Model Manajemen Pembelajaran Tafsir Sains Terpadu...
Transcript of Model Manajemen Pembelajaran Tafsir Sains Terpadu...
1
Model Manajemen Pembelajaran Tafsir Sains Terpadu
(SIRSAINSDU)
Oleh
Dr. Budiyono Saputro, M.Pd
IAIN Salatiga
Karya ilmiah ini merupakan hasil penelitian pengembangan dari bulan Februari s.d Oktober
2018. Dipresentasikan dalam Focus Group Discussion di IAIN Salatiga 4 Agutus 2018.
A. Konsep Manajemen Pembelajaran Terpadu
Pembelajaran dapat efektif jika dilakukan manajemen dengan baik oleh guru.
Menurut Terry bahwa konsep manajemen kegiatan untuk mencapai tujuan, dilakukan oleh
individu-individu yang menyumbangkan upaya terbaik melalui tindakan-tindakan yang
ditetapkan sebelumnya1. Sedangkan Sagala, Syaiful menyatakan bahwa manajemen
pembelajaran diartikan sebagai usaha dan tindakan kepala sekolah dan tindakan guru sebagai
pemimpin pembelajaran di kelas dalam rangka mencapai program sekolah dan program
pembelajaran2. Menurut Saud dan Sumantri bahwa fungsi pokok manajemen pembelajaran
adalah sebagai berikut: perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengawasan3.
Syafaruddin dan Nasution menyatakan bahwa pembelajaran yang efektif ditangani oleh guru
professional melalui manajemen pembelajaran yang baik4. Berdasarkan para pendapat ahli di
atas, penulis berpendapat bahwa manajemen pembelajaran merupakan suatu tindakan yang
dilakukan oleh guru melalui perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang efektif dan efesien.
Pembelajaran terpadu pada dasarnya dapat dilakukan dengan menyatukan atau
memadukan materi yang memiliki potensi untuk dipadukan secara tematik. Menurut Forgaty
“ Integreted model is involving interdisciplinary team discussion when planning curriculum”.
Hal tersebut memiliki arti bahwa model pembelajaran terpadu melibatkan diskusi tim
1 Terry, G. 2000. Guide to Management. Diterjemahkan oleh J. Smit. Prinsip-Prinsip Manajemen. Cet.6 Jakarta: PT. Bumi Aksara: hal 9 2 Sagala, Syaiful. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta. Bandung.hal 140.
3 Saud, Udin S dan Sumantri, M (Tim Pengembang FIP-UPI). 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung. PT. IMTIMA, Grasindo.hal 131. 4 Syafarudidin dan Nasution. 2005. Manajemen Pembelajaran. Jakarta: Quantum Teaching. Hal 17.
2
interdisipliner pada saat merencanakan kurikulum5. Hal tersebut diperkuat dengan pendapat
Trianto bahwa prinsip dasar pembelajaran terpadu dikelompokkan sebagai berikut: (1)
penggalian tema, (2) pengelolaan pembelajaran, (3) evaluasi dan (4) reaksi6.
Berdasarkan pendapat ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa pembelajaran
terpadu seperti pembelajaran tafsir sains, terlebih dahulu dalam perencanaan pembelajaran
melibatkan dosen tafsir dan dosen sains agar dapat melakukan penggalian isyarat ilmiah,
tema, pengelolaan pembelajaran, evaluasi serta reaksi siswa dan mengarahkan pembelajaran
bermakna. Pembelajaran Tafsir Sains Terpadu lebih sesuai menggunakan metode Tahlili dan
Maudhu’i. Adapun kedua metode untuk memadukan tafsir dan sains adalah sebagai berikut:
Tahlili (Analisis). Kata “tahlili” berasal dari bahasa Arab yakni “hallala-yuhallilu” yang
berarti menguraikan atau menganalisa. Yang dimaksud dengan metode analitis yaitu,
menafsirkan ayat-ayat Al-quran dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam
ayat-ayat yang ditafsirkan serta menerangkan makna-makna yang tercakup didalamnya
sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufasir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.
Metode ini, biasanya mufasir menguraikan maknanya yang dikandung oleh Al-qur’an, ayat
demi ayat dan surah demi surah, sesuai dengan urutannya di dalam mushaf. Uraian tersebut
menyangkut berbagai aspek yang dikandung ayat yang ditafsirkan seperti pengertian
kosakata, konotasi kalimatnya, latar belakang turun ayat, kaitannnya dengan ayat yang lain,
baik sebelum maupun sesudahnya, dan tak ketinggalan pendapat-pendapat yang telah
diberikan berkenaan dengan tafsiran ayat-ayat tersebut, baik yang disampaikan oleh nabi,
sahabat, para tabi’in maupun tafsir lainnya.7
Metode tahlili secara istilah adalah suatu metode tafsir yang mufasirya berusaha menjelaskan
kandungan ayat-ayat dari berbagai seginya, dengan memperhatikan runtutan ayat Al-quran
sebagaimana yang tercantum dalam mushaf. Berbagai aspek yang dianggap perlu oleh
seorang mufasir tahlily diuraikan, yang tahapan kerjanya yaitu dimulai sebagai berikut: (1)
bermula dari kosakata yang terdapat pada setiap ayat yang akan ditafsirkan sebagaimana
urutan dalam Al-quran, mulai dari Surah Al Fatihah hingga Surah An-Nass, (2) menjelaskan
asbabun nuzul ayat ini dengan menggunakan keterangan yang diberikan oleh hadist (bir
5 Forgaty. Forgaty. How To Integrate the Curricula. 3rd ed. (California: Corwin Press, 2009), hal 2 6 Trianto. Model Pembelajaran Terpadu Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta.
Bumi Aksara, 2010), hal 55-59. 7 Nasruddin Baidan, Metodiologi Penafsiran Al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hal.31
3
riwayah), (3) menjelaskan munasabah, atau hubungan ayat yang ditafsirkan dengan ayat
sebelum atau sesudahnya, (4) menjelaskan makna yang terkandung pada setiap potongan ayat
dengan menggunakan keterangan yang ada pada ayat lain, atau dengan menggunakan hadist
Rasulullah Saw atau dengan menggunakan penalaran rasional atau berbagai disiplin ilmu
sebagai sebuah pendekatan, (5) menarik kesimpulan dari ayat tersebut yang berkenaan
dengan hukum mengenai suatu masalah, atau lainnya sesuai dengan kandungan ayat
tersebut.8
Contoh penafsiran dengan menggunakan metode ini:
من يا أيها الذين آمنوا إنما المشركون نجس فل يقربوا المسجد الحرام بعد ع امهم هذا وإن خفتم عيلة فسوف يغنيكم الل
ع فضله ليم حكيم إن شاء إن الل
Artinya: Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis, maka
janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini. Dan jika kalian khawatir
menjadi miskin maka Allah nanti akan memberikan kekayaan kepada kalian dari
karuniaNya (QS. At-Taubah 28).
واسع عليم إن الل المشرق والمغرب فأينما تولوا فثم وجه الل ولل
Artinya: Milik Allah timur dan barat, maka kearah mana saja kamu menghadap, disana ada
Allah. Sesungguhnya Allah maha Lapang (memberikan toleransi untuk menghadap kepada-
Nya dimana saja)lagi maha Mengetahui (QS.Al-Baqarah: 115). Yang dimaksud dengan oleh
Allah dengan firmannya, ( المشرق والمغرب ialah Allah berwenang penuh atas kepemilikan (ولل
dan pengaturan keduanya, seperti dikatakan: “rumah ini kepunyaan si Fulan”, artinya dia
berwenang penuh atas kepemilikan rumah itu.
Kasus ulama, ayat ini turun kepada Nabi SAW sebagai dispensasi dari Allah tentang
kebolehan menghadap kemana saja dalam shalat sunnat ketika sedang dalam perjalanan,
ketika perang, disaat ketakutan, atau menemuikesukaran di dalam shalat wajib. Dengan
demikian diberitahukan kepada Nabi bahwa ke mana saja mereka menghadap maka disitu
ada Allah.9
Adapun contoh tafsir sains metode tahlili adalah sebagai berikut:
( 30كل شيء حي أفل ي ؤمنون ) الماء من أول ي ر الذين كفروا أن السماوات والرض كان تا رت قا ف فت قناها وجعلنا
8 Abudin Nata, Studi Islam Komperhesif, (Jakarta: Kencana, 2011), hal.169 9 Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an,......hal.49
4
Artinya: “Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan
bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara
keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka
tiada juga beriman?” (Q.S. al Anbiya’: 30)
Dari ayat-ayat di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa sebelum bumi dan langit
dijadikan, telah ada benda lain, yang diberi nama “air”. Dalam ayat lain disebut “uap”.
Antara “air” dan “uap” cukup berdekatan, maka bumi dan langit itu dijadikan dari “uap” atau
“air”, dan bukan dari ketiadaan. Dengan demikian, alam, dalam arti unsurnya, adalah bersifat
kekal dari zaman lampau atau qadim .
Maudhu’i (Tematik). Metode tematik ialah metode yang membahas ayat-ayat al-Qur’an
sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan dihimpun,
kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek yang terkait dengannya,
seperti asbab al-nuzul, kosakata, dan sebagainya. Semua dijelaskan dengan rinci dan tuntas,
serta didukung oleh dalil-dalil atau fakta-fakta yang dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah, baik argumen yang berasal dari al-Qur’an, hadis, maupun pemikiran rasional. Metode
ini, tafsir al-Qur’an tidak dilakukan ayat demi ayat. al-Qur’an dikaji dengan mengambil
sebuah tema khusus dari berbagai macam tema doktrinal, sosial, dan kosmologis yang
dibahas oleh al-Qur’an. Misalnya ia mengkaji dan membahas doktrin Tauhid di dalam al-
Qur’an, konsep nubuwwah di dalam al-Qur’an, pendekatan al-Qur’an terhadap ekonomi,
Musyawarah dalam Qur’an dan sebagainya.10 M. Quraish Shihab,11 mengatakan bahwa
metode meudhu’i mempunyai dua pengertian. Pertama, penafsiran menyangkut satu surat
dalam al-Qur’an dengan menjelaskan tujuan-tujuannya secara umum dan yang merupakan
tema ragam dalam surat tersebut antara satu dengan lainnya dan juga dengan tema
tersebut, sehingga satu surat tersebut dengan berbagai masalahnya merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan. Kedua, penafsiran yang bermula dari menghimpun ayat-
ayat al-Qur’an yang dibahas satu masalah tertentu dari berbagai ayat atau surat al-Qur’an dan
sedapat mungkin diurut sesuai dengan urutan turunnya, kemudian menjelaskan
pengertian menyeluruh ayat-ayat tersebut, guna menarik petunjuk al-Qur’an secara utuh
tentang masalah yang dibahas itu.
10 Imam Muchlas, Metode Penafsiran al Qur’an Tematis Permasalahan, dalam buku Himpunan Orasi Ilmiah Pengukuhan Guru Besar IAIN Sunan
Ampel Periode 1986-2003,Penerbit;IAIN Sunan Ampel, th 2004 11 Quraish Shihab. Membumikan al-Qu’an. Penerbit Mizan,Bandung 1992. dan pengantar Tafsir Al Mishbah
5
Perkembangan metode maudhu’i ada dua bentuk penyajian pertama menyajikan kotak berisi
pesan-pesan al-Qur’an yang terdapat pada ayat-ayat yang terangkum pada satu surat saja.
Biasanya kandungan pesan tersebut diisyaratkan oleh nama surat yang dirangkum
padanya selama nama tersebut bersumber dari informasi rasul. Kedua, metode maudhu’i
mulai berkembang tahun 60-an. Bentuk kedua ini menghimpun pesan-pesan al-Qur’an yang
terdapat tidak hanya pada satu surah saja.12
Ciri metode ini ialah menonjolkan tema. Judul atau topik pembahasan, sehingga tidak salah
jika dikatakan bahwa metode ini juga disebut metode topikal. Jadi, mufassir mencari tema-
tema atau topik-topik yang ada di tengah masyarakat atau berasal dari al-Qur’an itu sendiri,
atau dari lain-lain. Kemudian tema-tema yang sudah dipilih itu dikaji secara tuntas dan
menyeluruh dari berbagai aspeknya sesuai dengan kapasitas atau petunjuk yang termuat di
dalam ayat-ayat yang ditafsirkan tersebut. Jadi penafsiranyang diberikan tidak boleh jauh dari
pemahaman ayat-ayat al-Qur’an agar tidak terkesan penafsiran tersebut berangkat dari
pemikiran atau terkaan berkala [al-ra’y al-mahdh]. Oleh karena itu dalam pemakainnya,
metode ini tetap menggunakan kaidah-kaidah yang berlaku secara umum di dalam ilmu
tafsir.
Syaikh Mahmud Syaltut menyusun kitab tafsir yang berjudul Tafsir al-Qur’an al-Karim
dalam bentuk penerapan ide. Syaltut tidak lagi menafsirkan ayat demi ayat, tetapi membahas
surat demi surat, atau bagian-bagian tertentu dalam satu surat, dengan menjelaskan tujuan-
tujuan utama dan petunjukpetunjuk yang dapat dipetik darinya, kemudian merangkainya
dengan tema sentral yang terdapat dalam satu surat tersebut. Di Irak, seorang pakar tafsir
yang bernama Muhammad Baqir al-Shadr melakukan upaya-upaya penafsiran al-Qur’an
dengan menggunakan metode ini. Al Shadr menulis uraian tafsir tentang hukum-hukum
sejarah dalam al-Qur’an dengan menggunakan metode yang mirip dengan metode tersebut
yang ia beri nama Metode Tawhidy (kesatuan).13 Penerapan metode ini sebenarnya baru
dirintis oleh Universitas al-Azhar dan seluruh fakultas yang bernaung dibawahnya. Kajian
metode ini pertama kali dilakukan oleh Ahmad al-Sayyid al-Kumy yang menjadi ketua
jurusan pada fakultas Usuhuluddin. Sebagai seorang ketua jurusan yang menaungi
mahasiswa yang intens terhadap kajian-kajian al-Qur’an dan tafsir maka mudah bagi al-
12 Abdul Hay,Al-Farmawy, al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudhu’iy,(Kairo: al-Hadaharah al- ‘Arabiyah, 1977.). 23 13 ibid
6
Kumy dalam mengembangkan metode Maudu’iy ini. Dalam pandangannya,14 ia
mengatakan bahwa era dimana manusia hidup adalah era ilmu dan kebudayaan; era yang
membutuhkan kepada metode Maudu’iy yang dapat mengantarkan manusia untuk sampai
pada suatu maksud dan hakikat suatu persoalan dengan cara yang paling mudah. Untuk
menghadapi kondisi yang demikian, tidak ada lain kecuali dengan menggunakan senjata
yang kuat, jelas dan mudah yang dapat membela telaga-telaga agama dan mempertahankan
tiang-tiang agama. Persoalan tersebut tidak dapat terselesaikan kecuali dengan
menggunakan metode Maudhu’i yang dapat diterapkan untuk bermacam-macam tema dalam
al-Qur’an dan meliputi segala seginya.
B. Methodology
Penelitian ini adalah penelitian Research and Development (R&D). Pengembangan model
pembelajaran matakuliah Tafsir Sains Terpadu berdasar pada temuan peniliti dengan
pengembangan, sebagai berikut: (1) perencanaan pembelajaran: penetapan dosen sains,
materi, RPS, media, metode pembelajaran SIRSAINSDU, (2) pelaksanaan: menggunakan
syntax pembelajaran, (3) evaluasi pembelajaran: validator instrument penilaian oleh dosen
sains dan tafsir. Pengembangan model melalui tiga tahap, yaitu: (1) studi pendahuluan, (2)
pengembangan model manajemen SIRSAINSDU, dan (3) validasi Model manajemen
SIRSAINSDU. Subyek uji coba Model manajemen SIRSAINSDU adalah dosen sains dan
tafsir IAIN Salatiga. Jenis data adalah berupa data kualitatif dan kuantitatif. Data kuantitatif
diperoleh dari persentase kuesioner analisis kebutuhan (need assessment), penilaian draf
produk dan paket Model manajemen SIRSAINSDU (angket skala likert) serta hasil
pengamatan. Data kualitatif diperoleh dari jawaban angket terbuka mengenai model
manajemen SIRSAINSDU dan pendapat para ahli manajemen, sains dan tafsir terhadap
produk berupa hasil uraian deskriptif kritik dan saran evaluator. Alat yang digunakan untuk
mengumpulkan data adalah angket skala likert, angket terbuka, format catatan diskusi,
lembar pengamatan dan observasi kemampuan professional dosen dalam pembelajaran tafsir
sains. Untuk menguji keefektifan model pembelajaran SIRSAINSDU dalam
mengembangkan kemampuan pemahaman mahasiswa dengan menggunakan disain
penelitian “One-Group Pretest-Postest Design”15. Dari data pretest dan posttest yang telah
14 Ibid, 15 Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan Research & Development). Bandung. Alfabeta.
7
diperoleh dilanjutkan uji t. Jika data terdistribusi normal maka dilakukan uji parametrik
(paried t-test), sedangkan jika data tidak terdistribusi secara normal maka dilakukan uji non
parametrik (uji wilcoxon). Kontrol desain penelitian “One-Group Pretest-Posttest Design”
menggunakan riwayat kejadian (history). Riwayat kejadian adalah kejadian tertentu antara
pengukuran pertama dan kedua. Pengendalian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
monitoring secara kontinu, mengisolasi kegiatan eksperimen, pemilihan disain secara ketat.
Sedangkan data analisis kebutuhan pelatihan berupa skor skala likert dianalisis menggunakan
teknik persentase, menurut Miles & Huberman dalam Sumaryanto, T, analisis data kualitatif
dengan menggunakan model interaktif. Dalam model Interaktif dibagi menjadi tiga tahap,
yaitu: (1) reduksi data, merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan,
mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian
rupa sehingga kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi, (2) penyajian data,
sekumpulan informasi yang tersusun dan memberi kemungkinan adanya penarikan
kesimpulan dan pengambilan tindakan, dan (3) menarik kesimpulan/verivikasi16.
C. Model Manajemen Pembelajaran Tafsir Sains Terpadu
Model manajemen hasil pengembangan ini disusun atas hasil analisis kebutuhan seperti
tabel 1.
Tabel 1. Resume Kebutuhan Perencanaan Model Pembelajaran SIRSAINSDU
No Indikator yang dibutuhkan Rerata
(30)
Kategori
1 Pembelajaran tafsir sains terpadu membutuhkan
tema keterpaduan.
4.70 Sangat Butuh
2 Tema hasil pemetaan silabus tafsir dan sains sebagai
isyarat ilmiah dalam Al Qur’an
4.60 Sangat Butuh
3 Pembelajaran tafsir prodi Tadris IPA membutuhkan
RPS tafsir sains terpadu
4.73 Sangat Butuh
4 Pembelajaran tafsir sains terpadu membutuhkan
sumber belajar
4.60 Sangat Butuh
5 Pembelajaran tafsir sains terpadu membutuhkan
media audio visual
4.60 Sangat Butuh
16 Sumaryanto, T. 2007. Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif Dalam Penelitian Pendidikan Seni. Semarang. Unnes Press.
8
6 Pembelajaran tafsir sains terpadu membutuhkan
metode diskusi
4.63 Sangat Butuh
Rerata 4.64 Sangat Butuh
Sumber: Data Penelitian Penulis (Juli 2018).
Indikator kebutuhan perencanaan model pembelajaran tafsir sains terpadu dari jawaban
angket responden dosen tafsir dan dosen sains sebanyak 30 responden diperoleh rerata
4,64. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kebutuhan perencanaan sesuai indikator
pada tabel 1 dalam model pembelajaran tafsir sains terpadu sangat dibutuhkan oleh dosen
tafsir.
Tabel 2. Resume Kebutuhan Tahapan Pembelajaran SIRSAINSDU
No Indikator yang dibutuhkan Rerata
(30)
Kategori
1 Pembelajaran tafsir sains terpadu membutuhkan
sintax dalam pembelajaran
4.73 Sangat Butuh
2 Pembelajaran Tafsir Sains Terpadu menyebutkan
secara jelas aktivitas dan peran mahasiswa dalam
perkuliahan
4.73 Sangat Butuh
3 Pembelajaran Tafsir Sains Terpadu menyebutkan
secara jelas aktivitas dan peran Dosen dalam
perkuliahan
4.57 Sangat Butuh
4 Pembelajaran Tafsir Sains Terpadu
membutuhkan diskusi interdisipliner dalam
pemetaan materi tafsir Al qur’an dengan sains.
4.80 Sangat Butuh
5 Pembelajaran tafsir Sains terpadu membutuhkan
pendekatan sainstifik
4.60 Sangat Butuh
6 Pembelajaran Tafsir Sains Terpadu
membutuhkan keaktifan mahasiswa dalam
pembelajaran
4.83 Sangat Butuh
7 Pembelajaran Tafsir Sains Terpadu
membutuhkan dosen sebagai fasilitator
4.83 Sangat Butuh
8 Model sirsainsdu membutuhkan metode khusus
dalam memadukan tema
4.77 Sangat Butuh
Rerata 4.73 Sangat Butuh
Sumber: Data Penelitian Penulis (Juli 2018).
Indikator kebutuhan tahapan pelaksanaan model pembelajaran tafsir sains terpadu dari
jawaban angket responden dosen tafsir dan dosen sains sebanyak 30 responden diperoleh
rerata 4,73. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kebutuhan tahapan pelaksanaan
9
model pembelajaran tafsir sains terpadu sesuai indikator pada tabel 2 dalam model
pembelajaran tafsir sains terpadu sangat dibutuhkan oleh dosen tafsir.
Tabel 3. Resume Kebutuhan Evaluasi Pembelajaran SIRSAINSDU
No Indikator yang dibutuhkan Rerata (30) Kategori
1 Pembelajaran Tafsir Sains Terpadu
membutuhkan evaluasi secara lisan
4.36 Butuh
2 Pembelajaran Tafsir Sains Terpadu
membutuhkan evaluasi secara tertulis
4.60 Sangat Butuh
3 Pembelajaran Tafsir Sains Terpadu
membutuhkan evaluasi secara presentasi
4.67 Sangat Butuh
Rerata 4.54 Sangat Butuh
Sumber: Data Penelitian Penulis (Juli 2018).
Indikator kebutuhan evaluasi pembelajaran tafsir sains terpadu dari jawaban angket
responden dosen tafsir dan dosen sains sebanyak 30 responden diperoleh rerata 4,54.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kebutuhan evaluasi pembelajaran tafsir sains
terpadu sesuai indikator pada tabel 3 dalam model pembelajaran tafsir sains terpadu
sangat dibutuhkan oleh dosen tafsir.
Tabel. 4 Monitoring Model Pembelajaran SIRSAINSDU
No Indikator yang dibutuhkan Rerata (30) Kategori
1 Pembelajaran Tafsir Sains Terpadu
membutuhkan pengelolaan dan
monitoring
4.40 Butuh
Rerata 4.40 Butuh
Sumber: Data Penelitian Penulis (Juli 2018).
Indikator kebutuhan monitoring pembelajaran tafsir sains terpadu dari jawaban angket
responden dosen tafsir dan dosen sains sebanyak 30 responden diperoleh rerata 4,40.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kebutuhan monitoring pembelajaran tafsir sains
terpadu sesuai indikator pada tabel 4 dalam model pembelajaran tafsir sains terpadu
dibutuhkan oleh dosen tafsir.
Setelah dihasilkan analisis kebutuhan, kemudaian dilakukan penyusunan draf
model dan Focus Group Discussion serta validasi ahli, revisi draf model. Tahap
selanjutnya adalah uji coba perorangan, uji coba kelompok dan uji coba terbatas. Adapun
10
hasil model pengembangan manajemen pembelajaran tafsir sains terpadu seperti gambar
1.
Gambar 1. Model Manajemen Pembelajaran Tafsir Sains Terpadu
Sumber: Hasil Penelitian 2018
Diskripsi Model Manajemen Pembelajaran Tafsir Sains Terpadu dibagi menjadi
lima fase. Adapun kelima fase tersebut adalah: (1) fase perencanaan, (2) fase
pelaksanaan: (a) menentukan dasar sains di al Quran, (b) menentukan isyarat ilmiah, (c)
menentukan tema pembelajaran, (d) diskripsi tafsir sains terpadu, (3) evaluasi, (4)
monitoring dan (5) kemampuan SIRSAINSDU. Adapun diskripsi dari masing-masing
unsur model adalah seperti pada tabel 5.
Tabel 5. Diskripsi Unsur Hipotetik Model Pembelajaran SIRSAINSDU
No Unsur Diskripsi Kegiatan
1 Perencanaan a. Menganalisis RPS IPA dengan isyarat ilmiah
b. Menyusun RPS SIRSAINSDU
c. Menganalisis Nahwu shorof
d. Memilih media dan metode
e. Memilih sumber belajar
f. Merancang alat evaluasi
2 Pelaksanaan Tahapan pelaksanaan Pembelajaran Sirsainsdu
Tahap Pertama Menentukan dasar sains di al Quran
Tahap Kedua Menentukan isyarat ilmiah,
Tahap Tiga Menentukan tema pembelajaran,
11
Tahap Empat Diskripsi tafsir sains terpadu,
3 Evaluasi a. Presentasi
b. Lisan
c. Tugas
4 Monitoring Kegiatan pengawasan dalam pembelajaran tfsir
sains terpadu
5 Kemampuan Sirsainsdu Keimanan dan ketaqwaan pada Allah swt
Untuk mengetahui efektifitas model hasil pengembangan, maka dilakukan uji paired t
test, diperoleh hasil t hitung 12.684, sedangkan p=0.00 < 0.05, maka Ha diterima dan Ho
ditolak, yang memiliki arti bahwa pembelajaran tafsir sains terpadu berbasis program
studi efektif dapat meningkatkan hasil belajar tafsir sains terpadu mahasiswa Tadris FTIK
IAIN Salatiga dan outcome meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah swt.
D. Kesimpulan
Model manajemen pembelajaran tafsir sains terpadu terdiri lima fase. kelima fase tersebut
adalah: (1) fase perencanaan, (2) fase pelaksanaan: (a) menentukan dasar sains di al
Quran, (b) menentukan isyarat ilmiah, (c) menentukan tema pembelajaran, (d) diskripsi
tafsir sains terpadu, (3) evaluasi, (4) monitoring dan (5) kemampuan SIRSAINSDU.
Model manajemen pembelajaran tafsir sains terpadu efektif dapat meningkatkan hasil
belajar tafsir sains terpadu mahasiswa Tadris FTIK IAIN Salatiga dan outcome
meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah swt.
E. References
Abudin Nata. 2011. Studi Islam Komperhesif. Jakarta: Kencana, hal.169
Abdul Hay,Al-Farmawy, al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudhu’iy, 1977. Kairo: al-
Hadaharah al- ‘Arabiyah. 23
Forgaty. 2009. How To Integrate the Curricula. 3rd ed. California: Corwin Press.
Imam Muchlas, 2004. Metode Penafsiran al Qur’an Tematis Permasalahan, dalam buku
Himpunan Orasi Ilmiah Pengukuhan Guru Besar IAIN Sunan Ampel Periode 1986-
2003,Penerbit;IAIN Sunan Ampel.
Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an,......hal.49
Sagala, Syaiful. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta. Bandung.
Saud, Udin S dan Sumantri, M (Tim Pengembang FIP-UPI). 2007. Ilmu dan Aplikasi
Pendidikan. Bandung. PT. IMTIMA, Grasindo.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan
Research & Development). Bandung. Alfabeta.
Sumaryanto, T. 2007. Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif Dalam Penelitian
Pendidikan Seni. Semarang. Unnes Press.
12
Syafarudidin dan Nasution. 2005. Manajemen Pembelajaran. Jakarta: Quantum
Teaching.
Terry, G. 2000. Guide to Management. Diterjemahkan oleh J. Smit. Prinsip-Prinsip
Manajemen. Cet.6 Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu Konsep, Strategi, dan Implementasinya
dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta. Bumi Aksara.
Quraish Shihab. 2003. Membumikan al-Qur’an, Bandung: Mizan, hal. 71
13
Dokumentasi
Penelitian Pengembangan Model Manajemen Pembelajaran Tafsir Sains Terpadu
Gambar 1. Need Assesment dan Studi Pendahuluan
Gambar 2. FGD Model Pembelajaran SIRSAINSDU
14
Gambar 3. Validasi Model Pembelajaran Tafsir Sains Terpadu
Gambar 4. Rapat Koordinasi Uji Coba Lapangan
15
Gambar 5. Uji Coba Instrumen
Gambar 6. Uji Coba Perorangan
16
Gambar 7. Uji Coba Kelompok
Gambar 8. Uji Coba Terbatas
17
Gambar 9. Pretest Tafsir Sains Terpadu Tema Makanan
Gambar 10. Postest Tafsir Sains Terpadu Tema Makanan
18
Gambar 11. Sosialisasi Hasil Penelitian