Metodologi-Spasial

13
1. Metode Pengolahan Data Spasial 1.1. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data penginderaan jauh dilakukan dengan cara memesan satu unit citra satelit (scene) atau image dengan tipe tertentu (IKONOS, Spot, QUICKBIRD, NOAA, Landsat, dll) yang sesuai dengan lokasi penelitian yang diinginkan, mengacu pada lembaga / institusi (provider) yang dipercaya untuk mengadakan dan menjual keperluan citra tersebut, seperti : LAPAN (Lembaga Antariksa Nasional), BIOTROP dan pihak swasta yang secara resmi memegang hak distribusi. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara mencari secara detail lokasi penelitian dalam ruang lingkup pemotretan yang dilakukan oleh Landsat.org seperti dapat dilihat pada web site http:\\www.landsat.indonesia.org melalui Tropical Rain Forest Information Center (TRFIC) dapat memesan langsung via elektronik mail (email). Gambar 1.1 Sistimatika Pemotretan Citra Landsat TM untuk Wilayah Indonesia berdasarkan Path dan Row Untuk menunjang analisis, maka data berbasis vektor juga diperlukan sebagai peta dasar atau base map untuk melakukan koreksi Lokasi Studi Pula

description

Metodologi-Spasial

Transcript of Metodologi-Spasial

Page 1: Metodologi-Spasial

1. Metode Pengolahan Data Spasial

1.1. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data penginderaan jauh dilakukan dengan cara memesan

satu unit citra satelit (scene) atau image dengan tipe tertentu (IKONOS, Spot,

QUICKBIRD, NOAA, Landsat, dll) yang sesuai dengan lokasi penelitian yang

diinginkan, mengacu pada lembaga / institusi (provider) yang dipercaya untuk

mengadakan dan menjual keperluan citra tersebut, seperti : LAPAN (Lembaga

Antariksa Nasional), BIOTROP dan pihak swasta yang secara resmi memegang

hak distribusi.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara mencari secara detail

lokasi penelitian dalam ruang lingkup pemotretan yang dilakukan oleh

Landsat.org seperti dapat dilihat pada web site http:\\

www.landsat.indonesia.org melalui Tropical Rain Forest Information Center

(TRFIC) dapat memesan langsung via elektronik mail (email).

Gambar 1.1 Sistimatika Pemotretan Citra Landsat TM untuk Wilayah Indonesia berdasarkan Path dan Row

Untuk menunjang analisis, maka data berbasis vektor juga diperlukan

sebagai peta dasar atau base map untuk melakukan koreksi geometri

terhadap wilayah studi pada citra satelit. Data vektor ini sebagai gambaran

untuk skala detil, maka proses digitasi peta dasar perlu dilakukan mengingat

data digital vektor memiliki tingkat kedetilan yang tidak terlalu tinggi,

sehingga informasi yang didapat menjadi bias dan sulit untuk mendesain

wilayah dalam lingkup yang detil.

Setelah data awal selesai dikerjakan, maka data yang terakhir

digunakan adalah data hasil survei lapang (ground check) berupa data hasil

indentifikasi lapangan, data peta detil lokasi studi yang diperoleh di

Lokasi Studi Pulau Pari

Page 2: Metodologi-Spasial

pemerintah daerah setempat dan data hasil GPS atau Global Positioning

System sebagai kontrol pengamatan dan basemark peta yang akan

dikoreksikan kembali dalam peta dasar (base map).

1.2. Karakteristik Spasial

Pengolahan data citra merupakan suatu cara memanipulasi data citra

atau imagery menjadi suatu keluaran (output) sesuai dengan yang diinginkan.

Adapun teknik pengolahan data citra tersebut melalui beberapa tahapan

sampai menjadi suatu keluaran yang diharapkan. Tujuan dari pengolahan citra

adalah untuk mempertajam data dan informasi geografis dalam bentuk digital

menjadi suatu tampilan yang lebih berarti bagi pengguna atau user, sehingga

dapat memberikan informasi kuantitatif suatu obyek serta mampu

memecahkan masalah yang dihadapi (problem solving).

Citra resolusi menengah yang sering kali digunakan untuk penelitian

mengenai kondisi fisik terestrial maupun perairan adalah citra satelit Landsat

TM (Tematic Mapper). Hal ini disebabkan karena citra Landsat relatif lebih

murah dari sisi biaya dengan daerah liputan cukup luas bila dibandingkan

dengan citra SPOT-5, Quickbird, dan lain sebagainya. Citra landsat TM yang

akan digunakan disini adalah citra Landsat 7 ETM+ (Seri 7 Enhanced Thematic

Mapper Plus) dengan karakteristiknya seperti disajikan pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Karakteristik Landsat 7 ETM+

No

Karakteristik Sistem

Landsat 7 ETM+

1 Orbit 705 km, 98,20, sun-synchronous, 10.00 AM, 16 hari berputar kembali

2 Sensor Enhance Thematic Mapper3 Area yang diliput 185 km (FOV = 15)4 Resolusi Temporal 16 hari5 Resolusi Spasial 15 m (pankromatik);

30 m (band 1 – 5 dan band 7); 60 m (band 61)

6 Resolusi Spektral 0.45-0.52 (band1); 0.52-0.60 (band2); 0.63-0.69 (band3); 0.79-0.90(band4); 1.55-1.75 (band5); 10.4-12.5 (band6); 2.08-2.34 (band7) dan 0.50-0.0 (band 8 - pankromatik)

Sumber : Principles of Remote Sensing, International Institute for Aerospace Survey and Earth Sciences

Data digital yang tersimpan dalam citra Landsat TM disimpan dalam

bentuk barisan kotak kecil dua dimensi yang disebut pixel atau picture

elements dengan ukuran tertentu. Masing-masing pixel mewakili suatu wilayah

Page 3: Metodologi-Spasial

yang ada dipermukaan bumi. Struktur ini kadang pula disebut raster,

sehingga data citra atau imagery sering disebut juga data raster. Data raster

tersusun oleh baris dan kolom dan setiap pixel pada data raster memiliki nilai

digital seperti pada Gambar 1.2.

Data yang diperoleh dari satelit umumnya terdiri beberapa tumpukan

data yang sering disebut juga dengan layer atau band, yang mencakup

wilayah yang sama. Masing-masing band mencatat pantulan obyek dari

permukaan bumi pada panjang gelombang yang berbeda. Data ini juga

disebut sebagai multispectral data. Di dalam pengolahan citra juga dilakukan

penggabungan kombinasi antara beberapa band (mosaik citra) untuk

mengekstraksi informasi dari obyek-obyek yang spesifik seperti indeks

vegetasi, parameter kualitas air, terumbu karang dan lain-lain.

Gambar 1.2 Struktur Data Raster

Teknik Pengolahan data citra adalah bagian penting untuk dapat

menganalisa informasi kebumian melalui data satelit penginderaan jauh.

Aplikasi-aplikasi yang dapat diterapkan melalui pengolahan data citra antara

lain : pemantauan lingkungan, manajemen dan perencanaan kota dan daerah

urban-rural, manajemen sumberdaya hutan, eksplorasi mineral, pertanian dan

perkebunan, manajemen sumber daya air, manajemen sumber daya pesisir

dan lautan, oseanografi fisik, eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi.

1.3. Pengolahan Data Citra

Pengolahan data citra dimulai pada tahun 1960-an untuk memproses

citra dari satelit yang mengelilingi bumi. Pengolahan data citra dibuat dalam

bentuk “disk to disk” dengan cara menuliskan spesifikasi file yang akan diolah,

dilanjutkan dengan memilih tipe pemrosesannya yang akan digunakan.

Kemudian menunggu komputer untuk mengolah data tersebut serta

menuliskan hasilnya ke dalam file baru. Sampai tahap akhir final file

Kolom

Baris

Page 4: Metodologi-Spasial

terbentuk baru dapat melihat hasil yang diharapkan. Tetapi bila hasilnya tidak

sesuai, maka harus mengulangnya dari awal kembali. Sampai tahun 1980-an

proses tersebut masih digunakan oleh beberapa produk pengolahan data citra.

1.4. Prosedur Pemrosesan Spasial

Prosedur awal pengolahan citra adalah dengan melakukan import data

satelit yang akan digunakan dalam format Imagine (.img). Tidak semua

prosedur baku harus dilakukan, tetapi perlakuan yang diterapkan sesuai

dengan keluaran yang diharapkan.

a. Import Data

Langkah awal yang dilakuan adalah import data file kedalam format data

yang diinginkan sesuai jenis data yang dipakai dalam software. Data file tersebut

disimpan dalam bentuk magnetic tape atau CD-ROM. Data yang disimpan

biasanya dalam bentuk data raster dan data vektor.

b. Menampilkan Citra

Setelah proses import data, selanjutnya adalah menampilkan citra

tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kualitas dari data yang

digunakan. Apabila data / citra tersebut memiliki kualitas yang tidak sesuai

dengan yang diinginkan (berawan, bergaris, dan lain sebagainya), maka kita

tidak perlu melanjutkan proses pengolahan, dan mencari data baru yang

memiliki kualitas yang lebih baik. Terdapat beberapa cara untuk menampilkan

citra antara lain; pseudocolor display, yaitu menampilkan citra dalam bnetuk

hitam dan putih, biasanya hanya terdapat satu band / layer saja, Red-Green-

Blue (RGB) yang menampilkan citra dalam kombinasi beberapa band. Setiap

band ditampilkan satu layer (Red-Green-Blue) yang biasa disebut sebagai color

composite, Hue-Saturation-Intensity (HIS) juga menampilkan citra melalui

kombinasi band. Setiap band ditempatkan satu layer (Hue-Saturation-

Intensity), cara ini biasanya menggunakan dua jenis data yaitu dari citra Radar

dan citra Landsat TM.

c. Rektifikasi Data

Koreksi geometrik dapat dilakukan dengan menggunakan perangkat

lunak seperti ERMapper atau ERDAS Imagine atau software sejenis lainnya

dengan referensi mengacu pada informasi geografis dari Peta Rupa Bumi

Page 5: Metodologi-Spasial

Indonesia (RBI) skala 1 : 25.000. Hasil akurasi titik koreksi atau Root Means

Square (RMS) yang diperoleh dari koreksi geometrik berkisar antara 0.6 – 0.9,

artinya kisaran akurasi geometrik kurang dari 1 (satu) piksel (> 30 meter).

Koreksi geometri dimana path dan row data citra satelit Landsat 7ETM+

mempunyai sistem koordinat UTM (Universal Transverse Mercator) yang belum

tentu sama dengan basemap atau sistem proyeksi yang digunakan. Sehingga

sebelum dilakukan pendugaan maka terlebih dahulu dilakukan koreksi secara

geometris berdasarkan Ground Control Point (GCP) sebagai titik kontrol atau

referensi. Setelah dilakukan koreksi secara geometrik, maka perlu melakukan

koreksi secara atmosferik (radiometrik), untuk melihat sejauh mana citra

tersebut layak untuk digunakan dalam proses interpretasi citra satelit.

Sehingga citra satelti dapat dikatakan layak (clear) jika kondisi tutupan awan

< 20 % yang digunakan sebagai acuan untuk penentuan histogram.

Koreksi radiometrik dan atmosferik sangat perlu dilakukan untuk

menghilangkan gangguang / distorsi yang disebabkan oleh kondisi atmosfer,

posisi sensor terhadap obyek dan posisi dan arah penyinaran matahari. Nilai

yang ada pada raw data adalah digital number yang masih mengandung

berbagai distorsi. Untuk suatu pengamatan pada lokasi yang di desain cukup

detail perlu dilakukan pada wilayah yang sama dan akan membandingkan

citra dari sensor yang sama dengan waktu yang berbeda, oleh karena itu

maka koreksi radiometrik / atmosferik sangat perlu dilakukan. Adapun tahapan

dari koreksi radiometrik/atmosferik adalah sebagai berikut: (i) Konversi digital

number kedalam bentuk spektral radian,(ii) Konversi spektral radian menjadi

apparent reflektan,dan (iii) Koreksi atmosferik

Hal ini penting untuk mempertajam luas cakupan penutupan lahan yang

dapat diidentifikasi termasuk waktu, jam dan tanggal pengambilan citra

tersebut untuk mengetahui pola-pola penutupan lahan saat melakukan

klasifikasi dimana panduannya dapat diestimasi dari rekaman kejadian yang

terjadi pada saat citra diprogram. Pada saat pengambilan image kondisi

masih dalam sistem UTM, agar kondisinya sesuai dengan koordinat datum,

maka untuk itu dilakukan registrasi melalui koreksi geometri/radiometri.

Gambar 1.3 dibawah ini menunjukkan kondisi sebelum dikoreksi dan setelah

dikoreksi.sudah terkoreksi

belum terkoreksi

Page 6: Metodologi-Spasial

Gambar 1.3 Proses Rektifikasi untuk Koreksi Geometri Citra

d. Mosaik Citra

Mozaik citra adalah proses menggabungkan / menempelkan atau lebih

citra tumpang tindih (overlapping) sehingga menghasilkan data citra yang

representatif dan kontinyu. Kondisi ini dilakukan manakala suatu lokasi yang

menjadi pengamatan, tidak terjangkau dalam satu area orbit pemotretan

kenampakan visual bumi atau lebih luas area cakupan yang mampu ditangkap

oleh citra ketika melakukan pemotretan.

e. Penajaman Citra (Enhancement)

Penajaman kontras dilakukan untuk mendapatkan citra yang tajam dan

jelas sehingga memudahkan proses penafsiran. Penajaman kontras ini dilakukan

dengan mengubah histogram kedalam bentuk maksimum yang diperoleh citra

Landsat 7+ETM pada saat pencitraan.

f. Overlay / Komposit

Citra satelit Landsat 7+ETM mempunyai 8 band (gelombang) (cakupan

per scene 60 X 60 km) dengan resolusi 30 m (multispektral). Untuk keperluan

penafsiran citra ini diperlukan beberapa band yang dikombinasikan (komposit)

sehingga memudahkan dalam proses penafsiran.

Proses overlay dilakukan untuk melihat kenampakan kombinasi band

yang diinginkan dari cakupan gelombang yang dominan ingin ditampakkan.

Kombinasi band-band ini akan sangat ditentukan oleh histogram yang set

dalam penajaman kontras yang dilakukan dengan kemampuan spektral yang

mampu diserap oleh wave masing-masing band.

g. Klasifikasi Tak Terbimbing (unsupervised classification)

Page 7: Metodologi-Spasial

Klasifikasi tak terbimbing dilakukan untuk dijadikan acuan pengkelasan

dalam proses pengklasifikasian selanjutnya. Klasifikasi tak terbimbing ini

dilakukan langsung menggunakan software dan dengan pendeteksian

langsung berdasarkan gradasi warna yang terdapat pada kombinasi band yang

digunakan. Tujuan utama dilakukannya klasifikasi ini yaitu untuk mengetahui

jumlah kelas maksimum yang dapat dideteksi oleh software sehingga dalam

proses pengklasifikasian selanjutnya hasil tersebut dapat dijadikan acuan

dalam penentuan jumlah kelas.

h. Klasifikasi Terbimbing (supervised classification)

Setelah hasil klasifikasi tak terbimbing didapatkan, maka jumlah kelas

untuk pengklasifikasian terawasi dapat ditentukan. Klasifikasi terawasi

dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan sampel untuk setiap kelas atau

membuat training site berupa poligon tertutup dalam bentuk vektor yang di-

overlay-kan kedalam citra yang ada. Setelah training sample (AOI) dibuat,

maka proses klasifikasi terbimbing dapat dilakukan.

i. Editing

Setelah proses rasterisasi dilakukan dari hasil klasifikasi terbimbing,

maka proses selanjutnya adalah dengan mengubah proses rasterisasi ke

dalam format vektor, maka proses selanjutnya adalah dengan melakukan

editing data hasil perubahan hasil vektorisasi. Tujuan editing adalah untuk

menghaluskan garis hasil vektorisasi serta menghilangkan poligon-poligon

yang sangat kecil dengan teknik generalisasi, dimana kenampakan yang sama

dalam satu area/bidang plot, jika terdapat perbedaan klas diidentifikasi

sebagai klas yang sama, terusnya dapat berlaku sama untuk bidang lainnya

dengan klas berbeda, yang dalam skala pengeplotan dapat diabaikan.

j. Labelisasi

Label dari hasil pengklasifikasian terbimbing akan hilang pada proses

vektorisasi, sehingga setelah editing diperlukan labeling ulang. Acuan yang

digunakan yaitu hasil pengklasifikasian dalam format raster. Ini dilakukan agar

informasi yang diperoleh dari proses klasifikasi pada proses rasterisasi tidak

mengalami bias informasi. Proses ini menjadi bagian penting untuk

diperhatikan.

Page 8: Metodologi-Spasial

k. Pengkelasan (Classification)

Dari hasil klasifikasi tak terbimbing citra Landsat 7ETM+ dan dengan

tiga kombinasi band yang digunakan, akan diperoleh kelas-kelas penutupan

lahan. Walaupun demikian tidak setiap wilayah atau pulau memiliki atau

menampakkan kelas-kelas yang sama. Proses pengkelasan dilakukan sesuai

dengan informasi yang hendak ditangkap pada setiap ekstraksi informasi yang

dikehendaki.

2. Tahapan Analisis Data Spasial

Kegiatan Penyusunan RDTR Kawasan Budidaya Rumput Laut di Pulau

Pari Kepulauan Seribu, hal yang pertama dilakukan yaitu (i) mengidentifikasi

kondisi eksisting dari kenampakan citra satelit Landsat 7ETM+; hal ini

dilakukan diawal kegiatan dengan maksud untuk mendapatkan informasi awal

mengenai sebaran informasi territorial dan pesisir laut yang mungkin dijumpai

di lokasi dengan teknik-teknik penginderaan jauh, dan (ii) melakukan

interpretasi citra dengan berbagai metode analisis dengan maksud untuk

mendapatkan pola sebaran dari hasil identifikasi sehingga diperoleh

kenampakan yang sesuai dengan kondisi eksisting lokasi penelitian.

Agar hasil yang dicapai dapat dipertanggungjawabkan, maka hasil

interpretasi tersebut diperkuat dengan melakukan ground check point

terhadap lokasi pada wilayah yang menjadi fokus pengamatan. Untuk

memenuhi kebutuhan data dan informasi mengenai kondisi fisik permukaan

bumi tersebut, maka teknologi penginderaan jauh merupakan salah satu

alternatif teknologi yang dapat dimanfaatkan mengingat kemampuannya

dalam menghimpun informasi fisik kebumian secara tepat, cepat dan terkini

(up-to date) dengan biaya yang relatif lebih mudah terjangkau.

Sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja, data penginderaan jauh yang

dipergunakan adalah Data Citra Satelit Landsat 7ETM+. Adapun data dan

informasi yang dibutuhkan melalui pengolahan dan analisis citra ini adalah

kondisi pemanfaatan ruang yang diidentifikasi dari kondisi tutupan lahan ( land

cover), kondisi hidro-oceanografi (tingkat kecerahan perairan dan arus laut),

kondisi bentang alam perairan pulau Pari (kondisi batimetri), kondisi dan

sebaran ekosistem pesisir (mangrove, terumbu karang, padang lamun, rumput

laut), potensi bencana serta identifikasi kondisi dan permasalahan lingkungan.

Page 9: Metodologi-Spasial

Teknik Penginderaan Jauh untuk penataan budidaya rumput laut dapat

diilustrasikan seperti pada flow chart dibawah ini. Tahapan pelaksanaan teknik

kegiatan ini adalah sebagai berikut :

Pengolahan citra satelit yang dimulai dengan koreksi geometris dan

resampling dengan referensi titik kontrol GPS. Setelah melalui proses

interpretasi dan klasifikasi penutup lahan, diperoleh basis data spasial dan

tabular (atribut).

Basis data spasial dan data atribut disamping diperoleh melalui proses

interpretasi citra satelit juga diperoleh melalui hasil digitasi peta persil.

Selanjutnya menjadi dasar kompilasi data fisik dan sosial baik untuk data

primer maupun data sekunder.

Dengan tolak ukur dan kriteria lingkungan pesisir dan laut selanjutnya hasil

kompilasi data tersebut ditetapkan sebagai dasar penilaian lingkungan

wilayah pesisir dan laut.

Hasil penilaian lingkungan wilayah pesisir dan laut selanjutnya menjadi

dasar penetapan potensi kawasan budidaya rumput laut.

Dengan tolak ukur dan kriteria pengembangan wilayah budidaya rumput

laut diperoleh kesesuaian rencana pengembangan kawasan budidaya

rumput laut.

Kesesuaian rencana pengembangan kawasan budidaya rumput laut

selanjutnya menjadi dasar bagi rekomendasi dan arahan perencanaan dan

pengelolaan kawasan budidaya rumput laut selanjutnya.

Setelah tahapan analisis dengan citra Landsat 7 ETM+ dilakukan, maka untuk

dilakukan ground check ke lokasi sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan

analisis yang juga ditunjukan diatas. Hal ini penting dilakukan untuk mendapatkan

gambaran hasil analisis yang dilakukan menunjukkan kondisi aktual dilapangan. Dilokasi

dilakukan dua proses yaitu dengan analisis secara visual kenampakan kondisi eksisting

lokasi dan yang kedua melakukan Ground Control Point terhadap titik-titik landcover di

lapangan. Proses perbandingan (comparison) hasil analisis melalui citra Landsat 7ETM+,

dilakukan untuk mendetilkan informasi yang diperoleh dari analisis citra, lalu dikuatkan

dengan kondisi eksisting di lapangan. Pola alir tahapan nnalisis pengolahan citra Landsat

7-ETM+ dapat dilihat pada Gambar 1.4.

Page 10: Metodologi-Spasial

Gambar 1.4. Bagan Alir Tahapan Analisis Pengolahan Citra Satelit