atau sebaliknya: kain yang berumur semakin muda bukan berarti kain semakin baik kondisinya, perhatikan Gambar 3 halaman 12 dan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.
Analisis kerusakan dengan mempertimbangkan kandungan air (pada koleksi), kondisi pH dan data iklim pada masa lalu tidak dapat dilakukan karena “Conditional and Climatic Data” yang tersedia tidak tersinkronisasi dengan koleksi yang diobservasi. Format data yang ada masih dibuat konvensional (belum digital), sehingga sulit untuk analisisnya.
III. PENUTUPA. Kesimpulan
Dari hasil observasi 200 koleksi pilihan menunjukkan bahwa hanya 3 (1,5%) koleksi berkondisi Baik (Prioritas 5, kisaran usia relatif 74 sampai 134 tahun); 41 (20%) koleksi berkondisi Cukup (Prioritas 4, kisaran usia relatif 69 sampai 134 tahun); 149 (74%) koleksi berkondisi Rusak (Prioritas 3, kisaran usia 108 sampai 148 tahun); 7 (4%) koleksi berkondisi Hancur (Prioritas 2, kisaran usia 109 sampai 134 tahun) dan 8 (5%) koleksi mengalami kerusakan Aktif (Prioritas 1, kisaran usia relatif 113 sampai 134 tahun). Perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17. Gambaran hasil observasi terhadap 200 koleksi ini ditujukan pada koleksi rusak sehingga 1,5% dari 200 koleksi yang diobservasi bukan berarti sama kalau 1,5% dari seluruh koleksi Museum Nasional. (Perhatikan pembahasan halaman 11, ada 726 koleksi berkondisi baik di antara 1.000 koleksi yang diamati.)
Tekstil berserat selulose (kulit kayu, serat kapas, serat nanas, dsb.) dan berserat protein (sutera atau wool) yang beronamen logam cenderung mengalami kerusakan dengan prioritas tinggi (1, 2 dan 3). Usia relatif diatas 74 tahun pada tekstil berornamen logam juga lebih banyak mengalami kerusakan.
B. SaranObservasi terhadap 200 yang koleksi tekstil dengan tahun perolehan antara tahun
1867 dan 1950 ini lebih mengandalkan pengamatan visual dan perlu ditindak- lanjuti dengan uji bahan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Uji bahan diarahkan pada identifikasi serat secara laboratoris, cek pH, cek kandungan air pada serat dan cek kandungan logam lain (yang biasa digunakan pada proses pencelupan warna atau pada garam logam). Walaupun “conditional and climatic data” yang ada masih konvensional dan belum tersinkronisasi dengan 200 koleksi yang diobservasi, tetapi dari uraian diatas paling tidak telah membuktikan bahwa metode analisis yang menerapkan sistem database komputer mempermudah proses pekerjaan observasi. Hasil observasi dan analisis inipun sekaligus menjadi tolok ukur (benchmarking) keberhasilan usaha perawatan dan pengawetan tekstil di Museum Nasional setelah dicek untuk beberapa tahun yang akan datang.
Saran perawatan dari 200 koleksi tekstil yang telah diobservasi dapat dilihat dalam setiap lembar kondisi tekstil terlampir, adapun uraian dan rincian proses perawatan dapat dilihat di naskah “Konservasi Tekstil” (dapat diunduh di www.primastoria.net).
I. PENDAHULAUNA. Latar Belakang
Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Museum Nasional mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengumpulan, registrasi, perawatan, pengawetan, pengamanan, penyajian, publikasi, dan fasilitasi di bidang benda bernilai budaya berskala nasional (Permendikbud No. 48 Tahun 2012). Dalam rangka menjalankan fungsi perawatan dan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional, Museum Nasional memiliki Bidang Perawatan dan Pengawetan. Garis besar kegiatan bidang ini adalah:1. pelaksanaan observasi kondisi benda bernilai budaya berskala nasional;2. pelaksanaan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;3. pelaksanaan perawatan benda bernilai budaya berskala nasional;4. pelaksanaan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional; dan5. pelaksanaan pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.
Bidang Perawatan dan Pengawetan memilki tiga seksi, yaitu: Seksi Observasi, Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan. Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan penanganan serta uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan restorasi benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.
Seksi Observasi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan - Museum Nasional, memiliki rincian tugas:1. melakukan penyusunan program kerja Seksi dan konsep program kerja Bidang;2. melakukan pengamatan dan pendataan kondisi koleksi benda bernilai budaya
berskala nasional;3. melakukan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;4. melakukan klasifikasi kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;5. melakukan rekomendasi penanganan koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;6. melakukan penyusunan bahan bantuan teknis di bidang observasi koleksi benda
bernilai budaya berskala nasional;7. melakukan evaluasi pelaksanaan observasi benda bernilai budaya berskala nasional;8. melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen Seksi; dan
9. melakukan penyusunan laporan Seksi.
Garis besar dari tugas tersebut adalah mengamati benda secara utuh, mengenali/ identifikasi bahan dan cara pembuatan/ pembentukan benda, mengenali/ identifikasi kerusakan, menganalisis kerusakan yang kemungkinan diakibatkan oleh sifat bahan, kontruksi benda, faktor kondisi iklim (suhu dan kelembaban udara, cahaya dan polusi), serta kemungkinan kesalahan dalam penanganan. Dari hasil amatan dilanjutkan dengan
penyimpulan suatu kerusakan dan usulan perawatan dan pengawetan.
B. Landasan HukumPenyusunan Laporan Tahunan Perorangan pada Seksi Observasi – Bidang Perawatan
dan Pengawetan, MUSEUM NASIONAL, dengan mempertimbangkan: 1. UU No. 11 Tahun 2010 tentang CAGAR BUDAYA;2. UU No. 5 Tahun 2014 tentang APARATUR SIPIL NEGARA (ASN);3. PP No. 46 Thn. 2011 dan Perka BKN No. 1 Thn. 2013 tentang Sasaran Kerja PNS [SKP]; 4. PP No. 66 Tahun 2015 tentang MUSEUM;5. Permendikbud RI No. 48 Tahun 2012 tentang ORGANISASI & TATA KERJA MUSEUM
NASIONAL;6. Permendikbud RI No. 27 Tahun 2013 tentang RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL;7. Permen PANRB No. 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP (Standar
Operasional Prosedur);8. Perka BKN No. 1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 46 Tahun 2013
(Sasaran Kerja PNS [SKP]);9. Perka BKN No. 7 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Manajerial (SKM PNS);
10. Perka BKN No. 8 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Teknis (SKT PNS).
II. PEMBAHASAN OBSERVASIA. Dasar Teori
Tahapan pemeliharaan koleksi meliputi observasi, perawatan dan pengawetan. Proses observasi atau pengamatan yang dilakukan Seksi Observasi diawali dengan serangkain proses identifikasi dan klasifikasi bahan baik secara visual atau dengan uji bahan, mengamati dan mempelajari (jenis dan proses) kerusakan, dan bersama-sama dengan Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan akan memutuskan metode perawatan dan pengawetan secara tepat. Seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan seksi-seksi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan ini akan dievalusi secara klinis dengan mempertimbangkan ancangan analitik ilmiah atau empiris, yang selanjutnya disebut sebagai ‘studi atau kajian konservasi’. Dalam hal ini, identifikasi dan klasifikasi bahan dengan mempelajari data keterawatan koleksi, data kondisi iklim dan perangkat penunjang penyimpanan atau displai yang mengitarinya dalam rentang waktu tertentu (yang lazim disebut sebagai studi konservasi secara empiris). Contoh kajian empiris yang faktual adalah pendapat bahwa lilin lebah memiliki sifat tidak merusak kain dengan menunjukkan bukti fragmen kain yang terbungkus lilin yang sudah berumur ribuan tahun dari Mesir.
Sedangkan yang ilmiah adalah suatu kegiatan studi yang lebih mengedepankan pengetahuan teoritis dan pengamatan dengan menggunakan alat (modern). Contohnya pembuktian unsur logam sebagai garam logam pada proses pewarnaan dengan Spektroskopi Fluoresensi Sinar-X pada fragmen kain. Perhatikan Tabel 1 dan Gambar 1.
Rangkaian proses dan hasil kegiatan seksi-seksi dalam Bidang Perawatan dan Pengawetan (Bidang PP) akan terekam dalam formulir isian ‘Lembar Kondisi Koleksi’, selanjutnya disingkat LKK. LKK ini akan memuat informasi berkaitan nomor identitas dan nama koleksi, jenis bahan, jenis kerusakan (kondisi keterawatan), usulan perawatan (mencakup tindakan yang bersifat kuratif – restoratif atau penghentian proses kerusakan dan perbaikannya), serta usulan pengawetan (tindakan yang bersifat preventif atau penghambatan dari kemungkinan proses kerusakan). Menurut sifat dan jenis kerusakannya, Lembar Kondisi Koleksi (LKK) akan dikelompokkan menjadi LKK-Umum (Campuran), Logam, Batu, Keramik, Kayu, Tekstil, Kertas dan Lukisan. Kemudian Bidang PP ini juga melakukan survai kondisi klimatalogi yang informasinya dicantumkan dalam ‘Lembar Data Klimatologi’, yang selanjutnya disebut LDK. LDK memuat keterangan yang berhubungan dengan suhu dan kelembaban udara (suhu permukaan dan kadar air benda), intesitas cahaya, radiasi ultra-violet (UV), dan polusi udara. Data atau dokumen tambahan (DDT) juga diperlukan, dan bisa berupa data jenis bahan dan konstruksi lemari simpan atau
displai, gambar atau desain (tiga dimensi dan berskala ukuran) ruang simpan atau pamer, berikut bahan (pustaka) rujukan atau (data pribadi) narasumber.
Kumpulan informasi dalam LIK, LKK, LDK dan DDT adalah dokumen penting di museum yang harus terawat dan dikelola dengan baik. Dokumen-dokumen ini secara fisik bisa berupa lembar kertas cetakan atau berupa format digital (soft-copy siap cetak, selanjutnya disingkat SCSC, yang mungkin tersimpan dalam CD). Pengelolaan dokumen kertas (termasuk CD, sebagai data mati) secara fisik yang biasanya dilakukan pustakawan atau arsiparis ini memerlukan folder, lemari simpan dan ruangan yang memadai. Tetapi pengelolaan kumpulan informasi pada LIK, LKK, LDK dan DDT dalam sistem database konservasi (Dasi) adalah yang paling umum dilakukan pada abad informasi saat ini.
Observasi terhadap 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 koleksi sebagai pembanding) yang dilakukan secara visual ini dengan mempertimbangkan lingkup data (data field) sebagaimana dimuat dalam Blangko Lembar Kondisi Koleksi (Umum) dan Lembar Kondisi Tekstil (Khusus), lihat halaman 06 dan 07. Laju percepatan kerusakan tekstil dengan mempertimbangkan usia relatif benda (URB), jenis bahan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai notasi jenis bahan dan disingkat NJB), kondisi benda saat pengamatan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai tingkat kerusakan benda dan disingkat TKB). Observasi ini dianalisis dengan sistem database khusus konservasi (dengan kode CuraTool), yang secara langsung dan otomatis menampilkan grafik sebagai hasil pembandingan antara URB, NJB dan TKB, lihat Gambar 2 hal. 11 dan Gambar 3 hal. 12. Analisis dari hasil observasi ini juga mempertimbangkan data-data LDK dan DDT.
B. Prosedur Observasi1. Mengamati benda koleksi secara menyeluruh (depan, belakang, samping kanan dan
kiri, serta bagian atas dan bawah). Dengan sangat hati-hati, angkat benda dengan kaus tangan untuk melihat bagian bawah koleksi. dan mendetail. Gunakan pensil untuk mengisi formulir Lembar Kondisi Koleksi (LKK), hindari penggunaan ballpoint dan alat tulis bertinta lain untuk menghindari resiko ternodanya koleksi dari alat tulis bertinta tersebut. Lepaskan jam tangan, gelang tangan, alat tulis atau benda apapun yang berada di kantong baju, name tag yang digantungkan di krah baju atau leher, dan hal-hal lain yang bisa beresiko terhadap koleksi yang akan kita amati (observasi).Penjelasan Lembar Kondisi Koleksi (LKK), lihat halaman 6 dan 7. Semua isian data (data field) pada Lembar Kondisi diberi nomor untuk kemudahan penjelasan dan pengkodean dalam hal untuk pembahasan (analisa data) berikut pelaporannya.a. Keterangan Pokok: No. Urut, No. Inv., Nama Benda, Asal Benda, Keterangan/ Deskripsi
Singkat, Ukuran, Kondisi dan Lokasi Benda. b. Bahan. Bahan pembentuk koleksi secara umum dikelompokkan menjadi: Logam,
Non-Logam, Selulose, Protein dan Lain-lain. Logam dan Non Logam dapat masuk kategori Anorganik, sedang Selulose dan Protein masuk kategori Organik. Jika
bahan organik dari binatang dimasukkan dalam kelompok Protein, sedangkan yang dari tumbuh-tumbuhan masuk ke dalam kelompok Selulose. Tetapi ada bahan yang masuk kelompok Lain-lain karena bahan tersebut memiliki komponen organik dan anorganik. Bahan tekstil tidak bisa dikelompokkan hanya di satu kelompok Organik, tetapi harus dipisahkan ke Protein (tekstil yang berbahan dasar sutera atau wol) atau ke Selulose (tekstil yang berbahan dasar kapas, rami, atau goni). Bahan pembersih yang bersifat asam agak kuat dapat merusak kain terbuat dari kapas tapi aman bagi kain yang terbuat dari sutera. Perhatikan Lembar Kondisi Koleksi (Umum) pada halaman 6, dan bandingkan dengan Lembar Kondisi Tekstil pada halaman 7.
c. Kondisi Benda Pada Saat Pengamatan. Kondisi keterawatan koleksi dikelompokkan menjadi Kerusakan Fisik (1. Rapuh, 2. Kotor, 3. Lemak, 4. Kelupas, 5. Gores, 6. Retak, 7. Patah, 8. Hilang, 9. Basah, 10. Kering, 11. Lain), Kerusakan Kimiawi (1. Lapuk, 2. Pudar, 3. Korosi, 4. Oksidasi, 5. Bau, 6. Noda, 7. Kristal garam, 8. Lain) dan Kerusakan Biotis (1. Jamur, 2. Insek, 3. Ganggang, 4. Lumut, 5. Lichens, 6. Lain). Kondisi rapuh (fragile) pada kelompok kerusakan fisik dibedakan dengan lapuk (brittle) pada kelompok kerusakan kimiawi, karena dalam pengertian ini rapuh bisa dimungkinkan menjadi agak kuat setelah proses kontrol kelembaban, sedangkan lapuk cenderung ke arah hancur dan tidak bisa direkondisi lagi.
d. Kondisi Iklim Mikro dan Makro Pada Saat Pengamatan. Dengan memper- timbangkan Lembar Data Klimatologi (LDK), serta memperhitungkan alat-alat ukur dan prosedur kalibrasi.Iklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya dicatat di Lembar Kondisi Koleksi (seperti pada halaman 6 dan 7). Kalau koleksi ditempatkan dalam lemari simpan berarti iklim mikro sama dengan yang ada didalam lemari simpan. Sedangkan yang iklim makro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada diluar iklim mikro. Data iklim makro biasanya dicatat di Lembar Data Klimatologi (halaman 18 dan 19). Weintraub (2002) menjelaskan pengertian dan perhitungan Equilibrium Moisture Content (EMC) dan EMC/RH isotherm bahan organik (kapas, linen, kertas, kayu, dsb.); serta kapasitas bu�ering (MH) dan rekondisi silicagel.
e. Usulan Perawatan dan Pengawetan. Dibahas secara lengkap di “Tekstil Tradisional: Pengenalan Bahan dan Teknik” dan “Konservasi Tekstil”;
f. Usulan Uji Bahan (Laboratorium). Melalui serangkaian proses observasi dari sekian banyak koleksi atau mempertimbangkan suatu kondisi tertentu terjadinya kerusakan pada koleksi, Konservator akan mengusulkan uji bahan. Uji bahan dimaksudkan untuk mengetahui proses terjadinya kerusakan dan atau penguatan data pendukung untuk keperluan studi konservasi dan koleksi tingkat lanjut. Studi tingkat lanjut ini bisa berupa pembuatan Alur Waktu (Timeline) bahan atau tehnik pembuatan suatu benda pada suatu masa atau periode tertentu, yang mana bahan atau tehnik ini sebagai bagian dari suatu koleksi yang tidak bisa digantikan (sebagai atribut teknologis).
[ 11 ]
g. Teknik Pengamatan. Teknik pengamataan adalah penjelasan dengan cara dan alat bantu apa pada saat seseorang mengamati kondisi keterawatan koleksi di museum.
2. Analisis Data Observasi. Analisis data observasi bisa dilakukan pada beberapa kemungkinan. Pertama
adalah analisis berdasarkan dari pengumpulan data proses perawatan dan pengawetan, data iklim pada lingkungan benda yang menjalani proses perawatan dan pengawetan, data iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, serta data-data pendukung lainnya. Kedua adalah analisis data hasil observasi dari sejumlah koleksi (kumpulan data hasil observasi sendiri). Ketiga adalah pembahasan berdasarkan gabungan dari langkah pertama dan kedua. Tetapi pokok bahasan utama tetap, yakni penyimpulan tentang kondisi keterawatan koleksi berkaitan dengan kondisi bahan, cara pembuatan dan kondisi iklim yang mengitarinya. Evaluasi dan tinjauan proses kerja perawatan dan pengawetan pada masa lalu dan masa akan datang juga akan dilakukan.
Entri data hasil survei lapangan pada Lembar Kondisi Tekstil (LKTe, hal. 07) ke dalam sistem database khusus konservasi, dan selanjutnya ditinjau dan diedit melalui Menu Daftar Editing dan Kontrol Data (Tabel 2, hal. 09). Ada konversi data teks ke bentuk numerik, sehingga data dapat langsung dipresentasikan dalam bentuk grafik. Konversi ini akan meliputi: Jenis Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB).
Notasi Jenis Bahan (NJB): untuk bahan selulose (kulit kayu, kapas, serat nanas, dan sejenisnya) memiliki angka 40 (warna hijau); untuk bahan protein (sutera, wool, kulit binatang, dan sejenisnya) memiliki angka 50 (warna kuning); untuk bahan logam memiliki angka 5 (warna merah); untuk kombinasi selulose dan logam memiliki angka 45 (warna hijau tua) dan untuk bahan kombinasi protein dan logam memiliki angka 55 (warna kuning tua). Di sini, Sistem Database Konservasi akan secara otomatis menampilkan Grafik Analisis Spontan (GAS) untuk mengetahui hubungan antara Usia (URB), Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB), lihat gambar 2 dan 3 pada halaman 11 dan 12.
Tingkat Kerusakan Benda (TKB) 10 berarti berkondisi Baik (warna hijau, prioritas konservasi: 5); 15 berarti berkondisi Cukup (warna kuning, prioritas: 4); 20 berarti berkondisi Rusak (warna merah muda, prioritas: 3); 25 berarti berkondisi Hancur (warna merah tua, prioritas: 2); 30 berarti berkondisi fisik benda bisa Baik, Cukup, Rusak atau Hancur tetapi jenis kerusakannya aktif, seperti indikasi serangan mikroorganisme atau insek, dan kondisi keasamannya/ pH pada saat pengamatan terlalu tinggi (warna merah tua sekali, prioritas: 1). Representasi grafik Bahan dan Kondisi koleksi ini juga dimaknai dengan adanya Usia Relatif Benda (URB) dan Kode Nomor Inventaris (KNI) untuk penyederhanaan, dan untuk melacak No. Inv. atau lokasi benda akan tetap dengan mudah dengan melihat Daftar (Tabel 2, hal. 09, atau Daftar Koleksi 01 sampai 10 terlampir). Dengan pemahaman ini, jika saat ini kita menjumpai kain katun berkondisi bagus (baik) tapi ada indikasi jamur atau tingkat keasamannya tinggi maka koleksi tersebut dikategorikan mengalami ancaman/ kerusakan aktif dan skala prioritas yang tadinya 5 menjadi 1 (indikator warna hijau berubah menjadi merah tua sekali).
Usia Relatif Benda (URB) akan muncul secara otomatis, jika kita telah mengisi kolom isian (data field) tahun perolehan benda. URB adalah hasil pengurangan tanggal sekarang (Today) dan Tanggal Perolehan Benda (TPB) Bilamana kita tidak mengetahui tahun perolehan koleksi maka perlu dilakukan Tafsir Usia Relatif Benda (TURB). Proses TURB diawali dengan memunculkan keseluruhan data, dan langkah berikutnya dengan mensortir nomor inventaris benda. Jika ada lima koleksi yang diketahui TPB-nya nomor 1 dan 5, maka setelah pensortiran akan diketahui bahwa URB koleksi nomor 2, 3 dan 4 adalah antara URB koleksi nomor 1 dan 5. Jika koleksi no 1 sebagai pembatas atas disebut sebagai Tanggal Perolehan Benda Atas (TPBA) dan koleksi no 5 sebagai Tanggal Perolehan Benda Bawah (TPBB). Dengan mengisi kolom TPBA dan TPBB maka sistem database secara otomatis menilai angka Tafsir Usia Relatif Benda (TURB), Lihat Tabel 2, hal. 09 atau Lampiran Daftar 01 sampai 10. Disinilah letak manfaat 800 koleksi pembanding untuk mempertajam hasil TURB dan validasi data lain, serta meminimalkan kesalahan interpretasi data. Sebagai gambaran, apabila analisis dipaksakan dengan hanya hasil observasi 200 koleksi untuk mengetahui usia relatif koleksi dengan KNI 2 sampai 9, sedangkan yang diketahui dengan KNI 1 dan 10. Maka tingkat kesalahan dari hasil pengamatan semakin besar dan akan berdampak pula pada penyimpulan laju atau percepatan kerusakan koleksi yang diamati.
C. Pembahasan ObservasiObservasi 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 sebagai pembanding)
memberikan gambaran bahwa pentingnya mempertahankan identitas pada setiap koleksi berupa nomor inventaris. No. Inv. ini harus ditulis dalam format angka 6 (enam digit), misalnya koleksi dengan nomor inventaris 11 a harus ditulis dengan 000011 a. Diawali dengan identitas no. inv. yang benar selanjutnya diikuti dengan nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan dilengkapi foto benda. Sistematika penulisan lokasi benda yang benar adalah menjelaskan lokasi gedung, ruang, nomor lemari dan laci. Keterangan dalam format gabungan teks dan numerik bisa dinotasikan lebih sederhana secara otomatis dalam sistem database komputer, misalnya: GB.ST5.011.02 berarti koleksi disimpan dalam Gedung B (GB), di ruang Storage Tekstil lantai 5 (ST5), lemari 11 (011) dan laci 2 (02). Foto yang melengkapi data koleksi harus dibuat link, dan dibuat otomatis menyimpan alamat berkas/ file foto dimana disimpan. No. inv., nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan foto benda adalah isian data (data field) pokok yang harus ditulis dalam mengisi lembar inventaris atau lembar kondisi koleksi.
Dari seribu koleksi tekstil menunjukkan bahwa 726 koleksi berkondisi baik, 115 berkondisi cukup (baik), 152 berkondisi rusak, 7 berkondisi hancur, dan 8 koleksi
mengalami kerusakan aktif. Dari 152 koleksi rusak menunjukkan pula 129 berbahan selulose (10 diantaranya ada komponen logamnya) dan 11 berbahan protein (1 diantaranya ada komponen logamnya), namun perlu diketahui dari seribu koleksi yang diamati memang 930 berbahan selulose. Tetapi data menunjukkan bahwa kain yang memiliki komponen logam lebih banyak yang mengalami kerusakan, perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.
Kisaran perolehan koleksi tekstil yang diamati adalah dari tahun 1867 (berumur relatif 148 tahun) dan tahun 1949 (berumur relatif 65 tahun). Dari pengamatan yang dirunut (disortir) menurut usia relatifnya, kain yang berumur semakin tua bukan berarti semakin rusak, atau sebaliknya: kain yang berumur semakin muda bukan berarti kain semakin baik kondisinya, perhatikan Gambar 3 halaman 12 dan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.
Analisis kerusakan dengan mempertimbangkan kandungan air (pada koleksi), kondisi pH dan data iklim pada masa lalu tidak dapat dilakukan karena “Conditional and Climatic Data” yang tersedia tidak tersinkronisasi dengan koleksi yang diobservasi. Format data yang ada masih dibuat konvensional (belum digital), sehingga sulit untuk analisisnya.
III. PENUTUPA. Kesimpulan
Dari hasil observasi 200 koleksi pilihan menunjukkan bahwa hanya 3 (1,5%) koleksi berkondisi Baik (Prioritas 5, kisaran usia relatif 74 sampai 134 tahun); 41 (20%) koleksi berkondisi Cukup (Prioritas 4, kisaran usia relatif 69 sampai 134 tahun); 149 (74%) koleksi berkondisi Rusak (Prioritas 3, kisaran usia 108 sampai 148 tahun); 7 (4%) koleksi berkondisi Hancur (Prioritas 2, kisaran usia 109 sampai 134 tahun) dan 8 (5%) koleksi mengalami kerusakan Aktif (Prioritas 1, kisaran usia relatif 113 sampai 134 tahun). Perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17. Gambaran hasil observasi terhadap 200 koleksi ini ditujukan pada koleksi rusak sehingga 1,5% dari 200 koleksi yang diobservasi bukan berarti sama kalau 1,5% dari seluruh koleksi Museum Nasional. (Perhatikan pembahasan halaman 11, ada 726 koleksi berkondisi baik di antara 1.000 koleksi yang diamati.)
Tekstil berserat selulose (kulit kayu, serat kapas, serat nanas, dsb.) dan berserat protein (sutera atau wool) yang beronamen logam cenderung mengalami kerusakan dengan prioritas tinggi (1, 2 dan 3). Usia relatif diatas 74 tahun pada tekstil berornamen logam juga lebih banyak mengalami kerusakan.
B. SaranObservasi terhadap 200 yang koleksi tekstil dengan tahun perolehan antara tahun
1867 dan 1950 ini lebih mengandalkan pengamatan visual dan perlu ditindak- lanjuti dengan uji bahan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Uji bahan diarahkan pada identifikasi serat secara laboratoris, cek pH, cek kandungan air pada serat dan cek kandungan logam lain (yang biasa digunakan pada proses pencelupan warna atau pada garam logam). Walaupun “conditional and climatic data” yang ada masih konvensional dan belum tersinkronisasi dengan 200 koleksi yang diobservasi, tetapi dari uraian diatas paling tidak telah membuktikan bahwa metode analisis yang menerapkan sistem database komputer mempermudah proses pekerjaan observasi. Hasil observasi dan analisis inipun sekaligus menjadi tolok ukur (benchmarking) keberhasilan usaha perawatan dan pengawetan tekstil di Museum Nasional setelah dicek untuk beberapa tahun yang akan datang.
Saran perawatan dari 200 koleksi tekstil yang telah diobservasi dapat dilihat dalam setiap lembar kondisi tekstil terlampir, adapun uraian dan rincian proses perawatan dapat dilihat di naskah “Konservasi Tekstil” (dapat diunduh di www.primastoria.net).
Gambar 2: Grafik ini akan otomatis muncul (secara real-time) jika semua isian yang berhubungan KNI, URB, NJB dan TKB telah diisi.
926
876
921
925
944
945
927
928
929
930
935
951
942
943
948
949
950
952
345
901
346
357
358
366
375
376
415
417
418
422
424
425
KNI (Kode Nomor Inventaris)
Keterangan TKB => 10 : Baik; 15 : Cukup; 20 : Rusak; 25 : Hancur; 30 : Aktif. URB = Usia Relatif Benda; NJB = Notasi Jenis Bahan; TKB = Tingkat Kerusakan Benda.Keterangan NJB => 40 : Kapas; 45 : Kapas + Logam; 50 : Sutera; 55 : Sutera + Logam; 90 : Kapas + Sutera; 95 : Kapas + Sutera + Logam.
URB
TKBNJB
10
0
20
40
60
80
100
120
140
160
15
2530
9095
5045
55
Bes
aran
UR
B, N
JB d
an T
KB
Grafik Analisis Spontan (GAS) URB, NJB dan TKBUntuk Mengetahui Hubungan Usia, Bahan dan Tingkat Kerusakan
32 Tekstil di Museum Nasional
I. PENDAHULAUNA. Latar Belakang
Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Museum Nasional mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengumpulan, registrasi, perawatan, pengawetan, pengamanan, penyajian, publikasi, dan fasilitasi di bidang benda bernilai budaya berskala nasional (Permendikbud No. 48 Tahun 2012). Dalam rangka menjalankan fungsi perawatan dan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional, Museum Nasional memiliki Bidang Perawatan dan Pengawetan. Garis besar kegiatan bidang ini adalah:1. pelaksanaan observasi kondisi benda bernilai budaya berskala nasional;2. pelaksanaan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;3. pelaksanaan perawatan benda bernilai budaya berskala nasional;4. pelaksanaan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional; dan5. pelaksanaan pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.
Bidang Perawatan dan Pengawetan memilki tiga seksi, yaitu: Seksi Observasi, Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan. Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan penanganan serta uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan restorasi benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.
Seksi Observasi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan - Museum Nasional, memiliki rincian tugas:1. melakukan penyusunan program kerja Seksi dan konsep program kerja Bidang;2. melakukan pengamatan dan pendataan kondisi koleksi benda bernilai budaya
berskala nasional;3. melakukan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;4. melakukan klasifikasi kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;5. melakukan rekomendasi penanganan koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;6. melakukan penyusunan bahan bantuan teknis di bidang observasi koleksi benda
bernilai budaya berskala nasional;7. melakukan evaluasi pelaksanaan observasi benda bernilai budaya berskala nasional;8. melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen Seksi; dan
9. melakukan penyusunan laporan Seksi.
Garis besar dari tugas tersebut adalah mengamati benda secara utuh, mengenali/ identifikasi bahan dan cara pembuatan/ pembentukan benda, mengenali/ identifikasi kerusakan, menganalisis kerusakan yang kemungkinan diakibatkan oleh sifat bahan, kontruksi benda, faktor kondisi iklim (suhu dan kelembaban udara, cahaya dan polusi), serta kemungkinan kesalahan dalam penanganan. Dari hasil amatan dilanjutkan dengan
penyimpulan suatu kerusakan dan usulan perawatan dan pengawetan.
B. Landasan HukumPenyusunan Laporan Tahunan Perorangan pada Seksi Observasi – Bidang Perawatan
dan Pengawetan, MUSEUM NASIONAL, dengan mempertimbangkan: 1. UU No. 11 Tahun 2010 tentang CAGAR BUDAYA;2. UU No. 5 Tahun 2014 tentang APARATUR SIPIL NEGARA (ASN);3. PP No. 46 Thn. 2011 dan Perka BKN No. 1 Thn. 2013 tentang Sasaran Kerja PNS [SKP]; 4. PP No. 66 Tahun 2015 tentang MUSEUM;5. Permendikbud RI No. 48 Tahun 2012 tentang ORGANISASI & TATA KERJA MUSEUM
NASIONAL;6. Permendikbud RI No. 27 Tahun 2013 tentang RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL;7. Permen PANRB No. 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP (Standar
Operasional Prosedur);8. Perka BKN No. 1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 46 Tahun 2013
(Sasaran Kerja PNS [SKP]);9. Perka BKN No. 7 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Manajerial (SKM PNS);
10. Perka BKN No. 8 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Teknis (SKT PNS).
II. PEMBAHASAN OBSERVASIA. Dasar Teori
Tahapan pemeliharaan koleksi meliputi observasi, perawatan dan pengawetan. Proses observasi atau pengamatan yang dilakukan Seksi Observasi diawali dengan serangkain proses identifikasi dan klasifikasi bahan baik secara visual atau dengan uji bahan, mengamati dan mempelajari (jenis dan proses) kerusakan, dan bersama-sama dengan Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan akan memutuskan metode perawatan dan pengawetan secara tepat. Seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan seksi-seksi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan ini akan dievalusi secara klinis dengan mempertimbangkan ancangan analitik ilmiah atau empiris, yang selanjutnya disebut sebagai ‘studi atau kajian konservasi’. Dalam hal ini, identifikasi dan klasifikasi bahan dengan mempelajari data keterawatan koleksi, data kondisi iklim dan perangkat penunjang penyimpanan atau displai yang mengitarinya dalam rentang waktu tertentu (yang lazim disebut sebagai studi konservasi secara empiris). Contoh kajian empiris yang faktual adalah pendapat bahwa lilin lebah memiliki sifat tidak merusak kain dengan menunjukkan bukti fragmen kain yang terbungkus lilin yang sudah berumur ribuan tahun dari Mesir.
Sedangkan yang ilmiah adalah suatu kegiatan studi yang lebih mengedepankan pengetahuan teoritis dan pengamatan dengan menggunakan alat (modern). Contohnya pembuktian unsur logam sebagai garam logam pada proses pewarnaan dengan Spektroskopi Fluoresensi Sinar-X pada fragmen kain. Perhatikan Tabel 1 dan Gambar 1.
Rangkaian proses dan hasil kegiatan seksi-seksi dalam Bidang Perawatan dan Pengawetan (Bidang PP) akan terekam dalam formulir isian ‘Lembar Kondisi Koleksi’, selanjutnya disingkat LKK. LKK ini akan memuat informasi berkaitan nomor identitas dan nama koleksi, jenis bahan, jenis kerusakan (kondisi keterawatan), usulan perawatan (mencakup tindakan yang bersifat kuratif – restoratif atau penghentian proses kerusakan dan perbaikannya), serta usulan pengawetan (tindakan yang bersifat preventif atau penghambatan dari kemungkinan proses kerusakan). Menurut sifat dan jenis kerusakannya, Lembar Kondisi Koleksi (LKK) akan dikelompokkan menjadi LKK-Umum (Campuran), Logam, Batu, Keramik, Kayu, Tekstil, Kertas dan Lukisan. Kemudian Bidang PP ini juga melakukan survai kondisi klimatalogi yang informasinya dicantumkan dalam ‘Lembar Data Klimatologi’, yang selanjutnya disebut LDK. LDK memuat keterangan yang berhubungan dengan suhu dan kelembaban udara (suhu permukaan dan kadar air benda), intesitas cahaya, radiasi ultra-violet (UV), dan polusi udara. Data atau dokumen tambahan (DDT) juga diperlukan, dan bisa berupa data jenis bahan dan konstruksi lemari simpan atau
displai, gambar atau desain (tiga dimensi dan berskala ukuran) ruang simpan atau pamer, berikut bahan (pustaka) rujukan atau (data pribadi) narasumber.
Kumpulan informasi dalam LIK, LKK, LDK dan DDT adalah dokumen penting di museum yang harus terawat dan dikelola dengan baik. Dokumen-dokumen ini secara fisik bisa berupa lembar kertas cetakan atau berupa format digital (soft-copy siap cetak, selanjutnya disingkat SCSC, yang mungkin tersimpan dalam CD). Pengelolaan dokumen kertas (termasuk CD, sebagai data mati) secara fisik yang biasanya dilakukan pustakawan atau arsiparis ini memerlukan folder, lemari simpan dan ruangan yang memadai. Tetapi pengelolaan kumpulan informasi pada LIK, LKK, LDK dan DDT dalam sistem database konservasi (Dasi) adalah yang paling umum dilakukan pada abad informasi saat ini.
Observasi terhadap 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 koleksi sebagai pembanding) yang dilakukan secara visual ini dengan mempertimbangkan lingkup data (data field) sebagaimana dimuat dalam Blangko Lembar Kondisi Koleksi (Umum) dan Lembar Kondisi Tekstil (Khusus), lihat halaman 06 dan 07. Laju percepatan kerusakan tekstil dengan mempertimbangkan usia relatif benda (URB), jenis bahan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai notasi jenis bahan dan disingkat NJB), kondisi benda saat pengamatan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai tingkat kerusakan benda dan disingkat TKB). Observasi ini dianalisis dengan sistem database khusus konservasi (dengan kode CuraTool), yang secara langsung dan otomatis menampilkan grafik sebagai hasil pembandingan antara URB, NJB dan TKB, lihat Gambar 2 hal. 11 dan Gambar 3 hal. 12. Analisis dari hasil observasi ini juga mempertimbangkan data-data LDK dan DDT.
B. Prosedur Observasi1. Mengamati benda koleksi secara menyeluruh (depan, belakang, samping kanan dan
kiri, serta bagian atas dan bawah). Dengan sangat hati-hati, angkat benda dengan kaus tangan untuk melihat bagian bawah koleksi. dan mendetail. Gunakan pensil untuk mengisi formulir Lembar Kondisi Koleksi (LKK), hindari penggunaan ballpoint dan alat tulis bertinta lain untuk menghindari resiko ternodanya koleksi dari alat tulis bertinta tersebut. Lepaskan jam tangan, gelang tangan, alat tulis atau benda apapun yang berada di kantong baju, name tag yang digantungkan di krah baju atau leher, dan hal-hal lain yang bisa beresiko terhadap koleksi yang akan kita amati (observasi).Penjelasan Lembar Kondisi Koleksi (LKK), lihat halaman 6 dan 7. Semua isian data (data field) pada Lembar Kondisi diberi nomor untuk kemudahan penjelasan dan pengkodean dalam hal untuk pembahasan (analisa data) berikut pelaporannya.a. Keterangan Pokok: No. Urut, No. Inv., Nama Benda, Asal Benda, Keterangan/ Deskripsi
Singkat, Ukuran, Kondisi dan Lokasi Benda. b. Bahan. Bahan pembentuk koleksi secara umum dikelompokkan menjadi: Logam,
Non-Logam, Selulose, Protein dan Lain-lain. Logam dan Non Logam dapat masuk kategori Anorganik, sedang Selulose dan Protein masuk kategori Organik. Jika
bahan organik dari binatang dimasukkan dalam kelompok Protein, sedangkan yang dari tumbuh-tumbuhan masuk ke dalam kelompok Selulose. Tetapi ada bahan yang masuk kelompok Lain-lain karena bahan tersebut memiliki komponen organik dan anorganik. Bahan tekstil tidak bisa dikelompokkan hanya di satu kelompok Organik, tetapi harus dipisahkan ke Protein (tekstil yang berbahan dasar sutera atau wol) atau ke Selulose (tekstil yang berbahan dasar kapas, rami, atau goni). Bahan pembersih yang bersifat asam agak kuat dapat merusak kain terbuat dari kapas tapi aman bagi kain yang terbuat dari sutera. Perhatikan Lembar Kondisi Koleksi (Umum) pada halaman 6, dan bandingkan dengan Lembar Kondisi Tekstil pada halaman 7.
c. Kondisi Benda Pada Saat Pengamatan. Kondisi keterawatan koleksi dikelompokkan menjadi Kerusakan Fisik (1. Rapuh, 2. Kotor, 3. Lemak, 4. Kelupas, 5. Gores, 6. Retak, 7. Patah, 8. Hilang, 9. Basah, 10. Kering, 11. Lain), Kerusakan Kimiawi (1. Lapuk, 2. Pudar, 3. Korosi, 4. Oksidasi, 5. Bau, 6. Noda, 7. Kristal garam, 8. Lain) dan Kerusakan Biotis (1. Jamur, 2. Insek, 3. Ganggang, 4. Lumut, 5. Lichens, 6. Lain). Kondisi rapuh (fragile) pada kelompok kerusakan fisik dibedakan dengan lapuk (brittle) pada kelompok kerusakan kimiawi, karena dalam pengertian ini rapuh bisa dimungkinkan menjadi agak kuat setelah proses kontrol kelembaban, sedangkan lapuk cenderung ke arah hancur dan tidak bisa direkondisi lagi.
d. Kondisi Iklim Mikro dan Makro Pada Saat Pengamatan. Dengan memper- timbangkan Lembar Data Klimatologi (LDK), serta memperhitungkan alat-alat ukur dan prosedur kalibrasi.Iklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya dicatat di Lembar Kondisi Koleksi (seperti pada halaman 6 dan 7). Kalau koleksi ditempatkan dalam lemari simpan berarti iklim mikro sama dengan yang ada didalam lemari simpan. Sedangkan yang iklim makro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada diluar iklim mikro. Data iklim makro biasanya dicatat di Lembar Data Klimatologi (halaman 18 dan 19). Weintraub (2002) menjelaskan pengertian dan perhitungan Equilibrium Moisture Content (EMC) dan EMC/RH isotherm bahan organik (kapas, linen, kertas, kayu, dsb.); serta kapasitas bu�ering (MH) dan rekondisi silicagel.
e. Usulan Perawatan dan Pengawetan. Dibahas secara lengkap di “Tekstil Tradisional: Pengenalan Bahan dan Teknik” dan “Konservasi Tekstil”;
f. Usulan Uji Bahan (Laboratorium). Melalui serangkaian proses observasi dari sekian banyak koleksi atau mempertimbangkan suatu kondisi tertentu terjadinya kerusakan pada koleksi, Konservator akan mengusulkan uji bahan. Uji bahan dimaksudkan untuk mengetahui proses terjadinya kerusakan dan atau penguatan data pendukung untuk keperluan studi konservasi dan koleksi tingkat lanjut. Studi tingkat lanjut ini bisa berupa pembuatan Alur Waktu (Timeline) bahan atau tehnik pembuatan suatu benda pada suatu masa atau periode tertentu, yang mana bahan atau tehnik ini sebagai bagian dari suatu koleksi yang tidak bisa digantikan (sebagai atribut teknologis).
[ 12 ]
g. Teknik Pengamatan. Teknik pengamataan adalah penjelasan dengan cara dan alat bantu apa pada saat seseorang mengamati kondisi keterawatan koleksi di museum.
2. Analisis Data Observasi. Analisis data observasi bisa dilakukan pada beberapa kemungkinan. Pertama
adalah analisis berdasarkan dari pengumpulan data proses perawatan dan pengawetan, data iklim pada lingkungan benda yang menjalani proses perawatan dan pengawetan, data iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, serta data-data pendukung lainnya. Kedua adalah analisis data hasil observasi dari sejumlah koleksi (kumpulan data hasil observasi sendiri). Ketiga adalah pembahasan berdasarkan gabungan dari langkah pertama dan kedua. Tetapi pokok bahasan utama tetap, yakni penyimpulan tentang kondisi keterawatan koleksi berkaitan dengan kondisi bahan, cara pembuatan dan kondisi iklim yang mengitarinya. Evaluasi dan tinjauan proses kerja perawatan dan pengawetan pada masa lalu dan masa akan datang juga akan dilakukan.
Entri data hasil survei lapangan pada Lembar Kondisi Tekstil (LKTe, hal. 07) ke dalam sistem database khusus konservasi, dan selanjutnya ditinjau dan diedit melalui Menu Daftar Editing dan Kontrol Data (Tabel 2, hal. 09). Ada konversi data teks ke bentuk numerik, sehingga data dapat langsung dipresentasikan dalam bentuk grafik. Konversi ini akan meliputi: Jenis Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB).
Notasi Jenis Bahan (NJB): untuk bahan selulose (kulit kayu, kapas, serat nanas, dan sejenisnya) memiliki angka 40 (warna hijau); untuk bahan protein (sutera, wool, kulit binatang, dan sejenisnya) memiliki angka 50 (warna kuning); untuk bahan logam memiliki angka 5 (warna merah); untuk kombinasi selulose dan logam memiliki angka 45 (warna hijau tua) dan untuk bahan kombinasi protein dan logam memiliki angka 55 (warna kuning tua). Di sini, Sistem Database Konservasi akan secara otomatis menampilkan Grafik Analisis Spontan (GAS) untuk mengetahui hubungan antara Usia (URB), Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB), lihat gambar 2 dan 3 pada halaman 11 dan 12.
Tingkat Kerusakan Benda (TKB) 10 berarti berkondisi Baik (warna hijau, prioritas konservasi: 5); 15 berarti berkondisi Cukup (warna kuning, prioritas: 4); 20 berarti berkondisi Rusak (warna merah muda, prioritas: 3); 25 berarti berkondisi Hancur (warna merah tua, prioritas: 2); 30 berarti berkondisi fisik benda bisa Baik, Cukup, Rusak atau Hancur tetapi jenis kerusakannya aktif, seperti indikasi serangan mikroorganisme atau insek, dan kondisi keasamannya/ pH pada saat pengamatan terlalu tinggi (warna merah tua sekali, prioritas: 1). Representasi grafik Bahan dan Kondisi koleksi ini juga dimaknai dengan adanya Usia Relatif Benda (URB) dan Kode Nomor Inventaris (KNI) untuk penyederhanaan, dan untuk melacak No. Inv. atau lokasi benda akan tetap dengan mudah dengan melihat Daftar (Tabel 2, hal. 09, atau Daftar Koleksi 01 sampai 10 terlampir). Dengan pemahaman ini, jika saat ini kita menjumpai kain katun berkondisi bagus (baik) tapi ada indikasi jamur atau tingkat keasamannya tinggi maka koleksi tersebut dikategorikan mengalami ancaman/ kerusakan aktif dan skala prioritas yang tadinya 5 menjadi 1 (indikator warna hijau berubah menjadi merah tua sekali).
Usia Relatif Benda (URB) akan muncul secara otomatis, jika kita telah mengisi kolom isian (data field) tahun perolehan benda. URB adalah hasil pengurangan tanggal sekarang (Today) dan Tanggal Perolehan Benda (TPB) Bilamana kita tidak mengetahui tahun perolehan koleksi maka perlu dilakukan Tafsir Usia Relatif Benda (TURB). Proses TURB diawali dengan memunculkan keseluruhan data, dan langkah berikutnya dengan mensortir nomor inventaris benda. Jika ada lima koleksi yang diketahui TPB-nya nomor 1 dan 5, maka setelah pensortiran akan diketahui bahwa URB koleksi nomor 2, 3 dan 4 adalah antara URB koleksi nomor 1 dan 5. Jika koleksi no 1 sebagai pembatas atas disebut sebagai Tanggal Perolehan Benda Atas (TPBA) dan koleksi no 5 sebagai Tanggal Perolehan Benda Bawah (TPBB). Dengan mengisi kolom TPBA dan TPBB maka sistem database secara otomatis menilai angka Tafsir Usia Relatif Benda (TURB), Lihat Tabel 2, hal. 09 atau Lampiran Daftar 01 sampai 10. Disinilah letak manfaat 800 koleksi pembanding untuk mempertajam hasil TURB dan validasi data lain, serta meminimalkan kesalahan interpretasi data. Sebagai gambaran, apabila analisis dipaksakan dengan hanya hasil observasi 200 koleksi untuk mengetahui usia relatif koleksi dengan KNI 2 sampai 9, sedangkan yang diketahui dengan KNI 1 dan 10. Maka tingkat kesalahan dari hasil pengamatan semakin besar dan akan berdampak pula pada penyimpulan laju atau percepatan kerusakan koleksi yang diamati.
C. Pembahasan ObservasiObservasi 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 sebagai pembanding)
memberikan gambaran bahwa pentingnya mempertahankan identitas pada setiap koleksi berupa nomor inventaris. No. Inv. ini harus ditulis dalam format angka 6 (enam digit), misalnya koleksi dengan nomor inventaris 11 a harus ditulis dengan 000011 a. Diawali dengan identitas no. inv. yang benar selanjutnya diikuti dengan nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan dilengkapi foto benda. Sistematika penulisan lokasi benda yang benar adalah menjelaskan lokasi gedung, ruang, nomor lemari dan laci. Keterangan dalam format gabungan teks dan numerik bisa dinotasikan lebih sederhana secara otomatis dalam sistem database komputer, misalnya: GB.ST5.011.02 berarti koleksi disimpan dalam Gedung B (GB), di ruang Storage Tekstil lantai 5 (ST5), lemari 11 (011) dan laci 2 (02). Foto yang melengkapi data koleksi harus dibuat link, dan dibuat otomatis menyimpan alamat berkas/ file foto dimana disimpan. No. inv., nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan foto benda adalah isian data (data field) pokok yang harus ditulis dalam mengisi lembar inventaris atau lembar kondisi koleksi.
Dari seribu koleksi tekstil menunjukkan bahwa 726 koleksi berkondisi baik, 115 berkondisi cukup (baik), 152 berkondisi rusak, 7 berkondisi hancur, dan 8 koleksi
mengalami kerusakan aktif. Dari 152 koleksi rusak menunjukkan pula 129 berbahan selulose (10 diantaranya ada komponen logamnya) dan 11 berbahan protein (1 diantaranya ada komponen logamnya), namun perlu diketahui dari seribu koleksi yang diamati memang 930 berbahan selulose. Tetapi data menunjukkan bahwa kain yang memiliki komponen logam lebih banyak yang mengalami kerusakan, perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.
Kisaran perolehan koleksi tekstil yang diamati adalah dari tahun 1867 (berumur relatif 148 tahun) dan tahun 1949 (berumur relatif 65 tahun). Dari pengamatan yang dirunut (disortir) menurut usia relatifnya, kain yang berumur semakin tua bukan berarti semakin rusak, atau sebaliknya: kain yang berumur semakin muda bukan berarti kain semakin baik kondisinya, perhatikan Gambar 3 halaman 12 dan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.
Analisis kerusakan dengan mempertimbangkan kandungan air (pada koleksi), kondisi pH dan data iklim pada masa lalu tidak dapat dilakukan karena “Conditional and Climatic Data” yang tersedia tidak tersinkronisasi dengan koleksi yang diobservasi. Format data yang ada masih dibuat konvensional (belum digital), sehingga sulit untuk analisisnya.
III. PENUTUPA. Kesimpulan
Dari hasil observasi 200 koleksi pilihan menunjukkan bahwa hanya 3 (1,5%) koleksi berkondisi Baik (Prioritas 5, kisaran usia relatif 74 sampai 134 tahun); 41 (20%) koleksi berkondisi Cukup (Prioritas 4, kisaran usia relatif 69 sampai 134 tahun); 149 (74%) koleksi berkondisi Rusak (Prioritas 3, kisaran usia 108 sampai 148 tahun); 7 (4%) koleksi berkondisi Hancur (Prioritas 2, kisaran usia 109 sampai 134 tahun) dan 8 (5%) koleksi mengalami kerusakan Aktif (Prioritas 1, kisaran usia relatif 113 sampai 134 tahun). Perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17. Gambaran hasil observasi terhadap 200 koleksi ini ditujukan pada koleksi rusak sehingga 1,5% dari 200 koleksi yang diobservasi bukan berarti sama kalau 1,5% dari seluruh koleksi Museum Nasional. (Perhatikan pembahasan halaman 11, ada 726 koleksi berkondisi baik di antara 1.000 koleksi yang diamati.)
Tekstil berserat selulose (kulit kayu, serat kapas, serat nanas, dsb.) dan berserat protein (sutera atau wool) yang beronamen logam cenderung mengalami kerusakan dengan prioritas tinggi (1, 2 dan 3). Usia relatif diatas 74 tahun pada tekstil berornamen logam juga lebih banyak mengalami kerusakan.
B. SaranObservasi terhadap 200 yang koleksi tekstil dengan tahun perolehan antara tahun
1867 dan 1950 ini lebih mengandalkan pengamatan visual dan perlu ditindak- lanjuti dengan uji bahan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Uji bahan diarahkan pada identifikasi serat secara laboratoris, cek pH, cek kandungan air pada serat dan cek kandungan logam lain (yang biasa digunakan pada proses pencelupan warna atau pada garam logam). Walaupun “conditional and climatic data” yang ada masih konvensional dan belum tersinkronisasi dengan 200 koleksi yang diobservasi, tetapi dari uraian diatas paling tidak telah membuktikan bahwa metode analisis yang menerapkan sistem database komputer mempermudah proses pekerjaan observasi. Hasil observasi dan analisis inipun sekaligus menjadi tolok ukur (benchmarking) keberhasilan usaha perawatan dan pengawetan tekstil di Museum Nasional setelah dicek untuk beberapa tahun yang akan datang.
Saran perawatan dari 200 koleksi tekstil yang telah diobservasi dapat dilihat dalam setiap lembar kondisi tekstil terlampir, adapun uraian dan rincian proses perawatan dapat dilihat di naskah “Konservasi Tekstil” (dapat diunduh di www.primastoria.net).
Gambar 3: Grafik ini menunjukkan bahwa kain yang berumur semakin tua bukan berarti semakin rusak, atau sebaliknya.
773
743
782
783
784
123
124
157
159
170
313
314
808
839
840
843
907
926
949
950
952
345
901
346
357
358
KNI (Kode Nomor Inventaris)
Grafik Analisis Spontan (GAS) URB, NJB dan TKBUntuk Mengetahui Hubungan Usia, Bahan dan Tingkat Kerusakan
26 Tekstil di Museum Nasional
10
0
20
40
60
80
100
120
140
160
15
2530
9095
5045
55
Bes
aran
UR
B, N
JB d
an T
KB
URB
TKBNJB
Keterangan TKB => 10 : Baik; 15 : Cukup; 20 : Rusak; 25 : Hancur; 30 : Aktif. URB = Usia Relatif Benda; NJB = Notasi Jenis Bahan; TKB = Tingkat Kerusakan Benda.
Keterangan NJB => 40 : Kapas; 45 : Kapas + Logam; 50 : Sutera; 55 : Sutera + Logam; 90 : Kapas + Sutera;95 : Kapas + Sutera + Logam.
I. PENDAHULAUNA. Latar Belakang
Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Museum Nasional mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengumpulan, registrasi, perawatan, pengawetan, pengamanan, penyajian, publikasi, dan fasilitasi di bidang benda bernilai budaya berskala nasional (Permendikbud No. 48 Tahun 2012). Dalam rangka menjalankan fungsi perawatan dan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional, Museum Nasional memiliki Bidang Perawatan dan Pengawetan. Garis besar kegiatan bidang ini adalah:1. pelaksanaan observasi kondisi benda bernilai budaya berskala nasional;2. pelaksanaan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;3. pelaksanaan perawatan benda bernilai budaya berskala nasional;4. pelaksanaan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional; dan5. pelaksanaan pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.
Bidang Perawatan dan Pengawetan memilki tiga seksi, yaitu: Seksi Observasi, Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan. Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan penanganan serta uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan restorasi benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.
Seksi Observasi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan - Museum Nasional, memiliki rincian tugas:1. melakukan penyusunan program kerja Seksi dan konsep program kerja Bidang;2. melakukan pengamatan dan pendataan kondisi koleksi benda bernilai budaya
berskala nasional;3. melakukan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;4. melakukan klasifikasi kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;5. melakukan rekomendasi penanganan koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;6. melakukan penyusunan bahan bantuan teknis di bidang observasi koleksi benda
bernilai budaya berskala nasional;7. melakukan evaluasi pelaksanaan observasi benda bernilai budaya berskala nasional;8. melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen Seksi; dan
9. melakukan penyusunan laporan Seksi.
Garis besar dari tugas tersebut adalah mengamati benda secara utuh, mengenali/ identifikasi bahan dan cara pembuatan/ pembentukan benda, mengenali/ identifikasi kerusakan, menganalisis kerusakan yang kemungkinan diakibatkan oleh sifat bahan, kontruksi benda, faktor kondisi iklim (suhu dan kelembaban udara, cahaya dan polusi), serta kemungkinan kesalahan dalam penanganan. Dari hasil amatan dilanjutkan dengan
penyimpulan suatu kerusakan dan usulan perawatan dan pengawetan.
B. Landasan HukumPenyusunan Laporan Tahunan Perorangan pada Seksi Observasi – Bidang Perawatan
dan Pengawetan, MUSEUM NASIONAL, dengan mempertimbangkan: 1. UU No. 11 Tahun 2010 tentang CAGAR BUDAYA;2. UU No. 5 Tahun 2014 tentang APARATUR SIPIL NEGARA (ASN);3. PP No. 46 Thn. 2011 dan Perka BKN No. 1 Thn. 2013 tentang Sasaran Kerja PNS [SKP]; 4. PP No. 66 Tahun 2015 tentang MUSEUM;5. Permendikbud RI No. 48 Tahun 2012 tentang ORGANISASI & TATA KERJA MUSEUM
NASIONAL;6. Permendikbud RI No. 27 Tahun 2013 tentang RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL;7. Permen PANRB No. 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP (Standar
Operasional Prosedur);8. Perka BKN No. 1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 46 Tahun 2013
(Sasaran Kerja PNS [SKP]);9. Perka BKN No. 7 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Manajerial (SKM PNS);
10. Perka BKN No. 8 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Teknis (SKT PNS).
II. PEMBAHASAN OBSERVASIA. Dasar Teori
Tahapan pemeliharaan koleksi meliputi observasi, perawatan dan pengawetan. Proses observasi atau pengamatan yang dilakukan Seksi Observasi diawali dengan serangkain proses identifikasi dan klasifikasi bahan baik secara visual atau dengan uji bahan, mengamati dan mempelajari (jenis dan proses) kerusakan, dan bersama-sama dengan Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan akan memutuskan metode perawatan dan pengawetan secara tepat. Seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan seksi-seksi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan ini akan dievalusi secara klinis dengan mempertimbangkan ancangan analitik ilmiah atau empiris, yang selanjutnya disebut sebagai ‘studi atau kajian konservasi’. Dalam hal ini, identifikasi dan klasifikasi bahan dengan mempelajari data keterawatan koleksi, data kondisi iklim dan perangkat penunjang penyimpanan atau displai yang mengitarinya dalam rentang waktu tertentu (yang lazim disebut sebagai studi konservasi secara empiris). Contoh kajian empiris yang faktual adalah pendapat bahwa lilin lebah memiliki sifat tidak merusak kain dengan menunjukkan bukti fragmen kain yang terbungkus lilin yang sudah berumur ribuan tahun dari Mesir.
Sedangkan yang ilmiah adalah suatu kegiatan studi yang lebih mengedepankan pengetahuan teoritis dan pengamatan dengan menggunakan alat (modern). Contohnya pembuktian unsur logam sebagai garam logam pada proses pewarnaan dengan Spektroskopi Fluoresensi Sinar-X pada fragmen kain. Perhatikan Tabel 1 dan Gambar 1.
Rangkaian proses dan hasil kegiatan seksi-seksi dalam Bidang Perawatan dan Pengawetan (Bidang PP) akan terekam dalam formulir isian ‘Lembar Kondisi Koleksi’, selanjutnya disingkat LKK. LKK ini akan memuat informasi berkaitan nomor identitas dan nama koleksi, jenis bahan, jenis kerusakan (kondisi keterawatan), usulan perawatan (mencakup tindakan yang bersifat kuratif – restoratif atau penghentian proses kerusakan dan perbaikannya), serta usulan pengawetan (tindakan yang bersifat preventif atau penghambatan dari kemungkinan proses kerusakan). Menurut sifat dan jenis kerusakannya, Lembar Kondisi Koleksi (LKK) akan dikelompokkan menjadi LKK-Umum (Campuran), Logam, Batu, Keramik, Kayu, Tekstil, Kertas dan Lukisan. Kemudian Bidang PP ini juga melakukan survai kondisi klimatalogi yang informasinya dicantumkan dalam ‘Lembar Data Klimatologi’, yang selanjutnya disebut LDK. LDK memuat keterangan yang berhubungan dengan suhu dan kelembaban udara (suhu permukaan dan kadar air benda), intesitas cahaya, radiasi ultra-violet (UV), dan polusi udara. Data atau dokumen tambahan (DDT) juga diperlukan, dan bisa berupa data jenis bahan dan konstruksi lemari simpan atau
displai, gambar atau desain (tiga dimensi dan berskala ukuran) ruang simpan atau pamer, berikut bahan (pustaka) rujukan atau (data pribadi) narasumber.
Kumpulan informasi dalam LIK, LKK, LDK dan DDT adalah dokumen penting di museum yang harus terawat dan dikelola dengan baik. Dokumen-dokumen ini secara fisik bisa berupa lembar kertas cetakan atau berupa format digital (soft-copy siap cetak, selanjutnya disingkat SCSC, yang mungkin tersimpan dalam CD). Pengelolaan dokumen kertas (termasuk CD, sebagai data mati) secara fisik yang biasanya dilakukan pustakawan atau arsiparis ini memerlukan folder, lemari simpan dan ruangan yang memadai. Tetapi pengelolaan kumpulan informasi pada LIK, LKK, LDK dan DDT dalam sistem database konservasi (Dasi) adalah yang paling umum dilakukan pada abad informasi saat ini.
Observasi terhadap 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 koleksi sebagai pembanding) yang dilakukan secara visual ini dengan mempertimbangkan lingkup data (data field) sebagaimana dimuat dalam Blangko Lembar Kondisi Koleksi (Umum) dan Lembar Kondisi Tekstil (Khusus), lihat halaman 06 dan 07. Laju percepatan kerusakan tekstil dengan mempertimbangkan usia relatif benda (URB), jenis bahan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai notasi jenis bahan dan disingkat NJB), kondisi benda saat pengamatan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai tingkat kerusakan benda dan disingkat TKB). Observasi ini dianalisis dengan sistem database khusus konservasi (dengan kode CuraTool), yang secara langsung dan otomatis menampilkan grafik sebagai hasil pembandingan antara URB, NJB dan TKB, lihat Gambar 2 hal. 11 dan Gambar 3 hal. 12. Analisis dari hasil observasi ini juga mempertimbangkan data-data LDK dan DDT.
B. Prosedur Observasi1. Mengamati benda koleksi secara menyeluruh (depan, belakang, samping kanan dan
kiri, serta bagian atas dan bawah). Dengan sangat hati-hati, angkat benda dengan kaus tangan untuk melihat bagian bawah koleksi. dan mendetail. Gunakan pensil untuk mengisi formulir Lembar Kondisi Koleksi (LKK), hindari penggunaan ballpoint dan alat tulis bertinta lain untuk menghindari resiko ternodanya koleksi dari alat tulis bertinta tersebut. Lepaskan jam tangan, gelang tangan, alat tulis atau benda apapun yang berada di kantong baju, name tag yang digantungkan di krah baju atau leher, dan hal-hal lain yang bisa beresiko terhadap koleksi yang akan kita amati (observasi).Penjelasan Lembar Kondisi Koleksi (LKK), lihat halaman 6 dan 7. Semua isian data (data field) pada Lembar Kondisi diberi nomor untuk kemudahan penjelasan dan pengkodean dalam hal untuk pembahasan (analisa data) berikut pelaporannya.a. Keterangan Pokok: No. Urut, No. Inv., Nama Benda, Asal Benda, Keterangan/ Deskripsi
Singkat, Ukuran, Kondisi dan Lokasi Benda. b. Bahan. Bahan pembentuk koleksi secara umum dikelompokkan menjadi: Logam,
Non-Logam, Selulose, Protein dan Lain-lain. Logam dan Non Logam dapat masuk kategori Anorganik, sedang Selulose dan Protein masuk kategori Organik. Jika
bahan organik dari binatang dimasukkan dalam kelompok Protein, sedangkan yang dari tumbuh-tumbuhan masuk ke dalam kelompok Selulose. Tetapi ada bahan yang masuk kelompok Lain-lain karena bahan tersebut memiliki komponen organik dan anorganik. Bahan tekstil tidak bisa dikelompokkan hanya di satu kelompok Organik, tetapi harus dipisahkan ke Protein (tekstil yang berbahan dasar sutera atau wol) atau ke Selulose (tekstil yang berbahan dasar kapas, rami, atau goni). Bahan pembersih yang bersifat asam agak kuat dapat merusak kain terbuat dari kapas tapi aman bagi kain yang terbuat dari sutera. Perhatikan Lembar Kondisi Koleksi (Umum) pada halaman 6, dan bandingkan dengan Lembar Kondisi Tekstil pada halaman 7.
c. Kondisi Benda Pada Saat Pengamatan. Kondisi keterawatan koleksi dikelompokkan menjadi Kerusakan Fisik (1. Rapuh, 2. Kotor, 3. Lemak, 4. Kelupas, 5. Gores, 6. Retak, 7. Patah, 8. Hilang, 9. Basah, 10. Kering, 11. Lain), Kerusakan Kimiawi (1. Lapuk, 2. Pudar, 3. Korosi, 4. Oksidasi, 5. Bau, 6. Noda, 7. Kristal garam, 8. Lain) dan Kerusakan Biotis (1. Jamur, 2. Insek, 3. Ganggang, 4. Lumut, 5. Lichens, 6. Lain). Kondisi rapuh (fragile) pada kelompok kerusakan fisik dibedakan dengan lapuk (brittle) pada kelompok kerusakan kimiawi, karena dalam pengertian ini rapuh bisa dimungkinkan menjadi agak kuat setelah proses kontrol kelembaban, sedangkan lapuk cenderung ke arah hancur dan tidak bisa direkondisi lagi.
d. Kondisi Iklim Mikro dan Makro Pada Saat Pengamatan. Dengan memper- timbangkan Lembar Data Klimatologi (LDK), serta memperhitungkan alat-alat ukur dan prosedur kalibrasi.Iklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya dicatat di Lembar Kondisi Koleksi (seperti pada halaman 6 dan 7). Kalau koleksi ditempatkan dalam lemari simpan berarti iklim mikro sama dengan yang ada didalam lemari simpan. Sedangkan yang iklim makro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada diluar iklim mikro. Data iklim makro biasanya dicatat di Lembar Data Klimatologi (halaman 18 dan 19). Weintraub (2002) menjelaskan pengertian dan perhitungan Equilibrium Moisture Content (EMC) dan EMC/RH isotherm bahan organik (kapas, linen, kertas, kayu, dsb.); serta kapasitas bu�ering (MH) dan rekondisi silicagel.
e. Usulan Perawatan dan Pengawetan. Dibahas secara lengkap di “Tekstil Tradisional: Pengenalan Bahan dan Teknik” dan “Konservasi Tekstil”;
f. Usulan Uji Bahan (Laboratorium). Melalui serangkaian proses observasi dari sekian banyak koleksi atau mempertimbangkan suatu kondisi tertentu terjadinya kerusakan pada koleksi, Konservator akan mengusulkan uji bahan. Uji bahan dimaksudkan untuk mengetahui proses terjadinya kerusakan dan atau penguatan data pendukung untuk keperluan studi konservasi dan koleksi tingkat lanjut. Studi tingkat lanjut ini bisa berupa pembuatan Alur Waktu (Timeline) bahan atau tehnik pembuatan suatu benda pada suatu masa atau periode tertentu, yang mana bahan atau tehnik ini sebagai bagian dari suatu koleksi yang tidak bisa digantikan (sebagai atribut teknologis).
[ 13 ]
g. Teknik Pengamatan. Teknik pengamataan adalah penjelasan dengan cara dan alat bantu apa pada saat seseorang mengamati kondisi keterawatan koleksi di museum.
2. Analisis Data Observasi. Analisis data observasi bisa dilakukan pada beberapa kemungkinan. Pertama
adalah analisis berdasarkan dari pengumpulan data proses perawatan dan pengawetan, data iklim pada lingkungan benda yang menjalani proses perawatan dan pengawetan, data iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, serta data-data pendukung lainnya. Kedua adalah analisis data hasil observasi dari sejumlah koleksi (kumpulan data hasil observasi sendiri). Ketiga adalah pembahasan berdasarkan gabungan dari langkah pertama dan kedua. Tetapi pokok bahasan utama tetap, yakni penyimpulan tentang kondisi keterawatan koleksi berkaitan dengan kondisi bahan, cara pembuatan dan kondisi iklim yang mengitarinya. Evaluasi dan tinjauan proses kerja perawatan dan pengawetan pada masa lalu dan masa akan datang juga akan dilakukan.
Entri data hasil survei lapangan pada Lembar Kondisi Tekstil (LKTe, hal. 07) ke dalam sistem database khusus konservasi, dan selanjutnya ditinjau dan diedit melalui Menu Daftar Editing dan Kontrol Data (Tabel 2, hal. 09). Ada konversi data teks ke bentuk numerik, sehingga data dapat langsung dipresentasikan dalam bentuk grafik. Konversi ini akan meliputi: Jenis Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB).
Notasi Jenis Bahan (NJB): untuk bahan selulose (kulit kayu, kapas, serat nanas, dan sejenisnya) memiliki angka 40 (warna hijau); untuk bahan protein (sutera, wool, kulit binatang, dan sejenisnya) memiliki angka 50 (warna kuning); untuk bahan logam memiliki angka 5 (warna merah); untuk kombinasi selulose dan logam memiliki angka 45 (warna hijau tua) dan untuk bahan kombinasi protein dan logam memiliki angka 55 (warna kuning tua). Di sini, Sistem Database Konservasi akan secara otomatis menampilkan Grafik Analisis Spontan (GAS) untuk mengetahui hubungan antara Usia (URB), Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB), lihat gambar 2 dan 3 pada halaman 11 dan 12.
Tingkat Kerusakan Benda (TKB) 10 berarti berkondisi Baik (warna hijau, prioritas konservasi: 5); 15 berarti berkondisi Cukup (warna kuning, prioritas: 4); 20 berarti berkondisi Rusak (warna merah muda, prioritas: 3); 25 berarti berkondisi Hancur (warna merah tua, prioritas: 2); 30 berarti berkondisi fisik benda bisa Baik, Cukup, Rusak atau Hancur tetapi jenis kerusakannya aktif, seperti indikasi serangan mikroorganisme atau insek, dan kondisi keasamannya/ pH pada saat pengamatan terlalu tinggi (warna merah tua sekali, prioritas: 1). Representasi grafik Bahan dan Kondisi koleksi ini juga dimaknai dengan adanya Usia Relatif Benda (URB) dan Kode Nomor Inventaris (KNI) untuk penyederhanaan, dan untuk melacak No. Inv. atau lokasi benda akan tetap dengan mudah dengan melihat Daftar (Tabel 2, hal. 09, atau Daftar Koleksi 01 sampai 10 terlampir). Dengan pemahaman ini, jika saat ini kita menjumpai kain katun berkondisi bagus (baik) tapi ada indikasi jamur atau tingkat keasamannya tinggi maka koleksi tersebut dikategorikan mengalami ancaman/ kerusakan aktif dan skala prioritas yang tadinya 5 menjadi 1 (indikator warna hijau berubah menjadi merah tua sekali).
Usia Relatif Benda (URB) akan muncul secara otomatis, jika kita telah mengisi kolom isian (data field) tahun perolehan benda. URB adalah hasil pengurangan tanggal sekarang (Today) dan Tanggal Perolehan Benda (TPB) Bilamana kita tidak mengetahui tahun perolehan koleksi maka perlu dilakukan Tafsir Usia Relatif Benda (TURB). Proses TURB diawali dengan memunculkan keseluruhan data, dan langkah berikutnya dengan mensortir nomor inventaris benda. Jika ada lima koleksi yang diketahui TPB-nya nomor 1 dan 5, maka setelah pensortiran akan diketahui bahwa URB koleksi nomor 2, 3 dan 4 adalah antara URB koleksi nomor 1 dan 5. Jika koleksi no 1 sebagai pembatas atas disebut sebagai Tanggal Perolehan Benda Atas (TPBA) dan koleksi no 5 sebagai Tanggal Perolehan Benda Bawah (TPBB). Dengan mengisi kolom TPBA dan TPBB maka sistem database secara otomatis menilai angka Tafsir Usia Relatif Benda (TURB), Lihat Tabel 2, hal. 09 atau Lampiran Daftar 01 sampai 10. Disinilah letak manfaat 800 koleksi pembanding untuk mempertajam hasil TURB dan validasi data lain, serta meminimalkan kesalahan interpretasi data. Sebagai gambaran, apabila analisis dipaksakan dengan hanya hasil observasi 200 koleksi untuk mengetahui usia relatif koleksi dengan KNI 2 sampai 9, sedangkan yang diketahui dengan KNI 1 dan 10. Maka tingkat kesalahan dari hasil pengamatan semakin besar dan akan berdampak pula pada penyimpulan laju atau percepatan kerusakan koleksi yang diamati.
C. Pembahasan ObservasiObservasi 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 sebagai pembanding)
memberikan gambaran bahwa pentingnya mempertahankan identitas pada setiap koleksi berupa nomor inventaris. No. Inv. ini harus ditulis dalam format angka 6 (enam digit), misalnya koleksi dengan nomor inventaris 11 a harus ditulis dengan 000011 a. Diawali dengan identitas no. inv. yang benar selanjutnya diikuti dengan nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan dilengkapi foto benda. Sistematika penulisan lokasi benda yang benar adalah menjelaskan lokasi gedung, ruang, nomor lemari dan laci. Keterangan dalam format gabungan teks dan numerik bisa dinotasikan lebih sederhana secara otomatis dalam sistem database komputer, misalnya: GB.ST5.011.02 berarti koleksi disimpan dalam Gedung B (GB), di ruang Storage Tekstil lantai 5 (ST5), lemari 11 (011) dan laci 2 (02). Foto yang melengkapi data koleksi harus dibuat link, dan dibuat otomatis menyimpan alamat berkas/ file foto dimana disimpan. No. inv., nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan foto benda adalah isian data (data field) pokok yang harus ditulis dalam mengisi lembar inventaris atau lembar kondisi koleksi.
Dari seribu koleksi tekstil menunjukkan bahwa 726 koleksi berkondisi baik, 115 berkondisi cukup (baik), 152 berkondisi rusak, 7 berkondisi hancur, dan 8 koleksi
mengalami kerusakan aktif. Dari 152 koleksi rusak menunjukkan pula 129 berbahan selulose (10 diantaranya ada komponen logamnya) dan 11 berbahan protein (1 diantaranya ada komponen logamnya), namun perlu diketahui dari seribu koleksi yang diamati memang 930 berbahan selulose. Tetapi data menunjukkan bahwa kain yang memiliki komponen logam lebih banyak yang mengalami kerusakan, perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.
Kisaran perolehan koleksi tekstil yang diamati adalah dari tahun 1867 (berumur relatif 148 tahun) dan tahun 1949 (berumur relatif 65 tahun). Dari pengamatan yang dirunut (disortir) menurut usia relatifnya, kain yang berumur semakin tua bukan berarti semakin rusak, atau sebaliknya: kain yang berumur semakin muda bukan berarti kain semakin baik kondisinya, perhatikan Gambar 3 halaman 12 dan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.
Analisis kerusakan dengan mempertimbangkan kandungan air (pada koleksi), kondisi pH dan data iklim pada masa lalu tidak dapat dilakukan karena “Conditional and Climatic Data” yang tersedia tidak tersinkronisasi dengan koleksi yang diobservasi. Format data yang ada masih dibuat konvensional (belum digital), sehingga sulit untuk analisisnya.
III. PENUTUPA. Kesimpulan
Dari hasil observasi 200 koleksi pilihan menunjukkan bahwa hanya 3 (1,5%) koleksi berkondisi Baik (Prioritas 5, kisaran usia relatif 74 sampai 134 tahun); 41 (20%) koleksi berkondisi Cukup (Prioritas 4, kisaran usia relatif 69 sampai 134 tahun); 149 (74%) koleksi berkondisi Rusak (Prioritas 3, kisaran usia 108 sampai 148 tahun); 7 (4%) koleksi berkondisi Hancur (Prioritas 2, kisaran usia 109 sampai 134 tahun) dan 8 (5%) koleksi mengalami kerusakan Aktif (Prioritas 1, kisaran usia relatif 113 sampai 134 tahun). Perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17. Gambaran hasil observasi terhadap 200 koleksi ini ditujukan pada koleksi rusak sehingga 1,5% dari 200 koleksi yang diobservasi bukan berarti sama kalau 1,5% dari seluruh koleksi Museum Nasional. (Perhatikan pembahasan halaman 11, ada 726 koleksi berkondisi baik di antara 1.000 koleksi yang diamati.)
Tekstil berserat selulose (kulit kayu, serat kapas, serat nanas, dsb.) dan berserat protein (sutera atau wool) yang beronamen logam cenderung mengalami kerusakan dengan prioritas tinggi (1, 2 dan 3). Usia relatif diatas 74 tahun pada tekstil berornamen logam juga lebih banyak mengalami kerusakan.
B. SaranObservasi terhadap 200 yang koleksi tekstil dengan tahun perolehan antara tahun
1867 dan 1950 ini lebih mengandalkan pengamatan visual dan perlu ditindak- lanjuti dengan uji bahan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Uji bahan diarahkan pada identifikasi serat secara laboratoris, cek pH, cek kandungan air pada serat dan cek kandungan logam lain (yang biasa digunakan pada proses pencelupan warna atau pada garam logam). Walaupun “conditional and climatic data” yang ada masih konvensional dan belum tersinkronisasi dengan 200 koleksi yang diobservasi, tetapi dari uraian diatas paling tidak telah membuktikan bahwa metode analisis yang menerapkan sistem database komputer mempermudah proses pekerjaan observasi. Hasil observasi dan analisis inipun sekaligus menjadi tolok ukur (benchmarking) keberhasilan usaha perawatan dan pengawetan tekstil di Museum Nasional setelah dicek untuk beberapa tahun yang akan datang.
Saran perawatan dari 200 koleksi tekstil yang telah diobservasi dapat dilihat dalam setiap lembar kondisi tekstil terlampir, adapun uraian dan rincian proses perawatan dapat dilihat di naskah “Konservasi Tekstil” (dapat diunduh di www.primastoria.net).
I. PENDAHULAUNA. Latar Belakang
Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Museum Nasional mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengumpulan, registrasi, perawatan, pengawetan, pengamanan, penyajian, publikasi, dan fasilitasi di bidang benda bernilai budaya berskala nasional (Permendikbud No. 48 Tahun 2012). Dalam rangka menjalankan fungsi perawatan dan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional, Museum Nasional memiliki Bidang Perawatan dan Pengawetan. Garis besar kegiatan bidang ini adalah:1. pelaksanaan observasi kondisi benda bernilai budaya berskala nasional;2. pelaksanaan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;3. pelaksanaan perawatan benda bernilai budaya berskala nasional;4. pelaksanaan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional; dan5. pelaksanaan pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.
Bidang Perawatan dan Pengawetan memilki tiga seksi, yaitu: Seksi Observasi, Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan. Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan penanganan serta uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan restorasi benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.
Seksi Observasi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan - Museum Nasional, memiliki rincian tugas:1. melakukan penyusunan program kerja Seksi dan konsep program kerja Bidang;2. melakukan pengamatan dan pendataan kondisi koleksi benda bernilai budaya
berskala nasional;3. melakukan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;4. melakukan klasifikasi kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;5. melakukan rekomendasi penanganan koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;6. melakukan penyusunan bahan bantuan teknis di bidang observasi koleksi benda
bernilai budaya berskala nasional;7. melakukan evaluasi pelaksanaan observasi benda bernilai budaya berskala nasional;8. melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen Seksi; dan
9. melakukan penyusunan laporan Seksi.
Garis besar dari tugas tersebut adalah mengamati benda secara utuh, mengenali/ identifikasi bahan dan cara pembuatan/ pembentukan benda, mengenali/ identifikasi kerusakan, menganalisis kerusakan yang kemungkinan diakibatkan oleh sifat bahan, kontruksi benda, faktor kondisi iklim (suhu dan kelembaban udara, cahaya dan polusi), serta kemungkinan kesalahan dalam penanganan. Dari hasil amatan dilanjutkan dengan
penyimpulan suatu kerusakan dan usulan perawatan dan pengawetan.
B. Landasan HukumPenyusunan Laporan Tahunan Perorangan pada Seksi Observasi – Bidang Perawatan
dan Pengawetan, MUSEUM NASIONAL, dengan mempertimbangkan: 1. UU No. 11 Tahun 2010 tentang CAGAR BUDAYA;2. UU No. 5 Tahun 2014 tentang APARATUR SIPIL NEGARA (ASN);3. PP No. 46 Thn. 2011 dan Perka BKN No. 1 Thn. 2013 tentang Sasaran Kerja PNS [SKP]; 4. PP No. 66 Tahun 2015 tentang MUSEUM;5. Permendikbud RI No. 48 Tahun 2012 tentang ORGANISASI & TATA KERJA MUSEUM
NASIONAL;6. Permendikbud RI No. 27 Tahun 2013 tentang RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL;7. Permen PANRB No. 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP (Standar
Operasional Prosedur);8. Perka BKN No. 1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 46 Tahun 2013
(Sasaran Kerja PNS [SKP]);9. Perka BKN No. 7 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Manajerial (SKM PNS);
10. Perka BKN No. 8 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Teknis (SKT PNS).
II. PEMBAHASAN OBSERVASIA. Dasar Teori
Tahapan pemeliharaan koleksi meliputi observasi, perawatan dan pengawetan. Proses observasi atau pengamatan yang dilakukan Seksi Observasi diawali dengan serangkain proses identifikasi dan klasifikasi bahan baik secara visual atau dengan uji bahan, mengamati dan mempelajari (jenis dan proses) kerusakan, dan bersama-sama dengan Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan akan memutuskan metode perawatan dan pengawetan secara tepat. Seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan seksi-seksi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan ini akan dievalusi secara klinis dengan mempertimbangkan ancangan analitik ilmiah atau empiris, yang selanjutnya disebut sebagai ‘studi atau kajian konservasi’. Dalam hal ini, identifikasi dan klasifikasi bahan dengan mempelajari data keterawatan koleksi, data kondisi iklim dan perangkat penunjang penyimpanan atau displai yang mengitarinya dalam rentang waktu tertentu (yang lazim disebut sebagai studi konservasi secara empiris). Contoh kajian empiris yang faktual adalah pendapat bahwa lilin lebah memiliki sifat tidak merusak kain dengan menunjukkan bukti fragmen kain yang terbungkus lilin yang sudah berumur ribuan tahun dari Mesir.
Sedangkan yang ilmiah adalah suatu kegiatan studi yang lebih mengedepankan pengetahuan teoritis dan pengamatan dengan menggunakan alat (modern). Contohnya pembuktian unsur logam sebagai garam logam pada proses pewarnaan dengan Spektroskopi Fluoresensi Sinar-X pada fragmen kain. Perhatikan Tabel 1 dan Gambar 1.
Rangkaian proses dan hasil kegiatan seksi-seksi dalam Bidang Perawatan dan Pengawetan (Bidang PP) akan terekam dalam formulir isian ‘Lembar Kondisi Koleksi’, selanjutnya disingkat LKK. LKK ini akan memuat informasi berkaitan nomor identitas dan nama koleksi, jenis bahan, jenis kerusakan (kondisi keterawatan), usulan perawatan (mencakup tindakan yang bersifat kuratif – restoratif atau penghentian proses kerusakan dan perbaikannya), serta usulan pengawetan (tindakan yang bersifat preventif atau penghambatan dari kemungkinan proses kerusakan). Menurut sifat dan jenis kerusakannya, Lembar Kondisi Koleksi (LKK) akan dikelompokkan menjadi LKK-Umum (Campuran), Logam, Batu, Keramik, Kayu, Tekstil, Kertas dan Lukisan. Kemudian Bidang PP ini juga melakukan survai kondisi klimatalogi yang informasinya dicantumkan dalam ‘Lembar Data Klimatologi’, yang selanjutnya disebut LDK. LDK memuat keterangan yang berhubungan dengan suhu dan kelembaban udara (suhu permukaan dan kadar air benda), intesitas cahaya, radiasi ultra-violet (UV), dan polusi udara. Data atau dokumen tambahan (DDT) juga diperlukan, dan bisa berupa data jenis bahan dan konstruksi lemari simpan atau
displai, gambar atau desain (tiga dimensi dan berskala ukuran) ruang simpan atau pamer, berikut bahan (pustaka) rujukan atau (data pribadi) narasumber.
Kumpulan informasi dalam LIK, LKK, LDK dan DDT adalah dokumen penting di museum yang harus terawat dan dikelola dengan baik. Dokumen-dokumen ini secara fisik bisa berupa lembar kertas cetakan atau berupa format digital (soft-copy siap cetak, selanjutnya disingkat SCSC, yang mungkin tersimpan dalam CD). Pengelolaan dokumen kertas (termasuk CD, sebagai data mati) secara fisik yang biasanya dilakukan pustakawan atau arsiparis ini memerlukan folder, lemari simpan dan ruangan yang memadai. Tetapi pengelolaan kumpulan informasi pada LIK, LKK, LDK dan DDT dalam sistem database konservasi (Dasi) adalah yang paling umum dilakukan pada abad informasi saat ini.
Observasi terhadap 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 koleksi sebagai pembanding) yang dilakukan secara visual ini dengan mempertimbangkan lingkup data (data field) sebagaimana dimuat dalam Blangko Lembar Kondisi Koleksi (Umum) dan Lembar Kondisi Tekstil (Khusus), lihat halaman 06 dan 07. Laju percepatan kerusakan tekstil dengan mempertimbangkan usia relatif benda (URB), jenis bahan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai notasi jenis bahan dan disingkat NJB), kondisi benda saat pengamatan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai tingkat kerusakan benda dan disingkat TKB). Observasi ini dianalisis dengan sistem database khusus konservasi (dengan kode CuraTool), yang secara langsung dan otomatis menampilkan grafik sebagai hasil pembandingan antara URB, NJB dan TKB, lihat Gambar 2 hal. 11 dan Gambar 3 hal. 12. Analisis dari hasil observasi ini juga mempertimbangkan data-data LDK dan DDT.
B. Prosedur Observasi1. Mengamati benda koleksi secara menyeluruh (depan, belakang, samping kanan dan
kiri, serta bagian atas dan bawah). Dengan sangat hati-hati, angkat benda dengan kaus tangan untuk melihat bagian bawah koleksi. dan mendetail. Gunakan pensil untuk mengisi formulir Lembar Kondisi Koleksi (LKK), hindari penggunaan ballpoint dan alat tulis bertinta lain untuk menghindari resiko ternodanya koleksi dari alat tulis bertinta tersebut. Lepaskan jam tangan, gelang tangan, alat tulis atau benda apapun yang berada di kantong baju, name tag yang digantungkan di krah baju atau leher, dan hal-hal lain yang bisa beresiko terhadap koleksi yang akan kita amati (observasi).Penjelasan Lembar Kondisi Koleksi (LKK), lihat halaman 6 dan 7. Semua isian data (data field) pada Lembar Kondisi diberi nomor untuk kemudahan penjelasan dan pengkodean dalam hal untuk pembahasan (analisa data) berikut pelaporannya.a. Keterangan Pokok: No. Urut, No. Inv., Nama Benda, Asal Benda, Keterangan/ Deskripsi
Singkat, Ukuran, Kondisi dan Lokasi Benda. b. Bahan. Bahan pembentuk koleksi secara umum dikelompokkan menjadi: Logam,
Non-Logam, Selulose, Protein dan Lain-lain. Logam dan Non Logam dapat masuk kategori Anorganik, sedang Selulose dan Protein masuk kategori Organik. Jika
bahan organik dari binatang dimasukkan dalam kelompok Protein, sedangkan yang dari tumbuh-tumbuhan masuk ke dalam kelompok Selulose. Tetapi ada bahan yang masuk kelompok Lain-lain karena bahan tersebut memiliki komponen organik dan anorganik. Bahan tekstil tidak bisa dikelompokkan hanya di satu kelompok Organik, tetapi harus dipisahkan ke Protein (tekstil yang berbahan dasar sutera atau wol) atau ke Selulose (tekstil yang berbahan dasar kapas, rami, atau goni). Bahan pembersih yang bersifat asam agak kuat dapat merusak kain terbuat dari kapas tapi aman bagi kain yang terbuat dari sutera. Perhatikan Lembar Kondisi Koleksi (Umum) pada halaman 6, dan bandingkan dengan Lembar Kondisi Tekstil pada halaman 7.
c. Kondisi Benda Pada Saat Pengamatan. Kondisi keterawatan koleksi dikelompokkan menjadi Kerusakan Fisik (1. Rapuh, 2. Kotor, 3. Lemak, 4. Kelupas, 5. Gores, 6. Retak, 7. Patah, 8. Hilang, 9. Basah, 10. Kering, 11. Lain), Kerusakan Kimiawi (1. Lapuk, 2. Pudar, 3. Korosi, 4. Oksidasi, 5. Bau, 6. Noda, 7. Kristal garam, 8. Lain) dan Kerusakan Biotis (1. Jamur, 2. Insek, 3. Ganggang, 4. Lumut, 5. Lichens, 6. Lain). Kondisi rapuh (fragile) pada kelompok kerusakan fisik dibedakan dengan lapuk (brittle) pada kelompok kerusakan kimiawi, karena dalam pengertian ini rapuh bisa dimungkinkan menjadi agak kuat setelah proses kontrol kelembaban, sedangkan lapuk cenderung ke arah hancur dan tidak bisa direkondisi lagi.
d. Kondisi Iklim Mikro dan Makro Pada Saat Pengamatan. Dengan memper- timbangkan Lembar Data Klimatologi (LDK), serta memperhitungkan alat-alat ukur dan prosedur kalibrasi.Iklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya dicatat di Lembar Kondisi Koleksi (seperti pada halaman 6 dan 7). Kalau koleksi ditempatkan dalam lemari simpan berarti iklim mikro sama dengan yang ada didalam lemari simpan. Sedangkan yang iklim makro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada diluar iklim mikro. Data iklim makro biasanya dicatat di Lembar Data Klimatologi (halaman 18 dan 19). Weintraub (2002) menjelaskan pengertian dan perhitungan Equilibrium Moisture Content (EMC) dan EMC/RH isotherm bahan organik (kapas, linen, kertas, kayu, dsb.); serta kapasitas bu�ering (MH) dan rekondisi silicagel.
e. Usulan Perawatan dan Pengawetan. Dibahas secara lengkap di “Tekstil Tradisional: Pengenalan Bahan dan Teknik” dan “Konservasi Tekstil”;
f. Usulan Uji Bahan (Laboratorium). Melalui serangkaian proses observasi dari sekian banyak koleksi atau mempertimbangkan suatu kondisi tertentu terjadinya kerusakan pada koleksi, Konservator akan mengusulkan uji bahan. Uji bahan dimaksudkan untuk mengetahui proses terjadinya kerusakan dan atau penguatan data pendukung untuk keperluan studi konservasi dan koleksi tingkat lanjut. Studi tingkat lanjut ini bisa berupa pembuatan Alur Waktu (Timeline) bahan atau tehnik pembuatan suatu benda pada suatu masa atau periode tertentu, yang mana bahan atau tehnik ini sebagai bagian dari suatu koleksi yang tidak bisa digantikan (sebagai atribut teknologis).
[ 14 ]
g. Teknik Pengamatan. Teknik pengamataan adalah penjelasan dengan cara dan alat bantu apa pada saat seseorang mengamati kondisi keterawatan koleksi di museum.
2. Analisis Data Observasi. Analisis data observasi bisa dilakukan pada beberapa kemungkinan. Pertama
adalah analisis berdasarkan dari pengumpulan data proses perawatan dan pengawetan, data iklim pada lingkungan benda yang menjalani proses perawatan dan pengawetan, data iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, serta data-data pendukung lainnya. Kedua adalah analisis data hasil observasi dari sejumlah koleksi (kumpulan data hasil observasi sendiri). Ketiga adalah pembahasan berdasarkan gabungan dari langkah pertama dan kedua. Tetapi pokok bahasan utama tetap, yakni penyimpulan tentang kondisi keterawatan koleksi berkaitan dengan kondisi bahan, cara pembuatan dan kondisi iklim yang mengitarinya. Evaluasi dan tinjauan proses kerja perawatan dan pengawetan pada masa lalu dan masa akan datang juga akan dilakukan.
Entri data hasil survei lapangan pada Lembar Kondisi Tekstil (LKTe, hal. 07) ke dalam sistem database khusus konservasi, dan selanjutnya ditinjau dan diedit melalui Menu Daftar Editing dan Kontrol Data (Tabel 2, hal. 09). Ada konversi data teks ke bentuk numerik, sehingga data dapat langsung dipresentasikan dalam bentuk grafik. Konversi ini akan meliputi: Jenis Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB).
Notasi Jenis Bahan (NJB): untuk bahan selulose (kulit kayu, kapas, serat nanas, dan sejenisnya) memiliki angka 40 (warna hijau); untuk bahan protein (sutera, wool, kulit binatang, dan sejenisnya) memiliki angka 50 (warna kuning); untuk bahan logam memiliki angka 5 (warna merah); untuk kombinasi selulose dan logam memiliki angka 45 (warna hijau tua) dan untuk bahan kombinasi protein dan logam memiliki angka 55 (warna kuning tua). Di sini, Sistem Database Konservasi akan secara otomatis menampilkan Grafik Analisis Spontan (GAS) untuk mengetahui hubungan antara Usia (URB), Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB), lihat gambar 2 dan 3 pada halaman 11 dan 12.
Tingkat Kerusakan Benda (TKB) 10 berarti berkondisi Baik (warna hijau, prioritas konservasi: 5); 15 berarti berkondisi Cukup (warna kuning, prioritas: 4); 20 berarti berkondisi Rusak (warna merah muda, prioritas: 3); 25 berarti berkondisi Hancur (warna merah tua, prioritas: 2); 30 berarti berkondisi fisik benda bisa Baik, Cukup, Rusak atau Hancur tetapi jenis kerusakannya aktif, seperti indikasi serangan mikroorganisme atau insek, dan kondisi keasamannya/ pH pada saat pengamatan terlalu tinggi (warna merah tua sekali, prioritas: 1). Representasi grafik Bahan dan Kondisi koleksi ini juga dimaknai dengan adanya Usia Relatif Benda (URB) dan Kode Nomor Inventaris (KNI) untuk penyederhanaan, dan untuk melacak No. Inv. atau lokasi benda akan tetap dengan mudah dengan melihat Daftar (Tabel 2, hal. 09, atau Daftar Koleksi 01 sampai 10 terlampir). Dengan pemahaman ini, jika saat ini kita menjumpai kain katun berkondisi bagus (baik) tapi ada indikasi jamur atau tingkat keasamannya tinggi maka koleksi tersebut dikategorikan mengalami ancaman/ kerusakan aktif dan skala prioritas yang tadinya 5 menjadi 1 (indikator warna hijau berubah menjadi merah tua sekali).
Usia Relatif Benda (URB) akan muncul secara otomatis, jika kita telah mengisi kolom isian (data field) tahun perolehan benda. URB adalah hasil pengurangan tanggal sekarang (Today) dan Tanggal Perolehan Benda (TPB) Bilamana kita tidak mengetahui tahun perolehan koleksi maka perlu dilakukan Tafsir Usia Relatif Benda (TURB). Proses TURB diawali dengan memunculkan keseluruhan data, dan langkah berikutnya dengan mensortir nomor inventaris benda. Jika ada lima koleksi yang diketahui TPB-nya nomor 1 dan 5, maka setelah pensortiran akan diketahui bahwa URB koleksi nomor 2, 3 dan 4 adalah antara URB koleksi nomor 1 dan 5. Jika koleksi no 1 sebagai pembatas atas disebut sebagai Tanggal Perolehan Benda Atas (TPBA) dan koleksi no 5 sebagai Tanggal Perolehan Benda Bawah (TPBB). Dengan mengisi kolom TPBA dan TPBB maka sistem database secara otomatis menilai angka Tafsir Usia Relatif Benda (TURB), Lihat Tabel 2, hal. 09 atau Lampiran Daftar 01 sampai 10. Disinilah letak manfaat 800 koleksi pembanding untuk mempertajam hasil TURB dan validasi data lain, serta meminimalkan kesalahan interpretasi data. Sebagai gambaran, apabila analisis dipaksakan dengan hanya hasil observasi 200 koleksi untuk mengetahui usia relatif koleksi dengan KNI 2 sampai 9, sedangkan yang diketahui dengan KNI 1 dan 10. Maka tingkat kesalahan dari hasil pengamatan semakin besar dan akan berdampak pula pada penyimpulan laju atau percepatan kerusakan koleksi yang diamati.
C. Pembahasan ObservasiObservasi 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 sebagai pembanding)
memberikan gambaran bahwa pentingnya mempertahankan identitas pada setiap koleksi berupa nomor inventaris. No. Inv. ini harus ditulis dalam format angka 6 (enam digit), misalnya koleksi dengan nomor inventaris 11 a harus ditulis dengan 000011 a. Diawali dengan identitas no. inv. yang benar selanjutnya diikuti dengan nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan dilengkapi foto benda. Sistematika penulisan lokasi benda yang benar adalah menjelaskan lokasi gedung, ruang, nomor lemari dan laci. Keterangan dalam format gabungan teks dan numerik bisa dinotasikan lebih sederhana secara otomatis dalam sistem database komputer, misalnya: GB.ST5.011.02 berarti koleksi disimpan dalam Gedung B (GB), di ruang Storage Tekstil lantai 5 (ST5), lemari 11 (011) dan laci 2 (02). Foto yang melengkapi data koleksi harus dibuat link, dan dibuat otomatis menyimpan alamat berkas/ file foto dimana disimpan. No. inv., nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan foto benda adalah isian data (data field) pokok yang harus ditulis dalam mengisi lembar inventaris atau lembar kondisi koleksi.
Dari seribu koleksi tekstil menunjukkan bahwa 726 koleksi berkondisi baik, 115 berkondisi cukup (baik), 152 berkondisi rusak, 7 berkondisi hancur, dan 8 koleksi
mengalami kerusakan aktif. Dari 152 koleksi rusak menunjukkan pula 129 berbahan selulose (10 diantaranya ada komponen logamnya) dan 11 berbahan protein (1 diantaranya ada komponen logamnya), namun perlu diketahui dari seribu koleksi yang diamati memang 930 berbahan selulose. Tetapi data menunjukkan bahwa kain yang memiliki komponen logam lebih banyak yang mengalami kerusakan, perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.
Kisaran perolehan koleksi tekstil yang diamati adalah dari tahun 1867 (berumur relatif 148 tahun) dan tahun 1949 (berumur relatif 65 tahun). Dari pengamatan yang dirunut (disortir) menurut usia relatifnya, kain yang berumur semakin tua bukan berarti semakin rusak, atau sebaliknya: kain yang berumur semakin muda bukan berarti kain semakin baik kondisinya, perhatikan Gambar 3 halaman 12 dan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.
Analisis kerusakan dengan mempertimbangkan kandungan air (pada koleksi), kondisi pH dan data iklim pada masa lalu tidak dapat dilakukan karena “Conditional and Climatic Data” yang tersedia tidak tersinkronisasi dengan koleksi yang diobservasi. Format data yang ada masih dibuat konvensional (belum digital), sehingga sulit untuk analisisnya.
III. PENUTUPA. Kesimpulan
Dari hasil observasi 200 koleksi pilihan menunjukkan bahwa hanya 3 (1,5%) koleksi berkondisi Baik (Prioritas 5, kisaran usia relatif 74 sampai 134 tahun); 41 (20%) koleksi berkondisi Cukup (Prioritas 4, kisaran usia relatif 69 sampai 134 tahun); 149 (74%) koleksi berkondisi Rusak (Prioritas 3, kisaran usia 108 sampai 148 tahun); 7 (4%) koleksi berkondisi Hancur (Prioritas 2, kisaran usia 109 sampai 134 tahun) dan 8 (5%) koleksi mengalami kerusakan Aktif (Prioritas 1, kisaran usia relatif 113 sampai 134 tahun). Perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17. Gambaran hasil observasi terhadap 200 koleksi ini ditujukan pada koleksi rusak sehingga 1,5% dari 200 koleksi yang diobservasi bukan berarti sama kalau 1,5% dari seluruh koleksi Museum Nasional. (Perhatikan pembahasan halaman 11, ada 726 koleksi berkondisi baik di antara 1.000 koleksi yang diamati.)
Tekstil berserat selulose (kulit kayu, serat kapas, serat nanas, dsb.) dan berserat protein (sutera atau wool) yang beronamen logam cenderung mengalami kerusakan dengan prioritas tinggi (1, 2 dan 3). Usia relatif diatas 74 tahun pada tekstil berornamen logam juga lebih banyak mengalami kerusakan.
B. SaranObservasi terhadap 200 yang koleksi tekstil dengan tahun perolehan antara tahun
1867 dan 1950 ini lebih mengandalkan pengamatan visual dan perlu ditindak- lanjuti dengan uji bahan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Uji bahan diarahkan pada identifikasi serat secara laboratoris, cek pH, cek kandungan air pada serat dan cek kandungan logam lain (yang biasa digunakan pada proses pencelupan warna atau pada garam logam). Walaupun “conditional and climatic data” yang ada masih konvensional dan belum tersinkronisasi dengan 200 koleksi yang diobservasi, tetapi dari uraian diatas paling tidak telah membuktikan bahwa metode analisis yang menerapkan sistem database komputer mempermudah proses pekerjaan observasi. Hasil observasi dan analisis inipun sekaligus menjadi tolok ukur (benchmarking) keberhasilan usaha perawatan dan pengawetan tekstil di Museum Nasional setelah dicek untuk beberapa tahun yang akan datang.
Saran perawatan dari 200 koleksi tekstil yang telah diobservasi dapat dilihat dalam setiap lembar kondisi tekstil terlampir, adapun uraian dan rincian proses perawatan dapat dilihat di naskah “Konservasi Tekstil” (dapat diunduh di www.primastoria.net).
Gam
bar G
rafik
4: M
enun
jukk
an h
ubun
gan
anta
ra T
KB, N
JB d
an U
RB
Besaran Harga TKB, NJB dan URB
Kode
Nom
or In
vent
aris
(KN
I)
Usia
Rel
atif B
enda
(URB
)
Not
asi J
enis
Baha
n (N
JB)
Ting
kat K
erus
akan
Ben
da (T
KB)
Baha
n se
lulo
se (k
ulit
kayu
, kap
as, s
erat
nan
as, d
an se
jeni
snya
) mem
iliki a
ngka
40
(war
na h
ijau)
; unt
uk b
ahan
pro
tein
(sut
era,
woo
l, ku
lit b
inat
ang,
dan
seje
nisn
ya) m
emilik
i ang
ka 5
0 (w
arna
kuni
ng);
untu
k bah
an
loga
m m
emilik
i ang
ka 5
(war
na m
erah
); un
tuk k
ombi
nasi
selu
lose
dan
loga
m m
emilik
i ang
ka 4
5 (w
arna
hija
u tu
a) d
an u
ntuk
bah
an ko
mbi
nasi
prot
ein
dan
loga
m m
emilik
i ang
ka 5
5 (w
arna
kuni
ng tu
a).
10 b
erar
ti be
rkon
disi
Baik
(war
na h
ijau,
prio
ritas
kons
erva
si: 5
); 15
ber
arti
berk
ondi
si Cu
kup
(war
na ku
ning
, prio
ritas
: 4);
20 b
erar
ti be
rkon
disi
Rusa
k (wa
rna
mer
ah m
uda,
prio
ritas
: 3);
25 b
erar
ti be
rkon
disi
Hanc
ur
(war
na m
erah
tua,
prio
ritas
: 2);
30 b
erar
ti be
rkon
disi
fisik
bend
a bisa
Baik
, Cuk
up, R
usak
atau
Han
cur t
etap
i jeni
s ker
usak
anny
a akti
f, sep
erti
indi
kasi
sera
ngan
mikr
oorg
anism
e ata
u in
sek,
dan
kond
isi ke
asam
anny
a/
pH p
ada s
aat p
enga
mat
an te
rlalu
ting
gi (w
arna
mer
ah tu
a sek
ali, p
riorit
as: 1
).
URB
adala
h ha
sil p
engu
rang
an ta
ngga
l sek
aran
g (To
day)
dan
Tang
gal P
erol
ehan
Ben
da (T
PB) B
ilam
ana k
ita ti
dak m
enge
tahu
i tah
un p
erol
ehan
kole
ksi m
aka p
erlu
dila
kuka
n Ta
fsir U
sia R
elati
f Ben
da (T
URB)
.Pe
r 201
5 =>
URB
148
ber
arti
tahu
n pe
role
han
1867
; URB
134
= 18
81; U
RB 1
20 =
1868
- 19
23; U
RB 1
15 =
1900
; URB
109
= 19
05 -
1907
; URB
83
= 192
3 - 1
942;
URB
74
= 194
1; U
RB 6
9 = 1
942
- 195
0.
I. PENDAHULAUNA. Latar Belakang
Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Museum Nasional mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengumpulan, registrasi, perawatan, pengawetan, pengamanan, penyajian, publikasi, dan fasilitasi di bidang benda bernilai budaya berskala nasional (Permendikbud No. 48 Tahun 2012). Dalam rangka menjalankan fungsi perawatan dan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional, Museum Nasional memiliki Bidang Perawatan dan Pengawetan. Garis besar kegiatan bidang ini adalah:1. pelaksanaan observasi kondisi benda bernilai budaya berskala nasional;2. pelaksanaan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;3. pelaksanaan perawatan benda bernilai budaya berskala nasional;4. pelaksanaan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional; dan5. pelaksanaan pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.
Bidang Perawatan dan Pengawetan memilki tiga seksi, yaitu: Seksi Observasi, Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan. Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan penanganan serta uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan restorasi benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.
Seksi Observasi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan - Museum Nasional, memiliki rincian tugas:1. melakukan penyusunan program kerja Seksi dan konsep program kerja Bidang;2. melakukan pengamatan dan pendataan kondisi koleksi benda bernilai budaya
berskala nasional;3. melakukan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;4. melakukan klasifikasi kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;5. melakukan rekomendasi penanganan koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;6. melakukan penyusunan bahan bantuan teknis di bidang observasi koleksi benda
bernilai budaya berskala nasional;7. melakukan evaluasi pelaksanaan observasi benda bernilai budaya berskala nasional;8. melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen Seksi; dan
9. melakukan penyusunan laporan Seksi.
Garis besar dari tugas tersebut adalah mengamati benda secara utuh, mengenali/ identifikasi bahan dan cara pembuatan/ pembentukan benda, mengenali/ identifikasi kerusakan, menganalisis kerusakan yang kemungkinan diakibatkan oleh sifat bahan, kontruksi benda, faktor kondisi iklim (suhu dan kelembaban udara, cahaya dan polusi), serta kemungkinan kesalahan dalam penanganan. Dari hasil amatan dilanjutkan dengan
penyimpulan suatu kerusakan dan usulan perawatan dan pengawetan.
B. Landasan HukumPenyusunan Laporan Tahunan Perorangan pada Seksi Observasi – Bidang Perawatan
dan Pengawetan, MUSEUM NASIONAL, dengan mempertimbangkan: 1. UU No. 11 Tahun 2010 tentang CAGAR BUDAYA;2. UU No. 5 Tahun 2014 tentang APARATUR SIPIL NEGARA (ASN);3. PP No. 46 Thn. 2011 dan Perka BKN No. 1 Thn. 2013 tentang Sasaran Kerja PNS [SKP]; 4. PP No. 66 Tahun 2015 tentang MUSEUM;5. Permendikbud RI No. 48 Tahun 2012 tentang ORGANISASI & TATA KERJA MUSEUM
NASIONAL;6. Permendikbud RI No. 27 Tahun 2013 tentang RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL;7. Permen PANRB No. 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP (Standar
Operasional Prosedur);8. Perka BKN No. 1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 46 Tahun 2013
(Sasaran Kerja PNS [SKP]);9. Perka BKN No. 7 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Manajerial (SKM PNS);
10. Perka BKN No. 8 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Teknis (SKT PNS).
II. PEMBAHASAN OBSERVASIA. Dasar Teori
Tahapan pemeliharaan koleksi meliputi observasi, perawatan dan pengawetan. Proses observasi atau pengamatan yang dilakukan Seksi Observasi diawali dengan serangkain proses identifikasi dan klasifikasi bahan baik secara visual atau dengan uji bahan, mengamati dan mempelajari (jenis dan proses) kerusakan, dan bersama-sama dengan Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan akan memutuskan metode perawatan dan pengawetan secara tepat. Seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan seksi-seksi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan ini akan dievalusi secara klinis dengan mempertimbangkan ancangan analitik ilmiah atau empiris, yang selanjutnya disebut sebagai ‘studi atau kajian konservasi’. Dalam hal ini, identifikasi dan klasifikasi bahan dengan mempelajari data keterawatan koleksi, data kondisi iklim dan perangkat penunjang penyimpanan atau displai yang mengitarinya dalam rentang waktu tertentu (yang lazim disebut sebagai studi konservasi secara empiris). Contoh kajian empiris yang faktual adalah pendapat bahwa lilin lebah memiliki sifat tidak merusak kain dengan menunjukkan bukti fragmen kain yang terbungkus lilin yang sudah berumur ribuan tahun dari Mesir.
Sedangkan yang ilmiah adalah suatu kegiatan studi yang lebih mengedepankan pengetahuan teoritis dan pengamatan dengan menggunakan alat (modern). Contohnya pembuktian unsur logam sebagai garam logam pada proses pewarnaan dengan Spektroskopi Fluoresensi Sinar-X pada fragmen kain. Perhatikan Tabel 1 dan Gambar 1.
Rangkaian proses dan hasil kegiatan seksi-seksi dalam Bidang Perawatan dan Pengawetan (Bidang PP) akan terekam dalam formulir isian ‘Lembar Kondisi Koleksi’, selanjutnya disingkat LKK. LKK ini akan memuat informasi berkaitan nomor identitas dan nama koleksi, jenis bahan, jenis kerusakan (kondisi keterawatan), usulan perawatan (mencakup tindakan yang bersifat kuratif – restoratif atau penghentian proses kerusakan dan perbaikannya), serta usulan pengawetan (tindakan yang bersifat preventif atau penghambatan dari kemungkinan proses kerusakan). Menurut sifat dan jenis kerusakannya, Lembar Kondisi Koleksi (LKK) akan dikelompokkan menjadi LKK-Umum (Campuran), Logam, Batu, Keramik, Kayu, Tekstil, Kertas dan Lukisan. Kemudian Bidang PP ini juga melakukan survai kondisi klimatalogi yang informasinya dicantumkan dalam ‘Lembar Data Klimatologi’, yang selanjutnya disebut LDK. LDK memuat keterangan yang berhubungan dengan suhu dan kelembaban udara (suhu permukaan dan kadar air benda), intesitas cahaya, radiasi ultra-violet (UV), dan polusi udara. Data atau dokumen tambahan (DDT) juga diperlukan, dan bisa berupa data jenis bahan dan konstruksi lemari simpan atau
displai, gambar atau desain (tiga dimensi dan berskala ukuran) ruang simpan atau pamer, berikut bahan (pustaka) rujukan atau (data pribadi) narasumber.
Kumpulan informasi dalam LIK, LKK, LDK dan DDT adalah dokumen penting di museum yang harus terawat dan dikelola dengan baik. Dokumen-dokumen ini secara fisik bisa berupa lembar kertas cetakan atau berupa format digital (soft-copy siap cetak, selanjutnya disingkat SCSC, yang mungkin tersimpan dalam CD). Pengelolaan dokumen kertas (termasuk CD, sebagai data mati) secara fisik yang biasanya dilakukan pustakawan atau arsiparis ini memerlukan folder, lemari simpan dan ruangan yang memadai. Tetapi pengelolaan kumpulan informasi pada LIK, LKK, LDK dan DDT dalam sistem database konservasi (Dasi) adalah yang paling umum dilakukan pada abad informasi saat ini.
Observasi terhadap 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 koleksi sebagai pembanding) yang dilakukan secara visual ini dengan mempertimbangkan lingkup data (data field) sebagaimana dimuat dalam Blangko Lembar Kondisi Koleksi (Umum) dan Lembar Kondisi Tekstil (Khusus), lihat halaman 06 dan 07. Laju percepatan kerusakan tekstil dengan mempertimbangkan usia relatif benda (URB), jenis bahan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai notasi jenis bahan dan disingkat NJB), kondisi benda saat pengamatan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai tingkat kerusakan benda dan disingkat TKB). Observasi ini dianalisis dengan sistem database khusus konservasi (dengan kode CuraTool), yang secara langsung dan otomatis menampilkan grafik sebagai hasil pembandingan antara URB, NJB dan TKB, lihat Gambar 2 hal. 11 dan Gambar 3 hal. 12. Analisis dari hasil observasi ini juga mempertimbangkan data-data LDK dan DDT.
B. Prosedur Observasi1. Mengamati benda koleksi secara menyeluruh (depan, belakang, samping kanan dan
kiri, serta bagian atas dan bawah). Dengan sangat hati-hati, angkat benda dengan kaus tangan untuk melihat bagian bawah koleksi. dan mendetail. Gunakan pensil untuk mengisi formulir Lembar Kondisi Koleksi (LKK), hindari penggunaan ballpoint dan alat tulis bertinta lain untuk menghindari resiko ternodanya koleksi dari alat tulis bertinta tersebut. Lepaskan jam tangan, gelang tangan, alat tulis atau benda apapun yang berada di kantong baju, name tag yang digantungkan di krah baju atau leher, dan hal-hal lain yang bisa beresiko terhadap koleksi yang akan kita amati (observasi).Penjelasan Lembar Kondisi Koleksi (LKK), lihat halaman 6 dan 7. Semua isian data (data field) pada Lembar Kondisi diberi nomor untuk kemudahan penjelasan dan pengkodean dalam hal untuk pembahasan (analisa data) berikut pelaporannya.a. Keterangan Pokok: No. Urut, No. Inv., Nama Benda, Asal Benda, Keterangan/ Deskripsi
Singkat, Ukuran, Kondisi dan Lokasi Benda. b. Bahan. Bahan pembentuk koleksi secara umum dikelompokkan menjadi: Logam,
Non-Logam, Selulose, Protein dan Lain-lain. Logam dan Non Logam dapat masuk kategori Anorganik, sedang Selulose dan Protein masuk kategori Organik. Jika
bahan organik dari binatang dimasukkan dalam kelompok Protein, sedangkan yang dari tumbuh-tumbuhan masuk ke dalam kelompok Selulose. Tetapi ada bahan yang masuk kelompok Lain-lain karena bahan tersebut memiliki komponen organik dan anorganik. Bahan tekstil tidak bisa dikelompokkan hanya di satu kelompok Organik, tetapi harus dipisahkan ke Protein (tekstil yang berbahan dasar sutera atau wol) atau ke Selulose (tekstil yang berbahan dasar kapas, rami, atau goni). Bahan pembersih yang bersifat asam agak kuat dapat merusak kain terbuat dari kapas tapi aman bagi kain yang terbuat dari sutera. Perhatikan Lembar Kondisi Koleksi (Umum) pada halaman 6, dan bandingkan dengan Lembar Kondisi Tekstil pada halaman 7.
c. Kondisi Benda Pada Saat Pengamatan. Kondisi keterawatan koleksi dikelompokkan menjadi Kerusakan Fisik (1. Rapuh, 2. Kotor, 3. Lemak, 4. Kelupas, 5. Gores, 6. Retak, 7. Patah, 8. Hilang, 9. Basah, 10. Kering, 11. Lain), Kerusakan Kimiawi (1. Lapuk, 2. Pudar, 3. Korosi, 4. Oksidasi, 5. Bau, 6. Noda, 7. Kristal garam, 8. Lain) dan Kerusakan Biotis (1. Jamur, 2. Insek, 3. Ganggang, 4. Lumut, 5. Lichens, 6. Lain). Kondisi rapuh (fragile) pada kelompok kerusakan fisik dibedakan dengan lapuk (brittle) pada kelompok kerusakan kimiawi, karena dalam pengertian ini rapuh bisa dimungkinkan menjadi agak kuat setelah proses kontrol kelembaban, sedangkan lapuk cenderung ke arah hancur dan tidak bisa direkondisi lagi.
d. Kondisi Iklim Mikro dan Makro Pada Saat Pengamatan. Dengan memper- timbangkan Lembar Data Klimatologi (LDK), serta memperhitungkan alat-alat ukur dan prosedur kalibrasi.Iklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya dicatat di Lembar Kondisi Koleksi (seperti pada halaman 6 dan 7). Kalau koleksi ditempatkan dalam lemari simpan berarti iklim mikro sama dengan yang ada didalam lemari simpan. Sedangkan yang iklim makro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada diluar iklim mikro. Data iklim makro biasanya dicatat di Lembar Data Klimatologi (halaman 18 dan 19). Weintraub (2002) menjelaskan pengertian dan perhitungan Equilibrium Moisture Content (EMC) dan EMC/RH isotherm bahan organik (kapas, linen, kertas, kayu, dsb.); serta kapasitas bu�ering (MH) dan rekondisi silicagel.
e. Usulan Perawatan dan Pengawetan. Dibahas secara lengkap di “Tekstil Tradisional: Pengenalan Bahan dan Teknik” dan “Konservasi Tekstil”;
f. Usulan Uji Bahan (Laboratorium). Melalui serangkaian proses observasi dari sekian banyak koleksi atau mempertimbangkan suatu kondisi tertentu terjadinya kerusakan pada koleksi, Konservator akan mengusulkan uji bahan. Uji bahan dimaksudkan untuk mengetahui proses terjadinya kerusakan dan atau penguatan data pendukung untuk keperluan studi konservasi dan koleksi tingkat lanjut. Studi tingkat lanjut ini bisa berupa pembuatan Alur Waktu (Timeline) bahan atau tehnik pembuatan suatu benda pada suatu masa atau periode tertentu, yang mana bahan atau tehnik ini sebagai bagian dari suatu koleksi yang tidak bisa digantikan (sebagai atribut teknologis).
[ 15 ]
g. Teknik Pengamatan. Teknik pengamataan adalah penjelasan dengan cara dan alat bantu apa pada saat seseorang mengamati kondisi keterawatan koleksi di museum.
2. Analisis Data Observasi. Analisis data observasi bisa dilakukan pada beberapa kemungkinan. Pertama
adalah analisis berdasarkan dari pengumpulan data proses perawatan dan pengawetan, data iklim pada lingkungan benda yang menjalani proses perawatan dan pengawetan, data iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, serta data-data pendukung lainnya. Kedua adalah analisis data hasil observasi dari sejumlah koleksi (kumpulan data hasil observasi sendiri). Ketiga adalah pembahasan berdasarkan gabungan dari langkah pertama dan kedua. Tetapi pokok bahasan utama tetap, yakni penyimpulan tentang kondisi keterawatan koleksi berkaitan dengan kondisi bahan, cara pembuatan dan kondisi iklim yang mengitarinya. Evaluasi dan tinjauan proses kerja perawatan dan pengawetan pada masa lalu dan masa akan datang juga akan dilakukan.
Entri data hasil survei lapangan pada Lembar Kondisi Tekstil (LKTe, hal. 07) ke dalam sistem database khusus konservasi, dan selanjutnya ditinjau dan diedit melalui Menu Daftar Editing dan Kontrol Data (Tabel 2, hal. 09). Ada konversi data teks ke bentuk numerik, sehingga data dapat langsung dipresentasikan dalam bentuk grafik. Konversi ini akan meliputi: Jenis Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB).
Notasi Jenis Bahan (NJB): untuk bahan selulose (kulit kayu, kapas, serat nanas, dan sejenisnya) memiliki angka 40 (warna hijau); untuk bahan protein (sutera, wool, kulit binatang, dan sejenisnya) memiliki angka 50 (warna kuning); untuk bahan logam memiliki angka 5 (warna merah); untuk kombinasi selulose dan logam memiliki angka 45 (warna hijau tua) dan untuk bahan kombinasi protein dan logam memiliki angka 55 (warna kuning tua). Di sini, Sistem Database Konservasi akan secara otomatis menampilkan Grafik Analisis Spontan (GAS) untuk mengetahui hubungan antara Usia (URB), Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB), lihat gambar 2 dan 3 pada halaman 11 dan 12.
Tingkat Kerusakan Benda (TKB) 10 berarti berkondisi Baik (warna hijau, prioritas konservasi: 5); 15 berarti berkondisi Cukup (warna kuning, prioritas: 4); 20 berarti berkondisi Rusak (warna merah muda, prioritas: 3); 25 berarti berkondisi Hancur (warna merah tua, prioritas: 2); 30 berarti berkondisi fisik benda bisa Baik, Cukup, Rusak atau Hancur tetapi jenis kerusakannya aktif, seperti indikasi serangan mikroorganisme atau insek, dan kondisi keasamannya/ pH pada saat pengamatan terlalu tinggi (warna merah tua sekali, prioritas: 1). Representasi grafik Bahan dan Kondisi koleksi ini juga dimaknai dengan adanya Usia Relatif Benda (URB) dan Kode Nomor Inventaris (KNI) untuk penyederhanaan, dan untuk melacak No. Inv. atau lokasi benda akan tetap dengan mudah dengan melihat Daftar (Tabel 2, hal. 09, atau Daftar Koleksi 01 sampai 10 terlampir). Dengan pemahaman ini, jika saat ini kita menjumpai kain katun berkondisi bagus (baik) tapi ada indikasi jamur atau tingkat keasamannya tinggi maka koleksi tersebut dikategorikan mengalami ancaman/ kerusakan aktif dan skala prioritas yang tadinya 5 menjadi 1 (indikator warna hijau berubah menjadi merah tua sekali).
Usia Relatif Benda (URB) akan muncul secara otomatis, jika kita telah mengisi kolom isian (data field) tahun perolehan benda. URB adalah hasil pengurangan tanggal sekarang (Today) dan Tanggal Perolehan Benda (TPB) Bilamana kita tidak mengetahui tahun perolehan koleksi maka perlu dilakukan Tafsir Usia Relatif Benda (TURB). Proses TURB diawali dengan memunculkan keseluruhan data, dan langkah berikutnya dengan mensortir nomor inventaris benda. Jika ada lima koleksi yang diketahui TPB-nya nomor 1 dan 5, maka setelah pensortiran akan diketahui bahwa URB koleksi nomor 2, 3 dan 4 adalah antara URB koleksi nomor 1 dan 5. Jika koleksi no 1 sebagai pembatas atas disebut sebagai Tanggal Perolehan Benda Atas (TPBA) dan koleksi no 5 sebagai Tanggal Perolehan Benda Bawah (TPBB). Dengan mengisi kolom TPBA dan TPBB maka sistem database secara otomatis menilai angka Tafsir Usia Relatif Benda (TURB), Lihat Tabel 2, hal. 09 atau Lampiran Daftar 01 sampai 10. Disinilah letak manfaat 800 koleksi pembanding untuk mempertajam hasil TURB dan validasi data lain, serta meminimalkan kesalahan interpretasi data. Sebagai gambaran, apabila analisis dipaksakan dengan hanya hasil observasi 200 koleksi untuk mengetahui usia relatif koleksi dengan KNI 2 sampai 9, sedangkan yang diketahui dengan KNI 1 dan 10. Maka tingkat kesalahan dari hasil pengamatan semakin besar dan akan berdampak pula pada penyimpulan laju atau percepatan kerusakan koleksi yang diamati.
C. Pembahasan ObservasiObservasi 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 sebagai pembanding)
memberikan gambaran bahwa pentingnya mempertahankan identitas pada setiap koleksi berupa nomor inventaris. No. Inv. ini harus ditulis dalam format angka 6 (enam digit), misalnya koleksi dengan nomor inventaris 11 a harus ditulis dengan 000011 a. Diawali dengan identitas no. inv. yang benar selanjutnya diikuti dengan nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan dilengkapi foto benda. Sistematika penulisan lokasi benda yang benar adalah menjelaskan lokasi gedung, ruang, nomor lemari dan laci. Keterangan dalam format gabungan teks dan numerik bisa dinotasikan lebih sederhana secara otomatis dalam sistem database komputer, misalnya: GB.ST5.011.02 berarti koleksi disimpan dalam Gedung B (GB), di ruang Storage Tekstil lantai 5 (ST5), lemari 11 (011) dan laci 2 (02). Foto yang melengkapi data koleksi harus dibuat link, dan dibuat otomatis menyimpan alamat berkas/ file foto dimana disimpan. No. inv., nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan foto benda adalah isian data (data field) pokok yang harus ditulis dalam mengisi lembar inventaris atau lembar kondisi koleksi.
Dari seribu koleksi tekstil menunjukkan bahwa 726 koleksi berkondisi baik, 115 berkondisi cukup (baik), 152 berkondisi rusak, 7 berkondisi hancur, dan 8 koleksi
mengalami kerusakan aktif. Dari 152 koleksi rusak menunjukkan pula 129 berbahan selulose (10 diantaranya ada komponen logamnya) dan 11 berbahan protein (1 diantaranya ada komponen logamnya), namun perlu diketahui dari seribu koleksi yang diamati memang 930 berbahan selulose. Tetapi data menunjukkan bahwa kain yang memiliki komponen logam lebih banyak yang mengalami kerusakan, perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.
Kisaran perolehan koleksi tekstil yang diamati adalah dari tahun 1867 (berumur relatif 148 tahun) dan tahun 1949 (berumur relatif 65 tahun). Dari pengamatan yang dirunut (disortir) menurut usia relatifnya, kain yang berumur semakin tua bukan berarti semakin rusak, atau sebaliknya: kain yang berumur semakin muda bukan berarti kain semakin baik kondisinya, perhatikan Gambar 3 halaman 12 dan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.
Analisis kerusakan dengan mempertimbangkan kandungan air (pada koleksi), kondisi pH dan data iklim pada masa lalu tidak dapat dilakukan karena “Conditional and Climatic Data” yang tersedia tidak tersinkronisasi dengan koleksi yang diobservasi. Format data yang ada masih dibuat konvensional (belum digital), sehingga sulit untuk analisisnya.
III. PENUTUPA. Kesimpulan
Dari hasil observasi 200 koleksi pilihan menunjukkan bahwa hanya 3 (1,5%) koleksi berkondisi Baik (Prioritas 5, kisaran usia relatif 74 sampai 134 tahun); 41 (20%) koleksi berkondisi Cukup (Prioritas 4, kisaran usia relatif 69 sampai 134 tahun); 149 (74%) koleksi berkondisi Rusak (Prioritas 3, kisaran usia 108 sampai 148 tahun); 7 (4%) koleksi berkondisi Hancur (Prioritas 2, kisaran usia 109 sampai 134 tahun) dan 8 (5%) koleksi mengalami kerusakan Aktif (Prioritas 1, kisaran usia relatif 113 sampai 134 tahun). Perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17. Gambaran hasil observasi terhadap 200 koleksi ini ditujukan pada koleksi rusak sehingga 1,5% dari 200 koleksi yang diobservasi bukan berarti sama kalau 1,5% dari seluruh koleksi Museum Nasional. (Perhatikan pembahasan halaman 11, ada 726 koleksi berkondisi baik di antara 1.000 koleksi yang diamati.)
Tekstil berserat selulose (kulit kayu, serat kapas, serat nanas, dsb.) dan berserat protein (sutera atau wool) yang beronamen logam cenderung mengalami kerusakan dengan prioritas tinggi (1, 2 dan 3). Usia relatif diatas 74 tahun pada tekstil berornamen logam juga lebih banyak mengalami kerusakan.
B. SaranObservasi terhadap 200 yang koleksi tekstil dengan tahun perolehan antara tahun
1867 dan 1950 ini lebih mengandalkan pengamatan visual dan perlu ditindak- lanjuti dengan uji bahan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Uji bahan diarahkan pada identifikasi serat secara laboratoris, cek pH, cek kandungan air pada serat dan cek kandungan logam lain (yang biasa digunakan pada proses pencelupan warna atau pada garam logam). Walaupun “conditional and climatic data” yang ada masih konvensional dan belum tersinkronisasi dengan 200 koleksi yang diobservasi, tetapi dari uraian diatas paling tidak telah membuktikan bahwa metode analisis yang menerapkan sistem database komputer mempermudah proses pekerjaan observasi. Hasil observasi dan analisis inipun sekaligus menjadi tolok ukur (benchmarking) keberhasilan usaha perawatan dan pengawetan tekstil di Museum Nasional setelah dicek untuk beberapa tahun yang akan datang.
Saran perawatan dari 200 koleksi tekstil yang telah diobservasi dapat dilihat dalam setiap lembar kondisi tekstil terlampir, adapun uraian dan rincian proses perawatan dapat dilihat di naskah “Konservasi Tekstil” (dapat diunduh di www.primastoria.net).
Gam
bar G
rafik
5: M
enun
jukk
an h
ubun
gan
anta
ra T
KB, N
JB d
an U
RBBesaran Harga TKB, NJB dan URB
Kode
Nom
or In
vent
aris
(KN
I)
Usia
Rel
atif B
enda
(URB
)
Not
asi J
enis
Baha
n (N
JB)
Ting
kat K
erus
akan
Ben
da (T
KB)
Baha
n se
lulo
se (k
ulit
kayu
, kap
as, s
erat
nan
as, d
an se
jeni
snya
) mem
iliki a
ngka
40
(war
na h
ijau)
; unt
uk b
ahan
pro
tein
(sut
era,
woo
l, kul
it bi
nata
ng, d
an se
jeni
snya
) mem
iliki a
ngka
50
(war
na ku
ning
); un
tuk b
ahan
lo
gam
mem
iliki a
ngka
5 (w
arna
mer
ah);
untu
k kom
bina
si se
lulo
se d
an lo
gam
mem
iliki a
ngka
45
(war
na h
ijau
tua)
dan
unt
uk b
ahan
kom
bina
si pr
otei
n da
n lo
gam
mem
iliki a
ngka
55
(war
na ku
ning
tua)
.10
ber
arti
berk
ondi
si Ba
ik (w
arna
hija
u, p
riorit
as ko
nser
vasi:
5);
15 b
erar
ti be
rkon
disi
Cuku
p (w
arna
kuni
ng, p
riorit
as: 4
); 20
ber
arti
berk
ondi
si Ru
sak (
warn
a mer
ah m
uda,
prio
ritas
: 3);
25 b
erar
ti be
rkon
disi
Hanc
ur
(war
na m
erah
tua,
prio
ritas
: 2);
30 b
erar
ti be
rkon
disi
fisik
bend
a bisa
Baik
, Cuk
up, R
usak
atau
Han
cur t
etap
i jeni
s ker
usak
anny
a akti
f, sep
erti
indi
kasi
sera
ngan
mikr
oorg
anism
e ata
u in
sek,
dan
kond
isi ke
asam
anny
a/
pH p
ada s
aat p
enga
mat
an te
rlalu
ting
gi (w
arna
mer
ah tu
a sek
ali, p
riorit
as: 1
).
URB
adala
h ha
sil p
engu
rang
an ta
ngga
l sek
aran
g (To
day)
dan
Tang
gal P
erol
ehan
Ben
da (T
PB) B
ilam
ana k
ita ti
dak m
enge
tahu
i tah
un p
erol
ehan
kole
ksi m
aka p
erlu
dila
kuka
n Ta
fsir U
sia R
elati
f Ben
da (T
URB)
.Pe
r 201
5 =>
URB
148
ber
arti
tahu
n pe
role
han
1867
; URB
134
= 18
81; U
RB 1
20 =
1868
- 19
23; U
RB 1
15 =
1900
; URB
109
= 19
05 -
1907
; URB
83
= 192
3 - 1
942;
URB
74
= 194
1; U
RB 6
9 = 1
942
- 195
0.
I. PENDAHULAUNA. Latar Belakang
Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Museum Nasional mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengumpulan, registrasi, perawatan, pengawetan, pengamanan, penyajian, publikasi, dan fasilitasi di bidang benda bernilai budaya berskala nasional (Permendikbud No. 48 Tahun 2012). Dalam rangka menjalankan fungsi perawatan dan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional, Museum Nasional memiliki Bidang Perawatan dan Pengawetan. Garis besar kegiatan bidang ini adalah:1. pelaksanaan observasi kondisi benda bernilai budaya berskala nasional;2. pelaksanaan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;3. pelaksanaan perawatan benda bernilai budaya berskala nasional;4. pelaksanaan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional; dan5. pelaksanaan pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.
Bidang Perawatan dan Pengawetan memilki tiga seksi, yaitu: Seksi Observasi, Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan. Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan penanganan serta uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan restorasi benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.
Seksi Observasi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan - Museum Nasional, memiliki rincian tugas:1. melakukan penyusunan program kerja Seksi dan konsep program kerja Bidang;2. melakukan pengamatan dan pendataan kondisi koleksi benda bernilai budaya
berskala nasional;3. melakukan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;4. melakukan klasifikasi kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;5. melakukan rekomendasi penanganan koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;6. melakukan penyusunan bahan bantuan teknis di bidang observasi koleksi benda
bernilai budaya berskala nasional;7. melakukan evaluasi pelaksanaan observasi benda bernilai budaya berskala nasional;8. melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen Seksi; dan
9. melakukan penyusunan laporan Seksi.
Garis besar dari tugas tersebut adalah mengamati benda secara utuh, mengenali/ identifikasi bahan dan cara pembuatan/ pembentukan benda, mengenali/ identifikasi kerusakan, menganalisis kerusakan yang kemungkinan diakibatkan oleh sifat bahan, kontruksi benda, faktor kondisi iklim (suhu dan kelembaban udara, cahaya dan polusi), serta kemungkinan kesalahan dalam penanganan. Dari hasil amatan dilanjutkan dengan
penyimpulan suatu kerusakan dan usulan perawatan dan pengawetan.
B. Landasan HukumPenyusunan Laporan Tahunan Perorangan pada Seksi Observasi – Bidang Perawatan
dan Pengawetan, MUSEUM NASIONAL, dengan mempertimbangkan: 1. UU No. 11 Tahun 2010 tentang CAGAR BUDAYA;2. UU No. 5 Tahun 2014 tentang APARATUR SIPIL NEGARA (ASN);3. PP No. 46 Thn. 2011 dan Perka BKN No. 1 Thn. 2013 tentang Sasaran Kerja PNS [SKP]; 4. PP No. 66 Tahun 2015 tentang MUSEUM;5. Permendikbud RI No. 48 Tahun 2012 tentang ORGANISASI & TATA KERJA MUSEUM
NASIONAL;6. Permendikbud RI No. 27 Tahun 2013 tentang RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL;7. Permen PANRB No. 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP (Standar
Operasional Prosedur);8. Perka BKN No. 1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 46 Tahun 2013
(Sasaran Kerja PNS [SKP]);9. Perka BKN No. 7 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Manajerial (SKM PNS);
10. Perka BKN No. 8 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Teknis (SKT PNS).
II. PEMBAHASAN OBSERVASIA. Dasar Teori
Tahapan pemeliharaan koleksi meliputi observasi, perawatan dan pengawetan. Proses observasi atau pengamatan yang dilakukan Seksi Observasi diawali dengan serangkain proses identifikasi dan klasifikasi bahan baik secara visual atau dengan uji bahan, mengamati dan mempelajari (jenis dan proses) kerusakan, dan bersama-sama dengan Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan akan memutuskan metode perawatan dan pengawetan secara tepat. Seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan seksi-seksi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan ini akan dievalusi secara klinis dengan mempertimbangkan ancangan analitik ilmiah atau empiris, yang selanjutnya disebut sebagai ‘studi atau kajian konservasi’. Dalam hal ini, identifikasi dan klasifikasi bahan dengan mempelajari data keterawatan koleksi, data kondisi iklim dan perangkat penunjang penyimpanan atau displai yang mengitarinya dalam rentang waktu tertentu (yang lazim disebut sebagai studi konservasi secara empiris). Contoh kajian empiris yang faktual adalah pendapat bahwa lilin lebah memiliki sifat tidak merusak kain dengan menunjukkan bukti fragmen kain yang terbungkus lilin yang sudah berumur ribuan tahun dari Mesir.
Sedangkan yang ilmiah adalah suatu kegiatan studi yang lebih mengedepankan pengetahuan teoritis dan pengamatan dengan menggunakan alat (modern). Contohnya pembuktian unsur logam sebagai garam logam pada proses pewarnaan dengan Spektroskopi Fluoresensi Sinar-X pada fragmen kain. Perhatikan Tabel 1 dan Gambar 1.
Rangkaian proses dan hasil kegiatan seksi-seksi dalam Bidang Perawatan dan Pengawetan (Bidang PP) akan terekam dalam formulir isian ‘Lembar Kondisi Koleksi’, selanjutnya disingkat LKK. LKK ini akan memuat informasi berkaitan nomor identitas dan nama koleksi, jenis bahan, jenis kerusakan (kondisi keterawatan), usulan perawatan (mencakup tindakan yang bersifat kuratif – restoratif atau penghentian proses kerusakan dan perbaikannya), serta usulan pengawetan (tindakan yang bersifat preventif atau penghambatan dari kemungkinan proses kerusakan). Menurut sifat dan jenis kerusakannya, Lembar Kondisi Koleksi (LKK) akan dikelompokkan menjadi LKK-Umum (Campuran), Logam, Batu, Keramik, Kayu, Tekstil, Kertas dan Lukisan. Kemudian Bidang PP ini juga melakukan survai kondisi klimatalogi yang informasinya dicantumkan dalam ‘Lembar Data Klimatologi’, yang selanjutnya disebut LDK. LDK memuat keterangan yang berhubungan dengan suhu dan kelembaban udara (suhu permukaan dan kadar air benda), intesitas cahaya, radiasi ultra-violet (UV), dan polusi udara. Data atau dokumen tambahan (DDT) juga diperlukan, dan bisa berupa data jenis bahan dan konstruksi lemari simpan atau
displai, gambar atau desain (tiga dimensi dan berskala ukuran) ruang simpan atau pamer, berikut bahan (pustaka) rujukan atau (data pribadi) narasumber.
Kumpulan informasi dalam LIK, LKK, LDK dan DDT adalah dokumen penting di museum yang harus terawat dan dikelola dengan baik. Dokumen-dokumen ini secara fisik bisa berupa lembar kertas cetakan atau berupa format digital (soft-copy siap cetak, selanjutnya disingkat SCSC, yang mungkin tersimpan dalam CD). Pengelolaan dokumen kertas (termasuk CD, sebagai data mati) secara fisik yang biasanya dilakukan pustakawan atau arsiparis ini memerlukan folder, lemari simpan dan ruangan yang memadai. Tetapi pengelolaan kumpulan informasi pada LIK, LKK, LDK dan DDT dalam sistem database konservasi (Dasi) adalah yang paling umum dilakukan pada abad informasi saat ini.
Observasi terhadap 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 koleksi sebagai pembanding) yang dilakukan secara visual ini dengan mempertimbangkan lingkup data (data field) sebagaimana dimuat dalam Blangko Lembar Kondisi Koleksi (Umum) dan Lembar Kondisi Tekstil (Khusus), lihat halaman 06 dan 07. Laju percepatan kerusakan tekstil dengan mempertimbangkan usia relatif benda (URB), jenis bahan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai notasi jenis bahan dan disingkat NJB), kondisi benda saat pengamatan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai tingkat kerusakan benda dan disingkat TKB). Observasi ini dianalisis dengan sistem database khusus konservasi (dengan kode CuraTool), yang secara langsung dan otomatis menampilkan grafik sebagai hasil pembandingan antara URB, NJB dan TKB, lihat Gambar 2 hal. 11 dan Gambar 3 hal. 12. Analisis dari hasil observasi ini juga mempertimbangkan data-data LDK dan DDT.
B. Prosedur Observasi1. Mengamati benda koleksi secara menyeluruh (depan, belakang, samping kanan dan
kiri, serta bagian atas dan bawah). Dengan sangat hati-hati, angkat benda dengan kaus tangan untuk melihat bagian bawah koleksi. dan mendetail. Gunakan pensil untuk mengisi formulir Lembar Kondisi Koleksi (LKK), hindari penggunaan ballpoint dan alat tulis bertinta lain untuk menghindari resiko ternodanya koleksi dari alat tulis bertinta tersebut. Lepaskan jam tangan, gelang tangan, alat tulis atau benda apapun yang berada di kantong baju, name tag yang digantungkan di krah baju atau leher, dan hal-hal lain yang bisa beresiko terhadap koleksi yang akan kita amati (observasi).Penjelasan Lembar Kondisi Koleksi (LKK), lihat halaman 6 dan 7. Semua isian data (data field) pada Lembar Kondisi diberi nomor untuk kemudahan penjelasan dan pengkodean dalam hal untuk pembahasan (analisa data) berikut pelaporannya.a. Keterangan Pokok: No. Urut, No. Inv., Nama Benda, Asal Benda, Keterangan/ Deskripsi
Singkat, Ukuran, Kondisi dan Lokasi Benda. b. Bahan. Bahan pembentuk koleksi secara umum dikelompokkan menjadi: Logam,
Non-Logam, Selulose, Protein dan Lain-lain. Logam dan Non Logam dapat masuk kategori Anorganik, sedang Selulose dan Protein masuk kategori Organik. Jika
bahan organik dari binatang dimasukkan dalam kelompok Protein, sedangkan yang dari tumbuh-tumbuhan masuk ke dalam kelompok Selulose. Tetapi ada bahan yang masuk kelompok Lain-lain karena bahan tersebut memiliki komponen organik dan anorganik. Bahan tekstil tidak bisa dikelompokkan hanya di satu kelompok Organik, tetapi harus dipisahkan ke Protein (tekstil yang berbahan dasar sutera atau wol) atau ke Selulose (tekstil yang berbahan dasar kapas, rami, atau goni). Bahan pembersih yang bersifat asam agak kuat dapat merusak kain terbuat dari kapas tapi aman bagi kain yang terbuat dari sutera. Perhatikan Lembar Kondisi Koleksi (Umum) pada halaman 6, dan bandingkan dengan Lembar Kondisi Tekstil pada halaman 7.
c. Kondisi Benda Pada Saat Pengamatan. Kondisi keterawatan koleksi dikelompokkan menjadi Kerusakan Fisik (1. Rapuh, 2. Kotor, 3. Lemak, 4. Kelupas, 5. Gores, 6. Retak, 7. Patah, 8. Hilang, 9. Basah, 10. Kering, 11. Lain), Kerusakan Kimiawi (1. Lapuk, 2. Pudar, 3. Korosi, 4. Oksidasi, 5. Bau, 6. Noda, 7. Kristal garam, 8. Lain) dan Kerusakan Biotis (1. Jamur, 2. Insek, 3. Ganggang, 4. Lumut, 5. Lichens, 6. Lain). Kondisi rapuh (fragile) pada kelompok kerusakan fisik dibedakan dengan lapuk (brittle) pada kelompok kerusakan kimiawi, karena dalam pengertian ini rapuh bisa dimungkinkan menjadi agak kuat setelah proses kontrol kelembaban, sedangkan lapuk cenderung ke arah hancur dan tidak bisa direkondisi lagi.
d. Kondisi Iklim Mikro dan Makro Pada Saat Pengamatan. Dengan memper- timbangkan Lembar Data Klimatologi (LDK), serta memperhitungkan alat-alat ukur dan prosedur kalibrasi.Iklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya dicatat di Lembar Kondisi Koleksi (seperti pada halaman 6 dan 7). Kalau koleksi ditempatkan dalam lemari simpan berarti iklim mikro sama dengan yang ada didalam lemari simpan. Sedangkan yang iklim makro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada diluar iklim mikro. Data iklim makro biasanya dicatat di Lembar Data Klimatologi (halaman 18 dan 19). Weintraub (2002) menjelaskan pengertian dan perhitungan Equilibrium Moisture Content (EMC) dan EMC/RH isotherm bahan organik (kapas, linen, kertas, kayu, dsb.); serta kapasitas bu�ering (MH) dan rekondisi silicagel.
e. Usulan Perawatan dan Pengawetan. Dibahas secara lengkap di “Tekstil Tradisional: Pengenalan Bahan dan Teknik” dan “Konservasi Tekstil”;
f. Usulan Uji Bahan (Laboratorium). Melalui serangkaian proses observasi dari sekian banyak koleksi atau mempertimbangkan suatu kondisi tertentu terjadinya kerusakan pada koleksi, Konservator akan mengusulkan uji bahan. Uji bahan dimaksudkan untuk mengetahui proses terjadinya kerusakan dan atau penguatan data pendukung untuk keperluan studi konservasi dan koleksi tingkat lanjut. Studi tingkat lanjut ini bisa berupa pembuatan Alur Waktu (Timeline) bahan atau tehnik pembuatan suatu benda pada suatu masa atau periode tertentu, yang mana bahan atau tehnik ini sebagai bagian dari suatu koleksi yang tidak bisa digantikan (sebagai atribut teknologis).
g. Teknik Pengamatan. Teknik pengamataan adalah penjelasan dengan cara dan alat bantu apa pada saat seseorang mengamati kondisi keterawatan koleksi di museum.
2. Analisis Data Observasi. Analisis data observasi bisa dilakukan pada beberapa kemungkinan. Pertama
adalah analisis berdasarkan dari pengumpulan data proses perawatan dan pengawetan, data iklim pada lingkungan benda yang menjalani proses perawatan dan pengawetan, data iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, serta data-data pendukung lainnya. Kedua adalah analisis data hasil observasi dari sejumlah koleksi (kumpulan data hasil observasi sendiri). Ketiga adalah pembahasan berdasarkan gabungan dari langkah pertama dan kedua. Tetapi pokok bahasan utama tetap, yakni penyimpulan tentang kondisi keterawatan koleksi berkaitan dengan kondisi bahan, cara pembuatan dan kondisi iklim yang mengitarinya. Evaluasi dan tinjauan proses kerja perawatan dan pengawetan pada masa lalu dan masa akan datang juga akan dilakukan.
Entri data hasil survei lapangan pada Lembar Kondisi Tekstil (LKTe, hal. 07) ke dalam sistem database khusus konservasi, dan selanjutnya ditinjau dan diedit melalui Menu Daftar Editing dan Kontrol Data (Tabel 2, hal. 09). Ada konversi data teks ke bentuk numerik, sehingga data dapat langsung dipresentasikan dalam bentuk grafik. Konversi ini akan meliputi: Jenis Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB).
Notasi Jenis Bahan (NJB): untuk bahan selulose (kulit kayu, kapas, serat nanas, dan sejenisnya) memiliki angka 40 (warna hijau); untuk bahan protein (sutera, wool, kulit binatang, dan sejenisnya) memiliki angka 50 (warna kuning); untuk bahan logam memiliki angka 5 (warna merah); untuk kombinasi selulose dan logam memiliki angka 45 (warna hijau tua) dan untuk bahan kombinasi protein dan logam memiliki angka 55 (warna kuning tua). Di sini, Sistem Database Konservasi akan secara otomatis menampilkan Grafik Analisis Spontan (GAS) untuk mengetahui hubungan antara Usia (URB), Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB), lihat gambar 2 dan 3 pada halaman 11 dan 12.
Tingkat Kerusakan Benda (TKB) 10 berarti berkondisi Baik (warna hijau, prioritas konservasi: 5); 15 berarti berkondisi Cukup (warna kuning, prioritas: 4); 20 berarti berkondisi Rusak (warna merah muda, prioritas: 3); 25 berarti berkondisi Hancur (warna merah tua, prioritas: 2); 30 berarti berkondisi fisik benda bisa Baik, Cukup, Rusak atau Hancur tetapi jenis kerusakannya aktif, seperti indikasi serangan mikroorganisme atau insek, dan kondisi keasamannya/ pH pada saat pengamatan terlalu tinggi (warna merah tua sekali, prioritas: 1). Representasi grafik Bahan dan Kondisi koleksi ini juga dimaknai dengan adanya Usia Relatif Benda (URB) dan Kode Nomor Inventaris (KNI) untuk penyederhanaan, dan untuk melacak No. Inv. atau lokasi benda akan tetap dengan mudah dengan melihat Daftar (Tabel 2, hal. 09, atau Daftar Koleksi 01 sampai 10 terlampir). Dengan pemahaman ini, jika saat ini kita menjumpai kain katun berkondisi bagus (baik) tapi ada indikasi jamur atau tingkat keasamannya tinggi maka koleksi tersebut dikategorikan mengalami ancaman/ kerusakan aktif dan skala prioritas yang tadinya 5 menjadi 1 (indikator warna hijau berubah menjadi merah tua sekali).
Usia Relatif Benda (URB) akan muncul secara otomatis, jika kita telah mengisi kolom isian (data field) tahun perolehan benda. URB adalah hasil pengurangan tanggal sekarang (Today) dan Tanggal Perolehan Benda (TPB) Bilamana kita tidak mengetahui tahun perolehan koleksi maka perlu dilakukan Tafsir Usia Relatif Benda (TURB). Proses TURB diawali dengan memunculkan keseluruhan data, dan langkah berikutnya dengan mensortir nomor inventaris benda. Jika ada lima koleksi yang diketahui TPB-nya nomor 1 dan 5, maka setelah pensortiran akan diketahui bahwa URB koleksi nomor 2, 3 dan 4 adalah antara URB koleksi nomor 1 dan 5. Jika koleksi no 1 sebagai pembatas atas disebut sebagai Tanggal Perolehan Benda Atas (TPBA) dan koleksi no 5 sebagai Tanggal Perolehan Benda Bawah (TPBB). Dengan mengisi kolom TPBA dan TPBB maka sistem database secara otomatis menilai angka Tafsir Usia Relatif Benda (TURB), Lihat Tabel 2, hal. 09 atau Lampiran Daftar 01 sampai 10. Disinilah letak manfaat 800 koleksi pembanding untuk mempertajam hasil TURB dan validasi data lain, serta meminimalkan kesalahan interpretasi data. Sebagai gambaran, apabila analisis dipaksakan dengan hanya hasil observasi 200 koleksi untuk mengetahui usia relatif koleksi dengan KNI 2 sampai 9, sedangkan yang diketahui dengan KNI 1 dan 10. Maka tingkat kesalahan dari hasil pengamatan semakin besar dan akan berdampak pula pada penyimpulan laju atau percepatan kerusakan koleksi yang diamati.
C. Pembahasan ObservasiObservasi 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 sebagai pembanding)
memberikan gambaran bahwa pentingnya mempertahankan identitas pada setiap koleksi berupa nomor inventaris. No. Inv. ini harus ditulis dalam format angka 6 (enam digit), misalnya koleksi dengan nomor inventaris 11 a harus ditulis dengan 000011 a. Diawali dengan identitas no. inv. yang benar selanjutnya diikuti dengan nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan dilengkapi foto benda. Sistematika penulisan lokasi benda yang benar adalah menjelaskan lokasi gedung, ruang, nomor lemari dan laci. Keterangan dalam format gabungan teks dan numerik bisa dinotasikan lebih sederhana secara otomatis dalam sistem database komputer, misalnya: GB.ST5.011.02 berarti koleksi disimpan dalam Gedung B (GB), di ruang Storage Tekstil lantai 5 (ST5), lemari 11 (011) dan laci 2 (02). Foto yang melengkapi data koleksi harus dibuat link, dan dibuat otomatis menyimpan alamat berkas/ file foto dimana disimpan. No. inv., nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan foto benda adalah isian data (data field) pokok yang harus ditulis dalam mengisi lembar inventaris atau lembar kondisi koleksi.
Dari seribu koleksi tekstil menunjukkan bahwa 726 koleksi berkondisi baik, 115 berkondisi cukup (baik), 152 berkondisi rusak, 7 berkondisi hancur, dan 8 koleksi
mengalami kerusakan aktif. Dari 152 koleksi rusak menunjukkan pula 129 berbahan selulose (10 diantaranya ada komponen logamnya) dan 11 berbahan protein (1 diantaranya ada komponen logamnya), namun perlu diketahui dari seribu koleksi yang diamati memang 930 berbahan selulose. Tetapi data menunjukkan bahwa kain yang memiliki komponen logam lebih banyak yang mengalami kerusakan, perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.
Kisaran perolehan koleksi tekstil yang diamati adalah dari tahun 1867 (berumur relatif 148 tahun) dan tahun 1949 (berumur relatif 65 tahun). Dari pengamatan yang dirunut (disortir) menurut usia relatifnya, kain yang berumur semakin tua bukan berarti semakin rusak, atau sebaliknya: kain yang berumur semakin muda bukan berarti kain semakin baik kondisinya, perhatikan Gambar 3 halaman 12 dan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.
Analisis kerusakan dengan mempertimbangkan kandungan air (pada koleksi), kondisi pH dan data iklim pada masa lalu tidak dapat dilakukan karena “Conditional and Climatic Data” yang tersedia tidak tersinkronisasi dengan koleksi yang diobservasi. Format data yang ada masih dibuat konvensional (belum digital), sehingga sulit untuk analisisnya.
III. PENUTUPA. Kesimpulan
Dari hasil observasi 200 koleksi pilihan menunjukkan bahwa hanya 3 (1,5%) koleksi berkondisi Baik (Prioritas 5, kisaran usia relatif 74 sampai 134 tahun); 41 (20%) koleksi berkondisi Cukup (Prioritas 4, kisaran usia relatif 69 sampai 134 tahun); 149 (74%) koleksi berkondisi Rusak (Prioritas 3, kisaran usia 108 sampai 148 tahun); 7 (4%) koleksi berkondisi Hancur (Prioritas 2, kisaran usia 109 sampai 134 tahun) dan 8 (5%) koleksi mengalami kerusakan Aktif (Prioritas 1, kisaran usia relatif 113 sampai 134 tahun). Perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17. Gambaran hasil observasi terhadap 200 koleksi ini ditujukan pada koleksi rusak sehingga 1,5% dari 200 koleksi yang diobservasi bukan berarti sama kalau 1,5% dari seluruh koleksi Museum Nasional. (Perhatikan pembahasan halaman 11, ada 726 koleksi berkondisi baik di antara 1.000 koleksi yang diamati.)
Tekstil berserat selulose (kulit kayu, serat kapas, serat nanas, dsb.) dan berserat protein (sutera atau wool) yang beronamen logam cenderung mengalami kerusakan dengan prioritas tinggi (1, 2 dan 3). Usia relatif diatas 74 tahun pada tekstil berornamen logam juga lebih banyak mengalami kerusakan.
B. SaranObservasi terhadap 200 yang koleksi tekstil dengan tahun perolehan antara tahun
1867 dan 1950 ini lebih mengandalkan pengamatan visual dan perlu ditindak- lanjuti dengan uji bahan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Uji bahan diarahkan pada identifikasi serat secara laboratoris, cek pH, cek kandungan air pada serat dan cek kandungan logam lain (yang biasa digunakan pada proses pencelupan warna atau pada garam logam). Walaupun “conditional and climatic data” yang ada masih konvensional dan belum tersinkronisasi dengan 200 koleksi yang diobservasi, tetapi dari uraian diatas paling tidak telah membuktikan bahwa metode analisis yang menerapkan sistem database komputer mempermudah proses pekerjaan observasi. Hasil observasi dan analisis inipun sekaligus menjadi tolok ukur (benchmarking) keberhasilan usaha perawatan dan pengawetan tekstil di Museum Nasional setelah dicek untuk beberapa tahun yang akan datang.
Saran perawatan dari 200 koleksi tekstil yang telah diobservasi dapat dilihat dalam setiap lembar kondisi tekstil terlampir, adapun uraian dan rincian proses perawatan dapat dilihat di naskah “Konservasi Tekstil” (dapat diunduh di www.primastoria.net).
[ 16 ]
Gam
bar G
rafik
6: M
enun
jukk
an h
ubun
gan
anta
ra T
KB, N
JB d
an U
RBBesaran Harga TKB, NJB dan URB
Kode
Nom
or In
vent
aris
(KN
I)
Usia
Rel
atif B
enda
(URB
)
Not
asi J
enis
Baha
n (N
JB)
Tingk
at Ke
rusa
kan
Bend
a (TK
B)
Baha
n selu
lose
(kul
it ka
yu, k
apas
, ser
at na
nas,
dan s
ejeni
snya
) mem
iliki a
ngka
40 (w
arna
hijau
); un
tuk b
ahan
prot
ein (s
uter
a, wo
ol, k
ulit
bina
tang
, dan
sejen
isnya
) mem
iliki a
ngka
50 (w
arna
kuni
ng);
untu
k bah
an
loga
m m
emilik
i ang
ka 5
(war
na m
erah
); un
tuk k
ombi
nasi
selu
lose
dan
loga
m m
emilik
i ang
ka 45
(war
na h
ijau
tua)
dan
unt
uk b
ahan
kom
bina
si pr
otein
dan
loga
m m
emilik
i ang
ka 55
(war
na ku
ning
tua)
.10
ber
arti
berk
ondi
si Ba
ik (w
arna
hija
u, p
riorit
as ko
nser
vasi:
5); 1
5 ber
arti
berk
ondi
si Cu
kup
(war
na ku
ning
, prio
ritas
: 4);
20 b
erar
ti be
rkon
disi
Rusa
k (wa
rna m
erah
mud
a, p
riorit
as: 3
); 25
ber
arti
berk
ondi
si Ha
ncur
(war
na m
erah
tua,
prio
ritas
: 2);
30 be
rarti
berk
ondi
si fis
ik be
nda b
isa B
aik, C
ukup
, Rus
ak at
au H
ancu
r tet
api je
nis k
erus
akan
nya a
ktif, s
eper
ti in
dika
si se
rang
an m
ikroo
rgan
isme a
tau i
nsek
, dan
kond
isi
keas
aman
nya/
pH
pada
saat
pen
gam
atan
terla
lu ti
nggi
(war
na m
erah
tua s
ekali
, prio
ritas
: 1).
URB
adala
h ha
sil p
engu
rang
an ta
ngga
l sek
aran
g (To
day)
dan
Tang
gal P
erol
ehan
Ben
da (T
PB) B
ilam
ana k
ita ti
dak m
enge
tahu
i tah
un p
erol
ehan
kole
ksi m
aka p
erlu
dila
kuka
n Ta
fsir U
sia R
elati
f Ben
da (T
URB)
.Pe
r 201
5 =>
URB
148
ber
arti
tahu
n pe
role
han
1867
; URB
134
= 18
81; U
RB 1
20 =
1868
- 19
23; U
RB 1
15 =
1900
; URB
109
= 19
05 -
1907
; URB
83
= 192
3 - 1
942;
URB
74
= 194
1; U
RB 6
9 = 1
942
- 195
0.
I. PENDAHULAUNA. Latar Belakang
Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Museum Nasional mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengumpulan, registrasi, perawatan, pengawetan, pengamanan, penyajian, publikasi, dan fasilitasi di bidang benda bernilai budaya berskala nasional (Permendikbud No. 48 Tahun 2012). Dalam rangka menjalankan fungsi perawatan dan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional, Museum Nasional memiliki Bidang Perawatan dan Pengawetan. Garis besar kegiatan bidang ini adalah:1. pelaksanaan observasi kondisi benda bernilai budaya berskala nasional;2. pelaksanaan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;3. pelaksanaan perawatan benda bernilai budaya berskala nasional;4. pelaksanaan pengawetan benda bernilai budaya berskala nasional; dan5. pelaksanaan pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.
Bidang Perawatan dan Pengawetan memilki tiga seksi, yaitu: Seksi Observasi, Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan. Seksi Observasi mempunyai tugas melakukan pendataan, klasifikasi, dan penentuan penanganan serta uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Perawatan mempunyai tugas melakukan pembersihan, perbaikan, rekonstruksi, dan restorasi benda bernilai budaya berskala nasional. Seksi Pengawetan mempunyai tugas melakukan penguatan dan pelapisan serta pemantauan lingkungan mikro benda bernilai budaya berskala nasional.
Seksi Observasi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan - Museum Nasional, memiliki rincian tugas:1. melakukan penyusunan program kerja Seksi dan konsep program kerja Bidang;2. melakukan pengamatan dan pendataan kondisi koleksi benda bernilai budaya
berskala nasional;3. melakukan uji laboratorium benda bernilai budaya berskala nasional;4. melakukan klasifikasi kondisi koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;5. melakukan rekomendasi penanganan koleksi benda bernilai budaya berskala nasional;6. melakukan penyusunan bahan bantuan teknis di bidang observasi koleksi benda
bernilai budaya berskala nasional;7. melakukan evaluasi pelaksanaan observasi benda bernilai budaya berskala nasional;8. melakukan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen Seksi; dan
9. melakukan penyusunan laporan Seksi.
Garis besar dari tugas tersebut adalah mengamati benda secara utuh, mengenali/ identifikasi bahan dan cara pembuatan/ pembentukan benda, mengenali/ identifikasi kerusakan, menganalisis kerusakan yang kemungkinan diakibatkan oleh sifat bahan, kontruksi benda, faktor kondisi iklim (suhu dan kelembaban udara, cahaya dan polusi), serta kemungkinan kesalahan dalam penanganan. Dari hasil amatan dilanjutkan dengan
penyimpulan suatu kerusakan dan usulan perawatan dan pengawetan.
B. Landasan HukumPenyusunan Laporan Tahunan Perorangan pada Seksi Observasi – Bidang Perawatan
dan Pengawetan, MUSEUM NASIONAL, dengan mempertimbangkan: 1. UU No. 11 Tahun 2010 tentang CAGAR BUDAYA;2. UU No. 5 Tahun 2014 tentang APARATUR SIPIL NEGARA (ASN);3. PP No. 46 Thn. 2011 dan Perka BKN No. 1 Thn. 2013 tentang Sasaran Kerja PNS [SKP]; 4. PP No. 66 Tahun 2015 tentang MUSEUM;5. Permendikbud RI No. 48 Tahun 2012 tentang ORGANISASI & TATA KERJA MUSEUM
NASIONAL;6. Permendikbud RI No. 27 Tahun 2013 tentang RINCIAN TUGAS MUSEUM NASIONAL;7. Permen PANRB No. 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan SOP (Standar
Operasional Prosedur);8. Perka BKN No. 1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 46 Tahun 2013
(Sasaran Kerja PNS [SKP]);9. Perka BKN No. 7 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Manajerial (SKM PNS);
10. Perka BKN No. 8 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Teknis (SKT PNS).
II. PEMBAHASAN OBSERVASIA. Dasar Teori
Tahapan pemeliharaan koleksi meliputi observasi, perawatan dan pengawetan. Proses observasi atau pengamatan yang dilakukan Seksi Observasi diawali dengan serangkain proses identifikasi dan klasifikasi bahan baik secara visual atau dengan uji bahan, mengamati dan mempelajari (jenis dan proses) kerusakan, dan bersama-sama dengan Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan akan memutuskan metode perawatan dan pengawetan secara tepat. Seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan seksi-seksi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan ini akan dievalusi secara klinis dengan mempertimbangkan ancangan analitik ilmiah atau empiris, yang selanjutnya disebut sebagai ‘studi atau kajian konservasi’. Dalam hal ini, identifikasi dan klasifikasi bahan dengan mempelajari data keterawatan koleksi, data kondisi iklim dan perangkat penunjang penyimpanan atau displai yang mengitarinya dalam rentang waktu tertentu (yang lazim disebut sebagai studi konservasi secara empiris). Contoh kajian empiris yang faktual adalah pendapat bahwa lilin lebah memiliki sifat tidak merusak kain dengan menunjukkan bukti fragmen kain yang terbungkus lilin yang sudah berumur ribuan tahun dari Mesir.
Sedangkan yang ilmiah adalah suatu kegiatan studi yang lebih mengedepankan pengetahuan teoritis dan pengamatan dengan menggunakan alat (modern). Contohnya pembuktian unsur logam sebagai garam logam pada proses pewarnaan dengan Spektroskopi Fluoresensi Sinar-X pada fragmen kain. Perhatikan Tabel 1 dan Gambar 1.
Rangkaian proses dan hasil kegiatan seksi-seksi dalam Bidang Perawatan dan Pengawetan (Bidang PP) akan terekam dalam formulir isian ‘Lembar Kondisi Koleksi’, selanjutnya disingkat LKK. LKK ini akan memuat informasi berkaitan nomor identitas dan nama koleksi, jenis bahan, jenis kerusakan (kondisi keterawatan), usulan perawatan (mencakup tindakan yang bersifat kuratif – restoratif atau penghentian proses kerusakan dan perbaikannya), serta usulan pengawetan (tindakan yang bersifat preventif atau penghambatan dari kemungkinan proses kerusakan). Menurut sifat dan jenis kerusakannya, Lembar Kondisi Koleksi (LKK) akan dikelompokkan menjadi LKK-Umum (Campuran), Logam, Batu, Keramik, Kayu, Tekstil, Kertas dan Lukisan. Kemudian Bidang PP ini juga melakukan survai kondisi klimatalogi yang informasinya dicantumkan dalam ‘Lembar Data Klimatologi’, yang selanjutnya disebut LDK. LDK memuat keterangan yang berhubungan dengan suhu dan kelembaban udara (suhu permukaan dan kadar air benda), intesitas cahaya, radiasi ultra-violet (UV), dan polusi udara. Data atau dokumen tambahan (DDT) juga diperlukan, dan bisa berupa data jenis bahan dan konstruksi lemari simpan atau
displai, gambar atau desain (tiga dimensi dan berskala ukuran) ruang simpan atau pamer, berikut bahan (pustaka) rujukan atau (data pribadi) narasumber.
Kumpulan informasi dalam LIK, LKK, LDK dan DDT adalah dokumen penting di museum yang harus terawat dan dikelola dengan baik. Dokumen-dokumen ini secara fisik bisa berupa lembar kertas cetakan atau berupa format digital (soft-copy siap cetak, selanjutnya disingkat SCSC, yang mungkin tersimpan dalam CD). Pengelolaan dokumen kertas (termasuk CD, sebagai data mati) secara fisik yang biasanya dilakukan pustakawan atau arsiparis ini memerlukan folder, lemari simpan dan ruangan yang memadai. Tetapi pengelolaan kumpulan informasi pada LIK, LKK, LDK dan DDT dalam sistem database konservasi (Dasi) adalah yang paling umum dilakukan pada abad informasi saat ini.
Observasi terhadap 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 koleksi sebagai pembanding) yang dilakukan secara visual ini dengan mempertimbangkan lingkup data (data field) sebagaimana dimuat dalam Blangko Lembar Kondisi Koleksi (Umum) dan Lembar Kondisi Tekstil (Khusus), lihat halaman 06 dan 07. Laju percepatan kerusakan tekstil dengan mempertimbangkan usia relatif benda (URB), jenis bahan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai notasi jenis bahan dan disingkat NJB), kondisi benda saat pengamatan (yang dikonversi dalam bentuk angka, untuk selanjutnya disebut sebagai tingkat kerusakan benda dan disingkat TKB). Observasi ini dianalisis dengan sistem database khusus konservasi (dengan kode CuraTool), yang secara langsung dan otomatis menampilkan grafik sebagai hasil pembandingan antara URB, NJB dan TKB, lihat Gambar 2 hal. 11 dan Gambar 3 hal. 12. Analisis dari hasil observasi ini juga mempertimbangkan data-data LDK dan DDT.
B. Prosedur Observasi1. Mengamati benda koleksi secara menyeluruh (depan, belakang, samping kanan dan
kiri, serta bagian atas dan bawah). Dengan sangat hati-hati, angkat benda dengan kaus tangan untuk melihat bagian bawah koleksi. dan mendetail. Gunakan pensil untuk mengisi formulir Lembar Kondisi Koleksi (LKK), hindari penggunaan ballpoint dan alat tulis bertinta lain untuk menghindari resiko ternodanya koleksi dari alat tulis bertinta tersebut. Lepaskan jam tangan, gelang tangan, alat tulis atau benda apapun yang berada di kantong baju, name tag yang digantungkan di krah baju atau leher, dan hal-hal lain yang bisa beresiko terhadap koleksi yang akan kita amati (observasi).Penjelasan Lembar Kondisi Koleksi (LKK), lihat halaman 6 dan 7. Semua isian data (data field) pada Lembar Kondisi diberi nomor untuk kemudahan penjelasan dan pengkodean dalam hal untuk pembahasan (analisa data) berikut pelaporannya.a. Keterangan Pokok: No. Urut, No. Inv., Nama Benda, Asal Benda, Keterangan/ Deskripsi
Singkat, Ukuran, Kondisi dan Lokasi Benda. b. Bahan. Bahan pembentuk koleksi secara umum dikelompokkan menjadi: Logam,
Non-Logam, Selulose, Protein dan Lain-lain. Logam dan Non Logam dapat masuk kategori Anorganik, sedang Selulose dan Protein masuk kategori Organik. Jika
bahan organik dari binatang dimasukkan dalam kelompok Protein, sedangkan yang dari tumbuh-tumbuhan masuk ke dalam kelompok Selulose. Tetapi ada bahan yang masuk kelompok Lain-lain karena bahan tersebut memiliki komponen organik dan anorganik. Bahan tekstil tidak bisa dikelompokkan hanya di satu kelompok Organik, tetapi harus dipisahkan ke Protein (tekstil yang berbahan dasar sutera atau wol) atau ke Selulose (tekstil yang berbahan dasar kapas, rami, atau goni). Bahan pembersih yang bersifat asam agak kuat dapat merusak kain terbuat dari kapas tapi aman bagi kain yang terbuat dari sutera. Perhatikan Lembar Kondisi Koleksi (Umum) pada halaman 6, dan bandingkan dengan Lembar Kondisi Tekstil pada halaman 7.
c. Kondisi Benda Pada Saat Pengamatan. Kondisi keterawatan koleksi dikelompokkan menjadi Kerusakan Fisik (1. Rapuh, 2. Kotor, 3. Lemak, 4. Kelupas, 5. Gores, 6. Retak, 7. Patah, 8. Hilang, 9. Basah, 10. Kering, 11. Lain), Kerusakan Kimiawi (1. Lapuk, 2. Pudar, 3. Korosi, 4. Oksidasi, 5. Bau, 6. Noda, 7. Kristal garam, 8. Lain) dan Kerusakan Biotis (1. Jamur, 2. Insek, 3. Ganggang, 4. Lumut, 5. Lichens, 6. Lain). Kondisi rapuh (fragile) pada kelompok kerusakan fisik dibedakan dengan lapuk (brittle) pada kelompok kerusakan kimiawi, karena dalam pengertian ini rapuh bisa dimungkinkan menjadi agak kuat setelah proses kontrol kelembaban, sedangkan lapuk cenderung ke arah hancur dan tidak bisa direkondisi lagi.
d. Kondisi Iklim Mikro dan Makro Pada Saat Pengamatan. Dengan memper- timbangkan Lembar Data Klimatologi (LDK), serta memperhitungkan alat-alat ukur dan prosedur kalibrasi.Iklim mikro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada disekitar benda atau koleksi. Data iklim mikro biasanya dicatat di Lembar Kondisi Koleksi (seperti pada halaman 6 dan 7). Kalau koleksi ditempatkan dalam lemari simpan berarti iklim mikro sama dengan yang ada didalam lemari simpan. Sedangkan yang iklim makro adalah kondisi suhu, kelembaban, cahaya dan sejenisnya yang ada diluar iklim mikro. Data iklim makro biasanya dicatat di Lembar Data Klimatologi (halaman 18 dan 19). Weintraub (2002) menjelaskan pengertian dan perhitungan Equilibrium Moisture Content (EMC) dan EMC/RH isotherm bahan organik (kapas, linen, kertas, kayu, dsb.); serta kapasitas bu�ering (MH) dan rekondisi silicagel.
e. Usulan Perawatan dan Pengawetan. Dibahas secara lengkap di “Tekstil Tradisional: Pengenalan Bahan dan Teknik” dan “Konservasi Tekstil”;
f. Usulan Uji Bahan (Laboratorium). Melalui serangkaian proses observasi dari sekian banyak koleksi atau mempertimbangkan suatu kondisi tertentu terjadinya kerusakan pada koleksi, Konservator akan mengusulkan uji bahan. Uji bahan dimaksudkan untuk mengetahui proses terjadinya kerusakan dan atau penguatan data pendukung untuk keperluan studi konservasi dan koleksi tingkat lanjut. Studi tingkat lanjut ini bisa berupa pembuatan Alur Waktu (Timeline) bahan atau tehnik pembuatan suatu benda pada suatu masa atau periode tertentu, yang mana bahan atau tehnik ini sebagai bagian dari suatu koleksi yang tidak bisa digantikan (sebagai atribut teknologis).
g. Teknik Pengamatan. Teknik pengamataan adalah penjelasan dengan cara dan alat bantu apa pada saat seseorang mengamati kondisi keterawatan koleksi di museum.
2. Analisis Data Observasi. Analisis data observasi bisa dilakukan pada beberapa kemungkinan. Pertama
adalah analisis berdasarkan dari pengumpulan data proses perawatan dan pengawetan, data iklim pada lingkungan benda yang menjalani proses perawatan dan pengawetan, data iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, serta data-data pendukung lainnya. Kedua adalah analisis data hasil observasi dari sejumlah koleksi (kumpulan data hasil observasi sendiri). Ketiga adalah pembahasan berdasarkan gabungan dari langkah pertama dan kedua. Tetapi pokok bahasan utama tetap, yakni penyimpulan tentang kondisi keterawatan koleksi berkaitan dengan kondisi bahan, cara pembuatan dan kondisi iklim yang mengitarinya. Evaluasi dan tinjauan proses kerja perawatan dan pengawetan pada masa lalu dan masa akan datang juga akan dilakukan.
Entri data hasil survei lapangan pada Lembar Kondisi Tekstil (LKTe, hal. 07) ke dalam sistem database khusus konservasi, dan selanjutnya ditinjau dan diedit melalui Menu Daftar Editing dan Kontrol Data (Tabel 2, hal. 09). Ada konversi data teks ke bentuk numerik, sehingga data dapat langsung dipresentasikan dalam bentuk grafik. Konversi ini akan meliputi: Jenis Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB).
Notasi Jenis Bahan (NJB): untuk bahan selulose (kulit kayu, kapas, serat nanas, dan sejenisnya) memiliki angka 40 (warna hijau); untuk bahan protein (sutera, wool, kulit binatang, dan sejenisnya) memiliki angka 50 (warna kuning); untuk bahan logam memiliki angka 5 (warna merah); untuk kombinasi selulose dan logam memiliki angka 45 (warna hijau tua) dan untuk bahan kombinasi protein dan logam memiliki angka 55 (warna kuning tua). Di sini, Sistem Database Konservasi akan secara otomatis menampilkan Grafik Analisis Spontan (GAS) untuk mengetahui hubungan antara Usia (URB), Bahan (NJB) dan Tingkat Kerusakan Benda (TKB), lihat gambar 2 dan 3 pada halaman 11 dan 12.
Tingkat Kerusakan Benda (TKB) 10 berarti berkondisi Baik (warna hijau, prioritas konservasi: 5); 15 berarti berkondisi Cukup (warna kuning, prioritas: 4); 20 berarti berkondisi Rusak (warna merah muda, prioritas: 3); 25 berarti berkondisi Hancur (warna merah tua, prioritas: 2); 30 berarti berkondisi fisik benda bisa Baik, Cukup, Rusak atau Hancur tetapi jenis kerusakannya aktif, seperti indikasi serangan mikroorganisme atau insek, dan kondisi keasamannya/ pH pada saat pengamatan terlalu tinggi (warna merah tua sekali, prioritas: 1). Representasi grafik Bahan dan Kondisi koleksi ini juga dimaknai dengan adanya Usia Relatif Benda (URB) dan Kode Nomor Inventaris (KNI) untuk penyederhanaan, dan untuk melacak No. Inv. atau lokasi benda akan tetap dengan mudah dengan melihat Daftar (Tabel 2, hal. 09, atau Daftar Koleksi 01 sampai 10 terlampir). Dengan pemahaman ini, jika saat ini kita menjumpai kain katun berkondisi bagus (baik) tapi ada indikasi jamur atau tingkat keasamannya tinggi maka koleksi tersebut dikategorikan mengalami ancaman/ kerusakan aktif dan skala prioritas yang tadinya 5 menjadi 1 (indikator warna hijau berubah menjadi merah tua sekali).
Usia Relatif Benda (URB) akan muncul secara otomatis, jika kita telah mengisi kolom isian (data field) tahun perolehan benda. URB adalah hasil pengurangan tanggal sekarang (Today) dan Tanggal Perolehan Benda (TPB) Bilamana kita tidak mengetahui tahun perolehan koleksi maka perlu dilakukan Tafsir Usia Relatif Benda (TURB). Proses TURB diawali dengan memunculkan keseluruhan data, dan langkah berikutnya dengan mensortir nomor inventaris benda. Jika ada lima koleksi yang diketahui TPB-nya nomor 1 dan 5, maka setelah pensortiran akan diketahui bahwa URB koleksi nomor 2, 3 dan 4 adalah antara URB koleksi nomor 1 dan 5. Jika koleksi no 1 sebagai pembatas atas disebut sebagai Tanggal Perolehan Benda Atas (TPBA) dan koleksi no 5 sebagai Tanggal Perolehan Benda Bawah (TPBB). Dengan mengisi kolom TPBA dan TPBB maka sistem database secara otomatis menilai angka Tafsir Usia Relatif Benda (TURB), Lihat Tabel 2, hal. 09 atau Lampiran Daftar 01 sampai 10. Disinilah letak manfaat 800 koleksi pembanding untuk mempertajam hasil TURB dan validasi data lain, serta meminimalkan kesalahan interpretasi data. Sebagai gambaran, apabila analisis dipaksakan dengan hanya hasil observasi 200 koleksi untuk mengetahui usia relatif koleksi dengan KNI 2 sampai 9, sedangkan yang diketahui dengan KNI 1 dan 10. Maka tingkat kesalahan dari hasil pengamatan semakin besar dan akan berdampak pula pada penyimpulan laju atau percepatan kerusakan koleksi yang diamati.
C. Pembahasan ObservasiObservasi 200 tekstil diantara 1.000 koleksi tekstil (800 sebagai pembanding)
memberikan gambaran bahwa pentingnya mempertahankan identitas pada setiap koleksi berupa nomor inventaris. No. Inv. ini harus ditulis dalam format angka 6 (enam digit), misalnya koleksi dengan nomor inventaris 11 a harus ditulis dengan 000011 a. Diawali dengan identitas no. inv. yang benar selanjutnya diikuti dengan nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan dilengkapi foto benda. Sistematika penulisan lokasi benda yang benar adalah menjelaskan lokasi gedung, ruang, nomor lemari dan laci. Keterangan dalam format gabungan teks dan numerik bisa dinotasikan lebih sederhana secara otomatis dalam sistem database komputer, misalnya: GB.ST5.011.02 berarti koleksi disimpan dalam Gedung B (GB), di ruang Storage Tekstil lantai 5 (ST5), lemari 11 (011) dan laci 2 (02). Foto yang melengkapi data koleksi harus dibuat link, dan dibuat otomatis menyimpan alamat berkas/ file foto dimana disimpan. No. inv., nama benda, asal benda, bahan, ukuran, kondisi, lokasi dan foto benda adalah isian data (data field) pokok yang harus ditulis dalam mengisi lembar inventaris atau lembar kondisi koleksi.
Dari seribu koleksi tekstil menunjukkan bahwa 726 koleksi berkondisi baik, 115 berkondisi cukup (baik), 152 berkondisi rusak, 7 berkondisi hancur, dan 8 koleksi
mengalami kerusakan aktif. Dari 152 koleksi rusak menunjukkan pula 129 berbahan selulose (10 diantaranya ada komponen logamnya) dan 11 berbahan protein (1 diantaranya ada komponen logamnya), namun perlu diketahui dari seribu koleksi yang diamati memang 930 berbahan selulose. Tetapi data menunjukkan bahwa kain yang memiliki komponen logam lebih banyak yang mengalami kerusakan, perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.
Kisaran perolehan koleksi tekstil yang diamati adalah dari tahun 1867 (berumur relatif 148 tahun) dan tahun 1949 (berumur relatif 65 tahun). Dari pengamatan yang dirunut (disortir) menurut usia relatifnya, kain yang berumur semakin tua bukan berarti semakin rusak, atau sebaliknya: kain yang berumur semakin muda bukan berarti kain semakin baik kondisinya, perhatikan Gambar 3 halaman 12 dan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17.
Analisis kerusakan dengan mempertimbangkan kandungan air (pada koleksi), kondisi pH dan data iklim pada masa lalu tidak dapat dilakukan karena “Conditional and Climatic Data” yang tersedia tidak tersinkronisasi dengan koleksi yang diobservasi. Format data yang ada masih dibuat konvensional (belum digital), sehingga sulit untuk analisisnya.
III. PENUTUPA. Kesimpulan
Dari hasil observasi 200 koleksi pilihan menunjukkan bahwa hanya 3 (1,5%) koleksi berkondisi Baik (Prioritas 5, kisaran usia relatif 74 sampai 134 tahun); 41 (20%) koleksi berkondisi Cukup (Prioritas 4, kisaran usia relatif 69 sampai 134 tahun); 149 (74%) koleksi berkondisi Rusak (Prioritas 3, kisaran usia 108 sampai 148 tahun); 7 (4%) koleksi berkondisi Hancur (Prioritas 2, kisaran usia 109 sampai 134 tahun) dan 8 (5%) koleksi mengalami kerusakan Aktif (Prioritas 1, kisaran usia relatif 113 sampai 134 tahun). Perhatikan Gambar Grafik 4 sampai 7 pada halaman 14 sampai 17. Gambaran hasil observasi terhadap 200 koleksi ini ditujukan pada koleksi rusak sehingga 1,5% dari 200 koleksi yang diobservasi bukan berarti sama kalau 1,5% dari seluruh koleksi Museum Nasional. (Perhatikan pembahasan halaman 11, ada 726 koleksi berkondisi baik di antara 1.000 koleksi yang diamati.)
Tekstil berserat selulose (kulit kayu, serat kapas, serat nanas, dsb.) dan berserat protein (sutera atau wool) yang beronamen logam cenderung mengalami kerusakan dengan prioritas tinggi (1, 2 dan 3). Usia relatif diatas 74 tahun pada tekstil berornamen logam juga lebih banyak mengalami kerusakan.
B. SaranObservasi terhadap 200 yang koleksi tekstil dengan tahun perolehan antara tahun
1867 dan 1950 ini lebih mengandalkan pengamatan visual dan perlu ditindak- lanjuti dengan uji bahan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Uji bahan diarahkan pada identifikasi serat secara laboratoris, cek pH, cek kandungan air pada serat dan cek kandungan logam lain (yang biasa digunakan pada proses pencelupan warna atau pada garam logam). Walaupun “conditional and climatic data” yang ada masih konvensional dan belum tersinkronisasi dengan 200 koleksi yang diobservasi, tetapi dari uraian diatas paling tidak telah membuktikan bahwa metode analisis yang menerapkan sistem database komputer mempermudah proses pekerjaan observasi. Hasil observasi dan analisis inipun sekaligus menjadi tolok ukur (benchmarking) keberhasilan usaha perawatan dan pengawetan tekstil di Museum Nasional setelah dicek untuk beberapa tahun yang akan datang.
Saran perawatan dari 200 koleksi tekstil yang telah diobservasi dapat dilihat dalam setiap lembar kondisi tekstil terlampir, adapun uraian dan rincian proses perawatan dapat dilihat di naskah “Konservasi Tekstil” (dapat diunduh di www.primastoria.net).
[ 17 ]
Gam
bar G
rafik
7: M
enun
jukk
an h
ubun
gan
anta
ra T
KB, N
JB d
an U
RBBesaran Harga TKB, NJB dan URB
Kode
Nom
or In
vent
aris
(KN
I)
Usia
Rel
atif B
enda
(URB
)
Not
asi J
enis
Baha
n (N
JB)
Ting
kat K
erus
akan
Ben
da (T
KB)
Baha
n se
lulo
se (k
ulit
kayu
, kap
as, s
erat
nan
as, d
an se
jeni
snya
) mem
iliki a
ngka
40
(war
na h
ijau)
; unt
uk b
ahan
pro
tein
(sut
era,
woo
l, ku
lit b
inat
ang,
dan
seje
nisn
ya) m
emilik
i ang
ka 5
0 (w
arna
kuni
ng);
untu
k bah
an
loga
m m
emilik
i ang
ka 5
(war
na m
erah
); un
tuk k
ombi
nasi
selu
lose
dan
loga
m m
emilik
i ang
ka 4
5 (w
arna
hija
u tu
a) d
an u
ntuk
bah
an ko
mbi
nasi
prot
ein
dan
loga
m m
emilik
i ang
ka 5
5 (w
arna
kuni
ng tu
a).
10 b
erar
ti be
rkon
disi
Baik
(war
na h
ijau,
prio
ritas
kons
erva
si: 5
); 15
ber
arti
berk
ondi
si Cu
kup
(war
na ku
ning
, prio
ritas
: 4);
20 b
erar
ti be
rkon
disi
Rusa
k (wa
rna
mer
ah m
uda,
prio
ritas
: 3);
25 b
erar
ti be
rkon
disi
Hanc
ur
(war
na m
erah
tua,
prio
ritas
: 2);
30 b
erar
ti be
rkon
disi
fisik
bend
a bisa
Baik
, Cuk
up, R
usak
atau
Han
cur t
etap
i jeni
s ker
usak
anny
a akti
f, sep
erti
indi
kasi
sera
ngan
mikr
oorg
anism
e ata
u in
sek,
dan
kond
isi ke
asam
anny
a/
pH p
ada s
aat p
enga
mat
an te
rlalu
ting
gi (w
arna
mer
ah tu
a sek
ali, p
riorit
as: 1
).
URB
adala
h ha
sil p
engu
rang
an ta
ngga
l sek
aran
g (To
day)
dan
Tang
gal P
erol
ehan
Ben
da (T
PB) B
ilam
ana k
ita ti
dak m
enge
tahu
i tah
un p
erol
ehan
kole
ksi m
aka p
erlu
dila
kuka
n Ta
fsir U
sia R
elati
f Ben
da (T
URB)
.Pe
r 201
5 =>
URB
148
ber
arti
tahu
n pe
role
han
1867
; URB
134
= 18
81; U
RB 1
20 =
1868
- 19
23; U
RB 1
15 =
1900
; URB
109
= 19
05 -
1907
; URB
83
= 192
3 - 1
942;
URB
74
= 194
1; U
RB 6
9 = 1
942
- 195
0.
[ 18 ]
LEMBAR DATA KLIMATOLOGI - KELEMBABAN & SUHU
Kelembaban KeteranganSuhuGedung dan RuangWaktuTanggal
Catatan : Tgl. Pelaporan :
Tandatangan
Nama Pelapor :
Form. LDK-KS/PSI/2015
Nama Alat :
Tgl. TerakhirKalibrasi:
Minggu :
Prosedur Kalibrasi :
[ 19 ]
LEMBAR DATA KLIMATOLOGI - CAHAYA & UV - SP, KA & pH
Catatan: Tgl. Pelaporan:
Tandatangan
Nama Pelapor :
Intensitas KeteranganRadiasiJenis Lampu[Merk, Watt, Pijar/ Pendar/ LED]WaktuGedung, Ruang,
Lemari
Tanggal : Nama Alat :
INTENSITAS CAHAYA (IC) dan RADIASI ULTRA VIOLET (RUV)
Form. LDK-IC,RUV,SP,KA,pH/PSI/2015
Keterangan
Tanggal : Nama Alat :
SUHU PERMUKAAN BENDA
Nama, No. Inv danJenis BendaWaktu Jenis Lampu SuhuJarakGedung, Ruang,
Lemari
Keterangan
Tanggal : Nama Alat :
KANDUNGAN AIR dan KEASAMAN (pH) BENDA
Nama, No. Inv danJenis BendaWaktu Kandungan Air pHGedung, Ruang,
Lemari
Ada 3 jenis lampu : 1. Pijar (incandescent); 2. Pendar (fluorescent); 3. LED (light-emitting diode). Intensitas cahaya lampu pijar hanya 15 lumen per watt, dan 90% energi listrik diubah ke panas. Usia hidup lampu hanya 1.000 jam atau 4 bulan (pemakaian 8 jam per hari). Intensitas lampu pendar 67 lumen per watt & usia rata-rata lampu 10.000 jam. Intensitas lampu LED 70 - 100 lumen per watt & usia rata-rata lampu 50.000 jam.
REFERENSI :1. Brimblecombe, Peter and B. Ramer (1983): MUSEUM DISPLAY CASES AND THE EXCHANGE OF WATER
VAPOURS, Studies in Conservation, London, IIC Vol.28 pp.179-188.2. Brown, R. (1990): THE WEAVING, SPINNING AND DYEING, A.A. Knoft.3. Buchanan, R. (1987): A WEAVER'S GARDEN, Interweave, Colorado.4. Camp, Robert C. (1989): THE SEARCH FOR INDUSTRY BEST PRACTICES THAT LEAD TO SUPERIOR PERFORMANCE,
Wisconsin 53202, Quality Press.5. de Graaf, Hofenk (1968): Lihat Landi (1985), pp. 68-94. 6. Guy, John (1998): WOVEN CARGOES, INDIAN TEXTILES IN THE EAST, Thames & Hudson, Singapore.7. Hacke, A.M., C.M. Carr, A. Brown (2004): CHARACTERISATION OF METAL THREADS IN RENAISSANCE
TAPESTRIES, Proceedings of Metal 2004, National Museum of Australia Canberra ACT.8. Holmgren, Robert J. & Anita E. Spertus (1989): EARLY INDONESIAN TEXTILES, MMA, N.Y.9. IFI (International Fabricare Institute), Maryland District (1992), personal notes.
10. Indictor, N., R.J. Koestler & R. Sheryll (1985): THE DETECTION OF MORDANTS BY ENERGY DISPERSIVE X-RAY SPECTROMETRY, JAIC 1985, Volume 24, Number 2, Article 5 (pp. 104 to 109).
11. Indictor, N. (1987): THE USE OF METAL IN HISTORIC TEXTILES, N.Y., Personal Notes.12. Karp, Cary (1983): CALCULATING ATMOSPHERIC HUMIDITY, Studies in Conservation, London, IIC Vol.28
pp. 24-28.13. Landi, Sheila (1985): TEXTILE CONSERVATOR'S MANUAL, Butterworths, London.14. Leene, Jentina (1972): TEXTILE CONSERVATION, Butterworths, London. 15. Marsden, William (2008): SEJARAH SUMATERA, Komunitas Bambu, Jakarta.16. Miller, Janet (1989): DEGRADATION IN WEIGHTED AND UNWEIGHTED HISTORIC SILK, Washington DC,
The American Institute for Conservation, Vol.2 No.2.17. Oddy, Andrew (1992): ART OF CONSERVATOR, British Museum, London.18. Pad�eld, T (1992): TROUBLE IN STORE, IIC Washington Congress, Washington DC.19. Stone, P. (1981): ORIENTAL RUG REPAIR, Greenleaf Co.,Chicago.20. Subagiyo, Puji Yosep (1994): THE CLASSIFICATION OF INDONESIAN TEXTILES BASED ON STRUCTURAL,
MATERIALS, AND TECHNICAL ANALYSES, International Seminar, Museum Nasional, Jakarta.21. Subagiyo, Puji Yosep (1995/96): KAIN SONGKET JAWA, Majalah Museogra�a, Ditmus-Depdikbud,
Jakarta, pp. 1-14.22. Subagiyo, Puji Yosep (1996): METAL THREAD EXAMINATION FOR DETERMINING THE DATE, ORIGIN AND
DISTRIBUTION OF INDONESIAN SONGKET WEAVING, International Seminar, Jambi - Indonesia.23. Subagiyo, Puji Yosep (1997/98): KONTROL KERUSAKAN BIOTIS, Perlakuan Kultural, Radiasi, Pemanasan,
Pendinginan dan Fumigasi, Majalah Museogra�a, Ditmus-Depdikbud, Jakarta.24. Subagiyo, Puji Yosep (1997/98): TEKSTIL TRADISIONAL: Pengenalan Bahan dan Teknik, Univ. of Tokyo -
Toyota Foundation, Jakarta. (Laporan Penelitian)25. Subagiyo, Puji Yosep (1999): MENGENAL BAHAN CELUP ALAMI MELALUI STUDI KOLEKSI TEKSTIL DI
MUSEUM, Makalah Seminar Nasional "Bangkitnya Warna-warna Alam", Yogyakarta, Dewan Kerajinan Nasional.
26. Subagiyo, Puji Yosep (2000): NORTH COASTH JAVA BATIK AT 1994: Museum and Site Surveys, International Symposium, Institute of Oriental Culture - University of Tokyo, Tokyo – Jepang.
27. Subagiyo, Puji Yosep (2002): MENGENAL DAN MERAWAT LUKISAN, Simposium Nasional tentang Perkembangan Media dan Sejarah Seni Rupa, Galeri Nasional Indonesia, Jakarta.
28. Suhardini dan Sulaiman Jusuf (1984): ANEKA RAGAM HIAS TENUN IKAT INDONESIA, Museum Nasional, Jakarta.
29. Suwati Kartiwa (1986): KAIN SONGKET INDONESIA, Djambatan, Jakarta. 30. Suwati Kartiwa (1987): TENUN IKAT, Djambatan, Jakarta.31. Thomson, G. (1981): MUSEUM ENVIRONMENT, London, Butterworths.32. Weintraub, Steven (2002): DEMYSTIFYING SILICA GEL, Object Specialty Group Postprints (vol. 9), Washington,
D.C., American Institute for Conservation (AIC).33. Yurdun, Turkan, Seher Karsli Ceppioglu and R. Gurcan Oraltay (2012): INVESTIGATION OF METAL WIRED
COLOURED HISTORICAL TEXTILE USING SCANNING ELECTRON MICROSCOPY AND HPLC-DAD, J. Chem. Chem. Eng. 6 (2012) 591-598.
[ 20 ]
Pem
egan
g Un
esco
Fel
low
ship
Aw
ard
dari
tahu
n 19
89 s
ampa
i 199
2 in
i men
dapa
tkan
pe
ndid
ikan
sain
s kon
serv
asi d
i Tok
yo N
atio
nal R
esea
rch
Inst
itute
for C
ultu
ral P
rope
rtie
s (T
NRI
CP),
Jepa
ng d
ari 1
989-
1990
; per
nah
men
giku
ti ku
rsus
“sp
ottin
g” d
i Int
erna
tiona
l Fa
bric
are
Inst
itute
(IFI
) di M
aryl
and
- Am
erik
a Se
rikat
; ser
ta m
engi
kuti
berb
agai
kur
sus
anal
isis k
onse
rvas
i di M
useu
m C
onse
rvat
ion
Inst
itute
(MCI
) of t
he S
mith
soni
an In
stitu
tion
di W
ashi
ngto
n D
.C., A
mer
ika
Serik
at (1
991-
1992
). Se
lam
a pe
riode
mag
ang
di S
mith
soni
an In
stitu
tion,
Sub
agiy
o te
lah
men
gada
kan
kunj
unga
n ob
serv
asi d
i lab
orat
oriu
m-la
bora
toriu
m m
useu
m d
an le
mba
ga p
enel
itian
di
kota
New
Yor
k, H
arris
burg
, da
n W
ashi
ngto
n D
.C.
Ia p
erna
h am
bil
bagi
an d
alam
pe
ngam
atan
ker
usak
an p
akai
an a
stro
nout
di N
atio
nal A
ir an
d Sp
ace
Mus
eum
(NAS
A) d
i Was
hing
ton
D.C
. dan
dem
o pe
ncel
upan
war
na
di C
arne
gie
Mel
lon
Colle
ge, M
aryl
and.
Pad
a ak
hir t
ahun
201
3,
Suba
giyo
m
elak
ukan
ku
njun
gan
obse
rvas
i di
M
useu
m
Nas
iona
l Tok
yo d
an M
useu
m J
oshi
bi U
nive
rsity
of A
rt a
nd
Des
ign,
Kan
agaw
a - J
epan
g.Pu
ji Yo
sep
Suba
giyo
lahi
r di P
urw
orej
o, Ja
wa
Teng
ah. I
a ad
alah
seor
ang
kons
erva
tor s
enio
r ber
sert
i�ka
si in
tern
asio
nal,
dan
seja
k 19
86 te
lah
beke
rja d
i Mus
eum
Nas
iona
l, Ke
men
teria
n Pe
ndid
ikan
dan
Keb
uday
aan.
Sub
agiy
o ya
ng t
elah
mem
iliki
pe
ndid
ikan
leb
ih d
ari
8.00
0 ja
m d
an 2
5 ta
hun
berp
enga
lam
an d
i bi
dang
kons
erva
si, b
anya
k mel
akuk
an p
enel
itian
ane
ka b
ahan
- te
knik
pem
buat
an te
kstil
tr
adisi
onal
dan
luki
san,
pen
ulisa
n, r
anca
ng-b
angu
n da
taba
se k
onse
rvas
i da
n ku
rasi,
m
engi
kuti
dan
pem
bica
ra
pada
be
rbag
ai
sem
inar
in
tern
asio
nal.
Di S
tudi
o Pr
imas
toria
, ia
juga
mel
ayan
i jas
a ko
nsul
tasi
dan
kons
erva
si te
kstil
, luk
isan,
loga
m, d
an a
neka
ben
da e
tnog
ra�.
Pro�
l dan
Riwa
yat In
struk
tur
Alam
at R
umah
dan
Stu
dio
:Ta
man
Ala
man
da Bl
ok BB
2 No.
55-5
9, Be
kasi
1751
0, In
done
siaW
eb: p
rimas
toria
.net
Emai
l: mas
yose
p66@
gmai
l.com
Phon
e : (0
21) 2
210
2913
M
obile
: 081
2 83
60 4
95
S TOR
iAPR
iMA
R
CD insid
e
Memb
angu
n Iko
n dan
Kuali
�kas
iPr
ofes
i Kon
serv
ator
di M
useu
mM
elal
ui B
imbi
ngan
Tekn
isKo
nser
vasi
Teks
til da
n Luk
isan
Spes
ialisa
si &
Kom
pete
nsi
Pres
tasi
dan P
engh
arga
an1.
Pem
egan
g U
nesc
o Fe
llow
ship
Aw
ard
dari
tahu
n 19
89 sa
mpa
i 199
2.2.
Pen
ulis
an a
rtik
el te
ntan
g te
kstil
, kon
serv
asi d
an m
anaj
emen
kol
eksi
mus
eum
(199
3 - 1
995,
M
ajal
ah M
useo
gra�
dan
Maj
alah
Keb
uday
aan,
Dep
dikb
ud -
Jaka
rta)
.3.
Seb
agai
Edi
tor
dan
Anot
ator
unt
uk t
erje
mah
an B
uku
Seni
Bat
ik d
ari B
ahas
a Be
land
a ke
Ba
hasa
Indo
nesi
a (1
994-
5, IS
I Yog
ya -
Yaya
san
Toyo
ta).
4. P
embi
cara
Sem
inar
Inte
rnas
iona
l ten
tang
Tek
stil
Trad
isio
nal
tahu
n 19
94 (J
akar
ta),
1996
(J
ambi
), 19
99 (D
enpa
sar)
dan
200
0 (T
okyo
Uni
vers
ity -
Toyo
ta F
ound
atio
n).
Cata
tan:
Mak
alah
ber
judu
l “T
he C
lass
i�ca
tion
of In
done
sian
Text
iles B
ased
on
Stru
ctur
al, M
ater
ial a
nd T
echn
ical
An
alys
es (
1994
)” m
enja
di r
ujuk
an P
rof.
Basa
vara
j S.
Ana
mi
dan
Prof
. Mah
ante
sh C
. Ele
mm
i da
lam
In
tern
atio
nal
Jour
nal
of S
igna
l Pr
oces
sing
, Im
age
Proc
essi
ng a
nd P
atte
rn R
ecog
nitio
n (Ju
dul
Tulis
an: “
A Ru
le B
ased
App
roac
h fo
r Cla
ssi�
catio
n of
Shad
es o
f Bas
ic C
olor
s of
Fabr
ic Im
ages
” ), V
ol. 8
, No.
2
(201
5), p
p. 3
89-4
00.
5. S
ebag
ai n
ara
sum
ber B
imte
k Pe
rmus
eum
an -
Kons
erva
si (1
996,
Din
as M
useu
m d
an S
ejar
ah
DKI
Ja
kart
a);
Bim
tek
Kons
erva
si
Teks
til
(200
0,
Mus
eum
Te
kstil
Ja
kart
a);
Bim
tek
Perm
useu
man
- K
onse
rvas
i (
2002
, As
dep
Kese
nian
- K
embu
dpar
); su
rvai
kon
disi
luk
isan
, ra
ncan
g-ba
ngun
dat
abas
e da
n pe
nyus
unan
renc
ana
indu
k pr
eser
vasi
(200
2 - 2
003,
Ista
na
Kepr
esid
enan
di J
akar
ta -
Bogo
r - C
ipan
as -
Yogy
a - B
ali).
6. P
embi
cara
Sem
inar
Nas
iona
l ten
tang
War
na A
lam
i (19
99, Y
ogya
kart
a) d
an K
onse
rvas
i Lu
kisa
n (2
002,
Jaka
rta)
.7.
Seb
agai
nar
a su
mbe
r kaj
ian
Batik
Pan
tai U
tara
Jaw
a da
n M
adur
a (1
994,
ISI Y
ogya
- U
niv.
To
kyo
- Yay
asan
Toy
ota)
dan
kaj
ian
kanv
as lu
kisa
n (2
006,
Pen
caria
n Pe
nyeb
ab K
erus
akan
da
n Id
entit
as L
ukis
an, B
alai
Kon
serv
asi -
Jaka
rta)
.8.
Ran
cang
-ban
gun
data
base
kol
eksi
mus
eum
(201
2, M
useu
m N
asio
nal -
Jaka
rta)
.9.
Men
yusu
n ko
mpi
lasi
nask
ah ya
ng b
erhu
bung
an d
enga
n te
kstil
, kon
serv
asi d
an
anal
isis b
ahan
(Prim
asto
ria S
tudi
o, 2
013)
.10
. M
enyu
sun
lapo
ran
hasi
l Obs
erva
si T
ekst
il di
Mus
eum
Nas
iona
l (P
rim
asto
ria
Stud
io, 2
014-
15).
11. S
ebag
ai N
aras
umbe
r Kon
serv
asi T
ekst
il pa
da W
orks
hop
Kons
erva
si di
Bo
robu
dur -
Mag
elan
g, B
ogor
- Ja
wa
Bara
t dan
TM
II Ja
kart
a (2
015)
.
1. P
eren
cana
an d
an p
elak
sana
an p
eker
jaan
kon
serv
asi t
ekst
il da
n lu
kisa
n :
* Su
rvai
kon
disi
(iden
ti�ka
si ba
han
dan
keru
saka
n, m
embu
at u
sula
n tin
daka
n ko
nser
vasi,
pem
buat
an d
okum
enta
si, k
alku
lasi
wak
tu d
an b
iaya
).* P
elak
sana
an p
eker
jaan
kon
serv
asi.
2. Pe
ngua
saan
sain
s kom
pute
r (ka
lkul
asi m
atem
atis,
pem
rogr
aman
data
base
, 3D
mod
ellin
g, ill
ustra
tion,
dsb
.) un
tuk
aplik
asi s
istem
per
enca
naan
dan
pen
gem
bang
an k
onse
rvas
i yan
g be
rbas
is sa
ins k
onse
rvas
i (p
ener
apan
sifa
t �sik
- ki
mia
wi b
ahan
, pen
garu
h ja
sad
hidu
p/ b
iotis
, fak
tor i
klim
, dan
inte
rpre
tasi
alat
uku
r dig
ital/
man
ual):
* Ra
ncan
g-ba
ngun
dat
abas
e un
tuk
surv
ai k
ondi
si ke
tera
wat
an d
an k
ondi
si kl
imat
olog
i unt
uk
eval
uasi
tekn
is ko
nser
vasi
dan
uji k
ompe
tens
i ten
aga
kons
erva
si.*
Ranc
ang-
bang
un s
istem
/ mod
el u
ntuk
sim
ulas
i tat
a le
tak
(map
ping
) ged
ung,
ruan
g, le
mar
i, ko
leks
i be
rikut
kal
kula
si uk
uran
dim
ensi
(obj
ek)
dan
kalk
ulas
i ke
butu
han
sert
a ef
ek a
lat
penu
njan
g di
spla
i-sto
rage
-kon
serv
asi
(kon
sum
si da
ya l
istrik
, ko
nver
si en
ergi
sem
ua j
enis
lam
pu, h
ubun
gan
�ukt
uasi
- tek
anan
bar
omet
rik, k
ebut
uhan
ala
t-ba
han-
biay
a, d
sb.).
* Pem
buat
an p
aket
pel
atih
an e
lekt
roni
s (e-
Lear
ning
Pac
k) u
ntuk
kon
serv
asi &
kur
asi.
3. P
engu
asaa
n sa
ins k
ompu
ter u
ntuk
mem
bant
u pe
renc
anaa
n da
n pe
ngem
bang
an d
okum
enta
si, k
uras
i da
n re
gist
rasi
:*
Ranc
ang-
bang
un d
atab
ase
kole
ksi m
useu
m d
an g
aler
i yan
g m
emili
ki �
tur
untu
k m
emud
ahka
n pe
ncar
ian,
val
idas
i tat
a-le
tak,
val
idas
i sya
rat m
inim
um e
ntri
data
, map
-tra
ckin
g as
al k
olek
si/
seni
man
, pen
angg
alan
rela
tif, c
odin
g tin
gkat
ker
usak
an -
jeni
s ba
han
(kon
vers
i dat
a te
ks k
e nu
mer
ik),
aplik
asi c
ompu
teriz
ed-o
ptic
al-m
icro
scop
e unt
uk m
engu
kur o
bjek
skal
a m
ikro
met
er,
dsb.
[1
mik
ro =
1 p
er se
juta
]4.
Kaj
ian
tekn
is da
n ba
han
kole
ksi u
ntuk
dok
umen
tasi,
kons
erva
si, ku
rasi,
regi
stra
si da
n ka
jian
tingk
at la
njut
.
10 Lembar LampiranDaftar Data Observasi 2015
[1.000 Koleksi Tekstil]
KNI Lokasi URB NJB KNI Lokasi URB NJB
1 00002 Tdk GB.ST5.. 134 40 5 10 54 00286 a Tdk GB.ST5.024.03 134 45 3 202 00009 Tdk GB.ST5.048.01 134 40 4 15 55 00286 b Tdk GB.ST5.034.04 134 40 4 153 00011 Ya GB.ST5.. 134 40 5 10 56 00316 Tdk GB.ST5.023.02 134 45 3 204 00018 Ya GB.ST5.048.02 134 40 4 15 57 00316 A Tdk GB.ST5.023.02 134 55 5 105 00019 Tdk GB.ST5.048.02 134 40 4 15 58 00328 d Tdk GB.ST5.005.03 134 40 4 156 00020 Tdk GB.ST5.048.02 134 40 4 15 59 00401 Tdk GB.ST5.034.03 134 45 5 107 00032 Tdk GB.ST5.081.04 134 40 4 15 60 00433 B Tdk GB.ST5.030.01 134 40 5 108 00060 Tdk GB.ST5.011.02 134 40 4 15 61 00454 Tdk GB.ST5.024.02 134 40 4 159 00064 Tdk GB.ST5.017.01 134 40 3 20 62 00466 Tdk GB.ST5.024.02 134 40 5 1010 00065 Tdk GB.ST5.023.03 134 40 5 10 63 00467 Ya GB.ST5.048.02 134 40 3 2011 00074 Tdk GB.ST5.009.03 134 40 4 15 64 00485 b Ya GB.ST5.069.01 134 40 5 1012 00075 Tdk GB.ST5.009.03 134 40 4 15 65 00487 a Tdk GB.ST5.046.01 134 40 5 1013 00076 Tdk GB.ST5.011.02 134 40 3 20 66 00487 b Tdk GB.ST5.046.01 134 40 4 1514 00077 Ya GB.ST5.009.03 134 40 4 15 67 00487 c Tdk GB.ST5.046.01 134 40 4 1515 00080 b Ya GB.ST5.021.03 134 40 5 10 68 00487 d Ya GB.ST5.046.01 134 40 4 1516 00081 Ya GB.ST5.009.03 134 40 4 15 69 00506 Ya GB.ST5.023.03 134 40 5 1017 00082 Ya GB.ST5.009.03 134 40 5 10 70 00508 Tdk GB.ST5.020.03 134 40 4 1518 00084 a Tdk GB.ST5.082.01 134 40 5 10 71 00509 Ya GB.ST5.007.02 134 40 4 1519 00087 Ya GB.ST5.046.01 134 40 4 15 72 00510 (01) Tdk GB.ST5.007.02 134 40 5 1020 00115 Ya GB.ST5.023.03 134 40 5 10 73 00510 (02) Ya GB.ST5.007.01 134 40 5 1021 00120 A Tdk GB.ST5.063.01 134 40 5 10 74 00510 (03) Ya GB.ST5.007.01 134 40 4 1522 00156 a Tdk GB.ST5.021.02 134 40 4 15 75 00510 (04) Tdk GB.ST5.007.01 134 40 4 1523 00156 b Tdk GB.ST5.021.02 134 40 4 15 76 00510 a Tdk GB.ST5.007.01 134 40 4 1524 00186 Tdk GB.ST5.004.02 134 40 4 15 77 00510 c Ya GB.ST5.007.02 134 40 4 1525 00199 Tdk GB.ST5.036.04 134 40 4 15 78 00511 a Ya GB.ST5.027.04 134 40 5 1026 00200 Tdk GB.ST5.045.03 134 40 4 15 79 00511 b Tdk GB.ST5.017.01 134 40 5 1027 00201 Tdk GB.ST5.011.04 134 40 4 15 80 00512 Tdk GB.ST5.005.03 134 40 5 1028 00209 Tdk GB.ST5.011.03 134 40 5 10 81 00512 b Tdk GB.ST5.048.01 134 40 5 1029 00209 b Tdk GB.ST5.012.01 134 40 4 15 82 00513 Tdk GB.ST5.007.02 134 40 5 1030 00210 Tdk GB.ST5.011.02 134 40 5 10 83 00514 Tdk GB.ST5.007.01 134 40 5 1031 00213 Tdk GB.ST5.011.03 134 40 5 10 84 00521 Ya GB.ST5.007.02 134 40 5 1032 00240 Tdk GB.ST5.. 134 40 3 20 85 00522 Ya GB.ST5.002.01 134 45 5 1033 00241 Tdk GB.ST5.. 134 40 5 10 86 00523 A Ya GB.ST5.005.03 134 40 4 1534 00242 Tdk GB.ST5.. 134 40 4 15 87 00523 b Tdk GB.ST5.005.03 134 40 5 1035 00244 Tdk GB.ST5.012.01 134 40 4 15 88 00523 C Tdk GB.ST5.005.03 134 40 4 1536 00245 a Tdk GB.ST5.015.01 134 40 3 20 89 00523 d Tdk GB.ST5.005.01 134 40 4 1537 00245 b Tdk GB.ST5.015.01 134 40 2 25 90 00525 Tdk GB.ST5.023.02 134 40 5 1038 00246 Tdk GB.ST5.015.01 134 40 4 15 91 00528 Tdk GB.ST5.036.03 134 40 5 1039 00247 Tdk GB.ST5.015.01 134 40 4 15 92 00528 a Tdk GB.ST5.005.03 134 40 5 1040 00249 Tdk GB.ST5.015.01 134 40 4 15 93 00528 B Tdk GB.ST5.005.03 134 40 5 1041 00250 Tdk GB.ST5.069.03 134 40 4 15 94 00528 c Tdk GB.ST5.036.01 134 40 4 1542 00251 Tdk GB.ST5.015.01 134 40 4 15 95 00529 Ya GB.ST5.005.01 134 40 5 1043 00253 Tdk GB.ST5.004.03 134 40 4 15 96 00529 B Tdk GB.ST5.005.01 134 40 5 1044 00265 Ya GB.ST5.084.03 134 40 3 20 97 00531 a Tdk GB.ST5.002.01 134 45 5 1045 00265 a Ya GB.ST5.024.03 134 40 4 15 98 00531 b Ya GB.ST5.005.01 134 45 4 1546 00266 Ya GB.ST5.024.01 134 55 5 10 99 00531 c Ya GB.ST5.002.02 134 45 5 1047 00267 Tdk GB.ST5.036.03 134 40 5 10 100 00531 d Tdk GB.ST5.005.01 134 45 5 1048 00268 Tdk GB.ST5.023.02 134 50 5 10 101 00532 Ya GB.ST5.005.01 134 45 4 1549 00272 Tdk GB.ST5.023.01 134 40 5 10 102 00557 Ya GB.ST5.027.03 134 40 3 2050 00283 Ya GB.ST5.024.03 134 40 2 25 103 00576 A Ya GB.ST5.001.02 134 40 4 1551 00284 Tdk GB.ST5.024.03 134 40 3 20 104 00576 B Tdk GB.ST5.001.02 134 40 5 1052 00284 a Tdk GB.ST5.024.03 134 40 4 15 105 00576 c Tdk GB.ST5.001.01 134 40 4 1553 00285 Tdk GB.ST5.023.02 134 45 3 20 106 00578 Tdk GB.ST5.. 134 40 4 15
TKB TKBNo. Inv. No. Inv.
Daftar Data Observasi Tekstil 1 [KNI: 1 sampai 106]
Lampiran 01.
KNI Lokasi URB NJB KNI Lokasi URB NJB
107 00579 Tdk GB.ST5.007.01 134 40 4 15 160 00929 Ya GB.ST5.027.01 134 40 5 10108 00580 Ya GB.ST5.007.01 134 40 5 10 161 00933 Tdk GB.ST5.012.02 134 40 5 10109 00581b Ya GB.ST5.030.01 134 40 3 20 162 00934 Tdk GB.ST5.048.01 134 40 5 10110 00628 a Tdk GB.ST5.027.01 134 40 5 10 163 00948 Ya GB.ST5.012.01 134 40 3 20111 00628 b Ya GB.ST5.087.01 134 40 5 10 164 00949 Ya GB.ST5.012.02 134 40 5 10112 00629 Ya GB.ST5.018.01 134 50 4 15 165 00964 Ya GB.ST5.007.02 134 40 4 15113 00630 Ya GB.ST5.021.03 134 40 3 20 166 00972 a Tdk GB.ST5.007.02 134 40 5 10114 00631 Ya GB.ST5.015.02 134 50 3 20 167 00972 b Ya GB.ST5.035.01 134 40 5 10115 00632 Ya GB.ST5.015.02 134 40 3 20 168 00973 Ya GB.ST5.007.02 134 40 5 10116 00633 Ya GB.ST5.015.02 134 45 5 10 169 00974 Ya GB.ST5.015.01 134 40 4 15117 00635 b Tdk GB.ST5.057.01 134 40 3 20 170 00975 Ya GB.ST5.007.02 134 40 5 10118 00636 a Tdk GB.ST5.015.01 134 40 4 15 171 00976 Tdk GB.ST5.007.01 134 40 5 10119 00636 b Tdk GB.ST5.015.02 134 40 3 20 172 00977 Tdk GB.ST5.004.02 134 40 5 10120 00638 Ya GB.ST5.021.03 134 50 5 10 173 00978 Tdk GB.ST5.023.02 134 40 5 10121 00639 Ya GB.ST5.021.03 134 50 4 15 174 00979 Tdk GB.ST5.004.02 134 40 5 10122 00639 a Ya GB.ST5.021.03 134 50 3 20 175 00980 Tdk GB.ST5.004.02 134 40 5 10123 00639 B Ya GB.ST5.021.02 134 40 4 15 176 00983 Tdk GB.ST5.007.01 134 40 5 10124 00639 c Ya GB.ST5.021.03 134 50 4 15 177 00984 Tdk GB.ST5.007.02 134 40 5 10125 00695 b Ya GB.ST5.021.01 134 40 3 20 178 00985 Tdk GB.ST5.004.01 134 40 5 10126 00695 e Tdk GB.ST5.021.01 134 40 3 20 179 00989 Tdk GB.ST5.036.04 134 40 5 10127 00761 Ya GB.ST5.002.01 134 50 1 30 180 00990 Tdk GB.ST5.023.01 134 40 5 10128 00761 a Tdk GB.ST5.002.01 134 50 3 20 181 01015 Tdk GB.ST5.004.01 134 40 4 15129 00762 Tdk GB.ST5.003.03 134 40 3 20 182 01015 A Tdk GB.ST5.004.01 134 40 4 15130 00765 Tdk GB.ST5.023.02 134 40 5 10 183 01015 C Tdk GB.ST5.004.01 134 40 4 15131 00766 Ya GB.ST5.023.02 134 40 3 20 184 01018 Tdk GB.ST5.054.03 134 50 5 10132 00767 Tdk GB.ST5.023.02 134 40 5 10 185 01032 Tdk GB.ST5.012.01 134 40 5 10133 00768 Tdk GB.ST5.023.02 134 40 5 10 186 01033 Tdk GB.ST5.012.01 134 40 5 10134 00769 Tdk GB.ST5.023.01 134 40 3 20 187 01034 b Tdk GB.ST5.027.01 134 40 3 20135 00770 Tdk GB.ST5.010.03 134 40 4 15 188 01034a Tdk GB.ST5.027.01 134 40 3 20136 00771 Tdk GB.ST5.003.02 134 45 4 15 189 01035 Tdk GB.ST5.087.01 134 40 3 20137 00772 Tdk GB.ST5.003.02 134 45 4 15 190 01057 Tdk GB.ST5.017.02 134 40 5 10138 00778 Tdk GB.ST5.003.02 134 3 20 191 01058 Tdk GB.ST5.029.01 134 40 5 10139 00783 Ya GB.ST5.003.02 134 45 3 20 192 01059 Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10140 00802 Ya GB.ST5.042.03 134 40 3 20 193 01060 Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10141 00808 Tdk GB.ST5.002.01 134 40 3 20 194 01079 Tdk GB.ST5.036.01 134 40 3 20142 00808 (27)Tdk GB.ST5.002.04 134 40 5 10 195 01080 Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10143 00813 Tdk GB.ST5.003.02 134 40 3 20 196 01081 Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10144 00818 Tdk GB.ST5.036.01 134 40 4 15 197 01082 Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10145 00818 b Tdk GB.ST5.003.03 134 40 4 15 198 01084 Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10146 00822 Tdk GB.ST5.. 134 40 4 15 199 01086 Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10147 00823 Tdk GB.ST5.024.02 134 40 5 10 200 01087 Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10148 00838 Tdk GB.ST5.011.02 134 40 5 10 201 01088 Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10149 00845 Tdk GB.ST5.015.01 134 40 5 10 202 01089 Tdk GB.ST5.073.03 134 40 5 10150 00860 a Tdk GB.ST5.023.01 134 40 5 10 203 01090 Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10151 00860 b Tdk GB.ST5.. 134 40 5 10 204 01092 Tdk GB.ST5.045.03 134 40 5 10152 00860 c Tdk GB.ST5.023.01 134 40 5 10 205 01093 Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10153 00860 d Tdk GB.ST5.023.01 134 40 5 10 206 01094 Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10154 00865 Tdk GB.ST5.018.01 134 45 4 15 207 01095 Tdk GB.ST5.060.03 134 40 5 10155 00877 Tdk GB.ST5.003.01 134 40 3 20 208 01096 Tdk GB.ST5.060.03 134 40 5 10156 00905 Tdk GB.ST5.023.03 134 40 5 10 209 01097 a Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10157 00910 Ya GB.ST5.026.02 134 50 5 10 210 01097 b Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10158 00916 Ya GB.ST5.003.03 134 40 1 30 211 01097 c Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10159 00917 b Ya GB.ST5.003.01 134 40 4 15 212 01097 d Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10
No. Inv. TKB No. Inv. TKB
Lampiran 02.
Daftar Data Observasi Tekstil 2 [KNI: 107 sampai 212]
KNI Lokasi URB NJB KNI Lokasi URB NJB
213 01097 e Tdk GB.ST5.062.03 134 40 5 10 266 02115 (17) Tdk GB.ST5.056.02 134 40 5 10214 01098 Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10 267 02115 (18) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10215 01099 Tdk GB.ST5.060.04 134 40 5 10 268 02115 (19) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10216 01100 Tdk GB.ST5.059.01 134 40 3 20 269 02115 (20) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10217 01137 Tdk GB.ST5.048.01 134 40 5 10 270 02115 (21) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10218 01179 Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10 271 02115 (22) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10219 01188 Tdk GB.ST5.011.02 134 40 5 10 272 02115 (23) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10220 01236 Tdk GB.ST5.061.02 134 40 5 10 273 02115 (24) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10221 01282 Tdk GB.ST5.060.02 134 40 5 10 274 02115 (25) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10222 01282 a Tdk GB.ST5.. 134 40 5 10 275 02115 (26) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10223 01283 b Tdk GB.ST5.056.02 134 40 3 20 276 02115 (27) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10224 01286 Tdk GB.ST5.017.02 134 40 5 10 277 02115 (28) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10225 01286 b Tdk GB.ST5.017.02 134 40 5 10 278 02115 (29) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10226 01287 Tdk GB.ST5.017.02 134 40 5 10 279 02115 (30) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10227 01288 A Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10 280 02115 (31) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10228 01288 B Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10 281 02115 (32) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10229 01309 Tdk GB.ST5.057.01 134 40 5 10 282 02115 (33) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10230 01311 a Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10 283 02115 (34) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10231 01311 b Tdk GB.ST5.060.03 134 40 5 10 284 02115 (35) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10232 01311 C Tdk GB.ST5.060.03 134 40 5 10 285 02115 (36) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10233 01311 d Tdk GB.ST5.060.03 134 40 5 10 286 02115 (37) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10234 01311 e Tdk GB.ST5.060.03 134 40 5 10 287 02115 (38) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10235 01311 f Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10 288 02115 (39) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10236 01482 Tdk GB.ST5.039.03 134 40 5 10 289 02115 (40) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10237 01482 a Tdk GB.ST5.039.03 134 40 5 10 290 02115 (41) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10238 01482 b Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10 291 02115 (42) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10239 01493 Tdk GB.ST5.030.03 134 40 5 10 292 02115 (43) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10240 01493 b Tdk GB.ST5.030.03 134 40 5 10 293 02115 (44) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10241 01497 b Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10 294 02115 (45) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10242 01497a Tdk GB.ST5.031.03 134 40 3 20 295 02115 (46) Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10243 01497b Tdk GB.ST5.031.03 134 40 5 10 296 02149 b Tdk GB.ST5.044.02 134 40 5 10244 01521 B Tdk GB.ST5.004.01 134 40 5 10 297 02161 a Tdk GB.ST5.. 134 40 3 20245 01546 Tdk GB.ST5.039.01 134 40 5 10 298 02162 Tdk GB.ST5.057.03 134 40 5 10246 02047 h Tdk GB.ST5.010.01 134 40 5 10 299 02167 a Tdk GB.ST5.066.03 134 40 3 20247 02058 Tdk GB.ST5.039.02 134 40 5 10 300 02167 b Tdk GB.ST5.065.02 134 40 5 10248 02112 Tdk GB.ST5.059.02 134 40 5 10 301 02168 a Tdk GB.ST5.066.02 134 40 3 20249 02115 Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10 302 02168 b Tdk GB.ST5.065.01 134 40 5 10250 02115 (01)Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10 303 02169 a Tdk GB.ST5.066.03 134 40 5 10251 02115 (02)Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10 304 02169 b Tdk GB.ST5.066.03 134 40 5 10252 02115 (03)Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10 305 02169 e Tdk GB.ST5.025.03 134 40 5 10253 02115 (04)Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10 306 02170 Tdk GB.ST5.066.03 134 40 5 10254 02115 (05)Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10 307 02172 a Tdk GB.ST5.066.01 134 50 3 20255 02115 (06)Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10 308 02178 Tdk GB.ST5.065.01 134 40 5 10256 02115 (07)Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10 309 02179 Tdk GB.ST5.066.01 134 40 3 20257 02115 (08)Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10 310 02180 Tdk GB.ST5.066.02 134 40 5 10258 02115 (09)Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10 311 02180 a Tdk GB.ST5.066.02 134 40 5 10259 02115 (10)Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10 312 02180 b Tdk GB.ST5.066.02 147 40 3 20260 02115 (11)Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10 313 02207 Ya GB.ST5.066.01 119,5 40 4 15261 02115 (12)Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10 314 02306 Ya GB.ST5.066.04 119,5 40 5 10262 02115 (13)Tdk GB.ST5.057.02 134 40 5 10 315 02310 Tdk GB.ST5.066.02 119,5 40 5 10263 02115 (14)Tdk GB.ST5.056.02 134 40 5 10 316 02312 Tdk GB.ST5.066.04 119,5 40 4 15264 02115 (15)Tdk GB.ST5.056.03 134 40 5 10 317 02323 Tdk GB.ST5.066.01 119,5 40 2 25265 02115 (16)Tdk GB.ST5.056.02 134 40 5 10 318 02331 a Tdk GB.ST5.066.03 119,5 40 5 10
No. Inv. TKB No. Inv. TKB
Lampiran 03.
Daftar Data Observasi Tekstil 3 [KNI: 213 sampai 318]
KNI Lokasi URB NJB KNI Lokasi URB NJB
319 02331 b Tdk GB.ST5.066.01 119,5 40 4 15 372 02736 a Tdk GB.ST5.069.02 82,5 40 5 10320 02331 c Tdk GB.ST5.066.01 119,5 40 3 20 373 02736 b Tdk GB.ST5.069.02 82,5 40 5 10321 02333 a Tdk GB.ST5.066.01 119,5 40 3 20 374 02736a Tdk GB.ST5.069.01 82,5 40 5 10322 02334 a Tdk GB.ST5.066.04 119,5 40 3 20 375 02737 b Ya GB.ST5.069.02 82,5 40 5 10323 02334 b Tdk GB.ST5.066.01 119,5 40 1 30 376 02738 Ya GB.ST5.071.04 82,5 50 5 10324 02334 c Tdk GB.ST5.066.01 119,5 40 3 20 377 02739 Tdk GB.ST5.071.04 82,5 40 5 10325 02336 Tdk GB.ST5.066.04 119,5 40 5 10 378 02740 Tdk GB.ST5.071.04 82,5 40 3 20326 02336 a Tdk GB.ST5.066.04 119,5 40 5 10 379 02741 Tdk GB.ST5.071.04 82,5 40 5 10327 02336 b Tdk GB.ST5.066.04 119,5 40 5 10 380 02743 Tdk GB.ST5.077.04 82,5 40 5 10328 02336 c Tdk GB.ST5.066.03 119,5 40 5 10 381 02744 Tdk GB.ST5.071.02 82,5 40 5 10329 02336 c2 Tdk GB.ST5.066.04 119,5 40 4 15 382 02747 Tdk GB.ST5.071.03 82,5 40 3 20330 02336c Tdk GB.ST5.066.01 119,5 40 5 10 383 02759 a Tdk GB.ST5.069.01 82,5 40 5 10331 02337 a Tdk GB.ST5.066.03 119,5 40 2 25 384 02759 b Tdk GB.ST5.045.01 82,5 40 5 10332 02338 Tdk GB.ST5.066.04 119,5 40 5 10 385 02760 Tdk GB.ST5.069.02 82,5 40 5 10333 02338 a Tdk GB.ST5.066.04 119,5 40 5 10 386 02761 Tdk GB.ST5.069.03 82,5 40 3 20334 02338 b Tdk GB.ST5.066.04 119,5 40 5 10 387 02762 Tdk GB.ST5.069.01 82,5 40 3 20335 02353 a Tdk GB.ST5.062.04 119,5 40 4 15 388 02763 Tdk GB.ST5.071.02 82,5 40 5 10336 02354 Tdk GB.ST5.001.04 119,5 40 4 15 389 02764 Tdk GB.ST5.072.01 82,5 40 5 10337 02354 a Ya GB.ST5.062.04 119,5 40 3 20 390 02765 Tdk GB.ST5.071.02 82,5 40 3 20338 02354 b Ya GB.ST5.062.04 119,5 40 5 10 391 02766 Tdk GA.14A.. 82,5 40 5 10339 02355 Tdk GB.ST5.062.04 119,5 40 5 10 392 02768 Tdk GB.ST5.069.01 82,5 40 5 10340 02364 b Tdk GB.ST5.048.01 119,5 40 5 10 393 02863 Tdk GB.ST5.085.03 82,5 40 5 10341 02369 Tdk GB.ST5.062.04 119,5 40 5 10 394 02891 b Tdk GB.ST5.069.02 82,5 40 5 10342 02371 a Tdk GB.ST5.093.02 119,5 40 5 10 395 02891 c Tdk GB.ST5.069.02 82,5 40 5 10343 02371 b Tdk GB.ST5.066.03 119,5 40 5 10 396 02891 d Tdk GB.ST5.069.02 82,5 40 5 10344 02373 a Ya GB.ST5.039.02 119,5 40 4 15 397 02907 Tdk GB.ST5.063.02 82,5 40 3 20345 02373 b Ya GB.ST5.062.04 92 40 5 10 398 02909 Tdk GB.ST5.063.01 82,5 40 5 10346 02373 c Ya GB.ST5.062.04 82,5 40 5 10 399 02910 a Tdk GB.ST5.063.04 82,5 40 5 10347 02374 Tdk GB.ST5.062.04 82,5 40 5 10 400 02910 B Tdk GB.ST5.063.04 82,5 40 5 10348 02375 Tdk GB.ST5.062.04 82,5 40 5 10 401 02911 Tdk GB.ST5.063.03 82,5 40 5 10349 02376 Tdk GB.ST5.. 82,5 40 5 10 402 02916 Tdk GB.ST5.063.03 82,5 40 5 10350 02416 Tdk GB.ST5.051.01 82,5 40 5 10 403 02919 Tdk GB.ST5.044.02 82,5 40 5 10351 02441 a Tdk GB.ST5.066.02 82,5 40 5 10 404 02921 a Tdk GB.ST5.069.03 82,5 40 5 10352 02555 Tdk GB.ST5.063.01 82,5 40 5 10 405 02957 Tdk GB.ST5.062.01 82,5 40 5 10353 02580 Tdk GB.ST5.066.03 82,5 40 5 10 406 02960 Tdk GB.ST5.062.02 82,5 40 5 10354 02581 Tdk GB.ST5.066.01 82,5 40 3 20 407 02962 Tdk GB.ST5.035.04 82,5 40 5 10355 02589 Tdk GB.ST5.066.02 82,5 40 5 10 408 02963 Tdk GB.ST5.033.01 82,5 40 3 20356 02613 Tdk GB.ST5.064.01 82,5 40 5 10 409 02968 Tdk GB.ST5.081.02 82,5 40 5 10357 02614 Ya GB.ST5.064.01 82,5 50 5 10 410 02981 Tdk GB.ST5.069.03 82,5 40 5 10358 02626 Ya GB.ST5.062.02 82,5 50 5 10 411 02986 Tdk GB.ST5.063.02 82,5 40 5 10359 02675 Tdk GB.ST5.061.02 82,5 40 5 10 412 02987 Tdk GB.ST5.017.03 82,5 40 5 10360 02676 Tdk GB.ST5.061.02 82,5 40 5 10 413 03034 Tdk GB.ST5.017.03 82,5 40 5 10361 02677 Tdk GB.ST5.064.04 82,5 40 5 10 414 03036 Tdk GB.ST5.017.03 82,5 40 5 10362 02678 a Tdk GB.ST5.064.01 82,5 40 5 10 415 03062 Ya GB.ST5.066.01 82,5 40 5 10363 02678 b Tdk GB.ST5.064.04 82,5 40 5 10 416 03064 Ya GB.ST5.066.01 82,5 40 3 20364 02678 c Tdk GB.ST5.064.04 82,5 40 5 10 417 03098 a Ya GB.ST5.076.03 82,5 40 5 10365 02678c Tdk GB.ST5.064.04 82,5 40 5 10 418 03137 Ya GB.ST5.054.04 82,5 50 5 10366 02681 Tdk GB.ST5.062.02 82,5 40 3 20 419 03308 Ya GB.ST5.093.01 82,5 50 3 20367 02682 a Tdk GB.ST5.062.02 82,5 40 5 10 420 03313 Tdk GB.ST5.084.02 82,5 40 5 10368 02682 b Tdk GB.ST5.062.04 82,5 40 5 10 421 03314 Tdk GB.ST5.083.03 82,5 40 5 10369 02682 c Tdk GB.ST5.062.04 82,5 40 5 10 422 03317 Ya GB.ST5.084.01 82,5 40 5 10370 02682 e Tdk GB.ST5.062.04 82,5 40 5 10 423 03317 A Tdk GB.ST5.034.01 82,5 40 3 20371 02735 Tdk GB.ST5.071.02 82,5 40 3 20 424 03317 B Ya GB.ST5.034.01 82,5 40 3 20
No. Inv. TKB No. Inv. TKB
Lampiran 04.
Daftar Data Observasi Tekstil 4 [KNI: 318 sampai 424]
KNI Lokasi URB NJB KNI Lokasi URB NJB
425 03317 c Ya GB.ST5.034.02 82,5 40 5 10 478 03990 Ya GB.ST5.056.01 82,5 40 3 20426 03318 Tdk GB.ST5.088.02 82,5 40 5 10 479 04015 Ya GB.ST5.023.01 82,5 40 3 20427 03319 Tdk GB.ST5.048.02 82,5 40 5 10 480 04020 Ya GB.ST5.048.02 82,5 40 5 10428 03331 Tdk GB.ST5.034.02 82,5 40 5 10 481 04077 Tdk GB.ST5.. 82,5 40 5 10429 03341 Tdk GB.ST5.005.01 82,5 40 5 10 482 04089 a Tdk GB.ST5.046.01 82,5 40 5 10430 03350 Tdk GB.ST5.084.02 82,5 40 5 10 483 04135 Tdk GB.ST5.007.02 82,5 40 5 10431 03369 Tdk GB.ST5.082.03 82,5 40 5 10 484 04136 Tdk GB.ST5.012.04 82,5 40 5 10432 03376 Tdk GA.14A.. 82,5 40 5 10 485 04137 Tdk GB.ST5.010.02 82,5 40 5 10433 03379 Tdk GB.ST5.. 82,5 40 5 10 486 04138 Tdk GB.ST5.004.02 82,5 40 5 10434 03382 Tdk GB.ST5.. 82,5 40 5 10 487 04139 Tdk GB.ST5.004.02 82,5 40 5 10435 03382 b Tdk GB.ST5.039.02 82,5 40 5 10 488 04140 Tdk GB.ST5.023.02 82,5 40 5 10436 03402 Tdk GB.ST5.009.03 82,5 40 5 10 489 04141 Tdk GB.ST5.023.02 82,5 40 5 10437 03405 Tdk GB.ST5.009.03 82,5 40 5 10 490 04142 Tdk GB.ST5.023.03 82,5 40 5 10438 03406 Tdk GB.ST5.009.03 82,5 40 5 10 491 04143 Tdk GB.ST5.004.02 82,5 40 5 10439 03409 Ya GB.ST5.033.02 82,5 40 5 10 492 04143 a Tdk GB.ST5.004.01 82,5 40 5 10440 03438 Ya GB.ST5.081.01 82,5 40 3 20 493 04143 b Tdk GB.ST5.004.01 82,5 40 5 10441 03440 Ya GB.ST5.065.04 82,5 40 5 10 494 04144 Tdk GB.ST5.004.01 82,5 40 5 10442 03440 a Tdk GB.ST5.005.04 82,5 40 5 10 495 04146 a Tdk GB.ST5.004.01 82,5 40 5 10443 03440 b Tdk GB.ST5.014.04 82,5 40 5 10 496 04146 b Ya GB.ST5.004.01 82,5 40 5 10444 03442 Tdk GB.ST5.083.03 82,5 40 5 10 497 04147 Ya GB.ST5.010.01 82,5 40 4 15445 03446 Tdk GA.14A.088.04 82,5 40 5 10 498 04148 Ya GB.ST5.003.01 82,5 40 3 20446 03446 a Tdk GB.ST5.039.01 82,5 40 5 10 499 04149 Ya GB.ST5.003.02 82,5 40 5 10447 03446 B Tdk GB.ST5.039.01 82,5 40 5 10 500 04150 Ya GB.ST5.003.02 82,5 40 5 10448 03446 c Tdk GB.ST5.031.04 82,5 40 5 10 501 04152 Ya GB.ST5.010.03 82,5 40 5 10449 03446 d Tdk GB.ST5.028.03 82,5 40 5 10 502 04153 Ya GB.ST5.010.01 82,5 40 5 10450 03452 Ya GB.ST5.084.02 82,5 40 5 10 503 04154 Ya GB.ST5.036.04 82,5 40 3 20451 03468 Ya GB.ST5.083.02 82,5 40 5 10 504 04154 a Ya GB.ST5.008.04 82,5 40 5 10452 03507 Ya GB.ST5.054.04 149 40 5 10 505 04154 b Ya GB.ST5.036.04 82,5 40 5 10453 03508 b Ya GB.ST5.053.01 82,5 40 5 10 506 04156 Ya GB.ST5.030.02 82,5 40 3 20454 03508 c Ya GB.ST5.054.01 82,5 40 3 20 507 04157 a Ya GB.ST5.070.01 82,5 40 5 10455 03513 Tdk GB.ST5.054.04 82,5 40 5 10 508 04158 Tdk GB.ST5.023.03 82,5 40 5 10456 03514 a Tdk GB.ST5.054.04 82,5 40 5 10 509 04165 Tdk GB.ST5.023.02 82,5 40 5 10457 03514 b Tdk GB.ST5.054.03 82,5 40 5 10 510 04166 Tdk GB.ST5.001.02 82,5 40 5 10458 03514 c Tdk GB.ST5.054.04 82,5 40 5 10 511 04167 Tdk GB.ST5.002.01 82,5 40 5 10459 03565 Tdk GB.ST5.051.02 82,5 40 5 10 512 04168 Tdk GB.ST5.030.02 82,5 40 5 10460 03566 Tdk GB.ST5.051.02 82,5 40 5 10 513 04169 Tdk GB.ST5.004.01 82,5 40 5 10461 03568 Tdk GB.ST5.051.02 82,5 40 5 10 514 04170 Tdk GB.ST5.005.03 82,5 40 5 10462 03569 a Tdk GB.ST5.051.02 82,5 40 5 10 515 04171 Tdk GB.ST5.004.01 82,5 40 5 10463 03569 b Tdk GB.ST5.051.01 82,5 40 5 10 516 04209 Tdk GB.ST5.004.01 82,5 40 5 10464 03586 Ya GB.ST5.045.03 82,5 40 5 10 517 04211 Tdk GB.ST5.030.04 82,5 40 5 10465 03640 Ya GB.ST5.008.02 82,5 40 5 10 518 04212 Tdk GB.ST5.002.01 82,5 50 5 10466 03642 Ya GB.ST5.008.03 82,5 40 3 20 519 04269 Tdk GB.ST5.007.02 82,5 40 5 10467 03757 Ya GB.ST5.042.03 82,5 40 5 10 520 04270 Tdk GB.ST5.007.02 82,5 40 5 10468 03807 Ya GB.ST5.048.04 82,5 40 5 10 521 04273 Tdk GB.ST5.007.02 82,5 40 5 10469 03808 Ya GB.ST5.011.03 82,5 40 3 20 522 04277 Tdk GB.ST5.007.01 82,5 40 5 10470 03809 Ya GB.ST5.014.02 82,5 40 5 10 523 04278 Tdk GB.ST5.007.01 82,5 40 5 10471 03810 Tdk GB.ST5.011.04 82,5 40 5 10 524 04310 Tdk GB.ST5.023.01 82,5 40 3 20472 03853 Tdk GB.ST5.021.03 82,5 40 5 10 525 04338 Tdk GB.ST5.030.04 82,5 40 3 20473 03854 Ya GB.ST5.011.03 82,5 40 5 10 526 04411 Tdk GB.ST5.007.01 82,5 40 5 10474 03855 Ya GB.ST5.011.03 82,5 40 3 20 527 04412 Ya GB.ST5.007.01 82,5 40 5 10475 03862 Ya GB.ST5.036.04 82,5 40 5 10 528 045.. Ya GB.ST5.. 82,5 40 4 15476 03900 Ya GB.ST5.035.02 82,5 40 5 10 529 04502 Ya GB.ST5.012.01 82,5 40 5 10477 03978 Ya GB.ST5.024.01 82,5 50 5 10 530 04503 Ya GB.ST5.012.01 82,5 40 5 10
TKBNo. Inv. TKB No. Inv.
Daftar Data Observasi Tekstil 5 [KNI: 425 sampai 530]
Lampiran 05.
KNI Lokasi URB NJB KNI Lokasi URB NJB
531 04520 a Tdk GB.ST5.004.02 82,5 40 5 10 584 04735 Ya GB.ST5.059.01 69 40 5 10532 04520 b Tdk GB.ST5.004.02 82,5 40 5 10 585 04735 a Tdk GB.ST5.084.03 69 40 5 10533 04521 Tdk GB.ST5.004.01 82,5 40 5 10 586 04736 Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10534 04521 a Tdk GB.ST5.004.01 82,5 40 5 10 587 04739 Tdk GB.ST5.060.02 69 40 5 10535 04522 a Tdk GB.ST5.. 82,5 40 5 10 588 04740 Tdk GB.ST5.. 69 40 5 10536 04522 b Tdk GB.ST5.. 82,5 40 5 10 589 04741 Tdk GB.ST5.060.02 69 40 5 10537 04523 Tdk GB.ST5.012.03 82,5 40 5 10 590 04742 Tdk GB.ST5.026.02 69 40 5 10538 04525 a Tdk GB.ST5.007.02 82,5 40 5 10 591 04746 a Tdk GB.ST5.056.04 69 40 5 10539 04526 Tdk GB.ST5.007.01 82,5 40 5 10 592 0485b Tdk GB.ST5.069.01 69 40 5 10540 04528 Tdk GB.ST5.007.02 82,5 40 5 10 593 05016 (01) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10541 04528. Tdk GB.ST5.007.02 82,5 40 5 10 594 05016 (02) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10542 04530 Tdk GB.ST5.004.01 82,5 40 5 10 595 05016 (03) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10543 04530 b Tdk GB.ST5.004.01 82,5 40 5 10 596 05016 (04) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10544 04569 Tdk GB.ST5.023.03 82,5 40 5 10 597 05016 (05) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10545 04570 Tdk GB.ST5.002.01 82,5 40 5 10 598 05016 (06) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10546 04571 Tdk GB.ST5.008.01 82,5 40 5 10 599 05016 (07) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10547 04572 Tdk GB.ST5.008.01 82,5 40 5 10 600 05016 (08) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10548 04573 Tdk GB.ST5.008.01 82,5 40 5 10 601 05016 (09) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10549 04574 Tdk GB.ST5.023.02 82,5 40 5 10 602 05016 (1) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10550 04575 Ya GB.ST5.008.01 82,5 40 3 20 603 05016 (10) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10551 04576 Tdk GB.ST5.008.01 82,5 40 5 10 604 05016 (11) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10552 04577 Tdk GB.ST5.023.01 82,5 40 5 10 605 05016 (12) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10553 04578 Tdk GB.ST5.008.01 82,5 40 5 10 606 05016 (13) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10554 04579 Tdk GB.ST5.008.01 82,5 40 5 10 607 05016 (14) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10555 04580 Tdk GB.ST5.. 82,5 40 5 10 608 05016 (15) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10556 04581 Tdk GB.ST5.. 82,5 40 5 10 609 05016 (16) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10557 04582 Tdk GB.ST5.078. 82,5 40 5 10 610 05016 (17) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10558 04584 Ya GB.ST5.008.01 82,5 40 5 10 611 05016 (18) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10559 04585 Tdk GB.ST5.078. 82,5 40 5 10 612 05016 (19) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10560 04586 Tdk GB.ST5.008.01 82,5 40 5 10 613 05016 (2) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10561 04587 Tdk GB.ST5.. 82,5 40 5 10 614 05016 (20) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10562 04590 Tdk GB.ST5.036.02 82,5 40 5 10 615 05016 (21) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10563 04590 b Tdk GB.ST5.023.01 82,5 40 3 20 616 05016 (22) Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10564 04590 c Tdk GB.ST5.023.01 82,5 40 3 20 617 05016 v Tdk GB.ST5.059.02 69 40 5 10565 04594 Tdk GB.ST5.036.02 82,5 40 5 10 618 05017 Tdk GB.ST5.039.03 69 40 5 10566 04618 a Tdk GB.ST5.021.02 82,5 40 5 10 619 05018 Tdk GB.ST5.060.03 69 40 4 15567 04618 b Ya GB.ST5.021.02 82,5 40 5 10 620 05019 (01) Tdk GB.ST5.054.01 69 40 5 10568 04619 Ya GB.ST5.021.03 82,5 40 3 20 621 05019 (02) Tdk GB.ST5.039.02 69 40 5 10569 04718 Ya GB.ST5.060.01 82,5 40 3 20 622 05019 (03) Tdk GB.ST5.054.01 69 40 5 10570 04719 Ya GB.ST5.056.02 82,5 40 5 10 623 05020 Tdk GB.ST5.059.01 69 40 4 15571 04720 Ya GB.ST5.056.02 82,5 40 3 20 624 05020 (01) Tdk GB.ST5.039.02 69 40 3 20572 04721 Ya GB.ST5.060.03 82,5 40 3 20 625 05020 (02) Tdk GB.ST5.039.02 69 40 3 20573 04722 Ya GB.ST5.060.01 82,5 50 5 10 626 05020 (03) Tdk GB.ST5.059.01 69 40 5 10574 04723 Ya GB.ST5.056.02 82,5 40 5 10 627 05020 (04) Tdk GB.ST5.059.01 69 40 5 10575 04724 Ya GB.ST5.060.01 82,5 40 3 20 628 05020 (05) Tdk GB.ST5.059.01 69 40 5 10576 04726 Ya GB.ST5.056.02 82,5 40 5 10 629 05020 (06) Tdk GB.ST5.059.01 69 40 5 10577 04727 Ya GB.ST5.056.01 82,5 50 5 10 630 05020 (07) Tdk GB.ST5.059.01 69 40 5 10578 04728 Ya GB.ST5.024.01 73 50 5 10 631 05020 (08) Tdk GB.ST5.054.01 69 40 5 10579 04729 Ya GB.ST5.031.03 114 40 4 15 632 05020 b Tdk GB.ST5.039.02 69 40 3 20580 04730 Ya GB.ST5.050.01 69 50 5 10 633 05020 c Tdk GB.ST5.059.01 69 40 5 10581 04731 Ya GB.ST5.060.01 69 40 5 10 634 05020 f Tdk GB.ST5.059.01 69 40 5 10582 04733 Ya GB.ST5.084.02 69 40 3 20 635 05020 h Tdk GB.ST5.059.01 69 40 5 10583 04734 Ya GB.ST5.060.01 69 40 3 20 636 05020 i Tdk GB.ST5.059.01 69 40 3 20
No. Inv. TKB No. Inv. TKB
Lampiran 06.
Daftar Data Observasi Tekstil 6 [KNI: 531 sampai 636]
KNI Lokasi URB NJB KNI Lokasi URB NJB
639 05023 a Tdk GB.ST5.039.02 69 40 5 10 692 06219 Tdk GB.ST5.062.03 69 40 5 10640 05023 b Tdk GB.ST5.039.02 69 40 5 10 693 06230 Tdk GB.ST5.062.01 69 40 5 10641 05023 c Tdk GB.ST5.039.02 69 40 5 10 694 06232 Tdk GB.ST5.065.03 69 40 5 10642 05023 d Tdk GB.ST5.039.02 69 40 5 10 695 06233 Tdk GB.ST5.065.02 69 40 5 10643 05023 e Tdk GB.ST5.039.02 69 40 5 10 696 06234 Tdk GB.ST5.065.02 69 40 5 10644 05023 f Tdk GB.ST5.039.02 69 40 5 10 697 06235 Tdk GB.ST5.065.02 69 40 5 10645 05023 g Tdk GB.ST5.039.02 69 40 5 10 698 06237 Ya GB.ST5.048.03 69 40 5 10646 05026 Tdk GB.ST5.060.01 69 40 5 10 699 06238 Ya GB.ST5.065.01 69 40 3 20647 05027 Tdk GB.ST5.060.01 69 40 3 20 700 06239 Ya GB.ST5.065.03 69 40 5 10648 05028 Tdk GB.ST5.060.02 69 40 5 10 701 06244 Ya GB.ST5.065.02 69 40 5 10649 05029 Tdk GB.ST5.060.02 69 40 5 10 702 06254 Ya GB.ST5.065.01 69 40 3 20650 05030 (01)Tdk GB.ST5.060.01 69 40 5 10 703 06263 Ya GB.ST5.062.04 69 40 5 10651 05030 (02)Tdk GB.ST5.060.02 69 40 5 10 704 06274 Tdk GB.ST5.083.01 69 40 5 10652 05030 (03)Tdk GB.ST5.060.02 69 40 5 10 705 06276 Tdk GB.ST5.036.03 69 40 5 10653 05030 A Tdk GB.ST5.060.02 69 40 5 10 706 06293 Tdk GB.ST5.061.01 69 40 5 10654 05041 Tdk GB.ST5.018.03 69 40 5 10 707 06299 b Tdk GB.ST5.063.02 69 40 5 10655 05079 Tdk GB.ST5.056.03 69 40 5 10 708 06306 Ya GB.ST5.. 69 40 3 20656 05079 a Tdk GB.ST5.017.02 69 40 5 10 709 06307 Ya GB.ST5.061.01 69 40 3 20657 05079 b Tdk GB.ST5.017.02 69 40 5 10 710 06308 Ya GB.ST5.017.02 69 40 5 10658 05079 c Tdk GB.ST5.056.03 69 40 5 10 711 06309 Ya GB.ST5.071.02 69 40 3 20659 05079 d Tdk GB.ST5.056.03 69 40 5 10 712 06310 Ya GB.ST5.036.03 69 40 3 20660 0526 Tdk GB.ST5.030.03 69 50 5 10 713 06318 Tdk GB.ST5.064.03 69 40 5 10661 05545 Tdk GB.ST5.012.01 69 40 5 10 714 06319 a Tdk GB.ST5.071.01 69 40 5 10662 05601 Tdk GB.ST5.059.01 69 40 5 10 715 06320 Ya GB.ST5.071.01 69 40 5 10663 05606 a Ya GB.ST5.060.01 69 40 3 20 716 06326 Ya GB.ST5.069.01 69 40 3 20664 05606 b Ya GB.ST5.060.02 69 40 5 10 717 06329 Ya GB.ST5.069.01 69 40 5 10665 05607 Ya GB.ST5.056.02 69 40 3 20 718 06338 Tdk GB.ST5.065.01 69 40 5 10666 05609 a Ya GB.ST5.056.04 69 40 5 10 719 06347 Tdk GB.ST5.072.01 69 40 5 10667 05609 b Ya GB.ST5.056.03 69 40 5 10 720 06347 a Tdk GB.ST5.063.01 69 40 5 10668 05611 Ya GB.ST5.056.04 69 40 3 20 721 06348 Tdk GB.ST5.035.02 69 40 5 10669 05614 Tdk GB.ST5.056.02 69 40 3 20 722 06349 Ya GB.ST5.071.03 69 40 5 10670 05616 a Tdk GB.ST5.056.01 69 40 5 10 723 06350 Ya GB.ST5.071.01 69 40 3 20671 05616 b Tdk GB.ST5.056.01 69 40 5 10 724 06352 a Ya GB.ST5.071.01 69 40 5 10672 05655 Ya GB.ST5.060.01 69 50 5 10 725 06352 b Ya GB.ST5.071.03 69 40 5 10673 05657 Ya GB.ST5.060.01 69 40 3 20 726 06353 a Ya GB.ST5.071.01 69 40 5 10674 05658 Ya GB.ST5.056.02 69 40 5 10 727 06353 b Tdk GB.ST5.071.01 69 40 5 10675 05671 Ya GA.14A.. 69 40 5 10 728 06354 Tdk GB.ST5.071.03 69 40 5 10676 05673 Ya GB.ST5.017.01 69 50 5 10 729 06355 Tdk GB.ST5.071.03 69 40 5 10677 05673 a Ya GB.ST5.017.01 69 40 5 10 730 06356 Tdk GB.ST5.071.03 69 40 5 10678 05701 Ya GB.ST5.060.01 69 50 3 20 731 06357 Tdk GB.ST5.071.03 69 40 5 10679 05702 Ya GB.ST5.056.02 69 40 3 20 732 06358 Tdk GB.ST5.071.04 69 40 5 10680 05722 Ya GB.ST5.056.04 69 40 3 20 733 06358 (1) Tdk GB.ST5.071.03 69 40 5 10681 05795 Ya GB.ST5.056.03 69 40 5 10 734 06359 Tdk GB.ST5.017.02 69 40 5 10682 05864 Ya GB.ST5.056.01 69 40 5 10 735 06360 Tdk GB.ST5.017.02 69 40 5 10683 05870 Ya GB.ST5.066.01 69 40 3 20 736 06361 Ya GB.ST5.017.02 69 40 5 10684 05912 Ya GB.ST5.. 69 40 5 10 737 06362 Ya GB.ST5.017.02 69 40 5 10685 05964 Ya GA.14A.. 69 40 5 10 738 06363 Ya GB.ST5.069.02 69 40 5 10686 05965 Ya GB.ST5.048.02 69 40 5 10 739 06374 a Ya GB.ST5.063.01 69 40 5 10687 05966 Ya GB.ST5.066.03 69 40 5 10 740 06410 Ya GB.ST5.070.03 69 40 3 20688 06045 Ya GB.ST5.066.02 69 40 3 20 741 06410 a Ya GB.ST5.069.03 69 40 5 10689 06047 Ya GB.ST5.066.02 69 40 5 10 742 06410 b Ya GB.ST5.069.02 69 40 5 10690 06048 Ya GB.ST5.066.02 69 40 5 10 743 06410 c Ya GB.ST5.069.01 69 40 5 10691 06053 Ya GB.ST5.066.02 69 40 3 20 744 06411 Ya GB.ST5.069.02 69 40 5 10
No. Inv. TKB No. Inv. TKB
Lampiran 07.
Daftar Data Observasi Tekstil 7 [KNI: 639 sampai 744]
KNI Lokasi URB NJB KNI Lokasi URB NJB
745 06415 Ya GB.ST5.069.01 69 40 5 10 798 09251 Ya GB.ST5.059.01 114 40 3 20746 06416 Tdk GB.ST5.070.04 69 40 5 10 799 09402 Ya GB.ST5.012.02 114 50 3 20747 06416 (.) Tdk GB.ST5.070.04 69 40 5 10 800 09596 Ya GB.ST5.021.02 114 45 3 20748 06417 Tdk GB.ST5.070.04 69 40 5 10 801 09597 a Ya GB.ST5.024.01 114 55 1 30749 06418 Tdk GB.ST5.070.04 69 40 5 10 802 09613 Ya GB.ST5.035.01 114 40 3 20750 06420 Tdk GB.ST5.069.02 69 40 5 10 803 09617 Ya GB.ST5.023.02 114 45 3 20751 06421 Tdk GB.ST5.069.02 69 40 5 10 804 09829 Ya GB.ST5.. 112 40 3 20752 06421 a Tdk GB.ST5.069.02 69 40 5 10 805 09830 Tdk GB.ST5.062.04 112 40 5 10753 06422 (1) Tdk GB.ST5.070.03 69 40 5 10 806 10124 Tdk GB.ST5.011.04 112 40 5 10754 06422 (2) Tdk GB.ST5.070.04 69 40 5 10 807 10127 Ya GB.ST5.036.04 112 40 4 15755 06422 a Tdk GB.ST5.061.03 69 40 5 10 808 10129 Ya GB.ST5.036.02 112 40 5 10756 06422 b Tdk GB.ST5.070.03 69 40 5 10 809 10131 Ya GB.ST5.011.03 112 40 1 30757 06422 c Tdk GB.ST5.070.03 69 40 5 10 810 10135 Ya GB.ST5.011.03 112 45 1 30758 06422 c Tdk GB.ST5.070.03 40 5 10 811 10138 Ya GB.ST5.011.02 112 45 3 20759 06422 d Tdk GB.ST5.070.03 69 40 5 10 812 10170 Ya GB.ST5.035.03 112 45 1 30760 06422 d Tdk GB.ST5.070.03 40 5 10 813 10284 Ya GB.ST5.011.02 112 40 3 20761 06422 f Ya GB.ST5.070.04 69 40 5 10 814 10287 Ya GB.ST5.020.04 112 40 3 20762 06423 Ya GB.ST5.071.01 69 40 5 10 815 10290 Ya GB.ST5.011.02 112 55 3 20763 06424 Ya GB.ST5.071.01 69 40 3 20 816 10560 Tdk GB.ST5.092.04 112 40 3 20764 06429 a Ya GB.ST5.070.03 69 40 5 10 817 10587 Tdk GB.ST5.048.01 111 50 3 20765 06429 b Ya GB.ST5.070.03 69 40 5 10 818 10778 Tdk GB.ST5.015.02 110 50 5 10766 06467 Ya GB.ST5.070.02 69 40 3 20 819 10781 a Tdk GB.ST5.021.02 110 40 5 10767 06480 a Tdk GB.ST5.061.02 69 40 5 10 820 10781 a Tdk GB.ST5.021.02 110 40 5 10768 06480 B Tdk GB.ST5.017.01 69 40 5 10 821 10823 Tdk GB.ST5.. 110 40 5 10769 06480 d Tdk GB.ST5.061.02 69 40 5 10 822 10928 Tdk GB.ST5.023.02 110 40 5 10770 06481 Tdk GB.ST5.061.02 69 40 5 10 823 10929 Tdk GB.ST5.023.02 110 40 5 10771 06482 Tdk GB.ST5.064.04 69 40 5 10 824 10930 Ya GB.ST5.024.04 110 40 5 10772 06488 Ya GB.ST5.062.01 69 40 5 10 825 10931 Ya GB.ST5.023.02 110 40 5 10773 06489 Ya GB.ST5.062.04 69 40 3 20 826 10932 Ya GB.ST5.023.01 110 40 3 20774 06490 Ya GB.ST5.063.03 69 40 5 10 827 10933 Ya GB.ST5.024.04 110 40 5 10775 06491 Tdk GB.ST5.063.03 69 40 5 10 828 10960 Tdk GB.ST5.015.03 110 40 5 10776 06492 Tdk GB.ST5.063.03 65 40 5 10 829 10961 Tdk GB.ST5.015.02 110 40 5 10777 06493 Tdk GB.ST5.017.03 69 40 5 10 830 10962 Tdk GB.ST5.015.03 110 40 5 10778 06494 Tdk GB.ST5.063.01 69 40 5 10 831 10963 Tdk GB.ST5.036.04 110 40 5 10779 06495 Tdk GB.ST5.063.01 69 40 5 10 832 10964 Tdk GB.ST5.015.03 110 40 5 10780 06496 Tdk GB.ST5.063.03 65 40 5 10 833 10965 Tdk GB.ST5.009.03 110 40 5 10781 06499 a Tdk GB.ST5.063.02 69 40 5 10 834 10966 Tdk GB.ST5.011.04 110 40 5 10782 06499 b Ya GB.ST5.063.02 65 40 5 10 835 10968 Tdk GB.ST5.015.02 110 40 5 10783 06499 c Ya GB.ST5.063.02 66 40 5 10 836 10969 Tdk GB.ST5.015.02 110 40 5 10784 06500 Ya GB.ST5.026.02 65 40 4 15 837 10970 Tdk GB.ST5.011.03 110 40 5 10785 08336 Ya GB.ST5.065.02 74 40 5 10 838 10971 a Ya GB.ST5.011.04 110 40 5 10786 08677 Ya GB.ST5.030.03 67 50 5 10 839 10971 b Ya GB.ST5.017.02 110 40 5 10787 09055 Ya GB.ST5.059.04 114 40 5 10 840 10972 Ya GB.ST5.036.03 110 40 5 10788 09234 Ya GB.ST5.. 114 40 5 10 841 10973 Ya GB.ST5.015.02 110 40 3 20789 09235 Ya GB.ST5.. 114 45 1 30 842 10974 Ya GB.ST5.014.01 110 40 5 10790 09247 Ya GB.ST5.084.04 114 40 4 15 843 10975 Ya GB.ST5.017.01 110 40 5 10791 09247 Tdk GB.ST5.084.04 40 4 15 844 10978 Ya GB.ST5.011.03 110 40 5 10792 09247 Tdk GB.ST5.084.04 114 40 4 15 845 10979 Ya GB.ST5.011.04 110 40 5 10793 09249 Tdk GB.ST5.031.03 114 40 4 15 846 10980 Ya GB.ST5.011.03 110 40 3 20794 09249 Tdk GB.ST5.031.03 40 4 15 847 10982 Ya GB.ST5.021.01 110 40 4 15795 09250 Tdk GB.ST5.031.03 114 40 5 10 848 10983 Ya GB.ST5.021.03 110 40 4 15796 09250 Tdk GB.ST5.031.03 40 5 10 849 10984 Ya GB.ST5.021.03 110 40 5 10797 09250 Tdk GB.ST5.031.03 114 40 5 10 850 10985 Ya GB.ST5.017.03 110 40 3 20
No. Inv. TKB No. Inv. TKB
Lampiran 08.
Daftar Data Observasi Tekstil 8 [KNI: 745 sampai 850]
KNI Lokasi URB NJB KNI Lokasi URB NJB
851 11090 Ya GB.ST5.021.01 110 40 4 15 904 12366 Ya GB.ST5.039.03 108 40 5 10852 11176 Tdk GB.ST5.015.02 110 40 5 10 905 12374 Ya GB.ST5.062.04 108 40 3 20853 11177 Tdk GB.ST5.015.03 110 40 5 10 906 12383 Ya GB.ST5.059.02 108 40 4 15854 11179 Tdk GB.ST5.004.01 110 40 5 10 907 12384 Ya GA.14A.026.02 108 40 5 10855 11180 Tdk GB.ST5.. 110 40 5 10 908 12388 Tdk GB.ST5.026.03 108 40 5 10856 11181 Tdk GB.ST5.004.01 110 40 5 10 909 12389 Tdk GB.ST5.059.01 108 40 3 20857 11182 Tdk GB.ST5.015.02 110 40 5 10 910 12390 Tdk GB.ST5.059.01 108 40 3 20858 11183 Tdk GB.ST5.014.02 110 40 5 10 911 12408 Tdk GB.ST5.041.01 108 40 5 10859 11184 Tdk GB.ST5.011.04 110 40 5 10 912 12413 Tdk GB.ST5.012.03 108 40 5 10860 11185 Tdk GB.ST5.011.04 110 40 5 10 913 12414 Ya GB.ST5.012.03 108 40 5 10861 11186 Tdk GB.ST5.011.03 110 40 5 10 914 12415 Ya GB.ST5.012.03 108 40 5 10862 11187 Tdk GB.ST5.009.03 110 40 5 10 915 12421 Ya GB.ST5.021.03 108 50 3 20863 11188 Ya GB.ST5.. 110 40 4 15 916 12422 a Ya GB.ST5.021.02 108 40 4 15864 11189 Ya GB.ST5.011.04 110 40 4 15 917 12430 Ya GB.ST5.021.03 108 40 3 20865 11190 Ya GB.ST5.011.04 110 40 4 15 918 12431 Ya GB.ST5.035.04 108 50 3 20866 11191 Ya GB.ST5.011.04 110 40 5 10 919 12432 Ya GB.ST5.023.02 108 40 3 20867 11192 Tdk GB.ST5.012.03 110 40 5 10 920 12433 Ya GB.ST5.060.04 108 40 4 15868 11193 Tdk GB.ST5.015.02 110 40 5 10 921 12434 Ya GB.ST5.060.04 108 40 4 15869 11195 Tdk GB.ST5.011.03 110 40 5 10 922 12541 Tdk GB.ST5.062.02 108 40 4 15870 11196 Tdk GB.ST5.011.04 110 40 5 10 923 12601 Tdk GB.ST5.017.02 108 50 5 10871 11198 a Tdk GB.ST5.015.02 110 40 5 10 924 12682 Tdk GB.ST5.044.01 108 40 4 15872 11198 b Tdk GB.ST5.011.04 110 40 5 10 925 12911 Ya GB.ST5.048.01 108 40 4 15873 11199 Ya GB.ST5.004.01 110 40 4 15 926 12912 Ya GB.ST5.012.03 108 50 5 10874 11264 Ya GB.ST5.035.04 110 40 3 20 927 12913 Ya GB.ST5.. 107,5 50 5 10875 11559 Ya GB.ST5.056.02 109 40 2 25 928 13077 Ya GB.ST5.051.04 107,5 40 5 10876 11674 Ya GB.ST5.003.02 109 40 4 15 929 13080 Ya GB.ST5.054.03 107,5 40 4 15877 11679 Ya GB.ST5.003.01 109 40 3 20 930 13082 Ya GB.ST5.053.02 107,5 40 5 10878 11693 Ya GB.ST5.004.02 109 40 5 10 931 13083 Tdk GB.ST5.053.02 107,5 40 5 10879 11705 Ya GB.ST5.056.01 109 40 4 15 932 13083 b Tdk GB.ST5.053.02 107,5 40 5 10880 11706 Ya GB.ST5.060.02 109 40 5 10 933 13084 a Ya GB.ST5.059.03 107 40 5 10881 11900 Ya GB.ST5.015.02 109 40 5 10 934 13234 Ya GB.ST5.021.01 114 45 3 20882 11900 a Ya GB.ST5.015.01 109 40 4 15 935 13235 Ya GB.ST5.026.02 107 40 4 15883 12066 Ya GB.ST5.062.04 109 40 4 15 936 13236 Ya GB.ST5.021.02 107 40 3 20884 12069 Ya GB.ST5.062.04 109 40 3 20 937 13237 Tdk GB.ST5.082.03 107 50 5 10885 12158 Tdk GB.ST5.087.01 109 40 5 10 938 13266 Tdk GB.ST5.082.02 107 50 5 10886 12165 Ya GB.ST5.025.02 109 40 5 10 939 13370 Tdk GB.ST5.062.04 107 40 5 10887 12175 Ya GB.ST5.003.02 109 40 3 20 940 13425 Tdk GB.ST5.027.01 107 40 5 10888 12191 Ya GB.ST5.076.03 109 40 5 10 941 13456 Tdk GB.ST5.015.02 107 50 3 20889 12192 Ya GB.ST5.064.04 109 40 4 15 942 13493 a Ya GB.ST5.036.02 106,5 40 4 15890 12200 Ya GB.ST5.061.02 108 40 3 20 943 13493 b Ya GB.ST5.036.02 106,5 40 4 15891 12206 Tdk GB.ST5.061.01 108 50 5 10 944 13532 Ya GB.ST5.048.02 106 50 5 10892 12208 Tdk GB.ST5.061.01 108 40 5 10 945 13569 Ya GB.ST5.059.03 106 40 4 15893 12303 Tdk GB.ST5.024.02 108 40 5 10 946 13588 Ya GB.ST5.044.01 105,5 40 5 10894 12304 Tdk GB.ST5.024.02 108 40 5 10 947 13820 Ya GB.ST5.044.01 105,5 40 5 10895 12305 Tdk GB.ST5.024.01 108 40 5 10 948 13961 Ya GB.ST5.023.03 105,5 40 5 10896 12306 Tdk GB.ST5.024.02 108 40 5 10 949 13965 Ya GA.14A.. 105,5 50 5 10897 12307 Tdk GB.ST5.024.01 108 40 5 10 950 13969 Ya GB.ST5.045.02 105,5 40 5 10898 123141 Tdk GB.ST5.053.02 108 40 5 10 951 13979 Ya GB.ST5.023.03 105 50 5 10899 12347 Tdk GB.ST5.038.02 108 40 5 10 952 13986 Ya GB.ST5.039.03 104,5 40 5 10900 12355 Tdk GB.ST5.. 108 40 5 10 953 14075 a Ya GB.ST5.044.02 104,5 40 5 10901 12358 Ya GB.ST5.086.02 90,5 40 5 10 954 14075 b Ya GB.ST5.044.01 104,5 40 5 10902 12365 Ya GB.ST5.031.02 73 40 4 15 955 14076 Ya GB.ST5.044.01 104,5 40 5 10903 12365 Tdk GB.ST5.031.02 73 40 4 15 956 14076 d Tdk GB.ST5.044.01 104,5 40 5 10
No. Inv. TKB No. Inv. TKB
Daftar Data Observasi Tekstil 9 [KNI: 851 sampai 956]
Lampiran 09.
KNI Lokasi URB NJB KNI Lokasi URB NJB
957 14156 Tdk GB.ST5.062.03 104,5 40 5 10 979 14372 Tdk GB.ST5.060.04 104 40 5 10958 14160 Tdk GB.ST5.062.03 104,5 40 5 10 980 14373 Tdk GB.ST5.060.04 104 40 5 10959 14195 Tdk GB.ST5.. 104,5 40 5 10 981 14374 Tdk GB.ST5.060.04 104 40 5 10960 14195 b Tdk GB.ST5.. 104,5 40 5 10 982 14375 Tdk GB.ST5.059.04 104 40 5 10961 14226 Tdk GB.ST5.015.01 104,5 40 5 10 983 14379 Ya GB.ST5.059.04 104 40 5 10962 14226 a Tdk GB.ST5.015.01 104,5 40 5 10 984 14382 Ya GB.ST5.059.04 104 40 5 10963 14226 b Tdk GB.ST5.015.01 104,5 40 5 10 985 14385 Tdk GB.ST5.059.04 104 40 3 20964 14324 Tdk GB.ST5.093.03 104,5 40 5 10 986 14386 Ya GB.ST5.059.04 104 40 5 10965 14325 Tdk GB.ST5.093.02 104,5 40 5 10 987 14391 Ya GB.ST5.059.04 104 40 5 10966 14326 Ya GB.ST5.092.03 104,5 40 5 10 988 14394 Ya GB.ST5.059.04 104 40 3 20967 14330 Tdk GB.ST5.086.02 104 40 5 10 989 14397 Ya GB.ST5.059.04 104 40 5 10968 14331 Tdk GB.ST5.027.03 104 40 5 10 990 14403 Ya GB.ST5.059.04 104 40 5 10969 14331 b Tdk GB.ST5.048.02 104 40 5 10 991 14404 Ya GB.ST5.059.04 104 40 3 20970 14332 Tdk GB.ST5.. 104 40 5 10 992 14410 Ya GB.ST5.059.04 104 40 5 10971 14333 Tdk GB.ST5.018.03 104 40 5 10 993 14415 Ya GB.ST5.059.04 104 40 3 20972 14334 Tdk GB.ST5.093.04 104 40 5 10 994 14416 Ya GB.ST5.059.04 104 40 5 10973 14335 Tdk GB.ST5.092.04 104 40 5 10 995 14417 Ya GB.ST5.059.04 104 40 5 10974 14336 Tdk GB.ST5.093.01 104 40 5 10 996 14418 Ya GB.ST5.059.04 104 40 5 10975 14337 Tdk GB.ST5.076.01 104 40 5 10 997 14419 Tdk GB.ST5.059.04 104 40 5 10976 14368 Tdk GB.ST5.059.04 104 40 5 10 998 14420 Tdk GB.ST5.060.04 104 40 5 10977 14370 Tdk GB.ST5.059.04 104 40 5 10 999 14421 Tdk GB.ST5.059.04 104 40 5 10978 14371 Tdk GB.ST5.060.04 104 40 5 10 1000 14422 Tdk GB.ST5.059.04 104 40 5 10
No. Inv. TKB No. Inv. TKB
Lampiran 10.
Daftar Data Observasi Tekstil 10 [KNI: 957 sampai 1000]
LampiranDaftar Alat Observasi 2015
CuraTool 2015 adalah Sistem Pengolahan Data Koleksi dan Konservasi yang mampu menangani data teks, numerik, gra�s, suara & video. Sistem yang dirancang portabel ini (tidak perlu instal software lain) dapat menangani semua jenis data di atas dalam bentuk link sehingga tidak membebani �le database. File dBase dibuat secara relasional (relational database) sehingga bisa menampilkan data dari tabel lain tanpa harus mengetik ulang. Dengan rancangan seperti sistem pakar akan memudahkan kita dalam pencarian kata atau istilah (thesauri), dan hal-hal khusus (yang berhubungan dengan studi koleksi dan konservasi), keaslian, usia atau asal-usul benda. Semua �le dBase independen ini (dengan kode CuraTool 2015) bekerja secara single user tetapi mudah operasionalnya. Sistem database yang berbasis web ini mampu menampung data sampai 8 terabyte (TB), serta memiliki kemampuan pengolahan data dalam jaringan (single/ multi users). [1 TB = 1.000 GB, 1 GB = 1.000 MB].
File-�le inti dBase (ada 8 �le) dipisahkan dengan �le-�le dBase yang dibuat secara independen (42 �le). File inti ini yang nantinya dapat bekerja secara multi-user dan dapat diakses melalui internet (web enable). File inti dBase dapat dibuka & dikembangkan lebih lanjut dengan Software Inti (Core Software), yaitu File Maker Pro 14 Advanced dan File Maker Server 14 Advanced. Instalasi Software ini juga diperlukan untuk merubah/ menambah Records, Layout, Menu, Update Data, merubah Records atau Layout, Password (mendukung prinsip Content Management System (CMS), untuk alasan keamanan dan pembatasan akses data/ Layoutnya).
Karena �le yang satu dengan yang lainnya terhubung, kita tidak boleh mengganti nama-nama �le atau folder dalam database ini. Data foto, video & audio disimpan di �le Album dalam bentuk link juga tidak boleh dipindah dan harus sesuai dengan alamat link dalam �le database Album. Database ini harus dimulai dan diakhiri (ditutup) dari �le Menu Utama, supaya sistem ini dapat dioperasionalkan secara normal. Jika listrik mati mendadak atau komputer terpaksa harus di-restart, maka ikuti petunjuk darurat dari Developer atau Instruktur penggunaan database ini. Dengan CuraTool ini pula, operator database level pemula Museum Nasional mampu mengumpulkan sekitar 70.000 records data koleksi hanya dalam kurun waktu sekitar 3 tahun.
Spesi�kasi Software [CuraTool 2015]
Kebutuhan Hard-Software ObservasiSpesi�kasi Hardware [Laptop] PANASONIC Lumix DMC-FZ1000
20.1 Megapixels, 16x Optical Zoom, 4x Digital Zoom,
Built-In Wi-Fi Connectivity with NFC, 3.0" 921k-Dot
Free-Angle LCD Monitor, WiFi and NFC.
Digital MicroscopeAlat Perekam Gambar Mikro
Microsoft Surface Pro 4Intel Core i7/ 1 TB SSD/ 16 MB RAM, 12.3-inch PixelSense touchscreen displaySurface Pen included, Windows 10 Pro,File Maker Pro 14 Advanced (Original).
Micro Secure Digital Card, 128GB, Ultra, 48MB/s, Class 10.
Moisture MeterAlat Pengukur Kadar Air
Gambar 3.:
Meja Lesehan
Mikroskop Digital
Fume Hood Portabel
Tem
pat P
erka
kas
Rak Bahan & Alat untuk pembuatan replika/model lemari simpan/ displai, replika benda,
mounting, dll.
Kebutuhan Minimal Sarana Penunjang Observasi & Konservasi
Handheld XRF SpectrometerAlat Identi�kasi Unsur/ Elemen Logam
Chroma Meter (Konica-Minolta R-410)Alat Perekam Data Warna
Gambar 5.:
Gambar 4.:
(Alat pengukur intensitas cahaya)
Gambar 8.:
Ultra Violet Monitor (4 in 1)(Alat pengukur radiasi ultra violet, kuat cahaya, suhu dan kelembaban)
Gambar 6.:
Climate DataloggerGambar 7.:
Alat ini dapat merekam data kelembaban dan suhu per hari,
minggu atau bulan.
pH MeterAlat Pengukur Keasaman
Gambar 2.:
Perabot, Alat dan Ruang KerjaGambar 1.
Lux Meter
200 Lembar LampiranHasil Observasi Tekstil 2015
Pasif Cukup Cukup Cukup 4 15
LKT-MNI / 1 2015. / 1
GB.ST5.048.01 00.11.11.77.00009MUSEUM NASIONAL
No No. Inv. Nama Benda Asal Benda Kondisi
48 / Laci 2
Mata biasaKaca pembesarMikroskopLain-lain
Teknik Pengamatan: 7 Maret 2014Tanggal Pengamatan:
Tanda tanganKonservator:
Puji Yosep SubagiyoKonservator:
X
00009 kain1 Cukup
D. KERUSAKAN LAIN
No Foto : GVT 009
Ukuran
USULAN TINDAKAN KONSERVASI (diisi oleh Konservator)
Intensitas < 50 LxRadiasi UV < 75 mW/LmSuhu Udara 20 - 25 CKelembaban 50 - 55 %Bahan Bebas AsamTahan VibrasiHindari Fluktuasi RHHindari Penyinaran Kuat
REKOMENDASI DISPLAI : REKOMENDASI SIMPAN :KONDISI SAAT PENGAMATAN :
Intensitas < 50 LxRadiasi UV < 75 mW/LmSuhu Udara 20 - 25 CKelembaban 50 - 55 %Bahan Bebas AsamTahan Vibrasi
KONDISI BENDA SAAT PENGAMATAN pada tgl.
3. Perlakuan lain.
Benang LogamBenang EmasBenang PerakPercik LogamPradaOther...
Kulit KayuAnyamanSerat KapasSerat LinenSerat NanasSerat KoffoOther...
Kulit BinatangBuluSerat SuteraSerat WolOther...
BAHANPEMBENTUKBENDA
LOGAM
SELULOSE
PROTEIN
Lain-lain
Lain-lain
Lain-lain
Kotor/ debu
Sobek
Lubang
Lipatan
Penguningan
Warna berubah
Rapuh/ getas
Perekat/ label
Lain-lain
A. KERUSAKAN FISIKJamurSeranggaBubuk, kumbangLaba-labaNgengat kainRayapGegat (silver fish)KecoaKumbangBinatang pengeratLain-lain
B. KERUSAKAN BIOTIS
Pembersihanvacuumingbrushingcuci basah
kering/ kimialokal/ spotkelantang
Kontrol PerlakuanPembersihan semua serangga dan gejalanya.
1.
2.
Pucat/pudarNoda (stains)Berlemak/minyak
KorosiKristal garamOksidasi
Lapuk/ mubutPudarBau
Lain-lainC. KERUSAKAN KIMIAWI
1. , getas = brittle (easily brokenbecause it is hard (stiff) & not flexible).
2. , mubut = fragile (easily broken ordamaged).
Catatan :
TulangKerangPigmen/ CatManik-manikKacaResin
LAIN-LAIN
Lain-lain
Intensitas Cahaya (Lux):Radiasi UV (mW/Lmn):Suhu Udara (
0C):
Suhu Permukaan (0C):
Kelembaban Udara (%):
Kandungan Air (%):Keasaman (pH):
Polusi Udara:
Lokasi: Prioritas:
CATATAN:
Teknik:
Warna:Usia Relatif: 134 Thn.
Moisturizing Lain-lain
cloth-backingflattening
mountingrecouching
Freezing Perlakuan lain
K-1aK-1bK-2aK-2bK-2cK-3a
K-3bK-3cK-4aK-4bK-5aK-5b
KategoriAplikasi LogamTekstil Historis
1 : emas; 2 : perak; 3 : lgm lain.
Pasif Rusak Rusak Rusak 3 20
LKT-MNI / 1 2015. / 2
GB.ST5.017.01 02.11.02.18.00064MUSEUM NASIONAL
No No. Inv. Nama Benda Asal Benda Kondisi
17B / Laci 2
Mata biasaKaca pembesarMikroskopLain-lain
Teknik Pengamatan: 9 Nopember 2009Tanggal Pengamatan:
Tanda tanganKonservator:
Puji Yosep SubagiyoKonservator:
X
00064 Baju2 Pulau Batu P. 62cm L. 117cm Rusak
D. KERUSAKAN LAIN
No Foto : 64
Ukuran
USULAN TINDAKAN KONSERVASI (diisi oleh Konservator)
Intensitas < 50 LxRadiasi UV < 75 mW/LmSuhu Udara 20 - 25 CKelembaban 50 - 55 %Bahan Bebas AsamTahan VibrasiHindari Fluktuasi RHHindari Penyinaran Kuat
REKOMENDASI DISPLAI : REKOMENDASI SIMPAN :KONDISI SAAT PENGAMATAN :
Intensitas < 50 LxRadiasi UV < 75 mW/LmSuhu Udara 20 - 25 CKelembaban 50 - 55 %Bahan Bebas AsamTahan Vibrasi
KONDISI BENDA SAAT PENGAMATAN pada tgl.
3. Perlakuan lain.
Benang LogamBenang EmasBenang PerakPercik LogamPradaOther...
Kulit KayuAnyamanSerat KapasSerat LinenSerat NanasSerat KoffoOther...
Kulit BinatangBuluSerat SuteraSerat WolOther...
BAHANPEMBENTUKBENDA
LOGAM
SELULOSE
PROTEIN
Lain-lain
Lain-lain
Lain-lain
Kotor/ debu
Sobek
Lubang
Lipatan
Penguningan
Warna berubah
Rapuh/ getas
Perekat/ label
Lain-lain
A. KERUSAKAN FISIKJamurSeranggaBubuk, kumbangLaba-labaNgengat kainRayapGegat (silver fish)KecoaKumbangBinatang pengeratLain-lain
B. KERUSAKAN BIOTIS
Pembersihanvacuumingbrushingcuci basah
kering/ kimialokal/ spotkelantang
Kontrol PerlakuanPembersihan semua serangga dan gejalanya.
1.
2.
Pucat/pudarNoda (stains)Berlemak/minyak
KorosiKristal garamOksidasi
Lapuk/ mubutPudarBau
Lain-lainC. KERUSAKAN KIMIAWI
1. , getas = brittle (easily brokenbecause it is hard (stiff) & not flexible).
2. , mubut = fragile (easily broken ordamaged).
Catatan :
TulangKerangPigmen/ CatManik-manikKacaResin
LAIN-LAIN
Lain-lain
Intensitas Cahaya (Lux):Radiasi UV (mW/Lmn):Suhu Udara (
0C):
Suhu Permukaan (0C):
Kelembaban Udara (%):
Kandungan Air (%):Keasaman (pH):
Polusi Udara:
Lokasi: Prioritas:
CATATAN:
Teknik: Sulam
Warna:Usia Relatif: 134 Thn.
Moisturizing Lain-lain
cloth-backingflattening
mountingrecouching
Freezing Perlakuan lain
K-1aK-1bK-2aK-2bK-2cK-3a
K-3bK-3cK-4aK-4bK-5aK-5b
KategoriAplikasi LogamTekstil Historis
1 : emas; 2 : perak; 3 : lgm lain.
Pasif Cukup Cukup Cukup 4 15
LKT-MNI / 1 2015. / 3
GB.ST5.009.03 02.11.00.00.00075MUSEUM NASIONAL
No No. Inv. Nama Benda Asal Benda Kondisi
9 B / Laci 5
Mata biasaKaca pembesarMikroskopLain-lain
Teknik Pengamatan: 7 Maret 2014Tanggal Pengamatan:
Tanda tanganKonservator:
Puji Yosep SubagiyoKonservator:
X
00075 ulos3 Cukup
D. KERUSAKAN LAIN
No Foto : 75
Ukuran
USULAN TINDAKAN KONSERVASI (diisi oleh Konservator)
Intensitas < 50 LxRadiasi UV < 75 mW/LmSuhu Udara 20 - 25 CKelembaban 50 - 55 %Bahan Bebas AsamTahan VibrasiHindari Fluktuasi RHHindari Penyinaran Kuat
REKOMENDASI DISPLAI : REKOMENDASI SIMPAN :KONDISI SAAT PENGAMATAN :
Intensitas < 50 LxRadiasi UV < 75 mW/LmSuhu Udara 20 - 25 CKelembaban 50 - 55 %Bahan Bebas AsamTahan Vibrasi
KONDISI BENDA SAAT PENGAMATAN pada tgl.
3. Perlakuan lain.
Benang LogamBenang EmasBenang PerakPercik LogamPradaOther...
Kulit KayuAnyamanSerat KapasSerat LinenSerat NanasSerat KoffoOther...
Kulit BinatangBuluSerat SuteraSerat WolOther...
BAHANPEMBENTUKBENDA
LOGAM
SELULOSE
PROTEIN
Lain-lain
Lain-lain
Lain-lain
Kotor/ debu
Sobek
Lubang
Lipatan
Penguningan
Warna berubah
Rapuh/ getas
Perekat/ label
Lain-lain
A. KERUSAKAN FISIKJamurSeranggaBubuk, kumbangLaba-labaNgengat kainRayapGegat (silver fish)KecoaKumbangBinatang pengeratLain-lain
B. KERUSAKAN BIOTIS
Pembersihanvacuumingbrushingcuci basah
kering/ kimialokal/ spotkelantang
Kontrol PerlakuanPembersihan semua serangga dan gejalanya.
1.
2.
Pucat/pudarNoda (stains)Berlemak/minyak
KorosiKristal garamOksidasi
Lapuk/ mubutPudarBau
Lain-lainC. KERUSAKAN KIMIAWI
1. , getas = brittle (easily brokenbecause it is hard (stiff) & not flexible).
2. , mubut = fragile (easily broken ordamaged).
Catatan :
TulangKerangPigmen/ CatManik-manikKacaResin
LAIN-LAIN
Lain-lain
Intensitas Cahaya (Lux):Radiasi UV (mW/Lmn):Suhu Udara (
0C):
Suhu Permukaan (0C):
Kelembaban Udara (%):
Kandungan Air (%):Keasaman (pH):
Polusi Udara:
Lokasi: Prioritas:
CATATAN:
Teknik:
Warna:Usia Relatif: 134 Thn.
Moisturizing Lain-lain
cloth-backingflattening
mountingrecouching
Freezing Perlakuan lain
K-1aK-1bK-2aK-2bK-2cK-3a
K-3bK-3cK-4aK-4bK-5aK-5b
KategoriAplikasi LogamTekstil Historis
1 : emas; 2 : perak; 3 : lgm lain.
Pasif Rusak Rusak Rusak 3 20
LKT-MNI / 1 2015. / 4
GB.ST5.011.02 02.11.00.00.00076MUSEUM NASIONAL
No No. Inv. Nama Benda Asal Benda Kondisi
11B / Laci 4
Mata biasaKaca pembesarMikroskopLain-lain
Teknik Pengamatan: 1 Nopember 2009Tanggal Pengamatan:
Tanda tanganKonservator:
Puji Yosep SubagiyoKonservator:
X
00076 Selendang4 Batak Toba P. 195 cm L.98 cm Rusak
seperti bekas kebakar
D. KERUSAKAN LAIN
No Foto : 76
Ukuran
USULAN TINDAKAN KONSERVASI (diisi oleh Konservator)
Intensitas < 50 LxRadiasi UV < 75 mW/LmSuhu Udara 20 - 25 CKelembaban 50 - 55 %Bahan Bebas AsamTahan VibrasiHindari Fluktuasi RHHindari Penyinaran Kuat
REKOMENDASI DISPLAI : REKOMENDASI SIMPAN :KONDISI SAAT PENGAMATAN :
Intensitas < 50 LxRadiasi UV < 75 mW/LmSuhu Udara 20 - 25 CKelembaban 50 - 55 %Bahan Bebas AsamTahan Vibrasi
KONDISI BENDA SAAT PENGAMATAN pada tgl.
3. Perlakuan lain.
Benang LogamBenang EmasBenang PerakPercik LogamPradaOther...
Kulit KayuAnyamanSerat KapasSerat LinenSerat NanasSerat KoffoOther...
Kulit BinatangBuluSerat SuteraSerat WolOther...
BAHANPEMBENTUKBENDA
LOGAM
SELULOSE
PROTEIN
Lain-lain
Lain-lain
Lain-lain
Kotor/ debu
Sobek
Lubang
Lipatan
Penguningan
Warna berubah
Rapuh/ getas
Perekat/ label
Lain-lain
A. KERUSAKAN FISIKJamurSeranggaBubuk, kumbangLaba-labaNgengat kainRayapGegat (silver fish)KecoaKumbangBinatang pengeratLain-lain
B. KERUSAKAN BIOTIS
Pembersihanvacuumingbrushingcuci basah
kering/ kimialokal/ spotkelantang
Kontrol PerlakuanPembersihan semua serangga dan gejalanya.
1.
2.
Pucat/pudarNoda (stains)Berlemak/minyak
KorosiKristal garamOksidasi
Lapuk/ mubutPudarBau
Lain-lainC. KERUSAKAN KIMIAWI
1. , getas = brittle (easily brokenbecause it is hard (stiff) & not flexible).
2. , mubut = fragile (easily broken ordamaged).
Catatan :
TulangKerangPigmen/ CatManik-manikKacaResin
LAIN-LAIN
Lain-lain
Intensitas Cahaya (Lux):Radiasi UV (mW/Lmn):Suhu Udara (
0C):
Suhu Permukaan (0C):
Kelembaban Udara (%):
Kandungan Air (%):Keasaman (pH):
Polusi Udara:
Lokasi: Prioritas:
CATATAN:
Teknik: Tenun
Warna:Usia Relatif: 134 Thn.
Moisturizing Lain-lain
cloth-backingflattening
mountingrecouching
Freezing Perlakuan lain
K-1aK-1bK-2aK-2bK-2cK-3a
K-3bK-3cK-4aK-4bK-5aK-5b
KategoriAplikasi LogamTekstil Historis
1 : emas; 2 : perak; 3 : lgm lain.
Pasif Cukup Cukup Cukup 4 15
LKT-MNI / 1 2015. / 5
GB.ST5.021.02 00.11.27.18.00156 aMUSEUM NASIONAL
No No. Inv. Nama Benda Asal Benda Kondisi
21 B / Laci 3
Mata biasaKaca pembesarMikroskopLain-lain
Teknik Pengamatan: 18 Februari 2014Tanggal Pengamatan:
Tanda tanganKonservator:
Puji Yosep SubagiyoKonservator:
X
00156 a lapi5 Cukup
D. KERUSAKAN LAIN
No Foto : 156 a
Ukuran
USULAN TINDAKAN KONSERVASI (diisi oleh Konservator)
Intensitas < 50 LxRadiasi UV < 75 mW/LmSuhu Udara 20 - 25 CKelembaban 50 - 55 %Bahan Bebas AsamTahan VibrasiHindari Fluktuasi RHHindari Penyinaran Kuat
REKOMENDASI DISPLAI : REKOMENDASI SIMPAN :KONDISI SAAT PENGAMATAN :
Intensitas < 50 LxRadiasi UV < 75 mW/LmSuhu Udara 20 - 25 CKelembaban 50 - 55 %Bahan Bebas AsamTahan Vibrasi
KONDISI BENDA SAAT PENGAMATAN pada tgl.
3. Perlakuan lain.
Benang LogamBenang EmasBenang PerakPercik LogamPradaOther...
Kulit KayuAnyamanSerat KapasSerat LinenSerat NanasSerat KoffoOther...
Kulit BinatangBuluSerat SuteraSerat WolOther...
BAHANPEMBENTUKBENDA
LOGAM
SELULOSE
PROTEIN
Lain-lain
Lain-lain
Lain-lain
Kotor/ debu
Sobek
Lubang
Lipatan
Penguningan
Warna berubah
Rapuh/ getas
Perekat/ label
Lain-lain
A. KERUSAKAN FISIKJamurSeranggaBubuk, kumbangLaba-labaNgengat kainRayapGegat (silver fish)KecoaKumbangBinatang pengeratLain-lain
B. KERUSAKAN BIOTIS
Pembersihanvacuumingbrushingcuci basah
kering/ kimialokal/ spotkelantang
Kontrol PerlakuanPembersihan semua serangga dan gejalanya.
1.
2.
Pucat/pudarNoda (stains)Berlemak/minyak
KorosiKristal garamOksidasi
Lapuk/ mubutPudarBau
Lain-lainC. KERUSAKAN KIMIAWI
1. , getas = brittle (easily brokenbecause it is hard (stiff) & not flexible).
2. , mubut = fragile (easily broken ordamaged).
Catatan :
TulangKerangPigmen/ CatManik-manikKacaResin
LAIN-LAIN
Lain-lain
Intensitas Cahaya (Lux):Radiasi UV (mW/Lmn):Suhu Udara (
0C):
Suhu Permukaan (0C):
Kelembaban Udara (%):
Kandungan Air (%):Keasaman (pH):
Polusi Udara:
Lokasi: Prioritas:
CATATAN:
Teknik:
Warna:Usia Relatif: 134 Thn.
Moisturizing Lain-lain
cloth-backingflattening
mountingrecouching
Freezing Perlakuan lain
K-1aK-1bK-2aK-2bK-2cK-3a
K-3bK-3cK-4aK-4bK-5aK-5b
KategoriAplikasi LogamTekstil Historis
1 : emas; 2 : perak; 3 : lgm lain.
[01]
RENCANA KERJA KOLEKSI TEKSTIL MUSEUM NASIONAL TAHUN 2015RELOKASI - PERANCANGAN TATA SIMPAN - RUANG STUDI - PELATIHAN
Sasaran: Koleksi tersimpan dalam lemari diurutkan per wilayah dan dibuat daftar koleksi yang dapat disortir per no. inventaris atau per lokasi.
Kebutuhan: a. Komputer : layar sentuh (24 inci) dengan
sistem database (output : daftar koleksi, lembar inventaris dan lembar kondisi.
b. Kertas plano bebas asam (10 rim/ 5.000 lembar), masker, sarung tangan kaos, lampu ultra violet, kaca pembesar + lampu.
Relokasi Tekstil Di Lemari Simpan
Sasaran: a. Observasi (survai kondisi, identi�kasi serat, uji bahan/ laboratorium benang logam, prada, garam logam, tes keasaman dan kandungan air, usulan perawatan dan pengawetan).
b. Perawatan.c. Pengawetan
Kebutuhan: a. Uji bahan/ Tes Lab benang logam, prada, garam
logam, cek keasaman dan kandungan air.b. Alat dan Bahan untuk penangan perawatan dan
pengawetan.
Observasi, Perawatan & Pengawetan Tekstil
Sasaran: Mengetahui lemari model dan konstruksi lemari simpan yang ideal untuk penyimpanan semua jenis dan ukuran koleksi
Kebutuhan: a. Pembuatan replika koleksi dengan skala ukuran
untuk berbagai ukuran koleksi tekstil.b. Pembuatan replika/ model lemari simpan yang
ideal dengan skala ukuran untuk berbagai ukuran koleksi tekstil.
c. Pembuatan replika meja kerja (untuk studi, dry-wet cleaning) yang ideal dengan skala ukuran untuk berbagai ukuran koleksi tekstil.
Perancangan Lemari Simpan, Meja Kerja (Studi Koleksi - Meja Kerja untuk Dry & Wet Cleaning)
Sasaran: a. Administrasi dasar koleksi dan teknis deskripsi, registrasi, dokumentasi, inventarisasi, katalogisasi, identi�kasi/ klasi�kasi, kondisi (observasi-perawatan-pengawetan).
b. Database Tekstil: Prinsip Tatakelola Fisik dan Data Koleksi (Digital).
Kebutuhan: sedang dipelajari
Pelatihan (Pengenalan Tekstil, Inventarisasi, Survai Kondisi dan Komputerisasi Data Koleksi).
[02]
Petalokasi Simpan Tekstil
238 cm
133
cm
069
070
071
072
076
075
074
073
012
013
014
015
016
017
018
019
024
025
026
027
028
029
030
031
70 c
m
144
cm036035
038037
040039
042041
007008
005006
003004
001002
021
020
033
032
050
049
048
047
046
045
044
043
092091
238 cm
70 cm
056
055
054
053
061
062
063
064
065
066
067
068
080
079
078
077
084
083
082
081
057
058
059
060
088
087
086
085
023
022
254 cm
009010011
70 c
m
155
cm
034
70 cm
052
051
094 093
090089
15,7 m
18,7
m
Meja Kerja 1Bahan Kayu
Ukuran Biasa(Deskripsi,
Vacuuming,Light Treatment,
dsb).
Meja Kerja 3Bahan Kayu
Lesehan(Rolling, dsb.)
Base
(Ta
taka
n) L
eseh
an
Meja Kerja 2Bahan Kaca
Lesehan(Pengamatan,
Identikasi)
Loker + Baju Lab + SandalPintu MasukUtama
Pintu MasukStorage(Kaca)
Din
ding
Pen
yeka
t Ka
ca +
ker
angk
a lo
gam
Rak
Bah
an (k
erta
s &
kar
ton
b
ebas
asa
m, k
ain
, dll.
)
Ruang Bebas Insek & Debu(Steril, T: 20 C, RH: 50%)
Ruang Bebas Insek & Debu(Steril, T: 20 C, RH: 50%)
Meja Identifikasi(Mikroskop Digital)
Kursi
Kursi
Kom
pute
rD
ata
Kole
ksi
Kom
pute
rVi
deo
Proy
ekto
rR
ak A
lat,
Rol,
Dac
ron
, p
leks
igla
s, d
ll.
Mesin Jahit
Tangga
Troley+ Tray
Pane
l Per
aga
(Bah
an +
Be
nda)
+ Il
ustra
si
IdealnyaAda Sinar Matahari
Ruang Simpan Tekstil
133
cm
144
cm
238 cm
70 cm
254 cm
70 c
m
BAWAH
ATAS
30
23
34
26
30
15
30
15
30
15
30
15
26
34
23
30
24
12
26
34
23
30
30
23
34
26
15,7 cm
18,7
cm
1,787,5 3,37 3,05
4112
5
95
125
7,5
1,74
6,68
7,02
meja kerja lama
meja kerja baru
lemari simpanbaru
pilar
pilar
pintu masuk
lemari simpanlama (kecil)
lemari simpanlama (besar)
lemari simpanlama (rol)
Denah Ruang Pamer - Pengaturan dan Pengkondisian Kuat Penerangan
Pintu Masuk
Pintu Keluar
Ruang A Ruang B Ruang C Ruang D Ruang E
1 : 100Skala
[03]
[04]
Tanggal: 17 Mei 2014
192681 GB ST5 001 01
233282 GB ST5 001 01
233293 GB ST5 001 01
266424 GB ST5 001 01
266415 GB ST5 001 01
209956 GB ST5 001 01
242717 GB ST5 001 01
202138 GB ST5 001 01
00576 c9 GB ST5 001 01
2664310 GB ST5 001 01
1926211 GB ST5 001 02
2413112 GB ST5 001 02
00576 A13 GB ST5 001 02
00576 B14 GB ST5 001 02
2323015 GB ST5 001 02
2040616 GB ST5 001 02
2039617 GB ST5 001 02
2378218 GB ST5 001 02
2145219 GB ST5 001 02
2039420 GB ST5 001 02
00021 GVT21 GB ST5 001 02
2332722 GB ST5 001 02
2653823 GB ST5 001 03
03263 TN24 GB ST5 001 04
2041825 GB ST5 001 04
0052226 GB ST5 002 01
29073 a27 GB ST5 002 01
29073 b28 GB ST5 002 01
2800929 GB ST5 002 01
0457030 GB ST5 002 01
2015531 GB ST5 002 01
2801132 GB ST5 002 01
2820133 GB ST5 002 01
00531 c34 GB ST5 002 02
28016 a35 GB ST5 002 02
No. Inv.No.Lokasi Benda
CatatanBaruRu. Lc.Lm.Gd.
00001 GVT1 GB ST5 081 04
00003 GVT2 GB ST5 093 01
00006 GVT3 GB ST5 037 03
00007 GVT4 GB ST5 065 02
00008 GVT5 GB ST5 065 02
00009 GVT6 GB ST5 026 02
00010 GVT7 GB ST5 048 03
00015 GVT8 GB ST5 002 02
00021 GVT9 GB ST5 001 02
00023 a10 GB ST5 008 04
00036 GVT11 GB ST5 005 04
00043 GVT12 GB ST5 050 04
00050 GVT13 GB ST5 015 01
00051 GVT14 GB ST5 015 02
00054 GVT15 GB ST5 020 03
00058 GVT16 GB ST5 021 03
0006017 GB ST5 011 02
00061 GVT18 GB ST5 024 02
00063 GVT19 GB ST5 042 01
0006420 GB ST5 017 01
00064 GVT21 GB ST5 044 01
00065 GVT22 GB ST5 044 01
0007623 GB ST5 011 02
00076 GVT24 GB ST5 056 01
0008025 GB ST5 021 03
00099 GVT26 GB ST5 061 02
00100 GVT27 GB ST5 062 02
00101 GVT28 GB ST5 063 01
00103 GVT29 GB ST5 065 01
00105 GVT30 GB ST5 065 02
0011531 GB ST5 023 03
00120 A32 GB ST5 063 01
00156 a33 GB ST5 021
00156 b34 GB ST5 021
0020135 GB ST5 011 04
No. Inv.No.Lokasi Benda
CatatanBaruRu. Lc.Lm.Gd.
Tanggal: 17 Mei 2014
Da�ar Simpan Tekstilsortir per LokasiA Da�ar Simpan Tekstil
sortir per Nomor InventarisB
[05]
KATALOG TEKSTIL
kapasBaik8. Kondisi:
6. Ukuran :
Sarung
1. Jenis Koleksi:
5. Lokasi Simpan:
213804. Nomor Inv.:
Etnografi
2. Nama Benda:
7. Bahan :
(31B/4)
9. Cara Perolehan:
Pj. Lb.GB.ST5.031.02(LAMA) (BARU)
200 x 105 cm.
2
Pekalongan, Jawa Tengah Jawa Tengah Indonesia3. Asal Benda:
(LAMA) 21380 (BARU) 21380a (FOTO)
10. Tahun Perolehan:
79Usia: Tahun
GA
11. Tanggal Pemutakhiran: 9 Maret 2015
Pasif5 10LogamProteinSelulose
Tekstil
22/01/1936
di Jakarta
kapasBaik8. Kondisi:
6. Ukuran :
Kain
1. Jenis Koleksi:
5. Lokasi Simpan:
214284. Nomor Inv.:
Etnografi
2. Nama Benda:
7. Bahan :
(31B/4)
9. Cara Perolehan:
Pj. Lb.GB.ST5.031.02(LAMA) (BARU)
256 x 105 cm.
3
Pekalongan, Jawa Tengah. Jawa Tengah Indonesia3. Asal Benda:
(LAMA) 21428 (BARU) 21428a (FOTO)
10. Tahun Perolehan:
79Usia: Tahun
GA
11. Tanggal Pemutakhiran: 9 Maret 2015
Pasif5 10LogamProteinSelulose
Tekstil
06/01/1936
di Jakarta
Daftar BMN 2014
tekstil
noda7. Kondisi:
25 Februari 2014
5. Ukuran :
Seprai
1. Jenis Koleksi:
4. Tempat Penyimpanan:
204683. Nomor Inv.:
Etnografi
2. Nama Benda:
storage lantai 5
6. Bahan :
8. Tanggal Pengamatan:
Pj. Lb. (cm)230 158
000001
0
20
40
60
80
100
120
140
160
April 2014 [530]
Jumlah
0
50
100
150
200
250
300
November 2014 [942]
Jumlah
PROGRESS REPORT RELOKASI 2014[Realisasi Relokasi 1.477 Koleksi]
[06]
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Januari 2015 [266]
Jumlah
0
10
20
30
40
50
60
Februari 2015 a [198]
Jumlah
0
10
20
30
40
50
60
Februari 2015 b [274]
Jumlah
PROGRESS REPORT RELOKASI 2015[Realisasi Relokasi 1.650 Koleksi]
[07]
0102030405060708090
Maret 2015 a [296]
Jumlah
0
10
20
30
40
50
60
70
Maret 2015 b [274]
Jumlah
0
5
10
15
20
25
30
35
40
23/03/2015 24/03/2015 25/03/2015 26/03/2015 27/03/2015
Maret 2015 c [204]
Jumlah
PROGRESS REPORT RELOKASI 2015
[ 08 ]
05
101520253035404550
April 2015 [121]
Jumlah
0
5
10
15
20
25
30
35
Mei 2015 [68]
Jumlah
PROGRESS REPORT RELOKASI 2015
[09]
[10]
Perl
eng
kap
an U
ntu
k Pe
ncu
cian
Tek
stil:
(1).
Embe
r air;
(2).
Pom
pa h
isap
kola
m; (
3). S
elan
g sh
ower
; (4
). Sh
ower
; (5)
. Em
ber b
ilas;
(6).
Mej
a; (
7). P
last
ik b
ak cu
ci;
(8).
Busa
pem
isah
kain
dan
end
apan
kot
oran
; (9
). Ka
in k
asa;
dan
(10)
Tob
i Ste
amer
.
1. K
onse
rvas
i
2. O
bser
vasi
& Id
enti�
kasi
3. Ta
ta Si
mpa
n &
Pam
er
Men
gam
ati d
an m
erek
onst
ruks
i Kai
n Te
nun
(Ser
at &
Ben
ang)
, dan
Ana
lisis
Keru
saka
n.
Prak
tik m
embu
at ko
tak s
impa
n, ro
l, mou
ntin
g, d
an m
anek
in (b
onek
a pe
raga
).
Prak
tik v
acuu
min
g, m
erat
akan
lipat
an, p
engu
atan
den
gan
men
gont
rol k
elem
baba
n,pe
ncuc
ian,
men
etra
lisir
keas
aman
kain
, dll.
KAIN
2
1
34
5
6
78
9
10TO
BI St
eam
er
Baha
n : p
lexi
glas
s (m
ika)
, bus
a, k
ain
katu
n ha
lus (
mor
i), b
enan
g, ja
rum
, kar
ton/
har
dboa
rd, p
ita,
cutt
er, p
engg
aris
bes
i, dl
l.
10 c
m
10 cm
Perk
iraan
Har
ga : (
1). P
rakt
ik K
onse
rvas
i = 2
,5 ju
ta p
er u
nit.;
(2)
. Pra
ktik
Obs
erva
si da
n Id
enti�
kasi
= 20
0 rib
u pe
r set
+ m
ikro
skop
min
i (ta
npa
mik
rosk
op =
50
rb/ s
et);
(3).
Prak
tik T
ata
Sim
pan
dan
Pam
er =
300
ribu
per
set;
(4).
Data
base
Kur
asi &
Kon
serv
asi T
ekst
il (20
juta
/ 10
user
).
4. M
anaj
emen
Kol
eksi
Baha
n : S
oftw
are
(Dat
abas
e Ku
rasi
& K
onse
rvas
i) da
n H
ardw
are
(lapt
op, m
ikro
skop
dig
ital d
an
kam
era
digi
tal).
Prak
tik m
engo
pera
sikan
dat
abas
e kur
asi d
an ko
nser
vasi
teks
til d
alam
tata
kelo
la in
form
asi/
doku
men
teks
til.
Baha
n : m
ikro
skop
min
i (�t
to H
P), m
ikro
skop
m
ini,
kabe
l (be
sar +
kec
il), a
neka
be
nang
, jar
um, d
ll.
Cura
Tool
201
5 ad
alah
Sist
em P
engo
laha
n Da
ta K
olek
si da
n Ko
nser
vasi
yang
mam
pu m
enan
gani
dat
a te
ks, n
umer
ik,
gra�
s, su
ara
& vi
deo.
Si
stem
yan
g di
ranc
ang
porta
bel i
ni
(tida
k per
lu in
stal
softw
are l
ain)
dapa
t men
anga
ni se
mua
jeni
s da
ta d
i ata
s dal
am b
entu
k lin
k seh
ingg
a tid
ak m
embe
bani
�le
da
taba
se.
File
dBas
e di
buat
sec
ara
rela
siona
l (re
latio
nal
data
base
) seh
ingg
a bi
sa m
enam
pilk
an d
ata
dari
tabe
l lai
n ta
npa
haru
s m
enge
tik u
lang
. De
ngan
ran
cang
an s
eper
ti sis
tem
pak
ar a
kan
mem
udah
kan
kita
dal
am p
enca
rian
kata
at
au i
stila
h (th
esau
ri),
dan
hal-h
al k
husu
s (y
ang
berh
ubun
gan
deng
an s
tudi
kol
eksi
dan
kons
erva
si), k
easli
an, u
sia a
tau
asal
-usu
l ben
da.
Sem
ua �
le d
Base
inde
pend
en in
i (de
ngan
kod
e Cu
raTo
ol 2
015)
bek
erja
seca
ra si
ngle
use
r tet
api m
udah
ope
rasio
naln
ya. S
istem
dat
abas
e ya
ng
berb
asis
web
ini m
ampu
men
ampu
ng d
ata
sam
pai 8
tera
byte
(TB)
, ser
ta m
emili
ki k
emam
puan
pe
ngol
ahan
dat
a da
lam
jarin
gan
(sing
le/ m
ulti
user
s). [
1 TB
= 1.
000 G
B, 1
GB =
1.00
0 MB]
.Fi
le-�
le in
ti dB
ase (
ada 8
�le)
dip
isahk
an d
enga
n �l
e-�l
e dBa
se ya
ng d
ibua
t sec
ara i
ndep
ende
n (4
2 �l
e). F
ile in
ti in
i yan
g na
ntin
ya d
apat
bek
erja
sec
ara
mul
ti-us
er d
an d
apat
dia
kses
mel
alui
in
tern
et (w
eb en
able
). Fi
le in
ti dB
ase d
apat
dib
uka
& di
kem
bang
kan
lebi
h la
njut
den
gan
Softw
are
Inti
(Cor
e Sof
twar
e), y
aitu
File
Mak
er Pr
o 14 A
dvan
ced d
an Fi
le M
aker
Serv
er 14
Adv
ance
d. In
stal
asi
Softw
are
ini j
uga
dipe
rluka
n un
tuk
mer
ubah
/ men
amba
h Re
cord
s, La
yout
, Men
u, U
pdat
e Da
ta,
mer
ubah
Reco
rds a
tau L
ayou
t, Pa
ssw
ord (
men
duku
ng pr
insip
Con
tent
Man
agem
ent S
yste
m (C
MS)
, un
tuk a
lasa
n ke
aman
an d
an p
emba
tasa
n ak
ses d
ata/
Layo
utny
a).
Kare
na �
le y
ang
satu
den
gan
yang
lai
nnya
ter
hubu
ng,
kita
tid
ak b
oleh
men
ggan
ti na
ma-
nam
a �l
e at
au fo
lder
dal
am d
atab
ase
ini.
Dat
a fo
to, v
ideo
& a
udio
disi
mpa
n di
�le
Alb
um
dala
m b
entu
k lin
k ju
ga ti
dak
bole
h di
pind
ah d
an h
arus
ses
uai d
enga
n al
amat
link
dal
am �
le
data
base
Alb
um. D
atab
ase
ini h
arus
dim
ulai
dan
dia
khiri
(ditu
tup)
dar
i �le
Men
u Ut
ama,
supa
ya
siste
m in
i dap
at d
iope
rasio
nalk
an s
ecar
a no
rmal
. Jik
a lis
trik
mat
i men
dada
k at
au k
ompu
ter
terp
aksa
har
us d
i-res
tart,
mak
a iku
ti pe
tunj
uk d
arur
at d
ari D
evel
oper
atau
Inst
rukt
ur p
engg
unaa
n da
taba
se in
i. Den
gan C
uraT
ool in
i pul
a, op
erat
or da
taba
se le
vel p
emul
a Mus
eum
Nas
iona
l mam
pu
men
gum
pulk
an se
kita
r 70.
000 r
ecor
ds d
ata
kole
ksi h
anya
dal
am ku
run
wak
tu se
kita
r 3 ta
hun.
Spes
i�ka
si So
ftwar
e [Cu
raTo
ol 20
15]
Kebutu
han H
ard-So
ftware
Obser
vasi
Spes
i�ka
si H
ardw
are [
Kom
pute
r/ La
ptop
]H
P Pa
vilio
n 23
-p20
1d To
uchS
mar
t All-
in-O
neIn
tel C
ore
i7-4
790T
, 8G
B (1
x8G
B) D
DR3
, 2TB
HD
D, D
VD±R
W,
VGA
Nvi
dia
GeF
orce
810
A 2G
B, A
udio
, GbE
NIC
, WiF
i, Ca
mer
a,
23" W
XGA,
Touc
hscr
een,
Win
8.1
64bi
t.
PAN
ASO
NIC
Lum
ix D
MC-
FZ10
0020
.1 M
egap
ixel
s, 16
x O
ptic
al
Zoom
, 4x
Dig
ital Z
oom
, Bui
lt-In
W
i-Fi C
onne
ctiv
ity w
ith N
FC, 3
.0"
921k
-Dot
Fre
e-An
gle
LCD
M
onito
r, W
iFi a
nd N
FC.
Digi
tal M
icro
scop
eAl
at P
erek
am G
amba
r Mik
ro
[11]
Porta
ble
XRF
Spec
trom
eter
Alat
Iden
ti�ka
si Un
sur/
Elem
en Lo
gam
10
11
Chro
ma
Met
er
(Kon
ica-
Min
olta
R-4
10)
Alat
Per
ekam
Dat
a W
arna
Moi
stur
e M
eter
Alat
Pen
guku
r Kad
ar A
ir
pH M
eter
Alat
Pen
guku
r Kea
sam
an
Digi
tal M
icro
scop
eAl
at P
erek
am G
amba
r Mik
ro
Clim
ate D
atal
ogge
r
06
07
08
09
12
Mod
e/ p
enga
tur
besa
rnya
si
nar
yang
terb
aca.
Dis
plai
/ m
onito
r ha
rga
hasi
l pen
gam
atan
.
Sens
or/
cell
pena
ngka
p si
nar.
Lux
Met
er(A
lat p
engu
kur
inte
nsita
s ca
haya
)
1. K
uat
Pene
rang
an (
Illu
min
atio
n, E
)
E =
F (F
luks
)A (
Luas
)=
Lum
enm
2=
Lux
.
2. D
osis
Kua
t Pe
nera
ngan
= L
ux x
jam
= J
oule
.
3. F
luks
Cah
aya
(F)
= En
ergi
(Jo
ule/
m2 )
Wak
tu (
Jam
)J T
=
4. K
uat C
ahay
a (I
) =
E.
R2
Cos
Q=
Lum
en.m
= C
ande
la
Kuat
pen
eran
gan
(lux)
: Pe
nera
ngan
pad
a pe
rmuk
aan
bend
a se
cara
mer
ata
selu
as 1
m2 ,
berja
rak
1 m
dar
i tit
ik s
umbe
r ca
haya
ber
keku
atan
1 k
ande
la.
Kuat
cah
aya
(foot
can
dle)
: Ban
yakn
ya (j
umla
h) s
inar
yan
g ja
tuh
pada
per
muk
aan
bend
a se
luas
1 k
aki p
erse
gi (=
0,00
29 m
2 ) d
ari
sum
ber c
ahay
a ya
ng b
erja
rak
1 ka
ki (=
0,30
48 m
= 1
2 in
ci).
Sens
or s
uhu
dan
kele
mba
ban
udar
a
Sens
or r
adia
si U
V da
n In
tens
itas
caha
ya.
Pane
l mon
itor m
enun
juk-
kan
besa
ran
angk
a da
n sa
tuan
-
Ultra
Vio
let M
onito
r (4
in 1
)(A
lat p
engu
kur r
adia
si u
ltra
viol
et,
kuat
cah
aya,
suh
u da
n ke
lem
baba
n)
KO
NVER
SI
ENER
GI:
1 Jo
ule
= 1
07 e
rg.
Kele
mba
ban
Udar
a (R
H) =
%Su
hu U
dara
(T)
= 0
CKu
at P
ener
anga
n (E
) =
Lux
Kuat
Rad
iasi
UV
(UVR
) =
μW
/Lum
en
1 kw
h =
3.6
00.0
00 J
.1
Kalo
ri =
4,1
868
J.KO
NVER
SI
DAY
A:
1 w
att
= 1
Jou
le/
detik
.1
HP
= 0
,746
wat
tEn
ergi
= k
ekua
tan
untu
k m
elak
ukan
usa
ha.
Day
a =
kek
uata
n te
naga
. La
mpu
TL
Ultr
a Vi
olet
, Nat
iona
l,10
0 vo
lt/ 5
0 Hz
., Ty
pe F
L 20
5,Pa
njan
g ge
lom
bang
= 2
63 n
m.
Ener
gi =
2 μ
W/c
m2 .
Tom
bol u
ntuk
suh
u,
kele
mba
ban
udar
a,
kuat
cah
aya
dan
radi
asi u
ltra
viol
et.
Cata
tan
:1 μ
(mik
ro)
= 1
/ 1
.000
.000
ata
u 10
-6
1 n
(na
no)
= 1
/ 1
.000
.000
.000
ata
u 10
-9
CATA
TAN
:E
= k
uat p
ener
anga
n, b
ersa
tuan
Lux
; F
= fl
uks
caha
ya, b
ersa
tuan
Lum
en;
A =
luas
bid
ang,
ber
satu
an m
2 ;
J =
ene
rgi,
bers
atua
n Jo
ule/
m2 ;
T
= w
aktu
, ber
satu
an ja
m;
R =
jara
k su
mbe
r pe
nera
ngan
dan
ben
da,
bers
atua
n m
; Q
= m
enya
taka
n be
sarn
ya s
udut
ant
ara
sum
ber
caha
ya d
an ti
tik b
enda
yan
g di
tera
ngi,
teta
pi ji
ka s
udut
nya
tega
k lu
rus
mak
a Q
= 0
dan
har
ga C
os Q
da
pat d
iaba
ikan
.
Satu
an U
kura
n EL
SEC
4 in
1 M
onit
or:
Gam
bar 0
1.:
Gam
bar 0
2.:
Wet
& D
ry B
ulb
Psyc
hrom
eter
Ala
t Pen
guku
r S
uhu
dan
Kel
emba
ban
Uda
ra
Bany
ak d
igun
akan
unt
uk k
alib
rasi
ala
t-al
at p
engu
kur
RH &
T j
enis
lain
.
INAKU
RASI
+ 2
%
Kain
sel
alu
bers
ih d
an h
arus
den
gan
air
dist
ilasi
/ de
ioni
sasi
selisih harga
“Wet
& D
ry P
sych
rom
eter
”sa
ngat
coc
ok d
igun
akan
un
tuk
kalib
rasi
, sp
ot
read
ing
dan
pend
ataa
n da
ta k
limat
olog
i har
ian.
Kita
dap
at m
enge
tahu
i be
sarn
ya
suhu
uda
ra s
ecar
a la
ngsu
ng p
ada
bagi
an t
herm
omet
er y
ang
kerin
g (k
iri).
Se
dang
kan
RH-n
ya
dapa
t di
cari
deng
an
mer
ujuk
se
lisih
ha
rga
deng
an t
herm
omet
er y
ang
basa
h (k
anan
). S
elan
jutn
ya b
esar
- ny
a RH
dap
at d
icari
pada
Tab
el R
H ya
ng b
iasa
dise
rtak
an p
ada
saat
pe
mbe
lian
alat
ters
ebut
.
Mai
nten
ans
Alat
:Ka
in
yang
di
guna
kan
untu
k m
elem
babi
(de
ngan
air
dist
ilasi)
th
erm
omet
er m
erku
ri di
usah
akan
se
lalu
be
rsih
, da
n ai
r ya
ng
digu
naka
n se
lalu
air
dist
ilasi.
Slin
g Ps
ychr
omet
erAl
at in
i men
yeru
pai
Wet
& D
ry
Psyc
hrom
eter
, tet
api b
adan
yan
g di
tem
peli
ther
mom
eter
(b
aik
yang
dr
y at
aupu
n we
t)
dapa
t di
puta
r, gu
na m
elew
atka
n ud
ara
pada
the
rmom
eter
. Be
laka
ngan
pe
rang
kat
ini
tela
h di
mod
ifika
si de
ngan
te
naga
ba
tera
i un
tuk
mem
utar
ki
pas
angi
n ya
ng
mel
ewat
kan
udar
a ya
ng
akan
di
ukur
suh
u at
aupu
n ke
lem
bab-
an
nya.
Gam
bar 0
3.:
Wea
ther
Sta
tion
04
05