Modul Haccp
description
Transcript of Modul Haccp
LECTURE NOTE
MODUL PERKULIAHAN
Potensi bahaya (Kontaminasi mikrobiologis &
non mikrobiologis)
Hazard (potensi bahaya) Segala sesuatu yang bisa menimbulkan gangguan kesehatan bagi konsumen
Tiga jenis potensi bahaya
Biologis (mikrobiologis)
Kimia (pestisida & logam berat)
Fisik (pecahan gelas, potongan logam)
Bakteri dan mikrobia lain menjadi sumber ancaman yang paling besar
Dimanakah ancaman Potensi Bahaya bisa terjadi Di setiap tahap bahan makanan bisa mengalaminya
Karena pada tahapan tertentu makanan bisa mengalami KONTAMINASI oleh mikrobia, bahan kimia, dan benda asing
Bakteri bisa TUMBUH dan berkembang biak cepat pada kisaran suhu yang sesuai
Mikrobia dapat BERTAHAN HIDUP pada tahapan proses yang mestinya ditujukan untuk mematikannya
Potensi Bahaya MikrobiologisBakteri PatogenBahan MakananPencegahan
Bacillus cereusBeras, pasta, daging, sayuranPemanasan tuntas
Pendinginan cepat
Clostridium botulinumMadu, sayur, buah, daging, ayamPemanasan tuntas
Pendinginan cepat
Campylobacter jejuniProduk hewaniPemanasan tuntas
Pasteurisasi
Vibrio choleraeSeafood Pemanasan tuntas
C. perfringensDaging dan ayamPemanasan tuntas
Pendinginan cepat
Escherichia coliDaging dan susuPemanasan tuntas
Pasteurisasi
Sanitasi
Listeria monocytogenes
Susu segar, sayuran
Pasteurisasi susu
Pemanasan tuntas
Salmonella sp.
Telur, susu segar, daging, ayam
Pasteurisasi susu
Pemanasan tuntas
Shigella sp.
Makanan mentahPemanasan tuntas
Staphylococcus aureus
Daging, ayam, keju
Pemanasan tuntas
Streptococcus pyogenes
Susu segar, telurPemanasan susu
Vibrio parahaemolyticus
Ikan dan seafood
Pemanasan tuntas
Vibrio vulnificus
SeafoodPemanasan tuntas
Yersinia enterocolitica
dagingPemanasan tuntas
Jalur Kontaminasi Tanah dan debu
Air
Feces
Ingus
Penjamah makananpH makanan dan patogen yang bisa tumbuh
pHProduk MakananMikroorganisme Patogen
> 7Putih telurKelompok Vibrio tahan pH 11
6.5 7.0Susu segar, daging ayam segar, hamSalmonella, Campylobacter, Yersinia, Shigella. B. cereus, C. perfringens, C. botulinum, S. aureus
5.3 6.4Daging sapi segar, sayurans. d. a.
4.5 5.2Daging dikalengkans. d. a.
3.7 4.4Buah-buahan, juiceJamur penghasil racun
< 3.7Juice, soft drinkBakteri tidak dapat tumbuh
Potensi Bahaya KimiawiYang terdapat secara alamiah
a. Mikotoksin
b. Skombrotoksin
c. Ciguatoksin
d. Toksin jamur
e. Phytotoksin
f. Polychlorinated biphenylsYang ditambahkan/digunakan di tempat pengolahan
a. Bahan kimia pertanian
pestisida, fungisida, pupuk, insektisida, antibiotik
b. Logam berat : Pb dan Hg
c. Bahan makanan tambahan
bahan pengawet, bahan pewarna
penambah nutrisi (vitamin & mineral)
d. Bahan kimia lain : detergen, sanitizer, pelumas, bahan bakarPotensi Bahaya FisisBahanSumber
GelasBotol, jar, lampu, alat
KayuPalet, box, perabot
BatuBangunan, lingkungan
LogamMesin, kabel, pegawai
SeranggaLingkungan
TulangLingkungan
PlastikKemasan, lingkungan
Jumlah mikrobia & racunnya yang bisa menyebabkan sakitMikrobiaJumlah minimal
B. cereus105/g atau toksin
C. jejuni102
C. botulinumToksin dosis rendah
C. perfringens106
E. coli O157 : H7102
Salmonella sp.105
S. typhi102
S. aureusToksin dosis rendah
Faktor yang meningkatkan resiko atau tingkat keparahanFaktor mikrobia :
Jenis patogen yang termakan
Jumlah patogen yang termakan
Faktor makanan
Buah & sayur segar/mentah
Daging, unggas, telur, susu, ikan
Berlemak tinggi (santan, coklat, dll.)
Faktor manusia
Usia kurang dari 5 tahun
Usia di atas 50 atau 60 tahun
Sedang hamil
Sedang menderita sakit
Sedang mengalami infeksi
Stres
Higiene yang burukFoodborne Diseases dan Food Recall
Faktor-faktor Utama FBD Pendinginan makanan yang tidak tepat
Membiarkan makanan selama ( 12 jam (penyajian)
Kontaminasi makanan mentah ke dalam makanan non-reheating
Penanganan makanan oleh pekerja yang menderita infeksi
Proses pemasakan dan pemanasan tidak cukup
Penyimpanan makanan dlm keadaan hangat < 65 (C
Pemanasan kembali makanan pada suhu tidak tepat Makanan berasal dari sumber yang tidak aman
Terjadi kontaminasi silang.Mengenali Gejala Keracunan MakananInkubasiGejalaPenyebab yg mungkin
1 5 jamMuntah, mual, diare, kejangBacillus cereus
2 6 jamMuntah, mual, diareS. aureus
8 18 jamDiare, sakit perutC. perfringens
8 16 jamDiare, sakit perutB. cereus
12 36 jamLemah, pandangan ganda, sulit menelan, mulut keringC. botulinum
12 48 jamDiare, demam, sakit perut beberapa hariSalmonella
24 48 jamDiare, kadang berdarahE. coli
2 5 hariDiare, sakit perut, demamCampylobacter
Membedakan Infeksi dan IntoksikasiInfeksiIntoksikasi
Periode inkubasiCukup lama (beberapa hari)Cukup pendek (beberapa menit/jam)
GejalaDiare, mual, muntah, kram perut, demamMuntah dan mual, kepekaan indera berkurang, pandangan ganda, lemah, keseimbangan terganggu
PatogenInfeksi :
Salmonella
Campylobacter
Yersinia
V. parahaemolyticus
Toxo plasma
Hepatitis A
Infeksi dengan mediasi toksin :
C. botulinum (bayi)
B. cereus
E. coliC. Botulinum (dewasa)
B. cereus
S. aureus
Recall
A firms action to remove a marketed food product that the FDA considers to be in violation of the laws it enforces and the FDA would initiate legal action if the firm failed to recall the product Recall to protect customers and to avoid private lawsuits
A company recall doesnt guarantee that FDA will not take a company to court
A firm can recall a product at any time
FDA will reviews the firms recall
Objective
The objective of this paper is to evaluate the number of recalls of food products under the US-FDA authority reported between January and June 2000
161 recalls reported to the FDA and all of these actions were initiated by the firms.
The causes for recall were due to the presence of microbial (27%), chemical (50%), and physical (4%) hazards.
20% of recall was resulted from incorrect labeling and off-odor.
Violative food products were effectively recovered within at least 6 months.
This indicates that the food companies and the FDA could work together effectively in assuring the safety of food consumers in the USA.
Standar Makanan dan Peraturan Perundangannya
UU Pangan
LEMBARAN-NEGARAREPUBLIK INDONESIA
No. 99, 1996PERDAGANGAN. PANGAN. PERTANIAN. KESEHATAN. (Penjelasan dalam tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3656)
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 7 TAHUN 1996TENTANGP A N G A N
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:a. bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional;
b. bahwa pangan yang aman, bermutu, bergizi, beragam, dan tersedia secara cukup merupakan prasyarat utama yang harus dipenuhi dalam upaya terselenggaranya suatu sistem pangan yang memberikan perlindungan bagi kepentingan kesehatan serta makin berperan dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat;
c. bahwa pangan sebagai komoditas dagang memerlukan dukungan sistem perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab sehingga tersedia pangan yang terjangkau oleh daya beli masyarakat serta turut berperan dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional;
d. bahwa sehubungan dengan pertimbangan pada butir a, butir b, dan butir c, serta untuk mewujudkan sistem pengaturan, pembinaan, dan pengawasan yang efektif di bidang pangan, maka perlu dibentuk Undang-undang tentang Pangan;
Mengingat:Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;
DENGAN PERSETUJUANDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIAMEMUTUSKAN:
Menetapkan:UNDANG-UNDANG TENTANG PANGAN
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman.
2. Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan.
3. Sistem pangan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengaturan, pembinaan, dan atau pengawasan terhadap kegiatan atau proses produksi pangan dan peredaran pangan sampai dengan siap dikonsumsi manusia.
4. Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.
5. Produksi pangan adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas kembali, dan atau mengubah bentuk pangan.
6. Pengangkutan pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka memindahkan pangan dari satu tempat ke tempat lain dengan cara atau sarana angkutan apa pun dalam rangka produksi, peredaran, dan atau perdagangan pangan.
7. Peredaran pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka penyaluran pangan kepada masyarakat, baik untuk diperdagangkan maupun tidak.
8. Perdagangan pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka penjualan dan atau pembelian pangan, termasuk penawaran untuk menjual pangan, dan kegiatan lain yang berkenaan dengan pemindahtanganan pangan dengan memperoleh imbalan.
9. Sanitasi pangan adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam makanan, minuman, peralatan, dan bangunan yang dapat merusak pangan dan membahayakan manusia.
10. Kemasan pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan atau membungkus pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak.
11. Iradiasi pangan adalah metode penyinaran terhadap pangan, baik dengan menggunakan zat radioaktif maupun akselerator untuk mencegah terjadinya pembusukan dan kerusakan serta membebaskan pangan dari jasad renik patogen.
12. Rekayasa genetika pangan adalah suatu proses yang melibatkan pemindahan gen (pembawa sifat) dari suatu jenis hayati ke jenis hayati lain yang berbeda atau sama untuk mendapatkan jenis baru yang mampu menghasilkan produk pangan yang lebih unggul.
13. Mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi, dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, makanan, dan minuman.
14. Gizi pangan adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam pangan yang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral serta turunannya yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia.
15. Label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan.
16. Iklan pangan adalah setiap keterangan atau pernyataan mengenai pangan dalam bentuk gambar, tulisan, atau bentuk lain yang dilakukan dengan berbagai cara untuk pemasaran dan atau perdagangan pangan.
17. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau.
18. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun tidak.
Pasal 2
Pembangunan pangan diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil dan merata berdasarkan kemandirian dan tidak bertentangan dengan keyakinan masyarakat.
Pasal 3
Tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan adalah:
a. tersedianya pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi kepentingan kesehatan manusia;
b. terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab; dan
c. terwujudnya tingkat kecukupan pangan dengan harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
BAB IIKEAMANAN PANGANBagian PertamaSanitasi Pangan
Pasal 4
(1)Pemerintah menetapkan persyaratan sanitasi dalam kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan.
(2)Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan persyaratan minimal yang wajib dipenuhi dan ditetapkan serta diterapkan secara bertahap dengan memperhatikan kesiapan dan kebutuhan sistem pangan.
Pasal 5
(1)Sarana dan atau prasarana yang digunakan secara langsung atau tidak langsung dalam kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi.
(2)Penyelenggaraan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan serta penggunaan sarana dan prasarana, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan sesuai dengan persyaratan sanitasi.
NOMOR 7 TAHUN 1996TENTANGP A N G A N
Pasal 40
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 38, dan Pasal 39 ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VITANGGUNG JAWAB INDUSTRI PANGAN
Pasal 41
(1)Badan usaha yang memproduksi pangan olahan untuk diedarkan dan atau orang perseorangan dalam badan usaha yang diberi tanggung jawab terhadap jalannya usaha tersebut bertanggung jawab atas keamanan pangan yang diproduksinya terhadap kesehatan orang lain yang mengkonsumsi pangan tersebut.
(2)Orang perseorangan yang kesehatannya terganggu atau ahli waris dari orang yang meninggal sebagai akibat langsung karena mengkonsumsi pangan olahan yang diedarkan berhak mengajukan gugatan ganti rugi terhadap badan usaha dan atau orang perseorangan dalam badan usaha, sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)Dalam hal terbukti bahwa pangan olahan yang diedarkan dan dikonsumsi tersebut mengandung bahan yang dapat merugikan dan atau membahayakan kesehatan manusia atau bahan lain yang dilarang, maka badan usaha dan atau orang perseorangan dalam badan usaha, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib mengganti segala kerugian yang secara nyata ditimbulkan.
(4)Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam hal badan usaha dan atau orang perseorangan dalam badan usaha dapat membuktikan bahwa hal tersebut bukan diakibatkan kesalahan atau kelalaiannya, maka badan usaha dan atau orang perseorangan dalam badan usaha tidak wajib mengganti kerugian.
(5)Besarnya ganti rugi, sebagaimana dimaksud pada ayat (3), setinggi-tingginya sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk setiap orang yang dirugikan kesehatannya atau kematian yang ditimbulkan.
Pasal 42
Dalam hal pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) tidak diketahui atau tidak berdomisili di Indonesia, ketentuan dalam Pasal 41 ayat (3) dan ayat (5) diberlakukan terhadap orang yang mengedarkan dan atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia.
Pasal 43
(1)Dalam hal kerugian yang ditimbulkan melibatkan jumlah kerugian materi yang besar dan atau korban yang tidak sedikit, Pemerintah berwenang mengajukan gugatan ganti rugi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2).
(2)Gugatan ganti rugi, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan untuk kepentingan orang yang mengalami kerugian dan atau musibah.
Pasal 44
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dan Pasal 43 ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIIKETAHANAN PANGAN
Pasal 45
(1)Pemerintah bersama masyarakat bertanggung jawab untuk mewujudkan ketahanan pangan.
(2)Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, bergizi, beragam, merata, dan terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Pasal 46
Dalam pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, Pemerintah:
a. menyelenggarakan, membina, dan atau mengkoordinasikan segala upaya atau kegiatan untuk mewujudkan cadangan pangan nasional;
b. menyelenggarakan, mengatur, dan atau mengkoordinasikan segala upaya atau kegiatan dalam rangka penyediaan, pengadaan, dan atau penyaluran pangan tertentu yang bersifat pokok;
c. menetapkan dan menyelenggarakan kebijakan mutu pangan nasional dan penganekaragaman pangan;
d. mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencegah dan atau menanggulangi gejala kekurangan pangan, keadaan darurat, dan atau spekulasi atau manipulasi dalam pengadaan dan peredaran pangan.
Pasal 47
(1)Cadangan pangan nasional, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf a, terdiri atas:
a. cadangan pangan Pemerintah;
b. cadangan pangan masyarakat.
(2)Cadangan pangan Pemerintah ditetapkan secara berkala dengan memperhitungkan tingkat kebutuhan nyata pangan masyarakat dan ketersediaan pangan, serta dengan meng antisipasi terjadinya kekurangan pangan dan atau keadaan darurat.
(2)Dalam upaya mewujudkan cadangan pangan nasional, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah:
a. mengembangkan, membina, dan atau membantu penyelenggaraan cadangan pangan masyarakat dan Pemerintah di tingkat perdesaan, perkotaan, propinsi, dan nasional;
b. mengembangkan, menunjang, dan memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi peran koperasi dan swasta dalam mewujudkan cadangan pangan setempat dan atau nasional.
Pasal 48
Untuk mencegah dan atau menanggulangi gejolak harga pangan tertentu yang dapat merugikan ketahanan pangan, Pemerintah mengambil tindakan yang diperlukan dalam rangka mengendalikan harga pangan tersebut.
Pasal 49
(1)Pemerintah melaksanakan pembinaan yang meliputi upaya:
a. pengembangan sumber daya manusia di bidang pangan melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan, terutama usaha kecil;
b. untuk mendorong dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam kegiatan pengembangan sumber daya manusia, peningkatan kemampuan usaha kecil, penyuluhan di bidang pangan, serta penganekaragaman pangan;
c. untuk mendorong dan mengarahkan peran serta asosiasi dan organisasi profesi di bidang pangan;
d. untuk mendorong dan menunjang kegiatan penelitian dan atau pengembangan teknologi di bidang pangan;
e. penyebarluasan pengetahuan dan penyuluhan di bidang pangan;
f. pembinaan kerja sama internasional di bidang pangan, sesuai dengan kepentingan nasional;
g. untuk mendorong dan meningkatkan kegiatan penganekaragaman pangan yang dikonsumsi masyarakat serta pemantapan mutu pangan tradisional.
(2)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.
Pasal 50
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48, dan Pasal 49 ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIIIPERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 51
Masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan seluas-luasnya dalam mewujudkan perlindungan bagi orang perse orangan yang mengkonsumsi pangan, sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya serta peraturan perundang-undangan lain yang berlaku.
Pasal 52
Dalam rangka penyempurnaan dan peningkatan sistem pangan, masyarakat dapat menyampaikan permasalahan, masukan, dan atau cara pemecahan mengenai hal-hal di bidang pangan.
BAB IXPENGAWASAN
Pasal 53
(1)Untuk mengawasi pemenuhan ketentuan Undang-undang ini, Pemerintah berwenang melakukan pemeriksaan dalam hal terdapat dugaan terjadinya pelanggaran hukum di bidang pangan.
(2)Dalam melaksanakan fungsi pemeriksaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah berwenang:
a. memasuki setiap tempat yang diduga digunakan dalam kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengang kutan, dan perdagangan pangan untuk memeriksa, meneliti, dan mengambil contoh pangan dan segala sesuatu yang diduga digunakan dalam kegiatan produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau perdagangan pangan;
b. menghentikan, memeriksa, dan menegah setiap sarana angkutan yang diduga atau patut diduga digunakan dalam pengangkutan pangan serta mengambil dan memeriksa contoh pangan;
c. membuka dan meneliti setiap kemasan pangan;
d. memeriksa setiap buku, dokumen, atau catatan lain yang diduga memuat keterangan mengenai kegiatan produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau perdagangan pangan, termasuk menggandakan atau mengutip keterangan tersebut;
e. memerintahkan untuk memperlihatkan izin usaha atau dokumen lain sejenis.
(3)Pejabat pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilengkapi dengan surat perintah.
(4)Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), patut diduga merupakan tindak pidana di bidang pangan, segera dilakukan tindakan penyidikan oleh penyidik berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Nutritional Food Safety
Nutritional Food Safety
Chronic Health Issues Nutrient/Diet
Composition
High fat
High sugar
Low fiber
Nutritional deficiency
Alcohol/Tobacco overconsumption
Is this a public policy concern?
Annual Costs Associated with the Unsafe Consumption of Food, U.S., 2000-2002
Ratio of Obesity costs to Microbial costs
93/6.9 = 13.5
125/33 = 3.0
400/5 = 80
*Estimated cost based on four types of microbes: Campylobactor , Salmonella, E.coli, Listeria
**Todd, Ag.Outlook Forum, 2003
*** Direct and Indirect Costs: www.cdc.gov/diabetes/pubs/estimates.htmFrench Fries and Food Safety:
McDonalds Obesity Suit
Does Society:
Provide public information about the relationship between high levels of fat consumption and disease
Put Label on French Fries stating that high levels of consumption are hazardous to your health
Regulate the level of fat allowed in french friesSafe Food Consumption is a Public Good
Healthy People = healthy, productive economy
Role of Government = right combination of policies and practices that deliver the optimum level of safe food
Consumption - in their economy and culture.
Policy Choice - depends on specific risks associated with specific food
Role of economist find optimum investment to ensure healthy & safe food consumption.GMPs
What are Good Manufacturing Practices?
Good Manufacturing Practices (GMPs) are regulations that describe the methods, equipment, facilities, and controls required for producing:
human and veterinary products
medical devices
processed food
The U.S. regulations are called "current" Good Manufacturing Practices (cGMP), to emphasize that the expectations are dynamic.
Why do GMPs exist?
GMPs define a quality system that manufacturers use as they build quality INTO their products.
For example, approved drug products developed and produced according to GMP are :
safe
properly identified
of the correct strength
pure
of high quality
How were GMPs developed?
Originally, GMPs were based upon the best practices of the industry.
As technology and practices improve, the GMPs also evolved.
In the U.S., drug cGMPs were formally introduced in 1963 and significantly rewritten in the 1970s.
Canadian drug GMPs existed in various forms in the 1950s-1970s before being published in their current form in the 1980s.
How do GMPs change?
GMPs change formally and informally.
Both the U.S. drug cGMPs and Canadian drug GMPs are currently undergoing significant changes.
Example of formal change:
The U.S. medical device GMPs have been completely rewritten, making them more compatible with the ISO-9001 quality document (see www.iso.ch). In fact device GMPs were renamed - FDA now calls them the Quality System Regulation (QSR).
Example of informal change:
Expectations that inspectors have evolved over time.
In the U.S., these changes are communicated by seminars and papers presented by FDA personnel and through agency Guides and Guidelines.
One other way industry personnel can keep track of changes in expectations is by watching the FDA-483s (inspectional observations) and Warning Letters issued to firms by the agency.
How do GMPs of different countries compare?
At a high level, GMPs of various nations are very similar; most require things like:
equipment and facilities being properly designed, maintained, and cleaned
Standard Operating Procedures (SOPs) be written and approved
an independent Quality unit (like Quality Control and/or Quality Assurance)
well trained personnel and management
ISO Standards
What is the ISO?
International Organization for Standardization
a network of national standards institutes of 147 countries
a non-government organization (NGO)
grants an ISO standard status to manufacturing companies who voluntarily meet the requirements
What is ISO 9000?
This standard is concerned with quality management
Customers quality requirements, customer satisfaction, applicable regulatory requirements, and continual improvement are the focus of this standard.
What is ISO 14000?
This standard is concerned with environmental management
Minimizing harmful effects on the environment and continual improvement are the focus of this standard.HACCP
Tujuan pembelajaran : mahasiswa mampu :
1. Menjelaskan pengertian HACCP
2. Menjelaskan tujuan penerapan HACCP
3. Menjelaskan manfaat penerapan HACCP
4. Menyebutkan tujuh prinsip HACCP
5. Menjelaskan isi dari rencana HACCP
6. Melakukan Identifikasi bahaya pada satu contoh produk makanan
7. Menetapkan CCP pada satu contoh makanan
8. Menetapkan batas / limit kritis untuk CCP yang telah diidentifikasi pada satu contoh makanan
9. Menetapkan langkah pemantauan untuk CCP sesuai batas limit yang telah ditentukan
10. Menetapkan tindakan koreksi jika ditemukan CCP yang melebihi batas kritisdari hasil pemantauan
11. Menetapkan langkah-langkah verifikasi dari hasil tindakan koreksi CCP
12. Menjelaskan kegiatan dokumentasi yang diperlukan untuk penerapan HACCP
Pengertian Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
Suatu system yang mengidentifikasi BAHAYA SPESIFIK yang mungkin timbul dan cara pencegahannya untuk mengendalikan bahaya tersebut.
Tujuan HACCP
Umum : Meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara mencegah atau mengurangi kasus keracunan dan penyakit melalui makanan (Food borne disease).
Khusus :
Mengevaluasi cara produksi mkn ( bahaya ?
Memperbaiki cara produksi mkn ( critical process
Memantau & mengevaluasi penanganan, pengolahan, sanitasi
Meningkatkan inspeksi mandiri
Kegunaan HACCP
Mencegah penarikan makanan
Meningkatkan jaminan Food Safety Pembenahan & pembersihan unit pengolahan (produksi)
Mencegah kehilangan konsumen / menurunnya pasien
Meningkatkan kepercayaan konsumen / pasien
Mencegah pemborosan beaya
HACCP Plan Contains:
1.HACCP team
2.Definition of HACCP and CCP
3.Target of the HACCP system
4.Description product
5.Ingredients
6.Hazard Analysis and Assignment of Risk categories ( form 1 & form 27.Process Flow Diagram
8.Decision tree for Establish CCP
9.HACCP plan matrix
10.Standard Operation Procedure
11.HACCP audit form
PRINSIP HACCP
Identifikasi bahaya
Penetapan CCP
Penetapan batas / limit kritis
Pemantauan CCP
Tindakan koreksi thd penyimpangan Verifikasi
Dokumentasi
Formulir Isian HACCP :
Hazard Analysis
Product:
Process StepPotential hazard introduced, controlled or enhanced at this step
B= Biological
C= Chemical
P= PhysicalShould the hazard be addressed in the HACCP plan?Justification for decision.
What control measures can be applied to prevent the significant hazards?
Principle 2 - CCP Determination (Decision Tree)Product:
A critical control point is defined as a point, step or procedure at which control can be applied and a food safety hazard can be prevented, eliminated or reduced to acceptable levels. Only steps presenting a significant potential food safety risk (Q1, Hazard Analysis) are listed.
Process stepHazardBiological = B
Chemical = C
Physical = PQ1. Does this step involve a hazard of sufficient risk and severity to warrant its control?Q2. Does a preventive measure for the hazard exist at this step or in a subsequent step?If Q2 is no:
Is control at this step necessary for safety?Q3. Is control at this step necessary to prevent, eliminate or reduce the risk of the hazard to consumers?#CCP
Principles 3, 4 and 5
Critical Limits, Monitoring and Corrective ActionsProduct:
Process Step/ CCPCritical LimitsMonitoring Procedures
(Who/What/When/How)Corrective Actions
Who:
What:
When:
How:
Who:
What:
When:
How:
Principles 6 and 7
Record Keeping and VerificationProduct:
Process Step/CCPRecordsVerification Procedures
HACCP Plan SummaryProduct:
Process StepHazard Descrip-tionCCP DescriptionCritical LimitMonitoring Procedures/
Frequency/
Person ResponsibleCorrective Actions/
HACCP
RecordsVerification Procedures/ Person Responsible
Who:
What:
When:
How:
EVALUASI POKOK BAHASAN HACCP
1. Jelaskan pengertian HACCP
2. Jelaskan tujuan penerapan HACCP
3. Jelaskan manfaat penerapan HACCP
4. Sebutkan tujuh prinsip HACCP
5. Tetapkan satu produk makanan (kelompok, kunjungan lapangan) HACCP team
Definition of HACCP and CCP
Target of the HACCP system
Description product
Ingredients
Hazard Analysis and Assignment of Risk categories ( form 1 & form 2
Process Flow Diagram
Decision tree for Establish CCP
HACCP plan matrix ( form 3 Standard Operation Procedure (SOP)
HACCP audit form masing-masing dilengkapi dengan pemahaman aplikasi 7 prinsip HACCP
Pemahaman Dasar 7 Prinsip HACCP
Buatlah spesifikasi / diskripsi produk
Lakukan Identifikasi bahaya untuk produk tsb
Tetapkan CCP untuk produk tersebut (bahan, proses, or foumulasi)
Tetapkan batas / limit kritis untuk CCP yang telah diidentifikasi
Tetapkan langkah pemantauan CCP sesuai batas limit yg telah ditentukan
Tetapkan tindakan koreksi jika ditemukan CCP yang melebihi batas kritis dari hasil pemantauan
Tetapkan langkah-langkah verifikasi dari hasil tindakan koreksi CCP
Jelaskan kegiatan dokumentasi yang diperlukan untuk penerapan HACCP
Ketahanan Pangan
Untuk memenuhi kualitas hidup yang maju, mandiri dan sejahtera ( penyediaan pangan yang cukup berkualitas dan merata
Tidak mengandalkan ketersediaan pangan dunia.
Indonesia( negara agraris dan maritim ( swasembada, tapi kenapa masih impor?
GBHN 1999-2004 ( mengembangkan sistim ketahanan pangan yang berbasis pada keragaman sumber daya pangan, kelembagaan dan budaya lokal, dalam rangka menjamin tersedianya pangan dan nutrisi, baik jumlah maupun mutu yang dibutuhkan pada tingkat harga yang terjangkau, dengan memperhatikan peningkatan pendapatan petani/nelayan serta produksi yang diatur dengan undang-undang
Undang-undang No.7 Tahun 1996 tentang Pangan ( Pemerintah bersama masyarakat bertanggung jawab mewujudkan ketahanan pangan.
Pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan terhadap ketersediaan pangan yang cukup baik, jumlah dan mutunya, aman, bergizi, beragam, merata dan terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Selanjutnya masyarakat berperan dalam menyelenggarakan produksi dan penyediaan, perdagangan dan distribusi serta sebagai konsumen yang berhak memperoleh pangan yang aman dan bergizi.
UU No. 25 Tahun 2000 tentang propenas Tahun 2000-2004, telah menetapkan Program Peningkatan Ketahanan Pangan. Yang bertujuan
Meningkatkan keanekaragaman produksi, ketersediaan dan konsumsi pangan bersumber pangan ternak, ikan, tanaman pangan, hortikultura, perkebunan serta produk olahannya.
Mengembangkan kelembagaan pangan yang menjamin peningkatan produksi serta konsumsi yang lebih beragam
Mengembangkan usaha bisnis pangan
Menjamin ketersediaan gizi dan pangan bagi masyarakat.
Sasaran Program Peningkatan Ketahanan Pangan
Meningkatnya produksi dan ketersediaan beras secara berkelanjutan serta meningkatnya produksi, ketersediaan dan konsumsi pangan sumber karbohidrat non beras dan pangan sumber protein
Meningkatnya keanekaragaman dan kualitas konsumsi pangan masyarakat dan menurunnya konsumsi beras per kapita
Berkembangnya pola distribusi pangan yang mampu menjamin keterjangkauan pangan oleh masyarakat secara fisik dan ekonomi
Berkembangnya sistem kelembagaan pangan di masyarakat yang partisipatif dalam menangani kerawanan pangan
Meningkatnya keberdayaan dan kemandirian masyarakat dalam peningkatan ketahanan pangan rumah tangga
Meningkatnya produksi dan kualitas pangan sering dengan peningkatan pendapatan para petani dan pelaku agribisnis lainnya
Menurunnya volume impor bahan pangan dan meningkatnya bahan pangan substitusi impor
Berkembangnya industri dan bisnis pangan
Meningkatnya partisipasi masyarakat dan investasi swasta dalam pengembangan bisnis pangan
Definisi Ketahanan Pangan (Menurut UU No.7 Tahun 1996) :
Kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari
Tersedianya pangan secara cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya
Aman
Merata
Dan terjangkau
Cukup ( ketersediaan pangan dalam arti luas mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak, dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas KH, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan manusia
Aman ( bebas dari cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia serta aman menurut kaidah agama
Merata ( pangan harus tersedia setiap saat dan merata di seluruh tanah air
Terjangkau( pangan mudah diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau.
Berdasarkan Keppres No 177 Th 2000 tentang susunan organisasi dan tugas departemen
Dalam pasal 16 dibentuk Badan Bimas Ketahanan Pangan (BKP) ( suatu unit kerja setingkat eselon 1 dalam struktur Deptan.
Uraian tugas BKP diuraikan dalam Kep.Mentan. No: 01/Kpts/0T.210/2001 tentang oganisasi dan tata kerja Deptan yaitu : melaksanakan pengkajian, pengembangan dan koordinasi pemantapan ketahanan pangan
Pengkajian diarahkan untuk menghasilkan rumusan alternatif kebijakan
Pengembangan diarahkan untuk menginformasikan model-model pengembangan dan pemberdayaan masyarakat
Koordinasi diarahkan untuk menciptakan sinergi dan harmonisasi kebijakan, program, dan kegiatan baik lintas sektor pada pemerintah pusat, antar pemerintah pusat dan daerah, maupun antar pemerintah dengan masyarakat
Keppres. No 132 tahun 2001 ( Dibentuk DKP (dewan ketahanan pangan), Yang bertugas :
Membantu presiden dalam merumuskan kebijakan pemantapan ketahanan pangan
Melaksanakan evaluasi dan pengendalian pemantapan dan ketahanan pangan
Ketua DKP pusat ( presiden
Ketua DKP harian ( Mentri Pertanian
Gubernur ( ketua DKP provinsi
Konferensi DKP ( forum tertinggi untuk mengevaluasi, mendiskusikan dan membahas permasalahan serta menetapkan langkah-langkah operasional dalam membangun ketahanan pangan di Indonesia
Konferensi I ( tahun 2002
Konferensi II ( tahun 2004
Pemantapan Ketahanan Pangan
Pemberdayaan masyarakat ( kunci pemantapan ketahanan pangan di tingkat RT, karena pelaku utama pencapaian ketahanan pangan yang berkelanjutan adalah masyarakat itu sendiri.
RTI dicirikan oleh keterbatasan struktural dalam penguasaan aset produktif (terutama lahan sempit), sehingga secara sendiri-sendiri tidak mungkin mampu mengentaskan diri dari kemiskinan dan mewujudkan ketahanan pangan.
Pemberdayaan masyarakat dalam ketahanan pangan diarahkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang dimiliki RT yang terbatas dengan cara memanfaatkan kelembagaan sosial ekonomi yang telah ada dan dapat dikembangkan di tingkat pedesaan
BKP diartikan sebagai suatu sistem manajemen pembangunan ketahanan pangan yang berpangkal pada upaya pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan yang terencana, berkelompok dan partisipatif untuk mengembangkan ketahanan pangan di tingkat RT yang berkelanjutan
Pembangunan Ketahanan Pangan
Terwujudnya ketahanan pangan ( memerlukan harmonisasi dari tiga subsistem yaitu ketersediaan, distribusi dan konsumsi.
Pembangunan ketiga subsistem tersebut melalui pendekatan koordinasi dan pemberdayaan masyarakat secara partisipatif.
Pendekatan ini berbasis ( sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berkelanjutan, berkerakyatan dan desentralistis
Faktor-faktor pendukung keberhasilan ketiga subsistem tersebut adalah :
Faktor-faktor input :
Sarana, prasarana dan kelembagaan dalam kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, pengolahan, dsb
Faktor-faktor penunjang :
Kebijakan, peraturan, pembinaan dan pengawasan Pelaku Ketahanan Pangan
Produsen
Pengolah
Pemasar
Konsumen
Output Pembangunan Ketahanan Pangan
Terpenuhinya HAM akan pangan
Meningkatnya kualitas SDM\
Meningkatnya ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional
Aliansi International Mengikis Kelaparan
Pertemuan puncak pangan dunia ( Roma, Italia tanggal 10 13 Juni 2002
Word Food Summit ; five years later (WFS;fly)
WFS pertama tentang ketahanan pangan ( Roma tahun 1996 ( menghasilkan deklarasi Roma (Rome declaration on Word Food security)
WFS 2002 ( untuk mengevaluasi pencapaian sasaran yang telah disepakati dalam deklarasi Roma 1996, hambatan yang dihadapi dan cara mengatasinya.
Komitmen pada WFS 1996 :
Mewujudkan ketahanan pangan bagi setiap orang
Menghapuskan penduduk yang kelaparan di seluruh negara
Sasaran kuantitatif : mengurangi jumlah penduduk rawan pangan sampai setengahnya paling lambat 2015
Rawan pangan dunia tahun 1996 ( 800 juta jiwa, diharapkan berkurang menjadi 400 juta jiwa selama 20 tahun
WFS 2002 dihadiri 183 negara, lebih dari 7 delegasi dipimpin langsung oleh kepala atau wakil kepala negara.
Jumlah peserta yang hadir ( 4000 orang
Komitmen politik deklarasi Roma 2002
Memperbarui kembali komitmen global yang dibuat dalam deklarasi roma 1996
Karena kinerja pencapaian sasaran dalam 5 tahun belum memuaskan maka para kepala negara dan pemerintah bersepakat untuk mempercepat implementasi rencana aksi WFS.
Sasaran kuantitatif sejak tahun 2002 : pengurangan penduduk rawan pangan harus mencapai sekitar 22 juta /tahun
Untuk mencapai hal itu, ditegaskan bahwa tanggung jawab perwujudan ketahanan pangan nasional terletak pada pemerintahan nasional masing-masing, bekerja sama dengan masyarakat madani dan sektor swasta di negara tersebut dengan dukungan masyarakat internasional
Juga ditegaskan pentingnya pembangunan pertanian dan pedesaan dalam mengikis kelaparan dan kemiskinan.
Tantangan yang dikemukakan
Perlunya kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan
Perlunya aspek kecukupan gizi dan keamanan pangan mendapat perhatian dalam ketahanan pangan
Perlunya pengembangan standar keamanan pangan dan kesehatan tanaman serta hewan
Penanganan atas ancaman wabah kesehatan seperti HIV/AID, malaria dan TBC
Pengelolaan hutan dan sumber daya perikanan yang berkelanjutan
Penelitian pertanian untuk pengembangan dan pemanfaatan teknologi baru termasuk bioteknologi
Alokasi Sumber Daya Pembangunan
Membentuk FAO trust fund dengan dana awal sebesar US$ 500 juta
Mengimbau negara maju untuk mencapai target ODA (Overseas Development Assistance) sebesar 0,07 % dari GNP bagi negara berkembang dan 0,05-0,02 % dari GNP bagi negara terbelakang
Adanya proporsi yang cukup bagi pembiayaan pembangunan pertanian dan pedesaan, baik dari anggaran pemerintah masing-masing, dari kerjasama bilateral dan multilateral negara-negara maju dalam kerangka ODA, maupun dari lembaga-lembaga keuangan internasional.
Ketahanan Pangan di Indonesia
Ketersediaan Pangan
semakin terbatas dan menurunnya kapasitas produksi dan daya saing pangan nasional
Distribusi Pangan
Belum memadainya infrastruktur, prasarana distribusi darat dan antar pulau, dan kerusakan pangan selama penyimpanan dan distribusi
Konsumsi pangan
Belum berkembangnya teknologi, industri, dan produk pangan alternatif berbasis sumber daya pangan lokal
Rendahnya daya beli masyarakat dan food habit
Pemberdayaan masyarakat
sistem pemantauan secara dini dan akurat untuk mendeteksi kerawanan panagan dan gizi
Manajemen
Terbatasnya data yang akurat, mutakhir, dan mudah diakses untuk perencanaan pengembangan ketahanan pangan
Masalah kunci dalam ketersediaan pangan
Upaya mewujudkan ketersediaan pangan cukup menghadapi kendala
Berlanjutnya konversi lahan pertanian kepada kegiatan non pertanian terutama lahan subur di Jawa
Semakin langkanya sumber daya air untuk pertanian, karena bersaing dengan kegiatan ekonomi lainnya
Fenomena iklim yang tidak menentu karena pengaruh global warming oleh emisi karbon dan penebangan hutan yang berlebihan
Kendala dari perwujudan ketersediaan pangan
Teknologi yang diperlukan mengalami keterbatasan :
Teknologi untuk produksi lahan sawah relatif stagnan
Teknologi pasca panen belum diterapkan dengan baik ( penurunan mutu produk dan tingkat kehilangan hasil masih cukup tinggi
Kinerja pelayanan teknologi pengolahan hasil tepat guna belum memadai
Terbatasnya kemampuan petani berlahan sempit dalam menerapkan teknologi tepat guna
Peluang impor pangan telah terbuka untuk umum ( menguras devisa yang terbatas juga menambah ketatnya persaingan produk-produk petani di pasar
Masalah distribusi dan harga
Belum memadainya prasarana dan sarana distribusi untuk menghubungkan lokasi produsen dengan konsumen
Sistem pemasaran hasil-hasil pangan baik yang berupa peraturan dan penegakannya fasilitas perangkat keras maupun lunak serta kemampuan teknis institusi dan pelaku pemasaran belum mampu menegakkan kestabilan harga
Dalam rangka otonomi daerah ( akan banyak peraturan daerah yang berdampak pada arus distribusi berupa peningkatan biaya distribusi pangan yang pada akhirnya dibebankan konsumen
Masalah konsumsi
Penduduk yang cukup besar
Kebijakan pengembangan pangan yang terfokus pada beras telah mengabaikan sumber KH lainnya
Tek pengol pangan lokal di masyarakat kurang berkembang dibandingkan teknologi produksi dan kurang bisa mengurangi produk pangan impor
Masyarakat di daerah tertentu masih mengalami kerawanan pangan pada musim paceklik
Paradigma baru pembangunan ketahanan pangan
Dari tataran makro menjadi rumah tangga
Dari pola sentralistis menjadi pola desentralistis
Dari dominasi pemerintah menjadi dominasi peran masyarakatdari beras menjadi komoditas pangan
Dari penyediaan pangan murah menjadi peningkatan daya beli
Usaha untuk menangani masalah impor
Meningkatkan daya saing dan efisiensi usaha dalam memproduksi beberapa komoditas bahan pangan
Aspek yang perlu ditangani ( teknologi produksi dan pengolahan
Kebijakan proteksi tetap diperlukan agar harga yang diterima petani menguntungkan ( penerapan tarif impor
Subsidi untuk petani
Meningkatkan konsumsi produk pangan dalam negri
Kinerja ketahanan pangan 2002
Lebih baik dibandingkan 2001
Tiga indikator kinerja
Produksi bahan pangan meningkat
Dinamika pergerakan harga ( jika harga pangan relatif stabil maka ketahanan pangan cukup mantap
Menurunnya angka kemiskinan dan membaiknya pendapatan masyarakat
Faktor yang mengancam kondisi ketahanan pangan
Iklim
Dukungan lingkungan strategis ekonomi makro ( tidak terjadi inflasi
Gejolak sosial politik
Ketahanan atau kemandirian pangan ?
Kemandirian pangan ( kebutuhan pangan nasional harus dipenuhi secara mandiri dengan memberdayakan modal manusia, modal sosial dan ekonomi yang dimiliki petani Indonesia yang pada gilirannya harus berdampak kepada peningkatan kehidupan sosial ekonomi petani dan masyarakat lainnya
Tiga kebijakan yang harus dilaksanakan untuk mewujudkan kemandirian
Perlu adanya penguasaan atau pengusahaan lahan yang dilandasi efisiensi skala ekonomi
Peningkatan efisiensi usaha dan produktifitas agribisnis pangan untuk meningkatkan daya saing produk di pasar domestik dan internasional
Pengembangan produksi pangan antar provinsi dan kabupaten harus mengacu pada kebijakan nasional ketahanan pangan
Kebijakan yang diterapkan dalam pengembangan diversifikasi pangan dan gizi
Meningkatkan penyediaan pangan ( untuk memperoleh komposisi sumber KH, prot, lemak, vitamin dan mineral seimbang
Meningkatkan penyediaan pangan ( untuk perluasan penganekaragaman bahan pangan yang sesui dengan pola makan dan daya beli masyarakat
Meningkatkan upaya pemanfaatan pekarangan dengan pola usaha tani yang berorientasi agribisnis
Meningkatkan upaya pengembangan dalam rangka membantu pembinaan konsumsi pangan yang memiliki persyaratan nilai gizi dan selera
Mengarahkan agar pembinaan gizi masyarakat lebih ditujukan bagi penduduk berpenghasilan rendah dengan mendorong pengembangan aneka ternak dan ikan di wilayah pedesaan
2