MIKROZONASI SEISMISITAS WILAYAH MAKASSAR DAN …
Transcript of MIKROZONASI SEISMISITAS WILAYAH MAKASSAR DAN …
MIKROZONASI SEISMISITAS WILAYAH MAKASSAR DAN SEKITARNYA BERDASARKAN DATA MIKROTREMOR DAN DATA SPT (STANDARD
PENETRATION TEST)
Aslam1, Sabrianto Aswad2, Muh. Fawzy Ismullah3
1Mahasiswa Program Studi Geofisika, Universitas Hasanuddin,
Email: [email protected] 2Staf Pengajar Program Studi Geofisika, Universitas Hasanuddin,
Email: [email protected] 3Staf Pengajar Program Studi Geofisika, Universitas Hasanuddin,
Email: [email protected]
ABSTRAK
Makassar merupakan kota metropolitan dengan pembangunan infrastruktur yang tinggi. Makassar
jauh dari fokus gempabumi besar, tetapi getaran yang paling mempengaruhi konstruksi bangunan
adalah gempa-gempa kecil atau mikrotremor. Untuk meminimalisir kerusakan bangunan akibat
dampak mikrotremor secara terus-menerus, maka dilakukan mitigasi salah satunya mikrozonasi.
Upaya mikrozonasi daerah rawan kerusakan dilakukan dengan pengukuran mikrotremor
menggunakan metode HVSR (Horizontal to Vertical Spectral Ratio) dan data SPT (Standard
Penetration Test). Penelitian ini bertujuan untuk memetakan dan menentukan daerah rawan
kerusakan di Makassar berdasarkan parameter frekuensi dominan, amplifikasi, kecepatan
gelombang S hingga kedalaman 30 meter (Vs30), ketebalan sedimen, dan indeks kerentanan
seismik. Sehingga dapat menjelaskan tingkat kerawanan seismik yang berguna sebagai
perencanaan pembangunan di Makassar. Penelitian ini menggunakan 59 titik pengukuran
mikrotremor dan 11 data SPT. Dalam penentuan Vs30 dengan inversi HVSR dan ketebalan
sedimen digunakan data SPT untuk menghindari ketidakunikan data mikrotremor. Analisis data
menunjukkan nilai frekuensi dominan berada pada rentang 1,2-19,09 Hz, nilai amplifikasi pada
rentang 1,91-12,98, nilai Vs30 pada rentang 105,97-311,88 m/s, nilai ketebalan sedimen pada
rentang 3,1-31,16 m, dan nilai indeks kerentanan seismik berkisar antara 0,26-78,97. Kesimpulan
dari penelitian ini menunjukkan daerah dengan tingkat kerawanan rendah berada di sebelah timur
Makassar dan daerah dengan tingkat kerawanan tinggi berada di sebelah barat Makassar.
Kata kunci: Mikrotremor, HVSR, data SPT, Frekuensi Dominan, Vs30.
ABSTRACT
Makassar is a metropolitan city with high infrastructure development. Makassar is far from the
focus of a great earthquake, but the most vibrations that affect building construction are small
earthquakes or microtremor. To minimize the damage of buildings due to the impact of
microtremor continuously, then mitigation is done one of them is mikrozonation. The
microzonation efforts of the damage-prone areas were done by microtremor measurement using
HVSR (Horizontal to Vertical Spectral Ratio) and SPT (Standard Penetration Test) data. This study
aims to map and determine vulnerable areas in Makassar based on dominant frequency
parameters, amplification, S wave velocity up to 30 meters depth (Vs30), sediment thickness, and
seismic susceptibility index. Therefore, it can explain the level of seismic vulnerability that is useful
as development planning in Makassar. This research used 59 microtremor measurement points
and 11 SPT data. In the determination of Vs30 with HVSR inversion and sediment thickness used
SPT data to avoid microtremor data uniqueness. The data analysis showed that the dominant
frequency values were about 1.2-19.09 Hz, the amplification value in the range 1.91-12.98, the
Vs30 value in the range 105.97-311.88 m/s, the value of sediment thickness in the range of 3.1-
31.16 m, and seismic susceptibility index value ranged from 0.26-78.97. The conclusions of this
study indicate areas with low levels of vulnerability located next to the east of Makassar and areas
with high levels of vulnerability in the west of Makassar.
Keywords: Microtremor, HVSR, SPT data, Dominant Frequency, Vs30.
PENDAHULUAN
Survei mikrotremor telah banyak diterapkan
di beberapa negara misal Jerman dan Jepang
untuk keperluan mitigasi bencana, keperluan
geoteknik dan perencanaan kota (city
planning). Survei ini pernah dilakukan oleh
Syahruddin dkk. (2014) mengenai penentuan
profil ketebalan sedimen lintasan Kota
Makassar dengan mikrotremor. Dengan
melakukan survei mikrotremor maka dapat
diketahui hubungan nilai frekuensi dominan,
kecepatan gelombang geser pada kedalaman
30 meter, nilai amplifikasi, ketebalan
sedimen, dan indeks kerentanan seismik
berdasarkan kondisi geologi daerah
penelitian. Sebagai penunjang dalam
menentukan kecepatan gelombang geser pada
kedalaman 30 meter dan ketebalan sedimen,
maka digunakan data SPT (Standard
Penetration Test). Data SPT memuat
informasi perlapisan tanah dan kedalaman
untuk mengetahui geologi lokal daerah
penelitian secara detail. Berdasarkan
hubungan nilai frekuensi dominan, kecepatan
gelombang geser pada kedalaman 30 meter,
nilai amplifikasi, ketebalan sedimen, dan
indeks kerentanan seismik dan korelasi dari
data SPT daerah penelitian sehingga dapat
menjelaskan tingkat kerawanan seismik yang
nantinya berguna sebagai perencanaan
pembangunan suatu daerah.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Geologi Regional
Pemaparan tinjauan geologi regional daerah
penelitian dan sekitarnya didasarkan pada
laporan hasil pemetaan Geologi Lembar
Ujung Pandang, Bantaeng dan Sinjai yang
disusun oleh Sukamto dan Supriatna (1982)
terdiri dari Endapan Alluviam, Formasi
Camba, Formasi Tonasa, dan Batuan
Gunungapi Baturape.
B. Mikrozonasi Seismik
Mikrozonasi adalah proses membagi daerah
yang aktif secara seismik ke dalam sub
regional yang mempunyai karakteristik yang
sama. Ketika karakteristik yang terkait
dengan aktivitas seismik dan prosesnya
dipetakan ke dalam zona mikro disebut
mikrozonasi seismik (Sitharam, 2010).
C. Mikrotremor
Menurut Nakamura (1989), lapisan
permukaan biasanya terkena getaran oleh
aktivitas alam (badai, gelombang laut) dan
aktivitas buatan (mobil, kereta api dan lain-
lain). Gelombang laut menyebabkan getaran
suatu relativitas dalam jangka waktu lama
atau long period (2 - 3 detik atau lebih) yang
disebut mikroseismik. Badai dan aktivitas
buatan menyebabkan getaran dalam periode
singkat atau short period yang disebut
mikrotremor.
D. Horizontal to Vertical Spectral Ratio
(HVSR)
Metode HVSR dapat menunjukkan adanya
korelasi yang tepat dengan frekuensi alami
dasar medium pada lapisan yang lunak (soft
soil). Perbandingan tersebut dapat
didefinisikan seperti pada persamaan (1)
(Nakamura, 2000).
𝐻𝑉𝑆𝑅 = 𝑇𝑆𝐼𝑇𝐸 =𝑆𝐻𝑆
𝑆𝑉𝑆 (1)
Dengan 𝑆𝐻𝑆 adalah spektrum komponen
horizontal, 𝑆𝑉𝑆 adalah spektrum komponen
vertikal dan 𝑇𝑆𝐼𝑇𝐸 adalah struktur geologi
lokal atau site effect.
E. Frekuensi Dominan
Frekuensi dominan adalah nilai frekuensi
yang kerap muncul sehingga diakui sebagai
nilai frekuensi dari lapisan batuan di wilayah
tersebut sehingga nilai frekuensi dapat
menunjukkan jenis dan karakteristik batuan.
Tabel 1. Klasifikasi tanah berdasarkan nilai
frekuensi dominan oleh Kanai (Arifin dkk.,
2014)
F. Inversi Kurva HVSR
Inversi kurva HVSR adalah modul yang
menginversi HVSR obervasi untuk
mendapatkan model yang terbaik. Algoritma
pada modul ini didasarkan pada kombinasi
sederhana dari metode Monte Carlo pada
pencarian model ruang yang meninimalkan
fungsi ketidakcocokan (Herak, 2008).
𝑚 = ∑ {[𝐻𝑉𝑆𝑅𝑂𝐵𝑆(𝑓𝑖) −𝑖
𝐻𝑉𝑆𝑅𝑇𝐻𝐸(𝑓𝑖)]𝑊𝑖}2 (2)
Dimana 𝑂𝐵𝑆 adalah HVSR observasi, 𝑇𝐻𝐸
adalah HVSR teroritikal dan 𝑊𝑖 adalah
pembobotan.
G. Kecepatan Gelombang S pada
Kedalaman 30 m (Vs30)
Vs30 adalah indikator yang baik untuk
menggambarkan karakteristik kekakuan dan
kekuatan tanah (Muzli dkk., 2016). Nilai
Vs30 ini dapat digunakan untuk
memperkirakan bahaya gempabumi dan
penentuan standar bangunan tahan gempa
(Roser dan Gosar, 2010).
Tabel 2. Klasifikasi situs tanah berdasarkan
SNI 1726 (2012)
Nilai Vs30 bisa ditentukan dari rumus berikut
(CEN, 2004),
𝑉𝑆30 =30
∑ℎ𝑖𝑉𝑖
𝑁𝑖=1
(3)
Dengan ℎ𝑖 adalah ketebalan (meter), 𝑉𝑖
adalah kecepatan gelombang geser setiap
lapisan ke-I, N merupakan jumlah lapisan di
atas kedalaman 30 meter.
H. Amplifikasi
Amplifikasi merupakan perbesaran
gelombang seismik yang terjadi akibat
adanya perbedaan yang signifikan antar
lapisan, dengan kata lain gelombang seismik
akan mengalami perbesaran, jika merambat
pada suatu medium ke medium lain yang
lebih lunak dibandingkan dengan medium
awal yang dilaluinya. Semakin besar
perbedaan itu, maka perbesaran yang dialami
gelombang akan semakin besar (Arifin dkk.,
2014).
Tabel 3. Klasifikasi nilai faktor amplifikasi
(Setiawan, 2009)
I. Ketebalan Sedimen
Prinsip dasar dari hubungan antara respon
lokasi (frekuensi resonansi) dan ketebalan
sedimen dapat dijelaskan melalui sebuah
model sederhana seperti pada gambar 1.
Gambar 1. Prinsip dasar dari respon lokasi
dan fungsi transfer (Seht dan Wohlenberg,
1999)
Pada gambar 1 sebuah batuan dasar ditutupi
oleh lapisan sedimen yang lunak dengan
ketebalan m dan kecepatan gelombang geser
Vs. Frekuensi resonansi terjadi pada
ketebalan λ/4 atau disebut lapisan halfspace.
Hal ini disebabkan karena ketebalan λ/4
terjadi amplitudo maksimum (Seht dan
Wohlenberg, 1999).
Ketebalan sedimen (𝑚) adalah,
𝑚 =𝑣0
4𝑓𝑟 (4)
J. Indeks Kerentanan Seismik
Indeks kerentanan seismik merupakan indeks
yang menggambarkan tingkat kerentanan
lapisan tanah permukaan terhadap deformasi
saat terjadi gempabumi (Nakamura, 2008).
Besarnya indeks kerentanan seismik (𝐾𝑔)
dapat dihitung dengan persamaan
(Nakamura, 2000),
𝐾𝑔 =𝐴0
2
𝑓0 (5)
Dimana 𝐴0 adalah faktor amplifikasi, 𝑓0
adalah frekuensi dominan (Hz).
K. SPT (Standard Penetration Test)
SPT ini merupakan suatu metode uji yang
dilaksanakan bersamaan dengan pengeboran
untuk mengetahui kekuatan tanah maupun
pengambilan contoh terganggu. Alat dan cara
kerja percobaan ini diperlihatkan dalam
gambar 2 (Towhata, 2008).
Gambar 2. Uji coba SPT (Towhata, 2008)
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini berada pada koordinat
5,204°LS - 5,097°LS dan 119,397°BT –
119,507°BT Kota Makassar dan Sekitarnya,
Sulawesi Selatan. Dapat dilihat pada gambar
3.
Gambar 3. Peta lokasi penelitian
B. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini
terdiri dari perangkat keras dan perangkat
lunak. Perangkat lunak yang digunakan
dalam penelitian ini adalah MATLAB
R2009a, Datapro, Geopsy, Google Earth,
Microsoft Office 2016 dan Surfer 14.
Perangkat keras yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Digital Portable
Seismograph tipe TDL-303S, Seismometer
tipe TDV-23S, Global Positioning System
(GPS), kabel, kompas dan Laptop.
C. Tahap Penelitian
1. Tahap Desain Survei
Pada tahap desain survei, dengan
menggunakan software Google Earth
ditentukan lokasi pengambilan data.
Penentuan titik pengambilan data
mikrotremor dilakukan secara grid dengan
spasi 2 km. Hasil dari survei penentuan lokasi
didapatkan 19 titik yang dijadikan tempat
pengambilan data mikrotremor. Data
sekunder didapatkan dari peneliti sebelumnya
(Hakim, 2011), sehingga total data
mikrotremor yang digunakan sebanyak 59
titik.
2. Tahap Pengambilan Data
Pengukuran mikrotremor di setiap titik
penelitian dilakukan selama ±30 menit
dengan sampling frekuensi 100 Hz. Hasil
pengukuran data mikrotremor berupa data
mentah getaran tanah dalam fungsi waktu.
3. Tahap Pengolahan Data
Tahap pengolahan data adalah data mentah
hasil pengukuran mikrotremor dikonversi ke
dalam ekstensi MSD (MiniSeed)
menggunakan software DataPro. Kemudian,
melakukan Fast Fourier Transform dari
domain waktu ke domain frekuensi pada 3
komponen pengukurandan penghalusan data
menggunakan type smoothing Konno &
Ohmachi (1998) menggunakan. Setelah itu
inversi model HVSR untuk mendaptakan
nilai Vs berdasarkan metode Monte Carlo
dengan memasukkan 6 parameter awal di
antaranya 𝑉𝑠, 𝑉𝑃, 𝜌, ℎ, 𝑄𝑠 dan 𝑄𝑃, lalu
menghitung nilai Vs30 dan mendapatkan
nilai amplifikasi dari kurva HVSR.
Kemudian, menghitung ketebalan sedimen
dan nilai Indeks Kerentanan Seismik. Dan
mikrozonasi setiap data menggunakan
metode Interpolasi Kriging.
4. Tahap Analisis Data
Menganalisis data mikrotremor dengan
metode HVSR sehingga menghasilkan kurva
H/V, nilai frekuensi dominan (𝑓0), nilai
kecepatan gelombang S pada kedalaman 30
m (𝑉𝑠30), faktor amplifikasi (𝐴0). Data 𝑓0 dan
𝑉𝑠30 tersebut digunakan sebagai data
masukan untuk menghitung nilai ketebalan
sedimen. Data 𝑓0 dan 𝐴0 tersebut digunakan
sebagai data masukan untuk menghitung nilai
indeks kerentanan seismik (𝐾𝑔).
Mikrozonasi setiap data menggunakan
software Surfer 14 memakai metode
Interpolasi Kriging. Mikrozonasi dari
ketebalan sedimen dan kecepatan gelombang
S pada kedalaman 30 m (𝑉𝑠30) dikorelasikan
dengan data SPT. Mikrozonasi setiap data
lalu dikorelasikan dengan peta geologi daerah
penelitian.
D. Bagan Alir
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Frekuensi Dominan
Frekuensi dominan di Kota Makassar
diperoleh dari puncak kurva H/V pada
gambar 4.
Gambar 4. Kurva H/V hasil pengolahan
Geopsy pada titik (A) GS17 dan (B) MP31
Kurva HVSR pada gambar 4 titik GS17 di
Gontang Barat Gowa memiliki frekuensi
dominan sebesar 1,11816 Hz berada pada tipe
I dan titik MP31 di dekat UPRI Makassar
memiliki frekuensi dominan sebesar
19,091Hz berada pada tipe IV berdasarkan
klasifikasi tabel 1. Titik GS17 memiliki nilai
minimum frekuensi dominan dan titik MP31
memiliki nilai maksimum frekuensi dominan
dari 59 titik pengukuran mikrotremor.
Gambar 5 Peta mikrozonasi frekuensi
dominan daerah penelitian
Berdasarkan peta mikrozonasi frekuensi
dominan yang ditunjukkan pada gambar 5,
nilai yang diperoleh pada rentan 1,11816 Hz
sampai 19,091 Hz. Daerah penelitian yang
frekuensi berkisar 1 Hz sampai 6 Hz
merupakan daerah endapan alluvial yang
sangat luas berupa tanah lunak meliputi
beberapa kecamatan pada bagian barat, yaitu
Barombong, Bontoala, Makassar, Mamajang,
Mariso, Rappocini, Tallo, Ujung Pandang,
Ujung Tanah, dan Wajo. Pada gambar 5 nilai
frekuensi 6 Hz sampai 20 Hz berada pada
bagian Timur penelitian didominasi oleh
Formasi Camba dan Formasi Tonasa yang
tergolong keras. Rentan nilai frekuensi ini
berada pada daerah Kecamatan
Panakkukang, Kecamatan Tamalanrea, dan
Kecamatan Manggala. Klasifikasi
berdasarkan nilai frekuensi dominan
mikrotremor oleh Kanai pada gambar 6.
Gambar 6. Peta mikrozonasi frekuensi
dominan berdasarkan klasifikasi oleh Kanai
B. Amplifikasi
Nilai amplifikasi berhubungan dengan tingkat
kepadatan batuan, dimana berkurangnya
kepadatan
Nilai amplifikasi di daerah penelitian
diperoleh berkisar 1.90 sampai 13 yang
tersebar di 59 titik pengukuran dapat dilihat
pada gambar 7.
Gambar 7. Peta mikrozonasi amplifikasi
Nilai amplifikasi dapat dibagi 4 zona seperti
pada tabel 3. Daerah penelitian dengan nilai
1,5 sampai 3 merupakan daerah dengan nilai
amplifikasi rendah meliputi sebelah timur
daerah penelitin, yaitu Kecamatan Manggala
dan Kecamatan Biringkanaya yang berarti
daerah tersebut berisiko rendah mengalami
kerusakan. Daerah penelitian dengan nilai 3
sampai 6 merupakan nilai amplifikasi sedang
yang mencakup Kecamatan Manggala,
Kecamatan Tallo, Kecamatan Panakkukang,
Kecamatan Tamalanrea, Kecamatan Somba
Opu, Kecamatan Pallangga dan Kecamatan
Barombong. Daerah penelitian bernilai 6
sampai 9 merupakan nilai amplifikasi tinggi
yang mencakup Kecamatan Tamalate,
Kecamatan Rappocini, Kecamatan
Panakkukang, Kecamatan Bontoala,
Kecamatan Wajo, Kecamatan Ujung Tanah,
Kecamatan Ujung Pandang, Kecamatan
Makassar, Kecamatan Mariso dan
Kecamatan Mamajang pada daerah tersebut
harus diwaspadai karena berisiko tinggi
mengalami kerusakan saat terjadi
gempabumi. Daerah penelitian dengan nilai 9
sampai 13 merupakan nilai amplifikasi sangat
tinggi yang mencakup di sebalah barat dan
timur Kecamatan Panakkukang. Klasifikasi 4
zona itu seperti pada gambar 8.
Gambar 8. Peta mikzonasi amplifikasi
berdasarkan tabel 3
Jika dilihat dari peta geologi daerah
penelitian yang memiliki amplifikasi tinggi
dan sangat tinggi terdapat pada formasi
endapan alluvial yang sebagian besar berupa
tanah lunak sehingga gelombang gempabumi
yang melewati daerah tersebut mengalami
penguatan atau teramplifikasi dan amplifikasi
rendah dan sedang terdapat pada Formasi
Camba, Formasi Tonasa, formasi batuan
vulkanik Baturape yang sebagian besar
batuan sedimen keras, hal ini menyebabkan
gelombang gempabumi yang melewati
daerah tersebut teramplifikasi lebih rendah.
C. Kecepatan Gelombang S pada
Kedalaman 30 Meter
Kurva HVSR hasil pengolahan mikrotremor
diinversikan menggunakan software HVSR
yang dikembangkan oleh Herak (2008) untuk
mendapatkan nilai kecepatan gelombang S
pada kedalaman tertentu. Data SPT
digunakan untuk menghindari ketidakunikan
data inversi. Data SPT sebagai data
pendukung dalam menentukan model awal
Vs dengan melihat litologi dan kedalaman
setiap lapisan litologi. Gambar
89menunjukkan hasil inversi pada salah satu
titik pengukuran.
Gambar 9. Hasil inversi kurva HVSR pada
titik MS25
Gambar 10. Hasil inversi kecepatan
gelombang S
Gambar 11. Peta mikrozonasi Vs30
Pada gambar 11 terlihat rentang mikrozonasi
Vs30 berkisar 100 m/s sampai 170 m/s
ditandai dengan warna biru merupakan nilai
rendah yang berada di Kecamatan Tamalate,
Kecamatan Rappocini, Kecamatan Makassar,
Kecamatan Mamajang, Kecamatan Mariso,
Kecamatan Ujung Pandang, Kecamatan
Ujung Tanah, Kecamatan Wajo, dan Selatan
Kecamatan Manggala. Daerah penelitian
Vs30 rendah didominasi oleh endapan
alluvial, bagian barat dekat pantai merupakan
endapan rawa yang luas. Mikrozonasi Vs30
berkisar 170 m/s sampai 240 m/s ditandai
dengan warna hijau sampai kuning
didominasi oleh endapan alluvial berupa
pasir dan lempung serta dipengaruhi oleh
batuan dasar yang lebih dangkal daripada
zona berwarna biru. Mikrozonasi Vs30
berkisar 240 m/s sampai 310 m/s ditandai
dengan warna jingga sampai merah
didominasi oleh Formasi Batuan Vulkanik
Baturape, Formasi Camba, Formasi Tonasa
dengan dengan lapisan yang lebih tipis,
sehingga nilai Vs30 dipengaruhi oleh batuan
dasar yang kedalamannya kurang dari 30
meter.
Tabel 4. Perbandingan nilai Vs30 Data SPT
dan Vs30 Mikrozonasi
Berdasarkan tabel 2 terlihat bahwa terdapat 2
kelas pada daerah penelitian, yaitu SE (tanah
lunak) berwarna biru dan SD (tanah sedang)
berwarna hijau seperti pada gambar 12.
Gambar 12. Peta mikrozonasi Vs30
berdasarkan klasifikasi SNI 1726
D. Ketebalan Sedimen
Nilai ketebalan sedimen dipadukan dengan
data SPT yang memuat informasi tentang
jenis litologi, ketebalan litologi, dan
kedalaman batuan dasar. Semakin besar
ketebalan sedimen, maka semakin kecil
frekuensi dominan yang cenderung
mengalami penguatan goncangan yang tinggi
sehingga bangunan mengalami kerusakan,
dan sebaliknya.
Gambar 13. Peta mikrozonasi ketebalan
sedimen
Perbandingan ketebalan sedimen antara data
SPT dan peta mikrozonasi dapat dilihat pada
tabel 5.
Tabel 5. Perbandingan nilai Ketebalan
Sedimen Data SPT dan Ketebalan Sedimen
Mikrozonasi
E. Indeks Kerentanan Seismik
Hasil dari perhitungan indeks kerentanan
seismik pada daerah penelitian sangat
bervariasi yaitu sekitar 0,20 sampai 80.
Tinggi rendahnya nilai indeks kerentanan
seismik sama dengan tingkat kerusakan suatu
daerah dan sangat dipengaruhi oleh frekuensi
dominan dan amplifikasi, seperti yang
ditunjukkan pada gambar 14.
Gambar 14. Peta mikrozonasi indeks
kerentanan seismik
Berdasarkan gambar 14, nilai indeks
kerentanan seismik nilai rentan nilai 20
sampai 80 yang ditandai dengan warna
kuning sampai merah berada pada bagian
barat. Sedangkan, nilai indeks kerentanan
seismik di bawah 5 yang ditandai dengan
warna biru berada pada bagian timur, yaitu
Kecamatan Manggala, Kecamatan
Tamalanrea, dan Kecamatan Biringkanaya
didominasi oleh Formasi Camba dan Formasi
Tonasa, serta utara Kecamatan Pallangga
didominasi oleh Formasi Batuan Vulkanik
Gunungapi Baturape.
Untuk mengetahui kawasan rawan
gempabumi daerah penelitian dilakukan
pembobotan menggunakan metode AHP
dengan nilai Eigen faktor yang digunakan
dalam pembobotan seperti pada tabel 6.
Tabel 6. Nilai bobot dan alternatif tiap
parameter
Tabel 7. Tingkat kerawanan
Gambar 15. Peta kerawanan gempabumi
menggunakan metode AHP
Berdasarkan gambar 15 daerah yang
mengalami kerawanan tinggi ditandai dengan
warna merah berada pada di pantai barat
Makassar, yaitu Kecamatan Ujung Tanah,
Kecamatan Wajo, Kecamatan Bontoala,
Kecamatan Ujung Pandang, dan Kecamatan
Mariso. Sedangkan daerah dengan
kerawanan rendah ditandai dengan warna
hijau berada pada Kecamatan Manggala,
Kecamatan Panakkukang, Kecamatan
Tamalanrea, Kecamatan Biringkanaya, dan
sebelah utara Kecamatan Somba Opu.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian mengenai
Mikrozonasi Seismisitas Kota Makassar dan
Sekitarnya Berdasarkan Data Mikrotremor
dan Data SPT (Standard Penetration Test)
yang telah dilakukan dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Nilai frekuensi dominan untuk daerah
penelitian berada pada rentang 1,2 Hz
sampai 19,09 Hz. Adapun nilai amplifikasi
berkisar antara 1,91 sampai 12,98 dan nilai
kecepatan gelombang S pada kedalaman
30 meter antara 105,97 m/s sampai 311,88
m/s. Serta nilai ketebalan sedimen berkisar
3,1 m sampai 31,16 m dan nilai indeks
kerentanan seismik berkisar antara 0,26
sampai 78,97.
2. Berdasarkan pada peta tingkat kerawanan
gempabumi daerah penelitian memiliki
tingkat kerawanan rendah berada di
Kecamatan Manggala, Kecamatan
Panakkukang, Kecamatan Tamalanrea,
Kecamatan Biringkanaya dan sebelah
utara Kecamatan Somba Opu. Tingkat
kerawaanan tinggi berada di Kecamatan
Mariso, Kecamatan Ujung Pandang,
Kecamatan Wajo, Kecamatan Ujung
Tanah dan Kecamatan Bontoala.
B. Saran
1. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan
titik pengukuran dapat berada tepat di
lokasi data SPT, sehingga dapat
mengoreksi hasil Vs30 antara mikrozonasi
dan data SPT.
2. Bagi masyarakat diharapkan membuat
bangunan tahan gempa disesuaikan
dengan tingkat risiko gempa berdasarkan
indeks kerentanan seismik dan kerawanan
gempabumi menggunakan metode AHP.
DAFTAR PUSTAKA
Alfauzi, Muhammad, Muhammad Hamzah,
Bambang Hari Mei, dan Hetty Triastuty.
2013. "Analisis Sinyal Dari Gempa
Tornilo Di Gunung Papandayan Periode
Bulan April - Mei 2013." (Universitas
Hasanuddin).
Alfiana, AN. 2010. Metode Ordinary Kriging
pada Geostatistika. Skripsi, Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta.
Arifin, Satria Subkhi, Bagus Sapto Mulyatno,
Marjiyono, dan Roby Setianegara. 2014.
"Penentuan Zona Rawan Guncangan
Bencana Gempabumi Berdasarkan
Analisis Nilai Amplifikasi HVSR
MIkrotremor dan Analisis Periode
Dominan Daerah Liwa dan Sekitarnya."
Jurnal Geofisika 2 (1).
Bour, M., D. Fouissac, P. Dominique, dan C.
Martin. 1998. "On the Use of
Microtremor Recording in Seismic
Microzonation." Soil and Earthquake
Engineering.
CEN. 2004. Eurocode 8-Design of Structures
for Earthquake Resistance. Part 1:
General Rules, Seismic Actions and
Rules for Buildings. Brussels: European
Committee for Standardization.
Daryono, Sutikno, dan Bambang Prayitni
Setio. 2009. "Data Mikrotremor dan
Pemanfaatannya untuk Pengkajian
Bahaya Gempabumi." (BMKG).
Fajri, Ihsanul. 2016. Perbandingan Metode
Interpolasi IDW, Kriging, dan Spline
Pada Data Spasial Suhu Permukaan
Luat. Skripsi, Bogor: IPB.
Herak, Marijan. 2008. "ModelHVSR-A
Matlab Tool to Model Horizontal to
Vertical Spectral Ratio of Ambient
Noise." Computer & Geosciences
(Elsevier) 34: 1514 - 1526.
Irjan, A., dan Bukhori. 2011. "Pemetaan
Wilayah Rawan Bencana Berdasarkan
Data Mikroseismik Menggunakan TDS
(Time Digital Seismograph) Tipe 303S
(Studi Kasus : Kampus I UIN Maulana
Malik Ibrahim Malang dan Sekitarnya)."
Jurnal Neutrino 3.
Konno, Katsuaki, dan Tatsuo Ohmachi. 1998.
"Ground-Motion Characteristics
Estimated from Spectral Ratio betwen
Horizontal and Vertical Components of
Microtremor." Bulletin of the
Seismological Society of America 88 (1):
228 - 241.
Lantu, Dewi Ika Kartika, Sabrianto Aswad,
dan Muh. Imran Tahir. 2012. "Investigasi
Pergerakan Tanah Berbasis Pola
Kecepatan Tanah Maksimum (PGV)
Akibat Gempa Bumi Untuk Identifikasi
Stabilitas Wilayah Sebagai Salah Satu
Acuan Pembangunan Infrastruktur."
Lyons, Richard G. 2001. "Understanding
Digital Signal Processing." Prentice Hall
PTR.
Muhtar, dan Arief Alihudien. 2008. "Indeks
Kerentanan dan Amplifikasi Tanah
Akibat Gempa di Wilayah Universitas
Muhammadiyah Jember." Media Teknik
Sipil (Universitas Muhammadiyah
Jember) 158 - 162.
Muzli, M., R. Pandhu Mahesworo, Siswoyo,
S. Pramono, K.R. Dewi, Budiarta, dan O.
Sativa. 2016. "Pengukuran Vs30
Menggunakan Metode MASW Untuk
Wilayah Yogyakarta." (BMKG).
Nakamura, Yutaka. 1989. "A Method for
Dynamic Characteristics Estimation of
Subsurface using Microtremor on the
Ground Surface." (Railway Technical
Research Institute) 30 (1).
Nakamura, Yutaka. 2000. "Clear
Identification of Fundamental Idea of
Nakamura's Technique and Its
Applications." (System and Data
Research Co. Ltd).
Nakamura, Yutaka. 2008. "On The H/V
Spectrum." (The 14th World COnference
on Earthquake Engineering).
Okada, Hiroshi. 2003. "The Microtremor
Survey Method." Geophysical
Monographs Series (Society of
Exploration Geophysics) (12).
Roser, J., dan A. Gosar. 2010. "Determination
of Vs30 for Seismic Ground
Classifications in the Ljubljana Area."
Acta Geotechnica Slovenia.
Saaty, Thomas L. 1993. "The Hierarchon: A
Dictionary of Hierarchies." AHP Series
5: 496.
Saputra, S.E.A., A. Suhaimi, dan F.
Mulyasari. 2010. "Makrozonasi dan
Mikrozonasi Kerentanan Bencana
Gempa Bumi di WIlayah Ende sebagai
Data Dasar Perencanaan dan
Pengembangan Wilayah." Jurnal
Geologi Indonesia 5 (3): 171 - 186.
Seht, Malte Ibs-von, dan Jurgen Wohlenberg.
1999. "Microtremor Measurements Used
to Map Thickness of Soft Sediments."
Bulletin of the Seismologi Society of
America 89 (1): 250 - 259.
Setiawan, J.R. 2009. "Mikrozonasi Seismitas
Daerah Yogyakarta dan Sekitarnya."
(ITB).
Sitharam, T.G. 2010. Technical Document on
Geotechnical/Geophysical
Investigations For Seismic
Microzonation Studies of Urban Centres
in India. New Delhi: Working Group of
Experts Geotechnical Engineering
(WGE-GT), NDMA.
SNI 4153. 2008. Cara Uji Penetrasi
Lapangan dengan SPT. Jakarta: Badan
Standardisasi Nasional.
SNI 1726. 2012. Tata Cara Perencanaan
Ketahanan Gempa Untuk Struktur
Bangunan Gedung dan Non Gedung.
Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
Sukamto, Rab, dan Sam Supriatna. 1982.
Geologi Lembar Ujungpandang,
Benteng dan Sinjai, Sulawesi. Bandung:
Direktorat Geologi, Departemen
Pertambangan, Republik Indonesia.
Syahruddin, Muhammad Hamzah, Sabrianto
Aswad, Erni Fransisca Palullungan,
Maria, dan Syamsuddin. 2014.
"Penentuan Profil Ketebalan Sedimen
Lintasan Kota Makassar dengan
Mikrotremor." Jurnal Fisika
(Geophysics Departement, Hasanuddin
University) 4 (1).
Tan, Li. 2008. Digital Signal Processing
Fundamentals and Applications. San:
Elsevier.
Towhata, Ikuo. 2008. Geotechnical
Earthquake Engineering. Edited by Wei
Wu and Ronaldo I. Borja. Tokyo:
Springer.
Tuladhar, R., N.N.H. Cuong, dan F.
Yamasaki. 2004. "Seismic
MIcrozonation of Hanoi, Vietnam Using
Microtremor Observation." (13th World
Conference on Earthquake Engineering)
(2539).
Wakamatsu, K., M. Matsuoka, dan K.
Hasegawa. 2006. "GSI-Based
Nationwide Hazard Zoning Using The
Japan Engineering Geomorphologi
Classification Map." Procaeding of the
8th U.S. National Conference on
Earthquake Engineering 849.