MODERNISASI SISTEM PEMBELAJARAN PESANTREN DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/121/1/M....
Transcript of MODERNISASI SISTEM PEMBELAJARAN PESANTREN DI …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/121/1/M....
MODERNISASI SISTEM PEMBELAJARAN PESANTREN
DI PONDOK PESANTREN BUSTANUL MUTA’ALLIMIN
REKSOSARI KECAMATAN SURUH
KABUPATEN SEMARANG
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pembelajaran Islam
Oleh
M. FIRDAUS FATCHUR ROZI
NIM. 11110014
JURUSAN PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA 2015
ii
KEMENTERIAN AGAMA RI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. 323706 Fax.323433 Kode Pos. 50721 Salatiga
http//www.salatiga.ac.id e-mail:[email protected]
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi Saudara:
Nama : M. Firdaus Fatchur Rozi
NIM : 11110014
Jurusan : Tarbiyah
Program Studi : Pembelajaran Agama Islam
Judul : MODERNISASI SISTEM PEMBELAJARAN
PESANTREN DI PONDOK PESANTREN
BUSTANUL MUTA’ALLIMIN REKSOSARI
KECAMATAN SURUH KABUPATEN
SEMARANG
telah kami setujui untuk dimunaqosahkan. Salatiga, September 2015
Pembimbing
Rasimin, S.PdI, M.Pd NIP 19750713200901011
iii
KEMENTERIAN AGAMA RI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. 323706 Fax.323433 Kode Pos. 50721 Salatiga
http//www.salatiga.ac.id e-mail:[email protected]
SKRIPSI
MODERNISASI SISTEM PEMBELAJARAN PESANTREN
DI PONDOK PESANTREN BUSTANUL MUTA’ALLIMIN REKSOSARI
KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG
DISUSUN OLEH
M. FIRDAUS FATCHUR ROZI
NIM: 111 10 014
Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Pembelajaran Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal …………………… dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 Kepembelajaran Islam
Susunan Panitia Penguji
Ketua Penguji :
Sekretaris Penguji :
Penguji I :
Penguji II :
Salatiga, September 2015 Dekan FTIK IAIN Salatiga Suwardi, M.Pd. NIP. 19670121 199903 1 002
iv
KEMENTERIAN AGAMA RI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. 323706 Fax.323433 Kode Pos. 50721 Salatiga http//www.salatiga.ac.id e-mail:[email protected]
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : M. Firdaus Fatchur Rozi
NIM : 11110014
Jurusan : Tarbiyah
Program Studi : Pembelajaran Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya
saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan
orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode
etik ilmiah.
Salatiga, September 2015
Yang Menyatakan
M. Firdaus Fatchur Rozi.
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Pelajaran paling berharga adalah sebuah perjalanan hidup yang mampu
membuat kita sadar betapa berharganya waktu setelah sekian lama kita menyia-
nyiakannya
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk:
1. Bapak dan Ibuku tercinta, yang selalu mendukung, mendo'akan dan
memberikan segalanya baik moral maupun spritual bagi kelancaran studi,
semoga Allah senantiasa meridhoinya.
2. Almamater tercinta
3. Rekan-rekan Mahasiswa IAIN Salatiga
vi
KATA PENGANTAR
بسم اهللا الرمحن الرحيم Syukur alhamduillah senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,
Rabb yang Maha Rahman dan Rahim yang telah mengangkat manusia dengan
berbagai keistimewaan. Dan dengan hanya petunjuk serta tuntunan-Nya, penulis
mempunyai kemampuan dan kemauan sehingga penulisan skripsi ini bisa
terselesaikan.
Sholawat dan salam penulis haturkan kepada Uswatun Khasanah Nabi
Muhammad SAW, semoga beliau senantiasa dirahmati Allah SWT. Amin.
Sebagai insan yang lemah, penulis menyadari bahwa tugas penulisan ini bukanlah
merupakan tugas yang ringan, tetapi merupakan tugas yang berat. Akhirnya
dengan berbekal kekuatan serta kemauan dan bantuan dari berbagai pihak, maka
terselesaikanlah skripsi yang sederhanan ini dengan judul “Modernisasi sistem
pembelajaran pesantren di pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari
Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang. Dengan tersusunnya skripsi ini, penulis
ucapkan terima kasih yang tiada taranya kepada :
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
IAIN Salatiga.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Pembelajaran Agama Islam
IAIN Salatiga.
4. Bapak Rasimin, S.PdI, M.Pd, selaku sebagai Dosen Pembimbing, yang
dengan keikhlasannya telah memberikan bimbingan hingga tersusunnya
skripsi ini.
5. Karyawan Perpustakaan IAIN Salatiga yang telah menyediakan fasilitasnya.
vii
Atas segala hal tersebut, penulis hanya bisa berdo’a, semoga Allah SWT
mencatatnya sebagai amal sholeh yang akan mendapat balasan yang berlipat
ganda. Amin.
Akhirnya penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki
keterbatasan. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun untuk
kesempurnaan skripsi ini akan penulis terima dengan rasa senang hati dan terbuka.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pribadi dan bagi pembaca pada
umumnya.
Amin – amin yarobbal ‘alamin
Salatiga, September 2015 Penulis
M. Firdaus Fatchur Rozi
viii
ABSTRAK Rozi, M. Firdaus Fatchur. 2015. Modernisasi Sistem Pembelajaran Pesantren di
Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang. Skripsi, Jurusan PAI Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Program Studi Pembelajaran Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing. Rasimin, S.PdI, M.Pd
Kata Kunci : Sistem Pembelajaran, dan Pesantren Modern
Menyadari sepenuhnya bahwa mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam, maka pengelolaan dan penyelenggaraan pembelajaran pondok pesantren bersumber pada ajaran agama Islam, dalam rangka membangun masyarakat untuk memperkokoh kepribadian bangsa dalam menghadapi dunia modern. Namun pembelajaran di pesantren masih dianggap kurang menyesuaikan dengan era modernisasi, kondisi ini menyebabkan pesantren kurang diminati oleh masyarakat.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana sistem Bagaimana modernisasi sistem pembelajaran di Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin, Bagaimana modernisasi sistem pembelajaran khususnya di Ponpes Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh Kabupaten Semarang, dan Faktor-faktor apasajakah penghambat dan penunjang modernisasi sistem pembelajaran di Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sistem pembelajaran di Ponpes Bustanul Muta’allimin, modernisasi sistem pembelajaran khususnya di Ponpes Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh Kabupaten Semarang serta faktor penunjang dan penghambat modernisasi sistem pembelajaran di Ponpes Bustanul Muta’allimin. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan di Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh Kabupaten Semarang dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Pengumpulan data menggunakan wawancara, dokumentasi dan observasi atau pengamatan. Analisis datanya menggunakan deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pembelajaran di Ponpes Bustanul Muta’allimin meskipun masih menggunakan kurikulum pondok klasik, namun sudah ada upaya peningkatan pembelajaran agama Islam dalam masyarakat. Sistem pembelajaran yang menggunakan pendekatan sosio-kultural kepada masyarakat sekitar pesantren yang diwujudkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang banyak melibatkan masyarakat antara lain, tahlilan (sarwaan) setiap malam jum’at dan kegiatan tersebut dilakukan dengan cara bergiliran. Faktor penunjang adanya dukungan dan komitmen dari pengasuh untuk berkembang, sedangkan faktor penghambatnya adalah sarana prasarana yang masih kurang, pengurus yang masih menjalankan berbagai peran dalam tugasnya.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
NOTA PEMBIMBING ............................................................................. ii
PENGESAHAN ........................................................................................ iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .................................................. iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN............................................................. v
KATA PENGANTAR .............................................................................. vi
ABSTRAK ............................................................................................... viii
DAFTAR ISI ............................................................................................ ix
DAFTAR TABEL .................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................ 7
C. Tujuan Penelitian .................................................................. 8
D. Kegunaan Penelitian ............................................................. 8
E. Definisi Operasional ............................................................. 9
F. Metode Penelitian ................................................................. 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Sistem Pembelajaran Pondok Pesantren ................................ 15
B. Modernisasi Sistem Pembelajaran Pondok Pesantren ............ 32
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Sistem Pembelajaran di Ponpes Bustanul Muta’allimin ....... 50
B. Modernisasi Sistem Pembelajaran di Ponpes
Bustanul Muta’allimin ......................................................... 63
C. Faktor Penghambat dan Pendukung Modernisasi Sistem
Pembelajaran di Ponpes Bustanul Muta’allimin .................... 69
x
BAB IV PEMBAHASAN ...................................................................... 73
A. Sistem Pembelajaran Pondok Pesantren ............................... 73
B. Modernisasi Sistem Pembelajaran di Pondok Pesantren
Bustanul Muta’allimin.......................................................... 76
C. Faktor Penghambat dan Pendukung Modernisasi
Pembelajaran di Ponpes Bustanul Muta’allimin .................... 84
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................... 86
B. Saran .................................................................................... 88
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 89
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Tingkat Pembelajaran Masyarakat .................................... 50
Tabel 3.2 Data Sarana Pembelajaran ................................................. 50
xii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar Pertanyaan
2. Surat Ijin Penelitian
3. Surat Keterangan Penelitian
4. Daftar Riwayat Hidup
5. Transkrip Wawancara
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di
Indonesia yang kegiatannya berawal dari pengajian kitab. Secara implicit,
pondok pesantren dikonotasikan sebagai lembaga pendidikan Islam
tradisional, namun tidak berarti pondok pesantren tertutup untuk
melaksanakan inovasi. Pada zaman penjajahan Belanda memang mereka
menutup diri dari segala pengaruh luar terutama pengaruh barat yang non
Islami. Namun di lain pihak pondok pesantren dengan figur kyainya telah
berhasil membangkitkan nasionalisme, mempersatukan antar suku-suku yang
seagama bahkan menjadi benteng yang gigih melawan penjajahan.
Menyadari sepenuhnya bahwa mayoritas masyarakat Indonesia
beragama Islam, maka pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan pondok
pesantren bersumber pada ajaran agama Islam, dalam rangka membangun
masyarakat untuk memperkokoh kepribadian bangsa dalam menghadapi dunia
modern. Sedangkan keberadaan pondok pesantren disamping sebagai lembaga
pendidikan juga sebagai lembaga masyarakat telah memberi warna dan corak
yang khas khususnya masyarakat Islam Indonesia, sehingga pondok pesantren
dapat tumbuh dan berkembang bersama-sama masyarakat sejak berabad-abad
lamanya. Oleh karena itu kehadiran pondok pesantren dapat diterima oleh
masyarakat sampai saat ini (Mastuhu, 2004: 25).
2
Dalam perkembangannya sampai sekarang ini pondok pesantren
telah mempunyai beberapa bentuk kegiatan pendidikan non formal baik yang
berupa pengajian kitab dan keterampilan dan pengambangan masyarakat.
Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pondok pesantren
juga ikut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa yang konsekuen anti
penjajah.
Untuk merealisasikan tujuan pendidikan pondok pesantren maka
kegiatannya harus dibina dan dikembangkan lebih intensif sesuai dengan
tujuannya, sehingga pendidikan yang ada di pondok pesantren dapat dikatakan
sebagai bentuk nyata dari firman Allah SWT yang terdapat dalam surat At-
Taubah ayat 122 adalah sebagai berikut:
* $tBur šc %x. tbqãZÏB÷sßJø9$# (#rã�ÏÿYuŠÏ9 Zp©ù!$Ÿ2 4 Ÿw öqn=sù t�xÿtR `ÏB Èe@ ä. 7ps%ö�Ïù
öNåk÷]ÏiB ×pxÿͬ!$sÛ (#qßg¤)xÿtGuŠÏj9 ’Îû Ç̀ƒÏe$!$# (#râ‘É‹ YãŠÏ9ur óO ßgtBöqs% #sŒÎ) (#þqãèy_ u‘ öNÍköŽs9Î)
óO ßg=̄yès9 šc râ‘x‹øts† ÇÊËËÈ
Artinya:“Tidak sepatutnya orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya
(kemedan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang memperdalam pengetahuan tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”(Qs. At-Taubah: 122).
Maksud dari ayat tersebut menjelaskan bahwa yang demikian itu
merupakan penjelasan bahwa Allah SWT menghendaki semua penduduk
3
kampung agar berangkat berperang atau sekelompok orang saja dari tiap-tiap
Kabilah, jika mereka tidak seluruhnya keluar. Kemudian, hendaklah orang-
orang yang berangkat bersama Rasulullah SAW mendalami isi wahyu yang
diturunkan kepada beliau, serta memberikan peringatan kepada kaumnya, jika
mereka telah kembali, yaitu berkenaan dengan perihal musuh. Dengan
demikian, ada dua tugas yang menyatu dalam pasukan tersebut, yaitu yang
bertugas mendalami agama yang bertugas untuk berjihad, karena hal itu
merupkan fardhu kifayah bagi setiap orang muslim (Suharto, 2011: 58).
Tafsir lain menjelaskan bahwa maksud dari ayat tersebut adalah
melarang supaya jangan sampai semua kaum muslimin itu pergi berperang,
melainkan hendaklah ada juga sebagian yang tinggal untuk menyelenggarakan
urusan-urusan lain. Menurut keterangan sebagain ahli tafsir, inilah ayat
peperangan yang paling akhir diturunkan, ayat-ayat yang terdahulu selalu
mengobarkan semangat berperang, tiap-tiap terdengar komando maka seluruh
kaum muslimin merlomba-lomba turut mengambil bagian dan hampir tidak
ada orang yang tinggal dirumah, maka turunlah ayat ini. Makna yang dapat
kita ambil dari firman Allah tersebut di atas, bahwa dalm kehidupan
masyarakat kita terdapat golongan ummat ada yang menuntut dan
memperdalam ilmu agama untuk memberi peringatan kepada mereka yang
hanya berjuang untuk kepentingan dunia saja.
Pondok pesantren sebagai suatu sistem pendidikan yang tumbuh dan
berkembang di dalam masyarakat dijadikan tumpuhan dan harapan untuk
dijadikan suatu model pendidikan sebagai variasi lain dan bahkan dapat
4
menjadi alternatif lain dalam pengembangan masyarakat guna menjawab
tantangan masalah urbanisasi dan pembangunan dewasa ini. Oleh karenanya
pondok pesantren dengan fungsinya harus berada di tengah-tengah kehidupan
manusia dalam setiap perkembangannya, dan dapat memberi dasar-dasar
wawasan dalam masalah pengetahuan baik dasar aqidah maupun dasar
syari’ah. Islam sebagai agama rahmatan lil alamin menganjurkan ummat
manusia untuk memahami ajaran-ajaran Islam secara tepat agar dapat
dijabarkan dalam kehidupan yang nyata.
Adapun ilmu-ilmu yang diajarkan dalam pesantren-pesantren
walaupun belum berkembang menjadi ilmu yang lebih mapan, telah mampu
memberi dasar pola hidup kebudayaan dan peradapan. Disamping untuk
mendalami ilmu agama, pondok pesantren sekaligus mendidik masyarakat di
dalam asrama, yang dipimpin langsung oleh seorang kyai karena itu peranan
pesantren sangat perlu untuk ditampilkan.
Pada dasarnya pondok pesantren mendidik pada santrinya dengan
ilmu agama Islam agar mereka menjadi orang yang beriman dan bertaqwa
kepada Allah SWT, berilmu yang mendalam dan beramal sesuai dengan
tuntutan agamanya. Namun fungsinya sebagai sosialisasi nilai-nilai dari ajaran
Islam ini tidaklah cukup bagi suatu pesantren untuk mampu bersaing dengan
lembaga-lembaga pendidikan lainnya yang sudah berkembang dan modern,
bahkan untuk bertahan saja ia harus berani beradaptasi dengan arus
perubahan-perubahan sosial yang sangat pesat ini. Sehingga secara bertahap
5
sistem pendidikan pesantren mampu berintegrasi dengan sistem pendidikan
nasional.
Namun pada akhir-akhir ini ada kecenderungan dari beberapa
pondok pesantren yang tidak hanya membekali santrinya dengan pengetahuan
agama saja, akan tetapi sudah mulai membekali santrinya dengan
keterampilan-keterampilan seperti pertanian, hal ini terutama didasari oleh
adanya tuntutan masyarakat yang menghendaki adanya output yang dihasilkan
oleh lembaga pendidikan itu terampil dan siap pakai. Saat ini bangsa
Indonesia sangat giat dalam gerak pembangunan. Hal ini untuk mewujudkan
tujuan dari pembangunan nasional yaitu pembangunan manusia seutuhnya.
Pondok pesantren sangat memegang peranan penting sebab yang dimaksud
manusia Indonesia seutuhnya adalah manusia yang selalu dapat
mengendalikan diri, dapat menjaga keseimbangan matriil dan sprituil antara
kepentingan pribadi dan kepentingan umum.
Ilmu yang ditimba para alumni pesantren dari almamater
pesantrennya masing-masing sangat cukup untuk bekal hidup bermasyarakat
dan berjuang. Ini tentu ditunjang dengan lebih tekunnya santri tempo dulu dan
berkah para gurunya yang keikhlasan dan kedalaman ilmunya sangat
mumpuni. Suatu hal yang menakjubkan, bahwa Ummat Islam Nusantara yg
terjajah selama 3,5 abad dan selalu kalah dalam pertikaian politik dan
kekuasaan tapi masih bisa mengembangkan da’wah Islamiyah-nya sehingga
sensus penduduk menjadi mayoritas muslim dan transaksi dalam kehidupan
masyarakat baik ekonomi atau non ekonomi juga sangat banyak yang
6
dipengaruhi oleh teori fiqih Islami. Ini tidak lepas dari perjuangan pesantren
yang bertebaran di pelosok-pelosok tanah air. Kelompok santri memang kalah
dalam perebutan kekuasaan dan politik tapi masih berjaya dalam kultur
budaya. Banyaknya Pesantren yang berdiri meningkatkan jumlah penduduk
Islam menjadi mayoritas di Indonesia. Ironisnya, justru ketika kita sudah
merdeka, umat Islam menerima tekanan-tekanan dari kultur budaya, ekonomi
dan juga politik sehingga jumlah populasinya mengalami degradasi. Dari
sinilah pesantren harus introspeksi diri sendiri agar misi pendidikan, sosial dan
da’wahnya tetap eksis di zaman globalisasi ini.
Sehubungan dengan itu maka diantisipasi bentuk ideal pendidikan
pesantren dimasa depan adalah bentuk pendidikan formal yang mengasuh
ilmu-ilmu agama islam dan dilaksanakan dalam kultur pesantren artinya
berbentuk pendidikan non formal lengkap dengan asrama, kiai, santri dan
ustadz yang hidup bersama dengan masjid dan gedung-gedung atau ruang
belajar sebagai pusat ruang peribadatan dan pengembangan ilmu-ilmu agama
islam. Akan tetapi tidak semua pesantren kuno mau merubah sistem dalam
dunia keislaman mereka. Banyak juga pesantren yang tetap menjaga utuh jati
diri dan nilai-nilai kesalafan mereka. Didunia yang semakin maju ini mereka
tetap bersikukuh untuk tidak mengikuti perkembangan zaman dewasa ini.
Sehingga dunia pesantren kini terbagi menjadi dua klasifikasi, yakni pesantren
salaf dan pesantren modern. Untuk menghadapi dunia modern saat ini
lembaga-lembaga tersebut memilki tantangan-tantangan tersendiri untuk
7
menjaga eksistensi mereka dengan tetap mempertahankan visi dan misi dari
lembaga-lembaga tersebut.
Pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Kecamatan
Suruh Kabupaten Semarang sebagai salah satu pondok salaf seiring dengan
perkembangan zaman memang masih mengajarkan pendidikan berbasis ajaran
Islam sebagaimana yang diterapkan pada pondok pesantren salaf pada
umumnya. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan mengungkap masalah
berkaitan dengan modernisasi sistem pendidikan pesantren khususnya di
Ponpes Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh Kabupaten Semarang.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
1. Bagaimana sistem pendidikan Pondok Pesantren di Ponpes Bustanul
Muta’allimin Reksosari Suruh Kabupaten Semarang?
2. Bagaimana modernisasi system pendidikan pesantren di Ponpes Bustanul
Muta’allimin Reksosari Suruh Kabupaten Semarang?
3. Faktor-faktor apa sajakah penghambat dan pendukung dalam mewujudkan
modernisasi sistem pendidikan di Ponpes Bustanul Muta’allimin Reksosari
Suruh Kabupaten Semarang?
C. Tujuan Penelitian
8
Tujuan penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui sistem pendidikan di Ponpes Bustanul Muta’allimin
Reksosari Suruh Kabupaten Semarang
2. Untuk mengetahui modernisasi sistem pendidikan pesantren di Ponpes
Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh Kabupaten Semarang.
3. Untuk mengetahui faktor penghambat dan penunjang dalam mewujudkan
modernisasi sistem pendidikan pesantren di Ponpes Bustanul Muta’allimin
Reksosari Suruh Kabupaten Semarang
D. Kegunaan Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
yang jelas tentang relevansi system pendidikan pesantren di era modernisasi
dan dari penelitian ini diharapkan dapat memberkan manfaat secara praktis
maupun teoritis.
1. Secara Teoritik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kajian
keilmuan terutama berkaitan dengan sistem pendidikan di pesantren.
2. Secara Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut :
a. Bagi pesantren, sebagai masukan dan informasi mengenai pentingnya
implementasi pendidikan pesantren untuk disesuaikan dengan
perkembangan zaman.
9
b. Hasil penelitian dapat diterapkan langsung oleh masyayikh yang
berkaitan dengan system pendidikan di pesantren.
E. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami pengertian
yang sebenarnya dari judul tersebut, penulis jelaskan pengertian istilah-istilah
yang ada di dalamnya hingga membentuk suatu pengertian yang utuh sebagai
berikut :
1. Modernisasi
Modernisasi berasal dari kata modern artinya sesuai dengan masa kini.
Modernisasi diartikan suatu paham atau gerakan untuk menyesuaikan
dengan keadaan saat ini (Surayin, 2009: 281)
2. Sistem Pendidikan Pesantren
Sistem Pendidikan merupakan suatu kesatuan yang tersusun secara
sistematis dalam menjalankan suatu program pendidikan dalam kurun
waktu yang telah ditetapkan (Engkoswara, 2009: 42)
Pondok pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan Islam
tradisional di mana para siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah
bimbingan seorang (atau lebih) guru yang lebih dikenal dengan sebutan
kyai (Dhofier, 2006: 12)
3. Ponpes Bustanul Muta’allimin
Ponpes Bustanul Muta’allimin merupakan salah satu pondok pesantren
salafiyah yang berlokasi di Desa Reksosari Kecamatan Suruh Kabupaten
Semarang.
10
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, yaitu
penelitian yang menggambarkan fenomena secara mendalam untuk
mengkaji masalah yang diteliti (Sugiyono, 2009: 4).
2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Desa Reksosairi Kecamatan Suruh
Kabupaten Semarang. Waktu penelitian dimulai bulan Maret 2015 sampai dengan April 2015.
3. Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini dipilih sebanyak 10 orang warga, yaitu
kepala dusun dan modin, serta pengasuh pondok pesantren, santri dan
masyarakat sebagai subjek penelitian. Subjek yang telah dipilih tersebut
diharapkan dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
4. Metode Pengumpulan Data
Keberhasilan suatu penelitian terutama penelitian kualitatif,
tergantung beberapa faktor. Paling tidak ditentukan oleh faktor kejelasan
tujuan dan permasalahan penelitian, ketepatan pemilihan pendekatan/
metodologi, ketelitian dan kelengkapan data/ informasi itu sendiri.
Dalam penelitian yang mendasarkan pada pendekatan kualitatif ini
dipergunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu wawancara dan
11
studi dokumentasi. Kedua teknik akan dijelaskan berikut ini, digunakan
peneliti dalam rangka memperoleh informasi saling melengkapi.
a. Wawancara
Wawancara yaitu melakukan tanya jawab atau mengkonfirmasikan
kepada subjek penelitian dengan sistematis (wawancara terstruktur).
Dalam wawancara ini, pertanyaan dan jawaban akan bersifat verbal
atau semacam percakapan yang bertujuan memperoleh data atau
informasi. Dalam penelitian ini, yang menjadi sasaran dari
wawancara adalah warga, kepala desa, tokoh masyarakat dan sumber
lainnya yang relevan.
b. Studi dokumentasi
Dokumentasi yaitu suatu alat penelitian yang bertujuan untuk
melengkapi data (sebagai bukti pendukung), yang bersumber bukan
dari manusia yang memungkinkan dilakukannya pengecekan untuk
mengetahui kesesuiannya. Sumber data yang menjadi fokus dalam
penelitian ini adalah dokumentasi pembelajaran di pesantren.
c. Observasi
Observasi yaitu melakukan pengamatan langsung terhadap proses/
tahapan dalam kegiatan pembelajaran di pondok pesantren.
Dalam penelitian kualitatif tidak terdapat prosedur pengumpulan
data yang memiliki pola yang pasti. Rianse (2009:6) mengatakan
“masing- masing peneliti dapat memberi sejumlah petunjuk dan saran
berdasarkan pengalaman masing-masing”, namun demikian Lincoln dan
12
Guba dalam Rianse (2009) mengatakan terdapat rangkaian prosedur
dasar yang dipergunakan dalam penelitian kualitatif, prosedur itu
meliputi tahap orientasi, explorasi, dan member check. Pelaksanaan
pengumpulan data dalam penelitian ini melalui kegiatan sebagai berikut:
a. Tahap Orientasi
Pada saat ini peneliti melakukan kegiatan: Pendekatan kelembaga-
lembaga yang menjadi lokasi penelitian, dengan tujuan untuk
memperoleh gambaran tentang lokasi dan fokus masalah penelitian,
serta memilih jumlah informan awal yang memadai untuk
memperoleh informan yang tepat. Melakukan pendalaman terhadap
sumber-sumber bacaan yang berhubungan dengan masalah
penelitian, guna menyusun kerangka penelitian dan teori-teori.
Melakukan wawancara awal untuk memperoleh informasi yang
bersifat umum yang berkenaan dengan ruang lingkup penelitian ini.
b. Tahap Eksplorasi
Pada tahap ini peneliti melakukan kegiatan: Mengadakan
wawancara secara intensif dengan subjek penelitian, yaitu
pengasuh pondok pesantren, santri dan masyarakat yang ada di
sekitarnya.
c. Tahap Member check
Pada tahap ini, semua data dan informasi yang telah dikumpulkan
dan dicek ulang dengan metode triangulasi, untuk melihat
kelengkapan atau kesempurnaan serta validitas data. Pengecekan
13
data-data ini dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut: Mengecek
ulang data-data yang sudah terkumpul, baik data yang terkumpul
dari wawancara, hasil observasi maupun dokumen. Meminta data
atau informasi ulang kepada subjek penelitian apabila ternyata data
yang terkumpul tersebut belum lengkap. Meminta penjelasan
kepada pihak terkait tentang data siswa yang melanjutkan serta
data lain yang berhubungan dengan penelitian.
5. Teknik Analisis Data
Tujuan utama penelitian ini adalah memahami perilaku manusia
dalam konteks tertentu. Sebagai konsekuensi dari tujuan, sifat dan
pendekatan penelitian kualitatif tersebut, maka proses dan teknik
analisa data yang ditempuh peneliti cenderung beragam. Kualitas
konseptual, kreativitas dan intuisi peneliti menentukan keberhasilan
analisanya. Sesuai dengan sifat penelitian yang naturalistic-
fenomenologis kualitatif, tentunya semua informasi yang dijaring
dengan berbagai macam alat dalam studi ini berupa uraian yang penuh
deskripsi mengenai subjek yang diteliti, pendapat, pengetahuan,
pengalaman dan aspek lainya yang berkaitan. Tentu tidak semua data
itu dipindahkan dalam laporan penelitian, melainkan dianalisis dengan
menggunakan prosedur menurut Sugiyono (2009) yaitu: (1) reduksi
data, (2) display data, (3) mengambil keputusan dan verifikasi. Analisis
14
data dalam penelitian naturalisti kualitatif menurut Rianse (2009)
adalah proses mengatur data untuk ditafsirkan dan diketahui maknanya.
a. Reduksi Data
Tahap ini dilakukan dengan menelah seluruh data yang tersedia
dari berbagai sumber, yaitu wawancara, pengamatan lapangan, dan
dokumen, sehingga dapat ditemukan hal- hal pokok dari proyek
yang diteliti yang berkenaan dengan fokus penelitian.
b. Display Data
Pada tahap ini, dilakukan dengan merangkum hal- hal pokok yang
ditemukan dalam susunan yang sismatis, yaitu data disusun dengan
cara menggolongkannya ke dalam pola, tema, unit atau katagori,
sehingga tema sentral dapat diketahui dengan mudah, kemudian
diberi makna sesuai materi penelitian. Lebih jelasnya apa yang
dimaksud dengan analisis dan interpretasi data adalah merupakan
proses penyederhanaan dan trasformasi timbunan data mentah,
sehingga menjadi kesimpulan- kesimpulan yang singkat, padat dan
bermakna (Sugiyono, 2009: 16).
c. Verifikasi
Pada tahap ini dilakukan pengujian tentang kesimpulan yang telah
diambil dengan data pembandingan yang bersumber dari hasil
pengumpulan data dan penunjang lainnya. Pengujian ini
dimaksudkan untuk melihat kebenaran hasil analisis sehingga
melahirkan kesimpulan yang diambil dilakukan dengan
15
menghubungkan atau mengkomunikasikan hasil- hasil penelitian
dengan teori- teori para ahli (Sugiyono, 2009: 17). Terutama teori
yang menjadi kerangka acuan peneliti dan keterkaitannya dengan
temuan- temuan dari penelitian lainnya yang relevan, melakukan
proses member-chek mulai dari tahap orientasi sampai dengan
kebenaran data terakhir, dan akhirnya membuat kesimpulan untuk
dilaporkan sebagai hasil penelitian.
16
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Sistem Pendidikan Pondok Pesantren
1. Sejarah Pondok Pesantren
Keberadaan pesantren berperan sebagai media transformasi
kultural yang menyeluruh. Pimpinan pesantren dan para santrinya
mampu menjadikan dirinya sebagai penjaga gawang terjadinya
kemerosotan moralitas. Kekuatan peranan kultural pesantren itu dapat
terjadi karena didukung olehy sistem nilai pesantren atau kultur
pesantren.
Dengan jumlah sekitar 27.000 pesantren pada tahun 2012-2013,
pesantren telah memberikan pelayanan pendidikan kepada 3,65 juta
santri. Hal ini membantu program wajib belajar yang dicanangkan
pemerintah dan sekaligus berpartisipasi dalam pembangunan di bidang
pendidikan nasional. Potensi lain yang dimiliki pesantren adalah potensi
sosial ekonomi kemasyarakatan. Dengan ragam potensi itu, pesantren
telah ikut serta dalam pengembangan masyarakat dalam berbagai aspek
kehidupan. Peran pesantren dalam pembangunan masyarakat dapat
dirasakan dari apa yang dilakukan oleh pesantren seperti pengembangan
pendidikan mandiri, pembangunan sosio-kultural, dan pengembangan
sumber daya kemasyarakatan (Bawono, 2010: 3).
17
Mengkaji pesantren memiliki sejarah yang panjang. Pesantren
sangat terkait erat dengan Islamisasi di Nusantara. Pesantren merupakan
salah satu penopang utama masuk dan berkembangnya Islam di
Indonesia. Sebagai jaringan penggerak Islam di Nusantara, pesantren
telah memerankan secara optimal sebagai episentrum penyebaran Islam.
Eksistensi pesantren dengan demikian,tidak dapat lepas dari sejarah
perkembangannya. Pesantren menjadi warisan umat Islam Indonesia
yang lahir dari bawah bersama umatnya dan memperlihatkan keaslian
Indonesia (indigenous) (Bawono, 2010: 5).
Dengan variasi proses dan perkembangannya masing-masing,
pesantren tumbuh dan berkembang dengan pesat. Secara kuantitaif kini
terdapat puluhan ribu pesantren dengan variasi bentuk dan unsur yang
dimilikinya. Secara kualitatif terdapat ragam fungsi dan peran yang
dimainkannya dalam berbagai sendi kehidupan masyarakat. Dari aspek
unsur, kiai, santri, masjid, pondok, dan kitab adalah lima unsur utama
yang dimiliki oleh sebuah pesantren. Bahkan sebagian ahli memandang,
kelima unsur itu merupakan lima rukun pesantren atau pancasila
pesantren.
Dengan demikian, jika salah satu tidak ada maka belum layak
disebut pesantren. Ketika sebuah pesantren terdata di Direktorat
Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren yang diterbitkan oleh
pemerintah, dengan dalih telah mendapat surat keputusan atau sertifikat,
kemudian memunculkan permasalahan baru. Manakah yang harus
18
dijadikan parameter utama, apakah hanya karena ada bangunan dan
penyelenggaraan pendidikan keagamaan sudah disebut pesantren. Atau,
karena alasan pragmatis, sebuah lembaga pendidikan diidentifikasi
sebagai sebuah pesantren padahal lembaga itu tidak lagi seperti
‘pesantren’ dalam arti yang sebenarnya. Sepertinya, ada ‘ruh’ pesantren
yang hilang. Kasus adanya fenomena kekerasan yang berjubah dan
dibungkus agama, yang dikaitkan dengan pesantren merupakan
problematika yang kompleks. Kasus kekerasan di NTB misalnya, yang
diduga dilakukan oleh sebuah pesantren, setelah dikunjungi oleh peneliti
ternyata jauh dan bukan pesantren. Kondisi demikian disadari benar oleh
Kementerian Agama sehingga perlu ditetapkan kriteria-kriteria tertentu
untuk semacam sertifikasi suatu lembaga untuk layak tidaknya disebut
pesantren (Rahardjo, 2004: 12).
Salah satu ukuran yang dibuat adalah Peraturan Menteri Agama
(PMA) No 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam, pasal 5
yang menyebutkan Pesantren wajib memiliki unsur-unsur pesantren
yang terdiri atas: kiai atau sebutan lain yang sejenis, santri, pondok atau
asrama, masjid atau mushalla, dan kitab kuning atau dirasah Islamiyah
dengan pola pendidikan muallimin. Kiai adalah guru atau ustadz yang
memiliki banyak ilmu pengetahuan sehingga banyak santri (murid) yang
ingin menimba ilmu darinya. Santri pesantren adalah murid (siswa) baik
yang bermukim di pondok atau asrama pesantren atau yang tinggal di
tempat lain untuk mempelajari ilmu pengetahuan dan bahasa, kitab
19
kuning atau dirasah Islamiyah, pengamalan ibadah, dan pembentukan
akhlak karimah selama 24 jam. Pondok atau asrama pesantren adalah
tempat tinggal yang memenuhi kebutuhan santri selama masa belajar
dengan memperhatikan aspek perlindungan, keamanan, dan kesehatan.
Masjid atau mushala adalah tempat peribadatan dan/atau pembelajaran
santri yang dapat digunakan juga untuk pelaksanaan ibadah masyarakat
sekitar pesantren. Kitab (Kitab kuning) adalah kitab kuning atau dirasah
Islamiyah yang dipelajari santri dengan pola pendidikan mu’allimin
sesuai dengan kekhasan masing-masing pesantren.
Selain unsur-unsur pesantren, nilai dan kultur pesantren
merupakan aspek yang harus ada dalam suatu pesantren. Model
pendidikan, pengajaran dan pengalaman yang dilakukan terus-menerus
dalam relasi fungsional internal dan eksternal dipastikan dilakukan
dengan nilai-nilai tertentu. Apalagi bahwa pesantren didirikan atas dasar
pengembangan ajaran ilahi yaitu agama Islam. Di sinilah nilai-nilai
pesantren telah menjadi, meminjam istilah Gus Dur pesantren sebagai
sub kultur dengan sistem nilai yang khas. Nilai-nilai seperti keikhlasan,
kesederhanaan, kemandirian, kedamaian, ukhuwah Islamiyah,
kebebasan, menjaga tradisi, menyesuaikan dengan situasi global, kearifal
lokal, Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika merupakan
struktur yang tak terpisahkan dari kultur pesantren.
20
2. Tujuan Pondok Pesantren
Selama ini belum pernah ada rumusan tertulis mengenai tujuan
pendidikan pesantren. Mastuhu merumuskan bahwa tujuan pesantren
adalah menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim yaitu
kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan dan berakhlaq
mulia, bermanfaat bagi masyarakat atau berkhitmat kepada masyarakat
dengan jalan menjadi kawula atau abdi masyarakat seperti rasul yaitu
menjadi pelayan masyarakat sebagaimana kepribadian Nabi Muhammad
(mengikuti sunnah Nabi)mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam
kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan islam dan kejayaan
umat islam di tengah-tengah masyarakat(‘izzul Islam wal Muslimin ),dan
mencintai Ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian Indonesia
yang muhsin bukan sekedar muslim.Berbagai dasar pendidikan
pesantren yang di rumaskan diatas, tentu menjadi dasar yang dimiliki
oleh setiap pesantren, karna tanpa dasar tersebut sebuah pesantren akan
kehilangan keunikannya sebagai lembaga pendidikan islam tradisional
yang berorientasi pada tafaqquh fiddin dan membentuk kepribadian
Muslim yang Kaffah (Suharto, 2011: 67)
3. Tipologi Sistem Pondok Pesantren
Ciri-ciri Pesantren secara global hampir sama, namun dalam
realitasnya terdapat beberapa perbedaan terutama dilihat dari proses dan
substansi yang diajarkan. Adapun tipologi secara garis besar terdapat 2
21
kelompok yaitu : Pertama, pesantren salafi yang tetap mempertahankan
pengajaran kitab-kitab Islam Klasik sebagai Inti Pendidikan di pesantren
Tradisional. Sistim Madrasah di terapkan untuk memudahkan sistem
Sorogan yang di pakai dalam lembaga-lembaga pengajian bentuk lama,
tanpa mengenalkan pengajaran pengetahuan umum. Kedua, pesantren
Modern yang telah memasukkan pelajaran umum dalam Madrasah yang
di kembangkan atau membuka tipe-tipe sekolah umum dalam
lingkungan pesantren (Rahardjo, 2004: 36).
Pengelompokan di atas perlu diurai lagi. Mengingat
perkembangan pesantren yang sangat pesat akhir ini. Ridwan Natsir
(dalam Haidar, 2007: 319) mengelompokkan pesantren menjadi 5 yaitu :
a. Pesantren salaf, yang di dalamnya terdapat sistem pendidikan salaf
(wetonan dan sorogan) dan sistem klasikal.
b. Pesantren semi berkembang, yaitu pesantren yang di dalamnya
terdapat sistem pendidikan salaf (wetonan dan sorogan) dan sistem
madrasah swasta dengan kurikulum 90 % agama dan 10 % umum
c. Pesantren berkembang, yaitu pondok pesantren seperti semi
berkembang hanya saja lebih fariatif yakni 70 % agama dan 30 %
umum
d. Pesantren moderen, seperti pesantren berkembang yang lebih
lengkap dengan lembaga pendidikan sampai perguruan tinggi dan
dilengkapi dengan takhassus bahasa arab dan bahasa inggris
22
e. Pesantren ideal, pesantren sebagaimana pesantren moderen hanya
saja lembaga pendidikannya lebih lengkap dalam bidang
keterampilan yang meliputi teknik, perikanan, pertanian, perbankkan
dan lainnya yang benar-benar memperhatikan kualitas dengan tidak
menggeser ciri khas pesantren.
Namun dalam Permenag No.3 Tahun 2012 tentang Pendidikan
Keagamaan Islam disebutkan bahwa pesantren sebagai Satuan
Pendidikan diselenggarakan dalam bentuk pesantren Salafiyah.
Pesantren Salafiyah adalah pesantren yang menyelenggarakan
pendidikan dengan menggunakan kitab kuning dan sistem pengajaran
yang ditetapkan oleh kyai atau pengasuh. Sedangkan Pesantren
Khalafiyah dalam peraturan ini masuk dalam pengertian Pesantren
Salafiyah.
Pengertian Tradisional menunjukkan bahwa lembaga ini hidup
sejak ratusan tahun (300-400 tahun) yang lalu dan telah menjadi bagian
yang mendalam dari sistem kehidupan sebagian besar umat Islam
Indonesiayang merupakan golongan mayoritas bangsa indonesia dan
telah mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perjalanan
umat bukan tradisional dalam arti tetap tanpa mengalami penyesuaian.
Kata salaf atau salafiyyah itu sendiri diambil dari numenklatur Arab
salafiyyun untuk sebutan sekelompok umat Islam yang ingin kembali
kepada ajaran Al-Qur’an dan Assunnah sebagaimana praktik kehidupan
generasi pertama Islam (Assalafussholeh). Pada waktu itu umat Islam
23
sedang mengalami perpecahan dalam bentuk golongan madzhab tauhid
hingga beberapa kelompok. Kelompok salafiyun ini mengaku lepas dari
semua kelompok itu dan mengajak semua yang telah terkelompok-
kelompok menyatu kembali kepada ajaran Al-Quran dan Assunnah.
Penggunaan kata salaf juga dipakai untuk antonym kata salaf versus
kholaf. Ungkapan ini dipakai untuk membedakan antara ulama salaf
(tradisional) dan ulama kholaf (modern). Tidak selamanya yang salaf
berarti kuno manakala ulama mengajak kembali kepada ajaran Al-
Qur,an. Seringkali mereka bahkan lebih dinamis dari yang kholaf karena
ulama kholaf banyak diartikan juga untuk menggambarkan ulama yang
memiliki orientasi ke salafussholeh.
Penggunaan kata salaf untuk pesantren hanya terjadi di
Indonesia. Tetapi pesantren salaf cenderung digunakan untuk menyebut
pesantren yang tidak menggunakan kurikulum modern, baik yang
berasal dari pemerintah ataupun hasil inovasi ulama sekarang. Pesantren
salaf pada umumnya dikenal dengan pesantren yang tidak
menyelenggarakan pendidikan formal semacam madrasah ataupun
sekolah. Kalaulah menyelenggarakan pendidikan keagaman dengan
sistem berkelas kurikulumnya berbeda dari kurikulum, model sekolah
ataupun madrasah pada umumnya. Jadi menurut hemat penulis pesantren
salaf yakni pesantren yang melakukan pengajaran terhadap santri-
santrinya untuk belajar agama islam secara khusus tanpa
mengikutsertakan pendidikan umum didalamnya. Kegiatan yang
24
dilakukan biasanya mempelajari ajaran Islam dengan belajar
menggunakan kitab-kitab kuning atau kitab kuno (klasik), yang
menggunakan metode tradisional seperti hafalan, menerjemahkan kitab-
kitab didalam berlangsungnya proses belajar mengajar. Dalam pesantren
salaf peran seorang kyai atau ulama sangat dominan, kyai menjadi
sumber referensi utama dalam sistem pembelajaran santri-santrinya.
Pesantren tradisional (salafi) “merupakan salah satu lembaga pendidikan
Islam yang sangat diperhitungkan dalam mempersiapkan ulama pada
masa depan, sekaligus sebagai garda terdepan dalam memfilter dampak
negatif kehidupan modern”. Istilah pesantren tradisional digunakan
untuk menunjuk ciri dasar perkembangan pesantren yang masih bertahan
pada corak generasi pertama atau generasi salafi. (Hidayah, 2012: 56)
Pesantren salafiyah telah memperoleh.penyetaraan melalui SKB
2 Menteri (Menag dan Mendiknas) No : 1/U/KB/2000 dan No.
MA/86/2000, tertanggal 30 Maret 2000 yng memberi kesempatan
kepada pesantren salafiyah untuk ikut menyelenggarakan pendidikan
dasar sebagai upaya mempercepat pelaksanaan program wajib belajar
dengan persyratan tambahan mata pelajaran Bahasa Indonesia,
Matematika, dan IPA dalam kurikulumnya. Dengan demikian SKB ini
memiliki implikasi yang sangat besar untuk mempertahankan eksistensi
pendidikan pesantren.
Sedangkan mengenai arti pesantren khalafiyah (modern) adalah
pesantren yang mengadopsi sistem madrasah atau sekolah yang
25
memasukkan pelajaran umum dalam kurikulum madrasah yang
dikembangkan, atau pesantren yang menyelenggarakan tipe sekolah-
sekolah umum seperti; MI/SD, MTs/SMP, MA/SMA/SMK dan bahkan
PT dalam lingkungannya. Dengan demikian pesantren modern
merupakan pendidikan pesantren yang diperbaharui atas pesantren salaf,
sebagai institusi pendidikan asli Indonesia yang lebih tua dari Indonesia
itu sendiri, adalah ‘legenda hidup’ yang masih eksis hingga hari ini.
Sedangkan menurut penulis pesantren modern itu dapat diartikan bahwa
pesantren modern adalah pesantren yang berusaha menyeimbangkan
pendidikan agama dengan pendidikan umum, metode yang digunakan
tidak lagi seperti dulu, materi yang diajarkanpun juga lebih banyak
dibanding pesantren salaf. Selain mengajarkan pendidikan agama islam
pesantren ini juga mengajarkan ilmu-ilmu umum dan juga bahasa-bahasa
asing yang dilakukan guna menghadapi perkembangan zaman yang
semakin canggih seperti sekarang ini. Dan didirikan pula sekolah-
sekolah diberbagai tingkat sebagai sarana prasarana sebagai penunjang
dalam sistem pembelajaran mereka.
Secara umum Pesantren Wajib memiliki lima elemen pokok
yakni: (Haidar, 2007: 42)
a. Kyai, Ustadz, atau sebutan yang lain
b. Santri,
c. Pondok atau asrama ; dan
d. Masjid atau Musholla.
26
Pesantren wajib menyelenggarakan pengajian kitab kuning sesuai
dengan kekhasan masing-masing pesantren. Kelima elemen tersebut
merupakan ciri khusus yang dimiliki oleh pesantren yang tidak dimiliki
oleh lembaga pendidikan yang lain. Selain itu ada pula ciri khusus
pesantren yakni kepemimpinan yang kharismatik dan suasana
keagamaan yang mendalam.
Pada awalnya posisi pesantren di Indonesia khususnya
pesantren salaf atau pesantren tradisional memang cukup positif untuk
melindungi umat dari terkaman rekayasa ideologi atau agama penjajah.
Banyak ulama besar Islam dilahirkan oleh kalangan pesantren masa itu
karena kemurnian ajaran, kualitas keilmuan dan semangat para pendiri
pesantren. Namun dalam proses perjalanan sejarah peradaban manusia
yang begitu cepat berkembang, pondok pesantren juga secara bertahap
kehilangan kemampuan sosialnya karena mereka tetap saja berada pada
lingkup yang kecil padahal arus teknologi maju dengan amat pesatnya.
Akan tetapi pada masa itu masih banyak pesantren yang
bersikukuh mempertahankan ketradisionalan mereka, dan cenderung
menutup diri untuk dunia luar. Sehingga perilaku tanggap terhadap
perubahan zaman sangat kurang dirasakan oleh mereka. Kemajuan
pendidikan masih jauh tertinggal dengan pesantren-pesantren modern,
baik dari segi kurikulum ataupun sistemnya. Dari segi kurikulum
pesantren ini lebih mencolok terhadap penekanan mengenai fikih,
tasawuf dan ilmu alat. Dalam sistem pembelajarannya juga masih
27
mengikuti model-model terdahulu seperti bondongan, hafalan rutinan,
sorogan, dan metode yang lainnya (Rahardjo, 2004: 46).
Pilihan pesantren untuk tidak mengikuti aturan pendidikan
formal adakalanya tumbuh dari kalkulasi program atau kurikulum yang
diatur dan disusun Negara tidak akan memenuhi kebutuhan sebuah
lembaga pendidikan pesantren yang memiliki visi dan misi pendidikan
secara khas. Selain itu, orientasi keilmuan dipendidikan formal dinilai
berorientasi pada prestasi akademik dan kerja. Sedangkan pada
pesantren salaf tertuju pada prestasi akhlakul karimah. Pandangan-
pandangan seperti inilah yang menjadikan kaum muslim lemah dan
mengalami kemosrotan dalam segi ekonomi, tekhnologi, dan juga
pergeseran social di tengah-tengah masyarakat. Untuk lebih singkatnya,
kelemahan yang dimiliki oleh pesantren salaf pada umumnya antara
lain: (Sumardi, 2008: 78)
1) Menutup diri akan perubahan zaman, dan bersifat kolot dalam
merespon modernisasi.
2) Lebih menekankan ilmu fiqh, tasawuf dan ilmu alat
3) Adanya penurunan kualitas dan kuantitas pesantren salaf
4) Penggunaan metode pembelajaran yang masih bersifat radisional
seperti sorogan, bandongan (halaqah), dan wetonan.
5) Kurangnya penekanan kepada aspek pentingnya membaca dan
menulis.
6) Peran kyai yang dominan dan sumber utama dalam pembelajaran
28
Jadi menurut penulis hal-hal yang ada dalam pesantren salaf
yang kiranya kurang begitu relevan dengan perkembangan zaman pada
dewasa ini sebaiknya sedikit demi sedikit perlu dievaluasi kembali agar
para penerus bangsa tetap menjaga kekhassan dari pesantren salaf itu
sendiri. Dan eksistensi pesantren salaf tetap terjaga. Karena
bagaimanapun seiring perubahan zaman manusia itu juga ikut
mengalami perubahan.
Tidak dapat dipungkiri keberadaan pesantren salaf telah
membawa perubahan terhadap masyarakat Indonesia pada masa
penjajahan dan awal Indonesia merdeka. Perlu kita ketahui juga banyak
para santri yang dulu ikut menyemarakan perjuangan kemerdekaan
Negara kita ini. Walaupun banyak mengalami rintangan dan kekangan
dari para Kolonial Belanda, tetapi pesantren ini tetap mampu
menyebarkan agama islam. Selain itu alumni-alumni dari pesantren
salaf ini mampu berkiprah dalam masyarakat pada masanya, karena
ilmu yang ditimba sangat cukup untuk bekal hidup bermasyarakat,
selain itu adanya keikhlasan dari kyai dan keberkahan dari kyai yang
dulu memang sangat manjur. Walau metode yang digunakan itu
dikatakan kuno, akan tetapi hasilnya cukup berkualitas. Serta
menghasilkan santri yang bersifat akhlakul karimah dan berpijak teguh
pada Al-qur’an dan As-sunnah. Pendidikan pesantren salaf ini bagus
untuk pembentukan moral anak bangsa kita kedepan. Tapi harus juga
29
diimbangi dengan ketrampilan, kreatifitas dan juga pengetahuan dari
mereka (Rahardjo, 2004: 82).
Kekhasan pesantren salaf yang paling menonjol adalah
kebutuhan akan ta’limu ulum addin (pembelajaran ilmu-ilmu
keagamaan). Masyarakat muslim memiliki tradisi pendidikan
keagamaan yang sangat kental dan biasanya menjadi program
pendidikan yang utuh serta memenuhi seluruh rongga waktu santri.
Untuk lebih rincinya dapat disimpulkan kelebihan-kelebihan dari
pesantren salaf antara lain adalah sebagai berikut: (Sumardi, 2008: 52)
a) Ketakdziman seorang santri terhadap kyainya begitu kental
b) Tempat mencetak kader-kader islam yang berakhlakul karimah dan
mumpuni terhadap kajian-kajian agama seperti ilmu fiqh, tasawuf
ataupun ilmu alat
c) Sebagai tempat sentral belajar ilmu agama
d) Tempat pendidikan yang tak mengenal strata social
e) Mengajarkan semangat kehidupan demokrasi, bekerja sama,
persaudaraan, persamaan, percaya diri dan keberanian hidup.
Dibelantika dunia pendidikan Indonesia, model-model
pendidikan di pesantren adalah kondisi sesungguhnya yang kemudian
melatar belakangi apa yang disebut dengan pendidikan keagamaan
Islam. Namun sampai saat ini pendidikan di pesantren nyaris disebut
pendidikan nonformal dan karenanya tidak ada sangkut pautnya dengan
program evaluasi, akreditasi, maupun sertifikasi sebagaimana
30
diberlakukan oleh Negara. Lalu lulusan pesantren murni semacam ini
tidak mendapatkan akses yang sama seperti keluaran lembaga
pendidikan lain. Akan tetapi hal demikian tidak akan terjadi lagi dalam
dunia pesantren baru kita, yang biasa kita kenal dengan pesantren
modern. Karena dalam pesantren modern telah melakukan perubahan
terhadap kurikulum, metode dalam melakukan proses pembelajaran
seperti perubahan dalam: (Haidar, 2007: 352)
1) Sistem pengajaran dari perseorangan atau sorogan menjadi sistem
klasikal yang kemudian disebut sebagai madrasah.
2) Diberikannya pengetahuan umum disamping masih
mempertahankan pengetahuan agama dan bahasa Arab.
3) Bertambahnya komponen pendidikan pondok pesantren, misalnya
keterampilan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat
sekitar.
4) Diberikannya ijazah bagi santri yang telah menyelesaikan studinya
di pesantren, yang terkadang ijazah tersebut disesuaikan dengan
ijazah negeri.
Selain perubahan tersebut, dunia pesantren modern juga telah
menerima bahkan mau memanfaatkan perkembangan teknologi yang
ada. Para santri tidak hanya diajari dan dibacakan kitab-kitab klasik
yang menjadi jati diri pesantren, akan tetapi mereka juga diperbolehkan
belajar ilmu-ilmu umum juga tekhnologi seperti belajar ilmu alam,
social, bahasa asing selain bahasa arab, computer bahkan untuk zaman
31
sekarang internetpun telah diajarkan kepada mereka. Tentunya itu
dilakukan guna menciptakan para santri menjadi manusia yang cerdas
spiritual dan peka terhadap perubahan zaman. Perubahan yang terjadi
dalam pesantren juga merupakan kelebihan akan perkembangan
pesantren itu sendiri, adapun kelebihan-kelebihan yang lain dapat
dituliskan sebagai berikut: (Dhofier, 2004: 68)
1) Adanya perubahan yang signifikan dalam sistem, metode serta
kurikulumnya.
2) Mau membuka tangan untuk menerima perubahan zaman.
3) Semangat untuk membantu perkembangan pendidikan di Indonesia
tidak hanya dalam pendidikan agama saja.
4) Dibangunnya madrasah-madrasah bahkan perguruan tinggi guna
mengembangkan pendidikan baik agama ataupun umum dalam
lingkungan pesantren.
5) Mampu merubah sikap kekolotan pesantren yang terdahulu menjadi
lebih fleksibel.
6) Perubahan terhadap out putnya yang tidak hanya menjadi seorang
guru ngaji,ataupun guru agama di desa. Sekarang merambah ke
dalam dunia politik, ekonomi dan beberapa bidang lainnya.
Ketika ada kelebihan tentunya akan ada kekurangan yang hadir
mendampinginya. Begitu juga dengan ponpes modern, selain memiliki
kelebihan-kelebihan diatas, juga mempunyai kekurangan. Walaupun
dengan berkembangnya pemikiran dan paradigma baru dari tradisi
32
pesantren yang dulu, munculnya pesantren modern ini menjadikan
kendala akan berkembangnya pesantren salaf, selain itu pada realita
yang ada belum semua pesantren yang menklaim dirinya sebagai
pesantren modern telah memiliki sarana dan prasarana yang
dibutuhkan. Seiring dengan bertambahnya kebutuhan yang dioerlukan
untuk pengembangan ponpes modern, para santri yang akan menimba
ilmu di dalamnya harus membayar sedikit agak mahal dari pada
pesantren model lama. Sehingga mengakibatkan sulitnya orangtua yang
memiliki taraf ekonomi tengah ke bawah untuk menyekolahkan
anaknya di ponpes tersebut.
B. Modernisasi Pendidikan Islam
1. Pondok Pesantren Modern
Dalam Peraturan Menteri Agama RI mengatakan pesantren
adalah lembaga pendidikan keagamaan Islam berbasis masyarakat baik
sebagai satuan pendidikan dan/atau sebagai wadah penyelenggara
pendidikan. Pesantren juga memiliki dua arti yang dilihat dari segi fisik
dan pengertian kultural. ari segi fisik pesantren merupakan sebuah
kompleks pendidikan yang terdiri dari susunan bangunan yang
dilengkapi dengan sarana prasarana yang mendukung penyelenggaraan
pendidikan. Sedangkan secara kultural pesantren mencakup pengertian
yang lebih luas mulai dari sistem nilai khas yang secara intrinsik melekat
di dalam pola kehidupan komunitas santri, seperti kepatuhan pada kyai
33
sebagai tokoh sentral, sikap ikhlas dan tawadhu, serta tradisi keagamaan
yang diwariskan secara turun-temurun. Ada pula yang mengartikan
pesantren dengan arti bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan
tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami,
menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan
pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-sehari
((Haidar, 2007: 313).
Ketika menelusuri lebih jauh lagi tentang apa itu sebenarnya
pesantren, tentu akan muncul begitu banyak arti dan pendapat tentang
pesantren. Dari sekian pengertian di atas disini penulis mencoba menarik
kesimpulan, bahwa pesantren adalah suatu lembaga pendidikan agama
Islam tradisional yang mempunyai ciri khusus yang telah
mengembangkan diri dan ikut serta dalam pembangunan bangsa serta
berperan dalam proses penyebaran agama islam di Indonesia sejak
sebelum kemerdekaan hingga saat ini.
Pesantren merupakan lembaga sosial yang motif, tujuan dan
usaha-usahanya bersumber pada agama Islam (Suyata,1985: 28).
Pesantren adalah lembaga sosial kemasyarakatan yang mempunyai
sistem nilai yang unik, yang berperan multi fungsi meliputi keagamaan,
pendidikan dan pengembangan kemasyarakatan (Haedari, 2008: 32).
Pesantren memiliki suatu tradisi, yang merupakan identitas kolektif yang
meyakinkan terhadap komunitasnya. Dengan segala kekuatan yang
dimilikinya, pesantren berperan sebagai lembaga ‘amar ma’ruf nahi
34
munkar yang partisipatif, baik bi al-lisan maupun bial-hal dengan
terlibat langsung menangani permasalahan kemasyarakatan.
Bagi ponpes modern yang telah berkembang dan memiliki
ratusan, bahkan ribuan santri terkadang mengalami sedikit kesulitan
dalam mengondisikan santri-santrinya sehingga memberikan peraturan-
peraturan ponpes yang harus dijalankan santri. Namun realita yang ada
peraturan yang telah dibuat terlalu ketat sehingga santri merasa
terkekang hidup di dalam pesantren. Bahkan ada yang berkata hidup di
pesantren seperti hidup di penjara suci. Sehingga tidak sedikit santri
yang tidak betah dan akhirnya keluar dari ponpes tersebut. Masih terkait
dengan jumlah santri yang cukup besar, terkadang para pengurus
ponpes mengalami kesulitan dan tidak mampu mengurus santrinya satu
persatu, hal ini dijadikan kesempatan oleh santri yang merasa jenuh,
untuk kabur dari pesantren. Tidak sedikit santri dari berbagai ponpes
modern yang mampu melihat indahnya malam diluar lingkungan
pesantren tanpa sepengetahuan pengurus. Selain itu kebiasaan “ngalap
berkah kyai” dalam dunia ponpes modern mulai sedikit berkurang,
karena santri tidak bisa sering bertemu bahkan diajar oleh kyai dari
ponpes yang mereka huni. Karena sudah ada dan telah terbentuk staf
pengajar baik dilingkungan pesantren maupun di madrasahnya. Hal
tersebut hanya sedikit dari kekurangan ponpes modern yang penulis
ketahui, tentunya masih ada lagi kekurangan-kekurangan yang lain.
35
Dari uaraian di atas dapat penulis tuliskan kekurangan-kekurangn
tersebut seperti dibawah ini: (Sumardi, 2008: 87)
a. Kurang takdzimnya santri kepada kyai, karena santri lebih patuh
pada peraturan pesantren.
b. Ketatnya peraturan-peraturan yang dibuat, yang menyebabkan
ketidaknyamanan santri dalam belajar.
c. Ilmu-ilmu agama yang diberikan tidak lagi diberikan secara intensif.
d. Terdapatnya kecenderungan santri yang semakin kuat untuk
mempelajari IPTEK.
e. Tradisi “ngalap berkah kyai” sudah tidak lagi menjadi fenomena
yang dalam pesantren.
Selama masih ada nafas pendidikan di dunia ini selama itu pula
dunia pendidikan akan terus mengalami perubahan sebagai tuntutan
zaman. Maka dari itu tidak akan pernah habis manusia untuk mencari
dan merubah baik sistem, metode, kurikulum dan dari segi lainnya
untuk memajukan pendidikan. Selama itu pula kelebihan dan
kekurangan akan terus melekat dalam setiap perubahan yang terjadi
dalam dunia pendidikan. Kelebihan dan kekurangan dari pesantren
modern ini juga tidak menutup kemungkinan akan mengalami
perubahan dalam sejarah perkembangan pendidikan Islam.
Sebagai lembaga pendidikan Islam yang mengandung makna
keaslian Indonesia (indigenous), posisi pesantren sebagai lembaga
pendidikan Islam merupakan sub sistem pendidikan nasional. Karena
36
itu, pendidikan pesantren memiliki dasar yang cukup kuat, baik secara
ideal, konstitusional maupun teologis. Landasan ideologis ini menjadi
penting bagi pesantren, terkait eksistensinya sebagai lembaga
pendidikan yang sah, menyejarah dan penunjuk arah bagi semua
aktivitasnya. Selain itu landasan ini juga dijadikan sebagai acuan bagi
pesantren untuk bersikap dalam menghadapi kemajuan perubahan
zaman.
Sedangkan dasar teologis pesantren adalah ajaran Islam yakni
bahwa melaksakan pendidikan agama merupakan perintah dari Tuhan
dan merupakan ibadah kepada-Nya. Dasar yang di pakai adalah Al-
qur’an dan Hadits. Di samping itu pendidikan pesantren didirikan atas
dasar tafaqquh fiddin, yaitu kepentingan umat untuk memperdalam
ilmu pengetahuan agama (Rahardjo, 2004: 68).
Pendidikan pesantren juga bertujuan menekankan pentingnya
tegaknya islam ditengah-tengah kehidupan sebagai sumber utama moral
atau akhlaq mulia. Jika kita berfikir secara alternatif dan otomatis maka,
Islam dapat menggantikan tata nilai kehidupan bersama yang lebih baik
dan maju. Pendidikan islam juga dapat melengkapi kekurangan,
meluruskan, yang bengkok atau memperbaiki yang salah atau rusak dan
memberikan sesuatu yang baru yang belum ada dan diperlukan.
Setelah kita mengetahui lanadasan dan tujuan pesantren pada
umumnya, yang tengah menjadi permasalahan kini adalah bagaimana
sikap pesantren baik salafi ataupun modern untuk menghadapi relitas
37
modernisasi kehidupan saat ini? Ketika kita tengok lagi mengenai
pesantren salaf, maka persoalan eksistensi pesantren yang tidak dapat
dilepaskan dari persoalajn-persoalan konteks social yang
melingkupinya, itu sebenarnya merupakan tantangan baginya. Karena
bagaimanapun tuntutan masyarakat selalu berubah. Untuk zaman
sekarang ini ketika kita hanya sibuk dengan urusan ukhrowi saja lalu
bagaimana kita bisa terus mempertahankan eksistensi kita sebagai
manusia yang dituntut untuk memenuhi kebutuhan raga. Karena pada
hakekatnya manusia memiliki dua unsure (jiwa,raga) yang mana
keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Bukankah
cendikiawan-cendekiawan kita dahulu selain berilmu agama,
berakhlakul karimah mereka juga ahli ilmu untuk mengurus dan
memajukan dunia islam pada khususnya (Rahardjo, 2004: 72).
Pesantren salaf harus mempunyai ketegasan sikap dalam
menghadapi persoalan social era reformasi, agar eksistensi dan
kiprahnya tetap dapat diterima semua kalangan. Karena selain
tantangan zaman, tantangan dari diri pesantren salaf sendiri harus
segera disikapi, seperti halnya beberapa problem yang terjadi dalam
pesantren salaf antara lain: problem kurikulum, problem kualitas dan
kuantitas pesantren salaf, problem metode pengajaran, bahkan problem
seorang kyai yang telah mengalami regenerasi. Untuk menyikapi hal-
hal tersebut sungguh tidak mudah, mungkin pesantren salaf harus
memberikan terobosan baru dalam pendidikan agama Islam. Bisa
38
dengan merubah “kelamin” menjadi pesantren modern atau melakukan
hal baru untuk mempertahankan kesalafiyahannya agar dapat relevan
dengan kondisi sekarang.
Perkembangan ilmu fiqih misalnya, sebagai ciri paling
menonjol diseluruh pesantren di Indonesia, justru dikritik oleh kyai-
kyai yang sudah mulai berfikir kritis sebagai tidak mengalami kemajuan
apa-apa, bahkan cenderung melanggengkan tradisi pengembangan ilmu
fiqih secara keliru. Dari segi kompetensi santri juga demikian,
pesantren kurang menekankan aspek pentingnya membaca, menulis,
dan mendengar seperti tuntutan ilmu pengetahuan modern. Banyak
pesantren yang mambiarkan santri bertahun-tahun hidup dipesantren,
bahkan sampai usia lanjut, tidak diajarkan cara membaca secara mandiri
kitab gundul dengan benar. Itu karena di banyak pesantren cara baca
sorogan masih cukup mendominasi. Sehingga setelah lulus santri
tersebut sesungguhnya belum menguasai seni membaca kitab arab,
kecuali kitab-kitab muktabar yang sudah dibedakan gurunya (Dhofier,
2004: 86)
Seni penulisan pada kitab-kitab kuning yang digunaka di
pesantren umumnya adalah sistem penulisan kuno (menggunakan
sistem matan dan hasyiyah) yang untuk katagori perkembangan zaman
seharusnya sudah sangat menyulitkan, tidak efektif, dan perlu penulisan
ulang. Namun, karena ini semua kurang dipahami dan dijalankan
39
sehingga tradisi menulis pesantren turut tenggelam bersama pengaruh
penulisan masalah pada masa lalu.
Selanjutnya untuk pesantren modern perlu menyikapi
modernitas yang telah membaur menjadi satu dalam sistem
pembelajaran, sehingga pesantren modern mampu menjaga tujuan
utama untuk mengajarkan agama Islam sehingga tidak terbawa arus
modernisasi itu sendiri.
Selain permasalahan keseimbangan antara kedua pendidikan
tersebut, masih ada permasalahan yang dihadapi pesantren, yakni
masalah akses melanjutkan pendidikan secara lintas jalur atau bekerja
di instansi-instansi resmi, semacam menjadi PNS atau melamar menjadi
guru agama menjadi persoalan besar bagi kalangan pesantren
(walaupun di Jawa Timur atas prakarsa bupati dilakukan pendidikan
starta 1 atau jalur pendodok pesantren/MADIN) namun kebijakan itu
terlihat sporadis. Tidak semua santri punya niat yang sangat kuat
menjadi kyai. Hal lain, peristiwa gugurnya banyak caleg (calon
legislatif) dari kalangan orang pesantren yang gagal mendaftar jadi
anggota legislative gara-gara ijazah pesantren tidak diakui Negara
merupakan kisah paling heboh mengenai quoradis pesantren saat ini.
Seperti kita ketahui, untuk mengatasi situasi darurat, para caleg itu lalu
mengikuti program penyetaraan paket C (tingkat SMA). Banyak
pesantren kemudian menyelenggarakannya secara sporadis sehingga
terkesan ada obral ijazah. Bagi yang tidak sabar dengan program ini ada
40
yang mendatangi Departemen Agama dan menntut pengakuan atas
ijazah pesantren. Sudah bisa dipastikan Departemen Agama
kelimpungan karna perangkat hukumnya tidak ada. Maka persoalan ini
dibawa ke kancah pembaharuan pendidikan melalui reformasi
pendidikan yang diusung oleh UU No 20 tentang Sisdiknas 2003. Hal-
hal semacam ini harus dijadikan pembelajaran untuk kalangan
pesantren dalam bersikap selanjutnya (Sumardi, 2008: 116).
Alangkah prihatinnya umat Islam di Indonesia ini jika pada
zaman kemerdekaan yang maju dan canggih seperti sekarang masih ada
pondok pesantren gaya lama yang mengajar santrinya dengan buku-
buku lama, materi yang diajarkan juga hanya masalah ritual/
peribadatan sempit, wawasan yang disajikan hanya wawasan lokal,
metode yang diajarkan hanya mencontoh atau meniru dan sistem yang
dipakai adalah sistem yang feodalistik. Pondok semacam ini tidak
seharusnya boleh ada lagi di Indonesia karena amat berbahaya bagai
masa depan generasi muda umat dan generasi muda bangsa. Pondok
semacam ini bisa menjadi kantong-kantong pembodohan generasi muda
yang nantinya mengahasilkan produk yang pasif, picik, emosional, labil
dan membebani upaya pembangunan masyarakat.
Bagi pesantren yang menyelenggarakan satuan atau program
pendidikan dengan sistem yang sudah berjalan selama ini tentu tidak
menghadapi masalah apa-apa. Namun, bagi pesantren yang tetap ingin
nenyelenggarakan ilmu agama murni atau tetap tidak mau ikut
41
sepenuhnya kurikulum Negara, peluangnya terdapat di dua model
berikut ini: (Sumardi, 2008: 118)
a. Apa pun satuan dan program pendidikan yang diselenggarakannya
akan di hitung oleh hukum Negara sebagai bukan pendidikan formal
melalui proses standarisasi dan akreditasi. Jika pesantren semacam
ini mengeluarkan ijazah, maka ijazah nya tentu bukan ijazah yang
berstatus terakreditasi. Pesantren yang menyelenggarakan
pendidikan formal tanpa akreditasi, maka pesantren tetap seperti
sedia kala, akan besar bersama penerimaan masyarakat. Dengan
mengecualikan santri diusia 7-15 tahun karena wajib bagi mereka
mengikuti program wajar Diknas 9 tahun
b. Jika pendidikan yang dikembangkan pesantren tidak memenuhi
criteria standar nasional pendidikan dan tidak melampau proses
akreditasi, akan tetapi pesantrn tersebut mampu menciptakan
keluaran pendidikan yang kualitas kompetensinya memadahi. Maka
peluang pengakuan pesantren ,masih bisa titempuh ,melalui proses
pengakuan akreditasi yang dilakuakan oleh mentri pendidikan
nasional dan mentri agama. Pengakuan setara pendidikan formal
yang akan diperoleh pesantren ini masihjauh lebih memungkinkan
dari pengakuan Negara atas penyetaraan yang diperuntukkan pada
peserta didik pendidikan non formal dan in formal (UU Sisdiknas).
c. Kaum santri pada umumnya kini sudah mendengar bahwa UU
Sisdiknas baru, telah mengadopsi model pesantren sebagai bagian
42
integral dalam sistem pendidikan nasional. Ini bisa dimaknai angin
segar bagi model pendidikan yang merasa terpinggirkan seperti
pesantren selama ini.
Setelah kita mengetahui apa dan bagaimana kita harus
menyikapi hal-hal yang menyangkut sistem pendidikan pesantren, kini
kita harus berpikir kembali untuk terus mengembangkan dan
memperbahuri sistem pendidikan pesantren kita agar tidak ketinggalan
dan membukitikan bahwa kaum muslim juga mampu menjadi cendekia
dalam bidang ilmu pendidikan, baik agama maupun umum. Karena
bagaimanapun pesantren adalah satu-satunya lembaga pendidikan
agama islam yang memiliki kekhasan yang tidak dimiliki oleh lembaga
pendidikan lain, selain itu peran pesantren dalam sejarah Indonesia
sangat berpengaruh, sehingga eksistensi dan kiprahnya harus terus
dijaga.
Peran pesantren dalam proses pembangunan sosial
Perspektif histories menempatkan pesantren pada posisi yang cukup
istimewa dalam khazanah perkembangan sosial budaya masyarakat
Indonesia. Abdurrahman Wahid menempatkan pesantren sebagai subkultur
tersendiri dalam masyarakat Indonesia. Menurutnya, lima ribu podnok
pesantren yang tersebar di enam puluh delapan puluh desa merupakan bukti
tersendiri untuk menyatakan sebagai subkultur.
Bertolak dari pandangan Abdurrahman Wahid di atas, tidak terlalu
berlebihan apabila pesantren di posisikan sebagai satu elemen determinan
43
dalam struktur piramida sosial masyarakat Indonesia. Adanya posisi penting
yang disandang pesantren menuntutnya untuk memainkan peran penting
pula dalam setiap proses-proses pembangunan sosial baik melaui potensi
pendidikan maupun potensi pengembangan masyarakat yang dimilikinya.
Seperti dimaklumi, pesantren selama ini dikenal dengan fungsinya sebagai
lembaga pendidikan yang memiliki misi untuk membebaskan peserta
didiknya (santri) dari belenggu kebodohan yang selama ini menjadi musuh
dari dunia pendidikan secara umum. Pada tataran berikutnya, keberadaan
para santri dalam menguasai ilmu pengetahuan dan keagamaan akan
menjadi bekal mereka dalam berperan serta dalam proses pembangunan
yang pada intinya tiada lain adalah perubahan sosial menuju terciptanya
tatanan masyarakat yang lebih sempurna.
Selaras dengan pandangan pembangunan sebagai proses perubahan
sosial, pembangunan itu tiada lain merupakan pencerminan kehendak untuk
terus menerus meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat
Indonesia secara adil dan merata, serta mengembangkan kehidupan
masyarakat dan penyelenggaraan negara yang maju dan demokratis
berdasarkan pancasila. Pembangunan nasional diarahkan untuk mencapai
kemajuan dan kesejahteraan lahir bati, termasuk terpenuhinya rasa aman,
tentram dan keadilan.
Dalam kontek ini, praktek pembangunan sosial itu bukan saja
menjadi milik dan tanggung jawab institusi pemerintah, melainkan tanggung
jawab besama antara pemerintah dan masyarakat. Hanya saja, keberadaan
44
pesantren tidak memiliki kewenangan langsung untuk merumuskan aturan
sehingga perannya dapat dikategorikan ke dalam apa yang dikenal dengan
partisipasi. Dalam hal ini, pesantren melalui kyai dan santri didikannya
cukup potensial untuk turut menggerakkan masyarakat secara umum. Sebab,
bagaimanapun juga keberadaan kyai sebagai elit sosial dan agama
menempati posisi dan peran sentral dalam struktur sosial masyarakat
Indonesia.
Salah satu sector penting dalam pembangunan sosial yang
mendapatkan perhatian serius hampir dalam setiap pelaksanaan
pembangunan adalah aspek pendidikan. Bidang pendidikan itu sendiri telah
menjadi pilar utama penyangga keberhasilan pelaksaan pembangunan sosial.
Hampir bisa dipastikan, bagi suatu daerah yang masyarakatnya memiliki
tingkat pendidikan yang tinggi cenderung memiliki tingkat keberhasilan
pembangunan yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan daerah yang
rata-rata tingkat pendidikan masyarakatnya relative rendah. Terkait dengan
pembangunan dibidang pendidikan, pesantren dalam praksisnya sudah
memainkan peran penting dalam setiap proses pelaksanaan kegiatan
tersebut. Para kyai atau para ulama yang selama ini menjadi figuran
masyarakat Indonesia, dan bukan sekedar sosok yang dikenal sebagai guru,
senantiasa peduli dengan lingkungan sosial masyarakat di sekitarnya.
Mereka biasanya memiliki kometmen tersendiri untuk turut melakukan
gerakan transformasi sosial melaui pendektan keagamaan. Pada esensinya,
dakwah yang dilakukan kyai sebagai medium transformasi sosial keagamaan
45
itu diorientasikan kepada pemberdayaan salah satunya aspek kognitif
masyarakat. Pendidirian lembaga pendidikan pesantren yang menjadi ciri
khas gerakan transformasi sosial keagamaan para ulama menendakan peran
penting mereka dalam pembangunan sosial secara umum melalui media
pendidikan. Muculnya, tokoh-tokoh informal berbasis pesantren yang sangat
berperan besar dalam menggerakkan dinamika kehidupan sosial masyarakat
desa. Misalnya, tidak bisa dilepaskan dari jasa dan peran besar kyai atau
ulama. Demikian pula, laihrnya pendidikan modern yang cukup pesat
dewasa ini secara geneologis tidak bisa dilepaskan pula dari akarnya yakni
pendidikan pesantren (Haidar, 2007: 384).
Pada mulanya banyak pesantren dibangun sebagai pusat reproduksi
spiritual, yakni tumbuh berdasarkan sistem-sistem nilai yang bersifat Jawa.
Akan tetapi para penunjangnya tidak hanya semata-mata menanggulangi isi
pendidikan agama saja. Pesantren bersama-sama muridnya atau
kelompoknya yang akrab mencoba melaksanakan gaya hidup yang
menghubungkan kerja dan pendidikan serta membina lingkungan desa
berdasarkan struktur budaya dan sosial. Karena itu pesantren mampu
menyesuaikan diri dengan bentuk masyarakat yang amat berbeda maupun
dengan kegiatan-kegiatan individu yang beraneka ragam.
Kehidupan pesantren sendiri mempunyai ciri-ciri yang justru menjadi
identitas dirinya yang bisa dikatakan unik namun masih bisa bertahan dalam
menghadapi arus modernisasi. Adapun ciri-ciri tersebut diantaranya:
(Haidar, 2007: 386)
46
a. ada Kyai yang mengajar dan mendidik.
b. ada santri yang belajar dari Kyai.
c. ada masjid.
d. ada pondok atau asrama tempat para santri bertempat tinggal.
Disamping karakter pondok pesantren secara khas seperti yang ada
diatas, disini juga pula karakteristik pondok pesantren yang lainnya, antara
lain sebagai berikut:
Sistem kebebasan yang lebih besar dibanding dengan murid-murid
di sekolah-sekolah modern didalam bertindak dan berinisiatif sebab
hubungannya antara kyai dan santri bersifat dua arah yaitu ada hubungannya
timbal balik seperti adanya anak dan orang tua. Kehidupan pesantren
menanamkan semangat demokrasi dikalangan santri, karena mereka praktis
harus bekerja sama untuk mengetahui problem non kurikuler.
Para santri tidak mengidap penyakit ijazah sebab sebagian besar pesantren
tidak mengeluarkan ijazah, ini membuktikan ketulusan motivasi mereka
dalam belajar agama, maka sebagai hasilnya mereka akan mendapat ridlo
Allah SWT.
Selain mengajarkan pelajaran agama, pesantren juga menekankan
kesederhanaan, idealisme, persaudaraan, persamaan di hadapan Allah SWT,
rasa percaya diri dan bahkan berani hidup mandiri. Para alumni pesantren-
pesantren tidak berkeinginan menduduki jabatan yang ada di pemerintahan
dan karenanya hampir tidak dapat dikuasai oleh pengusaha.
47
Dari ciri-ciri atau karakteristik tersebut dapat kami simpulkan
dalam ciri-ciri utama dalam pondok pesantren adalah kesederhanaan,
kepatuhan, kedisiplinan sampai pada persaudaraan atau ukhuwah Islamiyah
yang terpancar dari para santri dalam suatu pondok pesantren. Dalam
perkembangannya pemerintah pernah menawarkan sebuah bantuan pada
pondok pesantren baik fisik maupun non fisik, akan tetapi pondok pesantren
secara bertahap dapat berdiri sendiri tanpa adanya bantuan yang dapat
mengolah, karena jika sudah memperoleh bantuan dan segala fasilitas, maka
pondok pesantren akan kehilangan karakteristiknya dan tidak mempunyai
hak otonom lagi dalam meningkatkan dan mengembangkan pondok
pesantrennya.
Keseluruhan sistem nilai dari ciri utama di atas pada dasarnya
dapat membawakan sebuah dimensi dalam kehidupan pesantren, yakni
kemampuan untuk berdiri diatas kaki sendiri. Kemandirian ini
dimanefestasikan dalam berbagai bentuk keluwesan struktur kurikuler dalam
pengajaran dan pendidikan, hingga kemampuan pada warganya untuk
menahan diri dari godaan menempuh pola konsumsi yang cenderung pada
kemewahan hidup.
Kemampuan hidup mandiri ini terlihat pula dalam kepercayaan
yang diberikan kepada pemimpin pesantern untuk mengelola harta
masyarakat untuk berbagai keperluan yang ditentukan bersama, seperti dana
kematian, pembangunan rumah ibadah, dan santunan bagi mereka yang
ditimpa musibah dan anak yatim, sampai dana untuk pembangunan sarana
48
prasarana fisik desa yang telah dikumpulkan secara swadaya.
Berdasarkan pada kenyataan diatas, jelas para pemimpin dan warga
pesantren serta lembaga pendidikan memiliki cukup kuat untuk
mempelopori perubaha-perubaha mendasar dalam kehidupan mesyarakat
yang sedang membangun.
Kehidupan masyarakat pada umumnya sangat berbeda antara yang
satu dengan yang lain, perbedaan itu disebabkan struktur masyarakat yang
ada juga faktor tempat mempunyai peranan penting dalm hal tersebut,
disamping faktor-faktor lain yang mempengaruhi masyarakat itu, sehingga
tampak jelas sekali perbedaannya apakah masyarakatnya termasuk golongan
tinggi, menengah, kota, pedesaan dan sebagainya.
Pesantren dapat mendorong masyarakat untuk menentukan wadah
dan wahana perembukan yang hidup di luar struktur pengambilan keputusan
formal di tingkat desa, dengan demikian lebih mampu menampung aspirasi
masyarakat sekitarnya, karena kecilnya hambatan psikologis bagi mereka
untuk menyatakan pendapat secara bebas dalam lingkungan sendiri.
Pesantren juga dapat mendorong ditempuhnya cara dan proses pembangunan
yang tidak memerlukan biaya banyak, karena prinsip hemat dan swadaya
berdasarkan kemampuan masing-masing telah menjadi bagian integral dari
kerjasama membangun dari yang telah dicontohkan selama ini.
Kemampuan mendorong tumbuhnya swadaya masyarakat sekitarnya,
didasari karena kemampuannya untuk melestarikan dan mendinamisir
lembaga-lembaga tradisional yang ada. Pada hakekatnya banyak hal yang
49
dapat diperankan oleh pesantren dan perangkat lembaga pendidikannya, asal
saja semual memang para pemimpin dan segenap warganya menyadari
benar siapa mereka dan apa potensi yang telah dimilikinya. Dari sinilah
dapat dimulai kerja mendinamisir dan mempelopori jalannya proses
pembangunan meskipun dalam cakupan sangat mikro tetapi cukup.
Betapa besar potensi pesantren dalam mengembangkan pendidikan
masyarakat bawah, bukan saja potensi tersebut menjadi peluang strategis
dalam pemgembangan masyarakat desa, tetapi juga akan memperkokoh
lembaga pesantren sendiri sebagai lembaga kemasyarakatan. Dan memang
kenyataannya yang berlangsung bahwa secara moril, pesantren adalah milik
masyarakat meluas, sekaligus menjadi panutan berbagai keputusan politik,
agama dan etika (Sumardi, 2008: 78).
50
BAB III
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Sistem Pendidikan di Ponpes Bustanul Muta’allimin
Berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi yang
penulis lakukan, berikut ini kami paparkan tentang latar belakang berdirinya
pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh Kabupaten
Semarang.
Berdirinya pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari
Suruhpada tahun 1989 bersama dengan segenap masyarakat.Ini merupakan
pondok pesantren yang tergolong cukup tua di wilayah kecamatan Suruh.
Gagasan mendirikan pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari
Suruh oleh Kyai Mawardi dilatarbelakangi adanya tuntutan masyarakat,
terutama masyarakat yang merasakan penting akan adanya Lembaga
Pendidikan Agama yang dapat menampung keinginan masyarakat untuk
menyekolahkan putra putrinya sehingga mereka dapat mengusai ilmu agama
dengan baik. Pada waktu itu memang di desa Reksosari belum ada
pendidikan non formal.
Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh yang
sejak tahun 1989 sudah dibadan hukumkan menjadi Yayasan Pesantren
Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, yang pada saat ini membawahi
unit-unit kepesantrenan, Taman Kanak-Kanak (TK), Madrasah Ibtidaiyah
(MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA). Sejak
51
itulah pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh terus
berkembang, baik fisik, sistem kelembagaan maupun kurikulum yang
diterapkannya seiring dengan derasnya arus perubahan zaman. Tentu ia tak
ingin lapuk ditelan zaman begitu saja. Zaman boleh berubah dan
berkembang terus, tapi yang pasti pondok pesantren Bustanul Muta’allimin
Reksosari Suruhakan terus ambil bagian dalam proses pemberdayaan umat
melalui jalur sistem pendidikan pondok pesantren yang menekankan pada
aspek moralitas.
Kepemimpinan di Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin
Reksosari Suruh telah mengalami tiga kali pergantian dan perubahan.Pada
periode Kyai Mawardi, kepengasuhan langsung dipegang beliau, hingga
ahkirnya pada tahun 2002, kepemimpinan beralih ke tangan putranya yang
tertua.Pada kepemimpinan beliau tidak terlalu banyak mengalami
perubahan, sehingga pada berikutnya beliau wafat dan beliau merupakan
pengasuh yang kedua.Sehingga kemudian sistem kepemimpinan Pondok
Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh dipegang secara kolektif
oleh beberapa orang pengasuh (para putra pendiri pondok pesantren
Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh).Sejak itulah Pondok Pesantren
Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh mulai berada di bawah Dewan
pengasuh.
Sebagai sebuah lembaga pendidikan pesantren, bidang garapan
Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh adalah bidang
kepesantrenan.Penanggungjawab langsung bidang ini adalah ketua dewan
52
pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh.Sedangkan dalam
operasionalnya, tugas ini dilaksanakan oleh sebuah institusi di tingkat santri
yaitu Ikatan Keluarga Santri Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh.Bidang
kepesantrenan ini meliputi pendidikan moralitas dan pengajaran kitab-kitab
klasik yang diharapkan kepada seluruh santri, baik asrama maupun non
asrama.
Setelah penulis melakukan berbagai upaya dalam rangka proses
penelitian ini, yang menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan
cara memahami fenomena yang diteliti sehingga data yang ada berupa
untaian kata-kata bukan berupa angka-angka (data statistik).
Selanjutnya kami paparkan data yang berkaitan dengan peran pondok
pesantren dalam pengembangan pendidikan Islam pada masyarakat di
pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh.
Peran Pondok Pesantren dalam Peningkatan Pendidikan Agama
Islam pada Masyarakat di Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin
Reksosari Suruh.Dewasa ini lembaga pendidikan yang semakin
berkembang, berinovasi dan berupaya menghasilkan out put yang siap pakai,
tidak semata hanya dimiliki oleh sekolah umum saja. Namun pondok
pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia juga mulai
merestrukturisasi kurikulum pendidikan dan sistem pembelajaran dengan
menyesuaikan terhadap perkembangan zaman, dalam artian pesantren tidak
selalu diidentikkan dengan lembaga pendidikan yang masih tradisional,
tetapi pesantren sudah mulai berinovasi dengan mengintegrasikan sistem
53
pendidikannya pada kurikulum nasional. Hal ini menunjukkan bahwa
kedudukan dan peran pesantren semakin signifikan terhadap pengembangan
pendidikan Islam pada masyarakat yang selanjutnya dapat berimplikasi pada
pembentukan sikap yang baik.Maka dari itu peran pondok pesantren dalam
peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat di pondok pesantren
Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh sangat penting sekali, dan hal ini
sebenarnya sudah merupakan tugas dan tanggungjawab pondok pesantren
sesuai dengan azaz dasar didirikannya pondok pesntren Bustanul
Muta’allimin Reksosari Suruh. Lebih lanjut tentang seperti apa dan
bagaimana peran pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari
Suruhdapat diuraikan sebagai berikut sesuai dengan hasil wawancara yang
dilakukan oleh peneliti dengan berbagai nara sumber yang mempunyai
partisipasi dalam upaya peningkatan pendidikan agama Islam pada
masyarakat.
Berdasarkan pemaparan dari pengasuh Pondok Pesantren Bustanul
Muta’allimin Reksosari Suruh yaitu Kyai Mawardi sebagai informan
pertama dalam penelitian ini ketika penulis melakukan wawancara, beliau
menyatakan bahwa:
“Sebenarnya keberadaan pondok pesantren khususnya di Reksosari ini sangat penting sekali perannya terhadap peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat, karena masyarakat banyak yang beranggapan bahwa pondok pesantren itu merupakan lembaga pendidikan yang mempunyai nilai lebih dibandingkan dengan lembaga-lembaga pendidikan lainnya.nilai khususnya dalam hal spritual. Anggapan seperti itu sangat memungkinkan untuk mempengaruhi pola pikir masyarakat yang memiliki karakteristik fanatis-agamis.Kenapa saya katakan demikian, karena sejak berdirinya pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, pesantren ini sudah menjadi tempat pendalaman ilmu pengetahuan Islam dan
54
memantapkan posisinya dalam pengembangan agama Islam. Maka dari itu banyak masyarakat yang mempercayai proses pendidikan anaknya kepada pesantren ini dengan cara memondokkan anak-anaknya dengan tujuan agar mereka bisa mempunyai pengetahuan yang luas yang dibarengi dengan akhlak yang baik. Disamping itu sejak dulu sebagai pendiri pertama pondok pesantren ini sudah mulai menerapkan pendekatan-pendekatan sosio-kulutral dalam pengembangan pendidikan agama Islam terhadap masyarakat. Beliau mengadakan kegiatan-kegiatan yang banyak melibatkan masyarakat, seperti tahlilan (sarwaan) setiap malam jum’at dan kegiatan tersebut dilakukan dengan cara bergiliran dari rumah masyarakat yang satu dengan rumah yang lainnya. Selain kegiatan itu ada juga pengajian rutin mingguan yang dilaksakan di pondok pesantren. Kegiatan-kegiatan tersebut sampai saat ini masih tetap dilaksanakan bahkan beberapa kegiatan lain telah dikembangkan oleh pondok pesantren diantaranya penyuluhan, dan penugasan alumni ke beberapa lembaga pendidikan untuk menjadi guru bantu (tugas purna bakti)”
Mengenai apa yang diajarkan di Ponpes Bustanul Muta’allimin
berdasarkan wawancara berikut Bapak Kyai Mawardi menyatakan bahwa
“Peran pondok pesantren juga sangat menentukan dalam peningkatan pemahaman akan ilmu-ilmu agama bagi para santri maupun masyarakat. Sehingga setelah mereka terus menerus digembleng dengan ilmu pengetahuan dan pendidikan agama Islam maka selanjutnya keimanan mereka terhadap tuhan yang maha esa akan semakin mantap. Dengan demikian keberadaan pondok pesantren manfaatnya dapat langsung dirasakan masyarakat dimana masyarakat dapat dengan mudah mendapatkan ilmu-ilmu pengetahuan agama”.
Pemaparan informan di atas selaras dengan hasil observasi
partisipatif yang dilakukan oleh penulis, ketika kami tinggal di pondok
pesantren tersebut selama melakukan proses penelitian. Sebagaimana
penulis ketahui bahwa Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari
Suruh sejak awal berdirinya telah mempunyai peran penting terhadap
peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat, hal ini bisa
dibuktikan dengan banyaknya apresiasi yang diberikan oleh masyarakat
sekitar terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pesantren.
Senada dengan pendapat pengasuh tentang Peran pondok pesantren dalam
55
peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat, salah satu pengurus
pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh beliau
menyatakan bahwa:
“Menurut saya mas, pondok kami yaitu Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh sudah sejak dulu mempunyai peran penting terhadap peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat, itu sudah dimulai pada zaman pendiri yaitu Kyai Mawardi.Dapat dilihat pada sekarang ini meskipun Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, tapi pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh tetap eksis dan tetap bisa berperan dalam kehidupan masyarakat meskipun tidak ada beliau-beliau. Keadaan tersebut menggambarkan bahwa rasa tanggung jawab yang dimiliki oleh lembaga ini untuk memberikan manfaat kepada masyarakat tidak akan pernah pudar sampai kapanpun karena hal tersebut telah menjadi tujuan dari berdirinya pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh itu sendiri”
Apabila dilihat dari motivasi santri datang ke Ponpes Bustanul
Muta’allimin berdasarkan wawancara dengan salah satu santri, menyatakan
bahwa”
“Tujuan santri pergi ke pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh adalah untuk menghiasi diri (akhlaqul karimah), mencari ilmu karena Allah untuk dirinya maupun untuk orang lain serta mendekatkan diri kepada Allah Swt. dari itu semua bahwa di Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh ini juga ada pengabdian masyarakat yang disebut dengan Orientasi Pengabdian Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, dari konsep ini dapat dikolerasikan dengan peran pondok pesantren terhadap masyarakat, ketika dilihat dari itu semua bahwa pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh telah berjalan sesuai dengan tujuan awal yaitu membentuk dan membangun masyarakat baik itu dari segi moral ataupun ilmu pengetahuan. Karena ketika pengabdian para santri dituntut mandiri bagaimana menghadapi persoalan-persoalan yang dihadapi ketika waktu pengabdian”.
Melengkapi pernyataan dari beberapa informan sebelumnya, berikut
juga penulis uraikan tentang bagaimana peran pondok pesantren dalam
peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat dari perspektif
56
masyarakat sebagai objek sasaran dari setiap program-program yang
dilakukan pesantren.Untuk itu penulis melakukan wawancara dengan
beberapa tokoh masyarakat di sekitar pondok pesantren diantaranya bapak
Muhkam Habibi dan bapak imam. Berikut beberapa statemen dari bapak
Muhkam Habibi ketika di wawancarai:
“Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh tercinta ini telah menerapkan dan meningkatkan pendidikan pada masyarakat. Masalahnya disini memang para santri-santrinya diharuskan mengembangkan fitrah manusia yang dimilikinya, diantaranya adalah Fitrah agama, Dalam fitrah agama ini para santri sudah dididik dan digembleng dan didorong untuk selalu pasrah, tunduk dan patuh kepada Tuhan, sehingga dalam hal ini sering dilakukan dimasjid, seperti shalat jama’ah, shalat tahajud, istighasah, shalawadan, tahlilan, yasinan dan ngaji surat munji’at. Fitrah berakal budi, fitrah berakal budi merupakan untuk berfikir dan berzikir dalam memahami tanda-tanda keagungann Tuhan. Ini juga sering dilakukan dengan bentuk diskusi perkamar, antar daerah dan juga dilakukan dengan lomba debat”
Hasil wawancara tersebut dikuatkan dari hasil wawancara dengan
Kyai Mawardi selaku pengasuh pondok pesantren, yang dalam wawancara
menyatakan bahwa
“Fitrah kebersihan dan kesucian, hal ini biasanya di pondok pesantren diberi tulisan yang berkaitan dengan kebersihan juga megadakan piket kebersihan, kerja bhakti dan lomba kebersihan antar kamar.Fitrah bermoral atau berakhlak, pondok pesantren kita sangat sekali menjaga dan memelihara terhadap hal-hal yang berkaitan dengan moral, makanya ketika disini ada para santri yang melanggar aturan-aturan yang belaku disini itu diberi sangsi yang sesuai dengan kesalahannya.Fitrah kebenaran, para santri disini diberi kesempatan untuk mencari konsep kebenaran baik itu kebenaran mutlak maupun kebenaran nisbi dalam hal ini dilakukan bentuk forum dialog dan seminar.Fitrah kemerdekaan, disini juga para santri dituntut untuk merasakan kebebasan dalam melaksanakan aktifitas apapun, karena itu semua sudah disepakati bersama. Fitrah Keadilan, fitrah ini harus dimiliki oleh para santri, hal ini diterapkan diberbagai tempat baik diwaktu diberi kepercayaan menjadi ketua kamar, pengurus daerah dan pengurus alumni. Fitrah persamaan dan persatuan, contoh dari aplikatif fitrah tersebut dituangkan dalam bentuk memakai seragam putih-putih dalam shalat berjemaah dan juga bersama-sama dalam melaksanakn senam pagi dan yang
57
lainnya.Fitrah individu, dalam fitrah ini biasanya para santri memasak sendiri, mencuci sendiri dan bagaimana mengatur dirinya sendiri. Fitrah sosial, para santri setiap hari jum’at dan hari selasa melakukan kerja bakhti, dan melakukan kerja sama dengan masyarakat, yang hal ini dilakukan dalam penagihan listrik. Fitrah seksual, fitrah ini merupakan untuk mengembangkan keturunan sehingga di pondok pesantren ini para santri diajarinya dengan mengaji kitab julujen, yang mana dalam hal ini dikhususkan kepada para santri yang sudah keluar Madrasah Aliyah (MA).Fitrah ekonomi, dalam hal ini para santri diajari tentang kewirausahaan dengan mendatangkan pemateri yang menjelaskan pentingnya ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup sekaligus diterapkan dalam bentuk koperasi.Fitrah politik, disini juga diajari tentang politik dan aplikatifnya, seperti dalam pemilihan pengurus daerah, pengurus IKSNI dan pengurus alumni.
Lebih lanjut bapak Imam yang juga merupakan tetangga dekat dari
pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh menambahkan Pendapat
bahwa:
“Sebenarnya bagi kami sebagai masyarakat, pesantren itu sudah cukup sangat berperan sekali, mulai dari memberikan bimbingan bagi saya dari orang tua dan anak-anak saya. Dulu, pada zaman saya masih anak-anak, yang mana pada waktu itu pendidikan itu sangat minim sekali, baik itu pendidikan agama, apalagi pendidikan umum, waktu itu saya dan teman-teman saya belajar ngaji dan bagaimana cara (andep asor) berakhlak yang baik, dengan sabarnya para pendiri pondok pesantren tersebut mengopeni saya dan teman-teman saya sedikit demi sedikit, dan sampai saat ini hal-hal seperti masih terus berlaku, sehingga pondok pesantren mempunyai pengaruh yang sangat sekali terasa bagi masyarakat sekitarnya. Dan dengan adanya pondok pesntren tersebut, kami merasa telah terbekali dengan ilmu-ilmu pengetahuan khususnya pendidikan Islam dan tatakrama”.
Dari hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa keberadaan
pondok pesantren terhadap masyarakat dalam upaya peningkatan pendidikan
agama Islam memiliki peran yang cukup signifikan, hal inilah yang
dicontohkan oleh pendiri pertama pondok pesantren Bustanul Muta’allimin
Reksosari Suruh. Beliau melakukan upaya pendekatan sosio-kultural kepada
58
masyarakat sekitar pesantren yang di wujudkan dalam bentuk kegiatan-
kegiatan yang banyak melibatkan masyarakat, yang berupa tahlilan
(sarwaan) setiap malam jum’at dan kegiatan tersebut dilakukan dengan cara
bergiliran dari rumah masyarakat yang satu dengan rumah yang lainnya.
Selain kegiatan itu ada juga pengajian rutin mingguan yang dilaksakan di
pondok pesantren.Disamping itu beliau juga memberikan semangat dan
memberikan suri tauladan kepada masyarakat dalam berperilaku sehari-hari,
sehingga dikalangan masyarakat maupun para santri sangat mengenang jasa-
jasa beliau utamanya pada ajaran-ajaran yang dikembangkan oleh beliau
yaitu; simtem pendidikannya yang sangat berpengaruh terhadap
terbentuknya masyarakat yang berbudi hasanah.
Sejak dulu peran penting pondok pesantren Bustanul Muta’allimin
Reksosari Suruh dalam peningkatan pendidikan agama Islam pada
masyarakat telah mengambil peranan yang cukup signifikan.Sampai saat ini
peran tersebut masih tetap dijalankan. Keadaan tersebut menggambarkan
bahwa rasa tanggung jawab yang dimiliki oleh lembaga ini untuk
memberikan manfaat kepada masyarakat tidak akan pernah pudar sampai
kapanpun karena hal tersebut telah menjadi tujuan dari berdirinya pesantren
Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh itu sendiri.
Bagi masyarakat, keberadaan pesantren sangat berperan sekali,
untuk memberikan bimbingan, baik itu pendidikan agama, apalagi
pendidikan umum, atau bagaimana cara (andep asor) berakhlak yang baik.
Peran pesantren dianggap telah mampu mengembangkan fitrah manusia.
59
Pentingnya peran pondok pesantren dalam upaya peningkatan pendidikan
agama Islam pada masyarakat juga dikemukakan oleh para pengurus baik
pengurus alumni.Mereka berpendapat bahwa Pondok Pesantren Bustanul
Muta’allimin Reksosari Suruh sudah sejak dulu mempunyai peran penting
terhadap peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat, itu sudah
dimulai pada zaman pendiri yaitu Kyai Mawardi.Dan saat ini meskipun
beberapa pengasuh Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari
Suruh lebih banyak disibukkan oleh kegiatan di birokrasi karena
tanggungjawab jabatan yang tidak bisa ditinggalkan namun hal itu tidak
terlalu berpengaruh terhadap eksistensi pondok pesantren dan lembaga ini
tetap bisa berperan dalam kehidupan masyarakat.
Keadaan tersebut menggambarkan bahwa rasa tanggung jawab yang
dimiliki pondok pesantren untuk memberikan manfaat kepada masyarakat
tidak akan pernah pudar sampai kapanpun karena hal tersebut telah menjadi
tujuan dari berdirinya pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh itu
sendiri.Secara spesifik tujuan pondok pesantren dalam upaya mendidik para
santri yang mondok di pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh
adalah untuk menghiasi jiwa mereka (akhlaqul karimah), mencari ilmu
karena ridho Allah serta berupaya mendekatkan diri kepada Allah Swt. Di
samping pesantren memiliki tujuan spesifik untuk memberdayakan para
santrinya, pesantren juga mempunyai tujuan dan tanggungjawab terhadap
pemberdayaan masyarakat oleh karenanya Pondok Pesantren Bustanul
Muta’allimin Reksosari Suruh menyelenggarakan program pengabdian
60
masyarakat yang disebut dengan Orientasi Pengabdian Bustanul
Muta’allimin Reksosari Suruh.
Program-program kegiatan pondok pesantren Bustanul
Muta’allimin Reksosari Suruh dalam kaitannya dengan peningkatan
pendidikan agama Islam pada masyarakat.Peran pondok pesantren Bustanul
Muta’allimin Reksosari Suruh dalam peningkatan pendidikan agama Islam
pada masyarakat bisa lebih optimal dan efektif manakala diwujudkan dalam
beberapa kegiatan yang konkrit dan metode pelaksanaannya bisa melibatkan
masyarakat secara langsung.Pola pendekatan tersebut yang selama ini sering
dilakukan oleh para pendahulu atau para pendiri pondok pesantren Bustanul
Muta’allimin Reksosari Suruh, kemudian bisa berkelanjutan sampai saat ini.
B. Modernisasi Sistem Pembelajaran Pondok Pesantren Bustanul
Muta’allimin
Gambaran realitas yang ada dalam pelaksanaan program-program
peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat yang dilakukan oleh
pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, sesuai dengan
data interview dengan beberapa responden atau nara sumber dapat diuraikan
dalam beberapa aspek di bawah ini :
1) Aspek Tujuan
Sesuai dengan orientasi pondok pesantren Bustanul Muta’allimin
Reksosari Suruh yakni melahirkan kader-kader intelektual yang
berdasarkan tradisi kepesantrenan, maka dikembangkan juga berbagai
kegiatan penunjang lainnya berupa kegiatan Bahtsul Masail Diniyah
61
(Study Kajian Hukum Islam), diskusi-diskusi sosiall keagamaan,
pelatihan keorganisasian, latihan pidato dan latihan seni baca al-
Qur’an.Khusus untuk aktifitas-aktifitas yang membutuhkan tenaga-
tenaga instruktur, maka pihak pesantren memanggil pulang alumni-
alumninya dari beberapa perguruan tinggi yang dipandang memiliki
kualifikasi sebagai aktifis, dalam rangka pembinaan kader-kader
tersebut.
Tujuan pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh
adalah untuk mengembangkan sumber daya insani yang diharapkan akan
memiliki kualitas iman, dzikir, fikir dan keterampilan, agar menjadi
insan-insan yang dapat memberikan kontribusi (sumbangan) terhadap
pembangunan umat secara makro.
2) Aspek Materi
Pengajian kitab-kitab klasik diselenggarakan dengan dua sistem,
yaitu sistem Wetonan dan Sorogan setiap hari di luar jam-jam
sekolah.Untuk lebih mengefektifkan pengajaran kitab ini, pengurus
pesantren melakukan klasifikasi terhadap para santri menurut
kemampuan mereka, tanpa terkait dengan lembaga pendidikan formal
mereka.Kegiatan pengajaran yang diselenggarakan oleh pengurus
pesantren dalam hal ini alumni, kegiatan ini wajib diikuti oleh semua
santri yang tinggal di asrama.Sedangkan bagi santri non asrama hanya
merupakan suatu anjuran saja, tetapi khusus dalam kegiatan pengajian
62
pada bulan ramadhan, semua santri tanpa kecuali dari seluruh unit
pendidikan formal wajib mengikuti.
Dalam menjalankan sistem pendidikannya pondok pesantren
Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh berusaha mengembangkan
potensi fitrah manusia: Fikriyah, ruhaniyah, jasmaniyah melalui berbagai
bidang kependidikan yakni: Pegajaran, kepengasuhan dan kesantrian.
Yang ketiganya dilakukan secara bersama-sama dengan tetap
mempertimbangkan kebutuhan, ketersedian waktu dan fikiran dari setiap
santri yang juga belajar di lembaga formal.
3) Aspek Metode dan Media
Pengajaran adalah proses pembelajaran yang dilakukan melalui
kegiatan belajar mengajar di kelas oleh santri dan ustadz dalam
serangkaian mata pelajaran. Selain itu juga ditunjang dengan kegiatan-
kegiatan keilmuan (seminar, diskusi kelompok) yang diselenggarakan
oleh Ikatan Keluarga Santri Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh dan
kelompok-kelompok kajian yang ada. Melalui proses ini diharapkan
akan terbangun wawasan yang luas, cara berfikir yang logis dan
pemahaman yang utuh terhadap khasanah keilmuan Islam termasuk
bidang studi yang ditekuni di lembaga pendidikan formal masing-
masing.
Kepengasuhan adalah bidang pendidikan di pondok pesantren
Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh yang memberikan tekanan pada
pembentukan mental dan rasa santri melalui kegiatan-kegiatan ubudiyah:
63
shalat berjemaah, dzikir, istighosah dan puasa. Juga melalui
pendampingan-pendampingan sehingga dalam diri santri tumbuh nilai
kemanusian yang dilandasi dengan nilai ke Islaman.
Kesantrian adalah bidang pendidikan di pondok pesantren Bustanul
Muta’allimin Reksosari Suruh yang lebih banyak menekankan pada sisi
kreatif, inisiatif, kepekaan, keberanian dan kecakapan santri dalam
bidang-bidang yang diminati. Karenanya dalam proses ini seluruh
kegiatan direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi sendiri oleh santri
melalui organisasi santri yaitu: Ikatan Keluaraga Santri Bustanul
Muta’allimin Reksosari Suruh dengan berbagai kegiatan: Seni (seni
teater, lukis), olah raga, pengabdian masyarakat, kewirausahaan,
lingkungan berbahasa (pengajaran bahasa asing), diskusi-diskusi,
keterampilan-keterampilan (latihan komputer, sablon, menjahit dan yang
lainnya) dan kegiatan kerumahtanggaan.
Metode pembelajaran dipondok pesantren sangat menentukan
dalam peningkatan pemahaman akan ilmu-ilmu agama bagi para santri
maupun masyarakat. Selanjutnya keimanan mereka terhadap tuhan yang
maha esa akan semakin mantap. Pendekatan yang digunakan oleh
pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh dalam
pengembangan pendidikan Islam terhadap masyarakat adalah
pendekatan sosio-kultural yang dikemas dalam kegiatan yang banyak
melibatkan masyarakat, berupatahlilan (sarwaan) setiap malam jum’at,
pengajian rutin
64
Menurut pengasuh pondok pesantren Bustanul Muta’allimin
Reksosari Suruh yaitu Kyai Mawardi, langkah-langkah yang dilakukan
oleh pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh dalam
upaya peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat,
digambarkan oleh pengasuh berikut ini:
“Langkah-langkah dalam pelaksanaan kegiatan tersebut di pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh dalam peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat dengan menggunakan beberapa cara yaitu melalui, pendekatan sosio-kultural, penyuluhan, dan kegiatan arisan tahlilan setiap minggu. Alhamdulilah semua program-program tersebut sampai saat ini berjalan dengan baik”
Mengenai kegiatan yang dilaksanakan, hasil wawancara
dengan Kyai Mawardi
Program kegiatan dalam peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat itu perlu adanya suatu perhatian dan pendekatan khusus pada masyarakat, karena agar kegiatan tersebut bisa diterima oleh masyarakat dan masyarakat bisa lebih berpartisipasi bukanlah hal yang mudah.Maka dari itu kami selaku pihak pesantren harus mempunyai sifat yang dinamis dan peka terhadap segala kebutuhan masyarakat agar program yang dilakukan bisa sesuai dengan keadaan serta kebutuha masyarakat itu sendiri. Apabila hal ini bisa tercapai, dalam pelaksanaan program pengembangan pendidikan Islam pada masyarakat bisa berjalan efektif dan segala apa yang disampaikan bisa diterima dengan baik, oleh karenanya dengan mudah pula kita bisa mempengaruhi dan menggembleng mereka dengan baik. Salah satu kegiatan yang bisa dijadikan contoh yaitu, pelaksanaan arisan yang melibatkan semua lapisan masyarakat, dan dari sanalah kita bisa memberikan pengarahan dan pembelajaran pendidikan Islam, misalnya dengan pembacaan tahlil, pembacaan dhiba’an atau berzanji, pembacaan Al quran, maupun pengajian keagamaan, yang selanjutnya diharapkan bisa memotivasi masyarakat untuk mendalami dan mentaati ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari”.
Sedangkan menurut ustadz selaku pegurus pondok pesantren
Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh atau informan kedua dalam
65
penelitian ini, beberapa program kegiatan yang dilaksanakan di pondok
pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh dalam peningkatan
pendidikan agama Islam pada masyarakat yaitu:
“Selain adanya program kegiatan yang non formal yang dilaksanakan pondok pesantren dalam sepanjang waktu juga ada program yang bersifat formal.Yaitu, seperti adanya program pengabdian yang ditangani oleh yayasan, dan program tersebut diharuskan bagi santri yang sudah lulus Madrasah Aliyah yang dikenal dengan orientasi pengabdian Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh. Program pengabdian tersebut selain bertujuan untuk membantu lembaga dalam proses pendidikan terhadap siswa, hal ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan keterlibatan alumni dalam kegiatan sosial keagamaan pada masyarakat dilingkungan pengabdiannya. Dengan kata lain para alumni yang bertugas di suatu tempat disamping meraka mempunyai tanggungjawab untuk mengajar di lembaga formal mereka juga berkewajiban memberikan pembelajaran kepada masyarakat melalu kegiatan sosial keagamaandalam (turun ka masyarakat)”. Pelaksanaan program kegiatan di pondok pesantren Bustanul
Muta’allimin Reksosari Suruh dilakukan secara bertahap dengan
langkah-langkah yang sistematis. Sesuai dengan hasil observasi penulis
langkah tersebut setidaknya meliputi pertama langkah yang dilakukan
adalah perumusan tujuan pesantren, langkah yang kedua adalah
menetapkan program kegiatan yang akan ditempuh dan yang ketiga
penyusunan strategi pelaksanaan program kegiatan tersebut. Untuk
menguatkan data observasi di atas berikut kami sajikan hasil wawancara
dengan bapak salah satu tokoh masyarkat yang sering mengikuti
kegiatan-kegiatan yang di adakan oleh pesantren, beliau menyatakan
bahwa :
“Kegiatan-kegiatan dalam kaitannya dengan peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat di pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh ini dilakukan secara bertahap dengan
66
beberapa langkah. Pertama: menetapkan tujuan pendidikan pondok pesantren yang mengarah pada pendidikan Islam pada masyarakat. Kedua: menetapkan program kegiatan yang akan dilaksanakan. Ketiga: menetapkan strategi peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat. Dari semua langkah yang dilakukan harus mencerminkan tujuan dan Visi Misi pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh.Langkah-langkah tersebut bisa di wujudkan dalam bentuk kegiatan tahlilan, pembacaan dhiba’an atau berzanji, dan pembacaan al qur’an maupun program penyuluhan dari pemerintah (menyuluhan pertanian, keterampilan, pelatihan manajemen usaha, dan pelayanan simpan pinjam)”.
Bapak Imam sebagai salah satu informan yang mewakili
masyarakat di sekitar pondok pesantren juga mengemukakan tentang
program kegiatan yang ia rasakan terkait dengan peningkatan pendidikan
agama Islam pada masyarakat yaitu:
“Banyak manfaat yang kami rasakan dari berbagai program yang dilakukan oleh pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh selama ini, dan untuk mewujudkan semua kegiatan tersebut secara optimal pondok pesantren, di pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh telah berdiri suatu lembaga khusus yang menangani program pengabdian masyarakat dengan nama Biro Pembinaan dan Pengambangan Masyarakat atau yang sering dikenal dengan sebutan BPPM. Beberapa kegiatan yang sering dilakukan oleh BPPM dengan melibatkan masyarakat yaitu penyuluhan, tahlilan, arisan mingguan, dan pengajian.Program ini dimaksudkan agar masyarakat bisa mempunyai rasa memiliki terhadap pesantren dan bisa meningkatkan partisipasinya dalam perkembangan pondok pesantren”.
Langkah-langkah yang dilakukan oleh pondok pesantren Bustanul
Muta’allimin Reksosari Suruh dalam peningkatan pendidikan agama
Islam pada masyarakat melalui beberapa bentuk kegiatan yaitu:
Pelaksanaan arisan yang melibatkan semua lapisan masyarakat, dan dari
sanalah kita bisa memberikan pengarahan dan pembelajaran pendidikan
Islam, misalnya dengan pembacaan tahlil, pembacaan dhiba’an atau
67
berzanji, pembacaan Al quran, maupun pengajian keagamaan, maupun
penyuluhan, minggu yang selanjutnya diharapkan bisa memotivasi
masyarakat untuk mendalami dan mentaati ajaran agama dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam menjalankan programnya pihak pesantren
bersifat dinamis dan peka terhadap segala kebutuhan masyarakat agar
program yang dilakukan sesuai dengan keadaan serta kebutuhan
masyarakat itu sendiri.
Selain adanya program kegiatan yang non formal yang
dilaksanakan pondok pesantren dalam upaya peningkatan pendidikan
agama Islam pada masyarakat terdapat pula kegiatan formal berupa
Orientasi Pengabdian Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh yang
diharuskan bagi santri yang sudah lulus Madrasah Aliyah Dan program
pengabdian tersebut dilaksanakan diberbagai lembaga pendidikan yang
ada baik di Suruh maupun di luar Suruh. Untuk lebih mengoptimalkan
peran pesantren terhadap masyarakat dibangunlah lembaga BPPM (Biro
Pembinaan dan Pengembangan Masyarakat)
Pertama: menetapkan tujuan pendidikan pondok pesantren yang
mengarah pada pendidikan agama Islam pada masyarakat. Kedua:
menetapkan program kegiatan yang akan dilaksanakan. Ketiga:
menetapkan strategi pengembangan pendidikan Islam pada masyarakat.
Dari semua langkah yang dilakukan harus mencerminkan tujuan dan
Visi Misi pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari
Suruh.Langkah-langkah tersebut bisa di wujudkan dalam bentuk
68
kegiatan tahlilan, pembacaan dhiba’an atau berzanji, dan pembacaan al
qur’an maupun program penyuluhan dari pemerintah (menyuluhan
pertanian, keterampilan, pelatihan manajemen usaha, dan pelayanan
simpan pinjam
Sekilas dapat dipahami bahwa program-program pengembangan
pendidikan Islam pada masyarakat yaitu meliputi pertama langkah yang
dilakukan adalah perumusan tujuan pesantren, langkah yang kedua
adalah menetapkan program kegiatan yang akan ditempuh dan yang
ketiga penyusunan strategi pelaksanaan program kegiatan tersebut.
Langkah-langkah dalam pelaksanaan kegiatan tersebut di pondok
pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh dalam pengembangan
pendidikan Islam pada masyarakat dengan menggunakan beberapa cara
yaitu melalui, pendekatan sosio-kultural.
Langkah-langkah tersebut bisa di wujudkan dalam bentuk kegiatan
tahlilan, pembacaan dhiba’an atau berzanji, dan pembacaan al qur’an
maupun program penyuluhan dari pemerintah (penyuluhan pertanian,
keterampilan, pelatihan manajemen usaha, dan pelayanan simpan
pinjam).
Selain itu program yang tidak kalah pentingnya yaitu program
pengabdian yang ditangani oleh yayasan, dan program tersebut
diharuskan bagi santri yang sudah lulus Madrasah Aliyah yang dikenal
dengan orientasi pengabdian Bustanul Muta’allimin Reksosari
Suruh.Dan program pengabdian tersebut dilaksanakan diberbagai
69
lembaga pendidikan yang ada baik di Reksosari maupun di luar
Reksosari.
Pelaksanaan berbagai program yang dilakukan oleh pondok
pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh selama ini,
manfaatnya telah banyak dirasakan oleh masyarakat dan untuk
mewujudkan semua kegiatan tersebut secara lebih optimal maka pondok
pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh mendirikan suatu
lembaga atau badan khusus yang menangani program pengabdian
masyarakat yaitu Biro Pembinaan dan Pengambangan Masyarakat atau
BPPM. Pembentukan lembaga ini dimaksudkan agar rasa memiliki dan
partisipasi dari masyarakat terhadap pesantren bisa meningkat.
4) Aspek Evaluasi
Dalam pelaksanaan sistem pembelajaran pondok pesantren yang
pada kenyataannya juga tidak berjalan dengan sempurna, masih ada
beberapa kekurangan di berbagai lini pelaksanaannya.
Berikut beberapa kekurangan yang terjadi dalam pelaksanaan
system pembelajaran di pondok pesantren Bustanul Muta’allimin yang
meliputi (1) Multi peran pengurus, menyebabkan kerja dan konsentrasi
kurang maksimal. (2) menghadapi berbagai problem yang ada pada
masyarakat. (3) kurangnya partisipasi dari para masyarakat. (4)
kurangnya sarana yang memadai”.
70
C. Faktor Penghambat dan Pendukung Modernisasi Sistem Pendidikan
Pondok Pesantren di Ponpes Bustanul Muta’allimin
Faktor-faktor penunjang dan faktor-faktor penghambat dalam
pelaksanaan program peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat
di Desa Reksosari yang dilakukan oleh pondok pesantren Bustanul
Muta’allimin Reksosari Suruh.Pada umumnya dalam pelaksanaan suatu
kegiatan tentunya tidak terlepas dari adanya faktor penunjang maupun faktor
penghambat.Hal ini pula yang terjadi pada pelaksanaan peningkatan
pendidikan agama Islam pada masyarakat banyak faktor penunjang maupun
faktor penghambatnya.Apa dan bagaimana faktor penunjang dan faktor
penghambat yang ada dalam pelaksanaan program peningkatan pendidikan
agama Islam pada masyarakat di pondok pesantren Bustanul Muta’allimin
Reksosari Suruh dapat kami uraikan dibawah ini:
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Kyai Mawardi selaku
pengasuh beliau memaparkan statemennya bahwa:
“Faktor penunjang dan faktor penghambat dalam pelaksanaan program peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat dapat diklasifikasikan sebagai berikut; faktor penunjang meliputi: (1) Adanya penerapan dan tauladan dari pendiri pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh untuk mengajarkan pendidikan Islam pada masyarakat. (2) Adanya dukungan dari pihak dewan pengasuh pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, baik berupa motivasi maupun materi. (3) .Adanya komitmen dan semangat yang tinggi dari pengurus pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh walau hanya dengan kemampuan yang serba terbatas. (4) Adanya rasa optimisme yang tinggi dari berbagai pihak baik itu pengurrus Yasasan, dewan pengasuh, pengurus pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, pengurus santri Ikatan Keluarga Santri Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, pengurus daerah maupun dari kalangan para santri. (5)
71
Selalu ada masukan berupa kritikan yang bersifat kontruktif dan saran dari setiap kalangan.
Sedangkan faktor-faktor penghambat dalam pengembangan pendidikan
Islam pada masyarakat meliputi (1) Multi peran pengurus, menyebabkan
kerja dan konsentrasi kurang maksimal. (2) menghadapi berbagai problem
yang ada pada masyarakat. (3) kurangnya partisipasi dari para masyarakat.
(4) kurangnya sarana yang memadai”.
Senada dengan penjelasan di atas yang berkaitan dengan faktor-
faktor penunjang dan faktor penghambat dalam pelaksanaan program
peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat, ustadz mengatakan
bahwa:
“Faktor penunjang dalam pelaksanaan program peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat diantaranya, adanya anjuran dan contoh dari pendidiri dan para dewan pengasuh pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh baik berupa motivasi maupun materi.Adanya komitmen dan semangat yang tinggi dari pengurus pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh walau hanya dengan kemampuan yang serba terbatas. Adanya rasa optimisme yang tinggi dari berbagai pihak baik itu pengurus yayasan, dewan pengasuh, pengurus pondop pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh pengurus santri Ikatan Keluarga Santri Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, pengurus daerah maupun dari kalangan para santri. Dan selalu ada masukan berupa kritikan yang bersifat kontruktif dan saran dari setiap kalangan. Sedangkan faktor penghambatnya adalah:Multi peran pengurus, menyebabkan kerja dan konsentrasi kurang maksimal, kurangnya dukungan dari masyarakat dan lain sebagainya”.
Berbeda dengan pendapat dari dua responden sebelumnya diatas,
adapun faktor-faktor penunjang dan penghambat yang berkaitan dengan
peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarkat di pondok pesantren
72
Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, menurut bapak selaku responden
yang mewakili masyarakat, baliau menyatakan bahwa:
“Faktor penunjang dalam pelaksanaan program peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarkat adalah adanya sikap konsisten dari dewan pengasuh pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh terhadap visi dan misi awal berdirinya pondok pesantren.Disamping itu konsistensi dari para asatidz maupun para santri untuk mendukung pelaksanaan program pengembangan pendidikan Islam pada masyarakat juga memiliki peranan yang penting.Apabila kondisi ini bisa tercapai maka tentunya pondok pesantren bisa mengambil peran yang lebih signifikan dalam kehidupan masyarakat. Sedangkan faktor penghambatnya adalah adanya perilaku yang lebih mendahulukan kepentingan pribadi dari pada kepentingan pondok pesantren baik di jajaran dewan pengasuh pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, pengurus Yayasan, pengurus Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, para ustadz, pengurus Ikatan Keluarga santri Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, serta para santri”.
Memang dalam setiap lembaga apapun mesti selalu banyak
rintangan maupun suka maupun duka dalam pelaksanaan proses pendidikan
khususnya dalam peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat di
Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, asumsi seperti
itu pula yang dikemukakan oleh Imam ketika memberikan pernyataan
tentang faktor penunjang dan faktor penghambat pelaksanaan program
pengembangan pendidikan Islam pada masyarakat, yaitu:
“Faktor penunjang pelaksanaan program pendidikan agama Islam pada masyarakat di Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, antara lain yaitu adanya pemahaman dari para pengurus pondok pesantren (asatidz), para santri maupun masyarakat umum yang menganggap bahwa pendidikan agama Islam sangat penting dan sangat perlu dimiliki oleh setiap individu dalam kelangsungan hidupnya baik di dunia maupun di akhirat. Sedangkan faktor penghambatnya adalah kurangnya semangat atau keinginan kuat dari para santri dan masyarakat untuk menuntut ilmu”.
73
Sesuai dengan hasil wawancara di atas dapat diambil suatu
kesimpulan bahwa faktor-faktor yang menunjang pelaksanaan program
peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat di lingkungan sekitar
pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh bertumpu pada
peranan aktif dari para jajaran dewan pengasuh, pengurus yayasan, para
asatidz atau pengurus, baik Pengurus Pondok Pesantren Bustanul
Muta’allimin Reksosari Suruh, maupun pengurus Ikatan Keluarga Santri
Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, termasuk juga peranan para santri
dan masyarakat.
74
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Sistem Pendidikan Pondok Pesantren
Pondok pesantren merupakan institusi pendidikan tertua yang
tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Meskipun berbagai
institusi pendidikan bermunculan dengan berbagai tawaran program dan
keahlian, namun tampaknya pondok pesantren masih akan tetap eksis,
karena memiliki penunjang tersendiri. Dukungan tersebut tidak serta merta
diperoleh tanpa usaha keras lembaga ini.Sampai saat ini banyak pesantren
yang masih konsisten kepada tafaqquh fiddien, mengajarkan ilmu-ilmu
agama guna mempersiapkan calon-calon ulama, da’i atau ustadz.Namun
banyak pula pesantren melakukan inovasi baru dengan menyelenggarakan
pendidikan madrasah dan sekolah umum bahkan merambah kepada
pendidikan ketrampilan (sekolah formal).Diversifikasi pendidikan di pondok
pesantren semacam ini sebenarnya sebagai respon pesantren atas tuntutan
masyarakat bahwa pendidikan apapun jenisnya, hendaknya bisa membekali
peserta didik dengan materi-materi yang bermanfaat ketika peserta didik
tersebut sudah benar-benar dalam kehidupan nyata di masyarakat.
Pada awal kemunculan pesantren, lembaga ini memang betul-betul
dekat dengan masyarakat, karena kemunculannya menjadi bagian dari
kehidupan masyarakat.Namun kini banyak cibiran sinis yang dialamatkan
pada pesantren. Dengan demikian, paling tidak, cibiran itu mengindikasikan,
٧٤
75
bahwa hubungan pesantren dengan masyarakat, bukan tanpa masalah sama
sekali, terutama terkait kedekatan dan kiprah nyatanya dalam pengembangan
masyarakat. Keadaan di atas menunjukkan bahwa pondok pesantren
selayaknya selalu bersinergi dengan perkembangan dan kebutuhan
masyarakat.Hal ini pula yang menuntut adanya peran pesantren dalam
kehidupan masyarakat agar dapat terus diintensifkan.
Eksistensi pesantren yang cukup penting bagi kelangsungan tradisi
lokal dan paham ahlussunnah wal jamaah mendorong para ulama untuk
mendirikan sebuah organisasi.Maka muncullah Nahdlatul Ulama,
Muhammadiyah, Persis, al-Irsyad, dan sebagainya. Para ulama saat itu
berpendapat bahwa pesantren-pesantren yang mempunyai kekuatan parsial
perlu berkumpul dan berorganisasi sehingga mampu memunculkan kekuatan
besar yang efektif untuk mempertahankan kepentingan dan mewujudkan
idealisasi komunitas pesantren.Keberadaan pesantren pada suatu kondisi
sosial masyarakat tertentu tidak terlepas dari peran serta pondok pesantren
dalam proses pemberdayaan masyarakat itu sendiri. Baik itu pemberdayaan
dalam aspek keagamaan, ilmu pengetahuan dan perekonomian.Keberhasilan
pesantren mendapatkan perhatian dari masyarakat luas tidak lepas dari
strategi dakwah pesantren yang dikemas dalam idiom-idiom lokal dan
kultural.Substansinya adalah komitmen untuk membangun peradaban yang
berbasis tradisi, ilmu pengetahuan, ekonomi dan politik kebangsaan.
Pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh yang
berada di desa Reksosari Suruh Kabupaten Semarang, sebagai salah satu
76
lembaga pendidikan Islam yang cukup tersohor di Kabupaten Semarang,
selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan bagi para santrinya
agar kelak mereka bisa menjadi panutan ketika mereka terjun di masyarkat.
Disamping itu pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh
juga berupaya untuk meningkatkan perannya di tengah masyarakat dengan
cara peningkatan kualitas hidup masyarakat salah satunya melalui
pembelajaran pendidikan Islam yang diperuntukkan kepada masyarakat di
sekitar pondok pesantren maupun masyarakat di kabupaten Semarang secara
umum.
Peningkatan peran pesantren melalui pembelajaran pendidikan
agama Islam ini, dimaksudkan agar kepedulian masyarakat dan rasa
memiliki terhadap pesantren bisa semakin tumbuh dan meningkat.Hal ini
tentunya memiliki dampak posistif terhadap pesantren karena dengan
demikian keberadaan pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh bisa
semakin diterima oleh masyarakat dan manfaatnya juga bisa dirasakan oleh
masyarakat.
Keberadaan pondok pesantren khususnya di Kecamatan Suruh,
sebenarnya sangat penting sekali perannya terhadap peningkatan pendidikan
agama Islam pada masyarakat, karena masyarakat Suruh banyak yang masih
beranggapan bahwa pondok pesantren itu merupakan lembaga pendidikan
yang mempunyai nilai lebih khususnya dalam hal religi dibandingkan
dengan pendidikan-pendidikan umum lainnya. Sejak berdirinya pondok
pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, pondok pesantren ini
77
sudah merupakan tempat pendalaman ilmu pengetahuan Islam, sehingga
banyak masyarakat yang memondokkan anak-anaknya dengan tujuan agar
anaknya bisa mempunyai kemapanan pola berfikir berakhlak yang baik, dan
bisa lebih siap dalam menghadapi persoalan-persoalan yang ada di
masyarakat.
B. Modernisasi Sistem PembelajaranPesantren di Ponpes Bustanul
Muta’allimin
Peran pondok pesantren terhadap masyarakat dalam upaya
peningkatan pendidikan agama Islam mempunyai posisi yang cukup
signifikan, hal inilah yang dicontohkan oleh pendiri pertama pondok
pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh. Beliau melakukan upaya
pendekatan sosio-kultural kepada masyarakat sekitar pesantren yang di
wujudkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang banyak melibatkan
masyarakat, yang berupa tahlilan (sarwaan) setiap malam jum’at dan
kegiatan tersebut dilakukan dengan cara bergiliran dari rumah masyarakat
yang satu dengan rumah yang lainnya.
Selain kegiatan itu ada juga pengajian rutin mingguan yang
dilaksakan di pondok pesantren. Disamping itu beliau juga memberikan
semangat dan memberikan suri tauladan kepada masyarakat dalam
berperilaku sehari-hari, sehingga di kalangan masyarakat maupun para santri
sangat mengenang jasa-jasa beliau utamanya pada ajaran-ajaran yang
dikembangkan oleh beliau yaitu; simtem pendidikannya yang sangat
berpengaruh terhadap terbentuknya masyarakat yang berbudi
78
hasanah.Tujuan utama dari didirikannya pesantren ini sejak pertama kali
adalah untuk membentuk karakter para santri yang berakhlak mulia, berbudi
pekerti luhur, berpengetahuan dan berwawasan luas, serta memiliki jiwa
yang peka terhadap kondisi masyarakat di lingkungannya. Dengan demikian
maka ketika para santri terjun langsung di masyarakat mereka bisa
menempatkan diri secara proporsional dan bisa membangun citra positif atas
dirinya maupun almamaternya.
Pada tahap awal peran pondok pesantren Bustanul Muta’allimin
Reksosari Suruh dalam peningkatan pendidikan agama Islam pada
masyarakat bisa dilihat dari beberapa indikator berikut yang termanifestasi
pelaksanaan kegiatan sosial keagamaan yang dapat melibatkan masyarakat
secara langsung semisal dhiba’an, tahlilan, pengajian rutin, dan arisan.
Kegiatan-kegiatan tersebut dimaksudkan agar bisa menumbuhkan rasa
memiliki (sense of belonging) terhadap pesantren maupun bisa
meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap segala bentuk kegiatan yang
dilakukan oleh pesantren.
Pentingnya peran pondok pesantren dalam upaya peningkatan
pendidikan agama Islam pada masyarakat juga dikemukakan oleh para
pengurus baik pengurus alumni.Mereka berpendapat bahwa Pondok
Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh sudah sejak dulu
mempunyai peran penting terhadap peningkatan pendidikan agama Islam
pada masyarakat, itu sudah dimulai pada zaman pendiri yaitu Kyai
Mawardi.Dan saat ini meskipun beberapa pengasuh Pondok Pesantren
79
Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh lebih banyak disibukkan oleh
kegiatan di birokrasi karena tanggungjawab jabatan yang tidak bisa
ditinggalkan namun hal itu tidak terlalu berpengaruh terhadap eksistensi
pondok pesantren dan lembaga ini tetap bisa berperan dalam kehidupan
masyarakat.
Keadaan tersebut menggambarkan bahwa rasa tanggung jawab yang
dimiliki pondok pesantren untuk memberikan manfaat kepada masyarakat
tidak akan pernah pudar sampai kapanpun karena hal tersebut telah menjadi
tujuan dari berdirinya pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh itu
sendiri. Secara spesifik tujuan pondok pesantren dalam upaya mendidik para
santri yang mondok di pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh
adalah untuk menghiasi jiwa mereka (akhlaqul karimah), mencari ilmu
karena ridho Allah serta berupaya mendekatkan diri kepada Allah Swt. Di
samping pesantren memiliki tujuan spesifik untuk memberdayakan para
santrinya, pesantren juga mempunyai tujuan dan tanggungjawab terhadap
pemberdayaan masyarakat oleh karenanya Pondok Pesantren Bustanul
Muta’allimin Reksosari Suruh menyelenggarakan program pengabdian
masyarakat yang disebut dengan Orientasi Pengabdian Bustanul
Muta’allimin Reksosari Suruh.
Peran pondok pesantren terhadap masyarakat manfaatnya sudah
mulai bisa dirasakan, baik dalam memberikan bimbingan pendidikan agama
dan pendidikan umum. Disamping itu pesantren juga mengajarkan
bagaimana cara (andep asor) berakhlak yang baik. Sampai saat ini hal-hal
80
seperti itu masih terus dilakukan, sehingga pondok pesantren mempunyai
pengaruh yang sangat terasa bagi masyarakat sekitarnya.
Tujuan utama dari pondok pesantren disamping menjadi pusat
pengembangan ilmu pengetahuan baik agama maupun ilmu pengetahuan
umum tentunya perlu diseimbangan dengan peran nyata dalam
pengembangan masyarakat. Salah satu yang bisa dilakukan oleh lembaga
pendidikan tertua di Indonesia ini adalah menjadi lembaga terdepan dalam
memmerangi pengaruh negatif dari globalisasi maupun liberalisme
peradaban masyarakat.Kiprah nyata tersebut mencerminkan peranan
pesantren sesuai dengan kaidah fiqhiyyah 'al-mutaaddy afdhal min al-qashir
(kiprah yang manfaatnya dirasakan oleh masyarakat, ketimbang yang
efeknya dinikmati diri sendiri). Maka dari itu, pesantren sebagai salah satu
agent of change atau agent of social control dan kyai sebagai cultural
broker atau makelar kebudayaan, tidak seharusnya berdiam diri dan tidak
merasa bertanggung jawab atas berbagai persoalan yang melilit masyarakat.
Pesantren harus merespon dan peka terhadap budaya yang ada pada
masyarakat.Artinya, pesantren niscaya memposisikan diri sebagai jembatan
penyambung antara kebutuhan masyarakat dengan tuntutan zaman yang
mereka hadapi.Peran itu sangat mungkin dimainkan pesantren, mengingat
keberadaannya yang diantara dua dunia, yaitu dunia pedesaan dan dunia
luar.Keberadaannya yang di pedesaan, membuat pesantren bisa mengerti
apa-apa yang dibutuhkan masyarakat.
81
Kiranya perlu disadarai bersama, bahwa di era global ini, masyarakat
tidak hanya dituntut piawai dalam bidang ilmu agama.Meskipun agama
hanya difungsikan tak lebih sebagai benteng moral.Agama bukan alat untuk
merebut kemenangan dalam dunia yang kian kompetitif ini.Masa kejayaan
agama, kini telah lewat. Karenanya, untuk menghadapi zaman yang tingkat
kompetitifnya kian menggila itu, bukan benteng moral saja yang harus
dipentingkan, melainkan penanaman skill dan upaya-upaya pengembangan
dalam sektor modern; seperti koperasi, jasa, tehnologi tepat guna, dan
sebagainya. Hal-hal inilah yang akan turut membantu masyarakat dalam
menjawab tuntutan zaman modern ini. Itulah dakwah dengan kiprah nyata
(da'wah bi al-hal) yang harus dimainkan pesantren.Peran pondok pesantren
Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh dalam peningkatan pendidikan
agama Islam pada masyarakat bisa lebih optimal dan efektif manakala
diwujudkan dalam beberapa kegiatan yang konkrit dan metode
pelaksanaannya bisa melibatkan masyarakat secara langsung. Pola
pendekatan tersebut yang selama ini sering dilakukan oleh para pendahulu
atau para pendiri pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh,
kemudian bisa berkelanjutan sampai saat ini.
Adapun langkah-langkah dalam pelaksanaan peningkatan pendidikan
agama Islam pada masyarakat di pondok pesantren Bustanul Muta’allimin
Reksosari Suruh menggunakan beberapa cara yaitu melalui pertama langkah
yang dilakukan adalah perumusan tujuan pesantren, langkah yang kedua
adalah menetapkan program kegiatan yang akan ditempuh dan yang ketiga
82
penyusunan strategi pelaksanaan program kegiatan tersebut. Sedangkan
pendekatan yang dipakai adalah pendekatan sosio-kultural, dengan bentuk
kegiatan penyuluhan, dan kegiatan arisan tahlilan setiap minggu.Selain
diwujudkan dalam bentuk beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan di
pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, maka juga selaku
pihak pesantren harus mempunyai sifat yang dinamis dan peka terhadap
segala kebutuhan masyarakat agar program yang dilakukan bisa sesuai
dengan keadaan serta kebutuhan masyarakat itu sendiri.
Selain adanya program kegiatan yang non formal yang dilaksanakan
pondok pesantren dalam sepanjang waktu juga ada program yang bersifat
formal.Yaitu, program pengabdian yang ditangani oleh yayasan, dan
program tersebut diharuskan bagi santri yang sudah lulus Madrasah Aliyah
yang di kenal dengan orientasi pengabdian Bustanul Muta’allimin Reksosari
Suruh. Program pengabdian tersebut selain bertujuan untuk membantu
lembaga dalam proses pendidikan terhadap siswa, hal itu juga dimaksudkan
untuk meningkatkan keterlibatan alumni dalam kegiatan sosial keagamaan
pada masyarakat dilingkungan pengabdiannya. Dengan kata lain para alumni
yang bertugas di suatu tempat disamping meraka mempunyai tanggung
jawab untuk mengajar di lembaga formal mereka juga berkewajiban
memberikan pembelajaran kepada masyarakat melalu kegiatan sosial
keagamaan yaitu ikut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang ada pada
masyarakat.
83
Salah satu program lain yang manfaatnya juga banyak dirasakan oleh
masyarakat, yaitu di pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari
Suruh juga telah didirikan suatu lembaga khusus yang menangani program
pengabdian masyarakat atau yang di kenal dengan Biro pembinaan dan
pengembangan masyarakat (BPPM). Beberapa kegiatan yang sering
dilakukan oleh BPPM dengan melibatkan masyarakat yaitu penyuluhan,
tahlilan, arisan mingguan, dan pengajian.Program ini dimaksudkan agar
masyarakat bisa mempunyai rasa memiliki terhadap pesantren dan bisa
meningkatkan partisipasinya dalam perkembangan pondok pesantren.
Belakangan ini, relasi pesantren dengan masyarakat, banyak disorot
oleh berbagai kalangan.Pesantren dianggap tidak lagi merakyat, jauh dari
dan menjaga jarak dengan masyarakat.Bahkan ada yang sedikit lebih radic,
pesantren diklaim tidak memiliki kiprah apa-apa dalam pengembangan
masyarakat. Sorotan serupa ini, tentu saja tidak bisa diabaikan begitu saja
dan harus dijawab oleh pesantren.Pelaksanaan program peningkatan
pendidikan agama Islam pada masyarakat di lingkungan pondok pesantren
Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh keberhasilannya bertumpu pada
peranan aktif dari para jajaran dewan pengasuh, pengurus yayasan, para
asatidz atau pengurus, baik pengurus, maupun pengurus, termasuk juga
peranan para santri dan masyarakat Dalam pelaksanaan suatu kegiatan
tentunya tidak terlepas dari adanya faktor penunjang maupun faktor
penghambat. Hal ini pula yang terjadi pada pelaksanaan pengembangan
pendidikan Islam pada masyarakat, banyak faktor penunjang maupun faktor
84
penghambatnya.Apa dan bagaimana faktor penunjang dan faktor
penghambat yang ada dalam pelaksanaan program peningkatan pendidikan
agama Islam pada masyarakat di pondok pesantren Bustanul Muta’allimin
Reksosari Suruh.
Dukungan dari pihak dewan pengasuh pondok pesantren Bustanul
Muta’allimin Reksosari Suruh, baik berupa motivasi maupun materi.
Komitmen dan semangat yang tinggi dari pengurus pondok pesantren
Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh walau hanya dengan kemampuan
yang serba terbatas.Rasa optimisme yang tinggi dari berbagai pihak baik itu
pengurrus Yasasan, dewan pengasuh, pengurus pondok pesantren Bustanul
Muta’allimin Reksosari Suruh, pengurus santri Ikatan Keluarga Santri
Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, pengurus daerah maupun dari
kalangan para santri.Selalu ada masukan berupa kritikan yang bersifat
kontruktif dan saran dari setiap kalangan.
Konsistensi dari para asatidz maupun para santri untuk mendukung
pelaksanaan program pengembangan pendidikan Islam pada masyarakat.
Adanya pemahaman dari para pengurus pondok pesantren (asatidz), para
santri maupun masyarakat umum yang menganggap bahwa pendidikan
Islam sangat penting dan sangat perlu dimiliki oleh setiap individu dalam
kelangsungan hidupnya baik di dunia maupun di akhirat.Adanya anjuran dan
contoh dari pendidiri dan para dewan pengasuh pondok pesantren Bustanul
Muta’allimin Reksosari Suruh baik berupa motivasi maupun materi.
85
C. Faktor-faktor Penghambat dan Pendukung Modernisasi Pendidikan di
Pesantren Bustanul Muta’allimin
Faktor penunjang lain dalam pelaksanaan program peningkatan
pendidikan agama Islam pada masyarkat adalah adanya sikap konsisten dari
dewan pengasuh pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh
terhadap visi dan misi awal berdirinya pondok pesantren, juga dengan
adanya pemahaman dari para pengurus pondok pesantren (asatidz), para
santri maupun masyarakat umum yang menganggap bahwa pendidikan
Islam sangat penting dan sangat perlu dimiliki oleh setiap individu dalam
kelangsungan hidupnya baik di dunia maupun di akhirat.
Sedangkan faktor-faktor penghambatnya dalam peningkatan
pendidikan agama Islam pada masyarakat meliputi:Multi peran pengurus,
yang menyebabkan kinerja dan konsentrasi kurang maksimal.Sulitnya
memahami berbagai karakter yang ada pada masyarakat.Kurangnya
partisipasi dari para masyarakat.Kurangnya sarana penunjang dalam
pelaksanaan kegiatanKurangnya semangat atau keinginan kuat dari para
santri dan masyarakat untuk menuntut ilmu.Adanya perilaku yang lebih
mendahulukan kepentingan pribadi dari pada kepentingan pondok pesantren
baik di jajaran dewan pengasuh pondok pesantren Bustanul Muta’allimin
Reksosari Suruh, pengurus Yayasan, pengurus Pondok Pesantren Bustanul
Muta’allimin Reksosari Suruh, para ustadz, pengurus Ikatan Keluarga santri
Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, serta para santri.
86
Keberadaan pondok pesantren sangat penting dalam meningkatkan
kualitas dan kuantitas keilmuan serta moral yang baik bagi para santri
maupun masyarakat.Peningkatan kualitas tersebut berupa pendidikan
berorganisasi dan kewirausahaan serta pendidikan keagamaan yang tentunya
merupakan karakteristik khas dari pondok pesntren. Beberapa hal tersebut
dapat tercapai melalui pengintegrasian antara ilmu umum dan ilmu agama
dengan tujuan untuk membekali masyarakat dan para santri kehidupan
sehari-hari, bagi para santri setelah keluar dari pondok pesantren Bustanul
Muta’allimin Reksosari Suruh mereka mampu hidup berdikari dan mandiri
dalam kehidupan bermasyarakat yang selanjutnya berimplikasi pada
kemampuan untuk menghadapi tuntutan perubahan zaman.
87
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat
disimpulkan bahwa:
1. Sistem Pendidikan di Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin pada
awalnya menganut sistem pendidikan pesantren salaf pada umumnya.
Namun seiring dengan perkembangan zaman, pengasuhnya mulai
memasukkan sistem pendidikan yang berlaku di Indonesia.
2. Modernisasi sistem pendidikan pesantren dipondok pesantren Bustanul
Muta’allimin nampak dalam upaya peningkatan pendidikan agama Islam
dalam masyarakat. Adapun beberapa langkah yang diterapkan di pondok
pesantren Bustanul Muta’allimin dalam peningkatan pendidikan agama
Islam dalam era modernisasi pada masyarakat yaitu melalui: (a). arisan
tahlilan mingguan, (b). pembacaan dhiba’an atau berzanji, (c).
pembacaan Al quran, (d). pengajian keagamaan, (e). Penyuluhan (berupa
penyuluhan pertanian, keterampilan, manajemen usaha, serta koperasi
simpan pinjam), dan (f). program pengabdian bagi santri yang sudah
lulus Madrasah Aliyah di berbagai lembaga pendidikan.
3. Faktor penunjang dalam mewujudkan modernisasi sistem pendidikan
pesantren di ponpes Bustanul Muta’allimin meliputi; (1). Dukungan dari
dewan pengasuh pondok pesantren berupa motivasi maupun materi. (2).
88
Komitmen dan semangat yang tinggi dalam memajukan lembaga dari
para pengurus pondok pesantren meskipun fasilitas tidak memadai, (3).
Rasa optimisme yang tinggi dari berbagai pihak baik itu pengurus
yasasan, dewan pengasuh, para pengurus maupun para santri, (4).
Terbentuknya budaya auto kritik yang bersifat kontruktif di lingkungan
pesantren, (5). Konsistensi dari para asatidz maupun para santri untuk
mendukung pelaksanaan program pengembangan pendidikan Islam pada
masyarakat, (6). Adanya pola pemikiran dari masyarakat umum
(pengasuh, pengurus, santri, dan masyarakat) yang menganggap bahwa
pendidikan Islam lebih penting dari pada pendidikan umum (7).
Kemampuan dari para pengasuh menjadi suriteladan, sehingga segala
anjurannya dapat memotivasi orang lain. Sedangkan faktor
penghambatnya meliputi, (1). Multi peran pengurus, yang menyebabkan
kinerja dan konsentrasi kurang maksimal, (2). Sulitnya memahami
berbagai karakter yang ada pada masyarakat, (3). Kurangnya partisipasi
dari para masyarakat, (4). Kurangnya sarana penunjang dalam
pelaksanaan kegiatan, (5). Kurangnya semangat atau keinginan kuat dari
para santri dan masyarakat untuk menuntut ilmu, (6). Adanya perilaku
yang lebih mendahulukan kepentingan pribadi dari pada kepentingan
pondok pesantren baik dari pengasuh, pengurus yayasan, pengurus
Pondok Pesantren (asatidz) serta para santri.
89
B. Saran
Adapun beberapa saran yang dapat penulis sampaikan kepada
beberapa pihak yang terlibat dalam penelitian, diantaranya:
1. Bagi pondok pesantren
Diharapkan agar lebih progresif lagi dalam upaya peningkatan
pendidikan agama Islam pada masyarakat dan penelitian ini diharapkan
bisa memberikan suatu masukan baru untuk dijadikan pertimbangan
dalam melakukan progress-progres ke depan.
2. Bagi para Akademisi
Penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan penlitian lebih lanjut bagi
para peneliti lain yang ingin mendalami tentang sistem pendidikan di
pesantren.
90
DAFTAR PUSTAKA
A’la, Abd, 2006. Pembaruan Pesantren, Yogyakarta: Pustaka Pesantren. A. Tafsir, dkk., 2004. Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Mimbar
Pustaka. Depag RI, 2003. Pola Pengembangan Pondok Pesantren, Jakarta: Ditjen Binbaga
Islam. Depag RI, 2004. Sinergi Madrasah dan Pondok Pesantren, Suatu Konsep
Pengembangan Mutu Madrasah, Jakarta: Ditjen Binbaga Islam. Depag RI, 2012. Pedoman Pembinaan Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah,
Jakarta: Ditjen Binbaga Islam. Dhofier, Zamakhsyari, 1982. Tradisi Pesantren, Studi tentang Pandangan Hidup
Kyai, Jakarta: LP3ES. Engkoswara, 2009.Manajemen Pendidikan. Bandung: Pustaka Pelajar Hidayah, Arini. 2012. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Bandung: PT. Raja
Grafindo Persada. Imam Tolkhah dan Ahmad Barizi, 2004.Membuka Jendela Pendidikan, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada. M. Hasyim, Affan, 2003. Menggagas Pesantren Masa Depan, Yogyakarta: CV.
Qalam. Mastuhu, 2004.Dinamika sistem pendidikan Pesantren, Jakarta:INIS Rianse, Usman. 2009. Metodologi Penelitian Sosial.Bandung: Alfabeta Sugiyono. 2009. Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta Suharto, Babun 2011, Dari Pesantren Untuk Umat, Surabaya:IMTIYAS Suismanto, 2004. Menelusuri Jejak Pesantren, Yogyakarta: Alief Press. Surayin.2007. Kamus Umum Bahasa Indonesia.Yogyakarta: Yrama Widya
91
Suyata, “Pesantren sebagai Lembaga Sosial yang Hidup”, dalam M Dawam Rahardjo(ed), 1985. Pergulatan Dunia Pesantren Membangun dari Bawah, Jakarta:P3M.
92
93
94
95
96
LAMPIRAN
97
TRANSKRIP WAWANCARA
98
TRANSKRIP WAWANCARA Nama yang diwawancara : Bpk. Tsawab Birruddin Hari/Tanggal : Kamis/16 April 2015 Nama Pewawancara : M. Firdaus F. R. 1. Apa manfaat dengan adanya Ponpes Bustanul Muta’allimin ini?
Sebenarnya keberadaan pondok pesantren khususnya di Reksosari ini sangat penting sekali perannya terhadap peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat, karena masyarakat banyak yang beranggapan bahwa pondok pesantren itu merupakan lembaga pendidikan yang mempunyai nilai lebih dibandingkan dengan lembaga-lembaga pendidikan lainnya. nilai khususnya dalam hal spritual. Anggapan seperti itu sangat memungkinkan untuk mempengaruhi pola pikir masyarakat yang memiliki karakteristik fanatis-agamis. Kenapa saya katakan demikian, karena sejak berdirinya pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, pesantren ini sudah menjadi tempat pendalaman ilmu pengetahuan Islam dan memantapkan posisinya dalam pengembangan agama Islam. Maka dari itu banyak masyarakat yang mempercayai proses pendidikan anaknya kepada pesantren ini dengan cara memondokkan anak-anaknya dengan tujuan agar mereka bisa mempunyai pengetahuan yang luas yang dibarengi dengan akhlak yang baik. Disamping itu sejak dulu sebagai pendiri pertama pondok pesantren ini sudah mulai menerapkan pendekatan-pendekatan sosio-kulutral dalam pengembangan pendidikan agama Islam terhadap masyarakat. Beliau mengadakan kegiatan-kegiatan yang banyak melibatkan masyarakat, seperti tahlilan (sarwaan) setiap malam jum’at dan kegiatan tersebut dilakukan dengan cara bergiliran dari rumah masyarakat yang satu dengan rumah yang lainnya. Selain kegiatan itu ada juga pengajian rutin mingguan yang dilaksakan di pondok pesantren. Kegiatan-kegiatan tersebut sampai saat ini masih tetap dilaksanakan bahkan beberapa kegiatan lain telah dikembangkan oleh pondok pesantren diantaranya penyuluhan, dan penugasan alumni ke beberapa lembaga pendidikan untuk menjadi guru bantu (tugas purna bakti)
2. Bagaimana awal mulanya pendidikan yang dilaksanakan di Ponpes Bustanul
Muta’allimin?
Peran pondok pesantren juga sangat menentukan dalam peningkatan pemahaman akan ilmu-ilmu agama bagi para santri maupun masyarakat. Sehingga setelah mereka terus menerus digembleng dengan ilmu pengetahuan dan pendidikan agama Islam maka selanjutnya keimanan mereka terhadap tuhan yang maha esa akan semakin mantap. Dengan demikian keberadaan pondok pesantren manfaatnya dapat langsung dirasakan masyarakat dimana masyarakat dapat dengan mudah mendapatkan ilmu-ilmu pengetahuan agama Fitrah kebersihan dan kesucian, hal ini biasanya di pondok pesantren diberi tulisan yang berkaitan dengan kebersihan juga megadakan piket kebersihan, kerja bhakti dan lomba kebersihan antar kamar. Fitrah bermoral atau
99
berakhlak, pondok pesantren kita sangat sekali menjaga dan memelihara terhadap hal-hal yang berkaitan dengan moral, makanya ketika disini ada para santri yang melanggar aturan-aturan yang belaku disini itu diberi sangsi yang sesuai dengan kesalahannya. Fitrah kebenaran, para santri disini diberi kesempatan untuk mencari konsep kebenaran baik itu kebenaran mutlak maupun kebenaran nisbi dalam hal ini dilakukan bentuk forum dialog dan seminar. Fitrah kemerdekaan, disini juga para santri dituntut untuk merasakan kebebasan dalam melaksanakan aktifitas apapun, karena itu semua sudah disepakati bersama. Fitrah Keadilan, fitrah ini harus dimiliki oleh para santri, hal ini diterapkan diberbagai tempat baik diwaktu diberi kepercayaan menjadi ketua kamar, pengurus daerah dan pengurus alumni. Fitrah persamaan dan persatuan, contoh dari aplikatif fitrah tersebut dituangkan dalam bentuk memakai seragam putih-putih dalam shalat berjemaah dan juga bersama-sama dalam melaksanakn senam pagi dan yang lainnya. Fitrah individu, dalam fitrah ini biasanya para santri memasak sendiri, mencuci sendiri dan bagaimana mengatur dirinya sendiri. Fitrah sosial, para santri setiap hari jum’at dan hari selasa melakukan kerja bakhti, dan melakukan kerja sama dengan masyarakat, yang hal ini dilakukan dalam penagihan listrik. Fitrah seksual, fitrah ini merupakan untuk mengembangkan keturunan sehingga di pondok pesantren ini para santri diajarinya dengan mengaji kitab julujen, yang mana dalam hal ini dikhususkan kepada para santri yang sudah keluar Madrasah Aliyah (MA). Fitrah ekonomi, dalam hal ini para santri diajari tentang kewirausahaan dengan mendatangkan pemateri yang menjelaskan pentingnya ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup sekaligus diterapkan dalam bentuk koperasi. Fitrah politik, disini juga diajari tentang politik dan aplikatifnya, seperti dalam pemilihan pengurus daerah, pengurus IKSNI dan
pengurus alumni 3. Bagaimana perkembangan system pendidikan di Ponpes Bustanul
Muta’allimin?
“Kegiatan-kegiatan dalam kaitannya dengan peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat di pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh ini dilakukan secara bertahap dengan beberapa langkah. Pertama: menetapkan tujuan pendidikan pondok pesantren yang mengarah pada pendidikan Islam pada masyarakat. Kedua: menetapkan program kegiatan yang akan dilaksanakan. Ketiga: menetapkan strategi peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat. Dari semua langkah yang dilakukan harus mencerminkan tujuan dan Visi Misi pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh. Langkah-langkah tersebut bisa di wujudkan dalam bentuk kegiatan tahlilan, pembacaan dhiba’an atau berzanji, dan pembacaan al qur’an maupun program penyuluhan dari pemerintah (menyuluhan pertanian,
keterampilan, pelatihan manajemen usaha, dan pelayanan simpan pinjam) 4. Bagaimana system pendidikan yang dilaksanakan saat ini di Ponpes Bustanul
Muta’allimin?
100
Program kegiatan dalam peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat itu perlu adanya suatu perhatian dan pendekatan khusus pada masyarakat, karena agar kegiatan tersebut bisa diterima oleh masyarakat dan masyarakat bisa lebih berpartisipasi bukanlah hal yang mudah. Maka dari itu kami selaku pihak pesantren harus mempunyai sifat yang dinamis dan peka terhadap segala kebutuhan masyarakat agar program yang dilakukan bisa sesuai dengan keadaan serta kebutuha masyarakat itu sendiri. Apabila hal ini bisa tercapai, dalam pelaksanaan program pengembangan pendidikan Islam pada masyarakat bisa berjalan efektif dan segala apa yang disampaikan bisa diterima dengan baik, oleh karenanya dengan mudah pula kita bisa mempengaruhi dan menggembleng mereka dengan baik. Salah satu kegiatan yang bisa dijadikan contoh yaitu, pelaksanaan arisan yang melibatkan semua lapisan masyarakat, dan dari sanalah kita bisa memberikan pengarahan dan pembelajaran pendidikan Islam, misalnya dengan pembacaan tahlil, pembacaan dhiba’an atau berzanji, pembacaan Al quran, maupun pengajian keagamaan, yang selanjutnya diharapkan bisa memotivasi masyarakat untuk
mendalami dan mentaati ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari 5. Apa faktor pendukung system pendidikan di Ponpes Bustanul Muta’allimin?
Faktor penunjang dalam pelaksanaan program peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat dapat diklasifikasikan sebagai berikut; faktor penunjang meliputi: (1) Adanya penerapan dan tauladan dari pendiri pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh untuk mengajarkan pendidikan Islam pada masyarakat. (2) Adanya dukungan dari pihak dewan pengasuh pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, baik berupa motivasi maupun materi. (3) .Adanya komitmen dan semangat yang tinggi dari pengurus pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh walau hanya dengan kemampuan yang serba terbatas. (4) Adanya rasa optimisme yang tinggi dari berbagai pihak baik itu pengurrus Yasasan, dewan pengasuh, pengurus pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, pengurus santri Ikatan Keluarga Santri Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, pengurus daerah maupun dari kalangan para santri. (5) Selalu ada masukan berupa kritikan yang bersifat kontruktif dan saran dari
setiap kalangan 6. Apa saja faktor penghambat system pendidikan di Ponpes Bustanul
Muta’allimin?
Sedangkan faktor penghambatnya adalah kurangnya semangat atau keinginan kuat dari para santri dan masyarakat untuk menuntut ilmu
101
TRANSKRIP WAWANCARA
Nama yang diwawancara : Bpk. Tsawab Birruddin Hari/Tanggal : Kamis/16 April 2015 Nama Pewawancara : M. Firdaus F. R. 1. Apa manfaat dengan adanya Ponpes Bustanul Muta’allimin ini?
Menurut saya mas, pondok kami yaitu Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh sudah sejak dulu mempunyai peran penting terhadap peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat, itu sudah dimulai pada zaman pendiri yaitu Kyai Mawardi. Dapat dilihat pada sekarang ini meskipun Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, tapi pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh tetap eksis dan tetap bisa berperan dalam kehidupan masyarakat meskipun tidak ada beliau-beliau. Keadaan tersebut menggambarkan bahwa rasa tanggung jawab yang dimiliki oleh lembaga ini untuk memberikan manfaat kepada masyarakat tidak akan pernah pudar sampai kapanpun karena hal tersebut telah menjadi tujuan dari berdirinya pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh itu
sendiri 2. Bagaimana awal mulanya pendidikan yang dilaksanakan di Ponpes Bustanul
Muta’allimin?
Program kegiatan dalam peningkatan pendidikan agama Islam pada masyarakat itu perlu adanya suatu perhatian dan pendekatan khusus pada masyarakat, karena agar kegiatan tersebut bisa diterima oleh masyarakat dan masyarakat bisa lebih berpartisipasi bukanlah hal yang mudah. Maka dari itu kami selaku pihak pesantren harus mempunyai sifat yang dinamis dan peka terhadap segala kebutuhan masyarakat agar program yang dilakukan bisa
sesuai dengan keadaan serta kebutuha masyarakat itu sendiri. 3. Bagaimana perkembangan system pendidikan di Ponpes Bustanul
Muta’allimin?
Selain adanya program kegiatan yang non formal yang dilaksanakan pondok pesantren dalam sepanjang waktu juga ada program yang bersifat formal. Yaitu, seperti adanya program pengabdian yang ditangani oleh yayasan, dan program tersebut diharuskan bagi santri yang sudah lulus Madrasah Aliyah yang dikenal dengan orientasi pengabdian Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh. Program pengabdian tersebut selain bertujuan untuk membantu lembaga dalam proses pendidikan terhadap siswa, hal ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan keterlibatan alumni dalam kegiatan sosial keagamaan
pada masyarakat dilingkungan pengabdiannya. 4. Bagaimana system pendidikan yang dilaksanakan saat ini di Ponpes Bustanul
Muta’allimin?
Banyak manfaat yang kami rasakan dari berbagai program yang dilakukan oleh pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh selama ini,
102
dan untuk mewujudkan semua kegiatan tersebut secara optimal pondok pesantren, di pondok pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh telah berdiri suatu lembaga khusus yang menangani program pengabdian masyarakat dengan nama Biro Pembinaan dan Pengambangan Masyarakat atau yang sering dikenal dengan sebutan BPPM. Beberapa kegiatan yang sering dilakukan oleh BPPM dengan melibatkan masyarakat yaitu penyuluhan, tahlilan, arisan mingguan, dan pengajian. Program ini dimaksudkan agar masyarakat bisa mempunyai rasa memiliki terhadap pesantren dan bisa meningkatkan partisipasinya dalam perkembangan pondok
pesantren 5. Apa faktor pendukung system pendidikan di Ponpes Bustanul Muta’allimin
Faktor penunjang pelaksanaan program pendidikan agama Islam pada masyarakat di Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin Reksosari Suruh, antara lain yaitu adanya pemahaman dari para pengurus pondok pesantren (asatidz), para santri maupun masyarakat umum yang menganggap bahwa pendidikan agama Islam sangat penting dan sangat perlu dimiliki oleh setiap
individu dalam kelangsungan hidupnya baik di dunia maupun di akhirat.
103
FOTO PENELITIAN
104
Peneliti sedang mengamati kegiatan yang sedang berlangsung.
Para santri sedang mengkaji kitab Shahih Bukhori
105
Para santri sedang mengkaji kitab Shahih Bukhori
Peneliti menggali informasi dari pengurus PonPes
106
Peneliti sedang berdialog dengan santri
Peneliti melakukan wawancara kepada pengurus PonPes
107
Interaksi Peneliti dengan para santri
Interaksi Peneliti dengan para santri
108
Gedung lama PonPes Bustanul Muta’allimin
Gedung baru PonPes Bustanul Muta’allimin
109
Mushola yang ada di PonPes Bustanul Muta’allimin
110
Peneliti menggali informasi tentang PonPes dari Bpk. Tsawab
Peneliti melakukan wawancara dengan Bpk. Tsawab
111
DAFTAR
RIWAYAT HIDUP
112
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Muhammad Firdaus Fatchur Rozi yang biasa
dipanggil Firdaus. Penulis dilahirkan di Kabupaten
Semarang, tepatnya di Dusun Banjarsari Rt 03 Rw
05, Desa Reksosari, Kecamatan Suruh pada tanggal
26 September 1992 dari ayah yang bernama Muslih
dan ibu bernama Siti Maslakhah. Penulis merupakan
anak pertama dari dua bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah
Dasar di SDN 02 Reksosari pada tahun 2004.
Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMPN
01 Suruh dan tamat pada tahun 2007. Kemudian
penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA, tepatnya di MAN Suruh dan
lulus pada tahun 2010.
Setelah tamat MAN, penulis melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang
lebih tinggi yaitu di sebuah Perguruan Tinggi Negeri di Kota Salatiga yaitu
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN), yang kini sudah berubah nama
menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN). Penulis mengambil Program
Pendidikan S1 pada Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI). Dan dari tahun 2010
sampai dengan penulisan skripsi ini, penulis masih terdaftar sebagai mahasiswa
Program Studi S1 Pendidikan Agama Islam (PAI) Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri (STAIN) Salatiga, yang kini telah beralih menjadi Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga.